Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja Bagian 23
Mahisa Bungalan sudah teracu kearahnya.
"Menyerahlah" geram Mahisa Bungalan.
Tetapi nampaknya pemimpin perampok itu masih belum
melihat kenyataan yang dihadapinya. Karena itu. ia masih
mencoba untuk bertempur dengan sekuat tenaganya.
Namun kemampuannya memang terbatas. Betapapun
juga ia berusaha, namun ia tidak akan dapat memaksa dii.
melawan "Mahisa Bungalan, kecuali jika ia memang
menyongsong kematian. Dalam pada itu, para penghuni padepokan itupun telah
memperketat kepungan mereka. Demikian mereka melihat
kehadiran orang-orang yang tidak dikenal sehingga para
perampok itu menjadi kebingungan, maka merekapun
berusaha agar tidak seorangpun dari para perampok itu
melarikan diri. Namun demikian, bagaimanapun juga, dalam bentur an
senjata itu, sulit untuk menghindarkan korban di kedua
belah pihak. Ternyata bahwa ada juga satu dua orang
penghuni padepokan itu .yang terluka oleh senjata. Seorang
laki-laki yang bertubuh gemuk telah berteriak nyaring
sambil mengumpat-umpat ketika lengannya tersayat oleh
senjata seorang perampok. Namun seorang perampok yang
lain telah mengaduh tertahan, karena ujung tombak
lawannya telah tergores dipunggungnya.
Pertempuran itu masih juga berlangsung dengan
sengitnya. Nemun tiba-tiba saja seorang laki yang bertubuh
kecil berdesis sambil menunjuk kepada Witantra yang
kebetulan sedang bertempur tidak terlalu jauh dari sebuah
obor" Orang itu yang telah membawa Genuk kepada ayahnya.
Yang lain memperhatikan orang itu dengan seksama.
Kemudian katanya "Ya. Orang itulah yang telah
menyerahkan Genuk. Ternyata ia mempunyai kemampuan
tidak ada bandingnya"
"Untunglah, ia tidak marah ketika ayah Genuk
mencurigainya dan, he, bukankah tiga orang telah
mendapat tugas untuk mengawasi tiga orang yang dicurigai.
Kemana mereka?" bertanya orang yang lain.
"Bukankah mereka semula berada di gardu sebelah?"
bertanya orang yang lain "Bukankah mereka semula berada di gardu sebelah?"
bertanya yang lain lagi. Tetapi mereka tidak menghiraukan lagi ketiga orang
kawannya yang tidak nampak diantara orang-orang
padukuhan yang sedang mengepung para penjahat. Karena
selain tiga orang itu, masih banyak orang-orang lain yang
dengan sengaja menyembunyikan diri.
Pertempuran di padukuhan itu masih berlangsung
dengan sengitnya. Namun para perampok yang semula
dengan dada tengadah berniat untuk membunuh orangorang
yang telah membuat mereka menjadi marah itu,
ternyata telah terdesak semakin berat. Rasa-rasanya mereka
tidak melihat lagi kemungkinan untuk dapat membebaskan
diri dari kemarahan orang-orang padukuhan itu.
Ternyata bahwa hadirnya tiga orang yang tidak dikenal,
baik oleh para perampok, maupun oleh penghuni
padukuhan itu. telah membuat akhir yang berbeda sekali
dari peristiwa yang menggemparkan.
Semakin lama, para perempok itupun menjadi semakin
terdesak. Mahisa Agni dan Witantra benar-benar
merupakan hantu yang menakutkan bagi para perampok.
Tiba-tiba saja kedua orang itu muncul di tempat yang tidak
terduga-duga. Mendesak dan bahkan melumpuhkan perlawanan
beberapa orang perampok dengan membenturkan senjata
mereka, sehingga senjata para perampok itu terlepas.
Dengan demikian, maka kegarangan para perampok yang
tidak 'bersenjata lagi itu tidak lagi sangat berbahaya.
Dalam pada itu, Mahisa Bungalan yang telah berhasil
mendesak pemimpin perampok itupun telah memaksanya
untuk mengerahkan kemampuan terakhirnya. Namun pada
benturan-benturan yang terjadi di antara senjata mereka,
maka pemimpin perampok itu tidak dapat bertahan lagi.
Ketika Mahisa Bungelan memutar senjatanya dalam satu
patukan yang seru, pemimpin perampok itu berusaha untuk
menangkisnya. Namun senjatanya seolah-olah telah
direnggut oleh putaran senjata Mahisa Bungalan.
Demikian senjata orang itu terlempar, maka dengan satu
loncatan pendek, Mahisa Bungalan mengacukan senjatanya
tepat di dada lawannya. "Apakah kau masih akan melawan?" Mahisa Bungalan
bertanya. Pemimpin perampok itu menggeram.
"Menyerahlah" bentak Mahisa Bungalan.
Pemimpin perampok itu masih termangu-mangu.
Wajahnya masih dibayangi oleh dendam dan kemarahan.
Namun ia tidak dapat mengingkari kenyataan. Satu tusukan
jari Mahisa Bungalan, akan dapat berarti dadanya akun
berlubang. "Menyerahlah" sekali lagi Muhisa Bungalan membentak
sambil menekankan ujung pedanguyu di dada lawannya.
"Aku menyerah" geram pemimpin perampok itu.
"Berikan aba-aba kepada orang-orangmu. Perintahkan
mereka menyerah dan melepaskan senjata mereka"
Pemimpin perampok itu ragu-ragu. Namun ketika
senjata Mahisa Bungalan menekan didadanya semakin
keras, ia berkata "Akuakan memerintahkannya"
Mahisa Bungalan menunggu sesaat. Dibiarkannya
pemimpin perampok itu mengatasi gejolak perasaannya.
Hanya ujung senjatanya sajalah yang menekan tubuh
pemimpin perampok itu semakin keras.
Namun akhirnya, pemimpin perampok yang tidak
mempunyai pilihan lainnya itupun kemudian berteriak
nyaring. Diperintahkannya orang-orangnya untuk
menghentikan perlawanan. Bagaimanapun juga, para perampok itupun tidak dapat
ingkar lagi. Mereka tidak banyak mendapat kesempatan
untuk berbuat sesuatu, apalagi membunuh orang-orang
padukuhan itu. Sebagian dari mereka sudah tidak bersenjata
lagi. Senjata mereka terlepas dalam setiap benturan dengan
orang-orang yang tidak dikenal.
Mahisa Agni dan Witantrapun mendengar, bahwa
pemimpin perampok itu telah memerintahkan kepada
orang-orangnya untuk menyerah. Karena itu, maka
merekapun telah menghentikan perlawanan mereka.
Bahkan, ketika orang-orang padukuhan itu masih juga ingin
berbuat sesuatu terhadap para perampok yang telah
menyerah itu, Mahisa Agni dan Witantra telah berusaha
untuk mencegahnya. Demikian pula ketika seseorang yang selama
pertempuran itu hanya sekedar bersemubunyi, namun
ketika ia mendengar aba-aba dari pemimpin perampok bagi
orang-orangnya untuk menyerah, yang dengan serta merta
tampil dengan garangnya maka Mahisa Agni yang melihat
segera berusaha mencegahnya.
"Apa pedulimu?" bentak orang yang tidak mengerti apa
yang telah terjadi di pertempuran itu.
"Mereka telah menyerah" berkata Mahisa Agni.
"Aku tidak peduli. Mereka telah membuat padukuhan
ini menjadi kisruh, dicengkam oleh ketakutan dan berbagai
kerugian lainnya" jawab orang itu dengan kasar "aku wajib
memberikan sedikit pelajaran kepadanya"
"Tidak perlu" jawab Mahisa Agni.
Tetapi orang itu justru menjadi marah dan membentak
"Minggir. He, siapa kau?"
Kawan-kawan orang itupun menjadi heran. Namun
mereka yang mengetahui, bahwa orang itu baru muncul
dari persembunyian dan berlagak sebagai seorang
pemberani mendekatinya sambil berkata "Sudahlah. Jangan
membiarkan perasaanmu berbicara"
"Aku tidak dapat menahan diri lagi. He, siapakah orang
ini dan apa kerjanya di sini?" bertanya orang itu.
"Ia salah seorang dari perampok-perampok itu" berkata
kawannya "tetapi ia memiliki kelebihan sehingga kami
tidak berani memaksanya untuk meletakkan senjata seperti
perampok-perampok yang lain"
Orang yang baru muncul setelah para perampok itu
menyerah itupun menjadi bimbang. Namun kemudian
katanya "Jangan bergurau. Bukan saatnya bergurau
sekarang. Aku berkepentingan untuk bertindak terhadap
para perampok. Jika mereka dibiarkan tanpa ditindak, maka
mereka akan merasa bebas untuk melakukan kejahatan"
Namun tiba-tiba seseorang bertanya kepada orang itu
"He, dimana kau selama ini?"
"Aku berada di ujung lain dari daerah pertempuran ini"
jawab orang itu. "Dan kau sekarang tiba-tiba saja berada di sini" Apakah
di ujung lain tidak lagi terjadi apa-apa sekarang?" bertanya
kawannya yang lain pula. Orang itu mulai bingung. Nampaknya kawan-kawannya
mengetahui apa yang dilakukan selama kawan-kawannya
berkelahi. Dalam pada itu, kawannya yang lain mendekatinya.
Sambil menggamitnya ia berkata "Cobalah, kau tangkap
orang ini" Orang itu menjadi semakin bingung. Sementara itu,
terdengar suara di arah lain "Kumpulkan mereka dan
senjata-senjata mereka"
Beberapa orangpun kemudian mengumpulkan para
perampok yang menyerah. Nampaknya dendam masih
membara di hati para penghuni padepokan itu. Namun
Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan minta para
penghuni padukuhan itu tidak melakukan kekerasan.
Namun sulit bagi mereka untuk menahan diri jika
mereka melihat beberapa orang kawan mereka telah
terluka. Bahkan ada di antara mereka yang parah, meskipun
tidak seorangpun yang telah meninggal karena lukalukanya.
Namun di antara para perampok itupun terdapat pula
orang-orang yang terluka. Bahkan beberapa orang sedang
terancam jiwanya. Ayah Genuk yang mengetahui segala peristiwa yang
telah terjadi itupun kemudian mendekati Mahisa Agni,
Witantra dan Mahisa Bungalan. Ia tidak merasa malu "Aku
bersedia menerima hukuman apa saja" Berkata ayah untuk
mohon maaf kepada ketiga orang yang ternyata bukan
orang kebanyakan itu. "Sudahlah" berkata Witantra "sekarang kita menghadapi
persoalan yang cukup gawat. Orang-orang itu harus
mendapat perhatian sepenuhnya"
"Lalu, apakah yang baik kami lakukan terhadap
mereka?" bertanya orang yang dianggap mewakili Ki
Buyut. "Biarlah mereka dikumpulkan di suatu tempat yang
dapat diawasi dengan baik. Tetapi tidak ada jeleknya, jika
kalian bertindak dengan berhati-hati. Tidak ada salahnya
pula jika mereka ditempatkan di satu tempat dengan tangan
terikat. Dengan demikian kalian yakin, bahwa mereka tidak
akan dapat berbuat apa-apa lagi" berkata Mahisa Bungalan.
"Kemudian" Mahisa Agni meneruskan "laporkan hal ini
kepada Ki Buyut yang tinggal di padukuhan yang lain.
Biarlah ia datang melihat para perampok, atau biarlah, para
perampok yang terikat itu dibawa kepadanya. Aku masih
juga berkepentingan dengan para perampok itu, karena
mereka telah menyebut-nyebut nama Rajawali Penakluk"
"Siapakah Rajawali Penakluk itu?" bertanya salah
seorang penghuni padukuhan itu.
"Kalian tentu belum mengetahuinya" jawab Mahisa
Agni "tetapi belum tentu bahwa mereka benar-benar
mempunyai hubungan dengan Rajawali Penakluk itu"
Orang-orang padukuhan itupun kemudian
mengumpulkan para perampok dan mengikat tangan
mereka. Meskipun mereka sudah tidak bersenjata, namun
mereka masih tetap orang-orang yang berbahaya.
Dalam pada itu, terdengar seseorang mengumpat-umpat.
Sambil menunjuk ke gardu disebelah ia berkata "Tiga orang
malas itu justru tidur nyenyak digardu itu. Mereka adalah
orang-orang yang harus mengawasi tiga orang yang semula
kita curigai itu, namun yang ternyata kitalah yang salah
menilai" "Apakah kau tidak membangunkannya?" bertanya
seorang kawannya. "Mereka tidak mau bangun" jawab yang ditanya. Dalam
pada itu, sebelum orang lain berbicara, Mahisa Agni telah
mendahuluinya. Katanya "Baiklah aku mencoba
membangunkannya" Beberapa orang mengikutinya tanpa mengerti
maksudnya. Namun kemudian dengan sentuhan-sentuhan
kecil, maka ketiga orang itupun menggeliat.
"Bangun pemalas" bentak orang-orang padukuhan itu.
Ketiga orang itu tergagap. Kemudian merekapun segera
bangkit. Dengan nada tinggi mereka hampir bersamaan
berteriak "Dimana ketiga orang perampok itu?"
"Perampok yang mana?" bertanya kawan-kawannya.
"Yang kami bawa ke gardu ini" jawab salah seorang dari
ketiga orang yang tertidur itu.
Namun tiba-tiba saja mereka melihat Mahisa Agni yang
berdiri termangu-mangu. Dengan nada tinggi salah seorang
dari mereka menunjuk sambil berteriak "Inilah orang itu.
Mana yang dua orang lainnya"
Tetapi hampir meledak kawan-kawannya tertawa.
Seorang yang berkumis tipis maju selangkah sambil berkata
"Bangunlah. Kau agaknya telah bermimpi"
"Aku tidak bermimpi. Tiga orang perampok telah kami
bawa ke gardu ini. Seorang diantara mereka adalah orang
ini" orang itu bertahan.
Tetapi kawan-kawannya tetap tertawa. Yang seorang
diantara mereka yang tertawa itu bertanya "Siapa yang kau
bawa kemari" Tiga orang" Jika demikian, kenapa mereka
kalian tinggal tidur saja dengan nyenyaknya?"
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketiga orang itu menjadi bingung. Bahkan mereka mulai
menilai, apakah mereka tidak sedang bermimpi
"Cobalah" berkata seorang diantara orang-orang
padukuhan itu ingat-ingatlah apa yang telah terjadi"
"Kawan-kawan perampok itu. Kami bertiga harus
membawa mereka ke gardu ini dan menjaganya" jawab
salah seorang dari ketiga orang itu.
"Kalian bermimpi. Tidak ada apa-apa disini. Kami
memang meronda. Tetapi tidak ada perampok, tidak adf
orang-orang yang kau maksud dan kau memang tidur sejak
sore" berkata salah seorang dari orang-orang yang
kemudian berkerumun. Ketiga orang itu saling berpandangan. Mereka mencoba
mengingat-ingat apa yang telah mereka lakukan. Namun
seolah-olah telah terjadi yang sebenarnya. Bukan sekedar
mimpi. Jika mereka sekedar bermimpi, kenapa tiga orang
dapat bermimpi dengan peristiwa yang sama.
Dalam keragu-raguan itu, maka kawan-kawannyapun
berkata "Marilah. Kita tinggalkan gardu ini"
Ketiga orang itu masih bingung. Salah seorang dian-tara
merekapun bertanya kepada kawan-kawannya "Siapakah
orang ini" Kawan-kawannya memandang Mahisa Agni. Tiba-tiba
saja seorang diantara mereka menjawab "Mereka adalah
tamu kita. Kita mempunyai tiga orang tamu"
"Tiga orang" Maksudmu tiga orang dari kawanan
perampok itu?" bertanya orang itu dengan serta merta.
"Kawanan yang mana" Mereka adalah tamu kita. Tamu
yang harus kita hormati" jawab seseorang.
Ketiga orang itu menjadi bingung. Namun merekapun
menyesali diri mereka sendiri. Kenapa mereka telah tertidur
nyenyak sekali sehingga mereka tidak tahu apa yang telah
terjadi sebenarnya. Bahkan mereka merasa, bahwa kawankawannya
telah memperolok-olokan mereka.
Namun dalam pada itu, ketika ketiga orang itu sampai
kedalam lingkungan mereka yang sedang menjaga para
perampok yang telah menyerah itu, mereka menjadi
semakin bingung. Mereka bertiga melihat tiga orang yang
harus mereka awasi di gardu sebelah. Namun nampaknya
ketiga orang itu sama sekali tidak mendapat perlakuan
seperti yang terbayang di dalam peristiwa disebut seperti
mimpi itu. "Aku tidak bermimpi" berkata salah seorang kepada
kawannya yang lainpun menyahut "Tidak. Akupun merasa
itu bukan satu mimpi"
Tetapi orang ketiga berkata "Tetapi kita benar-benar
telah tertidur. Bagaimana mungkin kita tertidur. Rasarasanya
kami memang sedang mengawasi ketiga orang itu.
Mereka akan mendekati para. perampok yang berada di
kebun kosong itu. Kami melarangnya. Dan menurut
ingatanku, mereka telah menyerang kami"
"Ya. Tepat. Aku ingat sekarang apa yang telah terjadi"
desis yang pertama. "Tetapi kenapa kita justru tidur" gumam yang lain
"apakah benar semuanya itu terjadi di dalam mimpi. Tetapi
perampok-perampok itu benar-benar ada, dan mereka telah
tertangkap" Namun agaknya mereka tetap tidak tahu, apakah yang
sebenarnya telah terjadi, dan kenapa mereka telah tertidur
nyenyak. Tetapi ketiga orang itu tidak mau memikirkannya lagi.
Mereka kemudian menghadapi para perampok itu yang
ternyata telah menyerah dan tiga orang yang disebut
sebagai tamu itu, siapapiin mereka. Dan merekapun
kemudian tahu, bahwa kawan-kawannya berniat untuk
menyampai kan keadaan yang mereka hadapi itu kepada Ki
Buyut. Ternyata bahwa orang-orang padukuhan itu, telah
memilih untuk mengikat para perampok itu. Tidak saja
diikat tangannya, tetapi mereka kemudian diikat tangan dan
kakinya pada pepohonan. "Gila" geram laki-laki kasar yang masih bermimpi 'ontuk
menangkap Genuk "kami tidak mau diperlakukan seperti
seekor lembu" Namun seorang di antara penghuni padukuhan itu
menyahut "Kalian memang bukan seekor sapi. Tetapi justru
karena itu, rasa-rasanya ikatan tangan dan kakinya semakin
kuat. Dalam pada itu, maka beberapa orang telah pergi ke
rumah Ki Buyut di padukuhan yang lain di dalam
Kebuyutan itu. Ketika mereka memasuki halaman
rumahnya, tiga orang peronda di rumah itu terkejut.
Dengan tergopoh-gopoh mereka menyongsongnya sambil
bertanya "Malam-malam begini kau datang ke rumah Ki
Buyut. Tentu ada yang penting. Kami memang mendengar
suara kentongan lamat-lamat. Tetapi kami memang
menunggu. Jika ada persoalan yang gawat, tentu akan ada
utusan datang kemari"
"Kami akan menghadap Ki Buyut" berkata orang yang
dianggap mewakili Ki Buyut di padukuhannya.
"Baiklah" jawab peronda itu" Ki Buyut tentu belum
tidur. Iapun mendengar suara kentongan itu. Beberapa lama
ia berada diantara kami, baru saja Ki Buyut masuk ke ruang
dalam" "Tolong sampaikan kepada Ki Buyut bahwa kami akan
menghadap" berkata orang dianggap mewakili Ki Buyut di
padukuhan itu. Dalam pada itu, seorang peronda telah mendekati pintu
butulan. lapun kemudian mengutuk dinding dua kali
berulang tiga kali sebagaimana pesan Ki Buyut kepada para
penjaga. Hanya dengan tanda itu sajalah, Ki Buyut akan
menanggapi. Sebenarnyalah bahwa Ki Buyut memang belum tidur.
Setelah beberapa lamanya ia berada di antara para peronda,
dan tidak ada seorangpun yang datang memberikan
laporan, maka iapun kemudian masuk ke ruang dalam,
apalagi ketika suara kentongan semakin lama menjadi
semakin reda. Namun Ki Buyut masih berpesan kepada para peronda
di regol halamannya "Berhati-hatilah. Dua orang diantara
kalian harus lebih sering mengelilingi padukah ini,
sementara tiga orang lainnya tetap berada di regol. Bawa
alat isyarat. Cepat beri isyarat jika kalian melihat sesuatu
yang mencurigakan" Ketika Ki Buyut kemudian mendengar ketukan seperti
yang sudah dipesankan kepada para peronda itu, maka
iapun segera bangkit. Diraihnya pedang yang tergantung di
dinding, di sebelah pembaringannya. Kemudian dengan
tangan di hulu pedang, iapun mendekati pintu butulan.
Perlahan-lahan ia membuka pintu butulan itu sambil
bertanya "Ada apa?"
Peronda yang berada di sebelah pintu itupun menjawab
"Ada orang padukuhan sebelah ujung Kabuyutan ini ingin
bertemu" "Padukuhan diarah suara kentongan itu?" bertanya Ki
Buyut. Peronda itu mengangguk. Jawabnya " Ya Ki Buyut.
Nampaknya memang begitu"
Ki Buyutpun kemudian dengan tergesa-gesa turun ke
halaman mendekati beberapa orang yang telah berada di
halaman. "Kalian ingin bertemu dengan aku?" bertanya Ki Buyut.
"Ya Ki Buyut" jawab orang-yang mewakilinya di
padukuhannya. "Marilah. Naiklah ke pendapa. Aku juga mendengar
'sunrakentongan lamat-lamat dari arah padukuhanmu.
Tetapi aku menunggu keterangan. Karena tidak ada
seorangpun yang memberitahukan kepadaku, maka akupun
memutuskan untuk tidur saja"
"Ki Buyut sedang tidur?" bertanya salah seorang dari
mereka yang datang. "Belum. Aku belum sempat tidur" jawab Ki Buyut Lalu
sekali lagi ia mempersalahkan "Naiklah ke pendapa"
"Terima kasih Ki Buyut" jawab orang yang datang itu
"kami tergesa-gesa"
"O, ada apa" Apakah kalian memerlukan bantuan"
Biarlah para peronda memukul kentongan. Maka dalam
sekejap akan berkumpul orang-orang yang akan dapat
membantumu. Mungkin merekapun masih belum tidur di
rumah masing-masing, karena mereka mendengar juga
suara kentongan lamat-lamat. Tetapi merekapun agaknya
menunggu seperti aku"
Dalam pada itu, dua orang peronda yang mengelilingi
padukuhan melihat tetangga-tetangganya dari padukuhan
sebelah telah berada di halaman rumah Ki Buyut.
Sebelum orang-orang yang datang itu menjawab, kedua
orang itupun hampir berbareng bertanya pula dengan nada
sama seperti pertanyaan Ki Buyut.
"Ada peristiwa yang gawat telah terjadi" jawab salah
seorang dari mereka yang datang itu.
"Kami sudah menduga" jawab salah seorang dari kedua
orang peronda yang berkeliling padukuhan ini nampaknya
kesiagaan telah meningkat. Di gardu-gardu para pengawal
sudah siap menghadapi segala kemungkinan, meski pun
sebagian yang lain, masih terdapat juga laki-laki yang lebih
senang berada di dalam rumahnya"
Orang yang mewakili Ki Buyut itupun segera menceriterakan
apa yang telah terjadi. Mereka juga menceritera-kan
hadirnya tiga orang yang tidak mereka kenal, yang semula
mereka curigai, namun yang ternyata telah memberikan
banyak pertolongan kepada mereka.
"Tanpa ketiga orang itu, kami sudah akan membunyikan
tanda bahaya ganda untuk minta bantuan kepada
padukuhan-padukuhan yang lain yang telah
mendengarnya" berkata salah seorang dari mereka yang
datang di halaman rumah Ki Buyut itu.
"Lalu, bagaimana sekarang dengan mereka?" bertanya
Ki Buyut. Orang-orang yang datang dari padukuhan yang baru saja
terguncang itupun segera menceriterakan lebih jelas lagi,
khususnya mengenai Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa
Bungalan. "Aneh" desis Ki Buyut "ada juga orang yang memiliki
kelebihan itu di daerah ini. Tetapi aku kira mereka tentu
pendatang yang entah karena sesuatu yang tidak diketahui
orang lain, telah merantau ke daerah ini"
"Kami mohon Ki Buyut untuk melihat para tawanan itu.
Mereka telah kami ikat pada pepohonan" berkata salah
seorang diantara mereka yang datang dari padukuhan yang
sedang kacau itu. "Aku akan datang" berkata Ki Buyut "Tunggulah, aku
akan berkemas sebantar"
Ki Buyutpun kemudian masuk kembali ke dalam
rumahnya. Kemudian setelah membenahi pakaiannya,
senjatanya dan segala keperluannya, maka iapun kemudian
turun ke halaman. "Dua orang diantara kalian, ikut aku. Yang lain, jaga
rumah ini baik-baik. Jika perlu, cepat bunyikan isyarat.
Jangan terlambat, agar kawan-kawanmu di gardu-gardu
lain dapat segera membantu"
Demikianlah, maka Ki Buyutpun segera meninggalkan
halaman rumahnya bersama kedua orang pengawalnya.
Sekali lagi ia berpesan agar para pengawal itu berhati-hati.
"Kami sudah siap menghadapi segala kemungkinan"
jawab para pangawal "kantongan yang kami dengar lamatlamat
itu merupakan peringatan yang paling baik bagi para
peronda malam ini" Ki Buyut mengangguk-angguk. Lalu iapun pergi dengan
langkah panjang bersama orang-orang padukuhan yang
mendatanginya. Ketika Ki Buyut sampai di tempat peristiwa itu terjadi,
maka iapun menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat bekas
dari arena pertempuran yang seru.
"Luar biasa" berkata Ki Buyut "perampok yang
jumlahnya demikian banyaknya berhasil kalian tangkap"
"Kami mendapat bantuan dari tiga orang yang tidak
kami kenal sebelumnya" berkata orang-orang di padukuhan
itu. Merekapun kemudian memperkenalkan Mahisa Agni,
Witantra dan Mahisa Bungalan kepada Ki Buyut yang
mengaguminya. "Luar biasa Ki Sanak, berkata Ki Buyut "aku sudah
mendapat laporan, apa yang telah terjadi di sini. Tetapi aku
tidak membayangkan, bahwa jumlah perampok itu
sedemikian banyaknya dan menilik orang-orangnya dan
jenis senjatanya, mereka adalah orang-orang yang luar
biasa. Namun ternyata mereka dapat kalian tangkap dan
bahkan telah kalian ikat"
"Bukan kami bertiga" jawab Mahisa Agni "tetapi kami
semua yang telah terlibat kedalam pertempuran melawan
perampok itu. Kami hanya tiga orang di antara sekian
banyak laki-laki dari padukuhan ini"
"Tetapi setiap orang mengatakan, tanpa kalian bertiga,
maka orang-orang di padukuhan ini tidak berarti apa-apa.
Bahkan mungkin mereka akan dibantai oleh para,
perampok yang garang itu, karena nampaknya para
perampok telah berniat untuk mambunuh sebanyakbanyaknya.
Mahisa Agni tersenyum. Katanya "Agak berlebihlebihan.
Namun sebenarnyalah, bahwa kami memang
hanya sekedar membantu. Bantuan yang betapapun
kecilnya memang terasa sangat berarti dalam keadaan yang
gawat. Ki Buyut mengangguk-angguk. Namun nampaknya
ketiga orang itu memang sangat meyakinkan. Dua orang
yang sudah menjelang hari tuanya, sementara yang seorang
adalah seorang anak muda yang perkasa.
"Apapun yang telah terjadi" berkata Ki Buyut "kalian
adalah orang-orang yang pantas dihormati. Kami ingin
mempersilahkan kalian tinggal di rumah kami untuk
beberapa lemanya"
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Terima kasih Ki Buyut" jawab Mahisa Agni. Namun
semantara itu, ia berkata pula "mungkin Ki Buyut tertarik
pula untuk memperhatikan para perampok itu"
"Ya. Aku ingin membawa pemimpinnya ke rumahku.
Aku ingin berbicara dengan orang itu" sahut Ki Buyut.
"Ki Buyut" berkata Mahisa Agni "jika Ki Buyut tidak
berkeberatan, aku ingin mendapat kesempatan untuk
berbicara dengan mereka, khususnya dengan
pemimpinnya" "Tentu, kenapa aku berkeberatan?" jawab Ki Buyut
"kami akan membawa pemimpin perampok ini ke rumah
kami, sementara kami pun akan mempersilahkan kalian
bertiga untuk tinggal di rumah kami"
Tetapi Mahisa Agni menjawab "Terima kasih Ki Buyut.
Tetapi kami tidak dapat mengikut Ki Buyut sekarang.
Besok, kami akan datang ke rumah Ki Buyut yang tentu
tidak terlalu sulit untuk mencarinya. Setiap orang di
Kabuyutan ini tentu tahu, di mana rumah Ki Buyut"
"Kenapa besok?" bertanya Ki Buyut.
Mahisa Agni termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian jawabnya "Kami tidak dapat mengatakan,
kenapa Ki Buyut. Tetapi masih ada kewajiban kami yang
harus kami lakukan" "Malam ini?" desak Ki Buyut.
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian katanya "Kami mohon maaf. Besok kami akan
datang kepada Ki Buyut. Sekarang kami justru akan mohon
diri" "Tunggu" beberapa orang hampir berbareng
mencegahnya "jangan pergi"
"Aku tidak pergi. Besok aku akan berada di sini lagi.
Mungkin di kedai di pinggir jalan itu. Tetapi yang jelas, aku
akan berada di rumah Ki Buyut untuk berbicara dengan
pemimpin perampok itu" jawab Mahisa Agni.
Orang-orang itu tidak dapat mencegah lagi. Karena itu,
maka ketika ketiga orang itu memaksa meninggalkan
padukuhan, laki-laki yang hampir saja kehilangan anak
perempuannya itu sekali lagi datang kepada mereka untuk
mohon maaf dan sekali lagi mengucapkan terima kasih.
Witantra tersenyum sambil menjawab "Jaga anakmu
baik-baik " Orang-orang padukuhan itu kamudian melepaskan
Witantra dengan perasaan yang aneh. Hampir saja terjadi
salah paham. Namun untunglah bahwa ketiga orang itu
cukup sabar menghadapi mereka, sehingga ketiga orang itu
tidak justru memusuhi mereka. Meskipun yang paling muda
diantara ketiga orang itu hampir kehilangan kesabar an,
namun kedua orang yang lebih tua itu berbasil
mencegahnya. Dalam pada itu, maka Ki Buyutpun memerintahkan
membawa pemimpin perampok itu ke rumahnya, semen
tara para perampok yang lain diserahkan untuk sementara
kepada orang-orang padukuhan itu. Pada saatnya
merekapun akan diambil oleh Ki Buyut dan persoalan
mereka akan diselasaikan pula.
Dalam pada itu, Witantra, Mahisa Agni dan Mahisa
Bungalanpun berada kembali di tempat mereka berlindung.
Mereka kembali ke tempat kuda-kuda mereka
disambunyikan. "Besok kita pergi ke rumah Ki Buyut" berkata Mahisa
Bungalan. "Ya. Besok kita akan sempat bertanya kepada pemimpin
perampok itu. Apakah hubungan mereka dengary Rajawali
Penakluk sahut Witantra. Namun artinya tidak akan menentukan apa-apa lagi"
berkata Mahisa Agni "nampaknya meraka adalah bekas
para pengikut Rajawali Penakluk yang sudah ditinggal
kannya. Agaknya Ki Dukut tidak akan kembali kepada
mereka, setelah Ki Dukut berhubungan dengan orang-orang
berilmu hitam. Semula, ia masih mempertimbangkan
banyak kemungkinan, dan ia menganggap bahwa para
peram pok masih lebih baik dari orang-orang berilmu hitam
yang pada umumnya juga perampok besar, yang dibekali
sifat-sifat yang agak lain dari kebanyakan orang"
Witantra mengangguk-angguk. Katanya "Kau benar.
Kita tidak akan mendapatkan bahan apapun juga dari
mereka. Tetapi tidak ada salahnya pula jika kita
menemuinya besok" Demikianlah, mereka bersepakat dipagi hari berikutnya,
mereka akan datang ke rumah Ki Buyut untuk bertemu
dengan pemimpin perampok yang sudah tertangkap itu.
Sementara itu, menjelang dini hari, pemimpin perampok
yang terikat tangan dan kakinya itu sudah berada di rumah
Ki Buyut. Untuk menjaga agar orang itu tidak melarikan
diri, maka Ki Buyut memrintahkan para pengawalnya
untuk mengikat di dalam gandok sebelah kiri. Bukan saja
tangannya, tetapi juga kakinya.
Namun dalam pada itu. Ki Buyut itu berkata kepada
orang-orang yang mengawal pemimpin perampok itu
"Jangan takut bahwa ia akan melarikan diri. Tali itu adalah
janget rangkep tiga. Tidak seorangpun yang akan dapat
memutuskannya. Sementara tangannya dan kakinya terikat
pada tiang. Jika tiang itulah yang berhasil diangkatnya,
maka gandok itu akan roboh dan menimpa kepalanya.
Kematiannya tidak akan dapat dipersalahkan kepada kita"
Para pengawal itu termangu-mangu. Namun Ki Buyut
berkata "Tinggalkan orang itu.
Orang-orang yang menunggui pemimpin perampok
itupun kemudian meninggalkan gandok. Sementara Ki
Buyut berkata "Tetapi jangan tinggalkan rumah ini. Kalian
dapat berada digardu atau di pendapa. Bagaimanapun juga,
orang ini tetap berbahaya. Mungkin kawan-kawannya yang
kebetulan tidak ikut dalam perampokan ini mengetahui
nasibnya dan berusaha untuk membebaskannya.
Orang-orang padukuhan itupun mengangguk hormat.
Seorang diantara mereka menjawab "Baiklah Ki Buyut.
Kami akan berada di pendapa"
Sejenak kemudian, orang-orang itu telah berada di
pendapa dan yang lain berada di regol. Bukan hanya
mereka yang bertugas meronda, tetapi beberapa orang lain
telah datang pula di rumah Ki Buyut demikian mereka
mengetahui bahwa pemimpin perampok yang tertangkap
telah dibawa kurumah Ki Buyut.
Dalam pada itu, demikian orang-orang itu pergi, Ki
Buyut luluh menggeram "Kau memang dungu. Kenapa kau
berbuat gila seperti itu?"
"Orang-orangmulah yang gila. He. kenapa kau panggil
lagi orang itu" Kau sengaja menjebak kami he?" pemimpin
perampok itu menggeram pula.
"Kau benar-benar akan membantai orang padukuhan
ini?" bertanya Ki Buyut.
"Mereka membuat kami menjadi marah. Mereka Ingin
munangkap kami dan memperlakukan kami seperti ini"
jawab pemimpin perampok itu "jika orang-orang dungu di
padukuhan itu tidak memukul tanda bahaya, maka
kamitmu akan memperhitungkan tingkah laku kami. Tetapi
telah memukul tanda bahaya, dan mereka telah berusaha
mengepung kami. Itu sangat menyakitkan hati. Dan
bukankah tidak ada satu perjanjianpun, bahwa kami tidak
mudah membunuh" "Memang tidak ada perjanjian. Tetapi aku mengira,
bahwa kalian bukan binatang sebuas itu. jika kalian telah
berhasil memiliki semua kekayaan orang yang kau rampok,
itu sudah cukup. Kau tinggal memberikan hasil rampokan
itu sebagian kepadaku"
"Kau gila. Kau tidak ikut berbuat apapun juga" geram
pemimpin perampok itu. "Aku sudah berusaha untuk mencegah orang-orangku di
padukuhan ini untuk keluar dari regol dan membantu padu
kuhan yang telah memukul tanda bahaya itu. Mereka
memang siap" bertaka Ki Buyut.
"Tetapi orang-orang padukuhan itu merasa mampu
untuk melakukannya, sehingga mereka tidak memukul
tanda bahaya ganda. Jika demikian, kami akan semakin
banyak membunuh orang dan meninggalkan bangkai
terbujur lintang" jawab pemimpin perampok itu.
"Omong kosong. Sebelum mereka memukul isyarat
bahaya ganda dan lagi-laki dari padukuhan ini datang
membantu kau sudah berhasil ditangkap dan sekarang kau
terikat disini" "Persetan" geram Ki Buyut "kaulah yang bodoh
sehingga kau lebih senang berusaha membunuh daripada
menyelamatkan diri" Pemimpin perampok itu menggeram. Tetapi ia tidak
menjawab, sementara Ki Buyut itu berkata pula "
Sebenarnya akhir dari peristiwa ini dapat berbeda jika kau
sedikit mempunyai otak dan dapat mengendalikan nafsumu
yang gila. He, apakah orang-orangmu juga mengetahui
hubungan kita?" "Pertanyaan itulah yang gila" geram pemimpin
perampok itu "betapapun bodohnya aku, tetapi aku tidak
akan berbuat begitu dungunya"
"Tidak seorangpun yang mengetahui?" desak Ki Buyut.
"Tentu tidak" jawab pemimpin perampok itu.
Ki Buyutpun mengangguk-angguk. Lalu katanya "Tidak
boleh seorangpun yang mangetahui rahasia ini. Terakhir
kita bekerja bersama kira-kira setahun yang lalu. Orangorang
sudah melupakannya, karena yang kita lakukan
kemudian sama sekali tidak menyangkut Kabuyutanku
sendiri. Sekarang, di saat aku mengisyaratkan kepadamu,
bahwa kerja sama ini dapat dilakukan lagi, kau telah
berbuat begitu bodohnya"
"Lepaskan aku. Aku akan berbuat lebih baik di hari
kemudian" pinta pemimpin perampok itu.
"Gila. jika ketiga orang itu datang kepadaku, apa kataku
jika kau aku lepaskan" Ki Buyut itulah yang menggeram.
"Kaupun ternyata terlalu bodoh. Kau dapat menga takan
bahwa aku berhasil malarikan diri. Aku akan dapat
membuat bekas-bekas seperti itu. Aku akan memutuskan
tali pengikatku, dan aku akan dapat memecah dinding
ruangan ini" sahut pemimpin perampok itu "kemudian aku
akan melarikan diri tanpa dapat dikejar oleh siapapun
meskipun hari telah terang. Bukankah ketiga orang itu tidak
ada di sini" Jika mereka ada, aku memang tidak akan
berhasil berbuat apa-apa"
Ki Buyut merenungi permintaan pemimpin perampok
itu. Kemudian katanya "Kau benar-benar dapat
memutuskan tali pengikat tangan dan kakimu itu?"
"Ya. Aku dapat melakukannya. Aku masih mempu nyai
alat untuk berbuat demikian"
"Apa?" bertanya Ki Buyut.
"Ambil dan taruhlah di tanganku yang terikat itu, sebilah
pisau kecil di ikat pinggangku" berkata pemimpin
perampok itu. "O, kau memang benar-benar bodoh. Jika tali itu putus
dan terdapat bekas pisau, apakah hal itu tidak akan dapat
menumbuhkan kecurigaan seseorang kepadaku?" jawab Ki
Buyut. "Aku akan meninggalkan pisau kecil itu. Semua orang
akan sependapat, bahwa aku berhasil melepaskan diri
karena aku berhasil mengambil pisau itu dari tempat aku
menyembunyikannya pada bagian tubuhku"
Ki Buyut termangu-mangu. Namun kemudian kalanya
"Bagaimana dengan para pengawal"
"Aku tidak berkeberatan sama sekali, jika dimuka pintu
bilik ini dijaga oleh orang-orangmu yang bodoh dan tidak
tahu sama sekali tentang apa yang mereka lakukan.
Kemudian kau akan dapat membebankan tanggung jawab
kepada mereka" Ki Buyut termangu-mangu sejenak. Nampaknya rencana
itu memang dapat dilakukan. Jika pemimpin perampok itu
tetap ada di rumahnya sebagai tawanan, sementara ketiga
orang itu akan ikut serta memeriksanya, maka tidak
mustahil bahwa pada suatu saat rahasia itu akan dapat
terbongkar. Karena itu, rencana pemimpin perampok itu nampaknya
dapat memberikan jalan kepadanya untuk menghindar.
Yang dapat dituduhkan kepadanya, adalah sekedar
kelengahan, sehingga pemimpin perampok yang terikat itu
masih dapat meraih senjata kecilnya untuk memutuskan tali
pengikat tangan dan kakinya.
"Cepat putuskan sebelum siang" geram pemimpin
perampok itu. Ki Buyutpun kemudian dengan ragu-ragu mendekati
perampok itu. Namun akhirnya iapun mengambil sikap
seperti yang diusulkan tawanannya. Dengan hati-hati iapun
mengambil pisau kecil dari ikat pinggang tawanan itu
dengan meletakkan pisau kecil itu dalam genggaman tangan
pemimpin perampok itu. "Panggil orang-orangmu dan suruhlah mereka menjaga
aku" gumam pemimpin perampok itu.
Ki Buyutpun kemudian keluar dari bilik itu dan
memanggil beberapa orangnya yang masih berada di
pendapa dan regol. "Aku sudah selesai dengan orang itu. Jagalah baik-baik.
Bagaimanapun juga orang itu adalah orangyang sangat
licik. Nanti, tiga orang yang telah membantu menangkap
perampok-perampok itu akan datang. Mereka akan
bertanya langsung kepada perampok itu tentang beberapa
hal yang tidak aku mengerti"
"Baik Ki Buyut" jawab salah seorang dari mereka.
"Ia masih terikat. Tetapi jika orang itu melarikan diri,
maka kalianlah yang akan menjadi gantinya" pesan Ki
Buyut kemudian. "Bukankah tali pengikatnya adalah janget?" Bertanya
salah seorang pula. "Ya, Tetapi jangan lengah" bentak Ki Buyut.
Orang-orang itu tidak berani membantah lagi. Ketika Ki
Buyut melangkah pergi, ia masih berkata "Jagalah di muka
pintu. Biar ia berada di dalam bilik yang pintunya kalian
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
selarak dari luar" Orang-orang itupun melakukan seperti yang dikatakan
oleh Ki Buyut. Beberapa orang sempat menjengukkan
kepalanya di pintu dan melihat orang itu masih terikat pada
tiang. Nampaknya orang itu memang tidak akan dapat
melepaskan dirinya. Jika ia memiliki kekuatan unluk
mengangkat tiang tu, maka atas rumah itu akan roboh
menimpanya. Sejenak kemudian, maka pintu gandok itupun telah di
tutup dan diselarak dari luar. Para peronda yangmengang
gap bahwa tawanan itu tidak akan sempat melarikan diri
telah menjaganya dengan kurang berhati-hati. Diantaranya
telah berbaring diamben bambu di serambi gandok itu,
sementara yang lain duduk terkantuk kantuk"
Tawanan yang terikat di dalam bilik di gandok itu
tersenyum. Di dalam hatinya mereka berkata "Orang-orang
dungu. Sebentar lagi aku akan bebas"
Dalam pada itu, ketika pemimpin perampok itu tidak
mendengar suara orang-orang yang menjaganya di pintu
bilik, maka iapun mulai berusaha untuk memotong tali
yang mengikat tangannya. Demikian tajamnya pisau
kecilnya, sehingga usahanya tidak banyak manemui
kesulitan. Tidak seorangpun yang mendengar, apa yang dilakukan
oleh pemimpin perampok itu. Beberapa orang yang
menjaganya. terkantuk-kantuk di luar, sementara yang lain
berusaha mengisi waktunya dengan berkelakar dan
beberapa diantara mereka berjalan-jalan di halaman.
Sementara itu langitpun mulai terang. Burung-burung
liar mulai berkicau bersahut-sahutan. Demikian riangnya
menyambut pagi yang datang.
Beberapa orang yang berada di rumah Ki Buyut itu justru
ada yang telah tertidur di gardu dan di pendapa. Namun hal
itu sama sekali tidak dihiraukan oleh kawan-kawan nya.
Meskipun ada diantara mereka yang tertidur nyenyak,
namun bagi mereka yang masih tetap berjaga-jaga, sama
sekali tidak melihat sesuatu yang mencurigakan.
"Nampaknya Ki Buyut merasa letih sekali" berkata salah
seorang dari para penjaga itu "biasanya ia bangun pagipagi"
"Kau aneh" desis yang lain "belum lama ia masuk ke
dalam rumahnya. Barangkali baru sekejap ia tertidur
sekarang ini" "Meskipun baru sekejap, tetapi ia tidak pernah bangun
sampai matahari terbit" jawab kawannya.
"Matahari belum terbit" jawab yang lain.
Namun sebenarnyalah, sebelum matahari terbit, Ki
Buyut yang belum lama masuk ke dalam rumahnya, telah
membuka pintu pringgitan. Ketika ia turun ke pendapa,
dilihatnya beberapa orang masih tertidur nyenyak.
"He, apakah artinya ini?" ia bertanya.
Yang terjagalah yang menjawab "Biarlah mereka tidur
Ki Buyut" "Jadi kalian sama sekali tidak menjaga tawanan itu?"
bertanya Ki Buyut pula. "Ada beberapa orang yang tetap berada di serambi"
jawab orang itu. Ki Buyut berpaling ke serambi. Ia memang melihat tiga
orang yang duduk berselimut kain panjang. Nampaknya
mereka masih terlalu malas untuk bangkit dari ambennya.
Sementara seorang yang lain berjalan hilir mudik di
longkangan. Nampaknya mereka mengatur diri untuk
bergantian bersiaga sepenuhnya.
"Suruh orang itu berhenti" desis Ki Buyut "sikap itu
berlebih-lebihan. Yang harus kalian jaga adalah seorang
yang berada di dalam bilik itu, sementara yang la berjagajaga,
jika ada kawan-kawannya yang akan berusaha
membebaskannya dengan kekerasan"
Orang-orang yang berada di pendapa itupun hampir
bersamaan bangkit. Tetapi Ki Buyut kemudian berkata
"Suruh kawan-kawanmu bangun dan berapa orang yang
berjaga-jaga di belakang gandok" Biarlah mereka
beristirahat dan orang-orang yang bangun itu harus
menggantikan mereka"
"Di belakang gandok?" tiba-tiba seseorang bertanya.
"Ya. Siapa yang berada di belakang gandok itu?" desak
Ki Buyut. "Tidak ada. Tetapi dua orang diantara kami selalu
mengelilingi seluruh halaman ini. Tentu saja tidak
ketinggalan pengawasan di belakang gandok itu pula"
jawab salah seorang dari mereka.
"Bagaimana jika ada kawan-kawannya yang berusaha
membebaskan orang itu lewat belakang?" bertanya Ki
Buyut. "Tidak Ki Buyut" jawab orang itu "dua kawan kami
berada di regol belakang. Biasanya kami tidak me'
nempatkan orang-orang khusus di regol belakang, selain
sekedar diawasi oleh mereka yang meronda berkeliling"
"Ya. Malam ini keadaan menjadi gawat. Apalagi setelah
ada seorang tawanan di rumah ini" berkata Ki Buyut. Lalu
" Baiklah. Aku hanya ingin meyakinkan, bahwa kalian
tidak lengah. He. siapakah yang malam ini seharusnya
memang bertugas ronda?"
"Diantaranya mereka yang berada di serambi itu Ki
Buyut" jawab orang yang ditanya " termasuk dua orang
yang bertugas di regol butulan itu"
Ki Buyut mengangguk-angguk. Lalu bertanya
"Sudahlah. Aku akan mandi. Aku bangun kesiangan.
Tetapi aku baru dapat tidur sekejap, sementara satu kakiku
masih tergantung di bibir amben"
Ki Buyutpun kemudian melangkah kembali ke pintupringgitan.
Ketika ia hilang di balik pintu, maka orangorang
yang berada di pendapapun bergumam "Ki Buyut
terlalu berhati-hati. Apa yang dapat dilakukan oleh seorang
yang sudah terikat tangannya?"
Sudah sewajarnya. Orang yang semakin tua seperti Ki
Buyut itu akan menjadi semakin berhati-hati dan selalu
kecemasan" jawab kawannya.
Yang lain menarik nafas dalam-dalam. Namun
merekapun segera membangunkan kawan-kawan mereka
yang tertidur. "Sebagian dari kita akan pulang. Hari sudah siang. Kita
akan mengatur, bagaimana kita akan menjaga orang itu
sebelum Ki Buyut mengambil keputusan untuk menghukum
orang itu atau menyerahkan kepada Akuwu" berkata salah
seorang dari mereka. "Kita akan tetap pada hari-hari perondaan kita masingmasing"
jawab kawannya. Tidak sulit menjaga orang yang
terikat kaki dan tangannya"
"Tetapi bukankah pada saat-saat tertentu, orang itu harus
makan minum dan mungkin ke pekiwan" Bukankah
diperlukan orang-orang khusus untuk menjaganya?" jawab
orang yang pertama. Kawannya mengangguk-angguk. Bahkan iapun
kemudian bertanya "Bagaimana dengan kawan-kawannya
yang masih kita tinggalkan di padukuhan yang sedang
kacau itu" "Pada saatnya merekapun akan dibawa kemari setelah
pemeriksaan atas pemimpin mereka ini selesai dan Ki
Buyut akan dapat mengambil keputusan" jawab yang lain.
Demikianlah orang-orang itupun telah mengatur diri.
Pada dasarnya tidak ada perubahan saat-saat parondan
seperti yang biasa mereka lakukan. Namun dalam keadaan
yang gawat itu, maka setiap malam di halaman rumah Ki
buyut itu akan ditambah dengan empat orang peronda
selama tawanan itu masih berada di rumah Ki Buyut siang
dan malam. "Tidak lama. Mungkin hanya selama empat atau lima
hari orang itu sudah akan menerima hukumannya.
Mungkin di Kabuyutan ini, mungkin dari tempat Akuwu"
berkata salah seorang dari mereka.
Dalam pada itu, ketika mereka telah bersepakat maka
merekapun berniat untuk melaporkannya kepada Ki Buyut.
Sementara beberapa orang diantara mereka akan mohon
diri. Empat orang akan tinggal untuk menjaga tawanan itu.
Malam nanti empat orang itu akan diganti oleh empat
orang yang lain, selain par a peronda seperti biasanya.
Namun sebelum orang-orang itu pergi, rasa-rasanya
mereka masih ingin melihat sekali lagi, apakah pemimpin
perampok yang terikat tangan dan kakinya itu juga sempat
tidur. "Jangan ganggu orang itu" desis salah seorang dari
mereka. "Aku tidak akan mengganggu" jawab kawannya "aku
hanya ingin menengoknya untuk melihat, apakah ia tetap
seperti saat kita mengikatnya"
Yang lain tidak mencegahnya. Bahkan ketika orang itu
mem buka selarak pintu, beberapa orang telah
mengerumuninya untuk dapat melihat tawanan itu pula.
Tetapi demikian pintu itu terbuka, beberapa orang
terpekik karenanya seorang yang berdiri dipaling depan
bahkan berteriak nyaring "Gila., Orang itu telah melarikan
diri" Teriakan itu terdengar oleh para peronda yang lain,
sehingga merekapun telah berlari-lari kepintu.
Sebenarnyalah bahwa pimpinan perampok itu telah tidak
berada lagi ditempatnya. Ki Buyut yang diberi-tahupun
segera berlari-lari memasuki bilik gandoknya. Sambil
menghentakkan kakinya ia menggeram "Anak iblis,
bagaimana mungkin ia melarikan diri"
Para peronda itupun menjadi pucat. Rasa-rasanya
mereka akan dibebani oleh pertanggungan jawab atas
hilangnya pemimpin perampok itu. Suatu hal yang bagi
mereka tidak akan mungkin terjadi, Namun mereka tidak
dapat mengingkari kenyataan, bahwa pemimpin perampok
itu memang sudah tidak ada ditempatnya.
Sementara itu, Ki Buyut dan para peronda yang melihat
keadaan di dalam bilik yang sudah ditinggalkan oleh para
perampok itu tinggal dapat menemukan tali yang sudah
terputus dan sebilah pisau belati kecil.
"Ia berhasil memutuskan janget dengan pisau yang
tajamnya bukan buatan" desis seseorang.
Ki Buyut memungut pisau itu sambil menggeram Kalian
kurang berhati-hati"
Kata-kata yang singkat itu membuat setiap orang men
jadi berdebar-debar. Mereka sadar, bahwa Ki Buyut tidak
hanya akan mengatakan hal itu. tanpa ada tindakan
berikutnya. "Bagaimana mungkin ia dapat menggapai pisau tergeram
Ki Buyut kemudian. Para peronda hanya saling berpandangan. Seorang dari
mereka bergumam "Mungkin ikatan itu mengendor, dan
jari-jarinya berhasil menggagapi pisau kecil yang terlepas
dari usaha melucutinya"
Kawannya mengangguk-angguk. Segala macam
perkiraan memang dapat disebutkan. Tetapi kenyataannya
sudah pasti, orang itu telah melarikan diri.
Namun dalam pada itu. para peronda itu telah
dicengkam oleh kecemasan yang luar biasa. Apalagi ketika
Ki Buyut kemudian menggeram "Semua berkumpul
dipendapa" Para peronda itupun menjadi pucat. Sementara Ki Buyut
masih berkata dengan suara bergetar "Biarkan dinding yang
renggang itu. Dengan demikian, akan dapat dilihat oleh
siapapun yang ingin mengetahui persoalannya, bahwa
pemimpin perampok itu telah berhasil melarikan diri dari
hadapan sekian banyak orang dengan merenggangkan
dinding kayu tanpa didengar oleh seorangpun setelah ia
berhasil memotong tali pengikat tangan dan kakinya"
Sejenak kemudian, para peronda itu telah berkumpul di
pendapa. Dihadapan mereka duduk Ki Gede dengan wajah
yang bagaikan membara. Dengan suara bergetar Ki Buyut berkata "Pemimpin
perampok itu telah mencoreng arang diwajah kita. Dan
kalian adalah orang-orang yang tidak tahu diri. Bagaimana
aku berusaha memperingatkan kalian, bahwa orang itu
adalah orang yang berbahaya.nya saja" Sebentar lagi, tiga
orang yang semalam mem bantu kita menangkap pemimpin
perampok itu akan oatang Mereka ingin berbicara dengan
pemimpin perampok ternyata telah melarikan diri itu"
Tidak seorangpun yang berani memandang wajah Ki
Buyut "He, siapakah yang dapat mengatakan, apakah
jawabku jika orang-orang itu datang?" suara Ki Buyut mulai
naik dan semakin keras. Orang-orang padukuhan itupun menjadi semakin takut.
Mereka mengerti bahwa Ki Buyut adalah orang yang lunak
dan bahkan lembut. Tetapi dalam keadaan tertentu ia akan
dapat menjadi kasar dan bahkan seperti kehilangan
pengamatan diri. Karena itulah, maka orang-orang yang merasa tersangkut
dalam pertanggungan jawab itupun menjadi ketakutan.
Sementara Ki Buyut berkata "Kalian tinggal disini sampai
ketiga orang itu datang"
Orang-orang yang merasa bersalah itu menjadi pucat.
Mereka sama sekali tidak mengerti, apa yang akan terjadi
atas mereka. Sementara beberapa diantara mereka telah
mendengar, bahwa ketiga orang itu adalah orang-orang
yang luar biasa. Karena itu, maka merekapun benar-benar menjadi sangat
cemas. Tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka
bdak berani memaksa untuk meninggalkan rumah Ki
Buyut. Sebab dengan demikian, maka kesalahan mereka
akan menjadi berganda. Dengan demikian, maka dengan kepala tunduk mereka
harus mendengarkan kemarahan Ki Buyut yang meledakledak.
Dengan menggeretakkan giginya Ki Buyut berkata
geram "Untunglah, bahwa aku tetap menyadari, bahwa
kalian adalah keluargaku sendiri, sehingga aku dapat
menahan hati. Tetapi aku tidak tahu, apa yang akan
diperbuat oleh ketiga orang itu. Mereka adalah orang-orang
asing bagi kita. Namun mereka adalah orang-orang yang
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
luar biasa, yang memiliki kemampuan diluar jangkauan
nalar kita" Orang-orang yang merasa bersalah itu semakin mesuatu
akan dapat terjadi atas mereka. Sementara beberapa orang
telah menyalahkan diri mereka sendiri, kenapa tawanan
yang terikat tangan dan kakinya itu masih dapat
melepaskan diri dan bahkan menghilang dari dalam bilik
yang dianggap cukup kuat untuk menahannya.
"Bagaimana mungkin ia meraih pisau itu" bertanya
orang-orang itu di dalam hatinya.
Namun hal itu memang sudah terjadi.
Meskipun kemudian Ki Buyut meninggalkan orangorang
itu di pendapa, namun tidak seorangpun di antara
mereka yang berani meninggalkan rumah dan halaman itu.
Bagaimanapun juga. kawan-kawannya tentu akan
mengetahuinya, dan mereka akan datang mengambilnya di
rumah dan membawa kembali ke pendapa itu.
Dalam pada itu, sebenarnyalah bahwa Mahisa Agni,
Witantra dan Mahisa Bungalan ingin datang ke rumah Ki
Buyut untuk berbicara dengan pemimpin perampok yang
telah menyebut nama Rajawali Penakluk. Meskipun
mungkin orang itu tidak tahu ke mana Rajawali Penakluk
itu bersembunyi, namun mungkin orang itu akan dapat
memberikan sedikit keterangan tentang orang yang
disebutnya Rajawali Penakluk itu.
Karena itulah, maka setelah mereka mengemasi diri dan
membenahi pakaian mereka, maka ketiganyapun telah
bersiap untuk pergi ke rumah Ki Buyut ke padukuhan yang
telah diberitahukan kepada ketiganya. Agaknya mencari
rumah Ki Buyut adalah pekerjaan yang tidak akan terlalu
sulit. Setiap orang akan dapat menunjukkan, di manakah
rumah Ki Buyut itu. Sejenak kemudian ketiganyapun telah turun ke jalan
menuju ke rumah Ki Buyut. Sekali mereka bertanya di
jalan, kepada seorang petani yang berada di sawahnya
unluk mengatur air yang mengalir tidak terlalu deras di parit
yang membujur di pinggir jalan.
Seperti yang mereka duga, maka merekapun segera
menemukan rumah Ki Buyut yang cukup besar dan
berhalaman luas. Namun demikian mereka berbga memasuki regol
halaman, merekapun terkejut. Di pendapa rumah itu
terdapat banyak orang yang duduk dengan wajah yang
pucat dan gelisah. Apalagi ketika mereka bertiga memasuki
halaman rumah itu. Kedatangan mereka bertiga itupun segera diketahui oleh
Ki Buyut yang kemudian dengan tergesa-gesa menyongsong
mereka dan mempersilahkan mereka naik ke pendapa.
Namun keheranan ketiga orang itu justru menjadi
semakin bertambah-tambah. Mereka melihat wajah-wajah
yang menjadi kebingungan dan sama sekali tidak
seorangpun yang berani mengangkat wajahnya untuk
memandang ketiga orang yang baru datang itu.
Setelah menambatkan kuda masing-masing, maka
ketiganyapun kemudian naik ke pendapa dan duduk di satu
sisi menghadap kepada orang-orang yang nampak
kecemasan dan gelisah itu.
"Marilah Ki Sanak" berkata Ki Buyut "silahkan melihat
orang-orang yang dungu dan tidak tahu diri ini"
Mahisa Agni mengerutkan keningnya. Kemudian iapun
bertanya "Apa yang telah terjadi Ki Buyut?"
"Bertanyalah kepada mereka. Biarlah mereka berani
menyebut apa yang telah mereka lakukan" geram Ki Buyut.
Mahisa Agni memandang orang-orang yang
menundukkan kepalanya itu. Sementara Ki Buyut
membentak "Ayo katakan, apa yang telah terjadi"
Tidak seorangpun yang berani mengangkat wajah-wajah
mereka dan mengatakan sesuatu, sehingga karena itu, maka
Ki Buyutlah yang berkata hampir berteriak "Mereka telah
melakukan kebodohan yang tidak dapat dimaafkan"
"Kenapa?" bertanya Mahisa Agni.
Wajah Ki Buyut telah menjadi semakin tegang.
Kemudian dengan suara parau ia berkata "Pemimpin
perampok itu melarikan diri"
"He" Mahisa Agni terkejut. Demikian pula Witantra dan
Mahisa Bungalan. Sehingga untuk sejenak mereka
"Itulah yang terjadi Ki Sanak" berkata Ki Buyut "aku
menyerahkan satu orang yang telah terikat kaki dan
tangannya kepada sekian banyak orang. Tetapi ternyata
mereka tidak dapat mengawasinya dengan baik, sehingga
Orang itu melarikan diri"
Witantra beringsut setapak. Sambil menarik nafas dalamdalam
ia berkata "Menarik sekali. Tetapi Ki Buyut,
bagaimanakah mungkin orang itu melarikan diri" Apakah
ia mempunyai satu cara yang luar biasa, bahkan mungkin
diluar jangkauan nalar?"
"Marilah Ki Sanak. Aku persilahkan Ki Sanak
mengamati apa yang telah terjadi" berkata Ki Buyut.
Ketiga orang itupun kemudian turun ke halaman dan
melintas ke gandhok diikuti oleh orang-orang yang telah
melakukan kesalahan itu. Di dalam gandok Mahisa Agni,
Witantra dan Mahisa Bungalan dapat melihat dinding yang
rusak, tali yang terputus dan sebilah pisau belati yang sangat
tajam. Sejenak Ketiganya termangu-mangu. Ki Buyut dan
beberapa orang yang ikut memasuki gandok itu mengamatamati
ruang yang tidak terlalu luas itu. Terutama Mahisa
Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan.
Kesan yang mereka dapatkan adalah seperti juga kesan
beberapa orang yang lain. Bagaimana mungkin pemimpin
perampok itu dapat mengambil pisau kecilnya.
"Aneh sekali" desis Mahisa Bungalan.
"Tetapi memang mungkin" desis Witantra "aku pernah
melihat seseorang membawa sebilah pisau kecil seperti ini
dipergelangan tangannya. Ia memakai gelang dari kulit
yang tebal dan besar, sehingga ia dapat menyisip kan pisaupisau
kecil itu" "Tetapi apakah orang yang kita tangkap kemarin
memakai gelang kulit dipergelangan tangannya?" bertanya
Mahisa Agni. Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Katanya
"Aku tidak begitu memperhatikannya paman. Namun
seandainya demikian, maka apakah mungkin ia dapat
menggapai pisau itu"
"Ya. Dengan tangan yang lain yang terikat menjadi satu
ia akan dapat mengambil pisau kecil itu dan memutuskan
tali pengikatnya" jawab Witantra "namun seandainya tidak
dipergelangan, ia mungkin sekali mendapatkan pisau itu di
tempat yang memang sudah diperhitungkan, Sehingga pada
saat yang gawat itu ia dapat mengambilnya dan
mempergunakannya" "Agaknya memang begitu" sahut Ki Buyut "agaknya
orang itu memang sudah memperhitungkan satu
kemungkinan, bahwa ia akan dapat tertangkap dan diikat"
"Ya. Orang itu tentu sudah berpengalaman menghadapi
keadaan yang bagaimanapun juga" jawab Witantra.
Namun dalam pada itu, selagi Witantra kemudian
berbincang dengan Ki Buyut, Mahisa Bungalan dan Mahisa
Agni melihat-lihat lebih cermat lagi. Tidak ada bekas-bekas
yang menunjukkan bahwa orang itu telah bekerja dengan
susah payah. Nampaknya semuanya berlangsung dengan
mudah. Witantra dan Ki Buyut yang agaknya mempunyai
persesuaian pendapat, telah berbicara dengan asyiknya,
sementara Mahisa Bungalan telah keluar dari dalam bilik
itu dan berbicara dengan beberapa orang.
"Kami memang lengah" jawab seseorang "kami kurang
melihat bagian-bagian lain dari bilik itu, selain pintu
depannya saja. Ki Buyutpun sudah memperingatkan, agar
kami mengawasi bagian belakang dari gandok itu. Tetapi
menurut pendapat kami, orang itu telah terikat kaki dan
tangannya" Mahisa Bungalan tidak bertanya lebih lanjut Rasarasanya
tidak banyak keterangan yang danat diberikan
kepada orang-orang itu selain pengakuan bahwa mereka
memang kurang berhati-hati.
"Terhadap orang-orang ini, kami tidak dapat berbuat
apa-apa" berkata Mahisa Bungalan di dalam hatinya.
Sementara itu, Witantrapun telah selesai dengan
percakapannya. Ternyata tidak ada hal-hal yang menarik
perhatiannya, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk
meninggalkan saja rumah Ki Buyut itu.
Namun demikian Mahisa Agni masih bertanya
"Bagaimana dengan para perampok yang lain?"
"Mereka akan kami bawa kemari. Ada beberapa
kemungkinan. Namun yang paling baik adalah
menyerahkan mereka kepada Akuwu" jawab Ki Buyut.
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Agaknya memang
tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan masalah itu.
Namun ada kemungkinan bahwa Akuwupun akan
bertanya, dimanakah pemimpin dari gerombolan perampok
itu. Sejanak kemudian, maka Mahisa Agni, Witantra dan
Mahisa Bungalanpun minta diri. Sebenarnya mereka
merasa kecewa bahwa mereka tidak dapat bertemu dengan
pemimpin perampok itu. Bukan saja mereka tidak dapat
bertanya sama sekali, namun agaknya pemimpin perampok
itu akan dapat berbuat jauh lebih banyak lagi.
Tetapi demikian ketiga orang itu keluar regol padepokan,
maka Mahisa Agnipun berkata "Kita bertanya kepada
tawanan-tawanan yang lain, dimanakah sarang mereka.
Mungkin kita akan dapat mengunjunginya"
"Aku sependapat paman" Mahisa Bungalan menyahut
dengan serta merta "orang itu tentu kembali ke sarangnya
untuk menyelamatkan apa yang telah mereka miliki.
Karena itu, kita harus bertindak cepat"
"Ya. Secepat dapat kami lakukan" jawab Mahisa Agni.
Lalu "Namun kesempatan yang aku dapatkan selama
Witantra berbicara dengan asyiknya, maka aku menangkap
beberapa hal yang agak menarik perhatian"
"Apa?" bertanya Witantra.
"Ada beberapa kesimpang siuran sikap Ki Buyut"
berkata Mahisa Agni "Aku dengan hati-hati memancing
keterangan. Semula Ki Buyut menyuruh orang-orangnya
meninggalkan tawanan itu, karena menurut Ki Buyut,
orang itu tidak akan dapat melepaskan diri, karena ia terikat
dengan janget. Namun kemudian Ki Buyut memanggil
mereka dan memberikan beberapa pesan, agar mereka
berhati-hati" Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Lalu
"Anakah kita akan mengusutnya?"
"Tidak sekarang" berkata Mahisa Agni "barang kali kita
dapat melacak pemimpin gerombolan yang hilang itu saja.
Jika kita dapat menemukannya. Kemudian jika kita dapat
menangkap kembali orang itu. kita akan dapat ber| bicara
dengannya Namun pekerjaan itu bukannya pekerja an yang
mudah" "Aku mengerti. Tetapi tentu akan sangat menarik" sahut
Mahisa Agni. Karena itulah, maka merekapun kemudian langsung
menuju ke padukuhan, tempat para perampok itu masih
disimpan. Kedatangan Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa
Bungalan disambut oleh orang-orang padukuhan itu. dan
segala yang ingin dilakukannya tidak seorangpun yang
menghalanginya. Dalam pada itu, maka Mahisa Agnipun minta kepada
orang-orang padukuhan itu, agar ia diberi kesempatan
untuk berbicara dengan salah seorang diantara para
perampok itu. "Silahkan" berkata orang-orang padukuhan itu "kami
tidak akan berkeberatan"
Demikianlah, di pendapa sebuah rumah diantara rumahrumah
penduduk itu, Mahisa Agni. Witantra dan Mahisa
Bungalan menghadapi seorang diantara para perampok
yang tertangkap itu. Dengan tidak ragu-ragu, Mahisa Agni
meminta agar Mahisa Bungalan melepaskan segala ikatan
di tubuh orang itu. "Duduklah" bertaka Mahisa Agni.
Orang itupun kemudian duduk dengan jantung yang
berdebaran. Apalagi orang itu mengetahui, bahwa ketiga
orang yang menghadapinya adalah orang yang luar biasa.
"Aku akan mengajukan pertanyaan" berkata Mahisa
Agni "kau harus menjawab dengan jujur" Orang itu tidak
menjawab. "Coba katakan" berkata Mahisa Agni "dimanakah
pemimpinmu sekarang"
Orang itu justru heran. Katanya "Bukankah orang itu
telah dibawa oleh Ki Buyut?"
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Katanya "Jadi kau
mengetahuinya" "Ya" jawab orang itu.
"Baiklah. Jika demikian aku ingin tahu, dimanakah
sarangmu" bertanya Mahisa Agni.
Orang itu menegang. Namun Mahisa Agni berkata
"Tentu kau merasa keberatan. Tetapi aku kira tidak ada
gunanya lagi bagimu untuk menyembunyikan, karena
untuk selamanya kau tidak akan dapat menikmatinya jika
di sarangmu masih tersimpan harta benda hasil
rampokanmu. Kawan-kawanmu yang masih tinggal tentu
akan memilikinya, atau mungkin justru Rajawali Penakluk
itu datang lagi kesarang kalian, mengambil segalanya untuk
bekal langkah-langkahnya yang akan dilakukannya
kemudian" "Kau tahu Rajawali penakluk?" bertanya orang itu.
"Aku mengenalnya. Tetapi itu tidak penting. Aku ingin
pergi ke sarangmu. Katakan dimana. Lalu aku akan
membawamu ke tempat itu. Jika ternyata kau menipuku,
maka akibatnya akan sangat buruk bagimu. Aku dapat
membuatmu tidak berdaya dengan sentuhan-sentuhan di
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagian badanmu" berkata Mahisa Agni.
Orang itu memandangi ketiga orang yang
menghadapinya itu berganti-ganti. Namun kemudian ia
berkata "Aku tidak dapat mengatakan kepadamu, dimana
sarangku. Mahisa Agni menerik nafas dalam-dalam. Kemudian
katanya kepada Manisa Bungalan "Kau dapat membuatnya
tidak berdaya" Mahisa Bungalan mendekati orang itu yang
dengan ketakutan bergeser setapak surut. Katanya.
"Jangan" "Tidak akan terasa apa-apa. Tetapi kau akan menjadi
lumpuh. Bahkan ia akan dapat membuatmu bukan saja
lumpuh dalam keadaan sadar, tetapi kau dapat juga tertidur
dengan nyenyaknya dalam waktu yang panjang"
"Jangan" orang itu semakin ketakutan.
"Kau masih beruntung jika kau kami buat pingsan
disini" berkata Mahisa Agni "tetapi juka kau tidak mau
mengatakan dimana sarangmu, maka aku akan mem
bawamu, Aku akan membuatmu lumpuh dengan kesadaran
penuh dan melemparkan dipinggir hutan. Kau tidak akta,
dapat lari dari kerumunan tikus-tikus liar yang kelaparan"
"Jangan. Aku tidak mau" jawabnya dengan gemetar.
"Soalnya bukan mau tidak mau. Tetapi kau tidak
mempunyai pilihan lain, jika kami ingin berbuat demikian"
desis Mahisa Agni. "Kau kejam sekali. Melampaui orang-orang kami" orang
itu semakin ketakutan. "Kau mempunyai kesempatan untuk membebaskan diri
dari kemungkinan itu" berkata Mahisa Agni "tunjukkan,
dimana sarangmu. Tetapi kau tidak akan dapat
membohongi kami. Kau akan kami bawa. Jika ternyata kau
berbohong, maka nasibmu benar-benar akan sangat buruk.
He. apakah kau pernah melihat bagaimana tikus-tikus liar
membunuh mangsanya" Jauh lebih mengerikan dari seekor
harimau lorang yang paling ganas disegala jenis hutan"
"Kalian masih tetap terikat oleh kemanusiaanmu" orang
itu hampir menangis "jangan lakukan itu"
"Kau mengerti juga arti kemanusiaan?" bertanya Mahisa
Agni. "Tetapi jangan perlakukan aku seperti itu" minta orang
itu. "Ada syaratnya. Tunjukkan dengan benar, dimana
sarangmu" suara Mahisa Agni menjadi semakin berat.
Tidak ada pilihan lain. Orang itu percaya bahwa ketiga
orang itu akan dapat memperlakukannya dengan sesuka
hatinya. Karena itu, maka ia tidak dapat lagi mengelak
Dengan gemetar, maka orang itupun mulai memberikan
petunjuk, jalan yang manakah yang harus ditempuh untuk
pergi ke sarangnya yang terletak di antara hutan perdu dan
hutan yang cukup lebat agak jauh dari padukuhan itu.
"Apakah aku dapat mempercayaimu?" bertanya Mahisa
Agni. "Aku tidak berbohong" jawab orang itu.
"Kau ikut kami" Jika kau berbohong, maka kau akan
mengalami seperti yang aku katakan" berkata Mahisa Agni.
"Aku tidak berbohong" ulang orang itu.
Mahisa Agnipun kemudian memerintahkan Mahisa
Bungalan untuk mengikatnya seperti semula dan
mengembalikannya kepada kawan-kawannya.
"Apakah orang itu akan kita bawa?" bertanya Mahisa
Bungalan. "Tidak. Aku hanya ingin memaksanya untuk berkata
sebenarnya" jawab Mahisa Agni.
"Jadi, kita akan pergi ke sarang itu?" desak Mahisa
Bungalan yang nampaknya sudah tidak sabar lagi.
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Tetapi ia
tidak membantah sikap hati-hati pamannya. Bahkan
kemudian, iapun berjalan di sebelah Witantra yang berada
di belakang Mahisa Agni. Ketiganyapun mendekati sepasang pohon cangkring itu
dan melewatinya justru di luar batas kedua batang pohon
itu. Perlahan-lahan mereka menyibak gerumbul-gerumbul
liar yang tumbuh rapat beberapa langkah di sekitar pohon
cangkring itu. Namun tiba-tiba mereka tertegun. Dibalik gerumbulgerumbul
liar itu mereka melihat seperti sebuah goa
diantara daun-daun perdu menjelujur panjang.
"Sebuah jalan menuju ke sarang itu" desis Mahisa
Bungalan" kita tinggal menelusurinya"
"Ya" jawab Mahisa Agni "namun justru jalan ini putus
menjelang sepasang pohon cangkring itu. Sehingga aku
yakin, bahwa orang-orang dari sarang gerombolan itu tidak
pernah keluar dan masuk sarang mereka melalui pintu
gerbang seperti yang dikatakan oleh perampok itu"
"Tetapi nampaknya bahwa sarang mereka terletak di
sekitar tempat ini adalah benar" desis Witantra " aku
melihat bekas kaki" Mahisa Agni dan Mahisa Bungalanpun kemudian
memperhatikan jejak kaki yang dikatakan oleh Witantra itu.
Sebenarnyalah mereka melihat jejak baru di atas
rerumputan yang patah menuju ke sarang perampok itu"
Meskipun mereka tidak mengatakannya, namun agaknya
mereka bersepakat di dalam hati, bahwa jejak itu tentu jejak
pemimpin perampok yang baru saja berhasil melepaskan
diri dari tangan Ki Buyut yang menahannya dengan
memutuskan tali pengikatnya.
"Kita akan mengikutinya" desis Mahisa Agni.
Dengan sangat hati-hati ketiganya merayap semakin
dalam memasuki goa dedaunan liar yang nampaknya
berhasil dijinakkan oleh gerombolan perampok itu,
sehingga merupakan jalur jalan menuju ke sarang mereka.
Beberapa puluh langkah mereka maju. Namun tiba-tiba
Mahisa Agni memberikan isyarat agar mereka berhenti
sejenak. Katanya "Kita sudah menjadi semakin dekat.
Dihadapan kita, pepohonan yang seolah-olah telah
dibentuk menjadi goa ini telah tertutup. Tetapi bekas kaki
ini tetap menuju ke sana"
"Kita akan mengikutinya" desis Witantra.
Ketiganya berjalan terus. Namun merekapun tiba-tiba
telah terhenti di ujung goa yang terbuat dari dedaunan liar
itu. Namun setelah beberapa saat mereka memperhatikan
keadaan di sekitarnya, maka hampir bersamaan Mahisa
Agni dan Witantra menunjuk ke sisi sebelah kiri sambil
berdesis "Inilah"
Mahisa Bungalan memperhatikan arah yang ditunjuk
oleh kedua pamannya itu. Sebenarnyalah iapun melihat
dedaunan bekas disibakkan, betapapun hati-hatinya.
"Kita memasuki daerah yang gawat sekarang" desis
Witantra. "Ya. Mungkin pemimpin perampok itu bukan pemimpin
tertinggi dari sarang mereka di sini" desis Mahisa Agni.
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Sementara
Mahisa Agni yang berada di paling depan mulai
menyibakkan dedaunan liar dan menyusup semakin dalamdalam.
Dengan ketajaman penglihatannya, maka ia dapat
melihat bekas dan jejak orang yang berjalan mendahului
yang nampaknya tergesa-gesa sehingga tidak berhasil
menghapus jejaknya dengan baik.
Beberapa langkah mereka maju. Namun tiba-tiba mereka
sampai pada ujung jalan yang mereka lalui di antara semaksemak.
Pada suatu saat mereka terhenti, karena mereka
melihat dihadapan mereka, pohon perdu itu menjadi
semakin jarang. "Kita sudah menembus pintu gerbang kedua" desis
Mahisa Agni "kita sudah sampai"
Ketiga orang itupun segera bersiap-siap menghadapi
segala kemungkinan. Dengan hati-hati mereka menembus
lapisan terakhir dari lobang yang aneh yang mereka lewati.
Sebenarnyalah, dari ujung lorong itu mereka dapat
menyibakkan dedaunan sehingga mereka dapat melihat
tempat yang cukup lapang di bawah pepohonan besar di
dalam hutan itu. Namun nampaknya pohon-pohon perdu
dan gerumbul-gerumbul liar di bawah pepohonan itu sudah
dibersihkan dan tidak tumbuh lagi karenanya.
Diantara pepohonan itu nampak beberapa barak yang
didirikan terpencar dengan jarak yang tidak lebih dari
duapuluh langkah dari yang satu dengan yang lain.
"Lihat" desis Mahisa Agni.
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam.
Kemudian katanya "Barak itu nampaknya sepi"
"Sebagian mereka telah tertangkap. Mungkin sebagian
besar" jawab Witantra.
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Apakah kita akan langsung mendekati barak itu"
"Ya" jawab Mahisa Agni "tetapi hati-hatilah. Kita akan
mendekati dan dengan akibat yang dapat kita perhitungkan.
Kita akan berpencar. Dengan pengertian bahwa apabila kita
tardesak dan harus pergi dari tempat ini, kita akan bertemu
di luar hutan. Ingat Mahisa Bungalan, rasa-rasanya ada
semacam sentuhan perasaan, jangan melalui jalan di antara
kedua pohon cangkring yang disebut pintu gerbang pertama
itu" Mahisa Bungalan mengangguk. Jawabnya "Aku
mengerti Paman" "Nah, kita akan mendekati tempat itu dari tiga arah"
berkata Mahisa Agni kemudian "kita akan memakai isyarat
suara burung tekukur. Seandainya di daerah ini tidak ada
burung tekukur dan dengan demikian, kehadiran kita segera
diketahui, maka kita sudah siap untuk menghadapi mereka
dalam keadaan yang bagaimanapun juga"
"Baik paman" jawab Mahisa Bungalan pula. Dalam
pada itu, maka ketiga orang itupun segera membagi arah.
Mereka akan mendekati barak itu untuk mengetahui
keadaannya. Baru setelah terdengar isyarat dari Mahisa
Agni, mereka akan memasuki daerah di antara barak-barak
itu" Demikianlah, dengan hati-hati ketiga orang itupun
mendekati barak dari arah yang berbeda. Mahisa Agni men
dekati barak dari arah Selatan. Witantra dan Utara dan
Mahisa Bungalan dari arah Timur, dari arah mereka
datang. Semakin dekat, maka merekapun mulai melihat
seseorang yang lewat diantara longkangan barak yang
terpencar itu. Tergesa-gesa melintas. Kemudian hilang
dibarak sebelah. Mahisa Agni yang datang dari Selatan melihat, bahwa
diantara barak yang berpencaran itu terdapat sebuah
diantaranya yang paling besar. Orang yang melintas dengan
tergesa-gesa itu keluar dari barak yang paling besar dan
hilang dibarak sebelah. Sejenak Mahisa Agni menunggu. Seperti yang
diduganya, maka orang yang melintas itu dengan tergesagesa
kembali ke barak yang paling besar dengan membawa
sebuah kampil yang besar.
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Harapannya
untuk bertemu dengan pemimpin perampok itupun menjadi
semakin besar. Meskipun sejalan dengan itu, maka iapun
semakin menyadari, bahwa para perampok itu tentu sudah
cukup lama tidak bersinggungan dengan orang yang
menyebut dirinya Rajawali Penakluk.
Menurut dugaan Mahisa Agni, pemimpin perampok itu
tentu baru mengumpulkan orang-orangnya yang tersisa dan
merencanakan untuk menyingkir, karena iapun
memperhitungkan, bahwa salah seorang dari pengikutnya
tentu akan menunjukkan dimanakah sarang mereka. Tetapi
pemimpin perampok itu tidak akan menduga, bahwa orang
yang memburunya bergerak cukup cepat.
Dalam pada itu, Mahisa Agni masih melihat beberapa
orang yang lain melintas hilir mudik, sehingga Mahisa
Agnipun menduga, bahwa jumlah orang di dalam sarang
itu masih harus diperhitungkan sebaik-baiknya.
Ketika Mahisa Agni menjadi semakin dekat, maka ia
masih melihat dua orang bersenjata telanjang berjalan di
seputar barak yang besar itu, kemudian melintas diantara
barak-barak yang berserakan. Agaknya masih juga ada dua
orang yang mengawasi barak itu dengan cermat.
Dari pengamatan yang sepintas, Mahisa Agni
mengetahui bahwa penghuni barak itu memang sudah tidak
terlalu banyak. Namun tiga orang dibanding dengan orangorang
yang masih ada di dalam barak itu, memang harus
mempergunakan perhitungan yang lebih cermat.
Karena itulah Mahisa Agni mencoba untuk
mempergunakan perhitungan lain. Ia tidak segera
memberikan isyarat kepada Witantra dan Mahisa Bungalan
yang tentu y sudah tidak terlalu jauh lagi dari barak-barak
itu. Ia masih ingin mengurangi jumlah lawan dengan
caranya. Ketika kedua orang yang meronda barak-barak itu lewat
beberapa langkah dihadapannya, tiba-tiba saja Mahisa Agni
dengan sengaja menggerakkan ranting disebelahnya,
tempatnya ia bersembunyi.
Ternyata dedaunan yang bergetar itu menarik perhati an
kedua orang peronda itu. Sejenak keduanya saling
berpandangan. Namun agaknya keduanya bersepakat untuk
mendekat dan melihat, apakah yang telah menggerakkan
dedaunan itu. Namun demikian kedua orang itu mendekat, maka
dengan serta merta Mahisa Agni telah menarik mereka.
Dengan kecepatan yang tidak mereka duga sama sekali,
maka keduanya telah tersentuh tangan Mahisa Agni di
bagian tengkuknya, sehingga keduanyapun kemudian
seolah-olah tertidur nyenyak.
Karena itu, maka keduanyapun kemudian telah
dibaringkan oleh Mahisa Agni di belakang gerumbul perdu.
Kemudian iapun telah berusaha mencari kesempatan untuk
lebih dekat lagi dengan barak-barak itu. Tetapi agaknya sulit
baginya untuk mendapat kesempatan kedua kalinya.
Dengan demikian, maka Mahisa Agni tidak menunda
waktu lagi. Tiba-tiba saja telah terdengar bunyi burung
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tekukur yang menggeletar keras sekali menurut ukuran
burung tekukur yang sebenarnya.
Suara itu ternyata telah menarik perhatian para penghuni
barak itu. Karena itu, maka terdengar suara lantang dari
dalam barak yang terbesar "Lihat, siapakah mereka.
Hancurkan dan lakukanlah segala pesanku bagi kalian"
Dalam pada itu, maka Witantra dan Mahisa Bungalan
pun segera berloncatan keluar dari persembunyian mereka
Ternyate bahwa mereka berduapun menduga, bahwa barak
yang paling besar itu telah dipergunakan oleh para
perampok untuk menentukan segala-segalanya. Karena itu,
maka merekapun telah mendekati barak itu agar pemimpin
perampok itu tidak terlepas dari tangan mereka.
Tetapi ternyata bahwa dibarak itu masih terdapat
beberapa orang yang berloncatan dari barak-barak itu,
termasuk barak yang paling besar. Dengan serta merta
merekapun telah menyongsong kehadiran Witantra dan
Mahisa Bungalan, sementara Mahisa Agni telah berusaha
merayap sampai kepintu barak terbesar itu.
Tepat pada saat Mahisa Agni sampai disudut barak, ia
melihat seseorang meloncat keluar diikuti oleh tiga orang
lainnya. Dalam pada itu, orang itupun berteriak semakin
lantang "Binasakan mereka tanpa belas kasihan"
Namun dalam pada itu, ketika orang itu melihat Mahisa
Agni yang berloncatan pula mendekat, wajahnya menjadi
pucat. Ternyata pemimpin perampok itu adalah benar-benar
orang yang mereka cari, sehingga kehadiran Mahisa Agni
membuat pemimpin perampok itu menjadi pucat.
"Orang ini adalah orang-orang yang memiliki kelebihan
semalam, sehingga aku dapat ditangkap" berkata pemimpin
perampok itu di dalam hatinya.
Namun ia tidak dapat ingkar. Sekarang orang itu telah
berada dihadapannya. Bagaimanapun juga ia harus
melawannya dengan sepenuh kemampuannya bersama
beberapa orang pengawalnya yang tidak ikut tertangkap
dalam usaha perampokan yang gagal itu.
Sejenak kemudian, diantara barak-barak yang tersebar itu
telah terjadi pertempuran. Beberapa orang diantara para
perampok itu telah menyerang Witantra dan Mahisa
Bungalan. Sementara pemimpin perampok itu dengan tiga
orang pengikutnya siap menghadapi Mahisa Agni.
Ketika ternyata yang datang hanya tiga orang, maka
pemimpin perampok itu mulai agak tenang. Bahkan
pemimpin perampok itupun kemudian berkata "Ki Sanak.
Meskipun kalian bertiga adalah orang-orang yang luar
biasa, tetapi disini kalian menemukan lawan yang terlalu
banyak bagi jumlah kalian yang hanya tiga orang itu. Di
padukuhan itu, kalian bertiga dikawani oleh sejumlah orang
yang lebih banyak dari jumlah kelompokku. Karena itu kau
berhasil menangkap aku dan kawan-kawanku. Tetapi di sini
keadaannya berbeda. Jumlah kami jauh lebih banyak dari
jumlah kalian yang hanya tiga orang itu"
Mahisa Agni menyadari, bahwa jumlah para perampok
yang tersisa itu ternyata masih cukup banyak untuk mereka
bertiga. Tetapi pertempuran sudah mulai. Bagaimanapun
juga, mereka bertiga harus melawan dengan sekuat tenaga.
Mahisa Agni sudah berada di dalam kepungan pemimpin
perampok itu bersama tiga orang pengawalnya.
Dalam pada itu, Witantra harus menghadapi empat
orang juga, sedang sisanya yang berjumlah tiga orang
berhadapan dengan Mahisa Bungalan.
"Ternyata masih banyak juga perampok-perampok yang
tersisa ini" berkata Mahisa Bungalan di dalam hatinya.
Dalam pada itu, maka pertempuran itupun semakin lama
menjadi semakin seru. Pemimpin perampok dengan tiga
orang pengawalnya nampaknya adalah orang-orang terbaik
yang tersisa. Pemimpin perampok itu sendiri memiliki
kemampuan yang cukup, sementara tiga orang yang
bersertanya adalah orang-orang terbaik yang diserahi barakbarak
itu selama pemimpin perampok dan beberapa orang
pengikutnya pergi merampok, namun gagal.
Karena itu, maka sebenarnyalah bahwa Mahisa Agni
pun merasa tekanan yang cukup berat dari keempat orang
itu. Mereka cukup cepat dan tangkas mempermainkan
senjata mereka. Dua orang diantara mereka
mempergunakan tombak yang tidak terlalu panjang. Yang
seorang mempergunakan sepasang bindi sementara
pemimpin perampok itu mempergunakan pedang panj ang.
Mahisa Agni harus berhati-hati melawan mereka. Kedua
orang bersenjata tombak itu menyerang dari arah
berlawanan, sementara pemimpin perampok itu dengan
cepatnya bergeser sambil memutar pedangnya. Kadangkadang
menyambar mendatar, kadang-kadang mematuk
seperti seekor ular berbisa. Sedangkan sepasang bindi yang
cukup besar menyambar berpasangan dan bahkan kadangkadang
kedua bindi itu menyerang bersilang.
Mahisa Agni harus melawan keempat orang itu dengan
cepat pula. Ia bergeser dan berloncatan menghindari
serangan lawannya. Kadang-kadang ia harus menangkis
senjata lawannya dengan senjatanya pula.
Namun dalam pada itu, pada setiap benturan terasa oleh
lawannya bahwa Mahisa Agni memiliki kekuatan yang
benar-benar luar biasa, sehingga dengan demikian maka
mereka berusaha untuk tidak lagi beradu senjata. Jika
demikian terjadi beberapa kali, maka senjata mereka akan
dapat terlepas dari tangan.
Sementara itu, Mahisa Bungalan telah bertempur dengan
garangnya pula. Ia sadar, bahwa lawannya terlalu banyak.
Betapapun tinggi kemampuan mereka, namun dihadapan
lawan yang berlipat ganda, ia harus berhati-hati. Karena
lawan mereka itupun tentu orang-orang yang memiliki
pengalaman bertempur dalam berbagai keadaan pula.
Apalagi ketika lambat laun lawan Mahisa Bungalan
itupun menjadi semakin garang dan kasar. Mereka mulai
berteriak-teriak dan berloncatan dengan liar. Namun dalam
pada itu, Mahisa Bungalan tetap menyadari, dibalik
keliaran itu, ketiga lawannya memang memiliki
kemampuan bertempur dengan tenaga yang cukup kuat.
Yang bertempur melawan Witantrapun segera
menyadari, bahwa lawan mereka benar-benar seorang yang
pilih tanding. Tetapi Witantra tidak segarang Mahisa
Bungalan pada mulanya. Orang tua itu lebih banyak
menghindar dan menangkis sambil melihat-lihat seluruh
arena. Sekilas ia memperhatikan bagaimana Mahisa Agni
melawan pemimpin perampok dengan tiga orang
pengawalnya yang terbaik dari sisa-sisa pengikutnya.
Namun demikian, ternyata betapa beratnya tugas Mahisa
Agni. Senjata lawannya yang menyerang beruntun rasarasanya
bagaikan angin yang bergulung dari segala penjuru.
Namun Witantra menarik nafas dalam-dalam. Ia percaya,
bahwa Mahisa Agni adalah orang yang memiliki
pangalaman dan kemampuan yang jarang ada bandingnya.
Karena itu, maka ia justru semakin lama semakin mantap
menghadapi ujung senjata lawan-lawannya.
Witantra sendiri tidak banyak mengalami kesulitan.
Meskipun iapun harus melawan empat orang seperti
Mahisa Agni, tetapi tingkat kemampuan lawan-lawannya
tidaklah segarang lawan Mahisa Agni. Keempat orang yang
bertempur melawannya memang termasuk orang-orang
yang kasar dan liar. Tetapi kemampuan ilmu mereka tidak
banyak berarti bagi Witantra. Bahkan tiga orang yang
bertempur melawan Mahisa Bungalan memiliki
ketrampilan yang lebih dari keempat lawannya.
Witantra tersenyum melihat Mahisa Bungalan bertempur
dengan sekuat tenaganya. Karena itulah, maka iapun segera
mendesak lawannya Ia berniat untuk segera mengakhiri
pertempuran itu, karena ia tidak tahu pasti, apa yang dapat
terjadi atas kedua pamannya yang masing-masing
bertempur melawan empat orang.
Karena itulah maka Mahisa Bungalanlah orang yang
pertama melumpuhkan lawan-lawannya. Ketika seorang
diantara para perampok itu menyerang, Mahisa Bungalan
tidak berusaha manghindar. Ia justru telah berusaha untuk
membenturkan senjatanya dengan senjata lawannya,
sehingga seperti yang diperhitungkan, maka senjata
lawannya itupun telah terlepas.
Yang terdengar kemudian adalah keluhan tertahan.
Ternyata seorang lawan Mahisa Bungalan telah terluka
dipundaknya, sementara kawannya kehilangan senjatanya.
Ternyata bahwa Mahisa Bungalan bertindak jauh lebih
cepat dari perhitungan lawan-lawannya. Sebelum lawanlawannya
itu menyadari apa yang terjadi, Mahisa Bungalan
telah menyerang beruntun, sehingga ketiga orang lawannya
talah kehilangan senjatanya. Bahkan ayunan senjatanya
yang terakhir berhasil menggores lengan salah seorang dari
mereka. Ketiga lawan Mahisa Bungalan benar-benar telah
dilumpuhkan. Mereka tidak berani berbuat sesuatu lagi
ketika Mahisa Bungalan mengancam mereka dengan
senjatanya. "Ikat mereka Mahisa Bungalan" berkata Witantra.
Mahisa Bungalan termangu-mangu. Nampaknya ia
sedang berpikir, apakah yang dapat dipergunakannya untuk
mengikat tangan dan kaki lawannya.
Witantra nampaknya mengetahui apa yang dipikirkan
oleh Mahisa Bungalan. Karena itu, maka iapun berkata
pula "Ambil ikat kepala mereka, atau kain panjang, atau
ikat pinggang kulit mereka"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Katanya "Bagus.
Lepaskan ikat kepala kalian"
Para perampok itu. tidak dapat membantah. Merekapun
segera melepaskan ikat kepala mereka. Sementara Mahisa
Bungalanpun segera memerintahkan mereka saling
mengikat tangan dan kaki. Sementara orang terakhir telah
diikat oleh Mahisa Bungalan sendiri sambil melihat-lihat
apakah ikatan yang lain cukup kuat pula.
Dalam pada itu, setelah ia mendapat kesempatan untuk
melihat arena perkelahian itu dengan seksama, maka
tahulah ia bahwa kedua pamannya sama sekali tidak
menemui kesulitan. Bahkan Mahisa Agni yang bertempur
melawan pemimpin perampok dan tiga orang pengawal
terpilihnya ternyata sama sekali tidak mengalami tekanan
yang terasa terlalu berat.
Dengan kemampuan ilmunya yang tinggi, Mahisa Agni
berhasil memaksa keempat orang lawannya untuk memeras
segenap kemampuan dan tenaganya. Namun ternyata
bahwa Mahisa Agni memang seorang yang sulit dicari
tandingnya. Ketika Mahisa Agni meningkatkan ilmunya
selapis lagi, ternyata bahwa lawannya benar-benar
mengalami kesulitan yang parah. Meskipun keempat orang
itu memiliki pengalaman dibanyak medan dan berbagai
macam ilmu, tetapi berhadapan dengan Mahisa Agni,
mereka merasa bahwa mereka tidak akan dapat
mengatasinya. Terbersit niat dari pemimpin perampok itu untuk
melarikan diri. Ia menjadi cemas, bukan saja karena ia akan
tertangkap lagi, tetapi jika ada kecurigaan bahwa ia dapat
melarikan diri, maka mungkin sekali ketiga orang itu akan
memaksanya dengan segala macam cara untuk berbicara.
Sementara itu, Mahisa Bungalan yang sudah kehabisan
lawan, karena mereka telah terikat, bergeser dari arena
pertempuran Witantra ke arena pertempuran Mahisa Agni.
Dalam pada itu, ia mulai melihat cara yang tidak wajar dari
pemimpin perampok itu. Nampaknya ia sedang berusaha
untuk mengumpankan ketiga orang pengawalnya,
sementara ia mengambil ancang-ancang.
"Licik" geram Mahisa Bungalan di dalam hatinya.
Sebenarnyalah, bahwa ketiga pengawalnya yang
bersenjata tombak menyerang berbareng, dan selagi Mahisa
Agni berusaha mengindar, maka yang bersenjata bindipun
menyerang pula, pemimpin perampok itu seolah-olah
mendapat kesempatan. Selagi Mahisa Agni sibuk
menghindar dan menangkis, maka tiba-tiba saja pemimpin
perampok itu meloncat dari arena.
Tetapi agaknya ia kurang memperhatikan kemungkinan
yang lain. Ternyata Mahisa Bungalan idak membiarkannya.
Demikian pemimpin perampok itu melarikan diri, maka
Mahisa Bungalan telah mengejarnya.
Pemimpin perampok itu tidak sempat berlari sampai ke
lebatnya pepohonan perdu di hutan, karena Mahisa
Bungalan segera menyusulnya. Yang terjadi kemudian
adalah perkelahian yang seru diantara keduanya.
Tetapi pemimpin perampok itu tidak, banyak
memperoleh kesempatan. Sejenak kemudian, maka iapun
mulai terdesak. Sementara itu Witantrapun merasa perlu untuk segera
mengakhiri pertempuran. Dengan menghentakkan
kemampuannya, maka ia telah mengejutkan lawanlawannya.
Sementara itu, maka dengan tangkasnya
Witantra menyerang mereka justru hanya dengan jarijarinya
pada pangkal pundak mereka.
Dengan dua tahap, maka keempat lawannya telah
terdorong surut. Merekapun kemudian terhuyung-huyung
jatuh di tanah. Untuk beberapa saat mereka menjadi seolaholah
tertidur dengan nyenyaknya.
Demikian pula yang dilakukan Mahisa Agni. Meskipun
cara Mahisa Agni agak berbeda. Karena lawannya cukup
cekatan dengan senjata yang berbahaya, maka Mahisa Agni
telah mempergunakan cara yang cukup keras.
Ketika lawan-lawannya sibuk menangkis serangan
senjatanya yang berputaran seperti angin pusaran, maka
Mahisa Agni telah berloncatan diantara mereka. Dengan
pukulan sisi telapak tangan kirinya maka ia telah membuat
ketiga orang lawannya menjadi pingsan. Meskipun
nampaknya tidak berbeda, tetapi ternyata bahwa keadaan
lawan Witantra tidak sama dengan keadaan lawan Mahisa
Agni, meskipun pada saatnya mereka akan terbangun pula.
Sementara lawan Witantra masih tertidur dan lawan
Mahisa Agni masih pingsan, maka merekapun telah diikat
pula kaki dan tangannya dengan mempergunakan ikat
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepalanya. Dengan menyobek melintang, maka ikat kepala
itu merupakan tali pengikat yang cukup kuat.
Dalam pada itu, Witantra dan Mahisa Agnipun segera
mendekati arena pertempuran antara Mahisa Bungalan dan
pemimpin perampok yang gagal melarikan diri itu.
Tetapi ternyata kemudian, dalam beberapa saat yang
pendek, pemimpin perampok itu sudah tidak mampu lagi
bertahan. Betapa ia mengerahkan kemampuannya, namun
akhirnya ia harus mengakui bahwa ia memang tidak akan
dapat lolos lagi. Meskipun ia berhasil melarikan diri dari
rumah Ki Buyut, tetapi ketiga orang itu berhasil
memburunya. Dan apakah sekali lagi ia harus menyerah
untuk ditangkap". Namun akhirnya, perampok itu tidak lagi berusaha
untuk melawan. Ketika Mahisa Bungalan mendesaknya
semakin berat, maka pemimpin perampok itu telah
menyerah dengan melemparkan senjatanya.
"Aku menyerah" katanya.
Mahisa Bungalan tertegun. Iapun tetap menyadari,
bahwa pemimpin perampok itu harus ditangkapnya hiduphidup.
Dengan demikian ia akan dapat menanyakan
kepadanya, bagaimana mungkin ia dapat meloloskan diri
dari rumah Ki Buyut. Pemimpin perampok itupun sadar bahwa ia akan diperas
keterangannya, kenapa ia berhasil lari. Tetapi ia tidak
menghiraukannya lagi. Ia lebih senang hidup dan berkata
terus terang daripada harus mati di dalam pertempuran itu
atau tubuhnya akan menjadi luka arang kranjang hanya
karena ia ingin membungkam dan melindungi orang lain.
Karena itulah, maka ketika pemimpin perampok itu
kemudian dihadapkan kepada Mahisa Agni dan Witantra,
ia sama sekali tidak mempersulit diri untuk menjawab
semua pertanyaan. Dengan lancar ia berbicara tentang Ki
Buyut yang sebenarnya sudah lama dikenalnya, karena
dimasa mudanya Ki Buyut adalah kawan pemimpin
perampok itu. dan bahkan untuk beberapa saat lamanya, Ki
Buyut telah melakukannya pula.
Namun akhirnya ia berhasil menempuh cara hidup yang
lebih baik. Ia berhasil memikat hati seorang gadis anak Ki
Buyut yang tua. Ketika Ki Buyut yang tidak mempunyai
seorang anak laki-laki itu, tidak lagi mampu melakukan
tugasnya, maka ialah yang mendapat limpahan tugas
menjadi Buyut di Kabuyutannya.
"Bagaimana mungkin ia berhubungan dengan kau lagi?"
bertanya Mahisa Agni. "Aku memang datang menemuinya" jawab pemimpin
perampok itu. "Kau bujuk orang itu untuk membantumu melakukan
niat jahatmu di Kabuyutannya?" bertanya Witantra.
"Ternyata ia tidak melupakan pekerjaannya itu.
Nampaknya masih ada minatnya untuk mendapatkan harta
benda yang banyak tanpa kesulitan. Sebagai seorang Buyut
ia tidak akan dapat memperoleh kekayaan yang melimpah.
Justru beberapa orang saudagar yang tinggal di
Kabuyutannya memiliki kekayaan yang jauh lebih banyak
dari kekayaannya sendiri" jawab pemimpin perampok itu.
"Dan, kau berhasil mengangkat perasaan irinya terhadap
orang yang memiliki kekayaan melebihi kekayaannya, dan
kau berhasil memancing bekerja bersamanya untuk
melakukan kejahatan itu?" bertanya Mahisa Bungalan.
Pemimpin perampok itu mengangguk. Jawabnya "Ki
Buyut itu ternyata masih ingin memiliki kekayaan jauh
lebih banyak dari yang ia miliki sekarang"
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Baiklah. Kau ikut kami. Kita akan bertemu dengan Ki
Buyut dan membuat perhitungan. Jika tidak, maka hal yang
demikian akan terjadi berlarut-larut, semakin lama menjadi
semakin parah" Pemimpin perampok itu sama sekali tidak membantaih.
Ia menyadari, bahwa demikianlah yang akan dilakukan
oleh ketiga orang itu. Tetapi itu akan lebih baik baginya
daripada ketiga orang itu harus memaksanya. Betapapun ia
bertahan, namun akhirnya mulutnya harus mengatakannya
juga, bahwa demikianlah yang sudah teradi, semantara
tubuhnya sudah menjadi semakin kesakitan apabila ketiga
orang itu memaksanya dengan kekerasan.
Demikanlah, maka Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa
Bungalan telah bersiap membawa pemimpin perampok itu
bersamanya. Namun dalam pada itu, ia tidak akan dapat
membawa semua orang yang ada di barak itu. Dengan
demikian, maka orang-orang yang tertidurpun telah
dibangunkan, yang pingsan sudah sadar, demikian pula
kedua orang peronda yang pertama sekali bertemu dengan
Mahisa Agni. "Kalian tidak akan kami bawa" berkata Mahisa Agni "
tetapi kalian harus tetap tinggal di barak ini, karena
kemanapun kalian akan lari, kami akan dapat mencari
kalian bersama pemimpin kalian ini"
Tidak seorangpun yang menjawab.
Sebenarnyalah bahwa Mahisa Agnipun menyadari,
bahwa mereka akan dapat melarikan diri. Tetapi orangorang
itu bukanlah orang-orang yang penting.
Dengan demikian, maka Mahisa Bungalan akan berkuda
bersama orang itu di depan sambil menuntun kuda yang
lain yang membawa beberapa jenis barang-barang yang
tersimpan di barak itu berupa perhiasan yang bernilai tinggi,
yang dapat mereka bawa. Sementara Mahisa Agni dan
Witantra berkuda di belakang mereka sambil membawa dua
ekor kuda lainnya yang terdapat di barak itu, sebelum
mereka akan mengambil kuda meraka sendiri.
Karena itulah, maka perjalanan mereka bukannya
perjalanan yang cepat. Kuda-kuda itu tidak dapat berpacu
dengan kecepatan tinggi. Apalagi ketika mereka masih
berada dihutan meskipun mereka melalui sebuah jalan yang
tidak terhalang karena seolah-olah telah dibuat sebuah
terowongan yang panjang diantara pepohonan hutan.
Namun, demikian mereka sampai di dekat sepasang
pohon cangkring maka pemimpin perampok itupun berkata
"Kita melalui jalan samping"
"Kenapa?" bertanya Mahisa Bungalan.
"Di bawah sepasang pohon cangkring itu terdapat
jebakan" jawab pemimpin perampok "siapapun yang lewat
di antara sepasang pohon cangkring itu akan terperosok ke
dalam sumur yang dalam dan tidak akan sempat keluar lagi,
karena di dalamnya terdapat sejumlah ular-ular berbisa.
Witantra, Mahisa Agni dan Mahisa Bungalan menarik
nafas dalam-dalam. Untunglah bahwa ketika mereka me
masuki sarang para perampok itu, mereka tidak melalui
jalan diantara kedua pohon cangkring yang disebut gerbang
pertama itu. "Agaknya perampok yang menunjukkan arah perjalanan
ini dengan sengaja tidak memberitahukan" geram Mahisa
Bungalan. Tetapi Mahisa Agni dan Witantra mengganggap bahwa
perampok itu demikian gelisahnya, sehingga ia tidak ingat
untuk memberi tahukan akan hal itu.
Dengan demikian, maka Mahisa Agnipun telah
memerintahkan kepada pemimpin perampok itu untuk
berkuda dipaling depan, diikuti oleh Mahisa Agni, Witantra
dan Mahisa Bungalan. Ternyata mereka memang harus menyibakkan
dedaunan. Tetapi karena pemimpin perampok itu sudah
terbiasa, maka dengan mudah ia dapat memilih jalan
diantara Timbunan gerumbul perdu diantara pepohonan
yang besar. Demikian mereka meninggalkan hutan itu, maka
merekapun segera masuki hutan ilalang, yang diseling
dengan hutan perdu. Yang pertama mereka lakukan adalah
mengambil kuda mereka yang mereka simpan diantara
gerumbul-gerumbul yang rapat.
Dalam pada itu, maka mereka berempatpun segera
melanjutkan perjalanan, Mahisa Agni, Witantra dan
Mahisa Bungalan ternyata lebih senang mempergunakan
kuda mereka sendiri. .Namun kuda-kuda yang mereka
ambil, dari barak itupun telah mereka bawa pula.
Sementara Mahisa Agni dan iring-iringan kecilnya masih
berada di perjalanan, maka Ki Buyut telah mendengar
laporan, bahwa ketika orang itu ternyata telah berusaha
menemukan sarang perampok yang telah mereka tangkap.
Ternyata ada juga seseorang yang dapat melaporkan,
bahwa ketiga orang itu telah bertanya dengan sungguhsungguh
letak sarang gerombolan mereka.
"Apakah mereka mencari pemimpin perampok yang
hilang itu?" bertanya Ki Buyut.
"Aku tidak tahu Ki Buyut. Tetapi nampaknya memang
demikian. Mereka telah pergi dengan tergesa-gesa" jawab
orang yang melaporkan itu.
"Orang-orang gila" geram Ki Buyut. Lalu "Nampaknya
orang itu memang sedang mencari perkara"
"Terserahlah kepada Ki Buyut, apakah yang dilakukan
itu akan mengganggu atau tidak" sahut orang itu pula.
Ki Buyut termangu-mangu. Namun kemudian ia
bertanya "He, kenapa hal ini tiba-tiba saja kau laporkan.
Bukankah tidak ada sangkut pautnya dengan kita?"
"Tetapi Ki Buyut" jawab orang itu "bukankah pemimpin
perampok itu telah melarikan diri"
"Ya. Bukankah kebetulan jika ketiga orang itu berhasil
menangkapnya?" desak Ki Buyut.
Orang itu termangu-mangu. Namun kemudian katanya
"Jika demikian, nampaknya memang tidak penting untuk
dilaporkan" "Bagaimana menurut pendapatmu?" bertanya Ki Buyut
itu pula. Orang itu menjadi semakin ragu-ragu. Namun akhirnya
iapun berkata "Semula aku cemas. Bahwa orang itu tidak
melepaskan diri karena memang ia ingin melarikan diri dan
atas usahanya sendiri"
Ki Buyut menjadi tegang. Dipandanginya wajah orang
itu dengan tajamnya sambil berkata "Jangan mengigau.
Kenapa kau berprasangka demikian?"
"Aku mengenal Ki Buyut sejak lama dan akupun
mengenal orang itu meskipun sudah lama sekali aku tidak
berhubungan" jawab orang itu "aku salah seorang pengikut
Ki Buyut sejak Ki Buyut masih muda"
"Gila. Aku sudah tahu. Dan akupun masih ingat. Tetapi
kenapa kau menduga, bahwa aku telah tersangkut dalam
usaha orang itu untuk melepaskan diri?" bertanya Ki Buyut.
"Karena hal itu mustahil dapat dilakukannya sendiri"
jawab orang itu. Ki Buyut mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah.
Akupun sedang memikirkannya. Jika benar ketiga orang itu
berhasil menangkap kembali pemimpin perampok yang
melarikan diri itu, maka akupun akan mengalami kesulitan.
Karena itu, aku minta tolong kepadamu. Panggillah orangorang
yang pernah berada dalam satu lingkungan dengan
kita. Orang-orang yang memiliki kemampuan tidak sekedar
seperti perampok-perampok gila, yang dengan petunjukku
tidak berbuat sesuatu saat padukuhan itu dirampok,
termasuk kau sendiri. Meskipun semula kau aku anggap
tidak masuk hitungan. Tetapi karena penggraitamu tajam,
maka kaupun akan terlibat pula"
"Aku bersedia terlibat Ki Buyut" jawab orang itu.
"Aku tahu. Karena itulah kau datang kemari. Tetapi
akupun tahu, bahwa sawahmu telah habis kau gadaikan.
Dengan tingkah, lakumu ini, bukankah kau mempunyai
pamrih untuk mendapat sawah lagi?" garam Ki Buyut.
Orang itu tersenyum sambil menundukkan kepalanya.
"Panggil sepuluh orang terbaik yang pernah kau kenal.
He, bukankah kau masih tahu benar, siapa saja yang dahulu
.pernah bekerja bersama dengan kita, dan yang kemudian
menjadi bebahu di Kabuyutan ini, termasuk Jagabaya?"
bertanya Ki Buyut. "Ya, aku ingat Ki Buyut" jawab orang itu.
"Panggil sepuluh orang itu. Mungkin kita masin harus
berbuat sesuatu. Sudah lama aku menggantungkan
pedangku. Sekali-kali jika ada perampokan kecil-kecilan
aku mengenakannya. Tetapi barangkali sebentar lagi aku
harus mempergunakannya untuk menghadapi tiga orang
gila itu" "Tetapi ketiganya adalah orang-orang yang luar biasa"
jawab orang yang melapor itu.
"Siapa yang mengatakannya?" bentak Ki Buyut.
"Mereka telah berhasil menangkap para perampok itu?"
jawab orang itu. "Bukan karena mereka bertiga. Karena orang-orang
seluruh padukuhan ikut pula. Meskipun mereka tidak
berbuat banyak, tetapi kahadiran mereka, membuat para
perampok itu menjadi bingung dan tidak tahu apa yang
harus mereka lakukan, selain menyerah saja" jawab Ki
Buyut. Orang itu mengangguk-angguk. Namun ia masih tetap
menganggap bahwa ketiga orang itu memiliki kelebihan
dari orang-orang kebanyakan. Namun dihadapkan kepada
sepuluh orang yang dimaksudkan oleh Ki Buyut, agaknya
ekan terjadi suatu bantaran kekuatan yang dahsyat sekali,
karena orang itu tahu pasti, siapa saja yang dimaksud
dengan sepuluh orang itu.
Tetapi orang itu tidak mempunyai terlalu banyak waktu,
iapun kemudian minta kepada Ki Buyut untuk meng
hubungi sepuluh orang diseluruh padukuhan yang terpencar
di Kabuyutan itu. Orang-orang yang sudah mendapat
kedudukan paling baik diantara orang-orang lain diseluruh
Kabuyutan. Namun karena ternyata ada orang lain yang
berhasil memiliki kekayaan melampui mereka, maka ada
juga rasa iri yang menggelitik jantung. Karena itulah, maka
telah terjadi persoalan yang rumit di Kabuyutan itu, yang
akan mengancam beberapa orang saudara yang berhasil.
"Ya" jawab Ki Buyut.
Demikianlah, maka orang yang membawa pesan Ki
buyut bagi sepuluh kepercayaannya itupun telah
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghubungi mereka seorang demi seorang. Dan seorang
demi seorang pula mereka telah datang ke rumah Ki Buyut
dan langsung diterima di ruang dalam.
"Ki Buyut mencemaskan ketiga orang yang sudahi aku
dengar memiliki kemampuan yang luar biasa itu?" bertanya
Ki Jagabaya. "Ya" Jawab Ki Buyut.
"Ki Buyut mengenal aku dengan baik. Dan meskipun
sudah beberapa lama aku tidak membawa senjata, namun
aku masih menyimpan canggah itu dengan sebaik-baiknya"
berkata Ki Jagabaya. "Hanya kau simpan saja" Sekarang saatnya senjata itu
kau pergunakan" berkata Ki Buyut.
"Sebenarnya aku segan membawa senjata itu di siang
hari. Seolah-olah akan terjadi sesuatu yang dapat
menggemparkan Kabuyutan ini" jawab Ki Buyut.
"Tetapi, itu lebih baik daripada lehermu dipenggal oleh
ketiga orang itu" geram Ki Buyut.
Ki Jagabaya tertawa. Katanya "Jangan cemas. Aku
sudah mendapat kedudukan baik Kabuyutan ini. Aku kira
demikian juga kawan-kawanku yang lain ini. Kami tentu
akan membantu Ki Buyut dengan cara apapun juga.
Bahkan dengan mempergunakan senjata sekalipun"
"Jangan hanya berbicaya saja. Persiapkan dirimu
menghadapi keadaan ini" berkata Ki Buyut.
"Baiklah" berkata Ki Jagabaya "kita sudah mengenal
satu dengan yang lain. Kita tentu akan segera dapat
menyesuaikan diri. Aku tahu, bahwa diantara kita terdapat
pula orang-orang yang memiliki kekuatan dan kemampuan
raksasa. Karena itu, tidak ada yang perlu dicemaskan
sekarang ini. Tiga orang, dan katakanlah semua laki-laki di
Kabuyutan ini, biarlah datang. Satu dua dari mereka
terkapar mati, maka yang lain akan lari tunggang langgang
Apalagi menghadapi Ki Buyut dan para bebahu sendiri"
Demikianlah, maka Ki Jagabaya dan sepuluh orang yang
telah di panggil oleh Ki Buyut itupun segera mengambil
senjata masing-masing. Meskipun senjata-senjata itu
menarik perhatian orang-orang yang berpapasan dengan
mereka, tetapi mereka masih dapat menenangkan
kegelisahan orang-orang itu.
Ketika seseorang bertanya, maka Ki Jagabaya menjawab
"Tidak ada apa-apa Aku hanya bersiap-siap saja. Bukankah
baru saja kita dikejutkan oleh perampokan yang kasar" Apa
salahnya kita bersiap-siap"
Ternyata orang-orang lainpun selalu menjawab serupa
jika ada satu dua orang yang bertanya kepada mereka.
Sejenak kemudian, maka sepuluh orang itu telah bersiapsiap
di rumah Ki Buyut. Selebihnya adalah orang yang telah
memanggil mereka dan Ki Buyut sendiri. Tiga orang
pengawal khusus Ki Buyutpun telah diberitahukan, bahwa
mungkin sekali akan terjadi peristiwa yang tidak
dikehendaki, meskipun Ki Buyut juga yakin bahwa mereka
akan setia kepadanya apapun yang terjadi.
Dengan demikian, maka orang-orang yang berada di
rumah Ki Buyut itupun telah siap menghadapi apa saja
yang bakal terjadi. Dalam pada itu, maka Mahisa Agni, Witantra dan
Mahisa Bungalan telah memasuki padukuhan yang telah
digemparkan oleh perampokan itu. Kedatangan mereka
bersama pemimpin perampok yang telah melarikan diri itu
ternyata telah menarik perhatian. Karena itu maka dalam
sekejap, beberapa orang laki-laki telah berkerumun di
halaman banjar padukuhan.
Dalam pada itu, Mahisa Agnipun telah menyerahkan
pemimpin perampok itu kepada Mahisa Bungalan,
sementara ia akan berbicara dengan para pemimpin
padukunan itu. Sejenak kemudian telah terjadi pembicaraan yang
sungguh-sungguh antara Mahisa Agni dan Witantra disatu
pihak serta para pemimpin padukuhan itu, termasuk orang
yang mewakili Ki Buyut di padukuhan itu.
"Tidak ada gejala yang dapat menunjukkan kepada
kami, bahwa Ki Buyut telah berbuat seperti yang dikatakan
itu" berkata salah seorang dari pemimpin-pemimpin
padukuhan itu. "Tetapi, ada sesuatu yang menarik" berkata yang lain
"sejak Ki Buyut diangkat, menggantikan mertuanya yang
menjadi semakin tua dan tidak dapat menjalankan
kewajibannya lagi, maka ia sudah mengangkat beberapa
orang pembantunya. Bebahu Kabuyutan lajer, telah
terdesak oleh tengaga-tenaga baru yang diangkat oleh Ki
Buyut yang sekarang, yang nampaknya memang lebih baik
dan lebih cakap" "Ya" sahut yang lain "aku masih ingat. Dengan
demikian maka semua kekuasaan berada ditangan Ki Buyut
dan kawan-kawannya itu. Yang seingatku, mereka adalah
orang-orang baru di Kabuyutan ini. Meskipun nampaknya
mereka memang lebih gairah bekerja bagi kemajuan
padukuhan ini" "Jadi bagaimana menurut pendapat kalian?" bertanya
Mahisa Agni. Para pemimpin padukuhan itupun mulai menimbangnimbang,
apakah yang sebaiknya mereka lakukan. Mereka
selama itu tidak melihat kekurangan yang dilakukan oleh Ki
Buyut, apalagi satu tindak kejahatan seperti yang dengan
tiba-tiba saja dipersoalkan.
"Mungkin pada suatu saat Ki Buyut telah benar-benar
ingin memperbaiki keadaan dan pandangan hidupnya"
berkata salah seorang dari pemimpin padepokan itu, namun
ketika hubungan dengan pemimpin perampok itu terjadi,
maka kambuhlah sifat-sifatnya yang kurang baik itu.
Meskipun nampaknya ia hanya memberi kesempatan saja,
namun agaknya yang terjadi ini adalah satu permulaan dari
masa yang suram bagi Kabuyutan ini"
Mahisa Agni dan Witantra kemudian mendengarkan
beberapa pendapat dari para pemimpin padukuhan itu.
Namun ternyata bahwa pada umumnya, mereka
menginginkan hal yang terjadi itu diselesaikan sampai
tuntas. "Kita belum dapat mempercayai sepenuhnya apa yang
dikatakan oleh pemimpin perampok itu" berkata Mahisa
Agni "tetapi memang masuk akal, bahwa ia hanya dapat
melepaskan diri karena pertolongan seseorang. Dalam hal
ini adalah Ki Buyut sendiri"
"Baiklah" berkata orang yang dianggap wakil Ki Buyut
di padukuhan itu "aku termasuk bebahu Kabuyutan ini.
Tetapi aku termasuk orang lama, sehingga barangkali aku
bukan orang yang dekat sekali dengan Ki Buyut. Namun
iku ingin bertemu dan bertanya apakah yang dikatakan leh
pemimpin perampok itu benar"
"Itu berbahaya sekali bagimu" cegah seorang yang lebih
muda "mungkin Ki Buyut akan mengambil sikap yang tegas
dan pendek terhadapmu"
"Lalu, apakah yang pantas kita lakukan" bertanya orang
itu. "Aku akan mencari keterangan tentang hal ini" desis
seseorang diantara mereka.
"Terlalu lama. Berapa hari keterangan itu akan kau
dapatkan sehingga persoalan ini akan segera dapat di
tangani" bertanya orang yang dianggap mewakili Ki Buyut
di padukuhan itu. Ternyata pembicaraan itu masih berkepanjangan.
Tidak ada jalan yang dapat dipergunakan untuk
menentukan sikap tertentu. Pendapat Mahisa Agni dan
Witantra untuk langsung mempersoalkannya dengan Ki
Buyutpun agaknya kurang dapat mereka terima, karena
seperti yang sudah mereka katakan, hal itu akan dapat
berbahaya. Namun dalam pada itu, selagi mereka berbincang
panjang lebar dan bahkan yang nampaknya tidak akan
dapat menemukan jalan keluar, seseorang telah datang
menemui orang yang dianggap mewakili Ki Buyut di
padukuhan itu. "Ada apa?" bertanya orang itu.
"Ki Buyut telah mengumpulkan para bebahu di
Kabuyutan" berkata orang yang baru datang, "mereka telah
mempersenjatai diri dan nampaknya mereka berjaga-jaga"
"Darimana kau tahu?" bertanya orang yang mewakili Ki
Buyut. "Aku baru datang dari padukuhan induk Kabuyutan.
Aku menengok menantuku yang sedang sakit. Dalam pada
itu, aku melihat para bebahu yang termasuk orang-orang
baru itu berkumpul di Kabuyutan dengan senjata masingmasing"
"Kenapa mereka berkumpul dan membawa senjata?"
bertanya Mahisa Agni. "Menurut keterangan mereka, kabuyutan ini sedang
disentuh oleh kejahatan, sehingga mereka perlu bersiaga
dengan senjata mereka masing-masing" jawab orang yang
datang melaporkan itu. "Berapa orang menurut penglihatanmu" bertanya orang
yang mewakili Ki Buyut di padukuhan itu.
"Aku tidak tahu pasti" jawab orang itu "tetapi aku tidak
melihat bebahu lajer yang masih ada, seperti Ki Demung
dan Ki Perapat" Orang yang mewakili Ki Buyut di padukuhan itupun
mengangguk-angguk. Iapun merasa tidak tahu menahu
Pedang Pelangi 7 Fear Street Sagas 07 Pembalasan Children Of Fear Tujuh Pedang Tiga Ruyung 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama