Trio Detektif 39 Misteri Kejaran Teror Bagian 2
Pete menatap kakeknya, yang nampak sangat bergembira.
"Kejadian itu tidak lucu, Kek," katanya. "Bisa saja kita tadi ditembak oleh Snabel. Sekarang setelah kita mengetahuinya, mungkin kita sebaiknya memberi tahu polisi, atau sheriff, atau siapa saja yang harus dihubungi di sini."
Mr. Peck menggeleng. "Kalian ingat polisi pada waktu kebakaran di hotel itu, ketika kulaporkan padanya tentang Snabel" Ia menyangka aku ini sinting. Waktu itu kau sudah mengatakannya Pete, dan pendapatmu itu benar: apa pun yang terjadi, kita harus menghadapinya sendiri. Tapi sudahlah, janganlah urusan itu terlalu dipikirkan Kita teruskan saja perjalanan wisata kita!"
Ia menarik napas dalam-dalam, seperti baru untuk pertama kalinya menghirup hawa hutan. "Kurasa aku malah merasa lega karena kini sudah bisa tahu secara pasti," katanya. "Terus terang saja, aku sendiri sudah mulai bertanya-tanya dalam hati, jangan-jangan aku ini mulai pikun.
Pete dan Jupe saling berpandangan dengan sikap kaget, sementara Mr. Peck sudah berjalan lagi menuju mobilnya. Anak-anak mengikutinya.
Mereka kembali ke Rapid City di tengah ketemaraman senja, dan mendatangi sebuah hotel kecil untuk menginap di situ. Sesudah makan hamburger di rumah makan terdekat, mereka pulang ke hotel. Mr. Peck langsung tidur.
Jupe berbaring di ranjangnya. Ia menatap langit-langit. Dari kamar sebelah terdengar dengkuran keras kakek Pete.
"Bisa-bisanya dia itu," kata Jupe, setengah pada diri sendiri.
"Siapa maksudmu"" tal1"a Pete. "Kakek, atau Snabel""
"Snabel," kata Jupe. "Ia seolah-olah selalu saja bisa langsung menemukan kita, ke mana saja kita pergi. "
Pete dan Bob tidak menjawab, karena itu memang tidak mungkin bisa dijawab. Akhirnya ketiga anak itu tertidur.
Ketika berangkat lagi keesokan paginya. semua berada dalam keadaan tegang. Mereka mengawasi jalan di depan, dan berulang kali menoleh ke belakang. Setiap kali mampir di berbagai tempat untuk melihat-lihat pemandangan selama perjalanan menelusuri Badlands di negara bagian South Dakota, suatu kawasan gersang berbukit-bukit yang bentuknya mempesona, mereka tidak pernah pergi jauh-jauh meninggalkan mobil.
Cadas yang menjulang di mana-mana dengan bentuk seperti menara langsing, membuat perasaan Pete menjadi semakin tidak tenang. Ia merasa seperti berada di suatu kawasan asing, di mana mungkin saja Snabel tahu-tahu tersembul dari balik semak atau batu besar dan melepaskan tembakan.
"Apakah sebenarnya hasil penemuan Kakek yang diincar terus oleh Snabel"" tanya Pete. Mungkin sudah untuk keseratus kalinya ia menanyakannya sejak mereka berangkat.
"Pokoknya i tu sangat penting," kata kakeknya dengan serius, "dan bagi kalian benar-benar lebih aman jika kalian tidak tahu."
Mereka melanjutkan perjalanan, lewat berbagai cadas yang macam-macam bentuknya. Akhirnya mereka sampai di suatu dataran yang penuh dengan lubang. Lubang-lubang itu dibuat oleh sejenis satwa liar yang wujudnya mirip tikus, tapi namanya prairie dog,.- anjing prairi. Lubang-lubang itu jalan masuk ke liang-liang tempat kediaman anjing-anjing gadungan itu. Anak-anak asyik mengamati binatang-binatang kecil itu yang berjemur di ambang liang atau sibuk lari kian kemari, dari lubang yang satu ke lubang lainnya.
Sesudah puas melihat-lihat di Badlands, belum sampai pukul sebelas siang, Mr. Peck mengarahkan Buick-nya kembali ke Interstate Highway dan menyusur jalan raya lintas-negara bagian itu menuju ke timur. Daerah yang dilalui kini benar-benar datar. Jalan nampak terbentang lurus di depan, bermil-mil jauhnya tanpa ada lekuk atau belokan yang berarti. Mereka melihat mobil-mobil di depan dan di belakang mereka, tapi tidak ada Lincoln di antaranya. Mr. Pec" memacu Buick-nya, menyusul mobil-mobil lain dan memperhatikan pengemudi setiap kendaraan yang dilewati.
Beberapa waktu kemudian Mr. PecK memperlambat mobilnya dan membiarkan kendaraan-kendaraan lain melewati. Tapi tidak satu pun dari pengemudi mobil-mobil itu Edgar Snabel.
"Aku tidak mengerti," kata Mr. Peck "Ia tidak ada di depan kita di jalan ini, dan di belakang pun tidak. Selama ini ia tidak menyusul kita dan kita Juga tidak melewati dia, tapi aku berani mempertaruhkan seluruh isi dompetku bahwa ia nanti pasti tahu-tahu muncul lagi. Bagaimana mungkin hal itu terjadi""
Pete yang selama itu memperhatikan jalan di belakang mereka, tiba-tiba berseru kaget. "Rombongan sepeda motor! Gila juga, jika itu gerombolan yang mengganggu kita di Crescent City!"
Mr. Peck memandang ke belakang lewat kaca spion. "Saat ini kita sudah jauh sekali dari Crescent City. Jadi tidak mungkin itu mereka, kecuali jika mereka hendak menghadiri rapat bajingan di salah satu tempat di Timur. Aku pernah mendengar, mereka itu pun biasa mengadakan rapat"
Rombongan sepeda motor itu berjalan membentuk barisan dua-dua. Mereka melaju dengan sikap duduk sangat tegak dan pandangan lurus ke depan. Penampilan mereka sama seramnya seperti kawanan yang di Crescent City, terbungkus pakaian kulit serba hitam yang dipasangi paku-paku. Dan mereka semakin menghampiri mobil Buick
""Tidak bisakah kita lebih cepat lagi, Kakek"" kata Pete cemas
"Kita tidak lari dari siapa pun juga," kata Mr. Peck.
Bob nyengir sendiri. Kakek Pete banyak kekurangannya, tapi harus diakui bahwa ia berani dan bertekad.
"Tidak ada alasan untuk beranggapan bahwa para pengendara sepeda motor itu ada sangkut-pautnya dengan kita," kata Mr. Peck lagi. "Andaikan mereka memang yang kita lihat waktu itu di Crescent City, mereka pasti sudah lupa pada kita sekarang."
Anak-anak bisa mendengar derum mesin rombongan sepeda motor itu, dan mereka melihat pengendara-pengendara paling depan meliukkan kendaraan mereka ke kiri untuk menyusul Buick dan melewatinya.
"Aduh," kata Pete. "Itu tadi orang berbadan besar yang hendak menabrak Kakek di dermaga waktu itu."
Mr. Peck mendengus. "Mana mungkin kau bisa tahu dengan pasti" Jenggotnya begitu gondrong, sampai nyaris tidak seperti manusia tampangnya. "
Pengendara sepeda motor yang dibicarakan itu memalingkan muka untuk memandang ke arah Buick ketika melewatinya, dan malangnya Mr. Peck saat itu juga memandang ke arahnya.
Pandangan mereka beradu. Nampak mata pengendara sepeda motor itu membesar, dan ia berteriak karena kaget. Anak-anak melihat ia nyengir, lalu berseru pada teman-temannya sambil menuding ke arah Mr. Peck dan anak-anak.
"Nah, sekarang gawat," kata Bob.
Mr. Peck menekan pedal gas. Buick-nya meleset maju. Para pengendara yang ada di depan tidak menepi. Mereka terus saja berada di posisi semula sambil menatap lurus ke depan, seakan-akan menantang Mr. Peck untuk menubruk dari belakang.
"Mereka pasti yakin bahwa aku takkan menubruk, dan mereka benar," kata Mr. Peck getir. Ia menginja
k rem untuk memperlambat mobilnya. Ia memandang ke kiri, lalu menggerakkan Buick sedikit ke arah itu. Pengendara sepeda motor yang ada pada posisi sejajar beringsut ke tengah. Mr. Peck menggerakkan mobilnya sedikit ke kiri lagi, dan pengendara itu kembali mengalah dan menggeser posisi sepeda motornya. Terdengar teriakan-teriakan marah di sekeliling, tapi reaksi mereka terlambat. Buick yang dikemudikan oleh Mr. Peck sudah berada di jalur cepat, meninggalkan pengendara sepeda motor yang tidak berani merintangi gerakan pindah jalur tadi.
"Kalian lihat di depan itu"" Mr. Peck mengatakannya sambil menunjuk dengan anggukan kepala ke arah asap tebal yang mengepul dari sebuah padang rumput di pinggir jalan. Rupanya ada yang membakar rumput kering di situ, dan karena saat itu boleh dibilang tidak ada angin, asap rumput yang terbakar tetap mengambang dekat ke tanah, menyebabkan terhalangnya penglihatan di jalan. Beberapa detik lagi mereka akan masuk ke tengah asap tebal itu - begitu pula gerombolan pengendara sepeda motor yang berteriak-teriak marah di sekeliling mereka.
"Nanti kalau kita sudah masuk ke tengah asap itu, kalian berpegang kuat-kuat," kata Mr. Peck pada anak-anak. Tidak ada waktu lagi untuk memberi penjelasan lebih lanjut, karena detik berikutnya mobil diselubungi asap tebal sehingga jalan tidak kelihatan lagi. Gerombolan sepeda motor juga tidak nampak. Yang ada hanya keremangan asap kelabu yang bergerak-gerak.
Mr. Peck membanting setir ke kiri. Buick itu meleset keluar dari jalan raya. Sesaat terasa bahwa kendaraan besar itu melayang, lalu membentur tanah dan masuk ke selokan yang menjulur di tengah-tengah garis pemisah jalan Pete terpekik, karena menyangka mobil pasti terbalik. Tapi kendaraan itu berhasil dihentikan dengan selamat, dengan arah kembali menghadap ke barat.
Mr. Peck bernapas dalam-dalam. Persneling dipindahkan ke gigi satu, pedal gas ditekan dalam-dalam. Terasa bahwa ban berputar kencang, lalu kendaraan itu meloncat maju, tergelincir dan terlambung-lambung keluar dari selokan, melaju sepanjang jalur tengah menuju ke barat.
Mr. Peck menoleh ke belakang sewaktu mobilnya muncul dari asap yang menyelubungi. tidak ada mobil di jalur jalan yang menuju ke barat.
" Nah, sekarang kita sikat!" seru Mr. Peck bersemangat sambil membanting setir ke kanan. Mobil terlambung sedikit ketika melewati pinggiran pembatas jalur, lalu bertambah laju meluncur di jalur kiri jalan yang mengarah ke barat.
"Hebat, Kakek!" seru Pete.
"Jangan terlalu cepat gembira," kata kakeknya. Kunyuk-kunyuk itu pasti akan segera mengetahui apa yang kulakukan."
Di depan nampak mulut jalan keluar, dan Mr. Peck membelokkan Buick-nya memasuki jalan itu. Sesampai di ujung jalan keluar itu ia membelokkan kendaraannya dan menuju sebuah hutan kecil yang letaknya sekitar setengah mil dari situ.
"Kita lihat saja sekarang," katanya sambil membelokkan mobilnya keluar dari jalan dan masuk ke dalam hutan itu lalu berhenti di situ. Buick-nya kini tidak bisa dilihat lagi dari jalan raya.
"Mereka takkan mungkin bisa melihat kita di sini," katanya. "Mereka pasti memperhatikan jalan di depan mereka."
Bunyi napasnya terdengar lebih cepat dari biasanya. Tapi pria berumur lanjut itu tersenyum lebar sambil memperhatikan jalan raya.
Tidak sampai semenit kemudian gerombolan sepeda motor yang tadi nampak lagi. Mereka kembali melaju dalam barisan rapi, dan nampaknya sambil memacu kendaraan ke barat terus memperhatikan jalan di depan mereka.
"Orang-orang brengsek," kata Mr. Peck. "Kurasa kita masih akan berurusan lagi dengan mereka."
Gerombolan pengendara sepeda motor itu terus melaju dan berapa saat kemudian menghilang di kejauhan.
Tiba-tiba Jupe berseru sambil menuding. "Lihatlah - itu, di sana!"
Sebuah mobil Lincoln kelabu nampak melaju di jalan raya, menuju ke timur. Sedetik setelah Jupe berbicara, kendaraan itu nampak diperlambat jalannya.
"Benar-benar luar biasa," kata Mr. Peck.
"Bisa saja itu bukan Snabel," kata Bob. Mungkin saja orang lain."
"Dan jika itu Snabel, kita bisa saja membiarkan dia di depan kita," kata Pete.
Tapi Lincoln itu min ggir ke tepi jalan lalu berhenti, persis berseberangan dengan tempat Mr. Peck dan anak-anak bersembunyi sambil mengintai!
"Bab 12 NY ARIS SAJA!
LINCOLN itu menunggu di tepi jalan dengan lampu parkir berkelip-kelip.
"Lagi-lagi ia berhasil menemukan jejak kita!" tukas Mr. Peck. Sialan! Itu pasti Snabel, dan ia tahu kita ada di sini Tapi bagaimana caranya""
Dari balik daun-daun pepohonan yang menutupi, anak-anak dan Mr. Peck melihat ada mobil patroli polisi muncul di jalan raya. Mobil itu berhenti di belakang Lincoln tadi dan seseorang berseragam polisi keluar dari dalamnya. Pintu Lincoln dibuka oleh pengendaranya yang ternyata memang Snabel. Dan ia kelihatan berbicara sebentar dengan polisi itu. Kemudian mereka bersama-sama menghampiri bagian depan mobil Lincoln. Snabel membuka tutup kap dan membungkuk, seperti memperhatikan mesin.
"Ia berpura-pura," kata Jupe mengomentari, seolah-olah mobilnya mogok."
Jupe turun dari Buick. "Oke," katanya. "Sementara Snabel sedang sibuk dengan polisi, kita periksa saja bagaimana ia bisa selalu menemukan jejak kita."
Bagaimana caranya""
"Di mobil ini mestinya ada salah satu alat yang mengirimkan isyarat," kata Jupe menjelaskan "Snabel menerima isyarat itu dan dengan demikian tahu di mana kita berada. Begitulah caranya ia bisa membuntuti kita tanpa pernah kelihatan oleh kita. Itu satu-satunya cara yang mungkin.
Mendengar penjelasan Jupe, dengan segera teman-temannya bergegas keluar dari mobil sementara Mr. Peck lari ke belakang dan membuka tutup tempat bagasi. Koper-koper dikeluarkan dan ditaruh di tanah. Jok belakang ditarik ke luar. Jupe merogoh-rogoh di bawah jok depan dan dasbor.
Akhirnya Bob yang menemukan benda yang dicari itu. Ia merangkak ke kolong mobil. Dan dilihatnya sebuah kotak plastik yang ukurannya sebesar sabun mandi, ditempelkan dengan pita perekat ke tangki bensin.
"Kurang ajar!" sergah Mr. Peck. Diambilnya batu untuk meremukkan alat pemberi isyarat itu.
"Jangan! Tunggu!" Jupe mengambil benda itu lalu berjingkat untuk menaruhnya di pangkal dahan sebatang pohon yang ada di dekatnya.
"Biar dia menunggu-nunggu terus sambil bertanya-tanya dalam hati selama beberapa waktu sementara kita lekas-lekas pergi dari sini."
Anak-anak bergegas memasukkan barang-barang ke dalam mobil. Mr. Peck menghidupkan mesin, lalu Buick itu bergerak lagi. Tapi bukan kembali ke jalan raya, melainkan melintasi padang rumput ke arah utara.
Sementara mobil terus melaju, Bob menoleh ke belakang. Sampai lenyap dari penglihatan, nampak olehnya Snabel masih terus berbicara dengan polisi. Polisi itu menatap mobil Lincoln yang terbuka kap mesinnya sambil menggaruk-garuk kepala dengan sikap bingung.
Setelah beberapa lama, Mr. Peck membelokkan mobilnya masuk ke sebuah jalan "tanah yang dilapisi minyak. Di situ ia menuju kembali ke timur, melewati sejumlah desa pedalaman. Antara desa yang satu dan desa berikutnya terbentang padang rumput, di mana kadang-kadang nampak kawanan sapi dan kuda sedang merumput. Di Pierre, South Dakota, mereka menyeberangi Sungai Missouri. Setelah itu melalui lagi kota-kota kecil yang diselang-seling oleh padang rumput.
Malamnya mereka menginap di sebuah penginapan kecil di sebuah kota yang letaknya tidak sampai lima puluh mil dari perbatasan negara bagian Minnesota. Di penginapan itu ada garasi berkunci di mana Mr. Peck bisa menaruh mobilnya. Pemilik penginapan itu Mrs. Leonard. Wanita itu berpenampilan santai dan suka tersenyum. Ia berbicara terus tanpa henti, dan tanpa mengharapkan dijawab.
Mrs. Leonard menyajikan hidangan makan malam yang sangat enak rasanya. Keesokan paginya ia membuatkan sarapan petani yang asli bagi mereka. Selesai sarapan perjalanan dilanjutkan, di tengah suasana pedalaman berhawa nyaman.
Waktu melintasi negara bagian Minnesota, sebagian besar dari perjalanan dilakukan dengan menghindari jalan raya lintas-negara bagian. Interstate Highway baru dimasuki kembali ketika mereka sampai di Rochester, dan lewat jalan raya itu mereka melaju ke La Crosse, Wisconsin. Mr. Peck senang sekali kelihatannya.
"Masa bodoh Snabel, pokoknya kita ke La Cross
e," katanya. "Mendiang nenek Pete dibesarkan di situ. Kota itu sangat menyenangkan."
"Karena alat pelacak- yang dipasangkan Snabel ke mobil sudah kita singkirkan, kita tidak perlu merasa khawatir lagi," kata Pete mengetengahkan.
"Snabel itu benar-benar licik," kata Mr. Peck. "Ia rupanya sudah siap untuk melakukan pekerjaan mata-mata secara profesional. Mungkin sudah sejak lama ia memasang alat-alat penyadap di sekitar rumahku. Pantas tahu begitu banyak tentang hal-hal yang bukan urusannya."
Kalau kata-kata itu diucapkan Mr. Peck beberapa waktu yang lalu, mungkin Jupe akan menanggapinya dengan perasaan sangsi. Tapi kini ia yakin bahwa pendapat kakek Pete itu pasti benar. Snabel memang jelas membuntuti terus - dan nampaknya ingin menguasai hasil penemuan Mr. Peck, apa pun juga wujud penemuan itu.
Dan di mana benda itu ditaruh" Jupe merasa heran. Mobil sudah sempat diperiksa dengan cermat, tapi tidak nampak adanya sesuatu yang luar biasa. Mungkinkah Mr. Peck mengantunginya" Atau bukan merupakan benda nyata, melainkan baru ada dalam otaknya" Mana mungkin Snabel bisa mencurinya jika begitu"
Dan untuk apa Snabel menemui orang berpenampilan anggun di dermaga nelayan di Monterey itu" Orang itu langsung menghilang, begitu timbul keributan di situ" Tapi ia kelihatannya sama sekali tidak menunjukkan minat pada Mr. Peck. Untuk apa ia datang menjumpai Snabel"
"Nah, itu dia!" seru Mr. Peck dengan tiba-tiba.
Saat itu Buick sedang melintasi jembatan yang terbentang di atas sungai yang lebar. Mr. Peck memberi tahu bahwa itulah Sungai Mississippi. Nampak tebing-tebing hijau menjulang di tepi air serta pulau-pulau kecil yang ditumbuhi pepohonan rimbun. Di seberang sungai nampak sebuah kota.
"Itu La Crosse," kata Mr. Peck. "Kita menginap di sana nanti."
Malamnya mereka makan di sebuah restoran yang terletak di tepi sungai. Anak-anak asyik memperhatikan burung layang-layang yang terbang menyambar-nyambar di atas air serta seekor bangau yang mengarungi tempat dangkal dekat salah satu pulau.
"Mestinya beginilah wajah Mississippi semasa kehidupan Mark Twain," kata Mr. Peck. "Kalian ingat ketika Tom Sawyer bersembunyi di sebuah "pulau bersama Huck" Mestinya pulaunya semacam yang nampak itu."
"Bisakah kita pesiar naik kapal roda buritan"' tanya Bob bersemangat. "Di hotel ada poster dengan pengumuman bahwa ada acara pesiar dengan kapal model kuno itu, yang berangkat beberapa jam sekali dari tengah kota."
"Ayolah," kata Mr. Peck memutuskan.
Keesokan harinya pukul sebelas kurang seperempat mereka sudah siap di dermaga, menunggu saat naik ke La Crosse Queen. Kapal kecil yang digerakkan putaran roda berkisi-kisi yang terpasang pada bagian buritan itu berlayar bolak-balik dari ujung State Street ke pintu air yang letaknya sedikit ke sebelah hulu dari kota. Mr. Peck agak kecewa ketika mengetahui bahwa kapal itu digerakkan mesin disel, dan bukan mesin uap seperti zaman dulu. Tapi Pete langsung menjelaskan bahwa mesin disel tidak mungkin meledak hingga menyebabkan kapal tenggelam, sedangkan hal itu bisa terjadi pada mesin uap.
"Yah, pokoknya selama kapalnya masih benar-benar digerakkan roda besar yang di belakang, kata Mr. Peck.
Ia dan anak-anak bergegas naik ke kapal begitu mereka diizinkan. Mereka duduk di geladak atas. Dari situ mereka memandang kesibukan para pelancong lainnya yang meniti tangga dari dermaga. Mereka juga melihat orang-orang yang berolahraga lari berkeliling taman di pinggir sungai serta anak-anak yang bermain-main di rumput. Tapi Mr. Peck juga melihat sesuatu yang menyebabkan dia marah-marah lagi.
"Lihat!" serunya. "Lihat!"
Anak-anak memandang ke arah yang ditudingnya. Mr. Peck memarkir Buick-nya dekat dermaga, dan kini anak-anak melihat seorang laki-laki berdiri di belakang mobil itu sambil memperhatikannya dengan sikap menyelidik.
Jupe tersentak. Laki-laki itu orang berpenampilan anggun yang dijumpai Snabel di dermaga ketika di Monterey!
Itu dia, kan"" kata Mr. Peck. "Dia itu yang dijumpai Snabel di Monterey. Akan kuhajar dia!"
Mr. Peck lari ke tangga yang menuju ke geladak bawah. Tapi dari arah itu berdatang
an para pelancong yang ingin duduk di geladak atas. Sementara itu mesin kapal sudah mulai berdegum-degum. Ketika Mr. Peck akhirnya sampai di geladak bawah, jarak antara kapal dan tepi dermaga sudah terlalu jauh. Kapal sudah berangkat.
*** "Baru lebih dari sejam kemudian La Crosse Qu"een kembali merapat ke dermaga. Mr. Peck dan anak-anak termasuk yang paling dulu turun. Mereka cepat-cepat lari ke Buick mereka.
Mobil itu tidak menampakkan tanda diutik-utik orang. Pete merangkak ke bawah kolong untuk memeriksa sebelah bawahnya. Bob dan Jupe "meneliti tempat bagasi setelah mengeluarkan koper-koper dari situ. Mr. Peck meraba-raba di bawah dasbor dan mencari-cari di tempat mesin.
"Tidak ada apa-apa!" kata Mr. Peck kemudian. "Lalu apa yang dilakukan orang itu di sini tadi" Dan bagaimana cara mereka bisa menemukan jejak kita lagi" Padahal alat pelacak itu kan sudah kita singkirkan!"
"Mungkin mereka memang sudah menunggu di sini," kata Bob. Melihat yang lain-lainnya nampak tidak mengerti, ia menyambung, "Maksudku, jika aku berniat menemukan orang yang sedang mengadakan perjalanan lintas-benua, akan kudatangi tempat-tempat yang biasa dikunjungi para wisatawan, lalu menunggu di situ. Di La Crosse sini akan kuamat-amati dermaga kapal roda buritan, karena mungkin saja orang yang kucari itu hendak pesiar dengannya."
Mr. Peck mengangguk. "Ya, mungkin begitu cara mereka. Kau ini cerdas, Bob. Kalian semua cerdas-cerdas. "
"Mungkin sebaiknya kita lekas-lekas saja pergi dari sini," kata Bob, "dan mulai sekarang jangan mendatangi tempat-tempat pariwisata. Jika kita jauhi jalan raya, kita takkan mengalami kesulitan lagi."
"Baiklah," kata Mr. Peck. "Mulai sekarang kita jangan mampir-mampir lagi kecuali untuk menginap. Jika nanti sudah tiba di New York, akan berakhirlah segala urusan ini. Di sana Snabel takkan bisa apa-apa lagi.".
"Dalam waktu lima belas menit mereka sudah meninggalkan La Crosse dan meluncur ke arah tenggara lewat jalan-jalan daerah. Malam itu mereka menginap di pinggiran kota Rockford, Illinois.
Keesokan paginya mereka memasuki kota Chicago, di mana Mr. Peck membawa anak-anak lewat Lake Shore Drive sebentar, menyusuri rumah-rumah dan bangunan-bangunan apartemen mewah yang berjajar di sepanjang jalan besar di tepi Danau Michigan itu. "Kini kalian bisa mengatakan sudah pernah kemari," kata Mr. Peck.
Siangnya mereka makan di restoran yang terdapat di puncak salah satu gedung tinggi di kota itu, dan setelah itu perjalanan diteruskan melintasi negara bagian Indiana.
Malamnya mereka menginap di Sturgis, Michigan, sedikit di sebelah utara jalan raya lintas-negara yang melewati Indiana. Di situ Bob meninggalkan teman-temannya sebentar, karena hendak membeli film baru. Bekal film yang dibawa sudah terpakai semua. Toko alat-alat foto yang ada di jalan besar sudah tutup. Jadi ia terpaksa masuk ke pusat perbelanjaan yang terdekat. .
Ia pergi ke suatu tempat pada salah satu sisi pusat perbelanjaan itu, di mana dijual film. Ia membeli dua rol, lalu melangkah ke arah pintu keluar. Tapi tahu-tahu ia dihadang seseorang.
Bob terkejut, karena ternyata orang itu pria berpenampilan anggun yang dilihatnya bersama Snabel di Monterey. Sesaat ia merasa seperti lumpuh, tidak bisa bicara maupun bergerak.
"Kau tidak membawanya," kata orang itu. Nada suaranya datar. Air mukanya pun kaku. "Baiklah, kalau begitu kita ambil saja."
Dicengkeramnya lengan Bob. "Ayo ikut. Ia tersenyum sekilas.
Bob berusaha membebaskan diri, tapi tidak bisa. Cengkeraman orang itu keras sekali. Kini pria asing itu melangkah menuju pintu keluar, sambil menarik Bob. Pintu terbuka secara otomatis ketika mereka menghampirinya. Di luar pintu itu terdapat pelataran parkir, dan setelah itu...
Berbagai pikiran melintas dengan cepat dalam benak Bob. Orang asing berpakaian rapi itu pasti kawan Mr. Snabel. Mereka akan menahannya sampai mereka memperoleh apa yang diinginkan selama itu, yaitu penemuan Mr. Peck. Bagaimana jika kakek Pete yang keras kepala itu menolak, tidak mau menyerahkannya" Bagaimana jika..."
Bob berteriak sambil berusaha bertahan. Dekat pintu ada alat o
tomatis penyedia air minum. Bob menyentakkan tubuhnya ke arah alat itu lalu berpegang kuat-kuat ke situ. Tangannya memegang tombol yang harus ditekan agar air keluar. Air yang sejuk menyembur ke mukanya dan membasahi leher serta kemeja, tapi ia terus berpegang erat-erat sambil berteriak-teriak.
"Ayolah, Nak," kata pria tak dikenal itu, "jangan suka macam-macam."
Orang itu berbicara dengan suara mantap, "seperti seorang ayah yang memarahi anaknya yang bandel. .
Tahu-tahu pegawai toko yang melayani Bob tadi sudah berdiri dekat mereka berdua.
"Ada kesulitan"" katanya.
"Ah, tidak," kata pria asing itu. Sambil terus mencengkeram lengan Bob, ia berusaha melepaskan tangan anak itu yang berpegang pada alat penyedia air minum. "Anak saya ini... yah... dia..."
"Penculik!" teriak Bob dengan suara serak. Ia menggeser sedikit, sehingga mukanya tidak lagi kena semburan air. "Penjahat! Panggil polisi! Orang ini bukan ayahku. Aku belum pernah melihatnya seumur hidup!"
Orang-orang yang sedang berbelanja di situ mulai datang mengerumuni. Lalu datang seorang pegawai toko lagi, yang memakai jaket merah.
"Charlie," kata pegawai yang pertama pada rekannya yang baru datang, "tolong teleponkan Henry Parsons di kantor sheriff, ya" Kita memerlukan bantuannya untuk menangani urusan ini."
"Untuk apa"!" tukas pria asing berpakaian rapi itu. Maksud saya, saya tidak ingin... polisi tidak perlu dibawa-bawa. Anak saya ini belum pernah melanggar undang-undang, dan saya perlu bertindak tegas agar itu tidak sampai terjadi. Ia memelankan suaranya. "Anak saya ini mencoba-coba mengisap ganja dan... mungkin juga mencoba yang lebih berat, dan saya perlu bertindak tegas sebelum - "
"Orang ini bukan ayah saya! kata Bob memotong. "Bahkan nama saya saja dia tidak tahu!"
"Pegawai yang tadi melayani Bob sewaktu membeli film memandang pria berpakaian rapi itu sambil mengangkat alis, bertanya tanpa mengatakan apa-apa.
"Tanya saja padanya!"' desak Bob. Suruh dia mengatakan siapa nama saya. Pasti dia tidak tahu. ..
Orang asing itu hanya tersenyum saja. "Anak saya Ralph ini memang sangat keras kepala. Kami semuanya memang berwatak begitu."
Bob melepaskan tombol yang selama itu dipegang, lalu mengambil dompet dari kantungnya dan menyodorkannya pada pegawai pusat perbelanjaan. "Di dalam ada kartu pelajar saya katanya. Di kartu itu ada foto saya."
Sementara pegawai yang disodori dompet itu membukanya, pria berpenampilan anggun itu cepat-cepat pergi lewat pintu keluar.
"Bab 13 PETE NGEBUT "BOB duduk di sebuah ruangan kecil yang pengap di belakang bagian penjualan produk susu di pusat perbelanjaan itu. Ia sibuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pembantu sheriff padanya. Agak repot juga meyakinkan petugas itu.
"Tapi untuk apa kalian dibuntuti terus sejak dari California"" tanya pembantu sheriff.
"Kata Mr. Peck, karena kawanan orang ini ingin merampas hasil penemuannya," kata Bob. "Saya rasa katanya itu benar.
Bob menjelaskan bahwa Mr. Peck itu kakek temannya, Pete. Lalu ia diminta mengatakan apa saja hasil penemuan Mr. Peck yang diketahuinya begitu pula apa sebabnya kakek Pete itu tidak mau mengatakan apa-apa pada anak-anak tentang penemuan pentingnya yang hendak dijualnya di New York.
"Menurut Mr. Peck: ia khawatir nanti keselamatan kami terancam jika terlalu banyak tahu mengenainya," kata Bob.
""Dan itu-nyaris saja terjadi tadi," kata petugas kepolisian daerah itu.
Bob mengangguk. Setelah itu ia diantar oleh pembantu sheriff kembali ke hotel.
Mr. Peck marah-marah ketika mendengar apa yang hampir saja terjadi dengan Bob. Walau ia dengan tandas menolak untuk menceritakan perihal hasil penemuannya kepada pembantu sheriff, ia dengan senang hati menuturkan peristiwa pengejaran yang terjadi sejak dari Rocky Beach. Tidak ada yang tidak diceritakannya kebakaran di hotel tempat mereka menginap di Coeur d'Alene, tentang alat pelacak yang dipasangkan pada tangki bensin, begitu pula kenyataan bahwa pria berpenampilan rapi yang pertama kali dilihat di Monterey kemudian nampak berkeliaran dekat Buick sewaktu di La Crosse.
Ketika Mr. Peck mulai den
gan penuturannya pembantu sheriff bersikap sopan dan penuh minat. Tapi ketika ia akhirnya selesai, nampak jelas bahwa petugas kepolisian daerah itu tidak mempercayainya.
"Ya, ya," kata petugas itu. "Jadi cuma itu saja!
"Apakah itu belum cukup"" tukas Mr. Peck
"Baik! ini lebih dari cukup," kata pembantu sheriff.
Jupiter teringat lagi pada nomor mobil yang dilihatnya dekat Gunung St. Helens, lalu diberikannya pada petugas kepolisian itu yang mencatatnya. Setelah Mr. Peck dan Bob menandatangani catatan laporan mereka, petugas kepolisian itu pergi.
""Mereka takkan berhasil menangkap kedua bandit itu," kata Mr. Peck mengomentari kepergian pembantu sheriff. "Mereka pasti sudah jauh sekarang."
Anak-anak tidak membantahnya.
Kemudian, ketika anak-anak sudah masuk ke tempat tidur, Jupe mengatakan, "Ada sesuatu yang tidak logis dalam persoalan ini."
Pete mengeluh, karena sebenarnya sudah ingin lekas-lekas tidur.
"Apa maksudmu, Jupe"" tanya Bob.
"Untuk apa kawan Snabel itu hendak menculikmu, Bob""
"Agar dengan begitu bisa memperoleh hasil penemuan Mr. Peck," jawab Bob.
"Bukan begitu maksudku," kata Jupe menjelaskan. "Kenapa justru kau yang hendak diculiknya, dan bukan Mr. Peck atau salah seorang dari kami."
"Wah, tidak tahu ya," kata Bob. "Barangkali karena aku tadi sedang seorang diri."
"Mungkin karena Bob memiliki daya pesona," sela Pete.
Jawaban iseng itu tidak diacuhkan oleh Jupe. Ia melanjutkan sambil merenung, "Dan orang itu mengatakan, 'Kau tidak membawanya . Selama ini kita beranggapan bahwa yang dimaksudkannya itu hasil penemuan Mr. Peck, karena itulah yang ada dalam pikiran kita. Tapi pada hakikatnya, yang dimaksudkan olehnya itu bisa apa saja."
""He, Jupe," kata Bob memelas, "bagaimana jika urusan ini besok saja kita teruskan" Aku sudah capek sekali."
"Aku juga," kata Pete. "Kita ini katanya kan sedang berlibur." . .
Tampang Jupe langsung masam, tapi ia mengatakan, "Baiklah."
Tidak lama kemudian hanya dengkuran keras di kamar sebelah saja yang masih terdengar.
*** "Keesokan paginya, sebelum matahari terbit mereka sudah berangkat lagi. Perjalanan kini berubah sifatnya, menjadi pelarian. Mereka tidak lagi memilih lewat jalan-jalan daerah, karena tidak peduli jalan mana yang ditempuh, musuh kelihatannya selalu saja berhasil menemukan jejak mereka. Karenanya mereka mengambil jalan raya lintas-negara, di mana setidak-tidaknya banyak kendaraan lalu-lalang. Jika Snabel dan kawannya mencoba melakukan sesuatu dengan kekerasan - misalnya saja mendesak mobil Mr. Peck sehingga keluar dari jalan - bisa dipastikan bahwa dengan segera akan ada yang datang menolong.
Buick yang disetir oleh Mr. Peck melaju terus melintasi wilayah Indiana dan kemudian Ohio. Menjelang petang, Mr. Peck sudah capek sekali. Seluruh tubuhnya terasa kaku dan pegal. Ia marah-marah pada dirinya sendiri, karena dianggapnya panik dikejar-kejar oleh Snabel. Kejengkelannya tidak bisa ditahan lagi olehnya sewaktu mereka sudah memasuki negara bagian Pennsylvania. Dibelokkannya Buick meninggalkan jalan raya, lalu singgah untuk menginap di sebuah hotel kecil yang tidak sampai dua ratus meter letaknya dari jalan yang baru saja ditinggalkan.
"Sana, pergilah berenang, atau nonton televisi, atau apa saja," katanya pada anak-anak. "Aku hendak membeli bensin sebentar."
"Kami ikut, Kakek," kata Pete dengan cepat.
"Aku belum memerlukan. penjaga!".bentak Mr. Peck. "Tidak jauh di jalan ini ada pompa bensin. Sebentar lagi aku kembali."
Setelah itu ia langsung berangkat. Anak-anak masuk ke kamar mereka lalu menghidupkan pesawat televisi. Tapi perasaan mereka terlalu gelisah saat itu, sehingga tidak bisa mengikuti acara yang sedang ditayangkan. Mereka menunggu Mr. Peck kembali.
Dua puluh menit sudah berlalu, dan kemudian setengah jam.
"Kakek pasti mengalami sesuatu," kata Pete.
Jupe mondar-mandir dalam kamar, sementara Bob memandang ke luar jendela. Hotel tempat mereka menginap itu terletak di daerah pinggiran sebuah kota kecil. Bob bisa melihat cahaya lampu-lampu di kota itu di balik pepohonan.
"Mungkin ketika sedang mengisi bensin teringat olehnya bahw
a ia memerlukan sesuatu, lalu pergi ke kota untuk membelinya," kata Bob.
"Atau bisa juga harga bensin di pompa yang didatanginya dianggapnya terlalu mahal, dan karenanya ia mencari pompa bensin lain," kata Jupe.
Lima bel as menit kemudian anak-anak tidak sanggup lagi menunggu lebih lama. Mereka mengenakan jaket mereka lalu pergi menyusul.
Mr. Peck tidak ada di pompa bensin yang terdekat. Pegawai di situ mengatakan bahwa Mr Peck tidak mampir. "Kalau ada mobil dari California, pasti aku melihatnya," kata orang itu. "Meski tempat ini dekat dengan jalan raya lintas-negara kami jarang disinggahi kendaraan yang datang dari sebegitu jauh."
Anak-anak meneruskan pencarian, sementara hari semakin gelap. Mr. Peck juga tidak ada di pompa bensin berikut yang didatangi. Pompa bensin ketiga letaknya di sudut jalan. Pegawai yang bekerja di situ hanya beberapa tahun saja lebih tua daripada Jupe dan kedua kawannya. Ia ingat ada seorang laki-laki tua naik mobil Buick mampir untuk membeli bensin di situ.
"Setengah jam yang lalu, paling sedikit," kata remaja itu. "Orang tua itu mengisi bensin sementara aku memeriksa minyak dan air pendingin untuknya serta ban-ban."
"Kau ingat ke arah mana ia pergi setelah itu, tanya Pete cepat-cepat.
"Kembali ke arah sana," kata remaja pegawai pompa bensin itu sambil menggerakkan tangannya ke arah hotel. "Aku tidak tahu apakah ia terus saja atau tidak, karena saat itu ada dua orang datang naik sepeda motor dan aku lantas sibuk melayani mereka."
"Sepeda motor"" kata Pete dengan- cepat.
Jupe merasa kecut, karena mendapat firasat buruk. Mereka berberapa, katamu tadi"" tanyanya.
Berdua. Kenapa"' tanya pegawai pompa bensin.
Kami... kami mengalami keributan dengan serombongan pengendara sepeda motor di barat, beberapa waktu yang lalu," kata Jupiter. "Mungkin saja kedua orang yang datang kemari tadi bukan dari rombongan yang sama, tapi kaulihat ke arah mana mereka kemudian pergi""
"Juga ke sana," kata pegawai pompa bensin sambil menuding ke arah hotel. "Mereka bertanya, di mana tempat yang enak untuk berkemah, kujawab, di tempat piknik dekat hutan, dekat Parson's Woods. He, jika menurut kalian ada sesuatu yang terjadi dengan orang tua itu dan kejadian itu ada hubungannya dengan kedua pengendara sepeda motor tadi, aku bisa... aku bisa memanggilkan polisi."
Tawaran itu ditanggapi anak-anak dengan sikap dingin. Pete membayangkan sifat kakeknya yang gampang sekali marah. Dan malam itu Mr. Peck sudah nyaris meledak karena jengkel. Jika ia merasa bahwa anak-anak khawatir tanpa alasan, bisa-bisa ia mengamuk nanti.
"Terima kasih," kata Pete. "Tapi itu nanti sajalah, kalau ternyata memang perlu."
Di mana tempat piknik yang kaukatakan itu"" tanya Bob
"Remaja yang bekerja di pompa bensin itu mengatakan bahwa letaknya tidak sampai setengah mil dari situ. Diambilnya buku kuitansi dari kantor lalu dibuatkannya peta sebagai petunjuk di bagian belakang salah satu halaman buku itu. Anak-anak mengucapkan terima kasih lalu berjalan kembali ke arah hotel. Bob memegang peta yang dibuatkan remaja pegawai pompa bensin tadi.
Mereka menempuh jalan yang dilewati sewaktu datang tadi. Sebelum sampai di hotel ada jalan lain di sebelah kiri. Mereka mengambil jalan itu menuruti petunjuk dalam peta. Kemudian mereka, sampai di jalan lain yang tidak ada rumah atau toko-toko di pinggirnya. Lampu jalan jarang-jarang letaknya. Akhirnya itu pun tidak ada lagi.
Langkah anak-anak diterangi sinar temaram bulan yang baru terbit. Tapi setelah beberapa lama berjalan, nampak cahaya terang lagi. Ada api unggun di sebuah tempat terbuka di sebelah kiri jalan. Anak-anak melihat dua orang laki-laki bergerak mondar-mandir diterangi nyala api unggun yang bergerak-gerak. Jupe mengajak Bob dan Pete terus berjalan, dan sesaat kemudian mereka melihat Buick yang diparkir tidak jauh dari api di belakang mobil dan api kelihatan Mr. Peck yang duduk membungkuk di bangku piknik, membelakangi meja yang terbuat dari kayu. Ia menatap kedua lelaki yang mondar-mandir antara tempat dia duduk dan mobil Buick. Air muka. Mr. Peck nampak kaku. .
""Mereka pengend
ara sepeda motor yang waktu itu juga," bisik Pete. "Mereka berhasil meringkus Kakek!"
"Ssst!" desis Jupiter menyuruhnya diam.
Dari jalan tempat anak-anak berada ke tempat piknik ada jalan tanah. Anak-anak menyelinap lewat jalan itu, sampai Bob nyaris saja terjungkal karena menubruk kedua sepeda motor yang ditinggalkan di jalan itu. Anak-anak berhenti dan berjongkok di sisi kedua kendaraan itu, sambil memasang telinga.
Kedua orang yang mondar-mandir dekat api berbicara dengan suara keras.
"Ini belum apa-apa, Pak Tua!" tukas seorang dari mereka sambil mencibir. "Kau akan kami bawa pesiar dengan sepeda motor kami, biar kapok!"
Orang itu menenggak dari sebuah kaleng bir yang kemudian direnyukkannya dengan satu tangan saja lalu dicampakkannya ke belakang. Ia merogoh ke dalam sebuah kantung kertas yang terletak di tangan, mengambil sebuah kaleng lagi. Ia minum dengan rakus, bersendawa, dan mengusapkan lengan ke mulut.
Mr. Peck membuang muka sambil mendengus jijik.
"He, pandang aku jika aku bicara denganmu!" teriak pengendara sepeda motor yang tidak tahu adat itu.
Pete terlonjak kaget mendengar bentakan itu. Jupe cepat-cepat memegang lengannya.
""Kau pernah ngebut naik-turun bukit, Pak Tua" Lewat tempat-tempat yang tidak pernah dilalui siapa pun juga"" kata pengendara sepeda motor yang tadi. .
Temannya tertawa. Wah, itu benar-benar asyik! Kau pasti menyukainya. Pak T ua - jika kau tidak mati karenanya!"
Kedua orang itu tertawa. Jupe hendak melepaskan lengan Pete yang dipegangnya sejak tadi. Saat itu barulah disadarinya bahwa temannya itu sudah tidak ada lagi di sebelahnya. Denyut jantung Jupe serasa berhenti sejenak karena kaget
Tapi sementara itu Pete sudah muncul lagi. Ia mendekatkan mulutnya ke telinga Jupe sambil memberi isyarat pada Bob agar ikut mendengar kan. "Orang-orang itu meninggalkan kunci sepeda motor di kendaraan mereka, dan kunci mobil Kakek juga dibiarkan di tempatnya," bisik Pete. Ia mengacungkan tiga pasang kunci.
"Mereka takkan bisa membawa Kakek ke manapun juga!" bisiknya dengan sengit. "Bawa kunci-kunci ini dan lekas pergi ke pompa bensin yang tadi untuk menelepon polisi dari sana. Aku tetap di sini, dan jika mereka nanti hendak menyakiti Kakek, aku akan... aku..."
Ia tertegun, karena tidak tahu apa yang akan dilakukannya jika kedua pengendara sepeda motor itu melakukan sesuatu terhadap Mr. Peck.
Jupe menyeringai, karena saat itu ada akal yang bagus melintas dalam benaknya.
"Selama beberapa saat ia membisu, memikirkan gagasannya. Akhirnya ia sampai pada kesimpulan bahwa dengannya mereka akan bisa membebaskan Mr. Peck dalam keadaan selamat.
"Begini," bisik Jupe pada Pete. "Kau kan pernah beberapa kali mencoba sepeda motor Charlie Fisher""
Charlie Fisher itu kenalan anak-anak. Orangnya sudah agak tua, dan ia membiayai hidupnya dengan melakukan pekerjaan apa saja,di rumah-rumah orang. Ia memiliki sebuah sepeda motor bobrok, dan ia suka pada anak-anak muda. Kadang-kadang, jika ada anak yang sangat disukainya - seperti Pete misalnya - diizinkannya anak itu sekali-sekali mencoba naik sepeda motornya.
Tapi sepeda motor Charlie yang sudah tua tidak bisa disamakan dengan kedua sepeda motor ukuran besar kepunyaan berandal-berandal itu.
Pete memandang Jupe dengan kening berkerut. "Maksudmu, aku harus naik salah satu sepeda rnotor mereka"" bisiknya. "Kau sudah sinting, ya""
"Mungkin," kata Jupe. "Tapi mungkin juga tidak."
Lalu dibisikkannya seluruh rencananya.
Ternyata gagasan Jupe memang bagus, dan Pete mengaguminya. Sayangnya, ada satu cacatnya! Jika gagasan itu .meleset-jika Pete ternyata tidak mampu menguasai sepeda motor yang ditungganginya - kemungkinannya ia kemudian akan dihajar habis-habisan oleh kedua berandal "itu, kecuali jika Jupe dan Bob mampu menghadapi mereka. Tapi itulah yang sangat disangsikan oleh Pete.
Di pihak lain, jika Pete dan kedua temannya, tidak lekas-lekas bertindak, Mr. Peck akan tersiksa karena perlakuan kasar para berandal. Pete tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.
"Oke;" kata Pete, "kita coba saja!"
Ketiga anak itu menyelinap, menghampiri mobil Buick. Dengan
berhati-hati mereka membuka tempat bagasi dan mengeluarkan beberapa perkakas, lalu mulai bekerja.
Sementara itu sudah banyak kaleng bir yang ditenggak isinya oleh kedua pengendara sepeda motor. Gerak-gerik mereka sudah kurang terkendali. Menurut Pete mereka itu takkan mendengar bunyi kesibukan anak-anak yang sibuk melakukan sesuatu. Tapi walau begitu Trio Detektif tidak mau mengambil risiko yang tidak perlu. Mereka bekerja dengan berhati-hati, sambil meraba-raba. Tidak begitu lama waktu yang diperlukan, setelah mereka terbiasa dengan perkakas yang dipakai.
"Untung mereka cuma berdua," kata Jupe dengan suara pelan. "Coba seluruh gerombolan ada di sini, kita takkan mungkin bisa menerapkan siasat ini."
Dengan pelan sekali, Jupe memasukkan kunci starter ke tempatnya di setang sepeda motor yang pertama. Kunci starter yang satu lagi disodorkannya kepada Pete, yang berdiri merunduk di sisi sepeda motor kedua.
"Sepeda motor itu sangat besar. Pete, yang paling tinggi dari ketiga Trio Detektif, ujung kedua kakinya nyaris tidak sampai ke tanah ketika ia sudah duduk di sadel Walau begitu ia berhasil juga menurunkan kendaraan roda dua itu dari standarnya. Kunci starter dimasukkan ke tempatnya, lalu ia menarik napas dalam-dalam. Setelah itu diletakkannya kaki kanan ke pedal starter.
Kunci starter diputar, dan pedal starter dienyakkan ke bawah.
Sepeda motor itu meraung. Bunyinya seperti binatang besar yang marah. Tapi setelah itu mati lagi.
Pete merasa tubuhnya lemas karena ngeri.
Kedua berandal yang duduk dekat api unggun berteriak dan cepat-cepat berdiri.
Sekali lagi Pete mengenyakkan pedal starter ke bawah. . Sekali lagi sepeda motor meraung, dan kini tidak mati lagi. Pete mencondongkan tubuhnya ke depan, dan mengikuti gerak liar sepeda motor yang meliuk dan melambung-lambung, seperti kuda liar. Kendaraan itu melambung masuk ke dalam sebuah parit lalu terpental keluar lagi ke jalan. Pete berteriak-teriak ketakutan, tapi ia terus bertahan di atas sepeda motor itu.
Kedua berandal yang marah cepat-cepat naik ke sepeda motor yang satu lagi. Orang yang duduk di depan mengenyakkan starter cepat-cepat, dan mereka langsung mengejar. Lain dari Pete, mereka mampu menguasai kendaraan mereka untuk sesaat. Tahu-tahu terdengar teriakan dan makian. Kedua berandal itu jatuh terguling ke dalam parit, karena roda depan kendaraan mereka terlepas. .
Kedua orang itu cepat-cepat melompat, menghindar dari gerakan liar sepeda motor yang tinggal roda belakangnya saja.
Jupe dan Bob lari menghampiri Mr. Peck lalu menggiringnya sambil berlari-lari ke mobil Buick,
Sesaat kakek Pete bingung, tapi kemudian ia mengerti. Cepat-cepat dibukanya pintu Buick. Jupe dan Bob masuk ke sebelah belakang mobil itu, sementara kunci starter dilempar ke jok depan di mana Mr. Peck sudah duduk. Sebelum pintu pintu tertutup semua, kendaraan itu sudah bergerak. Mr. Peck membanting setir. Buick-nya menikung, menyambar sejumlah semak rendah. Kendaraan itu nyaris saja menubruk sebatang pohon dan kemudian melaju lewat kedua pengendara sepeda motor yang masih tercengang.
Seperempat mil kemudian barulah Mr. Peck, memperlambat kendaraan itu. Anak-anak menoleh ke belakang. Mereka melihat kedua berandal tadi berdiri di tengah jalan, berteriak-teriak marah sambil mengayun-ayunkan tangan.
Jupe dan Bob tertawa. "Bab 14 RAHASIA YANG SANGAT BERBAHAYA
"SETENGAH jam kemudian barulah Pete muncul di hotel. Ia berjalan terpincang-pincang. Pakaiannya basah dan kotor, tapi ia sendiri sangat senang.
"Sepeda motor itu kucemplungkan ke dalam sebuah kolam," katanya. "Kunci starternya kumasukkan ke dalam sebuah kotak surat. Berandal-berandal itu untuk sementara waktu tidak bisa berbuat apa-apa lagi."
"Apa sebetulnya yang terjadi tadi, Kakek"" tanyanya setelah itu pada Mr. Peck. "Kenapa sampai bisa jatuh ke tangan mereka""
Mr. Peck agak malu kelihatannya. "Yah, Pete, aku disergap kunyuk-kunyuk itu. Aku memang membeli bensin tadi, seperti kukatakan pada kalian. Kemudian aku masuk ke jalan samping itu untuk memeriksa apakah Snabel atau kawannya memasang alat pelacak lagi ke tangki bensin.
Sementara aku sedang melongo k ke kolong, tahu-tahu kedua bajingan itu muncul! Mereka mengancam akan menghajarku sampai remuk jika melawan. Satu dari mereka masuk ke mobil dan memaksaku pergi ke tempat piknik itu."
"Anda tadi dalam bahaya besar," kata Jupiter dengan wajah serius. "Untung bisa lolos dengan selamat. "
"Ah, kau tidak perlu khawatir tentang diriku, Jupe," kata Mr. Peck dengan nada lebih riang.
"Aku tadi menunggu sampai orang-orang itu sudah benar-benar mabuk. Aku masih punya beberapa siasat lagi."
Trio Detektif 39 Misteri Kejaran Teror di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pete tidak begitu tahu apa yang dimaksudkan oleh kakeknya, tapi ia merasa lebih baik itu tidak ditanyakan.
"Kakek sudah menghubungi polisi"" tanyanya.
"Aku tidak mau lagi menghubungi mereka," kata Mr. Peck. "Aku tidak ingin kehilangan lebih banyak waktu karena harus memberi keterangan pada petugas-petugas hukum yang goblok. Kita tinggalkan kota ini, dan menuju ke barat."
"Ke barat"" kata Pete dengan heran.
"Ya, ke barat. Berandal-berandal bersepeda motor itu takkan menduga bahwa kita mengarah ke sana. Begitu pula Snabel dan kawannya - jika mereka mengintai kita - mereka pun takkan menduganya. Nanti kita datangi sebuah kota kecil di sebelah barat lalu kita cari pedagang mobil di sana. Buick-ku kita tukar dengan mobil lain, dan setelah itu kita teruskan perjalanan, dengan aman. Buick itulah yang selalu saja menyebabkan jejak kita ketahuan. Snabel mengenalnya. Kawannya mengenalnya. Kawanan bersepeda motor juga mengenalnya. Karena itu harus cepat-cepat kujual."
Pete memandang kakeknya dengan kagum. "Wah, itu gagasan yang sangat cerdik!"
Kalian juga cerdik!" kata Mr. Peck. "Baiklah, sekarang kemaskan barang-barang kalian, Anak-anak. Tolong bereskan pula koperku, sementara aku mengurus .pembayaran sewa kamar."
Wajah pria tua. itu sudah berseri-seri kembali, dan matanya berkilat-kilat. "Akan kuambil mobil," katanya, "dan kubawa ke pintu samping - yang dekat kolam renang. Kalian tunggu aku di situ, dengan barang-barang kita. Dan kau, Pete, cepat ganti pakaianmu yang basah itu.
Pete sebenarnya tidak perlu disuruh lagi, karena ia sudah membuka kemejanya yang basah, sementara Bob dan Jupe buru-buru menjejalkan barang-barang mereka ke dalam koper. Mr. Peck tertawa puas. Kini ia tidak lagi melarikan diri, melainkan akan adu pintar dengan musuhnya.
Tidak lama kemudian Mr. Peck dan anak-anak sudah kembali berada di jalan raya lintas-negara, menuju ke barat. Menjelang tengah malam mereka memasuki sebuah kota yang terletak di perbatasan antara Ohio dan Pennsylvania. Jalan-jalan di situ sudah lengang dan gedung-gedung kebanyakan sudah gelap. Tapi di Hotel Holiday Inn yang letaknya dekat. jalan raya masih nampak lampu-lampu menyala. Mereka memutuskan untuk menginap di situ. Keesokan harinya pagi-pagi sekali mereka sudah bangun lagi. Mereka langsung mendatangi toko mobil yang paling dekat dengan hotel. Mereka menunggu sampai toko yang merupakan agen perusahaan Ford itu dibuka.
Tanpa banyak bicara lagi, Mr. Peck menerima penawaran harga yang diajukan oleh pramuniaga untuk Buick-nya. Kemudian dipilihnya sebuah sedan Ford berumur dua tahun yang dipajang di bagian mobil bekas. Ia membayarnya dengan cek, lalu menunggu bersama anak-anak di kantor sementara manajer toko itu mengadakan pembicaraan telepon jarak jauh ke California untuk memastikan kesahan tanda pembayaran itu.
Lewat tengah hari Mr. Peck dan anak-anak meninggalkan tempat jual-beli mobil, dengan mengendarai Ford yang baru saja dibeli.
"Kurasa kita berhasil meloloskan diri dari kejaran mereka semua," kata Mr. Peck, yang selama itu terus berjaga-jaga terhadap kemungkinan munculnya Snabel atau kawannya. Ia menguap lebar-lebar dan menggosok-gosok matanya. "Aku selalu saja lupa bahwa aku ini sudah tidak muda lagi," katanya. "Bagaimana jika kita beristirahat sehari di kota ini" Snabel takkan mungkin bisa menemukan jejak kita lagi, setelah Buick kita ganti dengan Ford ini."
Anak-anak mau saja diajak beristirahat. Mereka kembali ke Holiday Inn, dan tidak lama kemudian sudah terdengar lagi bunyi dengkuran Mr. Peck. "Anak-anak pergi berenang di kolam renang hotel dan ke
mudian main minigolf, tapi mereka tidak pergi jauh-jauh dari tempat penginapan.
Menjelang sore mereka kembali ke kamar mereka. Bob dan Pete nonton televisi sementara Jupe duduk dekat jendela sambil memandang ke luar. Keningnya berkerut dan tangannya menarik-narik bibir bawahnya: Itu tanda yang jelas bahwa ia sedang sibuk berpikir. Tiba-tiba ia mengangguk dan berkata, "Ya, tentu saja!"
Kedua temannya menoleh ke arahnya. "Tentu saja apa"" tanya Bob.
"Snabel bukan berminat terhadap hasil penemuan kakekmu, Pete," kata Jupe. "Sejak semula bukan itu yang dikejar-kejarnya."
Pete tercengang. "Mana mungkin-pasti itu yang hendak dirampasnya. Di Custer, ia hendak menyergap kita dengan pistol. Atau kausangka ia waktu itu hendak berburu bison, ya""
"Dan bagaimana dengan kawannya yang mencoba menculik aku di pusat perbelanjaan itu"" kata Bob.
"Justru tentang dia itulah aku berpikir sejak tadi," kata Jupiter. Ia mendeham-deham meminta perhatian, sambil meluruskan duduknya Begitulah kebiasaannya jika hendak menguraikan suatu teori. "Apa tepatnya yang dikatakan orang itu ketika hendak menculikmu di pusat perbelanjaan, Bob""
"Ia mengatakan aku anaknya, dan aku hendak dibawanya pergi karena ketagihan obat bius. Alasannya sudah jelas, kemungkinannya aku hendak ditawannya untuk minta tebusan dan tebusan itu mestinya hasil penemuan Mr. Peck. Mungkinkah itu ada hubungannya dengan pertahanan nasional" Karena kurasa bukan cuma bom asap saja."
"Yang kutanyakan bukan penjelasannya pada pegawai di sana. Apa yang dikatakannya padamu sebelum pegawai itu datang""
"O, itu maksudmu! Kalau tidak salah, ia mengatakan, 'Kau tidak membawanya. Kalau begitu kita ambil saja!' Atau mungkin juga, 'Kau tidak membawanya, kan"' Kurang-lebih begitulah!"
"Dan apa-apa yang tidak kaubawa saat itu"" tanya Jupiter.
"Yah... ya, mestinya hasil penemuan Mr. Peck. Apa lagi kalau bukan itu"'.
"Apakah tidak mungkin barang lain"" kata Jupiter. "Apakah tidak mungkin sesuatu yang biasanya selalu kaubawa, tapi waktu itu tidak ada padamu ""
Kening Bob berkerut, berusaha mengingat-ingat.
"Aku tidak tahu barang apa itu, kecuali-ah ya, benar juga! Kameraku dan kotaknya. Tapi kenapa... apa alasannya orang itu tertarik pada kameraku""
"Betul." Jupiter nyengir. "Kamera dan kotak yang berisi film-filmmu yang sudah diekspos. Waktu itu kau meninggalkannya di hotel, dan itulah yang diincar mereka berdua. Aku berani bertaruh!"
Jupe bersandar ke punggung kursi dan mendekapkan kedua tangannya di depan dada sehingga kelihatan seperti menyembah. Ia tersenyum. "Kurasa Snabel bukan membuntuti kita ketika kita pertama-tama menjumpainya dalam perjalanan, katanya. "Kalian ingat reaksinya sewaktu di pantai Pismo Beach, ketika Mr. Peck tahu-tahu menyergapnya" Ia kaget dan -ketakutan. Kurasa ia datang ke Pismo itu untuk alasan lain.
"Kita anggap saja perjumpaan kita dengan dia waktu itu terjadi karena kebetulan semata-mata. Dan Snabel bukan bermaksud hendak mengintai Mr. Peck ketika kita melihatnya menyelinap-nyelinap memperhatikan sewaktu kita berangkat dari Rocky Beach. Ia melakukannya, hanya karena orangnya memang terlalu ingin tahu urusan orang lain. Beberapa saat setelah kita berangkat ia juga pergi, dengan maksud hendak ke Monterey untuk menjumpai seseorang di situ. Kita sempat mampir dulu di Santa Barbara untuk makan siang, sehingga perjalanan kita memakan waktu sekitar satu jam lebih lama. Sedangkan Snabel langsung menuju ke Pismo Beach, di mana ia mampir untuk melemaskan otot -otot sebentar. Ia berjalan-jalan di pantai, seperti kita juga, dan ketika kakek Pete melihatnya dan langsung naik darah, Snabel paling sedikit sama kagetnya seperti Mr. Peck. Kalian ingat bagaimana tampangnya saat itu"
""Ia berhasil membebaskan diri lalu pergi ke Monterey, dan mulai di situ situasi berubah. Kalian ingat, apa yang terjadi di sana""
"Kita berjumpa lagi dengan dia di dermaga, kata Pete, dan kita juga melihat orang yang satu lagi - yang hendak menculik Bob."
"Betul! Dan ketika Snabel tiba di derma"ga kapal-kapal nelayan di Monterey itu, ia jelas bukan membuntuti kita. Ia sama sekali tida
k berusaha tidak ketahuan oleh kita. Ia berjalan dengan santai ke dermaga, seperti wisatawan biasa."
Jupe menutup matanya dengan tangan. Bob dan Pete tahu bahwa teman mereka itu berusaha membayangkan kembali kejadian saat itu, seperti orang yang memutar kembali kaset video. Hal-hal yang rasanya tidak penting sewaktu anak-anak tiba-tiba berhadapan dengan Snabel di dermaga kini mungkin akan nampak mencolok.
"Waktu itu Snabel menenteng kamera, yang modelnya sama dengan milik Bob, tapi ia sama sekali tidak memotret. Ia hanya berdiri saja, menunggu dengan kamera di tangan. Kemudian orang yang satu lagi muncul dan Snabel berkata padanya, 'Aku membawa barang itu .
"Bukankah itu berarti Snabel hendak menyerahkan sesuatu kepada orang yang baru muncul itu" Dan orang itu mengajaknya ke tempat lain. Lalu mereka berdua berjalan menjauhi tempat kita dan berdiri dekat bangku di mana Bob duduk Saat itu Snabel mengenali kita. Kalian ingat, mukanya menjadi pucat" Lalu .Mr. Peck muncul dari toko, di mana ia selama itu mengintai. Orang yang baru datang untuk menjumpai Snabel buru-buru menghilang. Tahu-tahu ia sudah tidak ada lagi. Mr. Peck mencengkeram Snabel dan mengancamnya jika ia meneruskan perbuatannya.
"Lagi-lagi Snabel kelihatan ketakutan. Ia tidak menyangka akan berjumpa dengan Mr. Peck di situ. Kemudian Mr. Peck mengajak kita pergi, Bob mengambil kameranya yang selama itu terletak di atas bangku, lalu kita pergi dari situ.
"Dan mulai saat itulah Snabel mengejar-ngejar kita. Kalian ingat ia berlari-lari mengejar sambil berteriak-teriak ketika kita berangkat""
Pete mengangguk, sementara Bob menatap Jupe.
"Betul," kata Bob. "Tapi kenapa ia begitu""
"Karena yang kauambil bukan kameramu, Bob," kata Jupiter. "Kau mengambil kamera yang dibawa Snabel yang diletakkannya di atas bangku ketika Mr. Peck menyerangnya.
"Maksudmu, kamera itu yang diincarnya selama ini"" kata Pete. "Tapi itu kan aneh! Jika memang benar, kenapa ia tidak mendatangi kita saja di hotel di Santa Rosa dan mengatakan, 'He, kamera kalian tertukar dengan kameraku, dan ini dia kamera kalian'. Untuk apa segala kerepotan membuntuti, menculik, dan macam-macam lagi"
"Karena jika urusannya cuma menyangkut kamera, penyelesaiannya memang bisa segampang itu! Takkan ada yang mau repot menyusul dari Monterey sampai ke Santa Rosa, jika hanya untuk kamera yang tertukar. Jadi yang diincar sebenarnya film yang ada dalam kamera itu. Itulah yang penting bagi Snabel dan orang yang satu lagi itu, dan mereka tidak ingin kita tahu tentang film itu."
"Ya," kata Bob, "mungkin juga." Ia berdiri, lalu menumpahkan isi tas kameranya ke tempat tidur. Dari sembilan rol film, hanya satu yang belum dipakai. Sisanya sudah diekspos, tinggal dicuci saja lagi.
"Pasti ada toko foto yang cepat layanannya di kota ini," kata Bob. "Yuk, kita cari."
Mereka menjumpai toko yang dicari itu di sebuah pusat pertokoan yang kecil, tiga blok dari hotel tempat mereka menginap. Anak-anak menyerahkan rol-rol film kepada wanita yang melayani. Setelah itu mereka keluyuran di pusat pertokoan itu sambil menunggu film-film selesai dicuci.
Tangan Bob gemetar ketika membawa sampul-sampul kuning berisi kedelapan rol film di toko foto ke pelataran parkir. Di situ ia meneliti foto fotonya, sementara Pete dan Jupe ikut melihat dari belakang. Mereka melihat foto Mr. Peck di Mount Rushmore, foto-foto kawanan bison di Custer, serta batu-batu cadas yang langsing menjulang di kawasan Badlands. Di antara foto-foto wisata itu ada satu yang lain, yaitu foto sebuah pesawat terbang yang sedang tinggal landas.
"Ini bukan aku yang mengambil," kata Bob.
"Pete meraih foto itu lalu mengamat-amatinya. Pesawat itu berbadan langsing. Bentuknya runcing seperti jarum, dan kedua sayapnya condong ke belakang. "Kelihatannya ini pesawat terbang militer," kata Pete.
Bob memperhatikan foto-foto yang lain. Ada beberapa yang menampakkan suatu instalasi yang wujudnya seperti perpaduan antara kilang minyak dan lumbung gandum yang tinggi. Ada pula foto-foto dari jarak dekat yang menampakkan bermacam-macam gambar yang ditempelkan di atas sebuah me
ja dengan paku payung. Lalu ada foto-foto buku catatan yang terbuka, dan halaman-halamannya berisi berbagai perhitungan dan catatan yang tidak dimengerti maknanya oleh Jupe maupun kedua temannya.
Akhirnya semua foto sudah dilihat. Bob berkeringat.
"Jadi foto-foto yang bukan kuambil ini yang hendak diserahkan Snabel kepada orang yang ditemuinya itu," katanya. "Mungkin yang nampak tadi itu instalasi-instalasi militer, ya" Jangan-jangan Snabel itu mata-mata, yang hendak menjual informasi rahasia kepada musuh!"
"Bab 15 MEMANCING MATA-MATA
""FBI!" kata Mr. Peck bersemangat. "Betul, itu yang harus kita lakukan! Kita hubungi FBI, biar menangkap orang jahat itu!"
Pete sudah mengambil buku telepon dan mencari-cari. "Tidak ada," katanya. "Tidak ada kantor FBI di kota ini."
"Kausangka ada"" kata Mr. Peck. "Kita akan mendatangi FBI di New York, dan sekarang ini juga kita berangkat!"
Mereka segera berkemas, lalu berangkat malam itu juga. Mr. Peck terus memacu mobilnya dan pagi-pagi sekali akhirnya mereka memasuk sebuah tembusan yang nampak kemilau karena berdinding tegel putih. Lalu-lintas kendaraan ramai di dalamnya. Setelah melewati tembusan itu, mereka sampai di kota dunia yang dituju. Kota dengan gedung-gedung menjulang tinggi, lalu-lintas bersimpang-siur. Taksi-taksi berderet panjang di luar sebuah bangunan besar, yang ternyata stasiun kereta api, Pennsylvania Station.
"Mr. Peck menghentikan mobil di seberang jalan berhadapan stasiun itu sementara Jupe masuk untuk mencari alamat kantor FBI dalam buku telepon. Anak-anak sangat bersemangat. Mereka sudah berulang kali bekerja sama dengan pihak kepolisian di Rocky Beach. Tapi belum pernah dengan FBI dalam urusan spionase.
Pukul setengah sepuluh Mr. Peck dan anak-anak sudah berada dalam sebuah ruangan bersama seseorang yang menurut mereka mestinya agen FBI. Namanya Anderson. Penampilannya rapi, dan tindak-tanduknya tenang. Untung saja ia tenang, karena ketika Mr. Peck sudah mulai berbicara tentang Snabel yang hendak menjual rahasia militer kepada musuh, kemarahan kakek Pete timbul lagi sehingga selama beberapa saat hanya bisa tergagap-gagap. Petugas FBI itu menunggu dengan sopan sampai Mr. Peck sudah bisa mengendalikan dirinya lagi.
"Sudahlah, Kakek," kata Pete dengan nada memohon. Kita kan tidak tahu pasti tentang berbagai hal itu. Kenapa tidak diperlihatkan saja foto-foto itu""
"Kita tahu pasti!" tukas Mr. Peck. Tapi dibantingnya sampul berisi foto-foto ke atas meja. "Ini ada dalam kamera yang dibawa Bob - tapi itu bukan kameranya, karena tertukar," katanya. Snabel pengkhianat itu hendak menjual foto-foto ini kepada seorang mata-mata asing!"
Mr. Anderson meneliti foto-foto itu. Air mukanya sedikit pun tidak berubah.
"Jupiter memanfaatkan kesempatan itu untuk ikut bicara
"Mr. Anderson, saya ingin memperkenalkan diri saya dan kedua teman saya." Dikeluarkannya selembar kartu nama dari kantungnya dan diserahkannya pada Mr. Anderson. Petugas FBI itu membacanya:
"TRIO DETEKTIF "Kami Menyelidiki Apa Saja"
" " " "Penyelidik Satu Jupiter Jone
Penyelidik Dua Peter Crenshaw
Data dan Riset Bob Andrew
"Jupe cepat-cepat berbicara lagi, ketika melihat Mr. Anderson nampaknya hendak menanyakan sesuatu.
"Saya Jupiter Jones, pemimpin biro detektif kami, yang berkantor -di Rocky Beach, California. Selama ini sudah beraneka jenis misteri yang kami teliti, jadi kami bukan orang awam tentang teknik-teknik penyelidikan."
Bob merasa seperti melihat mata Mr. Anderson memancarkan kegelian sekilas, saat petugas FBI berwajah dingin itu dengan tenang meletakkan kartu nama ketiga detektif remaja itu di atas meja kerjanya
Jupe masih terus berbicara. "Tentu saja, katanya sambil menundukkan mata dengan sikap agak malu-malu, "kami belum pernah menjumpai kasus sepenting ini. Dan bagi kami benar-benar merupakan kehormatan, bisa bekerja sama dengan FBI-"
"Cepatlah sedikit," sela Pete tidak sabaran.
Jupe menoleh ke arahnya sambil melotot, lalu berpaling pada Mr. Anderson lagi dan menyambung, "...menangani kasus yang mungkin menyangkut keamanan nasional kita."
Ia mela njutkan dengan .penjelasan tentang kejadian tertukarnya kamera Bob dan kamera Snabel di Monterey.
"Itu awal dari serangkaian kejadian berbahaya," katanya.
"Penjahat itu terus mengincar kami sejak itu!" tukas Mr. Peck. Hanya itu saja dikatakannya, sementara Jupiter melaporkan tentang kebakaran di hotel tempat mereka menginap di Coeur d'AIene, Idaho, lalu melihat Snabel membuntuti dengan membawa pistol di taman suaka bison di Custer, South Dakota, dan akhirnya percobaan penculikan Bob di Michigan.
"Sudah pasti ada catatan di kantor polisi kota Sturgis, Michigan, mengenai percobaan penculikan yang terjadi di sana beberapa hari yang lalu. Manajer pusat perbelanjaan di sana memanggil sheriff. "
Mr. Anderson diam saja, seperti menunggu apakah masih ada lagi yang hendak dikatakan oleh Jupiter. Sesaat kemudian ia mengangguk, tanda memahami penjelasan Jupe..
Jupiter merasa puas. Ia telah menyampaikan laporan dengan logis, teratur, cermat, dan pasti juga meyakinkan.
"Snabel busuk itu berwatak mata-mata rupanya," sergah Mr. Peck tiba-tiba, "dan orang yang bersama dia itu mestinya mata-mata musuh.
Mr. Anderson tersenyum. Tapi musuh yang mana"" kata petugas FBI itu.
"Pentingkah itu"" tukas Mr. Peck.
Mungkin juga tidak," kata Mr. Anderson. Ia meminta Mr. Peck dan anak-anak agar menunggu sebentar, lalu ia pergi dengan membawa foto-foto itu. Beberapa saat kemudian ia kembali dan hanya mengatakan bahwa ia sudah meminta rekan-rekannya untuk melakukan penyidikan.
"Di mana kalian menginap selama berada di New York"" tanyanya.
Riverview Plaza," kata Mr. Peck menyebutkan nama sebuah hotel kecil di kawasan East Side. Mr Anderson mencatatnya.
"Itu kalau di sana tidak penuh," sambung Mr. Peck, yang tiba-tiba merasa sangsi.
"Saya rasa itu bisa kita tanyakan, apabila Anda tidak keberatan menunggu selama beberapa menit," kata Anderson.
Petugas FBI itu keluar lagi, dan beberapa menit kemudian kembali dengan berita bahwa di Riverview Plaza sudah dipesankan dua kamar untuk Mr. Peck dan anak-anak.
"Jika nanti ternyata ada lagi yang rasanya perlu dilaporkan, atau jika kalian kebetulan melihat Snabel lagi, harap hubungi saya," katanya, sambit memberikan kartu namanya.
Saat itu barulah anak-anak merasa pasti bahwa laporan mereka ditanggapi dengan serius- setidak-tidaknya untuk diselidiki. Mereka meninggalkan kamar kerja Mr. Anderson dengan perasaan puas lalu turun dengan lift.
Hotel Riverview Plaza yang mereka datangi kemudian ternyata merupakan bangunan yang udah agak tua. Nama "Riverview" menyebabkan te"rbayang pemandangan ke arah sungai. Dulu itu mungkin benar, tapi kini pemandangan itu terhalang bangunan-bangunan kantor yang tinggi-tinggi. Seorang pelayan hotel pergi memarkirkan mobil Ford Mr. Peck. Seorang pelayan lain mengangkatkan koper-koper mereka ke atas, ke sebuah suite yang terdiri dari dua buah kamar dan sebuah kamar mandi. Dari balik jendela-jendela yang tidak begitu bersih bisa dilihat sebuah bangunan kantor berdinding kaca. Dan di balik dinding kaca itu nampak pria dan wanita duduk berderet-deret menghadap pesawat-pesawat komputer, diterangi lampu bersinar kebiru-biruan.
Bagi Jupe, pemandangan itu menyuramkan perasaan. Karenanya dengan perasaan lega ditariknya kerai ke bawah, lalu ia masuk ke tempat tidur. Dipejamkannya matanya, sambil bertanya-tanya dalam hati berapa lama waktu yang diperlukan FBI untuk mengecek kebenaran laporan mereka tadi. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh para petugas rahasia mengenai Snabel.
Tahu-tahu ia sudah terlelap.
Ia bermimpi berada di rumah, di pangkalan barang bekas. Dalam mimpi itu ia sedang merangkak-rangkak di bawah tumpukan barang bekas yang ditimbun menutupi karavan yang dijadikan kantor oleh Trio Detektif. Ia bergegas-gegas, karena terdengar bunyi pesawat telepon berdering-dering di dalam karavan.
Jupe terbangun. Tubuhnya basah karena keringat. Telepon dalam kamar ternyata memang berdering-dering. Bob turun dari tempat tidur lalu mengangkat gagang pesawat itu. Sementara Jupe memperhatikan dalam keadaan masih mengantuk, Bob mengatakan, "Ya." Lalu, "Ya, tentu saja, Bob men
gembalikan gagang telepon ke tempatnya. "Itu Mr. Anderson, dari lobi di bawah katanya. "Ia kemari."
Pete, yang sementara itu juga sudah bangun cepat-cepat lari ke kamar sebelah untuk membangunkan Mr. Peck. Kakeknya itu muncul dalam kamarnya dengan rambut kusut ketika terdengar bunyi pintu diketuk. .
Mr. Anderson ternyata tidak datang seorang diri. Ia ditemani orang yang lebih jangkung dan agak lebih tua daripada dia. Diperkenalkannya orang itu sebagai rekannya yang bernama Friedlander.
Setelah itu ia duduk di kursi bersandaran lurus yang ada di sudut kamar, membiarkan Friedlander yang berbicara.
Mr. Peck harus menjawab berbagai pertanyaan mengenai Ed Snabel. Ia berhasil melakukannya tanpa terlalu sering melantur atau tergagap-gagap karena marah. Ternyata hanya sedikit saja yang diketahuinya tentang Ed Snabel, jika diingat bahwa mereka tinggal bersebelahan sejak sekian tahun. Mr. Peck hanya bisa mengatakan, kalau tidak salah Snabel bekerja di salah satu industri pertahanan, dan nampaknya tidak punya keluarga ataupun teman, dan ia mempunyai hobi memelihara anggrek. Ketika ditanya Mr. Friedlander tentang orang yang pernah dilihat bersama-sama dengan Snabel dan mencoba menculik Bob, Mr. Peck mengatakan bahwa ia tidak tahu apa-apa tentang orang itu. Tapi Bob menunjuk foto "seorang, ketika Friedlander menyodorkan selusin foto kepada mereka.
"Siapa dia"" kata Bob setelah itu. "Apakah ia pernah tercatat karena melakukan pelanggaran hukum""
Foto yang dikantungi kembali oleh Friedlande" bukan seperti foto-foto penjahat yang ada di kantor polisi. Foto itu menampakkan orang tak dikenal dan berpenampilan anggun itu sedang berjalan keluar dari bandar udara, atau bisa juga stasiun kereta api.
"Kami pernah berurusan dengan dia, sekian waktu yang lewat," kata Mr. Friedlander. "Sebut saja namanya Bartlett. Itu salah satu dari sekian banyak nama samarannya."
Mr. Anderson datang menghampiri lalu membuka tas yang dibawanya. Ia mengeluarkan beberapa rol film. Rol-rol itu dilem ujungnya. Nampaknya film-film itu sudah diekspos, tinggal dicuci saja.
"Bob," kata Mr. Anderson, "kami akan sangat tertolong jika kau mau membawa rol-rol film ini dalam tas kameramu. Dan jangan kaget kalau nanti ada yang mencurinya, karena foto-foto ini tidak ada gunanya."
Mr. Peck bergegas mencampuri. "Tidak!" teriaknya. "Anak ini hendak Anda jadikan sasaran! Saya yang bertanggung jawab atas keselamatannya dalam perjalanan ini, dan saya tidak setuju!
Mr. Anderson tersenyum. "Tidak, Mr. Peck, katanya, "kami tidak menjadikannya sasaran. Sekarang pun kedudukannya sudah begitu. Masih ada kemungkinan Snabel dan temannya menemukan kalian. Sudah cukup banyak upaya mereka sejauh ini untuk memperoleh film yang itu. Jika Bob akhirnya jatuh juga ke tangan mereka dan ia tidak bisa menyerahkan apa yang mereka inginkan, menurut pendapat Anda apakah yang akan mereka lakukan""
Wajah Mr. Peck langsung pucat. Ia cepat-cepat duduk.
"Anda hendak memasang jebakan rupanya, ya"" katanya. "Seperti dalam seri-seri detektif yang sering muncul di televisi. Anda akan membuntuti Bob secara diam-diam, lalu nanti jika Snabel dan orang yang Anda katakan bernama Bartlett itu beraksi, Anda langsung menyergap mereka."
"Baik Anderson maupun Friedlander tidak memberi komentar. Mereka hanya meminta Mr. Peck agar memberi tahu apabila hendak pergi lagi dari New York atau pindah hotel. Setelah itu kedua petugas FBI itu pergi.
Begitu pintu kamar tertutup, Bob bersorak gembira. "Aku akan jadi agen untuk FBI!" katanya. "Selama ini kita yang diburu-buru, tapi sekarang kitalah yang memburu."
"Kau dijadikan umpan!" kata Mr. Peck membetulkan. Tapi walau begitu ia pun ikut merasa bersemangat. Tidak pernah terbayang olehnya bahwa ia akhirnya akan bekerja sama dengan FBI- untuk menjebak tetangganya yang begitu menyebalkan!
"Bab 16 KAKEK MASUK DALAM PEMBERITAAN
""EMPAT hari!" keluh Bob. "Sudah empat hari, tapi mereka belum muncul-muncul juga!"
"Mereka rupanya kehilangan jejak kita," kata Pete.
Jupe diam saja. Ia duduk di sebuah bangku dari batu di depan Museum Sejarah Alam Amerika, sambil memperh
atikan burung-burung merpati yang berkeliaran mencari makan di trotoar. Ia juga memperhatikan Mr. Peck.
Pria yang sudah berumur lanjut itu memandang lalu-lintas kendaraan yang lewat dengan wajah masam. Selama empat hari yang sudah berlalu tidak satu kali pun ia menyebut-nyebut hasil penemuannya, untuk urusan mana mereka semua berangkat ke New York. Tidak satu kali pun ia mengatakan akan menghubungi seseorang guna menyampaikan gagasannya itu. Seluruh perhatiannya tercurah pada rencana memancing Snabel dan kawannya agar muncul. Ia selalu bersikap waspada setiap kali pergi meninggalkan "hotel bersama anak-anak. Ia tidak pernah mau jauh dari Bob. .
Menurut dugaan mereka, Snabel dan Bartlett kemungkinannya menunggu mereka muncul di salah satu obyek wisata terkenal- seperti yang terjadi di La Crosse, Minnesota. Karenanya Mr. Peck dan anak-anak memutuskan untuk malah sengaja menampakkan diri di mana-mana, dan mendatangi semua tempat yang menarik untuk dilihat di New York City. Bob akan terus menenteng tas kameranya dan sering berlagak seperti mencari-cari sesuatu dan mengeluarkan rol-rol film, supaya orang yang ada di dekatnya pasti akan melihat bahwa dalam tas itu ada sejumlah film yang sudah diekspos dan tinggal dicuci saja.
Rencana itu logis, dan mereka melaksanakannya dengan tekun. Pada hari pertama pelaksanaan rencana itu mereka, pesiar naik kapal mengelilingi Pulau Manhattan, dan siangnya mengunjungi gedung Perserikatan Bangsa-bangsa. Kakek rupanya sekali-sekali ingin royal. Ditraktirnya anak-anak makan malam di sebuah restoran terbuka yang letaknya di atap sebuah hotel yang dekat dengan tempat penginapan mereka. Seorang pemain piano menghibur para pesantap dengan musik yang enak di telinga. Anak-anak memandang ke arah lautan cahaya lampu yang gemerlapan di bawah. Terasa sekali kehidupan semarak kota dunia itu.
Pagi sekali keesokan harinya mereka sudah berangkat lagi. Sekali ini ke Brooklyn dengan kereta bawah tanah, untuk mencoba naik roller coaster di taman hiburan Coney Island. Setelah mengadakan kunjungan singkat ke Akuarium yang tidak jauh letaknya dari situ, mereka melanjutkan acara pesiar ke Patung Kemerdekaan. Malamnya mereka makan di tingkat paling atas dari gedung World Trade Center. Restoran tempat mereka berada begitu tinggi letaknya, sehingga nampak pesawat-pesawat terbang melintas di bawah mereka. Pete sampai bingung, tidak tahu mana yang lebih mengasyikkan untuk dipandang. Mungkin saja mereka saat itu merupakan umpan, tapi tidak pernah ia melihat pemandangan yang begitu mengasyikkan di Rocky Beach.
Hari ketiga, Mr. Peck dan anak-anak meneruskan pelaksanaan rencana mereka, tanpa merasa kecewa karena dua hari berturut-turut upaya memancing musuh agar muncul ternyata tidak membawa hasil. Mereka berjalan-jalan di kawasan Greenwich Village yang bersejarah, lalu makan siang di Chinatown, daerah pemukiman warga keturunan Cina. Sehabis makan mereka nonton pertunjukan "The Rockettes" di Radio. City Music Hall. Setelah itu makan malam di Restoran Lindy's yang sangat terkenal, lalu nonton pertunjukan lagi. Mereka begitu capek ketika akhirnya kembali di hotel,. sehingga semuanya langsung tidur. "
Hari keempat, pagi hari diisi dengan acara mengunjungi Museum Seni Rupa Metrop"litan setelah itu berjalan-jalan di Central Park. Di situ mereka duduk-duduk di sebuah bangku untuk menikmati kehangatan sinar matahari, sambil makan roti sandwich berisi daging anak domba yang dibeli dari pedagang yang menjajakannya dengan kereta dorong.
Setelah itu mereka mendatangi Museum Sejarah Alam yang letaknya di seberang taman.
Selama melancong kian kemari itu beberapa kali mereka melihat seorang pria muda bersweater coklat dan bercelana panjang kelabu ada di dekat mereka. Jika orang itu tidak kelihatan, yang nampak adalah seseorang lagi yang berbadan tegap, berwajah kemerah-merahan dan mengenakan jas model sport berwarna biru tua.
"Orang-orang FBI," kata Bob dengan gaya pasti. "Aku merasa lebih aman dengan adanya mereka di dekat kita."
"Jangan suka mengkhayal," kata Mr. Peck. Tapi ia langsung menyambung, "Mudah-mudahan saja orang
-orang FBI itu tidak lengah."
Paginya, ketika bangun tidur, Mr. Peck kelihatan capek sekali, sehingga Pete mengatakan, "Kenapa Kakek tidak tinggal saja di sini hari ini, lalu kita pesankan sarapan agar diantar kemari" Kita lupakan saja Snabel. Kelihatannya ia benar-benar udah kehilangan jejak."
"Mungkin saja ia menunggu kita di salah satu tempat," balas kakeknya, "dan aku tidak mau kemungkinan itu lewat karena kita tidak muncul."
Jupe tersenyum lebar, mengagumi kegigihan pria yang sudah berumur lanjut itu.
""Hari ini akan terjadi sesuatu, kata Mr. Peck. "Aku bisa merasakannya."
Dan sebab itulah mereka kini ada di depan museum, dan saat itu sudah menjelang sore. Tapi sejauh itu belum juga terjadi apa-apa. Pria yang bersweater coklat tidak kelihatan. Tapi pria yang lebih tegap, yang memakai jas biru tua, ia berdiri di trotoar sambil menikmati es krim yang dibelinya dari penjual di tepi jalan. Ia kelihatannya sudah bosan.
"Kita rupanya kurang mencolok mata, kata Pete. "Kota ini kan besar sekali, dan Snabel tidak tahu di mana harus mencari kita. Kita perlu melakukan sesuatu yang pasti sangat mencolok seperti mendaki sisi luar gedung Empire State atau berenang menyeberangi Sungai Hudson. Dengan itu perhatian pasti akan terarah pada kita. Jika kita muncul di televisi, Snabel pasti akan melihat kita."
"Bisa habis aku nanti, diamuk ibumu," kata Mr. Peck.
"Memang," balas Pete dengan santai, "tapi segala sesuatu kan ada risikonya."
Senyuman gembira mekar dengan perlahan wajah Jupe.
"Televisi," katanya dengan suara lirih.
"Ha"" kata Bob.
"Wah, wah," keluh Pete. "Kau pasti mendapat gagasan hebat lagi. Tapi jangan yang membuat capek, ya, Jupe" Aku tadi cuma bercanda ketika menyebut gagasan mendaki sisi luar Empire State Building."
""Perbuatan kita tidak terlalu kentara hendak menarik perhatian," kata Jupiter. "Misalnya kalau saja kita bisa muncul dalam acara kuis di televisi. Atau berita tentang suatu peristiwa penting."
Bagaimana dengan upacara peresmian sebuah hotel"" kata Bob. "Aku membaca dalam surat kabar bahwa akan ada peresmian hotel baru di New York. Namanya The New Windsor. Peresmian itu menarik perhatian besar karena gedungnya dibangun di lokasi sebuah hotel tua yang terbakar habis beberapa tahun yang lalu. Ketika hotel tua itu masih ada, orang-orang dari kalangan kesusastraan banyak yang tinggal di situ apabila datang ke New York. Menurut berita yang kubaca dalam surat kabar itu, untuk peresmian hotel yang baru akan diadakan pesta besar, dan kemungkinannya Gubernur New York juga akan hadir."
"Kapan peresmiannya"" kata Jupe.
"Besok malam," jawab Bob. "Jika Gubernur jadi datang, televisi pasti akan meliputnya."
Jupiter mengangguk. "Dan FBI mestinya bisa mengatur agar kita mendapat undangan," katanya. Lebih bagus lagi jika kita bisa pindah ke Hotel itu, dan tidak cuma hadir dalam pesta peresmiannya. Karena dengan begitu Sabel dan Bartlett akan tahu di mana kita bisa ditemukan."
Ia berdiri lalu menghampiri pria tegap yang berjas biru tua. .
"Adakah kemungkinan bahwa FBI bisa mengusahakan agar kami menghadiri pesta peresmian "Hotel The New Windsor besok malam"" katanya pada orang itu. Yang diajak bicara begitu kaget karena tahu-tahu disapa, sehingga es krimnya terlepas dari pegangan.
"Peristiwa itu pasti akan diliput televisi dan ditayangkan dalam warta berita," kata Jupiter lalu pura-pura tidak melihat bahwa es krim yang jatuh tadi mengotori sepatu orang itu. "Jika kami diwawancarai oleh reporter televisi, mungkin nanti salah seorang dari kami bisa mengatakan bahwa kami menginap di hotel itu. Dengan demikian Edgar Snabel akan bisa mengetahui di mana ia bisa menemukan kami. Jadi Anda tidak perlu repot lagi terus membuntuti kami berkeliling New York."
Agen FBI itu nampaknya sudah pulih dari kekagetannya tadi. Ia menarik napas, dan hendak mengatakan sesuatu. Tapi tidak jadi. Ia mengangguk.
"Kalian akan kami beri kabar," katanya, lalu pergi.
Jupe kembali ke teman-temannya. "Mereka akan memberi kabar," katanya melaporkan.
"Sementara itu kita dibiarkan sendiri di sini tanpa perlindungan," kata Mr. Peck.
"Aduh, Kakek, janganlah berlagak tidak berdaya," kaia Pete mengomel. "Kalau bicara soal perlindungan, Kakek ini bisa disamakan dengan tank Sherman. Si Snabel itu akan setengah mati kerepotan, jika sampai berhadapan lagi dengan Kakek!"
Kata-kata cucunya itu menyebabkan. Mr. Peck gembira lagi.
"Malam itu telepon di hotel berdering. Mr. Peck yang menerimanya. Ternyata yang menelepon Mr. Anderson, dan ia menyarankan agar. mereka berkemas-kemas, karena ada kemungkinan keesokan harinya pindah ke The New Windsor
"Dan Anda serta anak-anak membawa setelan atau jas model sport berwarna gelap"" tanya Mr. Anderson. Jika rencana kalian hendak tampil di televisi, mestinya penampilan kalian seolah-olah datang ke New York ini dengan maksud menghadiri pesta hebat!"
"Wah," kata Mr. Peck agak kaget.
"Anda tidak usah cemas tentang itu, karena akan kami sediakan," kata Anderson lagi.
*** "H"otel baru itu belum seluruhnya selesai. Ruang lobi yang luas masih berbau cat. Bob sewaktu naik lift berjumpa dengan seorang pelayan kamar yang memegang gambar denah ruangan. Rupanya ia belum hafal. lika-liku hotel tempatnya bekerja. Suite yang disediakan bagi Mr. Peck dan anak-anak lebih kecil ukuran daripada kamar-kamar mereka di Hotel Riverview. Tapi letaknya di lantai tiga puluh dua, dan dari kamar tidur Mr. Peck, mereka bisa melihat kapal-kapal di East River.
Ketika Mr. Peck dan anak-anak masuk ke hotel itu sekitar pukul lima sore, para awak TV nampak sibuk memasang peralatan mereka di lobi. Ketika keempat orang yang datang dari California itu turun lagi pukul 6:45 dengan memakai jas biru tua, yang disediakan oleh FBI untuk mereka, lobi sudah terang-benderang karena lampu-lampu sorot. Mr. Anderson menunggu mereka dekat meja penyampaian pesan. Ia langsung memperkenalkan mereka kepada reporter yang akan meliput acara pesta malam itu.
Reporter itu tampan dan bertubuh jangkung dengan deretan gigi yang sangat putih serta rambut yang ditata rapi. Ia bersalaman dengan Mr. Peck, sementara tatapan matanya terarah sedikit menyamping dari telinga kiri kakek Pete. Kemudian ia melangkah dengan mengitari Mr. Peck untuk menyalami seorang wanita yang saat itu masuk lewat pintu putar. Wanita itu berbusana semarak, serba kemilau.
Kemudian lampu merah yang ada pada kamera TV menyala. Seorang pria yang berdiri di pinggir dengan alat pendengar terpasang pada telinga memberi isyarat pada reporter tadi, yang dengan segera berbicara sambil menghadap ke depan kamera. Ia mengatakan bahwa ia berada di ruang lobi The New Windsor, dan Mrs. Jasper Harris Wheatly ada bersamanya. Mrs. Wheatly sengaja datang dengan pesawat terbang dari Roma, Italia untuk menghadiri pesta peresmian The New Windsor, kata reporter televisi itu.
Ia tidak menjelaskan kenapa Mrs. Wheatly dianggap penting; menurut dugaan anak-anak para pirsawan pasti semuanya tahu, meski mereka sendiri tidak. Senyuman Mrs. Wheatly kelihatan begitu dipaksa, sehingga Pete sudah khawatir saja bahwa wajah wanita itu nanti retak. Mrs. Wheatly mengucapkan beberapa patah kata, lalu melangkah dengan anggun ke dalam lobi .
Tiba-tiba reporter tadi menuju ke arah Mr. Peck dan anak-anak. Tangannya teracung ke depan dengan sikap mengajak bersalaman, sementara kamera dengan lampu merah menyala diarahkan pada mereka. "Dan inilah Mr. Bennington Peck'" kata reporter itu dengan nada seolah-olah tidak menyangka bahwa Mr. Peck juga ada di situ.
Tamu yang betul-betul istimewa-yang datang dan daerah barat Amerika Serikat, khusus untuk menghadiri acara ini."
Mr. Peck menatap kamera sambil tersenyum lebar. Dipegangnya tangan reporter itu dan tidak dilepaskannya lagi, sementara ia mengatakan sambil menatap kamera bahwa ia dan menatap kamera bahwa ia dan mendiang istrinya biasa menginap di Hotel Westmore yang lama. "Ketika kami berbulan madu," kata Mr. Peck.
"Hotel Windsor," kata reporter itu membetulkan, sambil berusaha melepaskan tangannya yang dipegang Mr. Peck, tapi ia tidak berhasil.
Ya, seperti saya katakan tadi, Hotel Windsor," kata Mr. Peck dengan suara lantang "Kami sering menginap. Ia berdiri lurus-lurus. "Saya sanga
t terpukul ketika Hotel Westmore terbakar tapi yang. baru ini benar-benar hebat. Agak lembab, tapi itu pasti akan bisa diatasi jika pemanasan udah berjalan. Saya dan anak-anak -" kamera digeserkan untuk mengambil wajah Jupe, Bob dan Pete yang tersenyum - "sangat menikmati semuanya, dan kami akan tinggal di sini paling tidak sampai akhir minggu ini. Keasyikannya tidak kalah dibandingkan dengan naik roller coaster yang berputar-putar seperti spiral di Taman Hiburan Coney Island."
Akhirnya reporter itu berhasil melepaskan diri dari pegangan Mr. Peck. Ia melangkah mundur sambil terus memamerkan gigi dengan senyuman profesional. Ia mengucapkan terima kasih kepada Mr. Peck dan anak-anak, dan wawancara singkat itu selesai.
Mr. Peck terhuyung pergi sambil mengelap kening dengan saputangan. "Bagaimana tadi katanya pada anak-anak. "Apa saja yang kukatakan""
"Wah, hebat, Kakek!" kata Pete. "Semua yang perlu Kakek katakan - dengan lantang dan jelas.
"Bagus!" kata Mr. Peck. "Dengan begitu Snabel bajingan itu kini bisa mengetahui di mana kita berada."
Setelah itu diajaknya anak-anak makan malam di sebuah restoran Skandinavia di Gedung City corp, karena mereka tidak diundang untuk hadir dalam perjamuan makan dan resepsi yang diadakan di taman yang terdapat di atap hotel. Mr. Peck merasa puas. Ia telah menunaikan tugasnya. Yang menjadi pertanyaan kini, berapa lama mereka harus menunggu sampai Snabel muncul"
"Bab 17 TERJEBAK! KETIKA Mr. Peck memasuki kedai kopi di hotel keesokan paginya, anak-anak sudah hampir selesai sarapan. Malam sebelumnya Mr. Peck menunggu sampai tengah malam untuk melihat wawancaranya dalam siaran berita larut malam dan kemudian sekali lagi dalam berita sangat larut malam. Sambil duduk di samping Pete ia bercerita dengan nada senang bahwa wawancaranya itu sekali lagi disiarkan dalam warta berita pagi .
Ia memandang berkeliling dengan wajah berseri-seri, seolah-olah sebentar lagi para pengunjung yang lain di kedai kopi itu akan mengerumuninya untuk minta tanda tangan. Pelayan kedai itu bergegas menghampiri dengan membawa daftar hidangan, tapi la kelihatannya tidak mengenali Mr. Pe"k. Mr. Peck- menatapnya sambil melotot. .
Kopi, sergahnya. "Kue dadar. Dua telur mata sapi digoreng setengah matang, dan daging asap.
"Ingat darah tinggi, Kakek!" kata Pete.
""Biar itu jadi urusanku sendiri," bentak kakeknya. "Kita akan sibuk sekali hari ini, dan aku perlu menimbun kekuatan!"
Tapi kesibukan tidak dengan segera terjadi setelah mereka selesai sarapan. Anak-anak pergi duduk-duduk di lobi hotel. Bob sengaja sibuk mengutak-utik kamera dan tasnya. Petugas FBI yang memakai jas biru tua berlagak sedang melihat-lihat di toko cenderamata, sementara rekannya yang ber-sweater coklat membalik-balik majalah di kios surat kabar.
"Oke, Snabel, kami sudah siap," gumam Mr. Peck.
Tapi beberapa jam berlalu tanpa terjadi apa-apa. Menjelang pukul sebelas siang, Mr. Peck mulai tidak sabaran lagi. Pukul setengah dua belas, akhirnya ia tidak tahan lagi.
"Konyol!" tukasnya. "Bisa-bisa kita harus terus duduk di sini sepanjang tahun. Manusia dungu itu rupanya tidak melihat wawancaraku! Dasar goblok! Mau jadi mata-mata, tapi warta berita saja tidak dilihat!"
Kemudian ia meringis. "Siang ini di Stadium Yankee ada pertandingan ganda," katanya. Bagaimana jika kita menontonnya""
"Nanti malah kacau semuanya, Kakek," kata Pete. "Jika Snabel dan kawannya ternyata melihat wawancara itu, mereka pasti akan mencari kita kemari."
"Atau kalau tidak, kita keluar," kata Mr. Peck. "Keliru jika kita cuma duduk-duduk saja di sini. Kita harus keluar dan memberi kesempatan pada mereka untuk menyelinap dan menyergap kita. Mereka kan licik seperti ular, jadi mana berani berbuat secara terang-terangan!"
"Saya rasa tidak perlu kita khawatirkan bahwa mereka tidak menemukan kita," kata Jupe. "Jika mereka kemari dan kita tidak ada, mereka pasti akan menunggu. Atau kalaupun pergi, kemudian datang lagi. Mereka sudah mengejar-ngejar kita sejak dari barat untuk mengambil kembali film itu. Takkan mungkin mereka kini menyerah dengan begitu saja."
Jadi urusan itu beres. Mr. Peck mengajak anak-anak mendatangi pegawai hotel yang bertugas di meja penyampaian pesan dan menanyakan kereta bawah tanah mana yang harus diambil untuk pergi ke Stadion Yankee.
Pukul dua belas tengah hari Mr. Peck dan anak-anak pergi ke stasiun kereta bawah tanah yang letaknya dua blok dari hotel. Petugas FBI yang membuntuti berjalan sekitar setengah blok di belakang mereka. Sesampai di stasiun, Mr. Peck membiarkan satu kereta lewat agar agen FBI tadi tidak sampai tertinggal. Kereta berikut mereka naiki. Mr. Peck dan anak-anak di ujung depan, sementara petugas FBI di ujung belakang. Selama perjalanan Mr. Peck mondar-mandir dengan sikap puas, melihat-lihat dinding kereta yang penuh dengan coretan iseng.
Di stadion mereka berlagak jadi orang New York dan ribut bersorak-sorak mendukung tim Yankee. Mereka bahkan ikut merasa puas ketika, pertandingan pertama berakhir dengan tim Yankee pada posisi unggul satu run.
Anak-anak dan Mr. Peck mengisi waktu jeda dengan makan hot dog dan acar kubis. Setelah itu pertandingan kedua dimulai. Kini tim tamu lebih sering berhasil memukul bola. Para penonton warga New York yang menjagokan tim mereka, ribut berteriak dan bersuit-suit mengejek, sementara para pendukung tim Bronx Bombers bersorak gembira. Mr. Peck dan anak-anak ikut bersorak. Pokoknya asal asyik! Mereka tetap saja gembira, meski tim Bombers dari daerah Bronx akhirnya kalah.
Para penonton berdesak-desakan menuju pintu keluar Anak-anak dan Mr. Peck ikut beringsut ingsut di tengah ribuan penonton lain, dan akhirnya sampai di stasiun kereta bawah tanah Tapi rel kereta di situ bukannya berada dalam terowongan, tapi malah dibangun di jalan layang. Meski orang banyak berdesak-desakan di sekelilingnya, Mr. Peck menikmati embusan angin malam.
Ketika kemudian kereta yang menuju ke Manhattan memasuki stasiun, Mr. Peck dan anak-anak terbawa arus penggemar baseball yang hendak naik. Pintu-pintu tertutup kembali dan kereta itu mulai bergerak meninggalkan stasiun. Saat itu barulah Pete melihat petugas FBI yang bersweater coklat. Orang itu terjepit di tengah orang banyak yang baru saja mendesak maju ke peron "dan nampak bahwa ia dengan sikap bingung memperhatikan gerbong demi gerbong yang lewat di depan hidungnya. Sesaat ia dan Pete bertatapan mata. Kemudian kereta bertambah laju, meninggalkan stasiun dan petugas FBI itu.
Peter terjepit di antara seorang pria gempal dengan jas kotak-kotak dan seorang remaja pria yang berdiri tanpa berpegangan sambil tidak henti-hentinya mengunyah kacang. Pete beringsut menghampiri Jupiter, yang berdiri menggelantung pada pegangan yang terbuat dari logam.
"Kita kehilangan pengawal kita," kata Pete pada Jupe. "Aku melihat yang ber-sweater coklat berdiri celingukan di peron ketika kereta berangkat meninggalkan stasiun."
"Pengawal"" kata seorang wanita kurus yang rambutnya dibungkus ikat kepala berwarna lembayung. Wanita itu berdirinya nyaris menempel pada Jupe, tapi ia bicara dengan suara lantang.
Kalian punya pengawal" Wah, hebat! Ada apa pada kalian yang perlu dijaga"" Ia terkekeh, seperti baru saja mengatakan sesuatu yang kocak. Beberapa orang penumpang ikut tertawa sambil memandang ke arah Pete.
Tiba-tiba timbul keisengan Jupiter. "Jangan khawatir," katanya pada Pete. "Kau tidak memerlukan pengawalan lagi. Masa inkubasi itu mestinya sudah lewat kemarin."
Wanita kurus itu langsung tegang. Sikapnya, berubah, menjadi curiga
"Masa inkubasi"" katanya dengan suara melengking. "Masa inkubasi apa" Kau mengidap penyakit menular""
"Tidak!" kata Pete buru-buru. Kawanku ini cuma bercanda."
Tapi bantahannya itu malah menambah kecurigaan wanita itu. Ia langsung menjauh, lalu turun di perhentian berikut. .
Masih banyak lagi penumpang yang juga turun dalam perjalanan menuju Manhattan. Tidak lama kemudian Mr. Peck dan Bob bisa berkumpul dengan Pete dan Jupe di bagian tengah kereta yang agak kosong.
"Pete tadi melihat petugas FBI yang mengawasi kita berdiri di peron," kata Jupe pada Mr. Peck. Ia tidak berhasil masuk ke kereta. Kita sekarang sendiri."
Itu bukan cerita baru," kata Mr. Peck.
"Dan kelihatannya. itu juga tidak apa, karena aku tidak melihat Snabel atau temannya di sini."
Itu memang benar. Anak-anak kini bisa dengan leluasa memandang isi kereta, dari ujung ke ujung. Dari para penumpang yang masih ada tidak satu pun yang ada kemiripannya dengan Snabel atau Bartlett.
Mr. Pe"k dan anak-anak turun di perhentian Forty-Second Street. Mr. Peck melihat bahwa di dekat situ ada terowongan. Lewat terowongan itu mereka akan keluar dari kompleks stasiun dua blok lebih dekat ke hotel. Anak-anak berpandang-pandangan, karena terowongan itu gelap. Akhirnya mereka mengangkat bahu lalu mengikuti Mr. Peck yang sudah lebih dulu masuk ke situ. Ketika mereka berada di tengah-tengah terowongan, terdengar suara orang memanggil.
"Ben Peck!" Dalam terowongan itu hanya ada satu orang selain mereka. Orang itu menyongsong ke arah mereka sambil tersenyum. Tubuhnya kelihatan lebih pendek daripada yang ada dalam ingatan anak-anak. Atau mungkin juga lebih gemuk, karena ia memakai mantel hujan yang longgar.
"Snabel!" seru Mr. Peck.
"Lama juga kita tidak ketemu," kata Snabel.
Terowongan itu sangat sepi, sehingga anak-anak bisa mendengar bunyi air menetes entah di mana di dalamnya. Kemudian terdengar suara orang berbicara di belakang mereka.
"Kemarikan tas kamera itu," kata orang itu.
Ternyata dia orang yang mereka lihat di Monterey. Ia menggenggam pistol, yang diacungkan ke arah Bob.
Bob buru-buru menyerahkan tas kameranya kepada orang tak dikenal yang berpenampilan anggun itu. Orang itu melongok sebentar ke dalam tas untuk memeriksa apakah rol-rol film ada di dalamnya. Lalu ia memandang Snabel sambil mengangguk. "Oke," katanya pada Mr. Peck dan anak-anak. "Semuanya masuk ke situ."
Ia menggerakkan pistolnya, menunjuk sebuah pintu di dinding terowongan. Snabel mengorek tembok yang terpasang pada pintu itu sehingga terbuka. Di belakangnya terdapat ruangan sempit berisi sejumlah sapu, sepon, dan botol-botol yang isinya bahan pembasmi kuman.
Begitu anak-anak dan Mr. Peck sudah masuk, pintu ditutup lagi. Terdengar bunyi sesuatu disorongkan pada sangkutan di bagian luar pintu untuk mengancingnya. Lalu Snabel dan Bartlett pergi.
"Tolong!" seru Pete. "Kami terkurung di sini!
"Bab 18 BOB BERAKSI "SETELAH lama sekali rasanya mendekam dalam ruangan sempit itu, seseorang yang kebetulan lewat mendengar bunyi samar gedoran dan teriakan mereka lalu buru-buru melapor kepada penjaga karcis di ujung terowongan. Petugas itu datang untuk membukakan, diiringi seorang polisi ronda. Ketika polisi itu hendak menanyai bagaimana mereka sampai bisa terkurung di situ, Mr. Peck malah marah dan bergegas kembali ke hotel, dari mana ia kemudian menelepon Mr. Anderson.
Petugas FBI itu datang dengan segera. Sikapnya tenang-tenang saja. Dan itu menyebabkan Mr. Peck semakin marah.
"Jadi inilah gunanya kami membayar pajak!" sergahnya. "Kami sudah mempertaruhkan nyawa, untuk membantu kalian menangkap sepasang mata-mata berbahaya. Tapi ketika pancingan mereka sambar, kalian di mana" Tidur semuanya!"
"Anda benar, Mr. Peck," kata Mr. Anderson dengan tenang.
Setelah itu Mr. Peck menceritakan segala peristiwa yang terjadi hari itu. Dengan panjang-lebar dituturkannya pengalaman terkurung dalam ruangan sempit dan pengap berisi sapu-sapu basah yang baunya menusuk hidung.
"Keterlaluan!" serunya mengakhiri penuturan.
"Ya, memang," kata Mr. Anderson mengiakan. "Seharusnya itu tidak boleh sampai terjadi."
Mr. Peck duduk. Ia merasa dirinya sudah menjadi jauh lebih tenang. Sementara itu Mr. Anderson melanjutkan, "Agen-agen kami sementara ini sudah dikerahkan untuk mengawasi semua jalan keluar dari New York City-bandar udara, stasiun kereta api dan bus, terowongan, jembatan, pokoknya semuanya. Besar kemungkinannya kami bisa menangkap kedua orang itu jika mereka mencoba meninggalkan kota."
"Tapi kalau mereka tidak lari"" kata Mr. Peck. "Apakah kami harus terus begini, menjadi bulan bulanan""
"Sama sekali tidak," kata Mr. Anderson. "Bagi kalian, kasus ini sudah selesai. Kedua orang itu takkan merongrong kalian lagi. Snabel kini sudah tidak punya urusan dengan
kalian lagi, karena ia sudah menyerahkan rol-rol film kepada Bartlett. Dan begitu Bartlett melihat bahwa foto-foto itu palsu, ia akan dengan segera sadar bahwa foto- foto yang asli ada di tangan kami. Jadi ia akhirnya kalah dan kami yang menang!'"
" Tapi bahaya masih tetap ada, karena keduanya masih bebas," kata Mr. Peck.
Mr. Anderson tersenyum. "Edgar Snabel takkan mungkin lagi bisa mencuri rahasia negara," kata petugas FBI itu. "Anda yang membuka kedoknya, dan untuk itu Anda boleh merasa bangga. Ia tidak bisa melamar pekerjaan di bidang industri pekerjaan, karena untuk itu diperlukan penelitian sidik jari. Jika ia nekat juga dan melamar dengan nama palsu, ia pasti akan ketahuan juga. Tapi kemungkinannya ia takkan berani mencoba. Ia akan menghilang, dan kemudian hidup di salah satu tempat dengan nama lain."
"Tapi bagaimana dengan bajingan yang bersama dia" Orang yang kata Anda antara lain memakai nama Bartlett itu"" tanya Mr. Peck dengan ketus. "Bagaimana jika mencoba beraksi lagi""
"Kemungkinannya itu akan dilakukan olehnya, jika kami tidak berhasil menangkapnya," kata Mr. Anderson. "Tapi kami berusaha sekuat tenaga untuk meringkusnya. Sementara itu, Mr. Peck - anak-anak - kami sangat berterima kasih atas bantuan yang kalian berikan. Jangan kalian kira kasus ini sepele, atau tidak penting. Tidak, ini kasus yang sangat penting artinya!" .
Setelah itu ia pergi, meninggalkan Mr. Peck dan anak-anak dalam perasaan tidak menentu.
"Sialan!" tukas Pete.
Jupe mengangguk dengan wajah serius "Rasanya seperti harus tidur di ranjang yang acak-acakan," katanya. "Ada keinginan bangun lagi lalu mengencangkan letak seprai."
Tapi nampaknya tidak ada kemungkinan bagi Trio Detektif untuk bisa melakukannya. Biar sudah dipikir-pikir, tetap saja tidak muncul gagasan dengan mana bisa dilacak jejak Snabel atau Bartlett. Karenanya mereka memutuskan untuk menikmati saja sisa waktu kehadiran mereka di New York, sementara Mr. Peck mencurahkan perhatian pada hasil penemuan yang menyebabkan dia mengadakan perjalanan itu.
Trio Detektif 39 Misteri Kejaran Teror di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Keesokan harinya Mr. Peck pergi sepanjang hari. Ketika menjelang malam kembali ke hotel, dikatakannya bahwa ia sudah bertemu dengan kalangan yang berwenang dan urusannya kelihatannya "berjalan lancar". Hanya itu saja yang mau dikatakan olehnya.
Setelah itu dibawanya mobil Ford-nya ke garasi untuk diperiksa, agar perjalanan pulang ke California bisa terlangsung tanpa gangguan.
Selama beberapa hari selanjutnya, pagi-pagi sekali Mr. Peck sudah pergi dan baru pulang apabila sudah malam, sehingga anak-anak sendiri saja sepanjang hari. Mereka mengisi waktu dengan berwisata, mengunjungi sebuah kapal induk yang ditambatkan di Sungai Hudson sebagai museum, menyaksikan keajaiban jagat raya di Planetarium Hayden, menikmati makanan Italia di daerah pemukiman orang Italia, pesiar ke Rockfeller Center, dan berbelanja cenderamata. Empat hari setelah perjumpaan dengan Snabel yang berakhir dengan kegagalan, ketika Jupe dan kedua temannya sedang berada di sudut jalan antara Sixth Avenue dan Thirtieth Street, ada seorang wanita lewat membawa tanaman anggrek dalam pot. Tanaman itu bagus, dengan tiga tangkai bunga berwarna hijau dan coklat.
"He!" kata Bob ketika melihat wanita itu.
Reaksi Jupiter seperti biasanya, jika ingin menarik perhatian. Ia memberi hormat dengan membungkuk, lalu mengatakan, "Ini anggrek cymbidium, kan"" .
Wajah wanita itu langsung berseri. "Kau mengetahuinya! Kau juga memelihara anggrek""
"Bukan saya, tapi paman saya Egbert," kata Jupe berbohong dengan gayanya yang biasa, sehingga wanita itu percaya.
"Aku hendak menitipkan tanamanku ini di rumah anakku," kata wanita itu, "karena ada beberapa urusan yang masih harus kuselesaikan. Aku akan memamerkannya nanti malam. Kurasa aku akhirnya akan bisa memenangkan hadiah juga."
"Ada pameran anggrek rupanya, ya"" kata Jupe dengan nada bertanya.
"Bukan pameran," kata wanita itu, "tapi cuma pertemuan bulanan kelompok penggemar anggrek setempat. Sir Clive Stilton akan menyampaikan ceramah. Dia itu benar-benar ahli tentang anggrek. Kenapa kalian tidak datang saja" Nanti kami
juga akan melelang tanaman, dan kau bisa membawa oleh-oleh anggrek untuk pamanmu itu. Kalian tinggal di New York""
" Tidak," kata Jupiter, "di California:'
Wanita itu menitipkan tanamannya sebentar pada Pete, lalu membuka tasnya. Dikeluarkannya selembar kartu lalu ia menuliskan alamat di atasnya. "Pukul delapan malam, di Hotel Statler Royal," katanya. "Kalian mampirlah nanti. Pamanmu pasti tertarik jika mendengar bahwa kalian sempat melihat Sir Clive. Salah seorang anggota kami nanti akan merekam ceramahnya, dan kalau berminat kalian juga bisa memesannya." .
Ia mengambil kembali tanamannya yang tadi dititipkan pada Pete, lalu pergi meninggalkan anak-anak.
Jupe membaca kartu nama yang diberikan wanita itu. Namanya Helen Innes McAuliffe, dan tinggalnya di Riverdale, New York. Hotel Statler Royal yang disebutnya tadi terletak di Seventh Avenue, jadi di jalan besar yang sejajar dengan Sixth Avenue di mana mereka saat itu berada.
"Jika pertemuan kelompok penggemar anggrek itu diumumkan dalam harian-harian, mungkin saja Snabel juga membacanya," kata Jupe.
"Kemungkinan itu sudah melintas dalam pikiranku, begitu kau tadi menyapa wanita itu," kata Bob. "Menurutmu, ada kemungkinan Snabel masih di kota ini" Dan berani datang ke pertemuan penggemar anggrek itu" Ingat, dia sekarang kan harus menyembunyikan diri."
"Siapa tahu, kan"" kata Jupe. Jika ia masih ada di sini tentunya ia juga" ingin mengisi waktu, dan menurut Mr. Peck satu-satunya yang bisa menarik perhatiannya adalah anggrek."
"Ya, memang mungkin saja ia nanti-muncul di sana," kata Pete. "Lagi pula, apa ruginya bagi kita""
Anak-anak berembuk sebentar, apakah pergi minta ditemani Mr. Peck nanti malam. Pete berkeberatan. "Nanti Kakek mengamuk lagi, jika Snabel ternyata muncul," katanya. "Tekanan darah Kakek bisa semakin tinggi saja karenanya!"
"Tapi bagaimana jika kita pergi sendiri, lalu itu kemudian ketahuan olehnya"" kata Bob.
Pete mengernyit, ngeri membayangkan kemungkinan itu.
Dengan perasaan bimbang karena tidak tahu apa yang sebaiknya dilakukan, anak-anak kembali ke hotel. Di sana mereka diberi tahu bahwa Mr. Peck tadi menelepon untuk mengatakan bahwa ia masih ada urusan di tempat lain sampai larut malam. Anak-anak disuruhnya pergi makan malam sendiri, lalu menonton film jika mau.
Sehabis makan malam, anak-anak naik bus ke Hotel Statler Royal, lalu naik lift ke lantai dua belas, ke ruang pesta.
Ruang pesta itu ternyata tidak begitu megah. Hotel itu sendiri sudah tua. Karpet merah yang menutupi lantai sudah gundul di sana-sini. Ketika anak-anak keluar dari lift, mereka disambut seorang pria gemuk yang memakai kemeja putih yang longgar. Pada kemejanya itu terpasang lencana nama, dan di situ tertulis bahwa nama orang itu Walter Bradford, dari Syosset. Mr. Bradford senang sekali ketiga remaja itu tertarik pada anggrek, dan ia yakin Jupiter nanti pasti bisa memperoleh pita rekaman ceramah Sir Clive sebagai oleh-oleh untuk Paman Egbert.
"Sir Clive akan berbicara tentang pembudidayaan," kata Mr. Bradford. "Pentingnya memilih bibit yang baik. Pasti akan menarik sekali!"
Pete dan Bob berpandang-pandangan dengan sikap skeptis.
Mr. Bradford meninggalkan mereka, karena harus menyambut beberapa anggota perkumpulan yang saat itu keluar dari lift. Anak-anak lantas pergi memeriksa susunan ruang di lantai dua belas itu.
Ruang pesta menempati sebagian besar lantai itu. Di gang yang terdapat di luar pintu masuk ke ruang itu ada dua lift untuk tamu-tamu hotel. Di samping kedua lift itu terdapat sebuah pintu. Di balik pintu itu ada ruangan tangga. Kamar-kamar kecil untuk tamu terletak di ujung lorong di sisi kanan, dan sebuah lift untuk karyawan terdapat di tengah gang di sebelah kiri. Setelah lift itu ada ruangan berpintu, yang merupakan dapur tempat meracik hidangan. Di seberang pintu dapur itu ada pintu yang menuju ke ruang pesta, sementara di ujung gang terdapat sebuah pintu berat yang kelihatannya merupakan jalan keluar ke suatu ruang tangga lagi. Tapi ketika Pete membuka pintu berat itu dan melongok ke luar, yang nampaknya hanya balkon sempit yang dibatasi pagar pe
ngaman. Untuk pergi dari balkon itu tidak ada jalan lain kecuali lewat pintu berat yang
dibuka oleh Pete. Dan pintu itu hanya bisa dibuka dari dalam.
Setelah memastikan bahwa kalau Snabel muncul pasti harus naik lift atau lewat tangga di ujung gang, anak-anak kembali ke ruang pesta. Mereka melihat Mr. Bradford sudah berdiri di mimbar pembicara. Ia mengetuk-ngetuk meminta perhatian dan menyilakan para pengunjung duduk agar acara pertemuan bisa dimulai.
Para penggemar anggrek yang bergerombol-gerombol di pinggir ruangan di mana nampak anggrek-anggrek dipajang di atas meja-meja pameran, dengan segera mengambil tempat duduk di kursi-kursi kecil dicat keemasan yang diatur berjejer-jejer. Lampu-lampu di langit-langit ruangan yang sudah redup dikecilkan sehingga ruangan bertambah remang-remang, dan dengan tiba-tiba ada sinar lampu sorot yang diarahkan ke mimbar pembicara.
Mr. Bradford mengucapkan kata-kata sambutan lalu dengan segera memaparkan maksud pertemuan itu, yaitu mendengarkan ceramah tamu kehormatan malam itu, Sir Clive Stilton. "Sir Clive akan mempertunjukkan sejumlah slide dari anggrek-anggrek koleksinya," kata Mr. Bradford "dan ia juga akan membahas betapa pentingnya memilih tanaman bibit yang kuat dalam proses penyilangan, agar bisa diperoleh hibrida yang bagus.
""Aduh," keluh Pete, "bisa-bisa tertidur aku nanti mendengar begini terus!"
Seorang wanita yang duduk di deretan sebelah depan Pete berpaling dan mendesis menyuruhnya diam.
Pete merendahkan duduknya, sementara seorang pria yang sangat kurus dan berwajah kemerah-merahan seperti bayi menghampiri mimbar pembicara sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya. Selama beberapa saat ia tidak mengatakan apa-apa, melainkan hanya menatap para penggemar anggrek yang duduk berjejer-jejer di depannya. Wajahnya berseri-seri. Kemudian barulah ia membuka mulut.
"Mr. Bradford baru saja mengatakan senang karena yang tampil untuk berbicara malam ini seorang pembudidaya basah, karena yang berceramah sebelum ini pembudidaya kering. Saya sendiri tidak bisa mengatakan bahwa saya ini pembudidaya basah murni."
Tubuh Pete terguncang-guncang karena menahan tertawa. Bob menyikutnya, menyuruh diam. Jupe menatap lurus ke depan sambil memaksa diri jangan sampai tertawa.
Di belakang mereka terdengar bunyi pintu berdecit. Jupe berpaling ke arah bunyi itu.
"Tolong matikan lampu-lampu," kata Sir Clive yang hendak memulai ceramahnya.
Mr. Bradford bergegas melakukannya, dan sesaat lamanya ruangan menjadi gelap-gulita.
Kemudian terdengar desuman proyektor, dan pada sebuah tabir muncul gambar slide yang menampakkan pembicara dalam rumah kacanya. Ia berdiri membungkuk di depan sebuah meja yang penuh dengan tanaman.
"Sekarang, bagaimana caranya memilih bibit yang paling baik" Satu cara adalah dengan melihat bunganya, jika usaha budidaya kita itu untuk bunganya. "Dan bukankah itu yang paling banyak diminati" kata Sir Clive.
Salah satu pintu ke gang terbuka. Di ambangnya nampak sosok tubuh seseorang yang gemuk. Orang itu rupanya hendak membiasakan matanya dulu dengan kegelapan di dalam ruangan.
Sementara itu pembicara di mimbar mencerocos terus tentang berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam membudidayakan anggrek. Orang yang tadi berdiri di ambang pintu masuk ke dalam ruangan yang gelap. Pintu tertutup lagi.
Jupe menyikut Pete, lalu berdiri dan sambil meraba-raba menuju ke sisi belakang ruangan. Pete dan Bob mengikutinya.
"Kurasa yang baru masuk tadi itu Snabel," kata Jupe berbisik-bisik. "Aku akan mencoba menelepon Mr. Anderson."
Ia menyelinap ke luar, tanpa terlalu lebar membuka pintu. Bob dan Pete menyusul. Ketiga anak itu memandang ke kiri dan ke kanan dalam gang, mencari-cari telepon.
"Mereka mendengar bunyi pintu dibuka, tidak jauh dari tempat mereka. Bukan pintu besar antara gang dan ruang pesta, tapi yang lain. Jadi mestinya yang terdapat dekat dapur.
Snabel-kah yang keluar itu" Apakah ia mengenali anak-anak ketika mereka meninggalkan ruang pesta" Mestinya sosok tubuh mereka nampak sesaat ketika berada di ambang pintu, karena diterangi sinar lampu yang menyala
dalam gang. Terdengar bunyi langkah orang berjalan dalam lorong di sisi kiri, ditingkahi bunyi gemerincing piring dan cangkir. Sesaat kemudian terdengar bunyi dengungan lift karyawan yang naik dari lantai bawah.
Anak-anak menyelinap ke ujung gang sebelah kiri, lalu mengintip ke dalam lorong di mana terdapat pintu lift karyawan. Mereka melihat seorang pria bersetelan warna gelap berdiri di situ membelakangi mereka. Ia menating baki yang penuh dengan cangkir
Pelayan! Ternyata yang datang itu pelayan hotel, yang mengambil baki berisi cangkir-cangkir kotor.
"He! Ia memakai sepatu santai," Karena terkejut, Bob tidak menyadari bahwa ia berseru.
Pelayan itu kaget mendengar suara Bob. Ia memalingkan kepalanya sedikit, dan anak-anak melihat wajahnya dari samping.
"Tahan begitu sebentar, Mr. Snabel," kata Bob
"Saya ingin mengambil foto Anda."
"Bob memang selalu membawa kamera fotonya ke mana-mana. Diarahkannya lensa ke pelayan tadi
Snabel menerjang ke arah Bob sementara lampu blitz menyala. Terdengar bunyi cangkir-cangkir pecah berantakan karena jatuh ke lantai.
Saat itu pintu lift terbuka. Jupe dan Pete lari mengitari Snabel dan masuk ke lift itu. Jupe menekan tombol darurat yang menghentikan lift di tempatnya sedang berada. Pete mengayunkan tangannya, menabok kenop merah untuk membunyikan tanda bahaya. Seketika itu juga ada bel berdering-dering tanpa henti.
"Polisi!" teriak Bob, yang berdiri di luar pintu utama ruang pesta. "Tolong! Pembunuhan!"
Pintu ruang pesta terbuka, tepat pada saat tangan Snabel sudah hendak mencengkeram leher Bob.
Sekali lagi Bob menjepretkan tustelnya. Mr. Bradford muncul dalam gang. Mukanya tergerenyot karena marah. "Jangan berisik di sini!" teriaknya.
Snabel tertegun, karena bingung dan juga silau kena lampu blitz yang menyambar dekat matanya.
"Polisi!" jerit Bob. "Cepat, panggil polisi" Sekali lagi lampu blitz menyala, kali ini tepat di depan muka Snabel.
Snabel terhuyung ke belakang. Kedua tangannya menutupi mukanya sesaat. Kemudian ia lari ke lift karyawan. Namun di situ ada Jupe dan Pete. Snabel menyerbu ke arah mereka. Tapi kemudian dilihatnya pintu yang terdapat di ujung lorong. Ia masih bisa melihatnya walau matanya berkunang-kunang. Dengan segera ia mengubah arah, menuju ke pintu itu.
"Awas!" seru Pete. Tapi sudah terlambat. Snabel merenggut pegangan pintu dan membukanya, lalu lari ke luar.
Pintu tertutup lagi dan langsung terkunci dari dalam.
Sementara itu orang-orang yang sedang mengikuti ceramah tentang anggrek bermunculan dari dalam ruang pesta dan berkerumun dalam gang. Ada yang dengan perasaan takut, tapi banyak juga yang cuma ingin tahu apa yang menyebabkan keributan.
Sementara itu bel tanda bahaya sudah tidak berdering lagi.
Dalam kesunyian yang terjadi selama sesaat, terdengar jelas suara orang berteriak. Datangnya dari balik pintu di ujung lorong.
"Tolong!" Orang yang berteriak itu Snabel. Ia menggedor-gedor pintu. "Bukakan pintu! Tolong! Aku takut jatuh!"
Dengan tenang, Jupe menoleh ke arah Mr. Bradford. .
"Di manakah pesawat telepon yang terdekat, Mr. Bradford"" tanyanya. "Saya perlu menelepon - memanggil FBI."
"Bab 19 MR. SEBASTIAN MENTRAKTIR MAKAN
"RESTORAN itu benar-benar mewah. Taplak mejanya kain linen putih yang halus, dan jendelanya dihiasi tirai dari brokat. Permadani yang terhampar di lantai begitu tebal, sehingga tidak terdengar langkah orang berjalan di atasnya.
Tidak ada kartu daftar hidangan seperti di restoran-restoran lain, melainkan kepala pelayan yang datang dan dengan suara lirih menyarankan hidangan apa saja yang sebaiknya dipilih. Kemudian seorang pelayan lain dengan jas panjang berwarna biru dan rompi bergaris-garis datang menyajikan hidangan. Hidangannya, sejenis masakan udang, lain sama sekali dari masakan udang yang pernah dimakan oleh Jupe dan kedua temannya. Dan hidangan itu juga tidak banyak.
Orang yang mentraktir, sahabat mereka Hector Sebastian, memandang berkeliling sambil tersenyum hambar.
"Dulu, sewaktu aku masih menjadi detektif swasta di kota ini, aku tidak mampu makan di sini," katanya. "Sekarang, setelah aku mapan se
bagai pengarang kisah-kisah misteri dan menulis untuk film, aku mampu membayar makan di mana saja aku mau. Tapi kenapa aku sampai memilih tempat ini" Pasti nanti siang aku harus makan lagi."
Mr. Sebastian meneguk air mineral lalu nyengir "Walau begitu, enak juga punya uang! Sekarang. bagaimana dengan kasus kalian itu" Aku dengan segera menelepon Bibi Mathilda, Jupe, ketika berita tentang Edgar Snabel muncul di koran koran. Bibimu itu kaget sekali. Katanya, menurut rencana kalian ini pesiar dengan kakek Pete. Ia tidak mengerti, kenapa kalian tahu-tahu diberitakan mengejar mata-mata. Begitu pula ada urusan apa kalian menghadiri pertemuan perkumpulan penggemar anggrek!"
Pete meringis. "Kami memang sedang berlibur di sini," katanya, "tapi sekaligus juga sedang, menangani kasus, atas permintaan ibuku."
Diceritakannya pesan ibunya untuk mengawasi Kakek, agar jangan terlibat dalam kesulitan.
"Kami memang melakukannya," kata Pete, "tapi selain itu masih kami alami juga hal-hal lain yang sama merepotkan."
"Begitulah yang kudengar," kata Mr. Sebastian. "Untung bagiku bahwa aku ada di New York bersamaan dengan kedatangan kalian. Aku kenari ini untuk menyerahkan naskah bukuku yang terbaru kepada Penerbit Batemann, Watts. Mereka yang menerbitkan bukuku yang terakhir sebelum ini. Menurut agenku mereka ingin sekali mendapat hak menerbitkan bukuku yang terbaru. Judulnya... Kesunyian Maut."
"Apa judulnya"" kata Jupiter. "Kesunyian Maut" Hebat juga kedengarannya. Kisahnya tentang apa""
"Kalian akan kuberi satu kopi begitu sudah selesai dicetak," kata Mr. Sebastian. "Sekarang ini aku ingin mendengar tentang kasus kalian. Kalian akan menuliskan kisahnya... seperti biasanya""
"Saya memang sudah sibuk menyusun catatan kami mengenainya," kata Bob. "Kami merasa senang ketika Anda menelepon ke hotel tadi pagi, karena kami memang ingin meminta Anda menulis kata pendahuluan untuk itu."
"Terang saja aku mau," kata Mr. Sebastian. "Tapi ceritakanlah lebih banyak mengenainya."
Anak-anak mulai dengan perjumpaan yang pertama dengan Snabel di Pismo Beach, dan mengakhiri dengan penuturan bersemangat tentang peristiwa yang terjadi di Hotel Statler Royal.
"Hebat!" kata Mr. Sebastian mengomentari. Dan reaksi kalian benar-benar profesional, ketika menyadari bahwa pelayan di hotel tidak selayaknya memakai sepatu santai! Tapi aku heran tentang satu hal. Kenapa kalian sampai tidak melihat alat pelacak jejak yang dipasangkan di bawah tangki bensin ketika kalian memeriksa ke bawah kolong mobil di Santa Rosa" Mestinya kalian langsung melihatnya waktu itu."
Itu kesalahanku," kata Jupe. "Saat itu tengah malam dan senter kami sudah habis semua baterainya. Aku lupa mengecek lagi, karena sibuk dengan berbagai kejadian yang menyusul setelah itu. Dan waktu itu kami belum begitu mengacuhkan pernyataan Mr. Peck yang menuduh bahwa Snabel itu mata-mata. Padahal ia benar!
"Kami takkan bisa sepenuhnya mengetahui kejahatan yang dilakukan olehnya. Urusan itu sangat rahasia sifatnya, jadi tidak banyak yang dikatakan oleh FBI pada kami. Tapi dari Mr. Anderson kami masih mendapat keterangan bahwa Snabel memiliki izin untuk memasuki tempat-tempat terlarang di pabrik tempat dia bekerja. Ia bekerja sebagai tenaga ahli elektronik di situ, dan pabrik itu memproduksi perlengkapan pesawat terbang. Snabel dipecat karena tidak bisa akur dengan rekan-rekannya. Mungkin ia melakukan kegiatan mata-mata karena sakit hati, merasa diperlakukan tidak adil. Sebelum berhenti ia sempat memotret berbagai obyek yang dirahasiakan, dan kemudian berhasil menyelundupkan kameranya ke luar.
"Ia tidak memiliki perlengkapan untuk mencuci sendiri foto-foto itu. Ia tidak berani mencucikannya ke toko foto. Jadi ia memutuskan untuk menyerahkan foto-foto beserta kameranya sekaligus kepada Bartlett. Tapi kemudian terjadilah kesialan baginya, ketika kameranya tertukar dengan kepunyaan Bob. Lalu karena setiap kali berjumpa dengan Mr. Peck, kakek Pete selalu saja mengamuk dan mengata-ngatainya sebagai mata-mata, Snabel lantas curiga. Jangan-jangan Mr. Peck mengetahui rahasianya."
"Asyik!" kata Mr. Sebas
tian bersemangat. "Jadi Snabel membongkar kedoknya sendiri!"
Pete mengangguk. "Tindak-tanduk Kakek ikut mendorong," katanya. "Dan semakin jauh perjalanan kami, semakin panik saja Snabel jadinya. Ia harus berhasil merampas kembali rol filmnya yang ada pada Bob, sebelum Bob mengetahui apa yang ada pada rol itu lalu melapor pada pihak yang berwenang. "
"Lalu, apa yang terjadi dengan orang yang salah satu namanya Bartlett itu"" tanya Mr. Sebastian.
Tampang Jupe dan kedua temannya langsung nampak lesu.
"Kelihatannya ia berhasil meloloskan diri," kata Jupe mengaku. "Mr. Anderson mengatakan bahwa orang itu terlihat ada di Wina sehari setelah Snabel ditangkap. Jadi Bartlett berhasil meloloskan diri dari perangkap yang dipasang FBI."
"Tidak mengherankan - karena rupanya dia itu mata-mata yang berpengalaman." kata Mr. Sebastian mengomentari.
"Tapi jika ia menyerahkan film yang dirampasnya dari Bob kepada pihak yang berminat atau mungkin juga yang menugaskannya. Lalu ketahuan bahwa foto-foto itu ternyata palsu, ia pasti akan mengalami kesulitan! Jadi setidak-tidaknya kami berhasil menggagalkan aksinya sekali ini."
"Mr. Sebastian mengangguk "Dan bagaimana dengan kakekmu, Pete" Berhasilkah ia menjual hasil penemuannya""
"O ya," kata Pete dengan bangga. "Sekali ini ia benar-benar berhasil. Itu tidak harus berarti ia lantas menjadi kaya-raya, tapi sekali ini idenya benar-benar ada gunanya."
"Kami tidak bisa menemukan penemuan itu dalam mobil, karena memang tidak ada di situ. Mr. Peck ternyata mengirimkannya lewat pos ke Riverview Plaza, di mana kami mula-mula menginap," kata .Jupe. "Ia memesan agar barang itu disimpan sampai ia datang untuk mengambil. Jadi penemuannya itu disimpan dalam lemari besi hotel selama itu. Itu sebabnya reaksinya hanya marah ketika mengira bahwa Snabel hendak merampasnya. Mr. Peck marah, tapi tidak takut! "
"Apa sebetulnya penemuan itu"" tanya Mr. Sebastian. "Kenapa begitu dirahasiakan""
"Karena memang merupakan rahasia militer," kata Pete. "Sebetulnya bukan militer, tapi penting artinya bagi program antariksa negara kita. Penemuan itu semacam katup model baru yang idenya diperoleh kakek ketika ia sedang mereka-reka peralatan penyemprot air untuk mencegah kebakaran, yang hendak disumbangkannya pada gereja. Katup itu dilengkapi dengan alat otomatis. Selain ukurannya lebih kecil dari katup yang sekarang dipakai kerjanya juga lebih efisien. Dengannya bisa - diatur suhu dan tekanan udara dalam pakaian antariksawan, sehingga pakaian itu tidak perlu lagi sebesar sekarang ukurannya karena bahan pelapis sebagai isolasi tidak perlu tebal. Jadi para antariksawan kita nanti bisa lebih leluasa bergerak pada saat berada di luar pesawat mereka."
"Jadi ia benar-benar berhasil menciptakan sesuatu yang penting artinya!" kata Mr. Sebastian.
"Betul! Dan sekarang Kakek sibuk mengadakan perembukan dengan salah satu perusahaan yang merupakan pemasok utama untuk Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA. Ia didampingi seorang pengacara hukum, dan sementara ini sudah disusun perjanjian-perjanjian mengenai penemuannya itu. Terus terang, sayang Kakek belakangan ini begitu sibuk. Ia kadang-kadang memang bisa membikin senewen, tapi pada umumnya asyik jika ia ada."
"Kedengarannya, kakekmu itu memang sangat bersemangat," kata Mr. Sebastian. "Dan kau kini sudah benar-benar akrab dengannya."
Pete tersenyum mengiakan.
Nah, Anak-anak," kata Mr. Sebastian lagi, "jika kalian diizinkan pergi sendiri sore ini, aku punya sesuatu yang kemungkinannya akan menarik bagi kalian. Aku punya karcis pertunjukan teater di Broadway, yang menampilkan cerita berjudul Jebakan Maut! Kisahnya sangat berliku-liku. Pokoknya, misterius!"
"Wah, asyik, kata Jupiter. Pete dan Bob mengangguk dengan gembira.
""Kalau begitu sekarang saja kita berangkat, supaya jangan sampai terlambat," kata Mr. Sebastian.
"Tapi masih ada satu permintaan, Mr. Sebastian," kata Jupiter sambil berdiri.
"Apa itu, Jupe"" tanya Mr. Sebastian.
"Bisakah kita mampir untuk makan sebentar dalam perjalanan ke sana""
"Selesai tamat Tusuk Kondai Pusaka 19 Menuju Titik Nol Towards Zero Karya Agatha Christie Misteri Pedang Naga Merah 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama