Ceritasilat Novel Online

Bangun Dong Lupus 2

Lupus Bangun Dong Lupus Bagian 2


Lupus tak menanggapi. Dia seenaknya membuka-buka tudung saji, nyari makanan. Perutnya lapar berat. "Ibu ke mana sih, Lu" Kok nggak ada makanan apa-apa""
"Ibu pergi dari pagi. Saya yang masak. Itu ada spaghetti bikinan saya khusus buat kamu di lemari makan."
"Spaghetti"" Lupus langsung bergegas membuka lemari. Mencari spaghetti. Ih, ternyata Cuma supermi. Dengan dongkol, diambilnya juga supermi bikinan Lulu. Abis lapar. Lulu Cuma cekikikan di sofa sambil baca Lucky Luke.
Beberapa saat kemudian, dia dikagetkan oleh Lupus yang mendadak terbatuk-batuk. Uhuk-uhuk-uhuk! Mukanya berubah merah, lehernya dicengkram oleh kedua tangannya.
"Pus! Pus! Kenapa kamu"" ujar Lulu panik. Lucky Luke-nya dilempar begitu saja. "Kenapa, Pus""
Lupus tak menjawab. Masih sibuk terbatuk-batuk.
Lulu langsung menghitung sendok yang ada di meja. Wah-jangan-jangan sendoknya ketelen si Lupus. Aduh! Bukannya apa-apa. Bukannya Lulu takut Lupus pingsan, dan nggak ada orang i rumah buat menggotong ke rumah sakit. Masalahnya, di rumah sendok si mami tinggal tiga biji. Kalo sampe ketelen Lupus satu, kan jadi tinggal dikit... hihihi.
7. Lupus Belum Pulang PENGECATAN sekolah sudah kelar seluruhnya. Tapi kekesalan di hati Lupus belum juga ilang. Terutama sama si Lulu yang usilnya minta ampun. Masa orang keselek dibilang nelen sendok. Belum lagi peringatan keras dari kepsek soal permen karet. Belum lagi soal si mami yang sibu terus akhir-akhir ini. Sampai negor Lupus nggak sempat. Beberapa hari terakhir ini, Lupus jarang bisa cerita-cerita ke mami seperti biasanya.
Sebetulnya rasa kekesalan Lupus ya karena ulah maminya itu. Yang belakangan ini kelewat sibuk. Padahal Lupus lagi libur panjang. Kalo Lupus bangun jam delapan, si mami udah berangkat kerja. Pas Lupus pulang mengecat sore harinya, si mami belum pulang juga. paling-paling pulang agak lewat jam delapan malam. Itu juga langsung tidur. Uh! Denger-denger mami si Lupus emang baru dapet tender dari perusahaan gede. Pesanan kateringnya seabrek-abrek. Dan terpaksa harus join kerja sama kerabat-kerabat mami yang lain.
Pokoknya sok sibuk banget deh!
Emang sih, kemarin ada pembantu yang masak. Tapi Lupus tetap nggak suka. Masa punya mami pinter masak, harus makan masakan orang" Si Lulu sih enak, dengan ada pembantu baru, jadi punya tema ngegosip!
Maka kompensasinya, Lupus di liburan ini sering ngumpul bareng sama teman-temannya. Si Boim, Gusur, Anto, Fifi, Meta, Ita, Nyit-nyit, Gito, Aji. Mereka malah merencanakan pergi ke Bandung untuk mengisi liburan. Kebetulan uang dari hasil mengecat masih utuh. Mereka bisa gunakan untuk ongkos dan jajan. Emang enak mempergunakan uang dari hasil jerih-payah sendiri. Seperti yang sering Lupus bilang, "Dari pada banyak duit tapi duit orang tua, mendingan nggak punya duit tapi duit sendiri...hihihi."
Contohnya si Boim itu. "Kalo jadi, nginepnya biar di rumah nenek saya aja di Suryalaya," ujar Meta. "Sip deh. Nggak jauh dari kota. Bisa ngeceng-ngeceng!"
"Ah, kalo mau ngeceng sih di Jakarta aja!" bantah Anto.
"Hu, nggak seru. Bosen, siapa yang mau ikut""
Akhirnya hanya ada enam makhluk yang bersedia. Meta, Fifi, Anto, Lupus, Boim dan Gusur. Yang lain pada punya acara masing-masing. Mereka sepakat berangkat besok pagi naik mobil Anto yang butut.
*** Keesokan paginya, subuh-subuh Lupus sudah bangun. Bergegas mandi dan sikat gigi. Subuhnya Lupus kalo libur itu sekitar jam sembilan. Otomatis si mami sudah berangkat. Lupus pun buru-buru mengemasi pakaian. Takut ketinggalan. Saking buru-nya, dia nggak sempat sarapan. Tap
i berhubung perut lapar, Lupus membawa bekal buat di jalan. Kotak tempat kue dan termos si Lulu, disamber buat membawa bekal. Sendoknya secara buru-buru diambil dari rak piring.
Setelah beres, dia celingukan nyari si Lulu untuk pamit. Uh-ke mana sih tu anak" Pasti ikut si Bibik ke pasar! Lupus pun tak mau ambil pusing. Langsung cabut ke rumah Anto. Betul juga, sampai rumah Auto, anak-anak udah pada ngumpul. Udah pada kesel nungguin Lupus.
"Begini, Pus. Ternyata mobil yang bisa dibawa cuma pick up ini. Ini juga boleh minjem dari teman. Kita udah sepakat, saya yang nyupir beserta Meta dan Fifi di depan. Sedang yang cowok-cowok, kamu, Boim, dan Gusur di bak belakang. Bagaimana" Setuju""
"Ke Bandung di bak"" Lupus melotot.
"Kalo nggak setuju, nggak ikut juga boleh."
Dengan dongkol, Lupus terpaksa ikutan naik ke bak. Langsung disambut mesra oleh Boim dan Gusur yang dari tadi udah stand-by di bak.
*** Selama perjalanan ke Bandung, untuk ngilangin kesel dan panasnya sengatan matahari. Lupus, Boim, dan Gusur cerita-cerita. Anak-anak itu nampak begitu sengsara di bak. Di setiap lampu merah, mereka bertiga diserbu penggemar berupa tukang-tukang rokok, koran, tahu goreng, dan minuman. Rata-rata dari para tukang jualan itu pada asyik nontonin anak tiga yang jongkok dengan merananya di bak. Mereka pada heran. Iha, kok ada kuda nil naik mobil... hihihi.
Gusur yang merasa tersindir, jadi keki berat dikecengin sama para tukang jualan begitu. Eh, soalnya Gusur dan kuda nil ini emang ada ceritanya. Mau denger" Gini. Gusur itu sebetulnya pernah ikut program pertukaran pelajar antara Indonesia dan Afrika. Waktu itu, memang yang diutamakan adalah pelajar-pelajar dari anak bahasa. Karena mungkin saling mengetahui bahasa antara negara itu dirasakan perlu. Maka, entah kenapa, Indonesia yang diminta terlebih dahulu mengirimkan calonnya, memilih Gusur untuk dikirim. Karena tu anak memang selalu berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Kelewat benar, malah. Wah - si Gusur tentu hepi berat. Sejingkrakan nggak keruan. Engkongnya, yang juga merasa surprais setengah mati, bikin selamatan tujuh hari tujuh malam. Seluruh tetangga kanan kiri atas bawah diundang. Nggak lupa, ada juga layar tancapnya. Film India kesukaan Gusur.
Dan pas hari H -nya tiba, Gusur pun dikirim ke Afrika. Tak lupa orang sekampungnya ada tiga bis turut mengantar ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Secara serentak mereka menangis menggerung-gerung melepas kepergian Gusur. Walhasil, Bandara Soekarno-Hatta jadi banjir karena tangisan orang-orang sekampung Gusur.
Beberapa hari kemudian, pihak pemerintah Afrika pun mengirimkan calonnya ke Indonesia. Tetapi begitu terkejutnya pihak Indonesia setelah mengetahui bahwa yang dikirim pemerintah Afrika adalah seekor badak Afrika. Indonesia pun langsung mengirimkan kawat protes ke Afrika. Kenapa badak yang dikirim" Dan apa jawaban mereka"
"Lho - bukankah kalian sendiri yang terlebih dahulu mengirimkan seekor kuda nil kemari""
Pemerintah Indonesia terperanjat.
Hahaha! Ternyata si Gusur yang dikirim ke Afrika, dikira kuda nil.
Hahaha! Tentang betul tidaknya cerita itu, cuma Lupus yang tau. Soalnya emang anak gokil itu yang cerita. Dia sendiri nggak peduli waktu Gusur ngamuk-ngamuk protes. Lupus malah melanjutkan ceritanya, "Dan, saudara-saudara, ternyata pihak Afrika terkesan sekali dengan kuda nil asal Indonesia itu. Karena setelah ditaruh di taman margasatwa, ternyata perkembang-biakannya pesat sekali. Hihihi..."
Gususr makin ngamuk. Makanya dia trauma kalau dikatai kuda nil.
*** Sampai Puncak, Boim hampir saru sama ban serep, saking itemnya. Soalnya tu anak dasarnya memang udah item. Tambahan kejemur matahari siang, maka lengkaplah sudah. Sedang Gusur beberapa kali cemas, lantaran Meta sering usul, gimana kalau untuk ngurang-ngurangin beban, si Gusur kita tukerin jagung bakar aja"
Soalnya, pick-up pinjaman ini memang nggak begitu canggih kondisinya. Jalannya suka batuk-batuk. Apalagi pas tanjakan di Puncak, Gusur, Boim dan Lupus acap kali harus membantu mendorong, meski mereka pada enggan turun ke jalan. Jadi mendo
rongnya sambil tetap berada di atas bak... hihihihi, sama aja boong, atuh!
Fifi, Meta, dan Anto tenang-tenang aja duduk di jok depan. Sedang Lupus di bak belakang mulai enggak betak. Dia berteriak ke Fifi yang duduk dekat jendela.
"Fi! Gantian dong duduknya!"
Fifi Cuma mencibir. "Atau saya ikutan di situ ya, berempat. Banyak angin nih!"
"Jangan, Pus. Nanti ditangkep polisi," tolak Anto.
"Alaaah, kalau ada polisi, nanti saya ngumpet deh di kolong. Atau, saya nyamar jadi boneka Garfield!" ujar Lupus mengiba-ngiba.
Anto tetap menolak Walhasil, Lupus tetap berada di belakang bersama Boim dan Gusur. Iseng-iseng daripada sedih, Lupus pun ngasih tebakan ke Boim, "Im, apa bedanya kutu sama Boim""
"Ya, jelas dong," tukas Boim. "Boim ganteng, kutu jelek."
"Salah! Kalau Boim bisa mati kutu, sedang kutu nggak sudi mati Boim. Hihihi..."
*** Sampai rumah nenek Meta di Suralaya anak-anak pada berlompatan-lompatan turun. Ribut rebutan kamar tidur. Nenek Meta, yang biar tua tapi masih manis, menyambut kedatangan anak-anak dengan riang. Cium pipi kanan dan kiri, lalu sibuk nanyain oleh-oleh.
Belum beberapa menit, terdengar Gusur ribut-ribut.
"Tidak bisa, tidak bisa!" teriaknya nyaring.
Meta yang merasa bertanggung jawab membawa kuda nil itu, langsung menenangkan, "Ada apa, sur" Apanya yang nggak bisa""
"Saya protes keras! Tidak bisa!!"
Meta makin bingung. Menoleh ke arah Gusur dan Fifi secara bergantian. Ada apa dengan dua anak ini"
"Itu, Met," ujar Fifi sewot, "masa Gusur protes kamarnya dipisahkan dengan kamar kita. Cowok kan tidur di kamar depan, sedang kita tidur di kamar dalam sama nenek. Iya kan, Met""
"Iya dong. Masa Gusur mau tidur sama kita"" tegas Meta.
"Lha" Jadi, apa artinya persatuan yang kita galang selama ini" Apa artinya kebersamaan yang kita bina waktu mengecat sekolah" Kenapa kita harus dipisah-pisahkan" Ini kan merusak persatuan!" ujar Gusur berapi-api.
Anak-anak cowok pada cekakakan. Tinggal Meta sama Fifi yang marah-marah.
"Dasar anak gokil!"
Sedang Lupus langsung mendorong sepeda batang yang tersandar di samping rumah. Dia emang paling hobi jalan-jalan pake sepeda. Makanya, tanpa setahu anak-anak dia menyelinap keluar, dan mengayuh sepedanya cepat-cepat. Keluar masuk kompleks perumahan yang serba mungil-mungil itu. Wah, wah, pemandangannya bagus-bagus juga. beberapa kali Lupus ketemu cewek manis lagi pulang sekolah. Beberapa ada yang main sepatu roda di taman.
Hari memang menjelang petang.
"Wooiiii... awas!!!" tiba-tiba teriakan nyaring bikin Lupus kaget setengah mati. Belum sempat menoleh, mendadak dua cewek bermotor bebek menyerempet sepeda Lupus hingga oleng dan nyaris nyemplung ke got. Untung saja Lupus sempat melompat. Hap!
"Aduuuuh, sori, ya. Kita nggak sengaja. Kita baru belajar naik motor....," ucap kedua gadis itu buru-buru.
Lupus hampir ngomel-ngomel, kalau nggak nahan diri geliat dua cewek yang ternyata manis-manis. Eh, enggak. Cuma satu yang manis. Yang satunya ganteng. Abis mukannya kaya Sobarudin begitu sih!
Kedua cewek itu menolong mengangkatkan sepeda Lupus, dan terus berkicau minta maaf.
Buntut-buntutnya, mereka malah kenalan.
"Oo..., jadi yang gant.. ini namanya Yanti"" ujar Lupus.
"Gant..., apa" Ganteng"" tanya si Yanti.
"Bukan. Ganjen... Hahahaha..."
Yanti ikutan ketawa. Hahahaha...
"Terus yang satu lagi Ida""
Ia manggut. Nah - yang ini rada panteslah jadi cewek. Nggak ada bulu kakinya. Tapi yang lebih penting, kedua gadis ini ternyata termasuk manusia gokil juga. makanya Lupus langsung akrab. Buntut-buntutnya Lupus malah ikutan belajar motor. Tu anak memang minus banget soal naik motor. Tapi kali ini nekat membonceng dua makhluk manis berkeliling kompleks. Sampe nekat ke jalan raya segala. Walhasil, mereka sempat tujuh kali ngrusruk ke semak-semak.
Pulang-pulang, Lupus udah dekil. Yanti dan Ida ikutan nganterin.
Boim yang paling getol geliat cewek manis, langsung aja ribut.
"Di mana kamu nemu mereka, Pus"" bisik Boim.
"Oh, yang manis ini namanya Ida," ujar Lupus memperkenalkan. "ketemunya sih wajar-wajar aja, waktu lagi ngeceng di jalan. Dan yang satunya ini
..., yang rada-rada ganjen ini, namanya Yanti..."
Yanti langsung cengar-cengir, dan menyahut, "Slamat sore..."
"Yanti ini," ujar Lupus sambil memegang bahu Yanti," nemunya nggak sengaja. Waktu saya beli kuaci di warung, terus nggak ada kembaliannya, maka sama si penjual dikasih Yanti yang manis ini... hihihi."
Yanti langsung mencak-mencak.
Besoknya, mereka pun janjian mau belajar motor lagi.
"Tapi Yanti jangan diajak, ya"" ujar Lupus ke Ida. Ida cekakakan, sedang Yanti misuh-misuh.
*** Besoknya, Boim ikutan belajar motor sama Lupus, Ida, dan Yanti. Sedang anak-anak yang lain sibuk punya acara sendiri, berburu jins di Tanin. Padahal, kata Boim, kalau mau berburu jins, nggak usah susah-susah ke Bandung. Di loteng rumah Boim juga banyak jins. Tapi yang ini rada-rada serem. Sejenis kuntilanak.... gitu!
Yanti dan Ida masing-masing membawa motor bebek. Boim jelas memilih boncengan sama Ida. Curang ida. Sedang Lupus cukup pasrah menggonceng Yanti. Wo - tu anak emang agresip banget. Belum juga motornya lepas landas, Lupus sudah didekap erat-erat sampe sesak napas.
Sedang Ida, yang malu-malu memeluk Boim, jadi ketinggalan. Belum sempat duduk di jok, si Boim udah tancap gas. Walhasil Ida sukses mendarat di aspal
*** Tanpa terasa duit mereka hampir habis. Itu berarti mereka harus buru-buru balik lagi ke Jakarta. Dan kamu tau, ternyata kepergian Lupus ke Bandung selama beberapa hari tanpa bilang-bilang itu, bikin keluarga Lupus panik. Si Mami ternyata sampai beberapa hari nggak tidur. Soalnya nggak ngantuk, hihihi... Eh, tapi bener lho, mami sampai sempat bikin iklan segala di koran. Lulu yang selama libur ini dapat tugas jaga rumah, jadi tumpahan kekesalan Mami, "Masa kamu sampai nggak tau ke mana Lupus pergi""
"Biasanya sih tiap pagi dia mengecat sekolahan. Tapi Lulu cari ke sekolahan, ternyata nggak ada. Malah sekolahnya sudah rapi banget. Trus Lulu mau cari ke temen-temennya, nggak tau rumahnya. Paling juga rumah Boim sama Gusur yang Lulu pernah datengin. Tapi itu juga lupa, abis sepuluh kali keluar masuk gang!"
"Apa dia belakangan ini suka gelisah""
"Iya, Bu. Gelisah. Geli-geli basah. Dia suka nanyain Ibu terus..."
Si Mami jadi tercenung. Ah, apa dia terlalu sibuk belakangan ini sehingga melupakan anak-anak"
Lupus sendiri, dalam perjalanan pulang ke Jakarta, sempat mikir. Sempat ngerasa nggak enak sama Mami. Sama Lulu. Gimana kalau mereka bingung nyariin" Ya, harusnya kan paling tidak dia bilang dulu kalau mau pergi. Apalagi ini, sampai beberapa hari nggak pulang-pulang. Tadinya, ini untuk sikap protes Lupus sama Mami yang kelewat sibuk. Tapi lama-lama Lupus mikir, apa caranya betul" Mami, jelas sibuk banting tulang untuk nyari uang. Kenapa harus diprotes dengan cara begini"
Kada, Lupus merasa, kitanya sendiri yang terlalu berpikiran sempit dalam hal ini. Harusnya kita punya sikap. Tentang anak-anak yang nggak betah di rumah, apalagi yang lantas terlibat hal-hal terlarang, tidak melulu orang tua yang harus disalahkan. Ya, kenapa harus mereka yang disalahkan" Kita kan udah gede. Bukankah yang paling punya tanggung jawab besar atas diri kita adalah kita sendiri" Bukankah yang bisa mengubah sikap kita adalah kita sendiri"
Lupus jadi makin merasa bersalah. Untung aja dia tak terlalu jauh melangkah.
Dan satu yang ingin dia lakukan begitu sampai rumah, adalah memeluk Mami dan Lulu...
*** "Ibu, itu Lupus datang!!!" teriak Lulu ketika melihat Lupus turun dari becak, berjalan memasuki halaman rumah.
"Lupus!!" si Mami langsung meloncat dari kursinya.
"ibuu!!" Lupus pun berlari meninggalkan ranselnya.
Mereka berpelukan. Mirip film india.
"Aduh, Lupus, Ibu sampai cemas. Ke mana aja sih kamu" Tapi, syukurlah, akhirnya kamu pulang juga. kamu baca iklan di koran, ya" Tentang berita kehilangan""
Iklan" Jadi Mami sampai pasang iklan di koran" Ah..
Maminya bergegas mengambil koran yang ia simpan di balik bantal, lalu menunjukkannya ke Lupus, "Bacalah. Aduh, Ibu sih nggak keberatan kamu mau pergi ke mana aja kek, nginep berapa hari kek, yang penting kamu jangan bawa-bawa sendok Ibu dooong! Ibu jadi kebingungan nyariinny
a. Nah, sekarang, mana sendok Ibu yang kamu bawa" Itu lho, yang ada ukiran di ujungnya. Juga Lulu nanyain termossama kotak kuenya..."
Lupus bengong. Hah" Jadi...
Lupus pun buru-buru membaca iklan kecil yang ada di koran : Berita kehilangan. Telah hilang sebuah sendok mungil yang ada ukiran di ujungnya. Sendok itu kemungkinan dibawa oleh seorang anak umur 16 tahun, bernama Lupus. Barang siapa yang menemukan sendok itu, harap dikirim ke alamat di bawah ini. Sedang anaknya, terserah mau diapain.
Lupus makin bengong. Lalu dia pun dengan menjerit-jerit berlarian keluar rumah.
Si mami kaget. Buru-buru mengejar, "Lupus! Lupus! Kembalilah kau..."
Tapi Lupus terus berlari. Terpaksa Lulu ikutan membantu mengejar. Lalu tak ketinggalan tukang becak yang belum dibayar Lupus, ikut-ikutan mengejar.
Akhirnya orang sekampung pun turut membantu mengejar... hihihi. Ada-ada saja...
8. Janji-janji Lupus kesal. Kesal sama pembantunya Boim yang centil itu. Gara-garanya waktu Lupus mengetuk-ngetuk pintu rumah Boim, tu pembantu langsung nongol dengan senyumnya yang genit sambil merem melek, "Eeee... oa-eo. Ada tamu. Nyari si Boim, ya" Wah - lagi nggak ada tuh. Ada pesen" Ada pesen" Gado-gado" Es teler" Ketoprak" Pake cabe nggak"" sambut pembantu Boim centil. Dalam hal centil-menyentil, doi emang nggak kalam sama tuannya. Boim. Keturunan kali.
Lupus jelas sebel. Baru datang langsung dituduh mau nyari Boim. Padahal kan belum tentu. Siapa tau kali ini dia mau ketemu abahnya Boim, atau nyari enyaknya Boim. Tanya-tanya dulu kek, jangan asal nuduh aja! Umpat Lupus panjang- pendek.
"Emang sebenernya tadi kamu mau ketemu siapa, Pus"" tanya Lulu yang kebetulan sore itu ikut di boncengan sepeda balap Lupus. Mereka baru beberapa meter berlalu dari rumah Boim.
"Yaaa, emang sih kebetulan kali ini saya lagi nyariin Boim," ujar Lupus cepat. "tapi itu kan kebetulan saja tuduhannya tepat. Coba kalau enggak" Makanya jangan asal nuduh aja..."
Tapi sebetulnya kekesalan Lupus bukan Cuma disebabkan oleh pembantunya Boim aja. Tapi juga karena sekolah Lupus lagi mengalami masa libur yang lumayan panjang. Nggak tau libur apaan. Yang jelas cukup membuat Lupus kangen sama Ibu kantin sekolah. Sebetulnya sama teman-teman dekatnya, Lupus juga kangen. Tapi Lupus malu mengakui. Takut ternyata orang-orang yang dia kangeni malah enggak kangen. Tapi apa daya, mereka sendiri waktu mau libur bikin perjanjian, "Pokoknya selama liburan ini kita nggak usah ketemu-ketemu dulu deh! Bosen. Belajar pisah kecil-kecilan dulu. Soalnya toh kita nggak bakal terus sama-sama sampai tua. Lagi pula biar pas masuk sekolah ada geregetnya."
Itu janji yang Boim ucapkan. Yang disetujui teman-temannya. Termasuk Lupus. Tapi janji itu bagi Lupus sekarang terasa menyiksa. Soalnya di liburan ini dia bener-bener nggak ada kerjaan. Bener-bener pengena main ke rumah Boim atau Gusur atau Gito atau Anto. Selama ini setiap sore kerjaan Lupus Cuma ngeboncengin Lulu keliling-keliling perumahan. Atau paling banter nganterin Lulu ke rumah Suli, temannya yang manis itu. Lama-lama jelas Lupus merasa bosen. Soalnya selama perjalanan paling-paling Lulu cuma bisa ngasih tebak-tebakan aja. Itu juga tebak-tebakan yang norak. Seperti,
"Ayo, Pus... saya punya tebakan. Dari jauh kecil, pas dideketin ternyata besar. Apaan coba""
"Ah, kuno. Salah liat."
"Bukan. Kurangi seratus!"
"Abis apaan""
"Ya emang semestinya begitu. Benda apa pun kalau kita lihat dari jauh akan kelihatan kecil. Sedangkan kalau dideketin, jadi keliatan gede."
"Sialan." Dan Lulu ngasih tebak-tebakan begitu emang cuma mau menghibur Lupus. Supaya Lupus betah saban sore ngajakin dia jalan-jalan atau nganterin ke rumah teman-teman Lulu. Lumayan kan dapat supir gratis. Tapi seperti tadi udah dibilang, lama-lama Lupus bosen juga. kangen sama teman-temannya nggak bisa dibendung lagi. Makanya sore itu dia mengayuh sepeda balapnya ke rumah Boim. Terus terang, Lupus kangen sama itemnya. Dan ternyata Boim nggak ada. Maka yang jadi sasaran kekesalan jadi pembantunya yang centil itu.
"Kita ke mana lagi, Pus"" tanya Lulu.
Lupus yang lagi mengayuh sepedanya tak langsung menjawab.
"Atau kita ke rumah Baba aja, yuk"" ajak Lulu.
"Apaan tuh Baba" Sejenis unggas, ya""
"Hus. Baba tuh temen saya. Dia punya adik yang manis-manis. Kita ke sana, yuk"" ajak Lulu.
Lupus langsung mau. Soalnya denger ada yang manis-manis. Dan setelah memutari beberapa kompleks perumahan, Lupus dan Lulu tiba di rumah Baba.
"Kamu aja yang getok-ngetok, Pus siapa tau yang keluar adiknya yang manis," bujuk Lulu sambil mendorong Lupus turun dari sepedanya.
"Siapa nama adiknya""
"Winur." Dengan ogah-ogahan, Lupus pun turun dari sepedanya. Langsung sibuk mengetuk-ngetuk pintu rumah Baba. Sementara Lulu menunggu di sepeda balapnya.
Tak ada yang muncul. Lupus pun sibuk mencari bel. Tapi nggak ketemu juga. buset, rumah gede begini nggak ada belnya. Yang ada malah klenengan tukang gule yang tergantung di dekat pagar. Lupus pun mulai membunyikannya.
Dan muncullah yang ditunggu-tunggu. Seorang gadis ma... eh, enggak ding. Enggak manis. Jangan-jangan ini pembantunya.
"Cari siapa, Den""
Nah, bener juga. tapi sama pembantu yang satu ini Lupus langsung simpati. Soalnya nggak asal main tuduh aja.
"Ng.. anu, Mbak. Winur sama Baba ada""
"Ada." "Yaaa, kok ada. Salah alamat kali. Maaf deh, Mbak," Lupus pun langsung ngeloyor pergi. Si mbak itu Cuma bisa bengong aja.
"Lho... Den. Jadi nggak namu di sini" Nanti saya panggilkan Baba. Servisnya memuaskan lho, Den. Ada minuman, makanan kecil, atau... mau pake pijit-pijit dikit juga bisa."
Duile, ternyata nggak kalah centilnya sama pembantunya Boim. Lupus pun terpaksa mau. Lulu yang melihat dari luar, ikutan masuk. Sebetulnya emang dia yang ada keperluan. Jadi Lupus terpaksa duduk-duduk saja menemani. Sekadar ngilangin rasa kangen sama temen-temennya.
Baba pun muncul. Langsung berteriak senang menyambut Lulu. Setelah diperkenalkan kepada Lupus, dan berbasa basi sebentar, Lulu dan Baba langsung terlibat pembicaraan hangat. Biasa, ngegosip. Lupus hanya diam-diam saja sambil memandangi akuarium yang menghias ruang tamu. Lama-kelamaan Lupus jadi ngantuk. Kepalanya mulai berayun-ayun ke sana kemari. Dan tertidurlah ia.
Dalam tidur, Lupus bermimpi. Mimpi dijemput teman-temannya untuk jalan-jalan ke Bogor. Kalau lagi libur, atau hari minggu. Lupus beserta sobat-sobatnya sering main ke Bogor. Ke rumah temen Lupus yang tinggal di Bogor. Temen Lupus itu cewek. Kenalannya waktu lagi main-main di Kebun Raya. Kebetulan sekali Lupus beserta teman-temannya diajak mampir. Dikenalkan sama keluarganya yang ternyata ramah-ramah. Udah, dasar anak-anak nggak tau basa-basi, langsung aja pada nginep. Kebetulan sekali tu rumah tempat ngumpulnya cewek-cewek kece se-Bogor. Makanya mereka semua pada rajin datang berkunjung. Apalagi si Boim. Saban ke sana, kalau nggak memperagakan keahlian sulapnya, dia ngelawak. Biar tu cewek-cewek pada terpesona. Biar pada ketawa. Atau Gusur, sering dengan senang hati membacakan puisinya di depan keluarga Bogor itu. Kalau Lupus atau Anto paling-paling begitu datang, langsung sibuk mengintip-ngintip ke kolond dipan, siapa tau tersembunyi duren-duren yang belum terkupas. Bukan apa-apa. Anto paling senang makan kulit duren. Sedang Lupus ngalah, makan buahnya.
Dan kedatangan Lupus dan teman-temannya itu, tentu saja membuat defisit anggaran belanja orang tua cewek itu. Lantaran nafsu makan anak-anak ini memang pada gila-gilaan semua.
Saat itu, dalam mimpinya, Lupus diajak ke sana lagi. Tentu saja Lupus mau. Maka dengan menumpang mobil butut si Boim, mereka pergi ke Bogor. Lupus, Boim dan Anto duduk di depan. Sedang Gusur, karena nggak muat, cukup puas duduk sendirian di bak belakang. Tadinya Gusur protes. Tapi karena diancam nggak bakal diajak, Gusur terpaksa nurut. Dan pada akhirnya, Gusur menemukan kenikmatan tersendiri duduk di bak belakang. Sejuk, katanya, banyak angin bertiup. Tapi meski sudah dipromosikan begitu, tetap saja tak ada yang mau tukeran tempat sama Gusur.
Dan kalau bawa Gusur di bak belakang, mereka nggak berani lewat jalan tol. Soalnya suka ditegur petugas penjaga, "Hei, kalian nggak tau peraturan, ya" Kalau bawa kambing bandot,
harap diikat!" Makanya, mereka lebih suka lewat jalan biasa aja.
Selama perjalanan, seperti biasa, mereka tak henti-hentinya bercanda. Ketawa-ketawa sambil sesekali main ledek-ledekan. Lupus benar-benar merasa riang. Benar-benar merasa liburan ini tak sia-sia.
*** Lupus terbangun ketika merasa kepalanya terantuk benda keras. Buru-buru ia mengucek matanya dan duduk tegak kembali. Buset, ternyata si Lulu masih belum berhenti ngegosip juga. sementara di sebelah Baba, telah duduk satu makhluk manis lagi. Wah, mungkin ini yang dipromosikan si Lulu. Soalnya mukannya manis juga.
Gadis itu memandang Lupus sambil tersenyum-senyum kecil.
"udahan pingsannya"" tannyannya pada Lupus.
Lupus cuma nyengir. "Abis narik becak ya" Kok ngantuk terus""
Lupus keki. Buru-buru dia mengajak Lulu pulang. Tapi Lulu ogah. "Kamu duluan aja deh. Masih ada beberapa bab pergosipan yang belum dibahas."
Dan Lulu bener-bener langsung meneruskan kesibukannya bergosip-ria. Terpaksalah Lupus pulang duluan.
*** Keesokan paginya, pagi-pagi sekali, sekitar jam tujuh, Lupus udah mandi. Dan bersiap-siap mau ke Bogor. Dia nggak bisa membendung rasa rindu lagi. Dan untuk melupakan itu, Lupus merasa perlu pergi ke Bogor. Siapa tau di sana, dengan ketemu cewek-cewek kece, bisa mengobati rasa rindu.
Sebetulnya, menurut perjanjian, salah seorang dari mereka nggak ada yang boleh pergi ke Bogor sendirian tanpa mengajak teman-teman yang lain. Kalau sampai ketauan ada yang datang ke Bogor sendirian, maka ia harus mentraktir teman-temannya. Tapi, ah... biarin aja. Mereka nggak bakal tau ini.
"Mau ke mana Pus"" tanya ibunya ketika melihat Lupus membawa tasnya.
"ke Bogor, bu. Mungkin nginep sehari."
"lho kok pake nginep sehari segala""
"kan liburan, bu. Nggak apa-apa deh."
"Iya, maksud Ibu, kok Cuma sehari. Nggak seminggu aja sekalian. Lumayan kan ngirit-ngirit uang belanja... hihihi," celetuk Lulu yang lagi asyik makan roti.
Lulu langsung kena jitak.
Di perjalanan, Lupus memilih duduk dekat jendela. Biar enak menghirup udara di luar. Soalnya, tau sendiri, bis-bis antarkota selalu sarat dengan penumpang. Penumpang nggak Cuma manusia aja. Sejenis bebek-bebekan kerap ikut di tengah desakan penumpang. Dan dasar bebek, dengan cueknya sepanjang perjalanan mereka ngegosip. Mengganggu ketenteraman orang-orang yang mau tidur.
Yah, terus terang aja. Sebenernya Lupus mau tegas dan berjiwa besar menghadapi semuannya. Dia mau seperti teman-temannya yang lain, yang bisa nggak bergantung sama orang lain. Yang bisa pisah sama orang-orang yang pernah deket dengan dia. Tapi kenyataannya" Lupus nggak bisa.
Lupus nggak bisa maksain diri untuk tidak norak pada saat seperti sekarang ini. Lupus merasa sepi. Merasa sendiri. Ada yang bilang, kita memang sah untuk berbuat norak selama kita nggak mampu mengatasi kenorakan yang kita buat. Selama kita nggak menyadarinya. Mungkin ada benernya. Kadang kenorakan memang diperlukan seperti kita memerlukan rasa cengeng, romantis, sentimentil...
Tanpa itu, mungkin, sekali lagi mungkin, manusia akan jadi kurang sempurna. Sepertinya, tanpa hati. Dan ada lho orang-orang yang hidup tanpa hati di dunia ini. Banyak malah. Nanti kamu akan mengerti dan geliat sendiri orang-orang yang hidup tanpa hati...
*** Perasaan Lupus deg-degan juga, ketika becak yang membawanya hampir sampai di tujuan. Ada rasa berdosa mengkhianati janji, ada rasa nggak enak kalau ditanya,"Kok dateng sendirian" Yang lainnya mana""
Tapi akhirnya dengan sedikit tersipu-sipu malu, Lupus muncul juga di depan rumah cewek Bogor itu. Kebetulan sekali salah seorang teman tu cewek lagi duduk-duduk di depan, sehingga Lupus nggak usah terlalu lama bermalu-malu.
"Sisi ada"" tanya Lupus pada cewek itu.
"Oh, ada. Masuk aja. Mereka lagi pada ngobrol-ngobrol tuh di dalam."
Lupus pun langsung masuk ke dalam. Melewati ruang tamu yang lumayan panjang. Lupus jadi inget Boim lagi. Kata Boim, saking panjangnya nih rumah, kalau kamu masuk dari pintu depan pada pagi hari, maka pas magrib kamu baru nyampe ke pintu belakang. Hihihi, lucu juga tu anak.
"Lho, Lupus. Sama siapa"" sapaan riang m
engagetkan Lupus. Soalnya sapaan itu bukan datang dari sisi, tapi Boim, si playboy. Lho, kok dia ada di sini"" dan... lho, kok itu ada si Anto, Gusur, Aji...
"Huahahahaha... lengkaplah sudah formasi kita. Selamat datang, rekan Lupus. Ternyata dalam hal melanggar janji pun, kita masih tetap kompak!" pekik Gusur gembira sambil memeluk Lupus. Lho, apa-apaan nih.
"Kalian curang! Kok nggak ngajak-ngajak saya"" ujar Lupus begitu sadar.
"Lho, kita pergi sendiri-sendiri kok. Pertama yang datang Boim, lalu berturut-turut Anto, Gusur, Aji... dan sekarang kamu. Hihihi...," jelas Anto sambil cekikikan.
"O ya"" Tawa mereka pun meledak. Kalau sudah begini, siapa yang harus mentraktir"
Tak ada. Tak ada yang harus mentraktir. Yang ada hanya kesadaran bahwa janji-janji pun tak mampu menghalangi keinginan mereka untuk selalu tetap bertemu. Selalu tetap tertawa bersama. Dalam rindu, Lupus tak sendiri...
9. Boim, Sang Pangeran SMA MERAH PUTIH mau ngadain acara yang tujuannya bagus. Acara malam dana kesenian. Seperti tahun-tahun lalu, kelebihan duit yang didapat dari penjualan karcis yang dijual secara paksa, biasanya bakal disumbangkan ke panti-panti asuhan. Termasuk panti jompo dan panti orang jelek segala. Panti orang jelek memang cuma ada di sekolah Lupus. Anggotanya baru dua orang. Boim dan Gusur. Dan alhamdulillah, belon pernah dapat sumbangan. Lantaran para donatur berprinsip, lebih baik menyumbang kambing daripada mereka berdua. Kalo kambing dagingnya kan bisa dibikin sate. Sedangkan mereka cuma ngabis-ngabisin dana, sementara manfaatnya belon ketahuan. Paling-paling untuk mengusir roh-rol halus yang merasa kalah kharisma sama mereka.
Karena acara malam dana kesenian positif diadakan, minggu-minggu belakangan ini sekolah pun jadi sibuk. Amo yang punya- hobi sok sibuk, mulai mondar-mandir dari satu kelas ke kelas lain.
Pura-pura ngasih pengumuman. Padahal tujuannya jelas, mejeng!
Tapi nggak cuma Anto yang sok sibuk, semua juga mendadak sibuk selain kegiatan belajar yang nggak b"oleh berhenti, mereka masing-masing punya niat nyumbang acara. Termasuk kelasnya Lupus yang ngadain rapat siang itu.
Boim nampak paling antusias.
"Kita bikin tarian-tarian aja, yang mana saya ikut di dalamnya. Personilnya udah saya pilih. Nyit-nyit, Meta, Ita, Utari, Svida, Poppi, Vera, dan tentunya saya sendiri. Ceritanya tentang Jaka Tarub. Saya otomatis jadi Jaka Tarub-nya, dan sisanya jadi bidadari. Bagaimana, usul yang manis, kan""
Anak-anak kontan nggak setuju. Apalagi Nyit-nyit.
"Segala tampang nggak kece aja mau jadi Jaka T"rub. Kamu ngelamar main film King Kong Lives aja belon tentu keterima, Im," Fifi Alone yang tak tersebut namanya mengumpat.
"Atau kamu tari perut sendirian aja, Fi"" ledek Boim.
Fifi mendelik sewot. ""Kalo gitu" kita bikin dance aja," ujar Boim lagi. "Personilnya tetap yang tadi."
Dan untuk kesekian kalinya ide itu pun ditolak sama anak-anak. Boim jadi frustasi.
"Bagaimana kalo Boim kita suruh melawak aja"" tukas Lupus tiba-tiba. "Dia kan paling pinter ngelawak. Diem aja yang nonton juga udah pada ketawa. Disangka makhluk apaan kali yang berdiri di atas panggung. Mau dibilang landak, rada-rada mirip. Tapi yang ini lebih jelekan."
Boim jelas ngamuk-ngamuk mendengar usul Lupus.
"Nggak bisa, emangnya saya pelawak" Wajah saya cukup kharismatik, nggak cocok jadi pelawak. Saya nggak bisa ngelucu...," protes Boim.
"Lah itu kan sudah lucu. Ada pelawak yang nggak bisa ngelucu kan sudah lucu banget," ungkap Lupus.
Boim tetap menolak. Suasana hening sejenak. "Bagaimana kalo saya nyulap aja" Dikit-dikit saya bisa...," ujar Boiin di tengah nada putus asa.
"Wah, jangan. Mendingan kamu ngegado-gado aja," bantah Lupus.
"Apa itu ngegado-gado"" tanya Boim bego.
"Bikin gado-gado. Ya, kamu bikin gado-gado di atas panggung. Kan orisinal tuh!"
Boim jadi keki berat. "Saya bukan tukang gado-gado, tau!!!" jerit Boim.
"Kalo gitu mecel aja deh, Im. Bikin pecel. Lebih enakan," usul Aji.
"Jangan, bagusnya noge goreng aja. Dia lebih pantas. Engkongnya kan pensiunan tukang toge goreng," Anto mulai kasih reaksi.
Dan rapat hari itu pun berakhir tanpa keputusan, alias mereka belum pada tau paket kesenian "apa yang pantas disumbangkan untuk malam dana nanti.
"Besok, usai jam pelajaran kita lanjutin lagi. Kita sudah harus ngambil keputusan. Waktu udah mepet banget. Belon latihannya," teriak Anto.
Anak-anak bubaran. *** "Di rumah Lupus mulai sibuk mengotak-atik rencananya. Sampe lupa makan siang segala. Lulu yang berkali-kali ngetok kamarnya dicuekin.
"Pus, makan, Pus. Kamu nanti sakit. Itu udah saya sisain ceker ayam satu. Sori, seadanya aja. Soalnya paha ayam dua-duanya udah dimakan saya!" teriak Lulu.
Tak ada sahutan dari kamar. Yang terdengar malah irama musik yang dikerasin.
Merasa dicuekin, Lulu lalu berusaha mengintip Lupus dari lubang angin. Dengan sekuat tenaga dia menyeret bangku untuk bisa ngeliat Lupus. Tumben tu anak tekun banget, pikir Lulu. Dari lubang angin memang dilihatnya Lupus lagi sibuk ngotak-ngatik rencananya di selembar kertas.
"Yang ngintip apa punya ide buat acara malam dana kesenian di sekolah saya"!" jerit Lupus mendadak.
Lulu kaget banget disindir begitu. Kirain nggak tau. Pelan-pelan Lulu turun dari bangku, dan berlalu dengan wajah dongkol.
*** "Pada rapat keesokan harinya anak-anak kelas Lupus sudah bisa ngambil keputusan. Mereka sepakat untuk mementaskan drama tiga babak buat acara malam dana kesenian. Lupus yang dianggap pinteran ngarang, dapat tugas bikin naskah. Sedang Fifi Alone, artis kita itu, mau solo karir. Yaitu, nyanyi! Artis yang belakangan ini sering ngaku kembarannya Vina Panduwinata ini akan membawakan satu lagu Vina berjudul Surat Cinta.
Dengan gaya yang kelewat centil, suara yang mirip terompet taun baru, dan teks lagu yang berantakan, Fifi sejak pagi tadi mulai latihan sendiri.
"Hari ini kugembira Pak Pos m'layang di udara." .
(Nah Iho, sampai di sini, Fifi bingung nerusinnya.)
Sedang Lupus sepulang sekolah langsung sibuk ngetik naskah di rumahnya. Nyari-nyari cerita yang lucu. Kadang-kadang sampai larut malam. Maminya khawatir juga ngeliat kelakuan Lupus. Takut sakit. Bukannya sayang sama Lupus, tapi biaya ke dokter kan mahal.
Sekali waktu, Boim sempet juga muncul ke kamar Lupus. Sempet kaget juga baca tulisan gede di depan kamar Lupus: "Jangan Ganggu-Lagi Semedi."
"Lebih baik jangan masuk, 1m," tegur Lulu halus ketika Boim hendak membuka pintu. "Suka ada benda-benda terbang tak dikenal kalo Lupus lagi nyari inspirasi...."
"O ya"" komentar Boim tak percaya, seraya tangannya tetap membuka pintu dan... bruk!
Sebuah bantal besar membuatnya jatuh telentang. Lulu berlalu sambil cekikikan.
Lupus berdiri di ambang pintu.
"Sori, Im, kirain si Lulu. Dari tadi anak bandel itu ngegodai" saya terus. Makanya saya ancam, kalau beram masuk kamar lagi, saya lempar bantal. Dan temyata kamu yang muncul. Nah, sekarang ada apa kemari-mari"" ujar Lupus tenang.
Boim bangkit sambil mengelus kepalanya yang kejeduk lantai.
"Pus, saya mau minta tolong sama kamu. Ini penting, Pus. Demi masa depan saya."
Lupus diam. "Saya harap, saya .bisa main di drama yang kamu bikin, Pus. Jadi apa saja, asal jangan jadi kurungan ayam. Yang penting, saya bisa nunjukin kemampuan saya di depan Nyit-nyit. Gini-gini saya juga punya kemampuan yang bisa diandalkan," Boim menyalak lagi.


Lupus Bangun Dong Lupus di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"'Rencananya kamu memang dipake. Tapi sebaiknya sekarang kamu pulang aja deh. Nggak usah gangguin saya," Jawab Lupus singkat. Boim pun buru-buru minta diri. Hatinya girang banget.
Pas pulang lewat ruang depan rumah Lupus. Di situ Lulu lagi asyik ngobrol sama ibunya, "Bu... dulu saya sama sekali nggak percaya sama teori Darwin. Tapi belakangan ini, setelah m"engamati baik-baik wajah temennya si Lupus yang sering ke sini, saya jadi goyah juga. Jangan-jangan betul.. .. "
"Hus! Temen Lupus yang mana""
"Itu, yang barusan masuk tadi.... Hihihi...."
Boim tercekat. Niatnya mau lewat depan urung. Sambil mengumpat-umpat dia memutar lewat pintu samping.
*** "Ketika acara yang ditunggu tiba, anak-anak pun menghadapinya dengan perasaan girang. Aula dihias dengan kertas warna-warni. Pentas juga kelihatan sudah siap pakai. Karcis hampir terjual habis.
Ini berarti pemasukan lumayan banyak.
Setelah beberapa guru dan Kep-Sek memberikan sambutan, acara pun dimulai. Acara pertama dari kelasnya si Gusur, seniman sableng. Yaitu ceramah sastra oleh Gusur, berjudul "Peranan Puisi dalam Emansipasi Wanita".
"Sidang pendengar yang daku hormati.
Dalam kesempatan ini, perkenankanlah daku melontarkan makalah berjudul 'Peranan Puisi dalam Emansipasi Wanita'. Mengingat pentingnya makalah ini, maka perkenankanlah daku meminta Anda semua mendengarkannya. Sebab bila Anda tak mau mendengarkan barang sedikit, entah apa jadinya masa depan kalian, terutama wanita. Daku tiada bisa menjamin. Adapun hasrat daku menyajikan makalah ini karena melihat akhir-akhir ini Fifi Alone makin kece saja. Gaya penampilannya itu, ah! Apalagi senyumnya, aduh! "matanya yang jernih, pipinya yang cerah. O, Fifi Alone, kaulah wanita penuh emansipasi. .."
Menden"ar Gusur gilanya kumat, kontan panitia menculiknya dengan paksa agar tidak lagi muncul di podium. Anak-anak pada bersorak ribut. Tu anak memang gokil banget, dalam acara resmi begini masih sempet menyuarakan isi hatinya.
Acara pun diteruskan dengan dance, band, dan vokal grup. Anak-anak II A3 yang lumayan gokil, menyumbangkan band dengan irama gambus. Irama favontnya si Gusur.
Sementara suasana makin hangat. Sampai akhirnya tiba giliran kelas Lupus menampilkan drama tiga babaknya.
Namun sampai beberapa menit kemudian, grup Lupus belum juga muncul di panggung. Lupus, Anto, dan anak-anak lain lagi uring-uringan mencari Boim yang tak kunjung datang. Padahal Boim itu pemeran utamanya. Ceritanya kan tentang pangeran yang kena kutuk, yang punya permaisuri cantik bernama Nyit-nyit. Mereka sudah latihan keras seminggu yang lalu Tapi kini, giliran muncul, Boim malah belum datang.
"Beginiah kalo ngasih kepercayaan sama orang yang nggak bisa dipercaya sama sekali!!!" maki Ita jengkel. Ita yang jadi dayang-dayang dan berdandan dari tadi sore jelas jengkel. Apalagi Meta yang biasanya paling ogah didandani.
"Iya. Lupus sih nggak nyeleksi pemain!" ujar Nyit-nyit.
"Lho, Boim kan cocok untuk peranan pangeran kena kutuk. " nggak perlu make-up yang berlebihan, orang sudah percaya bahwa begitulah wajah pangeran yang kena kutuk," bela Lupus.
"Tapi sekarang buktinya" Dia tak datang!!" ungkap Auto.
Lupus cuma bisa bermain-main dengan permen karetnya.
Panitia muncul. "Gimana nih kelas II A2. Jadi nggak pentasnya" Penonton sudah gelisah tuh!"
Ita dengan kesal menghentakkan kakinya. Pertunjukan drama digagalkan.
*** "Sebelum acara habis tuntas, rombongan Lupus meninggalkan aula pertunjukan. Benar-benar nggak ada harapan. Mereka pun lebih baik pulang sebelum diledekin teman-teman yang lain. Wajah mereka rata-rata kusut. Sesuatu yang telah dipersiapkan untuk kebanggaan kelas, jadi berantakan gara-gara Boim.
Ketika mereka melangkah menyeberang jalan, suara cempreng memanggil-manggil mereka dari kejauhan.
"Oiii... rekan-rekan... pada mau ke mana"""
Mereka serentak menoleh dan melihat Boim dengan dandanan manis turun dari becak berlari ke arah mereka.
"Kok pada mau pulang" Kan kita belum pentas" Sori, saya datang rada telat dikit. Saya tadi ke salon dulu, dan ternyata pelayanannya lama banget. Sori ya, sebagai pangeran saya kan harus tampil canggih. Apalagi untuk mendampingi Nyit-nyit.... "
"Boim keparat!! Penunjukan gagal gara-gara kamu, tau!!!" Ita tak kuat lagi memendam emosi. Anak-anak yang lain pun memandang buas ke arah Boim
"Apa" Gagal" Wah, sia-sia dong saya ke salon.... "
"Lagian siapa yang nyuruh ke salon" Kan ada Popi yang siap merias wajahmu!!!" bentak Meta kasar. Dan saking kesalnya, Boim yang rapi jali itu rame-rame diangkat anak-anak dan diceburin ke dalam kolam di depan sekolah. Boim megap-megap nggak bisa napas. Anak-anak yang lain bersorak-sorak gembira....
10. Gang Senggol "SMA MERAH PUTIH punya seteru sama SMA Tanah Merdeka. Pasalnya, suatu hari di musim kemarau. Ketika udara cerah ceria. Tiada geledek, tiada hujan. Dan burung-burung berkicau ceria di ranting pohon-pohon. Boim yang matanya selalu jelalatan kalau ngeliat cewek, termasuk nenek-n
enek, telah dituduh ngelirik salah seorang cewek SMA Tanah Merdeka.
"Manis juga tu cewek. Setidaknya lebih manis dari Boim kalau dipakein rok. Namanya Lila. Rambutnya panjang. Dan bibirnya mengundang. Lila ternyata memang kembangnya SMA Tanah Merdeka. Maka, demi menyaksikan dengan mata kepala sendiri Lila dilirik seorang lelaki item bernama Boim, dan jelas nggak kece, cowok-cowok SMA T anah Merdeka yang merasa lebih berhak memiliki Lila kontan bangkit semangat perangnya. Mereka marah besar. Boim yang waktu itu lagi bersolo karir akhirnya kena gebuk beramai-ramai.
""Tenang, Sodara-sodara! Tenang! Saya Boim, orang baik-baik!" teriak Boirn mencoba Tapi... buk!
"Saya Boim!" Plak! "Saya... " Duk! "Tolong! Tolong!" akhirnya Boim ngibrit. Sempat juga mungut duit gocapa"nya yang terjatuh. Kasian Boim, wajahnya jadi benjut-benjut.
Peristiwa ini temu saja berbuntut panjang. Boim laporan ke anak-anak. Lupus sempat kaget juga melihat keadaan Boim. Aji sampat nggak mengenali. Ada yang mengira Boim makhluk dari planet lain. Setelah menyadari bahwa itu Boim dan tahu duduk persoalannya, anak-anak pun tak dapat membendung kemarahannya.
"Demi langit dan bumi, dan topan di lautan, sebagai sobat kita haruslah memberi sedikit atau banyak pelajaran pada mereka, Pus, orang-orang yang telah menjamahkan kepalan tangannya ke tubuh teman kita Boim. Kita hajar mereka, Pus, dengan semangat baja, dengan dada terbuka. Kita tiadalah bisa membiarkan teman kita diperlakukan seperti bukan manusia. Walaupun dia hanya seekor landak!" teriak Gusur seraya pasang kuda-kuda. Matanya dipicingkan. Perutnya yang "endut kembang-kempis. Boim jadi terharu melihat kesetiakawanan Gusur, walau rada keki dengan kalimat terakhirnya.
"Lalu sekarang apa rencana kita"" tanya Lupus kemudian. Anak-anak terdiam sejenak. Pura-pura mikir. Tapi Gusur keliatan serius. Tangannya sesekali mencabuti jenggotnya yang jarang-jarang. Begitulah adatnya kalau lagi terbentur masalah serius. Suka sok tua, padahal bangkotan.
"Kita serang saja mereka. Kita punya alat-alatnya!" Gito kasih ide.
"Apa, serang"" tanya Gusur cemas.
"Ya, serang!" jawab anak-anak yang lain.
Mereka ternyata sepakat dengan gagasan Gito.
"Wah, kalau begitu saya tiada ikut saja ya" Bukan apa-apa. Habis saya sudah terlanjur benci sih kalau harus bela-belain datang ke sekolah mereka," celetuk Gusur selanjutnya.
Anak-anak kontan keki mendengar alasan Gusur. Boim yang paling sengit.
"Bilang saja kamu takut, Sur. Pake alasan segala. Yang lain gimana, setuju""
"Kalau saya sih setuju-setuju saja. Siap berantem di mana saja. Kapan saja. Selama saya pengen. Tapi itu jelas bukan sekarang," sambut Anto.
Boirn ngamuk-ngamuk. Dia kecewa mendengar jawaban Auto. Akhirnya dia merajuk di pojokan kelas. Tampangnya diimut-imutin, tapi jadinya malah makin kacau.
Melihat keadaan jadi runyam, Lupus lalu ambil sikap.
"Teman-teman, kita memang tidak bisa tinggal diam melihat Boim dibeginikan. Kita harus punya rasa setia kawan yang tinggi. Kita harus bantu Boim. Kita harus mengadakan pembalasan. Saya benar-benar nggak rela. Masa Boim digebukin sampai babak-belur begini" Maksud saya, kenapa nggak dibunuh sekalian" kan beres."
"Lupus!!!" Boim berteriak keras. "
" Boim!!!" Lupus pun membalas menjerit tak kalah kerasnya.
"Kalian memang bisanya cuma ngeledek saya. Nggak mau ngerasai" pende"itaan saya. Saya marah nih! " rajuk Boim makin keras.
Dan ternyata Boim benar-benar m"rah. Dia bangkit dari duduknya. Langsung lari kel"iling sekolah. Anak-anak kaget. Tapi akhirnya ikut mengejar. Termasuk Gusur yang gendut.
"Boim! Boim!" panggll anak-anak.
Tapi Boim cuek. Dia terus lari. Kejar-kejaran pun makin seru.
"Wah ada apa ini"" tanya guru matemanka yang he"an melihat adegan itu. .
"Bebek saya lepas, Pak. Ayo tolong bantuin tangkep," Lupus menjawab sekenanya. Ternyata guru matematika itu punya rasa solidaritas tinggi, dia pun turut mengejar. Tapi lama-lama timbul rasa curiganya.
"Yang mana bebeknya, kok tidak kelihatan"" tanyanya pada Lupus yang lari sambil dingkring.
"Itu Iho, Pak, yang item!" jawab Lupus.
Guru matematika meng erutkan kemng. Meneliti secara seksama benda yang ditunjuk Lupus. Keputusannya"
"Ah, itu kan bukan bebek!"
"Abis apa,Pak""
""Dalam pelajaran biologi, setahu Bapak yang seperti itu namanya menjangan."
Lupus tak dapat menahan tawanya. Sementara kejar-"ejaran terus berlangsung sa"pai sore hari.
Sampai semuanya pada capek.
*** "Besoknya mereka kumpul lagi di Gang Senggol. O ya, sebenamya sudah lama Iho SMA Merah Putih punya tempat nongkrong yang strategis. Letaknya terlindung dari pengawasan guru-guru. Makanya anak-anak paling senang ngumpul di situ. Untuk ngegosip misalnya. Atau menyusun strategi peperangan seperti sekarang ini. Tapi bisa juga dipergunakan umuk madol. Maklum SMA Merah. Putih sekelilingnya dilindungi tembok. Dan pintu gerbangnya selalu ditutup. Jadi jalan itulah sarana paling menguntungkan bagi anak-anak yang hobi bolos.
Namanya, ya itu tadi, Gang Senggol. Anak-anak memberikan julukan itu, karena setiap pejalan kaki yang melewati Gang Senggol, pundaknya pasti bersenggolan dengan tembok yang mengapitnya. Memang sempit. Lebamya cuma 25 sentimeter. Satu-satunya orang yang belum pernah meras"kan enaknya Gang Senggol adalah Gusur. Doi badannya gendut banget. Jadi mana muat kalau harus lewat Gang Senggol. Tapi Lupus paling suka ngumpet di situ. Melarikan diri dari para penagih utang. Padahal, ngujubile, baunya nggak ketahanan. Pesing banget. Banyak anak-anak esde pipis di situ. Sekali waktu Anto juga pernah kepergok lagi pipis. Padahal sudah ada tulisan gede-gede, selain badak dilarang kecing di sini. Tapi Anto cuek.
Satu lagi yang membuat Gang Sen"ggol benar-bener seru dan jorok. Ialah tulisan iseng anak-anak. Ada tulisan dari Boim berjudul: 'Pria Anti Dosa.' Atau ini, satu tulisan yang letaknya di mulut gang berbunyi: 'Fifi Alone, di sini kita pernah bersatu, dalam deru napas yang memburu. TTD: Gusur, makhluk paling kece.' - Seniman sableng ini memang sering punya kompensasi yang enggak-enggak. Di sudut lain ada tulisan yang lebih kacau lagi. Dimulai dan Anto yang menulis: ' Anto Top.' Besoknya Lupus menyusul, Lupus pun turut top. Besoknya, Gito juga ngetop. Seterusnya, Aji nggak mau ketinggalan top. Obet sama topnya. Siapa bilang Gusur tiada top.
Masih soal Gang Senggol, baik Gusur, Lupus, Boim, Anto, serta anak lainnya pemah punya kenangan khusus dengan jalan itu. Gusur selalu menjadikan Gang Senggol sebagai tumpahan ekspresi. Kalau dia lagi kangen berat sama Fifi, umpamanya, maka Gusur lari ke situ. Ngedeprok di mulut gangnya. Lalu asyik membuat puisi.
"Tempat ini memanglah sangat mendatangkan inspirasi buatku. Banyak karya masterpiece daku lahir di sini. Terutama puisi yang bersangkut-paut dengan Fifi Alone," jawabnya pada Gito yang nekat benanya kenapa Gusur hobi banget duduk di situ.
Kalau Boim memanfaatkan Gang Senggol untuk mengintai Nyit-nyit kalau lagi jajan di kantin. Gang Senggol memang tetanggaan sama kantin. Tapi dari Gang Senggol bisa melihat ke kantin, sedangkan dari kantin nggak bisa melihat Gang Senggol.
Selain itu, Boim juga sering mempergunakan Gang Senggol untuk escape dari pelajaran sulit. Lupus juga. Dan waktu ada razia rambut, anak-anak yang gondrong pun pada ngabur ke gang Senggol. Hasilnya, mereka selamet semua. T api udahannya mereka pada mual karena harus nahanin pesing beriam-jam. Boim sempat pingsan juga. Tapi segera sadar setelah disiram air comberan.
Dan sekarang, di Gang Senggol anak-anak telah memutuskan rencana besar. Mereka ingin membalaskan sakit hati Boim, dengan menyerang SMA Tanah Merdeka.
"Semua sudah jelas, kan" Jadi besok kita serbu mereka. Ingat posisi masing-masing. Boim kita jadikan umpan. Gusur dan Anto menghadang di got. Boleh juga ngumpet di tong sampah. Sementara yang lain jangan lupa tugasnya. Ingat, jangan kabur sebelum saya kabur duluan," Lupus yang diangkat jadi ketua memperingatkan. Anak-anak bengong sejenak.
"Oke, Pus, saya setuju soal kabur-kaburan itu tadi. Kita sama-sama kabur. Yang penting sakit hati Boim harus dibalas dulu. Sebab ini menyangkut nama sekolah. Saya rela Boim dijadikan bulan-bulanan. Itu kan terlalu bagus. Kenapa nggak dij
adiin ember-emberan aja!" timpal Aji.
Boim bersungut-sungut kayak marmut. Tepat makan siang anak-anak bubaran.
*** "Sehari kemudian, sepulang sekolah Boim sudah menunggu anak-anak di pintu gerbang. Dia tadi memang bela-belain nggak masuk sekolah.
Gusur yang datang pertama langsung mengajukan berita perutnya mules. Jadi nggak bisa ikut.
"Kamu sajalah, Im. Tiada apa-apa, kan""
"Nggak bisa. Semua harus ikut!" bentak Boim.
Tak lama kemudian Lupus pun datang. Menyusul Gito. Aji. Robert. Anto. Tukang sapu sekolah. Yang terakhir mau pulang ke rumah.
Setelah semuanya kumpul, mereka langsung berangkat. T api sesampainy" di SMA T anah Merdeka mereka pada keder Juga. Apalagl sekolahnya dijaga Satpam.
"Wah, kita mendadak pusing-pusing nih, Im," Lupus mulai ngadat.
"Kita makan bakso di situ aja yuk. Biar saya yang bayarin," Anto obral janji. Padahal tu anak, sebagaimana halnya Gusur, paling irit dalam soal jajan.
"Iyalah kita berbakso ria saja. Daku juga sudah lapar nian," Gusur langsung mendukung niat Anto.
Tinggal Boim yang sewot nggak ketulungan. Dia hampir merajuk lagi. Untung Lupus buru-buru kasih semangat. Dengan gerak tangann"ya. Lupus meminta anak-anak bersembunyi di posisinya masing-masing. Anto langsung nyemplung got. Gusur yang ragu-ragu akhirnya kena dorong. Air got sempet pada nyingkir juga menerima kedatangan Gusur. Mungkin lebih dekil orangn"ya daripada air gotnya.
"Nah, tu dia anak yang mukulin saya tempo hari," Boim berbisik ke arah Lupus di tempat persembunyiannya, di semak-semak yang aman. Tangannya menunjuk ke seseorang berpenampilan sangar yang baru keluar dari pintu gerbang.
"Itu orangnya" Wah, gede banget!"
"Ah, masa kamu takut sih, Pus. Saya aja digebukin!"
"Bukannya takut, tapi saya kan orangnya suka nggak tegaan! Tapi baiklah, kita sergap aja dia. Mudah-mudahan Tuhan melindungi kita. Tuhan... lindungilah kami anak-anak yang manis ini," Lupus langsung berdoa.
Setelah itu ia lalu memberi aba-aba menyerang. Gusur langsung pucat-pasi begitu melihat orang yang dimaksud. Tapi akhirnya dia ikut-ikutan nyerang waktu anak yang lain nyerang. Pesta pukulan terjadi. Orang yang dulu menyiksa Boim dirujak dengan pukulan. Tapi dia baru pingsan pas nyium keleknya Gusur. Anak-anak pun lalu berso"ak-sorak kegirangan.
"Hidup Gusur!" . .. . .
"Kalau begitu tiada sia-sia juga aku tiada mandi selama seminggu!" komentar Gusur tersipu-sipu.
*** "Boim sangat puas dengan hasil kerja rekan-rekannya. Tiga hari kemudian dia menebok celengannya umuk me"traktir anak-anak.
"Ini sebagai tanda terima kasih dan saya. Lain kali saya harap Gusur yang digebukin. Sebab dia belum pernah nraktir siapa pun," Boim menyindir. Tapi Gusur cuek. Hari itu anak-anak memang sangat gembira.
Tapi sebenarnya mereka tengah terancam. Karena secara tidak disadari anak-anak SMA Tanah Merdeka puny a niat mengadakan penyerangan balasan.
Dan terjadilah. Siang itu Lupus lagi asyik menendang-nendang bola basket. Sekolah memang sudah bubaran sejak tadi, tapi di kantor masih ada beberapa guru yang sibuk mengutak-atik nilai ulangan. Di kantin, Gusur nampak asyik dengan es jeruknya. Mulutnya penuh dengan tahu goreng. Di sana ada juga Boim, Anto, Gito, dan anak-anak yang lain.
"Kalian pada nggak pulang"" tanya Bu Kantin iseng-iseng. Tangannya sibuk berkemas-kemas.
"Kita pada mau latihan basket. Memang sih udah pada ngantuk: Ini kan jamnya tidur siang," jawab Anto sambil nyeruput cendol.
"Tumben kalian latihan basket. Itu si Lupus apa bisa main basket""
"Kalo basket emang kurang, Bu. Tapi tenis dong... "
"Bisa"" "Payah!'"' "Jadi yang bisa apa" Lagian si Lupus itu salah, main basket kok ditendang-tendang. Mestinya kan ditepok-tepok pake raket."
Anak-anak cuma manggut-manggut bego. Sementara di kejauhan Lupus memanggil-manggil. Kaok-kaok kayak Tarzan. Tapi anak-anak cuek, asyik dengan obrolannya.
"Oi, kalian pada mau latihan nggak sih" Kalau mau, cepat-cepat minggat deh!" jerit Lupus. Mereka rencananya memang pada mau latihan basket untuk persiapan class-meeting. Tahun kemarin kelas Lupus masuk kotak. Tiga kali bertanding, empat kali kalah. Mak
anya tahun ini mereka berniat mempertahankan kekalahannya. Biar pandangan orang yang menganggap kelasnya payah benar-benar jadi kenyataan.
"Kita tidak boleh mengecewakan anggapan orang. Kalau kita dicap payah, kita harus buktikan bahwa kita memang benar-benar nggak bermutu;" komentar Lupus suatu kali.
Lalu mengapa hari itu mereka sok sibuk latihan" Ah, itu cuma alasan. Sebenarnya niat utama mereka cuma ingin ngeceng. Soalnya di minggu-minggu persiapan class-meeting ini, banyak kelas lain "uga pada latihan. Termasuk ceweknya. Itulah kesempatan Lupus ngeceng. Apalagi kebanyakan ceweknya memakai pakaian bebas. Full colour. Ada juga yang mengenaka baju olahraga ketat. Sehingga bodinya yang merangsang pada kelihatan. Tengok saja Fifi untuk latihan minggu ini, dia sengaja membeli baju senam yang ketat. Tapi Lupus udah bosan melihat Fifi. Lagian bodinya kayak ban radial. Nggak ketahuan mana pinggang dan mana dada. Toh Gusur bela-belain nggak pulang hanya untuk itu.
Sememara Lupus asyik ngecengin cewek dari II A3. Ada satu yang cakep. Putih. Mulus. Bulu matanya lentik. Namanya juga manis, Sobarudin. Selain Sobarudin, ada juga Sandra. Inilah yang sekarang lagi jadi inceran Lupus. Anaknya seksi. Hari itu Sandra pakai baju senam yang ketat. Rambumya dikuncir dua. Kalau jalan persis kayak pingguin. Dikit-dikit. Ini yang membuat Lupus nggak tega melepaskan pantauannya barang sejenak pun. Sementara Boim asyik sendiri dengan kecengannya si Nyit-nyit. Padahal kata Lupus Nyit-nyit biasa-biasa aja. Mukanya dikit.
Dan siang itu, di kantin, di siang yang panasnya ngujubile, Gusur telah memecahkan rekor dengan memakan 20 potong tahu dalam waktu 15 menit. Aji yang kalah taruhan, terpaksa harus membayar tahu itu. Dua makhluk kurang kece ini memang sebelumnya nekat taruhan. Gusur diminta menelan 20 potong tahu dalam waktu 15 menit. Kalau nggak habis, Gusur yang bayar. Kalau habis, otomatis Aji yang bayar. Hasilnya, sudah diceritakan di atas. Dan sekarang Aji baru nyesel tujuh turunan. Apalagi karena duit pembayar tahu sebenarnya buat ongkos pulang.
"Siapa lagi yang ingin bertaruh dengan daku""
Gusur mengobral tantangan. Anto buru-buru mengumpulkan batu koral.
"Nih, kamu makan, Sur. Saya kasih waktu satu jam. Habis nggak habis saya yang bayar!"
Gusur mengambil batu itu, dan menyambitkannya ke arah Amo sebagai jawaban.
Anak-anak semakin larut dengan candanya. Dan mereka sama sekali tidak mengira kalau anak-anak SMA Tanah Merdeka sudah sampai di pintu gerbang. Jumlahnya nggak tanggung-tanggung. Dua puluh lima orang. Masing-masing lengkap dengan pentungan.
"Lupus, mana Lupus"" teriak si badan gede yang beberapa hari lalu digebukin. Dialah pimpinannya.
Lupus tetap cuek. Masih asyik menendang-nendang bola basket. Matanya sesekali menatap ke arah Sandra. Dia memang sama sekali belum sadar. Cuma di kantin anak-anak mulai gelisah. Gusur buru-buru menyeruput es jeruknya. Tapi sempat ditegor Bu Kantin untuk bayar waktu mau cabut begitu saja.
Boim langsung pucat. Kulitnya yang item tidak berubah sedikit pun. Tetap item. Cuma dinginnya membanjir di ujung hidung.
"Wah, bakalan gawat nih," bisik Amo.
"Ya, mana kita nggak siap, lagi," Aji menimpali.
"Lihatlah, mereka masing-masing menggenggam pentungan. Waduh, matilah daku. Fifi, cintaku abadi padamu," Gusur menjerit.
Bertepatan dengan itu, anak-anak SMA Tanah Merdeka langsung melabrak. Lupus tentu saja panik. Kepalanya sempat kena pentungan juga. Sandra menjerit. Disusul pekikan cewek lainnya. Untung Lupus keburu mengambil jurus lari cepat.
"'Kalau mau minta tanda tangan, jangan begitu dong caranya," pekik Lupus ge-er.
"Oi, jangan lari, pengecut!" teriak si gede.
Lupus tidak. mempedulikan. Dia langsung menuju ke arah anak-anak. Mereka yang tadinya sudah siap-siap mengambil langkah seribu, jadi nggak tega juga melihat Lupus dikejar-kejar kayak maling jeinuran.
"Kita lawan aja mereka," Gito yang badannya gede tiba-tiba muncul keberaniannya.
"Tapi kita cum a sedikit," Gusur sepeni ragu-ragu.
"Ah, yang penting kita udah berusaha."
Dan pertempuran yang tak seimbang terjadilah. Untungnya seba
ngsa Fifi, Sandra, Meta, dan beberapa cewek lainnya memberi bantuan. Tapi tak berani banyak. Gusur kena tonjok beberapa kali. Tenaga musuh memang kuat. Lupus yang dasarnya nggak bisa berantem, cuma bisa pasrah. Gito dikerubutin beberapa orang. Karatenya nyaris tanpa guna. Di lain tempat Boim udah nyungsep di comberan. Comberan lagi.
Pada saat genting sepeni itu, satu-satunya yang teringat oleh anak-anak adalah Gang Senggol. Inilah juru selamat. Lupus segera memberi aba-aba. Yang lainnya mengangguk paham. Boim langsung bangkit dari got. Mereka pun lari. Tapi musuh tak membiarkan begitu saja. Terjadilah kejar-kejaran. Gusur yang badannya bulet ketinggalan di belakang. Dia ampir mau nangis ketakutan.
Tapi untungnya musuh kehilangan jejak. Anak-anak sengaja melalui lorong-lorong rahasia. Tak lama kemudian sampailah mereka di Gang Senggol. Lupus yang badannya kecil langsung menyelinap. Disusul Boim, Anto, dan lainnya. Lha Gusur" Saking takutnya, dia maksa i"kutan. Badannya yang gendut dijejelin. Tapi tentu aja nggak muat. Gusur macet di mulut Gang Senggol. Maju nggak bisa, mundur pun sama saja.
"Kawan-kawan, tolonglah daku. Jangan pergi begitu saja. Aku tak mau ditinggalkan dalam penderitaan sepeni ini. Tolonglah daku!" Gusur menjerit. Tapi anak-anak nggak peduli. Mereka cuma berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Di lain pihak, ternyata jeritan Gusur membuat musuh jadi tahu posisinya. Mereka segera mengejar. Di Gang Senggol mereka menjumpai Gusur yang terjepit tak bisa bergerak. "
Wah, pada gila juga tu musuh, melihat keadaan Gusur sepeni itu, mereka langsung menyogok-nyogoknya dengan pentungan. Gusur menjerit-jerit kesakitan.
"Tolong! Tolong!" teriaknya. Anak-anak akhirnya nggak tega juga ninggalin Gusur. Tapi mau nolong percuma. Gusur berada dalam kondisi yang sulit. Apalagi musuh makin beringas. Dalam keadaan genting itulah, tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara ribut. Sumbernya ternyata datang dari anak-anak cewek dan beberapa guru. Rupanya waktu keadaan gawat, mereka berinisiatif melapor. Dan laporannya berhasil.
"Stop! Stop! Apa-apaan ini"" teriak guru matematika. Musuh kaget juga mendengar jeritan lantang itu. Mereka sudah bersiap-siap lari, untung segera dihadang.
"Tahan. Siapa ketua kalian" Sebaiknya kita berembuk. Damai. Masa anak sekolahan berkelahi" Memalukan!" bentak seorang guru. Musuh pada mengkeret. Mereka pun lalu digiring ke kantor. Lupus cs yang sudah terlanjur menyeberang ke SD sebelah juga dipanggil. Di kantor mereka didamaikan.
"Pokoknya Bapak tidak mau dengar kalian berkelahi lagi. Sekarang saling bersalaman!" perintah guru matematika. Mereka memang akhirnya bersalaman. Buntut-buntutnya mereka malah sepakat mengadakan pertandingan basket persahabatan. Kemelut sudah terselesaikan dengan sukses. Tapi soalnya sekarang, bagaimana caranya menolong Gusur yang kejepit tembok" Anak itu udah nangis sesenggrukan. Fifi yang biasanya benci jadi rimbul kasihan melihat keadaan Gusur.
Dan ide umuk menolong Gusur datang dari Lupus.
"Sudahlah, Sur, kamu bertahan saja selama beberapa hari di sini. Jangan makan, jangan minum. Nanti kan kurus sendiri. Nah, pada saat itulah kamu bisa keluar dari tembok!"
Anak-anak langsung setuju dengan ide Lupus.
"Lupus gila!" rengek Gusur.
tamat Hina Kelana 43 Dewa Arak 86 Penyair Cengeng Hina Kelana 1

Cari Blog Ini