Ceritasilat Novel Online

Rahasia Kapak Merah 2

Sapta Siaga 03 Memecahkan Rahasia Kapak Merah Bagian 2


"Kelihatannya sudah agak gemuk," kata Janet sambil mengelus-elus punggung kucing itu. "Kucing yang malang! Kejam benar orang yang menyiksa binatang sekecil ini! Tak dapat kubayangkan, ada orang yang bisa sejahat itu!"
"Mr. Tizer sangat jahat," kata Jeff. "Dia lebih jahat daripada pamanku. Aku juga pernah ditendangnya. "
"Coba kauceritakan semuanya pada kami," kata Peter. Ia menyandarkan dirinya dengan santai ke batang pohon yang ada di belakangnya. "Kami sudah sepakat untuk menyelidiki, apa yang mungkin telah kaudengar sehingga Mr. Tizer dan pamanmu menjadi begitu khawatir. Te
ntu mereka sedang menyusun rencana untuk melakukan suatu perbuatan jahat. Dan perbuatan itu harus kita halangi."
Jeff menatap mereka dengan pandangan bingung.
"Menghalangi" Siapa yang akan menghalangi "
mereka"" tanyanya. "Aku tak berani. Kalian juga tidak! Tidak ada orang yang mampu menghalangi Mr. Tizer. Polisi pun tidak. Pokoknya, aku tak tahu apa-apa!"
"Ayolah, Jeff, cobalah mengingat kembali," bujuk Colin. "Kaukatakan, sewaktu pamanmu sedang asyik berbincang dengan Mr. Tizer di ruang duduk untuk merencanakan sesuatu, kau sedang tidur di atas bangku dalam ruangan itu. Kemudian kaukatakan, kau terbangun dan memutar badan supaya lebih enak berbaring, Tapi tiba-tiba mereka berdua bangkit lalu marah-marah, karena menyangka kau telah mendengarkan pembicaraan mereka. Jadi, kau pasti sempat mendengar sedikit pembicaraan mereka itu. Cobalah mengingat kembali!"
"Aku tak bisa," jawab Jeff sambil merengut.
Tapi Peter yakin Jeff sebenarnya bisa, Asal mau saja. "Aku tahu! Kau takut pada Mr. Tizer," katanya. "Karena itu kau enggan mengingat kembali. Kau tak boleh bersikap begitu. Bukankah kami sudah merasa kasihan padamu dan kucing kecilmu itu, dan karena itu kami memberikan pertolongan" Jadi sekarang seharusnya kau membantu kami. Kami akan berusaha agar kau tak mengalami bahaya."
Jeff mengelus-elus kucingnya yang mendengkur keenakan.
"Memang-kalian telah berbuat berbaik padaku," ujar anak itu pada akhirnya. "Baiklah, akan kucoba untuk mengingat kembali kata-kata yang kudengar malam itu. Tapi aku tak mengerti apa maksudnya. Pasti kalian juga takkan mengerti!"
"Tak apa, pokoknya kauceritakan saja," ujar Colin.
"Jeff mengernyitkan dahi untuk mengumpulkan ingatan. Kemudian ia mulai berbicara. "Nanti dulu," katanya sambil berpikir. "Aku sedang tidur. Tapi tiba-tiba terbangun, dan kudengar suara mereka berbicara..."
"Ya. Terus.. .," ujar Peter tak sabar.
"Aku tak tahu apa pembicaraan mereka," kata Jeff. "Waktu itu aku masih terlalu mengantuk. Jadi perkataan mereka tak kuperhatikan. Aku cuma menangkap beberapa patah kata saja-itu pun tak menentu ujung-pangkalnya."
"Kata-kata apa saja yang kaudengar"" tanya Barbara. Rasanya ia kepingin mengguncang-guncang tubuh Jeff, supaya anak itu lebih cepat bercerita. "
"Eh-mereka berbicara tentang MKX, ujar Jeff sambil berpikir keras, sehingga dahinya berkerut. "Ya, masih kuingat jelas-mereka menyebut MKX beberapa kali."
"MKX"" kata Jack dengan heran. "Apa itu- MKX" Mungkinkah nama samaran seseorang yang membantu mereka dalam rencana yang sedang disusun""
"Aku tak tahu," ujar Jeff "Tapi aku tahu pasti, mereka mengatakan MKX. Selain itu aku juga masih ingat mereka menyebutkan tanggal tertentu: Kamis tanggal 25. tanggal itu mereka ulang beberapa kali. Itu hari Kamis depan, bukan""
""Betul," jawab Peter. "Mungkin itu tanggal perampokan mereka yang berikutnya, atau saat pelaksanaan rencana rahasia mereka yang lain. Wah, tegang juga persoalan ini. Ayo teruskan, Jeff. Cobalah mengingat hal-hal lainnya."
"Jangan mendesak begitu," ujar Jeff, "nanti aku keliru mengingatnya."
Mendengar adanya kemungkinan itu, serta-merta ketujuh anggota Sapta Siaga terdiam. Mereka tak mau bila Jeff sampai keliru mengingat.
"Mereka juga menyebut-nyebut nama seseorang," kata Jeff selanjutnya. "Aku lupa lagi- siapa nama yang disebutkan...." Dahi anak itu mengerut, tanda ia sedang memeras otak. "Ya, aku tahu sekarang. Mereka menyebut nama Emma Lane. Berkali-kali mereka menyebutkan Emma Lane. Aku ingat betul!"
"Emma Lane" Nah, itu kan informasi yang jelas," kata Colin. "Mungkin kami akan berhasil mendapat keterangan siapa Emma Pan itu. Aku belum pernah mendengar nama itu.
"Masih ada lagi yang kauingat"" tanya Peter. "Bagus sekali ingatanmu. Coba pikir lagi."
Jeff merasa senang, karena ingatannya dibilang baik. Ia berpikir kembali. Ia membayangkan, malam itu ia berbaring di atas bangku, kemudian mendengar suara dua orang pria sedang bercakap-cakap.
""Masih ada lagi!" serunya tiba-tiba. "Mereka juga menyebut-nyebut kapak merah. Aku tak mengerti maksud mereka. Tapi aku ingat dengan pasti, mereka menyebut kap
ak merah." Anak -anak lainnya semakin bingung, Apa hubungannya kapak merah dengan kata-kata lainnya" Siapa yang membawa-bawa kapak merah" Untuk apa membawa kapak merah"
"Jadi yang kauingat MKX, Kamis tanggal 25, Emma Lane, dan kapak merah," kata Peter menyimpulkan. "Wah, campur aduk! Aku tak mampu menemukan hubungan antara keempat kata itu. Satu-satunya petunjuk yang dapat kita selidiki hanyalah yang berhubungan dengan Emma Lane. Barangkali masih ada lagi yang lain" Ayo, Jeff, cobalah kau ingat-ingat lagi! "
"Ya, mereka pun membicarakan terali," kata Jeff. "Betul! Mereka mengatakan, 'Mengintip melalui terali!' Bagaimana, apakah petunjuk itu bisa menolong""
Bukannya menolong, tapi malah semakin membingungkan. Bagaimana Sapta Siaga bisa memecahkan rahasia sesulit itu"
" 11 Merembukkan Rencana "KECUALI itu, tak ada lagi yang masih dapat diingat kembali oleh Jeff. Ia mulai gelisah, ketika para anggota Sapta Siaga terus mendesak. Mukanya menjadi pucat. Untung Peter melihatnya.
"Sudah, sudah! Jangan bertanya lagi," kata Peter. "Hal-hal yang sudah diketahui akan kita bicarakan sambil makan dan minum. Kau mau biskuit, Jeff""
Walaupun sejam yang lalu baru saja makan sekenyang-kenyangnya, ternyata Jeff sudah lapar lagi. Begitu juga dengan anak kucingnya! Sambil bermain-main, binatang itu memakan biskuit yang disodorkan Janet.
"Rupanya dia sudah merasa agak enak," kata Jeff Tapi tiba-tiba ia memiringkan kepala.
"He! Bukankah anjingmu yang menggonggong di bawah itu""
Jeff tak salah dengar. Skippy ribut menggonggong. Mula-mula pelan, tapi kemudian "keras dan marah. Peter mengintip di sela-sela daun, memandang ke bawah. Jeff memegang Colin dengan ketakutan.
"Kalau aku yang dicari, jangan katakan aku ada di sini!" katanya mengiba-iba.
Dua orang dewasa lewat di bawah pohon. Peter menyuruh Jeff memandang ke bawah. Anak itu menurut, tapi dengan cepat kepalanya ditarik kembali. Wajahnya kelihatan sangat ketakutan, sehingga dengan segera Peter tahu bahwa kedua orang itu adalah Mr. Tizer dan paman Jeff. Ternyata mereka berada di bawah pohon, dan di atasnya Jeff bersembunyi!
Tapi tentu saja kedua orang itu tak mengetahuinya, karena perhatian mereka sepenuhnya pada Skippy. Anjing itu meloncat-loncat mengelilingi mereka, berpura-pura hendak menggigit sambil menggeram. Skippy sama sekali tak menyukai kedua orang yang datang mengganggu itu.
"Anjing bandel!" sungut salah satu dari kedua orang itu, lalu mengambil sebatang ranting. Ranting itu dilemparkannya ke Skippy! Peter marah melihat kejahatan orang itu. Untung Skippy tak kena, tapi anjing itu jadi semakin galak. Skippy menerjang mereka, sehingga kedua orang itu ketakutan dan lari pontangpanting!
Skippy mengejar terus, menyusuri hutan "sampai sejauh satu setengah kilometer. Akhirnya anjing itu kembali. Napasnya megap-megap, tapi ia kelihatan puas.
"Hebat, Skip!" seru Peter dari atas. Skippy mengibaskan ekor kian kemari. "Sekarang jaga lagi!"
Skippy pergi ke pos penjagaannya di bawah pohon, lalu duduk kembali. Ketujuh anggota Sapta Siaga menarik napas lega. Kasihan si Jeff! Mukanya pucat pasi, badannya gemetar ketakutan. Kucing kecilnya bersembunyi ke dalam jasnya yang robek.
"Jangan takut lagi, Jeff," ujar Peter. "Skippy sudah mengusir mereka. Aku heran, bagaimana mereka tahu kau ada di sini""
"Menurutku, mereka tahu karena kucingku ini," jawab Jeff. "Mereka cukup bertanya pada orang-orang, apakah melihat seorang anak yang membawa kucing. Dalam hutan aku berjumpa dengan beberapa orang. Mr. Tizer dan pamanku pasti akan berhasil menangkap aku."
"Tidak!" bantah Peter. "Mereka kelihatannya bukan orang baik.' Sekarang, apa yang harus kita lakukan""
Ketujuh anggota Sapta Siaga sibuk berunding untuk membicarakan masalah yang penuh rahasia itu. Mereka mempertimbangkan hal-hal yang diketahui berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Jeff. MKX. Apa atau siapa itu" Kemudian Emma Lane. Bagaimana caranya mencari tempat tinggal wanita yang bernama demikian" Lalu kapak merah. Yang ini bukan petunjuk yang membantu, tapi malah membingungkan saja. Sesudah itu tanggal 25. Tanggalnya pasti
, tapi apa yang akan terjadi pada hari itu, serta di mana" Akhirnya terali. Di mana terali itu berada, dan kenapa ada orang yang akan mengintip dari situ"
"Aku yakin, detektif ulung seperti Sherlock Holmes juga takkan mampu memecahkan masalah ini," kata Peter pada akhirnya, "Rasanya tak ada gunanya lagi kita membicarakannya."
"Memang betul Tapi kan mengasyikkan juga," ujar Pam. "Menurut pendapatku, kita harus melaporkan persoalan ini. Bagaimana kalau kita beritahukan pada orangtuamu, Peter""
"Ya, sebaiknya kita beritahu saja mereka," jawab Peter. Padahal dalam hati ia enggan. "Sebetulnya, jika kita bisa menyelidiki lebih lanjut, tak ada salahnya bila persoalan ini kita usut terus. Tapi kenyataannya, kita tak mampu. Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah menyelidiki, apakah memang benar ada orang yang bernama Emma Lane. Mungkin dari situ kita bisa melanjutkan pemeriksaan."
"Bagaimana cara mengetahuinya"" tanya Barbara.
""Kita tanyakan ke kantor pos," jawab George. Ia merasa pintar, karena menemukan jawaban itu. "Di kantor pos kita bisa tahu nama-nama penduduk di sini."
"Betul! Bagus sekali gagasanmu itu," sambut Peter. "Nanti sewaktu pulang dari sini, kau dan Jack dapat melakukan tugas itu. Kalau hasilnya tidak ada, barulah kita beritahukan pada ayah dan ibuku."
"Ah, lebih baik tak usah saja," kata Jeff agak takut. "Kalau sampai polisi campur tangan, nanti aku bisa celaka."
"Maaf, Jeff," ujar Peter, "tapi persoalan misterius ini harus diselidiki lebih lanjut. Sayang, Sapta Siaga tak mampu melakukannya. Padahal selama ini Sapta Siaga belum pernah gagal. Tapi kami harus mengakui, masalahnya kali ini terlalu rumit!"
"Sekarang kita pergi saja," desak George. "Aku selalu ribut di rumah karena selalu pulang terlambat. Pasti kalian juga dimarahi kalau pulang tidak tepat pada waktunya."
"Ya, memang!" sambung Janet mengiyakan. "Dalam perjalanan pulang, kau dan Jack jangan lupa, mampir di kantor pos. Tapi sekarang kita benar-benar harus pergi."
"Kapan kalian kembali lagi ke sini"" tanya Jeff agak cemas.
"Barangkali nanti siang. Atau nanti sore, "sehabis minum teh," kata Peter. "Nanti akan kami putuskan sambil berjalan pulang. Akan kami bawakan makanan untukmu. Sekarang, kauhabiskan saja biskuit dan cokelat yang masih tersisa, untuk pengisi perut sampai nanti!"
Peter memandang anak itu yang mulai kelihatan ketakutan kembali. "Sudahlah, kau tak perlu takut. Tak mungkin terjadi apa-apa, karena takkan ada orang yang bisa menduga kau bersembunyi di atas pohon."
Tapi Jeff masih belum yakin. Diperhatikannya Sapta Siaga turun satu per satu. Didengarnya Skippy menggonggong, menyambut mereka. Anak kucing yang masih bersembunyi dalam jasnya, semakin merapat ke tubuh Jeff ketika mendengar gonggongan nyaring itu.
"Jika Mr. Tizer mendengar Skippy menggonggong, pasti ia akan menduga ada sesuatu yang terjadi," pikir Jeff ketakutan. Memang sampai sekarang ia aman di atas pohon. Tapi jika Mr. Tizer mengetahui dan menyusul ke atas, tak ada kemungkinan lari bagi Jeff yang malang!
" 12 Emma Lane "GEORGE dan Jack mampir di kantor pos, seperti ditugaskan oleh Peter. Mereka mengenal petugas yang bekerja di situ. Karena itu gadis itu tersenyum ramah melihat mereka berdua masuk.
"Bolehkah kami meminta pertolongan"" tanya George dengan sopan. "Kami in"in tahu,
di mana tempat tinggal seorang wanita yang bernama Emma Lane. Persoalannya sangat penting. Bisakah kami minta tolong""
"Baiklah, kucarikan sebentar," ujar gadis itu sambil mengambil sebuah buku alamat yang tebal. Tunggulah beberapa menit.
Kedua anak itu menunggu dengan sabar, sedangkan gadis pegawai kantor pos itu sibuk membalik-balik halaman. Jari telunjuk kanannya mengurut daftar nama.
"Ya," katanya pada akhirnya. "Ada orang yang bernama Emma Lane. Mrs. Emma Lane: Tinggalnya di Jalan Gereja Nomor Satu. Pasti dia yang kalian cari, karena yang dua lagi bernama Elizabeth Lane dan Elsie Lane."
"Wah, terima kasih!" ujar George girang. "Jalan Gereja Nomor Satu. Alamatnya mudah diingat! "
"Nanti sehabis makan, kita lapor pada Peter," kata Jack. "Dan sesudah itu, kita bisa menye
lidiki siapa Emma Lane itu dan apa kerjanya!"
Sehabis makan, mereka berdua pergi ke rumah Peter. Dengan segera kabar penting itu disampaikan. Peter dan Janet mendengarkan dengan penuh minat.
"Sekarang kita langsung pergi ke rumah Emma Lane itu. Barangkali saja kita bisa mencari keterangan lebih lanjut di sana," kata Peter. "Mungkin saja dia kenal dengan Mr. Tizer."
"Ya! Mungkin Mrs. Emma Lane bisa menceritakan sesuatu tentang orang itu, dan juga tentang paman Jeff yang jahat," sambung Jack. "Perlukah kupanggil semua anggota untuk pergi bersama-sama ke sana""
"Lebih baik jangan!" larang Peter. "Nanti kelihatannya aneh, ada tujuh orang berbondong-bondong datang, ingin bicara dengan Emma!"
Mereka pergi ke Jalan Gereja. Rumah Nomor Satu ternyata sebuah rumah mungil, dengan pekarangan sempit yang terawat rapi. Keempat anak itu berhenti di depan rumah. Mereka berbincang-bincang sebentar, untuk menentukan siapa yang masuk ke dalam dan apa yang harus dikatakan.
"Kau saja yang masuk, Peter," usul George. "Kami tadi sudah bertugas menanyakan alamat di kantor pos. Aku tak tahu apa yang harus dikatakan pada Emma Lane!"
"Baiklah kalau begitu. Aku masuk bersama Janet," kata Peter. Mereka berdua memasuki pekarangan, menuju pintu rumah bercat hijau. Peter menekan bel.
Seorang anak perempuan yang masih kecil membukakan pintu. Ia memandang kedua anak yang berdiri di hadapannya, tanpa mengatakan apa -apa.
"Halo. Mrs. Emma Lane ada di rumah"" tanya Peter dengan sopan.
"Siapa dia"" tanya gadis kecil itu. "Aku belum pernah kenal orang yang bernama Emma Lane."
Lho, aneh! Peter bingung.
"Kata orang di kantor pos tadi, di sini tempat tinggal Mrs. Emma Lane," katanya lagi. "Tak ada yang bernama Emma Lane yang tinggal di sini" Siapa nama ibumu""
"Nama ibuku Mary Margaret Harris," jawab anak itu. "Dan namaku Lucy Ann Harris." Dari dalam rumah terdengar suara seorang wanita memanggil "Siapa di luar, Lucy""
"Tidak tahu, Mom!" jawab Lucy. "Ini, dua orang anak menanyakan seseorang yang tidak tinggal di sini."
Seorang wanita keluar dari dalam rumah. Tangannya berlumuran tepung. Ia tersenyum memandang Janet dan Peter.
"Aku sedang sibuk membuat kue," katanya ramah. "Kalian mau apa""
"Mereka mencari orang yang bernama Emma Lane," kata anak perempuan kecil yang masih berdiri di pintu sambil tertawa. "Tapi di sini kan tak ada orang yang bernama demikian, Mom""
"Emma Lane" Itu kan nama nenekmu, Lucy!" jawab ibunya. Anak perempuan itu menatap ibunya dengan heran.
"Baru sekarang aku tahu nama Nenek adalah Emma," katanya. "Selama ini belum pernah ada yang memanggilnya dengan nama Emma Lane. Mom memanggilnya 'Mom', sedangkan aku memanggilnya 'Nenek'."
"Tapi itu tak berarti bahwa Nenek tak punya nama," ujar wanita itu lagi. Ia berpaling pada Janet dan Peter. "Ibuku tidak tinggal di sini lagi," katanya. "Tiga bulan yang lalu dia pindah ke tepi laut. Sekarang kami yang menempati rumah ini. Kalian ingin bicara dengannya""
"Tidak-eh, ya-" Peter agak bingung menghadapi perkembangan baru itu. "Pokoknya, persoalan kami tak begitu penting. Terima kasih banyak. Maaf, Anda sedang sibuk membuat kue, terpaksa kami ganggu."
Peter berjalan keluar mengikuti Janet.
"Anak tolol, nama neneknya sendiri saja tidak tahu," kata Janet bersungut-sungut.
"Ah, kau ini mengomel saja! Memangnya kau tahu nama kedua nenek kita"" kata Peter mencemooh. "Memang, kita mengenal nama depan mereka. Tapi aku tak tahu nama keluarga mereka masing-masing. Belum pernah kudengar ada yang memanggil Nenek dengan nama lengkap. Kita semua memanggil mereka 'Nenek', sedangkan Mom dan Dad memanggilnya 'Mom'."
"Mungkinkah nenek anak perempuan kecil itu mempunyai hubungan dengan rencana jahat Mr. Tizer"" tanya Janet. Peter menggelengkan kepala.
"Tidak mungkin. Mrs. Emma Lane seorang wanita yang sudah tua. Melihat keadaan rumahnya, pasti dia baik hati. Dia bukan Emma Lane yang kita cari. Tapi di kantor pos, cuma dialah yang terdaftar sebagai penduduk sini!"
Mereka berjalan sambil berdiam diri. Peter menghela napas.
" Aku rasa, sebaiknya persoalan ini kita laporkan saja pada Mom dan Dad. K
ali ini kita menghadapi rahasia yang terlampau rumit dan berbelit-belit. Kita tak bisa berbuat apa-apa untuk menguraikannya. Coba pikirkan: kapak merah, MKX! Benar-benar gila!"
"13 Peristiwa yang Mengejutkan
"PADA saat minum teh, ketika ayahnya sedang mengoleskan mentega pada seiris roti, Peter menyampaikan beritanya.
"Dad, saat ini Serikat Sapta Siaga sedang menghadapi satu persoalan lagi!"
Dengan segera ayah dan ibunya memandangnya.
"Ada-ada saja kau dan Sapta Siaga"mu! Apa lagi yang kalian hadapi kali ini"" kata ayahnya. "Mudah-mudahan saja bukan persoalan serius."
"Aku sendiri juga tak tahu pasti," kata Peter. "Tapi dua orang dewasa terlibat di dalamnya, dan kedua orang itu berwatak jahat. Menurut perasaanku juga begitu. Bila itu benar, persoalan yang kami hadapi memang serius. Sampai sekarang, sudah cukup banyak yang berhasil kami selidiki. Tapi semuanya tak beraturan dan rumit. Kami tak mampu memecahkannya. Karena itu kami mengam"bil keputusan untuk memberitahu Mom dan Dad!"
"Sekarang ceritakanlah," ujar ayahnya. "Dad jadi ingin tahu!"
"Dad tak boleh menertawakan kami," kata Janet agak kesal melihat ayahnya tersenyum simpul. "Sapta Siaga benar-benar sebuah perkumpulan rahasia. Dan Dad juga tahu, sudah cukup banyak hasil yang kami capai."
"Dad tadi tidak menertawakan kalian Janet" kata ayahnya. "Mom juga tidak tertawa. Sekarang ceritakanlah persoalannya pada kami."
Karena ayahnya meminta, Peter dan Janet mulai bercerita, mulai pembuatan rumah pohon mereka sampai pada hal-hal yang diingat kembali oleh Jeff.
Ayah mereka mendengarkan sambil menikmati hidangan. Sekali-sekali ia bertanya, kalau ada yang kurang jelas baginya. Mom juga ikut mendengarkan. Ia masih sempat mengatakan, bahwa menurut pendapatnya, bermain di rumah pohon terlalu berbahaya. Tapi akhirnya Janet dan Peter selesai juga bercerita.
"Rupanya persoalan ini memang perlu diselidiki," kata ayahnya. "Tapi menurut Dad, hampir semua yang kauceritakan itu adalah hasil karangan teman baru kalian yang bernama Jeff! Dia sedih karena ibunya dirawat di rumah sakit. Dia tak senang pada bibi dan pamannya. "Mungkin karena dimarahi, dia lantas minggat. Dan karena kalian bersikap ramah padanya, dia lalu menceritakan kisah yang menegangkan! "
"Tak mungkin, Dad!" protes Janet dengan segera. "Jeff tidak mengada-ada. Benar, dia tidak membuat-buat cerita. Aku melihat sendiri kaki anak kucingnya terluka. Ada orang yang menendangnya! "
"Sebaiknya begini saja. Kalian jemput anak yang bernama Jeff itu, dan ajaklah kemari," "
kata ayahnya akhirnya. "Kalau ceritanya benar, pasti Dad bisa tahu. Tapi kalau ternyata dia cuma mengada-ada, hal itu pun akan bisa segera kita ketahui. Jeff bisa memberikan alamat pamannya pada Dad. Kemudian Dad akan meminta polisi memeriksa ke sana, apakah cerita itu memang benar."
"Tapi Jeff tidak mau jika polisi diberitahu," kata Peter.
"Tentu saja dia tidak mau! Kan masuk akal, jika semua yang kaulaporkan tadi hanya merupakan hasil khayalannya," kata ayahnya lagi. "Sekarang, jemputlah anak itu dan bawa kemari, Katakan padanya, dia tak perlu takut pada Dad, Sedangkan hal-hal yang didengarnya waktu dia masih setengah tertidur, menurut Dad semua itu adalah mimpinya saja! Kalian tak perlu tersinggung. Kalau kalian sudah lebih dewasa, kalian akan tahu sendiri bahwa kita tak boleh terlalu cepat mempercayai cerita orang!"
"Tapi Jeff tidak berbohong, Dad. Aku tahu pasti!" Janet sudah hampir menangis.
"Baiklah! Kalau begitu, pasti kita bisa membantunya," ujar ayahnya. Sekarang, ajaklah anak itu kemari. Dad membereskan pekerjaan dulu. Kalau kalian kembali, Dad pasti akan sudah siap."
Peter dan Janet berjalan menuju pohon "mereka. Kedua anak itu kecewa, Tak enak rasanya, karena ayah dan ibunya demikian yakin bahwa Jeff berbohong. Padahal mereka yakin teman baru mereka itu tidak berdusta.
Sekarang Jeff harus ikut dengan mereka, dan menceritakan segalanya pada ayahnya. Jangan- jangan nanti Jeff ketakutan setengah mati, sehingga tak berani membuka mulut!
"Mudah-mudahan saja Jeff mau ikut kita," kata Peter. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran mere
ka, bahwa akan sukar sekali memaksa Jeff turun jika anak itu tidak mau. Kemudian mereka berjalan dengan membisu, sampai ke bawah pohon yang dituju.
Peter berseru dari bawah, "Jeff! Turunlah. Kami ingin mengatakan sesuatu padamu!" Tapi tak terdengar jawaban dari atas. Peter memanggil sekali lagi, "Jeff, ini Peter! Ayolah, turun saja. Kami hanya berdua. Aku dan Janet. Persoalannya penting sekali!"
Dari atas masih tetap tak terdengar jawaban. Tapi tunggu dulu. Terdengar bunyi mengeong dari sela-sela daun. Anak kucing milik Jeff!
"Kucingnya ada di atas," kata Peter. "Kalau begitu, Jeff pasti ada di rumah pohon kita. Jangan-jangan terjadi sesuatu dengan anak itu. Aku naik saja untuk melihat!"
Peter memanjat pohon, sampai ke panggung. Di situ bantal-bantal masih bertebaran, persis "
seperti waktu mereka pergi tadi. Anak kucing yang tadi mengeong dan menghampiri. Tapi Jeff tidak kelihatan! Sekali lagi Peter memanggil. Ia memicingkan mata, memandang ke atas. Barangkali saja anak itu ketakutan, lalu bersembunyi lebih tinggi lagi. Tapi tidak! Jeff tidak ada di atas. Tiba-tiba mata Peter tertumbuk pada secarik kertas. Kertas itu diselipkan ke sebuah celah pada kulit kayu. Dengan segera Peter mengambilnya, lalu membaca.
"Mereka berhasil menemukan aku," demikianlah isi surat itu. "Mereka mengancam akan naik dan melemparkan kucingku ke bawah, jika aku tetap tidak mau turun. Aku tahu pasti, hal itu akan mereka kerjakan. Tolong pelihara kucingku baik-baik. Terima kasih atas bantuan kalian. Jeff."
Bergegas Peter meluncur turun dari pohon, sehingga tangan dan lututnya luka karena tergores kulit kayu yang keras. Sesampainya di bawah, ia menunjukkan surat yang ditemukan- nya pada Janet.
"Ini surat dari Jeff," katanya. "Pamannya dan Mr. Tizer ternyata berhasil juga menangkapnya. Rupanya mereka datang kembali sesudah kita pergi. Ternyata mereka menduga Jeff bersembunyi di atas pohon ini, karena Skippy begitu ribut menyalak ketika mereka lewat. Kasihan si Jeff!"
"Janet gelisah. Ia merasa ngeri.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang"" keluhnya. "Kita sama sekali tak tahu di mana Jeff tinggal. Kita tak bisa menyelidiki apa pun juga, apalagi membantunya. Lihat, Peter! Kucing kecil yang malang itu turun dari pohon.
Peter menurunkannya ke tanah. Kucing itu mengeong minta dikasihani.
"Ya, kami berjanji akan mengurusmu dengan baik," ujar Peter. "Kau tahu, ke mana tuanmu pergi" Itulah yang ingin kami ketahui!"
" 4 George Mendapat Ide "PETER pulang ke rumah bersama Janet. Kucing Jeff mereka bawa, digendong oleh Peter. Ayah Peter sudah menunggu.
"Nah-mana anaknya" Mana Jeff"" tanya ayahnya.
"Tidak ada," ujar Peter sambil menunjukkan surat Jeff pada ayahnya.
"Kalian takkan mendengar berita lagi dari anak itu," kata ayahnya. "Percayalah, dia itu hanya mengada-ada saja. Jadi tak usah kaupikirkan lagi! Tanya pada Mom, apakah kalian boleh memelihara kucing ini. Sebetulnya kita tak perlu binatang peliharaan lagi. Terus terang saja, Dad kurang senang pada teman baru kalian itu! Sampai hati dia meninggalkan kucing sekecil ini."
"Dia tidak meninggalkannya, Dad," ujar Janet sambil menahan tangis. "Dia terpaksa. Orang-orang itu kejam!"
Ayah mereka meninggalkan Peter dan Janet "untuk melanjutkan pekerjaannya. Mereka saling berpandangan. Sering kali Dad mempunyai perkiraan yang tepat mengenai berbagai hal. Barangkali kali ini pun perkiraannya tepat. Barangkali Jeff memang anak yang gemar berbohong dan mengarang-ngarang cerita tegang untuk menipu mereka.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang"" tanya Janet sambil mengusap air mata. Peter berpikir sebentar.
"" "Kita terpaksa menyerah," kata Peter. "Kita tak mungkin menentang kata-kata Dad. Lagi pula, kita juga sama sekali tak memahami arti kata-kata yang berhasil diingat Jeff. Sekarang Jeff sudah pergi entah ke mana. Jadi kita tak mungkin meminta padanya untuk menceritakan kisahnya pada orang lain!"
"Kita harus mengadakan rapat untuk memberitahu para anggota," ujar Janet dengan suara murung. "Pasti mereka takkan senang mendengarnya. Mula-mula semuanya kedengaran begitu mengasyikkan! Sekarang, ter
nyata cuma cerita bikinan anak iseng saja. Padahal aku senang pada Jeff!"
"Aku juga," kata Peter. "Sekarang kita tulis saja surat dan kita masukkan ke kotak pos di rumah para anggota. Kita kabarkan pada mereka, bahwa besok akan ada rapat. Kali ini kita adakan lagi dalam gudang di kebun."
Dengan cepat surat-surat selesai ditulis, lalu dimasukkan ke dalam kotak pos para anggota.
Keesokan harinya pukul sepuluh, para anggota Sapta Siaga berkumpul dalam gudang. Kata sandi "Petulangan" terdengar mengecewakan di telinga Peter dan Janet. Apa yang hendak dipetualangkan lagi, bila ternyata tidak ada persoalan yang dihadapi.
"Aku terpaksa menyampaikan kabar buruk," kata Peter membuka rapat. "Kemarin kami menceritakan segalanya pada ayah kami. Tapi dia tak mau percaya. Dia menyuruh kami menjemput Jeff, dan dia pun berjanji untuk mendengarkan ceritanya. Tapi ternyata Jeff sudah pergi!"
Semuanya kaget mendengar berita itu.
"Jeff pergi"" kata Jack heran. "Ke mana""
Peter mengeluarkan surat Jeff dari kantongnya. Teman-temannya membacanya dengan wajah serius.
"Kucingnya ada pada kami," kata Peter. "Yang tinggal dari Jeff dengan kisahnya yang aneh cuma binatang itu."
"Kalau begitu kita tak bisa melanjutkan pengusutan," ujar George kecewa. "Padahal semangatku mulai timbul, karena menghadapi petualangan baru."
"Aku tahu, tapi ternyata kita semua salah tebak," jawab Peter. "Persoalan ini kita tutup sampai di sini saja. Kita tak mungkin melanjutkannya. Baru kali inilah kita menemui kegagalan. "
Suasana rapat itu sangat muram. Semua merasa kecewa. Mereka berpikir-pikir, di mana Jeff saat itu berada. Mungkinkah ia sungguh-sunguh telah menipu mereka dengan kisahnya" Rasanya sukar sekali untuk percaya bahwa Jeff membohongi mereka.
"Eh, nanti dulu! Bukankah kita sendiri melihat Mr. Tizer dan paman Jeff"" ujar Colin dengan tiba-tiba. "Jeff tak mungkin mengarang-ngarang kedua orang itu."
"Jeff yang mengatakan, mereka itu pamannya dan Mr. Tizer," balas Peter mengingatkan. "Memang dia mengatakan mereka itulah yang mengejarnya. Tapi bisa saja keduanya penebang kayu, atau pemburu yang tak mempunyai izin. Pokoknya, mereka kelihatan jahat."
Beberapa saat lamanya anak-anak itu berdiam diri,
"Baiklah," kata George. "Persoalan ini kita tutup. Kita tak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita pergi ke rumah pohon atau tidak hari ini""
"Pagi ini rasanya aku malas sekali," ujar Janet. "Barangkali ada yang mau ke sana" Aku merasa kecewa dan agak jengkel."
Mendengar perkataan itu, teman-temannya tertawa semua. Janet hampir tak pernah jengkel. Colin menepuk-nepuk pipinya.
"Sudahlah! Jangan terlalu dipikirkan. Kalau aku sih, biarpun persoalan ini sudah ditutup, aku akan tetap siaga! Siapa tahu, mungkin saja aku akan berjumpa dengan Emma Lane di jalan dan menyandang kapak merah dengan tulisan MKX!"
Mendengar lelucon itu, anak-anak tertawa terbahak-bahak. Mereka berpisah dengan perasaan yang lebih gembira dari sebelumnya.
"Ini hari apa"" tanya George pada Colin, waktu mereka berjalan menuju ke rumah, "Bukankah sekarang hari Rabu tanggal 24" Jadi besok akan terjadi sesuatu, menurut keterangan Jeff."
"Mungkin dia hanya asal menyebut tanggal itu," jawab Colin. "Apa yang akan kita perbuat pagi ini" Masih cukup banyak waktu untuk bermain-main,"
"Kita pergi saja ke kanal," ujar George. "Kita bisa melihat perahu-perahu pengangkut barang yang hilir-mudik. Aku senang di kanal, karena panjang dan lurus. Enak, di situ sepi."
"Aku juga senang ke sana," sambut Colin. "Sebentar, aku akan mengambil perahu. Kau juga membawa perahumu. Kita berjumpa lagi nanti di jalan yang tembus di bawah jembatan kereta api di dekat kanal."
"Kita berjumpa di jalan apa"" tanya George.
Tapi Colin sudah menjauh, Karena itu George berteriak, "Colin! Jalan mana yang kau maksud" Jangan sampai kita berselisih jalan!"
"Kau juga mengenal jalannya, tolol!" pekik Colin sebagai balasan. "Kita berjumpa nanti di EMBER LANE!"
Saat itu Colin sudah terlalu jauh, sehingga sukar sekali menangkap kata-katanya dengan jelas. Kedengarannya seakan-akan ia menyebut- kan "EMMA LANE". George terpaku. Ember
"Lane. Emma Lane! Mungkin saja Jeff salah dengar-mungkin yang dimaksud pamannya adalah Ember Lane, dan bukan Emma Lane. Kedengarannya memang hampir sama. Kalau Emma Lane memang nama orang, tapi Ember Lane berarti Jalan Bara. Jadi nama jalan. EMBER LANE!
"Mungkin saja dugaanku ini benar. Siapa tahu," kata George pada dirinya sendiri. Semangatnya mulai timbul kembali. "Pokoknya, kami nanti melihat sebentar ke Ember Lane. Siapa tahu kami sedang mujur!"
" 15 Kapak Merah KEDUA anak itu berjumpa lagi dengan membawa perahu mainan masing-masing di ujung Jalan Ember Lane. Dengan segera George menceritakan hasil pemikirannya pada Colin.
"Tadi, sewaktu kau meneriakkan Ember Lane, kedengarannya mirip sekali dengan Emma Lane," katanya, "Mungkin itu yang dimaksud Jeff! Mungkin dia yang salah dngar, karena sewaktu pamannya sedang berunding dengan Mr. Tizer, dia masih setengah tertidur. Aku sekarang yakin, yang dimaksudkan adalah Ember Lane."
"Dan kaukira akan terjadi sesuatu di jalan ini pada tanggal 25 besok"" tanya Colin. Matanya bersinar-sinar. "Barangkali saja kau benar. Tapi apa yang mungkin terjadi di sini""
Mereka melihat-lihat di Ember Lane. Jalannya termasuk lebar, tetapi kotor. Di kiri-kanan-nya terdapat deretan gudang. Arahnya menuju ke kanal. Di jalan itu banyak orang yang lalu lalang. Semua sibuk dengan tugas masing-masing. Sukar dibayangkan, di tempat seramai itu akan terjadi perampokan atau perbuatan jahat yang sejenis.
Colin dan George meneliti jalan itu dengan saksama. Akhirnya mereka tiba di sebuah gudang. Di bagian bawah tembok gudang itu terdapat lubang berterali. Kedua anak itu mengintip ke bawah. Mereka melihat sebuah ruangan di bawah tanah, dan tampak orang-orang sedang sibuk mengepak bungkusan-bungkusan. Lubang berterali itu rupanya tempat cahaya dan udara masuk, walaupun masuk pula debu dan jalan.
"Nah, ini kan terali!" ujar George, sesudah mengintip ke bawah agak lama. "Mungkin saja seseorang berdiri di sini lalu memandang ke bawah lewat terali ini. Jadi seperti yang dikatakan Jeff. Tapi untuk apa""
"Atau bisa juga orang itu memandang ke luar lewat terali," balas Colin. "Lihat saja ke bawah lagi! Jika dia berdiri di atas meja itu, dia bisa saja mengintip ke jalan lewat terali ini. Pada. waktu malam, dia tidak akan kelihatan dari luar."
"Mungkin!" kata George lagi, "Ya, mungkin saja! Lubang berterali, lubang yang bisa dijadikan tempat mengintai ke Ember Lane. Hmm-masuk akal! Bagaimana pendapatmu, mungkinkah kita menemukan jejak tertentu""
"Mungkin juga tidak!" ujar Colin. "Sebab kalau kita benar, barangkali kita akan berpapasan dengan seseorang yang menjinjing kapak merah, atau mendengar seseorang membisikkan kata-kata, 'MKX, Anda dicari'!"
Kedua anak itu melanjutkan perjalanan mereka ke kanal. Mereka asyik bermain dengan perahu-perahu mereka di air, sampai tiba waktu makan siang. Dalam perjalanan pulang ke rumah, mereka mengintai kembali lewat terali besi yang terdapat di gudang yang mereka temukan di Ember Lane. Ruangan bawah tanah tampak kosong. Rupanya para pekerja sedang pergi makan siang.
"Sebaiknya penemuan ini kita laporkan pada Peter," usul Colin sewaktu mereka berpisah. "Ayo kita ke rumahnya siang nanti. Menurutku, hal itu perlu diketahui olehnya - meskipun mungkin tak berarti apa-apa."
Ternyata Peter sangat berminat mendengar laporan mereka.
"Wah, kalian memang cerdas," pujinya. "Emma Lane dan Ember Lane. Memang keduanya kedengarannya sangat mirip. Jadi bisa saja Jeff salah dengar. Tapi tentang terali yang kalian temukan - entahlah, aku tak begitu tertarik. Di mana-mana ada terali!"
""Tapi di Ember Lane cuma ada satu terali," kata Cohn mempertahankan hasil penemuan mereka. "Sudah kami periksa ke mana-mana tapi hanya di gudang itu saja terdapat lubang berterali. "
"Sore ini akan kuajak Janet ke Ember Lane untuk memeriksa," kata Peter, "sekaligus juga melihat terali yang kalian temukan itu."
Sorenya Peter benar-benar berangkat ke Ember Lane bersama Janet. Ember Lane kelihatan suram dan kotor. Mereka berdua memeriksa terali dengan penuh minat. Benar juga k"ata Colin, Di Ember Lane, h
anya di gudang Itulah terdapat terali!
"Tetapi kita masih belum mencapai hasil," ujar Peter. "Anggaplah kita sudah memastikan bahwa Mr. Tizer atau orang lain akan mengintai lewat terali ini. Tapi kenapa, dan apa yang hendak mereka intai dari sini" Memandang ke luar lewat terali bukan perbuatan terlarang. "
"Mungkin mereka hendak memperhatikan seorang atau sesuatu tanpa ketahuan. Barangkali untuk memberi isyarat pada teman yang menunggu, untuk menyergap," kata Janet. Peter memandang adik perempuannya dengan kagum.
"Ya! Tepat, mungkin itulah yang hendak mereka lakukan!" serunya. "Tapi apa yang bisa dilihat dari sini" Coba kita berdiri sebentar membelakangi terali. Kita layangkan pandangan ke sekeliling, untuk mencatat apa-apa saja yang dapat dilihat dari ruangan bawah."
Kedua anak itu berdiri membelakangi tembok. Mereka memandang kian kemari, memperhatikan semua yang terlihat dari tempat mereka. Gudang di seberang jalan trotar, tiang lampu jalan.
"Dari balik terali orang-orang itu akan bisa melihat sebagian dari bangunan gudang di seberang jalan itu," ujar Janet menyimpulkan pengamatannya. "Lalu tiang lampu jalan dan trotoar di sekitarnya, serta kotak merah dari besi itu. Ya, pasti mereka juga bisa melihat kotak merah itu."
Tiba-tiba Janet tertegun. Ia menahan napas, lalu berpaling memandang Peter dengan mata bersinar gembira. "Peter," ujarnya, "Peter! Itu- kapak merah!"
"Kapak Merah" Di mana"" tanya Peter tak mengerti. "Mana kapak-astaga! Benar, aku tahu maksudmu sekarang! Jeff bukan mendengar kata kapak merah, tapi kotak merah!"
Kedua anak itu memandang kotak besi bercat merah. Mata mereka tak berkedip, otak mereka bekerja keras. Saat itu seorang gadis datang dan memasukkan surat ke dalam celah yang terdapat di sisi kotak itu. Rupanya kotak merah itu bis surat. Sekarang Janet dan Peter yakin, "kapak merah" sebenarnya adalah "kotak merah" yang merupakan bis surat. Dan bis surat itu bisa diperhatikan dari satu-satunya lubang berterali di Ember Lane.
"Hebat, hebat, hebat!" kata Peter berulang-ulang dengan puas, Napasnya teras a sesak, karena perasaan yang memburu dalam hatinya.
Sekarang kita tidak lagi meraba-raba dalam gelap. Ternyata Jeff memang mendengar suatu perundingan rahasia. Kisahnya bukan isapan jempol! Tapi karena masih mengantuk, dia keliru mendengar pembicaraan kedua orang itu."
"Kini tinggal rahasia huruf-huruf MKX yang belum kita ketahui," ujar Janet. "Tapi tak mungkin kita berhasil memecahkan kuncinya. Menurutku, semua anggota gerombolan yang dipimpin Mr, Tizer diberi tanda pengenal, berupa angka-angka atau huruf-huruf. Tapi bagaimanapun juga, kita berhasil maju selangkah. Segera saja kita beritahukan pada para anggota Sapta Siaga!"
" 16 Sekarang Tinggal MKX "SETIAP anggota Sapta Siaga bersemangat lagi ketika mendengar kabar menggembirakan itu. Semua berpendapat bahwa Janet anak yang cerdas, karena dialah yang menyadari bahwa "kapak merah" sebetulnya "kotak merah". Kotak bis surat yang bercat merah.
Barbara berpikir sesaat. Sudah itu ia berkata, mungkin orang yang mengintai di balik terali bertugas untuk memberi isyarat pada orang lain, jika tukang pos datang untuk mengosongkan bis surat.
"Mungkin tukang pos yang akan dirampok," ujarya.
"Bisa saja," kata P"eter menyetujui, "cuma aku kurang mengerti, untuk apa mencuri surat-surat biasa. Bukankah sama sekali tak ada nilainya, kecuali bagi si penerima surat!"
"Betul," sambung Jack "Biasanya yang dicuri atau dirampok adalah kantong-kantong berisi paket dan pos tercatat. Tapi surat surat biasa belum pernah dicuri orang, Menurutku, orang yang ditugaskan mengintai dari balik terali bukan memperhatikan bis surat. Mungkin dia mengawasi seseorang yang menunggu di situ, atau melewati tempat itu."
"Bagaimana pendapatmu, Janet" Apakah ada gunanya jika semua hasil penyelidikan kita ini kita laporkan pada Dad"" tanya Peter pada adiknya, sesudah para anggota Sapta Siaga membicarakan persoalan dengan panjang-lebar.
"Bagaimanapun, Mr. Tizer beserta temannya akan beraksi besok. Tak banyak lagi waktu yang tersisa."
"Begini saja-kita ceritakan semua ini p
ada Dad, tapi nanti malam," kata Janet. "Kita tunggu saja sampai nanti malam. Sementara ini, mungkin kita masih bisa menemukan hal-hal penting lainnya. Menurutku, Dad takkan berubah pikiran, hanya karena kita berhasil mengetahui bahwa ada sebuah kotak surat merah yang bisa diawasi lewat terali di Ember Lane. "
"Memang, kalau kau memaparkannya dengan cara begitu, kedengarannya memang sepele," kata Peter mengakui, "Sebaiknya kita tunggu saja sampai nanti malam! Sekarang kita bubar saja dulu!"
Tetapi sebelum Peter dan Janet sempat melaporkan hasil penyelidikan mereka pada ayah "mereka, Pam sudah datang berlari-lari, Barbara menyusul di belakangnya. Peter daan Janet sedang sibuk menyiram kebun. Pam bergegas mendekati mereka.
"Peter! Janet! Kami tadi melihat MKX!" Janet sangat terkejut, sehingga kaleng air yang dipegangnya terlepas dari tangan. Peter menatap dengan tidak berkedip.
"Siapa dia" Di mana kau melihat MKX!"
"MKX bukan orang, tapi kendaraan. Sebuah mobil!" kata Barbara, "Tadi, sewaktu aku berjalan pulang bersama Barbara, tiba-tiba kami melihat mobil pos, Mobil itu berhenti di dekat sebuah kotak merah. Kotak itu bis surat yang bercat merah, seperti yang terdapat di Ember Lane!"
"Dan nomor polisi mobil itu MKX!" seru Pam. "Tepatnya, MKX 102! Mula-mula kami tak percaya ketika melihat nomor MKX itu. Sekarang aku yakin, itulah arti kata-kata yang didengar Jet! Nomor polisi mobil pos, MKX!"
"Tapi pasti banyak mobil yang nomor polisinya juga MKX," kata Peter, "Banyak sekali!"
"Tapi tidak di satu tempat saja," balas Pam. "Sepanjang ingatanku, aku belum pernah melihat mobil bemomor polisi MKX di kota ini, Aku gemar memperhatikan nomor-nomor mobil yang dimulai dengan huruf Z. Tapi belum berhasil juga!" Pam melihat Peter masih kurang yakin. Karena itu ia mempertegas pendapatnya.
"Peter! MKX pasti nomor polisi mobil pos, yang disebut-sebut paman Jeff dan Mr. Tizer, ketika Jeff mendengarkan dalam keadaan setengah mengantuk!"
Peter duduk di kursi kebun. "Mungkin kau benar," ujarnya kemudian. "Ya-kurasa kau benar! Semua cocok. Sebaiknya kita rangkaikan saja semua yang berhasil kita selidiki selama ini." Peter mengerutkan kening. Ia berpikir keras. "Ya-bisa saja sebuah mobil pos datang ke Ember Lane, dengan membawa beberapa paket tercatat. Tukang pos keluar, dan pergi ke bis surat untuk mengambil surat-surat yang dimasukkan ke situ."
"Ya! Betul!" seru Pam bersemangat. "Pada saat itu, ada yang mengintai dari balik terali. Orang itu memperhatikan tukang pos. Dan sewaktu tukang pos membuka pintu bis surat dengan membelakangi mobil, si pengintai memberi isyarat pada teman-temannya yang menunggu di salah satu tempat tersembunyi..,"
"Dan begitu mendapat isyarat, mereka langsung menyerbu ke mobil pos dan melarikannya sebelum tukang pos sempat mengejar!" sambung Janet dengan bergairah.
Anak-anak itu duduk sambil berpandangan. Mata mereka bersinar-sinar. Jantung mereka berdebar-debar. Benarkah mereka sudah berhasil membongkar rahasia Mr. Tizer, atau mungkinkah mereka sekali lagi keliru"
"Sekarang juga aku akan melaporkan hasil pemikiran kita ini pada ayahku," kata Peter dengan antusias. "Untung kalian berdua melihat nomor polisi mobil pos itu, Pam dan Barbara. Kalian benar-benar siaga. Serikat kita benar-benar hebat, karena selalu berhasil!"
"Padahal kita sudah menyangka akan gagal kali ini!" kata Janet. "Hei, itu Dad datang! Katakanlah sekarang juga, Peter!"
Dengan segera ayah Peter dikerumuni oleh empat anak yang bersemangat. Mereka bertekad untuk meyakinkan ayah Peter bahwa hal-hal yang mereka temukan benar-benar penting!
Ayah Peter mendengarkan dengan penuh perhatian, Tangannya menggaruk-garuk kepala, Kemudian ia melihat anak -anak yang berdiri dengan sikap menunggu di depannya. Mata ayah Peter bersinar ramah kali ini.
"Nah, cerita kalian kali ini masuk akal! Ya, aku akan mengambil tindakan!"
Ayah Peter masuk ke rumah. Ia menelepon Inspektur Polisi agar segera datang.
"Saya ingin melaporkan sesuatu yang luar biasa," ujar ayah Peter. "Mungkin Anda akan sukar mempercayainya, tapi sebaiknya Anda mendengarnya langsung!
"Tak sampai sepuluh menit kemudian, Pak Inspektur yang ramah sudah duduk di kebun. Dengan penuh perhatian ia mendengarkan laporan anak-anak. Ketika mereka selesai bercerita, polisi itu melirik ke ayah Peter.
"Ini persoalan penting," ujarnya. "Akhir-akhir ini memang sering terjadi perampokan mobil pos, Kali ini kita akan berhasil membekuk biang keladinya, berkat kesigapan Sapta Siaga!"
"

Sapta Siaga 03 Memecahkan Rahasia Kapak Merah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

17 Rencana Penyergapan "PAK INSPEKTUR meminta diri, lalu bangkit dari tempat duduk. Dengan segera anak-anak mengelilinginya sambil bertanya-tanya.
"Apa yang akan dilakukan polisi besok" Ceritakanlah pada kami, apa rencana polisi untuk membekuk penjahat-penjahat itu"" tanya mereka berebutan.
"Aku harus merembukkannya dulu dengan para rekan di kantor," ujar Pak Inspektur sambil tersenyum ramah. "Sekarang aku belum bisa mengatakan apa-apa. Padahal waktu amat sempit! Menurut keterangan kalian, bukankah aksi mereka akan dilancarkan besok""
Anak -anak mengangguk. "Tapi kalau begitu, bagaimana kami bisa mengetahui apa yang akan terjadi"" tanya Pam mendesak. "Ini kan urusan kami juga! Tak bolehkah kami ikut menyaksikan apa yang terjadi besok""
"Begini sajalah! Kalian akan kuberi kabar besok, pukul sepuluh pagi," kata Pak Inspektur. Kelihatannya ia geli, melihat anak -anak yang sudah tak sabar itu. "Adakan rapat di gudang pertemuan kalian pukul sepuluh pagi. Aku akan hadir untuk memberi laporan!"
Malam itu anak-anak gelisah. Mereka sukar tidur, sehingga para orangtua mereka ikut bingung. Ketiga anggota Sapta Siaga yang lain cepat -cepat diberitahu.
"Jadi besok pukul sepuluh pagi, kita akan bertemu dalam gudang," ujar Colin. "Rapat resmi, jadi kita semua harus memakai lencana, serta tak boleh lupa membisikkan kata sandi. Dan kalian semua tentu tahu pula bahwa keterangan Pak Inspektur tak boleh sampai diketahui orang lain! "
"Tentu saja!" seru teman-temannya serempak. Keesokan harinya, pukul sepuluh kurang lima menit semua sudah hadir di gudang di belakang kebun. Hanya Pak Inspektur yang belum datang. Tapi tepat pukul sepuluh, kelihatan polisi itu datang menghampiri.
"Biarkan dia masuk, tanpa menyebutkan kata sandi kita," ujar Peter. Tapi Janet sudah berteriak kuat-kuat. "Sebutkan kata sandi kami!"
Pak Inspektur tertawa sendiri di luar. Lucu sekali anak-anak ini, pikirnya dalam hati.
"Aku tak tahu kata sandi kalian," katanya menjawab, "tapi kata yang rasanya paling cocok untuk membuka pintu ini pada saat sekarang adalah "PETUALANGAN!"
"Tepat!" seru para anggota Sapta Siaga dengan gembira. Dengan cepat pintu dibuka dari dalam. Pak Inspektur masuk, lalu dipersilakan duduk di atas sebuah peti besar. Dengan berseri-seri ia memandang ketujuh anak yang mengelilinginya.
"Apa yang hendak kukatakan pada kalian di sini adalah rahasia," katanya dengan suara pelan. "Rahasia yang harus disimpan rapat-rapat! Kami telah melakukan penyelidikan, dan hasilnya, kami sampai pada kesimpulan berikut. Mungkin malam ini akan terjadi perampokan di Ember Lane. Para penjahat hendak beraksi pukul setengah delapan, saat tukang pos datang dengan mobil pos untuk mengambil surat-surat tercatat."
"Nah!" kata Pam. "Tepat seperti perkiraan kami!"
"Kami menyusun rencana sebagai berikut. Tapi ingat, ini rahasia," kata Pak Inspektur. "Nanti, seperti biasanya seorang tukang pos akan datang dengan mobil pos. Dia akan memarkir mobilnya di tempat biasa. Kemudian dia berjalan menuju bis surat dan membukanya, dengan membelakangi mobil"
"Terus"" tanya anak-anak yang sudah tak sabar lagi. "Sesudah itu"".
""Nah, pengintai dari pihak penjahat mungkin sudah bersiap-siap di balik terali, untuk memberi isyarat pada teman-temannya yang bersembunyi di seberang jalan," kata Pak Inspektur melanjutkan penjelasannya, "Begitu isyarat diberikan, mereka pasti akan menyerbu mobil "pos. Mungkin mereka berdua. Yang satu meloncat ke belakang setir, lalu melarikan mobil pos itu."
"Apa" Polisi akan membiarkan mereka melarikan mobil pos"" tanya Pam. "Bukankah di dalamnya banyak surat berharga!"
"Tidak!" ujar Pak Inspektur sambil tersenyum lebar. "Isi mobil itu enam polisi yang kuat-kuat.
Bayangkan, betapa terkejutnya kedua orang itu, apabila mereka membuka pintu belakang di suatu tempat sepi, Bukan surat-surat yang tampak, tetapi enam polisi yang sudah siap untuk menangkap."
"Wah, hebat!" Ketujuh anggota Sapta Siaga menatap Pak Inspektur dengan pandangan kagum.
"Sedangkan si pemberi isyarat di balik terali, pada waktu keluar akan disambut pula oleh dua orang polisi yang menunggu di gang," ujar Pak Inspektur melanjutkan. "Bagaimana pendapat kalian" Bagus kan rencana kami""
"Pak Inspektur, izinkanlah kami ikut mengintai dari salah satu tempat," ujar Peter memohon. "Bagaimanapun, kalau bukan atas usaha kami, polisi takkan mengetahui rencana para penjahat!"
"Sekarang dengar baik-baik," kata Pak Inspektur. Suaranya lebih dipelankan lagi, sehingga ia hampir berbisik. Kedengarannya penuh rahasia. "Di jalan itu ada sebuah gudang lain, yang dikenal dengan nama Gudang Mark Donnal. Nah, gudang itu mempunyai pintu masuk dari belakang, yaitu lewat Jalan Pellon. Takkan ada orang melarang jika tujuh anak masuk satu per satu, langsung menuju ke jendela di sebelah depan gudang itu. Dari situ kalian dapat memperhatikan semua yang terjadi di Ember Lane. Terus terang saja, di sana sudah menunggu seseorang yang akan menunjukkan ke ruang mana kalian harus masuk!"
Anak-anak menyalami polisi yang baik hati itu. Wajah mereka berseri-seri. "Terima kasih atas kebaikan hati Pak lnspektur! Kami pasti datang, jika diizinkan orangtua kami!"
"Menurutku, mereka akan mengizinkan kalian," ujar Pak Inspektur sambil pergi ke luar.
"Nah!" ujar Peter. Ia memandang berkeliling dengan puas. "Mau apa lagi" Kita diberi izin untuk ikut menyaksikan dari dekat!"
"Memang, tapi di pihak lain kita tak bisa melihat kejadian yang menegangkan. Maksudku, apabila kedua penjahat membuka pintu belakang mobil pos, dan dari dalam keluar para polisi!" kata Jack agak menyesal.
"Tak apalah! Masih cukup banyak yang bisa
kita lihat!" balas Peter, "Aku ingin tahu di mana Jeff sekarang. Menurut dugaanku, Mr, Tizer yang jahat itu mengurungnya di salah satu tempat, sampai, perampokan selesai. Aku khawatir, apa yang akan terjadi sesudah itu pada Jeff."
Kucing kecil yang duduk di pangkuan Janet mengeong ketika mendengar nama tuannya disebut-sebut. Kakinya yang luka sudah sembuh kembali. Badannya sekarang gemuk. Lucu sekali kelihatannya. Janet memeluk kucing itu erat -erat.
"Pasti Jeff yang malang rindu padamu," katanya. "Tapi tak apa-barangkali kami bisa menolong Jeff apabila dia ditemukan. Dan kau bisa kembali padanya lagi."
"Ah, seandainya sekarang sudah malam," ujar George sambil bangkit. "Rasanya masih lama benar saat itu!"
" 18 Akhir Pengalaman yang Mendebarkan
"KETUJUH anggota Sapta Siaga menghabiskan waktu mereka pagi itu di rumah pohon. Mereka mengobrol dengan asyik. Seperti biasa, Skippy disuruh menjaga di bawah. Tapi hari itu tak ada orang yang lewat. Waktu berjalan dengan lambat. Akhirnya sampai juga saat minum teh, Anak-anak semakin gelisah.
Pukul setengah tujuh, mereka pergi ke Ember Lane. Mereka tidak berombongan seperti biasanya, tapi berjalan satu per satu. Hal itu sengaja mereka lakukan, karena mereka tak ingin menimbulkan kecurigaan. Mereka tiba di gerbang belakang Gudang Mark Donnal di Jalan Petton, lalu menaiki tangga ke atas,
Begitu sampai, pintu masuk terbuka dengan sendirinya. Anak-anak tertegun sebentar. Tapi Peter memberanikan diri, lalu masuk ke dalam. Ternyata di balik pintu sudah ada seorang polisi. Ia tersenyum lebar pada setiap anak yang masuk. Sesudah semua lengkap, mereka "diajaknya melewati lorong-lorong berdebu, menuju ke sebuah ruangan kecil di bagian depan gudang.
"Dari sini kita bisa melihat kotak surat merah dengan jelas," kata Janet pada Peter. "Kita bisa memperhatikan semua yang berlangsung nanti. Aku ingin tahu, apakah pengintai mereka sudah ada di belakang terali atau belum!"
Hal itu ditanyakannya pada polisi. Polisi itu mengangguk. "Ya, orang itu sudah ada di tempatnya, Kami melihat dia menyelinap masuk ke ruang bawah tanah di gudang seberang itu, lengkap dengan saputangan putih untuk memberi isyarat. Sekarang
di luar ruangan itu sudah menunggu dua orang polisi, siap untuk membekuknya jika dia keluar nanti!"
Keadaan saat itu sangat tegang. Anak-anak tak bisa duduk diam. Rasanya pelan sekali waktu berjalan, Pukul tujuh-lewat sepuluh-lewat dua puluh-lewat dua puluh lima...
Tiba-tiba terdengar bunyi denting jam gereja yang letaknya tidak jauh dari tempat itu. Satu kali! Pukul setengah delapan! Sekarang tiba saatnya!
Sesudah itu, semuanya berlangsung serba cepat. Mula-mula terdengar deru mesin mobil. Dari belokan jalan muncul sebuah mobil. Mobil pos berwarna merah, dengan nomor polisi MKX 102. Mobil itu berhenti, sopirnya keluar, lalu pergi ke kotak surat merah dengan membawa sebuah kantong, Pintu bis surat itu dibukanya sambil membelakangi mobilnya.
Sekonyong-konyong dua orang muncul dari sebuah lorong sempit, lalu berlari cepat menuju ke mobil. Ember Lane saat itu sepi. Tak ada yang kelihatan, kecuali tukang pos yang sedang sibuk mengambil surat-surat dari bis surat. Para pekerja sudah lama pulang.
Tapi dari tempat tersembunyi, sebenarnya banyak yang memperhatikan kedua orang yang baru datang itu. Ketujuh anak yang berdiri di balik jendela memandang dengan hampir tak bernapas. Selain mereka, masih ada polisi yang mendampingi, serta pengintai yang berdiri di balik terali! Tapi itu belum semuanya. Masih ada lagi sejumlah polisi yang siap siaga, termasuk Pak Inspektur,
Kedua orang yang datang dari lorong, melompat masuk ke dalam mobil pos yang masih terbuka pintunya. Satu orang melompat ke belakang setir, sedangkan yang seorang lagi mengambil tempat di sebelahnya. Terdengar bunyi mesin menderu, dan mobil pos itu melesat dengan cepat ke depan, lalu menghilang di balik belokan jalan,
"Tukang pos yang tadinya jongkok di depan bis surat merah, sekarang berdiri. Ia sama sekali tidak kelihatan terkejut karena memang sudah diberitahu! Anak-anak duduk dengan gelisah di kursi masing-masing. Beberapa orang polisi muncul dari berbagai tempat, lalu saling bercakap-cakap. Kemudian dari bawah terdengar bunyi ribut!
"Nah, si pengintai tertangkap sekarang!" ujar Peter, "Aku berani bertaruh, dia sekarang dibekuk polisi!"
Dugaannya tepat. Pengintai itu keluar dari . kamar bawah tanah, Ia sama sekali tak menyangka bahwa di luar sudah menunggu dua orang polisi. Sewaktu dibawa ke luar, anak-anak tercengang. Ternyata pengintai itu Mr. Tizer!
Tetapi ketegangan tidak selesai sampai di situ saja. Tidak sampai setengah jam, mobil pos sudah datang kembali. Tapi kali ini yang menyetir seorang polisi berseragam. Di sampingnya juga seorang polisi. Sedangkan kedua orang yang melarikan mobil duduk di belakang. Anak-anak memperhatikan pintu belakang dibuka. Empat orang polisi keluar sambil memegangi kedua penjahat itu erat-erat.
"Nah, berhasil juga mereka diringkus," ujar polisi yang menemani anak-anak dalam gudang. "Rupanya mereka tidak lari jauh-jauh."
Mobil diparkir, pintu belakang dibuka-dan apa yang tampak" Serombongan polisi! Dan sekarang mereka sudah di sini lagi untuk menghadap Pak Inspektur!"
Anak-anak enggan pulang ke rumah sesudah itu. Bukan main tegangnya akhir petualangan mereka kali ini. Ketujuh anggota Sapta Siaga pergi ke rumah orangtua Peter dan Janet untuk makan malam bersama. Mereka ribut bercakap-cakap, sehingga masing-masing pasti tak mendengar apa yang dikatakan teman yang berjalan, di sebelahnya. Mereka lebih ribut lagi ketika tiba di rumah Peter, ternyata Jeff sudah menunggu dengan menggendong kucingnya. Anak itu kelihatan pucat, tapi kebahagiaan memancar dari wajahnya.
"Hai," sapanya. "Polisi rupanya sudah tahu segala-galanya, ya" Tadi mereka datang ke rumah Paman, dan menemukan aku terkurung dalam gudang. Paman yang mengurungku di situ. Sekarang aku tak perlu lagi kembali padanya. "
"Kalau begitu, selanjutnya kau bagaimana"" tanya Peter.
"Polisi akan menyelidiki di mana ibuku sekarang," ujar Jeff sambil memeluk kucingnya erat -erat. "Aku sendiri pun tidak tahu, ke rumah sakit mana dia dibawa waktu itu. Sampai mereka berhasil menemukan ibuku, aku "disuruh tinggal di sini. Kata ibumu, aku boleh menumpang di sini selama itu.
" Jeff tidak kelihatan kusut lagi seperti waktu berjumpa pertama kali. Pakaiannya bersih dan rambutnya tersisir rapi. Ibu Peter merasa kasihan padanya, lalu mengurus anak itu ketika Jeff dibawa oleh polisi. Sekarang ia akan makan malam bersama para anggota Sapta Siaga. Karena itulah ia merasa berbahagia.
Telepon berdering. Ibu Peter mengangkat gagang telepon, lalu berbicara sebentar. Kemudian ia menghampiri Jeff dengan tersenyum.
"Tadi itu kabar mengenai ibumu, Jeff," ujarnya. "Ibumu sudah sembuh! Besok dia sudah boleh keluar dari rumah sakit dan pulang ke rumah. Kau harus menunggunya di sana!"
Jeff berdiri dengan mata berlinang-linang. Tak sepatah kata pun dapat diucapkannya, Hanya kucingnya yang dipeluk semakin erat, sehingga kucing itu mengeong. Akhirnya Jeff berpaling, menghadap Sapta Siaga.
"Kalianlah yang paling berjasa!" katanya terbata-bata. "Karena kalian, semuanya berakhir dengan baik. Aku merasa bersyukur, karena waktu itu menemukan rumah pohon kalian. Aku merasa senang karena berkenalan dengan kalian. Perkumpulan rahasia kalian paling hebat di dunia!"
"Kami sendiri pun puas terhadap diri kami malam ini," ujar Peter sambil menyeringai. "Bukankah begitu, Skip" Kau juga setuju kami ini perkumpulan rahasia yang hebat" Kau setuju jika kami mengalami petualangan-petualangan yang mengasyikkan lagi""
Skippy memukul-mukulkan ekornya ke lantai.
"Guk!" Skippy menggonggong. Artinya pasti. "YA!"
TAMAT tamat Perfume 5 Sherlock Holmes - Petualangan Rumah Kosong Expected One 7

Cari Blog Ini