Lupus Drakuli Kuper Bagian 2
"Siapaaa ituuu""
"Gue, Lupus. Gue bawa kabar penting banget. Gue harap lo mau ngedenger."
"Aduh, daku tengah sibuk, nih. Nanti sajalah."
"Sur, ini kabar lebih penting. Adik gue si Lulu dipacarin anak kuburan!" Lupus meletakkan sepedanya, dan menghampiri Gusur.
"Hah, dipacar"n anak kuburan"" Gusur terperanjat.
"Bener." "Gila itu, anak kuntilanak atau anak genderuwo""
"Maksud gue bukan itu, bukan anaknya setan. Dia anak manusia, tapi misterius banget. Karena tu anak tinggalnya di kuburan. Dan gue rasa ini akan jadi menarik kalo lo mau menelitinya."
"Iya, itu jelas menarik sekali. Sekarang di mana dia""
"Tenang, kita mesti atur strategi dulu. Boim mana ""
"Tadinya daku mau ke rumahnya. Kami sudah janjian. Tapi bila daku tak kunjung muncul di rumahnya, pastilah dia yang akan muncul di rumahnya."
""Heh""
"O, maksudku dia yang akan muncul di rumah daku, Pus."
"Baik, kalo gitu kita tunggu aja."
Lupus kemudian diajak ke atas loteng tempat Gusur sehari-hari bersarang. Loteng tempat tinggal Gusur bener-bener mirip sarang. Berantakan dan acak-acakan. Di mana-mana tertempel poster dan lukisan-lukisan yang dilukisnya sendiri.
"Sur, lo tiap hari tidur di sini"" tanya Lupus heran demi melihat kamar temannya yang dia rasa lebih cocok buat sarang tikus.
"Ya, emangnya kenapa""
"Nggak apa-apa, cuma gue kasian ama tikus-tikusnya, mereka pasti nggak kebagian tempat lagi."
Gusur mengeluarkan isi tasnya dan meletakkannya begitu saja di sisinya. Dia mengambil kertas baru dan ditulisnya: Penelitian terhadap Anak Kuburan Sehubungan dengan Berakhirnya Visit Indonesia Year 1991!
"Gusurr, Gusurr...!" tiba-tiba terdengar suara orang memanggil dari bawah loteng. Gusur langsung apal suaranya.
"Hei, itu Boim. Sebentar Pus, kutengok dulu dia," ujar Gusur sambil langsung turun lewat tali yang dipasang dari jendela sam ping sarangnya.
"Boim langsung naik saja, di atas ada Lupus. Dan itulah yang menyebabkan daku tak muncul ke rumahmu, karena dia lebih dulu muncul ke rumahku. Bukan salahku, kan""
""Jadi salah siapa, dong"" tanya Boim bego.
"Salah rumahmu, kenapa ia jauh-jauh dari rumahku." .
"Iya, ya." Pas sampe di atas Boim dan Gusur langsung aja disambut oleh cerita-cerita seru versi Lupus tentang Lulu dan anak kuburan, Drakuli.
Boim yang paling kaget denger cerita Lupus. Karena diketahui atau tidak, sejak dulu kan playboy duren tiga itu naksir banget sama Lulu.
"Wah, sejak kapan mereka bisa akrab begitu"" selidik Gusur sambil terus mencatat-catat di atas kertasnya.
"Ya, udah cukupan juga."
"Jadi Lulu pacaran, Pus"" tanya Boim cemburu buta.
"Belon jelas, tapi mereka udah keliatan akrab. Ke mana-mana berdua. Dan yang jadi masalah bagi gue, kenapa Lulu bisa akrab sama anak kuburan ""
"Iya, kenapa dia nggak akrab sama saya aja, ya"" timpal Boim.
"Wah, kalo Lulu akrab sama kamu bakalan tambah masalah. Yang bikin empet, gue pernah dikerjain segala lagi ama tu anak."
"Dikerjain ""
"Iya, waktu gue ngintilin Lulu sampe rumahnya. Mentang-mentang tinggal di kuburan gue langsung ditakut-takutin. Ya, jelas aja gue takut. Coba kalo dia tinggal di pasar atau di tengah lapangan, gue nggak bakal kabur meski ditakut-takutin kayak apa pun juga," ujar Lupus sok.
"Wah, itu gak bisa dibiarkan. Anak kuburan itu harus kita hajar, biar tau rasa," ujar Boim geram. "Trus sekarang gimana dong, Pus. Saya nggak pengen kalo Lulu terperosok lebih jauh."
"Kita selidiki dia!" cetus Lupus.
"Setuju! Gue setuju banget. Kalo perlu sekarang juga kita langsung ke rumahnya." Boim mengepalkan tinjunya.
"K-kalo daku bukannya tak setuju, Pus. Mendengar masalah ini aja daku sudah tertarik bukan main, tapi pas dikau bilang rumahnya di kuburan, lebih baik daku mengundurkan diri aja, ah...."
"Yaaa, jangan gitu, Sur, pan kasus ini bisa sekalian lo bikin buat penelitian. Ah, masa sama setan aja takut."
"Iya, Sur, bantu saya dong. Nanti kalo ada apa-apa dengan Fifi Alone, misalnya Fifi dipacarin sama anak
drakula, pasti saya juga ikutan nolong... nolong orang kebanjiran, maksudnya," ujar Boim.
"Sial kau, Im, dikau selalu mau enak aja. Dulu pernah daku punya masalah kau tak mau tau, tapi sekarang giliran Lulu disabet orang, kaupaksa-paksa aku," sungut Gusur.
"Ya, jelas aja dulu saya ogah nolongin kamu, orang masalah yang kamu derita soal kekurangan makan mulu."
"Dan satu lagi," ujar Lupus tiba-tiba.
""Apa"" Gusur dan Boim bertanya berbarengan.
"Lo masih pada inget cewek yang dulu pernah kita kuntit sampe kuburan" Yang pas Lomba Rap sempat jalan sama gue""
"Iya, iya, kenapa"" Boim dan Gusur tak sabar.
"Ya, ternyata gue baru inget kalo pekuburan milik si Drakuli itu..."
"DRAKULI"" Boim dan Gusur terbelalak.
"Eh, eng, i-iya. Drakuli itu nama anak kuburan itu..."
"Astaga! Ngeri betul namanya"" Boim bergidik.
"Mengingatkan daku pada drakula!" Gusur langsung merinding.
"Iya, iya. Simpen dulu kaget kalian. Gue lanjutin, ya"" ujar Lupus menenangkan kedua rekannya yang panik. "Ya, ternyata pintu gerbang seram yang membatasi kuburan, tempat si Kunti itu masuk, adalah pintu gerbang pekuburan milik Drakuli. Pantesan waktu ke sana gue ngerasa pernah kenal tempat itu. Ternyata sekitar beberapa bulan yang lalu, gue pernah nganterin si Lulu ngasih surat tegoran kepala sekolah ke anak kuburan itu. Ya, waktu itu gue ketakutan setengah mati. Lo bayangin aja, rumahnya nyempil, dikelilingi tanah pekuburan yang luas dan angker. Di dalemnya, lebih mirip interior tempat pengawetan mayat ketimbang rumah manusia..."
"Hiiiii...." Keduanya bergidik.
"Nah, gue rasa, pasti kemisteriusan si Kunti "itu masih ada hubungannya dengan Drakuli. Tampangnya aja sama-sama aneh."
"Oya" Jadi gadis manis itu ada di sana"" Boim jadi bersemangat.
"Itu baru dugaan. Gimana, kamu mau bantu gue nyelidikin anak kuburan itu, kan""
"Iya. Gue mau, Pus." Boim mengangguk sambil ketakutan.
"Dan Gusur, gimana, Sur" Mau ikut nyelidik""
"Bolehlah, tapi ada syaratnya, Pus."
"Apaan"" "Kalian berdua harus mau ngebantu saya nyolong jimat engkongku, berupa patu"g kodok yang selalu beliau taro di dalam peti bareng kolor-kolor keramatnya."
"Jimat kodok""
"Ya, jimat kodok itu mampu mengusir roh-roh jahat!"
Akhirnya Lupus dan Boim kudu mau nemenin Gusur ngebongkar-bongkar isi peti yang sepertinya sengaja ditaro oleh engkongnya Gusur di atas loteng. Tu peti bener-bener keramat banget. Maksudnya isinya bener-bener mengan-dung nilai yang bersejarah sekali. Selain kolor-kolor tua peninggalan leluhur keluarga Gusur, juga ada kain-kain pembungkus bantal guling yang sebagian sudah membatu. Sebetulnya keluarga Gusur ini bisa ditangkap pemerintah karena mereka tidak menyetorkan benda-benda berharga itu ke museum terdekat.
Setelah berjam-jam membongkar-pasang di loteng, serta berjuang melawan maut, yaitu berupa gangguan dari tikus-tikus dan kecoa yang mengerikan, hingga terdengar jeritan si Lupus dan si Boim, akhirnya Gusur sukses ngedapetin jimat berupa patung kodok itu.
"Sur, kayaknya keluarga kamu punya cukup banyak barang-barang peninggalan, ya"" tanya Lupus.
"Ya, begitulah. Ada barang peninggalan engkongku, ada peninggalan tetanggaku, dan juga ada barang peninggalan daku berupa sepatu-sepatu butut yang sudah kutukar dengan abu gosok," jelas Gusur.
"Eh, bener nggak kalo patung kodok ini bisa mengusir roh-roh jahat" Kalo kagak bisa berabe kita. Pan kita-kita menyelidiki seseorang di sarang setan," tukas Boim.
"Sarang setan"" Gusur tercekat.
"Jelas sarang setan, orang rumahnya di kuburan!"
"O, iya ya... berarti jimat kodok ini bener-bener berharga sekali buat kita.
"Kalian jangan kuatir dan jangan was was. Jimat kodok ini sudah terbukti hebat, pernah ketika engkongku kesurupan setan belang langsung kutimpuk saja kepalanya," jelas Gusur.
"Pala siapa""
"Pala engkongku."
"Trus setannya kabur""
"Belum, karena saat itu pala engkongku langsung benjol. Dia merintih-rintih menahan sakit en so pasti... daku rasa setan belangnya langsung mabur. Ya, ya, jadi setan belangnya memang langsung kabur."
"Jadi untuk mengusir setan yang mengganggu kita, mesti ditimpukkan ke kepal
a kita, gitu"" "Ya, begitulah."
"Aneh, ya""
*** "Dan pas malam yang ditentukan, akhirnya Lupus, Gusur, dan Boim mendatangi pekuburan seram yang ada rumah Drakuli-nya itu. Suasana sangat gelap. Bulan sabit nampak tak mampu mengusir kepekatan malam. Mereka mendorong pintu gerbang yang berat dan berlumut.
"Hiii, bener, Pus. Ini kuburan waktu kita ngebuntuti si Kunti," ujar Boim.
"Iya, kan" Nah, pasti antara mereka berdua ada hubungannya! Ya, itung-itung, sambil menyelam kita minum Coca-Cola!"
Dan mereka pun mengendap-endap. Lagaknya bak trio detektip saja. Tapi trio detektip yang ini begonya setengah mati. Karena di antara ketiganya, nggak satu pun yang mau berada di belakang. Jadi masing-masing pengen di tengah.
"Pus, tolong daku, dong. Daku di tengah, dong...," rengek Gusur.
""Alaa, kamu kan punya jimat kodok. Kamu di belakang aja, nanti kalo ada setan yang mencolek-colek pipi kamu langsung timpuk aja pake jimat kodok itu," ujar Lupus sambil menendang tulang kering Gusur yang maunya nempel terus di dekatnya.
"Hiii... bagaimana kalo jimat kodok ini kamu yang pegang, Pus. Asal daku berada di tengah," ujar Gusur lagi.
Selanjutnya Lupus cs,udah nggak mempedulikan lolongan-lolongan Gusur yang pengen ada di tengah, karena dia sendiri trauma banget dengan tempat itu. Lupus memang pernah ngacir terbirit-birit ditakut-takutin Drakuli di tempat itu. Untungnya Boim rada berani jalan di depanan. Eh, tapi nggak juga, ding. Dia berani karena matanya ditutup pake kain putih, tuh!
"Pus, i-ini masuk terus apa belengkok"" tanya Boim, jalannya menurut instruksi Lupus.
"Terus aja, ikutin jalan setapak. Saya rada-rada lupa, sih. Tapi terus aja dulu."
Crosak! Tiba-tiba Boim jatuh tersungkur, terkait akar pohon kemboja yang menonjol. Akibatnya Lupus dan Gusur yang berimpit-impit di belakang, ikut tabrakan beruntun. Mereka tumpuk-tumpukan.
"Aduuuuh," rintih Boim yang ketiban paling bawah.
Mereka buru-buru bangkit. "Ati-ati dong jalannya, Im!"
Mereka pun melanjutkan perjalanan.
""Pus. R-rasanya saya kok nyium bau nggak enak, deh," Boim tiba-tiba ngomong lagi.
"Alaa, lo jangan punya pikiran macem-macem."
"Eh, daku juga, Pus," timpal Gusur.
"Bau apa, sih""
"Bau kentut!" jawab Boim dan Gusur serempak.
"Sial, di tempat kayak gini masih bercanda juga. T-tapi saya nggak kentut, Iho," ujar Lupus.
"Saya juga," ujar Boim.
"Apalagi daku," sahut Gusur.
"J-jadi siapa dong yang kentut""
"Wuaaa...!" Tiga cowok itu pun pada ngacrit ketika sadar kalo yang barusan kentut adalah... setan!
Untungnya mereka berlari ke arah yang benar. Yaitu arah rumah Drakuli yang terletak menyempil di tengah kuburan. Terlindung pohon beringin besar. Jadinya mereka bisa langsung menyelinap ke balik dinding rumah Drakuli yang bentuknya kayak gudang tempat mayat-mayat busuk. Di situ, meski ngeri, rasanya mereka bisa aman bersembunyi.
Dan pada saat itu, ketika mereka mengintip ke dalam rumah Drakuli yang seremnya minta ampun, mereka melihat ada Lulu dan Drakuli sedang mengobrol beserta seorang cewek berambut panjang yang lagi sibuk nyediain minum.
"Tuh liat, Im. Si Lulu!" bisik Lupus.
"Keparat!" Boim mengepalkan tangannya.
"Tapi siapa cewek satu itu"" tanya Lupus lagi.
"Dan ternyata, setelah wajah gadis itu tertimpa cahaya lilin, Lupus cs baru ngeh kalo yang menyuguhi minumnya adalah... Kunti! Lupus cs terkejut. Soalnya tadinya mereka rada gak mengenali, karena gelap.
"E-eh, itu kan si Kunti!" des is Lupus pada Boim.
"I-iya. Jadi ternyata dia anak sini juga"" ujar Boim.
"Wah, pucuk dicinta ulam tiba, nih. Kalo tau begini daku sendiri,saja ke sini, toh daku punya jimat kodok"" kata Gusur.
"Hm, pala lo bau menyan. Disuruh jalan di belakang nggak mau, belagu mau ke sini sendiri. Dasar lo seniman bego!"
Lupus cs terus saja mengintip dari celah-celah dinding bilik mengamati wajah Kunti yang manisnya minta ampun malam itu. Padahal Kunti tidak dandan sedikit pun. Wajahnya bener-bener alamiah. Sampe-sampe Lupus, Gusur, dan Boim terpana-pana dan lupa pada tujuan semula memata-matai Lulu dan Drakuli.
Tapi beberapa detik kemudian muncul sosok tinggi-besar da
n berewokan sambil mengasah-asah golok. Lupus, Gusur, dan Boim segera terkesiap!
"Hah, s-siapa tuh"" tanya Boim langsung deg-degan.
"B-bapaknya," pekik Lupus tertahan. "Ya, orangnya emang ngeri banget. Dulu waktu gue ke sini dimintain uang buat beli rokok!"
""B-ba... bakpau eh, bapaknya, Pus"" ujar Gusur terbata-bata. "Kita pulang, yuk. K-ka... karena jimat kodok ini takkan mempan meski kita timpukkan berkali-kali ke kepalanya."
"I-iya, Pus, mending kita pulang dan lupakan aja soal si manis itu," Boim langsung setuju.
"Pala lo kotak! Gimana dengan adik gue""
"Saya ngerti, t-tapi bapaknya itu..."
Saat itu bapaknya Drakuli yang juga berpenampilan serem, kayaknya baru mau berangkat tugas mengawasi kuburan-kuburan. Bapaknya Drakuli yang tinggi-gede gayanya emang nyeremin banget. Selain berewoknya yang seluruh muka, matanya merah, dan selalu mengasah-asah golok, bicaranya pun selalu pake nada-nada tinggi. Kira-kira ngomongnya di A minor!
Sementara itu kira-kira 314 meteran dari tempat Lupus, Gusur, dan Boim ngintip, tampak rombongan lain ikut mengendap-endap juga.
Yang jelas rombongan ini bukan ngendap-endap pengen ngintip, tapi datang ke situ buat menyelidiki misteri hilangnya patok-patok. Ya, mereka adalah rombongan tim penggusur dengan beberapa centeng dan dukun pilihan yang penasaran, pengen datang lagi ke kuburan. Pemimpin rombongan yang perlente itu tampak makin kesel sekali dengan kekalahan dukun sakti yang udah diutusnya untuk mengusir drakula. Nampaknya dia sedang memberi instruksi singkat, kayaknya agar berani menindak kalo ketauan siapa yang mencabuti patok-patok itu. Yang diberi instruksi, ajudan-ajudannya langsung aja bilang, "Siap, siapa, Pak!"
Ya, ternyata Bos yang perlente itu kini tak percaya lagi kalo yang mengganggu mencabuti patok-patok itu adalah drakula atau sejenisnya.
Tapi ini pasti ulah manusia yang mengadakan teror. Makanya ia balik lagi ke kuburan itu, sambil bawa centeng dan dukun buat persiapan, untuk menyelidiki langsung keadaan yang sebenarnya.
Sedang centengnya dengan wajah yang diserem-seremin, jalan di sam ping sang pemimpin rombongan dengan tatapan tajam dan penuh waspada. Seakan-akan orang yang dikawalnya itu adalah satu-satunya turunan yang bakal menyejahterakan keluarganya. Ya, ini bakal jadi lawan yang berat bagi Drakuli dan keluarganya.
Dukun-dukun pilihan yang disewa juga nggak kalah tekun menjalankan tugasnya. Dengan menggenggam obor, para dukun itu terus saja berkomat-kamit sambil sesekali menyembur-nyemburkan ludah mirip air ujan. Paling tidak, sikap para dukun dan para centeng itu bisa membuat tenang sang pemimpin yang punya rencana memborong tanah pekuburan itu untuk dijadikan pusat pertokoan dan kepentingan umum. Ya, pusat pertokoan itu sekarang ini sudah dianggap sebagai kepentingan umum dan penunjang pembangunan.
Sementara Drakuli, Kunti, Lulu, dan sang bokap sudah denger kalo malam ini bakal datang "serombongan orang-orang yang mau menyelidiki soaI patol-patok. Ya, si Kunti, sodara sepupunya Drakuli itu yang jadi mata-mata, nyari info di sekitar kampung. Karena Kunti memang bebas berkeliaran.
Dan saat itu mereka telah mengatur siasat untuk menjebak orang-orang itu. Ya, mereka bakal membuat jebakan-jebakan serem untuk mengusir tim penggusur itu.
Gusur tercekat ketika Pak Gali yang serem itu seolah memandang ke arah dinding bilik, di mana mereka bertiga mengintip.
"W-wah, k-kita ketauan, Pus!" Cigi Gusur gemeletuk.
Lupus dan Boim ketakutan, dan langsung menyekap mulut Gusur. "Lo jangan teriak, dong!"
Pak Gali seperti memicingkan mata, dan menajamkan telinga. Lupus cs makin ketakutan setengah mati. Pak Gali lalu bangkit, dan sepertinya membisikkan sesuatu pada Drakuli. Lalu keduanya berdiri. Gusur dan Boim nyaris pingsan.
Tapi ternyata Drakuli, Kunti, Lulu, dan Pak Gali bergegas ke luar. Mereka bukan melihat Lupus cs, tapi mendengar suara gaduh di tengah kuburan.
"Para jahanam itu sudah datang!" ujar Pak Gali garang. "Mari kita sambut!"
Lupus cs yang udah ketakutan setengah mati, sebab mengira mereka yang bakal diapa-apain, menarik napas lega.
""Heh, mau ke mana mereka itu, kita ikutin, yuk"" ajak Lupus mengagetkan Gusur dan Boim yang dari tadi menundukkan kepala saking takutnya.
"I-kut ke mana, Pus""
"Ikutin mereka, kayaknya mereka gak ngeliat kita. Tapi mau ngapa-ngapain, gitu. Ayo, jangan takut. Percuma, dong, kita bawa jimat kodok!"
Akhirnya Gusur dan Boim mau juga ngikutin ajakannya Lupus untuk membuntuti Drakuli cs yang sepertinya ingin melakukan sesuatu yang cukup menarik.
Tujuan Drakuli cs jelas ingin mengerjain tim rombongan dengan jebakan-jebakan. Mereka memang memasang aneka jebakan di setiap jalan yang bakal dilalui oleh tim rombongan. Misalnya memasang patung tengkorak yang digantung di pohon kemboja atau nyaru jadi setan-setanan dan ngumpet di balik batu nisan besar.
Juga nyiapin jebakan lubang berisi tai kebo, tali yang merentang jalan setapak, peluru kelereng, dan jebakan-jebakan yang mengerikan lainnya, seperti hantu-hantuan dan setan-setanan.
Dan jebakan-jebakan itu ternyata nggak jarang malah membuat Lupus, Gusur, atau Boim ketakutan setengah mati. Jadinya suasana di kuburan itu rame oleh suara-suara teriakan tertahan. Waktu CU5ur dan Boim teriak ngeliat patung tengkorak, rombongan tim penggusur terperanjat banget karena mereka mengira yang teriak itu setan kuburan. Sedang ketika tim penggusur yang teriak-teriak ketakutan melihat Drakuli yang nyaru jadi setan, giliran Lupus cs merinding bulu kuduknya, karena mengira ada serombongan setan yang teriak-teriak.
Suasana kuburan itu bener-bener jadi seru. Apalagi semua yang merasa takut, pada lari tunggang-langgang. Jebakan-jebakan yang dirancang dengan susah payah oleh Drakuli cs, cukup berhasil mengusir musuh.
Malah ada kejadian kocak. Pas Lupus cs dan rombongan penggusur itu pada amprokan, mereka saling teriak ketakutan. Ya, waktu Gusur amprokan sama salah seorang dukun yang komat-kamit, keduanya pun kontan histeris. Gusur mengira itu setan tua, sedang si dukun mengira itu tuyul bongsor.
Pada saat yang seru itu Lulu ngeliat Oom Agus, bapak yang suka main ke rumahnya, ada di antara tim penggusur. Ya, rupanya Oom Agus-lah kepala pemborong tanah pekuburan yang mau dia bikin jadi pusat pertokoan.
"Keparat! Ternyata Oom Agus yang jadi bos penggusuran ini! Oom Agus, Drak, Oom Agus!" teriak Lulu tertahan demi melihat orang yang sangat dibencinya itu.
Drakuli jelas bengong. "Oom Agus siapa""
"Itu, oom-oom yang sering saya ceritain ke kamu. Yang nyebelin banget, karena suka ngajak jalan Mami. Ooo, ternyata dia, ya"!" Lulu berujar sengit.
"Jad-jadi""
""Ya, musuh kita ternyata sama. Oom sialan itu memang jadi perusuh di mana-mana. Tenang, Drak, saya pasti bantu kamu terus, sampai si Oom sialan itu kapok! Dasar penjahat!" ujar Lulu berapi-api.
"Sst, tenang, Lu. Tahan dulu emosi kamu. Nanti rencana kita malah berantakan. Ayo kita masuk ke rencana penjebakan tahap dua!" Drakuli menenangkan Lulu.
Ya, tentu aja kebencian Lulu makin menjadi. Sedang Lupus sama sekali gak ngerti, kenapa ada Oom Agus di situ. Tapi yang Lupus tangkap, Drakuli cs pasti bermaksud nakut-nakutin rombongan dukun dan orang-orang itu. Apa pun alasannya.
Ya, berhubung Lupus emang rada sebel sama Oom Agus, karena secara gak langsung oom itu yang merusak keharmonisan di rumah Lupus, Lupus akhirnya memutuskan akan membantu Drakuli cs menjebak tim penggusur itu dengan ikut-ikutan nyaru jadi setan.
Niat spontannya itu langsung disampein ke Boim dan Gusur.
"Eh, lebih baik Boim aja yang nakut-nakutin, kan dia nggak perlu nyamar jadi setan-setanan lagi," usul Gusur.
"Alaa, lo juga nggak perlu nyaru juga udah mirip setan gendut!" balas Boim.
"Udah, jangan pada berantem. Sesama setan dilarang saling menghina, tau! Sekarang gini aja, kita bahu-membahu untuk mengusir orang-orang itu. Kita bantuin si Lulu dan Drakuli!"
Ya, akhirnya tanpa diketahui Drakuli cs, geng Lupus membantu memorak-porandakan tim penggusur itu. Mereka mulai bahu-membahu mengusir tim penggusur itu.
Dan karena jebakan-jebakan yang dibikin Drakuli cukup mengganggu, rombongan penggusur itu yang merasa belum siap mental, akhirnya kocar-kacir. Mereka mundur dulu. Mau mengatur
strategi. "Tunggu pembalasannya, ya!!!" terdengar gema suara Oom Agus, ketika satu per satu anak buahnya ada yang kejeblos liang yang berisi kotoran kebo, ada yang ujung jempolnya tertusuk duri-duri tajam, dan jebakan lainnya.
Drakuli cs bersorak-sorai.
Lupus cs juga. Akhirnya mereka saling berpandangan kaget.
"Lho, kamu kok di sini, Pus"" tanya Lulu kaget.
Lupus cuma tersenyum. "Yang pasti, mereka gak bakal kabur tanpa bantuan kita-kita!"
"Oya"" BAB 8 KISAH DRAKULI "SEJAK kejadian di kuburan kemaren itu, sikap Lulu jadi berubah sama Lupus. Ia mulai merasa menemukan Lupus yang dulu lagi. Yang selalu berpihak sama adiknya. Yang mau ngertiin kesulitan adiknya.
Lulu mulai sadar kalo Lupus adalah kakak yang emang patut disayangi. Yang bisa dipercaya. Makanya Lulu pun berminat mengajak Lupus pergi ke rumah Drakuli sore ini, untuk ngejelasin problem besar yang dihadapi Drakuli. Soal penggusuran yang dilakukan oleh orang yang ternyata adalah Oom Agus! Orang yang paling dibenci Lulu. Nah, siapa tau Lupus juga punya ide-ide cemerlang untuk memerangi musuh.
""Yuk, Pus, kamu ikut saya," bujuk Lulu dengan senyum manisnya.
Lupus mikir bentar. Ya, meski udah beberapa kali ke sana, hati Lupus masih juga kecut kalo disuruh ke kuburan.
"Ke rumah yang di tengah kuburan itu" Ih, ngeri, ah!" Lupus bergidik.
"Alaaaa, sebentar, Pus."
"Ogah, gue kapok."
"Kapok kenapa""
"Ya, siapa tau kali ini kita ketemu setan betulan! Ini kan udah mau magrib!"
"Pus, masa kamu tega ngebiarin Lulu sendirian ke sana""
"Lagian kamu, ngapain sih, ke sana melulu""
"Penting, Pus. Drakuli mau nyeritain ke kamu soal problemnya. Soal penggusuran."
"Penggusuran""
"Iya. Oom Agus yang kita benci itu ternyata si bos pemborong yang akan menggusur tanah keluarga Drakuli."
"Oya"" Lulu lalu menjelaskan, itulah sebabnya kenapa ia sering banget berkunjung ke kuburan Drakuli. Semata-mata untuk membantu Drakuli mengatur rencana menggagalkan proyek penggusuran yang dilakukan semena-mena. "Makanya, kamu ikut aja biar jelas. Sekalian kita cari akal buat ngebantuin dia. Kasian lho, Drakuli! Kan dengan menolong dia, kamu udah jadi pahlawan, Pus."
"Bisa aja, lo."
"Bener." "Tapi ada ongkos jalannya, dong!"
"Oke, gimana kalo tiga ratus perak!"
"Enak aja, kok makin kurang. Dulu aja, waktu nganterin lo ngasih surat, honornya lima ratus."
"Ya, maunya berapa""
"Seribu!" Lulu mikir barang sedetik. "Iya, deh."
Mereka pun bersiap-siap. Lalu Lupus teringat sesuatu. Inget cewek itu.
"Eh, si Kunti ada nggak""
"Kalo ada""
"Ya, saya bisa semangat nganterin kamu ke sana, Lu. Kalo nggak ada yang bisa diliat, saya kan jadi males."
"Kalo gitu ada, kok!"
"Bener"" "Bener. Jangankan Kunti, temennya aja ada yang kece, kok."
"Temennya dia""
"Iya." "Yang mana, sih"" Lupus jadi sema"ngat.
"Ya, saya ini. Saya kan temennya dia."
"Huu...." Lupus dan Lulu pun berboncengan nai sepeda ke rumah Drakuli. Sampe di sana, lagi-lagi Lupus ketakutan. Masih nyesel lagi, kenapa mau diajakin ke sini.
"Mana Kunti-nya, Lu"" Lupus berusaha menekan rasa takutnya.
""Kiti temuin Drakuli dulu, dong. Ntar baru tanya ama dia."
Tapi begitu Lupus ketemu Drakuli, dia masih rada-rada ngeri. Apalagi kali ini Drakuli pake jubah hitam yang lusuh dan... dan... baunya begitu apek! Siapa tau tu orang emang udah berubah jadi drakula!
Ketika Drakuli mengulurkan tangan kepada Lupus, Lupus nggak berani nerima.
"Kenapa"" tanya Drakuli.
"A-anu tangan saya lagi gatel-gatel, takut nular ke kamu."
"Nggak apa-apa, baru gatel..."
Tapi Lupus tetep nggak mau. Lupus bukan cuma takut ama Drakuli yang hari itu berpenampilan seperti drakula, tapi juga dengan suasana di sekitar situ yang nampak makin angker.
Rumahnya Drakuli yang bentuknya kayak rumah hantu, terus pekarangannya yang banyak bergeletakan peti mati tua. Belum lagi cara Drakuli menyeringai, hiii... Lupus bener-bener bergidik. Itu semua menghantui pikirannya. Selalu mengganggu mimpi-mimpinya.
Dan Lupus baru ngeh juga kalo Lulu itu bisa akrab dengan Drakuli yang mahaserem itu. Dari jauh rambutnya Drakuli yang gondrong itu memang mirip anak metal,
tapi dari deket, Drakuli jadi mirip anak setan! Lupus meraih tangan Lulu dan berbisik, "Eh, Lu, kenapa kamu mau main-main sama anak setan""
"Siapa yang anak setan""
""Ssst, jangan keras-keras. Itu kan anak setan, liat aja penampilannya kayak drakula."
"Dia itu memang begitu, Pus. Kan kamu udah tau. Gayanya nyentrik, lain daripada yang lain. Udah kalo kamu takut kamu pulang duluan," ujar Lulu kesel karena kepenakutan kakakya gak ilang-ilang.
"Enak aja. Kamu kira nggak serem jalan ke depan sendirian. Katanya Drakuli mo nyeritain problemnya."
"Makanya, yang tenang, dong."
"Eh, Drak, K-kunti mana"" Lupus akhirnya berani membuka percakapan dengan Drakuli.
Drakuli tersenyum. "Udah pulang."
"Pulang"" "Iya, Kunti kan sodara sepupu saya. Dia gak tinggal di sini. Kadang-kadang aja dia nginep di sini."
"Alhamdulillah...." Lupus lega.
"Lho, kok alhamdulillah"" Lulu bengong.
Lupus tersenyum penuh arti. "Ntar bisa minta alamatnya, kan""
Ya, pikir Lupus kalo ngapel ke kuburan sini kan mengerikan sekali. Syukurlah Kunti gak tinggal di sini.
"Boleh," ujar Drakuli tersenyum menggoda. "Alamatnya, di kuburan Tanah Kusir. Pas di tengah-tengahnya. Mau main ke sana""
"Ha"" Lupus terbengong. Astaga, apa semua keluarga Drakuli gak ada yang bener kalo nyari lokasi perumahan"
"Lulu, dan Drakuli yang asyik duduk di atas nisan, jadi cekikikan, membuat Lupus tambah mengkeret aja nyalinya.
Tapi kemudian Drakuli ngerasa ia udah keterlaluan sama Lupus. Anak itu pada dasarnya baik, pikir Drakuli. Sama baiknya dengan Lulu. Dan bisa dipercaya. Maka Drakuli pun mendekati Lupus. Merangkul pundaknya, dan mengajak bergabung duduk di atas nisan. Lupus agak ragu.
"Maapin saya, ya, Pus, kalo selama ini suka nakut-nakutin kamu. Saya gak bermaksud jahat, kok. Cuma jaga-jaga aja, siapa tau kamu seperti anak lain yang suka memusuhi saya. Tapi ternyata kamu enggak. Kamu mau main ke sini. Dan mau nolongin saya ngusir para penggusur kemaren malem," ujar Drakuli sungguh-sungguh.
Lalu Drakuli cerita tentang masa lalunya. Ya, masa kanak-kanak Drakuli dilalui dengan penuh keprihatinan dan kesederhanaan. Ibu Drakuli yang cantik meninggal setelah melahirkan Drakuli. Jadi Drakuli sama sekali belum pernah melihat wajah ibunya.
Lulu, meski udah sering mendengar cerita Drakuli, masih saja menitikkan air mata setiap kali mendengarnya. Ya, dia gak kebayang, hidup tanpa ibu gimana rasanya.
"Kamu jangan nangis dong, Lu, soalnya saya masih mau ngelanjutin cerita ini ke Lupus. Nangisnya ntar aja ya, Lu!" kata Drakuli mengingatkan.
""Nggak, saya nggak nangis, kok, Drak, saya cuma kelilipan," jawab Lulu.
Dan Drakuli kembali melanjutkan ceritanya.
"Iya, Pus, masa kecil saya emang susah banget, deh. Kerjaan bapak saya nggak jelas. Kadang jadi centeng orang-orang kaya, kadang jadi kuli bangunan, malah kadang nggak pulang sampe beberapa hari."
Lupus Drakuli Kuper di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Wah, ke mana tuh, Drak, minggat"" Lupus terkesiap.
Jawaban Drakuli kalem, "Nginep di rumah sodaranya!"
"Sendiri"" Lupus masih terkesiap.
"Nggak, saya juga diajak."
"Terus sedihnya di mana tuh, Drak"" Lupus jadi mesem.
"Wah, jadi ceritanya yang tadi kurang tragis ya, Pus"" tanya Drakuli.
Lupus menggeleng. "Kurang banget deh, Drak. Mestinya kan kamu cerita, kamu ditinggal pergi sama bokap kamu di saat hujan deras. Sementara kamu hampir mati kelaperan. Petir menggelegar. Sedang genting rumah kamu pada bocor. Akhirnya rumah kamu kebanjiran. Dan kamu hanyut dibawa banjir. Dan... dan..."
"Dan saya mati"" sungut Drakuli dengan muka masam.
"Hihihi, ya...."
"Kalo gitu sekarang saya setan, dong!"
Lupus bergidik lagi. Hiiii!
Drakuli kemudian melanjutkan ceritanya lagi. "Cerita yang sedih-sedih. Kata Drakuli sejak kecil ia nggak pernah diajak ke Dufan,. PRJ, nonton di cineplex, nginep di Puncak, atau jalan-jalan ke Bali, dan jarang banget punya baju bagus, karena Pak Gali memang jarang ngebeliin Drakuli baju baru berhubung keuangan y"ng menjepit.
"Dan jubah ini ada sejarahnya Juga, lho," kata Drakuli nyombong seraya mengibas-ngibaskan ujung jubahnya. Lupus cepat-cepat memalingkan mukanya karena tercium bau-bau kurang enak. Bau
seperti kaus kaki yang udah tiga bulan nggak dicuci. Tapi ini lebih sengak lagi.
"Sejarah" Kayak perang Diponegoro gitu"" tanya Lupus setelah bersin bebera"a kali.
"Begini..." Drakuli lalu bercerita kal"o Jubah hitamnya itu sebetulnya terbuat dan poster bioskop. Poster itu dicolong oleh Pak Gali dari bioskop dekat pasar. Saat itu poster itu lagi dipasang. Dan Pak Gali nyolongnya malem-malem saat bioskop udah lama bubaran. Untungnya penjaga-penjaga bioskop lagi tertidur pulas. Dengan segala keahliannya akhirnya Pak Gali berhasil nyolong poster itu dari tempat"ya. Walhasil, keesokan paginya pemilik bioskop jadi kalang-kabut dengan ilangnya poster itu. Mana filmnya masih mau diputar beberapa hari lagi.
Nah, poster bioskop itulah yang lalu di-wan-tek item sama Pak Gali, kemudian dibikin jadi jubah. Sebab mau dibikin jadi blaser, Pak Gali nggak bisa ngejaitnya. Sedang kalo mau dijait ke garmen, ongkosnya pasti mahal. Jadi biar praktis, ya. dibikin jubah aja. Untungnya Drakuli girang banget menerima jubah itu. Dan jubah itulah yang kemudian jadi pakaian kegemaran Drakuli.
Dan selain jubah itu, boleh dibilang Drakuli hampir nggak punya pakaian lain lagi. Ada juga seragam sekolah. Tapi kan nggak bisa dipake sembarang waktu. Soalnya bisa cepat rusak. Nanti repot belinya lagi.
Itulah sebabnya Drakuli kerap memakai jubah kalo keabisan baju. Padahal Drakuli orangnya ganteng dan hatinya baek, tapi tetap aja dengan jubah itu Drakuli jadi terkesan aneh dan nggak sedikit orang yang menganggap Drakuli gila. Orang sekarang kan memang lebih suka menilai orang lain dari penampilannya, bukan dari hatinya. Itu makanya Drakuli jadi sulit bergaul. Drakuli jadi kuper karena memang nggak aqa anak-anak yang mau bergaul dengan Drakuli. Anak-anak itu takut. Takut ketularan aneh dan gila.
"Akhirnya saya jadi terkucil, Pus," kata Drakuli pada Lupus dengan mimik sedih.
Dan Drakuli ngomong lagi kalo dia sebetulnya juga mau idup normal kayak anak-anak yang lainnya. Tapi keadaan memaksa begitu. Orang-orang udah telanjur nggak percaya sama Drakuli. Segala tindak-tanduk Drakuli dicurigai.
"Untung ada kamu berdua. Lupus dan Lulu yang mau ngertiin saya, dan mau bergaul dengan saya dengan hati yang tulus." Drakuli mengakhiri ceritanya sambil mengusap air mata.
Lupus jadi terharu. "Dan sekarang tanah warisan kamu ini akan digusur"" tanya Lupus makin iba.
"Ya, begitulah, kenyataannya beginL" Drakuli lalu bercerita banyak tentang niat orang yang berusaha merebut tanahnya. Dan juga tentang usaha Drakuli mencabuti patok-patok yang ditanam.
Dan Oom Agus yang kebetulan jadi anemer proyek yang konon buat kepentingan pemerintah itu. Alasannya, demi kemajuan pembangunan. Karena itu semua masyarakat diminta berkorban. Karena tanpa pengorbanan dari masyarakat, yang namanya pembangunan nasional itu nggak akan tercapai. Ah, masyarakat kecil memang selalu dijadikan dalih, ya" Maka wajarlah jika masyarakat di sekitar situ, yang tanahnya bakal dibongkar, protes keras. Termasuk Pak Gali yang punya tanah paling luas. Tapi Oom Agus dengan segala kelicikannya terus-terusan menghasut dengan dalih pembangunan. Katanya, masyarakat yang membangkang kebijaksanaan pemerintah, sama artinya dengan ingin memacetkan roda pembangunan nasional. Dan masyarakat yang ingin memacetkan pembangunan bisa digolongkan subversif.
"Lagi pula, tanah ini adalah milik pemerintah yang kalian huni secara liar. Dan kini letaknya nggak sesuai lagi dengan tata kota yang terus mengalami perkembangan. Jadi kalian nggak punya hak mempertahankannya. Kalian harus menyerahkan tanah ini pada pemerintah dengan ganti rugi yang sudah ditentukan. Kalian jangan memaksa pemerintah melakukan kekerasan, ya!" begitulah kalimat Dom Agus yang ditirukan Drakuli dengan pas sekali. Soalnya Drakuli nyeritainnya dengan suara diberat-beratkan dan bergaya mirip Oom Agus.
Tapi waktu itu, kata Drakuli melanjutkan, Pak Gali nggak peduli. Dia tetap mempertahankan tanahnya. Padahal banyak penduduk sekitar yang udah pasrah, dan rela tanahnya digusur. Padahal lagi, Pak Gali nggak punya sertifikat sebagai tanda bukti pemilikan t
anah itu, karena tanah yang sekarang didiami Pak Gali adalah warisan turun-temurun. Tapi Pak Gali nggak peduli. Pak Gali sadar betul kalo oom Agus cuma mau menipu. Dan dalih penggusuran tanah itu untuk kepentingan pemerintah, sebetulnya ditujukan buat proyek pusat perbelanjaan. Maklum, meski cuma areal pekuburan, tanah milik Pak Gali termasuk dalam kawasan segitiga emas. Jadi banyak investor yang ngiler mau memanfaatkan tanah itu. Apalagi tanah Pak Gali amat luas.
Banyak sebab yang membuat Pak Gali mempertahankan tanahnya. Pertama, karena tanah itu tanah warisan dan harta kekayaan satu-satunya yang menghidupi keluarga. Tapi yang bikin Pak Gali keki, anemer yang akan menggusur tanah itu memberikan ganti rugi di bawah standar, sehingga nggak sesuai sama luas tanahnya. Padahal menurut sas-sus yang diketahui Pak Gali, investor yang mengincar tanah itu udah memberikan ganti rugi yang cukup besar. Tapi disunat gila-gilaan oleh si anemer, yang dalam hal ini adalah Oom Agus. Itu kan namanya mau cari untung sendiri dengan mengorbankan penderitaan orang lain. Maka wajarlah jika Pak Gali dan Drakuli jadi uring-uringan, dan berusaha mengusir oom Agus sebisa mungkin agar mengurungkan niatnya. Kalaupun akhirnya digusur, ya, berilah ganti rugi yang sesuai. Pak Gali kan juga mau hidup.
"Begitulah ceritanya, Pus. Dan sekarang kami masih dalam usaha mengusir Oom Agus dan antek-anteknya," kata Drakuli mengakhiri ceritanya.
Lupus termenung setelah mendengar cerita Drakuli. Berpikir sejenak, dan akhirnya berujar perlahan, "Kalo gitu kita harus sama-sama mengusir orang-orang jahat itu!"
Drakuli tercenung. Lalu memeluk Lupus erat-erat Lupus tentu aja gelagapan mencium bau apek jubah Drakuli. Uhuk, uhuk, uhuk!
BAB 9 MAMI IS BACK! SORE pukul lima, cericit serombongan burung gereja meramaikan genting rumah Lupus. Udah sejak lama pohon nangka yang tumbuh di halaman belakang rumah Lupus dijadikan sarang oleh burung-burung gereja itu. Dan tiap sore sebelum pulang ke sarangnya setelah seharian mencari makan, burung-burung gereja itu hinggap dulu di genting untuk bersenda-gurau. Saling patuk, dan saling kejar-kejaran, hingga suasananya ramai sekali.
Keceriaan sore itu mewarnai tiga orang anak yang asyik bermain halma di teras belakang rumah. Lupus, Lulu, dan Drakuli.
Mereka duduk bertiga mengelilingi meja.
Lupus tersenyum penuh arti sambil ngedorong biji halmanya ke dalam bidang segitiga merah yang ada di seberang. Slup! Biji halma yang berbentuk topi badut berwarna merah itu pun langsung bertengger di ujung kiri bidang segitiga merah yang hampir seluruhnya terisi oleh biji-biji halma Lupus. Tinggal beberapa langkah lagi, dan tinggal tiga biji halma lagi yang harus masuk ke bidang segitiga merah itu, maka Lupus akan keluar sebagai pemenang. Dan Lupus pun berhak menikmati tiga batang Toblerone yang tergeletak pasrah di meja. Makanya Lupus senyum-senyum saja sejak tadi, dan melupakan cericit burung-burung gereja, sambil membayangkan manisnya batang-batang Toblerone itu.
"Udah deh, pada nyerah aja deh!" tukas Lupus bernada mengejek.
Lulu dan Drakuli yang menjadi lawan mainnya cuma bisa memasang tampang tegang campur kesel. Terutama Lulu. Kalo Drakuli sih masih sedikit rada cuek. Lulu kesel sama Lupus yang dari tadi ngoceh melulu. Ada aja yang diomongin. Nggak tau, ya, kalo bibirnya udah biru" Sebentar lagi juga item, sungut Lulu dalam ati.
Dan Lulu jadi gelisah. Lupus masih cengengesan. Drakuli bengong mikirin biji-biji halmanya. Lalu terdengar suara keresek-keresek di kolong meja. Ternyata kaki Lulu yang dibungkus s"ndal jepit warna pink lagi sibuk ngegiles-giles kulit kacang yang berserakan di kolong meja.
"Sekarang kamu kan yang jalan"" tanya Lupus.
Pertanyaan Lupus nggak dijawab. Lulu langsung ngedorong biji halma birunya. Ah, cuma bisa dua langkah. Berarti nggak bisa masuk ke segitiga biru yang ada di seberang. Padahal masih banyak lagi biji halma yang harus dimasukin Lulu ke dalam segitiga biru itu, alias bidang segitiga biru yang ada di seberang masih banyak yang kosong.
"Wah cuma dua langkah aja, Lu. Kok irit amat, sih"" Lupus kem
bali mengejek. Tapi Lulu berusaha cuek dengan mencomot kacang kulit yang ada di piring. Lulu membuka kacang kulit itu, dan membuang isinya ke udara sambil membuka mulutnya lebar-lebar. Pluk! Akhirnya kacang itu jatuh ke mulut Lulu.
"Sekarang kamu yang jalan, Drak! Jangan bengong melulu, dong!" Drakuli yang lagi bengong kaget dengan teguran Lupus barusan.
"I-iya, saya jalan!" kata Drakuli tergagap sambil buru-buru ngedorong biji halmanya. Wah, cuma bisa satu langkah. Padahal Drakuli mikir jalannya udah dari tadi. Tapi cuma bisa satu langkah. Terus terang Drakuli emang nggak bisa main halma. Drakuli bisanya cuma main selepetan dan tarzan-tarzanan dengan gelayutan di pohon sawo dekat rumahnya. Dan ternyata baru sekali ini Drakuli main halma. Itu pun karena dipaksa-paksa Lulu dan Lupus. Sementara Lupus emang jagonya main halma. Pantes aja kalo Drakuli kalah, dan baru tiga biji halma yang berhasil dimasukkan Drakuli ke dalam bidang segitiga kuning di depannya. Maka wajarlah jika akhirnya Lupus keluar sebagai pemenang dalam pertandingan itu. Dan berhak ngeborong semua Toblerone yang berserakan di meja. Sedang Lulu hanya bisa nginyem ngeliat Toblerone kesayangannya disikat Lupus. Mana tadi Lulu sempat nalangin Drakuli sebatang Toblerone dalam pertandingan itu. Jadi Lulu sekali kalah dua Toblerone. Apa nggak nyesek"
Tapi lepas dari kemenangan itu, sebetulnya inilah awal Lupus membuka diri terhadap Drakuli. Ya, sejak Drakuli blak-blakan nyeritain tentang dirinya kemaren sore, Lupus sedikit-sedikit mulai mengerti keadaan Drakuli. Lupus mulai memaklumi kenapa Drakuli berdandan aneh kayak gitu, dan udah bisa nerima kalau Drakuli main ke rumah Lupus lalu bersenda-gurau dengan Lulu. Malah sekali waktu ikutan nimbrung, seperti hari ini dengan main halma bersama.
Cuma Mami, yang mengintip dari balik gorden, keliatan sedih. Ia seperti dimusuhi, karena Lupus ternyata udah bisa akrab sama Drakuli.
Ah, Mami. Kenapa situasi gak enak ini bisa terjadi"
"Dan saya nanti mau bilangin ke temen-temen buat ngelaksanain rencana lusa malam ngebantuin kamu, Drak," ujar Lupus sambil menggeser biji-biji halmanya.
"Oh, trims, Pus." Drakuli mengangguk.
Mami tercekat lagi. Lupus ngebantuin Drakuli" Ngebantuin apa"
Dan sore itu ketika Drakuli pamitan pulang, Mami melihat Lupus buru-buru mengemasi halmanya.
"Halma ini boleh kamu bawa pulang, Drak. Kamu latihan deh, di rumah, nanti kalo udah jago boleh ngelawan saya," tawar Lupus sambil menyodorkan halmanya.
"Makasih, Pus!" sambut Drakuli antusias. Tapi ketika Drakuh mau beranjak, Lupus buru-buru menyetopnya.
"0 iya, saya nitip Toblerone, ya" Yang satu buat kamu, yang satunya lagi buat Kunti kalo kebetulan nginep lagi di rumah. Bilang dari saya, Jangan dari Boim," kicau Lupus seraya menyerahkan dua batang Toblerone.
Dra"uli tersenyum, sambil mengucapkan terima kasih.
Pas Drakuli sampe di pekarangan depan, Lupus berteriak lagi, "Jangan lupa bilang juga saya kangen sama dia. Boleh, kan"" '
Drakuli mengangguk. Tersenyum. Lalu pergi.
Seperginya Drakuli, Mami di kamar masih merenung. Siapa lagi cewek yang bernama Kunti itu" Mami bener-bener merasa sendirian.
*** "Boim lagi sibuk membetulkan kandang ayamnya yang diterobos musang sehingga beberapa ayam kesayangannya ilang, ketika sekonyong-konyong Lupus ngejedul di depannya.
"Eei, Im, tumben lo rajin!" sapa Lupus keras seraya menggedor pundak Boim.
Boim kaget setengah mati, membuat martil yang ada di tangan terpental dan jatuh tepat di jempol kakinya.
"Aduh!" teriak Boim kesakitan. "Lupus lain kali kalo negor orang ati-ati, dong!" maki Boim sambil mengusap-usap jempolnya yang gepeng kayak bet pingpong.
Tapi Lupus malah cekikikan. Sedang Boim masih bersungut-sungut.
"Alaah, udah lupain aja peristiwa barusan, Im. Gue punya keperluan penting, nih!"
"Keperluan apa""
"Ya, lo kan tau, kalo nggak penting-penting banget, gue nggak bakalan ke sini. Eh, iya, mana tuh pembantu lo yang centil"" cerocos Lupus, yang walaupun katanya ada persoalan penting, tapi masih sempet-sempetnya nanyain pembantu Boim.
Tapi Lupus lantas membeberkan soal rencananya ngeb
antuin Drakuli mengusir orang-orang yang ingin merampas tanahnya.
"Gimana, tertarik"" tawar Lupus pada Boim.
Boim menanggapi males-malesan.
"Ya, bolehlah!" jawab Boim.
""Kalo gitu, lo cepet ganti baju. Sekarang kita ke rumah seniman sableng."
"Ntar-ntaran dulu kek, Pus, gue kan masih capek seharian ngebetulin kandang ayam."
"Alaaaah, udah deh, sono cepet!" paksa Lupus seraya mengusir Boim dengan mendorong-dorongnya. Boim terpaksa mengalah, dan buru-buru mengganti kolornya dengan celana jins.
Mereka lalu berangkat ke rumah Gusur dengan mengendaral motor bututnya Boim.
Nggak lama perjalanan ke rumah Gusur, akhirnya Lupus dan Boim sampe. Lupus langsung mengutarakan maksudnya, yang langsung dapat sambutan antusias dari Gusur.
"Oke, Pus, oke. Daku setuju sekali, tuh. Tapi tolong bayarin somai ini dulu, ya!" pinta Gusur yang emang lagi makan somai, tapi belum dibayar.
"Ha"" Lupus langsung kaget.
"Ayolah, Pus. Sekali-sekali," pinta Gusur maksa.
"Sekali pala lo peyang. Tiap gue ke sini pasti ada aja yang lo suruh gue bayarin. Bukannya lo sebagai tuan rumah nyuguhin gue. Eh malah gue yang nyuguhin elo," kata Lupus keki, tapi nggak urung menyodorkan selembar ribuan kepada Gusur. Dan Gusur baru aja mau beranjak, ketika dari ambang jendela tiba-tiba muncul seraut wajah yang jarang disetrika, sehingga nampak begitu keriput. Dan itulah wajah engkongnya Gusur.
""Eh iya, Pus, sekalian bayarin punya Engkong, ya"" teriak si Engkong sambil mengacung-acungkan piring bekas somai. Rupanya si Engkong juga baru aja makan somai.
"Ha"" Lupus kembali kaget. "Cucu sama engkong kok nggak ada bedanya!" maki Lupus.
Boim langsung cekikikan. Kik..kik..kik.
"Rasain deh lo, Pus, sekarang kena deh lo dikerjain," sembur Boim kegirangan.
Tapi jauh di dasar hati, sebetulnya Lupus sangat girang, Gusur mau membantu rencananya membela perjuangan Drakuli. Dan sekali-sekali beramal sama engkongnya Gusur kan nggak apa-apa.
"Terus terang, Pus, daku punya trauma dengan soal gusur-menggusur ini. Karena itu daku benci dan ingin menentang penggusuran, kalau itu hanya menyengsarakan masyarakat," cetus Gusur sekembali dari ngembaliin piring somai.
Gusur lalu bercerita panjang-lebar kalau kelahirannya bertepatan dengan penggusuran. Saat itu ibunya tengah hamil tua. Tiba-tiba datang serombongan tim penertib yang tanpa permisi lagi langsung memorak-porandakan rumah Gusur yang memang tinggal di daerah kumuh. Bapak Gusur kebetulan nggak ada di rumah, karena lagi sibuk nyari beling. Saat itulah Gusur lahir menatap dunia. Gusur menjerit keras sekali, tapi tim penertib nggak peduli. Bahkan Gusur yang masih berupa bayi merah bersama ibunya dibawa ke tempat penampungan. Dan itulah yang membuat Gusur terpisah dari bapaknya, karena begitu bapaknya pulang sehabis mencari beling, dijumpainya rumahnya telah rata dengan tanah. Bapak Gusur mencari-cari ke mana keluarganya pergi. Tetapi tidak pernah ketemu, sampai kini, sampai Gusur menjelang dewasa dan tumbuh menjadi remaja yang rada sarap. Ya, gimana mau ketemu kalo sejak bayi Gusur dibuang ibunya ke tong sampah, dan dipungut oleh seorang bapak tua yang nggak jelas identitasnya. Bapak itu baru aja pulang dari kerjanya sebagai pegawai negeri di Departemen Kehakiman, ketika tiba-tiba dilihatnya seorang bayi yang menjerit-jerit di tong sampah. Kebetulan bapak tua itu seorang duda tanpa anak. Akhirnya Gusur kedl diambil dan dipelihara hingga dewasa. Bapak itulah yang kemudian jadi engkongnya Gusur. Hingga kini.
"Begitulah kisahnya, Pus, kenapa daku akhirnya bernama Gusur. Sekarang daku ingin sekali melihat wajah orangtuaku!" kata Gusur sambil terisak.
Boim dan Lupus melongo. Ya, setelah berkawan sekian lama, ia baru tau kisah tragis sobatnya ini. Karena dari dulu Gusur selalu menutup-nutupi, dan gak mau cerita kejadian yang sebenarnya. Di samping Gusur sendiri baru tau setelah umur enam belas tahun, diceritain engkongnya. Karena Gusur dianggap udah cukup dewasa, cukup kuat nerima kenyataan pahit seperti itu.
"Lupus dan Boim juga ikut-ikutan terisak.
"Kisah hidup kamu tragis ya, Sur. Tapi kalo kamu pengen banget ngeliat
tampang ibu kamu, coba aja kamu pake rok. Rasanya nggak jauh beda!" saran Boim. Dan Gusur mengangguk-angguk.
"Ah, udah deh, Sur. Jangan nangis. Kita toh gak bisa mengubah takdir. Dan untunglah kamu ternyata cukup tegar menerima kenyataan pahit ini. Kamu hebat. Tapi daripada mengingat-ingat peristiwa sedih, mending kila merencanakan persiapan buat besok malem!" saran Lupus. Ketiganya lalu berkemas-kemas, mempersiapkan segala sesuatu yang dibuluhkan untuk membantu Drakuli.
*** "Kini masalah membantu Drakuli udah selesai. Dan Lupus ngerasa punya tugas satu lagi, yaitu memperingatkan Mami soal Oom Agus.
Ya, sore ini, sepulang dari rumah Gusur dan Boim, Lupus dan Lulu sepakat mau menegur Mami. Mau menjelaskan siapa Oom Agus itu. Dan menyarankan sebaiknya Mami gak usah berhubungan sama orang yang walaknya culas seperti itu.
Tapi jelas, negur orangtua itu gak semudah negur si Boim. Lupus dan Lulu kudu atur strategi. Kudu nyari waktu dan tempat yang pas, biar gak terjadi salah paham.
"Kamu aja, Lu, yang ngomong ke Mami. Kamu kan cewek. Biasanya sesama cewek lebih enak kalo bicara," ujar Lupus berbisik.
Saat itu mereka liat Mami lagi bengong aja sambil nonton tipi.
"Aaah, Lupus aja, deh. Kamu kan yang tuaan."
"Aduh, saya gak tega, Lu. Takut Mami tersinggung," ujar Lupus lagi sambil mendorong Lulu, ketika dua anak itu sedang mengendap-endap di balik tembok.
Lulu jadi terperosok kena tumpukan kardus katering.
Mami kaget, lalu menoleh.
Diliatnya Lulu udah cengar-cengir, sambil ngeberesin kolak katering yang tadi udah disusun rapi sama Mami. Mami mengernyitkan alis.
"Eh, M-mi, i-itu Lupus t-tadi yang ngejorokin."
Mami cuma diam. Dan Lulu dan Lupus baru tau kalo saat itu tampang Mami kayaknya lagi kusut banget. Mikirin sesuatu.
"E-eh, Mi, s-ssebetulnya Lupus m-mau ngomong s-sesuatu...," ujar Lulu merasa udah telanjur kepergok ngintip Mami.
"Enggak, Mi. Lulu yang mo ngomong!" kata Lupus sewot sambil keluar dari persembunyiannya.
"Ngomong apa"" lanya maminya dengan suara dalar.
Selesai membereskan kardus, Lulu duduk menyelonjor di dekat kaki Mami.
""A-anu, Mi, Lulu mau cerita tentang problem temen Lulu yang namanya Drakuli itu." Lalu Lulu pun mulai bercerita dari awal, tentang penggusuran tanah pemakaman milik keluarga Drakuli yang uang gantinya tak sesuai. Dan Lupus menambahkan soal Oom Agus.
"Mami harus hati-hati sama Oom Agus," Lupus berkata hati-hati. "Lupus sebetulnya sih nggak mau mengganggu hubungan Mami sama Oom Agus, walo Lupus jelas-jelas nggak suka Mami punya hubungan khusus sama Oom Agus. Kalo Mami suka sama Oom Agus, itu adalah hak Mami. Lupus juga bisa mengerti perasaan dan kebutuhan Mami. Tapi sebagai anak kan boleh Lupus mengingatkan. Sebab Lupus liat Oom Agus itu bukan orang yang baik!"
Mami yang tangannya memegang kapas, bekas membersihkan muka pakai susu pembersih, tak bereaksi. Kapas di tangan Mami diremas-remas oleh Mami hingga berbentuk seperti muka nenek-nenek yang keriput. Lupus jadi cemas juga. Takut Mami tersinggung. Sebab selama jadi anak Mami, rasanya Lupus belon pernah ngeliat sikap Mami yang seperti itu. Lulu memandang ke arah Lupus dan ke arah Mami berganti-gantian. Pita warna-warni yang hari itu menghiasi rambut Lulu jadi bergoyang-goyang seperli kupu-kupu.
"Ng... Mami marah, ya"" tanya Lulu kemudian.
"Iya... Mami marah ya, Lupus ngomong kayak tadi"" timpal Lupus.
"Mami masih tetap diam. Lulu lalu berdiri, hingga Mami terkejut, dan kapas di tangannya terjatuh. Kemudian terdengar isak Lulu yang memilukan.
"Mi..., Lulu sayang Mami. Betul, Mi. Lulu tau, Lulu nggak berhak melarang-larang Mami. Lulu tau, Lulu nggak berhak memiliki Mami sepenuhnya. Mami juga perlu sesuatu untuk membahagiakan diri Mami. Tapi kenapa harus Oom Agus sih yang Mami pilih" Apakah nggak ada oom-oom lain yang lebih baik dari Oom Agus""
Lupus memeluk pundak Lulu, dan membimbingnya ke kamar. Lulu menangis di pundak kakaknya.
"Kita harus memberi waktu Mami untuk berpikir," bisik Lupus lembut.
*** "Sinar mentari pagi menerobos memasuki jendela kamar Lupus seiring dengan cericit burung gereja yang meninggalkan s
arangnya. Sinar mentari yang hangat-hangat kuku itu langsung jatuh menimpa muka Lupus. Lupus tergeragap. Dikucek-kuceknya matanya. Dan Lupus ampir bobo lagi, kalo nggak sebuah sapaan lembut keburu memanggilnya.
"Lupus..., bangun, ini udah siang, lho!"
Lupus membuka matanya pelan-pelan. Di depannya diliatnya Mami berdiri dengan senyum yang manis sekali. Eh, tumben sepagi ini Mami udah dandan. Mami keliatan cantik sekali. Memang akhir-akhir ini, sejak kenal Oom Agus, Mami kembali kayak anak puber. Suka berdandan rapi. Tapi biar gitu Mami juga nggak pernah dandan sepagi ini. Biasanya Oom Agus kalo datang ke rumah kan pas menjelang malam, atau siang hari. Nggak pernah pagi-pagi, karena Mami masih sibuk ngurusin katering.
Tapi pagi ini Mami udah berdandan rapi sekali. Walau baju yang dikenakannya adalah baju-baju lama, tapi tetap terkesan Mami berusaha untuk tampil beda. Lagi pula nggak biasa-biasanya Mami menghadiahkan satu senyum manis buat Lupus sepagi ini. Ada apa"
Lupus pelan-pelan bangkit dari tidurnya. Memandang Mami sebentar. Kemudian duduk di tepi ranjang, sebelum akhirnya berkukuruyuk panjang sekali di ambang jendela sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Ih, emangnya Lupus ayam" Tapi pagi itu Lupus emang lagi berpura-pura jadi ayam. Mami aja sampe ketawa cekikikan.
"Lupus, apa-apaan sih kamu!" teriak Mami sambil masih menyisakan senyum di bibirnya. Lupus nggak ngejawab, tapi malah berkukuruyuk sekali lagi. Suaranya panjang dan melengking, "Kukuruyuuuuuk...."
Mami masih mengguncang-guncang pundak Lupus, ketika akhirnya Lupus menarik tangan Mami. Dan menyeretnya hingga mendekati ambang jendela.
""Lupus, apa-apaan sih kamu!" pekik Mami terseret-seret.
"Mami suka nggak kalo Lupus berkukuruyuk terus!" tukas Lupus sambil melepaskan tangan Mami.
Mami lalu menepuk-nepuk kepala Lupus sebelum akhirnya ngejawab, "Ya nggak dong, emangnya anak Mami ayam apa""
"Nah, Lupus masih akan berkukuruyuk terus kalo Mami nggak jawab pertanyaan Lupus."
"Pertanyaan apa"" Mami jadi kebingungan.
"Kenapa pagi-pagi begini Mami udah dandan secakep ini. Mau pergi sama Oom Agus lagi, ya"" tanya Lupus bernada merajuk, lalu langsung berkukuruyuk lagi sebagai tanda protes.
Tapi Mami malah cekikikan geli.
"Kukuruyuuuk...!" kokok Lupus lagi.
"Lupus, udah ah. Kamu kok sekarang cemburuan banget, sih"" tukas Mami sambil mengguncang-guncang bahu Lupus.
"Terserah Mami mau bilang apa. Tapl kalo pagi ini Mami mau pergi sama Oom Agus lagi, Lupus mau berkukuruyuk terus. Dan ntar malam Lupus nggak mau tidur di sini, tapi tidur di kandang ayam. Biarin, pokoknya Lupus mau jadi ayam. Lupus emang udah lama janji kalo" frustrasi mau jadi ayam. Nah, sekarang lagi frustrasi gara-gara Mami, jadi Lupus mau jadi ayam!" rajuk Lupus.
"Lupus..., Lupus..., jangan suka berprasangka buruk dulu, dong. Belon diselidiki, belon ditanya, kok udah ngambek gitu, sih. Percayalah, hari ini Mami nggak dandan buat Oom Agus. Mami udah nggak punya hubungan lagi sama Oom Agus. Kan kamu dan Lulu yang memintanya kemarin," ucap Mami panjang-lebar.
"Ah, yang bener, Mi"" Lupus terpekik kegirangan.
Mami tersenyum. "Terus kalo bukan buat Oom Agus, lalu sekarang Mami dandan buat siapa""
"Buat Oom Irwan."
"Ha...!" Lupus kaget.
Mami cekikikan. Lupus udah siap-siap me rajuk lagi. Untung Mami buru-buru mengusap-usap kepala Lupus.
"Lupus, denger ya, kamu nggak usah ngambek lagi. Percayalah, Pus, hari ini Mami dandan buat kamu dan Lulu. Sekarang Mami baru sadar, kalo milik Mami yang paling berharga adalah kalian berdua. Maafkan Mami yang selama ini khilaf. Menganggap Oom Agus bisa melindungi Mami, tapi ternyata Oom Agus meminta pengorbanan yang teramat besar. Oom Agus telah menjauhkan Mami dari kalian," kata Mami sambil membelai-belai kepala Lupus.
Lupus memandang Mami dengan takjub. Dan memeluknya erat-erat.
Mami mencium kepala Lupus.
"Bener nih, Mi"" Hati Lupus berbunga-bunga.
"Mami nggak ingin membohongi kamu, dan juga nggak ingin membohongi hati Mami sendiri. Nah, sekarang cud muka cepet. Mami tunggu di meja makan. Mami iJdah siapin makanan yang paling kamu doyan,
gado-gado! Mungkin Lulu udah rapi mandi, dan udah nunggu di meja makan."
Mami langsung mengusir Lupus dengan mendorong-dorong pundaknya.
"Oke, Mi, nggak usah diusir kayak gini Lupus juga mau, kok," sambut Lupus. Dan Lupus segera ngacir ke kamar mandi dengan melompat-lompat seperti kanguru.
Mami kembali tersenyum manis, mengalahkan manisnya senyum mentari yang bersinar lembut di pagi itu.
*** "Dan pagi itu nggak seperti pagi-pagi yang lain. Pagi itu sesuatu yang indah telah mengisi rumah Lupus. Pagi yang penuh aroma bunga, sehingga seluruh sudut-sudut rumah Lupus seperti mengeluarkan wangi yang semerbak.
Lulu, Lupus, dan Mami duduk di meja makan menghadapi makanannya masing-masing. Pagi ini Mami telah memasak sesuatu yang istimewa buat anak-anaknya. Lupus dengan lahapnya menyantap gado-gado yang disediakan Mami. Hari ini memang hari istimewa.
Tentu yang mendapat perlakuan istimewa nggak cuma Lupus. Tapi juga Lulu. Mami yang biasa suka sirik kalo ngeliat Lulu makan sambil ongkang-ongkang kaki dan bersenandung kecil, "kali i"i membiarkan Lulu melakukan kebiasaannya itu. Mami juga membuat masakan kesukaan Lulu, yaitu bistik daging sapi yang diberi banyak bawang goreng. Dan Lulu kayaknya menikmati betul semua itu.
Sedang Mami memandangi Lupus dan Lulu dengan senyum penuh kedamaian. Senyum yang sejak beberapa waktu lalu sempat hilang dari Mami. Ya, bukankah di hari-hari yang lewat Mami sempat direbut oleh Oom Agus. Sehingga Mami begitu jauh dengan Lulu dan Lupus. Mami jadi sentimentil dan mementingkan dirinya sendiri. Mami juga gampang marah. Pokoknya Mami seolah-olah sudah melupakan anaknya, Lupus dan Lulu.
Tapi hari ini adalah hari yang lain. Hari yang istimewa. Mami telah kembali menjadi Mami yang manis. Mami yang memperhatikan kepentingan anak-anaknya. Wajah kusutnya yang sering ditampakkan di hari-hari kemarin, kini diganti dengan senyum lembut. Ya, pagi ini mendung tebal yang menyelimuti rumah Lupus, tiba-tiba sirna dengan perubahan sikap Mami yang drastis.
Mami mengusap-usap kepala Lulu yang kini terkagum-kagum menemukan maminya kembali.
"Lupus dan Lulu, Mami juga nggak tau kenapa Mami jadi begini. Mungkin semua ini memang keinginan Mami. Tapi mungkin juga semua ini bukan keinginan Mami. Udah sejak lama Mami merasakan banyak yang berubah di rumah ini sejak Mami dekat sama Oom Agus. Yah, Mami akui sekarang, hubungan Mami dengan Oom Agus memang bukan sekadar hubungan bisnis. Entah mengapa akhir-akhir ini Mami begitu butuh seseorang yang dapat melindungi Mami. Tentu juga yang dap"t melindungi kalian, anak-anak Mami. Mami seperti nggak kuat jalan sendiri, Mami merinduka" papimu. Tapi makin Mami rindu, makin Mami sadar kalau papimu tak akan pernah kembali lagi kemari. Juga tak akan pernah kembali lagi pada kalian.
"Mami sayang kalian, bahkan Mami sangat sayang kalian...," Mami berkata panjang tapi de"ngan nada yang lirih. Sebutir air mata Mami jatuh membasahi pipi yang putih bersih.
Lupus membetulkan posisi duduknya.
"Lulu juga minta maaf, Mi," ujar Lulu sambil memotong bistiknya yang rada alot, "kalo selama ini Lulu udah menyusahkan Mami dengan tingkah laku Lulu yang aneh-aneh, sehingga Mami merasa tersiksa. Tapi semua itu sebetulnya cuma protes Lulu aja, supaya Mami s"adar. Supaya Mami nggak menjauhkan Lulu dari Mami. Terus terang Lulu betul-betul nggak rela kalo Mami sampai direbut orang lain. Apalagi sama Oom Wedus itu, Mi...."
"Lu, Oom Agus, Lu, bukan Wedus...," Lupus memperingatkan.
"Apalah, Wedus kek, Angus kek, yang penting artinya sama aja. Sama-sama bikin kuping gue alergi kalo denger namanya disebut," jawab Lulu cuek.
Mami tersenyum kecut. "Oom Wedus itu orang jahat, Mi," lanjut Lulu bersemangat. "Penindas rakyat kecil. Orang yang cuma mau cari untungnya sendiri tanpa menghiraukan penderitaan orang lain!"
Tapi kemudian Lupus penasaran juga, ingin tau sebabnya, kenapa kok Mami tiba-tiba jadi berubah begini.
"Kenapa memangnya, Pus"" tanya Mami tersenyum menggoda.
"Karena begini, Mi," ujar Lupus sok bijak. "Berkali-kali Lupus bilang, Lupus dan Lulu emang nggak suka Mami berhubungan dengan Oom Ag
us. Tapi sebetulnya kita-kita kan juga nggak berhak merusak kebahagiaan Mami sendiri. Itu memang hak Mami. Kalo keputusan kita-kita ini berarti merusak kebahagiaan Mami, lebih baik Mami nggak usah memutuskan hubungan Mami dengan Oom Agus. Mami udah cukup berkorban untuk Lupus dan Lulu.
"Mami udah cukup memberikan kasih sayang dan kerja keras untuk Lupus dan Lulu sejak kepergian Papi. Kini biarlah Lupus dan Lulu yang berkorban untuk kebahagiaan Mami. Mami tak usah memutuskan hubungan Mami dengan Oom Agus kalau itu cuma bikin Mami menderita. Bukan begitu, Lu""
Lupus minta pendapat Lulu.
Lulu menggeleng kuat-kuat. Ia sebel ngeliat Lupus yang sok bijak. Padahal dia kan tau siapa si Wedus itu! Ih, ngerusak suasana aja, rutuk Lulu dalam hati.
Tapi Mami lagi-lagi tersenyum.
"Lupus..., Lulu..., keputusan Mami boleh jadi karena cerita tentang ulah kurang baik Oom Agus, seperti cerita kalian kemarin. Tapi jauh sebelum itu sebetulnya Mami udah menimbang, mengamati, dan sampai akhirnya Mami berani memutuskan, kalau Oom Agus memang nggak cocok buat Mami.
"Mami kan udah bilang, kalau Mami sampai dekat sama Oom Agus, atau siapa pun, itu semua semata untuk kebahagiaan kalian berdua, selain Mami juga butuh perlindungan dari seseorang seperti yang pernah diberikan almarhum papimu pada Mami.
"Waktu itu kebetulan Mami berkenalan dengan Oom Agus. Melihat potongannya yang simpatik, dan tingkah lakunya yang lembut, Mami pikir, dialah orangnya yang akan memberikan perlindungan pada Mami. Hingga akhirnya Mami tertarik pada Oom Agus...."
"Ah, kesimpatikan dan kelembutannya cuma di depan Mami aja, Mi," tiba-tiba Lulu memotong ucapan Mami dengan ketus.
Lupus langsung menjitak Lulu.
"Lulu denger dulu kek omongan Mami sampai abis!" bentak Lupus.
Lulu nginyem. ""Ayo deh, Mi, terusin omongannya!" pinta Lupus.
"Begitulah, semula Mami tertarik pada Oom Agus dengan harapan Oom Agus bisa memberikan apa yang menjadi keinginan Mami. Kasih sayang, perlindungan, dan perhatian pada kalian. Tapi nyatanya tingkah laku Oom Agus makin hari makin nggak jelas terhadap Mami. Mami bukannya mendapatkan apa yang Mami inginkan, tapi Oom Agus malah banyak minta yang nggak-nggak dari Mami. Udah usaha katering Mami masih begitu-begitu aja, dan Oom Agus cuma bisa janji-janji surga, ditambah Oom Agus bHang terus terang ke Mami kalau dia tak suka sama kalian berdua. Oom Agus mau mengawini Mami hanya kalau Mami rela meninggalkan kalian...."
"Dia bilang gitu, Mi"" teriak Lulu kesel.
"I-iya...," Mami menjawab gugup.
"Oom Agus keparaaaat!" maki Lupus.
"Eh, boleh kan Mami ngelanjutin omongan Mami...""
"Oh boleh, Mi, boleh...," tukas Lupus.
"Ya, sejak itulah Mami mulai ragu dengan Oom Agus. Mami memang butuh kasih sayang, butuh perlindungan, tapi apa gunanya kasih sayang dan perlindungan kalau Mami harus berpisah dengan kalian.
"Akhir-akhir ini Mami sudah terasa jauh dari kalian. Lulu sering bertingkah laku aneh, Lupus nggak pernah menegur Mami, itu aja udah bikin Mami sedih. Apalagi harus berpisah dengan kalian. Kini Mami mengerti kalian adalah segalanya bagi Mami. Kalianlah kasih sayang Mami, perlindungan Mami, dan harapan-harapan Mami...
"Maafkan Mami ya, Lupus dan Lulu, Mami telah khilaf selama ini...." Akhirnya Mami nggak tahan lagi membendung air matanya.
Lulu juga ikut-ikutan nangis, dan memeluk Mami erat-erat. Lupus tersenyum bahagia, dan melanjutkan melahap gado-gadonya.
Tapi di tengah suasana haru itu, tiba-tiba Lulu nyeletuk.
"Mi, seandainya ada orang lain lagi yang naksir Mami, dan orang itu baik, apa Mami mau" Kebetulan Lulu ada kenalan orang seperti itu."
"Wah, apa masih ada orang yang naksir Mami"" tanya Mami antusias.
"Ada. Pak Gali," jawab Lulu singkat.
Lupus terperanjat, lalu teriak-teriak sebel" "Luluuuu, jangan bercanda kamu, ya! Gak sudi gue punya bapak tampangnya kayak drakula gitu. Jangan, Mi, jangan mau sama tawaran Lulu!"
Lulu cekikikan. Mami juga cekikikan setelah dikasih tau kalo Pak Gali itu adalah bapaknya Drakuli, dan tampangnya serem banget persis drakula.
BAB 10 PERTEMPURAN AKHIR SEBUAH buldoser cukup besar tampak diparki
r pelan-pelan di depan dinding tembok yang memagari areal tanah pekuburan nan luas milik keluarga Drakuli. Mesinnya dipakein peredam suara biar nggak nimbulin rasa curiga keluarga Pak GaIi yang tanahnya mau digusur itu.
Dan dengan dipimpin Oom Agus langsung, akhirnya tim penggusur itu emang kembali lagi ke kuburan. Dengan gaya kayak tentara gerilya, orang-orang itu kemudian turun berloncatan juga tanpa menimbulkan suara. Rombongan kali ini formasinya lebih kuat. Lebih lengkap. Lebih fit. Lebih menggigit. (Sebagian besar yang ikutan itu emang pada langsung ngegigit-gigitin rumput kuburan! Pada laper kali.)
"Meski Oom Agus dan anak buahnya mulai sadar, bahwa penghuni pekuburan itu bukan sejenis setan, melainkan manusia biasa, tapi Oom Agus tetap menyertakan beberapa dukun yang kesaktiannya dianggap melebihi Mbah Jagal. Bahkan beberapa dukun yang ikut itu sempat di-training dulu di kuburan-kuburan keramat yang terkenal angker. Malam ini Oom Agus betul-betul bertekad mengusir Pak Gali yang dirasanya udah terlalu membandel. Selain itu Oom Agus udah didesak oleh pihak investor agar lekas-lekas mengosongkan areal itu, karena proyek pembangunan pusat pertokoan akan segera dilaksanakan.
Kodir yang ternyata belum dipecat dari jabatannya, malam itu membawa senjata andalannya, berupa golok tajam buatan Cibatu. Konon golok itu mengandung tuah mampu mengusir roh-roh jahat. Golok yang menurut Kodir warisan dari buyutnya itu cuma boleh dipergunakan sekali setahun. Itu sebabnya kenapa di hari-hari kemarin Kodir nggak mempergunakan golok itu buat mengusir Drakuli dan Pak Gali yang dianggapnya setan gentayangan. Tapi sekarang saatnya Kodir boleh mempergunakan golok itu. Dan malam ini Kodir betul-betul ingin menebus dendam kesumatnya terhadap Drakuli yang telah sering mengecohnya. Apalagi sekarang Kodir tau Drakuli bukan setan yang sulit dikalahkan. Drakuli cuma seorang remaja yang nggak punya kepandaian silat. Dan Kodir yakin banget bisa mengalahkan Drakuli. Karena sebagai centeng, Kodir memiliki kepandaian silat. Dan selama itu pula Kodir jarang dipecundangi siapa pun, kecuali oleh orang yang telah mempecundanginya. Pendeknya Kodir sakti mandrabokir eh, sori, maksudnya sakti mandraguna. Karena sejak muda Kodir gemar mengembara dari satu kampung ke kampung lain untuk berguru kepada orang-orang yang dianggapnya sakti.
"Dan sekarang adalah saatnya gue ngebuktiin i1mu-iImu yang udah gue pelajari," desis Kodir yakin.
Anak-anak buah Kodir yang rata-rata punya kepandaian silat, nampaknya juga ingin menebus dendam kesumatnya terhadap Drakuli. Mereka betul-betul keki sama Drakuli yang selalu mengecoh mereka, sehingga membuat mereka sering dimaki-maki Oom Agus.
"Dan sekarang jangan arep lo bisa ngeledekin gue lagi, deh. Sekarang saatnya lo mampus, hei setan kuburan," sergah Dudung seraya membetulkan goloknya yang terselip di pinggang.
Sebagaimana halnya Kodir, Dudung dan rekan lainnya juga membawa senjata yang menjadi andalan mereka. Langkah mereka mantap sekali karena yakin bakal menang.
Malam ini bakal terjadi perang besar. Perang yang bakal menghancurkan kuburan tempat Drakuli tinggal. Bumi gonjang-ganjing. Karena itu malam ini agaknya bakal jadi ujian terberat bagi Drakuli. Apalagi bila ngeliat persenjataan yang dibawa para dukun sewaan Oom Agus. Nampaknya tipis harapan Drakuli mampu menghadapi mereka. Para dukun itu nggak lagi menghadapi, Drakuli dengan kemenyan, sapu lidi, atau lisong. Itu sih kuno. Yang dibawa para dukun itu sekarang adalah bom molotov, meriam, rudal scud, atau senjata sejenisnya yang bisa menghancurkan segala sesuatu yang disentuhnya. Resep ini mereka dapatkan waktu mengikuti training di kuburan-kuburan angker di luar negeri. Nampaknya malam ini Oom Agus betul-betul ingin mengusir Drakuli dari sarangnya.
"Kesabaran saya betul-betul sudah habis, jadi kalian kerja yang becus, ya!" sungut Oom Agus memberikan ultimatum pada anak buahnya.
"Iya, Pak!" jawab anak buahny" serentak.
"Nah, sekarang kalian bisa mulai bekerja!" Oom Agus langsung memberi perintah.
Bulan menggantung di awan. Angin berkesiur dingin. Lalu bagai
mana nasib Drakuli" Betulkah malam ini ia akan terusir dari tanah kelahirannya" Tanah yang begitu disayanginya, karena merupakan harta satu-satunya yang paling berharga. Ah, jangan pesimis dulu, dong! Karena dengan dibantu Lulu, Lupus, Boim, dan Gusur, Drakuli nampaknya udah siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi yang dilancarkan oleh Oom Agus dan antek-anteknya. Drakuli udah mempersiapkan segala sesuatunya demi menghadapi Oom Agus atas saran Lupus dan Lulu. Jauh-jauh hari, karena yakin Oom Agus bakal datang lagi dengan kekuatan yang lebih besar, anak-anak telah memasang jebakan-jebakan di sekitar pekuburan. Jebakan yang dirancang demikian sempurna. Dan karena Drakuli amat menguasai medan, sebab sejak kecil ia akrab di lingkungan tanah pekuburan itu, tak sulit bagi Drakuli mencari celah yang bisa dimanf"atkan buat jebakan. Apalagi anak-anak juga dilengkapi persenjataan yang nggak kalah canggih dengan yang dimiliki anak buah Oom Agus. Artinya, mereka udah siap perang!
Betul juga. Begitu melewati pintu gerbang utama, anak buah Oom Agus langsung melihat bayangan-bayangan hitam melintas di antara semak-semak. Bayangan-bayangan hitam itu saling lompat demikian lincahnya. Seperti monyet sirkus. Tapi juga langsung lenyap di semak-semak begitu cepatnya. Besarnya rata-rata sama. Cuma ada satu yang besarnya dua kali lipat bayangan hitam lainnya. Itulah bayangan Pak Gali, yang tentunya ikutan dalam pertempuran malam ini. Dan bayangan-bayangan lainnya adalah anak-anak. Nggak seperti biasanya, malam ini baik Lupus, Boim, Lulu, Kunti, maupun Gusur semua mengenakan jubah hitam. Begitu juga Pak Gali. Jadi nggak cuma Drakuli doang. Makanya, demi melihat bayangan-bayangan hitam yang ujudnya seperti drakula itu, anak buah Oom Agus jadi keder juga.
"Wah, drakulanya sekarang nggak cuma satu. Tapi banyak!" keluh Kodir. "Jangan-jangan semua drakula yang ada di seantero kuburan Jakarta di-calling semua, nih!"
"Ah, mereka bukan drakula. Mereka manusia biasa seperti kita juga!" jelas Dudung dengan menekan perasaan takutnya.
"Orang kok bisa lompat-lompatan seperti bajing"" Kodir masih ngeyel. "Gue kan udah sering banget ngeliat drakula, Dung."
"Di mana lo sering ngeliat drakula, Dir"" sungut Dudung kesel sambil ketakutan.
"Di komik silat!" tukas Kodir cuek.
Sementara itu seorang dukun yang mengenakan celana jins robek-robek dengan potongan rambut ala metal, sibuk memasang bom molotov-nya. Dan sambil menjamp"-jampi, "Ang, ngeng eng, ngok... Mi goreng mi godok, mata lo jereng gue colok! Brreett...!" Dukun itu lalu menyembur molotov-nya pake uap idungnya.
"Dukun sial, kalo mo nyembur liat-liat dong, kuping gue kena, nih!" temen di sebelahnya protes.
"Sori, Brur, gak sengaja."
"Lagi, pake nyembur-nyembur segala mo ngapain, sih""
"Pake nanya-nanya lagi. Ya jelas mau nyerang, goblok!"
"Bilang-bilang dong, kalo mau nyerang."
"Udah jangan banyak cingcau, eh, maksud gue jangan ban yak cincong, deh!" bentak "si dukun. "Korek, mana korek"" jeritnya kemudian.
""Korek apa, korek kuping"" sambut temannya yang barusan kena sembur, yang rambut metalnya dihiasi headband, hingga mirip roker betulan. Hihihi... dukun-dukun sekarang nggak mau ketinggalan mode juga rupanya.
"Korek api, goblok!" jawab si dukun pertama kesel.
"O, korek api. Bilang, dong! Nih," tukas si dukun kedua seraya menyerahkan korek api Zippo cap duren tiga. Si dukun pertama langsung menyamber. Lalu menyalakan bom molotov-nya yang terbuat dari botol Coca-Cola.
"Nah, sekarang kalian boleh ngerasain gimana enaknya botol Coca-Cola ini, hei para drakula jelek!" tukas si dukun pertama sambil ingin melempar born molotov-nya dan menjampi-jampi lagi biar lemparannya gak meleset.
"Awas, kalo semburannya kena kuping gue lagi gue timpuk sendal pala lo!" ancam temennya.
"Kalo gak mau kena lo-nya sonoan, dong!" tukas yang ingin melempar molotov-nya. "Ang ing ung... ung eng ong, kucing belang berdengung-dengung, nyolong ikan di dalam tong. Hiyaaat...!" ..
Botol Coca-Cola itu melayang-layang di kepekatan malam. Lalu jatuh di antara semak-semak tempat anak-anak bersembunyi. Oom Agus da
n anak buahnya buru-buru menutup telinga dan tiarap.
"Sebentar lagi mereka akan hancur!" desis si dukun girang. "Bom itu selain saya isi mesiu, juga saya campur daun kentut-kentutan! Pasti pada semaput."
Tapi setelah ditunggu beberapa lama, ternyata bom molotov yang tadi dilemparnya belum juga meledak.
"Lho, kok bomnya bisu"" tanya Oom Agus.
"Sebentar lagi juga meledak, tenang aja!" jawab si dukun.
"Berapa lama lagi""
"Kira-kira lima hari lagi!"
Lupus Drakuli Kuper di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebuah tamparan lalu mendarat di kepala si dukun.
"Jangan bercanda lo, ya!" bentak Oom Agus. "Orang lagi perang masih bercanda aja!"
Setelah ditunggu sekian lama lagi, bom molotov itu memang akhirnya nggak meledak. Karena begitu bom molotov itu jatuh tadi, Drakuli dengan berani langsung mengejarnya dan mencabut sumbunya.
"Sekarang giliran kita ngebales!" saran Drakuli pada kawan-kawannya kemudian. Anak-anak pun segera mencabut sumpitan yang terselip di pinggang mereka. Lupus memasukkan sebatang jarum yang di belakangnya diberi bulu ayam ke dalam lubang sumpitan. Gusur, Boim, Lulu, dan Kunti yang udah selesai melakukan itu, segera mengendap-endap di antara gerumbulan daun kaca piring. Mereka berusaha mendekati gerombolan Oom Agus dengan merayap-rayap. Disusul Pak Gali, Lupus, dan Drakuli yang menyebar ke arah yang berlainan.
""Tenang dong, Sur. Kok lo gelisah amat, sih!" tegur Boim pada Gusur yang wajahnya keliatan tegang. Keringat mengucur diseputar wajahnya menahan takut. Keringetnya gede-gede banget, Jadinya selain nahan takut, Gusur juga keberatan nahan keringet. Lagi mentang-mentang gendut, keringetnya ikut-ikutan gendut, sih. Hihihi. Gusur memang dikenal paling pengecut dalam rombongan itu.
"Gimana kalo orang-orang itu melihat kita, Im. Habislah kita," rengek Gusur sambil memunguti terus keringetnya atu-atu.
"Ah, gue jamin dia nggak bisa ngeliat kita, deh. Yang penting lo tenang. Soalnya gue juga takut, nih."
"Ah, jadi dikau juga takut, Im""
"Iya." Lulu dan Kunti cekikikan.
"Hus!" sergah Boim.
Tawa cekikikan Lulu dan Kunti justru membuat rombongan Oom Agus was was.
"Wah, suara apa itu"" tanya Njum, salah satu a"ggota rombongan Oom Agus yang sengaja dipasang di baris depan.
"Kuntilanak, kali," jawab yang lainnya, yang namanya Ajo.
"Jangan sembarangan lo, Jo," ujar temennya sok tau. "Mana ada setan, sih" Kan lo udah tau kalo yang sering berkeliaran di sini, tuh, bukan setan atau drakula, melainkan manusia biasa.
Tapi... siapa tau"" Temennya itu langsung bergidik.
Hihihi... Lulu dan Kunti cekikikan lagi.
Seiring dengan itu, Lulu dan Kunti lalu membidikkan sumpitnya ke leher Ajo. Slup! Lulu dan Kunti meniup sekuat tenaga sumpitnya. Peluru jarum melesat. Dan tepat kena di leher Ajo.
"Aduh!" pekik Ajo tertahan. Belum sempat Ajo sadar apa yang telah terjadi, lagi-lagi pantatnya terasa sakit seperti disengat kalajengking.
""Aduh! Aduh!" Ajo terpekik beruntun. Gusur dan Boim cekikikan, lalu melakukan toast. Buah-buah peluru jarum yang mereka tiup kuat-kuat tepat mengenai pantat Ajo. Tapinya toast yang dilakukan Gusur dan Boim itu nggak tepat. Artinya tangan Gusur melayang ke muka Boim, begitu tangan Boim melayang ke muka Gusur.
Jadinya muka mereka saling kena tabok.
"Im, dikau ini gimana, sih. Kalo mau toast tuh antara tangan dan tangan. Masa tanganmu kau lemparkan ke mukaku, sih!" protes Gusur.
""Lo juga gimana, sih. Kalo mau toast liat ke sini, jangan meleng begitu. Apa lo kira tangan lo itu mendarat di tangan gue, hah" Tangan lo mendarat di muka gue juga, tau!"
"Hah, mendarat di muka kau, Im" Jadi kita sama, dong. Hahaha, kalo gitu mari kita toast lagi, yuk."
"Ogah!" Sementara Ajo masih kesakitan, dari arah lain juga terdengar jerit kesakitan yang datangnya dari Kodir, Dudung, dan Oom Agus. Mereka mengusap-usap leher, sambil berusaha mencabut jarum yang menusuk ke daging sekitar berapa mili. Nggak jauh dari persembunyian mereka, Pak Gali, Lupus, dan Drakuli juga melakukan toast sukses. Jarum-jarum yang menusuk perut Kodir, Dudung, dan Oom Agus memang milik mereka.
Kini tinggal para dukun yang belum tersentuh apa-apa.
"Ini kan berkat ilmu yang kita
miliki, jadi setan-setan itu tak mampu melukai kita," sesumbar seorang dukun. Tapi baru aja gema kata-katanya lenyap, tiba-tiba dukun itu menjerit histeris sambil memegang jidatnya yang benzol.
"Hehehe... rasain sekarang dukun sombong!" dengus Drakuli dari tempat persembunyiannya sambil kembali sibuk memasang sebutir kelereng di katepelnya. Lupus dan Pak Gali juga melakukan kegiatan serupa. Lalu... "Aduh! Aduh!" terdengar jerit kesakitan dan para dukun yang lain.
Rombongan Oom Agus akhirnya lari tunggang-langgang dari tempat semula. Mereka kocar-kadr berusaha menyelamatkan diri masing-masing.
Kunti, Lulu, Gusur, dan Boim tertawa terpingkal-pingkal dari tempat persembunyian mereka. Begitu juga Pak Gali, Lupus, dan Drakuli. Dan tawa mereka makin menjadi-jadi waktu lagi-lagi terdengar jerit kesakitan dari para anak buah Oom Agus.
"Hahaha... rupanya karung pasir yang kita pasang di pohon tepat mengenai sasarannya," tutur Drakuli kegirangan. Tadi dalam upaya mereka memasang jebakan-jebakan, anak-anak memang sempat memasang karung pasir di pohon. Pasir itu diikat dengan seutas tali yang direntangkan di antara rumput-rumput. Nah, apabila rumput itu tersandung kaki, otomatis, orang yang ada di bawahnya ketiban karung pasir yang diikat tali itu. Dan jebakan-jebakan itu sengaja dipasang di daerah-daerah yang pasti dilalui orang-orang itu kalo mau menyelamatkan diri ke luar pekuburan.
"Padahal, masih ada beberapa karung pasir lagi yang bakal mereka nikmati, ya"" tukas Lupus berseri-seri.
Pak Gali juga ikut-ikutan tersenyum.
"Yuk, sekarang kita bergabung dengan Lulu cs!" ajak Drakuli. Lupus langsung menyetujui. Mereka lalu mengendap-endap ke tempat persembunyian Lulu cs.
Sementara itu tim penggusur masih kepuyengan karena ketiban karung pasir. Begitu mendingan, mereka bermaksud bangkit dan pergi dari situ. Tapi baru beberapa tindak mereka melangkah, tiba-tiba mereka melihat beberapa bayangan hitam bergelantungan di pohon. Bayangan itu seolah-olah terbang dan hinggap dari satu pohon ke pohon yang lain. Lalu terdengar suara cekikikan yang keras sekali.
"Wah, ternyata mereka betul-betul setan!" desis Ajo sambil pasang ancang-ancang untuk ngibrit.
Begitu Ajo lari, yang lainnya segera menyusul. Termasuk para dukun yang berdandan ala metal.
Lupus kembali ketawa cekikikan.
"Hehehe... berhasil lagi. Baju-baju yang kita gantung itu telah menunaikan tugasnya dengan baik," seru Lupus. Rupanya hantu yang diliat oleh tim penggusur beterbangan di antara pohon, adalah baju-baju yang digantung pada seutas tali. Lalu tali-tali itu digoyang-goyang dan ditarik-tarik oleh anak-anak, jelas aja baju itu jadi seperti setan yang beterbangan di pohon. Hasilnya cukup efektif, tim penggusur itu jadi ketakutan setengah mati.
"Waduh, Pak, saya menyerah, deh. Kalo gini saya nyerah, deh. Saya mau kabur aja," keluh seorang dukun yang segera diikuti rekan-rekan lainnya. "Mending saya jadi dukun beranak aja, deh!"
"Mereka lalu kabur. Tinggal anak buah Oom Agus yang pada melongo.
"Wah, kita gimana nih"" tanya Kodir.
"Kabur juga deh. Daripada kita mati ketakutan di sini," usul Dudung.
"Tapi kita bisa dipecat sama Pak Agus kalo gitu."
"Ah, biar aja."
"Jadi kita kabur" Oke, deh. Siap... satu, dua, tiga...." Pas itungan ketiga Kodir dan anak buahnya langsung ambil langkah seribu. Mereka lari begitu cepat saking takutnya.
"Hai, tunggu... Anak-anak, tunggu. Saya,gimana, nih. Tolong jangan tinggal saya, dooong...! Saya tuakuut....!" teriak Oom Agus yang ditinggal send irian.
"Sebodo amat, urus aja diri lo sendiri!" teriak Kodir dari kejauhan sambil terus lari.
"Kodir..., saya pecat kamu, ya!" ancam Oom Agus sambil merengek-rengek ketakutan.
"Terserah...! Mau dipecat, ya, pecaaat. Saya udah sebel kerja sama situuu!" teriak Kodir lagi.
Oom Agus yang ditinggal sendirian akhirnya betul menangis tersedu-sedu, ketakutan. Anak-anak kontan cekikikan. Suara mereka tentu membuat Oom Agus tambah ketakutan. Tapi anak-anak nggak peduli. Dengan senjatanya masing-masing, anak-anak lalu menghujani Oom Agus dengan kelereng-kelereng yang dilontarkan lewat katepel. Ad
a juga yang memakai sumpitan. Keadaan Oom Agus betul-betul memprihatinkan saat itu. Oom Agus menangis tersedu-sedu, dan sempat juga, kayaknya, pipis di celana. Tapi dengan sisa-sisa ketenangannya Oom Agus berusaha bangkit dan ambil langkah seribu.
Anak-anak tertawa terpingkal-pingkal dan melakukan toast satu sama lain. Oom Agus terus kabur tanpa memperhatikan sekelilingnya lagi. Itulah salahnya Oom Agus. Karena baru beberapa tindak berlari, kaki Oom Agus langsung keserimpet seutas tambang yang terentang di antara semak-semak. Oom Agus terjungkal dan mukanya berlumuran tai kebo.
"Hahaha...," tawa anak-anak serentak. Lalu Pak Gali melompat dari persembunyiannya menuju Oom Agus. Krosak! Wajah serem Pak Gali berhadapan dengan Oom Agus. Oom Agus ketakutan.
"S-siapa kamu..."" tanya Oom Agus terbata-bata.
"Aku setan penunggu kuburan ini," jawab Pak Gali mantap.
"Hah! A-ampun... ampun... tolooong!" Oom Agus menjerit-jerit ketakutan. "Jangan apa-apain saya, setan, jangan apa-apain sayaaa!"
Pak Gali tersenyum menyeringai.
"Kamu masih nekat mau menggusur tanah ini"" tanya Pak Gali kemudian.
"Nggak! Bener-bener nggak, deh!" jawab Oom Agus. Seiring dengan itu anak-anak lalu keluar dari tempat persembunyian masing-masing menghampiri Pak Gali. Anak-anak berhamburan dan mengelilingi Oom Agus dengan wajah dicorat-coret dan jubah bau apek, hingga mirip anak-anak drakula. Oom Agus makin ketakutan, kemudian menyembah-nyembah memohon ampun. "Ampun, para setaaan, s-saya nggak bakalan ngebongkar tanah ini. A-asal saya nggak diapa-apaiiin...." Anak-anak tertawa berderai-derai.
Berkat kerja sama yang kompak antara mereka, pada akhirnya tim penggusur berhasil diusir. Oom Agus dibiarin lari tunggang-Ianggang tanpa ngeliat kiri-kanan hingga nabrak sini nabrak sono.
Lupus cs dan Drakuli cs berteriak girang.
"Hidup Lupus! Hidup Lupus!" teriak Boim dan Gusur membanggakan Lupus yang jadi ketua rombongannya.
"Hidup Drakuli! Hidup Drakuli!" teriak Lulu dan Kunti nggak mau kalah membanggakan Drakuli yang jadi ketua rombongannya.
Pak Gali yang sejak tadi berdiri di situ tersenyum manis.
"Anak-anak Babe yang manis," sapa Pak Gali dengan suara bergetar. Anak-anak yang barusan masih pada sibuk jejingkrakan dan dorong-dorongan sambil teriak-teriak kontan menghentikan kegiatannya. Gusur dan Boim yang lagi siap-siap membopong Lupus, sejenak mengurungkan niatnya. Tapi Lulu dan Kunti terpaksa melayang-layang di udara, karena waktu Pak Gali ngornong tadi Lulu dan Kunti pas lagi melompat-lompat.
Anak-anak memandang takjub ke arah Pak Gali, yang nampak mau melanjutkan omongannya. Lulu dan Kunti menarik napas dalam-dalam. Dan keduanya jatuh berbarengan. Pluk!
"Babe girang betul, orang-orang jahat itu udah pade ngacir. Tapi tentu aje kemenangan itu bukan cuma berkat Drakuli doang atau Lupus doang, tapi berkat usahe kite bersame. Jadi siape aje yang udah turut serte ngebantu Babe ngusir orang-orang jahat itu dari sini, Babe anggap pahlawan. Nah, kalo gitu idup semuanya, termasuk Babe! Biar mereka kapok. Biar mereka mikir dua kali dulu kalo mo menindas rakyat kecil," tukas Pak Gali.
Anak-anak berteriak-teriak kegirangan.
"Ya, hidup semuanya... hidup Lupus, Drakuli, Babe, Lulu, Kunti!" teriak anak-anak semangat.
"Gusur dan Boim juga dong, hidup!" protes Gusur dan Boim.
"Oh, iya lupa. Abis situ orang emang paling enak dilupain, sih!" balas Drakuli.
Gusur dan Boim kesel. Untung Kunti segera teriak.
"Boim dan Gusur hidup juga, deeeh!"
Kekecewaan Gusur dan Boim langsung lenyap demi mendengar teriakan Kunti yang lembut itu. Lalu Boim dan Gusur melakukan toast lagi dan lagi-lagi meleset. "Plak!" Yang lain pada ketawa ngeliat Gusur dan Boim kesakitan memegangin mukanya masing-masing. Tapi sedetik kemudian keduanya sudah turut larut dalam teriakan kemenangan itu. Suara mereka membahana menyusup ke lekuk liku seantero pekuburan. Dua ekor burung hantu yang sedang asyik bercengkerama di lebatnya pohon sawo kecik, kaget. Kemudian terbang menembus malam.
Sejenak kemudian Drakuli lari menyusul bokapnya di sentiong, lalu merentangkan kedua tangannya sebatas kepal
a. "Kawan-kawan yang baik, bagaimana kalo kita rayakan kemenangan ini dengan berpesta-pora!" usul Drakuli kemudian.
Anak-anak menghentikan teriakannya, lalu memandang Drakuli dengan ekspresi melongo.
"Gimana, setuju" Kok pada diam aja, 'sih. Setuju, dong!" pinta Drakuli semangat.
Anak-anak langsung berteriak serentak.
"Setuju! Setuju! Setuju!"
Suara mereka yang keras berputar-putar di langit kuburan. Riuh dan rendah.
"Oke deh, kalo setuju. Sekarang kita pindah ke depan lokasi di depan rumah saya!" perintah Drakuli yang segera disusul dengan lompatan selincah kijang menuju rumahnya yang berjarak sekitar lima puluh meter dari sentiong itu. Pak Gali mengikuti gerakan Drakuli. Dan anak-anak yang lain juga mengikuti gerakan Drakuli dan Pak Gali. Mereka berlari-lari menuju depan rumah Pak Gali. Gusur yang kemampuan larinya
amat kurang karena kegendutan, tentu aja berada pada urutan paling buncit.
"Lulu, Kunti, tunggu daku dong, daku tak kuat lari, nih!" rengek Gusur pada Kunti dan Lulu yang posisi larinya berada paling deket.
Tanggapan Lulu dan Kunti cuma tolehan kurang simpatik. Padahal mata Gusur udah mendelik, dan napasnya mendengus-dengus seperti kebo ngamuk. Sebentar lagi juga habis.
"Lulu... aduh, Lulu... matilah daku!" rengek Gusur lagi.
Lulu menoleh lalu mengomentari gaya lari Gusur yang mirip celeng. Sradak-sruduk.
"Makanya jangan rakus, Sur. Sekarang rasain sendiri deh akibatnya!"
Lulu bukannya menolong malah mendamprat Gusur abis-abisan. Sementara Lupus! Boim, Drakuli, dan Pak Gali udah sampe di tempat tujuan. Kemudian Kunti menyusul. Kemudian Lulu. Kemudian... byur! Gusur nyebur ke got yang berada gak jauh dari depan rumah Drakuli.
"Tolooong! Tolooong! Glk, glk, glk...," teriak Gusur memelas mohon pertolongan. Anak-anak malah tertawa terpingkal-pingkal.
"Gusur belagu, mentang-mentang waktu SD pernah jadi juara loncat indah, sekarang mau nunjukin kebolehannya di depan Kunti. Biar ditepokin, tuh," ujar Lupus mengejek.
"Lupus..., tega kau ya, tegaaa...!" Gusur mengumpat-umpat.
Anak-anak kembali terpingkal-pingkaL Pak Gali paling keras tawanya, "Hohoho... hoho ho..'!"
Baru ketika puas ketawa, anak-anak akhirnya kasihan ngeliat Gusur yang ampir mati lemes, secara berarnai-ramai anak-anak kemudian menarik Gusur dan langsung menyeretnya ke kamar mandi. Gusur diguyur abis-abisan. Dan anak-anak nggak peduli walau Gusur teriak-teriak kedinginan.
"Alaa, ribut amat sih, sekali-sekali mandi kan nggak apa-apa, Sur!" cetus Boim.
"Iya, lo kan jarang banget mandi, Sur!" timpal Lupus.
"Im, Pus, udah dong, daku kedinginan, nih!" rintih Gusur, anak-anak meledak ketawanya.
Untung nggak lama kemudian acara mandi itu selesai. Gusur dikasih pinjem jubah Drakuli yang lain yang berbau apek. Kemudian pesta unik made in Drakuli pun dimulai. Lulu dan Kunti sibuk melayani anak-anak. Ya, karena mereka cewek, anak-anak lalu mendaulat Lulu dan Kunti untuk bertugas jadi seksi repot. Walaupun sedikit protes, keduanya akhirnya menurut juga mengemban tugas mulia itu.
Drakuli menggelar tikar di pelataran rumah. Lupus dan Boim sibuk membuat api unggun. Sedang Gusur masih kedinginan di pojokan. Di langit bulan purnama bersinar dengan indahnya. Pak Gali matanya nampak was was mengawasi sekeliling, berjaga-jaga, siapa tau tim penggusur itu datang lagi.
"Selesai menggelar tikar, Drakuli lalu tergopoh-gopoh rnasuk ke dalam rumah. Nggak lama kernudian Drakuli lalu tergopoh-gopoh keluar dengan menggotong sebuah radio kuno berukuran besar. Radio itu dimiliki Drakuli sejak turun-temurun. Sejak lagu-lagu yang diputer cuma pake satu nada aja. (Sekarang kan tujuh nada!) Dan malam ini radio itu dipergunakan Drakuli untuk memeriahkan pesta.
"Pus, Im, bantu saya dong menggotong radio ini!" teriak Drakuli. Lupus dan Boim yang masih sibuk membuat api unggun menoleh ke Drakuli. Mereka sempat kaget melihat barang yang dibawa Drakuli.
"Wah, Drakuli bawa apa tu, Pus!" tanya Boim.
"Bufet, kali," jawab Lupus asal-asalan.
"Bufet kok kayak radio, tapi... radio kok kayak gardu hansip," tukas Boim lagi.
"Iya, radio kok kayaknya berat betul"
Tapi sela gi Lupus dan Boim berpikir, Drakuli udah berteriak memanggil mereka.
"Pus, Im...!" teriak Drakuli. Nggak urung akhirnya Lupus dan Boim tergopoh-gopoh menghampiri Drakuli, meskipun mereka masih rada bingung menebak benda yang dibawa Drakuli.
"Apaan nih, Drak"" tanya Lupus nggak sabar begitu sampai dekat Drakuli.
"Radio," jawab Drakuli sambil minta bantuan Lupus dan Boim mengangkat radio itu.
"Ha, radio"" Lupus dan Boim keheranan.
"Iya, radio, emangnya kamu kira apaan" Yuk, kita gotong ke sana!" jawab Drakuli seraya menunjuk ke arah tikar yang digelar.
"Radio kok kayak kandang ayam, Drak"" tanya Lupus sok.
"Ya, namanya juga radio udah kuno, ini peninggalan kakeknya kakek saya, Pus. Zamannya buyut saya, radio emang modelnya begini. Gede-gede. Dan kalo kamu mau tau, di dalam radio ini nggak ada mesinnya," Drakuli berkisah.
"Nggak ada mesinnya" Lalu gimana cara bunyinya"" tanya Lupus.
"Penyanyinya langsung disuruh masuk ke radio dan dipersilakan nyanyi di situ," jawab Drakuli.
Lupus dan Boim langsung ketawa cekikikan.
"Bisa aja kamu, Drak!" tegas Lupus. "Gimana kalo kita pengen dengerin paduan suara, bisa nggak muat, dong. Kan penyanyinya banyak."
"Lagi lo percaya aja," tukas Drakuli.
"Sebenernya sih gak percaya, cuma gak enak," jawab Lupus. "Lo kan tuan rumah, dan..."
Tapi Drakuli udah keburu nyuruh Lupus ngegotong radio ke samping tikar yang digelar. Jadinya "dan" yang dilontarin Lupus itu gak kerasa apa-apa di kuping Drakuli. Padahal...
Saat itu Lulu dan Kunti juga keluar dengan membawa senampan singkong rebus, dan seteko kopi dengan beberapa gelas.
"Kita pesta sekarang!" teriak Drakuli girang.
Sementara Boim sibuk memutar-mutar gelombang radio mencari-cari lagu dangdut kesukaannya. Sedang Gusur pengennya lagu jazz. Akhirnya mereka sepakat untuk memutar semenit dangdut trus menit berikutnya jazz!
Dan malam itu anak-anak betul-betul merayakan kemenangannya dengan caranya sendiri. Bulan menggantung indah di langit. Angin bertiup sejuk menampar pepohonan, menciptakan simfoni alami. Pak Gali selesai menyalakan api unggun yang tadi gagal dinyalakan Lupus dan Boim. Lagu dangdut campur jazz mengalun merdu di tengah malam buta itu. Anak-anak lalu berjoget so pasti diseling dengan dansa slow juga, sambil sesekali menghirup kopi hangat dan mengunyah singkong rebus hasil cabutan Pak Gali tadi siang. Saat itu selesai menyalakan api unggun, Pak Gali menyuruh Drakuli mengeluarkan perbekalannya. .
"Mana panggang ayam, dan kue-kue, serta coklat yang kausimpan, Drak" Bawa keluar semuanya."
"Coklat" Kue" Panggang ayam"" Anak-anak kayaknya surprais banget. "Dapet dari mana""
"Biasa. Itu hasil kerjaan si Drakuli yang ngibulin para pecandu SDSB yang pada dateng ke kuburan minta nomor!" jelas Pak Gali.
Sedang Drakuli langsung lari mengambil makanan-makanan simpanannya.
Mulailah mereka membuat panggang ayam.
Anak-anak jelas makin kegirangan.
Lupus terus mendekati Kunti untuk ngajak joget bareng. Untung Kunti menanggapi dengan suka hati. Gusur udah nggak kedinginan lagi. Malah tu anak keliatan girang banget. Meski celana dan bajunya masih kuyup dan bau air comberan. Sambil joget, Gusur terus-terusan menyumpel mulutnya dengan singkong rebus. Dia berpasangan joget dengan Boim. Tapi Boim menutup idungnya dan keliatan banget Boim udah kesel berpasangan joget dengan Gusur, yang jogetnya sradak-sruduk, lompat sana lompat sini persis kuda ngamuk. Gusur bagai kesetanan. Tapi biar kesetanan konsentrasinya ke nampan singkong rebus dan ke penganan lainnya nggak pernah putus. Begitu singkong rebus di tangannya abis, Gusur langsung mencomot lagi coklat yang berserakan di nampan. Sedang Boim nampak berusaha mendekati Lulu, mau mengajak Lulu joget. Tapi Lulu berusaha mati-matian menghindari Boim. Sejak tadi keliatan Lulu akrab banget sama Drakuli. Jogetnya juga duaan di tempat yang agak terpisah. Tinggal Boim keki setengah mati.
Pak Gali masih sibuk dengan ayam panggangnya. Wangi ayam panggang yang hampir matang menyebar ke mana-mana, dan menusuk hidung anak-anak. Idung anak-anak sampe terasa geli ditusuk wangi ayam panggang. Meski beg
itu anak-anak masih seperti orang kesetanan dengan asyik berjoget.
Lagu dangdut-jazz tadi kini diganti ke lagu metal. Joget anak-anak jadi makin hot. Boim "udah nggak mau pusing lagi soal Lulu. Boim akhirnya bisa menikmati joget sama Gusur yang mulutnya masih terus disumpel singkong rebus. Sambil mengacungkan tiga jari, dan kepalanya terangguk-angguk. Beberapa kali Boim dan Gusur kejeduk, karena mengangguk-angguk dengan jarak pala keduanya deket banget, tapi mereka udah trance. Saat itu Lupus mulai menggiring Kunti ke arah yang agak terpisah dan gelap. Pak Gali malah tersenyum. Nggak tau apa yang dirasakan Pak Gali. Tapi saat itu perasaan Lupus betul-betul bahagia. Bahagia karena bisa joget dengan Kunti yang udah lama dikejar-kejarnya. Kunti yang punya sorot mata tajam dan berwajah manis. Kunti yang misterius, tapi penuh daya tarik. Dan malam ini Lupus ingin mengatakan sesuatu yang terpendam di hatinya kepada Kunti.
"K-kunti," tukas Lupus gugup.
Kunti memandang Lupus dengan lembut. Tangan Lupus menggenggam jemari Kunti. Kunti menerimanya dengan pasrah.
"Ada apa, Pus..., kok jadi gugup gitu, sih"" tanya Kunti perlahan.
Lupus nggak segera ngejawab, tapi malah tersenyum-senyum sendiri.
"Ada apa,. Pus" Nggak biasa-biasanya, deh, kamu gugup begini"" tanya Kunti lagi.
Lupus akhirnya berani juga ngomong.
"Saya suka kamu, Kun. Saya pengen Kunti mau... eng... jadi pacar saya. Kunti mau, kan" Mau dong, ya""
Kunti lagi-lagi menatap Lupus dengan tatapan tajam. Lalu tersenyum lembut. Lupus jadi sedikit grogi. Kelopak mata Lupus berkejap-kejap.
Ah, Kunti emang gak berkata sepatah kata pun sampai Lupus jadi grogi. Lalu Kunti menjelaskan bahwa ia seneng Lupus menyukainya. Tapi kalo kemudian Kunti menolak, itu bukan karena Kunti nggak ingin menghargai Lupus. Kunti bahkan nyaris nggak percaya kalo Lupus yang dianggapnya keren, menyukainya. Kunti menolak hanya karena Kunti merasa masih kecil, masih ingin sekolah. Kunti emang nggak seperti anak gadis lainnya yang udah bisa punya pacar pada seusia itu. Kunti sadar Kunti lahir dari orangtua yang kurang mampu. Jadi alangkah naif jika dalam kondisi seperti itu Kunti malah asyik pacar-pacaran seperti anak lainnya. Hingga kadang melupakan segala-galanya. Kalo sampe terjadi apa-apa pada Kunti, ah, orang hanya bisa mencemooh. Nggak tau diri, dan lain sebagainya. "Keadaan Kunti berbeda dengan gadis lain, Pus. Kamu mau mengerti keadaan Kunti, kan"" tukas Kunti sendu.
Lupus mengangguk lembut. Ah, rasanya inilah kali pertama Lupus ditolak cewek. Tapi Lupus bahagia. Bahagia, karena Lupus akhirnya bisa merasakan betapa enggak enaknya ditolak cewek. Dan siapa sangka, jika Lupus yang selama ini begitu gampang menggaet perhatian cewek-cewek, dan umumnya kalangan orang berduit, justru ditolak cintanya oleh Kunti yang amat sederhana"
Lupus membelai rambut Kunti, lalu tersenyum manis sekali.
"Terima kasih, Kunti, kamu telah mengajarkan sesuatu yang berarti buat saya. Bahwa orang enggak selamanya keluar sebagai pemenang!" tukas Lupus.
Angin ber"iup lembut menampar dedaunan. Awan tipis berarak dan menutupi sebagian wajah bulan. Saat itu tawa anak-anak makin keras mernbahana di sekitar areal pekuburan. Pesta berjalan meriah. Pak Gali sibuk memutar-mutar ayamnya di atas api yang berkobar-kobar. Wangi ayam panggang menyebar ke mana-mana.
Saat usai sebuah lagu, Drakuli langsung menghampiri Lupus yang saat itu. masih asyik bertatap-tatapan dengan Kunti. Di sudut lain Gusur dan Boim masih asyik jogetan. Padahal radio udah dimatikan Drakuli. Rupanya anak dua itu udah mulai kesurupan sampe gak sadar kalo radionya udah dimatiin dari tadi.
"Lupus...! Lupus...!" seru Drakuli ragu-ragu.
Lupus mengalihkan perhatiannya kepada Drakuli.
"Ada apa, Drak"" tanya Lupus setelah beberapa jenak menatap Drakuli dengan pandangan heran.
"Ng... ada yang pengen saya omongin, Pus." Drakuli makin grogi.
""Masalah apa, Drak" Kok kayaknya penting banget"" tanya Lupus sambil beringsut dikit dari Kunti. "Kalo emang penting, ngomong aja, Drak. Kamu mo pinjem duit, ya"" tukas Lupus lagi.
"Ah, bukan itu, Pus. Kita ngomongnya di
pojokan situ aja, yuk," tukas Drakuli seraya menarik Lupus ke arah sudut yang agak gelap.
Lupus menurut aja, walau pikirannya masih sedikit bingung.
"Ada apa, Drak"" tanya Lupus begitu sampai ke tempat yang dituju. Lupus meletakkan pantatnya di atas batu nisan.
"Ng... anu, Lupus, ng... anu..."
"Anu apa"" Lupus jadi penasaran.
Ah, Lupus memang nggak tau kalo malam itu jadi malam yang sangat berat bagi Drakuli. Malam itu Drakuli ingin minta izin ke Lupus kalo Drakuli menyukai Lulu. Saat itu Lulu yang dasarnya emang seneng sama Drakuli oke-oke aja. Tapi kata Lulu, sebaiknya Drakuli minta izin juga ke Lupus. Lulu yakin, Lupus pasti mengizinkan Drakuli jadi pacarnya. Karena udah akrab, Drakuli juga yakin Lupus bakal mengizinkan kalo dia pacaran sama Lulu. Itu makanya, walau rada malu, akhirnya Drakuli nekat ngomong ke Lupus.
"Gimana, Lupus, boleh kan"" tanya Drakuli harap-harap cemas. Dan jawaban Lupus sungguh di luar dugaan.
"Wah, Drak, kayaknya berat, deh. Lulu adik gue satu-satunya, dan saya kakak Lulu satu-satunya. Sedang Mami saya masih aktif dengan usaha kateringnya. Tetangga saya kalo berangkat ke kantor pagi-pagi sekali. Kalimat saya emang udah mulai ngaco. Tapi saya cuma mau ngomong, kayaknya lamaran kamu mau jadi pacar Lulu belum bisa diterima. Lulu kan masih kecil, Drak. Kamu juga. Masih seusia. Di samping itu, soalnya adik sepupu kamu juga nolak saya, sih. Ya, maksudnya, kita tetap jadi temen akrab aja.
"Tapi kalo kamu mau pacaran sama Lulu, jangan dulu, deh. Mendingan sama Gusur aja, tuh. Qari dulu dia kosong," tukas Lupus cuek.
Drakuli bengong, nggak nyangka kalo bakal ditolak mentah-mentah sama Lupus.
Kesedihan menusuk-nusuk per"saan Drakuli. Tanpa sepengetahuan yang lain-lain, Drakuli menghindar dari kelompok. Berjalan gontai menuju sudut yang agak gelap. Angin malam bertiup dingin. Saat itu Gusur dan Boim baru sadar kalo sejak beberapa menit yang lalu, mereka joget tanpa diiringi musik. Gusur dan Boim celingukan.
"Wah, kok radionya nggak bunyi lagi, Sur"" tanya Boim.
Gusur melongo. Dan Gusur baru akan menyetel radio lagi, ketika dari arah api unggun Pak Gali mengacung-acungkan ayam panggangnya yang mengepul-ngepul.
""Hoi, Anak-anak, mari sini. Nih, liat, ayam panggangnya udah mateng!"
Gusur demi mendengar Pak Gali berteriak soal ayam panggang, langsung mengubah niatnya. Apalagi wangi ayam panggang itu begitu mengejek perutnya. Gusur langsung lari dengan sekuat tenaga ke arah Pak Gali. Saat itu Lupus, Boim, Lulu, dan Kunti yang sadar apa yang terjadi, juga langsung menyusul ke arah Pak Gali.
"Hidup ayam panggang!" teriak mereka berbarengan. Sejenak mereka kemudian rebutan ayam panggang itu. Saling tarik dan saling dorong. Alhasil pembagiannya jadi nggak rata. Tapi mereka senang bisa berkompetisi begitu.
"Ya, siapa yang pinter dialah yang dapat paling banyak!" tukas Lupus. Gusur cuma bisa nginyem karena cuma dapat ceker dan sayap.
Untung Lupus mau berbaik hati dengan memberikan Gusur sepotong paha, karena kebetulan Lupus yang dapat bagian paling banyak. Seketika wajah Gusur berseri-seri. Dan malam itu dilalui anak-anak dengan menyantap ayam panggang. Mereka betul-betul menikmati malam yang indah. Apalagi makan ayam panggangnya diselingi tebak-tebakan yang norak tapi kreatif.
"Dari jauh item, dari deket item, dari samping, atas, bawah juga item, benda apakah itu"" tanya Gusur.
"Boiiim!" tebak anak-anak.
"Yak, seratus buat kalian."
""Gusur, jangan cari gara-gara lo, ya!" Boim ngamuk-ngamuk.
"Boim, daku kan main tebak-tebakan, bukan cari gara-gara!"
"Iya,Im, terima aja deh, Im."
Boim cuma merengut. Tapi sejenak kemudian Boim udah larut lagi dalarn keceriaan anak-anak. Tapi pas lagi asyik-asyiknya main tebak-tebakan, sekonyong-konyong dari pohon beringin besar yang tumbuh di samping rumah Drakuli, muncul makhluk item menyeramkan mencoba menakut-nakuti anak-anak. Makhluk itu menyeringai memperlihatkan taringnya yang tajam. Matanya merah menyala, dan napasnya mendengus-dengus.
Anak-anak menoleh ke arah makhluk itu, tapi nggak satu pun yang takut. Anak-anak malah tertawa terkekeh-kekeh menggo
da makhluk itu, karena mengira makhluk serem itu Drakuli.
"Alaaaa..., Drakuli, jangan macem-macem, deh. Nggak seru, nggak lucu, dan nggak serem. Kalo mau nakut-nakutin jangan kita, dong!" goda Boim seraya mengacung-acungkan paha ayamnya.
Lupus juga nggak kalah keras berteriak.
"Drakuli, baru ditolak gitu aja marah. Kuno ah, pake nakut-nakutin segala lagi. Sini turun...!"
"Oh, itu. Drakuli tho, pantas dari tadi nggak keliatan," serobot Lulu. "Sini turun, Drak. Ntar keabisan, lho!"
"Iya, Drak. Sini turun, masih ada sisa ayam panggang buat lo!" teriak Pak Gali.
""Iya, Drak, turun, dong. Kan nggak enak kalo lo gak ikutan makan ayam panggang," jerit Gusur.
Baru aja Gusur berteriak, tiba-tiba Drakuli muncul dengan wajah sedih karena permohonannya tadi ditolak mentah-mentah oleh Lupus.
"Ada apa sih, manggil-manggil gue" Orang lagi sedih," tukas Drakuli. Anak-anak kaget dan mengalihkan perhatiannya ke arah Drakuli. Setelah bengong sejenak campur heran, anak-anak lalu melihat lagi ke arah pohon. Ternyata makhluk menyeramkan itu masih ada di situ dan masih terus menyeringai dengan ganas, siap menerkam anak-anak.
So jelas anak-anak kaget dan menjerit sejadi-jadinya, lalu tanpa pikir lagi langsung mengambil langkah seribu masuk ke dalam rumah. Karena ternyata makhluk menyeramkan di pohon beringin itu bukan Drakuli, melainkan setan betulan.
"Wuaaa... tolooong... tolooong ada setaaan!" jerit anak-anak seraya saling tumpang-tindih di dalam kamar Drakuli. Termasuk Pak Gali dan Drakuli.
Hihihi.... tamat Wanita Iblis 12 Fear Street - Tantangan The Dare Eng Djiauw Ong 21
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama