02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja Bagian 10
mPu Purwa meng-anggukakan kepalanja. Djawabnja " Ja Agni. Kau memang tidak akan dapat melupakan pekerdjaan jang kau tinggalkan setengah djalan itu. Akupun dapat mengerti. Bahkan kau pasti merasa banjak kehilangan waktu selama kau berada ditempat ini. Tetapi Agni, kalau tidak sekarang, maka kapan kau akan mendapat kesempatan untuk memperdalam ilmumu" Mumpung kau masih tjukup muda dan mumpung kesempatan ini datang kepadamu. Agni, kau tidak usah mentjemaskan bendunganmu. Anak muda jang bernama Ken Arok itu telah melakukan apa sadja jang akan kau lakukan. Orang2 Panawidjen dan pradjurit2 Tumapel bekerdja dengan baik sehingga pekerdjaan itu pasti akan tjepat selesai.
Mahisa Agni menundukkan kepalanja. Terbajanglah padang rumput jang luas dan kering terbentang dihadapannja. Dikenangkannja bagaimana ia merentang tali dan memasang patok2 dipadang jang panas itu. Kemudian terbajang pula, betapa kerdja itu dimulai dengan penuh tekad jang menjala didalam setiap orang Panawidjen Apalagi ketika Tunggal Ametung mengirimkan sepasukan pradjurit dibawah pimpinan Ken Arok, seorang Pelajan-Dalam, untuk membantunja.
" Agni " berkata gurunja " kerdja itu kini dipimpin oleh orang jang mengenal watak dan keadaan padang
jang kering itu. Tidak seorangpun jang lebih mengenal daerah itu selain Hutan Karautan. Dan hantu itu kini telah banjak sekali berbuat untuk merubah wadjah padang Karautan itu.
Mahisa Agni meng-angguk2kan kepalanja.
" Kau dapat mengerti Agni "
Mahisa Agni meng-angguk2kan kepalanja pula.
" Ja, akupun dapat merasakan kerinduanmu untuk segera keluar dari lingkungan ini. Kau disini se-akan2 sedang berada dalam pengasingan jang sangat mendjemukan. Bahkan setiap kali kau masih harus mengalami perlakuan jang kasar dan memuakkan dari Kebo Sindet jang ingin membuatmu kehilangan segala akan dan budi. Kehilangan keberanian dan harga diri. Dan agaknja kau sudah bermain bagus sekali se hingga sampai saat ini Kebo Sindet itu tidak mentjurigaimu.
" Ja guru " djawab Agni " sampai saat ini Kebo Sindet masih menganggap aku mendjad" semakin kehilangan nafsu untuk melepaskan diriku.
Jilid 33 "NAH, kalau keadaan itu masih tetap dapat kau pertahankan, maka kau harus memanfaatkannja. Waktu ini sama sekali bukan waktu jang terbuang Agni Waktu ini djustru waktu jang sangat berharga bagimu. Tidak se-mata2 untuk melepaskan diri dari tangan Kebo Sindet, tetapi sebagai bekalmu di-masa2 jang akan datang. Sebab untuk seterusnja kau bukan sekedar orang Panawidjen atau orang Karautan jang akan mendjadi hidjau menggantikan Panawidjen jang kering. Tetapi kau akan mendjadi orang jang dekat dengan istana Tumapel. Bukankah adikmu mendjadi seorang Permaisuri Akuwu Tunggul Ametung" Mau tidak mau Agni, kau pasti akan terlibat dalam berbagai persoalan diistana itu.
Per-lahans Mahisa Agni menggelengkan kepalanja. Katanja - Aku tidak ingin melibatkan diri dengan istana Tumapel guru. Aku akan menjerahkan seluruh hidupku buat tanah jang sedang aku garap. Buat orang2 Panawidjen.
Kini gurunjalah jang menggelengkan kepalanja " Tidak Agni. Kenapa kau berpikir terlampau sempit" Kalau kau da pat menjerahkan tenagamu untuk sesuatu jang lebih besar, maka itu harus kau lakukan. Kau tidak boleh sekedar menjangkari dirimu sendiri dengan dinding batu padukuhan jang kau bangunkan dipadang Karautan itu sadja. Tidak Agni. Kau akan berbuat banjak untuk Tumapel. Kau akan mendapat kesempatan karena djustru adikmu berada diistana itu.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi wadjahnja mendjadi suram.
" Kau adalah seorang djantan Agni. Bukan seorang laki2 tjengeng. Kau mengerti" " gurunja berhenti sedjenak " Kalau kau bekerdja untuk Tumapel itu tidak harus berarti kalau kau telah dikuasai oleh nafsu untnk mendapatkan kedudukan dan kesempatan jang baik bagi dirimu sendiri. Tidak Agni. Tekadmu harus tetap kau pelihara. Berbuat se-banjak2nja untuk manusia dan kemanusiaan. Untuk rakjat Tumapel. Itulah.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Tetapi ia tidak mendjawab. Kepalanja masih ditundukkan, dan wadjahnja masih suram.
"Kau akan mendapat kesempatan itu. Berbuat untuk tanah jang telah memberimu makan dan minum, jang telah memberi kau tempat untuk membangun bebrajan jang ajem tentrem setelah bendunganmu djadi. Tetapi duniamu seharusnja tidak hanja seluas padang Karautan. Tetapi lingkunganmu adalah seluruh Tumapel bahkan Kediri. Karena itu tjita2mu harus menebar seluas Tumapel, seluas Kediri dan bahkan seluas lingkaran Tjakarawala, sepandjang manusia jang berada didalam lingkungannja merasa satu dengan kau, dengan orang2 Kediri. Satu dalam tjita dan tjita2, bersumber pada aliran darah jang sama dan senada. Kau harus berbuat sesuatu untuk membangunkan bebrajan jang diikat oleh rasa persaudaraan dan djudjur.
Mahisa Agni masih tetap berdiam diri. Alangkah djauh perbedaannja. Dunia jang dikatakan oleh gurunja itu de ngan-dunia jang diindjaknja kini. Dunia tjita2 jang melambung tinggi, dan dunia jang sebenarnja dimilikinja,
Karena itu maka sedjenak ia dirajapi oleh ke-ragu2an dan kebimbangan " Apakah jang dikatakan oleh guru itu bukan sekedar mimpi jang indah " - desisnja didalam hati.
Agaknja mPu Purwa melihat ke-ragu2an itu, sehingga ia berkata pula " Agni, memang apa jang aku katakan itu bagimu tidak lebih dari kilatan sinar bintang dilangit. Kau hanja dapat memandang sadja, tetapi kau tidak dapat me njentuhnja. Tetapi Agni, tidak ada jang aneh- bagi Jang Maha Agung. Pergunakanlah apa jang sudah kau miliki un tuk mendjadi bekalmu. Kalau kau berdjalan diatas djalan jang lurus, benar dan adil, maka kau akan dibimhing oleh Jang Maha Agung Tetapi kau sendiri harus berbuat, harus beruiaha sehagai bukti kesungguhanmu. Tanpa kesungguhan, tanpa perdjuangan, maka tidak ada suatupun jang akan dapat kau tjapai.
Mahisa Agni tidak segera mendjawab. Ia masih sadja berdiam diri. Tetapi kata2 gurunja itu meresap didalam hatinja. Terbentanglah dihadapannja suatu masa jang penuh dengan perdjuangan dan kerdja. Dan ia kini sudah memulainja.
Sedjenak mereka saling herdiam diri. Angin jang sedjuk itu berhembus menjentuh tubuh2 mereka. Dedaunan jang kering bertebaran runtuh dari tjabang2nja.
" Agni - terdengar suara gurunja " Aku telah berbitjara dengan mPu Sada. Untuk mempertjepat waktu jang kau perlukan, maka kau akan mendapat seorang guru lagi. Ia akan - memberimu berbagai matjam ilmu jang lain dari jang sudah kau miliki, namun pasti jang mempunjai getar jang tidak berlawanan dari ilmu jang sudah lebih dahulu tersimpan didalam dadamu. Apakah kau bersedia "
Dengan serta merta Mahisa Agni mengangkat wadjahnja. Dipandanginja kedua orang tua itu ber-ganti2 Tetapi ia masih belum menjahut.
" Semakin banjak ilmu jang kau miliki, maka semakin banjak pula bekal jang kau punjai. Kau adalah angkatan
masa datang. Sekarang kau harus menimbun ilmu se-banjak2 nja didalam dirimu, supaja jang tua2 ini tidak lagi merugi kan, bahwa masa depan dari tanah ini akan lebih baik dari masa kini. Kalau anak2,muda masa kini tidak tertarik lagi pada ilmu, maka masa depan dari tanah ini pasti akan suram. Tetapi kalau anak2 muda kini menjimpan ilmu, namun tidak disadari dengan tjita dan tjita2 jang baik, maka masa depan tanah ini akan mendjadi lebih parah lagi.
Wadjah Mahisa Agni itupun mendjadi semakin tjerah. Dengan demikian ia akan mendjadi semakin tjepat dapat ke luar dari lingkungan jang memuakkan ini, namun lebih da ripada itu, seperti jang dikatakan oleh gurunja, bagaimana ia akan dapat memanfaatkan ilmunja untuk kebaikan.
" Bagaimana Agni, apakah kau bersedia"
Per-lahan2 Mahisa Agni menganggukkan kepalanja. Katanja lambat " Aku bersedia guru.
" Kau terima dengan senang hati " - bertanja gurunja.
" Ja guru. Aku akan sangat senang. Dengan demikian, maka aku akan mendapat kasempatan lebih banjak.
" Bagus. Nah, sekarang biarlah mPu Sada sendiri mengatakannja. - berkata mPu Purwa itu.
Mahisa Agni berpaling. Dipandanginja wadjah orang tua itu. Wadjah jang pernah dibentjinja, dan langsung tidak langsung orang, tua itu telah ikut mendorongnja kedalam neraka ini. Tetapi kini dilihatnja sorot mata orang tua itu djauh berlainan dengan sorot mata jang pernah dikenalnja. Sorot mata itu2 tidak lagi tampak liar dan buas Tetapi ia melihat se-olah2 mata itu membajangkan penjesalan jang mendalam.
" Agni - berkata orang tua itu " aku akan mentjoba mengurangi kesalahanku. Kau mengerti" Aku sangat berterima. kasih kepadamu atas kesediaanmu. Kalau telah berhasil memberkan ilmuku kepadamu, sehingga kau berhasil menguasainja, maka puaslah aku kiranja seandainja saat kematian itu tiba.
Mahisa Agni meng-angguk2kan kepalanja.
" Mungkin ilmumu terlampau kasar buatmu Agni, tetapi aku ingin membuat djiwa dan watak dari ilmu itu seterusnja tidak kasar seperti udjud wadagnja. Aku telah mendapat idjin dari gurumu, dan gurumu telah melihat sendiri bagaimana aku mengajunkan kaki dan tangan, menggerakkan pedang dalam pasangan ini. Aku sengadja membuat beberapa perbedaan bentuk, dari ilmu jang aku berikan kepada murid2ku jang terdahulu. Hanja seorang sadja muridku jan mendapat bentuk peralihan. Sebagian masih dalam wataknja jang lama, tetapi sebagian telah mendapat wataknja jang baru. Tetapi karena aku pertjaja, bahwa muridku jang seorang itu memiliki kepribadian jang kuat dan baik, maka aku mengharap, bahwa ia tidak akan terdjerumus kedalam dunia jang gelap seperti duniaku dahulu.
Mahisa Agni menganggukkan kepalanja. Terasa sekuat bergetar didalam dadanja. Per-lahan2 ia mendjawab " Ak akan menerimanja dengan senang hati atas idjin guru.
" Ja, Agni. Dalam sehari kemarin aku dan gurumu sempat membitjarakan masalah kau dan ilmumu. Nah, untuk seterusnja aku akan mendapat waktu, memberimu beberapa petundjuk. Tetapi petundjuk itu pasti tidak akan terlampau banjak, sebab kau sendiri telah berada ditataran jang tjukup tinggi.
" Mudah2an aku dapat menerimanja mPu.
" Tentu,, kau tentu dapat menerimanja. Tetapi kau tidak boleh ter-gesa2. Waktu" jang aku dapat tidak terlampau banjak. Setiap kali kita harus mempertimbangkan apakah Kebo Sindet sudah pulang.
" Ada suatu keuntungan bagi kita mPu. Kebo Sindet selalu memanggil aku dengan tanda.
mPu S ada msng-angguk2kan kepalanja, dan mPu Purwa. berkata - Setiap kali aku berada disini, maka akupun selalu memperhatikan tanda itu.2 Tetapi lebih baik setiap kali kita keluar dari tempat ini sebelum iblis itu datang.
mPu Sada masih meng-angguk2kan kepalanja. Ia sependapat dengan mPu Purwa. Sebaiknja mereka meninggalkan tempat itu setiap kali sebelum Kebo Sindet datang. Tetapi kapankah Kebo Sindet itu datang " Karena itu maka mPu ada itupun bertanja - Apakah kepergian Kebo Sindet dapat diperhitungkan, kapan ia kembali"
mPu Purwa menggelengkan kepalanja, djawabnja " Memang tidak. Tetapi biasanja tidak kurang dari sepekan, aku berada ditempat ini setiap kali selama sepekan atau dua pekan. Kalau sebelum aku keluar dari tempat ini Kebo Sindet telah datang, maka aku segera bersembunji. Tanda jang selalu dibunjikan Kebo Sindet untuk memanggil Mahisa Agni memberi tanda pula kepadaku. Baru dalam kesempatan ang memungkinkan, biasanja dimalam hari, aku meninggalkan sarang iblis ini. Tetapi apabila suatu ketika kita bertemu dengan Kebo Sindet, maka rentjana kita akan rusak. Kitalah jang harus menghadapinja. Bukan Mahisa Agni seperti jang aku inginkan.
" Tetapi " berkata mPu Sada kemudian " kalau kita ter-gesa2 keluar, dan ternjata Kebo Sindet tidak segera datang, kita akan kehilangan banjak waktu.
" Demikianlah - sahut mPu Purwa " memang hal jang demikian itu sering terdjadi.
" Kalau demikian, maka kita pergunakan waktu itu se-baik2nja. Kita tidak perlu meninggalkan tempat ini dengan ter-gesa2. Setiap kali kita menunggu Kebo Sindet datang, lalu dimalam hari kita pergi menjingkir.
" Tetapi bagaimanakah seandainja suatu ketika kita dapat dilihat oleh Kebo Sindet itu.
" Dimalam hari kita keluar seperti katamu. Sesudah Kebo Sindet tidur. Mahisa Agni dapat memberitahukan kepada kita dengan tanda apapun. Api misalnja, atau apa"
mPu Purwa meng-anggukkann kepalanja. Tetapi ia berkata " Bagaimana seandainja dalam saat" Mahisa Agni ber atih, Kebo Sindet datang tanpa memberikan tanda, tetapi Kuda-Sempana pergi mentjari Mabisa Agni. Hal itu memang dapat terdjadi.
" Sekarang kita berdua disini " sahut mPu Sada " salah seorang dari kita dapat mendjadi pengawas, sementara jang seorang masih terikat dalam latihan dengan Mahisa Agni. Begitu " Dahulu kau hanja seorang sadja disini, tetapi sekarang aku mengawanimu.
mPu Purwa meng-angguk2 pula. Katanja - Ja, aku dapat menjetudjuinja. Sepekan kita tidak perlu mentjemaskan kedatangannja, dipekan kedua kita ber-ganti2 mendjadi pengawas. Begitu " Kita memang tidak akan banjak kehilangan waktu.
Kedua orang tua itu ternjata sependapat. Kepergiannja Kebo Sindet biasanja memang lebih dari sepekan. Hanja dalam keadaan jang luar biasa, Kebo Sindet itu tjepat2 kembali kesarangnja. Tetapi hal itu djarang2 sekali terdjadi. Apalagi ketika Kebo Sindet kemudian telah mendjadi semakin berani berkeliaran diluar dan didalam kota Tumapel. Ia merasa bahwa orang2 telah melupakan Mahisa Agni, setidak tidaknja usaha untuk menemukannja sudah mendjadi semakin tipis. Kebo Sindet sudah tidak pernah lagi mendengar nama mPu Gandring, atau bertemu lagi dengan orangnja. Menurut pendengarannja orang tua itu telah tekun dengan kerdjanja di Lulumbang. Nama mPu Sadapun tidak pernah didengarnja lagi. Apalagi mPu Purwa jang se-olah2 telah lenjap begitu sadja. Meskipun Kebo Sindet tidak dapat melupakan mereka itu, jang setiap saat dapat sadja muntjul mengganggunja, tetapi waktu jang lewat telah tjukup pandjang. Dan orang2 itu masih djuga belum berbuat sesuatu.
" Mereka telah berputus asa - katanja didalam hati. " Mudah2an Pandji Bodjong Santi tidak terlampau banjak menaruh perhatian atas hilangnja Mahisa Agni itu.
Tetapi Kebo Sindet sama sekali tidak menjangka, bahwa didalam sarangnja sendirilah mPu Purwa dan Sada itu berada. Sedjak saat2 kedua orang itu bertemu, maka mulailah mereka mengolah Mahisa Agni dengan ilmu2 mereka.
Setiap hari Mahisa Agni harus bekerdja2 keras untuk menuntut ilmu. Beladjar, berlatih dan mendalaminja. Diulanginja setiap unsur gerak, jang telah, dimilikinja dan ditjobanja untuk melakukan sebaik-baiknja.
Dengan demikian maka ilmu Mahisa Agni itu semakin lama mendjadi kian matang. Kini bukan sadja ilmu dari mPu Purwa, tetapi djuga ilmu jang diterima dari mPu Sada. Memang tata gerak mPu Sada agak lebih kasar dari mPu Purwa, namun kadang2 terasa manfaatnja.
Setiap kali latihan2 itu terpaksa terhenti, karena Kebo Sindet dan Kuda-Sempana datang kembali kedalam sarangnja. Dalam keadaan jang demikian. Mahisa Agni segera berubah mendjadi seorang jang bertambah dungu dan kehilangan harga diri. Mahisa Agni kini lama sekali sudah tidak berani lagi menatap wadjah Kebo Sindet dan Kuda-Sempana. Setiap kali ia hanja menundukkan kepalanja dengan tubuh gemetar.
Apabila terdengar olebnja Kebo Sindet membentak, maka Mahisa Agni itu mendjadi putjat seperti majat. Tubuhnja menggigil seperti orang jang kedinginan
Sikap itu merupakan permainan jang menjenangkan bagi Kebo Sindet. Hampir setiap kali, apabila ia berada di sarangnja, Mahisa Agni selalu dipanggilnja, di-bentak2nja dan kadang2 ditanganinja, sehingga anak itu terpelanting dan djatuh bergulin-guling.
Tetapi berbeda dengan Kuda-Sempana. Kuda-Sempana semakin lama mendjadi semakin atjuh tak atjuh sadja. Mes kipun demikian kadang2 ia masih diganggu oleh keheranannja melihat perubahan Mahisa Agni itu. Tetapi dengan sadar ia bertjermin kepada dirinja sendiri.
" Apalagi Mahisa Agni jang setiap hari selalu disakiti " desisnja " sedang aku jang tidak pernah disentuhpun mendjadi kehilangan arti hidupku.
Achirnja Kuda-Sempana mendjadi semakin atjuh tak atjuh sadja. Ia mentjoba melupakan dan menghilangkan Ma hisa Agni dari pikirannja. Apapun jang akan terdjadi atasnja, dan apapun perlakuan jang akan dialaminja dari Kebo Sindet.
Meskipun demikian, kadang2 masih djuga tumbuh keinginannja untuk bertemu dengan Mahisa Agni. Kuda-Sempana sendiri tidak dapat mengetahui, keinginan apakah jang telah mendorongnja setiap kali untuk bertemu tanpa diketahui oleh Kebo Sindet. Ia sama sekali sudah kehilangan nafsu untuk membalas dendam. Bahkan lambat laun timbullah rasa senasib dan sepenanggungan. Meskipun ia belum pernah menjatakannja, namun perasaan itu semakin dalam membenam dihatinja.
Tetapi setiap kali ia berusaha untuk menemui Mahisa Agni, setiap kali Kebo Sindet selalu mentjurigainja, bahwa ia akan mentjari kesempatan untuk membunuh Mahisa Agni. Sehingga dengan demikian, maka kesempatan itu tidak pernah dipunjainja.
Bagi Mahisa Agni sendiri, Kuda-Sempana djuga menumbuhkan berbagai teka-teki didalam hatinja. Kuda-Sempana jang liar dan buas itu se-olah2 kini telah membeku. Mahisa Agni tidak pernah melihat mata anak muda itu memantjar seperti dahulu Tidak pernah melihat nafsu jang menjala di wadjahnja. Bahkan kemudian anak itu seakan2 telah benar2 kehilangan gairah hidupnja, dan kehilangan diri sendiri. Tetapi Mahisa Agni tidak dapat mejakininja. Ia tidak djuga sempat mendekati Kuda-Sempana. Ia hanja dapat memandanginja dari djauh.
" Kuda-Sempana kini tidak lebih dari seekor kuda tunggangan jang terlampau djinak - pikir Mahisa Agni. Kemudian dilandjutkannja " Mungkin ia menganggap akupun seperti dirinja sendiri. Mudah2an kelak ia sempat melihat apa jang akan aku lakukan disini.
Tetapi waktu bagi Mahisa Agni terasa terlampau lamban Ia ingin tjepat2 menjelesaikan pekerdjaan jang mendjemukan ini. Sebenarnja ia merasa senang dan berterima kasih sekali, bahwa ia mendapat kesempatan untuk memperdalam ilmunja Tidak sadja jang bersumber dari gurunja sendiri, tetapi kini ia telah dialiri pula oleh ilmu mPu Sada, jang diusahakannja dapat bersenjawa dan luluh dengan ilmunja sendiri, dalam getaran jang semakin meningkat. Usahanja untuk mendapat kan bentuk2 baru jang lahir dari persenjawaan antara ke dua unsur2 gerak, kadang2 telah mengedjutkan kedua orang2 tua jang memimpinnja. Gerak2 jang se-olah2 baru sama sekali, namun memiliki kemampuan jang bergabung antara unsur2nja telah membuat Mahisa Agni mendjadi seorang anak muda jang luar biasa.
" Kau memang tjerdas Agni - berkata mPu Sada pada suatu kali kepada Mahisa Agni ketika ia melihat Mahisa Agni bergerak dalam tata gerak jang baru.
" Aku mentjoba untuk bekerdja se-kuat2 tenagaku mPu sahut Mahisa Agni - aku ingin tjepat2 keluar dari daerah ini.
" Kau pasti akan segera dapat melakukannja. Segera.
Mahisa Agni tidak segera mendjawab. Tetapi tampaklah wadjahnja mendjadi tegang.
mPu Purwa, jang ada disampingnja pula saat itu melihat, bahwa Mahisa Agni agaknja sedang menahan suatu perasaan jang bergelora didalam dadanja.
Karena itu, maka iapun bertanja - Agni, aku melihat bahwa kau menjimpan sesuatu didalam hatimu. Mungkin aku boleh mendengarnja, apabila aku dapat membantu, maka biarlah aku mentjoba ikut memetjahkannja.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Tetapi sekali lagi ia terdiam meskipun wadjahnja mendjadi bertambah tegang.
" Katakanlah Agni " berkata gurunja.
" Atau - mPu Sada menjahut ". kau ingin berbitjara dengan gurumu tanpa aku dengar"
" Oh, tidak. Tidak mPu " tjepat2 Mahisa Agni mendjawab.
" Kalau begitu katakanlah, Agni " minta gurunja.
Mahisa Agni mendjadi ragu2 sedjenak. Lalu perlahan-lahan ia berkata - Guru, sebenarnja aku ingin bertanja " Mahisa Agni berhenti sesaat, lalu ter-sendat2 ia menjambung " Apakah guru tidak akan marah.
" Ah, kenapa aku marah " Bukankah kau hanja sekedar bertanja"
" Ja guru - sahut Mahisa Agni " aku ingin bertanja, apakah aku sudah boleh melakukannja sekarang"
" Apa" " Aku sudah hampir2 tidak tahan lagi guru. Perlakuan Kebo Sindet semakin lama mendjadi semakin memuakkan Aku ingin segera menjelesaikan persoalanku dengan Kebo Sindet.
mPu Purwa menarik nafas dalam2, sedang mPu Sada meng-angguk2kan kepalanja. Hampir bersamaan mereka berkata " Kau harus bersabar Agni.
" Apakah aku masih kurang sabar lagi" Dan, apakah ilmuku masih belum memadai ilmu Kebo Sindet"
" Mahisa Agni " berkata gurunja sareh " kau memang luar biasa. Kau telah mampu mengimbangi kami satu demi satu. Ilmumu telah hampir tidak ada beda tingkatannja dengan ilmuku dan ilmu mPu Sada, meskipun kematangannja masih memerlukan waktu. Seandainja kau kami lepas kau, maka aku kira kau sudah tidak akan dapat dikalahkan lagi oleh Kebo Sindet. Tetapi Agni, kamipun belum jakin bahwa kau sudah pula mampu mengalahkannja. Inilah jang harus kau perhitungkan.
" Perhitungan itu akan terlampau berkepandjangan guru. Aku sudah tjukup kuat, dan aku sudah berani dan manatap untuk menghadapinja sekarang djuga.
" Agni " djawab gurunja " soalnja bukan berani atau tidak berani. Tetapi kau harus jakin bahwa kau akan berhasil dengan tindakanmu itu. Nah, apakah kau sudah jakin benar bahwa kau akan berhasil dalam keadaan serupa ini"
Mahisa Agni tidak segera dapat mendjawab. Namun didalam dadanja serasa keinginannja untuk segera berbuat sesuatu se-olah2 telah menjala dan membakar seluruh urat nadinja.
" Agni - berkata gurunja - kau harus dapat membuat pertimbangan2 jang dewasa. Kau bukan anak2 lagi jang selalu sadja hanjut dalam arus perasaan. Kau harus mempunjai memperhitungkan setiap tindakan.
Mahisa Agni menggigit bibirnja. Sesuatu terasa mendesak untuk dikatakan. Tetapi ia masih belum mendjawab.2
" Hindarilah korban jang tidak perlu Agni. - berkata mPu Sada kemudian " kali ini kau masih berada pada kesempatan jang sama dengan Kebo Sindet. Kau dapat megalahkahnja, tetapi kau dapat djuga dibinasakannja.
" mPu - suara Mahisa Agni terasa terlampau dalam - bukankah itu akibat perdjuangan jang selalu harus kita tanggungkan" Kalau kita gagal, maka akibatnja dapat kita bayangkan.
" Itulah jang aku maksudkan korban jang sia2. Pada hal kau dapat berbuat lain, dengan tjara lain. Kau hanja nemerlukan waktu. Itulah jang disebut kesabaran. Kau harus bersabar memperhitungkan kemungkinan.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi ketegangan diwadjahnja membajangkan perasaannja jang bergolak. Agaknja keterangan orang tua2 itu masih belum dapat dijakininja. Bahkan didalam hatinja ia berkata " Guru dan mPu Sada tidak merasakan perlakuan Kebo Sindet jang gila itu. Sekian lama aku mengorbankan perasaanku dan bahkan tubuhku untuk disakitinja. Sakit pada tubuhku segera akan dapat aku lupakan, tetapi sakit dihatiku serasa mentjekikku dan lambat laun bahkan akan membunuhku. Aku tidak tahan lagi mengalami perlakuan itu. Apalagi bendungan dipadang Karautan itu. Betapa aku selalu terganggu oleh angan2 tentang kerdja jang memberi harapan dimasa mendatang. Aku harus segera keluar dari sarang hantu ini dan kembali berada di lingkungan kerdja itu. Kerdja itu memberi aku ketenteraman dan kebanggaan. Kerdja diantara orang2 sekampung halaman dan diantara pradjurit2 Tumapel jang baik.
Tetapi Mahisa Agni masih mendengar gurunja berkata " Agni, kau harus mampu menimbang persoalan jang kau hadapi. Apakah apabila kau berbuat saat ini akan memberimu keuntungan jang njata, bukan hanja sekedar dorongan perasaan" Pertimbangkan baik2. Kau djustru akan terdorong dalam suatu keadaan jang tidak menguntungkan sama sekali. Kau akan mendjumpai kegagalan mutlak, karena kau tidak mampu melawan Kebo Sindet diachir dari perkelahian jang akan terdjadi karena Kebo Sindet djauh lebih berpengalaman dari padamu seandainja ilmumu telah setingkat dengan ilmunja. Ke ter~gesa2anmu akan mempertjepat mengachiri segala harapan dan tjita2mu. Djangan kau menganggap bahwa hal ini wadjar. Djangan kau berbangga dengan istilah pengorbanan. Pengorbanan seperti itu sama sekali tidak perlu. Tidak bermanfaat. Kalau kau dapat memberikan korban jng ketjil untuk suatu tudjuan, maka djangan kau beri kor ban jang berlipat sepuluh daripadanja. Kalau kau ingin mengail ikan sebesar kelingking djangan kau berikan umpan sebesar ibu djarimu. Ingat Agni, ini bukan berarti melepaskan diri dari tudjuan. Tetapi memperhitungkan. Tidak mengorbankan hakekat perdjuangan,, tetapi memperhitungkan kepastian bahwa perdjuangan itu akan berhasil. Pengorbanan jang sebenarnja kau berikan untuk itu djustru adalah kesabaranmu itu, dan sekedar harga diri selama kau berada di sini tanpa dilihat dan disaksikan oleh orang lain. Tetapi achirnja kau akan menemukan jang kau tjari. Kau akan sampai pada persoalan jang sebenarnja. Kau akan menebus segala pengorbanan jang sebenarnja. Kebebasan dan harga diri. Agni, seandainja aku dan mPu Sada sekarang djuga membunuhnja dan melepaskan kau dari sarang ini, maka pertimbangannja telah aku beritahukan kepadamu. Kebo Sindet akan menganggap bahwa hal itu wadjar sekali, seperti jang seharusnja terdjadi. Tetapi dengan demikian didalam sudut pandangnja, kau tidak akan dapat menebus harga dirimu. Dalam saat2 matinja ia tetap menganggap kau seorang laki laki jang terlampau tjenggeng. Tetapi kalau kau berhasil mengalahkannja, persoalannja akan lain.
Mahisa Agni menundukkan wadjahnja. Nalarnja dapat mengerti kata2 gurunja, tetapi perasaannja masih djuga me mata. Apakah ia masih harus mengorbankan harga diri" Harga diri" Apakah jang lebih bernilai dari harga diri"
Tetapi lamat2 nalarnja mendjawab " Jang lebih berharga dari harga dirimu Agni, harga dirimu pribadi, seorang Mahisa Agni, adalah tudjuan perdjuanganmu. Tudjuanmu jang besar. Kebebasan. Bukan sekedar kebebasan Mahisa
Agni pribadi, tetapi kebebasan seluruh lingkunganmu jang selalu di-takut2i oleh perbuatan itu. Ibis itu tidak akan dapat lagi membajangimu, mengganggu bendunganmu, jang di lahirkan oleh kerdja orang2 Panawidjen ber-sama2 para pradjurit dengan memeras keringat, bukan sekedar bendungan tiban dari langit, menghantui Ken Dedes dan orang2 Tumapel lainnja.
Namun perasaan dan nalar anak muda itu masih belum dapat bertemu seutuhnja. Meskipun demikian, Mahisa Agni masih djuga mentjoba menjabarkan diri. Meskipun ia bergumam didalam hatinja " Sampai kapan aku dapat ber"sabar lagi"
Mahisa Agni terperandjat ketika ia mendengar gurunja berkata " Kau masih bersedia bersabar bukan Agni"
Per-lahan2 Mahisa Agni menganggukkan kepalanja.
mPu Purwa dan mPu Sada ber-sama2 menarik nafas dalam2. Dalam sekali. Se-olah2 ingin dihempaskannja perasaan jang selama ini menjumbat kerongkongannja.
" Terima kasih anakku " desis mPu Purwa " aku tahu bahwa kau merasa terlampau berat untuk memenuhi permintaan ini, tetapi kau melakukannja djuga. Djangan kau anggap aku terlampau mengesampingkan perasaanmu Agni, tetapi ini adalah terdorong dari keinginanku untuk menampilkanmu. Keinginanku untuk mendorongmu madju, menjelesaikan persoalanmu dan mengangkat harga dirimu. Itulah ke inginan jang ada didalam dadaku. Mudah2an kau dapat mengerti.
Mahisa Agni menundukkan kepalanja. Terasa sesuatu bergetar didalam dadanja, se-akan2 terdjadi suatu benturan benturan jang dahsjat didalamnja.
" Agni " terdengar pula suara gurunja - tjobalah mengerti. Tetapi untuk selandjutnja wadjib kau ingat, bahwa kau tidak boleh dikuasai oleh dendam se-mata2. Soalnja bukan dendam dan kemudian membalasnja se-mata2 untuk kepuasan. Tidak Agni. Tetapi kau wadjib berbuat sesuatu jang bermanfaat bagimu dan bagi lingkunganmu. Membebaskan diri dan menghentikan segala matjam kedjahatan jang pernah dan masih akan dilakukan oleh Kebo Sindet.
Kini Mahisa Agni meng-angguk2kan kepalanja. Meskipun hatinja masih gelap, tetapi setjerah sinar membersit di dalam dirinja.
Per-lahan2 ia berdesis " Aku akan melakukannja guru.
" Bagus " sahut gurunja " kau harus jakin bahwa usahamu ini akan berhasil, sementara usaha orang2 Panawidjen dan para pradjurit Tumapel djuga akan berbasil.
Mahisa Agni tidak mendjawab, tetapi kepalanja masih ditundukkannja.
Di-hari2 berikutnja, Mahisa Agni mendjadi semakin tekun berlatih. Ia mengharap bahwa ia akan segera menemukan kejakinan pada dirinja sendiri dan pada guru2nja, bahwa ia telah mampu untuk berbuat. Meskipun setiap kali gurunja selalu berpesan, bahwa persoalannja sama sekali bukan sekedar dendam.
" Agni, seandainja sebelum kau berbuat sesuatu, kemudian kau temui Kebo Sindet telah merubah dirinja sendiri, maka kau sudah pasti tidak perlu berbuat sesuatu. - berkata gurunja setiap kali.
Mahisa Agni selalu menganggukkan kepalanja pula.
Latihan2 jang berdjalan terlampau tjepat, kadang2 terganggu oleh kehadiran Kebo Sindet dan Kuda-Sempana. Ternjata mereka semakin lama semakin kehilangan kesabaran mereka pula. Tetapi mereka masih belum menemukan seseorang jang tjukup baik bagi mereka untuk menghubungi Ken Dedes.
" Bagaimana dengan dukun perempuan itu" - bertanja Kebo Sindet pada suatu ketika.
" Ia sangat membentji Ken Dedes. Mungkin ia dapat dipergunakan.
" Aku tidak jakin - sahut Kebo Sindet " ia tidak dengan sepenuh hati ingin membantu kita. Kalau ia menjampaikan persoalan Mahisa Agni kepada Ken Dedes, maka
maksudnja pasti hanja untuk menjakiti hati Permaisuri itu. Ia senang melihat permaisuri-itu menangis. Bukankah dukun tua itu sudah mengatakan sendiri, bahwa ia mendjadi iri hati melihat kehadiran Ken Dedes diistana. Gadis Ppnawi djen itu adalah sekedar gadis padepokan, sedang kemenakan dukun tua itu adalah gadis Tumapel. Tetapi Akuwu Tunggul Ametung sama sekali tidak menaruh minat kepada kemenakannja itu.
Kuda-Sempana tidak mendjawab.
" Tetapi apabila perempuan tua itu mengchianati, maka aku harus menjelesaikannja.
Kuda-Sempana tidak pula mendjawab. Tetapi hatinja mendjadi ber-debars. Telah lebih dari lima orang jang terbunuh dalam persoalan jang se-akan2 tidak akan dapat diselesaikan dengan mudah..
Setiap kali, seseorang berusaha untuk berchianat. Orang2 jang telah dihubungi oleh Kuda-Sempana dan Kebo Sindet, setiap kali djustru berusaha untuk memeras mereka. Mereka mengantjam untuk melaporkan apabila pembagian hasil tebusan itu tidak mereka setudjui. Tetapi mereka agaknja tidak kenal dengan watak dan tabiat Kebo Sindet. Setiap kali, maka pertengkaran itu berachir dengan pembunuhan. Ada beberapa diantara mereka jang merasa dirinja terlampau kuat. Namun mereka achirnja harus mati berebut harta jang belum berada ditangan. Tetapi seandainja persetudjuan itu ditemukan, achirnjapun tidak akan berbeda, apabila tebusan itu sudah mereka peroleh.
" Apabila sebulan dua bulan lagi, persoalan ini tidak segera mendapatkan djalan " berkata Kebo Sindet " maka- aku terpaksa berbuat lebih kasar lagi. Aku harus memotong telinga Mahisa Agni dan mengirimkannja kepada Ken Dedes.
Kuda-Sempana tidak menjahut, tetapi terasa desir jang tadjam menggores dinding djantungnja.
Tetapi-sementara itu, setiap kesempatan terbuka; Mahisa Agni tidak henti2nja membadjakan dirinja dibawah tuntunan kedua orang sakti jang pilih tanding. Merekapun bekerdja terlampau keras untuk kepentingan Mahisa Agni. Kini Mahisa telah menguasai sepenuhnja ilmu dari keduanja. Bahkan persenjawaan dari kedua djenis ilmu itu telah menumbuhkan bentuk2 baru jang dahsjat.
-- Selandjutnja jang ditunggu oleh Mahisa kini tinggallah mematangkannja, supaja didalam keadaan jang sulit ia tidak kehilangan akal dan kehilangan inti dari unsur2 geraknja.
" Kau hampir menemukan kemantapanmu Agni " berkata mPu Purwa selagi Mahisa Agni beristirahat sedjenak " meskipun kini kau sudah tidak sekedar setingkat dengan Kebo Sindet, tetapi kau masih perlu sedikit waktu lagi untuk mejakinkannja, bahwa kau tidak akan gagal.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Ia ternjata masih harus bersabar lagi. Dan selalu bersabar itu ternjata telah sangat mengganggunja.
Dadanja mendjadi ber-debar2 ketika per-lahan2 ia mengangkat wadjahnja menengadah kelangit. Dilihatnja segumpal awan jang kelabu mengalir keutara.
" Apakah jang sedang kau perhatikan Agni " " bertanja mPu Sada.
" Awan telah mendjadi basah. Musim hodjan segera akan datang mPu " desis Agni.
" Kenapa dengan musim hudjan"
" Apakah bendungan dipadang Karautan itu telah siap menghadapi musim basah "
mPu Sada tidak mendjawab, sedang mPu Purwapun terdiam pula. Tetapi ber-sama2 mereka menengadahkan wadjah2 mereka kelangit. Dan. merekapun melihat pula gumpalan awan jang kehitam2an mengalir ke Utara.
Sehelai kabut hitam mengalir pula didalam hati masing2. Mereka ber sama2 telah menangkap isjarat, bahwa sebentar lagi musim hudjan segera akan datang. Seandainja bendungan Karautan masih belum tjukup kuat, maka bandjir jang pertama akan menghapuskan kcrdja jang telah dilakukan sekian lamanja itu. Dan seandainja demikian, maka orang2 Panawidjen pasti akan kehilangan semua harapannja. Bukan sadja menjesali kerdjanja jang hanjut dibawa oleh arus bandjir, tetapi untuk seterusnja mereka pasti sudah kehilangan gairah untuk bekerdja lagi. Dengan putus asa mereka akan pergi berpantjaran , bertjerai-berai tanpa tudjuan untuk mentjari sesuap nasi.
Dalam pada itu terdengar Mahisa Agni bergumam " Aku sudah terlalu lama berpisah dari kerdja itu. Aku tidak dapat membajangkan, bagaimanakah bentuk dan udjud ben dungan itu. Aku djuga tidak dapat membajangkan Apakah bendungan itu telah mampu menahan arus bandjir jang paling ketjil sekalipun seandainja hudjan turun diudjung sungai itu.
" Kau harus bekerdja lagi Agni " gumam gurunja se-olah2 tidak ditudjukan kepada siapapun djuga - kau harus segera mejakinkgn dirimu dan keluar dari tempat ini. Kau akan segera berada di-tengah2 orang2 Panawidjen itu lagi.
" Kenapa tidak sekarang " - Mahisa Agni itu mendjawab, tetapi hanja didalam hatinja.
" Mudah2an Ken Arok dapat memperhitungkan tjuatja itu pula. - mPu Purwa masih bergumam - Kuwadjiban seterusnja adalah memeras segenap tenaga jang ada.
" Ja guru tanpa disengadja Agni mengutjapkan katas
itu. " Baiklah. Marilah waktu ini kita pergunakan pula. Aku harus mematangkan inti tata gerak dari seluruh ilmu jang~kau miliki. Aku kira mPu Sadapun akan berbuat demikian pula.
" Ja - sahut mPu Sada - pedang rangkap dalam tataran tertinggi. Pergunakanlah getaran kedua puntjak ilmumu dalam ketjepatan gerak. Bukankah kau sudah berhasil meluluhkanja dalam satu gelombang besar jang sedjalan, saling isi mengisi dan dorong mendorong "
" Aku baru mulai mPu - djawab Mahisa Agni,
" Tetapi kau hampir berhasil. Kau sudah tidak mendapat getar perlawanan dari dalam-dirimu sendiri. Jang paling sulit adalah menjesuaikan getaran dalam gelombang jang sedjalan. Seterusnja, untuk mematangkannja adalah djauh lebih mudah.
" Mudahkan aku berhasil.
" Kau akan berhasil - berkata mPu Purwa pula - Kalau kau belum berhasil, maka kau tidak akan mampu bergerak lebih dari sepenginangl Kau akan kehabisan tenaga karena. benturan2 getaran jang terdjadi didalam diri mu sendiri. Tetapi ternjata itu tidak terdjadi. Kau telah mampu menjesuaikan Adji Gundala Sasra dan Adji Kala Ba ma dalam satu ungkapan jang mapan, setelah mPu Sada ber hasil memberi watak baru kedalam ilmunja itu sesuai de ngan wadah tempat ia menuangkannja. Jaitu kau, jang telah terisi oleh Adji Gundala Sasra.
Mahisa Agni tidak mendjawab, tetapi wadjahnja mendjadi tegang. Dikenangkannja saat2 jang paling berbahaja baginja, ketika ia mentjoba menjelaraskan gelombang getaran dari kedua ilmu jang berbeda itu. Betapa mPu Sada telah berusaha se-kuat2 kemampuannja, untuk menemukan kemungkinan2 baru didalam susunan tata gerak berhubungan dengan sifat dan watak ilmunja, namun masih djuga terasa beberapa benturan2 di-saat2 kedua ilmu itu mulai bersentuh an didalam diri Mahisa Agni.
Bukan sadja Mahisa Agni jang berdjuang dengan sepenuh kemampuan jang ada padanja, tetapi djuga mPu Purwa dan mPu Sada telah berusaha sedjauh jang dapat mereka lakukan, mentjari keseimbangan dari kedua ilmu tertinggi mereka. Bukan sadja dalam bentuk tata gerak wadag, tetapi djuga sampai kepada sifat dan wataknja.
Setiap kali Mahisa Agni harus menjaksikan kedua orang tua2 itu ber-sama2 melepaskan kekuatan ilmu mereka degan sasaran jang serupa. Tetapi sekali2 mereka djuga membentur kan kedua Adji itu meskipun tidak dalam puntjak kekuatannja. Dengan demikian Mahisa Agni akan mampu menangkap kesamaan dan perbedaan jang terdapat pada keduanja.
Meskipun demikian, meskipun ia telah melakukan pengamatan jang se-baik2nja, namun ketika ia mentjoba mempergunakannja kedua ilmu itu ber-sama2 untuk pertama kalinja, terasa tubuhnja se-olah2 akan meledak. Namun lambat laun ia mampu mentjari bentuk2 saluran didalam dirinja sesuai dengan gelombang getaran masing2 dalam sifat dan wataknja. Achirnja, dengan susah pajah ditemukannja kesamaan dari keduanja, dan ditemukan pula perbedaan2 dan bahkan getaran2 jang sama sekali tidak dapat bersentuhan. Betapa berat saat2 jang harus dilampauinja. Bahkan ketika getaran2 itu menemukan saluran masing2 dalam perbedaan dan persamaannja, terasa seperti gelombang jang dahsjat menjibak didalam dirinja, sehingga terdjadilah gontjangan jang amat dahsjat. Dan, sedjenak ia djatuh terkulai dengan lemahnja. Pingsan.
Namun sesudah itu, sesudah ia mampu sadar kembali karena pertolongan mPu Purwa dan mPu Sada, terasa sesuatu jang lain pada dirinja. Ia kini telah menjimpan kedua ilmu jang dahsjat itu didalam dirinja, dalam susunan jang laras. Getaran jang terpantjar dari padanjapun merupakan susunan gelombang jang saling isi mengisi dan dorong mendorong mendjadi kekuatan jang tidak terkira.
Mahisa Agni mengangkat wadjahnja ketika ia mendengar gurunja berkata " Ajo, mulailah Agni. Kau tinggal melang kahkan kakimu keatas anak tangga jang teratas. Lakukanlah sebelum hudjan jang pertama djatuh diatas bumi.
Mahisa Agni menganggukkan kepalanja. Tetapi sekali lagi ia mengangkat wadjahnja memandangi awan jang semakin terdorong mendjauh.
Namun meskipun demikian, meskipun kali ini awan jang kelabu itu tidak meneteskan hudjan setitikpun, tetapi pertanda itu telah membuat Mahisa Agni selalu berpikir tentang bendungan jang sedang dikerdjakan oleh orang2 Panawidjen ber-sama2 para pradjurit Tumapel dibawah pimpinan Ken Arok.
" Awan itu mendjauh Agni - terdengar mPu Sada berdesis.
" Ja, tetapi musim hudjan mendekat. - sahut Agni.
" Musim jang harus kau songsong dengan memeras tenaga. - berkata mPu Sada pula.
" Seharusnja orang2 Panawidjenpun memeras tenaga mereka pula, supaja bendungan itu dapat menahan bandjir jang pertama.
mPu Sada tidak menjahut, tetapi tanpa disengadja kepalanjapun terangkat pula. Bukan sadja mPu Sada, tetapi mPu Purwapun menengadahkan kepalanja pula kelangit.
Dipadang Karautan, Pandji Bodjong Santipun sedang menengadahkan kepalanja kelangit. Disampingnja berdiri Ken Arok dan Keho Idjo. Mereka djuga sedang memandang awan jang ke-abu2an, djustru semakin lama mendjadi semakin dekat.
" Hem " desis Ken Arok " awan jang basah itu telah melajang diatas padang Karautan.
Pandji Bodjong Santi meng-angguk2kan kepalanja " Ja, musim hudjan telah mendekat pula.
" Angin jang silir inipun serasa membawa air " sahut Kebo Idjo.
Gurunja masih meng-angguk2kan kepalanja.
" Kalau hudjan turun diudjung sungai ini, maka segera bandjir akan datang " berkata Ken Arok.
" Bagaimana pendapatmu tentang bendungan itu - bertanja Pandji Bodjong Santi.
Ken Arok tidak segera mendjawab. Ditebarkan pandanan matanja menjusur susukan induk. Dilihatnja orang2 Panawidjen dan para pradjurit sedang bekerdja dengan kerasnja. Se-olah2 merekapun menjadari bahwa bendungan itu hari mendjadi kuat dan mereka mendjadi jakin bahwa bendungan itu tidak dapat dibobolkan oleh bandjir.
" Kita harus bekerdja keras " sahut Ken Arok.
Pandji Bodjong Santi tidak bertanja lebih landjut. Ken
Arokpun segera meninggalkannja dan terdjun pula didalam kerdja jang riuh.
" Akupun akan bekerdja pula guru " Kebo Idjo minta idjin untuk meninggalkan gurunja jang berdiri ditepi susukan induk tidak djauh dari bendungan.
" Pergilah. Djangan mengetjewakan anak buahmu dan Ken Arok - djawab gurunja.
Kebo Idjopun sedjenak kemudian telah tenggelam dalam hiruk pikuk para pradjurit dan orang2 Panawidjen. Meskipun pada mulanja ia tidak senang melihat tjara Ken Arok memimpin anak buahnja, namun kemudian iapun terseret pula dalam tjara. itu, sebab ia kemudian melihat, bahwa dengan tjaranja Ken Arok telah berhasil menguasai seluruh pradjurit dan orang Panawidjen. Tanpa tindakan2 jang ka "ar, maka hampir setiap kata jang diutjapkannja pasti akan dilakukan, baik oleh orang2 Panawidjen, maupun oleh para pradjurit Tumapel.
Sepeninggal Kebo Idjo, Pandji Bodjong Santi kemudian berdiri seorang diri. Sekali2 matanja masih sadja menatap awan jang mengalir semakin dekat diatas kepalanja. Matahari jang melontarkan sinarnja jang tadjam menjengat punggung tiba2 mendjadi pudar.
" Mendung " desis salah seorang pradjurit Tumapel.
Kawannja jang bekerdja disampingnja menjahut " Kalau tjuatja ini begini terus menerus, maka kerdja kita mendjadi bertambah ringan. Punggung kita tidak dipanggang pada bara matahari jang panas sekali.
" Tetapi bagaimana kalau timbul bandjir "
" Darimana bandjir itu datang "
" Apabila turun hudjan. Bukankah awan mendung itu lembawa air hudjan.
" Djangan hudjan dahulu.
" Tetapi bagaimana kalau terdjadi "
" Entahlah. " Tetapi kau senang apabila turun hudjan dan sungai a mendjadi bandjir dan bendungan itu hanjut karenanja.
" Siapa bilang "
" Kau. Kau bilang bahwa apabila udara mendung kerdja ini mendjadi bertambah ringan.
" Aku bilang kalau tjuatja begini terus menerus. Katakanlah mendung selalu melekat dilangit diatas kita, melindungi matahari. Tetapi begitulah seterusnja. Seperti saat ini Kalau tjuatja untuk seterusnja begini, bukankah berarti tidak ada hudjan.
Uh, dapurmu " gerutu kawannja.
Keduanjapun kemudian terdiam. Tangan2 mereka sadjalah jang kemudian bekerdja melontarkan batu2 petjahan untuk menutup tjelah2 brundjung2 jang besar.
Ken Arok kemudian menarik nafas ketika ia melihawan diatas kepalanja hanjut menjilang sungai itu. Semakin lama semakin djauh.
" Awan itu lenjap - gumamnja " tetapi musim hudjan akan segera datang. Kami harus bekerdja lebih keras lagi Tetapi aku tidak dapat memperpandjang waktu kerdja ini lagi. Para pradjurit telah bekerdja bergantian sehari semalam penuh.
Ternjata awan jang ke-hitam2an itu tidak hanja dapat mereka lihat satu dua kali. Hampir disetiap hari2 berikutnja awan jang basah itu melajang diatas padang Karautan. makin lama semakin banjak. Se-olah2 mereka pergi dan berputar dibawah tjakrawala untuk datang kembali membawa teman2 mereka untuk ber-main2 diatas padang jang kering itu.
Ken Arok tidak dapat mengabaikan tanda2 jang semakin djelas, bahwa musim hudjan telah semakin dekat. Karena itu maka hampir setiap saat ia berada disamping bendung jang harus dikerdjakannja. Se-olah2 ia merasa bertanggung djawab sepenuhnja, bahwa apabila bendungan itu belum siap menerima bandjir jang pertama dimusim hudjan mendatang adalah karena ketidak mampuannja.
Kebidjaksanaan Ken Arok jang terachir adalah menarik semua tenaga jang ada untuk menjelesaikan bendungan sampai kepada taraf jang tidak membahajakan, seandainja air bertambah besar. Ditinggalkannja taman buatan jang masih belum rampung pula serta susukan induk dan parit2. Tetapi taman itu tidak akan membahajakan seandainja musim hudjan tiba4 sadja datang. Bahkan tanaman2 jang telah mulai tumbuh semakin besar itu akan mendjadi bertambah subur.
Ternjata setiap orang Panawidjen dan setiap pradjurit Tumapel jang berada dipadang itu menjadari keadaan. Mereka menjadari bahwa apabila mereka me-njia2kan waktu jang sempit ini, maka mereka akan ditimpa oleh kegagalan. seluruh tenaga dan harta jang telah mereka tumpahkan untuk bendungan itu akan lenjap bersama bandjir.
Demikianlah kerdja itu mendjadi semakin keras. Semua tenaga dan kekuatan telah dikerahkan. Di-saat2 orang2 Panawidjen dan pradjurit Tumapel beristirahat, maka waktu itu akan mereka pergunakan untuk memperkokoh gubug2 mereka, Apabila tiba2 turun hudjan jang lebat dibarengi oleh angin jang kentjang. Seandainja gubug2 itu hanjut dibawa angin, aka mereka tidak akan mempunjai tempat lagi untuk berteduh.
Bukan sadja tenaga manusia jang dikerahkan hampir tanpa berhenti, tetapi djuga lembu dan kerbau, bahkan kuda2 jang ada dipadang itu.
" Kita sudah hampir tidak mempunjai waktu lagi " Desis Ken Arok " kita harus segera menurunkan brundjung2 jng masih tersedia. Brundjung2 jang ketjil itupun segera arus diisi dan diturunkan pula.
Kebo Idjo meng-angguk2kan kepalanja " Ja."Djawabnja " tetapi kita sudah tidak dapat berbuat lebih banjak diri jang dilakukan sekarang. Tenaga manusia dan binatanglah diperas sedjauh-djauh dapat dilakukan.
Ken Arok mengerutkan dahinja. Ia menjadari bahwa mereka jang bekerdja itu telah mendjadi terlampau letih mereka sama sekali tidak lagi memikirkan persoalan jang lain ketjuali bendungan itu tjukup kuat untuk menahan air.
" Kapan ada pergantian tenaga para pradjurit" " bertanja Ken Arok.
" Masih agak lama. Baru seminggu jang lalu terdjadi pergantian itu.
Ken Arok masih meng-angguk"kan kepalanja. Ia selalu mengharap pergantian sebagian dari para pradjurit Tumpel. Dengan demikian ia akan mendapat tenaga2 baru jang masih tjukup segar. Tetapi pergantian itu berlangsung setiap sepuluh hari sekali untuk sebagian sadja dari pradjurit2 iti berturut-turut.
Apalagi tenaga orang2 Panawidjen. Mereka sebenarnja telah terlampau letih. Mereka bekerdja melampaui waktu jang wadjar. Namun didorong oleh kesadaran mereka, bahwa hari depan mereka dan anak tjutju mereka tergantung pada bendungan itu, maka mereka sama sekali tidak memperhitungkan waktu dan keadaan diri mereka masing2.
Apalagi ketika kemudian titik2 air jang lembut terasa menetes dibahu Ken Arok. Ketika ia menengadahkan wadjahnja, maka tampaklah mendung menebal dilangit. Semakin lama semakin rata.
" Gerimis telah turun - nada suaranja terdengar se-akan2 ia sedang mengeluh.
Kebo Idjo jang berdiri disampingnjapun mengangkat palanja. Per-lahan2 disekanja keringat jang membasahi keni ngnja. Dan iapun merasakan titik air didahinja.
" Ja, agaknja gerimis akan turun.
" Mudah2an tidak begitu lebat, meskipun mendung jang tebal tergantung dilangit.
Kebo Idjo tidak mendjawab, tetapi dadanjapun mendjadi berdebar.
Namun gerimis jang pertama itu se-akan2 mendjadi tjambuk bagi orang2 Panawidjen dan para pradjurit Tumapel. Mereka bekerdja semakin keras. Se-djauh2 dapat mereka kukan, maka tanpa tekanan dari siapapun, mereka telah mengerdjakannja. Meskipun para pradjurit Tumapel tidak langsung berkepentingan dengan bendungan itu, tetapi Ken Arok menanamkan pengertian didalam hati mereka, bahwa bendungan itu akan mempunjai banjak sekali nilai. Bukan saja
nilai kesedjahteraan, tetapi lebih dari itu adalah nilai kemausiaan.
Ber-derak2 batu jang dilontarkan kedalam brundjung2, dan gemuruh suaranja, satu demi satu brundjung2 itu dilemparkan kedalam air untuk mempertebal bendungan mereka, semua pekerdjaan dihentikan, ketjuali bendungan. Dan semua tenaga berhimpun disekitar bendungan itu seberang menjeberang. Sebagian berada diatas tebing, sebagian dibawah tening, menempatkan brundjung2 ketempatnja masing2. Sebagian mengusung tanah untuk menimbuni brundjung2 itu dan sebagian jang lain menjiapkan patok2 kaju. Sedang jang lain mengatur batu dan berundjung2 jang chusus untuk menahan tbing disisi bendungan itu supaja tidak mendjadi longsor terrdesak oleh arus air. apalagi di-saat2 sedang bandjir.
Air diatas bendungan itu setjengkang demi setjengkang naik keatas, karena bendungan itupun mendjadi semakin tinggi. Tetapi hati Ken Arok dan para pekerdja itupun mendjadi semakin tjemas pula menantikan musim hudjan jang sudah berada diambang pintu.
Setiap kali awan jang ke-hitam2an selalu sadja melajang atas padang Karautan menghantui orang2 Panawidjen dan padjurit2 Tumapel jang sedang bekerdja. Setiap tetes gerimis jang djatuh, membuat mereka kian ber-debar2. Tetapi kerdja erekapun mendjadi semakin keras. Dikerahkannja segenap kemampuan mereka sampai kepuntjaknja.
Tunggul Ametung jang mendengar laporan tentang bendungan dan mendekatnja musim hudjan, ikut membantu pula dengan perbekalan setjukupnja. Tetapi ia tidak dapat lagi menambah tenaga karena kebutuhannja jang lain. Jang dapat dilakukan hanjalah setiap kali mengganti tenaga2 di padang Karautan dengan pradjurit2 baru jang masih segar.
Dihutan, di-tengah2 rawa2 didekat Kemundungan, Mahi Agnipun sedang bekerdja sepenuh tenaga untuk membentuk dirinja. Tidak di-sia2kannja saat2jang betapapun pendek. Ia mengharap bahwa setjepatnja ia dapat keluar dari tempat jang mendjemukan itu. Apalagi setiap kali angan2nja selalu diganggu oleh bajangan bandjir jang dapat melanda dan menghanjutkan bendungannja.
" Guru - berkata Agni mengedjut - gerimis telah djatuh
Gurunja mengangkat wadjahnja. Diliha.tnja awan jang
ke-hitam2an 2sedang bergerak keutara.
" Apakah dipadang Karautan telah turun hudjan pula "
Gurunja menggelengkan kepalanja, djawabnja " Aku tidak tahu Agni. Tetapi seandainja demikian, maka hudjan itupun masih terlampau ketjil seperti disini pula.
" Tetapi apabila hudjan itu turun diudjung sungai maka bandjir itu tidak dapat dihindari lagi.
" Masih ada waktu " sahut mPu Sada pula " bandjir itu tidak akan datang dipermulaan musim. Waktu jang pendek masih akan dapat dimanfaatkan oleh orang2 jang sekarang bekerdja dipadang Karautan. Awan jang hitam, angin jang basah, akan memberi mereka peringatan.
Mahisa Agni meng-angguk2kan kepalanja " Mudah2an " desisnja " Tetapi seandainja mereka lengah, maka semuanja akan hanjut bersama bendungan itu. Harapan dimasa datang dan kerinduan orang2 Panawidjen untuk mempertahankan lingkungannja jang sedjahtera.
" Kita mengharap bahwa semuanja akan dapat teratasi. berkata mPu Sada. - Sebab ke-dua2nja penting bagimu Agni. Bukan sekedar untuk dirimu sendiri. Tetapi untuk kepentingan jang luas. Bekal jang kau peroleh disini akan bermanfaat selama kau tetap berpidjak pada kebenaran sedjauh mungkin dapat kau djangkau, sebab tidak ada kebenaran jang mutlak pada manusia. Penilaian kebenaran jang mutlak hanjalah berada ditangan Jang Maha Agung. Dan saat in adalah saat jang se-baik2nja bagimu. Mungkin kau tidak akan dapat menemukan kesempatan sebaik ini, sementara seseorang jang bertanggung djawab telah menjambung kuwadjibanmu jang lain dipadang Karautan.
Mahisa Agni tidak mendjawab. Tetapi setiap kali ia selalu menengadahkan wadjahnja, memandangi awan jang ke-hitam2an.
Ketika matahari mendjadi semakin suram hampir disetiap hari, maka Mahisa Agnipun mendjadi semakin gelisah, seperti djuga kegelisahan jang mentjengkam dada Ken Arok dipadang Karautan. Mereka telah ditegangkan oleh mendung dan bendungan. Dan mereka telah memeras segenap tenaga jang ada pada mereka.
Sementara itu, Kebo Sindet dan Kuda-Sempana sama skali masih belum menemukan djalan jang litjin. Dua orang telah mendjadi korban berikutnja. Namun Kuda-Sempana masih selalu berkata, bahwa ia pada suatu saat akan memerlukan orang jang se-baik2nja untuk keperluan itu.
Jang terachir mereka pergi ke Tumapel, mereka telah menemui seorang djadjar jang bertubuh gemuk. Kumisnja jang melintang dahinja jang sempit, hidungnja Jang besar, dan matanja sipit, membuat wadjah djadjar itu membajangkan kelitjikan hatinja. Tetapi Kuda-Sempana tahu betul bahwa hati djadjar jang gemuk itu telah ditjengkam oleh nafsu ang me-njala2 untuk mendapatkan sesuatu jang berelbih-lebihan.
" Kita pergi kerumahnja " berkata Kuda-Sempana kepada Kebo Sindet.
" Apakah kau jakin bahwa kali ini kau akan berhasil" Djawab Kebo Sindet.
" Kita hanja mentjoba. Dan aku akan selalu mentjobanja.
" Kau memang keras kepala. Tetapi baiklah, mentjoba sekali lagi. Kalau kali ini gagal, maka kau sendiri harus menghadap permaisuri itu, membawa telinga Mabisa Agni. Kau tidak akan diganggu oleh siapapun diistana, karena kau nempunjai tanggungan jang sangat berharga. Mahisa Agni. Tetapi seandainja kau mentjoba lari, maka nasibmu tidak akan terkatakan lagi. Alangkah malangnja. Kau akan me mengalami nasib djauh lebih djelek dari nasib Mahisa Agni. Tetapi tjara itu sebenarnja kurang aku sukai. Tetapi aku berhadapan dengan orang2 jang litjik dan tjurang.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Meskipun wadjahnja tidak melontarkan kesan apapun, tetapi ia masih 2djuga sempat bertanja2didalam hatinja, siapakah jang dimaksud litjik dan tjurang itu.
" Apakah kita ini orang2 jang djudjur dan baik hati - Tetapi kata2 inipun disimpannja sadja didalam hati.
Kali ini mereka memasuki halaman rumah djadjar jang gemuk itu ketika matahari telah tenggelam dibalik gunung disbelah Barat. Per-lahan2 Kuda-Sempana mengetuk pintu rumahnja jang telah tertutup.
" Siapa " terdengar suaranja parau.
2" Aku, Kuda-Sempana - djawab Kuda-Sempana.
" He - orang itu terkedjut - Kuda-Sempana " Bukan kah kau2 mendjadi orang buruan "
" Aku memerlukanmu - sahut Kuda-Sempana.
Djadjar jang gemuk didalam rumah itu mendjadi ragus sedjenak Tetapi tiba2 wadjahnja mendjadi tjerah matanja jang sibit segera memantjarkan sinar jang aneh.
Meskipun demikian ia tidak segera membuka pintunja. Sambil berdjingkat ia berdjalan kepintu bilik rumahnja. Di raihnja sebilah keris jang ketjil dan diselipkannja diikat pinggangnja. Kemudian dilindunginja keris ketjil itu dengan kain pandjangnja.
" Tjepat, bukalah pintumu " terdengar kembali suara Kuda-Sempana.
" Tunggu. Aku baru mengenakan kain " sahut Djadjar jang gemuk itu.
Kemudian djadjar itupun segera melangkah kepintu. Sambil meng-angguk2kan kepalanja ia berkata didalam hatinja " Kalau aku dapat menangkap anak ini hidup atau mati, maka aku- akan mendapatkan sesuatu dari Tuanku Akuwu Tunggul Ametung. Meskipun Kuda-Sempana seorang Pelajan Dalam, dan aku hanja sekedar seorang abdi rendahan, teiapi aku kira aku memiliki kemampuan untuk berbuat sesuatu.
Djadjar jang gemuk dan berkumis melintang itu ber khenti sesaat dimuka pintu rumahnja. Diaturnja nafasnja jang mengalir semakin tjepat karena debar djantungnja.
" Aku harus membunuhnja " desis Djadjar jang gemuk itu didalam hatinja.
02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka per-lahan2 diangkatnja selarak pintu rumahnja. Ia mengharap bahwa ia akan segera berbuat sesuatu begitu Kuda-Sempana melangkah masuk. Tetapi ia tidak segera ingin ditjurigai, karena itu kerisnja masih belum disentuhnja.
Tetapi ketika pintu terbuka, ia melihat Kuda-Sempana berdiri dua langkah dari padanja. Dibelakangnja drlihatnja didalam keremangan malam seseorang berdiri tegak seperti ~ patung.
Hatinja jang ber-debar2 mendjadi kian ber-debar2. Tetapi ditjobanja untuk mengatur perasaannja se-baik2nja.
" Marilah, silahkan masuk " katanja mempersilahkan.
Kuda-Sempana masih berdiri ditempatnja,- Dipandangi
nja mata Djadjar jang agak sipit itu.
" Marilah " Djadjar itu mengulangi.
Tetapi Kuda-Sempana masih berdiri kaku, tanpa bererandjak setapakpun.
" Kenapa kau berdiri sadja disitu "
" Aku memerlukanmu. Kami mengharap kau menerima kami dengan baik, sebab kami tidak akan berbuat apa2 terhadapmu.
" Aku terima kalian dengan baik " sahut Djadjar itu ragu2. Dilihatnja dalam kegelapan mata orang jang berdiri dibelakang Kuda-Sempana itu se-olah2 menjala seperti bara.
Terasa bulu2nja meremang. Namun ditatagkannja hatinja untuk menghadapi keadaan. Katanja pula " Marilah.
Per-lahan2 Kuda-Sempana melangkah madju. Tetapi tampaklah betapa ia sangat ber-hati2. Matanja sama sekali tidak berkisar dari kedua tangan Djadjar jang gemuk itu.
" Setan alas - berkata Djadjar itu didalam - hatinja - anak ini terlampau hati2. " Apalagi ketika ia melihat pedang bergantung dilambung Kuda-Sempana dan sebilah golok diikat pinggang Kebo Sindet. " Biarlah ia masuk sadja dahulu - katanja lebih landjut didalam hatinja - aku akan mentjari kesempatan - Namun sebuah pertanjaan tumbuh di dalam hatinja - Siapakah orang jang datang bersama Kuda- Sempana itu"
Djadjar itupun kemudian melangkah masuk diikuti oleh Kuda-Sempana dan Kebo Sindet. Niatnja untuk menikam Kuda-Sempana diambang pintu diurungkannja. Ia harus memperhitungkan keadaan dan mentjari kesempatan se-baik2nja.
Aku tidak perlu ter-gesa2 - katanja pula didalam hatinja " ia sudah masuk kedalam sangkar. Ia pasti tidak akan ke uar lagi. Aku merasa bahwa aku akan dapat mengalahkannja. Apa lagi kalau aku menjerangnja dengan tiba2. Sedang jang seorang itu aku kira hanja seorang pentjuri ajam jang merasa mendapat perlindungan dari Kuda-Sempana dan mengikutinja kemana anak itu pergi. Atau mereka telah melakukan kedjahatan ber-sama2 - Namun tiba2 sekali lagi bulu2 tengkuknja meremang - Tetapi mata itu - se-olah2 djadjar itu mengeluh didalam hatinja.
Mereka bertigapun kemudian duduk diatas sehelai tikar jang kasar, sekasar wadjah Djadjar jang gemuk itu sendiri.
" Kau berkundjung kerumah ini malam2 begini " - ber tanja Djadjar itu kepada Kuda-Sempana.
" Ja, aku mempunjai keperluan jang penting. - djawab Kuda-Sempana.
" Apa" " Tutup pintu itu - perintah Kuda-Sempana;
Djadjar jang gemuk itu mengerutkan keningnja. Ia sama
sekali tidak senang mendengar perintah jang kasar itu. Karena itu maka sedjenak ia masih diam membeku.
" Tutup pintu itu - sekali lagi Kuda-Sempana memerintah - Aku adalah seorang buronan. Aku tidak mau orang lain melihat kehadiranku disini.
" Biarlah pintu itu terbuka - sahut djadjar itu.
" Tutup pintu itu - suara Kuda-Sempana mendjadi kian berat.
" Tutuplah sendiri - sahut djadjar jang gemuk itu dengan wadjah jang merah.
Tetapi wadjah Kuda Sempanapun telah mendjadi merah. Hampir sadja ia menampar mulut djadjar jang gemuk itu seandainja Kebo Sindet tidak berkata - Kuda-Sempana, kita belum menjamapaikan keperluan kita. Djangan kau bunuh tikus jang gemuk ini.
Terasa darah djadjar itu melondjak kekepala. Betapa ia merasa tersinggung oleh kata2 itu. Djadjar jang gemuk itu hampir2 tidak dapat menguasai dirinja dan langsung menjerang Kuda-Sempana. Tetapi ketika sekilas terlihat pula olehnja mata Kebo Sindet, maka Djadjar itu terpaksa menahan dirinja. Meskipun demikian ia berkata " He Kuda-Sempana, apakah maksudmu sebenarnja" Rumah ini adalah rumahku. Aku dapat berbuat sekehendakku disini. Bahkan membunuh kalian berduapun tak akan ada soal lagi. Apa lagi kau sekedar seorang buronan.
Kuda-Sempana benar2 tidak dapat menguasai kemarahannja lagi mendengar kata2 itu. Tetapi ketika ia akan melontjat dan memukul wadjah Djadjar jang gemuk itu, terasa tangannja tertahan oleh kekuatan jang tidak dapat diatasinja Ternjata Kebo Sindet telah menggenggam pergelangan tangannja.
" Apakah maksudmu datang kemari hanja sekedar untuk berkelahi " " bertanja Kebo Sindet.
Kuda-Sempana menggigit bibirnja. Ditjobanja untuk mengendapkan kemarahannja.
" Maafkan anak ini Ki Sanak " berkata Kebo Sindet kemudian.
Djadjar jang telah bersiap pula untuk menghadapi segala kemungkinan itu mengerutkan keningnja. Tetapi djustru ia mendjadi sangat heran. Orang jang matanja menjala terpantjang diwadjah jang beku seperti majat itu kini tiba2 mendjadi seorang jang sabar dan ramah. Matanja tidak lagi membara dan mengetjutkan hatinja. Tetapi mata itu kini mendjadi membeku pula seperti minjak dimusim bediding.
" Kuda-Sempana " berkata Kebo Sindet " katakan maksudmu.
Kuda-Sempana menarik nafas dalam2. Tetapi terasa dadanja masih terlampau panas.
" Katakanlah Kuda-Sempana.
Kuda-Sempana memperbaiki letak duduknja. Sekali lagi ia menarik nafas dalam2, se-akan2 ingin menekan perasaannja jang masih sadja bergelora didalam dadanja.
" Nah " berkata Djadjar itu " lebih baik kau mengatakan maksud kedatanganmu dari pada mendjual tampang dirumah ini.
Hampir2 darah Kuda-Sempana mendidih lagi, tetapi Kebo Sindet mendahuluinja " Maafkan anak ini Ki Sanak.
Sekali lagi keheranan melondjak didadanja. Meskipun suara Kebo Sindet tjukup ramah dan lunak, namun terasa bahwa sikap orang itu sama sekali tidak wadjar.
" Baiklah " gumam Kuda-Sempana kemudian dalam sekali didadanja aku memerlukan kau.
Djadjar itu tidak mendjawab. Tetapi ia kini benar2 memutar otaknja, bagaimana ia dapat dengan tiba2 sadja membunuh Kuda-Sempana tanpa banjak membuang tenaga. Djadjar itu memperhitungkan bahwa orang jang datang bersama Kuda-Sempana itu pasti bukan sekedar seorang pentjuri ajam jang mentjari perlindungan dibelakang punggung Kuda Sempana. Ternjata djustru orang itu mempunjai pengaruh jang kuat atas anak muda itu.
" Aku harus segera membunuh Kuda-Sempana dengan tiba2. Kemudian aku pasti akan menghadapi orang jang ber wadjah seperti majat dan bermata beku, seperti mata jang buta " namun kemudian terasa dadanja berdesir " Tetapi mata itu dapat menjala seperti mata harimau dimalam hari.
" Dengarlah " berkata Kuda-Sempana " apakah kau mau bekerdja bersama kami "
Djadjar itu mengerutkan keningnja - Untuk apa"
" Kau akan mendapatkan sesuatu jang tidak kau duga2 sebelumnja - sambung Kuda-Sempana.
" Untuk apa" - Djadjar itu mengulangi.
" Memeras. - djawab Kuda-Sempana langsung.
Sekali lagi djadjar itu mengerutkan keningnja. - Siapa
jang harus diperas" " Permaisuri Akuwu Tunggul Ametung.
Djadjar itu tidak segera menjahut. Ia mentjoba menghubungkan apa jang pernah didengarnja tentang Kuda-Sempana dan keluarga Permaisuri Ken Dedes. Ia memang pernah mendengar bahwa Permaisuri telah kehilangan saudara laki2nja. Karena itu segera ia dapat menghubungkan persoalannja dengan keterangan Kuda-Sempana itu.
Sesaat kemudian maka iapun bertanja - Bagaimanakah tjara jang harus aku lakukan seandainja aku setudju"
" Bukankah kau masih Djadjar dalam istana"
" Sekali2 kau pernah melihat permaisuri bertjengkerama ditaman istana"
-Ja. " Apakah kau dapat mentjari kesempatan untuk menjampaikan sesuatu kepadanja"
Djadjar gemuk itu mengerutkan keningnja. Tetapi sebelum ia memikirkan tjara untuk itu, ia sudah mendjawab " Tentu. Aku akan dapat berbitjara kepadanja. Maksudku ke pada Tuan Puteri.
" Apakah kau pernah mendengar bahwa saudara laki2 Permaisuri itu hilang"
" Ja. " Nah, kita sampai pada persoalannja. Kau sampaikan sadja kepadanja, bahwa aku, Kuda-Sempana memerlukan tebusan Untuk membebaskan Mahisa Agni Kau tahu bahwa kau akan mendapat bagian pula karenanja"
" Apakah jang kau minta sebagai tebusan"
Kuda-Sempana tidak segera mendjavvab. Tetapi dipandanginja sadja wadjah Kebo Sindet jang beku. Kebo Sindet dapat menangkap maksud Kuda-Sempana. Ia harus menjampaikan tuntutan itu.
" Ki Sanak - berkata Kebo Sindet - kami sudah terlandjur mengatakan kepadamu maksud kami. Dengan demikian kita sudah membuat suatu ikatan. Maksudku, diantara kita tidak boleh ada pengehianatan. Nah, tuntutan itu adalah sepengadeg perhiasan emas permata milik Permaisuri.
" He - mata Djadjar itu terbelalak - apakah kau gila. Betapa mahalnja orang jang ditanggungkan untuk itu" " Orangnjk sendiri tidak berarti apa2. Tetapi kekajaan itupun tidak berarti apa2 bagi Permaisuri. Dengar, aku belum selesai. Tebusan itu masih belum tjukup. Sepengadeg perhiasan itu masih harus ditambah lagi.
Mata Djadjar jang gemuk itu terbelalak semakin lebar. Sepengadeg perhiasan intan berlian dari Permaisuri Ken Dedes masih belum tjukup. Permintaan itu bena"2 permintaan jang gila. Djadjar jang gemuk itu tidak akan dapat memba jangkan, berapa harga sepeti perhiasan emas dan intan berlian sepengadeg itu. Apa lagi sepengadeg itu sadja masih belum tjukup.
" Apakah kau heran Ki Sanak" - bertanja Kebo Sindet kemudian.
Djadjar jang gemuk itu sedjenak terbungkam seperti pa tung.
" Djangan heran - berkata Kebo Sindet - tanggungan jang ada padaku adalah orang jang paling berharga didalam hidup Permaisuri itu. Ia akan berusaha untuk memenuhinja. Sepengadeg bagi Ken Dedes tidak akan lebih berarti dari Mahisa Agni.
" Tetapi bagaimanakah apabila Akuwu Tunggul Ame tung tidak menjetudjuinja" - bertanja djadjar jang gemuk itu.
Terserah kepada Ken Dedes. Ia dapat merengek ke pada suaminja. Tetapi kalau Akuwu Tunggul Ametung tetap berkeras hati untuk tidak memberikannja, maka kebahagiaan mereka akan terganggu seumur hidup mereka. Aku akan ber buat sesuai dengan rentjanaku, meskipun mula2 aku akan tetap berbaik hati. Aku dapat mengirimkan telinga Mahisa Agni kepadanja sebagai peringatan. Mudah2an dengan demi-kian Akuwu Tunggul Ametung tidak lagi berkeberatan memenuhi permintaan iiteri tcrtjinta. Kalau tidak, maka pasti akan selalu tumbuh ketegangan didalam istana itu.
Djadjar itu meng-angguk2kan kepalanja. Tetapi ia tidak jakin bahwa nilai seorang Mahisa Agni bagi Ken Dedes akan melampaui perhiasannja sepengadeg dan masih ditambah lagi beberapa matjam permintaan.
" Apakah kau ragu2 Ki Sanak" - bertanja Kebo Sindet.
" Ja - djawab Djadjar itu - aku ragu2.
" Sebaiknja kau mentjobanja. Kami masih dapat merubah serba sedikit permintaan2 itu. Tetapi tidak akan djauh berkisar dari padanja.
" Tetapi seberapakah kelebihan dari sepengadeg jang masih ingin kau tuntun dari pada Permaisuri itu.
" Bukan untuk aku. Selebihnja untukmu sendiri. Di-saat2 jang lewat, aku tidak pernah mendapat kesepakatan pembitjaraan dengan siapapun djuga. Soalnja adalah pada pembagian hasil dari pemberian Permaisuri Akuwu itu. Bahkan beberapa diantara mereka berusaha me-nakut2i aku dan mengantjam untuk membuka rahasiaku seandainja aku tidak memenuhi tuntutan mereka. Tetapi mereka salah. Aku tidak pernah merahasiakan diriku. Karena itu aku tidak pernah takut mendengar antjaman sematjam itu, sehingga aku tidak pernah dapat memenuhi setiap perdjandjian jang mereka ke hendaki.
Djadjar itu meng-angguk2kan kepalanja pula. Katanja " Lalu tjara apa jang akan kau ambil kali ini supaja kita tidak menemui kesulitan jang sama seperti jang pernah ter djadi"
Di-saat2 jang lewat, mereka selalu minta sedikitnja separo dari sepengadeg itu. Tetapi aku tidak dapat memberikannja. Aku hanja ingin mengurangi jang sepengadeg itu dengan sebagian ketjil. Tetapi mereka kadang2 mendjadi marah dan mengantjam. Bahkan sebelum kita berbitjara lebih landjut, mereka sudah bersikap memusuhi aku.
Djadjar itu masih meng-angguk2kan kepalanja.
" Sekarang aku bermaksud mempergunakan tjara lain. Aku ingin jang sepengadeg itu. Sedang untukmu Ki Sanak, sebaiknja kau mentjarinja sendiri.
Sekali lagi mata Djadjar itu terbelalak " Bagaimana aku harus mentjari sendiri "
" Itulah sebabnja maka Permaisuri harus menukar kakaknja dengan sepengadeg dan masih ditambah lagi. Tambahan dari sepengadeg itu tergantung kepadamu. Itu adalah untukmu sendiri. Kalau nasibmu baik, maka kau dapat menuntut dua pengadeg. Satu untukku satu untukmu. Seandainja kurang dari pada itu, tergantung penilaianmu sendiri.
Djadjar jang gemuk itu menjipitkan matanja jang sipit. Tampaklah dahinja berkerut-merut. Ternjata didalam dadanja telah terdjadi suatu pergolakan jang sengit.
Tawaran itu telah mempengaruhi otaknja jang tamak. Tiba2 ia mengurungkan niatnja untuk membunuh Kuda- Sempana Kini tumbuhlah keinginannja untuk mendapatkan harta jang lebih banjak lagi dari pada sekedar hadiah karena ia berhasil menangkap mati seorang buruan.
Ternjata Djadjar itu bukan seorang jang terlampau dungu. Karena itu, maka wadjahnjapun tiba2 mendjadi tjerah. Dengan sebuah senjum ia berkata " Marilah kita bitjarakan tawaranmu. Aku pada dasarnja dapat menerima. Tetapi bagaimanakah kalau Permaisuri menolak " Persoalan itu masih belum terlampau sulit. Sudah kau katakan bahwa kau akan mentjoba memaksa dengan tjaramu. Tetapi bagaimana nasibku sendiri apabila djustru aku ditangkap karenanja " , " Tidak. Kau tidak akan ditangkap. Akibatnja akan membahajakan djiwa Mahisa Agni.
" Ja, ja " Djadjar itu meng-angguk2kan kepalanja " tetapi bagaimana kalau Permaisuri hanja bersedia menukar kakaknja dengan sepengadeg sadja " Apakah aku tidak akan mendapat apa2 dari kerdja sama2 ini "
" Tentu, kau akan mendapatkannja djuga. Tetapi tidak seperti jang kau harapkan dari usahamu sendiri. Mungkin aku akan dapat mengurangi jang sepengadeg itu dengan beberapa butir intan dan berlian.
Sebuah angan2 jang kabur telah mempengaruhi otak Djadjar jang gemuk itu. Tetapi semakin lama semakin djelas. Sebutir berlian itupun tidak akan diterimanja seandainja ia menangkap Kuda-Sempana hidup atau mati. Jang diterimanja pasti tidak akan lebih dari sepengadeg pakaian, atau mungkin kenaikan pangkat jang tidak banjak berarti.
Tetapi seandainja Permaisuri hanja bersedia menukar dengan sepengadeg pakaian, sudah tentu ia tidak mau sekedar mendapatkan sebutir berlian betapapun besarnja. Ia harus mendapatkan bagian jang murwat dari usahanja itu.
" Inilah jang selalu mendjadi penghalang setiap persetudjuan jang akan dibuatnja dimasa lampau " gumamnja didalam hati " orang2 jang dihubunginja selalu menuntut terlampau banjak. Tetapi itu adalah perbuatan jang sangat bodoh. Aku harus mengiakan sadja keinginannja saat ini. Tetapi apabila permata itu telah berada ditanganku, ah, apakah gunanja aku serahkan kepadanja " Aku akan dapat membunuh keduanja Kuda-Sempana dengan kawannja jang berwadjah majat itu. " Angan2 itu terganggu ketika sekilas teringat olehnja mata orang jang berwadjah beku itu dapat memantjar seperti mata seekor harimau loreng " Mungkin aku memerlukan seorang kawan untuk membunuh mereka berdua. Seorang atau dua orang. Aku akan dapat menjewanja tanpa memberi tahukan persoalan jang sebenarnja.
" Bagaimana Ki Sanak " " bertanja Kebo Sindet.
Djadjar itu mengerutkan keningnja. Per-lahan2 ia berkata " Tetapi apakah keselamatanku sendiri akan terdjamin dengan demikian "
" Djangan ragu2. Tanggungan itu tjukup berharga bagi Ken Dedes.
" Tetapi bagi Akuwu Tunggul Ametung"
" Ken Dedes sangat berharga bagi Tunggul Ametung.
Djadjar itu terdiam sedjenak. Ia tidak akan menuntut
terlampau banjak saat ini. Ia akan mengiakan sadja apa jang dikatakan oleh kedua orang itu.
Namun ia bertanja djuga " Bagaimanakah tjara tukar menukar itu terdjadi "
" Mudah sadja " djawab Kebo Sindet " aku menerima permata itu, lalu aku lepaskan Mahisa Agni disuatu tempat.
" Apabila Ken Dedes menanjakan apakah djaminannja, bagaimana djawabku "
" Tidak akan ada djaminan apa2. Permaisuri itu hanja dapat pertjaja apa tidak. Kalau ia pertjaja maka perhiasan itu harus disampaikan kepadaku ditempat jang sudah ditentukan, kemudian Mahisa Agni ber-sama2 dengan saat aku menerima perhiasan itu, maka njawaku akan terantjam. Begitu aku melepaskan Mahisa Agni ditempat jang ditentukan itu. Begitu aku dikepung oleh pradjurit2 Tumapel. Dengan
demikian maka Mahisa Agni lepas, dan perhiasan2 ini akan disamun lagi oleh Akuwu Tunggul Ametung, sehingga kau pun tidak akan menerima sebutir intanpun. Apakah kau dapat mengerti "
Djadjar jang gemuk itu meng-angguk2kan kepalanja, tetapi ia masih bertanja " Tetapi bagaimana kalau Permaisuri bertanja tentang kemungkinan jang lain "
" Kemungkinan jang bagaimana"
" Seandainja perhiasan sipengadeg itu telah diserahkan, tetapi Mahisa Agni tidak djuga kau lepaskan" Bukankah dengan demikian Permaisuri itu akan kehilangan ke-dua2nja se perti jang kau tjemaskan itu pula"
" Tetapi tanggungan itu ada padaku. Aku mempunjai kekuatan, sebab pusat persoalannja ada pada Mahisa Agni jang kini berada di tanganku.
Djadjar itu meng-angguk2kan kepalanja. Ia tidak ingin mempersoalkannja lehih landjut. Ia tidak pula ingin pembitjaraan ini gagal. Apapun jang akan terdjadi, ia ingin djuga mentjobanja. Seandainja usaha ini gagal, maka iapun tidak akan kehilangan apapun. Mahisa Agni bukan sanak bukan kadangnja. Biar sadjalah orang itu dibunuh. Tetapi perhiasan emas permata sepengadeg itu akan bernilai terlampau banjak.
" Semuanja itu harus mendjadi milikku. Orang2 inipun bukan sanak bukan kadangku seperti Mahisa Agni. Mereka semuanja sebaiknja mati. Orang ini, dan Mahisa Agni, sama
sekali. Aku akan dapat menikmati kemenanganku, meskipun aku harus menjingkir dari Tumapel. Tetapi tanah ini terlampau luas. Aku dapat bersembunji dimana sadja. Mengganti namaku dan membajar orang2 jang akan mendjadi pelindungku. " Djadjar Itu telah ber-angan2.
Dan Djadjar jang gemuk itu terkedjut ketika ia mendengar suara Kebo Sindet " Bagaimana Ki Sanak"
Tetapi Djadjar itu tjukup tjerdik. Ia tidak, ingin ditjurigai sehingga ia berkata - Sebaiknja kau pertimbangkan segala kemungkinan. Sudah tentu aku djuga ingin mendapat banjak dari kerdja sama ini. Tetapi seandainja Permaisuri hanja besedia memberikan sepengadeg itu, kau harus mempertimbangkan masak2, bahwa aku akan mendapat tidak hanja sekedar sebutir berlian meskipun aku akan mentjoba berusaha untuk mendapatkannja sendiri.
" Asal kau tidak mentjoba mendapat terlampau banjak " sahut Kebo Sindet - Bagiku permintaanmu itu wadjar. Tetapi jang aku bentji, sehingga aku tidak pernah mendapat persetudjuan sebelum ini, adalah karena mereka selalu me nuntut terlampau banjak dengan antjaman2. Ternjata mereka menjesal karenanja. Apalagi apabila ternjata kau kelak jang mendapatkannja.
Djadjar itu meng-angguk2kan kepalanja. Katanja - Aku sanggupi. Aku akan mentjoba.
" Apakah kau berkata sebenarnja" Bukan sekedar untuk memantjing kclengahanku "
" Aku tidak gila. Seandainja aku mendjerumuskan kau kedalam tangan Akuwu Tunggul Ametung, apakah jang aku dapat" Sepengadeg pakaian atau kenaikan pangkat Tetap}- dengan kerdja sama ini aku akan mendapat lebih banjak lagi tanpa membahajakan djiwa dan kedudukanku. Sebab aku hanja sekedar seorang pelantar, seorang perantara.
Kebo Sindet meng-angguk2kan kepalanja. Sekilas dipandanginja wadjah Kuda-Sempana. Tetapi agaknja Kuda-Sempana mendjadi atjuh tak atjuh sadja mendengar pembitjaraan itu. Namun sikap itupun sama sekali tidak mempengaruhi perasaan Kebo Sindet Wadjahnja jang beku masih sadja membeku.
" Baiklah " berkata Kebo Sindet kemudian " aku menunggu perkembangan pembitjaraanmu dengan Permaisuri.
" Tunggulah kau dirumah ini. Besok aku akan berusa ha menemui dan berbitjara dengan Permaisuri, tetapi apabila hari itu Permaisuri berada ditaman. Kalau tidak, maka aku harus menunggu hari berikutnja.
" Terserah kepadamu. Tetapi aku tidak akan menunggu dirumah ini. Aku akan dapat mendjadi umpan mengchianatanmu.
" Apakah kau tidak pertjaja kepadaku" - bertanja Dja djar gemuk itu.
" Beberapa kali aku hampir2 terdjebak karena ketjurangan orang2 jang telah menjatakan dirinja ingin bekerdja bersama dengan aku. Bahkan perempuan tua, dukun istana itupun agaknja akan mendjebak aku. Ia sama sekali tidak ingin berbuat untuk kepentingan bersama, tetapi ia hanja sekedar ingin memuaskan dirinja sendiri. Perasaan iri dan dengki bahkan dendam.
"Kepadamu" " Tidak, kepada Permaisuri.
" Lalu apa jang kau lakukan atasnja"
" Tidak apa2. Aku menjingkir sadja. Perempuan itu terlampau bodoh. Ia mengumpankan beberapa orang, sedang ia sendiri bersembunji diistana. Nah, kau akan menjenangkan pula bagiku seandainja kau dapat menjampaikan pesan kepada Permaisuri pula, bahwa dukun istana itu terlampau dengki.
" Tetapi itu tidak penting. Jang penting adalah persoalan Mahisa Agni itu sendiri. - sahut Djadjar jang gemuk.
" Ja- Aku sependapat. - sahut Kebo Sindet. Kemudian katanja - Baiklah sekarang aku pergi; Aku ingin mendapat keterangan tidak lebih dari sepekan lagi.
" Kau tidak tinggal dirumah ini" Kau akan dapat ber sembunji dengan aman disini.
" Mungkin aku dapat bersembunji dengan aman. Tetapi mungkin pula besok halaman ini telah dikepung oleh pradjurit-pradjurit Tumapel. Mungkin Akuwu Tunggul Ametung jang mempunjai sendjata tak terlawan itu akan datang pula untuk memetjahkan kepalaku dengan penggadanja jang ampuh tiada taranja itu.
" Kau memang mentjurigaiku. Kau tidak mempunjai kepertjaan lagi kepada seseorang. Tetapi baiklah. Bagaimana aku dapat menemuimu.
" Bukan kau jang menemui aku, tetapi akulah jang akan menemui kau.
" Dimana " " Terserah kepadaku. Dimana aku ingin menemuimu. Aku tahu benar dimana rumahmu. Kemana sadja kau selalu, pergi selain keistana. Dimana kau lewat dan dimana kau se ring mengadu ajam.
" Aku tidak pernah mengadu ajam. Aku tidak pernah pergi kemanapun selain keistana.
" Apapun jang kau katakan, aku akan mendapat kesempatan untuk menemuimu kapan aku kehendaki. Sebelum se pekan aku ingin mendapat keterangan darimu.
Djadjar gemuk itu meng-angguk"kan kepalanja " Baik, baik. Supaja kau tidak usah mentjari keterangan terlampau banjak tentang diriku, maka kesempatanmu untuk menemuiku hanjalah didjalan diantara istana dan rumahku, atau didalam rumah ini sama sekali. Aku djarang2 sekali- pergi ke tempat lain ketjuali ada kepentingan jang terlampau mendesak.
Kebo Sindet meng-angguk2kan kepalanja. " Aku akan mentjoba meinpertjajaimu. Tampaknja kau ber-sungguh2.
" Sudah aku katakan, aku tidak gila untuk menolak kesempatan ini. Seumur hidupku aku bekerdja, aku tidak akan dapat membeli djangankan sebutir berlian, sedangkan pendok keris sepuhanpun aku tidak mampu membelinja.
Kebo Sindet meng-angguk2kan kepalanja, meskipun wadjahnja masih sadja membeku. Wadjah jang beku itu kadang2 telah menumbuhkan berbagai dugaan dihati Djadjar jang gemuk itu. Namun kemudian ia tidak mempersoalkannja lagi. Katanja didalam hati " Nanti, apabila aku berhasil membunuhnja, maka wadjah jang sebeku majat itu akan benar2 membeku untuk selamanja. " Tetapi meskipun demikian wadjah jang beku itu sc-akan2 telah terpahat didalam hatinja. Wadjah itu tidak djuga hilang dari rongga matanja, meskipun telah dilontarkannja pandangan matanja djauh2.
Ketika angin malam jang dingin menghembus njala pelita didalam ruangan itu, maka Kuda-Sempanapun berpaling. Dilihatnja pintu masih belum tertutup rapat. Tetapi ia sama sekali sudah tidak menaruh perhatian lagi. Dibiarkannja sadja angin jang sedjuk mengusap punggung dan tengkuknja.
" Kita sudah tjukup Kuda-Sempana " berkata Kebo Sindet kemudian.
" Ja - sahut Kuda-Sempana pendek.
" Kita minta diri, lain kali kita temui Ki Sanak ini lagi.
Ja " djawab Kuda-Sempana pula.
Kebo Sindetpun kemudian minta diri. Sekali lagi ia berpesan bahwa dalam waktu sepekan ia akan menemui Djadjar jang gemuk itu " Aku mulai pertjaja kepadamu. Djangan merusak kepertjajaanku " berkata Kebo Sindet.
" Terima kasih. Aku akan berusaha se-djauh2 dapat aku lakukan " djawab Djadjar jang gemuk itu.
Kebo Sindet dan Kuda-Sempanapun segera meninggalkan rumah itu. Mereka menaruh harapan kali ini, bahwa Djadjar itu akan benar2 dapat menghubungkannja dengan Permaisuri.
Sekali2 Kuda-Sempana masih berpaling. Dilihatnja pintu rumah Djadjar. itu segera tertutup rapat. Namun dari tjelah2 -dinding sepertjik sinar masih djuga melontjat keluar, membuat bajangan diatas tanah jang kering.
" Agaknja ia akan ber-sungguh2 -gumam Kebo Sindet se-olah2 ditudjukan kepada dirinja sendiri.
" Ja " sahut Kuda-Sempana tanpa berpaling.
" Ia harus menerima tebusan itu dari Permaisuri dan menjerahkannja kepadaku ditempat jang telah ditentukan. Sementara itu Mahisa Agni masih berada ditanganku supaja aku tidak didjebaknja.
" Ja - " Kemudian terserah kepada .pertimbanganku. Apakah Mahisa Agni akan aku serahkan hidup atau mati, atau masih aku pergunakan lagi untuk memerasnja, atau apa sadja Tetapi Djadjar jang gemuk itu harus dibunuh. Mungkin ia membawa beberapa barang jang berharga selain sepengadeg itu, jang seharusnja mendjadi bagiannja.
Kuda-Sempana sudah menjangka bahwa demikianlah achir dari persoalan ini. Tetapi meskipun demikian tengkuknja masih terasa meremang. Kebo Sindet benar2 seorang jang berhati iblis. Melampaui semua orang jang pernah dikenalnja.
Tetapi Kuda-Sempana tidak ingin menjatakan perasaannja. Perasaannja sama sekali tidak akan ada artinja didalam hidupnja jang sedang berlaku itu. Bukan sadja perasaannja tetapi djuga nalarnja. Ia tidak lebih baik nasibnja daripada kuda jang sedang dinaikinja itu.
Sementara itu Djadjar jang gemuk jang baru saja ditinggalkan oleh Kebo Sindet dan Kuda-Sempana, duduk2 didalam rumahnja sambil ter-senjum2. Dibelainja hulu kerisnja jang ketjil, keris jang dianggapnja memj-unjai pengaruh atas kekuatan dan keberaniannja.
" Kau harus menolong aku " desisnja " kedua orang itu harus dibunuh pada saat jang baik. Kalau sepengadeg perhiasan emas dan permata itu telah aku terima, buat apa harus aku serahkan kepada kedua monjet busuk itu" Aku harus membunuhnja. Aku tidak peduli, apakah Mahisa Agni kemudian akan mati djuga didalam simpanan kedua orang itu. Jang penting aku dapat memiliki barang2 jang mimpipun belum pernah aku lihat. Meskipun akibatnja aku harus menjingkir dari Tumapel.
Tetapi tiba2 wadjah jang tjerah itu mendjadi suram ketika terbajang oleh Djadjar jang gemuk itu njala api jang seolah-olah memantjar dari mata kawan Kuda-Sempana itu.
" Mata itu mengerikan sekali " desisnja - wadjahnja djuga menakutkan. Wadjah itu seperti wadjah majat, tetapi dari matanja dapat memantjar api.
" Tetapi orang itu harus mati " geramnja perlahan lahan " ia harus mati. Wadjah itu harus benar2 mendjadi wadjah sesosok majat, dan mata itu tidak akan dapat memantjarkan sorot jang gila itu.
Djadjar itu meng-angguk2kan kepalanja. Setelah ia menebarkan matanja disekitar ruangan rumahnja, maka iapun kemudian berdiri dan bergumam " Sekarang aku harus tidur.
Dengan langkah pendek Djadjar jang gemuk itu meninggalkan ruang depan dan masuk kedalam biliknja. Bilik jang sempit dan kotor. Tak ada kawan jang tinggal didalam rumah itu selain dirinja sendiri. Karena itu maka rumahnja jang ketjil itupun mendjadi kotor dan tidak terawat sama sekali. Hanja kadang2 sadja adiknja, seorang anak muda jang -gagah dan kuat, sering datang mengundjungi rumahnja. Tidak seorang diri. Dibawanja kawan2nja, anak2 muda jang sebaja, dengan tingkah laku jang aneh2. Kasar dan liar. Tetapi Djadjar itu sama sekali tidak berkeberatan. Ia senang mendapat kundjungan orang2 liar itu. Apalagi kini. Suatu ketika 2ia akan memerlukan adiknja dan kawansnja jang liar itu. " Mudah2an anak itu besok datang kemari " gumam .Djadjar jang gemuk itu. Aku memerlukannja.
Sedjenak kemudian dibantingnja tubuhnja diatas sebuah amben bambu sehingga terdengar suaranja berderak.
" Sebentar lagi aku tidak akan tidur diamben bambu
ini " desisnja aku harus membeli sebuah pembaringan
kaju jang baik, ukir2an dengan alas sutera jang gilap. Bilik .kupun tidak akan sesempit ini. Tidak pula kotor dan lembab. Aku akan mempunjai seorang istri jang tjantik seperti bida dari. Eh, seperti Ken Dedes. Istri jang akan merawat rumah tanggaku dengan baik: Anak2 jang liar itu merupakan bagian dari orang2 jang akan mendjaga keselamatanku.
Djadjar itupun tersenjum. Tetapi senjumnja itupun kemudian larut seperti awan dihembus angin. Kini jang terbajang dimatanja adalah Akuwu Tunggul Ametung. Orang jang paling berkuasa di Tumapel. Bukan sadja orang jang paling berkuasa, tetapi orang itupun mempunjai kelebihan dari erang kebanjakan. Ia memiliki sebuah pusaka jang luar biasa. Sebuah penggada jang tidak terlawan oleh kekuatan apapun. Bahkan seekor gadjahpun dapat dibunulinja dengan seridjatanja itu. >
" Bagaimana kalau Akuwu Tunggul Ametung itu marah, apabila aku melarikan tebusan itu " Aku harus berhadapan dengan Kuda-Sempana beserta kawannja itu dan Akuwu Tunggul Ametung. Apakah aku dapat menghindari keduanja " " Djadjar itu mengerutkan keningnja. Ia mentjoba menilai keadaan jang akan dihadapinja kelak apabila rentjananja itu dilakukannja.
Aku harus bersembunji di Kediri. Aku harus berganti nama. Kalau mungkin aku akan mengabdi diistana Maharadja Kediri. Harta itu sementara harus disembunjikan sehingga tidak menimbulkan ber-matjam2 ketjurigaan. Sebab dengan demikian, usaha untuk mentjariku akan mendjadi lebih mudah. Kumisku harus aku buang, dan aku harus berpuasa supaja tubuhku mendjadi agak kurus. Aku akan berubah se-gala2nja. Tak seorangpun jang akan mengenal aku lagi.
Sekali lagi djadjar gemuk itu tersenjum sendiri. Dipan danginja atap rumahnja jang dipenuhi oleh sarang labah2 jang sudah mendjadi ke-hitamsan. Dilihatnja beberapa ekor njamuk masuk kedalam perangkap itu, untuk sedjenak kemu dian diterkam oleh kaki2 labah2 jang kuat. Dibelitnja korbannja dengan benang2 jang liat dan mengandung alat perekat, sehingga sesaat kemudian njamuk2 itu sama sekali sudah tidak berdaja.
" Salah sendiri - gumam Djadjar jang gemuk itu - salah sendiri apabila njamuk2 itu masuk kedalam sarang labah-labah.
Djadjar jang gemuk itu menarik nafas dalam2. Kemudian dipedjamkannja matanja. Sedjenak kemudian iapun telah tertidur dengan njenjaknja. Sebuah mimpi jang mengasjikkan telah menghanjutkannja kedalam dunia jang asing.
Ketika fadjar menjingsing, Djadjar itu dengan ter-gesa2 pergi keperigi untuk mandi. Ia ingin hari itu djuga sempat bertemu dengan Ken Dedes ditaman. Dengan segala tjara dan akal ia harus dapat menjampaikan-pesan .Kebo Sindet
itu kepada Permaisuri. Waktu jarig diberikan oleh Kebo Sindet hanja sepekan. Jang sepekan itu harus dipergunakan sebaik2nja. Sebab ia tahu benar bahwa Ken Dedes masih harus berbitjara dahulu dengan Akuwu Tunggul Ametung.
Djauh lebih pagi dari hari2 jang biasa Djadjar itu telah memasuki regol halaman istana. Seorang pradjurit jang melihatnja segera bertanja - He, kau datang pagi2 sekali, apakah ada sesuatu jang penting"
Djadjar itu menggeleng - Tidak, aku bangun terlampau pagi. Aku sangka hari telah merambat slang, tetapi aku sang ka bahwa langit disaput mendung. Namun agaknja hari memang masih pagi.
Pradjurit itu tidak mengatjuhkannja lagi. Dibiarkannja Djadjar itu masuk ketempat kerdjanja. Halaman belakang dan petamanan istana Tumapel.
Setiap hari ia berada disana. Menjapu dan memelihara bunga2an. Menjiangi, memberi pupuk dan memotong daun daunnja jang mulai menguning. Tetapi djuga mendjaga po"hon2 jang tjukup besar. Pohon kemuning, dan pohon patjar. Bahkan pohon sawo ketjik dan pohon beringin jang tum buh ditaman.
Tetapi ia tidak bekerdja sendiri. Ada dua orang kawannja jang mempunjai pekerdjaan Jang serupa dihalaman belakang dan petamanan.
Hari itu, karena la datang terlampau pagi, maka iapun duduk menuggu kawah2nja dibawah pohon kemuning sambil me-reka2, apakah jang sebaiknja dilakukan. Diamatinja serambi belakang istana, dari lubang regol petamanan dan se-akan2 dihitungnja tangga lantainja. Dari sana Ken Dedes biasanja turun untuk pergi ketaman, melihat2 kolam jang diberinja ikan berwarna hitam dan merah.
" Kalau Tuanku nanti turun dari tangga itu, apakah jang harus aku lakukan, supaja Tuan Puteri itu memanggil aku dan aku mendapat kesempatan untuk ber-tjakap2".
Tiba2 Djadjar jang gemuk itu tersenjum. Ia sudah menemukan akal, supaja ia dapat ber-tjakap2 dengan Tuan Puteri Ken Dedes.
Ketika kemudian kawan2nja telah datang, dan sampai saatnja ia harus bekerdja, maka mulailah ia bekerdja seperti biasa .Disapunja halaman belakang jang tjukup luas itu. Kemudian diambilnja air dari perigi, dan disiraminja tanaman jang tumbuh dipetamanan sementara kawan2nja mangambil tjangkul dan membersihkan rumput2 liar jang tumbuh disisi pagar.
Ketika matahari merajap semakin tinggi, maka Djadjar itu merasa bahwa akan segera sampai saatnja ia bermain- Saat2 jang demikian itulah, maka biasanja Permaisuri pergi ketaman, apabila tidak sedang memenuhi upatjara jang berlaku. Setiap kali Ken Dedes harus hadir didalam pertemuan besar dipendapa istana, dipaseban depan. Bahkan kadang2 dipaseban dalam untuk pertemuan2 jang chusus.
" Mudah2an hari ini Permaisuri tidak sedang berada dipertemuan2 itu " gumam Djadjar jang gemuk itu.
Dengan hati jang ber-debar2 diselipkannja sehelai golok pemotong kaju diikat pinggangnja jang terbuat dari kulit jang tebal dan lebar. Sedjenak kemudian ia telah berada di bawah sebatang pohon sawo ketjik dipetamanan. Beberapa kali diamatinja batang jang besar itu, di-raba2nja seperti ingin diketahuinja, apakah batang itu tidak akan roboh apabila dipandjatnja.
" Apa jang akan kau lakukan " - bertanja seorang kawannja.
" Memotong dahan2 kering.
" Kenapa sekarang "
" Mumpung masih tjukup pagi.
" Tetapi saat2 begini Tuanku Permaisuri sering turun kepetamanan untuk melibat2 tanaman2nja dan ikan dikolam itu.
" Tidak setiap hari. Tuanku tidak setiap hari pergi ke taman. Aku takut kalau dahan2 jang kering itu djustru djatuh ketika Tuan Puteri sedang beradi dibawahnja.
Kawan2nja tidak bertanja lagi. Dibiarkannja Djadjar itu memandjat dengan susah pajah.
" Orang itu memang aneh - gumam kawannja jang seorang.
" Otaknja memang tidak tjukup djernih. - sahut kawannja jang lain.
Sesaat kemudian Djadjar itu telah berada diatas dahan2 pohon sawo ketjik. Ia mengharap Ken Dedes pergi ketama. Ia akan segera turun dengan ter-gesa2. Ia harus mendjatuh kan dirinja meskipun tidak harus membuatnja pingsan. Kemudian menangis mohon maaf, bahwa hampir2 sadja sebatang dahan jang ketjil mendjatuhi Permaisuri itu. Permaisuri tentu tidak akan terlampau marah. Seterusnja ia tinggal mengatakan, bahwa ketjuali itu ia membawa pesan dari seseorang untuk disampaikan kepada Tuan Puteri tentang kakak nja Mahisa Agni. Mudah2an pesan itu menarik perhatian Tuan Puteri. Djika demikian, maka Tuan Puterilah jang akan memerlukannja, supaja ia mengutjapkan pesan itu seperti apa jang didengarnja dari Kebo Sindet.
Ketika Djadjar jang gemuk itu telah berada diatas dahan pohon sawo ketjik itu, maka segera ia mentjari tempat jang baik. Dari tempat itu ia selalu memandangi serambi istana. Pandangannja melontjati dinding petaman jang tidak begitu tinggi.
Sedjenak ia duduk sadja termenung tanpa berbuat sesuatu. Perhatiannja sama sekali tertjurah kepada Tuan Puteri Ken Dedes. Karena itu maka ia sama sekali tidak memotong dahan2 jang kering, bahkan goloknja masih sadja terselip diikat pinggangnja.
Kedua kawan2nja jang bekerdja dibawah pohon sawo ketjik jang lain, kadang2 mengangkat wadjahnja. Mereka sama sekali tidak mendengar suara apapun diatas pohon sawo itu. Mereka tidak mendengar Djadjar jang gemuk itu sedang memotong dahan jang kering. Bahkan achirnja mereka melihat bahwa Djadjar jang gemuk itu sedang duduk merenung diatas sebatang dahan jang tjukup besar.
" He, apakah kerdjanja" - bertanja salah seorang dari mereka.
Jang lain menggelengkan kepalanja - Entahlah. Apakah orang itu sedang kedjangkitan penjakit gilanja"
Kawannja tertawa. Katanja - mungkin semalam ia kalah berdjudi. Mungkin harta bendanja telah habis dipertaruhkan.
" Apakah ia masih senang berdjudi"
" Bukan main. Kawannja meng-geleng2kan kepalanja. - Sebaiknja ia segera kawin supaja hidupnja mendjadi tenteram. Umurnja telah melampaui masa jang se-baik2nja. Bahkan hampir mendjadi setengah tua.
" Djadjar jang gemuk itu tidak mempunjai keberanian untuk kawin. Ia merasa penghasilannja sama sekali tidak mentjukupi.
" Ah, omong kosong. Bukankah kita djuga mempunjai anak dan isteri. Bukankah penghasilannja tidak lebih sedikit dari penghasilan kita" Nah, akibatnja uangnja dihabiskannja pada segala matjam keborosan. Djudi, tuak, perempuan disepandjang djalan dan makan jang ber-lebih2an.
" Itulah sebabnja ia mendjadi gemuk seperti ajam digebiri.
Keduanja tertawa. Dan ketika sekali lagi mereka mengangkat wadjah2 mereka, maka Djadjar jang gemuk itu masih sadja duduk merenung memandangi serambi belakang istana.
" Apakah ia mau membunuh diri"
" He - sahut kawannja, tetapi kemudian iapun berbisik" " melihat, ia selalu memandang kearr.h istana. Apakah ia sedang menunggu Tuan Puteri Ken Dedes"
" Untuk apa" Apakah ia djatuh tjinta kepada Permaisuri.
" Ah, gila kau. Djika demikian maka itu adalah suatu alamat bahwa umurnja akan mendjadi pendek.
Sekali lagi keduanja tertawa. Tetapi mereka berusaha menahannja, sehingga sama sekali tidak menimbulkan suara.
- Persetan dengan orang gila itu. Ia mungkin hanja beristirahat. Biarlah dia beristirahat diatas pohon itu. Biarlah kita selesaikan pekerdjaan kita.
Kedua orang itupun kemudian meneruskan pekerdjaan mereka. Seolah2 mereka sama sekali tidak lagi memperhatikan kawannja jang masih sadja bertengger diatas dahan sawo ketjik itu. Dengan radjinnja mereka menjiangi tanaman2 dan memotong daun2 perdu, dibentuk menurut keinginan mereka, disesuaikan dengan keseluruhan isi taman jang tidak terlampau luas. Taman jang kurang memberi kepuasan baik bentuk dan isinja.
Itulah sebabnja maka Akuwu Tunggul Ametung ingin membuat sebuah taman jang lain. Jang djauh lebih luas dan djauh lebih memenuhi selera Ken Dedes. Taman jang akan memberi kegembiraan kepada Permaisuri jang tjantik itu. Dan taman itu telah dibangun dipadang Karautan. Didekat bendungan jang sedang dibangun oleh orang2 Panawidjen Meskipun taman itu agak djauh dari istana, namun Akuwu Tunggul Ametung jakin, bahwa taman itu akan dapat memberi kegembiraan kepada Ken Dedes. Setiap kali mereka pergi ketaman itu maka Ken Dedes akan selalu merasa berada disekitar kampung halaman tempat kelahirannja. Sedangkan taman itu sendiri akan merupakan taman jang paling indah, jang pernah dibuat di Tumapel.
Ketika angin jang agak keras mengguntjang pepohonan didalam taman istana itu, maka kedua orang jang sedang sibuk bekerdja itupun teringat lagi kepada kawannja jang masih berada diatas pohon sawo ketjik. Tanpa berdjandji mereka menengadahkan wadjah2 mereka. Dan sedjenak ke mudian merekapun2saling berpandangan.
Orang itu masih sadja disana " berkata salah seorang dari mereka.
" Djangan2 orang itu mati membeku.
" Biarlah aku panggilsadja, supaja ia turun.
" Biarkan sadja. Kalau ia sedang beristirahat biarlah ia beristirahat. Kalau ia sedang melamun tentang seorang djanda muda, biar sadjalah ia menikmati lamunannja. Kalau kau panggil orang itu, ia akan mendjadi ketjewa. Mungkin lamunannja akan petjah dan ia tidak akan mampu membangunkannja lagi.
" Tetapi bagaimana kalau ia bermaksud membunuh diri "
" Ia pasti akan memandjat lebih tinggi lagi.
" He " tiba2 kawannja itu, mendekatinja sambil berbisik " Kau lihat, ia selalu memandang keserambi istana "
Kawannja mengangguk. " Ia sedang menunggu Permaisuri itu keluar dan turun ketaman ini. Mungkin ia sudah djatuh tjinta.
" Lalu. " Karena ia jakin bahwa hal itu tidak akan terdjadi, maka ia ingin memperlihatkan kepada Permaisuri, bahwa hidupnja telah diserahkannja kepada tjintanja jang sia2 itu. Mungkin ia menunggu Permaisuri dan membunuh diri di hadapannja.
Kini keduanja tidak dapat lagi menahan tertawa mereka, sehingga Djadjar jang gemuk jang duduk diatas dahan pohon sawo itu terperandjat. Seperti orang jang baru sadar dari sebuah angan2 jang tak terkendali, Djadjar itu memandangi kedua kawannja jang masih sadja tertawa te-kekch2.
" He, kenapa kalian tertawa" " bertanja Djadjar itu dari atas dahan. ,
Keduanja tidak segera mendjawab. Tetapi mereka belum dapat menghentikan suara tertawa mereka. - He, kenapa kalian tertawa" - sekali lagi Djadjar itu bertanja semakin keras.
" Tidak apa2 - sahut salah seorang dari mereka diantara suara tertawanja.
" Kenapa tertawa" He, kenapa" - suara Djadjar itu semakin lantang. .
" Sudah aku djawab - sahut kawannja itu - tidak apa2. Kami tertawa karena kami mempunjai sebuah tjeritera lutju.
" Kalian mentertawakan aku"
" Tidak - djawah jang lain - kami tidak mentertawakan seorangpun. Kami sedang bertjeritera tentang hal2 jang lutju. Kalau kau ingin mendengar, turunlah. Djangan tidur diatas dahan itu. Nanti kita ber-sama2 mengumpulkan dahan2 kering jang baru sadja kau rambas, karena kau takut bahwa dahan2 itu akan berdjatuhan apabila permaisuri nanti datang kemari.
" He, kau menjindir - mata Djadjar jang berada di atas pohon sawo itii terbelalak.
" Terserah tanggapanmu. Tetap" kami tidak mempedulikan kau lagi-. Kalau kau mau tidur, tidurlah. Kalau kau ingin membeku diatas dahan itu, membekulah.
" Setan alas - Djadjar itu mengumpat. Tiba2 ia merasa tersinggung. Ia merasa bahwa kawan2nja itu sedang menjindir dan memperkatakan tentang dirinja. Karena itu maka ia berkata lantang - Djangan banjak tingkah he. Biarlah aku berbuat menurut kesenanganku, dan kau berbuatlah menurut kesenanganmu. Djangan tjampuri urusanku. Urusan jang be ar, jang tidak akan dapat kau mengerti karena nalarmu jang tumpul. Bekerdjalah kalau kau ingin bekerdja.
Kedua kawannja jang berada dibawah itu kini sudah tidak tertawa lagi. Mereka mendengar djawaban Djadjar jang gemuk itu mendjadi agak kasar. Adalah kebiasaan mereka untuk berkelakar, bahkan kadang2 agak melampaui batas. Tetapi tidak pernah mereka menanggapi kelakar kawan2 mereka itu dengan kasar, apa lagi marah. Karena itu, maka ke kasaran Djadjar itu djustru djuga menjinggung perasaan ke dua kawan2nja, sehingga hampir berbareng kedua orang itu berkata - Djangan berkata sekasar itu.
Kedua kawannja itu djustru terkedjut ketika mereka mendengar djawaban - Tutup mulutmu. Aku tidak mau mendengar kalian menjindir dan mentertawakan aku lagi.
Kedua orang jang berdiri dibawah itupun sedjenak saling berpandangan. Tetapi ternjata perasaan merekapun benar" tersinggung karenanja, sehingga salah seorang dari mereka berkata " He, apakah kau sedang kesurupan"
Djadjar jang gemuk itu mendjadi benar2 marah. Dengan geramnja ia berkata " Apa katamu" Djangan main2. Djangan membuat aku marah. Aku akan turun dan mentjekik kalian berdua. Djangan kau sangka aku tidak dapat melakukannja. Terhadap Kuda-Sempana aku tidak takut, apalagi terhadap kalian berdua.
Kawan2nja itupun kemudian mendjadi marah pula mendengar antjaman itu. Orang jang lain segera berkata " He Djadjar gemuk. Djangan terlampau sombong. Apa kau kira taman ini taman kakekmu, atau taman kekasihmu. Kau di sirii adalah seorang abdi jang digadji untuk bekerdja. Kau tidak dapat berkata, bahwa kami jang ingin bekerdja biarlah bekerdja, dan kau jang ingin duduk melamun diatas dahan itu, biarlah berangan2. Kau agaknja telah mendjadi gila. Bukankah disini ada atasan kita jang akan menilai kita masing2. Disini ada bekel dan lurah" Turunlah dan bekerdjalah sewadjarnja. Kalau kau sakit kau lebih baik pamit, mohon idjin untuk tidak datang hari ini, besok dan bahkan sepekan. Kalau kau kemudian mati, kau tidak perlu masuk bekerdja lagi.
" Tutup mulutmu " Djadjar jang gemuk itu hampir berteriak - aku dapat membunuhmu.
-" Huh - sahut kawannja - djangan menjangka dirimu melampaui Ki Witantara, pemimpin pasukan pengawal Kau dan aku adalah Djadjar, abdi rendahan. Kalau kau berani berteriak akupun berani berteriak pula. Kalau kau mentjoba untuk berkelahi, akupun akan menijobanja.
02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Djadjar jang gemuk itu mendjadi gemetar menahan marah. Terasa kawannja itu benar2 telah menghinanja. Se lintas terbajang 2Kuda-Sempana dan kawannja jang matanja dapat menjala seperti mata harimau. Ia tidak takut meng hadapi mereka itu. Apalagi kawannja, seorang Djadjar jang bodoh.
Tiba2 ia tidak dapat menahan diri lagi Dengan ter- gesa2 ia turun sehingga dadanja tergores batang sawo ketjik itu. Tampak beberapa djalur merah didadanja, mengembun kan titik2 darah. " Aku benar2 akan membunuh kalian " Djadjar itu menggeram " aku tidak takut melawan Kuda-Sempana dan kawannja jang matanja menjala, apalagi menghadapi kalian berdua.-Tikus2 tjelurut jang tidak berarti.
Tetapi ternjata kawannja itupun tidak takut. Per-lahan2 mereka madju menjongsong Djadjar jang gemuk itu. Bahkan
salah seorang dari mereka berkata " Biarkan aku menghadjarnja sendiri Kau mendjadi saksi bahwa aku tidak mendahuluinja. Kalau bekel itu datang, biarlah ia menjaksikan bagaimana aku mentjoba membungkam mulutnja jang lebar itu.2
Tetapi kawannja ternjata tidak mau melepaskannja. Dengan lantang ia berkata " Kau sadjalah jang mendjadi saksi. Aku mendjadi muak melihat kesombongannja, se-olak2 ia adalah Akuwu Tunggul Ametung.
Bagi Djadjar.jang gemuk itu, maka sikap kedua kawannja itu djustru merupakan penghinaan jang menjakitkan hati" Karena itu ia berkata " Ajo, madjulah ber-sama2. Aku akan sanggup mematahkan leher kalian berdua.
" Itu tidak adil " sahut salah seorang ,dari keduanja
" kami bukanlah betiiia2 pengetjut jang hanja berani berkelahi ber-sama2. Aku sendiri akan menjelesaikan persoalan ini, supaja kau tahu, bahwa meskipun kau gemuk dan ber kumis melintang, tetapi kau tidak lebih dari seorang, jang hanja pandai ber-teriak2. Ajo, panggilah guiumu kalau kau pernah berguru Biarlah ia melihat muridnja terkapar karena tanganku.
" Tutup mulutmu " bentak Djadjar jang gemuk itu
" kau sebentar lagi akan mampus djuga disjni
" Kaulah jang harus mer.utup, mulut. Bukan aku. Ajo madjulah. Perutmu jang gembung itu segera aku petjah.
Tetapi seorang jang lain mendesak kawannja sambil ber kata " Biar aku sadjalah jang memilin lehernja. Mulutnja terlampau banjak berbitjara, tetapi seperti andjing jang menjalak, ia tidak akan berani menggigit.
" Diam " Djadjar jang gemuk itu hampir2 berteriak
" madjulah berdua. " Tidak perlu. Aku sendiri.
" Aku sadja, " Kalau begitu, biarlah ia memilih diantara kita berdua " berkata salah seorang dari kedua Djadjar jang lain, kemudian kepada Djadjar jang gemuk ia berkata " Ajo, siapakah diantara kami jang kau pilih untuk membunglam mulutmu. Kalau kau ingin tjcpat diam, akulah orangnja.
" Tetapi kalau kau ingin segera kehilangan kumismu, akulah orangnja.
" Tidak peduli, aku ingin kalian berdua madju ber sama2.
" Ternjata kau takut. Kau tidak berani memilih. Kau tahu bahwa kami tidak ingin berkelahi ber-sama2. Djustru karena itu maka kau pergunakannja sebagai dalih, supaja kami tidak berkelahi melawanmu.
Wadjah Djadjar jang gemuk itu mendjadi merah padam. Tetapi ia masih berdiri ditempatnja.. Mulutnja terkatub rapat2 tetapi giginja terdengar gemeretak. Sedjenak matanja jang sipit itu memandangi kedua Djadjar jang lain ber"ganti, tetapi ia tidak mengutjapkan sepatah katapun. Sedang kedua kawan2nja itupun masih djuga belum ber andjak dari tempatnja. Bahkan ketiganja se-akan2 mendjadi beku di-tempat masing2, meskipun mereka telah bersiap untuk berkelahi.
Taman itu sedjenak mendjadi sepi. tetapi tjukup tegang. Otot2 leher mereka se-olah2 ingin mentjuat keluar. Mata2 mereka hampir tidak berkedip. Namun mereka masih sadja berdiri ditempat masing2.
Ketegangan itu tiba2 petjah ketika terdengar suara tertawa memertjik dari sudut taman. Serentak ketika Djadjar itu berpaling. Dan wadjah2 merekapun mendjadi merah karenanja. ,
Seruling Gading 10 Pendekar Naga Putih 103 Pembunuh Berdarah Dingin Rajawali Sakti Dari Langit Selatan 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama