Ceritasilat Novel Online

Pelangi Dilangit Singosari 11

02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja Bagian 11


Disudut taman itu mereka melihat beberapa orang pradjurit berdiri dibclakang sebatang pohon perdu jang rimbun. Hampir berbareng mereka tertawa. Semakin lama semakin keras. .
" Kenapa kalian tertawa" - bertanja Djadjar jang ge muk itu.
Pradjurit2 itupun kemudian keluar dari persembunjian mereka. Per-laban2 mereka melangkah madju. Salah seorang dari mereka berkata - Semuten aku menunggu. Aku ingin melihat djuru taman saling berkelahi. Alangkah dahsjatnja. Kalian pasti memiliki adji jang paling mengerikan. Mungkin Adji Guntur Sewu, mungkin Adji Sungsang Sari atau Adji Sapu Angin. Bahkan mungkin Adji Kala Bama, atau Badjra Pati atau Gundala Sasra.
Ketika Djadjar itu masih terdiam.
" Tetapi kalian agaknja hanja pandai berbitjara.. Tantang2an dengan garangnja. Antjam mengantjam. Tetapi tidak berbuat apa2.
Ketiga Djadjar itu masih berdiam diri, tetapi wadjah2 mereka mendjadi semakin merah.
" Nah, apakah kalian masih ingin berkelahi" - bertanja pradjurit jang lain - ajo berkelahilah. Kami mendjadi saksi. Djadjar jang gemuk ini akan melawan salah seorang dari kalian berdua. Bukankah begitu " Atau kalian berdua ber-sama2"
Belum ada djawaban. " Itu tidak adil - sahut pradjurit jang lain - jang baik adalah seorang lawan seorang. Tetapi siapa diantara keduanja jang akan berkelahi"
Ketiga Djadjar itu masih terbungkam.
" Kalau begitu aku akan mengundinja. Lihat pedangku. " pradjurit itu menarik pedangnja " lihat kedua sisinja. Pedang ini akan aku lemparkan. Apabila djatuh pada sisi jang ini, jang ditandai dengan guratan ketjil bekas benturan dengan pedang lawan ketika aku bertempur, maka kaulah jang akan berkelahi - pradjurit itu menundjuk Djadjar iang tinggi agak ke-kurus2an. Kemudian " tetapi kalau sisi jang lain, kaulah jang akan madju " ditundjuknja Djadjar jang lain, jang tidak begitu tinggi, djuga tidak begitu gemuk, tetapi otot2 ditangannja menondjol seperti djalur2 jang berwarna ke-biru2an.
" Bagaimana" Apakah kalian setudju"
" Baik - sahut ketiga Djadjar itu hampir berbareng.
" Nh, lihat pedangku. " pradjurit itupun kemudian mengangkat pedangnja. Tetapi sebelum ia memutar pedang itu dan melontarkannja keudara, mereka mendjadi terkedjut sekali ketika mereka mendengar pekik ketjil jang tertahan.
Serentak mereka berpaling. Dada mereka mendjadi ber-debar2 ketika mereka melihat dua orang emban berd:ri diregol taman istana itu.
Tetapi peristiwa berikutnja "egera menjusul. Sebelum para pradjurit dan Djadjar itu sempat berbuat sesuatu, maka muntjullah seorang emban jang tertegun pula diregol taman itu.
" Kenapa kalian berhenti " " bertanja seorang emban lain dibelakang mereka.
Emban jang sedang berhenti itu berpaling. Kemudian berkata lirih " Para pradjurit.
" Oh " desis emban itu para pengawal istana "
Emban itupun kemudian berpaling dan menganggukkan kepalanja dalam2. Katanja " Para pengawal Tuanku.
Jang berdiri dibelakang para emban itu adalah Ken Dedes. Permaisuri Akuwu Tunggul Ametung.
" Kenapa kalian terkedjut melihat para pengawal di dalam taman T
" Mereka ber-main2 dengan pedang Tuanku. " sahut emban jang paling depan sambil membungkuk dalam.
" Oh " Permaisuri itu meng-angguk2kan kepalanja. Ketika ia melangkah masuk kedalam taman dilihatnja pradjurit jang sedang menggenggam pedangnja, dengan ter-gesa2 menjarungkannja. Kemudian serentak mereka mendjatuhkan diri mereka duduk bersipuh sambil menundukkan kepala mereka diam2.
" Siapa jang ber-main2 pedangj" " bertanja Ken Dedes.
Pradjurit jang menjahut pedangnja beringsut sedjengkal. Dadanja mendjadi ber-debar2.
" Hamba Tuan Puteri " sahutnja.
" Kenapa " Pradjurit itu tergagap. Tetapi kemudian ia mendapat djawaban jang agak memberinja ketenangan," Hamba menundjukkan bekas luka pada sisi pedang hamba. Luka bekas benturan dengan pedang lawan disuatu pertempuran. Para djuru taman ini agaknja senang melihat.
Ken Dedes meng-angguk2kan kepalanja. Ternjata mereka benar2 hanja ber-main2 sadja. Karena itu maka katanja ke"mudian " Baiklah. Tetapi lain kali djangan membuat para emban terkedjut dengan ber-main2 pedang ditaman. Kalian bertugas untuk mendjaga taman ini diluar. Para djuru taman inilah jang seharusnja berada didalam.
" Hamba Tuanku " djawab pradjurit itu. Debar di"dadanja mendjadi agak mereda.
" Nah, tinggalkan tempat ini. Aku ingin beristirahat.
" Hamba Tuan Puteri " sahut para pradjurit dan djadjar2 itu hampir: berbareng.
" Silahkanlah " berkata Ken Dedes kemudian.
Para pradjurit itupun membungkukkan kepala mereka dalam2 sambil mengatupkan tangan mereka dimuka dada. Perlahan2 mereka berdiri. Sekali lagi mereka membungkuk untuk kemudian meninggalkan tempat itu.
Tetapi djadjar jang gemuk itu masih duduk di tempat- nja. Semula ia mengumpat tidak habis2nja didalam hatinja. Bahwa ia telah kehilangan kesempatan untuk berbitjara. de"ngan Permaisuri karena diganggu oleh kedua kawannja itu. Semula ia merasa bahwa tjaranja telah gagal djustru karena ketika Permaisuri itu datang kepetamanan, ia telah turun dari dahan sawo ketjik jang tjukup besar itu.
Tetapi kini ia mempunjai tjara baru. Ia tidak akan per gi dari tempat itu, sebelum ditanja langsung oleh Permai"suri. Ia masih akan tetap duduk sambil menundukkan kepa"lanja dalam2.
Kawan2nja dan para pradjurit sedjenak tertegun melihat djadjar jang gemuk itu masih berada disitu. Mereka me-njangka bahwa djadjar jang gemuk itu akan mengadu. Ka"rena itu para pradjurit dan kedua kawannja itu berkata di"dalam hatinja " Awas, apabila Permaisuri marah kepadaku, maka besok kepalamu akan bendjol karenanja.
Ternjata harapan Djadjar jang gemuk itu terkabul Permaisuri jang melibat ia masih sadja duduk tepekur segera bertanja - Djuru taman, kenapa kau masih sadja berada di situ"
Dengan gemetar djuiu taman itu mendjawab, sedang kawan2nja masih sempat rnendengarnja - Ampun tuanku. Sebenarnjalah hamba ingin menjampaikan sesuatu pesan untuk tuanku.
Kawan2nja terkedjut. Ken Dedes itupun terkedjut. Djadjar itu tidak mau kehilangan kesempatan. Meskipun hatinja digontjang oleh ke-ragu2an dan bahkan ketakutan, namun dipaksanja djuga ia berkata dengan suara jang mendjadi se makin bergetar - Ampun tuanku. Hamba sebenarnjalah membawa pesan tentang kakanda Tuan Puteri, Tuanku Mahisa Agni.
Tampaklah wadjah Ken Dedes segera berubah. Kerut merut didahinja menundjukkan gontjangan didalam dadanja. Dengan ragu2 Permaisuri itu bertanja - Kau membawa pesan dari kakang Mahisa Agni, maksudmu"
" Hamba tuanku. - sahut Djadjar jang gemuk itu per"lahan2.
Permaisuri itu mengangkat waijahnja. Ditjobanja untuk menahan gelora jang tiba2 melanda djantugnja. Sesaat dipandangnja-pradjurit2 jang tiba2 sadja berdiri membeku, beserta dua orang Djadjar jang lain. Tetapi pradjurit2 dan Djadjar itu sama sekali sudah tidak menarik perliatiannja.
Kini suara Perma:suri itupun mendjadi gemetar djuga " Katakanlah.
Djadjar itu terdiam sedjena". Kemudian per-lahan2 ia berkata - Pesan itu sama sekali tidak boleh didengar oleh orang lain ketjuali Tuan Puteri
Ken Dedes mengerutkan keningnja. Sesaat timbulah ketjurigaannja akari niat baik dari Djadjar jang gemuk itu. Tetapi agaknja masalah Mahisa Agni telah mendesak ketjuriga annja itu. Meskipun demikian ia berkata2- Baik. Kau dapat berbitjara tanpa didengar orang lain. Tetapi pradjurit2 itu tidak perlu meninggalkan taman ini. Mereka dapat menung gunja disudut. Mereka tidak mendengar kata2mu.
Djadjar jang gemuk itu mengerutkan keningnja. Sebenar nja ia ingin berbitjara tanpa didengar dan dilihat orang lain. Ia ingin menjampaikan dengan tuntas apa jang di dengarnja dari Kebo Sindet dirumahnja, dan bahkan akan ditambahnja dengan segala matjam kepentingannja sendiri.
Tetapi apakah Permaisuri bersedia mengusir semua orang itu dari taman "
" Katakanlah - desis Ken Dedes, jang kemudian kepada para pradjurit dan Djadjar jang masih berdiri ter-mangu2 .ia berkata " Pergilah kesudut taman. Beristirahatlah disana. Aku ingin berbitjara dengan Djadjar ini. 2
Para pradjurit itupun kemudian meninggalkan Djadjar jang gemuk itu. Djadjar jang masih sadja duduk bersimpuh sambil menekurkan kepalanja. Tetapi tiba2 ia berpaling ke arah para pradjurit dan kedua kawannja. Ketika sekilas pandangan mereka bertemu, Djadjar jang gemuk itu masih sempat menijibirkan bibirnja, se-olah2 ingin berbangga, bahwa ia berhasil berbitjara dengan Permaisuri
Ken Dedespun segera duduk pula pada sebuah batu hitam jang telah dibentuk mendjadi tempat duduk jang baik. Para embanpun segera duduk disekitarnja pula. Tetapi Djadjar jang gemuk, jang telah mengingsar duduknja meng hadap kepalenggaban Ken Dedes itu berkata " Ampun Tuanku. Para emban itupun tidak akan dapat mendengar pesan kakanda Tuan Puteri itu.
" Kenapa " " Pesan itu sangat rahasia.
" Katakanlah. Para emban tidak akan mempunjai banjak pokal.
" Tetapi demikianlah jang seharusnja hamba lakukan. Tak seorangpun boleh mendengar ketjuali Tuan Puteri sen diri.
" Katakanlah Djadjar. Djangan mempersulit persoalan. Para emban ini tidak ada bedanja dengan aku sendiri " Dan tiba2 Ken Dedes berpaling kepada seorang emban jang telah landjut usianja. Pemomong Ken Dedes jang hampir tidak pernah terpisah dari padanja sedjak ketjilnja. Katanja
" Kemarilah bibi. Mungkin kau perlu djuga mendengar pesan kakang Mahisa Agni.
Tetapi Ken Dedes terkedjut ketika ia melihat wadjah emban itu mendjadi putjat. Bibirnja tampak ber-gerak2, tetapi tidak sepatah katapun keluar dari mulutnja.
" Kemarilah " berkata Ken Dedes kemudian.
Dengan lutut gemetar emban itu beringsut madju. "
Kau sebaiknja mendengar djuga pesan dari kakang Mahisa Agni.
" Hamba Tuanku " suara itu lambat sekali, bahkan hampir tidak terdengar.
Tetapi Ken Dedes menjangka, bahwa emban itu telah mengenangkan dan mentjemaskan nasib seorang anak laki2 jang dikenalnja sedjak masa kainak2. Permaisuri itu hanja menjangka, bahwa ikatan jang ada antara emban itu dan Mahisa Agni tidak terlampau erat seperti apa jang sebenar nja.
Tetapi agaknja Djadjar jang gemuk itu masih djuga ber keberatan. Sekali lagi berkata - Ampun Tuan Puteri. Apakah hamba diperkenankan mengatakannja kepada Tuan Puteri tanpa didengar oleh seorangpun dari para emban itu.
" Tidak djuru taman. Embanku harus mendengar se perti aku mendengarnja. Apalagi bibi emban pemomongku. Ia tidak pernah terpisah dari padaku. Tidak sadja selagi aku berada diistana ini. Kepentingannja tidak ada bedanja dengan kepentinganku. Kepadanja aku selalu minta pertimbang an. Karena itu katakanlah.
" Ampun Tuanku. - sahut Djadjar itu. Meskipun tu buhnja mendjadi gemetar karenanja, tetapi ia berkata djuga
" perkenankan hamba mengatakannja hanja kepada Tuanku.
" Djangan terlalu banjak keberatan Djadjar. Aku perin tahkan kepadamu untuk mengatakannja. - Ken Dedes ber henti sedjenak, lalu - djangan menunggu aku memaksamu.
" Ampun Tuan Puteri. Tuanku tidak akan memaksa hamba, karena hanja hambalah jang mengetahui rahasia kakanda Tuan Puteri. Supaja hamba menjampaikannja, maka biarlah para emban itu meninggalkan Tuanku.
Ken Dedes mendjadi djengkel djuga achirnja. Diangkatnja wadjahnja, dan dipandanginja para pradjurit jang duduk disudut halaman itu bersama kedua Djadjar jang lain.
" Djuru Taman - berkata Ken Dedes kemudian - kau lihat para pradjurit itu"
Dada Djadjar itu berdesir - Hamba Tuanku.
" Dengan sebuah lambaian tangan, mereka akan ber"larikan kemari. Ada dua hal jang dapat aku lakukan untuk
-memaksamu. Jang pertama, mereka harus menjampaikannja kepada Akuwu Tunggul Ametung, sedang jang kedua, merekalah jang akan langsung memaksamu berbitjara disini. Bahkan dihadapan para pradjurit itu djuga.
Tiba2 tengkuk Djadjar jang gemuk itu terasa meremang. Se-akan2 dilehernja telah tersandar pedang pradjurit jang telah digurati oleh sebuah benturan jang terdjadi didalam peperangan.
" Pradjurit itu pasti pradjurit2 jang telah beberapa kali bertempur. Beberapa kali pula melihat darah jang menetes dari luka. Apakah kira2 jang akan mereka lakukan seandainja aku tetap berkeras untuk tidak mengatakannja" - katanja didalam hati- Tetapi tiba2 ia mendjadi ngeri ketika di bajangkannja Akuwu Tunggul Ametung sendiri berdiri dihadapannja. Suaranja pasti akan mampu memetjahkan dadanja. Belum lagi apa bila tangannja atau kakinja ikut berbitjara. Karena itu, maka dari pada kepalanja mendjadi bengkak, maka tidak ada salahnja apa bila ia mengatakannja. Emban itu pasti tidak akan dapat banjak berbuat, apa lagi apabila Permaisuri tahu, betapa bahaja jang gawat selalu siap untuk mendjamah tubuh Mahisa Agni. Ia jakin bahwa Permaisuri sendirilah jang akan mengatur para emban itu untuk tidak berbitjara sesuatu jang akan dapat membahajakan keselamatan Agni
Meskipun demikian Djadjar jang gemuk itu tidak segera mengatakan sesuatu. Ia masih sadja duduk tepekur, se-akan2 ingin dipandanginja pusat bumi dibawah kakinja.
" Bagaimana " " bertanja Ken Dedes " apakah kau masih tidak bersedia mengatakannja "
Djadjar itu beringsut setapak.
Tetapi Ken Dedes mendjadi semakin tidak sabar lagi " Katakanlah. Atau aku memanggil pradjurit2 itu "
" Ampun Tuan Puteri " sembah Djadjar jang gemuk itu. Sekali ia menarik nafas dalam2 sambil berkata " Baiklah. Baiklah hamba akan mengatakannja meskipun para emban masih berada disini. Tetapi apabila kemudian ada hal2 jang tidak menjenangkan hati Tuanku, bukanlah kesalah an hamba. Hamba sudah mentjoba untuk merahasiakannja. Tetapi Tuan Puteri sendirilah jang menghendaki lain.
Mendengar djawaban Djadjar itu sedjenak Ken Dedes mendjadi ragu2. Tetapi kemudian ia berkata " Katakanlah. Para emban tidak akan berbuat sesuatu jang akan menjedih kan hatiku.
Sekali lagi Djadjar itu menelatupkan telapak tangannja didadanja sambil berkata " Baiklah Tuanku. Hamba memang membawa pesan tentang kakanda Tuan Puteri itu.
Ken Dedes mengerutkan keningnja. Sahutnja " Tjoba katakanlah sekali lagi Djadjar, kau membawa pesan dari kakang Mahisa Agni, atau pesan tentang Mahisa Agni. "
" Ampun Tuanku, maksud hamba pesan tentang ka kanda Tuan Puteri.
" Oh " Ken Dedes menarik nafas dalam. Se-olah2 ingin dilontarkannja keketjewaan jang menjesak didadanja " Djadi kau hanja mendapat pesan tentang kakang Mahisa Agni, bukan dari kakang Mahisa Agni "
" Demikian Tuanku. " Oh " sekali lagi Ken Dedes berdesah " aku salah mengerti Djadjar. Aku sangka kau mendapat pesan langsung dari kakang Mahisa Agni. " Ken Dedes berhenti sedjenak, s:-olah2 hendak diaturnja djalan nafasnja jang menjesak.
Djadjar jang duduk bersila dihadapannja mendjadi ber"debar^ pula. Apakah dengan demikian Ken Dedes mendjadi ketjewa, bahkan marah kepadanja " Apakah dari kedua persoalan itu terdapat perbedaan jang terlampau djauh sehingga Permaisuri tidak lagi mau mendengarkannja "
Tetapi Djadjar jang gemuk2 itu menarik nafas ketika ia mendengar Ken Dedes berkata " Meskipun demikian, kata kanlah. Mungkin dari padanja kita akan mendapat djalan untuk sesuatu tentang kakang Mahisa Agni itu.
Djadjar itu menjembah sekali lagi. Katanja " Tuanku. Sebenarnjalah pesan itu berhubungan dengan tjara jang se-baik2nja 2untuk melepaskan kakanda Tuan Puteri itu "
" He " " keningnja Ken Dedes mendjadi berkerut karenanja dan emban tua jang duduk disampingnja beringsut madju " Apakah kau mendapatkan djalan untuk melepaskan kakang Mahisa Agni " " Ken Dedes mendjadi terlampau bernafsu, sehingga dengan serta merta ia bertanja langsung kepada Djadjar jang gemuk itu.Djadjar itu berhenti sedjenak. Di-timbang2nja hasil pem bitjaraannja sampai saat itu. Agaknja Permaisuri itu telah sangat tertarik kepada keterangannja.
" Ampun Tuan Puteri - djawab Djadjar jang gemuk itu Dari matanja memantjarlah kelitjikan hatinja jang terlampau litjin, tetapi ternjata otaknja tidak setjerdik jang diinginkannja sendiri - sehenarnjalah demikian.
Ken Dedes sudah tidak lagi memperhatikan, betapa Djadjar jang gemuk itu tersenjum ketjil sambil menundukkan kepalanja. Pada tingkat pertama ia sudah menemukan kemenangan2 ketjil dengan mudahnja. .
" Buat apa aku berhubungan lagi dengan Kuda-Sem pana dan kawannja itu siaudair.ia aku menerima sekotak per
-tlasan dari Permaisuri ini" - katanja didalam hatinja.
" Djadjar - suara Ken Dedes mendjadi bergetar - apa kali jang harus kita lakukan untuk itu"
" Tuanku - djawab Djadjar itu. Djustru karena kemenangan jang baginja sangat menjenangkan itu, ia mendjadi ber debar2 karenanja - aku telah bertemu sendiri dengan Kuda-Sempana dan kawannja jang ternjata telah menjembunjikan kakanda Tuan Puteri itu.
" Ja - potong Ken Dedes tidak sabar.
" Mereka akan tidak berkeberatan melepaskan kakanda Tuan Puteri, tetapi mereka memerlukan tebusan untuk itu.
" Oh - Ken Dedes menarik nafas dalam2. Sekali lagi ia telah terlempar kedalam keketjewaan jang dalam. Sedjenak terdengar desah beberapa orang emban, dan emban tua jang duduk dekat disisi Ken Dedes itu menundukkan kepalanja semakin dalam.
Djadjar itupun mendjadi heran pula. Kenapa Permaisuri tidak segera bertanja, tebusan apakah jang harus diserahkannja" Bahkan Permaisuri agaknja mendjadi ketjewa mendengar keterangannja.
" Hal itu pula jang terdjadi - desah Puteri itu pula " sedjak semula soal itu berulang kembali, berulang kembali. Aku harus menjerahkan tebusan. Di-waktu2 jang lampaupun aku sudah mendengar pemintaan itu. Tetapi aku tidak pernah mendapat djaminan apa2. Meskipun demikian, tjoba katakanlah Djadjar, apakah jang harus aku lakukan"
" Tuanku - berkata Djadjar itu. Tetapi ia sudah tidak lagi tersenjum meskipun sekedar didalam hati - menurut Kuda-Sempana, hamba harus membawa tebusan itu kesuatu tempat. Setelah tebusan itu diterimanja, maka kakanda Tuan Puteri akan dilepaskannja.
" Sederhana sekali Djadjar, Tetapi apakah hal jang demikian itu dapat diperijaja"
" Tentu Tuan Puteri, tentu.
Ken Dedes menarik nafas pandjang. Pandjang sekali. .Sedang wadjahnja jang tjantik itupun mendjadi semakin suram dan sedih. _ ,
Permaisuri itu sama sekali tidak jakin bahwa penjelesaian itu akan dapat terdjadi dengan begitu sederhananja. Meskipun demikian ia ingin djuga mendengar pendjelasan Djadjar itu lebih landjut.
r" Apakah tebusan jang harus aku berikan " " ber tanja Ken Dedes itu.
Djadjar itu mendjadi ber-debar2. Kuda-Sempana dan kawannja itu minta perhiasan Permaisuri sepengadeg. Sudah tentu bukan sekedar perhiasan jang sering dipergunakan se-hari2. Perhiasan jang dimaksud adalah perhiasan kebesarannja sebagai seorang permaisuri. Sepengadeg penuh. Sepasang subang, tusuk konde, hiasan rambut jang lain, tjundu kantil, kalung barangkai, kelat bahu, sabuk slepe, sampar pada binggel2 tretes, tjintjin dan sebagainja.
" O, berapa nilai dari barang2 itu " " desis Djadjar itu didalam hatinja.
Karena Djadjar itu tidak segera mendjawab, maka Ken Dedes mendesaknja " Bagaimana Djadjar "
" O, ampun Tuanku " sabut Djadjar itu tergagap - sebenarnja hamba tidak berani menjebutkan permintaan itu.
"- Kenapa " " Permintaan itu hampir tidak mungkin dapat terpenuhi Tuanku, Ketjuali apabila Permaisuri benar2 menghendaki keselamatannja.
" Katakan, apakah jang diminta "
" Terlampau ber-lebih2an Tuanku.
" Ja, tetapi kau belum menjebutnja. Apakah jang dikehendaki" Apakah jang ber-lebih2an itu " Uang, atau perhiasan, pangkat atau apa sadja " Mungkin ia ingin dibebankan dari segala tuntutan dan hukuman "
" Tidak Tuanku. Bukan itu. Orang seperti Kuda-Sempana dan kawannja itu tidak akan lagi metnperhatikan tuntutan dan hukuman, sebab mereka merasa dapat menghindarkan diri dari hukuman jang seharusnja diberikan kepada mereka.
" Ja, tetapi apa" Apa" " Ken Dedes mendjadi djengkel karenanja.
" Ampun Tuanku. " berkata Djadjar itu. Tetapi ia terdiam pula sedjenak. Sengadja ia membiarkan Ken Dedes menahan nafasnja. la senang sekali melihat Permaisuri itu hampir pingsan menunggu kata2nja.
Tetapi Djadjar itu mendjadi ketjewa ketika ia mendengar emban jang tua. jang duduk disisi Ken Dedes it berkata " Ampun Tuan Puteri. Djadjar itu sengadja membuat Tuan Puteri mendjadi ber-debar2. Ia sengadja membuat agar Tuan Puteri me-maksa2nja untuk mengatakan. Dengan demikian ia merasa sangat Tuanku perlukan. Karena itu Tuan Puteri, biarkan sadja ia berkata. Kalau ia bereberatan, biarlah tidak usah dikatakannja, sebab apa jang kan dikatakan itupun sama sekali tidak akan2 mejakinkan, seperti apa jang pernah kita dengar sebelumnja. Tebusan, tebusan, tetapi tanpa djaminari apapun.
" E - Djadjar itu memotong - sebaiknja kau tidak usah turut tjampur. Bahkan sebaiknja kau pergi sadja dari sini.
" Emban itu adalah pemomongku Djadjar. Hanja akulah jang berhak menjuruhnja pergi atau untuk tetap berada disini.
" Ampun Tuanku, tetapi ia mengganggu sekali.
" Ampun Tuanku - emban itu menjambung tanpa nenghiraukan kata2 Djadjar itu - Bahkan lebih baik, seandainja Tuanku sama sekali tidak mendengar apa jang akan dikatakannja. Mungkin Djadjar itu hanja sekedar membual, atau mentjoba mentjari kesempatan untuk menundjukkan jasa.
" Tidak, tidak. Hamba berkata sebenarnja - potong Djadjar itu pula. Ia mendjadi semakin gelisah ketika Permaisuripun berkata - Ternjata kau hanja membual. Benar kata2 bibi, bahwa sebaiknja aku tidak usah mendengarkan kata- katamu.
" Ampun Tuanku. Dengarkanlah Dengarkanlah. Tidak terlampau pandjang.
Djadjar itu hampir mendjadi pingsan ketika ia melihat Ken Dedes berkisar dan tidak lagi memandanginja. Bahkan Permaisuri itu berkata - Kita mentjari bunga menur itu sadja bibi.
" Ampun Tuanku. Ampun - Djadjar itulah jang kini kebingungan seperti terbakar kumisnja - hamba akan mengatakan. Hamba akan segera mengatakan. Jang diminta oleh Kuda-Sempana dan kawannja itu adalah perhiasan Tuanku,p2erhiasan. Apakah Tuanku mengerti maksud hamba.
Tetapi Ken Dedes se-akan2 tidak mendengarnja. Sekali lagi ia berkata - Bibi, apakah kolam itu sudah dibersihkan"
" Mudah2an Tuanku. Apabila belum, maka Djadjar jang gemuk itulah jang bersalah.
" Tuanku, Tuanku - Djadjar itu kini hampir berangkak mendekati Ken Dedes - Dengarlah Tuanku. Jang diminta untuk menebus kakanda Tuanku adalah perhiasan.
Ken Dedes menarik nafas dalam. Ia mendengar kata2 Djadjar itu. Meskipun ia belum berpaling memandang ke arah Djadjar gemuk itu, namun sebenarnja hatinja telah bergerak pula mendengar kata2 itu. Kalau hanja sekedar
perhiasan. Maka tebusan itu tidak terlampau sulit baginja.
Djadjar itu mendjadi semakin gelisah, karena Ken Dedes itu berpalingpun tidak. Maka hampir menangis ia berkata " Tuanku, perhiasan Tuanku. Perhiasan. Kalau tidak, maka mereka mengantjam untuk membunuh kakanda Tuanku itu.
Mendengar kata2 itu, terasa sesuatu berdesir dihati Ken Dedes, dan bahkan djuga didalam dada emban tuan pemomongnja. Kini keduanja berpaling memandangi Djadjar jang hampir bertiarap dihadapannja.
Dan Djadjar itu berkata terus - Mereka merasa terlampau lama menunggu. Dan mereka hampir mendjadi djemu karenanja. Karena itu Tuanku harus tjepat2 berbuat sesuatu sebelum mereka kehabisan kesabaran.
Ken Dedes mengerutkan keningnja. Kini ia sudah tidak dapat ber-pura2 lagi. Wadjahnja kembali mendjadi tegang. Namun ia tidak mau lagi memaksa2 Djadjar itu untuk berkata. Ia tahu bahwa Djadjar itu pasti akan mendjadi terlampau berbangga diri, karena merasa sangat diperlukan oleb Permaisuri.
" Tuanku " berkata Djadjar itu selandjutnja " Menurut pertimbangan hamba, Tuanku harus segera berbuat sesuatu. Kuda-Sempana dan kawannja sudah tidak mau menunggu terlampau lama.
Meskipun Ken Dedes berusaha untuk menekan perasaan nja, namun tampak djuga dahinja berkerut, sedang emban tua jang duduk bersimpuh diatas rerumputan disampingnja mendjadi tjemas. Terlampau tjemas,
" Nah, Tuanku. Bagaimanakah sikap Tuanku "
Ken Dedes tidak segera mendjawab. Ketika dilontarkannja pandangan matanja kesudut halaman, masih sadja dilihatnja beberapa orang pradjurit dan Djadjar duduk disana. Satu orang diantara mereka berdiri sambil berdjalan mondar mandir.
" Djadjar " berkata Ken- Dedes kemudian " aku rasa kau belum berkata seluruhnja. Perhiasan apakah jang dimaksud " Dan apakah tidak ada pesan jang lain bagaimana perhiasan itu akan - sampai ketangan Kuda-Sempana dan bagaimana kakang Mahisa Agni akan sampai keistana
" Sudah hamba katakan Tuanku, tebusan itu harus hamba bawa dan hamba serahkan kepada mereka ditempat jang mereka tentukan. Sedang .perhiasan jang mereka minta itu adalah ... " Djadjar itu. berhenti sedjenak. Terdjadilah pergolakan didalam dirinja. Kawan Kuda-Sempana minta kepada Permaisuri itu sepengadeg. Sedang untuk dirinja sendiri, ia harus berusaha sendiri. Katanja didalam hati^ja " Aku harus minta lebih dari sepengadeg. Semua itu akan aku miliki. Tetapi apabila terpaksa, aku akan masih mempunjai kelebihannja.
Sekali lagi Ken Dedes hampir tidak bersabar menunggu Djadjar itu berkata. Tetapi sekali lagi Ken Dedes menahan diri. Dibiarkannja Djadjar itu berdiam diri supaja ia tidak djustru memperlambat kata2nja.
" Tuanku " berkata Djadjar itu kemudian " jang diminta oleh Kuda-Sempana dan kawannja adalah perhiasan Tuanku. Perhiasan jang paling baik. Banjaknja tiga pengadeg"
" He " Permaisuri terkedjut mendengar permintaan itu. Bahkan para embanpun terhenjak ditempatnja. Tiga pengadeg perhiasan seorang Permaisuri.
" Djadjar " suara Ken Dedes kini bergetar " apakah kau tidak salah mengatakannja "
" Tidak Tuanku. Tiga pengadeg. Tiga. Ja, tiga. Aku tidak salah lagi. Satu, dua kemudian tiga. Begitulah.
Ken Dedes menarik nafas dalam2. Sedjenak ia terdiam. Dilontarkannja pandangannja djauh2 kedepan. Menembus dedaunan dan pohon2 perdu, se-olah2 hendak dilihatnja djauh keseberang taman, tempat Mahisa Agni disembunjikan.
Ken Dedes itu terperandjat ketika djadjar itu bertanja " Bagaimana Tuanku. Apakah Tuanku setudju " Hamba akan segera menjampaikan dan kakanda Tuanku itu akan segera dilepaskan. Djangan menunggu mereka kehabisan kesabaran Tuanku, supaja kakanda Tuan Puteri itu tidak mengalami tjidera apa2.
" Djadjar - berkata Ken Dedes - tiga pengadeg perhiasan itu bukanlah sekedar benda2 jang dapat aku ambil begitu sadja dari istana. Kau tahu berapa nilai dari perhiasanku sebagai seorang Permaisuri itu sepengadeg "
Djadjar itu menggeleng lemah - Ampun Tuanku, hamba tidak mengetahuinja.
" Tidak sepengadeg djadjar, tetapi sepasang subang itu sadja, hanja sepasang.
Sekali lagi djadjar itu menggeleng - Tidak Tuanku.
" Nah, kau pasti djuga tidak akan dapat membajangkan betapa harga tiga pengadeg perhiasan itu.
" Hamba Tuanku. Memang hamba tidak dapat membajangkan nilai daripadanja:
" Kalau demikian, maka dengarlah. Sepengadeg perhiasanku djadjar, akan sama nilainja dengan seisi padukuhan beserta sawah ladangnja. Bahkan pedukuhan jang paling kaja. Terhitung semua perhiasan, ternak dan iwennja, selain manusianja.
Terasa bulu2 djadjar itu meremang. Tetapi kemudian tumbuh pulalah kebanggaannja atas dirinja. Katanja didalam hati - Kesempatan ini tidak akan terulang sampai dua kali. Tiga pengadeg perhiasan Permaisuri adalah tiga pedukuhan jang paling kaja dengan segenap isinja. Rumah2 brundjung jang besar, djoglo dan segenap perabotnja. Perhiasan2nja dan ternak iwennja. Bahkan segenap sawah ladangnja.
" Apakah kau dapat membajangkannja djadjar "
" Hamba Tuanku. - sahut djadjar itu - betapa banjak nilai dari perhiasan itu.
" Tiga pengadeg untuk menebus kakang Mahisa Agni "
" Begitulah Tuanku. Tidak ada tawaran lain apabila Tuanku menginginkan kakanda Tuanku itu selamat.
Ken Dedes .menekurkan kepalanja. Kuda-Sempana dan kawannja itu dapat sadja menjebut apa sadja jang mereka kehendaki untuk menebus Mahisa Agni. Kuda-Sempana tahu betul, bagaimanakah hubungannja dengan .Mahisa Agni seperti kakak beradik sekandung. Kuda-Sempana tahu betul bahwa Mahisa Agni telah melepaskannja dari bentjana berulang kali. Itulah sebabnja maka pemerasan itupun dilakukannja tidak tanggung2. Tiga pengadeg pakaian. Betapa besar nilainja
" Kalau aku memilikinja sendiri - desis Permaisuri itu didalam hatinja - kalau aku tidak terikat oleh Akuwi Tunggul Ametung, maka nilai kakang Mahisa Agni djauh lebih besar dari tiga pengadeg perhiasan itu. Ia telah menjelamatkan njawaku, bahkan kehormatanku, pada saat Kuda-Sempana itu mendjadi gila.
Djadjar jang gemuk dan berkumis itu menunggu djawaban Permaisuri dengan hati jang ber-debar2. Namun sementara itu ia telah ber-angan2 untuk menerima tiga pengadeg perhiasan dalam sebuah kotak berukir. Perhiasan jang akan dipergunakan untuk menebus Mahisa Agni. Tetapi kotak itu akan dibawanja lari. Bersembunji ditempat jang djauh, jang tidak mungkin dikundjungi oleh Kuda-Sempana dan kawannja maupun oleh Akuwu Tunggul Ametung beserta padjurit pradjuritnja.
" Adikku dan kawan2nja liar itu akan dapat melindungiku - katanja didalam hati.
Tetapi ternjata Permaisuri tidak segera mendjawab. Permaisuri itu masih sadja merenung memandangi lembaran2 daun dikedjauhan. Tetapi ternjata ia tidak melihat sesuatu.
Pandangannja sc-olah2 mendjadi kabur kerena gelora didalam dadanja.
Djadjar itu kemudian tidak dapat bersabar menunggu Diberanikannja bertanja - Tuanku, bagaimanakah perintah Tuanku "
Ken Dedes menarik nafas dalam. Beberapa kali ia mendengar bahwa untuk melepaskan Mahisa Agni memang diperlukan tebusan. Tetapi baru kali ini ia mendengar, berapa besar tebusan jang diminta.
" Bagaimana Tuanku. Hamba tinggal mendjundjung perintah Tuanku.
" Djadjar - berkata Ken Dedes - permintaan itu tidak masuk diakalku. Betapa aku mengharapkan kakang Mahisa Agni lepas dari tangan mereka, tetapi permintaan itu hampir tidak mungkin aku penuhi.
Djadjar jang gemuk itu mengerutkan keningnja. Dan tanpa sesadarnjanja ia berkata - Tetapi keselamatan kakanda Tuanku itu sedang terantjam.
Ken Dedes meng-angguk2 lemah. Sedjenak ia berdiam diri. Ia tidak segera mengetahui apa jang harus dilakukannja
Ketika angin berhembus menjentuh dedaunan ditaman itu, maka terdengarlah suara desir jang lembut. Tangkai2 bupga jang bergetar, se-olah2 sedang menggelengkan kepala mereka, ikut bersedih melihat Permaisuri jang bcrwadjah muram.
Sedjenak kemudian terdengarlah Permaisuri itu berkata " Djadjar. Baiklah aku akan mempertimbangkan permintaan itu. Aku kelak akan memberitahukannja kepadamu, keputusan jang akan aku ambil.
Dada Djadjar itu berdesir mendengar kata2 Ken Dedes Ia mengharap Permaisuri itu sekarang djuga berdiri, masuk kedalam biliknja, atau menghadap Akuwu Tunggul Ametung, kemudian memberinja sepeti perhiasan jang dimintanja. Karena itu maka tergagap ia berkata - Ampun Tuanku
Bagaimanakah djawab hamba apabila Kuda-Sempana dan kawannja itu datang lagi kepada hamba"
" Katakan seperti jang aku katakan. Permaisuri sedang mempertimbangkannja.
" O, tetapi itu memerlukan waktu. Mereka sudah tidak lau bersabar lagi. Barang2 itu harus segera sampai keta gan mereka. Kalau tidak maka keselamatan kakanda Tuanku tidak akan terdjamin.
Ken Dedes mengerutkan keningnja. Tetapi djawabnja sama sekali tidak diduga oleh Djadjar jang gemuk itu " Djangan takut Djadjar. Mereka tidak akan berbuat apa2, sebab mereka mengharap perhiasan jang tiga pengadeg itu. tereka pasti akan menunggu sehari dua hari, bahkan nungkin sepekan. Sebab membunuh kakang Mahisa Agni sama sekali tidak memberikan keuntungan apa2 bagi mereka, tetapi perhiasan itu akan sangat menjenangkan.
Jilid 34 SEPERTJIK. keringat dingin menetes dikening djadjar jang gemuk itu. Ia sama sekali tidak menjangka, bahwa Per"maisuri akan mendjadi tenang menghadapi keadaan itu. Na mun dengan demikian djustru djadjar itulah jang mendjadi gelisah. Lidahnja se-olah kehilangan kekuatan untuk mengata kan sesuatu.
" Sekarang pergilah. Katakan kepada para pradjurit itu, bahwa merekapun aku perkenankan meninggalkan halaman ini. Ternjata kau tidak berbahaja bagiku.
" Oh " djadjar itu mengerutkan keningnja. Matanja jang sipit mendjadi lemakin sipit.
" Tetapi, tetapi, bagaimana dengan perhiasan itu Tuanku "
" Tunggulah, aku sedang berpikir untuk itu.
" Bagaimana kalau hari ini kakanda Tuanku itu me ngalami bentjana.
" Tidak. Itu tidak akan terdjadi. Sekian lama mereka menunggu untuk mendapat tebusan. Maka mereka pasti akan menunggu sehari-dua hari lagi.
" Tetapi " Pergilah. " Tuanku. " Pergilah. Djadjar itu tidak dapat mendjawab lagi. Harapannja untuk mendapatkan perhiasan hari itu djuga telah gagal Tetapi ia tidak berputus asa. Ia memastikan bahwa Permaisuri akan memberikah perhiasan itu kepadanja. Soalnja hanjalah waktu. Sekarang, besok atau mungkin dua tiga hari lagi. Tetapi barang2 itu pasti akan mendjadi miliknja.
Dengan gemetar djadjar itu membungkukkan badannja sambil berkata - Ampun Tuanku. Perkenankanlah hamba meninggalkan tempat ini.
Ken Dedes mengangguk. Dipandanginja djadjar itu ber"ingsut mundur. Kemudian berdjalan sambil berdjongkok beberapa langkah. Baru2 kemudian ter-tatih2 ia berdjalan kesudut halaman menemui para pradjurit dan kawan2nja, untuk menjampaikan perintah Permairsuri, bahwa mereka diperkenankan meninggalkan taman itu.
Tetapi ternjata sebelum mereka berandjak dari tempatnja, mereka melihat Permaisuri itu berdiri dan berdjalan meninggalkan taman itu pula. Ternjata Permaisuri sudah tidak mempunjai minat lagi untuk ber-main2 ditaman itu Hatinja kini sedang ditjengkam oleh ketjemasan dan kebingungan. Ia pertjaja bahwa memang dituntut tebusan untuk Mahisa Agni, tetapi ia tidak pernah mendapat djaminan jang mejakinkan tentang keselamatan kakaknja itu.
Karena itu setiap kali ia mendengar tentang Mahisa Agni, maka se-akan2 luka didalam dadanja mendjadi semakin parah. Ia ingin berbuat sesuatu, tetapi ia tidak dapat. Seandainja ia dapat memutuskan sendiri, maka apapun akan di serahkannja untuk membebaskannja. Apalagi hanja tiga pengadeg perhiasan.
Permaisuri itu kini sama sekali sudah tidak ada minat lagi untuk ber-main2 ditaman. Dengan ter-gesa2 ia berdjalan diiringi oleh emban2nja dan emban pemomongnja.
" Bibi " berkata Ken Dedes " aku mendjadi pening. Aku ingin beristirahat.
Silahkanlah Tuanku " sahut emban jang tua itu "- Tuanku memang harus beristirahat. Sebaiknja Tuanku tidak terlampau ditjengkam oleh kegelisahan memikirkan angger Mahisa Agni. Sebaiknja Tuanku menganggap persoalan itu sebagai persoalan jang biasa. Persoalan jang meskipun harus diselesaikan, tetapi tidak membuat Tuanku sendiri mendjadi bersedih.
" Tidak dapat bibi. Aku tidak dapat atjuh tak atjuh sadja atas persoalan kakang Mahisa Agni.
Emban jang tua itu tidak menjahut. Hampir ter-lontjat2 ia berdjalan dibelakang Ken Dedes jang dengan ter-gesa2 masuk kedalam biliknja. Beberapa emban pengiringnja tinggal didepan pintu, sedang pemomong Ken Dedes mengikutinja masuk kedalam.
" Persoalan kakanda Tuan Putri itu benar2 menggelisah kan "r bisik seorang emban kepada kawannja.
" Sudah tentu " sahut jang lain " Mahiia Agni adalah satu2nja keluarga jang masih ada.
" Tetapi tebusan itu memang tidak masuk diakal kita
" berkata jang lain.
" Djangan kau sebut2 " berkata seorang jang lebih tua
" lebih baik kita diam supaja tidak mempersulit perasaan Tuan Puteri itu sendiri.
Jang lain meng-angguk!kan kepalanja, dan merekapun terdiam karenanja.
Didalam biliknja, wadjah Ken Dedes mendjadi semakin muram. Persoalan itu ternjata berkepandjangan, se-olah2 tidak akan berudjung. Persoalan jang selalu merobajanginja sedjak lama, sedjak perkawinan agung belum dilakukan," Tuanku - berkata emban tua pemomong Ken Dedes
" Tuanku terlampau memikirkan kakanda Tuan Puteri, angger Mahisa Agni. Bukan maksudku untuk melupakannja, tetapi persoalan ini djangan mendjadi beban jang memberati perasaan Tuanku, sehingga se-olah2 hidup Tuan Puteri selalu dibajangi oleh kemuraman dan kesedihan. Ingatlah Tuanku, bahwa Tuanku adalah seorang Permaisuri. Seandainja wadjah Tuan Puteri itu selalu muram, maka seluruh istana ini akan mendjadi muram. Karena itu, usahakanlah untuk mengurangi tekanan perasaan jang tumbuh karena angger Mahisa Agni. Seorang isteri adalah sumber tjahaja dari ke uarga. Kalau sumber itu suram, maka tjahajanjapun akan suram. Dan wadjah2 jang lainpun akan mendjadi suram pula.
Ken Dedes meng-angguk2kan kepalanja. Katanja lirih Aku menjadari bibi, tetapi bagaimana aku dapat melakukan ja" Apalagi setelah djadjar itu mengatakan, bahwa ia telah ditemui oleh Kuda Sempana dan2 menjampaikan permintaan itu.
" Apakah Tuan Puteri pertjaja kepadanja" bertanja em an tua itu.
Tentu tidak sepenuhnja bibi. Aku tidak pertjaja kepada djadjar itu sepenuhnja, dan aku tidak pula pertjaja kapada Kuda Sempana.
" Lalu apakah jang menarik perhatian Tuanku atas djadjar itu"
" Djadjar itu hanja sekedar merupakan sentuhan2 jang akan dapat dipakai untuk mempersoalkannja lebih landjut. Itu lebih baik bagiku daripada tidak ada hubungan sama se kali dengan orang jang telah menjebunjikan kakang Mahisa Agni.
Emban tua itu meng-angguk2kan kepalanja. Sebenarnja ia sependapat dengan pikiran Ken Dedes itu. Ia memang menganggap lebih baik hubungan dengan djadjar itu dan se erusnja dengan Kuda-Sempana dipelihara, meskipun hal2 jang lain masih harus dibitjarakan. " Bagaimana pendapatmu bibi" bertanja Ken Dedes kemudian.
Emban itu ragu2 sedjenak. Tetapi kemudian ia berkata Adalah djalan jang paling baik jang harus Tuanku tempuh adalah mmjampaikan persoalan ini kepada Tuanku Akuwu Tunggul Ametung. Tuanku Akuwu^Tunggul Ametung adalah suami Tuanku, dan Tuanku Tunggul Ametung adalah pemegang kekuasaan jang tertinggi di Tumapel.
Ken Dedes meng-angguk2kan kepalanja. Djawabnja - Ja, bibi. Memang tidak ada djalan lain. Aku harus menjampa kan kepada Tuanku Akuwu Tunggul Ametung. Tetapi sebenarnja aku meragukannja. Apakah Tuanku Akuwu akan menaruh minat atas persoalan ini. Sudah sekian lama aku menuggu, sedjak hari perkawinan kami. Tetapi Akuwu se-olah2 telah melupakannja. Setiap kali ia mendengar persolan itu, Tuanku Akuwu se-olah selalu menghindarkan dirinja.
" Tetapi persoalan ini harus mendapat pendjelasan Tuanku. Meskipun kita tidak dapat mempertjajai djadjar itu dan apalagi Kuda-Sempana, tetapi harus ditemukan tjara jang sebaik2nja untuk melepaskan angger Mahisa Agni.
" Aku menjadari bibi. Dan aku akan mentjoba sekali lagi menjampaikannja kepada Akuwu.
" Silahkan Tuanku. Sebaiknjalah demikian. Djangan menuggu terlampau lama.
Sekali lagi Ken Dedes meng-angguk2kan kapalanja. Wadjahnja jang suram masih sadja suram.
" Malam nanti aku akan menghadap Tuanku Akuwu Tunggul Ametunguntuk menjampaikan persoalan ini. Mudah2an Tuanku Akuwu menemukan djalan jang se-baik2nja.
Demikianlah ketika matabari telah terbenam, dan lampu2 didalam istana Tumapel telah dinjalakan, maka Ken Dedes, Permaisuri Akuwu Tunggul Ametung sedang duduk sambil menekurkan kepalanja dalam2. Disisinja Akuwu Tunggul Ametung berdjalan mondar-mandir dengan gelisahnja.
Beberapa saat mereka saling berdiam diri. Masing2 sedang hanjut kedalam dunia angan2nja sendiri.
Diluar angin jang sedjuk berhembus perlahan, menggerakkan dedaunan dan ranting2 jang ketjil Suara tjengkerik di rerumputan ber-derik2 menggelitik hati, seperti sedang sesambat karena ditinggalkan kekasih.
" Ken Dedes " terdengar kemudian suara Akuwu Tunggul Ametung berat " kau terlampau terpengaruh oleh keadaan Mahisa Agni.
Ken Dedes mengarfgguk lemah - Hamba Tuanku.
" Apakah kau tidak dapat melupakannja "
Ken Dedes terkedjut mendengar pertanjaan itu, sehingga wadjahnja jang basah itu terangkat - Apakah maksud Tuanku"
Akuwu Tunggul Ametung menarik nafas dalam2. Kemu ian katanja - Kau adalah seorang Permaisuri. Bukan hanja aku dan orang2 seisi istana sadja jang selalu memperhatikan mu. Tetapi setiap orang di Tumapel ini setiap saat selalu menilaimu. Mereka mengharap kau bergembira, berwadjah tjerah dan djernih. Demikianlah hendaknja gambaran dari keadaan Tumapel. Tetapi agaknja kau tidak berbuat demi kian. Achir2 ini wadjahmu selalu muram dan sedih.
" Ampun Tuanku. Hamba sudah berusaha untuk berbuat demikian djustru karena hamba menjadari kedudukan hamba. Tetapi setiap kali hamba tidak mampu bertahan diri terhadap arus perasaan hamba jang melanda dinding djantung.
" Kau terlampau perasa Ken Dedes. Tjobalah kau berdjuang untuk mengatasi perasaanmu itu.
" Hamba akan mentjoba Tuanku.
" Baiklah. Tjobalah sehari dua hari. Kau harus mendjadi seorang jang riang dan mempunjai gairah jang segar memandang Tumapel dan segenap isinja.
" Hamba akan mentjoba Tuanku.
" Nah, apabila demikian, sekarang beristirahatlah. Mungkin kau meridjadi terlampau lelah. Bukan oleh kerdja djasmaniah, tetapi karena usahamu melawan perasaanmu sendiri.
Sekali lagi Ken Dedes terkedjut mendengar katai itu. Sekali lagi ia mengangkat wadjahnja dan bertanja " Tetapi bagaimanakah tentang Mahisa kakang Agni "
" He " kini Akuwu Tunggul Ametunglah jang terperandjat " bagaimana kau ini Ken Dedes. Baru sadja kau mengatakan kepadaku, bahwa kau akan berusaha, sekarang kau sudah menanjakan lagi tentang Mahisa Agni.
" Ampun Tuanku. Hamba akan berusaha untuk menjembunjikan kepedihan hati hamba. Hamba akan berusaha untuk menundjukkan gairah hidup hamba sebagai seorang Permaisuri, meskipun seorang Permaisuri itru djuga seorang manusia biasa. Apa lagi hamba Tuanku. Tetapi disamping itu, hamba ingin Tuanku berbuat sesuatu untuk menemukan kakang Mahisa Agni.
" Ah " Akuwu Tunggul Ametung berdesah " kau selalu kembali kepada masalah itu. Ken Dedes, aku ingin kau memberikan sumbangan kepadaku. Sebagai seorang Permai"suri terhadap seorang Akuwu. Aku ingin mendapat dorongan darimu, agar aku mendjadi semakin tekun dan ber-sungguh2 memikirkan Tumapel. Memikirkan kemadjuan dan kesempurnaannja. Bagaimana aku harus membuat istana ini lebih indah, dan megah. Bagaimana aku mendjadi semakin disegani dan ditakuti oleh rakjatku. Bagaimana aku dapat menentukan kehendakku tanpa seorangpun jang berani menjanggah.
Ken Dsdes mengerutkan keningnja. Sepertjik keketjewa an telah mewarnai hatinja. Semakin lama semakin djelas.


02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Itukah jang dianggapnja kemadjuan dan kesempurnaan". Istana jang indah dan megah, disegani dan ditakuti, kehendak jang tidak terbantah. " berkata Ken Dedes dida lam hatinja - sama sekali berbeda dengan angan2ku. Tetapi jang penting sekarang, bagaimana Akuwu berbuat sesuatu untuk kakang Makisa Agni.
Dan Ken Dedes mendengar Akuwu itu berkata terus " Ken Dedes. Sudah tentu aku tidak dapat berbuat sesuatu jang hanja berkisar kepada kepentingan diri sendiri. Sebab aku adalah seorang Akuwu.
Kerut-merut diwadjah Ken Dedes mendjadi semakin da lam. Kemudian katanja " Ampun Tuanku. Hamba akan selalu ikut serta memikirkan keadaan Tumapel. Hamba ingin Tumapel mendjadi daerah jang paling baik disegenap sudut Keradjaan Kediri. Hamba merasa bangga atas keputusan Tuanku untuk membuka tanah dipadang Karautan. Seperti jang Tuanku katakan, bahwa hal itu Tuanku lakukan bukan sekedar menjenangkan hati hamba setelah hamba ke hilangan se-gala2nja, ketjuali kakang Mahisa Agni saa itu. Bukan sekedar karena hamba ingin Panawidjen hidup kem bali meskipun dalam udjudnja jang lain. Tetapi Tuanku berkata, bahwa kemakmuran di-daerah2 ketjil akan berpengaruh kepada hidup keseluruhan Tumapel. Bila padang Karautan mendjadi hidjau dan subur, maka Tumapelpun kan dipertjiki oleh kesuburan itu. Demikian pula di-daerah2 lain di wilajah Tumapel kelak. Dan hamba akan senang sekali ikut memikirkannja. Bukan sekedar istana ini seisinja. Bukan se kedar keinginan diri untuk ditaati setiap kata2nja tanpa per timbangan. Bukankah dengan demikian itu djuga sekedar berkisar kepada kepentingan diri.
-" Ken Dedes " potong Akuwu Tunggul Ametung, se hingga Ken Dedes mendjadi terkedjut karenanja. Tetapi Akuwu Tunggul Ametung itu kemudian menarik-nafas dalam2. Ditahankannja perasaannja jang me-ledak2 sebagai kebiasaan hidupnja se-hari2. Tetapi kepada Ken Dedes ia selalu mendjaga dirinja Selalu diingatnja, bahwa ia pernah melihat seberkas sinar jang tak dikenalnja memantjar dari tubuh Per"maisuri itu.
Sedjenak kemudian mereka terhempas dalam kediaman. Masing2 mentjoba untuk menahan diri. Betapapun gedjolak djantung mereka, namun mereka ingin bersikap tenang. Mereka berusaha untuk menjaring setiap kata jang melontar lewat sela2, bibir mereka.
Terdengar desah jang pandjang meluntjur dari dada Aku wu Tunggul Ametung Perlahan2 ia berkata -Kau salah mengerti Ken Dedes. Kau belum dapat mengikuti tjaraku memerintah Tumapel. Tetapi itu adalah wadjar sekali, sebab kau belum tjukup lama ikut serta mendengar dan mengerti tentang pemerintahan. Mudah2an pada saatnja kau akan sependapat dengan aku.
Ken Dedes kini mendjadi semakin tuduk. Setetes air menitik dari matanja-Hambu Tuanku. Mudah2an hamba akan segera dapat mengerti.
" Kalau kau tidak selalu ditjengkam oleh ketjemasan dan kegelisahan, maka kau akan segera dapat mengikuti segala persoalan Temapel seperti sebarusnja seorang Permaisuri.- Kau wenang untuk ikut serta dalam panbitjaraan2 chusus. Karena itu, Ken Dedes. Lupakan sadja Mahisa Agni.
Kini Ken Dedes benar2 terperandjat Tanpa sesadarnja ia terlontjat berdiri. Namun ketika terpandang olehnja Akuwu Tunggul Ametung, maka per-lahan2 didjatuhkannja dirinja diatas tempat duduknja.
" Ampun Tuanku-desisnja. Namun kata2nja terputus. Terasa sesuatu menjumbat kerongkongannja.
" Bukankah hal itu lebih baik bagimu Ken Dedes.
Dengan sekuat tenaga Ken Dedes mentjoba menahan perasaannja. Ter-Sendat2 ia berkata - Bagaimana mungkin Tuanku sakarang berkata demikian.
" Ken Dedes. Marilah kita memandang kedepan. Kita tidak terpukau oleh masa lampau sehingga kita kehilangan arah. Kita hanja merenung dan bersedih tanpa berbuat sesuatu.
" Hamba Tuanku. Hamba sependapat. Tetapi apakah dengan melupakannja kita telah berbuat sesuatu "
- Kening Akuwu Tunggul Ametung mendjadi berkerut- merut. Hampir" ia kehilangan kesabaran dan berteriak seperti kebiasaannja. Tetapi selalu ia ingat, ada kelebihan Ken Dedes dari orang2 lain. Tjahaja itu. Ja tjahaja jang memantjar dari tubuhnja jang pernah dilihat oleh Akuwu, selalu mempengaruhinja.
" Ken Dedes " berkata Akuwu itu kemudian - maksudku, kita berbuat sesuatu untuk kepentingan jang lebih besar. Kita tidak boleh terpukau oleh masa lalu, sehingga kerdja jang lain terbengkalai. Apakah manfaatnja aku mentjari Mahisa Agni dengan berbagai matjam tjara, tetapi bendungan jang dibuat oleh orang2 Panawidjen itu tidak selesai " Apakah manfaatnja kau memberikan perhiasan seperti jang kau katakan itu, tetapi kita kehabisan beaja untuk meneruskan bendungan itu " Ken Dedes, apabila kelak bendungan itu berhasil, maka orang2 Panawidjen akan sangat berterima kasih. Mereka akan memudji kemurahan hati kita atas bantuan jang telah kita berikan. Mereka akan hidup dalam kesedjahteraan, dan mereka akan selalu mengenang segala matjam djasa jang telah kita berikan. Dan merekapun akan segera melupakan Mahisa Agni.
" Kakang Mahisa Agnilah jang telah mulai dengan pekerdjaan besar itu " tiba2 Ken Dedes menjahut.
" Aku tahu. Tetapi apakah artinja Mahisa Agni itu kemudian " Ia tidak berada lagi dipekerdjaannja.
" Itu sama sekali bukan karena kehendaknja sendiri.
" Apapun alasannja. Tetapi ia tidak dapat meneruskan pekerdjaan itu. Akulah jang menjelesaikannja. Akulah jang memberi semua kebutuhan dalam pekerdjaan itu. Alat dan perbekalan.
Terasa sebuah desir jang tadjam mematuk djantung Ken Dedes. Sedjenak ia terdiam dan sepertjik lagi keketjewaan mewarnai hatinja. Namun ia masih berusaha se-kuat2 tenaga untuk menahan diri. 2Untuk selalu dapat mengendalikan perasaan dan nalarnja. Djika ia mendjadi kehilangan akal, maka maksudnja untuk minta pertolongan Akuwupun akan tertutup sama sekali.
" Ampun Tuanku " berkata Ken Dedes kemudian. Suaranja mendjari rendah dan bergetar " hamba akan mentjoba mengerti semua keinginan Tuanku. Tetapi hamba mengharap bahwa Tuankupun akan dapat mengerti keadaan hamba. Hamba sama sekali tidak dapat menjanggah kebenaran kata2 Tuanku. Tetapi hamba ingin menjatakan kelemahan diri dan perasaan hamba. Betapa hamba ingin mengabdikan diri kepada keinginan dan tjita2 Tuanku, tentang masa depan Tumapel, tetapi hamba tidak akan dapat melepaskan diri dari kedirian. Mungkin keduanja dapat berdjalan seiring. Hamba sebagai seorang Permaisuri dan hamba sebagai Ken Dedes jang lemah. Seorang jang hidupnja selalu diguntjang oleh angin jang kasar.
Akuwu Tunggul Ametung merasakan sebuah sentuhan jang halus didalam dadanja. Permaisuri itu. adalah seorang manusia biasa. Seorang jang memiliki sifat2 kemanusiaannja. Dan tiba2 sadja dikenangkannja masa lampau Ken Dedei jang sangat pahit. Apa jang terdjadi atasnja, dan bagaimana ia dapat sampai diistana ini.
Tunggul Ametung menarik nafas dalam2".
Dan tiba2 ia terhenjak keatas tempat duduknja, sebuah batu hitam jang dilambari oleh sebuah permadani jang tebal. Per-lahan2 terdengar ia berkata seperti sedang mengeluh
" Memang kita adalah orang2 jang telah diamuk oleh nafsu memikirkan diri sendiri.
Ken Dedes mengangkat wadjahnja. Dilihatnja wadjah Akuwu Tunggul Ametung jang tegang. Tetapi ia tidak segera berkata sesuatu. Ia mengharap bahwa hati Akuwu itu akan mentjair dari dalam.
" Tetapi permintaan itu tidak mungkin dipenuhi Ken Dedes " berkata Akuwu Tunggul Ametung.
" Hamba memang sudah menjangka demikian Tuanku
" sahut Ken Dedes " hambapun tidak ingin memenuhi seluruhnja. Tetapi hamba ingin usaha jang njata untuk melepaskannja.
" Apakah kau pertjaja kepada Djadjar itu " " bertanja Ken Arok.
" Tidak Tuanku, hamba tidak mempertjajainja.
Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan keningnja. Ia heran mendengar djawaban Ken Dedes. Karena itu ia bertanja " Ken Dedes, kalau kau tidak pertjaja kepada Djadjar itu, kenapa kau ingin berhubungan dengan dia dan bahkan kau sudah membitjarakan soal tebusan meskipun kau masih ingin menawarnja "
" Tuanku " djawab Ken Dedes " Djadjar itu akan dapat kita djadikan djembatan penghubung, antara kita dan orang2 jang membawa kakang Mahisa Agni. Maksud hamba apabila kita dapat memelihara hubungan itu, apapun jang akan Tuanku lakukan, hamba akan berterima kasih sekali. Apalagi kelak apabila kakang Mahisa Agni benar2 telah dapat dibebaskan.
" Apakah jang harus aku lakukan " Memberikan tebus an kepada Djadjar itu " " bertanja Tunggul Ametung " apakah kau pertjaja bahwa setelah menerima tebusan itu Mahisa Agni akan bcnar2 dibebaskan "
" Hamba memang tidak pertjaja Tuanku. Mungkin orang2 jang membawa Mahisa Agni itu jang ingkar, tetapi djuga mungkin Djadjar jang gemuk itulah jang ingkar.
Akuwu Tunggul Ametung meng-angguk2kan kepalanja. Tiba2 ia berkata " Aku akan menangkap Djadjar itu. Aku harus tahu dimana orang2 jang mengambil Mahisa Agni. Dengan demikian maka aku akan segera dapat menangkap mereka.
" Tuanku " Ken Dedes memotong dengan serta merta " bukankah Tuanku pernah mengatakan pula, seperti apa jang dipesankan oleh mPu Gandring dahulu, bahwa kekerasan akan berbahaja bagi kakang Mahisa Agni"
" Djadi apa " Apa jang .harus aku lakukan " " hampir2 Akuwu Tunggul Ametung berteriak. Namun tiba2 nadanja menurun " fcen Dedes, aku mendjadi bingung. Kau tidak pertjaja kepada Djadjar itu, dan kau tidak ingin aku mempergunakan kekerasan" Lalu apakah jang barus aku lakukan "
" Tuinku, itulah jang aku ingin mendapatkan dari Tuanku. Apakah jang akan Tuanku lakukan. Selain jang Tuanku katakan, kekerasan,
" Djadi aku harus menjerahkan tebusan kepada Djadjar itu dengan tanpa djaminan. Tebusan itu dapat hilang seperti garam jang kita lemparkan kedalam laut.
" Tuanku, hamba sama sekali tidak mengerti manakah jang sebaiknja Tuanku lakukan. Tetapi bukankah Tuanku dapat mengadjukan sjarat kepada Djadjar itu untuk disampaikan kepada Kuda-Sempana. Seandainja Tuanku memberikan tebusan, maka tebusan itu tjukup mendapat djaminan, sehingga tidak seperti garam jang terbenam kedalam laut.
Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan keningnja. Tampaklah betapa djantungnja mendjadi tegang oleh persoalan itu. Hampir2 sadja ia membanting kakinja sambil berteriak. Tetapi pengaruh Ken Dedes atasnja terasa terlampau mentjengkam.
Tetapi untuk memenuhi tuntutan jang gila itupun sama sekali tidak terlintas didalam pikirannja. Harga dirinja sebagai Akuwu benar2 tersinggung karenanja dan ketjuali itu, maka tebusan itu bagi Akuwu Tunggul Ametung adalah kehilangan jang sia2. Menurut pertimbangannja, maka hilangnja Mahisa Agni tidak akan banjak berpengaruh bagi Tumapel. Di-saat2 ini pengaruh itu memang masih terasa pada Ken Dedes, jang langsung tidak langsung mempengaruhi djuga kepada dirinja sendiri dan pemerintahannja. Namun lambat-laun Ken Dedespun pasti akan melupakannja.
Karena itu maka dengan nada jang dalam ia berkata - Ken Dedes. Persoalan kita dengan Mahisa Agni sebenarnja telah selesai. Ternjata kita melakukan se-gala2nja tanpa Ma hisa Agni, dan semuanja berdjalan dengan baik. Perkawinan kita dapat djuga berlangsung. Bendungan itupun akan segera siap pula. Semuanja dapat dilakukan tanpa Mahisa Agni. Sebaiknja kaupun menjadari. Djangan terlampau menggantungkan dirimu kepadanja. Djangan terlampau terpengaruh olebnja. Kau harus jakin, bahwa kau akan dapat melupakannja. Bahwa Tumapel akan mendjadi besar tanpa anak itu, dan bahwa bendungan itupun akan dapat mengalirkan air nja untuk tanah2 persawahan tanpa kehadirannja. Nah, apa lagi jang kau inginkan daripadanja Ken Dedes. Bukankah Mahisa Agni itu menurut pengakuanmu djuga bukan kakak kandungmu sendiri"
Dada Ken Dedes se-olah2 ingin meledak karenanja. Tetapi dengan sekuat tenaga jang ada padanja, ditabahkannja hatinja. Ia tidak boleh menjerah dan berputus asa. Djika demikian, maka semuanja benar2 akan gagal. Tetapi ia harus tetap berusaha.
" Tuanku - berkata Ken Dedes dengan gemetar - sudah hamba katakan keadaan dan kelemahan hamba. Sudah hamba katakan diri hamba jang tidak dapat ingkar dari kedirian. Hamba adalah seorang jang lemah dan ringkih. Lahir dan batin. Sebenarnjalah Tuanku, bahwa hamba tidak akan dapat melupakannja. Bukan sekedar karena kakang Mahisa Agni itu telah dipersaudarakan dengan hamba sedjak kanak2, sudah seperti kakak kandung sendiri, tetapi hamba tidak dapat melupakan semua kebaikannja. Hamba tidak akan dapat melupakan semua pengorbanannja. Hamba sampaikan perasaan hamba ini kepada Tuanku, Bukan sadja sebagai seorang Akuwu jang berkuwadjiban melindungi rakjatnja, tetapi djuga sebagai seorang suami. Kepada siapa hamba harus mengadu, djika tidak kepada Tuanku, Akuwu Tumapel. Kepada siapa hamba harus membagi duka, djika tidak kepada suami hamba.
" Oh - terdengar Akuwu Tunggul Ametung berdesah - Kau membuat aku pening. Kau tidak memberikan apa2 kepadaku sebagai seorang Permaisuri kepadaku, kepada Tumapel. Tetapi kau malahan membuat aku hampir gila.
Sekali lagi sepertjik keketjewaan menghundjam langsung kepusat djantung Ken Dedes. Tetapi ia tidak ingin surut. Ia harus mendapat kesempatan sekali ini, meskipun kadang2 sehelai-sehelai perasaan putus asa telah menjaput hatinja.
Bagi Ken Dedes, usaha membebaskan Mahisa Agni sama sekali tidak akan mengganggu rentjana pekerdjaan Akuwu jang lain. Ia akan dapat menjisihkan sedikit waktunja untuk berbuat. Ken Dedes tahu benar, bahwa sebenarnja Akuwu Tunggul Ametung masih mempunjai banjak kesempatan. Menurut penilikan Ken Dedes, Akuwu Tunggul Ametung tidak mempergunakan waktunja se-baik2nja. Ia tidak terikat pada suatu rentjana jang matang. Tetapi ia berbuat sesuai dengan keinginannja sesaat2, kapan ia ingat dan kapan sadja ia mau Itulah sebabnja maka ia mendjadi terlampau sibuk untuk sesaat, sedang di-saat2 jang lain waktunja hanja dipergunakannja untuk berburu tanpa berbuat sesuatu, tidur separidjang hari dan kadang2 marah2 karena hal2 jang ketjil kepada hamba2nja. Sekali2 ia sibuk dengan berbagai matjam rontal. Diperintahkannja hambanja, djuru kidung membatja untuknja. Dibawanja beberapa orang tua2 untuk memperbintjangkan isi kidung atau kakawin. Semuanja terdjadi seperti jang diingininja. Tidak ada waktu2 jang direntjanakannja untuk berbagai matjam kepentingan itu. Meskipun ia sedang menjiapkan pertemuan bagi para pembantunja, tetapi tiba2 ia ingin mendengarkan tjeritera jang disenanginja, maka di panggilnja djuru kidungnja. Dan dihabiskannja waktunja untuk mendengarkan tjeritera2 itu. Ketika orang2 jang dipang gilnja hadir, maka ia tidak membitjarakan sesuatu masalah apapun ketjuali dibawanja orang2 itu untuk membitjarakan tjeritera jang baru didengarnja.
Ken Dedes menarik nafas dalam2. Ia sadar bahwa kehadirannja diistana itu memang belum menumbuhkan suasana jang baru. Tetapi ia sudah mempunjai beberapa rentjana untuk itu. Ia ingin membuat Akuwu Tunggul Ametung berbeda dengan Akuwu itu sebelumnja. Namun setelah perkawinannja, djustru Akuwu se-olah2 kehilangan segenap waktunja. Ia tenggelam dalam suasana perkawinannja untuk beberapa saat. Meskipun kini per-lahan2 Akuwu telah kembali kedalam lingkungan pemerintahan, tetapi ia akan kembali seperti saat2 jang pernah didjalaninja. Menurut kehendaknja jang me-ledak2.
" Namun agaknja persoalan kakang Mahisa Agni tidak menarik perhatiannja " pikir Ken Dedes.
Tetapi ia masih berusaha, katanja " Ampun Tuanku. Sekali ini hamba mohon dengan sangat, agar Tuanku sudi mendengarkannja.
" Aku akan mendjadi gila.
" Seandainja Tuanku tidak mempunjai waktu, perkenankan hamba menjelesaikannja sendiri. Tetapi hamba ingin Tuanku memberikan keleluasaan kepada hamba untuk memilih djalan jang dapat hamba tempuh.
" Apa jang akan kau lakukan"
" Hamba belum tahu Tuanku. Mungkin atas idjin Tuanku hamba akan mempergunakan beberapa kekuatan pradjurit, namun mungkin hamba terpaksa mempergunakan tebusan. Karena itu, seandainja Tuanku tidak berkeberatan, biarlah hamba menjelesaikan persoalan ini.
" Oh, tidak. Tidak " potong Akuwu Tunggul Ametung " kau tidak boleh berbuat sendiri. Apalagi memboroskan kekajaan istana Tumapel. Kau tahu Ken Dedes, aku sedang berpikir bagaimana aku dapat mendjadikan istana ini mendjadi istana jang terbaik dan termegah diseluruh Kediri. Aku ingin kau memiliki sedjumlah perhiasan jang paling berharga dari Permaisuri2 Akuwu diseluruh Kediri. Bahkan di dalain persidangan Agung nanti, apabila kau mendapat kesempatan untuk pergi bersamaku, ber-sama2 dengan Permaisuri dari daerah2 lain diwilajah Kediri, kau akan mendjadi seorang Permaisuri jang paling tjantik. Kau akan mendjadi Permaisuri jang memiliki segala matjam perhiasan melampaui jang lain, bahkan harus melampaui Permaisuri Maharadja Kediri.
Tetapi per-lahan2 Ken Dedes menggelengkan kepalanja " Itu sama sekali tidak perlu bagi hamba Tuanku.
" Oh, alangkah bodohnja kau. Aku ingin kau mendjadi Permaisuri tertjantik. Aku ingin kau mendjadi Permaisuri jang paling kadjen keringan.
" Tetapi itu sama sekali bukan untuk hamba. Tetapi itu se-mata2 hanja sekedar untuk kebanggaan Tuanku. Untuk kepentingan Tuanku sendiri.
" Ken Dedes. " Apabila Tuanku berpikir untuk kepentingan hamba, maka biarlah hamba menentukan semuanja itu sendiri meski pun menurut pertimbangan2 Tuanku.
" Tidak. Tidak. Kau tidak dapat berbuat menurut kehendakmu. Aku adalah Akuwu Tumapel. Bukan kau.
Terasa dada Ken Dedes mendjadi bergelora. Tiba2 tumbuhlah keberanian didalam dirinja untuk memaksakan kehendaknja. Desakan jang ada didalam dirinja sudah tidak tertahankan lagi. Karena itu maka katanja " Benar Tuanku. Tuanku adalah Akuwu Tumapel. Tetapi ingatkah Tuanku, bahwa Tuanku pernah berkata kepada hamba, bahwa Tuan ku telah menjerahkan apa sadja jang Tuanku miliki kepada hamba " Bukankah itu berarti bahwa hambalah jang kini mempunjai kekuasaan atas se-gala2nja, bahkan atas Tuanku Akuwu Tunggul Ametung sendiri. Tuanku telah berkata, apapun jang ada didalam istana, bahkan seluruh milik dan kekuasaan Tuanku telah Tuanku berikan kepada hamba. Tidak hanja satu kali, tetapi berulang kali Tuanku katakan. Sedjak aku per-tama2 masuk kedalam istana ini. Kemudian, beberapa saat mendjelang perkawinan, dan pada saat2 per kawinan itu hampir berlangsung, ketika hamba mohon penun daan karena tiadanja kakang Mahisa Agni. Nah, apakah Tu anku akan ingkar"
Wadjah Tunggul Amctung tiba2 mendjadi merah, semerah soga. Terhentak ia berdiri. Tubuhnja mendjadi gemetar dan wadjahnja menegang. Sesaat djustru ia terbungkam. Tetapi terasa darahnja se-olah2 mendidih didalam dirinja. Apalagi ketika dilihatnja Ken Dedes tidak lagi menundukkan kepalanja, bahwa wadjah Permaisuri itu kini terangkat se-olah2 menantangnja.
Tetapi -djustru karena itu maka sedjenak Akuwu itu terdiam. Ia berdiri sadja membeku dalam ketegangan. Tubuhnja bergetar oleh getaran djantung jang berdentangan di dalam dadanja.
Dalam keadaannja itu Akuwu Tunggul Ametung telah kehilangan pengendalian diri. Siapapun jang berada didekatnja, ia tidak dapat mempertimbangkannja lagi. Kemarahannja benar2 telah memuntjak sampai dikepalanja.
Namun baru sedjenak kemudian ia mampu berkata dengan suara jang ter-putus4 - Kau, kau berani berkata begitu kepadaku he anak Panawidjen. Aku adalah Akuwu Tung"gul Ametung. - Aku telah mengambil kau dari lembah kepa paan masuk kedalam istana ini. Sekarang kau. minta suatu jang tidak akan mungkin dapat kau miliki. Kekuasaan atas Tumapel, - Akuwu Tunggul Ametung terhenti sesaat djustru karena kalimat2 jang berdesakan ingin melontar keluar dalam waktu jang bersamaan. Namun saat itu ternjata telah dipergunakan oleh Ken Dedes jang djustru mendjadi semakin berani - Tuanku. Hamba tidak pernah minta apapun dari Tuanku sebelum ini. Sebelum hamba membitjarakan masa lah kakang Mahisa Agni. Tetapi Tuanku sendirilah jang memberikannja kepada hamba. Meskipun demikian hamba tidak akan pernah mempergunakan segala matjam wewenang karena akibat pelimpahan kekuasaan atas Tumapel itu dari Tuanku, seandainja Tuanku sudi mendengarkan permohonan ham ba jang berangkai tidak akan berarti apa2 bagi Tuanku dan sama sekali tidak akan mengganggu waktu dan terlampau banjak mempergunakan pikiran. Tetapi Tuanku sama sekali tidak berminat membitjarakan kakang Mahisa Agni Seandai nja- kakang Mahisa Agni dibunuh sekalipun oleh Kuda-Sempana maka hamba tidak akan menjesal, apabila Tuanku telah berusaha meskipun tidak berhasil. Tetapi Tuanku sama sekali tidak menaruh minat apapun atas satu2nja keluarga hamba, satu2nja orang jang mengerti tentang diri hamba.
" Omong kosong - bentak Akuwu Tunggul Ametung " aku telah mentjoba untuk mendjadi orang jang paling dekat padamu. Untuk mengerti keadaanmu2 dan untuk mendjadi pegangan hidupmu. Tetapi agaknja kau telah me-njia2 kannja.
" Hamba akan berterima kasih seandainja Tuanku mentjoba, hanja mentjoba untuk mengerti keadaan hamba. Tetapi Tuanku tidak berbuat demikian, sehingga hamba terpaksa me-njebut2 pelimpahan kekuasaan jang pernah Tuanku utjapkan.
" Tidak. Tidak. Kau memang anak jang tidak tahu budi. Kau memang anak jang terlampau tamak he perempuan Panawidjen.
" Tjukup - tiba2 suara Ken Dedes melengking tinggi mengatasi suara Akuwu Tunggul Ametung. Sehingga Tung"gul Ametung itupun terkedjut. Tetapi bukan sadja Akuwu Tunggul Ametung jang terkedjut, namun Ken Dedes sendiri pun terkedjut karenanja.
Sedjenak keduanja terbungkam. Namun sedjenak kemu dian Ken Dedes menundukkan kcpalanja. Betapa ia mentjoba bertahan, namun titik2 air matanja berdjatuhan satus di atas pangkuannja.
Namun titik air mata itu sama sekali tidak dapat men dinginkan djantungnja jang serasa membara. Betapa sakit hatinja mendengar kata2 Akuwu Tunggul Ametung itu. Be tapa pedihnja luka jang hampir sembuh itu kini terkorek kembali.
Diantara isak tangisnja, terdengar Ken Dedes berkata " Ja Tuanku. Tuanku benar. Hamba memang hanja sekedar seorang perempuan jang papa. Hamba memang berasal dari sebuah padepokan ketjil di Panawidjen. Tetapi apakah atas kehendak hamba maka hamba masuk kcdalam istana ini " Sebagai manusia hamba mempunjai perasaan dan nalar. Seandainja hamba dapat menjaput perasaan hamba dengan gemerlapnja kckajaan istana ini, seandainja luka dihati hamba dapat disembuhkan dengan emas, intan berlian jang tidak hanja tiga pengadeg. Seandainja, ja seandainja semua itu dapat mengobati hati hamba, maka hamba benar2 seorang jang tidak tahu diri, orang jang tamak dan kerdil. Tetapi Tuanku, ketahuilah, bahwa semuania itu tidak berarti apa2 bagi luka dihati hamba. Tidak akan dapat menawarkan duka jang menghentak2 didalam dada hamba. Jang dapat men djinakkan perasaan hamba saat ftu satu{nja adalah kebaikan hati Tuanku. Tuanku aku anggap sebagai satu2nja orang jang mengerti akan keadaan hamba, meskipun Tuanku pula jang telah melindungi Kuda-Sempana mengambil hamba dari naungan orang tua hamba, sehingga orang tua hamba jang tinggal satu2nja itu telah membuang diri dengan meninggalkan akibat jang parah bagi Panawidjen. Ternjata orang tua hamba telah kehilangan keseimbangan berpikir karena hamba hilang dari padanja. Tetapi kini, ternjata hamba melihat Tuanku sebenarnja. Hamba melihat bahwa Tuanku tidak lebih dari manusia biasa. " Ken Dedes berhenti sedjenak untuk menelan ludahnja jang serasa menjumbat kerongkongan. Ketika ia mengangkat wadjahnja, dilihat nja Akuwu Tunggul Ametung berdiri membeku. Namun ketegangan diwadjahnja masih membajangkan hatinja jang panas. Tetapi Ken Dedes sudah tidak menghiraukannja lagi. Bahkan ia berkata terus meskipun ia kemudian menunduk kan kepalanja pula " Ternjata Tuanku adalah manusia biasa jang hanja dikuasai oleh pamrih. Hamba kini menduga bahwa bukan karena sesal, maka Tuanku melepaskan hamba dari tangan Kuda-Sempana.
" Ken Dedes " Akuwu Tunggul Ametung memotong, tetapi Ken Dedes berkata terus dengan nada tinggi " Tunggu Tuanku. Hamba belum selesai. Hamba hanja ingin mengatakan bahwa Tuanku adalah seorang manusia jang hanja melihat kepentingan diri. Tuanku hanja mengerti tentang keinginan Tuanku sendiri. Tuanku melepaskan hamba dari Kuda-Sempana, Tuanku berdjandji untuk melimpahkan segalanja kepada hamba, Tuanku memberikan bantuan ke pada. kakang Mahisa Agni dipadang Karautan dan jang lain2 ternjata hanja terdorong oleh nafsu Tuanku sendiri, supaja Tuanku dapat berbuat sekehendak hati Tuanku atas hamba.
" Bohong, bohong " Akuwu Tunggul Ametung berteriak. Hampir2 ia lupa diri dan melontjat menampar pipi Ken Dedes jang putih dan basah oleh air ihata.
Tetapi untunglah bahwa ia masih mampu menahan dirinja meskipun dadanja serasa hampir meledak. Dengan lan tangnja ia berkata dalam nada jang tinggi hampir melengking " Oh, Ken Dedes. Kau anggap Mahisa Agni itu manusia jang paling utama didunia ini sehingga kau bersedia mengorbankan segalanja untuknja. Kau anggap bahwa per soalannja adalah persoalan jang maha penting, melampaui persoalanmu sendiri sehingga hampir2 kau korbankan dirimu sendiri untuknja " Ken Dedes, apakah engkau tidak menjadari bahwa kini kau berhadapan dengan Akuwu Tunggul Ametung jang berkuasa tanpa batas di Tumapel atas nama Maharadja Kediri.
" Hamba mengerti Tuanku " djawab Ken Dedes. Meskipun matanja telah mendjadi basah oleh air mata, tetapi kini ia menengadahkan wadjahnja " Tetapi jang penting bagi hamba, bukanlah terlepasnja kakang Mahisa Agni. " Suara Ken Dedes mendjadi bergetar karena hentakan djantungnja didalam dada " Sudah hamba katakan, bahwa seandainja kakang Mahisa Agni terbunuh sekalipun hamba tidak akan menjesal apabila Tuanku telah berusaha berbuat sesuatu.
" Oh begitu - potong Tunggul Ametung - Baik. Baik. Besok aku kerahkan seluruh pasukan Tumapel untuk men tjari Kebo Sindet. Aku tidak akan gagal. Aku tidak perlu lagi mempersoalkan seperti berulang kali kau katakan, bahwa tjara itu akan berbahaja bagi keselamatan Mahisa Agni.
" Itu lebih baik dari pada Tuanku tidak berbuat apapun " Ken Dedes menjahut " tetapi apa jang Tuanku lakukan itu sama sekali tidak ber-iungguh2. Tuanku hanja melepaskan kemarahan dan luapan2 kedjemuan sadja. " Ken Dedes berhenti sedjenak. Keringatnja telah memenuhi
" punggungnja sehingga kembannja mendjadi kujup seperti kainnja mendjadi kujup oleh air mata " Jang penting bagi hamba Tuanku Akuwu Tunggul Ametung, jang kini telah hamba ketahui adalah, bahwa Tuanku sama sekali tidak mentjoba mengerti perasaan hamba. Tuanku tidak memperhatikan kepahitan perasaan hamba selama ini. Baik Tuanku sebagai Akuwu Tumapel, maupun sebagai Tuanku Tunggul Ametung, suami hamba.
" Darah Akuwu Tunggul Ametung serasa benar2 telah mendidih. Tidak pernah ia berhadapan dengan seseorang jang berani menentang matanja apabila ia sedang marah, apalagi mendjawab kata2nja sepatah dengan sepatah.
" Tetapi anak Panawidjen jang telah dipungutnja dari kepapaan itu berani berbuat demikian terhadapnja. Ia berani menentang matanja dan berani membantah kata2nja sepatah dengan sepatah.
" Betapa luapan kemarahannja tidak tertahankan lagi. Matanja telah mendjadi merah, dan giginja mendjadi geme retak. Tangannja bergetar se-akan2 istana ini akan diruntuh kannja. Dan jang berada dihadapannja itu tidak lebih dari perempuan Panawidjen. Perempuan padesan.
" Tiba2 sadja Akuwu Tunggul Ametung kehilangan segala matjam pertimbangannja. Ia tidak lagi dapat mengekang diri. Ia tidak lagi melibat bahwa jang duduk dihadapannja itu hanjalah sekedar seorang perempuan, namun perempuan itu adalah Permaisurinja sendiri.
" Dalam kegelapan hati, maka Akuwu itu melangkah ma dju. Tangannja sudah bergetar. Hampir sadja ia berteriak dan menundjuk hidung Ken Dedes, dan mengutjapkan um patan jang paling menjakitkan hati.
" Tetapi langkah itu tiba2 terhenti. Wadjahnja jang tegang mendjadi semakin tegang. Sedjenak ia berdiri mematung, namun kemudian Akuwu Tunggul Ametung jang perkasa itu melangkah surut. Tubuhnja kian bergetar dan keringat dinginnja semakin banjak mengalir dipunggungnja.
" Ken Dedes jang duduk dengan gemetar, karena kemarahan dan keketjewam jang membara didadanja, tiba2 mendjadi heran. Ia sudah pasrah atas apa sadja jang akan dilakukan Akuwu itu atasnja, bahkan dibunuh sekalipun, la tidak akan menghindar. Ia hanja ingin Akuwu Tunggul Ametung mendengar perasaan jang selama ini menjesak didadarja. Dan itu sudah ditumpahkannja. Ia sudah tjukup puas, meskipun akibatnja akan sangat berbahaja baginja.
Ia sudah meredupkan matanja ketika Akuwu Tunggul Ametung melangkah madju, meskipun dadanja tetap tengadah. Ia tidak perlu melihat tangan Akuwu jang mungkin akan mentjengkam lehernja.
Tetapi tiba2 langkah Akuwu itu tertegun. Bahkan kemudian ia melihat Akuwu Tunggul Ametung itu melangkah surut. Setapak demi setapak. Wadjahnja jang membara segera berubah mendjadi putjat seputjat majat meskipun masih dalam ketegangan. Matanja jang membelalak se-olah2 akan melontjat dari pelupuknja.
Dengan gemetar Akuwu itu memalingkan wadjahnja. Tangannja se-olah2 ingin menolakkan sesuatu jang melontjat dari wadjah Ken Dedes jang keheranan.
" Tidak. Tidak " teriak Akuwu itu.
Ken Dedes mendjadi semakin heran. Akuwu itu melangkah semakin djauh dari padanja.
" Aku tidak akan berbuat apa2. Aku tidak akan ber buat apa2.
Ken Dedes jang keheranan itu kemudian mendjadi tje mas. Ia tidak tahu apa jang telah terdjadi. Tetapi ia melihat Akuwu itu se-akan2 berada didalam ketakutan jang amat sangat. Akuwu Tunggul Ametung jang perkasa. Jang tidak pernah gentar melihat lawan jang betapapun kuatnja. Bahkan seorang jang telah mampu membunuh seekor gadjah jang sedang mengamuk hanja seorang diri.
Betapa kemarahan dan keketjewaan membakar dada Ken Dedes, namun ia mendjadi sangat tjemas melihat keadaan Akuwu Tunggul Ametung. Apabila terdjadi sesuatu atasnja, maka ialah jang akan bertanggung djawab Didalam ruangan itu hanjalah ada mereka berdua sadja. Sedangkan para emban dan pelajan, pasti ada jang mendengar pertengkaran mereka. Tetapi lebih daripada itu, bagaimanapun djuga Akuwu Tunggul Ametung itu adalah suaminja.
Karena itu, maka per-lahan2 ia berdiri. Selangkah ia madju sambil berdesis " Tuanku. Tuanku. Kenapakah Tuanku"
Akuwu Tunggul Ametung itu djustru menutup wadjahnja dengan kedua telapak tangannja. Tubuhnja mendjadi gemetar dan keringat dinginnja mendjadi semakin banjak mengalir.
" Tuanku." terdengar suara Ken Dedes lirih.
" Tidak. Tidak Ken Dedes, aku tidak akan berluat apa2 atasmu.
" Ja^Tuanku " sahut Ken Dedes " hamba tahu. Tuanku tidak akan berbuat apa2 atas hamba. Tetapi kenapa Tuanku mendjadi se-olah2 ketakutan.
" Hentikan Ken Dedes. Hentikan.
Ken Dedes mendjadi semakin heran. Kini ia berdiri di belakang Akuwu Tunggul Ametung jang masih sadja menutupi wadjahnja jang putjat dengan kedua tangannja.
" Ampun Tuanku. Apakah jang sudah hamba perbuat" Hamba tidak berbuat apa2 seperti Tuanku djuga tidak akan berbuat apa2 atas hamba.
" Oh " Akuwu Tunggul Ametung mentjoba menenang kan hatinja jang se-olah2 ditjengkam oleh ketjemasan jang sangat. " Aku melihatnja lagi. Aku melihatnja lagi. Lebih dabsjat dari jang pernah aku lihat. Terasa betapa panasnja. Kepalaku hampir terbakar olehnja.
" Apakah jang Tuanku lihat " " bertanja Ken Dedes jiing mendjadi semakin heran pula.
Akuwu Tunggul Ametung menarik napas dalam2. Di tengadahkannja wadjahnja. Tetapi ia masih belum berani berpaling " Panas sekali. Panas sekali.
" Apakah jang panas Tuanku.
" Wadjahku. " Oh " Ken Dedes berkata lembut " mungkin Tuanku mendjadi sangat marah. Tuanku telah dibakar oleh perasaan sendiri. Seperti kebanjakan orang jang sedang diamuk oleh kemarahan, seperti hamba pula, maka wadjah ini akan mendjadi panas.
Akuwu Tunggul Ametung tidak -egera menjahut Tetapi djawaban Ken Dedes itu mengherankannja pula. Dengan demikian ia mendapatkan kesimpulan, bahwa Ken Dedes sama sekali tidak sengadja berbuat sesuatu.]
" Lalu bagaimanakah hal itu dapat terdjadi " " pikirnja.
Per-lahan2 Akuwu Tunggul Ametung berpaling Ia melihat Ken Dedes berdiri tegak dibelakangnja. Ken Dedes seperti jang selalu .dilihatnja. Seperti jang pernah dilihatnja di-Panawidjen, seperti jang se-hari2 dilihatnja diistana. Se perti jang baru sadja di-bentakfnja. Tetapi jang tiba2 sadja Permaisuri itu se-olah2 mendjadi orang jang lain, jang menakdjubkan menurut penglihatannja. Anak Panawidjen, pu teri seorang pendeta itu se-olah2 berubah mendjadi gumpalan tjahaja jang menjilaukannja. Bahkan terasa betapa panasnja. Akuwu Tunggul Ametung pernah melihat dari tubuh Ken Dedes itu memantjar tjahaja jang silau. Tetapi sesaat tadi ia melihat bukan sadja sekedar tjahaja jang silau, jang memantjar dari bagian2 tubuhnja Kali ini ia melihat Ken Dedes itu dalam keseluruhannja telah memantjarkan tjahaja jang menjilaukan, bahkan terasa panas diwadjahnja.
Akuwu Tunggul Ametung kini berdiri ter-mangu2. Ken Dedes jang kini adalah Ken Dedes Permaisurinja. Jang memandangnja dengan penuh keheranan namun djuga ketjemasan.
" Apakah jang telah terdjadi Tuanku " " bertanja Ken Dedes pula.
Akuwu Tunggul Ametung meng-geleng.2kan kepalanja. Ia mengambil kesimpulan bahwa Ken Dedes sendiri tidak menjadari apa jang telah terdjadi dengan dirinja. Karena itu maka Akuwu itupun mendjawab "Tidak apa2. Aku hampir2 lupa diri dan berbuat diluar kesadaran. Maafkan aku.
" Tuanku tidak bersalah. Tuanku adalah seorang jang paling berkuasa di Tumapel. Tuanku dapat berbuat apa sadja sekehendak Tuanku.
Akuwu itu tidak mendjawab. Tetapi ia tidak dapat mengingkari penglihatannja. Ia sadar bahwa Ken Dedes memang bukan sekedar seorang anak jang dipungutnja dari kepapaan. Seorang anak padepokan jang ketjil.
Akuwu itu pernah mendengar dari seseorang tua bahwa orang jang bertjahaja dari dalam dirinja, adalah seorang jang linuwih. Seorang jang dari dalam dirinja se-olah2 me mantjar api jang paling panas dan menjorotkan sinar jang paling terang, ia adalah seorang pilihan jang kelak akan menurunkan orang2 besar.
" Apakah Ken Dedes djuga akan dapat menurunkan orang besar " " berkata Akuwu itu didalam hatinja " lebih besar dari aku" Bahkan sebesar radja Kediri"
Dada Tunggul Ametung mendjadi ber-debar2.
" Djika demikian, maka Ken Dedes harus merasa dirinja berbahagia diistana ini. Ia harus mendjadi seorang Permaisuri jang dapat memberi keturunan kepadaku. Anakku akan mewarisi anugerah jang mengalir ditubuh Ken Dedes.
Karena itu maka tiba2 Tunggul Ametung itu berkata " Ken Dedes. Baiklah. Baiklah aku akan berusaha untuk melepaskan Mahisa Agni.
Ken Dedes terkedjut mendengar keputusan Akuwu Tunggul Ametung jang tiba2 itu. Sedjenak ia berdiri sadja terpaku ditempatnja. Karena djantungnja jang ber-debar2 terlampau tjepat, maka Permaisuri itu se-olah2 mendjadi beku ditempatnja.
" Ken Dedes " berkata Akuwu itu " kau dengar" Aku akan berusaha melepaskan Mahisa Agni. Tetapi aku harus ber-hati2 supaja usaha itu tidak gagal karena keing karan. Baik Kebo Sindet jang mengambil Mahisa Agni, maupun Djadjar jang gemuk itu.
Ken Dedes tidak segera menjahut. Ia melangkah surut dan per-lahan2 duduk ditempatnja kembali.
Terasa sesuatu kini bergetar didalam dadanja. Ia merasa gembira atas keputusan itu, tetapi ia tidak dapat menjingkirkan perasaan ketjewa jang telah mentjengkam djantungnja.
Keputusan Akuwu tiba2 sadja berubah itu menumbuhkan berbagai persoalan didalam diri Ken Dedes. Apalagi ia menjaksikan sikap Akuwu jang tidak wadjar, se-olah2 orang jang perkasa itu mendjadi ketakutan.
" Apakah jang membuatnja ketakutan" " pertanjaan itu selalu timbul sadja didalam dirinja - agaknja ketakutannjalah jang telah memaksanja untuk merubah keputusan. Bukan karena kesadaran didalam dirinja bahwa seharusnja ia mengerti tentang perasaanku, perasaan seorang isteri.
Terasa perasaan ketjewa masih sadja selalu mengganggu Permaisuri itu. Meskipun ia tidak tahu, apakah jang menjebabkan Akuwu mendjadi seolah2 ketakutan, tetapi dengan demikian maka Ken Dedes masih sadja menganggap bahwa Akuwu itu berbuat demikian karena kepentingan diri se- mata2. Untuk menghindarkan dirinja dari ketakutan jang agaknja sangat mengganggunja.
Tetapi seharusnja ia tidak menolak kesempatan itu. Apa pun jang menjebabkannja, namun setiap kesempatan untuk melepaskan Mahisa Agni harus diterimanja se-baik2nja.
Ken Dedes itu kemudian mendengar Akuwu Tunggul Ametung berkata - Bagaimana Ken Dedes. Apakah kau mendengar bahwa aku akan berusaha melepaskan Mahiia Agni"
Ken. Dedas menganggukkan kepalanja, djawabnja - Hamba Tuanku. Hamba mengutjapkan terima kasih atas kesempatan itu;
" Tetapi aku tidak akan berbuat ter-gesa2. Aku akan melihat setiap kemungkinan. Aku harus jakin bahwa aku tidak berada didjalan jang salah.
" Hamba Tuanku. Hamba kira Tuanku tidak akan kekurangan tjara untuk berusaha membebaskan kakang Mahisa
Agni. " Ja, ja. Aku akan berusaha.
" Terima kasih Tuanku, hamba mengharap bahwa usa ha itu akan segera berhasil. Agaknja orang2 jang mengambil kakang Mahisa Agni itu sudah tidak dapat bersabar lagi menunggu.
" Ja ja. Aku akan berbuat se-tjepat2nja. " berkata Akuwu itu kemudian - Nah, sekarang pergilah tidur. Beristirahatlah supaja hatimu mendjadi tenang. Kau adalah seorang Permaisuri. Kau adalah bulan dilangit jang gelap, bagi Tumapel. Kalau kau mendjadi suram, maka Tumapel mendjadi suram. Kalau kau mendjadi tjerah, maka Tumapel akan mendjadi tjrrab.
" Kalau- Tuanku telah melenjapkan awan jang menjaput bulan, maka bulan akan mendjadi selalu tjerah.
" Ah " Akuwu Tunggul Ametung berdesah. Baiklah, baiklah.
Sedjenak kemudian maka Permaisuri itupun segera kembali kebiliknja. Diluar biliknja, duduk emban tua pemomongnja. Ketika emban itu melihat Ken Dedes mendatanginja, maka dengan ter-gesaa diusapnja air jang mengambang di matanja.
" Kenapa kau bibi" - bertanja Ken Dedes - apakah kau menangis"
" Tidak Tuan Puteri. Hamba tidak menangis.
" Tetapi pipimu basah bibi.
Emban tua itu menggeleng - Tidak Tuan Puteri. Hamba hanja terlampau mengantuk. Hamba tidak tahu, apakah sebabnja.
" Kau mengelak bibi. Apakah kau mendengar pertengkaranku dengan Tuanku Akuwu, dan kau menangis karenanja" Lalu kau mendahului aku kemari"
Emban tua itu menundukkan kepalanja. Tetapi ia tidak mendjawab.
Ken Dedespun kemudian tidak bertanja lagi. Ia langsung masuk kedalam biliknja dan emban itupun mengikutinja dibelakangnja. Kemudian dibantunja Permaisuri itu melepaskan pakaiannja untuk berganti dengan pakaian tidurnja.
" Akuwu telah menjatakan kesediaannja bibi - berkata Ken Dedes itu kemudian - tetapi aku belum tahu, apa jang akan dikerdjakannja2.
Emban itu tidak menjahut. Tetapi ia tidak berani mengangkat wadjahnja.
" Mudah2an Akuwu berhasil - desis Ken Dedes kemudian.
Tetapi emban tua itu tidak pula mendjawab. Ketika Ken Dedes berpaling kearahnja dilihatnja setitik air djatuh di lantai.
" Kau menangis lagi bibi"-Ken Dedes mendjadi heran.
Emban tua itu tidak dapat ingkar lagi. Titik2 air telah merajap dipipinja jang sudah ber-kerut-merut.
" Kenapa kau menangis."
" Hamba terharu mendengar keputusan Tuanku Akuwu Tunggul Ametung Tuan Puteri.
Ken Dedes meng-angguk2kan kepalanja. Bagi Ken Dedes, emban itu adalah seorang jang bergaul dengan Mahisa Agni sedjak anak muda itu masih kanak2. Karena itu maka pasti telah tumbuh ikatan batin pula diantara keduanja. Di antara Mahisa Agni dan emban tua itu. Karena itu dibiar kannja sadja emban itu menitikkan air matanja, sambil membenahi pakaian jang baru dilepasnja.
Ketika malam mendjadi semakin malam, maka emban itupun meninggalkan bilik Ken Dedes. Permaisuri itu berbaring diatas pembaringannja. Tetapi matanja se-akan2 tidak mau terpedjam. Angan2nja masih sadja berkeliaran ke-mana2 Mahisa Agni, padang Karautan, Akuwu Tunggul Ametung dan orang2 jang telah menjembunjikan Mahisa Agni.
Namun karena letihnja, maka semakin lama maka mata jang bulat itupun mendjadi semakin redup. Bajangan tjahaja pelita didinding ruangan itupun tampaknja mendjadi semakin kabur. Achirnja Ken Dedes itupun tertidur.
Dihari berikutnja Ken Dedes menunggu sadja dengan tjemas, apakah jang sudah dilakukan oleh Akuwu Tunggul Ametung. Ia tidak berani bertanja lagi, se-olah2 ia tidak pertjaja akan kesanggupan Akuwu. Tetapi Akuwu2 tidak me-njebut2nja lagi. Akuwu tidak mengatakan kepadanja, usaha apakah jang sudah dilakukan. Meskipun demikian Ken Dedes masih mengharap bahwa Akuwu telah berbuat dengan diam2.
Dihari itu Ken Dedes hampir tidak keluar dari biliknja. Ia duduk sadja dengan hati jang ber-debar2. Emban pemomongnja mengawaninja dengan telaten, meskipun sebenarnja hatinja sendiri ditjengkam oleh ketjemasan jang dahsjat. Namun, apabila ia selalu berada disarnping Ken Dedes, maka ia mengharap bahwa ia akan ikut serta mendengar perkembangan selandjutnja.
Tetapi hari itu Akuwu Tunggul Ametung sama sekali tidak mengatakan apapun tentang usahanja melepaskan Mahisa Agni.
Meskipun demikian Ken Dedes masih tetap berharap, kalau tidak hari ini, besok atau lusa Akuwu pasti akan berbuat sesuatu. Mungkin Akuwu merasa tidak perlu lagi minta pertimbangan2 dari padanja. Mungkin Akuwu akan mengedjutkannja, dengan membawa kepadanja Mahisa Agni jang sudah terbebaskan.
" Tetapi mungkin. . . - Ken Dedes tidak berani, mendengar suara hatinja sendiri. Ditjobanja untuk mengusir ketjemasan jang menjesak didalam dirinja. Tetapi ia tidak pernah berhasil.
" Ada djuga baiknja aku tidak tertjerigkam oleh kegelisahan ini - katanja didalam hati - dengan kegelisahan, ketjemasan dan prasangka2 kakang Mahisa Agni tidak akan dapat tertolong.
Tetapi sampai saat matahari lingsir ke-Barat dan kemu dian bertengger diatas punggung bukit, Akuwu Tunggul Ametung tidak mengatakan apapun. Dan Ken Dedes masih harus bersabar menunggu sampai besok.
Dipetamanan Djadjar gemuk jang telah berhasil menghubungi Permaisuri itupun menunggu dengan gelisahnja. Ternjata Ken Dedes sama sekali tidak turun ketaman. Bahkan embannjapun sama sekali tidak ada jang diutusnja untuk menjampaikan pesan apapun kepadanja.
" Eh - desis Djadjar jang gemuk itu - kenapa Permaisuri tidak memanggil aku atau mengirimkan pesannja kepadaku.
Ketika kawan2nja telah siap pergi meninggalkan taman, ia masih sadja duduk dibawah pohon sawo ketjik sambil menahan kegelisahannja. Ia sama ickali tidak ingin meninggalkan taman itu sebelum dapat bertemu dengan Ken Dedes. ia sudah ditelan oleh mimpinja, perhiasan jang tidak ternilai harganja.
" He - sapa temannja jang kemarin akan berkelahi dengan Djadjar jang gemuk itu - apakah kau tidak pulang"
Djadjar jang gemuk itu menggeleng - Tidak. - dan diluar sadarnja, terdorong oleh kesombongannja ia berkata " Aku menunggu Permaisuri.
" Untuk apa" " Aku mempunjai djandji dengan Permaisuri. Setidak2 nja Permaisuri akan mengirimkan pesannja lewat embannja.
" He - kedua kawannja saling berpandangan - apakah Permaisuri berdjandji akan turun ketaman menemuimu.
" Ja. " Hari ini" " Ja. Sekali lagi kedua Djadjar itu saling berpandangan. Salah seorang dari mereka berkata " Bukan saatnja lagi Permaisuri turun ketaman. Lihat, matahari hampir terbenam.
Djadjar jang gemuk itu tidak mendjawab. Tetapi ia masih sadja duduk bersandar pohon sawo ketjik ditaman istana Tumapel.
Kedua kawannja segera meninggalkannja. Diregol mereka saling berbisik " O. Djadjar itu benar2 telah gila. Agaknja- kesempatan jang diberikan oleh Permaisuri kemarin telah membuatnja semakin gila. Ia menunggu Permaisuri atau utusannja untuk roenjampaikan pesan kepadanja.
Tiba2 keduanja tertawa hampir meledak. Ketika mereka berpaling, mereka melihat Djadjar jang duduk bersandar pohon sawo itu memandangnja dengan tadjam. Bahkan kemudian mengatjungkan tindjunja kepada kedua kawannja.
Tetapi kedua kawannja masih sadja tertawa. Per-lahan2 mereka meninggalkan taman itu, dan hariptin mendjadi semakin suram.
Djadjar jang menunggu itupun mendjadl terlampau ketjewa. Ia masih djuga mengharap seseorang muntjul diregol petamanan dan menjampaikan pesan kepadanja. Tetapi sampai hari mendjadi gelap, tidak seorangpun jang datang.
" Gila. " desisnja. Ia kehilangan harapan bahwa hari itu Permaisuri akan datang kepadanja membawa tiga pengadeg perhiasan.
" Se-tidak2nja dua pengadeg " desisnja.
Djadjar itu menggeliat. Lalu berdiri bertolak pinggang. " Apakah aku membuat harga tebusan terlampau mahal sehingga Permaisuri itu lebih senang mengorbankan kakaknja" " Djadjar itu menjesal karenanja. Desisnja " Kalau aku berdjumpa dengan Permaisuri aku akan menurunkan tawaranku.
Achirnja Djadjar itupun meninggalkan taman itu dengan hati ketjewa. Bahkan ia ber-sungut2 perlahan " Bukan salahku kalau Mahisa Agni besok dipenggal kepalanja atau digantung di-alun2. Bukan salahku. Aku sudah memberikan djasa2 baikku untuk kepentingan kemanusiaan, melepaskan Mahisa Agni dari tangan setan2 itu.
Ketika Djadjar itu keluar dari istana, hari sudah mulai gelap. Di-regol2 ia melibat beberapa orang pradjurit memandanginja dengan heran. Bahkan ialah seorang dari padanja bertanja " He, djuru taman, kenapa kau baru pulang "
Djuru taman jang sedang ketjewa itu mendjawab atjuh tak atjuh " Aku tertidur. " Dan Djadjar itu sama sekali tidak memperhatikannja lagi ketika para pradjurit itu ter tawa.
Keketjewaannja telah mendorongnja untuk berdjalan tergesa2. Tetapi disebuah tikungan ia terhenti. Hampir2 ia melondjak karena terperandjat. Tanpa di-duga2, dihadap annja, didalam keremangan malam ia melihat bajangan jang ber-gerak2. Semakin lama semakin dekat. Tidak hanja sesosok bajangan, tetapi dua. Dan keduanja itu berdjalan mendekati nja.
Djadjar itu masih berdiri tegak ditempatnjai Ia menunggu dua sosok bajangan itu mendjadi semakin dekat. Meskipun ia belum tahu siapakah keduanja, tetapi Djadjar gemuk itu segera mempersiapkan dirinja, seandainja dua orang itu bermaksud djahat kepadanja.
" Apakah keduanja adalah kawan2ku jang iri hati" " Djadjar itu berdesis didalam hatinja. - Atau bahkan sama se kali tidak berkepentingan dengan aku. Keduanja hanja orang2 lewat sadja seperti aku"
Tetapi Djadjar itu melihat keduanja di-tengah2 djalan, seakan2 sengadja mentjegatnja ditempat itu, ditikung an jang gelap itu.
Darahnja serasa berhenti ketika ia mendengar salah seorang dari kedua bajangan itu menjapanja - Selamat malam Ki Sanak.
Terasa bulu2 Djadjar jang gemuk itu serentak berdiri. Sapa itu benar2 telah membuat dadanja bergetar. Ia segera menjadari, bahwa jang berdiri dihadapannja itu adalah Ku"da-Sempana dan kawannja jang wadjahnja seperti wadjah majat jang beku.
Djadjar itu tidak segera mendjawab. Ditjobanja meng amati keduanja dengan saksama. Dan semakin lama ia sema kin djelas, bahwa sebenarnjalah jang berbitjara kepadanja itu adalah kawan Kuda-Sempana jang berwadjah beku sebeku majat.
" Apakah kau baru pulang" - bertanja Kebo Sindet.
" Ja - sahut Djadjar itu.
" Aku menunggumu terlampau lama disini - berkata Kebo Sindet kemudian. - Bukankah tidak biasa kau pulang sampai malam begini"
" Ja " sahut Djadjar itu.
" Kenapa kau pulang terlampau malam " " bertanja Kebo Sindet pula.
" Aku menunggu Permaisuri. Tetapi Permaisuri hari ini tidak pergi ketaman. Aku ingin mendengar pendjelasan tentang permintaanmu itu.
Kebo Sindet meng-angguk2kan kepalanja. Kemudian katanja " Aku menunggu kau disini untuk kepentingan itu
djuga. Seandainja kau sudah mendapat kabar apalagi men dapatkan barangnja, aku akan mendjadi senang sekali. Tetapi bagaimana "
" Sudah aku katakan. Aku belum dapat bertemu dengan Permaisuri hari ini.
Kebo Sindet tidak2 segera menjahut. Namun kebekuan wadjahnja membuat Djadjar itu mendjadi ber-debar2. " Apakah aku berhadapan dengan hantu " " desisnja didalam hati.
" Baiklah " berkata Kebo Sindet " kau masih mempunjai waktu empat hari lagi.
" Tetapi bagaimana apabila dalam empat hari ini Permaisuri tidak pergi ketaman "
Djadjar itu mendjadi heran ketika ia melibat Kebo Sin"dent itu menengadahkan wadjahnja. Sedjenak. Dan sedjenak kemudian orang itu mendjawab pertanjaan Djadjar jang gemuk itu. Tetapi sekali lagi Djadjar itu mendjadi heran. Djarak mereka tidak begitu djauh, hanja beberapa langkah sadja, tetapi Kebo Sindet berkata terlampau keras " Waktumu tinggal empat hari lagi Ki Sanak. Apa bila empat hari ini kau tidak berhasil, maka perdjandjian kita batal.
Djadjar jang keheranan itu bertanja - Apakah akibat da ri pembatalan perdjandjian ini"
" Tidak ada akibat apa2. Kita masing2 dapat berbuat sekehendak kita sendiri. Kita tidak terikat lagi oleh perdjandjian apapun.
" Dan kau dapat menghubungi orang lain lagi untuk keperluan ini"
" Tentu. Aku dapat menghubungi orang lain jang akan lebih dapat aku harapkan dari padamu.
" Aku minta waktu. " Waktumu masih empat hari. Kau harus berkata Per"maisuri, bahwa nasib Mahisa Agni tergantung pada kesediaannja. Tidak ada pembitjaraan lain. Kau mengerti"
" Sedjak kemarin aku sudah mengerti. Tetapi kaupun harus mengerti bahwa tidak setiap hari Permaisuri pergi ketaman, dan persoalan jang dihadapinja bukan hanja persoalan Mahisa Agni sadja. Apa lagi Akuwu Tunggul Ametung.
" Aku tidak ingin mendengar alasan apapun. Aku memberi waktu lima hari. Sehari sudah lampau, maka jang tinggal adalah empat hari lagi.
" Tjobalah mengerti.
" Aku tidak ingin tawar menawar mengenai waktu. Kalau barang2 jang aku kehendaki sudah ada ditanganku, maka kita dapat mengadakan tawar menawar, berapa banjak aku dapat memberimu selain jang kau dapatkan dari usahamu sendiri.
" Kau mementingkan dirimu sendiri - bantah Djadjar itu - aku sudah berusaha dan akan terus berusaha. Tetapi seandainja aku mundur sehari dua hari bagaimana "
" Tidak. Tidak ada waktu lagi.
Djadjar itu terdiam sedjenak. Pikirannja saat itu hanja ditjengkam oleh kegelisahan, apabila dalam empat hari ini Permaisuri tidak hadir ditaman, sehingga ia tidak sempat memikirkan persoalan2 jang lain.
" Sudahlah. Pulanglah meskipun tidak ada seorangpun jang menunggu dirumah. Mungkin kau akan segera tidur, atau kau masih mempunjai atjara2 lain, berkeliaran disepandjang djalan2 gelap dan pergi mengundjungi rumah2 pcrdju dian. " Aku tidak pernah berdjudi.
" Djangan membohongi aku, pergilah.
Djadjar itu tidak sempat mendjawab. Kebo Sindet dan Kuda-Sempana jang se-olah2 seperti orang bisu itupun ke mudian meninggalkannja dan hilang didalam kegelapan.
" Setan alas - Djadjar jang gemuk itu mengumpat sendiri. Per-lahan2 ia mengajunkan kakinja meneruskan langkah nja. Tetapi sekali lagi ia tertegun ketika ia mendengar gemerisik dedaunan dipinggir djalan.
Djadjar jang gemuk itu mentjoba untuk melihat kearah suara itu. Tetapi ia tidak melihat sesuatu.2 Malam mendjadi semakin gelap dan suara gemerisik itu berasal dari dalam bajangan gerumbul2 jang pekat hitam.
Tetapi Djadjar itu mendengar desir dipinggir djalan itu semakin lama semakin djauh.
" Ada jang mengintip pembitjaraanku " desisnja.
Dada Djadjar itu mendjadi ber-debar2. Berbagai dugaan membajang dikepalanja.
" Siapakah jang mentjoba untuk mengintip itu " " ia bertanja kepada dirinja sendiri " Apakah kawan2ku jang iri hati itu " Djuru taman jang bodoh dan sombong " Atau pradjurit2 jang melihat Permaisuri berbitjara dengan aku mengikutiku dan ingin mendengar persoalanku dengan Per maisuri " Atau mungkin kawan2 Kuda-Sempana jang meng awasinja " Seandainja aku berusaha untuk menangkapnja, maka ia memerlukan kawan untuk membantunja. Hem, mungkin Kuda-Sempana mengetahui dan merasa, bahwa ia berdua bersama kawannja jang wadjahnja sebeku majat itu tidak sanggup melawan aku seorang.
Djadjar jang gemuk itu masih berdiri tegak ditempat nja. Ia jakin bahwa suara gemerisik itu adalah suara langkah orang jang ter-suruk2 pergi mendjauh.
Tiba2 pertanjaan didalam dirinja berkisar kepada sikap kawan Kuda-Sempana jang wadjahnja dapat menegakkan bulu2nja. Orang itu menengadahkan wadjahja dan memiringkan kepalanja se-olah2 mentjoba menangkap sesuatu dengan pendengarannja. Kalau demikian apakah orang itu mendengar djuga suara desir dipinggir djalan itu " Lalu apakah sebabnja maka suaranja mendjadi kian mengeras dan se-olah2 dengan sengadja diperdengarkan kepada orang2 jang sedang mengintainja "
Djadjar jang gemuk itu mengerutkan keningnja " Ah sekali lagi ia berdesah " kalau begitu maka orang2 ini adalah kawan2 Kuda-Sempana. Mereka ingin memantjing ke keruhan, kemudian ber-sama2 mengerojok aku.
Djadjar jang gemuk itu mengangkat dadanja. " Hem " ia menarik nafas dalam2 " agaknja Kuda-Sempana dan kawannja itu mampu menilai, siapakah aku. Mereka terpaksa memanggil kawan2nja untuk menghadapi aku seorang diri.
Djadjar itu kemudian mengajunkan kakinja, melangkah perlahan2 pulang kerumahnja.
Tetapi sekali lagi ia tertegun, sehingga langkahnja terhenti Bukan karena ia mendengar langkah orang lain, bukan karena ia melihat sesosok bajangan, tetapi ia tersentak oleh pikirannja sendiri. " Kalau orang2 itu kawan2 Kuda-Sempana jang sengadja memantjing kekeruhan, lalu apa pa mrihnja " Aku belum berhasil membawa apapun dari istana.
Wadjah Djadjar itu mendjadi tegang. Tiba2 ia sampai pada suatu kesimpulan jang mendirikan bulu romanja " O, mereka sedang menunggu aku. Kalau aku membawa perhiasan itu, maka mereka akan ber-ramai2 menangkapku dan membunuhku. Mungkin aku akan dibantainja seperti membantai sapi dipembantaian.
Terasa tubuh Djadjar itu mendjadi gemetar. Dan tanpa sesadarnja ia berpaling, se-olah2 ada orang jang sedang mengikutinja. Meskipun kemudian ia tidak melihat seorangpun, namun hatinja masih djuga ber-debar2.
" Setan alas - ia mengumpat. Dan sedjenak kemudian maka iapun segera berdjalan tjepat2 pulang kerumahnja.
Dihari berikutnja, pagi2 benar Djadjar itu telah berada ditaman. Djauh sebelum waktunja, sehingga para pradjurit jang sedang bertugas mendjadi heran. Apalagi kedua kawan2nja, djuru taman jang hampir2 sadja berkelahi dengan Dja djar jang gemuk itu. Ketika mereka datang, mereka melibat djuru taman itu telah duduk bersandar pohon sawo ketjik.
" He, - bisik salah seorang dari padanja - orang Jang gemuk itu benar2 telah mendjadi gila. Agaknja ia sudah, djemu hidup.
" Aku tidak tahu, bagaimana djalan pikiran orang gila itu. Mungkin ia pernah bertemu Permaisuri sebelum berada diistana ini.
" Nasibnja akan djauh lebih djelek dari Kuda-Sempana jang pernah mendjadi gila karena Permaisuri itu pula.
Keduanja berusaha untuk menahan tertawa mereka, supaja tidak menjinggung perasaan kawannja jang dianggapnja
sedang gila itu. Tetapi mereka tidak mangerti, apakah jang menjebabkan Djadjar itu mendjadi gila.


02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa menjapa, maka kedua kawannja itu langsung melakukan pekerdjaan mereka. Dibiarkannja Djadjar jang ge muk itu duduk sadja bersandar pohon sawo ketjik.
Ternjata jang bergolak dikepala Djadjar itu kini mendjadi semakin kisruh. Ia tidak sadja digelisahkan oleh sikap Permaisuri jang agaknja atjuh tidak atjuh, tetapi djuga oleh suara gemerisik ditikungan ketika ia bertemu dengan Kuda- Sempana dan Keho Sindet.
Ketika matahari nemandjat langit semakin tinggi, Dja"djar itu mendjadi semakin gelisah. Ia tidak melibat seorangpun turun dari serambi belakang istana dan berdjalan ketaman. Meskipun ia hampir mati karena debar djantungnja, namun Permaisuri tidak. djuga kundjung datang.
Sementan itu Permaisuripun mendjadi gelisah pula di biliknja. Akuwu Tunggul Ametung masih belum mengatakan apa jang dilakukannja. Dengan demikian maka keketjewaan dihatinja semakin mendjadi tebal pula. Akuwu Tunggul Ame"tung ternjata hanjalah seorang jang berbuat sesuka hatinja untuk kepentingan dirinja sendiri. Persoalan2 jang tidak langsung menjangkut kepentingannja, tidak akan banjak mendapat perhatian. Seandainja Mahisa Agni itu bukan kakak ang katnja, maka perhatiannja pasti akan hilang sama sekali terhadap persoalan jang demikian. Sehingga seandainja kini Akuwu Tunggul Ametung berbuat sesuatu, itupun sekedar untuk kepentingan dirinja sendiri; supaja ia tidak selalu terganggu oleh kemuraman Permaisurinja.
Tetapi Ken Dedes masih mentjoba menjabarkan dirinja. Ia masih belum akan bertanja kepada Akuwu Tunggul Ametung, apa jang sudah dilakukannja. Meskipun hatinja selalu ditjengkam oleh kegelisahan, namun ia masih bertahan dan mentjoba untuk tidak berwadjah muram.
Matahari jang semakin tinggi achirnja ngglewang disebelah Barat. Sinarnja mendjadi ke-merah2an dan achirnja pudar sama sekali dibalik Gunung.
Djadjar gemuk jang menunggu Permaisuri ditaman benar2 mendjadi bingung. Ia tidak dapat lagi duduk dengan tenang. Sekali2 ia berdiri, berdjalan mondar-mandir. Setiap kali didjenguknja diregol petamanan apabila ia mendengar langkah seseorang. 2etapi jang lewat adalah Pelajan Dalam jang bersendjata, atau pradjuritS Pengawal Istana.
" Setan alas " Djadjar itu mengumpat " mereka selalu mengganggu sadja.
Tetapi jang ditunggunja, Permaisuri atau utusan nja, tidak djuga kundjung datang,
" Apakah Permaisuri benar2 merelakan kakaknja itu "
" berkata Djadjar itu didalam hatinja " mungkin tawaranku benar2 terlalu tinggi, sehingga tidak ada seorangpun jang nilainja sama seperti tuntutanku. O, kalau aku sempat be temu, maka tuntutan itu akan aku turunkan. Dua pengadeg sudah tjukup. Atau kalau masih terasa terlampau tinggi, satu setengah pengadeg sadja. Ah, barangkali tjukup sepengadeg ditambah dengan beberapa potong perhiasan. Bahkan apabila perlu, sepengadeg sadja sudah tjukup. Aku tidak akan menjerahkannja kepada Kebo Sindet. Aku harus menemukan djalan untuk menghindar dari padanja.
Tiba2 Djadjar jang gemuk itu mengerutkan keningnja. Terbajang olebnja beberapa orang jang selalu meng-endap2 disekitar Kuda-Sempana dan kawannja jang menunggunja di tikungan gelap.
" Mungkin hari ini mereka telah menunggu aku lagi.
" desisnja " aku harus mentjari djalan lain. Meskipun aku belum membawa perhiasan2 itu, tetapi aku harus menghin dari mereka.
Djadjar itupun mendjadi kehilangan harapannja, bahwa hari itu ia akan dapat bertemu dengan Permaisuri, ketika gelap malam telah turun menjelimuti istana Tumapel.
Dengan wadjah jang suram, Djadjar itu kemudian berdjalan ter-tatih2 keluar taman. Langkahnja mendjadi terlampau berat dan lambat. Ia masih berharap bertemu dengan Permaisuri diserambi belakang istana atau barangkali satu dua embannja diutus untuk menunggu dan memanggilnja. Karena itu maka Djadjar jang gemuk itu berdjalan sambil menebarkan pandangan matanja berkeliling. Se-tidak2nja ia bertemu dengan seorang emban jang dapat mendjawab pertanjaannja. Tetapi ia tidak bertemu dengan seorang emban jang dapat mendjawab pertanjaannja. Tetapi ia tidak ber temu seorangpun dari emban2 itu. Jang didjumpainja adalah para peronda jang berdiri diregol belakang dan dilihatnja pradjurit2 jang duduk digardu sambil ter-kantuk2.
" Oh Djadjar itu berdesah. Tetapi ia harus menerima kenjataan itu. Permaisuri tidak datang ketaman dan tidak mengirimkan utusan apapun.
Seperti kemarin Djadjar jang gemuk itu berdjalan tjepat2 meninggalkan istana. Tetapi hari ini ia tidak ingin lewat djalan jang ditempuhnja kemarin. Ia akan mengambil djalan lain supaja ia tidak diganggu lagi oleh kawan Kuda- Sempana jang berwadjah mengerikan itu.
Dengan ter-gesa2 ia me-lontjat2 didjalan ketjil, menjusur diantara rumah2 jang berhalaman luas dan berdinding tjukup tinggi. Di-regol2 halaman ia melihat lampu2 minjak tergantung, melontarkan njalanja jang ke merah2an. Apabila angin jang silir bertiup lembut, maka njala lampu itupun ber-guntjang per-lahan2 pula.
" Setan alas - Djadjar itu meng-umpat2 disepandjang djalan - Setan alas.
Ketika ia muntjul dari djalan sempit di-sela2 halaman2 jang luas itu, maka sampailah ia ditempat terbuka. Ia harus melintasi sebuah parit dan kemudian ia akan sampai pada djalan ketjil jang menjilang. Sekali lagi ia berbelok, maka sampailah ia dirumahnja. .
" Setan itu tidak akan mengganggu aku lagi hari ini - tetapi Djadjar itu mengumpat - kalau aku pulang djuga, maka mereka pasti akan mentjari aku dirumah.
Tiba2 langkahnja berhenti. Dirabanja sakunja. Ia masih mempunjai beberapa keping uang.
" Aku akan singgah ditempat perdjudian sadja. Kalah atau menang, aku f:kan dapat melupakan kegelisahan ini. Persetan Kuda-Sempana dan kawannja itu.
Sedjenak Djadjar jang gemuk itu ter-mangu2.. Tetapi hatinja kemudian mendjadi tetap. Ia tidak akan pulang, supaja ia dapat melupakan kegelisahan dan keketjewaannja.
Api Di Bukit Menoreh 19 Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Bukit Pemakan Manusia 14

Cari Blog Ini