Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja Bagian 35
pula. Beberapa orang pengawal berkuda segera datang ke
tempat itu, sesaat setelah Ki Buyut datang pula.
Ki Buyut dan pengawal Pakuwon Watu Mas itupun
segera meneliti keadaan. Mereka menemukan beberapa
orang korban. Yang. terluka dan yang telah terbunuh.
Namun mereka tidak segera dapat menentukan, dari pihak
manakah dari antara kedua gerombolan itu yang
meninggalkan korban-korban itu. Sementara mereka belum
sempat bertanya kepada orang-orang yang terluka, yang
masih dapat memberikan keterangan apabila diminta.
Dalam pada itu, sebenarnyalah, para perampok yang
telah melarikan diri itupun telah menghubungi dengan
tergesa-gesa pemimpin pengawal Pakuwon Watu Mas di
perbatasan. Agaknya laporan memang mengejutkan
mereka. Ternyata gerombolan perampok yang garang itu
tidak berhasil mengimbangi kemampuan para perampok
yang telah melakukan perampokan itu di Pakuwon Watu
Mas. Bersama beberapa orang pengawal, maka pemimpin
pengawal itupun datang pula di tempat kejadian. Sehingga
dengan demikian, maka para pengawal itu dapat berbincang
diantara mereka dan Ki Buyut
Kesimpulan dari pembicaraan itu adalah, laporan kepada
Akuwu di Watu Mas, karena peristiwa itu agaknya bukan
peristiwa yang dapat diabaikan. "Aku tidak boleh
menunggu terlalu lama" berkata pemimpin pengawal di
perbatasan itu. Aku mempunyai pertimbanganpertimbangan
tertentu, sehingga tindakan yang harus aku
ambil harus mendapat persetujuan dari Akuwu, karena
akan melibatkan kekuatan diluar rangkah.
Baru pada hari berikutnya, setelah para korban yang
terbunuh diselenggarakan sebagaimana seharusnya, maka
seorang Senopati, utusan khusus dari Akuwu di Watu Mas
telah datang untuk melihat keadaan. Beberapa keterangan
dari saudagar itu, serta keterangan yang telah dihimpun
sebelumnya mengenai peristiwa-peristiwa yang aneh,
karena orang-orang yang tidak dikenal telah membagikan
hadiah dan pemberian-pemberian yang kurang jelas
maksudnya, maka Watu Mas mulai dapat mengurai
keadaan yang mereka hadapi.
"Kita harus menutup perbatasan" berkata Senopati itu.
Laporan itu ternyata disetujui oleh Akuwu di Watu Mas.
Karena itulah, maka perbatasan antara kedua Pakuwon
itupun telah ditutup dan diawasi dengan saksama oleh
orang-orang Watu Mas. Namun demikian, Mahisa Bungalan masih juga berhasil
menerobos lubang-lubang yang terdapat pada penjagaan di
perbatasan itu, sehingga Mahisa Bungalan masih juga
berhasil menyuap dan merampok di daerah Watu Mas.
Namun demikian, ternyata bahwa Mahisa Bungalan dan
kawannya tidak dapat menutup jejak untuk seterusnya.
Meskipun mereka selalu berhasil kembali dengan utuh,
betapapun ada diantara mereka yang terluka, namun para
pengawas di Watu Mas akhirnya mengetahui juga bahwa
perampok-perampok yang aneh itu bersarang didaerah
Pakuwon Kabanaran. Laporan itu tidak terlalu mengejutkan bagi Akuwu di
Watu Mas. Perhitungannya yang cermat memang sudah
mengarah seperti laporan itu.
Karena itu, maka apa yang telah di lakukan oleh Akuwu
di Watu Mas untuk menutup perbatasan itu telah diperkuat
lagi. "Kita harus menumpas mereka sampai kesarangnya
"berkata Akuwu di Watu Mas "Tetapi hati-hati. Aku yakin,
mereka bukan perampok yang sebenarnya. Mereka hanya
ingin membuat imbangan dari kekecewaan mereka. Kami
telah melarang mereka mengejar para perampok dan
memasuki Pakuwon Watu Mas. Karena kami sendiri
mampu untuk menumpas perampok-perampok yang
demikian. Namun yang dilakukan oleh Pakuwon
Kabanaran adalah penyerangan terhadap Watu Mas karena
yang melaksanakan adalah para pengawal.
Demikianlah, maka Watu Mas telah benar-benar bersiap
untuk memasuki daerah Pakuwon Kabanaran, karena
menurut Akuwu di Watu Mas, Kabanaran lelah mulai
dengan peperangan. Yang memasuki Watu Mas bukan
sekedar para penjahat, tetapi justru merupakan bagian dari
usaha Kabanaran untuk melemahkan Pakuwon Watu Mas,
dan dilakukan dalam rencana yang besar, memerangi Watu
Mas. Namun dalam pada itu, Kabanaranpun menyadari akan
hal itu. Kabanaran tidak menutup mata melihat persiapanpersiapan
di perbatasan. Karena itulah, maka Akuwu di
Kabanaran telah memanggil Mahisa Bungalan untuk
berbicara tentang persiapan Pakuwon Watu Mas.
"Kita akan bertahan" berkata Akuwu di Kabanaran "Kita
akan melawan pasukan Watu Mas di Pakuwon kita sendiri.
Dengan demikian, tidak akan ada orang yang dapat
menuduh, bahwa kita telah menyerang Watu Mas"
"Kita harus menyiapkan ajang peperangan itu, sehingga
rakyat tidak akan menjadi korban" berkata para Senopati.
"Bagus" sahut Akuwu Suwelatama "kalian harus
melakukannya sejak sekarang. Kita akan mempergunakan
hutan perbatasan di daerah Kabanaran sebagai ajang.
Kemudian beberapa padukuhan di lapisan pertama
dibelakang hutan itu harus dikosongkan. Sementara
padukuhan itu akan dihuni oleh para pengawal dan ahakanak
muda yang selama ini telah mengikuti latihan yang
berat untuk menghadapi segala kemungkinan"
"Kita harus memperhitungkan Pangeran Indrasunu
dengan pasukan dari padepokan itu" berkata Mahisa
Bungalan. "Karena itulah, maka kita juga menyiapkan anak-anak
muda yang bukan pengawal, tetai yang mempunyai
keberanian dan tekad untuk ikut serta bertahan di garis
pertama" Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Namun ia masih
memerlukan pada satu kesempatan untuk melihat sendiri
kesiagaan anak-anak muda yang telah menyatakan dirinya
bersedia untuk ikut berada di medan.
Dengan sungguh-sungguh Mahisa Bungalan melihat dan
menilai kemampuan mereka mempermainkan senjata.
Dengan teliti Mahisa Bungalan memberikan penilaian
terhadap mereka, sehingga para Senopati telah
mendapatkan beberapa pertimbangan tentang anak-anak
muda itu. Beberapa orang diantara mereka masih harus
mandapat persiapan lebih matang lagi, karena mereka akan
berhadapan dengan para pengawal di Watu Mas dan
mungkin para cantrik dari padepokan-padepokan yang
memiliki kemampuan yang cukup pula.
Dalam pada itu, maka mereka yang sudah dianggap
cukup, segera dikirim ke daerah perbatasan bersama para
pengawal dalam tahap-tahap yang tidak menarik perhatian.
Beberapa padukuhan yang lelah dikosongkan segera diisi
oleh para pengawal dan anak-anak muda yang telah
dipersiapkan, sementara di kota Pakuwon, anak-anak muda
yang lain masih mengikuti latihan-latihan yang berat, untuk
mempersiapkan mereka dalam waktu singkat. Jika perang
berkobar, maka-anak-anak muda itu akan di tarik ke medan
secepatnya menyusul kawan-kawannya yang terdahulu.
Dengan demikian, maka pada garis perbatasan yang
panjang, antra Pakuwon Kabanaran dan Pakuwon Watu
Mas, telah terjadi persiapan-persiapan yang menegangkan.
Sementara itu, maka kegiatan Mahisa Bungalanpun telah
dihentikan."ara pengawal itu tidak akan dapat lagi
menembus penjagaan yang semakin ketat dari para
pengawal di Watu Mas. Namun sebaliknya, para perampok dari Watu Maspun
tidak akan dapat melintasi perbatasan tanpa diketahui oleh
para pengawal di Kabanaran.
Dalam suasana yang semakin panas, maka benturanbenturan
kecil tidak dapat dihindari lagi. Jika kedua
kelompok peronda berpapasan di perbatasan, maka mereka
kadang-kadang tidak dapat mengendalikan diri lagi.
Meskipun mereka tidak saling mendekat, namun ternyata
mereka dengan sengaja telah membawa busur dan anak
panah. Kadang-kadang mereka telah saling menyerang
pada jarak jangkau anak panah dari daerah masing-masing.
Dalam pada itu, Akuwu di Kabanaran dan Akuwu di
Watu Mas tidak lagu dapat membuat pertimbanganpertimbangan
lain. Apalagi ketika Pangeran Indrasuru yang
sering berkunjung ke Pakuwon Watu Mas telah
memberikan dorongan dan bahkan kesanggupan untuk
membantu. Sehingga dengan demikian maka kemelut
diperbatasan itu menjadi semakin panas.
Namun dala pada itu, kedua belah pihak tidak ada yang
telah menyampaikan persoalan kemelut itu kepada para
pemimpin di Kediri dan apalagi Singasari. Mereka bertekad
untuk menyelesaikan masalah mereka menurut keinginan
mereka sendiri. Baru kemudian apabila persoalan mereka telah selesai,
maka mereka akan dapat memberikan laporan menurut
sudut kepentingan mereka masing-masing.
Dalam pada itu, maka sentuhan-sentuhan para peronda
di perbatasan, ternyata tidak dapat dikendalikan lagi. Para
pengawal di Watu Mas benar-benar telah kehilangan
kesabaran. Apalagi ketika mereka kemudian mengetahui,
hutan di perbatasan yang semula menjadi sarang para
pangwal yang menyebut dirinya para perampok dari hutan
perbatasan. "Kita akan menghancurkan landasan yang mereka
pergunakan untuk memasuki wilayah Watu Mas" berkata
seorang Senopati Pakuwon Watu Mas,
"Mereka sudah agak lama tidak pernah muncul" sahut
seorang pengawal. Lalu "Mungkin mereka sudah
memindahkan sarangnya dan menyusun landasan baru"
"Memang mungkin mereka tidak akan lagi
mempergunakan cara itu" berkata Senapati itu pula "Tetapi
sarang itu tentu masih ada siapapun yang menungguinya.
Mungkin para pengawal itu juga yang bertugas mengawasi
perbatasan. Namun, siapapun mereka, kami akan datang
dan menghancurkannya"
Demikianlah pasukan pengawal dari Pakuwon pengawal
dan Pakuwon Watu Mas itupun segera mempersiapkan diri.
Dengan segelar sepapan mereka berniat menghancurkan
salah satu landasan pengawal Kabanaran di perbatasan.
Sementara para pengawal yang lain masih tetap berjagajaga
dengan ketatnya. Para pengawal dari Pakuwon Watu Mas itupun sudah
mendapat laporan bahwa padukuhan-padukuhan di
belakang hutan perbatasan itu sudah kosong. Penghuninya
sudah ditarik untuk mengungsi apabila terjadi peperangan
yang seru" "Mungkin padukuhan-padukuhan itulah yang kemudian
menjadi sarang para pengawal. Mereka tidak lagi berada di
hutan perbatasan. Karena itu, kita harus bersiap-siap
menghadapi pertempuran yang besar" berkata Senapati itu.
Meskipun demikian, Senapati itupun cukup berhati-hati.
Sebelum pasukannya berangkat, ia sudah mengizinkan dua
orang petugas sandinya untuk mengawasi hutan perbatasan
dengan diam-diam. "Hutan itu telah lenyap" berkata kedua orang itu "kami
menentukan beberapa barak yang sudah rapuh karena
dibuai dengan tergesa-gesa. Tetapi barak itu sudah tidak
berpenghuni lagi" Dengan demikian maka Senapati itu berkesimpulan,
bahwa pasukan pengawal Kabanaran berada di padukuhanpadukuhan
yang kosong. "Hati-hatilah. Jangan dikelabuhi dengan akal licik orangorang
Kabanaran" berkata Senapatinya.
Atas persetujuan Akuwu di Watu Mas , dan justru
didorong oleh Pangeran lndrasunu, maka pasukan yang
sudah dipersiapkan itupun mulai bergarak. Mereka
melintasi hutan perbatasan yang memang sudah kosong.
Namun mereka maju lagi sampai keseberang perbatasan.
Ketika mereka melihat sebuah rumah kecil, maka
mereka mulai tertarik. Dua orang diperintahkan untuk
melihat, rumah dipinggir hutan itu. Apakah rumah itu
merupakan salah catu jabatan, atau semacam gardu
peronda atau untuk keperluan lain.
Dua orang yang mendekati rumah itu sama sekali tidak
melihat tanda-tanda bahwa rumah itu berpenghuni., Karena
itu, maka kedua orang itupun telah memberanikan diri
membuka pintu lereg dari rumah itu.
Tidak ada seorangpun si dalam rumah itu. Namun tibatiba
saja mereka telah melihat dua ekor burung merpati
lepas dan terbang meninggalkan rumah itu "Nampaknya
penghuni rumah ini sudah pergi" berkata yang seorang
"perabot rumah ini nampaknya cukup lengkap sampai ke
alat-alat dapur" Kawannya mengangguk-angguk. Ketika mereka
memperhatikan sebuah gentong yang besar, isinya sama
sekali bukan air, tetapi jagung, yang agaknya merupakan
makanan bagi burung-burung merpati itu. Sementara itu, di
sudut rumah itu terdapat sebuah balanga yang berisi air.
Kedua orang itu mulai berpikir. Tiba-tiba salah seorang
dari mereka menghentak sambil berkata "Kita yang dungu.
Dua ekor merpati itu dengan sengaja dipelihara di dalam
rumah ini, dengan perhitungan, bahwa jika kami membuka
pintu rumah ini, maka kedua ekor burung itu akan terbang
dan kembali ke rumahnya"
"Apa artinya?" bertanya yang lain.
"Kau memang bodoh" jawab kawannya "tidak ada
orang yang akan datang ketempat ini kecuali pasukan yang
melintasi perbatasan. Di padukuhan itu, para pengawal
selalu mengawasi gupon-gupon merpati yang dahulu milik
penduduk di padukuhan itu"
"O, aku mengerti sekarang. Dengan demikian, jika
burung-burung itu kembali keguponnya, berarti ada
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seseorang yang datang kerumah ini" berkata kawannya.
"Tidak seseorang, tetapi mereka sudah
memperhitungkan, sepasukan. Tidak ada pengawas atau
petugas sandi dari Watu Mas yang memberanikan diri
sampai ketempat ini tanpa pasukan" berkata kawannya.
"Jika demikian, para pengawal di Kabanaran itu
mengetahui bahwa kita akan datang?" bertanya kawannya.
"Kita akan melaporkannya" sahut yang lain.
Keduanyapun segera menemui Senapati yang memimpin
serangan itu. Merekapun melaporkan tentang burung
mempati yang semula tidak mereka hiraukan itu.
"Aku tidak peduli" berkata Senapati itu "Mereka tidak
akan sempat mengumpulkan pasukan dari padukuhanpadukuhan
yang jauh. Karena itu, kita tentu akan dapat
menyelesaikan tugas kita kali ini dengan baik. Kita akan
kembbali dengan membawa kemenangan.
Para pengawal dari Watu Mas itu mengangguk-angguk.
Merekapun membayangkan, bahwa pasukannya akan dapat
menghancurkan salah satu kekuatan dari deretan pasukan
pengawal Kabanaran yang bersiaga di perbatasan.
"Jika ada satu lubang pada sebuah tanggul yang dilanda
banjir bandang" berkata Senapati itu "maka tanggul itu
tentu akan menjadi semakin lebar. Akhirnya tanggul itu
akan bedah dan airpun akan melimpah menghnnyutkan
segalanya yang diterjangnya"
Para pengawal itu mengangguk-angguk pula. Dengan
demikian maka dengan keyakinan yang pernah mereka
melangkah maju. Mereka yakin bahwa lawan mereka
berada padukuhan-padukuhan yang berada dibelakang
hutan perbatasan. Sementara itu, Mahisa Bungalan dan para pengawal
yang menjadi sasaran itupun telah dikejutkan oleh burungburung
merpati yang mereka tempatkan di hutan
perbatasan. Seorang pengawal yang bertugas mengawasi
gupon burung merpati itu melihat sepasang burung itu
pulang ke dalam guponnya.
Karena itulah, maka dengan tergesa-gesa pengawal
itupun segera melaporkannya kepada Mahisa Bungalan,
bahwa tentu ada seseorang yang telah membuka pintu
rumah di pinggir hutan itu.
"Kita harus bersiap siap" katanya kepada para pemimpin
pengawal. Dengan cepat perintah itupun segera menjalar. Dengan
kuda para penghubung menyampaikan berita itu kepada
padukuhan disebelah menyebelah, yang harus
menyampaikan berita itu beranting kepadukuhan
berikutnya. "Kita harus siap untuk pergi kepadukuhan yang menjadi
sasaran" berkata para penghubung "Jika kita memerlukan
bantuan, maka seperti yang sudah kita sepakati, kita aku
meluncurkan panah sendaren"
Dengan demikian, maka para pengawal itu bukan saja
siap menunggu lawan yang bakal datang, tetapi mereka
harus bersiap untuk pergi ke padukuhan terdekat yang
memerlukan bantuan, apabila padukuhan itulah yang
menjadi sasaran. Sementara itu, dua orang pengawas telah diperintahkan
untuk pergi ke sebuah gumuk di hadapan padukuhan itu
untuk mengamati keadaan. Jika mereka melihat sesuatu
yang dianggap penting, mereka harus segera melaporkan.
Dalam pada itu, kedua pengawal itu telah berada diatas
sebuah gumuk kecil. Betapa mereka menjadi terkejut, ketika
mereka melihat pasukan segelar sepapan mendekati
padukuhan yang berada di jalur jalan yang sedang dilalui
oleh pasukan itu. Karena itu, maka dengan serta merta, merekapun segera
kembali untuk melaporkan, bahwa lawan yang datang
adalah pasukan segelar sepapan.
"Pasukan yang berada di beberapa padukuhan harus
dikumpulkan dalam waktu dekat" berkata pengawas itu.
Mahisa Bungalan menjadi berdebar-debar. Yang datang
itu bukan sekedar sekelompok perampok di hutan
perbatasan. Tetapi mereka adalah pasukan Pengawal dari
Watu Mas. Karena itu, maka Mahisa Bungalanpun segera
memerintahkan, untuk mengirimkan isyarat kepada
padukuhan-padukuhan terdekat yang akan meneruskan
isyarat itu ke padukuhan-padukuhan berikutnya.
Sesaat kemudian, maka panah sendarenpun telah
meraung di udara. Sebagaimana telah disepakati, isyarat itu
akan dilakukan ganda tiga kali apabila keadaan sangat
mendesak. Para pengawal dipadukuhan sebelah menyebelahpun
menerima isyarat itu dengan hati yang berdebar-debar.
Dengan tergesa-gesa mereka bersiap. Sebagian kecil
diantara mereka yang mendapat seekor kuda untuk
melakukan hubungan yang tergesa-gesa, telah mendahului
ke padukuhan sumber isyarat itu. Meskipun jumlah mereka
sangat kecil, tidak lebih dari lima orang di setiap
padukuhan, namun kehadiran mereka dari beberapa
padukuhan telah menambah jumlah para pengawal yang
akan menjadi sasaijan pasukan segelar sepapan, sementara
pengawal yang lain, akan dengan segera menyusul.
Beberapa pasukan kecil yang mencul dari padukuhanpadukuhan
itupun berlari-lari kecil menuju ke padukuhan
sumber isyarat. Hanya beberapa orang sajalah yang tinggal
di padukuhan masing-masing untuk, mengawasi keadaan,
agar padukuhan-padukuhan itu tidak kosong sama sekali.
Pasukan dari Watu Mas itupun sebenarnya tidak
mengetahui, padukuhan yang menakah yang menjadi induk
dari sekelompok padukuhan yang ada di daerah itu, yang
merupakan bagian dari jalur yang panjang, yang merupakan
perbatasan antara Watu Mas dan Kabanaran.
Jika Senopati dari Watu Mas itu menuju ke tempat itu,
adalah karena ia mendapat keterangan bahwa tempat itu
dan barangkali padukuhan di belakangnya adalah sarang
mereka yang menamakan diri para perampok dari
Kabanaran yang melakukan kegiatannya di Watu Mas.
Meskipun demikian, Mahisa Bungalan ingin
meyakinkan, bahwa pasukan lawan itu benar-benar menuju
kepadukuhan yang sudah dipersiapkan, tidak di padukuhan
yang lain. "Biarlah sepasukan kecil peronda memancing mereka,
agar pasukan itu datang kemari, sementara kita menyusun
gelar untuk menerima mereka sambil menunggu kawankawan
kita yang tentu akan segera datang" berkata Mahisa
Bungalan. Dengan sigap lima orang pengawal berusaha memancing
perhatian pasukan yang datang itu agar tidak menuju ke
padukuhan yang lain, sementara para pengawal berusaha
untuk menyusun gelar diluar padukuhan. Beberapa orang
memanjat gumuk dan yang lain berada di balik tanggul.
Bagian yang terdepan dari pasukan Mahisa Bungalan
adalah pasukan yang akan menghampar laju gelar lawan,
pasukan berpanah. Dengan busur-busur terentang, para pengawal yang
berada di paling depan itupun telah siap menyambut
kedatangan pengawal dari Watu Mas, Sementara itu, para
pengawal yang berada di padukuhan-padukuhan lain
dengan tergesa-gesa berusaha untuk segera mencapai
padukuhan yang telah memberikan isyarat memanggil
mereka. Ketika sebagian dari mereka telah memasuki padukuhan
yang menjadi sasaran, maka para pengawal itupun segera
menyesuaikan diri dengan persiapan sebelumnya.
Ternyata bahwa usaha memancing pasukan lawan
itupun berhasil. Para pengawal yang menampakkan diri
itupun segera mundur kedaerah pertahanan kawankawannya.
Tetapi para pengawal dari Watu Maspun tidak terlalu
bodoh. Mendekati pertahanan pasukan pengawal di
Kabanaran, maka mereka yang berperisai di tempatkan di
paruh gelar. Tetapi para pengawal Watu Mas yang berada di gumukgumuk
dan di balik tanggul, belum menerima isyarat
perintah untuk menyerang ketika paruh pasukan lawan
melalui pertahanan mereka langsung menuju ke
padukuhan. Namun demikian ujung paruh itu lewat,
Mahisa Bungalan baru memberikan isyarat untuk
menyerang, justru pada lambung pasukan lawan.
Serangan itu memang mengejutkan. Para pengawal dari
Watu Mas menganggap bahwa mereka belum memasuki
daerah pertahanan lawan. Namun ternyata mereka sudah
melampaui lapis pertama yang dengan sengaja melepaskan
pasukan Seperisai untuk memasuki pertahanan pada lapisan
berikutnya. Anak panah yang menghunjang pada lambung pasukan
dari arah sebelah menyebelah, menyebabkan laju pasukan
lawan terhambat. Para pengawal dari Watu Mas itu
terpaksa melawan hujan anak panah dengan senjata
mereka. Namun bagaimanapun juga, anak panah itu telah
menyusup diantara senjata-senjata yang berputaran
mematuk tubuh-tubuh mereka.
Beberapa orang dari para pengawal Watu Mas telah
terluka sebelum pasukan itu berbenturan.
Dalam pada itu, pasukan yang berperisai, yang
sebelumnya justru telah melampaui pertahanan pada
lapisan pertama itu, harus menarik mundur, melindungi
lambung yang terserang oleh pasukan pengawal Kabanaran
pada lapis pertama. -ooo0dw0ooo- Jilid 29 NAMUN para pengawal itu tidak sekedar melindungi di
tempat mereka berhenti. Tetapi dengan berani pasukan
berperisi itu justru telah maju sambil melindungi diri
mereka mendekati para pengawal di lapisan pertama yang
bersenjata anak panah itu, diikuti oleh para pengawal yang
berada di lambung pasukan.
"Luar biasa" desis Mahisa Bungalan "mereka adalah
pengawal yang berani. Namun sementara itu, Mahisa Bungalan tidak tergesa-gesa
menarik diri. Pasukan di lapis pertama itu masih tetap
menyerang. Mahisa Bungalan mengharap bahwa seorang
Senopati di induk pasukan akan dapat mengambil sikap
yang cepat dan tepat. Ternyata bahwa pasukan di lapis berikutnya melihat
bahwa ujung pasukan lawan telah menyimpang dari garis
serangan untuk mendekati pasukan pengawal yang
bersenjata anak panah itu.
Karena itulah, maka ia harus cepat mengambil sikap
sebelum pasukan di lapis pertama itu mengalami kesulitan.
Apalagi para pengawal di Watu Mas, benar-benar telah
dibakar oleh kemarahan karena pada sentuhan pertama,
beberapa orang diantara mereka telah menjadi korban.
Senopati itupun segera memerintahkan pasukan yang
ada di padukuhan yang menjadi sasaran itu untuk bergerak
dalam gelar yang sudah di tentukan. Gelar yang tidak
terlalu lebar, karena jumlah mereka memang tidak terlalu
banyak. Namun dengan para pengawal dari padukuhanpadukuhan
sebelah menyebelah yang masih akan datang
kemudian. Senopati itu berharap akan dapat menghadapi
pasukan dari Watu Mas itu.
Tanpa menghubungi Mahisa Bungalan lebih dahulu,
maka Senopati dari Kabanaran itu telah memerintahkan
pasukannya dengan cepat bergerak maju. Sehingga dengan
demikian, maka perhatian lawanpun mulai terpecah.
Tetapi Senopati yang memimpin pasukan dari Watu Mas
itu ternyata tidak menarik kembali pasukannya yang
dengan sengaja mendekati pasukan di lapis pertama.
Mereka mulai mendaki gumuk-gumuk dengan perisi di
tangan, sementara yang lain telah mendekati tanggultanggul.
Sementara itu, justru lambung pasukannyalah yang
kemudian bergeser dalam kesatuan gelar untuk
menyongsong pasukan dari Kabanaran yang datang
menyerang. Mahisa Bungalan tidak dapat mengambil kebijaksanaan
lain. Dengan tegas ia menjatuhkan perintah pada pasukan
berpanah itu "Lepaskan sejauh dapat kalian lepaskan anak
panah yang kalian bawa. Kalian akan bertempur dengan
pedang di jarak jangkau senjata pendek itu"
Seperti yang dipesankan itulah, maka para pengawal itu
telah menghamburkan anak panah mereka semakin banyak.
Tidak saja terarah kepada orang-oranh berperisai yang
mendekat, tetapi juga melampaui pasukan itu menghujani
lambung pasukannya yang sudah siap menghadapi
serangan para pengawal di Kabanaran. Sementara itu, para
pengawal yang bersenjata panah itupun tidak menyerang
membabi buta. Mereka membidik bagian tubuh lawan yang
nampak disela-sela perisai mereka. Bahkan mereka sempat
membidik kaki lawan yang, dengan demikian dapat
membuat mereka menjadi lumpuh.
Benturan kedua pasukan itu benar-benar menggetarkan.
Bukan saja dilapis pertama, tetapi induk pasukan
Kabanaranpun lelah membentur induk pasukan pengawal
dari Watu Mas. Dengan demikian, pertempuran diantara kedua pasukan
pengawal itupun telah berkobar. Kedua belah pihak adalah
pengawal-pengawal yang terlatih. Sehingga dengan
demikian maka pertempuran itupun segera meningkat
menjadi semakin sengit. Dalam pada itu, jumlah pasukan pengawal dari
Kabanaran tidak cukup banyak untuk mengimbangi
pasukan dari Watu Mas. Karena itu, maka gelar dari
pasukan pengawal dari Kabanaran itupun segera telah
terdesak mundur. Namun dalam pada itu, mereka yang bertempur
melawan pasukan pengawal di lapis pertama, ternyata telah
terkejut mengalami perlawanan yang sangat berat. Pasukan
itu adalah pasukan yang telah dibentuk oleh Mahisa Agni
untuk menamakan diri mereka perampok dari perbatasan
yang sering memasuki Pakuwon di Watu Mas. Karena itu
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka adalah para pengawal yang telah mendapat latihanlatihan
khusus untuk meningkatkan kemampuan mereka.
Karena itulan, maka ketrampilan bermain senjata dari
para a pengawal di lapis pertama itu telah melampaui
kemampuan lawan-lawannya. Dibawah pimpinan Mahisa
Bungalan sendiri, mereka telah melawan para pengawal
dari Watu Mas dengan sepenuh kemampuan. Mereka telah
meletakkan busur di tangan, dan menggantinya dengan
pedang dan yang lain dengan tombak-tombak pendek.
Karena itulah, maka pertempuran menjadi semakin lama
semakin dahsyat. Bahkan Mahisa Bungalan yang ikut
langsung dalam pertempuran itu telah berhasil mendesak
lawannya. Tetapi sementara itu, induk pasukan pengawal Watu
Mas ternyata telah menguasai medan. Pasukan pengawal
dari Kabanaran yang jumlahnya tidak sebanyak lawannya
lelah terdesak. Namun dalam pada itu, pasukan Mahisa Bungalan yang
mendesak lawannya telah mendorong mereka kembali ke
induk pasukan. Dengan demikian, maka Mahisa Bungalan
dan pasukannya telah berhasil mengganggu pasukan lawan
dari arah lambung, sehingga dengan demikian, pasukan
Mahisa Bungalan itu telah menghambat laju pasukan Watu
Mas. "Cegah mereka" berkata Senopati dari Watu Mas "dan
hancurkan mereka lebih dahulu agar mereka tidak
mengganggu laju pasukan kita. Kita akan segera memasuki
padukuhan-padukuhan itu. Kita akan menjadikan
padukuhan-padukuhan itu karang abang. Baru kemudian
kita kembali ke Watu Mas, setelah kita menghancurkan
landasan pertahanan dan landasan para pengawal yang
merampok ke Pakuwon Watu Mas"
Beberapa orang pemimpin kelompok dari para pengawal
di Watu Mas telah memerintahkan pasukannya untuk
berada di lambung. Mereka pun segera memperkuat diri
untuk menghancurkan Mahisa Bungalan dan pasukannya.
