Ceritasilat Novel Online

Keponakan Penyihir 2

The Chronicles Of Narnia 1 Keponakan Penyihir Bagian 2


sini. Apakah dia raja seluruh duniamu atau
hanya sebagian""
"Dia bukan raja daerah mana pun," jawab
Digory. "Kau berbohong," kata sang ratu. "Bukan-kah Sihir selalu diturunkan lewat darah bang-sawan" Siapa yang pernah mendengar rakyat
biasa menjadi penyihir" Aku bisa melihat ke-benaran biarpun tidak kauucapkan. Pamanmu
adalah raja besar dan ahli sihir terhebat di
duniamu. Dan dengan kemampuannya dia telah
melihat bayangan wajahku, pada semacam cer-min ajaib atau mata air bertuah. Lalu karena
kekagumannya akan kecantikanku dia telah
99 membuat mantra kuat yang mengguncang
duniamu hingga ke akarnya, mengirimmu me-lewati padang pasir luas di antara dunia dan
dunia untuk meminangku, membawaku ke ha-dapannya. Jawablah: bukankah begitu kejadian-nya""
"Yah, tidak juga sih," jawab Digory.
"Tidak juga"" teriak Polly. "Semua itu benar-benar omong kosong sejak awal sampai akhir."
"Makhluk rendah!" teriak sang ratu, menoleh
penuh kemarahan ke arah Polly dan menjam-bak rambutnya, di bagian paling atas kepala-nya, di tempat yang paling menyakitkan. Tapi
dengan melakukan itu dia melepaskan kedua
tangan Digory dan Polly. "Sekarang," teriak
Digory, dan "Cepat!" teriak Polly. Mereka
membenamkan tangan kiri mereka ke saku.
Mereka bahkan tidak perlu mengenakan cincin-cincin itu. Di detik mereka menyentuh cincin,
keseluruhan dunia suram itu lenyap dari peng-lihatan mereka. Mereka kini bergerak naik
dengan cepat dan cahaya hijau hangat semakin
mendek at di atas mereka. 100 L EPASKAN! Lepaskan!" pekik Polly.
"Aku bahkan tidak menyentuhmu!" kata
Digory. Kemudian kepala mereka keluar dari mata
air dan sekali lagi kesunyian terang Hutan di
Antara Dunia-dunia menyelimuti mereka. Hutan
itu terasa lebih kaya, hangat, dan damai dari-pada sebelumnya setelah mereka mengalami
sesak kematian dan reruntuhan di tempat yang
baru saja mereka tinggalkan. Kurasa, bila diberi
kesempatan, mereka bakal sekali lagi lupa akan
siapa diri mereka dan dari mana mereka da-rang, lalu berbaring menikmati ketenangan, se-tengah tertidur, mendengarkan pepohonan tum-buh. Tapi kali ini ada sesuatu yang membuat
mata mereka terbuka selebar mungkin. Segera
setelah mereka menapakkan kaki ke rerum-101
Awal Segala Kesusahan Paman Andrew BAB 6 putan, mereka mendapati bukan hanya mereka
berdua yang ada di sana. Sang ratu atau sang
penyihir (terserah kalian mau memanggilnya
siapa) telah muncul bersama mereka, menceng-keram keras rambut Polly. Itulah sebabnya
Polly berteriak-teriak, "Lepaskan!"
Ini membuktikan, secara tidak sengaja, satu
hal lagi tentang cincin yang belum diberitahu-kan Paman Andrew kepada Digory karena
pria itu sendiri belum mengetahuinya. Untuk
melompat dari dunia ke dunia dengan salah
satu cincin itu, kau tidak perlu mengenakan
atau menyentuhnya sendiri, cukup menyentuh
seseorang yang sedang menyentuh cincin itu.
Dengan begitu cincin-cincin tersebut bekerja
seperti magnet, dan semua orang tahu kalau
kau mengangkat jarum dengan magnet, jarum
lain yang menyentuh jarum pertama juga akan
ikut terangkat. Sekarang setelah kau melihatnya di hutan,
Ratu Jadis tampak berbeda. Dia kelihatan lebih
pucat daripada sebelumnya, begitu pucat se-hingga nyaris tidak tersisa kecantikan pada
dirinya. Dia juga membungkuk dan tampak
kesulitan bernapas, seolah udara di tempat itu
mencekiknya. Kedua anak itu tidak sedikit
pun merasakan takut padanya sekarang.
102 "Lepaskan! Lepaskan rambutku," kata Polly.
"Mau apa kau sebenarnya""
"Hei! Lepaskan rambutnya. Sekarang juga,"
kata Digory. Mereka berdua berbalik dan bergulat dengan
Jadis. Mereka lebih kuat daripada ratu itu dan
hanya dalam hitungan detik telah memaksanya
melepaskan cengkeraman. Sang ratu mundur
dengan langkah terhuyung-huyung, terengah-engah, ada ketakutan dalam matanya.
"Cepat, Digory!" kata Polly. "Ganti cincin
dan pergi ke mata air dunia kita."
"Tolong! Tolong! Kasihanilah aku!" jerit sang
penyihir dengan suara lemah, tergopoh-gopoh
mengejar mereka. "Bawalah aku bersama ka-lian. Kalian tidak bisa meninggalkanku di tem-pat mengerikan ini. Tempat ini akan mem-bunuhku."
"Tapi ini sesuai logika negerimu," kata Polly
penuh kebencian. "Seperti ketika kau mem-bunuh semua orang di duniamu sendiri. Ayo
cepat, Digory." Mereka telah mengenakan cin-cin hijau mereka, tapi Digory berkata:
"Ah, sial! Apa yang harus kita lakukan""
Dia tidak bisa mencegah dirinya merasa agak
kasihan pada sang ratu. "Aduh, jangan begitu bodoh," kata Polly.
103 Aku berani bertaruh sepuluh lawan satu dia
hanya bersandiwara. Ayolah." Kemudian kedua
anak itu melompat ke dalam mata air menuju
dunia mereka. Untung kami membuat tanda,
pikir Polly. Namun ketika mereka melompat
Digory merasakan jari telunjuk dan ibu jari
besar yang dingin menangkap telinganya. Dan
ketika mereka tenggelam dan sosok-sosok samar
dunia kita mulai muncul, cengkeraman jari
telunjuk dan ibu jari itu kian kuat. Tampaknya
kekuatan sang penyihir mulai pulih. Digory
meronta dan menendang-nendang, tapi sama
sekali tidak ada gunanya. Beberapa saat kemu-dian mereka mendapati diri mereka berada di
ruang kerja Paman Andrew. Dan di sana ber-dirilah Paman Andrew sendiri, memandangi
makhluk menakjubkan yang telah dibawa
Digory dari dunia lain. Paman Andrew punya alasan kuat untuk
terus menatap lekat. Digory dan Polly juga
melakukan hal yang sama. Tidak perlu diragu-kan sang penyihir telah mengatasi rasa lemah-nya, dan kini kalau ada orang yang melihatnya
di dunia kita, dengan berbagai benda lazim di
sekelilingnya, dia benar-benar bisa membuat
orang itu menahan napas. Di Charn dia tampak
cukup mengancam, di London, dia mengerikan
. 104 Dalam satu hal, mereka belumlah menyadari
hingga kini betapa besar tubuhnya. "Nyaris
bukan manusia" adalah yang dipikirkan Digory
ketika dia menatapnya, dan dia mungkin benar,
karena beberapa orang bilang ada darah rak-sasa dalam keluarga kerajaan Charn. Tapi bah-kan tinggi tubuhnya pun bukanlah apa-apa
bila dibandingkan kecantikan, keganasan, dan
keliarannya. Dia kelihatan sepuluh kali lebih
hidup daripada sebagian besar orang yang bisa
ditemui di London. Paman Andrew menunduk-nunduk dan menggosok-gosok tangannya dan
tampak, kalau mau jujur, amat sangat ke-takutan. Dia tampak seperti makhluk kecil
yang mengerut di samping sang penyihir.
Walaupun begitu, seperti yang dikatakan Polly
nanti, ada semacam kemiripan di antara wajah
sang penyihir dan Paman Andrew, sesuatu pada
ekspresi mereka. Itulah ekspresi yang dimiliki
semua penyihir jahat, "Tanda" yang Jadis per-nah katakan tidak bisa dia temukan pada
wajah Digory. Satu hal baik tentang melihat
mereka berdua bersama-sama adalah kau tidak
akan pernah lagi takut pada Paman Andrew,
seperti kau tidak akan takut pada ulat setelah
kau bertemu ular, atau takut pada sapi kalau
sudah bertemu banteng gila.
105 Huh! sergah Digory dalam hati. Dia penyi-hir" Mendekati saja tidak. Ratu inilah penyihir
sesungguhnya. Paman Andrew terus-menerus menggosok ta-ngan dan menunduk. Dia berusaha mengatakan
sesuatu yang sangat sopan, tapi mulutnya me-ngering sehingga tak bisa bicara. "Percobaan-nya" dengan cincin-cincin itu, begitu dia me-nyebutnya, ternyata berbuah kesuksesan yang
lebih besar daripada harapannya; karena walau-pun dia telah berkutat dengan Sihir selama
106 bertahun-tahun, dia selalu meninggalkan bahaya
yang datang (sejauh yang bisa dilakukan sese-orang) pada orang lain. Kejadian seperti ini
tidak pernah dia alami sebelumnya.
Kemudian Jadis berkata, tidak terlalu keras,
tapi ada sesuatu dalam suaranya yang membuat
seluruh ruangan bergetar.
"Di mana sang penyihir yang telah memang-gilku ke dunia ini""
"Ah ah Madam," Paman Andrew terpera-ngah, "saya merasa begitu bangga sangat ba-hagia kehormatan yang begitu tak terduga
kalau saja saya punya kesempatan untuk mem-buat persiapan saya saya "
"Di mana penyihir itu, bodoh"" tanya Jadis.
"Sa-sayalah orangnya, Madam. Saya harap
Anda mau memaafkan segala ngng kelan-cangan yang mungkin dilakukan anak-anak
nakal ini. Saya pastikan tidak ada niatan un-tuk "
"Kau"" kata sang ratu dengan suara yang
lebih mengerikan. Lalu dengan satu langkah
lebar, dia menyeberangi ruangan, meraih segeng-gam rambut beruban Paman Andrew dan me-narik ke belakang kepalanya sehingga wajah
pria itu mendongak ke wajahnya. Kemudian
dia memerhatikan wajahnya seperti yang dia
107 lakukan sebelumnya pada Digory di istana
Charn. Paman Andrew terus mengejap-ngejap-kan mata dan menjilati bibirnya dengan gugup.
Akhirnya Jadis melepaskan pria itu, begitu
mendadak sehingga dia terempas ke dinding.
"Ternyata begitu," katanya penuh peng-hinaan, "kau memang penyihir atau semacam-nya. Berdirilah, budak, dan jangan duduk se-olah sedang berbicara dengan orang yang se-jajar denganmu. Bagaimana kau bisa mengenal
Sihir" Kau bukanlah bangsawan, aku berani
bersumpah." "Yah ah mungkin memang bukan bila di-108
pikir secara kaku," Paman Andrew terbata-bata. "Tidak benar-benar bangsawan, Ma'am.
Tapi keluarga Ketterley adalah keluarga tua.
Keluarga tua Dorsetshire, Ma'am."
"Diam," kata sang penyihir. "Aku sudah
lihat siapa dirimu. Kau penyihir kecil murahan
yang berpraktik dengan peraturan dan buku-buku. Tidak ada Sihir sejati dalam darah dan
hatimu. Khalayakmu telah dimusnahkan di
duniaku seribu tahun lalu. Tapi di sini aku
akan membiarkanmu menjadi pelayanku."
"Saya akan sangat bahagia gembira bisa
memberikan bantuan apa pun mendapat ke-kehormatan, saya bersungguh-sungguh."
"Diam! Kau terlalu banyak bicara. Dengar-kan tugas pertamamu. Aku sudah melihat kita
berada di kota besar. Siapkan segera untukku
kereta kuda, permadani terbang, naga yang
telah terlatih, atau apa pun yang biasa diguna-kan bangsawan di daratanmu. Lalu bawa aku
ke tempat-tempat aku bisa memperoleh pa-kaian, perhiasan
, dan budak yang cocok untuk
posisiku. Besok aku akan memulai penjajahan
terhadap dunia." "Sa-sa-saya akan memanggil kereta sewaan
segera," Paman Andrew tergagap.
"Stop," kata si penyihir, tepat pada saat
109 Paman Andrew tiba di depan pintu. "Jangan
pernah bermimpi berkhianat. Mataku bisa me-lihat menembus tembok dan masuk ke pikiran
manusia. Mataku akan menyertaimu ke mana
pun kau pergi. Pada tanda pertama ketidak-patuhan, aku akan memasang mantra padamu
supaya apa pun yang kaududuki akan terasa
seperti besi merah panas, dan setiap kali kau
berbaring di tempat tidur akan ada balok-balok es tak kasat mata di kakimu. Sekarang
pergi." Pria tua itu pergi, tampak
seperti anjing dengan buntut
di antara dua kaki bela-kangnya.
Digory dan Polly kini ketakutan, Jadis mung-kin punya rencana un-tuk membalas apa yang
terjadi di hutan itu. Tapi
ternyata dia tidak pernah
mengungkit-ungkitnya, baik pada waktu itu maupun nanti. Kurasa (dan Digory juga berpikir begitu) benaknya
sejenis yang sama sekali tidak bisa mengingat
tempat sunyi itu. Betapapun seringnya kau
110 mengajaknya ke sana dan betapapun lamanya
kautinggalkan dia di sana, dia tetap tidak
akan tahu apa-apa. Kini ketika hanya bertiga
dengan anak-anak itu, dia tidak memedulikan
keduanya. Dan ini memang sifatnya. Di Charn
dia tidak mengacuhkan Polly (hingga akhir)
karena Digory-lah yang ingin digunakannya.
Sekarang setelah dia memiliki Paman Andrew,
dia tidak memedulikan Digory. Dugaanku se-bagian besar penyihir seperti itu. Mereka tidak
tertarik pada benda atau orang kecuali mereka
bisa menggunakannya, mereka sangat praktis.
Jadi ada kesunyian selama semenit atau dua
menit di ruangan itu. Tapi kau bisa menebak
dari cara Jadis mengentak-entakkan kaki di
lantai bahwa dia mulai tidak sabar.
Akhirnya dia berkata, seolah pada dirinya
sendiri, "Apa yang dilakukan si tua bodoh
itu" Seharusnya aku membawa pecut." Dia
berjalan keluar dari ruangan untuk mencari
Paman Andrew tanpa sekali pun melihat pada
kedua anak itu, bahkan untuk sekilas.
"Fiuh!" kata Polly, menyuarakan napas pan-jang lega. "Dan sekarang aku harus pulang.
Sudah larut sekali. Aku bisa pilek."
"Kalau begitu pulanglah, pulanglah secepat
mungkin," kata Digory. "Benar-benar mengeri-111
kan sang ratu ada di sini. Kita harus membuat
semacam rencana." "Sekarang semua terserah pamanmu," kata
Polly. "Dialah yang memulai segala kekacauan
dengan Sihir ini." "Tetap saja, kau akan kembali, kan" Jangan


The Chronicles Of Narnia 1 Keponakan Penyihir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lepas tangan, kau tidak bisa meninggalkanku
dalam kesulitan seperti ini."
"Aku akan pulang lewat terowongan," kata
Polly agak dingin. "Itu jalan tercepat. Dan
kalau kau mau aku kembali, bukankah sebaik-nya kau meminta maaf""
"Minta maaf"" seru Digory. "Wah wah,
dasar anak perempuan! Memangnya apa yang
telah kulakukan""
"Oh, tidak ada yang penting tentu saja,"
kata Polly menyindir. "Hanya nyaris membuat
pergelangan tanganku terkilir di ruang patung
lilin, seperti anak berandal yang pengecut. Ha-nya memukul bel dengan palu, seperti orang
bodoh yang konyol. Hanya berbalik di hutan
sehingga dia punya kesempatan menangkap
telingamu sebelum kita melompat ke mata air
dunia kita. Hanya itu."
"Oh," kata Digory, sangat terkejut. "Yah,
baiklah, aku minta maaf. Dan aku memang
sangat menyesali kejadian di ruang patung
112 lilin. Nah, aku sudah minta maaf, kan" Dan
sekarang, berbaik hatilah dan kembali lagi
nanti. Kalau kau tidak kembali, aku akan
terjerumus dalam lubang gelap yang mengeri-kan."
"Aku tidak bisa membayangkan apa yang
akan terjadi padamu. Justru Mr Ketterley-lah
yang akan duduk di kursi merah panas dan
diganggu es di tempat tidur, ya kan""
"Bukan itu maksudku," kata Digory. "Aku
benar-benar mengkhawatirkan Ibu. Bagaimana
kalau makhluk itu masuk ke kamarnya" Ibu
bisa mati ketakutan."
"Oh, begitu ya," kata Polly, dengan nada
suara yang agak berbeda. "Baiklah. Anggap
ini kesepakatan kita. Aku akan kembali kalau
aku bisa. Tapi aku harus pergi sekarang."
Kemudian dia merangkak melewati pintu kecil
menuju terowongan. Tempat gelap di antara
kasau-kasau yang tampak begitu menarik dan
menggugah jiwa petualangan beberapa jam lalu
kini tampak sangat jinak dan membuat betah.
Kita kini harus kembali pada Paman Andrew.
Jantung tua malangnya berdebar kencang saat
dia tergopoh-gopoh menuruni tangga loteng
dan dia terus-menerus mengelap dahi dengan
saputangan. Saat dia mencapai kamar tidurnya,
113 yang ada tepat di bawah loteng, dia mengunci
diri di dalamnya. Lalu tindakan pertama yang
dilakukannya adalah mengacak-acak lemari,
mencari botol dan gelas anggur yang selalu
disembunyikan di sana supaya tidak bisa di-temukan Bibi Letty. Dia mengisi gelas hingga
penuh dengan minuman orang dewasa yang
memuakkan, lalu meminumnya dalam satu te-gukan. Kemudian dia menarik napas dalam-dalam.
"Astaga," dia berkata pada dirinya sendiri.
"Aku benar-benar terguncang. Ini sangat me-ngejutkan! Di usiaku yang seperti ini!"
Dia mengisi gelas kedua dan meminumnya
juga, kemudian dia mulai berganti pakaian.
Kau mungkin belum pernah melihat pakaian
seperti itu, tapi aku bisa mengingatnya. Dia
mengenakan kerah yang sangat tinggi, mengilap,
dan kaku, sejenis yang membuat dagumu ter-angkat setiap saat. Dia memakai rompi berpola
dan memasang jam emasnya menyilang di de-pan. Dia memakai jas berekor terbaiknya, yang
disimpannya untuk pernikahan dan pema-kaman. Dia mengeluarkan topi tinggi terbaiknya
dan menggosoknya hingga mengilap. Ada vas
penuh bunga di meja rias (diletakkan di sana
oleh Bibi Letty). Dia mengambil setangkai bu-114
nga dan memasukkannya ke lubang kancing.
Dia mengambil saputangan bersih (saputangan
indah yang kini sudah tidak bisa kaubeli) dari
laci kiri dan membubuhinya dengan beberapa
tetes wewangian. Dia mengeluarkan kacamata
tunggal, yang berpita hitam tebal, dan mema-sangnya ke mata. Kemudian dia mematut diri
di cermin. Anak-anak memiliki satu jenis kekonyolan,
seperti yang sudah kauketahui, dan orang de-wasa punya jenis yang lain. Pada saat ini
Paman Andrew mulai bertingkah konyol dengan
cara yang sangat orang dewasa. Kini karena
sang penyihir tidak lagi berada di ruangan
yang sama dengannya, dengan cepat dia lupa
betapa wanita itu telah membuatnya takut.
Dia malah terus-menerus berpikir tentang ke-cantikan luar biasa wanita itu. Dia berkali-kali
berucap pada dirinya sendiri, "Wanita yang
cantik sekali, Sir, cantik sekali. Makhluk luar
biasa." Entah bagaimana Paman Andrew juga
lupa bahwa anak-anak itulah yang membawa
sang "makhluk luar biasa". Dia merasa seolah
dia dengan Sihir-nya sendirilah yang memanggil-nya dari dunia tak dikenal.
"Andrew, sobat," katanya pada dirinya sen-diri saat bercermin, "kau pria yang ketam-115
panannya masih cukup terjaga untuk seseorang
seusiamu. Pria berpenampilan terhormat, Sir."
Jadi begini, si pria tua konyol itu benar-benar mulai membayangkan si penyihir bakal
jatuh cinta kepadanya. Dua gelas minuman
tadi mungkin yang menjadi penyebabnya, begitu
juga pakaian terbaiknya. Tapi dia, dilihat dari
sisi mana pun, secongkak dan sekosong burung
merak, itulah sebabnya dia menjadi penyihir.
Dia membuka kunci kamarnya, turun ke
lantai bawah, mengirimkan pelayan wanita un-tuk mencari kereta sewaan (pada masa-masa
itu semua orang memiliki banyak pelayan) dan
memeriksa ruang duduk. Di sana, seperti
dugaannya, dia mendapati Bibi Letty. Wanita
itu sedang sibuk memperbaiki kasur. Kasur
diletakkan di lantai di dekat jendela dan Bibi
Letty berlutut di atasnya.
"Ah, Letitia sayangku," kata Paman Andrew,
"aku ah harus pergi keluar. Bisakah kau me-minjamiku sekitar lima pound" Ada gadis can-tik yang ingin kutemani."
"Tidak, Andrew sayang," kata Bibi Letty
dengan nada suaranya yang pelan namun tegas,
bahkan tanpa mendongak dari pekerjaannya.
"Aku sudah sering kali mengatakan padamu
aku tidak akan meminjamimu uang."
116 "Janganlah jadi begitu menyusahkan, sayang-ku," kata Paman Andrew. "Ini penting sekali.
Kau akan menempatkanku pada posisi yang
amat canggung bila kau tidak melakukannya."
"Andrew," kata Bibi Letty sambil menatap
lekat wajahnya, "aku heran kenapa kau tidak
malu meminta uang dariku."
Ada cerita panjang membosankan ala orang
dewasa di balik kata-kata itu. Yang perlu
kauketahui adalah Paman Andrew, dengan se-gala "mengatasi masalah bisnis Letty ter
sayang demi dirinya", tidak pernah melakukan pe-117
kerjaan apa pun, dan menciptakan tagihan
besar untuk brendi dan cerutu (yang harus
berkali-kali dibayar Bibi Letty). Semua ini telah
membuat Bibi Letty jauh lebih miskin daripada
keadaannya tiga puluh tahun lalu.
"Gadis tersayangku," kata Paman Andrew,
"kau tidak mengerti. Aku harus melakukan
beberapa pengeluaran tak terduga hari ini.
Aku harus menjamu seseorang. Ayolah, jangan
menyulitkan begini."
"Dan kau, demi Tuhan, memangnya siapa
yang akan kaujamu, Andrew"" tanya Bibi Letty.
"Seorang seorang tamu terhormat baru saja
tiba." "Terhormat omong kosong!" kata Bibi Letty.
"Tidak terdengar deringan bel pintu dalam
satu jam terakhir ini."
Tepat pada saat itu pintu mendadak terbuka
lebar. Bibi Letty menoleh dan terkejut melihat
wanita bertubuh besar, berpakaian indah, ber-lengan telanjang, dan bermata berkilat, berdiri
di mulut pintu. Dia sang penyihir.
118 H EI, budak, berapa lama aku harus me-nunggu kereta kudaku"" bentak sang
penyihir. Paman Andrew berjalan menjauhinya.
Sekarang ketika wanita itu benar-benar hadir,
segala pikiran konyol yang dimiliki Paman
Andrew saat bercermin langsung mengalir ke-luar dari benaknya. Tapi Bibi Letty langsung
berdiri dari berlututnya dan berjalan menuju
bagian tengah ruangan. "Dan siapa wanita muda ini, Andrew, kalau
boleh aku bertanya"" tanya Bibi Letty dengan
nada dingin. "Orang asing terhormat or-orang yang sa-ngat penting," jawab Paman Andrew terbata-bata.
"Omong kosong!" kata Bibi Letty, kemudian
dia menoleh ke si penyihir, "Keluar dari rumah-Yang Terjadi di Pintu Depan
BAB 7 119 eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com ku sekarang juga, wanita tak tahu malu, atau
aku akan memanggil polisi." Dia pikir si pe-nyihir pasti seseorang yang keluar dari sirkus,
lagi pula dia tidak berkenan dengan wanita
bertelanjang lengan. "Siapa wanita ini"" tanya Jadis. "Berlututlah,
makhluk rendah, sebelum aku menghancurkan-mu."
"Tidak boleh ada bahasa kasar di rumah ini
kalau kau tidak keberatan, wanita muda,"
kata Bibi Letty. Dalam sekejap, begitu yang dirasakan Paman
Andrew, sang ratu meninggi hingga menjulang
sekali. Api berkobar dari matanya. Dia
mengangkat tangannya dan melakukan gerakan
juga menyuarakan kata-kata sama yang se-belumnya telah mengubah gerbang istana men-jadi debu. Tapi tidak ada yang terjadi kecuali
Bibi Letty, yang mengira kata-kata mengerikan
itu dimaksudkan sebagai bahasa Inggris biasa,
berkata: "Sudah kuduga. Wanita ini mabuk! Mabuk!
Dia bahkan tidak bisa bicara dengan jelas."
Saat itu pasti momen yang buruk bagi si
penyihir, ketika dia mendadak menyadari ke-kuatannya menjadikan orang debu, yang benar-benar nyata di dunianya, tidak akan berguna
120 di dunia kita. Tapi dia bahkan tidak kehilangan
nyali barang sedetik pun. Tanpa membuang-buang waktu untuk memikirkan kekecewaan-nya, dia membungkuk, menangkap Bibi Letty
di leher dan mata kakinya, mengangkatnya
tinggi di atas kepala seolah Bibi Letty tidak
lebih berat daripada boneka, lalu melemparnya
ke seberang ruangan. Sementara Bibi Letty
sedang berputar-putar di udara, si pelayan wa-nita (yang sedang mengalami pagi indah nan
seru) melongokkan kepalanya ke pintu dan
berkata, "Kalau Anda sudah siap, Sir, keretanya
sudah datang." "Pimpin jalan, budak," kata si penyihir ke
Paman Andrew. Pria itu mulai menggumamkan
sesuatu tentang "kekerasan yang tidak perlu
harus benar-benar protes", tapi hanya dengan
tatapan sekilas Jadis, dia menjadi tak mampu
berkata-kata. Jadis memaksanya keluar ruangan
dan rumah. Digory berlari menuruni tangga
tepat untuk melihat pintu depan tertutup di
belakang mereka. "Ya ampun!" katanya. "Dia lepas di London.
Dan dengan Paman Andrew. Kira-kira apa
yang akan terjadi sekarang."
"Oh, Master Digory," kata si pelayan wanita
(yang benar-benar sedang mengalami hari yang
121 indah), "entah bagaimana, saya rasa Miss
Ketterley telah melukai dirinya sendiri." Jadi
mereka bergegas ke ruang duduk untuk mencari
tahu apa yang telah terjadi.
Kalau Bibi Letty telah terjatuh pada lantai
papan atau bahkan pada karpet, kurasa tulang-tulangnya bakal patah, tapi
dengan keberun-tungan besar dia telah jatuh ke atas kasur.
Bibi Letty adalah wanita tua yang sangat kuat,
para bibi sering kali begitu di masa-masa itu.
Setelah mencium bau keras sal volatile dan
duduk bergeming selama beberapa menit, dia
berkata dia tidak apa-apa kecuali menderita
beberapa memar. Tak lama kemudian dia mulai
mengambil alih situasi. "Sarah," katanya pada si pelayan wanita
(yang belum pernah mengalami hari seperti
ini), "pergilah segera ke kantor polisi dan
beritahu mereka ada orang gila berbahaya yang
berkeliaran. Aku yang akan membawakan sen-diri makan siang Mrs Kirke." Mrs Kirke ada-lah, tentu saja, ibu Digory.
Ketika makan siang ibunya telah diurus,
Digory dan Bibi Letty menyantap makan siang
mereka. Setelah itu mereka berpikir keras.
Masalahnya adalah bagaimana cara mengem-balikan si penyihir ke dunianya sendiri, atau
122 setidaknya keluar dari dunia kita, sesegera
mungkin. Apa pun yang terjadi, dia tidak
boleh dibiarkan mengacau di rumah. Ibu
Digory tidak boleh melihatnya. Dan jika mung-kin, dia juga tidak boleh dibiarkan mengacau
di London. Digory memang tidak sedang ber-ada di ruang duduk ketika si penyihir berusaha
"meledakkan" Bibi Letty, tapi dia telah melihat-nya "meledakkan" gerbang Charn. Jadi dia
tahu kekuatannya yang mengerikan tapi belum
tahu wanita itu telah kehilangan kekuatan itu
dengan datang ke dunia kita. Pada saat ini,
sejauh yang bisa dibayangkannya, si penyihir
mungkin sedang meledakkan Istana Buckingham
atau Gedung Parlemen, hampir pasti mengubah
sejumlah besar anggota kepolisian menjadi tum-pukan kecil debu. Dan tampaknya tidak ada
apa pun yang bisa dia lakukan untuk men-cegahnya.


The Chronicles Of Narnia 1 Keponakan Penyihir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi cincin-cincin itu sepertinya bekerja se-perti magnet, pikir Digory. Kalau saja aku
bisa menyentuhnya kemudian mengenakan cin-cin kuningku, kami berdua bakal pergi ke
Hutan di Antara Dunia-dunia. Kira-kira dia
bakal melemah lagi di sana, tidak ya" Apakah
tempat itu memberikan pengaruh tertentu pada-nya atau kejadian itu sekadar akibat shock
123 karena dia ditarik keluar dari dunianya" Tapi
kurasa aku harus mengambil risiko. Sekarang
bagaimana caranya aku menemukan monster
itu" Kurasa Bibi Letty tidak akan mengizinkan-ku keluar sebelum aku memberitahunya ke
mana aku akan pergi. Lagi pula uangku tidak
lebih dari dua pence. Aku akan membutuhkan
lebih banyak uang untuk naik bus dan trem
kalau berniat mencarinya ke sekeliling London.
Tapi lagi-lagi aku sama sekali tidak punya
bayangan ke mana dia pergi. Kira-kira Paman
Andrew masih bersamanya, tidak ya"
Tampaknya akhirnya hanya ada satu tin-dakan yang bisa dia lakukan, yaitu menunggu
dan berharap Paman Andrew dan si penyihir
akan kembali. Kalau mereka kembali, dia harus
bergegas dan memegang si penyihir lalu me-ngenakan cincin kuningnya sebelum si penyihir
sempat masuk ke rumah. Ini berarti dia harus
mengawasi pintu depan seperti kucing meng-awasi lubang tikus, dia tidak berani meninggal-kan posisinya bahkan untuk sesaat. Jadi dia
pergi ke ruang makan dan "menempelkan wa-jahnya" begitu biasanya istilah yang dipakai
orang ke jendela. Jendelanya sejenis jendela
busur yang dibangun melengkung keluar ber-sama tembok hingga membentuk ceruk ba-124
ngunan sendiri dari dalam, melaluinya kau
bisa melihat tangga menuju pintu depan juga
jalanan. Tidak akan ada orang yang mencapai
pintu depan tanpa sepengetahuanmu. Kira-kira
Polly sedang apa ya sekarang" pikir Digory.
Dia terus bertanya-tanya tentang ini dalam
setengah jam pertama yang berlalu sangat lam-bat. Tapi kau tidak perlu ikut bertanya-tanya
karena aku akan memberitahumu. Polly datang
terlambat untuk makan malam dengan sepatu
dan stoking basah kuyup. Dan ketika mereka
bertanya kepadanya habis ke mana saja dan
apa saja yang telah dilakukannya, Polly men-jawab dia habis keluar bersama Digory Kirke.
Setelah ditanya lebih lanjut, Polly berkata dia
membasahi kakinya di mata air, dan bahwa
mata air itu ada di hutan. Waktu ditanya di
mana letak hutan itu, dia menjawab tidak
tahu. Ketika ditanya apakah hutan itu berada
di salah satu taman, Polly menjawab dengan
cukup jujur bahwa mungkin saja hutan itu
ada di semaca m taman. Dari jawaban-jawaban
itu, ibu Polly berkesimpulan anaknya telah
pergi, tanpa memberitahu siapa-siapa, ke suatu
bagian London yang tidak dikenalinya dan
bermain di taman asing juga bersenang-senang
dengan melompat-lompat ke dalam genangan
125 air. Akibatnya Polly dimarahi karena telah sa-ngat nakal dan dia tidak akan diperbolehkan
bermain dengan "anak Kirke" lagi kalau ke-jadian seperti ini kembali terjadi. Kemudian
dia diberi makan malam tanpa bagian santapan
yang menyenangkan dan disuruh tidur selama
dua jam penuh. Perlakuan seperti ini sering
dialami seseorang pada masa-masa itu.
Jadi sementara Digory menatap ke luar jen-dela ruang makan, Polly terbaring di tempat
tidur, tapi keduanya berpikir betapa lambatnya
waktu berjalan. Kalau menurutku pribadi, aku
akan lebih suka berada pada posisi Polly. Dia
hanya perlu menunggu dua jamnya berakhir,
sedangkan Digory akan mendengar kereta kuda
sewaan, gerobak tukang roti, atau anak penjual
daging di setiap beberapa menit dan berpikir,
si penyihir datang, kemudian mendapati
dugaannya salah. Lagi pula di antara beberapa
peringatan keliru ini, yang rasanya berjam-jam, jam berdetak terus dan lalat besar
terbang tinggi dan jauh sehingga tak bisa di-raih berdengung membentur jendela. Rumah
Digory sejenis rumah yang bakal menjadi sa-ngat sunyi dan membosankan di sore hari dan
selalu berbau daging domba.
Selama pengawasan dan penantian panjang-126
nya sesuatu yang harus kusebutkan terjadi,
karena hal lain yang penting datang setelahnya.
Seorang wanita datang membawa buah anggur
untuk ibu Digory, dan karena pintu ruang
makan terbuka, Digory tidak sengaja men-dengarkan pembicaraan Bibi Letty dan wanita
itu di ruang depan. "Anggurnya kelihatan lezat sekali!" terdengar
suara Bibi Letty. "Aku yakin kalau ada yang
bisa membuatnya merasa lebih baik, buah ini-lah jawabannya. Tapi Mabel cilik tersayangku
yang malang! Aku khawatir akan dibutuhkan
buah dari tanah kebeliaan untuk membantunya
sekarang. Tidak ada apa pun dari dunia ini
yang akan banyak membantunya." Kemudian
mereka berdua mengecilkan volume suara me-reka dan mengatakan lebih banyak hal tanpa
bisa didengar Digory. Kalau saja dia sudah mendengar bagian ten-tang tanah kebeliaan itu beberapa hari lalu
dia akan berpikir Bibi Letty hanya bicara tanpa
merujuk pada apa pun secara khusus, seperti
yang biasa dilakukan orang dewasa, dan ini
tidak akan menarik minat Digory. Barusan ini
pun dia hampir berpikir begitu. Tapi tiba-tiba
berkelebat di benaknya bahwa dia kini tahu
(bahkan jika Bibi Letty tidak), memang ada
127 dunia-dunia lain dan dia sendiri telah berada
di dalam salah satunya. Bagaimanapun ada
kemungkinan Tanah Kebeliaan memang ada di
suatu tempat. Apa pun mungkin saja ada.
Mungkin ada buah di suatu dunia lain yang
bisa benar-benar menyembuhkan ibunya! Dan
oh, oh yah, kau tahulah bagaimana rasanya
kalau mulai mengharapkan sesuatu yang sangat
kauinginkan. Kau akan nyaris bertarung dengan
harapan itu karena terlalu indah untuk menjadi
kenyataan, karena kau telah begitu sering ke-cewa sebelumnya. Itulah yang Digory rasakan.
Tapi tidak ada gunanya berusaha bergumul
dengan harapan ini. Karena mungkin mungkin
saja benar-benar bisa jadi kenyataan. Telah
begitu banyak hal aneh yang terjadi. Dan dia
punya cincin-cincin ajaib. Pasti ada dunia-dunia
yang bisa dia datangi lewat setiap mata air di
hutan itu. Dia bisa menjelajahi dan berburu
obat di sana. Kemudian lbu akan sehat lagi.
Segalanya akan benar kembali. Digory sama
sekali lupa mengawasi sang penyihir. Tangannya
sudah mulai bergerak ke saku tempat dia me-nyimpan cincin kuning, ketika mendadak ter-dengar suara derap langkah kuda.
Wah! Apa itu" pikir Digory. Pasukan pema-dam kebakaran" Kira-kira rumah mana yang
128 terbakar ya" Astaga, suaranya menuju ke arah
sini. Ya ampun, itu kan dia.
Aku tidak perlu memberitahumu siapa yang
Digory maksudkan dengan dia.
Pertama tampaklah kereta sewaan. Tidak
ada siapa-siapa di kursi sais. Di atapnya
tidak duduk, tapi berdiri di atasnya berayun
dengan keseimbangan tubuh luar biasa, ketika
kereta melaju dengan kecepatan penuh di sudut
jalan den gan satu roda di udara tampak sosok
Jadis sang ratunya ratu dan Teror Charn.
Giginya penuh terlihat, matanya bersinar layak-nya api, dan rambut panjangnya melambai di
belakangnya seperti ekor komet. Dia memecut
kuda tanpa belas kasihan. Lubang hidung he-wan itu lebar dan merah, sisi-sisinya dikotori
buih putih. Kuda itu berlari kencang menuju
pintu depan, melewati lampu tiang dengan
jarak hanya seinci, kemudian berdiri dengan
kaki belakangnya. Kereta yang ditariknya me-nabrak lampu tiang dan hancur menjadi be-berapa bagian. Sang penyihir, dengan lompatan
menakjubkan, telah menghindar tepat pada
waktunya dan mendarat di punggung kuda.
Dia memperbaiki posisi menunggangnya dan
mencondongkan tubuh ke depan, membisikkan
sesuatu pada telinga kuda itu.
129 130 Bisikan itu pastinya tidak dimaksudkan untuk
menenangkan tapi untuk membuatnya makin
gila. Kuda itu berdiri dengan kaki belakang
lagi dan ringkikannya seperti jeritan. Kuda itu
meronta, meringkik, mengibas-ngibaskan kepala.
Hanya pengendara luar biasa yang bisa tetap
berada di punggungnya. Sebelum Digory menenangkan napas, cukup
banyak hal lain mulai terjadi. Kereta kedua
bergerak cepat, dekat di belakang kereta yang
pertama. Keluar dari dalamnya pria gemuk
bermantel panjang dan seorang polisi. Kemu-dian datang kereta ketiga dengan dua polisi
lagi di dalamnya. Setelah itu datang sekitar
dua puluh orang (sebagian besar anak laki-laki
petugas penyampai pesan) bersepeda, semuanya
membunyikan bel sepeda dan menyuarakan
sorakan juga siulan. Terakhir datang rom-bongan orang berjalan kaki: semua tampak
terengah-engah karena habis berlari, tapi tam-pak jelas sangat menikmati kejadian ini. Jen-dela-jendela menjeblak terbuka di semua rumah
di jalan itu dan pelayan wanita maupun pria
muncul di setiap pintu depan. Mereka ingin
melihat keramaian ini. Sementara itu seorang pria tua berusaha
keluar dari kereta kuda yang pertama dengan
131 tubuh masih gemetar. Beberapa orang bergegas
menghampiri untuk menolongnya, tapi karena
satu orang menariknya ke satu arah dan orang
yang lain menariknya ke arah lain, mungkin
dia bakal bisa keluar dari kereta itu jauh lebih
cepat bila tanpa bantuan. Digory menebak
pria tua itu mungkin Paman Andrew tapi
wajahnya tidak terlihat. Topi tinggi yang di-kenakan orang itu melesak menutupi wajahnya.
Digory berlari keluar dan bergabung dengan
kerumunan orang. "Itu wanitanya, itu dia wanitanya," teriak
sang pria gemuk sambil menunjuk Jadis. "Laku-kan tugasmu, Pak Polisi. Perhiasan seharga
ratusan dan ribuan pound telah diambilnya
dari tokoku. Lihatlah rantai mutiara di lehernya.
Itu milikku. Dia bahkan juga meninju mataku."
132 "Itu dia, Pak," kata salah satu orang dalam
kerumunan. "Memar di mata yang paling bagus
yang pernah saya lihat. Pasti diperlukan ke-ahlian yang luar biasa untuk melakukannya.
Wah! Berarti dia kuat sekali!"
"Sebaiknya Anda mengompres memar itu
dengan daging steak mentah, Mister, itu peng-obatan paling manjur," kata bocah tukang
daging. "Tenang tenang," kata petugas polisi yang
berpangkat paling tinggi, "ada kekacauan apa
ini"" "Sudan kubilang dia " mulai si pria gemuk,
ketika seseorang berteriak:
"Jangan biarkan pria tua di kereta itu melari-kan diri. Dia yang menyuruh si wanita melaku-kan semua ini."
Si pria tua, yang kini sudah pasti Paman
133 Andrew, baru saja selesai berhasil berdiri dan
sedang rnenggosok-gosok memarnya. "Kalau
begitu," kata si petugas polisi sambil menoleh
ke arahnya, "apa maksud semua ini""
"Hmph pomi shomf," terdengar suara
Paman Andrew dari balik topi.
"Hentikan sekarang juga," kata si polisi
tegas. "Ini bukan saatnya bergurau. Segera
lepaskan topi itu!" Permintaan ini lebih mudah dikatakan dari-pada dilakukan. Tapi setelah Paman Andrew
bergulat sia-sia dengan topinya selama beberapa
saat, dua polisi lain menahan pinggirannya
dan menarik paksa topi itu.
"Terima kasih, terima kasih," kata Paman
Andrew dengan suara lemas. "Terima kasih.
Astaga, aku benar-benar terguncang. Kalau saja
seseorang bisa memberiku segelas brendi "
"Saya harap sekarang Anda bersedia ber-bicara pada saya," kata sang petugas polisi,
sambil men geluarkan buku notes yang sangat
besar dan pensil yang sangat kecil. "Apakah
Anda bertanggung jawab atas wanita muda
itu"" "Awas!" teriak beberapa suara, dan si polisi
melompat ke belakang tepat pada waktunya.
Kuda tadi telah menendang ke arahnya, ten-134
dangan yang mungkin bisa membunuhnya.
Kemudian sang penyihir mengarahkan kuda
itu supaya berputar sehingga dia bisa meng-hadap ke kerumunan orang. Kaki belakang
kuda berada di trotoar. Wanita itu membawa
pisau panjang berkilap di tangannya dan sibuk
membebaskan kuda dari puing-puing kereta.
Sepanjang waktu ini Digory berusaha mencari
posisi supaya dia bisa menyentuh sang penyihir.
Ini tidak mudah karena, di sisi yang paling
dekat dengannya, ada terlalu banyak orang.
Dan untuk memutar menuju sisi yang lain, dia
harus melewati jarak tendangan kuda dan pagar
suatu "area" yang mengelilingi rumahnya. Ru-mah keluarga Ketterley punya ruang bawah
tanah. Kalau kau tahu apa pun tentang kuda,
terutama bila kau bisa melihat keadaan kuda
itu pada saat tersebut, kau akan menyadari ini
tindakan yang menggelikan. Digory tahu ba-nyak tentang kuda, tapi dia merapatkan gigi
dan bersiap berlari cepat segera setelah melihat
kesempatan yang terbuka. Seorang pria berwajah merah dan mengena-kan topi bulat kini telah berhasil menepis
orang-orang hingga ke bagian depan keru-munan.


The Chronicles Of Narnia 1 Keponakan Penyihir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hei! Pak Polisi," panggilnya, "itu kudaku
135 yang dikendarainya, begitu juga kereta yang
dia buat jadi serpihan kayu."
"Satu-satu, Bapak-bapak, saya mohon satu-satu," kata si polisi.
"Tapi tidak ada waktu lagi," ucap si kusir
kereta. "Aku lebih mengenal kuda itu dibanding
dirimu. Kuda itu bukan kuda biasa. Ayahnya
kuda pemimpin pasukan di kaveleri. Dan kalau
wanita muda itu terus-menerus membuatnya
kesal, bakal terjadi pembunuhan di sini. Biarkan
aku mendekatinya." Si petugas polisi jelas-jelas merasa lega karena
punya alasan kuat untuk menjauhi si kuda.
Sang kusir kereta melangkah mendekat, me-natap Jadis, dan berkata tidak dengan nada
yang tidak ramah: "Sekarang, Missie, biarkan aku memegang
kepalanya, segeralah kau turun. Kau kan seorang
lady, dan kau tidak mau segala kekasaran ini
sampai melukaimu, kan" Kau pastinya mau
pulang, minum segelas teh hangat, dan berbaring
tenang. Kau akan merasa lebih baik setelah
itu." Di saat yang sama dia mengulurkan ta-ngannya ke kepala si kuda sambil mengucapkan,
"Tenang, Strawberry, teman lama. Tenang ya."
Lalu untuk pertama kalinya sang penyihir
berbicara. 136 "Budak!" terdengar suara dingin dan lantang-nya, berdering keras di atas semua suara lain.
"Budak, jangan sentuh kuda perang kami yang
mulia. Kami Maharani Jadis."
137 H O! Jadi kau Maharani, ya" Kita lihat
saja nanti," kata sebuah suara. Kemu-dian suara lain berkata, "Tiga sorakan untuk
Maharatu kota Colney Heath" dan sejumlah
suara lain bergabung. Wajah sang penyihir
menjadi cerah dan dia membungkuk sedikit.
Tapi sorakan itu kemudian mereda dan berganti
menjadi ledakan tawa. Sang penyihir pun me-nyadari orang-orang itu hanyalah meledeknya.
Ekspresinya mulai berubah dan dia mengganti
pegangan pisaunya ke tangan kiri. Kemudian,
tanpa diduga-duga, dia melakukan sesuatu yang
begitu mengerikan untuk dilihat. Dengan ringan
dan mudah, seolah tindakan itu tindakan paling
biasa di dunia, dia meluruskan lengan kanannya
dan memutuskan salah satu lengan besi tiang
lampu itu. Kalaupun mungkin dia telah ke-138
BAB 8 Pertarungan di Lampu Tiang
hilangan sebagian kemampuan sihirnya di dunia
kita, dia belum kehilangan kekuatannya. Dia
bisa mematahkan batang besi seolah benda itu
hanyalah sebatang gula-gula. Dia melemparkan
senjata barunya di udara, menangkapnya lagi,
mengayun-ayunkannya, dan menyuruh kudanya
maju. "Sekarang kesempatanku," pikir Digory. Dia
buru-buru berjalan ke antara kuda dan pagar
lalu mulai melangkah maju. Kalau saja hewan
itu mau bergeming sebentar saja, dia mungkin
bakal bisa menangkap mata kaki sang penyihir.
Saat bergegas, dia mendengar suara runtuh
yang mengancam dan entakan. Sang penyihir
telah menghantamkan batang besi itu ke helm
kepala polisi, pria itu terjatuh seperti pin bola
boling. "Cepat, Digory. Ini har
us dihentikan," kata
sebuah suara di sampingnya. Ternyata Polly
yang berkata begitu. Gadis kecil itu segera
datang begitu diperbolehkan bangun dari tem-pat tidur.
"Kau memang setia," kata Digory. "Berpe-gang eratlah padaku. Kau harus menyentuh
cincinmu. Yang kuning, ingat. Dan jangan kau-pakai sebelum aku berteriak."
Terdengar suara hantaman kedua dan satu
" 139 lagi polisi tergeletak. Terdengar teriakan marah
dari kerumunan, "Hentikan dia. Ambil batu
dari trotoar. Panggil pasukan bersenjata." Tapi
sebagian besar dari mereka berusaha sebisa
mungkin menjauh. Tapi si kusir kereta yang
pastinya orang paling berani dan baik hati di
sana, tetap berada di dekat kudanya, sambil
berkali-kali menunduk menghindari ayunan ba-tang besi. Dia masih berusaha menangkap ke-pala Strawberry.
Kerumunan orang mencemooh dan berteriak
lagi. Sebuah batu berdesing melewati kepala
Digory. Kemudian terdengar suara sang pe-nyihir, keras dan jelas seperti bel besar, dan
kedengarannya seolah dia hampir bahagia untuk
pertama kalinya. "Sampah! Kalian akan membayar besar un-tuk ini kalau aku sudah menguasai dunia ka-lian. Tidak satu pun batu di kota kalian yang
akan tersisa. Aku akan membuat kota ini
seperti Charn, Felinda, Solis, seperti Bra-mandin."
Digory akhirnya menangkap mata kakinya.
Dia menendang berusaha melepaskan diri dan
memukul mulut Digory. Karena kesakitan, anak
itu melepaskan pegangannya. Bibirnya terluka
dan mulutnya penuh darah. Dari suatu tempat
140 yang sangat dekat, terdengar suara Paman
Andrew dalam semacam teriakan yang bergetar.
"Madam nona muda demi Tuhan kendali-kan dirimu." Digory kembali berusaha men-cengkeram mata kakinya, dan sekali lagi pe-gangannya dilepaskan. Semakin banyak orang
yang tergeletak karena ayunan batang besi.
Digory mencoba untuk ketiga kalinya, menang-kap mata kaki sang penyihir, memegangnya
erat-erat, berteriak ke Polly, "Sekarang!" kemu-dian ah, syukurlah. Wajah-wajah marah dan
ketakutan menghilang. Suara-suara marah dan
ketakutan lenyap. Semua kecuali Paman
Andrew. Dekat di samping Digory dalam ke-gelapan, suaranya terus melengking, "Oh, oh,
apakah ini halusinasi" Apakah ini akhir zaman"
Aku tidak tahan. Ini tidak adil. Aku tidak
pernah berniat menjadi penyihir. Semua ini
kesalahpahaman. Semua ini salah ibu angkatku,
aku harus protes. Dalam kondisi kesehatanku
yang seperti ini pula. Aku anggota keluarga
Dorsetshire yang terhormat."
Sial! pikir Digory. "Kita tidak bermaksud
membawanya. Bagus, hebat sekali. Kau di sana,
Polly"" "Ya, aku di sini. Berhentilah berontak."
"Aku tidak berontak," Digory mulai berkata,
141 tapi sebelum bisa berbicara lebih lanjut, kepala
mereka bersentuhan dengan sinar matahari
hijau yang hangat di hutan. Dan ketika mereka
keluar dari mata air, Polly berteriak:
"Oh, lihat! Kita membawa serta kuda tua
itu. Juga Mr Ketterley. Juga si kusir kereta. Ini
kacau sekali!" Segera setelah menyadari dia sekali lagi ber-ada di hutan itu, sang penyihir memucat dan
membungkuk hingga wajahnya menyentuh surai
kuda yang dinaikinya. Kau bisa melihat dia
merasa sakit luar biasa. Paman Andrew geme-taran. Tapi Strawberry, si kuda, menggeleng-geleng, mengeluarkan ringkikan ceria, dan tam-pak merasa lebih baik. Hewan itu menjadi
tenang untuk kali pertama sejak Digory me-lihatnya. Telinganya yang tadinya terbaring rata
di kepala, kini telah berada di posisi biasa dan
di matanya terlihat semangat.
"Bagus, teman tua," kata si kusir kereta
sambil menepuk-nepuk leher Strawberry. "Begi-tu lebih baik. Tenanglah."
Strawberry melakukan tindakan yang sangat
alami di dunia. Karena haus (tidak heran juga
bila dia merasa begitu) dia berjalan perlahan
menuju mata air terdekat dan masuk ke dalam-nya untuk minum. Digory masih memegangi
142 mata kaki sang penyihir dan Polly memegang
tangan Digory. Salah satu tangan kusir kereta
ada pada Strawberry. Dan Paman Andrew,
masih gemetaran, baru saja memegang tangan
kusir kereta yang satu lagi.
"Cepat," kata Polly, dengan wajah penuh
arti ke Digory. "Hijau!"
Jadi si kuda tidak pernah mendapatkan
minumannya. Seluruh rombongan itu malah
mendapati diri mereka tenggelam ke kegelapa
n. Strawberry meringkik, Paman Andrew merintih.
Digory berkata, "Tadi kebetulan sekali."
Ada keheningan sesaat. Kemudian Polly ber-kata, "Bukankah seharusnya kita sudah sampai
sekarang"" "Kita memang tampaknya berada di suatu
tempat," kata Digory. "Setidaknya aku berdiri
di atas sesuatu yang padat."
"Wah, setelah dipikir-pikir, aku juga begitu,"
kata Polly. "Tapi kenapa begitu gelap di sini"
Ah, menurutmu kita masuk ke mata air yang
salah"" "Mungkin ini memang Charn," kata Digory.
"Hanya saja kita kembali saat tengah malam."
"Ini bukan Charn," terdengar suara sang
penyihir. "Ini dunia yang kosong. Ini Tiada."
Dan memang keadaannya seperti Tiada. Ti-143
dak ada bintang. Suasana begitu gelap sehingga
mereka sama sekali tidak bisa saling melihat
dan tidak ada bedanya apakah kau memejam-kan atau membuka mata. Di bawah kaki me-reka ada sesuatu yang dingin dan datar yang
mungkin saja tanah, tapi jelas tidak ada rumput
atau pohon. Udaranya dingin dan kering, juga
tidak ada angin. "Kehancuran telah datang ke atasku," kata
sang penyihir dengan suara tenang yang namun
mengerikan. "Ah, jangan berkata begitu," Paman Andrew
merepet. "Nona muda, kumohon jangan me-ngatakan hal-hal seperti itu. Tidak mungkin
seburuk itu keadaannya. Ah kusir kereta
pria baik apakah kebetulan kau membawa
botol berisi minuman keras" Tetesan semangat
itulah yang kita butuhkan."
"Sudahlah, sudahlah," terdengar suara si ku-sir. Suaranya tegas dan keras. "Tetaplah tenang,
semua, itulah yang selalu kukatakan. Tidak
ada yang tulangnya patah, kan" Bagus. Yah,
kalau begitu ada sesuatu yang bisa langsung
disyukuri, dan itu lebih daripada yang bisa
diperkirakan siapa pun setelah terjatuh sedalam
ini. Nah, kalau kita terjatuh ke dalam pe-kerjaan penggalian atau semacamnya seseorang
144 akan datang dan segera mengeluarkan kita,
lihat saja! Dan kalau kita sudah mati yang
tidak kumungkiri bisa saja terjadi yah, kita
harus mengingat bahwa lebih banyak hal buruk
bisa terjadi di lautan dan seseorang memang
harus mati suatu saat. Tidak ada yang perlu
ditakutkan kalau orang itu telah menjalani
hidup dengan semestinya. Kalau kau bertanya
padaku, kurasa tindakan terbaik yang bisa
kita lakukan untuk melewatkan waktu adalah
menyanyikan himne." Dan dia benar-benar melakukannya. Dia
langsung menyanyikan himne panen Thanks-giving, segala syair tentang hasil tanam telah
"dipanen dengan baik". Lagu itu sangat tidak
cocok dengan tempat yang rasanya tidak per-nah ditumbuhi apa pun sejak permulaan waktu,
tapi lagu itulah yang paling bisa diingatnya.
Kusir itu punya suara bagus dan Digory juga
Polly ikut bernyanyi, suasana jadi sangat ceria.
Paman Andrew dan sang penyihir tidak ber-gabung.
Ketika mendekati akhir himne, Digory merasa
seseorang menarik sikunya. Dan dari bau
brendi juga cerutu yang keras, serta pakaian
mewah yang dikenakan, Digory memutuskan
orang itu pasti Paman Andrew. Paman Andrew
145 menariknya menjauhi yang lain dengan hati-hati. Saat mereka sudah agak jauh, pria tua
itu memajukan bibirnya begitu dekat ke telinga
Digory sehingga terasa menggelitik, lalu dia
berbisik: "Sekarang, bocah. Pakai cincinmu. Ayo pergi
dari sini." Tapi sang penyihir punya telinga yang bagus.
"Bodoh!" terdengar suaranya dan dia melompat
turun dari kuda. "Apakah kau lupa aku bisa
mendengar pikiran manusia" Lepaskan anak
itu. Kalau kau berniat berkhianat, aku akan
melakukan balas dendam yang begitu kejam
kepadamu dengan cara yang belum pernah
kaudengar ada di semua dunia sejak awal
zaman." "Dan," Digory menambahkan, "kalau kau
berpikir aku orang yang jahat sehingga tega
meninggalkan Polly juga kusir kereta serta
kudanya di tempat seperti ini, kau salah be-sar."
"Kau benar-benar anak kecil yang nakal
dan tidak sopan," kata Paman Andrew.
"Sstt!" kata si kusir kereta. Mereka semua
mendengarkan. Dalam kegelapan, akhirnya sesuatu terjadi.
Sebuah suara mulai bernyanyi. Suaranya ter-146
dengar jauh sekali dan Digory mendapati sulit
menentukan dari arah mana datangnya. Ter-kadang suara itu seperti datang dari segala
arah sekaligus. Terkadang dia hampir mengira
suara itu keluar dari tanah di bawah mereka.
Nada-nada rendahnya cukup dalam untuk men-jadi suara bumi itu sendiri. Tidak ada kata-kata. Bahkan nyaris tidak ada nada. Tapi
suara itu, tak ada bandingannya, suara terindah
yang pernah dia dengar. Begitu indah sehingga
dia nyaris tidak tahan mendengarnya. Si kuda
tampaknya juga menyukai suara itu, hewan


The Chronicles Of Narnia 1 Keponakan Penyihir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersebut mengeluarkan semacam ringkikan yang
bakal disuarakan semua kuda jika setelah ber-tahun-tahun menjadi kuda kereta sewaan, dia
mendapati dirinya kembali berada di lapangan
luas tempatnya bermain semasa menjadi anak
kuda dulu, melihat seseorang yang diingat dan
dicintainya datang menyeberangi lapangan un-tuk membawakan sebongkah gula.
"Wow!" kata si kusir kereta. "Indah sekali,
ya"" Kemudian dua keajaiban terjadi di saat yang
bersamaan. Salah satunya adalah suara itu
tiba-tiba diikuti suara-suara lain, lebih banyak
suara daripada yang bisa kauhitung. Semua
suara baru itu berpadu harmonis dengan suara
147 pertama, tapi nada-nadanya lebih tinggi: suara-suara dingin, menggelitik, keperakan. Keajaiban
kedua adalah kekelaman di atas, secara se-kaligus, diterangi bintang-bintang. Bintang-bintang itu tidak keluar perlahan dan satu per
satu, seperti yang biasa terjadi pada suatu
malam di musim panas. Pada suatu detik tidak
ada apa pun di sana kecuali kegelapan, di
detik berikutnya ribuan, ribuan titik cahaya
muncul keluar bintang-bintang tunggal, konste-lasi, dan planet-planet, lebih terang dan besar
daripada yang ada di dunia kita. Tidak ada
awan. Bintang-bintang baru dan suara-suara
baru itu dimulai pada saat yang bersamaan.
Kalau kau ikut melihat dan mendengarnya,
seperti yang dialami Digory, kau akan merasa
sangat yakin bintang-bintang itulah yang ber-nyanyi, dan suara pertamalah, suara yang da-lam tadi, yang membuat bintang-bintang itu
muncul dan bernyanyi. "Luar biasa!" kata si kusir kereta. "Aku
akan jadi pria yang lebih baik sepanjang hidup-ku kalau aku tahu ada yang seperti ini."
Suara di bumi kini semakin keras dan lan-tang, tapi suara-suara di langit, setelah ber-nyanyi keras bersamanya, mulai melemah. Dan
kini sesuatu yang lain sedang terjadi.
148 Jauh sekali, di bawah kaki langit, langit
mulai berubah warna menjadi abu-abu. Angin
kecil, sangat segar, mulai bertiup. Langit, di
satu tempat itu, perlahan tapi pasti memucat.
Kau bisa melihat sosok-sosok bukit berdiri
hitam membelakanginya. Sepanjang waktu itu
suara terus bernyanyi. Tak lama kemudian ada cukup cahaya bagi
mereka untuk melihat wajah satu sama lain.
Mulut si kusir dan kedua anak itu terbuka
dan mata mereka bersinar, mereka menyerap
suara luar biasa itu, sepertinya suara tersebut
mengingatkan mereka akan sesuatu. Mulut Pa-man Andrew juga terbuka, tapi bukan karena
kagum. Dia tampak seolah dagunya sekadar
terjatuh dari sisa wajahnya yang lain, bahunya
membungkuk dan lututnya gemetaran. Dia
149 tidak menyukai suara itu. Kalau dia bisa
menghindarinya dengan merangkak masuk ke
lubang tikus, dia pasti akan melakukan itu.
Tapi sang penyihir tampak, entah bagaimana,
paling memahami musik itu daripada siapa
pun di sana. Mulutnya tertutup, bibirnya rapat, dan jema-rinya erat tergenggam. Sejak lagu itu dimulai
dia telah merasa seluruh dunia ini dipenuhi
Sihir yang berbeda dengan miliknya dan lebih
kuat. Dia membenci ini. Dia akan menghancur-kan seluruh dunia ini, atau semua dunia yang
ada, menjadi serpihan-serpihan, kalau tindakan
itu akan bisa menghentikan nyanyian tersebut.
Si kuda berdiri dengan kedua telinga tegak
dan berkedut-kedut. Sesekali hewan itu men-dengus dan mengentakkan kaki ke tanah. Dia
tidak lagi kelihatan seperti kuda kereta sewaan
yang tua dan lelah, sekarang kau bisa amat
percaya ayahnya pernah memimpin pertem-puran.
Langit timur berubah dari putih ke merah
muda, dan dari merah muda ke emas. Suara itu
naik dan naik, sampai seluruh udara bergetar
bersamanya. Dan ketika suara itu berkembang
menjadi suara paling kuat dan mulia yang
pernah diperdengarkan, sang mentari terbit.
150 Digory belum pernah melihat matahari seperti
itu. Matahari di atas reruntuhan Charn tampak
lebih tua daripada matahari dunia kita, yang
ini tampak lebih muda. Kau bis
a membayang-kan matahari itu tertawa bahagia saat terus
naik di langit. Dan ketika sinarnya menerangi
daratan, para penjelajah itu bisa melihat untuk
kali pertama tempat apa yang mereka kunjungi.
Sebuah lembah yang dibelah sungai lebar, deras,
dan mengalir ke timur menuju mentari. Di
sebelah selatan ada pegunungan, di sebelah
utara ada perbukitan yang lebih rendah. Tapi
lembah itu hanya terdiri atas tanah, batu, dan
air. Tidak ada pohon, sesemakan, tidak seba-tang rumput pun yang terlihat. Tanahnya terdiri
atas banyak warna: segar, panas, dan tegas.
Tanahnya membuat kau merasa bersemangat,
sampai kau melihat si penyanyi itu sendiri,
setelahnya kau akan melupakan segalanya.
Si penyanyi adalah singa. Besar, berbulu le-bat, dan bercahaya, hewan itu berdiri meng-hadap matahari terbit. Mulutnya terbuka lebar
menyanyikan lagu dan dia berdiri sekitar tiga
ratus meter jauhnya. "Ini dunia yang mengerikan," kata sang
penyihir. "Kita harus segera pergi. Siapkan
Sihir." 151 "Aku setuju denganmu, Madam," kata Pa-man Andrew. "Tempat yang sangat tidak rae-nyenangkan. Sama sekali tidak beradab. Kalau
saja aku lebih muda dan membawa senjata "
"Astaga!" seru si kusir kereta. "Kau tidak
berpikir untuk menembaknya, kan""
"Lagi pula siapa yang bisa berpikir begitu""
kata Polly. "Siapkan Sihir, pria tua bodoh," kata Jadis.
"Tentu saja, Madam," kata Paman Andrew
licik. "Aku harus membiarkan kedua anak ini
menyentuhku. Pakai cincin pulangmu segera,
Digory." Dia ingin pergi tanpa sang penyihir.
"Oh, jadi sihirmu cincin, ya"" teriak Jadis.
Dia bakal memasukkan tangannya ke saku
Digory sebelum kau bisa mengucapkan apa
pun, tapi Digory menarik Polly dan berseru:
"Awas. Kalau salah satu dari kalian bahkan
mendekat barang seinci pun, kami berdua akan
menghilang dan kalian akan ditinggalkan di
sini untuk selama-lamanya. Ya, aku punya
cincin di sakuku yang bisa membawaku dan
Polly pulang. Dan lihat! Tanganku siap meraih-nya. Jadi jaga jarak kalian. Aku menyesal
dengan nasibmu," (dia melihat ke arah kusir
kereta) "dan kudamu, tapi tak ada yang bisa
kulakukan. Sedangkan kalian berdua," (dia me-152
natap Paman Andrew dan sang ratu) "kalian
berdua kan penyihir, jadi kalian pasti bahagia
hidup bersama." "Tahan suara kalian, semuanya," kata si
kusir. "Aku ingin mendengarkan musiknya."
Karena kini lagu telah berubah.
153 S ANG SINGA berderap maju dan mundur
di daratan kosong itu sambil menyanyikan
lagu barunya. Kali ini lebih halus dan bernada
daripada lagu yang dia gunakan untuk me-manggil bintang dan matahari. Musiknya lem-but dan mengalir. Dan saat dia berjalan sambil
bernyanyi, lembah menghijau karena rumput.
Rumput mengalir dari si singa seperti mata
air. Rumput menyapu sisi-sisi bukit seperti om-bak. Dalam beberapa menit rumput merayapi
lereng-lereng rendah pegunungan yang jauh,
membuat dunia baru itu lebih lembut setiap
saat. Angin sepoi bisa didengar menggemeresik-kan rerumputan. Tak lama kemudian ada benda
lain selain rumput. Lereng-lereng tinggi meng-gelap karena sesemakan heather. Bongkahan
tumbuhan yang lebih kasar dan berperdu mun-154
Membangkitkan Narnia BAB 9 cul di lembah. Digory tidak tahu apa tumbuhan
itu sampai salah satunya mulai tumbuh di
dekatnya. Tumbuhan itu kecil dan berpaku-paku, lusinan batangnya mencuat keluar, di-tutupi daun, dan tumbuh semakin besar sekitar
satu inci setiap dua detik. Ada lusinan tum-buhan ini di sekelilingnya sekarang. Ketika
tumbuhan-tumbuhan itu nyaris setinggi tubuh-nya, Digory melihat apa sebenarnya benda-benda tersebut. "Pohon!" dia berseru.
Yang menyebalkan, seperti yang Polly kata-kan setelah itu, adalah kau tidak dibiarkan
dalam ketenangan untuk memerhatikan kejadian
ini. Tepat setelah Digory berkata, "Pohon!"
dia harus melompat karena Paman Andrew
telah menyelinap ke dekatnya lagi dan berniat
mencopet isi sakunya. Tindakan ini sebenarnya
tidak akan membantu Paman Andrew kalaupun
dia berhasil, karena pria itu mengincar saku
tangan kanan. Dia masih mengira cincin hijau
adalah cincin "pulang". Tapi tentu saja Digory
tidak mau kehilangan cincin itu juga.
"Stop!" teriak sang penyihir. "Mundur. Ti-dak, lebih
jauh lagi. Kalau ada yang bahkan
berdiri sejauh sepuluh langkah dari satu pun
anak itu, aku akan memecahkan kepalanya."
Dia mengacungkan batang besi yang telah di-155
patahkan dari lampu tiang di tangannya, siap
melempar. Entah bagaimana tidak ada yang
ragu dia bakal melempar tepat sasaran.
"Jadi!" katanya lagi. "Kau berniat kabur ke
duniamu sendiri dengan anak itu dan mening-galkanku di sini."
Emosi Paman Andrew akhirnya menguasai
rasa takutnya. "Ya, Ma'am, aku memang ber-niat begitu," katanya. "Tentu saja aku berniat
begitu. Lagi pula ini hakku. Aku telah diper-malukan dan diperlakukan dengan kejam. Aku
telah sebisanya berusaha menunjukkan sopan
santun. Dan apa balasanku" Kau telah meram-pok aku harus mengulang kata ini meram-pok toko perhiasan yang sangat terkenal. Kau
telah bersikeras supaya aku menghiburmu de-ngan makan siang yang amat sangat mahal,
belum lagi mewah, walaupun aku jadi terpaksa
menggadaikan jam dan rantaiku untuk melaku-kan itu (dan biar kuberitahu saja ya, Ma'am,
tidak seorang pun dari keluarga kami yang
punya kebiasaan mengunjungi toko pegadaian,
kecuali sepupuku Edward, dan dia berada di
Yeonmary). Selama santapan yang tak bisa
dicerna itu aku merasakan pengaruhnya yang
terburuk tepat pada saat ini perilaku dan
percakapanmu menarik perhatian yang tidak
156 diinginkan dari semua orang yang ada di sana.
Aku merasa telah dipermalukan secara publik.
Aku tidak akan bisa menunjukkan wajahku di
restoran itu lagi. Kau telah menyerang petugas
polisi. Kau telah mencuri "
"Oh, diamlah, pria tua, kumohon diamlah,"
kata kusir kereta. "Lebih baik melihat dan
mendengar yang sedang terjadi sekarang. Jangan
bicara." Dan memang banyak yang bisa dilihat dan
didengar saat itu. Pohon yang telah diperhati-kan Digory kini sudah tumbuh menjadi pohon
beech dewasa yang cabang-cabangnya berayun
lembut di atas kepala anak itu. Mereka kini
berdiri di atas rumput hijau sejuk yang dihiasi
bunga daisy dan buttercup. Lebih jauh sedikit,
di sepanjang tepi sungai, pohon willow tumbuh.
Di sisi lain bermunculan bunga-bunga currant,
lilac, mawar liar yang tumbuh saling melilit,
dan dipagari sesemakan rhododendron. Si kuda
mencabik sejumput rumput segar yang lezat.
Sepanjang waktu itu lagu terus berlanjut
dan sang singa bergerak anggun, mondar-mandir, berjalan maju-mundur. Yang agak
mengancam adalah pada setiap belokan dia
kian mendekat. Polly mendapati lagu itu men-jadi semakin menarik karena dia pikir dia
157 mulai bisa melihat hubungan antara musik itu
dan berbagai hal yang sedang terjadi. Ketika
sederet pohon fir gelap muncul pada tebing
sekitar seratus meter dari mereka, dia merasa
pohon-pohon fir itu berhubungan dengan seseri
nada dalam dan panjang yang dinyanyikan
sang singa sedetik lalu. Dan ketika dia me-nyuarakan satu deret nada cepat yang lebih
ringan, Polly tidak terkejut melihat tumbuhan
primroses mendadak muncul di setiap arah.
Kemudian dengan rasa gembira yang tidak
terkatakan, dia merasa sangat yakin semua
benda itu (menggunakan istilahnya) "keluar
dari kepala sang singa". Kalau kau menyimak
lagunya, kau akan mendengar benda-benda
158 yang sedang dibuatnya, saat melihat ke sekeli-lingmu kau akan melihat semua itu. Penga-laman ini begitu menarik sehingga Polly tidak
punya waktu untuk merasa takut. Tapi Digory
dan si kusir kereta tidak bisa mencegah diri
mereka merasa agak gugup karena setiap be-lokan membuat sang singa semakin dekat de-ngan mereka. Sedangkan Paman Andrew, gigi-nya bergemeletuk, tapi lutut kakinya gemetaran
hebat sehingga dia tidak bisa melarikan diri.
Mendadak sang penyihir melangkah berani
menuju sang singa. Hewan itu berjalan men-dekat, masih sambil bernyanyi, dengan langkah
lambat dan berat. Kini dia hanya dua belas
meter jauhnya. Sang penyihir mengangkat ta-ngannya dan mengayunkan batang besi itu
langsung ke kepala si singa.
Tidak ada seorang pun, apalagi Jadis, yang
bakal luput mengenai sasaran pada jarak itu.
Batang besi itu menghantam sang singa tepat
di antara kedua matanya. Besinya mental dan
jatuh berdebum di rerumputan. Sang singa
terus berjalan. Langkahnya tidaklah lebih lam-bat ataupun lebih
cepat daripada sebelumnya,
kau bakal tidak bisa menebak apakah dia
bahkan menyadari dia sudah terkena pukulan.
Walaupun langkah-langkah lembutnya tidak
159 membuat suara, kau bisa merasakan bumi ber-getar di bawah tekanan beratnya.
Sang penyihir memekik dan lari, dalam be-berapa detik kemudian dia menghilang di


The Chronicles Of Narnia 1 Keponakan Penyihir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

antara pepohonan. Paman Andrew berbalik
untuk melakukan hal yang sama, tersandung
akar, terjatuh dan mendarat dengan wajahnya
di aliran sungai kecil yang mengalir menuju
sungai besar. Digory dan Polly tidak bisa ber-gerak. Mereka bahkan tidak yakin mereka
ingin melakukan itu. Sang singa tidak meng-acuhkan mereka. Mulut besar merahnya ter-buka, tapi untuk menyuarakan lagu, bukan
untuk menunjukkan seringaian. Hewan itu me-lewati mereka begitu dekat sehingga mereka
bisa saja menyentuh surainya. Mereka takut
sekali sang singa akan menoleh dan menatap
mereka, namun anehnya mereka juga berharap
dia melakukan itu. Tapi bila melihat besarnya
perhatian yang dia berikan kepada Digory dan
Polly, mereka seolah tidak kasat mata dan
tidak berbau. Ketika lewat dan berjalan be-berapa langkah menjauhi mereka, sang singa
berbelok, melewati mereka lagi, lalu melanjut-kan langkahnya ke arah timur.
Paman Andrew berusaha berdiri sambil ter-batuk-batuk dan megap-megap.
160 "Nah, Digory," katanya, "kita telah menying-kirkan wanita itu, singa ganas itu juga sudah
pergi. Ulurkan tanganmu dan pakai cincinmu
segera." "Jangan sentuh aku," kata Digory, berjalan
mundur menjauhinya. "Menyingkirlah darinya,
Polly. Mendekatlah ke sini. Aku memperingat-kanmu, Paman Andrew, jangan mendekat ba-rang selangkah pun, atau kami akan menghi-lang."
"Lakukan yang sudah kuperintahkan kepada-mu, Sir," kata Paman Andrew. "Kau benar-benar anak kecil yang sangat tidak patuh dan
luar biasa bandel." "Jangan takut," kata Digory. "Kami ingin
tinggal dan melihat apa yang terjadi. Lagi
pula bukankah kau ingin tahu tentang dunia-dunia lain" Tidakkah kau bahagia akhirnya
bisa berada di sini""
"Bahagia!" seru Paman Andrew. "Lihat saja
keadaanku sekarang. Dan ini jas juga rompi
terbaikku." Paman Andrew memang peman-dangan yang menyedihkan saat ini. Karena
tentu saja, semakin rapi kau pada awalnya,
semakin buruk penampilanmu setelah kau me-rangkak keluar dari kereta sewaan yang luluh
lantak dan terjatuh ke dalam sungai kecil
161 berlumpur. "Bukannya aku berkata," dia me-nambahkan, "tempat ini sama sekali tidak me-narik. Kalau aku pria yang lebih muda, beda
lagi mungkin aku akan menyuruh pemuda-pemuda bersemangat untuk pergi lebih dulu
ke sini. Sejenis pemburu-pemburu profesional
itu. Sesuatu mungkin bisa diusahakan di negeri
ini. Cuacanya menyenangkan sekali. Aku belum
pernah merasakan udara seperti ini. Aku yakin
udara seperti ini akan berakibat baik buatku
jika jika saja keadaannya lebih menguntung-kan. Kalau saja aku membawa senjata."
"Senjata tidak ada gunanya," kata si kusir
kereta. "Kurasa aku akan pergi dan melihat
apakah aku bisa menggosok tubuh Strawberry.
Kuda itu lebih punya akal sehat daripada
beberapa manusia yang bisa kusebutkan." Dia
berjalan menghampiri Strawberry dan mulai
mengeluarkan suara berdesis yang biasa disuara-kan tukang kuda.
"Kau masih berpikir singa itu bisa dibunuh
dengan senjata"" tanya Digory. "Dia tidak
terlalu memedulikan pukulan batang besi Jadis."
"Dari semua kesalahannya," kata Paman
Andrew, "itu tindakan yang paling berani,
anakku. Benar-benar tindakan yang penuh nya-li." Dia menggosok-gosokkan kedua tangannya
162 dan meregangkan buku-buku jari, seolah sekali
lagi dia lupa betapa sang penyihir membuatnya
takut setiap kali wanita itu benar-benar berada
di dekatnya. "Itu tindakan kejam," kata Polly. "Kejahatan
apa yang telah singa itu lakukan padanya""
"Wah! Apa itu"" tanya Digory. Dia bergegas
memeriksa sesuatu yang berada hanya beberapa
meter di depannya. "Astaga, Polly," dia ber-teriak ke belakang. "Cepat ke sini dan lihat."
Paman Andrew datang bersama Polly, bukan
karena dia juga ingin melihat, tapi karena
ingin tetap berada di dekat kedua anak itu
mungkin ada kesempatan baginya untuk men-curi cincin-cincin mereka. Tapi ketika melih
at apa yang diperhatikan Digory, minatnya pun
mulai tergugah. Benda itu model kecil sempurna
lampu tiang, tingginya sekitar satu meter tapi
semakin panjang dan tebal saat mereka meng-awasinya. Bahkan lampu tiang pun tumbuh
seperti pepohonan tadi. "Lampu ini juga hidup maksudku, lampu-nya menyala," kata Digory. Dan memang benar
begitu, walau tentu saja terangnya sinar mata-hari membuat api kecil di dalam lenteranya
sulit dilihat kecuali ketika ada bayangan yang
menutupinya. 163 "Menakjubkan, menakjubkan sekali," gumam
Paman Andrew. "Bahkan aku tidak pernah
memimpikan Sihir seperti ini. Kita berada di
dunia di mana segalanya, bahkan lampu tiang,
menjadi hidup dan bertumbuh. Sekarang aku
jadi ingin tahu bibit macam apa lampu tiang
berasal"" "Tidakkah kau sadar"" tanya Digory. "Di
sinilah batang besi tadi jatuh batang besi yang
dipatahkan Jadis dari lampu tiang di rumah
kita. Batang itu tenggelam ke dalam tanah
dan kini dia tumbuh menjadi lampu tiang
muda." (Tapi tidak terlalu muda lagi sekarang,
karena saat Digory mengucapkan ini kini lampu
tiang tersebut sudah setinggi anak itu.)
"Benar juga! Luar biasa, luar biasa," kata
Paman Andrew, menggosok tangannya lebih
keras daripada kapan pun. "Ho ho! Mereka
telah menertawakan Sihir-ku. Kakak perempuan
bodohku itu menganggapku gila. Kira-kira apa
yang akan mereka katakan sekarang" Aku telah
menemukan dunia di mana segalanya muncul
penuh kehidupan dan pertumbuhan. Columbus,
ya mereka selalu membicarakan Columbus. Tapi
apalah Amerika dibandingkan ini" Kemung-kinan perdagangan dalam negeri ini tidak ter-batas. Bawa beberapa bagian kecil besi tua ke
164 sini, tanam, dan semuanya akan muncul kem-bali sebagai mesin-mesin kereta baru, kapal
perang, apa pun yang kauinginkan. Tanpa me-ngeluarkan biaya sepeser pun, dan aku bisa
menjualnya dengan harga penuh di Inggris.
Aku akan jadi jutawan. Kemudian iklim di
sini! Belum-belum aku sudah merasa lebih
muda. Aku bisa menjadikan tempat ini sebagai
tempat pemulihan kesehatan. Sanatorium yang
bagus di sini mungkin bisa berharga dua puluh
ribu setahun. Tentu saja aku jadi harus mem-biarkan beberapa orang tahu rahasia dunia
lain ini. Tapi hal pertama yang harus dilakukan
adalah menembak si singa."
"Kau sama saja dengan sang penyihir," kata
Polly. "Yang kalian pikirkan hanyalah bagai-mana cara membunuh makhluk lain."
"Kemudian untuk keuntungan pribadiku,"
Paman Andrew melanjutkan mimpi bahagianya,
"tidak ada yang bisa memastikan berapa lama
aku bisa hidup bila aku menetap di sini. Dan
ini pertimbangan penting kalau seseorang telah
mencapai usia enam puluh tahun. Aku tidak
akan terkejut bila aku tidak pernah menua
barang sehari pun di negeri ini! Luar biasa!
Tanah Kebeliaan!" "Oh!" seru Digory. "Tanah Kebeliaan! Apa-165
kah menurutmu tempat ini benar-benar Tanah
Kebeliaan"" Karena tentu saja dia ingat kata-kata Bibi Letty kepada wanita yang membawa-kan mereka anggur. Harapan manis itu pun
kembali mengaliri tubuhnya. "Paman Andrew,"
katanya, "apakah menurutku ada sesuatu di
sini yang bisa menyembuhkan Ibu""
"Kau ini sedang bicara apa"" tanya Paman
Andrew. "Tempat ini kan bukan toko obat.
Tapi seperti yang kukatakan tadi "
"Kau tidak sedikit pun peduli padanya,"
bentak Digory. "Kukira kau akan peduli, ka-rena bagaimana pun selain ibuku dia juga
saudaramu. Yah, tidak masalah. Lebih baik
aku bertanya pada sang singa sendiri, siapa
tahu dia bisa menolongku." Lalu Digory ber-balik dan berjalan cepat menjauhi yang lain.
Polly menunggu sebentar kemudian mengejar-nya.
"Hei! Stop! Kembali! Anak itu sudah gila,"
kata Paman Andrew. Dia mengikuti kedua anak
itu dengan jarak aman di belakang mereka,
karena dia tidak mau berada terlalu jauh dari
cincin hijau dan tidak mau terlalu dekat dengan
sang singa. Dalam beberapa menit, Digory tiba di ujung
hutan dan dia berhenti di sana. Sang singa
166 masih bernyanyi. Tapi kini lagunya sekali lagi
berganti. Lagunya kini lebih terdengar seperti
yang biasa kita sebut nada, tapi juga jauh
lebih liar. Suaranya membuatmu ingin berlari,
melompat, dan memanjat. Membuatmu ingin
berteriak. Membuatmu ingin segera mengham-piri orang
lain lalu memeluk atau berkelahi
dengan orang itu. Lagunya membuat wajah
Digory merah dan panas. Lagu itu juga me-mengaruhi Paman Andrew karena Digory bisa
mendengarnya berkata, "Wanita yang penuh
semangat, Sir. Sayangnya dia tidak bisa mengen-dalikan emosi, tapi tetap saja dia wanita yang
cantik sekali, cantik luar biasa." Tapi pengaruh
lagu sang singa pada kedua manusia itu tidak
ada apa-apanya dibandingkan pengaruhnya
pada negeri tersebut. Bisakah kau membayangkan sebidang tanah
berumput menggelegak seperti air dalam panci"
Karena itulah deskripsi paling tepat untuk
menggambarkan apa yang sedang terjadi. Dari
segala arah daratan menggembung menjadi gun-dukan. Gundukan-gundukan itu berbeda
ukurannya, beberapa tidak lebih besar daripada
bukit tikus tanah, beberapa sebesar gerobak
berkebun, dua sebesar rumah peristirahatan.
Dan gundukan-gundukan itu bergerak dan
167 membengkak hingga meledak, reruntuhan tanah
tumpah keluar dan dari tiap
gundukan muncul seekor hewan.
Tikus tanah-tikus tanah keluar
dari tanah tepat seperti yang
biasa mereka lakukan di Inggris.
Anjing-anjing muncul, menggonggong begitu
kepala mereka bebas, kemudian bergulat seperti
yang biasa kaulihat mereka lakukan ketika
berusaha melewati lubang sempit di pagar.
Rusa-rusa jantan adalah pemandangan yang
paling aneh, karena tentu saja tanduk mereka
muncul jauh lebih dahulu daripada sisa tubuh
mereka, jadi awalnya Digory mengira mereka
pepohonan. Katak-katak, yang semuanya mun-cul di dekat sungai, langsung menuju ke dalam-nya bersama suara plop-plop dan korekan
keras. Macam kumbang, macan tutul, dan
168 hewan sejenisnya, langsung duduk untuk mem-bersihkan sisa-sisa tanah dari bokong mereka
kemudian berdiri di depan pohon untuk menga-sah cakar-cakar depan mereka. Hujan burung
keluar dari pepohonan. Sekelompok kupu-kupu
beterbangan. Para lebah per-gi bekerja pada bunga-bunga
seolah mereka tidak mau membuang waktu. Tapi momen terhebat di antara semuanya
adalah ketika gundukan terbesar membelah se-perti gempa bumi kecil dan keluar dari dalam-nya punggung curam, kepala besar dan bijak,
lalu empat kaki berkulit longgar seekor gajah.
Dan kini kau nyaris tidak bisa mendengar
nyanyian sang singa. Terlalu banyak kaokan,
kukukan, embikan, ringkikan, lolongan, gong-gongan, lenguhan, erangan, dan terompet belalai.
169 Tapi walaupun tidak lagi bisa mendengar
suara sang singa, Digory masih bisa melihatnya.
Hewan itu begitu besar dan bersinar sehingga
dia tidak bisa mengalihkan pandangan darinya.
Hewan-hewan lain tidak tampak takut padanya.
Bahkan tepat pada saat itu, Digory mendengar
suara derap kaki dari belakang, dan tak berapa
lama kemudian kuda tua kereta sewaan berlari
melewatinya dan bergabung dengan hewan-hewan lain. (Udara di negeri itu tampaknya
cocok baginya seperti kepada Paman Andrew.
Dia tidak lagi kelihatan bagaikan budak tua
yang malang seperti dulu di London. Kakinya
terangkat mantap dan kepalanya mendongak
tegak.) Dan kini, untuk pertama kalinya sang
singa diam. Dia berjalan mondar-mandir di
antara hewan-hewan. Dan sesekali dia akan menghampiri dua ekor
di setiap jenis hewan (selalu dua sekaligus)
dan menyentuh hidung mereka dengan hidung-nya. Dia akan menyentuh dua berang-berang
di antara semua berang-berang, dua macan
tutul di antara semua macan tutul, satu rusa
jantan dan satu rusa betina di antara rusa-rusa, dan tidak mengacuhkan sisanya. Beberapa
jenis hewan dilewatinya. Tapi pasangan yang
telah disentuhnya langsung meninggalkan
170 teman-teman sebangsa mereka dan mengikuti-nya.
Akhirnya sang singa berdiri diam dan semua
makhluk yang telah dia sentuh datang dan
berdiri membentuk lingkaran besar mengelilingi-nya. Hewan-hewan lain yang tidak disentuhnya
mulai berjalan pergi. Suara-suara mereka per-lahan menghilang diteian jarak. Para hewan
pilihan yang tertinggal, kini tidak bersuara
sama sekali, semua mata mereka terpaku lekat
pada sang singa. Para hewan sejenis kucing
terkadang menggerakkan ekor mereka, tapi se-lain itu semua bergeming. Untuk pertama kali-nya di hari itu yang ada hanyalah keheningan
total, yang terdengar cuma suara aliran air.
Jantung Digory berdetak kencang, dia tahu
sesuatu yang sangat penting akan terjadi. Sesaat
171 dia lupa tentang ibunya, tapi dia sangat tahu
dia tidak bisa mengganggu sesuatu yang se-penting ini, bahkan demi ibunya.


The Chronicles Of Narnia 1 Keponakan Penyihir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sang singa, yang matanya tidak pernah ber-kedip, menatap para hewan begitu tegas seolah
dia hendak membakar mereka hanya dengan
pandangan. Dan akhirnya suatu perubahan ter-jadi pada diri mereka. Hewan-hewan yang
kecil kelinci, tikus tanah, dan sejenisnya
tumbuh menjadi lebih besar. Hewan-hewan
yang sangat besar kau akan paling menyadari-nya pada gajah-gajah mengecil. Banyak hewan
yang duduk pada kaki belakang mereka. Se-bagian besar meletakkan kepalanya ke salah
satu sisi, seolah mereka berusaha keras mema-hami sesuatu. Sang singa membuka mulutnya,
tapi tak ada suara keluar dari dalam sana.
Dia mengembuskan napas panjang dan hangat
yang seolah menyapu semua hewan seperti
angin menyapu deretan pohon. Jauh di atas,
di balik lapisan langit biru yang menutupi,
bintang-bintang bernyanyi lagi: musiknya murni,
dingin, dan sulit. Kemudian datanglah kilatan
cepat seperti api (tapi kilat itu tidak membakar
siapa pun) entah dari langit atau dari sang
singa sendiri. Lalu setiap tetes darah dalam
tubuh kedua anak itu tergelitik ketika suara
172 yang paling dalam dan liar yang pernah mereka
dengar berkata: "Narnia, Narnia, Narnia, bangkidah. Cintai.
Pikir. Bicara. Jadilah pohon-pohon yang ber-jalan. Jadilah hewan-hewan yang bicara. Jadilah
air yang mulia." 173 T ENTU saja itu suara sang singa. Kedua
anak itu telah lama yakin dia bisa bicara,
tapi tetap saja menjadi kejutan yang indah
dan hebat ketika dia melakukannya.
Keluar dari pepohonan, orang-orang liar ber-jalan maju, begitu juga para dewa dan dewi
hutan. Bersama mereka datang juga faun, satyr
(=manusia bertanduk, bertelinga, berbuntut, dan
berkaki seperti kambing), dan dwarf. Dari su-ngai muncul keluar dewa sungai bersama putri-putri naiad-nya. Lalu semua makhluk itu, para
hewan, juga burung dengan suara masing-masing yang beragam, rendah, tinggi, tebal,
atau jelas, menjawab: "Hormat pada Aslan. Kami dengar dan pa-tuh. Kami bangkit. Kami mencintai. Kami ber-pikir. Kami bicara. Kami tahu."
Lelucon Pertama dan Hal-hal Lain BAB 10 174 eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
nurulkariem@yahoo.com "Tapi maaf, kami belum tahu terlalu ba-nyak," kata suara yang agak nyaring dan
penuh dengusan. Dan ini benar-benar mem-buat kedua anak itu melompat saking terkejut-nya, ternyata kuda kereta sewaan itulah yang
bicara. "Strawberry memang hebat," kata Polly.
"Aku sungguh lega dia menjadi salah satu
hewan yang dipilih menjadi Hewan yang Bisa
Berbicara." Dan si kusir kereta, yang kini
berdiri di samping kedua anak itu, berkata,
"Ini mustahil. Tapi aku memang selalu bilang
kuda itu punya akal panjang."
"Para makhluk, aku memberi kalian diri
kalian," kata suara Aslan yang kuat dan gem-bira. "Aku memberi kalian selamanya tanah
Narnia ini. Aku memberi kalian hutan, buah-buahan, sungai. Aku memberi kalian bintang-bintang dan aku memberi kalian diriku sendiri.
Para hewan bodoh yang tidak kupilih juga
milik kalian. Perlakukan mereka dengan lembut
dan hargai mereka, tapi janganlah berbalik
mengikuti mereka karena dengan begitu kalian
tidak lagi akan menjadi Hewan yang Bisa
Berbicara. Karena kalian telah dikeluarkan dari
kaum mereka, kalian akan bisa kembali men-jadi bagian mereka. Hindari itu."
175 "Tidak, Aslan, kami tidak akan kembali,
tidak akan," kata semua orang. Tapi burung
Jackdaw yang bersemangat menambahkan de-ngan suara keras, "Jangan khawatir!" sedang-kan semua makhluk sudah selesai berkata-kata
tepat sebelum dia mengucapkan ini. Kata-kata-nya pun terdengar sangat jelas dalam ke-heningan, dan mungkin kau pernah mendapati
betapa memalukannya kejadian ini misalnya
saja, di suatu pesta. Jackdaw itu menjadi begitu
malu sehingga dia menyembunyikan kepala di
bawah sayap-sayapnya seolah hendak pergi
tidur. Dan semua hewan lain mulai mengeluar-kan berbagai suara aneh yang adalah cara
tertawa masing-masing. Suara-suara yang tentu
saja belum pernah terdengar di dunia kita.
Awalnya mereka berusaha menaha
nnya, tapi kemudian Aslan berkata: "Tertawalah dan jangan cemas, para makhluk.
Kini kalian tidak lagi bodoh dan tanpa pikiran,
kalian tidak perlu selalu bersedih. Karena
lelucon, seperti juga keadilan, datang bersama
kata-kata." Jadi mereka semua tidak lagi menahan diri.
Dan suasana menjadi begitu ceria sehingga
Jackdaw itu sendiri mengumpulkan kembali
keberaniannya dan bertengger pada kepala kuda
176 kereta sewaan, di antara kedua telinganya,
mengepak-ngepakkan sayap, lalu berkata:
"Aslan! Aslan! Apakah aku telah mencipta-kan lelucon pertama" Apakah semua makhluk
akan diberitahu akulah yang membuat lelucon
pertama itu"" "Tidak, teman kecilku," kata sang singa.
"Kau belumlah menciptakan lelucon pertama,
kau hanya menjadi lelucon pertama." Kemudian
semua makhluk tertawa lebih keras, tapi
Jackdaw tidaklah keberatan dan ikut tertawa
sama kerasnya hingga si kuda menggoyangkan
kepala. Jackdaw pun kehilangan keseimbangan
177 dan terjatuh. Tapi kemudian dia teringat pada
sayapnya (sayap-sayap ini memang masih baru
baginya) sebelum dia mencapai tanah.
"Dan sekarang," kata Aslan, "Narnia telah
didirikan. Selanjutnya kita harus memikirkan
cara menjaganya. Aku akan memanggil se-bagian dari kalian untuk rapat bersamaku.
Mendekatlah kepadaku, kau pemimpin bangsa
Dwarf, kau Dewa Sungai, kau Roh Pohon Ek,
dan Burung Hantu jantan, juga kedua gagak
hitam, dan gajah jantan. Kita harus berjalan
bersama. Karena walaupun dunia ini baru ber-usia lima jam, kejahatan telah memasukinya."
178 Para makhluk yang dia sebut namanya maju
dan dia melangkah ke timur bersama mereka.
Makhluk-makhluk yang lain mulai berbicara,
mengucapkan kata-kata seperti, "Apa yang
katanya telah memasuki dunia kita" ke-bahatan Apa itu kebahatan" Bukan, dia tidak
bilang kebahatan, dia bilang kegahatan Tapi
apa itu"" "Begini," kata Digory kepada Polly. "Aku
harus mengejarnya Aslan, maksudku, sang
singa. Aku harus bicara padanya."
"Menurutmu kita bisa melakukan itu"" tanya
Polly. "Aku tidak akan berani."
"Aku harus melakukannya," kata Digory.
"Ini berhubungan dengan ibuku. Kalau ada
seseorang yang bisa memberiku sesuatu yang
bisa menyembuhkan ibuku, dialah orangnya."
"Aku akan menemanimu," kata si kusir ke-reta. "Aku menyukai tampangnya. Lagi pula
kurasa hewan-hewan lain ini tidak akan mau
pergi demi kita. Aku juga mau berbicara de-ngan Strawberry."
Jadi ketiga orang itu melangkah penuh ke-beranian setidaknya dengan sebanyak mungkin
keberanian yang bisa mereka kumpulkan me-nuju rapat para makhluk Narnia. Para makhluk
itu sibuk bercakap dan berkenalan sehingga
179 tidak memerhatikan kehadiran tiga manusia
sampai mereka berada sangat dekat. Para
makhluk itu juga tidak mendengar Paman
Andrew, yang berdiri gemetaran dengan sepatu
berkancingnya cukup jauh dari sana, berteriak
(tentu saja dengan suaranya yang sekeras mung-kin):
"Digory! Kembali! Cepat patuhi perintahku
dan kembali ke sini! Aku melarangmu melang-kah lebih jauh lagi."
Ketika akhirnya mereka tepat berada di
antara hewan-hewan itu, para hewan berhenti
bicara dan menatap mereka.
"Wah"" kata Berang-berang jantan akhirnya.
"Demi nama Aslan, makhluk apa ini""
"Aku mohon," kata Digory memulai dengan
suara yang agak tertahan, ketika Kelinci ber-kata, "Menurutku, mereka sejenis selada besar."
"Bukan, kami bukan selada, sungguh," kata
Polly cepat-cepat. "Kami sama sekali tidak
enak dimakan." "Wow!" kata Tikus Tanah. "Mereka bisa
bicara. Siapa yang pernah dengar selada yang
bisa bicara"" "Mungkin mereka lelucon kedua," usul
Jackdaw. Macan Kumbang, yang sedang mencuci
180 muka, berhenti sesaat untuk berkata, "Yah,
kalaupun itu memang benar, mereka tidaklah
selucu lelucon yang pertama. Setidaknya, aku
tidak melihat ada yang lucu pada diri mereka."
Macan Kumbang itu menguap dan meneruskan
cuci mukanya. "Oh, aku mohon," kata Digory. "Aku se-dang terburu-buru. Aku ingin bertemu sang
singa." Sepanjang waktu Digory berkata-kata, si ku-sir kereta berusaha menangkap pandangan
Strawberry. Sekarang dia berhasil. "Nah, Straw-berry, teman lama," dia berkata. "Kau kenal
aku, kan" Kau tidak akan berdiri di sana dan
berkata kau tidak mengena
liku, kan"" "Apa yang makhluk itu bicarakan, Kuda""
kata beberapa suara. "Yah," kata Strawberry sangat perlahan.
"Aku juga tidak terlalu mengerti. Karena me-nurutku sebagian besar dari kita belum tahu
banyak. Tapi aku punya semacam bayangan
aku pernah melihat makhluk seperti ini se-belumnya. Aku punya perasaan aku pernah
tinggal di tempat lain atau sebagai sesuatu
yang lain sebelum Aslan membangunkan kita
semua beberapa menit lalu. Semuanya sangat
membingungkan. Seperti mimpi. Tapi ada be-181
berapa makhluk lain seperti tiga makhluk ini
dalam mimpi itu." "Apa"" apa si kusir kereta. "Kau tidak
mengenaliku" Aku yang biasa membawakan
pakan hangat di sore hari ketika kau kelelahan"
Aku yang selalu menggosokmu dengan layak"
Aku yang tidak pernah lupa menyelimutimu
kala kau berdiri di tengah cuaca dingin" Aku
tidak menyangka kau bisa begitu tega, Straw-berry."
"Ingatanku akhirnya mulai kembali," kata
Kuda mengingat-ingat. "Ya. Tunggu sebentar,
biarkan aku mengingatnya. Ya, kau selalu
mengikat benda hitam mengerikan di belakang-ku lalu memukulku supaya aku berlari, dan
betapapun jauhnya aku berlari, benda hitam
itu akan selalu mengikuti di belakangku dengan
suara berisik." "Kita kan harus bekerja agar bisa terus
hidup," kata si kusir. "Pekerjaanku sama berat-nya dengan pekerjaanmu. Dan kalau tidak ada
kerja dan cambukan, tidak akan ada istal,
jerami, pakan, dan gandum. Karena kau selalu
mendapat jatah gandum setiap kali aku mampu
membelinya, kau harus mengakui itu."
"Gandum"" tanya Kuda, telinganya berdiri.
"Ya, aku ingat sedikit tentang itu. Ya, aku
182 ingat lebih banyak sekarang. Kau selalu duduk
di suatu tempat tinggi di belakang, dan akulah
yang selalu berlari di depan, menarikmu dan
benda hitam itu. Aku tahu aku yang melakukan
semua pekerjaan." "Di musim panas, memang berat pekerjaan-mu," kata si kusir. "Bekerja dalam udara panas
untukmu dan tempat duduk sejuk untukku.
Tapi bagaimana dengan musim dingin, teman
lama, ketika kau menjaga tubuhmu tetap ha-ngat dan aku duduk di kursi kusir dengan
kakiku terasa seperti es, hidungku terus-menerus
seperti dicubit angin dingin, dan tanganku mati
rasa sehingga aku nyaris tidak bisa memegang
tali kendali"" "Negeri itu keras dan kejam," kata Straw-berry. "Tidak ada rumput. Semua batu keras."
"Benar sekali, sobat, benar sekali!" kata si
kusir. "Dunia itu memang dunia yang keras.
Aku selalu berkata batu-batu jalanan itu tidak
adil bagi para kuda. London memang begitu.
Seperti dirimu, aku juga tidak terlalu menyukai-nya. Kau kuda desa, dan aku orang desa.
Dulu aku biasa bernyanyi dalam kor, ya
sungguh, waktu di kampung halaman. Tapi
tidak ada penghasilan bagiku di sana."
"Oh, ayolah, aku mohon," kata Digory.
183 "Bisakah kita lanjutkan perjalanan" Sang singa
semakin menjauh saja. Dan aku amat sangat
ingin bicara dengannya."
"Begini, Strawberry," kata si kusir. "Ada
sesuatu yang ingin dibicarakan tuan muda ini
dengan sang singa, dia yang kaupanggil Aslan
itu. Mungkinkah kau membiarkannya mengen-daraimu (yang kurasa akan dilakukannya de-ngan lembut) dan bawa dia ke sana, ke tempat
sang singa berada" Aku dan gadis kecil ini
akan mengikuti di belakang."
"Mengendaraiku"" tanya Strawberry. "Oh,
aku ingat sekarang. Itu berarti membiarkannya
duduk di punggungku. Aku ingat dulu sekali
ada makhluk kecil seperti kalian yang berkaki
dua yang biasa melakukan itu. Dia biasa punya
bongkahan kecil, keras, dan berwarna putih
yang akan diberikannya padaku. Rasanya oh,


The Chronicles Of Narnia 1 Keponakan Penyihir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lezat sekali, lebih manis daripada rumput."
"Ah, benda itu pasti gula," kata si kusir.
"Aku mohon, Strawberry," Digory memohon,
"kumohon, biarkan aku naik dan bawalah
aku ke Aslan." "Yah, aku sih tidak keberatan," kata Kuda.
"Bisa dibilang tidak sama sekali. Ayo naik."
"Strawberry kau memang teman lama," kata
si kusir. "Ayo, Nak, aku akan membantumu."
184 Tak lama kemudian Digory telah berada di
punggung Strawberry dan merasa cukup nya-man, karena dia sudah pernah mengendarai
kuda tanpa pelana sebelumnya dengan kuda
poninya. "Sekarang, bisakah kita cepat-cepat, Straw-berry"" tanyanya.
"Apakah ada kemungkinan kau kebetulan
membawa benda puti h yang lezat itu"" tanya
Kuda. "Tidak. Sayangnya tidak," jawab Digory.
"Yah, mau bagaimana lagi"" kata Straw-berry dan berangkatlah mereka.
Pada saat itu, bulldog besar yang sejak tadi
mengendus dan menatap sangat tajam, berkata:
"Lihat! Ternyata ada satu lagi makhluk aneh
ini di sana, di samping sungai, di bawah
pepohonan." Kemudian semua hewan menoleh dan melihat
Paman Andrew, berdiri bergeming di antara
sesemakan rhododendron dan berharap ke-hadirannya tidak akan diketahui.
"Ayo!" kata beberapa suara. "Ayo kita ke
sana dan melihatnya." Jadi, sementara Straw-berry berlari cepat bersama Digory ke arah
lain (Polly dan si kusir kereta mengikuti mereka
dengan berjalan kaki) sebagian besar makhluk
185 bergegas menghampiri Paman Andrew dengan
auman, gonggongan, geraman, dan berbagai
suara ceria penuh minat. Kita harus mundur sedikit dan menjelaskan
bagaimana seluruh kejadian ini tampak dari
sudut pandang Paman Andrew. Paman Andrew
sama sekali mengalami kesan yang berbeda
dengan kesan yang dirasakan si kusir kereta,
Digory, juga Polly. Karena apa yang kaulihat
dan dengar amat sangat bergantung pada di
mana posisimu, juga tergantung pada orang
yang bagaimanakah dirimu.
Sejak hewan-hewan itu pertama kali muncul,
Paman Andrew kian mengerut dan masuk ke
sesemakan. Dia mengawasi mereka lekat-lekat
tentu saja, tapi dia tidak terlalu tertarik melihat
apa yang sedang mereka lakukan, lebih untuk
melihat apakah mereka akan menyerangnya.
Seperti sang penyihir, Paman Andrew luar biasa
praktis. Dia bahkan tidak menyadari Aslan
memilih satu pasang dari setiap jenis hewan.
Yang dia lihat hanyalah, atau setidaknya yang
dia pikir dia lihat, ada banyak hewan liar
berbahaya yang berkeliaran. Dan dia terus
bertanya-tanya kenapa hewan-hewan yang lain
tidak melarikan diri dari singa besar itu.
Ketika momen besar tiba dan para makhluk
186 berbicara, dia kehilangan keseluruhan inti pen-ting, karena alasan yang agak menarik. Ketika
sang singa pertama kali mulai bernyanyi, dulu
sekali ketika negeri ini masih sangat gelap, dia
telah menyadari suara itu sebuah lagu. Dan
dia amat tidak menyukai lagu itu. Lagu itu
membuatnya memikirkan dan merasakan hal-hal yang tidak ingin dia pikir dan rasakan.
Kemudian ketika matahari terbit dan dia me-lihat sang singalah penyanyinya ("hanya singa,"
seperti katanya pada dirinya sendiri), dia ber-usaha keras percaya suara itu bukan nyanyian
dan memang tidak pernah jadi nyanyian
hanya auman seperti yang akan dikeluarkan
singa mana pun di kebun bintang dunia kita.
Tentu saja tidak mungkin itu nyanyian, pikir-nya, aku pasti hanya mengkhayalkannya. Aku
membiarkan saraf-sarafku tidak terkendali.
Siapa yang pernah mendengar singa menyanyi"
Dan semakin panjang juga indah sang singa
bernyanyi, semakin keras Paman Andrew ber-usaha membuat dirinya percaya dia tidak bisa
mendengar apa pun kecuali auman. Sekarang
masalah dalam berusaha membuat dirimu lebih
bodoh daripada keadaanmu sebenarnya adalah
sering kali kau akan berhasil. Paman Andrew
pun begitu. Tidak lama kemudian dia tidak
187 mendengar apa pun kecuali auman dalam lagu
Aslan. Selanjutnya dia juga tidak bisa men-dengar suara lain walaupun dia menginginkan-nya. Dan ketika akhirnya sang singa berbicara
dan berkata, "Narnia, bangkitlah," dia tidak
mendengar kata-kata apa pun: dia hanya men-dengar geraman. Dan ketika para hewan yang
lain berbicara untuk menjawab, dia hanya men-dengar gonggongan, geraman, lenguhan, dan
lolongan. Dan ketika mereka tertawa yah,
bisa kaubayangkan. Itu momen terburuk bagi
Paman Andrew dibandingkan semua kejadian
yang sudah lewat. Begitu banyak hewan buas
yang lapar dan marah mengeluarkan suara
haus darah yang paling mengerikan yang per-nah dia dengar sepanjang hidupnya. Kemudian
perasaan marah dan ketakutannya makin ter-guncang ketika dia melihat tiga manusia lain
berjalan menuju dataran terbuka untuk me-nemui hewan-hewan itu.
"Dasar orang-orang bodoh!" katanya pada
dirinya sendiri. "Sekarang hewan-hewan buas
itu akan memakan cincin-cincin ketika mereka
menyantap kedua anak itu, dan aku tidak
akan pernah bisa pulang lagi. Digory benar-benar anak y
ang egois! Dan dua orang yang
lain juga sama buruknya. Kalau mereka mau
188 membuang nyawa, itu urusan mereka. Tapi
bagaimana denganku" Mereka sepertinya tidak
memikirkan itu. Tidak ada yang memikirkan-ku."
Akhirnya, ketika kerumunan hewan datang
menghampirinya, dia berbalik dan berlari me-nyelamatkan diri. Dan kini semua orang bisa
melihat bahwa udara di dunia muda itu me-mang sungguh-sungguh berakibat baik bagi si
pria tua. Di London dia telah menjadi terlalu
renta untuk berlari. Kini, dia berlari dengan
kecepatan yang sudah pasti akan membuatnya
memenangi perlombaan lari seratus meter di
semua sekolah di Inggris. Jas berbuntutnya
yang berkibar di belakang menjadi peman-dangan bagus. Tapi tentu saja tidak ada guna-nya berlari. Banyak hewan di belakangnya
yang merupakan pelari hebat. Ini lari pertama
dalam hidup mereka dan semua tak sabar
menggunakan otot-otot mereka. "Kejar dia!
Kejar dia!" mereka berteriak. "Mungkin dialah
kebahatan itu! Ayo cepat! Kejar! Halangi dia!
Kepung dia! Jangan sampai ketinggalan! Hore!"
Dalam beberapa menit beberapa hewan itu
Topeng Hantu 2 Peristiwa Burung Kenari Pendekar Harum Seri Ke 3 Karya Gu Long Jejak Di Balik Kabut 31

Cari Blog Ini