Ceritasilat Novel Online

Empat Pemburu Harta 1

Sherlock Holmes - Empat Pemburu Harta Bagian 1


Sherlock Holmes EMPAT PEMBURU HARTA Download Ebook Jar LAinnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
Bab 1 Ilmu Pengetahuan Deduksi SHERLOCK HOLMES mengambil botol dari sudut rak di atas perapian, dan jarum suntik dari
kotak maroko-nya yang rapi. Dengan jemarinya yang panjang, putih, dan gemetaran, ia mengatur letak
jarum kecil itu, dan menggulung lengan kiri kemejanya. Sejenak pandangannya terpaku ke lengan dan
pergelangannya yang langsing, yang dipenuhi bintik-bintik dan puluhan bekas jarum suntik. Akhirnya
ia menusukkan jarum suntiknya, menekan pendorong kecilnya, dan merebahkan diri di kursi beludru
berlengan sambil mendesah panjang penuh kepuasan.
1 Tiga kali sehari selama berbulan-bulan aku
menyaksikan kegiatannya ini, tapi aku tak bisa
menerimanya. Sebaliknya, dari hari ke hari aku
semakin jengkel melihatnya. Dan hati nuraniku
berteriak-teriak menuntutku karena tidak memiliki
keberanian untuk memprotes. Berulang-ulang aku
bersumpah untuk mengutarakannya, tapi ketenangan
dan ketidak-acuhan sikap temanku membuat orang
enggan memperdebatkan apa pun dengannya.
Kekuatannya yang hebat, sikapnya yang tegas, dan
pengalaman yang kudapat mengenai sifat-sifatnya
yang luar biasa, semuanya menyebabkan aku kehilangan keberanian untuk menentangnya.
Sekalipun begitu, suatu siang, entah karena pengaruh Beaune yang kuminum bersama makan
siangku, atau kejengkelan tambahan akibat meli-hat sikapnya, aku tiba-tiba tak bisa menahan diri lagi.
"Hari ini apa"" tanyaku. "Morfin atau kokain""
Holmes mengangkat kepala dengan malas dari buku tua yang telah dibukanya.
"Kokain," katanya, "campuran tujuh persen. Kau mau mencoba""
1 Ahli hedah yang pertama memperkenalkan penggunaan larutan kokain melalui injeksi dengan jarum suntik adalah
seorang dokter berkebangsaan Amerika, Dr. William S. Halsted, pada tahun 1884
2 "Tidak," kataku agak kasar. "Sarafku masih belum berhasil mengatasi pengalaman di
Afghanistan. Aku tak bisa menambahkan beban lagi."
Ia tersenyum melihat kekeraskepalaanku. "Mungkin kau benar, Watson," katanya. "Kurasa
pengaruhnya secara fisik memang buruk. Tapi kokain ini begitu merangsang dan menjernihkan otak,
sehingga akibat sekundernya tidak jadi masalah."
"Tapi coba pertimbangkan!" kataku dengan berapi-api. "Perhitungkan kerugiannya! Otakmu
mungkin, seperti katamu, jadi terpicu dan penuh semangat, tapi prosesnya melibatkan peningkatan
perubahan jaringan, dan akhirnya menyebabkan kelemahan permanen. Kau juga tahu, apa reaksi buruk
kokain itu terhadap dirimu. Jelas keuntungannya tidak sebanding dengan kerugiannya. Kenapa kau,
sekadar untuk bersenang-senang, mengambil risiko kehilangan kekuatan besar yang kaumiliki" Ingat,
aku bicara bukan hanya sebagai rekan, tapi sebagai dokter bagi orang yang sampai batas tertentu
menjadi tanggung jawabnya."
Holmes tidak tampak tersinggung. Sebaliknya, ia justru menempelkan ujung-ujung jemarinya
satu sama lain, dan menyandarkan sikunya ke lengan kursi, seperti orang yang tengah bersiap-siap
mengikuti percakapan. "Otakku," katanya, "tidak puas dengan berdiam diri. Beri aku masalah, beri aku pekerjaan, beri
aku sandi yang paling rumit, atau analisis yang paling berbelit-belit, dan aku akan kembali menjadi
diriku yang semula. Aku tidak perlu lagi menggunakan perangsang buatan ini. Tapi aku membenci
kerutinan yang membosankan. Aku sangat menginginkan pengerahan mental. Itu sebabnya aku
memilih profesiku ini, atau lebih tepat menciptakannya, karena aku satu-satunya di dunia."
"Satu-satunya detektif tidak resmi"" kataku sambil mengangkat alis.
"Satu-satunya detektif konsultan tidak resmi," jawabnya. "Aku adalah sidang terakhir dan
tertinggi dalam hal deteksi. Bilamana Gregson, atau Lestrade, atau Athelney Jones tak mampu
memecahkannya dan biasanya memang demikian masalahnya pun diberitahukan padaku. Kuperiksa
datanya, sebagai seorang pakar, dan kusampaikan pendapatku sebagai seorang spesialis. Aku tidak
meminta penghargaan dalam kasus-kasus seperti itu. Namaku tidak ada di koran mana pun. Pekerjaan
itu sendiri, kesenangan untuk menemukan pelampiasan
bagi kelebihanku yang aneh, adalah
penghargaan tertinggi yang kuterima. Tapi kau sendiri sudah mendapat pengalaman dengan metode
3 kerjaku dalam kasus Jefferson Hope."
"Ya, memang," kataku riang. "Aku belum pernah begitu terpukau seumur hidupku. Aku bahkan
mengabadikannya dalam sebuah tulisan kecil, dengan judul yang agak fantastis "Study in Scarlet".
Holmes menggeleng sedih. "Aku membacanya sekilas," katanya. "Sejujurnya, aku tidak bisa memberimu pujian untuk itu.
Deteksi adalah, atau seharusnya adalah, sebuah ilmu pengetahuan eksakta, dan seharusnya
diperlakukan dengan sikap dingin dan tidak emosional, sebagaimana ilmu pengetahuan lainnya. Kau
sudah mencoba mencampurkan sedikit romantisme ke dalamnya, hingga kesannya seperti kalau kau
menyisipkan kisah cinta atau kawin lari dalam proposal kelima Euclid
2 ." "Tapi romannya memang ada," kataku memprotes. "Aku tidak bisa mengotak-atik faktanya."
"Beberapa fakta seharusnya ditekan, atau, paling tidak, harus lebih proporsional dalam
penyajiannya. Satu-satunya masalah yang layak disinggung-singgung dari kasus itu hanyalah
pemikiran analitis dari pengaruh ke penyebab, dengan mana aku berhasil mengungkap kasusnya."
Aku merasa tak senang atas kritikannya terhadap karya yang kurancang khusus untuk
menyenangkan dirinya. Kuakui juga, aku merasa jengkel oleh egoismenya, yang tampaknya menuntut
agar setiap baris tulisanku ditujukan untuk tindakannya semata-mata. Lebih dari sekali, selama
bertahun-tahun tinggal bersamanya di Baker Street, aku mengamati adanya sedikit kesombongan di
balik sikap pendiam temanku ini. Tapi aku tidak mengatakan apa-apa. Aku hanya duduk merawat
kakiku yang terluka. Kakiku tertembak peluru Jezail beberapa waktu yang lalu, dan sekalipun aku
masih bisa berjalan, kaki ini terasa sakit setiap kali ada perubahan cuaca.
"Praktekku baru-baru ini sudah menjangkau Eropa," kata Holmes beberapa saat kemudian,
sambil mengisi pipa tembakaunya. "Minggu lalu Francois le Villard
3 berkonsultasi padaku. Kau
mungkin tahu, dia akhir-akhir ini agak menonjol di jajaran detektif Prancis. Dia memiliki semua
kelebihan Kelt dalam hal intuisi yang cepat, tapi dia lemah dalam hal pengetahuan yang diperlukan
untuk mengembangkan seninya ke tingkat yang lebih tinggi. Kasus itu ada hubungannya dengan surat
wasiat, dan ada beberapa segi yang menarik. Kureferensikan dua buah kasus yang paralel, satu di Riga
2 Euclid adalah ahli matematika Yunani dari Alexandria yang hidup pada abad ketiga Sebelum Masehi. Ia menulis
Elements, karya yang memaparkan prinsip-prinsip geometri.
3 Kemungkinan anak dari Francisque Le Villard, yang mempelajari dan menulis karya-karya tentang teater Paris.
4 pada tahun 1857, dan satu lagi di St. Louis tahun 1871, yang memberinya petunjuk ke pemecahan yang
benar. Ini surat yang kuterima tadi pagi, mengakui bantuanku."
Sambil berbicara, ia melemparkan sehelai kertas produksi asing yang telah kusut. Kulirik surat
tersebut, dan melihat sederetan pujian, dengan setumpuk magnifique, coup-de-ma"tre dan tours-deforce, semuanya menunjukkan kekaguman pria Prancis tersebut.
"Dia berbicara selayaknya seorang murid kepada gurunya," kataku.
"Oh, dia menilai bantuanku terlalu tinggi," kata Sherlock Holmes dengan ringan. "Dia sendiri
cukup berbakat. Dia memiliki dua dari tiga kualitas yang diperlukan untuk menjadi seorang detektif
ideal. Dia memiliki kelebihan dalam pengamatan dan deduksi. Dia hanya perlu menambah
pengetahuan, dan itu bisa diperoleh seiring dengan waktu. Dia sekarang sedang menerjemahkan
beberapa tulisanku ke dalam bahasa Prancis."
"Tulisanmu""
"Oh, kau tidak tahu"" serunya sambil tertawa. "Ya, aku sempat menghasilkan beberapa tulisan.
Semuanya tentang masalah teknis. Ini, misalnya, dengan judul Perbedaan Antara Abu Berbagai
Tembakau. Di dalamnya kujelaskan seratus empat puluh bentuk cerutu, rokok, dan tembakau pipa,
dengan pelat-pelat warna untuk menggambarkan perbedaan abunya. Ini masalah yang selalu muncul
dalam sidang kejahatan, dan terkadang sangat penting sebagai petunjuk. Kalau kau bisa men
gatakan dengan pasti, misalnya, bahwa pembunuhannya dilakukan seseorang yang mengisap lunkah Indian
cerutu ramping yang kedua ujungnya terbuka kau bisa sangat mempersempit bidang pencarianmu.
Bagi mata yang terlatih, ada banyak perbedaan antara abu hitam Trichinopoly dan abu putih bird's-eye
tembakau yang dipotong kecil-kecil dan bundar sebagaimana antara kubis dan kentang."
"Kau sangat jenius dalam rincian," kataku.
"Aku menghargai pentingnya rincian. Ini tulisanku tentang melacak jejak, dengan beberapa
komentar mengenai penggunaan semen Paris untuk mempertahankan cetakan. Ini juga tulisan tentang
pengaruh pekerjaan terhadap bentuk ta-ngan, dengan rincian bentuk tangan tukang kayu, kelasi,
penenun, pengasah intan, dan beberapa pekerjaan lainnya. Itu masalah yang sangat penting bagi
penerapan pendeteksian yang ilmiah terutama dalam kasus-kasus mayat tak dikenal, atau dalam
menangkap penjahat kambuhan. Tapi aku sudah membuatmu bosan dengan hobiku."
5 "Sama sekali tidak," jawabku dengan tulus. "Bagiku justru sangat menarik, terutama karena aku
mendapat kesempatan untuk menyaksikan penerapan praktisnya. Tapi kau baru saja membicarakan
tentang pengamatan dan deduksi. Jelas keduanya saling mempengaruhi sampai taraf tertentu."
"Wah, justru sebaliknya," jawab Holmes, sambil menyandar ke kursinya dan mengembuskan
asap tebal kebiruan dari pipanya. "Misalnya, pengamatan menunjukkan padaku bahwa kau pergi ke
Kantor Pos Wigmore Street tadi pagi, tapi deduksi memberitahuku bahwa kau mengirim telegram di
sana." "Benar!" kataku. "Benar keduanya! Tapi kuakui, aku tidak mengerti dari mana kau bisa
mengetahuinya. Aku mengirim telegram karena mengikuti dorongan hati yang muncul tiba-tiba, dan
aku tidak mengatakannya pada siapa pun."
"Sebenarnya justru sederhana sekali," katanya, sambil tergelak pelan melihat keterkejutanku
"begitu sederhana, sehingga rasanya terlalu berlebihan untuk dijelaskan. Pengamatan memberitahuku
bahwa jejak kakimu membawa sedikit tanah kemerahan. Tepat di seberang Kantor Pos Wigmore Street
sedang ada penggalian, yang letaknya begitu rupa, sehingga sulit untuk menghindarinya kalau mau
masuk ke kantor pos. Tanahnya memiliki warna kemerahan yang cukup unik, sepanjang
pengetahuanku, tidak ada di lingkungan lain. Itu dari pengamatan. Sisanya deduksi."
"Kalau begitu, bagaimana kau bisa mendeduksi aku mengirim telegram""
"Wah, tentu saja aku tahu kau tidak menulis surat, karena aku duduk di seberangmu sepanjang
pagi. Aku juga melihat di mejamu yang terbuka di sebelah sana itu ada persediaan prangko cukup
banyak dan setumpuk kartu pos. Kalau begitu, untuk apa kau ke kantor pos, kalau bukan untuk
mengirimkan telegram" Singkirkan semua faktor lainnya, dan satu-satunya faktor yang tersisa pasti
merupakan kebenarannya."
"Dalam hal ini, memang benar begitu," jawabku setelah berpikir sejenak. "Tapi, seperti
kaukatakan, masalah itu sangat sederhana. Apa menurutmu berlebihan kalau kuuji teori-teorimu dengan
ujian yang lebih berat""
"Sebaliknya," jawabnya, "dengan begitu, aku tidak perlu menggunakan dosis kokain kedua.
Dengan senang hati akan kupelajari masalah apa pun yang kauberikan padaku."
"Aku pernah mendengar kau mengatakan, sulit bagi seseorang untuk memiliki benda yang
6 digunakannya sehari-hari tanpa meninggalkan jejak-jejak kepribadiannya pada benda itu dengan
sebegitu rupa, sehingga seorang pengamat yang terlatih bisa membacanya. Nah, aku punya arloji yang
baru-baru ini kuperoleh. Apa kau bersedia memberitahukan pendapatmu mengenai karakter atau
kebiasaan almarhum pemiliknya""
Kuberikan arloji tersebut padanya dengan perasaan
agak geli, sebab menurutku ujian ini mustahil, dan aku
berniat menjadikannya pelajaran atas nada sok
menggurui yang terkadang dilontarkannya. Holmes
menimbang-nimbang arloji tersebut di tangannya,
menatap jarum-jarumnya dengan tajam, membuka
bagian belakangnya, dan memeriksa mekanismenya,
mula-mula dengan mata telanjang, lalu dengan sebuah
kaca pembesar yang kuat. Aku hampir-hampir tak bisa
menahan senyum sewaktu melihat ekspresinya saat
menutup ke mbali arloji tersebut dan mengembalikannya padaku.
"Hampir-hampir tidak ada data," katanya. "Arloji itu baru saja dibersihkan, hingga
memusnahkan fakta-fakta yang paling memberi petunjuk."
"Kau benar," jawabku. "Arloji ini dibersihkan sebelum dikirimkan padaku."
Dalam hati aku menuduh temanku mengajukan alasan yang paling lemah dan impoten untuk
menutupi kegagalannya. Data apa yang bisa diharapkannya dari sebuah arloji yang tidak dibersihkan"
"Sekalipun tidak memuaskan, penelitianku tidak sepenuhnya tidak menghasilkan," katanya
sambil menatap langit-langit dengan pandangan menerawang. "Berdasarkan apa yang kulihat, arloji itu
dulu milik kakak laki-lakimu, yang mewarisinya dari ayahmu."
"Itu pasti kauperoleh dari huruf-huruf H.W. di bagian belakangnya""
"Benar. Huruf W-nya menunjukkan namamu sendiri. Tanggal di arloji itu hampir lima puluh
tahun yang lalu, dan inisialnya sama tuanya dengan arlojinya: jadi, arloji itu dibuat untuk generasi yang
lalu. Perhiasan biasanya diwariskan kepada putra tertua, dan dia kemungkinan besar menyandang nama
yang sama dengan ayahnya. Kalau aku tidak salah mengingat, ayahmu sudah meninggal bertahun- 7
tahun lamanya. Oleh karena itu, arloji itu ada di tangan kakak laki-lakimu yang tertua."
"Benar, sejauh ini," kataku. "Ada lagi""
"Dia memiliki kebiasaan tidak rapi sangat tidak rapi dan ceroboh. Dia mewarisi prospek-prospek bagus, tapi menyia-nyiakan kesempatannya, dan menjalani hidupnya dalam kemiskinan, tapi
sesekali pernah merasakan kemakmuran, dan akhirnya, karena mabuk-mabukan, dia meninggal. Hanya
itu yang bisa kudapatkan."
Aku melompat bangkit dari kursiku dan tertatih-tatih tak sabar dalam ruangan itu, dengan
kepahitan yang cukup besar dalam hatiku.
"Kau benar-benar kurang ajar, Holmes," kataku. "Sulit bagiku untuk percaya bahwa kau bisa
bersikap serendah ini. Kau sudah menyelidiki sejarah kehidupan kakakku yang tidak bahagia, dan
sekarang kau berpura-pura menebak pengetahuan ini dengan cara yang menarik. Kau tidak bisa
mengharapkan aku percaya bahwa kau mengetahui semua ini dari arloji tuanya! Itu tidak pantas dan,
sejujurnya, agak menghina."
"Dokterku yang baik," kata Holmes dengan ramah, "maafkan aku. Karena memandang hal ini
sebagai masalah yang abstrak, aku lupa betapa pribadi dan menyakitkan hal ini bagimu. Tapi, kujamin,
aku bahkan tidak pernah tahu bahwa kau memiliki kakak laki-laki, sampai kau memberikan arloji itu
padaku." "Kalau begitu, dari mana kau mendapatkan semua fakta itu" Semuanya benar, hingga rincian
terkecilnya." "Ah, itu nasib baik. Aku hanya bisa mengatakan hasil kemungkinannya. Aku tidak menduga
semuanya seakurat itu."
"Tapi semuanya bukan sekadar menebak""
"Tidak, tidak. Aku tidak pernah menebak. Itu kebiasaan yang mengejutkan merusak kebiasaan
berpikir logis. Apa yang tampak aneh bagimu, tampak begitu karena kau tidak mengikuti jalan
pemikiranku atau mengamati fakta-fakta kecil dari mana kau bisa mendapatkan informasi besar.
Misalnya, aku memulai dengan mengatakan bahwa kakakmu orang yang ceroboh. Kalau kau
mengamati bagian bawah kotak arlojinya, kau akan melihat bahwa kotak itu bukan saja melesak di dua
8 tempat, tapi juga tergores dan dipenuhi tanda-tanda akibat kebiasaan menyimpannya bersama benda-benda keras lain, seperti koin atau kunci, dalam saku yang sama. Jelas bukan sesuatu yang hebat kalau
aku menyimpulkan bahwa orang yang memperlakukan arloji senilai lima puluh guinea seserampangan
itu pastilah orang yang ceroboh. Juga tidak terlalu jauh kalau kutebak bahwa orang yang mewarisi
benda senilai itu pasti juga cukup terpenuhi dalam hal-hal lainnya."
Aku mengangguk, untuk menunjukkan bahwa aku memahami penjelasannya.
"Sudah kebiasaan para tukang gadai di Inggris, bila menerima arloji sebagai jaminan, untuk
menggoreskan angka kuitansi gadainya di bagian dalam kotak arloji. Cara itu lebih baik daripada label,
karena tidak ada risiko angkanya hilang atau samar. Dengan bantuan kaca pembesar, kutemukan empat
angka seperti itu di bagian dalam kotak arloji ini. Kesimpulanku, kakakmu sering mendapat kesulitan
keuangan. Kesimpulan sekunder
dia sesekali kelebihan uang, kalau tidak, dia tidak akan bisa
menebus arlojinya. Akhirnya, coba lihat ke bagian dalam, di mana terdapat lubang kunci. Lihat ribuan
goresan di sekitar lubang itu tanda di mana anak kuncinya tidak masuk dengan tepat. Orang yang
tidak mabuk tidak akan menimbulkan goresan-goresan seperti itu. Tapi arloji seorang pemabuk pasti
memiliki goresan-goresan itu. Kakakmu memutar arlojinya di malam hari, dan dia meninggalkan jejak-jejak tangan yang tidak mantap ini. Di mana misterinya""
"Semuanya sejelas siang hari," kataku. "Aku menyesal sudah menuduhmu dengan tidak benar.
Seharusnya aku lebih mempercayai pemikiranmu yang luar biasa. Boleh kutanyakan, apa kau sedang
ada pekerjaan saat ini""
"Tidak ada. Karena itu aku memakai kokain. Aku tak bisa hidup tanpa pekerjaan untuk otakku.
Untuk apa aku hidup kalau bukan untuk itu" Berdirilah di jendela. Apa pernah ada dunia yang begitu
suram, menyedihkan, dan tidak menguntungkan seperti ini" Lihat bagaimana kabut kekuningan
bergulung-gulung di jalan dan melayang melewati rumah-rumah berwarna cokelat pasir. Apa yang bisa
lebih menyedihkan lagi" Apa gunanya memiliki kemampuan, Dokter, kalau tak ada tempat untuk
melampiaskannya" Kejahatan merupakan hal yang umum, keberadaan merupakan sesuatu yang umum,
dan tidak ada kualitas di dunia ini yang memiliki fungsi apa pun, kecuali kedua hal yang umum itu."
Aku baru hendak menjawab, tapi terdengar ketukan tajam, dan pengurus rumah kami masuk,
membawa sehelai kartu nama di atas baki kuningan.
9 "Seorang wanita muda hendak menemui Anda, Sir," katanya kepada temanku.
"Miss Mary Morstan," kata Holmes, membaca kartu nama tersebut. "Hm! Aku tidak ingat
pernah mengenal nama itu. Suruh wanita muda itu kemari, Mrs. Hudson. Jangan pergi, Dokter. Aku
lebih suka kau tetap berada di sini."
10 Bab 2 Penjabaran Kasus MISS MORSTAN memasuki ruangan dengan langkah-langkah mantap dan ketenangan
mencolok. Ia seorang wanita muda berambut pirang, kecil, anggun, dengan pakaian yang menunjukkan


Sherlock Holmes - Empat Pemburu Harta di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selera sangat baik. Tapi ada kesederhanaan dalam pakaiannya yang menunjukkan keterbatasan dana.
Pakaiannya berwarna krem kelabu agak muram, tanpa hiasan atau renda-renda, dan ia mengenakan
sorban kecil dengan warna sama seperti pakaiannya, hanya dihiasi sehelai bulu putih di sisinya.
Wajahnya biasa saja dan kulitnya pun tidak indah, tapi ekspresinya manis dan menyenangkan, dan mata
birunya sangat spiritual dan simpatik. Berdasarkan pengalamanku dengan wanita, yang menjangkau
banyak negara dan tiga benua yang berbeda, belum pernah aku melihat wajah yang begitu halus dan
peka seperti itu. Kulihat bahwa saat ia duduk di tempat yang disediakan Sherlock Holmes baginya,
bibirnya gemetar, juga tangannya, dan ia menunjukkan semua tanda-tanda kegelisahan hebat dalam
dirinya. "Saya datang menemui Anda, Mr. Holmes," katanya, "karena Anda pernah membantu majikan
saya, Mrs. Cecil Forrester, memecahkan sedikit masalah rumah tangganya. Dia sangat terkesan dengan
kebaikan dan keahlian Anda."
"Mrs. Cecil Forrester," ulang Holmes sambil berpikir. "Aku yakin pernah membantunya sedikit.
Tapi seingatku kasusnya sangat sederhana."
"Menurutnya tidak begitu. Tapi, paling tidak, Anda tak bisa mengatakan kasus saya juga
sederhana. Saya tak bisa membayangkan situasi yang lebih aneh, lebih tak bisa dijelaskan, daripada
yang saya hadapi saat ini."
Holmes menggosok-gosok tangannya, dan matanya berkilau-kilau. Ia mencondongkan tubuh ke
depan di kursinya, dengan ekspresi konsentrasi yang luar biasa di wajahnya yang tegas dan bagai
rajawali. "Jelaskan kasus Anda," katanya dengan nada formal.
Aku merasa posisiku sangat memalukan.
11 "Maafkan aku," kataku sambil bangkit berdiri.
Yang membuatku terkejut, wanita muda itu
mengacungkan tangannya yang bersarung tangan untuk
menahanku. "Kalau teman Anda bersedia tetap di sini," katanya,
"kehadirannya mungkin akan sangat bermanfaat bagi saya." Aku
duduk kembali. "Singkatnya," lanjut wanita tersebut, "inilah faktanya.
Ayah saya seorang perwira di resimen India, yang mengirim
saya pulang sewaktu saya masih anak-anak. Ibu s
aya sudah meninggal, dan saya tidak punya kerabat di Inggris. Tapi saya
dititipkan di tempat yang nyaman di Edinburgh, dan saya tetap
berada di sana hingga berusia tujuh belas tahun. Pada tahun
1878 ayah saya, yang sudah mencapai pangkat kapten senior di
resimennya, mendapat dua belas bulan cuti dan pulang. Dia mengirim telegram dari London bahwa dia
sudah tiba dengan selamat dan meminta saya datang dengan segera, menuliskan bahwa dia tinggal di
Hotel Langham. Suratnya, sebagaimana saya ingat, penuh kasih dan ramah. Begitu tiba di London,
saya segera menuju Langham dan diberitahu bahwa Kapten Morstan memang menginap di sana, tapi
dia sudah pergi kemarin malamnya dan belum kembali. Saya menunggu sepanjang hari tanpa ada kabar
darinya. Malam itu, atas saran manajer hotel, saya melapor ke polisi, dan keesokan paginya kami
mengiklankan di koran. Usaha kami tidak menghasilkan apa pun, dan sejak hari itu tidak pernah ada
kabar tentang ayah saya yang malang. Dia pulang dengan hati penuh harapan untuk menemukan
kedamaian, kenyamanan, tapi nyatanya..."
Miss Morstan memegang tenggorokannya, dan isak tertahan menghentikan kata-katanya.
"Tanggalnya"" tanya Holmes sambil membuka buku catatannya.
"Dia menghilang tanggal 3 Desember 1878 hampir sepuluh tahun yang lalu."
"Barang-barangnya""
"Masih ada di hotel. Tidak ada apa pun yang bisa memberikan petunjuk beberapa potong
12 pakaian, beberapa buah buku, dan sejumlah besar benda-benda menarik dari Kepulauan Andaman,
yang terletak di Teluk Bengal, sekitar 1.300 kilometer dari wilayah India yang terdekat. Dia salah
seorang perwira penanggung jawab atas satuan penjagaan di sana."
"Apa dia punya teman di sini""
"Hanya satu yang kami ketahui Mayor Sholto, dari resimennya sendiri, Infanteri Bombay
Ketiga Puluh Empat. Mayor itu sudah pensiun sebelumnya dan tinggal di Upper Norwood. Tentu saja
kami menghubunginya, tapi dia bahkan tidak tahu bahwa ayah saya ada di Inggris."
"Kasus yang aneh," kata Holmes.
"Saya belum menceritakan bagian yang paling aneh. Sekitar enam tahun yang lalu tepatnya,
pada tanggal 4 Mei, 1882 ada iklan di Times yang meminta alamat Miss Mary Morstan, dan
menyatakan bahwa sebaiknya permintaan itu di penuhi demi kebaikan saya. Tidak ada nama atau
alamat dalam iklan itu. Pada saat itu saya baru mulai bekerja di keluarga Mrs. Cecil Forrester, sebagai
pengurus anak. Atas nasihatnya, saya mengiklankan alamat saya. Pada hari yang sama, saya mendapat
kiriman pos berupa kotak kardus kecil, yang ternyata berisi sebutir mutiara yang sangat besar dan
indah. Tidak ada surat apa pun di dalamnya. Sejak itu setiap tahun pada tanggal yang sama saya selalu
mendapat kotak yang sama, berisi mutiara yang sama, tanpa petunjuk apa pun mengenai pengirimnya.
Pakar-pakar sudah menyatakan bahwa mutiara-mutiara itu merupakan jenis langka dan sangat
berharga. Anda bisa melihat sendiri bahwa mutiara-mutiara ini sangat indah."
Ia membuka sebuah kotak pipih sambil berbicara, dan menunjukkan enam butir mutiara
terindah yang pernah kulihat.
"Pernyataan Anda sangat menarik," kata Sherlock Holmes. "Apa ada hal lain lagi yang ingin
Anda katakan"" "Ya, dan baru hari ini saya terima. Itu sebabnya saya datang kemari. Tadi pagi saya menerima
surat ini, mungkin sebaiknya Anda baca sendiri."
"Terima kasih," kata Holmes. "Tolong, amplopnya juga. Cap pos, London, S.W. Tanggal 7 Juli.
Hm! Sidik ibu jari pria di sudut mungkin petugas pos. Kertas bermutu terbaik. Amplop seharga enam
pence sekotak. Pria yang cukup pemilih untuk peralatan kantornya. Tidak ada alamat.
13 'Datanglah ke pilar ketiga dari kiri di luar teater Lyceum pukul tujuh nanti malam. Kalau kau
tidak yakin, silakan ajak dua orang teman. Kau wanita yang sudah mendapat perlakuan tidak
benar, dan layak mendapatkan keadilan. Jangan mengajak polisi. Kalau kau mengajak polisi
semuanya akan sia-sia. Temanmu yang tidak dikenal.'
"Well, sungguh, ini misteri kecil yang sangat cantik! Apa niat Anda sekarang, Miss Morstan""
"Itulah yang ingin saya tanyakan pada Anda."
"Kalau begitu, jelas kita harus pergi Anda dan aku dan ya, Dr. Watson adalah orang yang
palin g tepat. Surat ini menyatakan dua orang teman. Dia dan aku sudah pernah bekerja bersama-sama
sebelumnya." "Tapi apa dia bersedia ikut"" tanya Miss Morstan dengan nada dan ekspresi yang sangat
menarik. "Aku akan bangga dan senang," kataku dengan bersemangat, "kalau bisa membantu."
"Kalian berdua sangat baik," jawabnya. "Hidup saya sangat sunyi, dan saya tidak memiliki
banyak teman yang bisa dimintai bantuan. Saya rasa saya bisa kembali kemari pukul enam nanti""
"Jangan sampai terlambat," kata Holmes. "Tapi masih ada satu hal lagi. Apa tulisan tangan ini
sama dengan alamat di pembungkus kotak mutiara itu""
"Saya membawanya," kata Miss Morstan sambil mengeluarkan setengah lusin kertas.
"Anda jelas seorang klien teladan. Anda memiliki intuisi yang benar. Coba kita lihat sekarang."
Ia membentangkan kertas-kertas tersebut di meja, dan pandangannya berpindah-pindah dengan cepat
dari satu kertas ke kertas yang lain. "Tulisan yang disamarkan, kecuali suratnya," katanya kemudian,
"tapi tidak ragu lagi mengenai penulisnya. Lihat bagaimana huruf e mencuat, dan puntiran huruf s
terakhirnya. Jelas semua ini ditulis oleh satu orang yang sama. Aku tidak ingin memberi Anda harapan
palsu, Miss Morstan, tapi apa tulisan-tulisan ini ada kemiripannya dengan tulisan ayah Anda""
"Jauh berbeda."
"Sudah kuduga Anda akan berkata begitu. Kalau begitu, kami menunggu kedatangan Anda
pukul enam nanti. Kalau boleh, izinkan aku menyimpan kertas-kertas ini. Mungkin aku bisa
mempelajarinya sebelum waktu itu. Sekarang baru pukul setengah empat. Au revoir, kalau begitu."
14 "Au revoir" kata tamu kami, dan diiringi lirikan sekilas kepada kami berdua bergantian, ia
menyimpan kembali kotak mutiaranya dan bergegas pergi.
Sambil berdiri di jendela, aku mengawasinya melangkah sigap di jalan, hingga sorban kelabu
dan bulu putihnya hanyalah sebuah titik di tengah-tengah kerumunan yang muram.
"Benar-benar wanita yang menarik!" seruku sambil berpaling kepada temanku.
Holmes, telah menyulut kembali pipanya, dan tengah bersandar di kursinya dengan kelopak
mata menutup. "Apa benar"" katanya setengah melamun. "Aku tidak memperhatikan."
"Kau benar-benar seperti mesin mesin yang penuh perhitungan," seruku. "Terkadang sikapmu
sangat tidak manusiawi."
Holmes tersenyum lembut. "Sangat penting untuk tidak membiarkan penilaianmu dikacaukan oleh kualitas pribadi,"
katanya. "Seorang klien bagiku sekadar sebuah unit, sebuah faktor dalam masalah. Kualitas emosional
merupakan penghalang untuk bisa berpikir jernih. Percayalah, wanita paling menarik yang pernah
kukenal ternyata digantung karena meracuni tiga orang anak kecil demi uang asuransi mereka, dan pria
paling memuakkan yang pernah kukenal ternyata justru seorang dermawan yang menghabiskan hampir
seperempat juta untuk kalangan miskin di London."
"Tapi dalam hal ini..."
"Aku tidak pernah membuat perkecualian. Perkecualian merusak peraturannya. Apa kau pernah
mempelajari tulisan tangan" Bagaimana pendapatmu mengenai tulisan tangan orang ini""
"Sangat biasa," jawabku. "Seseorang dengan kebiasaan bisnis dan memiliki karakter kuat."
Holmes menggeleng. "Lihat huruf-hurufnya yang panjang," katanya. "Hampir-hampir tidak lebih tinggi dari
umumnya. Huruf d-nya mirip a, dan l-nya itu seperti e. Orang yang memiliki karakter kuat selalu
menulis huruf-hurufnya dengan perbedaan yang jelas tak peduli seberapa jelek tulisan mereka. Huruf k-nya tidak tegas dan huruf-huruf besarnya menunjukkan harga diri. Aku mau pergi sekarang. Ada
beberapa referensi yang harus kupelajari. Kusarankan kau membaca buku ini salah satu buku terbaik
yang pernah diterbitkan. Martyrdom of Man karya Winwood Reade. Aku akan kembali satu jam lagi."
15 Aku duduk di jendela, membaca buku tersebut, tapi pikiranku melayang sangat jauh dari
spekulasi penulisnya yang berani. Benakku kembali ke tamu terakhir kami pada senyumnya, pada
suaranya, misteri aneh yang menyelimuti kehidupannya. Kalau ia berusia tujuh belas tahun pada saat
ayahnya menghilang, sekarang ia pasti berusia dua puluh tujuh tahun usia yang manis, di mana
kemudaan telah kehilangan keangkuhannya dan menjadi ag
ak tenang karena pengalaman. Maka aku
duduk dan melamun, hingga berbagai pikiran berbahaya melintas dalam benakku. Aku bergegas ke
mejaku dan menenggelamkan diri dalam artikel terbaru mengenai patologi. Siapa aku ini, seorang ahli
bedah Angkatan Darat dengan kaki lemah dan rekening bank yang lebih lemah lagi, sehingga berani
memikirkan hal-hal seperti itu" Gadis itu hanya sebuah unit, sebuah faktor -tidak lebih. Kalau masa
depanku gelap, jelas lebih baik aku menghadapinya selayaknya seorang laki-laki, daripada berusaha
mencerahkannya dengan imajinasi-imajinasi yang sia-sia.
16 Bab 3 Pencarian Pemecahan HOLMES baru kembali pukul setengah enam. Ia cerah bersemangat, dan sangat bergairah, walau
kadang suasana hatinya berganti dengan depresi yang paling gawat.
"Tidak ada misteri besar dalam masalah ini," katanya, sambil meraih secangkir teh yang
kutuangkan untuknya, "fakta-fakta tampaknya hanya menunjukkan satu penjelasan."
"Apa" Kau sudah memecahkannya""
"Hm, terlalu berlebihan mengatakan begitu. Aku sudah menemukan fakta yang menunjukkan
pemecahan, hanya itu. Tapi kemungkinannya sangat besar. Masih ada beberapa rincian yang harus
ditambahkan. Aku baru saja menemukan, setelah membaca edisi-edisi lama Times, bahwa Mayor
Sholto dari Upper Norwood, mantan Infanteri Bombay Ketiga Puluh Empat, sudah meninggal pada
tanggal 28 April 1882."
"Maafkan aku, Holmes, tapi aku tidak mengerti apa artinya."
"Tidak" Kau membuatku terkejut. Kalau begitu, begini saja. Kapten Morstan menghilang. Satu-satunya orang di London yang mungkin dikunjunginya adalah Mayor Sholto. Mayor Sholto
mengingkari mengetahui keberadaan Morstan di London. Empat tahun kemudian, Sholto meninggal.
Dalam seminggu sesudah kematiannya, putri Kapten Morstan menerima hadiah berharga yang berulang
setiap tahun, dan sekarang mencapai puncaknya dengan surat yang menjelaskan bahwa dia telah
mendapat perlakuan yang salah. Kesalahan apa yang dimaksud surat itu kecuali menghilangnya si
ayah" Dan kenapa hadiahnya dimulai segera sesudah kematian Sholto, kecuali bahwa keturunan Sholto
mengetahui sesuatu dalam misteri ini dan ingin memberikan kompensasi" Apa kau punya teori lain
yang sesuai dengan fakta-faktanya""
"Tapi itu kompensasi yang benar-benar aneh! Dan dilakukan dengan cara yang sangat aneh!
Kenapa dia menulis surat sekarang, bukannya enam tahun yang lalu" Sekali lagi, surat itu menyatakan
17 bahwa pengirimnya ingin menegakkan keadilan bagi Miss Morstan. Keadilan macam apa" Terlalu
berlebihan untuk beranggapan bahwa ayahnya masih hidup. Tidak ada ketidakadilan lain dalam
kasusnya, yang kau ketahui."
"Ada beberapa kesulitan, ada beberapa kesulitan yang nyata," kata Sherlock Holmes, "tapi
ekspedisi kita nanti malam akan memecahkan semuanya. Ah, ada kereta datang, dan membawa Miss
Morstan. Kau sudah siap" Kalau begitu, sebaiknya kita turun, karena sekarang sudah lewat jam yang
ditetapkan." Aku meraih topiku dan tongkatku yang paling berat, tapi kulihat Holmes mengambil revolver
dari lacinya dan memasukkannya ke dalam saku. Jelas ia menganggap pekerjaan kami malam ini
serius. Miss Morstan mengenakan mantel berwarna gelap, dan wajahnya tampak tenang walaupun
pucat. Ia pasti bukan wanita biasa kalau tidak merasa tidak nyaman akan kegiatan aneh yang akan kami
lakukan, sekalipun begitu pengendalian dirinya begitu sempurna, dan ia dengan siap menjawab
beberapa pertanyaan tambahan yang dilontarkan Sherlock Holmes kepadanya.
"Mayor Sholto teman baik Papa," katanya. "Surat-surat Papa sangat banyak bercerita tentang
mayor itu. Dia dan Papa memimpin pasukan di Kepulauan Andaman, jadi mereka telah banyak
pengalaman bersama-sama. Omong-omong, ada surat aneh yang ditemukan di meja Papa, yang tidak
bisa dipahami siapa pun. Saya rasa surat ini tidak penting, tapi mungkin Anda ingin melihatnya, jadi
saya bawa surat ini bersama saya. Ini dia."
Holmes membuka lipatan kertas tersebut dengan hati-hati dan menghaluskannya di lututnya.
Lalu dengan sangat metodis ia mempelajari surat tersebut dengan lensa gandanya.
"Ini kertas buatan India," katanya. "Pernah ditancapkan di papan selama beberapa
lama. Diagram yang ada di sini tampaknya rancangan sebagian bangunan besar dengan banyak aula, lintasan,
dan koridor. Pada satu tempat diberi tanda silang merah kecil ini, dan di atasnya tertulis '3.37 dari kiri,'
dengan pensil yang sudah samar. Di sudut sebelah kiri ada empat salib mirip hieroglif yang aneh,
berjajar dengan lengan-lengan saling bersentuhan. Di sampingnya ditulis dengan kasar, 'The sign of the
four Tanda Empat Jonathan Small, Mahomet Singh, Abdullah Khan, Dost Akbar.' Tidak, kuakui aku
tidak tahu apa kaitan surat ini dengan masalah Anda. Sekalipun begitu, jelas ini merupakan dokumen
18 penting. Ayah Anda sudah menyimpannya dengan hati-hati dalam buku catatan saku, karena kedua
sisinya sama bersihnya."
"Kami memang menemukannya di buku catatan saku Papa."
"Kalau begitu, simpan dengan hati-hati, Miss Morstan, sebab mungkin kelak akan terbukti
dokumen ini ada gunanya bagi kita. Aku mulai menduga bahwa mungkin masalah ini jauh lebih dalam
dan lebih tersembunyi daripada dugaanku semula. Aku harus mempertimbangkan kembali gagasan-gagasanku."
Ia bersandar di dalam kereta, dan aku bisa melihat dari kerutan alisnya dan pandangannya yang
menerawang bahwa ia tengah berpikir keras. Miss Morstan dan aku bercakap-cakap pelan mengenai
perjalanan kami kali ini dan kemungkinan hasilnya, tapi teman kami tetap berdiam diri hingga kami
tiba di tujuan. Saat itu malam bulan September dan belum lagi pukul tujuh, tapi hari itu terasa muram, dan
kabut dengan gerimis tipis menyelimuti kota besar ini. Awan berwarna lumpur tengah menjuntai sedih
di atas jalan-jalan berlumpur. Di sepanjang Strand, lampu-lampu tampak bagaikan bercak-bercak
cahaya samar yang menciptakan lingkaran cahaya di jalan yang licin. Cahaya kekuningan dari etalase-etalase toko membanjir ke udara yang lembap dan menimbulkan berkas-berkas cahaya yang bergerak-gerak di sepanjang jalan. Bagi benakku, berkas-berkas cahaya tersebut bagai menampilkan wajah-wajah yang timbul-tenggelam wajah-wajah sedih dan gembira, kasar dan riang. Seperti semua
manusia, wajah-wajah tersebut berubah dari muram ke gembira, lalu kembali muram. Aku tidak mudah
terkesan, tapi malam yang suram, dengan masalah aneh yang akan kami hadapi, menyebabkan aku
merasa gugup dan tertekan. Aku bisa melihat dari sikap Miss Morstan bahwa ia juga menderita
perasaan yang sama. Holmes saja yang bisa mengatasi pengaruh-pengaruh sepele ini. Buku catatannya
terbuka di lututnya, dan dari waktu ke waktu ia menuliskan angka dan catatan, dengan bantuan cahaya
dari lentera sakunya. Di Teater Lyceum, kerumunan di pintu masuk samping telah berjejal-jejal. Di depan, berpuluh-puluh kereta datang dan pergi, memuntahkan muatan mereka pria-pria bersetelan dan wanita-wanita
bersyal serta memakai perhiasan berlian. Kami belum lagi mencapai pilar ketiga, yang merupakan
tempat pertemuan kami, sewaktu seorang pria kecil berkulit kehitaman, sigap, dan mengenakan
19 pakaian seorang kusir, mendekati kami.
"Apa kalian datang bersama Miss Morstan"" tanyanya.
"Aku Miss Morstan, dan kedua orang ini teman-teman
saya," kata klien kami.
Pria tersebut menatap kami dengan tajam.
"Maafkan saya, Nona," katanya dengan sikap seorang
bawahan, "tapi saya diminta mendapatkan jaminan Anda bahwa
teman-teman Anda itu bukan petugas polisi."
"Kujamin," jawab Miss Morstan.
Pria tersebut bersuit melengking. Seorang bocah jalanan
segera mendekat sambil menarik kereta berkuda, dan membuka
pintunya. Pria yang berbicara dengan kami segera naik ke tempat
kusir, sementara kami duduk di dalam kereta. Belum apa-apa,
kusir tersebut sudah melecut kudanya, dan kami seketika
meluncur melintasi jalan-jalan berkabut.
Situasi ini benar-benar aneh. Kami tengah melaju ke tempat yang tidak diketahui, untuk tujuan
yang tidak kami ketahui. Undangan ini entah omong kosong semata suatu hipotesis yang mustahil
atau barangkali juga memang ada hal penting yang menyangkut perjalanan kami ini. Sikap Miss
Morstan tetap setenang biasanya. Aku berusaha menggembirakannya dengan menceritakan
pengalamanku di Afghanistan. Tapi, sejujurnya, aku sendiri
merasa penasaran dengan situasi kami dan
sangat ingin mengetahui tujuan perjalanan ini, sehingga tidak bisa bercerita dengan benar. Hingga


Sherlock Holmes - Empat Pemburu Harta di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang ia mengatakan bahwa aku menceritakan anekdot-anekdot yang saling tumpang tindih tentang
bagaimana seekor senapan sundut menjulurkan kepala ke dalam tendaku di tengah malam, dan
bagaimana aku menembaknya dengan harimau berlaras ganda. Mula-mula aku bisa meraba-raba ke
arah mana kami melaju; tapi tak lama kemudian, dengan kecepatan kami, dan keterbatasan
pengetahuanku akan London, aku kehilangan arah dan tidak mengetahui apa pun, kecuali bahwa
perjalanan yang kami tempuh sangat panjang. Tapi Sherlock Holmes tak pernah kehilangan arah. Dan
ia menggumamkan nama-nama saat kereta melaju melewati lapangan-lapangan dan keluar-masuk
20 jalan-jalan yang berliku-liku.
"Rochester Row," katanya. "Sekarang Vincent Square. Sekarang kita keluar di Vauxhall Bridge
Road. Kita kelihatannya menuju kawasan Surrey. Ya, sudah kuduga. Sekarang kita melintasi jembatan.
Kau bisa melihat sekilas sungainya."
Kami memang sempat melihat Thames sekilas, dengan lampu-lampu berkilau-kilau di atas
perairan yang lebar dan tenang, tapi kereta kami terus melaju, dan tak lama kemudian telah berada di
tengah-tengah labirin jalan di kedua sisi.
"Wandsworth Road," kata temanku. "Priory Road. Lark Hall Lane. Stockwell Place. Robert
Street. Cold Harbour Lane. Perjalanan kita tampaknya tidak menuju ke kawasan yang cukup elite."
Kami memang tiba di lingkungan yang kumuh. Puluhan rumah bata muram berjajar, hanya
diselingi oleh perumahan publik yang cemerlang di tikungan-tikungan. Lalu berderet-deret vila dua
lantai, masing-masing dengan sebuah kebun mini di depannya, lalu berderet-deret bangunan bata yang
baru tentakel monster dari kota yang telah menyebar ke pinggiran. Akhirnya kereta berhenti di rumah
ketiga di kawasan baru. Rumah-rumah lainnya tidak dihuni, dan rumah tempat kami berhenti sama gelap seperti
tetangga-tetangganya; hanya ada cahaya samar dari jendela dapur. Tapi, begitu kami mengetuk,
pintunya seketika dibuka oleh seorang pelayan keturunan India yang mengenakan sorban kuning,
pakaian putih longgar, dan sehelai sabuk lebar berwarna kuning. Kehadiran sosok Oriental di kawasan
perumahan tepi kota kelas tiga ini tampak sangat aneh dan tidak sesuai. "Sahib sudah menunggu
kedatangan kalian," katanya, dan bahkan saat ia berbicara, terdengar suara melengking dari salah satu
ruang dalam. "Bawa mereka kemari, khitmutgar
4 " katanya. "Bawa mereka langsung kemari."
4 Bahasa India untuk rnenyebut pelayan pria.
21 Bab 4 Kisah Pria Botak KAMI mengikuti orang India tersebut menyusuri lorong yang kotor dan biasa, remang-remang,
dengan perabotan yang payah, hingga ia tiba di depan sebuah pintu di sebelah kanan. Ia membuka pintu
itu, dan di tengah-tengah ruangan berdiri seorang pria kecil dengan kepala sangat tinggi, dengan
beberapa helai rambut kemerahan di tepi-tepinya, dan kulit kepala mulus mengilat yang mencuat bagai
puncak pegunungan dari sela-sela pepohonan cemara. Ia mengusap-usap tangannya sambil berdiri, dan
ekspresinya terus-menerus berubah kadang tersenyum, kadang merengut, tapi tak pernah sesaat pun
diam. Bibirnya tebal, dan giginya yang kekuningan tidak teratur berusaha ditutupinya dengan terus-menerus mengusap bagian bawah wajahnya. Sekalipun kebotakannya sangat mencolok, ia
mengesankan seorang pria yang masih muda. Sebenarnya usianya memang baru tiga puluh tahun.
"Hamba Anda, Miss Morstan," katanya berulang-ulang dengan suara tinggi melengking.
"Hamba kalian, Tuan-tuan. Silakan masuk ke tempat perlindungan kecilku. Tempat yang kecil, Nona,
tapi dilengkapi sesuai seleraku. Sebuah oase seni di padang pasir London Selatan yang gersang."
Kami semua terpesona melihat penampilan apartemen yang kami masuki itu. Di rumah yang
menyedihkan ini, apartemen tersebut tampak bagai sebutir berlian kelas satu di latar belakang
kuningan. Tirai-tirai dan gorden termewah dan paling mengilat menghiasi dinding-dindingnya,
digulung di sana-sini untuk menampilkan lukisan mewah atau vas Oriental. Karpetnya berwar
na merah tua dan hitam, begitu lembut dan tebal, sehingga kaki seperti terbenam nyaman di sana, bagaikan
sebidang lumut. Dua buah kulit harimau besar dibentangkan untuk menambah kesan kemewahan
Timur, sebagaimana sebuah hookah pipa India besar yang berdiri di atas sehelai matras di sudut.
Sebuah lampu berbentuk merpati perak menjuntai pada kawat-kawat keemasan yang hampir tidak
kasatmata di tengah-tengah ruangan. Dari sana menebar bau harum samar.
"Mr. Thaddeus Sholto," kata pria kecil tersebut, sambil terus bergerak-gerak dan tersenyum. "Itu
namaku. Anda Miss Morstan tentunya. Dan tuan-tuan ini..."
