Ceritasilat Novel Online

Piala Api 8

Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling Bagian 8


Sudah waktunya sekarang memikirkan PR yang terabaikan selama minggu pertama liburan. Semua anak tampaknya merasa kurang bergairah setelah natal berlalu - semua, kecuali Harry, yang mulai (lagi) merasa agak cemas.
Masalahnya adalah, tanggal 24 Februari rasanya menjadi jauh lebih dekat setelah natal berlalu, dan dia belum berbuat apapun soal petunjuk di dalam telur emas. Itulah sebabnya dia mulai mengeluarkan telur itu dari kopernya setiap kali dia naik ke kamarnya, membukanya, dan mendengarkan dengan cermat, berharap bahwa kali ini lolongannya bisa dimengerti. Harry berpikir keras, lolongan telur itu mengingatkannya akan apa, selain tiga puluh alat musik gergaji, tetapi belum pernah dia mendengar bunyi lain yang seperti itu. Dia menutup telurnya, mengguncangnya keras-keras, dan membukanya lagi, siapa tahu bunyinya telah berubah, tetapi ternyata tidak. Dia mencoba mengajukan pertanyaan kepada si telur, berteriak-teriak mengatasi lolongannya, tetapi tak terjadi apa-apa. Dia bahkan melemparkan telur itu ke seberang ruangan - meskipun tak berharap itu bisa membantu.
Harry belum lupa petunjuk yang diberikan Cedric, tetapi perasaan kurang senangnya terhadap Cedric membuat dia tak mau mengikuti petunjuk itu, kalau bisa. Lagipula, menurutnya jika Cedric benar-benar ingin membantnya, dia seharusnya bicara jauh lebih jelas. Harry telah memberitahu Cedric apa persisnya yang harus mereka hadapi dalam tugas pertama - dan balasan yang setimpal menurut Cedric adalah menyuruh Harry mandi. Huh, dia tak memerlukan bantuan kelas kroco seperti itu - tidak dari orang yang terus menerus berjalan di koridor-koridor bergandengan dengan Cho.
Dan begitulah hari pertama semester baru tiba, dan Harry berangkat ikut pelaj
aran, dibebani buku, perkamen, dan pena bulu seperti biasanya, tetapi juga oleh kecemasan soal telur yang bercokol di perutnya, seakan dia membawanya ke mana-mana.
Salju masih tebal di halaman, dan jendela-jendela rumah kaca tertutup salju begitu tebal sehingga mereka tak bisa melihat ke luar dalam pelajaran Herbologi. Tak seorang pun menantikan Pemeliharaan Satwa Gaib dalam cuaca seperti ini, meskipun seperti kata Ron, Skrewt mungkin akan menghangatkan mereka, atau entah dengan cara mengejar mereka, atau meletus begitu keras sehingga pondok hagrid terbakar.
Tetapi ketika mereka tiba di pondok hagrid, mereka ditunggu penyihir wanita tua dengan rambut beruban yang dipotong sangat pendek dan dagu sangat mencuat yang berdiri di depan pintunya.
"Ayo cepat, bel sudah berbunyi lima menit yang lalu," dia berteriak kepada mereka yang bersusah payah mendekatinya melewati salju.
"Siapakah anda"" Tanya Ron, memandangnya. "Di mana Hagrid""
"Namaku Profesor Grubbly Plank," katanya singkat. "Aku guru pengganti Pemeliharaan Satwa Gaib Kalian."
"Di mana hagrid"" Harry mengulang keras.
"Dia sakit," kata Profesor Grubbly Plank pendek.
Tawa pelan tak menyenangkan mencapai telinga Harry. Dia menoleh. Draco Malfoy dan anak-anak Slytherin lainnya telah bergabung. Mereka semua tampak
senang dan tak seorang pun heran melihat Profesor Grubbly Plank.
"Ke sini," Kata Profesor Grubbly Plank, dan dia melangkah kea rah padang rumput tempat kuda-kuda Beauxbatons gemetar kedinginan. Harry, Ron dan Hermione mengikutinya, seraya menoleh beberapa kali, memandang pondok hagrid. Semua gordennya tertutup. Apakah hagrid di dalam sana, sendirian dan sakit"
"Sakit apa Hagrid"" Tanya Harry, bergegas mengejar Profesor Grubbly Plank.
"Tak usah peduli," jawabnya, seakan dia menganggap Harry mencampuri urusan orang lain.
"Tapi saya peduli," kata Harry panas. "Kenapa dia""
Professor Grubbly Plank bersikap seakan tidak mendengarnya. Dia membawa mereka melewati lapangan rumput tempat kuda-kuda Beauxbatons berdiri berkerumun melawan hawa dingin, menuju sebatang pohon di tepi hutan. Di pohon itu seekor Unicorn besar dan indah ditambatkan.
Sebagian besar anak perempuan itu ber-"ooooh!" melihat unicorn itu.
"Oh, indah sekali!" bisik Lavender Brown. "bagaimana dia mendapatkannya" Unicorn kan sulit sekali ditangkap!"
Si unicorn sangat putih cemerlang sehingga membuat salju di sekelilingnya tampak abu-abu. Dengan gugup dia mengais-ngais tanah dengan kakinya yang keemasan dan mendongakkan kepalanya yang bertanduk.
"Anak laki-laki mundur!" seru Profesor Grubbly Plank, merentangkan sebelah tangannya yang menghantam keras dada Harry. "Unicorn lebih suka sentuhan wanita. Anak perempuan di depan, dan dekati dia hati-hati, ayo, santai saja..."
Dia dan anak-anak perempuan berjalan pelan kea rah unicorn, meninggalkan anak laki-laki di dekat pagar lapangan, menonton. Begitu Profesor Grubbly Plank berada di luar jangkauan pendengaran, Harry menoleh kepada Ron.
"Menurutmu kenapa dia" Apakah Skrewt...""
"Oh, dia tidak diserang, Potter, kalau itu yang kau kira," kata Malfoy pelan. "Tidak, dia Cuma terlalu malu memperlihatkan wajah jeleknya yang besar."
"Apa maksudmu"" kata Harry tajam.
Malfoy merogoh kantung jubahnya dan menarik keluar halaman surat kabar yang terlipat.
"Ini dia," katanya. "Berat juga memberitahumu, Potter..."
Dia menyeringai ketika Harry menyambar Koran itu, membuka lipatannya, dan membacanya. Ron, Seamus, Dean dan Neville ikut membaca dari balik bahunya. Di atas artikel itu ada foto Hagrid yang tampak salah tingkah.
KESALAHAN BESAR DUMBLEDORE
Albus Dumbledore, Kepala Sekolah Hogwarts yang eksentrik, tak pernah takut memilih guru yang controversial, begitu laporan Rita Skeeter, koresponden
khusus kami. Bulan September tahun ini dia mempekerjakan alastor Mad Eye Moody, mantan auror terkenal yang gemar menyihir,untuk mengajar Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, keputusan yang membuat banyak alis terangkat di Kementerian Sihir, mengingat kebiasaan Moody yang sudah dikenal luas untuk menyerang siapa saja yang mendadak bergerak di dekatnya. Kendatipun demikian, Mad Eye Moody t
ampak bertanggung jawab dan baik hati jika dibandingkan dengan makhluk setengah manusia yang dipekerjakan Dumbledore untuk mengajar Pemeliharaan Satwa Gaib.
Rubeus Hagrid, yang mengaku dikeluarkan dari Haogwarts dalam tahun ketiganya, telah menikmati kedudukan sebagai pengawas binatang liar di sekolah sejak saat itu, pekerjaan yang diberikan kepadanya oleh Dumbledore. Tetapi tahun lalu, Hagrid menggunakan pengaruh misteriusnya kepada Kepala sekolah untuk mendapatkan jabatan tambahan sebagai guru Pemeliharaan Satwa Gaib, mengalahkan banyak kandidat yang jauh lebih bermutu.
Bertubuh luar biasa besar dan bertampang mengerikan, Hagrid telah menggunakan kekuasaan barunya untuk membuat takut murid-muridnya dengan serangkaian makhluk mengerikan. Sementara Dumbledore tutup mata, hagrid membuat beberapa pelajar terluka dalam pelajaran-pelajarannya yang diakui oleh banyak anak sebagai "sangat mengerikan".
"Saya diserang Hippogriff, dan teman saya Vincent Crabbe digigit cacing Flobber sampai luka parah," kata Draco Malfoy, murid kelas empat. "Kami semua membenci Hagrid, tetapi terlalu ketakutan untuk mengatakannya."
Kendatipun demikian, Hagrid tak berniat menghentikan kampanye intimidasinya. Dalam percakapannya dengan Daily Prophet bulan lalu, dia mengaku membiakkan makhluk yang dinamainya "Skrewt Ujung Meletup", hasil silang yang sangat berbahaya antara Manticore dan kepiting api. Manticore adalah makhluk berkepala manusia bertanduk, bertubuh singa, dan berekor kalajengking. Penciptaan jenis baru satwa gaib sebetulnya kegiatan yang biasanya dikontrol ketat oleh pengaturan dan pengawasan makhluk gaib. Meskipun demikian, Hagrid menganggap dirinya di atas pembatasan picik semacam itu.
"Aku Cuma mau sedikit kesenangan," katanya, sebelum buru-buru mengubah topic pembicaraan.
Seakan ini belum cukup, Daily Prophet baru saja mengungkap bukti bahwa hagrid bukan - seperti yang selama ini dia tutup-tutupi - penyihir berdarah murni. Dia bahkan bukan manusia sepenuhnya. Ibunya, kami bisa membuka secara eksklusif, tak lain dan tak bukansi Raksasa Fridwulfa, yang keberadaannya saat ini tidak diketahui.
Haus darah dan brutal, para raksasa membuat diri mereka nyaris punah dengan berperang antar mereka sendiri selama seabad terakhir ini. Sisanya yang tinggal sedikit bergabung dengan Dia Yang Namanya Tak Boleh Disebut, dan bertanggung jawab atas beberapa pembunuhan Muggle terburuk yang terjadi selama kekuasaannya yang penuh terror.
Sementara banyak dari raksasa yang mengabdi Dia yang Namanya Tak Boleh Disebut dibunuh oleh auror yang bekerja melawan pihak hitam, Fridwulfa tidak termasuk diantaranya. Mungkin saja dia kabur ke komunitas para raksasa di pegunungan-pegunungan di Negara asing. Jika keantikannya selama memberi pelajaran pemeliharaan satwa gaib bisa dijadikan petunjuk, putra Fridwulfa tampaknya mewarisi wataknya yang brutal.
Sudah suratan takdir, Hagrid dikabarkan bersahabat erat dengan anak yang menyebabkan kejatuhan Anda tahu Siapa dari kekuasaannya. Persahabatan ini, dengan demikian, mendorong ibunya sendiri, seperti juga para pendukung Anda Tahu Siapa yang lain, untuk bersembunyi. Mungkin Harry Potter tidak menyadari kenyataan tak menyenangkan tentang teman besarnya ini - tetapi Albus Dumbledore jelas punya kewajiban untuk memastikan bahwa Harry Potter, bersama teman-temannya, diperingatkan akan bahayanya berhubungan dengan setengah raksasa.
Harry selesai membaca dan mendongak menatap Ron yang mulutnya ternganga.
"Bagaimana dia bisa tahu"" Ron berbisik.
Tetapi bukan itu yang mengusik Harry.
"Apa maksudmu, 'kami semua membenci Hagrid'"" Harry bertanya tajam kepada Malfoy. "Omong kosong apa ini" - dia menunjuk Crabbe - "digigit Cacing Flobber sampai luka parah" Cacing itu bahkan tak punya gigi."
Crabbe tertawa terkikik, rupanya puas sekali.
"Yah, kurasa artikel ini akan mengakhiri karier mengajar si tolol itu," kata Malfoy, matanya berkilat. "setengah raksasa... dan kupikir dia menelam sebotol Skele Gro waktu dia masih muda... Tak akan ada ibu dan ayah yang senang mendengar ini... Mereka cemas dia akan memakan anak mereka, ha, ha..."
"k au..." "Apakah kalian yang di belakang memperhatikan""
Suara Profesor Grubbly Plank terdengar sampai ke tempat anak laki-laki. Anak-anak perempuan sekarang mengerumuni unicorn, membelainya. Saking marahnya harry, artikel Daily Prophet itu bergetar di tangannya ketika dia menoleh untuk memandang kosong pada si unicorn. Professor Grubbly Plank sekarang menyebutkan satu demi satu keajaiban unicorn dengan suara keras supaya anak laki-laki bisa mendengarnya juga.
"Kuharap dia terus mengajar!" kata Parvati Patil ketika pelajaran telah usai dan mereka semua berjalan kembali ke kastil untuk makan siang. "Seperti itulah bayanganku tentang Pemeliharaan Satwa gaib... makhluk yang pantas seperti unicorn, bukan monster..."
"Bagaimana dengan Hagrid"" kata Harry berang ketika mereka menaiki undakan.
"Bagaimana dengan dia"" kata Parvati ketus. "Dia masih bisa jadi pengawas binatang liar, kan""
Parvati bersikap sangat dingin kepada Harry sejak pesta dansa itu. Harry tahu seharusnya dia memberi perhatian lebih kepadanya, tetapi tampaknya Parvati toh menikmati pesta itu. Yang pasti dia memberitahu siapa
saja yang mau mendengarkan bahwa dia telah berjanji akan menemui anak Beauxbatons itu di Hogsmeade pada waktu kunjungan berikutnya.
"Pelajaran yang benar-benar bagus," komentar Hermione ketika mereka memasuki aula besar. "Aku belum tahu setengah dari yang Profesor Grubbly Plank ajarkan tentang uni..."
"Lihat ini!" bentak Harry, dan dia menyorongkan artikel Daily Prophet di bawah hidung Hermione.
Hermione melongo ketika membacanya. Reaksinya persis sama seperti reaksi Ron.
"Bagaimana si Skeeter menyebalkan itu bisa tahu" Menurutmu apakah Hagrid memberitahunya""
"Tidak," kata Harry, berjalan paling depan ke meja Gryffindor dan mengenyakkan diri di kursi dengan gusar. "Dia bahkan tidak memberitahu kita, kan" Kurasa si Rita itu marah sebab Hagrid tidak mau membeberkan hal-hal buruk tentang aku, dia lalu menguber berita untuk membalasnya."
"Mungkin dia mendengarnya memberitahu Madame Maxime waktu pesta dansa," kata Hermione pelan.
"Kalau ya, kami pasti sudah melihatnya di kebun!" kata Ron. "Lagipula dia kan mestinya tidak bisa lagi masuk ke kompleks sekolah. Kata Hagrid, Dumbledore melarangnya..."
"Mungkin dia punya jubah gaib," kata Harry, menyendok kaserol ayam ke dalam piringnya dan membuatnya menciprat ke mana-mana dalam
kegusarannya. "Model dia kan, bersembunyi dalam semak, mencuri dengar omongan orang."
"Seperti kau dan Ron, maksudmu," kata Hermione.
"Kami tidak berusaha mencuri dengar!" bantah Ron naik pitam. "Kami tak punya pilihan! Si tolol itu, ngomongin ibunya raksasa di tempat siapa saja bisa mendengarnya!"
"Kita harus menjenguknya," kata Harry. "Malam ini, sesudah ramalan. Bilang padanya kita ingin dia mengajar lagi... kau ingin dia mengajar lagi, kan"" dia menanyai Hermione.
"Aku... yah, aku tak akan berpura-pura tidak senang mendapat pelajaran Pemeliharaan Satwa Gaib yang layak sekali-sekali - tetapi aku menginginkan Hagrid mengajar lagi, tentu saja!" Hermione menambahkan cepat-cepat, gemetar di bawah pandangan marah Harry.
Maka malam itu seusai makan malam, mereka bertiga meninggalkan kastil sekali lagi dan menyeberangi halaman yang membeku ke pondok Hagrid. Mereka mengetuk dan gonggong Fang yang membahana menjawab.
"Hagrid, ini dia!" Harry berteriak, menggedor pintu. "Buka pintu!" Hagrid tidak menjawab. Mereka mendengar Fang menggaruk-garuk pintu, mendengking, tetapi pintu tetap tidak terbuka. Mereka masih menggedor selama sepuluh menit lagi. Ron bahkan menggedor salah satu jendela, tetapi tak ada tanggapan.
"Kenapa dia menghindari kita"" kata Hermione ketika mereka akhirnya menyerah dan berjalan kembali ke sekolah. "Apa dia piker kita keberatan dia setengah raksasa""
Tetapi rupanya Hagrid sendiri yang keberatan. Sepanjang minggu mereka tidak melihatanya. Dia tak muncul di meja guru pada waktu makan, mereka tidak melihatnya melakukan tugas-tugas mengawasi binatang liar di halaman sekolah, dan Profesor Grubbly Plank terus mengajar Pemeliharaan Satwa Gaib. Malfoy menyatakan kegirangannya dalam setiap kesempatan.
"Kehilangan soba t bastarmu"" tak hentinya dia berbisik kepada Harry setiap kali ada guru di dekat mereka, supaya dia bebas dari balasan Harry. "Kehilangan si manusia gajah""
Ada kunjungan ke Hogsmeade pada pertengahan januari. Hermione heran sekali Harry mau ikut pergi.
"Kupikir kau mau menggunakan kesempatan ruang rekreasi yang tenang," katanya. "Memecahkan teka-teki telur itu."
"Oh, aku...aku rasa aku sudah cukup tahu pemecahannya sekarang." Harry berbohong.
"Betulkah"" kata Hermione, tampak terkesan. "Hebat
sekali." Harry merasa bersalah, tetapi dia mengabaikannya. Dia masih punya lima minggu untuk memecahkan petunjuk telur itu, dan itu masih lama. sedangkan kalau dia ke Hogsmeade, mungkin dia bertemu Hagrid, dan punya kesempatan membujuknya untuk mengajar kembali.
Harry, Ron dan Hermione meninggalkan kastil bersama-sama pada hari sabtu dan melewati halaman yang basah dan dingin menuju gerbang. Ketika melewati kapal Durmstrang yang berlabuh di danau, mereka melihat Viktor Krum naik ke geladak, hanya memakai celana renang. Dia memang sangat kurus, tetapi jauh lebih tangguh daripada penampilannya, karena dia memanjat sisi kapal, merentangkan tangannya, dan terjun ke danau.
"Dia gila!" celetuk Harry, menatap kepala Krum yang berambut gelap timbul tenggelam menuju ke tengah danau. "Airnya kan sedingin es, ini bulan januari!"
"Di tempat asalnya jauh lebih dingin," kata Hermione. "Kurasa baginya ini cukup hangat."
"Yeah, tapi masih ada cumi-cumi raksasa," kata Ron. Dia tidak kedengaran cemas - malah berharap. Hermione memperhatikan nada suaranya dan mengernyit.
"Dia benar-benar baik, tahu," katanya. "Tidak seperti yang kaukira, meskipun dia anak Durmstrang. Dia jauh lebih suka di sini, begitu katanya padaku."
Ron tidak mengatakan apa-apa. Dia tak pernah menyebut-nyebut Viktor Krum sejak pesta dansa itu, tetapi Harry menemukan tangan boneka kecil di bawah tempat tidurnya sehari setelah natal, yang kelihatannya dipatahkan dari boneka kecil yang memakai jubah seragam Qiudditch Bulgaria.
Harry memasang mata tajam-tajam mencari Hagrid sepanjang jalan becek High Street dan menyarankan mereka mengunjungi Three Broomsticks setelah memastikan Hagrid tak ada dalam salah satu toko.
Rumah makan itu seramai biasanya, tetapi sekali pandang ke meja-meja Harry tahu Hagrid tak ada. Dengan semangat merosot, dia ke meja layan bersama Ron dan Hermione, memesan tiga butterbeer pada Madam Rosmerta, dan berpikir dengan murung bahwa kalau begini lebih baik dia tidak ikut dan mendengarkan lolongan telur saja.
"Apa dia tak pernah ke kantor"" Hermione mendadak berbisik. "Lihat!"
Hermione menunjuk cermin di belakang meja layan, dan Harry melihat bayangan Ludo Bagman di dalamnya, duduk di sudut remang-remang dengan serombongan goblin. Bagman bicara cepat sekali dengan suara rendah kepada para goblin, yang semuanya menyilangkan lengan dan tampak agak mengancam.
Sungguh ganjil, Harrr membatin, bahwa Bagman berada di Three Broomsticks pada akhir minggu saat tak ada acara Triwizard, dan karena itu tak harus menjuri. Dia mengawasi Bagman dalam cermin. Bagman tampak tegang sekali, setegang malam itu di hutan sebelum tanda Kegelapan muncul. Tetapi kemudian Bagman mengerling ke meja layan, melihat Harry, dan bangkit.
"Sebentar, sebentar!" Harry mendengarnya berkata kasar kepada para goblin, dan Bagman bergegas menyeberangi ruangan ke tempat Harry, senyum kekanakannya kembali menghiasi wajahnya.
"Harry!" katanya. "Apa kabar" Aku sudah berharap bertemu kau! Semua baik-baik saja""
"Baik, terima kasih," kata Harry.
"Apa kita bisa bicara berdua sebentar, Harry"" Tanya Bagman bergairah. "Kalian bisa memberi kami waktu sebentar, kan""
"Er... oke," kata Ron, lalu dia dan Hermione pergi mencari meja.
Bagman membawa Harry ke ujung meja layan, jauh dari Madam Rosmerta.
"Aku mau mengucapkan selamat lagi untuk prestasi yang hebat sewaktu menghadapi si Ekor berduri itu, Harry," kata Bagman. "Sungguh luar biasa."
"Terima kasih," kata Harry, tetapi dia tahu tidak hanya ini yang mau dikatakan Bagman, karena dia bisa mengucapkan selamat kepada Harry di depan Ron dan Hermione. Namun tampak
nya dia tidak tergesa-gesa. Harry melihatnya melirik cermin di atas meja layan yang memantulkan gambar para goblin, yang semuanya diam menatap Bagman dan Harry dengan mata mereka yang gelap dan sipit.
"Parah sekali," kata Bagman kepada Harry dalam bisikan, sewaktu melihat Harry memandang para goblin juga. "Bahasa Inggris mereka tak terlalu baik... sama seperti menghadapi orang-orang Bulgaria sewaktu Piala Dunia Quidditch... tetapi paling tidak mereka menggunakan bahasa isyarat yang bisa dipahami orang lain. Yang ini ngoceh terus dalam Gobbledegook... dan aku Cuma tahu satu kata dalam bahasa Gobbledegook. Bladvak. Artinya beliung. Aku tak mau menggunakannya, salah-salah mereka mengira aku mengancam mereka." Dia tertawa pendek membahana.
"Apa yang mereka inginkan"" Harry bertanya, memperhatikan bagaimana para goblin masih mengawasi Bagman tajam-tajam.
"Er - mmm...," kata Bagman, mendadak sangat gelisah. "Mereka... er... mereka mencari Barty Crouch."
"Kenapa mereka mencarinya di sini"" kata Harry. "Dia ada di Kementerian London, kan""
"Er... terus terang saja, aku tak tahu di mana dia," kata Bagman. "Sepertinya dia... begitu saja berhenti dating ke tempat kerja. Sudah dua minggu ini dia absent. Percy, asistennya, mengatakan dia sakit. Rupanya dia Cuma mengirim instruksi lewat burung hantu. Tetapi tolong jangan katakana ini kepada siapa pun, Harry. Karena Rita Skeeter masih mengecek berita dari mana-mana, dan aku yakin dia akan mengubah sakitnya Barty ini menjadi sesuatu yang mengerikan. Mungkin akan mengatakan Barty hilang seperti Bertha Jorkins."
"Sudahkah anda dengar sesuatu tentang Bertha Jorkins"" Harry bertanya.
"Belum," kata Bagman, tampak tegang lagi. "Aku sudah menyuruh orang mencarinya, tentu saja..." (Sudah saatnya, Harry membatin) "dan aneh sekali. Dia jelas sudah tiba di Albania, karena dia bertemu sepupunya di sana, dan kemudian meninggalkan rumah sepupunya untuk ke selatan menemui bibinya... dan dia menghilang begitu saja tanpa jejak. Bingung aku apa maunya... dia bukan tipe yang akan kawin lari, misalnya... tapi siapa tahu... Untuk apa kita membicarakan goblin dan Bertha Jorkins" Aku ingin bertanya kepadamu" - dia
merendahkan suaranya - "Bagaimana kemajuanmu dengan telur emasmu""
"Er. tidak buruk," kata Harry berbohong.
Bagman rupanya tahu Harry tidak bicara jujur.
"Dengar, Harry," katanya (masih dalam suara pelan), "aku merasa sangat tak enak tentang semua ini. kau terpaksa ikut turnamen, kau tidak ikut dengan sukarela. dan kalau." (suaranya begitu pelan sekarang sehingga Harry harus mendekat agar bisa mendengarnya) "kalau aku bisa membantumu. memberi dorongan kea rah yang benar. aku menyukaimu. caramu melewati naga itu!... yah, bilang saja."
Harry memandang wajah bundar merah jambu Bagman dan mata biru mudanya yang lebar.
"Kami seharusnya memecahkan petunjuk itu sendiri, kan"" katanya, berhati-hati agar suaranya biasa dan tidak kedengaran menuduh Kepala Departemen Permainan dan Olahraga Sihir melanggar peraturan.
"Yah... memang," kata Bagman tak sabar, "tetapi... ayolah, Harry. kita semua menginginkan kemenangan Hogwarts, kan""
"Sudahkah anda menawarkan bantuan kepada Cedric"" Tanya Harry.
Ada kerut kecil di wajah mulus Bagman. "Belum," katanya. "Aku. seperti telah kukatakan, aku suka padamu. Kupikir aku akan menawarkan."
"Terima kasih," tukas Harry, "tetapi saya rasa saya sudah hamper selesai dengan telur itu. satu dua hari lagi pasti beres."
Harry tak mengerti sepenuhnya kenapa dia menolak bantuan Bagman, kecuali bahwa Bagman nyaris orang asing baginya, dan menerima bantuannya sepertinya lebih curang daripada minta bantuan Ron, Hermione atau Sirius.
Bagman tampaknya merasa terhina, tetapi tak bisa bicara banyak lagi, karena saat itu Fred dan George muncul.
"Halo, Mr. Bagman"" sapa Fred riang. "Boleh kami menawari anda minum""
"Er... tidak," kata Bagman, dengan lirikan kecewa terhadap Harry. "Tidak, terima kasih, anak-anak."
Fred dan George tampak sama kecewanya seperti Bagman, yang memandang harry seakan Harry telah membuatnya sangat kecewa.
"Wah, aku harus buru-buru," katanya. "Senang bertemu kalian
semua. Semoga sukses, Harry."
Dia bergegas meninggalkan rumah makan. Para goblin semua bangkit dari kursi mereka dan keluar mengikutinya. Harry bergabung dengan Ron dan Hermione.
"Mau apa dia"" Tanya Ron, begitu Harry duduk.
"Dia menawari membantuku memecahkan rahasia telur emas," kata Harry.
"Mana bisa!" kata Hermione, tampak sangat terkejut. "Dia kan salah satu juri! Lagipula, kau sudah bisa sendiri... iya, kan""
"Er... hamper," kata Harry.
"Kurasa Dumbledore tak akan suka kalau tahu Bagman berusaha membujukmu berbuat curang!" kata Hermione, masih tampak sangat mencela. "Kuharap dia juga menawari membantu Cedric."
"Tidak, aku sudah Tanya," kata Harry.
"Siapa peduli Diggory dibantu atau tidak"" kata Ron. Dalam hati Harry setuju.
"Goblin-goblin itu kelihatannya tidak terlalu ramah," komentar Hermione, menyeruput butterbeernya. "Apa yang mereka lakukan di sini""
"Bagman bilang mereka mencari Crouch," kata Harry. "Dia masih sakit. Belum masuk kerja."
"Mungkin Percy meracuninya," kata Ron. "barangkali dia kira kalau Crouch meninggal, dia akan diangkat jadi Kepala Departemen Kerjasama Sihir Internasional."
Hermione melempar pandang jangan-bergurau-dengan-hal-semacam-itu kepada Ron dan berkata, "Aneh, goblin mencari Mr. Crouch. Biasanya mereka berhubungan dengan Departemen Pengaturan dan Pengawasan Makhluk Gaib."
"Crouch bisa bicara banyak bahasa," kata Harry. "Mungkin mereka perlu penerjemah."
"Mengkhawatirkan goblin yang malang sekarang, rupanya"" Ron bertanya kepada Hermione. "Berpikir mendirikan KPGJ atau apa" Kelompok Perlindungan Goblin Jelek""
"Ha ha ha," tawa Hermione sinis. "Goblin tidak perlu perlindungan. Tidakkah kalian mendengarkan apa yang diceritakan Profesor Binns tentang pemberontakan Goblin""
"Tidak," kata Harry dan Ron bersamaan.
"Nah, mereka cukup mampu menghadapi penyihir," kata Hermione menyeruput butterbeernya lagi. "Mereka pintar sekali. Tidak seperti peri rumah, yang tak bisa membela diri."
"Uh oh," kata Ron, memandang pintu.
Rita Skeeter baru saja masuk. Dia memakai jubah kuning pisang hari ini. Kukunya yang panjang dicat shocking pink, dan dia ditemani fotografernya yang berperut gendut. Rita membeli minuman, dan bersama si fotografer menyeruak menuju meja di dekat mereka. Harry, Ron dan Hermione mendelik ketika dia mendekat. Dia bicara cepat dan tampak sangat puas.
"... kelihatannya tak mau bicara dengan kita kan, Bozo" Nah, menurutmu kenapa"da apa dilakukannya dengan serombongan goblin yang membuntutinya" Menunjukkan pemandangan kepada mereka... sungguh omong kosong... dia memang tukang bohong. Menurutmu dia menyembunyikan sesuatu" Bagaimana kalau kita selidiki sedikit" 'Mantan Kepala Permainan dan Olahraga Sihir yang Dipermalukan, Ludo Bagman...' Pembukaan yang tajam, Bozo - tinggal kita cari cerita yang cocok..."
"Mau menghancurkan hidup orang lain lagi"" kata Harry keras.
Beberapa orang menoleh. Mata Rita Skeeter melebar di balik kacamatanya yang berhias permata ketika dia melihat siapa yang bicara.
"Harry!" katanya, tersenyum. "Bagus sekali! Kenapa kau tidak ke sini dan bergabung..."
"Aku tidak mau mendekatimu dengan sapu tiga meter sekalipun," kata Harry berang. "Kenapa kau menulis begitu tentang Hagrid, eh""
Rita Skeeter mengangkat alisnya yang digambar tebal.
"Pembaca kami punya hak untuk mengetahui yang sebenarnya, Harry. Aku hanya melakukan pek..."
"Siapa yang peduli kalau dia setengah raksasa"" teriak Harry. "tak ada yang salah dengannya!"
Seluruh rumah minum sekarang diam. Madam Rosmerta memandang dari balik meja layan, tak sadar kalau cangkir yang dituanginya dengan mead sudah luber.
Senyum Rita Skeeter lenyap seketika, tetapi langsung tersungging lagi. Dia membuka tas tangan kulit buanya, mengeluarkan pena bulu kutip kilat, dan berkata, "Bagaimana kalau wawancara denganku tentang Hagrid yang kau kekenal, Harry" Orang di balik ototnya" Persahabatan kalian yang ganjil dan alasannya" Apakah kau menganggapnya sebagai pengganti ayah""
Hermione mendadak berdiri, gelas butterbeernya tercengkeram di tangan seakan granat.
"Kau perempuan jahat," katanya dengan gigi menggertak, "Kau sama sekal
i tak peduli, asal bisa mendapat cerita, siapa saja boleh, kan" Bahkan Ludo Bagman..."
"Duduk, anak kecil bodoh, dan jangan ngomong tentang hal yang tidak kau ketahui," kata Rita Skeeter dingin, matanya mengeras saat memandang Hermione. "Aku tahu banyak hal tentang Ludo Bagman yang akan membuat rambutmu keriting... padahal tak perlu lagi dibuat lebih keriting..." dia menambahkan, memandang rambut lebat Hermione.
"Kita pergi," kata Hermione. "Ayo, Harry... Ron..."
Mereka pergi. Banyak orang memandang mereka. Harry menoleh ketika tiba di pintu. Pena bulu kutip kilat Rita Skeeter sedang beraksi, meluncur maju muncur pada secarik perkamen di atas meja.
"Dia akan mencecarmu berikutnya, Hermione," kata Ron pelan dan cemas ketika mereka berjalan cepat di jalan raya.
"Coba saja!" kata Hermione menantang, gemetar saking marahnya. "Kutunjukkan padanya nanti! Anak bodoh, katanya" Oh, kubalas dia nanti! Mula-mula Harry, kemudian Hagrid..."
"jangan membuat marah Rita Skeeter," kata Ron cemas. "Aku serius, Hermione, dia akan menulis sesuatu yang jelek tentangmu..."
"Orang tuaku tidak membaca Daily Prophet. Dia tak akan membuatku jadi malu dan bersembunyi!" kata Hermione, sekarang berjalan cepat sekali sehingga susah
payah harry dan Ron mengimbanginya. Terakhir kali Harry melihat Hermione semarah ini, dia menampar wajah Draco Malfoy. "Dan Hagrid tak boleh bersembunyi lagi! Dia seharusnya jangan pernah mengizinkan manusia seperti itu membuatnya merana! Ayo!"
Sekarang berlari, dia memimpin mereka pulang, melewati gerbang yang dijaga babi hutan bersayap, dan menyeberangi halaman menuju ke pondok Hagrid.
Gordennya masih tetap tertutup, dan mereka bisa mendengar Fang menggonggong ketika mereka mendekat.
"Hagrid!" Hermione berteriak, menggedor pintu depannya. "Hagrid, sudah cukup! Kami tahu kau di dalam! Tak ada yang peduli bahwa ibumu raksasa, hagrid! Jangan biarkan si Skeeter jahat itu melakukan hal ini kepadamu! Hagrid, keluar, kau Cuma..."
Pintu terbuka. Hermione berkata, "Sudah sa...!" dan berhenti, mendadak, karena ternyata dia berhadapan bukan dengan Hagrid, melainkan dengan Albus Dumbledore.
"Selamat sore," sapanya ramah kepada mereka.
"Kami... er... kami ingin bertemu Hagrid," kata Hermione dengan suara agak pelan.
"Ya, sudah kuduga," kata Dumbledore, matanya berkilau. "Kenapa kalian tidak masuk""
"Oh... um... baiklah," kata Hermione.
Hermione, Ron dan Harry masuk ke dalam pondok. Fang melonjak menubrak Harry begitu dia masuk, menggonggong gila-gilaan dan berusaha menjilati telinganya. Harry menangkis Fang dan memandang berkeliling.
Hagrid duduk di mejanya, di depannya dua cangkir besar the. Dia tampak parah sekali. Wajahnya penuh bercak air mata, matanya bengkak, dan dandanan rambutnya telah berbalik seratus delapan puluh derajat. Jauh dari rapi, sekarang dia seperti memakai wig kawat ruwet.
"Hai, Hagrid," sapa Harry. Hagrid mendongak.
"Lo," katanya dengan suara amat parau.
"Tambah the, kukira," kata Dumbledore, menutup pintu pondok, mencabut tongkat sihirnya, dan memelintirnya. Senampan the yang berputar muncul di tengah udara, bersama sepiring kue. Dumbledore menurunkan nampan secara sihir ke atas meja, dan semua duduk. Sesaat tak ada yang bicara, kemudian Dumbledore berkata, "Apa kau mendengar apa yang tadi diteriakkan Miss Granger, Hagrid""
Wajah Hermione merona merah, tetapi Dumbledore tersenyum kepadanya dan meneruskan, "Hermione, Harry dan Ron tampaknya masih mau berteman denganmu, kalau dilihat dari cara mereka mau mendobrak pintu."
"Tentu saja kami masih mau berteman denganmu!" kata Harry, menatap Hagrid. "Kau tak berpikir bahwa apa yang dikatakan si sapi Skeeter... maaf, Profesor," dia menambahkan cepat-cepat, menatap Dumbledore.
"Aku untuk sementara tuli dan tidak tahu sama sekali apa yang kau katakana, Harry," kata Dumbledore, memutar-mutar kedua ibu jarinya dan menatap langit-langit.
"Er... baiklah," kata Harry malu-malu. "Aku Cuma mau mengatakan... Hagrid, bagaimana mungkin kau mengira kami peduli pada apa yang ditulis... perempuan itu... tentang kau""
Dua air mata besar bergulir dari mata kumbang hitam Hagrid dan
perlahan jatuh ke jenggotnya yang awut-awutan.
"Bukti nyata dari apa yang kukatakan padamu tadi, Hagrid," kata Dumbledore, masih menatap langit-langit. "Sudah kuperlihatkan kepadamu surat-surat yang tak terhitung banyaknya dari para orang tua yang masih ingat kau dari saat mereka bersekolah di sini, memberitahuku dengan jelas bahwa kalau aku sampai memecatmu, mereka tak akan tinggal diam.."
"Tidak semuanya," kata Hagrid parau. "Tidak semuanya mau aku terus tinggal."
"Astaga, Hagrid, kalau kau mencari popularitas universal, aku khawatir kau akan terkurung dalam pondok ini lama sekali," kata Dumbledore, sekarang menatap galak dari atas kacamata bulan separonya. "Belum seminggu aku menjadi kepala sekolah di sini, setiap hari aku sudah menerima satu burung hantu, mengeluhkan caraku menjalankannya. Tetapi apa yang harus kulakukan" Membarikade diriku dalam kamar kerjaku dan menolak bicara kepada siapapun""
"Anda... anda tidak setengah raksasa!" kata Hagrid serak.
"Hagrid, lihat saja keluargaku!" kata Harry berang. "Lihat keluarga Dursley!"
"Poin yang bagus," kata Profesor Dumbledore. "Adikku sendiri, Aberforth, dituntut karena melakukan mantra tak pantas kepada seekor kambing. Dimuat di Koran di mana-mana, tetapi apakah Aberforth bersembunyi" Tidak! Dia mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dan melakukan pekerjaannya seperti biasa! Tentu saja, aku tak yakin sepenuhnya dia bisa membaca, jadi mungkin juga sikapnya itu bukan menunjukkan keberanian..."
"Kembalilah mengajar, Hagrid," kata Hermione pelan, "tolong kembali mengajar, kami betul-betul kehilangan kau."
Hagrid menelan ludah. Lebih banyak air mata bergulir di pipinya dan jatuh ke jenggotnya yang kusut.
Dumbledore berdiri. "Aku menolak pengunduran dirimu, Hagrid, dan kutunggu kau kembali mengajar pada hari senin," katanya. "Kau akan sarapan bersamaku pukul setengah sembilan di aula besar. Tak ada alasan menolak. Selamat sore, kalian semua."
Dumbledore meninggalkan pondok, hanya berhenti untuk menggaruk belakang telinga Fang. Setelah pintu menutup di belakangnya, Hagrid terisak ke dalam tangannya yang sebesar tutup tempat sampah. Hermione membelai-belai lengannya, dan akhirnya Hagrid mendongak, matanya sangat merah, dan berkata, "Orang besar, Dumbledore... orang besar..."
"Yeah, dia orang besar," kata Ron. "Boleh aku minta kue ini, Hagrid""
"Ambil sendiri," kata Hagrid, menyeka matanya dengan punggung tangan. "Dia benar, tentu saja - kalian semua benar. aku bodoh. ayahku akan malu lihat sikapku." Lebih banyak air mata mengucur, tetapi Hagrid menyekanya lebih keras dan berkata, "Belum pernah tunjukkan kepada kalian foto ayahku, kan" Ini..."
Hagrid bangkit, berjalan ke lemarinya, menaril laci, dan mengeluarkan foto penyihir pendek dengan mata hitam berkerut seperti mata hagrid, duduk sambil tersenyum di bahu Hagrid. Hagrid setinggi kira-kira dua meter, dilihat dari pohon apel di sebelahnya, tetapi wajahnya tanpa jenggot, masih muda, bundar, dan licin - dia tampak tak lebih dari sebelas tahun.
"Ini diambil begitu aku masuk Hogwarts," kata Hagrid parau. "Dad senang sekali. tadinya dia piker aku bukan penyihir, soalnya ibuku. yah, begitulah. Tentu saja aku tak pernah lihai dalam ilmu sihir. tetapi paling tidak dia tak lihat aku dikeluarkan. Meninggal, soalnya, waktu aku kelas dua."
"Dumbledore satu-satunya yang bela aku setelah Dad tak ada. Beri aku pekerjaan pengawas binatang liar. dia percaya orang. Beri mereka kesempatan kedua. itu yang bikin dia berbeda dari kepala sekolah lainnya. Dia akan terima siapa saja di Hogwarts, asal punya bakat. Tahu orang bisa oke, meski keluarganya tidak. yah, tidak begitu terhormat. Tak ada yang paham itu. Selalu ada yang tak suka kau. bahkan ada yang pura-pura punya tulang besar daripada mengakui. beginilah aku, dan aku tidak malu. 'Jangan pernah malu,' begitu kata ayahku, 'akan selalu ada yang tak suka padamu, tetapi mereka tak berharga untuk dipedulikan.' Dan dia benar. Aku bodoh. Aku tak pedulikan perempuan itu lagi, aku janji pada kalian. Tulang besar... Kuberi dia tulang besar."
Harry, Ron dan Hermione saling pandang dengan resah. Harry leb
ih suka mengajak jalan-jalan lima puluh skrewt ujung meletup daripada mengakui kepada hagrid bahwa dia tak sengaja mendengarnya bicara dengan Madame Maxime, tetapi hagrid masih terus bicara, rupanya tak sadar dia telah mengatakan sesuatu yang aneh.
"Tahu tidak, Harry"" katanya, mendongak dari foto ayahnya, matanya berkaca-kaca. "Waktu pertama bertemu denganmu, kau mengingatkan aku pada diriku sedikit. Ayah dan ibu tak ada, dank au merasa kau tak layak masuk Hogwarts, ingat" Tak yakin apa kau bisa... dan lihat dirimu sekarang, Harry! Juara sekolah!"
Dia memandang Harry beberapa saat dan kemudian berkata, sangat serius, "Kau tahu apa yang kuinginkan, Harry" Aku ingin kau menang, ingin sekali. Itu akan menunjukkan kepada mereka semua... kau tak perlu berdarah murni untuk menang. Kau tak perlu malu akan siapa dirimu. Itu akan menunjukkan kepada mereka bahwa Dumbledore yang benar, menerima siapa saja asal mereka bisa menyihir. Bagaimana kemajuanmu dengan telurmu, Harry""
"Bagus," kata Harry. "Benar-benar bagus."
Senyum merekah di wajah merana Hagrid yang berurai air mata.
"Itu baru anakku. tunjukkan pada mereka, Harry, tunjukkan. Kalahkan mereka semua."
Berbohong kepada Hagrid tidak seperti berbohong kepada orang lain. Harry kembali ke kastil sore itu bersama Ron dan Hermione, tak bisa melenyapkan kebahagiaan yang terpancar di wajah berewokan Hagrid saat dia membayangkan Harry memenangkan Turnamen. Telur yang tak bisa dipahami semakin membebani nurani Harry malam itu, dan saat naik ke tempat tidur, dia telah mengambil keputusan - sudah waktunya mengesampingkan harga dirinya dan mencoba kalau-kalau saran Cedric layak dituruti.
25. Telur dan mata Harry tak tahu harus berapa lama dia mandi baru bisa memecahkan rahasia telur emas, karena itu dia memutuskannya untuk melakukannya pada malam hari, supaya dia bisa mandi sebebas mungkin. Walaupun sebetulnya segan menerima bantuan Cedric lebih banyak lagi, dia juga memutuskan untuk menggunakan kamar mandi Prefek. Jauh lebih sedikit anak yang boleh mandi di sana, maka kecil kemungkinannya dia akan terganggu.
Harry merencanakan acar mandinya ini dengan hati-hati, karena dia pernah tertangkap oleh Filch, si penjaga sekolah, berkeliaran pada tengah malam, dan tak ingin mengulang pengalaman itu. Jubah Gaib tentu saja akan sangat diperlukan, dan untuk berjaga-jaga, Harry juga akan membawa Peta Perampok, yang selain jubah, adalah alat Bantu yang paling berguna yang dimiliki Harry untuk pelanggaran peraturan. Peta itu memperlihatkan seluruh Hogwarts, termasuk jalan-jalan pintas dan lorong rahasianya, dan yang paling penting, peta itu juga menunjukkan semua orang di dalam kastil sebagai titik berlabel nama mereka, bergerak sepanjang koridor-koridor, sehingga Harry bisa tahu lebih dulu jika ada orang yang mendekati kamar mandi.
Kamis malam, Harry menyelinap ke kamar, memakai jubah gaibnya, turun lagi, dan seperti pada malam Hagrid menunjukkan naga-naga kepadanya, dia menunggu di dekat lubang lukisan. Kali ini Ron yang menunggu di luar untuk memberikan kata kunci kepada si nyonya gemuk (keripik pisang). "Semoga berhasil," gumam Ron, seraya memanjat masuk sementara Harry memanjat keluar.
Sulit melangkah di bawah jubah malam ini karena satu tangannya memegang telur yang berat dan tangannya yang lain memegangi peta di depan hidungnya. Meskipun demikian, koridor yang diterangi cahaya bulan kosong dan sepi, dan dengan mengecek peta pada waktu-waktu
strategis, Harry berhasil memastikan dia tidak akan bertemu orang-orang yang ingin dihindarinya. Setibanya di Patung Boris si Bingung, penyihir bertampang kebingungan dengan sarung tangan tertukar, Harry menemukan pintu yang benar, bersandar merapat ke pintu itu, dan menggumamkan kata kuncinya "Pinus segar" seperti yang diberitahukan Cedric kepadanya.
Pintu terbuka. Harry menyelinap masuk, menyelot gerendel pintu, dann melepas jubah gaibnya, sambil memandang berkeliling.
Reaksi langsungnya adalah betapa asyiknya menjadi prefek, hanya untuk menikmati kamar mandi ini.kamar mandi itu diterangi lembut oleh kalender indah yang penuh lilin, dan segalanya terb
uat dari marmer putih, termasuk bak mandi yang tampak seperti kolam renang kosong segiempat yang membenam di lantai di tengah ruangan. Kira-kira seratus keran emas berderet di sekeliling tepi kolam, masing-masing dengan permata yang berbeda warna pada putarannya. Juga ada papan loncat. Gorden linen panjang menggantung di jendela. Di sudut ada setumpuk besar handuk putih empuk, dan ada lukisan berpigura emas di dinding. Lukisan putrid duyung berambut pirang yang tertidur nyenyak di atas karang, rambutnya yang panjang menutupi wajahnya. Rambutnya bergetar setiap kali dia mendengkur.
Harry maju, memandang berkeliling, bunyi langkahnya bergema dipantulkan dinding. Betapun megahnya kamar mandi itu - dan dia ingin mencoba membuka beberapa keran - sekarang setelah berada di sini, dia tak bisa menekan perasaan bahwa Cedric mungkin mempermainkannya. Bagaimana caranya semua ini
membantunya memecahkan misteri telur" Kemdatipun demikian, dia mengambil sehelai handuk lembut setelah terlebih dahulu meletakkan jubahnya, peta dan telur di tepi bak mandi yang luar biasa besarnya. Kemudian dia berjongkok dan membuka beberapa keran.
Dia langsung tahu bahwa keran-keran itu mengalirkan gelembung sabun yang berbeda-beda. Belum pernah Harry melihat gelembung sabun seperti itu. Salah satu keran mengalirkan gelembung berwarna merah jambu dan biru sebesar-besar bola sepak. Salah satu lagi mengeluarkan busa putih yang begitu tebal sehingga Harry berpikir busa itu akan kuat menahan tubuhnya kalau dia mau mencobanya. Keran ketiga mengeluarkan awan ungu yang luar biasa harum yang mengambang di atas permukaan air. Selama beberapa saat Harry bersenang-senang dengan membuka tutup keran-keran. Dia terutama menyukai salah satu keran yang mengeluarkan semburan air yang melenting dari permukaan air dalam bentuk bunga api besar-besar. Kemudian, ketika bak mandi yang dalam itu sudah penuh air panas, busa dan gelembung (dalam waktu singkat, mengingat ukurannya yang besar), Harry mematikan semua keran, melepas piyama dan sandalnya, dan meluncur masuk ke air.
Bak itu dalam sekali sehingga kakinya nyaris tak menyentuh dasarnya, dan dia berenang dua kali sepanjang bak itu sebelum kembali ke tepid an berenang di tempat, memandang telurnya. Meskipun sangat menyenangkan berenang dalam air panas berbusa dengan uap berwarna-warni mengembus di sekelilingnya,
tak muncul ide brilian dalam kepalanya, tak ada juga pemahaman yang mendadak.
Harry menjulurkan tangannya, mengangkat telur di tangannya yang basah, dan membukanya. Lolong melengking memenuhi kamar mandi, bergema dan berkumandnag dari dinding-dinding marmernya, tetapi masih sama tak bisa dimengertinya seperti sebelumnya, bahkan semakin membingungkan karena gemanya. Harry menutupnya lagi, cemas bunyinya akan menarik perhatian Filch. Dalam hati dia bertanya-tanya, apakah itu memang yang diharapkan Cedric - dan kemudian dia terlonjak kaget sampai telurnya jatuh dan menggelinding ke seberang ruangan, karena ada yang bicara.
"Aku akan coba masukkan ke dalam air, kalau aku jadi kau."
Harry telah menelan cukup banyak gelembung sewaktu kaget. Dia berdiri, menyembur-nyembur, dan melihat hantu anak perempuan yang sangat murung duduk bersila di salah satu keran. Si Myrtle Merana, yang biasanya terdengar mengisak di leher angsa dalam toilet tiga lantai di bawah.
"Myrtle!" kata Harry berang. "Aku... aku tidak pakai apa-apa!"
Buihnya tebal sekali, sehingga ini tak jadi soal, tetapi Harry merasa Myrtle telah mengawasinya dari salah satu keran sejak dia dating.
"Aku tutup mata waktu kau masuk," katanya, matanya berkedip-kedip di balik kacamatanya yang tebal. "Sudah lama sekali kau tidak menengokku."
"Yeah... soalnya...," kata Harry, menekuk lututnya sedikit, untuk melihat Myrtle tidak bisa melihat apa-apa kecuali kepalanya, "aku tak pantas dating ke kamar mandimu, kan" Itu toilet anak perempuan."
"Ah, dulu kau tak peduli," kata Myrtle sedih. "dulu kau di sana terus."
Itu benar. Meskipun itu hanya karena toilet Myrtle yang rusak merupakan tempat yang aman untuk merebus Ramuan Polijus tanpa diketahui orang lain. Ramuan Polijus ada
lah ramuan terlarang yang telah mengubah Harry dan Ron menjadi duplikat Crabbed an Goyle selama satu jam, supaya mereka bisa menyelundup ke dalam ruang rekreasi Slytherin. (Baca kisahnya dalam Harry Potter 2 : Harrr Potter Dan Kamar rahasia).
"Aku ditegur karena masuk ke sana," kata Harry, separo benar. Percy pernah memergokinya keluar dari toilet Myrtle. "Kupikir sebaiknya aku tidak kembali ke sana."
"Oh... begitu...," kata Myrtle, memegang-megang jerawat di dagunya dengan murung. "Yah... balik ke soal tadi... kalau aku, akan kucoba telur itu di dalam air. Itulah yang dilakukan Cedric Diggory."
"Jadi kau memata-matai dia juga"" Tanya Harry jengkel. "Mau apa sih kau, menyelinap ke sini di malam hari untuk menonton prefek mandi""
"Kadang-kadang," kata Myrtle, agak jail, "tetapi aku tidak pernah memperlihatkan diri untuk ngomong dengan orang lain sebelumnya."
"Aku merasa mendapat kehormatan," kata Harry sebal. "Sekarang tutup matamu!"
Dia memastikan Myrtle menutupi kacamatanya rapat-rapat sebelum keluar dari bak mandi, membelitkan handuk erat-erat ke pinggangnya dan mengambil telurnya. Begitu Harry sudah masuk air lagi, Myrtle mengintip dari antara jari-jarinya dan berkata, "Ayo... buka di dalam air!"
Harry menurunkan telurnya ke bawah permukaan yang berbuih dan membukanya... dan kali ini, telur itu tidak melolong. Nyanyian berdeguk terdengar dari dalamnya, nyanyian yang kata-katanya tak bisa ditangkapnya.
"Kepalamu harus masuk ke air juga," kata Myrtle, yang tampaknya sangat menikmati memberi perintah-perintah kepada Harry. "Ayo masukkan!"
Harry menarik napas dalam-dalam dan meluncur ke bawah air - dan sekarang, duduk di lantai pualam di dasar bak yang penuh berisi buih, dia mendengarkan koor suara menyeramkan bernyanyi untuknya dari telur yang terbuka di tangannya:
"Carilah kami ke tempat asal suara kami,
Di atas daratan kami tak bisa bernyanyi,
Dan sementara mencari, renungkanlah ini:
Kami telah mengambil yang kau sayangi,
Satu jam penuh kau harus mencari,
Dan mengambil kembali yang telah kami curi,
Tapi selewat satu jam - tak ada harapan lagi,


Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terlambat sudah, yang telah pergi, tak mungkin kembali."
Harry membiarkan dirinya meluncur ke atas memecah permukaan berbuih, mengibaskan rambutnya dari matanya.
"Sudah dengar"" kata Myrtle.
"Yeah... 'Carilah kami ke tempat asal suara kami...' dan kalau aku perlu bujukan. tunggu, aku perlu mendengarkan lagi."
Dia menyelam lagi ke bawah air. Perlu tiga kali lagi mendengarkan lagu telur itu sebelum Harry hafal. Kemudian dia berenang di tempat beberapa saat, berpikir keras, sementara Myrtle duduk mengawasinya.
"Aku harus mencari orang yang tak bisa menggunakan suaranya di daratan.," katanya lambat-lambat. "er. siapa ya""
"Rupanya kau telmi, ya."
Harry belum pernah melihat Myrtle Merana seceria itu, kecuali pada hari Hermione tumbuh bulu dan ekor kucing setelah minum ramuan Polijus. Harry memandang berkeliling ruangan. kalau suaranya hanya bisa didengar di dalam air, masuk akal kalau suara itu milik makhluk di dalam air. Dia menyampaikan teori ini kepada Myrtle, yang menyeringai.
"Yah, begitu juga pendapat Diggory," katanya. "Dia berbaring di sana ngomong sendiri selama berjam-jam. Berjam-jam. sampai nyaris semua buih lenyap."
"Di bawah air...," kata Harry perlahan. "Myrtle... apa yang hidup di danau, selain si cumi-cumi raksasa""
"Oh, segala macam," jawabnya. "Aku kadang-kadang masuk ke sana... kadang-kadang tak punya pilihan, kalau ada orang yang tiba-tiba mengguyur toiletku..."
Berusaha tidak memikirkan Myrtle Merana meluncur dalam pipa ke danau bersama isi toilet, Harry berkata, "Nah, apa yang punya suara manusia" Tunggu..."
Terpandang olehnya lukisan putrid duyung yang mendengkur di dindingnya.
"Myrtle, tidak ada manusia duyung di sana, kan""
"Oooh, bagus sekali," katanya, kacamatanya yang tebal berkilauan. "Diggory perlu waktu jauh lebih lama daripada itu! Padahal dia bangun" - Myrtle mengedikkan kepala kea rah si putrid duyung dengan ekspresi tak suka di wajahnya - "terkikik-kikik genit dan mengipas-ngipaskan siripnya."
"Itu kan jawabannya"" kata Harry bersemangat. "Tugas
kedua adalah mencari manusia duyung di dalam danau dan... dan..."
Mendadak Harry menyadari apa yang dikatakannya, dan dia merasakan semangatnya mengucur keluar seakan ada yang baru saja menarik sumbat di perutnya. Dia tak begitu pandai berenang. Dia tak pernah mendapat cukup latihan. Dudley dulu kursus berenang, tetapi Bibi Petunia dan Paman Vernon, yang tak diragukan lagi berharap suatu hari Harry akan tenggelam, tidak mau repot-repot memberinya kursus. Dua kali bolak-balik bak mandi ini memang oke, tetapi
danau sangat luas, dan sangat dalam... dan manusia duyung jelas tinggal di dasarnya...
"Myrtle," kata Harry pelan, "bagaimana aku bisa bernapas""
Mendengar ini, mendadak air mata Myrtle merebak lagi.
"Tak punya perasaan!" gumamnya, merogoh-rogoh saku jubahnya mencari sapu tangan.
"Kenapa tak punya perasaan"" Tanya Harry, tercengang.
"Bicara soal bernapas di depanku!" kata Myrtle nyaring, dan suaranya menggema keras di seluruh kamar mandi. "Padahal aku tak bisa bernapas... padahal aku sudah lama tidak bernapas... sudah lama sekali..."
Myrtle membenamkan wajah ke dalam sapu tangan dan terisak keras. Harry ingat myrtle memang sangat perasa soal bahwa dia sudah mati, tetapi hantu-hantu lain yang dikenalnya tak pernah mempersoalkan ini.
"Maaf," katanya tak sabar. "Aku tak bermaksud... aku Cuma lupa..."
"Oh ya, gampang sekali lupa bahwa Myrtle sudah meninggal," kata Myrtle, tersedu, memandang Harry dengan matanya yang bengkak. "Tak seorang pun kehilangan aku, bahkan aku masih hidup. Perlu berjam-jam bagi mereka untuk menemukan mayatku - aku tahu, aku duduk di sana menanti mereka. Olive Hornby, masuk ke kamar mandai - 'Kau di dalam lagi, merajuk, Myrtle"' katanya, 'Karena Profesor Dippet memintaku mencarimu...' Dan kemudian dia melihat mataku... oooh,
dia tidak melupakannya sampai hari kematiannya, kupastikan itu. kuikut dia dan kuingatkan dia. Aku ingat pada hari perkawinan kakaknya."
Tetapi Harry tidak mendengarkan. Dia memikirkan nyanyian para duyung lagi. "Kami telah mengambil yang kau sayangi." Kedengarannya seakan mereka akan mencuri sesuatu miliknya, sesuatu yang harus diambilnya kembali. Apa yang akan mereka ambil"
". dan kemudian, tentu saja, dia pergi ke Kementerian Sihir untuk menyetopku membuntutnya, jadi aku terpaksa aku kembali ke sini dan tinggal dalam
toiletku." "Bagus," kata Harry tak jelas. "Nah, aku sudah mendapat kemajuan. Tutup matamu lagi. Aku mau
naik." Harry mengambil telur dari dasar bak mandi, memanjat naik, mengeringkan tubuhnya, dan memakai piyamanya lagi.
"Apakah kau akan dating mengunjungiku di kamar mandiku lagi kapan-kapan"" Myrtle bertanya merana ketika Harry memungut Jubah Gaibnya.
"Er... akan kucoba," kata Harry, walaupun dalam hati berkata bahwa dia hanya akan mendatangi kamar mandi Myrtle lagi kalau semua toilet lain di kastil rusak. "Sampai lain kali, Myrtle. terima kasih atas bantuanmu."
"Bye, bye," kata Myrtle murung, dan saat Harry memakai Jubah Gaibnya, dilihatnya Myrtle meluncur kembali ke atas keran.
Di koridor yang gelap, Harry memeriksa Peta Perampok untuk mengecek apakah keadaan masih aman. Ya, titik milik Filch dan kucingnya, Mrs. Norris, aman berada dalam kantornya. tak ada lagi yang bergerak kecuali Peeves, meskipun dia melayang naik turun di ruang trofi di lantai atas... Harry sudah maju satu langkah menuju Menara Gryffindor ketika sesuatu di peta tertangkap matanya... sesuatu yang jelas-jelas aneh.
Bukan hanya Peeves yang bergerak. Ada satu titik yang bergerak kian kemari di ruangan di sebelah kiri bawah - kantor Snape. Tetapi titik itu tidak berlabel "Severus Snape"... melainkan Bartemius Crouch.
Harry keheranan menatap titik itu. Mr. Crouch katanya terlalu parah sakitnya sehingga tak bisa bekerja ataupun dating ke pesta dansa natal - jadi, apa yang dilakukannya, menyelinap masuk ke Hogwarts pada pukul satu pagi" Harry mengawasi dengan teliti ketika titik itu bergerak ke sekeliling ruangan, berhenti di sana sini.
Harry ragu-ragu, berpikir. dan kemudian keingintahuannya menang. Dia berbalik dan menuju tangga terdekat. Dia hendak melihat apa yang dicari Crouch.
Harry menu runi tangga sehati-hati mungkin, tetapi wajah-wajah di beberapa lukisan masih menoleh penasaran mendengar derit papan dan desir piyamanya. Dia merayap sepanjang koridor di bawah, menyisihkan karpet di tengah koridor, dan menuruni tangga yang lebih sempit, jalan pintas yang akan membawanya turun dua lantai. Berulang-ulang dia melihat petanya, bertanya-tanya dalam hati... Rasanya tidak klop kalau orang yang 569
lurus dan patuh hukum seperti Mr. Crouch menyelundup masuk ke kantor orang lain selarut ini.
Dan kemudian ketika sudah separo menuruni tangga, tanpa memikirkan apa yang sedang dilakukannya, tidak berkonsentrasi pada hal lain kecuali pada tingkah aneh Mr. Crouch, kaki Harry tiba-tiba saja terjeblos anak tangga tipuan yang selalu lupa dilompati Neville. Dia terhuyung, dan telur emasnya, yang masih basah, terlepas dari kempitannya. Dia meraih ke depan untuk menangkapnya, tetapi terlambat. Telur itu terjatuh menuruni tangga yang panjang dengan bunyi dentang sekeras drum bas pada setiap anak tangga - Jubah Gaib melorot - Harry menyambarnya, dan Peta Perampok melayang dari tangannya, mendarat enam anak tangga di bawahnya. Terbenam sampai ke lututnya, Harry tak bisa menjangkau peta itu.
Telur emas terjatuh ke karpet di dasar tangga, terbuka, dan mulai melengking di koridor. Harry mencabut tongkatnya dan berusaha menyentuh Peta Perampok untuk menghapus gambarnya, tetapi peta itu terlampau jauh dari jangkauan.
Menarik jubah menutupi dirinya, Harry menegakkan diri, mendengarkan dengan tajam sementara matanya terpejam ketakutan. dan segera saja.
"PEEVES!" Tak salah lagi, itu teriakan Filch si penjaga sekolah. Harry bisa mendengar langkah-langkahnya yang cepat semakin dekat, suaranya yang serak meninggi dalam kemarahan.
"Kenapa bikin rebut begini" Mau membangunkan seluruh kastil, ya" Kutangkap kau, Peeves. Kutangkap kau, kau akan... dan apa ini""
Langkah Filch terhenti. Terdengar dentingan logam beradu dan lengkingan berhenti - Filch telah memungut telur dan menutupnya. Harry berdiri tak bergerak, sebelah kakinya masih terjepit tangga gaib, mendengarkan. Bisa terjadi setiap saat sekarang: Filch akan menarik permadani untuk menemukan Peeves... namun tak akan ada Peeves... tetapi kalau dia menaiki tangga, dia akan melihat Peta Perampok... dan memakai Jubah Gaib atau tidak, peta itu akan menunjukkan "Harry Potter" berdiri di tempatnya sekarang.
"Telur"" Filch berkata pelan di kaki tangga. "Manisku!" - Mrs. Norris jelas bersamanya - "ini petunjuk Triwizard! Ini milik juara sekolah!"
Harry mual. Jantungnya berdegup keras sekali...
"PEEVES!" Filch menggerung senang. "Kau mencuri, ya!"
Dia menarik permadani di bawah, dan Harry melihat wajahnya yang menggayut mengerikan, dan matanya yang pucat menonjol memandang tangga yang gelap dan kosong (baginya).
"Sembunyi rupanya"" katanya pelan. "Aku dating menangkapmu, Peeves... Kau telah mencuri petunjuk Triwizard, Peeves... Dumbledore akan mengusirmu gara-gara ini, hantu jail, dekil, pencopet..."
Filch telah mulai menaiki tangga, kucing kurus abu-abu mengikuti di tumitnya. Mata Mrs. Norris yang seperti
lampu, sangat mirip mata tuannya, tertancap pada Harry. Sebelum ini Harry beberapa kali bertanya dalam hati, apakah Jubah Gaib berlaku untuk kucing... Ketakutan, dia memandang Filch, dalam jubah tidur flanelnya yang usang, kian mendekat - Harry berusaha keras menarik kakinya yang terjepit, tetapi kakinya malah terperosok lebih dalam lagi - setiap saat sekarang Filch akan melihat peta atau malah menginjaknya...
"Filch" Ada apa""
Filch berhenti beberapa anak tangga di bawah harry, dan menoleh. Di kaki tangga berdiri satu-satunya orang yang bisa membuat situasi Harry bertambah runyam: Snape. Dia memakai jubah tidur panjang berwarna abu-abu dan tampak pucat.
"Peeves, Profesor," bisik Filch dengki. "Dia melempar telur ini ke bawah tangga."
Snape menaiki tangga dengan cepat dan berhenti di sebelah Filch. Harry mengertak gigi, yakin bahwa detak jantungnya yang bertalu-talu akan menguak rahasia keberadaanya setiap saat...
"Peeves"" kata Snape pelan, memandang telur di tangan Filch. "Tetapi Peeves
tidak dapat masuk ke kantorku..."
"Telur ini tadinya di kantor anda, Profesor""
"Tentu saja tidak," bentak Snape. "Aku mendengar bunyi kelontongan dan lolongan..."
"Ya, Profesor, itu bunyi telur ini..."
"... aku dating untuk menyelidiki..."
"... Peeves yang melemparnya, Profesor..."
"... dan waktu melewati kantorku, kulihat obor-obornya menyala dan ada pintu lemari yang agak terbuka! Ada orang yang baru saja menggeledah kantorku!"
"Tetapi Peeves tak bisa..."
"Aku tahu dia tak bisa, Filch!" bentak Snape lagi. "Kusegel kantorku dengan sihir yang hanya bisa dipunahkan oleh penyihir!" Snape mendongak memandang tangga, menembus Harry, dan kemudian menunduk memandang koridor di bawahnya. "Aku ingin kau membantuku mencari penyelundup ini, Filch."
"Saya... baik, Profesor... tapi..."
Filch memandang ke atas tangga penuh harap, menembus Harry, yang bisa melihat dia amat segan meninggalkan kesempatan menyudutkan Peeves. Pergilah, Harry memohon dalam diam, pergilah bersama Snape... pergilah... Mrs. Norris memandang dari balik kaki Filch... Harry merasa kesan kuat kucing itu bisa membauinya... Kenapa tadi dia mengisi bak mandi dengan begitu banyak busa harum"
"Persoalannya, Profesor," kata Filch sedih, "Kepala Sekolah harus mendengarkan saya sekarang. Peeves sudah mencuri dari pelajar. Mungkin ini satu-satunya kesempatan saya membuatnya diusir dari kastil..."
"Filch, aku tak peduli tentang si hantu jail sialan itu. Kantorkulah yang..."
Keletok. Keletok. Keletok.
Snape mendadak saja berhenti bicara. Dia dan Filch memandang ke dasar tangga. Melalui celah diantara kedua kepala mereka, Harry melihat Mad Eye Moody timpang mendatangi. Moody memakai mantel bepergiannya yang sudah usang di atas baju tidurnya dan bertumpu pada tongkatnya seperti biasanya.
"Pesta piyama rupanya"" dia menggerung ke atas tangga.
"Profesor Snape dan saya mendengar suara-suara, Profesor," kata Filch segera. "Peeves si hantu jail, melempar-lempar barang seperti biasanya - dan kemudian Profesor Snape menyadari bahwa ada orang yang memasuki kan..."
"Diam!" Snape mendesis kepada Filch.
Moody maju selangkah mendekati kaki tangga. Harry melihat mata gaib Moody memandang melewati Snape, dan kemudian, tak salah lagi, menatapnya.
Jantung Harry mencelos. Moody bisa melihat menembus Jubah Gaib... dia sendirilah yang bisa melihat keganjilan pemandangan ini: Snape dalam jubah tidurnya, Filch mencengkeram telur, dan dia, Harry, terperangkap di tangga di belakang mereka. Mulut Moody yang berupa lubang miring menganga keheranan. Selama beberapa detik dia dan Harry saling pandang. Kemudian Moody menutup mulutnya dan mengalihkan mata birunya kepada Snape lagi.
"Apakah benar yang kudengar, Snape"" tanyanya lambat-lambat. "Ada yang memasuki kantormu""
"Itu tidak penting," jawab Snape dingin.
"Sebaliknya," geram Moody. "Itu penting sekali. Siapa yang ingin menyelundup ke dalam kantormu""
"Seekor pelajar, pasti," kata Snape. Harry bisa melihat otot yang berkedut kencang di dahi Snape yang berminyak. "Sudah pernah terjadi sebelumnya. Bahan-bahan ramuan menghilang dari lemari persediaan bahanku. murid-murid yang berusaha membuat ramuan terlarang, pasti."
"Menurutmu yang dicari bahan ramuan, eh"" kata Moody. "Kau tidak menyembunyikan sesuatu yang lain dalam kantormu""
Harry melihat tepi wajah pucat Snape berubah merah padam, otot di dahinya berkedut semakin cepat.
"Kau tahu aku tidak menyembunyikan apa-apa, Moddy," katanya dalam suara pelan dan berbahaya, "kau sendiri kan sudah menggeledah kantorku dengan menyeluruh."
Wajah Moody mengernyit dalam senyum. "Hak istimewa Auror, Snape. Dumbledore memberitahuku agar waspada."
"Dumbledore mempercayaiku," kata Snape dengan gigi mengertak. "Aku menolak percaya bahwa dia memberimu perintah untuk menggeledah kantorku."
"Tentu saja Dumbledore mempercayaimu," geram Moody. "Dia orang yang gampang percaya, kan" Dia percaya pada kesempatan kedua. Tetapi aku -menurutku ada noda-noda yang tak bisa hilang, Snape. Noda yang tak pernah hilang, kau tahu apa maksudku""
Mendadak Snape melakukan sesuatu yang sangat aneh. Tangan kanannya mencengkeram lengan k
irinya dengan gerakan mengejang, seakan ada yang melukai tangan kiri itu.
Moody tertawa. "Kembalilah ke tempat tidur, Snape."
"Kau tak punya kekuasaan untuk menyuruhku ke manapun!" Snape mendesis, melepas lengannya seakan marah pada dirinya sendiri. "Aku punya hak sama besarnya denganmu untuk berpatroli di kastil ini di malam hari."
"Silakan saja patroli," kata Moody, tetapi suaranya penuh ancaman. "Aku ingin sekali ketemu kau di koridor gelap suatu kali... Barangmu ada yang jatuh... itu...."
Dengan ngeri Harry melihat Moody menunjuk Peta Perampok, yang masih tergeletak enam anak tangga di bawahnya. Ketika Snape dan Filch menoleh untuk melihatnya, Harry menyingkirkan kehati-hatiannya. Dia mengangkat tangannya di bawah jubahnya dan melambai-lambaikannya dengan keras kepada Moody untuk menarik perhatiannya, mulutnya mengucapkan tanpa suara, "punya saya! Punya saya!"
Snape telah mengulurkan tangan untuk memungutnya, ekspresi wajahnya menyiratkan pemahaman.
"Accio perkamen!"
Peta itu melayang ke udara, melewati jari-jari Snape yang terentang, dan meluncur ke bawah tangga ke tangan Moody.
"Aku keliru," kata Moody kalem. "Ini milikku... pasti tak sengaja terjatuh tadi..."
Tetapi mata hitam Snape bergantian memandang telur di tangan Filch dan peta di tangan Moody, dan Harry bisa tahu dia sedang menghubungkan dua hal ini...
"Potter," katanya tenang.
"Apa"" Tanya Moody tenang, melipat peta dan mengantonginya.
"Potter!" Snape menjawab geram, dan dia benar-benar memutar kepalanya dan memandang lurus ke tempat Harry berada, seakan mendadak dia bisa melihatnya. "Telur itu telur Potter. Perkamen itu milik Potter. Aku pernah melihatnya, aku mengenalinya! Potter ada di sini! Potter, memakai Jubah Gaibnya!"
Snape mengulurkan tangannya seperti orang buta dan mulai menaiki tangga. Harry melihat jelas cuping hidung yang kelewat besar semakin melebar, berusaha mengendus Harry. Terperangkap, Harry mencondongkan tubuhnya ke belakang, berusaha menghindari ujung-ujung jari Snape, tetapi setiap saat sekarang...
"Tak ada apa-apa di situ, Snape!" bentak Moody. "Tetapi aku akan senang memberitahu kepala sekolah betapa cepatnya pikiranmu melompat ke Harry Potter!"
"Apa artinya"" Snape menoleh memandang Moody, tangannya masih terjulur, tinggal beberapa senti dari dada Harry.
"Artinya Dumbledore sangat tertarik untuk mengetahui siapa yang menjebak anak itu!" kata Moody, berjalan timpang semakin mendekati anak tangga. "Dan begitu
juga aku, Snape... sangat tertarik..." Cahaya obor berkedip di wajah Moody yang rusak, sehingga bekas lukanya, dan hidungnya yang gerowong, tampak lebih dalam dan lebih gelap daripada biasanya.
Snape menunduk memandang Moody, dan Harry tak bisa melihat ekspresi wajahnya. Sesaat tak ada yang bergerak atau mengucapkan apapun. Kemudian Snape perlahan menurunkan tangannya.
"Aku Cuma berpikir," kata Snape dengan suara tenang yang dipaksakan,"bahwa jika Potter berkeliaran melewati bata waktu yang diizinkan... itu hobinya yang tidak menguntungkan. dia harus dihentikan. Demi. demi keselamatannya sendiri."
"Ah, begitu," kata Moody pelan. "Memikirkan keselamatan Potter, rupanya""
Sejenak sunyi. Snape dan Moody masih saling pandang. Mrs. Norris mengeong keras, masih mengintip dari balik kaki Filch, mencari sumber bau busa sabun Harry.
"Kurasa aku mau tidur," kata Snape pendek.
"Ide terbaikmu sepanjang malam ini," kata Moody. "Nah, Filch, kalau kau berikan telur itu kepadaku."
"Tidak!" kata Filch, mencengkeramnya seakan telur itu anak kesayangannya. "Profesor Moody, ini bukti pengkhianatan Peeves."
"Itu milik juara dari siapa dia mencurinya," kata Moody. "Serahkan sekarang."
Snape berkelabat turun dan melewati Moody tanpa sepatah kata pun. Filch mengajak pergi Mrs. Norris, yang menatap bengong Harry beberapa detik lagi sebelum berbalik dan mengikuti tuannya. Masih bernapas cepat, Harry mendengar Snape menjauh di koridor. Filch menyerahkan telur kepada Moody dan ikut menghilang, bergumam kepada Mrs. Norris, "Taka pa-apa, manisku... kita akan menemui Dumbledore besok pagi-pagi... memberitahu dia apa yang dilakukan Peeves."
Terdengar pintu dibanting. Tinggal Harry menunduk menatap Moody, yang meletakkan tongkatnya di anak tangga paling bawah dan mulai menaiki tangga dengan susah payah mendekatinya, kaki palsunya mengeluarkan bunyi keletok setiap kali menginjak anak tangga.
"Nyaris saja, Potter," gumamnya.
"Yeah... saya... er... terima kasih," kata Harry lemah.
"Apa ini"" Tanya Moody, mengeluarkan Peta Perampok dari kantungnya dan membuka lipatannya.
"Peta Hogwarts," kata Harry, berharap Moody segera menariknya dari tangga. Kakinya sudah sakit sekali.
"Jenggot Merlin," bisik Moody, menatap peta itu, mata gaibnya berputar-putar liar. "Ini... ini peta luar biasa,
Potter!" "Yeah. cukup berguna," kata Harry, matanya mulai berair menahan sakit. "Er... Profesor Moody, apakah anda bisa membantu saya.""
"Apa" Oh ya... ya, tentu saja..."
Moody memegang kedua lengan Harry dan menarik. Kaki Harry terlepas dari anak tangga jebakan, dan dia menginjak anak tangga di atasnya. Moody masih memandang peta itu.
"Potter.," katanya lambat-lambat, "apakah kau melihat siapa yang memasuki kantor Snape" Di peta ini, maksudku""
"Er. yeah, saya melihatnya." Harry mengaku. "Mr. Crouch."
Mata gaib Moody memandang ke seluruh permukaan peta. Dia tiba-tiba tampak cemas.
"Crouch"" katanya. "Kau. kau yakin, Potter""
"Positif," kata Harry.
"Yah, dia sudah tidak ada di sini sekarang," kata Moody, matanya masih menatap peta. "Crouch. sungguh - sangat menarik..."
Dia tak mengatakan apa-apa selama hamper semenit, masih memandang peta. Harry bisa melihat berita itu berarti sesuatu bagi Moody, dan dia penasaran sekali. Dia membatin apakah dia berani bertanya. Dia agak takut pada Moody. tetapi Moody baru saja memmbantunya lepas dari kesulitan besar.
"Er. Profesor Moody. menurut anda kenapa Mr. Crouch ingin menyelidiki kantor Snape""
Mata gaib Moody meninggalkan peta dan menatap Harry, bergetar. Tatapannya tajam, dan Harry mendapat kesan Moody sedang menilainya, menimbang apakah
sebaiknya menjawabnya atau tidak, atau seberapa banyak memberitahunya.
"Kira-kira begini, Potter," akhirnya Moody bergumam, "mereka bilang si tua Mad Eye terobesesi menangkap penyihir hitam... tetapi aku bukan apa-apa - bukan apa-apa - disbanding Barty Crouch."
Kembali dia memandang petanya. Harry sangat ingin tau lebih banyak lagi.
"Profesor Moody"" katanya lagi. "Menurut anda... mungkinkah ini ada hubungannya dengan... mungkin Mr. Crouch mengira ada yang sedang terjadi..."
"Apa misalnya"" Tanya Moody tajam.
Harry membatin seberapa jauh dia berani mengungkapkan. Dia tak ingin Moody menebak bahwa dia punya sumber informasi dari luar Hogwarts. Itu bisa menjurus ke pertanyaan rumit tentang Sirius.
"Saya tidak tahu," gumam Harry. "Belakangan ini terjadi hal-hal aneh, kan" Ada di Daily Prophet... Tanda kegelapan di Piala Dunia, dan pelahap maut, dan macam-macam lagi..."
Kedua mata Moody yang berlainan melebar.
"Pemikiranmu tajam, Potter," katanya. Mata gaibnya kembali ke Peta Perampok. "Crouch mungkin berpikir begitu," katanya perlahan. "Mungkin sekali... banyak desas desus aneh berseliweran belakangan ini - dibantu dikobarkan oleh Rita Skeeter, tentunya. Desas desus itu membuat banyak orang resah, kurasa." Senyum suram menghiasi mulutnya yang miring. "Oh, kalau ada yang kubenci," dia bergumam lebih kepada dirinya sendiri
daripada kepada Harry, dan mata gaibnya terpaku ke sudut kiri peta, "adalah pelahap maut yang bebas berkeliaran."
Harry menatapnya tajam. Mungkinkah maksud ucapan Moody itu sama dengan dugaan Harry"
"Dan sekarang aku mau bertanya kepadamu, Potter," kata Moody dalam nada yang lebih praktis.
Hati Harry mencelos. Dia tahu ini akan dating. Moody akan bertanya darimana dia mendapatkan peta itu, yang merupakan benda sihir yang sangat meragukan - dan kisah bagaimana peta itu jatuh ke tangannya melibatkan bukan hanya dia, melainkan ayahnya sendiri, Fred dan George Weasley, dan Profesor Lupin, mantan guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam mereka. Moody melambaikan peta di depan Harry, yang menguatkan diri.
"Boleh ini kupinjam""
"Oh!" kata Harry. Dia sangat menyayangi petanya, tetapi di lain pihak, dia lega sekali Moody
tidak bertanya darimana dia mendapatkannya, dan tak diragukan lagi dia berutang budi kepada Moody. "Yeah, baiklah."
"Anak baik," geram Moody. "Bisa berguna untukku. mungkin ini yang sudah lama kucari. Baik, tidur sekarang, Potter, ayo."
Mereka naik bersama-sam ke puncak tangga, Moody masih mengawasi peta seakan harta seperti itu belum pernah dilihatnya. Mereka berjalan dalam diam. Di depan pintu kantornya, Moody berhenti dan memandang Harry.
"Kau pernah memikirkan berkarier sebagai auror, Potter""
"Tidak," kata Harry, kaget.
"Pertimbangkanlah," kata Moody, mengangguk dan memandang Harry seraya berpikir. "Ya, betul... dan kuduga kau tidak membawa telur ini untuk sekedar berjalan-jalan di malam ini""
"Er... tidak," kata Harry nyengir. "Saya mencoba memecahkan petunjuknya."
Moody mengedip kepadanya, mata gaibnya berputar cepat lagi. "Tak ada yang bisa menandingi jalan-jalan di malam hari untuk mendapatkan ide, Potter. Sampa besok pagi." Dia masuk ke kantornya, menunduk memandang Peta Perampok lagi, dan menutup pintu di belakangnya.
Harry berjalan pelan kembali ke Menara Gryffindor, sibuk memikirkan Snape dan Crouch dan apa arti semua itu... Kenapa Crouch berpura-pura sakit" Apa yang diduganya disembunyikan Snape di dalam kantornya"
Dan Moody berpendapat dia, Harry, seharusnya menjadi auror! Ide menarik... kendatipun demikian, Harry membatin, ketika dia naik ke tempat tidurnya sepuluh menit kemudian, setelah telur dan jubah gaibnya aman tersimpan di dalam kopernya, Harry ingin mengecek dulu, separah apa luka-luka para auror lainnya sebelum dia memilih berkarier sebagai auror.
26. Tugas Kedua "Katamu kau sudah memecahkan petunjuk telur itu!" kata Hermione jengkel.
"Pelankan suaramu!" kata Harry berang. "Aku Cuma perlu - merenungkannya lagi, oke""
Harry, Ron dan Hermione duduk di meja paling belakang di kelas mantra. Mereka sedang berlatih kebalikan mantra panggil hari ini - mantra usir. Mengingat potensi kecelakaan yang bisa terjadi bila benda-benda beterbangan di kelas, Profesor Flitwick telah memberi masing-masing anak setumpuk bantal untuk dipakai berlatih. Teorinya dalah, bantal tidak akan melukai kalau melenceng dari target. Teori yang bagus, tetapi yang terjadi lain lagi. Sasaran Neville parah sekali, sehingga berkali-kali tak sengaja dia membuat benda-benda yang lebih berat beterbangan di kelas - Profesor Flitwick misalnya.
"Lupakan telurnya selama semenit, oke"" Harry mendesis sementara Profesor Flitwick meluncur pasrah melewati mereka, mendarat di atas lemari besar. "Aku
sedang berusah menceritakan tentang Snape dan Moody..."
Kelas ini ideal sekali untuk percakapan rahasia, karena semua anak terlalu asyik dengan dirinya masing-masing, sehingga tidak memperhatikan mereka. Harry telah menceritakan pertualangannya semalam secara terpotong-potong selama setengah jam terakhir ini.
"Snape bilang Moody juga menggeledah kantornya"" Ron berbisik, matanya berkilat tertarik saat dia mengusir bantal dengan lambaian tongkat sihirnya (bantalnya melayang ke udara dan menabrak jatuh topi Parvati). "Apa... menurutmu Moody ada di sini untuk mengawasi Snape juga, selain Karkaroff""
"Aku tak tahu apakah Dumbledore menyuruhnya begitu, tetapi jelas dia melakukan hal itu," kata Harry, melambaikan tongkatnya tanpa banyak perhatian, sehingga bantalnya melompat-lompat aneh dan terjatuh dari meja. "Moody mengatakan Dumbledore mengizinkan Snape berada di sini hanya karena memberinya kesempatan kedua atau apa..."
"Apa"" kata Ron, matanya melebar. Bantalnya yang berikut, terbang memelintir tinggi ke udara, menghindari kalender, dan jatuh terbanting di meja Flitwick. "Harry... mungkin Moody mengira Snape lah yang memasukkan namamu dalam Piala Api!"
"Oh, Ron," kata Hermione, menggelengkan kepalanya dengan ragu, "kita pernah mengira Snape berusaha membunuh Harry sebelum ini, dan ternyata dia malah menyelamatkan nyawa Harry, ingat""
Hermione mengusir bantal dan bantalnya melayang ke seberang ruangan, lalu mendarat di kotak yang memang sasaran mereka. Harry menatap Hermione, berpikir... benar Snape pernah menyelamatkan hidupnya sekali, tetapi an
ehnya, Snape jelas membencinya, sama seperti dia membenci ayah Harry ketika mereka bersama-sama bersekolah di Hogwarts. Snape senang mengurangi angka Harry dan jelas tak pernah melewatkan kesempatan untuk menghukumnya atau bahkan menyarankan agar Harry diskors.
"Aku tak peduli apa kata Moody," Hermione melanjutkan. "Dumbledore tidak bodoh. Dia benar mempercayai Hagrid dan Profesor Lupin, meskipun banyak orang tak mau memberi pekerjaan kepada mereka berdua, jadi kenapa dia tidak benar juga tentang Snape, bahkan kalau Snape agak..."
"... jahat," sambar Ron. "Coba piker, Hermione, kenapa semua penangkap penyihir hitam ini menggeledah kantornya, kalau begitu""
"Kenapa Mr. Crouch berpura-pura sakit"" kata Hermione, tak mengacuhkan Ron. "Agak aneh, kan, dia tak bisa dating ke pesta dansa natal, tetapi bisa ke sini di tengah malam kalau dia mau""
"Kau tak suka Crouch gara-gara si peri Winky itu," kata Ron, mengirim bantal meluncur ke jendela.
"Kau Cuma mau berpikir Snape sedang merencanakan sesuatu," kata Hermione, meluncurkan bantalnya dengan mulus ke dalam kotak.
"Aku Cuma ingin tahu apa yang dilakukan Snape dengan kesempatan pertamanya, kalau sekarang dia diberi kesempatan kedua," kata Harry muram, dan bantalnya, membuatnya sangat keheranan, terbang lurus ke seberang ruangan dan mendarat tepat di atas bantal Hermione,
Memenuhi keinginan Sirius untuk mendengar segala sesuatu yang aneh di Hogwarts, Harry mengiriminya surat lewat burung hantu coklat malam itu, menjelaskan segalanya tentang Mr. Crouch yang memasuki kantor Snape, dan percakapan antara Moody dan Snape. Kemudian Harry dengan bersemangat mengalihkan perhatiannya pada masalah paling penting yang dihadapinya: bagaimana bisa bertahan di bawah air selama satu jam pada tanggal dua puluh empat Februari.
Ron cukup menyukai ide menggunakan Mantra Panggil lagi - Harry telah menjelaskna tentang alat bernapas untuk menyelam dan Ron tak mengerti kenapa Harry tidak memanggil salah satu alat itu dari toko Muggle terdekat. Hermione mematikan usul ini dengan menjelaskan bahwa sekalipun Harry berhasil mempelajari bagaimana menggunakan alat bernapas itu dalam batas waktu satu jam yang diberikan - dan ini tak mungin - dia jelas akan didiskualifikasi karena melanggar undang-undang internasional tentang kerahasiaan sihir -keterlaluan kalau berharap tak aeda Muggle yang akan melihat alat selam yang melayang di atas perdesaan menuju Hogwarts.
"Tentu saja, solusi paling ideal adalah kau bertransfigurasi menjadi kapal selam atau apa," kata Hermione. "Sayang kita belum mempelajari Transfigurasi manusia! Kita baru akan belajar itu di kelas enam, dan
bisa kacau jadinya kalau kau tak tahu apa yang kau lakukan..."
"Yah, aku tak mau ke sana ke mari dengan priskop menyembuk dari kepalaku," kata Harry. "Kurasa aku bisa mencoba menyerang orang di depan Moody; mungkin dengan begitu dia mau menyihirku..."
"Tapi kurasa dia tak akan mengizinkan kau memilih mau jadi apa," kata Hermione serius. "Tidak, kurasa kesempatan terbaikmu adalah menggunakan mantra tertentu."
Maka Harry - merasa bahwa tak lama lagi dia sudah akan muak dengan perpustakaan sehingga tak mau ke situ lagi seumur hidup - membenamkan diri sekali lagi diantara buku-buku berdebu, mencari mantra yang bisa memungkinkan manusia hidup tanpa oksigen. Tetapi, meskipun dia, Ron dan Hermione telah mencari setiap waktu makan siang, pada malam hari, dan sepanjang akhir minggu - meskipun Harry sudah minta izin tertulis dari Profesor McGonagall untuk menggunakan Seksi Terlarang, dan bahkan meminta bantuan Madam Pince, petugas perpustakaan yang pemarah dan mirip burung nasar - mereka tak menemukan apa-apa yang bisa membantu Harry melewatkan satu jam di bawah air dan masih bisa hidup untuk menceritakan pengalamannya.
Getar-getar kepanikan yang sudah dikenalnya mulai mengganggu Harry sekarang, dan sulit baginya untuk berkonsentrasi di kelas lagi. Danau, yang selama ini diterima begitu saja oleh Harry sebagai bagian halaman sekolah, menarik matanya setiap kali dia berada dekat jendela kelas, hamparan air dingin yang gelap, yang
kedalaman dan kegelapanny
a mulai terasa sama jauhnya dengan bulan.
Sama seperti sebelum dia menghadapi naga Ekor Berduri, waktu berjalan cepat seakan ada yang telah menyihir jam agar berjalan ekstra cepat. Masih seminggu sebelum tanggal dua puluh empat Februari (masih ada waktu)... masih lima hari (pasti dia segera mendapat pemecahan)... tiga hari lagi (tolong aku menemukan cara... tolong)...
Ketika tinggal dua hari, Harry tak doyan makan lagi. Satu-satunya hal menyenangkan pada waktu makan hari senin adalah pulangnya si burung hantu coklat yang dikirimnya kepada Sirius. Harry menarik perkamennya, dan melihat surat terpendek yang pernah ditulis Sirius kepadanya.
Kirim tanggal kunjungan Hogsmeade berikutnya dengan burung ini.
Harry membalik perkamen itu dan memeriksa belakangnya, berharap melihat sesuatu yang lain, tetapi perkamen itu kosong.
"Akhir minggu sesudah minggu depan," bisik Hermione, yang telah membaca surat dari belakang bahu Harry. "Ini... pakai pena buluku dan langsung kirim balik burung hantu ini."
Harry menuliskan tanggal itu di balik surat Sirius, mengikatkannya ke kaki si burung hantu, dan mengawasi burung itu terbang lagi. Apa yang diharapkannya" Petunjuk bagaimana bertahan hidup di bawah air" Dia kelewat asyik menceritakan kepada Sirius segalanya
tentang Snape dan Moody sampai lupa sama sekali menyebutkan tentang tugas keduanya.
"Buat apa dia mau tahu tentang tanggal kunjungan Hogsmeade berikutnya"" Tanya Ron.
"Entahlah," kata Harry lesu. Kebahagiaan sesaat yang berkobar di hatinya ketika melihat burung hantu itu telah padam. "Ayo... saatnya Pemeliharaan Satwa Gaib."
Apakah Hagrid berusaha menebus karena telah mengajar mereka Skrewt Ujung Meletup, atau karena dia mau membuktikan bahwa dia bisa melakukan apa saja yang dilakukan Profesor Grubbly Plank, Harry tak tahu. Tetapi Hagrid meneruskan pelajaran tentang unicorn itu setelah dia kembali mengajar. Ternyata Hagrid tahu sama banyaknya tentang unicorn seperti yang diketahuinya tentang monster, walaupun jelas bahwa Hagrid kecewa unicorn tak punya taring.
Hari ini dia berhasil menangkap dua anak unicorn. Tak seperti unicorn dewasa, keduanya keemasan. Parvati dan Lavender memekik kegirangan melihat mereka, bahkan Pansy Parkinson harus bersusah payah menyembunyikan kesenangannya.
"Lebih mudah dilihat daripada yang dewasa," Hagrid memberitahu kelasnya. "Mereka berubah perak ketika berumur kira-kira dua tahun, dan tanduknya tumbuh pada usia empat tahun. Belum berbulu putih bersih sebelum benar-benar dewasa, kira-kira tujuh tahun. Mereka lebih jinak sewaktu masih bayi... tak begitu keberatan pada anak laki-laki... Ayo, maju sedikit, kalian boleh belay mereka kalau mau... beri mereka gula batu ini...
"Kau baik-baik saja, Harry"" gumam Hagrid, menyisih sedikit sementara sebagian besar anak-anak mengerumuni kedua bayi unicorn.
"Yeah," kata Harry.
"Cuma gelisah, eh"" kata Hagrid.
"Sedikit," kata Harry.
"Harry," kata Hagrid, menepukkan tangannya yang besar ke bahu Harry, sehingga lutut Harry tertekuk karena keberatan, "aku akan cemas kalau belum lihat kaukalahkan Ekor Berduri itu, tetapi sekarang aku tahu kau bisa lakukan apa saja kalau kau mau. Aku sama sekali tidak cemas. Kau akan baik-baik saja. Sudah berhasil pecahkan petunjukmu, kan""
Harry mengangguk, tetapi bahkan saat mengangguk itu, dorongan gila untuk mengakui bahwa dia sama sekali tak punya bayangan bagaimana bisa bertahan hidup di dasar danau selama satu jam menguasainya. Dia mendongak memandang Hagrid - mungkin Hagrid harus masuk ke danau kadang-kadang, untuik menangani makhluk-makhluk di dalamnya" Kan dia menangani semua makhluk di daratan...
"Kau akan menang," Hagrid menggeram, menepuk bahu Harry lagi, sehingga Harry bisa merasakan dirinya terbenam beberapa senti ke tanah yang lunak. "Aku tahu. Aku bisa merasakan itu. Kau akan menang, Harry."
Harry tak tega menghapus senyum yakin dan bahagia di wajah hagrid. Berpura-pura tertarik pada bayi unicorn, dia memaksa diri tersenyum, dan maju untuk ikut membelai unicorn bersama yang lain.
Malam sebelum menghadapi tugas keduanya, Harry merasa terperangkap dalam mimpi buruk. Dia
sadar benar bahwa jika, berkat keajaiban, dia berhasil mendapatkan mantar yang tepat, tak mungkin baginya untuk menguasai mantar itu dalam semalam. Bagaimana mungkin dia membiarkan ini terjadi" Kenapa dia tidak memecahkan petunjuk telur itu lebih awal" Kenapa dia sering membiarkan pikirannya melantur di kelas -bagaimana kalau ada guru yang pernah menyebutkan bagaimana caranya bernapas dalam air"
Dia duduk bersama Hermione dan Ron di perpustakaan, sementara di luar matahari terbenam, membuka halaman demi halaman buku mantra dengan panic, saling tersembunyi di balik tumpukan buku di depan mereka masing-masing. Hati Harry mencelos setiap kali melihat kata "air" di halaman, tetapi kebanyakan bunyinya ternyata hanyalah, "Ambil dua gelas air, satu ons irisan Mandrake, dan seekor kadal..."
"Kurasa tak bisa dilakukan," terdengar suara Ron datar dari sisi meja lain. "Tak ada apa-apa. Sama sekali. Yang paling dekat hanyalah mengeringkan genangan air dan kolam, Mantra Kemarau, tetapi mana cukup kuat untuk mengeringkan danau."
"Pasti ada pemecahannya," gumam Hermione, memindahkan lilin ke dekatnya. Matanya lelah sekali. Dia membaca tulisan-tulisan kecil-kecil buku Kutukan dan Mantra Kuno yang Terlupakan dengan hidung Cuma dua setengah senti dari halaman. "Mereka tak akan memberikan tugas yang tak bisa dilaksanakan.
"Nyatanya sekarang begitu," kata Ron. "Harry, pergi saja ke danau besok, masukkan kepalamu ke air,
berteriaklah kepada manusia duyung untuk mengembalikan apa yang sudah mereka curi, dan lihat apakah mereka melemparnya ke atas. Itu yang paling baik yang bisa kau lakukan, sobat."
"Ada cara untuk melakukannya!" kata Hermione galak. "Pasti ada!"
Rupanya dia menganggap ketidaksanggupan perpustakaan untuk memberikan informasi yang berguna dalam masalah ini sebagai penghinaan pribadi. Perpustakaan belum pernah mengecewakannya selama ini.
"Aku tahu apa yang seharusnya kulakukan," kata Harry, mengistirahatkan kepalanya, menelungkup di atas buku jurus Jitu Menghadapi Tipuan Seru. "Seharusnya aku belajar menjadi animagus seperti Sirius."
Animagus adalah penyihir yang bisa bertransformasi menjadi binatang.
"Yeah, kau bisa berubah menjadi ikan mas setiap kali kau mau," kata Ron.
"Atau jadi kodok," Harry menguap. Dia lelah sekali.
"Perlu bertahun-tahun untuk menjadi animagus, dan kemudian kau harus mendaftarkan diri dan macam-macam lagi,"kata Hermione tak jelas, sekarang menyipitkan mata membaca indeks Dilema Sihir aneh dan solusinya. "Profesor McGonagall pernah memberitahu kita, ingat... kau harus mendaftar ke kantor sihir untuk penggunaan sihir yang tidak pada tempatnya... jadi binatang apa kau, dan tanda-tandamu, supaya kau tidak menyalahgunakannya..."
"Hermione, aku Cuma bergurau," kata Harry letih. "Aku tahu aku tak mungkin bisa jadi kodok besok pagi..."
"Oh, ini tak ada gunanya," kata Hermione, menggabrukkan Dilema Sihir aneh sampai menutup. "Lagi pula, siapa yang mau membuat bulu hidungnya tumbuh keriting""
"Aku tak keberatan," terdengar suara Fred Weasley. "Akan jadi topic pembicaraan, kan""
Harry, Ron dan Hermione mendongak. Fred dan George baru muncul dari balik rak buku.
"Sedang apa kalian berdua di sini"" Tanya Ron.
"Mencari kalian," kata George. "McGonagall mencarimu, Ron. Dan kau juga, Hermione."
"Kenapa"" Tanya Hermione, keheranan.
"Entahlah... tapi dia tampak muram," kata Fred.
"Kami disuruh membawa kalian ke kantornya," kata George.
Ron dan Hermione memandang Harry, yang perutnya langsung mulas. Apakah Profesor McGongall akan menyuruh Ron dan Hermione menjauhinya" Mungkin dia memperhatikan bagaimana mereka membantunya, padahal seharusnya dia menghadapi tugasnya ini sendirian.
"Kita ketemu lagi di ruang rekreasi nanti," kata Hermione kepada Harry ketika dia bangkit untuk pergi bersama Ron - keduanya tampak cemas. "Bawa buku-buku ini sebanyak mungkin, oke""
"Baik," kata Harry gelisah.
Pukul delapan, Madam Pince memadamkan semua lampu dan menyuruh Harry meninggalkan perpustakaan. Terhuyung keberatan membawa sebanyak mungkin buku, Harry kembali ke ruang rekreasi Gryffindor, menarik meja ke sudut, dan meneruskan mencar
i. Tak ada apa-apa dalam Sihir Sinting untuk penyihir gila... tak ada juga di penuntun persihiran abad pertengahan... tak sekalipun soal keberanian masuk bawah air disebut di antologi mantra-mantra abad kedelapan belas, atau penghuni air yang mengerikan, atau kekuatan yang tak kau sadari kau miliki dan apa yang bisa kaulakukan dengannya setelah kau tahu.
Crookshanks merayap ke pangkuan Harry dan melingkar, mendengkur dalam. Ruang rekreasi perlahan menjadi kosong. Anak-anak bergantian mengucapkan "semoga besok sukses" kepada Harry dengan suara riang dan mantap seperti Hagrid. Rupanya semuanya yakin dia akan tampil luar biasa seperti sewaktu melaksanakan tugas pertama. Harry tak bisa menjawab mereka, dia hanya mengangguk, rasanya seperti ada bola golf yang menyumbat mulutnya. Sepuluh menit sebelum tengah malam, dia tinggal sendirian di ruang rekreasi bersama Crookshanks. Dia telah mencari di semua buku yang tersisa, dan Ron dan Hermione belum juga kembali.
Sudah berakhir, kata Harry kepada dirinya sendiri. Kau terpaksa harus ke danau besok pagi dan memberitahu para juri.
Harry membayangkan dirinya menjelaskan dia tak bisa melakukan tugasnya. Dia membayangkan Bagman yang matanya melebar keheranan, senyum gigi kuning Karkaroff yang puas. Dia nyaris bisa mendengar Fleur Delacour mengatakan, "Aku sudah tahu... dia terlalu muda, dia masih kecil." Dia melihat Malfoy menyalakan lencana POTTER BAU nya di bagian depan penonton, dan melihat wajah Hagrid yang kecewa tak percaya...
Lupa bahwa Crookshanks ada di pangkuannya, Harry mendadak bangkit. Crookshanks mendesis marah ketika mendarat di lantai, melempar pandang jijik kepada Harry, dan berjalan pergi dengan ekor sikat botolnya terangkat tinggi, tetapi Harry sudah bergegas menaiki tangga spiral menuju ke kamarnya... Dia akan mengambil Jubah Gaibnya dan kembali ke perpustakaan, berada di sana sepanjang malam kalau terpaksa...
"Lumos," bisik Harry lima belas menit kemudian ketika membuka pintu perpustakaan.
Diterangi ujung tongkat sihirnya yang menyala, dia merayap sepanjang rak-rak buku, menurunkan lebih banyak buku - buku tentang penyihir dan guna-guna, buku tentang duyung dan monster-monster air, buku tentang para penyihir terkenal, tentang penemuan-penemuan sihir, tentang apa saja yang mungkin memuat satu acuan bagaimana bertahan di bawah air. Dia membawa semua buku itu ke meja, kemudian mulai bekerja, mencari dengan bantuan cahay kecil tongkatnya, kadang-kadang melihat arlojinya....
Pukul satu pagi... dua pagi... satu-satunya cara dia bisa bertahan adalah dengan memberitahu dirinya sendiri, berkali-kali, buku berikutnya... dalam buku berikutnya... buku berikutnya...


Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Putrid duyung dalam lukisan di kamar mandi Prefek tertawa. Harry terapung-apung seperti gabus di air berbuih di sebelah batu karangnya, sementar putrid duyung itu memegangi Fireboltnya di atas kepala Harry.
"Ayo ambil," godanya terkikik. "Ayo, lompat!"
"Aku tak bisa," Harry terengah, menyambar Firebolt dan berusaha tidak tenggelam. "Kembalikan padaku."
Tetapi si putrid duyung Cuma menusuk sisi tubuhnya sampai sakit dengan ujung sapunya, menertawakannya.
"Aduh. jangan. sakit, tahu."
"Harry Potter harus bangun, Sir!"
"Berhenti menusukku."
"Dobby harus menusuk Harry Potter, Sir, dan dia harus bangun!"
Harry membuka matanya. Dia masih di perpustakaan, Jubah Gaibnya telah merosot dari kepalanya sementara dia tidur, dan sebelah pipinya menempel di halaman buku Di mana ada tongkat sihir, di situ ada jalan. Dia duduk, meluruskan kacamatanya, mengedipkan mata di sinar mentari pagi yang cemerlang.
"Harry Potter harus buru-buru!" lengking Dobby. "Tugas kedua mulai sepuluh menit lagi, dan Harry
Potter." "Sepuluh menit"" kata Harry parau. "Sepuluh... sepuluh menit""
Dia menunduk memandang arlojinya. Dobby benar. Sekarang pukul sembilan lewat dua puluh menit. Beban berat serasa jatuh dari dada Harry ke perutnya.
"Cepat, Harry Potter!" lengking Dobby, menarik-narik lengan Harry. "Anda harus berada di tepi danau bersama juara yang lain, Sir!"
"Sudah terlambat, dobby," kata Harry tak berdaya. "Aku tak akan melaksanakan tugas itu,
aku tak tahu bagaimana..."
"Harry Potter akan melaksanakan tugas itu!" lengking si peri rumah. "Dobby tahu Harry tidak menemukan buku yang benar, maka Dobby melakukannya untuknya!"
"Apa"" seru Harry. "Tetapi kau tak tahu apa tugas kedua itu..."
"Dobby tahu, Sir! Harry Potter harus masuk ke danau dan menemukan Whheezy-nya..."
"Menemukan apa""
"... mengambil kembali Wheezy-nya dari manusia-manusia duyung!"
"Wheezy itu apa""
"Wheezy anda, Sir, Wheezy anda - yang memberikan sweternya kepada Dobby!"
Dobby menarik sweter merah tua yang sudah mengerut dan sekarang dipakainya di atas celana pendeknya.
"Apa"" Harry kaget. "Mereka... mereka menangkap Ron""
"Hal yang akan membuat harry Potter paling kehilangan, Sir," lengking Dobby. "tetapi selewat satu jam..."
"... tak ada harapan lagi," Harry meneruskan, menatap si peri dengan ngeri. "terlambat sudah, yang sudah pergi, tak mungkin kembali,' Dobby... apa yang harus kulakukan""
"Anda harus memakan ini, Sir!" lengking si peri, dan dia memasukkan tangan ke dalam saku celana pendeknya dan mengeluarkan bola yang tampaknya terbuat dari ekor tikus berlendir hijau keabu-abuan. "Tepat sebelum anda terjun ke danau, Sir, Gillyweed -ganggang insang!"
"Apa khasiatnya"" Tanya Harry, memandang bola Gillyweed.
"Ini akan membuat Harry Potter bernapas dalam air, Sir!"
"Dobby," kata Harry panic, "dengar... apa kau yakin soal ini""
Harry tak bisa melupakan terakhir kali Dobby berusaha membantunya, akibatnya malah tangan kanannya tak bertulang.
"Dobby cukup yakin, Sir!" kata si peri sungguh-sungguh. "Dobby mendengar banyak hal, Sir, dia peri rumah, dia pergi ke mana-mana di kastil waktu dia menyalakan perapian dan mengepel lantai. Dobby mendengar Profesor McGonagall dan Profesor Moody di ruang guru, membicarakan tentang tugas berikutnya... Dobby tak bisa membiarkan Harry Potter kehilangan Wheezy-nya!"
Keraguan Harry sirna. Melompat berdiri, dia menarik lepas Jubah Gaibnya, menjejalkannya ke dalam tasnya,
menyambar Gillyweed, dan memasukkannya ke dalam sakunya, kemudian berlari kencang keluar dari perpustakaan, diikuti Dobby.
"Dobby harus ke dapur, Sir!" Dobby melengking ketika mereka tiba di koridor. "Dobby akan dicari... semoga berhasil, Harry Potter, Sir, semoga berhasil!"
"Sampai nanti, Dobby!" Harry berteriak, dan dia berlari sepanjang koridor dan menuruni tangga, tiga-tiga sekali langkah.
Di Aula Depan masih ada beberapa anak yang ketinggalan, semua meninggalkan Aula Besar sehabis sarapan dan menuju pintu ek ganda untuk menonton tugas kedua. Mereka memandang keheranan ketika Harry meluncur lewat, membuat Colin dan Dennis Creevey terbang ketika dia melompati undakan dan turun ke tanah yang terang dan dingin.
Selagi berlari menyeberangi lapangan rumput, Harry melihat bahwa deretan tempat duduk yang melingkari arena naga di bulan November lalu kini berjajar sepanjang pantai di seberangnya, meninggu dalam tribune yang penuh sesak dan bayangannya dipantulkan danau di bawahnya. Celoteh bergairah para penonton bergema aneh di air ketika Harry berlari kencang mengelilingi tepi danau menuju para juri, yang duduk di belakang meja bertaplak emas di tepi air. Cedric, Fleur dan Krum berada di sebelah meja juri, memandang Harry meluncur ke dekat mereka.
"Saya... dating..." Harry tersengal, berhenti di genangan Lumpur dan tak sengaja menciprati jubah Fleur.
"Dari mana kau"" Tanya suara mencela yang sok berkuasa. "Tugas sudah hamper dimulai!"
Harry berpaling. Percy Weasley duduk di meja juri -Mr. Crouch tak bisa dating lagi.
"Sudah, sudah, Percy!" kata Ludo Bagman, yang tampak lega sekali melihat Harry. "Biarkan dia mengatur napas dulu!"
Dumbledore tersenyum kepada Harry, tetapi Karkaroff dan Madame Maxime sama sekali tak tampak senang melihatnya... Jelas tampak dari ekspresi wajah mereka bahwa mereka semula mengira Harry tak akan muncul.
Harry membungkuk, tangan di lutut, terengah mengatur napas. Sebelah dadanya sakit sekali seakan ada pisau tertancap di antara rusuknya, tetapi tak ada waktu untuk mencabutnya. Ludo Bagman sekarang berjalan diantara para juara, mengatur mereka berdiri di pantai dengan jarak m
asing-masing tiga meter. Harry berada di paling ujung, di sebelah Krum, yang memakai celana renang dan memegangi tongkat sihirnya dalam posisi siap pakai.
"Kau baik-baik saja, Harry"" Bagman berbisik ketika dia menjauhkan Harry kira-kira semester dari Krum. "Tahu apa yang akan kau lakukan""
"Yeah," kata Harry tersengal, menggosok rusuknya.
Bagman meremas bahu Harry dengan cepat dan kembali ke meja juri. Dia mengacungkan tongkat sihirnya ke lehernya seperti waktu di Piala Dunia, berkata, "Sonorus!" dan suaranya membahana menyeberangi air yang gelap, mencapai tribune.
"Nah, semua juara kita sudah siap melaksanakan tugas kedua, yang akan dimulai pada tiupan peluitku. Mereka punya waktu tepat satu jam untuk memperoleh kembali apa yang telah diambil dari mereka. Pada hitungan ketiga, kalau begitu. Satu... dua... tiga!"
Peluit bergema nyaring memecah kesunyian udara yang dingin. Penonton meledak dalam tepuk dan sorakan. Tanpa melihat apa yang dilakukan para juara lain, Harry melepas sepatu dan kaus kakinya, menarik keluar gumpalan Gillyweed dari dalam sakunya, menjejalkannya ke mulutnya, dan berjalan masuk ke danau.
Airnya dingin sekali, sehingga Harry merasa kulit kakinya terselomot seperti kena api, bukan air dingin. Jubahnya yang basah kuyup memberatinya ketika dia berjalan ke tempat yang lebib dalam. Sekarang air sudah mencapai atas lututnya, dan kakinya yang mati rasa terpeleset Lumpur dan bebatuan licin. Dia mengunyah Gillyweed, sekeras dan secepat mungkin. Rasanya berlendir dan a lot, seperti tentakel gurita. Ketika air mencapai pinggangnya, dia berhenti, menelan, dan menunggu sesuatu terjadi.
Dia bisa mendengar tawa para penonton dan tahu dia pasti kelihatan konyol, berjalan masuk ke dalam air tanpa menunjukkan kemampuan sihir. Bagian tubuhnya yang masih kering merinding, setengahnya lagi terbenam dalam air sedingin es. Angina kejam mengibarkan rambutnya. Harry mulai gemetar keras. Dia menghindari memandang ke tempat duduk penonton. Tawa mereka semakin keras, dan terdengar teriakan-teriakan mencemooh dari anak-anak Slytherin...
Kemudian, mendadak saja, Harry merasa seakan ada bantal tak kelihatan yang ditekapkan ke mulut dan hidungnya. Dia berusah bernapas, tetapi kepalanya jadi pusing. Paru-parunya kosong, dan dia mendadak merasa kedua sisi lehermya sakit seperti tertusuk.
Dia menekankan tangan ke sekeliling lehernya dan teraba olehnya dua torehan di bawah telinganya, menganga di udara yang dingin... dia punya insang. Tanpa berpikir lagi, dia melakukan satu-satunya hal yang masuk akal - dia terjun ke air.
Tegukan pertama air danau yang sedingin es terasa bagaikan napas kehidupan. Kepalanya berhenti berputar. Dia meneguk air lagi dan air itu dengan lancer keluar lagi melalui insangnya, mengirim udara kembali ke otaknya. Dia menjulurkan tangan di depannya dan menatapnya. Kedua tangannya tampak hijau dan pucat di bawah air, dan keduanya berselaput. Dia berputar dang anti memandang kakinya. Telapak kakinya telah memanjang dan jari-jarinya juga berselaput. Rasanya sekarang dia punya sirip.
Air juga tak terasa sedingin es lagi... sebaliknya malah, dia merasa nyaman dan sangat ringan... Harry menjejak sekali lagi, kagum betapa jauh dan cepat kakinya yang bersirip mendorongnya menembus air, dan sadar dia bisa melihat dengan jelas sekali, dan dia tak perlu lagi berkedip. Segera saja dia sudah berenang jauh sehingga tak bisa lagi melihat dasar danau. Dia menjungkirkan tubuh dan menukik ke dasar.
Keheningan menekan telinganya sementara dia melayang melewati pemandangan aneh yang gelap dan berkabut. Dia hanya bisa melihat sejauh tiga meter di 603
depannya, sehingga ketika dia meluncur di air, pemandangan-pemandangan baru seakan bermunculan di depannya dari dalam kegelapan. Hutan ganggang hitam yang saling berbelit dan beriak, hamparan Lumpur dengan tebaran batu berkilau suram. Harry berenang makin jauh ke dalam, menuju ke tengah danau, matanya terbuka lebar, memandang menembus air yang berpenerangan abu-abu di sekitarnya ke keremangan di bawah, ke tempat air menjadi buram tak tertembus cahaya.
Ikan-ikan kecil berkelip melewati
nya seperti jarum perak. Sekali dua kali dia merasa melihat sesuatu yang lebih besar bergerak di depannya, tetapi setelah dekat, ternyata Cuma batang kayu besar yang menghitam, atau gumpalan ganggang lebat. Tak ada tanda-tanda ketiga juara yang lain, manusia duyung, Ron - ataupun, syukurlah, si cumi-cumi raksasa.
Ganggang hijau muda terhampar di depannya sejauh mata memandang, sedalam enam puluh senti, seperti padang rumput yang tumbuh tinggi. Harry memandang tak berkedip ke depan, berusaha melihat bentuk-bentuk di dalam keremangan... dan kemudian, tanpa peringatan, ada yang mencengkeram pergelangan kakinya.
Harry memutar tubuhnya dan melihat Grindylow, setan air kecil bertanduk, muncul dari dalam ganggang, jari-jarinya yang panjang mencengkeram kuat kaki Harry, mulutnya menyeringai memamerkan taringnya yang tajam. Harry cepat-cepat memasukkan tangannya yang berselaput ke dalam jubahnya dan meraba-raba mencari tongkatnya. Saat dia berhasil menemukan tongkatnya, dua Grindylow yang lain sudah muncul dari dalam
Prahara Di Pantai Selatan 1 Dewa Arak 03 Cinta Sang Pendekar Pertarungan Di Planet Iskoort 2

Cari Blog Ini