Teror Di Satelit Yupiter Tom Swift 2 Bagian 1
Tom Swift # 2 Teror di Satelit Yupiter Victor Appleton Ebook PDF: eomer eadig Http://ebukulawas.blogspot.com
Convert & Re edited by: Farid ZE
blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Chapter 1 "Tiaraaaap!" Teriak Tom.
Ia meringkukkan tubuhnya yang jangkung menjadi seperti bola, lalu menggelindingkan diri ke belakang. Ia berhenti menggelinding dengan mengambil sikap membungkuk yang kokoh seimbang. Lengan pejal bersendi banyak "tanpa kulit" dari sebuah robot berkelebat lewat tepat di mana dadanya berada, beberapa detik yang lalu.
Ben Walking Eagle dan Anita Thorwald segera bereaksi atas peringatan Tom. Mereka menjatuhkan diri pada lantai geladak, meredamkan benturan itu dengan telapak tangan dan bagian bawah lengan mereka sambil mengeluarkan pekikan: "Eeee" untuk dapat mengeluarkan udara dari paru-paru mereka.
Mereka mendongakkan kepala tepat pada waktunya, dan melihat lengan robot itu mengoyak dinding baja yang berat dan kemudian berhenti. Batang-batang dan kawat-kawatnya yang telanjang tersangkut pada tepi-tepi sobekan dinding dan kabel-kabel yang putus dari lubang dinding laboratorium kapal ruang angkasa Daniel Boone.
"Hentikan program!" seru Tom kepada benda setengah mesin itu. "Tutup! Untuk programming baru!"
Terdengar suara mendesir. Kemudian Tom, Ben dan Anita mendengar suara mendesah dari bantalan-bantalan tarikan pada geladak. Kerangka utama dan kerangka motor robot itu berputar sembilanpuluh derajat dan tersentak berhenti. Kini semua bagian-bagiannya menghadap ke depan, kecuali lengannya yang tersangkut.
"Setidak-tidaknya sirkuit EXCOM-nya bekerja dengan baik!" kata Anita acuh tak acuh. Si rambut merah yang lincah itu berdiri dan menepis-nepis bagian lutut pakaian jumpsuitnya yang putih bersih dan kini menjadi kotor.
Tom seperti kena sengat mendengar ucapan mengandung kritikan itu.
EXCOM robot ( EXterior COMunications circuit atau sirkuit komunikasi luar) itu menterjemahkan kata-kata ucapan manusia ke dalam angka-angka yang lebih banyak menggunakan nada-nada daripada suara-suara konsonan dan huruf-huruf hidup. EXCOM memungkinkan perintah-perintah dengan kata-kata yang dapat menentukan setepat-tepatnya frekuensi suara manusia dan diterjemahkan ke dalam istilah-istilah cycle per detik.
Perasaan Tom bercampur-aduk ketika ia berpaling ke robotnya.
Di sebuah kapal ruang angkasa dalam perjalanan ke Jupiter adalah bukan tempatnya bagi terjadinya suatu kecelakaan. Mereka masih beruntung. Tom telah membangun sebuah robot untuk kondisi angkasa luar dan planet-planet dengan gravitasi rendah maupun tinggi.
Ia telah menggunakan teknologi tinggi dan dengan bahan-bahan mutakhir yang dapat diperolehnya.
Kompleks industri ilmiah raksasa multi dollar milik keluarga Swift, atau Swift Enterprises, memungkinkan pembangunan tersebut.
Bakat Tom sebagai penemu yang diwarisi dari ayahnya Tom Swift Senior, telah menjadikannya suatu kenyataan. Hasil akhir dari penemuan pembuatan desain dan konstruksi selama berbulan-bulan, kini telah berdiri di hadapannya: kompak, kekar, gesit, setengah cerdas dan".mematikan"
Kalau Ben dan Anita, atau bahkan dia sendiri sampai cedera berat, perawatan medis darurat akan hanya terbatas kemampuannya pada apa yang tersedia di Daniel Boone. Memang benar, fasilitas medis dalam kapal tersebut adalah yang paling baik dapat diperoleh dalam keadaan tertentu, namun tidak seperti dalam sebuah rumahsakit seutuhnya seperti yang terdapat di bumi.
Lagipula bagaimana tentang Daniel Boone sendiri, pikir Tom.
Kapal raksasa yang dibangun di dalam ruang angkasa untuk usaha penyelidikan sistem tatasurya, tentu tidak dapat dibawa-bawa ke suatu "bengkel" setiap kali ada sesuatu yang salah atau pun yang rusak.
Kecelakaan-kecelakaan selalu saja mengganggu perasaan tatatertib pada diri Tom. Tetapi kali ini telah membuat dia takut lebih daripada yang dapat diakuinya.
Tom mencoba menghapus rangkaian jalinan pikirannya, lalu memandangi "wajah" robotnya. Pada waktu itu kerangka sensornya memang masih belum lengkap, hanya alat-alat transducer sonar yang selesai dipasang. Alat-alat yang merupakan alat untuk "melihat" bagi robot tersebut saat itu. Dengan memancarkan berkas-berkas ultrasonik ke segala arah dan mendengarkan gemanya, maka robot itu dapat "merasakan jarak" dari benda-benda serta dapat menghindar dari suatu tabrakan setelah kini sudah dapat dioperasikan. Dan apabila telah lengkap, maka robot itu akan mendapat alat penglihatan yang lain pula. Kamera-kamera TV, dan alat-alat yang peka sinar akan merupakan sistem sensor robot tersebut, hingga dapat memungkinkan kemampuan "melihat" dengan berbagai cara tergantung keadaan.
Namun pengamatan secara sonar masih tetap yang paling menguntungkan karena hanya memerlukan energi yang paling kecil.
"Mesin yang malang, tolol dan setengah buta," ucap Tom keras-keras.
Ben, yang mengintip melalui pundak Tom kepada robot yang berdiam tidak bergerak. "Aku memang menyayanginya!"
"Wah, Herr Doktor Frankenstein," kata Anita bergurau, "engkau telah menciptakan sebuah monster!"
Ben menepuk-nepuk pundak logam robot tersebut, seperti sedang hendak membelanya. "Stt! Engkau melukai perasaannya!"
"Eh, aku lupa bahwa ia masih 'on'. Apakah ia dapat mendengar apa yang kita katakan?"
"Aku meragukannya. Meskipun ketika aku perintahkan 'tutup! untuk programming baru!', ia hanya mengunci servedrive yang dalam posisi ke depan."
Tom meraba-raba ke dalam kotak alat-alatnya. Ia mengeluarkan sebuah alat mirip sebuah obeng dengan ujung yang runcing. Dari bagian belakang gagangnya ada kabel yang pada ujungnya dipasang sebuah penjepit. Gagang itu mempunyai tempat piringan penunjuk angka-angka digital.
Penemu muda usia itu mengintai ke dalam jaringan kabel-kabel yang sangat rumit dengan pipa-pipa hidrolik di bagian pundak robot.
Sesaat kemudian dengan hati-hati ia menyisihkan kabel merah. Ia jepitkan jepitan itu pada kerangka utama robot, dan lalu menusukkan ujung yang runcing ke dalam isolasi kabel merah. Ia sentuh piringan digital dan sejenak kemudian membaca angka-angkanya. Ia mengangguk-angguk puas.
"Kini karena sel-sel nuklir robot ini dapat bekerja, tidak mungkin ia tertutup sama sekali. Kecuali dengan peralatan yang khusus," katanya. "Aku masih mendapatka kontinuitas, jadi lengan itu tidak rusak."
Anita memandangi robot itu dengan perasaan tidak pasti.
Menurut penampakan luar, ia tetap diam tidak bergerak. Satu-satunya tanda hidup ialah nyala lampu kecil pada kerangka sensornya. Pandangannya jatuh pada lengan robot yang cedera.
"Aduh! Kita menghadapi suatu masalah, Tom." katanya. Ia membungkuk ke dekat pergelangan tangan si robot. "Lihat ini!"
Anita menunjuk ke dinding kapal. Tom berteriak melihat setetes cairan seperti minyak meleleh di permukaan logam yang licin.
"Logam dinding itu tentu telah memotong saluran hidrolis," katanya. "Untung engkau melihatnya, Anita. Sebab pipa saluran itu tentu tidak akan kuat menahan tekanan. Kita pasti akan menghadapi kesulitan yang gawat kalau minyak itu sampai memancar keluar pada waktu mendapat beban tekanan!"
Meskipun rumit dan serba elektronik, sebenarnya robot itu merupakan mekanisme yang sangat sederhana dalam beberapa segi.
Untuk mendapatkan efisiensi, tenaga dan kecepatan tanggapan, Tom telah memilih penggunaan sistem elektro-hidrolik, yaitu suatu sistem yang paling mendasar yang bekerja atas prinsip bahwa minyak di ruang tertutup tidak dapat dimampatkan. Apabila dikenakan tekanan pada bagian yang mana pun, tekanan tersebut akan dipindahkan ke seluruh bagian minyak lainnya tanpa disertai berkurangnya tenaga.
Robot itu dilengkapi dengan silinder-silinder hidrolik yang digerakkan dengan tenaga listrik, yang ditempatkan di semua titik-titik gerak.
Sebuah sinyal elektronik yang diberikan oleh unit pengolah pusat untuk suatu gerakan khusus akan menggerakkan sebuah piston atau torak di dalam silinder hidrolik. Torak itu akan memberikan tekanan pada cairan hidrolik, yaitu minyak, dan tekanan itu akan diteruskan ke seluruh saluran. Gerakan robot itu hanya dapat dibatasi oleh kepekaan sensor-sensor tekanan. Tom telah bekerja keras untuk dapat membuat mereka ini sepeka mungkin.
"Ada lubang sebesar jarum pada saluran hijau," kata Tom sambil melongok ke dalam lengan robot. "Kita harus menutupnya dengan sistem pemanasan. Dengan demikian saluran itu dapat tahan tekanan, yaitu sampai kita dapat menggantinya."
"Biar itu aku yang mengerjakan," kata Ben.
Ahli teknik komputer yang masih muda belia itu berjalan menuju ke lemari besi dan kembali membawa sebuah alat yang mirip dengan pistol sinar dalam ceritera-ceritera fiksi. Sebenarnya alat itu adalah sebuah laser mini. Ben memegang sehelai plastik penambal dengan sebuah pinset, lalu dipanasinya dengan laser. Kemudian penambal yang telah dipanasi itu diletakkan di atas lubang dan lalu dipanasi lagi dengan laser selama beberapa detik hingga menjadi lumer menyatu dengan pipa saluran hidrolik.
"Sebaiknya kita segera mulai bekerja melepaskan lengan itu sekarang!" kata Anita. "Ia tentu telah bosan berdiri terus seperti itu."
Dua jam berikutnya, Tom, Ben dan Anita berhasil melepaskan lengan robot tersebut, dari tengah-tengah kabel-kabel yang putus dan dari sobekan-sobekan dinding dari logam. Mereka harus bekerja dengan sangat berhati-hati, jangan sampai ada kabel yang tertarik dari berbagai penampung tekanan dan sensor-sensor sikap yang terdapat di seluruh bagian lengan. Apabila seluruh pekerjaan menguji lengan robot itu telah selesai, maka lengan tersebut akan dibungkus logam untuk melindungi sirkuit-sirkuit bagian dalam yang sangat halus itu terhadap sekeliling. Gelang-gelang artikulasi di setiap sendi memberikan keleluasaan gerak pada lengan itu hampir seperti pada lengan manusia.
"Inilah yang membuat engkau menghargai rumitnya tubuh manusia," kata Ben. Dengan sangat hati-hati ia mengeluarkan sehelai kawat dari 'pergelangan' tangan robot itu dengan sebuah pinset yang kecil panjang. "Sebelum kita memulai mengerjakan robot ini, aku belum pernah menyadari bagaimana rumitnya suatu gerak yang paling sederhana pun. Misalnya gerak mengangkat segelas air. Ini mungkin memerlukan berjuta-juta rangsangan dari otak kita, hanya untuk memegang gelas tanpa membuatnya pecah. Engkau memang seorang ahli dalam menghubungkan kawat-kawat, Tom Swift!"
"Dan aku tidak tahu sama sekali berapa banyak 'langkah-langkah pikiran' yang harus digunakan untuk membangun sebuah program pada sebuah komputer agar program itu bekerja, sampai engkau menjelaskan kepadaku, Ben." kata Tom.
Ia tersenyum kepada temannya, lalu tertawa terbahak ketika dilihatnya wajah temannya memerah atas pujian itu.
"Aahh".tidak ada yang istimewa tentang".."
"Nah, itu lagi. Kembali dengan kebiasaan merendahkan diri," Anita menyela. "Kalau tidak karena engkau, Benyamin Franklin Walking Eagle, pelacak sirkuit komputer yang paling ulung, kapal Daniel Boone hanya akan merupakan tempat sampah di ruang angkasa. Dan kita semua akan 'jadi satu dengan jagad raya' secara", ah untuk memikirkannya saja aku segan."
"Eh, tunggu dulu".."
"Aku setuju dengan Anita," kata Tom.
"Kalau engkau tidak melacak jejak berkas komputer Doktor Grotz pada alat-gerak-ruang-angkasa yang rusak, yang hendak dipasangkan pada Daniel Boone ini, kita tidak akan mungkin melakukan perjalanan ke Jupiter seperti sekarang ini."
"Yaahh, ini terletak dalam sel-sel gen. Sel-sel keturunan, kukira," kata pemuda ahli teknik komputer itu bersenda-gurau. Ia menunjukkan garis keturunannya dari bangsa Indian Amerika.
"Tetapi, kini aku jadi lebih menyukai caramu merendahkan diri," Anita menggoda.
Beberapa menit kemudian. Tom mengeluarkan potongan kawat yang terakhir dari lengan si robot.
"Sebelum kita tahu apa yang kurang beres pada robot ini, aku kira lebih baik engkau jangan memberi perintah-perintah yang rumit dulu kepadanya," Ben mengingatkan.
"Kesulitannya jelas aku tahu, bahwa aku tidak dapat menggerakkan lengan itu," kata Tom resah. "Kukira, kita bertiga tidak dapat menggerakkan lengan itu, atau robotnya!"
Anita dan Ben mengangguk tanda 'ya' tanpa mengeluarkan suara. Sobekan logam pada dinding menjadi bukti. Robot itu memang terlalu berat untuk dapat didorong-dorong seperti sebuah perabotan rumah biasa.
Tom sudah tahu sejak semula bahwa berat dan kemampuan gerak adalah sama pentingnya dengan 'otak' terhadap desain robotnya.
Sebuah robot yang tidak dapat keluar-masuk pintu kapal angkasa atau tempat tinggal manusia, atau tidak dapat diangkut ke tempat di mana dibutuhkan, adalah tidak berguna. Ia juga tahu, bahwa robotnya harus dapat bertahan dan tetap 'hidup' dalam kondisi yang paling buruk sekalipun yang pernah dihadapi, baik oleh mesin maupun oleh manusia sebelumnya. Haruslah didapatkan keseimbangan tanpa mengorbankan keawetan dan efisiensinya.
Sebagian dari masalah berat yang telah dapat diatasi pada waktu masih di Bumi, yaitu di kompleks utama Swift Enterprises di Shopton, Meksiko. Tom telah menggunakan komputer raksasa Langley milik perusahaan itu untuk menyusun rumus sejenis baja yang tiga kali lipat kekuatannya, tetapi sangat ringan. Baja itu disebutnya TSJ93000X.
Tiga huruf awal rumus itu adalah huruf-huruf depan namanya sendiri. Ini menunjukkan bahwa dialah pembuat rumusan itu. Angka '9' berarti jenis 'baja campuran rendah tetapi berkekuatan tinggi', yaitu HSLA atau "high strength low alloy". Angka 3000 menunjukkan kekuatan tekanan dinyatakan dalam ribuan kilo per senti-meter persegi. Huruf 'X' menunjukkan baja mikro-alloy, yaitu yang mengandung 0,1 persen logam-logam lain seperti vanadium, columbium, titanium dan airconium sebagai bahan penguat.
