Ceritasilat Novel Online

Misteri Merpati Berjari Dua 1

Trio Detektif 37 Misteri Merpati Berjari Dua Bagian 1


THE MYSTERY OF THE TWO TOED PIGEON
by Alfred Hitchcock Text by: Marc Brandel TRIO DETEKTIF MISTERI MERPATI BERJARI DUA
Alihbahasa: Aryotomo Markam
Penerbit: PT. Gramedia Cetakan Pertama: Februari 1989
SEPATAH KATA DARI HECTOR SEBASTIAN HALO, namaku Hector Sebastian.
Aku penulis kisah misteri. Dan beberapa novelku telah diangkat ke layar putih.
Tapi aku di sini bukan untuk bercerita tentang diriku sendiri. Aku cuma merasa perlu menceritakan sedikit tentang
profesiku. Mengapa" Karena profesiku menyebabkan aku selalu tertarik pada petualangan-petualangan penuh misteri
yang dialami tiga kawan mudaku.
Mereka terlibat dalam petualangan bukan karena kebetulan belaka. Yah, paling tidak bukan kebetulan seratus
persen. Lihat saja kasus yang kini mereka hadapi. Kasus yang mereka juluki Misteri Merpati Berjari Dua. Kasus ini
bermula dari pertemuan aneh dan tidak disengaja. Tapi... kalau bukan mereka yang mengalami pertemuan itu, pasti
tidak akan terjadi apa-apa.
Itulah ciri mereka. Dari peristiwa kecil yang seolah biasa saja, mereka bisa menemukan bahwa di balik itu ada
sesuatu. Sesuatu yang aneh, malah kadang-kadang ajaib. Dan tidak jarang mereka akhirnya terlibat dalam situasi yang
berbahaya. Mereka selalu penasaran terhadap suatu masalah yang menimbulkan tanda tanya.
Mereka menjuluki kelompoknya Trio Detektif. Akan kuceritakan sedikit siapa Trio Detektif itu.
Mereka bertiga-trio. Jupiter Jones, Pete Crenshaw, dan Bob Andrews. Tinggalnya di Rocky Beach, sebuah kota
kecil di tepi pantai selatan California, beberapa mil dari Santa Monica.
Jupiter Jones, biasa dipanggil Jupe, menjadi pimpinan kelompok ini. Tubuhnya pendek dan... ah, tidak gendut
benar. Gemuk" Kurasa lebih tepat menyebutnya gempal. Daya ingatnya luar biasa. Dan ia mempunyai bakat istimewa
dalam menarik kesimpulan. Kemampuannya melakukan pengamatan patut mendapat acungan jempol. Inilah yang
membuat Jupe dipilih menjadi pimpinan Trio Detektif.
Kukira, ada beberapa orang yang mengira Jupe congkak. Tapi sebenarnya ia tidak begitu. Ia cuma sangat yakin
pada dirinya. Dan itu memang wajar. Soalnya, kalau menyimpulkan sesuatu, biasanya dia benar.
Pete Crenshaw, Penyelidik Dua, tinggi dan ramping. Bakatnya luar biasa di bidang olahraga. Tak heran kalau ia
mahir baseball, berenang, dan bersepeda. Kecintaannya pada hewan sangat besar, dan ia punya rasa humor yang
tinggi. Keyakinan dirinya tidak sekuat Jupe. Demikian pula kenekatannya. Kalau harus mengambil tindakan yang
berbahaya, ia selalu ragu. Tapi dalam keadaan mendesak, ia dapat diandalkan.
Bob Andrews bertugas dalam bidang data dan riset. Anaknya cerdas, gemar belajar, dan agak pendiam. Ke mana
saja ia pergi, catatannya tidak pernah ketinggalan. Apa yang dilihat, dialami, dan dipikirkannya tidak akan luput dari
catatannya. Kurasa dia akan jadi wartawan ulung kelak.
Nah, kalian sudah tahu siapa Trio Detektif itu. Sekarang aku tidak akan berpanjang lebar lagi. Kupersilakan kalian
mengenal mereka sendiri dari pengalaman yang mereka hadapi saat ini, yaitu... oh, aku akan tutup mulut mulai
sekarang. Cuma satu pesanku, bersiaplah menjumpai orang-orang yang ganjil dan aneh. Selamat bermisteri!
HECTOR SEBASTIAN Bab 1 SI KEDIP MATA "AKU usul kita mampir dulu untuk mengisi perut," kata Pete Crenshaw pada kedua kawannya.
Hari itu adalah hari pertama liburan musim panas. Trio Detektif, Jupiter Jones, Bob Andrews, dan Pete,
menghabiskan hari itu dengan berenang di pantai favorit mereka. Sekarang mereka sedang mengayuh sepeda di
sepanjang jalan menuju Rocky Beach.
Bob segera menyetujui usul Pete. Ia mengayuh sepedanya lebih kencang, menyusul Pete yang berada di depannya.
Jupiter Jones, Penyelidik Satu, menimbang-nimbang usul Pete dengan caranya yang metodis itu. Memang, ia
kepanasan dan capek. Pekerjaan fisik memang tidak pernah disukainya. Ia lebih suka menggunakan otaknya. Tapi
ajakan untuk mampir di Kedai Kuda Laut di puncak bukit berikutnya cukup menarik baginya.
Namun, di lain pihak Jupe agak... terlalu berat badannya. Bahkan beberapa kawan sekolahnya mengejek dia dengan
panggilan si Gendut. Karena itu ia berniat mengurangi b
erat badannya selama liburan ini. Targetnya turun lima kilo.
Jadi ia bisa pergi ke sekolah dengan tubuh yang lebih langsing pada bulan September nanti.
Sambil mempelajari tinggi bukit yang akan didakinya, ia mempertimbangkan ajakan Pete itu lebih jauh lagi. Saat
itu sudah jam tiga. Enam jam telah berlalu sejak perutnya diisi dengan sarapan. Selama itu ia berenang dan bersepeda
sejauh beberapa mil. Ia telah membakar kalori dalam jumlah yang cukup besar. Pasti berat tubuhku telah berkurang,
pikir Jupe. Di samping itu... perutnya sudah keroncongan.
"Oke," sahutnya pada kedua kawannya di depan. "Aku setuju kita mampir di Kedai Kuda Laut."
Waktu anak-anak masuk tempat itu sudah hampir kosong. Trio Detektif mengambil tempat di pojok dekat jendela
yang menghadap ke jalan raya. Pete segera mengempaskan tubuhnya, duduk dengan santai di kursi. Bob menelusuri
daftar menu restoran itu.
Penyelidik Satu mengamat-amati pengunjung lainnya yang cuma sedikit. Ia sedang melaksanakan salah satu
kegemarannya, yaitu mencoba menarik kesimpulan dari apa yang dilihatnya. Dari cara orang berpakaian, dari raut
wajahnya, dan dari kelakuannya, Jupe dapat menyimpulkan apa kebiasaan atau pekerjaan orang itu.
Salah seorang pengunjung segera menyita perhatiannya. Laki-laki itu kurus dan agak pendek, sekitar seratus enam
puluh sentimeter. Jasnya berwarna gelap, bajunya putih, dan sepatu kulitnya hitam serta runcing. Sepatu itu agak
kebesaran bagi ukuran tubuhnya yang pendek itu. Dari gerakan jari-jari tangannya di dalam kantung celananya, Jupe
dapat menyimpulkan bahwa orang itu sering menonton pacuan kuda.
Sembari duduk di depan meja tinggi dengan secangkir kopi di hadapannya, laki-laki itu mengetuk-ngetukkan
jarinya pada kursi di sampingnya. Ia memandang ke luar dengan gelisah. Sebentar-sebentar tangannya meraba sebuah
kotak besar di sisinya. Seakan-akan ia ingin meyakinkan dirinya bahwa kotak itu tidak hilang. Kain katun tipis
menyelubungi kotak itu dengan rapi.
Jupe mengalihkan pandangannya perlahan-lahan sampai ia dapat melihat lalu lintas di jalan raya. Dengan sudut
matanya, Jupe masih memperhatikan laki-laki berjas gelap itu.
Beberapa sedan melintas dijalan raya. Orang itu acuh tak acuh saja. Kemudian Jupe mendengar suara yang lebih
keras dari sebuah mobil yang datang mendekat. Orang pendek itu bangkit. Ia memperhatikan mobil yang datang
dengan penuh perhatian. Sebuah karavan tampak melintas. Orang itu duduk kembali.
Laki-laki itu tentunya menanti kendaraan besar, sebuah truk atau mobil boks. Jupe berkesimpulan, pasti bukan
karavan. Pelayan restoran datang membawa hamburger. Jupe memisahkan irisan roti bagian atasnya. Dengan begitu ia dapat
mengurangi makannya. Ia kembali memperhatikan orang berpakaian jas gelap itu. Untuk sesaat pandangan mereka
bertemu. Kemudian suatu keganjilan terjadi. Orang itu mengedipkan matanya pada Jupe. (Kedip.) Jupe secara otomatis
membalas dengan senyuman.
Laki-laki itu menganggap senyuman Jupe sebagai suatu undangan. Sambil menjinjing kotaknya, ia mendatangi Trio
Detektif. Sembari begitu ia berkedip lagi. (Kedip.)
"Kalian baru berenang"" Pertanyaan itu suatu sapaan yang bersahabat. Tapi cara orang itu berbicara seolah-olah
menunjukkan arti yang khusus. Karena, begitu selesai berbicara, ia mengedip lagi. (Kedip.)
"Ya," sahut Pete, sambil nyengir dengan mulut yang masih penuh hamburger. "Di Wills Beach."
"Wills Beach"" kata orang itu lagi. "Pantas kalian kelaparan."
(Kedip.) Tidak ada sesuatu yang lucu pada komentar orang itu. Tapi Trio Detektif tidak dapat menahan ketawanya. Apa pun
yang dikatakannya, caranya mengedip itu seperti mengakhiri suatu banyolan yang kocak.
Laki-laki itu tersenyum. "Boleh aku bergabung dengan kalian"" tanyanya.
(Kedip.) Jupe bergeser merapat ke jendela, memberi tempat. Orang itu duduk di samping Jupe, lalu menaruh kotak
terbungkus kain itu di lantai dekat kakinya.
"Namaku Stan," ujarnya. Sambil berkata begitu, mata kanannya mengedip lagi. (Kedip.) Anak-anak
memperkenalkan diri mereka masing-masing: "Jupe", "Pete", "Bob".
"Aku senang melihat anak-anak yang cekatan seperti kalian..." Tiba-tiba S
tan melompat bangkit dari samping Jupe.
Ia memandang ke jalan raya dengan penuh harap. Terdengar suara kendaraan berat. Sebuah truk pengangkut minyak
melintas. Stan duduk lagi.
"Stan. Kependekan dari Stanley," ia melanjutkan beberapa saat kemudian. "Tapi aku biasa dipanggil Blinky, karena
aku sering berkedip. Kalian sudah memperhatikan itu, kan""
(Kedip.) Kali ini anak-anak tidak tertawa. Mereka kini tahu bahwa Stan tidak bermaksud melucu dengan kedipannya itu.
Berkedip memang sudah menjadi kebiasaannya yang tidak bisa dikendalikan. Mungkin ada gangguan pada saraf
pengendali pelupuk matanya.
Bob merasa prihatin melihat kebiasaan Stan. Ia merasa bersalah karena menertawakan Stan tadi. Demikian pula
perasaan kedua kawannya. Mereka sekarang merasa dekat dengan Stan. Apalagi ketika Stan memanggil pelayan
restoran dan memberinya uang sepuluh dolar.
"Anak-anak ini aku yang traktir," katanya pada pelayan wanita itu.
(Kedip.) Si pelayan wanita berkacak-pinggang sambil merengut. Mungkin ia merasa digoda oleh kedipan Stan. Dengan
muka masam diambilnya uang itu lalu berjalan ke kasir.
Trio Detektif berterima kasih pada Blinky atas kebaikannya. Pada menit-menit berikutnya tidak ada truk yang
lewat. Mereka semua duduk dengan rileks. Jupe telah menghabiskan separuh hamburgernya. Yang separuh lagi tidak
disentuhnya. Ia puas karena dapat menahan nafsu makannya. Kini ia merasa lebih langsing.
"Anda tinggal di Santa Monica"" tanya Jupe pada Blinky.
Blinky terhenyak. Posisi duduknya jadi lebih tegak. Kakinya tak sengaja menendang kotak di sampingnya. Matanya
yang biasanya berkedip kini terbuka lebar.
"Dari mana kau tahu tempat tinggalku"" tanyanya dengan suara serak.
Jupiter tidak bermaksud mengagetkan Blinky. Dengan ramah ia melemparkan senyum bersahabat. "Aku cuma
menebak saja," katanya. "Kan ada tiga mobil di pelataran parkir. Di mobil yang satu ada boneka beruang di
belakangnya. Jadi kuduga mobil itu milik wanita di sebelah sana, yang bersama gadis kecil berambut pirang itu. Di
atas mobil yang kedua terikat sebuah papan selancar." Penyelidik Satu menunjuk pada seorang laki-laki dengan badan
berisi dan kulit coklat terbakar. Orang itu sedang menikmati minuman soda. "Dialah satu-satunya orang di restoran ini
yang paling cocok disebut pemain selancar air. Dan mobil yang ketiga memiliki plat nomor Santa Monica. Karena
itulah aku menduga itu mobil Anda."
Blinky terpana mendengar uraian Jupe yang terinci itu.
"Aku paham sekarang," ujarnya. "Pengamatanmu awas, seperti detektif saja."
"Bukan cuma seperti," kata Jupe cepat-cepat. Ia merasa perlu untuk menjelaskan pada Blinky siapa sebenarnya
mereka bertiga. "Kami memang detektif. Trio Detektif."
Dikeluarkannya sebuah kartu nama dari kantungnya dan diberikannya pada Blinky. Jupe sendiri yang mencetak
kartu nama itu, menggunakan mesin cetak tua yang dibeli pamannya, Paman Titus. Di kartu itu tertulis:
TRIO DETEKTIF "Kami Menyelidiki Apa Saja"
" " " Penyelidik Satu - Jupiter Jones
Penyelidik Dua - Pete Crenshaw
Data dan Riset - Bob Andrews
Di bagian bawah tertulis nomor telepon kantor Trio Detektif di pangkalan barang bekas yang dikelola keluarga
Jones. Blinky memperhatikan kartu itu dengan cermat. "Apa artinya tiga tanda tanya ini"" tanyanya.
"Itu menunjukkan misteri yang belum terpecahkan, dan teka-teki yang belum terjawab," jawab Jupe. "Karena itu
kami akan selalu tertantang dalam menangani kasus-kasus yang kami hadapi."
"Yah, itu semacam simbol bagi kami," Bob menambahkan.
Blinky mengangguk. Ia berkedip lagi ketika menyimpan kartu itu dalam kantungnya.
"Kalian punya banyak..." Ia tidak menyelesaikan kalimatnya.
Jupe tidak dapat menebak apa yang sebenarnya ingin diucapkan Blinky. Blinky telah berdiri lagi. Matanya menatap
ke luar melalui jendela. Di kejauhan terdengar suara berderu-deru yang berasal dari kendaraan berat. Kemudian
muncul sebuah mobil boks besar berwarna hijau. Mobil boks itu melintas di depan restoran. Pengemudinya tampak
seperti orang Jepang. Jupiter menoleh pada Blinky. Tapi orang berjas gelap itu sudah tidak ada di tempatnya. Blinky sudah berada di
pintu keluar. Dalam seke jap ia berlari menuju mobilnya di pelataran parkir.
Pete yang pertama kali bereaksi. Sebagai seorang atlet, ia memiliki refleks yang lebih cepat dari kedua kawannya.
Diambilnya kotak dari lantai di samping meja. Dengan bergegas dikejarnya Blinky.
"He, tunggu," panggilnya. "Anda lupa..."
Tapi ia terlambat mengingatkan Blinky. Begitu Pete berlari melintasi pelataran parkir, sedan milik Blinky sudah
meluncur dengan cepat mengikuti mobil boks hijau tadi.
Pete berjalan kembali ke restoran. Kotak itu diletakkannya di meja.
Trio Detektif duduk sambil termenung memandangi kotak yang tertinggal itu.
Jupe menarik-narik bibir bawahnya. Kebiasaan itu selalu dilakukannya sewaktu sedang berpikir keras. Menurut dia,
itu membantunya dalam berkonsentrasi.
Bob yang memecah kesunyian itu. "Lebih baik kita serahkan saja pada pelayan restoran," usulnya. "Blinky pasti
akan kembali kemari untuk mencarinya."
"Itu usul yang paling masuk akal bagiku," kata Pete menyetujui usul Bob. Tapi Penyelidik Satu itu tetap menariknarik bibir bawahnya dengan ibu jari dan telunjuknya. Blinky dan mobil boks hijau itu membangkitkan kecurigaannya.
Bakat alami yang dimiliki Jupe mengatakan ada sesuatu di balik peristiwa itu. Dan Jupe tidak tahan untuk membiarkan
sesuatu itu tidak terungkap. Ia merasa yakin bahwa tidak lama lagi Trio Detektif akan menghadapi misteri baru.
"Usulku sebaliknya," akhirnya ia berkata. "Kita bawa saja kotak ini ke kantor di pangkalan. Blinky kan sudah
punya kartu kita. Itu memudahkannya menghubungi kita lewat telepon atau..."
Ia melihat Pete sudah mau protes. Memang, Penyelidik Dua tidak seperti Jupe semangatnya dalam mencari
petualangan. "Alasanku," sambung Jupe lagi, "Blinky tidak menitipkan kotak ini pada pelayan, kan" Dia meninggalkannya pada
kita. Bahkan aku hampir yakin bahwa dia mempercayai kita untuk mengurus kotak ini untuk sementara."
"Tapi dia kan bisa saja lupa," sela Pete. "Lihat saja betapa terburu-burunya dia."
Namun Pete sudah tahu. Kalau dia tidak dapat mengajukan alasan yang cukup meyakinkan, biasanya usul Jupe
yang akhirnya diterima. Dan itulah yang terjadi kali ini.
Setengah jam kemudian anak-anak telah kembali di kantor mereka di Pangkalan Jones.
Kantor itu berada dalam sebuah karavan tua yang dibeli Paman Titus beberapa lama berselang. Karavan itu tidak
kunjung dibeli orang. Barang-barang rongsokan mulai menimbuninya. Dan anak-anak ikut menimbuninya sampai
tersembunyi seluruhnya. Dari luar hanya tampak rongsokan barang bekas yang menggunung. Anak-anak membuat
jalan rahasia untuk dapat masuk ke dalam kantor tersembunyi itu.
Di dalam kantor terdapat sebuah meja, tempat penyimpan berkas, laboratorium mini, dan pesawat telepon. Anakanak dapat membayar sewa telepon dari uang yang mereka hasilkan dari bekerja di Pangkalan Jones.
Pete, yang tadi membawa kotak dengan sepedanya, meletakkan kotak itu di meja.
"Oke," katanya. "Sebuah kotak misterius yang bukan milik kita. Apa yang ingin kaulakukan sekarang"
Membukanya"" Jupe duduk di kursi goyang di belakang meja.
Ia menggeleng-geleng perlahan. "Kita tidak punya hak untuk melakukan hal itu," sahutnya. "Kurasa kita cuma
bisa..." Ia menyorongkan badannya ke depan. Telinganya ditempelkan pada kain penutup kotak itu.
Ketiga anak itu dapat mendengar dengan jelas sekarang. Suara lembut, seperti dengkuran. Ada makhluk hidup di
dalamnya. Makhluk itu terkurung dalam kotak.
"Kita tidak punya pilihan lain sekarang," ujar Pete. "Kotak ini harus dibuka."
Sejak kecil Pete memiliki rasa sayang luar biasa terhadap binatang. Ia mempunyai kebiasaan memungut dan
membawa pulang kucing atau anjing kecil yang berkeliaran di jalan. Bahkan pernah membawa pulang seekor kuda
yang ditemuinya berkelana sendirian. Semua itu didorong keinginan hatinya. Ia tidak tega melihat seekor binatang
tidak terurus. Kali ini nalurinya mengatakan bahwa ia harus menolong hewan yang terkurung dalam kotak itu.
Dibukanya pita pengikat kotak itu. Lalu diangkatnya kain penutupnya. Sebuah sangkar besi. Dan di dalamnya
terdapat seekor merpati. Burung itu indah. Ramping, berbulu tebal, sehingga ekornya hampir membentuk kipas.
Dan bulunya yang berkilau
menunjukkan bahwa burung itu sehat.
Tapi Jupiter melihat sesuatu yang lain pada merpati dalam sangkar itu. Salah satu jarinya hilang. Pada kaki
kanannya terdapat tiga jari. Namun pada kaki kirinya cuma ada dua jari.
"Kita tidak bisa membiarkannya terkurung dalam sangkar seperti ini," kata Pete dengan tegas. "Harus kita
pindahkan ke sangkar lain yang lebih besar dan lebih nyaman. Burung tempatnya di alam bebas, bukan dalam sangkar.
Apalagi sangkar yang kecil."
Jupiter mengangguk. "Akan kubuatkan sangkar yang lebih besar dan nyaman," katanya. "Yang kuperlukan
hanyalah paku, palu, dan segulung kawat ayam."
Dalam beberapa menit saja Trio Detektif telah mendapatkan apa yang mereka butuhkan untuk membuat sangkar
baru. Jupe mulai sibuk bekerja di bengkelnya, kantor. Tangannya memang cekatan. Sebentar saja sudah terbentuk
sebuah rangka kotak yang lebih besar. Kemudian gulungan kawat ayam dipaku pada rangka itu. Terciptalah sebuah
sangkar baru yang nyaman untuk ditempati merpati yang ditinggal pemiliknya itu.
Pete membawa burung itu keluar kantor, sementara Jupe mengambil sebungkus jagung yang biasa diberikan Bibi
Mathilda pada itik-itik di taman kota. Bob menyediakan semangkuk air segar.
"Beristirahatlah kau di sini," kata Pete seraya memasukkan merpati itu ke dalam sangkarnya yang baru.
Burung itu segera menyukai tempatnya yang baru. Dipatuk-patuknya jagung yang terdapat di sangkar. Lalu
beberapa kali dicelupkannya kepalanya ke dalam mangkuk berisi air. Burung itu mengibas-ngibaskan sayapnya, lalu
pergi ke pojok sangkar. Kepalanya disembunyikan di balik sayapnya. Dengan begitu seakan-akan merpati itu ingin
menunjukkan rasa gembiranya.
Trio Detektif ikut merasa gembira. Kini mereka bisa pulang dengan lega. Merpati itu ditinggalkan di bengkel
Jupiter, yang terletak di salah satu pojok Pangkalan Jones. Bob dan Pete mengayuh sepedanya ke rumah masingmasing. Jupe berjalan kaki menyeberangi jalan menuju rumahnya, tempat ia tinggal bersama paman dan bibinya.
Merekalah yang merawat Jupe sejak Jupe menjadi yatim-piatu ketika masih kecil.
Esoknya Jupe bangun pagi-pagi sekali. Sambil mengucek-ngucek matanya, ia berlari memasuki Pangkalan Jones.
Sangkar baru itu masih terdapat di bengkelnya. Ketika mendekatinya, Jupe melihat merpati indah berwarna kelabu
itu masih ada dalam sangkarnya. Merpati ramping itu berkukur dengan riang sambil mematuki jagung yang masih
tersisa. Jupe berlutut. Ia menempelkan mukanya pada kawat sangkar itu.
"Dari mana kau datang"" sapanya pada burung itu. "Apa yang dilakukan Blinky terhadapmu di kotak kecil itu" Dan
mengapa Blinky kemarin begitu gugup""
Kelihatannya kehadiran merpati itu membawa misteri, pikir Jupe.
Kemudian Jupe terhenyak. Burung itu lebih misterius dari dugaannya semula.
Merpati dalam sangkar yang sedang diperhatikan Jupe kini memiliki tiga jari pada tiap-tiap kakinya!
Bab 2 PECINTA BURUNG "ITU merpati pacuan Belgia," kata Bob. "Dua-duanya."
Jupe telah menelepon kedua kawannya dan memberi tahu apa yang dilihatnya tentang merpati itu. Tapi baru setelah
makan siang mereka dapat berkumpul di kantor Trio Detektif.
Bob Andrews sedang mendapat giliran untuk bekerja di perpustakaan umum di Rocky Beach paginya. Sembari
menjaga perpustakaan, dia menyempatkan membaca buku-buku tentang burung merpati. Sebuah buku yang penuh
dengan gambar-gambar merpati dipinjamnya dari perpustakaan. Ia memperlihatkan isi buku itu pada kedua kawannya.
Jupe mempelajarinya. Ia membanding-bandingkan gambar di buku dengan merpati berjari tiga yang kini terletak di


Trio Detektif 37 Misteri Merpati Berjari Dua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meja di hadapannya, dalam sangkar yang lebih kecil.
"Ya, kau benar, Bob," ujarnya. "Kedua burung itu amat mirip. Hanya jumlah jarinya saja yang berbeda. Merpati
yang pertama berjari dua pada kaki kirinya, sedangkan merpati yang kedua berjari tiga pada kedua kakinya. Namun
kedua-duanya merpati pos."
Ia mengembalikan buku itu pada Bob. Pete memasukkan jarinya melalui sela-sela sangkar burung. Dengan lemahlembut dibelainya bulu merpati itu. Rupanya merpati ini senang terhadap perlakuan Pete. Kedua mata merpati yang
bulat itu memandang Pete, seola
h hendak mengatakan sesuatu.
"Itu memang sering terjadi," kata Pete. "Kau belum pernah dengar" Cukup banyak merpati liar di pantai sekitar sini
memiliki jari yang tidak lengkap."
Penyelidik Satu mengangguk, tapi tidak berkata apa-apa. Sebenarnya ia tidak banyak tahu tentang merpati. Bahkan
berita tentang burung-burung tidak terlalu menarik perhatiannya, sampai peristiwa ini terjadi. Tetapi ia merasa gengsi
menyatakan hal ini pada kedua kawannya. "Ya, kaki-kaki mereka tersangkut di kawat-kawat," katanya seakan-akan
tahu benar apa yang terjadi. "Atau mereka mengalami kecelakaan, seperti teriris sisi kaleng bekas yang tajam."
Ia menoleh pada Bob, yang sedang asyik menekuni buku tentang merpati itu.
"Apa lagi yang dikatakan tentang merpati pacuan Belgia"" tanyanya.
"Mereka burung pembalap kampiun. Dan memang mereka dipelihara untuk itu. Orang yang memelihara dan
melatihnya-seperti pelatih kuda-dapat mengenali merpati miliknya dari ratusan burung yang ada."
Bob kembali membaca buku itu dengan serius.
Lalu ia mengangkat kepalanya, sambil membetulkan letak kaca matanya.
"Luar biasa!" katanya. "Orang membawa pergi merpati-merpati itu dalam sangkar-sangkarnya dengan mengendarai
truk. Kadang-kadang sampai sejauh lima atau enam ratus mil. Kemudian merpati itu dibebaskan. Mereka semua
berpacu kembali ke rumah masing-masing. Merpati yang juara dapat mencapai kecepatan enam puluh mil per jam.
Dan tidak satu pun yang tersesat! Seakan-akan mereka semua tahu jalan pulang ke rumahnya, tidak peduli ke mana
mereka dibawa, atau dari mana mereka berasal."
Ia meneruskan membaca lagi. "Kejuaraan itu sudah menjadi olahraga nasional di Belgia. Ada seekor merpati
dibawa dengan sebuah kapal ke Indocina. Burung itu dilepaskan di sana. Lalu dalam dua puluh empat hari, merpati itu
sampai kembali di Belgia. Lebih dari tujuh ribu mil dilaluinya. Dan rute itu sama sekali asing baginya."
"Masa"" seru Pete setengah tidak percaya. "Coba aku lihat." Ia mengambil buku itu, lalu membacanya dengan
penuh perhatian. "He, ini ada keajaiban lagi!" katanya. "Merpati ini dapat berperan sebagai pembawa pesan. Dan ini sudah sejak
dulu terjadi dalam sejarah. Caesar memakai merpati pos dalam menaklukkan musuhnya, Gaul. Dan angkatan
bersenjata Amerika Serikat bertahun-tahun memanfaatkan merpati pos itu. Demikian juga dalam perang Korea yang
belum lama berselang. Bahkan sekarang pun masih digunakan merpati pos untuk mengirim berita antara Los Angeles
dan Catalina Island. Kau tahu semua ini, Jupe""
Penyelidik Satu tidak menjawab. Sesungguhnya ini berita baru baginya. Tapi ia mencari akal agar
ketidaktahuannya tidak terlihat oleh Pete.
"Pertanyaannya ialah..." Jupe mencari-cari kata-kata yang tepat. "Bagaimana bisa" Dan mengapa""
"Menurut buku ini, tidak seorang pun tahu persis bagaimana burung-burung itu dapat kembali ke rumahnya," sahut
Bob. Ia mengambil kembali buku itu dari tangan Pete. "Para ahli sudah mempelajari masalah yang menarik ini di
Cornell University. Mereka sampai pada suatu dugaan yang paling mungkin, yaitu bahwa burung-burung itu
mengikuti pola medan magnet bumi. Merpati sangat peka terhadap medan magnet, di samping terhadap suara. Tapi
dengarkan. Ini pendapat seorang profesor. 'Satu-satunya cara untuk memahami naluri merpati untuk kembali ke
rumahnya, ialah dengan menjadi merpati itu sendiri, merasa seperti merpati dan berpikir seperti merpati.'"
Bob memperhatikan merpati dalam sangkar di hadapannya. Ia mencoba membayangkan bagaimana rasanya
menjadi merpati itu. Jupiter menggeleng-geleng. "Bukan itu maksudku," katanya sambil menarik bibir bawahnya. "Aku tidak bertanya
bagaimana cara merpati itu kembali ke rumahnya. Yang kumaksud ialah bagaimana merpati ini bisa masuk ke dalam
sangkar yang kita buat kemarin. Siapa yang menukarnya semalam" Bagaimana mereka tahu di mana merpati berjari
dua itu" Dan mengapa mereka menukarnya""
"Hm, ini menarik," komentar Pete seraya mengelus-elus si merpati Belgia. Merpati itu bereaksi dengan
mengeluarkan suara berkukur. "Mari kita beri nama merpati ini," usul Pete. "Bagaimana kalau Caesar""
"Kemungkinan pertama." Penyelidik S
atu sedang berpikir keras, seperti yang biasa dilakukannya kalau ada suatu
teka-teki yang belum terjawab. "Blinky yang menukarnya sendiri. Ia kan punya kartu Trio Detektif..." Jupe merasa
tidak perlu berendah diri... "dan kita kan cukup terkenal di Rocky Beach. Kalau dia tanya pada sembarang orang yang
lewat saja, orang itu pasti akan memberi tahu di mana tempat tinggal Jupiter Jones."
"Hmm, hampir semua orang di sini kenal kita," Pete menyetujui.
"Kemungkinan kedua," Jupe melanjutkan. "Orang yang mengendarai mobil boks hijau yang dikejar Blinky. Ia
mungkin saja berputar kembali di suatu tempat, lalu secara kebetulan melihat Pete bersepeda sambil membawa kotak.
Ia dapat membuntuti kita ke sini. Meskipun demikian, aku tidak merasa bahwa kemarin kita diikuti orang."
Jupiter memandangi Caesar dengan raut muka yang seakan menyalahkan mengapa burung itu tidak dapat memberi
laporan padanya. Kemudian muka Jupe perlahan-lahan menjadi cerah.
"Blinky dan orang bermobil boks hijau," ujarnya. "Apa yang kita tahu tentang mereka" Kita tidak tahu nama
lengkap Blinky. Yang kita tahu hanya ia tinggal di Santa Monica. Waktu itu ia mengendarai mobilnya begitu cepatnya
sehingga aku cuma bisa melihat sebagian dari plat mobilnya: MOK. Sedangkan plat mobil boks hijau itu penuh
dengan debu. Aku tidak bisa membacanya sama sekali. Sepertinya kita berada di ujung jalan buntu-kecuali untuk
satu hal." "Apa itu"" seru Pete dengan tidak sabar. Gaya bicara Jupe memang kadang-kadang membuat orang penasaran ingin
tahu lebih lanjut. "Merpati. Ini bukan sembarang merpati, bukan merpati yang dipelihara orang kebanyakan. Tapi merpati istimewa,
yang dapat terbang ratusan mil jauhnya, dan dipelihara dengan perlakuan khusus. Sama dengan perlakuan terhadap
kuda pacuan, seperti apa yang kaukatakan tadi, Bob. Orang yang memelihara merpati pacuan mestinya tahu siapa
orang lain yang juga memelihara merpati sejenis. Menurut penalaranku, pasti ada suatu klub atau perkumpulan yang
dapat memberi petunjuk pada kita tentang siapa saja yang berurusan dengan burung-burung ini..."
Buku telepon tebal sudah ada di tangan Jupe. Ia mulai membolak-balik halaman buku telepon.
"Kalau kita berhasil menghubungi seorang pelatih atau pemelihara, mungkin ia bisa mengenali merpati ini-"
"Caesar," Pete menyela. "Namanya Caesar."
"-Dan mengatakan pada kita siapa pemiliknya."
Jupe dengan cepat mencari-cari di halaman kuning buku telepon. "M untuk merpati," gumamnya. "P, perkumpulan.
Atau K, klub. A, Audubon. Mm..." Mata Jupe bergerak cepat menelusuri halaman demi halaman.
"Hh..." desahnya lambat-lambat dengan nada kecewa. "Di mana lagi kita harus mencari""
"Miss Melody!" usul Bob.
"Siapa itu Miss Melody"" alis mata Jupe terangkat mendengar nama itu. Ia menoleh pada Bob.
"Seorang wanita anggota perpustakaan Rocky Beach. Kadang-kadang aku bertemu dengannya di sana. Di
perpustakaan cuma satu macam buku yang dicarinya. Buku tentang burung. Dia memang tergila-gila pada burung.
Aku pernah ngobrol dengannya. Seingatku, dia pernah menjadi pimpinan perkumpulan pecinta burung yang
dinamakan Perkumpulan Penyayang Unggas."
Jupe menutup buku telepon.
"Ini suatu kesempatan," katanya. "Kalau ada ahli tentang merpati di sekitar sini, mungkin ia tahu. Kau tahu di mana
tinggalnya"" Bob mencopot kaca matanya.
"Tidak," sahutnya sambil membersihkan kaca matanya. "Kecuali memang ia tinggal di Rocky Beach. Kalau tidak,
dia tidak dapat menjadi anggota perpustakaan, kan" Tapi nama lengkapnya aku ingat. Maureen Melody. Aku tahu
karena aku pernah melihat kartu perpustakaannya."
Dengan bersemangat Jupe mencari lagi dalam buku telepon. Dalam sekejap ditemukannya telepon Maureen
Melody. Ia tinggal di Alto Drive, sekitar dua mil dari Pangkalan Jones.
"Aku usul kita segera bersepeda ke sana," kata Pete. "Tapi bagaimana dengan Caesar" Apakah akan kita tinggal di
sini"" Jupe tidak menganggap itu masalah membiarkan Caesar berada dalam sangkarnya yang kecil, namun Pete
bersikeras untuk memindahkannya ke sangkar yang lebih besar di luar.
Jupe menggeleng pertanda tidak setuju. "Terlalu mudah bagi orang untuk mencurinya di luar
sana," ujarnya. "Lihat
saja apa yang terjadi semalam."
"Ya, mungkin nanti setelah kita kembali, merpati itu berubah menjadi berjari empat!" Bob menimpali sambil
bercanda. Akhirnya diputuskan untuk membawa Caesar. Pete membuka jalan keluar utama dari kantor Trio Detektif-tingkap
di dasar karavan yang berada tepat di atas sebuah lorong yang menuju ke luar. Ia menyelusup memasuki lorong,
sambil mendekap sangkar di dadanya. Bob menyusul sesudahnya.
Jupe baru saja hendak menyelusup masuk ke dalam lorong, ketika ia terhenti. Dahinya berkerut.
Kemudian ia kembali ke mejanya. Dihidupkannya mesin penjawab telepon otomatis. Baru setelah itu ia keluar
mengikuti kawan-kawannya.
Alto Drive berada di bagian timur Rocky Beach. Di kawasan itu berdiri rumah-rumah besar dengan halaman dan
kebun yang luas. Pekarangan depan yang luas yang memisahkan rumah dari jalan raya menjadi ciri khas kawasan itu.
Trio Detektif turun dari sepeda mereka di depan sepasang pintu gerbang tinggi terbuat dari besi. SARANG
MELODY, sebuah tulisan terbaca pada pilar penyangga pintu gerbang.
"Bukan main orang ini," Pete berdecak kagum. "Sampai-sampai ia menganggap rumahnya sendiri sebagai sarang,
seperti tempat tinggal burung saja."
Pada pilar itu pula terdapat interkom, alat untuk berkomunikasi dalam jarak yang tidak terlalu jauh. Jupe menekan
tombol, lalu berjingkat untuk mendekatkan telinganya ke sebuah kotak penjawab di atas tombol.
Ia bersyukur bahwa Maureen Melody tidak lupa memasang interkom. Pintu gerbang masih berjarak sekitar tiga
ratus meter dari Sarang Melody. Sekalipun mereka berteriak, orang di dalam tidak akan mendengarnya.
Namun tiba-tiba terdengar suara hingar-bingar. Seperti di dalam toko peralatan stereo, pikir Jupiter, dengan seluruh
radio dan tape dihidupkan keras-keras. Bedanya, kali ini bukan suara musik atau suara manusia yang keluar. Itu suara
bising campuran dari siulan, kicauan, gaok, dan jeritan.
Jupe menekan tombol kembali. Ia tidak mendengar suara apa-apa dari kotak penjawab. Yang terdengar malah suara
jeritan yang seakan membelah udara.
Ia melangkah mundur. Dicobanya untuk melihat ke dalam melalui gerbang yang tinggi. Nampak burung kakaktua
merah dan kuning bertengger di ranting. Burung itu bersuara lagi, mengeluarkan bunyi seperti jeritan.
"Burung!" seru Pete. "Tempat ini penuh dengan..."
Kata-katanya yang terakhir tertelan oleh paduan suara kicauan burung yang melengking tinggi.
"Burung," Jupiter menyelesaikan kalimat Pete. Jupe dapat melihat burung-burung itu sekarang. Tidak semuanya,
tetapi paling tidak sebagian dari burung yang luar biasa banyaknya itu. Burung gereja, kenari, gagak, bahkan rajawali
dan elang, nampak bertengger di ranting-ranting pohon. Terkadang ada yang berpindah dari satu pohon ke pohon lain.
Jupe tidak mempedulikan interkom lagi. Ia meneliti pintu gerbang. Meskipun gerbang ditutup, namun ternyata tidak
digembok. Ada sebuah lubang yang memang dimaksudkan untuk membuka gerbang dari luar. Jupe menjulurkan
tangannya ke dalam lubang itu, lalu membuka palang gerbang itu. Sambil menuntun sepedanya, ia berjalan memasuki
Sarang Melody. Pete dan Bob mengikuti. Bob berhenti sebentar untuk memalang gerbang kembali.
"Sekarang bagaimana"" tanya Pete sambil mendekatkan diri ke Jupe.
Jupe menunjuk ke jalan di hadapan mereka yang menuju hutan kecil yang didiami burung-burung tadi. Mereka
menaiki sepeda masing-masing dan mulai mengayuh menyusuri jalan itu. Pete memegang setang sepedanya dengan
tangan kanan, dan menjinjing sangkar Caesar dengan tangan kirinya.
Suara berisik tidak berkurang saat mereka bergerak meninggalkan gerbang, bahkan semakin keras dan bising. Bob
menutup telinganya dengan sebelah tangan. Telinganya yang satu lagi sebisanya ditutupnya dengan bahunya.
Jupe, yang berada paling depan, tiba-tiba berhenti. Melalui sela-sela pepohonan ia dapat melihat sebuah rumah
bergaya Spanyol. Rumah itu masih berada dalam jarak seratus meter dari tempat anak-anak berhenti. Tetapi bukan
rumah itu yang menyebabkan Jupe berhenti secara mendadak.
Di antara siulan dan kicauan serta jeritan burung-burung, Jupiter mendengar sebuah
suara lain. Suara seorang
wanita. Wanita itu mengeluarkan suara tinggi dan melengking, tapi terdengar menyenangkan. Ia sedang bernyanyi.
Suaranya yang sopran terdengar merdu di tengah-tengah bisingnya suara burung-burung.
"Ada tiga anak dalam pekaranganku, aku ingin tahu apa yang mereka inginkan, " begitu syair lagu yang
dinyanyikannya. Bob mengenali melodi lagu itu. Lagu The Battle Hymn of Republic.
"Mereka boleh datang mendekat, tapi jangan melukai burung-burungku." Suara yang tadi terdengar lagi beberapa
saat kemudian. Suara itu masih melanjutkan lagu tadi.
Anak-anak mengayuh sepedanya perlahan-lahan.
Jupe dapat melihat seorang wanita sekarang. Wanita itu sedang berdiri di sebuah taman yang memisahkan rumah
bergaya Spanyol dengan hutan kecil tadi. Ia sangat tinggi. Melihatnya seperti melihat sebuah patung menjulang. Ia
memakai gaun panjang yang cocok untuk musim panas. Topinya terbuat dari jerami dengan tali yang menjuntai ke
bawah dagunya yang bulat.
Di satu pundaknya hinggap seekor burung beo. Seekor rajawali kecil berputar-putar tepat di atas kepalanya. Dan
seekor kenari hinggap di pinggir topinya.
"Kalau ingin mengutarakan maksud kalian, bernyanyilah dengan suara keras, " sambutnya dengan bernyanyi pada
Trio Detektif yang berhenti beberapa meter di depannya. "Kalau tidak, aku tidak dapat mendengarnya. "
Jupiter Jones berpengalaman dalam bermain sandiwara. Meskipun ia tidak suka orang mengingat-ingatnya, karena
peran yang dimainkannya sebagai Baby Fatso. Tetapi ia tidak pernah bergabung dalam kelompok musik atau paduan
suara sekolahnya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana seandainya ia harus ikut bernyanyi.
Meskipun demikian, Jupe segera menangkap apa yang diinginkan wanita itu. Di tengah hingar-bingarnya suara
burung, satu-satunya suara manusia yang dapat terdengar adalah suara tinggi dalam nyanyian.
"Kami mencari pemilik tempat ini, Miss Maureen Melody" kata Jupe dengan bernyanyi.
"Akulah orang yang kalian cari, aku Maureen Melody, "jawabnya sambil berlagu.
Sekarang kembali giliran Jupe. Ia berdehem.
"Maafkan kalau kami mengganggu, namun demikian kami ingin berbicara dengan Anda. " Cukup sulit bagi Jupe
untuk mencari kata-kata yang cocok dengan nada lagu The Battle Hymn of Republic, tapi Jupe mencoba sebaik
mungkin. "Kami mendengar- "
Ia berhenti. Maureen Melody tidak lagi mendengarkannya. Ia tersenyum lebar. Matanya bersinar-sinar. Dengan
gerak seperti berdansa, ia mendekati Pete.
Ia mengambil sangkar Caesar dari tangan Pete. Didekapnya sangkar itu. Dan ia terus berdansa sambil bernyanyi
dengan suaranya yang sopran. Jelas sekali kegembiraan terpancar dari wajahnya.
Dengan lebih bersemangat, ia berlagu lagi. "Terima kasih, terima kasih. Akan kuberikan hadiahnya sekarang
pga!" Bab 3 MUTIARA DARI BURUNG MURAI
"HADIAH APA-"" Jupe mulai bernyanyi. Ia terdiam. Maureen Melody membuka sangkar Caesar.
"Jangan, " Jupe menyanyikan lagu pendek. "Jangan dibuka "
Dengan sesopan mungkin, ia mengambil sangkar kembali dari tangan Miss Melody.
"Anda lihat, ini bukan merpati kami, " Jupe meneruskan nyanyiannya.
Jupe terdiam lagi. Banyak yang ingin ia jelaskan. Namun karena itu harus dinyanyikan dengan suara tinggi Jupe
menjadi bingung. Dalam hatinya ia merasa kesal. Menyanyi seperti itu hanya akan membuat suaranya serak,
sedangkan apa yang ingin dikatakan belum tentu tersampaikan.
"Bisakah kita pindah ke suatu tempat untuk membicarakan hal ini"" nyanyi Jupe lagi. Ia mendapat kesulitan besar
mengikuti melodi lagu The Battle Hymn of Republic, karena itu ia menyanyi sekenanya saja dengan nada yang ia
karang-karang sendiri. "Ayolah, kami lebih suka ke tempat lain. "
Miss Melody menegakkan kepalanya. Jari-jemarinya memainkan tiga untai kalung mutiara yang dikenakannya. Ia
menatap anak-anak. Sinar matanya seakan-akan menunjukkan kejengkelan, karena Jupe mengambil sangkar Caesar
dari tangannya. Akhirnya Miss Melody mengangguk. Lalu ia berjalan ke arah rumah. Rajawali di atas kepalanya terbang dan
menghilang di balik pepohonan. Burung beo tetap diam di pundak Miss Melody. Demikian pula dengan kenari, berdiri
tenang di pinggir topinya.
Trio Detektif mengikuti Miss Melody memasuki pintu bergaya Prancis ke dalam sebuah ruang tamu yang luas dan
terang-benderang. Miss Melody menutup pintu setelah anak-anak masuk.
Mulanya kicauan, siulan, dan gaok masih terdengar sama kerasnya seperti di luar. Kemudian Miss Melody
menekan sebuah tombol di dinding. Kaca-kaca tebal turun secara otomatis, seperti tirai di panggung pertunjukan,
melapisi ruangan itu. Luar biasa, pikir Pete. Seperti menyelam di laut yang dalam saja. Sunyi senyap, tidak terdengar suara apa-apa. Tirai
kaca itu seakan-akan memisahkan mereka dari dunia luar.
"Sekarang bolehkah aku melihat burung yang kalian bawa itu"" Maureen Melody berbicara dengan cara yang
biasa. Ia menatap Jupe dengan sorot mata sedih dan memelas. "Tadinya kukira memang kalian ingin menyerahkan
burung itu kepadaku. Kukira kalian sudah melihat tawaranku pada siapa yang berhasil menemukan burung ini. Sebagai
pendiri dan pimpinan Kawanku yang Dapat Terbang, aku membayar dua puluh dolar pada siapa saja yang dapat
membebaskan seekor burung dari kurungannya. Aku tak tahan melihat seekor burung dikurung. Itu perbuatan yang
sangat kejam." "Kejam," burung beo di pundaknya meniru perkataannya. "Kejam. Kejam."
Paling tidak ini sudah menjelaskan apa yang dimaksud dengan hadiah itu, pikir Jupe. Sekarang gilirannya untuk
menjelaskan. Ia mulai dengan mengatakan bahwa Caesar bukanlah miliknya. Caesar ditinggalkan secara misterius oleh
seseorang yang tidak dikenal. Mereka ingin sekali mengembalikan Caesar pada pemiliknya.
Bob mengamati Maureen Melody ketika Jupiter berbicara. Meskipun bertubuh tinggi besar, Maureen Melody
cantik dan menarik. Penampilannya mengingatkan kita pada seorang bintang film.
"Kalau kita dapat menemukan siapa pemilik Caesar," Pete menambahkan, "orang itu akan mengembalikan Caesar
pada kumpulannya. Dan Caesar tentu akan hidup di kandang yang cocok untuk merpati, tidak di sangkar yang kecil
ini." "Aku mengerti sekarang." Miss Melody kembali memainkan mutiaranya dengan jari-jemarinya. Di samping tiga
untai mutiara di lehernya, ia juga memakai anting-anting mutiara.
"Inilah sebabnya kami datang menemui Anda," kata Bob. "Aku tahu bahwa Anda sangat suka burung. Kita pernah
mengobrol soal ini di perpustakaan, ingat" Dan menurut kami Anda mungkin saja tahu orang di sekitar sini yang
memelihara dan melatih merpati pacuan."
Miss Melody tidak menjawab. Ia memandang ke luar melalui jendela.
"Maaf," ujarnya. Ia menekan lagi tombol di dinding. Lembaran kaca terangkat. Sekali lagi riuh-rendah suara
burung memenuhi ruangan. Miss Melody membuka pintu bergaya Prancis. Ada seekor burung berdiri di depan pintu. Itu burung murai, pikir
Pete. Maureen Melody berlutut. Ia mengambil sesuatu dari paruh murai itu.
"Kawan yang pandai sekali," mulai lagi ia bernyanyi dengan suara sopran yang jernih. Kali ini ia mengarang
nadanya sendiri. "Kusebut dia Edgar Allan Poe. Kuambil dari nama seorang pengarang yang termasyhur yang juga
penyayang burung. Aku tahu burung milik Poe adalah burung gagak. Namun aku suka puisinya. Kalian harus baca
puisi-puisi karyanya."
Burung murai tadi terbang kembali ke taman. Miss Melody menurunkan tirai kaca lagi.
"Burung murai pandai mencuri," katanya dengan suara normal. "Tetapi kedua muraiku sama sekali bukan pencuri.
Khususnya Edgar Allan Poe. Sebaliknya, Poe selalu mengembalikan barang-barang. Poe selalu membawakan barangbarang untukku. Barang yang indah-indah. Lihat!"
Dibukanya telapak tangannya yang gemuk dan putih, dan ditunjukkannya apa yang baru saja dibawa Edgar Allan
Poe. Sebuah mutiara besar berkilau-kilau.
"Ini mutiara ketiga yang dibawakannya untukku dalam bulan ini," katanya. "Aku tidak dapat menduga dari mana
Poe mendapatkan mutiara ini, tapi aku tidak peduli. Mutiara adalah benda yang paling kusukai. Mutiara dan burung,
dua sejoli yang merupakan kawanku sehidup semati."
"Kembali pada merpati pacuan," Jupe mengingatkan Miss Melody. "Anda pernah kenal seseorang..."
Miss Melody menggeleng. "Aku tidak bisa mengingat siapa-siapa saat ini."
"Oh, kalau kebetulan Anda ingat," Jupe mengeluarkan kartu Trio Detektif dar
i kantungnya dan memberikannya
pada Miss Melody, "kami akan sangat berterima kasih kalau Anda menghubungi kami lagi."


Trio Detektif 37 Misteri Merpati Berjari Dua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maureen Melody menerima kartu itu. Tapi sebelum ia dapat membaca isinya, burung beo di pundaknya terbang dan
mengambil kartu itu dengan paruhnya. Si beo lalu terbang ke tenggerannya.
"Terima kasih," kata Jupe pada Miss Melody. Meskipun ia suka pada wanita itu, ia berpikir bahwa kedatangan
mereka ke situ tidak membawa hasil apa-apa. Malah ia sendiri merasa seakan-akan ia menjadi burung yang terkurung
dalam ruangan kedap suara tadi.
Sambil tersenyum, Miss Melody membuka tirai kaca. Ia mempersilakan anak-anak keluar melalui pintu-pintu
bergaya Prancis. Ia tidak tersenyum pada kita, Jupe memperhatikan, tapi pada mutiara-mutiara dalam genggamannya.
Trio Detektif mengayuh sepeda mereka kembali ke jalan. Mereka tidak saling berbicara selama mereka masih
berada di Sarang Melody. Dan memang tidak ada gunanya berbicara di tempat seramai itu. Mereka memacu sepeda
masing-masing, melewati hutan kecil tempat burung-burung hinggap dan bersarang.
Mereka belum jauh ketika tiba-tiba terdengar suara melengking memanggil. Jupe mengira itu cuma lengkingan
suara burung. Tapi ketika menoleh ke arah rumah, ia melihat Miss Melody berdiri di depan rumah seraya melambailambai ke arah mereka.
"Aku punya kawan, " terdengar suara sopran Miss Melody. "Namanya Parker Frisbee. Ia tinggal di kota ini.
Pernah, dia bercerita tentang merpati pacuan. Aku baru teringat kembali. "
"Parker Frisbee, " Jupe membalas dengan bernyanyi pula. "Terima kasih!"
Bab 4 JERITAN MEMINTA PERTOLONGAN
"PARKER FRISBEE," Jupe mengulangi ketika Trio Detektif telah sampai dijalan yang sepi. "Itu nama sebuah
toko perhiasan di Main Street."
Ia mengarahkan sepedanya ke sebuah tempat berumput, lalu turun. Bob dan Pete bergabung dengannya.
"Kalian tahu apa yang ada di kepalaku"" tanya Pete. "Aku rasa Maureen Melody benar. Kita harus segera
melepaskan Caesar dari sangkar ini. Biarkanlah Caesar pergi. Lupakan saja semua ini."
Itulah apa yang dikuatirkan Jupe terhadap Pete. Jupe mengerti bahwa usul Pete adalah yang terbaik bagi Caesar.
Kalau mereka membuka sangkar itu, Caesar akan terbang dan bergabung dengan kumpulannya di kandang tempat
tinggalnya. Namun dalam pandangan Penyelidik Satu, membiarkan Caesar terbang pergi adalah hal yang paling buruk yang
dapat mereka lakukan. Bagi Jupe, Caesar lebih dari sekadar merpati. Caesar adalah suatu rahasia. Jupe sudah mencium
bahwa mereka akan menghadapi suatu misteri yang menarik dan unik. Sebuah kasus.
Pikirannya melayang ke telepon di kantornya dan mesin penjawab telepon otomatis. Kalau orang berkendaraan
mobil boks hijau itu yang menukar merpati itu tadi malam, maka cepat atau lambat Blinky akan menelepon. Blinky
pasti menginginkan merpati berjari dua itu kembali. Jupe ingin sekali melihat reaksi Blinky ketika ia datang untuk
mengambil merpatinya. Jupe ingin sekali menyaksikan bagaimana air muka Blinky kalau ia menyadari bahwa merpati
itu kini berjari tiga. Jupe menduga-duga apakah Blinky akan mengenali merpati itu.
"Bagaimana kalau kita pergi dan mampir di Parker Frisbee"" usul Penyelidik Satu. "Kan tempat itu kita lewati
dalam perjalanan pulang ke kantor."
Ia melihat Bob, mengharapkan dukungannya. Bob menoleh ke Pete.
"Oke," Pete menyetujui dengan ogah-ogahan. "Kita mampir di Parker Frisbee."
Frisbee adalah toko perhiasan yang terbaik, dan juga termahal, di Rocky Beach. Kaca etalasenya tidak dipenuhi
dengan jam tangan dan cincin-cincin kawin. Sebagai gantinya, dipajang seuntai kalung mutiara, dialasi beludru hitam.
Di kiri kanannya terdapat bros berlian yang berkilau-kilau tertimpa sinar matahari. Pemandangan dari luar itu seakan
mengundang orang agar masuk ke dalam, untuk menyaksikan keindahan itu lebih dekat.
Di dalam ada beberapa tempat kotak kaca berisi bermacam-macam perhiasan dan permata. Lebih indah dan juga
lebih mahal. Seorang laki-laki berdiri di belakang salah satu kotak kaca. Tubuhnya pendek dan agak gemuk. Ia mengenakan jas
bulu berwarna hitam dan celana panjang bergaris-garis. Di dalam ia memakai kemeja putih
serta dasi sutera. Lehernya
hampir-hampir tidak terlihat, tertutup oleh jenggotnya yang hitam dan tebal. Sebagian besar mukanya tertutup oleh
berewok yang lebat pula. Hanya hidung dan matanya yang terlihat. Dagu, mulut, dan bahkan pipinya tertutup oleh
berewoknya. "Ya"" sapanya ketika Trio Detektif masuk.
"Mr. Parker Frisbee"" tanya Jupe.
"Betul." Jupiter menjelaskan bahwa mereka kawan Miss Maureen Melody. Mata Mr. Frisbee melebar ketika nama itu
disebut. Penyelidik Satu mengatakan bahwa Miss Melody yang memberi tahu mereka tentang Mr. Frisbee. Menurut
Miss Melody, Mr. Frisbee ahli tentang merpati pacuan. Jupe ingin tahu apakah Mr. Frisbee dapat menolong mereka
mencari siapa pemilik merpati pacuan yang mereka temukan.
"Oh, aku tidak terlalu ahli dalam soal ini," Mr. Frisbee menjawab dengan rendah hati. "Memang, aku pernah punya
beberapa ekor merpati. Dan aku melatih mereka secara amatiran. Tapi aku sudah tidak melakukannya lagi sejak
beberapa tahun yang lalu."
Ia melirik pada sangkar yang dibawa Pete. "Apakah burung itu berada di situ""
"Ya." Pete mengangkat sangkar Caesar, sehingga Mr. Frisbee dapat melihat dengan lebih jelas.
Mr. Frisbee meneliti Caesar selama beberapa saat dengan penuh perhatian.
"Di mana kalian menemukannya"" tanyanya. "Bagaimana sampai merpati ini berada di tangan kalian""
"Seseorang meninggalkannya dalam pangkalan kami," jawab Jupe. Ia berusaha untuk tidak menyebut-nyebut nama
Blinky. "Siapa"" "Kami tidak tahu," sahut Pete. "Tahu-tahu sudah ada di pangkalan. Itulah sebabnya kami datang ke sini. Mungkin
Anda tahu siapa..." Mr. Frisbee menggeleng. Ia tertawa kecil.
"Itu bukan merpati pacuan Belgia," katanya. "Kalian lihat, itu induk merpati, merpati betina. Orang tidak
mengikutsertakan merpati betina dalam pacuan."
"Oh, tapi-" Bob hendak mengatakan sesuatu. Namun ia mengurungkan niatnya. Ia buru-buru menutup mulutnya.
"Mungkin Anda punya ide atau petunjuk siapa pemilik merpati ini"" tanya Jupe.
"Sama sekali tidak." Mr. Frisbee mengangkat bahunya. Jupe mengira Mr. Frisbee tersenyum. Sukar sekali untuk
melihat senyumnya di balik jenggotnya yang tebal itu. "Maaf, aku tidak dapat membantu kalian, Anak-anak. Tolong
sampaikan salamku pada Miss Melody."
"Baik, Mr. Frisbee," balas Jupe. "Terima kasih."
Trio Detektif kembali ke Main Street bersama Caesar.
Mereka harus menunggu sebelum dapat menjalankan sepeda mereka. Sebuah mobil hitam, yang tadi diparkir di
pinggir jalan, kini meluncur dengan cepat. Anak-anak sampai merasakan embusan angin akibat kencangnya mobil
hitam itu. Setelah mobil hitam tadi lewat, Jupe dan Pete hendak mengayuh. Bob menahan mereka. Ia menoleh sesaat ke arah
toko perhiasan. "Ada apa"" tanya Jupe padanya.
"Aku tak yakin." Bob mencopot kaca matanya, lalu mengelapnya. Dahinya berkerut-kerut. "Ada dua kemungkinan.
Parker Frisbee tidak tahu apa-apa tentang merpati pacuan-maksudku benar-benar tidak tahu-atau ia tidak jujur pada
kita." "Buat apa dia bohong"" ujar Pete dengan cepat.
"Aku tak tahu." Bob memakai kaca matanya kembali. "Tapi buku yang tadi pagi kupinjam dari perpustakaan
mengatakan bahwa merpati betina juga diperlombakan. Bahkan beberapa juara dunia perlombaan itu adalah merpatimerpati betina."
Jupe menatap Bob dalam-dalam. Kemudian ia melihat jam tangannya. "Sudah hampir waktu makan malam,"
katanya. "Bagaimana kalau kita makan malam dulu di rumah masing-masing" Baru setelah itu kita kumpul lagi di
kantor untuk membahas seluruh kejadian ini."
"Oke," kata Pete menyetujui. "Tapi kalau kita tetap mau menahan Caesar, aku tidak mau Caesar dikurung dalam
sangkar kecil ini. Caesar harus mendapat tempat yang layak bagi seekor burung merpati, yaitu sangkar besar yang
kemarin kau buat, Jupe."
"Oke, Pete," kata Jupe seraya mengangguk. Ia lalu mengayuh sepedanya.
Dan itulah yang mereka lakukan pertama kali mereka berkumpul di kantor Trio Detektif setelah makan malam.
Sangkar buatan Jupe terlalu besar untuk bisa masuk ke dalam lorong menuju kantor. Namun Trio Detektif mempunyai
jalan rahasia lain untuk masuk ke dalam kantor. Salah satunya ialah melalui seutas tali dari atap karavan. Dengan jal
an ini, mereka akan masuk dari atas kantor. Jalan ini mereka namakan Darurat Satu.
Pete yang mula-mula masuk. Ia memanjat tumpukan barang rongsokan yang menggunung menutupi karavan.
Ketika Pete telah turun melalui tali itu, Jupe dan Bob menurunkan Caesar yang masih berada dalam sangkar kecilnya.
Kemudian sangkar buatan Jupe diturunkan pula melalui atap karavan. Sekarang giliran Bob meluncur.
Jupe mendapat giliran terakhir. Sambil berpegangan pada tali, ia menutup atap karavan dari dalam. Pete dan Bob
sudah memindahkan Caesar dari sangkar kecilnya ke tempatnya yang lebih besar. Jupe tidak memperhatikan kedua
kawannya. Matanya dengan cepat melihat pada mesin penjawab yang telah dihubungkan dengan telepon.
Mata Jupe bersinar-sinar. Lampu mesin itu menyala. Berarti ada orang yang menelepon tadi. Dan orang itu
menyampaikan pesan. Blinky, pikir Jupe. Pasti Blinky yang menelepon. Jadi, pelakunya adalah pengemudi mobil boks
hijau itu... Pikiran Jupe bergerak cepat. Bergegas dihampirinya mesin penjawab otomatis itu.
"Dengarkan ini," katanya sambil menghidupkan mesin penjawab dan pengeras suara.
Bob dan Pete diam mendengarkan. Jupe duduk di kursi goyang agar dapat berkonsentrasi pada isi pesan dalam
mesin itu. "Tolong!" terdengar suara Maureen Melody. "Tolong aku!" Pecinta burung yang nyentrik itu bernyanyi dengan
nada yang menyayat hati. "Ada pembantaian besar-besaran! Aku keluar. Dan... di luar kutemukan tubuh-tubuh burungku yang malang... "
Suaranya menjadi serak. Ia tak kuasa menahan rasa dukanya.
"Edgar Allan Poe. " Ratapannya terdengar amat memilukan. "Poe dipukul hingga mati! Dan aku menemukan
bangkai lainnya. Salah satu rajawaliku... Oh, tolong. Tolonglah aku. Seseorang membunuhi burung-burungku!"
Bab 5 MAUT MENGINTAI DI BALIK PEPOHONAN
"SEWAKTU menemukan kartu kalian, aku baru sadar bahwa kalian adalah detektif," kata Maureen Melody.
"Aneh, aku merasa ini suatu takdir."
Trio Detektif sudah berada kembali di rumah Miss Melody. Mereka kini duduk dalam ruangan kedap suara.
"Kalian lihat sendiri, aku tidak mau memanggil polisi," lanjutnya sambil mengelus-elus burung beo di pundaknya.
"Aku sudah keseringan berurusan dengan mereka. Bolak-balik polisi itu datang ke sini. Biasanya mereka
menyampaikan protes atau keluhan dari tetangga yang terganggu oleh bisingnya suara burungku yang manis-manis.
Apa maunya mereka itu" Justru mereka seharusnya bersyukur mendapat kesempatan untuk mendengar suara semerdu
itu." Mungkin tetangga Anda tidak dapat bertenggang rasa dan hanya suka pada kesunyian, pikir Pete, tapi ia tidak
berkata apa-apa. Penyelidik Satu sibuk meneliti bangkai dua ekor burung yang terbaring pada sehelai kain putih di meja. Kepala
burung murai itu remuk, seperti dipukul dengan benda keras. Tetapi tidak ada tanda-tanda kekerasan pada bangkai si
rajawali. Mungkin burung ini diracun, pikir Jupe.
"Makanan apa yang biasa Anda berikan pada rajawali ini"" tanya Jupe.
"Kenapa" Daging, tentu saja," jawab Miss Melody. "Rajawali kan termasuk karnivora. Dan rajawali pemburu yang
amat lihai. Sering kali burungku ini mencari makanan sendiri. Sekali waktu dapat tikus, lain waktu dapat kelinci
dan..." Ia menghela napas. "Dan apa saja yang berhasil mereka jumpai. Aku sering khawatir. Kadang-kadang burung
ini bandel." "Kejam," burung beo di pundak Miss Melody bersuara. "Kejam. Kejam."
Jupe mengangguk. "Di mana Anda temukan bangkai burung ini"" tanyanya.
"Edgar Allan Poe tergeletak di ujung taman. Ketika kupungut, aku..."
Ia mengambil sehelai sapu tangan kecil dari kantungnya. Ditutupnya mulutnya dengan sapu tangan itu, seolah-olah
agar ingatannya segar kembali.
"Rajawaliku yang indah terbaring di antara pepohonan," akhirnya ia melanjutkan, "di tempat biasanya kuletakkan
makanan untuk mereka. Melihatnya, aku menjadi curiga. Biasanya rajawaliku makan. Tapi kali itu tidak, cuma
terbaring... tidak bergerak."
Jupe turut merasa prihatin.
"Bolehkah kami melihat tempat itu"" tanya Jupe.
"Tentu boleh." Maureen Melody memandang ke luar melalui pintu bergaya Prancis. Di luar hampir gelap. "Akan
kuambil senter dulu."
"Tidak usah repot-repot," kata Ju
pe. "Kami membawa senter yang bisa diikatkan di kepala. Tunjukkan saja
tempatnya, nanti akan kami teliti tempat itu."
Riuh suara burung sudah mulai berkurang pada saat matahari mulai terbenam. Ketika Trio Detektif mengikuti Miss
Melody menyeberangi taman, mereka hanya sesekali mendengar suara burung hantu dan burung kakaktua dari balik
kerimbunan hutan kecil. "Edgar Allan Poe kutemukan tepat di sini," Maureen Melody tiba-tiba berhenti. Ia menunjuk ke suatu tempat di
tanah. Jupe mengarahkan senternya pada titik yang ditunjuk oleh Miss Melody. Ia berjongkok dan memungut sehelai bulu.
Ada percikan darah menempel pada bulu itu. Miss Melody gemetar melihatnya.
"Dan rajawali itu di sebelah sana." Ia menunjuk lagi. "Sekarang, kalau kalian tidak keberatan, kurasa... kurasa aku
lebih baik kembali ke rumah. Aku ingin berbaring untuk beristirahat. Kalian boleh menyelidiki tempat ini sesuka
kalian." Ia melipat tangannya seperti menahan dingin. Badannya gemetar. Dengan bergegas ia berlari masuk ke rumahnya.
Jupe merasa lega dengan situasi itu. Memang, ia merasa prihatin pada nasib yang dialami Maureen Melody. Ia
mengerti bagaimana perasaan orang yang kehilangan sesuatu yang amat disayanginya. Tetapi Jupe merasa lebih bebas
bila Trio Detektif dapat menyelidiki tempat itu tanpa ditemani orang lain.
Ia mendekati tempat ditemukannya rajawali piaraan Miss Melody. Tidak ada bulu berserakan di sana. Tidak ada
pula cacahan daging. Kalau rajawali itu diracuni, mungkin sebelum ajalnya masih sempat menghabiskan makanannya,
pikir Jupe. Atau mungkin pula orang yang meracuni sudah membersihkan sisa-sisa makanan yang tertinggal, agar
perbuatannya tidak diketahui.
Jupe menyenter sekeliling tempat itu dengan teliti.
"Sayang sekali," katanya sambil menggeleng-geleng.
"Apanya"" Bob tidak bisa membayangkan apa yang sedang dipikirkan Penyelidik Satu.
"Tanah ini keras."
Jupe merasa keterangan itu sudah cukup bagi kawan-kawannya. Ia tidak menjelaskan lebih jauh lagi. Pikirannya
sudah melesat jauh. Harus segera diambil tindakan, Jupe memutuskan.
"Baik," katanya. "Kita berpencar. Bob, kau ke sebelah kiri. Dan Pete, kau ke kanan. Aku akan lurus ke depan.
Oke"" "Oke," Pete menyetujui. "Tapi sebelumnya jelaskan dulu sesuatu padaku, ya Jupe""
"Apa"" "Apa yang kita cari""
"Jejak." Jupe menyinari lagi tanah dengan senternya. "Tidak ada jejak di sini karena tanahnya terlalu keras. Namun
beberapa hari yang lalu hujan turun dan mestinya ada banyak tanah yang lembut di antara pepohonan. Dari apa yang
dikatakan Miss Melody tentang tetangganya, aku bisa menyimpulkan bahwa tidak banyak tetangganya yang
berkunjung ke sini. Jadi, kalau kita berhasil menemukan bekas-bekas tapak kaki, kemungkinan besar itu adalah jejak
pembunuh burung-burung ini."
"Benar sekali," sambut Pete dengan bersemangat. "Jadi sekarang kita mencari jejak si pembunuh. Habis itu apa"
Kita buat cetakan jejak itu untuk mencari siapa orang yang kira-kira kakinya atau sepatunya cocok dengan cetakan
itu"" Jupe menghela napas. "Blinky," ia menjelaskan dengan tidak sabar. "Kau tidak memperhatikan sepatu yang ia pakai waktu itu" Sepatunya
besar, dan ujungnya runcing. Mengerti sekarang""
"Tentu," jawab Bob. "Kalau kita menemukan jejak dengan ujung yang aneh, maka mungkin itu jejak Blinky. Dan
kalau jejak itu ujungnya biasa saja, hmm, itu ada artinya juga bagi kita."
"Berarti itu bukan jejak Blinky," kata Pete sambil mengangguk-angguk. "Apa yang harus kuperbuat kalau aku
mendapatkan sesuatu""
"Beri isyarat dengan sentermu," Jupe menginstruksikan. "Tiga kali panjang, tiga kali pendek. Teruskan sampai kau
melihat balasan sinar senter."
Trio Detektif berpencar di hutan kecil yang cukup lebat itu.
Jupiter membungkukkan badannya sambil bergerak maju, selangkah demi selangkah. Senternya menyinari setiap
jengkal tanah yang dilaluinya. Ia mendapat tempat yang tidak menguntungkan. Banyak semak di sana, dan tanahnya
berkerikil tajam. Hampir tidak ada tanah yang lembut. Tidak dijumpai jejak di daerah yang diselidikinya.
Ia mengira-ngira bagaimana keadaan yang dijumpai kawan-kawannya. Namun tiba-tiba ia terhenyak. Sorot
sent ernya menangkap suatu benda gelap di antara semak-semak sebelah kanannya.
Ia memperhatikan benda itu beberapa saat. Kemudian berlutut. Didekatinya benda itu. Ia mengarahkan senternya
lebih dekat pada benda yang dilihatnya tadi.
Sekonyong-konyong terdengar suara burung hantu dari suatu tempat di dalam kegelapan. Suara yang terdengar
seperti jeritan itu tidak mengagetkan Jupiter. Tetapi ada sesuatu yang lain. Jupiter merasakan ada sesuatu yang
bergerak di belakangnya. Yang pertama kali didengarnya adalah sebuah desingan halus. Secara naluriah, Jupe bergerak mengelak ke
samping. Sebuah tongkat kayu berdesing persis di samping kepalanya. Kepala Jupe terhindar. Namun bahunya
terpukul keras. Jupe merasakan nyeri yang menyengat di bahunya. Dalam kesakitan itu ia berusaha untuk memegang senternya
agar tidak jatuh. Ia berguling di tanah sambil mendekap senter di dadanya.
Ketika berguling, sinar lampu senternya menyorot ke atas. Sekelebatan tampak seseorang berjaket hitam. Dan sorot
senter berhenti tepat pada muka orang itu.
Sukar untuk menggambarkan muka itu. Hanya sedikit yang dapat dikatakan, karena cuma hidung dan kaca mata
yang nampak menonjol pada muka yang penuh bulu itu. Seluruh dagu, pipi, dan bibir atasnya tertutup oleh jenggot
dan berewok yang tebal. Untuk sesaat orang itu terkejut karena terkena sorotan senter. Detik berikutnya ia berbalik lalu menghilang di balik
semak-semak. Jupe tidak mencoba mengejarnya. Ia bangkit sambil memijat-mijat bahunya yang terpukul. Rasa sakitnya belum
berkurang. Ketika sudah merasa tenang, ia menyorot senternya ke suatu arah, untuk memberi isyarat. Tiga kali
panjang, tiga kali pendek. Terus dilakukannya itu, sampai dilihatnya balasan senter Pete dari sela-sela semak-semak.
"Jupe"" "Di sini," Jupe menyahuti.
Pete menerabas semak-semak itu, mengikuti arah suara Jupe. Sesaat kemudian Bob bergabung. Jupe kembali
memijiti bahunya. Ia masih kesakitan. Dan itu terlihat jelas oleh kedua kawannya.
"Apa yang terjadi"" tanya Bob khawatir.
"Parker Frisbee," jawab Jupe. "Ia menyerangku dengan sebatang kayu. Untungnya, senterku secara kebetulan
menyorot tepat di mukanya. Ia kelihatan terkejut, lalu lari ke arah sana."
"Kau dengar waktu ia lari tadi, Bob""
Bob menggeleng. "Banyak sekali semak di sini," ujarnya, "sehingga aku belum beranjak jauh dari tempatku
semula. Kalau orang itu lari ke arah gerbang, pasti ia tidak lewat dekat tempatku."
"Kita akan mengejar dia sekarang"" tanya Pete dengan gelisah. Mengejar seseorang bersenjata kayu di tengah
kegelapan bukan sesuatu yang menyenangkan baginya.
"Tidak." Ide itu tidak terbersit pula dalam benak Jupe.
Pete menarik napas lega. "Aku menemukan sesuatu," kata Jupe lagi.
Ia berpaling dan menyinari daerah di sekitarnya. Ia menemukan sesuatu yang dilihatnya sebelum diserang tadi.
Kembali ia berlutut. Ditelitinya benda yang dilihatnya tadi. Bob dan Pete berlutut di sampingnya.
"Astaga!" desis Pete tertahan. "Itu seperti se..."
"Ya," Jupe menegaskan. "Tepat sekali. Seekor merpati yang telah mati!"
Nasib merpati itu sungguh menyedihkan. Kepala dan badannya remuk sama sekali. Hampir tidak ada yang tersisa.
Cuma bulu-bulu, satu sayapnya, dan kedua kakinya yang tertinggal.


Trio Detektif 37 Misteri Merpati Berjari Dua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jupe memegang salah satu kaki merpati malang itu. Di situ terikat sebuah pita aluminium.
Jupe mencopot pita itu. Diperhatikannya pita itu di bawah sorot senter Bob. Pita aluminium itu dilipat sedemikian
rupa untuk menyimpan sesuatu. Dengan hati-hati Jupe membuka lipatan aluminium itu. Di dalamnya terdapat sebuah
kertas terlipat. Kini ia membuka lipatan kertas. Ada pesan tertulis pada kertas itu.
Trio Detektif saling mendekat untuk melihat lebih jelas apa yang tertulis di situ.
"Apa itu"" seru Pete.
Jupe harus mengakui bahwa tulisan itu membingungkannya pula. Ia bahkan tidak dapat menebak huruf apa yang
tertulis. Huruf itu sama sekali berbeda dengan huruf latin. Bahkan tidak mirip sedikit pun dengan huruf Yunani.
Nampaknya lebih dekat ke...
"Cina," tebak Bob. "Atau Jepang. Tulisan ini mengingatkanku pada buku-buku dan koran-koran di perpustakaan.
Di kota cukup banyak pembaca tulisan Jepang. Aku seri
ng mengembalikan buku-buku Jepang ke rak."
Jupe mengernyit. Ia menyimpan kertas itu dalam kantung bajunya. Sekali lagi diamatinya merpati yang telah mati
itu. "Lihat!" serunya. "Lihat kaki kirinya!"
Bob dan Pete melihat. Kaki merpati itu tidak remuk seperti pada bagian yang lainnya. Namun pada kaki kirinya hanya terdapat dua jari!
Bab 6 PERTOLONGAN VAN DON "AKU tidak dapat melukiskan betapa gembiranya mendapat kunjungan kalian," kata Hector Sebastian. "Kunjungan
kalian selalu menimbulkan ide-ide baru, yang sangat berguna bagi novel-novelku."
Pagi itu adalah keesokan hari setelah ditemukannya bangkai merpati di kediaman Miss Melody. Hector Sebastian
Badik Buntung 19 Wiro Sableng 184 Dewi Dua Musim Si Pedang Tumpul 5

Cari Blog Ini