Ceritasilat Novel Online

Batu Bertuah 3

Harry Potter Dan Batu Bertuah Karya J.k. Rowling Bagian 3


Mereka senang sekali. Nenek sampai menangis saking senangnya. Dan kalian seharusnya melihat wajah mereka waktu aku masuk-soalnya mereka tidak mengira aku punya kekuatan sihir untuk bisa masuk lagi. Kakek Algie puas sekali, sehingga dia membelikan aku katakku itu."
Di sisi l ain Harry, Percy Weasley dan Hermione membicarakan pelajaran ("Kuharap mereka langsung memulai pelajaran, banyak sekali yang harus dipelajari. Aku terutama tertarik pada Transfigurasi, tahu kan, mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Tentu saja ini sulit sekali...",
"Mulainya kecil-kecil dulu, korek api jadi jarum dan semacamnya...").
Harry, yang mulai merasa hangat dan mengantuk, menatap Meja Tinggi lagi. Hagrid sedang asyik minum dari pialanya.
Profesor McGonagall sedang bicara dengan
Profesor Dumbledore. Profesor Quirrell, dengan turbannya yang ajaib, sedang bicara pada guru berambut hitam berminyak, dengan hidung bengkok dan kulit pucat.
Kejadiannya tiba-tiba sekali. Si guru berhidung bengkok memandang melewati turban Quirrell langsung ke mata Harry- dan rasa sakit yang perih dan panas menerpa bekas luka di dahi Harry.
"Ouch!" Harry menempelkan tangan di dahinya.
"Ada apa"" tanya Percy.
"Ti-tidak ada apa-apa."
Rasa sakit itu lenyap sama cepatnya dengan datangnya. Yang lebih sulit dihilangkan adalah perasaan yang didapat Harry dari pandangan guru tadi-perasaan bahwa dia sama sekali tidak menyukai Harry.
"Siapakah guru yang sedang bicara dengan Profesor Quirrell"" Harry bertanya kepada Percy.
"Oh, kau sudah kenal Quirrell, ya" Tidak heran dia kelihatan begitu gelisah, itu Profesor Snape. Dia mengajar Ramuan, tetapi sebetulnya tidak mau-semua orang tahu dia menginginkan jabatan Quirrell. Si Snape itu tahu banyak tentang Sihir Hitam."
Selama beberapa waktu Harry mengawasi Snape, tetapi Snape tidak memandangnya lagi. Akhirnya makanan penutup juga lenyap dan Profesor Dumbledore berdiri lagi. Aula langsung senyap.
"Ehem-cuma beberapa patah kata lagi setelah kita kenyang makan dan minum. Ada beberapa pengumuman awal tahun ajaran yang akan kusampaikan."
"Murid-murid kelas satu harus tahu bahwa hutan di sekeliling halaman itu terlarang untuk dimasuki bagi siapa saja. Dan beberapa murid kelas lebih tinggi sebaiknya juga ingat ini."
Mata Dumbledore yang bersinar terarah kepada si kembar Weasley.
"Aku juga diminta oleh Mr Filch, penjaga sekolah, untuk mengingatkan kalian semua, bahwa sihir tak boleh digunakan pada saat pergantian kelas di koridor-koridor.
"Pemilihan pemain Quidditch akan diadakan pada minggu kedua semester ini. Siapa saja yang berminat bermain untuk tim asramanya, silakan menghubungi Madam Hooch.
"Dan yang terakhir, aku harus menyampaikan kepada kalian bahwa tahun ini, koridor lantai tiga sebelah kanan sebaiknya dihindari oleh mereka yang tak ingin mati penuh penderitaan."
Harry tertawa, tetapi dia hanya salah satu dari sedikit yang tertawa. "Dia tidak serius, kan"" dia bergumam kepada Percy.
"Serius," kata Percy, seraya mengerutkan kening memandang Dumbledore. "Aneh, karena biasanya dia memberi kita alasan kenapa kita tidak boleh masuk ke tempat tertentu-hutan itu penuh binatang berbahaya, semua tahu itu. Menurut aku paling tidak seharusnya dia memberi tahu para Prefek."
"Dan sekarang, sebelum kita tidur, marilah menyanyikan lagu sekolah kita!" seru Dumbledore. Harry memperhatikan bahwa guru-guru lainnya semua tersenyum.
Dumbledore menjentik tongkatnya, seakan berusaha mengusir lalat dari ujungnya, dan sehelai pita emas panjang melayang keluar dari tongkat itu, terbang tinggi di atas meja-meja, lalu meliuk-liuk membentuk kata-kata.
"Masing-masing pilih nada favoritnya," kata Dumbledore,
"dan kita mulai!"
Dan nyanyian pun membahana:
"Hogwarts, Hogwarts, Hoggy Warty Howgwarts, Ajarilah kawi sesuatu, Biar kami tua dan botak Atau muda dan masih lugu, Kepala kami kosong melompong Masih perlu banyak diisi, Dengan Hal-hal menarik dan berguna, Agar kami jadi orang yang berarti, Ingatkanlah kembali hal-hal yang telah kami lupakan, Dan ajarilah kami segala yang perlu kami ketahui, Bimbinglah kami sebaik-baiknya, Kami akan belajar sepenuh hati."
Masih-masing mengakhiri lagu ini pada saat yang berlainan. Akhirnya hanya tinggal si kembar Weasly yang menyanyikannya dengan gaya mars pemakaman yang amat lambat. Dumbledore bertindak sebagai dirigen, memimpin baris-baris terakhir nyanyian mereka dengan tongkatnya, dan ketika
mereka selesai bernyanyi, Dumbledore adalah salah satu dari mereka yang bertepuk tangan paling keras.
"Ah, musik," katanya seraya menyeka matanya. "Lebih magis dari segala yang kita pelajari di sini! Dan sekarang, waktunya tidur! Berangkat!"
Murid-murid kelas satu Gryffindor mengikuti Percy menembus kerumunan yang ramai mengobrol, meninggalkan Aula Besar dan menaiki tangga pualam. Kaki Harry terasa berat seperti timah lagi, tapi kali ini karena dia lelah sekali dan kekenyangan. Dia sudah sangat mengantuk sehingga tidak memperhatikan orang-orang dalam lukisan yang tergantung di sepanjang koridor berbisik-bisik dan menunjuk-nunjuk saat mereka lewat, atau bahwa Percy membawa mereka melewati pintu yang tersembunyi di balik panel sorong dan permadani hiasan dinding. Mereka menaiki lebih banyak tangga lagi, menguap dan menyeret kaki-kaki mereka, dan Harry baru bertanya-tanya dalam hati berapa jauh lagi yang harus mereka tempuh, ketika mendadak mereka berhenti.
Seikat tongkat melayang-layang di depan mereka dan ketika Percy melangkah maju, tongkat-tongkat itu melayang membenturnya.
"Peeves," Percy berbisik kepada anak-anak kelas satu. "Hantu jail." Dia mengeraskan suaranya, "Peeves-perlihatkan dirimu."
Terdengar bunyi keras tidak sopan, seperti udara yang dikeluarkan dari balon. "Kau ingin kupanggilkan Baron Berdarah""
Terdengar bunyi pop dan sesosok laki-laki kecil, dengan mata nakal berwarna kelam dan mulut lebar, muncul, melayang bersila di udara, memegangi tongkat-tongkat tadi.
"Oooooooh!" katanya sambil tertawa nakal. "Kelas satu!
Asyik!" Mendadak dia menyambar ke arah mereka. Anak-anak menunduk. "Enyah kau, Peeves. Kalau tidak si Baron akan dengar tentang semua ini. Betul!" bentak Percy.
Peeves menjulurkan lidah dan menghilang, menjatuhkan tongkat-tongkat itu ke kepala Neville. Mereka mendengarnya meluncur pergi, menyenggol baju-baju zirah sampai berkelontangan.
"Kalian harus berhati-hati terhadap Peeves," kata Percy, ketika mereka melanjutkan perjalanan lagi. "Si Baron Berdarah-lah satu-satunya yang bisa mengontrolnya. Dia bahkan tak mau mendengarkan kami, para Prefek. Nah, kita sampai."
Di ujung koridor tergantung lukisan wanita amat gemuk memakai gaun merah jambu. "Kata kunci"" katanya.
"Caput Draconis," jawab Percy dan lukisan itu mengayun ke depan. Ternyata di dinding di belakangnya ada lubang. Mereka semua masuk melewati lubang itu-Neville perlu didorongdan tiba-tiba sudah berada di ruang rekreasi Gryffindor, ruangan bundar nyaman penuh sofa empuk.
Percy menyuruh anak-anak perempuan melewati satu pintu menuju ke kamar tidur mereka, dan anak laki-laki lewat pintu yang lain. Di puncak tangga melingkar-jelas mereka berada di salah satu menara-akhirnya mereka menemukan tempat tidur mereka: lima tempat tidur besar dengan kelambu beludru merah tua. Koper-koper mereka sudah dibawa naik. Sudah terlalu lelah untuk mengobrol mereka memakai piama dan langsung rebah di tempat tidur.
"Makanannya enak sekali, ya"" gumam Ron kepada Harry dari balik kelambu. "Minggir, Scabbers. Dia menggerigiti sepraiku."
Harry mau bertanya kepada Ron kalau-kalau dia tadi makan kue tar karamel, tetapi keburu tertidur.
Mungkin Harry makan agak terlalu banyak, karena dia bermimpi aneh sekali. Dia memakai turban Profesor Quirrell, yang terus berbicara kepadanya, menyuruhnya segera pindah ke Slytherin, karena sudah takdirnya begitu. Harry berkata kepada si turban dia tidak mau pindah ke Slytherin. Turban itu makin lama menjadi makin berat. Dicobanya menariknya, tetapi si turban melilitnya semakin ketat sampai kepalanya sakit-dan ada Malfoy, menertawakannya sementara dia berkutat dengan si turban-kemudian Malfoy berubah menjadi si guru berhidung bengkok, Snape, yang tawanya melengking dan dingin-ada buncahan cahaya hijau dan Harry terbangun, berkeringat dan gemetar.
Dia membalikkan tubuh dan langsung tertidur lagi, dan ketika terbangun keesokan paginya, dia sama sekali tak ingat lagi mimpinya.
8 AHLI RAMUAN "LIHAT, itu dia!" "Mana""
"Disebelah anak jangkung berambut merah." "Yang pakai kacamata"" "Kau lihat wajahnya"" "Kau lihat bekas lukanya""
Bis ik-bisik terus mengikuti Harry begitu dia meninggalkan asramanya esok harinya. Anak-anak yang sedang antre di depan ruang-ruang kelas berjingkat untuk bisa melihatnya, atau berjalan balik di koridor agar bisa berpapasan lagi
dengannya, lalu menatapnya. Harry ingin sekali mereka tidak begitu, karena dia harus berkonsentrasi untuk menemukan kelasnya.
Ada seratus empat puluh dua tangga di Hogwarts: ada yang lebar, landai, sempit, berkeriat-keriut, tangga yang menuju tempat berbeda setiap hari Jumat, beberapa lagi dengan satu anak tangga yang hilang di tengahnya, sehingga kau harus ingat untuk melompat. Kemudian ada lagi pintu-pintu yang tidak mau membuka kalau kau tidak memintanya dengan sopan, atau menggelitiknya pada tempat yang benar, dan pintu-pintu yang sebenarnya bukan pintu, melainkan dinding tebal yang cuma pura-pura jadi pintu. Juga sangat sulit untuk mengingat benda
apa ada di mana, karena segalanya tampaknya pindah-pindah terus. Orang-orang dalam lukisan tak hentinya saling mengunjungi dan Harry yakin baju-baju zirah itu bisa berjalan.
Para hantu juga tidak membantu. Sungguh mengagetkan jika salah satu dari mereka mendadak melayang menembus pintu yang belum berhasil kaubuka. Nick si Kepala-Nyaris-Putus selalu dengan senang hati menunjukkan arah yang benar kepada murid-murid baru Gryffindor, tetapi Peeves si hantu jail akan menyesatkanmu ke dua pintu terkunci dan tangga tipuan saat kau sudah terlambat untuk pelajaran berikutnya. Dia akan menjatuhkan keranjang-keranjang sampah ke atas kepalamu, menarik karpet dari bawah kakimu, melemparimu dengan potonganpotongan kapur atau diam-diam tanpa menampakkan diri menyelinap di belakangmu, memencet hidungmu, dan menjerit, "KETANGKAP KAU!"
Yang lebih gawat lagi dari Peeves, kalau itu mung-kin, adalah si penjaga sekolah, Argus Filch. Harry dan Ron tanpa sengaja membuatnya marah pada pagi pertama mereka. Filch memergoki mereka sedang memaksa memasuki pintu yang sialnya ternyata menuju ke koridor terlarang di lantai tiga. Filch tidak percaya mereka tersesat. Dia yakin mereka mencoba mendobrak pintu itu dengan sengaja dan sedang mengancam akan mengurung mereka di bawah tanah, ketika kebetulan Profesor Quirrell lewat dan menyelamatkan mereka.
Filch mempunyai kucing bernama Mrs Norris, kucing kurus berbulu abu-abu kecokelatan, dengan mata menonjol bersorot tajam seperti lampu, persis seperti mata Filch sendiri. Mrs Norris berpatroli di koridor-koridor sendirian. Cobalah langgar satu peraturan saja di depannya, kalau salah satu jari kakimu saja melanggar garis batas, dia akan langsung memanggil Filch, yang akan muncul dua detik kemudian dengan mendesah-desah.
Filch tahu lorong-lorong rahasia di sekolah lebih daripada siapa pun (kecuali mungkin si kembar Weasley) dan bisa muncul sama mendadaknya dengan hantu mana pun. Semua anak
membencinya dan diam-diam banyak sekali yang berambisi menendang Mrs Norris.
Dan, kalau kelasmu sudah ketemu, kau masih harus menghadapi berbagai mata pelajaran sihir. Ternyata sihir jauh lebih rumit, seperti yang kemudian Harry ketahui, daripada sekadar melambaikan tongkat sihirmu dan mengucapkan katakata aneh.
Mereka harus mempelajari langit malam lewat teleskop mereka pada tengah malam dan mempelajari nama berbagai bintang dan pergerakan planet-planet. Tiga kali dalam seminggu mereka mengunjungi rumah-rumah kaca di belakang kastil untuk mempelajari Herbologi-ilmu tanaman obat-di bawah asuhan wanita penyihir gemuk-pendek bernama Profesor Sprout. Di tempat itu mereka belajar bagaimana merawat semua tanaman dan jamur-jamur aneh dan apa kegunaannya.
Jelas yang paling membosankan adalah Sejarah Sihir, satusatunya pelajaran yang pengajarnya adalah hantu. Profesor Binns memang sudah tua sekali ketika dia tertidur di depan perapian di ruang guru dan bangun keesokan paginya untuk mengajar, dengan meninggalkan tubuhnya. Binns mengoceh terus dengan amat membosankan sementara mereka mencatat nama dan tanggal-tanggal dan bingung sendiri sehingga tertukartukar antara Emeric si Jahat dan Uric si Aneh.
Profesor Flitwick, guru Jimat dan Guna-guna adalah penyihir kecil mu
ngil yang harus berdiri di atas setumpuk buku agar bisa menatap melewati mejanya. Pada awal pelajaran pertama mereka, Profesor Flitwick mengambil daftar absen, dan ketika sampai ke nama Harry dia memekik penuh semangat dan terjungkal lenyap dari pandangan.
Profesor McGonagall lain lagi. Harry betul berpendapat jangan sampai membuatnya marah. Disiplin dan pandai, dia langsung memperingatkan muridmuridnya begitu mereka duduk untuk mengikuti pelajarannya yang pertama.
"Transfigurasi adalah salah satu ilmu sihir yang paling rumit dan paling berbahaya yang akan kalian pelajari di Hogwarts,"
katanya. "Siapa pun yang mengacau di kelas akan dikeluarkan dan tidak boleh ikut lagi. Kalian sudah diperingatkan."
Kemudian dia mengubah mejanya menjadi babi dan menjadi meja lagi. Anak-anak semua sangat kagum dan tak sabar ingin memulai, tetapi segera menyadari bahwa masih lama lagi sebelum mereka bisa mengubah perabot menjadi binatang.
Sesudah membuat banyak catatan yang rumit, masing-masing diberi sebatang korek api dan mulai mencoba mengubahnya menjadi jarum. Pada akhir pelajaran, hanya Hermione Granger yang berhasil membuat perubahan pada
korek apinya. Profesor McGonagall menunjukkan pada seluruh kelas bagaimana korek api Hermione menjadi keperakan dan tajam dan melayangkan senyum langkanya kepada Hermione.
Pelajaran yang ditunggu-tunggu semua anak adalah Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, tetapi pelajaran Quirrell ternyata kesannya main-main. Ruang kelasnya sangat berbau bawang putih, yang kata semua orang untuk mengusir vampir yang pernah ditemuinya di Rumania dan Quirrell takut si vampir akan datang untuk menyerangnya setiap saat.
Turbannya, dia memberitahu anak-anak, dihadiahkan kepadanya oleh se-orang pangeran Afrika, sebagai ucapan terima kasih atas jasanya mengusir zombie yang merepotkan, tetapi anak-anak tidak begitu mempercayai cerita ini. Soalnya, ketika Seamus Finnigan dengan bersemangat bertanya bagaimana Quirrell melawan zombie itu, wajah Quirrell langsung merah dan dia mulai bicara tentang cuaca. Lagi pula, anak-anak mencium bau aneh di sekitar turban itu dan si kembar Weasley ngotot turban itu penuh bawang putih juga, sehingga Quirrell terlindungi ke mana pun dia pergi.
Harry lega sekali ketika ternyata dia tidak ketinggalan pelajaran dari teman-temannya. Banyak anak lain yang juga berasal dari keluarga Muggle dan, seperti dia, sebelumnya tidak tahu sama sekali bahwa mereka sebetulnya penyihir. Banyak sekali yang harus dipelajari sehingga bahkan anak-anak seperti Ron pun tidak jauh lebih maju daripada yang lain.
Hari Jumat adalah hari penting untuk Harry dan Ron.
Mereka akhirnya berhasil menemukan jalan ke Aula Besar untuk sarapan tanpa tersesat.
"Apa pelajaran kita hari ini"" Harry bertanya kepada Ron sementara dia menuangkan gula ke buburnya.
"Ramuan, dua jam pelajaran, bersama anak-anak Slytherin,"
kata Ron. "Snape kepala Asrama Slytherin. Orang-orang bilang dia pilih kasih dan anak-anak Slytherin selalu jadi anak emasnya-kita lihat saja nanti, apakah betul begitu."
"Mudah-mudahan saja kita jadi anak emas McGonagall,"
kata Harry. Profesor McGonagall adalah kepala Asrama Gryffindor, tetapi dia tetap saja memberi mereka banyak sekali PR hari sebelumnya.
Saat itu pos tiba. Sekarang Harry sudah terbiasa dengan itu, tetapi pada pagi pertama menyaksikan pos datang, Harry sedikit shock juga, karena kira-kira seratus burung hantu tiba-tiba saja meluncur masuk ke dalam Aula Besar ketika mereka sedang sarapan, mengitari meja-meja sampai mereka melihat pemilik mereka dan menjatuhkan surat atau paket ke pangkuan mereka.
Sejauh ini Hedwig belum pernah membawakan apa-apa untuk Harry. Burung hantu betina itu kadangkadang terbang masuk untuk mematuk-matuk telinga Harry dan makan sedikit roti panggang sebelum pergi tidur di kandang burung hantu bersama burungburung hantu sekolah lainnya. Tetapi pagi ini, dia melayang turun di antara selai dan mangkuk gula dan menjatuhkan surat ke atas piring Harry. Harry segera merobek amplopnya.
13ai r I ia iry, (tul i sarinya jelek setol i}
Aku tahu kau bd"as setiap.Iunia: sore. .)ad, ma jkah
kau dat ang (ia n mimuii reli tersajiku sekitar pukul
tiga" Aku i ngr mendengar sesalainya tenUing mmggu
peria ma ctiu. K.i ri m balasan le\va r. I i"ivii g,
1 Eagid Harry meminjam pena bulu milik Ron, menulis "Ya, dengan senang hati, sampai ketemu" di belakang surat itu dan melepas Hedwig lagi.
Untunglah Harry akan minum teh dengan Hagrid, sehingga ada sesuatu yang bisa dinantinya dengan senang, sebab pelajaran Ramuan ternyata menjadi hal paling buruk yang sejauh ini terjadi.
Dalam acara pesta awal semester, Harry merasa Profesor Snape tidak menyukainya. Pada akhir pelajaran pertama Ramuan, Harry tahu dia keliru, Profesor Snape bukan tidak menyukainya-dia membencinya.
Pelajaran Ramuan berlangsung di salah satu ruang bawah tanah. Di sini hawanya lebih dingin daripada di kastil di atas dan ruang itu sendiri sudah cukup menyeramkan tanpa binatang-binatang diawetkan yang mengapung di dalam tabung-tabung gelas yang berjajar di sepanjang dinding.
Snape, seperti Flitwick, memulai pelajaran dengan mengambil daftar absen, dan seperti Flitwick juga, dia terhenti ketika tiba pada nama Harry.
"Ah, ya," katanya pelan. "Harry Potter. Selebriti baru kita."
Draco Malfoy dan kamerad-kameradnya, Crabbe dan Goyle, menjengek di balik tangan mereka. Snape selesai mengabsen dan memandang murid-muridnya. Matanya hitam seperti mata Hagrid, tetapi tidak memiliki kehangatan seperti Hagrid. Mata itu dingin dan kosong, dan membuatmu teringat akan lorong gelap.
"Kalian berada di sini untuk mempelajari ilmu rumit dan seni membuat ramuan," katanya memulai. Suaranya tak lebih daripada bisikan, tetapi anak-anak menangkap semua kata yang diucapkannya-seperti Profesor McGonagall, Snape punya kelebihan bisa tanpa susah payah membuat seluruh murid di kelasnya menyimak. "Karena tak banyak kibasan tongkat yang konyol di sini, banyak di antara kalian akan susah percaya ini sihir. Aku tidak berharap kalian benar-benar bisa menghayati keindahan isi kuali yang menggelegak lembut dengan asapnya yang menguar, kekuatan halus cairan-cairan yang merayap merasuki nadi manusia, menyihir pikiran, menjerat akal sehat...
Aku bisa mengajar kalian bagaimana membotolkan kepopuleran, merebus kejayaan, menyumbat kematian-kalau kalian bukan kepala-kepala kosong seperti anak-anak lain yang biasa kuajar."
Kesunyian menyusul pidato pendek ini. Harry dan Ron bertukar pandang dengan alis terangkat. Hermione Granger sudah duduk di tepi tempat duduknya dan kelihatan ingin sekali membuktikan bahwa dia bukan kepala kosong.
"Potter!" kata Snape tiba-tiba. "Apa yang kudapat jika aku menambahkan bubuk akar asphodel ke cairan wormwood""
Bubuk apa ke cairan apa" Harry melirik Ron, yang tampak sama begonya seperti dia. Tangan Hermione sudah teracung ke atas.
"Saya tidak tahu, Sir," kata Harry. Bibir Snape meliuk menjadi cibiran. "Wah, wah-terkenal jelas bukan segalanya." Snape mengabaikan tangan Hermione.
"Kita coba lagi, Potter. Di mana kau akan mencari jika kusuruh kau mengambilkan bezoar untukku""
Hermione menjulurkan tangannya setinggi mungkin tanpa dia berdiri dari tempat duduknya, tetapi Harry sama sekali tidak tahu apa itu bezoar. Dicobanya tidak memandang Malfoy, Crabbe, dan Goyle, yang tertawa terbahak-bahak.
"Saya tidak tahu, Sir." "Rupanya kau tidak berminat membuka-buka bukumu sebelum datang ke sini, eh, Potter""
Harry berusaha tetap menatap mata dingin itu. Dia sudah membaca-baca bukunya sewaktu masih tinggal bersama keluarga
Dursley, tetapi apakah Snape mengharapnya
mengingat segalanya dalam buku Seribu Satu Tanaman dan Jamur Gaib" Snape masih tetap mengabaikan tangan Hermione yang bergetar. "Apa bedanya, Potter, monkshood dan wolfsbane""
Mendengar ini Hermione berdiri, tangannya mengacung ke langit-langit kelas bawah tanah.
"Saya tidak tahu," jawab Harry pelan. "Tapi saya rasa Hermione tahu, kenapa Anda tidak menanyainya saja""
Beberapa anak tertawa. Harry bertatapan dengan Seamus.
Seamus mengedipkan mata. Tetapi Snape tidak senang.
"Duduk," dia membentak Hermione. "Agar kau tahu, Potter, campuran asphodel dan wormwood menghasilkan obat tidur yang kuat sekali sehingga disebut Tegukan H
idup Bagai Mati. Bezoar adalah batu yang diambil dari perut kambing dan bisa menyelamatkanmu dari hampir semua racun. Sedangkan monkshood dan wolfsbane sebetulnya tanaman yang sama,
yang juga disebut aconite. Nah" Kenapa kalian tidak ada yang mencatat""
Mendadak semua buru-buru mengeluarkan pena bulu dan perkamen. Mengatasi bunyi itu, Snape berkata, "Satu angka akan dikurangi dari Gryffindor, karena ketidakmampuanmu, Potter."
Keadaan tidak bertambah baik untuk Gryffindor ketika pelajaran Ramuan dilanjutkan. Snape membagi mereka berpasangan dan menyuruh mereka mencampur ramuan sederhana untuk mengobati bisul. Dia berkeliling kelas, jubah hitamnya melambai, mengawasi mereka menimbang j elatang kering dan bubuk taring ular, mengkritik nyaris semua
anak, kecuali Malfoy yang kelihatannya disukainya. Dia sedang menyuruh semua anak melihat cara sempurna Malfoy merebus siput bertanduknya, ketika asap hijau berbau asam dan suara desis keras memenuhi kelas bawah tanah itu. Entah bagaimana Neville membuat kuali Seamus leleh menjadi gumpalan peyat-peyot dan ramuan mereka tumpah merembes di lantai batu, membuat sol-sol sepatu berlubang. Dalam beberapa detik saja, semua anak sudah berdiri di atas kursi mereka, sementara Neville, yang tersiram ramuan ketika kuali Seamus meleleh, mengerang kesakitan bersamaan dengan bermunculannya bisul-bisul kemerahan di seluruh lengan dan kakinya.
"Anak idiot!" sembur Snape seraya membersihkan ramuan yang tumpah dengan sekali lambaian tongkatnya. "Pasti kautambahkan duri-duri landak sebelum kualinya diangkat dari atas api, kan""
Neville merintih sementara bisul mulai bermunculan di hidungnya.
"Bawa ke rumah sakit," Snape membentak Seamus.
Kemudian dia berbalik menghadapi Harry dan Ron, yang tadi bekerja di sebelah Neville.
"Kau-Potter-kenapa kau tidak melarang dia menambahkan duri-duri landak itu" Kaupikir kau akan kelihatan pintar kalau dia salah, begitu, ya" Kau mengurangi nilai Gryffindor satu lagi."
Ini sungguh tidak adil, Harry sudah membuka mulut untuk membantah, tetapi Ron menendangnya di balik kuali mereka.
"Jangan memaksa," gumamnya. "Aku sudah dengar Snape bisa menjadi sangat jahat."
Ketika mereka menaiki tangga meninggalkan ruang bawah tanah satu jam kemudian, pikiran Harry kacau dan semangatnya merosot. Dia telah membuat Gryffindor kehilangan dua angka dalam minggu pertamanya saja- kenapa Snape begitu membencinya"
"Jangan sedih begitu," kata Ron. "Snape selalu mengurangi angka dari Fred dan George. Boleh aku ikut menemui Hagrid""
Pukul tiga kurang lima menit mereka meninggalkan kastil dan menyeberang halaman. Hagrid tinggal di dalam rumah papan kecil di tepi Hutan Terlarang. Sebuah busur model kuno dan sepasang sepatu-luar karet ada di depan pintu.
Ketika Harry mengetuk, mereka mendengar garukan kaki dan gonggongan keras. Kemudian suara Hagrid membahana,
"Mundur, Fang-mundur."
Wajah Hagrid yang besar berbulu muncul di celah selagi dia membuka pintu. "Tunggu," katanya. "Mundur, Fang."
Hagrid menyuruh mereka masuk, seraya memegangi tengkuk anjing hitam raksasa.
Hanya ada satu ruangan di dalam. Daging-daging panggang bergantungan dari langit-langit, ada ceret tembaga dengan air mendidih di atas perapian terbuka, dan di sudut ada tempat tidur besar dengan quilt kain perca terhampar di atasnya,
"Anggap saja rumah sendiri," kata Hagrid, sambil melepas Fang yang langsung melompat mendekati Ron dan menjilati telinganya. Seperti Hagrid, Fang rupanya tidak segarang penampilannya.
"Ini Ron," Harry memberitahu Hagrid yang sedang menuang air mendidih ke dalam teko teh besar dan menaruh kue bolu keras di atas piring.
"Weasley lagi, eh"" kata Hagrid, melirik bintikbintik di wajah Ron. "Kuhabiskan separo hidupku mengejar kakak kembarmu agar jauh-jauh dari Hutan."
Bolu keras itu nyaris mematahkan gigi mereka, tetapi Harry dan Ron berpura-pura menikmatinya sementara mereka menceritakan kepada Hagrid tentang pelajaran-pelajaran pertama mereka. Fang meletakkan kepala di atas lutut Harry dan liurnya berleleran di jubah Harry.
Harry dan Ron senang mendengar Hagrid menyebut Filch "si bandot tua".
"Sedangkan si k ucing, Mrs Norris, ingin sekali aku mempertemukannya dengan Fang. Tahukah kalian, setiap kali aku ke sekolah, dia selalu mengikutiku ke mana-mana" Aku tak bisa mengusirnya. Pasti disuruh Filch."
Harry menceritakan kepada Hagrid pelajaran Snape. Hagrid, seperti Ron, menasihati Harry agar tidak mencemaskan hal itu.
Snape memang tak menyukai hampir semua murid. "Tetapi dia kelihatannya benar-benar membenciku."
"Omong kosong!" kata Hagrid. "Kenapa dia harus benci padamu""
Meskipun demikian, Harry tak bisa membuang pikiran bahwa rasanya Hagrid tidak menatap matanya ketika mengatakan itu.
"Bagaimana kakakmu Charlie"" Hagrid bertanya kepada Ron, "Aku suka sekali padanya-hebat cara dia menangani binatang."
Harry bertanya-tanya dalam hati apakah Hagrid sengaja membelokkan pembicaraan. Sementara Ron bercerita kepada Hagrid tentang pekerjaan Charlie menangani naga, Harry memungut secarik kertas yang tergeletak di atas meja di bawah tatakan teh. Rupanya itu potongan artikel dari Daily Prophet.
FEK KLM EjANG AN Tli K A K H E H F BM BO 00 LA .N G JU NGO 11S
Penyelidikan (entan^ penibubdan GriiiKmUs yan& ("jadi tanggal 31 Juli Ealu masih duenu*an. Khalayak luas berpaidapal pemtJObolain teraebsit dilakiikan oleh penyihir tiium yang tak difccnsL
Para goblin GringJLis hari ini menyalakan bah^ lak ada barang yang dicuri. Ruangan besi yang dibongkar itu telah diko^gkan wteluirinya, paria tiari itu juga.
"TVtapt kami tidak akan mrnibtTEtabukan apa yang ada di sana. Jadi, lebih baik jangan ikut campur kalau Andil 1ahu terbaik untuk Ajida," demikian menurut goblin ^uiu bicara CIriiigoCts sore ini.
Harry ingat Ron memberitahunya di kereta api bahwa ada orang yang mencoba merampok Gringotts, tetapi Ron tidak menyebutkan tanggalnya.
"Hagrid!" kata Harry. "Pembobolan Gringotts terjadi pada hari ulang tahunku! Jangan-jangan terjadi waktu kita ada di sana!"
Tak ada keraguan lagi, Hagrid jelas-jelas tak berani menatap Harry kali ini. Dia cuma menggumam tak jelas dan menawari
Harry bolu keras lagi. Harry membaca berita itu lagi. Ruangan besi yang dibongkar itu telah dikosongkan sebelumnya, pada hari itu juga.
Hagrid telah mengosongkan ruangan besi nomor tujuh ratus tiga belas, kalau mengeluarkan bungkusan kumal itu bisa disebut mengosongkan. Apakah bungkusan itu yang dicari para pencuri"
Selagi Harry dan Ron berjalan kembali ke kastil untuk makan malam, dengan kantong berat berisi bolu keras yang demi kesopanan tak bisa mereka tolak, Harry berpikir bahwa sejauh ini tak satu pun pelajaran yang sudah diterimanya membuatnya begini banyak berpikir seperti acara minum teh bersama Hagrid.
Apakah kebetulan Hagrid mengeluarkan bungkusan itu tepat pada waktunya" Di manakah bungkusan itu sekarang" Dan apakah Hagrid tahu sesuatu tentang Snape yang tak ingin disampaikannya kepada Harry"
* * * 9 DUEL TENGAH MALAM HARRY tak pernah menduga akan bertemu anak lain yang lebih dibencinya daripada Dudley, tetapi itu sebelum dia bertemu Draco Malfoy. Untunglah anak kelas satu Gryffindor hanya bersama anak-anak Slytherin pada pelajaran Ramuan saja, maka mereka tak perlu sering-sering bertemu Malfoy. Atau paling tidak, begitulah adanya sampai mereka melihat pengumuman yang di tempatkan di ruang rekreasi Gryffindor yang membuat mereka semua mengeluh. Pelajaran terbang akan di mulai pada hari kamis, dan Gryffindor serta Slytherin akan belajar bersama-sama.
"Gawat deh," kata Harry muram. "Inilah yang sangat kuinginkan. Kelihatan konyol di atas sapu di depan Malfoy."
Harry sebetulnya sudah tak sabar menunggununggu pelajaran terbang.
"Belum tentu kau kelihatan konyol," kata Ron masuk akal.
"Lagi pula, aku tahu Malfoy selalu menyombong betapa jagonya dia main Quidditch, tapi berani taruhan, pasti itu cuma bualan saja."
Malfoy memang bicara banyak tentang terbang.
Dia mengeluh keras-keras tentang anak-anak kelas satu yang tidak diizinkan masuk tim Quidditch dan menceritakan kisah-kisah panjang penuh kesombongan yang semuanya berakhir dengan dirinya nyaris bertabrakan dengan helikopter. Tapi Malfoy bukan satusatunya yang bercerita tentang terbang. Kalau mendengar cerita Seamus Fin
nigan, kita membayangkan dia telah melewatkan masa kanak-kanaknya dengan meluncur berkeliling daerah pedesaan di atas sapu terbangnya. Bahkan Ron akan memberitahu semua orang yang mau mendengarkan, kisah waktu dia nyaris menabrak hang-glider dengan sapu tua Charlie. Semua anak yang berasal dari keluarga penyihir tak henti-hentinya bicara tentang Quidditch. Ron malah sudah bertengkar hebat dengan Dean Thomas, yang tinggal seasrama dengan mereka, tentang sepak bola. Ron sama sekali tidak bisa memahami apa serunya permainan dengan hanya satu bola sementara pemainnya tak diizinkan terbang. Harry pernah memergoki Ron menyodok-nyodok poster tim sepak bola West Ham milik Dean dengan jarinya, mencoba membuat pemainnya bergerak.
Neville belum pernah naik sapu, karena neneknya tidak mengizinkannya berada dekat-dekat sapu. Dalam hati Harry berpendapat pantaslah nenek Neville memutuskan begitu, karena berada di darat dengan dua kaki pun Neville bisa mengalami berbagai kecelakaan aneh.
Hermione Granger sama cemasnya dengan Neville dalam hal terbang. Ini pelajaran yang tak bisa dihafalkan ataupun dipelajari dari buku-tapi bukan berarti dia tak pernah mencobanya. Saat sarapan pada hari Kamis pagi, dia membuat mereka semua bosan sekali dengan tips-tips terbang yang didapatnya dari buku perpustakaan berjudul Quidditch dari Masa ke Masa. Neville mendengarkan dengan tekun, dia ingin sekali memperoleh apa pun yang bisa membantunya bertahan di sapunya nanti, tetapi anak-anak lain sangat senang ketika kuliah Hermione terputus oleh datangnya pos.
Harry belum pernah mendapatkan surat lain setelah surat pendek Hagrid. Ini langsung menarik perhatian Malfoy tentu saja. Burung hantu elang Malfoy selalu membawakan bungkusan permen dari rumah untuknya, yang dibukanya dengan penuh gaya di meja Slytherin.
Seekor burung hantu serak membawakan bungkusan kecil untuk Neville dari neneknya. Neville membukanya dengan bersemangat dan menunjukkan bola kaca sebesar kelereng besar, yang kelihatannya penuh asap putih.
"Ini Remembrall-bola ingat-semua!" dia menjelaskan.
"Nenek tahu aku sering lupa-bola ini memberitahu kita kalau ada sesuatu yang kita lupa melakukannya. Lihat, pegang eraterat seperti ini dan kalau dia berubah merah-oh...." Wajah Neville panik karena Remembrall itu mendadak saja menyala merah, "... berarti kau melupakan sesuatu...."
Neville sedang berusaha mengingat apa yang dia lupakan ketika Draco Malfoy yang sedang melewati meja Gryffindor, menyambar bola itu dari tangannya.
Harry dan Ron langsung melompat bangun. Mereka setengah berharap bisa berkelahi dengan Malfoy, tetapi Profesor McGonagall, yang bisa melihat keributan yang akan terjadi lebih cepat dari guru mana pun di seluruh sekolah, dalam sekejap saja sudah berada di sana.
"Ada apa""
"Malfoy mengambil Remembrall saya, Profesor."
Sambil merengut Malfoy cepat-cepat meletakkan kembali Remembrall di atas meja. "Cuma lihat saja kok," katanya, lalu ngeloyor pergi, diikuti Crabbe dan Goyle.
* * * Pukul setengah empat sore itu, Harry Ron, dan anakanak Gryffindor lainnya bergegas menuruni undakan depan menuju halaman untuk ikut pelajaran terbang pertama mereka. Hari itu cerah, dengan angin sepoisepoi dan rerumputan bergoyang di kaki mereka sementara mereka berjalan melintasi halaman landai menuju lapangan yang berhadapan dengan Hutan Terlarang, yang pohon-pohonnya melambai menyeramkan di kejauhan.
Anak-anak Slytherin sudah di sana, begitu juga dua puluh sapu berderet rapi di tanah. Harry sudah pernah mendengar Fred dan George Weasley mengeluhkan sapu-sapu sekolah.
Kata mereka beberapa sapu mulai bergetar jika kau terbang terlalu tinggi, atau ada juga sapu yang selalu agak mengarah ke kiri.
Guru mereka, Madam Hooch, datang. Rambutnya pendek kelabu, dengan mata kuning seperti mata elang. "Nah, apa lagi yang kalian tunggu"" gertaknya. "Semua berdiri di sebelah sapu. Ayo, cepat." Harry melirik sapunya. Sapunya sudah tua dan beberapa helai tali pengikat rantingnya mencuat ke arah yang aneh. "Julurkan tangan kananmu di atas sapu," seru Madam Hooch di depan, "dan katakan, 'Naik!'"
"NAIK!" semua berteriak
. Sapu Harry langsung melompat ke tangannya, tapi sapu itu cuma salah satu dari sedikit yang begitu. Sapu Hermione cuma berguling di tanah, dan sapu Neville malah tidak bergerak sama sekali. Mungkin sapu, seperti halnya kuda, bisa tahu kalau kau takut, pikir Harry. Ada getar di suara Neville yang jelasjelas menunjukkan dia ingin mempertahankan kakinya di tanah.
Madam Hooch kemudian menunjukkan kepada mereka bagaimana menaiki sapu tanpa melorot dari ujungnya, dan dia berjalan mondar-mandir membetulkan pegangan mereka. Harry
dan Ron senang ketika Madam Hooch berkata kepada Malfoy bahwa selama bertahun-tahun dia salah memegang sapunya.
"Kalau aku meniup peluitku, kalian menjejak ke tanah, keraskeras," kata Madam Hooch. "Pegang eraterat sapu kalian, naik kira-kira semeter, kemudian langsung turun lagi dengan cara agak membungkuk ke depan. Perhatikan peluit- tiga-dua..."
Tetapi Neville yang gugup dan cemas, dan takut ketinggalan, menjejak keras-keras sebelum peluit menyentuh bibir Madam Hooch.
"Kembali!" teriak Madam Hooch, tetapi Neville meluncur ke atas seperti gabus yang terlempar dari botol... tiga meter... enam meter. Harry melihat wajah Neville yang pucat ketakutan memandang ke tanah yang semakin menjauh, melihatnya terperangah kaget, tergelincir dari sapunya dan...
BLUG... Krak... Neville jatuh tengkurap di atas rerumputan.
Sapunya masih terus naik makin lama makin tinggi dan mulai melayang menuju Hutan Terlarang, sampai akhirnya lenyap dari pandangan.
Madam Hooch membungkuk di atas Neville, wajahnya sama pucatnya dengan wajah Neville.
"Pergelangan tangannya patah," Harry mendengar Madam Hooch bergumam. "Ayo, Nak-tidak apaapa, bangunlah." Dia berbalik menghadap murid-murid lainnya.
"Tak seorang pun dari kalian boleh bergerak sementara aku membawa anak ini ke rumah sakit. Biarkan sapu-sapu itu di tanah, kalau tidak, kalian akan dikeluarkan dari Hogwarts sebelum kalian sempat mengucapkan 'Quidditch'. Ayo, Nak."
Neville, wajahnya dibanjiri air mata, memegangi pergelangan tangannya, berjalan terpincang-pincang dalam pelukan Madam Hooch.
Begitu mereka mulai menjauh, Malfoy terbahak. "Kalian lihat wajahnya yang bloon"" Anak-anak Slytherin lainnya ikut tertawa. "Diam kau, Malfoy," tukas Parvati Patil.
"Ooh, membela Longbottom"" komentar Pansy Parkinson, anak perempuan bertampang galak dari Slytherin. "Tak kusangka ternyata kau suka model gemuk cengeng macam begitu, Parvati."
"Lihat!" kata Malfoy. ia melompat ke depan dan menyambar sesuatu dari rerumputan. "Bola jelek kiriman nenek si Longbottom."
Remembrall di tangan Malfoy berkilau ditimpa cahaya matahari. "Bawa ke sini, Malfoy," kata Harry tenang. Semua berhenti bicara untuk menonton.
Malfoy menyeringai menyebalkan.
"Bawa ke sini!" Harry berteriak, tetapi Malfoy sudah melompat ke atas sapunya dan meluncur naik. Dia tidak bohong, dia bisa terbang dengan baik-sambil melayang setinggi dahan-dahan paling atas pohon ek, dia berseru, "Ambil sendiri nih, Potter!"
Harry menjambret sapunya.
"Jangan!" jerit Hermione Granger. "Madam Hooch melarang kita bergerak-kalian akan menyulitkan kita semua."
Harry mengabaikannya. Telinganya berdengung. Dia menaiki sapunya dan menjejak tanah keras-keras, dan dia meluncur naik. Angin menerpa rambutnya dan jubahnya melambai di belakangnya-dan Harry bukan main girangnya ketika menyadari dia menemukan sesuatu yang bisa dilakukannya tanpa perlu diajari- ini mudah, ini luar biasa menyenangkan. Diangkatnya sedikit sapunya untuk membuatnya naik lebih tinggi dan didengarnya pekik kaget anak-anak perempuan di bawah dan teriak kekaguman Ron.
Dibelokkannya sapunya dengan tajam untuk menghadapi Malfoy di angkasa. Malfoy kelihatan kaget. "Berikan padaku bolanya," kata Harry, "kalau tidak, kudorong jatuh kau dari sapumu!"
"Oh, yeah"" kata Malfoy, berusaha menyeringai, tetapi wajahnya tampak cemas.
Harry tahu apa yang harus dilakukannya. Dia membungkuk sedikit dan memegang erat-erat sapunya dengan kedua tangannya dan sapu itu melesat menuju Malfoy. Nyaris saja Malfoy tertabrak, tetapi dia berhasil menghindar pada saat terakhir. Harry membelok tajam dan memegangi
sapunya supaya lebih mantap.
"Di sini tak ada Crabbe dan Goyle yang bisa menyelamatkan lehermu, Malfoy," kata Harry. Pikiran yang sama rupanya terlintas di benak Malfoy.
"Tangkap saja sendiri kalau bisa!" teriaknya, dan dilemparkannya bola kaca itu tinggi-tinggi ke angkasa, lalu Malfoy meluncur turun.
Harry melihat, seakan dalam gerakan lambat, bola itu terlontar ke atas, lalu mulai turun. Dia membungkuk dan mengarahkan gagang sapunya ke bawah. Detik berikutnya dia meluncur turun cepat sekali, angin menderu di telinganya, bercampur dengan jeritan dan teriakan anak-anak yang menonton. Harry menjulurkan tangan, kira-kira tiga puluh senti dari tanah dia berhasil menyambar bola itu, tepat pada waktunya untuk meluruskan sapunya dan jatuh pelan di rerumputan dengan Remembrall selamat dalam genggamannya.
"HARRY POTTER!"
Jantung Harry mencelos, melorot lebih cepat dari gerak menukiknya tadi. Profesor McGonagall berlarilari ke arah mereka. Harry berdiri, gemetar.
"Belum pernah - selama aku di Hogwarts..."
Profesor McGonagall nyaris tak bisa bicara saking shock-nya, kacamatanya berkilat-kilat. "Berani-beraninya kau- bisa patah lehermu..."
"Bukan dia yang salah, Profesor..."
"Diam, Miss Patil..."
"Tapi Malfoy..."
"Cukup, Mr Weasley. Potter, ikut aku sekarang."
Harry sempat melihat wajah Malfoy, Crabbe, dan Goyle yang penuh kemenangan saat dia berjalan dengan perasaan beku, mengikuti Profesor McGonagall menuju ke kastil. Dia ingin mengatakan sesuatu untuk membela diri, tetapi ada yang tidak beres dengan suaranya. Profesor McGonagall berjalan cepat, bahkan tanpa memandangnya. Harry harus berlari-lari kecil agar tidak ketinggalan. Tamatlah riwayatnya sekarang. Padahal belum dua minggu dia di sini. Sepuluh menit lagi dia akan mengepak barang-barangnya. Apa kata keluarga Dursley jika dia nanti muncul di depan pintu rumah mereka"
Menaiki undakan depan, menaiki tangga pualam di dalam, dan masih saja Profesor McGonagall belum berkata apa-apa kepadanya. Dia membuka pintu-pintu dan berjalan menyusuri koridor-koridor, sementara Harry mengikutinya dengan perasaan merana.
Mungkin Profesor McGonagall membawanya ke Dumbledore. Harry teringat Hagrid, yang sudah dikeluarkan tetapi masih diizinkan tinggal sebagai pengawas binatang liar. Mungkin dia bisa jadi asisten Hagrid.
Perutnya melilit ketika dia membayangkan mengawasi Ron dan teman-temannya yang lain menjadi penyihir, sementara dia sendiri cuma berkeliling halaman kastil, membawakan tas Hagrid.
Profesor McGonagall berhenti di depan sebuah kelas. Dia membuka pintu dan menjulurkan kepalanya ke dalam. "Maaf, Profesor Flitwick, boleh aku pinjam Wood sebentar""
Wood-kayu" pikir Harry bingung. Apakah Wood nama tongkat yang akan digunakan untuk menghajarnya"
Tetapi ternyata Wood adalah anak kelas lima yang besar dan tegap. Dia keluar dari kelas dengan kebingungan.
"Ikut aku, kalian berdua," kata Profesor McGonagall, dan mereka berjalan menyusuri koridor, Wood memandang Harry dengan ingin tahu.
"Masuk sini." Profesor McGonagall menunjuk ke dalam kelas yang kosong, di dalamnya hanya ada Peeves yang sedang sibuk menulis katakata tidak sopan di papan tulis.
"Keluar, Peeves!" bentak Profesor McGonagall. Peeves melemparkan kapurnya ke dalam kaleng, yang berkelontangan keras, dan dia melesat keluar sambil menyumpah-nyumpah.
Profesor McGonagall membanting pintu menutup dan berbalik menghadapi kedua anak itu. "Potter, ini OI iver Wood. Wood-aku sudah mendapatkan Seeker untukmu." Seeker berarti pencari. Ekspresi Wood berubah dari kebingungan menjadi kegirangan. "Anda serius, Profesor""
"Seratus persen," kata Profesor McGonagall tegas. "Anak ini berbakat alam. Belum pernah aku melihat yang seperti ini.
Apakah tadi itu untuk pertama kalinya kau naik sapu, Potter""
Harry mengangguk dalam diam. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi kelihatannya dia tidak dikeluarkan, dan sedikit demi sedikit perasaan kembali menghangati kakinya.
"Dia menangkap benda di tangannya itu setelah menukik lima belas meter," Profesor McGonagall memberitahu Wood.
"Sama sekali tidak luka, tergores pun tidak. Charli
e Weasley saja tak akan bisa melakukannya."
Wajah Wood berubah, seperti orang yang dalam sekejap mendapatkan semua impiannya telah menjadi kenyataan.
"Pernah menonton Quidditch, Potter"" Wood bertanya penuh semangat. "Wood adalah kapten tim Gryffindor," Profesor McGonagall menjelaskan.
"Potongan tubuhnya juga cocok untuk Seeker," kata Wood, yang sekarang berjalan mengelilingi Harry dan memandanginya.
"Ringan-cepat-kita harus memberinya sapu yang pantas, Profesor-Nimbus Dua Ribu atau Sapu-bersih Tujuh, saya rasa."


Harry Potter Dan Batu Bertuah Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku akan bicara dengan Dumbledore, siapa tahu kita bisa melunakkan aturan tentang anak kelas satu itu. Kita perlu sekali tim yang lebih bagus daripada tahun lalu. Kalah total dari Slytherin dalam pertandingan terakhir, aku tak berani memandang Severus Snape selama berminggu-minggu...."
Profesor McGonagall memandang tajam Harry dari atas kacamatanya.
"Aku ingin dengar kau berlatih keras, Potter, kalau tidak, mungkin aku akan berubah pikiran. Mungkin kau harus dihukum."
Mendadak dia tersenyum. "Ayahmu akan bangga sekali," katanya. "Dia sendiri pemain Quidditch yang hebat."
* * * "Kau bergurau."
Saat itu mereka sedang makan malam. Harry baru saja selesai bercerita pada Ron apa yang terjadi waktu dia meninggalkan lapangan bersama Profesor McGonagall. Ron sudah hendak
menyuap pai daging, sudah setengah jalan, tapi pai itu terlupakan begitu saja.
"Seeker"" katanya. "Tetapi anak kelas satu tidak pernah-kau pastilah pemain termuda selama..."
"... seabad ini," kata Harry lalu menyuapkan pai ke dalam mulutnya. Dia merasa lapar sekali setelah kejadian seru sore ini.
"Wood bilang padaku."
Ron begitu terpana, dia hanya ternganga menatap Harry. "Aku mulai latihan minggu depan," kata Harry. "Tapi jangan bilang siapa-siapa.
Wood ingin merahasiakannya." Fred dan George Weasley muncul di aula. Mereka melihat Harry dan bergegas mendekat.
"Bagus," kata George dengan, suara pelan. "Wood bercerita kepada kami. Kami anggota tim juga- Beater." Rupanya mereka berdua pemukul bola.
"Kuberitahu kau, kita pasti akan memenangkan Piala Quidditch tahun ini," kata Fred. "Kami belum pernah menang sejak Charlie pergi, tetapi tim tahun ini akan brilian. Kau pastilah hebat, Harry, Wood nyaris melonjak-lonjak ketika dia memberitahu kami."
"Tapi kami harus pergi. Lee Jordan mengira dia telah menemukan lorong rahasia menuju ke luar sekolah."
"Taruhan pasti yang ditemukannya lorong di belakang patung Gregory si Penjilat, yang telah kami temukan pada minggu pertama kami di sini. Sampai ketemu."
Baru saja Fred dan George menghilang, muncullah anak lain yang sangat tidak diinginkan. Malfoy, diapit oleh Crabbe dan Goyle.
"Makan malam terakhir nih, Potter" Kapan kau naik kereta kembali ke dunia Muggle""
"Kau jauh lebih berani sekarang setelah kembali ke tanah dan berada bersama teman-teman kecilmu," kata Harry tenang.
Tentu saja Crabbe dan Goyle sama sekali tidak kecil, tetapi karena Meja Tinggi penuh para guru, tak seorang pun dari mereka berdua bisa berbuat lain kecuali mengertakkan bukubuku jari mereka dan merengut.
"Aku siap menghadapimu sendirian kapan saja," kata Malfoy. "Bahkan malam ini juga, kalau kau mau. Duel penyihir. Hanya tongkat-tanpa kontak. Kenapa" Belum pernah dengar tentang duel penyihir, rupanya"" "Tentu saja sudah," kata Ron, berpaling menghadap mereka. "Aku orang keduanya. Siapa orang keduamu"" Malfoy memandang Crabbe dan Goyle, menilai mereka.
"Crabbe," katanya. "Tengah malam nanti, oke" Kita bertemu di ruang piala, ruang itu tak pernah dikunci." Setelah Malfoy pergi, Ron dan Harry berpandangan.
"Apa sih duel penyihir itu"" tanya Harry. "Dan apa maksudmu kau menjadi orang keduaku""
"Yah, orang kedua adalah orang yang akan mengambil alih kalau kau mati," kata Ron sambil lalu, seraya menyuap painya yang sudah dingin. Melihat ekspresi wajah Harry, dia cepat-cepat menambahkan, "Tapi orang hanya mati dalam duel yang sesungguhnya, antara dua penyihir betulan. Paling maksimal yang bisa dilakukan kau dan Malfoy hanyalah saling kirim percikan bunga api. Kalian berdua belum menguasai cukup sihir untuk membuat bencana besar. Lagi pula, berani t
aruhan, sebetulnya dia mengharap kau menolak."
"Lalu bagaimana kalau aku melambaikan tongkatku dan tak ada yang terjadi""
"Lempar saja tongkatmu dan pukul hidungnya," saran Ron.
"Maaf." Mereka berdua mendongak. Rupanya Hermione Granger.
"Apa kita tidak bisa makan dengan tenang di sini"" komentar Ron. Hermione tidak mengacuhkannya dan berbicara kepada Harry "Aku tak sengaja mendengar pembicaraanmu dengan Malfoy..."
"Tidak heran," gumam Ron.
"... dan kau tidak boleh berkeliaran di sekolah pada malam hari. Pikirkan angka yang akan dikurangi dari Gryffindor kalau kau sampai tertangkap, dan kau pasti tertangkap. Kau benarbenar egois."
"Dan itu bukan urusanmu," kata Harry.
"Selamat tinggal," kata Ron.
* * * Ini tak bisa disebut akhir hari yang sempurna, pikir Harry sementara dia berbaring, lama kemudian, menunggu Dean dan Seamus tertidur. (Neville belum kembali dari rumah sakit.) Ron telah melewatkan sepanjang malam itu untuk memberinya nasihat, seperti, "Jika dia mencoba mengutukmu, sebaiknya kau menghindar saja, karena aku tak ingat bagaimana cara menangkal kutukan." Kemungkinan besar mereka akan tertangkap oleh Filch atau Mrs Norris, dan Harry merasa dia mengharap keberuntungan yang berlebihan dengan melanggar peraturan sekolah lainnya hari ini.
Tetapi di lain pihak, wajah Malfoy yang penuh ejekan terusmenerus muncul dari kegelapan-ini kesempatan besar baginya unruk berhadapan langsung dengan Malfoy. Mana mungkin dilewatkan.
"Setengah dua belas," akhirnya Ron bergumam. "Lebih baik kita berangkat sekarang."
Mereka memakai baju luar, mengambil tongkat, dan mengendap-endap menyeberangi ruang menara, menuruni tangga spiral, menuju ke ruang rekreasi Gryffindor. Masih ada berkas-berkas bara di perapian, membuat semua kursi berlengan tampak seperti bayangan bungkuk hitam. Mereka sudah hampir mencapai lubang lukisan ketika terdengar suara dari kursi yang berada paling dekat, "Aku tak percaya kau akan berbuat begitu, Harry."
Sebuah lampu menyala. Rupanya Hermione Granger, memakai gaun tidur merah jambu, dengan kening berkerut.
"Kau!" kata Ron gusar. "Tidur lagi sana!"
"Hampir saja kuberitahu kakakmu," Hermione balas membentak. "Percy-dia Prefek, dia akan menghentikan ini."
Harry heran sekali ada orang yang begitu mau, ikut campur urusan orang lain. "Ayo," ajaknya kepada Ron. Dia mendorong lukisan Nyonya Gemuk dan turun melalui lubang.
Hermione tak mau menyerah begitu mudah. Dia mengikuti Ron melewati lubang lukisan, mendesis kepada mereka seperti angsa marah.
"Tidakkah kalian peduli pada Gryffindor" Apakah kalian cuma peduli pada diri sendiri" Aku tak ingin Slytherin memenangkan Piala Asrama dan kalian akan membuat semua angka yang kudapat dari Profesor McGonagall-karena tahu tentang Mantra Pertukaran-hilang percuma."
"Pergi." "Baiklah, tetapi sudah kuperingatkan kalian, ingat saja apa yang kukatakan kalau kalian ada di kereta api yang akan membawa kalian pulang besok, kalian ini sungguh..."
Tetapi mereka tak sempat tahu apa yang akan dikeluhkan Hermione. Hermione sudah berbalik menghadap ke lukisan Nyonya Gemuk untuk kembali ke dalam, tetapi ternyata dia
menghadapi kanvas kosong. Si Nyonya Gemuk sedang mengadakan kunjungan tengah malam dan Hermione terkunci, tak bisa masuk Menara Gryffindor.
"Jadi aku harus bagaimana"" tanyanya nyaring.
"Itu urusanmu," kata Ron. "Kami harus pergi, kami sudah hampir terlambat." Mereka belum mencapai ujung koridor ketika Hermione mengejar mereka.
"Aku ikut kalian," katanya.
"Tidak boleh." "Kaupikir aku akan berdiri di sini dan menunggu Filch menangkapku" Jika dia menemukan kita bertiga, akan kukatakan hal yang sebenarnya kepadanya, bahwa aku sedang berusaha mencegah kalian, dan kalian bisa mendukungku."
"Nekat amat...," kata Ron keras. "Tutup mulut, kalian berdua!" kata Harry tegas. "Aku mendengar sesuatu." Semacam isakan. "Mrs Noris"" bisik Ron, menyipitkan mata menembus kegelapan.
Ternyata bukan Mrs Noris, melainkan Neville. Dia melingkar di lantai, tertidur nyenyak, tetapi langsung terbangun kaget ketika mereka mendekat.
"Untung kalian menemukan aku! Sudah berjamjam aku di luar sini. Aku tak ingat
kata kunci baru untuk masuk kamar."
"Pelan-pelan ngomongnya, Neville. Kata kuncinya 'moncong babi', tapi itu tak bisa membantumu sekarang, si Nyonya Gemuk entah sedang ke mana."
"Bagaimana tanganmu"" tanya Harry.
"Sudah sembuh,"
kata Neville, menunjukkan kedua
tangannya. "Madam Pomfrey membetulkannya dalam waktu semenit." "Bagus-nah, begini, Neville, kami harus pergi, sampai ketemu nanti..."
"Jangan tinggalkan aku!" kata Neville, buru-buru berdiri.
"Aku tak mau di sini sendirian, si Baron Berdarah sudah lewat dua kali."
Ron melihat arlojinya dan memandang marah pada Hermione dan Neville.
"Kalau salah satu dari kami tertangkap, aku akan kerja keras untuk menguasai Kutukan Bogies yang diceritakan Quirrell kepada kita dan menggunakannya kepada kalian."
Hermione membuka mulutnya, mungkin untuk memberitahu Ron bagaimana persisnya menggunakan Kutukan Bogies, tetapi Harry mendesis, menyuruhnya diam dan memberi isyarat agar mereka semua maju mengikutinya.
Mereka menyelinap sepanjang koridor-koridor yang disinari leret-leret sinar bulan yang masuk lewat jendela-jendela tinggi.
Di setiap belokan, Harry mengira akan bertemu Filch atau Mrs Norris, tetapi mereka beruntung. Mereka bergegas menaiki tangga ke lantai tiga dan berjingkat-jingkat ke ruang piala.
Malfoy dan Crabbe belum ada di sana. Kotakkotak trofi dari kristal berkilau terkena cahaya bulan. Piala, tameng, plakat, dan patung-patung emas dan perak mengilap dalam kegelapan.
Mereka berjingkat sepanjang dinding, mata mereka menatap pintu di kedua ujung ruangan. Harry mengeluarkan tongkatnya, siapa tahu Malfoy melompat masuk dan langsung menyerang.
Menit demi menit berlalu.
"Dia terlambat, mungkin tidak berani datang," bisik Ron. Kemudian bunyi di ruang sebelah membuat mereka terlonjak.
Harry baru mengangkat tongkatnya ketika mereka mendengar ada orang bicara-dan orang itu bukan Malfoy. "Enduslah, kucing manis, mereka mungkin sembunyi di sudut."
Itu suara Filch yang bicara kepada Mrs Norris. Ketakutan, Harry melambai-lambai panik kepada tiga temannya untuk mengikutinya secepat mungkin. Mereka mengendap-endap menuju pintu, menjauh dari suara Filch. Jubah Neville baru saja lenyap, begitu ia membelok di sudut, ketika mereka mendengar Filch masuk ke ruang piala.
"Mereka ada di dalam sini," anak-anak mendengar Filch bergumam, "mungkin sembunyi."
"Ke sini!" Harry berseru tanpa suara, dan dengan ketakutan, mereka merayap menyusuri galeri penuh baju zirah. Mereka bisa mendengar Filch semakin dekat. Mendadak Neville memekik ketakutan dan berlari-dia tersandung, memeluk pinggang Ron dan keduanya menjatuhi seperangkat baju zirah.
Bunyi gedubrakan dan kelontangan cukup untuk membangunkan seluruh sekolah.
"LARI!" Harry berteriak dan keempatnya melesat ke ujung galeri, tanpa menoleh ke belakang untuk melihat apakah Filch mengikuti mereka. Mereka keluar dari pintu dan lari berbelok melewati koridor yang satu dan kemudian koridor lain, Harry di depan tanpa tahu di mana mereka berada atau ke mana mereka pergi. Mereka menerobos permadani gantung dan tiba di lorong tersembunyi, berlari sepanjang lorong dan keluar lagi dekat ruang kelas Jimat dan Guna-guna, yang mereka tahu terletak jauh sekali dari ruang piala.
"Kurasa kita sudah bebas dari dia," ujar Harry tersengal, bersandar pada tembok yang dingin dan menyeka dahinya. Neville membungkuk sampai terlipat dua, mendesah-desah dan merepet gugup.
"Sudah... kubilang... kan," Hermione terengah, memegangi baju di depan dadanya. "Sudah... kubilang... kan." "Kita harus kembali ke Menara Gryffindor," kata Ron, "secepat mungkin."
"Malfoy menjebakmu," Hermione berkata kepada Harry.
"Kau sadar sekarang, kan" Dia memang tidak berencana menemuimu-Filch tahu ada anak yang akan berada di ruang piala. Pasti Malfoy yang mengisikinya."
Harry berpikir Hermione mungkin benar, tetapi ia tak akan mengatakannya. "Ayo, pergi."
Tidak akan semudah itu. Mereka belum berjalan lebih dari dua belas langkah ketika ada pegangan pintu yang berkeretak dan sesuatu meluncur keluar dari ruang kelas di depan mereka.
Ternyata Peeves. Dia melihat mereka dan menjerit kesenangan. "Diam,
Peeves-tolong, diam-kau akan membuat kami dikeluarkan."
Peeves terbahak. "Jalan-jalan tengah malam nih, anak-anak kelas satu" Tsk, tsk, tsk. Badung, badung, badung, kalian akan ditelikung." "Tidak, kalau kau tidak mengadukan kami, Peeves. Jangan dong, Peeves."
"Harus bilang Filch, harus," kata Peeves dengan suara saleh, tetapi matanya berkilat nakal. "Demi kebaikan kalian sendiri kok."
"Minggir kau," tukas Ron seraya melayangkan pukulan ke arah Peeves. Itu sungguh kesalahan besar.
"MURID KELUAR KAMAR!" Peeves berteriak, "MURID KELUAR KAMAR ADA DI KORIDOR JIMAT!"
Membungkuk melewati Peeves, mereka berlari sampai ke ujung koridor, di situ mereka terbentur pintu, dan pintu itu terkunci.
"Celaka!" Ron mengeluh, sementara mereka mendorong pintu tanpa hasil. "Habis deh kita!" Mereka bisa mendengar langkah-langkah kaki, Filch berlari secepat mungkin ke arah teriakan Peeves. "Oh, minggir," gertak Hermione. Dia merebut tongkat Harry, mengetuk kuncinya dan berbisik, "Alohomoral"
Kunci menceklik dan pintu menjeblak terbuka- berdesakan mereka masuk, cepat-cepat menutupnya kembali, lalu menempelkan telinga ke pintu, mendengarkan.
"Ke mana mereka pergi, Peeves"" tanya Filch. "Cepat, beritahu aku."
"Bilang dulu, 'tolong'."
"Jangan main-main, Peeves, ke mana mereka pergi"" "Aku tak akan bilang apa-apa kalau kau tidak bilang tolong," kata Peeves dengan suara datar menjengkelkan. "Baiklah-tolong."
"APA-APA! Ha ha ha! Kan sudah kubilang aku tak akan bilang apa-apa kalau kau tidak bilang tolong! Ha ha haaaaaa!"
Dan mereka mendengar desau Peeves yang terbang pergi dan Filch yang mencaci-maki be-rang.
"Dia mengira pintu ini terkunci," bisik Harry. "Kurasa kita selamat-ada apa sih, Neville!" Karena Neville selama semenit belakangan ini terus menarik-narik baju Harry. "Apa""
Harry berbalik-dan melihat dengan jelas. Sesaat dia mengira dirinya sedang bermimpi buruk-ini sudah keterlaluan, mengingat semua yang sudah terjadi.
Mereka tidak berada dalam suatu ruangan, seperti yang dikiranya. Mereka ada di koridor. Koridor terlarang di lantai tiga. Dan sekarang mereka tahu kenapa koridor itu terlarang.
Mereka memandang tepat ke mata anjing raksasa, anjing yang memenuhi seluruh ruang antara langitlangit dan lantai.
Kepalanya tiga, dengan tiga pasang mata galak yang berputarputar, tiga hidung yang bergerak mengendus-endus ke arah mereka, tiga moncong dengan liur menetes-menggantung seperti tali licin-dari taring kekuningan.
Anjing itu berdiri diam, sementara keenam matanya memandang mereka, dan Harry tahu satu-satunya alasan kenapa mereka belum mati adalah karena kemunculan mereka yang begitu mendadak telah mengejutkan si anjing. Tetapi dengan cepat si anjing mengatasi keterkejutannya, itu sudah jelas dari geraman-geramannya yang mengerikan itu.
Harry meraih pegangan pintu. Antara Filch dan maut, dia lebih memilih Filch.
Mereka ambruk ke belakang-Harry membanting pintu menutup, dan mereka berlari, hampir terbang malah, kembali menyusuri koridor ke arah berlawanan. Filch pasti sudah buruburu pergi mencari mereka ke tempat lain, karena mereka tidak melihatnya di mana-mana. Tetapi mereka tak peduli-yang mereka inginkan hanyalah membuat jarak sebesar mungkin antara mereka dan monster itu. Mereka tidak berhenti berlari sampai tiba di depan lukisan Nyonya Gemuk di lantai tujuh.
"Dari mana saja kalian ini"" tanya si nyonya, memandang baju tidur mereka yang merosot ke bahu dan wajah mereka yang merah berkeringat.
"Kau tak perlu tahu-moncong babi, moncong babi," kata Harry tersengal, dan lukisan itu mengayun ke depan. Mereka berebut masuk ke ruang rekreasi dan ambruk di kursi berlengan.
Perlu beberapa saat sebelum mereka bisa berkata sesuatu.
Neville bahkan kelihatannya tidak akan bicara lagi selamanya.
"Apa maksud mereka mengunci binatang semacam itu di dalam sekolah"" kata Ron akhirnya. "Kalau ada anjing yang perlu diajak jalan-jalan, nah, anjing yang tadi itu."
Hermione sudah mendapatkan kembali napas dan kegalakannya.
"Kalian ini tidak ada yang memakai mata kalian, ya""
bentaknya. "Apa kalian tidak melihat dia berdiri di mana""
"Lantai"" Harry menebak. "Aku
tidak melihat kakinya, aku terlalu sibuk dengan kepalanya." "Bukan, bukan lantai. Anjing tadi berdiri di atas pintu jebakan. Jelas dia menjaga sesuatu."
Hermione berdiri, membelalak kepada mereka.
"Kuharap kalian sekarang puas. Kita semua bisa mati-atau lebih parah lagi, dikeluarkan. Nah, sekarang kalau tidak keberatan, aku akan tidur."
Ron melongo memandangnya.
"Tidak, kami tidak keberatan," katanya. "Kau pikir kami memaksa kau ikut""
Tetapi Hermione telah memberi Harry sesuatu yang lain untuk dipikirkan ketika dia naik kembali ke tempat tidurnya. Anjing itu menjaga sesuatu... Apa yang dikatakan Hagrid"
Gringotts adalah tempat paling aman di dunia kalau kau mau menyembunyikan sesuatu-kecuali mungkin Hogwarts.
Kelihatannya Harry sudah menemukan di mana bungkusan kecil kumal dari ruangan besi tujuh ratus tiga belas itu berada.
* * * 10 HALLOWEEN MALFOY tidak bisa mempercayai matanya ketika dia melihat Harry dan Ron masih di Hogwarts keesokan harinya. Mereka tampak lelah tapi riang gembira. Memang paginya Harry dan Ron berpendapat pertemuan dengan anjing berkepala tiga itu petualangan yang luar biasa dan mereka bahkan berharap mendapatkan pengalaman serupa lagi. Sementara itu Harry memberitahu Ron tentang bungkusan yang tampaknya telah di pindahkan dari Gringotts ke Hogwarts, dan mereka melewatkan banyak waktu untuk mereka-reka apa kiranya yang memerlukan penjagaan begitu ketat.
"Kalau tidak benar-benar berharga, tentu benarbenar berbahaya," kata Ron. "Atau dua-duanya," kata Harry.
Tetapi karena yang mereka tahu tentang benda misterius itu hanyalah bahwa panjangnya sekitar lima senti, tanpa petunjuk tambahan, mereka tak bisa menebak benda apa itu.
Baik Neville maupun Hermione tak menunjukkan minat sedikit pun untuk mengetahui apa yang ada di bawah anjing dan pintu jebakan itu. Yang paling penting bagi Neville, jangan sampai dia dekat-dekat anjing itu lagi.
Hermione sekarang menolak bicara dengan Harry dan Ron, tetapi Harry dan Ron malah senang, sebab Hermione anaknya ngebos dan sangat sok tahu. Yang benar-benar mereka inginkan sekarang hanyalah membalas Malfoy, dan betapa girangnya mereka ketika kesempatan itu tiba bersama datangnya pos seminggu kemudian.
Ketika burung-burung hantu membanjir ke dalam Aula Besar seperti biasanya, perhatian semua orang langsung tertuju pada bungkusan kurus panjang yang dibawa oleh enam burung hantu besar yang bising. Harry sama tertariknya seperti yang lain untuk mengetahui apa isi bungkusan besar ini dan dia tercengang ketika burung-burung hantu itu melayang turun dan menjatuhkan bungkusan yang mereka bawa tepat di depannya, menyenggol daging asapnya sampai jatuh ke lantai. Baru saja keenam burung hantu ini menyingkir, datang burung hantu lain yang menjatuhkan surat ke atas bungkusan tadi.
Harry merobek suratnya dulu. Untunglah, sebab surat itu begini bunyinya:
JANGAN MEMBUKA BUNGKUSAN DI MEJA
Isinya Nimbus Dua Ribu-mu yang baru,
tetapi aku tak ingin semua anak tahu kau mendapat sapu,
sebab nanti mereka semua juga minta.
Oliver Wood akan menemuimu malam ini di lapangan Quidditch, pukul tujuh untuk latihan pertama.
Harry berusaha menyembunyikan kegembiraannya ketika dia memberikan surat itu kepada Ron. "Nimbus Dua Ribu!" gumam Ron iri. "Menyentuhnya pun aku bahkan belum pernah."
Mereka buru-buru meninggalkan Aula, karena ingin membuka bungkusan sapu tanpa dilihat yang lain sebelum pelajaran pertama, tetapi baru setengah menyeberangi Aula Depan, mereka melihat jalan ke atas dihalangi Crabbe dan Goyle. Malfoy merebut bungkusan itu dari Harry dan merabanya.
"Ini sapu," katanya seraya melemparkannya kembali kepada Harry dengan wajah antara iri dan menghina. "Habis kau kali ini, Potter. Anak-anak kelas satu tidak boleh punya sapu."
Ron tak tahan lagi. "Ini bukan sapu biasa," katanya. "Ini Nimbus Dua Ribu.
Kauhilang sapumu di rumah apa, Malfoy" Komet Dua Enam Puluh"" Ron nyengir ke arah Harry. "Komet memang kelihatannya mentereng, tetapi tidak sekelas dengan Nimbus."
"Kau tahu apa, Weasley! Beli separo tangkainya saja kau takkan sanggup," balas Malfoy. "Kurasa kau dan kakak-kakakmu harus menabung
ranting demi ranting."
Sebelum Ron sempat menjawab, Profesor Flitwick muncul di belakang Malfoy.
"Tidak bertengkar kuharap, anak-anak"" katanya.
"Potter dikirimi sapu, Profesor," Malfoy buru-buru mengadu.
"Ya, ya, betul," kata Profesor Flitwick, tersenyum lebar pada Harry. "Profesor McGonagall bercerita kepadaku tentang kasus istimewa ini, Potter. Dan apa modelnya""
"Nimbus Dua Ribu, Sir," kata Harry, berusaha tidak tertawa melihat kengerian di wajah Malfoy. "Dan untuk itu saya betul-betul harus berterima kasih kepada Malfoy," dia menambahkan.
Harry dan Ron naik, menahan tawa melihat kegusaran dan kebingungan Malfoy yang tampak jelas. "Memang benar kok," celetuk Harry ketika mereka tiba di puncak tangga pualam. "Kalau dia tidak mengambil
Remembrall Neville, aku tak akan terpilih jadi anggota tim..." "Jadi kauanggap itu imbalan untuk pelanggaran peraturan""
terdengar suara marah di belakang mereka. Hermione sedang menaiki tangga, memandang bungkusan di tangan Harry dengan tatapan mencela.
"Bukannya kau sedang tidak bicara dengan kami"" kata Harry. "Ya, jangan dihentikan," kata Ron. "Kami senang kok." Hermione pergi dengan hidung terangkat ke atas.
Harry sulit memusatkan perhatian pada pelajaran-pelajarannya hari itu. Pikirannya melayang terus ke kamarnya, ke tempat sapu barunya tergeletak di bawah tempat tidurnya, atau melayang ke lapangan Quidditch, tempat dia akan mulai berlatih malam nanti. Dia buru-buru menyantap makan malamnya, tanpa memperhatikan apa yang dimakannya, dan kemudian buru-buru ke atas dengan Ron untuk, akhirnya, membuka bungkusan Nimbus Dua Ribu-nya.
"Wow," Ron menghela napas ketika sapu itu bergulir di tempat tidur Harry.
Bahkan Harry yang sama sekali tak tahu tentang perbedaan macam-macam sapu, berpendapat sapunya kelihatan hebat.
Langsing berkilat, dengan gagang dari mahogani, anyaman ranting di ujungnya lurus dan rapi, dengan tulisan emas Nimbus Dua Ribu di dekat puncaknya.
Menjelang pukul tujuh, Harry meninggalkan kastil dan berangkat menuju lapangan Quidditch dalam keremangan senja.
Dia belum pernah berada dalam stadion itu sebelumnya.
Beratus-ratus tempat duduk diatur mengelilingi lapangan pada tribun tinggi, supaya para penonton cukup tinggi untuk menyaksikan apa yang sedang terjadi. Di kedua ujung lapangan berdiri tiang keemasan dengan tiga lingkaran pada ujungnya.
Tiang-tiang ini mengingatkan Harry pada batang plastik kecilkecil yang biasa ditiup-tiup anakanak Muggle untuk membuat gelembung sabun. Hanya saja tiang-tiang ini tingginya lima belas meter.
Harry yang sudah ingin sekali terbang lagi, tak sabar menunggu Wood. Dia menaiki sapunya dan menjejak tanah.
Bukan main-dia melayang mengitari tiang-tiang gol dan kemudian meluncur naik-turun di atas lapangan. Nimbus Dua Ribu berbelok ke arah mana pun yang dimauinya hanya dengan sentuhan kecil darinya.
"Hei, Potter, turun!"
Oliver Wood sudah datang. Dia mengepit kotak kayu besar. Harry mendarat di sebelahnya.
"Bagus sekali," kata Wood, matanya bercahaya. "Aku paham sekarang apa yang dimaksud McGonagall... kau benar-benar pemain alam. Aku hanya akan mengajarkan peraturannya kepadamu malam ini, kemudian kau akan bergabung berlatih dengan tim tiga kali seminggu."
Wood membuka kotaknya. Di dalamnya ada empat bola yang berbeda ukuran.
"Baik," kata Wood. "Quidditch cukup mudah dimengerti, walaupun tak semudah itu dimainkan. Ada tujuh pemain pada masing-masing regu. Tiga di antaranya disebut Chaser atau pengejar."
"Tiga Chaser," Harry mengulang, ketika Wood mengeluarkan bola merah manyala sebesar bola sepak.
"Bola ini namanya Quaffle," kata Wood. "Chaser melempar Quaffle kepada sesama Chaser dan berusaha memasukkannya
ke salah satu lingkaran untuk mendapatkan angka. Sepuluh setiap kali bola berhasil dimasukkan ke lingkaran. Mengerti""
"Para Chaser melempar Quaffle dan memasukkannya ke dalam lingkaran untuk mendapatkan angka," kata Harry. "Jadi-semacam basket yang dimainkan naik sapu terbang dengan enam keranjang, iya, kan"" "Apa itu basket"" tanya Wood ingin tahu. "Ah, sudahlah," kata Harry cepat-cepat.
"Nah, ada lagi pemain dalam masing-masing regu ya
ng disebut Keeper-aku Keeper Gryffindor. Aku harus beterbangan sekeliling lingkaran dan mencegah tim musuh mencetak gol."
Rupanya Keeper tugasnya sama dengan kiper atau penjaga gawang dalam permainan sepak bola.
"Tiga Chaser, satu Keeper," kata Harry yang bertekad mengingat semuanya. "Dan mereka bermain dengan Quaffle.
Oke, mengerti. Jadi, untuk apa yang itu"" Dia menunjuk tiga bola lain yang masih ada di dalam, kotak.
"Akan kutunjukkan sekarang," kata Wood. "Ambil ini." Dia menyerahkan kepada Harry pemukul kecil yang mirip pemukul kasti.
"Akan kutunjukkan apa yang dilakukan Bludger," kata Wood. "Dua bola ini namanya Bludger."
Dia menunjukkan kepada Harry dua bola kembar, hitam legam dan sedikit lebih kecil daripada Quaffle merah. Harry melihat bahwa kedua bola itu kelihatannya berusaha keras melepaskan diri dari ikatan yang menahannya di dalam kotak.
"Mundur," Wood memperingatkan Harry. Dia membungkuk dan melepas salah satu Bludger.
Langsung saja bola hitam itu meluncur tinggi ke angkasa dan kemudian melesat turun menuju wajah Harry. Harry memukulnya dengan pemukul untuk mencegahnya mematahkan hidungnya, membuatnya zig-zag di udara-bola itu mendesing mengitari kepala mereka, kemudian melesat ke arah Wood, yang melompat menyambarnya dan berhasil memitingnya di tanah.
"Lihat, kan"" Wood tersengal, memasukkan kembali dengan paksa Bludger yang memberontak itu ke dalam kotak dan mengikatnya kembali supaya aman. "Bludger ini meluncur ke mana-mana, berusaha menjatuhkan pemain dari sapu mereka.
Itulah sebabnya masing-masing tim punya dua Beater-Pemukul. Si kembar Weasley adalah Beater kita. Tugas merekalah untuk melindungi tim kita dari serangan Bludger dan berusaha memukul Bludger itu ke arah tim lawan. Jadi-bisa dimengerti""
"Tiga Chaser mencoba mencetak gol dengan Quaffle, si Keeper menjaga gawang, dua Beater menjauhkan Bludger dari tim mereka," Harry menjelaskan.
"Bagus sekali," kata Wood.
"Er-apakah Bludger pernah sampai membunuh pemain"" Harry bertanya, berharap suaranya kedengaran biasa.
"Di Hogwarts belum pernah. Pernah dua kali ada rahang patah, tapi tak ada yang lebih parah dari itu. Nah, anggota tim terakhir adalah Seeker-Pencari. Ini kau. Dan kau tidak perlu mencemaskan Quaffle ataupun Bludger..."
"...kecuali kalau Bludger itu membuat kepalaku pecah."
"Jangan khawatir, si kembar Weasley bukan musuh enteng bagi si Bludger-maksudku, mereka berdua seperti sepasang Bludger manusia."
Wood menjangkau ke dalam kotak dan mengeluarkan bola keempat, bola terakhir. Dibandingkan dengan Quaffle dan Bludger, bola ini kecil sekali, cuma sebesar buah kenari besar.
Warnanya keemasan dan punya sayap perak yang bergetar.
"Ini," kata Wood, "adalah Golden Snitch-Tangkapan Emas, dan ini bola yang paling penting dari semuanya. Bola ini sangat susah ditangkap karena geraknya cepat sekali dan susah dilihat.
Tugas Seekerlah untuk menangkapnya. Kau harus meliuk-liuk di antara Chaser, Beater, Bludger, dan Quaffle untuk menangkapnya sebelum keduluan Seeker tim lawan. Seeker -yang berhasil menangkap Snitch, menambah angka seratus lima puluh untuk timnya, maka mereka hampir selalu menang. Itulah sebabnya Seeker banyak dikerjai.
Pertandingan Quidditch hanya berakhir kalau Snitch sudah berhasil ditangkap. Jadi pertandingan ini bisa berlangsung lama sekali-kalau tak salah rekor paling lama adalah tiga bulan, mereka harus bolak-balik mengajukan pemain cadangan, supaya para pemain bisa tidur.
"Yah, begitulah-ada pertanyaan""
Harry menggeleng. Dia mengerti apa yang harus dilakukannya. Melaksanakannya-lah yang akan jadi masalah.
"Kita belum akan berlatih dengan Snitch," kata Wood, dengan hati-hati mengembalikan bola itu ke dalam kotak.
"Terlalu gelap, bisa hilang nanti. Ayo, kita coba kau dengan beberapa bola ini saja."
Wood mengeluarkan beberapa bola golf biasa dari dalam kantongnya, dan beberapa menit kemudian, dia dan Harry sudah melayang-layang di udara. Wood melempar bola-bola golf itu sekuat-kuatnya ke segala arah untuk ditangkap Harry.
Harry berhasil menangkap semuanya, dan Wood senang sekali. Setelah setengah jam, malam benarbenar telah tiba dan
mereka tidak bisa melanjutkan.
"Nama kita akan terukir di Piala Quidditch tahun ini," kata Wood riang selagi mereka berjalan kembali ke kastil. "Aku tak akan heran kalau kau ternyata lebih hebat dari Charlie Weasley, dan dia sebetulnya bisa main untuk tim nasional Inggris kalau dia tidak memilih mengejar naga."
* * * Mungkin karena sekarang sangat sibuk, apalagi dengan latihan Quidditch tiga malam dalam seminggu, ditambah PR-PR-nya, Harry heran sendiri ketika menyadari dia sudah berada di Hogwarts selama dua bulan. Kastil itu lebih terasa rumah daripada rumah di Privet Drive. Pelajaran-pelajarannya juga semakin menarik, setelah mereka menguasai dasar-dasarnya.
Pada pagi Hallowe'en mereka terbangun oleh bau lezat labu panggang yang menguar di koridor-koridor. Lebih asyik lagi, Profesor Flitwick mengumumkan di pelajaran Jimat dan Guna-guna bahwa menurut pendapatnya mereka sudah siap untuk mulai membuat benda-benda melayang, sesuatu yang sudah ingin sekali mereka coba sejak mereka melihat Profesor Flitwick membuat kodok Neville terbang berputarputar di dalam kelas.
Profesor Flitwick membagi mereka berpasang-pasangan untuk berlatih. Partner Harry adalah Seamus Finnigan (dia lega, karena Neville dari tadi sudah berusaha memberi kode dengan matanya). Tetapi Ron harus bekerja sama dengan Hermione Granger. Sulit dikatakan apakah Ron atau Hermione yang lebih marah karena ini. Hermione sudah tidak bicara dengan mereka sejak sapu Harry tiba.
"Nah, jangan lupa gerakan manis pergelangan "tangan yang sudah kita latih!" seru Profesor Flitwick, yang seperti biasa bertengger di atas tumpukan bukunya. "Ayun dan sentak, ingat, ayun dan sentak. Dan mengucapkan mantra dengan benar juga sangat penting-jangan lupa pada Penyihir Baruffio, yang menyebut 's' alih-alih 'f, dengan akibat dia mendadak tergeletak di lantai dengan kerbau di atas dadanya."
Sulit sekali. Harry dan Seamus mengayun dan menyentak, tetapi bulu yang seharusnya mereka buat melayang ke udara tetap saja tergeletak di atas meja. Seamus akhirnya habis sabar sehingga dia menyodok bulu itu dengan tongkatnya, dan
membuat bulu itu terbakar-Harry terpaksa memadamkannya dengan topinya. Ron, di meja sebelah, nasibnya tidak lebih baik.
"Wingardium Leviosa!" seru Ron, melambaikan tangannya seperti kincir.
"Cara ngomongmu salah," Harry mendengar Hermione menukas. "Mestinya Wing-gar-dium Levio-sa, 'gar'-nya yang enak dan panjang."
"Lakukan saja sendiri, kalau kau begitu pintar," kata Ron geram.
Hermione menggulung lengan jubahnya, menjentikkan tongkatnya dan berkata, "Wingardium Leviosa!"
Bulu mereka terangkat dari atas meja dan melayanglayang kira-kira satu seperempat meter di atas kepala mereka.
"Oh, bagus sekali!" seru Profesor Flitwick seraya bertepuk tangan. "Semua lihat ke sini, Miss Granger sudah berhasil!"
Saat pelajaran usai, Ron sudah marah sekali.
"Pantas saja tak ada anak yang tahan berteman dengannya,"
katanya kepada Harry sementara mereka berdesakan di koridor. "Dia mengerikan sekali. Sungguh!"
Ada yang menabrak Harry ketika anak-anak bergegas melewatinya. Ternyata Hermione. Sekilas Harry melihat wajahnya-dan tercengang melihat air matanya bercucuran.
"Kurasa dia mendengarmu." "Jadi"" kata Ron, tapi dia kelihatan tidak enak. "Dia pasti sudah menyadari dia tak punya teman."
Hermione tidak muncul pada pelajaran berikutnya dan tidak kelihatan sepanjang sore itu. Ketika turun menuju Aula Besar untuk pesta Hallowe'en, Harry dan Ron mendengar Parvati Patil memberitahu temannya, Lavender, bahwa Hermione sedang
menangis di toilet untuk anak perempuan dan minta ditinggalkan sendirian. Ron menjadi tambah tidak enak, tetapi sesaat kemudian mereka sudah memasuki Aula Besar. Dekorasi Hallowe'en di aula itu membuat mereka melupakan Hermione.
Seribu kelelawar hidup beterbangan di dinding dan langitlangit, sementara seribu lainnya melayang di atas meja membentuk awan-awan hitam gelap, membuat lilin-lilin di dalam labu bergoyang. Makananmakanan tiba-tiba muncul di piring emas, seperti waktu pesta awal tahun ajaran baru.
Harry sedang mengambil kentang ketika Profesor Quirrell terburu-buru masu
k Aula, turbannya miring, wajahnya diliputi kengerian. Semua anak mengawasinya ketika dia tiba di kursi Profesor Dumbledore, bersandar lemas ke meja, dan berkata dengan tersengal-sengal, "Troll-di ruang bawah tanah-saya pikir Anda harus tahu."
Kemudian dia merosot ke lantai, pingsan.
Aula geger. Perlu beberapa ledakan mercon ungu dari ujung tongkat Profesor Dumbledore untuk membuat ruangan tenang kembali.
"Prefek," gelegar Profesor Dumbledore, "bawa kembali anak buah kalian ke asrama masing-masing, segera!" Percy senang sekali.
"Ikut aku! Berkumpul, kelas satu! Tak perlu takut troll kalau kalian mengikuti perintahku! Berada dekatdekat di belakangku.
Beri jalan, kelas satu duluan! Maaf, aku Prefek!"
"Bagaimana troll bisa masuk"" Harry bertanya ketika mereka menaiki tangga. "Mana aku tahu, mereka kan makhluk-makhluk konyol,"
jawab Ron. "Mungkin Peeves yang memasukkannya sebagai lelucon Hallowe'en."
Mereka berpapasan dengan rombongan berbedabeda, dengan jurusan berlainan pula. Ketika mereka menyelip-nyelip di antara rombongan Hufflepuff yang kebingungan, mendadak Harry mencengkeram lengan Ron.
"Aku baru ingat-Hermione."
"Kenapa dia""
"Dia tidak tahu tentang troll ini."
Ron menggigit bibir. "Oh, baiklah," tukasnya. "Tapi lebih baik Percyjangan sampai melihat kita."
Sambil menunduk, mereka bergabung dengan anakanak Hufflepuff menuju arah yang berlawanan, menyelinap ke koridor samping yang sepi dan bergegas ke toilet anak perempuan. Baru saja membelok di sudut, mereka mendengar langkah-langkah cepat di belakang mereka.
"Percy!" desis Ron, menarik Harry ke belakang patung baru besar makhluk berkepala dan bersayap elang, tapi bertubuh singa.
Mengintip dari balik patung itu, yang mereka lihat bukan Percy, melainkan Snape. Dia menyeberang koridor dan menghilang dari pandangan.
"Apa yang dilakukannya"" bisik Harry. "Kenapa dia tidak di ruang bawah tanah bersama guru-guru yang lain"" "Mana kutahu."
Sepelan mungkin, tanpa bersuara, mereka merayapi koridor berikutnya, mengikuti langkah-langkah Snape yang menjauh.


Harry Potter Dan Batu Bertuah Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia menuju lantai tiga," kata Harry, tetapi Ron mengangkat tangannya. "Apakah kau membaui sesuatu""
Harry mengendus dan bau busuk menusuk hidungnya, campuran antara kaus kaki bau dan toilet umum yang tak pernah dibersihkan.
Dan kemudian mereka mendengarnya-geram rendah dan entakan kaki raksasa. Ron menunjuk ke ujung koridor di sebelah kiri, sesuatu yang besar sekali sedang bergerak ke arah mereka.
Mereka surut ke dalam bayang-bayang dan mengawasi makhluk itu melangkah dalam sorotan cahaya bulan.
Sungguh pemandangan yang mengerikan. Tiga setengah meter tingginya, kulitnya abu-abu kusam, tubuhnya mirip gumpalan batu besar, dengan kepalanya yang kecil bertengger di atasnya seperti sebutir kelapa. Kakinya pendek dan gemuk, sebesar batang pohon, dengan telapak kaki rata dan bertanduk.
Baunya bukan main busuknya. Dia memegang pentung besar yang terseret di lantai karena lengannya panjang sekali. Troli itu berhenti di depan pintu dan melongok ke dalamnya.
Dia menggoyangkan telinganya yang panjang, mencoba berpikir dengan otaknya yang kecil, kemudian berjalan masuk lambat-lambat.
"Kuncinya ada di situ," Harry bergumam. "Kita bisa menguncinya di dalam." "Ide bagus," kata Ron gugup.
Mereka berjingkat menuju pintu yang terbuka, mulut mereka kering, seraya berdoa agar si troli tidak keluar dari pintu itu.
Dengan satu lompatan panjang, Harry berhasil meraih kunci, menggabrukkan pintu, dan menguncinya. "Yes!"
Dengan wajah kemerahan berkat keberhasilan mereka, mereka berlari ke arah berlawanan. Tetapi saat tiba di sudut, mereka mendengar sesuatu yang membuat jantung mereka berhenti berdetak-jeritan ngeri melengking-dan datangnya dari ruang yang baru saja mereka kunci.
"Oh, tidak," kata Ron yang jadi sepucat Baron Berdarah.
"Toilet anak perempuan!" Harry terperanjat.
"Hermione!" mereka berseru bersama.
Mereka sama sekali tak ingin melakukannya, tetapi tak punya pilihan lain. Mereka berputar dan berlari kembali ke pintu dan memutar kuncinya, agak susah karena keduanya panik dan gemetar-Harry menarik pintu hingga terbuka- dan mereka berlari k
e dalam. Hermione Granger merapat ke dinding di seberang mereka, kelihatannya nyaris pingsan. Si troli bergerak ke arahnya, wastafel-wastafel yang ditabraknya rontok ke lantai.
"Buat dia bingung!" kata Harry putus asa kepada Ron, seraya menyambar keran yang lalu dilemparkannya sekuat tenaga ke dinding.
Si troli berhenti kira-kira satu meter dari Hermione. Dia berbalik lamban, mengejap dengan bodoh, untuk melihat apa yang membuat suara tadi. Mata kecilnya yang kejam menatap Harry. Dia ragu-ragu, kemudian berbalik menuju Harry, mengangkat pentungnya sambil berjalan.
"Oi, otak kacang polong!" teriak Ron dari sisi lain ruangan.
Ron melemparnya dengan pipa logam. Si troli seolah tidak merasakan apa pun ketika pipa itu menghantam bahunya, tetapi dia mendengar teriakan Ron dan berhenti lagi, menolehkan moncongnya yang jelek ke arah Ron, memberi Harry kesempatan untuk menghindar.
"Ayo, lari, lari!" Harry berteriak kepada Hermione, berusaha menariknya ke arah pintu, tetapi Hermione tidak bisa bergerak.
Dia masih menempel rapat ke dinding, mulutnya ternganga saking takutnya.
Teriakan-teriakan dan gaungnya agaknya membuat si troll berang sekali. Dia menggerung lagi dan bergerak ke arah Ron,
yang berada paling dekat dengannya dan tak punya kemungkinan untuk kabur.
Harry kemudian melakukan sesuatu yang sangat berani dan sekaligus sangat bodoh: dia berlari dan melompat, dan berhasil mengalungkan lengannya di sekeliling leher si troll. Troll itu tidak sadar Harry bergantung di lehernya, tetapi bahkan troll sekalipun akan tahu kalau kau menyogok hidungnya dengan potongan kayu panjang, dan tongkat Harry masih di tangannya waktu dia melompat-tongkat itu tepat masuk ke salah satu lubang hidung si troll.
Menggerung kesakitan, si troll meliuk dan menyabet-nyabetkan pentungnya, dengan Harry masih bergantung ketakutan di lehernya. Setiap detik si troll bisa menjambretnya sampai lepas atau memukulnya keras-keras dengan pentungnya.
Hermione sudah merosot ke lantai saking takutnya. Ron menarik keluar tongkatnya sendiri-tanpa tahu apa yang akan dilakukannya, tahu-tahu didengarnya dirinya sendiri menyebutkan mantra pertama yang muncul dalam benaknya,
"Wingardium Leviosa!"
Pentung itu mendadak terbang dari tangan si troll, melesat tinggi, makin tinggi ke atas, pelan-pelan berbelok-dan jatuh, dengan bunyi derak yang mengerikan, di atas kepala pemiliknya. Si troll terhuyung dan kemudian jatuh terjerembap, dengan bunyi gedebuk yang membuat seluruh ruangan bergetar.
Harry berdiri. Dia gemetar dan terengah. Ron masih berdiri dengan tongkat terangkat, memandang hasil kerjanya. Hermione-lah yang lebih dulu bicara. "Apa dia-mati""
"Kurasa tidak," kata Harry "Kurasa dia cuma pingsan."
Dia menunduk dan mencabut tongkatnya dari hi-dung si troll. Tongkat itu berlumur lendir yang mirip lem abu-abu. "Iiih-ingus troll."
Harry melap tongkatnya ke celana si troll.
Bunyi pintu menjeblak dan langkah-langkah keras membuat ketiganya mendongak. Mereka tidak menyadari keributan yang mereka akibatkan, tetapi tentu saja, ada orang di bawah yang mendengar bunyi gedebak-gedebuk dan gerungan si troll.
Beberapa saat kemudian Profesor McGonagall berlarian ke dalam ruangan, diikuti oleh Snape, dengan Quirrell datang paling belakang. Begitu melihat si troll, Quirrell merintih pelan, lalu cepat-cepat duduk di toilet, mencengkeram dada di bagian jantungnya.
Snape membungkuk di atas si troll. Profesor McGonagall memandang Ron dan Harry. Harry belum pernah melihatnya begitu marah. Bibirnya sampai putih. Harapan memenangkan lima puluh angka untuk Gryffindor langsung lenyap dari pikiran Harry.
"Apa sebenarnya maksud kalian"" tanya Profesor McGonagall, dengan nada dingin penuh kemarahan. Harry memandang Ron, yang masih berdiri dengan tongkat mengacung ke atas. "Kalian beruntung tidak terbunuh. Kenapa kalian tidak berada di asrama""
Snape melempar pandangan tajam ke arah Harry. Harry menatap lantai. Dalam hati dia berharap Ron menurunkan tongkatnya.
Mendadak terdengar suara lemah dari dalam bayang-bayang. "Maaf, Profesor McGonagall... mereka mencari saya." "Miss Granger!"
Hermione akhirny a berhasil berdiri. "Saya mencari troll karena saya... saya pikir saya bisa menanganinya sendiri-karena saya sudah membaca banyak
tentang mereka." Tongkat Ron sampai terjatuh. Hermione Granger, berbohong pada guru"
"Jika mereka tidak menemukan saya, saya pasti sudah mati sekarang. Harry menyodokkan tongkatnya ke dalam lubang hidung si troll dan Ron membuatnya pingsan dengan pukulan pentungnya sendiri. Troll itu sudah siap menghabisi saya ketika mereka tiba."
Harry dan Ron memasang tampang seakan cerita ini bukan cerita baru bagi mereka.
"Wah-kalau begitu...," kata Profesor McGonagall sambil menatap mereka bertiga. "Miss Granger, bodoh benar kau, bagaimana mungkin kau mengira bisa menangani troli gunung sendirian""
Hermione menunduk. Harry tak bisa bicara. Hermione, orang yang paling anti melanggar peraturan, sekarang berbohong untuk menyelamatkan mereka. Ibaratnya Snape membagi-bagikan permen.
"Miss Granger, lima angka dikurangi dari Gryffindor. Aku kecewa sekali padamu. Kalau kau tidak terluka sama sekali, sebaiknya kau kembali ke Menara Gryffindor. Anak-anak sedang menyelesaikan pesta mereka di asrama masing-masing."
Hermione pergi. Profesor McGonagall berbalik menghadapi Harry dan Ron.
"Aku masih tetap bilang kalian beruntung, tetapi tak banyak anak kelas satu yang bisa menghadapi troli gunung dewasa.
Kalian masing-masing mendapat lima angka untuk Gryffindor. Profesor Dumbledore akan diberitahu soal ini. Kalian boleh pergi."
Mereka bergegas meninggalkan tempat itu dan sama sekali tidak bicara sampai mereka sudah naik dua tingkat lebih tinggi.
Sungguh lega bisa menjauh dari bau si troli, di samping berhasil lolos dari bahaya yang lain. "Seharusnya kita dapat lebih dari sepuluh angka," gerutu Ron. "Lima, maksudmu, setelah dipotong lima dari Hermione."
"Baik juga dia, mau menyelamatkan kita seperti itu," Ron mengakui. "Tapi kita memang menyelamatkannya." "Dia mungkin tidak perlu diselamatkan, kalau kita tidak mengurung troli itu bersamanya," Harry mengingatkan. Mereka sudah tiba di depan lukisan Nyonya Gemuk. "Moncong babi," kata mereka, lalu masuk.
Ruang rekreasi penuh dan bising. Semua sibuk makan makanan yang dikirim ke atas. Meskipun demikian, Hermione berdiri sendiri di dekat pintu, menunggu mereka. Sesaat tak ada yang bilang apa-apa, sama-sama malu. Kemudian, tanpa saling pandang, serentak mereka bilang, "Trims," lalu bergegas mengambil piring.
Tetapi sejak saat itu, Hermione Granger menjadi teman mereka. Ada hal-hal tertentu yang tak bisa dialami bersama tanpa kalian jadi saling menyukai, dan membuat pingsan troli gunung setinggi lebih dari tiga setengah meter adalah salah satunya.
* * * 11 QUIDDITCH MEMASUKI bulan November, hawa menjadi sangat dingin. Pegunungan yang mengelilingi sekolah berubah menjadi abu-abu bersaput es dan danau seolah menjadi baja beku. Setiap pagi tanah berselimut salju. Hagrid terlihat dari jendela atas tengah melumerkan salju pada sapu-sapu untuk pertandingan Quidditch, ia memakai jubah panjang dari kulit tikus mondok, sarung tangan dari bulu kelinci dan sepatu bot besar dari kulit berang-berang.
Masa pertandingan Quidditch telah mulai. Pada hari Sabtu, Harry akan bermain dalam pertandingan pertamanya setelah berminggu-minggu berlatih. Gryffindor versus Slytherin. Jika Gryffindor menang, peringkat mereka akan naik ke tempat kedua dalam Kejuaraan Antar-Asrama.
Nyaris tak ada yang pernah melihat Harry bermain, karena Wood telah memutuskan bahwa, sebagai senjata rahasia mereka, Harry harus, yah, harus dirahasiakan. Tetapi berita bahwa dia akan bermain sebagai Seeker, entah bagaimana telah bocor dan Harry tak tahu mana yang lebih buruk-anak-anak berkata kepadanya bahwa dia akan bermain dengan brilian, atau mereka berkata akan berlari-lari di bawahnya memegangi kasur.
Sungguh beruntung bahwa sekarang Harry berteman dengan Hermione. Dia tak tahu bagaimana bisa menyelesaikan semua PR-nya tanpa Hermione, apalagi dengan latihan menit-terakhir Quidditch yang diwajibkan Wood. Hermione juga telah meminjaminya buku Quidditch dari Masa ke Masa, yang ternyata menarik sekali.
Harry jadi tahu ada tujuh r
atus cara melakukan tindakan bodoh dalam Quidditch dan kesemuanya terjadi di pertandingan Piala Dunia pada tahun 1473; bahwa Seeker biasanya pemain yang paling kecil dan paling gesit, dan
bahwa kecelakaan-kecelakaan paling berat Quidditch tampaknya diderita mereka; bahwa walaupun orang jarang sekali mati karena bermain Quidditch, bisa terjadi wasit-wasit menghilang begitu saja dan baru ditemukan berbulan-bulan kemudian di Gurun Sahara.
Hermione sudah tidak terlalu ketat lagi dalam hal melanggar peraturan sejak Harry dan Ron menyelamatkannya dari troll gunung, dan sikapnyajugajadi jauh lebih menyenangkan.
Sehari sebelum pertandingan Quidditch pertama Harry mereka bertiga berada di halaman yang superdingin selama jam istirahat dan Hermione menyihir api biru terang yang bisa dibawa-bawa dalam botol selai. Mereka sedang berdiri memunggungi api itu, menghangatkan diri, ketika Snape menyeberangi halaman.
Harry, Ron, dan Hermione merapat untuk menghalangi api dari pandangan. Mereka yakin menyihir api tak diizinkan.
Celakanya, wajah mereka yang menyiratkan perasaan bersalah tertangkap mata Snape. Dia mendekat dengan terpincang-pincang. Dia tidak melihat api itu, tetapi kelihatannya dia mencari-cari alasan untuk bisa mengadukan mereka.
"Apa itu yang kaupegang, Potter"" Buku Quidditch dari Masa ke Masa. Harry menunjukkannya.
"Buku perpustakaan tidak boleh dibawa keluar sekolah," kata Snape. "Berikan padaku. Lima angka dipotong dari Gryffindor."
"Peraturan itu diada-adakan," gumam Harry gusar ketika Snape terpincang-pincang menjauh. "Kenapa ya, kakinya"" "Entahlah, tapi kuharap sakit sekali," kata Ron sengit.
* * * Ruang rekreasi Gryffindor bising sekali malam itu. Harry Ron, dan Hermione duduk bersama di dekat jendela. Hermione sedang memeriksa PR Jimat dan Guna-guna milik Harry dan Ron. Dia tidak mengizinkan mereka menyalin PR-nya ("Bagaimana kalian belajar kalau cuma menyalin""), tetapi dengan meminta Hermione memeriksa PR mereka, mereka toh mendapatkan jawaban yang benar juga.
Harry merasa resah. Dia menginginkan kembali buku Quidditch dari Masa ke Masa untuk mengalihkan pikirannya dari pertandingan besok. Kenapa dia harus takut kepada Snape"
Seraya bangkit, dia memberitahu Ron dan Hermione dia akan bertanya kepada Snape kalau-kalau dia boleh meminta kembali buku itu.
"Kau sendiri saja deh," kata mereka serempak, tetapi Harry menduga Snape tak akan menolak jika ada guru-guru lain mendengarkan.
Dia menuju ke ruang guru dan mengetuk. Tak ada jawaban. Dia mengetuk lagi. Tetap tak ada jawaban.
Mungkin Snape meninggalkan buku itu di dalam" Layak diselidiki. Harry mendorong pintu hingga terbuka dan mengintip ke dalam-pemandangan yang tampak olehnya sungguh mengerikan.
Snape dan Filch ada di dalam cuma berdua. Snape mengangkat jubahnya sampai ke atas lutut. Salah satu kakinya luka berdarah-darah. Filch sedang membebatnya.
"Makhluk sialan," Snape memaki. "Bagaimana mungkin kita mengawasi tiga kepala sekaligus""
Harry berusaha menutup pintu diam-diam, tetapi...
"POTTER!" Wajah Snape berkeriut saking marahnya ketika dia menjatuhkan jubahnya untuk menyembunyikan kakinya. Harry menelan ludah. "Saya hanya ingin tahu apakah saya boleh mengambil buku saya."
"KELUAR! KELUAR!"
Harry pergi, sebelum Snape sempat mengurangi angka Gryffindor. Dia berlari balik ke atas. "Berhasil"" tanya Ron ketika Harry bergabung kembali bersama mereka. "Ada apa""
Dalam bisikan pelan, Harry memberitahu mereka apa yang telah dilihatnya.
"Kalian tahu apa artinya ini"" dia mengakhiri ceritanya dengan menahan napas. "Dia mencoba melewati anjing kepala tiga itu pada malam Hallowe'en! Ke situlah dia waktu kita melihatnya-dia ingin mengambil entah-apa yang dijaga si anjing! Dan aku berani mempertaruhkan sapuku, dialah yang memasukkan troll itu, untuk mengalihkan perhatian!"
Mata Hermione terbelalak.
"Tidak-dia tak akan begitu," kata Hermione. "Aku tahu dia tidak begitu menyenangkan, tetapi dia tidak akan mencoba mencuri sesuatu yang disimpan Dumbledore."
"Astaga, Hermione, kaupikir semua guru itu orang suci atau apa," tukas Ron. "Aku setuju dengan Harry. Aku tidak percaya
pada Snape. Tetapi apa yang dikejarnya" Apa yang dijaga anjing itu""
Harry pergi tidur dengan kepala penuh pertanyaan yang sama. Neville mendengkur keras, tetapi Harry tidak bisa tidur.
Dia mencoba mengosongkan pikiran- dia perlu tidur, dia harus tidur, beberapa jam lagi dia akan bermain dalam pertandingan Quidditch-nya yang pertama-tetapi ekspresi wajah Snape ketika Harry melihat kakinya tidak mudah dilupakan.
* * * Paginya udara sangat cerah dan dingin. Aula Besar dipenuhi aroma lezat sosis goreng dan obrolan riang anak-anak yang sudah menanti-nanti saat menonton pertandingan Quidditch yang seru.
"Kau harus sarapan."
"Aku tak ingin makan."
"Sepotong roti saja," Hermione membujuk.
Harry gelisah. Sejam lagi dia akan berjalan ke lapangan.
"Harry kau butuh tenagamu," kata Seamus Finnigan. "Seeker selalu jadi sasaran serangan tim lawan."
"Terima kasih, Seamus," kata Harry seraya mengawasi Seamus yang memberi saus tomat banyakbanyak ke sosisnya.
Pada pukul sebelas, seluruh sekolah tampaknya sudah memenuhi tempat duduk tinggi di sekeliling lapangan Quidditch. Banyak anak yang membawa teropong. Tempat duduknya memang sudah tinggi sekali, tapi kadang-kadang masih tetap sulit melihat apa yang sedang terjadi.
Ron dan Hermione bergabung dengan Neville, Seamus, dan Dean si penggemar West Ham di deret paling atas. Sebagai kejutan untuk Harry, mereka telah membuat spanduk besar dari seprai yang telah dicabikcabik Scabbers. Tulisannya Potter for President dan Dean, yang pandai menggambar, telah melukis singa besar Gryffindor di bawahnya. Kemudian Hermione menyihirnya sedikit, sehingga catnya berpendar warnawarni.
Sementara itu, di kamar ganti, Harry dan para anggota tim lainnya sedang memakai jubah Quidditch mereka yang berwarna merah (Slytherin akan bermain dengan seragam hijau).
Wood berdeham, meminta anggota-anggotanya diam.
"Oke, men," katanya.
"Dan women," kata Angelina Johnson si Chaser.
"Dan women," Wood setuju. "Ini saatnya."
"Saat penting," kata Fred Weasley.
"Yang sudah lama kita semua nantikan," kata George.
"Kami sudah hafal pidato Oliver," Fred memberitahu Harry.
"Kami sudah masuk tim tahun lalu."
"Tutup mulut, kalian berdua," kata Wood. "Ini tim terbaik yang pernah dimiliki Gryffindor selama beberapa tahun terakhir ini. Kita akan menang. Aku ya-kin."
Dia membelalak kepada mereka semua, seakan ingin mengatakan, "Kalau tidak, awas!" "Betul. Sudah waktunya. Semoga sukses."
Harry mengikuti Fred dan George meninggalkan kamar ganti dan, berharap lututnya tidak goyah, memasuki lapangan di bawah gemuruh sorakan.
Madam Hooch menjadi wasit. Dia berdiri di tengah lapangan, menunggu kedua tim, dengan sapu di tangannya. "Aku menginginkan permainan yang jujur, anakanak,"
katanya, setelah mereka semua Berkumpul mengelilinginya.
Harry memperhatikan bahwa Madam Hooch tampaknya bicara khusus kepada kapten Slytherin, Marcus Flint, anak kelas lima.
Bagi Harry tampaknya Flint punya keturunan darah troll. Dari sudut matanya Harry melihat spanduk yang berkibar di atas
para penonton, bertulisan Potter for President. Jantungnya berdegup. Dia merasa lebih berani.
"Silakan naik ke sapu kalian."
Harry naik ke atas Nimbus Dua Ribu-nya.
Madam Hooch meniup peluit peraknya keras-keras.
Lima belas sapu meluncur ke atas, makin lama makin tinggi.
Pertandingan dimulai. "Dan Quaffle langsung berhasil ditangkap oleh Angelina Johnson dari Gryffindor-sungguh Chaser luar biasa cewek satu ini, lumayan menarik, lagi..."
"JORDAN!" "Maaf, Profesor."
Sahabat si kembar Weasley Lee Jordan, adalah komentator pertandingan ini. ia diawasi ketat oleh Profesor McGonagall.
"Dan Angelina benar-benar gesit di atas, lontaran tepat kepada Alicia Spinnet, penemuan baru yang bagus si Oliver Wood, tahun lalu cuma cadangan- kembali ke Angelina dantidak, Slytherin berhasil merebut Quaffle, kapten Slytherin, Marcus Flint, berhasil merebut Quaffle dan meluncur menjauh-Flint terbang bagai elang di atas sana-dia akan mencetak go-tidak, dihentikan oleh gerak hebat Keeper Gryffindor, Wood, dan Gryffindor kembali memegang Quaffle-itu Chaser Katie Bell dari Gryffindor, menukik manis meng
itari Flint, naik lagi dan-OUCH-pasti sakit sekali, belakang kepalanya dihantam Bludger- Quaffle berhasil direbut Slytherin-Adrian Pucey melesat menuju gawang, tetapi dia diblok oleh Bludger kedua-yang dilemparkan ke arahnya oleh Fred atau George Weasley, tak bisa membedakan yang mana- yang jelas gerakan bagus dari Beater Gryffindor, dan Angelina kembali memegang bola, tak ada halangan di depannya dan dia meluncur-benar-benar terbang- menghindari Bludger yang melaju cepat ke arahnya- gol di depannya-ayo, ayo, Angelina-Keeper Bletchley menukik- lolos-GOL UNTUK GRYFFINDOR!"
Sorakan anak-anak Gryffindor membahana menembus udara dingin, ditingkah jerit sesal dan ratapan anak-anak Slytherin.
"Geser sedikit."
"Hagrid!" Ron dan Hermione merapat untuk memberi cukup tempat bagi Hagrid untuk bergabung bersama mereka.
"Dari tadi nonton dari pondokku," kata Hagrid sambil membelai teropong besar yang tergantung di lehernya. "Tapi tidak seseru kalau ada di sini. Snitchnya belum kelihatan""
"Belum," kata Ron. "Harry belum banyak kerjaan."
"Cuma menghindari serangan, tapi kan susah juga," kata Hagrid, mengangkat teropongnya dan memandang ke langit, ke arah titik yang tak lain tak bukan adalah Harry.
Jauh di atas mereka, Harry melayang di atas para pemain lainnya, menajamkan mata mencari-cari Snitch. Ini bagian dari rencana permainannya bersama Wood.
"Menyingkirlah jauh-jauh sebelum kau melihat Snitch," kata Wood. "Kita tak ingin kau diserang sebelum waktunya."
Ketika Angelina mencetak gol, Harry dua kali melakukan terbang jungkir-balik untuk melepas perasaannya. Sekarang dia sudah mencari-cari Snitch lagi. Sekali dia melihat kilatan emas, tetapi ternyata pantulan arloji salah satu dari si kembar Weasley.
Senja Jatuh Di Pajajaran 7 Pendekar Mabuk 044 Pusaka Bernyawa Gempar Aji Karang Rogo 2

Cari Blog Ini