Tom telah menggunakan jenis baja tersebut sebanyak-banyaknya dalam membangun robotnya, tetapi beratnya tetap saja sangat besar. Dan yang paling memusingkan ialah harus menggunakan kawat sampai berkilo-kilometer panjangnya, setengah ton baja dan sebuah sensor kerangka yang beratnya hampir sembilanpuluh kilo untuk dapat meniru berbagai fungsi tubuh manusia, namun hanya dapat memberikan efisiensi sepertiganya saja.
Tiba-tiba wajah Tom menjadi lebih cerah.
"Aku baru saja dapat pikiran. Kalau saja Anita tidak berkeberatan, kita dapat menggunakan alat komputernya untuk menghindari unit program pusat dari robot itu."
"Maksudmu, menggunakan komputer Anita sebagai otak robot?" tanya Ben. "Aku kira itu bisa dilaksanakan. Dengan cara demikian, kita dapat menyuruh robot bergerak sendiri ke terminal komputer besar di sana di bagian mesin."
"Dan kalau sudah sampai di sana, kita akan dapat melakukan pengecekan sirkuit dan juga dapat memeriksa programnya yang lengkap. Semua itu untuk dapat mengetahui apa yang membuat robot tersebut tidak terkendalikan. Ya, semacam itulah. He, apa katamu, Anita?" tanya Tom.
Ia menatap si wajah ayu berambut merah itu. Ia tidak ingin gadis itu merasa terpaksa untuk bersukarela melakukan tugas yang tidak disenanginya. Ia pun tahu bagaimana pekanya perasaan si rambut merah itu sesekali, terutama mengenai alat komputer yang ditempatkan di kaki kanannya, yaitu kaki palsu dari lutut ke bawah.
Tom menjadi lega, karena dengan tersenyum Anita menggulung celananya dan menampakkan alat komputer pada kakinya. Semua sirkuit-sirkuit nampak jelas di balik pembungkus luar dari bahan plastik. Dengan dibentuk mirip kaki manusia sesungguhnya, bagian kulit luar itu bukan dari bahan plastik yang keras dan mudah pecah, melainkan dibuat dari suatu selaput tipis sekali bahan gel yang dijepit di antara dua helai plastik jernih dengan densitas sangat tinggi dan sangat lentur. Ini akan mampu menyerap goncangan pada setiap gerak serta melindungi kerangka utama komputer itu dari setiap benturan, misalnya terhadap kursi, kaki meja dan benda-benda lain di lingkungan hidup manusia.
Alat penghubung antara Anita dengan komputer itu berupa sebuah gelang besar yang ada di pergelangan tangan kanannya.
Gelang itu berisi terminal mikro dengan sebuah 'muka' dari kristal LED yang dikelilingi tombol-tombol pengatur dalam warna-warna yang berlainan. Alat penghubung di pergelangan tangan dihubungkan dengan kawat halus yang dipasang di dalam lengan Anita, turun ke pinggang dan melalui pembuluh nadi kaki kanannya ke alat komputer.
Gadis itu mengulurkan pergelangan tangannya. Ia memandangi kedua temannya dengan pandangan bertanya.
"Siapa yang dapat kehormatan" Aku khawatir, gagasan ini sedikit di luar kemampuan programmingku!"
"Baiklah engkau saja yang mengurusi itu, Ben. Aku yang memasang kawat-kawat!" kata Tom. "Aku ingin melakukannya dengan sambungan langsung, bukan lewat radio. Jadi takkan ada sesuatu yang salah."
Ben duduk di samping Anita. Lalu memegang pergelangan tangannya yang lembut.
"Akan kita sebut apa program ini?" Ia bertanya.
"Bagaimana kalau kita sebut saja 'program pemindahan robot'. Kita lekas memulainya, Ben." kata Anita tajam.
"Eh, engkau tidak punya rasa humor sedikit pun!" sahut Ben.
Namun ia segera menekan-nekan tombol pada gelang sambil bersenandung lirih. Satu jam kemudian mereka telah selesai.
"Robot itu tidak akan dapat menari. Pokoknya asal bisa bergerak selama komputer Anita terkuasai." kata Ben. "Tak ada waktu untuk dapat melakukan program sesungguhnya secara terperinci."
"Kalian berdua merupakan pasangan hebat, Anita," kata Tom. "Apakah sudah menentukan hari perkawinan?"
Ia hampir tak ada waktu untuk mengelak ketika si rambut merah yang mudah berubah sikap itu melayangkan tangan kirinya. Ia berdiri tepat di samping robot yang besar itu dan tersambung kepadanya dengan kabel adaptor ukur yang berat, yang dipasang Tom dari pergelangan tangannya ke kerangka sensor robot.
"Harus kita lakukan pelan-pelan sekali, karena tidak EXCOM," kata Tom.
Anita memandanginya dengan gugup tetap tidak berkata apa pun. "Untung tidak banyak tikungan setelah keluar dari laboratorium. Gerak membelok adalah yang paling sulit. Semua siap?"
Ben dan Anita mengangguk.
Tom melangkah melintas ruangan menuju ke pintu katup, lalu menekan alat pengaturnya. Pintu pneumatik mendesis lirih, lalu menggeser terbuka.
"Hidupkan dia!" kata Tom.
Ia memandanginya, tegang. Sementara itu Ben menekan tombol di pergelangan tangan Anita untuk memberikan sinyal.
Chapter 2 Terdengar suara 'plak' yang keras dan tajam. Disusul kemudian memerciknya bunga-bunga api listrik. Dan robot itu bergerak tersentak-sentak. Bunga api biru-putih yang besar melompat dari pergelangan tangannya ke kabel dinding yang terkulai di dekatnya.
Isolasi kabel itu seperti mendidih sesaat.
Robot itu tersentak lagi. Kali ini Anita menjerit ketika sebuah arus dari lengan robot itu meloncat bagaikan busur ke kabel dinding.
"Putuskan!" seru Tom.
Ia melihat Ben menangkap gelang pada pergelangan tangan Anita.
"Dari pipa biru!" teriak Ben. "Aku tidak melihat kebocoran di tempat itu!"
Kembali sebuah bunga api meloncat dari pergelangan tangan robot ke dinding. Cairan hidrolik itu meledak menjadi api. Ben tergiring mundur oleh panas api. Dan Tom melihat Anita terjatuh pada kedua lututnya.
Ruangan itu segera dipenuhi asap biru-hijau yang tebal karena cairan hidrolik terbakar oleh api listrik.
Tom hampir tidak dapat melihat Anita ketika ia bergegas ke sampingnya. Ia lihat Anita ketakutan tetapi tetap menguasai diri. Ia ulurkan tangannya ke gelang pengontrol tetapi gadis itu melepaskan tangannya.
"Tak ada waktu lagi untuk itu!" teriak Anita. Ia menggulung kabel adaptor di tangannya lalu menariknya sekuat tenaga.
"Jangan!" teriak Tom. "Jangan, Anita!"
Ia berusaha melepaskan kabel itu dari tangan Anita. Tetapi gadis itu seperti mempunyai tenaga raksasa. Sebuah lidah api melecut dari dinding ketika isolasi-isolasi kabel di sana menjadi mangsa api.
Tom melindungi matanya dengan lengannya yang panas. Ia pun melihat Anita selintas menggunakan robot yang besar itu menjadi perisai.
Tom mendengar Ben terbatuk-batuk. Entah di mana dalam ruangan itu. Dan asap racun yang tebal itu menghalangi pandangannya untuk dapat melihat apakah temannya cedera. Tom sempoyongan mundur ke sisi Anita. Ia hendak memegang pergelangan tangannya kembali. Tetapi kali ini ia kehilangan keseimbangannya. Si rambut merah mendorongnya hingga ia jatuh terkulai di geladak.
Apa yang terjadi selanjutnya bagi Tom nampaknya seperti pemutaran film 'slow motion'. Ia melihat gerak lambat dari Anita yang dengan kakinya yang baik menjejak mencari kekuatan pada tubuh robot. Kembali ia menarik kabel itu sekuat tenaga. Ia melihat kabel itu terurai panjang dan kemudian meloncat keluar dari sambungan karetnya. Robot itu tersentak sekali lagi, lalu diam.
Kabel adaptor itu masih tergulung di tangan Anita. Tom dapat melihat bunga api melompat dari ujung-ujung kawat kabel yang putus pada waktu Anita jatuh terguling menjauhi robot. Ada sesuatu yang tidak beres dengan Anita. Benak Tom diselimuti oleh asap yang memenuhinya. Anita bagaikan sebuah boneka kapas yang terlempar dari sebuah jendela. Tom membuka mulutnya untuk berteriak memanggil dia. Tetapi ia hanya tersedak karena segumpal asap tebal masuk ke kerongkongannya. Ia melihat Anita jatuh di geladak dan tidak bergerak lagi.
Tom tahu apabila ia tidak segera menghirup udara segar, akan pingsan juga. Dan kalau hal itu terjadi, ia dan kedua temannya akan mati. Ia tahu pula bahwa Ben masih hidup sebab ia mendengar suaranya yang megap-megap mencari udara seperti ia sendiri. Anita tengkurap di geladak, namun Tom melihat bahwa dia belum mati, hanya cedera berat.
Udara! Ia butuh udara! Dan api itu telah merampasnya. Tom menempelkan wajahnya ke geladak dan mengambil napas dalam-dalam. Selama ia masih mendapat udara, ia akan tetap sadar dan hidup dan juga selama api masih mendapat udara api itu masih akan menyala. Bagaimana ia dapat menutup udara dari api itu"
"Harus mengeluarkan Anita dan Ben," ia terengah-engah. Ia hanya dapat bicara dengan dirinya sendiri selama ini.
"Ben!'' ia memanggil. Tenggorokannya gatal oleh asap dan panas. Suaranya hanya seperti orang sakit tenggorokan.
Sebagai jawaban terdengar suara batuk-batuk yang dalam di sebelah kiri. Maka Tom tengkurap serendah mungkin di geladak itu.
Perlahan-lahan ia merayap ke arah datangnya suara. Rasanya lama sekali untuk bergerak satu meter saja.
"Ulurkan tangan kiri. Tarik maju. Ulurkan tangan kanan. Tarik maju."
Garis tubuh Ben nampak di tengah-tengah kepulan asap. Pemuda Indian itu sedang berjuang untuk dapat berdiri.
"Tenang, Ben!" kata Tom.
Ia memegangi pundak temannya dan diguncangkannya dengan lemah.
"Tom .... " "Kita harus dapat mengeluarkan Anita! Aku butuh bantuanmu!"
"Bagaimana "..?"
"Ikuti aku!" Semuanya makan waktu yang lama, tetapi Tom tahu bahwa itu tidaklah lebih dari empat atau lima menit berlalu sejak ledakan pertama. Waktu telah ditekan demikian padat.
Tom dan Ben merangkak ke suatu tempat yang bercahaya terang, yang bergoyang-goyang kabur di tengah-tengah asap. Kira-kira Anita ada di sana, demikian pikirnya.
Benar. Tetapi kedua pemuda itu tenaganya semakin lemah.
Waktu pun tinggal sedikit, sedang api menjalar dengan cepat ke perabotan laboratorium. Tidak lama tentu api itu akan mendapat mangsa baru, yaitu lemari-lemari seisinya dan rak-rak. Tom tidak dapat meramalkan bagaimana nanti jadinya.
Masalah yang terutama ialah bahwa Anita yang pingsan merupakan beban mati. Tom hampir saja tidak kuat menyeret tubuhnya sendiri melintasi lantai, dan kini ia masih harus pula menyeret tubuh Anita. Dengan sangat hati-hati, tangan Tom yang satu menangkap lengan Anita dekat pada bahunya. Sedang tangannya yang lain memegangi jumpsuit Anita di bagian pinggang. Ben berbuat yang sama pula.
Berdua mereka menarik. Kemudian berhenti dengan napas tersengal-sengal. Dengan terengah-engah mereka mencari udara segar.
Menarik lagi, lalu kembali istirahat. Rasanya lambat menyakitkan.
Tetapi bagaimana pun juga, mungkin seabad kemudian, mereka akan berhasil keluar dari pintu laboratorium ke lorong. Dan itu belum merupakan keadaan yang lebih baik.
Ben pingsan. Tom sendiri hampir pingsan juga ketika melalui kabut. Setengah sadar ia mendengar suara telapak kaki orang yang berlari. Sedetik kemudian ia mendengar suara-suara tertahan, menyerukan kata-kata yang tidak dimengertinya. Kemudian ia merasakan tangan-tangan yang kuat menangkap dirinya.
Robot itu! Ia lupa sama sekali akan dia. Ia meronta melepaskan diri. Lebih banyak lagi tangan-tangan yang memegangi dia. Ia mencoba menjelaskan perihal robot itu, tetapi tangan-tangan itu tidak peduli sama sekali.
Ia mencari-cari ke dalam dirinya sendiri. Kemudian menemukan tenaganya yang terakhir. Ia meronta lepas dari tangan-tangan itu. Dengan sisa-sisa tenaganya ia mendorongkan dirinya ke pintu laboratorium.
?".tutup".robot".," Ia berhasil mengeluarkan suaranya yang serak.
Ia merasakan desakan-desakan tubuh. Pintu mulai tertutup.
Seseorang memasangkan topeng oksigen pada wajahnya. Pada mulanya alat itu seperti hendak mencekik rasanya. Ia terengah-engah dan tanpa sengaja menelan udara kehidupan itu. Berulang-ulang ia menarik napas. Dengan rakusnya ia menghirup udara sebanyak-banyaknya. Kepalanya mulai bertambah ringan. Ia kini mulai sadar.
Lebih daripada merasakan tangan-tangan yang memeganginya. Ia mulai melihat wajah-wajah dari regu penyelamat darurat di balik topeng-topeng oksigen mereka. Ia melihat kegelisahan mereka.
"Kosongkan ruangan ini," Tom berteriak. Kata-kata itu terdengar asing, teredam topeng oksigen.
Anggota-anggota penyelamat itu kelihatan seperti bingung.
Tidak seorang pun bergerak. Dengan cepat Tom meraih tombol sebuah pintu kecil yang ada di dinding dan menariknya terbuka. Ia merogoh ke dalamnya untuk menangkap sebuah handel merah. Tetapi ia tidak segera menariknya ke bawah. Lidah-lidah asap tebal bergulung-gulung keluar dari pintu laboratorium. Jadi pintu itu tidak tertutup rapat.
"Tolonglah aku untuk menutup pintu itu rapat-rapat," Tom meminta.
Ia mendorongkan seluruh berat tubuhnya kepada pintu baja yang berat itu. Lalu terdengar engselnya menciat-ciat. Dua anggota awak kapal mengikutinya. Bertiga mereka menggunakan berat tubuh mereka untuk mendorong pintu dan orang keempat memutar roda pengunci.
Setelah itu Tom tidak ragu-ragu sedetik pun. Ia meraih hendel merah lagi, lalu menarik sekuat-kuatnya ke bawah. Sebuah kompresor mulai berdecak-decak di dekatnya. Nah, begitulah. Api akan segera padam kalau udara telah terhisap keluar dari laboratorium yang kini tertutup rapat, kedap udara. Itulah salah satu sistem pengamanan di Daniel Boone. Keadaan hampa udara dapat diciptakan di setiap bagian kapal raksasa itu. Semua ruangan-ruangan dapat ditutup rapat kedap udara satu sama lainnya.
Tom terkulai menyandar di pintu. Ia kehabisan tenaga. Untuk pertama kali ia memeriksa dirinya sendiri. Ia melihat pakaiannya sobek-sobek, hitam berjelaga. Tangannya terasa nyeri, dan lepuh-lepuh mulai nampak. Tadi ia belum menyadarinya. Ia merasakan sisa-sisa tenaganya mengalir keluar dari tubuhnya. Lalu ia menatap ke wajah-wajah para awak. Ia merasa malu karena kepergok dalam keadaan lemah dan tidak berdaya.
Kelima topeng-topeng oksigen itu balik menatapnya. Mereka nampak asing. Hanya mata mereka yang terlihat oleh Tom berkedip-kedip. Lima orang manusia dengan belalai gajah.
Tom tertawa sendiri. Lucu!
Lututnya mulai goyah, lemah. Ia membiarkan dirinya jatuh.
Rasa pasrah itu nikmat baginya. Dengan perasaan terimakasih ia terbenam ke dalam kegelapan. Masuk ke dunia lupa segala-galanya.
Chapter 3 "Ayah?" "Selamat datang kembali ke dunia siuman, nak!"
Mata Tom bergetar membuka. Heran! Bagaimana ia merasakan kehadiran ayahnya sebelum matanya melihatnya. Rasanya seperti sedang menghadiri sesuatu yang gaib.
Tetapi Tom Swift Senior memang memiliki wibawa terhadap orang banyak. Bukan karena apa yang diperbuat atau dikatakannya.
Melainkan karena pribadinya. Sifat-sifatnya telah ditempa dalam tahun-tahun sewaktu masih sedang membangun perusahaan kecil di belakang rumahnya.
Kini perusahaannya itu telah berkembang menjadi perusahaan raksasa, sebuah kompleks industri ilmiah multi nasional. Pada umur empatpuluh sembilan, Swift tua kehilangan sedikit daya kreatif, kedinamikan, dan kemauannya.
Pandangan Tom makin memusat. Kini ia melihat bahwa ia berada di dalam tempat perawatan di kapal raksasa dan bukan di kamarnya sendiri.
"Aku menginginkan kepastian, apakah engkau tidak mendapat cedera bagian dalam tubuh, Tom," kata ayahnya. "Dokter Ling telah memberikan surat keterangan bahwa keadaanmu baik!"
"Berapa lama aku sudah di sini?"
Ingatan akan terjadinya kebakaran kembali menyengat pikirannya dengan mendadak. Hal itu membuat dia 'bangun' benar-benar karena dibantu suntikan adrenalin.
"Sekitar satu hari."
"Bagaimana dengan Anita?"
"Dokter sedang bersama dia, di kamar ICU."
"Dan"..Ben?"
"Ada yang menyebut namaku?"
Tom mendengar tirai logam tempat tidur menderit. Ia menggulingkan tubuhnya dan melihat temannya berbaring di tempat tidur sebelah. Pemuda Indian itu tersenyum menggoda kepadanya.
"Kecuali bercak-bercak merah di tanganmu, engkau kelihatannya oke, kawan!"
Tom ingat akan luka-luka bakar di tangan. Ia mengangkat kedua tangannya, lalu memandanginya. Kedua tangannya itu memang telah disemprot dengan Medi-cote, suatu obat antibiotik yang membentuk lapisan tipis bagaikan kulit baru di atas luka. Lapisan itu mencegah masuknya kotoran tetapi dapat mengalirkan udara hingga sembuh.
Lapisan itu berangsur-angsur akan hilang. Tom pernah menanyakan kepada seorang dokter mengapa Medi-cote selalu berwarna merah muda. Dokter itu hanya memandanginya seolah-olah Tom telah kehilangan kewajarannya.
"Mengapa" Yaah, agar kita tahu obat itu ada di sana!"
Jelas. Tetapi mengapa harus berwarna merah muda"
"Berapa lama lagi aku harus berbaring di sini?" tanya Tom kepada ayahnya.
"Engkau boleh pergi semaumu. Tetapi aku tentu akan berganti baju dulu, kalau aku lho!"
Tom menjadi merah wajahnya. Ia memandangi pakaian rumahsakit yang sedang dipakainya. Ayahnya tersenyum.
"Engkau akan mendapatkan segala sesuatunya di gantungan kamar ganti pakaian. Kalau sudah ganti baju, temuilah aku di luar. Kapten ingin bertemu dengan kita."
"Apa ia telah datang ke laboratorium?" tanya Tom.
Pemuda itu lalu turun dari tempat tidurnya. Dan setiap otot tubuhnya seperti memprotes gerakannya itu.
"Itu masalah engkau dengan dia. Dan bukan yang hendak ia katakan kepada kita berdua."
"Ayah ...." Ayahnya menoleh dari pintu katup kamar perawatan dan memandangi anaknya.
"Aku tahu," katanya ramah. "Itu adalah kecelakaan. Engkau telah berbuat sedapat-dapatnya. Dan aku gembira benar, engkau selamat."
Kemudian ia sedikit menunduk menghindari ambang pintu katup bagian atas, lalu meninggalkan kamar perawatan. Pak Swift menunggu Tom di lift utama dari kapal tersebut.
"Anjungan," ia berkata ke dalam pengeras suara alat pengontrol.
"Terimakasih," jawab alat itu.
Lift itu diatur oleh komputer kapal. Penciptaan suara dilakukan dengan prinsip sirkuit EXCOM pada robot Tom. Jawaban 'terimakasih' hanyalah programming yang sederhana. Sirkuit AUDIGEN (AUDIo GENerator) adalah yang membangkitkan suara tersebut. Begitu pun robot Tom akan menggunakan AUDIGEN yang lebih diperhalus agar robot itu dapat berdialog dengan manusia.
Kalau saja robot itu masih ada!
"Ada berita dari pesawat Penjajak Argus?" tanya Tom.
"Tidak. Kami selalu mendapatkan sinyal-sinyal yang tak keruan dari pesawat itu. Ia sepertinya belum pernah baik sejak mendarat di Io. Tentu oleh radiasi yang telah mempengaruhinya."
Io merupakan bulan 'Galileo' yang paling dalam dari Jupiter.
Para ahli ilmu pengetahuan dan perbintangan Galileo telah menemukan Io bersama tiga buah bulan sesaudara, yaitu Callisto, Eropa dan Ganymede pada tahun 1610. Mereka lalu memberikan nama bulan-bulan itu dengan nama-nama tokoh mitologi Zeus, yaitu raja dari dewa-dewa Olympia yang juga disebut Jupiter. Keempat bulan itu merupakan yang terbesar dari planet Jupiter dan yang paling menarik perhatian para ilmiawan.
Pesawat Penjajak Argus oleh Tom diberi nama tokoh mitologi tentang Io yang bermata seratus. Bagi Tom nama tersebut terasa sangat cocok sebagai nama pesawat penjajak tersebut, baik desain maupun pembangunannya dilakukan oleh Swift Enterprises. Kata "seratus' itu akan mampu menyapu pandangannya bulan-bulan Galileo, mengambil gambar-gambar foto secara terperinci dari Callisto, Eropa, Ganymede dan kemudian mendarat di Io. Di sana ia akan memonitor pengaruh magnetik misterius yang dikenal dengan sebutan 'tabung flux'.
Pesawat Penjajak Probe telah berfungsi dengan bagus sekali selama bagian pertama tugasnya. Tetapi setelah mendarat di Io sinyal-sinyalnya menjadi rusak secara tiba-tiba hingga tidak seorang pun mampu mendapatkan data tersebut.
"Anjungan", terdengar dari komputer yang bersuara datar.
Pintu-pintu lift terbuka. Tom bersama ayahnya keluar ke pusat otak dari Daniel Boone. Tidak jauh dari mereka adalah pak Kapten yang mengenakan baju seragam A.L. Amerika Serikat. Ia berdiri menunggu kedatangan mereka, dengan bersandar seperti tidak acuh pada batang penguat dinding.
"Rafe," seru pak Swift. Ia tersenyum hangat dan tulus yang jarang dilihat orang serta mengulurkan tangannya. "Bagaimana keadaanmu?"
Kedua orang itu lalu berjabatan tangan. Kapten itu, yang sepuluh senti lebih pendek daripada Tom maupun ayahnya, tetapi badannya lebih kekar dan memang merupakan sebagian dari sikap A.L. , otot-ototnya nampak menonjol di sana-sini.
"Kapten Barrot!" kata Tom lebih resmi.
Sejauh yang ia ketahui hanya ayahnya yang diperkenankan memanggil kapten dengan nama depannya. Oleh karena hubungan mereka yang akrab. Sampai Daniel Boone menjadi sebuah proyek, Rafe Barrot adalah salah seorang kapten kapal pengangkut senior Swift Enterprises, dan yang termuda dalam sejarah perusahaan.
Selama mengkonstruksi kapal tersebut, pilot muda yang berani itu telah ditarik untuk membantu mengangkut persediaan serta bahan-bahan ke tempat kerja dari Bumi dan dari koloni angkasa New America.
Swift Enterprises merupakan kontraktor utama dari pembangunan Daniel Boone, namun proyek itu adalah proyek pemerintah. Selama seluruh tahap pembangunan itu terdapat hal-hal yang kontroversial mengenai bagaimana kapal raksasa itu harus dilengkapi dan diawasi. Seluruh cabang dari angkatan bersenjata ingin ikut serta dalam tender. Maka penawaran pun terjadi dengan amat serunya. Dan di sanalah Rafe Barrot menjadi tokoh yang menonjol.
"Angkatan Laut sangat membutuhkan tenagamu, nak," demikian kata-kata yang diucapkan oleh Admiral Harris.
Rafe Barrot senang sekali menceritakan peristiwa itu dan menirukan suara admiral yang agak serak-serak itu.
"Selama empatpuluh tahun aku harus duduk dan melihat anak-anak Angkatan Udara mendapatkan segala kehormatan dalam rencana-rencana penjelajahan ruang angkasa, sementara Angkatan Laut hanya mendapat 'hak-hak khusus' untuk memungut kapsul-kapsul. Itu tidak boleh terjadi lagi! Angkatan Laut harus pula tumbuh atau mati, dan aku berkata: Angkatan Laut harus ada di atas sana! Ruang angkasa adalah juga samudra dari jagad raya. Dan itu adalah daerah kekuasaan Angkatan Laut!"
Tidak seorang pun menganggap admiral itu terlalu serius. Setelah amplop-amplop penawaran dari seluruh angkatan dibuka, maka Angkatan Lautlah yang mengajukan tawaran yang terendah dan menang.
Sekarang yang menjadi masalah ialah siapa yang harus memimpin kapal itu" Daniel Boone adalah sebuah kapal penyelidik pertama dalam jenisnya. Dan di sana tidak ada peraturan-peraturan bagaimana cara memimpin kapal demikian.
Sebagai jawabannya terdapat dalam latar belakang Rafe Barrot pada Dinas Penerbangan Angkatan Laut, serta pengalaman-pengalamannya sebagai pilot ruang angkasa luar pada kapal-kapal yang besar. Ia lalu 'ditarik' kembali dalam dinas militer (dan tentu saja dengan izin dari admiral) dengan pangkat kapten.
Namun selama bertahun-tahun sebagai orang sipil telah meninggalkan bekas-bekas padanya. Itu dapat dilihat Tom dengan jelas, yaitu bagaimana sikapnya yang santai sehingga berlawanan dengan sikap anak-anak buahnya yang kaku sebagai anggota Angkatan Laut karir. Itu bukanlah berarti bahwa kapten tersebut bekerja kurang serius daripada mereka. Bukan, melainkan memang begitulah cara bekerjanya. Ia dan para awak itu bersama-sama menciptakan peraturan-peraturan bagi kapal ruang angkasa.
Rafe Barrot memberikan 'senyuman malas' seperti biasa, dan memberi isyarat kepada kedua Swift itu untuk mengikuti.
"Kami telah menentukan tempat untuk pangkalan, yaitu Ganymede Base," katanya. "Mari ikut aku ke ruang peta. Sebagai umpan balik aku ingin mendengar pendapat kalian!"
Tom mengerti, bahwa ini adalah suatu kehormatan yang diberikan kepadanya dan kepada ayahnya oleh Barrot. Dan hal ini berpangkal kepada hubungan mereka sebagai teman sejak lama daripada masalah kedinasan. Meskipun Swift yang membangun Daniel Boone, tetapi mereka adalah orang-orang sipil dan merupakan anggota staf ilmiawan dari ekspedisi itu. Mereka tidak mempunyai suara apa pun dalam hal menentukan mengemudikan kapal tersebut.
Sesungguhnya jarang sekali terjadi orang-orang sipil diperkenankan memasuki anjungan. Sebaliknya jarang pula terlihat anggota Angkatan Laut terlihat di bagian-bagian kapal yang khusus diperuntukkan bagi para ilmiawan dan petugas-petugas sipil.
Kamar peta Daniel Boone tidak mirip dengan kamar-kamar peta kapal-kapal laut tradisional, di mana kapten kapal menentukan arah pelayaran. Dalam kamar ini tidak terdapat peta-peta. Yang ada hanya sebuah terminal komputer dan sebuah layar dinding raksasa.
Barrot duduk pada terminal tersebut, lalu menekan-nekan tombol. Layar dinding itu tiba-tiba menunjukkan suatu daerah yang kasar dari Ganymede, yaitu bulan nomor tiga jika dihitung dari permukaan Jupiter, dan merupakan bulan terbesar dari bulan-bulan lainnya dari planet tersebut.
"Apa yang kalian lihat ini adalah sebuah seri gambar-gambar foto yang dibuat oleh Argus," Rafe menjelaskan. "Gambar-gambar foto ini dirangkai menjadi satu oleh komputer kita menjadi sebuah peta. Dengan peta ini kita dapat bekerja. Garis-garis longitudinal dan latitudinal pun dibuat oleh komputer."
"Berantakan benar!" kata Tom ketika melihat kontras-kontras sangat tajam pada permukaan bulan tersebut.
Barrot dan ayahnya tertawa membenarkan. "Suatu ungkapan yang sangat tepat!" kata pak Swift.
Dilihat secara demikian, penampakan bulan yang tidak rata sangat menyolok sekali antara tempat yang satu dengan yang lain. Kawah-kawah yang dikelilingi sinar pantulan es yang bercahaya, letaknya berdampingan dengan bentangan padang yang rata.
Selanjutnya nampak pula daerah-daerah yang berbukit. Di antara semua itu terdapat jurang-jurang dan punggung-punggung bukit yang disebut sulci, bercabang-cabang dan terbagi-bagi memotong permukaan. Semua itu membuktikan sejarah adanya kegiatan yang dahsyat pada permukaan Ganymede yang mirip dengan pembentukan Bumi. Kesan yang diperoleh Tom dari bulan itu secara keseluruhan ialah sebuah teka-teki, yang disusun dari sisa-sisa bagian planet lain.
Sebagai puncaknya, permukaan itu dilapisi es yang ratusan kilometer tebalnya.
Dalam keadaan yang demikian Ganymede bukannya tidak lebih mudah dihuni daripada Eropa dan Callisto sebagai pilihan untuk sebuah pangkalan bagi kegiatan kerja. Io yang vulkanis sudah tentu di luar pilihan. Maka Ganymede terpilih sebagai suatu jalan tengah.
Tempat itu cukup dekat untuk mempelajari tentang hal-ihwal planet Jupiter. Tetapi ia cukup jauh dari permukaan planet lain yang sangat tinggi tingkat radioaktivitasnya agar dapat mengadakan perlindungan yang cukup efektif dalam jangka panjang. Gravitasi pun sangat mirip dengan yang ada di bulan dari Bumi, meskipun waktu berputarnya jauh lebih pendek di Ganymede karena letaknya yang dekat dengan Jupiter.
Rafe Barrot lalu menekan suatu sandi lain. Pemandangan umum itu berganti dengan pemandangan khusus, yaitu suatu daerah kawah-kawah besar yang muncul di layar, mirip dengan keadaan di Bulan dari Bumi. Ketika Barrot menekan sandi lain maka yang tampil di layar adalah sebuah kawah besar.
"Kami telah memilih sebuah tempat di dekat kawah yang terbesar di daerah itu, yaitu Galgamesh. Dengan demikian kita mendapatkan ruang yang lebih dari cukup untuk mendaratkan peralatan agar dapat melakukan eksperimen-eksperimen."
"Kita sedang memandangi daerah itu di sekitar enampuluh lima derajat Barat latitud dan seratus tigapuluh tujuh Selatan longitud."
"Kita akan memasuki orbit Ganymede, kira-kira satu minggu lagi dari sekarang," ia mengakhiri.
"Aku akan membuat pengumumannya," kata pak Swift tenang.
"Nah, inilah," pikir Tom. Getaran gairah menyusup ke seluruh tubuhnya. Sebagian dari dirinya ingin berada di Ganymede. Itu belum, setidak-tidaknya. 'Perjalanan' ke sana begitu banyak akan memberikan kesenangan. Dan sekarang hanya tinggal tiga minggu lagi untuk menjelajah dan menjejakkan kaki di atas kerak es dunia lain.
Chapter 4 Tom Swift Yunior membuka pintu kamar ICU di mana Anita berada di tempat perawatan kapal itu.
"Anita", ia memanggil lirih.
Tidak ada jawaban. "Barangkali ia sedang tidur," bisik Ben yang berada di sampingnya.
Tom membuka pintu sedikit lebih lebar lagi, lalu menjenguk ke dalam.
"Bagaimana?" bisik Ben, khawatir.
Terdengar suara gelas pecah mengenai pintu. Segera Tom menarik keluar kepalanya. "Seharusnya kaucabut-cabuti dahulu bunga-bunga itu, Anita," seru Tom. "Aku harus menunggu lama sampai orang-orang dari bagian hidroponik itu mau memberikan bunga-bunga itu kepadaku."
Bagian hidroponik di dalam kapal Daniel Boone adalah yang bertanggungjawab untuk menyediakan oksigen segar ke dalam sirkulasi udara. Itu dilakukan dengan menanam berbagai tumbuhan di dalam tangki-tangki air raksasa yang telah diisi air dengan melarutkan zat-zat hara di dalamnya.
Teknik 'kebun air' atau hidroponik itu sendiri sebetulnya sudah sangat kuno. Bangsa Aztek telah menggunakannya untuk 'bertani' di Danau Tenochtitlan, di lembah besar yang sekarang menjadi daerah Meksiko. Mereka tidak cukup memiliki tanah untuk pertanian. Oleh karena itu mereka lalu menganyam tikar-tikar yang sangat besar yang dibuat dari gelagah dan sejenisnya. Mereka mengeruk tanah yang subur dari dasar danau itu, lalu menghamparkannya di atas tikar-tikar.
Bunga-bungaan, tanaman pangan dan bahkan pohon-pohon dapat tumbuh baik pada chinampa-chinampa demikian. Akar-akar tanaman tersebut tumbuh menembusi rakit-rakit tikar-tikar itu terus ke dalam air.
Pada zaman moderen sekarang ini diketahui, bahwa tumbuhan yang ditempatkan di dalam ruang dengan tingkat karbondioksid yang tinggi, berangsur-angsur akan menyerapnya dan melepaskan oksigen sebagai hasil sampingan apabila mendapat cahaya matahari.
Bagian hidroponik dari kapal Daniel Boone merupakan bagian yang integral dalam operasinya. Tetapi masih ada keuntungan-keuntungan lain. Sayuran yang ditanam memberikan selingan makanan segar dari menu sehari-hari yang kebanyakan terdiri atas makanan kering-beku. Dan pada waktu-waktu tertentu bunga-bungaan memberikan pula selingan pemandangan, karena sehari-harinya hanya itu-itu saja. Maka bunga-bunga langka itu menjadi sangat berharga.
Di dalam kamar Anita sangat sepi. Tom kembali menjulurkan kepalanya ke dalam kamarnya. Si rambut merah itu duduk di tempat tidurnya, dan Tom melihat bahwa ia sangat marah.
"Keluar!" teriak Anita. "Aku sudah mengatakan kepada mereka, bahwa aku tidak mau dikunjungi orang dalam keadaan begini."
"Tidak apa-apa, Anita".."
Tom segera menarik kepalanya, sementara Ben mendengar suara benda keras yang membentur pintu.
"Engkau dan robotmu yang kuno itu!" terdengar oleh kedua pemuda itu dari dalam kamar. "Mudah-mudahan saja pakaian angkasa kalian bocor semua, dan kalian mampus lemas!"
Teror Di Satelit Yupiter Tom Swift 2 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kali ini ganti Ben yang menjenguk ke dalam kamar.
"Engkau kan tidak bermaksud sungguh-sungguh, Anita ...."
Sebuah sikat rambut melayang dan hampir mengenai mata Ben.
"Kukira dia memang sungguh-sungguh," kata Tom. Sementara itu Ben melompat mundur.
Kedua pemuda itu berdiri dengan bengong di depan pintu.
"Dalam suatu hal aku mengerti bagaimana perasaannya," kata Tom. "Ia sedang menghadapi suatu ekspedisi yang terbesar dalam sejarah kemanusiaan. Dan kini ia terpaksa berbaring di tempat tidur. Aku sendiri pun akan menjadi gila!"
"Aku harap dapat melihat kakinya," kata Ben. "Dokter Ling berkata bahwa kaki itu mati sama sekali. Tetapi dia bukan ahli komputer. Selain itu Anita baik-baik saja. Kalau saja aku dapat melihat kakinya, siapa tahu barangkali aku dapat membantunya bisa berjalan lagi."
Pada saat itu pintu lift terbuka. Pak Swift datang melangkah ke arah mereka.
"Bagaimana Anita?" ia bertanya.
"Anita tidak dapat berjalan, dan ia menjadi bingung. Itulah kalau berada dalam ruang yang sempit, ayah!"
"Biar aku saja yang bicara dengannya," kata pak Swift sambil membuka pintu.
"Ayah! Itu tak akan ...."
Anak-anak muda itu mendengar suara bergedubraknya gelas yang membentur pintu. Kemudian mereka mendengar Anita terperangah. Mereka mengikuti pak Swift masuk ke dalam kamar.
"O, pak Swift!" seru Anita. "Aku sungguh menyesal. Kukira ah biarlah aku saja yang memikirkan keadaanku ini."
"Aku belum pernah mendapat sambutan demikian sejak seumur Tom," kata pak Swift sambil tertawa.
Anak-anak muda itu melihat bagaimana pak Swift menyeka air dari bajunya biasa saja seperti tidak terjadi suatu apa pun.
"Aku menyesal," Anita melanjutkan. "Aku memang seringkali melampiaskan emosiku. Perjalanan ini sungguh menarik, tetapi kini justru kita di ambang akan mendarat di Ganymede, terjadi peristiwa semacam ini. Aku terpaksa tidak dapat ikut selanjutnya!"
Gadis itu meledak dalam tangis.
"Aah tidak demikian Anita," kata pak Swift. "Beberapa orang yang memiliki otak terbaik ada di kamar ini, untuk tidak menyebut dua orang anggota keluarga Swift. Kaukira kita akan melepaskan kesempatan ilmiah pilihan boleh lolos begitu saja" Engkau pun tidak akan tinggal di tempat tidur selama perjalanan selanjutnya, nona muda!"
Anita tersedu, mendengus menghapus airmata dari hidungnya. Kemudian ia tertawa menyadari dirinya. "Ti".tidak. Kukira aku memang tolol!"
"Nah, itu lebih baik." kata pak Swift.
Tom dan Ben mengedipkan mata kepada Anita.
"Engkau sanggup pergi ke laboratorium?" Tom bertanya kepada Anita. "Kita sudah lama tidak ke sana sejak musibah itu."
"Kalau kalian yakin aku tidak akan mengganggu," jawab gadis itu.
Tetapi ia sudah bangkit dari tempat tidurnya. Tom membantu dia menyediakan tongkat kruk yang disandarkan di dinding dekat tempat tidurnya.
"Tunggu sepuluh menit. Aku akan ganti baju," katanya penuh gairah.
*** Tom melihat ke pintu laboratorium tanpa mengeluarkan suara. Ia hampir-hampir takut untuk membukanya. Tetapi ia tahu, ayahnya, Ben dan Anita menunggunya. Ia merogoh ke dalam panel yang dipasang pada dinding, lalu mendorong hendel merah ke atas.
Seketika itu terdengar suara mendesis, udara yang dipompa masuk ke dalam ruang laboratorium. Satu menit kemudian bel berbunyi. Tom memutar roda pengunci, lalu membuka ruangan itu dan masuk.
Jelaga hitam pekat melapisi segala-galanya amat tebal. Ia pun dipenuhi jelaga. Semangat Tom runtuh melihat, bahwa dari lengan robot itu tinggal kerangka baja saja. Butiran-butiran logam dari dinding meleleh ke dalamnya. Api itu pasti sangat panas.
"Kukira kita harus mulai lagi dari permulaan," kata Ben kesal.
"Jangan terlalu memastikan dulu," kata Tom. "Aku membangun robot itu untuk keperluan di angkasa luar. Dalam suatu hal, ini merupakan ujian yang bagus. Sebab kalau tidak dapat mempertahankan diri dalam kebakaran di laboratorium ini, ia tidak akan berguna di tempat seperti di Io. Lengan robot itu memang belum dilindungi, dan kini kita harus membangunnya kembali. Tetapi bagian-bagian lain tentu masih baik."
Tom membersihkan jelaga tebal pada lampu sensor.
"Masih ada tenaga di dalamnya!" katanya.
"Selamat, nak!" kata ayahnya. "Engkau masih harus menghadapi banyak pekerjaan, kalau engkau berniat dapat menyelesaikan robot itu sebelum kita mulai membangun pangkalan di Ganymede."
"Benar, ayah," kata Tom.
Ia melihat ke sekeliling, ke laboratoriumnya yang hancur berantakan. Bagaimana ia dapat membuat keadaan ini menjadi baik kembali sehingga ia dapat bekerja" Banyak peralatan dan perkakas yang rusak. Ketika Daniel Boone masuk ke dalam orbit mengelilingi Ganymede, dan pada waktu mereka akan membangun pangkalan, ayahnya membutuhkan dia dan robotnya.
"Engkau membutuhkan tempat untuk bekerja," kata ayahnya. "Tidak seimbang dengan waktumu untuk membereskan laboratorium ini. Ayo ikut aku!"
Muda-mudi itu mengikuti pak Swift ke dalam lift. Mereka naik dua geladak, lalu keluar ke lorong.
"Inikah tempat pribadimu, ayah?" kata Tom terkejut.
"Bukan! Yang itu tempatku pribadi," kata ayahnya sambil menunjuk dua pintu lagi dari pintu yang sedang dibukanya dengan kunci magnetik. "Ini adalah laboratorium pribadiku."
Tom dan Ben membantu Anita melalui pintu katup. Kemudian mereka mengikuti pak Swift masuk ke dalam laboratorium. Mulut mereka ternganga heran.
Kekelaman angkasa luar mengelilingi dan menyelubungi mereka. Di mana seharusnya terdapat dinding dari ruang laboratorium itu, dipasang kaca kristal jernih yang terbuat dari kaca polyglass yang paling kuat diketahui orang yang dipasang pada kerangka kapal itu sendiri.
"Permata pada beledu hitam," gumam Tom heran.
Ia terpukau oleh jutaan titik-titik cahaya yang memenuhi hamparan hitam.
"Kita sungguh-sungguh di antara bintang-bintang," kini Anita yang bergumam. "Kita sangat sibuk sejak memulai perjalanan, hingga aku tidak sempat ke geladak pengamatan untuk melihat-lihat. Kapal dan seisinya saja yang sampai kini merupakan duniaku, hingga aku lupa bagaimana rupa di luarnya!"
"Walau aku sangat sibuk bekerja di sini sejak keberangkatanku, tetapi tidak jemu-jemunya aku memandang ke luar sana," kata pak Swift. "Beberapa menit lagi kalian akan mendapatkan pemandangan yang benar-benar indah. Kita akan berhadapan dengan Jupiter!"
"Kalau kita berada di dalam kapal, kita tidak akan tahu bahwa kita berputar berevolusi," kata Ben.
Daniel Boone yang berbentuk silinder raksasa itu berputar pada porosnya setiap 114 detik. Hal itu memberikan kepada para penghuninya hampir sama dengan gravitasi normal di Bumi, yaitu di bagian tepi luarnya.
"Agak lucu juga, bagaimana kita manusia selalu menggunakan Bumi sebagai perbandingan pada kehidupan kita," kata Tom.
"Misalnya satu hari adalah duapuluh empat jam. Tetapi hal itu hanya karena planet Bumi kita berputar sekian lama pula pada porosnya. Di Ganymede satu hari berlangsung selama seratus enampuluh jam, maka dari itu selalu menghadap dengan muka yang sama ke Jupiter, dan oleh karena itu perputaran pada porosnya sama dengan revolusi Jupiter."
"Atau bagaimana kalau satu tahun?" tanya Anita sambil mengernyitkan dahinya. "Jupiter melakukan evolusi selama duabelas tahun Bumi untuk satu kali beredar mengelilingi matahari. Seorang gadis akan berumur banyak dalam satu tahun Jupiter jadinya."
Ia masih saja memberengut, tetapi kemudian tertawa. Tom, Ben dan ayahnya ikut tertawa. Pengaruh hipnotis pada pemandangan dari ruangan laboratorium telah dipecahkan oleh lelucon Anita. Kemudian ketiga muda-mudi itu mulai melihat-lihat keliling laboratorium dengan terpesona. Setiap peralatan untuk melakukan pengujian apa pun ada di dalam ruangan itu.
"Asyiiik!" seru Tom. "Kita harus menggeledah seluruh kapal untuk mencari salah satu dari peralatan ini!"
"Bantulah Anita naik ke meja pemeriksaan,nak!" kata pak Swift.
Anak muda ahli penemuan itu meletakkan kedua tongkat kruk Anita ke samping, lalu mengangkat si rambut merah itu ke atas sebuah meja besar yang beruas-ruas, yang terletak di bagian tengah-tengah laboratorium. Meja itu bermesin. Setiap ruas dapat digerakkan secara terpisah terhadap ruas-ruas lainnya. Dengan demikian meja itu dapat selalu pada posisi yang tepat untuk suatu percobaan.
Pak Swift memanggil Ben dengan lambaian tangan. Pemuda ahli komputer itu melangkah mendekati. Ayah Tom menarik sebuah mesin beroda dari bagian mesin lainnya. Bersama-sama mereka mendorong mesin itu ke tempat Tom dan Anita.
"Alat apa itu?" tanya Anita.
Mesin yang besar itu dilengkapi deretan piringan pengukur dengan alat-alat ukur lainnya, papan tombol alfa-numerik dan sebuah layar seperti pada monitor komputer.
"Ini adalah mesin periferal penguji elektronikmu," kata Tom.
"Sumber tenaga adalah dari komputer kapal sendiri. Tetapi periferal itu memiliki program-program tersendiri untuk menguji. Jadi ia hanya memperluas kemampuan komputer kapal itu tanpa menggunakan banyak programming khusus yang bagi orang lain tidak ada gunanya."
"Aku belum pernah melihat alat seperti ini," kata Ben.
"Biasanya diperlukan beberapa alat lain untuk mendapatkan hasil yang mendekati ketelitian maksimal."
"Kita harus merencanakan mesin untuk ruang yang terbatas di Daniel Boone ini," kata ayah Tom. "Inilah salah satu cara yang kita lakukan. Kalau kukira bahwa mesin itu cukup berguna, maka Swift Enterprises akan memproduksinya apabila kita sudah kembali ke Bumi."
"Kukira dengan demikian banyak timbul penemuan-penemuan," pikir Anita sambil menggumam. "Kita menghadapi sebuah masalah yang harus dipecahkan. Apabila cara-cara lama tidak dapat digunakan lagi, maka kita harus memikirkan cara-cara yang baru."
"Kadang-kadang orang mendapatkan kegunaan lain dari suatu penemuan," kata Ben.
"Dan kegunaan-kegunaan yang baru itu menciptakan penemuan-penemuan baru lagi," kata Tom mengakhiri. "Jadi secara sambil lalu tidak dapat kupikirkan bahwa suatu penemuan tidaklah berasal dari berbagai gagasan yang digabungkan satu dengan suatu cara. Itulah yang menciptakan bisnis penemuan-penemuan. Dan itu pulalah yang memacu kemajuan-kemajuan, hingga semuanya itu merupakan sebuah lingkaran besar."
Ayah Tom bersama Ben telah selesai menghubungkan alat-alat sambungan mesin itu pada terminal kapal yang ada dalam laboratorium tersebut.
Tom kemudian menyambungkan kabel alat penguji itu ke gelang pada pergelangan tangan Anita.
Ben menarik sebuah bangku, lalu duduk di depan papan pengontrol alat penguji. Ia melihat ke arah Tom dengan penuh harapan.
"Kita mengira bahwa sumber tenaga bagian dalam dari komputermu telah mati, sebab itu kakimu tidak dapat digerakkan," kata Tom. "Mari aku coba apakah aku dapat menemukan pola tegangan itu. Yah, untuk mendapatkan kepastian."
Ben menekan-nekan tombol sejenak. Suatu jaringan kisi-kisi osiloskop nampak di layar. Sebuah titik bercahaya muncul pada garis nol dan memanjang menyilang kisi-kisi dengan mendatar.
"Tidak ada pola!" kata Ben. "Sumber tenaga mungkin telah terbakar karena loncatan tegangan yang terjadi ketika engkau menarik kabel adaptor dari robot."
"Oke, aku setuju," kata Tom. "Transistor-transistor yang halus, terutama jenis diode, tidak tahan akan loncatan tegangan itu."
"Itulah mengapa engkau mencoba memberi tahu aku," sambung Anita malu-malu.
"Seharusnya aku mengucapkan peringatan itu lebih jelas," kata Tom sambil menepuk-nepuk pundak Anita.
"Berikan tenaga pada unit pengolahan pusat," ayah Tom berkata. "Mari kita lihat apakah ada terusannya."
"Sedang kuberikan arus pada CPU (unit pengolahan pusat)," kata Ben. "Tidak terjadi apa-apa."
"Papan induknya juga konyol!" si rambut merah itu mendesah. Yang dimaksudkannya ialah papan sirkuit utama pada komputer pribadinya. ''Itulah payahnya!"
"Tidak! Tidak separah itu!" kata Tom tegas. "Ben dan aku memperbaiki pesawat Davy Cricket dengan modal hampir nol setelah pesawat aslinya meledak. Komputernya juga dua kali mengalami sabotase. Tetapi tetap dapat ikut perlombaan."
"Dan menang, lagi! Jangan lupa itu!" kata Anita.
Anita dapat bertemu dengan Tom dan Ben untuk pertama kali ketika sedang membangun pesawat sendiri untuk ikut perlombaan di New America. Ketiga muda-mudi itu lalu ikut perlombaan tahunan Three Corner Race, yang harus menerbangi rute New America ke koloni Sun Flower, dari sana ke pangkalan Armstrong Moon, dan kembali lagi ke New America. Pesawat Davy Cricket terpaksa terlambat masuk start tetapi dengan memasang mesin pendorong jenis peleburan, yaitu fusion drive, Tom dan Ben memenangkan perlombaan itu. Pesawat Anita, Valkyrie menjadi juara kedua.
"Setidak-tidaknya kami akan dapat membuat engkau bisa berjalan," kata Ben.
"Lebih dari itu," kata ayah Tom sambil tertawa.
Tom, Ben, dan Anita memandangi pak Swift dengan heran.
Sementara orangtua itu membuka sebuah lemari besi yang kekar dan mengeluarkan sebuah kotak plastik hitam sebesar telapak tangannya.
"Engkau ingat chip mikrokomputer yang polanya kita perbincangkan saat kita makan-makan beberapa bulan yang lalu?"
"Tentu saja," kata Tom penuh gairah. "Aku demikian sibuk dengan robotku, hingga aku melupakannya sama sekali."
Pak Swift melihat bahwa Ben dan Anita memandang dengan wajah yang tidak mengerti. Ia tertawa kepada mereka dan meminta maaf.
"Tom dan aku berhasil membuat desain bagi sebuah chip setelah mengalami musibah kecil pada suatu siang di laboratorium riset nuklir. Para ahli teknik sedang melakukan pengujian akhir pada larutan dekontaminasi yang akan digunakan pada ekspedisi ini untuk melawan radiasi dari Jupiter. Mereka berada di balik perlindungan pengaman, dan mereka juga menggunakan waldo pada waktu mencampur larutan itu di dalam ruangan percobaan".."
"Waldo adalah lengan sebuah robot yang digunakan apabila menggunakan tangan manusia biasa akan membahayakan, bukan?"
"Betul!" kata ayah Tom. "Para ahli teknik itu mendapatkan kesulitan karena waldo-waldonya kurang peka. Mereka harus melakukannya dengan waktu yang lebih lama pada waktu percobaan itu, dan hampir saja menjatuhkan salah satu botol larutan. Malam itu Tom dan aku sependapat bahwa diperlukan chip yang lebih peka untuk mengontrol gerakan-gerakan alat-alat waldo. Maka kami berdua lalu membuat desain di meja makan itu!"
"Kemudian ibu menjadi marah karena kami berdua membiarkan daging panggang menjadi dingin. Begitu sibuk dan asyik membicarakan mikrochip," kata Tom tertawa girang.
Kemudian Tom menelan ludah dengan berat untuk dapat menguasai kerinduannya akan rumah. Setiap kali ingat kepada ibunya di New Meksiko yang dengan sabar menunggu kedatangan suami serta anaknya yang kini berada di tempat yang jauhnya benar-benar sejuta kilometer. Tom dapat merasakan bahwa ingatan ayahnya pun sedang di sana pula.
Pak Swift membuka kotak plastik itu, lalu menyodorkannya agar ketiga anak-anak muda itu dapat melihatnya. Di dalam kotak itu terdapat satu sentimeter persegi epoksi dan logam. Terdapat pula beberapa helai kawat halus yang menembus salah satu sisinya.
"Aku tidak melihat apa-apa di dalam paket ini," seru Ben.
Ia menggunakan istilah teknik untuk segiempat epoksi itu.
Ayah Tom memberi isyarat kepada Tom, Ben dan Anita untuk mengikutinya. Ia melangkah ke sebuah meja kerja di atas mana terdapat sebuah mikroskop besar. Ia membuka laci tempat alat-alat, dan memilih sebuah pinset. Dengan perlahan-lahan dan hati-hati ia mengambil segiempat epoksi itu lalu dipasang di bawah mikroskop.
"Lihatlah!" katanya.
"Engkau dulu, Ben" kata Tom kepada temannya.
Jelas sekali bahwa pemuda ahli komputer itu sangat terpukau melihat mikrokomputer chip yang baru itu. Ia sendiri mempunyai kemampuan yang hampir dapat dikatakan ajaib dalam bidangnya, dan dalam pandangan Tom, Benyamin Franklin Walking Eagle adalah ahli yang paling terkemuka dalam seni komputer.
Ben mengintai ke dalam mikroskop, mengamati chip tersebut. Ia terdiam beberapa lama, dan setelah berdiri tegak kembali, wajahnya menunjukkan rasa kagumnya.
"Wah, ini baru dapat kusebut indah," katanya.
Kemudian wajahnya merekah ke dalam senyuman lebar. Ia melangkah ke samping untuk memberi kesempatan bagi Tom dan Anita untuk melihat.
"Ini masih perlu dicoba dalam kondisi bekerja," kata pak Swift.
Ia langsung memandangi Anita. "Aku ingin sekali engkau mengujinya, nona Thorwald."
Anita nampak kebingungan sebentar. Kemudian ia tersenyum malu.
"Aku tidak dapat menolak tawaran semacam itu, pak Swift. Tetapi Tom memerlukan waktu untuk memasang kembali robotnya. Ia akan selalu lari ke sana dan kemari di antara kedua proyek ini. Ia mungkin belum akan berhasil menyelesaikan robotnya sebelum kita mendarat di Ganymede."
Pak Swift berpaling kepada anaknya.
"Pindahkan robotmu kemari. Aku tidak banyak kerja di laboratorium sekarang ini. Aku perlu membantu Rafe Barrot membuat rencana-rencana pendaratan di pangkalan Ganymede."
"Itulah kesulitan yang pertama," sahut Tom. "Ada sesuatu yang tak beres pada robot itu. Dan saya belum tahu apa sebabnya. Musibah itu terjadi ketika mencoba memindahkannya untuk dikerjakan."
"Ah, itu hanya beban pemikiran seorang penemu," kata pak Swift penuh pengertian. "Aku harus banyak mengungkap kesalahan-kesalahan dengan berbagai kesulitan pula. Tetapi sebenarnya sederhana saja pemecahannya. Kita dapat pinjam derek rantai dan gerobak dari bagian muatan. Kalian dapat mengangkut robot itu kemari. Benar, aku bukan kapten di Daniel Boone ini, tetapi aku cukup punya pengaruh."
"Lihat," kata Anita.
Gadis itu menunjuk ke jendela depan dari laboratorium itu ketika tepi-tepi planet Jupiter yang berwarna gemilang muncul. Untuk sementara waktu tidak seorang pun dari mereka yang berbicara.
Chapter 5 "Aku masih saja belum percaya!" seru Ben. Tom mengangkat bahu dan tersenyum meminta maaf kepada temannya.
"Kita telah memeriksa seluruh program, dan setiap kali melakukan percobaan pada setiap sirkuit dari bagian-bagian robot. Tidak diketemukan sesuatu apa pun. Lengan yang baru saja diuji sangat baik, dan robot itu tidak salah kerja sewaktu kita hidupkan kembali. Satu-satunya kesimpulan yang dapat ditarik penyebab musibah tersebut ialah terletak di lengan yang terbakar itu."
Kedua anak muda itu memasuki laboratorium.
Sejak ayah Tom memberikan keleluasaan untuk menggunakan kemudahan-kemudahan di laboratorium tersebut, maka Tom, Ben dan Anita banyak menghabiskan waktu mereka di sana. Tempat itu bagaikan tempat tinggal mereka saja.
Anita sedang mendongak ke sebuah alat pengamat ketika Tom dan Ben masuk. Di sampingnya, robot itu memutar pusat kerangka sensor yang berkubah hingga 'matanya' yang biru keungu-unguan dari kedua lensa kameranya tertuju kepada Tom. Robot itu memandang ke pemuda penemu itu ketika ia bergerak ke sana kemari di dalam ruang laboratorium.
Kerangka sensor itu baru selesai lengkap beberapa hari yang lalu. Namun jelas, bahwa benda setengah mesin itu telah menentukan pilihan bagi 'penglihatan' kameranya melalui suatu pengamatan sonar dengan susunan fotosensitif. Apakah ini merupakan sifat dari unit pengolahan pusat" Tom tidak merasa yakin. Namun ini merupakan semacam 'ciri khas' yang diharapkannya dari robot itu. Sebuah unsur pilihan yang sembarangan. Suatu kualitas mirip manusia. Dengan demikian akan membuat robot itu lebih daripada sekedar mesin.
Hari itu akan menandai dimulainya tahap baru hubungan Tom dengan robotnya. Chip AUDIGEN telah dipasang dalam paketnya, lalu akan dihubungkan pada lempengan sirkuit cetakan yang disebut 'kartu PC'. Komunikasi dengan robot itu bukan lagi hanya tertentu kepada perintah-perintah yang bersifat tugas saja.
"Selamat pagi," kata Anita tertawa menggoda.
Tom tertawa. Ketiga muda-mudi itu selalu senang apabila ungkapan bahasa kelahiran Bumi itu tidak mengena. Memang secara teknis waktu itu adalah pagi, sebab mereka sedang memulai siklus bangun, bukan tidur. Tetapi di dalam perut Daniel Boone, istilah 'hari' dan 'malam' hampir tidak digunakan. Matahari kini sedemikian jauh di belakang mereka sehingga hanya nampak sebagai sebuah titik yang bercahaya di kekelaman angkasa luar. Bukan planet atau pun bulan untuk berlindung di belakangnya. Tidak ada tempat berlindung satu pun sampai nanti mereka masuk ke dalam orbit Jupiter, beberapa siklus lagi sejak sekarang.
Orbit Jupiter! Kelihatannya sedemikian jauh. Namun wajah Ganymede yang bergaris dan bopeng itu sudah nampak dari jendela depan laboratorium. Setiap kali mereka melihatnya maka perincian-perincian permukaannya semakin jelas. Setiap siklus tidur, bulan sebesar planet itu semakin memenuhi impian mereka.
"Bagaimana tanggapan Ben terhadap kesalahan itu?" tanya Anita menggoda.
"Pengalaman yang dahsyat baginya. Dan ia akan segera mengatasinya!" jawab Tom.
Anak muda ahli penemuan itu melirik ke arah Ben. Ia ingin tahu apakah temannya itu dapat menangkap maksud senda guraunya.
Ben menggeleng. Rupanya ia senang.
"Agak berat bagiku untuk menerima kenyataan bahwa kita hampir mati akibat kesalahan kecil pada alat elektronik, yang malahan tidak pernah dapat kita temukan," kata Anita. "Dan ini rupa-rupanya adalah satu-satunya jawaban."
Tom menyeringai. "Pikiran untuk selama hidup akan terus dihantui masalah ini tidak akan menarik bagiku. Aku tidak pernah bisa tahu kesalahan apa yang kuperbuat. Aku sangat benci untuk membuat suatu kesalahan, tetapi kalau hal itu sampai terjadi, aku ingin memperbaikinya. Dan juga belajar dari pengalaman tersebut."
"Dan kita tidak mendapatkan cara untuk mengetahuinya apabila salah kerja itu muncul kembali!" kata Anita. Suasana bergurau baginya telah pudar. "Apakah robot itu tidak dapat kita percayai?"
Ketiga muda-mudi itu saling berpandangan. Itulah pertanyaan yang telah berulang kali diajukannya.
Ben mengangkat bahu memecahkan suasana murung yang melingkupi kedua temannya.
"Kita gunakan komputer untuk memeriksa segalanya. Kalau komputer itu tidak berdusta, kita tidak perlu gelisah. Kalian tahu bagaimana aku tetap gigih menghadapi pokok persoalan ini."
"Selain itu," sambung Tom, "seluruh rencana ruang angkasa ini memang dipenuhi kesalahan-kesalahan kecil sejak semula. Sejumlah peluncuran yang terdahulu ditunda sampai berjam-jam, bahkan berhari-hari, hanya karena beberapa katup seharga limapuluh sen yang tidak bekerja dengan baik saja. Itu semua adalah bagian dari permainan penjelajahan."
"Dengar!" kata Anita. "Apakah kita tidak dapat mengalihkan pembicaraan" Kita tidak pernah mendapatkan kesimpulan apakah robot itu memang mendengar bila kita sedang bercakap-cakap, dan apakah ia mampu bereaksi dari apa yang didengarnya" Aku sendiri tidak dapat menghilangkan perasaan bahwa aku sedang mengungunjingkan seseorang di depan hidungnya sendiri."
Tom memandangi Anita. Ia heran mendengar emosi dalam suaranya. Anita sendiri lekas-lekas memalingkan wajahnya.
"A".a-ku menyesal." ia menggumam saling membelakangi Tom. "Aku tidak dapat menguasai diriku akhir-akhir ini. Kukira aku sudah terlalu lelah."
"Kukira kita semua telah bekerja terlalu keras," kata Tom.
"Engkau, Ben dan aku sendiri perlu pergi melakukan sedikit olahraga."
Kapal angkasa Daniel Boone berbentuk silinder raksasa yang berputar. Putaran itu menimbulkan gravitasi buatan di dalamnya.
Maka manusia yang ada di dalamnya dapat melakukan tugas-tugas mereka secara normal, senormal mungkin. Yang dimaksudkan dengan sumbu, di mana orang-orang dapat melakukan olahraga ialah sumbu kapal yang keadaannya tanpa berat. Untuk kesenangan dan kesehatan para awak kapal, daerah sumbu itu dibagi-bagi menjadi beberapa tempat berolahraga. Di sana dapat dilakukan olahraga gravitasi nol.
Wajah Anita menjadi merah.
"Aku sudah lama tidak ke sana sejak kecelakaan itu. Ini akan memberikan kesempatan bagiku untuk menguji kakiku. Tetapi kita membutuhkan seorang teman lagi kalau hendak bermain bola tangan gravitasi nol."
Tom tersenyum nakal. "Aku tahu, siapa yang harus kita minta"..ayahku!"
"Ee, jangan!" Anita menyanggah. "Engkau yang akan untung!"
Ia tahu akan kemampuan orangtua itu bermain, meskipun pak Swift belum lama belajar main bola tangan. Tom meperkenalkan permainan itu kepada ayahnya sewaktu dalam perjalanan ke koloni New America yang terakhir. Tom harus mengakui, ayahnya memang berbakat besar yang menimbulkan iri hati bagi orang lain atas permintaan itu.
Kemurungan Anita berubah demikian mendadak hingga Tom tidak menyadarinya.
"Engkau jarang bertemu ayahmu beberapa minggu ini, dan ini membuat engkau gelisah, bukan" Engkau sangat gelisah memikirkan dia."
"Ku-ku-kira begitu," kata Tom, tiba-tiba ia merasa tidak enak.
Seolah-olah gadis itu telah menembus hati nuraninya yang paling dalam. Ia memang khawatir atas keadaan ayahnya, yang mempunyai kebiasaan bekerja berlebihan pada saat-saat kritis. Di Bumi ia mempunyai seorang sekretaris, Marguerite, dan seorang pembantu utama, Gene Larson. Mereka mampu menghalangi kegiatan yang berlebihan itu. Tetapi mereka berdua tidak ada di Daniel Boone!
Dengan sejujurnya, Tom merasa salah terlalu banyak menggunakan waktunya untuk membangun robot. Ia sangat kurang memperhatikan ayahnya, meskipun ayahnya memang tidak pernah mau menerima pengawasan dari anaknya.
"Engkau tidak perlu merasa salah," kata Anita.
"Bagaimana engkau bisa tahu pikiranku?" tanya Tom.
"Bukannya aku tahu," jawab Anita. Ia menatap Tom dengan pandangan tidak mengerti. "Dengan tiba-tiba saja aku mengerti apa yang kaurasakan. Anehnya, aku tidak tahu bagaimana aku bisa tahu! Aku tidak tahu, mengapa aku dapat merasa apa yang kaurasakan tentang si robot, misalnya. Yah, aku hanya merasa saja!"
Tom berpaling ke robot dan menahan napas. Matanya bertemu pandang dengan kamera-kamera yang tidak berkedip. Robot itu lebih dari sekedar mesin, pikirnya. Ia berpaling lagi ke Anita, lalu meletakkan tangannya di pundak gadis itu.
"Mari kita selesaikan dulu sirkuit AUDIGEN itu. Nanti kita dapat tahu apa yang dipikir oleh robot itu."
Anita tersenyum kepadanya, lalu mengangguk setuju.
Tom tahu bahwa sirkuit AUDIGEN yang direncanakannya akan menambah beban yang berat kepada unit pengolahan robot tersebut. Biasanya AUDIGEN diberikan pada sistem sirkuit TTL (transistor-transistor-logic). Dengan cara itu unit pengolahan pusat, atau 'otak' dari komputer pada robot itu dapat dipusatkan untuk tugas-tugas yang lebih penting. Dengan cara itu pula sirkuit AUDIGEN bekerja pada lift-lift di Daniel Boone.
Tetapi orang tidak dapat melakukan dialog dengan lift. Sirkuit TTL tidak mampu melakukan tugas yang demikian rumit.
Tom melangkah mendekati meja kerja di mana Ben sedang membungkukkan badannya untuk melihat lewat pundak temannya.
Pemuda itu memegangi sebuah alat solder kecil, yang berujung runcing bagaikan jarum. Ia sedang mengintip ke dalam kaca pembesar yang dapat disetel, memandangi selembar logam rangkap yang tipis berbentuk segipanjang. Melalui kaca pembesar itu Tom dapat melihat garis-garis tipis atau jalur-jalur sirkuit listrik yang secara fotografis dicetakkan pada logam rangkap itu.
Ben menyentuhkan ujung soldernya pada suatu titik di dasar lembaran epoksi yang dipasang di tengah-tengahnya. Asap tipis mengepul dari tempat solderan. Ben menekan kaca pembesar lebih rendah lagi. Ia lalu mengintai tajam sejenak. Kemudian ia meluruskan punggungnya dan menatap Tom dengan wajah yang menunjukkan kepuasan.
"Chip sudah dipasang," katanya.
"Kalau begitu, mari kita masukkan," kata Tom.
Ia memungut kepingan sirkuit itu dengan pinset, lalu melangkah ke tempat robotnya berdiri, memandanginya dengan diam.
"Buka unit pengontrol!" kata Tom kepada benda setengah mesin itu. Terdengar suara 'klik', kemudian disusul suara mendengung sebuah motor listrik. Sebagian dari dada robot itu menggeser maju hingga merupakan sebuah laci. Di dalam laci itu terdapat lima kepingan PC yang berdiri tegak.
Masih ada tempat untuk yang keenam. Tom menyelipkan kepingan yang baru di tempat yang masih kosong dengan menggunakan pinset.
Ia sangat hati-hati sekali agar jangan sampai menyentuh kepingan-kepingan yang lain dengan tangannya. Zat-zat kimia pada keringat manusia dapat menimbulkan kerusakan pada komponen-komponen listrik. Ia memastikan diri bahwa kepingan itu telah tersambung dengan baik, kemudian dengan matanya ia mengontrol komponen-komponen yang lain.
"Tutup unit pengontrol!" katanya kepada si robot setelah ia merasa puas. Kembali motor listrik menarik laci masuk kembali ke dalam bagian dada, dan kemudian terkunci dengan suara 'klik'.
Terdengar suara parau se perti bunyi piringan hitam model kuno yang sering dimainkan oleh ayahnya ketika Tom masih kecil.
Kemudian dengan suara elektronik yang datar tanpa nada, robot itu berkata: "Unit kontrol"tertutup".Tom!"
Tom, Ben dan Anita terpukau. Tak seorang pun mengucapkan kata-kata dalam beberapa saat.Mereka hanya menatap ke robot, yang balik menatap mereka.
Akhirnya Tom memecahkan kesunyian. Terasa ada perasaan hormat dalam suaranya.
"Aku merencanakan dia untuk dapat berbicara. Aku membangun dia agar dapat berbicara. Namun sekarang hampir aku tidak dapat percaya bahwa ia bisa berbicara benar-benar."
Ben tertawa. "Penemunya menjadi terpesona oleh hasil penemuannya sendiri! Katakanlah sesuatu kepadanya, Tom!"
Tom tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Julius Caesar, Abraham Lincoln dan Neil Armstrong pun menghadapi dilema yang sama. Dan kata-kata mereka hidup abadi sepanjang waktu sebagai inspirasi bagi kemanusiaan. Apakah Armstrong telah juga menunda menginjakkan kakinya di Bulan untuk memikirkan dahulu apa yang akan diucapkannya mula-mula" Barangkali! Kata-kata yang pertama-tama adalah penting!
Benaknya kosong. Hampa. Di depannya berdiri hasil dari rencana dan kerjanya selama berbulan-bulan. Seluruh waktu dan tenaga kreatifnya disalurkan ke dalam robotnya. Dan kini, setelah menghadapi saat-saat kemenangan dan kebesaran, ia tidak mampu memikirkan sesuatu untuk diucapkan.
Keheningan yang terasa janggal.
"Halo, robot!" akhirnya ia berkata.
"Halo ... Tom!" jawab si robot.
Di belakangnya, Tom mendengar Anita tertawa cekikikan. Dan ia berhenti tertawa ketika robot itu berpaling kepadanya dan bertanya:
"Anita"bekerja"baik?"
"Ia berbicara kepadaku!" Anita membelalak, terkejut.
Tom merasakan sentuhan prihatin yang telah menggerogoti dirinya sejak ia memulai dengan proyek robotnya itu. Yaitu perasaan 'takut untuk melepaskan' sesuatu ke dunia, ia sebagai penciptanya tidak dapat menguasainya. Robot itu telah berkata-kata tanpa diminta dan disuruh. Tom tahu bahwa ia telah menemukan suatu 'makhluk mesin' yang dapat berpikir sendiri, jauh lebih bebas melampaui batas-atas programmingnya.
Apakah robot itu akan bersedia pula melakukan tindak kekerasan terhadap manusia"
Tidak! Tom sudah berbuat yang sangat menentukan tentang hal itu setidak-tidaknya. Namun pikiran untuk kerjasama dengan robot yang memiliki kepribadian yang tidak dapat diduga agak mengerikan juga. Itu harus dibiasakan dahulu.
"Kita tidak dapat menyebut dia 'robot' terus menerus," kata Ben. "Ia harus diberi nama!"
"Aku memang sedang memikirkannya," kata Tom.
"Bagaimana kalau kita gunakan sebuah akronim seperti misalnya: Tom's Intelligent Machine, jadi disingkat TIM," usul Anita.
"Rasa-rasanya seperti kurang menghargai baginya," kata Tom.
"Engkau dapat mengambil nama tokoh-tokoh mitologi," kata Ben. "Panggil saja dia Hercules, atau semacamnya."
"Itu justru kurang tepat baginya," kata Tom. Dahinya berkerut-kerut penuh pikiran. "Ia terlalu cerdas untuk nama itu. Aku sedang memikirkan dia untuk diberi nama Aristotle, seorang ahli filsafat Yunani kesayanganku!"
"Aristotle?" tanya Anita.
"Nama macam apa itu bagi sebuah robot?" tanya Ben.
"Maksudku, kedengarannya bagus, tetapi aku tidak mengerti kepentingan artinya."
"Aristotle hidup tiga abad sebelum Masehi. Ia merupakan guru bagi raja Alexander Agung. Dia pula ahli filsafat pertama-tama yang menyadari, bahwa pengetahuan itu berakar pada pengetahuan sebelumnya. Ia adalah ahli sejarah, kedokteran, dan seorang ilmiawan maupun filosof. Kukira Aristotle adalah nama yang tepat untuk robot ini."
"Senang sekali berkenalan dengan engkau Aristotle," kata Ben kepada Robot.
"Aku sangat".." Robot itu berhenti beberapa detik, lalu melanjutkan: "Aku belum punya perbendaharaan kata-kata. Komponen-komponenku sejalan secara harmonis dengan nama itu: Aristotle."
Tom tersenyum. "Manusia sering membuat perbandingan dalam istilah kesenangan dan kesakitan, Aristotle. Kesenangan adalah sinkronisasi yang harmonis, dan kesakitan adalah lawannya."
"Aku".senang," kata Aristotle.
"Ini membutuhkan suatu peraya"."
Kata-kata Tom terpotong oleh raungan sirene yang mengaung-ngaung tinggi di seluruh kapal.
"Ada apa ini?" kata Anita ketakutan.
"Tidak ada apa-apa," jawab Tom gairah. "Itulah tanda isyaratnya! Kita telah memasuki orbit Ganymede. Mari kita turun ke kamar rekreasi, dan melihat!"
Bertiga, muda-mudi itu berlari ke pintu katup. Ben dan Anita melompat mendahului. Langkah-langkah meeka bergema di sepanjang lorong. Tom berhenti sejenak di pintu masuk.
"Ayo, Aristotle. Aku tidak ingin sensor-sensormu tidak mencatat semua ini."
Aristotle maju beberapa senti, lalu berhenti. Tom menyeringai, tidak sabar.
"Ada apa?" ia bertanya.
"Aku hanya mesin yang sering salah," jawab robot.
Tom menegakkan badannya, lalu menatap robotnya.
"Jelaskan!" katanya dengan nada resmi.
"Selama aku dibangun, aku telah salah kerja dan menyebabkan manusia Anita terputus mati. Penyebab kesalahan itu tidak diketahui, karena itu selalu ada kemungkinan bahwa aku akan berlaku berlawanan dengan programmingku. Seperti yang pernah kaunyatakan, Tom."
Haha. Jadi robot ini telah mendengar dan menyimpan segala sesuatu yang ia, Ben dan Anita katakan. Lebih-lebih lagi informasi itu ditangkap dan 'diterjemahkan' pada tingkat yang dianggap semula tidak mungkin oleh Tom. Dengan lain perkataan ia kini mempunyai robot yang memiliki rasa bersalah.
"Aku ingin, engkau ikut aku ke kamar rekreasi, Aristotle. Kita akan membicarakan salah kerjamu itu di kemudian hari saja," kata Tom. Ia tahu, bahwa robot itu tidak mau dan tidak bisa melawan perintah yang langsung.
"Baik, Tom," kata Aristotle.
Ia bergerak maju lagi. Kali ini tanpa ragu-ragu.
Chapter 6 Kamar rekreasi kapal Daniel Boone sudah penuh ketika Tom, Ben, Anita dan Aristotle memasukinya. Ilmiawan, ahli teknik dan awak sipil berbaur dan saling berbicara dengan gairah. Tom bahkan melihat beberapa orang berseragam AL di antara mereka, dan itu adalah sangat tidak biasanya.
Beberapa orang memandangi Aristotle. Tetapi perhatian sebagian besar orang terpusat kepada keadaan pada saat itu. Di samping itu robot merupakan pemandangan yang tidak terlalu luar biasa bagi para ilmiawan dan ahli teknik di Daniel Boone. Ada sejumlah robot yang tersimpan di palka kapal. Mereka akan merupakan bagian penting bagi angkatan kerja di Ganymede. Tetapi mereka tidak serumit Aristotle.
Tom melihat ayahnya di seberang kamar, dekat dengan layar raksasa yang biasanya digunakan untuk permainan komputer. Tom Swift tua memandang ke arah anaknya itu beberapa kali, tetapi Tom tidak tahu pasti apakah ayahnya telah melihatnya. Pemuda itu melihat ayahnya sedang berbicara sesuatu kepada seorang perwira AL yang duduk pada papan terminal komputer kamar rekreasi, dan tiba-tiba suara kapten Rafe Barrot terdengar melalui alat komunikasi. Kamar itu segera menjadi hening.
Pak kapten sedang memberikan aba-aba kepada awak anjungan.
Tentunya di sana amat sibuk, pikir Tom. Maka sementara itu ia mendengarkan suara alat-alat dan perkakas di Daniel Boone, para awak melakukan tugas-tugas yang ditentukan bagi mereka masing-masing.
Kemudian dengan cukup mendadak layar itu menjadi hidup dengan pemandangan yang menakjubkan di Ganymede, dilingkari oleh permukaan raksasa yang cemerlang dari Jupiter. Tom belum pernah menyaksikan pemandangan yang sedemikian indah . . . dan asing.
Otaknya tidak dapat menerima tolok ukurnya. Hal itu bukanlah seperti melihat Bumi dan Bulan ketika ia mengunjungi Armstrong Base. Jupiter itu seribu tigaratus kali lebih besar daripada Bumi.
Sudah barang tentu Tom tahu bahwa mereka kini sedang melihat lapisan atmosfir yang dahsyat berputar-putar dari planet tersebut. Dari jarak yang tidak begitu jauh di bawah lapisan gas-gas itu terdapat lautan hidrogen cair, dan di bawahnya lagi diperkirakan sebuah inti batuan yang kecil, kira-kira sebesar Bumi.
Sorak-sorai terdengar dari orang-orang yang di kamar rekreasi itu ketika empat buah titik-titik kecil yang mengorbit tiba-tiba muncul di garis katulistiwa Ganymede. Itulah pesawat-pesawat angkut perawatan yang dikirimkan beberapa bulan yang lalu dari Bumi.
Ternyata mereka dapat bertahan terhadap kerasnya keadaan di ruang angkasa dan melampaui bahaya-bahaya dalam mencapai orbit Ganymede. Pesawat-pesawat angkut membawa peralatan dan perlengkapan yang sangat dibutuhkan, kalau nanti memulai membangun Ganymede Base, yaitu pangkalan Ganymede.
Tiba-tiba Tom merasakan irama kapal menjadi sangat tenang. Ia heran bahwa masih dapat merasainya.
Daniel Boone adalah sebuah kapal angkasa yang dilengkapi tenaga dorong mesin peleburan inti. Di kapal tersebut tidak ada mesin-mesin, karena itu tidak terdengar suara mesin dalam arti konvensional.
Jantung dari sistem penggerak terdiri atas lima kelompok dari sepuluh berkas sinar laser yang terdapat di dalam suatu tempat yang disebut 'target chamber' yaitu ruang sasaran. Laser itu dapat disetel sedemikian rupa hingga berkas-berkas sinarnya membias bertemu di titik pusat. Dalam setiap detik suatu butiran yang mikroskopiknya kecil dan tersusun dari isotop-isotop berat dari hidrogen deuterium dan tritium, disemprotkan secara balistik ke dalam target chamber.
Sistem laser tersebut sebenarnya melacak butiran itu ke tengah-tengah ruang pengapian, lalu meledakkannya. Tenaga yang terbebas sangat besar.
Kini irama kapal itu berubah lagi. Tom memandang Ben dan Anita. Mereka juga merasakannya.
"Urutan-urutan gerakan mengurangi kecepatan untuk melakukan orbit geosinkron telah dimulai, Tom." kata Aristotle.
Tom menatap Aristotle dengan heran. Apakah mungkin sebuah robot dapat merasakan gairah" Mungkin ia hanya mengkhayalkan sesuatu saja. Perjalanan memang masih sangat panjang.
Menurut kenyataan Daniel Boone sudah berminggu-minggu mengurangi kecepatan. Tetapi orbit geosinkron berarti bahwa kapal itu mengurangi kecepatan hingga menyamai kecepatan orbit Ganymede, sementara bulan berevolusi mengitari Jupiter.
Seperti halnya Bulan dari Bumi, satelit-satelit Galileo selalu menghadap ke Jupiter dengan permukaan yang sama. Mereka tidak berputar. Hal ini merupakan faktor yang penting bagi penempatan perlengkapan peralatan yang sangat dibutuhkan para ilmiawan untuk menyelidiki Jupiter dengan bulan-bulannya. Hal itu sangat penting pula bagi penempatan Ganymede Base mengingat radiasi hebat yang dipancarkan oleh Jupiter. Pangkalan itu akan ditempatkan di dekat kutub selatan Ganymede di sisi yang gelap.
Kapal Daniel Boone dalam orbit geosinkron dengan sisi gelap, menggunakan bulan itu sebagai perisai. Kapal itu tidak akan memutuskan komunikasi dengan pangkalan. Semua itu telah dipikirkan dengan rapih dan masak-masak. Tom tahu bahwa alam dan jagat raya memiliki caranya sendiri untuk mengacaukan segala rencana-rencana yang paling rapih sekali pun.
*** Ruang sumbu hampir kosong. Tom, ayahnya, Ben dan Anita tidak menemui kesulitan untuk mendapatkan lapangan bola tangan gravitasi nol.
"Rupanya semua orang sedang menikmati keadaan gravitasi penuh beberapa jam terakhir ini," kata Ben.
"Itu justru menguntungkan bagiku," ucap Anita.
Ia lalu menjejakkan kakinya dari dinding di dekat pintu masuk dan membuat tiga putaran di udara. Ia mengakhirinya dengan setengah putaran lalu melayang ke tempat Ben di sisi 'jauh' dari lapangan bola tangan. Mereka merupakan satu regu.
"Bagus sekali," seru Tom.
Teror Di Satelit Yupiter Tom Swift 2 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kakimu yang bagus itu rupanya dapat berfungsi sangat baik," kata pak Swift.
"Jauh lebih peka dari yang lalu," kata Anita. "Aku telah mencoba melakukan gerakan-gerakan balet beberapa malam yang lalu, dan berhasil melakukan gerakan yang belum pernah dapat kulakukan sebelumnya."
"Cukup, jangan banyak komentar," Tom menggoda. "Mari segera mulai main bola!"
Pemuda ahli penemuan itu lalu melayang mencari posisi di sisi ayahnya. Bola tangan gravitasi nol mempunyai aturan permainan yang sedikit berbeda dengan aturan biasa di Bumi. Misalnya, seluruh permukaan dari lapangan atau lebih tepat 'ruangan' permainan yang berbentuk bulat bagaikan bola itu boleh digunakan untuk bermain.
Sudah tentu ada daerah-daerah hukuman untuk setiap regu, justru untuk membuat permainan semakin menarik. Daerah permainan dengan daerah hukuman diberi warna-warna khusus dan ditandai dengan garis-garis batas berwarna hitam.
Tikar-tikar sensor dipasang di bawah setiap daerah permainan atau daerah hukuman hingga tidak memerlukan wasit untuk mengatur permainan tersebut. Bola harus memantul pada lengkung dinding setengah bulatan di seberang sebelum dapat dipukul lagi untuk memperoleh angka.
"Siap?" seru Tom ke dalam mikrofon di dinding.
Sebuah tingkap terbuka dan sebuah bola meluncur keluar.
Komputer permainan mengatur arah bola, tetapi pilihannya secara sembarangan. Kali ini bola melesat ke arah Anita dan Ben, lalu memantul ke dinding.
"Bolaku," kata pak Swift.
Ia melayang ke udara dengan anggun, bertemu dengan bola dan memukulnya ke arah Ben. Gerakan yang sebanding dan berlawanan membuat pak Swift melayang mundur. Ia mengubah gerakan itu dengan menjungkir balik ke belakang ke arah bagian daerah permainan sendiri. Ben mengawasi bola itu memantul lalu memukulnya ke arah Tom dan ayahnya.
"Bolaku," kata Tom.
Ia melompat ke udara untuk menyambut bola".tetapi ia tidak tahu bahwa telah melakukan kesalahan. Sudah terlalu lama ia tidak bermain hingga tubuhnya menjadi kaku. Ia telah salah ukur kecepatan lari bola hingga melewati tempat di mana ia seharusnya bertemu lintasan bola. Bola melesat di sampingnya sedang Tom sendiri melayang ke daerah hukuman.
Tom merasa tolol ketika melayang kembali ke posisinya untuk ronde berikutnya. Ayahnya tersenyum kepadanya. Bola tangan gravitasi nol adalah suatu permainan yang harus banyak berlatih agar keadaan tubuh tetap baik. Tom melirik ke arah Anita dan terkejut melihat gadis itu pun memandanginya. Wajahnya nampak serius seperti belum pernah dilihatnya. Hal itu membuat hatinya kurang enak.
Komputer memasang bola untuk permainan berikutnya. Kali ini bola melesat dalam jarak yang dapat dipukul oleh pak Swift. Dengan cepat ia kirimkan bola itu ke arah Anita dan Ben. Bola itu tetap mengudara beberapa menit lamanya, sebelum Ben salah pukul dan memberikan angka bagi Tom dan ayahnya.
Tom tetap saja merasa kurang enak hati karena selalu diawasi oleh Anita. Ini membuatnya sedikit marah. Seolah-olah Anita memusatkan permainan kepada dia saja. Hubungan yang lemah. Ia hendak menunjukkan kepada Anita bahwa ia tidak dapat mempengaruhinya.
Kini komputer memberikan bola kepada Anita dan Ben lagi.
Anita mengamati jalannya bola itu memantul dari dinding. Kemudian ia melompat naik dan menyambutnya dengan indah sekali. Ia mengarahkan bola itu langsung kepada Tom.
Pemuda itu melompat untuk menghindari bola dengan menjejakkan kaki ke dinding. Gaya balik mendorong dia ke belakang tidak terkuasai lagi. Kepalanya mengenai lantai lapangan hingga ia rasakan sakit. Pada saat itu ia mendengar Anita menjerit kesakitan. Ia melupakan sakit kepalanya sendiri dan memandangi Anita.
Ayah Tom dan Ben sudah memegang gadis itu ketika Tom mendekatinya. Rupanya Anita sangat kesakitan, tetapi ia tidak melihat adanya luka.
"Apa yang terjadi?" ia bertanya, khawatir. "Bagaimana, apa terluka?"
"Ia tidak terluka," kata Ben. "Aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi. Kulihat engkau yang membentur dinding, tetapi aku mendengar ia yang menjerit."
"A. . . aku mengawasi engkau," kata Anita. "Dan aku tahu engkau akan salah ... dan aku pun tahu apa yang akan kaulakukan. Ketika engkau membentur tembok, aku merasakan sangat sakit di kepalaku. Ada yang dapat mengatakan hal ini kepadaku" Aku tidak dapat menguasai diriku sendiri lagi!"
"Pernah terjadi yang lain seperti ini?" Tanya ayah Tom.
Tom memberitahu ayahnya berbagai pengalaman aneh dari Anita semenjak kecelakaan itu. Pak Swift mengerutkan dahinya penuh pikiran mendengar cerita anaknya.
"Mari kita ke laboratorium. Aku punya teori, tetapi aku ingin melakukan pengujian dahulu sebelum aku mau mengatakan masalahnya."
*** Tom dan Ben membantu Anita naik ke meja pemeriksaan.
Sementara itu pak Swift mengambil komputer periferal penguji yang pernah digunakan untuk memeriksa beberapa waktu yang lalu. Tidak seorang pun mengucapkan kata-kata setelah pak Swift menyambungkan alat-alat itu pada sambungan penguji di kaki Anita.
Di belakang, Aristotle mengawasi manusia-manusia itu.
Pak Swift mulai menekan-nekan sederetan tombol penguji. Ia melihat data pada CRT (Cahode Ray Tube computer screen), yaitu layar komputer tabung sinar katoda. Pak Swift memberengut. Itulah kerut-kerut dahi yang Tom ketahui sering muncul apabila para ilmiawan mendapatkan sesuatu yang seharusnya tidak boleh timbul walaupun itu berarti bahwa mereka benar. Tom sendiri sering memberengut semacam itu.
"Anita mendapatkan umpan balik listrik melalui unit pengolahan pusat pada kaki palsunya. Hal ini membawa pengaruh yang tidak biasa pada susunan sarafnya," kata ayah Tom.
"Dari chip yang baru itu?" tanya Tom.
"Anita salah kerja?" tanya Aristotle.
Pak Swift menoleh ke robot, lalu memandangi anaknya dengan wajah bertanya-tanya.
"Manusia tidak salah kerja, Aristotle," kata Tom. "Mereka sakit, terluka, marah, senang atau sedih. Tetapi bukannya salah-kerja!"
"Sirkuit-sirkuitku bertukar arus dengan Anita. Suatu salah kerja terjadi di sirkuit Anita pada saat itu. Tolong jelaskan, Tom!"
Tom mendengar ayahnya bersiul lirih.
"Selamat!" bisik ayah itu kepada anaknya. "Aristotle adalah suatu karya ilmu yang luar biasa."
Tom menatap robot dengan berdiam sejenak. Ini menjadi sulit.
"Manusia tidak dapat salah kerja, Aristotle," kata Tom. "Anita adalah manusia yang istimewa, ia?"
"Aku, sebagian kecil adalah juga robot, Aristotle," Anita menyela.
Tom memandangi gadis itu, tidak yakin dengan apa yang akan dikatakan. Kata-kata Anita membuat dia tidak siap sama sekali.
"Itu adalah cara yang terbaik untuk menjelaskan kepada robot, Tom," kata Anita. "Aku pernah mengalami musibah ketika masih kecil. Dokter terpaksa memotong kakiku yang kanan. Sebuah komputer 'menterjemahkan' rangsangan-rangsangan dari otakku ke bagian-bagian yang bergerak dari kaki palsuku. Begitulah aku dapat berjalan. "
"Aku yang menyebabkan sebagian komputermu menjadi salah kerja," kata Aristotle. "Engkau mendapat kesulitan yang kusebabkan. Aku bukan diprogram untuk membuat manusia sakit. Maka aku adalah mesin yang tidak sempurna!"
"Aristotle!" seru Tom terkejut. "Berhenti berkata begitu! Itu tidak benar."
"Itu kenyataan," kata si robot keras kepala. "Kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan kejadian dan kenyataan. Engkau salah, Tom."
"Engkau kalah berdebat dengan hasil programmu sendiri," kata Ben tertawa-tawa. "Yang demikian inilah yang paling disenangi orang-orang komputer!"
"Engkau tidak membantu, Ben," kata Tom. Anak muda itu berpaling kepada ayahnya. "Jangan hanya duduk di sana saja. Tolonglah aku!"
"Siapa aku ini hingga berhak menengahi antara si pencipta dan ciptaannya?" kata pak Swift tersenyum mengoda.
"Terimakasih banyak," kata Tom. "Aristotle kadang-kadang kebenarannya dapat dilihat dari berbagai sudut ...."
"Kalau begitu bukan kebenaran lagi, melainkan pendapat," kata si robot.
"Engkau salah, Aristotle!"
"Mungkin sekali. Aku adalah mesin yang dapat salah!"
Tom ternganga, terheran-heran. Ia terjebak. Ia memandang kepada Ben, tetapi si ahli komputer itu tertawa terbahak-bahak hingga air matanya meleleh di pipinya. Anita dan ayah Tom berusaha untuk tidak tertawa, tetapi Tom dapat melihat bahwa mereka itu pun tidak dapat menguasai diri lagi.
Tom duduk menatap si robot. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Engkau kali ini menang, bung, pikirnya.
Aristotle memandang Tom kembali. Ia pun diam tidak bergerak.
Tetapi entah bagaimana, Tom yakin bahwa robot itu juga tertawa.
Chapter 7 Tom, Ben dan Anita merasakan benturan pesawat pendarat Daniel Boone di permukaan Ganymede melalui lapisan-lapisan tebal bahan isolasi serta penangkis radiasi di dalam pakaian mereka. Suatu siklus kerja dimulai lagi.
"Mana romantika ruang angkasa itu?"
Tom mendengar Ben menggerutu dalam radio pakaian ruang angkasanya. Ia lalu melepaskan sabuk pengaman dan berdiri dengan kaku. Ia belum punya waktu cukup untuk tidur sejak siklus kerja kemarin di pangkalan dan sebelumnya. Betul 'mana romantika ruang angkasa itu"'
Namun tidak baik mengeluh. Semua orang dalam suatu ekspedisi itu diperas tenaganya untuk kerja keras. Seperti kubah-kubah harus didirikan secepat mungkin, hingga para ilmiawan segera dapat tinggal di dalamnya daripada harus bolak-balik kembali ke kapal angkasa. Untunglah kubah utama segera akan selesai dibangun hari ini. Hal itu merupakan suatu prestasi tersendiri mengingat keadaan kelelahan dari ekspedisi tersebut.
Tom memandang kepada Aristotle.
"Mari kita pergi," katanya.
Ia memandangi robot itu melepaskan sabuk pengaman. Tom masih saja terpukau melihat betapa trampilnya jari-jari mekanik Aristotle. Ia memberi isyarat memanggil Ben dan Anita. Kemudian ia melayang keluar dari pintu katup pesawat pendarat itu, perlahan-lahan, anggun dengan langkah-langkah 'hormat' yang dipopulerkan oleh para astronot pertama di Bulan dari Bumi. 'Sebuah tarian waltz dalam seperenam G'. Itulah gravitasi di Bulan dan juga di Ganymede.
Perbedaannya ialah permukaan Bulan berupa debu halus. Di Ganymede semua orang memakai sepatu berpaku yang mencengkam permukaan es yang kotor. Juga Aristotle memakai sepatu berpaku walau berat badannya sudah membantu keseimbangannya.
Tom berpaling. Ia ingin memastikan apakah Ben, Anita dan Aristotle mengikutinya. Kemudian ia melangkah ke arah sekelompok cahaya yang menerangi perkemahan pangkalan yang sudah selesai sebagian. Tidak seorang pun berkata-kata. Mereka terlalu lelah untuk berbicara melalui radio pakaian ruang angkasa mereka . . . jadi manusia-manusia itu benar-benar lelah.
Tom mendongak ke atas. Oleh karena Ganymede itu tidak mempunyai lapisan atmosfir, maka langit tidak berwarna biru meskipun secara resmi waktu itu adalah 'siang' menurut waktu Ganymede. Bintang-bintang di kekelaman angkasa pun tidak berkelip-kelip di angkasa yang tak berudara itu. Dan di atas sana ada benda baru: kapal ruang angkasa Daniel Boone.
Tom menghela napas sedih. Ini akan merupakan siklus kerja yang panjang. Sesosok tubuh berpakaian ruang angkasa tebal melambai ke arahnya dari arah pinggiran perkemahan pangkalan.
Pakaian itu dengan tiga senti lapisan serbuk timbal sebagai perisai membuat setiap orang nampak berat.
Tom dapat mengenali orang itu dengan 'bahasa tubuh'. Itulah Doktor Fiona Friedman, seorang wanita anggota regu astronomi. Ia ikut mempelajari titik merah Jupiter. Doktor Friedman mengacungkan tiga jarinya ke atas, dan Tom memindahkan radionya ke saluran tiga, saluran komunikasi pribadi.
"Ayahmu mencari engkau, Tom," kata ilmuwan itu. Tom dapat mengetahui bahwa nyonya itu sedang resah. "Ia memerlukan bantuanmu. Pesawat pengangkut nomor empat tidak mau turun, sedang pesawat itu membawa perlengkapan penting dan bahan-bahan untuk kubah yang diperlukan sekarang ini. Engkau dengan robotmu lebih baik segera 'lari' ke tempat kubah utama."
"Terimakasih, Doktor Friedman," kata Tom. Kemudian ia tertawa. "Aku akan lari ke sana."
Doktor Friedman ikut tertawa dan mengacungkan tanda 'oke' dengan jari-jarinya yang berkaus tangan tebal.
Tom berpaling ke teman-temannya, tetapi Ben memberi isyarat untuk berjalan terus.
"Kami dengar semua!" kata ahli komputer itu. "Anita dan aku sendiri harus melapor dulu ke regu kerja. Nanti saja menyusul. Kita dapat duduk-duduk dan menyedot minuman gizi bersama-sama."
Tom mengangkat bahu, memberitahu Ben bahwa ia tidak tertarik untuk makan siang dengan berpakaian ruang angkasa demikian. Kembali ke kapal akan memakan waktu terlalu lama, meskipun sudah ada radio dalam pakaian mereka. Hal itu dapat menyalurkan perasaan dan gerakan menjadi suatu percakapan, suatu hal yang tidak dapat dilakukan oleh radio.
Tom memberi isyarat kepada Aristotle untuk mengikutinya.
Bersama-sama mereka memasuki daerah yang diterangi.
Regu pekerja kubah sedang 'meniup balon', sebuah kantong plastik raksasa yang menjadi fondasi apabila bahan kubah yang sesungguhnya nanti disemprotkan di atasnya. Lantai bangunan itu telah diselesaikan kemarin. Mula-mula mereka meratakan lapisan es, kemudian memindahkannya dalam blok-blok besar. Setelah itu gulungan-gulungan pembeku diletakkan, dan blok-blok itu dikembalikan ke tempatnya. Sensor-sensor panas dari es tersebut akan menghidupkan gulungan pembeku apabila es yang menjadi fondasi itu dalam keadaan berbahaya pada waktu meleleh. Itulah salah satu masalah jika hendak membuat tempat tinggal dengan menggali ke dalam lapisan es. Panas tubuh manusia dan kegiatan-kegiatannya cenderung untuk melumerkan lapisan es tersebut.
Bila balon plastik raksasa itu telah berkembang penuh, para pekerja kubah akan mulai menyemprotkan busa plastik di atasnya.
Setelah busa itu mengeras maka balon tersebut dikempeskan dan dilepaskan. Batang-batang penyangga dipasang untuk memperkuat dan demi keamanan. Setelah itu dipasang katup-katup udara, lalu dicuci-hamakan serta dibersihkan dari radiasi. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk dapat mempertahankan hidup di tempat asing demikian.
Tom menyadari bahwa manusia dimanjakan oleh keadaan yang serba lunak di Bumi, hingga segala usaha untuk mempertahankan kehidupan tidak memerlukan usaha yang keras.
Sebuah kendaraan berhenti di dekatnya. Tom melihat ayahnya.
Pak Swift mengacungkan satu jari. Itu adalah tanda untuk saluran 'sangat pribadi'.
Keadaan tentu sangat genting, pikir Tom.
"Aku mau membawamu beserta Aristotle ke tempat kita menurunkan pesawat pengangkut, Tom." kata ayahnya. "Nomor empat tidak memberikan tanggapan. Mungkin robotmu dapat menurunkannya."
"Apa saja yang ada dalam pesawat pengangkut itu?" tanya Tom.
"Kebanyakan alat-alat jauh, milik regu astronomi," jawab ayahnya. "Bahan-bahan bangun untuk kubah mereka termasuk di antaranya."
"Apakah anda telah menganalisa penyebab kesulitan itu?" tanya Aristotle.
Tom terhenyak, sadar bahwa itulah untuk pertama kali Aristotle berbicara sejak berjam-jam yang lewat.
"Ya," jawab pak Swift. "Kami mengira bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan alat penerima pesawat itu. Terlalu banyak tahanan terhadap penerimaan menyebabkan pancaran isyarat dari bawah menjadi sangat lemah. Kami membutuhkan engkau untuk memperkuatnya, Aristotle."
"Akan aku kerjakan sedapatku," jawab robot itu singkat.
Mereka berkendaraan tanpa mengucapkan sesuatu apa pun.
Keheningan itu meresahkan Tom. Di kapal, Tom melihat, bahwa Aristotle semakin suka berbicara, sehingga menjadi banyak perbendaharaan kata-katanya. Daya ingat robot itu sangat mempesonakan sedang kemampuan belajarnya sungguh mengagumkan. Tetapi sejak pendaratan di Ganymede, robot itu semakin kurang berbicara. Hampir mendekati titik di mana ia hanya menanggapi perintah-perintah langsung.
Dengan mesin, dia bekerja dengan sempurna dan merupakan anggota kelompok kerja yang cukup penting. Pakaian ruang angkasa yang berat itu membuat orang-orang menjadi canggung dan sulit untuk melakukan tugas-tugas mereka dengan cekatan. Aristotle sangat berguna untuk pekerjaan tersebut, karena dia tidak dibebani oleh pakaian.
Tetapi mengapa ia menjadi semakin diam akhir-akhir ini"
Pada saat itu sekelompok orang-orang berpakaian ruang angkasa nampak. Mereka menggerombol di sekeliling pemancar besar yang bisa dipindah-pindahkan. Antenanya di panjangkan sepenuhnya.
Mereka melambai-lambai ketika kendaraan ayah dan anak Swift mendekat.
Tom mengenali Doktor Harold Firedman di antara kelompok itu. Doktor Friedman suami-isteri benar-benar telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk mengikuti ekspedisi Jupiter. Kedua anak-anak mereka, Ian dan John adalah juga astronom seperti orangtua mereka,
juga menjadi anggota regu astronomi. Mereka telah menjual segala milik mereka untuk membantu membiayai ekspedisi tersebut.
Sementara itu Harold serta Fiona sedang ditunggu jabatan-jabatan penting pada sebuah universitas sekembali mereka di Bumi. Hari depan mereka kini sungguh berada di ujung tanduk. Peralatan di pesawat pengangkut nomor empat sungguh-sungguh membuat mereka jaya atau hancur.
"Kami ingin engkau dapat menurunkan pesawat itu sedekat mungkin dari tempat ini, Aristotle," kata Tom. "Doktor Friedman akan memberi kepadamu sandinya."
Ahli astronomi yang bulat besar itu menekan-nekan sandi pada pemancar. Aristotle' mendengarkan' tanpa berkata-kata.
"Aku sudah siap, Tom," katanya setelah Doktor Friedman selesai memberikan sandi.
"Pancarkan isyarat itu, Aristotle!" kata Tom. "Pancarkan isyarat!" kata si robot. "Sinyal telah diterima, Tom. Urutan gerakan untuk mendarat segera dimulai!"
Terdengar sorak-sorai daripara astronom, disusul jabatan-jabatan tangan. Aristotle juga mendapat tepuk tangan pada kerangka utamanya sementara mereka menunggu turunnya pesawat.
"Bagus!" puji Tom kepada robotnya.
Ia sangat bangga kepada benda setengah mesin yang tidak dapat menunjukkan perasaannya pada wajahnya.
"Pesawat belum mendarat!" kata si robot.
Kata-kata itu mengejutkan Tom. Ia segera mengenali 'perasaan' robotnya dengan mendengar kata-katanya. Bukan biasanya ia berlaku negatif. Pikiran Tom terganggu oleh teriakan Doktor Friedman.
"Aku melihat dia!" katanya sambil menunjuk ke atas. "Itu dia datang!"
Tom tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Pesawat itu datang terlalu cepat.
"Beri isyarat untuk menunda pendaratan. Mulailah dengan gerakan baru lagi," katanya kepada robot.
"Pancarkan!" kata si robot. "Isyaratku tidak diterima, Tom!"
Pesawat itu melesat di atas kepala mereka, miring ke arah permukaan es Ganymede. Beberapa detik kemudian mereka melihat es dan batu-batuan meledak ke atas.
Tom berpaling kepada Aristotle.
"Engkau telah bertindak sebisamu," katanya.
"Tetapi bagaimana pun juga aku hanya mesin yang dapat salah!" kata si robot.
Chapter 8 "Coba belok ke kiri!" seru Ben.
Tom memutar kemudi yang besar dan tebal dari kendaraan itu melawan arah jarum jam. Kendaraan itu menanggapi dengan lamban.
Tom harus berjuang untuk memutar kemudi agar dapat menuju beberapa derajat ke kiri melalui permukaan lapisan es kasar dari planet Ganymede.
"Bagaimana bunyi detektor sekarang?" ia bertanya tanpa memalingkan pandangan ke muka.
"Ada perubahan sedikit pada tingkat pulsa lampu," jawab si ahli komputer. "Jelas kalau lebih cepat!"
"Coba ke kiri sedikit lagi," kata Anita.
Ia duduk di bangku belakang kendaraan itu, di samping robot.
"Menurut apa yang kaulihat, pesawat itu tentu tidak jauh lagi, Tom."
"Aku mendapat gangguan pengamatan sonar, Tom," kata Aristotle. "Kukira sinyal-sinyalku memantul pada permukaan yang sangat kasar di depan kita."
"Terimakasih, Aristotle," sahut Tom. "Tetap saja mengamati!"
"Terimakasih atas kesediaanmu mengundang kami untuk ikut dalam misi ini, Tom," kata Anita. "Aku memang memerlukan selingan untuk kerja di perkemahan. Aku yakin kalau aku harus menyemprotkan setangki lagi busa kubah itu, aku dapat menjadi sinting."
Pemuda itu tertawa. Kedengarannya kasar melalui radio.
"Aku juga membencinya," katanya. "Sayang pesawat nomor empat jatuh. Dengan demikian mungkin akan berkurang satu kubah untuk dibangun. Meskipun tidak menyukai kerja yang begitu berat itu, tetapi kuharap saja demi Friedman suami-isteri, beberapa barang miliknya masih dapat digunakan."
"Apa yang akan dilakukan doktor suami-isteri itu kalau semua peralatan mereka rusak?"
"Mereka masih dapat melakukan berbagai percobaan," kata Tom. "Tetapi ekspedisi ini lebih merupakan musibah bagi mereka. Mereka masih dapat melakukan pengamatan jarak dekat. Tetapi, yaa, hanya itu!"
"Kita juga ingin tahu apa yang terjadi dengan pesawat pejajak Argus, bukan?" tanya Anita.
Tetapi itu lebih merupakan pernyataan, bukannya pertanyaan.
"Betul!" kata Tom. "Mereka merencanakan sejumlah percobaan untuk Io dan 'tabung fluks'."
"Yang dimaksud dengan tabung fluks ialah pengaruh magnetik yang jahat antara Jupiter dan Io, bukan?" tanya Ben.
"Ya!" jawab Tom. "Doktor Firedman-Fiona mengatakan ia yakin peralatannya itu tentu dapat menemukan tempat Argus. Sayang sekali kita tidak dapat mengangkutnya dalam palka Daniel Boone. Tetapi memang sudah terlalu banyak yang harus kita angkut sendiri."
"Sinyal menjadi semakin kuat," kata Ben. "Kita sudah semakin dekat".
Tom mengintai sejauh ia dapat memandang. Tidak nampak sedikit pun dari kejauhan reruntuhan itu.
"Kuusulkan dengan sangat agar kita kurangi kecepatan, Tom," kata Aristotle. "Aku tidak senang melihat data yang kuterima ini."
Tom mengendorkan pijakannya pada pedal gas. Kendaraan listrik yang kompak itu melambat. Perjalanan semakin menjadi sukar sementara ketiga muda-mudi dengan si robot itu mengikuti sinyal detektor.
Tom mendongak ke piringan raksasa yang memenuhi langit planet Jupiter. Ia dapat melihat Titik Merah Besar, badai atmosfir yang telah berlangsung beratus-ratus tahun. Ekspedisi itu berharap mengungkapkan sebanyak mungkin informasi-informasi tentang hal itu. Mereka tetap akan pulang dengan membawa lebih banyak informasi dari siapa pun sebelumnya, namun".
"Awas!" seru Anita.
Tom merasakan kendaraannya turun dan tiba-tiba ia mendapatkan perasaan seperti sedang jatuh. Kendaraan itu ternyata melampaui pinggir salah satu sulci yang banyak terdapat di daerah itu.
Ketika kendaraan itu meluncur melampaui pinggir jurang es dan mulai meluncur ke bawah, Tom berusaha keras agar tetap berada di dalamnya. Ia pun berharap semoga Ben dan Anita juga berbuat yang sama.
Kalau mereka dapat tetap di dalam kendaraan kecil itu, sangat kecil kemungkinannya mereka akan terlempar atau pun terlindas.
Mereka pun tidak akan mendapatkan kebocoran pada pakaian ruang angkasa mereka. Tom tidak begitu mengkhawatirkan Aristotle, karena ia bukan manusia yang lemah.
Mereka jatuh di dasar sulci dengan keras. Kendaraan itu membal sampai tiga kali sebelum Tom berhasil menguasainya.
"Ada yang cedera?" ia bertanya penuh khawatir. "Aku tidak melihat jurang itu!"
"Aku pun tidak," sahut Anita. Rupanya ia tidak cedera, hanya sedikit kaget. "
Aku tidak apa-apa, Tom", kata Ben.
Mereka memeriksa si robot kalau-kalau ada yang rusak. Tetapi ternyata Aristotle itu telah berpegangan pada kedua sisi kendaraan dan berhasil tetap berada di atas kendaraan yang berguncang-guncang menuruni lereng jurang. Ganymede memang penuh dengan hal-hal yang seram mengejutkan.
"Kita sudah dekat," kata Ben penuh gairah. "Lampu indikator berkedip-kedip gila!"
Pemuda Indian itu turun dari kendaraan dan berpaling perlahan-lahan sambil memandangi detektor.
"Ke sana!" katanya dan mulai berjalan. Ia tetap memandangi detektor.
Tom melihat ke sekitar, ke permukaan yang pucat dingin.
Mengapa ia tidak melihat reruntuhan itu sedikit pun"
"Seharusnya banyak dari bagian-bagian peralatan yang berserakan di tempat jatuhnya pesawat itu. Tetapi aku tidak melihat apa-apa!" katanya kepada Anita dan Aristotle. "Aku kira kita sebaiknya mengikuti Ben saja."
Ketika kendaraan telah menyusul Ben, maka ia lalu ikut naik.
"Berapa banyak udara yang masih tersedia bagi kita?" ia bertanya.
"Untuk kita masing-masing; tiga jam lagi!" kata Tom.
"Bagus!" kata Ben. "Menurut detektor, kita berada tepat di atas reruntuhan. Tetapi aku tidak melihat apa-apa. Kita harus memeriksa daerah ini dengan teliti!"
Tom melihat ke sekeliling. Tanahnya berbeda dengan yang telah mereka lewati, namun tidak ada yang luar biasa.
"Mari kita menyebar!" katanya. "Tetapi jangan sampai hilang dari pandangan sekitar kendaraan kita ini."
Ketiga muda-mudi itu membelok ke arah yang berlainan. Si robot seperti biasa selalu dalam penglihatan Tom.
Tom dan robotnya memilih jalan dengan hati-hati mengitari suatu daerah yang penuh bentukan bentukan es bagaikan paku-paku.
Banyak teori mengenai permukaan planet Ganymede, dan semuanya melibatkan bentukan es bertekanan tinggi. Tetapi yang paling membingungkan bagi para planetolog adalah bentukan yang kini sedang mereka jelajahi, yaitu sulci-sulci.
Pola dari jaringan jurang-jurang ini nampaknya menimbulkan pendapat bahwa dalam masa lalu di Ganymede terdapat kegiatan-kegiatan tektonik, seperti lipatan, terban dan patahan, yaitu meregangnya batuan permukaan. Namun ada yang kurang: tidak ada bukti-bukti batuan atau endapan yang baru di permukaan. Yang ada hanyalah lapisan es pejal.
"Tom!" Pemuda itu mengenali suara Anita. "Kukira aku.... "
Sisa kalimat itu terbenam dalam gangguan udara yang tiba-tiba muncul. Tom cepat-cepat menyetel pada penerimaan radionya, mencoba mendapatkan kembali suara Anita.
"Anita! Aku mendapat gangguan udara!" katanya. Ia berharap Anita dapat mendengarnya. "Tentu ada yang tidak beres dengan radiomu!"
"Ada apa?" Itu suara Ben.
"Ada yang tidak beres, Tom," kata Aristotle.
Pertarungan Digunung Tengkorak 1 Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Tusuk Kondai Pusaka 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama