Trio Detektif 23 Misteri Anjing Siluman Bagian 2
" Dari mana Sonny Elmquist tahu bahwa Anda miliki sebuah mandala""
Dia tahu"" Ya! la bahkan tahu bahwa mandala milik Anda asal dari Tibet. Ia memiliki buku dengan gambar mandala yang mirip dengan milik Anda, hanya jauh lebih sederhana bentuknya."
Prentice mengangkat bahu dengan sikap tak acuh.
Aku hanya bisa menduga bahwa koran-koran yang menyebalkan menyebut bahwa dalam koleksiku ada sebuah mandala. Teman-temanku kalangan seni mengetahui hal itu."
Jupiter mengangguk, lalu menuju ke pintu.
"Kau jangan mencari-cari misteri lagi sekarang, Jupiter," ujar Mr. Prentice dengan riang. "Satu saja sudah cukup!"
Anda benar. Mr. Prentice," kata Jupiter pendapat. "Dan saya senang bahwa kami berhasil mengusutnya sampai tuntas. Anda jangan segan-segan menghubungi kami lagi, jika kapan-kapan menghadapi kesulitan."
Ya, tentu saja itu akan kulakukan." Mr. Prentice menyalami ketiga remaja itu, lalu mengantar mereka keluar.
Jupe, Bob, dan Pete menuruni tangga, lalu keluar ke jalan.
"Nah, selesailah urusan itu!" ujar Pete, sementara mere
ka bertiga menuju tempat pemberhentian bis. "Kurasa itu kasus yang kita selesaikan dalam waktu paling singkat! Lalu sekarang apa yang akan kita kerjakan untuk mengisi sisa liburan Natal"
"Yang jelas, kita harus menghindari The Jones Salvage Yard," tukas Bob. "Bibi Mathilda pasti mau sekali menyibukkan kita! Dan kau pasti jadi korbannya, Jupe'"
Jupe hanya mendengus saja, karena sedang sibuk memikirkan urusan lain. Sepanjang jalan pulang ke Rocky Beach, ia nyaris tidak berbicara sama sekali.
Ketika anak-anak itu kemudian berpisah di luar pekarangan kompleks penimbunan barang bekas yang dikelola paman dan bibi Jupiter, remaja itu tiba-tiba membuka mulut.
"Kuminta kalian jangan jauh-jauh dari pesawat telepon di rumah kalian. Teman-teman," katanya. "Ada kemungkinan, tidak lama lagi Trio Detektif harus beraksi kembali. Kurasa tadi itu bukan terakhir kalinya kita berurusan dengan Fenton Prentice. "
Sambil tersenyum, ia melambaikan tangan sebagai salam perpisahan. Senyumannya mengandung teka-teki.
"Bab 7 SINAR REMANG DI DALAM GEREJA
"BIBI MATHILDA langsung mengomel, begitu dilihatnya Jupiter memasuki pekarangan.
"Kau pergi begitu saja tadi pagi, tanpa minta izin terlebih dulu! Menulis surat lalu mencantelkannya ke bantalmu, tidak sama dengan mengatakan padaku kau hendak ke mana. Padahal aku tadi sudah merencanakan"Sehabis perayaan Natal, di sini selalu tidak banyak kesibukan," kata Jupiter mengetengahkan alasan. "Dan sekarang aku punya waktu untuk bekerja sampai malam."
"Kalau begitu, bekerjalah," gerutu Bibi Mathilda. Pamanmu baru saja kembali dengan membawa barang-barang setruk penuh. Kaupilihi barang-barang itu, dan teliti mana yang masih baik dan mana yang bisa dibetulkan. Kurasa akhirnya kau sendiri yang nanti akan membeli separuh dari peralatan itu."
Jupiter nyengir. Ia memang selalu mencari-cari barang bekas yang bisa dimanfaatkan, untuk dijadikan perlengkapan penyelidikan. Di dalam Karavan yang merupakan kantor Trio Detektif banyak terdapat_ peralatan yang dibetulkan olehnya, atau dibuat dari bermacam-macam barang bekas: walkie-talkie, alat pengeras suara yang dipasangnya pada pesawat telepon, sebuah alat perekam suara, sebuah teropong. Sebagian besar upah yang diperoleh Jupiter dari bekerja di perusahaan paman dan bibinya, dipakainya untuk membeli barang-barang itu.
Sepanjang sore Jupiter asyik menyortir barang-barang bekas yang siang itu baru dibeli Paman Titus. Beberapa benda yang menurut perkiraannya bisa dimanfaatkan, disisihkan olehnya. Pukul enam sore ia pergi ke rumah paman dan bibinya yang terletak di seberang jalan, untuk makan malam.
Satu jam kemudian, telepon berdering. Bibi Mathilda yang menerima.
"Untukmu, Jupiter," katanya kemudian.
Jupe menerima gagang pesawat yang disodorkan. Matanya bersinar-sinar.
"Kaukah itu, Jupiter"" kata orang yang menelepon. Suaranya gemetar. "Di sini Fenton Prentice. Kau pasti takkan mau percaya, Jupiter, tapi... tapi ternyata masih ada sesuatu yang gaib dalam apartemenku. "
Jupiter tidak terkejut mendengarnya.
"Ya," katanya dengan singkat.
"Setelah kau berhasil menjebak Mrs. Bortz, aku lantas yakin bahwa bayangan samar yang menurutku pernah kulihat waktu itu sebenarnya hanya ada dalam pikiranku saja," sambung Mr. Prentice. Tapi ternyata aku keliru! Baru saja aku melihatnya lagi, di ruang hobiku! Ada hantu menggangguku, atau aku ini yang sudah sinting!"
""Anda menginginkan kami datang malam ini juga"" tanya Jupiter.
"Ya, kuharap kalian mau datang. Aku bahkan akan senang sekali jika kalian bertiga mau menginap di sini, menemani aku. Aku biasanya tidak suka kalau ada orang lain, tapi... yah, tidak kuat hatiku jika hanya seorang diri saja di sini! Setiap saat aku menunggu, menunggu kapan... kapan makhluk itu muncul lagi! Aku tidak tahan lagi."
"Kami akan datang selekas mungkin," kata Jupiter berjanji.
"Jupiter! Kau ini, selalu saja keluyuran, begitu ada kesempatan," keluh Bibi Mathilda, begitu Jupiter meletakkan gagang telepon. Tapi ketika Jupiter dengan singkat bercerita tentang pria tua yang sedang ketakutan dan memerlukan bantuan Trio Detektif, Mrs. J
ones langsung ikut merasa kasihan.
"Kasihan," katanya. "Berumur lanjut saja sudah cukup tidak enak, apalagi ini-hidup seorang diri. Pergilah kalian, temani Pak Tua itu selama dia mau. Pamanmu bisa mengantarkan kalian ke kota."
Jupe menelepon Bob dan Pete, untuk memberi tahu. Tidak lama kemudian ketiga remaja itu sudah bergegas-gegas naik ke bak belakang mobil pick-up Paman, Titus, untuk diantar ke Los Angeles.
"Sekali lagi dugaanmu tepat, Jupe," kata Pete sambil duduk dengan santai. "Bagaimana kau bisa "tahu bahwa Mr. Prentice akan menghubungi kita lagi""
"Soalnya, aku yakin bayangan yang muncul dalam apartemennya itu tidak hanya ada dalam pikirannya saja. Aku sendiri juga melihatnya."
"Apa"" seru Bob kaget. "Kapan""
"Kemarin, dalam ruang hobi Mr. Prentice. Aku melihat seseorang di sana. Mulanya kusangka kau, Pete! Tapi waktu itu kau sedang di ruang duduk."
"Ya, aku juga ingat," kata Pete. Tapi kau lalu mengatakan, yang kaulihat itu pasti cuma bayangan saja."
"Waktu itu, hanya itulah satu-satunya kesimpulan yang masuk akal. Tapi kemudian, kesangsianku timbul. Begitu aku melihat Sonny Elmquist-"
"Kau kaget" kata Bob mengingat kejadian itu. "Elmquist muncul dari apartemennya setelah polisi datang, dan kau kaget ketika melihat dia."
"Betul! Kauperhatikan tidak, dia itu ada miripnya dengan Pete"" tanya Jupe.
"He, he," protes Pete. "Aku sama sekali tidak seperti orang itu. Umurnya paling sedikit sudah dua puluh tahun, badannya ceking, dan-"
"Kalian berdua kurang-lebih sama tinggi," kata Jupe memotong. "Rambutnya cokelat tua, sama seperti rambutmu, dan kemarin ia memakai baju hangat hitam-sedang kau memakai jaket berwarna gelap. Penerangan dalam ruang hobi itu remang-remang. Karena itu semula kusangka aku melihatmu. Tidak mungkinkah bahwa waktu itu aku melihat Sonny Elmquist""
"Bob dan Pete tidak langsung menjawab. Keduanya mempertimbangkan kemungkinan itu. Akhirnya Bob berkata, Tapi bagaimana ia bisa masuk ke situ" Pintu depan kan dikunci!"
"Entahlah, aku tidak tahu," kata Jupe berterus terang. "Aku bahkan tidak merasa pasti bahwa yang kulihat itu Elmquist. Tapi selain Mrs. Bortz, masih ada orang lain yang dengan salah satu cara bisa masuk ke apartemen itu. Sekarang kita harus menyelidiki caranya."
Dalam waktu satu jam sejak Jupiter ditelepon, Trio Detektif sudah berdiri di depan pintu Apartemen Mr. Prentice.
"Syukurlah, kalian sudah datang," kata pria berumur lanjut itu. "Syarafku sudah tidak kuat lagi!"
"Itu bisa dimengerti," jawab Jupe. "Sekarang, bolehkah kami melihat-lihat sebentar di dalam""
"Begitu melihat Mr. Prentice mengangguk, dengan segera Jupe menuju ke ruang hobi. Lampu meja menebarkan sinar lembut di salah satu sudut, menerangi buku-buku yang dijilid indah dalam rak-rak, beberapa benda porselen buatan Cina, serta gambar mandala yang dipajang di dinding sebelah atas meja. Sambil mencubiti bibir bawahnya, Jupiter menatap dengan kening berkerut, memperhatikan pola gambar yang rumit itu.
"Dan saat itu, serupa halnya dengan malam sebelumnya, sekali lagi ia merasa ada orang yang dengan diam-diam memperhatikan dirinya.
Jupiter berpaling dengan cepat. Ia merasa melihat kegelapan yang lebih pekat di sudut yang jauh dalam ruangan itu. Kegelapan yang pekat dalam gelap itu nampaknya seperti bergerak-gerak, lalu memudar.
Jupe melompat ke sudut itu. Tangannya menggerayangi dinding. Dinding tembok yang biasa-biasa saja. Dinyalakannya lampu yang terpasang di langit-langit, lalu ia memandang berkeliling dengan gelisah. Tidak ada orang lain dalam ruangan itu, selain dia sendiri.
Jupiter melesat ke pintu depan. Yang lainnya terkejut ketika ia melewati mereka, langsung menuju ke balkon di luar.
Di pekarangan yang terhampar di bawah, nampak kolam renang dengan lantai ubinnya yang berpola warna biru dan kuning emas. Lampu-lampu sorot memancarkan sinar kecokelatan ke dinding-dinding bangunan apartemen itu. Jupe melihat jendela-jendela apartemen yang ditempati Sonny Elmquist. Tirai-tirainya terbuka. Cahaya terang yang bergerak-gerak di dalam menandakan bahwa pesawat televisi di situ dinyalakan. Jupe dapat meli
hat Elmquist yang sedang duduk bersila di lantai. Pemuda itu bersila tanpa bergerak.
Kepalanya terkulai ke depan. Sonny Elmquist kelihatannya tertidur dalam posisi bersila.
""Ada apa"" bisik Bob yang menyusul Jupe ke luar, dan saat itu berdiri agak di belakang.
"Aku melihatnya lagi," gumam Jupe. Saat itu barulah ia sadar bahwa tubuhnya gemetar. Pasti karena hawa dingin malam itu, katanya menenangkan diri sendiri. "Aku melihatnya di ruang hobi. Aku sedang memperhatikan gambar mandala itu. Tahu-tahu ada orang lain di situ. Aku merasa pasti, yang kulihat itu Sonny Elmquist. Tapi itu tidak mungkin! Lihatlah sendiri-itu dia orangnya, di apartemennya sendiri, Katakanlah ada jalan rahasia untuk memasuki apartemen Mr. Prentice ini, mustahil ia punya waktu untuk kembali ke bawah sana. Itu tidak mungkin!"
Jupe berpaling, memandang ke arah ambang pintu apartemen di belakangnya. Fenton Prentice berdiri di situ. Nampak jelas bahwa ia gemetar.
"Kau melihatnya, kan"" kata Mr. Prentice. "Kau juga melihatnya! Jadi aku tidak gila."
Semuanya masuk lagi ke dalam apartemen. Pintu depan dikunci.
Tidak, Mr. Prentice, Anda tidak gila," kata Jupiter. "Kemarin pun saya sudah melihatnya, tapi saat itu saya tidak mempercayai penglihatan saya sendiri. Anda juga mengenali bahwa orang itu Sonny Elmquist""
"Aku tidak bisa memastikannya, karena orang.., karena bayangan itu selalu dengan cepat lenyap kembali. Kita tidak bisa seenaknya saja menuduh orang. Tapi menurut perasaanku. orang itu memang Elmquist."
" Tapi mana mungkin"" ujar Jupe dengan heran. "Dalam kedua kejadian waktu saya melihat bayangan itu, Elmquist ada di apartemen sendiri, mungkin sedang tidur. Mana mungkin ia bisa sekaligus berada di dua tempat"" Jupe menggeleng-gelengkan kepala dengan bingung
"Apa saja yang Anda ketahui tentang diri Elmquist, Mr. Prentice""
"Hanya sedikit sekali," jawab Mr. Prentice. "Ia baru enam bulan tinggal di sini."
"Pernahkah Anda merasakan ada bayangan atau entah apa itu muncul, sebelum Elmquist pindah kemari"" tanya Jupe lagi.
Setelah mengingat-ingat sebentar, Mr. Prentice menggeleng.
"Tidak pernah! Ini merupakan hal baru bagiku.
"Ia menaruh minat pada mandala Anda," kata Jupe. "Anda tahu pasti, Anda tidak pernah bercerita mengenai milik Anda itu padanya""
"Tentang itu, aku tahu pasti," kata Mr. Prentice. "Pemuda itu bukan orang yang menyenangkan kepribadiannya, dan aku selalu menjauhi dia. Miss Chalmers pernah menyinggung tentang dia. Miss Chalmers itu wanita muda yang suka bergaul, tapi dia pun tidak senang pada Elmquist. Ia biasa berenang setiap malam untuk melangsingkan badan, dan Elmquist sering duduk-duduk di tepi kolam, mencoba membuka percakapan dengan Miss Chalmers. Menurut Miss Chalmers, Elmquist itu membuatnya bergidik."
" Saya tahu, kedengarannya memang mustahil tapi harus ada jalan rahasia di sini," kata Bob menarik kesimpulan.
Kemungkinannya sangat kecil," kata Jupe, Tapi sebaiknya kita pastikan saja sekarang!"
Setelah itu Trio Detektif mulai mencari-cari, mulai dari ruang hobi. Mereka tidak menemukan lorong rahasia di situ. Gedung apartemen itu, walau bukan bangunan baru, dibangun dengan konstruksi yang baik. Dinding-dindingnya kokoh, begitu pula lantainya. Kelihatannya sama sekali tidak ada kemungkinan untuk masuk ke situ tanpa melalui pintu depan.
Seram," kata Bob. "Mr. Prentice mengiakan dengan anggukan kepala, Sudah lama aku tinggal di sini, dan aku suka tinggal di apartemen ini," katanya. "Tapi mungkin aku terpaksa mencari tempat tinggal yang lain. Aku tak tahan, terus-menerus merasa diamat-amati."
Bayangan yang merongrong itu tidak muncul-muncul lagi malam itu. Akhirnya Mr. Prentice tidak kuat lagi menahan rasa kantuk, lalu masuk ke kamar tidurnya. Anak-anak memutuskan untuk berjaga secara bergiliran. Bob merebahkan diri di sofa dalam ruang duduk, sedang Pete berbaring di dipan, di ruang hobi.
Jupe, yang memilih giliran jaga pertama, duduk bersandar pada pintu depan. Ia memasang telinga. Karena sudah lewat pukul sebelas malam, tidak banyak lagi yang bisa didengarkan. Lalu lintas di jalan sudah sejak tadi sepi. P
aseo Place bukan jalan raya. Jupe menangkap bunyi berkecipak samar. Datangnya dari balik pintu depan. Ia menduga, itu pasti Miss Chalmers yang sedang berenang malam-malam.
"Jupe"" Pete muncul dari ruang hobi, "Coba kemari sebentar. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan.
Jupe mengikutinya ke jendela ruang hobi. Sesampainya di situ, Pete menuding ke luar.
"Ada sinar di dalam gereja," katanya.
Memang benar. Jendela kaca berwarna yang letaknya paling dekat dengan apartemen Mr. Prentice nampak terang sejenak, lalu menjadi gelap kembali.
"Barangkali Pastor, yang sedang memeriksa apakah semua pintu dan jendela sudah dikunci," kata Jupe. Tapi...
"Tapi, apa"" tanya Pete.
"Mungkin juga bukan Pastor. Akan kuperiksa sebentar ke sana."
"Aku ikut," kata Pete.
"Jangan! Kau tetap di sini, menggantikan aku menjaga pintu," kata Jupiter. "Aku cuma sebentar saja ke sana."
Jupe mengambil jaketnya yang digantungkan di lemari penyimpanan di depan. Setelah itu ia membuka pintu, lalu melangkah ke balkon. Lampu-lampu penerangan di pekarangan sudah padam, dan tidak ada siapa-siapa di dalam kolam renang. Jupe agak menggigil kedinginan, lalu gegas-gegas turun.
Sesampainya di jalan, sekejap dilihatnya sinar misterius tadi di balik salah satu jendela gereja. Jupe menaiki tangga depan bangunan itu, lalu menyentuh salah satu daun pintunya. Ternyata pintu itu sama sekali tidak terkunci. Jupe mendorongnya sehingga terbuka.
Ia melangkah masuk ke tengah kegelapan yang nyaris total, jika tidak ada lilin yang menyala dekat bagian depan ruang gereja itu. Lilin itu dipegang "seorang yang berpakaian hitam. Nyalanya berkelap-kelip dipermainkan angin yang masuk.
Orang yang memegang lilin itu berpaling. Jupe merasa melihat wajah seseorang yang sangat pucat, dengan rambut lebat seputih salju. Ia tidak bisa melihat mata orang itu, yang seakan-akan terlindung dalam bayangan gelap cekungan rongganya. Di bagian leher pakaiannya yang serba hitam nampak pinggiran berwarna putih. Seperti kerah yang biasa dipakai pastor.
"Maaf, Father," kata Jupe menyapa. "Saya tadi melihat sinar dari luar, lalu saya masuk untuk melihat apakah ada sesuatu yang tidak beres di sini."
Tangan orang itu bergerak dengan cepat. Ia memadamkan nyala lilin.
"Father"" ujar Jupe sekali lagi. Gereja kini gelap gulita. Jupe merasakan bulu tengkuknya meremang. Ia melangkah mundur, ke arah pintu.
"Tahu-tahu ada hembusan angin. menyebabkan pintu terdorong dan menutup dengan keras. Saat itu Jupe merasa dirinya didorong! Ia terhuyung kakinya tersangkut pada sebuah bangku tempat berlutut, dan saat itu ia didorong lagi. Jupe terjatuh ke lantai, di antara dua bangku. Di dalam kegelapan itu ia mendengar bunyi pintu gereja terbuka. Lalu tertutup lagi, disusul bunyi anak kunci diputar.
Jupe cepat-cepat berdiri, lalu menuju ke pintu sambil meraba-raba. Begitu tersentuh olehnya pegangan pintu, ia memutarnya. Lalu menarik. Tapi pintu itu tidak bisa dibuka, meski diguncang-guncang dengan keras. Jupe terkurung di dalam g"reja yang gelap!
"Bab 8 SANTO YANG MENGHILANG
"JUPE menggerayangi dinding di sebelah pintu. Ia menyentuh sakelar lampu, lalu menekannya. Seketika itu juga lampu-lampu sebelah atas menyala.
Dengan mata nyalang yang memandang cemas kiri dan ke kanan, Jupe beringsut-ingsut menjauhi pintu. Lewat lorong tengah, menuju tempat di mana tadi ia melihat pastor pucat yang memegang lilin.
Tidak ada siapa-siapa di situ.
Dengan cepat Jupiter memeriksa gereja itu. Di sisi kiri altar ada pintu. Di balik pintu itu terdapat sebuah ruangan sempit dengan sejumlah lemari dan laci berisi taplak meja dan jubah-jubah. Di sisi seberang ruangan itu ada pintu lagi. Menurut dugaan Jupe, pintu itu pasti menuju ke luar gereja. Pintu itu terkunci.
"Kurasa sekarang sudah waktunya bagiku untuk menimbulkan keributan," kata Jupe pada dirinya sendiri. Ia bergegas kembali ke pintu depan, lalu menggedor-gedor.
Tolong!" teriaknya. "Aku terkurung di dalam! Tolong!"
"Ia berhenti sejenak sambil memasang telinga. Setelah itu ia mulai menggedor-gedor pintu
"Pete!" teriaknya. "Father McGovern! Tolong!
Sekali lagi ia m enunggu sejenak. Lalu berteriak. Lalu mendengarkan lagi.
"Jangan masuk, Father!" Seorang wanita yang berkata begitu, di luar gereja.
"Aku tidak setolol itu, Mrs. O'Reilly!" Jupe mengenali suara Father McGovern, pastor gereja itu. "Sebentar lagi polisi datang, dan-"
"Father McGovern!" seru Jupe. "Ini saya, Jupiter Jones! Saya dikurung orang di dalam!"
"Jupiter Jones"" Suara Pastor menanda keheranannya.
Jupiter mendengar bunyi sirene yang semakin mendekat. Datangnya dari arah Wilshire Boulevard. Ia menyandarkan punggungnya ke pintu, ia kembali memperhatikan ruang gereja. Pastor pasti
takkan membuka pintu sebelum polisi tiba, katanya dalam hati. Jupiter sadar, polisi nanti pasti akan bertanya macam-macam padanya. Pandangannya suram, menelusuri lorong tengah gereja. Terdengar bunyi anak kunci dimasukkan ke dalam lubangnya di pintu yang sesaat kemudian terbuka.
Father McGovern yang mengenakan mantel mandi berdiri di ambangnya, didampingi Mrs. O'Reilly-rambutnya yang panjang dan sudah beruban dikepang dan menjulur ke bawah lewat bahunya.
" Saya minta minggir sedikit," kata seorang polisi dari belakang Mrs. O'Reilly. Wanita itu minggir selangkah, dan pandangan Jupiter menatap seorang petugas polisi yang masih muda. Petugas itu termasuk pasukan kepolisian yang malam sebelumnya menggeledah gereja itu. la datang seorang diri. Rekan yang tegak di sisinya, genggam pistol.
Nah"" ujar polisi yang pertama.
Jupiter menuding ke tempat di mana pastor berambut putih tadi berdiri dengan memegang lilin.
Saya tadi melihat sinar di sini," katanya jelaskan duduk perkara. "Saya langsung kemari untuk memeriksa. Sewaktu saya masuk, saya melihat seorang pastor berdiri di situ. Kemudian seseorang mendorong saya sampai jatuh, lalu ia pergi dan mengunci pintu dari luar."
Kau kemari untuk memeriksa"" tanya polisi yang satu lagi.
""Ya, sebelumnya saya berada di apartemen Mr. Prentice," ujar Jupe.
Ah ya, sekarang aku baru ingat!" seru Father McGovern. "Kau tadi pagi ada di jalan, bersama Mr. Prentice. Tapi tidak mungkin kau melihat pastor di sini, malam ini. Pintu-pintu gereja sudah dikunci, sejak pukul enam sore tadi. Pembantu ku sedang keluar. Tidak mungkin kau tadi melihat seorang pastor di dalam sini."
"Bisa saja!" seru Mrs. O'Reilly. "Anda tahu bahwa itu mungkin saja!"
""Mrs. O'Reilly," kata pastor itu, "mendiang pastor yang lama tidak menjadi hantu dan kembali kemari!"
"Sebentar!" seru seseorang, dari balik punggung kedua polisi.
Ternyata orang itu Fenton Prentice, yang datang dengan ditemani Pete.
"Anak muda itu tamuku," kata Mr. Prentice. "Ia bersama teman-temannya menginap di rumahku. Ini Pete Crenshaw. Ia baru saja mengatakan padaku bahwa ia melihat sinar di dalam gereja. Hal itu dikatakannya pada Jupiter, yang kemudian pergi kemari untuk memeriksa."
Polisi yang kedua memandang Jupe, kemudian Pete, dan akhirnya Mr. Prentice. Tatapan matanya menunjukkan perasaan tidak senang.
"Anak-anak sok menjadi detektif saja sudah cukup menyebalkan," tukasnya, "ini ditambah lagi ada orang dewasa membela mereka!"
Mr. Prentice tersinggung mendengar kecaman itu. Ia mendengus.
"Tapi tadi betul-betul ada sinar di dalam gereja, kata Pete.
"Dan betul-betul ada orang di sini," kata Jupe menambahkan. "Orang itu berpakaian hitam dengan kerah bulat berwarna putih. Itu, seperti yang Anda pakai, father McGovern. Rambutnya putih mulus. Tadi ia berdiri di sana, memegang lilin."
""Hebat sekali ceritamu itu," balas polisi tadi. Demi kepentinganmu sendiri, mudah-mudahan saja tidak ada barang yang hilang."
"Ada sesuatu yang hilang," kata Jupiter. Sesuatu, yang kemarin malam masih ada di sini.
Dipandangnya father McGovern dengan sikap bertanya.
"Waktu itu ada sebuah patung di sana," kata Jupe sambil menuding. "Di sebelah sana, di samping jendela itu. Patung seseorang berjubah hijau, dengan topi tinggi dan lancip. Di tangannya ada tongkat."
Kedua polisi tadi mendesak masuk, lalu memandang agak lama ke arah yang dituding oleh Jupiter.
"Astaga, anak itu benar!" seru polisi yang lebih muda. "Kemarin malam ketika saya masuk kemari, di situ meman
g ada sebuah patung-kalau tidak salah, patung St. Patrick. Bukankah santo itu yang selalu berjubah hijau, dan memakai topi uskup-apa sih namanya, topi itu""
father McGovern ikut menatap.
"Mitra," katanya dengan suara pelan. "St. Patrick selalu diwujudkan memakai mitra dan memegang tongkat keuskupan."
"Lalu ke mana patung itu sekarang"" tanya polisi muda yang kebingungan itu.
"Dalam gereja ini tidak ada patung St. Patrick, dan belum pernah ada," kata father McGovern.
"Ini Gereja St. Jude, santo pelindung hal-hal yang mustahil."
""Itu benar-benar cocok, tukas polisi yang satu lagi. "Pengurus rumah tangga Anda melihat hantu mendiang pastor yang dulu bertugas di sini, dan itu mustahil; lalu anak ini juga melihatnya, yang lagi-lagi mustahil! Lalu sekarang, kemarin malam kita di sini melihat sebuah patung yang tidak pernah ada di sini-jadi itu juga mustahil. Atau barangkali ada topi uskup disimpan di sini"" "
Father McGovern terkejut mendengar pertanyaan itu,
"Kemarin memang ada mitra dan tongkat keuskupan di sini," ujarnya tiba-tiba.
"Untuk apa"" tanya polisi yang tadi.
"Kami habis mengadakan pertunjukan Natal, kata Pastor menjelaskan. "Anak-anak yang mengadakannya, untuk orang tua mereka. Mereka menyelenggarakannya di sini, di dalam gereja, mengikuti tradisi kuno semasa Abad Pertengahan. Mereka menampilkan adegan kelahiran Kristus. Setelah kedatangan ketiga orang majusi, pada akhir pertunjukan beriring-iring masuk segenap tokoh gereja yang kenamaan. Tentu saja St. Patrick ikut ditampilkan, karena bagi anak-anak dia. itu tokoh favorit. Untuk dia kami menyewa mitra dan tongkat keuskupan serta jubah hijau dari toko yang menyewakan perlengkapan teater. Tapi sudah saya kembalikan ke sana tadi siang."
"Aha!" kata Jupiter Jones. "Rupanya itulah sebabnya mengapa maling yang kemarin malam itu tahu-tahu bisa lenyap."
"Hah"" seru salah seorang dari kedua polisi itu.
"Kejadiannya benar-benar logis," kata Jupiter dengan gaya orang yang tahu pasti. "Kemarin malam daerah sekitar sini penuh dengan polisi, yang semuanya sibuk mencari-cari seseorang yang ketahuan masuk ke sebuah rumah di jalan yang letaknya di belakang jalan ini. Orang yang dikejar-kejar itu menyelinap masuk kemari. Ketika kemudian kelihatan bahwa gereja ini akan diperiksa, orang itu buru-buru mengenakan jubah dan mitra, lalu berlagak menjadi patung. Sewaktu Anda mencari-cari orang itu di sini, Anda sebenarnya begitu dekat dengannya sehingga mungkin bisa menyentuhnya saat itu."
Kedua polisi itu melongo.
"Tentu saja orang itu kaget, ketika kemudian pengurus bangunan ini turun dari serambi kor," sambung Jupe. "Mungkin ia panik, ketika pengurus itu kembali lagi masuk ke gereja setelah polisi selesai menggeledah. Soalnya, pengurus itu pasti akan heran jika melihat di sini ada patung yang mestinya tidak ada. Ya, kan" Father McGovern, masih bisakah orang itu mengingat apa yang terjadi sehingga ia mengalami cedera""
Pastor itu menggeleng. "Ia berkata, mungkin ia tersandung. Pembantuku itu selain sangat kaget, juga mengalami gegar otak."
"Mungkin saja ia dipukul," kata Jupe. "Saat itu beberapa lampu sudah dia padamkan, namun bisa saja maling tadi takut kalau sampai ketahuan. Bisa saja dengan diam-diam ia menghampiri pembantu Anda itu dari belakang, lalu-"
Father McGovern mengangkat tangannya, untuk mencegah Jupiter meneruskan dugaannya "Seharusnya kemarin aku ikut kembali kemari dengan dia," katanya, "Kasihan Earl!"
"Aduh, bagaimana nanti kalau kami harus menuliskan kesemuanya ini dalam laporan kami keluh salah satu dari kedua polisi itu. "Maling yang menyamar menjadi patung! Seorang anak yang mengaku melihat hantu!"
"Saya melihat seseorang memakai pakaian berwarna hitam dengan kerah putih," kata Jupiter membetulkan. "Saya tidak mengatakan melihat hantu."
"Bagaimana mungkin manusia biasa bisa masuk kemari"" tanya Mrs. O'Reilly, pengurus rumah tangga Father McGovern. "Pintu kan terkunci. Kalian kan mendengar, Father McGovern sendiri yang mengatakan begitu. Pasti dia adalah pastor yang lama-kasihan, arwahnya tidak bisa beristirahat dengan tenang!"
"Maling itu b isa masuk, karena punya anak kunci yang cocok," kata polisi yang satu lagi. "Harus begitu, karena sewaktu keluar lagi, pintu kemudian dikuncinya dari luar. Father McGovern, siapakah yang menyimpan kunci-kunci gereja ini""
"Saya sendiri, tentu saja," kata pendeta itu. "Lalu Mrs. O'Reilly... asistenku... dan tentu saja Earl. Saya rasa kunci-kuncinya ada di antara barang-barangnya di rumah sakit. Lalu di rumah masih ada satu perangkat cadangan, kalau-kalau ada yang kehilangan kunci-kuncinya. Kunci-kunci cadangan itu digantungkan di dalam lemari tempat penyimpanan jas, di serambi tingkat bawah."
"Benarkah ada di sana, Father"" tanya Jupiter.
Father McGovern berbalik, lalu bergegas pulang. Beberapa menit kemudian ia sudah datang lagi.
Tidak ada," katanya singkat. "Hilang!"
Semua yang ada di situ membisu.
"Yah... memang, agak ceroboh menyimpan kunci-kunci di tempat seperti itu," pastor itu mengakui. "Begitu banyak orang yang datang ke rumah pastor untuk urusan ini dan itu. Dan sebelumnya mereka menggantungkan jas dalam lemari itu."
"Maksud Anda," kata salah seorang polisi, "boleh dibilang setiap orang di daerah sini bisa saja mengambil kunci-kunci itu untuk memasuki gereja ini."
Father McGovern mengangguk dengan wajah murung.
"Sebaiknya kita minta saja atasan kita datang kemari," kata polisi yang lebih tua. "Letnan pasti ingin tahu bahwa maling alias santo yang kemudian lenyap itu, malam ini kembali lagi kemari dalam wujud hantu pastor." "
"Bukan begitu kejadiannya," bantah Jupiter.
"Kau tadi mengatakan, melihat seseorang berpakaian hitam dengan kerah seperti kerah jubah pastor," kata polisi itu mengingatkan.
""Memang," kata Jupe, "tapi bukan dia yang mendorong aku sampai jatuh, lalu mengunci " dari luar. Orang berpakaian hitam-hitam itu berdiri sana, di bagian depan sana. Sedang orang yang mendorongku itu di sini, di sebelah belakang sini. Yang Anda sebut hantu itu tidak mungkin punya waktu untuk datang kemari setelah lilin dia padamkan. Ada dua orang yang masuk kemari tadi!"
"Aduh, dua!" Wanita pengurus rumah tangga Father McGovern berkeluh-kesah. "Mendiang pastor yang lalu, dan satu lagi." Ia menoleh ke arah majikannya. "Dan jangan suruh saya pergi minum teh yang enak," katanya. "Saya tidak mau tahu tentang itu malam ini!"
"Bab 9 MALING MENELEPON
"SEPANJANG malam yang masih tersisa, Trio Detektif melanjutkan penjagaan di apartemen Mr. Prentice. Tapi mereka tidak mengalami kedatangan bayangan, maupun gangguan lain-lainnya. Keesokan harinya, pagi-pagi Mr. Prentice sudah sibuk menggoreng telur dan memanggang roti.
Nah, Anak-anak," katanya sambil menghidangkan sarapan pada ketiga remaja yang menemani. Bagaimana-ada kesimpulan yang bisa kalian ambil""
Ya, ada! Pikiran saya macet!" kata Pete.
Jangan buru-buru bilang begitu," kecam Jupiter. "Urusannya baru mulai menjadi menarik. Berbagai hal perlu kita pikirkan."
"Apa misalnya""
Misalnya saja maling itu. Kenyataan bahwa ia memanfaatkan gereja yang di sebelah, menimbulkan pertanyaan dalam diriku."
Boleh saja kau merasa tertarik," kata Mr. Prantice. "Tapi apa hubungannya maling itu dengan bayangan yang muncul dalam apartemenku ini""
Terus terang, saya tidak tahu," kata Jupe. "Tapi menurut perasaan saya, pasti ada hubungannya, Mr. Prentice, apakah Anda biasanya melihat bayangan itu pada waktu-waktu tertentu saja" Saya sudah dua kali melihatnya, menjelang malam. Kapan Anda biasanya melihatnya""
Fenton Prentice mengingat-ingat sebentar. "Biasanya begitulah, saat sore atau menjelang malam," katanya kemudian. "Dan mungkin juga sekali dua kali agak lebih siang."
"Tidak pernah tengah malam""
"Saat itu biasanya aku sudah tidur. Tapi seingatku, aku belum pernah melihatnya kalau kebetulan terbangun tengah malam."
Jupe mengangguk. "Kalau begitu, kami pergi saja sekarang, lalu nanti datang lagi-itu jika Anda tidak keberatan. Saya mendapat ide bagi langkah berikut dalam menangani kasus ini. Untuk itu perlu diadakan persiapan-dan itu harus dilakukan di Rocky Beach. Dan... kalau tidak salah, masih ada beberapa tugas lain yang harus diselesaikan oleh Bob dan Pete.
Sementara itu Anda pasti aman karena kecil sekali kemungkinannya bayangan itu akan muncul sebelum kami kembali."
Selesai sarapan, anak-anak minta diri. Ketika mereka sedang menuruni tangga untuk menuju pekarangan, mereka melihat Sonny Elmquist yang saat itu sedang duduk dengan santai di kursi di tepi kolam. Pemuda itu bergegas bangkit, begitu melihat mereka.
"He, kudengar kalian melihat hantu pastor itu. ya!" katanya pada Jupe. "Coba tadi kalian langsung mampir sebentar di apartemenku, untuk memberi tahu. Aku tertarik pada hal-hal seperti itu."
Memberi tahu Anda"" Jupe memandang Elmquist dengan heran. "Mana mungkin aku memberi tahu Anda" Saat itu Anda masih berada di tempat Anda bekerja,kan""
Tadi malam aku kebetulan ada di rumah," kata pemuda itu. "Aku tidak terus-menerus bekerja. Mana ada orang yang begitu""
"Dari mana Anda tahu bahwa Jupe melihat hantu pastor itu"" tanya Pete.
"Gampang saja. Mrs. O'Reilly bercerita pada Mrs. Bortz, lalu Mrs. Bortz bercerita pada Hassell, dan kemudian Hassell mengatakannya padaku."
Jupe dan kedua rekannya terus berjalan ke luar. Diikuti Elmquist.
"Tapi itu benar, ya" Kau kemarin malam benar-benar melihatnya"" tanya Elmquist dengan nada ingin tahu.
"Aku melihat seseorang," kata Jupe.
Anak-anak meninggalkan Elmquist di depan gedung apartemen. Mereka menuju Wilshire Boulevard, jalan raya yang terdapat di ujung Paseo Place.
"Elmquist itu aneh orangnya," kata Pete, ketika mereka sudah duduk di bis yang menuju Rocky Beach.
"Karena ia menaruh minat pada hal-hal seperti hantu, mandala, dan falsafah Timur"" kata Jupe. Zaman sekarang hal seperti itu sudah tidak aneh lagi." Ia menyandarkan diri ke punggung kursi.
""Dan beberapa di antara pemikiran yang dikemukakannya sulit dibantah kebenarannya. Segala agama yang besar mengajarkan bahwa tidak baik jika orang terlalu mementingkan kekayaan dan harta benda."
"Tergila-gila pada harta, merupakan pangkal segala maksiat," kata Bob.
"Tepat! Tapi di lain pihak, aku mengerti maksudmu yang sebenarnya, Pete. Memang ada sesuatu yang aneh pada diri Elmquist. Dan itu ialah-nampaknya ia memiliki kemampuan menembus dinding, Benar-benar misterius!"
Menjelang pukul setengah sepuluh pagi, ketiga remaja itu sudah kembali berada di Rocky Beach.
"Kurasa kini sudah waktunya kita menelaah hal-hal yang berhasil kita ketahui sampai sekarang," kata Jupe, sementara mereka berjalan meninggalkan halte bis. "Yuk, kita ke Markas dulu.
Sepuluh menit kemudian, ketiga detektif remaja itu sudah duduk menghadap meja tulis di dalam karavan usang yang mereka jadikan kantor.
"Sekarang ada tiga misteri yang perlu kita usut, kata Jupe. Kedengarannya ia bergembira menghadapi kenyataan itu. "Pertama: bayangan yang merongrong Mr. Prentice. Siapakah dia, dan bagaimana caranya masuk ke dalam apartemen" Lalu misteri berikut: maling yang mencuri Anjing Karpatia. Siapa dia, dan kenapa gereja dijadikannya tempat bersembunyi" Dan yang terakhir pastor yang tahu-tahu lenyap. Siapa dia, dan kalau ada, apa hubungannya dengan kedua misteri yang lainnya" Sebaiknya kita membahasnya satu demi satu, secara berurutan."
"Kusangka kita sudah tahu siapa sebenarnya bayangan di dalam apartemen itu," kata Pete. Berdasarkan penglihatanmu, dan juga Mr. Prentice, bayangan itu Sonny Elmquist."
"Memang betul," kata Jupiter, "tapi kami hanya melihatnya sekilas saja. Mudah-mudahan saja kalian berdua kapan-kapan juga bisa melihat bayangan itu."
"Setidak-tidaknya, kita tahu pasti bahwa bayangan itu bukan Mrs. Bortz," sela Bob. "Kalau dia, bisa masuk karena memiliki kunci!"
Jupe mengangguk. "Lagi pula bentuk perawakannya lain-terlalu gemuk, sementara bayangan itu kurus. Kalau Elmquist-nah, dialah yang cocok potongannya! Tapi aku tetap masih belum bisa membayangkan, bagaimana caranya ia bisa masuk ke apartemen Mr. Prentice. Dan bagaimana mungkin, seseorang sekaligus ada di dua tempat" Dua kali aku melihat bayangan itu, padahal Elmquist sedang tidur di apartemennya sendiri."
"Mungkin saja bayangan itu orang lain," kata Pete sambil mengangkat bahu.
"Tapi Elmquist tahu tentang mandala," kata Bob
mengetengahkan. "Ia memaparkan wujudnya dengan begitu persis, sehingga pasti pernah melihatnya. Sedang Mr. Prentice sudah jelas tidak pernah mengajaknya masuk ke apartemennya."
""Jadi Sonny Elmquist merupakan tersangka kita yang utama dalam kasus bayangan itu," kata Jupe menarik kesimpulan, "tapi kita tidak mempunyai bukti ataupun penjelasan untuk memperkokoh sangkaan itu. Sekarang, kita beralih ke kasus maling. Dari indikasi-indikasi yang ada, bisa ditarik kesimpulan bahwa dia orang sekitar situ juga-atau bahkan tinggal satu gedung dengan Mr, Prentice-karena tahu di mana ia bisa memperoleh anak kunci untuk masuk ke dalam gereja. Siapa saja di sekitar situ yang tahu-menahu tentang patung Anjing Karpatia, begitu pula bahwa barang itu bernilai tinggi""
"Bagaimana dengan bayangan itu"" kata Pete mengajukan dugaan. "Mungkin saja bayangan itu melihat kertas-kertas mengenai hal itu di meja tulis Mr. Prentice, atau bisa juga ia menangkap pembicaraan lewat telepon."
"Bagaimana dengan Mrs. Bortz"" kata Bob. "Ia bisa saja melihat surat-surat tentang patung anjing itu, sewaktu sedang memuaskan rasa ingin tahunya, memeriksa apartemen Mr. Prentice."
"Jika wanita itu tahu, setiap orang di sekitar tempat itu kemudian pasti juga ikut tahu!" kata Pete.
"He, Jupe," kata Bob, "menurutmu, apakah maling itu masuk ke rumah Niedland khusus untuk mencuri Anjing Karpatia""
"Sulit untuk memastikannya. Dari mana ia tahu, bahwa saat itu Anjing Karpatia sedang ada di situ" Mungkin ia masuk dengan harapan akan menemukan sesuatu yang berharga di dalam. Jika tinggalnya di sekitar situ, tentunya ia tahu bahwa rumah itu kosong. Jadi ia masuk, menemukan patung itu, tapi kemudian buru-buru lari sewaktu polisi muncul. Ia lari ke dalam gereja, dan di situ menyamarkan diri menjadi patung St. Patrick. Nekat sekali orang itu! Berdiri diam-diam berselubung jubah dan memakai mitra, sementara polisi berkeliaran di dalam mencari dia!"
"Polisi kemudian pergi, tapi pengurus gereja datang lagi," kata Bob menyela. "Karenanya maling itu lantas memukulnya sampai pingsan, lalu melarikan diri!"
"Kurasa kita bisa menyimpulkan bahwa maling itu menggunakan kekerasan," kata Jupiter sependapat. "Soalnya,ia sadar bahwa lambat-laun Earl pasti akan melihat bahwa di situ ada patung yang sebelumnya tidak ada. Jadi besar sekali kemungkinan maling itu yang memukul Earl sehingga pengurus gereja itu pingsan. Anjing Karpatia itu disembunyikannya di salah satu tempat di dalam gereja, lalu kemarin malam ia kembali lagi untuk mengambilnya."
"Kenapa harus begitu"" tanya Pete. "Kenapa tidak diselipkannya saja dalam kantung atau di balik jasnya, lalu pergi malam itu juga" Kenapa harus disembunyikan dulu di dalam gereja""
"Terlalu besar risikonya, jika langsung dibawa," jawab Jupe. "Mungkin dia takut, jangan-jangan polisi masih berkeliaran di sekitar situ dengan mobil patroli. Bisa saja ia khawatir tahu-tahu dicegat dan ditanyai, dan mungkin juga bahkan digeledah. Ia berpendapat, lebih aman Anjing Karpatia disembunyikannya selama satu hari di gereja, dan keesokan malamnya baru diambil lagi.
"Jadi kemarin malam ia muncul lagi, menyamar sebagai pastor," kata Pete.
"Tidak, kurasa bukan begitu," kata Jupe. "pastor yang kemudian menghilang itu hanya berdiri saja di dekat altar, sewaktu aku melihatnya. Maling itu mestinya langsung mendatangi tempat patung kristal itu disembunyikan, dan kemudian dengan segera pergi lagi. Aku didorongnya karena rupanya menghalang-halangi, lalu ia ke luar dan mengunci pintu dari luar."
"Kalau begitu, siapa pastor misterius itu"" tanya Bob.
"Mungkin Sonny Elmquist"" kata Pete menebak
"Ia kan suka pada hantu, dan kemarin malam ia ada di rumah. Mungkin saja ia bersekongkol dengan maling itu."
"Itu kombinasi yang sulit diterima akal sehat," kata Jupe. "Seseorang yang ingin menjauhkan diri dari segala keinginan yang bersifat duniawi, bekerja sama dengan maling""'
"Tapi ia kan mengatakan bahwa ia perlu uang, Jupe!" kata Bob mengingatkan dengan bersemangat. "Ingat tidak, saat ini ia kan sedang asyik menabung, karena ingin ke India!"
"He, jangan-jangan Elmqu
ist itu sendiri malingnya!" kata Pete buru-buru.
""Kau melupakan satu hal. Elmquist sedang tidur di apartemennya, ketika polisi mengejar-ngejar maling itu lewat pekarangan," kata Jupe. "Dan ia berdiri di depan gereja bersama kita, sementara polisi sibuk menggeledah bangunan itu-saat mana maling yang dicari-cari ada di dalam, menyamar menjadi patung orang suci."
"Tapi Elmquist kelihatannya bisa hadir di dua tempat pada waktu yang sama," kata Bob. "Jika ia bisa gentayangan di dalam apartemen Mr. Prentice pada saat ia juga ada di apartemennya sendiri yang terletak di seberang kolam di bawah, maka tidak aneh jika ia bisa ada di dalam dan di luar gereja pada saat yang sama!"
Jupe menggeleng-geleng, Kelihatan bahwa ia jengkel.
Tidak, itu tidak mungkin," katanya dengan sebal, karena menghadapi jalan buntu. Tapi tentang satu hal, aku sependapat denganmu. Banyak hal tentang Sonny Elmquist yang belum kita ketahui. Kurasa kita perlu mengamat-amati orang itu, dan aku punya akal bagaimana kita akan melakukannya. Aku sudah merencanakan-"
Kalimatnya terpotong deringan telepon yang terletak di atas meja. Dengan segera Jupiter menyambar gagangnya.
"Ya"" katanya. "Ah, Mr. Prentice! Sebentar."
Jupiter mendekatkan gagang telepon itu ke sebuah alat khusus yang terdiri dari mikrofon dan pengeras suara. Ia sendiri yang membuat alat itu, dari pesawat radio yang sudah rusak. Sekarang
Trio Detektif 23 Misteri Anjing Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketiga remaja yang ada di dalam karavan bisa mendengar dengan jelas kata-kata pria tua penggemar seni itu.
"Silakan, Mr. Prentice," kata Jupiter.
"Aku baru saja ditelepon orang." Suara Mr Prentice bergetar, karena tegang. "Penelepon itu mengatakan, Anjing Karpati" saat ini ada padanya. Kau kan mengatakan, benda seni seperti itu sulit dijual. Nah-orang itu ternyata menemukan orang yang paling cocok sebagai pembeli. Ia menawarkannya padaku, dengan harga sepuluh ribu dolar"!
"Bab 10 PERACUNAN "TRIO Detektif hanya bisa membisu, karena kaget.
"Jupiter" Kau masih ada di sana, Jupiter"" terdengar suara Mr. Prentice bertanya dengan cemas.
"Eh anu , ya! Ya, Sir, saya masih ada di sini." Jarang terjadi Jupiter benar-benar kaget Tapi pemberitahuan pria tua itu menyebabkan ia kehilangan akal sejenak.
"Aku...perasaanku tidak enak, harus berurusan dengan penjahat," sambung pria tua itu, "tapi anjing Karpatia harus kuperoleh. Patung itu milikku, dan jika tidak kuusahakan memperolehnya sekarang, jangan-jangan nanti lenyap untuk selama-lamanya. Aku bermaksud membayar tebusan yang dimintanya. Aku punya waktu dua hari untuk mengumpulkan uang sebanyak yang diminta."
"Anda sudah menghubungi polisi""
"Aku tidak berniat berbuat begitu. Aku tidak mau mengambil risiko maling itu gentar. Kalau itu sampai terjadi, bisa-bisa Anjing Karpatia tidak kuperoleh kembali."
Saya rasa sebaiknya Anda menimbang-nimbang dulu, sebelum bertindak," kata Jupe. ""Anda berurusan dengan penjahat yang tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Jangan lupa apa yang dilakukannya terhadap Earl."
"Justru itulah! Karena takut ketahuan, maling itu memukulnya. Aku tidak ingin menyebabkan dia punya alasan untuk merasa takut padaku. Bagaimana, kapan kalian kembali kemari" Terus terang saja, perasaanku tidak enak, menunggu seorang diri di sini."
"Apakah bayangan itu muncul lagi""
"Bukan begitu, tapi aku tahu bahwa setiap saat mungkin ia muncul... ketegangan itu yang menyebabkan aku tidak tahan."
"Saya rasa kami masih sempat naik bis yang pukul tiga," kata Jupe, sambil memandang Bob dan Pete untuk meminta persetujuan. Kedua temannya itu mengangguk. "Sebelum gelap, kami sudah akan tiba di tempat Anda."
Jupiter mengakhiri pembicaraan, lalu meletakkan gagang telepon ke tempatnya.
Ia mendesah. "Sekarang kita mendapat tugas tambahan, menyelamatkan dia dari rongrongan maling itu!" katanya. "Sebaiknya sekali ini kita berbekal pakaian, karena mungkin harus tinggal di apartemen Mr. Prentice selama beberapa hari. Nanti kita bertemu lagi di halte bis, sebelum pukul tiga."
"Bagaimana idemu tadi, tentang cara mengamat-amati Elmquist"" tanya Pete.
""Nanti saja kujelaskan," jawab Jupiter. "Aku belum selesai den
gan rencana mengenai dia."
Setelah itu Bob dan Pete pulang dulu Bob hendak ke perpustakaan umum Rocky Beach. Di sana-untuk mengisi waktu luangnya-ia bekerja sebagai tenaga lepas, dengan tugas mencatat dan menaruh buku-buku di rak. Pete masih harus menyelesaikan beberapa tugas suruhan ibunya.
Waktu yang masih tersisa dari pagi sampai siang dipergunakan oleh Jupiter untuk membersihkan karat sejumlah kursi dan meja taman yang disuruh-betulkan oleh Bibi Mathilda, untuk kemudian dijual lagi. Setelah makan siang, Jupiter sibuk bekerja di bengkelnya, membetulkan beberapa peralatan elektronik yang kemudian dimasukkannya ke dalam kotak kardus. Kotak itu dibawanya ke halte bis. Ia juga menyandang sebuah ransel yang penuh berisi pakaian bersih.
"He, apa isi kotak yang kaubawa itu"" tanya Bob. Ciptaan baru lagi, ya""
"Ini kamera televisi dan pesawat penerimanya, yang dihubungkan dengan kabel," kata Jupe. Dulunya dipakai di sebuah pasaraya.
Ya, betul!" kata Pete. "Alat itu memang dipasang di mana-mana sekarang. Dengan alat itu petugas keamanan bisa mengamat-amati orang yang dicurigai akan mencuri sesuatu."
"Dari mana kau memperoleh peralatan itu""
"Toko tempat alat ini dulu dipasang, mengalami musibah kebakaran," kata Jupe menjelaskan. Kamera-kamera dan pesawat-pesawat monitor ikut rusak karenanya. Paman Titus berhas memborong semuanya, dengan harga yang sangat murah. Bisa dibilang dihadiahkan saja padanya, Aku membetulkan perangkat ini. Ternyata sama sekali tidak sukar."
"Jadi rupanya dengan alat itu kita akan mengamat-amati Sonny Elmquist!" ujar Bob.
"Tepat! Karena di apartemen Mr. Prentice tidak ada jendela yang menghadap ke balkon, tanpa alat seperti ini kita tidak mungkin dapat mengawasi pekarangan di bawah tanpa ketahuan. Tentu saja kita bisa duduk-duduk di balkon atau di samping kolam. Tapi aku tidak ingin Elmquist-atau siapa pun juga-tahu bahwa kita sedang mengamat-amati. Di luar pintu depan apartemen Mr. Prentice ada tanaman besar dalam pot. Kamera bisa kita sembunyikan di situ. Sedang kita duduk di dalam mengamati lewat pesawat monitor."
"Asyik, kita akan punya acara TV pribadi!" kata Pete.
Sejam kemudian ketiga remaja itu memasuki gerbang depan gedung apartemen tempat tinggal Mr. Prentice. Kedatangan mereka disongsong Mrs. Bortz, yang kelihatannya selalu saja ada di mana-mana.
"Kalian datang lagi"" kata wanita itu. Ia memandang kotak kardus, yang saat itu dijinjing Pete. "Apa itu"" tanyanya.
"Pesawat TV," jawab Jupe dengan singkat "Hadiah Natal untuk Mr. Prentice, tapi baru sekarang sempat kami bawa."
"Jupe memandang ke balik punggung wanita pengurus gedung apartemen itu, ke arah pekarangan. Mr. Murphy, makelar saham itu, sedang duduk-duduk sambil merokok di tepi kolam renang. Rupanya sedang menikmati kehangatan matahari sore. Sebentar-sebentar ia menjentikkan abu rokoknya ke asbak khususnya. Ketika melihat anak-anak datang, ia tersenyum.
"Kalian menginap lagi di tempat Mr. Prentice malam ini"" katanya.
"Kelihatannya begitulah," jawab Jupe.
"Bagus." Mr. Murphy memadamkan rokoknya. Kakek itu pasti kesepian. Ada baiknya bagi dia, jika sekali-sekali ada yang menemani. Keponakanku baru saja pergi, menginap di tempat temannya. Tapi sekarang, aku sudah merasa kesepian." ia berdiri, lalu masuk ke apartemennya.
Mr. Prentice berdiri di ambang pintu apartemennya, menunggu ketiga remaja itu. Mereka menunjukkan kamera TV serta pesawat monitornya, sambil menjelaskan kegunaannya. Mr. Prentice bergairah mendengar rencana itu. .
"Kita akan memasangnya saat petang nanti," kata Jupe, "sebelum lampu-lampu di pekarangan dinyalakan. Kalau tidak salah, sekitar setengah enam, kan""
Mr. Prentice mengangguk. "Lampu-lampu akan menyala secara otomatis, tidak lama setelah matahari terbenam."
Pukul lima lewat dua puluh menit, Jupe mengintip ke luar lewat pintu depan, "Cepat, Kawan-kawan, sementara tidak ada yang melihat." Disuruhnya Bob dan Pete berdiri di pinggir balkon, untuk menghalangi pandangan orang yang mungkin ada di bawah, ke arah pohon karet dalam pot yang dipajang di luar apartemen Mr. Prentice. Kemudian dengan c
epat ditaruhnya kamera TV berukuran kecil itu di tempat yang sudah direncanakannya. Kaki-kaki kamera yang pendek ditancapkannya di tanah yang mengisi pot, lalu diaturnya posisi lensa sehingga mengarah ke bawah, ke pekarangan.
"Kamera itu bekerja dengan baterai," katanya sambil mengajak kedua temannya masuk lagi ke apartemen. "Gambar-gambar yang direkam hanya bisa dipancarkan sejauh beberapa meter saja. Tetapi untuk keperluan kita, itu sudah memadai."
Ditutupnya pintu apartemen, lalu diletakkannya pesawat monitor di atas sebuah rak buku. Setelah mengatur kabel-kabelnya, ia memutar sebuah tombol. Sekejap kemudian nampak layar monitor menjadi agak terang. Tapi hanya samar-samar.
"Aku tidak bisa melihat apa-apa di situ, Jupe!" keluh Pete,
"Tunggu saja dulu, sampai lampu-lampu di pekarangan menyala," kata Jupe.
Beberapa menit kemudian pada layar monitor nampak jelas pekarangan yang ada di luar gedung. Anak-anak memperhatikan dengan penuh minat, bersama Mr. Prentice. Sementara mereka masih asyik memandang, nampak Sonny Elmquist muncul dari apartemennya, menuju gang di sebelah belakang dan masuk ke situ. Kemudian pemuda itu muncul lagi dengan tas berisi cucian. Ia kembali ke apartemennya, dan langsung masuk.
Setelah itu muncul seorang wanita muda bertubuh montok dan berambut pirang. Dari arah kemunculannya, wanita itu rupanya baru saja datang lewat gerbang depan.
"Itu Miss Chalmers," kata Fenton Prentice.
Miss Chalmers baru saja hendak membuka pintu apartemennya, ketika Mrs. Bortz muncul di belakangnya. Pengurus gedung apartemen itu memegang bungkusan, yang kemudian diserahkannya pada wanita muda itu.
"Rupanya ada kiriman untuk Miss Chalmers," kata Mr, Prentice. "Mrs. Bortz selalu menandatangani tanda terima jika ada kiriman barang lewat pos, dan penerimanya kebetulan sedang tidak ada."
"Sudah pasti ia melakukannya dengan senang hati," kata Pete.
"Memang," kata Mr. Prentice. "Dengan begitu ada peluang baginya untuk tahu lebih banyak lagi mengenai para penyewa apartemen di gedung ini."
"Sementara itu Mrs. Bortz masih nampak bercakap-cakap dengan Miss Chalmers. Rupanya ia sengaja mengulur-ulur waktu, karena ingin tahu isi bungkusan yang baru saja diserahkan.
Akhirnya Miss Chalmers mengangkat bahu dengan sikap pasrah. Ia menaruh tasnya di meja dekat kolam, lalu duduk untuk membuka bungkusan.
Saat itu Alex Hassell keluar dari apartemennya. Ia berhenti, memandang ke arah Miss Chalmers.
"Kelihatannya sulit bagi para penghuni gedung ini untuk tidak dicampuri urusannya oleh orang lain, ya," kata Pete mengomentari.
Mr. Prentice mendecakkan lidah dengan jengkel.
"Mestinya Miss Chalmers jangan mau mengalah pada Mrs. Bortz, perempuan menyebalkan itu," tukasnya. "Ia terlalu baik hati! Miss Chalmers, maksudku!"
Sementara itu Miss Chalmers sudah selesai membuka kertas pembungkus kiriman yang ditujukan padanya, dan kini mengangkat tutup sebuah kotak yang ada di dalamnya. Anak-anak melihat wanita muda itu tersenyum, lalu memungut sesuatu dari dalam kotak dan memasukkannya ke dalam mulut, sementara tangannya dengan cepat menjemput benda lain dari dalam kotak itu.
"Permen," kata Jupiter.
"Perempuan itu tak perlu sering-sering berenang, jika bisa menahan diri kalau melihat permen," kata Mr. Prentice.
Pada layar monitor nampak Miss Chalmers menyodorkan kotak permen pada Mrs. Bortz, seakan-akan baru ingat untuk menawarkannya sebagai basa-basi. Tapi tahu-tahu tangannya tersentak, berpindah mencengkeram kerongkongan. Kotak yang dipegangnya jatuh ke tanah, dan permen yang ada di dalamnya bergelindingan ke luar.
Napas Pete tersentak "Kenapa"" ,_
Miss Chalmers terhuyung bangkit dari kursi yang didudukinya. Ia terbungkuk, lalu roboh ke tanah. Ia terkapar di situ, menggeliat-geliat.
Trio Detektif lari ke pintu apartemen, lalu buru-buru membukanya. Mereka mendengar suara Mrs. Bortz berseru dengan cemas.
"Kenapa Anda, Miss Chalmers""
"Aduh, sakit!" rintih Miss Chalmers. "Aduh, sakit sekali rasanya!"
Jupe, Pete, dan Bob lari menuruni tangga. Ketika M"r. Prentice yang menyusul tiba di pekarangan, Jupiter sudah sibuk mengendus-endus
sepotong permen coklat yang terjatuh dari kotak. Miss Chalmers menangis kesakitan, sedang Mr. Murphy yang bergegas keluar dari apartemennya membungkuk untuk memperhatikan wanita muda itu.
Sonny Elmquist juga ada di situ. Pintu apartemennya terpentang lebar.
"Apa itu"" tanya Mrs. Bortz. Ditangkapnya lengan Jupe lalu diguncang-guncangkannya, sehingga coklat yang ada di tangan remaja itu remuk dan isinya yang kental melumuri telapak tangan. Jupe mendekatkan tangannya itu ke hidung, mengendus-lalu menengadah dengan cepat
""Kita harus memanggil ambulans!" serunya cemas. "Isi permen coklat ini mengandung sesuatu yang tidak beres! Kurasa dia diracun orang!"
"Bab 11 JAGA MALAM "SUDAH, jangan membuang-buang waktu lagi!" kata Mr. Murphy. "Kuantarkan dia dengan mobilku, Ke klinik gawat darurat!"
"Saya ikut!" kata Mrs. Bortz menawarkan diri.
"Jangan lupa membawa permen coklatnya, " kata Jupe, "supaya bisa diteliti!"
Mr. Murphy mengeluarkan mobilnya dari garasi. Pete menggotong Miss Chalmers dan membaringkannya di jok belakang. Mrs. Bortz menyelubungi tubuh wanita muda itu dengan selimut. Jupiter memungut kotak yang berisi permen coklat, lalu menyodorkannya pada Mrs. Bortz. Sesaat kemudian Mr. Murphy sudah memacu mobilnya, meninggalkan tempat itu.
"Racun!" kata Mr. Prentice. "Kasihan Miss Chalmers. Siapa yang begitu tega, meracuninya""
"Belum tentu ia diracun orang, Mr. Prentice," kata Jupe menegaskan, "cuma sewaktu saya cium tadi, coklat itu aneh baunya."
Namun dua jam kemudian mereka memperoleh kepastian. Mr. Murphy dan Mrs. Bortz sudah kembali dari klinik, gawat darurat Rumah Sakit Pusat. Wajah mereka sangat tegang.
""Belum pernah aku mengalami dihina seperti tadi itu!" tukas Mrs. Bortz.
"Apa yang terjadi"" tanya Mr. Prentice. Ia baru saja selesai makan malam bersama Trio Detektif, ketika terdengar bunyi mobil Mr. Murphy kembali. Mereka bergegas-gegas menyongsong ke bawah.
"Polisi-polisi itu!" kata Mrs. Bortz dengan sengit "Macam-macam saja pertanyaan mereka yang tidak enak padaku-berapa lama kotak berisi permen coklat itu ada di tanganku, misalnya. Bayangkan!"
"Mereka kan cuma ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi," kata Mr. Murphy. Suaranya terdengar letih.
"Takkan mungkin aku sampai meracuni siapa pun juga. Tak usah, ya!" tukas Mrs. Bortz. Sambil menghentak-hentakkan kaki ia pergi ke apartemennya, lalu masuk sambil membanting pintu, yang kemudian dikunci dari dalam.
"Apa sebenarnya yang terjadi tadi, Mr. Murphy" tanya Alex Hassell, yang baru saja datang dari ruang tempat cuci.
Ternyata permen coklat itu memang berisi racun," kata Mr. Murphy. "Saat ini sedang diteliti di laboratorium rumah sakit, untuk memastikan racun jenis apa. Isi perut Miss Chalmers dipompa keluar, dan kini ia dibaringkan di ruang khusus untuk diamati kondisinya. Polisi tentu saja langsung dihubungi, dan mereka kemudian menanyai Mrs. Bortz tentang bungkusan yang diserahkan olehnya pada Miss Chalmers. Perempuan itu selalu, saja menanggapi segala hal, seolah-olah langsung ditujukan pada dirinya pribadi. Ia bersikap seolah-olah polisi menuduhnya mengirimkan permen beracun itu pada Gwen-pada Miss Chalmers, maksudku. Padahal tidak ada yang menuduhnya begitu."
"Dengan cara bagaimana bungkusan berisi permen coklat itu dikirimkan"" tanya Jupiter.
"Lewat pos. Tidak ada yang aneh tentang soal itu."
Pintu apartemen Mrs. Bortz terbuka lagi. Wanita pengurus gedung apartemen itu rupanya sudah berhasil menenangkan perasaannya. Ia melangkah ke luar, lalu memandang ke arah kolam.
"Kurasa segala-galanya ada gunanya," kata wanita itu. "Gwen Chalmers satu-satunya di antara kita semua yang masih suka berenang dalam keadaan cuaca yang begini dingin. Sekarang ia takkan bisa berenang lagi, setidak-tidaknya selama beberapa hari. Jadi aku bisa menyuruh orang untuk menguras dan membersihkan kolam ini, selama dia masih sakit. Sebetulnya sudah lama kolam ini harus dibersihkan."
Mulut Mr. Murphy bergerak, seakan-akan hendak mengatakan sesuatu. Tapi tidak jadi. Ia hanya mengangkat bahu, menyalakan rokok, lalu masuk ke apartemennya. Ia diikuti oleh Alex Hassell, y
ang juga pergi meninggalkan tempat itu. Mr. Prentice memandang Mrs. Bortz dengan masam, lalu menuju ke tangga.
""Perempuan itu benar-benar tidak punya perasaan," gerutunya pada anak-anak yang menyertainya ke atas. "Bayangkan, pada saat seperti sekarang ini, masih sempat-sempatnya dia memikirkan urusan kebersihan kolam!"
"Kira-kira siapa ya yang mungkin meracuni Miss Chalmers"" tanya Mr. Prentice sekali lagi, setengah pada dirinya sendiri, ketika mereka sudah kembali berada di dalam apartemennya.
"Seseorang yang mengenal wanita itu, atau kebiasaannya," kata Jupiter. "Orang, yang tahu begitu wanita muda itu membuka kotak permen, ia pasti akan langsung makan satu atau dua potong. Pertanyaan yang lebih mendesak ialah, apa sebabnya ada orang berniat meracuninya""
Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaannya itu.
Jupiter duduk bersila di lantai, sambil menatap layar monitor televisi. Pekarangan di bawah yang kini sudah diterangi lampu-lampu, nampak kosong.
"Tempat tinggal Anda ini sangat menarik," kata Jupe pada Mr. Prentice. "Belum sampai tiga hari mengenal Anda, kami sudah berhasil menangkap basah seseorang yang suka secara sembunyi-sembunyi masuk kemari-yaitu Mrs. Bortz-dan dua kali saya melihat orang lain di apartemen ini yaitu bayangan itu. Anda kecurian sebuah hasil karya seni yang tidak mungkin bisa diganti, dan sebagai kelanjutannya ditelepon., orang yang menuntut agar Anda menebus benda itu. Lalu kini, salah seorang tetangga Anda keracunan."
"Jangan lupa orang yang bertugas mengurus gereja di sebelah," kata Bob mengingatkan. "Kepalanya dipukul orang. Dan Jupe dikurung di dalam gereja, karena ia memergoki hantu pastor, atau pokoknya melihat seseorang."
"Kejadian-kejadian itu begitu kebetulan semuanya," kata Jupiter. "Pasti ada pertaliannya, antara yang satu dengan yang lain. Tapi sejauh ini, hanya lokasinya saja yang merupakan satu-satunya hal yang berhubungan. Segala-galanya terjadi di dalam atau di dekat gedung ini."
"Ya, dan semuanya terjadi pada saat Sonny Elmquist ada di sekitar ini," kata Pete. Tidak pernah pada waktu ia sedang di tempat kerjanya."
Tiba-tiba Mr. Prentice nampak cemas.
"Jangan-jangan dia bisa mendengar percakapan kita," katanya. "Jika memang betul dia bayangan itu, dia bisa saja ada di sini mendengarkan pembicaraan kita, tanpa kita ketahui."
Bob pergi memeriksa seluruh ruangan, sambil menyalakan lampu-lampu. Tapi tidak nampak bayangan mengendap-endap di mana pun juga. Sinar lampu-lampu yang menerangi ruang-ruang apartemen yang kosong, menenangkan perasaan Mr. Prentice, yang kemudian menyibukkan diri, mencuci piring-piring bekas makan malam. Sedang Trio Detektif memusatkan perhatian pada layar monitor TV.
"Selama beberapa jam selanjutnya tidak terjadi apa-apa di pekarangan bawah. Hanya sekali Mrs. Bortz muncul, membawa sampah untuk dibuang ke tong sampah di belakang. Anak-anak mulai bosan. Mereka sudah mengantuk.
Tiba-tiba Jupe tersentak.
"Lihat!" serunya dengan suara tertahan. Sonny Elmquist muncul dari apartemennya. Ia berdiri di pinggir kolam, menatap ke dalam air. Anak-anak memperhatikannya dengan penuh minat.
Kemudian pintu apartemen Mr. Murphy terbuka. Pria bertubuh gempal itu ke luar. Ia merokok sambil memegang asbak yang biasa dipakainya.
Tangannya bergerak sedikit, memberi isyarat berupa salam pada Elmquist. Kemudian ia memadamkan rokoknya, meletakkan asbak ke sebuah meja, lalu keluar lewat gerbang depan.
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi mesin mobil dihidupkan. Pete pergi ke jendela yang menghadap ke jalan sebelah depan.
"Ia pergi dengan mobilnya," katanya melaporkan. "Ngebut!"
"Mungkin ingin jalan-jalan sebentar," kata Mr. Prentice. "Kelihatannya ia tidak tenang sewaktu kembali dari rumah sakit. Mungkin tadi tidak bisa tidur.
Sementara itu Sonny Elmquist masuk lagi ke apartemennya, lalu menarik tirai-tirai agar menutupi jendela.
Pete mengumpat dengan kesal.
""Kita tidak bisa melihat apa yang dilakukannya di dalam," katanya.
"Pasti ia hendak bersiap-siap untuk pergi bekerja," kata Jupiter. "Ia harus sudah ada di pasar pada saat tengah malam.
Saat itu tahu-t ahu semua lampu di pekarangan padam. Seketika itu pula layar monitor televisi menjadi pudar-tinggal sejalur cahaya terang yang berasal dari celah di antara tirai-tirai yang menutupi jendela apartemen Elmquist.
"Makin sialan saja!" kata Pete mencaci. "Sekarang kita sama sekali tidak bisa melihat apa-apa.
"Lampu-lampu itu nyalanya memang diatur secara otomatis," kata Mr. Prentice menjelaskan. "Pukul sebelas, semuanya padam."
"Kalau begitu tamatlah pengamatan kita lewat TV," kata Jupe, lalu memadamkan pesawat monitornya.
"Yah--dalam keadaan gelap seperti di luar saat ini, kita memang tak memerlukannya lagi," kata Pete. "Jika Elmquist hendak pergi bekerja malam ini, dan jika betul dia yang suka masuk-masuk kemari, maka itu harus dilakukannya selama satu jam mendatang ini, atau tidak sama sekali! Kalian berdua di sini saja, menemani Mr. Prentice. Aku akan ke balkon, mengamat-amati dari situ. Takkan ada yang bisa melihat aku, karena aku akan bersembunyi di belakang tanaman karet.
"Nanti kalau kau melihat sesuatu, jangan kaubunyikan bel," kata Jupe mengingatkan.
""Kauketuk saja pintu, pelan-pelan. Kami akan langsung keluar."
"Oke." Pete mengenakan jaketnya, yang untuk berolahraga ski. Sesaat lampu-lampu di apartemen Mr. Prentice dipadamkan, untuk memberi kesempatan pada Pete menyelinap ke luar tanpa dilihat orang. Dengan cepat ia membuka pintu, lalu melangkah ke balkon. Pintu ditutup lagi, tapi sekali ini tidak dikunci. Pete tahu bahwa Jupe dan Bob menunggu di balik pintu, siap untuk keluar begitu ia membutuhkan bantuan.
"Lampu-lampu di dalam apartemen Elmquist masih menyala sebentar, tapi kemudian padam. Pete menunggu pemuda itu muncul, untuk pergi bekerja. Tapi tidak terjadi apa-apa di seberang. Pantulan remang cahaya lampu-lampu di kota menyebabkan tempat di sekitar kolam tidak sepenuhnya gelap gulita. Pete tahu, jika ada sesuatu bergerak di bawah, ia pasti akan melihatnya. Tapi tidak ada yang bergerak di situ.
Tidak lama sesudah tengah malam, ada seseorang masuk lewat gerbang depan. Pete langsung tegang. Tapi hanya sesaat. Ia tenang lagi, ketika sosok gelap itu berhenti sebentar dekat meja di pinggir kolam. Ternyata orang itu Mr. Murphy. Ia mengambil asbak yang tadi diletakkannya di situ. Makelar saham itu masuk ke apartemennya, dan sejenak kemudian sebuah lampu dinyalakan dalam ruangan yang jendela-jendelanya tertutup tirai.
Mata Pete terkejap. Selama beberapa saat-yaitu sementara Mr. Murphy mengambil asbaknya lalu membuka pintu apartemennya-perhatian Pete tidak terarah pada pintu apartemen Elmquist. Dan rupanya selama beberapa saat itulah pemuda itu keluar dari tempat kediamannya. Diterangi cahaya remang yang berasal dari celah tirai jendela apartemen Mr. Murphy, Pete bisa melihat bahwa Elmquist mengenakan mantel mandi dan selop. Pemuda itu mengitari kolam dengan langkah menyelinap, menghampiri pintu apartemen Mr. Murphy.
Mata Pete terkejap lagi. Dan... tahu-tahu Elmquist lenyap! Sekitar dua puluh meter dari pintu depan apartemennya, pemuda itu tahu-tahu menghilang!
Pete buru-buru mengetuk pintu apartemen Mr. Prentice. Tanpa menunggu jawaban, ia langsung menyelinap menuruni tangga, menuju pekarangan di bawah. Maksudnya hendak mencegat di depan pintu tempat tinggal Elmquist, menunggu pemuda itu apabila kembali nanti.
Baru saja ia sampai di pelataran ubin yang mengelilingi kolam renang, tahu-tahu kakinya menginjak sesuatu. Sesuatu yang lunak-dan hidup!
Terdengar jeritan menyeramkan, jeritan makhluk yang tersiksa!
Sambil bergidik, Pete berusaha melompat ke samping. Tapi makhluk hidup yang bergerak-gerak itu menyusup di sela kedua kakinya. Pete berteriak, lalu jatuh tersungkur ke depan.
Jeritan menyeramkan itu terdengar lagi. Seperti sedang menonton film slow-motion, Pete melihat tepi kolam bergerak ke arahnya, ia melihat sesuatu mencengkeram kakinya. Ia merasakan kuku-kuku mencengkeram daging. Dan tahu-tahu ia merasakan tubuhnya terbanting ke air kolam, teriring bunyi ceburan,
Pintu apartemen Alex Hassell terbuka dengan cepat.
Lampu-lampu di pekarangan menyala serentak.
Kepala Pete timbul di permukaan ai
r kolam. Ia megap-megap, meludahkan air yang mengandung khlor.
Makhluk yang menjerit tadi mendesis, berenang ke tepi, lalu diangkat ke luar oleh Alex Hassell. Makhluk itu ternyata kucing. Seekor kucing berbulu hitam.
"Anak kejam!" tukas Alex Hassell, memaki Pete.
Pete merangkak keluar dari dalam air. Ia menggigil, karena hawa malam itu sangat dingin.
"Mr. Prentice!"' seru Mrs. Bortz. Wanita itu muncul berselubung mantel kamar, dengan rambut digulung kecil-kecil. "Mr, Prentice! Anda harus melarang anak-anak itu, jangan sampai mereka keluyuran ke luar malam-malam begini!"
Jupiter menuruni tangga, menuju pekarangan. Tahu-tahu Sonny Elmquist sudah berdiri di ambang pintu apartemennya.
""Saya... saya tadi tidak bisa tidur," kata Pete dengan suara pelan, mencari-cari alasan.
Kini pintu apartemen Mr. Murphy terbuka.
"Ada apa lagi sekarang"' seru makelar saham itu dengan jengkel.
"Anak kurang ajar ini menginjak seekor kucingku!" kata Alex Hassell. Kucing yang basah kuyup itu digendongnya. "Sudahlah, jangan menangis," katanya dengan lembut. "Kau ikut saja denganku, ke dalam. Nanti kau ku rawat. Jangan kauacuhkan anak jahat itu!"
"Aku tidak mau melihatmu berkeliaran di luar sini lagi!" kata Mrs. Bortz dengan marah pada Pete.
"Itu takkan terjadi lagi, Ma'am," kata Pete.
Mrs. Bortz masuk lagi ke apartemennya, lalu memadamkan lampu-lampu.
"Anda tidak dinas lagi malam ini"" tanya Jupe, sambil memandang Elmquist. Pemuda itu mengangguk.
"Apa boleh buat, malam ini pun ada lagi keributan di sini," kata Jupe.
"Aku tadi hampir... aku nyaris melihat..."
"Apa"" tanya Jupe dengan cepat.
"Tidak apa-apa." Elmquist mengusap-usap matanya. "Aku tadi bermimpi, rupanya. Ketiduran..."
Pemuda bertubuh ceking itu masuk lagi ke dalam, lalu menutup pintu apartemennya.
Pete bergegas menaiki tangga, menuju apartemen Mr. Prentice. Jupiter mengikutinya dari belakang. Prentice sudah siap di ruang duduk dengan handuk besar. Sedang Bob sibuk di kamar mandi, membuka keran-keran untuk menyiapkan air hangat.
"Dari mana datangnya Elmquist tadi"" tanya Pete dengan heran, sambil membuka jaketnya.
"Ketika aku sedang di luar tadi, aku melihatnya berjalan mengitari kolam. menuju tempat tinggal Mr. Murphy. Tahu-tahu ia lenyap. Tidak kelihatan lagi, di mana pun juga kucari dengan mataku. Karenanya aku lalu turun. Maksudku hendak mencarinya di bawah. Tahu-tahu terinjak oleh ku kucing sialan itu, lalu-"
Ya, aku melihat saat itu," kata Jupe. "Kau tercebur ke dalam kolam. Lalu Elmquist keluar dari apartemennya."
"Tapi itu mustahil!" kata Pete dengan tegas. "Ketika aku terjatuh ke dalam kolam, ia tidak berada dalam apartemennya. Tidak mungkin ia ada di situ. Ia sedang menuju tempat tinggal Murphy, ketika tahu-tahu menghilang!"
"Bab 12 KECELAKAAN"
"SETELAH itu Bob dan Jupe silih berganti melakukan pengamatan dari atas balkon. Sampai pukul empat dinihari tidak kelihatan gerakan apa pun juga di pekarangan, yaitu sampai Mrs. Bortz keluar dari apartemennya. Ia memakai jas dari kain wol tebal. Begitu melihat Mrs. Bortz, Jupiter cepat-cepat mengendap masuk ke apartemen Mr. Prentice.
"Mrs. Bortz hendak pergi," kata Jupe melaporkan pada Mr. Prentice. Pria yang sudah berumur lanjut itu semalaman tidak masuk ke kamar tidurnya. Ia duduk bersandarkan bantal di sudut sofa. Sekali-sekali terlelap, tapi langsung terbangun lagi.
"Tentu saja," katanya menanggapi laporan Jupiter.
"Pukul empat pagi"" tanya Jupiter dengan heran.
Mr. Prentice menguap. "Pasar kan buka dua puluh empat jam sehari," katanya mengingatkan. "Mrs. Bortz selalu berbelanja setiap hari Kamis, dan ia selalu berangkat pukul empat pagi."
Jupiter hanya bisa melongo.
"Katanya, saat ini pasar sedang sepi," kata Mr. Prentice. "Tapi menurut hematku, pada waktu seperti sekarang ini ia bisa merasa pasti bahwa takkan terjadi apa-apa di sini. Jadi ia takkan rugi, jika tidak melihat dan harus pergi. Mr. Murphy baru pukul lima nanti berangkat ke kantornya. Sedang penghuni apartemen lainnya, sekarang ini pasti masih tidur semuanya."
Bob dan Pete muncul dari ruang hobi. Sepanjang sisa malam itu mereka tidur-t
iduran di situ. "Maksud Anda, begitu besar rasa ingin tahunya, sehingga tidak berani meninggalkan tempat ini kecuali jika semua penghuni sedang tidur"" kata Pete.
"Tingkah lakunya memang aneh, malahan bisa dibilang penyakit," kata Mr. Prentice. "Mrs. Bortz itu seperti labah-labah, yang tidak bisa meninggalkan sarangnya. Satu-satunya minat perempuan itu hanya terhadap orang-orang yang tinggal di sini, yang terus-menerus diawasinya. Itulah tujuan hidupnya."
Bob pergi ke jendela yang menghadap ke jalan di depan, lalu menarik tirai ke samping. Ia mendengar bunyi mesin mobil dihidupkan. Dilihatnya sinar merah lampu belakang sebuah kendaraan menerangi lantai semen di sebelah bawah jendela. Kemudian sebuah sedan berwarna kelabu muncul lambat-lambat dari bawah gedung.
"Heran, baterainya tidak kosong, jika cuma sekali seminggu ia memakai mobilnya," kata Bob.
""Cukup sering ia terpaksa memanggil montir dari bengkel," kata Mr. Prentice.
Tiba-tiba terdengar bunyi ledakan memecah kesunyian dinihari, diiringi suara orang menjerit.
Mr, Prentice terlonjak dari sofa.
Jupiter melompat, menghampiri jendela.
Pada jarak yang belum begitu jauh, nampak sedan tadi mula-mula menyodok ke kiri, kemudian ke kanan. Asap mengepul dari bawah kap. Sekali lagi terdengar jeritan Mrs. Bortz, Sedan yang saat itu kelihatannya sudah tidak bisa dikendalikan lagi-membentur pinggir trotoar, menyebabkan kedua ban depannya pecah.
Dengan bunyi yang menyakitkan telinga, kendaraan itu menubruk sebuah pipa hidran yang terpasang di trotoar.
Mrs. Bortz menjerit lagi. Berkali-kali ia menjerit. Pipa hidran itu patah pada bagian pangkalnya, dan air menyembur ke atas dari sebelah bawah mobil.
"Panggil pemadam kebakaran!" seru Pete pada Mr. Prentice.
Bob lari ke pintu. "Kita harus cepat-cepat menolongnya, sebelum air memenuhi mobil," katanya.
Ketika anak-anak, sampai di pekarangan, mereka melihat Mr. Murphy yang memakai mantel mandi bergegas keluar lewat gerbang depan, bersama Elmquist yang menyelubungi piyamanya dengan mantel.
""Itu Mrs. Bortz!" seru Mr. Murphy. Pria bertubuh besar itu lari menghampiri mobil ringsek yang dibanjiri air dari pipa hidran yang patah.
Anak-anak melewati Elmquist, dan kemudian berhasil mendului Mr. Murphy. Mereka mengarungi genangan air yang dingin seperti es, lalu menggerapai di tengah-tengah semburan air dingin, berusaha mencapai pintu sedan.
Mrs. Bortz duduk seperti patung di belakang kemudi. Dengan mata menatap nanar, ia menjerit dan terus menjerit, seperti tidak bisa berhenti.
"Mrs. Bortz!" Jupiter menyentak-nyentak pegangan pintu. Ternyata dikunci dari dalam. Mr. Murphy menggedor-gedor kaca jendela di sisi yang dekat dengan wanita itu. Mrs. Bortz berpaling, menatap pria itu dengan pandangan kosong.
"Buka pintu!" teriak Mr. Murphy. "Buka penguncinya!"
Tangan wanita itu menggerayang, berusaha menarik tombol pengunci pintu. Detik berikutnya Mr. Murphy menyentakkan pintu itu, sehingga terbuka. Bersama Bob ditariknya wanita yang sudah panik itu ke luar.
Sementara itu terdengar bunyi sirene mengaung-ngaung, makin lama makin dekat. Sebuah kendaraan barisan pemadam kebakaran berhenti. Sejumlah pria bermantel hujan hitam berloncatan turun. Seorang di antaranya dengan cepat memperhatikan apa yang terjadi di situ, lalu berpaling untuk mengatakan sesuatu pada pengemudi mobil penolong itu. Pengemudi itu memasukkan persneling kendaraannya lalu melesat ke pojok jalan.
Sesaat kemudian air sudah tidak lagi menyembur dari pipa hidran yang patah. Mr. Murphy, Elmquist, Bob, dan Jupe berdiri di dekat Mrs. Bortz.
Wanita itu tidak bisa mengatakan apa-apa, karena masih terlalu kaget.
"Kenapa airnya begitu cepat berhenti menyembur"" tanya Mr. Murphy pada salah seorang petugas pemadam kebakaran.
"Di pojok jalan ini ada keran utama," jawab petugas yang ditanya. Ia memandang Mrs. Bortz. Anda yang tadi mengemudikan mobil ini"" katanya.
Mrs. Bortz tidak menjawab.
"Sebaiknya kita bawa saja dia ke dalam," kata Mr. Murphy. "Kalau lama-lama berdiri di sini, bisa terserang radang paru-paru nanti."
Dengan susah-payah Bob dan Jupe membimbing Mrs.
Bortz menaiki tangga depan, masuk ke gedung apartemen. Mr. Murphy mengambil kunci-kunci apartemen wanita itu, untuk membukakan pintu. Petugas pemadam kebakaran tadi datang ke situ, lalu berdiri di ambangnya. Seorang polisi muncul di belakangnya.
"Siapa yang menabrak pipa hidran itu tadi"" tanya polisi itu ingin tahu.
Mrs. Bortz berdiri di tengah-tengah ruang duduk apartemennya.
""Ada orang menembakku tadi," katanya. Ia berbicara dengan mulut terkatup.
"Sebaiknya Anda ganti dulu pakaian yang basah itu, Ma'am," kata polisi itu dengan tenang. "Lalu jika perasaan Anda sudah agak lebih enak. mungkin Anda bersedia untuk menceritakannya lebih lanjut.
Mrs. Bortz mengangguk, lalu pergi ke belakang. Saat itu barulah Jupiter sadar bahwa giginya gemeletuk.
"Aku juga ingin ganti pakaian dulu," katanya pada polisi itu, yang menanggapinya dengan pertanyaan,
"Kau melihat sesuatu tadi""
"Ya, aku melihat mobil itu berangkat dari garasi di bawah gedung ini," jawab Jupiter.
"Baiklah, kalau begitu kauganti dulu pakaianmu yang basah itu. Setelah itu kembali lagi kemari.
Petugas itu berpaling pada Bob dan Pete. "Kalian berdua juga."
Beberapa menit kemudian ketiga remaja itu sudah kembali ke apartemen Mrs. Bortz dengan pakaian kering, untuk menyampaikan laporan pada polisi tadi.
Sementara itu sebuah mobil derek tiba di jalan itu. Beberapa orang berseragam polisi dan seorang lagi berpakaian preman berkerumun di sekeliling mobil yang ringsek.
"Jika benar ada yang menembaknya, tembakan itu jelas meleset," kata polisi yang berpakaian preman.
""Bahwa ada tembakan, itu sudah pasti," kata Jupiter. "Saya mendengar letusannya. Saat mobil yang dikendarai Mrs. Bortz mulai berjalan, terdengar bunyi tembakan,... atau bisa juga ledakan."
Mobil sedan yang miring ke samping di atas pipa hidran yang patah, diterangi lampu-lampu sorot mobil derek.
Tidak ada lubang bekas peluru," kata polisi yang berpakaian preman sambil memeriksa.
Saat itu Jupiter melihat sesuatu di trotoar. Secarik kertas yang kelihatannya berwarna merah, basah terendam air. Ia membungkuk untuk memungut potongan kertas itu, kemudian mengamat-amatinya.
"Kepulan asap hitam," katanya.
"Apa katamu"" tanya polisi berpakaian preman, yang rupanya detektif.
"Setelah tembakan atau ledakan terdengar, ada asap mengepul keluar dari bawah kap mobil ini.
Detektif itu pergi ke bagian depan mobil Mrs. Bortz, lalu membuka kapnya.
Seorang polisi berpakaian seragam menyorotkan senternya ke arah mesin. Potongan-potongan kertas dan sesuatu yang kelihatannya seperti kain penyumbat yang terbakar berserakan di atas mesin itu. Pipa-pipa radiator hangus, sedang tali kipas putus.
"Bukan tembakan," kata detektif polisi menarik kesimpulan, "Bahan peledak. Tadi ada sejenis bom dipasang di bawah kap ini!" Dibantingnya kap sehingga tertutup kembali. "Bawa pergi!" serunya pada pengemudi mobil derek. "Bawa ke garasi kantor polisi!"
Kini detektif itu berpaling pada anak-anak.
Sementara itu Mr. Murphy sudah menggabungkan diri lagi, dan Sonny Elmquist berdiri sambil mendekam dekat tangga yang menuju ke pekarangan gedung. Alex Hassell juga keluar. Nampaknya ia mengenakan celana panjangnya. tanpa membuka piyama terlebih dulu.
"Ada yang mencelakakannya!" katanya.
"Ada yang tidak senang padanya"" tanya detektif polisi.
"Seisi gedung," kata Mr. Murphy dengan sebal "tapi tidak bisa saya bayangkan ada orang yang sampai memasang bom di dalam mobilnya."
Makelar saham itu menguap.
"Namaku Murphy," katanya pada detektif polisi. "Lengkapnya John Murphy. Aku tinggal di apartemen 1E, dan aku tadi tidak melihat apa-apa. Hanya mendengar bunyi ledakan, disusul bunyi mobil ini menabrak sesuatu. Aku langsung lari ke luar bersama anak-anak ini, lalu menolong nenek itu keluar dari mobilnya. Nah, karena kami semua tidak sempat tidur lama, hari ini aku tidak ke kantor. Aku akan tidur lagi sekarang. Jika Anda masih ingin mengajukan pertanyaan lagi padaku, silakan, tapi jangan sebelum tengah hari. Aku mau tidur dulu.
Dengan langkah berat, makelar saham itu menaiki tangga lalu masuk ke pekarangan.
Detektif polisi mempe rhatikan dia pergi. "Rupanya selama beberapa hari belakangan ini keadaan di blok ini benar-benar aneh," katanya mengomentari.
"Memang!" kata Pete. Dengan mata terpicing ia memandang ke arah timur, di mana sinar samar kemerah-merahan mulai menerangi langit. "Jika dalil mengenai perimbangan rata-rata memang benar, maka mestinya keadaan di sini pagi ini akan tenang. Apa lagi yang masih bisa terjadi""
"Bab 13 KEBAKARAN! "SEHABIS mengalami malam yang begitu menegangkan, Mr. Prentice dan ketiga remaja yang benar-benar sudah capek itu langsung tidur nyenyak. Ketika matahari sudah tinggi, Mr. Prentice bangun lalu menyajikan hidangan sarapan yang sedap untuk anak-anak. Jupe menyalakan pesawat monitor TV, tapi hanya sekali-sekali saja memandangnya sekilas. Gedung apartemen itu sepi.
"Aku harus ke bank," kata Mr. Prentice. "Sampai besok, aku sudah harus mengumpulkan sepuluh ribu dolar dalam bentuk uang kertas recehan. Aku akan senang sekali jika salah seorang dari kalian mau menemani aku ke sana."
"Tentu saja kami bersedia, Mr. Prentice," kata Jupe. "Tapi saya rasa sebaiknya Anda beri tahukan niat Anda itu kepada polisi."
"Tidak," kata Mr. Prentice. "Aku tidak berani mengambil risiko, karena Anjing Karpatia terlalu berharga bagiku, Jika pencurinya merasa dirinya terancam, ada kemungkinan patung itu akan dimusnahkan olehnya. Kita harus memenuhi tuntutannya."
Jupiter pergi ke jendela yang menghadap ke jalan. Di bawah nampak sebuah taksi berhenti.
"Pengemudinya menuruni tangga depan gedung, menjinjing sebuah kopor. Ia diikuti oleh Mrs. Bortz.
"Mrs. Bortz pergi," kata Jupiter, sementara taksi tadi berangkat.
"Ia punya saudara perempuan di Santa Monica," kata Mr. Prentice. "Ia selalu mengungsi ke sana jika sedang sakit, atau mengalami kesulitan."
Trio Detektif 23 Misteri Anjing Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saya rasa saat ini ia memang dalam kesulitan," kata Pete. "Ada bom yang dipasang dalam mobilnya, itu kan-"
Kalimatnya terpotong bunyi kaca pecah di luar. Bunyinya terdengar jelas, meski pintu ke balkon saat itu tertutup.
"Kebakaran!" seru seseorang di luar. "Tolong, ada kebakaran!"
Seketika itu mereka berempat yang ada di dalam apartemen Mr. Prentice memburu ke luar.
Di tingkat bawah nampak api berkobar melalap tirai jendela-jendela apartemen yang didiami John Murphy. Sonny Elmquist, dengan rambut acak-acakan dan tanpa sepatu sibuk memecah kaca jendela-jendela itu dengan kursi besi yang biasanya ada di tepi kolam.
"Ya, Tuhan!" seru Mr. Prentice, lalu cepat-cepat masuk lagi. ke apartemennya untuk menelepon pemadam kebakaran.
Pete menuruni tangga dan sudah menyambar sebuah kursi lagi, sementara Jupe dan Bob baru saja sampai di bawah.
Alex Hassell muncul dari apartemennya dengan langkah tersaruk-saruk.
""Mr. Murphy!" teriak Pete. Disingkirkannya pecahan kaca dari kusen jendela, lalu diayun-ayunkannya tangannya untuk memadamkan api yang menjalar pada tirai-tirai.
"Ini!" Jupiter menyambar alat pemadam api yang dilihatnya dalam sebuah ceruk dekat tangga lalu lari ke arah api. Dengan segera busa menyembur keluar dari alat itu, menyelubungi api yang langsung padam dengan bunyi mendesis.
Begitu api sudah padam, anak-anak dan Elmquist buru-buru masuk lewat jendela yang sudah tidak berkaca lagi. Jupe mengarahkan alat pemadam api ke sebuah sofa yang sudah mulai terbakar di dekat jendela. Kemudian disemprotnya pula pohon Natal yang terdapat di belakang sofa itu, sebagai tindakan pengaman.
Anak-anak terbatuk-batuk. karena ruangan itu penuh asap. Mereka berseru memanggil-manggil tapi tidak terdengar suara Mr. Murphy menjawab.
Jupe dan Pete merunduk untuk menghindar dan gangguan asap, lalu bergerak maju. Mereka menjumpai Mr. Murphy tergeletak di ambang pintu antara ruang duduk dan kamar tidur.
"Kita harus cepat-cepat membawanya ke luar! kata Pete dengan napas sesak. Dipegangnya lengan orang itu lalu tubuhnya dibalikkan sehingga mukanya menghadap ke atas. Ditepuk-tepuknya muka orang itu beberapa kali.
Tapi Mr. Murphy tetap tidak bergerak.
"Kita seret dia ke luar," kata Jupe. Dipegangnya salah satu lengan orang itu, sedang Pete memegang lengan yang satunya lagi. Bob bergegas menghampi
ri, lalu mengangkat kedua kaki Mr. Murphy. Di belakang mereka terdengar Sonny Elmquist tersedak dan terbatuk-batuk.
"Cepat keluar!" seru Pete memperingatkan. "Atau Anda juga ingin ikut pingsan, ya"!"
Elmquist pergi ke pintu lalu membukanya. Dengan sikap tubuh yang masih merunduk, Trio Detektif menggotong pria yang pingsan itu ke pintu, menuju tempat yang terang di mana terdapat udara segar.
Tubuh Mr. Murphy yang tidak sadarkan diri itu berat sekali rasanya, seberat batubara sekarung penuh. Tapi anak-anak berhasil dengan cepat menggotongnya sampai di luar. Buru-buru makelar saham itu mereka bawa sampai ke pinggir kolam, lalu ditelentangkan di tanah. Sinar matahari yang menyilaukan menerangi wajahnya yang pucat-pasi.
"Aduh," keluh Mr. Prentice.
Alex Hassell menatap dengan mata melotot.
"Apakah dia... apakah..."
Pete mendekatkan telinganya ke dada Mr. Murphy.
"Masih hidup," katanya singkat.
Saat itu regu pemadam kebakaran tiba dengan ambulans, dan membawa tabung zat asam.
Mereka cepat-cepat masuk ke apartemen Mr. Murphy, untuk memadamkan sisa-sisa api yang masih menjalar di tirai dan bantalan sofa.
"Pemimpin regu pemadam kebakaran tiba beberapa menit kemudian, dan langsung menggabungkan diri dengan anak buahnya yang masih sibuk di dalam apartemen,
Salah seorang petugas ambulans melepaskan topeng zat asam yang tadi dipasang di wajah Mr. Murphy ketika makelar saham nampak tersentak menarik napas. Mr. Murphy membuka matanya lalu tangannya bergerak untuk menyingkirkan topeng tadi.
"Nasib Anda masih mujur," kata pengemudi ambulans padanya. "Tadi terlalu banyak asap yang masuk ke dalam paru-paru Anda. Cuma itu saja."
Mr. Murphy berusaha duduk.
"Tenang-tenang sajalah dulu," kata petugas ambulans. "Anda akan kami bawa ke klinik gawat darurat.
Mr. Murphy kelihatannya hendak menolak. Tapi saat itu ia ambruk lagi ke ubin pekarangan.
"Bawa usungan kemari, George," kata pengemudi ambulans pada rekannya.
John Murphy diam saja. Dibiarkannya dirinya diangkat, lalu ditaruh di atas usungan. Kedua petugas ambulans tadi menyelubungi tubuhnya dengan sehelai selimut berwarna kelabu, lalu hendak membawanya pergi.
"Tidakkah sebaiknya ada yang ikut menemani dia"" tanya Alex Hassell.
"Keponakanku," kata Mr. Murphy dengan suara lemah. "Aku akan meminta keponakanku datang.
"Sesaat kemudian mobil ambulans berangkat dengan sirene meraung-raung.
Kepala regu pemadam kebakaran muncul di ambang pintu apartemen Mr. Murphy.
"Kejadian biasa," katanya, sambil menyodorkan sebatang rokok yang tinggal setengah, Rokok itu basah kena busa yang disemprotkan dari alat pemadam api. "Tertidur ketika sedang merokok. Rokoknya jatuh ke sofa, yang kemudian terbakar karenanya. Api dari sofa menjalar ke tirai-tirai, lalu...,
"Untung aku melihatnya." Sonny Elmquist masih tetap belum bersepatu. Wajahnya pucat sekali.
"Untung bagi orang tadi. Ia bisa tewas jika Anda tidak lekas melihatnya. Pohon Natal yang di dalam itu pohon sungguhan. Jika tersambar api, dengan sekejap mata seluruh ruangan akan ikut terbakar."
"Ia tidur dengan rokok yang masih menyala"" tanya Jupiter.
"Itu sering terjadi, Nak," kata kepala regu pemadam kebakaran.
"Tapi orang itu memiliki asbak khusus," kata Jupe. "Menurut dia, asbak itu hebat-rokok bisa dibiarkan di dalamnya dengan aman. Tidak mungkin jatuh."
"Apa pun bisa terjadi apabila seseorang yang mengantuk menyalakan rokok," kata kepala regu pemadam kebakaran.
"Dan Mr. Murphy tadi memang mengantuk sekali," kata Mr. Prentice mengetengahkan kenyataan itu. "Katanya, ia hendak tidur terus sampai tengah hari. Rupanya ia kemudian merebahkan diri ke sofa, lalu langsung tertidur."
"Tapi kami menjumpainya terkapar di lantai, di ambang pintu kamar tidur. Jika benar ia tadi tidur di sofa, apa sebabnya ia tidak membuka pintu saja, lalu keluar"" tanya Jupiter.
"Rupanya ia bingung, karena begitu banyak asap di dalam," kata petugas pemadam kebakaran itu dengan sabar. "Orang memang gampang sekali bingung, dalam keadaan seperti itu. Karena sudah diselubungi asap, ia tidak tahu lagi jalan keluar."
Jupiter serta yang lain-lainnya meningg
alkan para petugas pemadam kebakaran yang sibuk membongkar sofa untuk memastikan bahwa tidak ada lagi api yang masih tersisa di dalamnya.
"Repot juga nanti membereskan apartemen ini," kata Alex Hassell mengomentari.
"Mrs. Bortz pasti marah-marah apabila melihatnya." Sonny Elmquist mengatakannya dengan air muka yang nampak senang. "Eh, mana Mrs. Bortz""
"Baru saja pergi, naik taksi," kata Bob.
"Ke mana Mr. Murphy dibawa ambulans itu" tanya Jupe pada kepala regu pemadam kebakaran.
"Ke tempat penerimaan pasien, di Rumah Sakit Pusat itu rumah sakit yang menangani kasus-kasus darurat di daerah ini. Jika yang bertugas di sana memutuskan bahwa ia belum bisa disuruh pulang, ia akan tetap di sana-atau dipindahkan ke rumah sakit lain, jika itu diminta olehnya."
"Jupiter mengangguk.
"Rumah Sakit Pusat," katanya mengulangi.
"Miss Chalmers juga dirawat di situ. Tapi... apa sebabnya Mr. Murphy samp3i harus dibawa ke sana""
"Itu kan tempat klinik untuk kasus-kasus darurat," kata petugas pemadam kebakaran tadi menjelaskan.
"Bukan itu maksud saya," kata Jupe. "Mr. Murphy selalu berhati-hati dengan rokoknya. Tidak semestinya ia sampai menyebabkan kebakaran. Inilah yang tidak bisa kumengerti!"
"Bab 14 BADAN HALUS YANG GENTAYANGAN
"BANGUNAN ini membawa sial," kata Alex Hassell ketika regu pemadam kebakaran sudah pergi lagi.
"Mula-mula Gwen Chalmers, setelah itu Mrs. Bortz, dan sekarang Murphy!"
"Segala-galanya bermula dengan peristiwa pencurian itu," kata Mr. Prentice. Ia mengatakannya tanpa memandang ke arah Sonny Elmquist yang berbaring di kursi malas, dengan mata terpicing untuk menahan sinar matahari yang menyilaukan. "Keadaan di sini cukup tenteram sampai tiga malam yang lalu, ketika maling itu lari lewat pekarangan sini. Sejak itu segala-galanya kacau-balau!"
Jupiter mengangguk "Ada satu kesimpulan yang jelas," katanya "Anjing Karpatia ada di sini! Dan besar kemungkinan orang yang mencurinya juga ada di sini!"
Kisah Tiga Kerajaan 10 Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo Bayangan Darah 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama