02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja Bagian 17
Gurunja tidak menjahut. Tetapi dipandanginja sadja bangksi2 buaja itu, sehingga Mahisa Agni dan Kuda-Sempa napun kemudian ikut pula memandangi bangkai2 itu seperti sedang menghitungnja.
Diantara buaja2 itu terdapat luka-luka jang pandjang. Ternjata ajunan golok Kebo Sindet benar-benar dahsjat dan me ngerikan. Sekali ajun, buaja jang disentuhnja tidak akan dapat hidup lagi.
- Tetapi ia mengerutkan keningnja ketika ia melihat pada beberapa ekor diantara mereka tidak ditemukan bekas sobek an golok pada tubuh bangkai itu. Bahkan buaja2 itu hampir tidak terluka sama sekali.
Hal itu agaknja telah sangat menarik perhatian Mahisa Agni sehingga selangkah ia madju. Di-amatinja beberapa ekor bangkai buaja diantara mereka. Jang ada pada bangkai2 itu hanjalah luka jang tidak terlampau besar. Pada umumnja sebuah lubang dikepalanja.
Bukan sadja Mahisa Agni jang sangat tertarik atas luka jang aneh itu, tetapi Kuda-Sempanapun agaknja menaruh perhatiannja pula. Seperti Mahisa Agni, maka iapun meng-amat2i luka jang baginja agak terlampau aneh.
" Apakah Kebo Sindet telah melubangi kepala buaja2 kerdil ini dengan tusukan goloknja " " pertanjaan itu membersit didalam hati Mahisa Agni dan Kuda-Sempana.
Tetapi sebagai seeorang jang mengenal ber-matjam2 djenis sendjata, mereka mendjadi ragu-ragu Luka-luka tusukan golok itu tidak akan meninggalkan bekas jang demikian.
" Kau heran melihat lubang2 itu " " bertanja mPu Purwa sambil tersenjum, "
Mahisa Agni mengangguk ketjil. Djawabnja " Ja guru. Luka-luka ini tidak dapat kami mengerti. Sendjata Kebo Sindet adalah sebuah golok. Dan golok tidak akan dapat menimbulkan luka-luka jang demikian.
mPu Purwa meng-angguk2kan kepalanja. Kemudian katanja " Djangan kau hiraukan luka-luka itu. Buang sadjalah bangkai2 itu kedalam rawa2. Lalu kalian masih mempunjai pekerdjaan lagi, menguburkan majat Kebo Sindet Sesudah itu, sebaiknja kalian meninggalkan tempat ini. Kalian masih mempunjai hari depan jang tjukup pandjang untuk mulai dengan kehidupan jang baru.
Mahisa Agni meng-angguk2kan kepalanja. Tetapi agaknja ia masih belum puas sebelum dapat menemukan sebab dari luka jang beroentuk lubang itu. Maka katanja " Baiklah guru. Bangkai ini akan aku buang kedalam rawa2 Tetapi lubang2 ini selalu menimbulkan pertanjaan bagiku. Apakah jang sudah dilakukan oleh Kebo Sindet sehingga ia berhasil melakukan keaneha ini Dalam keadaannja jang parah dengan sebelah tangan jang menggengam golok dan jang lain berpegangan pada sulur itu, namun ia masih mampu membunuh sekian banjak buaja2 kerdil ini dengan luka-luka jang terlampau aneh bagi kami.
Sekali lagi mPu Purwa tersenjum. Katanja " Apakah kau ingin tahu benar, apakah sebabnja maka luka-luka itu berbentuk lubang " Dan apakah sebabnja Kebo Sindet berhasil membunuh sekian banjak buaja kerdil ini "
Hampir bersamaan Mahisa Agni dan Kuda-Sempana menganggukkan kepalanja " Ja Kiai.
mPu Purwa meng-angguk2 perlahan. Kemudian diedarkannja pandangan matanja, mentjari sesuatu diatas tanah2 berlumpur itu. Tiba-tiba orang tua itu mem ungkukkan badannja memungut sebutir batu ketjil sebesar telur merpati.
" Lihatlah " katanja sambil melepastan latu itu djatuh diatas tanah jang gembur " lihatlah bekasnja. Sebuah lubang.
Dada kedua anak2 muda itu berdesir. Mereka melihat sebuah lubang pada tanah jang gembur, mirip seperti lubang2 jang ada dikepala beberapa ekor buaja2 kerdil itu.
" Tetapi " tiba-tiba Mahisa Agni berdesis " bagaimana mungkin Keio Sindet mampu melakukannja.
mPu Purwa mengerutkan keningnja. Tetapi ia kemudian melangkahkan kakinja sambil berkata " Sudahlah, djangan hiraukan. Kalian masih mempunjai banjak pekerdjaan.
Mthisa Agni dan Kuda-Sempana menarik nafas dalam2. Sedjenak mereka memandangi bangkai2 jang berserakan itu. Namun kemudian mereka menjadari, bahwa pekerdiaan mereka memang masih banjak. Melemparkan bangkai2 itu kedalam rawa2 dan kemudian menguburkan Kebo Sindet.
Tetapi ketika mereka akan segera mulai, terdengar mPu Purwa berkata " Sebaiknja kalian menunggu tanah mendjadi agak kering, supaja tidak terlampau litjin. Kalau kau tergelintiir maka kaulah jang akan masuk kedalana rawa2 itu. Terutama Mahisa Agni, beristirahatlah dahulu Mungkin kau masih mempunjai sisa makanan.
Mahisa Agni mengangguk ketjil sambil mendjawab " Ja guru. Aku memang merasa terlampau letih.
" Itu adalah wadjar sekali. " djawab gurunja sambil berdjalan meninggalkan tempat itu.
Mahisa Agni dan Kuda-Sempanapun kemudian melangkah pula dengan hati2 meninggalkan tempat itu untuk sedjenak beristirahat. Tubuh Mahisa Agni masih terasa lemah sekali. Tulang2nja masih terasa njeri dan otot2njapun masih terlampau tegang.
Namun dalam pada itu, ia mendapat kesempatan untuk memikirkan lubang-2 dikepala buaja2 kerdil itu. Sehingga achirnja ia berdesis - Ternjata gurupun sudah berusaha, membantu melepaskan Kebo Sindet dari mulut2 buaja itu.
" He " Kuda-Sempana bertanja.
" Gurulah jang melakukannja " djawab Mahisa Agni " dilemparinja buaja2 itu dengan batu dari tempat persembunjiannja, supaja tubuh Kebo Sindet tidak diseret masuk kedalam rawa2 itu.
Kuda-Sempana mengerutkan keningnja, Tetapi kemudian di-angguk2kannja kepalanja. " Itu adalah mungkin sekali Ternjata mPu Purwa telah berbuat banjak. " Kuda-Sempana berhenti sedjenak, lalu " Kini aku tahu, apakah kira2 jang terdjadi disini. Agaknja selama ini kau tetap berada didalam asuhan gurumu, jang dahulu aku sangka tidak lebih dari seorang tua jang tidak banjak berarti di Panawidjen. Kau mendapat kesempatan itu, sehingga kau mampu mengalahkan Kebo Sindet.
Tetapi Kuda-Sempana dan bahkan Mahisa Agni terperandjat ketika mereka mendengar djawaban dari belakang mereka " Bukan sadja aku jang telah berbuat banjak, Kuda-Sempana. Tetapi apakah kau sudah mengenal orang ini"
Dengan serta merta keduanja berpaling. Mereka terperandjat, ter-lebih2 lagi adalah Kuda-Sempana ketika dilihatnja seseorang berdiri disamping mPu Purwa itu sambil tersenjum kepadanja.
Sedjenak Kuda-Sempana se-akan2 membeku ditempatnja. Sama sekali tidak diduganja, bahwa ia akan dapat bertemu ditempat itu. Peristiwa jang tiba-tiba itu ternjata telah membuat gontjangan didalam dadanja.
Orang itu masih berdiri disamping mPu Purwa sambil tersenjum. Ditatapnja sadja wadjah Kuda-Sempana jang mendjadi putjat, namun kemudian mendjadi ke-nierah2an penuh kebimbangan dan ketjemasan. Wadjah orang itu dikenalnja dengan baik, tetapi tjiri kecbususannja tidak dilibatnja waktu itu.
" Apakah kau ragu-ragu Kuda-Sempana" "bertanja orang itu " Mungkin kau merasa aneh bahwa aku tidak membawa tongkat pandjangku, tetapi kini aku membawa pedang.
Dada Kuda-Sempana tergetar. Tetapi ia tidak segera mendjawab.
" Tongkat itu telah aku serahkan kepada muridku jang aku anggap paling djauh dari padaku saat itu. Muridku jang sama sekali tidak menarik perhatianku karena sifat2nja jang tidak sedjalan dengan perguruanku. Tetapi ternjata murid itu adalah murid jang paling dekat dengan djalan jang benar. Djalan jang kita djauhi ber-sama-sama sehingga tampak oleh kita anak itu adalah anak jang paling bengal diantara kita.
Kuda-S-mpana masih berdiri kaku ditempatnja. Tetapi debar didadarja mendjadi semakin bergelora
" Tetapi kau tidak usah ragu-ragu Kuda-Sempana, bahwa aku adalah gurumu.
Terasa sesuatu mendesak didalam hatinja. Sekian lama ia terlempar kedalam neraka jang paling pedih. Sekian lama ia sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk berbuat sesuatu atas kehendaknja sendiri. Dan ia menekan perasaan itu dalam2 dilubuk hati. Kini tiba-tiba ia bertemu dengan gurunja. Gurunja jang dahulu selalu berusaha untuk memenuhi keinginannja, meskipun ia harus memberikan imbalan kepadanja. Gurunja jang telah pernah disangkanja mati, setelah beberapa kali bertemu dengan Kebo Sindet dan Wong Sarimpat. Pertemuan2nja dengan gurunja, selama ia berada dibawah pengaruh Kebo Sindet dan Wong Sarimpat, telah membuatnja kehilangan djalur2 ikatan batin.
Tiba-tiba kini orang itu berdiri dihadannja.
Kuda-Sempana achirnja tidak dapat lagi menahan gelora hatinja jang sudah sekian lama membeku, Tiba-tiba ia melontjat dan berlutut didepan mPu Sada. Banjak sekali jang akan ditumpahkannja untuk mengurangi kepepatan hati. Banjak sekali jang akan dikatakannja untuk melapangkan perasaannja. Tetapi kerongkongannja serasa tersumbat, sehingga sama sekali tidak sepatah katapun jang diutjapkannja.
" Aku tahu sebagian besar dari perasaanmu, karena aku melihat sikapmu pada saat2 terachir. Kau agaknja telah menjesali semuanja jang terdjadi atasmu. Bukan sekedar kesulitan djasmaniah jang kau alami tetapi kau menjesali pula sebab2 dari peristiwa jang telah menjeretmu ditempat ini.
mPu Sada berhenti sedjenak, lalu " dan penjesalanmu itu adalah djalan jang sudah terbuka bagimu untuk menemukan kembali hari depan jang wadjar. Kalau kau menjesali semua perbuatanmu dengan djudjur, maka dalam umurmu jang masih muda itu, kau pasti masih akan menemukan kesempatan.
Kuda-Sempana tidak dapat berkata apapun selain menundukkan kepalanja Kini penjesalan jang tadjam telah memuntjak didalam hatinja. Tetapi semuanja telah terdjadi Noda jang hitam telah melekat pada perdjalanan hidupnja
Tetapi ia mendengar gurunja berkata " Hari depanmu masih pandjang.
Kuda-Sempana masih djuga berdiam diri. Ia tidak dapat berbuat apa2 selain menundukkan kepala.
Terasa tangan gurunja meraba pundaknja dan menarik berdiri. Seperti ana 2 jang sedang berlati berdjalan, ia dibimbing oleh gurunja dan dibawanja duduk r-sama-sama disamping sebongkah batu besar. mPu Purwa dan Mahisa Agnipun ikut pula bersama mereka, duduk diatas batu2 ketjil jang basah Tetapi tubuh dan pakaian merekapun ternjata masih basah kujup oleh hudjan. Bahkan warna darah masih melekat pada pakaian Mahisa Agni.
Ketika gurunja melihat setitik-titik darah masih meleleh dari luka-luka anak muda itu, maka segera diberikannja obat jang untuk sementra dapat memempatkan darah, sehingga luka-luka itu mendjadi tertutup karenanja.
Sambil berbitjara tentang Kuda-Sempana dan hari2 jang akan datang, maka merekapun beristirahat,s belum mereka mengerdjakan pekerdjaan jang telah menunggu mereka. Melemparkannja bangkai2 buaja kedalam rawa2 dan menguburkan Kebo Sindet.
Pada saat itu. Ken Arokpun duduk dengan lemahnja diatas sebuah brundjung bambu jang maiih belum dilemparkan kedalam sungai Disampingn2a duduk Akuwu Tunggul
Ametung, Ki Buyut Panawidjen, Kebo Idjo dan beberapa orang lain. Mereka melihat, betapa Ken Arok menahankan lelah dan ketjemasan. Nafasnja mendjadi ter-engah2 dan tubuhnja terasa gemetar
Tetapi bibirnja membajangkan sebuah senjum kelegaan.
" Mudah2an bendungan itu selamat " desisnja. Akuwu Tunggul Ametungpun ternjata sedang kelelahan
pula setelah dengan sekuat tenaganja, ia menarik Ken Arok dari dalam air jang melandanja.
" Aku kira bendungan itu akan selamat " berkata Akuwu itu pula.
Ken Arok tidak menjahut. Ia melihat orang-orang Panawidjen dan para pradjurit Tumapel masih berdiri memagari udjung bendungan.
Tetapi bahwa hudjan telah mendjadi reda adalah suatu harapan bag! orang-orang Panawidjen dan para radjurit umapel bahwa bendungan mereka akan terselamatkan.
" Air tidak naik lagi " desis seseorang.
" Ja. " sahut jang lain " sebagian telah berhasil meluntjur lewat susukan induk.
" Tetapi taman itu tergenang air sama sekali. Mungkin sebagian mendjadi rusak karenanja.
Beberapa orang jang lendengarnja tanpa mereka sengadja segera berpaling kearah taman jang sedang disiapka oleh Ken Arok agak djauh ketengah padang Karautan. Tetapi mereka tidak melihat sesuatu selain sebuah kelompok jang hidjau ke-hitam2an dikedjauhan. Seperti bajangan sebuah puntuk ketjil mendjorok di-tengah2 padang jang luas.
Tetapi mereka telah membajangkan, bahwa taman itu telah digenangi air jang meluap dari sendang buatan karena air susukan induk jang menampung bandjir. Dan mereka membajangkan, bahwa sebagian dari pepohonan jang baru tumbuh dan berkembang akan mendjadi berserakan.
Tetapi seperti perintah Akuwu Tunggul Ametung sendiri bendungan itu djauh lebih penting dari taman jang sedang disiapkan itu. Apabila bendungan itu dadal, maka taman itu pun tidak akan dapat diselesaikan, karena tidak ada air jang akan menggenangi sendang buatan. Dan tanahnjapun akan mendjadi kering.
Orang-orang Panawidjen jang berdiri diudjung bendungan itupun masih djuga berdiri rapat. Diantara mereka terdapat para pradjurit Tumapel jang dengan tegang melihat, apakah air masih akan naik terus dan menghanjutkan bendungan.
Mereka kemudian menguak ketika mereka melihat Akuwu Tunggul Ametung, Ken Arok dan beberapa orang jang lain berdjalan ketepi sungai diudjung bendungan itu. Meskipun mereka masih kelelahan, tetapi mereka ingin djuga melihat apakah jang kini terdjadi dengan bendungan mereka.
Air jang keruh masih djuga ber-gulung", seolah-olah menggontjang bendungan itu pe-lahan-lahan. Tetapi kini sebagian dari arus bandjir itu telah meluap dan tumpah tertampung pada susukan induk jang mengalir membelah padang Karautan. Mulut susukan induk itu ternjata semakin lama mendjadi semakin besar disobek oleh arus air jang tidak tertahankan. Namun dengan demikian bahaja bagi bendungan itupun mendjadi berkurang.
Tetapi disana-sini tampak tebing susukan itu mendjadi longsor. Susukan itu memang belum siap benar menerima arus air, apalagi arus bandjir. Namun terlebih penting lagi bagi mereka, adalah menjelamatkan bendungan itu.
Akuwu Tunggul Ametung dan Ken Arok mendjadi ber-debar2 memandang air jang keruh ke-hitam2an itu ber-gulung2 didepan bendungan. Mereka masih membajangkan,bahwa bentjana masih bisa terdjadi.
Dalam ketegangan itu tiba-tiba terdengar seseorang berbisik
" Air telah turun. Kawannja jang berdiri disampingnja mentjoba melihat permukaan air jang keruh itu. Dan tiba-tiba ia berdesis pula
" Ja, air telah turun.
Desis itu kemudian mendjalar dari mulut ke-mulut. Mereka memang melihat bendungan itu seolah-olah naik semakin tinggi. Djarak permukaan air dan bendungan itu mendjadi semakin lebar.
" Air telah turun " dcsis itu terdengar terus.
" Ja, air telah turun.
Sedjenak kemudian hampir setiap mulut mengatakan tentang air jang telah muiafi turun, meskipun belum selebar tapak tangan. Tetapi hal itu telah men2mbulkan kegembiraan bagi orang-orang Panawidjen dan pradjurit2 Tumapel. Kemungkinan bahwa bendungan itu akan hanjut mendjadi semakin ketjil, meskipun mereka harus mcmcras tenaga pada saat bandjir jang pertama itu.
Hampir setiap orang menarik nafas dalam2 pada saat jang bersamaan. Mereka menjaksikan air semakin lama memang semakin surut. Sedang langitpun mendjadi semakin tjerah. Agaknja diudjung sungai itupun hudjan sudah teduh.
Sedjenak Akuwu Tunggul Ametung dan Ken Arok berdiri sadja mematung, seolah-olah mereka ingin mejakinkan apakah benar-benar air sudah mulai turun.
Ternjata merekapun kemudian melihat, seolah-olah bendungan itu bergerak naik menjembul dari pcrmukaan air. Akuwu Ken Arok, Kebo Idjo, Ki Buyut Panawidjen dan beberapa orang jang berada disekitarnjapun kemudian menarik nafas dalam2. Bahkan terdengar Ken Arok berdesis perlahan " Air memang sudah turun.
" Ja sahut Akuwu Tunggul Ametung - kalian berhasil menjelamatkannja. Tetapi ingat, ini baru bandjir jang pertama dalam musim hudjan ini. Pada saat2 mendatang akan datang bandjir jang kedua dan berikutnja.
" Kami akan bekerdja se kuat2 tenaga kami Tuanku, semoga bandjir jang kemudian tidak pula menghantjurkan bendungan ini.
" Kalian telah berhasil menjelamatkannja kini. Kalian dapat melihat bagian-bagian jang masih harus kalian sempunakan Djangan kalian lepaskan tali2 pengikat brundjung2 dengan patok2 ditepian. Ternjata tali2 dan tambang2 itu telah mem bantu mcnjelamatkan berdungan ini, sampai pada saatnja kalian jakin, bahwa bendungan kalian telah sempurna.
Ken Arok meng-angguk2kan kepalanja. Katanja " Hamba Tuanku. Tali2 itu djustru akan hamba tambah lagi. Tetapi hamba akan dapat membuat parit2 pembantu, untuk membuang air jang berlebihan apabila bandjir datang. Hamba dapat memotong saluran induk itu dan mengorbankan beberapa bagian dari tanah persawahan untuk membuat parit2 jang dapat mengurangi tekanan bandjir. Parit2 jang dangkal jang hanja berguna apabila air naik terlampau tinggi.
Akuwu Tunggul Ametung meng-angguk2kan kepalanja; Pikiran itu adalah pikiran jang sangat baik, jang segera dapat dipergunakan untuk melawan bandjir jang pasti akan datang susul menjusul selama musim basah ini. Meskipun menurut peritungan pranata-mangsa, hudjan jang paling lebat masih akan turun satu atau dua bulan lagi.
Tetapi tiba-tiba Akuwu itupun memalingkan wadjah ja, memandang kedjauhan ag k ketengah padang Karautan. Dilihat nja segerumbul tanaman jang hidjau Pe-lahan-lahan ia berdesis " Apakah jang kira2 terdjadi atas taman itu setelah bandjir.
" Mungkin sebagian akan mendjadi rusak Tuanku.
Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan keningnja. Lalu bergumam " Pekerdjaanmu berikutnja adalah memperbaiki petamanan itu
Ken Arok megerutkan keningnja. Dipandanginja segerumbul tanaman jang hidjau ke-hitam2an dikedjauhan. Taman itu tampak mendjadi semakin segar. Tetapi Ken Arok menjadari, bahwa ada bagian-bagian jang pasti harus diperbaikinja. Me kipun demikian, bahwa bendungan itu terselamatkan, adalah suatu hal jang sangat menggembirakannja. Tanpa disadari ia merasa bertanggung djawab terhadap Mahisa Agni tentang keselamatan bendungan itu. Seolah-olah Mahisa Agni telah memberikan beban itu diatas pundaknja, tanpa dapat diserahkannja kepada orang lain. Dan baginja terasa, tanggung djawab atas bendungan itu djustru lebih dari tanggung djawabnja membuat taman jang djustru dibebankan oleh Akuwu Tunggul Ametung. Apalagi setelah Akuwu Tunggul Ametung sendiri bersikap demikian pula. Keselamatan bendungan itulah jang tebih penting dari segalanja.
Ternjata air semakin lama semakin susut meskipun pe-lahan-lahan sekali. Tetapi dengan demikian bahsja bagi bendung an itupun susut pula meskipun djuga pe-lahan-lahan sekali.
Ketika orang-orang jang berada diudjung bendungan itu jakin bahwa bentjana jang lebih besar sudah tidak akan menimpa lagi untuk saat itu, maka ketegangan didalam dada merekapun pcr-lahan2 mendjadi semakin kendor. Beberapa orang telah bergerak dari tempatnja, mundur beberapa langkah
Sedang Akuwu Tunggul Ametung, Ken Arok, Ki Buyut Panawidjen, Kebo Idjo dan beberapa orang lain segera meninggalkan tempat itu, duduk diatas batu2 sambil melepaskan ketegangangan jang selama ini mentjengkam hati mereka. Witantra jang duduk dibelakang Akuwu Tunggul Ametung, masih sadja merenungi orang-orang jang berdiri dipinggir sungai jang bandjir itu.
Namun tiba-tiba Ken Arok bergumam " Sebelum air surut, orang-orang jang berada diseberang tidak dapat pulang keperkemahan malam ini.
Akuwupun berpaling kearah mereka. Merekapun masih djuga berdiri diudjung bendungan diseberang. Tetapi agaknja ketegangan didalam hati merekapun telah mendjadi reda
" Bagaimana mereka makan hari ini" bertanja Akuwu.
Ken Arok mengerutkan keningnja " Hamba belum tahu Tuanku.
" Mereka harus berpuasa sehari ini. Nanti apabila air semakin surut, mereka akan dapat meniti bendungan menjeberang kemari ber-sama-sama.
" Hamba Tuanku - sahut Ken Arok.
" Merekapun harus beristirahat untuk melepaskan ketegangan dan kelelahan.
" Hamba Tuanku, " Tetapi besok mereka harus bekerdaj lebih berat. Bandjir pasti akan datang susul menjusul.
" Hamba Tuanku"
" Tetapi ... " tiba-tiba Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan keningnja " Bagaimana dengan kau sendiri"
Ken Arok tidak segera dapat mendjawab. Ia masih belum tahu maksud pertanjaan Akuwu Tunggul Ametung itu.
" Maksudku " Akuwu meneruskan " apakah kau sempat meninggalkan bendungan ini dalam keadaan demikian"
Terasa dada Ken Arok berdesir. Kini ia tahu benar maksud itu. Ternjata Akuwu masih djuga bermaksud membawanja mentjari Mahisa Agni. " Tetapi bagaimana dengan bendungan ini " " pertanjaan itu selalu mengganggunja. Djustru pada saat udara selalu mendung dan hudjan dapat turun setiap saat.
" Aku tahu keberatanmu " desis Akuwu itu kemudian " djustru akulah jang memberimu pekerdjaan dipadang Karautan ini.
Ken Arok masih belum dapat mendjawab.
" Biarlah soal ini kita tunda sampai besok. Aku sudah kehilangan gairah hari ini. Aku terlalu lelah setelah berusaha mengambilmu dari dalam air itu.
Ken Arok mengangguk dalam2 sambil berkata - Hamba Tuanku. Sehaiknja Tuanku beristirahat diperkemahan, Besok hamba tinggal menerirna perintah Tuanku.
Tunggul Ametung mengerutkan dahinja. Kemudian katanja " Kau harus membuat pert2 b ng Aku tidak dapat memaksamu Kau menghadapi pekerdjaan jang tjukup berat pula disini.
" Hamba Tuanku " sahut Ken Arok.
" Sekarang aku akan kembali kegubug itu. " berkata Akuwu itu kemudian. Ternjata orang jang dalam hidup sehari-hari hanja menuruti kehendak sendiri sadja itu dapat djuga membuat pertimbangan jang menjangkut kepentingan orang lain. Katanja " Djangan lupa kepada orang-orang diseberang. Mereka pasti merasa lelah dan lapar seperti kalian. Usahakan, setjepatnja mereka dapat dihubungi, maka mereka harus mendapat makan mereka.
" Hamba Tuanku - sahut Ken Arok sambil membungkukkan badannja.
Akuwu itupun segera berdiri dan m n ggalkan tempat itu, kembali kegubug jang disediakan untuknja. Ia memang merara terlampau letih setelah ber-main2 dengan sebata bambu untuk menggait Ken Arok dari dalam air. Tetapi Ken Arokpun tidak kalah lelahnja. Ia sudah mengarahkan segenap kekuatannja untuk bertahan diri dari dorongan arus air jang me-luap2.
Ketika Akuwu Tunggul Ametung telah mendjadi semakin djauh bersama pengawal-nja, maka terdengar Kebo Idjo tertawa. Katanja " Huh, apa sadja jang dikatakan oleh Akuwu Tunggul Ametung itu "
" Kenapa " " Seperti seorang jang sedang mimpi. Apakah ia tidak melihat kesibukanmu disini" Ia masih djuga dapat bertanja kepadamu untuk mentjari anak jang hilang itu.
" Ah; " Orang itu memang terlampau aneh dan terlampau memikirkan diri sendiri. Dihadapannja kakang Witantra tidak lebih dari seekor kerbau penarik pedati. Diam sambil menundukkan kepala. Kemudian ngangguk dalam2 sambil berkata " Segala titah Tuanku hamba djundjung diatas kepala. Dan kaupun rupanja akan didjangkiti penjakit itu pula.
" Djangan berkata begitu Kebo Idjo " desis Ken Arok " Witantra adalah pimpinan p ngawalnja. Apakah jang harus dilakukannja " Ia sudah berbuat se-baik2nja melakukan tugas dan tanggung djawabnja.
Kebo Idjo tersenjum. Tetapi senjumnja mengandung arti jang terasa sangat menjakitkan hati. Bahkan tanpa segan2 dihadapan orang-orang Panawidjen ia menggeliat sambil berdesis " Hem, memang sebaiknja berbuat demikian. Kau dan kakang Witantra akan segera naik pangkat.
Ken Arok mentjoba untuk menahan diri. Ketika ia berpaling dan memendangi wadjah Ki Buyut Panawidjen, tampak orang tua itu ter-herana. Ia tidak mendengar seluruhnja kata2 Kebo Idjo, tetapi ia melihat sikap Kebo Idjo jang aneh.
Tetapi Ki Buyut Panawidjen itu tidak bertanja apapun. Bahkan kemudian iapun pergi meninggalkan kedua pradjurit Tumapel jang mendapat tugas untuk memimpin pembuatan bendungan itu.
" Hati2!ah berbitjara " berkata Ken Arok Kemudian.
" Kebo Idjo tidak mendjawab. Ia hanja tertawa sadja sambil melangkah pergi.
" Anak itu memang terlampau menuruti perasaannja sadja " gumam Ken Arok " Keduar ja Kebo Idjo dan Aku wu Tunggul Ametung mempunjai beberapa persamaan. Me-ledak2 dan bahkan kadang-kadang tidak terkendali. Tetapi Akuwu adalah orang jang luar biasa - Otaknja terlampau tadjam meskipun hanja kadang-kadang sadja digunakan. Kekuatannjapun luar biasa. Ia mempunjai banjak kelebihan dari orang-orang kebanjakan.
Dipandanginja langkah Kebo Idjo jang gontai. Anak muda itupun sebenarnja kelelahan pula. Mungkin djuga kedjemuan telah melanda djantungnja. Telah tjukup lama ia berada dipadang Karautan. Berbeda dengan Ken Arok sendiri, jang tidak meninggalkan apapun di Tumapel, maka Kebo Idjo meninggalkan keluarganja. Isterinja mungkin selalu merasa kesepian seperti Kebo Idjo itu pula:
Tetapi Ken Arok sedjenak kemudian sudah berusaha untuk melupakannja. Ia sudah mengenal betul tabiat anak muda itu, meskipun ia tidak menjukainja. Kadang-kadang perbuatan Kebo Idjo itu dapat berbahaja bagi dirinja sendiri.
Pada saat guru Kebo Idjo itu berada dipadang ini, maka kelakuan Kebo Idjo tanapak agak lebih baik. Tetapi kemudian pada suatu saat ketika Kebo Idjo itu sudah ditinggalkan lagi oleh gurunja kembali ke Tumapel, maka sifat2nja tumbuh kembali betapapun ia mentjoba mengekangnja. Kehadiran kakak seperguruan nja kurang dapat mempengaruhi
nja, apalagi setelah ia merasa dirinja tjukup dewasa dan sudah berkeluarga pula. Meskipun dihadapan kakak seperguruannja, ia mentjoba berbuat se-baik2nja.
" Anak itu tidak djuga mendjadi djera " gumamnja kemudian " tetapi djustru kata2nja jang lebih berbahaja dari perbuatannja. Dihadapanku ia berkata seperti itu, mungkin dihadapan orang lain, bahkan mungkin dihadapan anak buahnja, iapun berkata demikian pula. Mungkin kata2nja terdorong lebih djauh lagi, dan bahkan mungkin akan sampai pada kata2 jang tidak sepantasnja diutjapkan oleh seorang pradjurit.
Tetapi Ken Arok tidak dapat berbuat apa2. Kakak seperguruan Kebo Idjo ada dipadang ini pula. Biariah saudara seperguruannja itulah jang memberinja petundjuk2 seperlunja supaja tidak terdjadi salah paham.
Ketika Ken Arok kemudian memandangi orang-orang jang berdiri diudjung bendungan itu, dilihatnja beberapa orang telah ber-tjakap2 dengan asjiknja. Mereka telah terlepas dari ketegangan jang mentjengkam dada mereka. Sebagian lagi telah duduk melepaskan lelah dan bahkan ada jang sudah pergi meninggalkan tebing.
Ternjata bahwa air sungai telah benar-benar mendjadi surut. Tetapi Ken Arok itupun kemudian djustru pergi kepinggir sungai itu kembali. Diamatinja bendungan jang saat itu telah berhasil mereka selamatkan. Ditjobanja untuk mentjari kemungkinan jang lebih baik di- aat2 bandjir datang dikemudian hari.
" Disini harus dibuat parit2 pertolongan untuk membuang air jang terlampau tinggi " desisnja didalam hati. Terbajang dikepalanja , susukan jang dangkal, jang menampung air jang meluap apabila bandjir mentjapai keadaan jang membahajakan.
Namun sedjenak kemudian Ken Arokpun teringat kepada orang-orang jang berada diseberang. Mereka masih berdiri berderet dipinggir sungai. Beberapa orang tampak melambaikan tangan mereka untuk memberikan isjarat. Mereka ingin tahu apakah jang harus mereka kerdjakan.
Beberapa orang djustru mengganggu mereka dengan berbagai tingkah laku. Tetapi mereka itupun segera menjadari bahwa apabila bandjir tidak segera susut tjukup banjak, mereka akan terpaksa berada diseberang sampai besuk. Bahkan apabila hudjan turun lagi diudjung sungai, dan bandjir mendjadi bertambah pula, mereka terpaksa menunggu lagi sampai hari berikutnja, sampai bendungan itu dapat dilewatinja.
" Mereka harus mendapat makan " gum am Ken Arok.
Seorang pradjurit jang mendengar menjahut " Ja, seperti kita disini, merekapun pasti djuga lapar.
Ken Arok berpaling. Sedjenak ia rnengerutkan keningnja. Tetapi kemudian ia tersenjum "- Apakah kau djuga lapar "
Pradjurit itu tersenjum pula. Tetapi ia tidak mendjawab;
" Tetapi kau tidak usah tjemas. Djuru adang, sudah melakukan tugasnja dengan baik. Kau akan segera mendapat rangsummu. Tetapi bagaimana dengan mereka"
Pradjurit itu tidak mendjawab. Tetapi wadjahnja mendjadi ke-merah2an.
Karena pradjurit itu masih diarrt, maka Ken Arok meneruskan " Aku kira nasi telah masak. Kalian akan segera dapat makan.
Wadjah pradjurit itu mendjadi semakin merah. Tetapi kemudian ia rnengerutkan keningnja ketika ia mendengar Ken Arok berkata " Bendungan itu sudah tidak membahajakan lagi. Apabila kita ber-hati2, kita akan dapat emnitinja. " Dan sebelum pradjurit itu mendjawab, Ken Arok sudah melangkah meninggalkannja.
Ternjata Ken Arok itu pergi keudjung bendungan. Ditatapnja bendungan itu dengan saksama, se-akan2 ingin mengukur kekuatannja, apakah bendungan itu tidak berbahaja apabila ia pergi keseberang meniti diatasnja.
" He, Ken Arok - terdengar seseorang memanggilnja. Ketika Ken Arok berpaling, dilihatnja Kebo Idjo berdiri diantara beberapa orang pradjurit - Kemana kau" - ia bertanja.
" Aku akan pergi keseberang - djawab Ken Arok pendek.
Kebo Idjo rnengerutkan keningnja. Katanja - Kau selalu berbuat nekad. Lihat, air masih terlampau besar.
" Aku akan meniti diatas bendugan.
" Terlampau berbahaja. Sedikit gotjangan telah tjukup melemparkan kau kedalam air jang se-olab2 sedang bergumul itu.
" Aku harus her-hatt2 supaja aku tidak tergelintjir.
" Apakah ada sesuatu jang penting sekali harus kau kerdjakan diseberang.
" Or"ng2 diseberang itu tjukup gelisah. Aku harus datang untuk menenteramkannja dan memberitahukan apa jang harus mereka kerdjakan.
Kebo Idjo mengangkat pundaknja. Ia tidak menjahut lagi, tetapi tampak diwadjahnja, bahwa ia agak mentjemaskannja.
" Ada djuga perasaan tjemas didalam dadanja buat orang lain - Ken Arok bergumam didalam hatinja. Sedang kakinja telah mulai menjentuh udjung bendungan.
Pe-lahan-lahan dan dengan sangat hati2 ia mulai meniti bendungan itu. Beberapa orang segera datang berkerumun diudjung djembatan. Ada diantara mereka jang mentjoba mentjegahnja. Tetapi Ken Arok berdjalan terus. Ia tjukup mengerti kekuatan bendungannja dan kekuatan air jang sudah mulai surut itu, sehingga menurut perhitungannja, maka bendungan itu sama sekali sudah tidak berbahaja. Hanja apabila ia tidak hati2 ia akan dapat tergelintjir masuk kedalam air jang ber-gulung2 dengan warnanja jang keruh.
Ternjata perhitungan Ken Arok itu benar. Sampai keudjung jang lain diseberang, Ken Arok tidak mengalami peristiwa apapun. Ia selamat mengindjakkan kakinja keseberang. Kedatangannja segera dikerumuni oleh pradjurit2nja. Pradjurit2 jang tjemas dan tidak mengerti apa jang sebaiknja mereka lakukan, selain menunggu. Menunggu untuk waktu jang tidak mereka ketahui.
- Akulah jang membawa kalian keseberang ini, karena itu, maka aku datang mendjemput kalian.
" Apakah kami harus menjeberang" - bertanja seseorang.
" Meniti diatas bendungan itu. - djawab Ken Arok " tetapi tidak ber-sama-sama, karena bendungan itu masih belum kuat benar. Satu demi satu atau dua. Tetapi djangan lebih dari lima orang sekaligus.
Pradjurit2 itu saling berpandangan. Ada jang tampak ragu-ragu, tetapi ada jang segera mendjawab - Baiklah. Satu2 berurutan dengan djarak jang agak pandjang, sehingga tidak terlampau banjak jang berada sekaligus diatas bendungan itu. Bukankah begitu"
" Ja sahut Ken Arok pendek.
" Baiklah " sahut pradjurit jang lain, jang bertubuh gemuk " supaja kita tidak terlampau lama kedinginan disini. Disana kita dapat segera berganti pakaian. Kemudian duduk menghangatkan diri dimuka perapian.
" Maksud mu, dimuka perapian tempat menanak nasi " " potong kawannja.
" Ah " desah Ken Arok - dimana2 aku bertemu dengan orang jang kelaparan.
Pradjurit jang gemuk itu rnengerutkan keningnja. Katanja " Apakah ada orang lain selain aku jang kelaparan "
" Hus " desis Ken Arok " sekarang bersiaplah. Siapakah jang akan pergi dahulu " Djangan berebut. Aku akan menjeberang paling achir, setelah kalian selesai.
Beberapa orang pradjurit saling berpandangan. Namun kemudian merekapun segera pergi satu demi satu keudjung bendungan itu. Seorang jang sudah menjentuh bendungan itu dengan kakinja mendjadi ragu-ragu. Air jang bergedjolak didepan bendungan itu membuatnja agak pening.
" Aku mendjadi singunen " katanja;
"- Djangan kau tatap air jang bergerak itu. Kau akan merasa se-akan2 terhisap olehnja, dan kau akan terdjun kedalamnja.
" Marilah, siapa jang akan berdjalan didepan " berkata pradjurit itu sambil melangkah surut.
Tetapi orang lainpun mendjadi ragu-ragu pula. Sehingga achirnja Ken Arok bertanja " Tidak ada jang berani berdjalan dahulu "
Seorang pradjurit jang berewok melangkah madju. Katanja " Biarlah aku berdjalan dahulu.
" Kau tidak singunen " bertanja kawannja.
" Tidak. Rumahku pinggir bengawan. Aku sudah biasa melihat air bandjir.
" PergiJah " berkata Ken Arok.
Pradjurit itupun segera berdjalan per-Iahan2 meniti bendungan jang sudah mendjadi semakin banjak tersembul dipermukaan air. Per-Iahan2 sekali dan sangat ber-hati2. Seorang jang lain segera menjusulnja beberapa langkah dibelakangnja. Setelah mereka agak ketengah maka seorang jang lain mulai mengindjak bendungan itu pula. Ber-turut2 seperti pesan Ken Arok. Sehingga dalam saat jang bersamaan, diatas bendungan itu tidak berdiri lebih dari lima orang.
Karena kawan2nja jang lain kemudian berani meniti bendungan itu, maka pradjurit2 jang semula ragu-ragupun achirnja berani djuga melakukannja, meskipun sama sekali tidak berani berpaling dan memandang air jang seolah-olah akan menelannja. Apalagi apabila mereka melihat putaran air dimuka susukan induk, se2olah2 mereka akan ikut serta terhisap dan hanjut kedalamnja.
Orang-orang jang berada diseberang, kemudian berkumpul kembali menjaksikan kawan2nja jang berdjalan beriringan menjeberang diatas bendungan. Betapapun djuga, mereka mendjadi tegang pula karenanja.
Ternjata pradjurit2 jang meniti djembatan itu memerlukan waktu jang agak pandjang. Ketika warna2 suram telah mulai mengambang diatas padang Karautan, mereka mentjoba mempertjepat langkah mereka, meskipun mereka tidak boleh lengah Mereka masih harus tetap ber-hati2 supaja tidak tergelintjir masuk. Namun mereka berusaha sebelum gelap, mereka harus sudah selesai. Apabila malam jang gelap sudah menjelubungi padang, maka meniti bendungan itu akan mendjadi terlampau sulit dan berbahaja. Tetapi untuk menunggu sampai esok bagi para pradjurit itu pasti akan terlampau lama, sebab hampir sehari-harian reka belum makan. Apalagi pakaian mereka telah basah kujup oleh hudjan jang seperti ditjurahkan dari langit.
Seperti air jang bergumul didepan bendungan itu, maka pradjurit jang ada diseberang itupun semakin lama mendjadi semakin susut pula. Achirnja tinggal beberapa orang sadja bersama dengan Ken Arok. Sedang langit sudah mendjadi semakin merah k -hitam2an.
" Tjepat " desis seorang pradjurit jang bertubuh ketjil berkumis tipis " kita harus selesai sebelum gelap, supaja kita,tidak terdjerumus masuk kedalam air.
" Djangan terlalu tergesa-gesa " berkata Ken Arok " hati2 djangan sampai tergelintjir.
Dan pradjurit2 itu memang tidak dapat terlalu tergesa-gesa dan harus selalu ber-hati2.
Tetapi achirnja pradjurit jang terachir telah menjentuhkan kakinja diatas bendungan. Namun pada saat itu hari telah mulai mendjadi gelap, sehingga dengan ragu-ragu pradjurit itu melangkahkan kakinja, Sekali-sekali ia berhenti menarik nafas dalam2. Sedang suara air jang sedang bandjir masih sadja bergemuruh mengganggu telinganja Lamat-lamat dalam keremangan udjung malam dapat dilihatnja air ber- ulung2 didepan bendungan jang sedang dititinja.
" Djangan tergesa-gesa " berkata Ken Arok jang berdjalan dibdakan pradjurit jang terachir itu. " Lebih baik pe-lahan-lahan dan hati dari padatergesa-gesa tetapi masuk kedalam air itu.
" Ja " djawab pradjurit itu.
Selangkah2 mereka madju. Beberapa orang diseberang ternjata dapat mengerti kesulitan para pradjurit jang sedang menjeberang itu. Ternjata beberapa orang dari mereka segera menjediakan obor2 untuk membantu menerangi ben dungan. Tetapi obor2 itu kadang malah membuat para pradjurit jang menjeberang mendjadi silau.
Namun achirnja semuanja dapat sampai keseberang dengan selamat. Ken Aroklah jang terachir mengindjakkan kakinja dipinggir seberang sambil menarik nafas dalam2. Ketika dilihatnja pradjurit jang gemuk masih berdiri didekat bendungan itu sambil bertjeritera kepada kawannja, maka berkatalah Ken Arok " Apakah kau sudah memanasi dirimu diperapian sambil makan" Aku kira kau terlampau lapar dan aku kira nasi sudah masak.
Pradjurit jang gemuk itu tertawa. Djawabnja " Aku masih belum lapar. Sudah terbiasa bagiku, dua hari dua malam tidak makan dan tidak minum.
" Itukah sebabnja kau mendjadi gemuk " " bertanja kawannja jang berdiri disampingnja.
Sekali lagi pradjurit itu tertawa lepas, sehingga beberapa orang berpaling kepadanja sehingga tiba-tiba ditutupnja mulutnja dengan tangannja.
" Ah, aku akan pergi " desisnja kemudian.
" Kemana" " bertanja kawannja.
" Keperapian. Mungkin aku masih dapat mengeringkan pakaianku dan mendapat rangsum hangat.
Pradjurit jang gemuk itu tidak menunggu kawannja
mendjawab. Segera ia melangkah pergi. Sekali ia berpaling
sambil tertawa. Tjahaja obor jang ke-merah2an membuat bajanpan jang lutju pada wadjahnja jang gemuk.
Tetapi bukan sadja pradjurit jang gemuk itu jang pergi kedapur. Pradjurit2 jang lainpun segera menjusul. Ada diantara mereka jang memerl kan berganti pakaian lebih dahulu, tetapi ada djuga jang langsung dengan pakaian basah, menerima rangsum hangat sambil uduk2 dimuka perapian. Ternjata mereka benar-benar telah lapar sehingga mereka makan tanpa banjak berbitjara.
Ken Arok berdiri tegak beberapa langkah dari mereka. Meskipun ia sendiri belum makan. tetapi ia senang melihat pradjurit2nja makan dengan lahapnja. Satu-dua diantara mereka masih sempat berkelakar, meskipun sambil menjuapi mulut2 mereka dengan suapan" jang besar.
Ken Arok berpaling ketika terasa pundaknja ditepuk seseorang. Ternjata Kebo Idjo telah berdiri dibelakangnja. Sambil tersenjum anak muda itu berkata " Tuanku Akuwu Tunggul Ametung, Jang kalis dari segala bahaja, jang bidjaksana dan jang dilindungi oleh bintang Tjakra telah memanggilmu.
" Ah " Ken Arok berdesah.
" Aku berkata sesungguhnja, bahwa kau harus menghadapnja sekarang djuga. Bahkan sebenarnja sedjak tadi kau ditjarinja, tetapi ternjata kau masih berada diseberang.
" Aku pertjaja bahwa Akuwu memanggilku. Tetapi sebutan jang kau utjapkan adalah sekutan bagi Maharadja Kediri.
Kebo Idjo tertawa. Katanja " Akuwu itu merasa dirinja lebih besar dari Maharadja Kediri.
" Kaulah jang beranggapan begitu.
" Huh " katanja " ia merasa bukan manusia biasa lagi. Ia merasa dirinja djauh lebih berharga dari pada kita. Dan kakang Witantra membiarkan dirinja direndalkan. Agaknja kaupun akan berlutut sambil mentjium kakinja pula.
Ken Arok rnengerutkan keningnja. Kemudian katanja " Adi Kcbo Idjo, djangan berkata begitu. Aku tahu bahwa Akuwu memang kadang-kadang berbuat sekehendak sendiri. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia sudah lupa diri. Itu adalah tabiatnja, seperti kau sering berkata menurut seleramu sendiri.
" Tetapi ia benar-benar seperti Maharadja jang paling perkasa. Suatu ketika aku tjekik ia sampai mati.
Ken Arok mengerutkan keningnja. Tampaklah perubahan pada wadjahnja. Namun sedjenak djustru ia berdiam diri. Ia tidak segera menanggapi kata2 Kebo Idjo itu, karena ia sama sekali tidak senang mendengarnja.
Ken Arok menggigit bibirnja ketika ia mendengar djustru Kebo Idjo tertawa ter-bahak2. Orang-orang jang berdiri dikedjauhan, jang mendengar suara tertawanja, serentak berpaling kearahnja Ada diantara mereka jang ikut tertawa meskipun tidak mcngetahui persoalannja, hanja karena melihat tjara tertawa Kebo Idjo jang menggelikan. Tetapi ada djuga jang atjuh tidak atjuh sambil menjuapi rnulutnja dengan nasi hangat.
" Kebo Idjo " berkata Ken Arok kemudian " aku sudah mentjoba memperingatkanmu. Djangan terdorong mengutjapkan kata2 jang begitu tadjam.
" Kau tjemas bahwa aku akan melakukannja" Djangan takut kehilangan tempat untuk menghambakan diii Ken Arok. Aku tidak akan benar-benar melakukannja. - sahut Kebo Idjo.
" Aku tahu bahwa kau tidak akan melakukannja. Tetapi kelakar jang demikian agak ber-lebih2an. Sebaiknja kau mengutjapkan kata2 jang lain, jang tidak laugsung menusuk perasaan. Mungkin aku dapat mengerti tjaramu bergurau. Tetapi mungkin orang lain tidak, atau djustru meskipun orang lain tahu benar, bahwa kau hanja bergurau, namun mereka jang tidak senang denganmu akan memanfaatkannja untuk kepentingan pribadinja.
" Apakah kepentingan orang lain dengan aku" Apakah jang diinginkannja dariku" Kedudukanku jang tidak pernah naik pangkat ini, djustru karena aku tidak dapat mendjilat kaki Akuwu itu, atau apa"
" Kau benar-benar tidak mampu mengendalikan lidahmu. Tjoba katakan berapa tahun kau mengabdikan diri mendjadi seorang pradjurit di Tumapel. Tjoba sebutkan diantara orang-orang mu, apakah tidak ada jang sudah lebih dari dua kali lipat waktu pengabdiannja kepada Akuwu Tunggul Ametung dan masih sadja berada ditingkat dibawahmu.
" Tetapi mereka adalah orang-orang bodoh jang tidak pantas untuk disebut namanja ....
" Sedang kau - Ken Arok memotong - adalah orang jang berilmu tinggi dan tidak ada duanja.
Wadjah Kebo Idjo tiba-tiba menegang. Tetapi hanja sesaat, kemudian terdengar sekali lagi suara tertawanja lepas mengumandang dlpadang Karautan jang sudah mulai gelap.
- A, sudahlah " berkata Ken Arok " tetapi ingat2lah pesanku supaja kau tidak terdjerumus dalam kesulitan. Djangan kau lepaskan sadja kata2mu tanpa pertimbangan dan pengendalian.
" Baiklah - sahut Kebo Idjo - akan aku pergunakan mulutku untuk memudjinja supaja aku segera diangkat mendjadi Senapati agung.
Ken Arok tidak mendjawab lagi. Tetapi ia benar-benar tidak senang mendengar kelakar jang ber-lebih2an djustru tentang Akuwu Tunggul Ametung.
Meskipun ia masih mendengar suara tertawa Kebo Idjo namun Ken Arok itu melangkah pergi meninggalkannja. Akuwu Tunggul Ametung jang memanggilnja, mungkin sudah terlalu lama menunggunja. Karena itu maka langkahnjapun mendjadi ter-gcsa2, tidak sadja supaja ia segera sampai kegubug jang dipergunakan oleh Akuwu Tunggul Ametung untuk beristirahat, tetapi djuga supaja ia segera mendjauhi Kebo Idjo.
" Anak itu harus mendapat peringatan " desis Ken Arok " tetapi karena kakak seperguruannja ada disini, biarlah aku katakan sadja kepadanja tentang adiknja itu.
Langkah Ken Arok itupun segera terhenti. Dilihatnja gubug itu sepi. Namun pe-lahan-lahan supaja tidak mengedjutkan, ia berdjalan mcndekati pintu.
Ia terhenti ketika ia melihat Witantra keluar dari dalam gubug itu. Per-!ahan2 Witantra berkata " Akuwu sedang tidur.
Ken Arok rnengerutkan keningnja. Katanja " Bukan kah Akuwu Tunggul Ametung memanggil aku.
" Ja. Sedjak sore ia mentjarimu.
" Kebo Idjo baru sadja menjampaikan pesan itu ke padaku.
" Ja- " Dan sekarang Akuwu sedang tidur "
" Ja. " Ken Arok menarik nafas dalam2. Kadang-kadang memang terbersit kedjengkelan didalam hatinja. Tergesa-gesa ia datang memenuhi panggilannja, tetapi jang memanggilnja itu ternjata sedang tidur.
Tetapi djustru dengan demikian ia teringat kepada Kebo Idjo. Ia ingin mempergunakan kesempatan itu se-baik2nja selagi ia bertemu dengan Witantra. Maka sedjenak kemudian ia berkata " Aku ingin berbitjara dengan kau Witantra.
Witantra mengerinjitkan alisnja. " Tentang "
" Tentang adikmu Kebo Idjo.
Kini itantr lah jang menarik nafas dalam2. Ia tahu benar tabiat dan kebiasaan Kebo Idjo. Katanja kemudian " Apakah anak itu m ngganggu pckerdjaanmu disini " Aku sebenarnja djuga kurang sependapat, bahwa Kebo Idjoiah jang dikirim oleh Akuwu untuk membantu pekerdjaanmu.
" Tidak " Ken Arok menggeleng " Kebo Idjo sama sekali tidak mengganggu. Ia tcrmasuk pekerdja jang baik, meskipun mula2 agak tjanggung. Tetapi pada saat2 terachir ia merupakan tenaga jang ikut menentukan
" Lalu " " Kita duduk disini Witantra.
Witantra me igangguk Keduanja segera duduk diatas rerumputan dimuka gubug itu.
" Adikmu memang senang berkelakar dan bergurau " berkata Ken Arok.
" Ja " Witantra mengangguk, lalu diteruskannja " bukankah kau merasa terganggu oleh kelakarnja jang ber-lebih2an"
Ken Arok rnengerutkan keningnja. Agaknja kakak seperguruan Kebo Idjo itupun telah menjadari sifat2nja, jang kadang-kadang terlampau ber-lebih2an, bahwa sering sudah melampaui batas. Hal jang demikian seharusnja tidak boleh berkepandjangan.
Sedjenak kemudian maka iapun mendjawab - Sebenarnja aku sendiri tidak merasa terlampau terganggu. Tetapi aku
mentjemaskann2a, bahwa kadang-kadang kelakarnja dapat membabajakannja.
Witantra me tkan keningnja. Katanja - Apakah jang dikatakannja"
" Tentang Akuwu Tunggul Ametung. " djawab Ken Arok - kadang-kadang terlontjat utjapan2nja jang mendebarkan hati.
Witantra m ng-angguk2kan kepalanja. Katanja mungkin sekali. Anak itu b nar2 anak jang bengal. Apakah jang dikatakannja tentang Akuwu"
" Mungkin pernah mendengar apa jang dikatakannja tentang kita"
02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Dalam hubungan dengan Akuwu"
" Ja. " Ja. Aku memang sering mendengar. Anak itu menganggap kita terlampau merendahkan diri dihadapan Akuwu Tunggul Ametung.
" Begitulah. Lalu bagaimana sikapnja sendiri"
" Seperti seekor tikus dihadapan seekor kutjing. Tetapi anak itu memang harus mendapat peringatan. Apakah jang dikatakan kepadamu "
" Itu tidak terlampau berbahaja baginja, Witantra. Tetapi jang lebih menjinggung perasaan orang-orang jang dekat dengan Akuwu adalah sebutan2nja jang mengandung hinaan atas Akuwu Tunggul Ametung. Bahkan. - Ken Arok diam sedjenak. Diedaarkannja pandangan matanja berkeliling, seolah-olah takut didengar orang lain. Lalu - Kebo Idjo pernah berkata kepadaku, meskipun aku tahu bahwa ia hanja bergurau, katanja - Aku akan mentjekiknja sampai mati.
" Ah - Witantra berdesah - begitukah"
" Ja. Aku tjemas apabila seseorang pernah mendengar ia berkata begitu pula..
" Hem - Witantra menarik nafas dalam2 - sebenarnjalah demikian Ken Arok. Aku pernah mendapat laporan dari seorang pradjurit pengawal. Ia mendengar Kebo Idjo memaki Akuwu meskipun sambil tertawa. Sebagai seorang pradjurit pengawal, ia lapor kepadaku tentang seorang pradjurit jang lain jang bersikap demikian.
" Apakah jang sudah kau lakukan "
" Aku panggil anak itu. Aku memarahinja hampir separo malam. Tampaknja ia mendjadi djera. Tetapi kini penjakit itu agaknja telah kambuh kembali.
" Nah, terserahlah kepadamu Witantra, untuk kepentingan adikmu itu sendiri2
" Terima kasih. Aku akan memperhatikannja.
" Baiklah. Sekarang, sebelum Akuwu bangun, aku akan beristirahat sedjenak. Aku akan berganti pakaian, makan dan duduk2 bersama pradjurit2 jang sedang beristirahat itu.
Witantra rnengerutkan keningnja. Lalu ia berkata " Aku ikut bersamamu. Aku ingin me-lihat2 keadaan mereka disini sebelum besok aku pergi mengawal Akuwu ke Kemundungan.
Keduanjapun kemudian berdiri. Witantra melambaikan tangannja, memanggil seorang pradjurit jang dibawanja dari Tumapel, pradjurit pengawal " Lakukan tugasmu baik2. Aku akan pergi sebentar. Laporkan kepada perwira jang sedang bertugas.
Pradjurit itu menganggukkan kepalanja, sedang tangan kirinja menggenggam hulu pedangnja jang masih berada didalam sarungnja - Baik " djawabnja " akan aku lakukan.
Witantrapun kemudian melangkah ber-sama-sama dengan Ken Arok, sementara itu, pradjurit pengawal itu melaporkan nja kepada perwira pengawal bawahan Witantra, jang segera mengambil alih tugasnja, ber-djaga2 didepan gubug Akuwu Tunggul Ametung jang sedang tidur itu.
Beberapa langkah kemudian, maka kedua orang itu terhenti ketika mereha melihat Kebo Idjo mendatanginja. Sambil tertawa ia bertanja kepada Ken Arok " Kenapa kau tidak menghadap Akuwu "
" Akuwu sedang tidur. " djawab Ken Arok.
" He " Kebo Idjo rnengerutkan keningnja - tetapi ia memanggilmu menurut kakang Witantra.
" Ja - sahut Witantra - tetapi pada saat Ken Arok datang, Akuwu sudah tertidur. Mungkin ia terlampau lelah setelah bekerdja keras hari ini.
Wadjah Kebo Idjo mendjadi berkerut-merut. Tetapi kemudian meledaklah suara tertawanja.
" Kenapa kau tertawa " - bertanja Witantra.
" Tidak apa2. " Kebo Idjo meng-geleng2kan kepalanja. Tidak apa2.
Sedjenak Ken Arok dan Witantra saling berpandangan. Namun kemudian mereka meneruskan langkah mereka tanpa menghiraukan anak jang masih sadja ter-tawa2 itu. Tetapi ternjata Kebo Idjo tidak membiarkannja pergi. Iapun kemudian mengikut:nja dibelakang. Sedjenak kemudian ia bertanja - Kakang, apakah Akuwu akan membitjarakan tentang keberangkatannja besok bersama Ken Arok"
" Aku tidak tahu - sahut kakanja.
" Tetapi bukankah itu jang diroaksud oleh Akuwu Tunggul Ametung" Membawa sepasukkan pradjurit untuk membebaskan Mahisa Agni"
" Ja. " Apakah Ken Arok besok harus ikut serta"
" Aku tidak tahu. " Hem - Kebo Idjo menarik nafas dalam2. Ia masih sadja berdjalan mengikuti Ken. Arok dan Witantra - Aku kira begitulah. Dan seandainja benar, maka Akuwu benar-benar berbuat aneh.
" Kenapa" - bertanja Witantra dengan serta-merta.
" Bendungan ini seharusnja djauh lebih penting dari pada seorang Mahisa Agni. Apakah perlunja Akuwu bersusah pajah berusaha membebaskannja"
Langkah Witantra tertegun mendengar kata2 Kebo Idjo Ken Arokpun kemudian terhenti djuga. Bahkan keduanja kemudian berpaling memandangi Kebo Idjo jang kemudian berdiri tegak dibelakang mereka.
" Kebo Idjo - berkata Witantra kemudian " kita adalah pradjurit. Kita sebaiknja metakukan perintah jang didjatuhkan atas kita. Memang mungkin perintah itu tidak tepat. Apabila demikian kita dapat memberikan pertimbangan" seperlunja. Nah, adalah wadjar sekali apabila besok, seandainja Akuwu masih ingin memtawa Ken Arok, kita dapat mengadjukan keberatan2 itu.
Kebo Idjo tidak segera menjahut. Di-anggukkannya kepalanja. Tetapi sedjenak kemudian ia berkata " Apakah sebenarnja pentingnja Mahisa Agni bagi Akuwu.
" Ia kakak Tuan Puteri Ken Oedes, Permaisuri Akuwu Tunggul Ametung.
" Tetapi Mahisa Agni sendiri adalah seorang anak padesan. Kalau ia hilang didalam sarang iblis Kemundungan itu, adalah nasibnja jang terlampau djelek. Buat apa benarnja Akuwu memaksa diri untuk mentjarinja dengan sepasukan pradjurit " Bagiku, hal itu tidak akan banjak memberikan arti bagi Tumapel. Pantaslah kiranja, apabila jang hilang itu seorang putera Radja, se-tidak2nja putera Akuwu Tunggul Ametung sendiri. Bukan hanja sekedar anak padesan. Apa bila Tuan Puteri Ken Dedes meradjuk, biarlah Akuwu mengantjamnja untuk mengembalikan sadja kepadepokannja
Witantra rnengerutkan keningnja. Kemudian katanja " Sebaiknja kau tidak usah ikut memperbintjangkannja. Itu adalah persoalan Akuwu Tunggul Ametung.
Kebo Idjo djustru tertawa pendek " Aku kasihan me lihat Akuwu begitu bersusah pajah untuk seorang pidak-pedarakan.
" Kau " Keliru Kebo Idjo" Ken Aroklah jang kemudian menjahut " kau membedakan antara seorang anak pidak-pedarakan dengan seorang pangeran atau putera Akuwu didalam persoalan ini.
" Sudah tentu. Nilai dari mereka djauh berbeda.
" Tidak Kebo Idjo. Baik ia seorang pangeran, bahkan seorang pangeran dari seorang Maharadja sekali un dan seorang jang paling rendah dan paling hina, berhak mendapat perlindungan.
" O, tentu. Sudah tentu. Tetapi harus disesuaikan dengan kedudukannja. Kalau jang hilang seorang pangeran, pantaslah Akuwu sendiri jang pergi mentjarinja. Tetapi kalau hanja seorang Mahisa Agni "
" Mahisa Agni kini adalah seorang kakak dari Permaisuri Akuwu sendiri.
Kebo Idjo tertawa. Katanja " Kau terbalik mengutjapkannja Ken Arok. Seharusnja kau2 berkata " Permaisuri Akuwu Tunggul Ametung hanjalah adik Mahisa Agni. Anak dari pedukuhan Panawidjen.
" Kau telah menarik garis perbedaan terlampau tadjam antara seorang jang lahir didalam lingkungan jang baik dan orang-orang jang lahir dalam keadaan jang buruk.
" Tentu. Aku sendiri harus me ghargai keturunanku.
" Kau sudah gila Kebo Idjo " desis Witantra " diamlah supaja aku tidak memaksamu.
Kebo Idjo rnengerutkan keningnja. Tetapi ia tidak ingin diam, ia masih ingin berbitjara Namun Witantralah jang berbitjara pula - Pergilah beristirahat. Tetapi sebelumnja, dengarlah dahulu sebagai bekalmu ber-angan sebelum tidur. Tak ada perbedaan apa2 antara jang kebetulan lahir sebagai seorang jang sangat miskin. Mereka berhak mendapat perlindungan jang sama, Mahisa Agni jang kini berada dalam bahaja jang mengerikan harus mendapat pertolongan.
Sekali lagi Kebo Idjo tertawa. Tetapi ia tidak mendapat kesempatan berbitjara karena Ken Arok berkata - Kebo Idjo. Nilai seseorang tidak sadja tergantung kepada darah keturun an. Tetapi tergantung pula atas perbuatannja sendiri. Atas apa jang dikerdjakannja. - Ken Arok berhenti sedjenak, lalu - Aku adalah seorang jang paling hina ketika dilahirkan. Tetapi penilaian orang terhadap diriku kini telah mendjadi djauh berbeda. Apakah kau pernah membajangkannja, bahwa aku se olah2 terbuang di masa2 itu. Disaat aku baru dilahirkan"
Kebo Idjo tidak segera menjahut. Ditatapnja wadjah Ken Arok jang tegang - Tetapi sekarang aku mendapat kesempatan ini - Ken Arok meneruskannja.
Kini Kebo Idjo menarik nafas dalam2. Ternjata ia masih mempunjai kesadaran untuk tidak membuat keributan. Pe-lahan-lahan ia meng-angguk2kan kepalanja. Katanja - Baiklah. Itu memang bukan persoalanku. Tetapi bagiku Mahisa Agni sama sekali tidak tjukup bernilai untuk memaksa Akuwu meninggalkan istana. Lebih baik baginja untuk berburu kidjang di-hutan2.
" Pergilah Kebo Idjo - potong Witantra - beristirahatlah. Tetapi djangan tidur dulu. Aku perlu menemuimu.
Kebo Idjo mendjadi heran, sehingga terlontjat pertanjaannja - Kenapa nanti" Bukankah kita sudah bertemu.
Adik seperguruan Witantra itu memang mendjengkelkan sekali, sehingga Witantra menjahut agak keras - Aku perlu berbitjara dengan kau seorang diri. Aku nanti ingin memberimu peringatan supaja kau tidak malu dilihat orang. Kau telah membuat banjak sekali kesalahan. Mengerti"
Kebo Idjo menarik nafas dalam2. Diangkatnja pundaknja sambil berdesis " Baiklah kakang. Sebaiknja aku makan dahulu sebanjak nja sebelum aku menghadap kakang nanti.
" Lebih baik begitu. Makanlah, supaja mulutmu berhenti berbitjara tentang hal2 jang sama sekali tidak bermanfaat dan kadang-kadang dapat berbahaja bagimu " sahut Witantra.
Kebo Idjo meng-anggukakan kepalanja. Ber-lahan2 ia melangkah pergi meninggalkan Ken Arok dan Witantra jang mengawasinja. " Anak itu benar-benar bengal. Umurnja sudah tjukup dewasa, dan ia sudah berkeluarga pula. Tetapi sifat nja itu masih kadang-kadang membuat aku pusing dan bahkan guru sendiri. Ia dapat mendjadi seorang jang baik dihadapan guru. Tetapi kemudian penjakitnja itu datang lagi mengganggunja
Ken Arok menarik nafas dalam2. Ternjata bahwa kakak seperguruannja inipun telah dibuatnja pening. Apalagi orang lain. Tetapi bahwa kata2nja terlampau sering melukai hati orang lain dan kadang-kadang tanpa terkendali itulah jang harus mendapat perhatian. Saudara2 seperguruannja dan kawan2nja jang dekat, jang telah mengerti akan tabiatnja, tidak akan mendjerumuskannja kedalam kesulitan, bahwa akan berusaha melinduginja, meskipun kemudian memberikan peringatan jang keras kepadanja. Tetapi orang-orang lain akan berbuat sesuai dengan kepentingan mereka masing2. Bahkan mungkin akan mendjerumuskannja kedalam kesulitan.
" Ken Arok tersedar ketika Witantra kemudian berkata " Biarlah anak itu makan. Nanti aku akan memberinja peringatan. Mungkin aku perlu me nakutfinja dengan berbagai matjam tjara, atau mengantjamnja.
" Mudah2an kau berhasil - desis Ken Arok. Keduanjapun kemudian mel ndjutkan langkah mereka,
pergi ketempat para pradjurit sedang beristirahat dan makan. Ken Arokpun kemudian ikut pula makan bersama mereka. Tetapi Witantra agaknja sudah makan lebih dahulu digubugnja.
Ketika malam mendjadi semakin dalam, maka Ken Arok dan Witantrapun kembali kegubug Akuwu Tunggul Ametung. Begitu mereka mendekat, maka terdengar suara Akuwu jang ternjata sedang terbangun " He, apakah Ken Arok sudah datang "
" Hamba Tuanku " sahut pengawal " itulah Ken Arok sudah datang.
" Suruh ia masuk. " Hamba Tuanku. Tetapi ketika pengawal itu hampir sadja mengutjapkan kata2 untuk memberi tahukan panggilan itu kepada Ken Arok terdengar Ken Arok berdesis pe-lahan-lahan " Aku sudah mendengarnja.
Pengawal itu mengerinjitkan alisnja, Tetapi iapun kemudian tersenjum tanpa mengutjapkan sepatah katapun.
Ken Arok bersama Witantra kemudian melangkah masuk kedalam gubug jang rendah itu. Kemudian mereka duduk diatas tikar jang dibentangkan diatas batang2 rumput jangsudah kering.
" Kau baru datang " " bertanja Akuwu Tunggul Ametung.
" Tidak Tuanku djawab Ken Arok .... hamba telah
menghadap sedjak lama. Bohong. Aku ber-teriak2 memanggilmu. Jang selalu
menjahut hanjalah para pengawal. Bahkan Witantrapun pergi pula.
Hamba berdua hanja sekedar ber-djalan2 diluar Tuanku berkata Witantra.
Tetapi kalian tidak mendengar panggilanku.
Mungkin hamba berdua ber-djalan2 agak terlampau
djauh. Agaknja kami lupa untuk meng-ingat2 waktu dan djarak Tuanku.
Akuwu Tunggul Ametung rnengerutkan dahinja. Kemu dian katanja ...... Aku ingin berbitjara dengan kalian,
Witantra dan Ken Arok hampir bersamaan mendjawab Hamba Tuanku.
Akuwu jang masih berada dipembaringannja itu menguap. Diusapnja matanja dengan djari2nja. Kemudian katanja " Besok pagi aku akan meneruskan perdjalananku. Aku harus menemukan Mahisa Agni supaja hidupku mendjadi tenteram.
Terbersit desis didalam dada Ken Arok - Hem, ada djuga kebenarannja apabila seseorang mengatakan bahwa Akuwu Tunggul Ametung hanja memikirkan dirinja sendiri, meskipun tidak sepenuhnja. Tetapi pada saat2 tertentu maka dirinja sendirilah jang mendjadi pusat segala persoalan. - Tetapi tiba-tiba dikenangnja pada saat ia hampir hanjut didorong oleh arus bandjir jang meluap kesusukan induk. " Hem Akuwu memang orang jang aneh. Apakah hatinja terlampau me-ledak2 sehingga kadang-kadang dirinja sendiri tidak mampu menguasainja" Ada beberapa persamaan sifat diantara Akuwu Tunggul Ametung ini dengan Kebo Idjo.
" He - Akuwu itu membentak - kenapa kalian diam sadja.
Ken Arok dan Witantra terperandjat djuga. Dan ber-sama-sama pula mereka mendjawab - Hamba Tuanku.
" Aku ingin mendapat kepastian apakah aku besok akan berangkat bersamamu Ken Arok"
" Hamba menunggu perintah Tuanku " djawab Ken Arok " tetapi apabila diperkenankan hamba ingin mengadjukan pertimbangan untuk itu.
" Apa pertimbanganmu.
" Langit sudah mendjadi semakin tebal dilapisi oleh air, Tuanku. Hudjan pasti akan semakin turun, sedang bendungan itu masih belum siap sama sekali, meskipun sebagian terbesar telah selesai dan bahkan telah dapat diselamatkan dari bandjir jang pertama. Tetapi hamba masih selalu ditjemaskannja. Apabila datang bandjir jang lebih besar lagi, maka bendungan itu akan mengchawatirkan.
" Apakah kau sudah membuat parit2 untuk menjalurkan air seperti jang kau rentj nakan. Apabila air terlampau tinggi2 maka air akan mengalir lewat park2 jang dangkal itu sehingga mengurangi tekanan jang mendorong bendungan itu.
" Belum Tuhanku. " He, kenapa belum" Apakah kau menunggu bendunganmu petjah.
" Baru hari ini kami merentjanakannja. Seandainja rentjana itu dikerdjakan, maka baru besoklah hamba mulai.
" Oh kalian bekerdja seperti siput Kenapa tidak kau mulai malam ini"
Ken Arok menarik nafas dalam2. Tetapi diberanikannja djuga mendjawab - Orang-orang Panawidjen dan para pradjurit Tumapel telah terlampau letih Tuanku.
Akuwu rnengerutkan keningnja. Lalu katanja - Djadi bagaimana dengan kau" Apakah kau tidak djadi pergi besok"
" Seandainja hamba diperkenankan, hamba ingin menjelesaikan bendungan ini sadja. Bukan karena hamba tidak sanggup untuk melakukan perintah Tuanku, tetapi hamba hanja sekedar memberikan pertimbangan.
" Apakah kau takut bertemu dengan Kebo Sindet"
Dada Ken Arok tersirap mendengar pertanjaan itu. Seandainja jang bertanja bukan Akuwu Tunggul Ametung, maka orang itu akan ditantangnja berlomba untuk menangkap Kebo Sindet, meskipun Ken Arok tahu, bahwa Kebo Sindet bukanlah seorang jang dapat dianggapnja seperti orang-orang kebanjakan. Bahkan pada saat Mahisa Agni hilang, Ken Arok tahu pasti, bahwa ia tidak dapat mengalahkannja, meskipun pada saat itu ia tidak terbunuh oleh iblis2 dan Kemundungan kakak beradik. Tetapi tanpa diketahuinja sendiri, ia kini merasa bahwa ia akan mampu menghadapinja, menghadapi Kebo Sindet seorang lawan seorang,
Tetapi kepada Akuwu Tunggul Ametung, sambil menahan hati, Ken Arok mendjawab " Ampun Tuanku. Seandainja Tuanku memerintahkan hamba untuk pergi mentjari Mahisa Agni, maka hamba pasti akan berangkat. Untuk memenuhi perintah, maka seorang pradjurit tidak boleh mengenal takut, meskipun seandainja ada djuga perasaan itu didalam dadanja. Karena itu, maka hamba akan m lakukan segala perintah Tuanku, apapun jang akan terdjadi atas diri hamba. Hamba sama sekali tidak memikirkan diri hamba sendiri, melainkan harapan jang telah dipupuk, selapis demi selapis didalam dada orang-orang Panawidjen, seperti selapis demi selapis brundjung jang disusun untuk membentuk bendungan itu, djangan sampai hanjut bcrsama bandjir. Tetapi apabila Tuan ku menghendaki lain, maka hamba pasti akan mendjalankan nja.
Akuwu Tunggul Ametung rnengerutkan keningnja. Kemudian di-angguk2kannja kepalanja. Katanja " Aku pertjaja bahwa kau tidak akan mengenal takut. Tetapi pendapatmu benar djuga. Bendungan ini memang memerlukan perhatian. " Akuwu itu berhenti sebentar, lalu " Sebenarnja tanpa kaupun pasukanku telah tjukup kuat. Seandainja Kebo Sindet mempunjai beberapa orang pengikut didalam sarangnja, Witantra dan para pengawal pasti akan mampu berhadapan dengan orang-orang itu, sedang Kebo Sindet sendiri harus berhahapan dengan aku. Dengan Akuwu Tumapel.
Sekali lagi dada Ken Arok berdesir. Tetapi jang ada di dalam hatinja adalah kesan jang lain. Ternjata Akuwu dapat mengerti djuga kctcrangannja, dan bahkan mcmbenarkannja.
" Ken Arok " berkata Akuwu " besok pada saat matahari terbit, aku akan meninggalkan bendungan ini. Aku serahkan scmuanja disini kepadamu. Bendungan ini dan taman jang mengalami kerusakan2 ketjil itu. Pada saatnja, taman itu harus siap. Aku ingin menghadiahkannja kepada isteriku. Aku mengharap bahwa aku akan dapat menghadiahkannja sekaligus, taman itu dan kakaknja jang hampir membuatnja gila.
Ken Arok menarik nafas dalam2. Ketika ia berpaling memandangi wadjah Witantra, maka Witantra itupun meng angguk ketjil.
" Lakukanlah pekerdjaanmu se-baikanja Ken Arok. Sekarang pergilah, aku akan segera tidur, supaja besok aku akan dapat bangun pada waktunja. " Akuwu diam sedjenak, kemudian kepada Witantra ia berkata. " Kaupun harus menjiapkan pasukan ketjilmu itu Witantra. Supaja besok pada saat matahari terbit, kita akan dapat berangkat segera.
" Hamba Tuanku. Segala titah Tuanku akan hamba lakukan se-baik2nja.
" Sekarang kalian boleh pergi.
Ken Arok dan Witantra membungkukkan kepalanja ber-sama-sama sambil berkata hampir beriamaan pula " Hamba Tuanku.
Keduanjapun kemudian pergi meninggalkan gubug Akuwu Tunggul Ametung. Witantra sambil meng-angguk2kan kepalanja berkata2" Akuwu kadang-kadang sempat djuga berpikir dan mempertimbangkan, mana jang baik dilakukannja.
Ken Arok mengerinjitkan alisnja. Kemudian ia tersenjum " Ja. Akuwu kadang-kadang memang aneh.
" Hem " Witantra 2menarik nafas dalam2 " Akuwu jang memang aneh atau karena kita telah kedjangkitan penjakit Kebo Idjo itu.
Ken Arok kini tidak hanja sekedar tersenjum, tetapi ia tertawa. Dan Witantrapun tertawa pula. Katanja kemudian
" Sudahlah Sudah terlampau malam untuk ber-djalan2. Sedang besok kita akan melakukan tugas kisa masing2 Aku masih harus menemui Kebo Idjo malam ini, dan memberinja peringatan2. Aku akan memberinja banjak pesan agar ia tidak tcrdjcrumus kedalam kesulitan karena kata2nja dan mungkin sikapnja jang ber-lebih2an.
" Ja, sebaiknja kau memberinja pesan. Aku kadang-kadang mendapatkan kesulitan, karena Kebo Idjo benar-benar sukar dikendalikan. Pada saat ia datang ketempat ini, aku sudah harus melajaninja be -main2. Untunglahpada saat itu gurumu datang tepat pada waktunja
" Aku mendengar pula. Kebo Idjo sendiri berkata kepadaku, meskipun tidak lengkap.
" Aku kadang-kadang mendjadi segan untuk menegurnja terus-menerus seperti kanak-kanak. Aku segan djuga kepadamu dan kepada gurumu Aku takut menjinggung persaanmu dan perguruanmu.
Witantra tertawa. Katanja - Kau terlampau berterus-terang. Aku senang mendengarnja. Demikian seharusnja supaja kita tidak menjimpan terlampau banjak persoalan. Tentang Kebo Idjo, aku titipkan kepadamu. Aku jakin kau dapat mengatasinja. Aku akan berpesan pula kepadanja, bahwa kau akan mendjadi penggantiku dan pengganti guru disini. Kebo Idjo tidak boleh mendjadi bersakit hati oleh teguranmu Kalau perlu kau dapat berbuat lebih banjak atas namaku.
" Terima kasih atas kepertjajaan itu; Tetapi aku kira, ia akan mendjadi baik kalau kau mengantjamnja, sehingga aku tidak perlu berbuat apa2 lagi;
" Mudah2an - desis Witantra - sekarang aku akan menjiapkan para pengawal, supaja Akuwu besok pagi tidak ber-teriak2 apabila aku terlambat sedikit.
Keduanjapun kemudian segera berpisah. Witantra pergi menemui para pengawal jang dibawanja dari Tumapel Besok mereka harus bersiap tepat pada saat nja Kemudian didalam gubugnja Witantra menunggu kedatangan Kebo Idjo untuk menemuinja, Sementara itu Ken Arok masih djuga ber-djalan2 mengelilingi gubug2 jang sudah mendjadi semakin lama semakin sepi.
Malam mendjadi semakin lama semakin dalam. Dikedjauhan terdengar bilalang -bcr-derik2 ber-iahut2an diatas rerumputan jang masih basah. Angmjang dingin bertiup pe-lahan-lahan.
Ketika Ken Arok menengadahkan wadjahnja kelangit, hatinja mendjadi ber~debar2. Ternjata mendung dilangit masih djuga mengalir berurutan meskipun tidak terlampau tebal, seperti noda-noda raksata jang bergeser dipermukaan wadjah malam jang gelap Meskipun demikian satu2 bintarg tampak berkeredipan di-sudut2 langit jang tidak disaput oleh awan jang kelabu.
Kea Arok menarik nafas dalam2 menghirup udara jang sedjuk. Dipandanginja padang Karautan jang se-akan2 tidak bertepi, mendjorok kedalam kclam jang pekat.
Tiba-tiba Ken Arok tertegun sedjenak. Ternjata langkahnja telah membawanja terlampau djauh. Dihadapannja, didalam kesamaran malam, dilihatnja petamanan jang sedang di bangunnja.
" Hem, kakiku telah membawa aku kemari.
Tetapi Ken Arok tidak segera kembali. Dilandjutkannja langkahnja. Dilihatnja petamanannja jang mengalami beberapa kerusakan. Tanah jang longsor dipinggir susukan induk, beberapa matjam tanaman telah terendam air, dan pagar batu jang miring karena tanah jang bergeser akibat dorong an air jang keras
" Taman ini periu diperbaiki, " desisnja.
Tetapi Ken Arok memusatkan segenap perbatiannja pada waktu jang dekat kepada bendungannja. Mungkin besok atau lusa bandjir akan datang lagi.
Sedjenak Ken Arok duduk diatas pagar batu merenungi malam jang gelap dan dingin. Sek las2 terbang kembali didalam ingatannja, masa2 lampaunja dtpadang Karautan ini, selagi ia masih hidup sebagai hantu jang menakutkan.
Ken Arok menarik nafas dalam2. Dalam sekali.
" Nasibmu memang terlampau baik Ken Arok " suara itu terngiang ditelinganja. Suara Bango Samparan.
" Persetan " Ken Arok menggeram. " Aku sama sekali tidak mau diganggunja lagi. Bukan karena aku tidak mengenal terima kasih. Aku akan bersedia memberinja bantuan untuk hidupnja sehari-hari. Tetapi tjaranja berpikir akan dapat menjesatkan aku lagi. Aku sudah mentjoba untuk hidup seperti manusia biasa. Bukan seperti bantu dipadang ini, jang hanja berlindung dari terik matahari didalam semak2 dan gerumbul-umbul perdu dan berlindung dibawah hudjan di-pereng2 kali.
Dada Ken Arok mendjadi ber-debar2. Sambil meng-geleng2kan kepalanja ia mentjoba menguiir pikiran jang mengganggunja itu.
" Aku tidak akan mau diganggunja lagi dengan pikiran2 jang gila itu " desis Ken Arok kemudian sambil berdiri " aku harus bekerdja ker"s untuk menjelesaikan bendungan dan taman ini.
Pe-lahan-lahan Ken Arok kemudian melangkahkan kakinja lagi, meninggalkan petamanan itu, kembali kegubugnja. Malam telah mendjadi semakin larut, dan bintang2 telah djauh berkisar dari tempatnja. Tetapi Ken Arok masih berdjalan seenaknja. Lelah tubuhnja djustru terasa berkurang oleh segarnja angin malam. Tetapi lambat laun matanja mendjadi terlampau berat, dan mulutnjapun mulai menguap.
" Aku harus beristirahat. Besok aku akan mulai dengan kerdja jang lebih keras.
Ken Arok itupun kemudian mempertjepat langkahnja, seolah-olah ia takut bahwa ia akan kchabisan sisa2 malam.
Ketika ia sampai diperkemahan, ternjata seluruh isi perkemahan itu tertidur njenjak. Tidak ada seorangpun lagi jang masih bangun. Pendjaga jang bertugas malam itu ditemui oleh Ken Arok tidur bersandar seonggok batu sambil menggenggam tombak pendek. Sedang kawannja tidak djauh dari padanja, tidur mendekur ditanah jang basah.
" Hem - Ken Arok herdesah - mereka terlampau lelah. Karenanja maka Ken Arok tidak sampai hati untuk
membangunkannja. Tetapi dengan demikian Ken Arok sendiri tidak segera pergi kegubugnja untuk tidur. Sepi malam telah mentjengkamnja untuk tetap bangun betapa matanja terasa terlampau berat. Dan bahkan achirnja ia memutuskan untuk tidur sadja diluar, diatas berundjung2 bambu didekat para pendjaga jang sedang tidur itu.
Ken Arok tidak tahu, betapa lama ia tertidur. Tetapi tiba-tiba ia terbangun. Lajap2 ia mendengar sesuatu dikedjauhan dibawa silirnja angin malam menjentuh lubang telinganja.
Ternjata telinga Ken Arok adalah telinga jang terlampau tadjam. Jang seolah-olah dirangkapi oleh ilmu Sapta Pangrungu. Jang mempunjai ketadjaman mendengar tudjuh kali lipat dari telinga biasa. Namun agaknja malam jang terlampau sepi telah membantunja pula untuk dapat mendengarsuara jang paling balus sekalipun.
Dan jang didengarnja kini adalah telapak kaki2 kuda meskipun masih terlampau djauh.
Ken Arok meng-gosok2 matanja dengan tangannja. Sekali lagi ia mentjoba untuk mejakinkan pendengarannja. Dan pe-lahan-lahan ia berdesis " Ja, aku mendengar derap kaki2 kuda jang masih djauh sekali.
Ken Arok menarik nafas dalam2 Malam sudah hampir sampai pada achirnja. Sebentar lagi langit diudjung Timur akan dibajangi oleh warna2 merah. Dan disaat jang demikian, ia mendengar derap kaki2 kuda mendekati perkemahannja.
Pe-lahan-lahan Ken Arok bangkit dan turun dari atas berundjung2 bambu. Suara derap kaki2 kuda itu mendjadi semakin djelas mendekati perkemahan itu. Tetapi tidak terlampau banjak. Dua atau tiga.
" Siapakah mereka itu " " desisnja.
Pendjaga jang tidur bersandar batu itu masih djuga tidur. Jang tidur mendengkur ditanah kini djustru melingkar menjembunjikan tangannja jang kedinginan.
" Biar sadjalah " desis Ken Arok. " Pada saatnja mereka akan terbangun.
Ken Arok itupun kemudian melangkah pcr-lahan2 menjongsong arah derap kaki2 kuda itu. Ia belum tahu, apakah jang datang itu akan berbahaja bagi perkemahannja atau tidak. Namun kemudian dadanja terasa berdesir ketika ia melihat ternjata Akuwu Tunggul Ametung pun telah berdiri tegak seperti sebatang tonggak badja dimuka gubugnja, dan dibelakangnja Witantra berdiri dengan pedang dilambung.
Tetapi Akuwu itupun mendjadi terkedjut pula ketika ia mendengar desir langkah dibelakangnja. Ketika ia berpaling ternjata Ken Arok telah berada beberapa langkah dibelakangnja.
" Apakah jang kau dengar" - bertanja Akuwu.
" Derap kaki2 kuda - sahut Ken Arok.
" Hem - Akuwu meng-angguk2kan kepalanja - telingamu tjukup baik. Tidak ada orang lain jang mendengar derap kaki2 kuda itu selain kau.
" Bukankah Tuanku mendengar djuga" - bertanja Ken Arok.
" Ja. sahut Akuwu. Ketiganja kemudian terdiara. Mereka mentjoba memperhatikan derap jang se.r.akin lama mendjadi semakin dekat.
" Beberapa ekor kuda menurut tangkapan telingamu" " bertanja Akuwu kepada Ken Arok.
" Dua. " Kau" - Akuwu itu berpaling kepada Witantra.
" Dua. " Aku menduga bahwa ada dua ekor kuda jang datang. Ken Arok dan Witantra saling berpandangan sedjenak.
Ternjata perhitungan mereka sama seperti hitungan Akuwu Tunggul Ametung.
Derap kaki2 kuda di padang Karautan jang sepi itu semakin lama mendjadi semakin djelas. Angin padang jang
basah seolah-olah telah mengantarkan berita kedatangan penunggang2 kuda itu djauh mendahului kuda2 itu sendiri.
" Apakah ada utusan dari istana" - desis Ken Arok.
" He - Akuwu mengerutkan keningnja - bukankah kau masih pradjurit Tumapel "
Ken Arok mendjadi heran, sehingga karena itu ia tidak segera mendjawab.
" Seorang pradjurit Tumapel tidak akan bertanja demikian.
Ken Arok mendjadi semakin tidak mengerti.
" Arah itukah arah Tumapel " - bertanja Akuwu. Ken Arok menarik nafas dalam2. Barulah ia menjadari
kekeliruannja, dan barulah ia tahu maksud perunjaan Akuwu Tunggul Ametung itu.
" Arah itu sama sekali bukan arah ke Tumapel.
" Hamba Tuanku. Hamba keliru. Hambat ternjata telah berkata tanpa memikirkannja lebih dahulu.
Akuwu tidak menjahut. Perhatiannja kini tertumpah kepada dua ekor kuda itu, jang semakin lama mendjadi semakin dekat.
" Aku mengharap Kebo Sindet jang datang kepadaku tanpa aku tjari. - desis Akuwu Tunggul Ametung.
" Mudah2an - hampir bersamaan Ken Arok dan Witantra menjahut;
Tiba-tiba Akuwu itu berpaling, lalu bertanja " Kenapa mudah2an" Apakah kau hanja sekedar ingin melihat aku berkelahi seperti melihat ajam sabungan"
Witantra dan Ken Arok rnengerutkan keningnja. Tetapi mereka sudah tahu benar tabiat Akuwu itu. Meskipun ia sendiri jang mengutjapkannja, tetapi apabila orang lain mengatakannja pula, ia mendjadi tidak bersenang hati.
Karena itu maka Witantra segera menjahut " Bukan begtiu Tuanku, maksud hamba, bukankah dengan demikian pekerdjaan Tuanku akan lekas selesai. Tuanku dapat menang kap Kebo Sindet dan memaksanja berkata dimana disembunjikannja Mahisa Agni.
" Bagaimanakah kalau aku jang ditangkapnja atau dibunuhnja "
" Apakah hamba berdua dan semua pradjurit jang ada di palang ini akan tetap berdiam diri "
" Tidak. Tidak -- tiba-tiba Akuwu itu berteriak, kau sangka aku tidak mampu melawannja sendiri" Kau sangka bahwa orang-orang matjam kalian ini dapat menjelamatkan aku " Aku sendiri mampu berbuat apa sadja.
Witantra mennndukkan kepalanja. Bukan karena ngeri, tetapi ia menjembunjikan bibirnja jang tersenjum. Katanja
" Hamba Tuanku. Akuwu menarik nafas dalam2. Kemudian menggeram
" Kalian tidak usah membangunkan mereka jang sedang tidur.
" Hamba Tuanku. " Aku akan melihat, siapakah jang datang itu.
" Kemana Tuanku akan pergi "
Akuwu Tunggul Ametung tidak mendjawab. Dengan tergesa-gesa ia melangkah menjongsong kearah derap kaki2 kuda jang mendjadi semakin dekat.
" Tuanku, Witantra mamanggil.
Tetapi Akuwu tidak menghiraukannja. Ia berdjalan sadja menerobos gelap malam tanpa berpaling sama sekali.
Witantra tidak dapat membiarkannja pergi tanpa seorang pengawalpun. Dan ia tidak mendapat kesempatan untuk memanggil orang lain, sehingga karena itu, maka iapun melangkah pula mengikuti sambil berkata - Tuanku sebaiknja tidak usah menjongsongnja. Ia akan datang kemari, dan Tuanku akan melihat siapakah orang itu.
Tetapi Akuwu seolah-olah sama sekali tidak mendengar Ia melangkah terus, diikuti oleh Witantra jang membawa pedang dilambungnja.
Namun hati Witantra itu mcndjadi agak tenteram ketika dilihatnja, dibawah kain pandjang Akuwu Tunggul Ametung jang diselimutkan dibadannja, tergantung sebuah penggada jang berwarna ke-kuning2an, jang sc-olah2 bertjahaja didalam gelapnja malam.
" Akuwu telah membawa pusakanja. Ia akan mcndjadi seorang jang luar biasa dengan sendjata itu ditangannja. " desis Witantra didalam hatinja.
Ternjata Ken Arokpun kemudian tidak dapat membiarkan kedua orang itu pergi menjongsong derap kaki2 kuda itu. Karena itu, maka iapun segera menjusul dibelakangnja. Ber-lontjat2an sehingga achirnja ia telah berdjalan disamping Witantra.
Dengan dada tengadah Akuwu melangkah terus Semakin lama bahkan semakin tjepat. Se-akan2 ia mendjadi tidak sabar lagi menunggu kuda2 itu mendekatinja.
Derap kuda itupun semakin lama mcndjadi semakin djelas. Dua ekor kuda. Suaranja menggeletar menggetarkan udara padang jang sepi. Hanjut bersama silirnja angin jg basah.
Akuwu Tunggul Ametung itu achirnja berhenti. Ia berdiri tegak bertolak pinggang. Ia kini sudah mendapat kejakinan arah derap kaki2 kuda itu. Karena itu ia tidak perlu madju lagi. Sebcntar lagi kuda2 itu akan lewat tepat dimukanja. Dan seandainja jang menunggang kuda itu Kebo Sindet, maka ia harus menghentikannja dan menangkapnja.
" Aku tidak boleh mempergunakan pusaka ini - desisnja. Witantra jang tidak begitu djelas mendengar desis itu melangkah madju dan bertanja - Apakah jang Tuanku katakan" Akuwu berpaling. Djawabnja - Aku tidak berbitjara kepadamu"
" Apakah Tuanku maksudkan Tuanku berbitjara berbitjara dengan Ken Arok,
" Djug tidak. Aku berbitjara kepada diriku sendiri. Aku tidak boleh mempergunakan sendjataku, supaja Kebo Sindet tidak mendjadi hantjur se-walang2.
Witantra menarik nafas dalam2. Ketika ia berpaling kepada Ken Arok maka Ken Arokpun sedang mengerutkan keningnja. Tetapi mereka pertjaja sepenuhnja akan kata2 Akuwu itu Memang pusaka Akuwu itu benar-benar luar biasa. Sentuhan pada sesuatu, akibatnja sangat dahsjat. Hantjur ber-keping2.
" Aku harus menangkapnja utuh - berkata Akuwu itu.
Sekali lagi Ken Arok rnengerutkan keningnja dan Witantra menggigit bibirnja.
" Ja " berkata Witantra didalam hati " Akuwu tidak dapat menangkapnja separo atau scpertiga, apabila ia masih ingin mendengar pengakuan Kebo Sindet.
Kini kuda itu sudah mendjadi semakin dekat. Mata mereka jang tadjam segera melihat bajangan jang samar2 ber gerak dipadang Karautan itu. Semakin lama semakin dekat. Bajangan itu langsung menudju kearah mereka.
Tetapi beberapa langkah agak djauh, kedua ekor kuda itu berhenti. Seperti Akuwu Tunggul Ametung, Ken Arok dan Witantra jang ragu-ragu, penunggang2 kuda itupun ragu-ragu pula. Keduanja masih berada diatas punggungkuda masing2
Akuwu Tunnggul Ametung tidak sabar lagi untuk menunggu. Tiba-tiba ia berteriak " He, siapa diatas punggung kuda itu "
Tidak segera terdengar djawaban.
" Turun " teriak Akuwu " turun dan datang kemari. Sebutkan siapakah kau berdua.
Kedua bajangan diatas punggung kuda itu masih belum menjahut. Sedjenak keduanja saling berpandangan. Namun kemudian merekapun melontjat turun.
Akuwu Tunggul Ametung dan kedua orang pengiringnja mengerutkan keningnja. Pada saat keduanja turun, maka tampaklah dilambung mereka sarung pedang Jang mentjuat kesamping.
" Mereka bersendjata pedang " desis mereka didalam hati.
Tetapi ternjata kedua orang itu masih sadja berdiri di samping kuda masing2.
Akuwu Tunggul Ametung tidak sabar lagi menunggu lebih lama. Karena itu maka segera ia melangkah mendekati. Ia sama sekali tidak menghiraukannja ketika Witantra berdesis - Tuanku. Tunggu.
Akuwu berdjalan terus mendekati kedua orang itu. Witantra dan Kren Aroklah jang kemudian melontjat disampingnja, dikiri dan dikanan tanpa berdjandji.
" Siapa kau" - bertanja Akuwu Tunggul Ametung.
Terdengar salah seorang dari mereka berkata - Apakah hamba beradapan dengan Tuanku Akuwu "
" Ja. - sahut Akuwu Tunggul Ametung - akulah Akuwu Tunggul Ametung.
" Oh - desis salah seorang dari kedua orang itu.
Kemudian dengan langkah jang pendek, salah seorang dari mereka menjongsong Akuwu Tunggul Ametung itu. Dengan hormatnja ia meng nggukkan kepalanja dalam2.
Dada Akuwu mendjadi ber-debar2. Kini djarak mereka mendjadi lebih pendek. Dan Akuwu telah melihat bentuk orang jang sedang mengangguk kepadanja itu.
" He, siapa kau"
" Hamba, Mahisa Agni;
" He - Akuwu terperandjat meskipun bentuk Mahisa Agni itu sudah membuat Akuwu berdebar. Djuga Witantra dan Ken Arok tidak kalah terkedjut pula. Bahkan terasa dada mereka berdesir dan kemudian ber-debar2.
Sedjenak mereka diam mematung. Tetapi sedjenak kemudian Akuwu Tunggul Ametung melontjat madju. Ditjengkamnja pundak Mahisa Agni dan di guntjang2kannja. Katanja - He, kau masih hidup"
" Seperti jang tuanku lihat.
" Dan kau masih dapat melepaskan dirimu dari tangan Kebo Sindet jang gila itu"
" Hamba Tuanku. " Siapa jang menolongmu he" - bertanja Akuwu itu tiba",
Mahisa Agni mendjadi ragu-ragu sedjenak. Gurunja berpesan kepadanja supaja ia tidak me-njebut2 namanja. Gurunja tidak ingin menimbulkan kenangan lagi bagi puterinja, apalagi dalam keadaan jang paling sulit di-masa2 mendatang.
" Siapa he, siapa Setan, gendruwo atau dewa2 dari langit"
" Tuanku - berkata Mahisa Agni kemudian - jang menolong hamba adalah guru Kuda-Sempana. mPu Sada,
" He" - sekali lagi Akuwu Tunggul Ametung terperan djat. Djuga Witantra dan Ken Arok terperandjat pula.
" Djadi orang itu telah benar-benar menjesali perbuatannja" " bertanja Akuwu.
" Hamba Tuanku. Akuwu Tunggul Ametung meng-angguk2. Tetapi tiba-tiba ia berteriak " He, kenapa kau tidak menunggu aku" Kenapa kau lari lebih dahulu dari tangan Kebo Sindet sebelum aku datang he"
Mahisa Agni terkedjut mendengar pertanjaan itu. Sedjenak ia diam mematung, dan bahkan dipandanginja Witantra dan Ken Arok ber-ganti2, seolah-olah ia ingin mendapat pendjelasan dari pertanjaan Akuwu Tunggul Ametung itu. Tetapi Witantra dan Ken Arok itupun tidak dapat berbuat apa2 selain saling berpandangan pula.
" Kenapa " " kembali terdengar suara Akuwu Tunggul Ametung.
Mahisa Agni masih berdiri mematung. Ia mendjadi ragu-ragu untuk mendjawab.
" Kenapa kau tidak menunggu aku membcbaskanmu " Kenapa mPu Sada he "
Mahisa Agni mcndjadi semakin tidak mengerti. Karena itu ia masih sadja berdiri mematung.
" Kau tidak memberi kesempatan kepadaiu " berkata Akuwu itu kemudian, " Bukan kau, tetapi mPu Sada itu tidak memberi kesempatan kepadaku untuk menundjuklan bahwa akupun mampu melakukannja. Tidak perlu orang lain. Ken Dedes harus jakin, bahwa aku dapat berbuat seperti jang diingininja, membebaskan Mahisa Agni dan memhunuh Kebo Sindet. Tetapi kesempatan itu kini sudah tertutup
Mahisa Agni masih berdiri sadja sambil berdiam diri. Ia masih ragu-ragu, bagaimana ia harus menanggapi pikiran Akuwu Tunggul Ametung jang aneh itu.
" He kenapa " Kenapa kau diam sadja " " Akuwu itu kemudian berteriak " apakah mPu Sada menganggap aku sama sekali tidak berdaja untuk bertindak atas Kebo Sindet itu " Itu suatu penghinaan bagi Akuwu Tunggul Ametung "
Mahisa Agni menarik nafas dalam2. Samar2 ia kini dapat menangkap perasaan Akuwu jang ketjewa, karena seolah-olah ia tidak mampu melepaskannja. Akuwu ingin menundjukkan kepada Ken Dedes bahwa ialah jang berhasil melepaskan Mahisa Agni dari tengan Kebo Sindet.
02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi jang kemudian menggetarkan dida Mahisa Agni bukanlah sikap Akuwu Tunggul Ametung itu sendiri. Namun dengan demikian ternjata kepadanja, bahwa selama ini Ken Dedes selalu berusaha agar Akuwu membebaskannja dari tangan iblis dari Kemundungan itu.
Dan sebelum Akuwu itu berteriak lagi, Maiisa Agni mentjoba untuk mendjawab " Ampun Tuanku. Sebenarnjalah bahwa Tuanku mempunjai kemampuan lebih dari mPu Sada. Tetapi adalah suatu kebetulan sadja bahwa mPu Sada bertemu dengan Kebo Sindet, berkelahi dan Kebo Sindet terbunuh. Kebetulan yang datang tepat pada waktunja, sebab pada saat itu Kebo Sindet telah siap untuk memhunuh hamba dengan tjaranja, karena usahanja untuk mempergunakan hamba sebagai alat pemeras dirasanja telah gagal.
Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan keningnja. Lalu terdengar suaranja menggeram " Bagaimanakah tjara jang akan ditempuh oleh Kebo Sindet itu untuk membunuhmu " Gantung atau pantjung atau apa "
Mahisa Agni ragu-ragu sedjenak. Kemudian djawabnja " Kebo Sindet belum sempat melakukannja. Tetapi jang telah diutjapkan, tjara itu adalah tjara jang paling mengerikan. Hamba akan diikat diatas rawa2 jang menjimpan banjak sekali buaja2 kerdil. Kebo Sindet ingin melihat buaja2 itu meng-gapai2 hamba, sehingga pada saatnja, salah seekor dari padanja sempat merobek tubuh hamba dan menjeret kedalam rawa2.
Wadjah Akuwu Tunggul Ametung tiba-tiba mendjadi tegang. Terdengar ia menggeram " Kedjam sekali. Kedjam sekali Apakah kira2 hal itu akan dilakukannja benar-benar "
" Hamba Tuanku. Dcmikiarlah tabiat Keto Sindet itu,
" Setan. Seharusnja akulah jang membunuhnja. Akulah jang harus menghentikan segala kedjahatannja jang mengerikan itu. " Akuwu bergumam seolah-olah kepada diri sendiri. Tiba-tiba teringat pula olehnja tjara jang dipilih oleh Kebo Sindet untuk membunuh Djadjar jang gemuk jang telah mentjoba berchianat kepadanja Hidup2 dimasukkan kedalam api jang menelan rumah nja sendiri.
Oleh kenangan itu, maka wadjah Akuwu itu mendjadi semakin tegang Dengan tadjamnja dipandanginja seseorang jang berdiri disamping kudanja, jang datang ber-sama-sama dengan Mahisa Agni.
Dan tiba-tiba pula Akuwu itu berteriak " He bukankah kau Kuda-Sempana "
Dada Mahisa Agni berdesir mendengar suara Akuwu dalam nada jang tinggi itu. Apalagi Kuda-Sempana jang telah merasa banjak sekali menjimpan kesalahan, sehingga sedjenak ia tidak dapat mengutjapkan kata2.
Witantra dan Ken Arokpun mendjadi tegang pula. Mereka tauu benar, peranan apakah jang selama ini telah dilakukan oleh Kuda-Sempana sehingga keadaan Mahisa Agni, Ken Dedes, dan bahkan seluruh Panawidjen mendjadi sedemikian buruknja.
" Djawab pertanjaanku " Akuwu mulai berteriak lagi " bukankah kau bernama Kuda-Sempana "
Terasa darah Kuda-Sempana mendjadi semakin tjepat mengalir sehingga dadanja mendjadi berdentangan.
" He, apa djawabmu "
Jilid 39 SELANGKAH Kuda-Sempana maju dengan kaki gemetar. Kemudian terdengar suaranya parau " Hamba Tuanku, Hamba adalah Kuda-Sempana.
" O " Akuwu menggeretakkan giginya " kau telah ikut dalam pengkhianatan itu. Kau telah menjadikan semuanya rusak sama sekali. Dan sekarang kau masih berani menampakkan dirimu setelah kau lari dari istana tanpa menjalani hukuman Yang aku jatuhkan kepadamu atas permintaan Permaisuriku.
Kuda-Sempana sama sekali tidak menjawab. Ditundukkannya kepalanya dalam2. Namun kemudian dentang jantungnya menjadi reda setelah ia menemukan ketenangan didalam dirinya. Ia telah pasrah kepada nasih yang akan membawanya. Hidup yang sesungguhnya bagi Kuda-Sempara telah terhenti sejak ia berada didalam tangan Kebo Sindet. Karena itu, maka apapun yang akan terjadi atasnya kini sudah tidak lagi menggetarkan jantungnya. Apalagi ia tahu pasti, bahwa Akuwu Tunggul Ametung dihadapan prajurit-prajuritnya, lama sekali bukan Kebo Sindet.
Seandainya Akuwu Tunggul Ametung memutuskan untuk menghukumnya sampai mati, maka cara yang dipakainya pasti cara yang wajar, yang biasa dilakukan, apabila terpaksa seseorang dihukum mati karena kesalahan2nya yang tidak mungkin diampuni lagi. Seandainya ia termasuk orang-orang yang demikian, maka bagi Kuda Sempana sama sekali sudah tidak menggetarkan jantungnya.
Karena Kuda Sempana sama sekali tidak menyahut, dan bahkan hanya menundukkan kepalanya saja, maka Akuwu itu berkata pula - He, Kuda Sempana. Apakah kau tidak punya otak yang dapat mencegahmu untuk datang menemuiku seperti ini, karena hal itu akan dapat membawamu ketiang gantungan" "
Kuda Sempana masih belum menjawab.
" Apakah kau sekarang menjadi bisu he, setelah kau menyadi pengigikut Kebo Sindet" Bukankah kau ikut serta mencoba memeras Ken Dedes dengan mempergunakan Jajar yang gemuk itu, dan bahkan kau ikut berkelahi dan membunuh beberapa orang yang dipergunakan oleh Jajar yang gemuk itu untuk menjebak Kebo Sindet?"
Kuda Sempana semakin menundukkan kepalanya dalam2. Akuwu ternyata tahu semua yang telah dilakukan.
" Dan kau ikut pula mengikat Jajar yang gemuk itu dirumahnya yang sedang terbakar" "
Kuda Sempana sama sekali tidak berani mengangkat wajahnya Ditatapnya saja rerumputan yang basah oleh sisa2 air hujan yang seperti dicurahkan deri langit.
" Nah, sekarang kau datang menyerahkan dirimu. Hukuman lipat sepuluh dari yang seharusnya. Kau harus menanggung segala macam kesalahan yang dilakukan oleh Kebo Sindet pula. " Akuwu itu berhenti sejenak " sayang bahwa hukuman gantung hanya dapat dilakukan satu kali atas seseorang. Aku sebenarnya ingin menggantungmu sepuluh kali di-alun2. dan seandainya aku dapat menangkap Kebo Sindet maka ia harus digantung sepuluh tahun. Tetapi sayang sekali Bahwa kau hanya dapat melakukan hukuman itu satu kali, lalu mati.
Betapapun juga dada Kuda Sempana terasa tersentuh oleh kata2 Akuwu. Meskipun kedengarannya aneh, namun ternyata Akuwu mencoba untuk mencurahkan segala macam perasaannya. Kemarahan, kejengkelan, kekecewaan dan segala macam perasaan.
" He, apa katamu Kuda Sempana" "
Kuda-Sempana tidak menyahut. Mulutnya serasa terbungkam dan ia memang sama sekali kehilangan nafsu untuk menjawab, apalagi membela diri, untuk mendapat pengampunan. Terasa menyesak didadanya, pengakuan atas segala macam kesalahan yang telah dilakukannya, sejak ia masih menjadi seorang Pelayan Dalam, sejak Ken Dedes masih seorang gadis desa. Sekilas terbayang kembali usahanya yang pertama kali untuk memaksa Ken Dedes mengikutinya ke Tumapel, melakukan cara yang memang dapat ditempuh. Kawin lari sampai mereka mempunyai anak, dan orang tua gadis itu terpaksa mengakunya sebagai seorang menantu. Tetapi ternyata Ken Dedes tidak mau dan bahkan Mahisa Agni berhasil pula menggagalkannya, untuk melarikan saja gadis itu. Cara yang dapat ditempuhnya pula untuk mendapatkan Ken Dedes. Tetapi semuanya itu telah gagal. Sehingga ia terpaksa mengelabui Akuwu Tunggul Ametung dan rasanya ia telah berhasil mengambil Ken Dedes dari Panawijen. Tetapi sekali lagi ia gagal dan bahkan ia harus menjalani hukuman yang paling hina.
Akhirnya ia menjadi semakin jauh tersesat. Semakin jauh. Tanpa disadarinya ia telah terdampar di Kemundungan, disarang iblis yang paling mengerikan. Kakak beradik Kebo Sindet dan Wong Sarimpat.
Kuda-Sempana menggigit bibirnya. Adalah vajar sekali bahwa sekarang Akuwu Tunggul Ametung menghadapkannya pada hukuman yang paling berat yang dapat diberikan kepadanya.
Tetapi dalam pada itu, dalam kediamannya, ia mendengar suara Mahisa Agni " Ampun Tuanku Akuwu Tunggul Ametung. Hamba ingin memohon, agar Tuanku sudi mempertimbangkannya Kuda-Sempana telah melakukan banyak sekali kesalahan, bahkan sudah mendekati bentuk2 kejahatan. Tetapi ia sudah menjalani hukumannya, jauh lebih berat dari hukuman yang dapat Tuanku berikan. Hukuman yang lebih berat dari hukuman mati.
" He, kau sudah gila pula Mahisa Agni " potong Akuwu Tunggul Ametung " kaulah yang seharusnya minta kepadaku hukuman yang paling berat atasnya. Atas namamu sendiri dan aits nama adikmu, Ken Dedes. Sekarang, agaknya kau ingin minta kepadaku untuk memperingan hukuman atas Kuda-Sempana. Benar begitu"
" Hamba Tuanku. Sebenarnya hamba memang telah melihat, betapa ia menjalani hukumannya di Kemundungan.
" Kau sudah benar-benar gila agaknya. Bukankah di Kemundungan Kuda-Sempana telah menjadi salah seorang pengikut Kebo Sindet yang paling setia"
" Ampun Tuanku, Itulah yang akan hamba katakan. Di Kemundungan Kuda-Sempana telah menjalani hukuman mati meskipun ia masih hidup. Ia telah melepaskan diri dari kepentingan kemanusiaannya. Tidak atas kehendak sendiri, dengan ikhlas melepaskan kepentingan2 diri dan kehendak diri sendiri, tetapi ia telah dipaksa oleh keadaan disekitarnya.
Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan keningnya Katanya " Apakah kau sedang mengigau"
" Ampun Tuanku. Sebenarnyalah demikian.
" Coba katakan, apakah yang sudah terjadi atasnya di Kemundungan. Apakah Kuda-Sempana tidak menjadi kepala dari pengikut2 Kebo Sindet.
" Kebo Sindet adalah seorang yang melakukan segala macam kejahatannya seorang diri sepeninggal adiknya Wong Sarimpat.
" Kemudian kedudukan Wong Sarimpat telah diganti oleh Kuda-Sempana.
" Tidak Tuanku. Kuda-Sempana tidak lebih baik kedudukannya dari kuda tunggangan Kebo Sindet yang sekarang hamba pakai. Ia sudah kehilangan se-gala2nya. Hidupnya memang telah terhenti pe-lahan-lahan sehingga sampai suatu saat, ia menjadi beku seperti segumpal batu yang mati, yang dapat diperlakukan apa saja.
Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan keningnya. Tarmpaklah keragu-raguan memancar diwajahnya. Sekali dipandanginya wajah Kuda-Sempana tajam2, lalu pandangan matanya berpindah kewajah Mahisa Agni. Bahkan kemudian dipalingkannya mukanya kepada Witantra dan Ken Arok se-akan2 minta pertimbangan dari padanya. Tetapi Witantra dan Ken Arok tidak menunjukkan kesan apapun diwajahnya, se-lain2 keragu-raguan pula.
Tetapi yang berkata demikian adalah Mahisa Agni. Orang yang seharusnya paling mendendam kepada Kuda-Sempana, sehingga mau tidak mau Akuwu harus mempertimbangkannya.
" Agni - berkata Akuwu - apakah sikapmu itu dipengaruhi oleh jasa yang telah diberikan kepadamu dari Empu Sada yang kebetulan adalah guru Kuda-Sempana"
Mahisa Agni mengerutkan dahinya. Kemudian jawabnya " Sebagian memang benar Tuanku. Empu Sada telah menolong hamba melepaskan diri dari tangan iblis Kemundungan itu. Empu Sadapun minta pula kepada hamba, menyampaikan permohonan maafnya untuk muridnya yang sesat. Tetapi pengalaman Kuda-Sempana telah mengajar kepadanya, bahwa apa yang telah dilakukannya itu ternyata suatu kesalahan yang sangat besar. Mudah2aa ia telah benar-benar menjadi seorang yang baik, yang menyesali semua perbuatannya lahir dan batin dan tidak akan mengulanginya lagi.
Sorot mata Akuwu Tunggul Ametung tiba-tiba menyambar wajah Mahisa Agni dengan tajamnya. Selangkah ia maju sambil berkata keras2 - Kenapa bukan Empu Sada itu sendiri yang menghadap aku dan mohon maaf untuknya sendiri dan untuk muridnya he" Kenapa permohonan ampun atas kesalahan yang sedemikian besarnya, yang telah menggoncangkan Tumapel, yang telah menelan beberapa korban jiwa dan membuat Permaisuriku selalu dibantui oleh kecemasan, hanya dipesankan kepadamu"
Dada Mahisa Agni berdesir mendengar pertanyaan itu. Sesaat ia tidak dapat menjawab. Ketika dipandanginya
Kuda-Sempana dengan sudut matanya, maka dilibatnya anak muda itu semakin menunduk.
" He kenapa" Bukankah itu telah merendahkan Akuwu Tunggul Ametung dari Tumapel.
Mahisa Agni menarik nafas dalam2 Kemudian dicobanya untuk mcnjawab - Ampun Tuanku. Empu Sadapun telah merasa babwa seharusnya ia sendiri menghadap Tuanku untuk mohon ampun atas segala kesalahannya dan kesalahan muridnya. Tetapi Empu Sada merasa ketakutan untuk melakukannya. Ia tidak mempunyai cukup kekuatan untuk berani berhadapan dengan Tuanku Akuwu Tunggul Ametung justru setelah ia berhasil menolong hamba dan melepaskan muridnya dari tangan Kebo Sindet. Bukan saja karena ia silau memandang kebesaran Akuwu Tunggul Ametung tetapi ia telah memutuskan untuk tidak lagi berada dilingkungan kehidupan yang wajar. Ia telah membuang dirinya, menyepi, menjauhkan diri dari segala masalah duniawi. Justru setelah ia merasa bahwa ia telah berbuat terlampau banyak kesalahan.
Akuwu terdiam sejenak mendengar keterangan Mahisa Agni itu. Tetapi kemudian ia berkata " Alasan itu baik juga dikemukakan. Mudah2an aku dapat mempercayainya meskipun hampir tidak masuk akal. Kalau benar Empu Sada berbuat demikian, bukan sekedar ceritera yang dengan tergesa2 disusun oleh Mahisa Agni, maka Empu Sada adalah seorang yang terlampau bodoh " Akuwu berhenti sejenak, lalu kepada Kuda-Sempana ia bertanya He, Kuda-Sempana, apakah keuntungan yang didapat oleh gurumu dengan menjauhi pergaulan hidup yang wajar" Kalau benar ia merasa telah terlalu banyak membuat kesalahan, kenapa ia kemudian menjauhkan dirinya" Apakah dengan demikian ia merasa, bahwa kesalahan2nya itu akan terhapus dengan sendirinya tanpa berbuat sesuatu bagi sesama yang telah dinodai oleh kesalahan2nya" He, Kuda-Sempana. Seorang yang mengasingkan diri itu tidak lebih dari seorang yang hilang, lalu tanpa mempunyai arti lagi selain dikenang. Pada hal kenangan yang ditinggalkannya adalah kenangan yang hitam, selain sepercik jasanya telah melepaskan Mahisa Agni. "
Sekali lagi Akuwu berhenti, lalu " bagiku Kuda-Sempana Empu Sada adalah orang yang menyimpan ilmu didalam dirinya. Ia dapat berbuat banyak dengan ilmunya untuk kepentingan kemanusiaan. Itu aku memberinya lebih banyak arti dari pada menyingkir. Coba apakah yang dapat diberikan sebagai penebus segala macam kesalahannya apabila ia terpisah dari pergaulan" Menyepi, bertapa dan kemudian duduk tepekur mendekatkan diri kepada Yang Maha Agung" Tetapi bagiku, bakti kepada Yang Maha Agung dengan mewujudkannya dalam tingkah laku, perbuatan dan pikiran yang bermanfaat bagi pergaulan, adalah lebih tinggi nilainya dari pada yang dilakukannya sekarang. Baik bagi manusia dan sudah tentu bagi Yang Maha Agung. Apalagi kalau ia berhasil mendorong orang lain mendekatkan dirinya kepada Yang Maha Agung. Dan itu hanya dapat dilakukan apa bila ia berada diantara orang-orang yang akan didorongnya itu. Barulah Empu Sada dapat dikatakan menyesali kesalahan2 yang pernah dibuatnya.
Kuda-Sempana sama sekali tidak berani mengangkat wajahnya. Bahkan Mahisa Agnipun kemudian menunduk pula. Wisaitra dan Ken Arok tanpa disadarinya sendiri mengangguk2 kecil. Mereka tidak pernah mendengar Akuwu Tunggul Ametung berkata sedemikian ber-sungguh2 seperti saat itu.
Sejenak padang Karautan itu menjadi terlampau sepi. Yang masih terdengar adalah derik suara bilalang dan cengkerik. Namun tanpa mereka sadari, ternyata cahaya di Timur menjadi semakin terang. Orang-orang yang berdiri dipadang itupun menjadi semakin jelas tampak garis2 wajahnya.
Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan keningnya. Kini ia melihat betapa Kuda Sempana dan Mahisa Agni menjadi kurus dan cekung. Wajah-wajah mereka menunjukkan keprihatinan yang berat selama mereka berada ditangan iblis Kemundungan. Sama sekali tidak nampak kegarangan dan kebuasan diwajah Kuda-Sempana. Balkan wajah itu seolah-olah menjadi beku dan dingin. Tidak ada lagi pancaran yang menyorotkan gairah hidup dari dalam dirinya. Sepi dan beku.
Melihat keaadaan itu, maka kemaral an Akuwu Tunggul Ametung menjadi mereda. Ia mempercayai keterangan Mahisa Agni tentang Kuda-Sempana. Keadaannya didalam sarang iblis Kemundungan itu tidak jauh berbeda, bahkan tidak lebih baik dari kuda tunggangan Kebo Sindet.
Dengan demikian, maka nafsunya untuk menjatuhkan hukuman kepada Kuda-Sempana itupun lambat laun se-akan2 dihanyutkan oleh silirnya angin pagi. Semakin terang, maka semakin jelas nampak oleh kedua anak2 muda itu telah mengalami suatu masa yang terlampau berat bagi mereka. Pakaiannya yang kusut kumal, basah oleh air hujan, dan wajah-wajah mereka yang suram.
Akuwu Tunggul Ametung menarik napas. Kemudian ia berkata " Aku akan mempertimbangkan serupa keterangan Mahisa Agni. Tetapi aku tidak akan melepaskan pengawasan atasmu Kuda-Sempana.
Terasa seolah-olah setetes embun menitik pada hati Kuda-Sempana yang gersang. Pe-lahan-lahan ia membungkuk sambil berkata " Hamba hanya dapat mcngucapkan bcribu terima kasih Tuanku.
Akuwu Tunggul Ametung mengerutkan keningnya. Dipandanginya kemudian wajah Witantra dan Ken Arok ber-ganti2. Katanya " Witantra, apakah kau sependapat, bahwa untuk semcntara Kuda-Sempana kita beri kesempatan untuk tetap hidup"
Witantra mengangguk. Jawabnya " Hamba Tuanku.
Kemudian kepada Ken Arok ia bertanya " Apa katamu Ken Arok"
" Hambapun sependapat Tuanku.
" Baik. Aku serahkan orang ini kepadamu, meskipun aku belum mengembalikan ia pada kedudukannya semula. Seandainya ia dapat diterima kembali untuk menjadi seorang Pelayan Dalam di istana, maka ia harus mulai lagi dari tingkat yang paling bawah. Orang ini akan berada di dalam lingkunganmu.
Ken Arok mengerutkan dahinya. Tetapi ia tidak dapat berbuat lain kecuali memjawab " Hamba Tuanku. Hamba akan mencoba berbuat se-baik2nya
" Nah, terserahlah kepadamu. Bawalah orang ini. Aku tidak akan membawanya ke Tumapel " Akuwu itu berhenti sejenak, lalu " Hanya Mahisa Agnilah yang ikut aku keistana.
Terasa dada Mahisa Agni berdesir. Diberanikannya diri nya berkata " Ampun Tuanku. Hamba ingin melihat bendungan yang sudah lama sekali hamba tinggalkan. Hamba belum tahu apakah bendungan itu sudah jadi atau belum. Seandainya masih ada yang harus dikerjaken maka biarlah hamba tinggal dipadang ini untuk ikut serta mengerjakannya.
Akuwu tidak segera menjawab. Tetapi tampak wajahnya nenjadi tegang. Dipandanginya wajah Mahisa Agni tajam2. Lalu sejenak kemudian ia berkata " Kenapa kau tidak mau ikut" Adikmu hampir mati menunggu kau datang kepadanya. Sekarang kau menolak untuk ikut pergi ke Tumapel.
Sekali lagi dada Mahisa Agni berdesir. Ternyata Ken Dedes benar-benar menjadi prihatin karena kehilangan orang yang dianggapnya sebagai kakaknya. Perasaan prihatin seorang adik.
Mahisa Agni menarik napas dalam2. Namun kemudian dadanya telah digetarkan oleh ingatannya tentang bendungan Karautan. Ia menyangka bahwa bendungan itu masih belum selesai sama sekali. Ternyata Ken Arok sampai saat ini masih berada dipadang itu.
Karena Mahisa Agni tidak segera menjawab, maka terdengar suara Akuwu " Bagaimana pertimbanganmu"
Mahisa Agni masih belum dapat segera menjawab. Di pandanginya Witantra yang berdiri dekat disamping Akuwu Tunggul Ametung. Dan Witantra itu sendiri berkata didalam hatinya " Kenapa Akuwu tidak membawanya keperkemahan lebih dahulu, kemudian berbicara dengan baik sambil duduk diantara orang-orang Panawijen yang pasti akan bergembira menerima kedatangannya" " Tetapi Witantra tidak mengucapkannya. Ia tidak mau menyinggung perasaan Akuwu yang sering me-ledak2 itu.
Tetapi ternyata Ken Aroklah yang mendapat jalan untuk mengatakan. Agaknya Ken Arok pun berpikir seperti itu pula. Maka katanya - Ampun Tuanku. Sebentar lagi hamba harus sudah mulai dengan pekerjaan hamba bersama dengan orsng2 Panawijen dan para prajurit, karena matahari akan segera naik. Perkenankanlah hamba untuk kembali kepada kawan2 itu. " Ken Arok berhenti sejenak. Kemudian " Dan apakah tidak sebaiknya Mahisa Agni Tuanku perkenankan hari ini melihat bendungannya yang sudah hampir siap, supaya ia dapat menikmatinya pula, untuk sekedar melupakan kepribadinan yang dialaminya" Apabila kemudian Mahisa Agni harus ikut ke Tumapel, terserahlah kepada Tuanku.
Akuwu Tunggul Ametung menengadahkan wajahnya. Langit sudah menjadi cerah oleh sinar pagi yang memancari wajah padang Karautan yang se olah2 luas tidak bertepi.
Dingdong Matilah Kau 2 Keris Maut Karya Kho Ping Hoo Pedang 3 Dimensi 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama