Ceritasilat Novel Online

Piala Api 2

Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling Bagian 2


"Aku suka Ludo," kata Mr Weasley lunak. "Dialah yang memberi kita tiket bagus Piala Dunia. Aku membantunya sedikit. Kakaknya, Otto, mendapat kesulitan-mesin pemotong rumput dengan kekuatan luar biasa-aku membereskannya." 78
"Oh, Bagman cukup menyenangkan, tentu saja," kata Percy sambil lalu, "tapi bagaimana dia bisa jadi Kepala Departemen... kalau aku bandingkan dengan Mr Crouch! Tak bisa kubayangkan Mr Crouch kehilangan salah satu anak buahnya dan tidak berusaha mencari tahu apa yang terjadi padanya. Ayah tahu kan, Bertha Jorkins sudah menghilang lebih dari sebulan sekarang" Berlibur ke Albania dan tak pernah kembali""
"Ya, aku tanya Ludo tentang itu," kata Mr Weasley, mengerutkan kening. "Dia bilang Bertha sudah sering tersesat sebelum ini-meskipun jujur saja, kalau itu orang dari departemenku, aku pasti sudah cemas...."
"Oh, Bertha payah, memang," kata Percy "Kudengar dia disingkirkan dari satu departemen ke departemen lain selama bertahun-tahun, tukang bikin susah... tapi meskipun demikian, Bagman seharusnya berusaha mencarinya. Mr Crouch menaruh perhatian khusus, dia pernah bekerja di departemen kami, soalnya, dan kurasa Mr Crouch cukup suka padanya-tapi Bagman cuma tertawa dan mengatakan dia mungkin salah baca peta dan tiba di Australia alih-alih Albania. Meskipun demikian"-Percy mengembuskan napas den
gan impresif dan meneguk anggur elderflower banyak-banyak- "pekerjaan kami di Departemen Kerjasama Sihir Internasional sudah cukup banyak, tanpa harus mencari karyawan departemen lain yang hilang. Seperti Ayah tahu, masih ada acara besar lain yang harus kami organisir setelah Piala Dunia."
Percy berdeham sok penting dan memandang ke ujung meja yang lain, tempat Harry, Ron, dan Hermione duduk. "Ayah tahu apa yang kumaksud." Suaranya dikeraskannya sedikit. "Yang top secret"
Ron memutar matanya dan bergumam kepada Harry dan Hermione, "Sudah lama dia berusaha membuat kami bertanya acara apa itu sejak dia mulai bekerja. Mungkin pameran kuali berpantat-tebal."
Di tengah meja, Mrs Weasley berdebat dengan Bill soal anting-antingnya, yang rupanya belum lama dipakai.
"... dengan taring besar mengerikan. Astaga, Bill, apa kata mereka di bank""
"Mum, tak seorang pun di bank peduli bagaimana aku berpakaian asal aku membawa pulang banyak harta," kata Bill sabar.
"Dan rambutmu makin tidak pantas, Nak," kata Mrs Weasley, mengelus tongkatnya dengan sayang. "Bagaimana kalau kupotong sedikit..."
"Aku suka rambut panjangnya," kata Ginny, yang duduk di sebelah Bill. "Mum kuno sekali. Lagi pula, panjangnya tidak seberapa dibanding rambut Profesor Dumbledore..."
Di sebelah Mrs Weasley Fred, George, dan Charlie bicara penuh semangat tentang Piala Dunia.
"Pasti Irlandia," kata Charlie tak jelas, mulutnya penuh kentang. "Mereka menggilas Peru di semifinal."
"Tapi Bulgaria punya Viktor Krum," kata Fred.
"Krum cuma satu pemain hebat, Irlandia punya tujuh," kata Charlie singkat. "Sayang sekali Inggris tidak berhasil lolos. Memalukan benar."
"Apa yang terjadi"" tanya Harry bergairah, sangat menyesalkan keterisolasiannya dari dunia sihir saat harus tinggal di Privet Drive. Harry tertarik sekali pada Quidditch. Dia sudah bermain sebagai Seeker tim Asrama Gryffindor sejak tahun pertamanya di Hogwarts dan memiliki Firebolt, salah satu sapu balap terbaik di dunia.
"Kalah dari Transylvania, tiga ratus sembilan puluh lawan sepuluh," kata Charlie muram. "Penampilan yang mengejutkan. Dan Wales kalah dari Uganda, dan Skotlandia dibabat Luksemburg."
Mr Weasley menyihir lilin-lilin untuk menerangi kebun yang sudah mulai gelap sebelum mereka makan es krim stroberi buatan sendiri. Saat makan malam usai, ngengat beterbangan rendah di atas meja dan udara yang hangat dipenuhi aroma rumput dan ha-rum honeysuckee, yang bunganya berbentuk lonceng. Harry merasa kenyang dan senang, ketika dia mengawasi beberapa jembalang melompati semak mawar, tertawa terbahak-bahak dikejar Crookshanks.
Ron memandang berkeliling meja untuk memastikan semua keluarganya sedang sibuk bicara, kemudian berkata sangat pelan kepada Harry, "Jadi-kau sudah dapat kabar dari Sirius belakangan ini""
Hermione memandang berkeliling, memasang telinga tajam-tajam.
"Yeah," kata Harry pelan, "dua kali. Dia kelihatannya baik-baik saja. Aku menulis kepadanya kemarin. Mungkin dia akan membalas sewaktu aku di sini."
Harry mendadak teringat alasannya menulis kepada Sirius, dan sesaat dia sudah nyaris memberitahu Ron dan
Hermione tentang bekas lukanya yang sakit lagi, dan tentang mimpi yang membuatnya terbangun... tetapi dia tak ingin membuat mereka cemas sekarang, tidak ketika dia sendiri merasa sangat bahagia dan damai.
"Astaga, sudah jam berapa"" celetuk Mrs Weasley tiba-tiba, memandang arlojinya. "Kalian semua seharusnya sudah di tempat tidur-kalian harus bangun subuh-subuh untuk ke tempat pertandingan. Harry, kalau kautinggalkan daftar keperluan sekolahmu, akan kubelikan besok di Diagon Alley. Aku akan membelikan yang lain juga. Mungkin tak ada waktu lagi setelah Piala Dunia, pertandingan berlangsung lima hari pada Piala Dunia yang lalu." "Wow-mudah-mudahan kali ini juga!" kata Harry antusias.
"Kuharap tidak," kata Percy sok rajin. "Aku bergidik memikirkan tumpukan surat-masukku kalau aku meninggalkan kantor selama lima hari."
"Yeah, siapa tahu ada yang menyelipkan kotoran naga lagi, eh, Perce"" kata Fred.
"Itu contoh pupuk dari Norwegia!" kata Percy, wajahnya merah padam. "Bukan kiriman pribadi untukku!"
" Pribadi," Fred berbisik kepada Harry ketika mereka beranjak dari meja. "Kami yang kirim."
6. Portrey RASANYA baru saja Harry membaringkan diri untuk tidur di kamar Ron, dia sudah dibangunkan oleh Mrs Weasley.
"Sudah waktunya bangun, Harry," bisiknya, seraya pergi membangunkan Ron.
Harry meraba-raba mencari kacamatanya, memakainya, dan duduk. Di luar masih gelap. Ron bergumam tak jelas ketika ibunya membangunkannya. Di kaki kasur Harry dia melihat dua sosok besar, berantakan, muncul dari balik selimut kusut.
"Sudah waktunya"" tanya Fred grogi.
Mereka berpakaian dalam diam, masih terlalu mengantuk untuk bicara, kemudian, sambil menguap dan menggeliat, keempatnya turun ke dapur.
Mrs Weasley sedang mengaduk isi panci besar di atas kompor, sementara Mr Weasley duduk di depan meja, memeriksa segebung tiket perkamen. Dia mendongak
ketika keempat anak itu masuk dan mengembangkan lengannya supaya mereka bisa melihat pakaiannya dengan lebih jelas. Dia memakai sweter golf dan celana jins butut yang agak kebesaran untuknya dan ditahan dengan ikat pinggang kulit besar.
"Bagaimana menurut kalian"" tanyanya penasaran. "Kita disuruh menyamar-apa aku kelihatan seperti Muggle, Harry""
"Yeah," kata Harry, tersenyum, "mirip sekali." "Mana Bill dan Charlie dan Per-Per-Percy"" kata George, gagal menahan kuap lebar.
"Mereka ber-Apparate, kan"" kata Mrs Weasley, mengangkat panci besar itu ke atas meja dan mulai menyendok bubur ke dalam mangkuk-mangkuk. "Jadi mereka bisa tidur sebentar lagi."
Harry tahu bahwa ber-Apparate berarti menghilang dari suatu tempat dan muncul nyaris pada saat bersamaan di tempat lain, tetapi belum pernah tahu ada murid Hogwarts yang bisa melakukannya. Dia juga tahu bahwa melakukan itu sulit sekali.
"Jadi, mereka masih di tempat tidur"" gerutu Fred, menarik mangkuk buburnya ke dekatnya. "Kenapa kami tidak ber-Apparate juga""
"Karena kalian belum cukup umur dan belum ujian," bentak Mrs Weasley. "Dan di mana dua anak perempuan
itu"" Dia bergegas keluar dapur dan mereka mendengarnya menaiki tangga.
"Kita harus lulus ujian untuk ber-Apparate"" tanya Harry.
"Oh, ya," kata Mr Weasley, menyelipkan tiketnya agar aman di saku belakang jinsnya. "Departemen Transportasi Sihir terpaksa mendenda dua orang kemarin dulu gara-gara ber-Apparate tanpa lisensi. Tidak mudah ber-Apparate, dan kalau tidak dilakukan dengan benar, komplikasinya bisa sangat tidak enak. Dua orang yang kuceritakan ini terbelah."
Semua orang di sekeliling meja, kecuali Harry, ber-jengit.
"Er- terbelah""tanya Harry.
"Mereka meninggalkan separo tubuh mereka," kata Mr Weasley, sekarang menuang saus banyak-banyak ke dalam buburnya. "Jadi, tentu saja mereka tak berdaya. Tak bisa bergerak. Harus menunggu Pasukan Pembalikan Sihir Tak Sengaja untuk menolong mereka. Berarti ada surat-surat yang harus dibereskan, ada Muggle-muggle yang melihat paroan tubuh yang mereka tinggalkan... "
Harry mendadak membayangkan sepasang kaki dan sebutir bola mata tergeletak di trotoar Privet Drive.
"Mereka tak apa-apa"" tanyanya, kaget.
"Tidak," kata Mr Weasley tanpa berbelit-belit. "Tetapi mereka kena denda besar dan kurasa mereka tidak akan mencoba lagi dalam waktu dekat. Kita tak boleh main-main dalam hal ber-Apparate ini. Banyak penyihir dewasa yang tak mau melakukannya. Lebih suka naik sapu- lebih lambat, tetapi lebih aman."
"Tetapi Bill dan Charlie dan Percy semua bisa melakukannya""
"Charlie harus ujian dua kali," kata Fred nyengir. "Yang pertama tidak lulus, muncul kejauhan tujuh setengah kilo ke selatan dari tempat tujuannya, persis di atas nenek tua yang sedang belanja, ingat""
"Ya, tapi dia lulus ujian keduanya," kata Mrs Weasley, masuk kembali ke dapur di tengah kikik tawa yang ramai.
"Percy baru lulus dua minggu lalu," kata George. "Sejak itu dia ber-Apparate turun dari kamarnya setiap pagi untuk membuktikan dia bisa."
Terdengar langkah-langkah kaki di lorong di luar dan Hermione bersama Ginny muncul. Keduanya tampak pucat dan mengantuk.
"Kenapa kita harus bangun pagi sekali"" tanya Ginny, menggosok matanya dan duduk di depan meja.
"Kita harus jalan sedikit," kata Mr Weas
ley. "Jalan"" tanya Harry. "Kita jalan ke Piala Dunia""
"Tidak, tidak, itu berkilo-kilo meter jauhnya," kata Mr Weasley, tersenyum. "Kita cuma perlu jalan sedikit. Susah sekali bagi serombongan besar penyihir untuk berkumpul tanpa menarik perhatian Muggle. Kita harus sangat berhati-hati tentang bagaimana kita bepergian pada saat yang terbaik, dan untuk peristiwa besar seperti Piala Dunia Quidditch..."
"George!" tegur Mrs Weasley tajam, dan mereka semua terlonjak. "Apa"" kata George dengan nada tak bersalah yang tak bisa membohongi siapa pun.
"Apa itu dalam kantongmu"" "Tidak ada apa-apa!" "Jangan bohong padaku!"
Mrs Weasley mengacungkan tongkatnya ke saku George dan berkata, "Actio!"
Beberapa benda kecil berwarna-warni cerah melesat keluar dari kantong George. Dia berusaha menangkapnya, tapi gagal, dan benda-benda itu meluncur ke tangan Mrs Weasley yang terulur.
"Kami sudah menyuruh kalian menghancurkan ini!" kata Mrs Weasley marah, menunjukkan permen Lidah-Liar di tangannya. "Sudah kami suruh buang semuanya! Kosongkan kantong kalian, ayo, dua-duanya!"
Si kembar rupanya mencoba menyelundupkan sebanyak mungkin permen keluar rumah, dan hanya dengan menggunakan Mantra Panggil Mrs Weasley berhasil menemukan semua permen itu.
"Actio! Actio! Actio!" teriaknya, dan permen beterbangan dari segala tempat yang tak terduga, seperti lapisan jaket George dan lipatan kaki celana jins Fred.
"Kami menghabiskan enam bulan membuatnya!" Fred berteriak kepada ibunya ketika Mrs Weasley membuang permen-permen itu.
"Oh, cara bagus untuk menghabiskan enam bulan!" jerit Mrs Weasley. "Pantas saja kalian tidak dapat OWL lebih tinggi!"
Suasana jadi kurang enak ketika mereka berangkat. Mrs Weasley masih marah ketika mengecup pipi Mr Weasley, tapi tak semarah si kembar yang mengangkat ransel mereka ke punggung dan pergi tanpa berkata sepatah pun kepadanya.
"Selamat bersenang-senang," kata Mrs Weasley, "dan jangan bikin kehebohan," serunya lagi ke punggung si kembar yang semakin menjauh, namun mereka tidak menoleh maupun menjawab. "Aku akan mengirim Bill, Charlie, and Percy ke sana kira-kira tengah hari," Mrs Weasley berkata kepada Mr Weasley ketika dia, Harry, Ron, Hermione, dan Ginny melangkah ke halaman yang masih gelap, menyusul Fred dan George.
Udara dingin sekali dan bulan masih bersinar. Hanya sedikit warna hijau pucat di kaki langit di sebelah kanan mereka yang menunjukkan bahwa subuh segera tiba. Harry, setelah membayangkan ribuan penyihir bergegas untuk menonton Piala Dunia Quidditch, mempercepat langkah, menjejeri Mr Weasley.
"Jadi bagaimanaorang-orang ke sana tanpa menarik perhatian Muggle"" tanyanya.
"Ini memang problem organisasi yang sangat besar," Mr Weasley menghela napas. "Persoalannya, kira-kira seratus ribu penyihir akan datang menonton Piala Dunia ini, dan tentu saja kita tak punya tempat sihir cukup luas untuk menampung mereka semua. Ada tempat-tempat yang tak bisa dimasuki Muggle, tapi bayangkan saja kalau harus mengumpulkan seratus ribu penyihir di Diagon Alley atau peron sembilan tiga perempat. Jadi kami harus mencari tanah kosong yang nyaman dan menjalankan pengamanan anti-Muggle sebanyak mungkin. Seluruh Kementerian menyiapkan ini selama berbulan-bulan. Pertama-tama tentunya, kami harus mengatur kedatangan secara bergiliran. Mereka yang tiketnya murah harus tiba dua minggu sebelumnya. Sejumlah terbatas menggunakan transportasi Muggle, tapi kita tak boleh membuat bus dan kereta api mereka berjejalan-ingat para penyihir berdatangan dari seluruh dunia. Beberapa ber-Apparate, tentu saja, tapi kami harus menentukan jarak aman tertentu untuk tempat mereka muncul, jauh dari para Muggle. Ada hutan strategis yang digunakan sebagai tempat ber-Apparate. Bagi mereka yang tak mau ber-Apparate atau tak bisa, kami menggunakan Portkey. Portkey adalah benda-benda yang digunakan untuk mengangkut penyihir dari satu tempat ke tempat lain pada waktu yang sudah ditentukan. Bisa berangkat serombongan besar sekaligus, kalau perlu. Ada dua ratus Portkey yang ditaruh di tempattempat strategis di seluruh Inggris, dan yang paling dekat dengan tempat
kita adalah yang di puncak Bukit Stoatshead, jadi ke sanalah kita sekarang."
Mr Weasley menunjuk ke depan, ke gundukan besar hitam yang menjulang di balik desa Ottery St. Catch-pole.
"Benda-benda macam apa Portkey itu"" tanya Harry ingin tahu.
"Yah, bisa apa saja," kata Mr Weasley. "Barangbarang yang tidak menarik perhatian, supaya tidak diambil atau dipakai main oleh Muggle... barangbarang yang mereka pikir cuma sampah.... "
Mereka berjalan menyusuri jalan kecil gelap dan lembap menuju ke desa, keheningan hanya dipecahkan oleh langkah-langkah mereka. Langit perlahan sekali bertambah terang sementara mereka melewati desa.
Kegelapan yang semula pekat sekarang memudar menjadi biru tua. Tangan dan kaki Harry kedingingan. Mr Weasley berulang-ulang melihat arlojinya.
Mereka tak punya sisa napas untuk bicara ketika mulai mendaki Bukit Stoatshead, kadang-kadang terhuyung jika terperosok ke dalam lubang kelinci, atau terpeleset gerumbul lebat rumput yang licin. Setiap helaan napas Harry membuat dadanya sakit, dan kakinya mulai susah digerakkan ketika akhirnya telapak kakinya menginjak tanah datar.
"Whew!" engah Mr Weasley, mencopot kacamatanya dan menggosokkannya ke sweternya. "Yah, cukuplah- kita masih punya sepuluh menit.... "
Hermione yang terakhir tiba di puncak bukit, memegangi sisi perutnya.
"Sekarang tinggal cari Portkey-nya," kata Mr Weasley, memakai kembali kacamatanya dan menyipitkan mata mencari-cari di tanah. "Pasti tidak besar... Ayo..."
Mereka menyebar, mencari. Baru beberapa menit, terdengar teriakan membelah keheningan.
"Di sini, Arthur! Di sini, Nak, sudah ketemu!"
Dua sosok jangkung membentuk siluet berlatar langit berbintang di sisi lain bukit.
"Amos!" kata Mr Weasley, tersenyum, seraya melangkah mendekati laki-laki yang tadi berteriak. Yang lain mengikuti.
Mr Weasley berjabat tangan dengan penyihir berwajah kemerahan dengan jenggot cokelat lebat yang tangan satunya memegangi sepatu bot usang.
"Ini Amos Diggory, anak-anak," kata Mr Weasley. "Dia bekerja di Departemen Pengaturan dan Pengawasan Makhluk Gaib. Dan kurasa kalian kenal anaknya, Cedric""
Cedric Diggory adalah pemuda luar biasa tampan berusia kira-kira tujuh belas tahun. Dia Kapten dan Seeker tim Quidditch Hufflepuff di Hogwarts.
"Hai," sapa Cedric, memandang berkeliling kepada mereka semua.
Semua membalas ber-hai, kecuali Fred dan George, yang hanya mengangguk. Mereka tak pernah sepenuhnya memaafkan Cedric karena mengalahkan tim mereka, Gryffindor, dalam pertandingan pertama tahun ajaran lalu.
"Perjalanan jauh, Arthur"" tanya ayah Cedric. "Tidak juga," kata Mr Weasley. "Kami tinggal di balik desa.
Kau"" "Harus bangun pukul dua, ya, Ced" Aku akan senang kalau dia sudah lulus ujian ber-Apparate. Tapi... aku tidak mengeluh... Piala Dunia Quidditch, tak akan mau ketinggalan walaupun dibayar sekantong emas-dan harga tiketnya kira-kira memang segitu. Padahal kelihatannya aku dapat dengan mudah, ya... " Amos Diggory dengan ramah memandang ke ketiga anak laki-laki Weasley, Harry, Hermione, dan Ginny. "Semua anakmu, Arthur""
"Oh, bukan, cuma yang rambutnya merah," kata Mr Weasley, seraya menunjuk anak-anaknya. "Ini Hermione, teman Ron-dan Harry, temannya yang lain..."
"Jenggot Merlin," kata Amos Diggory, matanya melebar. "Harry" Harry Potter""
"Er-yeah," kata Harry.
Harry sudah terbiasa dengan orang-orang yang memandangnya penuh ingin tahu sewaktu bertemu dengannya, terbiasa dengan mata mereka yang langsung bergerak ke bekas luka berbentuk sambaran kilat di dahinya, tetapi itu selalu membuatnya salah tingkah.
"Ced sudah cerita tentang kau, tentu," kata Amos Diggory. "Cerita kepada kami tentang bertanding melawan kau tahun lalu... aku bilang padanya, Ced, ini bisa diceritakan kepada cucu-cucumu... Kau mengalahkan Harry Potter!"
Harry tak tahu harus menanggapi bagaimana, maka dia diam saja. Fred dan George cemberut. Cedric tampak agak malu.
"Harry jatuh dari sapunya, Dad," gumamnya. "Kan sudah kubilang... itu kecelakaan... "
"Ya, tapi kau tidak jatuh, kan"" raung Amos senang, seraya menepuk punggung anaknya. "Anak ini selalu rendah hati, selalu sopan... tapi
yang terbaik yang menang, aku yakin Harry akan bilang begitu, iya kan, eh" Yang satu jatuh dari sapunya, yang satu tidak, tak perlu jadi jenius untuk mengatakan mana yang lebih pintar terbang!"
"Sudah hampir saatnya," kata Mr Weasley cepatcepat sambil menarik keluar arlojinya lagi. "Apa masih ada yang kita tunggu, Amos""
"Tidak, keluarga Lovegood sudah di sana seminggu dan keluarga Fawcett tidak berhasil mendapat tiket," kata Mr Diggory. "Tak ada lagi kaum kita di daerah ini, kan""
"Setahuku tidak," kata Mr Weasley. "Ya, satu menit lagi... Lebih baik kita bersiap-siap..."
Dia memandang Harry dan Hermione.
"Kalian cuma perlu menyentuh Portkey-nya, satu jari sudah cukup..."
Dengan susah payah, karena ransel mereka besar-besar, mereka bersembilan berdesakan mengitari sepatu bot butut yang dipegangi oleh Amos Diggory.
Mereka berdiri di sana, dalam lingkaran rapat, sementara angin dingin menyapu puncak bukit. Tak seorang pun bicara. Mendadak terlintas di benak Harry, betapa ganjil pemandangan ini jika ada Muggle yang kebetulan naik ke bukit ini sekarang... sembilan orang, dua di antaranya laki-laki dewasa, memegangi sepatu bot butut dalam keremangan subuh, menunggu...
"Tiga...," gumam Mr Weasley, sebelah.matanya masih memandang arlojinya, "dua... satu..."
Terjadinya begitu saja. Harry merasa seakan ada kaitan persis di belakang pusarnya yang mendadak ditarik tak tertahankan ke depan. Kakinya terangkat dari tanah. Dia bisa merasakan Ron dan Hermione di kanan-kirinya, bahu mereka berbenturan dengan bahunya.
Mereka semua melesat ke depan dalam deru angin dan pusaran warna. Telunjuk Harry menempel ke bot seakan jari itu menariknya secara magnetis ke depan dan kemudian...
Kakinya menghantam tanah. Ron terhuyung menabraknya dan Harry jatuh. Portkey jatuh di tanah di dekat kepalanya dengan bunyi "bluk" keras.
Harry mendongak. Mr Weasley, Mr Diggory, dan Cedric masih tetap berdiri, meskipun tampak baru diterpa angin kencang. Yang lain bergeletakan di tanah.
"Tujuh lewat lima dari Bukit Stoatshead," terdengar suara berkata.
7. Bacman dan Crouch HARRY melepaskan diri dari Ron dan berdiri. Mereka telah tiba di hamparan tanah kosong berkabut. Di depan mereka berdiri sepasang penyihir yang tampak lelah dan galak. Yang satu memegangi arloji emas besar, satunya lagi segulung besar perkamen dan pena bulu. Keduanya berpakaian sebagai Muggle, meskipun agak aneh. Yang memegang arloji memakai setelan wol dengan sepatu bot setinggi betis. Temannya memakai kilt-pakaian tradisional Skotlandia yang seperti rok-dan ponco.
"Pagi, Basil," kata Mr Weasley, seraya memungut bot dan menyerahkannya kepada penyihir yang berkilt, yang melemparkannya ke dalam kotak besar berisi Portkey yang sudah digunakan di sebelahnya. Harry bisa melihat koran bekas, kaleng minuman, dan bola sepak bocor.
"Halo, Arthur," sapa Basil lelah. "Tidak tugas, eh"
Enak ya... Kami di sini semalam suntuk. Lebih baik kalian minggir. Ada rombongan besar dari Black Forest
yang akan tiba pukul lima seperempat. Tunggu, ku-beritahu tempat perkemahan kalian... Weasley... Weasley..." Dia memeriksa daftar perkamennya. "Kirakira empat ratus meter dari sini, lapangan pertama yang kaujumpai. Manajer lapanganmu bernama Mr Roberts. Diggory... lapangan kedua... cari Mr Payne."
"Terima kasih, Basil," kata Mr Weasley, dan dia memberi isyarat agar semua mengikutinya.
Mereka menyeberangi tanah yang kosong, tak bisa melihat banyak menembus kabut. Setelah berjalan kira-kira dua puluh menit, tampak pondok batu kecil di sebelah gerbang. Di balik gerbang, Harry bisa melihat sosok-sosok gelap ratusan tenda, memenuhi lapangan yang membukit ke arah hutan gelap di kaki langit. Mereka mengucapkan selamat tinggal kepada Cedric dan ayahnya dan mendatangi pintu pondok.
Seorang laki-laki berdiri di pintu, memandang ke arah tenda-tenda. Sekali pandang Harry langsung tahu bahwa dia satu-satunya Muggle asli dalam radius beberapa hektar. Mendengar langkah-langkah mereka, laki-laki itu menoleh.
"Pagi!" sapa Mr Weasley ramah.
"Pagi," balas si Muggle.
"Apakah Anda Mr Roberts""
"Ya, betul," kata Mr Roberts. "Dan siapa A
nda"" "Weasley-dua tenda, dipesan dua hari lalu""
"Ya," kata Mr Roberts, membaca daftar yang ditempelkan di pintu. "Kalian mendapat tempat di sebelah hutan di sana itu. Cuma semalam""
"Ya," kata Mr Weasley. "Anda akan membayar sekarang, kalau begitu"" kata Mr Roberts.
"Ah-betul-tentu...," kata Mr Weasley. Dia mundur sampai agak jauh dari pondok dan memberi isyarat memanggil Harry. "Tolong aku, Harry," gumamnya, mengeluarkan segulung uang Muggle dari dalam sakunya dan mulai memilah-milah lembarannya. "Ini- sepuluhan" Ah ya, aku lihat angkanya sekarang... Jadi, ini limaan""
"Dua puluh," Harry membetulkannya dengan berbisik, salah tingkah karena tahu Mr Roberts berusaha mendengar setiap kata.
"Ah ya... jadi ini... berapa ini, kertas-kertas kecil ini bikin bingung..." "Anda orang asing"" kata Mr Roberts ketika Mr Weasley kembali mendekat untuk membayarnya.
"Asing"" tanya Mr Weasley, bingung.
"Anda bukan orang pertama yang mengalami kesulitan dengan uang," kata Mr Roberts, mengawasi Mr Weasley dengan tajam. "Ada dua orang yang mencoba membayarku dengan koin emas sebesar dop roda sepuluh menit yang lalu."
"Betul"" kata Mr Weasley gugup. Mr Roberts mencari-cari kembalian di dalam kaleng.
"Belum pernah seramai ini," katanya tiba-tiba, memandang ke lapangan berkabut lagi. "Beratus-ratus orang pesan sebelumnya. Biasanya mereka muncul begitu saja..."
"Begitu"" kata Mr Weasley, tangannya terulur meminta kembaliannya, tetapi Mr Roberts tidak memberikannya.
"Ya," katanya sambil menerawang. "Orang dari se-gala tempat. Banyak sekali orang asing. Dan bukan cuma orang asing. Orang-orang aneh, Anda tahu" Ada yang berkeliaran memakai kilt dan ponco."
"Apa itu aneh"" tanya Mr Weasley ingin tahu.
"Seperti.., entahlah... ini seperti semacam reli," kata Mr Roberts. "Mereka kelihatannya saling kenal. Seperti pesta besar."
Saat itu seorang penyihir memakai celana golf tibatiba muncul di sebelah pintu pondok Mr Roberts. "Obliviate!" katanya tajam, seraya mengacungkan tongkatnya ke arah Mr Roberts.
Dalam sekejap, mata Mr Roberts langsung tidak terfokus, keningnya yang semula berkerut kini licin lagi, dan wajahnya seperti melamun tak peduli. Harry mengenali gejala orang yang memorinya baru saja dimodifikasi.
"Peta perkemahan untuk Anda," kata Mr Roberts dengan tenang. "Dan kembalian Anda."
"Banyak terima kasih," kata Mr Weasley.
Penyihir yang memakai celana golf menemani mereka sampai di gerbang bumi perkemahan. Dia tampak lelah. Dagunya biru belum bercukur, dan adalingkaran-lingkaran ungu gelap di bawah matanya. Begitu di luar
jangkauan pendengaran Mr Roberts, dia bergumam kepada Mr Weasley, "Repot menangani dia. Perlu Jampi Memori sepuluh kali sehari untuk membuatnya tetap senang. Dan Ludo Bagman tidak membantu. Berkeliaran ke sana kemari sambil bicara tentang Bludger dan Quaffle keras-keras, sama sekali tidak memedulikan pengamanan anti-Muggle. Ya ampun, aku akan senang kalau ini selesai. Sampai nanti, Arthur."
Dia ber-Disapparate. "Bukankah Mr Bagman Kepala Permainan dan Olahraga Sihir"" tanya Ginny keheranan. "Mestinya dia tidak menyebut-nyebut Bludger dekat Muggle, kan""
"Mestinya begitu," kata Mr Weasley, tersenyum, dan mengajak mereka memasuki gerbang, "tapi dari dulu Ludo memang agak... yah... longgarsoal keamanan. Tapi kau tak bisa mendapat kepala departeman olahraga yang lebih antusias daripada Ludo. Dia sendiri dulu pemain Quidditch untuk tim Inggris. Dan dia Beater terbaik yang pernah dimiliki Wimbourne Wasps." Wimbourne Wasps berarti "lebah-lebah Wimbourne".
Mereka berjalan dengan susah payah di lapangan berkabut, di antara deretan panjang tenda. Sebagian besar tampak biasa, pemiliknya jelas mencoba membuatnya semirip mungkin dengan kemah Muggle, tetapi agak meleset dengan menambahkan cerobong asap, atau penarik lonceng, atau baling-baling udara. Meskipun demikian, di sana-sini ada tenda yang jelas sekali gaib sehingga Harry tidak heran Mr Roberts menjadi curiga. Di tengah lapangan berdiri tenda mewah dari sutra bergaris seperti istana mini, dengan beberapa ekor merak hidup berkeliaran di pintu masuknya. Sedikit lebih jauh mereka
mel ewati tenda bertingkat tiga dengan beberapa menara. Di dekatnya ada tenda dengan kebun di depannya, lengkap dengan tempat mandi burung, jam matahari, dan air mancur.
"Dari dulu selalu begitu," kata Mr. Weasley, tersenyum. "Tak tahan tidak pamer kalau sedang berkumpul. Ah, kita sudah sampai. Lihat, ini tempat kita."
Mereka sudah tiba di tepi hutan di tempat yang paling atas, dan di sini ada tempat kosong, dengan papan tanda kecil yang ditancapkan di tanah bertulisan WEEZLY.
"Tak bisa dapat yang lebih baik lagi," kata Mr Weasley senang. "Lapangan Quidditch-nya persis di balik hutan, kita sudah dekat sekali." Dia menurunkan ransel dari punggungnya. "Baik," katanya bersemangat, "tak diizinkan pakai sihir, karena jumlah kita di tanah Muggle begitu banyak. Kita akan mendirikan tendatenda ini dengan tangan! Tak akan terlalu sulit... Muggle toh melakukannya sepanjang waktu... Nah, Harry, menurutmu kita mulai dari mana""
Harry seumur hidup belum pernah berkemah. Keluarga Dursley tidak pernah mengajaknya ke acara liburan apa pun. Mereka lebih suka menitipkannya pada Mrs Figg, tetangga yang sudah tua. Meskipun demikian, dia dan Hermione berhasil mereka-reka di mana tiang dan pancang harus didirikan, dan walaupun Mr Weasley lebih banyak mengganggu daripada membantu, karena dia jadi kelewat bersemangat menggunakan palu, mereka akhirnya berhasil juga mendirikan dua kemah berantakan.
Semuanya mundur untuk mengagumi hasil karya mereka. Tak seorang pun yang melihat kemah ini akan mengira ini kemah milik penyihir, pikir Harry, tetapi masalahnya, begitu Bill, Charlie, dan Percy tiba, jumlah mereka akan jadi sepuluh. Hermione rupanya menyadari hal ini juga. Dia melempar pandang bertanya kepada Harry ketika Mr Weasley merangkak memasuki kemah pertama.
"Akan sedikit sempit," serunya, "tetapi kurasa kita semua bisa masuk. Masuk dan lihatlah."
Harry membungkuk, menerobos tutup kemah, dan ternganga. Dia masuk ke dalam flat berkamar tiga model lama, lengkap dengan kamar mandi dan dapur. Anehnya, perabotannya sama seperti yang ada di rumah Mrs Figg. Ada tutup rajutan di kursi-kursi yang modelnya berbeda-beda, dan bau kucing yang menyengat.
"Yah, kan tidak untuk waktu lama," kata Mr Weasley, menyeka kepalanya yang botak dengan saputangan dan memandang keempat tempat tidur susun di dalam kamar. "Aku meminjam ini dari Perkins, teman kantor. Tak bisa sering kemah lagi, kasihan. Dia kena lumbago- sakit punggung."
Dia memungut ketel berdebu dan mengintip ke dalamnya, "Kita perlu air...."
"Ada tanda keran di peta yang tadi diberikan si Muggle," kata Ron, yang telah mengikuti Harry masuk ke dalam kemah dan tampak sama sekali tidak terkesan dengan proporsi ruang dalamnya yang luar biasa. "Di sisi lain lapangan."
"Kalau begitu, bagaimana kalau kau, Harry, dan Hermione ke sana dan mengambil air untuk kita..."
Mr Weasley mengulurkan ketel dan dua panci, "... dan kami yang di sini akan mencari kayu untuk api"" "Tapi kita punya oven," kata Ron. "Kenapa kita. tidak..."
"Ron, pengamanan anti-Muggle!" kata Mr Weasley,
wajahnya berseri penuh gairah. "Kalau Muggle asli
berkemah, mereka memasak dengan api di luar. Aku sudah pernah lihat!"
Setelah tur-kilat di kemah anak perempuan, yang sedikit lebih kecil daripada kemah para pria, meskipun tanpa bau kucing, Harry, Ron, dan Hermione menyeberangi bumi perkemahan membawa ketel dan panci.
Kini, seiring dengan terbitnya matahari dan menipisnya kabut, mereka bisa melihat hamparan tenda yang bertebaran di segala jurusan. Mereka berjalan pelan melewati deretan tenda itu, memandang berkeliling dengan penuh minat. Harry baru menyadari, betapa banyaknya penyihir di dunia ini. Dia tak pernah benar-benar memikirkan penyihir di negara lain.
Para pekemah lain mulai bangun. Awalnya keluarga-keluarga yang punya anak kecil. Harry belum pernah melihat penyihir sekecil-kecil ini. Seorang anak lakilaki, tak lebih dari dua tahun, berjongkok di depan tenda berbentuk piramida, memegang tongkat dan dengan riang menusuk-nusuk siput di rerumputan. Si siput perlahan menggelembung sebesar salami. Saat mereka melewati anak itu, ibunya bergegas
keluar dari tenda. "Berapa kali sudah kularang, Kevin" Jangan... sentuh... tongkat... ayahmu-yecchh!"
Si ibu menginjak si siput raksasa, yang langsung pecah. Omelannya memecah keheningan pagi, ditingkah teriakan-teriakan si anak kecil-"Mama pecahin siput! Mama pecahin siput!"
Tak jauh dari situ, mereka melihat dua anak perempuan kecil, tak lebih besar dari Kevin. Mereka berdua naik sapu terbang mainan, yang cuma terbang rendah sehingga jari-jari kaki kedua anak itu masih menyentuh rumput yang berembun. Petugas Kementerian sudah melihat mereka. Saat bergegas melewati Harry, Ron, dan Hermione, dia bergumam bingung, "Di pagi hari yang terang begini! Orangtuanya pasti ketiduran...."
Di sana-sini penyihir dewasa, laki-laki dan perempuan, bermunculan dari tenda-tenda mereka dan mulai memasak sarapan. Beberapa, secara sembunyisembunyi menyihir api dengan tongkat sihir mereka. Yang lain menggores korek api dengan wajah ragu, seakan yakin korek itu tidak akan menyala. Tiga penyihir Afrika sedang bicara serius, ketiganya memakai jubah putih panjang, dan memanggang sesuatu seperti kelinci di atas api berwarna ungu cerah, sementara serombongan penyihir separo-baya Amerika duduk sambil bergosip riang di bawah spanduk berkelipkelip yang dipasang di antara tenda-tenda mereka dengan tulisan berbunyi: INSTITUT PENYIHIR SALEM. Harry mendengar sekilas-sekilas potongan pembicaraan dalam bahasa-bahasa asing dari dalam tendatenda yang mereka lewati, dan meskipun dia tidak memahami sepatah kata pun, nada semua suara itu bergairah.
"Er-matakukah yang tidak benar, atau semuanya berubah menjadi hijau"" tanya Ron.
Ternyata bukan mata Ron yang salah. Mereka memasuki kawasan berisi sekelompok tenda yang semuanya ditutupi shamrock lebat, sehingga kelihatannya ada bukit-bukit berbentuk aneh telah bermunculan di tanah. Shamrock adalah tanaman dengan daun oval berhelai-tiga yang dipakai sebagai lambang negara Irlandia. Wajah-wajah penuh senyum tampak dari tenda-tenda yang pintunya terbuka. Kemudian, dari belakang, mereka mendengar nama mereka dipanggil.
"Harry! Ron! Hermione!"
Seamus Finnigan-lah yang memanggil. Seamus teman kelas empat yang sama-sama di Gryffindor. Dia duduk di depan tendanya sendiri yang juga tertutup shamrock, bersama perempuan berambut pirang yang tentunya ibunya, dan sahabatnya Dean Thomas, juga dari Gryffindor.
"Suka dekorasinya"" tanya Seamus, nyengir. "Ke-menterian tidak terlalu senang."
"Ah, kenapa kita tidak boleh menunjukkan warna kebangsaan kita"" kata Mrs Finnigan. "Kalian harus lihat apa yang ditempelkan para penyihir Bulgaria di tenda-tenda mereka. Kalian akan mendukung Irlandia, kan"" dia menambahkan, memandang Harry, Ron, dan Hermione. Setelah meyakinkannya bahwa mereka memang mendukung Irlandia, mereka melanjutkan perjalanan lagi, meskipun Ron menyeletuk, "Dikelilingi mereka, bisa omong apa kita""
"Aku penasaran, apa ya, yang ditempelkan para penyihir Bulgaria di depan tenda mereka"" kata Hermione.
"Ayo kita lihat ke sana," ajak Harry, seraya menunjuk tebaran luas tenda di tempat agak tinggi, dengan bendera Bulgaria-putih, hijau, dan merah- berkibar tertiup angin.
Tenda-tenda di situ tidak ditutupi tanaman hidup, tetapi semuanya ditempeli poster yang sama. Poster wajah masam dengan alis lebat hitam. Gambar itu tentu saja bergerak, tapi yang dilakukannya hanyalah mengedip dan memberengut.
"Krum," kata Ron pelan.
"Apa"" tanya Hermione.
"Krum!" kata Ron. "Viktor Krum, Seeker Bulgaria!"
"Tampangnya galak betul," kata Hermione, memandang berkeliling ke begitu banyak poster Krum yang mengedip dan memberengut kepada mereka.
"Galak"" Ron mengangkat matanya ke langit. "Siapa peduli tampangnya galak" Dia luar biasa. Dia juga masih muda. Baru delapan belas atau sekitar itulah. Dia jenius. Tunggu sampai malam ini, kalian akan lihat sendiri."
Sudah ada antrean pendek di depan keran di sudut lapangan. Harry, Ron, dan Hermione ikut antre, persis di belakang dua pria yang sedang berdebat seru. Yang satu penyihir sudah tua sekali, memakai gaun malam berbunga-bunga. Satunya lagi jelas petugas Kementerian Sihir. Dia memegangi celana p
anjang bergaris dan nyaris menangis saking putus asanya.
"Pakailah ini, Archie, ayolah. Kau tak bisa berkeliaran dengan berpakaian begitu. Si Muggle di gerbang sudah mulai curiga..." "Aku beli ini di toko Muggle," kata si penyihir tua bandel. "Muggle pakai ini."
"Muggle perempuan yang pakai, Archie, bukan lakilaki. Yang laki-laki pakai ini"kata si petugas Kementerian, dan dia melambaikan celana bergaris itu.
"Aku tidak mau," kata si penyihir tua jengkel. "Aku suka angin segar di sekeliling anggota rahasiaku, terima kasih."
Hermione sudah tak tahan lagi menahan tawa, sehingga dia terpaksa meninggalkan antrean dan baru kembali lagi setelah Archie mengambil airnya dan pergi.
Berjalan lebih lambat sekarang, karena beban air yang mereka bawa, mereka kembali ke kemah mereka. Di sana-sini mereka melihat lebih banyak lagi wajahwajah yang mereka kenal: murid-murid Hogwarts yang lain bersama keluarga mereka. Oliver Wood, mantan kapten tim Quidditch Gryffindor yang baru saja lulus, menyeret Harry ke tenda orangtuanya untuk diperkenalkan, dan dengan bersemangat memberitahu Harry bahwa dia baru saja diterima di tim cadangan Puddlemere United. Berikutnya mereka dipanggil Ernie Macmillan, anak kelas empat Hufflepuff, dan sedikit lebih jauh mereka melihat Cho Chang, gadis sangat cantik yang bermain sebagai Seeker tim Ravenclaw. Dia melambai dan tersenyum kepada Harry. Harry menumpahkan air cukup banyak ke bagian depan tubuhnya ketika dia membalas melambai. Supaya tidak diledek Ron, Harry buru-buru menunjuk serombongan besar remaja yang belum pernah dilihatnya. "Siapa kira-kira mereka itu"" katanya. "Mereka tidak bersekolah di Hogwarts, kan""
"Kurasa mereka sekolah di sekolah sihir di negara lain," kata Ron. "Aku tahu ada sekolah-sekolah sihir lain. Tapi belum pernah ketemu anak yang bersekolah di sana. Bill punya teman pena yang bersekolah di Brasil... dulu sekali, sudah bertahun-tahun yang lalu... dan dia ingin ke sana mengunjunginya, tapi Mum dan Dad tidak sanggup membiayainya. Teman penanya tersinggung ketika dia menulis dia tidak bisa datang dan Bill dikirimi topi yang sudah dikutuk. Topi itu membuat telinganya mengerut."
Harry tertawa tetapi tidak menyuarakan keheranan yang dirasakannya ketika mendengar tentang sekolah-sekolah sihir yang lain. Dia beranggapan, setelah melihat begitu banyak perwakilan dengan berbagai kebangsaan, bahwa selama ini dia bodoh karena tak pernah menyadari bahwa Hogwarts tak mungkin satusatunya sekolah sihir yang ada. Dia mengerling Hermione, yang tampak sama sekali tidak terkejut mendengar informasi ini. Pastilah dia sudah membaca tentang sekolah-sekolah sihir yang lain itu dari buku atau apa.
"Kalian lama sekali," kata George ketika mereka akhirnya tiba kembali di kemah keluarga Weasley. "Ketemu beberapa orang," kata Ron, menaruh airnya. "Apinya belum kaunyalakan"" "Dad lagi bersenang-senang dengan korek apinya," kata Fred.
Mr Weasley belum menyalakan api, tapi bukannya belum mencoba. Batang korek api yang patah bertebaran di tanah di sekitarnya, tetapi tampaknya dia senang sekali.
"Oops!" katanya ketika dia berhasil menyalakan sebatang korek dan buru-buru menjatuhkannya karena kaget.
"Begini, Mr Weasley," kata Hermione berbaik hati, mengambil kotak korek api darinya dan menunjukkan cara menyalakannya dengan benar.
Akhirnya mereka berhasil menyalakan api, walaupun masih perlu satu jam lagi sampai apinya cukup panas untuk memasak. Namun ada banyak yang bisa dilihat selama mereka menunggu. Tenda mereka rupanya berdiri sejajar dengan semacam jalan yang menuju ke tengah lapangan, dan para pegawai Kementerian tak hentinya bergegas melewati jalan itu, menyapa Mr Weasley dengan hangat ketika lewat. Mr Weasley terus-menerus memberi komentar, terutama untuk Harry dan Hermione. Anak-anaknya sendiri sudah tahu banyak tentang Kementerian Sihir, sehingga tidak tertarik.
"Itu Cuthbert Mockridge, Kepala Kantor Hubungan Goblin... Yang akan lewat ini Gilbert Wimple. Dia anggota Komite Sihir Eksperimental; sudah beberapa waktu dia bertanduk begitu... Halo, Arnie... Arnold Peasegood, dia ahli Penghilang-anggota Pasukan P
embalikan Sihir Tak Sengaja, kalian tahu kan... dan itu Bode dan Croaker... mereka Tak-Bisa-Dikatakan..."
"Mereka apa""
"Dari Departemen Misteri, top secret, entah apa yang mereka lakukan...."
Akhirnya apinya siap, dan mereka baru saja mulai memasak telur dan sosis ketika Bill, Charlie, dan Percy berjalan keluar dari hutan ke arah mereka.
"Baru saja ber-Apparate, Dad," kata Percy keraskeras. "Ah, makan siang yang enak!"
Mereka sudah setengah jalan makan telur dan sosis ketika Mr Weasley melompat bangun, melambai dan tersenyum pada seorang laki-laki yang berjalan ke arah mereka. "Aha!" katanya. "Tokoh utama kita! Ludo!"
Ludo Bagman adalah orang yang paling gampang dikenali, sejauh yang dilihat Harry, bahkan mengalahkan si tua Archie yang memakai gaun malam berbunga. Ludo memakai jubah Quidditch panjang bergarisgaris horisontal kuning cerah dan hitam. Gambar lebah raksasa terpampang di dadanya. Penampilannya mengesankan orang tinggi besar yang kondisinya kurang dipertahankan. Jubahnya tampak tertarik ketat di bagian perutnya yang besar-perut yang pasti tak sebesar itu ketika dia masih menjadi pemain Quidditch nasional Inggris. Hidungnya melesak (mungkin patah terhantam Bludger, pikir Harry), tetapi mata birunya yang bulat, rambut pirangnya yang pendek, dan wajahnya yang merah sehat membuatnya tampak seperti anak sekolah bertubuh besar.
"Ahoi!" seru Bagman riang. Dia berjalan ringan seakan ada pegas di telapak kakinya dan jelas sedang bergairah sekali.
"Arthur, sobat," sapanya ketika tiba di api unggun, "hari yang hebat, eh" Hari yang hebat! Tak bisa kita mengharap cuaca yang lebih bagus dari ini. Malam nanti tak berawan... dan semua rencana berjalan lancar... Tak banyak yang harus kukerjakan!"
Di belakangnya, serombongan petugas Kementerian yang tampak kelelahan buru-buru lewat, menunjuk bukti di kejauhan bahwa ada api sihir yang memancarkan bunga api ungu setinggi enam meter ke angkasa.
Percy bergegas maju dengan tangan terulur. Rupanya celaannya mengenai cara Ludo Bagman menjalankan departemennya tidak mencegahnya ingin memberi kesan baik.
"Ah-ya," kata Mr Weasley, tersenyum, "ini anakku, Percy. Dia baru mulai bekerja di Kementerian-dan ini Fred-bukan, George, maaf- yang itu Fred-Bill, Charlie, Ron-anak perempuanku Ginny-dan temanteman Ron... Hermione Granger dan Harry Potter."
Bagman agak kaget mendengar nama Harry, dan matanya, seperti yang sudah dihafal Harry, terangkat ke atas ke bekas luka di dahi Harry.
"Anak-anak," Mr Weasley meneruskan, "ini Ludo Bagman, kalian tahu siapa beliau, berkat beliaulah kita mendapatkan tiket yang bagus sekali... "
Bagman tersenyum dan melambaikan tangan seakan itu cuma soal kecil.
"Mau taruhan untuk pertandingan nanti, Arthur"" katanya bersemangat, menggerincingkan uang emas yang kedengarannya banyak di dalam saku-saku jubah kuning-hitamnya. "Roddy Pontner sudah bertaruh Bulgaria yang akan mencetak gol lebih dulu-aku memberi tawaran cukup baik, mengingat tiga pemain depan Irlandia adalah yang terkuat yang pernah kulihat selama beberapa tahun belakangan ini-dan si kecil Agatha Timms mempertaruhkan separo sahamnya di
peternakan belut untuk tebakannya bahwa pertandingan akan berlangsung seminggu."
"Oh... baiklah," kata Mr Weasley. "Apa ya enaknya... satu Galleon untuk kemenangan Irlandia""
"Satu Galleon"" Ludo Bagman tampak sedikit kecewa, tapi langsung menguasai diri lagi. "Baiklah, baiklah... ada lagi yang mau taruhan""
"Mereka masih terlalu kecil untuk berjudi," kata Mr Weasley. "Molly tak akan suka... "
"Kami mau ikut. Tiga puluh tujuh Galleon, lima belas Sickle, tiga Knut," kata Fred sementara dia dan George mengumpulkan uang mereka, "tebakan kami Irlandia menang-tetapi Viktor Krum mendapatkan Snitch-nya. Oh, dan kami juga menawarkan tongkat sihir palsu."
"Kalian jangan menunjukkan barang rongsokan macam itu kepada Mr Bagman...," desis Percy, tetapi Bagman rupanya tidak menganggap itu barang rong-sokan, sebaliknya malah. Wajahnya yang kekanakan tampak bergairah ketika dia mengambil tongkat itu dari Fred, dan ketika tongkat itu mengeluarkan bunyi "ciap-ciap" keras dan berubah menja
di ayam-ayaman karet, Bagman tertawa gelak-gelak.
"Luar biasa! Sudah bertahun-tahun aku tidak melihat yang sehebat ini! Kubeli lima Galleon!"
Percy langsung bersikap kaku, mencela.
"Anak-anak," bisik Mr Weasley. "Kalian tak boleh bertaruh... Itu seluruh tabungan kalian... Ibu kalian... "
"Jangan merusak kesenangan, Arthur!" dentum Ludo Bagman, menggerincingkan uang dalam kantongnya dengan penuh semangat. "Mereka sudah cukup besar untuk mengetahui apa yang mereka inginkan! Menurut kalian Irlandia akan menang tapi Krum akan mendapatkan Snitch-nya" Tak mungkin, Nak, tak mungkin... Aku beri tawaran mahal untuk tebakan kalian itu... Kita tambahkan lima Galleon dari tongkat lucu ini, ya...."
Mr Weasley cuma bisa memandang tak berdaya ketika Ludo Bagman mengeluarkan buku catatan dan pena bulu dan mencatat nama si kembar.
"Bagus," kata George, mengambil secarik perkamen yang diulurkan Bagman kepadanya dan menyelipkannya ke dalam saku depan jubahnya. Bagman menoleh riang lagi ke Mr Weasley.
"Kalian bisa bantu tidak" Aku sedang cari-cari Barty Crouch. Menteri Olahraga Bulgaria bikin repot, dan aku tidak mengerti sepatah pun yang dikatakannya. Barty akan mengerti. Dia bisa bicara kira-kira seratus lima puluh bahasa."
"Mr Crouch"" kata Percy, mendadak menanggalkan kekakuan penuh cela di wajahnya dan menjadi bersemangat. "Dia bisa lebih dari dua ratus bahasa! Mermish dan Gobbledegook dan Troll..."
"Semua orang bisa bahasa Troll," kata Fred meremehkan. "Tinggal tunjuk dan menggeram saja."
Percy melempar pandang marah kepada Fred dan menyodok api keras-keras supaya ketel mendidih lagi.
"Sudah ada berita tentang Bertha Jorkins, Ludo"" Mr Weasley bertanya ketika Bagman mendudukkan diri di rumput di sebelah mereka.
"Belum sama sekali," ujar Bagman santai. "Tapi dia pasti muncul. Kasihan si Bertha... ingatannya seperti kuali bocor dan sama sekali tak bisa menentukan arah. Tersesat, pasti. Dia akan muncul lagi di kantor bulan Oktober dan mengira masih bulan Juli."


Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Menurutmu belum waktunya kirim orang untuk mencari dia"" Mr Weasley menyarankan ketika Percy menyerahkan teh untuk Bagman.
"Barty Crouch berkali-kali bilang begitu," kata Bagman, matanya yang bulat melebar dengan polos, "tapi saat ini betul-betul sibuk sekali, kita tak bisa kirim orang. Oh... panjang umur! Barty!"
Seorang penyihir baru saja ber-Apparate di sebelah api unggun mereka, dan kekontrasannya dengan Ludo Bagman yang duduk santai di rerumputan memakai jubah Wasps-nya tak bisa lebih mencolok dari itu. Barty Crouch sudah agak tua, kaku, memakai setelan jas bagus dan berdasi. Belahan rambut abu-abunya yang pendek sangat lurus, nyaris tak wajar, dan kumis tipisnya yang seperti sikat gigi seakan diratakan menggunakan penggaris. Sepatunya disemir berkilap. Harry bisa memahami kenapa Percy mengidolakannya. Percy orang yang sangat patuh pada peraturan, dan Mr Crouch mematuhi peraturan tentang berpakaian ala Muggle begitu telitinya sampai dia bisa dikira manajer bank. Harry bahkan menyangsikan Paman Vernon bisa menebak dia sebetulnya bukan Muggle.
"Duduk di rumput sini, Barty," kata Ludo riang, mengelus rerumputan di sebelahnya. "Tidak, terima kasih, Ludo," kata Crouch, dan ada sedikit ketidaksabaran dalam suaranya. "Aku cari kau ke mana-mana. Pihak Bulgaria mendesak kita menambah dua belas tempat duduk di Boks Utama." "Oh, jadi itu mau mereka"" kata Bagman. "Kukira mereka mau pinjam jepitan. Aksennya tajam sekali."
"Mr Crouch!" kata Percy terengah, seraya membungkuk sedemikian rupa sehingga dia tampak seperti orang bungkuk. "Anda mau secangkir teh""
"Oh," kata Mr Crouch, memandang Percy agak heran. "Ya... terima kasih, Weatherby."
Fred dan George sampai tersedak. Percy, yang telinganya merah padam, menyibukkan diri membuat
teh. "Oh, dan aku juga mau bicara denganmu, Arthur," kata Mr Crouch, matanya yang tajam memandang Mr Weasley. "Ali Bashir marah-marah. Dia mau bicara denganmu tentang pelarangan ekspor karpet terbang."
Mr Weasley menghela napas berat.
"Aku mengirim burung hantu kepadanya soal itu minggu lalu. Sudah berkali-kali kuberitahukan kepadanya: karpet didefinisikan s
ebagai Barang Muggle oleh Kantor Pendaftaran Benda-benda Tersihir yang Dilarang, tapi maukah dia memahaminya""
"Aku ragu," kata Mr Crouch, menerima cangkir dari Percy. "Dia ingin sekali mengekspor ke sini." "Karpet tidak akan menggantikan sapu di Inggris, kan"" kata Bagman.
"Ali berpendapat ada peluang di pasar sebagai kendaraan keluarga," kata Mr Crouch. "Aku ingat kakekku punya Axminster yang cukup untuk dua belas orang... tapi itu sebelum karpet dilarang, tentu saja."
Caranya bicara seakan dia ingin tak ada yang meragukan bahwa semua leluhurnya tidak pernah melanggar hukum. "Jadi, sedang sibuk sekali, Barty"" kata Bagman riang. "Lumayan," kata Mr Crouch hambar. "Mengorganisir Portkey di lima benua bukan urusan mudah, Ludo." "Kurasa kalian berdua akan senang kalau semua ini sudah selesai"" kata Mr Weasley.
Ludo Bagman tampak terkejut. "Senang! Belum pernah aku segembira ini... Tapi bukannya tak ada lagi yang diharapkan, eh, Barty" Eh" Masih banyak yang perlu diorganisir, eh""
Mr Crouch mengangkat alis ke arah Bagman. "Kita sudah sepakat tidak mengumumkannya sebelum semua
detail... " "Oh, detail!" kata Bagman, melambaikan tangan, mengabaikan kata itu seperti menghalau lalat. "Mereka sudah tanda tangan, kan" Mereka sudah setuju, kan" Taruhan, pasti tak lama lagi anak-anak ini juga tahu. Maksudku, toh akan diadakan di Hogwarts..."
"Ludo, kita harus ketemu delegasi Bulgaria," kata Mr Crouch tajam, memotong ucapan Bagman. "Terima kasih tehnya, Weatherby"
Dia mendorong tehnya yang belum diminum ke arah Percy dan menunggu Ludo berdiri. Bagman bang-kit, meneguk sisa tehnya, uang emas di dalam kantongnya bergemerencing nyaring.
"Sampai ketemu kalian semua nanti!" katanya. "Kalian akan berada di Boks Utama bersamaku-aku komentator!" Dia melambai. Barty Crouch mengangguk singkat, dan keduanya ber-Disapparate.
"Apa yang akan diadakan di Hogwarts, Dad"" tanya Fred penasaran. "Apa yang mereka bicarakan"" "Tak lama lagi kau akan tahu," kata Mr Weasley, tersenyum.
"Ini masih termasuk informasi rahasia, sampai tiba saatnya Kementerian memutuskan mengumumkannya," kata Percy kaku. "Mr Crouch benar jika tidak mau mengungkapnya."
"Oh, tutup mulut, Weatherby," kata Fred.
Kegairahan meningkat seperti awan yang tampak jelas di bumi perkemahan selewat tengah hari. Sorenya, bahkan udara musim panas yang tenang serasa bergelora dengan antisipasi, dan saat kegelapan menebar seperti tirai di atas ribuan penyihir yang menanti, kepura-puraan yang tersisa pun lenyap. Para petugas Kementerian tampaknya sudah menyerah pada hal yang tak dapat dihindari dan berhenti melawan tanda-tanda sihir yang sekarang bermunculan di mana-mana.
Para pedagang ber-Apparate setiap beberapa meter, membawa nampan dan mendorong kereta penuh berisi dagangan luar biasa. Ada mawar-mawar yang menyala- hijau untuk Iriandia, merah untuk Bulgaria-yang meneriakkan nama-nama para pemain, topi kerucut hijau
dihiasi shamrock yang menari-nari, syal Bulgaria berhias singa yang betul-betul mengaum, bendera-bendera kedua negara yang menyanyikan lagu kebangsaan masing-masing jika dilambaikan. Ada juga sapu Firebolt mainan kecil-kecil yang benar-benar bisa terbang, dan boneka-boneka para pemain terkenal untuk koleksi, yang bisa berjalan-jalan dengan bergaya di atas telapak tanganmu.
"Aku menabung semua uang sakuku selama musim panas untuk ini," Ron memberitahu Harry ketika mereka dan Hermione berjalan melewati para pedagang, membeli suvenir. Meskipun Ron membeli topi shamrock yang menari dan mawar hijau, dia juga membeli boneka kecil Viktor Krum, Seeker Bulgaria. Miniatur Krum berjalan bolak-balik di atas telapak tangan Ron, cemberut memandang mawar hijau di atasnya.
"Wow, lihat ini!" kata Harry, bergegas ke kereta dorong yang menggunung, berisi sesuatu seperti teropong kuningan, hanya saja teropong itu dilengkapi segala macam kenop dan putaran aneh.
"Omniocular," kata si penjual penuh semangat. "Kalian bisa mengulang permainan... melambatkan apa saja... dan bisa memperlihatkan penggalan permainan yang mana saja, kalau diperlukan. Murah- cuma sepuluh Galleon."
"Jadi nyesal aku sudah beli
ini," kata Ron, menunjuk topi shamrock menarinya dan memandang Omniocular dengan wajah kepingin sekali.
"Tiga," kata Harry tegas kepada penjualnya.
"Jangan... tidak usah," kata Ron, wajahnya merah padam. Dia selalu agak peka terhadap kenyataan bahwa Harry, yang mewarisi sedikit harta orangtuanya, punya lebih banyak uang daripada dirinya.
"Kalian tak akan dapat hadiah Natal lagi," kata Harry kepadanya, mengulurkan Omniocular ke tangan Ron dan Hermione. "Sampai kira-kira sepuluh tahun."
"Cukup adil," kata Ron, nyengir.
"Oooh, trims, Harry," kata Hermione. "Dan aku akan membeli buku acara untuk kita, lihat... "
Dengan kantong uang mereka jauh lebih ringan, mereka kembali ke tenda. Bill, Charlie, dan Ginny semua memakai mawar hijau juga, dan Mr Weasley membawa bendera Irlandia. Fred dan George tidak punya suvenir, karena semua uang mereka sudah diberikan kepada Bagman.
Dan kemudian, bunyi gong yang dalam membahana dari suatu tempat di balik hutan, dan serentak lentera-lentera hijau dan merah menyala di pepohonan, menerangi jalan menuju lapangan.
"Sudah waktunya!" kata Mr Weasley, tampak sama bergairahnya dengan semua anak itu. "Ayo kita berangkat!"
8. Piala Dunia Quidditch MENENTENG belanjaan mereka, Mr Weasley di depan, mereka semua bergegas memasuki hutan, mengikuti jalan yang diterangi lentera. Mereka bisa mendengar bunyi ribuan orang bergerak di sekitar mereka, teriakan-teriakan dan tawa, penggalan-penggalan nyanyian. Atmosfer kegairahan tinggi itu menular. Harry tak bisa berhenti senyum. Mereka berjalan menembus hutan selama kira-kira dua puluh menit, mengobrol dan bergurau, sampai akhirnya mereka muncul di sisi lain hutan di depan stadion yang luar biasa besarnya. Walau Harry hanya bisa melihat sepotong tembok emas yang mengitari stadion, dia bisa memperkirakan sepuluh katedral bisa masuk di dalamnya.
"Muat untuk seratus ribu penonton," kata Mr Weasley ketika melihat kekaguman di wajah Harry. "Lima ratus satgas Kementerian mengerjakannya selama setahun penuh. Mantra Penolak Muggle pada setiap sentinya.
Setiap kali ada Muggle datang ke dekat sini sepanjang tahun, mereka tiba-tiba ingat ada janji penting dan langsung pergi lagi... untunglah," katanya, mengajak mereka ke pintu masuk terdekat, yang sudah dikerumuni para penyihir yang berteriak-teriak.
"Tempat duduk utama!" kata penyihir perempuan di pintu masuk setelah mengecek tiket mereka. "Boks Utama! Langsung ke atas, Arthur, paling tinggi."
Tangga menuju ke stadion berlapis karpet ungu tua. Mereka naik bersama para penyihir lain, yang perlahan menyebar memasuki pintu-pintu di kanankiri mereka. Rombongan Mr Weasley naik terus, sampai akhirnya mereka tiba di puncak tangga dan berada di dalam boks kecil, yang terpasang pada ketinggian maksimum dan terletak persis di tengah di antara tiang-tiang gawang emas. Kira-kira dua puluh kursi ungu-keemasan berjajar dalam dua deret, dan Harry, yang mengisi deretan depan bersama keluarga Weasley, menunduk menyaksikan pemandangan yang tak pernah bisa dibayangkannya.
Seratus ribu penyihir mengambil tempat mereka, yang naik bertingkat-tingkat di sekeliling stadion oval itu. Segalanya diterangi cahaya keemasan misterius, yang seakan muncul dari dalam stadion itu sendiri. Lapangan tampak sehalus beludru dari tempat mereka yang tinggi. Pada masing-masing ujung stadion berdiri tiga tiang gawang setinggi lima belas meter. Persis di depan mereka, hampir setinggi garis pandang Harry, ada papan raksasa. Tulisan emas tak hentinya meluncur di papan itu, seakan ada tangan raksasa yang tak kelihatan menulis di atasnya, kemudian menghapusnya lagi.
Setelah mengawasinya, Harry melihat bahwa papan itu menampilkan iklan.
Bluebottle: Sapu untuk Seluruh Keluarga-aman, bisa diandalkan,dan dilengkapi alarm anti-maling... Penghilang Segala Macam Kotoran Buatan Mrs Skower. Tanpa Upaya, Tanpa Nodai... Gladrags: Merek Pakaian Paling Cocok untuk Penyihir-London,Paris, Hogsmeade....
Harry mengalihkan matanya dari papan dan menoleh untuk melihat siapa saja yang duduk di boks itu bersama mereka. Sejauh ini masih kosong, hanya ada makhluk kecil yang duduk di
ujung deretan di belakang mereka. Makhluk itu, yang kakinya pendek sekali sehingga terjulur di depan tubuhnya di atas kursi, memakai serbet yang dikerudungkan seperti toga, dan wajahnya disembunyikan di balik tangannya. Tetapi, telinganya yang panjang seperti kelelawar rasanya dikenal Harry....
"Dobby""sapa Harry keheranan.
Makhluk mungil itu mendongak dan meregangkan jari-jarinya. Tampak matanya yang sangat besar berwarna cokelat dan hidungnya yang bentuk serta ukurannya sebesar tomat. Dia bukan Dobby-tetapi jelas dia peri-rumah, seperti halnya teman Harry si Dobby. Harry telah membebaskan Dobby dari pemiliknya, keluarga Malfoy.
"Apakah Anda memanggil saya Dobby"" kata si peri ingin tahu dari balik jari-jarinya. Suaranya bahkan lebih melengking dibanding Dobby, kecil, nyaring, dan bergetar, dan Harry menduga-meskipun susah sekali membedakan peri-rumah-bahwa yang ini mungkin perempuan. Ron dan Hermione menoleh ikut melihat.
Meskipun mereka sudah banyak mendengar tentang Dobby dari Harry, mereka belum pernah bertemu dengannya. Bahkan Mr Weasley pun ikut menoleh dengan penuh minat.
"Maaf," kata Harry pada si peri. "Kukira tadi kau peri yang kukenal."
"Tapi saya kenal Dobby juga, Sir!" cicit si peri. Dia melindungi wajahnya, seakan kesilauan, meskipun Boks Utama itu tidak begitu terang. "Nama saya Winky, Sir- dan Anda, Sir..." Matanya yang cokelat gelap melebar sampai sebesar piring kecil ketika memandang bekas luka Harry. "Anda pasti Harry Potter!"
"Ya," kata Harry.
"Dobby bicara tentang Anda sepanjang waktu, Sir!" katanya, menurunkan tangannya sedikit saja dan tampak terkesima.
"Bagaimana kabarnya"" tanya Harry. "Dia menikmati kebebasannya""
"Ah, Sir," kata Winky, menggelengkan kepala, "ah, Sir, saya tak bermaksud mencela Anda, Sir, tapi saya tak yakin Anda berbuat baik kepada Dobby, Sir, dengan membebaskannya."
"Kenapa"" tanya Harry, kaget. "Kenapa dia""
"Kebebasan merasuki kepalanya, Sir," kata Winky sedih. "Menganggap diri di atas statusnya, Sir. Tidak bisa dapat pekerjaan lain, Sir."
"Kenapa tidak"" tanya Harry. Winky merendahkan suaranya setengah oktaf dan berbisik, "Dia minta bayaran, Sir." "Bayaran"" kata Harry tak mengerti. "Yah-kenapa dia tak boleh minta bayaran""
Winky tampaknya ngeri mendengar itu dan merapatkan jari-jarinya sehingga wajahnya setengah tersembunyi lagi.
"Peri-rumah tidak dibayar, Sir!" katanya dalam lengkingan yang teredam. "Tidak, tidak. Saya bilang pada Dobby, cari keluarga yang.baik, lalu menetap, Dobby. Tingkahnya macam-macam, Sir, tidak pantas untuk peri-rumah. Kau bikin heboh terus, Dobby, kata saya, dan kali berikutnya aku akan dengar kau dibawa ke Departemen Pengaturan dan Pengawasan Makhluk Gaib, macam goblin biasa saja."
"Yah, sudah waktunya dia sedikit bersenangsenang," kata Harry.
"Peri-rumah tidak boleh bersenang-senang, Harry Potter," kata Winky tegas, dari balik tangannya. "Peri-rumah melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Saya takut ketinggian, Harry Potter"-dia mengerling ke tepi boks dan menelan ludah-"tetapi tuan saya mengirim saya ke boks paling atas dan saya patuh, Sir."
"Kenapa dia mengirimmu ke sini kalau dia tahu kau takut ketinggian"" tanya Harry, mengernyit.
"Tuan... Tuan ingin saya menyediakan tempat untuknya, Harry Potter. Dia sibuk sekali," kata Winky, menelengkan kepala ke kursi kosong di sebelahnya. "Winky kepingin sekali kembali ke tenda Tuan, Harry Potter, tetapi Winky melakukan yang diperintahkan kepadanya. Winky peri-rumah yang baik."
Dia kembali memandang tepi boks dengan ketakutan dan menyembunyikan matanya lagi. Harry berputar ke depan lagi.
"Jadi itu peri-rumah"" gumam Ron. "Aneh, ya."
"Dobby lebih aneh," kata Harry bersemangat.
Ron mengeluarkan Omniocular-nya dan mencobanya, memandang ke penonton di seberang mereka.
"Ajaib!" katanya, menekan tombol pengulangan di sisinya. "Aku bisa bikin cowok di bawah sana itu ngupil lagi... dan lagi... dan lagi...."
Hermione, sementara itu, asyik membaca daftar acaranya yang bersampul beludru dan berjumbaijumbai.
"Pertandingan akan dibuka dengan peragaan maskot tim," dia membaca keras-keras.
"Oh, itu selalu layak
ditonton," kata Mr Weasley. "Timtim nasional membawa makhluk-makhluk dari negara asal mereka, untuk pamer."
Perlahan boks mereka terisi dalam setengah jam berikutnya. Mr Weasley tak hentinya berjabat tangan dengan orang-orang yang jelas sekali penyihir sangat penting. Percy melompat bangun begitu seringnya sehingga bisa dikira dia duduk di atas landak. Ketika Cornelius Fudge, Menteri Sihir, tiba, Percy membungkuk begitu dalam sampai kacamatanya jatuh dan pecah. Dengan teramat malu, dia membetulkannya dengan tongkatnya dan setelah itu tetap tinggal di tem-pat duduknya, beberapa kali melempar pandang iri kepada Harry, yang disapa Cornelius Fudge seperti menyapa teman lamanya. Mereka sudah pernah bertemu, dan
Fudge menjabat tangan Harry dengan kebapakan, bertanya bagaimana kabarnya, dan memperkenalkannya kepada para penyihir di kiri-kanannya.
"Harry Potter, Anda tahu, kan," keras-keras dia mem-beritahu Menteri Sihir Bulgaria, yang memakai jubah beludru hitam indah sekali, dipelisir dengan emas. Tampaknya dia sama sekali tak mengerti satu kata Inggris pun. "Harry Potter... oh, masa sih, Anda tahu siapa dia... anak yang bertahan hidup dari serangan Anda-Tahu-Siapa... Anda pasti tahu siapa dia..."
Si penyihir Bulgaria mendadak melihat bekas luka Harry dan mulai mengoceh keras dan bersemangat, menunjuk-nunjuk bekas luka itu.
"Aku tahu dia pasti akhirnya paham juga," kata Fudge lelah kepada Harry. "Aku tak berbakat belajar bahasa asing. Aku perlu Barty Crouch untuk urusan macam begini. Ah, kulihat peri-rumahnya menyediakan tempat duduk untuknya... Bagus juga, orang-orang Bulgaria ini mencoba menguasai semua tempat terbaik... ah, ini dia Lucius!"
Harry, Ron, dan Hermione langsung menoleh. Menyelinap ke deret kedua, menuju ke tiga tempat yang masih kosong di belakang Mr Weasley, tak lain dan tak bukan adalah mantan pemilik Dobby, Lucius Malfoy, anaknya Draco, dan seorang wanita. Harry menduga wanita itu tentunya ibu Draco.
Harry dan Draco sudah bermusuhan sejak perjalanan pertama mereka ke Hogwarts. Draco yang berwajah pucat runcing dengan rambut pirang, mirip sekali dengan ayahnya. Ibunya juga berambut pirang, jangkung dan langsing. Sebetulnya dia cantik, kalau saja tampangnya tidak mengernyit seakan ada bau busuk di bawah hidungnya.
"Ah, Fudge," kata Mr Malfoy, mengulurkan tangannya, ketika dia tiba di dekat Menteri Sihir. "Apa kabar" Kurasa kau belum pernah bertemu istriku, Narcissa" Begitu juga anak kami, Draco""
"Halo, halo," sapa Fudge, tersenyum dan membungkuk kepada Mrs Malfoy. "Dan izinkan aku memperkenalkan kalian kepada Mr Oblansk-Obalonsk-Mr- yah, beliau Menteri Sihir Bulgaria, dan tak mengerti sepatah kata pun yang kukatakan, jadi biar saja. Dan, siapa lagi, ya... kau sudah kenal Arthur Weasley, kan""
Suasana mendadak tegang. Mr Weasley dan Mr Malfoy saling pandang dan Harry masih ingat jelas terakhir kalinya mereka berhadapan. Kejadiannya di toko buku Flourish andBlottsdan mereka berkelahi. Mata dingin Mr Malfoy yang abu-abu menyapu Mr Weasley dan kemudian sepanjang deret pertama.
"Astaga, Arthur," katanya pelan. "Jual apa kau sampai bisa beli tiket Boks Utama" Jelas rumahmu pun tak akan laku semahal ini""
Fudge, yang tidak mendengarkan, berkata, "Lucius baru saja memberi sumbangan sangat besar untuk St Mungo, Rumah Sakit untuk Penyakit dan Luka-luka Sihir, Arthur. Dia di sini sebagai tamuku."
"Ah... bagus sekali," kata Mr Weasley dengan senyum sangat terpaksa.
Mata Mr Malfoy sudah kembali memandang Hermione, yang wajahnya merona, tetapi membalas memandang dengan berani. Harry tahu persis apa yang membuat bibir Mr Malfoy melengkung seperti itu. Keluarga Malfoy membanggakan diri sebagai penyihir berdarah murni. Dengan kata lain, mereka menganggap siapa saja yang keturunan Muggle, seperti Hermione, warga kelas dua. Meskipun demikian, karena dipandang Menteri Sihir, Mr Malfoy tidak mengatakan apa-apa. Dia mengangguk mencemooh kepada Mr Weasley dan meneruskan berjalan ke tem-pat duduknya. Draco melempar pandang menghina kepada Harry, Ron, dan Hermione, kemudian duduk di antara ayah dan ibunya.
"Keluarga sok," Ron berg
umam ketika dia, Harry, dan Hermione menoleh menghadap ke lapangan lagi. Saat berikutnya, Ludo Bagman muncul.
"Semua siap"" tanyanya, wajahnya yang bundar berkilauan seperti keju Edam. "Pak Menteri... siap menonton""
"Siap kalau kau sudah siap, Ludo," kata Fudge santai.
Ludo mencabut tongkat sihirnya, mengarahkannya ke lehernya sendiri dan berkata, "Sonorus!" dan kemudian bicara mengatasi dengung suara yang kini memenuhi stadion yang penuh sesak. Suaranya membahana di atas mereka, mencapai semua sudut.
"Ibu-ibu dan Bapak-bapak... selamat datang! Selamat datang di final Piala Dunia Quidditch yang keempat ratus dua puluh dua!
Para penonton menjerit dan bertepuk. Ribuan bendera melambai-lambai, kumandang kedua lagu nasional yang berbeda menambah bisingnya suasana. Pesan terakhir di papan raksasa di depan mereka sudah dihapus (Kacang Segala Rasa Bertie Bot-Setiap Butir Mengandung Risiko!) dan sekarang muncul tulisan BULGARIA: 0, IRLANDIA: 0.
"Dan sekarang, tanpa banyak komentar, saya perkenalkan... Maskot Tim Nasional Bulgaria!"
Bagian kanan stadion, yang merupakan lautan warna merah, bersorak riuh.
"Apa ya yang mereka bawa"" kata Mr Weasley, mencondongkan diri ke depan. "Aaah!" Mendadak dia mencopot kacamatanya dan buru-buru menggosoknya pada jubahnya. "Veela!"
"Apa sih Veel...""
Namun seratus Veela sekarang melayang memasuki lapangan dan pertanyaan Harry terjawab. Veela adalah perempuan... perempuan paling cantik yang pernah dilihat Harry... hanya saja mereka bukan-mereka tak mungkin-manusia. Harry sesaat kebingungan ketika dia mencoba menebak apa sebetulnya Veela, apa yang membuat kulit mereka bercahaya seperti bulan, dan rambut mereka melambai ke belakang tanpa tiupan angin... tetapi kemudian musik mulai berbunyi, dan Harry tak peduli lagi mereka bukan manusia- malah dia tak peduli apa pun lagi.
Para Veela sudah mulai menari, dan pikiran Harry langsung kosong. Hal yang paling penting di dunia adalah dia terus memandang para Veela, karena kalau mereka berhenti menari, hal-hal sangat mengerikan akan terjadi.
Dan sementara Veela-veela itu menari semakin lama semakin cepat, pikiran-pikiran liar setengah terbentuk di benak Harry. Dia ingin melakukan sesuatu yang sangat impresif, sekarang juga. Melompat dari boks ke tengah lapangan tampaknya ide bagus... tapi cukup baikkah itu"
''Harry, apa yang kaulakukan"" sayup-sayup terdengar suara Hermione.
Musik berhenti. Harry mengejapkan mata. Dia sedang berdiri, dan sebelah kakinya sudah di atas din-ding pembatas boks. Di sebelahnya Ron membeku dalam sikap seakan mau terjun dari papan loncatan.
Jeritan-jeritan marah memenuhi stadion. Penonton tak ingin Veela-veela pergi. Termasuk Harry. Dia tentu saja akan mendukung Bulgaria, dan dia heran sendiri kenapa ada shamrock hijau besar tersemat di dadanya. Ron, sementara itu, seperti orang linglung, mencabuti shamrock-shamrock di topinya. Mr Weasley, sedikit tersenyum, maju dan menarik topi dari tangan Ron.
"Kau akan menginginkan topi ini," katanya, "kalau Irlandia sudah muncul." "Hah"" kata Ron, ternganga memandang para Veela yang sekarang berderet di salah satu tepi stadion. Hermione berdecak keras. Ditariknya Harry agar duduk kembali. "Astaga!"katanya.
"Dan sekarang," raung suara Ludo Bagman, "silakan angkat tongkat kalian... untuk Maskot Tim Nasional
Irlandia!" Saat berikutnya, sesuatu seperti komet besar hijau meluncur ke dalam stadion. Komet itu mengelilingi stadion sekali, kemudian terbelah menjadi dua komet lebih kecil, masing-masing melesat ke tiang gawang.
Tiba-tiba pelangi melengkung menghubungkan dua ujung lapangan, menghubungkan dua bola cahaya. Penonton ber-ooooh dan aaaah, seperti kalau menonton pertunjukan kembang api. Sekarang pelangi memudar, dan kedua bola cahaya bergabung menjadi satu lagi, membentuk shamrock besar berpendar-pendar, yang mengangkasa lalu terbang di atas tribune seraya mencurahkan hujan emas....
"Hebat!" teriak Ron, ketika shamrock itu melayang di atas mereka, dan koih-koin emas besar berjatuhan, menghujani kepala dan tempat duduk mereka. Me-nyipitkan mata memandang tajam shamrock, Harry menyadari bahwa
shamrockitu sebetulnya terbentuk dari ribuan laki-laki kecil mungil berjenggot, memakai rompi merah, masing-masing membawa lampu kecil bercahaya keemasan atau hijau.
"Leprechaun!" kata Mr Weasley mengatasi sorak membahana dari penonton, yang sebagian besar masih berkelahi memperebutkan uang emas, atau merabaraba di bawah tempat duduk mencari-carinya. Leprechaun adalah kurcaci kecil dalam dongeng yang dipercaya menyembunyikan emas di ujung pelangi.
"Ini," Ron berseru senang, menjejalkan segenggam koin emas ke tangan Harry, "untuk Omniocular! Sekarang kau harus membelikan hadiah Natal untukku, ha!"
Shamrock besar itu pecah. Para Leprechaun terbang turun ke lapangan, di seberang para Veela, dan duduk bersila untuk menonton pertandingan.
"Dan sekarang, para penonton, sambutlah... Tim Quidditch Nasional Bulgaria! Inilah... Dimitrov!"
Sosok berjubah merah naik sapu, geraknya begitu cepat sehingga cuma seperti bayangan samar, melesat ke lapangan dari pintu masuk jauh di bawah, disambut sorak riuh para suporter Bulgaria.
"Ivanova!" Pemain berjubah merah kedua meluncur keluar.
"Zograf! Levski! Vulchanov! Volkov! Daaaaaan... Krum!"
"Itu dia! Itu dia!" pekik Ron, mengikuti Krum dengan Omniocular-nya. Harry buru-buru memfokuskan Omniocular miliknya sendiri.
Viktor Krum bertubuh kurus, berkulit gelap pucat, dengan hidung besar bengkok dan alis lebat. Dia seperti burung pemangsa besar. Susah dipercaya umurnya baru delapan belas tahun.
"Dan sekarang, sambutlah... Tim Quidditch Nasional Irlandia!" teriak Bagman. "Menampilkan... Connoly! Ryan! Troy! Mullet! Moran! Quigley! Daaaaan... Lynch!"
Tujuh bayangan hijau samar melesat ke dalam lapangan. Harry memutar putaran kecil di sisi Omniocular-nya dan melambatkan gerak para pemain sampai dia bisa membaca kata "Firebolt" pada masing-masing sapu mereka, dan melihat nama mereka dibordir dengan benang perak di punggung masing-masing.
"Dan ini, jauh-jauh datang dari Mesir, wasit kita, Ketua Asosiasi Quidditch Internasional yang terkenal, Hassan
Mostafa!" Penyihir kecil kurus, dengan kepala botak total, tetapi kumisnya menyaingi Paman Vernon, memakai jubah emas murni untuk menandingi stadion, berjalan masuk ke lapangan. Peluit perak menyembul dari bawah kumisnya. Tangannya yang satu menenteng kotak besar, dan tangan lainnya membawa sapunya. Harry memutar putaran Omniocular-nya kembali ke normal, memandang tajam-tajam ketika Mostafa menaiki sapunya dan menendang kotaknya sampai terbuka-empat bola melesat ke udara: Quaffle merah, dua Bludger hitam, dan (Harry sekejap bisa melihatnya, sebelum bola itu melesat lenyap dari pandangan) Snitch Emas kecil bersayap. Seiring tiupan nyaring peluitnya, Mostafa melesat ke angkasa, mengikuti bola-bola itu.
"PERTANDINGAN muuuuuuuulai!" teriak Bagman. "Dan bola di tangan Mullet! Troy! Moran! Dimitrov! Kembali ke Mullet! Troy! Levski! Moran!"
Belum pernah Harry melihat Quidditch dimainkan seperti itu. Dia menekankan Omniocular-nya keras sekali ke kacamatanya, sehingga batang hidungnya sakit tertekan. Kecepatan para pemain luar biasa- para Chaser saling lempar Quaffle begitu cepatnya sehingga Bagman hanya sempat menyebut nama mereka. Harry memutar lagi tombol pelambat di Omniocular-nya, menekan kenop satu-demi-satu di bagian atas, dan langsung saja dia menonton pertandingan dalam gerak lambat, sementara huruf-huruf ungu berkilauan melintas di depan lensanya dan gemuruh penonton bertalu-talu di gendang telinganya.
Hawkshead Attacking Formation-Formasi Serang Kepala-Elang, dia membaca seraya mengawasi ketika Chaser Irlandia terbang berdekatan. Troy di tengah, sedikit di depan Mullet dan Moran, menyerbu rim Bulgaria. Porskoff Play-Taktik Porskoff adalah kilatan berikutnya ketika Troy seakan melesat ke atas membawa Quaffle, menjauh seraya menarik perhatian Chaser Ivanova dan menjatuhkan Quaffle-nya ke Moran. Salah satu Beater Bulgaria, Volkov, menghantam keras-keras Bludger yang lewat dengan pemukulnya yang kecil, ke arah jalan yang akan dilalui Moran. Moran menunduk menghindar dan menjatuhkan Quaffle-nya; dan Levski, yang terbang di bawahnya, menangkapnya...
"TROY G OL!" raung Bagman, dan stadion bergetar dengan gemuruh aplaus dan sorakan. "Sepuluh nol untuk
Irlandia!" "Apa"" teriak Harry, memandang berkeliling dengan liar melalui Omniocular-nya. "Tapi Levski yang pegang Quaffle-nya!"
"Harry, kalau kau tidak mau menonton dengan kecepatan normal, kau akan banyak ketinggalan!" teriak Hermione, yang menari-nari kegirangan, melambai-lambaikan tangan ke atas, sementara Troy mengitari lapangan dengan riang. Harry cepat-cepat melihat melalui bagian atas Omniocular dan melihat bahwa para Leprechaun di sisi lapangan semua sudah melesat ke angkasa lagi dan membentuk shamrock besar gemerlapan. Di seberang lapangan, para Veela mengawasi mereka dengan cemberut.
Jengkel pada diri sendiri, Harry memutar kembali tombol kecepatan ke normal dan permainan dilanjutkan.
Harry cukup tahu tentang Quidditch, jadi dia bisa melihat bahwa para Chaser Irlandia hebat sekali. Mereka bekerja sama sebagai tim yang prima, gerakan mereka sangat terorganisir sehingga tampaknya mereka saling membaca pikiran masing-masing ketika mereka menempatkan diri, dan mawar di dada Harry berulang-ulang meneriakkan nama mereka, "Troy... Mulet... Moran!"'Dan dalam waktu sepuluh menit, Irlandia sudah mencetak gol dua kali lagi, mengubah skor menjadi tiga puluh-nol dan menyebabkan teriakan dan aplaus gegap gempita dari para suporter berjubah hijau.
Pertandingan bertambah cepat, tetapi semakin brutal. Volkov dan Vulchanov, Beater Bulgaria, memukul Bludger sekuat tenaga ke arah Chaser-chaser Irlandia, dan mulai berhasil mencegah mereka menggunakan gerakan-gerakan terbaik mereka. Dua kali mereka dipaksa menyebar, dan akhirnya Ivanova berhasil menerobos barisan mereka, menembus Keeper Ryan, dan mencetak gol pertama Bulgaria.
"Sumpal telinga kalian dengan jari!" teriak Mr Weasley sementara para Veela mulai menari untuk merayakan gol ini. Harry memejamkan matanya sekalian. Dia ingin berkonsentrasi pada pertandingan. Selewat beberapa detik, dia mengerling lapangan. Para Veela sudah berhenti menari, dan Quaffle di tangan Bulgaria lagi.
"Dimitrov! Levski! Dimitrov! Ivanova... oh, astaga!" raung Bagman.
Seratus ribu penyihir terperangah ketika kedua Seeker, Krum dan Lynch, menukik ke tengah para Chaser, luar biasa cepatnya sehingga seakan mereka baru saja terjun dari pesawat tanpa parasut. Harry
mengikuti turunnya mereka dengan Omniocular-nya, menyipitkan mata mencari di mana Snitch-nya...
"Mereka akan tabrakan!" jerit Hermione di sebelah Harry.
Dia setengah-benar... pada detik terakhir, Viktor Krum menghentikan tukikannya dan terbang ke atas lagi. Lynch, sebaliknya, menghantam tanah dengan bunyi debam keras yang terdengar di seluruh stadion. Keluhan keras terdengar dari tempat duduk suporter Irlandia.
"Tipuan!" keluh Mr Weasley. "Krum mengelabuinya!"
"Time-out!" teriak Bagman, "sementara para petugas medis sihir terlatih bergegas memasuki lapangan untuk memeriksa Aidan Lynch!"
"Dia tidak apa-apa, cuma pingsan!" kata Charlie menghibur Ginny yang mencondongkan tubuh ke tepi boks, wajahnya ngeri. "Dan memang itu tujuan Krum, tentu saja...."
Harry buru-buru menekan tombol pengulangan dan tahap demi tahap pada Omniocular-nya, memutarmutar putaran kecepatan, dan menaruhnya lagi di depan mata.
Dia melihat lagi Krum dan Lynch menukik dalam gerakan pelan. Wronski Feintatau Gerak-Tipu Wronski- pengalihan perhatian Seeker yang berbahaya, begitu bunyi tulisan ungu pada lensanya. Dia melihat wajah Krum tegang berkonsentrasi ketika dia menghentikan tukikannya tepat pada waktunya, sementara Lynch jatuh terbanting, dan Harry paham-Krum sama sekali tidak melihat Snitch. Dia cuma ingin Lynch menirunya. Harry belum pernah melihat orang terbang seperti itu. Krum seperti tidak sedang naik sapu. Dia bergerak di udara begitu mudahnya sehingga tampaknya seringan bulu. Harry mengembalikan Omniocular-nya ke normal dan memfokuskannya pada Krum. Sekarang dia terbang melingkar jauh di atas Lynch, yang sedang disadarkan oleh tim medis dengan beberapa cangkir ramuan. Harry yang mengawasi wajah Krum dengan lebih tajam, melihat mata gelapnya melesat ke sana kemari tiga pu
luh meter di bawahnya. Dia menggunakan waktu selama Lynch disadarkan untuk mencari Snitch tanpa gangguan.
Lynch akhirnya bangkit berdiri, disambut tepukan riuh suporternya, menaiki Firebolt-nya, dan menjejak ke angkasa lagi. Pulihnya Lynch tampaknya menyuntikkan semangat baru bagi Irlandia. Ketika Mostafa meniup peluitnya lagi, para Chaser beraksi dengan kecakapan yang tak tersaingi oleh gerakan mana pun yang telah disaksikan Harry sejauh ini.
Selewat lima belas menit yang lebih cepat dan lebih seru, Irlandia telah mencetak sepuluh gol lagi. Mereka jauh meninggalkan Bulgaria dengan skor seratus tiga puluh lawan sepuluh, dan permainan mulai bertambah kotor.
Ketika Mullet kembali melesat ke tiang-tiang gawang sambil memeluk erat Quaffle, Keeper Bulgaria, Zograf, terbang menyongsong gadis ini. Apa yang terjadi berlangsung cepat sekali sehingga Harry tidak melihatnya, tetapi teriakan kemarahan dari suporter Irlandia, dan tiupan peluit Mostafa yang panjang dan nyaring, membuat Harry sadar telah terjadi pelanggaran.
"Dan Mostafa membawa Keeper Bulgaria untuk ditegur karena melakukan pelanggaran-penggunaan sikut yang berlebihan!" Bagman memberitahu penonton yang heboh berteriak-teriak. "Dan... ya, penalti untuk Irlandia!"
Para Leprechaun, yang telah melesat ke atas dengan berang seperti serombongan kunang-kunang yang berkelap-kelip ketika Mullet dicurangi, sekarang berkumpul membentuk formasi tulisan "HA, HA, HA!" Veela-veela di seberang lapangan melompat bangun, mengibaskan rambut dengan marah, dan mulai menari lagi.
Serentak, para cowok keluarga Weasley dan Harry menyumpalkan jari mereka ke telinga, tetapi Hermione, yang tak peduli, segera saja menarik-narik lengan Harry. Harry menoleh kepadanya dan Hermione menarik jari Harry dengan tak sabar dari telinganya.
"Lihat wasitnya!" katanya, terkikik geli.
Harry menunduk memandang lapangan. Hassan Mostafa telah mendarat tepat di depan Veela-veela yang sedang menari, dan bersikap amat ganjil. Dia menegangkan otot-ototnya dan merapikan kumisnya dengan bergairah.
"Wah, tak bisa begitu!" kata Ludo Bagman, meski kedengaran sangat geli. "Tolong tampar si wasit!"
Seorang petugas sihir medis berlari menyeberang lapangan, jarinya tersumpal di telinganya, dan menendang tulang kering Mostafa kuat-kuat. Mostafa sadar. Harry yang mengawasi melalui Omniocularnya melihat bahwa Mostafa tampak sangat malu dan mulai berteriak menegur para Veela, yang sudah berhenti menari dan bertampang memberontak.
"Kecuali aku sangat keliru, Mostafa sedang berusaha mengusir maskot tim Bulgaria!" terdengar suara Bagman. "Ini sesuatu yang belum pernah kita saksikan sebelumnya... Oh, ini bisa heboh...."
Benar saja. Kedua Beater Bulgaria, Volkov dan Vulchanov, mendarat di kanan-kiri Mostafa dan mulai marah-marah, menunjuk-nunjuk ke arah para Leprechaun, yang kini dengan riang membentuk kata "HEE, HEE, HEE." Tetapi Mostafa tidak terkesan pada kemarahan kedua Beater Bulgaria. Dia menunjuk-nunjuk ke atas, jelas menyuruh mereka terbang lagi, dan ketika mereka menolak, dia meniup peluitnya pendek dua kali.
"Dua penalti untuk Irlandia!" teriak Bagman, dan suporter Bulgaria meraung marah. "Dan Volkov dan Vulchanov sebaiknya menaiki sapu mereka lagi... ya... mereka sudah naik... dan Troy membawa Quaffle..."
Permainan sekarang mencapai tingkat keganasan yang belum pernah mereka saksikan. Beater dari kedua tim bertindak tanpa belas kasihan. Volkov dan Vulchanov, khususnya, tidak peduli apakah pemukul mereka memukul Bludger atau pemain ketika mereka mengayun-ayunkannya dengan buas. Dimitrov meluncur menerjang Moran, yang memegang Quaffle, nyaris membuat gadis ini terjatuh dari sapunya.
"Curang!" raung suporter Irlandia, semua berdiri dalam samudra hijau.
"Curang!" terdengar gaung suara Ludo Bagman yang dikeraskan secara sihir. "Dimitrov menabrak Moran- dengan sengaja-dan harusnya penalti lagi... ya, itu peluitnya!"
Para Leprechaun terbang naik lagi, dan kali ini mereka membentuk tangan besar, yang membuat tanda sangat kurang ajar ke arah para Veela di seberang lapangan. Melihat ini para Veela kehilangan kendali. Alih-alih men
ari, mereka berlari menyeberang lapangan dan melemparkan genggaman-genggaman api kepada para Leprechaun. Mengawasi mereka lewat Omniocular-nya, Harry melihat mereka sama sekali tidak cantik sekarang. Sebaliknya malah, wajah mereka memanjang menjadi kepala burung berparuh tajam, dan sayap panjang bersisik bermunculan dari bahu mereka....
"Dan itulah sebabnya, anak-anak," teriak Mr Weasley mengatasi kebisingan penonton di bawah, "jangan menilai orang hanya dari wajahnya saja!"
Para petugas Kementerian membanjir ke lapangan untuk memisahkan para Veela dari Leprechaun, tetapi tak berhasil. Sementara pertarungan seru di bawah belum apa-apa dibanding dengan yang berlangsung di atas. Harry memandang ke sana kemari melalui Omniocular-nya, sementara Quaffle berpindah tangan dengan kecepatan luncuran peluru.
"Levski-Dimitrov-Moran-Troy-Mullet- Ivanova- Moran lagi-Moran-MORAN GOL!"
Tetapi sorakan suporter Irlandia nyaris tak terdengar dikalahkan oleh jeritan-jeritan para Veela, letusanletusan dari tongkat-tongkat para petugas Kementerian, dan raung kemarahan suporter Bulgaria. Pertandingan langsung berlanjut lagi. Sekarang bola di tangan Levski, lalu Dimitrov...
Beater Irlandia, Quigley, memukul keras Bludger yang lewat ke arah Krum, yang kurang gesit meminduk. Bluger itu menghantam wajahnya.
Terdengar keluhan memekakkan telinga dari penonton. Hidung Krum tampaknya patah, darahnya bercucuran, tetapi Hassan Mostafa tidak meniup peluitnya. Perhatiannya sedang terpecah, dan Harry tidak mempersalahkannya. Salah satu Veela telah melempar segenggam api dan membuat ekor sapunya terbakar.
Harry ingin ada yang menyadari Krum terluka. Meskipun Harry mendukung Irlandia, Krum adalah pemain paling mengagumkan di lapangan. Ron jelas berpendapat sama.
"Time-out! Ah, ayo, mana bisa dia main, lihat saja tuh..."
"Lihat Lynch!"'teriak Harry.
Karena si Seeker Irlandia mendadak menukik, dan Harry yakin ini bukan Wronski Feint; ini benar-benar... "Dia sudah melihat Snitch!" teriak Harry. "Dia sudah melihatnya! Lihat tukikannya!"
Separo dari penonton rupanya sudah menyadari apa yang terjadi. Para suporter Irlandia sekali lagi bangkit seperti gelombang besar hijau, berteriak-teriak menyemangati Seeker mereka... tetapi Krum mengejarnya. Bagaimana Krum bisa melihat ke mana dia terbang, Harry tak tahu. Bercak-bercak darah beterbangan di belakangnya, tetapi dia sudah berhasil mengejar Lynch sekarang dan mereka berdua meluncur bersamaan lagi ke tanah...
"Mereka akan jatuh!" jerit Hermione.
"Tidak!" teriak Ron.
"Lynch yang jatuh!" seru Harry.
Dan Harry benar-untuk kedua kalinya Lynch terbanting keras di tanah dan langsung diserbu oleh para Veela yang marah.
"Snitch-nya, mana Snitch-nya"" raung Charlie di ujung barisan.
"Dia sudah dapat-sudah ditangkap Krum-per-tandingan sudah selesai!" teriak Harry.
Krum, jubah merahnya berkilat terkena guyuran darahnya, melayang naik pelan, tangannya terangkat, menggenggam kilatan emas.
Papan skor menyala mengumumkan BULGARIA: 160, IRLANDIA: 170. Para penonton rupanya tidak menyadari apa yang telah terjadi. Kemudian, perlahan, seakan jumbo jet besar sedang menderum dengan tenaga penuh, gemuruh teriakan suporter Irlandia makin lama makin keras dan meledak dalam sorak riang gegap gempita.
"IRLANDIA MENANG!" teriak Bagman, yang seperti juga para suporter Irlandia, tampak terperangah dengan pertandingan yang mendadak usai. "KRUM MENDAPATKAN SNITCH-TAPI IRLANDIA MENANG- astaga, kurasa tak ada yang menyangka akan berakhir begini!"
"Buat apa dia menangkap Snitch-nya"" raung Ron, seraya melompat-lompat, bertepuk tangan di atas kepalanya. "Dia mengakhiri pertandingan tepat saat Irlandia unggul seratus enam puluh angka, idiot!"
"Dia tahu mereka tak akan bisa mengejar!" Harry balas berteriak mengatasi gemuruh kebisingan, juga sambil bertepuk keras-keras. "Chaser-chaser Irlandia terlalu bagus... Dia mau menentukan sendiri kapan pertandingan berakhir..."
"Dia pemberani sekali, ya," kata Hermione, mencondongkan tubuh ke depan untuk mengawasi Krum mendarat, sementara serombongan petugas medis sihir menyeruak, menerobos rombongan Leprechau
n dan Veela yang sedang berkelahi, untuk bisa mendekatinya. "Lukanya parah sekali..."
Harry memasang Omniocular di depan matanya lagi. Susah melihat apa yang sedang terjadi di bawah, karena Leprechaun meluncur-luncur riang gembira di atas lapangan, tetapi dia bisa melihat Krum, dikerumuni petugas medis. Dia kelihatan lebih masam dari sebelumnya dan menolak lukanya dibersihkan. Anggota timnya mengerumuninya, menggelengkan kepala dan tampak terpukul. Tak jauh dari situ, para pemain Irlandia menari-nari riang, diguyur emas oleh maskot mereka. Bendera-bendera hijau berkibar di seluruh stadion, lagu kebangsaan Irlandia berkumandang membahana dari segala sudut. Para Veela kembali ke wujud cantik mereka, walaupun tampak lesu dan sedih.
"Vell, ve fought bravely," terdengar suara muram di belakang Harry. Mereka sudah berjuang dengan gagah berani, katanya. Ternyata Menteri Sihir Bulgaria yang bicara.
"Anda bisa bahasa Inggris!" kata Fudge, berang sekali. "Dan seharian ini Anda membiarkan saja saya membadut!"
"Soalnya lucu sekali," kata Menteri Sihir Bulgaria, mengangkat bahu.
"Dan sementara tim Irlandia melakukan lompatan kemenangan, diapit oleh maskot mereka, Piala Dunia Quidditch dibawa ke Boks Utama!" raung Bagman.
Mata Harry mendadak disilaukan cahaya putih terang benderang ketika Boks Utama secara sihir diterangi agar semua penonton bisa melihat bagian dalamnya. Harry, yang menyipitkan mata ke arah pintu masuknya, melihat dua penyihir yang tersengal menggotong piala emas besar ke dalam boks. Piala itu mereka serahkan kepada Cornelius Fudge, yang masih tampak jengkel karena telah menggunakan bahasa isyarat sepanjang hari dengan sia-sia.
"Mari kita berikan tepukan meriah kepada tim yang menerima kekalahan dengan anggun... Bulgaria!" Bagman berteriak.
Dan ketujuh pemain Bulgaria menaiki tangga memasuki boks. Penonton di bawah bersorak menghargai. Harry bisa melihat beribu-ribu lensa Omniocular berkilat-kilat ke arah mereka.
Satu demi satu para pemain Bulgaria memasuki sela di antara kedua baris kursi di boks, dan Bagman menyebut nama mereka satu demi satu ketika mereka berjabat tangan dengan menteri mereka, dan kemudian dengan Fudge. Krum, yang paling akhir dalam deretan, tampak parah. Dua mata gelap membengkak besar sekali di
wajah yang bersimbah darah. Dia masih memegangi Snitch. Harry memperhatikan bahwa dia tampak kurang selaras di darat. Kakinya agak datar dan bahunya melengkung. Tetapi ketika nama Krum disebut, seluruh stadion berteriak menyambut, menimbulkan suara gemuruh memekakkan.
Dan kemudian giliran tim Irlandia. Aidan Lynch ditopang oleh Mpran dan Connoly. Jatuhnya yang kedua kalinya rupanya membuatnya pusing dan matanya tampak aneh, tidak terfokus. Tetapi dia nyengir senang ketika Troy dan Quigley mengangkat Piala ke atas dan para penonton bergemuruh menyambut. Tangan Harry sampai kebas kebanyakan bertepuk.
Akhirnya, ketika tim Irlandia telah meninggalkan boks untuk melakukan terbang kehormatan, sekali lagi berkeliling lapangan di atas sapu mereka (Aidan Lynch duduk di belakang Connoly, memeluk pinggangnya erat-erat dan masih nyengir kosong), Bagman mengacungkan tongkatnya ke lehernya dan bergumam, "Quietus."
"Mereka akan membicarakan ini selama bertahun-tahun," katanya serak, "sungguh di luar dugaan... sayang tidak berlangsung lebih lama... Ah ya... ya, aku berutang kepada kalian... berapa"" ia berkata begitu karena Fred dan George telah melompati punggung kursi mereka dan berdiri di depan Ludo Bagman seraya nyengir lebar, dengan tangan terulur.
9. Tanda Kegelapan "JANGAN bilang ibu kalian bahwa kalian ikut taruhan," Mr Weasley memperingatkan Fred dan George ketika mereka menuruni tangga berkarpet ungu.
"Jangan khawatir, Dad," kata Fred riang, "kami punya rencana besar dengan uang ini. Kami tak mau uang ini
disita." Sesaat tampaknya Mr Weasley ingin bertanya ten-tang rencana besar itu, tetapi setelah mempertimbangkan, dia memutuskan lebih baik tidak tahu.
Mereka segera berbaur dengan rombongan yang sekarang berduyun-duyun meninggalkan stadion dan kembali ke kemah-kemah mereka. Nyanyian parau memecah keheningan
malam sementara mereka kembali menyusuri jalan setapak berpenerangan lentera. Dan Leprechaun tak hentinya melesat di atas kepala mereka, terkekeh dan melambai-lambaikan lentera mereka. Ketika akhirnya mereka tiba di tenda, tak seorang pun ingin
tidur, dan mengingat kehirukpikukan di sekeliling mereka, Mr Weasley setuju mereka semua boleh minum secangkir cokelat dulu sebelum berangkat tidur. Segera saja mereka berdiskusi seru tentang pertandingan. Mr Weasley berdebat dengan Charlie soal kecurangan, dan baru ketika Ginny tertidur di atas meja kecil dan cokelat panasnya tumpah ke lantai, Mr Weasley menghentikan jalannya pertandingan yang diulang secara verbal dan mendesak semuanya pergi tidur. Hermione dan Ginny masuk ke tenda sebelah, dan Harry serta sisa keluarga Weasley berganti piama dan naik ke atas tempat tidur mereka. Dari sisi lain perkemahan, mereka bisa mendengar nyanyian ramai dan gaung letupan yang ganjil.
"Oh, untung aku tidak bertugas," gumam Mr Weasley mengantuk. "Bayangkan kalau aku harus menyuruh orang-orang Irlandia berhenti merayakan kemenangan mereka."
Harry, yang tidur di tempat tidur di atas Ron, terbaring nyalang menatap langit-langit kanvas tenda, memandang cahaya lentera Leprechaun yang kadangkadang terbang melintas, dan membayangkan lagi beberapa gerakan spektakuler Krum. Dia sudah ingin sekali menaiki Firebolt-nya dan mencoba Wronski Feint.... Oliver Wood, dengan diagramnya yang bergerak-gerak, tak pernah berhasil menyampaikan bagaimana seharusnya gerakan
itu.... Harry melihat dirinya memakai jubah yang di
punggungnya tertera namanya, dan membayangkan sensasi ketika mendengar teriakan membahana seratus ribu penonton, ketika suara Ludo Bagman bergaung di seluruh stadion, "Dan inilah dia... Potter."
Harry tak pernah tahu apakah sebetulnya dia tertidur atau tidak-khayalannya terbang seperti Krum mungkin saja benar-benar berubah menjadi mimpi- yang dia tahu hanyalah, mendadak, Mr Weasley berteriak-teriak.
"Bangun. Ron... Harry... bangun, bangun, cepat."
Harry buru-buru duduk dan bagian atas kepalanya membentur kanvas. "'Da 'pa"" tanyanya. Samar-samar, dia merasakan ada yang tak beres.
Suara-suara di bumi perken\ahan telah berubah. Nyanyian-nyanyian telah berhenti. Dia bisa mendengar jeritan-jeritan dan suara orang berlarian. Dia turun dari tempat tidurnya dan meraih pakaiannya, tetapi Mr Weasley, yang telah memakai jins di atas piamanya, berkata, "Tak ada waktu lagi, Harry... sambar jaket saja dan pergilah keluar... cepat."
Harry melakukan seperti yang disarankan dan bergegas keluar dari tenda, Ron menyusul di belakangnya.
Dalam cahaya beberapa api yang masih menyala, dia bisa melihat orang-orang berlarian ke hutan, melarikan diri dari sesuatu yang bergerak melintasi lapangan ke arah mereka, sesuatu yang mengeluarkan pijar-pijar cahaya dan bunyi seperti letusan senapan. Olok-olok keras, gelak tawa, dan teriakan orang mabuk terbawa angin ke arah mereka, kemudian muncul semburan cahaya hijau terang, yang menerangi suasana.
Serombongan penyihir, bergerak rapat dan bersamaan dengan tongkat terarah lurus ke atas, berjalan pelan melintasi lapangan. Harry menyipitkan mata memandang mereka... Kelihatannya mereka tidak memiliki wajah... Kemudian dia sadar bahwa kepala mereka ditutup
tudung dan wajah mereka memakai topeng. Jauh di atas mereka, melayang di udara, empat sosok menggeliat sedang diubah menjadi bentuk-bentuk aneh. Seakan para penyihir bertopeng di darat itu pemain sandiwara boneka, dan orang-orang di atas mereka adalah bonekanya, yang digerakkan dengan tali-tali tak tampak yang meluncur ke atas dari ujung tongkat. Dua dari empat sosok itu sangat kecil.
Lebih banyak penyihir bergabung dengan grup yang berbaris itu, tertawa-tawa dan menunjuk-nunjuk tubuh-tubuh yang melayang. Tenda-tenda tertabrak dan roboh ketika rombongan yang berjalan itu semakin besar. Satu-dua kali Harry melihat salah satu dari rombongan itu meledakkan tenda yang menghalangi jalan mereka dengan tongkatnya. Beberapa tenda terbakar. Teriakan-teriakan semakin keras.
Orang-orang yang melayang itu mendadak diterangi cahaya ketika
mereka melewati tenda yang terbakar dan Harry mengenali salah satunya: Mr Roberts, manajer bumi perkemahan. Tiga yang lainnya tampaknya istri dan kedua anaknya. Salah satu rombongan di bawah menjungkirkan Mrs Roberts dengan tongkatnya. Gaun tidurnya merosot ke bawah sehingga tampaklah celana dalamnya yang besar dan dia berusaha menutupinya sementara rombongan di bawahnya mengolok-oloknya dan tertawa terbahakbahak.
"Memuakkan," gumam Ron, mengawasi Muggle paling kecil, yang telah mulai berpusing bagai gasing, kepalanya terkulai lemas dari kanan ke kiri. "Sungguh memuakkan...."
Hermione dan Ginny bergegas menuju mereka, menarik mantel menutupi gaun tidur, dengan Mr Weasley di belakang mereka. Pada saat bersamaan, Bill, Charlie, dan Percy muncul dari tenda anak laki-laki, berpakaian lengkap, dengan lengan baju tergulung dan tongkat siap di tangan.
"Kami akan membantu Kementerian!" Mr Weasley berteriak mengatasi semua kebisingan. "Kalian... masuklah ke hutan, dan jangan berpencar. Aku akan datang menjemput kalian kalau kami sudah membereskan ini!"
Bill, Charlie, dan Percy sudah berlari ke arah rombongan yang mendekat. Mr Weasley berlari mengejar mereka. Para petugas Kementerian berlarian dari segala jurusan ke arah rombongan yang mengacau, yang datang semakin dekat.
"Ayo," kata Fred, menyambar tangan Ginny dan menariknya ke arah hutan. Harry, Ron, Hermione, dan George mengikuti. Mereka semua menoleh ketika tiba di pepohonan. Rombongan pengacau itu sudah lebih besar dari sebelumnya. Tampak para petugas Kementerian berusaha menyeruak di antara mereka untuk mencapai para penyihir bertopeng di tengah, namun mereka mendapat kesulitan besar. Tampaknya mereka tak berani menggunakan mantra apa pun, takut membuat keluarga Roberts jatuh.
Lentera berwarna yang semula menerangi jalan setapak menuju stadion telah dipadamkan. Sosok-sosok gelap berjalan serabutan di antara pepohonan. Anakanak menangis. Teriakan-teriakan cemas dan suarasuara panik berkumandang di sekitar mereka dalam dinginnya udara
malam. Harry terdorong ke sana kemari oleh orang-orang yang wajahnya tak bisa dilihatnya. Kemudian dia mendengar Ron memekik kesakitan.
"Ada apa"" tanya Hermione cemas, berhenti sangat mendadak sehingga Harry menabraknya. "Ron, kau di mana" Oh, ini konyol sekali... lumos!"
Hermione menyalakan tongkatnya dan mengarahkan cahayanya yang kecil ke jalan setapak. Ron tergeletak di tanah.
"Tersandung akar pohon," katanya jengkel seraya bangkit.
"Yah, dengan ukuran kaki seperti itu, susah tidak tersandung," kata suara di belakang mereka yang nadanya dipanjang-panjangkan.
Harry, Ron, dan Hermione langsung menoleh. Draco Malfoy berdiri sendirian tak jauh dari mereka, bersandar ke pohon, santai sekali. Tangannya bersedekap. Tampaknya dia mengawasi kejadian di bumi perkemahan lewat celah-celah pepohonan.
Ron mengumpat Malfoy dengan kata-kata yang Harry tahu tak bakal pernah diucapkannya di depan Mrs Weasley.
"Jaga bahasamu, Weasley," kata Malfoy, matanya yang pucat berkilat-kilat. "Bukankah sebaiknya kau bergegas sekarang" Kau tak ingin dia kelihatan, kan""
Dia mengangguk ke arah Hermione, dan pada saat bersamaan, ledakan keras seperti bom terdengar dari bumi perkemahan, dan cahaya hijau sesaat menerangi pepohonan di sekitar mereka.
"Apa maksudmu"" tanya Hermione menantang.


Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Granger, mereka mencari Muggle,"'kata Malfoy. "Apa kau mau memamerkan celana dalammu di udara" Sebab kalau iya... tunggu saja di sini... mereka bergerak ke arah sini, dan kau akan jadi tontonan lucu bagi kami semua."
"Hermione penyihir," bentak Harry.
"Terserah kau, Potter," kata Malfoy, menyeringai jahat. "Kalau menurutmu mereka tak bisa melihat Darah-lumpur, tinggal saja di situ."
"Jaga mulutmu!" teriak Ron. Semua yang ada di situ tahu bahwa "Darah-lumpur" adalah sebutan penghinaan untuk penyihir yang orangtuanya Muggle.
"Biar saja, Ron," kata Hermione buru-buru, menyambar lengan Ron untuk menahannya ketika dia sudah maju selangkah mendekati Malfoy.
Terdengar ledakan dari sisi lain pepohonan, lebih keras dari yang sudah beberapa kali mereka dengar. Beberapa orang di dekat mereka me
njerit. Malfoy tertawa pelan.
"Gampang amat ketakutan," katanya bernada malas. "Kurasa ayah kalian menyuruh kalian semua bersembunyi" Mau apa dia... mencoba membebaskan Muggle-muggle itu""
"Di mana orangtuamu"" kata Harry, kemarahannya bangkit. "Salah satu dari yang pakai topeng itu""
"Wah... kalaupun iya, mana aku mau bilang padamu, Potter""
"Oh, ayolah," kata Hermione, memandang jijik ke arah Malfoy, "ayo kita susul yang lain." "Tundukkan kepala besar penuh rambut itu, Granger," ejek Malfoy. "Ayolah," Hermione mengulangi, dan dia menarik Harry dan Ron ke jalan setapak lagi. "Berani taruhan, ayahnya pasti salah satu yang pakai topeng itu!" kata Ron panas.
"Yah, kalau beruntung, Kementerian akan menangkapnya!" kata Hermione bersemangat. "Oh, aku tak percaya ini. Ke mana yang lain""
Fred, George, dan Ginny tak kelihatan, meskipun jalan setapak itu penuh orang yang menoleh ke belakang dengan cemas, ke arah kehebohan di bumi perkemahan. Serombongan remaja berpiama sedang berdebat riuh tak jauh di depan mereka. Ketika mereka melihat Harry, Ron, dan Hermione, seorang gadis dengan rambut ikal lebat berbalik dan berkata cepatcepat, "Ou est Madame Maxime" Nous I'avons perdue..."
Seruling Samber Nyawa 5 Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Anak Rajawali 11

Cari Blog Ini