Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja Bagian 18
"Apakah itu bukan berarti bahwa kita pun harus dilenyapkan."
"Apalagi kita sudah pasti dapat mengenalnya dengan sebaikbaiknya."
gumam yang lain. "Kita akan melihat perkembangan keadaan ini." berkata Tapak
Lamba, "Namun selama ini kita tidak melihat isyarat apa pun yang
diberikan oleh orang-orang di dalam halaman ini. Bukankah tidak
ada orang diluar regol?"
Sejenak Tapak Lamba dan kawan-kawannya masih tetap
mematung, sementara Ki Buyut melangkah menjadi semakin dekat.
"Kampret, kau masih mengenal suaraku?" bertanya Ki Buyut.
Tapak Lamba mengerutkan keningnya. Katanya, "Apakah kau
Buyut dari pedukuhan ini?"
1055 "Ya." "Siapa namamu?" bertanya Tapak Lamba.
"Kau cukup hati-hati. Terima kasih atas pertanyaanmu itu."
Ketiga orang pengawal Ki Buyut itu menjadi terheran-heran.
Sikap Ki Buyut kali ini agak lain terhadap tamu-tamunya. Biasanya ia
bertanya sepatah dua patah kata saja. Kemudian menentukan, apa
yang harus dilakukan terhadap tamu itu. Dibebaskan meskipun
sambil ditakut-takuti, atau dibunuh dengan cara yang berbeda-beda.
Cara yang menyenangkan sekali bagi mereka.
"Sebut namamu." desis Tapak Lamba.
"Namaku Kidang Pengasih."
"He." Tapak Lamba terkejut mendengar nama yang baginya
terdengar lucu. Kidang Pengasih mengerutkan keningnya melihat perubahan
wajah Tapak Lamba. Namun kemudian ia tertawa terbahak-bahak
sehingga tubuhnya berguncang-guncang.
Dengan nada yang tinggi, disela-sela suara tertawanya ia
berkata, "Kau heran mendengar namaku he" Aku adalah seseorang
yang digadang-gadang oleh orang tuaku menjadi seorang yang baik
hati, penolong dan penuh dengan belas kasihan. Aku memang
pernah bertapa di hutan-hutan sebelah padukuhan ini. Tapa Kidang.
Apakah kalian tidak percaya?"
"Aku percaya." berkata Tapak Lamba, "Lalu apakah maksudmu
menahan aku disini" Aku sudah akan pergi meninggalkan halaman
ini. Tetapi kau menahan kami."
"Ki Sanak." berkata Ki Buyut yang menyebut dirinya bernama
Kidang Pengasih, "Kau memang tamuku yg khusus, yang
mempunyai cara tersendiri untuk menjumpaiku."
"Aku tidak ingin bertemu dengan kau lagi. Aku tahu, bahwa kau
tidak mau berhubungan dengan siapa pun juga. Orang yang
1056 pingsan itu berkata, bahwa tidak ada orang yang sempat keluar dari
halaman ini." "Ah itu tidak benar. Aku dapat menilai seseorang dengan
beberapa pertanyaan. Jika ia tidak mengkhawatirkan padukuhan ini,
tentu akan aku bebaskan. Tetapi jika mereka aku anggap
berbahaya, maka aku akan melenyapkannya demi padukuhanku.
Bukan sekedar karena aku seorang pendendam."
"Itu pun suatu kebohongan besar. Kau adalah pendendam yang
paling menarik hati. Dendammu kau tumpahkan kepada sasaran
yang tidak tepat. He, kita sudah terlalu banyak berbicara. Biarlah
aku pergi, atau kau akan memaksa aku membuat padukuhanmu ini
menjadi karang abang?"
Ki Buyut tertawa semakin keras. Katanya, "Kau memang kampret
kecil yang nakal. Tetapi dengan demikian aku justru ingin
mempersilahkan kau duduk. Aku akan merubah kebiasaanku untuk
menerima tamuku di bagian belakang rumahku ini. Sekarang, aku
akan menerima kalian di pendapa."
Tapak Lamba termangu-mangu sejenak. Dan kawannya yang ada
di belakangnya berbisik, "Apakah ini bukan sekedar sebuah
jebakan?" Tapak Lamba berdesis perlahan-lahan sekali, "Kita akan
mencobanya. Ia tentu tidak akan dapat segera berterus terang.
Agaknya pengawal-pengawalnya pun tidak mengetahui siapakah ia
sebelumnya." "He." berkata orang yang menyebut dirinya bernama Kidang
Pengasih itu, "Apa yang kalian bicarakan" Apakah kalian ragu-ragu"
Atau curiga?" "Ya." jawab Tapak Lamba tegas.
Orang itu tertawa pula. Lalu ia pun bertanya, "He, siapa
namamu, he" Apakah aku tadi sudah bertanya?"
"Namaku Tapak Lamba."
1057 Orang yang menyebut dirinya bernama Kidang Pengasih itu pun
tertawa semakin keras. Katanya, "Bagus. Namamu bagus sekali.
Tapak Lamba." ia berhenti sejenak, lalu, "Kemarilah Tapak Lamba.
Kita dapat berbicara dengan baik di pendapa."
Tapak Lamba termangu-mangu. Sedang ketiga orang pengawal
Ki Buyut dan orang-orangnya yang masih sadar akan dirinya
menjadi bingung atas sikap itu.
Sejenak Tapak Lamba merenung. Kemudian ia berpaling kepada
ketiga orang kawannya. Katanya berbisik, "Kita akan mencobanya.
Nampaknya ia pun harus tetap menjaga kedudukannya di hadapan
para pengawalnya." "Kau dengar kesempatan yang aku berikan kepadamu." berkata
orang yang menyebut dirinya bernama Kidang Pengasih itu, "Aku
melihat kelainan pada kalian berempat. Karena itu, kita akan
berbicara sebaik-baiknya."
Ketiga pengawal Ki Buyut menjadi semakin tidak mengerti. Maka
salah seorang dari mereka pun bertanya, "Kenapa sikap kita tibatiba
menjadi sangat lunak" Bukankah mereka telah berbuat onar,
dan bahkan menjatuhkan beberapa orang korban" Seharusnya
mereka mendapat hukuman jauh lebih berat dari siapa pun yang
telah datang ketempat ini."
Ki Buyut mengerutkan keningnya. Katanya, "Apakah kau tidak
melihat sikap dan tandangnya" Ia dapat menjatuhkan korban lebih
banyak lagi di antara kita. Mereka memiliki kemampuan yang luar
biasa. He, apakah kau tidak melihat bahwa mereka bertempur
dengan cara yang hampir tidak dapat disembunyikan lagi."
"Apa itu Ki Buyut."
"Mereka adalah Senopati-Senopati Singasari."
"Gila." desis pengawalnya, "Bukankah dengan demikian berarti
mereka harus dilenyapkan?"
"Jika kita mampu. Jika tidak, aku dapat menyumbat mulutnya
dengan apapun yang dimintanya."
1058 "He." ketiga pengawalnya termangu-mangu. Tetapi mereka tidak
bertanya lagi. Ki Buyut pun kemudian melangakah semakin dekat dengan
Tapak Lamba yang masih berdiri di regol.
"Ki Sanak. Aku memenuhi tuntutanmu. Aku tidak akan menerima
di bagian belakang rumahku ini. Sebaiknya kau melenyapkan semua
perasaan curiga itu."
"Apakah aku dapat mempercayaimu?" desis Tapak Lamba.
"Itu terserah kepadamu. Tetapi aku bermaksud baik. Aku akan
bersikap lain terhadapmu."
Tapak Lamba masih dicengkam oleh keragu-raguan. Sekali-sekali
ia berpaling kepada kedua kawannya yang juga termangu-mangu.
"Aku berjanji." berkata Ki Buyut yang menyebut dirinya bernama
Kidang Pengasih, "Tidak akan terjadi sesuatu apapun lagi di
halaman ini." "Kau dapat merubah janjimu dalam sekejap." berkata Tapak
Lamba. "Jadi bagaimana?" betanya Ki Buyut, "Baiklah kau yang
menentukan, apakah yang harus aku lakukan untuk menerima
kalian." "Aku akan berbicara sendiri. Maksudku, berdua saja dengan Ki
Buyut Kidang Pengasih. Ini adalah tuntutanku yang terakhir. Semula
aku memang berharap untuk dapat berbicara dtngan Ki Buyut di
pendapa. Tetapi ternyata keadaan berkembang semakin buruk bagi
kami." Ki Buyut termangu-mangu sejenak, lalu, "Maksudmu hanya kau
dan aku?" "Ya." "Lalu bagaimana dengan kawan-kawanmu itu?"
1059 "Ia akan menunggu aku diregol ini. Dan orang-orangmu harus
menjauh sampai ke dinding halaman sebelah menyebelah."
Ki Buyut tertawa. Jawabnya, "Tuntutan yang gila. Lebih mirip
dengan tuntutan seorang pengecut. Baiklah kampret. Aku bersedia
memenuhinya." "Ki Buyut." desis pengawalnya, "Itu berbahaya sekali bagi Ki
Buyut." Ki Buyut masih tertawa. Katanya, "Aku bukan tikus curut. Jika ia
mau bermain gila, aku dapat memenggal lehernya di pendapa,
sementara ketiga kawannya itu dapat kau cincang di halaman."
"Aku atau kau." kata Tapak Lamba, "Kau jangan membuat
gambaran yang salah terhadap anak buahmu. Kau tidak akan dapat
memenggal leherku. Tetapi justru aku mungkin sekali untuk
melakukannya." "Itu pun suatu gambaran yang keliru. Kita tidak dapat
memperbandingkan kemampuan kita sekarang ini." berkata Ki
Buyut, "Nah, kita sudah berbicara terlampau panjang. Naiklah." lalu
katanya kepada pengawalnya, "Mundur sampai ke dinding itu.
Kalian dapat melihat apa yang kami lakukan di pendapa. Jika ia
curang, terserahlah kepadamu apa yang pantas kalian lakukan
terhadap ketiga kawannya yang akan tetap berdiri diregol. Sebagai
tiga orang yang merasa dirinya terlampau lemah, maka mereka
selalu mencari tempat yang paling baik untuk segera dapat
melarikan diri." Tapak Lambalah yang menjawab, "Tidak dalam perang tanding.
Tetapi dalam perkelahian bersama seperti ini, maka lari bukannya
sikap yang tercela."
"Suaramu seperti guruh yang meledak di langit. Tetapi itulah
yang menarik. Aku memang memerlukan beberapa orang prajurit.
Marilah, naiklah ke pendapa."
Ki Buyut kemudian melangkah ke pendapa sambil memberikan
isyarat kepada pengawal-pengawalnya untuk surut dan berdiri di
1060 tepi halaman, sementara ketiga kawan Tapak Lamba masih tetap
berdiri di regol. "Hati-hatilah." pesan Tapak Lamba kepada mereka, "Aku yakin
bahwa ia adalah orang yang kita cari. Tetapi aku tidak tahu sikap
yang sebenarnya daripadanya."
"Kau pun harus berhati-hati." berkata ketiga kawannya itu
hampir bersamaan. Tapak Lamba menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian
dengan langkah yang tetap ia berjalan menuju ketangga pendapa
pula. Sejenak kemudian keduanya pun telah naik dan untuk sejenak
mereka berdiri termangu-mangu.
"Ah, duduklah." Ki Buyut pun kemudian mempersilahkan
tamunya duduk di atas sehelai tikar yang memang terbentang di
pendapa itu. "Apakah kau lupa kepadaku." tiba-tiba saja Ki Buyut bertanya.
"Tidak. Aku datang memang dengan harapan dapat bertemu
dengan kau. Tetapi kami menjadi ragu-ragu setelah kami melihat
keadaan disini." "Apakah mula-mula kau bertanya tentang aku?"
"Ya. Aku mencari seseorang. Tetapi aku tidak dengan jelas
menyebut namamu, Sunggar Watang." sahut Tapak Lamba, "Tetapi
yang aku jumpai kemudian adalah suatu usaha untuk
membunuhku." "Bukan maksudku."
"Agaknya selama ini kau telah menjadi iblis yang paling buruk di
sini. Kau membunuh setiap orang yang tersesat ke dalam
lingkunganmu." "Jarang sekali orang yang memasuki daerah ini. Tetapi kau pun
harus ingat, bahwa aku sedang bersembunyi disini. Jika ada orang
1061 yang mengenalku, meskipun hanya ciri-ciri bentuk tubuhku, aku
akan dapat diseret ke tiang gantungan."
"Ternyata keadaan di Singasari tidak seburuk itu. Aku juga
bersembunyi, justru di dalam kota raja. Tetapi aku dikenal sebagai
seorang yang tua, kurus dan terbungkuk-bungkuk."
"Kau terlampau gila. Bagaimana kau berani tinggal di dalam kota
raja, he?" "Ternyata aku selamat sampai sekarang. Tidak ada orang yang
mencari aku, atau dengan sengaja menyelidiki kemanakah aku
bersembunyi." "Tetapi aku langsung dapat mengenalmu."
Tapak Lamba mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia pun
menjawab, "Aku datang kemari sebagaimana aku adanya. Aku tidak
menyapu wajahku dengan warna-warna yang kegelapan dan
membuat kumisku agak keputih-putihan. Aku tidak berjalan-jalan
terbungkuk-bungkuk sambil terbatuk-batuk."
"Menggelikan sekali." berkata Ki Buyut yang menyebut dirinya
bernama Kidang Pengasih, "Bagaimanapun juga, maka orang-orang
yang telah mengenalmu dengan baik akan tetap mengenalmu."
"Tetapi ternyata tidak. Apalagi memang tidak ada usaha untuk
mengenali orang-orang yang hilang sejak tuanku Tohjaya tidak
memerintah lagi. Juga tidak ada orang yang berusaha mencarimu
kemana pun juga." Tiba-tiba wajah Ki Buyut itu berkerut. Katanya, "Tetapi apakah
aku dapat percaya kepadamu" Seperti kau kepadaku, aku pun
curiga keadamu. Apakah kau tidak sedang mengemban tugas dari
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka dan mengkhianati kekeluargaan
kita" Apakah kau sedang mencari aku dan akan menangkapnya?"
"Jika karena itu, aku dapat menjawab dengan pasti, bahwa aku
tidak sedang melakukan tugas yang demikian. Tetapi jika nyawaku
terancam, aku dapat berbuat kasar, tetapi untuk melindungi
hidupku. Sudah aku katakan, setidak-tidaknya aku harus membunuh
1062 orang dalam jumlah yang sama. Empat orang. Dan aku yakin bahwa
aku akan dapat melakukannya di s ini meskipun kau ada."
"Kau jangan membuat persoalan baru lagi disini."
"Kau mencurigai aku." sahut Tapak Lamba, "Padahal aku
memang mencarimu. Ada persoalan yang ingin aku bicarakan.
Bukankah kau telah memberikan petunjuk bahwa aku harus datang
ke tempat ini" Tetapi yang aku ketemukan ternyata suatu daerah
pembantaian yang mengerikan sekali."
Ki Buyut itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya dengan nada
datar, "Sebenarnyalah aku terlalu dihantui oleh ketakutanku sendiri.
Aku mencurigai setiap orang, sehingga aku memang berusaha
melenyapkan siapa pun juga yang aku sangka dapat menjadi sebab
orang lain dapat mengenalku."
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tetapi ketakutanmu membawa akibat yang sangat buruk bagi
orang lain. Adalah salahmu bahwa tiba-tiba saja kau telah
menjadikkan dirimu seorang Buyut dipadukuhan ini. Tetapi kau
adalah Buyut yang paling gila yang pernah aku jumpai. Jika kau
memilih kedudukan seperti kedudukanku, maka kau tidak perlu
mencurigai setiap orang, karena tidak seorang pun yang akan
pernah tertarik kepadku."
"Apakah ada bedanya" Justru karena aku seorang Buyut di sini,
maka aku dapat melindungi diriku seperti sekarang ini. Aku dapat
memerintahkan orang-orangku untuk membuat pengamatan yang
berlapis-lapis." "Itu pikiran yang paling bodoh. Bukankah seorang Buyut akan
selalu menjadi sorotan orang lain" Jika seseorang datang ke
padukuan ini dan bertemu dengan kau, maka orang itu harus kau
lenyapkan. Akhirnya, hal itu berkembang menjadi semakin buruk.
Bukan saja setiap orang yang datang kepadamu harus dilenyapkan,
tetapi orang yang sama sekali tidak berkepentingan sama
denganmu pun akan dipancing untuk datang ke halaman rumah ini
dan memasuki regol samping itu untuk tidak pernah keluar lagi."
1063 Ki Buyut tegang karenanya. Lalu, "Agaknya memang begitu.
Sebenarnya banyak sekali orang yang hanya sekedar lewat. Tetapi
orang-orangku memancingnya untuk singgah dan akhirnya tidak
akan pernah keluar lagi."
"Nah, bukankah itu suatu pembantaian yang tidak ada taranya?"
ia berhenti sejenak, lalu, "Aku juga seorang pembunuh. Aku pun
akan melepaskan dendamku kepada orang-orang yang tidak mau
mengerti arti perjuanganku. Tetapi tidak seperti yang kau lakukan.
Aku, seorang pembunuh pula, merasa ngeri melihat caramu dan
orang-orangmu yang berusaha menjilat dihadapanmu. Mereka
merasa berjasa dan mendapat kehormatan darimu jika mereka
dapat menghadapkan satu atau lebih korban yang akan kau cincang
di halaman belakang rumahmu ini. Agaknya yang terjadi atasmu
adalah gabungan antara dendam, ketakutan dan pelepasan sakit
hati yang tidak terkendali."
"Ya. Kau benar. Dan orang-orangku sudah terbiasa berbuat
demikian." "Terserah kepadamu. Apakah kau masih akan tetap berbuat
demikian atau tidak. Jika kau masih tetap akan membunuh siapa
pun termasuk kami, maka kami pun dapat berbuat serupa. Karena
kami tahu, orang-orangmu bukanlah prajurit-prajurit yang mampu
mengimbangi kemampuan kami."
"Sebagian kau benar. Tetapi sebagian salah. Bagaimanapun
tinggi ilmumu, namun jumlah yang berlipat ganda akan dapat
menentukan akhir sebuah perkelahian."
"Jadi kau tetap bersikap demikian."
"Bukan maksudku berkata seperti itu. Aku akan memikirkannya.
Tetapi sementara ini, aku harus dapat mengambil sikap terhadap
kalian." "Itu terserah kepadamu. Tetapi aku akan tetap menggenggam
senjata ini." 1064 Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Rasa-rasanya nampak di
pelupuk matanya, apa yang pernah dilakukannya selama ia berada
di padukuhan itu. Peristiwa demi peristiwa, seakan-akan baru saja terjadi dua tiga
hari yang lalu. "Semuanya seolah-olah terjadi diluar sadarku." berkata Ki Buyut
itu. "Bagaimana kau dapat menjadi Buyut di padukuhan ini?"
bertanya Tapak Lamba. Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Sekilas dilihatnya orangorangnya
yang berdiri dengan gelisah di pinggir halaman, sedang
ketiga kawan Tapak Lamba termangu-mangu di depan regol.
"Memang sebuah ceritera yang menarik." berkata Ki Buyut,
"Semula aku memang tidak bermimpi untuk menjadi Buyut disini."
"Apakah Buyut yang lama atau keturunannya yang berhak telah
kau bunuh pula?" "Pertanyaanmu membuat aku berdebar-debar."
"Jika demikian, sesungguhnya kau telah melakukannya."
"Bukan begitu. Aku tidak membunuh Ki Buyut yang lama atau
keturunannya yang berhak. Aku justru telah berjasa kepadanya, dan
aku diambilnya menjadi menantunya."
Tapak Lamba mengerutkan keningnya.
"Aku telah membunuh seorang laki-laki yang ingin merampas
anak gadis Ki Buyut itu. Karena itulah maka aku mendapat
kesempatan yang baik dan karena aku adalah menantunya, maka
aku telah menggantikan kedudukannya."
"Setelah Ki Buyut meninggal?"
"Tidak. Ki Buyut menyerahkan jabatan itu karena ia sudah tua
dan tidak sanggup lagi melakukan tugasnya."
1065 "Dan anaknya masih tetap menjadi isterimu?"
"Ya." "Hatinya tentu tersiksa jika ia tahu apa yang telah kau lakukan."
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Nampak kekecewaan
membayang diwajahnya. Sambil memandang kekejauhan ia
berkata, "Beberapa kali kau salah tebak."
"Jadi, bagaimanakah yang sebenarnya?"
"Isteriku senang sekali melihat perbuatanku."
"He." "Kau akan mengenalnya nanti. Kadang-kadang ia berbuat lebih
gila daripadaku. Ia memilih korbannya dan cara yang paling disukai
untuk membunuh korban itu."
"Gila. He, apakah kau berkata sebenarnya?"
"Aku berkata sebenarnya. Ia adalah pembunuh yang jarang
dicari duanya. Bahkan diantara seribu laki-laki sekalipun."
"Bagaimana hal itu terjadi?"
Ki Buyut menggelengkan kepalanya. Jawabnya , "Aku tidak tahu.
Aku jumpai perempuan itu sudah dalam sifatnya yang demikian. Ia
mengagumiku setelah aku berhasil membunuh laki-laki yang paling
ditakuti dipadukuhan ini."
"Yang mula-mula dikagumi oleh perempuan itu?"
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Jawabnya, "Kali ini kau
menebak tepat. Kami memang sedang bersaing. Meskipun umurku
lebih tua, namun ternyata aku masih lebih kuat daripadanya.
Apalagi kemudian aku dapat memberinya kepuasan dengan
memberikan korban-korban yang dapat diperlakukan menurut
kehendaknya." "Gila." tiba-tiba saja Tapak Lamba menggeram, "Aku tidak
percaya. Sejak dahulu kau selalu membuat ceritera khayal yang
1066 mengerikan. Dan ceritera-ceritera khayal itulah agaknya yang telah
membuatmu menjadi liar dan buas. Apalagi setelah kau mendapat
kesempatan di padukuhan ini. Maka ceritera khayal yang bergabung
dengan dendam dan sakit hati itu telah kau ujudkan. Aku tidak
pernah dapat membayangkan perempuan seperti yang kau katakan
itu." "Kali ini aku tidak sedang berkhayal. Aku berkata sebenarnya.
Nanti kau akan dapat berkenalan dengan perempuan itu. Tetapi
jangan terkejut jika tiba-tiba ia meraba kulitmu atau salah seorang
kawanmu sambil bergumam, "Alangkah bagusnya kulit ini."
"Apa maksunnya dengan kata-kata itu?"
"Ia menginginkan kulit itu untuk membuat barbagai macam
barang yang disenanginya. Mungkin alas tempat duduk, atau hiasan
yang akan dilekatkan pada dinding dan barangkkali sebuah
selubung songsong atau benda-benda yang dikeramatkannya."
"Gila. Itu lebih gila lagi. Maksudmu, ia sampai hati menguliti
korbannya seperti menguliti seekor lembu?"
Ki Buyut mengangguk. "Alangkah buasnya. Kebuasannya sesuai dengan kebuasanmu."
Tapak Lamba berhenti sejenak, lalu, "Tetapi aku tidak percaya. Aku
tidak percaya semua ceriteramu. Nah, jika benar, dimana
perempuan itu. Panggil ia kemari."
"Jangan sekarang. Ia baru sibuk di belakang. Jika ia marah,
akibatnya akan menggelisahkan padukuhan ini."
"Kenapa?" "Ia harus membunuh. Jika tidak ada orang asing yang akan
dibunuhnya, maka ia mencari korbannya diantara penduduk
sendiri." Tapak Lamba memandang sorot mata Ki Buyut yang menyebut
dirinya bernama Kidang Pengasih itu. Dengan nada yang datar ia
1067 berdesis, "Apakah kau sudah gila dan mengkhayalkan dunia yang
paling biadab?" Ki Buyut yang menyebut dirinya bernama Kidang Pengasih itu
menarik nafas dalam-dalam. Sekilas ia menebarkan pandangan
matanya keseluruh halaman. Ia melihat pengawalnya menjadi
sangat gelisah seperti kawan-kawan Tapak Lamba yang berdiri di
regol. Sejenak kemudian ia pun berkata, "Aku sama sekali tidak gila.
Tetapi jika tidak ada perubahan apa pun di dalam tata kehidupanku,
maka aku sebenarnya akan dapat menjadi gila seperti yang kau
katakan." Tapak Lamba menjadi semakin heran melihat mata Ki Buyut yang
menjadi semakin buram. Seolah-olah ia melihat sebuah ruangan
yang dalam dan penuh rahasia.
"Kau tentu tidak percaya. Apakah kau ingin berkenalan dengan
isteriku?" bertanya Ki Buyut tiba-tiba.
"Dimana isterimu itu?"
"Marilah, kita pergi kebelakang. Ia berada disana."
Tapak Lamba tersenyum pahit. Katanya, "Kau sudah mencoba
untuk mengkhianati aku. Sudah aku katakan, aku tidak mau pergi
ke bagian belakang rumahmu. Aku tahu, bagian belakang rumahmu
ini penuh dengan alat-alat untuk membunuh. Membunuh dengan
cara yang baik dan membunuh dengan cara yang paling biadab."
"Kau selalu bercuriga. Maksudku, aku ingin mempertemukan kau
dengan isteriku." "Suruh isterimu kemari. Dari sorot matanya dan dari tutur
katanya, aku akan dapat melihat, apakah ceriteramu itu benar atau
sekedar sebuah khayalanmu saja."
Mata Ki Buyut itu tiba-tiba menjadi aneh. Hitam matanya
bagaikan mengambang, sementara bibirnya mulai bergerak-gerak
tidak menentu. 1068 Tapak Lamba memandanginya saja dengan penuh kewaspadaan.
Rasa-rasanya kawannya itu memang mengalami perubahan tata
kehidupan yang dipengaruhi oleh sesuatu yang kurang
dimengertinya. "Tetapi mungkin juga karena gejolak perasaan dendam yang
tiada tersalurkan sejak ia meninggalkan kota raja dan bersembunyi
di padukuhan terpencil ini." berkata Tapak Lamba kemudian kepada
diri sendiri. "He." tiba-tiba Ki Buyut itu berdesis, "Kau benar-benar tidak mau
pergi ke belakang?" "Sunggar Watang." desis Tapak Lamba kemudian, "Jangan kau
turutkan perasaan gilamu itu. Ingat, bahwa sesuatu hanya dapat
dilakukan dengan perhitungan yang matang. Kau aku anggap
saudara tua didalam banyak hal. Tetapi jika kau menjadi gila, sudah
tentu aku tidak akan dapat mendengarkan kata-katamu lagi."
Ki Buyut bernama Sunggar Watang, tetapi yang lebih senang
menyebut dirinya bernama Kidang Pengasih itu masih saja
membayangkan sesuatu yang tidak sewajarnya. Namun nampaknya
ia berusaha untuk menguasai dirinya dan bertahan pula
kesadarannya. "Tolong, tolonglah aku." ia kemudian berdesis, "Di mana
sebenarnya aku sekarang berdiri" Apakah aku benar-benar sudah
gila?" "Kakang Sunggar Watang." Tapak Lamba berkata perlahanlahan
sambil bergeser maju, "Jangan terlalu banyak membebani
dirimu dengan berbagai macam perasaan. Mungkin kau dan aku
mempunyai beban perasaan yang sama. Tetapi aku tidak pernah
benar-benar tenggelam dalam dunia yang tidak berkesadaran.
Memang pernah hampir saja aku membunuh dua orang anak muda
tanpa perhitungan. Tetapi untunglah bahwa aku bertemu dengan
Linggadadi, adik Linggapati, sehingga niat itu urung karenanya."
"He, kau sebut-sebut nama Linggapati?"
1069 "Ya, kenapa?" Ki Buyut memegangi keningnya sambil menundukkan kepalanya.
Gumamnya, "Aku bingung sekali. Nama itu pernah aku dengar."
"Dengarlah kata-kataku. He, kakang Sunggar Watang. Apakah
kau benar-benar beristeri di s ini?"
"Ya. Aku benar-benar beristeri disini. Dan isteriku itulah yang
membuat aku gila dan buas seperti yang kau lihat sekarang."
"Kau mulai mengigau lagi."
"Aku tidak mengigau." tiba-tiba Ki Buyut itu berteriak, "Kau akan
berkenalan dengan isteriku. Tetapi setiap orang yang pernah
melihat isteriku tentu akan mati. Ia menuntut kematian setiap
orang. Apalagi sudah beberapa hari tidak seorang pun yang
dibunuhnya di rumah ini."
Tetapi Tapak Lamba menggelengkan kepalanya, "Aku tidak
percaya. Kegilaanmulah yang telah membuat gambaran serupa itu."
"Gila, gila. Jika kau tidak percaya, kenapa kau tidak mau pergi
menemuinya dan mencoba merubah sikapnya itu. O, ia akan
dengan gembira menunjuk kulit wajahmu yang aneh dan minta
kepadaku, agar kau dipancung dihadapannya dan menyimpan
wajahnya sebagai topeng yang sangat menarik."
"Ingat Ki Buyut, aku masih membawa senjata. Dan ingat, bahwa
aku bukan seekor anjing yang dapat kau kelabui dengan sepotong
tulang." "O, gila, gila. Aku akan memanggil isteriku kemari. Tetapi jika ia
minta kau dikuliti, sama sekali bukan salahku."
Tapak Lamba menjadi berdebar-debar. Ia termangu-mangu
sejenak ketika ia kemudian melihat Ki Buyut itu berdiri dan dengan
tergesa-gesa meninggalkan pendapa masuk ke ruang dalam.
Dengan dada yang berdebar-debar Tapak Lamba memandang
ketiga kawannya yang masih berdiri dipintu. Agaknya mereka masih
tetap menunggu apa yang akan terjadi.
1070 "Mereka bukan pengecut pula." desis Tapak Lamba di dalam
hati, "Agaknya mereka pun akan menunggu meskipun akibatnya
dapat berbahaya sekali."
Beberapa saat Ki Buyut masih tetap berada di dalam rumahnya.
Tidak ada pembicaraan yang terdengar. Agaknya isterinya berada di
bagian belakang rumah Ki Buyut yang besar itu.
Hampir saja Tapak Lamba kehilangan kesabaran. Apalagi ketika
ia melihat orang-orang yang berada di regol itu memberikan isyarat
kepadanya, agar ia meninggalkan tempatnya.
"Sebaiknya aku memang pergi saja dari rumah orang gila ini."
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
katanya di dalam hati. Sekilas ia memandang orang-orang Ki Buyut
yang berdiri di tepi halaman melekat dinding batu.
"Apakah yang akan mereka lakukan jika aku meninggalkan
tempat ini?" pertanyaan itu timbul di dalam hati Tapak Lamba.
Namun dalam pada itu, selagi ia sudah bersiap-siap untuk turun
ke halaman dan meninggalkan rumah Ki Buyut itu, tiba-tiba ia
mendengar suara di dalam rumah. Suara seorang perempuan.
"Agaknya itulah isterinya." berkata Tapak Lamba kepada diri
sendiri. Sejenak kemudian Tapak Lamba terkejut bukan buatan. Yang
muncul di pintu adalah Ki Buyut Kidang Pengasih yang mendukung
seorang perempuan yang agaknya cacat pada kakinya. Lumpuh.
Namun dalam pada itu, terasa bulu-bulu Tapak Lamba meremang.
Wajah perempuan itu ternyata wajah yang nampaknya
sangat bengis dan kejam. "Jadi, agaknya Sunggar Watang tidak berbohong." berkata
Tapak Lamba di dalam hatinya.
Ketika kemudian Ki Buyut meletakkan isterinya di atas tikar di
pendapa, perempuan itu menggeram, "Jadi orang inilah yang telah
memaksa aku keluar ke pendapa?"
1071 "Ya." sahut Ki Buyut, "Ia adalah sahabatku sejak aku berada di
Singasari." "Persetan." jawabnya. Sejenak perempuan itu memandang
wajah Tapak Lamba sehingga terasa dada Tapak Lamba bagaikan
digelitik oleh perasaan aneh. Ia belum pernah melihat wajah
seorang perempuan sebengis perempuan itu.
"Apa sebabnya kawanmu ini tidak kau bawa ke belakang saja?"
bertanya perempuan itu. "Ia memilih tempat ini."
"Gila, bukankah kita yang mempunyai rumah ini?"
"Dan bukankah kau sudah bersedia menemuinya disini?"
Perempuan itu membelalakkan matanya. Namun kemudian
katanya, "Memang tidak ada bedanya. Di sini pun aku dapat menilai
ujudnya." Tapak Lamba masih tetap termangu-mangu. Tetapi rasa-rasanya
dadanya bergetar ketika tiba-tiba saja ia melihat perempuan itu
tersenyum. Tersenyum ramah kepadanya.
Tapak Lamba mengerutkan keningnya.
"He." perempuan itu tiba-tiba saja menjadi tegang, "Kenapa
orang-orang itu berdiri di sana?"
"Itu menjadi syarat pembicaraanku dengan orang ini.
Sahabatku." "Gila. Tidak ada orang yang dapat memberikan syarat apapun di
sini. Akulah yang paling berkuasa. Ayo, panggil mereka kemari."
Ki Buyut menjadi bimbang. Tetapi isterinya membentaknya,
"Cepat, panggil mereka kemari."
Dalam ke-ragu-raguan itu ia melihat Tapak Lamba tersenyum
sambil berkata, "Jangan memaksa suamimu. Akulah yang minta
agar mereka tetap berada di tempatnya."
1072 "Persetan." perempan itu berteriak, "Bukan kau yang mengatur.
Tetapi aku." "Kali ini akulah yang mengatur. Aku bersenjata. Dan senjataku
ini dapat aku pergunakan setiap saat. He, apakah suamimu tidak
pernah mengatakan sesuatu tentang aku" Aku adalah algojo yang
paling disegani di Singasari. Aku dapat memancung kepala
seseorang dengan sekali sentuh. Pedangku ini memiliki kekuatan
dan ketajaman tujuh kali lipat pedang pada umumnya."
"Kau bohong." jawab perempuan itu, "Pedang itu adalah pedang
yang kau rampas dari orang-orangku."
"He." Tapak Lamba mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia
mengangguk sambil berkata, "Ya. Aku lupa. Aku telah merampas
pedang anak buahmu yang tidak mau menurut perintahku. Tetapi
aku tetap seorang algojo yang menarik. Aku kadang-kadang
membunuh korbanku tidak dengan senjata. Tetapi aku gantung
terbalik. Aku ikat kakinya dan aku tutup hidung dan mulutnya
dengan tanganku sampai ia mati lemas. Bukankah itu
menyeyangkan sekali" Tetapi lain kali aku biarkan korban-korbanku
mati dengan sebelah tangannya aku ikat pada sebatang pohon.
Lucu sekali. Ada yang lima hari baru mati. Ada yang tujuh hari.
Tetapi ada yang hanya satu hari. Nah, kau dapat meniru caraku.
Membunuh dengan semut tidak menarik lagi bagiku."
Perempuan itu mengerutkan keningnya. Wajahnya yang bengis
nampak menjadi semakin bengis. Namun sekali Iagi dada Tapak
Lamba berdesir ketika ia melihat perempuan itu tersenyum. Dengan
sepenuh hati ia berusaha untuk tetap menguasai kesadarannya
menghadapi perempuan yang menyimpan seribu macam rahasia itu.
"Baiklah." berkata perempuan itu, "Kau memang seorang algojo
yang menarik. Tetapi suamiku tidak pernah mengatakannya sesuatu
kepadaku tentang kawan-kawannya. Apalagi seorang algojo dari
Singasari. Ia mengatakan, bahwa baru satu kali ia berada di kota
raja ketika ia melihat wisuda tuanku Tohjaya. Sesudah itu ia
merantau dari satu tempat ketempat yang lain, sehingga akhirnya ia
sampai ke rumah ini."
1073 Tapak Lamba mengangguk-angguk. Lalu katanya, "Disini suamimu
itu kau ajari membunuh setiap orang yang kau kehendaki."
"Tidak. Aku tidak pernah mengajarinya membunuh. Ia memang
seorang pembunuh yang baik."
"Ya." desis Tapak Lamba, "Tetapi tidak untuk selalu membunuh
setiap saat seperti yang dilakukannya sekarang."
"Ia memang seorang pembunuh." teriak perempuan itu,
"Bertanyalah kepadanya. Ia sudah membunuh laki-laki yang akan
menjadi suamiku. Yang aku cintai dan yang mencintai aku dengan
sepenuh hati." "He?" mata Tapak Lamba terbelalak, "Jadi?"
"Bukan, bukan begitu." sahut Ki Buyut.
"Diam." bentak isterinya, "Aku tahu. Kau tentu akan mengatakan
bahwa ayahkulah yang menyuruhmu karena ayahku tidak setuju
dengan laki-laki itu. Sebagai upahmu maka kau akan diambilnya
menjadi menantunya dan akan menggantikan kedudukannya. Dan
janjinya itu dipenuhinya. Kau diambilnya menjadi menantunya, dan
selang beberapa pekan, ia kedapatan mati membunuh diri dengan
pesan, bahwa kau akan mendapatkan kedudukannya."
"Itu tidak benar."
"Benar. Apakah kau akan membantah?"
Tiba-tiba saja Ki Buyut menundukkan kepalanya, sedang isterinya
berkata seterusnya, "Tetapi kau harus tetap ingat akan janjimu. Aku
mau menjadi isterimu asal kau memenuhi segala permintaanku."
"Dan permintaanmu yang pertama adalah permintaan yang
paling gila. Kau minta aku membunuh ayahmu."
"Tidak. Bukan aku yang memintanya. Ia membunuh diri."
Tapak Lamba termangu-mangu sejenak. Tetapi dibiarkannya saja
kedua orang suami isteri itu saling mempertahankan kebenarannya
1074 masing-masing. Dengan demikian ia bermaksud mengetahui apakah
sebenarnya yang telah terjadi di padukuhan itu.
Ki Buyut Kidang Pengasih yang agaknya masih akan mencuci
kesalahannya dihadapan kawan lamanya itu berkata, "Kau jangan
mengada-ada. Bukankah kau minta aku melepaskan dendammu
karena kau menyangka bahwa ayahmulah yang menyuruh
membunuh laki-laki yang akan merampas kehormatanmu itu?"
"Bohong. Ia sama sekali tidak akan berbuat demikian. Aku
mencintainya dan ia mencintai aku."
"Jika demikian kau tidak akan melemparkan pisau itu ke arahnya
meskipun meleset." "Aku tidak pernah melakukannya. Ayahkulah yang melakukannya,
ketika aku sedang duduk berdua dengan laki-laki itu. Yang pernah
aku lakukan adalah sebaliknya, aku telah melemparkan pisau
kepada ayah. Aku akan membunuhnya ketika itu. Ketika ia disusupi
iblis." Tapak Lamba mengerutkan keningnya. Ia menjadi bingung
mendengar percakapan yang tidak berujung pangkal itu. Bahkan
yang setiap kalimat rasa-rasanya saling bertentangan.
Tetapi kemudian ia menjadi agak jelas melihat persoalannya
ketika ia mendengar perempuan itu berkata diantara sedu sedannya
yang tiba-tiba saja meledak, "Ayah itu bukan ayahku sendiri. Dan
itulah sumber dari segala kejahatan yang pernah terjadi di
padukuhan ini." Ki Buyut tidak menyahut lagi. Kepalanya pun kemudian tertunduk
lesu. "Aku telah dihinggapi dendam tiada taranya. Ibuku dibunuh atas
perintah ayah tiriku, karena ayah tiriku mempunyai niat-niat buruk
terhadapku. Laki-laki yang aku cintai itu pun dibunuhnya pula." ia
berhenti sejenak, lalu, "Dan mulailah aku dengar permainan iblis itu
pula. Aku mencari jalan untuk membunuh ayah tiriku. Dan setelah
itu iblis itu benar-benar telah merasuk kedalam diriku."
1075 Tapak Lamba menarik nafas dalam-dalam. Kini ia menjadi
semakin jelas apakah yang sebenarnya telah terjadi. Agaknya
dipadukuhan ini telah berkobar api dendam yang melingkar-lingkar.
Dendam di antara keluarga, dibumbui oleh dendam yang menyala di
hati Sunggar Watang. Akibatnya, pedukuhan ini menjadi tempat
pembantaian. Sunggar Watang yang diburu oleh ketakutan, bahwa
seseorang akan dapat mengenalinya, isterinya yang mendendam
kepada setiap laki-laki karena bakal suaminya terbunuh, berbaur
menjadi suatu bentuk yang sangat mengerikan sekali.
Dalam kerisauan itu, terdengar Tapak Lamba berkata, "Nah, Ki
Buyut. Jika dendam memang masih tetap menyala di dalam hati,
marilah kita mencari saluran yang sewajarnya. Aku pun seorang
pembunuh yang tidak tanggung-tanggung. Dan kau ternyata benarbenar
bertangan dan berhati iblis. Bagaimana jika kita menyebut
sekali lagi nama Linggapati."
Ki Buyut Kidang Pengasih termangu-mangu sejenak. Agaknya ia
pun menjadi bingung atas peristiwa-peristiwa yang terjadi di
padukuhannya. Yang ia mengerti ialah, perempuan itu minta ia
melakukan sesuatu. Dan ia pun telah melakukannya.
"Aku tidak tahu, pesona apakah yang telah membelengguku
waktu itu." ia berkata kepada diri sendiri, "Sehingga aku seolah-olah
tidak tahu lagi apa yang pantas aku lakukan, dan yang manakah
yang tidak." Ki Buyut memandang isterinya sekilas. Isterinya itu masih tetap
cantik, meskipun membayang kebengisan iblis di wajahnya.
"Ia waktu itu masih lumpuh seperti sekarang." berkata Ki Buyut
di dalam hatinya. Tetapi peristiwa itu memang tidak lapat dihindari.
Lumpuh bagi isterinya bagaikan penyakit keturunan. Ibunya juga
lumpuh sebelum tangan-tangan yang jahat membunuhnya.
Kemudian beberapa saat setelah itu, isterinya itu pun mennjadi
lumpuh pula. 1076 Tetapi setelah isterinya itu perIahan-Iahan menjadi lumpuh,
kebengisan dan kekejamannya justru menjadi semakin bertambahtambah.
Sakit hatinya, ditambah kecewa yang membara oleh cacatnya itu,
dibumbui oleh dendam dan kebencian didada suaminya,
menjelmalah istana pembantaian yang mengerikan itu.
Tapak Lamba yang liar itu pun merasa ngeri membayangkan apa
yang telah pernah terjadi dibagian belakang rumah itu.
"Ki Buyut." berkata Tapak Lamba kemudian, "Kau belum
menjawab pertanyaanku. Daripada kau hidup di bawah bayangbayang
yang gelap, oleh dendam dan sakit hati, bagaimanakah jika
kita menghubungkan diri dengan Linggapati" Meskipun dengan
demikian masih akan berarti pembunuhan dan pembunuhan, namun
hal itu kita lakukan untuk tujuan yang jelas. Berhasil atau tidak
berhasil. Kita tidak sekedar membunuh dan menguliti seseorang
seperti menguliti seekor kambing. Tetapi kita membunuh dengan
cita-cita yang mapan dan jelas."
"Siapakah Linggapati itu?" bertanya isteri Ki Buyut.
"Seorang yang memiliki pengaruh bukan saja pengaruh, tetapi
juga ilmu yang tiada taranya." jawab Tapak Lamba.
"Ialah yang harus datang kemari." geram isteri Ki Buyut itu.
"Nyai Buyut." berkata Tapak Lamba, "Aku tidak akan berani
mengatakannya seandainya pada suatu kali akan bertemu lengan
Linggapati. Sebenarnyalah Linggapati jauh lebih perkasa dari kita
masing-masing. Dan ia memiliki alas perjuangan yang jauh lebih
kuat dari sebuah padukuhan seperti ini."
"Bohong." Nyai Buyut itu hampir berteriak, "Kau sangka ada
orang yang lebih kuat dari Ki Buyut dan pengawalnya. Aku dapat
menangkap setiap orang yang aku kehendaki. Juga Linggapati."
Tapak Lamba menarik nafas dalam-dalam. Agaknya Nyai Buyut
itu masih belum mengetahui, betapa lebatnya hutan diluar semaksemak
perdu di sekitar padukuhannya.
1077 "Nyai." berkata Tapak Lamba, "Aku pernah bertemu dengan
Linggapati dan adiknya Linggadadi. Aku pernah bertempur melawan
Linggadadi. Aku mengetahui betapa tinggi ilmu yang ada padanya
sehingga aku tidak dapat mengatakannya apakah aku rangkap lima
dapat melawannya." "Mungkin kau tidak dapat melawannya meskipun rangkap lima.
Tetapi suamiku dan tiga orang pengawalnya itu akan sanggup
melawan siapa pun juga."
"Mungkin. Tetapi Linggapati adalah manusia luar biasa."
Nyai Buyut memandang Tapak Lamba sejenak. Namun tiba-tiba
saja ia tersenyum sambil berdesis, "Wajahmu memang menarik
sekali Ki Sanak. Kau mempunyai tahi lalat dipelipis. Kumismu adalah
kumis yang jarang terdapat meskipun hanya tipi sekali. Sepasang
matamu menunjukkan sifat-sifatmu yang keras, tetapi licik. He,
wajahmu pantas sekali diabadikan."
Tapak Lamba mengerutkan keningnya. Namun kemudiai ia pun
tersenyum, "Suamimu tadi juga sudah mengatakan, bahwa mungkin
kau akan tertarik sekali kepada wajahku. Wajah yang mungkin ingin
kau ambil begitu saja dan kau simpan sebagai hiasan dinding
rumahmu bersama-sama beberapa buah topeng kayu. Bukankah
begitu?" Nyai Buyut memandang Tapak Lamba dengan tajamnya. Orang
ini memang aneh. Ia sama sekali tidak menjadi ketakutan dan ngeri.
Bahkan ia masih dapat tersenyum sambil berkat, "Nyai Buyut. Aku
mengerti bahwa kau dan suamimu sudah dihinggapi penyakit
semacam penyakit gila. Aku tahu bahwa kadang-kadang kau
berbicara dan bersikap dengan sadar, namun kadang-kadang tidak.
Tetapi cobalah kau mengenang peristiwa-peristiwa yang pernah
terjadi atasmu dan suamimu. Maka kau sendiri akan tahu dengan
pasti, bahwa kalian berdua telah dihinggapi penyakit jiwa yang
parah." "Cukup." bentak Nyai Buyut. Bahkan kemudian ia tertawa,
"Menarik sekali. Aku mau menyimpan wajah itu dengan kepalanya
1078 sama sekali. Aku akan membuat reramuan obat yang dapat
mengawetkan kepalamu."
Nyai Buyut justru terkejut ketika ia melihat Tapak Lamba justru
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tertawa terbahak-bahak. Katanya, "Jangan salah sikap. Aku pun
sering memotong kepala orang lain dan menyimpannya. Tetapi
biasanya aku rendam pada semacam cairan yang asam-asam. Dan
aku pun ingin menyimpan kepala seorang perempuan sakit ingatan
seperti kau." Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja Ki Buyut Kidang Pengasih
itu pun berteriak keras-keras. "Cukup. Sudah cukup. Permainan ini
dapat membuat aku gila."
Bentakan itu memang mengejutkan. Dan karena itulah agaknya
ada semacam kejutan yang menghentak di kepala Nyai Buyut itu.
Dan kejutan itu ternyata telah merubah sikapnya pula dengan tibatiba.
Perlahan-lahan Nyai Buyut itu menyadari keadaan dirinya. Dan
karena itulah maka setitik air mata telah mengembun di matanya.
"Kita semuanya telah menjadi gila." berkata Ki Buyut, "Marilah
kita hentikan kegilaan ini. Marilah kita berpikir seperti seorang yang
waras." Tapak Lamba mengerutkan keningnya. Katanya di dalam hati,
"Mudah-mudahan keduanya tersadar dari mimpi gila yang
mengerikan itu." Dengan hati yang berdebar-debar Tapak Lamba melihat Nyai
Buyut itu pun kemudian menangis. Seolah-olah ia dihadapkan pada
sebuah gambaran masa lalu yang sangat pahit dan menyedihkan.
"Tidak, tidak." desisnya disela-sela tangisnya, "Aku tidak mau
melihat itu lagi." Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Diusapnya bahu isterinya
sambil berkata, "Sudahlah Nyai. Marilah kita hentikan semuanya itu.
Meskipun aku tidak akan berhenti sebagai pembunuh, tetapi
sebaiknya kita pikirkan pendapat tamu kita kali ini. Meskipun kita
1079 masih akan tetap membunuh, sebaiknya pembunuhan itu lebih
terarah dan berencana. Apakah kau dapat mengerti?"
Nyai Demang mengusap matanya. Sambil mengangguk ia
berkata, "Aku mengerti kakang."
"Nah, dengan demikian, maka kita mempunyai masa depan yang
lebih baik dari sekarang. Kita tidak hanya akan menunggui kuburan
raksasa ini dan memaksa diri mencari kepuasan dengan cara yang
paling gila, tetapi mungkin pada suatu saat kita benar-benar
menemukan suatu kesempatan yang baik.
" Nyai Buyut mengangguk pula.
"Tegasnya, kita akan bersama-sama dengan Ki Linggapati
memberontak. Bukankah begitu?"
"Begitulah." jawab Tapak Lamba.
"Kita akan melawan kekuasaan Ranggawuni dan Mahisa
Cempaka meskipun kita tidak akan dapat menghidupkan tuanku
Tohjaya lagi." "Kita tidak usah terikat kepada seseorang. Tetapi yang penting,
arah dendam kita dan kesempatan bagi kita sendiri."
Ki Buyut mengangguk-angguk. Katanya kemudian, "Baiklah Ki
Sanak. E, siapakah namamu?"
Sebelum Tapak Lamba menjawab, isterinya menjadi heran dan
bertanya, "Bukankah seharusnya kau sudah mengenal namanya?"
Ki Buyut termangu-mangu. Tetapi ia pun tak mau menyebut nama
kawannya itu, seperi juga kawannya tidak mau menyebut
namanya. "Panggil aku Tapak Lamba." sahut Tapak Lamba.
"Ya, Tapak Lamba. Aku ingat sekarang." gumam Ki Buyut
meskipun ia tahu betul bahwa nama itu pun bukan nama yang
pernah dikenalnya dahulu.
1080 "Sekarang." berkata Ki Buyut pula, "Marilah kita mulai dengan
jalan kehidupan yang baru. Aku akan berusaha untuk mengarahkan
cara hidup rakyat padukuhan ini sesuai dengan rencana kita."
"Bagaimana dengan pengawal-pengawalmu yang kebingungan
itu?" bertanya Tapak Lamba.
Ki Buyut yang menyebut dirinya bernama Kidang Pengasih itu
pun berkata, "Biarlah aku memanggilnya dan berbicara dengan
mereka. Jika aku berhasil mempengaruhi mereka, maka yang lain
tentu akan tunduk dan mengikut saja."
"Lalu bagaimana dengan orang-orangku?" bertanya Tapak
Hamba. "Sebaiknya, biarlah mereka mengamati suasana."
"Aku tidak mengerti." sahut Tapak Lamba, "Aku akan memanggil
orang-orangmu dan tetap menjauhkan aku dari orang-orang ku
yang berdiri dimuka gerbang itu."
Ki Buyut termangu-mangu. Lalu katanya, "Nyai. Marilah kita
berpikir waras. Bagaimana dengan ketiga orang-orangmu itu"
Apakah ia akan dapat mengerti jika kita berubah pikiran" Mereka
sudah terlalu lama hidup dan berbuat gila seperti yang kita
lakukan." Nyai Buyut menundukkan kepalanya. Katanya, "Aku tidak
mengerti. Aku tidak yakin, seperti aku tidak yakin akan diriku
sendiri." "Kau harus yakin, seperti aku yakin akan diriku. Aku harus
meletakkan harapan bagi masa depanku. Dan mereka pun dapat
menumpang pada tujuan ini."
"Kau dapat mencobanya." berkata Nyai Demang itu. "Tetapi jika
gagal, dan menganggap kita kehilangan kiblat, maka aku tidak tahu
apa yang harus kita lakukan."
1081 "Bagaimanapun juga mereka masih tetap mempunyai akal budi.
Aku akan mencobanya. Mudah-mudahan kegilaan kita semuanya
masih ada batasnya."
Nyai Buyut tidak menjawab. Dengan tatapan yang sayu ia
memandang kearah ketiga orang pengawalnya yang melekat
dinding, sedang yang lain bertebaran dipinggir halaman.
"Panggillah mereka." berkata Nyai Buyut kemudian.
"Aku akan menyingkir." berkata Tapak Lamba.
"Kau masih tetap bercuriga."
"Ya. Aku lebih tidak yakin lagi, apakah yang akan dapat terjadi
kemudian." "Terserahlah." berkata Ki Buyut, "Pergilah kepada orangorangmu.
Aku akan memanggil orang-orangku."
"Aku akan berada di halaman." berkata Tapak Lamba.
Ki Buyut tidak menghiraukannya lagi. Ia pun kemudian berdiri
dan sebuah suitan yang nyaring terdengar menggelepar di halaman
rumah itu. Beberapa orang yang berada di halaman itu pun tiba-tiba
bergerak serentak mengepung pendapa dengan senjata masingmasing.
Tiga orang pengawal terdekat Ki Buyut pun segera naik.
Bahkan mereka langsung bersiap menghadap kepada Tapak Lamba
yang sudah bersiap untuk melangkah turun.
Tapak Lamba terkejut melihat sikap mereka. Hampir saja ia
bertindak dan memanggil kawan-kawan mereka. Untunglah bahwa
ia belum terlanjur, karena Ki Buyut pun kemudian berteriak,
"Kemarilah. Aku akan berbicara dengan kalian."
Orang-orang itu termangu-mangu sejenak. Mereka saling
berpandangan dengan terheran-heran.
"Kemarilah." Ki Buyut mengulangi, "Biarkan orang itu turun
kehalaman dan menemui kawan-kawannya."
1082 Para pengawal Ki Buyut tidak segera menyadari apa yang
sebenarnya terjadi. Apalagi ketika mereka memandang Ki Buyut dan
Nyai Buyut yang duduk dengan kepala tunduk di pendapa itu.
"Kemarilah." sekali lagi Ki Buyut memanggil.
Dengan ragu-ragu orang-orang itu pun bergeser mendekatinya.
Namun sekali-sekali mereka masih berpaling dan memandang
kepada Tapak Lamba yang berjalan turun kehalaman dan langsung
mendekati kawan-kawannya.
"Apakah benar ia tidak akan berbuat apa-apa?" bertanya salah
seorang kawannya tidak sabar.
"Agaknya demikian." berkata Tapak Lamba.
"Aku sudah tidak sabar." berkata kawannya yang lain, "Dan
sekarang pun sebenarnya aku masih tetap curiga. Karena itu,
bagaimana jika kita pergi saja?"
"Jangan. Agaknya ia sudah hampir terbangun dari mimpinya.
Jika kita pergi, maka ia akan kembali ke dalam mimpi buruknya."
Dengan singkat Tapak Lamba menceriterakan tanggapannya atas
Sunggar Watang yang kemudian menyebut dirinya benama Kidang
Pengasih itu. "Mereka benar-benar menjadi gila." berkata kawannya, "Mungkin
hari ini mereka menjadi waras. Tetapi besok mereka akan dapat
kambuh lagi dan berbuat diluar pengamatan nalarnya."
Kawan-kawannya termangu-mangu sejenak. Dilihatnya para
pengawal yang berada dipendapa mengelilingi Ki Buyut dan
isterinya. Anak muda yang mengajak tapak Lamba datang ke
halaman itu pun telah sadar pula dan dengan kekuatan yang belum
pulih sama sekali, tertatih-tatih naik pula kependapa dan ikut duduk
di sekitar Ki Buyut dan isterinya.
"Kita akan mengambil sikap lain." berkata Ki Buyut, "Sudah
sekian lama kita hidup dalam cengkaman ketakutan dan kecemasan.
1083 Dibumbui oleh dendam dan kebencian, maka hidup kita telah
menemukan bentuk yang mengerikan."
"Apakah cara yang pernah kita tempuh itu salah?" salah seorang
dari ketiga orang pengawal terdekat Ki Buyut itu pun bertanya, "Aku
tidak melihat cara hidup yang lebih baik dari cara yang pernah kita
tempuh. Dengan memusnahkan setiap orang yang kita curigai,
maka padukuhan kita yang aman dan damai ini tidak akan
terganggu." Ki Buyut mengerutkan keningnya. Tentu mereka tidak memiliki
ketakutan seperti dirinya. Mereka tidak takut untuk dikenal sebagai
salah seorang pelarian Senapati Singasari pengikut Tohjaya yang
sudah terbunuh. Namun justru karena itu, maka alasan mereka yang selama ini
mereka anggap tepat adalah alasan yang sulit untuk disisihkan dari
hati mereka. "Anak-anak." berkata Ki Buyut, "Kita sudah cukup lama berada
di dalam dunia yang kelam. Kita tidak akan dapat hidup dalam
pengasingan terus menerus seperti sekarang ini."
"Ki Buyut." berkata salah seorang pengawal-pengawalnya, "Kenapa
tiba-tiba saja Ki Buyut mempersoalkan cara hidup kita?"
"Aku sudah jemu dengan cara hidup seperti ini." berkata Nyai
Buyut, "Aku ingin hidup sewajarnya seperti saat ibu ku masih ada."
Ketiga pengawalnya mengerutkan keningnya, sedang yang lain
pun termangu-mangu. "Apakah kalian tidak ingat lagi, apa yang pernah kalian alami saat
itu?" "Aku tidak begitu ingat. Tetapi yang jelas, saat itu padukuhan ini
bukan padukuhan yang tenang dan damai seperti sekarang.
Kadang-kadang masih ada gangguan yang datang dari luar
padukuhan ini." 1084 Nyai Buyut menarik nafas dalam-dalam. Yang paling jelas
nampak dalam ingatan para pengawalnya adalah justru kekacauan
dan gangguan yang setiap kali datang kepadukuhan ini.
"Anak-anak." berkata Nyai Buyut kemudian, "Kalian benar bahwa
saat itu ada gangguan-gangguan kecil yang kadang-kadang menjamah
padukuhan ini. Tetapi sebagai imbangannya, kami dapat hidup
dalam lingkungan yang jauh lebih luas. Kami tidak selalu dibayangi
oleh kecemasan bahwa pada suatu saat ada sekelompok orang yang
akan datang untuk membalas dendam karena ada satu atau dua
orangnya yang hilang dipadukuhan ini."
"Tidak seorang pun yang mengetahuinya." desis salah seorang
pengawalnya. "Tetapi pada suatu saat tentu ada. Karena itu, marilah cara hidup
ini kita hentikan. Kita akan berusaha menjalin kehidupan yang lebih
baik. Kawan-kawanmu sebaiknya perlu mendapat penjelasan."
"Aku sendiri tidak jelas, apakah yang harus aku lakukan." desis
yang lain. "Dengarlah baik-baik." berkata Ki Buyut, "Ketahuilah bahwa
yang datang itu, dan yang telah menunjukkan kelebihannya di
dalam olah kanuragan, adalah seorang yang memiliki ketajaman
pengamatan dan kecerdasan berpikir. Ia telah menyarankan, agar
kita disini merubah tata cara kehidupan yang selama ini kita
tempuh." "Gila." geram salah seorang dari para pengawalnya itu, "Sudah
bertahun-tahun kita menempuh cara hidup ini. Kini, tiba-tiba saja
dengan mudahnya seseorang berusaha untuk merubahnya. Sudah
barang tentu setelah ia menganggap bahwa cara hidup kita adalah
salah." "Kau benar. Ia berhasil meyakinkan aku, bahwa cara hidupku
sama sekali tidak benar. Aku terlibat dalam tindak dan sikap yang
sangat biadab. Baru saja aku menyadarinya setelah kawanku
membentangkan pendapatnya dengan segala alasannya."
1085 "Bohong." geram yang lain, "Tentu ada persoalan-persoalan lain
yang membuat Ki Buyut berdua berubah pikiran. Apakah Ki Buyut
takut menghadapi hanya empat orang itu saja?"
"Tentu tidak." jawab Ki Buyut, "Kau tahu, bahwa aku mampu
bertempur dengan kekuatan dan kecepatan yang tidak ada duanya
di padukuhan ini" Juga kalian semuanya tidak ada yang dapat
menyamai kemampuanku" Nah, kalian tidak akan dapat menuduh
aku sebagai seorang pengecut yang ketakutan menghadapi lawan
yang hanya empat orang itu."
"Jadi, jika demikian apakah alasan Ki Buyut yang sebenarnya?"
"Sudah aku katakan. Ada semacam kesadaran dalam diriku
bahwa cara yang kita tempuh selama ini adalah salah."
"Ah, itu adalah sesuatu yang terlampau tiba-tiba bagi kami. Kami
tidak mengerti, kesadaran macam manakah yang telah merubah
sikap Ki Buyut." "Anak-anak." berkata Ki Buyut, "Aku tahu bahwa untuk
meninggalkan kegemaran seperti yang pernah kita lakukan itu
adalah sangat sulit. Tetapi marilah kita coba. Hidup dalam keadaan
pahit getir selama ini membuat kita semuanya menjadi kehilangan
akal. Tetapi kepahitan yang paling dalam sebenarnya terjadi pada
Nyai Buyut. Pada isteriku. Sedangkan ia dapat melihat dengan mata
hatinya, bahwa cara hidup yang selama ini kita tempuh adalah cara
yang ingkar dari tata kehidupan manusia."
"Omong kosong." tiba-tiba salah seorang dari ketiga orang
pengawal itu berteriak, "Aku tidak percaya. Kita sudah menempuh
cara yang benar. Cara yang paling baik."
Dalam ketegangan itu, tiba-tiba anak muda yang baru sadar dari
pingsannya berkata, "Rasa-rasanya memang ada sesuatu yang
pantas dipikirkan saat ini. Baru saja aku sadar dari pingsan. Tetapi
rasa-rasanya baru saja aku sadar dari tidur yang pulas tetapi yang
dibayangi oleh sebuah mimpi yang sangat buruk."
"Diam kau." bentak salah seorang pengawal.
1086 "Dengarlah. Aku akan berbicara sedikit lagi. Agaknya memang
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masih ada tata cara hidup yang lebih baik dari tata cara hidup kita
sekarang." "Tidak." teriak salah seorang dari ketiga pengawal itu,
"Membunuh adalah kesenangan yang dapat mendatangkan
kebahagiaan. Dengan demikian kita akan dapat melihat kesan dari
berpuluh-puluh wajah dari orang-orang yang mengalami berbagai
macam perasaan menjelang saat-saat kematian."
"Itulah yang kita lihat selama ini. Tetapi tentu bukan itulah tata
cara kehidupan seseorang yang sewajarnya. Dan aku cenderung
untuk menempuh tata cara kehidupan yang baru."
"Tutup mulutmu." pengawal yang lain berteriak, "Aku dapat
membunuhmu, kau dengar."
Tetapi pengawal-pengawal yang lain, kecuali tiga orang itu,
ternyata bersikap lain. Salah seorang dari mereka berkata, "Kita
tidak tergesa-gesa menentukan sikap. Semuanya memang tidak
akan dapat berubah dengan tiba-tiba. Tetapi persoalan ini wajib kita
pikirkan dan kita pertimbangkan."
"Tidak. Tidak ada yang harus kita pikirkan dan kita
pertimbangkan. Keempat orang itu pun harus dibunuh seperti
orang-orang lain yang pernah datang kepadukuhan ini."
Pendapa itu pun kemudian menjadi tegang. Ternyata kedatangan
Tapak Lamba, orang yang sudah dikenal dengan baik oleh Ki Buyut
yang menyebut dirinya bernama Kidang Pengasih itu, telah
menumbuhkan kegoncangan. Tetutama di dalam alam pikir mereka.
Seorang yang bertubuh kurus diantara para pengawal yang
sudah bertempur melawan Tapak Lamba dan kawan-kawannya itu
pun berkata, "Agaknya memang ada cara hidup yang lain di dunia
ini, selain hidup sebagai seorang pembunuh. Meskipun sudah lama
berlalu, tetapi rasa-rasanya aku masih merasa betapa damainya hati
pada saat itu. Pada saat padukuhan ini masih belum dikotori dengan
darah yang disusul oleh tetes-tetes darah berikutnya."
1087 "Omong kosong." bentak salah seorang dari ketiga pengawal Ki
Buyut yang khusus itu, "Kau bermimpi di siang hari. Jangan kau
ingat yang sudah lampau. Saat itu tidak akan dapat kembali
sekarang ini. Kita sudah menghayati kehidupan yang penuh dengan
sifat-sifat kejantanan dan kepahlawanan. Semakin banyak korban
yang terbunuh karena tangan kita, maka kita akan menjadi semakin
menyadari betapa tinggi arti hidup kita ini. Sebelum kita pun akan
mati pada suatu saat, maka kita harus mengenal bentuk-bentuk
kematian sebanyak-banyaknya, agar disaat kematian tiba,
berduyun-duyun orang yang akan mengantarkan kita dialam akhir
itu. Orang-orang yang telah mati oleh tangan kita itu akan menjadi
hamba-hamba kita dikemudian hari. Semakin menarik cara kematian
yang kita berikan, maka ia akan menjadi semakin setiap mengawal
kita kelak. Sudah barang tentu, siapakah yang hambanya paling
banyak, maka dialam mendatang itu, akan menjadi penghuni yang
paling berpengaruh."
"Gila." teriak Ki Buyut, "Mimpimulah yang paling berbahaya. Kita
semuanya belum pernah melihat kehidupan yang akan datang.
Tetapi sudah barang tentu tidak akan terjadi seperti yang kau
katakan. Setiap pembunuhan adalah kesalahan yang mendatangkan
hukuman. Hukuman aku akan berkurang jika kita berbuat baik bagi
sesama." "O." tiba-tiba ketiga orang pengawalnya tertawa berbareng,
"Sejak kapan Ki Buyut mengenal kebajikan dengan
memperbandingkan perbuatan baik dan buruk" Jika benar demikian,
maka kesalahan Ki Buyut tidak akan dapat ditebus dengan berbuat
baik sepanjang sisa umurmu."
"Gila, Aku pun tidak tahu yang sebenarnya. Tetapi aku
berpendapat bahwa kita tidak boleh lebih lama lagi dibayangi oleh
tata cara hidup yang gila ini." ia berhenti sejenak, lalu, "Sekarang
dengarlah. Aku perintahkan kalian berbuat lain daripada perbuatanperbuatan
yang terkutuk yang pernah kalian lakukan. Kita akan
memikirkan bentuk kehidupan yang akan kita jalani kelak."
1088 "Tidak." pengawalnya yang paling besar segera memotong katakatanya
Ki Buyut. "Sebenarnyalah bahwa Ki Buyut tidak mempunyai
kekuasaan apa-apa disini. Jika Ki Buyut masih tetap dalam cara
hidup yang selama ini kita tempuh, aku akan tetap setia kepadamu.
Tetapi jika kau ingin merubah tata cara kehidupan yang sampai saat
ini kia lakukan, maka akulah orang yang akan menentang pertamatama."
"Gila." teriak Ki Buyut, "Jika aku tidak berkuasa di s ini, isterikulah
yang memiliki kekuasaan itu, karena ia adalah anak Ki Buyut yang
sah." "Tidak. Justru ia adalah anak durhaka. Ia telah meminjam
tanganmu membunuh ayahnya yang telah membesarkannya."
"Tidak. Tidak." Nyai Buyut berteriak, "Ia bukan ayahku. Dan ia
selalu menghantuiku siang dan apalagi malam."
Orang yang bertubuh kekar itu membantah, "Omong kosong.
Kalian sudah bersekongkol untuk membunuhnya dan kemudian
mengambil alih kekuasaan disini untuk melakukan kegilaan ini. Aku
sudah terseret dalam tindakan-tindakan yang mula-mula aku
anggap sebagai tindakan yang paling gila. Tetapi ketika aku menjadi
tertarik sekarang ini, kalian mencoba untuk menghentikannya." Ia
berhenti sejenak, lalu, "Tidak. Aku tidak mau. Ki Buyut masih harus
tetap dalam sikap dan perbuatan seperti yang pernah kita lakukan
bersama." "Bagaimanapun juga, akulah buyut disini." bentak Ki Buyut tidak
kalah garangnya, "Sah atau tidak sah, tetapi kini akulah yang
diakuinya. Meskipun demikian, jika kau mengungkat saluran
kekuasaan atas padukuhan ini, maka aku pun akan bertanya,
siapakah kalian sebenarnya" Dan sejak kapan kalian berada di
padukuhan ini menjadi pengawalku" Sekarang kalian tidak akan
dapat membusungkan dada. Kalian tetap budak-budakku disini. Kau
datang dengan membawa nafas kekejaman. Dendamku kau rabuk
dengan sifat-sifat liar dan buasmu itu sehingga terjadilah kehidupan
yang sama sekali tidak mencerminkan kehidupan seorang manusia
yang mengenal peradaban betapapun terkebelakangnya."
1089 "Omong kosong." bentak pengawal yang lain, "Sebenarnyalah
bahwa kami bertigalah yang berkuasa sampai sekarang. Kekuatan
dan kemampuan kami adalah lambang dari kekuasaan kaki. Siapa
yang menentang kami, akan berarti maut. Maut lewat jalan yang
paling mengerikan yang belum pernah kita lakukan disini" Mungkin
dengan cara-cara baru yang akan segera dapat aku ketemukan.
Nah, apa katamu Ki Buyut. Kau adalah debu yang tidak berarti
disini. Kawan-kawanmu diregol itu tidak akan berarti pula bagi
kami." Ki Buyut termangu-mangu sejenak. Ia melihat sorot mata para
pengawalnya yang semula dianggapnya setia itu, seolah-olah telah
menyala. Namun Ki Buyut pun kemudian tertawa. Katanya, "Anak-anak.
Kalian memang aneh. Kalian mencoba untuk menggertak aku.
Dengarlah. Kita sudah lama berkumpul. Kita sudah saling
mengetahui, sampai dimana tingkat kemampuan kami masingmasing.
Kenapa kau menyebut-nyebut seolah-olah kalian adalah
orang yang paling perkasa disini" Aku tidak dapat kau takut-takuti
seperti anak-anak. Aku tahu, sampai dimana batas kemampunmu,
kemampuan setiap pengawalku. Pengawalku yang terdekat dan
paling setia, yaitu kalian bertiga atau pengawal-pengawalku yang
lain." "Persetan." berkata ketiga pengawal itu, "Jika Ki Buyut tetap
pada pendiriannya, maka aku akan mengambil jalan kekerasan."
"Kami bukan cacing tanah." teriak Ki Buyut, "Agaknya aku
memang masih harus membunuh meskipun ia adalah pengawalku
sendiri." Tiba-tiba saja ketiga orang pengawalnya itu pun berloncatan
mundur. Mereka langsung menggenggam senjata masing-masing.
Tetapi dalam pada itu, beberapa orang yang lain telah berdiri
pula. Mereka bergeser di sebelah menyebelah Ki Buyut. Salah
seorang dari mereka berkata, "Aku sadar, bahwa kalian memiliki
kelebihan dari kami. Tetapi selain jumlah kami lebih banyak, juga Ki
1090 Buyut ada di antara kami. Dan kita semuanya tahu, bahwa Ki Buyut
memiliki kemampuannya tersendiri."
"Persetan cucurut dungu. Kau adalah pengkhianat. Kau tidak
setia kepada tujuan hidupmu. Karena itu kau pun harus mati dan
menjadi hambaku di alam seberang dari hidup kita ini."
"Pikiranmu adalah pikiran yang sesat. Meskipun aku masih akan
tetap menjadi pembunuh, tetapi mungkin caraku akan lebih kesatria
dengan cara-cara yang kita lakukan sekarang."
"Tutup mulutmu." teriak salah seorang dari ketiga orang
pengawal yang menentang sikap Ki Buyut itu.
Ki Buyut pun kemudian melangkah maju mendekati ketiga orang
pengawalnya itu sambil berkata, "Kita akan bertempur. Tetapi
jangan kalian ganggu isteriku. Biarlah ia melihat akhir dari
perkelahian ini. Siapakah yang akan mati terkapar di halaman, dan
siapakah yang masih akan tetap hidup."
"Persetan." geram pengawal Ki Buyut yang paling muda, "Aku
akan memperisterikannya, dan aku adalah Buyut di padukuhan ini.
Meskipun lumpuh, tetapi isterimu cantik sekali."
Ki Buyut menjadi marah bukan kepalang. Ia sudah tidak dapat
menahan diri lagi. Meskipun yang ada dihadapannya itu adalah
pengawalnya, namun ia sudah kehilangan kesabarannya sama
sekali. Dengan demikian, maka Ki Buyut itu pun tiba-tiba telah menyerang
dengan garangnya, diikuti oleh beberapa orang
pengawalnya yang lain. Namun ternyata bahwa ketiga pengawalnya itu memiliki
beberapa kelebihan dari pengawal-pengawal Ki Buyut yang lain.
Karena itu, meskipun jumlah mereka jauh lebih banyak, tetapi
dalam benturan yang pertama, ternyata bahwa mereka sudah harus
terdesak surut. Hanya Ki Buyut sendirilah yang ternyata mampu mengimbangi
kemampuan pengawalnya itu Karena itu, ia dapat mengikat salah
1091 seorang dari mereka dalam perkelahian yang sengit, sedang yang
lain harus melawan beberapa orang sekaligus, yang agaknya sama
sekali tidak membuat mereka menjadi gelisah.
"Kali ini kami akan melakukan sejenis pembantaian yang lain."
berkata salah seorang pengawal itu.
Sejenak kemudian maka perkelahian itu pun menjadi semakin
sengit. Masing-masing mengerahkan segenap kemampuannya untuk
dapat segera mengalahkan lawannya.
Tetapi agaknya dua orang pengawal Ki Buyut yang tidak dapat
menyetujui sikapnya itu, segera nampak lebih unggul dari
pengawal-pengawal yang mengeroyoknya. Bahkan dengan pasti
mereka dapat mendesak lawannya untuk beberapa langkah.
Nyai Buyut yang lumpuh itu menjadi semakin lama semakin
gelisah. Ia tidak dapat berubat lain kecuali duduk di tempatnya
dengan kecemasan. Apalagi ketika ia melihat, pengawal-pengawal
yang masih tetap setia kepada Ki Buyut mulai terdesak.
Meskipun demikian, namun pertempuran itu agaknya masih akan
berlangsung lama. Masing-masing tentu akan tetap bertahan sampai
kemungkinan yang terakhir. Sebab mereka masing-masing
menyadari, bahwa mati di dalam perkelahian itu akan jauh lebih
baik daripada mati dibelakang tembok yang menyekat halaman Ki
Buyut itu. Karena itulah, maka agaknya ketiga orang pengawal yang
memiliki kelebihan itu pun tidak segera dapat mengalahkan lawanlawan
mereka. Dalam pada itu, tiba-tiba saja salah seorang dari ketiga pengawal
yang melawan Ki Biyut itu mendapat pikiran untuk mempercepat
perkelahian. Jika ia berhasil menangkap Nyai Buyut dan mengancam
akan membunuhnya, maka Ki Buyut tentu akan berhenti bertempur.
Meskipun demikian, ia tidak segera dapat melakukannya. Ia
masih harus menunggu kesempatan yang sebaik-baiknya.
1092 Namun dalam pada itu, setiap kali ia pun selalu berpaling
memandang Ki Buyut yang sedang berkelahi melawan salah seorang
dari mereka dan kemudian memandang Nyai Buyut dan duduk
dengan gelisah. Sementara itu, perkelahianpun menjadi semakin ramai. Dimuka
regol, Tapak Lamba yang tidak mendengar pembicaraan orangorang
di pendapa itu seluruhnya, menjadi bingung. Ia sudah
menduga bahwa telah terjadi perbedaan sikap dan pendapat.
Namun perkelahian yang dahsyat itu benar-benar telah sangat
menarik perhatiannya. "Kakang Sunggar Watang masih tetap seorang prajurit yang
memiliki kelebihan." berkata Tapak Lamba.
"Tetapi lawannya juga mampu bertempur dengan gagahnya."
sahut salah seorang kawannya.
Tapak Lamba termangu-mangu sejenak. Kemudian katanya,
"Ketiga orang itu memang mencurigakan. Menilik sikap, tutur
katanya, ia memang mempunyai kelainan dengan orang-orang
padukuhan ini." "Mungkin mereka adalah pendatang seperti kakang Sunggar
Watang." desis Tapak Lamba kemudian.
Namun mereka pun terdiam ketika mereka melihat perkelahian
menjadi semakin seru. Agaknya mereka tidak lagi dapat mengekang
diri. Mereka bukan lagi sekedar berkelahi untuk memaksakan
pendapatnya, tetapi mereka sudah benar-benar berusaha untuk
saling membunuh. Sementara itu, salah seorang dari ketiga pengawal itu masih
tetap dalam rencananya. Ia akan memaksa Ki Buyut berhenti
dengan caranya. Kemudian ia akan dapat membunuh Ki Buyut
dengan cara yang paling menyenangkan, yang belum pernah
dilakukannya sampai saat terakhir. Mereka baru sering
membicarakannya cara itu, tetapi belum pernah melakukannya.
1093 "Ia akan aku masukkan kedalam sebuah jambangan yang sangat
besar. Di bawah jambangan itu akan dinyalakan api yang tidak
terlampau panas, sehingga tidak membunuhnya dengan segera. Aku
akan mendapat kesempatan untuk melihat saat-saat yang paling
menyedihkan didalam hidup Ki Buyut itu sebelum kematian akan
merenggutnya." berkata pengawal itu di dalam hatinya.
Tiba- saja tersenyum sendiri. Sekali-sekali sambil bertempur ia
pun berpaling kepada Ki Buyut, kemudian kepada Nyai Buyut yang
bukan saja gelisah, tetapi menjadi ketakutan.
"Tunggulah saatnya." berkata pengawal itu di dalam hatinya,
"Jika di dalam jembangan yang besar iu ditaburkan sedikit garam,
asam dan gula kelapa, maka Ki Buyut akan menjadi hidangan yang
lezat." Sementara itu, Tapak Lamba memperhatikan perlahian itu
dengan saksama. Ia mulai cemas melihat pengawal-pengawal Ki
Buyut yang lain menjadi semakin terdesak. Hanya Ki Buyut
sendirilah yang mampu bertahan dengan gigihnya.
"Cepat, selesaikan mereka." desis pengawal yang bertempur
melawan Ki Buyut itu.
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan sepenuh tenaga, kedua kawannya pun berusaha untuk
segera memenangkan pertempuran. Namun setiap kali seorang di
antaranya selalu saja diganggu oleh rencananya yang dianggapnya
akan sangat menyenangkan.
Tapak Lamba dan kawan- kawannya yang menyaksikan
perkelahian itu, seolah-olah diluar sadarnya telah berjalan
mendekat. Bahkan diantara mereka ada yang memungut sepotong
kayu di halaman. "Untuk apa?" bertanya kawannya.
"Jika kami harus bertempur, kayu ini akan dapat membantu di
samping keling di tangan."
1094 Yang lain mengangguk-angguk. Ia melihat pedang di tangan
Tapak Lamba. Tetapi mereka tidak dapat menemukan pedang
semacam itu. "Selarak itu menarik sekali." desis yang seorang lagi.
"Ya." sahut yang lain, yang belum menemukan apa pun juga.
Tetapi ia pun segera tersenyum sambil berkata, "Aku juga
menemukan senjata." Dipungutnya sepotong besi yang tidak terlampau besar, dan
tidak terlampau panjang. Agaknya besi itu pun bekas senjata atau
semacam sumbat kelapa, karena pada salah satu ujungnya agak
pipih dan sedikit tajam. "Kita tidak akan turut campur." desis Tapak Lamba, "Biar apapun
yang akan terjadi, kita adalah orang asing disini."
"Bagaimanakah dengan kakang Sunggar Watang. Jika ia kalah,
mungkin kita akan benar-benar dibantai disini." sahut salah seorang
kawannya. " Pintu itu masih terbuka dan kita akan dapat lari dari halaman ini,
demikian Sunggar Watang terbunuh."
Kawannya-kawannya menjadi ragu-ragu. Salah seorang berdesis,
"Sebaiknya kita tidak membiarkan terjadi pembunuhan yang akan
sangat mengerikan atas mereka."
Tapak Lamba tidak segera menyahut. Namun tiba-tiba saja ia
memalingkan wajahnya ketika ia melihat salah seorang pengawal
yang berhasil melukai lawannya, tiba-tiba benar-benar seperti orang
yang kehilangan akal. Diancangnya lawannya itu dihadapan
pengawal yang lain yang menjadi sangat ngeri karenanya.
Ternyata ketiga kawan-kawannya menjadi ngeri pula karenanya.
Darah memancar dari luka-nya dan bahkan kemudian tubuhnya pun
menjadi tidak berbentuk lagi.
"Iblis." desis kawan Tapak Lamba.
1095 Yang lain berkata, "Kita akan mencegah pembunuhan berikutnya,
atau kita akan lari saja dari tempat ini."
Yang seorang menyahut, "Mungkin aku sendiri tidak akan
menjadi ngeri seandainya aku yang terbunuh seperti itu. Tetapi
untuk menyaksikannya benar-benar sangat menyinggung harga diri
dan martabat kemanusiaan meskipun aku juga seorang pembunuh."
Tapak Lamba berpikir sejenak. Kemudian ia pun berkata,
"Agaknya ketiga orang itulah yang telah mendorong dan
menjerumuskan Sunggar Watang ke dalam dunianya sekarang."
"Jadi, apakah yang akan kita lakukan?"
Selagi Tak Lamba termangu-mangu, maka ia pun melihat sesuatu
yang mencurigakan. Hampir diluar sadarnya ia pun bergeser maju
semakin dekat dengan arena perkelahian itu.
Ternyata ketajaman mata Tapak Lamba tidak dapat dikelabuinya
lagi. Karena itu, maka ia pun kemudian berdesis, "Bukan saja kejam
dan bengis, tetapi agaknya mereka juga licik. Cepatlah, kita tidak
dapat berpangku tangan. Kita pun pembunuh yang lengkap. Dan
sekarang kita akan membunuh lagi. Tetapi membunuhlah dengan
cara yang baik." Sekilas Tapak Lamba termangu-mangu. Namun ia melihat lagi
wajah yang bengis dan licik itu berpaling kepada Nyai Buyut yang
lumpuh. Tatapan mata itulah yang seolah-olah menjadi aba-aba Tapak
Lamba. Ia pun kemudian meloncat semakin dekat.
Tepat pada saatnya, maka Tapak Lamba melihat salah seorang
dari para pengawal yang telah melawan Ki Buyut itu meloncat ke
arah Nyai Buyut yang lumpuh.
Nyai Buyut yang melihat loncatan itu memekik kecil. Tetapi Ki
Buyut yang sedang terlibat dalam perkelahian sengit itu pun tidak
dapat berbuat apa-apa, selain memaki-memaki.
1096 Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja pengawal yang telah
hampir mencapai Nyai Buyut itu terkejut. Terasa sebuah dorongan
yang keras sekali membenturnya, sehingga ia pun melangkah surut.
Dengan wajah yang merah padam ia berdiri tegak di atas kedua
kakinya yang renggang. Matanya seakan-akan menjadi merah
membara dan memancarkan kemarahan yang tiada taranya.
"Gila, kenapa kau turut campur?" teriaknya.
"Sebenarnya aku tidak ingin turut campur. Bertempurlah. Tetapi
karena kau licik, dan akan mempergunakan Nyai Buyut yang tidak
berdaya untuk kepentingan yang akan berakibat sangat buruk dan
mengerikan, maka aku tidak akan dapat tinggal diam."
"Kau adalah orang yang paling gila yang pernah aku jumpai.
Sebenarnya kau mendapat kesempatan untuk melarikan diri dari
halaman ini, dan kau akan selamat. Tetapi apakah kau tidak
menyadari, bahwa tindakanmu ini dapat memancing kematian,
bahkan dengan cara yang sangat mengerikan?"
"Jangan menakut-nakuti. Aku juga pembunuh seperti kau.
Demikian juga kawan-kawanku. Dengan demikian, maka kita akan
saling bertempur untuk memuaskan hati kita masing-masing. Siapakah
yang hari ini memperoleh kepuasan itu, membunuh dengan
cara yang telah kita pilih."
"Gila. Kau benar-benar orang gila."
"Kita sama-sama orang gila. Jangan berbicara lagi. Aku akan
berkelahi. Bagaimanapun juga aku tidak dapat melihat caramu yang
licik. Sebagai seorang pembunuh dan penjahat yang mempunyai
harga diri, aku menyesalkan tindakanmu yang dapat menodai nama
dan sikap jantan dari golongan kita. Golongan pembunuhpembunuh
gila yang haus darah dan sekedar membunuh sebagai
kesenangan." "Tetapi perempuan itu juga seorang yang paling kejam. Ialah
yang menentukan bagaimana caranya kita akan membunuh
seseorang." 1097 "Ia tidak akan berbuat demikian, jika kau tidak ada di
sampingnya. Kaulah yang mengajarinya dan kemudian dengan
perlahan-lahan memaksanya untuk melakukannya terus menerus."
"Bohong." "Jangan ingkar."
"Persetan, apa pedulimu."
"Jangan berbicara lagi. Kita akan berkelahi."
Lawanya benar-benar tidak berbicara lagi. Dengan serta merta ia
pun meloncat menyerang dengan garangnya.
Kini pertempuran itu pun menjadi semakin luas. Tetapi kehadiran
Tapak Lamba telah merubah segala-galanya. Ketiga pengawal yang
melawan Ki Buyut itu, kini mendapat lawan yang seimbang. Yang
seorang harus melawan Ki Buyut sendiri, yang seorang lagi melawan
Tapak Lamba dan yang seorang lagi harus melawan demikian
banyak orang. Ketiga kawan Tapak Lamba mulai menilai keadaan. Karena itu,
maka salah seorang dari mereka berkata, "Aku akan membantu
kakang Tapak Lamba. Dengan demikian perkelahian ini akan
semakin cepat berakhir. Kau berdua, kawanilah pengawal-pengawal
yang lain, yang agaknya tidak memiliki ilmu yang cukup untuk
melawan pengawal yang garang itu."
Demikianlah salah seorang kawan Tapak Lamba itu pun
mendekatinya. Beberapa saat ia termangu-mangu menilai
pertempuran yang sedang berlangsung itu.
Kemudian perlahan-lahan ia melangkah maju sambil berkata,
"Kakang Tapak Lamba. Biarlah aku ikut bersamamu menyelesaikan
perkelahian ini. Jika perkelahian ini segera berakhir, maka kita pun
segera terlepas dari lingkaran kegilaan di halaman rumah ini."
Tapak Lamba tidak segera menjawab. Tetapi ia kemudian
mendengar lawannya tertawa, "Cepat, masuklah ke dalam arena.
1098 Agaknya kami harus memperlakukan kalian dengan tindakan yang
paling khusus." Kawan Tapak Lamba itu ragu-ragu. Namun ia pun kemudian
segera meloncat, membantu Tapak Lamba melawan seorang
pengawal yang tidak lagi menurut perintah Ki Buyut itu.
Sejenak kemudian segera terasa, bahwa para pengawal itu mulai
terdesak. Bahkan kemudian hampir pasti, bahwa mereka akan
segera kehilangan kesempatan untuk hidup. Apalagi setelah dua
orang kawan Tapak Lamba yang lain ikut pula di dalam
pertempuran diantara pengawal-pengawal Tapak Lamba yang lain.
Dalam pada itu, Ki Buyut pun bertempur semakin gigih. Rasarasanya
ia pun akan berhasil mendesak lawannya. Namun sejalan
dengan kemenangan-kemenangan yang semakin membayang, Ki
Buyut dan isterinya justru menjadi semakin gelisah.
"Apakah pada saat terakhir aku akan mampu melawannya."
berkata Ki Buyut didalam hatinya.
Sebenarnyalah, bahwa ketika para pengawal itu sampai pada
puncak kesulitannya, maka tiba-tiba saja salah seorang dari mereka
pun segera berteriak nyaring. Suaranya melengking seakan-akan
akan memecahkan selaput telinga.
Ki Buyut mengerti isyarat itu. Tetapi ia belum pernah
menyaksikan dengan mata kepala sendiri, meskipun ia sudah berada
didalam satu rumah untuk waktu yang cukup lama dengan ketiga
orang itu. Sejenak kemudian, ketiga orang itu pun berloncatan. Mereka
segera bergabung menjadi satu dan berdiri saling beradu punggung.
Ki Buyut, Tapak Lamba dan kawan-kawannya serta para
pengawal yang lain menjadi termangu-mangu. Mereka justru
melangkah surut. "Kami tidak mempunyai cara lain kecuali dengan cara ini." geram
salah seorang dari mereka, "Kalian semuanya memang harus mati.
Mati dengan cara yang paling mengedihkan sekali."
1099 Sebelum seseorang sempat menjawab, maka terdengar salah
seorang dari pengawal itu menggeram. Tangannya bergerak
mendatar di depan dadanya, diikuti yang kedua orang yang lain.
Ki Buyut, Tapak Lamba dan orang-orang yang kemudian
mengepungnya, justru melangkah surut. Namun mereka pun segera
mempersiapkan diri mereka, menghadapi setiap kemungkinan yang
dapat terjadi. Ketiga orang itu ternyata sedang mempersiapkan ilmu mereka
yang paling tinggi. Dengan suara nyaring salah seorang dari mereka
berkata, "Ilmu ini adalah ilmu yang jarang sekali aku tunjukkan
kepada siapa pun. Sekarang, aku sudah siap untuk
mempergunakannya karena aku berhadapan dengan orang-orang
yang sangat licik." Ki Buyut tidak menjawab. Tapak Lamba pun mempersiapkan
dirinya sebaik-baiknya. Ia akan dapat menghadapi keadaan yang
tidak diduganya sama sekali.
Tetapi Tapak Lamba sudah terlanjur basah. Karena itu ia tidak
akan surut, meskipun banjir akan melandanya.
Sejenak kemudian ketiga orang itu mulai bergerak berputaran.
Salah seorang dari mereka masih berkata, "Ki Buyut. Aku masih
memberimu kesempatan. Jika kau berjanji untuk menuruti segala
perintahku, maka kau akan terlepas dari maut maut dan tetap
menjadi Buyut disini. Tetapi kau akan kehilangan isterimu dan hak
untuk memerintah lebih jauh daripada melakukan semua perintahku
dan petunjukmu meskipun atas namamu."
Ki Buyut menggeram. Tetapi ternyata ia pun seorang jantan.
Katanya, "Kalau kau ingin membunuh aku, lalukanlah. Aku bukan
tikus tanah yang licik."
"Persetan." geram salah seorang pengawal itu.
Tiba-tiba saja mereka pun kemudian bergerak dalam lingkaran.
Semakin lama semakin cepat. Namun kemudian, mereka mereka
1100 tidak hanya melingkar-lingkar saja, tetapi mereka mulai membuka
serangan. Demikianlah perkelahian itu terulang lagi. Justru menjadi semakin
dahsyat. Ketiga orang itu berlari berputaran seperti sebuah roda.
Sedangkan senjata-senjata mereka bagaikan gerigi-gerigi yang
tajam pada roda yang sedang berputar itu.
Dengan demikian maka baik Ki Buyut, maupun Tapak Lamba dan
kawan-kawannya tidak berani mendekat putaran itu. Sekali-sekali
mereka mencoba menyerang, tetapi ternyata lingkaran gerigi itu
sama sekali tidak dapat didekati, meskipun hanya dengan ujung
senjata. Setiap serangan yang diluncurkan, tentu menyentuh senjata
mereka pula. Apalagi rasa-rasanya putaran itu semakin lama lama
menjadi semakin cepat dan membingungkan.
"Gila." geram Tapak Lamba di dalam hatinya. "Ilmu apa lagi yang
sedang aku hadapi ini."
Ki Buyut pun menjadi bingung pula. Ia belum pernah melihat
ketiga pengawalnya itu berlaku demikian selama ia berada di
padukuhannya. Namun dengan demikian Ki Buyut pun menyadari, bahwa ketiga
pengawalnya itu kini sedang dalam puncak ilmu yang selama ini
disimpannya saja. "Agaknya selama mereka berada di padukuhan ini, mereka tidak
pernah mengalami kesulitan seperti sekarang, sehingga mereka
tidak pernah merasa perlu untuk mempergunakan ilmu yang
dahsyat ini." berkata Ki Buyut didalam hatinya.
Sementara itu, lingkaran yang berputar itu pun semakin lama
menjadi semakin melebar. Bahkan tiba-tiba saja lingkaran itu
bagaikan angin pusaran yang menyambar mangsanya, telah melihat
beberapa orang yang sedang mengepungnya.
1101 Serangan yang demikian itu benar-benar telah mengejutkan.
Beberapa orang sempat berloncatan mundur. Tetapi seorang yang
terlambat, tiba-tiba saja bagaikan ditelan oleh putaran itu.
Tidak seorang pun yang sempat melihat apa yang telah terjadi.
Tetapi ketika putaran itu bergeser maka yang mereka lihat adalah
sesosok mayat yang terbaring di tanah. Tubuhnya bagaikan
terkelupas oleh luka yang tidak terhitung jumlahnya.
"Gila." desis Tapak Lamba dan Ki Buyut hampir berbareng.
Meskipun mereka adalah pembunuh-pembunuh, tetapi rasa-rasanya
mereka menjadi ngeri melihat apa yang telah terjadi. Apalagi para
pengawal yang lain dan ketiga kawan Tapak Lamba.
"Kini aku benar-benar dihadapkan pada musuh yang tidak
tanggung-tanggung." berkata Tapak Lamba di dalam hatinya, "Baru
saja aku mengagumi Linggapati. Kini aku berhadapan dengan tiga
orang gila yang memiliki ilmu yang gila pula."
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun Tapak Lamba tidak akan lari. Menurut penilaiannya,
ketiga orang itu masih akan dapat ditembus dengan kekuatan
jasmaniah dan akal yang diperhitungkan masak-masak.
Karena itu, maka ia pun segera mengambil tempat di arah yang
berbeda dengan Ki Buyut, karena ia sadar, bahwa di antara mereka
yang mengepung ketiga pengawal itu, mereka berdualah yang
paling kuat. Sedang ketiga kawan Tapak Lamba pun menyebar di
seputar lingkaran bergerigi itu.
Dengan demikian, maka orang-orang yang mengepung ketiga
pengawal itu telah berhasil mengurangi keganasan ketiga orang
pengawal itu. Jika lingkaran itu mulai bergerak untuk melihat
lawannya disatu pihak, maka Tapak Lamba atau Ki Buyut lah yang
dengan cepat dan mengerahkan segenap kemampuan menyerang
dari arah mereka masing-masing.
"Orang gila." terdengar salah seorang dari ketiga pengawal itu
berteriak, "Pada suatu saat, maka kalian semuanya akan terkelupas
seperti mayat itu. Tetapi dengan cara yang lebih mengerikan lagi."
1102 "Persetan." geram Tapak Lamba yang tidak dapat menahan
kemarahannya lagi. Tetapi betapapun juga kemarahan mendesak
dadanya, namun ia tidak dapat mengelakkan kenyataan, bahwa
lawannya tidak akan dapat dikalahkannya dengan mudah. Bahkan
kemungkinan yang lain agaknya memang dapat terjadi.
Demikian perkelahian itu berlangsung dengan dahsyatnya. Arena
itu pun kemudian bergeser dari satu tempat ke tempat yang lain di
halaman dan di pendapa. Sementara Nyai Buyut menyaksikannya
dengan penuh kecemasan. Ia adalah perempuan yang dengan
wajah tanpa kesan menyaksikan pengawalnya itu membunuh dan
bahkan bertindak kejam dan bengis, sehingga akhirnya ia sendiri
telah terjerumus kedalam kesenangan yang berdarah itu. Namun
melihat kenyataan yang dihadapinya, dan yang mungkin akan
menyangkut dirinya sendiri, mulailah timbul ketakutan di dalam
hatinya. Sementara itu, yang bertempur masih juga bertemput. Sekali
lagi, Ki Buyut, Tapak Lamba dan kawan-kawannya harus
menyaksikan seorang pengawal telah menjadi mayat dengan tatu
arang keranjang, ketika ia tidak berhasil menghindari libatan
putaran ketiga pengawal yang ganas itu.
Setelah bertempur beberapa lama, ternyata putaran lingkaran itu
tidak menjadi semakin kendor. Rasa-rasanya semakin lama justru
menjadi semakin cepat. Tapak Lamba dan Ki Buyut merasa bahwa satu-satu korban akan
berjatuhan betapapun mereka berusaha untuk mencegahnya. Dan
korban yang terakhir dan sudah barang tentu yang paling
mengerikan adalah Ki Buyut dan Tapak Lamba yang tentu dianggap
sebagai sumber keonaran itu.
Namun mereka ternyata bukan berniat untuk lari dari arena.
Korban telah jatuh. Bahkan kemudian seorang lagi telah menjerit
dan hilang di dalam putaran itu untuk sesaat, sebelum orang itu
dilontarkan lagi dengan tubuh yang telah kehilangan bentuk.
1103 Dalam pada itu, selagi pertempuran itu menjadi semakin sengit,
diluar padukuhan, seorang anak muda sedang berkuda menuju
kepadukuhan itu. Nampaknya ia adalah orang asing yang telah
terdampar atau bahkan mungkin tersesat ke daerah yang hampir
tidak pernah dijamah oleh orang-orang dari luar lingkungan mereka.
"Betapa sepinya." desis anak muda itu. Demikian juga kesan
yang didapatkannya ketika ia sudah memasuki pedukuhan. Pintupintu
nampak tertutup dan hampir tidak seorang pun yang dapat
diajaknya berbicara. Sebenarnyalah orang-orang padukuhan itu menjadi ketakutan
ketika mereka mendengar bahwa telah terjadi perkelahian yang
dahsyat di rumah Ki Buyut. Sesuatu yang tidak pernah mereka
dengar dan terjadi sebelumnya.
Yang mereka ketahui sebelumnya adalah, bahwa ada beberapa
orang yang masuk ke rumah itu, dan tidak akan keluar lagi untuk
selama-lamanya. Tetapi mereka sendiri, penduduk padukuhan itu, tidak pernah
merasa terganggu oleh tingkah laku pemimpinnya dan para
pengawalnya. Bahkan mereka mengenal pemimpinnya sebagai
seorang yang baik dan sangat memperhatikan perkembangan
pedukuhannya. Tiba-tiba saja kini telah terjadi perkelahian diantara pemimpinnya
yang tinggal dirumah yang serasa asing itu.
Anak muda yang datang berkuda itu pun kemudian memasuki
regol padukuhan itu dengan hati yang berdebar-debar. Ia pun
kemudian menyusur jalan induk, sehingga akhirnya tanpa diketahuinya
sendiri, ia telah menuju kerumah Ki Buyut yang sedang
menjadi ajang perkelahian itu.
Beberapa langkah dari halaman itu, anak muda yang berkuda itu
telah mendengar suara yang mencurigakan. Ia mendengar sekalisekali
suara teriakan nyaring, dan kemudian Iamat-Iamat ia pun
mendengar dentang senjata beradu.
1104 "Perkelahian atau sekedar latihan?" desisnya.
Namun dengan demikian ia menjadi semakin tertarik untuk
mengetahui, apakah yang telah terjadi. Namun ia pun telah
menduga bahwa yang terjadi adalah suatu tindakan kekerasan,
karena ternyata seluruh penghuni padukuhan menjadi ketakutan
karenanya. Sesaat ketika ia memasuki gerbang, maka nampaklah olehnya
perkelahian yang sangat dahsyat. Dengan kening yang berkerut
merut ia melihat tiga orang yang bertempur dalam gerak lingkaran
yang sangat berbahaya bagi lawan-lawannya. Bahkan ia pun
kemudian melihat akibat dari keganasan cara bertempur yang
demikian itu atas beberapa orang yang tergolek di tanah bagaikan
terkelupas. "Ilmu hitam itu mulai nampak lagi." desisnya, "Sudah lama ilmu
itu lenyap. Tiba-tiba kini aku menyaksikan sekelompok orang
mempergunakan ilmu yang gila itu."
Dada anak muda itu pun menjadi berdebar-debar. Ia tidak tahu
siapakah yang sedang bertempur. Namun ilmu yang dilihatnya itu
benar-benar telah menarik perhatiannya.
Ia pun kemudian turun dari kudanya dan menambatkan kuda itu
pada sebatang pohon perdu. Selangkah demi selangkah ia
mendekati arena perkelahian itu dengan dada yang berdentangan.
Ki Buyut melihat kehadiran anak muda itu. Demikian juga
beberapa orang yang lain. Bahkan ketiga orang pengawalnya yang
bertempur sambil melingkar itu pun melihat pula kehadiran anak
muda itu. Tiba-tiba saja dalam ketegangan itu terdengar suara Ki Buyut,
"He, anak muda. Pergilah agar kau tidak terlibat dalam malapetaka
ini." Anak muda itu mengerutkan keningnya. Tetapi ia masih tetap
berdiri di tempatnya. "Pergilah." Tapak Lamba mengulang.
1105 Anak muda itu mengangguk-angguk. Ia mengerti kenapa kedua
orang itu berteriak kepadanya. Agaknya keduanya memang berada
pada pihak yang lemah. Dengan demikian, keduanya mengharap
agar tidak ada korban yang lain jatuh selain mereka yang sedang
bertempur itu sendiri. Tetapi anak muda itu tidak beranjak dari tempatnya. Bahkan ia
pun kemudian bertanya dengan suara lantang. "Apakah yang
sebenarnya telah terjadi" Kenapa kalian harus bertempur dengan
puncak ilmu masing-masing."
"Telah terjadi pengkhianatan disini." teriak salah seorang
pengawal Ki Buyut yang telah berdiri sebagai lawannya.
Anak muda itu memandang perkelahian itu dengan tegangnya.
Dan tiba-tiba saja ia bertanya, "Siapa yang berkhianat?"
"Orang itu." teriak pengawal yang telah melawan Ki Buyut itu.
"Bohong. Aku buyut dipadukuhan ini." teriak Ki Buyut.
"Tidak." Dan tiba-tiba saja terdengar suara seorang perempuan melengking,
"Ya. Ia adalah suamiku. Ki Buyut yang harus mempertahankan
haknya dari ketiga pengawalnya yang berkhianat."
"Persetan." teriak salah seorang pengawal itu, "Aku tidak peduli.
Tetapi semuanya akan segera mati dengan kulit terkelupas dan
daging tersayat-tersayat. Ayo anak muda, jika kau ingin mati juga,
masuklah ke dalam arena ini."
Anak muda itu menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia melihat dari
dekat, mayat yang terbaring dengan luka arang keranjang, ia pun
menjadi ngeri dan berkata di dalam hatinya, "Benar-benar ilmu
hitam yang paling jahat. Ilmu itu telah membunuh korbannya
dengan cara yang paling biadap. Sambil berlari berputaran, setiap
orang telah membenamkan senjatanya pada seseorang yang dapat
dilibat di dalam putaran itu."
1106 Anak muda itu terkejut ketika ia mendengar sekali lagi Ki Buyut
berkata, "Pergilah. Pergilah. Masih ada waktu bagimu. Larilah di atas
punggung kudamu sejauh-jauhnya dari neraka ini."
Anak muda itu justru mendekat sambil berkata, "Terima kasih Ki
Buyut. Tetapi aku masih ingin melihat beberapa lama lagi. Ilmu itu
agaknya sangat menarik. Seperti roda yang bergerigi sedang
berputar dengan dahsyatnya."
Ki Buyut masih akan memberikan penjelasan. Tetapi terpaksa
diurungkannya, karena lingkaran bergerigi itu hampir saja
melibatnya. Dan hampir saja ia terlempar seperti buah pisang yang
terkelupas. Untunglah ia sempat meloncat jauh-jauh surut. Sedang dari arah
lain, Tapak Lamba dan kawan-kawannya, dengan sengitnya menyerang
pula untuk membantu membebaskan Ki Buyut dari libatan
putaran itu. "Gila." teriak salah seorang pengawal itu, "Kaulah korban yang
kemudian, karena kau telah melepaskan Ki Buyut dari putaran ini."
Dada Tapak Lamba bergetar. Tetapi ia mencoba tertawa sambil
menjawab, "Aku sudah siap sejak pertempuran ini dimulai. Jangan
mengancam lagi, dan jangan mencoba menakut-nakuti aku seperti
menakut-nakuti anak-anak. Aku sudah dapat menilai kemampuan
ilmu roda bergerigimu. Dan aku sama sekali tidak menjadi kecut
karenanya." "Persetan." pengawal itu menggeram. Sementara putaran itu
memang bergeser mendekati Tapak Lamba. Namun Tapak lamba
tidak menunjukkan kecemasannya. Ia bertempur dengan gigihnya.
Sementara kawan-kawannya justru telah berhasil memungut
Senjata para pengawal Ki Buyut yang telah terbunuh, sehingga
dengan demikian mereka pun telah bersenjata pula untuk
menghadapi setiap kemungkinan.
Di dalam hati Ki Buyut merasa beruntung bahwa Tapak Lamba
dan kawan-kawannya, telah hadir di rumahnya, karena ternyata
1107 kemampuan Tapak Lamba dapat membantunya setidak-tidaknya
memperlambat saat-saat kematiannya.
Anak muda yang memperhatikan pertempuran itu pun bergeser
justru semakin dekat. Dahinya yang berkerut merut membayangkan
hatinya yang bimbang. "Agaknya padukuhan inilah yang disebut bayangan hantu oleh
sebagian besar orang-orang di sekitar hutan di luar padukuhan ini."
berkata anak muda itu di dalam hatinya, "Menurut pendengaranku,
ada daerah yang tidak dikenal, yang sama sekali tidak dapat
disebutkan bentuknya, karena setiap orang yang memasuki daerah
itu tidak akan pernah kembali, sehingga daerah yang gelap itu
disebut daerah bayangan hantu." ia mengangguk-angguk. Namun
kemudian pertanyaan yang lain tumbuh di hatinya. "Tetapi kenapa
justru Ki Buyut yang kini menjadi sasaran usaha pembunuhan ini."
Anak muda itu menarik nafas. Agaknya ia menjadi bertambah
bingung. "Cepat." Ki Buyut yang sudah agak bebas dari pusaran itu
mencoba memperingatkannya sekali lagi, "Pergilah dan neraka ini."
"Maaf Ki Buyut." jawab anak muda itu, "Secara kebetulan aku
sampai di padukuhan yang nampaknya tenang dan damai ini.
Sebenarnya aku sedang dalam perjalanan mencari daerah yang
disebut daerah bayangan hantu. Ketika aku memasuki daerah ini,
aku merasakan betapa tenang dan damainya padukuhan ini. Tetapi
ternyata aku menemukan kalian sedang bertempur."
Anak muda itu masih akan berbicara lagi, tetapi suaranya
terhenti karena ia melihat suasana yang sangat gawat bagi Ki Buyut.
Untunglah, bahwa masih ada kesempatan baginya untuk menolong
dirinya sendiri. Ki Buyut tidak sempat menjawab. Ia harus memeras
kemampuannya meskipun ia merasa bahwa kesempatan baginya
menjadi semakin sempit. Tapak Lamba pun merasa, bahwa tidak lama lagi pertempuran ini
akan selesai. Ki Buyut dan pengawalnya, dirinya sendiri dan ketiga
1108 kawannya, tentu akan menjadi mayat. Bahkan mungkin dengan cara
yang paling mengerikan. Namun ketika terpandang olehnya Nyi Buyut yang lumpuh,
hatinya tergetar. Apakah yang akan terjadi atas perempuan yang
cacat itu. Sementara itu, anak muda itu masih berkata, "Ketika aku
menembus hutan di sekitar padukuhan ini, aku membayangkan
akan memasuki sarang segerombolan penjahat yang mengerikan.
Namun agaknya yang aku jumpai sekarang sangat membingungkan
aku." "Pergilah." teriak Ki Buyut, "Yang disebut daerah bayangan
hantu adalah pedukuhan ini."
"Mana mungkin." jawab anak muda itu.
Ki Buyut tidak menjawab, karena ia harus berusaha menolong
Tapak Lamba yang mendapat serangan beruntun dari putaran
bergerigi itu. Sesaat Tapak Lamba dapat membebaskan dirinya. Tetapi
serangan yang berikut pun segera datang. Beruntun, bagaikan
angin pusaran yang membadai. Semakin lama Tapak Lamba
semakin berdiri di tepi halaman, sehingga akhirnya ia pun tersudut
pada dinding batu. "Satu-satunya jalan adalah meloncat naik." desisnya. "Namun
aku tidak boleh meninggalkan kawan-kawanku."
Dalam kesulitan yang hampir tidak teratasi, maka Tapak Lamba
pun masih sempat menunjukkan kelebihannya. Selagi Ki Buyut
berusaha menolongnya, ia telah meloncat naik ke atas dinding batu
yang tinggi. "Gila, licik." teriak salah seorang pengawal, "Tetapi jangan
mencoba untuk lari."
"Lingkaranmu tidak akan mampu berputar di atas dinding ini."
teriak Tapak Lamba. 1109 Tetapi ternyata ia telah menyaksikan sesuatu yang hampir tidak
masuk diakalnya. Benar-benar suatu pameran ilmu yang
membingungkannya.
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata Tapak Lamba yang berada diatas dinding itu seolaholah
justru telah masuk ke dalam perangkap atas kehendaknya
sendiri. Hampir diluar kemampuan berpikirnya, maka ketiga orang
itu dengan serta merta telah mengurungnya dalam satu putaran.
Benar-benar mereka bertempur dengan setengah putaran di dalam
dan setengah putaran di luar dinding. Setiap kali, masing-masing
meloncat naik dan kemudian turun lagi mengelilingi Tapak Lamba
yang ada di atas dinding.
"Gila." Tapak Lamba berteriak.
"Memang agak sukar." desis salah seorang dari ketiga orang
yang melingkarinya itu, "Tetapi sebentar lagi kau akan menjadi
mayat seperti orang-orang yang terdahulu."
Tapak Lamba menjadi berdebar-debar. Tetapi ia tidak akan
menyesal bahwa ia telah terlibat dalam kesulitan itu. Karena itu,
maka ia pun memusatkan segenap kemampuannya untuk melawan
putaran itu. Apalagi ia yakin bahwa kawan-kawannya dan Ki Buyut
tentu tidak akan tinggal diam.
Sebenarnyalah bahwa Ki Buyut telah mencoba untuk
membantunya. Demikian juga ketiga kawan Tapak Lamba dan sisa
pengawal-pengawal yang lain. Mereka serentak menyerang dengan
segenap kemampuan yang ada pada mereka.
Tetapi usaha mereka tidak banyak berhasil. Putaran itu tetap
merupakan putaran yang berbahaya yang semakin lama menjadi
semakin sempit. Tapak Lamba benar-benar sudah terkurung. Ia tidak akan
mampu lagi melepaskan diri dari putaran itu, sehingga ia pun telah
benar-benar pasrah terhadap maut yang akan segera memeluknya.
Namun demikian agaknya ia telah memilih untuk mati dengan
pedang di tangannya. 1110 Dalam pada itu, setelah beberapa lamanya putaran itu menjadi
semakin sempit, maka jarak putaran itu sudah tidak lebih besar lagi
dari jangkauan pedang. Karena Tapak Lamba berdiri di atas dinding,
maka agaknya memang agak lebih sulit bagi ketiga lawannya untuk
segera dapat membunuhnya.
Namun kematian itu kini sudah membayang. Serangan-serangan
Ki Buyut dan pembantu-pembantunya tidak banyak berarti dan tidak
akan banyak menunda kematian Tapak Lamba.
"Orang yang paling penting dari kalian akan mati." teriak salah
seorang dari ketiga lawan Tapak Lamba, "Tetapi adalah sangat
sayang bagi kami, jika ia akan mati seperti orang-orang yang
terdahulu. Ia akan mati dalam keadaan yang lain, sehingga karena
itu, kami hanya akan sekedar melukai dan melumpuhkan kaki dan
tangannya, sebelum kami sampai pada acara yang sesungguhnya
untuk membunuhnya." Teriakan itu benar-benar telah mendebarkan setiap dada. Bahkan
rasa-rasanya darah kawan-kawan Tapak Lamba sudah terhenti mengalir.
Mereka sadar, bahwa Tapak Lamba adalah salah satu dari
mereka yang menjadi puncak sasaran ketiga orang pengawal itu
disamping Ki Buyut sendiri.
Namun dalam pada itu, selagi setiap orang sudah mulai disentuh
oleh perasaan putus asa, tiba-tiba saja terdengar anak muda yang
memperhatikan perkelahian itu berteriak nyaring, "Menepilah. Aku
akan mencoba mengurai putaran itu."
Semua orang terkejut mendengar teriakan itu. Namun dengan
gerak naluriah, Ki Buyut meloncat surut diikuti oleh beberapa orang
pengawalnya dan ketiga kawan Tapak Lamba.
Namun dalam pada itu, terdengar jawaban dari salah seorang
pengawal yang sedang berusaha melumpuhkan Tapak Lamba itu,
"He, jangan ikut campur, supaya nasibmu tidak menjadi terlampau
buruk seperti orang ini. Turutlah nasehat Ki Buyut. Pergilah, aku
akan mengampuni kesalahanmu."
1111 "Jika aku pergi, maka rahasia daerah bayangan hantu ini akan
terbuka. Apakah kau tidak berniat untuk membunuhku sama
sekali?" "Gila. Akan datang giliran itu."
"Jangan ribut. Kalian sudah mendengar bahwa aku akan
mengurai ilmu setanmu itu. Ilmu hitam yang sudah lama seakanakan
lenyap. Namun agaknya kini aku harus menjumpainya disini."
"Gila. Siapa kau?" teriak salah seorang pengawal itu.
Anak muda itu tidak menjawab. Selangkah demi selangkah ia
bergerak maju sambil berkata, "Ki Sanak. Cobalah bertahan sejauhjauh
dapat kau lakukan. Aku akan mencoba membantumu jika aku
berhasil." Tapak Lamba tidak menjawab. Ia memang sedang memusatkan
segenap kemampuannya untuk menangkis setiap senjata yang tibatiba
saja seakan-akan mematuknya dari segenap arah.
Dalam pada itu, anak muda itu termenung sejenak. Nampak
wajahnya yang tampan itu menjadi tegang. Sepercik bayangan
kemerahan seolah-olah melintas pada wajah itu. Kemudian hampir
setiap orang mencoba menggosok mata mereka, karena mereka
tidak yakin apa yang mereka lihat.
Seolah-olah dari ubun-ubun anak muda itu nampak asap yang
membubung naik kelangit. Asap yang berwarna kuning kebiruan.
Tetapi hanya samar-samar. Hanya samar-samar saja, di antara ada
dan tidak ada. Tetapi ternyata bahwa hampir setiap orang dapat melihatnya
betapapun samar-samar dan meragukan.
Sekejap kemudian, anak muda itu terdengar menggeram.
Kemudian dengan langkah yang tetap ia melangkah maju mendekati
putaran yang sudah semakin sempit, sehingga jiwa Tapak Lamba
sebenarnya sudah berada di ujung rambutnya.
1112 Tapak Lamba sendiri sebenarnya sudah tidak berpengharapan
lagi untuk dapat hidup. Serangan ketiga lawannya benar-benar tidak
terlawan lagi baginya. Namun naluri keprajuritannya masih
memaksanya untuk melawan dengan segenap kemampuannya. Ia
memang tidak mau menyerah begitu saja untuk dikelupas kulitnya.
Dalam puncak kesulitannya, maka Tapak Lamba masih
menggerakkan senjatanya untuk menangkis serangan lawannya.
Namun pada saat senjatanya membentur senjata lawannya, maka
ternyata ujung senjata yang lain telah menyentuh kulitnya.
Meskipun sentuhan itu masih belum berhasil menyobek kulitnya,
namun rasa-rasanya luka yang kecil itu akan segera disusul dengan
sayatan pada tubuhnya. Tetapi pada saat itu, tiba-tiba saja ia merasakan suatu perubahan
pada putaran yang mengitarinya. Terasa sesuatu bergetar di
sekitarnya. Seolah-olah diluar kemampuan pandangan matanya, ia
melihat sesuatu yang lain dalam lingkaran roda bergerigi yang
mengepungnya. Baru sejenak kemudian ia mengerti apa yang sedang
dihadapinya. Ternyata ia melihat sebuah putaran yang lain diluar
ketiga orang yang melibatnya. Anak muda yang datang berkuda itu
telah melakukan sesuatu yang lebih mengherankan lagi. Dengan
kemampuan yang tidak dapat dijajaginya, anak muda itu menyerang
ketiga orang pengawal itu dengan cara yang asing pula. Ia
mengikuti putaran lawannya secepat putaran itu sendiri, sehingga
dengan demikian serangannya tertuju langsung kepada seseorang
saja di antara mereka. Namun serangan yang demikian itu tidak dibiarkan begitu saja
oleh ketiga orang itu. Karena serangan anak muda itu agaknya
memang berbahaya bagi salah seorang dari mereka, maka
ketiganya terpaksa mengurangi tekanannya kepada Tapak Lamba.
Bahkan kemudian mereka bergeser dan memusatkan perhatian
mereka kepada anak muda itu.
Tapak Lamba menarik nafas dalam-dalam ketika ia melihat
lingkaran itu kemudian justru bergeser menjauhinya dan meTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1113 ninggalkan dinding halmaan itu. Sejenak kemudian maka putaran
seperti angin pusaran itu pun telah berada di halaman.
Beberapa orang yang ada di halaman itu terheran-heran melihat
apa yang telah terjadi. Anak muda itu masih berada diantara
putaran yang mulai tegranggu itu. Tetapi ia tidak sekedar berdiri
dan melihat tiga orang lawannya yang berlari berputaran. Tetapi ia
sendiri ikut berputar sambil menyerang tiada hentinya.
Ternyata gerakan anak muda itu lebih cepat dari setiap orang di
dalam putaran itu, sehingga lambat laun, ia telah berhasil
memecahkan pusaran yang telah berhasil melibat beberapa orang
dan mengelupas mereka seperti pisang.
Ki Buyut, Tapak Lamba dan beberapa orang yang lain menjadi
terheran-heran. Mereka, beberapa orang yang telah bertempur
bersama-sama, seakan-akan tidak kuasa sama sekali melawan tiga
orang itu Tetapi, anak muda yang hanya seorang itu ternyata
mampu memecahkan pusaran maut itu.
Tetapi bukan berarti bahwa pertempuran itu telah berakhir.
Meskipun kemudian pusaran itu menjadi semakin lambat dan
berhenti sama sekali, tetapi pertempuran itu masih berlangsung
terus. Sambil mengumpat tidak habis-habisnya, ketiga orang itu telah
mengambil cara lain untuk menghadapi anak muda yang tidak
dikenalnya itu. "Jangan kau kira bahwa usahamu sudah berhasil sepenuhnya."
teriak salah seorang dari ketiga orang lawannya itu.
"Ya, aku sadar." sahut anak muda itu.
"Kami akan mengambil cara lain untuk menangkap dan
membantaimu." "Aku pun akan mempergunakan cara lain untuk menyelamatkan
diriku sendiri." "Persetan." salah seorang dari ketiga lawannya itu menggeram.
1114 Sejenak kemudian maka ketiga lawan anak muda itu pun telah
mengambil sikapnya masing-masing. Mereka kini mengepung anak
muda itu tidak dalam satu gerak berputar. Tetapi mereka telah
menyiapkan serangan bersama dari tiga arah.
Tetapi anak muda itu agaknya sudah bersiaga untuk menghadapi
segala kemungkinan. Sejenak kemudian, seperti yang diduganya, maka serangan itu
pun datang dari ketiga arah yang berbeda. Ternyata anak muda itu
masih sempat mengelakkan diri dengan menembus salah satu
dinding pengepungannya. Kemampuannya masih berada di atas
kemampuan setiap orang dari ketiga pengawal itu, sehingga ketika
ia menghentakkan senjatanya, maka ia telah berhasil memecahkan
kepungan itu, dan dengan serta merta meloncat keluar dari
kepungan. Ternyata lawannya tidak membiarkannya. Namun ketika mereka
mencoba memburunya, anak muda itu sudah bersikap dan
menghadap kepada lawan-lawannya dengan senjatanya terjulur
lurus ke depan. "Gila." desis salah seorang dari mereka. Namun sebenarnyalah
anak muda itu membuat jantung mereka menjadi berdebar-debar.
Dalam pada itu, maka baik Ki Buyut maupun Tapak Lamba
melihat pertempuran itu berlangsung dalam benturan yang
nampaknya wajar. Karena itulah, maka mereka mulai berpikir,
apakah mereka akan membiarkan saja anak muda itu bertempur
seorang diri. Tetapi mereka pun tidak dapat menutup mata atas kenyataan
yang telah mereka hadapi. Ketiga orang itu tidak dapat mereka
lawan meskipun jumlah mereka jauh lebih banyak.
Dalam pada itu, anak muda yang telah siap menghadapi
kemungkinan itu pun ternyata melihat bahwa orang-orang yang ada
di sekitarnya agaknya ingin membantunya, sehingga karena itu ia
berkata, "Jika kalian tidak ingin berpangku tangan, baiklah. Tetapi
1115 hati-hatilah menghadapi iblis dengan ilmu hitamnya ini. Ia dapat
berbuat apa saja yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain."
Ki Buyut, Tapak Lamba dan orang-orangnya pun menjadi raguragu.
Namun kemudian Tapak Lamba berkata, "Terima kasih anak
muda. Kau sudah menyelamatkan hidupku. Kau sudah berhasil
memecahkan lingkaran iblis yang hampir saja mengupas kulitku.
Karena itu, hidup matiku kini tidak lagi menjadi persoalan bagiku."
"Tidak." sahut anak muda itu, "Hidup matimu tetap menjadi
persoalan bagimu, meskipun bukan kau sendirilah yang harus
menentukan." Tapak Lamba tidak menjawab lagi. Namun ketika ia maju
setapak, maka terdengar salah seorang dari ketiga pengawal itu
berkata, "Kemarilah, aku senang melihat kau mendekat."
Tapak Lamba tertegun. Tetapi anak muda itu berkata, "Aku
sekarang ada di antara kalian. Aku tidak tahu, apakah kehadiranku
ini akan banyak berarti. Tetapi setidak-tidaknya jumlah kalian sudah
bertambah satu. Dan satu bagi keseimbangan yg mantap, akan
besar pengaruhnya." "Gila." teriak pengawal itu, "Tidak ada yang berarti disini."
"Dengarlah." berkata anak itu, "Semakin banyak ia berbicara dan
berbangga diri, itu berarti bahwa mereka semakin menyadari
kelemahan mereka." Salah seorang dari pengawal itu tidak dapat menahan hati.
Dengan serta merta ia menyerang. Demikian dahsyatnya sehingga
anak muda itu harus meloncat surut.
Tetapi dengan tenangnya ia berhasil mengelak. Dan bahkan ia
pun mulai membuka serangan sambil berkata, "Marilah kita segera
mulai. Jika kalian ingin ikut dalam permainan ini, ambillah satu saja
dari ketiga iblis itu. Biarlah yang dua orang mencoba bertempur
berpasangan melawan aku. Mungkin aku akan mendapatkan banyak
pengalaman dari mereka."
1116 Ketiga lawan mereka tidak menjawab. Tetapi mereka mempunyai
perhitungan tersendiri. Ternyata hanya seorang saja diantara
mereka yang bertempur melawan anak muda itu, sedangkan dua
orang yang lain, telah siap menghadapi Ki Buyut dengan orangorangnya
dan Tapak Lamba dengan ketiga orang kawan-kawannya.
Sejenak kemudian, menyalalah perkelahian di tiga lingkaran yang
berpencaran di halaman itu. Namun ternyata perkelahian itu
mempunyai keseimbangan yang berbeda-beda. Ki Buyut dan
pengawalnya, segera mengalami kesulitan menghadapi seorang
Dewa Sinting 1 Song For Unbroken Soul Karya Nureesh Vhalega Pendekar Muka Buruk 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama