Ceritasilat Novel Online

The Order Of Phoenix 11

Harry Potter And The Order Of The Phoenix Karya J.k. Rowling Bagian 11


"Berbicara tentang anjing," kata Snape dengan lembut, "tahukah kau bahwa Luci
us Malfoy mengenalimu terakhir kali kau mempertaruhkan pesiar kecil ke luar" Gagasan yang pintar, Black, membuat dirimu terlihat di atas sebuah peron stasiun yang aman ... memberimu alasan sekuat besi untuk tidak meninggalkan lubang persembunyianmu di masa mendatang, bukan""
Sirius mengangkat tongkatnya.
"TIDAK!" Harry berteriak, sambil melompati meja dan mencoba berada di antara mereka. "Sirius, jangan!"
"Apakah kau menyebutku pengecut"" raung Sirius, mencoba mendorong Harry, tetapi Harry tidak mau bergeming.
"Ya, kurasa begitu," kata Snape.
"Harry -- menyingkirlah!" bentak Sirius, sambil mendorongnya ke samping dengan tangannya yang bebas.
Pintu dapur terbuka dan seluruh keluarga Weasley, ditambah Hermione, masuk, semuanya terlihat sangat gembira, dengan Mr Weasley berjalan dengan bangga di tengah-tengah mereka berpakaian piyama garis-garis yang ditutupi dengan jas hujan.
"Sembuh!" dia mengumumkan dengan ceria kepada dapur secara keseluruhan. "Sepenuhnya sembuh!"
Dia dan semua anggota keluarga Weasley lainnya membeku di ambang pintu, menatap ke adegan di depan mereka, yang juga terhenti di tengah-tengah, baik Sirius maupun Snape sedang memandang pintu dengan tongkat mereka saling menunjuk wajah satu sama lain dan Harry tidak bergerak di antara mereka, sebuah tangan direntangkan ke masing-masing orang, mencoba memaksa mereka berpisah.
"Jenggot Merlin," kata Mr Weasley, senyum memudar dari wajahnya, "apa yang sedang terjadi di sini""
Sirius dan Snape menurunkan tongkat mereka. Harry memandang dari yang satu ke yang lain. Masing-masing mengenakan ekspresi sangat jijik, namun masuknya begitu banyak saksi yang tidak terduga tampaknya telah menyadarkan mereka. Snape mengantongi tongkatnya, berpaling dan berjalan kembali menyeberangi dapur, melewati keluarga Weasley tanpa komentar. Di pintu dia memandang balik.
"Pukul enam, Senin malam, Potter."
Dan dia pergi. Sirius melotot di belakangnya, tongkatnya di sampingnya. "Apa yang sudah terjadi"" tanya Mr Weasley lagi.
"Tidak apa-apa, Arthur," kata Sirius, yang sedang bernapas dengan berat seolah-olah dia baru saja berlari jarak jauh. "Cuma perbincangan kecil yang ramah antara dua teman sekolah lama." Dengan apa yang tampak seperti usaha berat, dia tersenyum. "Jadi ... kau sembuh" Itu kabar yang sangat bagus, benar-benar hebat."
"Ya, bukan begitu"" kata Mrs Weasley sambil menuntun suaminya maju ke sebuah kursi. "Penyembuh Smethwyck melakukan sihirnya akhirnya, menemukan sebuah penawar racun atas apapun yang ular itu punya di taringnya, dan Arthur sudah jera mencoba-coba obat Muggle, bukan begitu, sayang"" dia menambahkan, agak mengancam.
"Ya, Molly, sayang," kata Mr Weasley tanpa perlawanan.
Makan malam ini seharusnya ceria, dengan Mr Weasley kembali di antara mereka. Harry bisa tahu Sirius sedang berusaha membuatnya demikian, tetapi ketika ayah angkatnya tidak sedang memaksa diirnya sendiri untuk tertawa keras-keras pada lelucon-lelucon Fred dan George atau menawari semua orang makanan lagi, wajahnya kembali ke ekspresi murung dan memikirkan hal-hal yang menyedihkan. Harry dipisahkan darinya oleh Mundungus dan Mad-Eye, yang mampir untuk memberi Mr Weasley selamat. Dia ingin berbicara kepada Sirius, untuk memberitahunya dia seharusnya tidak mendengarkan sepatah katapun yang dikatakan Snape, bahwa Snape sedang menghasutnya dengan sengaja dan bahwa yang lainnya tidak menganggap Sirius seorang pengecut karena melakukan seperti yang disuruh Dumbledore dan tinggal di Grimmauld Place. Tetapi dia tidak mempunyai kesempatan untuk melakukannya, dan, sambil memandang tampang jelek di wajah Sirius, Harry terkadang bertanya-tanya apakah dia akan berani menyebutnya kalaupun dia memiliki kesempatan. Alih-alih, dia memberitahu Ron dan Hermione dengan suara rendah tentang harus mengambil pelajaran-pelajaran Occlumency dengan Snape.
"Dumbledore mau kamu berhenti mendapatkan mimpi-mimpi tentang Voldemort itu," kata Hermione seketika. "Well, kamu tidak akan menyesal tidak mendapatkannya lagi, bukan""
"Pelajaran tambahan dengan Snape"" kata Ron, terdengar kaget. "Aku lebih suka dapat mimpi buruk!"
Me reka harus kembali ke Hogwarts naik Bus Ksatria hari berikutnya, dikawal sekali lagi oleh Tonks dan Lupin, yang keduanya sedang makan pagi di dapur ketika Harry, Ron dan Hermione turun pagi berikutnya. Orang-orang dewasa tampaknya sedang mengadakan percakapan bisik-bisik ketika Harry membuka pintu; mereka semua memandang berkeliling dengan buru-buru dan terdiam.
Setelah makan pagi tergesa-gesa, mereka semua mengenakan jaket dan scarf melawan pagi Januari yang dingin kelabu. Harry memiliki perasaan tertarik yang tidak menyenangkan di dadanya; dia tidak mau mengatakan selamat tinggal kepada
Sirius. Dia memiliki perasaan buruk tentang perpisahan ini; dia tidak tahu kapan mereka akan bertemu satu sama lain lagi dan dia merasa berkewajiban mengatakan sesuatu kepada Sirius untuk menghentikannya melakukan apapun yang bodoh --Harry kuatir bahwa tuduhan kepengecutan Snape telah menusuk Sirius begitu hebat sehingga sekarang dia bahkan mungkin merencanakan beberapa perjalanan gila-gilaan keluar dari Grimmauld Place. Namun, sebelum dia bisa memikirkan apa yang harus dikatakan, Sirius telah memberinya isyarat untuk datang ke sampingnya.
"Aku mau kau bawa ini," dia berkata pelan, sambil menyodorkan sebuah paket yang dibungkus sekenanya yang kurang lebih seukuran sebuah buku tulis ke dalam tangan Harry.
"Apa itu"" Harry bertanya.
"Suatu cara memberitahuku kalau Snape sedang menyulitkanmu. Tidak, jangan buka di sini!" kata Sirius, dengan pandangan waspada kepada Mrs Weasley, yang sedang mencoba membujuk si kembar untuk mengenakan sarung tangan rajutan tangan. "Aku ragu Molly akan menyetujui -- tapi aku mau kau menggunakannya kalau kau perlu aku, oke""
"OK," kata Harry sambil menyimpan paket itu di kantong bagian dalam jaketnya, tetapi dia tahu dia tidak akan pernah menggunakan apapun itu. Bukan dia, Harry, yang akan memikat Sirius keluar dari tempat keselamatannya, tak peduli betapa buruknya Snape memperlakukan dia dalam kelas-kelas Occlumency mereka yang akan datang.
"Kalau begitu, ayo pergi," kata Sirius sambil menepuk bahu Harry dan tersenyum suram, dan sebelum Harry bisa mengatakan hal lai, mereka sedang menuju lantai atas, berhenti di depan pintu depan yang penuh rantai dan terkunci, dikelilingi oleh keluarga Weasley.
"Selamat tinggal, Harry, jaga dirimu," kata Mrs Weasley sambil memeluknya.
"Sampai jumpa, Harry, dan hati-hati dengan ular!" kata Mr Weasley dengan riang, sambil menjabat tangannya.
"Benar -- yeah," kata Harry dengan pikiran kacau; ini kesempatan terakhirnya untuk memberitahu Sirius agar berhati-hati; dia berpaling, memandang ke wajah ayah angkatnya dan membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi sebelum dia bisa melakukannya Sirius sedang memberinya pelukan satu lengan yang singkat dan berkata dengan kasar, "Jaga dirimu, Harry." Saat berikutnya, Harry mendapati dirinya dilangsir ke luar ke udara musim dingin yang sedingin es, bersama Tonks (hari ini menyamar sebagai seorang wanita jangkung dengan rambut kelabu) yang sedang mengejarnya menuruni undakan.
Pintu nomor dua belas terbanting menutup di belakang mereka. Mereka mengikuti Lupin menuruni anak-anak tangga depan. Ketika dia mencapai trotoar, Harry memandang berkeliling. Nomor dua belas sedang mengerut dengan cepat sementara rumah-rumah di kedua sisinya merentang ke samping, menjepitnya hingga keluar dari pandangan. Satu kedipan kemudian, ia sudah hilang.
"Ayolah, semakin cepat kita naik bus semakin baik," kata Tonks, dan Harry mengira ada kegugupan dalam pandangan sekilas yang dilemparkannya ke sekitar alun-alun. Lupin mengulurkan lengan kanannya.
BANG. Sebuah bus bertingkat tiga yang sangat ungu muncul dari udara kosong di depan mereka, hampir mengenai tiang lampu terdekat, yang melompat mundur menghindar.
Seorang pemuda kurus, berjerawat, bertelinga besar yang mengenakan seragam ungu melompat turun ke trotoar dan berkata, "Selamat datang ke --"
"Ya, ya, kami tahu, terima kasih," kata Tonks dengan cepat. "Naik, naik, ke atas -- "
Dan dia mendorong Harry maju ke tangga, melewati kondektur, yang membelalak kepada Harry ketika dia lewat.
"Itu "Arry --!"
"Kalau kau men eriakkan namanya aku akan mengutuknya menjadi pingsan," gumam Tonks mengancam, sekarang melangsir Ginny dan Hermione ke depan.
"Aku selalu ingin naik benda ini," kata Ron dengan gembira sambil bergabung dengan Harry di atas bus dan memandang sekeliling.
Terakhir kali Harry bepergian dengan Bus Ksatria adalah sewaktu malam hari dan ketiga tingkatnya penuh dengan ranjang-ranjang berangka kuningan. Sekarang, pagi-pagi sekali, bus itu dijejali dengan beragam kursi-kursi yang tidak serasi yang dikelompokkan dengan sembarangan di sekitar jendela-jendela. Beberapa di antara kursi-kursi ini tampaknya telah jatuh ketika bus berhenti mendadak den Grimmauld Place; beberapa orang penyihir wanita dan pria masih sedang bangkit, sambil menggerutu dan tas belanjaan seseorang telah meluncur di bus itu: campuran tak menyenangkan dari telur kodok, kecoak dan krim kenari berceceran di mana-mana di atas lantai.
"Tampaknya kita harus berpisah," kata Tonks dengan cepat sambil memandang berkeliling mencari kursi-kursi kosong. "Fred, George dan Ginny, kalau kalian ambil kursi-kursi itu di belakang ... Remus bisa tinggal bersama kalian."
Dia, Harry, Ron dan Hermione meneruskan ke tingkat yang paling atas, di mana ada dua kursi yang tidak terpakai di bagian paling depan dan dua di belakang. Stan Shunpike, si kondektur, mengikuti Harry dan Ron dengan bersemangat ke belakang. Kepala-kepala berpaling ketika Harry lewat dan, ketika dia duduk, dia melihat semua wajah-wajah itu berkibas kembali ke depan lagi.
Ketika Harry dan Ron menyerahkan kepada Stan masing-masing sebelas Sickle, bus itu berangkat lagi, sambil berayun mengerikan. Bus berderu di sekitar Grimmauld Place, naik-turun trotoar, lalu, dengan bunyi BANG hebat lagi, mereka semua terdorong ke belakang; kursi Ron berguling dan Pigwidgeon, yang berada di
pangkuannya, keluar dari kandangnya dan terbang sambil mencicit dengan liar ke bagian depan bus di mana dia berkibar turun ke bahu Hermione. Harry, yang telah menghindari jatuh dengan meraih siku-siku tempat lilin, memandang keluar dari jendela: mereka sekarang ngebut di apa yang tampak seperti jalan tol.
"Persis di luar Birmingham," kata Stan dengan gembira, menjawab pertanyaan Harry yang tidak ditanyakan sementara Ron berjuang bangkit dari lantai. "Kalau begitu, kau baik, "Arry" Aku lihat namamu di koran sering sekali selama musim panas, tapi bukan hal yang sangat baik. Kubilang pada Ern, kubilang, dia tidak tampak seperti orang sinting waktu kita jumpa dia, tidak bisa tahu, bukan""
Dia menyerahkan tiket kepada mereka dan terus menatap Harry dengan terpesona. Tampaknya, Stan tidak peduli betapa sintingnya seseorang, kalau mereka cukup terkenal untuk berada di koran. Bus Ksatria berayun menakutkan, melewati sebarisan mobil. Ketika melihat ke bagian depan bus, Harry melihat Hermione menutupi matanya dengan tangan, Pigwidgeon sedang berayun dengan gembira di bahunya.
BANG. Kursi-kursi meluncur mundur lagi selagi Bus Ksatria melompat dari jalan tol Birmingham ke sebuah jalan perdesaan tenang yang penuh belokan-belokan tajam. Pagar tanaman di kedua sisi jalan melompat menyingkir ketika mereka berpapasan. Dari sini mereka pindah ke sebuah jalan besar di tengah sebuah kota kecil yang sibuk, lallu ke sebuah jembatan di atas jalan yang dikelilingi oleh bukit-bukit tinggi, lalu ke sebuah jalan berangin kencang di antara apartemen-apartemen tinggi, setiap kali dengan bunyi BANG yang keras.
"Aku berubah pikiran," gumam Ron sambil bangkit dari lantai untuk keenam kalinya, "aku tidak akan pernah mau benda ini lagi."
"Dengar, pemberhentian "Ogwarts setelah ini," kata Stan dengan ceria sambil berayun menuju mereka. "Wanita tukang perintah di depan yang naik bersama kalian, dia memberi kami tip kecil untuk memindahkan kalian ke depan antrian. Kami hanya akan menurunkan Madam Marsh dulu -- " ada suara muntah dari bawah, diikuti dengan bunyi percikan mengerikan "-- dia tidak merasa sehat."
Beberapa menit kemudian, Bus Ksatria mendecit berhenti di luar sebuah bar kecil, yang menyingkir untuk menghindari tubrukan. Mereka bisa mendengar Stan mengantarkan Madam Mars
h yang tak beruntung itu keluar dari bus dan gumam kelegaan teman-teman penumpangnya di tingkat dua. Bus itu bergerak lagi, menambah kecepatan, sampai -BANG.
Mereka sedang melalui Hogsmeade yang bersalju. Harry melihat sekilas Hog"s Head di jalan samping, papan penanda yang bergambar kepala babi hutan yang terpotong berderit dalam angin musim dingin. Butir-butir salju mengenai jendela besar di bagian depan bus. Akhirnya mereka berhenti di luar gerbang-gerbang Hogwarts.
Lupin dan Tonks membantu mereka keluar dari bus bersama barang-barang bawaan mereka, lalu turun untuk mengatakan selamat tinggal. Harry memandang sekilas ke ketiga tingkat Bus Ksatria dan melihat semua penumpangnya menatapi mereka, hidung-hidung rata pada jendela-jendela.
"Kalian akan aman begitu kalian berada di halaman sekolah," kata Tonks, sambil memandang berkeliling dengan waspada ke jalan yang sepi. "Semoga semester kalian menyenangkan, OK""
"Jaga diri kalian," kata Lupin sambil menyalami mereka semua dan meraih Harry paling akhir. "Dan dengar dia merendahkan suaranya sementara yang lain saling mengucapkan selamat tinggal saat terakhir dengan Tonks, "Harry, aku tahu kamu tidak suka Snape, tapi dia Occlumens yang hebat dan kami semua -- termasuk Sirius -- mau kamu belajar melindungi dirimu sendiri, jadi kerja keraslah, oke""
"Yeah, baiklah," kata Harry dengan berat sambil memandang wajah Lupin yang berkerut sebelum waktunya. "Kalau begitu, sampai jumpa."
Mereka berenam berjuang menyusuri jalan kereta licin menuju kastil, sambil menyeret koper-koper mereka. Hermione sudah berbicara tentang merajut beberapa topi peri sebelum waktu tidur. Harry memandang sekilas ke belakang ketika mereka mencapai pintu-pintu depan dari kayu ek; tetapi Bus Ksatria sudah pergi dan dia setengah berharap, mengingat apa yang akan datang malam berikutnya, bahwa dia masih di atasnya.
* Harry menghabiskan sebagian besar waktunya keesokan harinya merasa takut pada malam harinya. Pelajaran Ramuan ganda di pagi harinya tidak menghilangkan kengeriannya, karena Snape sama tidak menyenangkannya seperti sebelumnya. Suasana hatinya semakin merosot akibat para anggota DA yang terus-menerus menghampirinya di koridor-koridor antara jam pelajaran, bertanya penuh harap apakah akan ada pertemuan malam itu.
"Akan kuberitahu kalian dengan cara biasa kapan yang berikutnya," Harry berkata berulang-ulang, "tapi aku tidak bisa melakukannya malam ini, aku harus menghadiri -er -- perbaikan Ramuan."
"Kau mengambil perbaikan Ramuan!" tanya Zacharias Smith dengan congkak, setelah memojokkan Harry di Aula Depan setelah makan siang. Demi Tuhan, kau pasti mengerikan. Snape biasanya tidak memberikan pelajaran tambahan, bukan""
Ketika Smith berjalan pergi dengan gaya ringan yang menjengkelkan, Ron melotot kepadanya.
"Haruskah kukutuk dia" Aku masih bisa mengenainya dari sini," dia berkata sambil mengangkat tongkatnya dan membidik di antara tulang bahu Smith.
"Lupakan," kata Harry dengan muram. "Itu yang akan dipikirkan semua orang, bukan" Bahwa aku benar-benar bod-- "
"Hai, Harry," kata sebuah suara di belakangnya. Dia berpaling dan mendapati Cho berdiri di sana.
"Oh," kata Harry sementara perutnya terlompat dengan tidak menyenangkan. "Hai."
"Kami akan ada di perpustakaan, Harry," kata Hermione dengan tegas selagi dia menyambar Ron di atas siku dan menyeretnya pergi menuju tangga pualam.
"Natalmu menyenangkan"" tanya Cho.
"Yeah, tidak buruk," kata Harry.
"Punyaku agak tenang," kata Cho. Untuk alasan tertentu, dia tampak agak malu. "Erm ... ada perjalanan Hogsmeade lainnya bulan depan, apakah kau melihat pengumumannya""
"Apa" Oh, tidak, aku belum memeriksa papan pengumuman sejak aku kembali." "Ya, pada Hari Valentine
"Benar," kata Harry sambil bertanya-tanya kenapa dia memberitahunya hal ini. "Well, kurasa kau mau --""
"Hanya kalau kau juga mau," dia berkata dengan bersemangat.
Harry menatapnya. Dia tadi akan berkata,"Kurasa kau mau tahu kapan pertemuan DA berikutnya"" tetapi tanggapannya tampaknya tidak sesuai.
"Aku -- er -- " dia berkata.
"Oh, tidak apa-apa kalau kau tidak mau," Cho berkata, terlihat malu.
"Jangan kuatir. Aku -- sampai jumpa lagi."
Dia berjalan pergi. Harry berdiri menatapnya, otaknya bekerja gila-gilaan. Lalu sesuatu menjadi jelas.
"Cho! Hei -- CHO!"
Dia berlari mengejarnya, mendapatinya setengah jalan menaiki tangga pualam itu.
"Er -- apakah kau mau pergi ke Hogsmeade bersamaku di Hari Valentine""
"Oooh, ya!" dia berkata, merona merah padam dan tersenyum kepadanya.
"Baiklah ... well ... kalau begitu itu sudah beres," kata Harry, dan merasa bahwa hari itu ternyata tidak akan merugikan sepenuhnya, dia bahkan melambung ketika menuju perpustakaan untuk menjemput Ron dan Hermione sebelum pelajaran-pelajaran sore mereka.
Namun, pada pukul enam malam itu, bahkan semangat karena telah berhasil mengajak Cho Chang pergi tidak bisa meringankan perasaan mengerikan yang terus menguat bersama setiap langkah yang diambil Harry menuju kantor Snape.
Dia berhenti sejenak di luar pintu ketika dia sampai, berharap dia berada di hampir semua tempat yang lain, lalu, sambil mengambil napas dalam-dalam, dia mengetuk pintu dan masuk.
Ruangan penuh bayang-bayang itu dibarisi dengan rak-rak yang berisikan ratusan toples kaca yang menampung potongan-potongan berlendir binatang-binatang dan tanaman-tanaman yagn tercelup di dalam berbagai ramuan berwarna. Di salah satu sudut berdiri lemari penuh bahan ramuan yang pernah Snape tuduh Harry -- bukan tanpa alasan -- rampok. Namun, perhatian Harry tertarik kepada meja tulis, di maan sebuah baskom batu dangkal yang diukir dengan rune-rune dan simbol-simbol tergeletak dalam genangan cahaya lilin. Harry mengenalinya dengan seketika -- itu Pensieve Dumbledore. Bertanya-tanya mengapa benda itu ada di sana, dia terlompat ketika suara dingin Snape datang dari balik bayang-bayang.
"Tutup pintu di belakangmu, Potter."
Harry melakukan yang disuruhnya, dengan perasaan mengerikan bahwa dia sedang memenjarakan dirinya sendiri. Ketika dia berpaling kembali, Snape telah berpindah ke tempat terang dan sedang menunjuk diam-diam ke kursi di seberang meja tulisnya. Harry duduk dan begitu pula Snape, mata hitamnya yang dingin terpaku tanpa berkedip kepada Harry, ketidaksukaan tertanam dalam setiap garis di wajahnya.
"Well, Potter, kau tahu kenapa kau di sini," dia berkata. "Kepala Sekolah telah memintaku mengajarimu Occlumency. Aku hanya bisa berharap bahwa kau terbukti lebih cakap pada pelajaran itu daripada pada Ramuan."
"Benar," kata Harry singkat.
"Ini mungkin bukan kelas biasa, Potter," kata Snape, matanya menyipit dengan dengki, "tetapi aku masih gurumu dan karena itu kau akan memanggilku "sir" atau "Profesor" sepanjang waktu."
"Ya ... sir," kata Harry.
Snape terus mengamatinya melalui mata yang disipitkan selama beberapa saat, lalu berkata, "Sekarang, Occlumency. Seperti yang kuberitahukan kepadamu di dapur ayah angkatmu tercinta, cabang ilmu sihir ini menyegel pikiran terhadap gangguan dan pengaruh sihir."
"Dan kenapa Profesor Dumbledore mengira aku membutuhkannya, sir"" kata Harry, memandang langsung ke mata Snape dan bertanya-tanya apakah Snape akan menjawab.
Snape memandang balik kepadanya sejenak dan lalu berkata dengan menghina, "Tentunya bahkan kaupun sudah bisa memahami itu sekarang, Potter" Pangeran Kegelapan memiliki keahlian tinggi dalam Legilimency -- "
"Apa itu" Sir""
"Itu adalah kemampuan untuk mengeluarkan perasaan dan ingatan dari pikiran orang lain -- "
"Dia bisa membaca pikiran"" kata Harry cepat-cepat, ketakutan terbesarnya telah dibenarkan.
"Kau tidak mengerti kepelikan ungkapan, Potter," kata Snape, matanya yang gelap berkilauan. "Kau tidak mengerti perbedaan halus. Itu adalah salah satu kekuranganmu yang menjadikanmu pembuat ramuan yang patut disesali."
Snape berhenti sejenak, tampaknya menyesapi kesenangan menghina Harry, sebelum melanjutkan.
"Hanya Muggle yang berbicara tentang "membaca pikiran". Pikiran bukan sebuah buku, untuk dibuka sekehendak hati dan diperiksa sesukanya. Pemikiran tidak diukir di bagian dalam tengkorak, untuk dibaca dengan teliti oleh penyerbu. Pikiran adalah sesuatu yang rumit dan memiliki banyak lapisan, Potter -- atau setidaknya, kebanyakan pikiran begi
tu." Dia tersenyum mencemooh. "Namun, benar bahwa mereka yang telah menguasai Legilimency mampu, di bawah kondisi tertentu, menyelidiki ke dalam pikiran para korban mereka dan menginterpretasikan penemuan mereka dengan tepat. Contohnya, Pangeran Kegelapan hampir selalu tahu ketika seseorang sedang berbohong kepadanya. Hanya mereka yang ahli dalam Occlumency yang mampu menutup perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan mereka yang menyangkal kebohongan itu, dan dengan demikian bisa mengucapkan dusta di hadapannya tanpa diketahui."
Apapun yang dikatakan Snape, Legilimency terdengar seperti membaca pikiran kepada Harry, dan dia tidak suka yang didengarnya sama sekali.
"Jadi, dia bisa tahu apa yang sedang kita pikirkan sekarang" Sir""
"Pangeran Kegelapan berada dalam jarak yang cukup jauh dan dinding-dinding serta halaman Hogwarts dijaga oleh banyak mantera dan jimat kuno untuk menjamin keselamatan fisik dan mental mereka yang tinggal di dalamnya," kata Snape. "Waktu dan ruang penting dalam sihir, Potter. Kontak mata sering diperlukan sekali untuk Legilimency."
"Well, kalau begitu, kenapa aku harus mempelajari Occlumency""
Snape memandangi Harry, sambil menelusuri mulutnya dengan satu jari yang panjang dan kurus.
"Peraturan biasa tampaknya tidak berlaku bagimu, Potter. Kutukan yang gagal membunuhmu tampaknya telah menempa semacam hubungan antara kamu dengan Pangeran Kegelapan. Bukti menyatakan bahwa pada saat-saat, ketika pikirannya paling santai dan mudah diserang -- saat kau tertidur, contohnya -- kau berbagi pikiran dan emosi Pangeran Kegelapan. Kepala Sekolah berpikir tidak bijaksana untuk
diteruskan. Beliau ingin aku mengajarimu bagaimana menutup pikiranmu pada Pangeran Kegelapan."
Jantung Harry berdebar cepat lagi. Tak satupun dari ini masuk akal.
"Tetapi kenapa Profesor Dumbledore mau menghentikannya"" dia bertanya mendadak. "Aku tidak begitu suka, tapi berguna, bukan" Maksudku ... aku melihat ular itu menyerang Mr Weasley dan kalau tidak, Profesor Dumbledore tidak akan bisa menyelamatkannya, bukan" Sir""
Snape menatap Harry beberapa saat, masih menelusuri mulutnya dengan jarinya. Ketika dia berbicara lagi, dilakukannya lambat-lambat dan berhati-hati, seolah-olah dia menimbang setiap kata.
"Tampaknya Pangeran Kegelapan belum menyadari hubungan antara dirimu dan dirinya sampai akhir-akhir ini. Sampai sekarang tampaknya bahwa kau telah mengalami emosinya, dan berbagi pikirannya, tanpa dia tahu. Namun, penglihatan yang kau dapatkan tak lama sebelum Natal -- "
"Tentang ular dan Mr Weasley""
"Jangan sela aku, Potter," kata Snape dengan suara berbahaya. "Seperti yang sedang kukatakan, penglihatan yang kau dapatkan tak lama sebelum Natal menggambarkan serangan yang begitu kuat pada pikiran-pikiran Pangeran Kegelapan -- "
"Aku melihat ke dalam kepala ular itu, bukan dia!"
"Kupikir aku baru saja menyuruhmu untuk tidak menyelaku, Potter""
Tetapi Harry tidak peduli kalau Snape marah; setidaknya dia tampaknya mulai mencapai dasar masalah ini; dia telah maju di kursinya sehingga, tanpa sadar, dia sedang bertengger di bagian paling tepi, tegang seolah-olah sedang bersiap untuk lari.
"Bagaimana bisa aku melihat melalui mata ular itu kalau pikiran Voldemort yang kumasuki""
"Jangan sebut nama Pangeran Kegelapan!" ludah Snape.
Ada keheningan tidak menyenangkan. Mereka melotot kepada satu samal lain melewati Pensieve.
"Profesor Dumbledore menyebut namanya," kata Harry pelan.
"Dumbledore adalah seorang penyihir yang sangat kuat," Snape bergumam. "Walaupun beliau mungkin merasa cukup aman untuk menggunakan nama itu ... kita-kita yang lain Dia menggosok lengan bawah kirinya, tampaknya dengan tidak sadar, di titik di mana Harry tahu Tanda Kegelapan terbakar ke kulitnya.
"Aku hanya ingin tahu," Harry mulai lagi, memaksa suaranya kembali ke nada sopan, "kenapa -- "
"Kau sepertinya telah mengunjungi pikiran ular itu karena di sanalah Pangeran Kegelapan berada pada saat tertentu itu," geram Snape. "Dia sedang merasuki ular itu pada saat itu dan dengan begitu kau bermimpi kau ada di dalamnya juga."
"Dan Vol -- dia -- sadar aku ada di sana""
"Tampakny a begitu," kata Snape dengan dingin.
"Bagaimana Anda tahu"" kata Harry mendesak. "Apakah ini cuma dugaan Profesor Dumbledore, atau --""
"Kusuruh kau," kata Snape, kaku di kursinya, matanya menyipit," untuk memanggilku "sir"."
"Ya, sir," kata Harry tidak sabaran, "tapi bagaimana Anda tahu --""
"Cukup bahwa kami tahu," kata Snape menekan. "Poin pentingnya adalah bahwa Pangeran Kegelapan sekarang sadar bahwa kau mendapatkan akses kepada pikiran dan perasaannya. Dia juga menarik kesimpulan bahwa proses itu mungkin sekali bekerja berlawanan arah; yakni, dia sadar bahwa dia mungkin bisa memasuki pikiran dan perasaanmu sebagai balasannya -- "
"Dan dia mungkin mencoba membuatku melakukan hal-hal"" tanya Harry. "Sir"" dia menambahkan dengan buru-buru.
"Mungkin," kata Snape, terdengar dingin dan tidak peduli. "Yang membawa kita kembali ke Occlumency."
Snape menarik keluar tongkatnya dari sebuah kantong di bagian dalam jubahnya dan Harry tegang di kursinya, tetapi Snape hanya mengangkat tongkat itu ke pelipisnya dan menempatkan ujungnya ke akar-akar berminyak rambutnya. Saat dia melepaskannya, beberapa zat keperakan keluar, merentang dari pelipisnya seperti benang halus yang tebal, yang putus ketika dia menarik tongkat itu menjauh dan jatuh dengan anggun ke dalam Pensieve, di mana benda itu berputar putih keperakan, bukan gas maupun cairan. Dua kali lagi, Snape mengangkat tongkatnya ke pelipisnya dan menempatkan zat keperakan itu ke dalam baskom batu itu, lalu, tanpa menawarkan penjelasan apapun tentang perilakunay, dia mengangkat Pensieve itu dengan hati-hati, menyimpannya ke sebuah rak menyingkir dari hadapan mereka dan kembali menghadapi Harry dengan tongkatnya dipegang siap sedia.
"Berdiri dan keluarkan tongkatmu, Potter."
Harry bangkit, merasa gugup. Mereka saling berhadapan dengan meja tulis itu di antara mereka.
"Kau boleh menggunakan tongkatmu untuk berusaha melucuti senjataku, atau mempertahankan dirimu dengan cara apapun yang bisa kau pikirkan," kata Snape.
"Apa yang akan Anda lakukan"" Harry bertanya, sambil memandang tongkat Snape
dengan gelisah. "Aku akan mencoba masuk ke dalam pikiranmu," kata Snape dengan lembut. "Kita akan melihat seberapa baik kau bertahan. Aku telah diberitahu bahwa kau sudah memperlihatkan bakat melawan Kutukan Imperius. Kau akan mendapati bahwa kekuatan yang serupa dibutuhkan untuk ini ... kuatkan dirimu, sekarang. Legilimens!"
Snape telah menyerang sebelum Harry siap, sebelum dia bahkan mulai memanggil kekuatan bertahan apapun. Kantor itu berdengung di depan matanya dan menghilang; gambar demi gambar berpacu di pikirannya seperti sebuah film yang berkelap-kelip begitu hidup sehingga membutakannya dari sekelilingnya.
Dia berumur lima tahun, sedang menyaksikan Dudley mengendarai sepeda baru berwarna merah, dan hatinya penuh dengan kecemburuan ... dia berumur sembilan tahun, dan Ripper si bulldog sedang mengejarnya naik ke sebuah pohon dan keluarga Dursley sedang tertawa di bawah di halaman ... dia sedang duduk di bawah Topi Seleksi, dan topi itu sedang memberitahunya dia akan berhasil di Slytherin ... Hermione sedang berbaring di sayap rumah sakit, wajahnya tertutup bulu hitam tebal ... seratus Dementor menuju ke arahnya di samping danau yang gelap ... Cho Chang sedang mendekatinya di bawah mistletoe ...
Tidak, kata sebuah suara di dalam kepala Harry, selagi memori Cho semakin mendekat, kau tidak akan menyaksikan itu, kau tidak akan menyaksikan itu, itu pribadi -Dia merasakan sakit menusuk di lututnya. Kantor Snape telah kembali ke penglihatannya dan dia menyadari bahwa dia telah jatuh ke lantai; salah satu lututnya terbentuk kaki meja tulis Snape dengan menyakitkan. Dia memandang kepada Snape, yang telah menurunkan tongkatnya dan sedang menggosok pergelangan tangannya. Ada bekas lecutan besar di sana, seperti bekas terbakar.
"Apakah kau bermaksud menghasilkan Guna-Guna Penyengat"" tanya Snape dengan dingin.
"Tidak," kata Harry dengan getir, sambil bangkit dari lantai.
"Kukira begitu," kata Snape sambil mengamatinya dengan seksama. "Kau membiarkan aku masuk terlalu jauh. Kau kehilangan kendali."
"Apakah Anda melihat semua yang kulihat"" Harry bertanya, tidak yakin apakah dia ingin mendengar jawabannya.
"Kilasan-kilasan," kata Snape, bibirnya melengkung. "Milik siapa anjing itu""
"Bibiku Marge," Harry bergumam, sambil membenci Snape.
"Well, untuk percobaan pertama itu tidak terlalu buruk," kata Snape sambil mengangkat tongkatnya sekali lagi. "Kau berhasil menghentikanku pada akhirnya, walaupun kau menghabiskan waktu dan energi dengan berteriak. Kau harus tetap fokus. Tolak aku dengan otakmu dan kau tidak akan perlu terpaksa menggunakan
tongkatmu." "Aku sedang berusaha," kata Harry dengan marah, "tapi kau tidak memberitahuku bagaimana caranya!"
"Tata krama, Potter," kata Snape dengan berbahaya. "Sekarang, aku mau kau menutup matamu."
Harry memberinya pandangan tidak senang sebelum melakukan apa yang disuruh. Dia tidak suka gagasan berdiri di sana dengan mata tertutup sementara Snape menghadapinya, sambil membawa sebuah tongkat.
"Bersihkan pikiranmu, Potter," kata suara dingin Snape. "Lepaskan semua emosi
Tetapi kemarahan Harry kepada Snape terus menderu melewati nadinya seperti bisa. Lepaskan kemarahannya" Dia bisa melakukannya semudah melepaskan kakinya
"Kau tidak melakukannya, Potter ... kau perlu lebih banyak disiplin daripada ini ... fokus, sekarang ... "
Harry mencoba mengosongkan pikirannya, mencoba tidak berpikir, atau mengingat, atau merasakan ...
"Ayo coba lagi ... pada hitungan ketiga ... satu -- dua -- tiga -- Legilimens!"
Seekor naga hitam besar sedang berdiri dengan kaki belakangnya di depannya ... ayah dan ibunya sedang melambai kepadanya dari sebuah cermin sihir ... Cedric Diggory sedang terbaring di atas tanah dengan mata hampa menatapnya ...
"TIDAAAAAAAK!" Harry berlutut lagi, wajahnya terbenam dalam tangannya, otaknya berpacu seolah-olah seseorang telah mencoba menariknya dari tengkoraknya.
"Bangun!" kata Snape dengan tajam. "Bangun! Kau tidak berusaha, kau tidak mencoba. Kau membiarkan aku memasuki memori-memori yang kau takuti, menyerahkan senjata kepadaku!"
Harry berdiri lagi, jantungnya berdebar dengan liar seolah-olah dia benar-benar baru melihat Cedric mati di pekuburan itu. Snape tampak lebih pucat daripada biasa, dan lebih marah, walaupun tidak semarah Harry.
"Aku -- sedang -- berusaha," dia berkata melalui gigi-gigi yang dikertakkan.
"Kusuruh kau mengosongkan dirimu dari emosi!"
"Yeah" Well, kudapati itu sulit dilakukan saat ini," Harry menggeram.
"Kalau begitu kau akan mendapati dirimu sebagai mangsa mudah untuk Pangeran
Kegelapan!" kata Snape dengan kejam. "Orang-orang bodoh yang mengenakan hati mereka dengan bangga di lengan baju mreeka, yang tidak bisa mengendalikan emosi mereka, yang berkubang dalam ingatan-ingatan menyedihkan dan membiarkan diri mereka dihasut dengan mudah -- orang-orang lemah, dengan kata lain -- mereka tidak punya peluang melawan kekuasaannya! Dia akan memasuki pikiranmu dengan begitu mudahnya, Potter!"
"Aku tidak lemah," kata Harry dengan suara rendah, kemarahan sekarang terpompa dalam dirinya sehingga dia mengira dia mungkin menyerang Snape dalam beberapa saat.
"Kalau begitu buktikan! Kuasai dirimu!" ludah Snape. "Kendalikan amarahmu, disiplinkan pikiranmu! Kita akan coba lagi! Sedia, sekarang! Legilimens!"
Dia sedang mengamati Paman Vernon memaku kotak surat hingga tertutup ... seratus Demetor melayang menyeberangi danau di halaman sekolah ke arahnya ... dia sedang berlari menyusuri sebuah lorong tanpa jendela bersama Mr Weasley ... mereka semakin dekat dengan pintu hitam polos di ujung koridor itu ... Harry menduga akan melewatinya ... tetapi Mr Weasley menuntunnya ke kiri, menuruni serangkaian anak tangga batu ...
"AKU TAHU! AKU TAHU!"
Dia bertumpu pada kaki dan tangannya lagi di lantai kantor Snape, bekas lukanya menusuk-nusuk tidak menyenangkan, tetapi suara yang baru saja keluar dari mulutnya penuh kemenangan. Dia mendorong dirinya bangkit lagi untuk mendapati Snape sedang menatapnya, tongkatnya terangkat. Tampaknya seolah-olah, kali ini, Snape telah mengangkat mantera itu sebelum Harry bahkan mencoba melawan.
"Kalau begitu apa yang terjadi, Potter"" dia
bertanya sambil memandang Harry dengan sungguh-sungguh.
"Aku melihat -- aku ingat," Harry terengah-engah. "Aku baru saja menyadari
"Menyadari apa"" tanya Snape dengan tajam.
Harry tidak menjawab seketika; dia masih merasakan saat kesadaran yang mengaburkan sementara dia menggosok keningnya ...
Dia telah bermimpi tentang sebuah koridor tak berjendela yang berakhir pada sebuah pintu terkunci selama berbulan-bulan, tanpa sekalipun menyadari bahwa tempat itu nyata. Sekarang, melihat memori itu lagi, dia tahu bahwa selama ini dia telah memimpikan koridor yang dilaluinya bersama Mr Weasley pada tanggal dua belas Agustus selagi mereka bergegas ke ruang sidang di Kementerian; koridor yang mengarah ke Departemen Misteri dan Mr Weasley ada di sana pada malam dia diserang oleh ular Voldemort.
Dia memandang Snape. "Apa yang ada di Departemen Mister""
"Apa katamu"" Snape bertanya pelan dan Harry melihat, dengan kepuasan mendalam, bahwa Snape terkesima.
"Kubilang, apa yang ada di Departemen Misteri, sir"" Harry berkata.
"Dan kenapa," kata Snape lambat-lambat, "kau menanyakan hal semacam ini""
"Karena," kata Harry sambil mengamati wajah Snape dengan seksama, "koridor itu yang baru saja kulihat -- aku telah memimpikannya selama berbulan-bulan -- aku baru saja mengenaliknyaa -- koridor itu mengarah ke Departemen Misteri ... dan kukira Voldemort mau sesuatu dari -- "
"Sudah kubilang padamu jangan sebut nama Pangeran Kegelapan!"
Mereka saling melotot. Bekar luka Harry membara lagi, tetapi dia tidak peduli. Snape tampak gelisah; tetapi ketika dia berbicara lagi dia terdengar seolah-olah sedang mencoba tampak tenang dan tidak kuatir.
"Ada banyak hal di Departemen Misteri, Potter, sedikit yang bisa kau mengerti dan tak satupun yang berkaitan denganmu. Apakah perkataanku jelas""
"Ya," Harry berkata, masih menggosok-gosok bekas lukanya yang menusuk-nusuk, yang semakin menyakitkan.
"Aku mau kau kembali ke sini waktu yang sama hari Rabu. Saat itu kita akan meneruskan kerja."
"Baik," kata Harry. Dia putus asa ingin keluar dari kantor Snape dan menemukan Ron dan Hermione.
"Kau harus menyingkirkan dari pikiranmu semua emosi setiap malam sebelum tidur; mengosongkannya, membuatnya hampa dan tenang, kau mengerti""
"Ya," kata Harry, yang hampir tidak mendengarkan.
"Dan kuperingatkan, Potter ... aku akan tahu kalau kau tidak berlatih."
"Benar," Harry bergumam. Dia memungut tas sekolahnya, mengayunkannya lewat bahunya dan bergegas menuju pintu kantor. Ketika dia membukanya, dia memandang sekilas kepada Snape, yang memalingkan punggungnya kepada Harry dan sedang mengumpulkan pikiran-pikirannya sendiri keluar dari Pensieve dengan ujung tongkatnya dan meletakkan kembali dengan hati-hati ke dalam kepalanya sendiri. Harry pergi tanpa sepatah katapun, menutup pintu dengan hati-hati di belakangnya, bekas lukanya masih berdenyut menyakitkan.
Harry menemukan Ron dan Hermione di perpustakaan, di mana mereka sedang mengerjalkan tumpukan terbaru pekerjaan rumah dari Umbridge. Murid-murid yang lain, hampir semuanya kelas lima, duduk di meja-meja yang diterangi lampu di dekat
sana, dengan hidung dekat ke buku, pena bulu mencoret-coret dengan tergesa-gesa, sementara langit di luar jendela-jendela semakin hitam. Satu-satunya suara lain adalah decit ringan salah satu suara Madam Pince, selagi penjaga perpustakaan itu berjalan di gang-gang dengan mengancam, bernapas pada leher-leher mereka yang menyentuh buku-bukunya yang berharga.
Harry merasa gemetaran; bekas lukanya masih sakit, dia merasa hampir seperti demam.
Ketika dia duduk di seberang Ron dan Hermione, dia melihat pantulan dirinya di jendela seberang; dia sangat putih dan bekas lukanya tampaknya lebih jelas daripada biasa.
"Bagaimana"" Hermione berbisik, dan kemudian, tampak kuatir. "Apakah kau baik-baik saja, Harry""
"Yeah ... baik ... aku tak tahu," kata Harry tidak sabaran, sambil mengerenyit ketika rasa sakit menusuk bekas lukanya lagi. "Dengar ... aku baru saja menyadari sesuatu."
Dan dia memberitahu mereka apa yang baru saja dia lihat dan tarik kesimpulan.
"Jadi ... jadi kau sedang mengatakan bisik Ron, selag
i Madam Pince lewat, sambil mencicit sedikit, "bawa senjata itu -- benda yang sedang dikejar Kau-Tahu-Siapa -- ada di dalam Kementerian Sihir""
"Di Departemen Misteri, pasti di sana," Harry berbisik. "Aku melihat pintu itu ketika ayahmu membawaku turun ke ruang sidang untuk dengar pendapatku dan pastilah itu pintu yang sama dengan yang sedang dikawalnya ketika ular itu menggigitnya"
Hermione mengeluarkan napas panjang lambat-lambat.
"Tentu saja," dia berkata dengan berbisik.
"Tentu saja apa"" kata Ron agak tidak sabaran.
"Ron, pikirkanlah ... Sturgis Podmore sedang mencoba melalui sebuah pintu di Kementerian Sihir ... pastilah yang satu itu, terlalu banyak kebetulan!"
"Bagaimana bisa Sturgis mencoba mendobrak masuk kalau dia ada di pihak kita"" kata Ron.
"Well, aku tidak tahu," Hermione mengakui. "Itu sedikit aneh
"Jadi apa yang ada di Departemen Misteri"" Harry bertanya kepada Ron. "Apakah ayahmu pernah menyebut apapun tentang itu""
"Aku tahu mereka menyebut orang-orang yang bekerja di sana "Yang-Tak-Boleh-Disebut"," kata Ron sambil merengut. "Karena tak seorangpun tampaknya benar-benar tahu apa yang mereka kerjakan -- tempat yang aneh untuk menyimpan senjata."
"Tidak aneh sama sekali, masuk akal sekali," kata Hermione. "Kuduga pastilah sesuatu yang rahasia besar yang sedang dikembangkan Kementerian ... Harry, apakah kau yakin kau baik-baik saja""
Karena Harry baru saja menggosokkan kedua tangannya di atas keningnya seolah-olah mencoba menyetrikanya.
"Yeah ... baik ... " dia berkata sambil menurunkan tangannya yang masih bergetar. "Aku hanya merasa sedikit ... aku tidak terlalu suka Occlumency."
"Kurasa semua orang akan merasa gemetaran kalau pikiran mereka diserang terus-menerus," kata Hermoine bersimpati. "Lihat, mari kembali ke ruang duduk, kita akan sedikit lebih nyaman di sana."
Tetapi ruang duduk padat dan penuh pekik tawa dan kegembiraan; Fred dan George sedang mendemonstrasikan barang dagangan terbaru toko lelucon mereka.
"Topi Tanpa-Kepala!" teriak George, sementara Fred melambaikan sebuah topi runcing yang dihiasi dengan bulu halus merah jambu kepada murid-murid yang sedang menyaksikan. "Masing-masing dua Galleon, amati Fred, sekarang!"
Fred memakaikan topi ke kepalanya sambil tersenyum. Selama sedetik dia hanya tampak agak bodoh; lalu topi maupun kepalanya hilang.
Beberapa anak perempuan menjerit, tetapi semua orang yang lainnya tertawa bergemuruh.
"Dan lepas lagi!" teriak George, dan tangan Fred meraba-raba sejenak di apa yang tampak seperti udara kosong di atas bahunya; lalu kepalanya muncul lagi ketika dia melepaskan topi berbulu merah jambu itu.
"Kalau begitu bagaimana cara kerja topi-topi itu"" kata Hermione, teralihkan dari pekerjaan rumahnya dan mengamati Fred dan George dengan seksama. "Maksudku, jelas itu semacam Mantera Kasat Mata, tapi agak pintar bisa memperluas bidang kasat matanya melebihi batas-batas benda yang disihir ... walaupun kubayangkan mantera itu tidak akan bertahan lama."
Harry tidak menjawab; dia merasa tidak enak badan.
"Aku akan mengerjakan ini besok," dia bergumam sambil mendorong buku-buku yang baru dikeluarkannya dari tasnya kembali ke dalam.
"Well, tulis di dalam perencana peermu kalau begitu!" kata Hermione mendorong. "Agar kau tidak lupa!"
Harry dan Ron saling berpandangan ketika dia meraih ke dalam tasnya, mengeluarkan perencana itu dan membukanya dengan coba-coba.
"Jangan biarkan sampai kemudian, kau si nomor dua!" caci buku itu selagi Harry menuliskan pekerjaan rumah Umbridge. Hermione tersenyum kepada buku itu.
"Kukira aku akan pergi tidur," kata Harry sambil menjejalkan perencana peer itu kembali ke dalam tasnya dan membuat catatan batin untuk menjatuhkannya ke dalam api pada kesempatan pertama yang didapatkannya.
Dia berjalan menyeberangi ruang duduk, mengelak dari George, yang mencoba memakaikan sebuah Topi Tanpa-Kepala kepadanya, dan mencapai tangga batu yang tenang dan sejuk menuju kamar asrama anak-anak laki-laki. Dia merasa mual lagi, seperti yang dirasakannya pada malam dia mendapatkan penglihatan tentang ular itu, tetapi berpikir bahwa kalau saja dia bisa berbari
ng sebentar dia akan baik-baik saja.
Dia membuka pintu kamar asramanya dan sudah masuk selangkah ketika dia merasakan sakit yang begitu hebat sehingga dia mengira seseorang pasti mengiris puncak kepalanya. Dia tidak tahu di mana dia, apakah dia sedang berdiri atau berbaring, dia bahkan tidak tahu namanya sendiri.
Tawa maniak berdengung di telinganya ... dia lebih gembira daripada yang dialaminya selama waktu yang amat panjang ... kegirangan, luar biasa bahagia, kemenangan ... suatu hal yang sangat bagus, sangat bagus telah terjadi ...
"Harry" HARRY!"
Seseorang telah memukulnya di sekitar wajah. Tawa tidak waras itu disela dengan jeritan kesakitan. Kebahagiaan merembes keluar darinya, tetapi tawa itu berlanjut ...
Dia membuka matanya dan, ketika berbuat demikian, dia menjadi sadar bahwa tawa liar itu keluar dari mulutnya sendiri. Saat dia menyadari ini, tawa itu hilang; Harry terbaring terengah-engah di atas lantai, menatap langit-langit, bekas luka di keningnya berdenyut mengerikan. Ron sedang membungkuk di atasnya, terlihat sangat kuatir.
"Apa yang terjadi"" dia berkata.
"Aku ... tak tahu Harry terengah-engah, sambil duduk lagi. "Dia benar-benar senang ... benar-benar senang
"Kau-Tahu-Siapa""
"Sesuatu yang bagus terjadi," gumam Harry. Dia gemetaran hebat seperti yang terjadi setelah melihat ular itu menyerang Mr Weasley dan merasa sangat mual. "Sesuatu yang telah dia harapkan."
Kata-kata itu datang, seperti dulu di ruang ganti Gryffindor, seolah-olah seorang asing sedang mengucapkannya melalui mulut Harry, tetapi dia tahu kata-kata itu benar. Dia mengambil napas dalam-dalam, memaksa dirinya untuk tidak muntah pada Ron. Dia sangat senang Dean dan Seamus tidak ada di sini untuk menonton kali ini.
"Hermione menyuruhku datang dan memeriksamu," kata Ron dengan suara rendah, sambil membantu Harry bangkit. "Dia bilang pertahananmu akan rendah saat ini, setelah Snape bermain-main dengan pikiranmu ... tetap saja, kurasa akan membantu


Harry Potter And The Order Of The Phoenix Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam jangka panjang, bukan"" Dia memandang Harry dengan ragu selagi membantunya menuju tempat tidurnya. Harry mengangguk tanpa keyakinan dan merosot kembali ke bantalnya, sakit di sekujur tubuhnya akibat jatuh ke lantai begitu seringnya malam itu, bekas lukanya masih membara menyakitkan. Dia tidak bisa tidak merasa bahwa usaha pertamanya pada Occlumency telah melemahkan pertahanan pikirannya bukannya menguatkannya, dan dia bertanya-tanya, dengan perasaan gentar yang besar, apa yang telah terjadi yang membuat Lord Voldemort merasa paling bahagia dalam empat belas tahun ini.
BAB DUA PULUH LIMA Kumbang di Teluk Pertanyaan Harry terjawab pagi berikutnya. Ketika Daily Prophet Hermione tiba dia melicinkannya, memandangnya halaman depan sejenak dan mengeluarkan pekik yang mengakibatkan semua orang di dekatnya menatapnya.
"Apa"" kata Harry dan Ron bersama-sama.
Sebagai jawaban dia membentangkan surat kabar itu di atas meja di depan mereka dan menunjuk ke sepuluh foto hitam-putih yang mengisi keseluruhan halaman depan, sembilan memperlihatkan wajah-wajah penyihir pria dan yang kesepuluh, wajah seorang penyihir wanita. Beberapa orang di foto-foto itu sedang tersenyum mencemooh diam-diam; yang lainnya sedang mengetuk-ngetukkan jari-jari mereka pada bingkai foto mereka, tampak kurang ajar. Tiap-tiap gambar diberi judul dengan nama dan kejahatan yang menyebabkan orang itu dikirim ke Azkaban.
Antonin Dolohov, tulisan di bawah seorang penyihir pria dengan wajah panjang, pucat, berlekuk yang sedang tersenyum mengejek kepada Harry, dihukum karena pembunuhan brutal atas Gideon dan Fabian Prewett.
Algernon Rookwood, judul di bawah seorang lelaki berwajah bopeng dengan rambut berminyak yang sedang bersandar pada tepi gambarnya, tampak bosan, dihukum karena membocorkan rahasia-rahasia Kementerian Sihir kepada Dia-YangNamanya-Tidak-Boleh-Disebut.
Tetapi mata Harry tertarik pada gambar penyihir wanita itu. Wajahnya telah melompat kepadanya begitu dia melihat halaman itu. Dia memiliki rambut gelap panjang yang tampak tidak rapi dan terurai di gambar itu, walaupun Harry pernah melihatnya licin, tebal dan berkilau. Dia
melotot kepadanya melalui mata yang berkelopak tebal, sebuah senyum arogan dan menghina bermain di sekitar mulutnya yang tipis. Seperti Sirius, dia mempertahankan sisa-sisa tampang yang sangat menawan, tetapi sesuatu -- mungkin Azkaban -- telah mengambil sebagian besar kecantikannya.
Bellatrix Lestrange, dihukum karena penyiksaan dan membuat cacat permanen pada Frank dan Alice Longbottom.
Hermione menyikut Harry dan menunjuk pada kepala berita di atas gambar-gambar itu, yang Harry, yang sedang berkonsentrasi pada Bellatrix, belum baca.
PELARIAN MASSAL DARI AZKABAN
KEMENTERIAN KUATIR BLACK SEDANG "MENGUMPULKAN"
PARA PELAHAP MAUT LAMA "Black"" kata Harry keras-keras. "Bukan --""
"Shhh!" bisik Hermione dengan putus asa. "Jangan begitu keras -- baca saja!"
Kementerian Sihir mengumumkan kemarin malam bahwa telah terjadi pelarian massal dari Azkaban.
Berbicara kepada para reporter di kantor pribadinya, Cornelius Fudge, Menteri Sihir, membenarkan bahwa
sepuluh tahanan pengamanan-tinggi lolos dini hari kemarin dan bahwa dia telah memberitahu Perdana Menteri
Muggle mengenai sifat berbahaya dari orang-orang ini.
"Kami mendapati diri kami, sayang sekali, berada dalam posisi yang sama dengan yang kami alami dua setengah
tahun yang lalu ketika si pembunuh Sirius Black lolos," kata Fudge tadi malam. "Kami mengira kedua pelarian itu
berhubungan. Pelolosan dengan besaran ini memberi kesan adanya bantuan dari luar, dan kita harus ingat bahwa
Black, sebagai orang pertama yang pernah melarikan diri dari Azkaban, ideal bila ditempatkan untuk membantu
yang lainnya mengikuti jejak langkahnya. Kami mengira mungkin sekali orang-orang ini, yang termasuk saudara
sepupu Black, Bellatrix Lestrange, telah berkumpul di sekitar Black sebagai pemimpin mereka. Namun, kami
sedang melakukan semua yang kami bisa untuk menangkap para kriminal ini, dan kami mohon kepada komunitas
sihir untuk tetap waspada dan siap siaga. Dengan alasan apapun tak seorangpun dari orang-orang ini boleh
didekati." "Itu dia, Harry," kata Ron, terlihat terperanjat. "Itulah sebabnya dia senang kemarin malam."
"Aku tidak percaya ini," geram Harry, "Fudge menyalahkan pelarian itu pada Sirius""
"Pilihan apa lagi yang dia punya"" kata Hermione dengan getir. "Dia tidak bisa mengatakan, "Maaf, semuanya, Dumbledore sudah memperingatkanku ini mungkin terjadi, para penjaga Azkaban sudah bergabung dengan Lord Voldemort" -- berhenti merengek, Ron -- " dan sekarang para pendukung terburuk Voldemort juga sudah lolos." Maksudku, dia sudah menghabiskan enam bulan penuh memberitahu semua orang kau dan Dumbledore adalah pembohong, bukan begitu"
Hermione membuka surat kabar itu dan mulai membaca laporan di bagian dalam sementara Harry memandang berkeliling Aula Besar. Dia tidak bisa mengerti mengapa teman-temannya tidak tampak takut atau setidaknya sedang membahas berita mengerikan di halaman depan, tetapi sangat sedikit dari mereka berlangganan surat kabar setiap hari seperti Hermione. Di sanalah mereka semua, berbincang-bincang mengenai pekerjaan rumah dan Quidditch dan siapa tahu sampah apa lagi, ketika di luar dinding-dinding ini sepuluh Pelahap Maut lagi telah meningkatkan jumlah pendukung Voldemort.
Dia memandang sekilas ke meja guru. Ada cerita berbeda di sana. Dumbledore dan Profesor McGonagall sedang terbenam dalam percakapan, keduanya tampak sangat muram. Profesor Sprout menyandarkan Prophet pada sebuah botol saus tomat dan sedang membaca halaman depan dengan konsentrasi sehingga dia tidak memperhatikan tetesan ringan kuning telur ke pangkuannya dari sendoknya yang diam. Sementara itu, di ujung jauh meja itu, Profesor Umbridge sedang makan semangkuk bubur. Sekali ini mata kataknya yang menggembung tidak menyapu Aula Besar mencari-cari murid-murid yang berbuat salah. Dia merengut selagi dia menelan makanannya dan beberapa waktu sekali dia memberi pandangan dengki ke bagian meja di mana Dumbledore dan McGonagall sedang berbicara dengan sangat bersungguh-sungguh.
"Ya ampun -- " kata Hermione bertanya-tanya, masih menatap surat kabar itu.
"Sekarang apa"" kata Harry dengan cepat, dia merasa gel
isah. "Ini ... mengerikan," kata Hermione, tampak terguncang. Dia melipat kembali halaman sepuluh surat kabar itu dan menyerahkannya kepada Harry dan Ron.
KEMATIAN TRAGIS PEKERJA KEMENTERIAN SIHIR Rumah Sakit St. Mungo menjanjikan penyelidikan penuh tadi malam setelah pekerja Kementerian Sihir Broderick Bode, 49, ditemukan tewas di tempat tidurnya, tercekik sebuah tanaman pot. Para Penyembuh yang dipanggil ke tempat kejadian tidak mampu menghidupkan kembali Mr Bode, yang telah terluka dalam sebuah kecelakaan di tempat kerja beberapa minggu sebelum kematiannya.
Penyembuh Miriam Strout, yang bertanggung jawab atas bangsal Mr Bode pada saat kejadian, telah diskors dengan gaji penuh dan tidak bersedia memberi komentar, tetapi seorang penyihir juru bicara di rumah sakit berkata dalam sebuah pernyataan.
"St Mungo menyesal atas kematian Mr Bode sedalam-dalamnya, yang kesehatannya telah membaik dengan mantap sebelum kecelakaan tragis ini.
"Kami memiliki garis pedoman yang tegas mengenai hiasan-hiasan yang diizinkan dalam bangsal-bangsal kami tetapi tampaknya Penyembuh Strout, yang sedang sibuk dalam periode Natal, mengabaikan bahaya-bahaya tanaman di meja sisi tempat tidur Mr Bode. Sementara daya bicara dan pergerakannya membaik, Penyembuh Strout mendorong Mr Bode untuk menjaga tanaman itu sendiri, tanpa menyadari bahwa itu bukan Flitterbloom tak bersalah, melainkan cangkokan Jerat Setan yang, ketika disentuh oleh Mr Bode yang sedang dalam masa penyembuhan, mencekiknya dengan seketika.
"St Mungo masih belum mampu menjelaskan kehadiran tanaman itu di bangsal dan meminta penyihir wanita atau pria manapun yang memiliki informasi untuk maju ke depan."
"Bode kata Ron. "Bode. Mengingatkan pada sesuatu
"Kita melihatnya," Hermione berbisik. "Di St Mungo, ingat" Dia ada di tempat tidur di seberang Lockhart, cuma berbaring di sana, menatap langit-langit. Dan kita melihat Jerat Setan itu tiba. Dia -- si Penyembuh -- berkata itu adalah sebuah hadiah Natal."
Harry mengingat kembali cerita itu. Suatu perasaan ngeri timbul seperti empedu dalam tenggorokannya.
"Bagaimana kita bisa tidak mengenali Jerat Setan" Kita sudah pernah melihatnya sebelumnya ... kita bisa saja menghentikan ini terjadi."
"Siapa yang menduga Jerat Setan akan muncul di sebuah rumah sakit menyamar sebagai sebuah tanaman pot"" kata Ron dengan tajam. "Itu bukan salah kita, siapapun yang mengirimnya kepada lelaki itulah yang patut disalahkan! Mereka pasti benar-benar tolol, mengapa mereka tidak memeriksa apa yang mereka beli""
"Oh, ayolah, Ron!" kata Hermione dengan bergetar. "Kukira tak seorangpun bisa menaruh Jerat Setan di dalam sebuah pot dan tidak sadar dia mencoba membunuh
siapapun yang menyentuhnya" Ini -- ini pembunuhan ... sebuah pembunuhan yang pintar, juga ... kalau tanaman itu dikirim tanpa nama pengirim, bagaimana bisa ada yang menemukan siapa yang melakukannya""
Harry tidak sedang memikirkan Jerat Setan. Dia sedang mengingat menggunakan lift turun ke tingkat sembilan Kementerian di hari dengar pendapaptnya dan pria berwajah pucat yang masuk di tingkat Atrium.
"Aku bertemu Bode," dia berkata lambat-lambat. "Aku melihatnya di Kementerian dengan ayahmu."
Mulut Ron terbuka. "Aku pernah mendengar Dad berbicara mengenainya di rumah! Dia seorang Yang-Tak-Boleh-Disebut -- dia bekerja di Departemen Misteri!"
Mereka saling berpandangan satu sama lain sejenak, lalu Hermione menarik surat kabar itu kembali kepadanya, menutupnya, melotot sejenak pada gambar-gambar sepuluh Pelahap Maut yang lolos di bagian depan, lalu melompat bangkit.
"Mau ke mana kau"" kata Ron, kaget.
"Mengirim surat," kata Hermione sambil mengayunkan tasnya ke bahunya. "Well, aku tidak tahu apakah ... tapi pantas dicoba ... dan aku satu-satunya yang bisa."
"Aku benci kalau dia melakukan itu," gerutu Ron, selagi dia dan Harry bangkit dari meja dan berjalan lebih lambat keluar dari Aula Besar. "Apakah akan membunuhnya kalau memberitahu kita apa yang sedang dia rencanakan sekali saja" Dia cuma butuh sekitar sepuluh detik lagi -- hei, Hagrid!"
Hagrid sedang berdiri di samping pintu-pintu ke Aula Depan, menunggu
sekerumun anak-anak Ravenclaw untuk lewat. Dia masih memar berat seperti pada hari kepulangannya dari misinya kepada para raksasa dan ada luka sayat baru tepat di batang hidungnya.
"Baik-baik saja, kalian berdua"" dia berkata, mencoba tersenyum tetapi hanya berhasil mengeluarkan semacam ringis kesakitan.
"Apakah kau baik-baik saja, Hagrid"" tanya Harry, sambl mengikutinya selagi dia berjalan di belakang anak-anak Ravenclaw.
"Baik, baik," kata Hagrid dengan sikap ringan dibuat-buat yang lemah; dia melambaikan sebuah tangan dan hampir saja membuat Profesor Vector yang tampak ketakutan, yang sedang lewat, mengalami geger otak. "Cuma sibuk, kalian tahu, hal biasa -- pelajaran-pelajaran "tuk disiapkan -- sejumlah salamander kena pembusukan sisik -- dan aku dalam masa percobaan," dia berkomat-kamit.
"Kau dalam masa percobaan"" kata Ron dengan sangat keras, sehingga banyak murid yang sedang lewat melihat berkeliling dengan rasa ingin tahu. "Sori -maksudku -- kau dalam masa percobaan"" dia berbisik.
"Yeah," kata Hagrid. "Tak lebih dari yang kuharapkan, sejujurnya. Kalian mungkin tak sadar, tapi inspeksi itu tidak berjalan terlalu baik, kalian tahu ... ngomong-ngomong," dia menghela napas dalam-dalam. "Sebaiknya pergi menggosok sedikit bubuk cabe lagi pada salamander-salamander itu atau ekor mereka akan lepas nanti. Sampai jumpa, Harry ... Ron
Dia berjalan pergi dengan susah payah, keluar dari pintu depan dan menuruni undakan-undakan batu ke halaman sekolah yang lembab. Harry mengamatinya pergi, bertanya-tanya berapa banyak kabar buruk lagi yang tahan diterimanya.
* Fakta bahwa Hagrid sekarang dalam masa percobaan menjadi pengetahuan umum dalam sekolah selama beberapa hari beriktunya, tetapi yang membuat Harry marah, hampir tak seorangpun tampak terganggu atas kabar itu; bahkan, beberapa orang, Draco Malfoy menonjol di antara mereka, tampak sungguh-sungguh gembira. Tentang kematian mengerikan seorang pegawai Departemen Misteri yang tidak dikenal di St Mungo, Harry, Ron dan Hermione tampaknya merupakan satu-satunya orang yang tahu atau peduli. Hanya ada satu topik percakapan di koridor-koridor sekarang: kesepuluh Pelahap Maut yang lolos, yang ceritanya akhirnya merembes ke seluruh sekolah dari beberapa orang yang membaca surat kabar. Rumor-rumor beterbangan bahwa beberapa dari narapidana itu telah terlihat di Hogsmeade, bahwa mereka sedang bersembunyi di Shrieking Shack dan bahwa mereka akan masuk ke dalam Hogwarts, seperti yang pernah dilakukan Sirius Black.
Mereka yang berasal dari keluarga penyihir telah tumbuh besar mendengar nama-nama para Pelahap Maut ini disebut dengan ketakutan yang hampir sebesar dengan nama Voldemort; kejahatan yang telah mereka lakukan selama hari-hari kekuasaan penuh teror Voldemort sudah melegenda. Ada kerabat-kerabat dari korban-korban mereka di antara murid-murid Hogwarts, yang sekarang mendapati diri mereka obyek ketenaran yang agak mengerikan yang tidak diinginkan selagi mereka berjalan di koridor-koridor: Susan Bones, yang paman, bibi dan sepupu-sepupunya semua meninggal di tangan salah satu dari yang sepuluh itu, berkata dengan sengsara selama Herbologi bahwa dia sekarang punya gagasan bagus bagaimana rasanya menjadi Harry.
"Dan aku tidak tahu bagaimana kau bisa tahan -- mengerikan," dia berkata terus terang sambil menjatuhkan jauh terlalu banyak kotoran naga pada nampan benih Buncis-Pekiknya, menyebabkan mereka menggeliat dan mencicit tidak nyaman.
Benar Harry adalah subyek gumaman dan penunjukan baru di koridor-koridor akhir-akhir ini, tapi dia mengira dia mendeteksi sedikit perbedaan dalam nada suara orang-orang yang berbisik-bisik. Mereka terdengar ingin tahu bukannya bermusuhan sekarang, dan sekali atau dua kali dia yakin dia mendengar potongan percakapan yang menyarankan bahwa para pembicaranya tidak puas dengan versi Prophet tentang bagaimana dan mengapa sepuluh Pelahap Maut berhasil lolos dari benteng Azkaban. Dalam kebingungan dan ketakutan mereka, orang-orang yang ragu ini sekarang kelihatannya beralih ke satu-satunya penjelasan lain yang tersedia bagi mereka: yang telah diuraikan Har
ry dan Dumbledore dengan terperinci sejak tahun lalu.
Bukan hanya suasana hati para murid yang telah berubah. Sekarang cukup umum menjumpai dua atau tiga guru sedang bercakap-cakap dengan bisikan rendah dan penting di koridor-koridor, yang memutuskan percakapan mereka saat mereka melihat para murid sedang mendekat.
"Mereka jelas tidak bisa berbicara dengan bebas lagi di ruang guru," kata Hermione dengan suara rendah, ketika dia, Harry dan Ron melewati Profesor McGonagall, Flitwick dan Sprout yang berkerumun bersama di luar ruang kelas Jimat dan Guna-Guna suatu hari. "Tidak dengan Umbridge di sana."
"Menurutmu mereka tahu sesuatu yang baru"" kata Ron sambil memandang ke belakang lewat bahunya kepada ketiga guru itu.
"Kalau mereka tahu, kita tidak akan mendengarnya, bukan"" kata Harry dengan marah. "Tidak setelah Dekrit ... nomor berapa kita sekarang"" Karena pengumuman baru sudah muncul di papan pengumuman asrama pagi setelah berita pelarian Azkaban itu:
DENGAN PERINTAH PENYELIDIK TINGGI HOGWARTS
Para guru dengan ini dilarang memberikan murid-murid informasi apapun yang tidak berhubungan dengan
pelajaran yang mereka ajarkan.
Hal di atas sesuai dengan Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Enam.
Tertanda: Dolores Jane Umbridge, Penyelidik Tinggi.
Dekrit terakhir ini telah menjadi subyek sejumlah besar lelucon di antara murid-murid. Lee Jordan telah menunjukkan kepada Umbridge bahwa sesuai ketentuan peraturan baru itu dia tidak diizinkan menyuruh Fred dan George berhenti bermain-main dengan Buncis Meledak di belakang kelas.
"Buncis Meledak tidak berhubungan dengan Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, Profesor! Itu bukan informasi yang berhubungan dengan mata pelajaran Anda!"
Kali berikutnya Harry melihat Lee, punggung tangannya berdarah agak parah. Harry merekomendasikan intisari Murtlap.
Harry telah mengira pelarian dari Azkaban mungkin membuat Umbridge sedikit rendah hati, bahwa dia mungkin merasa malu pada bencana yang terjadi tepat di bawah hidung Fudgenya yang tercinta. Namun, kelihatannya, hanya memperhebat hasrat membaranya untuk membuat semua aspek kehidupan di Hogwarts berada di bawah kendali pribadinya. Dia tampak bertekad setidaknya mencapai satu pemecatan sebelum waktu yang lama, dan satu-satunya pertanyaan adalah apakah Profesor Trelawney atau Hagrid yang akan pergi duluan.
Setiap pelajaran Ramalan dan Pemeliharaan Satwa Gaib sekarang dilaksanakan
dengan kehadiran Umbridge dan papan jepitnya. Dia mengintai di dekat api di dalam ruangan menara yang berparfum hebat itu, menyela percakapan-percakapan Profesor Trelawney yang semakin histeris dengan pertanyaan-pertanyaan sulit mengenai ornithomancy dan heptomology, bersikeras agar dia meramalkan jawaban-jawaban para murid sebelum mereka memberikannya dan menuntut agar dia memperlihatkan keahliannya pada bola kristal, daun-daun teh dan batu-batu rune secara bergantian. Harry mengira Profesor Trelawney mungkin segera gila akibat tekanan itu. Beberapa kali dia melewatinya di koridor-koridor -- yang dengan sendirinya kejadian tidak biasa karena dia biasanya tetap di ruangan menaranya -- sedang bergumam dengan liar kepada dirinya sendiri, menggoyang-goyangkan pergelangan tangannya dan melemparkan pandangan-pandangan ketakutan dari balik bahunya, dan sementara itu mengeluarkan bau sherry masak yang kuat. Kalau dia tidak begitu kuatir tentang Hagrid, dia akan merasa prihatin bagi Trelawney -- tetapi kalau salah satu dari mereka akan dikeluarkan dari pekerjaan mereka, hanya ada satu pilihan bagi Harry mengenai siapa yang harus tinggal.
Sayangnya, Harry tak bisa melihat bahwa Harry memperlihatkan penampilan yang lebih baik daripada Trelawney. Walaupun dia tampaknya mengikuti nasihat Hermione dan belum memperlihatkan kepada mereka apapun yang lebih menakutkan daripada seekor Crup -- seekor makhluk yang tidak bisa dikenali dari seekor anjing terrier Jack Russell kecuali dari ekornya yang bercabang -- sejak sebelum Natal, dia juga kelihatannya sudah kehilangan keberaniannya. Dia kacau dan gelisah selama pelajaran, kehilangan alur cerita tentang apa yang sedang dikatakannya kepada kelas,
menjawab pertanyaan dengan salah, dan sepanjang waktu memandang sekilas pada Umbridge dengan cemas. Dia juga lebih menjauh dengan Harry, Ron dan Hermione daripada sebelumnya, dan telah melarang mereka dengan tegas untuk mengunjunginya setelah gelap.
"Kalau dia memergoki kalian, leher kita yang dipertaruhkan," dia memberitahu mereka dengan datar, dan tanpa hasrat untuk melakukan apapun yang mungkin membahayakan pekerjaannya lebih lanjut mereka berhenti berjalan ke pondoknya di malam hari.
Tampaknya bagi Harry bahwa Umbridge dengan terus-menerus mencabutnya dari semua hal yang membuat hidupnya di Hogwarts pantas dijalani: kunjungan-kunjungan ke rumah Hagrid, surat-surat dari Sirius, Fireboltnya dan Quidditch. Dia membalaskan dendamnya dengan satu-satunya cara yang dia bisa -- dengan menggandakan usahanya bagi DA.
Harry senang melihat bahwa mereka semua, bahkan Zacharias Smith, telah terpacu untuk bekerja lebih keras daripada sebelumnya dengan berita bahwa sepuluh Pelahap Maut lagi sekarang berkeliaran, tetapi tak seorangpun yang mengalami perbaikan lebih nyata daripada Neville. Berita bahwa para penyerang orang tuanya lolos telah menempa perubahan yang aneh dan bahkan sedikit menakutkan pada dirinya. Dia belum sekalipun menyebut perjumpaannya dengan Harry, Ron dan Hermione di bangsal tertutup di St Mungo dan, mengikuti teladannya, mereka juga diam mengenai hal itu. Dia juga belum mengatakan apa-apa tentang lolosnya Bellatrix dan teman-teman penyiksanya. Bahkan, Neville hampir tidak berbicara lagi selama pertemuan-pertemuan DA, tetapi bekerja tanpa lelah pada setiap kutukan dan kontra-kutukan baru yang telah Harry ajarkan kepada mereka, wajahnya yang bundar tegang karena
konsentrasi, kelihatan tidak peduli dengan luka-luka atau kecelakaan dan bekerja lebih keras daripada siapapun yang lain di ruangan itu. Dia sekarang membaik begitu cepatnya sehingga sangat mengerikan dan ketika Harry mengajari mereka Mantera Pelindung -- suatu cara untuk menangkis kutukan-kutukan kecil sehingga memantul kepada penyerangnya -- hanya Hermione yang menguasai mantera itu lebih cepat daripada Neville.
Harry akan memberikan banyak untuk bisa membuat kemajuan pada Occlumency seperti yang dibuat Neville pada pertemuan-pertemuan DA. Sesi-sesi Harry dengan Snape, yang mulanya sudah cukup buruk, tidak membaik. Sebaliknya Harry merasa dia semakin buruk dengan tiap pelajaran.
Sebelum dia mulai mempelajari Occlumency, bekas lukanya pedih kadang-kadang, biasanya pada malam hari, atau mengikuti salah satu kilasan aneh pikiran atau suasana hati Voldemort yang dialaminya kadang-kadang. Namun, sekarang ini, bekas lukanya hampir tidak pernah berhenti sakit, dan dia sering merasakan kemarahan atau keriangan mendadak yang tidak berhubungan dengan apa yang sedang terjadi pada dirinya pada saat itu, yang selalu diikuti dengan denyut yang sangat menyakitkan dari bekas lukanya. Dia mendapat kesan mengerikan bahwa dia berubah pelan-pelan menjadi semacam antena yang menerima fluktuasi kecil dalam suasana hati Voldemort, dan dia yakin dia bisa menelusuri peningkatan sensitifitas ini dengan tegas dari pelajaran Occlumency pertamanya dengan Snape. Terlebih lagi, dia sekarang bermimpi tentang berjalan menyusuri koridor menuju pintu masuk ke Departemen Misteri hampir setiap hari, mimpi-mimpi yang selalu memuncak pada dirinya berdiri penuh rasa ingin di depan pintu hitam polos itu.
"Mungkin sedikit mirip penyakit," kata Hermione, terlihat kuatir ketika Harry curhat kepadanya dan Ron. "Demam atau sesuatu. Harus memburuk dulu sebelum membaik."
"Pelajaran dengan Snape membuatnya semakin buruk," kata Harry dengan datar. "Aku mulai muak dengan bekas lukaku yang sakit dan aku mulai bosan dengan berjalan menyusuri koridor itu setiap malam." Dia menggosok keningnya dengan marah. "Aku hanya berharap pintu itu akan terbuka, aku muak berdiri menatapnya -- "
"Itu tidak lucu," kata Hermione dengan tajam. "Dumbledore tidak ingin kau mendapatkan mimpi-mimpi tentang koridor itu sama sekali, atau dia tidak akan meminta Snape mengajarimu Occlumency. Kau hanya harus bekerja sedikit lebih ker
as dalam pelajaranmu."
"Aku sedang melakukannya!" kata Harry terluka hatinya. "Kau coba suatu waktu --Snape mencoba masuk ke dalam kepalamu -- bukan hal yang patut ditertawakan, kau tahu!"
"Mungkin kata Ron lambat-lambat. "Mungkin apa"" kata Hermione, agak membentak.
"Mungkin bukan salah Harry dia tidak bisa menutup pikirannya," kata Ron dengan suram.
"Apa maksudmu"" kata Hermione.
"Well, mungkin Snape tidak benar-benar mencoba membantu Harry
Harry dan Hermione menatapnya. Ron memandang dengan suram dan penuh arti dari yang satu ke yang lain.
"Mungkin," dia berkata lagi, dengan suara yang lebih rendah, "dia sebenarnya sedang berusaha membuka pikiran Harry sedikit lebih lebar ... membuatnya lebih mudah untuk Kau-Tahu-Siapa -- "
"Diam, Ron," katak Hermione dengan marah. "Berapa kali kau sudah mencurigai Snape, dan kapan kau pernah benar" Dumbledore mempercayai dia, dia bekerja untuk Order, itu seharusnya sudah cukup."
"Dia dulu seorang Pelahap Maut," kata Ron dengan keras kepala. "Dan kita belum pernah melihat bukti bahwa dia benar-benar berpindah sisi."
"Dumbledore mempercayai dia," Hermione mengulangi. "Dan kalau kita tidak bisa mempercayai Dumbledore, kita tidak bisa percaya siapapun."
* Dengan begitu banyak untuk dikhawatirkan dan begitu banyak untuk dilakukan -sejumlah mengejutkan pekerjaan rumah yang sering menahan anak-anak kelas lima tetap bekerja sampai lewat tenagh malam, sesi-sesi DA rahasia dan kelas-kelas teratur dengan Snape -- Januari tampaknya berlalu begitu cepat. Sebelum Harry sadar, Februari sudah tiba, membawa bersamanya cuaca yang lebih basah dan lebih hangat dan prospek kunjungan Hogsmeade kedua tahun itu. Harry punya sangat sedikit waktu senggang untuk bercakap-cakap dengan Cho sejak mereka setuju mengunjungi desa itu bersama-sama, tetapi mendadak mendapati dirinya menghadapi satu Hari Valentine penuh untuk dihabiskan bersamanya.
Di pagi tanggal empat belas itu dia berpakaian dengan hati-hati. Dia dan Ron tiba di makan pagi tepat waktu untuk kedatangan pos burung hantu. Hedwig tidak ada di sana -- bukannya Harry mengharapkan dia -- tetapi Hermione sedang menyentak sebuah surat dari paruh seekor burung hantu cokelat yang tidak dikenal ketika mereka duduk.
"Dan sudah waktunya! Kalau tidak datang hari ini dia berkata, merobek amplop dengan bersemangat dan menarik keluar sepotong kecil perkamen. Matanya bergegas dari kiri ke kanan selagi dia membaca pesan itu dan ekspresi senang membentang di wajahnya.
"Dengar, Harry," dia berkata sambil memandangnya, "ini benar-benar penting. Apakah kaupikir kau bisa menemuiku di Three Broomsticks sekitar tengah hari""
"Well ... aku tak tahu," kata Harry tidak yakin. "Cho mungkin mengharapkan aku menghabiskan satu hari penuh bersamanya. Kami tidak pernah membicarakan apa yang akan kami lakukan."
"Well, bawa dia bersamamu kalau harus," kata Hermione mendesak. "Tapi maukah kau datang""
"Well ... baiklah, tapi mengapa""
"Aku tidak punya waktu untuk memberitahu kalian, aku harus menjawab ini cepat-cepat."
Dan dia bergegas keluar dari Aula Besar, surat itu tergenggam di satu tangan dan sepotong roti panggang di tangan lainnya.
"Kau ikut"" Harry bertanya kepada Ron, tetapi dia menggelengkan kepalanya, tampak muram.
"Aku tidak bisa pergi ke Hogsmeade sama sekali; Angelina mau latihan sehari penuh. Kayak itu bisa membantu; kami tim terburuk yang pernah kulihat. Kau harus melihat Sloper dan Kirke, mereka menyedihkan, bahkan lebih buruk daripada aku." Dia menghela napas dalam-dalam. "Aku tak tahu kenapa Angelina tidak mau membiarkan aku mengundurkan diri saja."
"Itu karena kau bagus ketika kondisimu baik, itulah sebabnya," kata Harry dengan kesal.
Dia merasa sangat sulit bersimpati pada penderitaan Ron, sementara dirinya sendiri akan memberikan hampir apapun untuk bermain di pertandingan mendatang melawan Hufflepuff. Ron tampaknya memperhatikan nada suara Harry, karena dia tidak menyebut Quidditch lagi selama makan siang, dan ada sedikit kebekuan dalam cara mereka berpamitan kepada satu sama lain beberapa saat kemudian. Ron pergi ke lapangan Quidditch dan Harry, setelah mencoba m
eratakan rambutnya sementara menatap bayangannya di punggung sebuah sendok teh, berjalan sendirian ke Aula Depan untuk menemui Cho, merasa sangat gelisah dan bertanya-tanya apa yang akan mereka perbincangkan.
Dia sedang menunggunya agak ke samping dari pintu-pintu depan dari kayu ek, terlihat sangat cantik dengan rambutnya diikat ke belakang membentuk ekor kuda. Kaki Harry tampaknya terlalu besar bagi badannya selagi dia berjalan ke arahnya dan dia mendadak teringat akan lengannya dan bagaimana bodohnya lengan-lengan itu terlihat berayun-ayun di sisi tubuhnya.
"Hai," kata Cho agak terengah-engah.
"Hai," kata Harry.
Mereka saling bertatapan selama beberapa saat, lalu Harry berkata, "Well -- er -kalau begitu, kita pergi""
"Oh -- ya Mereka bergabung dengan antrian orang-orang yang sedang ditandai oleh Filch,
terkadang saling bertatapan satu sama lain dan menyengir dengan segan, tetapi tidak berbicara kepada satu sama lain. Harry lega ketika mereka mencapai udara segar, mendapati lebih mudah untuk berjalan bersama dalam keheningan daripada cuma berdiri di tempat terlihat canggung. Hari itu segar, berangin sepoi-sepoi dan ketika mereka melewati stadiun Quidditch Harry melihat Ron dan Ginny sekilas sedang meluncur di atas tribun dan merasakan kepedihan mengerikan bahwa dia tidak ada di atas sana bersama mereka.
"Kau benar-benar merindukannya, bukan"" kata Cho.
Dia memandang berkeliling dan melihatnya sedang mengamatinya.
"Yeah," kata Harry sambil menghela napas. "Memang."
"Ingat pertama kali kita bermain melawan satu sama lain, di tahun ketiga"" dia bertanya kepadanya.
"Yeah," kata Harry sambil nyengir. "Kau terus menghadangku."
"Dan Wood menyuruhmu tidak usah jadi pria sejati dan jatuhkan aku dari sapuku kalau kau harus," kata Cho sambil tersenyum mengenang. "Kudengar dia diterima oleh Pride of Portree, benarkah itu""
"Bukan, Puddlemere United; aku melihatnya di Piala Quidditch tahun lalu."
"Oh, aku melihatmu di sana juga, ingat" Kita ada di tempat berkemah yang sama. Benar-benar bagus, bukan""
Subyek Piala Dunia Quidditch membawa mereka sepanjang jalan kereta dan keluar melalui gerbang. Harry hampir tidak bisa percaya betapa mudahnya berbicara dengannya -- tidak lebih sulit, kenyataannya, daripada berbicara dengan Ron dan Hermione -- dan dia baru saja mulai merasa percaya diri dan riang ketika sekelompok besar anak-anak perempuan Slytherion melewati mereka, termasuk Pansy Parkinson.
"Potter dan Chang!" pekik Pansy, diikuti kikik menghina. "Urgh, Chang, aku tidak setuju dengan seleramu ... setidaknya Diggory tampan!"
Anak-anak perempuan itu bergegas, sambil berbicara dan menjerit dengan banyak pandangan sekilas yang berlebihan kepada Harry dan Cho, meninggalkan keheningan akibat malu di belakang mereka. Harry tidak bisa memikirkan hal lain untuk dikatakan tentang Quidditch, dan Cho, sedikit merona, sedang mengamati kakinya.
"Jadi ... ke mana kau mau pergi"" Harry bertanya ketika mereka memasuki Hogsmeade. High Street penuh dengan murid-murid yang berjalan ke sana ke mari, mengintip ke dalam toko-toko dan bermain-main bersama di trotoar.
"Oh ... aku tidak keberatan," kata Cho sambil mengangkat bahu. "Um ... apakah kita melihat-lihat di toko-toko saja atau apapun""
Mereka berjalan menuju Dervish and Banges. Sebuah poster besar telah
ditempelkan di jendela dan beberapa penduduk Hogsmeade sedang memandanginya. Mereka bergeser ke samping ketika Harry dan Cho mendekat dan Harry mendapati dirinya menatap sekali lagi pada gambat-gambar sepuluh Pelahap Maut yang lolos itu. Poster itu, "Dengan Perintah Menteri Sihir," menawarkan imbalan seribu Galleon kepada penyihir wanita atau pria manapun yang memiliki informasi yang menuntun pada ditangkapnya kembali salah satu dari para narapidana dalam gambar.
"Aneh, bukan," kata Cho dengan suara rendah sambil menatap foto-foto para Pelahap Maut, "ingat ketiak Sirius Black itu lolos, dan ada Dementor di seluruh Hogsmeade mencarinya" Dan sekarang sepuluh Pelahap Maut berkeliaran dan tak ada Dementor di manapun ... "
"Yeah," kata Harry, sambil mengalihkan matanya dari wajah Bellatrix Lestrange untu
k memandang sekilas ke ujung-ujung High Street. "Yeah, itu aneh."
Dia tidak menyesali tak ada Dementor di sekitar sana, tetapi sekarang setelah dipikirkannya, ketidakhadiran mereka sangat berarti. Mereka tidak hanya telah membiarkan para Pelahap Maut lolos, mereka tidak repot-repot mencari mereka ... seolah-olah mereka benar-benar di luar kendali Kementerian sekarang.
Kesepuluh Pelahap Maut sedang menatap dari setiap jendela toko yang dilewatinya dan Cho. Ketika mereka lewat Scrivenshaft sudah mulai hujan; tetes-tetes air yang dingin dan berat terus mengenai wajah Harry dan belakang lehernya.
"Um ... apakah kau mau minum kopi"" kata Cho ingin tahu, ketika hujan mulai turun semakin deras.
"Yeah, baiklah," kata Harry sambil memandang ke sekitarnya. "Di mana""
"Oh, ada tempat yang benar-benar bagus persis di atas sini; belum pernahkah kau ke Madam Puddifoot"" dia berkata dengan cerah, sambil menuntunnya ke jalan samping dan ke dalam sebuah kedai teh kecil yang belum pernah diperhatikan Harry sebelumnya. Itu adalah tempat yang sesak dan penuh uap di mana semua hal kelihatannya dihiasi dengan jumbai-jumbai atau pita. Harry mendapatkan ingatan tak menyenangkan akan kantor Umbridge.
"Manis, bukan"" kata Cho dengan gembira.
"Er ... yeah," kata Harry tidak jujur.
"Lihat, dia menghiasnya untuk Hari Valentine!" kata Cho sambil menunjuk sejumlah anak kecil bersayap yang berwarna keemasan yang sedang melayang-layang di atas setiap meja bundar kecil, terkadang melemparkan konfeti merah jambu ke atas para pengguna meja.
"Aaah Mereka duduk di meja terakhir yang tersisa, yang berada di samping jendela buram. Roger Davis, Kapten Quidditch Ravenclaw, sedang duduk sekitar satu setengah kaki jauhnya bersama seorang gadis pirang yang cantik. Mereka sedang berpegangan
tangan. Pemandangan itu membuat Harry merasa tidak nyaman, khususnya ketika, sambil memandang berkeliling di kedai teh itu, dia melihat tempat itu penuh dengan pasangan-pasangan, semuanya sedang berpegangan tangan. Mungkin Cho akan mengharapkannya untuk memegang tangannya.
"Apa yang bisa kuambilkan untuk kalian, sayangku"" kata Madam Puddifoot, seorang wanita yang sangat gemuk dengan sanggul hitam berkilat, sambil menyelinap di antara meja mereka dan meja Roger Davies dengan penuh kesulitan.
"Tolong dua kopi," kata Cho.
Dalam waktu yang dibutuhkan kopi mereka untuk sampai, Roger Davies dan pacarnya sudah mulai berciuman melewati mangkuk gula mereka. Harry berharap mereka tidak melakukannya; dia merasa Davies sedang menciptakan standar dan Cho akan segera berharap dia ikut berlomba. Dia merasa wajahnya memanas dan mencoba menatap ke luar jendela, tetapi jendela itu begitu buram sehingga dia tidak bisa melihat jalan di luar. Untuk menunda waktu ketika dia harus memandang Cho, dia memandang langit-langit seolah-olah memeriksa catnya dan menerima segenggam konfeti di wajahnya dari anak kecil bersayap mereka yang melayang-layang.
Setelah beberapa menit menyakitkan lagi, Cho menyebut Umbridge. Harry menyambar subyek itu dengan lega dan mereka melewatkan beberapa saat menyenangkan menjelek-jelekkan dia, tetapi subyek itu sudah dibahas begitu mendalam selama pertemuan-pertemuan DA sehingga tidak bertahan lama. Keheningan timbul lagi. Harry sangat sadar akan suara-suara menyedot yang datang dari meja di samping pintu dan memandang ke sekitarnya dengan liar untuk mencari sesuatu yang lain untuk dikatakan.
"Er ... dengar, apakah kau mau datang bersamaku ke Three Broomsticks pada saat makan siang" Aku akan menemui Hermione Granger di sana."
Cho mengangkat alisnya. "Kau akan menemui Hermione Granger" Hari ini""
"Yeah. Well, dia minta aku, jadi kukira akan kulakukan. Apakah kau mau datang bersamaku" Dia bilang tidak masalah kalau kau ikut."
"Oh ... well ... baik sekali dia."
Tetapi Cho tidak terdengar seolah-olah dia berpikir itu baik sama sekali. Sebaliknya, nada suaranya dingin dan mendadak dia terlihat agak menakutkan.
Beberapa menit lagi berlalu dalam keheningan total, Harry minum kopinya begitu cepat sehingga dia akan segera perlu secangkir lagi. Di sebelah mereka, Roger Davies dan pacarn
ya kelihatannya tertempel bersama di bibir.
Tangan Cho sedang tergeletak di atas meja di samping kopinya dan Harry merasakan tekanan memuncak untuk memegangnya. Lakukan saja, dia memberitahu dirinya sendiri, ketika campuran rasa panik dan bersemangat menggelora di dalam
dadanya, ulurkan dan raih saja. Menakjubkan, betapa lebih sulitnya mengulurkan lengannya dua belas inci untuk menyentuhnya daripada untuk menyambar sebuah Snitch yang sedang ngebut dari udara ...
Tetapi persis ketika dia menggerakkan tangannya ke depan, Cho memindahkan tangannya dari meja. Dia sekarang sedang mengamati Roger Davies mencium pacarnya dengan ekspresi agak tertarik.
"Dia mengajakku keluar, kau tahu," dia berkata dengan suara pelan. "Beberapa minggu yang lalu. Roger. Namun, aku menolaknya."
Harry, yang telah meraih mangkuk gula sebagai alasan untuk pergerakan mendadak ke seberang meja, tidak bisa memikirkan kenapa dia memberitahunya hal ini. Kalau dia berharap dia sedang duduk di meja sebelah sedang dicium dengan sepenuh hati oleh Roger Davies, kenapa dia setuju keluar bersama Harry"
Dia tidak berkata apa-apa. Anak kecil bersayap mereka melemparkan segenggam konfeti lagi ke atas mereka; beberapa mendarat di sisa-sisa kopi dingin yang baru akan diminum Harry.
"Aku datang ke sini bersama Cedric tahun lalu," kata Cho.
Dalam waktu sekitar satu detik yang dibutuhkannya untuk memahami apa yang telah dikatakannya, isi tubuh Harry telah menjadi sedingin es. Dia tidak bisa percaya Cho mau membicarakan tentang Cedric sekarang, sementara pasangan-pasangan yang sedang berciuman mengelilingi mereka dan sebuah anak kecil bersayap melayang di atas kepala mereka.
Suara Cho agak lebih tinggi ketika dia berbicara lagi.
"Aku sudah ingin bertanya kepadamu sejak lama sekali ... apakah Cedric -- apakah dia -- menyebutku sama sekali sebelum dia mati""
Ini adalah subyek paling akhir di dunia ini yang ingin dibahas Harry, dan dia paling tidak ingin membahasnya dengan Cho.
"Well -- tidak --," dia berkata pelan. "Tidak -- tidak ada waktu baginya untuk mengatakan apapun. Erm ... jadi ... apakah kau ... apakah kau menonton banyak Quidditch sewaktu liburan" Kau mendukung Tornado, benar "kan""
Suaranya terdengar pura-pura ceria dan riang. Yang membuatnya ngeri, dia melihat bahwa mata Cho penuh air mata lagi, seperti saat setelah pertemuan terakhir DA sebelum Natal.
"Lihat," dia berkata dengan putus asa, sambil mencondongkan badan sehingga orang lain tidak ada yang bisa mencuri dengar, "mari kita tidak membicarakan tentang Cedric sekarang ... mari bicara tentang sesuatu yang lain."
Tetapi ini, tampaknya, adalah hal yang salah untuk dikatakan.
"Kukira," dia berkata, air mata bercucuran ke meja, "kukira kau akan m-m-mengerti! Aku perlu bicara tentang itu! Tentunya kau p-perlu bicara tentang itu j-juga! Maksudku, kau melihatnya terjadi, b-bukan""
Semua hal menjadi salah seperti mimpi buruk, pacar Roger Davies bahkan sudah melepaskan dirinya untuk memandang Cho yang sedang menangis.
"Well -- aku sudah membicarakannya," Harry berkata dalam bisikan, "kepada Ron dan Hermione, tapi -- "
"Oh, kau mau bicara dengan Hermione Granger!" dia berkata dengan nyaring, wajahnya sekarang berkilau karena air mata. Beberapa pasangan lain yang sedang berciuman berpisah untuk memandangi mereka. "Tapi kau tidak mau bicara denganku! M-mungkin paling baik kalau kita ... bayar saja dan kau pergi menemui Hermione G-Granger, seperti yang jelas sekali kau mau!"
Harry menatapnya, benar-benar bingung, selagi dia meraih sebuah serbet berjumbai-jumbai dan menyeka wajahnya dengan itu.
"Cho"" dia berkata dengan lemah, sambil berharap Roger mau menyambar pacarnya dan mulai menciuminya lagi untuk menghentikan gadis itu membelalak kepadanya dan Cho.
"Ayolah, pergi!" dia berkata, sekarang menangis ke dalam serbet. "Aku tidak tahu kenapa kau mengajakku keluar sejak awal kalau kau akan membuat janji bertemu gadis-gadis lain persis setelah aku ... berapa banyak yang akan kau temui setelah Hermione""
"Bukan seperti itu!" kata Harry, dan dia begitu lega akhirnya mengerti mengapa Cho marah sehingga dia tertawa, yang dis
adarinya sepersekian detik terlambat juga sebuah kesalahan.
Cho bangkit. Seluruh kedai teh itu diam dan semua orang sedang mengamati mereka sekarang.
"Sampai jumpa lagi, Harry," dia berkata dengan dramatis, dan sambil tersedu sedikit dia berlari ke pintu, merenggutnya terbuka dan bergegas pergi di dalam hujan lebat.
"Cho!" Harry memanggilnya, tetapi pintu sudah berayun tertutup di belakangnya dengan gemerincing merdu.
Ada keheningan total di dalam kedai teh itu. Semua mata menatap Harry. Dia melemparkan sebuah Galleon ke meja, menggoyangkan konfeti merah jambu dari rambutnya, dan mengikuti Cho keluar pintu.
Sekarang sedang turun hujan lebar dan Cho tidak terlihat di manapun. Dia hanya tidak mengerti apa yang telah terjadi; setengah jam yang lalu mereka baik-baik saja.
"Wanita!" dia bergumam dengan marah, berjalan sambil memercikkan air di jalan
yang tersiram hujan itu dengan tangannya berada di kantongnya. "Lagipula, untuk apa dia mau berbincang-bincang tentang Cedric" Kenapa dia selalu mau menyeret sebuah subyek yang membuatnya bertingkah seperti pipa air manusia""
Dia berbelok ke kanan dan mulai berlari, dan dalam beberapa menit dia sedang berbelok ke ambang pintu Three Broomsticks. Dia tahu dia terlalu awal untuk menemui Hermione, tetapi dia berpikir mungkin sekali akan ada seseorang di sini dengan siapa dia bisa menghabiskan waktu antaranya. Dia menggoyangkan rambut basahnya keluar dari matanya dan memandang berkeliling. Hagrid sedang duduk sendirian di sebuah sudut, terlihat murung.
"Hai, Hagrid!" dia berkata, ketika dia telah menyelinap melalui meja-meja yang berjejalan dan menarik sebuah kursi ke sampingnya.
Hagrid terlompat dan memandang ke bawah kepada Harry seolah-olah dia hampir tidak mengenalinya. Harry melihat bahwa dia sekarang punya dua luka potong baru di wajahnya dan beberapa memar baru.
"Oh, kau, Harry," kata Hagrid. "Kau baik-baik saja""
"Yeah, aku baik," bohong Harry; tetapi, di sebelah Hagrid yang babak-belur dan tampak muram ini, dia merasa dia tidak punya banyak yang dikeluhkan. "Er -- apakah kau baik-baik saja""
"Aku"" kata Hagrid. "Oh yeah, aku hebat, Harry, hebat."
Dia memandang ke dalam cangkir besarnya yang terbuat dari timah campuran, yang seukuran sebuah ember besar, dan menghela napas. Harry tidak tahu harus berkata apa kepadanya. Mereka duduk bersebelahan dalam diam selama beberapa saat. Lalu Hagrid berkata dengan tiba-tiba, "Dalam kapal yang sama, kau dan aku, bukan, "Arry""
"Er -- " kata Harry.
"Yeah ... aku sudah bilang sebelumnya ... sama-sama orang luar, serupa," kata Hagrid sambil mengangguk dengan bijaksana. "Dan sama-sama yatim piatu. Yeah ... sama-sama yatim piatu."
Dia minum seteguk besar dari cangkir besarnya.
"Buat perubahan, punya keluarga yang pantas," dia berkata. "Ayahku pantas. Dan ibu dan ayahmu pantas. Kalau mereka masih hidup, hidup akan berbeda, eh""
"Yeah ... kurasa," kata Harry dengan berhati-hati. Hagrid tampaknya berada dalam suasana hati yang sangat aneh.
"Keluarga," kata Hagrid dengan murung. "Apapun yang kau katakan, darah itu penting ... "
Dan dia menyeka aliran kecil yang keluar dari matanya.
"Hagrid," kata Harry, tak mampu menghentikan dirinya sendiri, "di mana kamu mendapatkan semua luka ini""
"Eh"" kata Hagrid, tampak terkejut. "Luka apa""
"Semua itu!" kata Harry sambil menunjuk pada wajah Hagrid.
"Oh ... itu cuma benjol dan memar biasa, Harry," kata Hagrid mengelak, "aku punya pekerjaan kasar."
Dia menghabiskan isi cangkir besarnya, meletakkannya kembali dan bangkit. "Sampai jumpa, Harry ... jaga dirimu."
Dan dia berjalan dengan susah payah keluar dari bar itu tampak sedih, dan menghilang ke hujan yang sangat deras. Harry mengamatinya pergi, merasa sengsara. Hagrid tidak gembira dan dia sedang menyembunyikan sesuatu, tetapi dia kelihatannya bertekad untuk tidak menerima bantuan. Apa yang sedang terjadi" Tetapi sebelum Harry bisa memikirkannya lebih lanjut, dia mendengar sebuah suara memanggil namanya.
"Harry! Harry, sebelah sini!"
Hermoine sedang melambai kepadanya dari sisi lain ruangan itu. Dia bangkit dan berjalan ke arahnya melalui bar yang sesak itu.
Dia masih beberapa meja jauhnya ketika dia menyadari bahwa Hermione tidak sendirian. Dia sedang duduk di sebuah meja dengan pasangan teman minum yang paling tidak mungkin dalam bayangannya: Luna Lovegood dan tak lain dari Rita Skeeter, mantan jurnalis di Daily Prophet dan salah satu dari orang yang paling tidak disukai Hermine di dunia.
"Kau datang lebih awal!" kata Hermione, sambil berpindah untuk memberinya ruang untuk duduk. "Kukira kau bersama Cho, aku tidak menduga kau akan datang setidaknya untuk satu jam lagi!"