Sebenarnyalah jumlah yang lebih banyak itu ikut
menentukan. Namun para pemimpin dari Kabanaran telah
meneriakkan aba-aba "Tanah ini adalah tanah kalian.
Jangan biarkan orang lain mengunjak-injaknya"
Teriakan itu telah membakar jantung setiap pengawal
dari Kabanaran. Merekapun kemudian mengerahkan
segenap kemampuan mereka untuk penghalau orang-orang
Watu Mas yang telah memasuki tlatah mereka.
Tetapi bagaimanapun juga, kemampuan mereka sangat
terbatas. Jumlah orang-orang Watu Mas masih terlalu
banyak. Namun dalam pada itu, ternyata pasukan pengawal
Kabanaran masih juga mengalir dri padukuhan-padukuhan
disekitarnya. Mereka yang begegas datang dari tempat yang
agak jauh ternyata memerlukan waktu yang agak panjang.
Sehingga karena itu, maka mereka tidak dapat datang
bersama dengan para pengawal dari padukuhan yang lebih
dekat. Kehadiran para pengawal itu telah menumbuhkan nyala
baru di dalam hati para pengawal di Kabupaten yang
tengah terdesak. Jika mereka terlambat datang, maka
korban sudah akan berhamburan.
Ketika terdengar sorak para pengawal yang memasuki
arena itu terdengar, maka rasa-rasanya pasukan Kabanaran
mengjadi segar kembali. Mereka yang telah merasa bahwa
tidka ada lagi kesempatan untuk bertahan, telah bangkit
dengan harapan baru. Kehadiran para pengawal itu telah merubah
keseimbangan. Meskipun jumlah pasukan pengawal dari
Watu Mas masih lebih banyak, tetapi selisih yang sedikit itu
tidak terlalu terasa menekan. Dengan gelora perjuangan
yang tinggi, maka perbedaan itu seolah-olah telah dapat
teratasi. Apalagi ketika pada gelombang berikutnya,
meskipun hanya sepasukan kecil pengawal di Kabanaran
yang datang memasuki arena. Sorak yang membahana
benar-benar telah menumbuhkan suasana yang berbeda.
Seperti dari Watu Mas yang melihat kehadiran para
pengawal di Kabanaran yang bergelombang itupun menjadi
cemas. Jika gelombang itu masih saja berdatangan maka
akhirnya jumlah mereka akan menjadi terlalu banyak untuk
dilawan. Meskipun demikian Senopati itu tidak segera mengalami
keputus-asaan. la masih melihat kemungkin untuk
mendesak pasukan pengawal Kabanaran.
Dalam pada itu, pasukan dari Satu Mas tidak lagi
mempunyai banyak kesempatan untuk menghancurkan
pasukan yang menyerang lambung. Mereka harus
menghadapi pasukan yang membentur dari depan dengan
gelar yang semakin lama menjadi semakin besar.
Mahisa Bungalan yang melihat keadaan itu telah
berusaha untuk memanfaatkan keadaan. Dengan
pasukannya nyang memiliki beberapa kelebihan. Mahisa
Bungalan telah menekan lambung.
Semakin lama terasa semakin kuat, sehingga induk
pasukan Watu Mas itu tidak dapat mengabaikan lagi.
Dengan demikian, maka pertempuran itupun menjadi
semakin seru. Ternyata pasukan Watu Mas tidak segera
dapat mengatasi lawannya.
Bahkan semakin lama, justru karena pasukan Kabanaran
menjadi semakin kuat, maka pasukan Watu Mas itupun
mulai merasa betapa membentur pertahanan yang semakin
kuat. Senopati dari Watu Mas telah berusaha dengan
kemampuannya. Setiap kali ia meneriakkan aba-aba untuk
menambah dorongan gairah perjuangan para pengawal dari
Watu Mas. Namun setiap kali para pemimpin pasukan dari
Kabanaranpun berbuat serupa pula.
Tetapi betapapun juga, akhirnya ternyata bahwa para
pengawal di Kabanaran telah mencapai jumlah yang
seimbang. Dengan demikian maka pasukan Watu Mas
tidak lagi dapat mendesak seperti yang telah terjadi. Bahkan
pertempuran itu mulai berubah ketika pasukan Kabanaran
justru berhasil mendesak lawannya.
Mahisa Bungalan yang menyerang lambungpun
menekan semakin kuat. Mahisa Bungalan sendiri, dengan
kemampuannya yang melampaui kemampuan setiap orang
di dalam lingkungan pasukan lawan, telah berada diujung
pasukannya. Senopati dari Watu Mas mengumpat sejadi-jadinya. Ia
tidak memperhitungkan kemungkinan yang demikian. Ia
merasa sudah membawa pasukan yang sangat kuat dalam
jumlah yang besar. Namun ternyata pasukan Kabanaran
telah berhasil menghimpun pengawal dalam jumlah yang
mampu mengimbangi, meskipun berangsur-angsur.
"Jika semakin lama jumlah mereka menjadi semakin
banyak, maka kami akan mengalami kesulitan" berkata
Senopati itu kepada diri sendiri.
Meskipun demikian Senopati itu masih meyakinkan,
bahwa pasukannya akan dapat menekan pasukan
Kabanaran. Tetapi ia tidak berhasil. Pasukan Kabanaran
mampu bertahan dan bahkan mendesak pasukan Watu Mas
semakin surut. Senopati dari Watu Mas itu tidak dapat mengabaikan
kenyataan itu. Karena itu, ia tidak ingin mengorbankan
orang-orangnya lebih banyak lagi. Kegagalan sudah
membayang dalam pengamatannya yang tajam atas
pertempuran itu dalam keseluruhan.
Karena itu, maka Senopati itu tidak mempunyai pilihan
lain. Iapun segera memberikan isyarat untuk menarik
pasukannya, selagi mereka belum terpecah bercerai berai
seningga korban tidak akan jatuh lebih banyak lagi.
Ternyata bahwa pasukan pengawal Watu Mas juga
memiliki ikatan yang kuat. Isyarat itu tidak memecah
pasukan Watu Mas untuk meninggalkan medan mencari
hidup sendiri-sendiri. Tetapi mereka mundur dalam
kesatuan yang utuh. Para pangawal dari Kabanaran berusaha untuk
mendesak dan memecah mereka. Tetapi tidak berhasil.
Pasukan Watu Mas tetap merupakan kesatuan yang justru
telah menyempit diambil menarik diri.
Akhirnya, Mahisa Bungalan yang membicarakannya
dengan pemimpi pengawal dari Kabanaran berpendapat
bahwa pasukan pengawal dari Kabanaran tidak perlu
mengejarnya terus. Merekapun akhirnya melepaskan
pasukan Watu Mas itu menghilang kedalam hutan dengan
meninggalkan beberapa orang korban yang terbunuh dan
terluka parah. Sebagaimana pasukan yang memiliki pangeran yang
kuat, maka para pengawal di Kabanaran tidak berbuat
sekehendak mereka sendiri terhadap orang-orang Watu
Mas. Yang terlukapun telah mendapat perawatan. Sedang
yang terbunuh telah diselenggarakan sebagaimana
seharusnya. Namun dalam pada itu, yang terjadi merupakan satu
pengalaman. Para pengawal yang berpencar, kadang
kadangg menimbulkan kesulitan pula. Pada saat-saat yang
gawat, jika terjadi sedikit kelambatan akan berarti
kehancuran. "Kita harus meninjau lagi cara-cara yang ditempuh
Kabanaran untuk menjaga perbatasan berkata Mahisa
Bungalan kepada Senopati dari Kabanaran.
"Kita akan melaporkannya kepada Akuwu" berkata
''Senopati itu. Namun dalam pada itu, penghubung-penghubung
berkudapun telah menebar. Mereka memberikan laporan
kepada para Senopati yang berada di perbatasan. Bahwa
perang yang sebenarnya sudah dimulai. Pasukan Watu Mas
benar-benar telah mulai menyerang Kabanaran.
Para penghubung itupun telah memberikan laporan
terperinci mengenai jalannya pertempuran, sehingga
dengan demikian maka para penghubung itu telah
menyampaikan pesan, bahwa pasukan Kabanaran harus
bersiap-siap melawan pasukan Watu Mas yang datang
dalam jumlah yang besar. "Serangan pertama itu telah mengejutkan kami" pesan
Senopati Kabanaran itu kepada para Senopati yang lain
"untunglah bahwa pasukan kamipun akhirnya mencapai
jumlah yang seimbang. Tetapi jika terjadi kelambatan,
maka akan binasa" Dengan demikian, maka para Senopati itu telah
mendapat gambaran, apa yang telah terjadi. Apa yang telah
dilakukan oleh orang-orang Watu Mas.
"Mereka memang bersungguh-sungguh" berkata salah
seorang Senopati kepada para pengawalnya "Karena itu,
maka kitapun harus bersungguh-sungguh pula" Dalam pada
itu, pasukan Watu Mas yang mundurpun ternyata telah
membuat laporan terperinci kepada Akuwu di Watu Mas.
Mereka menggambarkan, bahwa semua pasukan di
perbatasan, telah dipenuhi dengan para pengawal dan
Kabanaran. "Mereka mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh"
berkata Senopati yang memimpin, pasukan Watu Mas
menyerbu Kabanaran. Lalu "untuk selanjutnya kita harus
Memperhitungkan keadaan sebaik-baiknya"
Dengan demikian, maka Akuwu di Watu Mas dan
Akuwu di Kabanaran telah mendapat gambaran tentang
benturan pertama antara pasukan Watu Mas dan pasukan
Kabanaran. Mereka mulai menilai apa yang terjadi
sebenarnya antara kedua Pakuwon yang bertentangan itu.
Dalam keadaan yang demikian, maka Akuwu di
Kabanaran telah datang langsung ke perbatasan.
Dipanggilnya para Senopati untuk membicarakan persoalan
yang mereka hadapi. Dalam pertemuan itu hadir juga Mahisa Bungalan yang,
meskipun bukan seorang Senopati dari Pakuwon
Kabanaran, namun ia telah banyak memberikan bantuan
yang sanngat besar sejak pergolakan yang terjadi di
Pakuwon itu. "Kita harus menilai keadaan dengan sungguh-sungguh"
berkata Akuwu Suwelatama.
Ternyata bahwa para Senopati telah bertekad untuk
mempertahankan Pakuwon Kabanaran dengan segenap
kemampuan yang ada. Jika pergolakan itu bermula dari
tingkah laku para pengawal Pakuwon Watu Mas yang
melindungi para perampok yang datang dari Watu Mas dan
melakukan kejahatan di Kabanaran, maka yang
berkembang selanjutnya adalah permusuhan yang benarbenar
antara kedua Pakuwon itu.
"Akuwu di Watu Mas sama sekali tidak bersedia dan
melihat persoalannya dengan sungguh-sungguh" berkata
Akuwu Suwelatama "karena itu, persoalannya tidak dapat
dibatasi pada persoalan yang sebenarnya. Tetapi kita sudah
bertekad bahwa Kabanaran tidak akan membiarkan
daerahnya menjadi sasaran kejahatan dan pemerasan oleh
para penjahat yang mendapat perlindungan di VValu Mas.
"Nampaknya Pangeran Indrasunu juga harus ikut
dipersoalkan" berkata salah seorang Senopati.
Akuwu Suwelatama menarik nafas penjang.
Dipandanginya Mahisa Bungalan sekilas. Namun
nampaknya Mahisa Bungalan hanya menundukkan
kepalanya saja. Agaknya kekecewaan dan dendam yang membara di hati
Pangeran yang masih muda itu, telah menghentakhentaknya
sehingga ia akan memanfaatkan peristiwa yang
manapun juga untuk sekedar melepaskan sakit hatinya
tanpa memilih sasaran. Ia telah berbuat tanpa tujuan
tertentu, selain menimbulkan kegelisahan, bahkan benturanbenturan
kekuatan dan kekacauan di mana-mana.
"Tetapi kita tidak akan membiarkan bumi kita menjadi
sasaran dendamnya" berkata seorang Senopati "kita sudah
pernah menjadi korbannya. Kabanaran pernah
dikacaukannya sehingga Akuwu harus meninggalkan
istana, Pakuwon Kabanaran. Apakah kita masih akan
membiarkan hal yang serupa itu terulang lagi?"
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kini ia memperalat Akuwu di Watu Mas" sahut
Senopati yang lain "tetapi Watu Mas esendiri memang
telah ditumbuhi perasaan dengki atas perkembangan
Kabanaran. Akuwu Suwelatama yang mendengarkan setiap pendapat
Senopatinya dengan sungguh-sungguh dapat mengambil
kesimpulan, bahwa pasukan pengawal Pakuwon Kabanaran
benar-benar telah siap menghadapi segala kemungkinan.
Mereka bersedia berbuat, apa saja bagi kepentingan
Pakuwon mereka, bahkan sampai mengorbankan hidup
mereka. Karena itu, maka akhirnya Akuwu berkata "Aku
mengucapkan terima kasih. Kita akan mempertahankan
kampung halaman ini dengan segenap kemampuan yang
ada pada kita" "Akuwu" berkata salah seorang Senopati "kita tidak
terikat oleh segala macam paugeran yang menyangkut
hubungan antara kedua Pakuwon ini justru karena Watu
Mas sudah menyerang Kabanaran. Karena itu, jika perlu,
kita akan dapat menghancurkan Watu Mas di sarang
mereka senddiri, agar mereka tidak lagi mampu menyerang
Kabanaran" "Kita akan melihat segala macam perkembangan
keadaan" berkata Akuwu Suwelatama "tetapi apabila perlu
dan memungkinkan, kita akan melakukannya. Dengan
demikian, maka sikap Kabanaran sudah tegas. Mereka akan
bertempur. Bahkan jika perlu merekalah yang akan
memasuki Watu Mas. Bukan hanya sekedar menunggu
serangan dari Watu Mas. Dalam pada itu, Akuwu Watu Maspun telah menilai
keadaan. Serangan mereka yang pertama, yang tidak
memberikan gambaran yang cerah bagi kelebihan Watu
Mas. mambuat Akuwu di Watu Mas menjadi sangat
kecewa. Seharusnya kalian membuat perhitungan yang lebih
cermat" berkata Akuwu di Watu Mas kepada Senopati yang
memimpin serangan itu. "Kami terjerat karena kami tidak mengamati setiap
padukuhan di sebelah hutan di perbatasan itu" jawab
Senopati yang memimpin serangan itu.
"Orang-orang Kabanaran merasa dirinya mendapat
kemenangan. Karena itu, pada suatu saat yang pendek,
kalian harus dapat menebus kekalahan itu" berkata Akuwu
lebih lanjut. "Sebenarnya kami tidak kalah" jawab Senopatinya
"tetapi dalam keseimbangan yang demikian, mereka akan
mendapat kesempatan lebih banyak untuk mendapatkan
bantuan. Karena itu, maka kamipun menarik diri. Kami
tidak terpecah dan lari bercerai berai. Tetapi kami memang
mengundurkan diri" "Bukankah kalian mengakui, bahwa persiapan orangorang
Kabanaran cukup baik" Dan kalian berpendirian
bahwa untuk selanjutnya kalian harus memperhitungkan
keadaan sebaik-baiknya?" bertanya Akuwu di Watu Mas.
Senopati itu mengangguk sambil menjawab "Ya Akuwu"
"Bukankah itu merupakan satu pengakuan, bahwa yang
kalian lakukan sebelumnya untuk memperhitungkan
keadaan masih kurang?" bertanya Akuwu pula.
Senopati dari Watu Mas itu mengangguk lagi sambi
menjawab "Ya Akuwu"
"Nah, jika demikian, maka kita harus memperhitungkan
segala-galanya" berkata Akuwu di Watu Mas.
Dalam pada itu, maka pada waktu-waktu berikutnya,
kedua belah pihak telah mempersiapkan diri semakin ketat
Pasukan Kabanaran dan pasukan Watu Mas menjadi
semakin banyak berada di perbatasan.
Namun yang terjadi kemudian adalah sekedar persiapanpersiapan.
Sekali-sekali terjadi pertempuran-pertempuran
kecil antara para peronda dari Watu Mas telah membuat
rencana yang lebih terperinci untuk memasuki daerah
Kabanaran. Mereka memusatkan pasukannya pada sisi
yang lain dari garis serangannya yang pertama. Pasukannya
yang terbaik telah dikumpulkan dipimpin oleh para
Senopati yang terbaik pula.
Dan diantara mereka terdapat Pangeran Indrasunu.
"Pasukan Watu Mas terlalu kuat bagi Kabanaran"
berkata Pangeran Indrasunu "kami pernah memasuki
Kabanaran dan mendudukinya. Tetapi kami sama sekali
tidak bermaksud apa-apa kecuali sekedar memperingatkan
Akuwu Kabanaran agar menyadari dirinya. Setelah kami
melihat dan meyakini bahwa Akuwu Kabanaran telah
melihat kenyataan dirinya, betapa kecilnya Kabanaran,
sehingga tidak akan mungkin menunjukkan
kesombongannya lagi, kami telah meninggalkan kota
Pakuwon itu" Pangeran Indrasunu berhenti sejenak, lalu
"Aku tidak menyangka sama sekali bahwa Akuwu di
Kabanaran akan dijangkiti lagi oleh penyakitnya yang lama.
Kesombongannya itulah yang pada suatu saat tentu akan
menghancurkan dirinya sendiri"
"Kami sudah berusaha menahan diri" berkata Akuwu di
Watu Mas. "Ya, tentu" jawab Pangeran Indrasunu "semua orang
mengerti, bahwa Kabanaran telah berusaha menghancurkan
Watu Mas dengan caranya yang licik, seolah-olah Watu
Mas telah dilanda oleh kejahatan"
"Kami tidak dapat tinggal diam" berkata Akuwu di
Watu Mas. "Itu adalah sikap jantan. Karena itu, aku membawa
pasukan yang meskipun tidak cukup banyak, tetapi akan
dapat membantu memberikan kesadaran sedalam-dalamnya
kepada Akuwu di Kabanaran. Kita tidak boleh mengulangi
kesalahan yang pernah aku. lakukan, seolah-olah sikap
Akuwu di Kabanaran telah berubah. Ternyata bahwa aku
telah dijebak oleh sikapnya yang pura-pura" berkata
Pangeran Indrasunu. Akuwu di Watu Mas mengangguk-angguk. Senopati
yang mendengar pembicaraan itupun mengangguk-angguk
pula. Namun sebenarnyalah ada diantara mereka yang tidak
memahami pembicaraan itu. Mereka, sama sekali tidak
melihat kesombongan Akuwu di Kabanaran. Beberapa
orang Senopati melihat, bahwa Akuwu di Watu Mas-lah
yang menolak untuk berbicara, meskipun Akuwu di
Kabanaran dengan rendah hati sudah bersedia datang.
Selebihnya, ada juga satu dua orang Senopati yang
dengan tajam mengamati beberapa orang kawannya yang
berada diperbatasan telah bekerja sama dengan
segerombolan perampok yang sering memasuki daerah
Kabanaran. Bahkan perampok-perampok itu telah membuat
Kabanaran menjadi bingung dan kehilangan pegangan
menghadapinya. Para pengawal di Kabanaran tidak
diperkenankan menumpas perampok itu langsung
kesarangnya yang berada di daerah Watu Mas. Sementara
itu, para pengawal di Watu Mas ikut menikmati hasil
kejahatan yang didapat oleh para perampok itu.
Tetapi mereka terikat pada janji setia kepada Akuwu dan
Pakuwon di Watu Mas, seningga apapun juga yang
dikatakan oleh Akuwu akan mereka lakukan sebaikbaiknya.
Demikian juga mereka tidak akan ingkar apabila
mereka mendapat perintah untuk menyerang Kabanaran.
Dengan demikian, maka persiapan untuk menyerang
dengan pasukan yang besar itupun dilaksanakan dengan
teliti. Beberapa orang petugas sandi telah berusaha untuk
melihat padukuhan-padukuhan dibelakang hutan
perbatasan. Mereka memang menemukan padukuhanpadukuhan
itu hampir kosong. Yang ada di padukuhanpadukuhan
itu adalah para pengawal.
Dengan cermat, para petugas sandi dari Pakuwon Watu
Mas itu berusaha untuk mengetahui jumlah para pengawal
yang berada di padukuhan di belakang garis perbatasan itu.
Mereka memperhitungkan waktu yang diperlukan oleh para
pengawal itu untuk berkumpul dalam satu gelar yang
memadai untuk melawan gelar pasukan pengawal di Watu
Mas. Dengan dasar perhitungan-perhitungan itulah maka
Akuwu di Watu Mas telah menentukan, bahwa serangan
berikutnya akan dilakukan dari landasan yang telah
ditentukan itu. Pasukan Watu Mas akan dibantu oleh
pasukan yang dipimpin langsung oleh Pangeran Indrasunu.
Meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak, tetapi para
cantrik dari padepokan itu memiliki bekal ilmu yang lebih
baik dari para pengawal, karena cantrik-cantrik itu memang
dipersiapkan untuk mejadi seorang yang berilmu tinggi.
Hari-hari yang merambat terus, ditandai oleh persiapan
yangg semakin mapan. Bahkan akhirnya Akuwu di Watu
Mas yang melihat sendiri persiapan itu berkata
"Berdasarkkan pengamatan para petugas sandi dan
perhitungan para Senopati, meka pasukan ini akan dapat
melakukan tugasnya. Menghancurkan satu kubu
pertahanan Pakuwon Kabanaran. Kemudian kembali ke
pangkalan. Saat yang demikian itulah yang telah ditunggu-tunggu
oleh para pengawal. Mereka sudah mempersiapkan diri
beberapa lama serta mendapat keterangan tentang
kedengkian orang-orang Kabanaran sehingga kebencian
mereka telah memuncak. Apalagi karena mereka telah
mendapat keterangan pula tentang kekalahan yang pernah
dialami oleh para pengawal dari Watu Mas sehingga
mereka terpaksa kembali membawa kegagalan pada saat
mereka menyerang Kabanaran.
Demikianlah, maka segala sesuatunya sudah
dipersiapkan. Pemusatan pasukan dan persiapan-persiapan
yang lain telah di periksa dengan teliti sehingga tidak akan
ada yang mengecewakan lagi. Beberapa pedati telah
membawa peralatan perang untuk mengganti apabila
peralatan mereka rusak. Sementara yang lain membawa
perbekalan apabila mereka perlukan. Karena Akuwu
memerintahkan menghancurkan satu kubu pertahanan,
sehingga perlawanan mereka berhenti sama sekali.
Mungkin sehari, tetapi mungkin dua atau tiga hari"
"Serangan ini adalah serangan yang sebenarnya. Dengan
demi kian kami akan menunjukkan kemampuan Watu
Mas. Untuk selanjutnya Kabanaran tidak akan berani
menyombongkan diri lagi" berkata Akuwu di Watu Mas.
Dalam pada itu, maka Akuwu di Watu Mas dan para
Senopati telah menentukan bahwa dua hari lagi, mereka
akan berangkat melewati perbatasan dan memecahkan kubu
pertahanan orang-orang Kabanaran. Selanjutnya mereka
akan menarik diri kembali kepangkatan.
"Kami masih belum akan menduduki satu jengkal
tanahpun di Kabanaran" berkata Akuwu Watu Mas "jika
saatnya datang, kami akan memasuki Kabanaran dan
menduduki kota Pakuwon serta istana Akuwu Kabanaran
yang sombong itu" Namun dalam pada itu, betapapun orang-orang Watu
Mas merahasiakan rencana serangan mereka, namun para
petugas sandi dari Kabanaran dapat mencium pula
persiapan-persiapan besar-besaran yang telah mereka
lakukan. Dengan berani beberapa petugas sandi dari
Kabanaran telah berhasil melihat beberapa pedati yang di
persiapkan. Sementara itu merekapun telah melihat
pasukan yang kuat di perbatasan.
Karena itulah, maka merekapun segera melaporkan ha
itu kepada para Senopati di Kabanaran. Sehingga dengan
demikian maka para Senopati di Kabanaran segera
bertindak dengan cepat. Menurut perhitungan para Senopati di Kabanaran, maka
padukuhan yang menjadi sasaran serangan itu adalah
hdukuhan yang dipergunakan untuk mengendalikan
kekuatan dari Pakuwon Kabanaran untuk daerah yang
panjang di perbatasan. Dengan menghancurkan tempat itu.
maka pasukan di Watu Mas akan dapat menguasai
padukuhan yang penting di perbatasan.
Dengaa demikian, maka Kabanaranpun telah
mempersiapkan diri menghadapi arus banjir bandang yang
akan menimpa pasukannya. Akuwu yang langsung memimpin persiapan itu telah
memerintahkan untuk menilik semua pasukan
diperbatasan. Mungkin persiapan itu hanya sekedar untuk
memancing perhatian yang kemudian akan dilakukan
sergapan lewat bagian yang lain. Namun ternyata bahwa di
tempat lain, tidak nampak persiapan yang dapat
menumbuhkan kecurigaan apapun.
Dengan demikian maka Akuwu dan para Senopati
berpendapat bahwa pertahanan terkuat akan diletakkan di
padukkuhan yang terpenting itu.
Beberapa Senopati pilihan telah ditarik dari daerah
pertahanan dan diletakkan disekitar padukuhan terpenting
itu termasuk Mahisa Bungalan, yang meskipun bukan
seorang Senopati dari Pakuwon Kabanaran, namun ia
ternyata memiliki kemampuan melampaui para Senopati.
Demikianlan, dua kekuatan yang besar telah berhadaphadapan.
Kabanaran yang berhasil menduga jumlah
pasukan lawan, telah mempersiapkan sejumlah itu pula.
Bahhan Akuwu Kabanaran telah menghimpun pasukan
cadangan, karena daerah perbatasan itu tidak akan dapat
menarik semua pengawal yang ada di Kabanaran. Daerah
perbatasan yang panjang masih tetap memerlukan
pengawasan, sementara di seluruh Pakuwon keamanan dan
perlindungan masih tetap diselenggarakan sebaik-baiknya.
Karena itu, maka anak-anak muda yang telah mengikuti
latihan singkat namun mencukupi, telah dipersiapkan pula.
Mereka tidak akan langsung dilibatkan dalam pertempuran.
Namun pada saat tertentu, jika keadaan memaksa
merekapun akan terlibat pula.
Karena itulah, maka dalam kesempatan yang sempit itu,
pasukan cadangan itupun telah mempergunakan waktu
mereka untuk memperdalam olah kanuragan.
Dalam pada itu, ternyata pasukan Kabanaran berhasil
mengumpulkan pasukan pengawal sejumlah yang di
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perlukan. Bahkan mereka telah menempatkan para
pengawal itu di padukuhan yang akan menjadi sasaran, siap
untuk menyusun gelar. Demikianlah pada hari yang sudah ditentukan, maka
pasukan Watu Mas-pun telah mempersiapkan diri. Pada
tengah malam, pasukan segelar sepapan telah menyusun
barisan. Mereka akan memasuki hutan perbatasan dan
muncul di daerah Kabanaran pada saat matahari mulai
memanjat langit. Dengan obor pasukan Watu Mas memasuki hutan di
perbatasan. Namun karena hutan itu bukan hutan yang
pepat dan padat, maka mereka tidak banyak mengalami
kesulitan di perjalanan. Bahkan menelusuri jalan setapak,
pedati-pedati mereka dapat menyusup diantara pepohonan.
Dengan gempita pasukan itu sama sekali tidak
mencemaskan bahwa kehadirannya akan mengalami
perlawanan yang memadai. Mereka menganggap bahwa
pasukan Kabanaran di perbatasan tidak akan dapat
mengimbangi jumlah mereka, meskipun orang Kabanaran
mengetahuinya. Bahkan menurut rencana mereka, pasukan dari Watu
Mas itu akan berhenti sejenak, di seberang hutan
perbatasan. Mengatur diri dalam gelar perang yang
sempurna. Kemudian menempatkan beberapa bagian orang
orang mereka untuk mempersiapkan perbekalan dalam satu
perkemahan. Sementara pasukan yang lain akan maju
memasuki padukuhan-padukuhan terpenting di daerah
Kabanaran. "Kita siapkan tenaga cadangan sebaik-baiknya" berkata
Senopati yang memimpin serangan itu "Kita tidak boleh
kehilangan kekuatan justru setelah kita mengerahkannya
pada benturan yang pertama. Tenaga cadangan itu harus
dapat digerakkan setiap saat diperlukan"
Iring-iringan dari Watu Mas dengan diterangi oleh
berpuluh-puluh obor itu ternyata telah menggemparkan
penghuni-penghuni hutan. Binatang-binatang salang
tunjang. Burung-burung di pepohonan menjadi
kebingungan. Namun api-api obor itu sama sekali tidak mengganggu,
binatang-binatang yang ketakutan itu.
Menjelang fajar, iring-iringan itu benar-benar telah keluar
dari hutan perbatasan. Seperti yang mereka rencanakan,
maka merekepun segera membangun perkemahan. Pedatipedati
yang mereka bawa segera mereka tempatkan pada
sisi sebelah menyebelah. Sekelompok dari antara para
pengawal yang ditunjuk menjadi pasukan cadangan itupun
akan menjaga perkembangan. Selain tugasnya itu, maka
pada saat tertentu jika diperlukan, maka pasukan cadangan
inipun akan turun ke arena.
Ternyata obor-obor yang muncul dari dalam hutan itu
telah dilihat oleh para pengawas dari Kabanaran.
Merekapun ssegera melaporkan, bahwa pasukan lawan
telah menyeberangi hutan perbatasan.
"Mereka kini bersiap-siap dipinggir hutan. Mereka telah
membuat perkemahan dengan beberapa buah pedati yang
mengangkut perbekalan dan senjata" berkata pengawas itu.
"Mereka siap untuk melakukan perang berjangka"
berkata Senopati dari Kabanaran. Lalu "Baiklah. Kita harus
mengimbangi. Dalam pada itu, pasukan cadangan kitapun
harus mendapat tempaan yang sebaik-baiknya.
Lahir dan batin" Menjelang fajar, pasukan Kabanaranpun telah disiarkan
pula dalam gelar. Jumlah mereka cukup memadai. Jika
kedua pasukan itu bertemu, maka keduanya akan memiliki
kekuatan yang seimbang. Namun dalam pada itu, selagi semua perhatian dari
Watu Mas dan Kabanaran ditujukan kepada pertempuran
besar-besaran itu, maka Akuwu di Kabanarapun telah
bertindak cepat. Ia tidak melupakan sumber pertikaian.
Dengan cepat ia menghimpun para pengawal di sisi yang
lain yang berhadapan dengan hutan perbatasan yang,
menyimpan sarang para perampok yang sering memasuki
daerah Kabanaran. Menurut perhitungan para pengamat, jumlah perampok
itu sebenarnya tidak begitu banyak, sehingga mereka akan
dapat dengan segara diselesaikan.
Karena itu, dengan jumlah yang tidak terlalu banyak,
Akuwu sendiri akan memimpin pasukan itu, sementara ia
menyerahkan kepada seorang Senopati tua untuk
menampung segala persoalan yang timbul. Juga persoalan
yang timbul di daerah pertempuran melawan orang-orang
Watu Mas. "Siapkan sekelompok penghubung berkuda" berkata
Akuwu "mereka akan menghubungi aku setiap saat di
daerah perbatasan. Aku akan selalu memberikan keterangan
tentang pasukanku" Demikianlah, Kabanaran telah membuka dua garis
pertempuran. Namun agaknya menurut perhitungan
Akuwu Suwelatama, segalanya akan diselesaikan sebaikbaiknya.
Pada saat yang bersamaan dengan gerakan pasukan
Watu Mas, Akuwu Suwelatama memasuki hutan
perbatasan langsung menuju ke sarang perampok yang
mendapat, perlindungan dari para pengawal. Namun
agaknya para pengawal dari Watu Mas sedang memusatkan
perhatiannya kepada pertempuran yang bakal pecah karena
pasukan Watu Mas telah menusuk langsung ke dalam
daerah Kabanaran dibantu oleh Pangeran Indrasunu yang
masih saja selalu dibakar oleh dendam dan kecewa.
Pada saat yang hampir bersamaan pula, kedua pasukan
itu memasuki garis perang meskipun dalam ujud yang
berbeda. Pasukan Watu Mas yang segelar sepapan telah
mendekati pusat pertahanan pasukan Kabanaran dalam
gelar yang utuh. Mereka telah membuka gelar garuda
Nglayang dengan rangkaian kebesaran. Umbul-umbul,
rontek dan panji-panji kebesaran Pakuwon Watu Mas telah
dipasang di induk pasukannya. Sementara pada sayap gelar,
Senopati pengapit telah mengibarkan panji-panji dengan
tunggul masing-masing pasukan.
Para pengawas dari Kabanaran yang selalu mengikuti
gerak pasukan Watu Mas itupun selalu membelikan laporan
terperinsi. Sementara itu, pasukan Kabanaranpun telah
turun dengan tanda-tanda kebesarannya pula, karena para
Senopati sadar, tanda-tanda kebesaran itu akan memberikan
pengaruh jiwani kepada para pengawal.
Demikianlah, kedua belah pihak menjadi berdebar-debar.
Ketika matahari mulai memanjat langit, maka merekapun
mulai melihat dengan jelas, pasukan yang akan dihadapi.
Pasukan Kabanaran telah membuka gelar Sapit Urang
untuk mengimbangi gelar lawannya yang melebar. Tetapi
Kabanaran meletakkan sayap pasukannya agak kedepan.
Kabanaran cukup percaya kepada para pengawal yang
dipimpin oleh para Senopati pengapit.
Dalam pada itu, di induk pasukan Kabanaran terdapat
pula Mahisa Bungalan. Yang terdengar kemudian adalah gempitanya pasukan
kedua belah pihak yang bersorak menjelang benturan kedua
kekuatan itu. Para Senopati dan para pengawal telah
menggenggam senjara masing-masing dan siap untuk
bertempur. Pada saat yang demikian itulah, Akuwu Suwelatama
yang memimpin sendiri pasukannya yang tidak begitu
besar, tetapi yakin dan percaya akan kemampuan diri
sendiri, telah mendekati sarang para perampok yang
memang sudah diketahui sebelumnya. Namun karena
sarang perampok itu terletak di Pakuwon Watu Mas dan
selalu mendapat pengawasan dari para pengawal di Watu
Mas, maka para pengawal dari Kabanaran tidak dapat
mencapainya, karena Kabanaran masih selalu menjaga diri,
menghindari benturan kekuatan dengan Watu Mas. Namun
karena persoalannya sudah semakin menjalar, maka
Kabanaran tidak lagi merasa wajib untuk mengekang diri.
Sebenarnyalah sebagian besar para pengawal perbatasan
Watu Mas telah ditarik dan dihimpun di dalam satu,
barisan yang besar. Pengawal yang tersisa, sama sekali tidak
memperhitungkan kemungkinan gerakan pasukan pengawal
Kabanaran memasuki Watu Mas di bagian lain dari
perbatasan itu, dan langsung menusuk kesarang para
perampok yang untuk beberapa lamanya selalu mendapat
perlindungan mereka para perampok itu selalu memberikan
sebagian dari hasil mereka kepada para pengawal
perbatasan yang mencegah pasukan pangawal Kabanaran
mengejar mereka. Namun pada saat itu, para perampok itu tidak berada di
bawah perlindungan para pengawal yang sedang sibuk.
Pengawal yang tersisa tidak terlalu banyak dan tidak
menduga sama sekali bahwa Akuwu Suwelatama sendiri
telah memasuki daerah Watu Mas.
Kehadiran para pengawal dari Kabanaran itu benarbenar
telah mengejutkan para perampok yang merasa
dirinya tidak dapat diganggu gugat. Bahakan para
perampok itupun mengerti, bahwa di bagian lain
diperbatasan itu telah terjadi pertempuran yang besar antara
pasukan pengawal perbatasan Watu Mas melawan pasukan
perbatasan Kabanaran. Bahkan pemimpin perampok itu
telah menghitung kemungkinan untuk memancing di air
keruh. Selagi para pengawal terlibat dalam pertempuran
besar, yang menurut perhitungannya tidak akan dapat
diselesaikan dalam waktu dua tiga hari, maka ia akan dapat
membawa para pengikutnya untuk memasuki Kabanaran
dan merampok tanpa rintangan.
Namun tiba-tiba saja, selagi para perampok itu
beristirahat tanpa memikirkan apapun juga, seorang
diantara mereka yang kebetulan berada diluar sarang
mereka, telah berlari-lari menemui pemimpinnya.
"Ada apa?" bertanya pemimpinnya.
"Pasukan pengawal Kabanaran" jawabnya hampir
berteriak. "Jangan gila. Pasukan pengawal Kabanaran. Sebagian
besar ditarik ke dalam perang yang besar itu" jawab
pemimpinnya. "Tetapi pasukan itu menuju kemari" orang menjelaskan.
Pamimpin perampok itu termangu-mangu. Beberapa
orang yang mendengar laporan itupun kemudian
mengerumuninya. "Aku bersumpah. Pasukan itu akan datang" katanya
gagap. Pemimpin perampok itu tidak berpikir lebih panjang lagi.
Pengikutnya itu tentu tidak akan membohonginya. Karena
itu, maka iapun segera berteriak "Bersiaplah. Kita akan
menghadapi lawan" Para perampok itupun segera berlari-larian mengambil
senjata mereka. Beberapa orang yang telah bersiap lebih,
dahulu, telah berlari ke pintu gerbang sarang mereka.
Sebenarnyalah, pada saat itu telah muncul sepasukan
pengawal dari Kabanaran yang dipimpin langsung oleh
Akuwu Swelatama. Ketika Akuwu melihat para perampok sudah siap
menunggu, maka iapun segera memerintahkan pasukannya
memencar. Akuwu tidak menunggu lebih lama lagi.
Dengan isyarat iapun langsung memerintahkan pasukannya
untuk menyerbu. Para pengawalpun bergerak cukup cepat. Mereka
mengerti apa yang harus mereka lakukan. Para pengawal
yang berada di barisan paling depan langsung menyerbu
para perampok yang keluar dari regol, sementara yang lain
telah menebar dan mamasuki sarang para perampok itu
dengan meloncati dinding kayu diseputar barak mereka.
Serangan itu benar-benar tidak terduga pula. Karena
itulah, maka beberapa saat kemudian, beberapa orang
pengawal telah berloncatan memasuki sarang para
perampok itu dari segala arah.
Para perampok yang tidak bersiap sama sekali
menghadapi serangan itu, dan cara yang telah dilakukan
oleh para pengawal itu menjadi bingung. Beberapa orang
diantara mereka tidak tahu, apa yang sebaiknya dilakukan.
Tetapi sesaat kemudian, maka merekapun mulai menyadari
keadaan yang terjadi. Dengan senjata teracu maka
merekapun segera menyongsong pasukan pengawal
Kabanaran yang terdekat. Sejenak kemudian telah terjadi pertempuran yang
bertebaran di seluruh barak. Di longkangan-longkangan
para pengawal telah bertempur dengan para perampok yang
kebingungan. Dengan demikian maka pada benturan pertama, para
perampok telah melepaskan beberapa orang korban.
Sementara para pengawal telah memasuki sarang para
perampok itu sampai kesegala sudut.
Tidak seorangpun dari antara para perampok itu yang
sempat melarikan diri. Semuanya terjebak kedalam
pertempuran yang sengit. Seorang lawan seorang disegala
tempat di dalam sarang itu.
Ternyata bahwa kemampuan para pengawal memang
melampaui kemampuan para perampok. Meskipun ada
juga satu dua orang perampok yang mampu mendesak
lawannya, namun sebagian terbesar dari para perampok itu
tidak mampu bertahan. Sebagaimana pesan Akuwu Suwelatama, maka para
pengawal tidak boleh berbuat menurut kata hati mereka
masing-masing. Karena itu, maka korban demi korbanpun berjatuhan.
Para perampok yang lengah sekejap, telah tertebas oleh
tajamnya pedang para pengawal di Kabanaran yang
dipimpin langsung oleh Akuwu Suwelatama.
Apalagi pertempuran itu berlangsung menebar. Karena
itu, maka agak sulit bagi para pengawal untuk
mengendalikan diri mereka masing-masing.
Pemimpin perampok yang berada di regol bersama
sebagian besar orang-orangnya melihat, betapa para
pengikutnya mengalami kesulitan. Ketika ia sendiri
mengamuk dengan canggah di tangan, maka ia telah
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhadapan langsung dengan Akuwu Suwelatama.
"Nampaknya kau adalah pemimpin gerombolan
perampok ini" bertanya Akuwu.
"Aku tidak ingkar. Siapa kau" bertanya pemimpin
perampok itu. "Suwelatama" jawab Akuwu dari Kabanaran itu.
"Kaukah Akuwu Suwelatama" bertanya pemimpin
perampok itu pula. "Ya" jawab Akuwu itu.
Tiba-tiba pemimpin perampok itu tertawa
berkepanjangan. Katanya "Bagus. Ternyata kau adalah
Akuwu yang berani. Kau tidak berada di medan perang
yang terjadi karena serangan para pengawal dari Watu Mas.
Tetapi kau justru berada disini. Kau menghindarkan diri
dari peperangan yang besar, dan lebih senang memasuki
hutan perbatasan yang tidak siap menerima kedatanganmu
ini. Tetapi kau salah Akuwu. Agaknya justru disini kau
akan mengalami nasib buruk"
Akuwu tidak menjawab. Tetapi ia sudah mengacukan
senjatanya. Ketika selangkah ia maju, maka pemimpin
perampok itulah yang justru telah menyerangnya dengan
canggahnya. Tetapi Akuwu sudah siap melawannya. Karena itu,
maka serangan tidak sempat menyentuhnya. Bankah
pemimpin perampok itu harus meloncat menjauh karena
Akuwulah yang kemudian telah menyerangnya dengan cepat.
Sejenak kemudian keduanya telah terlibat dalam
pertempuran yang sengit. Keduanya memiliki bekal ilmu
kanuragan yang tinggi. Mereka datang tidak untuk melepaskan dendam dan
membunuh tanpa pertimbangan. Tetapi mereka dengan
satu tujuan tertentu. Menghancurkan gerombolan
perampok itu. Dan menghancurkan mereka tidak berarti
menumpas mereka semua. Meskipun demikian, dalam pertempuran yang keras,
maka tidak mudah untuk menahan diri dan kobaran nala
api di dalam dada yang membara. Para pengawal
Kabannaran yanng harus bertempur dengan sepenuh
kemamppuan itu kadang-kadang memang tidak lagi dapat
memperhitungkan, seberapa dalam ia harus
menghunjamkan pedangnya. Sementara itu, di bagian lain dari sarang para perampok
itu, pengawal dari Kabanaran telah berhasil mengusai
sebagian besar dari mereka. Beberapa orang perampok yang
tidak mampu lagi melawan, telah meletakkan senjata
mereka, selain yang terbuka parah.
Karena itu, maka para pengawal yang telah
menyelesaikan tugasnya itupun telah bergeser ke halaman
depan dari sarang itu, sehingga mereka, kecuali yang
menjaga paraa tawanan, telah bergabung dengan para
pengawal yang masih bertempur melawan para perampok.
Namun dalam pada itu, pemimpin perampok yang
bertempur langsung melawan Akuwu itupun tidak banyak
dapat berbuat sesuatu. Bahkan semakin lama, iapun
menjadi semakin terdesak dan kehilangan kesempatan.
Canggahnya yang garang, tidak mampu mendesak Akuwu
Suwelatama. Bahkan kadang-kadang senjata Akuwu telah
terasa tergores di tubuhnya.
Apalagi ketika lawan para perampok di halaman itu
seolah-olah menjadi semakin banyak, karena sebagian para
pengawal yang semula menebar telah berkumpul. Sehingga
karena itu, maka agaknya sudah tidak ada harapan lagi
untuk dapat bertahan lebih lama lagi.
Karena itulah, maka pemimpin perampok itupun
kemudian tidak dapat mengingkari kenyataan. Dengan
serta merta ia telah melemparkan senjatanya sambil
berteriak nyaring "Aku menyerah"
Suara pemimpin perampok itu sekaligus menjadi
pertanda dan perintah terhadap para pengikutnya.
Merekapun telah berloncatan menjauhi lawannya dan
melepaskan senjata masing-masing.
Dengan demikian maka pertempuran itu telah berakhir.
Jauh lebih cepat dari pertempuran yang terjadi di bagian
lain dari perbatasan antara Watu Mas dan Kabanaran.
Dalam pada itu, Akuwupun segera mengumpulkan para
perampok yang telah menyerah. Mengumpulkan senjata
mereka dan menugaskan sebagian dari mereka merawat
kawan-kawan mereka yang terluka.
"Kawan-kawan kalian yang terbunuh, harus kalian
selenggarakan pemakamannya. Selanjutnya kalian akan
ikut bersama kami ke Pakuwon Kabanaran" berkata
Akuwu Suwelatama "namun sebelumnya kalian harus
menunjukkan, dimana kalian menyimpan harta benda hasil
rampokan kalian di tlatah Kabanaran selama ini"
Pemimpin perampok mengerutkan keningnya. Namun
Akuwupun berkata "Aku dapat berbuat baik terhadap
kalian, tetapi akupun dapat berbuat kasar. Sebenarnya kami
sudah kehilangan pertimbangan-pertimbangan bening
selama ini. Namun kami masih akan berusaha jika kalian
membantu" Tidak seorangpun yang menjawab. Sementara Akuwu
Tetapi itu akan kami pikirkan nanti. Yang penting, rawatlah
kawan-kawan kalian yang sakit dan selenggarakan-lah
kawan-kawan kalian yang terbunuh. Tetapi jika seorang
saja diantara kalian yang berbuat aneh-aneh, maka kalian
seluruhnya akan binasa. Pemimpin perampok itu tidak menjawab. Tetapi dalam
cahaya obor ia melihat, betapa wajah Akuwu memancarkan
kemarahannya. Harta benda yang tersimpan itu adalah
harta benda yang memang telah dirampoknya dari orangorang
Kabanaran. "Biarlah harta benda itu kembali kepada orang-orang
Kabanaran" geram Akuwu "meskipun sulit untuk
mengembalikan seorang demi seorang, karena perampokan
itu sudah berlangsung sejak lama sekali, namun aku dapat
mempergunakannya untuk kepentingan yang lain bagi
Kabanaran" Pemimpin perampok itu tidak menjawab
Demikianlah maka para perampok itupun kemudian
telah mengumpulkan dan merawat kawan-kawan mereka
yang terluka, sementara merekapun telah mengubur kawankawan
mereka yang yang terbunuh di bawah pengawasaan
para pengawal dari Kabanaran.
Ketika kerja para perampok itu telah selesai, maka
mulailah akuwu Kabanaran bertanya kepada pemimpin
perampok itu, dimana mereka menyimpan harta benda
hasil rampokan mereka yang selalu mereka lakukan di
daerah Kabanaran. "Aku dapat mengembalikan kepada yang berhak"
berkata Akuwu Kabanaran "Jika hal itu tidak mungkin lagi,
maka aku akan dapat mempergunakan harta benda dari
Kabanaran itu untuk kepentingan kesejahteraan rakyat di
Kabanaran" "Apakah benar begitu?" bertanya perampok itu.
"Jika tidak demikian, apakah kau mempunyai dugaan
lain?" bertanya Akuwu Kabanaran.
"Jangan ragu-ragu. Katakan" desak Akuwu.
Pemimpin perampok itu menarik nafas dalam-dalam.
Katanya kemudian "Memang mungkin terjadi tidak seperti
yang Akuwu katakan. Mungkin harta benda itu justru akan
jatuh ketangan sebagian kecil saja dari para pemimpin di
Kabanaran untuk kepentingan diri mereka sendiri"
"Apakah hal seperti itu berlaku di Watu Mas?" bertanya
Akuwu di Kabanaran. Pemimpin perampok itu termangu-mangu. Namun
katanya kemudian "kami mendapat perlindungan dari
beberapa orang pemimpin pengawal. Tetapi kami harus
menyerahkan sebagian dari hasil rampokan kami kepada
mereka" "Aku tahu. Itulah sebabnya kami tidak dapat mengejar
kalian sampai ke sarang. Dan persoalan itu pulalah antara
lain sebab dari kemelut yang terjadi sekarang ini" jawab
Akuwu. Lalu "Namun setelah pertempuran benar-benar
pecah, kami tidak perlu lagi menghormati daerah
kekuasaan Watu Mas yang dapat kalian pergunakan untuk
berlindung selama ini"
Pemimpin perampok itu menarik nafas dalam-dalam.
Sementara itu Akuwupun mendesak "Sekarang,
katakanlah. Dimana kau simpan barang-barangmu"
"Aku tidak akan mengatakannya" berkata pemimpin
pperampok itu. "Jangan keras kepala" geram Akuwu "Jangan menunggu
sampai aku kehilangan kesabaran"
"Aku sudah bertekad untuk menutup mulutku" jawab
pemimpin perampok itu. Wajah Akuwu menjadi tegang. Tiba-tiba saja Akuwu
itupun berdiri tegak sambil berkata lantang "Bawalah
semua orang berurutan lewat dihadapanku. Aku akan
bertanya kepada mereka seorang demi seorang. Jika orang
itu tidak mau mengatakan, dimana barang-barang mereka
simpan, maka aku akan membunuh mereka. Satu demi
satu. Biarlah aku membunuh sampai orang terakhir. Aku
tidak memerlukan mereka lagi. Yang penting dendam ini
telah terlepaskan" Wajah pemimpin perampok itupun menjadi merah.
Dengan nada dalam ia berkata "Apakah kau dapat berbuat
sekejam itu" Aku tidak akan berbuat demikian terhadap
rakyat Kabanaran. Tetapi terhadap musuh Kabanaran, aku
dapat berbuat apa saja. Para pengawalku akan dengan suka
rela melakukannya, karena merekapun telah mendendam
terhadap kalian sejak waktu yang sangat lama. Mereka
mnunggu kesempatan, sampai kapan, mereka dapat
melepaskan dendam merekaa terhadap kalian.
"Itu bukan sifat seorang kesatria. Seorang kesatria tidak
akan membunuh lawan yang menyerah" jawab pemimpin
perampok itu. Hanya lawan yang seimbang dalam ilmu dan
derajadnya. Kalian adalah perampok-perampok yang
memiliki martabat jauh lebih rendah dari seorang Akuwu
dan pengawal-pengawalnya. Karena itu, seorang kesatria
tidak terikat oleh kewajibannya untuk berbuat sebagaimana
kau katakan" jawab Akuwu "kecuali jika kalian benar-benar
menunjukkan martabat kalian sebagai seorang laki-laki
jantan yang berani bertanggung jawab atas segala perbuatan
kalian" geram Akuwu.
"Aku akan bertanggung jawab" sahut pemimpin
perampok itu. "Jika demikian, katakan, dimana benda orang-orang
Kabanaran yang kalian rampok" Kami wajib
mengembalikannya atau mempergunakan bagi
kesejahteraan rakyat Kabanaran" Jawab Akuwu "jika tidak,
kami akan mendapat cukup kepuasan dengan membunuh
kalian semua, atau justru dengan cara lain melepaskan
kalian seorang, demi seorang dipadukuhan padukuhan yang
pernah mengalami perampokan"
"Itu sangat keji" jawab pemimpin perampok itu.
"Apa artinya kekejian seperti itu jika memang dapat
mendatangkan kepuasan?" bertanya Akuwu.
"Itu tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang beradab"
pemimpin perampok itu hampir berteriak.
"Jangan berteriak. Aku dapat menjatuhkah hukum picis
terhadapmu" sahut Akuwu "kecuali jika kau bersikap
jantan" Tidak ada pilihan lain. Akhirnya pemimpin perampok
itupun berkata "Kau berhasil memeras kami. Aku tahu,
yang kau katakan itu tidak akan kau lakukan. Tetapi biarlah
aku mengatakan dimana barang-barang itu kami simpan,
karena barang-barang itu tidak akan bermanfaat apapun
juga bagi kami" Akuwu di Kabanaran mengerutkan keningnya.
Kemudian katanya "Jika kau berpendirian seperti itu, cepat
katakan, dimana harta benda itu"
Pemimpin perampok yang tidak dapat ingkar lagi itupun
kemudian membawa Akuwu dan dua orang pengawal ke
tempat harta benda mereka sembunyikan, di dalam goa
dibawah tanah. "Kau memang iblis" geram Akuwu ketika dilihatnya
harta benda yang tidak ternilai harganya "kau sudah
merampok harta benda milik rakyatku di Kabanaran"
Dalam pada itu, maka Akuwu di Kabanaran itupun
kemudian memerintahkan pemimpin perampok itu
memanggil kawan-kawannya untuk mengambil harta benda
yang tersembunyi di dalam goa itu. Mereka pulalah yang
harus membawa harta benda itu ke Pakuwon Kabanaran
dibawah pengawalan yang kuat.
Segalanya itu dilakukan dengan cepat. Akuwu tidak
menunggu persoalan itu berkembang. Meskipun perhatian
orang-orang Watu Mas sebagian tertuju kepada peperangan
yang terjadi di daerah lain dalam urutan perbatasan, namun
tentu masih ada kelompok-kelompok pengawal yang tersisa
di perbatasan itu. Karena itulah, maka ketika segalanya sudah siap,
Akuwudi Kabanaran tidak menunggu lebih lama lagi.
Demikianlah maka sebuah iring-iringan telah
meninggalkan hutan, perbatasan. Yang dibawa oleh para
perampok itu selain harta bendanya, juga kawan-kawan
mereka yang terluka parah, dengan anyaman tali pada dua
batang kayu disebelah menyebelah.
Dalam pada itu, di bagian lain dari perbatasan antara
Watu Mas dan Kabanaran, telah terjadi pertempuran yang
jauh lebih besar dari pertempuran yang terjadi antara para
pengawai yang dipimpin oleh Akuwu melawan para
perampok. Pertempuran yang telah melibatkan kekuatan
puncak dari Pakuwon Watu Mas dan Pakuwon Kabanaran.
Yang terjadi adalah benturan dua gelar pasukan segelar
sepapan dengan segala kelengkapan dan kebesarannya.
Umbul-umbul, rontek, panji dan tunggul. Namun pada
kedua pasukan itu tidak terdapat kelebet pertanda kehadiran
Akuwu masing-masing. Akuwu Watu Mas dengan berdebar-debar menunggu
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setiap berita yang datang dari medan perang. Sedangkan
Akuwu di Kabanaran justru telah melakukan tugas yang
penting, yang sebenarnya merupakan sumber dari segala
pertentangan antara Pakuwon Kabanaran dan Pakuwon
Watu Mas. Dalam pada itu, ternyata bahwa benturan dua kekuatan
yang besar itu telah menimbulkan pertempuran yang besar
pula. Tidak dapat dihindari, bahwa dari kedua belah pihak
telah jatuh korban. Kematian disusul dengan kematian.
Yang terluka parah telah diangkut dan disingkirkan oleh
kawan-kawan mereka. Sementara yang berada di belakang
garis perang telah sibuk dengan perawatan dan juga
menyediakan makan dan minum bagi mereka.
Dalam pada itu, ternyata pada hari yang pertama,
pasukan dari Kabanaran telah terdesak mundur. Gelar Sapit
Urang yang memberikan tekanan kekuatan kepada ujungujung
sayap pasukan, telah mengalami kesulitan untuk
melawan Gelar Garuda Nglayang dari pasukan Watu Mas.
Kekuatan pasukan Watu Mas memang berada pada induk
pasukan mereka. Karena itulah, maka ketika induk pasukan
Pasukan Kabanaran terdesak mundur, sayap sayapnyapun
ikut mundur pula, agar gelar mereka tidak terputus dan jika
demikian, maka para pengawal Watu Mas akan berhasil
memecahkan gelar para pengawal dari Kabanaran. Dalam
keadaan yang demikian, maka keadaan pasukan Kabanaran
akan menjadi lebih parah.
Karena itu, maka seluruh gelar telah ditarik meskipun
perlahan-lahan. Sementara pasukan Kabanaran berusaha
untuk menghimpun kekuatannya agar mereka tidak
terdesak terus. Dengan menarik beberapa bagian dari pasukannya yang
berada di sayap, dibawah pimpinan Senopati Pengapitnya,
maka pasukan Kabanaran akhirnya dapat bertahan. Tetapi
pasukan Kabanaran masih belum dapat mendesak maju.
Garis perang itu bertahan sampai matahari turun ke
ujung Barat, sehingga akhirnya, ketika malam menjadi
gelap, telah terdengar isyarat dari kedua belah pihak, bah
wa pertempuran lelah dihentikan.
Yang kemudian nampak di arena itu adalah beberapa
orang sambil membawa obor berusaha untuk menemukan
kawan-kawan mereka yang terluka parah. Yang sudah
gugur, mereka memang harus mengikhlaskannya. Namun
yang terluka memmang wajib untuk mendapat pertolongan.
Kedua belah pihak sama sekali tidak saling mengganggu
dalam tugas kemanusiaan itu. Meskipun kadang-kadang
dua tiga pengawal berobor itu berpapasan. Namun mereka
hanya saling memandang dengan penuh kebencian tanpa
berbuat sesuatu. Sementara itu, di padukuhan yang menjadi pusat ke
pemimpinan pasukan Kabanaran, telah terjadi kesibukan
yang luar biasa. Para petugas telah dengan sigapnya
melayani para pengawal. Mereka yang tergores senjata
segera mendapat perawatan. Mereka yang lapar telah
disediakan makan, sementara yang haus telah disediakan
minuman. Beberapa orang telah pergi ke tempat persediaan senjata,
karena senjata yang mereka pergunakan telah cacat. Bahkan
ada diantara mereka yang memilih senjata yang lain, yang
menurut pertimbangannya lebih sesuai dipergunakan dalam
perang yang besar itu. Di seberang arena, orang-orang Watu Maspun telah
sibuk pula sebagaimana orang-orang Kabanaran. Mereka
telahh membuat perapian dipinggir hutan untuk
menyiapkan makan dan minum bagi pasukan Watu Mas.
Yang terlukapun telah mendapat perawatan. Ada diantara
mereka yang harus segera kembali ke Watu Mas karena
lukanya terlalu parah. Dua buah pedati malam itu juga telah meninggalkan
medan membawa orang-orang yang terluka terlalu parah.
Namun mendahului pedati yang kembali ke Watu Mas,
empat orang penghubung dengan tergesa-gesa membawa
laporan tentang keadaan medan.
Akuwu di Watu Mas menerima laporan itu pada larut
malam. Namun pada saat yang hampir bersamaan, Akuwu
Watu Masitupun telah menerima laporan, bahwa pasukan
Kabanaran telah memasuki wilayah Watu Mas di bagian
lari di perbatasan, dan telah menghancurkan sarang
peramok yang sejak semula menjadi masalah antara kedua
Pakuwon itu. "Gila geram Akuwu di Watu Mas "orang-orang
Kabanaran memang licik. Mereka mengngambil
kesempatan dari pertempuran itu untuk merampas harta
benda yang telah berada di Watu Mas. Jika harta benda
yang disimpan oleh para perampok itu kita ambil lebih
dahulu, maka harta benda itu akan sangat bermanfaat bagi
kita, khususnya bagi peperangan ini"
Tidak seorangpun yang menjawab. Tetapi seorang
Senopati tidak dapat mengerti, bahwa kelincahan sikap
Akuwu di Kabanran itu disebutnya sebagai satu sikap yang
licik. "Akuwu Kabanaran justru telah berbuat sesuatu
berdasarkan perhitungan yang cermat" berkata Senopati itu
di dalam hatinya "Justru kitalah yang lengah. Sama sekali
bukan satu kelicikan"
Tetapi Senopati itu sama sekali tidak berani
mengatakannya kepada Akuwu. la sadar, bahwa Akuwu
tentu akan menjadi sangat marah. Apalagi hampir
bersamaan waktunya, telah datang pula para penghubung di
medan perang yang menyatakan, bahwa pasukan Watu
Mas masih bertahan. "Kami dapat mendesak maju" berkata penghubung itu
"tetapi hampir tidak berarti, karena kami tidak dapat
mencapai sebuah padukuhanpun. Ketika senja turun,
pasukan Kabanaran masih berada diluar padukuhan yang
menjadi induk kekuatan pengawal perbatasan"
"Besok kalian harus memasuki padukuhan itu" berkata
Akuwu "kalian harus menghancurkan segala isi padukuhan
itu dan membuatnya karang abang. Tugas kalian adalah
mencerai-beraikan perhatian di perbatasan itu. Baru
kemudian kalian akan kembali ke Watu Mas. sebelum kita
menyiapkan sergapan yang sebenarnya langsung kepusat
pemerintahan Pakuwon Kabanaran"
Kenapa kita tidak mengambil keuntungan dari
pertempuran ini" berkata senopati yang hadir "Jika
Pasukan Kabanaran sudah berhasil di pecahkan, maka
alangkah mudahnya untuk memasuki pusat
pemerintahannya. Jika kita tarik kembali pasukan kita, dan
kemudian berangkat lagi memasuki arena pertempuran,
agaknya orang orang Kabanaran telah dapat
mempersiapkan diri mereka lagi"
"Aku akan memperitmbangkannya" berkata Akuwu
"tetapi perbekalan yang ada tidak akan mencukupi, jika kita
akan langsung memasuki pusat pemerintahan Kabanaran"
"Kenapa Akuwu mencemaskannya?" bertanya
Senopatinya "bukankah di Kabanaran, di sepanjang
padukuhan tersedia perbekalan yang dapat mendukung
gerak laju pasukan kita?"
Akuwu Watu Mas itupun mengangguk-angguk. Lalu
katanya "Baiklah. Beri aku bahan-bahan keterangan
secukupnya. Aku akan mempertimbangkan, setelah aku
mendapat laporan pada hari yang kedua"
Para penghubung itupun segera kembali ke medan
setelah mereka menukar kuda-kuda mereka dengan yang
masih segar, serta setelah Akuwu memberikan pesan-pesan
secukupnya" Sementara itu, di Kabanaran, Akuwu Suwelatama tidak
dapat menunggu laporan dari medan, karena ia sendiri
berada dalam perjalanan kembali dari sarang para
perampok. Namun ketika ia memasuki Kabuyutan yang
masih utuh dengan para penghuninya, karena tidak berada
terlalu dekat dengan perbatasan, maka Akuwu telah
membagi tugas dengan pengiringnya.
"Bawa para perampok ini ke pusat pemerintahan malam
ini juga. Simpan semua harta benda yang kita bawa. Aku
akan langsung menuju ke medan perang" berkata Akuwu
Suwelatama. Tugas yang sangat berat bagi para pengiringnya. Namun
mereka akan melakukannya dengan penuh tanggung jawab.
Justru karena mereka membawa harta benda yang tidak
ternilai harganya. Bersama tiga pengiringnya, maka Akuwu Suwelatama
memisahkan diri menuju ke medan perang. Dengan kuda
yang tegar mereka menempuh perjalanan yang cukup
panjang memnyusuri daerah perbatasan. Namun orangorang
yang sempat melihatnya tentu tidak akan
mengatakan bahwa salah seorang dari keempat orang itu
adalah Akuwu sendiri. Karena mereka berempat telah
mengenakan pakaian sebagaimana para pengawal biasa.
Tidak seorangpun yang mengenakan pakaian yang berbeda
diantara mereka. Perjalanan Akuwu cukup melelahkan. Baru saja ia
bertempur melawan para perampok. Kemudian
memisahkan diri dan menempuh perjalanan panjang setelah
beristirahat untuk beberapa saat saja.
Lewat tengah malam, barulah Akuwu sampai ke daerah
peperangan. Namun Akuwu menyadari, bahwa ia harus
berhati-hati. Ia tidak tahu pasti, sampai dimanakah gerak
dan garis pertempuran. Karena itu. maka Akuwu harus melingkar menjahui
medan dan mencari keterangan tentang gerak pasukan dari
kedua belah pihak. Ketika mereka mendekati sebuah padukuhan, maka
mereka telah berhenti beberapa puluh langkah dan seorang
diantara para pengawal telah dengan hati-hati mendekati
gardu diujung padukuhan. Namun ternyata yang berada di
gardu itu adalah para pengawal dari Kabanaran.
Meskipun demikian, pengawal yang menyertai Akuwu
itu tidak langsung membawa kawan-kawannya dan Akuwu
ke gardu itu, karena beberapa hal akan dapat terjadi.
Mungkin salah paham, mungkin satu jebakan.
Namun ketika pengawal itu mendekat, ternyata ada dian
tara para pengawal di gardu itu yang dikenalnya.
"Kau" bertanya pengawal di gardu itu.
Yang baru datang itupun kemudian mendekat sambil
bertanya "Apakah yang kalian lakukan disini?"
"Apakah kau bermimpi" Bukankah kita berada di
medan. Kami berjaga-jaga bergantian" jawab kawannya
vang digardu itu. "Disini" Dimanakah lawan malam ini berkemah?"
bertanya pengawal yang menyertai Akuwu.
"Dihadapan padukuhan induk pertahanan" jawab
pengawal itu "sudah ada pengawasan khusus. Meskipun
demikian, disetiap padukuhan, meskipun tidak berada di
garis pertama, harus mendapat pengawalan sebaik-baiknya.
He, apakah kerjamu disini. Bukankah kau tidak ikut dengan
pasukan di perbatasan ini?"
"Aku juga bertugas di perbatasan. Tapi di bagian lain"
jawab pengawal itu. "Jadi, apa kerjamu disini?" bertanya kawannya.
"Aku mendapat tugas menghadap Senopati di induk
pasukan. Apakah seseorang dapat mengantarkan aku" Aku
membawa pesan dari Akuwu. Tetapi karena aku tidak
mengetahui keadaan medan dengan pasti, maka aku telah
dengan sangat berhati-hati mencari jalan menuju ke induk
pasukan" jawab pengawal itu.
"Kau sendiri?" bertanya yang berada di gardu.
"Aku bersama dengan tiga orang kawanku. Mungkin ada
juga yang'sudah, kalian kenal diantara mereka" jawab
pengawal itu. "Ajak mereka kemari. Aku akan mengantar kalian
menghadap Senopati di induk pasukan atau orang yang
sedang bertugas malam ini jika Senopati sedang
beristirahat" Pengawal itupun kemudian menemui Akuwu dan kedua
orang pengawal yang lain. Berempat mereka mendekati
gardu itu. Karena cahaya obor yang redup, maka tidak
seorangpun para pengawal yang menyangka, bahwa
seorang diantara para pengewal dan yang justru berada di
paling belakang dalam bayangan gelap itu adalah Akuwu
sendiri. Diantara oleh seorang pengawal, maka mereka telah
pergi ke induk pasukan. Ketika mereka memasuki
padukuhan yang menjadi induk pertahanan pasukan
Kabanaran. maka mereka harus berhenti beberapa kali
untuk menjawab beberapa macam pertanyaan. Namun
karena mereka diantar oleh seorang pengawal dari pasukan
yang berada diperbatasan itu pula, maka mereka tedak
banyak mengalami kesulitan untuk pergi ke sebuah rumah
yang cukup besar di padukuhan induk pertahanan itu.
Ketika seorang pengawal menyampaikan permintaan
menghadap dari seorang pengawal yang mendapat pesan
dari Akuwu, maka Sinopati yang bertugas mengatakan,
bahwa Senopati yang memimpin seluruh pasukan itu
sedang beristirahat. Pengawal itu mengatakan, bahwa pesan itu penting
sekali berkata pengawal yang menyampaikan pesan itu.
"Sudahlah, suruh orang itu menunggu barang sejenak.
Baru saja Senopati itu tertidur. Besok tenaganya akan
dipergunakan sepenuhnya. Jika pesan itu tidak menyangkut
satu tindakan yang harus dilakukan sekarang, katakan,
biarlah ia menunggu sampai menjelang fajar. Ia akan
bangun dan mengatur pasukan ini seluruhnya" berkata
Senopati itu. Ketika hal itu disampaikan kepada pengawal yang
datang bersama Akuwu, hampir saja pengawal itu memaksa
untuk dapat menghadap. Namun Akuwulah yang
menggamitnya sambil berdisis "Kita akan manunggu"
Pengawal itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Baiklah. Kita akan menunggu. Tetapi kami memohon
waktu barang sekejap besok sebelum Senopati sibuk dengan
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pasukannya. Tiga orang pengawal bersama Akuwu Suwelatama
itupun kemudian dipersilahkan untuk beristirahat. Karena
mereka berada di medan, maka mereka berada di
sembarang tempat. Berempat mereka duduk dibawah
sebatang pohon manggis yang besar. Namun ternyata
bahwa Akuwu sempat tidur sambil duduk bersandar pohon
itu. Pengawalnya menggelengkan kepalanya. Salah seorang
berdesis "Akuwu memang seorang prajurit"
Para pengawalnyapun kemudian berusaha untuk dapat
beristirahat pula. Namun yang seorang telah memisahkan
diri dan mengamatinya dari sebatang pohon yang lain,
beberapa langkah dari tempat Akuwu tertidur.
Dua orang pengawal yang lainpun beristirahat pula
barang sekejap, sementara yang memisahkan diri mendapat
tugas untuk mengamati keadaan Akuwu. Meskipun mereka
berada diantara pasukan sendiri, namun sesuatu memang
dapat terjadi. Dalam pada itu, yang seorang itupun sempat mendapat
giliran untuk memejamkan matanya barang sekejap, ketika
seorang dari dua orang kawannya terbangun dan
menggantikan kedudukannya.
Menjelang fajar, ternyata di padukuhan yang
dipergunakan sebagai induk pertahanan itu telah mulai
sibuk. Mereka yang menyiapkan perbekalan telah bangun
lebih dahulu dari para prajurit yang benar-benar harus
menghemat tenaga menghadapi masa pertempuran vang
panjang. Seperti yang dikatakan oleh Senopati yang bertugas,
maka Senopati yang memimpin pasukan itupun telah
bangun menjelang fajar. Namun iapun segera menjadi sibuk
mengatur segala persiapan menghadapi pertempuran yang
akan sangat melelahkan. Seorang pengawal yang datang bersama Akuwupun telah
berusaha untuk menghadap. Namun agaknya kesibukannya
telah membuat pengawal itu kehilangan kesempatan.
Senopati itu telah memberikan perintah-perintah.
Petunjuk-petunjuk dan pesan-pesan kepada Senopatisenopati
pembantunya. Mereka telah membicarakan gelar
yang paling tepat untuk menghadapi lawan dan menunjuk
siapakah yang akan menjadi Senopati pengapit dalam tugas
yang akan menjadi semakin berat.
Pengawal yang datang bersama Akuwu itupun berusaha
untuk memohon waktu barang sejenak, sebagaimana
disanggupkan oleh pengawal yang sebelumnya mendapat
janji dari senopati yang bertugas semalam.
"Senopati sibuk sekali" berkata pengawal yang
menghubungi Senopati yang bertugas semalam.
"Tetapi pesan ini perlu sekali. Kami ingin menghadap
barang sekejap. Justru sebelum pasukan ini berangkat ke
medan" berkata pengawal itu.
Pengawal itu mengangguk-angguk. Ia mengerti, bahwa
pesan Akuwu tentu penting sekali. Karena itu, sekali lagi ia
berusaha untuk mendapat waktu. Sekali ia berkata kepada
senopati yang bertugas semalam "Pesan itu adalah pesan
Akuwu" Senopati itu mengangguk-angguk. Sejenak ia menunggu.
Ketika ia melihat kesempatan maka iapun mengatakan
kepada Senopati yang memimpin pasukan di perbatasan itu
"Ada pesan dari Akuwu"
"Siapakah yang membawa pesan itu?" bertanya Senopati
itu. "Beberapa orang pengawal. Mereka ingin
menyampaikan pesan itu sebelum kita berangkat ke medan"
berkata Senopati yang bertugas semalam.
"Kapan mereka datang?" bertanya Senopati yang
memimpin seluruh pasukan.
"Semalam. Ketika aku sedang bertugas. Tetapi waktu itu
Senopati baru saja tidur untuk beristirahat, sehingga aku
memutuskan untuk mempersilahan mereka menunggu"
"Bawa mereka kemari" berkata Senopati itu.
Seorang pengawal kemudian telah memanggil pengawal
yang datang berempat bersama Akuwu. Ketika mereka
mendekat mula-mula tidak seorangpun yang menduga
bahwa seorang diantara mereka dalam pakaian yang sama
itu adalah Akuwu Suwelatama sendiri. Namun akhirnya
Senopati yang memimpin seluruh pasukan di medan itu
mengerutkan keningnya. Bahkan kemudian ia mulai tegang.
"Akuwu" tiba-tiba ia berdesis.
Para Senopati yang berada diruang itu terkejut. Mereka
mulai memperhatikan keempat orang pengawal yang
datang itu. Sebenarnyalah, seorang diantara mereka adalah
Akuwu Suwelatama sendiri.
Dengan tergopoh-gopoh senopati besar yang memimpin
seluruh pasukan itupun kemudian mempersilahkan Akuwu
duduk diantara para Senopati. Bahkan dengan nada dalam
ia berkata "Kami mohon ampun, bahwa kami telah
mengabaikan kedatangan Akuwu di tempat ini"
Akuwu yang tersenyum diantara para Senopati itu
menjawab "Aku melihat pelaksanaan tugas yang sebaikbaiknya
disini" Sementara itu, Senopati yang semalam menolak
pengawal yang ingin bertemu dengan Senopati yang
memimpin seluruh pasukan itupun merasa bersalah pula.
Tetapi sebelum ia mohon maaf, Akuwu berkata "Kau
sudah bertindak benar. Senopati yang sedang tidur itu
memang memerlukan beristirahat. Jika ia tidak beristirahat
sama sekali, maka dihari berikutnya, ia tidak akan dapat
mempergunakan tenaganya sebaik-baiknya, justru
menghadapi tugas yang sangat berat"
Para Senopati itupun mengangguk-angguk. Namun
sementara itu, Akuwu berkata "Waktu sudah semakin
mendesak. Selesaikan tugas kalian. Sebentar lagi kalian
akan turun ke medan"
"Tetapi apakah ada perintah yang akan Akuwu berikan
kepada kami?" bertanya Senopati itu.
"Tidak. Aku hanya ingin melihat medan" jawab Akuwu
"tetapi aku belum akan turun ke dalam gelar. Aku hanya
akan menyaksikan. Tetapi sementara itu aku akan
memberitahukan, bahwa aku telah melakukan sesuatu"
Para Senopati itupun memperhatikannya dengan
sungguh-sungguh ketika Akuwu menceriterakan dengan
singkat, apa yang telah dilakukannya di hutan perbatasan di
bagian yang lain. "Jadi sarang perampok itu sudah dihancurkan" bertanya
Senopati di daerah peperangan itu.
"Ya Tetapi ini tidak terlalu penting bagi kalian. Yang
penting lakukan tugas kalian sebaik-baiknya. Aku akan
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan baru
untuk mendatangkan pasukan lebih besar lagi di tempat ini,
jika tempat ini benar-benar akan menjadi penentu bagi masa
depan hubungan antara Kabanaran dan Watu Mas"
"Nampaknya memang demikian Akuwu. Tetapi kita
akan melihat setelah hari kedua" jawab Senopati yang
memimpin seluruh pasukan Kabanaran.
Dalam pada itu, Akuwupun kemudian memberi
kesempatan kepada Senopati itu untuk melaksanakan
tugasnya. Karena itu, maka Akuwu itupun berkata "Aku
akan beristirahat di tempat ini di rumah ini. Mungkin aku
akan pergi ke medan hari ini. Tetapi mungkin esok pagi.
Biarlah kalian tidak berpikir tentang aku. Aku akan tetap
dalam pakaian pengawal seperti ini"
Senopati yang memimpin selunah pasukan itupun
kemudian mempersilahkan Akuwu beristirahat, meskipun
sebenarnya Akuwu hanya bergeser beberapa langkah dan
duduk di tempat yang lain dalam ruang itu. Namun dengan
demikian maka Senopati yang memimpin seluruh pasukan
itupun melanjutkan tugasnya mengatur pasukannya.
Ternyata bahwa pasukan itu masih mendapat
kesempatan untuk makan. Mereka dipersilahkan untuk
secukupnya. Pertempuran akan berlangsung sehari seperti
yang terjadi kemarin. Ketika kemudian saatnya tiba, maka
seluruh pasukanpun telah disiapkan. Para Senopati segera
berada di dalam pasukan masing-masing. Meskipun Gelar
Sapit Urang dihari pertama nampak kurang
menguntungkan, namun pada hari itu, pasukan Kabanaran
tetap mempergunakan gelar yang sama.
Dalam induk pasukan dalam gelar Supit Urang itu
terdapat pula Mahisa Bungalan dan Senopati yang langsung
memimpin seluruh pasukan Kabanaran itu.
Sejenak sebelum pasukan itu maju ke medan, Akuwu
masih sempat menemui Mahisa Bungalan sambil berkata
"Kau dapat membantu kami. Kau dapat memberikan
pertimbangan-pertimbangan kepada Senopati yang aku
tugaskan memimpin seluruh pasukan ini"
Mahisa Bungalan mengangguk sambil tersenyum.
Katanya "Di hari pertama, Senopati Akuwu itu tidak
berbuat kesalahan sama sekali. Mudah-mudahan dihari
inipun ia tidak melakukan kesalahan pula"
Ketika tiba saatnya pasukan itu maju ke medan, setelah
langit menjadi terang, maka terdengar sangkakala berbunyi
di induk pasukan. Sejenak kemudian maka pasukan itupun mulai bergerak.
Dengan segala macam tanda kebesaran seperti pada hari
pertama, pasukan Kabanaran telah maju ke medan, untuk
menghadapi pasukan dari Watu Mas yang telah siap pula.
Sebagaimana juga pasukan Kabanaran, maka pasukan
Watu Maspun telah mempergunakan segala macam ciri dan
tanda kebesaran pasukan segelar sepapan. Namun
keduanya masih belum memperlihatkan panji-panji
kebesaran Akuwu dari Pakuwon masing-masing.
Sebenarnyalah meskipun Akuwu Kabanaran telah
berada di medan, tetapi ia tidak tampil sebagaimana
seorang Akuwu. Ia masih akan tetap berada di padukuhan
induk partahanan. Sandainya ia akan pergi juga ke medan,
maka ia tidak akan turun kegelanggang sebagai seorang
Akuwu. Demikianlah kedua pasukan itu semakin lama menjadi
semakin dekat. Ketika para Senopati memberikan aba-aba
untuk menyerang, maka terdengarlah sorak yang bemuruh
dari kedua belah pihak. Kedua pasukan itu masih mempergunakan gelar yang
sama. Namun Kabanaran yang terdesak pada hari pertama,
telah memperkuat induk pasukannya dengan beberapa
kelompok pengawal yang terpilih. Sementara pada kedua
sayap pasukan, dipetantahkan oleh Senopati yang
memimpin seluruh pasukan itu, untuk menyesuaikan diri
dengan gerak induk pasukan.
Sejenak kemudian, maka kedua pasukan itu mulai
berbenturan. Seperti pada hari pertama, kedua belah pihak
telah bertempur dengan gigihnya. Desak-mendesak.
Dorong-mendorong dan serang-menyerang.
Pertempuran itu berlangsung dengan sengitnya.
Matahari yang memanjat langit semakin tinggi dan
melontarkan panasnya yang terik sama sekali tidak
dihiraukannya. Berbeda dengan hari pertama, pasukan Watu Mas tidak
berhasil mendesak pasukan Kabanaran. Mereka sebenarnya
merencanakan untuk mendesak pasukan Kabanaran sampai
ke padukuhan yang mereka pergunakan sebagai tempat
induk pertahanan dan menghancurkannya. Dengan
demikian maka pasukan Kabanaran akan terpaksa
menggeser induk pertahanannya. Jika Akuwu
memerintahkan maka pasukan Watu Mas akan mendesak
pasukan Kabanaran salanjutnya. Bahkan apabila perlu,
Watu Mas tidak perlu menarik pasukannya lagi, tetapi
dengan bantuan pasukan baru, mereka akan terus menuju
ke pusat pemerintahan Pakuwon Kabanaran dan
mendudukinya. Tetapi ternyata bahwa pasukan Kabanaran pada hari
kedua mampu bertahan. Justru karena induk pasukannya
telah diperkuat maka pasukan Watu Mas tidak lagi dapat
mendesak mereka. Meskipun pasukan Kabanaran juga
tidak dapat mendesak pasukan Watu Mas, tetapi
keadaannya sudah menjadi lebih baik dari hari yang
pertama. Sementara itu, Mahisa Bungalan yang berada di induk
pasukan telah bertempur dengan sengitnya. Lawanlawannya
harus mengakui bahwa anak muda yang berada
di induk pasukan itu mempunyai ilmu yang sulit diimbangi.
Karena itulah, maka untuk melawan Mahisa Bungalan,
para pengawal dari Watu Mas harus bertempur
berpasangan. Dalam pada itu, sebenarnyalah Akuwu Suwelatama
telah berniat untuk melihat medan pertempuran dari dekat.
Tetapi ia tidak ingin hadir sebagai Akuwu di Kabanaran. Ia
akan hadir dipertempuran itu sebagai seorang pengawal
kebanyakan. Karena itulah, maka dengan dikawal oleh tiga orang
pengawal kepercayaannya, maka ketika matahari mencapai
puncak langit, Akuwu telah mendekati medan
pertempuran. Meskipun Akuwu tidak langsung terjun
dalam arena, namun ia dapat melihat betapa kerasnya
benturan kekuatan antara pasukan Watu Mas dan pasukan
Kabanaran itu. Akuwu di Kabanaran itu melihat, betapa senjata yang
beradu dengan dahsyatnya. Betapa desah kesakitan dan
keluhan tertahan karena goresan senjata. Ia melihat betapa
orang-orang yang terluka harus digeser dari medan.
Namun Akuwupun melihat betapa para pengawal di
Kabanaran dengan sepenuh hati telah mempertahankan
tanah kelahirannya tanpa menghiraukan nilai diri sendiri.
Sentuhan kebanggaan telah melonjak di hati Akuwu di
Kabanaran melihat pasukannya yang bertempur dengan
beraninya. Meskipun demikian, maka Akuwu melihat,
jumlah pengawal yang turun ke medan akan dapat
diperbesar, sehingga dengan demikian maka kekuatan
Kabanaran akan mampu mendesak pasukan Watu Mas
sampai keseberang hutan perbatasan. Karena menurut
Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perhitungan Akuwu, tujuan pokok dan pangkal dari segala
sengketa itu telah dapat diatasinya. Pasukan perampok itu
sudah dikalahkan. Karena itu, maka pada saat itu pula, tanpa menunggu
akhir dari pertempuran di hari kedua, Akuwu yang kembali
kepedukuhan induk pertahanan, telah memerintahkan dua
orang penghubung untuk kembali ke kota Pakuwon.
Pasukan yang baru saja kembali dari hutan perbatasan dan
memasuki sarang perampok itu dipanggil ke medan
bersama beberapa kelompok pasukan yang lain yang dapat
ditarik dari daerah-daerah yang tidak terlalu rawan. Namun
diawasi sebaik-baiknya. "Malam nanti mereka harus sudah berada di medan"
berkata Akuwu "besok mereka harus sudah dapat
menggantikan pasukan cadangan, karena semua pasukan
cadangan turun ke medan"
Dengan berkuda para penghubung itu berpacu menuju ke
kota Pakuwon. Mereka harus melaksanakan tugas itu
sebaik-baiknya dan secepat-cepatnya.
Dalam pada itu, Akuwu di Watu Maspun telah
mendengar lapaoran bahwa pasukan Kabanaran telah
memasuki daerah perbatasan dan langsung menyerang
sarang para perampok. Mereka telah merampas harta benda
yang tidak ternilai harganya yang terdapat di sarang
perampok itu. Kemarahan yang tidak tertahan telah mendorong Akuwu
memerintahkan kepada para pengawalnya yang terpercaya
untuk bersiap. "Aku akan pergi ke medan. Orang-orang Kabanaran
bukan saja telah memasuki daerah Watu Mas, tetapi
mereka telah mengambil harta benda yang berada di Watu
Mas. Tidak peduli harta benda milik siapapun juga, tetapi
harta benda itu sudah berada di Pakuwon Watu Mas"
berkata Akuwu Watu Mas "karena itu, orang-orang
Kabanaran memang harus dihukum"
Dengan tergesa-gesa Akuwu di Watu Mas telah
menyiapkan para pengawalnya yang terpilih. Bahkan
kelompok pengawal yang sedang bertugas diluar Kota
Pakuwonpun teljah dipanggil. Mereka akan pergi ke medan
dan dengan kekuatan yang bertambah, mereka akan
menghukum orang-orang Kabanaran.
"Aku tidak perlu menunggu laporan berikutnya" berkata
Akuwu "beberapa orang yang terluka dari medan itu sudah
cukup memberikan gambaran apa yang terjadi.
Pertempuran itu tentu merupakan pertempuran yang cukup
besar" Demikianlah maka dengan pengawal yang kuat dan
beberapa kelompok pengawal yang berhasil ditarik, Akuwu
di Watu Mas telah menuju ke medan. Mereka dengan
tergesa-gesa menyusup hutan. Meskipun Akuwu sendiri
berkuda, tetapi karena tidak semua orng di dalam pasukan
itu berkuda, maka laju pasukan itupun menjadi tidak terlalu
cepat. Tetapi akhirnya Akuwu tidak telaten. Maka katanya
kepada Senopati yang memimpin pasukannya "Aku akan
mendahului bersama kelompok pasukan berkuda. Yang lain
agar berjalan lebih cepat menyusul kami"
Demikianlah, maka Akuwu itupun telah mendahului
bersama beberapa orang pengawal berkuda. Diantara
mereka adalah penghubung yang sudah mengetahui
keadaan medan. Karena itu, maka ketika Akuwu sampai ke medan, maka
Akuwu itupun segera berada diantara para pedati di
perkemahan pasukan Watu Mas.
Kedatangan Akuwu Watu Mas membuat orang-orng
yang berasa di perkemahan menjadi berdebar hati.
Sekepompok pengawal yang ditugaskan intuk menjaga
perbekalan dan termasuk pasukan cadangan, meneruma
Akuwu dengan berbagai macam harapan.
"Pasukan yang lain akan menyusul" berkata Akuwu
"besok, pada pertempuran dihari berikutnya, kita akan
menghancurkan pasukan Kabanaran"
"Ya" jawab pemimpin kelompok dari pasukan cadangan
"besok kita akan menghancurkan mereka"
Akuwu itupun kemudian berbicara dengan beberapa
orang kepercayaannya. Akhirnya Akuwu mengambil
kesimpulan "Aku tidak akan bertempur lagi dalam gelar
yang utuh. Meskipun besok pasukan Watu Mas akan keluar
lagi dengan gelar, tetapi gelar yang lebih kecil. Beberapa
kelompok pasukan akan menerobos lewat jalan lain
memasuki padukuhan induk pertahanan. Sebagian lagi
akan menghantam gelar psukan lawan dari arah belakang.
Perhatian mereka akan terpecah, dan kita akan mencerai
beraikan mereka" "Bagus" desis seorang kepercayaannya "Jika kita dapat
mencapai induk pertahanan, maka pasukan yang ada tentu
tinggal pasukan pengawal yang kecil, karena agaknya
Kabanaran telah menempatkan seluruh kekuatannya pada
gelar Sapit Urangnya yang besar dan megah"
"Aku akan mempergunakan cara yang tidak sewajarnya
dalam perang beradu gelar" berkata Akuwu di Watu Mas
"Kita harus mempunyai akal agar kita dapat lebih cepat
menghancurkan mereka"
Namun Akuwu dari Watu Mas itu harus menunggu.
Ketika matahari turun, maka pertempuranpun telah
berhenti ketika terdengar sangkakala tertiup dari kedua
belah pihak. Dengan letih kedua pasukan itu menarik diri,
kembali keinduk pertahanan masing-masing. Yang lukapun
segera mendapat perawatan, dan yang gugurpun harus
dikumpulkan untuk dibawa ke belakang garis perang.
Pada saat yang demikian, kedua orang Akuwu itu
melihat kerugian yang besar di pihak masing-masing.
Seolah-olah berjanji maka kedua Akuwu itu mencari akal,
bagaimana mereka dapat mempercepat menyelesaikan dari
perang yang tengah berkorban antara dua Pakuwon yang
bertentangan itu. Namun dalam gejolak pertempuran yang membara itu,
ternyata Pangeran Indrasunu sempat memperhatikan
kehadiran Mahisa Bungalan di medan pertempuran itu.
Selagi Akuwu di Kabanaran dan Akuwu di Watu Mas
mencari jalan untuk memenangkan perang, maka Pengawal
Indrasunu telah menganyam sendiri.
Ketika ia melihat Mahisa Bungalan berada di medan,
maka ia menduga, bahwa orang-orang yang pernah berada
di Pakuwon Kabanaran pada saat Pakuwon itu
didudukinya berada di medan itu pula.
Meskipun demikian, Pangeran Iadrasunu masih bertahan
berada di medan untuk melihat akhir dari benturan
kekuatan anatara Kabanaran dan Watu Mas, karena
sebenarnyalah dendamnya kepada Akuwu Suwelatama
menjadi sebesar dendamnya kepada Mahisa Bungalan
kerena kegagalannya merampas seorang gadis yang
bernama Ken Padmi. Dalam pada itu, di induk pertahanan pasukan
Kabanaran dan di perkemahan pasukan Watu Mas telah
terjadi kesibukan. Para tabib telah bekerja keras sementara
orang-orang yang menyiapkan makan dan minuman bagi
para prajurit yang sedang beristirahat.
Beberapa orang prajurit telah berendam di belik-belik
kecil yang terdapat dihutan perbatasan dan di sungai-sungai
yang mengalirkan air yang bening dari mata-air di bawah
pempohonan yang besar dan rimbun.
Air yang segar diudara malam yang dingin membuat
tubuh mereka menjadi segar. Keringat dan debu yang
melekat di tubuh mereka rasa-rasanya telah larut kedalam
air yang menjadi keruh. Noda-noda darah yang kehitamhitamanpun
telah menjadi bersih dari tubuh meraka.
Meskipun goresan-goresan senjata di kulit mereka terasa
sedikit pedih, namun kesegaran air itu rasa-rasanya telah
memulihkan kekuatan mereka. Apalagi ketika kemudian
mereka setelah berendam, makan nasi hangat dan minum
minuman panas. Sementara itu, Akuwu Watu Mas telah memanggil para
pemimpin pasukannya untuk membicarakan kemungkinan
yang akan mereka lakukan di hari kemudian.
Seperti yang sudah dikatakan, Akuwu di Watu Mas
ingin memecah perhatian pasukan Kabanaran. Karena itu,
maka disamping pasukan yang akan maju dalam gelar yang
utuh, lengkap dengan tanda-tanda kebesaran seperti
biasanya, namun jumlahnya yang menjadi lebih kecil, maka
Akuwu telha memerintahkan untuk menyusun pasukan
yang akan melingkari gelar lawan dan menghantam lawan
dari arah belakang. Bahkan apabila mungkin, sekelompok
Sepasang Pedang Iblis 20 Kisah Tiga Kerajaan Sam Kok Romance Of The Three Kingdom Karya Luo Guan Zhong Perguruan Sejati 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama