Autumn In Paris Karya Ilana Tan Bagian 2
Siapa" Sebastien bertanya pada Tara tanpa suara. Pasit orang yang kenal dengannya juga,
karena Tara menyebut-nyebut namanya. Tara memberi isyarat dengan tangannya supaya
Sebastien menunggu sebentar.
Tidak apa-apa. Aku sudah tahu dari Sebastien... Ya, katanya kau punya janji makan siang
dengan seseorang, lanjut gadis itu di telepon. Dengan siapa"... Oh, baiklah. Nanti saja baru
kauceritakan padaku. Alis Sebastien terangkat. Lho..."
Tara diam sejenak sambil mengangguk-angguk, lalu berkata, Sibuk sampai malam"... Mm,
aku masih harus siaran nanti... Oke. Sampai nanti.
Sebastien menunggu sampai Tara mematikan ponsel, lalu bertanya, Siapa yang menelepon
tadi" Tatsuya, jawab gadis itu polos.
Tatsuya" ulang Sebastien. Ia nyaris tidak percaya pada pendengarannya. Apa maksudnya
ini" Ia semakin bingung. Bagaimana Tatsuya bisa meneleponmu" Maksudku, bukankah kalian
baru bertemu sekali"
Tara mengerjapkan matanya, lalu seakan baru menyadari sesuatu, ia bergumam, Aaah...
Benar juga. Aku lupa memberitahumu.
Apa" Tara tersenyum lebar. Sebenarnya kami sudah sering bertemu. Kau benar, Sebastien. Dia
memang oran gyang baik dan sangat menyenangkan.
Sebastien mengangkat tangannya, meminta Tara bercerita lebih pelan. Aku sudah
ketinggalan banyak. Coba ceritakan dari awal.
Tara pun menceritakan semuanya. Setelah selesai ia mengerutkan kening. Tapi ngomong-ngomong, Tatsuya belum memberitahumu soal ini"
Sebastien menggeleng. Di kantor sibuk sekali, jadi kami jarang sekali bertemu, sahutnya.
Kalaupun bertemu, kami hanya sempat membicarakan masalah pekerjaan. Tidak ada waktu
banyak untuk mengobrol. Setiap hari di kantor dia bekerja seperti mesin.
Tara mengerjapkan mata. Oh"
Pelayan datang lagi dan membawakan pesanan mereka. Mereka berdua terdiam sejenak, lalu
Sebastien membuka mulut. Ngomong-ngomong, kau tidak marah padaku"
Tara mengangkat wajah dan menatap Sebastien dengan pandangan bertanya.
Hari itu acara makan siang kita batal.
Oh... itu, gumam Tara. Ia mendesis pelan dan mengangguk-angguk. Sewaktu kau
meninggalkanku demi si orang-orangan saw... maksudku, pacarmu itu"
Dia bukan pacarku, Sebastien membela diri. Setidaknya, belum bisa dibilang pacar.
Terserahlah. Lalu, kau tidak marah" tanya Sebastien lagi.
Tara meletakkan garpunya dan menatap Sebastien dengan tatapan tidak sabar. Tentu saja
aku marah, katanya jengkel. Siapa yang tidak marah kalau ditinggalkan begitu saja padahal kau
yang lebih dulu mengajakku makan siang. Lalu sikapnya melunak. Tapi setelah itu Tatsuya
mengajakku makan malam. Kau tahu makanan selalu membuatku terhibur. Dia memasak udon
dan mengundangku makan di tempatnya. Ternyata dia pintar sekali memasak. Sayang sekali
waktu itu kau tidak bisa ikut. Makan malamnya sangat menyenangkan.
Sebastien membetulkan letak kacamatanya dengan kening berkerut. Sebenarnya apa yang
sedang terjadi antara dua orang itu" Walaupun Tara tidak mengatakan apa-apa, kenapa Sebastien
merasa sepertinya gadis itu menyukai Tatsuya"
* * * Akhirnya Tatsuya berhadapan dengannya.
Jean-Daniel Lemercier yang saat ini duduk di hadapannya adalah seorang pria berusia sekitar
lima puluhan yang tampan, tinggi, dan berambut cokelat. Matanya bersinar cerdas.
Penam pilannya rapi dan terawat.
Jadi Sanae sudah meninggal dunia" gumam pria yang lebih tua itu sambil menyesap
kopinya dengan perlahan. Suara dan sinar matanya mengandung penyesalan.
Tatsuya mengangguk tanpa menyahut.
Mereka berdua berada di restoran mewah di sebuah hotel berbintang. Mereka sepakat
bertemu di sana pada jam makan siang. Ketika Tatsuya tiba di sana, Jean-Daniel Lemercier sudah
datang lebih dulu dan menunggunya. Pria itu langsung bertanya mengenai ibunya dan Tatsuya
mengatakan ibunya sudah meninggal dunia.
Tepatnya kapan" tanya Jean-Daniel Lemercier tanpa menatap Tatsuya. Kelihatannya pria
itu agak terguncang dengan kabar itu.
Tatsuya menyahut datar, Setahun yang lalu.
Pria yang duduk di hadapannya itu mengangguk muram, dan bertanya lagi, Dia tidak
menderita, bukan" Tatsuya terdiam beberapa detik. Tidak.
Selama beberapa saat tidak ada yang berbicara, lalu Jean-Daniel Lemercier memecah
keheningan. Aku turut menyesal, katanya tulus. Apakah ada yang bisa kulakukan untuk
membantu" Tatsuya mengeluarkan sepucuk surat dari saku dalam jasnya dan meletakkannya di meja, di
depan pria itu. Ia segera menarik kembali tangannya ketika menyadari tangannya sedikit gemetar.
Jean-Daniel Lemercier menatap surat yang disodorkan, lalu beralih menatap Tatsuya. Apa
ini" tanyanya bingung.
Ini surat yang ditulis ibuku sebelum Beliau meninggal dunia, jawab Tatsuya. Ia mengangkat
wajah dan memandang Jean-Daniel Lemercier yang sudah memegang surat itu.
Tapi surat ini ditujukan untukmu, kata pria itu begitu melihat nama yang tertulis di amplop.
Tatsuya mengangguk. Memang benar. Tapi saya ingin Anda membacanya, Monsieur. Ibu
juga ingin Anda membacanya, karena Beliau menulisnya dalam bahasa Prancis.
Jean-Daniel Lemercier menurut dan mulai membaca. Kemudian raut wajahnya berubah dan
keningnya berkerut. Ia menatap Tatsuya dengan pandangan bertanya.
Tatsuya merasa ada yang menyumbat tenggorokannya. Ia semakin gugup. Telapak tangannya
terasa lembap. Inilah yang selalu dikhawatirkannya. Saat ini. Ketika rahasia mulai terbongkar. Ia
bahkan sudah mempersiapkan diri dengan berbagai reaksi yang akan diterimanya.
Ibu tidak pernah berkata apa pun ketika masih hidup. Seperti yang Anda baca di surat itu,
Ibu berharap saya bisa bertemu dengan Anda, kata-katanya semakin berat, karena ternyata
Anda adalah ayah kandung saya.
Jean-Daniel Lemercier menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan tetap menatap
surat di tangannya. Wajahnya pucat.
Selama beberapa saat, tidak ada yang bersuara, sibuk dengan pikiran masing-masing. Tatsuya
bisa mendengar debar jantungnya sendiri. Ia bertanya-tanya apa yang dipikirkan pria yang duduk
di hadapannya itu. Pria itu menatap lekat-lekat surat yang dipegangnya. Sebelah tangannya
bertopang pada lengan kursi dan mengusap-usap pelipisnya.
Tatsuya bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana perasaan Jean-Daniel Lemercier" Apakah ia
marah" Sedih" Bingung" Kaget"
Tatsuya menarik napas. Dalam suratnya Ibu berkata kalau kalian sempat menjalin
hubungan. Saya tidak tahu kenapa Anda meninggalkan Ibu ketika Ibu sedang hamil....
Aku tidak tahu... ibumu hamil, sela Jean-Daniel Lemercier. Ia menatap Tatsuya lurus-lurus.
Sinar matanya hangat dan bersungguh-sungguh.
Tatsuya menatap mata itu dan tidak menemukan kemarahan di sana. Tidak ada. Ia mendapati
dirinya memercayai pria itu.
Pria yang lebih tua itu melanjutkan, Aku sama sekali tidak tahu. Kalau aku tahu... aku...
Tatsuya memaksakan seulas senyum. Saya tidak menyalahkan Anda, Monsieur.
Bagaimanapun juga Ibu akhirnya menikah dengan Kenichi Fujisawa, ayah saya. Ayah saya orang
yang sangat baik. Tidak pintar, tidak kaya, tapi sangat baik. Ayah menerima Ibu apa adanya dan
selalu menganggap saya anak kandungnya sendiri. Tidak ada yang harus disesalkan.
Jean-Daniel Lemercier masih shock. Ia tidak bisa berkata apa-apa.
Tatsuya melanjutkan. Saya harap Anda tidak salah paham dengan tujuan saya menemui
Anda. Saya tidak kekurangan apa pun, jadi saya tidak ingin meminta apa pun dari Anda. Saya
hanya sekadar menuruti permintaan almarhumah ibu saya. Ibu saya ingin agar say
a dan ayah kandung saya saling mengenal. Dan sekarang kita... sudah berkenalan, Monsieur.
Pria yang lebih tua itu menarik napas berat, lalu bertanya, Apakah kau marah pada ibumu
karena tidak memberitahumu lebih awal"
Tatsuya menunduk. Ia tidak mengira pria itu akan menanyakan hal itu, karena itu ia tidak bisa
menjawab. Sebenarnya ya, ia sempat merasa marah. Marah karena dibohongi begitu lama, tapi
sekarang... Aku harap kau tidak marah kepada ibumu. Tatsuya mendengar suara rendah pria itu. Aku
yakin kau tahu ibumu sungguh tidak bermaksud menyakitimu.
Tatsuya menatap wajah pria yang ternyata adalah ayah kandungnya. Ia sama sekali tidak
menduga akan mendapat reaksi seperti ini dari Jean-Daniel Lemercier. Tadinya ia mengira pria itu
akan membantah, menolak semua penjelasan, tidak bersedia mengakui apa pun, dan menuntut
bukti. Kalaupun pria itu menolak percaya, Tatsuya tidak peduli. Ia tidak berusaha mendapat
pengakuan. Ia hanya ingin bertemu dengan ayah kandungnya, seperti yang diinginkan ibunya.
Tapi pria di hadapannya sekarang ini begitu berbeda. Ia merasa lega.
Apakah Anda sendiri marah pada Ibu karena tidak mengatakan apa pun tentang
kehamilannya" Tatsuya mendengar dirinya sendiri bertanya.
Jean-Daniel Lemercier berpikir sejenak. Marah bukan kata yang tepat, sahutnya pelan.
Aku hanya heran. Tapi mungkin karena kami putus hubungan dan aku pergi dari Jepang, dia
berpikir aku tidak akan peduli padanya lagi.
Anda sudah berkeluarga, Monsieur" tanya Tatsuya lagi. Tiba-tiba saja ia ingin lebih
mengenal ayah kandungnya.
Jean-Daniel Lemercier tersenyum lemah. Aku pernah menikah. Itu terjadi beberapa tahun
setelah aku meninggalkan Jepang dan kembali ke Paris, sahutnya. Aku punya seorang anak
perempuan. Namanya Victoria. Mungkin lain kali akan kukenalkan kau kepadanya.
Tatsuya memaksakan seulas senyum. Ia tidak yakin sudah siap berkenalan dengan anggota
keluarga Lemercier yang lain. Tidak perlu terburu-buru, Monsieur. Kita baru saja berkenalan
hari ini. Ayah kandungnya mengangguk kecil. Kau benar, katanya. Pelan-pelan saja. Kita punya
banyak waktu. Aku berharap kita bisa saling mengenal sedikit demi sedikit.
Tatsuya menunduk dan menarik napas pelan. Awal yang baik, pikirnya. Tidak seperti yang
ditakutkannya selama ini. Jean-Daniel Lemercier memang sangat terkejut dan kebingungan, tapi
pria itu bisa mengatasinya dengan baik. Syukurlah...
Tatsuya" Tatsuya mengangkat kepalanya dan melihat Jean-Daniel Lemercier sedang memandangnya
dengan mata yang bersinar ramah.
Aku senang kau datang mencariku, katanya sungguh-sungguh.
Sembilan TATSUYA keluar dari restoran dan mengembuskan napas panjang. Selesai! Mimpi buruknya
berakhir sudah. Beban yang selama ini mengimpit dadanya terangkat sudah. Kalau dipikir-pikir,
dulu ia bertindak bodoh. Kenapa ia harus menunggu selama itu untuk bertemu dengan ayah
kandungnya sendiri" Kenapa"
Tentu saja karena ia takut. Saat itu ia takut ayah kandungnya akan menolak percaya dan takut
situasinya malah semakin parah. Ia juga akan frustrasi. Walaupun ia mengatakan pada dirinya
sendiri bahwa ia tidak butuh pengakuan, tapi bagaimana jadinya bila kau tahu orang itu adalah
ayah kandungmu dan dia menolakmu" Siapa pun tidak suka ditolak, terlebih oleh orangtua
kandung sendiri. Namun terbukti ketakutannya tidak beralasan sama sekali karena Jean-Daniel Lemercier
sangat berbeda dari apa yang dia bayangkan sebelumnya. Tatsuya senang akhirnya mereka
berhasil melalui saat-saat sulit itu.
Tiba-tiba saja Paris terlihat jauh lebih indah. Daun-daun yang berguguran tidak lagi terasa
tragis baginya. Tatsuya menghirup udara dalam-dalam, seakan ingin menghilangkan sisa masalah
yang mengganjal di dada. Di saat-saat seperti ini orang pertama yang muncul dalam pikirannya
adalah gadis yang seperti obat penenang baginya. Tara Dupont.
Ia mengeluarkan ponselnya, menekan beberapa tombol, dan menmpelkan benda itu ke
telinga. Ia menunggu sebentar. Begitu terdengar suara di ujung sana, senyumnya otomatis
mengembang. Tara-chan, kau punya waktu"... Sebentar saja... Ya, sekarang... Aku ingin bertemu
denganmu. * * * Ayah kandungmu" Mata Tara terbelalak. Ia mengibaskan-ngibaskan tangan, lalu bertanya sekali
lagi, Kau tadi bilang, ayah kandungmu"
Mm-hmm, sahut Tatsuya santai.
Mereka berdua duduk di bangku panjang di pinggir jalan, di bawah pohon-pohon yang
daunnya berwarna cokelat, tidak jauh dari stasiun radio tempat Tara bekerja. Tatsuya baru saja
menceritakan tentang pertemuannya dengan cinta pertama ibunya yang juga adalah ayah
kandungnya. Tara terpana, kaget dengan berita itu. Kejutan lain dari Tatsuya Fujisawa. Kemudian ia
menatap Tatsuya dengan ragu-ragu. Apa yang kaurasakan sekarang" tanyanya hati-hati.
Tatsuya tersenyum. Aku lega semuanya sudah selesai.
Ayah kandungmu itu... orang baik"
Tatsuya mengangguk. Mm... Kelihatannya begitu.
Tara terdiam. Ia belum pernah menemui masalah seperti ini sebelumnya, jadi tidak tahu harus
berkata apa untuk menghibur ataupun mendukung Tatsuya. Tiba-tiba pundaknya terasa berat. Ia
menoleh dan melihat kepala Tatsuya bersandar di pundaknya. Ia terkesiap dan wajahnya
memanas. Tatsuya, kau sedang apa" tanyanya heran.
Sebentar saja, gumam Tatsuya, tanpa mengangkat kepala. Biarkan aku begini sebentar
saja. Aku capek sekali. Tara pun berhenti bergerak-gerak. Ia bahkan menahan napas dan berusaha meredakan debar
jantungnya yang semakin cepat, takut Tatsuya mendengarnya.
Aku baru tahu sekarang kenapa ibuku selalu memaksaku belajar bahasa Prancis sejak aku
kecil, gumam Tatsuya dengan mata terpejam. Ternyata Ibu ingin aku bisa bertemu dengan
ayahku suatu hari nanti. Beberapa saat kemudian Tatsuya mengangkat kepala dan menatap Tara sambil tersenyum.
Lega sekali karena masalahku sudah selesai, katanya. Bagaimana kalau kita merayakannya
malam ini" Tara bertepuk tangan. Ah, benar! Kau pernah janji mau masak kari. Malam ini" Oke"
Tatsuya tergelak. Ia mengulurkan sebelah tangan dan menyentuh kepala Tara. Oke.
Saat itu Tara hanya bisa tercengang. Sesaat ketika Tatsuya membelai kepalanya, ia tidak bisa
merasakan degup jantungnya sendiri.
* * * Tatsuya baru saja duduk di depan meja kerjanya ketika Sebastien menghambur masuk ke
ruangan. Di sini rupanya, kata Sebastien sambil berdiri di hadapannya.
Tatsuya memandang temannya dengan bingung. Sebastien" Ada masalah"
Sebastien mengibaskan tangannya. Bukan masalah pekerjaan. Aku datang ke sini untuk
menanyakan sesuatu yang pribadi.
Tatsuya menyandarkan tubuh dan mendengarkan.
Aku sudah mendengar dari Tara bahwa kalian berdua sering bertemu, kata Sebastien
sambil berjalan mondar-mandir di ruang kerja Tatsuya.
Tatsuya mengangguk sekali. Ya, benar, sahutnya. Lalu ia teringat sama sekali belum pernah
memberitahu Sebastien tentang hubungannya dengan Tara.
Sebastien berhenti mondar-mandir dan menatapnya sambil berkacak pinggang. Apa
tujuanmu" tanyanya langsung.
Tatsuya mengerjapkan mata. Apa tujuanku"
Sebastien menarik kursi dan duduk di hadapan Tatsuya. Raut wajahnya serius. Dengar,
katanya, berusaha mencari kata-kata yang tepat. Tara sudah seperti adikku sendiri. Aku tidak
mau kau mempermainkannya.
Astaga! Sebastien... Aku serius, Tatsuya, sela Sebastien. Aku tidak tahu bagaimana bentuk hubungan kalian,
tapi aku hanya ingin mengingatkanmu. Jangan main-main dengannya.
Tatsuya menghela napas dan mengangkat kedua tangan. Sebastien, aku mengerti
maksudmu. Tapi kenapa kau tiba-tiba bersikap begini" Apakah kau selalu begini dengan setiap
laki-laki yang dekat dengannya"
Tidak, sahut Sebastien. Karena sebelum ini Tara tidak pernah menunjukkan gejala-gejala
ia menyukai laki-laki mana pun.
Alis Tatsuya terangkat. Tiba-tiba percakapan ini menjadi menarik.
Lalu maksudmu sekarang dia menunjukkan gejala-gejala itu" tanya Tatsuya tanpa bisa
menahan rasa senang yang tiba-tiba saja terbit dalam hatinya.
Demi Tuhan! Tatsuya, jangan senyum-senyum begitu. Aku tidak sedang bercanda, kata
Sebastien tidak sabar. Dengar, aku merasa dia mulai menyukaimu. Jadi kalau kau tidak serius
dengannya, cepat-cepatlah menyingkir. Aku tidak ingin Tara sakit hati atau semacamnya gara-gara
kau. Itu kabar yang bagus sekali. Senyum Tatsuya e
lebar, lalu berubah menjadi tawa kecil.
Tatsuya, kau dengar atau tidak" tanya Sebastien dengan nada datar.
Tatsuya mengangkat kedua tangannya. Aku mengerti, Teman. Sungguh, aku mengerti
maksudmu. Kemudian ia mencondongkan tubuhnya ke depan dan melanjutkan, Tenang saja,
Sebastien. Aku tidak main-main dengan Tara-chan. Aku tahu apa yang harus kulakukan.
Sebastien menatapnya dengan heran. Tara-chan"
* * * Tara, dari mana saja kau" tanya "lise begitu Tara kembali ke meja kerjanya.
Tara menghela napas dan tersenyum. Hatinya berbunga-bunga.
"lise menatapnya dengan pandangan menyelidik. Baru bertemu seseorang"
Tara mengangguk-angguk, menikmati rasa penasaran temannya.
"lise menengadah, lalu kembali menatap Tara. Pasti bukan Sebastien.
Alis Tara terangkat. Bagaimana temannya bisa menebak begitu" Ia membuka mulut,
Bagaim... Tepat pada saat itu ponselnya berdering. Tara mengangkat jari telunjuknya menyuruh "lise
menunggu sebentar, lalu menjawab ponselnya.
Autumn In Paris Karya Ilana Tan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Halo"... Oh, Papa! Tara memindahkan ponselnya dari telinga kiri ke telinga kanan. Malam
ini" Tidak bisa... Mm, aku sudah punya janji... Oke, lain kali saja.... Aku akan ke tempat Papa
kalau tidak sibuk.... Hari ini Papa boleh makan bersama salah satu pacar Papa.... Oke"... Oke...
Sampai jumpa. Dengan Monsieur Fujitatsu" tanya "lise langsung.
Tara mengerjap-ngerjapkan matanya. Apa" Lalu ia teringat pembicaraan mereka sebelum
ayahnya menelepon. Ooh... Bagaimana kau bisa tahu"
"lise tersenyum puas. Jangan meremehkan "lise Lavoie. Aku pandai menebak yang masalah
begini. Kau sadar, tidak, akhir-akhir ini kau sering menyebut-nyebut nama Tatsuya"
Tara berpikir-pikir, lalu menggeleng.
Dulu kau sering menyebutnama Sebastien, jelas "lise. Tapi sekarang kau lebih sering
menyebut nama Tatsuya. Dulu kau menunggu-nunggu telepon dari Sebastien, sekarang kau
tersenyum seperti orang gila kalau Tatsuya menelepon. Kau tentu tahu apa artinya semua itu.
Oh... Memangnya dia begitu" Tara tidak merasa ia melakukan semua yang dikatakan "lise. Ia
memang senang setiap kali mendapat telepon dari Tatsuya, tapi apakah ia sering membicarakan
Tatsuya" Hmm... Kau sadar apa artinya" tanya "lise sekali lagi.
Apa" Kau menyukainya. Siapa" Tatsuya, tentu saja. Siapa lagi"
Tara mengerjap-ngerjapkan matanya. Benarkah"
"lise mendesah. Kau sungguh tidak tahu atau pura-pura tidak tahu"
Tara menggeleng-geleng. Ia tidak tahu perasaannya. Sungguh. Bukankah selama ini ia
menyukai Sebastien" Masa begitu mudahnya ia beralih ke laki-laki lain"
Coba jawab pertanyaanku, kata "lise serius. Ketika kau bersama Tatsuya Fujisawa, apakah
kau merasa bahagia" Tara berpikir sebentar, lalu mengangguk.
Ketika kalian mengobrol, apakah kau pernah merasa bosan"
Tara cepat-cepat menggeleng. Tidak pernah. Laki-laki itu tidak pernah membuatnya bosan.
Malah selalu mengejutkannya.
Apakah jantungmu berdebar dua kali lebih cepat setiap kali dia menatapmu atau tersenyum
kepadamu" Tara berpikir lagi, dan akhirnya mengangguk. Bahkan kadang-kadang jantungnya serasa
berhenti berdegup. Tadi... Ketika aku menemuinya tadi, katanya perlahan. Dia sempat menyentuh kepalaku.
Seperti ini. Ia menyentuh puncak kepalanya sendiri dengan telapak tangannya. Hanya sebentar,
tapi jantungku langsung tidak keruan. Aku belum pernah merasa seperti ini. Apa yang terjadi,
"lise" "lise menopang dagunya dengan sebelah tangan dan tersenyum senang. Lihat saja dirimu.
Aku sudah mengatakannya padamu. Apa perlu kuulangi"
Tapi, "lise, bukankah aku menyukai Sebastien" tanya Tara bingung. Ia tahu ia
kedengarannya seperti orang bodoh karena bertanya pada orang lain mengenai perasaannya
sendiri. Bagaimana mungkin aku bisa menyukai dua orang sekaligus" Itu tidak benar.
"lise menghela napas. Baiklah, aku akan bertanya lagi.
Tara memandang temannya, berharap "lise punya cara untuk mendapatkan kesimpulan yang
tepat. Ketika kau bersama Sebastien, apakah kau merasa bahagia" "lise mengulangi
pertanyaannya. Tara mengangguk. Ya, tentu saja. Sangat menyenangkan bersama Sebastien.
Ketika kalian mengobrol, apakah kau pernah meras
a bosan" Tara menggeleng. Mereka tidak pernah kehabisan bahan obrolan.
Apakah jantungmu berdebar dua kali lebih cepat setiap kali dia menatapmu atau tersenyum
kepadamu" Kali ini Tara tidak langsung menjawab. Ia mengetuk dagunya dengan ujung jari telunjuk dan
berpikir. Tidak, sepertinya jantungnya tidak berdebar kencang kalau bersama Sebastien. Ia
memang senang bersama laki-laki itu, tapi tidak ada perasaan seperti napas tercekat, jantung
berdebar kencang, atau bahkan jantung seakan berhenti berdetak. Biasa saja.
Tara menggeleng pelan. "lise tersenyum puas. Nah, lihat, kan" Kau menyukai mereka berdua, hanya saja rasa
sukamu berbeda antara Sebastien dan Tatsuya.
Tara mengerjapkan matanya seakan baru tersadar dari mimpi.
Kau menyukai Sebastien sebagai teman, tapi kau menykai Tatsuya sebagai laki-laki, "lise
menyimpulkan. Tara masih tetap diam. Ngomong-ngomong, kau sudah mengajaknya ke pestaku" tanya "lise.
Sepuluh INI tempatnya" tanya Tatsuya ketika mereka tiba di depan kelab mewah bernama La Vue.
Tara mengangguk. Ini kelab paling keren di Paris, katanya bangga. Kau pernah ke sini"
Tatsuya tersenyum dan mengangguk. Pernah. Satu kali.
Masih jelas sekali dalam ingatannya ketika ia datang ke kelab ini. Di sinilah ia bertemu
kembali dengan si gadis dari bandara itu. Ia juga penasaran apakah si Hugo masih menjadi
bartender di tempat ini. Kelab yang bagus, bukan" Ini salah satu kelab milik ayahku, lanjut Tara sambil menarik
tangan Tatsuya. Ayo, masuk.
* * * Hei, dia tampan, bisik "lise di dekat Tara. Tangkapan yang bagus.
Tara mendesis dan menyiku lengan temannya, takut Tatsuya yang duduk di sebelahnya
mendengar apa yang baru dikatakan "lise.
Tangkapan" Memangnya dia ikan" tukas Tara lirih.
"lise tidak peduli dan melanjutkan, Kau beruntung. Kalau aku belum punya Olivier, sudah
kurebut dia darimu. Tara tertawa. Ia memerhatikan temannya meneguk bir yang tersisa di botol sampai habis.
Sepertinya "lise sudah agak mabuk, tapi dia tidak sendirian. Sebastien juga sudah terlihat mabuk
karena mereka minum terus sejak tadi. Berbotol-botol bir dan gelas-gelas koktail kosong
bertebaran di meja bundar itu.
"lise hanya mengundang beberapa orang untuk merayakan hari ulang tahunnya. Selain "lise
dan pacarnya, Olivier, yang hadir di sana hanya Tara, Tatsuya, Sebastien, dan Juliette. Seperti
yang sudah diduga Tara, Sebastien mengajak pacar barunya untuk dikenalkan kepada teman-temannya.
Harus Tara akui ia merasa agak kecewa karena Juliette sama sekali berbeda dari dugaannya.
Juliette yang duduk tepat di hadapannya ini berwajah cantik, bermata hijau dan berambut hitam
panjang bukan kuning jagung. Dan dengan menyesal Tara harus mengakui tidak ada orang-orangan sawah yang terlihat seseksi itu.
Sepertinya bukan cuma aku yang punya pikiran merebut Tatsuya darimu, kata "lise tiba-tiba.
Tara menoleh dengan cepat ke arah Tatsuya dan melihat Juliette sedang berbicara dengan
laki-laki itu. Wajahnya dekat sekali dengan Tatsuya. Sesekali wanita itu tersenyum lebar dan
mempertontonkan barisan giginya yang putih dan rapi. Sebastien asyik mengobrol dengan Olivier
sehingga tidak terlalu memerhatikan pacarnya yang duduk di sampingnya sedang berusaha
selingkuh... dan yang semakin lama semakin dekat dengan Tatsuya. O-oh, tunggu sebentar!
Kau mau minum lagi" Biar kuambilkan, kata Tatsuya menawarkan sambil menunjuk gelas
Juliette yang sudah kosong.
Tentu saja, sahut Juliette dengan senyum manis yang membuat Tara naik darah.
Wanita itu baru akan membuka mulut lagi dan Tara langsung tahu apa yang ingin
dikatakannya. Secepat kilat, sebelum Juliette sempat mengucapkan apa pun, Tara menyela dengan
suara keras hampir seperti teriakan pernyataan perang zaman dulu, Tatsuya, kau mau ke bar"
Aku ikut! Tara bangkit dari kursi dengan cepat dan melemparkan senyum yang tak kalah manisnya ke
arah Juliette yang membalasnya dengan senyum sopan. Wanita itu bahkan tidak boleh bermimpi
ingin mendekati Tatsuya. Coba saja kalau berani.
Tara mengikuti Tatsuya ke bar yang ramai.
Ternyata kau baik sekali, komentar Tara dengan nada sinis begitu mer
eka berdiri berdampingan di meja bar.
Hm" Baik bagaimana" tanya Tatsuya tidak mengerti.
Kenapa kau harus mengambilkan minuman untuknya" tanya Tara ketus, sama sekali tidak
memandang Tatsuya. Ia tahu ia terdengar kekanak-kanakan, tetapi ia tidak bisa menahan diri.
Karena tidak mendengar jawaban, Tara melirik Tatsuya sekilas dan mendapati laki-laki itu
sedang menatapnya sambil tersenyum.
Kenapa senyum-senyum" tanya Tara, lalu mengalihkan pandangan lagi. Ia merasa Tatsuya
bisa membaca pikirannya hanya dengan menatap matanya dan itu berbahaya.
Tara Dupont, panggil Tatsuya. Coba pandang aku.
Karena Tatsuya memanggilnya dengan lembut, Tara tidak punya pilihan lain selain berpaling
dengan enggan dan memandang Tatsuya.
Kau cemburu" tanya laki-laki itu. Senyumnya makin lebar.
Tidak, cetus Tara langsung. Siapa yang cemburu" Tidak ada.
Tatsuya tertawa kecil. Ia mengulurkan tangan dan mengusap kepala Tara. Jantung Tara
langsung meloncat tidak beraturan.
Aku menawarinya minuman lagi sebagai alasan untuk menyingkir dari sana, kata Tatsuya
sambil menatap mata Tara.
Sungguh" Tatsuya mengangguk. Kau tidak tertarik padanya"
Tatsuya menggeleng. Sedikit pun tidak" Tatsuya berpikir sejenak. Yah... Dia memang cantik sekali, gumamnya.
Tara mengerutkan kening. Tapi tidak, dia bukan tipeku, lanjut Tatsuya tenang. Ia berpaling ke arah Tara. Makanya
kau tidak perlu cemas. Kau tahu, kulitmu bisa cepat keriput kalau kau berkerut seperti itu terus.
Tara mendengus walaupun dalam hatinya senang mendengar ucapan Tatsuya sebelum laki-laki itu bicara tenang keriput dan semacamnya itu. Untuk menutupi rasa malunya, ia hanya
menggerutu tidak jelas. Kau mau minum lagi" tanya Tatsuya.
Tara mengangguk dan mencari-cari bartender yang entah ada di mana.
Kau tahu, pada saat-saat seperti sekarang inilah aku senang dengan posisiku sebagai anak
bos, kata Tara sambil tersenyum lebar ketika akhirnya ia berhasil melihat bartender di ujung
sana. Tatsuya tidak sempat bertanya apa maksudnya karena Tara sudah memalingkan wajah.
"douard! seru gadis itu sambil melambai-lambaikan tangan ke arah bartender botak yang
sedang melayani seorang tamu.
Begitu tahu siapa yang menyerukan namanya, bartender yang dipanggil "douard itu segera
menghampiri mereka dengan senyum lebar yang ramah. Hai, Tara. Mau pesan apa"
Tara menatap Tatsuya dengan senyum puas. Anak bos selalu mendapat pelayanan utama.
Tatsuya memandang bartender di hadapan mereka dan bertanya pada Tara, "douard"
Tara mengangguk. Ia memperkenalkan kedua pria itu. "douard, ini temanku, Tatsuya.
Tatsuya, ini "douard. Dia sudah cukup lama bekerja di sini. Salah satu bartender favorit ayahku,
jelas Tara. Tapi sayangnya, bukan favoritku, karena dia tidak pernah mengizinkanku minum
banyak. Koreksi, sela "douard dengan senyum lebar. Aku tidak pernah mengizinkanmu minum
sampai mabuk. Tapi mabuk itu menyenangkan, gurau Tara.
Coba katakan itu lagi kalau kau sedang muntah-muntah, balas "douard.
Tara mengibaskan tangannya. Kau terdengar persis seperti ibuku. Ibu tidak pernah
mengizinkan aku minum sedikit pun selama aku tinggal di Jakarta. Membosankan. Padahal aku
tidak pernah minum sampai mabuk. Aku tahu batasnya. Ia memiringkan kepalanya ke arah
Tatsuya dan berkata, Temanku ingin menambah minuman.
"douard mengalihkan perhatiannya kepada Tatsuya dan ekspresinya agak berubah.
Keningnya berkerut seakan berusaha mengingat-ingat. Oh, bukankah kau yang..."
Tatsuya tersenyum. Wah, masih ingat padaku"
"douard menjentikkan jari. Kau yang waktu itu ada di sini.
Tara memandang mereka dengan heran. Apa yang sedang mereka bicarakan ini" Kalian
saling kenal" tanyanya.
Tidak juga, sahut Tatsuya. Aku mengenalnya dengan nama Hugo, tapi ternyata namanya
bukan Hugo. Tara masih tidak mengerti.
"douard tiba-tiba menunjuk Tatsuya dengan penuh semangat dan berkata kepada Tara,
Tanyakan padanya! Tara mengerjap-ngerjapkan mata. Apa"
Sudah kubilang kau selalu memanggilku dengan nama lain begitu kau sudah mabuk. Kau
tidak pernah percaya padaku, celoteh "douard menggebu-gebu. Sekarang kau b
oleh tanya padanya. Dia dengar sendiri ketika kau tidak mau berhenti minum dan terus memanggilku
Hugo. Tara melongo. Apa yang sedang dibicarakan "douard" Hugo siapa" Siapa yan gmabuk" Apa
hubungannya dengan Tatsuya"
Kau ingat hari Sabtu itu ketika kau baru kembali dari Indonesia" "douard menjelaskan
dengan nada tidak sabar ketika melihat Tara masih terbengong-bengong. Malam itu kau datang
ke sini untuk minum-minum sendirian karena kau bilang Sebastien pergi entah ke mana. Ingat"
Oh... Tara ingat hari itu. Ia memang kesal setengah mati pada Sebastien karena tidak datang
menjemputnya di bandara. Ia bahkan sudah menunggu lama di kafe bandara. Lalu malamnya ia
datang ke La Vue untuk minum-minum.
Saat itu temanmu ini juga ada di sini, kata "douard sambil menunjuk Tatsuya, lalu ia
mengerutkan kening. Tunggu dulu... waktu itu kau sudah kenal dengannya"
Pertanyaan itu ditujukan kepada Tatsuya, jadi Tatsuya menggeleng.
Jadi kalian baru berkenalan setelah itu" tanya "douard lagi.
Tatsuya mengangguk sambil tersenyum.
Tara memandang Tatsuya dengan bingung. Kita pernah bertemu di sini" tanyanya ragu. Ia
menggali ingatannya, tetapi tetap tidak menemukan petunjuk apa pun yang mengarah pada
pertemuannya dengan Tatsuya di kelab ini. Aneh... Ia bukan orang yang gampang melupakan
sesuatu. Ia malah bisa dikategorikan sebagai orang yang punya ingatan baik.
Tatsuya mendesah dan menggeleng-gelengkan kepala. Ternyata kau benar-benar sudah
mabuk malam itu. Kau bahkan tidak ingat pernah berbicara padaku" Kau juga tidak ingat pernah
memanggilnya dengan nama Hugo"
Kenapa Hugo terdengar tidak asing" Tara berpikir-pikir. Lalu ia teringat e-mail yang dikirim
Tatsuya ke acara Je me souviens.... Kelab tempat Tatsuya bertemu gadis di bandara... Hugo si
bartender... Gadis di bandara..."
Kau sudah ingat" tanya Tatsuya.
Tara menatap laki-laki itu dengan mata yang melebar. E-mail yang kaukirimkan ke stasiun
radio... Kejadian itu adalah ketika kau bertemu denganku" Di sini" Jadi... jadi itu artinya gadis
yang kautemui di bandara itu...
Kau, Tara-chan, Tatsuya menyelesaikan kalimat Tara.
Oh" Tara mengerjap-ngerjapkan mata. Tercengang. Bagaimana bisa" Apakah dia sedang
bermimpi" Tapi bahkan dalam mimpi pun ia tidak pernah berpikir dirinya adalah gadis yang telah
membuat Tatsuya terpesona di bandara.
Seakan merasakan keraguan Tara, Tatsuya menatap lurus-lurus ke mata Tara. Kaulah yang
kulihat di kafe bandara. Saat itu kopermu menyenggol koperku. Dan malam harinya, kaulah yang
kutemui di sini ketika aku sedang menunggu temanku. Kau sudah mabuk dan masih tidak mau
mengakuinya. Malah memanggil orang dengan nama yang salah. Kau benar-benar tidak ingat"
Tara tidak bisa berkata apa pun. Kenapa ia sama sekali tidak ingat pernah melihat Tatsuya" Ia
memang ingat kalau ia masuk ke kafe bandara dengan darah mendidih karena Sebastien tidak
datang menjemputnya, karena itu ia tidak sadar dan tidak peduli kopernya menyenggol benda apa
pun. Lalu malam itu, ia juga masih kesal sehingga memutuskan untuk minum-minum sebentar.
Memang saat itu ia ingat ada seseorang di dekatnya ketika ia berbicara dengan "douard, tapi ia
tidak ingat wajah orang itu. Ternyata itu Tatsuya"
Tapi kau tidak menunjukkan tanda-tanda kau pernah melihatku, gumam Tara masih
bingung. Tentu saja tidak, sahut Tatsuya tegas. Aku tidak ingin kau menganggapku penguntit atau
semacamnya. Lagi pula kau sendiri tidak sadar kau pernah bertemu denganku.
Tara merenung. Mungkinkah itu sebabnya ia merasa ada sesuatu yang tidak asing ketika
Sebastien pertama kali memperkenalkannya kepada Tatsuya" Mungkinkah itu karena tanpa sadar
ia mengingat wajah Tatsuya" Hmm... sepertinya bukan itu.
Kau tahu betapa terkejutnya aku ketika melihatmu lagi bersama Sebastien" Tatsuya
melanjutkan. Gadis yang membuatku terpesona di bandara ternyata adalah teman Sebastien
Giraudeau. Aku nyaris tidak percaya pada penglihatanku. Dan nyaris tidak percaya karena
akhirnya aku bisa berkenalan denganmu.
* * * Kenapa kalian berdua lama sekali" protes Sebastien ketika Tara dan Tatsuya kembali ke meja.
Hanya mengambi l minuman. Pesta minuman kembali dilanjutkan. Malam semakin larut dan suasana semakin meriah.
Tatsuya merasa gembira. Inilah pertama kalinnya ia merasa bebas sejak menginjakkan kakinya di
Paris. Tapi perasaan itu ternyata tidak bertahan lama.
Ketika mereka asyik mengobrol, tiba-tiba Tara menyelutuk, Lho, Papa! Papa!
Semua orang menoleh, termasuk Tatsuya. Dan saat itulah kegembiraannya langsung sirna tak
berbekas. Tara bangkit dari kursi dan menyongsong seorang pria tinggi berambut cokelat yang
menghampiri meja mereka. Kening Tatsuya berkerut bingung melihat sosok pria yang terasa
tidak asing itu. Papa, seru Tara gembira sambil merentangkan kedua tangannya.
Victoria, ma ch"rie, kata pria itu dan merangkul Tara.
Autumn In Paris Karya Ilana Tan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saat itulah Tatsuya melihat wajah pria itu dengan jelas dan darahnya mendadak membeku.
Papa..." Victoria..."
Tara menarik lengan pria itu ke meja mereka dan berkata pada teman-temannya dengan nada
bangga, Teman-teman, bagi kalian yang belum pernah melihat ayahku, ini dia, pemilik kelab
yang keren ini. Tatsuya duduk mematung. Matanya terbelalak menatap pria di hadapannya. Dunia seakan
hening seketika. Ia tidak bisa mendengar suara di sekitarnya, tidak bisa merasakan jantungnya
berdebar, tidak bisa merasakan darahnya mengalir di dalam tubuhnya. Ia bahkan tidak bisa
menghirup udara. Ayah Tara tersenyum ramah dan mengamati wajah-wajah yang duduk mengelilingi meja
bundar itu, sampai pandangannya terhenti pada Tatsuya dan ekspresinya berubah. Heran... dan
terkejut. Tatsuya bisa merasakan kekagetan di mata pria itu. Tatsuya memahaminya. Ia sendiri juga
merasakan hal yang sama. Pria yang sekarang ini sedang merangkul pundak Tara memang
diperkenalkan sebagai ayah Tara, tetapi Tatsuya lebih mengenalnya dengan nama Jean-Daniel
Lemercier, orang yang baru diketahuinya sebagai ayah kandungnya.
Sebelas UNTUK beberapa detik yang menegangkan, mereka berdua bertatapan. Hanya bertatapan.
Terlalu kaget dan bingung untuk bersuara. Tanpa sadar Tatsuya berbisik, Monsieur...
Kalian berdua sudah saling mengenal"
Tatsuya tersentak mendengar suara Tara. Ia menoleh ke arah gadis itu yang memandang
ayahnya dan Tatsuya bergantian. Gadis itu heran, tapi tidak merasa curiga sedikit pun.
Ayahnya baru akan membuka mulut, tapi Tatsuya buru-buru menyela, Tidak, kami belum
pernah bertemu. Tatsuya memandang ayah Tara, meminta pria itu mengikuti apa yang dikatakannya.
Memohon dengan matanya supaya ayahnya itu tidak berkata apa-apa.
Aku pernah mendengar ayahmu adalah... eh, Jean-Daniel Lemercier yang punya banyak
restoran di Prancis, Tatsuya berbohong dengan susah payah. Lidahnya terasa berat, suaranya
juga terdengar agak serak.
Tara mengangkat alis dan mengerjapkan mata. Lemercier" Aneh sekali. Lalu ia tersenyum
kepada ayahnya. Lemercier adalah nama ayahku sewaktu masih muda sekali, jelasnya sambil
menggandeng lengan ayahnya. Sejak mulai menjalankan bisnis kelab dan restoran. Papa
mengganti namanya menjadi Dupont. Sejarahnya panjang. Lain kali akan kujelaskan.
Tara sama sekali tidak merasakan ketegangan yang ada di antara kedua pria itu. Ia masih tetap
ceria dan tersenyum lebar.
Papa, Papa sudah kenal Sebastien dan "lise, bukan" kata Tara sambil menunjuk teman-temannya yang duduk mengelilingi meja bundar itu. Dan ini Juliette, itu Olivier, pacar "lise.
Dan ini Tatsuya Fujisawa. Tara melepaskan diri dari rangkulan ayahnya dan menggandeng
lengan Tatsuya. Dia arsitek dari Jepang yang akan bekerja sama dengan perusahaan ayah
Sebastien untuk proyek pembangunan hotel di sini. Dan perlu Papa ketahui, bahasa Prancis-nya
lancar sekali. Arsitek yang hebat, Monsieur, tambah Sebastien dengan senyum lebar. Tidak heran Tara
suka padanya. Tatsuya melihat wajah ayah Tara langsung memucat.
Diamlah, Sebastien, omel Tara dengan wajah yang memerah. Kau sudah mabuk. Ia
berdeham dan melanjutkan perkenalannya, Tatsuya, ini ayahku, Jean-Daniel Dupont, Tara
melanjutkan. Tatsuya menjulurkan tangannya yang tiba-tiba saja terasa amat sangat berat. Ketika Jean-Daniel Dupont menjabat tangannya, tangan pria itu terasa dingin. Ataukah tanganny
a sendiri yang dingin" Apa kabar, Monsieur" gumam Tatsuya.
Jean-Daniel Dupont juga menggumamkan sesuatu, tapi Tatsuya tidak mendengar jelas.
Kau teman Victoria" Terdengar pertanyaan yang lebih jelas dari pria itu.
Tatsuya tidak menjawab. Ia bingung harus menjawab apa.
Melihat kedua laki-laki itu berpandangan dalam diam, Tara juga ikut diam, lalu seakan
menyadari sesuatu, ia menoleh ke arah Tatsuya dan berkata, Kau pasti bingung kenapa ayahku
memanggilku Victoria. Nama lengkapku Victoria Dupont. Memang nama yang lebih mirip nama
Inggris bukan Prancis, karena ibuku yang memberiku nama. Semua orang memanggilku Tara,
hanya ayahku yang masih suka memanggilku Victoria.
Tatsuya masih belum menemukan suaranya kembali.
Monsieur, silakan bergabung dengan kami, "lise menawarkan.
Entah bagaimana caranya, Jean-Daniel Dupont berhasil menyunggingkan senyum ramah
yang agak kaku dan menggeleng. Tidak usah. Kalian anak-anak muda saja yang bersenang-senang. Aku hanya mampir untuk melihat-lihat keadaan kelab. Silakan, silakan...
Oh ya, waktu itu Papa bilang ada yang ingin Papa bicarakan denganku, Tara mengingatkan.
Kata Papa itu masalah penting.
Tubuh Tatsuya menegang. Ia bisa menebak apa yang ingin dibicarakan Jean-Daniel Dupont
dengan putrinya. Pasti tentang putra yang baru ditemuinya. Tentang dirinya. Ia menahan napas
menunggu jawaban Jean-Daniel Dupont.
Tidak apa-apa, ma ch"rie, sahut ayahnya. Matanya bertemu dengan mata Tatsuya. Tidak
terlalu penting. Lain kali saja kita bicarakan.
Tara mengangkat alisnya. Lho"
Tepat pada saat itu "lise berkata ia ingin menambah minuman. Tatsuya mengambil
kesempatan itu dan menawarkan diri untuk mengambilkan minuman untuknya. Ia perlu
menyingkir dari sana untuk sementara. Supaya ia b isa bernapas kembali. Ketika ia berjalan pergi,
ia sempat mendengar ucapan Jean-Daniel Dupont kepada putrinya.
Bisa ikut Papa sebentar, Victoria" tanya ayahnya dengan nada mendesak.
* * * Apa yang ingin dibicarakan ayahnya" Kenapa kesannya serius begitu"
Tara mengikuti ayahnya keluar kelab. Angin bertiup lumayan kencang dan Tara harus
merapatkan jaket yang dikenakannya.
Ada apa, Papa" tanya Tara penasaran. Mendadak saja ayahnya terlihat lelah. Papa tidak
enak badan" Ayahnya menggeleng, lalu bertanya, Ma ch"rie, sudah berapa lama kau mengenalnya" tanya
ayahnya. Siapa" Tatsuya" tanya Tara.
Ayahnya mengangguk tidak sabar. Ya, Tatsuya.
Wah... kenapa ayahnya tiba-tiba melontarkan pertanyaan itu" Sepertinya ayahnya ingin tahu
lebih banyak tentang Tatsuya. Apakah jelas terlihat kalau Tara tertarik pada Tatsuya" Ia heran
karena pertanyaan ayahnya tadi adalah pertanyaan yang umumnya ditanyakan para orangtua
begitu mengetahui anak mereka tertarik pada seseorang. Namun Tara memang tidak berniat
menyembunyikan apa pun dari ayahnya.
Oh, belum lama. Dia teman Sebastien dan Sebastien mengenalkannya padaku. Tara
menatap ayahnya dengan mata berbinar-binar. Menurut Papa bagaimana"
Ayahnya mengangkat alis. Apanya"
Tatsuya Fujisawa, sahut Tara. Menurut Papa bagaimana"
Ayahnya terlihat agak gugup. Entahlah... Kenapa tiba-tiba bertanya begitu"
Tara hanya tersenyum. Sebenarnya ia berharap dalam hati ayahnya sependapat dengannya.
Tatsuya laki-laki yang baik dan sopan. Ia yakin ayahnya tidak akan keberatan kalau ia mengakui
perasaannya terhadap Tatsuya.
Ma ch"rie, panggil ayahnya dengan nada was-was. Kau menyukai pemuda itu"
Tara memandang ayahnya dan menimbang-nimbang. Apakah ayahnya bisa membaca
pikirannya" Apakah ia bisa memberitahu ayahnya" Sekarang"
Ya, jawab Tara akhirnya. Ia tidak pernah berbohong kepada ayahnya dan ia memutuskan
sebaiknya ia mengakui sekarang.
Tara sudah bersiap-siap menghadapi serbuan pertanyaan ayahnya, tapi aneh sekali, ayahnya
hanya tertegun mendengar jawabannya. Air mukanya berubah cemas dan gelisah.
Papa, ada apa" tanya Tara ketika ayahnya masih tetap diam. Kenapa ayahnya tidka bertanya
apa-apa" Ia baru saja mengakui ia menyukai seorang laki-laki dan bukankah sebagai orangtua
sudah sewajarnya ayahnya bertanya macam-macam"
Tidak apa-apa, gumam ayahnya.
Tara beru saha menebak-nebak apa yang menjadi beban pikiran ayahnya, tapi tidak
menemukan alasan apa pun. Aku dan Tatsuya memang baru saling mengenal, katanya berusaha
menjelaskan lebih jauh, tapi aku merasa dia orang yang baik dan menyenangkan. Dia tipe laki-laki yang diincar kebanyakan wanita untuk dijadikan suami.
Tara bermaksud bergurau, tetapi begitu kata-kata itu keluar dari mulutnya, ayahnya terkesiap
kaget. Kau mau menikah dengannya" tanya ayahnya dengan nada panik yang tidak dipahami Tara.
Tara mengerjap-ngerjapkan mata dan menggeleng. Tidak, jawabnya. Ia sama sekali tidak
mengerti apa yang memicu reaksi ayahnya. Aku memang menyukainya, tapi aku tidak sedang
merencanakan pernikahan. Kenapa Papa tiba-tiba punya pikiran begitu"
Tidak, Papa tidak berpikir seperti itu, gumam ayahnya cepat-cepat.
Tara menangkap kilatan lega di mata ayahnya dan ia semakin heran.
Ma ch"rie, panggil ayahnya lagi. Coba jelaskan tentang hubungan kalian berdua kepada
Papa. Aneh sekali, kenapa ayahnya panik begitu" Apakah ayahnya takut ia akan menikah dengan
Tatsuya" * * * Tatsuya sama sekali tidak bisa tidur sepanjang malam. Ia hanya duduk diam di pinggir jendela
apartemennya dan memandangi Sungai Seine. Jam sudah menunjukkan pukul 02.24 dini hari dan
ia tidak mengantuk sedikit pun. Begitu pulang dari La Vue dua jam yang lalu, ia berusaha tidur
karena kepalanya berat sekali. Tetapi setelah setengah jam berjuang untuk terlelap dan sia-sia, ia
menyerah lalu bangkit dari tempat tidur.
Ia tahu ia harus berpikir, tapi ia tidak ingin berpikir. Kepalanya sakit, pusing, dan berat.
Terlalu banyak yang berlalu-lalang di benaknya sampai ia tidak tahu lagi harus berpikir apa.
Semakin dipikir, ia semakin tertekan.
Pasti ada kesalahan. Tidak mungkin ia dan Tara punya ayah yang sama. Pasti ada kesalahan....
Tatsuya menarik napas berat, lalu mengembuskannya dengan pelan. Dadanya terasa sakit.
Bernapas ternyata bisa juga menyakitkan.
Kenapa harus Jean-Daniel Dupont..." Kenapa harus ayah Tara..." Mungkin ia bukan anak
Jean-Daniel Dupont.... Mungkin ibunya salah.... Ayah kandungnya bukan Jean-Daniel Dupont....
Bukan... Demi Tuhan! Ia sungguh-sungguh berharap Jean-Daniel Dupont bukan ayah
kandungnya. Apa yang harus dilakukannya sekarang"
Ia tetap duduk diam di pinggir jendela, sepanjang malam, tanpa bergerak, dan nyaris tanpa
bernapas, sampai langit berubah warna dari hitam menjadi biru, lalu biru muda. Saat itulah
Tatsuya baru menyadari hari sudah terang dan ia tidak tidur semalaman.
Tidak mudah memaksa dirinya bergerak, tapi ia sadar ia harus pergi ke kantor. Tatsuya
bergerak dengan perlahan dan kaku, seperti robot yang sudah usang. Ia mencuci muka dan
berganti pakaian dengan lesu. Ia sebenarnya bermaksud sarapan, tetapi merasa tidak bernafsu. Ia
baru akan keluar dari apartemennya ketika ponselnya berdering.
Ia mengeluarkan ponsel dari saku celana dan melirik layar ponsel. Orang itu.
Halo, kata Tatsuya ketika ponsel sudah ditempelkan ke telinga. Ia hampir tidak mengenali
suaranya sendiri. Suaranya terdengar aneh dan jauh.
Tatsuya. Terdengar suara rendah Jean-Daniel Dupont di seberang sana.
Ya, Monsieur, sahut Tatsuya datar.
Kurasa kita harus bicara, kata Jean-Daniel Dupont. Tentang apa yang terjadi kemarin
malam. Tatsuya menghela napas berat. Bernapas masih tetap menyakitkan. Ya. Baiklah, Monsieur.
Kita bisa bertemu siang ini"
Tatsuya terdiam. Cepat atau lambat hal ini harus dihadapi. Tatsuya harus menyelesaikan
masalah ini. Tidak masalah, kata Tatsuya akhirnya. Katakan di mana dan jam berapa. Saya akan
datang. * * * Teman, tampangmu berantakan sekali, komentar Sebastien ketika masuk ke kantor Tatsuya
siang itu. Tadinya ia berencana mengajak Tatsuya makan bersama mengingat mereka jarang sekali
bertemu sejak terlibat langsung dalam proyek hotel itu. Tapi begitu masuk ke ruangan Tatsuya, ia
melihat temannya duduk bersandar dengan tampang tertekan.
Tatsuya menoleh dan tersenyum tipis.
Sakit kepala karena mabuk kemarin" goda Sebastien.
Tatsuya menggeleng. Kau yang mabuk berat kemarin malam, sahutnya pelan. Namun
keadaan Sebasti en terlihat jauh lebih baik daripada dirinya saat ini.
Sebastien tertawa. Ya, sepertinya begitu. Pagi tadi kepalaku masih sakit seperti dihantam
palu. Tapi kenapa tampangmu kusut begitu"
Kurang tidur, jawab Tatsuya pendek. Ia memalingkan wajah dan memandang ke luar
jendela. Sebastien merasa aneh karena temannya berubah pendiam. Mau makan siang denganku" ia
menawarkan. Tatsuya menoleh dan melirik jam tangannya. Ia bangkit dan meraih jaketnya. Ia tersenyum
meminta maaf pada Sebastien. Maaf, Sebastien. Aku ada janji dengan orang lain. Lain kali saja
kita makan bersama. Janji dengan Tara" goda Sebastien, berusaha menyembunyikan kebingungannya atas sikap
Tatsuya. Sebastien heran melihat gerakan Tatsuya tiba-tiba terhenti. Bukan, bukan dengannya, sahut
Tatsuya datar. Ia menoleh ke arah Sebastien. Sampai nanti.
Sebastien mengerutkan kening setelah Tatsuya menghilang di balik pintu. Ada apa dengan
Tatsuya hari ini" Apa yang membuatnya bad mood tadi" Tara" Bukankah mereka baik-baik saja
kemarin" Mungkinkah mereka bertengkar"
Ah, bingung. Sebastien menggeleng-geleng dan memutuskan untuk bertanya pada Tara saja
karena gadis itu pasti ingin memuntahkan isi hatinya kalau sedang kesal.
* * * Anda sudah memberitahu Tara" tanya Tatsuya tanpa memandang pria yang duduk di
hadapannya. Tidak... Belum, sahut Jean-Daniel Dupont.
Mereka kembali bertemu di restoran tempat pertama kali mereka bertemu. Mereka berdua
sama-sama hanya memesan minuman karena tidak lapar. Tatsuya sendiri merasa nafsu makannya
tiba-tiba hilang entah ke mana. Ia tidak bisa makan dan tidak bisa tidur. Sebenarnya ia malah
tidak ingin melakukan apa-apa.
Jean-Daniel Dupont yang ada di hadapannya kali ini sepertinya bertambah tua beberapa
tahun sejak terakhir kali Tatsuya melihatnya. Wajahnya juga terlihat lelah dan pucat. Ia pasti juga
mencemaskan keadaan ini. Monsieur, panggil Tatsuya pelan, masih memandangi taplak meja di hadapannya. Kenapa
mengubah nama Anda" Jean-Daniel Dupont terdiam sejenak, lalu menghela napas. Lemercier itu nama ayah
kandungku, ia memulai. Beliau meninggal ketika aku berumur delapan tahun. Kemudian ibuku
menikah lagi dengan pria bernama Dupont yang membuka usaha restoran. Ayah tiriku tidak
pernah memaksaku mengubah nama jadi selama masa remajaku aku tetap menggunakan nama
Lemercier. Tatsuya diam dan mendengarkan.
Lalu ayah tiriku yang baik ini mulai sakit-sakitan. Beliau dan ibuku tidak punya anak dan aku
tahu Beliau berharap aku bisa melanjutkan usahanya. Aku juga tahu, walaupun tidak pernah
meminta, Beliau sangat berharap aku menjadi anaknya yang sah di mata hukum. Jean-Daniel
Dupont menghela napas lagi. Singkat kata, aku memenuhi harapannya. Aku mengganti namaku
dan melanjutkan usahanya.
Anda mengganti nama Anda setelah kembali dari Jepang" tanya Tatsuya walaupun ia sudah
tahu jawabannya. Jean-Daniel Dupont mengangguk. Aku sedang berlibur di Tokyo ketika mendapat kabar
ayahku sakit. Karena itu liburanku harus dipersingkat. Aku harus meninggalkan Jepang dan
kembali ke Prancis. Tatsuya mengangguk pelan. Jadi Anda bertemu dengan ibuku ketika sedang berlibur di
Jepang" Ya. Kalian saling menyukai" Maksudku, waktu itu.
Ya. Tatsuya mengangkat wajahnya dan menatap Jean-Daniel Dupont. Lalu kenapa..."
Aku tidak akan mencari-cari alasan, Jean-Daniel Dupont menjelaskan. Saat mendengar
kabar ayahku sakit, aku langsung kembali ke Prancis. Aku dan ibumu kehilangan kontak.
Berakhir begitu saja. Mereka berdua terdiam. Masing-masing sibuk dengan pikiran mereka sendiri.
Aku sudah bertanya pada Victoria, Jean-Daniel Dupont memecah keheningan. Dia bilang
Sebastien yang mengenalkan kalian berdua. Sepertinya hubungan kalian cukup baik... dan dekat.
Tatsuya tidak menjawab. Kau..., Jean-Daniel Dupont melanjutkan. Nada suaranya ragu. Bagaimana perasaanmu
terhadap Victoria" Tatsuya tetap diam. Bagaimana perasaannya terhadap Tara Dupont" Bagaimana perasaannya
terhadap... adik perempuannya" Tolong jangan memintanya menjawab...
Kau... menyukainya" Mendengar pertanyaan Jean-Daniel Dupont, pundak Tatsuya terasa berat.
Ia membenamkan tangan ke saku jaketnya dan mengembuskan napas.
Tatsuya. Monsieur, kata Tatsuya pelan, tapi pasti. Ia menatap kosong ke cangkir kopi di atas meja.
Apakah Tara putri kandung Anda"
Jean-Daniel Dupont tidak langsung menjawab. Ia kaget karena tidak menyangka Tatsuya
akan bertanya seperti itu. Tatsuya hanya bisa berharap pria itu memahami bahwa pertanyaannya
tidak bertujuan menghina siapa pun.
Benar, sahut Jean-Daniel Dupont. Dia memang putri kandungku. Tidak ada keraguan
tentang itu. Tatsuya memejamkan mata. Satu kemungkinan gagal....
Apakah Anda yakin aku putra kandung Anda" tanya Tatsuya lagi.
Autumn In Paris Karya Ilana Tan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jean-Daniel Dupont tidak menjawab.
Apakah Anda pernah berpikir mungkin ibuku salah" Tatsuya melanjutkan. Mungkin Anda
bukan ayah kandungku. Mungkin ayah kandungku orang lain yang...
Ia segera menghentikan kata-katanya begitu menyadari apa yang baru dikatakannya. Astaga!
Apakah ia baru menuduh ibunya terlibat dengan pria lain" Memangnya ia pikir ibunya itu wanita
seperti apa" Tatsuya memarahi dirinya dalam hati. Ia tidak percaya apa yang sudah dipikirkannya.
Tatsuya, panggil Jean-Daniel Dupont.
Tatsuya menghela napas dan mengembuskannya dengan keras. Maafkan aku, katanya lirih.
Aku tidak bermaksud meragukan ibuku. Hanya saja...
Suaranya mulai serak. Kepalanya berputar-putar. Demi Tuhan! Apa yang sedang terjadi pada
dirinya" Ia berdeham dan berkata, Mungkin yang dimaksud ibuku bukan Anda.
Aku tidak menyangka akan menjadi seperti ini, gumam Jean-Daniel Dupont.
Semua kemungkinan harus ditelusuri. Tatsuya tidak bisa hidup dalam kebimbangan seperti
ini. Terlalu menyakitkan. Ia harus tahu pasti.
Monsieur, katanya. Bagaimana kalau kita menjalani tes DNA"
Tatsuya tidak pernah berpikir dirinyalah yang akan mengajukan permintaan itu ketika ia mulai
mencari ayah kandungnya. Saat itu ia tidak memerlukan pengakuan ayah kandungnya, jadi ia tidak
peduli apakah ayah kandungnya akan mengakuinya atau menolaknya. Tapi sekarang keadaannya
lain. Ia tidak bisa terjerat dalam lingkaran menyesakkan ini. Ia harus tahu. Harus....
Tatsuya merasa pria yang duduk di hadapannya itu tidak terlalu terkejut dengan
permintaannya. Mungkin Jean-Daniel Dupont juga sudah memperkirakan hal itu.
Tes DNA" ulang pria itu. Kau ingin memastikan...
Apakah Anda adalah ayah kandungku, Tatsuya melanjutkan kata-kata Jean-Daniel Dupont.
Jean-Daniel Dupont terdiam cukup lama, seakan mempertimbangkan usul Tatsuya. Apakah
ia akan menganggap usulnya keterlaluan atau masuk akal"
Baiklah, akhirnya pria itu menyetujui dan Tatsuya mendesah lega. Kapan"
Lebih cepat lebih baik. Ini satu-satunya harapannya.... Harapan terakhirnya.
Dua Belas SYUKURLAH Olivier sudah boleh pulang sore ini, kata "lise sambil memegang dadanya dan
menghela napas lega. Tara yang berjalan di sampingnya hanya tertawa. Tidak perlu berlebihan begitu, "lise.
Pacarmu hanya menjalani operasi usus buntu biasa.
Ia baru saja menemani "lise mengurus administrasi Olivier sebelum keluar dari rumah sakit.
Sekarang mereka sedang berjalan kembali ke kamar tempat pacar "lise dirawat.
Tapi tetap saja aku khawatir selama dia dioperasi, kata "lise tidak peduli. Kau pasti juga
akan begitu kalau Tatsuya yang menjalani operasi usus buntu.
Tara tersenyum kecil dan mengangkat bahu. Mungkin saja.
"lise memandangnya dengan tatapan menyelidik. Kenapa" Ada apa dengan Tatsuya"
Tara menghela napas dan menggeleng. Tidak apa-apa, sahutnya. Hanya saja dua-tiga hari
terakhir ini dia sepertinya agak pendiam.
Hm" Dia tidak banyak bicara, Tara berusaha menjelaskan. Dia sedang sibuk dan banyak
pekerjaan sehingga kami tidak sempat bertemu, hanya bisa bicara sekali di telepon, tapi itu juga
cuma sebentar. Mungkin ini perasaanku saja.
Mungkin saja, sahut "lise. Kau sudah bertanya padanya" Mungkin dia sedang ada masalah
atau apa. Tidak, dia tidak pernah berkata apa-apa. Aku juga belum bertanya, kata Tara dan
memutuskan dalam hati ia akan bertanya nanti.
Ngomong-ngomong, terima kasih kau mau datang menjenguk Olivier, kata "lise ketika
mereka sudah sampai di depan pintu kamar
Olivier. Tidak masalah, kata Tara ringan. Aku sudah lama mengenal Olivier dan baru kali ini aku
melihatnya terbaring tidak berdaya di tempat tidur. Biasanya dia selalu bergerak, tidak bisa diam.
Perubahan kecil seperti ini pasti bagus baginya.
Apanya yang bagus" "lise mendengus. Sepanjang hari kerjanya hanya menggerutu karena
belum diizinkan berkeliaran.
Tara tertawa. "lise, kau masuk saja dulu. Aku mau ke toilet.
"lise melambai dan masuk ke kamar rawat, sedangkan Tara terus berjalan menyusuri koridor
ke toilet. Baru saja ia akan membelok memasuki toilet wanita, langkah kakinya terhenti. Matanya
terpaku pada punggung seorang pria yang sedang berjalan menjauhi meja perawat tidak jauh dari
sana. Ia mengerjapkan mata.
Papa" gumamnya pada diri sendiri.
Ia bergegas berbalik dan berlari-lari kecil menyusul ayahnya yang akan berjalan menjauhinya.
Papa! serunya ketika ia merasa jaraknya sudah cukup dekat sehingga ayahnya bisa
mendengarnya. Ayahnya menoleh dan... Apakah hanya perasaannya ataukah ayahnya terperanjat melihatnya"
Ma ch"rie" gumam ayahnya setelah Tara berdiri di hadapannya. Sedang apa kau di sini"
Tara tersenyum lebar walaupun dalam hati agak heran melihat ayahnya memandang ke
sekeliling dengan gelisah.
Kalau dipikir-pikir, sebenarnya bukan Tatsuya saja yang terlihat aneh belakangan ini. Tara
juga merasa ayahnya berubah. Selalu gelisah. Ia sudah berusaha mencari tahu, tapi ayahnya selalu
meyakinkan segalanya baik-baik saja.
Pacar "lise sedang dirawat di sini. Operasi usus buntu. Aku datang menjenguknya, jawab
Tara. Papa sendiri sedang apa di sini"
Ayahnya tidak langsung menjawab dan Tara langsung merasa waswas.
Papa sakit" tanyanya cemas.
Ayahnya menggeleng. Tidak, Papa tidak sakit. Papa juga... datang menjenguk teman.
Tara mengangkat alisnya. Oh, begitu. Siapa"
Eh... Kau tidak kenal, ayahnya mengelak, lalu mengalihkan pembicaraan, Bagaimana
keadaan Olivier" Baik-baik saja"
Tara mengangguk. Ya, besok sudah boleh pulang ke rumah.
Ayahnya mengangguk-angguk tanpa perhatian. Baiklah, kalau begitu, kata ayahnya cepat.
Papa harus kembali ke kantor. Kau masih akan tinggal di sini"
Mm, sahut Tara. Ia heran melihat sikap ayahnya yang terburu-buru, sangat bertolak
belakang dengan sikap tenang ayahnya yang biasa. Apakah penyakit temannya membuatnya
cemas" Papa pulang saja dulu.
Setelah memerhatikan ayahnya yang berjalan keluar dari rumah sakit, Tara kembali berjalan
ke toilet sambil terus memikirkan ayahnya. Jangan-jangan penyakin teman ayahnya itu tidak bisa
disembuhkan. Makanya ayahnya khawatir. Baiklah, ia akan bertanya pada ayahnya nanti. Siapa
tahu ayahnya butuh teman mengobrol.
Tara keluar dari toilet dan berjalan kembali ke kamar rawat Olivier. Ketika ia melewati
jendela kaca besar yang menghadap ke halaman samping rumah sakit, sekali lagi langkah kakinya
terhenti. Ia membalikkan tubuh, menempelkan kedua telapak tangan di kaca dan memandang ke
luar. Pandangannya terarah pada seorang laki-laki yang duduk sendirian di bangku kayu panjang
di taman kecil rumah sakit itu.
Oh... Tatsuya" Langsung saja wajah Tara berseri-seri dan senyum senang tersungging di
bibirnya. Hari ini penuh kejutan. Ia bertemu ayahnya dan Tatsuya di rumah sakit yang sama. Ia cepat-cepat berbalik arah dan berlari-lari kecil ke arah pintu keluar.
Ketika ia sampai di pekarangan samping rumah sakit, ia mendapati laki-laki itu masih duduk
merenung di bangku yang sama. Hari ini angin bertiup kencang dan Tara menggigil. Ia baru ingat
ia meninggalkan jaket dan syalnya di kamar rawat Olivier sebelum menemani "lise mengurus
administrasi tadi. Tiba-tiba Tatsuya bangkit dan mulai berjalan. Tara cepat-cepat berlari menyusul sambil
berseru memanggilnya. Tatsuya berhenti dan menoleh. Ia juga menampilkan wajah terkejut setelah melihat siapa
yang memanggilnya. Tatsuya berhenti dan menoleh. Ia juga menampilkan wajah terkejut setelah melihat siapa
yang memanggilnya. Tara-chan, katanya kaget. Sedang apa kau di sini"
Tara merasa lucu karena Tatsuya menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang diajukan
ayahnya tadi. Aku datang menjenguk Olivier yang baru menjalani operasi usus buntu, sahutnya. Kau
sendiri" Kau tidak sakit, bukan"
Tatsuya menggeleng. Aku juga datang menjenguk teman.
Tara tersenyum dan alisnya berkerut. Hari ini banyak sekali teman kita yang sakit, ya"
Tatsuya memandangnya tidak mengerti tapi Tara hanya tertawa kecil dan mengibaskan
tangan. Kau sepertinya sedang tidak sehat, kata Tara sambil mengamati wajah Tatsuya yang pucat.
Tatsuya mengusap wajah dengan sebelah tangan. Hanya kurang tidur.
Tara memeluk tubuhnya sendiri dan menggigil lagi.
Di mana jaketmu" tanya Tatsuya dengan kening berkerut. Kenapa keluar memakai baju
setipis ini" Tara tertawa kecil. Jaketku tertinggal di kamar Olivier.
Olivier" Pacar "lise. Kau kan pernah bertemu dengannya ketika pesta ulang tahun "lise waktu itu,
Tara mengingatkan. Dia baru menjalani operasi usus buntu dan dirawat di sini.
Oh, gumam Tatsuya linglung.
Tara tidak yakin laki-laki itu memahami kata-katanya karena sepertinya Tatsuya memikirkan
hal lain. Tatsuya kembali mengamati Tara dari kepala sampai ke kaki. Kau kedinginan, katanya.
Kemudian ia mengeluarkan tangannya dari saku mantel, menggenggam kedua tangan Tara
dan menariknya mendekat. Tara mengerjapkan mata dan tercengang. Tapi ia menurut saja ketika Tatsuya menariknya ke
dalam pelukannya sehingga mantel cokelat panjang yang dikenakan laki-laki itu bisa membungkus
tubuh mereka berdua. Tara menyadari kedua lengan Tatsuya merangkul seluruh tubuhnya dengan
mudah. Ia tidak pernah mengganggap dirinya bertubuh mungil, tapi ternyata ia begitu kecil dalam
pelukan Tatsuya. Ia senang dengan kenyataan itu.
Bagaimana" Agak mendingan"
Tara mendengar suara Tatsuya di samping kepalanya. Ia tidak sanggup bersuara, hanya bisa
mengangguk. Memeluk Tatsuya seperti ini membuat jantungnya serasa berhenti berdetak dan
napasnya tercekat. Mereka begitu dekat sehingga ia bisa merasakan debar jantung laki-laki itu.
Rasanya hangat dan sangat nyaman, seakan ia sedang melayang di awan.
Aaah... Musim gugur ini dingin sekali, desah Tatsuya.
Tara mengangguk lagi di bahu Tatsuya. Ia bisa merasakan Tatsuya tersenyum. Untuk
beberapa saat mereka berdiri berpelukan seperti itu, di bawah pohon-pohon dengan daun
berwarna kecokelatan di taman rumah sakit. Tara berdoa dalam hati ia bisa selamanya merasakan
perasaan bahagia ini. Namun sikap Tatsuya masih tetap membuatnya bingung. Beberapa hari terakhir Tara merasa
Tatsuya berubah pendiam dan sepertinya agak menjaga jarak darinya, dan sekarang laki-laki itu
tiba-tiba memeluknya seolah itu hal yang paling wajar di dunia. Apa yang sedang dipikirkan
Tatsuya" Tatsuya" panggil Tara di bahu Tatsuya.
Hm" Ada yang mengganggu pikiranmu"
Tatsuya menghela napas. Tidak ada.
Pekerjaanmu di kantor baik-baik saja"
Mm. Tatsuya mengangguk. Proyekmu lancar" Mm. Tatsuya mengangguk lagi.
Kalau bukan masalah pekerjaan, pasti ada hubungannya dengan masalah keluarga. Mungkin
tentang ayah kandungnya yang baru ditemuinya waktu itu"
Bagaimana dengan ayah kandungmu" tanya Tara hati-hati. Kau bertemu dengannya lagi"
Tara merasa pelukan Tatsuya agak menegang.
Tidak ada masalah, gumam laki-laki itu cepat, lalu balas bertanya, Kenapa kau bertanya
hal yang aneh-aneh" Karena kau berubah pendiam belakangan ini, gumam Tara tidak yakin. Dan sekarang kau
tiba-tiba saja... memelukku. Suaranya semakin pelan ketika mengucapkan kata-kata terakhir.
Kau tidak suka" tanya Tatsuya dengan nada bercanda.
Tara cepat-cepat menggeleng. Pipinya terasa panas. Bukan... Maksudku..., ia berusaha
menjelaskan dengan tergagap-gagap, aduh, kau pasti tahu maksudku.
Tatsuya tertawa pelan dan mempererat pelukannya. Aku hanya sedang pusing karena banyak
pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu singkat. Tidak ada masalah serius.
Aku sedang meyakinkan diri sendiri, batin Tatsuya sadar sekali akan hal itu.
Sungguh" tanya Tara. Ia ingin merasa benar-benar yakin.
Gara-gara mengejar waktu aku cuma bisa tidur tujuh jam dalam tiga hari terakhir ini,
Tatsuya menjelaskan. Karena itu sekarang aku capek sekali.
Sebastien perna h bilang kau bekerja sepanjang hari seperti mesin. Tolong ingat kau bukan
mesin. Kau tentu tahu kalau tidak istirahat kau bisa sakit nantinya. Mesin juga bisa meledak kalau
dipakai terus-menerus tanpa henti. Kau dengar"
Tatsuya tertawa lagi mendengar ocehan Tara. Suara gadis itu membuatnya merasa hangat.
Karena itulah sekarang aku memelukmu, sahutnya. Aku bisa mengisi ulang tenagaku.
Tatsuya, jangan bercanda, kata Tara sambil berusaha melepaskan pelukannya, tapi Tatsuya
tidak membiarkannya. Aku tidak bercanda, Tara-chan, kata laki-laki itu sambil menatap mata Tara. Mata kelabu
yang hangat dan dalam. Lalu laki-laki itu tersenyum. Kau membuatku merasa lebih baik.
Menyenangkan sekali memelukmu seperti ini, sampai-sampai aku takut tidak akan sanggup
melepaskan diri lagi. ketika mengucapkan kalimat terakhir itu, tatapan Tatsuya agak menerawang, seakan sedang
bicara pada diri sendiri.
Lalu Tara mengejutkan dirinya sendiri dengan bertanya,k Memangnya kau berniat
melepaskan diri" Tatapan Tatsuya kembali terpusat padanya. Laki-laki itu tertegun sejenak, lalu tersenyum
tipis. Tidak. Kalau memang boleh, aku tidak berniat melepaskan diri.
Tara mengerjapkan mata lagi. Kalau boleh" Apakah Tatsuya sedang meminta izinnya" Tapi
Tara tidak mau bertanya lagi karena tadi ia sudah melontarkan pertanyaan konyol yang
membuatnya malu sendiri. Dan jawaban Tatsuya sudah membuat wajahnya panas. Aneh sekali
laki-laki ini bisa membuatnya merasakan apa yang sedang dirasakannya saat ini. Tapi Tara tidak
mau memikirkannya sekarang. Untuk saat ini ia akan membiarkan dirinya sendiri menikmati
kebersamaannya dengan Tatsuya Fujisawa.
Tatsuya, panggilnya lagi.
Hm" Kau tahu, kalau ada masalah, kau bisa menceritakannya padaku. Mungkin aku tidak bisa
membantu, tapi setidaknya aku bisa menjadi pendengar yang baik.
Beberapa saat Tatsuya tidak menjawab, lalu ia bergumam, Jangan khawatirkan aku, Tara-chan. Aku tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja.
* * * Seharusnya aku tidak melakukannya.
Tatsuya menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi mobil dan memejamkan mata.
Tadi ia baru saja menjalani tes DNA bersama Jean-Daniel Dupont di rumah sakit. Semuanya
berjalan seperti mimpi. Setelah selesai menjalani tes, ia langsung pergi tanpa berbicara dengan
pria itu. Ia sedang tidak ingin bicara. Ia terlalu tegang untuk bicara. Karena ingin menjernihkan
pikiran, ia memutuskan duduk sebentar di bangku taman rumah sakit.
Ia sedang memikirkan tentang hasil tes yang akan diterimanya tiga hari lagi. Apa hasilnya"
Bagaimana selanjutnya" Apa yang harus dilakukannya" Banyak sekali pertanyaan yang berkelebat
dalam beaknya, tapi sayangnya tidak ada jawaban yang memuaskan. Ia sibuk bergumul dengan
pikirannya sendiri sampai gadis itu tiba-tiba muncul di hadapannya.
Seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Baru saja ia memikirkan tentang Tara dan sekarang
gadis itu langsung ada di hadapannya dengan wajah berseri-seri dan senyum ceria tersungging di
bibirnya. Begitu melihat Tara, entah bagaimana Tatsuya merasa beban pikirannya berkurang dan
hatinya terasa hangat. Aneh sekali... Kenapa hanya melihat gadis itu saja ia bisa merasa gembira"
Seharusnya aku tidak melakukannya, pikir Tatsuya lagi. Seharusnya aku tidak memeluknya.
Tetapi pada kenyataannya ia memang ingin memeluk Tara. Saat itu ia tidak berpikir sama
sekali. Ia hanya melakukan apa yang menurutnya hal yang wajar. Rasanya wajar sekali memeluk
Tara Dupont. Rasanya menyenangkan. Untuk sesaat sepertinya ia bisa melupakan masalahnya,
melepaskan ketegangan di pundaknya dan bernapas dengan lega. Hanya saja, memeluk Tara
Dupont juga menimbulkan kesadaran baru.
Dan masalah baru. Tatsuya membuka matanya kembali dan menatap kosong ke langit-langit mobil.
Entah sejak kapan perasaan ini timbul dalam dirinya, tapi setelah apa yang dilakukannya tadi,
ia sadar ia tidak sanggup menjauhi Tara Dupont. Ia sudah jatuh terlalu dalam dan tidak bisa
keluar lagi. Tidak bisa keluar... atau tidak mau keluar"
Entahlah. Yang pasti ini artinya masalah.
Tiga Belas AMPLOP tipis di tangannya ini terasa berat.
Rasanya begitu berat sampai Tatsuya harus
memegangnya dengan kedua tangan. Apakah ia sudah siap membuka amplop itu"
Tatsuya berjalan ke taman di samping rumah sakit, duduk di bangku kayu yang pernah
didudukinya pada hari ia menjalani tes DNA.
Mungkin seharusnya ia menelepon Jean-Daniel Dupont. Pria itu pasti juga khawatir.
Tidak... Tatsuya ingin memastikan sendiri terlebih dahulu.
Dengan tangan yang agak gemetar, ia merobek amplop putih itu dan mengeluarkan secarik
kertas yang terlipat rapi. Matanya mulai membaca tulisan di kertas itu. Semakin ia membaca,
pelipisnya semakin berdenyut-denyut.
Tidak... Tidak...
Autumn In Paris Karya Ilana Tan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Begitu selesai membaca, kedua tangannya terkulai lemas dan ia memejamkan mata erat-erat.
Napasnya berat dan terputus-putus. Dunianya mendadak gelap dan runtuh di depan matanya.
Harapan terakhirnya... Satu-satunya harapan yang dimilikinya hilang sudah.
Ia, Tatsuya Fujisawa, memang anak kandung Jean-Daniel Dupont.
Empat Belas ALL"! Sebastien mengangkat wajah dari kertas-kertas yang berserakan di meja dan melihat Tara
mengintip dari celah pintu kantornya yang terbuka.
Tara! serunya gembira. Tumben kau datang ke kantorku. Ayo, masuks aja.
Tara menghampiri Sebastien dengan senyum lebar. Apa kabar, Sebastien"
Sebastien bangkit dan merangkul Tara. Tadinya capek setengah mati, tapi begitu melihatmu
datang semangatku langsung naik, katanya.
Tara mendengus dan tertawa. Simpan saja rayuanmu untuk gadis lain.
Sebastien kembali duduk di kursi. Kenapa kau tiba-tiba datang ke sini"
Tara memandang berkeliling. Kantor Sebastien punya nasib yang sama dengan apartemen
Tara. Berantakan. Sebenarnya aku datang untuk menemui Tatsuya, sahut Tara ringan.
Sebastien langsung memejamkan mata dan memasang raut wajah terluka. Aduh, harga
diriku... Kukira kau datang untuk menemuiku.
Tara mendorong bahu Sebastien dengan main-main. Yah, karena aku tidak berhasil
menemuinya, aku datang ke tempatmu. Kau tahu ke mana perginya""
Sebastien mengangkat bahu. Entahlah. Mungkin mengunjungi lokasi proyek. Ia diam
sejenak, lalu melanjutkan, Akhir-akhir ini dia agak aneh. Sepanjang hari bekerja tanpa henti.
Kalaupun berhenti, dia hanya melamun. Tapi setelah itu dia sibuk lagi.
Tara mengerjapkan mata. Ia tidak salah. Tatsuya memang agak aneh belakangan ini. Ternyata
Sebastien juga merasakannya.
Kau tau ada apa dengannya" tanya Sebastien.
Tara menggeleng. Ia justru berharap Sebastien bisa menawarkan penjelasan untuk pertanyaan
itu. Aku pernah bertanya, tapi katanya dia hanya capek bekerja, sahut Tara seadanya. Ia
menatap Sebastien dengan mata disipitkan. Itu salahmu, gerutunya. Kenapa membiarkannya
bekerja terus tanpa henti"
Sebastien mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Wah, itu bukan salahku. Bukan
aku yang memaksanya bekerja. Dia sendiri yang ingin melakukannya. Sebastien memiringkan
kepala. Sepertinya ada yang mengganggu pikirannya, makanya dia harus bekerja sebagai
pelampiasan. Itu teoriku.
Tara mengembuskan napas panjang. Begitukah"
Sebastien mengangkat bahu, lalu bertanya, Ngomong-ngomong, kenapa kau mencarinya"
Tara ikut mengangkat bahu karena merasa alasannya sederhana saja. Hanya ingin
mengajaknya makan siang. Sebastien bisa melihat kekecewaan Tara. Perasaan gadis itu mudah ditebak. Tara Dupont
bukan orang yang bisa menutupi perasaannya.
Karena Tatsuya tidak ada, bagaimana kalau aku saja yang menggantikannya" Sebastien
menawarkan. Alis Tara terangkat. Kau tidak sibuk"
Sebastien menatap tumpukan kertas dan map di meja kerja, lalu menggeleng dengan yakin.
Karena kau sangat membutuhkan sahabatmu ini, aku bisa menyisihkan sedikit waktu,
guraunya. Kau tidak ada janji dengan pacar barumu" selidik Tara.
Tidak ada pacar. Yang kemarin itu" desak Tara. Yang namanya Julia atau apa itu.
Juliette" Hah! Aku sudah dicampakkannya, kata Sebastien ringan.
Dicampakkan" Kau"
Sebastien mengibaskan tangan dan tersenyum masam. Tidak penting sama sekali, tapi akan
kuceritakan nanti. Janji. Aku masih ingat kau orang yang gampang penasaran, katanya cepat.
Sekarang kau ingin makan apa" Kita pesan saja dan m
inta diantarkan ke sini. Kau tidak
keberatan, bukan, kalau kita makan di sini saja"
Baiklah, kata Tara sambil memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman. Dan,
Sebastien, aku mau sate kambing!
Bistro itu jauh, ma ch"rie, desah Sebastien.
Tara mengangkat bahu. Lalu kau mau makan apa"
Sebastien baru saja meraih gagang telepon untuk menelepon rumah makan Prancis
kesukaannya ketika ia teringat sesuatu. Ia menatap Tara dan bertanya, Ngomong-ngomong,
apakah kau tahu hari ini hari ulang tahun Tatsuya"
* * * Tatsuya menghentikan langkah ketika melewati ruang kerja Sebastien yang pintunya setengah
terbuka. Dari celah pintu ia melihat Sebastien sedang duduk di kursinya sambil tertawa. Bukan
Sebastien Giraudeau yang membuat langkahnya berhenti, tapi gadis yang duduk di hadapannya.
Tara Dupont sedang bercerita dengan gembira. Tangan kanannya yang memegang garpu
bergerak-gerak dengan ekspresif.
Tatsuya tidak bisa mendengar tepatnya apa yang sedang dibicarakan kedua orang itu, hanya
bisa mendengar suara tawa mereka. Tangannya baru terangkat akan mendorong pintu itu ketika
tiba-tiba ia mengurungkan niat. Matanya terpaku pada tangannya yang terangkat. Tangan itu
masih mencengkeram kertas yang memuat hasil tes DNA yang baru diterimanya tadi pagi.
Selama beberapa detik tadi ia sempat melupakan hasil tes itu, tapi sekarang ia diingatkan lagi
kepada mimpi buruk yang mendadak menjadi kenyataan ini.
Tidak, sekarang ini ia tidak sanggup menghadapi Tara Dupont. Ia tidak tahu harus bersikap
bagaimana. Ia masih belum memutuskan apa-apa.
Ia menurunkan tangan dengan perlahan dan tanpa suara ia pun membalikkan tubuh dan
berlalu. * * * All", Teman. Dari mana saja kau seharian ini"
Tatsuya menoleh dan mendapati Sebastien sudah berdiri di depan meja kerjanya.
Oh, halo, Sebastien, balasnya pelan. Dalam hatinya ia bertanya-tanya apakah Tara sudah
pulang. Dari mana saja kau seharian ini" ulang Sebastien.
Tatsuya terdiam sejenak, lalu menjawab dengan hati-hati, Ada sedikit urusan.
Sebastien mengangguk-angguk, tapi tidak bertanya lebih lanjut. Mungkin menyadari
keengganan Tatsuya. Sebagai gantinya ia berkata, Tadi Tara datang ke sini.
Tatsuya mengangguk, tapi pandangannya menerawang. Ia sudah melihat Tara tadi dan
sekarang ia sangat merindukan gadis itu. Perasaan ini membuatnya amat sangat tertekan.
Sebastien memasukkan kedua tangan ke saku celana. Hm" Kau tahu"
Tatsuya mengangguk lagi. Kali ini ia menatap Sebastien untuk menegaskan. Tadi aku
melihatnya di ruang kerjamu, sahutnya, berusaha mengendalikan suaranya tetap tenang dan
datar. Lho" Lalu kenapa kau tidak masuk saja dan bergabung dengan kami" tanya Sebastien
heran. Tatsuya tersenyum tipis. Kalian sedang mengobrol. Aku tidak ingin mengganggu.
Bukan, itu alasan yang lemah dan dibuat-buat. Kenyataannya adalah ia hanya tidak sanggup
bertemu muka dengan Tara Dupont.
Sebastien menarik sebuah kursi dan duduk. Wajahnya terlihat serius. Hei, Teman, katanya
dengan nada bersungguh-sungguh. Kuharap kau tidak salah paham dengan apa yang kaulihat
tadi. Tatsuya memandang Sebastien tidak mengerti.
Tadi Tara datang untuk menemuimu. Karena kau tidak ada, aku menemaninya makan
siang, jelas Sebastien. Tatsuya tersenyum. Aku tahu, Sebastien. Aku sama sekali tidak mengkhawatirkan hal itu.
Mereka berdua terdiam. Tatsuya memandang ke luar jendela, tapi tidak benar-benar
memerhatikan sesuatu. Pandangannya kosong. Ia berharap pikirannya juga bisa kosong, tidak
serumit sekarang. Kau tahu, kau terlihat agak aneh belakangan ini.
Tatsuya kembali menoleh menatap Sebastien dengan alis terangkat. Aneh" tanyanya. Tidak,
ia tidak aneh seperti yang dikatakan Sebastien. Hanya saja dunianya runtuh dan ia terjebak di
dalamnya. Sekarang ini ia sedang mencari jalan keluar dari kekacauan itu.
Ada apa" tanya Sebastien. Ada masalah apa" Ada yang bisa kubantu"
Tatsuya menghela napas. Ia tidak bisa menceritakannya. Tidak apa-apa, jawabnya sambil
tersenyum untuk meyakinkan Sebastien. Dan dirinya sendiri.
Tara juga mencemaskan dirimu, tambah Sebastien. Ia mengamati reaksi Tatsuya.
Tatsuya menu nduk, lalu mengangguk-angguk pelan. Aku hanya capek. Kurang tidur. Tapi
aku tidak apa-apa. Ia menatap Sebastien. Sungguh, tambahnya.
Bagaimana kalau kita minum-minum sore nanti" usul Sebastien demi menaikkan sedikit
semangat teman baiknya itu. Kelihatannya Tatsuya butuh sedikit minuman untuk menenangkan
diri. Tapi kalau dinilai dari kondisinya sekarang, mabuk-mabukan juga tidak ada salahnya.
Tatsuya tertawa kecil. Tidak, terima kasih.
He, kau yang harus traktir karena hari ini hari ulang tahunmu, kan" kata Sebastien.
Tatsuya tertegun. Benar, hari ini hari ulang tahunnya. Bagaimana ia bisa lupa hari ulang
tahunnya sendiri" Seharusnya ia merasa bahagia hari ini, tapi kenyataannya ia malah mendapat
mimpi buruk. Ironis sekali hidup ini.
Sebelum Tatsuya bisa menanggapi kata-kata Sebastien, ponselnya yang tergeletak di meja
berbunyi. Ia meraih benda itu dan melihat tulisan yang muncul di layar ponsel. Raut wajahnya
berubah serius. Ia menatap Sebastien dan berkata, Maaf, Sebastien. Aku harus menerima
telepon ini. Sebastien memahami isyarat itu. Tatsuya ingin menjawab telepon itu tanpa didengar orang
lain. Sebastien mengangguk dan bangkit dari kursi. Baiklah, tapi ingat, Teman, percakapan ini
belum selesai. Setelah Sebastien keluar dari ruangan dan menutup pintu, barulah Tatsuya menjawab telepon.
Kau sudah menerimanya" tanya Jean-Daniel Dupont di seberang sana. Suarnaya mendesak.
Cemas. Ya, gumam Tatsuya. Lalu" Tatsuya tidak menjawab. Hanya menarik napas. Ia tidak sanggup menjawab.
Seperti yang kita perkirakan" tanya Jean-Daniel Dupont lagi. Suaranya tidak lagi terdengar
mendesak. Tatsuya masih tidak bisa menemukan suaranya.
Tatsuya, panggil pria itu. Nadanya melembut. Bagaimana keadaanmu"
Tatsuya menopangkan kedua sikunya di meja dan sebelah tangannya yang tidak memegang
ponsel menekan keningnya.
Kacau, pikirannya sedang kacau, tapi ia tidak bisa mengatakannya.
Kau mau membicarakannya" Jean-Daniel menawarkan. Suaranya terdengar cemas. Kita
harus bicara, Tatsuya. Kau tahu itu.
Apa yang bisa dibicarakan" Apakah bisa menyelesaikan masalah ini"
Kau sudah memberitahu Victoria"
Kali ini Tatsuya memberikan reaksi. Tidak, jawabnya cepat. Kuharap Anda tidak
melakukannya lebih dulu, Monsieur.
Dia harus tahu, Tatsuya. Tatsuya mengembuskan napas. Aku tahu. Demi Tuhan! Aku tahu....
Biar aku sendiri yang memberitahunya, putus Tatsuya. Aku yang akan mengatakannya.
Jean-Daniel Dupont tidak menjawab.
Tolonglah, Monsieur, pinta Tatsuya lirih. Biar aku yang bicara dengan Tara.
Setelah diam beberapa saat, Jean-Daniel berkata dengan suara serak, Aku sungguh menyesal
keadaannya menjadi seperti ini. Maafkan aku.
Tatsuya memejamkan mata. Aku juga.
* * * Sepanjang hari Tatsuya membenamkan diri dalam pekerjaan, tidak membiarkan dirinya
beristirahat, karena begitu ia diam sebentar saja, pikirannya akan melayang kembali ke masalah
yang satu itu. Ia terus menyibukkan diri tanpa henti, sampai ponselnya berbunyi. Ia menatap
tulisan yang muncul di layar ponsel dan dadanya tiba-tiba terasa sakit.
Tara. Ia bimbang. Apakah ia akan menjawab telepon itu atau tidak. Akhirnya ia memutuskan
membiarkan ponselnya terus berdering. Setelah beberapa lama, deringannya berhenti. Tatsuya
menarik napas dan baru akan kembali melanjutkan pekerjaan ketika ponselnya berdering lagi.
Tatsuya merasa tidak tega. Akhirnya ia membulatkan tekad dan menjawab telepon itu.
All"" Suaranya terdengar dingin di telinganya sendiri.
Tatsuya, kenapa kau tadi tidak mengangkat teleponku" Suara Tara yang ceria terdengar di
ujung sana. Begitu mendengar suara yang begitu dirindukannya, Tatsuya langsung merasa sesak
napas. Dadanya terasa berat.
Karena tidak bisa menjawab pertanyaan itu, Tatsuya hanya bergumam tidak jelas dan
bertanya, Ada apa mencariku"
Bisa keluar malam ini"
Tatsuya menunduk. Tidak bisa.
Tidak bisa" Nada kecewa terdengar dalam suara Tara.
Maafkan aku. Banyak sekali pekerjaan yang harus kuselesaikan hari ini, Tatsuya berbohong.
Ia merasa perlu berbohong walaupun berbohong tidak pernah membuatnya merasa lebih baik.
Apalagi berbohong kepada Tara. Kita bertemu setelah pekerjaanmu selesai, desak Tara. Gadis itu tidak mau menyerah.
Tidak apa-apa. Aku akan menunggumu.
Tara-chan, lain kali saja....
Tidak bisa, potong Tara keras kepala. Harus hari ini.
Tatsuya tidak menjawab. Ia merasa keyakinan dirinya mulai goyah.
Tapi, Tara-chan, aku sungguh-sungguh tidak tahu kapan pekerjaanku akan selesai.
Tidak apa-apa. Aku akan menunggu, kata Tara tegas. Datang saja kalau kau sudah selesai.
Jam berapa pun. Aku akan menunggu.
* * * Tara melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Jam 19.15. Tatsuya belum
terlihat di mana pun. Tara sendiri sudah tiba di bistro itu satu jam sebelumnya. Kue ulang tahun
yang tadi dibelinya sudah dititipkan kepada pelayan. Begitu Tatsuya datang, ia akan memberi
tanda kepada pelayan untuk mengeluarkan kue itu. Ini akan menjadi kejutan bagi Tatsuya.
Begitu ia mendengar dari Sebastien kalau hari ini hari ulang tahun Tatsuya, Tara segera
membuat rencana. Ia pergi membeli kue dan juga hadiah. Ia memang agak kesulitan mencari
hadiah yang cocok karena belum tahu apa yang disukai dan tidak disukai Tatsuya, tapi akhirnya ia
menemukan sesuatu yang menurutnya cocok.
Akhir-akhir ini Tatsuya memang bersikap sedikit aneh, tetapi itu mungkin karena kelelahan.
Tadinya laki-laki itu bahkan tidak mau diajak keluar. Tidak apa-apa. Tara memang tidak suka
menunggu, karena menurutnya menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan di dunia.
Tetapi demi merayakan ulang tahun Tatsuya, ia rela. Lagi pula tadi ia sudah berjanji akan
menunggu, sampai jam berapa pun.
* * * Tara kembali melirik jam tangannya. Hampir jam 20.00
Ia memandang berkeliling. Bistro itu ramai. Setiap hari bistro ini selalu dipadati pengunjung
karena suasananya nyaman dan menyenangkan. Makanan yang disajikan juga sangat enak. Para
tamu di sekelilingnya makan bersama pasnagan, teman atau keluarga. Hanya Tara yang duduk
sendiri. Tiba-tiba saja ia merasa begitu kesepian. Kalau saja Tatsuya bisa cepat datang.
* * * Jam 21.28. Tara melirik pintu masuk bistro. Masih tidak terlihat batang hidung Tatsuya. Tara
menarik napas dan mengembuskannya dengan keras. Ia mengeluarkan ponsel dan menatap
benda itu. Tidak, ia tidak akan menelepon Tatsuya. Tadi ia sudah bilang akan menunggu laki-laki itu.
Kalau Tara meneleponnya sekarang, akan terasa konyol. Ia melemparkan ponsel itu ke meja dan
menggigit bibir dengan kening berkerut bimbang.
* * * Jam 22.02. Bistro sudah mulai sepi dan pelayan-pelayan sibuk membersihkan meja. Tara
mengembuskan napas panjang dan mengetuk-ngetuk ponsel yan gada di meja dnegna ujung jari
telunjuk. Cepatlah datang, gumamnya pelan.
Lalu seakan menjawab doanya, terdengar denting bel halus pada saat pintu bistro terbuka.
Tara mengangkat wajah dan melihat Tatsuya berdiri di sana. Begitu melihat sosok yang sudah
begitu dikenalnya itu, rasa lega menyerbu dirinya. Rasanya ia bisa menangis. Ia begitu gembira
sampai-sampai ia harus menahan diri supaya tidak berlari dan memeluk laki-laki itu.
Tara memasang ekspresi kecewa dan menatap Tatsuya ketika lkai-laki itu sudah berdiri di
hadapannya. Kau tahu sudah berapa lama aku menunggumu" tanyanya.
Tatsuya tersenyum tipis. Ia terlihat sangat lelah. Maafkan aku, gumamnya.
Tapi aku senang kau datang, kata Tara sambil tersenyum lebar. Aku tahu kau pasti
datang. * * * Tatsuya harus memaksa kakinya melangkah masuk ke bistro itu. Ia sudah mengulur waktu selama
mungkin. Ia tetap tinggal di kantor walaupun pekerjaannya sudah selesai. Ia tidak ingin bertemu
dengan Tara. Ia berharap gadis itu tidak menunggunya. Tapi akhirnya ia tidak bisa menahan diri
untuk tidak pergi ke sana. Sepanjang perjalanan ia berharap Tara sudah tidak ada di sana. Ia
berharap gadis itu sudah pulang karena sudah tidak sabar menunggu.
Tetapi begitu sampai di depan bistro, ia melihat Tara masih ada di sana. Sendirian. Tidak ada
tamu lain selain gadis itu. Hatinya pun terasa sakit seakan diremas-remas.
Sepertinya malam ini ia harus memberitahu gadis itu tentang rahasia yang nyaris membuatnya
gila ini. Tentang Tara, ayahnya
, dan Tatsuya sendiri. Segitiga aneh yang melibatkan hubungan
darah dan perasaan yan gtak terungkapkan. Tidak ada cara lain. Ia harus memberitahu Tara
sebelum semuanya bertambah rumit, sebelum ia jatuh....
Tidak, sebenarnya ia sudah jatuh terlalu dalam. Tetapi mungkin bila ia bisa jujur pada gadis
itu, ia bisa mencari jalan untuk merangkak keluar dari jurang yang amat dalam ini. Mungkin ia
masih bisa menyelamatkan hatinya.
Autumn In Paris Karya Ilana Tan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Entah berapa lama ia berdiri di sana, ia sendiri tidak tahu. Ia hanya berdiri di sana sambil
berusaha menemukan kembali sisa-sisa kendali dirinya. Setelah merasa cukup tenang, ia
melangkah masuk. Kau tahu sudah berapa lama aku menunggumu" tanya gadis itu begitu Tatsuya
menghampirinya. Tara menatap langsung ke matanya, dan ia takut gadis itu bisa membaca
pikirannya. Aku tahu. Maafkan aku.... Maafkan aku....
Tapi aku senang kau datang.
Tatsuya melihat Tara tersenyum. Senyum yang membuat Tatsuya merasa hatinya ditusuk-tusuk. Gadis itu sama sekali tidak marah padany akarena sudah menunggu berjam-jam.
Aku tahu kau pasti datang, tambah Tara yakin.
Ada yang ingin kukatakan padamu, kata Tatsuya sambil duduk di hadapan gadis itu,
berusaha keras tidak menatap matanya. Ini harus diselesaikan sekarang, sementara ia masih punya
keberanian. Tunggu dulu, sela Tara. Kau harus melihat kejutanku dulu.
Tatsuya mengangkat alis. Kata-kata yang sudah tersusun di otaknya buyar. Kejutan apa"
Perayaan ulang tahunmu, sahut Tara ceria.
Tepat pada saat itu juga, seorang pelayan menghampiri meja dengan membawa kue dengan
sebatang lilin menyala di atasnya.
Tatsuya terpana melihat kue yang diletakkan di depannya itu, terlebih lagi ketika tiga pelayan
mulai menyanyikan lagu ulang tahun untuknya. Ia sampai kehilangan kata-kata.
Aku membelinya tadi sore, kata Tara setelah lagu berakhir.
Sungguh, gumam Tatsuya. Kau tidak perlu repot-repot begitu.
Tara menggeleng. Tidak repot sama sekali. Hari ini hari ulang tahunmu. Tentu saja harus
dirayakan. Tatsuya diam saja dan menatap kue di hadapannya yang bertuliskan Selamat Ulang Tahun,
Tatsuya. Ucapkan satu permintaan sebelum meniup lilinnya, kata Tara, menyadarkannya dari
lamunan. Permintaan" Tara menatapnya dan mengangguk dengan sungguh-sungguh. Kau tentu tahu permintaan
yang diucapkan saat kita berulang tahun akan selalu terkabul, bukan"
Tatsuya mendengus pelan dan diam-diam tersenyum masam. Yang benar saja. Permintaan"
Tentu saja dia punya permintaan. Ia sudah meneriakkan permintaannya dalam hati berulang-ulang selama beberapa hari terakhir ini. Ia bahkan yakin Tuhan pun bisa mendengar teriakan
hatinya. Namun ia masih cukup waras untuk menyadari keinginannya tidak akan pernah terkabul.
Sekarang ini ia bahkan sudah tidak berani bermimpi untuk berharap.
Ayo, cepat, desak Tara. Nanti lilinnya meleleh.
Tatsuya menurut. Ia memejamkan mata sejenak, kemudian membuka mata dan meniup lilin
di kue itu. Tara dan pelayan-pelayan itu bertepuk tangan. Setelah menyalami Tatsuya, pelayan-pelayan
tersebut meninggalkan mereka berdua.
Apa yang kauminta tadi" tanya Tara. Gadis itu ingin tahu, seperti biasa.
Tatsuya tersenyum dan mengulurkan tangan hendak menyentuh kepala Tara, tapi dengan
cepat menyadari apa yang akan dilakukannya dan menarik kembali tangannya. Ia menggeleng dan
mengalihkan pandangan dari wajah Tara. Aku tidak bisa mengatakannya padamu. Kalau
kukatakan, harapanku tidak akan terkabul, elaknya.
Tara tersenyum manis, lalu merogoh tas tangannya. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil
berwarna biru dan menyerahkannya kepada Tatsuya.
Hadiah, katanya dengan senyum lebar.
Tatsuya menerima hadiah yang disodorkan dengna perasaan campur aduk.
Baiklah, kata Tara dengan mata berbinar-binar. Semoga kau suka.
Tatsuya melakukan seperti yang diminta. Ia membuka kotak kecil sederhana itu dan
mengeluarkan sebuah jam saku antik berwarna emas, lengkap dengan rantainya. Dan di tutup jam
saku itu terukir kata Fujitatsu .
Selamat ulang tahun, Tatsuya, kata Tara. Aku memberimu jam saku itu supaay kau lebih
memerhatikan waktu. Jangan bekerja terus-terusan. Kau harus ingat a
da waktunya untuk istirahat. Tatsuya mengangkat wajah dan menatap langsung ke mata Tara. Gadis itu membalas
tatapannya dengan senyum lebar yang selalu sanggup membuat Tatsuya melupakan semua beban
masalah. Nah, sekarang apa yang ingin kaukatakan padaku tadi" tanya Tara, menyadarkan Tatsuya
akan kenyataan yang ada. Tatsuya tidak langsung menjawab. Ia menatap gadis itu, lalu jam saku yang ada dalam
genggamannya, dan kembali menatap Tara. Ia memaksakan seulas senyum tipis. Akus enang
melihatmu lagi. Tuhan, tolonglah dia.... Ia sungguh tidak bisa memberitahu gadis itu. Tidak bisa. Mulutnya
seakan terkunci. Lidahnya seakan tidak berfungsi.
Tara mengangkat kedua alis, lalu tertawa.
Tuhan, tolonglah dia.... Ia tidak bisa memberitahu gadis itu bahwa mereka punya ayah yang
sama. Ia tidak bisa.... Lima Belas ANEH, gumam Tara sambil menatap ponselnya.
Kenapa" tanya "lise tanpa mengalihkan tatapan dari layar laptop.
Tara mengerutkan kening dan menggigit-gigit bibir. Ponselnya tidak aktif.
Ponsel siapa" Tatsuya. Kali ini "lise memandang Tara sekilas, lalu kembali menatap layar laptop. Mungkin dia sibuk
dan tidak bisa menjawab telepon.
Tara menopangkan kedua siku di meja dan memiringkan kepala. Tadi Sebastien bilang
Tatsuya pergi ke lokasi proyek. Bisa jadi dia memang sibuk.
Mm. "lise mengangguk, tidak terlalu peduli dengan pacar temannya yang tidak mau
menjawab telepon. Menurutnya itu hanya masalah biasa.
Kau tahu...., Tara memulai, tetapi ragu sejenak.
Apa" Tara kembali mengerutkan kening. Kau selalu berkata ini perasaanku saja, tapi aku benar-benar merasa Tatsuya berubah.
"lise memandang temannya sekilas, lalu menutup laptop supaya bisa memusatkan perhatian
pada Tara. Coba katakan, berubah seperti apa" tanyanya.
Tara mengangkat bahu. Dia berubah pendiam, kata Tara pelan. Selalu melamun.
Sepertinya dia sedang ada masalah berat, tapi tidak mau menceritakannya padaku. Kalau kutanya
dia selalu bilang dia hanya capek.
Sejak kapan kau merasa dia berubah"
Hmm... Dia masih seperti biasa saat pesta ulang tahunmu, jawab Tara sambil berpikir-pikir,
lalu ia teringat sesuatu. Ah, ayahku juga aneh.
Alis "lise terangkat. Kenapa tiba-tiba pembicaraan ini jadi beralih ke ayah Tara"
Ayahmu kenapa" tanyanya.
Ayahku pernah bertanya padaku tentang Tatsuya.
Lalu" Biasanya dia tidak pernah mencampuri masalah pergaulanku.
Mungkin ayahmu bisa merasakan kau suka pada Tatsuya.
Tara terdiam sejenak. Entahlah, katanya. Tapi dia memang bertanya padaku. Dan aku
menjawab aku menyukai Tatsuya.
Bagaimana reaksinya"
Gelisah. Sepertinya dia tidak senang.
Mereka berdua tidak mengatakan apa-apa. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri.
Kemudian Tara menggeleng. Tidak bisa. Aku penasaran sekali. Aku harus bertanya pada
ayahku. Dia harus menceritakan padaku apa yang sedang dipikirkannya.
* * * Tara tiba di kantor ayahnya. Setelah memberi salam pada resepsionis gedung yang sudah
mengenalnya, ia langsung masuk ke lift. Ruangan sekretaris kosong karena saat itu jam makan
siang. Tara langsung berjalan ke kantor ayahnya. Tanpa mengetuk, ia membuka pintu. Baru saja
ia akan membuka mulut untuk menyapa ketika ia mendengar suara ayahnya.
Kau belum memberitahunya"
Tara melongok ke dalam ruangan yang tidak terlalu luas namun rapi itu. Ayahnya duduk
membelakangi meja kerja, membelakangi pintu, dan ternyata sedang berbicara di telepon.
Aku tahu ini bukan hal yang mudah, kata ayahnya lagi. Suaranya rendah dan berat. Tapi
bagaimanapun juga, kau tahu kita harus memberitahunya.
Tara mengerjapkan mata. Memberitahukan apa kepada siapa"
Tatsuya. Mendengar ayahnya menyebut nama Tatsuya, Tara langsung bergeming dan menahan napas.
Apakah ayahnya sedang berbicara dengan Tatsuya"
Tatsuya, aku tahu apa yang kaurasakan padanya. Dan aku yakin kau juga tahu apa yang
dirasakannya terhadapmu. Kau mau membiarkannya terus seperti ini"
Tara tetap diamt idak bergerak. Otaknya berputar keras. Apa yang sedang dibicarakan
ayahnya" Kau tahu ini tidak boleh.
Apa yang tidak boleh"
Baiklah, baiklah... Aku tidak akan memaksamu. Aku
yakin kau tahu apa yang terbaik dalam
situasi seperti ini. Aku hanya tidak mau Victoria terluka.
Aku" Tara terkesiap. Mereka sedang membicarakan dirinya"
Ia masih menahan napas, masih berdiri di ambang pintu dengan sebelah tangan
mencengkeram pegangan pintu, dan belum pulih dari rasa terkejutnya ketika ayahnya memutar
kursi kembali menghadap meja kerja untuk mengembalikan gagang telepon ke tempatnya dan
menghadap ke pintu. Saat itulah ia melihat Tara berdiri mematung di sana.
Ma ch"rie" Kekagetan ayahnya tidak sempat ditutupi. Tentu saja ia tidak pernah menyangka
putrinya akan berdiri di sana dan mendengarkan pembicaraannya.
Tara mengerutkan kening dan menatap ayahnya. Ia bisa merasakan ayahnya
menyembunyikan sesuatu darinya. Dan ia ingin tahu sekarang juga.
Papa sedang bicara dengan siapa tadi" tuntutnya. Ia penasaran, tapi juga takut mendengar
jawaban ayahnya. Ma ch"rie... Ayahnya bangkit dari kursi dengan pelan.
Dengan Tatsuya" desak Tara. Ayahnya tidak langsung menjawab, berarti memang benar
ada yang disembunyikannya.
Bahu ayahnya merosot. Apa yang kaudengar tadi"
Tara menggeleng-geleng. Papa membicarakan tentang aku.
Ayahnya berjalan mengelilingi meja dan menghampirinya.
Papa menyuruhnya mengatakan sesuatu kepadaku, kata Tara sambil menatap mata
ayahnya. Ia mundur selangkah. Apa itu"
Ayahnya tidak membalas tatapannya dan tidak menjawab, juga tidak berusaha mendekati
Tara lagi. Papa, desak Tara. Apa yang ingin Papa katakan padaku" Jangan-jangan Papa melarangku
berhubungan dengan Tatsuya"
Kali ini ayahnya memandangnya dan Tara tercekat. Ada apa ini" Sepertinya masalah ini
sangat serius. Rasa takut mulai merayapi dirinya.
Benarkah" Papa ingin aku berhenti menemuinya" gumam Tara kecewa. Biasanya ayahnya
tidak pernah mencampuri urusan pribadinya. Kenapa sekarang"
Ayahnya menarik napas. Ma ch"rie, kata ayahnya lirih. Papa tidak memintamu berhenti
menemuinya. Lalu" Ayahnya menatap Tara dan berkata, Jangan menyukainya.
Apa" Tara semakin bingung. Ia mengangkat kedua tangan dengan gerakan putus asa. aku
tidak mengerti. Kenapa"
Pokoknya, jangan menyukainya, kata ayahnya. Kali ini dengan suara yang sedikit keras. Ia
membalikkan badan. Tara mendengus dan tertawa sumbang. Aneh sekali. Ini seperti cerita opera sabun murahan
di televisi. Ayahnya tidak menjawab. Kenapa aku tidak boleh menyukainya" desak Tara lagi. Suaranya semakin keras. Ia tak mau
menyerah sebelum tahu alasan di balik semua omong kosong ini.
Jangan katakan itu, ma ch"rie, kata ayahnya pelan.
Tara mengangkat bahu tidak peduli. Ayahnya sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Itu
membuatnya makin frustrasi. Jangan katakan apa" Bahwa aku suka padanya" Tapi aku memang
menyukainya, Papa. Ayahnya menggeleng-geleng. Jangan. Demi Tuhan! Jangan menyukainya seperti itu.
Kenapa" Katakan padaku kenapa tidak boleh" seru Tara putus asa. Papa pasti punya
alasan! Tepat saat itu ponsel Tara berdering. Tara memejamkan mata kuat-kuat dan mengatur napas.
Dengan marah ia merogoh tasnya dan mengeluarkan ponsel. Ia baru akan mematikan ponsel itu
ketika melihat tulisan yang muncul di layar.
Sebastien. Ia menempelkan ponsel ke telinga dan langsung berkata, Sebastien, maaf. Nanti Apa"
Begitu mendengar apa yang dikatakan Sebastien, seluruh tubuh Tara seakan disiram air
dingin. Dia terluka" Dia tidak apa-apa" Apa yang terjadi"... Ya, ya... Aku akan ke sana... Sekarang.
Setelah menutup ponselnya, ia mendengar ayahnya bertanya, Ada apa"
A-ada kecelakaan di lokasi proyek, sahut Tara panik. Pertengkarannya dengan ayahnya
terlupakan seketika. Tatsuya...
Ayahnya mencengkeram lengannya. Tatsuya kenapa"
Sebastien hanya bilang sekarang sedang dibawa ke... eh, rumah sakit, kata Tara dengan
susah payah. Otaknya kacau. Aku harus ke sana sekarang.
Papa akan mengantarmu. Saat itu Tara sudah kalut dan tidak sempat merasa heran kenapa ayahnya juga ikut panik.
Enam Belas SEBASTIEN! Mendengar suara Tara, Sebastien segera mengangkat kepala dan berdiri dari kursi. Tara
berlari-lari menghampirinya dengan raut wajah cemas.
Bagaimana keada annya" tanya Tara dengan panik dan napas terengah.
Sebastien memegang kedua bahu Tara dan berusaha menenangkannya. Jangan khawatir.
Dokter sedang bersamanya sekarang ini.
Apa yang terjadi" Kepanikan Tara masih belum mereda. Matanya yang bersinar ketakutan
menatap lurus-lurus ke mata Sebastien.
Duduk dulu, kata Sebastien sambil menuntun Tara ke kursi. Tatsuya tertimpa balok
kayu. Napas Tara langsung tercekat dan Sebastien cepat-cepat menambahkan, Tapi tidak apa-apa. Jangan panik dulu. Tadi kata Dokter tangannya retak, tapi tidak parah. Luka di kepalanya
juga bisa dijahit tanpa masalah. Selain itu dia hanya mengalami luka ringan di bagian punggung.
Dengan cepat Tara bangkit dari kursi. Aku boleh melihatnya sekarang"
Sebastien menarik tangan Tara supaya duduk kembali dan menepuk-nepuk tangannya.
Sekarang dokter sedang memeriksanya. Sabar saja. Tatsuya tidak apa-apa.
Kau yakin" tanya Tara cemas.
Sebastien mengangguk. Saat itulah ia baru melihat ayah Tara juga ada di sana. Ia berdiri dan
menyapa pria itu. Anda juga datang, Monsieur" kata Sebastien.
Jean-Daniel Dupont mengangguk muram. Kebetulan Victoria sedang bersamaku ketika kau
menelepon. Sebastien mengangguk-angguk.
Siapa dokter yang merawatnya" tanya Jean-Daniel Dupont.
Dokter Laurent Delcour, jawab Sebastien.
Jean-Daniel Dupont mengangguk. Dia teman baikku. Dia dokter yang cekatan. Ia
menepuk-nepuk bahu putrinya dengan pelan. Tenang saja.
Tak lama kemudian seorang dokter dan dua perawat keluar dari kamar rawat. Tara langsung
menghambur ke arah dokter berambut putih dan berkacamata itu.
Dokter Delcour, bagaimana keadaannya" tanya Tara cepat.
Dokter Laurent Delcour membetulkan letak kacamatanya dan menatap gadis yang sudah
dikenalnya sejak dulu itu. Tara"
Bagaimana keadaannya, Laurent"
Dokter itu mengalihkan pandangan ke arah Jean-Daniel Dupont. Jean-Daniel" Kalian
mengenal pasien ini"
Tara mengangguk-angguk cepat.
Dokter Laurent Dupont tersenyum menenangkan. Dia baik-baik saja. Untunglah balok kayu
itu tidak menghantam bagian yang vital. Dia hanya mengalami gegar otak ringan dan luka-lukanya
sudah dibalut. Boleh aku melihatnya sekarang" tanya Tara.
Silakan saja, sahut sang dokter. Tetapi dia belum sadarkan diri. Biarkan saja dia
beristirahat sebentar. Tanpa berkata apa-apa, Tara bergegas masuk ke kamar tempat Tatsuya dirawat. Sebelum
masuk ia sempat mendengar Dokter Laurent Delcour bertanya pada ayahnya, Kalian sudah
menghubungi keluarganya, Jean-Daniel"
* * * Tatsuya terbaring di tempat tidur dengan tangan kiri dibebat rapat dan kepala diperban. Tara
berdiri diam di tepi ranjang, tidak mau membangunkan laki-laki itu. Kelihatannya Tatsuya baik-baik saja. Napasnya teratur dan tidak ada luka mengerikan di wajah dan tubuhnya.
Bodoh, gumam Tara pada Tatsuya yang sedang tertidur. Kenapa kau bisa sampai
terluka" Yang ditanya hanya diam dengan mata terpejam.
Kau taruh di mana matamu" Kenapa tidak hati-hati" gumam Tara lagi. Kau tahu aku
sangat ketakutan" Sekali lagi kau begitu akan ku... Aku akan...
Kenapa kau marah-marah pada orang sakit" sela Sebastien pelan.
Tara mengamati Tatsuya yang terbaring dengan mata terpejam. Dadanya turun-naik dengan
teratur seiring dengan napasnya. Kelihatannya tenang dan damai. Tara merasa sangat lega.
Apakah tidak apa-apa dia tidak sadarkan diri" tanya Tara tanpa mengalihkan tatapannya
Autumn In Paris Karya Ilana Tan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari Tatsuya. Sebastien tahu Tara berbicara kepadanya. Ia mengangkat bahu walaupun Tara tidak
melihatnya dan menjawab, Entahlah. Tapi kurasa tidak apa-apa. Dokter Delcour juga bilang
sebaiknya dia beristirahat.
Oh" Dia memang sangat butuh istirahat. Kau tahu sendiri belakangan ini dia bekerja tanpa henti
dan hanya tidur beberapa jam selama berhari-hari, Sebastien melanjutkan. Jadi biarkan saja dia
tidur. Tara mendesah dan mengangguk. Kau benar, katanya. Syukurlah dia tidak terluka parah.
Ia menyentuh tangan Tatsuya yang dibebat.
Entah apa yang sedang dipikirkannya waktu itu, gerutu Sebastien pelan.
Tara menoleh ke arahnya. Apa"
Sebastien mendecakkan lidah dengan menyesal. Ia mengayunkan se
belah tangannya ke arah Tatsuya yang terbaring di ranjang. Entah apa yang sedang dipikirkannya waktu itu, ulangnya.
Dia hanya berdiri terpaku di tempat sambil melamun. Walaupun kami sudah berteriak-teriak
supaya dia menghindar, tapi dia sama sekali tidak mendengar.
Tara kembali memandang Tatsuya. Ia teringat kejadian di kantor ayahnya sebelum ia
menerima telepon dari Sebastien. Apakah kecelakaan ini ada hubungannya dengan telepon
ayahnya dengan Tatsuya" Apa yang mereka bicarakan" Apa yang mengganggu pikiran kedua pria
itu" Terlalu banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya. Ia harus berbicara lagi dengan ayahnya.
Ayahnya harus menjawab. Harus.
Sebastien, kau masih tetap di sini, bukan" tanya Tara.
Sebastien mengangguk. Tentu saja. Kau mau ke mana"
Aku ingin mencari ayahku dan Dokter Delcour, katanya pendek. Ia berjalan ke pintu dan
membukanya. Ia berbalik. Aku akan segera kembali.
Ia diberitahu salah seorang perawat bahwa Dokter Delcour ada di ruang kerjanya. Setelah
berterima kasih pada perawat itu, Tara berjalan ke ruang kerja Dokter Delcour. Ia yakin ayahnya
sekarang sedang bersama dokter itu. Kedua pria itu bersahabat baik sejak masih muda, hampir
seperti saudara kandung. Tara sudah tahu letak ruang kerja Dokter Delcour, jadi sama sekali tidak kesulitan
mencarinya. Ia membelok dan mempercepat langkah. Ruang kerja Dokter Delcour ada di ujung
koridor ini. Begitu ia tiba di depan pintu ruang kerja sang dokter, ia menyadari pintu tidak tertutup rapat.
Saat itu juga ia mendengar suara Dokter Delcour.
Kau serius, Jean-Daniel"
Kening Tara berkerut. Suara Dokter Delcour terdengar kaget. Ia bimbang sesaat. Apakah ia
akan menguping diam-diam"
Ya. Ia menarik kembali tangannya dari gagang pintu dan memasang telinga dengan hati-hati
sekali. Kedua orang yang berada di ruangan itu tidak menyadari keberadaannya. Ia bisa melihat
ayahnya duduk membelakangi pintu dan Dokter Delcour duduk bersandar di kursinya sambil
menggeleng-geleng. Apa yang sedang mereka bicarakan"
Kau sedang mengatakan padaku bahwa pasien bernama Tatsuya Fujisawa itu anak Sanae
Nakata" tanya Dokter Delcour dengan nada tidak percaya.
Kerutan di kening Tara semakin dalam. Apakah mereka mengenal almarhumah ibu Tatsuya"
Bagaimana bisa" Begitulah, Laurent, sahut ayah Tara. Suaranya berat dan muram. Aku juga sama
terkejutnya sepertimu sekarang bahkan lebih ketika dia datang mencariku.
Dokter Laurent Delcour mengerutkan alis. Untuk apa dia mencarimu"
Karena Sanae Nakata sudah meninggal setahun yang lalu. Kanker.
Oh, gumam Dokter Delcour, jelas-jelas terkejut. Kedua pria itu sama-sama terdiam
sejenak, lalu Dokter Delcour kembali berkata dengan nada menerawang, Bagaimanapun kalian
sudah lama kehilangan kontak. Tapi kenapa anaknya bisa datang mencarimu"
Karena dia ingin aku membaca surat yang ditulis almarhumah ibunya.
Dokter Delcour terlihat bingung. Teman, jelaskanlah padaku. Aku tidak mengerti.
Tara melihat ayahnya menutup wajah dengan kedua tangan dan mendesah keras. Jelas sekali
kalau ayahnya sedang gelisah dan putus asa.
Aku butuh nasihatmu, Laurent, kata ayahnya tanpa daya. Aku bingung setengah mati.
Dokter Delcour tetap diam dan membiarkan temannya menumpahkan isi hatinya.
Masalahnya adalah Victoria, kata ayah Tara pelan.
Tara mengerjapkan mata. Dirinya" Ada apa dengan dirinya" Tanpa disadarinya, jantungnya
berdebar keras dan tangannya terkepal karena terlalu tegang.
Ada apa dengan Tara" Dokter Delcour menyuarakan pikiran Tara.
Putriku menyukainya. Dokter Delcour mengangkat bahu. lalu" Kau keberatan karena kau dulu sempat punya
hubungan dengan Sanae" Bagaimanapun itu hanya hubungan singkat saat liburan.
Tara tidak berani bernapas. Ayahnya memang mengenal almarhum ibu Tatsuya. Dan mereka
berdua sempat punya hubungan"
Karena yang ditanya tidak menjawab, Dokter Delcour melanjutkan, Astaga! Teman, yang
benar saja! Kejadian itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Walaupun aku hanya tahu wanita itu dari
cerita-ceritamu, tapi aku yakin dia tidak keberatan putrimu berhubungan dengan putranya.
Tara mendengar ayahnya tertawa sumbang. T
awa putus asa yang dipaksakan. Nyaris mirip
dengusan. Aku juga tidak akan keberatan dengan hubungan mereka, sahut ayahnya pelan, namun
jelas, kalau Tatsuya bukan anakku juga.
Apa"! Tara tercengang. Jantungnya serasa berhenti berdebar. Napasnya tercekat. Ia tidak percaya
pada pendengarannya. Apa yang dikatakan ayahnya tadi"
Dokter Delcour juga terperanjat. Apa katamu"
Ayah Tara menjelaskan dengan nada pasrah. Dia membawa surat yang ditulis ibunya
sebelum meninggal. Dia memintaku membacanya. Di dalam surat itu Sanae menulis dengan jelas
sekali bahwa aku adalah ayah kandung Tatsuya. Selama ini aku sama sekali tidak tahu Sanae
ternyata hamil. Dia tidak memberitahuku. Kami kehilangan kontak begitu saja setelah aku
meninggalkan Jepang. Dokter Delcour tidak bisa berkata-kata.
Tatsuya datang karena ingin menemuiku, lanjut ayah Tara dengan nada datar yang sama,
seakan sedang melamun. Dia sama sekali tidak meminta apa pun dariku. Ia bahkan tidak butuh
pengakuanku karena katanya dia sudah punya ayah yang mengasihi dan membesarkannya selama
ini. Katanya dia hanya ingin bertemu denganku sekali saja. Hanya itu.
Tentu saja aku terguncang mendengar berita itu, aku bisa menerimanya. Aku bersedia
memikul tanggung jawab atas keadaan ini. Semuanya bisa diatasi... sampai aku tahu Victoria
ternyata sudah mengenal Tatsuya. Dan hubungan mereka membuatku cemas.
Kau yakin dia anak kandungmu" tanya Dokter Delcour hati-hati. Pertanyaan yang wajar
mengingat situasi yang mereka hadapi. Pertanyaan yang juga mengandung harapan.
Ayah Tara mengangguk lemah. Begitu tahu Victoria putriku, Tatsuya sendiri yang meminta
tes DNA. Aku bisa merasakan rasa frustrasinya, Laurent. Dan begitu menerima hasil tesnya, aku
tahu harapannya hancur. Dia memang putraku.
Dendam Sejagad 18 Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long Si Racun Dari Barat 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama