Ceritasilat Novel Online

Piala Api 4

Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling Bagian 4


Ketiga sekolah ini bergiliran menjadi tuan rumah turnamen ini lima tahun sekali, dan kegiatan ini disepakati sebagai cara paling luar biasa untuk membina tali persahabatan di antara para penyihir muda yang berbeda bangsa-sampai, angka kematiannya menjadi tinggi sekali, sehingga turnamen ini tidak diteruskan."
"Angka kematian"" bisik Hermione kaget. Tetapi rupanya anak-anak lain tidak cemas seperti dia. Sebagian besar dari mereka saling berbisik dengan bersemangat, dan Harry sendiri jauh lebih tertarik mendengar ten-tang turnamen ini daripada mencemaskan kematian yang telah terjadi ratusan tahun lalu.
"Selama seratus tahun ini telah beberapa kali diusahakan untuk mengadakan kembali turnamen ini," Dumbledore melanjutkan, "sayang tak satu pun berhasil. Meskipun demikian, Departemen Kerjasama Sihir Internasional dan Departemen Permainan dan Olahraga Sihir memutuskan sudah saatnya kita mencoba lagi. Kami telah bekerja keras sepanjang musim panas untuk memastikan bahwa kali ini, para juara tidak dalam bahaya maut.
"Kepala sekolah Beauxbatons dan Durmstrang akan tiba bersama calon-calon mereka di bulan Oktober, dan seleksi ketiga juara akan berlangsung pada malam Halloween. Juri yang tidak memihak akan memutuskan pelajar mana yang paling layak bertanding untuk memperebutkan Piala Triwizard, piala yang akan
mengharumkan nama sekolahnya, dan hadiah pribadi sebesar seribu Galleon."
"Aku ikut!" Fred Weasley mendesis, wajahnya bercahaya memikirkan keagungan dan kekayaan sebesar itu. Dia bukan satu-satunya yang rupanya membayangkan diri sebagai juara Hogwarts. Di semua meja asrama, Harry bisa melihat anak-anak menatap terpesona Dumbledore, atau berbisik-bisik seru pada tetangga duduknya. Tetapi kemudian Dumbledore berbicara lagi, dan sekali lagi aula hening.
"Meskipun aku tahu kalian semua bersemangat untuk memenangkan Piala Triwizard bagi Hogwarts," katanya, "para kepala sekolah yang muridnya akan ambil bagian, bersama Menteri Sihir, telah sepakat untuk menerapkan pembatasan umur untuk para peserta tahun ini. Hanya pelajar yang telah cukup umur-yaitu tujuh belas tahun atau lebih-diizinkan mengajukan nama mereka untuk dipertimbangkan. "Ini,"-Dumbledore sedikit mengeraskan suaranya, karena beberapa anak mengeluarkan suara marah mendengar keterangannya, dan si kembar Weasley mendadak tampak berang- "adalah tindakan yang kami anggap perlu, mengingat tugas-tugas turnamen itu akan tetap sulit dan berbahaya, kendati kami telah mengambil langkah pengamanan, dan sangatlah tidak mungkin pelajar di bawah kelas enam dan tujuh sanggup menanganinya. Aku sendiri yang akan memastikan bahwa tak ada pelajar di bawah umur yang memperdayakan juri kita agar memilihnya menjadi juara Hogwarts." Mata biru mudanya bercahaya ketika memandang wajah murka Fred dan George. "Oleh sebab itu kuminta kalian tidak usah membuang-buang waktu
mendaftarkan diri jika usia kalian belum tujuh belas tahun.
"Delegasi dari Beauxbatons dan Durmstrang akan tiba Oktober nanti dan tinggal bersama kita hampir sepanjang tahun ajaran. Aku tahu bahwa kalian semua akan bersikap sopan dan ramah kepada tamu-tamu asing kita selama mereka tinggal bersama kita, dan akan memberikan dukungan sepenuh hati kepada juara Hogwarts, siapa pun dia, yang terpilih nanti. Nah, sekarang sudah malam, dan aku tahu kalian perlu beristirahat agar besok bisa segar ketika menerima pelajaran. Waktunya tidur!"
Dumbledore duduk lagi dan berpaling untuk berbicara kepada Mad-Eye Moody. Terdengar bunyi derit dan dentang ketika anak-anak bangkit dan beramairamai berjalan ke pintu ganda yang membuka ke Aula Depan.
"Tidak bisa begitu!" kata George Weasley, yang tidak bergabung dengan rombongan yang bergerak ke pintu, melainkan berdiri dan mendelik ke arah Dumbledore. "April nanti kami tujuh belas, kenapa kami tak boleh ikut""
"Tak ada yang bisa mencegahku mendaftar," kata Fred keras kepala, juga memandang marah ke meja guru. "Para juara akan diharuskan melakukan berbagai hal yang biasanya tak boleh kita lakukan. Dan hadiah uang seribu Galleon...!"
"Yeah," kata Ron, menerawang. "Yeah, seribu Galleon..." "Ayo," kat
a Hermione, "tinggal kita di sini kalau kau tak bergerak."
Harry, Ron, Hermione, Fred, dan George berjalan ke Aula Depan. Fred dan George memperdebatkan cara-cara yang mungkin digunakan Dumbledore untuk mencegah mereka yang belum berusia tujuh belas tahun mengikuti turnamen.
"Siapa juri tak memihak yang akan menentukan siapa juaranya"" tanya Harry.
"Entahlah," kata Fred, "tetapi merekalah yang harus kita tipu. Kurasa dua tetes Ramuan Tua bisa berhasil, George... "
"Tapi Dumbledore tahu kalian belum cukup umur," kata Ron.
"Yeah, tapi bukan dia yang menentukan siapa juaranya, kan"" kata Fred galak. "Menurutku begitu juri ini tahu siapa saja yang ingin ikut, dia akan memilih yang terbaik dari masing-masing sekolah dan tak peduli berapa umur mereka. Dumbledore akan berusaha mencegah kita memasukkan nama kita."
"Tapi sudah ada yang mati!" kata Hermione dengan cemas ketika mereka melewati pintu yang tersembunyi di balik permadani hias dan menaiki tangga lain yang lebih sempit.
"Yeah," kata Fred ringan, "tapi sudah bertahuntahun lalu, kan" Lagian, mana seru kalau tak ada sedikit risiko" Hei, Ron, bagaimana kalau kami berhasil menemukan cara mengelabui Dumbledore" Mau ikutan juga""
"Bagaimana menurutmu"" Ron menanyai Harry. "Cool juga kalau ikut, ya" Tapi kurasa mereka menginginkan
anak yang lebih besar... Entahlah, apa sudah cukup yang kami pelajari..."
"Kalau aku jelas belum cukup," terdengar suara muram Neville dari belakang Fred dan George.
"Tapi kuduga nenekku ingin aku ikut. Dia selalu omong tentang bagaimana aku harus mempertahankan kehormatan keluarga. Aku akan... oops..."
Kaki Neville terjeblos anak tangga di tengah tangga. Ada banyak tangga tipuan semacam ini di Hogwarts. Kebanyakan anak-anak yang sudah lama di Hogwarts otomatis akan melompati anak tangga yang satu ini, tetapi ingatan Neville parah sekali. Harry dan Ron menyambar ketiaknya dan menariknya, sementara seperangkat baju zirah di atas tangga berderik dan berkelontangan, tertawa berdesis.
"Diam kau," kata Ron pada si baju zirah, membanting turun visornya ketika melewatinya.
Mereka naik menuju pintu masuk Menara Gryffindor, yang tersembunyi di balik lukisan besar seorang nyonya gemuk bergaun sutra merah jambu.
"Kata kunci"" tanya si Nyonya Gemuk ketika mereka tiba. "Balderdash," kata George. "Prefek di bawah memberitahuku."
Lukisan mengayun ke depan, memperlihatkan lubang di dinding. Mereka semua memanjat masuk. Api yang berderik menghangatkan ruang rekreasi berbentuk bundar itu, yang penuh kursi berlengan empuk dan meja-meja. Hermione melirik sengit lidah api yang menari-nari riang, dan Harry mendengarnya bergumam
jelas, "Perbudakan,"sebelum mengucapkan selamat tidur kepada mereka semua dan menghilang ke pintu yang menuju kamar anak-anak perempuan.
Harry, Ron, dan Neville menaiki tangga spiral terakhir sampai tiba di kamar mereka, yang terletak di puncak menara. Lima tempat tidur besar dengan kelambu merah tua berdiri merapat ke dinding. Masingmasing koper pemiliknya di kaki tempat tidur itu.
Dean dan Seamus sudah naik ke tempat tidur. Seamus telah menyematkan mawar Irlandia-nya ke kepala tempat tidurnya, dan Dean menempelkan poster Viktor Krum di atas meja di sebelah tempat tidurnya. Poster tim sepakbola West Ham-nya yang lama tertempel di sebelahnya.
"Sinting," Ron menghela napas, menggeleng memandang para pemain bola yang tak bergerak.
Harry, Ron, dan Neville berganti piama dan naik ke tempat tidur. Ada yang telah meletakkan pemanas di antara seprai dan selimutnya-pasti peri-rumah. Nyaman sekali, berbaring di tempat tidur dan mendengarkan badai yang menggemuruh di luar.
"Aku mungkin saja ikut," kata Ron dengan suara mengantuk dalam kegelapan, "kalau Fred dan George berhasil tahu bagaimana... turnamen... siapa tahu, kan""
"Ya, siapa tahu...."
Harry berguling di tempat tidurnya, serangkaian gambar baru yang menyenangkan terbentuk dalam benaknya... Dia berhasil mengelabui si juri yang tak berpihak sehingga si juri percaya bahwa dia sudah tujuh
belas tahun... dia terpilih menjadi juara Hogwarts... dia berdiri dengan lengan terangkat penuh kemenangan di d
epan seluruh sekolah, yang semuanya bertepuk riuh dan berteriak-teriak... dia baru saja memenangkan Turnamen Triwizard... wajah Cho tampak jelas sendiri di antara kerumunan samarsamar, wajahnya bercahaya penuh kekaguman...
Harry nyengir sendiri, senang Ron tidak bisa melihat apa yang bisa dibayangkannya.
13. Mad-eye Moody BADAI telah reda keesokan harinya, meskipun langit-langit Aula Besar masih muram, awan-awan abu-abu gelap berpusar di atas ketika Harry, Ron, dan Hermione membaca daftar pelajaran baru mereka saat sarapan. Beberapa kursi dari mereka, Fred, George, dan Lee Jordan mendiskusikan metode-metode sihir untuk menuakan diri dan cara-cara mendaftar ke Turnamen Triwizard.
"Hari ini boleh juga... di luar sepanjang hari," kata Ron, yang menelusuri kolom hari Senin di daftar pelajarannya. "Herbologi bersama Hufflepuff dan Pemeliharaan Satwa Liar... brengsek, masih juga bareng
Slytherin... " "Dua jam Ramalan sore ini," Harry mengeluh. Ramalan adalah pelajaran yang paling tak disukainya, selain Ramuan. Profesor Trelawney tak bosan-bosannya meramalkan kematian Harry, membuatnya sebal.
"Mestinya didrop saja, seperti aku," kata Hermione tajam sambil mengoleskan mentega ke rotinya. "Jadi kau bisa ambil pelajaran yang lebih masuk akal seperti Arithmancy."
"Eh, kau sudah mau makan lagi, rupanya," kata Ron, mengawasi Hermione menambahkan banyak selai ke rotinya.
"Aku sudah memutuskan ada banyak cara lebih baik untuk memperjuangkan hak-hak peri-rumah," kata Hermione angkuh.
"Yeah... dan kau lapar," kata Ron, nyengir.
Mendadak terdengar bunyi berkeresak ribut di atas mereka, dan seratus burung hantu melesat masuk dari jendela yang terbuka, membawa surat-surat pagi itu. Harry mendongak, tapi tak tampak warna putih di antara kerumunan cokelat dan abu-abu. Burungburung itu terbang mengitari meja, mencari anakanak kepada siapa surat-surat dan paket-paket itu dialamatkan. Seekor burung hantu besar jingga kecokelatan terbang menukik ke arah Neville Long-bottom dan menjatuhkan bungkusan besar ke pang-kuannya-Neville hampir selalu lupa mengepak sesuatu. Di sisi lain aula, burung hantu-elang Draco Malfoy telah mendarat di bahunya, kelihatannya membawa persediaan permen dan kue-kue dari rumah. Berusaha mengabaikan kekecewaannya, Harry kembali menghadapi buburnya. Mungkinkah sesuatu telah terjadi pada Hedwig dan Sirius tidak menerima suratnya"
Pikiran ini memenuhi benaknya sampai mereka melewati kebun-kebun sayur yang becek dan tiba di rumah kaca nomor tiga. Di sini perhatiannya teralihkan oleh Profesor Sprout yang menunjukkan tanaman paling jelek yang pernah dilihat Harry. Tanaman itu lebih mirip siput raksasa hitam yang mencuat tegak dari tanah. Masing-masing menggeliat pelan dan memiliki beberapa benjolan berkilap yang tampaknya berisi cairan.
"Bubotuber," Profesor Sprout memberitahu mereka. "Mereka perlu dipencet. Kalian harus mengumpulkan nanahnya..."
"Apanya"" tanya Seamus Finnigan jijik.
"Nanah, Finnigan, nanah," ujar Profesor Sprout, "dan nanah ini berharga sekali, jadi jangan sampai tercecer. Kumpulkan dalam botol ini. Pakai sarung tangan kulit naga kalian. Nanah bubotuber bisa berdampak aneh-aneh pada kulit kalau tidak dicairkan dulu."
Memencet bubotuber menjijikkan, tapi anehnya juga memuaskan. Setiap kali benjolan dipencet, cairan kental hijau-kekuningan memancar keluar, baunya mirip bensin. Mereka menampungnya di botol, seperti yang diperintahkan Profesor Sprout, dan pada akhir pelajaran, berhasil mengumpulkan beberapa liter.
"Ini akan membuat Madam Pomfrey senang," kata Profesor Sprout, menutup botol terakhir dengan gabus. "Ini obat sangat mujarab untuk jerawat yang paling bandel. Anak-anak tak perlu lagi cari cara nekat menghilangkan jerawat."
"Seperti si Eloise Midgen," bisik Hannah Abbott, anak Hufflepuff. "Kasihan, dia mencoba menyihir lenyap jerawatnya."
"Anak bodoh," kata Profesor Sprout, menggelengkan kepala. "Untung Madam Pomfrey berhasil menempelkan kembali hidungnya."
Dentang bel keras bergaung dari kastil menyeberangi tanah basah, menandai akhir pelajaran, dan anak-anak kedua asrama berpisah. Anak-anak Hufflep
uff menaiki tangga batu untuk ikut Transfigurasi, dan anak-anak Gryffindor menuju ke arah lain, menuruni padang rumput landai menuju pondok kecil Hagrid, di tepi Hutan Terlarang.
Hagrid berdiri di depan pondok kayunya, satu tangannya memegangi ban leher anjing pemburu babi hutannya yang besar, Fang. Ada beberapa peti kayu terbuka di tanah di dekat kakinya, dan Fang merengek serta menarik ban lehernya, rupanya ingin menyelidiki isi peti itu lebih dekat. Saat mereka semakin dekat bunyi derak aneh terdengar, diselingi letupan-letupan kecil.
"Pagi!" sapa Hagrid, nyengir kepada Harry, Ron, dan Hermione. "Sebaiknya tunggu anak-anak Slytherin, mereka pasti tak mau ketinggalan ini- Skrewt Ujung-Meletup!"
"Apa"" tanya Ron.
Hagrid menunjuk ke peti-peti.
"Iiih!" jerit Lavender Brown, melompat mundur.
"Iiih" tepat untuk mengomentari Skrewt Ujung-Meletup menurut pendapat Harry. Mereka seperti lobster cacat, tanpa kulit, pucat menjijikkan dan berlendir, dengan kaki-kaki mencuat di tempat-tempat ganjil, dan tak tampak ada kepalanya. Setiap peti berisi kira-kira
seratus, masing-masing sepanjang lima belas senti, saling merayap di atas tubuh temannya, menabrak keempat dinding peti. Baunya menusuk seperti ikan busuk. Sekali-sekali, bunga api memercik dari ujung seekor Skrewt, dan dengan punyi phut pelan, binatang ini akan terdorong ke depan beberapa senti.
"Baru saja menetas," ujar Hagrid bangga, "jadi kalian akan bisa besarkan mereka sendiri! Kita bikin proyek
kecil!" "Dan kenapa kita mau membesarkan mereka"" tanya suara dingin.
Anak-anak Slytherin sudah tiba. Si penanya adalah Draco Malfoy. Crabbe dan Goyle terkekeh mendukung. Hagrid tampak bingung mendapat pertanyaan begitu. "Maksudku, apa kegunaan mereka"" tanya Malfoy. "Untuk apa mereka""
Hagrid membuka mulutnya, berpikir keras selama beberapa detik, kemudian berkata kasar, "Itu untuk pelajaran berikutnya, Malfoy. Kalian cuma beri makan mereka hari ini. Kalian perlu coba beberapa makanan berbeda-aku belum pernah punya Skrewt, jadi tak tahu mereka suka apa... aku sudah siapkan telur semut dan hati kodok dan potongan-potongan ular rumput-coba saja dulu sedikit-sedikit."
"Tadi nanah, dan sekarang ini," gumam Seamus.
Kalau bukan karena rasa sayang yang amat besar terhadap Hagrid, Harry, Ron, dan Hermione tak akan mau mengambil segenggam hati kodok yang empuk berlendir dan memasukkannya ke dalam peti untuk membujuk Skrewt Ujung-Meletup. Harry tak bisa menekan kecurigaan bahwa semua usaha ini akan sia-sia saja, karena Skrewt-skrewt itu tampaknya tak punya mulut. "Ouch!" jerit Dean Thomas setelah lewat kira-kira sepuluh menit. "Aku kena!"
Hagrid bergegas mendekat, tampak cemas.
"Ujungnya meledak!" kata Dean berang, menunjukkan luka bakar di tangannya. "Ah, yeah, itu bisa terjadi kalau mereka meletus," kata Hagrid, mengangguk. "Iiih!" kata Lavender Brown lagi. "Iiih, Hagrid, apaan sih yang runcing itu""
"Ah, beberapa di antara mereka punya sengat," kata Hagrid antusias (Lavender buru-buru menarik tangannya dari dalam peti). "Dugaanku itu yang jantan... Yang betina punya seperti alat pengisap di perut mereka... Kurasa itu untuk isap darah."
"Wah, sekarang aku paham kenapa kita harus.me-meliharanya agar tetap hidup," kata Malfoy sinis. "Siapa yang tak mau punya binatang piaraan yang bisa membakar, menyengat, dan menggigit sekaligus""
"Hanya karena mereka tidak begitu indah, tidak berarti mereka tidak berguna," Hermione menukas. "Darah naga sangat mujarab, tapi kau tak akan mau punya binatang piaraan naga, kan""
Harry dan Ron nyengir kepada Hagrid, yang membalasnya secara sembunyi-sembunyi di balik jenggot lebatnya. Tak ada yang lebih diinginkan Hagrid selain memiliki naga sebagai binatang piaraan. Harry, Ron, dan Hermione tahu betul itu-dia pernah punya naga sebentar sewaktu mereka kelas satu, naga ganas jenis punggung bersirip Norwegia yang diberi nama Norbert.
Hagrid senang binatang-binatang mengerikan, semakin membahayakan semakin bagus.
"Paling tidak Skrewt ini kecil," kata Ron ketika mereka berjalan kembali ke kastil untuk makan siang satu jam kemudian.
"Sekarang kecil," kata Hermion
e dengan suara putus asa, "tapi begitu Hagrid sudah tahu apa makanan mereka, kukira panjang mereka akan jadi dua meter."
"Yah, tak apa kalau mereka ternyata bisa menyembuhkan mabuk laut atau entah apa, kan"" kata Ron, menyeringai jail kepadanya.
"Kau tahu betul aku ngomong begitu cuma supaya Malfoy tutup mulut," kata Hermione. "Terus terang saja, kurasa dia betul. Yang paling baik adalah menginjak-injak mereka sampai mati sebelum mereka mulai menyerang kita semua."
Mereka duduk di meja Gryffindor dan mengambil sajian daging domba dan kentang. Hermione makan cepat sekali, sehingga Harry dan Ron memandangnya keheranan.
"Er-apakah ini pembelaan baru hak-hak peri-rumah"" tanya Ron. "Kau mau membuat dirimu muntah""
"Tidak," kata Hermione, seanggun yang bisa dilakukannya dengan mulut gembung penuh taoge. "Aku cuma mau ke perpustakaan."
"Apa"" tanya Ron tak percaya. "Hermione... ini hari pertama kita masuk! Kita bahkan belum dapat PR!"
Hermione mengangkat bahu dan melanjutkan melahap makanannya seakan dia sudah berhari-hari tidak makan. Kemudian dia melompat bangun, berkata, "Sampai makan malam nanti!" dan melesat pergi.
Ketika bel berbunyi menandakan mulainya pelajaran sore hari, Harry dan Ron pergi ke Menara Utara. Di puncak tangga spiralnya yang berputar-putar, ada tangga gantung perak yang menuju ke pintu tingkap bundar di langit-langit dan ke tempat tinggal Profesor Trelawney.
Bau harum dari perapian menerpa hidung mereka ketika mereka tiba di puncak tangga gantung. Seperti biasa, semua gordennya tertutup, ruangan bundar itu bermandi cahaya remang-remang kemerahan dari banyak lampu, yang semuanya dikerudungi syal dan selendang. Harry dan Ron berjalan melewati kursikursi berlengan dan bangku kecil sandaran kaki yang bertebaran dalam ruangan, dan duduk di meja bundar yang sama.
"Selamat siang," sapa suara sayup-sayup Profesor Trelawney persis di belakang Harry, membuatnya terlonjak kaget.
Seorang wanita sangat kurus dengan kacamata sangat besar yang membuat matanya tampak terlalu besar untuk wajahnya, Profesor Trelawney, menunduk memandang Harry dengan ekspresi tragis yang biasa ditunjukkannya setiap kali dia bertemu Harry. Manik-manik, rantai kalung, dan gelang yang banyak sekali berkelap-kelip di sekujur tubuhnya, tertimpa cahaya perapian.
"Kau sedang punya masalah, Nak," katanya sedih kepada Harry. "Mata Batin-ku melihat menembus wajahmu yang pemberani ke jiwa yang merana di dalam. Dan dengan menyesal kukatakan, kekhawatiranmu bukan tak berdasar. Aku melihat masamasa sulit di depanmu, sayang sekali... sulit sekali... kurasa hal yang kautakutkan benar-benar akan terjadi... dan mungkin lebih cepat dari yang kaukira..."
Suaranya menurun sampai nyaris berbisik. Ron memutar matanya kepada Harry, yang membalas memandangnya dingin. Profesor Trelawney berjalan melewati mereka dan duduk di kursi besar berlengan di depan perapian, menghadap kelasnya. Lavender Brown dan Parvati Patil, yang sangat mengagumi Profesor Trelawney, duduk di atas bangku kecil, dekat sekali dengannya.
"Anak-anak, sudah waktunya kita memperhitungkan bintang-bintang," katanya. "Pergerakan planet dan isyarat-isyarat misterius yang mereka sampaikan hanya kepada mereka yang memahami langkah-langkah tarian benda angkasa. Nasib manusia bisa diuraikan oleh sinar-sinar planet, yang bercampur baur..."
Tetapi pikiran Harry telah melayang ke mana-mana. Harumnya perapian selalu membuatnya merasa mengantuk dan bebal, dan pembicaraan Profesor Trelawney yang bertele-tele tentang ramalan tak pernah membuatnya terpesona. Meskipun demikian, mau tak mau terpikir juga olehnya apa yang tadi dikatakan Profesor Trelawney kepadanya. "Kurasa hal yang kautakutkan benar-benar akan terjadi..."
Tetapi Hermione betul, pikir Harry jengkel. Profesor Trelawney benar-benar tukang tipu. Saat ini sama sekali tak ada yang ditakutkannya... yah, kecuali ketakutannya bahwa Sirius telah tertangkap... tapi Profesor Trelawney tahu apa" Harry sudah lama menyimpulkan bahwa jenis ramalannya tak lebih dari tebakan beruntung dan cara penyampaian yang mengerikan.
Kecuali, tentu saja, yang terjadi pada
akhir tahun ajaran lalu, ketika dia meramalkan bahwa Voldemort akan berjaya lagi... dan bahkan Dumbledore mengatakan bahwa Profesor Trelawney sungguh-sungguh mengalami trans waktu itu, ketika Harry mendeskripsikannya kepadanya....
"Harry!"Ron bergumam.
"Apa"" Harry memandang berkeliling. Semua temannya menatapnya. Dia duduk tegak, tadi dia nyaris tertidur, dipengaruhi pengapnya ruangan dan lamunannya.
"Aku tadi bilang, Nak, bahwa kau jelas dilahirkan di bawah pengaruh buruk Saturnus," kata Profesor Trelawney, ada nada cela dalam suaranya karena Harry jelas tidak terpesona mendengarkannya.
"Dilahirkan di bawah... apa, maaf"" kata Harry.
"Saturnus, Nak, planet Saturnus!" kata Profesor Trelawney, sekarang jelas jengkel karena Harry tidak terpukau mendengar penjelasannya. "Kukatakan tadi Saturnus jelas dalam posisi berkuasa di langit pada saat kau dilahirkan... Rambutmu yang gelap... tinggimu yang sedang-sedang saja... kehilangan begitu tragis dalam
usiamu yang masih sangat muda... kurasa benar kalau kukatakan, Nak, bahwa kau lahir di tengah musim dingin""
"Tidak," kata Harry, "saya lahir bulan Juli."
Ron buru-buru mengubah tawanya menjadi batuk-batuk pendek.
Setengah jam kemudian, kepada masing-masing telah dibagikan peta bundar yang rumit, dan mereka masih berusaha mengisi posisi planet-planet pada saat kelahiran mereka. Pekerjaan yang membosankan, menuntut banyak pengecekan ke jadwal dan kalkulasi banyak sudut.
"Aku punya dua Neptunus di sini," ujar Harry beberapa saat kemudian, mengernyit memandang perkamennya, "mana mungkin, kan""
"Aaaaah," kata Ron, menirukan bisikan mistis Profesor Trelawney, "saat dua Neptunus muncul di langit, itu pertanda jelas bahwa anak cebol berkacamata sedang dilahirkan, Harry..."
Seamus dan Dean, yang duduk dekat meja mereka, terkikik keras, meskipun tidak cukup keras untuk mengatasi pekik bergairah Lavender Brown... "Oh, Profesor, lihat! Saya rasa saya mendapatkan planet yang tak terpengaruh! Ooooh, planet apa ini, Profesor""
"Itu Uranus, Nak," kata Profesor Trelawney, me-nyipitkan mata memandang peta Lavender. "Boleh aku lihat Uranus-mu juga, Lavender"" tanya Ron.
Celakanya, Profesor Trelawney mendengarnya, dan, mungkin, inilah sebabnya dia memberi mereka banyak sekali PR pada akhir pelajaran.
"Analisis detail tentang bagaimana pergerakan planet-planet bulan depan akan mempengaruhi kalian, dengan acuan ke peta pribadi kalian," katanya galak, kedengaran mirip Profesor McGonagall dan tidak selembut-peri seperti biasanya. "Dikumpulkan hari Senin, dan tak ada alasan menundanya!"
"Dasar kelelawar tua," umpat Ron getir ketika mereka bergabung dengan anak-anak menuruni tangga dan kembali ke Aula Besar untuk makan malam. "Perlu waktu sepanjang akhir minggu, perlu..."
"Banyak PR"" tanya Hermione cerah, merendengi mereka. "Profesor Vector tidak memberi kami PR sama sekali!"
"Yah, hidup Profesor Vector," kata Ron murung.
Mereka tiba di Aula Depan, yang penuh anak yang antre untuk makan malam. Baru saja mereka bergabung dengan antrean, terdengar suara keras di belakang mereka.
"Weasley! Hei, Weasley!"
Harry, Ron, dan Hermione menoleh. Malfoy, Crabbe, dan Goyle berdiri di belakang mereka, tampak gembira sekali.
"Apa"" tanya Ron pendek.
"Ayahmu masuk koran, Weasley!" kata Malfoy, melambaikan Daily Prophet dan bicara keras sekali, sehingga semua anak yang ada di Aula Depan bisa mendengarnya. "Dengar ini!"
KESALAHAN LAGI DI KEMENTERIAN SIHIR
Rupanya masalah di Kementerian Sihir belum ber
akhir, tulis Rita Skeeter, koresponden khusus
kami. Baru-baru ini seperti kebakaran jenggot karena
kontrol yang sangat lemah di Piala Dunia Quidditch,
dan masih tak bisa mempertanggungjawabkan lenyap
nya salah satu karyawannya, Kementerian dipermalukan lagi kemarin oleh keantikan Arnold Weasley dari Kantor Penyalahgunaan Barang-barang Muggle.
Malfoy mendongak. "Bayangkan, nulis namanya saja salah, Weasley, seakan dia bukan orang penting, kan"" komentarnya sok. Semua anak di Aula Depan sekarang mendengarkan. Malfoy meluruskan korannya dengan bergaya dan meneruskan membaca:
Arnold Weasley, yang dituntut karena memiliki mob
il terbang dua tahun lalu, kemarin terlibat perkelahian dengan beberapa penegak hukum Muggle ("polisi") soal beberapa tempat sampah yang kelewat agresif. Mr Weasley rupanya terburu-buru membantu "Mad-Eye" Moody, mantan-Auror lanjut usia, yang sudah pensiun dari Kementerian ketika sudah tak bisa membedakan antara jabatan tangan dan usaha pembunuhan. Tidaklah mengherankan, ketika Mr Weasley tiba di rumah Mr Moody yang dijaga ketat, ternyata sekali lagi Mr Moody ketakutan tanpa alasan,Mr Weasley terpaksa memodifikasi beberapa memori sebelum dia bisa kabur
dari para polisi itu, tetapi menolak menjawab pertanyaan Daily Prophet ten-tang kenapa dia melibatkan Kementerian dalam urusan yang konyol dan memalukan itu.
"Dan ada fotonya, Weasley!" kata Malfoy, membalik koran dan mengangkatnya. "Foto orangtuamu di depan rumah mereka... kalau bisa dibilang rumah! Ibumu perlu menurunkan berat badan nih." Ron gemetar saking marahnya. Semua anak memandangnya.
"Minggat sana, Malfoy," kata Harry. "Ayo, Ron..."
"Oh yeah, kau tinggal bersama mereka musim panas ini, kan, Potter"" ejek Malfoy. "Jadi, coba bilang, apa ibunya memang segendut babi, atau cuma di foto ini saja""
"Kau tahu ibumu, kan, Malfoy"" kata Harry-berdua Hermione dia telah menyambar bagian belakang jubah Ron untuk mencegahnya menyerang Malfoy. "Ekspresi wajahnya... seperti ada kotoran di bawah hidungnya" Apa memang dia selalu begitu, atau hanya kalau kau sedang bersamanya""
Wajah pucat Malfoy menjadi agak kemerahan.
"Jangan berani-berani menghina ibuku, Potter."
"Kalau begitu, tutup mulut besarmu," kata Harry, berpaling. DUAR! Beberapa anak menjerit-Harry merasakan sesuatu yang putih-panas menyerempet pipinya-dia merogoh kantong mau mengambil tongkat sihirnya, tetapi bahkan sebelum dia sempat menyentuhnya, dia mendengar ledakan keras kedua, dan raungan yang bergaung di seluruh Aula Depan.
"OH, TIDAK BOLEH, NAK!"
Harry berpaling. Profesor Moody terpincang-pincang menuruni tangga pualam. Tongkatnya teracung pada musang putih bersih yang gemetar di lantai batu, tepat di tempat Malfoy tadi berdiri.
Aula Depan sunyi senyap. Anak-anak ketakutan. Tak seorang pun bergerak, kecuali Moody. Moody menoleh memandang Harry-paling tidak, mata normalnya memandang Harry, yang satunya terarah ke belakang kepalanya.
"Kau kena"" Moody bertanya. Suaranya rendah dan kasar.
"Tidak," kata Harry, "hanya terserempet."
"BIARKAN SAJA!" teriak Moody.
"Apanya... yang biarkan saja"" tanya Harry, bingung.
"Bukan kau-dia!" Moody menggeram, mengedikkan ibu jarinya ke belakang bahunya, ke arah Crabbe yang membeku dalam posisi mau mengangkat si musang putih. Rupanya mata Moody yang bisa berputar itu ajaib dan bisa melihat menembus belakang kepalanya.
Moody melangkah timpang mendekati Crabbe, Goyle, dan si musang, yang menjerit ketakutan dan kabur, melesat ke ruang bawah tanah.
"Enak saja!" raung Moody, mengacungkan tongkatnya ke musang lagi-si musang terbang tiga meter ke udara, jatuh bergedebuk di lantai, kemudian melenting ke atas lagi.
"Aku tak suka orang-orang yang menyerang sewaktu lawan sedang memunggungi mereka," geram Moody, sementara si musang terlontar makin lama makin tinggi, menjerit-jerit kesakitan. "Perbuatan pengecut, licik, busuk..."
Si musang melayang ke udara, kaki dan ekornya menggapai-gapai tak berdaya.
"Jangan... sekali... kali... berbuat... begitu... lagi...," kata Moody, mengucapkan masing-masing kata setiap kali si musang terbanting ke lantai dan terlempar ke atas lagi.
"Profesor Moody!" terdengar pekik kaget. Profesor McGonagall menuruni tangga pualam dengan memeluk buku-buku. "Halo, Profesor McGonagall," kata Moody kalem, melontarkan si musang lebih tinggi lagi.
"Apa... apa yang Anda lakukan"" kata Profesor McGonagall, matanya mengikuti gerakan si musang di udara.
"Mengajar," kata Moody.
"Menga... Moody, apakah itu murid"" jerit Profesor McGonagall, buku-bukunya berjatuhan. "Yep," kata Moody "Jangan!" seru Profesor McGonagall, berlari menuruni tangga dan mencabut tongkatnya. Sekejap kemudian, dengan bunyi letupan keras, Draco Malfoy muncul lagi, terpuruk di lantai, rambut pirangnya be
rantakan di wajahnya yang kini merah jambu. Dia berdiri, mengernyit kesakitan.
"Moody, kami tidak pernah menggunakan Trans-figurasi sebagai hukuman!" kata Profesor McGonagall lemah. "Tentu Profesor Dumbledore sudah memberitahu Anda soal itu""
"Mungkin juga dia menyebutkannya," kata Moody, menggaruk dagunya tak peduli, "tapi menurutku kejutan yang keras..."
"Kami memberikan detensi, Moody! Atau melaporkan pada kepala asrama murid yang melakukan kesalahan!"
"Akan kulakukan kalau begitu," kata Moody, memandang Malfoy dengan kebencian.
Malfoy, mata pucatnya masih berair karena kesakitan dan malu, balas memandang Moody dengan kurang ajar dan menggumamkan sesuatu dengan kata "ayahku" jelas sekali.
"Oh yeah"" kata Moody tenang, terpincang-pincang maju beberapa langkah, bunyi tak-tok kaki kayunya bergaung di seluruh aula. "Aku kenal ayahmu, Nak... Bilang saja Moody mengawasi anaknya... tolong sampaikan pesanku ini... Nah, kepala asramamu Snape, kan""
"Ya," kata Malfoy jengkel.
"Teman lama juga," kata Moody. "Aku sudah menunggu-nunggu kesempatan ngobrol dengan si Snape... Ayo..."
Dan dia menyambar lengan atas Malfoy dan membawanya turun ke ruang bawah tanah.
Profesor McGonagall memandang mereka dengan cemas selama beberapa saat, kemudian melambaikan tongkatnya pada buku-bukunya yang bertebaran,
membuat mereka melayang ke udara dan kembali ke pelukannya.
"Jangan ajak aku bicara," kata Ron pelan kepada Harry dan Hermione ketika mereka sudah duduk di meja Gryffindor beberapa menit kemudian, dikelilingi oleh celoteh bersemangat tentang apa yang baru saja terjadi.
"Kenapa memangnya"" tanya Hermione keheranan.
"Karena aku ingin menerakan kejadian tadi dalam benakku untuk selamanya," kata Ron, matanya terpejam dan wajahnya berseri-seri. "Draco Malfoy, si musang melambung yang luar biasa... " Harry dan Hermione tertawa, dan Hermione mulai menyendok kaserol daging ke dalam piring mereka. "Tapi Malfoy bisa terluka," katanya. "Untunglah Profesor McGonagall menghentikannya... "
"Hermione!" kata Ron marah, matanya terbuka lagi, "kau merusak saat paling indah dalam hidupku!"
Hermione mengeluarkan suara tak sabar dan mulai makan dengan supercepat lagi.
"Jangan bilang kau mau ke perpustakaan lagi malam ini"" kata Harry memandangnya.
"Harus," kata Hermione. "Banyak tugas."
"Tapi kaubilang tadi Profesor Vector..."
"Bukan tugas sekolah," katanya. Dalam waktu lima menit piringnya sudah bersih dan dia pergi. Fred Weasley langsung menggantikan duduk di tempatnya. "Moody!" katanya. "Seberapa cool-nya dia""
"Cool banget!" kata George, duduk berhadapan dengan Fred.
"Supercool," kata sahabat si kembar, Lee Jordan, mendudukkan diri di kursi di sebelah George. "Kami ikut pelajarannya sore ini," dia memberitahu Harry dan Ron.
"Bagaimana pelajarannya"" tanya Harry bersemangat. Fred, George, dan Lee saling pandang penuh arti. "Belum pernah dapat pelajaran seperti itu," kata
Fred. "Dia tahu, man," kata Lee. "Tahu apa"" tanya Ron, mencondongkan tubuh ke depan.
"Tahu bagaimana mempraktekkannya di luar," kata
George dengan impresif. "Mempraktekkan apa"" tanya Harry.
"Melawan Ilmu Hitam," kata Fred.
"Dia sudah menyaksikan segalanya," kata George.
"Luar biasa," kata Lee. Ron buru-buru merogoh tasnya, mengambil daftar pelajaran. "Kita baru dapat dia hari Kamis!" katanya kecewa.
14. Kutukan Tak Termaafkan
DUA hari berikutnya berlalu tanpa insiden berarti, kecuali kalau Neville yang melelehkan kualinya yang keenam dalam pelajaran Ramuan dianggap insiden. Profesor Snape, yang nafsu balas dendamnya tampaknya meningkat selama musim panas, memberi Neville detensi, dan Neville kembali dalam keadaan nyaris pingsan, karena baru saja disuruh mengeluarkan isi perut satu tong penuh kodok bertanduk.
"Kau tahu kenapa "nape marah-marah begitu, kan"" kata Ron kepada Harry sementara mereka menonton Hermione mengajari Neville Jampi Penggosok untuk membersihkan sisa usus kodok dari bawah kukunya.
"Yeah," kata Harry. "Moody."
"udah rahasia umum bahwa "nape ingin menjadi guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, dan sekarang dia sudah gagal mendapatkannya selama empat tahun berturut-turut
. "nape tidak menyukai semua guru
Pertahanan terhadap Ilmu Hitam yang sebelumnya dan tidak menutupinya-tetapi anehnya dia ekstra hati-hati agar tidak memperlihatkan kebenciannya terhadap Mad-Eye Moody Bahkan, setiap kali Harry melihat mereka berdua bersama-sama-pada saat makan atau ketika berpapasan di koridor-dia punya kesan kuat bahwa Snape menghindari mata Moody baik yang gaib maupun yang normal.
"Kurasa Snape agak takut padanya," kata Harry merenung.
"Bayangkan kalau Moody mengubah Snape menjadi kodok bertanduk," kata Ron, matanya menerawang, "dan melambung-lambungkannya di ruang bawah tanahnya..."
Anak-anak kelas empat Gryffindor sudah sangat menunggu-nunggu pelajaran pertama Moody, sehingga mereka tiba lebih awal untuk makan siang pada hari Kamis dan sudah berkerumun di depan kelasnya bahkan sebelum bel berbunyi. Satu-satunya yang belum muncul hanyalah Hermione, yang tiba tepat sebelum pelajaran dimulai.
"Baru dari..," "... perpustakaan," Harry menyelesaikan kalimatnya. "Ayo cepat, nanti kita tidak kebagian tempat enak."
Mereka bergegas menuju ketiga tempat duduk yang persis di depan meja guru, mengeluarkan buku Ilmu Hitam: Penuntun Pertahanan Diri, dan menunggu, diam tak seperti biasanya. Segera terdengar tak-tok langkah Moody yang mendekat dari lorong, dan dia masuk kelas, tampangnya sama ganjil dan mengerikan seperti
sebelumnya. Mereka bisa melihat cakar-kaki-kayunya tampak dari bawah jubahnya.
"Singkirkan saja," dia menggeram, berjalan timpang ke mejanya dan duduk, "buku kalian. Kalian tidak akan memerlukannya."
Mereka memasukkan kembali buku mereka ke dalam tas. Ron tampak bergairah sekali.
Moody mengeluarkan daftar hadir, menggoyang rambutnya yang panjang dan beruban agar tidak menutupi wajahnya, dan mulai mengabsen. Mata normalnya bergerak mantap mengikuti nama-nama di daftar, sementara mata gaibnya berputar, menatap tajam setiap anak yang menjawab.
"Baiklah," katanya, ketika anak terakhir sudah menyatakan diri hadir. "Aku sudah menerima surat dari Profesor Lupin tentang kelas ini. Tampaknya kalian sudah punya dasar menyeluruh menghadapi makhlukmakhluk Hitam-kalian sudah mempelajari Boggart, Red Cap, Hinkypunk, Grindylow, Kappa, dan manusia serigala, betul""
Anak-anak bergumam mengiyakan.
"Tetapi kalian ketinggalan-sangat ketinggalan-dalam penanganan kutukan," kata Moody. "Jadi aku ada di sini untuk membuka wawasan kalian tentang apa yang bisa dilakukan penyihir yang satu terhadap penyihir lain. Aku punya waktu satu tahun untuk mengajar kalian bagaimana menghadapi Ilmu Hi... "
"Apa" Anda tidak tinggal terus"" Ron keceplosan.
Mata gaib Moody berputar memandang Ron. Ron amat ketakutan, tetapi sejenak kemudian Moody tersenyum- pertama kali Harry melihatnya tersenyum.
Efeknya, wajahnya yang penuh bekas luka tampak lebih parah lagi, tetapi paling tidak melegakan mengetahui dia melakukan sesuatu yang ramah seperti tersenyum. Ron lega sekali.
"Kau pasti anak Arthur Weasley, eh"" kata Moody. "Ayahmu membantuku keluar dari situasi sangat sulit beberapa hari lalu... Yeah, aku cuma di sini tahun ajaran ini. Bantuan khusus untuk Dumbledore... Satu tahun, dan kemudian kembali ke masa pensiunku yang tenang."
Dia tertawa parau, lalu mengatupkan kedua tangannya yang berbonggol-bonggol.
"Jadi... langsung ke pokok masalah. Kutukan. Ada bermacam-macam bentuk dan kekuatan kutukan. Nah, menurut Kementerian Sihir, aku hanya diminta mengajar kalian kontra-kutukannya saja, aku tak boleh menunjukkan kepada kalian, seperti apa kutukan Ilmu Hitam yang ilegal itu sebelum kalian kelas enam. Kalian dianggap belum cukup umur untuk menghadapinya. Tetapi Profesor Dumbledore memberi nilai lebih tinggi ketahanan saraf kalian. Dia menduga kalian akan sanggup, dan menurutku, lebih cepat kalian tahu apa yang kalian hadapi, lebih baik. Bagaimana mungkin kalian diminta mempertahankan diri dari sesuatu yang belum pernah kalian lihat" Penyihir yang akan melakukan kutukan ilegal terhadap kalian tak akan memberitahu kalian apa yang akan dilakukannya. Dia tidak akan minta izin dulu dengan sopan untuk melakukannya. Kalian harus selalu siap. Kalian h
arus berjaga-jaga dan waspada. Kau harus menyingkirkan itu, Miss Brown, waktu aku sedang bicara."
Lavender terlonjak dan wajahnya merona merah. Dia baru saja menunjukkan horoskopnya kepada Parvati di bawah meja. Rupanya mata gaib Moody bisa melihat menembus kayu, tak hanya menembus belakang kepalanya.
"Jadi... apakah ada di antara kalian yang tahu kutukan apa yang dikenai hukuman paling berat berdasarkan undang-undang sihir""
Beberapa tangan mengacung ragu-ragu ke atas, termasuk tangan Ron dan Hermione. Moody menunjuk Ron, meskipun mata gaibnya masih terpancang pada Lavender.
"Er," kata Ron ragu-ragu, "ayah saya pernah bercerita... Namanya Kutukan Imperius, atau semacam itu""
"Ah, ya," kata Moody senang. "Ayahmu pasti tahu kutukan yang satu itu. Kutukan Imperius pernah membuat Kementerian kalang kabut."
Moody berdiri dengan susah payah pada kakinya yang tak berimbang, membuka laci mejanya, dan mengeluarkan tabung kaca. Tiga ekor labah-labah besar hitam berlarian di dalamnya. Harry merasa Ron mundur sedikit ke sebelahnya. Ron membenci labah-labah.
Moody memasukkan tangan ke dalam tabung, menangkap seekor labah-labah dan memeganginya di atas telapak tangannya, supaya semua bisa melihatnya. Kemudian dia mengacungkan tongkatnya ke arah labah-labah itu dan bergumam, "Imperio!"
Labah-labah itu melompat dari tangan Moody pada benang sutra halus dan mulai berayun-ayun ke depan dan ke belakang, seperti pemain trapeze. Dia menjulurkan kaki-kakinya dengan kaku, kemudian terjun sambil memutar badan ke belakang, memutuskan benangnya dan mendarat di atas meja, lalu berjungkir balik berkeliling meja. Moody menyentakkan tongkatnya, dan si labah-labah berdiri di atas kedua kaki belakangnya dan mulai bergerak dengan gerakan tap dance.
Semua tertawa-kecuali Moody.
"Kalian kira lucu, ya"" dia menggeram. "Kalian mau, kalau kulakukan kepada kalian"" Tawa langsung terhenti. "Pengendalian total," kata Moody pelan ketika si
labah-labah menggulung diri dan mulai berguling-guling. "Aku bisa membuatnya melompat dari jendela, menenggelamkan diri, melempar diri ke dalam teng-gorokanmu..."
Ron bergidik. "Bertahun-tahun yang lalu, ada banyak penyihir yang dikontrol dengan Kutukan Imperius," kata Moody dan Harry paham dia membicarakan harihari ketika Voldemort berkuasa. "Kementerian kerepotan sekali, berusaha memilah siapa-siapa yang dipaksa berbuat, dan siapa yang berbuat atas kemauan sendiri.
"Kutukan Imperius bisa dilawan, dan aku akan mengajar kalian bagaimana caranya, tetapi diperlukan karakter yang kuat, dan tidak semua orang memilikinya. Lebih baik menghindarinya kalau bisa. WASPADA SETIAP SAAT!" teriaknya, dan semua anak terlonjak.
Moody memungut labah-labah yang sedang jungkir balik dan melemparkannya kembali ke dalam tabung.
"Ada yang tahu lagi" Kutukan terlarang lainnya""
Tangan Hermione teracung ke udara lagi, dan Harry heran sekali ketika tangan Neville juga. Satu-satunya pelajaran di mana Neville biasanya memberi informasi dengan sukarela adalah Herbologi, pelajaran yang paling disukainya. Neville sendiri tampak heran dengan keberaniannya.
"Ya"" tanya Moody, mata gaibnya berputar memandang Neville. "Ada-Kutukan Cruciatus," kata Neville pelan tapi jelas. Moody menatap tajam Neville, kali ini dengan kedua matanya. "Namamu Longbottom"" tanyanya, mata gaibnya memandang ke bawah untuk mengecek daftar hadir.
Neville mengangguk gugup, tetapi Moody tidak bertanya apa-apa lagi. Seraya memandang ke seluruh kelas, tangannya masuk ke dalam tabung untuk mengambil labah-labah berikutnya dan meletakkannya di atas meja. Labah-labah itu diam saja, rupanya sangat ketakutan sampai tak bisa bergerak.
"Kutukan Cruciatus," kata Moody. "Kalian harus sedikit lebih besar untuk bisa lebih memahaminya," katanya, mengacungkan tongkatnya kepada si labahlabah.
"Engorgio!" Labah-labah itu menggelembung. Sekarang dia lebih besar daripada tarantula. Tanpa segan-segan lagi, Ron mendorong kursinya ke belakang, sejauh mungkin dari meja Moody.
Moody mengangkat tangannya lagi, mengacungkannya kepada si labah-labah, dan bergumam, "Crucio!"
Semua kaki si labah-labah langsun
g tertekuk melekat ke tubuhnya. Dia berguling dan mulai berkelejat mengerikan, berguncang ke kiri dan ke kanan. Tak ada suara yang keluar, tetapi Harry yakin bahwa jika si labah-labah bisa mengeluarkan suara, dia pasti menjerit-jerit. Moody tidak menyingkirkan tongkatnya, dan si labah-labah mulai bergetar dan menggelepar liar...
"Hentikan!" seru Hermione nyaring.
Harry menoleh memandangnya. Hermione tidak menatap si labah-labah melainkan Neville, dan Harry, mengikuti arah pandangannya, melihat tangan Neville mencengkeram meja di depannya, buku-buku jarinya putih, matanya melebar ngeri.
Moody mengangkat tongkatnya. Kaki si labah-labah menjadi lemas, tetapi dia masih berkelejat.


Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Reducio,"gumam Moody, dan si labah-labah mengecil sampai ke ukuran asalnya. Moody memasukkannya kembali ke dalam tabung.
"Kesakitan," kata Moody pelan. "Kau tak memerlukan obeng atau pisau untuk menyiksa orang kalau kau bisa melakukan Kutukan Cruciatus... Kutukan itu juga sangat populer.
"Baik... ada yang tahu kutukan lain lagi""
Harry memandang berkeliling. Dari ekspresi di wajah semua anak, dia menduga mereka semua bertanyatanya apa yang akan terjadi pada labah-labah terakhir. Tangan
Hermione sedikit bergetar ketika, untuk ketiga kalinya, dia mengangkatnya.
"Ya"" kata Moody, memandangnya.
"Avada Kedavra,"bisik Hermione.
Beberapa anak memandangnya dengan cemas, termasuk Ron.
""h," kata Moody, senyum samar kembali tersungging di bibirnya yang miring. "Ya, yang paling akhir dan paling mengerikan. Avada Kedavra... Kutukan Kematian."
Dia memasukkan tangannya ke dalam tabung gelas, dan seakan tahu apa yang akan terjadi, labah-labah ketiga berlarian panik di dasar tabung, berusaha menghindari jari-jari Moody, tetapi Moody menangkapnya dan menempatkannya di atas meja. Labah-labah itu merayap panik di atas permukaan papan itu.
Moody menangkap tongkatnya, dan Harry tiba-tiba saja mendapat firasat tak enak.
"Avada Kedavra!"seru Moody.
Ada kilatan cahaya hijau menyilaukan dan bunyi menderu, seakan ada sesuatu yang cepat dan tak kelihatan meluncur di udara-saat itu juga si labahlabah terguling, menelentang, tak ada lukanya, tapi jelas sudah mati. Beberapa anak menjerit tertahan. Ron melempar dirinya ke belakang dan nyaris terjatuh dari kursinya ketika si labah-labah menggelincir ke arahnya.
Moody menyapu bangkai labah-labah itu dari meja ke lantai.
"Tidak menyenangkan," katanya tenang. "Tidak enak. Dan tak ada kontra-kutukannya. Tak bisa dihalangi. Hanya ada satu orang yang bertahan hidup dari kutukan itu, dan dia duduk persis di depanku."
Harry merasa wajahnya merah padam ketika mata Moody, dua-duanya, menatap matanya. Dia bisa merasakan semua anak memandangnya juga. Harry memandang papan tulis kosong seakan terpesona, tetapi sebetulnya tak melihatnya sama sekali....
Jadi, begitulah cara orangtuanya meninggal... persis seperti labah-labah tadi. Apakah mereka juga utuh tanpa luka" Apakah mereka cuma melihat kilatan cahaya hijau dan mendengar deru kematian sebelum nyawa mereka direnggutkan dari tubuh mereka"
Harry sudah berulang-ulang membayangkan kematian orangtuanya selama tiga tahun ini, sejak dia tahu mereka dibunuh. Sejak dia tahu apa yang terjadi malam itu: Wormtail telah mengkhianati orangtuanya dengan memberitahu Voldemort di mana orangtuanya berada, dan Voldemort mendatangi mereka di pondok mereka. Harry membayangkan bagaimana Voldemort membunuh ayahnya lebih dulu. Bagaimana James Potter berusaha menahannya, sambil berteriak kepada istrinya untuk membawa lari Harry... Voldemort mendatangi Lily Potter, menyuruhnya menyingkir supaya dia bisa membunuh Harry... bagaimana ibunya memohon-mohon agar Voldemort membunuhnya saja, tak mau berhenti melindungi anaknya... maka Voldemort membunuhnya juga, sebelum mengarahkan tongkatnya kepada Harry...
Harry tahu detail ini karena dia telah mendengar suara orangtuanya ketika dia melawan para Dementor tahun
lalu-karena begitulah kekuatan mengerikan Dementor: memaksa korban mereka menghidupkan kembali kenangan paring mengerikan dalam hidup mereka, membuat mereka tenggelam tak berdaya dalam keputusasaan mereka sen
diri.... Moody bicara lagi, serasa dari kejauhan bagi Harry.
Dengan sekuat tenaga, Harry memaksa diri kembali ke keadaan sekarang dan mendengarkan apa yang dikatakan Moody.
"Avada Kedavra adalah kutukan yang membutuhkan kekuatan sihir yang besar-kalian semua boleh mengeluarkan tongkat kalian sekarang dan mengarahkannya kepadaku dan mengucapkan kata-kata kutukan itu, dan aku yakin mimisan pun aku tidak. Tapi tak apaapa. Aku tidak berada di sini untuk mengajari kalian bagaimana melakukannya.
"Nah, kalau tak ada kontra-kutukannya, buat apa aku menunjukkannya kepada kalian" Karena kalian harus tahu. Kalian harus bisa menghargai yang terburuk. Jangan sampai kalian berada dalam situasi di mana kalian harus menghadapinya. WASPADA SETIAP SAAT!" dia meraung, dan seluruh kelas terlonjak lagi.
"Nah... ketiga kutukan tadi-Avada Kedavra, Imperius, dan Cruciatus-dikenal sebagai Kutukan Tak Termaafkan. Penggunaan salah satu darinya pada sesama manusia cukup untuk diberi hukuman seumur hidup di Azkaban. Inilah yang harus kalian hadapi. Bagaimana menghadapi kutukan-kutukan tersebut, itulah yang harus kuajarkan kepada kalian. Kalian butuh persiapan. Kalian butuh senjata. Tetapi yang paling penting, kalian harus berlatih
waspada setiap saat, jangan pernah lengah. Keluarkan pena bulu kalian... catat ini..."
Mereka melewatkan sisa jam pelajaran dengan mencatat tentang ketiga Kutukan Tak Termaafkan itu. Tak seorang pun bicara sampai bel berbunyi... tetapi sesudah mereka meninggalkan kelas, celoteh ramai langsung terdengar. Kebanyakan anak membicarakan kutukan-kutukan tadi dengan nada kagum... "Kau tadi melihatnya menggelepar"" "... dan waktu dia membunuhnya... begitu saja!"
Mereka membicarakannya, pikir Harry, seakan itu pertunjukan spektakuler, tetapi bagi Harry pelajaran itu tidak menyenangkan-dan tampaknya bagi Hermione pun tidak.
"Ayo cepat," kata Hermione tegang kepada Harry dan Ron.
"Tidak ke perpustakaan lagi, kan"" kata Ron. "Tidak," jawab Hermione singkat, menunjuk ke lorong
sebelah. "Neville."
Neville berdiri sendirian, di tengah lorong, menatap tembok batu di depannya dengan mata lebar penuh kengerian seperti ketika Moody mendemonstrasikan Kutukan Cruciatus tadi.
"Neville"" panggil Hermione lembut.
Neville menoleh. "Oh, halo," katanya, suaranya lebih melengking daripada biasanya. "Pelajaran yang menarik, ya" Apa ya menu makan malam kita, aku... aku lapar sekali. Bagaimana kalian""
"Neville, kau tak apa-apa"" tanya Hermione.
"Oh ya, aku baik-baik saja," Neville mengoceh dengan suara melengking tak wajar. "Makan malam yang sangat menyenangkan... maksudku pelajaran... makan apa, ya""
Ron melempar pandang heran kepada Harry.
Tetapi bunyi tak-tok ganjil terdengar di belakang mereka, dan ketika berpaling mereka melihat Profesor Moody terpincang-pincang mendekati mereka. Keempatnya langsung terdiam, memandang Moody dengan ketakutan. Tetapi ketika Moody bicara, suaranya yang seperti geraman lebih pelan dan lebih lembut daripada yang pernah mereka dengar.
"Tak apa-apa, Nak," katanya kepada Neville. "Kenapa kau tidak ikut ke kantorku" Ayo... kita bisa minum teh..."
Neville tampak bertambah ketakutan diajak minum teh oleh Moody. Dia tak bergerak maupun bicara. Moody ganti mengarahkan mata gaibnya kepada Harry.
"Kau baik-baik saja, kan, Potter""
"Ya," kata Harry, nadanya sedikit menantang.
Mata biru Moody bergerak sedikit di dalam rongganya ketika memandang Harry. Kemudian dia berkata, "Kau harus tahu. Kelihatannya kejam, mungkin, tapi kau harus tahu. Tak ada gunanya berpura-pura... nah... ayo, Longbottom, aku punya beberapa buku yang mungkin menarik bagimu."
Neville menatap Harry, Ron, dan Hermione dengan pandangan memohon, tetapi mereka tidak berkata apa-apa, maka Neville tak punya pilihan lain kecuali membiarkan dirinya dibawa pergi, salah satu tangan Moody yang berbonggol di atas bahunya.
"Apa maunya"" tanya Ron, memandang Neville dan Moody membelok di sudut.
"Entahlah," kata Hermione, tercenung.
"Tapi memang pelajaran seru, ya"" kata Ron kepada Harry sementara mereka berjalan menuju Aula Besar. "Fred dan George benar, kan" Moody betul-b
etul menguasai bidangnya. Waktu dia melakukan Avada Kedavra, labah-labah itu langsung matibegitu saja..."
Ron mendadak terdiam melihat ekspresi wajah Harry dan tidak bicara lagi sampai mereka tiba di Aula Besar, saat dia mengatakan menurut pendapatnya lebih baik mereka mulai mengerjakan PR Ramalan Profesor Trelawney malam ini, karena akan perlu berjam-jam.
Hermione tidak ikut mengobrol bersama Harry dan Ron selama makan. Dia menghabiskan makan malamnya cepat sekali, dan kemudian ke perpustakaan lagi. Harry dan Ron kembali ke ruang rekreasi Gryffindor, dan Harry, yang selama makan malam tidak memikirkan hal lain kecuali Kutukan Tak Termaafkan, sekarang malah mengangkat soal itu.
"Apakah Moody dan Dumbledore tidak akan mendapat kesulitan dengan Kementerian kalau mereka tahu kita telah melihat kutukan-kutukan itu"" Harry bertanya ketika mereka sudah mendekati si Nyonya Gemuk.
"Yeah, mungkin saja," kata Ron. "Tetapi Dumbledore selalu melakukan hal-hal sesuai kemauannya sendiri, kan, dan Moody sudah bertahun-tahun biasa mendapat kesulitan, kurasa. Serang dulu, baru tanya kemudian- lihat saja urusan tempat sampahnya. Balderdash."
Lukisan si Nyonya Gemuk mengayun membuka, memperlihatkan lubang masuk. Mereka memanjat memasuki ruang rekreasi Gryffindor yang penuh dan ramai.
"Jadi kita ambil PR Ramalan nih"" tanya Harry.
"Kurasa begitu," keluh Ron.
Mereka naik untuk mengambil buku-buku dan peta mereka, dan menemukan Neville sendirian, duduk di atas tempat tidurnya, sedang membaca. Dia tampak jauh lebih tenang dibanding pada akhir pelajaran Moody tadi, meskipun belum sepenuhnya normal. Matanya agak merah.
"Kau baik-baik saja, Neville"" Harry menanyainya.
"Oh ya," kata Neville. "Aku baik, terima kasih. Cuma lagi baca buku yang dipinjamkan Profesor Moody kepadaku..."
Dia mengangkat buku Tanaman-Air Gaib Laut Tengah.
"Rupanya Profesor Sprout bercerita pada Profesor Moody aku pintar dalam pelajaran Herbologi," kata Neville. Ada nada kebanggaan samar dalam suaranya, yang jarang sekali didengar Harry sebelumnya. "Profesor Moody menduga aku akan menyukai buku ini."
Memberitahu Neville apa yang dikatakan Profesor Sprout adalah cara yang bijaksana untuk menghibur
Neville, pikir Harry, karena Neville jarang sekali mendengar pujian dia pintar dalam hal apa pun. Hal semacam itulah yang akan dilakukan Profesor Lupin.
Harry dan Ron membawa buku Menyingkap Kabut Masa Depan,turun ke ruang rekreasi, mencari meja, dan mulai mengerjakan ramalan tentang diri mereka untuk bulan depan. Satu jam kemudian, mereka cuma mendapat sedikit sekali kemajuan, meskipun di meja mereka telah berserakan robekan-robekan perkamen penuh perhitungan dan simbol-simbol, dan otak Harry sudah keruh sekali seakan dipenuhi asap dari perapian Profesor Trelawney.
"Aku sama sekali tidak mengerti apa maksudnya semua ini," katanya, memandang daftar panjang kalkulasi.
"Tahu tidak," timpal Ron, yang rambutnya sudah tegak berdiri saking seringnya disisir tangan karena frustrasinya. "Kurasa kita kembali ke taktik lama Ramalan."
"Apa... ngarang""
"Yeah," kata Ron, menyapu semua catatan yang berantakan dari atas meja, mencelupkan penanya ke dalam tinta, dan mulai menulis.
"Hari Senin depan," katanya seraya menulis, "kemungkinan besar saya akan batuk, gara-gara bersatunya Mars dan Jupiter yang tak menguntungkan." Dia mendongak memandang Harry. "Kau tahu dia, kan... tulis saja banyak kesengsaraan, dia akan melahapnya."
"Betul," kata Harry, meremas usaha pertamanya dan melemparkannya ke perapian, melewati atas kepala serombongan anak kelas satu yang ramai berceloteh. "Oke... pada hari Senin, saya akan ada dalam bahaya... er... luka bakar."
"Ya, bahaya besar," kata Ron seram, "kita kan akan ketemu Skrewt lagi hari Senin. Oke, Selasa, saya akan... erm..."
"Kehilangan harta berharga," kata Harry, yang membuka-buka Menyingkap Kabut Masa Depan untuk mencari ide.
"Bagus," kata Ron, menuliskannya. "Karena... erm.... Merkurius. Kenapa kau tidak ditusuk dari belakang oleh orang yang kaupikir temanmu""
"Yeah... cool..," kata Harry, menuliskannya, "ka-rena...Venus berada dalam posisi kedua belas.
" "Dan hari Rabu, kurasa aku akan kalah dalam perkelahian." "Aaah, aku baru mau menulis aku akan berkelahi. Oke, aku akan kalah taruhan." "Yeah, kau bertaruh aku menang dalam perkelahian..."
Mereka meneruskan membuat ramalan (yang makin lama makin tragis) selama satu jam, sementara ruang rekreasi berangsur-angsur kosong, ketika anak-anak naik ke kamar masing-masing. Crookshanks mendekati mereka, melompat ringan ke atas kursi kosong, dan menatap Harry dengan pandangan sulit dipahami, seperti cara Hermione menatap jika dia tahu mereka tidak mengerjakan PR dengan benar.
Memandang berkeliling ruangan, mencari-cari malapetaka yang belum digunakannya, Harry melihat Fred
dan George duduk berdua di depan dinding seberang, kepala mereka beradu, pena bulu siap di tangan, menunduk asyik mempelajari sehelai perkamen. Sangat tidak umum melihat Fred dan George tersembunyi di sudut dan bekerja dalam diam. Mereka biasanya suka berada di tengah keramaian dan menjadi pusat perhatian. Ada sesuatu yang mencurigakan dalam cara mereka mengerjakan perkamen itu, dan Harry jadi ingat bagaimana mereka duduk berdua, menulis sesuatu waktu di The Burrow. Waktu itu Harry menduga mereka membuat lagi formulir pesanan Sihir Sakti Weasley, tapi kali ini kelihatannya bukan. Kalau ya, pasti mereka mengikutsertakan Lee Jordan. Harry bertanya-tanya dalam hati apakah perkamen itu ada hubungannya dengan pendaftaran Turnamen Triwizard.
Selagi Harry mengawasi, George menggeleng ke arah Fred, mencoret sesuatu dengan pena bulunya, dan berkata, yang walaupun pelan sekali terdengar juga sampai ke seberang ruangan, "Jangan... itu seolah kita menuduh. Harus hati-hati..."
Kemudian George menoleh dan melihat Harry memandangnya. Harry nyengir dan buru-buru meneruskan menulis ramalannya-dia tak ingin George mengira dia nguping. Tak lama setelah itu, si kembar menggulung perkamen mereka, mengucapkan selamat malam, dan pergi tidur.
Fred dan George sudah pergi kira-kira sepuluh menit ketika lubang lukisan terbuka dan Hermione memanjat masuk membawa setumpuk perkamen dengan satu tangan dan tangan lain membawa kotak yang isinya
bergemerencing ketika dia berjalan. Crookshanks melengkungkan punggungnya, mendengkur.
"Halo," sapa Hermione. "Aku baru saja selesai!" "Aku juga!" ujar Ron penuh kemenangan, melempar pena bulunya. Hermione duduk, meletakkan bawaannya di kursi kosong, dan menarik ramalan Ron ke depannya.
"Bulan depan rupanya bulan penuh penderitaan, ya"" katanya menyindir, sementara Crookshanks melingkar di atas pangkuannya.
"Ah, paling tidak aku sudah tahu lebih dulu," Ron menguap.
"Kau tenggelam dua kali nih," kata Hermione.
"Oh ya"" kata Ron, membaca ramalannya. "Sebaiknya yang satu kuganti dengan terinjak-injak Hippogriff ngamuk."
"Apa menurutmu tidak terlalu jelas bahwa kau mengarang semua ini"" tanya Hermione.
"Beraninya kau menuduh!" kata Ron pura-pura marah. "Kami bekerja keras seperti peri-rumah dari tadi!"
Hermione mengangkat alis.
"Cuma ungkapan," kata Ron buru-buru.
Harry juga meletakkan pena bulunya, setelah meramalkan kematiannya sendiri dengan dipenggal lehernya.
"Apa isi kotak itu"" tanyanya, seraya menunjuk.
"Aneh juga kau tanya," kata Hermione, mengerling galak Ron. Dia membuka tutupnya dan memperlihatkana isinya kepada mereka. Di dalamnya ada kira-kira lima puluh lencana, warna-warni, tetapi semua tulisannya sama: S. .E.W "'Spew'"" tanya Harry, memungut sebuah lencana dan memandangnya. "Apa sih ini""
"Bukan spew." kata Hermione tak sabar. "Itu S- -E-W Singkatan dari Society for the Promotion of Elfishi Wel-fare-Perkumpulan untuk Peningkatan Kesejahteraan Peri-Rumah."
"Belum pernah dengar," kata Ron.
"Tentu saja belum," kata Hermione lugas. "Aku baru saja mendirikannya."
"Yeah"" tanya Ron pura-pura heran. "Sudah berapa anggotanya""
"Yah... kalau kalian berdua ikut... jadi tiga," kata Hermione.
"Dan kaupikir kami mau berkeliaran memakai lencana bertulisan 'spew', begitu"" kata Ron.
"S- -E-W!" kata Hermione panas. "Tadinya malah mau kunamakan Hentikan Penyiksaan terhadap Sesama Makhluk Gaib dan Kampanyekan Perubahan Status Legal Mereka-tapi tempatnya t
idak cukup. Jadi akhirnya SPEW-lah judul gerakan kita."
Dia melambaikan tumpukan perkamen kepada mereka.
"Aku sudah melakukan riset di perpustakaan. Perbudakan peri-rumah sudah berlangsung berabad-abad. Aku heran tak ada yang melakukan tindakan apa pun sebelum ini."
"Hermione... buka telingamu," kata Ron keras-keras. "Mereka. Menyukainya. Mereka suka diperbudak!"
"Tujuan jangka pendek kita," kata Hermione, bicara bahkan lebih keras daripada Ron, dan bersikap seakan tidak mendengar sepatah kata pun, "adalah untuk mengupayakan gaji dan kondisi kerja memadai untuk peri-rumah. Tujuan jangka panjang kita termasuk mengubah undang-undang tentang larangan penggunaan tongkat sihir, dan mengusahakan ada perirumah yang duduk di Departemen Pengaturan dan Pengawasan Makhluk Gaib, karena mereka sangat kurang terwakili."
"Dan bagaimana kita melakukan semua itu"" tanya Harry.
"Kita mulai dengan merekrut anggota," kata Hermione riang. "Kupikir dua Sickle untuk bergabung-sebagian untuk biaya lencana-dan sisanya untuk selebaran kampanye. Kau bendahara, Ron- aku sudah menyiapkan kaleng untuk mengumpulkan uang di atas-dan Harry, kau sekretaris, jadi sebaiknya kautulis segala sesuatu yang kuucapkan sekarang, sebagai notulen rapat pertama kita."
Diam sejenak, sementara Hermione tersenyum kepada keduanya, dan Harry duduk, tercabik antara putus asa terhadap Hermione dan geli melihat tam-pang Ron. Keheningan dipecahkan, bukan oleh Ron, yang memang tampaknya sementara tak bisa bicara saking kagetnya, melainkan oleh bunyi tok, tok pelan di jendela. Harry memandang ke seberang ruang rekreasi yang sekarang kosong, dan melihat, diterangi cahaya bulan, burung hantu seputih salju hinggap di ambang jendela.
"Hedwig!" teriaknya. Serentak dia berdiri dari kursinya dan berlari ke seberang untuk membuka jendela.
Hedwig terbang masuk, melayang mengelilingi ruangan, dan mendarat di meja, di atas perkamen ramalan Harry.
"Sudah waktunya!" kata Harry, bergegas mengejar"Dia membawa jawaban!" kata Ron bersemangat, menunjuk secarik perkamen lusuh yang terikat di kaki Hedwig.
Harry buru-buru melepasnya dan duduk membacanya, sementara itu Hedwig hinggap di atas lututnya, beruhu-uhu pelan.
"Apa katanya"" tanya Hermione menahan napas.
Surat itu pendek sekali, dan tampaknya ditulis sangat terburu-buru. Harry membacanya cepat-cepat:
Harry... Aku akan segera terbang ke utara. Berita tentang bekas lukamu ini adalah yang terakhir dalam rentetan desas-desus aneh yang kudengar. Kalau sakit lagi, langsung temui Dumbledore-mereka bilang dia berhasil membujuk Mad-Eye meninggalkan masa pensiunnya, itu berarti dia membaca pertanda, meskipun orang lain tidak.
Aku akan segera menghubungimu lagi. Salamku untuk Ron dan Hermione. Bukalah matamu lebar-lebar, Harry.
Harry mendongak memandang Ron dan Hermione, yang balas memandangnya. "Dia terbang ke utara"" bisik Hermione. "Dia kembali ke sini""
"Dumbledore membaca pertanda apa"" tanya Ron, kebingungan. "Harry... kau kenapa"" Harry baru saja memukul dahinya sendiri, membuat Hedwig terlonjak dari lututnya. "Harusnya aku jangan bilang kepadanya!" kata Harry jengkel.
"Kau ngomong apa sih"" tanya Ron keheranan.
"Itu membuatnya berpikir dia harus kembali!" kata Harry, sekarang meninju meja, sehingga Hedwig mendarat di punggung kursi Ron, berteriak-teriak marah.
"Dia kembali karena mengira aku dalam bahaya! Padahal aku tak apa-apa! Dan aku tak punya apa-apa untukmu," Harry membentak Hedwig, yang mengatup-ngatupkan paruhnya penuh harap, "kau harus pergi ke Kandang Burung Hantu kalau mau makan."
Hedwig melempar pandang sangat tersinggung dan terbang ke arah jendela yang terbuka, menampar kepala Harry dengan sayapnya yang terentang lebar ketika melewatinya.
"Harry," kata Hermione dengan suara menenteramkan.
"Aku mau tidur," kata Harry pendek. "Sampai besok."
Di atas dalam kamarnya Harry memakai piamanya dan naik ke atas tempat tidurnya, tetapi dia sama sekali tidak lelah.
Jika Sirius kembali dan tertangkap, itu adalah kesalahannya, kesalahan Harry. Kenapa dia tidak bisa tutup mulut" Sakit cuma beberapa detik saja, dan dia sudah mengadu... k
alau saja dia lebih bijaksana dan menyimpannya sendiri....
Didengarnya Ron naik ke kamar beberapa saat kemudian, tetapi tidak bicara kepadanya. Lama sekali Harry hanya berbaring menatap langit-langit kelambu tempat tidurnya yang gelap. Kamarnya sunyi senyap, dan kalau saja pikirannya tidak sesibuk itu, Harry akan menyadari bahwa absennya dengkur Neville berarti bukan dia satu-satunya yang belum tidur.
15. Beauxbatons dan Durmstrang
ESOKNYA pagi-pagi sekali Harry terjaga dengan rencana matang dalam pikirannya, seakan otaknya yang tidur telah bekerja semalaman. Dia bangun, berpakaian dalam cahaya redup fajar, meninggalkan kamar tanpa membangunkan Ron, dan turun ke ruang rekreasi yang masih kosong. Dia mengambil sehelai perkamen dari meja tempat PR Ramalan-nya masih tergeletak dan menulis surat berikut:
Dear Sirius, Kurasa aku cuma membayangkan bekas lukaku sakit. Aku setengah tidur ketika menulis surat ke-padamu yang terakhir itu. Tak perlu kembali, segalanya baik-baik saja di sini. Jangan mengkhawatirkan aku, kepalaku sama sekati normal.
Harry. Harry kemudian memanjat keluar dari lubang lukisan, naik ke kastil yang masih sepi (hanya tertahan sebentar oleh Peeves, yang berusaha menggulingkan vas besar ke arahnya di tengah koridor di lantai empat), akhirnya tiba di Kandang Burung Hantu, yang terletak di puncak Menara Barat.
Kandang Burung Hantu adalah ruangan batu ber-bentuk melingkar, agak dingin dan berangin, karena tak satu pun jendelanya berkaca. Lantainya sepenuhnya tertutup jerami, kotoran burung hantu, dan muntahan kerangka tikus. Beratus-ratus burung hantu dari berbagai jenis yang bisa dibayangkan bertengger pada lenggeran berjajar ke atas sampai ke puncak menara, hampir semuanya masih tidur, meskipun di sana-sini mata bundar kekuningan memandang Harry. Dilihatnya Hedwig bertengger di antara burung hantu serak dan burung hantu jingga-kecokelatan. Harry bergegas mendekatinya, terpeleset sedikit di lantai yang penuh lebaran kotoran.
Perlu beberapa waktu untuk membujuknya agar mau bangun dan kemudian memandang Harry, karena Hedwig berulang-ulang berbalik di atas tenggerannya, menghadapkan ekornya pada Harry Jelas Hedwig maisih marah atas sikap Harry yang kurang berterima kasih semalam. Akhirnya, ketika Harry mengatakan mungkin Hedwig masih kecapekan dan barangkali dia akan meminjam Pigwidgeon dari Ron, barulah Hedwig menjulurkan kakinya dan mengizinkan Harry mengikatkan suratnya ke situ.
"Cari dan temukan dia, ya," kata Harry, membelai punggungnya seraya menggendongnya dan membawanya ke salah satu lubang di dinding. " Sebelum para Dementor menemukannya'
Hedwig mematuk jari Harry, mungkin lebih keras daripada biasanya, namun tetap beruhu pelan menenteramkan Harry. Kemudian dia merentangkan sayapnya dan melayang menyongsong matahari terbit. Harry mengawasinya terbang sampai lenyap dari pandangan, perasaan tak enak kembali memenuhi perutnya. Semula dia begitu yakin jawaban Sirius akan melenyapkan kekhawatirannya dan bukannya malah membuatnya semakin besar.
"Kau bohong, Harry' kata Hermione tajam selagi mereka sarapan, ketika Harry menceritakan kepadanya dan Ron apa yang telah dilakukannya. "Kau tidak sekadar membayangkan bekas lukamu sakit dan kau tahu itu."
"Jadi kenapa"" kata Harry. "Dia tak boleh kembali ke Azkaban gara-gara aku."
"Sudahlah," kata Ron tajam kepada Hermione yang sudah membuka mulut untuk berargumentasi lagi, dan sekali ini, Hermione menurutinya dan langsung diam.
Harry berusaha sebisa mungkin tidak mencemaskan Sirius selama dua minggu berikutnya. Betul, dia tidak bisa mencegah dirinya mencari-cari dengan penasaran setiap pagi ketika pos burung hantu tiba, ataupun pada larut malam ngeri membayangkan Sirius dikepung Dementor di jalan gelap di kota London, tetapi di antara pagi dan malam, dia berusaha tidak memikirkan walinya. Sayang sekali tak ada Quidditch yang bisa mengalihkan
perhatiannya. Tak ada yang lebih manjur menyembuhkan pikiran yang kalut daripada sesi latihan yang keras. Sebaliknya, pelajaran-pelajarannya semakin sulit dan menyita lebih banyak waktu daripada sebelumnya, terutama pelaja
ran Pertahanan terhadap Ilmu Hitam dari Moody.
Mereka terkejut sekali ketika Profesor Moody mengumumkan bahwa dia akan melancarkan Kutukan Imperius kepada mereka semua secara bergiliran, untuk mendemonstrasikan kekuatannya dan melihat apakah mereka bisa menahan efeknya.
"Tapi... tapi Anda mengatakan itu ilegal, Profesor," kata Hermione bingung sementara Moody menyingkirkan meja-meja dengan sekali ayunan tongkat sihirnya, meninggalkan area kosong besar di tengah kelas. "Kata Anda... menggunakannya terhadap orang lain adalah..."
"Dumbledore menginginkan kalian merasakan seperti apa kutukan itu," kata Moody, mata gaibnya berputar ke arah Hermione dan menatapnya dengan pandangan mengerikan tanpa kedip. "Kalau kau lebih suka mengalaminya langsung-waktu ada orang yang menyerangmu dengan kutukan itu agar bisa menguasaimu sepenuhnya-terserah. Aku tak melarangmu. Silakan pergi."
Dia mengacungkan jarinya yang berbonggol ke arah pintu. Wajah Hermione merah padam dan dia menggumamkan sesuatu tentang tidak bermaksud ingin -ninggalkan kelas. Harry dan Ron saling pandang ia n nyengir. Mereka tahu Hermione lebih memilih nakan nanah Bubotuber daripada tidak mengikuti pelajaran sepenting ini.
Moody mulai memberi isyarat kepada anak-anak supaya maju bergiliran dan melancarkan Kutukan Imperius kepada mereka. Harry menonton sementara satu demi satu temannya melakukan hal-hal luar biasa di bawah pengaruhnya. Dean Thomas melompat tiga kali mengelilingi ruangan, menyanyikan lagu ke-bangsaan Inggris. Lavender Brown menirukan bajing. Neville melakukan rangkaian gerakan gimnastik yang jelas tak akan sanggup dilakukannya dalam keadaan normal. Tak seorang pun dari mereka berhasil melawan kutukan, dan masing-masing baru kembali ke keadaan semula setelah Moody menarik kutukannya. "Potter," Moody menggeram, "giliranmu." Harry maju ke tengah ruangan, yang telah dikosongkan Moody. Moody mengangkat tongkatnya, mengacungkannya kepada Harry, dan berkata, "Impe-riol"
Rasanya luar biasa menyenangkan. Harry seakan melayang ketika segala beban pikiran dan kecemasan disapu pelan sampai habis, tak meninggalkan apa pun kecuali kebahagiaan yang tak jelas. Dia berdiri di sana, merasa amat rileks, hanya samar-samar sadar bahwa semua orang mengawasinya.
Dan kemudian didengarnya suara Mad-Eye Moody, bergaung dalam ruang yang jauh dalam otaknya yang kosong: Lompat ke atas meja... lompat ke atas meja...
Harry menekuk lututnya dengan patuh, siap melompat.
Lompat ke atas meja... Tapi kenapa" Ada suara lain yang terbangun di bagian belakang otaknya.
Konyol sekali, kan, kalau melompat ke atas meja. Lompat ke atas meja...
Tidak, aku tak akan melompat, terima kasih, kata suara yang lain itu, sedikit lebih tegas... tidak, aku tak mau...
Lompat! SEKARANG! Berikutnya Harry merasakan sakit yang luar biasa. Dia melompat dan sekaligus berusaha mencegah dirinya melompat-hasilnya dia menabrak meja sampai terguling, dan kalau dilihat dari rasa sakit di kakinya, kedua tempurung lututnya pastilah retak.
"Nah, itu baru bagus!" gerung Moody, dan mendadak Harry merasakan gaung kekosongan di dalam kepalanya lenyap. Dia ingat persis apa yang terjadi, dan rasa sakit di lututnya menjadi berlipat ganda.
"Lihat itu, kalian semua... Potter melawan! Dia melawannya, dan dia nyaris berhasil! Kita akan mencobanya lagi, Potter, dan kalian semua, perhatikan baik-baik-lihat matanya, di situlah kalian bisa melihatnya-bagus sekali, Potter, sungguh sangat bagus! Mereka akan mendapat kesulitan menguasaimu!"
Laranya bicara itu," gumam Harry dengan ter-pincang-pincang meninggalkan kelas Pertahanan terhadap Ilmu Hitam satu jam kemudian (Moody memaksa mencoba batas kemampuan Harry empat kali berturut-turut sampai akhirnya Harry berhasil menolak kutukan itu sepenuhnya), "seolah kita semua akan diserang kapan saja."
"Yeah, aku tahu," kata Ron, yang melompat setiap lua langkah. Dia mengalami kesulitan jauh lebih besar daripada Harry menghadapi kutukan itu, walaupun Moody meyakinkannya bahwa efeknya sudah akan hilang ketika mereka makan siang. "Ngomong-ngomong soal paranoid... ketakutannya memang berlebihan" Ro
n menoleh dengan cemas untuk memastikan Moody tidak mendengarnya dan meneruskan, "Pantas saja orang-orang Kementerian senang dia pensiun. Kau dengar tidak waktu dia memberitahu Seamus apa yang dilakukannya kepada penyihir wanita yang berteriak 'Boo' di belakangnya waktu April Mop" Dan kapan kita sempat membaca tentang bagaimana menangkal Kutukan Imperius dengan tugas-tugas kita yang sebanyak ini""
Semua anak kelas empat telah menyadari bertambah banyaknya tugas yang harus mereka kerjakan semester ini. Profesor McGonagall menjelaskan kenapa, ketika murid-muridnya menyerukan keluhan yang ekstra keras, memprotes banyaknya PR Transfigurasi yang diberikannya.
"Kalian sekarang memasuki fase paling penting dalam pendidikan sihir kalian!" katanya, matanya berkilau berbahaya di balik kacamata perseginya. "Tak lama lagi kalian harus menempuh ujian Ordinary Wizarding Level- Level Sihir Umum..."
"Kami kan baru ujian OWL kalau sudah kelas lima!" bantah Dean Thomas.
"Mungkin begitu, Thomas, tetapi percayalah padaku, kalian membutuhkan persiapan yang matang. Miss Granger tetap satu-satunya yang berhasil mengubah landak menjadi bantal tusukan jarum yang memuaskan.
Kuingatkan kau, Thomas, bahwa bantal jarum mi/ masih bergulung ketakutan kalau ada yang mendekatinya membawa jarum pentul!"
Hermione, yang sudah merona merah lagi, berusaha agar tak tampak kelewat berpuas diri.
Harry dan Ron geli sekali ketika dalam pelajaran berikutnya. Ramalan, Profesor Trelawney memberitahu mereka bahwa mereka mendapat nilai tertinggi untuk PR Ramalan. Dia membacakan sebagian besar ramalan mereka, memuji ketabahan mereka dalam menerima malapetaka yang akan menimpa-tetapi kegelian mereka jadi berkurang ketika Profesor Trelawney meminta mereka untuk melakukan hal yang sama untuk bulan berikutnya lagi. Mereka berdua sudah kehabisan ide malapetaka apa lagi yang bisa ditulis.
Sementara itu, Profesor Binns, hantu yang mengajar Sejarah Sihir, setiap minggu menugasi mereka menulis karangan tentang pemberontakan goblin pada abad kedelapan belas. Profesor Snape memaksa mereka melakukan riset tentang penangkal racun. Tugas ini mereka lakukan dengan sungguh-sungguh, karena Snape lelah memberi isyarat bahwa dia mungkin akan meracuni salah satu dari mereka sebelum Natal untuk melihat apakah penangkal racun mereka manjur. Profesor Flitwick menyuruh mereka membaca tiga luiku tambahan sebagai persiapan pelajaran mereka tentang Mantra Panggil.
Bahkan Hagrid pun menambahi beban tugas me-i ka. Skrewt Ujung-Meletup tumbuh dengan ke-t fpatan luar biasa, mengingat belum ada yang berhasil laliu apa makanan mereka. Hagrid gembira sekali, dan sebagai
bagian dari "proyek" mereka, dia menyarankan mereka datang ke pondoknya dua malam sekali untuk mengamati Skrewt dan membuat catatan tentang perilaku mereka yang unik.
"Aku tak sudi" kata Draco Malfoy tegas ketika Hagrid mengusulkan ini dengan gaya Santa Klaus mengeluarkan hadiah tambahan besar dari dalam kantongnya. "Sudah lebih dari cukup aku melihat binatang menjijikkan ini selama pelajaran." Senyum Hagrid memudar dari wajahnya. "Kau harus lakukan yang diperintahkan kepadamu," geramnya, "kalau tidak aku akan contoh Profesor Moody... kudengar kau jadi musang bagus, Malfoy."
Anak-anak Gryffindor meledak tertawa. Wajah Malfoy merah padam saking marahnya, tetapi rupanya ingatan tentang hukuman Moody masih cukup menyakitkan, sehingga dia tak berani menjawab dengan pedas. Harry, Ron, dan Hermione kembali ke kastil pada akhir pelajaran dengan semangat tinggi. Menyaksikan Hagrid berhasil menekan Malfoy sungguh memuaskan, terutama karena Malfoy telah berusaha sekuat tenaga membuat Hagrid dipecat tahun ajaran yang lalu.
Setibanya di Aula Depan, mereka tak bisa maju karena banyaknya anak-anak yang berkumpul di sana, semuanya mengerumuni pengumuman besar yang telah didirikan di kaki tangga pualam. Ron, yanA paling jangkung di antara mereka bertiga, berjingkat untuk melihat dari atas kepala-kepala di depan mereka dan membaca keras-keras pengumuman itu untuk kedua sahabatnya:
TURNAMEN TRIWIZARD DELEGASI DARI BEAUXBATONS DAN DURMSTRANG AKAN T
IBA PADA PUKUL 18.00 SORE HARI JUMAT, 30 OKTOBER. PELAJARAN AKAN DIAKHIRI SETENGAH JAM
LEBIH AWAL... "Asyiiik!" kata Harry. "Pelajaran terakhir hari Jumat kan Ramuan! Snape tak akan sempat meracuni kita!"
PARA MURID DIMINTA MENYIMPAN TAS DAN BUKUBUKU MEREKA DI KAMAR MASING-MASING DAN BERKUMPUL DI DEPAN KASTIL UNTUK MENYAMBUT
TAMU KITA SEBELUM PESTA SELAMAT DATANG.
"Tinggal seminggu lagi!" kata Ernie Macmillan dari Hufflepuff, muncul dari tengah kerumunan, matanya berkilauan. "Cedric tahu tidak, ya" Akan kuberitahu
dia... " "Cedric"" celetuk Ron tak paham sementara Ernie bergegas pergi.
"Diggory," kata Harry. "Pasti dia ikut mendaftar dalam turnamen ini."
"Anak idiot itu, juara Hogwarts"" kata Ron, sementara mereka menyeruak menerobos kerumunan anak-anak yang berceloteh ramai, menuju tangga.
'Dia tidak idiot. Kau tidak suka padanya hanya karena dia mengalahkan Gryffindor dalam Quidditch," lala Hermione. "Kudengar anaknya pintar sekali... dari dia
Prefek." Hermione mengatakan ini seakan dengan demikian persoalan jadi beres.
"Kau suka padanya karena dia tampan," kata Ron pedas.
"Maaf, aku tidak menyukai orang hanya karena dia tampan!" kata Hermione jengkel.
Ron tertawa dibuat-buat, yang anehnya bunyinya seperti "Lockhart!"
Kemunculan pengumuman di Aula Depan itu membawa dampak yang nyata pada para penghuni kastil. Selama minggu berikutnya, tampaknya hanya ada satu topik pembicaraan, ke mana pun Harry pergi: Turnamen Triwizard. Desas-desus menyebar dari satu anak ke anak yang lain seperti kuman menular: siapa saja yang akan mencoba menjadi juara Hogwarts, turnamen ini akan meliputi apa saja, bagaimana murid-murid Beauxbatons dan Durmstrang berbeda dari mereka.
Harry juga memperhatikan bahwa kastil dibersihkan menyeluruh secara ekstra. Beberapa lukisan sangat kotor telah disikat, membuat objek lukisannya tidak senang. Mereka duduk bergerombol dalam pigura-pigura mereka, menggerundel marah dan berjengit ketika meraba wajah mereka yang jadi merah jambu dan peka. Baju-baju zirah mendadak berkilauan dan bergerak tanpa derit. Dan Argus Filch, si penjaga sekolah, bersikap luar biasa galak kepada siapa saja yang lupa menggosok sepatunya pada keset, sampai ada dua anak perempuan kelas satu yang histeris saking takutnya.
Beberapa guru tampak ikut tegang.
"Longbottom, jangan membocorkan rahasia bahwa kau tak bisa melakukan Mantra Tukar yang sederhana kepada siapa pun dari Durmstrang!" bentak Profesor McGonagall pada akhir salah satu pelajaran yang ekstra sulit. Dalam pelajaran itu Neville tak sengaja mentransplantasi telinganya sendiri pada kaktus.
Ketika mereka turun untuk sarapan pada pagi tanggal tiga puluh Oktober, ternyata Aula Besar telah didekorasi dalam semalam. Panji-panji sutra raksasa tergantung pada dinding, masing-masing mewakili Asrama Hogwarts: merah dengan singa emas untuk Gryffindor, biru dengan elang perunggu untuk Ravenclaw, kuning dengan musang hitam untuk Hufflepuff, dan hijau dengan ular perak untuk Slytherin. Di belakang meja guru tepampang panji-panji yang paling besar, menampilkan keempat lambang Hogwarts: singa, elang, musang, dan ular, berkumpul mengelilingi huruf H besar.
Harry, Ron, dan Hermione menuju ke tempat Fred dan George duduk di meja Gryffindor, Ron paling depan. Sekali lagi, dan luar biasa sekali, Fred dan George duduk terpisah dari yang lain dan berbicara dengan suara pelan.
"Memang pengalaman yang tak enak," George berkata muram kepada Fred. "Tapi kalau dia tak mau bicara dengan kita, kita harus mengirimkan surat itu kepadanya. Atau kita jejalkan saja ke tangannya. Dia tak bisa menghindari kita selamanya."
"Siapa yang menghindari kalian"" tanya Ron, duduk di sebelah mereka.
"Maunya sih kau," kata Fred, tampak jengkel mendapat gangguan.
"Pengalaman tak enak apa sih"" Ron bertanya kepada George.
"Kalau kita punya adik suka ikut campur urusan macam kau itu," jawab George.
"Kalian berdua sudah punya ide untuk Turnamen Triwizard"" tanya Harry. "Masih mau ikut""
"Aku tanya pada McGonagall bagaimana caranya sang juara dipilih, tapi dia tak mau bilang," kata George sengit. "Dia malah menyuruh aku
diam dan meneruskan mentransfigurasi rakunku."
"Apa ya kira-kira tugas-tugasnya"" kata Ron merenung. "Tahu tidak, aku berani taruhan kita bisa melakukannya, Harry. Kita telah melakukan hal-hal berbahaya sebelum ini..."
"Tapi tidak di depan dewan juri," kata Fred. "Kata McGonagall para juara dinilai berdasarkan sebaik apa mereka melaksanakan tugas mereka."
"Siapa saja jurinya"" tanya Harry.
"Para kepala sekolah semua sekolah yang berpartisipasi, selalu menjadi dewan juri," kata Hermione, dan semua menoleh kepadanya, agak heran, "karena tiga-tiganya luka dalam turnamen tahun 1792, ketika seekor cockatrice yang seharusnya ditangkap para juara mengamuk." Cockatrice adalah ular legendaris yang menetas dari telur ayam yang dierami reptil.
Hermione melihat mereka semua memandangnya dan berkata tak sabar seperti biasanya, karena tak ada orang lain yang membaca semua buku yang dibacanya, "Semuanya ada dalam Sejarah Hogwarts. Meskipun, tentu saja, buku itu tidak bisa diandalkan sepenuhnya. Lebih tepat kalau judulnya Sejarah Hogwarts yang
Direvisi. Atau Sejarah Hogwarts yang Sangat Berat Sebelah dan Selektif, yang Membanggakan Aspek-Aspek Sekolah yang Tidak Menyenangkan."
"Apa sih maksudmu"" tanya Ron, meskipun Harry menduga dia sudah tahu apa jawabnya.
"Peri-rumah!" kata Hermione, matanya berkilat. "Tak satu kali pun, dalam buku Sejarah Hogwarts yang tebalnya lebih dari seribu halaman ini disebutkan bahwa kita semua berkolusi dalam penindasan seratus budak!"
Harry menggeleng dan menyendok telur goreng. Walaupun dia dan Ron tidak antusias, ini tidak memudarkan tekad Hermione untuk mengejar keadilan bagi peri-rumah. Memang keduanya telah membayar dua Sickle untuk lencana S.PE.W, tetapi mereka membelinya hanya supaya Hermione diam. Tapi rupanya Sickle mereka terbuang sia-sia, sebab Hermione semakin gencar. Dia menggerecoki Harry dan Ron terus sejak saat itu. Mula-mula menyuruh mereka memakai lencana itu, berikutnya menyuruh mereka membujuk leman-teman lain agar mau memakai lencana, dan Hermione juga berkeliling ruang rekreasi Gryffindor setiap malam, menyudutkan anak-anak dan mengguncang kaleng pengumpulan uang di bawah hidung mereka.
"Kau sadar bahwa sepraimu diganti, perapianmu dinyalakan, kelasmu dibersihkan, dan makananmu dimasak oleh serombongan makhluk gaib yang tidak dibayar dan diperbudak"" katanya galak tak hentinya.
Beberapa anak, seperti Neville, membayar hanya untuk menghentikan Hermione mendelik padanya Beberapa tampaknya agak tertarik pada apa yang
disampaikannya, tetapi enggan mengambil bagian aktil dalam kampanye. Banyak yang menganggap semua itu cuma lelucon.
Ron sekarang memutar matanya ke langit-langit, yang menyiram mereka dengan cahaya matahari musim gugur, dan Fred menjadi sangat tertarik pada daging asapnya (si kembar dua-duanya menolak membeli lencana S.PE.W). Meskipun demikian, George mendekatkan diri kepada Hermione.
"Pernahkah kau turun ke dapur, Hermione""
"Tentu saja belum," jawab Hermione tegas. "Kurasa murid-murid tidak diiz..."
"Kami pernah," kata George, seraya menunjuk Fred, "berkali-kali, untuk mencuri makanan. Dan kami bertemu mereka, dan mereka bahagia. Mereka beranggapan pekerjaan mereka paling menyenangkan di dunia..."
"Itu karena mereka tidak terdidik dan telah dicuci otak!" balas Hermione panas, tetapi kata-katanya berikutnya ditenggelamkan oleh deru mendadak dari atas, yang menandai kedatangan pos burung hantu, Harry langsung mendongak, dan melihat Hedwig meluncur ke arahnya. Hermione mendadak berhenti bicara. Dia dan Ron menatap Hedwig dengan cemas, ketika burung itu terbang turun ke bahu Harry, melipat sayapnya, dan mengulurkan kakinya dengan letih.
Harry menarik jawaban Sirius dan menawarkan daging asapnya kepada Hedwig, yang dimakannya dengan penuh terima kasih. Kemudian, setelah memastikan keadaan aman karena Fred dan George sedang asyik
membicarakan Turnamen Triwizard, Harry membacakan surat Sirius dalam bisikan kepada Ron dan Hermione,
Boleh juga usahamu, Harry,
Aku sudah kembali ke negara ini dan tersembunyi. Aku ingin kau melaporkan kepadaku semua yang terjadi di Hogwarts. jangan
gunakan Hedwig, ganti-ganti burung hantu terus, dan jangan cemaskan aku, jaga saja dirimu sendiri baik-baik. Jangan lupa apa yang kukatakan tentang bekas lukamu.
Sirius. "Kenapa kau harus ganti-ganti burung hantu terus"" tanya Ron pelan.
"Hedwig akan menarik terlalu banyak perhatian," Hermione langsung menjawab. "Dia kan mencolok sekali. Burung hantu seputih salju yang bolak-balik ke tempat persembunyiannya... maksudku, mereka bukan burung asli dari daerah sini, kan""
Harry menggulung suratnya dan menyelipkannya di balik jubahnya, bertanya-tanya sendiri apakah kemasannya berkurang atau malah bertambah. Harus diakuinya keberhasilan Sirius kembali tanpa tertangkap sudah merupakan prestasi tersendiri. Dia juga tak membantah bahwa keberadaan Sirius yang lebih dekat dengannya membuatnya lebih tenteram. Paling tidak dia tak perlu lama menunggu balasan setiap kali menulis surat.
"Terima kasih, Hedwig," katanya, seraya membelai burung hantunya. Hedwig beruhu mengantuk, mencelupkan paruhnya sekilas ke dalam piala Harry yang berisi air jeruk, kemudian terbang lagi, jelas sudah kepingin sekali tidur lama di kandang burung.
Hari itu bersuasana penantian yang menyenangkan. Tak ada yang tekun memperhatikan pelajaran, semuanya lebih tertarik pada kedatangan delegasi dari Beauxbatons dan Durmstrang sore itu. Bahkan pelajaran Ramuan pun lebih bisa ditolerir daripada biasanya, karena setengah jam lebih pendek. Ketika bel berdering, Harry, Ron, dan Hermione bergegas naik ke Menara Gryffindor, menyimpan buku dan tas seperti yang telah diinstruksikan, memakai mantel mereka, dan bergegas turun lagi ke Aula Depan.
Para kepala asrama meminta murid-murid mereka untuk berbaris.
"Weasley, luruskan topimu," Profesor McGonagall menegur Ron. "Miss Patil, lepaskan benda aneh itu dari rambutmu."
Parvati cemberut dan melepas kupu-kupu mainan besar dari ujung kepangnya.
"Ikuti aku," kata Profesor McGonagall. "Anak-anak kelas satu di depan... jangan dorong-dorongan..."
Mereka berbaris menuruni tangga dan berjajar di depan kastil. Petang itu cerah dan dingin. Malam telah menjelang dan bulan yang pucat sudah bersinar di atas Hutan Terlarang. Harry, berdiri di antara Ron dan Hermione di deretan keempat dari depan, melihat Dennis
Creevey kentara sekali gemetar saking bergairahnya di antara anak-anak kelas satu lainnya.
"Hampir pukul enam" kata Ron, melihat arlojinya dan kemudian memandang jalan yang menuju ke gerbang depan. "Naik apa ya mereka" Kereta api""
"Kurasa tidak," kata Hermione.
"Kalau begitu naik apa" Sapu"" tanya Harry, memandang langit yang bertabur bintang.


Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurasa juga tidak... tidak mungkin dari tempat sejauh
itu... " "Portkey"" Ron mengusulkan. "Atau mereka bisa ber-Apparate... mungkin di tempat mereka, mereka diizinkan melakukannya di bawah umur tujuh belas""
"Kau tak bisa ber-Apparate di dalam halaman Hogwarts, berapa kali sih harus kukatakan"" kata Hermione tak sabar.
Mereka memandang halaman yang semakin gelap dengan bergairah, tetapi tak ada yang bergerak. Segalanya diam, dan sunyi, dan sama seperti biasanya. Harry mulai merasa kedinginan. Dia berharap mereka segera tiba... Mungkin murid-murid dari luar negeri ini sedang menyiapkan kedatangan yang dramatis... Dia ingat yang dikatakan Mr Weasley di perkemahan sebelum Piala Dunia Quidditch, "Selalu begitu-kita tak tahan tidak pamer kalau sedang berkumpul... "
Dan kemudian Dumbledore bicara dari deretan belakang, tempat dia berdiri bersama para guru lainnya...
"Aha! Kalau aku tak keliru, delegasi dari Heauxbatons sedang mendekat!"
"Mana" Mana"" anak-anak langsung ribut, memandang ke berbagai arah.
"Itu dia!" teriak seorang anak kelas enam, menunjuk ke arah hutan.
Sesuatu yang besar, lebih besar daripada sapu- atau, malah seratus sapu-meluncur dilatarbelakangi langit biru gelap menuju kastil, makin lama makin besar.
"Itu naga!" teriak seorang anak perempuan kelas satu, hilang akal.
"Tolol... itu rumah terbang!" tukas Dennis Creevey.
Tebakan Dennis lebih tepat... Ketika benda hitam raksasa itu melayang di atas pucuk-pucuk pepohonan Hutan Terlarang dan cahaya yang menyorot dari jendela-jen
dela kastil menimpanya, mereka melihat kereta kuda raksasa berwarna biru, melesat menuju mereka, ditarik selusin kuda putih keemasan yang masing-masing sebesar gajah.
Tiga deretan anak-anak yang di depan mundur ketika kereta itu meluncur turun, berhenti secara tiba-tiba sekali-kemudian, dengan bunyi berdebam luar biasa keras yang membuat Neville melompat ke belakang dan menginjak kaki anak Slytherin kelas enam, kaki-kaki kuda yang lebih besar daripada piring makan menjejak tanah. Sedetik kemudian, keretanya juga mendarat, menyentak di atas roda-roda raksasanya, semerftara kuda-kudanya yang berbulu keemasan mengedikkan kepala mereka
yang amat besar dan memutar-mutar mata besar mereka yang merah berapi-api.
Harry masih sempat melihat di pintu kereta itu terpampang lambang berupa dua tongkat emas yang bersilang, masing-masing mengeluarkan tiga bintang, sebelum pintu itu terbuka. Beauxbatofis-dibaca bobatong-memang berarti tongkat yang indah.
Seorang anak laki-laki memakai jubah biru muda melompat turun dari kereta, membungkuk ke depan, sesaat meraba-raba sesuatu pada dasar kereta, dan membuka lipatan satu set tangga keemasan. Dia melompat mundur dengan hormat. Kemudian Harry melihat sepatu hitam berkilauan bertumit tinggi muncul dari dalam kereta-sepatu itu seukuran kereta luncur anak-anak-diikuti segera oleh wanita paling besar yang pernah dilihatnya seumur hidup. Kini jelas kenapa ukuran kereta dan kuda-kudanya sebesar itu. Beberapa anak terpekik kaget.
Harry hanya pernah melihat satu orang lain yang sebesar wanita ini, yaitu Hagrid. Dia tak meragukan lagi, tinggi mereka tak berbeda sesenti pun. Kendatipun demikian-mungkin karena dia sudah terbiasa melihat Hagrid-perempuan ini (sekarang di kaki tangga, dan memandang berkeliling kepada anak-anak yang menunggu dengan mata terbeliak) tampaknya luar biasa besar. Ketika dia melangkah ke dalam sorot cahaya dari Aula Depan, tampak wajahnya yang rupawan berkulit warna buah zaitun; matanya besar dan hitam berkilau, dan hidungnya agak bengkok. Rambutnya digelung ketat mengilap di tengkuknya. Dari kepala sampai ke kaki dia
tertutup jubah satin hitam, dan banyak opal besar indah berkilauan di leher dan jari-jarinya yang besar.
Dumbledore mulai bertepuk. Anak-anak, mengikuti leladannya, ikut bertepuk. Banyak di antara mereka yang berjingkat, agar bisa lebih jelas melihat wanita ini.
Wajah si wanita mengendur dalam senyum anggun dan dia berjalan menuju Dumbledore, mengulurkan tangan yang gemerlapan. Meskipun Dumbledore sendiri jangkung, dia hampir tak perlu membungkuk untuk mengecup tangan itu.
"My dear Madame Maxime," sapanya. "Selamat datang di Hogwarts."
"Dumbly-dorr," kata Madame Maxime dengan suara berat. "Ku'arap kau baik-baik saja""
"Baik sekali, terima kasih," kata Dumbledore,
"Murid-muridku," kata Madame Maxime, melambaikan salah satu tangan besarnya dengan asal saja ke belakang.
Harry, yang sejak tadi perhatiannya tersita sepenuhnya oleh Madame Maxime, sekarang memperhatikan bahwa sekitar selusin anak laki-laki dan perempuan, semuanya tampaknya berumur delapan atau sembilan belas tahun, telah keluar dari kereta dan sekarang berdiri di belakang Madame Maxime. Mereka gemetar kedinginan. Tidaklah mengherankan, karena jubah mereka terbuat dari sutra halus, dan tak seorang pun dari mereka memakai mantel. Beberapa melilitkan scarf dan syal di sekeliling kepala mereka. Dari yang bisa dilihat Harry (mereka berdiri dalam naungan bayangan raksasa Madame Maxime), mereka memandang Hogwarts dengan khawatir.
"Apakah Karkaroff sudah datang"" Madame Maxime bertanya.
"Dia akan tiba di sini setiap saat," kata Dumbledore. "Apakah kau mau menunggu di sini dan menyambutnya ataukah lebih suka masuk dan sedikit menghangatkan
diri"" "Menghangatkan diri, kurasa," kata Madame Maxime. "Tapi kuda-kudanya.."
"Guru Pemeliharaan Satwa Gaib kami dengan senang hati akan mengurus mereka," kata Dumbledore. "Begitu dia sudah kembali dari menangani masalah kecil yang ditimbulkan oleh beberapa-er-peliharaannya."
"Skrewt," gumam Ron kepada Harry, nyengir.
"Kuda-kudanya butuh-er-penanganan keras," kata Madame Max
ime, kelihatannya dia meragukan guru Pemeliharaan Satwa Gaib di Hogwarts akan sanggup melakukannya. "Mereka sangat kuat... "
"Kujamin Hagrid akan sanggup menangani mereka," kata Dumbledore, tersenyum.
"Baiklah," kata Madame Maxime, sedikit membungkuk. "Tolong beritahu si Agrid ini bahwa kuda-kuda itu cuma minum wiski gandum""
"Akan kuberitahu dia," kata Dumbledore, membalas membungkuk.
"Mari," Madame Maxime memerintahkan murid-muridnya, dan anak-anak Hogwarts menyisih untuk memberi jalan kepada mereka menaiki undakan batu.
"Seberapa besar menurutmu kuda-kuda Durmstrang"" kata Seamus Finnigan, memiringkan diri melewati Lavender dan Parvati untuk bicara kepada Harry dan Ron.
"Yah, kalau lebih besar dari yang ini, bahkan Hagrid pun tak akan sanggup menanganinya," komentar Harry. "Itu pun kalau dia belum diserang Skrewt-nya sendiri. Kenapa ya dia tak datang-datang""
"Mungkin Skrewt-nya berhasil kabur," kata Ron penuh harap.
"Oh, jangan ngomong begitu dong," kata Hermione bergidik. "Bayangkan mereka berkeliaran di halaman..."
Mereka sekarang sudah mulai gemetar kedinginan, menunggu kedatangan rombongan Durmstrang. Sebagian besar anak-anak memandang penuh harap ke angkasa. Selama beberapa menit, keheningan hanya dipecahkan oleh dengus dan entakan kaki kuda-kuda besar Madame Maxime. Tetapi kemudian...
"Apakah kau mendengar sesuatu"" celetuk Ron tiba-tiba.
Harry mendengarkan. Bunyi ganjil mengerikan terdengar keras dari dalam kegelapan. Bunyi derum dan isapan yang teredam, seakan ada pengisap debu raksasa sedang bergerak di sepanjang tepi sungai....
"Danau!" pekik Lee Jordan, seraya menunjuk ke danau. "Lihat ke danau!"
Dari posisi mereka di puncak padang rumput yang menghadap ke halaman, mereka bisa melihat dengan jelas permukaan air yang licin dan gelap-hanya saja mendadak permukaan itu tidak lagi licin. Gangguan besar sedang terjadi jauh di dalam air di tengah danau. Gelembung-gelembung besar terbentuk di permukaannya, dan kini gelombang menyapu tepiannya yang berlumpur-dan kemudian, di tengah danau muncul pusaran air, seakan sumbat raksasa baru saja dicabut dari dasar danau....
Sesuatu yang tampak seperti tiang hitam panjang perlahan muncul dari tengah pusaran air itu... dan kemudian Harry melihat tali-temalinya...
"Itu tiang kapal!" katanya kepada Ron dan Hermione.
Perlahan, dengan megah, kapal itu muncul dari dalam air, berkilauan tertimpa cahaya bulan. Penampilannya menimbulkan kesan seperti kerangka, seakan itu kapal karam yang diangkat, dan sinar redup berkabut yang memancar dari lubang-lubang tingkapnya seperti mata-mata mengerikan. Akhirnya, dengan bunyi kecipak keras, seluruh kapal muncul, terapung di atas air yang bergolak, dan mulai meluncur ke pantai. Beberapa saat kemudian, mereka mendengar bunyi debur jangkar yang dilempar ke dalam air yang dangkal, dan debum papan yang diturunkan ke pantai.
Orang-orang turun dari kapal. Anak-anak bisa melihat siluet mereka melewati cahaya di lubang-lubang tingkap. Semuanya, Harry memperhatikan, potongannya seperti Crabbe dan Goyle... tetapi ketika mereka sudah semakin dekat, berjalan menyeberangi lapangan rumput memasuki cahaya yang menyorot dari Aula Depan, Harry melihat bahwa tubuh mereka tampak besar gara-gara mereka memakai mantel yang terbuat dari semacam bulu panjang tebal. Tetapi laki-laki yang memimpin mereka ke kastil memakai bulu jenis lain, licin mengilap dan keperakan, seperti rambutnya.
"Dumbledore!" serunya ramah sambil berjalan. "Apa kabar, Sobat, apa kabar""
"Baik sekali, terima kasih, Profesor Karkaroff," jawab Dumbledore.
Suara Karkaroff terdengar bermanis-manis, dan ketika dia melangkah ke dalam siraman cahaya dari pintu depan kastil, mereka melihat bahwa dia jangkung dan kurus seperti Dumbledore, tetapi rambut putihnya pendek, dan jenggot kambingnya (yang ujungnya melengkung dalam ikal kecil) tidak sepenuhnya menyembunyikan dagunya yang agak lemah. Setibanya di dekat Dumbledore, dia menjabat tangan Dumbledore dengan kedua tangannya.
"Hogwarts tersayang" katanya, memandang kastil dan tersenyum. Giginya kekuningan dan Harry memperhatikan bahwa senyumnya tidak
mencapai matanya. Matanya tetap dingin dan licik. "Senang sekali berada di sini, senang sekali... Viktor, ayo, ke tempat yang hangat... kau tak keberatan, Dumbledore" Viktor agak pusing karena sedikit flu..."
Karkaroff melambai kepada salah seorang muridnya. Ketika anak itu lewat, sekilas Harry melihat hidung kuat yang bengkok dan alis tebal hitam. Dia tak memerlukan tinju Ron di lengannya, ataupun desisnya di telinganya, untuk mengenali profil itu.
"Harry... itu Krum!"
16. Piala Api AKU tak percaya!" kata Ron terpesona, sementara murid-murid Hogwarts kembali berderet setelah rombongan Durmstrang melewati undakan. "Krum, Harry! Viktor Krum!"
"Astaga, Ron, dia cuma pemain Quidditch," kata Hermione.
"Cuma pemain Quidditch"" kata Ron, memandang Hermione, seakan tak mempercayai telinganya. Hermione... dia salah satu Seeker terbaik di dunia! Aku tak mengira dia masih sekolah!"
Sementara mereka memasuki Aula Depan bersama murid-murid Hogwarts lainnya, menuju Aula Besar, Harry melihat Lee Jordan melompat-lompat agar bisa lebih jelas melihat belakang kepala Krum. Beberapa anak perempuan kelas enam, sambil berjalan, mencari-cari di dalam saku mereka dengan panik....
"Aduh, sial benar, aku tidak bawa satu pena bulu.."
"Menurutmu apakah dia akan mau menandatangani topiku dengan lipstik""
"Astaga," kata Hermione angkuh ketika mereka melewati gadis-gadis yang sekarang cekcok soal lipstik
itu. "Aku juga mau minta tanda tangannya," kata Ron. "Kau bawa pena bulu tidak, Harry""
"Tidak, semuanya di atas, dalam tasku," kata Harry. Mereka berjalan ke meja Gryffindor dan duduk. Ron memilih tempat duduk yang menghadap ke pintu, karena Krum dan teman-temannya dari Durmstrang masih bergerombol di depan pintu, rupanya bingung mau duduk di mana. Murid-murid Beauxbatons telah memilih duduk di meja Ravenclaw. Mereka memandang berkeliling Aula Besar dengan muram. Tiga di antara mereka masih memegangi scarf dan syal yang mengerudungi kepala mereka.
"Kan tidak dingin-dingin amat" kata Hermione sebal. "Kenapa mereka tidak membawa mantel""
"Ke sini! Sini, duduk sini!" desis Ron. "Ke sini! Hermione, minggir, sisakan tempat... "
"Apa"" "Terlambat," kata Ron getir.
Viktor Krum dan teman-temannya telah duduk di meja Slytherin. Harry bisa melihat Malfoy, Crabbe, dan Goyle sangat puas. Sementara Harry memandang, Malfoy membungkuk untuk bicara kepada Krum.
"Yeah, betul, bermanis-manislah kepadanya, Malfoy," kata Ron pedas. "Pasti Krum bisa melihat orang seperti apa dia sebetulnya... pasti dia sudah biasa dengan orang-orang yang biasa menjilat... Di mana mereka tidur, ya" Kita bisa menawari mereka tidur di kamar kita, Harry... aku tak keberatan menyerahkan tempat tidurku, aku bisa tidur di dipan." Hermione mendengus.
Kisah Si Bangau Putih 3 Pendekar Rajawali Sakti 169 Dewa Mata Maut Meraga Sukma 2

Cari Blog Ini