"Ini Mr. Sherlock Holmes, dan ini Dr. Watson."
22 "Seorang dokter, eh"" seru pria kecil tersebut, sangat bersemangat. "Anda membawa stetoskop"
Bisa aku minta tolong apa Anda tidak keberatan" Aku mendapat kesulitan dengan mitral valve-ku.
Aorta-nya mungkin masih bagus, tapi aku membutuhkan pendapat Anda mengenai mitral-nya."
Kudengarkan detak jantungnya, sesuai permintaannya, tapi tak mampu menemukan apa pun
yang tidak beres, kecuali kalau ia tengah tercekam ketakutan, karena ia menggigil dari ujung kaki
hingga ke ujung rambut. "Tampaknya normal," kataku. "Anda tidak perlu gelisah."
"Harap maafkan kegelisahanku, Miss Morstan," katanya dengan ringan. "Aku sangat menderita,
dan sudah lama aku mencurigai katup itu. Aku sangat senang mendengar bahwa kecurigaanku ternyata
tidak perlu. Seandainya ayah Anda menahan diri untuk tidak terlalu membebani jantungnya, dia pasti
masih hidup sekarang."
Aku hampir saja menghantam pria tersebut telak di wajahnya, karena begitu panas mendengar
komentar sedingin itu terhadap masalah sepeka ini. Miss Morstan duduk, dan wajahnya pucat pasi
hingga ke bibir. "Aku tahu dalam hati bahwa dia sudah meninggal," katanya.
"Aku bisa memberitahukan segalanya," kata pria tersebut, "dan, lebih dari itu, aku bisa
memberikan keadilan, dan itu akan kulakukan, tak peduli apa kata Brother Bartholomew. Aku senang
sekali Anda membawa teman, bukan hanya sebagai pendamping tapi juga sebagai saksi akan apa yang
hendak kukatakan dan kulakukan. Kita bertiga bisa menunjukkan ketegasan kepada Brother
Bartholomew. Tapi sebaiknya kita tidak mengikutsertakan orang luar tidak perlu polisi atau pejabat.
Kita bisa membereskan segalanya dengan memuaskan di antara kita sendiri, tanpa ada campur tangan
pihak lain. Tidak ada yang lebih menjengkelkan Brother Bartholomew selain publisitas."
Ia duduk di sebuah kursi pendek dan mengerdipkan mata birunya yang lemah dan berair.
"Bagiku," kata Holmes, "apa pun yang Anda katakan tidak akan menyebar lebih jauh."
Aku mengangguk untuk menyatakan persetujuanku.
"Itu bagus! Itu bagus!" kata pria tersebut. "Boleh kutawarkan segelas Chianti, Miss Morstan"
Atau Tokay" Aku tidak menyimpan anggur yang lain. Boleh kubuka sebotol" Tidak" Well, kalau begitu,
23 aku yakin kalian tidak keberatan dengan asap tembakau, dengan bau balsam tembakau Timur. Aku agak
gugup, dan menurutku hookah itu merupakan obat penenang yang sangat berharga."
Ia menyiapkan pipanya, lalu menikmati asapnya melalui air mawar yang menggelegak dengan
riangnya. Kami semua duduk membentuk setengah lingkaran, dengan kepala terjulur dan dagu
menempel di tangan, sementara pria kecil yang aneh dan gelisah tersebut, dengan kepalanya yang
tinggi mengilat, mengisap pipa dengan tidak nyaman di tengah-tengah.
"Sewaktu pertama kali membulatkan tekad untuk berkomunikasi dengan Anda," katanya, "aku
bisa saja memberikan alamatku, tapi aku takut Anda tidak akan mengacuhkan permintaanku dan akan
membawa orang-orang yang tidak menyenangkan bersama Anda. Oleh karena itu, aku mengatur
sebegitu rupa supaya anak buahku William bisa melihat Anda lebih dulu. Aku percaya sepenuhnya
bahwa dia bisa menjaga rahasia, dan dia sudah mendapat perintah, bahwa kalau dia tidak merasa puas,
dia tak perlu melanjutkan tindakannya. Harap maafkan tindakan berjaga-jaga itu, tapi aku orang yang
agak tertutup, dan kalau boleh kukatakan menurutku polisi sangatlah tidak menyenangkan. Aku
memiliki kecenderungan alamiah untuk menjauhi segala bentuk kekasaran. Aku
jarang sekali berhubungan dengan orang-orang yang kasar. Aku hidup, sebagaimana kalian lihat, dengan sedikit
keanggunan di sekitarku. Aku menyebut diriku pelindung seni. Itu kelemahanku. Pemandangan di sini
benar-benar sebuah Corot, dan sekalipun seorang pakar seni mungkin meragukan Salvator Rosa itu,
paling tidak mereka tidak akan meragukan Bouguereau. Aku agak terpengaruh sekolah modern
Prancis." "Maafkan aku, Mr. Sholto," kata Miss Morstan, "tapi aku datang kemari sesuai permintaan
Anda untuk mengetahui sesuatu yang ingin Anda katakan padaku. Tapi sekarang sudah sangat larut,
dan kurasa sebaiknya wawancara ini singkat saja."
"Sebaiknya justru harus agak lama," jawab Thaddeus, "karena kita jelas harus pergi ke Norwood
untuk menemui Brother Bartholomew. Kita semua harus pergi dan berusaha membujuk Brother
Bartholomew. Dia sangat marah padaku karena melakukan apa yang menurutku benar. Semalam aku
bertengkar cukup hebat dengannya. Kalian tak bisa membayangkan betapa buruknya dia kalau sedang
marah." "Kalau kita harus ke Norwood, mungkin sebaiknya Anda ceritakan sekarang juga alasannya,"
24 kataku. Thaddeus tertawa terbahak-bahak hingga telinganya memerah.
"Sulit," serunya. "Aku tidak tahu apa yang akan
dikatakannya kalau aku mengajak kalian dengan cara tiba-tiba seperti itu. Tidak, aku harus mempersiapkan kalian
dengan menunjukkan bagaimana posisi kita masing-masing. Pertama-tama, aku harus memberitahu kalian
bahwa ada beberapa hal dalam ceritaku yang tidak
kuketahui sendiri. Aku hanya bisa menyampaikan fakta-faktanya sebagaimana yang kuketahui.
"Ayahku, seperti mungkin sudah kalian duga, adalah
Mayor John Sholto, mantan Angkatan Darat India. Dia
pensiun sekitar sebelas tahun yang lalu, dan tinggal di
Pondicherry Lodge di Upper Norwood. Dia cukup berhasil
di India, dan pulang membawa sejumlah besar uang,
sejumlah besar koleksi benda-benda berharga, dan
sekelompok pelayan pribumi. Dengan semua kelebihan ini,
dia membeli sebuah rumah, dan tinggal dalam kemewahan besar. Saudara kembarku, Bartholomew,
dan aku adalah satu-satunya anaknya.
"Aku masih ingat dengan baik keributan yang disebabkan oleh menghilangnya Kapten Morstan.
Kami membaca rinciannya di koran. Karena tahu bahwa dia teman Ayah, kami mendiskusikannya
dengan bebas di hadapannya. Dia biasanya turut terlibat dalam spekulasi kami tentang apa yang
sebenarnya terjadi. Tak pernah kami menduga bahwa dia menyimpan seluruh rahasia mengenai
kejadian itu, bahwa hanya dia seorang yang mengetahui nasib Arthur Morstan.
"Tapi kami tahu bahwa ada misteri, ada bahaya positif, yang menyelimuti ayah kami. Dia sangat
takut keluar seorang diri, dan dia selalu mempekerjakan dua petinju bayaran untuk pura-pura menjadi
portir di Pondicherry Lodge. William, yang mengantar kalian malam ini, adalah salah satu di antaranya.
Dia mantan juara kelas ringan se-Inggris. Ayah kami tak pernah memberitahukan apa yang ditakutinya,
25 tapi dia paling takut terhadap pria berkaki kayu. Pernah dia benar-benar menembakkan revolvernya
pada seorang pria berkaki kayu, yang terbukti seorang pedagang tidak berbahaya yang tengah
berkeliling mencari pesanan. Kami harus membayar cukup besar untuk menutupi kejadian itu.
Saudaraku dan aku dulu menganggap hal itu hanya sebagai keeksentrikan Ayah, tapi kejadian-kejadian
yang berlangsung sejak itu menyebabkan kami berubah pikiran.
"Pada awal tahun 1882, ayahku menerima surat dari India yang menyebabkan dia menderita
shock hebat. Dia hampir jatuh pingsan di meja makan setelah membacanya, dan mulai saat itu dia jatuh
sakit hingga hari kematiannya. Kami tak pernah tahu apa yang tertulis dalam surat itu, tapi aku bisa
melihat bahwa surat tersebut singkat dan ditulis tangan. Ayah sudah bertahun-tahun menderita
pembesaran limpa, tapi sekarang kondisinya memburuk dengan cepat, dan menjelang akhir April kami
diberitahu bahwa dia sudah tidak tertolong lagi. Dan bahwa dia ingin berbicara untuk terakhir kalinya
dengan kami. "Sewaktu kami memasuki kamarnya, dia telah disandarkan ke bantal dan bernapas dengan
berat. Dia menyuruh kami mengunci pintu dan mendekat ke sampingnya di kedua sisi ranjang. Lalu,
sambil mencengkeram tangan kami dia menyampaikan pernyataan yang luar biasa pada kami, dengan
suara yang pecah akibat emosi dan kesakitan. Akan kucoba menyampaikan pada kalian, apa yang
dikatakannya. "'Hanya ada satu hal yang membebani pikiranku pada saat-saat segenting ini,' katanya, 'yaitu
perlakuanku terhadap putri Morstan yang malang. Keserakahan terkutuk yang merupakan dosa
terbesarku sepanjang hidup sudah menghalanginya mendapatkan harta karun yang separuhnya
seharusnya menjadi bagiannya. Padahal aku tidak menggunakan harta itu sungguh membabi buta dan
tolol keangkuhanku. Perasaan memiliki saja sudah begitu hebat, sehingga aku tidak tahan memikirkan
harus membaginya. Lihat guci berbibir mutiara di samping botol itu. Aku tak bisa berpisah dengannya,
sekalipun aku sudah merancang cara untuk mengirimkannya kepada putri Morstan. Kalian, putra-putraku, harus memberikan bagian yang adil dari harta karun Agra. Tapi jangan mengirimkan apa pun
bahkan guci itu sebelum aku meninggal. Bagaimanapun, ada orang-orang yang pernah melakukan
kesalahan seburuk ini dan berhasil memperbaikinya.
"'Akan kuceritakan bagaimana Morstan tewas,' lanjutnya. 'Dia sudah bertahun-tahun menderita
lemah jantung, tapi dia menutupinya dari semua orang. Hanya aku yang mengetahuinya. Sewaktu di
26 India, dia dan aku, melalui serangkaian situasi yang luar biasa, berhasil mendapatkan harta karun yang
tak ternilai. Aku membawanya ke Inggris, dan pada malam kedatangan Morstan, dia langsung kemari
untuk meminta bagiannya. Dia berjalan kaki dari stasiun dan diterima oleh Lai Chowdar yang setia,
yang sekarang telah meninggal. Morstan dan aku berbeda pendapat mengenai pembagian harta itu, dan
kami pun bertengkar. Morstan melompat bangkit dari kursinya karena marah, namun tiba-tiba dia
menekan sisi tubuhnya, wajahnya berubah kelabu pucat, dan dia jatuh ke belakang, kepalanya terantuk
sudut peti harta. Sewaktu aku membungkuk di atasnya, kudapati dia telah meninggal, dan aku sangat
ketakutan. "'Aku duduk kebingungan... lama, bertanya-tanya apa yang harus kulakukan. Dorongan hatiku
yang pertama, tentu saja, meminta bantuan. Tapi aku sadar ada kemungkinan aku akan dituduh sebagai
pembunuhnya. Kematiannya pada saat pertengkaran kami, dan luka di kepalanya, akan memperburuk
situasiku. Sekali lagi, interogasi resmi tidak akan bisa dilakukan tanpa mengungkap fakta-fakta
mengenai harta karun itu, padahal aku sangat ingin merahasiakannya. Morstan sudah memberitahukan
padaku bahwa tak seorang pun tahu ke mana dia pergi. Tampaknya tak perlu ada orang lain yang tahu.
"'Ketika aku masih mempertimbangkan masalah itu, kulihat pelayanku, Lai Chowdar, di
ambang pintu. Dia menyelinap masuk dan mengunci pintunya. "Jangan takut, Sahib," katanya, "tak
perlu ada yang tahu bahwa Anda sudah membunuhnya. Kita sembunyikan saja mayatnya, dan siapa
yang bisa lebih bijaksana lagi"" "Aku tidak membunuhnya," kataku. Lai Chowdar menggeleng dan
tersenyum. "Aku mendengar semuanya, Sahib," katanya. "Aku mendengar pertengkaran kalian, dan
aku mendengar pukulan itu. Tapi mulutku tertutup rapat. Semua orang lainnya sudah tidur di rumah ini.
Ayo kita singkirkan mayatnya." Hal itu sudah cukup bagiku untuk mengambil keputusan. Kalau
pelayanku sendiri tidak bisa mempercayai bahwa aku tidak bersalah, bagaimana aku bisa berharap
untuk meyakinkan dua belas pedagang bodoh di kotak juri" Lai Chowdar dan aku menyingkirkan
mayatnya malam itu, dan dalam beberapa hari koran-koran London dipenuhi berita tentang
menghilangnya Kapten Morstan secara misterius.
"'Dari apa yang kusampaikan ini, kalian tentunya menyadari bahwa aku tak bisa disalahkan atas
masalah itu. Kesalahanku hanyalah pada fakta bahwa kami menyembunyikan bukan hanya mayatnya,
tapi juga harta karunnya, dan aku juga menyimpan bagian Morstan bersama-sama dengan bagianku.
Karena itu, kuharap kalian menggantinya. Dekatkan telinga kalian ke mulutku. Harta karunnya
27 disemhunyikan di...' "Pada saat itu ekspresinya berubah hebat, matanya menatap liar, rahangnya ternga
nga, dan dia berteriak-teriak dengan suara yang tidak akan pernah kulupakan, 'Singkirkan dia! Demi Kristus, jangan
sampai dia masuk!' Kami berdua berpaling menatap jendela di belakang kami, ke mana pandangannya
terpaku. Ada seseorang tengah memandang kami dari dalam kegelapan. Kami bisa melihat hidungnya
yang memutih karena ditempelkan di kaca. Pria itu berjanggut, dengan wajah berbulu, mata liar yang
kejam dan ekspresi jahat yang amat sangat. Saudaraku dan aku bergegas mendekati jendela, tapi pria
itu sudah pergi. Sewaktu kami kembali mendekati Ayah, kepalanya telah terkulai dan jantungnya tidak
lagi berdetak. "Kami mencari-cari di kebun malam itu, tapi tidak menemukan tanda-tanda si penyusup.
Namun tepat di bawah jendela kami menemukan satu jejak yang terlihat jelas di petak bunga. Kalau
bukan karena jejak itu, kami mungkin akan mengira imajinasi kamilah yang telah menciptakan wajah
menyeramkan itu. Tapi, tak lama kemudian, kami mendapat bukti lain yang lebih mencolok bahwa
memang ada agen-agen rahasia yang bekerja di sekitar kami. Jendela kamar ayahku ditemukan terbuka
di pagi hari, lemari dan kotak-kotaknya sudah digeledah, dan di peti ayahku ditempelkan sepotong
kertas bertuliskan 'Tanda empat'. Apa artinya atau siapa tamu misterius kami, kami tak pernah
mengetahuinya. Sepanjang yang bisa kami perkirakan, tak satu pun properti ayahku yang dicuri, walau
segala sesuatunya sudah diaduk-aduk. Wajar saja kalau saudaraku dan aku mengaitkan kejadian aneh
ini dengan ketakutan yang menghantui ayahku seumur hidupnya, tapi hal itu masih merupakan misteri
sepenuhnya bagi kami."
Pria kecil rersebut berhenti untuk menyulut kembali hookah-nya dan memusatkan perhatiannya
ke sana selama beberapa saat. Kami semua duduk diam meresapi ceritanya yang luar biasa. Pada saat
disebutkan tentang kematian ayahnya, Miss Morstan berubah pucat pasi, dan sesaat aku khawatir ia
akan jatuh pingsan. Tapi ia berhasil bertahan, setelah menenggak segelas air yang kutuangkan dari
sebuah guci Venezia di meja samping. Sherlock Holmes menyandar di kursinya dengan ekspresi
menerawang, kelopak matanya hampir menutupi matanya yang berkilau-kilau. Saat melirik ke arahnya,
aku jadi berpikir betapa tadi ia mengeluh dengan pahit akan kedataran hidup ini. Akhirnya ada masalah
yang akan menguras tenaganya habis-habisan. Mr. Thaddeus Sholto memandang kami bergantian
dengan kebanggaan yang nyata atas pengaruh ceritanya, lalu melanjutkan sambil mengisap pipanya
28 yang terlalu besar. "Saudaraku dan aku," katanya, "sebagaimana mungkin sudah kalian bayangkan, sangat
bersemangat mengenai harta karun yang dibicarakan ayahku. Selama berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan kami menggali dan meneliti setiap bagian kebun, tanpa menemukan tanda-tanda
keberadaan harta itu. Sungguh menjengkelkan kalau memikirkan bahwa tempat persembunyian harta
itu sudah ada di bibirnya saat dia meninggal. Kami bisa memperkirakan besarnya kekayaan yang hilang
berdasarkan guci yang dikeluarkannya. Saudaraku Bartholomew dan aku sempat mendiskusikan guci
ini. Mutiara-mutiaranya jelas bernilai sangat tinggi, dan saudaraku merasa keberatan berpisah
dengannya karena antara kita saja saudaraku sendiri agak cenderung mengulangi kesalahan Ayah.
Dia juga menganggap kalau kami memberikan guci itu, akan timbul gosip yang akhirnya menimbulkan
masalah bagi kami. Tapi aku bisa membujuknya agar mengizinkan aku mencari alamat Miss Morstan
dan mengirimkan mutiara-mutiaranya secara terpisah selama selang waktu tertentu, sehingga paling
tidak Miss Morstan tidak akan pernah kekurangan."
"Anda baik sekali," kata Miss Morstan, "Anda sungguh baik."


Sherlock Holmes - Empat Pemburu Harta di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pria kecil tersebut mengibaskan tangan.
"Kami ini wali Anda," katanya, "aku memandangnya begitu, sekalipun Brother Bartholomew
tidak bisa beranggapan begitu. Kami sendiri sudah memiliki banyak uang. Aku tidak menginginkan
lebih banyak lagi. Lagi pula, sungguh tak pantas memperlakukan seorang wanita muda dengan cara
seperti itu. 'Le mauvais go"t m"ne au crime.' Orang Prancis sangat pandai dalam mengungkapkan hal-hal seperti ini. Perbedaan pendapat kami mengenai hal ini berlan
jut sebegitu rupa, hingga akhirnya aku
merasa lebih baik mencari tempat sendiri. Jadi, kutinggalkan Pondicherry Lodge, sambil membawa
khitmutgar tua dan William bersamaku. Tapi kemarin aku mengetahui ada kejadian yang sangat
penting. Harta karunnya sudah ditemukan. Aku langsung menghubungi Miss Morstan, dan sekarang
kita tinggal menuju Norwood untuk menuntut bagian kita. Semalam sudah kujelaskan pandanganku
pada Brother Bartholomew, jadi kedatangan kita sudah diharapkan, walau mungkin tidak diterima."
Mr. Thaddeus Sholto berhenti bicara dan duduk bergoyang-goyang di kursinya yang mewah.
Kami semua membisu, sibuk memikirkan perkembangan baru dari urusan misterius ini. Holmes yang
pertama kali bangkit berdiri.
29 "Anda sudah melakukannya dengan baik, Sir, dari awal hingga akhir," katanya. "Ada
kemungkinan kami bisa membalasnya dengan mengungkap beberapa hal yang mungkin masih belum
Anda ketahui. Tapi, seperti kata Miss Morstan, sekarang sudah larut, dan sebaiknya kita segera
menyelesaikan masalah ini tanpa menunda-nundanya lebih lama lagi."
Kenalan baru kami tersebut dengan sangat lambat menggulung slang hookah, dan dari balik
sehelai tirai mengeluarkan mantel luar yang sangat panjang, dengan kerah.dan manset astrakhan. Ia
mengancingkan mantel tersebut rapat-rapat, sekalipun malam itu tidak bisa dikatakan dingin, dan
melengkapi pakaiannya dengan mengenakan topi kulit kelinci dengan lidah yang menutupi telinganya,
sehingga hanya wajahnya yang terlihat.
"Kesehatanku agak rapuh," katanya sambil mengajak kami melewati lorong. "Aku harus
menjaganya dengan sangat hati-hati."
Kereta masih menunggu di luar, dan jelas kegiatan kami telah direncanakan sebelumnya, karena
sang kusir segera memacu kereta secepat mungkin. Thaddeus Sholto terus-menerus berceloteh dengan
suara tinggi melengking yang mengalahkan keributan roda kereta.
"Bartholomew orang yang cerdik," katanya. "Menurut Anda, bagaimana dia bisa menemukan
harta karun itu" Dia sudah menyimpulkan bahwa harta itu disembunyikan di dalam rumah, jadi dia
menyelidiki setiap bagian rumah dan mengukur segala sesuatunya, hingga tak satu inci pun
terlewatkan. Di antaranya, ia mendapati ketinggian bangunan adalah 22 meter, tapi saat menambahkan
semua ketinggian ruangan dan memperkirakan sela di antaranya, yang dipastikan dengan
mengebornya, jumlah yang didapatkan hanya 21 meter. Ada semeter yang hilang. Dan itu hanya
mungkin di bagian atas bangunan. Oleh karena itu, dia melubangi langit-langit kamar paling atas. Dan,
jelas, di sana dia menemukan celah kecil yang sudah ditutup dan tidak diketahui keberadaannya oleh
siapa pun. Di tengah-tengahnya ada kotak harta yang diletakkan di antara dua balok penopang. Dia
menurunkan kotak itu melalui lubang, dan hartanya ternyata memang ada di sana. Dia
memperhitungkan nilai perhiasannya tidak kurang dari setengah juta poundsterling."
Mendengar jumlah yang luar biasa besar tersebut, kami semua membelalak saling pandang.
Miss Morstan, kalau kami bisa mendapatkan haknya, akan berubah dari seorang pengurus anak yang
miskin menjadi orang terkaya di Inggris. Seorang teman yang setia sudah selayaknya merasa gembira
30 mendengar kabar itu, namun aku malu mengakui bahwa perasaan egois menguasaiku dan perasaanku
berubah sangat berat, bagai dibebani timah. Aku mengucapkan selamat dengan tergagap-gagap, lalu
menunduk diam, menulikan diri dari celoteh kenalan baru kami. Jelas ia seorang hypochondriac, dan
aku setengah menyadari bahwa ia tengah menyampaikan sederetan gejalanya, dan tengah menjelaskan
berbagai komposisi dan obat-obat tak jelas yang beberapa di antaranya ia bawa dalam sebuah kotak
kulit di sakunya. Aku yakin ia tidak ingat semua jawaban yang kuberikan padanya malam itu. Holmes
menyatakan bahwa ia tanpa sengaja mendengarku memperingatkan Thaddeus akan besarnya bahaya
mengkonsumsi lebih dari dua tetes minyak kastroli, dan merekomendasikan dosis besar strychnine
sebagai obat penenang. Apa pun yang terjadi, aku jelas merasa lega sewaktu kereta kami tersentak
berhenti dan kusirnya melompat turun untuk membu
kakan pintu. "Ini, Miss Morstan, adalah Pondieherry Lodge," kata Mr. Thaddeus Sholto sambil
membantunya turun. 31 Bab 5 Tragedi Pondicherry Lodge
HAMPIR pukul sebelas malam sewaktu kami tiba di tahap terakhir petualangan malam kami.
Kami telah meninggalkan kota besar berkabut di belakang, dan malam cukup cerah. Angin hangat
bertiup dari barat, dan awan tebal berarak perlahan-lahan di langit, dengan bulan yang hanya separuh
mengintip dari celah-celahnya. Cuaca cukup cerah untuk bisa melihat kejauhan, tapi Thaddeus Sholto
menurunkan salah satu lampu samping kereta untuk menerangi jalan kami dengan lebih baik.
Pondicherry Lodge berdiri di lahannya sendiri, dikelilingi dinding batu yang sangat tinggi,
dengan kepingan kaca menutupi bagian atasnya. Sebuah pintu besi sempit merupakan satu-satunya
jalan masuk. Pemandu kami mengetuknya dengan irama aneh, mirip petugas pos.
"Siapa itu"" seru seseorang bersuara serak dan
dalam. "Ini aku, McMurdo. Kau seharusnya sudah
mengenali ketukanku sekarang."
Terdengar gerutuan dan denting kunci beradu.
Pintu terayun membuka, dan seorang pria pendek berdada
bidang berdiri di sana, dengan cahaya kekuningan dari
lentera menerangi wajahnya yang menonjol dan matanya
yang berkilau-kilau memancarkan ketidakpercayaan.
"Andakah itu, Mr. Thaddeus" Tapi siapa yang
lainnya" Aku tidak mendapat perintah apa pun mengenai
mereka dari majikan."
"Tidak, McMurdo" Masa! Semalam aku sudah
memberitahu saudaraku bahwa aku akan membawa
beberapa orang teman."
32 "Dia tidak keluar dari kamarnya hari ini, Mr. Thaddeus, dan aku tidak mendapat perintah apa-apa. Anda tahu aku harus menaati peraturan. Aku bisa mengizinkan Anda masuk, tapi teman-teman
Anda tidak." Ini halangan yang tidak terduga. Thaddeus Sholto tampak kebingungan dan tak berdaya.
"Sayang sekali, McMurdo!" katanya. "Kalau aku yang menjamin mereka, seharusnya itu sudah
cukup. Salah satu temanku seorang wanita muda. Dia tak bisa menunggu di jalan umum pada jam-jam
begini." "Maafkan aku, Mr. Thaddeus," kata portir tersebut dengan keras kepala. "Mereka mungkin
teman-teman Anda, tapi bukan teman majikan. Dia membayarku dengan baik untuk melakukan
tugasku, dan aku akan melakukan tugasku. Aku tidak mengenal teman-teman Anda."
"Oh, kau pasti kenal, McMurdo," setu Sherlock Holmes dengan riang. "Kurasa kau tidak
mungkin melupakan aku. Apa kau tidak ingat amatir yang melawanmu tiga ronde di Alison's empat
tahun yang lalu""
"Astaga! Mr. Sherlock Holmes!" seru petinju bayaran tersebut. "Demi Tuhan! Bagaimana
mungkin aku bisa tidak mengenali Anda" Mestinya Anda tidak berdiri diam di situ. Kalau Anda
melontarkan pukulan silang ke rahangku, aku pasti sudah mengenali Anda sejak tadi. Ah, Anda sudah
menyia-nyiakan bakat Anda, sungguh! Anda mungkin bisa mencapai ketenaran, kalau bergabung
dengan yang lain." "Kaulihat, Watson, kalau yang lain-lainnya sudah tidak bisa kulakukan, masih ada profesi
ilmiah yang terbuka untukku," kata Holmes sambil tertawa. "Sekarang teman kita ini tentunya tidak
akan membiarkan kita kedinginan di luar."
"Masuklah, Sir, masuklah Anda dan teman-teman Anda," jawab McMurdo. "Maaf, Mr.
Thaddeus, tapi perintahnya sangat ketat. Aku harus memastikan dulu teman-teman Anda sebelum
mengizinkan mereka masuk."
Di dalam ada jalan setapak kerikil berliku-liku, di lahan kering kerontang yang menuju sebuah
rumah berbentuk persegi dan rumit, yang semuanya tertutup bayang-bayang, kecuali satu sudutnya
yang diterangi cahaya bulan yang memantul dari salah satu jendelanya. Besarnya bangunan tersebut,
dengan kemuraman dan kesunyiannya yang mencekam, menimbulkan kengerian. Bahkan Thaddeus
33 Sholto tampak merasa tidak nyaman, lentaranya bergetar dan bergoyang-goyang di tangannya.
"Aku tidak mengerti," katanya. "Pasti ada kesalahan. Aku jelas sudah memberitahu
Bartholomew bahwa kita akan datang, tapi tidak ada cahaya di jendelanya. Aku tidak mengerti apa
yang terjadi." "Apa dia selalu menjaga rumahnya seperti itu"" tanya Holmes.
"Ya, dia mengikuti kebiasaan Ayah. Dia putra kesayangan Ayah, dan terkadang kupikir
Ayah lebih banyak memberitahu dia daripada aku. Itu jendela Bartholomew yang terkena cahaya bulan itu.
Cukup terang, tapi kupikir tidak ada cahaya dari dalam."
"Tidak," kata Holmes. "Tapi aku melihat sedikit cahaya di jendela kecil di samping pintu."
"Ah, itu kamar pengurus rumah. Itu tempat tinggal Mrs. Bernstone tua. Dia bisa memberitahu
kita apa yang terjadi. Tapi mungkin kalian tidak keberatan menunggu di sini satu atau dua menit. Kalau
kita masuk bersama-sama, dan dia tidak mengetahui tentang kedatangan kita, dia mungkin akan
terkejut. Tapi, ssst! Apa itu""
Ia mengangkat lenteranya, tangannya gemetar hingga lingkaran cahaya di sekeliling kami
bergoyang-goyang. Miss Morstan meraih pergelanganku, dan kami semua berdiri dengan jantung
berdebar-debar, berusaha keras untuk mendengarkan. Dari bagian belakang rumah besar tersebut
terdengar lolongan paling menyedihkan, menembus kesunyian malam rintihan melengking dan
terpatah-patah seorang wanita yang ketakutan.
"Itu Mrs. Bernstone," kata Sholto. "Dia satu-satunya wanita di rumah ini. Tunggu di sini. Aku
akan segera kembali."
Ia bergegas ke pintu dan mengetuknya dengan cara yang tidak biasa. Kami bisa melihat seorang
wanita tua yang jangkung membukakan pintu baginya dan bergoyang-goyang senang melihat
kehadiran Thaddeus. "Oh, Mr. Thaddeus, Sir, aku senang sekali Anda datang! Aku senang Anda datang, Mr.
Thaddeus, Sir!" Kami mendengar pujian tersebut berulang-ulang, hingga pintunya tertutup dan suara wanita
tersebut teredam. 34 Pemandu kami meninggalkan lenteranya pada kami. Holmes mengayunkannya perlahan-lahan
dan memandang tajam ke rumah dan tumpukan tanah besar yang menghiasi lahan tersebut. Miss
Morstan dan aku berdiri bersama-sama, berpegangan tangan. Cinta memang tak dapat diselami. Kami
berdua belum pernah bertemu sebelum hari itu, belum pernah terlintas percakapan maupun bertukar
pandang penuh perasaan terhadap yang lain, namun saat menghadapi masalah, tangan kami secara
naluriah saling mencari. Aku terus-menerus memikirkannya sejak itu, tapi pada saat itu rasanya sangat
wajar bila aku mendekatinya, dan, sebagaimana sering dikatakannya padaku, nalurinya juga
mendorongnya untuk berpaling padaku untuk mendapatkan kenyamanan dan perlindungan. Jadi, kami
berdiri sambil bergandengan tangan seperti dua orang anak kecil, dan ada kedamaian dalam hati kami,
sekalipun kegelapan mengelilingi kami.
"Tempat yang aneh!" kata Miss Morstan, sambil memandang sekitarnya.
"Tampaknya seakan-akan semua tikus tanah di Inggris sudah dilepaskan di sini. Aku pernah
melihat pemandangan semacam itu di sebuah bukit dekat Ballarat, di mana para pencari emas sedang
bekerja." "Dan untuk sebab yang sama," kata Holmes. "Ini bekas-bekas pencari harta. Anda harus ingat,
mereka sudah mencarinya selama enam tahun. Tidak heran kalau lahan di sini mirip tempat penggalian
batu." Pada saat itu pintu rumah terempas membuka dan Thaddeus Sholto berlari keluar, tangannya
terjulur ke depan dan matanya memancarkan kengerian.
"Ada yang tidak beres dengan Bartholomew!" serunya. "Aku ketakutan! Sarafku tak mampu
menanggungnya." Ia memang setengah menceracau karena ketakutan, wajahnya yang tersentak-sentak bagai
mencuat dari balik kerah astrakhan yang lebar, memancarkan ketidakberdayaan, bagai wajah seorang
anak kecil yang meminta pertolongan.
"Kita masuk," kata Holmes dengan tegas.
"Ya, masuklah!" pinta Thaddeus Sholto. "Aku benar-benar merasa tak mampu menunjukkan
jalan." 35 Kami semua mengikutinya ke kamar pengurus rumah, yang berada di sisi kiri lorong. Wanita
tua tersebut tengah mondar-mandir dengan ekspresi ketakutan dan jemari gelisah, tapi melihat
kemunculan Miss Morstan ia jadi lebih tenang.
"Tuhan memberkati wajahmu yang manis dan tenang!" serunya sambil terisak histeris. "Senang
sekali aku melihatmu. Oh, hari ini benar-benar berat untukku!"
Teman kami menepuk-nepuk tangan wanita tua yang kurus itu dan menggumamkan beberapa
kata penghiburan khas wanita, yang mengembalikan warna di pipi wanita tua yang pucat pasi tersebut.
"Tuan mengunci diri di dalam kamar dan tidak menjawab panggilanku," kata
nya menjelaskan. "Aku sudah menunggu sepanjang hari, karena dia memang sering ingin dibiarkan seorang diri. Tapi
satu jam yang lalu aku khawatir ada yang tidak beres, jadi aku naik ke atas dan mengintip melalui
lubang kunci. Anda harus naik ke sana, Mr. Thaddeus Anda harus ke sana dan melihatnya sendiri.
Aku sudah pernah melihat Mr. Bartholomew Sholto dalam keadaan gembira dan sedih selama sepuluh
tahun ini, tapi aku tak pernah melihatnya dengan ekspresi seperti itu."
Sherlock Holmes mengambil lentera dan memimpin jalan, karena gigi Thaddeus Sholto
bergemeletuk ribut. Begitu terguncangnya pria ini, hingga aku terpaksa menyelipkan tangan ke bawah
ketiaknya sewaktu kami menaiki tangga, karena kedua lututnya terus gemetar. Dua kali, saat kami naik,
Holmes mengeluarkan kaca pembesar dari sakunya dan memeriksa dengan hati-hati tanda-tanda yang
menurutku sekadar bekas-bekas geseran debu pada karpet tangga yang berwarna kelapa. Ia melangkah
perlahan-lahan dari anak tangga ke anak tangga, sambil mengacungkan lenteranya rendah, dan
memandang kiri-kanan. Miss Morstan menunggu di bawah, bersama pengurus rumah yang ketakutan.
Deretan anak tangga ketiga berakhir di sebuah lorong lurus yang cukup panjang, dengan sebuah
gorden India di sebelah kanan dan tiga buah pintu di sebelah kiri. Holmes menyusuri lorong tersebut
dengan pelan dan metodis, seperti semula, sementara kami terus mengikutinya dengan ketat, bayang-bayang kami yang hitam panjang membentang ke belakang di koridor. Pintu ketigalah yang kami tuju.
Holmes mengetuknya tanpa mendapatkan jawaban. Lalu ia mencoba memutar kenopnya dan memaksa
membuka. Tapi pintu tersebut dikunci dari dalam, dan dengan menggunakan selot lebar dan kuat,
sebagaimana bisa kami lihat sewaktu mendekatkan lentera ke sana. Tapi, karena kuncinya diputar,
lubangnya tidak sepenuhnya tertutup. Sherlock Holmes membungkuk mengintip ke sana, dan seketika
36 menegakkan tubuh lagi diiringi napas tersentak.
"Ada sesuatu yang kejam dalam hal ini, Watson," katanya, lebih tergerak daripada yang pernah
kulihat sebelumnya. "Apa pendapatmu""
Aku membungkuk di depan lubang dan melompat
mundur dengan perasaan ngeri. Sinar bulan menerobos
masuk ke dalam ruangan, meneranginya dengan cahaya
samar dan bergerak-gerak. Sebuah wajah memandang
lurus kepadaku, tampaknya tergantung-gantung di udara,
karena bagian bawahnya tersembunyi dalam bayang-bayang. Wajah Thaddeus. Kepalanya sama-sama tinggi
mengilat, begitu pula cincin rambut kemerahannya, dan
kulit wajahnya yang pucat pasi. Tapi wajahnya tersenyum
mengerikan dalam seringai kaku dan tidak wajar, yang
dalam ruangan sunyi dan diterangi cahaya bulan tersebut
lebih mengguncang saraf daripada rengutan atau kernyitan
apa pun. Wajahnya begitu mirip dengan teman kecil kami,
hingga aku berpaling memandangnya untuk memastikan ia memang benar masih bersama-sama kami.
Lalu aku teringat ia sudah mengatakan bahwa mereka kembar.
"Ini mengerikan!" kataku pada Holmes. "Apa yang harus kita lakukan""
"Pintunya harus didobrak," jawab Holmes, lalu mengempaskan diri ke sana, menggunakan
seluruh berat tubuhnya untuk menekan kuncinya.
Pintu tersebut berderik dan mengerang, tapi tidak menyerah. Bersama-sama kami menggunakan
tubuh kami untuk mendobraknya sekali lagi, dan kali ini pintunya terempas membuka diiringi suara
keras, dan kami mendapati diri kami telah berada di dalam kamar Bartholomew Sholto.
Tampaknya kamar tersebut telah dilengkapi hingga mirip sebuah laboratorium kimia. Di
dinding seberang kamar berjajar dua deret botol bertutup kaca, dan di meja berserakan pembakar
Bunsen, tabung-tabung uji, dan di sudut berdiri botol asam dalam keranjang rotan. Salah satunya
tampak bocor atau pecah, karena ada cairan kehitaman yang menetes dari sana, dan udara dipenuhi bau
37 tajam menusuk, mirip aspal. Sebuah tangga berdiri di salah satu sisi ruangan, di tengah-tengah serpihan
semen dan gipsum, dan langit-langit di atasnya berlubang cukup besar untuk dilewati sesebrang. Di
kaki tangga tersebut terdapat segulung tali yang ditumpuk sembarangan.
Di dekat meja terdapat sebuah kursi berlengan dari kayu,
di mana si pemilik rumah duduk bagai
dionggokkan, dengan kepala terkulai pada bahu kirinya dan wajah memancarkan senyum menakutkan.
Ia telah kaku dan dingin, dan jelas telah tewas berjam-jam yang lalu. Menurutku tampaknya bukan
hanya wajahnya, tapi juga kaki dan tangannya, meliuk-liuk tidak keruan. Di meja di dekat tangannya
terdapat sebuah alat aneh sebatang tongkat kecokelatan dengan sebongkah batu di ujungnya, bagai
sebatang palu, diikat secara kasar dengan tali dari serat. Di sampingnya terdapat sehelai kertas
bertulisan. Holmes membacanya, lalu memberikannya padaku.
"Lihatlah," katanya sambil mengangkat alis, memberi isyarat penting.
Dengan bantuan cahaya lentera kubaca tulisan tersebut dengan perasaan ngeri, "Tanda empat."
"Demi nama Tuhan, apa itu artinya"" tanyaku.
"Itu berarti pembunuhan," kata Holmes, sambil membungkuk di atas mayat. "Ah! Sudah
kuduga. Lihat ini!" Ia menunjuk sesuatu yang mirip sebatang duri panjang kehitaman yang mencuat dari kulit, tepat
di atas telinga. "Tampaknya seperti duri," kataku.
"Itu memang duri. Kau boleh mencabutnya. Tapi hati-hati, duri itu beracun."
Aku mencabutnya dengan menggunakan ibu jari dan telunjukku. Duri tersebut terlepas dengan
mudah, sehingga hampir tidak meninggalkan jejak. Hanya satu titik darah kecil yang menunjukkan di
mana duri tadi menancap.

Sherlock Holmes - Empat Pemburu Harta di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Semua ini sebuah misteri yang tidak bisa kumengerti," kataku. "Semakin lama semakin rumit,
bukan semakin jelas."
"Sebaliknya," jawab Holmes, "justru setiap saat semakin jelas. Aku hanya memerlukan
beberapa mata rantai yang hilang untuk mengaitkan seluruh kasus ini."
38 Kami hampir melupakan kehadiran kenalan kami sejak masuk ke dalam kamar. Ia masih berdiri
di ambang pintu, wajahnya ketakutan, sambil meremas-remas tangan dan mengerang sendiri. Tapi tiba-tiba ia berseru keras.
"Hartanya hilang!" katanya. "Mereka sudah merampok hartanya! Itu lubang tempat kami
menurunkannya. Aku yang membantunya menurunkannya! Aku orang terakhir yang melihatnya dalam
keadaan hidup! Aku meninggalkannya di sini semalam, dan aku mendengar dia mengunci pintu saat
aku turun ke bawah."
"Jam berapa""
"Jam sepuluh. Dan sekarang dia tewas, dan polisi akan dihubungi, dan aku akan dituduh terlibat
dalam pembunuhan ini. Oh, ya, aku yakin akan dituduh begitu. Tapi kalian tidak sependapat, Tuan-tuan" Jelas kalian tidak menganggap aku yang membunuhnya, bukan" Kemungkinan kecil aku akan
membawa kalian kemari kalau aku yang membunuhnya, bukan" Aduh! Aduh! Rasanya aku akan
sinting!" Ia menyentak-nyentakkan tangannya dan mengentakkan kaki karena panik.
"Anda tidak perlu takut, Mr. Sholto," kata Holmes dengan ramah, sambil memegang bahunya.
"Dengarkan nasihatku dan pergilah ke kantor polisi untuk melaporkan kejadian ini. Tawarkan untuk
membantu mereka dengan segala cara. Kami akan menunggu Anda di sini."
Pria kecil tersebut mematuhi dengan sikap setengah bingung, dan kami mendengar suara
langkahnya terhuyung-huyung menuruni tangga dalam kegelapan.
39 Bab 6 Sherlock Holmes Mendemonstrasikan
"SEKARANG, Watson," kata Holmes, sambil menggosok-gosok tangannya, "kita punya waktu
setengah jam, tanpa terganggu. Ayo kita gunakan sebaik-baiknya. Kasusku, sebagaimana sudah
kukatakan padamu, sudah hampir selesai. Tapi jangan sampai kita melakukan kesalahan dengan
bersikap terlalu percaya diri. Sekalipun kasus ini sekarang tampak sederhana, mungkin ada sesuatu
yang lebih dalam di baliknya."
"Sederhana!" semburku.
"Jelas," kata Holmes dengan sikap seorang profesor klinis yang tengah mengajar di kelasnya.
"Duduk saja di sudut sana, agar jejak kakimu tidak menambah kerumitan masalah. Sekarang saatnya
bekerja! Pertama-tama, bagaimana orang-orang ini datang dan bagaimana mereka pergi" Pintu tidak
dibuka sejak semalam. Bagaimana dengan jendela"" Ia membawa lentera ke sana, menggumamkan
pengamatannya keras-keras sepanjang waktu, tapi lebih ditujukan pada dirinya sendiri daripada
kepadaku. "Jendelanya diselot dari sebelah dalam. Kerangkanya kokoh. Tidak ada engsel di tepi-tepinya. Coba kita buka. Tidak ada pipa air di dekatnya. Atap cukup jauh dari jangkauan. Tapi ada yang
memanja t melalui jendela. Semalam hujan turun sedikit. Ini ada jejak kaki yang mengeras di kusennya.
Dan di sini ada jejak berlumpur berbentuk lingkaran, dan di lantai ini juga ada, dan di sini dekat meja.
Lihat di sini, Watson! Ini benar-benar demonstrasi yang bagus."
Aku memandang lingkaran berlumpur yang bulat dan sempurna tersebut.
"Itu bukan jejak kaki," kataku.
"Ini jauh lebih berharga bagi kita. Ini jejak kaki palsu dari kayu. Kaulihat di kusen ada jejak
sepatu bot, sepatu bot berat dengan tumit berlapis logam yang lebar, dan di sampingnya ada jejak kaki
kayu." "Itu pria berkaki kayu."
"Benar. Tapi juga ada orang lain lagi sekutu yang sangat kompeten dan efisien. Kau bisa
40 memanjat dinding itu, Dokter""
Aku memandang ke luar jendela yang terbuka. Bulan masih bersinar dengan terangnya pada
sudut rumah seperti semula. Kami berada sekitar 18 meter dari tanah, dan ke mana pun aku
memandang, tidak ada pijakan, tidak ada apa pun kecuali celah-celah kecil di sela-sela batanya.
"Jelas mustahil," kataku.
"Tanpa bantuan memang mustahil. Tapi seandainya ada temanmu di atas sini yang menurunkan
tali kaku yang kokoh- yang kutemukan di sudut dan mengikatkan salah satu ujungnya ke kaitan di
dinding ini... Lalu, kupikir, kalau kau orang yang aktif, kau mungkin bisa merayap naik, sekalipun
berkaki kayu. Tentu saja kau akan pergi dengan cara yang sama, dan sekutumu akan menarik talinya,
melepaskan ikatannya dari kaitan, menutup jendela, menyelotnya dari dalam, dan melarikan diri
melalui jalan masuknya. Satu hal kecil, patut dicatat," lanjutnya, sambil mengelus-elus talinya, "teman
berkaki kayu kita, sekalipun seorang pendaki yang cukup andal, bukanlah seorang kelasi profesional.
Tangannya tidak kapalan seperti kelasi. Kaca pembesarku menemukan lebih dari satu bercak darah,
terutama mendekati ujung tali. Kurasa dia meluncur dengan kecepatan begitu rupa, sehingga kulit
tangannya terkelupas."
"Bagus sekali," kataku, "tapi situasinya jadi lebih sulit dijelaskan. Bagaimana dengan sekutu
misterius ini" Bagaimana caranya masuk kemari""
"Ya, sekutunya!" ulang Holmes. "Ada beberapa hal menarik mengenai sekutu ini. Karena
keberadaannya, kasus ini tidak lagi menjadi sebuah kasus biasa. Kurasa sekutu ini sudah membuka
jalan baru dalam melakukan kejahatan di negara ini sekalipun kasus-kasus yang paralel menunjukkan
bahwa asalnya dari India dan, kalau ingatanku masih baik, dari Senegambia."
"Kalau begitu, bagaimana caranya"" tanyaku. "Pintunya terkunci, jendelanya tidak bisa
dimasuki. Apa melalui cerobong""
"Kisi-kisinya terlalu kecil," jawab Holmes. "Aku sudah mempertimbangkan kemungkinan itu."
"Kalau begitu, bagaimana"" tanyaku.
"Kau masih belum mengerti juga," kata Holmes sambil menggeleng. "Sudah berapa kali
kukatakan bahwa kalau kausingkirkan semua yang mustahil, apa pun yang tersisa, betapapun
41 mustahilnya, adalah kebenaran" Kita tahu dia tidak masuk melalui pintu, jendela, atau cerobong. Kita
juga tahu, dia tak mungkin bersembunyi dalam ruangan ini, karena tidak ada tempat persembunyian di
sini. Kalau begitu, dari mana dia datang""
"Dia datang melalui lubang di atap!" seruku.
"Benar. Dia pasti masuk melalui lubang itu. Kalau kau bersedia memegangkan lampunya, kita
akan memperluas penyelidikan kita ke ruang di atas ruang rahasia tempat harta itu ditemukan."
Ia menaiki tangga, dan setelah meraih sebatang balok penopang, ia mengayunkan diri ke atas.
Lalu, sambil menelungkup, ia mengulurkan tangan mengambil lampu dan memeganginya sementara
aku mengikuti langkahnya.
Ruangan tempat kami berada luasnya kurang-lebih tiga meter kali dua meter. Lantainya
terbentuk dari deretan balok penopang, dengan selapis tipis gipsum dan semen di sela-selanya,
sehingga untuk berjalan orang harus melangkah dari balok yang satu ke balok yang lain. Atap tersebut
miring, dan jelas merupakan bagian dalam dari atap rumah yang sebenarnya. Tidak ada perabotan apa
pun di sana, dan debu yang bertahun-tahun menumpuk di sana tampak tebal di lantai.
"Ini dia, kaulihat," kata Sherlock Holmes,
sambil memegang dinding yang miring. "Ini pintu
kecil yang menuju atap. Aku bisa men
dorongnya, dan ini atapnya, dengan kemiringan yang landai. Kalau
begitu, melalui tempat inilah si Nomor Satu masuk.
Coba lihat apakah kita bisa menemukan jejak-jejak
kepribadiannya yang lain."
Ia mengacungkan lentera ke dekat lantai, dan
untuk kedua kalinya malam itu, aku melihat ekspresi
terkejut di wajahnya. Aku sendiri, saat mengikuti
tatapannya, kulitku terasa dingin di balik pakaianku.
Lantai dipenuhi jejak-jejak kaki telanjang, jelas,
dengan bentuk sempurna, tapi kurang dari separuh
jejak pria biasa. 42 "Holmes," bisikku, "anak kecil yang
melakukannya." Holmes telah pulih dalam sekejap.
"Aku terkejut sesaat," katanya, "tapi situasinya
cukup normal. Ingatanku sudah mengecewakanku, atau
seharusnya aku mampu menebaknya. Tidak ada yang bisa
dipelajari lagi di sini. Ayo turun."
"Kalau begitu, apa teorimu mengenai jejak-jejak
kaki itu"" tanyaku dengan penuh semangat sewaktu kami
telah tiba di ruang bawah sekali lagi.
"Watson-ku yang baik, cobalah menganalisisnya
sendiri," katanya dengan nada agak tak sabar. "Kau
mengetahui metode-metodeku. Coba terapkan, dan pasti
sangat bermanfaat untuk membandingkan hasilnya."
Dendam Pendekar Cacat 1 From Sumatra With Love Karya Esi Lahur Yang Lain The Other 1

Cari Blog Ini