Ceritasilat Novel Online

Tawanan Azkaban 1

Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling Bagian 1


Harry Potter seri ke 3 Karya : J.K ROWLING HARRY POTTER DAN TAWANAN AZKABAN
Untuk Jill Prewett dan Aine Kiely, Pencinta Ayunan
Daftar Isi . Pos Burung Hantu . Kesalahan Besar Bibi Marge
. Bus Ksatria . Leaky Cauldron . Dementor . Cakar dan Daun Teh . Boggart di Dalam Lemari Pakaian
. Kaburnya si Nyonya Gemuk
. Kekalahan yang Menyedihkan
. Peta Perampok . Firebolt . Patronus . Gryffindor Versus Ravenclaw
. Dendam Snape . Final Quidditch . Ramalan Profesor Trelawney
. Kucing, Tikus, dan Anjing
. Moony Wormtail, Padfoot, dan Prongs
. Abdi Lord Voldemort . Kecupan Dementor . Rahasia Hermione . Pos Burung Hantu Lagi 1 Pos Burung Hantu HARRY POTTER adalah anak yang sangat istimewa dalam banyak hal. Misalnya saja, dia paling benci liburan musim panas dibanding waktu-waktu lainnya. Contoh lain lagi, dia ingin sekali mengerjakan PR-nya, tetapi dia terpaksa mengerjakannya pada larut malam secara sembunyi-sembunyi. Dan dia kebetulan juga penyihir.
Saat itu sudah hampir tengah malam, dan dia sedang berbaring telungkup di tempat tidurnya, selimutnya ditarik sampai menutupi kepalanya seperti tenda, satu tangannya memega
ng senter dan sebuah buku besar bersampul kulit (Sejarah Sihir, oleh Bathilda Bagshot) bersandar terbuka pada bantal. Harry menggerakkan ujung pena bulu-elangnya menyusuri halaman, me-ngernyit sementara dia mencari sesuatu yang bisa membantunya dalam menulis karangannya,
"Pembakar-an Para Penyihir di Abad Keempat Belas Sama Sekali Tak Ada Artinya-jelaskan".
Pena bulunya berhenti di atas paragraf yang ke-lihatannya cocok. Harry mendorong kacamatanya yang bundar ke atas hidungnya, menggerakkan senternya lebih dekat ke buku dan membaca:
Orang-orang non-sihir (lebih dikenal sebagai Muggle) terutama takut akan sihir pada abad pertengahan, tetapi tidak begitu menyadarinya. Pada kesempatan yang jarang terjadi, ketika me-reka menangkap penyihir wanita atau pria, pembakaran penyihir sama sekali tak ada efeknya. Si penyihir yang bersangkutan akan mengucapkan Mantra Pembeku-Lidah-Api dan kemudian ber-pura-pura berteriak-teriak kesakitan, sementara me-reka sebetulnya menikmati perasaan nyaman se-perti digelitik. Wendelin si Aneh malah sangat menikmati dibakar, sehingga dia membiarkan diri-nya ditangkap tak kurang dari empat puluh tujuh kali dalam berbagai penyamaran.
Harry menggigit pena bulunya dan tangannya me-nyusup ke bawah bantal mengambil botol tintanya dan segulung perkamen. Pelan-pelan dan sangat hati-hati dia membuka botol tinta, mencelupkan penanya ke dalamnya dan mulai menulis, berhenti sekali-sekali untuk mendengarkan, karena kalau salah satu anggota keluarga Dursley mendengar gesekan penanya saat mereka sedang berjalan ke kamar mandi, Harry mung-kin akan dikurung di lemari bawah tangga selama sisa musim panas ini.
Keluarga Dursley yang tinggal di Privet Drive nomor empat-lah penyeb
ab Harry tidak pernah bisa menikmati liburan musim panasnya. Hanya Paman Vernon, Bibi Petunia, dan anak mereka, Dudley-lah keluarga Harry yang masih hidup.
Mereka Muggle dan sikap mereka terhadap penyihir sarha seperti sikap orang-orang di abad pertengahan. Orangtua Harry yang sudah meninggal, keduanya penyihir, tak pernah disebut di bawah atap keluarga Dursley Selama bertahun-tahun, Bibi Petunia dan Paman Vernon berharap bahwa jika mereka menindas Harry sekeras mungkin, mereka akan bisa melenyapkan kekuatan sihir Harry. Betapa marahnya mereka karena mereka gagal, dan sekarang hidup dalam ketakutan kalau-kalau sampai ada yang tahu bahwa Harry telah melewatkan dua tahun terakhir ini di Sekolah Sihir Hogwarts.
Yang bisa dilakukan keluarga Dursley paling-paling hanyalah mengunci kitab mantra, tongkat, panci, dan sapu Harry dalam lemari pada awal musim panas, dan melarangnya bicara dengan tetangga.
Perpisahan dengan kitab mantranya jadi persoalan besar untuk Harry, karena guru-gurunya di Hogwarts memberi banyak tugas untuk diselesaikan selama liburan. Salah satu tugasnya adalah membuat karangan yang sangat tidak menyenangkan mengenai Ramuan Pengerut, untuk guru yang paling tidak di-sukai Harry, yakni Profesor Snape, yang akan senang sekali
punya alasan untuk memberi Harry detensi selama sebulan. Itulah sebabnya Harry menggunakan kesempatannya dalam minggu pertama liburannya. Sementara Paman Vernon, Bibi Petunia, dan Dudley berada di halaman depan untuk mengagumi mobil kantor Paman Vernon yang baru (mereka memuji keras-keras supaya semua orang dijalan itu bisa mendengarnya), Harry merayap turun, membuka gembok lemari di bawah tangga, menyambar bebe-rapa bukunya, dan menyembunyikannya di dalam kamarnya. Asal dia tidak meninggalkan bercak tinta di seprai, keluarga Dursley tak perlu tahu bahwa dia mempelajari sihir di malam hari.
Harry menjaga benar agar tidak timbul masalah dengan bibi dan pa
mannya saat ini, karena mereka sudah marah kepadanya, gara-gara dia menerima te-lepon dari teman sesama penyihir seminggu setelah liburan dimulai.
Ron Weasley, salah satu sahabat Harry di Hogwarts, berasal dari keluarga sihir murni-seluruh keluarganya penyihir. Ini berarti dia tahu banyak hal yang tidak diketahui Harry tetapi belum pernah menggunakan telepon. Celakanya, Paman Vernon-lah yang menerima teleponnya.
"Vernon Dursley di sini." Harry yang kebetulan berada di ruangan saat itu, ngeri mendengar suara Ron menjawab. "HALO" HALO" BISAKAH ANDA MENDENGAR SAYA" SAYA-INGIN-BICARA-DENGAN- HARRY-POTTER!"
Ron berteriak keras sekali sampai Paman Vernon terlonjak dan memegang gagang telepon seperempat meter dari telinganya, memandangnya dengan cam-puran berang dan kaget.
"SIAPA INI"" Paman Vernon menggerung ke arah corong bicara. "SIAPA KAU""
"RON-WEASLEY!" Ron balas berteriak, seakan dia dan Paman Vernon bicara dari ujung-ujung lapangan sepak bola yang berlawanan. "SAYA-TEMAN- HARRY-DARISEKOLAH-" Mata kecil Paman Vernon memandang Harry yang terpaku di tempat. "TIDAK ADA YANG NAMANYA HARRY POTTER DI SINI!"
teriaknya, sekarang memegang gagang tele-pon jauh-jauh sejangkauan lengan, seakan takut tele-pon itu bisa meledak. "AKU TAK TAHU SEKOLAH APA YANG KAUMAKSUD! JANGAN
MENG-HUBUNGIKU LAGI! JANGAN BERANI-BERANI MENDATANGI KELUARGAKU!" Lalu dilemparkannya gagang telepon itu kembali ke pesawatnya, seakan menjatuhkan labah-labah beracun. Kemarahan yang menyusul merupakan salah satu yang terburuk ya ng dialami Harry.
"BERANI-BERANINYA KAU MEMBERIKAN NOMOR INI KE
ORANG-ORANG... ORANG-ORANG SEPERTI KAU!" Paman Vernon meraung, menyembur Harry dengan ludahnya.
Ron rupanya menyadari bahwa dia telah menyulit-kan Harry, karena dia tidak menelepon lagi. Sahabat Harry yang satu lagi, sama-sama dari Hogwarts, Hermione Granger, juga tidak menghubunginya. Harry menduga Ron telah memperingatkan Hermione agar tidak menelepon. Sayang sekali, karena Hermione, murid terpandai di kelas Harry, yang orangtuanya Muggle, tahu betul bagaimana menggunakan
telepon, dan mungkin akan berhati-hati dengan tidak mengata-kan bahwa dia bersekolah di Hogwarts.
Maka Harry tidak menerima kabar dari kawan-kawan penyihirnya selama lima minggu, dan musim panas ini berlangsung hampir sama buruknya dengan tahun lalu. Hanya ada satu perbaikan sangat kecil: setelah bersumpah dia tidak akan menggunakannya untuk mengirim surat kepada teman-temannya, Harry diizinkan melepas burung hantunya, Hedwig, di malam hari. Paman Vernon akhirnya menyerah karena kebisingan yang dibuat Hedwig jika dia dikurung di sangkarnya sepanjang waktu.
Harry selesai menulis tentang Wendelin si Aneh dan berhenti untuk mendengarkan lagi. Keheningan dalam rumah yang gelap itu hanya dipecahkan oleh dengkur sepupunya yang supergendut, Dudley di kejauhan. Hari pastilah sudah amat larut. Mata Harry sudah berat kelelahan. Mungkin dia akan menyelesai-kan karangannya besok malam....
Dia menutup kembali botol tintanya, menarik sa-rung bantal tua dari bawah tempat tidurnya, me-masukkan senter, Sejarah Sihir, karangannya, pena, dan botol tinta ke dalamnya dan menyembunyikan semuanya itu di balik papan lepas di bawah tempat tidurnya. Kemudian dia bangkit, menggeliat, dan me-lihat
jarum beker menyala-dalam-gelap yang ada di meja di sebelah tempat tidurnya.
Sudah pukul satu pagi. Harry tersentak. Tanpa disadarinya, dia telah berusia tiga belas tahun, selama satu ja
m penuh. Satu hal istimewa lain tentang Harry adalah, dia tak pernah menunggu-nunggu datangnya hari ulang tahunnya. Dia belum pernah menerima kartu ulang tahun seumur hidupnya.
Keluarga Dursley mengabai-kan dua ulang tahunnya yang terakhir dan dia tak punya alasan menduga mereka akan ingat kali ini.
Harry menyeberangi kamarnya yang gelap, me-lewati sangkar Hedwig yang besar dan kosong, menuju jendela yang terbuka. Dia bersandar di ambang jendela, udara malam yang dingin terasa nyaman di wajahnya setelah begitu lama mendekam di bawah selimut. Hedwig sudah dua malam tidak pulang. Harry tidak mencemaskannya-dia sudah pernah pergi selama ini-tetapi dia berharap Hedwig segera kembali.
Hedwig-lah satu-satunya makhluk hidup di rumah ini yang tidak berjengit melihatnya.
Harry, meskipun masih termasuk agak kecil dan kurus untuk anak seumurnya, telah bertambah tinggi beberapa senti sejak tahun lalu. Meskipun demikian, rambutnya yang hitam legam masih sama saja seperti dulu: bandel, selalu berantakan lagi, apa pun yang Harry lakukan terhadapnya. Mata di balik kacamata-nya hijau cemerlang, dan di dahinya, tampak jelas di antara rambutnya, terlihat bekas luka berbentuk sambaran kilat.
Dari semua hal luar biasa tentang Harry, bekas luka inilah yang paling istimewa. Bekas luka ini bukan kenang-kenangan dari kecelakaan lalu lintas yang menewaskan orangtua Harry, seperti yang selama ini dikatakan keluarga Dursley, karena Lily dan James Potter tidak meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Me
reka dibunuh, dibunuh oleh penyihir hitam yang paling ditakuti selama seratus tahun bela-kangan ini, Lord Voldemort. Harry berhasil selamat dari serangan yang sama, dengan hanya meninggalkan bekas luka di dahinya, ketika kutukan Voldemort, alih-alih membunuhnya, malah berbalik menyerang si pengutuk sendiri. Nyaris binasa, Voldemort melarikan diri....
Tetapi Harry telah dua kali berhadapan dengannya sejak dia bersekolah di Hogwarts. Mengenang per-temuannya yang terakhir dengan Voldemort, Harry harus mengakui dia beruntung bisa mencapai ulang tahunnya yang ketiga belas.
Dia menatap langit berbintang mencari-cari Hedwig, yang mungkin meluncur kembali kepadanya dengan bangkai tikus menjuntai dari paruhnya, mengharap pujian. Pandangannya menerawang memandang atap-atap, baru beberapa detik kemudian Harry menyadari apa yang dilihatnya.
Seperti siluet dilatarbelakangi bulan keemasan, dan semakin lama semakin besar, ada makhluk besar yang miring aneh, dan dia mengepakkan sayapnya menuju Harry. Harry berdiri bergeming, memandang makhluk itu menukik makin lama makin rendah. Sejenak Harry ragu-ragu, tangannya sudah me-megang gerendel jendela, berpikir-pikir apakah se-baiknya menutupnya saja, tetapi kemudian makhluk ganjil itu melayang melewati salah satu lampu jalan di Privet Drive, dan Harry, menyadari apa itu, lang-sung melompat minggir.
Tiga burung hantu terbang melayang masuk melalui jendela, dua di antaranya memegangi burung hantu ketiga, yang kelihatannya pingsan. Mereka mendarat dengan bunyi pluk pelan di atas tempat tidur Harry, dan burung hantu ketiga, yang besar dan berbulu abu-abu, terguling lalu tergeletak tak bergerak. Ada bungkusan besar terikat di kakinya.
Harry langsung mengenali burung hantu yang ping-san
itu-namanya Errol, dan dia milik keluarga Weasley. Buru-buru Harry berlari ke tempat tidur, membuka ikatan tali di kaki Errol, mengambil bung-kusannya, dan kemudian membawa Errol ke sangkar Hedwig. Errol membuka sebelah mata yang muram, mengucapkan uhu lemah satu kali sebagai ucapan terima kasih, dan mulai meneguk air.
Harry berbalik menghadapi dua burung hantu lain-nya.
Salah satunya, burung hantu betina besar berbulu seputih salju, adalah Hedwig-nya. Dia juga membawa bungkusan dan kelihatan puas sekali dengan dirinya sendiri. Dia mematuk Harry dengan sayang ketika Harry melepas bebannya,
kemudian terbang menyebe-rang ruangan, bergabung dengan Errol.
Harry tidak mengenali burung hantu ketiga, yang tampan berbulu kecokelatan, tetapi dia langsung tahu dari mana datangnya burung ini, karena selain mem-bawa bungkusan ketiga, burung ini juga membawa
surat yang ada lambang Hogwarts-nya. Ketika Harry sudah mengambil kiriman yang dibawanya, si burung hantu menyisiri bulunya dengan lagak sok penting, merentangkan sayap, dan terbang keluar lewat jendela menembus kegelapan malam.
Harry duduk di tempat tidurnya, meraih bungkusan yang dibawa Errol, merobek kertas cokelat pembung-kusnya, dan menemukan hadiah terbungkus kertas emas, serta kartu ulang tahun pertama yang diterima-nya seumur hidupnya. Dua helai kertas terjatuh- sepucuk surat dan guntingan surat kabar.
Guntingan surat kabar itu jelas berasal dari koran sihir, Daily Prophet, karena orang-orang dalam foto hitam-putih itu bergerak-gerak. Harry memungut gun-tingan surat kabar itu, meratakannya, dan membaca:
KARYAWAN KEMENTERIAN SIHIR
MEREBUT HADIAH UTAMA Arthur Weasley, Kepala Kantor Penyalahgunaan Barang-barang Muggle di Kementerian Sihir, berhasil memenangkan Hadiah Utama Undian Tahunan Gal-leon Daily Prophet. Mr Weasley yang gembira
memberitahu Daily Prophet, "Kami akan menggunakan uang emas ini untuk melewatkan liburan musim panas di Mesir. Putra sulung kami, Bill, bekerja di sana sebagai penangkal kutukan di Bank Sihir Gringotts."
Keluarga Weasley akan melewatkan sebulan di Mesir, kembali pada awal tahun ajaran baru di Hogwarts. Lima anak keluarga Weasley masih bersekolah di sana.
Harry meneliti foto yang bergerak-gerak itu, dan seringai lebar menghiasi wajahnya ketika dia melihat kesembilan anggota keluarga Weasley melambai-lambai kepadanya dengan penuh semangat, berdiri di depan piramida. Mrs Weasley yang gemuk pendek, Mr Weasley yang jangkung dan agak botak, enam anak laki-laki, dan satu anak perempuan, semua (meskipun tidak kelihatan di foto hitam-putih) berambut merah manyala. Ron berada tepat di tengah, jangkung kurus, dengan tikus piaraannya, Scabbers, bertengger di bahunya dan tangannya merangkul adik perempuannya, Ginny
Harry berpendapat, tak ada orang lain yang lebih layak memenangkan setumpuk besar uang emas dari-pada keluarga Weasley, yang sangat baik hati dan luar biasa miskin. Dia memungut surat Ron dan membuka lipatannya.
Dear Harry, Selamat ulang tahun! Aku minta maaf soal telepon itu. Kuharap si Muggle tidak memarahimu. Aku tanya Dad, dan dia bilang mungkin seharusnya aku tidak ber-teriak.
Asyik sekali di Mesir. Bill membawa kami ber-keliling makam-makam dan kau tak akan percaya kutukan-kutukan yang dilontarkan penyihir-penyihir Mesir kuno kepada mereka.
Mum tidak mengizinkan Ginny masuk ke makam terakhir.
Banyak ker angka Muggle bertebaran di situ. Muggle-muggle ini rupanya menerobos masuk, lalu kena kutuk, sehingga tumbuh kepala-kepala tambahan dan macam-macam lagi.
Aku tak bisa percaya waktu Dad memenangkan Undian Daily Prophet. Tujuh ratus Galleon!
Sebagian besar uang itu sudah habis untuk liburan ini, tetapi sisanya masih bisa untuk membeli tongkat baru untukku untuk tahun ajaran baru.
Harry ingat betul peristiwa yang membuat tongkat lama Ron patah. Terjadinya ketika mobil yang diterbangkan
mereka berdua ke Hogwarts menabrak pohon di halaman sekolah.
Kami akan pulang kira-kira seminggu sebelum masuk sekolah dan kami akan ke London untuk membeli tongkatku dan buku-buku baru kami. Ada kemungkinan bertemu kau di sana"
Jangan biarkan Muggle melarangmu!
Cobalah datang ke London,
NB: Percy Ketua Murid. Dia menerima surat pemberitahuannya minggu lalu.
Harry memandang foto itu lagi. Percy, yang naik ke kelas tujuh, kelas terakhir di Hogwarts, kelihatan puas sekali.
Lencana Ketua Murid-nya disematkan di topi fez yang bertengger gaya di atas rambutnya yang rapi, kacamatanya yang bergagang tanduk berkilau tertimpa sinar matahari Mesir.
Harry sekarang ganti memungut hadiahnya dan membukanya. Di dalamnya ada teropong miniatur yang puncaknya bisa berputar. Ada surat lain dari Ron di bawah hadiah itu.
Harry-ini Teropong-Curiga Saku. Kalau ada orang yang tak bisa dipercaya di dekat-dekat kita, Teropong-Curiga ini akan menyala dan berputar. Kata Bill ini cuma alat tipuan yang dijual sebagai suvenir untuk turis-turis penyihir dan tak bisa diandalkan, soalnya Teropong-Curiga ini menyala terus waktu kami maka
n malam kemarin. Tapi Bill tidak tahu sih, Fred dan George memasukkan beberapa ekor kumbang ke dalam supnya.
Sampai nanti- Harry meletakkan Teropong-Curiga Saku di atas meja di sebelah tempat tidurnya. Teropong itu berdiri diam, memantulkan jarum beker Harry yang menyala. Selama beberapa saat Harry memandangnya dengan senang, kemudian mengambil bungkusan yang dibawa Hedwig.
Di dalam bungkusan ini juga ada hadiah terbungkus kertas kado, kartu, dan surat, dari Hermione. Dear Harry,
Ron menulis kepadaku dan bercerita tentang teleponnya yang diterima Paman Vernon. Aku benar-benar berharap kau tak apa-apa.
Aku sedang berlibur di Prancis saat ini dan aku tak tahu bagaimana aku akan mengirimkan ini kepadamu- bagaimana kalau mereka membuka-nya di pabean"-topi kemudian Hedwig muncul! Kurasa dia ingin memastikan kau mendapat se-suatu untuk ulang tahunmu kali ini. Aku mem-belikanmu hadiah dengan pesanan lewat-burung-hantu. Ada iklannya di Daily Prophet (aku langganan, senang sekali bisa tahu apa yang terjadi di dunia sihir). Kau sudah lihat foto Ron dan keluarganya
seminggu yang lalu" Pasti ba-nyak sekali yang dipelajarinya, aku benar-benar iri-para penyihir Mesir kuno benar-benar me-nakjubkan.
Di sini ada juga sejarah lokal tentang dunia sihir. Aku sudah menulis ulang seluruh karangan-ku untuk Sejarah Sihir dengan memasukkan bebe-rapa hal yang kudapat di sini. Kuharap karangan-ku tidak kepanjangan, sudah dua gulung perka-men lebih panjang daripada yang diminta Profesor Binns.
Ron bilang dia akan berada di London pada minggu terakhir liburan. Kau bisa ke sana" Apa-kah bibi dan pamanmu akan
mengizinkanmu" Kalau tidak, kita ketemu di Hogwarts Express tanggal 1 September nanti, ya. Salam sayang,
NB: Ron bilang Percy sekarang Ketua Murid. Pasti Percy senang sekali. Ron kelihatannya tidak begitu senang.
Harry tertawa lagi saat dia menaruh surat Hermione dan memungut hadiahnya. Berat sekali. Karena kenal betul Hermione, Harry yakin isinya buku besar penuh mantra-mantra sulit-tapi ternyata bukan. Jantungnya berdegup kencang ketika dia merobek kertas kadonya dan melihat kotak kulit hitam mengilap dengan huruf-huruf perak tercetak di atasnya: Peralatan Perawatan Sapu.
"Wow, Hermione!" bisik Harry, membuka kancing tarik kotak itu untuk melihat isinya.
Ada sebotol besar Cairan Penggosok Pegangan merek Fleetwood, Gunting Perapi Ranting-Sapu dari perak, kompas kuningan kecil untuk dipasang pada sapu jika akan bepergian jauh, dan Buku Panduan untuk Merawat Sendiri Sapumu.
Selain saha bat-sahabatnya, yang paling dirindukan Harry adalah Quidditch, olahraga paling populer di dunia sihirsangat berbahaya, sangat menarik, dan dimainkan di atas sapu terbang. Harry kebetulan pemain Quidditch yang sangat andal. Dia anak pa-ling muda seabad ini yang terpilih untuk memperkuat tim Quidditch asrama Hogwarts. Salah satu harta Harry yang paling berharga baginya adalah sapu balapnya, Nimbus Dua Ribu.
Harry meletakkan kembali kotak kulit itu dan mengambil bungkusan terakhir. Dia langsung me-ngenali tulisan berantakan di atas kertas cokelat itu: ini kiriman dari Hagrid, pengawas binatang liar di Hogwarts. Dirobeknya lapisan kertas
yang paling atas dan tampak sekilas sesuatu seperti kulit hijau, tetapi sebelum dia bisa membuka seluruhnya, bungkusan itu bergetar aneh, dan entah apa yang ada di dalamnya, mengatup dengan bunyi keras-seakan punya rahang.
Harry ketakutan. Dia tahu Hagrid tidak akan mengi-riminya sesuatu yang berbahaya dengan sengaja, tetapi pandangan Hagrid tentang hal-hal yang berbahaya tak sama dengan pandangan orang normal. Hagrid pernah bersahabat dengan labah-labah raksasa, mem-beli anjing galak berkepala-tiga dari orang-orang yang ditemuinya di rumah minum, dan menyelundupkan telur naga ilegal ke dalam pondoknya.
Harry menyodok-nyodok bungkusan itu dengan gugup.
Isinya mengatup dengan bunyi keras lagi. Harry meraih lampu di meja di sebelah tempat tidur-nya, memegangnya erat-erat dengan satu tangannya, dan mengangkatnya ke atas kepala, siap memukul. Kemudian dia menyentakkan sisa kertas bungkus de-ngan tangan satunya dan menariknya.
Dan jatuhlah -sebuah buku. Harry masih sempat melihat sampulnya yang keren berwarna hijau, dihiasi judul emas besar: Buku Monster tentang Monster, se-belum buku ini berguling berdiri dengan sisinya di bagian bawah, lalu meraya
p menyamping sepanjang tempat tidur seperti kepiting ajaib. "Uh, oh," Harry bergumam.
Si buku terjatuh dari tempat tidur dengan bunyi berdebam dan bergerak cepat menyeberangi ruangan. Harry diam-diam mengikutinya. Buku itu bersembunyi di tempat gelap di bawah mejanya. Seraya berdoa semoga keluarga Dursley masih tidur nyenyak, Harry berlutut dan mengulurkan tangan ke bawah meja.
"Ouch!" Si buku mengatup keras menjepit tangannya, dan kemudian bergerak melewatinya, masih merayap dengan sampulnya. Harry berbalik panik, melempar tubuhnya ke depan dan berhasil menindih buku itu. Paman Vernon mendengkur keras di kamar sebelah.
Hedwig dan Errol .menonton dengan penuh minat ketika Harry memiting buku yang memberontak da-lam dekapannya, bergegas ke lemari berlacinya, me-narik keluar ikat pinggang, yang dipasangnya erat-erat di sekeliling buku. Si Buku Monster bergetar marah, tetapi dia tak bisa lagi melangkah dan me-ngatup, maka Harry melemparkannya ke tempat tidur dan meraih kartu Hagrid.
Harry merasa aneh sekali bahwa Hagrid menganggap buku yang bisa menggigit akan berguna untuknya, tetapi dia meletakkan kartu Hagrid di sebelah kartu-kartu Ron dan Hermione, nyengir lebih lebar lagi dari sebelumnya. Sekarang tinggal surat dari Hogwarts yang belum dibuka.
Harry melihat surat itu lebih tebal dari biasanya, ia membuka amplopnya, menarik keluar lembar perkamen yang pertama dari dalamnya dan membaca:
Mr Potter yang terhormat,
Kami beritahukan bahwa tahun ajaran baru akan dimulai pada tanggal satu September. Hogwarts Express akan berangkat dari Stasiun King's Cross, peron sembilan tiga perempat, pada pukul sebelas.
Murid-murid kelas tiga diizinkan mengunjungi Desa Hogsmeade pada akhir-akhir pekan tertentu. Mohon formulir perizinan terlampir ini diserahkan kepada orangtua atau walimu untuk ditanda-tangani.
Daftar buku untuk kelas tiga terlampir.
Hormat saya, Wakil Kepala Sekolah Harry menarik keluar formulir perizinan ke Hogsmeade dan menatapnya, tak lagi nyengir. Akan menyenangkan sekali mengunjungi Hogsmeade pada akhir pekan. Harry tahu Hogsmeade adalah desa yang sepenuhnya desa sihir dan dia belum pernah sekali pun ke sana. Tetapi bagaimana cara membujuk Paman Vernon dan Bibi Petunia agar mau menandatangani formulir itu"
Harry memandang bekernya. Sudah pukul dua dini hari.
Harry memutuskan nanti saja dirinya mencemaskan formulir Hogsmeade, sewaktu bangun tidur, ia kem-bali ke tempat tidurnya dan mencoret satu lagi hari di daftar yang dibuatnya sendiri, menghitung hari yang tersisa sebelum dia kembali ke Hogwarts. Kemudian dia melepas kacamatanya dan berbaring, matanya terbuka, menatap tiga kartu ulang tahunnya.
Walaupun dia sangat istimewa, pada saat itu perasaan Harry Potter sama seperti orang-orang lain: senang, untuk
pertama kali dalam hidupnya, bahwa hari ini hari ulang tahunnya.
2 Kesalahan Besar Bibi Marge
HARRY turun untuk sarapan keesokan harinya dan mendapati ketiga Dursley sudah duduk mengelilingi meja dapur. Mereka menonton televisi baru, hadiah selamat-datang-berliburan-musim-panas untuk Dudley, yang belakangan ini selalu mengeluhkan keras-keras jarak jauh yang harus ditempuhnya antara lemari es dan televisi di ruang keluarga. Dudley telah melewat-kan sebagian besar musim panas di dapur, mata babinya yang kecil terpaku ke layar dan kelima dagu-nya berguncang-guncang sementara dia makan tiada hentinya.
Harry duduk di antara Dudley dan Paman Vernon, seorang pria besar-gemuk, dengan leher sangat pendek dan kumis sangat tebal. Jangankan mengucapkan se-lamat ulang tahun kepada Harry, tak seorang pun dari mereka bertiga menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka menyadari Harry masuk ke dapur. Tetapi Harry sudah sangat terbiasa dengan hal ini, sehingga dia tidak peduli. Dia mengambil roti panggang dan menengadah menatap pembaca berita di televisi, yang sudah separo jalan membacakan laporan tentang nara-pidana yang kabur.
"...masyarakat diperingatkan bahwa Black mem-bawa senjata dan sangat berbahaya. Telah disediakan saluran telepon khusus, dan siapa yang melihat Black, harus segera melaporkannya."
"Tak perlu menjelaskan kepada kita dia orang tak berguna," dengus Paman Vernon, memandang si nara-pidana dari atas korannya. "Lihat saja keadaannya, kotor sekali! Lihat rambutnya!"
Dia melirik sinis pada Harry. Rambut Harry yang berantakan selama ini selalu sangat menjengkelkan Paman Vernon. Dibandingkan dengan laki-laki di layar televisi, dengan wajahnya yang kurus kering dan cekung dikelilingi rambut kusut-masai sepanjang siku, Harry merasa amat sangat rapi.
Si pembaca berita muncul lagi. "Kementerian Pertanian dan Perikanan hari ini akan mengumumkan..."
"Tunggu!" teriak Paman Vernon, mendelik marah pada si pembaca berita. "Kau tidak memberitahu kami si maniak itu kabur dari mana! Apa gunanya" Orang gila itu bisa muncul dari jalanan saat ini juga!"
Bibi Petunia, yang kurus dan berwajah-kuda, lang-sung memutar tubuh dan memandang tajam ke luar jendela dapur. Harry tahu
Bibi Petunia akan senang sekali kalau bisa jadi orang yang menelepon nomor saluran khusus yang disediakan. Dia perempuan pa-ling ingin tahu sedunia dan melewatkan sebagian besar waktunya untuk memata-matai tetangga-tetangganya yang membosankan dan patuh-hukum.
"Kapan mereka akan belajar," kata Paman Vernon, menggebrak meja dengan kepalan tangannya yang ungu besar, "bahwa satu-satunya cara menangani orang-orang semacam itu adalah dengan meng-gantungnya""
"Betul sekali," timpal Bibi Petunia, yang masih menyipitkan mata, memandang menembus sulur buncis tetangga sebelah.
Paman Vernon menyeruput habis tehnya, meman-dang arlojinya, lalu menambahkan, "Lebih baik aku segera berangkat, Petunia. Kereta Marge tiba pukul sepuluh."
Harry, yang pikirannya sedang di loteng bersama Peralatan Perawatan Sapu-nya, kembali jatuh ke bumi dengan perasaan tak enak.
"Bibi Marge"" celetuknya. "D-dia tidak ke sini, kan""
Bibi Marge adalah kakak Paman Vernon. Meskipun dia tak punya hubungan darah dengan Harry (yang ibunya adalah adik Bibi Petunia), Harry dipaksa memanggilnya "Bibi" seumur hidupnya. Bibi Marge tinggal di daerah pedesaan, dalam rumah dengan halaman luas, tempat dia membiakkan bulldog.
Dia jarang menginap di Privet Drive, karena tak tega me-ninggalkan anjing-anjingnya yang berharga, tetapi masing-masing kunjungannya masih terpeta jelas di benak Harry.
Dalam pesta ulang tahun Dudley yang kelima, Bibi Marge memukul tulang kering Harry dengan tongkat-nya supaya Harry tidak mengalahkan Dudley dalam permainan adu-diam.
Beberapa bulan kemudian, Bibi Marge muncul di Hari Natal dengan hadiah robot yang diprogram komputer untuk Dudley dan sekaleng biskuit anjing untuk Harry. Dalam kunjungannya yang terakhir, setahun sebelum Harry masuk Hogwarts, Harry tak sengaja
menginjak kaki anjing kesayang-annya. Ripper mengejar Harry ke halaman, sampai Harry memanjat pohon dan Bibi Marge menolak me-manggil anjingnya sampai lewat tengah malam. Kalau mengingat kejadian ini, Dudley masih tertawa sampai keluar air mata.
"Marge akan menginap di sini seminggu," gertak Paman Vernon, "dan sementara kita membicarakan hal ini," dia mengacungkan jarinya yang gemuk dengan nada mengancam ke arah Harry, "kita harus meluruskan beberapa hal sebelum aku pergi menjemputnya."
Dudley mencibir dan mengalihkan pandang dari televisi.
Menonton Harry diancam dan dimarahi Paman Vernon adalah jenis hiburan favorit Dudley.
"Pertama," gerung Paman Vernon, "jaga lidahmu kalau kau bicara dengan Marge." "Baiklah," kata Harry getir, "asal dia juga menjaga lidahnya kalau bicara kepadaku."
"Kedua," kata Paman Vernon, seakan dia tidak mendengar jawaban Harry, "karena Marge sama sekali tak tahu tentang keabnormalanmu, aku tak ingin ada kejadian aneh-apa pun selama dia di sini. Jaga ting-kahmu, mengerti""
"Baik, asal dia juga menjaga tingkahnya," kata Harry dengan gigi mengertak.
"Dan ketiga," kata Paman Vernon, mata kecilnya yang kejam sekarang cuma berupa garis di wajahnya yang ungu,
"kami telah memberitahu Marge kau dikirim ke Pusat Penampungan
Anak-Anak Kriminal yang Tak Bisa Disembuhkan St Brutus."
"Apa"" pekik Harry.
"Dan kau harus mendukung cerita itu, Nak, kalau tidak...
awas," ancam Paman Vernon. Harry duduk diam, wajahnya pucat, berang sekali, memandang Paman Vernon, nyaris tak percaya. Bi
bi Marge akan datang berkunjung selama seminggu- ini hadiah ulang tahun terburuk yang pernah diberi-kan keluarga Dursley kepadanya, bahkan lebih buruk daripada sepasang kaus kaki butut Paman Vernon yang dulu itu. "Nah, Petunia," kata Paman Vernon, dengan berat bangkit berdiri, "aku berangkat ke stasiun sekarang. Mau ikut, Dudders""
"Tidak," jawab Dudley, yang perhatiannya kembali ke televisi, setelah Paman Vernon selesai mengancam Harry.
"Duddy harus keren untuk menyambut bibinya," kata Bibi Petunia, merapikan rambut Dudley yang tebal pirang.
"Mummy sudah membelikannya dasi kupu-kupu baru."
Paman Vernon menepuk bahu gemuk Dudley.
"Sampai nanti, kalau begitu," katanya, lalu mening-galkan dapur. Harry, yang selama itu duduk seperti sedang hilang kesadaran, mendadak mendapat ide. Meninggalkan roti panggangnya, dia cepat-cepat bangkit dan meng-ikuti Paman Vernon ke pintu depan. Paman Vernon sedang memakai mantel bepergian-nya. "Aku tidak mengajakmu," gertaknya, ketika dia me-noleh dan melihat Harry memandangnya.
"Aku juga tak mau ikut," kata Harry dingin. "Aku ingin tanya sesuatu pada Paman." Paman Vernon memandangnya dengan curiga.
"Murid-murid kelas tiga di Hog-di sekolahku, di-izinkan mengunjungi desa dari waktu ke waktu," kata Harry. "Jadi"" tukas Paman Vernon, mengambil kunci mo-bilnya dari kaitan di dekat pinru. "Formulirnya perlu ditandatangani Paman," kata Harry buru-buru. "Kenapa aku harus tanda tangan"" cibir Paman Vernon.
"Yah," kata Harry, hati-hati memilih kata-katanya, "susah kan, berpura-pura pada Bibi Marge aku dititip-kan di St... apa tadi..."
"Pusat Penampungan Anak-Anak Kriminal yang Tak Bisa Disembuhkan St Brutus!" gerung Paman Vernon, dan Harry senang mendengar ada kepanikan dalam suara Paman Vernon.
"Betul," kata Harry, dengan kalem mendongak me-mandang wajah lebar dan ungu Paman Vernon. "Namanya panjang dan susah diingat. Aku harus meyakinkan, kan" Bagaimana kalau aku keceplosan""
"Kau ini rupanya mau dihajar, ya"" raung Paman Vernon, mendekati Harry dengan tinju teracung. Tetapi Harry tetap bertahan.
"Menghajarku tidak membuat Bibi Marge melupa-kan apa yang bisa kuceritakan kepadanya," katanya tegas.
Paman Vernon berhenti, tinjunya masih teracung, wajahnya ungu-kecokelatan, tampak mengerikan sekali.
"Tetapi kalau Paman menandatangani formulir per-izinanku," Harry cepat-cepat meneruskan, "aku ber-sumpah aku akan berpura-pura bersekolah di tempat itu, dan aku akan bertingkah sepergi Mug-seperti anak normal."
Harry bisa melihat Paman Vernon mempertim-bangkannya, meskipun giginya menyeringai dan ada nadi yang berdenyut di pelipisnya.
"Baik," geramnya akhirnya. "Aku akan memonitor tingkahmu selama kunjungan Marge. Kalau sampai akhir waktu kunjungannya kau bersikap sopan dan bertahan dengan cerita itu, aku akan menandatangani formulir keparatmu."
Paman Vernon berputar, menarik terbuka pintu depan, dan membantingnya keras-keras sampai salah satu kaca kecil di bagian atasnya terjatuh.
Harry tidak kembali ke dapur. Dia kembali ke atas, ke kamarnya. Kalau dia harus bersikap seperti Muggle yang sesungguhnya, lebih baik mulai dari sekarang. Perlahan dan dengan sedih, dikumpulkannya semua hadiah dan kartu ulang tahunnya dan disembunyikan-nya di bawah papan lepas bersama PR-nya. Kemudian dia mendatangi sangkar Hedwig.
Errol kelihatannya sudah pulih. Dia dan Hedwig sedang tidur, kepala mereka tersembunyi di bawah sayap. Harry menghela napas, kemudian menjawil membangunkan keduanya.
"Hedwig," katanya murung, "kau harus jauh-jauh dari sini selama seminggu. Pergilah bersama Errol, Ron akan merawatmu. Aku akan menulis surat padanya, menjelaskan.
Dan jangan memandangku begitu"-mata besar Hedwig yang kekuningan menatap Harry dengan pandangan mencela, "ini bukan salahku. Ini satu-satunya cara agar aku bisa diizinkan mengunjungi Hogsmeade bersama Ron dan Hermione."
Sepulu h menit kemudian, Errol dan Hedwig (de-ngan surat Ron terikat di kakinya) terbang keluar jendela dan lenyap dari pandangan. Harry, sekarang merasa merana sekali, menyingkirkan sangkar kosong ke dalam lemari pakaiannya.
Tetapi Harry tak bisa murung berlama-lama. Sekejap kemudian Bibi Petunia sudah berteriak menyuruh Harry turun dan bersiap-siap untuk menyambut tamu mereka.
"Lakukan sesuatu dengan rambutmu!" bentak Bibi Petunia ketika Harry sudah tiba di bawah.
Harry tak merasa perlu mengusahakan agar rambut-nya rata menempel ke kepalanya. Bibi Marge senang mengkritiknya, sehingga semakin berantakan dia, se-makin senang Bibi Marge.
Segera saja terdengar derak kerikil di luar ketika mobil
Paman Vernon masuk kembali ke halaman, kemudian bantingan pintu mobil, dan langkah-langkah dijalan setapak menuju rumah.
"Buka pintunya!" desis Bibi Petunia kepada Harry. Dengan muram dan enggan, Harry membuka pintu.
Bibi Marge berdiri di beranda. Dia mirip sekali dengan Paman Vernon: besar, gemuk, dan berwajah ungu, dia bahkan berkumis, walaupun tidak selebat kumis Paman Vernon. Satu tangannya memegang koper besar, dan tangan yang lain memegang bull-dog tua yang galak.
"Di mana Dudders-ku"" raung Bibi Marge. "Di mana keponakan tersayangku""
Dudley berjalan lambat-lambat, karena keberatan badan, menyeberangi ruang depan, rambutnya yang pirang menempel rata ke kepalanya yang besar, dasi kupu-kupu mengintip dari bawah dagunya yang berlapis-lapis. Bibi Marge menyodokkan kopernya yang besar ke perut Harry, membuatnya nyaris terjengkang, menyambar Dudley dalam satu pelukan erat dengan satu tangan dan mengecup pipinya keras-keras.
Harry tahu betul Dudley mau dipeluk-peluk Bibi Marge hanya karena dibayar mahal, dan betul saja, ketika pelukan dilepas, tangan gemuk Dudley meng-genggam selembar uang dua puluh pound yang masih baru.
"Petunia!" teriak Bibi Marge, berjalan melewati Harry seakan Harry cuma tiang kaitan topi. Bibi Marge dan Bibi Petunia saling kecup, atau tepatnya, Bibi Marge membenturkan rahangnya yang besar ke pipi kurus Bibi Petunia.
Paman Vernon sekarang masuk, tersenyum senang sambil menutup pintu. "Teh, Marge"" dia menawari. "Dan untuk Ripper apa""
"Ripper boleh minum teh dari tatakan cangkirku," kata Bibi Marge, sambil mereka semua berjalan ke dapur, meninggalkan Harry sendirian di ruang depan dengan koper Bibi Marge.
Tetapi Harry tidak me-ngeluh. Alasan apa pun agar bisa tidak bersama Bibi Marge baik untuknya. Maka dia dengan susah payah mulai membawa koper itu ke atas ke kamar tamu, sengaja berlama-lama.
Ketika dia kembali ke dapur, Bibi Marge sudah disuguhi teh dan kue buah, dan Ripper sedang men-jilat-jilat minumannya dengan bising di sudut. Harry melihat Bibi Petunia berjengit
sedikit ketika cipratan teh dan liur anjing itu menodai lantainya yang bersih. Bibi Petunia membenci binatang. "Siapa yang merawat anjing-anjing yang lain, Marge"" tanya Paman Vernon.
"Oh, aku minta Kolonel Fubster mengurus mereka," suara keras Bibi Marge membahana. "Dia sudah pen-siun sekarang, baik baginya kalau ada yang dilakukan. Tapi aku tak tega meninggalkan si Ripper. Kasihan. Dia merana kalau kutinggalkan."
Ripper mulai menggeram lagi ketika Harry duduk. Ini mengarahkan perhatian Bibi Marge kepada Harry untuk pertama kalinya.
"Jadi," katanya, "kau masih di sini, ya"" "Ya," kata Harry.
"Jangan ngomong 'ya' dengan nada tak tahu terima kasih begitu," Bibi Marge menggeram. "Vernon dan Petunia baik sekali mau membesarkanmu. Aku mana mau. Kau pasti langsung kukirim ke panti asuhan, kalau ditinggalkan di depan pintuku."
Harry sudah ingin sekali bilang dia lebih suka tinggal di panti asuh
an daripada dengan keluarga Dursley, tetapi teringat formulir Hogsmeade, dia me-nahan diri. Dia memaksa diri tersenyum.
"Jangan menyeringai padaku!" bentak Bibi Marge.
"Rupanya kau belum berubah sejak terakhir kali aku melihatmu. Kukira sekolah akan membuat kelakuan-mu sedikit lebih baik." Dia meneguk tehnya banyak-banyak, menyeka kumisnya dan berkata, "Kaumasuk-kan ke mana dia, Vernon""
"St Brutus," jawab Paman Vernon segera. "Institusi paling baik untuk kasus-kasus y
ang sudah tak ada harapan." "Begitu," kata Bibi Marge. "Apakah mereka meng-gunakan tongkat di St Brutus"" tanyanya keras ke seberang meja. "Eh..." Paman Vernon mengangguk singkat di belakang punggung Bibi Marge. "Ya," kata Harry. Kemudian, untuk lebih meyakin-kan, dia menambahkan, "Sepanjang waktu."
"Bagus sekali," kata Bibi Marge. "Aku tak setuju dengan pendapat yang melarang memukul anak yang pantas dipukul.
Hajar sampai kapok, itulah yang diperlukan dalam sembilan puluh sembilan dari se-ratus kasus. Apa kau sering dipukul""
"Oh, yeah," kata Harry, "sering sekali." Bibi Marge menyipitkan mata.
"Aku masih tetap tak suka cara ngomongmu," kata-nya.
"Kalau kau bisa ngomong begitu santai soal kau dipukuli, jelas mereka tidak cukup keras memukuli-mu. Petunia, aku akan menulis surat kalau jadi kau. Bikin jelas bahwa kau menyetujui penggunaan ke-kerasan dalam kasus anak ini."
Mungkin Paman Vernon khawatir Harry akan me-lupakan kesepakatan mereka, karena mendadak dia membelokkan pembicaraan.
"Dengar berita pagi ini, Marge" Bagaimana dengan tawanan yang lepas itu, eh""
Sementara Bibi Marge mulai merasa tinggal di rumah sendiri, Harry merindukan hidup di rumah nomor empat tanpa Bibi Marge. Paman Vernon dan Bibi Petunia biasanya mendorong Harry untuk jauh-jauh dari mereka, yang dilakukan Harry dengan senang hati. Bibi Marge, sebaliknya, menginginkan Harry di bawah pengawasannya sepanjang waktu, supaya dia bisa meneriakkan saran-saran untuk perbaikannya. Dia suka membandingkan Harry dengan Dudley, dan senang sekali membelikan Dudley hadiah mahal-mahal seraya mendelik memandang Harry, seakan
menan-tangnya untuk bertanya kenapa dia tidak mendapat hadiah juga. Bibi Marge juga tak henti-hentinya melontarkan pendapat-pendapat negatif tentang apa yang membuat Harry menjadi anak yang begitu tidak memuaskan.
"Jangan menyalahkan dirimu kenapa anak ini jadi begini, Vernon," katanya sewaktu makan siang pada hari ketiga.
"Kalau ada yang busuk di dalam, tak ada yang bisa kita lakukan."
Harry berusaha berkonsentrasi pada makanannya, tetapi tangannya gemetar dan wajahnya mulai membara saking marahnya. Ingat formulir, dia mengingat-kan dirinya. Pikirkan tentang Hogsmeade. Jangan bilang apa-apa. Jangan bangun...
Bibi Marge meraih gelas anggurnya.
"Itu salah satu prinsip dasar soal keturunan," kata-nya.
"Kau bisa melihatnya setiap kali pada anjing. Kalau ada yang tidak beres dengan induknya, anaknya juga tidak beres..."
Saat itu, gelas anggur yang dipegang Bibi Marge meledak pecah. Serpihan-serpihan gelas beterbangan ke segala arah dan Bibi Marge merepet dan mengejap, wajahnya yang besar kemerahan basah kuyup.
"Marge!" jerit Bibi Petunia. "Marge, kau tak apa-apa""


Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan khawatir," ujar Bibi Marge, menyeka wajah-nya dengan serbet. "Pasti aku terlalu keras memegang-nya. Beberapa hari yang lalu di rumah Kolonel Fubster juga begitu. Tak perlu ribut, Petunia, peganganku memang kuat sekali...."
Tetapi baik Bibi Petunia maupun Paman Vernon memandang Harry dengan curiga, maka Harry me-mutuskan lebih baik dia tidak usah makan puding dan kabur dari meja secepat dia bisa.
Di luar dapur, Harry bersandar ke dinding, menarik napas dalam-dalam. Sudah lama sekali dia tidak ke-hilangan kendali dan membuat sesuatu meledak. Ja-ngan sampai hal seperti itu
terjadi lagi. Formulir Hogsmeade bukan satu-satunya yang jadi taruhan- kalau terjadi lagi, Harry akan berurusan dengan Ke-menterian Sihir.
Harry masih di bawah umur dan menurut undang-undang sihir, dia dilarang menggunakan sihir di luar sekolah. Riwayat masa lalunya juga tidak bisa dibilang bersih. Baru musim panas lalu dia mendapat peringat-an resmi yang jelas-jelas mengatakan bahwa jika Ke-menterian mendengar ada sihir lagi di Privet Drive, Harry akan dikeluarkan dari Hogwarts.
Didengarnya keluarga Dursley meninggalkan meja dan Harry buru-buru menyingkir ke atas.
Harry melewatkan tiga hari berikutnya dengan me-maksa diri memikirkan Buku Panduan untuk Merawat Sendiri Sapumu setiap kali Bibi Marge mengomelinya. Ini berhasil, meskipun rupanya pandangannya jadi kosong menerawang, karena Bibi Marge mulai me-nyuarakan p
endapat bahwa Harry menderita lemah mental.
Akhirnya, setelah lama ditunggu, tibalah malam terakhir Bibi Marge di rumah itu. Bibi Petunia me-masak makan malam yang "wah" dan Paman Vernon membuka beberapa botol anggur. Mereka menikmati sup dan ikan salem tanpa satu kali pun menyebut kesalahan Harry. Saat makan pai lemon,
Paman Vernon membuat mereka semua bosan dengan ber-cerita panjang-lebar tentang Grunnings, perusahaan bornya. Kemudian Bibi Petunia membuat kopi dan Paman Vernon mengeluarkan sebotol brandy.
"Kau tergoda, Marge"" Bibi Marge sudah minum agak terlalu banyak anggur. Mukanya yang besar sudah sangat merah. "Sedikit saja kalau begitu," katanya terkekeh. "Se-dikit lagi... tambah lagi sedikit... nah, begitu."
Dudley sedang makan potongan painya yang ke-empat.
Bibi Petunia menyeruput kopi dengan ke-lingking mencuat.
Harry sebetulnya ingin menghilang ke dalam kamarnya, tetapi
mata kecil Paman Vernon menatapnya marah dan dia tahu dia harus ikut duduk di situ sampai acara makan malam berakhir.
"Aah," kata Bibi Marge, mendecakkan bibir dan meletakkan gelas brandy-nya yang sudah kosong. "Makan malamnya enak sekali, Petunia. Biasanya aku cuma menggoreng sesuatu untuk makan malam, dengan dua belas anjing yang harus diurus..." Dia bersendawa keras dan membelai perutnya yang besar. "Maaf saja, tapi aku suka melihat anak yang berukuran sehat," dia meneruskan, mengedip kepada Dudley. "Kau akan jadi laki-laki berukuran-layak, Dudders, seperti ayahmu. Ya, aku mau brandy sedikit lagi, Vernon....
"Kalau anak yang satu ini..."
Dia mengedikkan kepala ke arah Harry, yang lang-sung merasa perutnya kencang. Buku Panduan, pikir-nya cepat-cepat.
"Yang ini mukanya kejam dan kerdil. Anjing juga ada yang begitu. Tahun lalu Kolonel Fubster kusuruh menenggelamkan satu anjing macam itu. Anjing jembel. Lemah. Turunan kelas rendah."
Harry berusaha mengingat halaman dua belas buku-nya: Mantra untuk Menyembuhkan Sapu yang Malas Berbalik. "Asalnya dari darah, seperti yang kukatakan ke-marin dulu.
Darah buruk pasti kelihatan. Bukannya aku menjelek-jelekkan keluargamu, Petunia,"-dia mengelus tangan kurus Bibi Petunia dengan tangan-nya sendiri yang seperti sekop, "tapi adikmu telur yang busuk. Mereka selalu ada dalam keluarga-ke-luarga terbaik. Kemudian dia kabur dengan orang kelas rendah tak berguna, dan ini hasilnya di depan kita."
Harry menatap piringnya, dering aneh memenuhi telinganya. Pegang sapumu erat-erat pada ujungnya, pikir-nya. Tetapi dia tak bisa ingat apa kelanjutannya. Suara Bibi Marge seakan menusuk masuk ke dalam dirinya seperti bor Paman Vernon.
"Si Potter ini," kata Bibi Marge keras-keras, me-nyambar botol brandy dan menuang lagi ke dalam gelasnya, dan ke atas taplak meja, "kalian tidak per-nah cerita padaku apa kerjanya""
Paman Vernon dan Bibi Petunia tampak tegang sekali.
Dudley bahkan mendongak dari painya, me-longo menatap orangtuanya.
"Dia-tidak bekerja," kata Paman Vernon, setengah melirik Harry. "Tak punya pekerjaan."
"Seperti yang kuduga!" kata Bibi Marge, meneguk brandy-nya banyak-banyak dan menyeka dagu dengan lengan bajunya. "Pemalas, pengangguran, yang tak bisa apa-apa..."
"Bukan," kata Harry tiba-tiba. Meja langsung sunyi senyap.
Sekujur tubuh Harry gemetar. Belum pernah dia semarah itu.
"TAMBAH BRANDY-NYA!" teriak Paman Vernon, yang sudah pucat pasi. Dia mengosongkan botol brandy ke gelas Bibi Marge. "Kau," dia menggertak Harry. "Pergi tidur sana..."
"Jangan, Vernon," Bibi Marge cegukan, mengacung-kan tangan mencegah, matanya yang kecil merah menatap Harry. "Ayo, terus, Nak, terus. Bangga akan orangtuamu, ya" Mereka mati dalam kecelakaan mo-bil. Mabuk kukira..." "Mereka tid
ak meninggal dalam kecelakaan mobil!" kata Harry, yang sudah berdiri.
"Mereka meninggal dalam kecelakaan mobil, pem-bohong kecil, dan meninggalkanmu untuk jadi beban saudara mereka yang terhormat dan rajin bekerja!" teriak Bibi Marge, menggelembung saking marahnya. "Kau anak kurang ajar tak tahu terima kasih, yang..."
Tetapi mendadak Bibi Marge berhenti bicara. Sejenak dia seperti kehabisan kata-kata. Kelihatannya dia menggelembung karena kemaraha
n yang tak bisa di-keluarkan-tetapi dia menggelembung terus. Wajahnya yang besar merah menjadi
semakin besar, mata kecil-nya yang merah menjadi menonjol, dan mulutnya tertarik begitu kencang sampai tak bisa bicara.
Detik berikutnya, beberapa kancing terlempar lepas dari jaket tweed-nya dan melenting dari dinding-dia menggelembung seperti balon raksasa, perutnya mem-besar sampai ikat pinggangnya lepas, masing-masing jarinya melembung sampai sebesar sosis....
"MARGE!" teriak Paman Vernon dan Bibi Petunia bersamaan, ketika seluruh tubuh Bibi Marge mulai terangkat dari kursinya menuju langit-langit. Dia sudah bulat sekali sekarang, seperti pelampung besar dengan mata babi, dan tangan serta kakinya mencuat aneh sementara dia melayang ke atas, bersuara seperti orang ayan. Ripper berlari masuk, menggonggong liar ribut sekali.
"TIDAAAAAAAK!" Paman Vernon menyambar salah satu kaki Bibi Marge dan mencoba menariknya ke bawah, tetapi dia sendiri malah nyaris ikut terangkat. Detik berikut-nya, Ripper sudah melompat menggigit kaki Paman Vernon.
Harry kabur dari ruang makan sebelum ada yang bisa mencegahnya, menuju lemari di bawah tangga. Pintu lemari terbuka secara gaib ketika Harry tiba di depannya. Dalam sekejap saja
dia sudah menarik kopernya ke pintu depan. Dia berlari ke atas dan melempar diri ke bawah tempat tidurnya, menarik papan yang lepas dan menyambar sarung bantal berisi buku-buku dan hadiah ulang tahunnya. Harry keluar dari kolong tempat tidur, menyambar sangkar kosong Hedwig, dan kembali berlari menuruni tangga menuju kopernya, tepat ketika Paman Vernon muncul dari ruang makan, kaki celananya robek dan berdarah.
"KEMBALI KE SINI!" raungnya. "KEMBALI DAN SEMBUHKAN MARGE!"
Tetapi kemarahan luar biasa menguasai Harry. Dia menendang kopernya sampai terbuka, menarik keluar tongkatnya, dan mengacungkannya kepada Paman Vernon.
"Dia pantas menerimanya," kata Harry, napasnya tersengal.
"Dia pantas begitu. Paman jangan dekat-dekat aku."
Tangannya meraba ke belakang, mencari gerendel pintu.
"Aku mau pergi," kata Harry. "Aku sudah tak ta-han."
Dan saat berikutnya, dia sudah berada dijalan yang gelap dan sepi, menarik kopernya yang berat, menenteng sangkar Hedwig.
3 Bus Ksatria HARRY sudah melewati beberapa jalan sebelum akhirnya dia terpuruk di atas tembok rendah di Mag-nolia Crescent, terengah-engah kelelahan menyeret kopernya. Dia duduk diam, kemarahan masih meme-nuhi dirinya, mendengarkan jantungnya yang ber-degup kencang.
Tetapi setelah sepuluh menit dijalan yang gelap, emosi baru menguasainya: panik. Dari sudut mana pun dia memandangnya, belum pernah dia dalam kesulitan sebesar ini. Dia terdampar, sendirian, di dunia Muggle yang gelap, tak tahu mau ke
mana. Dan yang paling parah, dia baru saja menyihir, yang berarti sudah hampir pasti dia akan dikeluarkan dari Hogwarts. Dia jelas telah melanggar Dekrit Pembatas-an bagi Penyihir di Bawah Umur, dia heran petugas Kementerian Sihir belum muncul untuk menangkap-nya di situ.
Harry bergidik dan memandang sepanjang jalan Magnolia Crescent. Apa yang akan terjadi padanya" Akankah dia ditangkap, atau hanya sekadar dicampak-kan dari dunia sihir"
Dia teringat Ron dan Hermione, dan hatinya semakin berat.
Harry yakin bahwa, kriminal atau bukan, Ron dan Hermione pasti bersedia mem-bantunya sekarang, tetapi mereka berdua
ada di luar negeri, dan karena Hedwig tak ada, dia tak bisa menghubungi mereka.
Harry juga tak punya uang Muggle. Ada sedikit emas sihir di dalam kantong uang di dasar kopernya, tetapi sisa harta peninggalan orangtuanya tersimpan di ruangan besi di Bank Sihir Gringotts di London. Dia tak akan sanggup menyeret kopernya sampai ke London. Kecuali...
Dia menunduk menatap tongkatnya, yang masih dipeganginya. Kalau dia sudah dikeluarkan (jantungnya sekarang berdegup kencang menyakitkan), sedikit sihir lagi tak apa-apa. Dia punya Jubah Gaib yang diwarisi-nya dari ayahnya -bagaimana kalau dia menyihir kopernya, membuatnya seringan bulu, mengikatkannya ke sapunya, mengerudungi tubuhnya dengan Jubah Gaib, dan terbang ke London" Dengan begitu dia bisa mengambil sisa uangnya di ruangan b
esi dan... memulai hidupnya sebagai orang yang terbuang. Masa depan yang mengerikan, tetapi dia tidak bisa duduk di tembok ini berlama-lama, kalau tidak dia harus men-jelaskan kepada polisi Muggle kenapa dia berkeliaran di tengah malam buta membawa koper penuh buku sihir dan sapu.
Harry membuka kopernya lagi dan mendorong isi-nya ke pinggir,
mencari Jubah Gaib-nya-tetapi se-belum berhasil menemukannya, mendadak dia me-negakkan diri, sekali lagi melihat berkeliling.
Tadi tengkuknya merinding aneh, membuatnya me-rasa sedang diawasi, tetapi jalan itu kosong, dan tak ada lampu yang menyala di salah satu rumah-rumah besar itu.
Dia membungkuk di atas kopernya lagi, tetapi sekali lagi langsung bangun, tangannya mencengkeram tong-katnya. Dia merasakan, bukannya mendengar: ada orang atau sesuatu yang berdiri di celah sempit di ajitara garasi dan pagar di belakangnya. Harry me-nyipit memandang gang gelap itu.
Kalau saja benda itu bergerak, dia akan tahu apakah itu cuma kucing atau-makhluk lain.
"Lumos," gumam Harry dan ada cahaya muncul di ujung tongkatnya, membuatnya silau. Diangkatnya tongkatnya tinggi-tinggi di atas kepala, dan dinding-kerikil rumah nomor dua mendadak bercahaya, pintu garasinya berkilau, dan di antaranya, Harry melihat, cukup jelas, garis bentuk makhluk yang besar sekali, dengan mata lebar berkilat-kilat.
Harry melangkah mundur. Kakinya menabrak kopernya dan dia terhuyung. Tongkatnya melayang ketika dia menjulurkan tangan berusaha menahan jatuhnya, dan tubuhnya mendarat, keras, di selokan.
Terdengar bunyi DUAR keras dan Harry meng-angkat tangan menutupi matanya dari cahaya me-nyilaukan yang mendadak muncul....
Sambil berteriak dia berguling naik lagi di trotoar, tepat pada waktunya. Sedetik kemudian, sepasang ban dan lampu luar biasa besar berdecit berhenti tepat di tempatnya tergeletak tadi. Ketika mendongak, Harry melihat ban dan lampu itu milik bus ungu cerah bertingkat tiga yang muncul begitu saja entah dari mana. Huruf-huruf emas di kaca depannya ber-bunyi The Knight Bus-Bus Ksatria.
Sejenak Harry mengira jangan-jangan dia jadi sinting gara-gara jatuh tadi. Kemudian seorang kondektur memakai seragam ungu melompat turun dari bus dan mulai berteriak-teriak.
"Selamat datang di Bus Ksatria, transportasi darurat untuk para penyihir yang tersesat. Julurkan saja tangan-pemegang-tongkatmu, naiklah ke atas, dan kami bisa membawamu ke mana saja kau ingin pergi. Namaku Stan Shunpike, dan akulah kondekturmu malam ini..."
Si kondektur mendadak berhenti. Dia baru saja melihat Harry yang masih duduk di trotoar. Harry menyambar
tongkatnya dan terhuyung bangkit. Se-telah dekat, dilihatnya Stan Shunpike hanya beberapa tahun lebih tua darinya, delapan atau sembilan belas tahun paling banyak, dengan telinga lebar mencuat dan beberapa jerawat.
"Ngapain kau di bawah situ"" tanya Stan, mening-galkan gayanya yang profesional.
"Jatuh," kata Harry.
"Kenapa pakai jatuh segala"" Stan terkikik.
"Memangnya aku sengaja"" kata Harry, jengkel. Salah satu lutut celana jinsnya robek, dan tangan yang dipakainya menahan jatuhnya berdarah. Dia mendadak ingat kenapa dia sampai jatuh, dan buru-buru berbalik memandang gang di antara garasi dan pagar. Lampu depan bus menyinarinya terang bende-rang, dan gang itu kosong.
"Lihat apa sih"" tanya Stan.
"Ada binatang besar dan hitam," jawab Harry, me-nunjuk tak jelas ke arah gang. "Seperti anjing... tapi besar sekali..."
Dia berbalik memandang Stan, yang mulutnya se-dikit melongo. Dengan perasaan tak enak, Harry me-lihat mata Stan bergerak ke bekas luka di dahinya.
"Apa itu di kepalamu"" tanya Stan tiba-tiba.
"Tidak apa-apa," jawab Harry buru-buru, menutupi bekas lukanya dengan rambut. Kalau Kementerian Sihir sedang mencarinya, dia tak mau membuat me-reka begitu gampang menemukannya.
"Siapa namamu"" Stan memaksa.
"Neville Longbottom," kata Harry, menyebut nama pertama yang muncul dalam kepalanya. "Jadi-jadi bus ini," dia cepat-cepat meneruskan, berharap meng-alihkan perhatian Stan,
"kauhilang tadi pergi ke mana saja""
"Yep," kata Stan bangga, "ke mana pun kau mau, asal di darat. Kalau bawah air sih, nye
rah. Ayo," katanya, tampak curiga lagi, "kau memang memanggil kami, kan" Mengulurkan tangan-pemegang-tongkatmu, kan""
"Ya," kata Harry buru-buru. "Berapa sih ongkos ke London""
"Sebelas Sickle," kata Stan, "tapi kalau bayar empat belas kau dapat cokelat panas, dan kalau lima belas dapat botol-air-panas dan sikat gigi dengan warna pilihanmu sendiri."
Harry mencari-cari lagi di dalam kopernya, me-ngeluarkan kantong uangnya dan menjejalkan beberapa perak ke tangan Stan. Dia dan Stan kemudi-an mengangkat kopernya, dengan sangkar Hedwig di atasnya, menaiki tangga bus.
Tak ada tempat duduk. Alih-alih tempat duduk, setengah lusin tempat tidur kuningan berderet di sebelah jendela bertirai. Lilin-lilin menyala di atas rak di sebelah masing-masing tempat tidur, menyinari dinding bus yang berlapis papan. Seorang penyihir laki-laki tua memakai topi tidur di bagian belakang bus mengigau, "Jangan sekarang, terima kasih, aku sedang membuat acar siput," dan ia pun berguling dalam tidurnya.
"Kau di sini," bisik Stan, mendorong koper Harry ke bawah tempat tidur persis di belakang sopir, yang duduk di kursi berlengan di depan kemudi. "Ini sopir kita, Ernie Prang. Ini Neville Longbottom, Ern."
Ernie Prang, penyihir tua berkacamata sangat tebal, mengangguk kepada Harry. Dengan gugup Harry me-ratakan poninya lagi dan duduk di atas tempat tidurnya.
"Cabut, Ern," kata Stan, sambil duduk di kursi berlengan di sebelah kursi Ernie.
Terdengar bunyi DUAR keras sekali lagi, dan saat berikutnya Harry sudah tergeletak di atas tempat tidurnya, terlempar ke belakang saking cepatnya Bus Ksatria meluncur.
Duduk lagi, Harry memandang ke luar jendela yang gelap dan melihat bahwa mereka sekarang meluncur dijalan yang sama sekali lain. Stan mengawasi wajah Harry yang keheranan dengan senang.
"Tadi kami di sini sebelum kau memanggil kami," katanya.
"Kita di mana, Ern" Suatu tempat di Wales""
"Ya," kata Ernie.
"Kenapa Muggle tidak mendengar bus ini"" tanya Harry
"Mereka!" kata Stan menghina. "Tidak mendengar-kan dengan benar, kan" Tidak melihat dengan benar juga. Tak pernah memperhatikan apa-apa."
"Lebih baik bangunkan Madam Marsh, Stan," kata Ern.
"Sebentar lagi kita sampai di Abergavenny."
Stan melewati tempat tidur Harry dan menghilang menaiki tangga kayu sempit. Harry masih memandang ke luar jendela, merasa makin lama makin gugup. Ernie kelihatannya tidak menguasai kegunaan roda kemudi. Bus Ksatria berkali-kali naik ke trotoar, tetapi tidak menabrak apa-apa. Deretan lampu jalanan, boks surat, dan tempat sampah melompat menghindar ketika bus mendekat, dan kembali ke posisi
masing-masing setelah bus lewat.
Stan turun lagi, diikuti penyihir wanita pucat agak kehijauan yang terbungkus mantel bepergian.
"Nah, sudah sampai, Madam Marsh," kata Stan riang, ketika Ern menginjak rem dan tempat-tempat tidur meluncur tiga puluh senti ke depan. Madam Marsh menempelkan saputangan ke mulutnya dan terhuyung menuruni tangga bus.
Stan melemparkan tasnya ke bawah, lalu menyentakkan pintu bus hingga menutup. Terdengar bunyi DUAR keras lagi, dan bus meluncur menuruni jalan sempit di desa, pohon-pohon berlompatan menghindarinya.
Harry tak akan bisa tidur, bahkan seandainya dia sedang naik bus yang tidak terus meletus DUAR DUAR dan melompat seratus lima puluh kilo setiap kali bergerak sekalipun. Perutnya melilit ketika dia kembali memikirkan apa yang akan terjadi padanya, dan apakah keluarga Dursley sudah berhasil me-nurunkan Bibi Marge dari langit-langit.
Stan telah membuka Daily Prophet dan sekarang sedang membaca dengan lidah di antara giginya. Foto besar laki-laki berwajah cekung dengan rambut panjang kusut-masai mengedip pelan kepada Harry dari halaman depan. Harry rasanya pernah melihatnya.
"Orang itu!" celetuk Harry sejenak melupakan kesulitannya.
"Dia muncul di berita Muggle!" Stan membalik halaman depan lagi dan terkekeh. "Sirius Black," katanya, mengangguk.
"Tentu saja dia muncul di berita Muggle, Neville. Ke mana saja kau""
Stan tertawa sok tahu melihat wajah bengong Harry, mengambil halaman depan koran, dan menyerahkan-nya kepadanya.
"Kau harus lebih sering baca koran,
Neville." Harry mendekatkan koran ke lilin dan membaca: BLACK MASIH BERKELIARAN
Sirius Black, mungkin narapidana paling terkenal yang pernah ditahan di benteng Azkaban, masih belum berhasil ditangkap, Kementerian Sihir meng-konfirmasikan hari ini.
"Kami melakukan apa saja yang kami bisa untuk menangkap kembali Black," kata Menteri Sihir, Cornelius Fudge, pagi ini, "dan kami minta masya-rakat penyihir retap tenang."
Fudge dikritik oleh beberapa anggota Federasi Penyihir Internasional karena telah memberitahu Perdana Menteri Muggle tentang krisis ini.
"Saya terpaksa, kan," kata Fudge yang jengkel. "Black gila.
Dia berbahaya bagi siapa saja yang bertemu dengannya, penyihir ataupun Muggle. Saya mendapat jaminan Perdana Menteri bahwa dia tidak akan mengungkap identitas Black yang sebenarnya kepada siapa pun. Dan kita hadapi saja kenyataan ini-siapa yang percaya seandainya dia mengungkap-nyar
Sementara para Muggle diberitahu bahwa Black membawa senapan (semacam tongkat logam yang digunakan Muggle untuk saling bunuh), masya-rakat penyihir ketakutan akan terjadi pembunuhan besar-besaran seperti dua belas tahun lalu, ketika Black membunuh tiga belas orang dengan satu kutukan.
Harry memandang mata Sirius Black yang dilingkari bayangan hitam, satu-satunya bagian di muka cekung itu yang kelihatan hidup. Harry belum pernah melihat vampir, tetapi sudah pernah melihat foto-fotonya da-lam pelajaran Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, dan Black, dengan kulitnya yang pucat seperti lilin, kelihat-an seperti vampir.
"Tampangn ya mengerikan, ya"" kata Stan, yang mengawasi Harry membaca.
"Dia membunuh tiga belas orang"" tanya Harry menyerahkan kembali halaman koran itu kepada Stan. "Dengan satu kutukan!"
"Yep," kata Stan. "Di depan banyak orang. Siang hari bolong. Bikin heboh besar, iya kan, Ern"" "Ya," kata Ernie suram.
Stan berputar di kursinya, tangannya memegang punggung kursi, agar bisa memandang Harry lebih jelas. "Black pendukung utama Kau-Tahu-Siapa," katanya. "Apa, Voldemort"" kata Harry tanpa berpikir.
Bahkan jerawat Stan ikut pucat. Ern menyentak roda kemudi begitu kerasnya, sehingga seluruh rumah pertanian harus melompat minggir untuk menghindari bus itu.
"Kau gila"" pekik Stan. "Ngapain sebut-sebut nama-nya""
"Sori," kata Harry buru-buru. "Sori, aku-aku lupa..."
"Lupa!" kata Stan lemas. "Astaga, jantungku nyaris copot..." "Jadi-jadi Black pendukung Kau-Tahu-Siapa"" tanya Harry dengan nada minta maaf.
"Yeah," kata Stan, masih mengusap-usap dadanya. "Yeah, betul. Dekat sekali dengan Kau-Tahu-Siapa, katanya... tapi, waktu si kecil Arry Potter mengalah-kan Kau-Tahu-Siapa"Harry dengan gugup merata-kan poninya lagi-"semua pendukung Kau-Tahu-Si-apa dilacak, iya kan, Ern" Sebagian besar dari mereka tahu, semuanya sudah berakhir dengan lenyapnya Kau-Tahu-Siapa, dan mereka diam-diam menyerahkan diri. Tapi Sirius Black tidak. Kudengar dia ber-anggapan akan jadi orang kedua begitu Kau-Tahu-Siapa berkuasa.
"Yang jelas, mereka menyudutkan Black di tengah jalan penuh Muggle dan Black mencabut keluar tong-katnya dan menghancurkan seluruh jalan. Satu pe-nyihir jadi korban, begitu juga selusin Muggle yang ada di situ. Mengerikan, eh"
Dan kau tahu apa yang dilakukan Black sesudahnya"" Stan meneruskan dalam bisikan dramatis. "Apa"" tanya Harry.
"Tertawa," kata Stan. "Berdiri saja di sana dan ter-tawa.
Dan ketika bala bantuan dari Kementerian Sihir datang, dia patuh saja pergi bersama mereka, masih tertawa terbahak-bahak. Karena dia gila, iya kan, Ern" Dia gila, kan""
"Kalau dia belum gila waktu dibawa ke Azkaban, dia pasti sudah gila sekarang," kata Ern dengan gaya bicaranya yang lambat. "Aku lebih baik bunuh diri daripada ke tempat itu.
Tapi, ganjaran yang pantas untuk Black... setelah apa yang dilakukannya..."
"Mereka susah payah menutupi peristiwa itu, iya kan, Ern""
kata Stan. "Jalan diledakkan dan begitu banyak Muggle yang mati. Mereka bilang apa yang terjadi, Ern"" "Ledakan gas," gerutu Ern.
"Dan sekarang dia kabur," kata Stan, mengamati foto wajah Black yang kurus kering dan cekung. "Belum pernah ada yang berhasil kabur dari Azkaban, iya kan,
Ern" Heran sekali bagaimana dia bisa kabur. Mengerikan, ya" Tapi kurasa dia tak punya banyak kesempatan, para pengawal Azkaban akan segera me-nangkapnya lagi, eh, Ern""
Ernie tiba-tiba bergidik.
"Bicara soal lain saja, Stan. Para pengawal Azkaban itu membuatku ngeri."
Stan meletakkan korannya dengan enggan dan Harry bersandar ke jendela Bus Ksatria, merasa lebih terpukul dari sebelumnya. Di luar kemauannya, dia membayangkan apa yang m
ungkin diceritakan Stan kepada para penumpang bus beberapa malam men-datang: "Sudah dengar tentang Arry Potter" Dia menggelembungkan bibinya. Dia naik Bus Ksatria ini, iya kan, Ern" Dia mencoba melarikan diri...."
Harry telah melanggar undang-undang sihir seperti halnya Sirius Black. Apakah menggelembungkan Bibi Marge kesalahan yang cukup besar untuk mengirim-nya ke Azkaban" Harry tak tahu apa-apa tentang penjara sihir ini, meskipun semua orang yang pernah didengarnya bicara tentang Azkaban, membicarakan-nya dengan nada ngeri yang sama. Hagrid-si peng-awas binatang liar Hogwarts-melewatkan dua bulan di sana tahun lalu. Harry tak bisa melupakan kengerian di wajah Hagrid ketika dia diberitahu akan dikirim ke Azkaban, padahal Hagrid salah satu orang paling berani yang dikenal Harry.
Bus Ksatria meluncur menembus kegelapan malam, membuat semak belukar, telepon umum, dan pepo-honan serabutan menyingkir. Dan Harry berbaring, gelisah dan merana, di tempat tidurnya yang berkasur isi-bulu. Setelah lewat beberapa saat, Stan ingat bahwa Harry telah membayar untuk cokelat panas, tetapi saat menuangnya, cokelat tumpah ke atas bantal Harry karena bus bergerak mendadak dari Anglesea ke Ab-erdeen. Satu demi satu, penyihir pria dan wanita dalam baju tidur dan sandal turun dari tingkat atas untuk meninggalkan bus. Mereka semua kelihatan senang sudah sampai.
Akhirnya penumpang yang tersisa hanya Harry sendirian.
"Nah, Neville," kata Stan, menepukkan tangannya,
"Londonnya di mana""
"Diagon Alley," kata Harry.
"Baik," kata Stan, "pegangan erat-erat..."
DUAR! Mereka menderu sepanjang Charing Cross Road. Harry duduk dan melihat bangunan-bangunan dan bangku-bangku mengerut me
nghindari Bus Ksatria. Langit sudah agak terang.
Dia akan berbaring satu-dua jam, pergi ke Gringotts begitu bank ini buka, kemudian pergi-ke mana, dia tidak tahu.
Ern menginjak rem dan Bus Ksatria berhenti men-decit di depan tempat minum kecil kumuh, Leaky Cauldron. Di belakang tempat minum itulah jalan masuk ajaib ke Diagon Alley.
"Terima kasih," kata Harry kepada Ern.
Dia melompat turun dan membantu Stan menurun-kan kopernya dan sangkar Hedwig ke trotoar. "Nah," kata Harry, "selamat tinggal!" Tetapi Stan tidak mengacuhkannya. Masih
berdiri di pintu bus, dia terbelalak menatap pintu masuk Leaky Cauldron yang remang-remang. "Akhirnya kau datang, Harry," terdengar suara.
Sebelum Harry bisa berbalik, dia merasa ada ta-ngan memegang bahunya. Pada saat bersamaan, Stan berteriak, "Astaga! Ern, sini! Sini!"
Harry mendongak menatap si pemilik tangan di bahunya dan merasa seember air mengguyur perut-nya-rupanya dia mendatangi Cornelius Fudge, si Menteri Sihir sendiri.
Stan melompat ke trotoar di sebelah mereka.
"Anda memanggil Neville apa, Pak Menteri""
Fudge, laki-laki pendek gemuk memakai mantel bergaris-garis, tampak kedinginan dan kelelahan. "Neville"" dia mengulang, mengernyit. "Ini Harry Potter."
"Aku tahu!" Stan berteriak girang. "Ern! Ern! Tebak siapa Neville, Ern! Dia Hrry Potter! Aku bisa lihat bekas lukanya!"
"Ya," kata Fudge tak sabar. "Aku senang Bus Ksatria mengangkut Harry, tapi aku perlu masuk Leaky Caul-dron sekarang..."
Fudge menambah tekanan di bahu Harry, dan Harry digiring masuk ke tempat minum itu. Sesosok tubuh bungkuk membawa lentera muncul di pintu di bela-kang bar. Dia Tom, si pemilik tempat minum yang sudah sangat tua dan ompong.
"Anda berhasil menemukannya, Pak Menteri!" kata Tom. "Anda memerlukan sesuatu" Bir" Brandy""
"Mungkin sepoci teh," kata Fudge, yang masih belum melepaskan Harry. Terdengar bunyi berkeresak dan tersengal-sengal keras di belakang mereka. Stan dan Ern muncul, membawa koper Harry serta sangkar Hedwig,
dan memandang berkeliling dengan bergairah.
"Kenapa kau tidak bilang kau ini siapa, eh, Neville"" kata Stan, tersenyum kepada Harry, semen-tara wajah Ernie yang seperti burung hantu mengintip ingin tahu dari balik bahu Stan.
"Dan ruang pribadi, tolong, Tom," kata Fudge tegas.
"Bye," kata Harry muram kepada Stan dan Ern, ketika Tom memberi isyarat kepada Fudge ke arah lorong di belakang bar.
"Bye, Neville!" seru Stan.
Fudge membawa Harry menyusuri lorong sempit, mengikuti lentera Tom, dan kemudian masuk ke da-lam ruangan kecil.
Tom menjentikkan jari-jarinya, api berkobar menyala di perapian, dan Tom membungkuk minta diri lalu meninggalkan ruangan.
"Duduklah, Harry," kata Fudge menunjuk kursi di dekat perapian.
Harry duduk, merasa lengannya merinding, walau-pun apinya hangat. Fudge membuka mantel bergaris-nya dan melemparkannya ke pinggir, kemudian me-narik ke atas celana hijau-botolnya dan duduk di hadapan Harry.
"Aku Cornelius Fudge, Harry. Menteri Sihir."
Harry sudah tahu, tentu. Dia pernah melihat Fudge sekali sebelum ini, tetapi karena waktu itu Harry memakai Jubah Gaib ayahnya, Fudge tidak boleh tahu.
Tom si pemilik tempat minum muncul lagi, mema-kai celemek di atas baju tidurnya dan membawa senampan teh dan kue. Diletakkannya nampan itu di atas meja di antara Fudge dan Harry, lalu dia me-ninggalkan ruangan, menutup pintu di belakangnya.
"Nah, Harry," kata Fudge, menuang teh, "kau mem-buat kami semua kalang kabut, tak ada salahnya kuberitahu. Kabur dari rumah bibi dan pamanmu seperti itu! Aku sudah mengira... tapi kau selamat, itu yang penting." Fudge mengolesi kue dengan mentega dan men-dorong piringnya ke arah Harry.
"Makan, Harry, kau kelihatan lelah sekali. Nah... Kau akan senang mendengar kami telah membereskan urusan penggelembungan Miss Marjorie Dursley. Dua anggota Departemen Pembalikan Sihir Tak-Sengaja dikirim ke Privet Drive beberapa jam yang lalu. Miss Dursley sudah dikempiskan dan ingatannya sudah dimodifikasi. Dia tak ingat sama sekali kejadian itu. Begitulah, jadi tak apa-apa."
Fudge tersenyum kepada Harry dari atas tepi cang-kir tehnya, seperti paman yang memandang keponak-an kesayangannya. Harry, yang tidak bisa memper-cayai telinganya, membuka mulut untuk bicara, tapi tak bisa memikirkan apa yang mau dikatakan, jadi menutupnya lagi.
"Ah, kau mencemaskan reaksi bibi dan pamanmu"" kata Fudge. "Yah, aku tidak menyangkal mereka ma-rah besar, Harry, tetapi mereka bersedia menerimamu lagi musim panas yang akan datang, asal kau tinggal di Hogwarts selama liburan Natal dan Paskah."
Harry membuka sumbat lehernya.
"Saya selalu tinggal di Hogwarts selama liburan Natal dan Paskah," katanya, "dan saya tak mau lagi kembali ke Privet Drive."
"Tunggu, tunggu, aku yakin kau akan berpendapat lain kalau sudah tenang nanti," kata Fudge dengan nada cemas.
"Bagaimanapun juga mereka keluargamu, dan aku yakin kalian saling menyayangi-er-jauh dalam lubuk hati."
Tak terpikir oleh Harry untuk mengoreksi Fudge. Dia masih menunggu apa yang akan terjadi padanya sekarang.
"Jadi yang tinggal dilakukan," kata Fudge, sekarang mengolesi kuenya yang kedua, "adalah memutuskan di mana kau akan melewatkan sisa dua minggu liburanmu. Kusarankan kau menginap di salah satu kamar di sini, di Leaky Cauldron dan..."
"Tunggu," sela Harry, "bagaimana dengan hukuman saya""
Fudge mengejapkan mata. "Hukuman""
"Saya melanggar hukum!" kata Harry. "Dekrit Pem-batasan bagi Penyihir di Bawah Umur!"
"Oh, Nak, kami tidak akan menghukummu untuk urusan kecil seperti itu!" seru Fudge, melambaikan kuenya dengan tak sabar. "Itu kan tak sengaja! Kami tidak mengirim orang ke Azkaban hanya karena menggelembungkan bibi mereka!"
Tetapi ini sama sekali tidak cocok dengan yang sudah terjadi di masa lalu antara Harry dan Kemen-terian Sihir.
"Tahun lalu, saya mendapat peringatan resmi hanya karena ada peri-rumah membanting puding di rumah paman saya!"
kata Harry, mengernyitkan kening. "Kementerian Sihir mengatakan saya akan dikeluarkan dari Hogwarts kalau terjadi sihir lagi di sana!"
Kecuali mata Harry mengelabuinya, Fudge men-dadak kelihatan salah tingkah. "Situasi ber
ubah, Harry... kami harus memper-hitungkan... dalam keadaan sekarang... tentunya kau tidak ingin dikeluarkan"" "Tentu saja tidak," kata Harry.
"Nah, kalau begitu, buat apa diributkan"" Fudge tertawa ringan. "Ayo, makan kuenya, Harry, sementara aku mengecek apakah Tom punya kamar untukmu."
Fudge meninggalkan ruangan dan Harry meman-dang punggungnya. Ada sesuatu yang aneh sekali sedang berlangsung. Kenapa Fudge menunggunya di Leaky Cauldron, kalau bukan mau menghukumnya untuk apa yang telah dilakukannya" Dan sekarang setelah Harry pikir-pikir, tentunya tidak biasa bagi Menteri Sihir sendiri melibatkan diri dalam urusan penyihir di bawah umur"
Fudge muncul lagi, ditemani Tom si pemilik rumah minum.
"Kamar sebelas kosong, Harry," kata Fudge. "Kurasa kau akan sangat nyaman di sini. Hanya ada satu hal, dan aku yakin kau akan mengerti: aku tak ingin kau berkeliaran di London-nya Muggle, oke" Jalan-jalan di Diagon Alley saja. Dan kau harus sudah pulang sebelum gelap setiap malam. Tentu kau mengerti. Tom akan menjagamu untukku."
"Oke," kata Harry lambat-lambat, "tetapi ke-napa...""
"Kami tak ingin kehilangan kau lagi, kan"" kata Fudge terbahak. "Tidak, tidak... lebih baik kami tahu kau di mana... maksudku..."
Fudge berdeham keras dan memungut mantel ber-garisnya. "Nah, aku pulang dulu, masih banyak pekerjaan." "Apakah Anda sudah mendapat titik terang soal Black""
tanya Harry. Jari-jari Fudge tergelincir lepas dari kancing perak mantelnya.
"Apa" Oh, kau sudah dengar-wah, belum, tapi cuma soal waktu saja. Para pengawal Azkaban belum pernah gagal... dan mereka belum pernah semarah ini."
Fudge bergidik sedikit. "Jadi, aku minta diri dulu."
Dia mengulurkan tangan dan Harry, saat menjabat-nya, mendadak mendapat ide. "Eh-Pak Menteri" Boleh saya tanya sesuatu""
"Tentu saja," Fudge tersenyum. "Murid-murid kelas tiga di Hogwarts diizinkan mengunjungi Hogsmeade dari waktu ke waktu, tetapi bibi dan paman saya tidak menandatangani formulir perizinannya. Apakah Anda bisa menandatangani-nya""
Fudge kelihatan salah tingkah.
"Ah," katanya. "Tidak. Tidak, maaf sekali, Harry, tetapi karena aku bukan orangtua ataupun walimu..." "Tetapi Anda Menteri Sihir," kata Harry berse-mangat. "Jika Anda memberi saya izin..." "Tidak, maaf, Harry, tapi peraturan adalah per-aturan,"
kata Fudge tegas. "Mungkin kau akan bisa mengunjungi Hogsmeade tahun depan. Menurutku, malah lebih baik kalau kau tidak ke Hogsmeade... ya... nah, aku pergi sekarang.
Nikmati sisa liburanmu di sini, Harry."
Setelah tersenyum sekali lagi dan menjabat tangan Harry, Fudge meninggalkan ruangan. Tom sekarang bergerak maju, tersenyum kepada Harry.
"Silakan ikut aku, Mr Potter," katanya. "Aku sudah membawa barang-barangmu ke atas...."
Harry mengikuti Tom menaiki tangga kayu keren menuju pintu bertempel angka sebelas dari kuningan. Tom membuka pintu itu.
Di dalam ada tempat tidur yang kelihatannya nya-man, perabot dari kayu ek yang dipelitur mengilap, perapian yang menyala cerah, dan bertengger di atas lemari pakaian...
"Hedwig!" Harry terpekik.
Burung hantu berbulu seputih salju itu membuat bunyi klik dengan paruhnya dan terbang turun ke lengan Harry.
"Burung hantumu cerdik sekali," Tom terkekeh. "Muncul kira-kira lima menit sesudah kau datang. Kalau ada yang kaubutuhkan, Mr Potter, jangan ragu-ragu memintanya."
Tom membungkuk sekali lagi dan pergi.
Harry duduk di tempat tidurnya lama sekali, me-renung sambil membelai-belai Hedwig. Langit di luar jendela berubah cepat dari biru tua bagai beledu menjadi abu-abu dingin keperakan, dan kemudian, perlahan-lahan, kemerahan bersemburat emas. Harry nyaris tak percaya bahwa dia baru meninggalkan Privet Drive beberapa jam yang lalu, bahwa dia tidak dikeluarkan, dan bahwa dia sekarang akan menjalani dua minggu tanpa keluarga Dursley.
"Malam yang aneh sekali, Hedwig," dia menguap. Lalu, bahkan tanpa melepas kacamatanya, dia merebahkan kepala di atas bantal dan langsung tertidur.
4 Leaky Cauldron PERLU beberapa hari bagi Harry untuk membiasakan diri dengan kebebasannya yang aneh. Belum pernah dia bisa bangun kapan saja dia suka atau makan apa pun yang d
iinginkannya. Dia bahkan bisa pergi ke mana pun dia mau, asal saja masih di Diagon Alley dan karena jalan panjang dari batu ini dipenuhi toko-toko sihir paling menakjubkan di seluruh dunia, Harry sama sekali tak punya keinginan untuk melanggar janjinya kepada Fudge dan memasuki dunia Muggle lagi.
Harry sarapan setiap pagi di Leaky Cauldron. Dia senang mengawasi tamu-tamu lainnya: penyihir-penyihir wanita tua dari pedesaan, yang akan ber-belanja seharian; penyihir-penyihir bertampang-ter-hormat mendiskusikan artikel terakhir di Transfigura-tion Today-Transfigurasi Hari Ini; penyihir-penyihir ber-tampang-liar; kurcaci bersuara serak, dan sekali bah-kan nenek sihir mencurigakan yang memesan sepiring hati mentah dari balik balaclava-topi rajutan wol tebal yang menutupi kepala dan lehernya.
Sesudah sarapan Harry ke halaman belakang, me-ngeluarkan tongkatnya, mengeruk batu bata ketiga dari
kiri di atas tempat sampah, dan mundur saat gerbang lengkung menuju Diagon Alley membuka di tembok.
Harry melewatkan hari-hari musim panas yang pan-jang dengan melihat-lihat toko dan makan di bawah payung warna-warni di luar kafe-kafe, tempat para pengunjung saling memamerkan belanjaannya ("ini lunaskop-tak perlu lagi susah payah mempelajari peta bulan, lihat"") atau mendiskusikan kasus Sirius Black ("aku tidak akan membiarkan anak-anakku ke-luar sendiri, sampai dia dikembalikan ke Azkaban."). Harry tak perlu lagi mengerjakan PR di bawah selimut dengan penerangan senter. Sekarang dia bisa duduk di bawah cahaya terang matahari di depan toko es krim Florean Fortescue, menyelesaikan semua tugas mengarangnya dengan kadang-kadang dibantu Florean Fortescue sendiri, yang selain tahu banyak tentang pembakaran penyihir di abad pertengahan, memberi Harry es krim gratis setengah jam sekali.
Sesudah Harry mengisi kembali kantong uangnya dengan Galleon emas, Sickle perak, dan Knut pe-runggu dari lemari besinya di Gringotts, dia perlu menahan diri untuk tidak menghabiskan uangnya sekaligus. Berkali-kali dia mengingatkan diri bahwa dia masih harus lima tahun lagi di Hogwarts
, dan bagaimana rasanya kalau harus minta uang dari ke-luarga Dursley untuk membeli buku-buku mantra. Itu dilakukannya untuk mencegah dirinya membeli satu set Gobstones emas yang bagus sekali (per-mainan sihir dengan batu-batu emas mirip kelereng, dan batu-batu itu menyemprotkan cairan bau ke wajah pemain lawan setiap kali dia kehilangan satu angka). Harry juga sangat tergoda oleh galaksi yang bisa bergerak dalam bola kaca besar, yang berarti dia tak perlu lagi ikut pelajaran Astronomi. Tetapi barang yang paling menggoda dan nyaris merontok-kan tekad Harry muncul di toko favoritnya, Peralatan Quidditch Berkualitas, seminggu setelah dia tiba di Leaky Cauldron.
Penasaran apa yang sedang dikerubungi pengunjung di toko itu, Harry masuk dan menyelip di antara para penyihir yang bergairah sampai dia bisa melihat podium yang baru didirikan. Di atas podium itu dipajang sapu paling hebat yang pernah dilihatnya seumur hidupnya.
"Baru keluar... masih contoh...," seorang penyihir berahang persegi memberitahu temannya.
"Itu sapu paling cepat di dunia ya, Dad"" kata seorang anak laki-laki yang lebih kecil dari Harry, yang menggelayut di lengan ayahnya.
"Regu Internasional Irlandia baru saja memesan tujuh sapu cantik ini," pemilik toko memberitahu kerumunan pengunjung.
"Dan sapu ini favorit untuk Piala Dunia!"
Seorang penyihir wanita tinggi besar di depan Harry bergeser dan Harry bisa membaca tulisan di sebelah sapu: Sapu balap yang dibuat berdasarkan teknologi paling canggih ini tangkainya terbuat dari kayu ash pilihan, dicat dengan bahan khusus yang sekeras intan, dan dinomori
dengan nomor registrasi tersendiri yang ditulis tangan.


Harry Potter Dan Tawanan Azkaban Karya J.k Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ranting-ranting birch untuk ekornya masing-masing diseleksi dan diruncingkan sampai tak lagi mempunyai hambatan udara, membuat keseimbangan dan presisi firebolf ini tak tertandingi.
Firebolt ini bisa digas dari 0-225 kilometer per jam dalam waktu sepuluh detik dan memiliki sistem rem sihir yang tak bisa rusak. Harga diberitahukan kepada penanya.
Harga diberitahukan kepa da penanya... Harry tak ingin memikirkan berapa banyak emas harga sapu itu. Seumur hidupnya belum pernah dia mengingin-kan sesuatu sampai seperti itu-tetapi dia belum per-nah kalah dalam pertandingan Quidditch dengan naik Nimbus Dua Ribu-nya,
dan apa gunanya mengosong-kan lemari besinya di Gringotts untuk membeli Firebolt, kalau dia sudah punya sapu yang bagus sekali" Harry tidak menanyakan harganya, tetapi dia kembali ke toko itu, hampir setiap hari, hanya untuk memandang Firebolt.
Tapi ada barang-barang yang harus dibeli Harry. Dia pergi ke toko bahan ramuan untuk melengkapi bahan-bahan ramuannya, dan karena jubah-jubah seragamnya sudah kependekan, baik panjangnya maupun lengan-nya, dia mengunjungi toko Jubah untuk Segala Kesempatan Kreasi Madam Malkin, dan membeli beberapa jubah baru. Yang paling penting, dia harus membeli buku-buku baru, termasuk untuk dua mata pelajaran barunya, Pemeliharaan Satwa Gaib dan Ramalan.
Harry mendapat kejutan ketika dia melongok ke etalase toko buku. Alih-alih mendisplai buku-buku mantra setebal batu bata dengan huruf-huruf emas, di balik kaca etalase ada kandang besi besar berisi kira-kira seratus eksemplar Buku Monster tentang Mon-ster. Halaman-halaman yang robek beterbangan selagi buku-buku itu saling berkelahi, bergulat saling me-ngunci, dan mengatup-ngatup dengan galak.
Harry mengeluarkan daftar buku dari sakunya dan membac
anya untuk pertama kali. Buku Monster tentang Monster terdaftar sebagai buku untuk pelajaran Peme-liharaan Satwa Gaib. Sekarang Harry mengerti kenapa Hagrid bilang buku itu akan berguna. Dia merasa lega. Selama ini dia bertanya-tanya dalam hati apakah Hagrid memerlukan bantuan untuk memelihara bina-tang mengerikan yang baru.
Saat Harry memasuki Flourish and Blotts, manajer toko buku bergegas menyongsongnya. "Hogwarts"" tanyanya langsung. "Mau beli buku barumu""
"Ya," kata Harry. "Saya memerlukan..."
"Minggir," kata si manajer tak sabar, mendorong Harry. Dia mengeluarkan sepasang sarung tangan sangat tebal, mengambil tongkat besar berbonggol, dan berjalan ke arah pintu kandang Buku Monster.
"Tunggu," kata Harry buru-buru, "saya sudah pu-nya buku itu."
"Sudah"" Kelegaan luar biasa meliputi wajah si manajer.
"Syukurlah. Aku sudah digigit lima kali sepagian ini..."
Bunyi robekan keras memenuhi udara. Dua Buku Monster menyambar buku ketiga dan menariknya sam-pai jebol.
"Stop! Stop!" teriak si manajer, menyodok-nyodok-kan tongkatnya melalui jeruji kandang dan memisah-kan ketiga buku itu. "Aku tak akan mau menjualnya lagi, tak akan pernah! Heboh sekali! Kukira kami telah mengalami yang terburuk ketika kami membeli dua ratus eksemplar Buku Tak-Kasatmata tentang Ketak-kasatmataan-harganya mahal sekali dan sampai seka-rang kami tak bisa menemukannya...
Nah, apa ada lagi yang bisa kubantu""
"Ya," kata Harry, membaca daftarnya. "Saya perlu Menyingkap Kabut Masa Depan karangan Cassandra Vablatsky." "Ah, mau
mulai pelajaran Ramalan, ya"" kata si manajer seraya membuka sarung tangannya dan mem-bawa Harry ke bagian belakang toko. Di bagian bela-kang itu ada sudut khusus untuk buku-buku ramalan. Ada meja kecil dengan tumpukan buku dengan judul-judul seperti Meramalkan yang Tak Dapat Diramalkan: Mengisolasi Diri dari Kekagetan dan Bola Pecah: Ketika Nasib Baik Berubah Menjadi Nasib Buruk.
"Ini dia," kata si manajer yang telah menaiki bangku bertangga dan menurunkan buku tebal bersampul hitam.
"Menyingkap Kabut Masa Depan. Buku panduan yang bagus sekali untuk semua metode dasar ramalan- membaca garis tangan, bola kristal, isi perut burung..."
Tetapi Harry tidak mendengarkan. Tak sengaja ter-pandang olehnya sebuah buku yang dipajang di antara buku-buku lain di atas meja kecil, Tanda-Tanda Kematian: Apa yang Harus Anda Lakukan Jika Tahu yang Terburuk akan Terjadi.
"Oh, aku tak akan mau membaca itu kalau aku jadi kau," kata manajer toko yang melihat apa yang dipandang Harry.
"Kau akan melihat tanda-tanda ke-matian di mana-mana, cukup membuat orang ke-takutan sampai mati."
Tetapi Harry tetap menatap sampul depan buku itu. Sampul itu menampilkan gambar anjing hitam sebesar beruang, deng
an mata berkilat. Aneh sekali, rasanya gambar itu tak asing....
Si manajer menyerahkan buku Menyingkap Kabut Masa Depan ke tangan Harry.
"Ada lagi yang lain"" tanyanya.
"Ya," kata Harry, mengalihkan pandangannya dari si anjing dan dengan bingung membaca daftarnya. "Eh-saya perlu Transfigurasi Tingkat Menengah dan Kitab Mantra Standar, Tingkat Tiga."
Harry meninggalkan Flourish and Blotts sepuluh me-nit kemudian dengan mengepit buku-buku barunya, dan berjalan pulang ke Leaky Cauldron, nyaris tidak memperhatikan jalan dan menabrak beberapa orang.
Dia menaiki tangga ke kamarnya, masuk, dan me-naruh buku-bukunya di atas tempat tidur. Sudah ada yang merapikan kamarnya. Jendela-jendelanya terbuka dan sinar matahari menyorot masuk. Harry bisa men-dengar bus-bus menderu lewat dijalan Muggle yang tak kelihatan di belakangnya, dan suara orang-orang yang lewat tak kelihatan di bawah di Diagon Alley. Dia melihat tampangnya sendiri di cermin di atas wastafel.
"Tak mungkin itu pertanda kematian," katanya me-nantang kepada bayangannya. "Aku panik waktu me-lihatnya di Magnolia Crescent. Mungkin dia cuma anjing yang tersesat...."
Secara otomatis dia mengangkat tangan dan men-coba meratakan rambutnya. "Percuma saja, pasti berantakan lagi," kata cermin-nya dengan suara berdesis.
Hari demi hari berlalu. Setiap kali keluar, Harry mulai mencari-cari Ron dan Hermione. Banyak mu-rid Hogwarts yang sudah muncul di Diagon Alley sekarang, karena sebentar lagi sudah masuk sekolah. Harry bertemu Seamus Finnigan dan Dean Thomas, sesama teman asrama di Gryffindor, di toko Peralatan Quidditch Berkualitas. Mereka berdua juga mengagumi Firebolt. Harry juga bertemu Neville Longbottom yang asli, seorang anak laki-laki pelupa bermuka bundar, di depan Flourish and Blotts. Harry tidak menyapanya. Neville rupanya kehilangan daftar bukunya dan se-dang ditegur oleh neneknya yang kelihatan galak. Harry berharap nenek Neville tidak akan pernah tahu dia menyamar jadi Neville ketika sedang melarikan diri dari Kementerian Sihir.
Harry terbangun pada hari terakhir liburan, berpikir bahwa paling tidak dia akan bertemu Ron dan Hermione besok pagi, di Hogwarts Express. Dia bangun, berpakaian, pergi melihat
Firebolt untuk terakhir kali-nya, dan sedang berpikir-pikir enaknya makan siang di mana, ketika ada yang meneriakkan namanya dan dia berpaling.
"Harry! HARRY!"
Kedua sahabatnya. Mereka duduk di luar toko es krim Florean Fortescue. Bintik-bintik di wajah Ron tampak jelas sekali, sedang kulit Hermione sangat cokelat. Keduanya melambai-lambai penuh semangat ke arahnya.
"Akhirnya!" kata Ron, nyengir kepada Harry ketika Harry ikut duduk. "Kami ke Leaky Cauldron, tapi mereka bilang kau
sudah pergi, dan kami ke Flourish and Blotts, dan Madam Malkin, dan..." "Aku sudah beli semua keperluan sekolahku ming-gu lalu," Harry menjelaskan. "Dan bagaimana kau tahu aku tinggal di Leaky Cauldron"" "Dad," kata Ron singkat.
Mr Weasley, yang bekerja di Kementerian Sihir, tentu saja telah mendengar seluruh kisah tentang apa yang terjadi pada Bibi Marge.
"Apakah kau benar-benar telah menggelembungkan bibimu, Harry"" tanya Hermione sangat serius. "Aku tidak sengaja," kata Harry, sementara Ron terbahak-bahak. "Aku-kehilangan kendali." "Tidak lucu, Ron," kata Hermione tajam. "Terus terang saja, aku heran Harry tidak dikeluarkan."
"Aku juga heran," Harry mengaku. "Lupakan soal dikeluarkan. Kukira aku akan ditangkap." Dia me-mandang Ron. "Ayahmu tidak tahu kenapa Fudge membebaskanku, kan""
"Mungkin karena kau adalah kau, kan"" jawab Ron, masih tertawa-taw
a. "Harry Potter yang terkenal. Aku tak berani membayangkan apa yang akan di-lakukan Kementerian Sihir padaku kalau aku yang menggelembungkan bibiku, meskipun mereka harus menggaliku dulu, soalnya Mum akan membunuhku duluan. Tapi kau bisa tanya Dad sendiri nanti malam. Kami juga menginap di Leaky Cauldron malam ini! Jadi kau bisa berangkat ke King's Cross bersama kami besok.
Hermione juga menginap di sana!"
Hermione mengangguk, wajahnya berseri-seri. "Mum dan Dad mengantarku ke sana pagi ini dengan semua keperluan Hogwarts-ku."
"Bagus sekali!" ka
ta Harry senang. "Jadi, kalian sudah membeli semua buku dan keperluan lain""
"Lihat ini," kata Ron, menarik keluar kotak panjang tipis dari dalam tas dan membukanya. "Tongkat baru. Tiga puluh lima senti, dedalu, de-ngan sehelai bulu ekor unicorn. Dan kami sudah membeli semua buku..." Dia menunjuk tas besar di bawah kursinya. "Bagaimana dengan Buku Monster, eh"
Pelayan toko nyaris menangis waktu kami bi-lang mau beli dua."
"Apa itu, Hermione"" Harry bertanya, menunjuk tidak hanya satu, melainkan tiga tas besar mengge-lembung penuh isi di atas kursi di sebelah Hermione.
"Aku kan mengambil lebih banyak pelajaran baru daripada kalian berdua," kata Hermione. "Itu buku-bukuku untuk Arithmancy, Pemeliharaan Satwa Gaib, Ramalan, Telaah Rune Kuno, Telaah Muggle..."
"Buat apa kau ikut Telaah Muggle"" kata Ron, memutar-mutar bola mata kepada Harry. "Kau kan kelahiran-Muggle!
Ayah dan ibumu Muggle! Kau sudah tahu segalanya tentang Muggle!" "Tapi kan akan menarik sekali mempelajarinya dari sudut pandang penyihir," kata Hermione bergairah.
"Apa ka u berencana makan dan tidur tahun ini, Hermione""
tanya Harry, sementara Ron terkikik-kikik. Hermione tidak mengacuhkan mereka.
"Aku masih punya sepuluh Galleon," katanya, me-meriksa dompetnya. "Ulang tahunku bulan Septem-ber, dan Mum dan Dad memberiku uang untuk mem-beli sendiri hadiah ulang tahunku lebih awal."
"Bagaimana kalau buku yang bagus"" kata Ron tanpa dosa.
"Tidak, kurasa tidak," kata Hermione tenang. "Aku kepingin sekali punya burung hantu. Maksudku, Harry punya Hedwig dan kau punya Errol..."
"Tidak," kata Ron. "Errol itu burung hantu keluarga. Yang aku punya hanyalah Scabbers." Dia menarik keluar tikus peliharaannya dari dalam sakunya. "Dan aku akan memeriksakan dia," Ron menambahkan se-raya meletakkan Scabbers di atas meja di depan me-reka. "Kurasa Mesir tidak cocok untuknya."
Scabbers tampak lebih kurus dari biasanya, dan kumisnya jelas menjuntai.
"Ada toko satwa gaib di seberang situ," kata Harry, yang sekarang sudah hafal betul Diagon Alley. "Siapa tahu mereka punya obat untuk Scabbers, dan Hermione bisa membeli burung hantunya."
Maka mereka membayar es krim dan menyeberang jalan ke Magical Menagerie.
Sempit sekali di dalam. Setiap senti dinding tertutup sangkar. Toko itu bau dan bising sekali, karena semua penghuni kandang berkuak, mencicit, mengoceh, atau mendesis. Penyihir wanita penjaga toko di belakang meja pajang sedang menasihati seorang penyihir pria tentang bagaimana memelihara kadal air berkepala-dua, maka Harry, Ron, dan Hermione menunggu, sambil melihat-lihat sangkar-sangkar.
Sepasang k odok besar ungu duduk, asyik melahap bangkai lalat. Seekor kura-kura raksasa dengan punggung bertatahkan permata duduk berkilau dekat jendela. Siput-siput jingga beracun merayap pelan di dinding tangki kaca mereka, dan seekor kelinci putih gemuk berkali-kali berubah menjadi topi sutra dan kembali ke sosok kelinci lagi dengan bunyi plop keras. Lalu ada juga kucing dengan segala warna, satu kandang penuh burung gagak cerewet, sekeranjang bola-bulu berwarna aneh yang bersenandung keras, dan di atas meja pajang ada kandang besar penuh tikus-tikus hitam berkilau
yang beberapa di antaranya sedang bermain semacam lompat tali dengan meng-gunakan ekor mereka yang licin tak berbulu.
Penyihir pembeli kadal air berkepala-dua pulang, dan Ron mendekati meja pajang.
"Saya mau memeriksakan tikus saya," kata Ron kepada si penjaga toko. "Dia lesu terus sejak pulang dari Mesir."
"Taruh di atas meja pajang ini," kata si penyihir wanita seraya mengeluarkan kacamata hitam berat dari dalam sakunya.
Ron mengeluarkan Scabbers dari dalam sakunya dan menaruhnya di sebelah kandang yang berisi teman-temannya sesama tikus, yang berhenti bermain lompat-ekor dan berlarian ke jeruji kawat agar bisa melihat lebih jelas.
Seperti segala hal lainnya yang dimiliki Ron, Scabbers si tikus juga diwarisinya (dulunya milik kakaknya, Percy) dan sudah agak kusam. Disanding-kan dengan tikus-tikus berkilau di dalam kandang, Scabbers kelihatan sangat menyedihkan.
"Hm," kata si penyihir, mengangkat Scabbers. "Berapa umur tikus i
ni"" "Saya tak tahu," kata Ron. "Sudah tua. Dulunya dia milik kakak saya." "Apa kehebatannya"" tanya si penyihir, memeriksa Scab bers dengan teliti.
"Eh...," kata Ron. Kenyataannya Scabbers tak pernah menunjukkan tanda-tanda kehebatan apa pun. Mata si penyihir berpindah dari telinga kiri Scabbers yang robek ke kaki depannya, yang satu jarinya hilang, dan dia berdecak keras-keras.
"Tikus ini sudah mengalami kejadian hebat," komentarnya.
"Dia sudah seperti ini ketika Percy memberikannya kepada saya," kata Ron membela diri.
"Tikus biasa atau tikus kebun seperti ini tidak bisa diharapkan hidup lebih lama dari tiga tahunan," kata si
penyihir. "Kalau kau mencari sesuatu yang lebih tahan lama, kau mungkin akan menyukai ini..."
Dia menunjuk tikus-tikus hitam di kandang, yang langsung main lompat-ekor lagi. Ron bergumam, "Sok pamer."
"Yah, kalau kau tidak mau pengganti, kau bisa mencoba Tonik Tikus ini," kata si penyihir, meraih ke bawah meja pajangan dan mengeluarkan botol kecil merah.
"Oke," kata Ron. "Berapa-OUCH!"
Ron membungkuk kesakitan ketika sesuatu yang besar berwarna j ingga meluncur dari atas kandang yang paling tinggi, mendarat di kepalanya, kemudian berputar dan mendesis-desis liar ke arah Scabbers.
"JANGAN, CROOKSHANKS, JANGAN!" teriak si penyihir, tetapi Scabbers lolos dari tangannya seperti sabun yang licin, mendarat dengan keempat kakinya di lantai, dan kabur ke pintu.
"Scabbers!" teriak Ron, berlari keluar toko untuk mengejarnya. Harry menyusul.
Perlu sepuluh menit bagi mereka untuk menemukan Scabbers, yang menyembunyikan diri di bawah tempat sampah di depan toko Peralatan Quidditch Berkualitas. Ron memasukkan kembali tikus yang gemetar itu ke dalam sakunya, lalu bangkit, memijat-mijat kepalanya.
"Makhluk apa tadi""
"Kalau bukan kucing yang besar sekali, ya harimau kecil,"
kata Harry. "Di mana Hermione""
"Mungkin sedang membeli burung hantunya!" Mereka melewati jalan yang penuh sesak, kembali ke Magical Menagerie. Setiba mereka di sana, Hermione keluar, tetapi
tidak membawa burung hantu. Tangan-nya memeluk erat kucing Jingga itu.
"Kau membeli monster itu"" tanya Ron, ternganga.
"Dia keren, ya"" kata Hermione, berseri-seri.
Itu soal selera, pikir Harry. Bulu si kucing yang berwarna j ingga memang tebal dan halus, tetapi kakinya agak bengkok -pantas saja namanya Crookshanks, si tulang kering bengkok-dan mukanya kelihatan galak dan gepeng aneh, seakan dia baru menabrak tembok. Sekarang, setelah Scabbers tidak kelihatan, kucing itu mendengkur puas dalam pelukan Hermione.
"Hermione, binatang itu nyaris menguliti kepalaku!" kata Ron. "Dia kan tidak sengaja, iya kan, Crookshanks"" kata Hermione.
"Lalu bagaimana Scabbers"" kata Ron, menunjuk tonjolan di saku dadanya. "Dia perlu istirahat dan santai! Bagaimana dia bisa istirahat dan santai kalau ada makhluk itu""
"Aku jadi ingat, Tonik Tikus-mu ketinggalan," kata Hermione, menjejalkan botol merah kecil itu ke tangan Ron.
"Dan jangan khawatir, Crookshanks akan tidur di kamarku dan Scabbers di kamarmu. Apa masalahnya" Kasihan Crookshanks.
Si penyihir t adi bilang dia sudah di toko lama sekali, tak ada yang mau mem-belinya."
"Kenapa, ya"" kata Ron sinis sambil mereka berjalan ke Leaky Cauldron. Mereka menemukan Mr Weasley di dalam rumah minum itu, sedang membaca Daily Prophet. "Harry!"
katanya, mendongak seraya tersenyum. "Apa kabar""
"Baik, terima kasih," kata Harry, ketika dia, Ron, dan Hermione mendatangi Mr Weasley dengan semua belanjaan mereka.
Mr Weasley meletakkan korannya dan Harry me-lihat foto Sirius Black, yang sekarang sudah dikenal-nya, memandangnya.
"Mereka belum berhasil menangkapnya"" tanyanya.
"Belum," kata Mr Weasley tampak muram sekali. "Mereka menghentikan kami semua dari pekerjaan rutin di Kementerian untuk mencarinya, tapi sejauh ini belum berhasil."
"Apakah kita akan mendapat hadiah kalau berhasil menangkapnya"" tanya Ron. "Asyik sekali kalau dapat uang lagi..."
"Jangan konyol, Ron," kata Mr Weasley yang se-telah diawasi lebih teliti tampak sangat lelah. "Black tidak akan ditangkap oleh anak tiga belas tahun. Para pengawal Azkaban-lah yang akan menang
kap-nya, lihat saja nanti."
Saat itu Mrs Weasley masuk, dengan banyak sekali belanjaan dan diikuti si kembar Fred dan George, yang akan memasuki tahun kelima di Hogwarts, si Ketua Murid yang baru terpilih, Percy, serta anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarga Weasley, Ginny.
Ginny yang sejak dulu sangat terkesan akan Harry, tampak lebih malu
dari biasanya ketika melihatnya. Mungkin karena Harry telah menyelamatkan nyawa-nya dalam semester terakhir mereka di Hogwarts tahun ajaran lalu. Wajahnya langsung merah padam dan dia menggumamkan "halo" tanpa memandang Harry. Percy, sebaliknya, mengulurkan tangan dengan resmi seakan dia dan Harry belum pernah bertemu dan berkata, "Harry. Senang sekali bertemu dengan-mu."
"Halo, Percy," kata Harry, berusaha menahan tawa.
"Kuharap kau baik-baik saja"" kata Percy sok, men-jabat tangan Harry. Rasanya seperti diperkenalkan kepada wali kota.
"Baik, terima kasih..."
"Harry!" kata Fred, menyikut Percy agar minggir dan membungkuk dalam-dalam. "Senang sekali ketemu kau, Bung..."
"Luar biasa sekali," kata George, mendorong Fred dan ganti menyambar tangan Harry. "Benar-benar ke-hormatan." Percy mencibir.
"Sudah cukup," kata Mrs Weasley.
"Mum!" kata Fred, seakan dia baru saja melihat ibunya, dan menyambar tangannya juga. "Sungguh menggembirakan bertemu Ibu..."
"Kubilang, cukup," kata Mrs Weasley, menaruh belanjaannya di kursi kosong. "Halo, Harry. Kurasa kau sudah mendengar kabar gembira kami"" Dia menunjuk lencana perak baru di dada Percy. "Ketua Murid kedua dalam keluarga!" katanya bangga.
"Dan terakhir," gumam Fred dalam bisikan.
"Itu tidak kuragukan," kata Mrs Weasley, mendadak mengernyit. "Kulihat kalian berdua tidak terpilih men-jadi Prefek."
"Buat apa kami kepingin jadi Prefek"" kata George, kelihatan jijik. "Segala kegembiraan hidup akan hilang." Ginny terkikik.
"Beri contoh yang baik pada adikmu!" gertak Mrs Weasley.
"Ginny punya kakak-kakak lain yang bisa memberi-nya contoh, Bu," kata Percy angkuh. "Aku mau ganti pakaian untuk makan malam...."
Dia menghilang dan George menghela napas. "Kami mencoba mengurungnya di dalam piramida," dia memberitahu Harry. "Tapi ketahuan Mum."
Makan malam berlangsung sangat menyenangkan. Tom si pemilik penginapan menyatukan tiga meja di ruang tamu dan ketujuh Weasley, Harry serta Hermione menikmati makan malam yang menyenangkan yang disajikan dalam lima tahapan.
"Bagaimana kita ke King's Cross besok, Dad"" tanya Fred, sementara mereka menikmati puding cokelat yang lezat. "Kementerian menyediakan dua mobil," kata Mrs Weasley. Semua mendongak memandangnya. "Kenapa"" tanya Percy ingin tahu.
"Tentu karena kau, Perce," kata George serius. "Dan akan ada bendera-bendera kecil di atap mobil, dengan huruf-huruf KM..."
Kelana Buana 9 Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Pedang Langit Dan Golok Naga 7

Cari Blog Ini