"Cho"" kata Rita seketika, sambil berputar di tempat duduknya untuk menatap Harry lekat-lekat. "Seorang gadis""
Dia menyambar tas tangan kulit buayanya dan meraba-raba di dalamnya.
"Bukan urusanmu kalau Harry bersama seratus gadis," Hermione memberitahu Rita dengan dingin. "Jadi kau bisa menyimpan itu sekarang juga."
Rita baru akan mengeluarkan sebuah pena bulu hijau asam dari tasnya. Terlihat seolah-olah dia telah dipaksa menelan Getah-Bau, dia membanting tasnya hingga tertutup lagi.
"Apa yang sedang kalian rencanakan"" Harry bertanya sambil duduk dan menatap dari Rita ke Luna ke Hermione.
"Nona Sempurna Kecil baru saja akan memberitahuku sewaktu kau sampai," kata Rita, sambil minum seteguk besar minumannya. "Kurasa aku diperbolehkan berbicara kepadanya, bukan"" dia menyerang Hermione.
"Ya, kurasa begitu," kata Hermione dengan dingin.
Pengangguran tidak cocok untuk Rita. Rambut yang dulunya ditata dengan keriting-keriting rumit sekarang tergantung lemas dan tidak terawat di sekeliling wajahnya. Cat merah tua pada kukunya yang dua inci mengelupas dan ada sejumlah permata palsu yang hilang dari kacamata bersayapnya. Dia minum seteguk besar minumannya lagi dan berkata dari sudut mulutnya, "Gadis yang cantik, bukan, Harry""
"Satu kata lagi tentang kehidupan cinta Harry dan tawarannya batal dan itu sebuah janji," kata Hermione dengan kesal.
"Tawaran apa"" kata Rita sambil menyeka mulutnya dengan punggung tangannya. "Kau belum menyebutkan sebuah tawaran, Nona Sopan Santun, kau cuma menyuruhku muncul. Oh, suatu hari ini Dia mengambil napas dalam-dalam dengan rasa jijik.
"Ya, ya, suatu hari ini kau akan menulis lebih banyak cerita mengerikan mengenai Harry dan aku," kata Hermione tidak peduli. "Temukan orang yang peduli, bisakah""
"Mereka sudah menerbitkan banyak cerita mengerikan tentang Harry tahun ini tanpa bantuanku," kata Rita sambil memberinya pandangan menyamping dari puncak gelasnya dan menambahkan dengan bisikan kasar, "Bagaimana perasaanmu akibatnya, Harry" Dikhianati" Bingung" Tak dimengerti""
"Dia merasa marah, tentu saja," kata Hermione dengan suara keras yang jelas. "Karena dia memberitahu Menteri Sihir yang sebenarnya dan Menteri terlalu idiot untuk mempercayai dia."
"Jadi kau benar-benar bertahan pada cerita itu, bukan, bahwa Dia-Yang-Namanya-Tidak-Boleh-Disebut kembali"" kata Rita sambil merendahkan gelasnya dan memberikan Harry tatapan menusuk sementara jarinya berkeliaran dengan penuh keinginan ke gesper tas buayanya. "Kau mendukung semua sampah yang telah diceritakan Dumbledore kepada semua orang tentang kembalinya Kau-Tahu-Siapa dan kau menjadi saksi tunggalnya""
"Aku bukan saksi tunggal," bentak Harry. "Juga ada sekitar selusin Pelahap Maut di sana. Mau nama-nama mereka""
"Aku akan senang sekali," kata Rita, sekarang meraba-raba ke dalam tasnya sekali lagi dan menatapnya seolah-olah Harry hal terindah di dunia yang pernah dilihatnya. "Sebuah judul berita berani yang besar: "Potter Menuduh ..." Judul kecil, "Harry Potter Mengungkapkan Nama-Nama Para Pelahap Maut yang Masih Berada di Antara Kita". Dan kemudian, di bawah sebuah gambarmu yang besar dan bagus, "Remaja terganggu yang selamat dari serangan Anda-Tahu-Siapa, Harry Potter, 15, menyebabkan kemarahan besar kemarin dengan menuduh para anggota komunitas sihir yang dihormati dan terkemuka sebagai Pelahap Maut ...""
Pena Bulu Kutip-Cepat telah berada di tangannya dan setengah jalan ke mulutnya ketika ekspresi gembira di wajahnya hilang.
"Tetapi tentu saja," dia berkata sambil merendahkan pena bulu itu dan memandang Hermione dengan tajam, "No
na Sempurna Kecil tidak akan mau cerita itu di luar sana,
bukan"" "Kenyataannya," kata Hermione dengan manis, "itulah persisnya apa yang diinginkan Nona Sempurna Kecil."


Harry Potter And The Order Of The Phoenix Karya J.k. Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rita menatapnya. Begitu juga Harry. Luna, di sisi lain, bernyanyi "Weasley adalah Raja kami" sambil melamun dengan suara rendah dan mengaduk minumannya dengan bawang koktil di atas sebuah lidi.
"Kau mau aku melaporkan apa yang dikatakannya tentang Dia-Yang-Namanya-Tidak-Boleh-Disebut"" Rita bertanya kepada Hermione dengan suara berbisik.
"Ya, memang," kata Hermione. "Cerita sebenarnya. Semua fakta. Persis seperti yang diceritakan Harry. Dia akan memberimu semua detil, dia akan memberitahumu nama-nama para Pelahap Maut yang belum dikenali yang dilihatnya di sana, dia akan memberitahumu seperti apa tampang Voldemort sekarang -- oh, kuasai dirimu," dia menambahkan dengan merendahkan, sambil melemparkan serbet ke seberang meja, karena, ketika mendengar nama Voldemort, Rita terlompat begitu parah sehingga dia menumpahkan setengah gelas Whisky-Apinya pada dirinya sendiri.
Rita mengeringkan bagian depan jas hujannya yang kotor, masih menatap Hermione. Lalu dia berkata dengan terang-terangan, "Prophet tidak akan mau mencetaknya. Kalau-kalau kau belum memperhatikan, tak seorangpun mempercayai cerita omong kosongnya. Semua orang mengira dia berkhayal. Sekarang, kalau kau membiarkan aku menulis cerita dari sudut itu -- "
"Kami tidak perlu cerita lain mengenai bagaimana Harry sudah gila!" kata Hermione dengan marah. "Kami sudah punya banyak, terima kasih! Aku mau dia diberikan kesempatan untuk menceritakan yang sebenarnya!"
"Tidak ada pasar untuk cerita seperti itu," kata Rita dengan dingin.
"Maksudmu Prophet tidak mau mencetaknya karena Fudge tidak mengizinkan mereka," kata Hermione dengan kesal.
Rita memberi Hermione pandangan dalam-dalam yang lama. Lalu, sambil mencondongkan badan menyeberangi meja ke arahnya, dia berkata dengan nada praktis, "Baiklah, Fudge sedang mengandalkan Prophet, tetapi sama saja. Mereka tidak akan mencetak sebuah cerita yang memperlihatkan Harry dalam cahaya bagus. Tak seorangpun mau membacanya. Itu melawan suasana hati publik. Pelarian Azkaban terakhir ini telah membuat orang-orang cukup kuatir. Orang-orang cuma tidak mau percaya Kau-Tahu-Siapa kembali."
"Jadi Daily Prophet ada untuk memberitahu orang-orang apa yang ingin mereka
dengar, begitu"" kata Hermione dengan tajam.
Rita duduk tegak lagi, alisnya terangkat, dan menghabiskan minuman Whisky-Apinya.
"Prophet ada untuk menjual dirinya sendiri, kau gadis bodoh," dia berkata dengan dingin.
"Ayahku berpikir itu suratkabar yang mengerikan," kata Luna, masuk ke dalam percakapan itu tanpa terduga. Sambil mengisap bawang koktilnya, dia memandang Rita dengan matanya yang besar, menonjol dan agak sinting. "Dia menerbitkan cerita-cerita penting yang dikiranya perlu diketahui publik. Dia tidak peduli tentang menghasilkan uang."
Rita memandang Luna dengan menghina.
"Kutebak ayahmu menjalankan beberapa suratkabar desa kecil yang bodoh"" dia berkata. "Mungkin, Dua Puluh Lima Cara untuk Bergaul dengan Para Muggle dan tanggal-tanggal Obral Bawa dan Terbang berikutnya""
"Bukan," kata Luna sambil mencelupkan bawangnya kembali ke Gillywaternya, "dia editor The Quibbler."
Rita mendengus begitu keras sehingga orang-orang di meja yang berdekatan memandang berkeliling dengan gelisah.
""Cerita menarik yang dikiranya perlu diketahui publik", eh"" dia berkata dengan menghina. "Aku bisa memupuki kebunku dengan isi sampah itu."
"Well, ini peluangmu untuk menaikkan nadanya sedikit, bukan"" kata Hermione dengan menyenangkan. "Luna bilang ayahnya sangat senang menerima wawancara Harry. Itulah yang akan menerbitkannya."
Rita menatap mereka berdua sejenak, lalu mengeluarkan batuk-batuk tawa yang keras.
"The Quibbler!" dia berkata sambil terkekeh. "Kau kira orang-orang akan menganggapnya serius kalau dia diterbitkan dalam The Quibbler""
"Beberapa orang tidak," kata Hermione dengan suara datar. "Tetap versi Daily Prophet tentang pelarian Azkaban memiliki beberapa lubang menganga. Kukira banyak orang akan bertanya-tanya
apakah tidak ada penjelasan yang lebih baik tentang apa yang terjadi, dan apakah tersedia cerita alternatif, bahkan kalau diterbitkan dalam sebuah -- " dia memandang sekilas ke samping kepada Luna, "dalam sebuah -- well, sebuah majalah yang tidak biasa -- kukira mereka mungkin ingin sekali membacanya."
Rita tidak mengatakan apapun selama beberapa saat, tetapi memandangi Hermione dengan licik, kepalanya sedikit ke satu sisi.
"Baiklah, anggap saja sejenak aku akan melakukannya," dia berkata dengan kasar. "Bayaran seperti apa yang akan kudapatkan""
"Kukira Daddy tidak benar-benar membayar orang-orang untuk menulis bagi majalah," kata Luna sambil melamun. "Mereka melakukannya karena itu kehormatan dan, tentu saja, untuk melihat nama mereka tercetak."
Rita Skeeter tampak seolah-olah rasa Getah Bau begitu kuat dalam mulutnya lagi ketika dia memberondong Hermione.
"Aku harus melakukan ini secara gratis""
"Well, ya," kata Hermione dengan tenang sambil minum seteguk. "Kalau tidak, seperti yang kau tahu betul, aku akan memberitahu pihak yang berkuasa bahwa kau seorang Animagus tak terdaftar. Tentu saja, Prophet mungkin memberinya cukup banyak untuk cerita orang dalam mengenai hidup di Azkaban."
Rita tampak seolah-olah dia tidak ingin apapun lebih dari menyambar payung kertas yang menjulur dari minuman Hermione dan menyodokkannya ke hidungnya.
"Kukira aku tak punya pilihan, bukan"" kata Rita, suaranya sedikit bergetar. Dia membuka tas buayanya sekali lagi, mengeluarkan sepotong perkamen, dan mengangkat Pena Bulu Kutip-Cepatnya.
"Daddy akan senang," kata Luna dengan ceria. Sebuah otot berkedut di rahang Rita.
"OK, Harry"" kata Hermione sambil berpaling kepadanya. "Siap memberitahu publik kebenarannya""
"Kurasa begitu," kata Harry sambil mengamati Rita menyeimbangkan Pena Bulu Kutip-Cepat bersiap sedia di atas perkamen di antara mereka.
"Mulai tanya, kalau begitu, Rita," kata Hermione dengan tenang sambil mengambil sebuah ceri dari dasar gelasnya.
BAB DUA PULUH ENAM Yang Terlihat dan Yang Tak Ter-Ramalkan
Luna berkata dengan samar bahwa dia tidak tahu seberapa cepat wawancara Rita dengan Harry akan muncul di The Quibbler, bahwa ayahnya sedang mengharapkan sebuah artikel panjang yang bagus tentang penampakan Snorckack Tanduk-Kisut baru-baru ini, "-- dan tentu saja, itu akan menjadi sebuah cerita yang sangat penting, jadi Harry mungkin harus menunggu untuk edisi berikutnya," kata Luna.
Harry tidak mendapati berbicara mengenai malam ketika Voldemort kembali merupakan pengalaman yang mudah. Rita telah menekannya untuk semua detil kecil dan dia telah memberikannya semua yang bisa diingatnya, tahu bahwa ini peluang besarnya untuk memberitahu dunia yang sebenarnya. Dia bertanya-tanya bagaimana orang-orang akan bereaksi kepada cerita itu. Dia menduga itu akan membenarkan pandangan banyak orang bahwa dia sepenuhnya tidak waras, bukan hanya karena ceritanya akan tampil berdampingan dengan sampah mengenai Snorkack Tanduk-Kisut. Tetapi pelarian Bellatrix dan teman-teman Pelahap Mautnya telah memberi Harry hasrat membara untuk melakukan sesuatu, berhasil ataupun tidak ...
"Tak sabar melihat apa pendapat Umbridge tentang kau cerita ke publik," kata Dean, terdengar terpesona saat makan malam pada Senin malam. Seamus sedang menyendok sejumlah besar ayam dan pai daging di sisi Dean yang satu lagi, tetapi Harry tahu dia sedang mendengarkan.
"Itu hal yang tepat untuk dilakukan, Harry," kata Neville, yang sedang duduk di seberangnya. Dia agak pucat, tetapi meneruskan dengan suara rendah, "Pastilah ... sulit ... membicarakannya ... bukan""
"Yeah," gumam Harry, "tapi orang-orang harus tahu apa yang bisa dilakukan Voldemort, bukan""
"Itu benar," kata Neville sambil mengangguk, "dan para Pelahap Mautnya juga ... orang-orang harus tahu ... "
Neville membiarkan kalimatnya tergantung dan kembali ke kentang bakarnya. Seamus memandang ke atas, tetapi ketika dia menatap mata Harry dia memandang kembali cepat-cepat ke piringnya lagi. Setelah beberapa saat, Dean, Seamus dan Neville berangkat ke ruang duduk, meninggalkan Harry dan Hermione di meja menunggu Ron, y
ang belum makan malam karena latihan Quidditch.
Cho Chang berjalan ke dalam Aula bersama temannya Marietta. Perut Harry bergerak mendadak tidak menyenangkan, tetapi Cho tidak memandang ke meja Gryffindor, dan duduk dengan punggung menghadapnya.
"Oh, aku lupa bertanya kepadamu," kata Hermione dengan ceria, sambil memandang sekilas ke meja Ravenclaw, "apa yang terjadi pada kencanmu dengan Cho" Kenapa kau kembali begitu cepat""
Badai Di Karang Langit 1 Pendekar Naga Putih 36 Misteri Desa Siluman Pedang Kayu Harum 14

Cari Blog Ini