Ceritasilat Novel Online

Victory 2

Victory Karya Luna Torashyngu Bagian 2


"Tadinya Ai minta gue ketemu langsung ama lo. Tapi kayaknya gak bisa ya" Gue kan nggak mungkin ke kamar lo. Lo juga pasti gak bisa ke sini," kata Raka. "Lo masih lama di sana"" tanya Oti.
"Enngg... gak tau juga nih. Soalnya banyak yang masih harus dikerjain. Besok siang semua harus udah harus beres. Tapi gue mo makan dulu. Dari siang belum makan apa-apa," kata Raka.
"Mo makan apa""
"Paling ke depan hotel, cari mi goreng atau apa aja yang masih buka. Abis kalo makan di sini mahal," kata Raka.
"Gue ikut ya"" pinta Oti tiba-tiba.
"Ikut"" tanya Raka heran.
"Iya. Gue juga laper berat nih, makanya gak bisa tidur. Tadi gue cuman makan sedikit." "Emang lo boleh keluar"" tanya Raka curiga.
"Sebenarnya sih nggak. Tapi jangan khawatir . Pokoknya lo tunggu," kata Oti tegas. "Tapi Ot, gimana kalo lo ketahuan" Ntar lo bisa dikeluarin..." "Gak bakal deh... udah ah! Gue ke situ sekarang."
"Kalo gitu lo jangan ke aula hotel. Di sini banyak panitia. Lo gue tunggu di depan pintu lobi. Oke""
"Oke..." Lalu Oti membongkar tas yang berisi pakaian ganti miliknya. Dia mencari sesuatu. Ini dia! batinnya.
Oti mengganti baju tidur yang dikenakannya dengan T-shirt abu-abu lengan panjang dan celana jins biru tua miliknya. Kemudian cewek itu menggulung rambutnya yang mulai panjang, dan menutupinya dengan topi bisbol hitam. Topi itu sekaligus menyembunyikan sebagian wajahnya. Setelah dirasa beres, dengan langkah mengendap-endap Oti membuka pintu kamar hotel. Sebelumnya dia sempat menoleh ke arah Risma. Temannya keliatan lagi tertidur lelap. Oti menutup pintu kamar kembali dengan hati-hati.
*** "Waaahh... Enak bangeett!!" seru Oti sambil menyantap sepiring mi goreng di hadapannya. Untung aja suasana warung yang berada di depan hotel tersebut sepi, hanya pemilik warung yang memandang Oti dan Raka yang duduk di sebelahnya sambil tersenyum. Raka membelalakkan matanya ke arah Oti. Tapi seperti biasa Oti cuek aja. Selama hampir seminggu ia nggak dapat menikmati mi goreng, salah satu makanan favoritnya. Makanan sepanjang minggu itu terdiri atas berbagai jenis makanan yang katanya mengandung sedikit lemak dan kolesterol. Makanan yang menurut Oti lebih layak jadi makanan kambing, walaupun dihidangkan di hotel berbintang lima. Dalam sekejap sepiring penuh mi goreng di hadapannya habis nggak tersisa.
"Mang! Tambah sa tu lagi!" seru Oti. Raka memandang adik tirinya dengan heran.
"Lo bener-bener laper atau doyan"" tanya Raka. Dia yang sedari siang belum makan pun nggak "seganas" itu cara makannya.
"Sori. Abis gue udah lama gak makan mi goreng," kata Oti santai. "Baru juga seminggu. Lagian bukannya makanan di hotel enak-enak"" tanya Raka. "Enak apanya" Setiap hari yang disediain selalu sayur dan buah-buahan. Emangnya gue kambing" Kalaupun ada daging cuman sedikit. Beda dengan jatah makan panitia," kata Oti. "Itu karena mereka menghindari makanan yang mengandung lemak dan kolesterol. Kan buat ngejaga tubuh," kata Raka.
"Bagi gue itu semua siksaan. Syukurlah semua akan berakhir besok. Apa pun hasilnya, gue bersyukur bisa makan bebas lagi," kata Oti lega. "Walaupun lo kalah dari Revi""
Ucapan Raka membuat Oti menghentikan makannya sejenak. Dia memandang Raka. "Lo udah tau"" tanyanya.
"Banyak yang bisa ditanya. Salah sendiri banyak saksi," jawab Raka kalem. "Ternyata seorang Oti bisa panas juga dan ngelakuin hal yang tadinya paling dibenci, hanya buat menjaga supaya dirinya nggak kalah," lanjutnya. "Bukan gitu...," sergah Oti.
"Gak usah dijelasin lagi. Pokoknya apapun itu lo harus berusaha sebaik-baiknya. Jadi gue gak capek-capek nyiarin langsung besok." Oti tersenyum mendengar perkataan Raka.
Udara Bandung yang dingin menusuk tulang. Badan Oti sedikit menggigil ketika angin malam menyambar tubuhnya. Aneh, padahal tadi di kamar hotel dia kepanasan. Raka yang melihat Oti kedinginan segera melepas jaket kulit yang dipakainya, dan menyampirkannya ke bahu Oti. Oti kaget, nggak nyangka Raka akan berbuat demikian. "Eh, gak usah..."
"Udah... jangan banyak alasan. Gue liat lo kedinginan. Ntar lo sakit lagi. Gak lucu kan kalo besok lo masuk angin."
Oti hanya diam mendengar ucapan Raka. Dia menyesal kenapa tadi nggak bawa jaket dari kamar. Tapi nggak tahu kenapa Oti merasa hangat dan nyaman saat tangan Raka melingkari pundaknya untuk mrmakaikan jaket. Tanpa sadar wajahnya tersipu-sipu. Untung Raka nggak memperhatikannya. Dia sibuk menyantap makan malamnya.
"Mengenai pemilihan ini, menurut lo tindakan gue ini berdasarkan emosi, ya"" tanya Oti. Mendengar pertanyaan Oti, Raka menghentikan makannya.
"Gue nggak bermaksud bilang gitu. Apapun yang lo lakukan, itu semua terserah lo. Asal lo gak ngelakuin hal yang gak bener, gue gak akan ngelarang," kata Raka.
"Gue tahu. Gue sekarang juga merasa tindakan gue cuma didasarkan emosi. Andaikan gue kalah dari Revi, habislah gue. Revi bakal makin nginjek-nginjek harga diri gue. Pindah sekolah kayaknya jalan terbaik kalo itu sampai terjadi," putus Oti.
"Gue sendiri belum tahu sifat temen sekolah lo yang namanya Revi itu. Tapi kayaknya lobenci banget ama dia, ya""
"Bukannya benci. Gue cuman gak seneng liat kelakuan dia dan teman-temannya yang seenaknya aja terhadap orang lain, terutama anak-anak baru kayak gue. Dan saat itu, gue pikir, satu-satunya jalan untuk menghentikan sikap Revi adalah dengan ngalahin dia dalam pertandingan yang selalu dia banggakan dengan mengandalkan kecantikannya. Karena itu gue terima tantangannya. Padahal kalo gue mau berpikir jernih, kayaknya Laras atau Ticka lebih berpeluang dari gue kalo aja mereka mau ikut," kata Oti jujur. Raka terdiam mendengar perkataan Oti. Dia tahu mental Oti saat ini sedang down. Dan tugasnyalah mengembalikan kepercayaan diri adik tirinya ini. "Lo lakuin ini untuk temen-temen lo, kan"" tanya Raka.
"Tentu dong. Kalo nggak ngapain gue mau ikutan kontes kayak gini" Selain makanan, gue juga harus pake rok dan tampil anggun sepanjang hari. Pegel nih badan!" keluh Oti.
"Kalo gitu lo harus tetap berusaha, seperti kata lo tadi, apa pun hasilnya. Gue yakin temen-temen lo ngeharapin lo meraih hasil yang terbaik. Mereka pasti mendoakan lo. Kalopun lo gak menang, mereka harus tahu lo udah berusaha keras. Hal itu akan membuat lo semakin berharga di mata mereka, sehingga walaupun Revi terus menginjak harga diri lo, nggak akan mengubah penilaian mereka terhadap lo," kata Raka panjang lebar.
"Bisa aja lo. Tapi kalo lo liat finali
s lain, gue jadi rada gak pede. Apalagi waktu penilaian.
Kayaknya gue banyak ngelakuin kesalahan deh. Terutama nanti saat para finalis diminta memperlihatkan kebisaan mereka."
"Emang lo nunjukin apa" Karate"" tanya Raka.
"Tadinya mau sih, tapi dilarang Iwan. Lo tau kan, yang ngelatih gaya gue. Katanya itu dapat ngurangi penilaian, karena kesannya jadi nggak cewek banget."
"Trus lo nunjukin apa"" Raka mencoba mengingat-ngingat, apalagi kebiasaan Oti selain karate.
"Nyanyi," sahut Oti pede.
"Nyanyi"" "Iya. Abis kebanyakan finalis juga nyanyi, ya gue ikut-ikutan aja. Gak tahu deh suara gue fals atau nggak. Abis gue nggak sempet berpikir panjang. Tapi katanya saat pemilihan besok, kalo masuk lima besar, para finalis dapat menampilkan kebiasaannya yang lain, malah kemungkinan akan mendapat nilai tambah."
Dalam keadaan normal, Rakk pasti akan bilang suara Oti bagus, tapi lebih bagus lagi kalo dia nggak nyanyi. Tapi sekarang dia nggak mau kembali mematahkan kepercayaan diri Oti yang udah mulai tumbuh.
"Lo ada rencana nunjukin apa"" tanya Raka hati-hati.
Oti hanya mengangkat bahunya tanda nggak tahu.
"Paling nyanyi lagi. Atau lo ada ide""
"Ide" Lo aja gak tahu, apalagi gue," sergah Raka.
"Kirain... eh, lo mau tau gue waktu itu nyanyi apa"" tanya Oti.
"Apa"" Raka balas bertanya dengan heran.
"Gue bawain Love Destiny-nya Ayumi Hamasaki. Lo tau kan lagunya"" "Tau. Tapi itu kan bahasa Jepang. Emang lo hafal"" tanya Raka.
"Kalo nggak hafal masa' gue bawain sih" Itu kan salah satu lagu favorit gue. Untung gue bawa iPod, jadi sebelumnya gue sempet latihan dulu sambil dengerin lagu aslinya yang ada di iPod gue."
Seorang cowok yang mengenakan T-shirt bertuliskan "PANITIA" masuk ke ruang tempat mereka makan. Oti sedikit kaget. Cepat dia memalingkan wajah dan menarik topi yang dipakainya ke bawah buat nutupin wajahnya. Untungnya cowok itu cuman memesan dua piring nasi goreng dan meminta makanan itu diantarkan ke depan hotel, kemudian kembali keluar.
"Kayaknya lo mesti balik sebelum ketahuan. Gue juga mo langsung balik. Kasian Ai," kata Raka. Dia membayar harga makanan. Kemudian mereka berjalan kembali ke hotel. Sempat juga kucing-kucingan ama beberapa orang panitia yang lagi nongkrong di depan hotel. "Sampai ketemu besok, kata Oti. "Ya, besok," kata Raka.
Oti melepas jaket milik Raka yang sedari tadi dikenakannya, dan menyerahkannya kembali pada kakaknya itu.
"Lo jangan sampai sakit. Kalo lo gak dateng, sia-sia dong gue bertanding besok," ujar Oti, seakan membalas ucapan Raka pas di warung. Raka tersenyum sambil menerima jaket dari adiknya.
"Udah ya... Salam buat Ai. Byeee..." Oti melambaikan tangan kemudian berbalik. "Ot!" panggil Raka. Oti kembali menoleh.
"Jangan melihat sesuatu dari luarnya aja. Gue yakin lo punya kelebihan. Sesuatu dari dalam. Dan mungkin hal itu nanti akan dilihat para juri. Bagaimanapun jangan putus asa. Berusahalah sebaik-baiknya. Tunjukkan kalo nama lo emang Victory." Kini giliran Oti yang tersenyum. Manis sekali.
"Bye... " Kali ini Oti setengah berlari menuju ke lift sambil jelalatan menoleh ke kiri-kanan, kalo-kalo ada anggota panitia di sekitar tempat itu.
Malam minggu... Malam Pemilihan Putri SMA Indonesia dimulai jam 7 malam tepat. Aula Hotel Horison udah penuh penonton, baik undangan maupun yang membeli tiket masuk. Rombongan anak SMA Yudhawastu pun kelihatan berkumpul di salah satu sisi ruangan. Mereka datang untuk memberi dukungan pada wakil mereka, terutama pada Oti. Kabarnya Laras udah memborong sejumlah tiket untuk teman-temannya. Bayu juga berada di antara anak-anak kelas dua yang ternyata sebagian malah mendukung Oti, bukan Revi yang notabene teman seangkatan mereka. Anggota Fiesta yang lain juga kelihatan udah dateng.
"Hai, Kak!" Ai menyapa Raka yang sedang siap-siap untuk siaran. Cewek itu ternyata datang bersama tiga temannya. Mereka mendapat undangan dari Oti. Raka mengenal mereka semua karena mereka sering datang ke rumahnya. Ai sendiri keliatan beda malam ini. Dia mengenakan kaus krem dan rok jins biru selutut. Se
mentara rambutnya yang sedikit melebihi bahu dibiarkan tergerai, dengan hiasan bando merah. "Belum siaran juga"" tanya Ai.
"Nanti, pas acara intinya dimulai. Kamu udah dapet tempat duduk""
"Udah. Kan dikasih undangan ama Kak Oti. Sekarang Ai mo cari minum dulu. Hauuuss nih... "
"Tuh ada air putih," kata Raka sambil menunjuk air mineral dalam botol yang berada di sebelahnya.
"Gak ah. Ai mo cari soft drink aja, sekalian jalan-jalan. Abis acaranya belum rame sih... masih pidato mulu. Kak Ajeng nggak diajak, Kak"" "Nggak. Katnya mo nemenin adiknya di rumah."
"Alaaa... bilang aja Kakak gak ngajak dia, biar bisa ngelaba di sini, bener gak"" tuduh Ai. Sebelum Raka sempat menjawab, Ai udah pergi bersama teman-temannya sambil melambaikan tangan.
"Mbak, Raka pergi dulu, ya"" pinta Raka pada Andini yang berada di sampingnya. "Mau kemana, Ka" Sebentar lagi siaran mulai." "Sebentar aja... perlu nih. Gak lama kok!"
"Oke deh. Tapi cepet balik! Ntar kamu kena marah loh!" kata Andini mengingatkan. "Siiip deh..." Raka pun beranjak pergi, tangan kanannya menenteng sebuah map.
*** "Wah... nervous nih! Penontonnya banyak juga," ujar Risma pada Oti yang berada di sampingnya saat mereka berdua siap tampil.
"Jangan takut, anggap aja mereka semua patung, atau monyet juga boleh. Terserah kamu aja," kata Oti mencoba memberi saran walau hatinya juga deg-degan. "Apa berhasil""
"Nggak tau sih... itu juga kata orang tapi pada dasarnya bersikaplah tenang," kata Oti. "Kamu sih enak ngomong begitu. Kamu pasti udah dapat semangat dari cowok kamu," kata Risma
"Cowok" Cowok yang mana"" tanya Oti. "Yang kamu temui tadi malam""
Oti menoleh ke arah Risma. "Kamu tahu kalo aku keluar tadi malam"" tanyanya setengah berbisik, takut terdengar yang lain.
"Tentu aja. Habis kamu berisik banget sih, aku sampai terbangun," kata Risma. "Maaf soal itu...," ujar Oti dengan wajah sedikit cemas.
Melihat wajah Oti yang agak panik itu, Risma tersenyum. "Tapi kamu jangan khawatir. Selain aku ama Yang Di Atas, gak ada yang tahu soal ini kok!" kata Risma. Uapannya membuat wajah Oti sedikit lega. "Thanks," katanya.
"Jadi" Apa kata cowok kamu"" tanya Risma.
"Bukan cowok. Tadi malam Oti nemuin kakak Oti," cerita Oti.
"Ah, masa"" Risma tak percaya.
"Bener. Swear..."
Pembicaraan mereka terhenti ketika pengarah acara memberi tanda agar semua finalis bersiap-siap memasuki panggung. "Lima, empat, tiga, dua, satu, yak..."
Dengan diiringi semburan dry ice dan permainan cahaya yang menakjubkan, kedua puluh finalis Putri SMA memasuki panggung. Mereka semua mengenakan gaun panjang rancangan desainer nasional terkenal. Nomor finalis tertempel di dada mereka.
"Maaf, Mbak! Siarannya udah dimulai"" kata Raka yang baru aja kembali dengan napas tersengal-sengal.
"Tunggu isyarat dari Mas Dewo. Siap-siap aja," jawab Andini. Raka mengamati daftar finalis yang ada di hadapannya.
"Adik kamu yang nomor delapan belas, kan" Yang itu, ya"" tanya Andini sambil menunjuk panggung. Raka menoleh ke arah yang ditunjuk Andini, dan seketika itu juga matanya terbelalak, seakan melihat sesuatu yang luar biasa.
Di panggung, Raka melihat sosok Oti yang beda. Yang dilihatnya kini adalah cewek cantik berambut panjang sebahu, yang dengan anggun berjalan mengelilingi panggung. Ya, Oti, cewek tomboi yang sehari-hari nggak pernah pake rok, kini menjelma bak putri dari negeri dongeng, dengan gaun panjang keperakan dan sepatu hak tinggi yang dulu sangat dibencinya. Dan seperti finalis lainnya, Oti nggak henti-hentinya tersenyum. Sama sekali nggak terlihat adanya unsur terpaksa yang dikatakannya malam tadi.
"Raka...," suara Andini membuyarkan perhatian Raka. "Dua puluh detik lagi kita siaran," lanjut Andini. Raka mengangguk, kemudian memakaikan headset di kepalanya. "Ka, bener itu adik kamu yang katanya tomboi" Kok sama sekali gak keliatan tomboinya"" tanya Andini.
"Bener, Mbak," jawab Raka heran.
*** Nggak cuman Raka, semua yang mengenal Oti juga nggak percaya melihat penampilan Oti malam ini. Bahkan Bayu pun sampai melongo. Padahal penampil
an Revi dan finalis lainnya pun nggak kalah cantiknya dari Oti, bahkan ada yang lebih cantik.
"Gila, Bay, lo pinter juga. Kalo tau Oti bisa jadi secakep ini, udah dari dulu gue gebet dia," komentar Aris, salah satu teman Bayu.
"Hebat betul Iwan, bisa mengubah Oti jadi kayak ini," puji Ticka takjub. "Ini bukan kehebatan Iwan, tapi karena Oti udah mengeluarkan apa yang selama ini tersembunyi di balik penampilannya," sahut Laras yang berada di samping Ticka. Ticka hanya mengangguk, tanda setuju dengan sahabatnya itu.
Selesai berlenggak-lenggok dan diperkenalkan di atas panggung, para finalis kembali ke belakang panggung untuk bersiap-siap ke acara berikutnya, yaitu wawancara. Kemampuan dan wawasan mereka akan dinilai para juri. Setiap finalis diberi satu topik oleh pembawa acara- atau yang lebih beken dengan sebutan MC-dan diminta menguraikan opininya untuk topik tersebut. Pokoknya kayak pemilihan Miss Universe deh!
"Bagus! Iwan lihat kamu dapat menyedot perhatian penonton, terutama teman-teman kamu," puji Iwan sambil merapikan riasan wajah Oti. Setiap finalis emang boleh membawa seorang asisten saat pemilihan. Biasanya mereka membawa penata riasnya sendiri.
"Ah, yang bener"" tanya Oti nggak percaya. Dia merasa dirinya hampir-hampir nggak dapat bergerak di panggung karena begitu gugup. "Bener deh. Masa Iwan boong."
*** Revi dipanggil sebagai finalis kedua belas. Dia diminta pendapatnya tentang kehidupan. "Kehidupan adalah hal terpenting dalam hidup manusia. Bisa melihat matahari terbit esok hari, merupakan karunia besar. Banyak yang tidak menyadari hal itu. Banyak orang yang menyia-nyiakan hidup mereka, atau bahkan menyia-nyiakan hidup orang lain, merampas hak hidup seseorang. Padahal kita semua tahu, kehidupan yang kita miliki merupakan pemberian dari Tuhan. Oleh karena itu, hanya Tuhan pulalah yang berhak mengambil kehidupan itu, dan bukan manusia... "
Tepuk tangan mengiringi ucapan Revi.
"Gue nggak nyangka Revi bisa ngomong kayak gitu. Kayak bukan dia aja," komentar Ticka. Beberapa saat kemudian, tibalah giliran Oti. Suara tepuk tangan menggemuruh mengiringi keluarnya Oti ke panggung. Oti berjalan ke depan mic yang berada di tengah panggung. Kemudian dia diminta memilih nomor pertanyaan yang ada di layar monitor sebuah notebook yang ada i sisi MC. Setelah itu MC membacakan pertanyaan sesuai nomor yang dipilih Oti. "Anda siap"" tanya si MC. Oti mengangguk, walau saat ini jantungnya deg-degan banget. "Baik. Apa definisi Anda tentang cinta"" Suatu pertanyaan yang mengundang keriuhan di kalangan penonton. Oti nggak langsung menjawab. Dia memikirkan jawabannya sejenak. Cinta" Oti membatin.
"Cinta merupakan pengorbanan yang sangat besar untuk seseorang yang dekat dengan kita. Cinta adalah sesuatu yang paling berharga di dunia ini. Bahkan dari hidup sekalipun. Orang rela mengorbankan nyawanya demi cinta. Cinta seserang akan tetap ada, walaupun orang itu telah meninggal. Tapi orang tidak akan hidup jika tidak memiliki cinta. Hidupnya akan terasa hampa, tidak ada bedanya dengan orang mati. Karena begitu berharga, maka cinta harus dijaga dengan baik. Orang yang merusak arti cinta tidak berhak hidup di dunia ini, karena dunia tanpa cinta adalah kebohongan belaka... "
Suasana seketika itu menjadi hening. Beberapa saat kemudian, terdengar tepuk tangan dari penonton di sudut belakang, disusul penonton lain. Mereka memberikan applause yang luar biasa kepada Oti. Oti hanya tersenyum, sebelum dipersilahkan turun dari panggung. Gak nyangka Oti bisa ngucapin hal kayak gitu! batin Raka.
"Bagus banget jawaban kamu...," sambut Risma di belakang panggung sambil memeluk Oti. "Kita semua sampai terpana mendengarnya. Itu kata-kata kamu" Atau kamu ambil dari sumber lain" Dari mana" Kahlil Gibran" Atau Sigmund Freud"" tanya Risma. "Bukan... dari komik Jepang!" jawab Oti seenaknya, yang membuat Risma hanya bisa melongo.
*** "Inilah para finalis yang masuk lima besar. Yang pertama nomor... tiga!" Finalis dari Jakarta menjerit gembira saat dirinya lolos ke babak selanjutnya.
"Nomor tujuh!" "Nomor dua belas!
" Oti memandang Revi yang tersenyum penuh kemenangan padanya, seolah pertarungan telah berakhir.
"Nomor empat belas!"
Risma menjerit tertahan. Empat belas adalah nomornya. Dia memeluk Oti yang berada di sampingnya.
"Selamat...," ucap Oti.
"Dan yang terakhir adalah nomoorr... delapan belas!"
Oti menarik napas lega, di sela-sela pelukan Risma dan finalis lain yang berada di dekatnya. Dia kembali memandang Revi. Pertarungan belum berakhir! batin Oti. Saat panggung diisi hiburan dari artis pendukung, kelima orang yang masuk babak selanjutnya memoersiapkan diri untuk memperlihatkan bakat mereka masing-masing. Risma berganti memakai baju daerah, karena akan menarikan tari dari daerahnya. Hanya Oti yang masih tampak terpekur di kursi.
"Kamu lakukan aja, Ot, hanya itu yang kamu bisa. Percaya ama Iwan, suara kamu cukup bagus kok. Kamu kan udah pernah nyanyi di depan juri," Iwan berusaha menghibur Oti sambil kembali merias wajah cewek itu.
"Iya, tapi ini kan di hadapan banyak penonton. Di hadapan temen-temen gue. Gimana gue bisa tenang"" tanya Oti.
"Rileks. Seperti kata kamu, anggap aja merka monyet," kata Iwan.
Oti tersenyum kecil. "Jadi termasuk lo dong..."
"Jangan Iwan dong... Iwan kan gini-gini... macaannn booo..."
*** "Oti jadi nyanyi"" tanya Ticka. Laras mengangguk. Ticka pernah dengar Oti nyanyi, baik di kelas maupun di dalam kamar. Dan mengingat suara Oti, Ticka kini hanya bisa berharap semoga terjadi keajaiban malam ini. Mudah-mudahan aja suara Oti berubah menjadi suara Mariah Carey.
Revi tampil membawakan My Heart Will Go On-nya Celine Dion. Suaranya lumayan bagus. Dia dapat memukau penonton yang hadir. Tepuk tangan riuh mengiringi berakhirnya penampilan Revi. Sementar Risma membawakan tari piring dari Sumatera Barat. Sekarang giliran Oti yang naik ke panggung. "Mampus lo!" ujar Revi lirih saat mereka berpapasan.
"Good luck ya, Ot!" kata Risma memberi semangat. Wajahnya masih penuh keringat karena penampilannya di panggung.
Dengan langkah lunglai, Oti naik ke panggung diiringi tepuk tangan penonton. "Victory mempunyai bakat unik, yang rasa-rasanya mustahil untuk dapat diperlihatkan secara langsung di sini," kata MC. Oti heran mendengar ucapan MC tetsebut. Apa maksudnya" " Bakatnya adalah menulis cerita pendek. Victory udah mengirim tiga contoh karyanya kepada panitia, dan para penonton dapat membaca salah satunya pada layar berikut..." Dua layar lebar di sisi kanan dan kiri panggung berubah menjadi bagaikan papan tulis raksasa. Di situ terpampang sebuab cerita pendek sepanjang kira-kira sepuluh halaman. Oti tertegun.
Selama ini di nulis cerpen hanya untuk mengisi waktu luangnya. Itu pun dilakukan di komputernya sendiri, dan dia belum pernah mencetaknya. Lalu siapa yang mengirim ke panitia"
"Tidak semua orang yang dapat meis cerita pendek yang sangat bagus, dari segi bahasa dan cerita. Pihak panitia telah berdiskusi dengan dewan juri mengenai hal i dan dewan juri mengatakan itu juga bakat yang harus dihargai. Karena itu dewan juri dapat menerimanya. Hanya, untuk membuktikan apakah benar cerpen ini merupakan hasil karya Victory, dewan juri akan memberikan beberapa pertanyaan seputar cerpen ini. Anda siap, Victory"" Pasti Raka. Oti memandang ke arah studio mini tempat Qly FM siaran. Walaupun nggak jelas, dia daoat melihat Raka tersenyum ke arahnya sambil mengancungkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf "V".
"Victory, Anda siap menjawab pertanyaan yang diajukan dewan juri mengenai cerpen Anda"" tanya MC lagi. Oti mengangguk.
*** Kelima finalis udah berkumpul di panggung. Mereka berganti pakaian. Masih memakai gaun, tapi dengan model dan motif yang berbeda. Oti mengenakan gaun biru muda. Rambut kelima finalis itu disanggul ke belakang, konon hal itu memudahkan mereka mengenakan mahkota bagi yang terpilih sebagai juara.
"Baik! Inilah saat yang paling menegangkan bagi kita semua..." MC mulai mengawali pembacaan pemenang.
"Favorit kedua ialah... Cindy Kasenda, wakil dari SMA Negeri 2 Menado, Sulawesi Utara!" Tepuk tangan riuh mengiringi pemberian hadia
h bagi favorit kedua. "Favorit pertama ialah... Risma Listamawar, wakil dari SMA Negeri 1 Bukit Tinggi, Sumatera Barat!"
Kembali Risma memeluk Oti yang berada di sebelahnya. "Kamu pasti juara, Ot...," bisik Risma. "Mudah-mudahan...," kata Oti balas berbisik.
Juara ketiga direbut Bella Rizkyani Ayu, peserta dari SMA Prapanca, Jakarta. Kini tinggak tersisa Oti dan Revi, untuk memperebutkan gelar putri SMA tahun ini. "Baik, kini saatnya pemberian anugerah Putri SMA Indonesia tahun ini. Tinggal dua finalis, dan keduanya wakik tuan rumah, bahkan mereka sekolah di SMA yang sama. Taoi ini memang kebetulan. Tidak ada unsur rekayasa di sini. Keduanya memang menunjukkan mereka pantas menjadi Putri SMA tahun ini...," kata-kata MC yang berpanjang-panjang malah membuat suasana makin menegangkan. Sebelumnya, ketua panitia dan wakil pihak sponsor dipersilahkan naik ke panggung untuk bersiap-siap memberikan mahkota dan tongkat kepada yang terpilih menjadi putri SMA. "Dan putri SMA tahun ini adalah..."
Seketika itu juga suasana ruangan jadi hening kayak kuburan. Semua bagaikan menahan napas, terutama teman-teman Oti. Mereka sadar, inilah pertaruhan terakhir teman mereka. Raka sendiri sangat tegang menantikan hal itu, hingga siaran di ambil alih Andini. Musik pengiring menambah tegang suasana dalam aula.
Oti melirik ke arah Revi. Dia sadar, detik ini yang paling menentukan. Siapa yang akan tertawa, dan siapa yang akan menangis.
Entah dari mana datangnya, terdengar suara meneriakkan nama Victory. Beberapa penonton cowok berdiri dari tempat duduknya dan mengancungkan jarinya membentuk huruf "V". Tindakan itu diikuti penonton yang lain, dan akhirnya hampir seluruh penonton di ruangan itu melakukan gerakan yang sama, jari membentuk huruf "V" sambil meneriakkan nama Victory, termasuk Ticka dan Laras. Suasana menjadi gemuruh.
"Putri SMA tahun ini adalah..." MC mengulangi perkataannya. "VICTORY FEBRIANI!!! Wakil dari SMA Yudhawastu, Bandung, Jawa Barat!"
Seketika itu suasana di aula Hotel Horison serasa meledak. Ticka langsung berpelukan dengan Laras. Keduanya nggak bisa membendung air mata mereka. Air mata terharu dan bahagia.
Demikian juga Oti. Dia nggak percaya mendengar hal itu. Dia menang" Oti masih nggak percaya, sehingga hana diam ketika Risma memeluknya sambil mengucapkan selamat. Matanya berkaca-kaca. Di sisi lain, Revi keliatan tercengang. Cewek itu nggak percaya, dirinya yang udah malang melintang sebagai model dikalahkan cewek yang dianggapnya "nggak punya sisi kewanitaan" sama sekali.
Nggak! Ini pasti kesalahan! batin Revi. Walau begitu cewek itu mencoba tegar. Dia nggak berani memandang ke arah Oti, juga penonton. Revi hanya mencoba tersenyum saat menerima hadiah sebagai runner-up.
Ketika mahkota dan tongkat diserahkan pada Oti, tepuk tangan meriah sekali lagi bergema di seluruh ruangan. Kertas dan pita berwarna-warni dijatuhkan dari atas mengiringi penobatan Oti sebagai Putri SMA. Oti sendiri keliatan berusaha menahan perasaannya. Dia berusaha nggak ngeluarin air matanya, walaupun nggak mudah. Walau tomboi, Oti juga prrempuan perasaannya bisa tersentuh. Apalagi di saat-saat seperti ini.
Di tengah-tengah suasana penobatannya, Oti menghampiri si MC, dan minta waktu bicara sejenak.
"Mohon perhatian sebentar...,'" terdengar suara Oti melalui mic. Suasana ruangan yang riuh perlahan-lahan menjadi tenang. Musik pengiring pun diberi isyarat untuk berhenti. Semua mata tertuju pada Oti.
"Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih untuk penghargaan yang diberikan pada saya malam ini. Saya merasa sangat tersanjung...," Oti mengawali pembicaraannya. Sejenak ia menahan napas, seperti ada sesuatu yang ditahannya. "Oti mo ngapain"" tanya Ticka. Laras hanya menggeleng.
"Perlu diketahui bahwa saya mengikuti acara ini karena alasan tertentu yang tak bisa saya ungkapkan di sini. Mungkin sebagian teman saya mengetahui alasan apa itu.
"Dan karena tujuan saya mengikuti acara ini telah tercapai, maka penghargaan ini sudah tidak ada artinya bagi saya... "
Kata-kata Oti mengagetkan semua yang hadir.
"Janga n-jangan Oti ingin..."
"Dengan diiringi permintaan maaf serta tidak mengurangi rasa hormat pada acara Pemilihan Putri SMA ini, dengan ini saya menyatakan mengundurkan diri sebagai Putri SMA tahun ini... "
Keputusan yang mengejutkan, bahkan bagi Revi. Suasana gedung kembali riuh.
"Saya sadar ada sebagian dari pendukung saya, terutama teman-teman saya kecewa pada keputusan ini. Tapi keputusan saya sudah bulat. Menjadi Putri SMA bukanlah tujuan hidup saya. Karena itu saya minta maaf kepada semua yang sudah mendukung saya, dan berterima kasih atas dukungan tersebut. Saya tidak akan melupakannya. Terima kasih." Selesai bicara, Oti menghampiri ketua panitia yang masih berada di panggung. Sambil mengucapkan permintaan maaf, ia melepaskan mahkota dan bersama tongkatnya menyerahkannya kembali pada ketua panitia. Sementara itu tepuk tangan riuh dan teriakan nama Victory kembali bergema.
"Kenapa Oti" Kenapa dia ngelakuin ini"" tanya Ticka nggak habis mengerti. "Oti emang cerdik," sahut Laras. "Cerdik" Apa maksud kamu"" tanya Ticka.
"Kalo Oti mundur, siapa yang akan jadi putri SMA" Tentu aja Revi sebagai runner up. Dengan demikian Oti mempermalukan Revi dua kali. Yang pertama saat dia tadi mengalahkan Revi, dan yang kedua ketika dia melepas gelarnya dan memberikannya pada Revi. Hal itu berarti Revi seolah menerima gelar yang dibuang Oti. Dan itu akan membuat kedudukan Oti setingkat di atas Revi. Orang akan selalu ingat, walaupun Revi saat ini memegang gelar Putri SMA, Putri yang sebenarnya adalah Oti."
Mendengar penjelasan Lara, Ticka mengangguk tanda mengerti. "Kamu emang cerdik, Ot," gumamnya.
*** "Lo belum tidur"" tanya Raka di ujung HP-nya. "Belum. Kenapa"" jawab Oti.
"Nggak. Gue cuman mo tau keadaan lo. Lo baik-baik aja, kan"" tanya Raka.
"Gue baik-baik aja. Lo mau tau kenapa gue ngundurin diri" Kayaknya lo orang keseratus yang nelepon guat cumat buat nanyain itu," kata Oti kesal.
"Emang kenapa"" Raka malah bertanya.
"Kan gue udah jelasin di panggung," kata Oti sebal.
"Gue nggak percaya itu alasan lo," kata Raka.
"Berarti lo belum tau siapa gue," kata Oti.
Hening sejenak. "Ka...," kata Oti.
"Apa"" "Thanks ya... Pasti lo yang ngirimin cerpen gue,"
"Abis gue rasa itu satu-satunya bakat lo yang gue akuin. Sayang kalo orang lain nggak tau. Lagi gue cuman kasian ama mereka aja. Daripada mereka ntar kupingnya sakit ngedengerin suara lo...," kata Raka dengan nada geli.
"Sialan lo. Tapi dari mana lo tau gue suka nulis cerpen" Pas lo ngebetulin komputer gue ya"" tanya Oti.
"Tentu saja. Eh, apa Ayah dan Tante Heni perlu dikasih tau"" tanya Raka.
"Nggak usah. Ntar mereka juga tau sendiri. Gue cuman pengin liat wajah Papa dan Mama pas tahu. Itu juga kalo mereka baca berita soal pemilihan itu. Bilangin juga ke Ai, ya"" pinta Oti.
"Beres. Kapan lo pulang"" tanya Raka.
"Kenapa" Lo kangen ama gue"" goda Oti.
"Gue kangen ama lo" In your dreams! Gue cuman kasian ama Ai, nggak ada yang ngejagain," kata Raka.
Emangnya gue bodyguard" Kalo nggak besok, mungkin Senin. Tergantung jatah nginep di sini aja. Sayang kan kalo nggak dimanfaatin." "Katanya lo gak seneng makanannya""
"Itu dulu. Tadi pas makan malam makanannya udah beda kok. Nggak sayur-sayuran lagi. Bahkan ada kambing guling. Coba dari dulu kayak gitu, gue kan betah dikarantina walau sampe sebulan...," cerita Oti. "Yeee.... Maunya...," kata Raka.
Diam sejenak. Oti dan Raka sibuk dengan pikiran masing-masing. "Ka, menurut lo tindakan gue tadi benar atau salah"" tanya Oti lagi.
"Gue gak bisa bilang. Semua itu tergantung lo sendiri. Kalo lo merasa tindakan lo bener, pasti lo lakuin. Iya kan" Benar dan salah itu tergantung dari sisi mana kita melihatnya," kata Raka bijak.
"Tumben nasihat lo akhir-akhir ini rada bener. Lo emang bakat jadi psikiater," goda Oti. "Sialan, udah dibantuin juga," sahut Raka.
"Thanks ya. Kalo nggak ada yang diomongi lagi, sekarang gue mau tidur. Lo juga capek kan abis siaran malam ini"" tanya Oti.
"Iya nih. Kayaknya juga besok gue bakal tidur seharian," keluh Raka. "Kalo gitu
byee... " "Byeee... "
*** Raka masih asyik terlelap ketika bel rumahnya berbunyi. Awalnya dia nggak memedulikan suara itu. Tapi suara bel tersebut terus-menerus menggerogoti kupingnya. "Siapa sih!!"" Ngeganggu orang aja!!" sungut Raka. Dia menoleh. Hampir jam dua belas siang. Bel terus berbunyi.
"Iyaaa... tunggu...!!" teriak Raka. Dengan malas dia beranjak dari tempat tidurnya. Suasana rumah terlihat sepi. Pasti Ai lagi ikut PMR. "Tunggu!!! Gak sabaran amat sih!!" bentaknya.
Dengan dongkol Raka membuka pintu depan. Dan betapa terkejutnya dia ketika tahu siapa yang datang. Oti! Cewek itu kembali mengenakan pakaian kebangsaannya, jaket dan celana jins; dengan rambut tertutup topi hitam.
"Lama amat sih! Tangan gue kan pegel mencet bel terus!!" omel Oti seketika. "Lho" Kok udah pulang"" tanya Raka heran.
"Emang kenapa"" Oti masuk sambil menyeret tas bawaannya yang lumayan berat. Raka membantu adiknya itu.
"Katanya lo nunggu ampe jatah nginep di hotel habis""
"Gak jadi! Gue nggak betah di hotel. Dari pagi banyak banget yang nyari gue. Wartawan gosip, biro iklan, sampe produser sinetron. Heran, padahal kan bukan gue Putri SMA-nya. Makanya gue kabur dari sana," kata Oti. "Jadi lo gak bilang panitia"" tanya Raka. "Kalo bilang namanya bukan kabur,"
Oti duduk sejenak di sofa sambil melemaskan badannya. Nggak lama kemudian dia bangkit. "Gue mo tidur dulu. Ntar kalo ada yang nyari, bilang aja gue belum pulang kesini. Eh, kecuali kalo yang nyari gue Laras atau Ticka. Seharian ini gue mo istirahat. Dan tolong bawain tas gue ke atas dong... Capek nih!"
Baru aja sampe di bawah tangga, langkah Oti berhenti. Dia kembali menoleh ke arah Raka. "Oya, di tas plastik ada snack dari hotel, kalo lo mau." Lalu Oti melanjutkan langkah menaiki tangga sambik menenteng salah satu tas bawaannya. Sepeninggal Oti, Raka masih termenung di tempat.
"Rakaaa!!! Kenapa tempat tidur gue gak ada seprainya" Terus mana koleksi CD gueee!!""" Suara cempreng Oti kedengeran keras dari atas. Oti is back!
**** Revi melihat Bayu sedang berdiri di lobi dekat Toyota Altis-nya. Kayaknya cowok itu sengaja nunggu dia.
"Aku ingin bicara," ujar Bayu pendek saat mereka berdua berhadapan. Bayu melirik ke arah anggota Fiesta yang berada di belakang Revi, seolah-olah menyatakan kehadiran mereka sangat nggak diharapkan saat ini. Revi tahu apa yang sedang berada di pikiran Bayu. "Lo-lo tungguin gue di depan deh. Ntar gue nyusul," ujar Revi pada para anggota gengnya. "Oke deh, Vi, jangan lama-lama, ya!" jawab Rina sambil memandang Bayu dengan tatapan nggak suka. Emang sejak lama para anggota Fiesta, kecuali Revi nggak suka ama Bayu. Bayu emang keren, cool, dan tajir. Pokoknya impian para cewek. Tapi sikap Bayu yang memandang rendah Fiesta membuat mereka nggak suka cowok itu. Hanya karena menghormati Revi, pemimpin Fiesta yang udah lama deket ama Bayu, maka terpaksa kebencian itu dipendam ketiga anggota lain.
"Oke, sekarang lo mau ngomong apa"" tanya Revi pada Bayu. Bayu menghela napas sebentar, seolah mencari kata-kata yang tepat. "So"" tanya Revi lagi.
"Apa rencana kamu kali ini terhadap Oti"" tanya Bayu. Pertanyaan itu membuat Revi tersentak.
"Apa maksud lo""
"Kamu tahu apa maksud pertanyaanku."
Kali ini giliran Revi yang terdiam, tak tahu harus berkata apa.
"Aku tahu sifat kamu. Kamu orang yang nggak bisa nerima kekalahan. Apalagi kalo itu membuat harga diri kamu jatuh, walaupun bukan begitu kenyataannya. Kamu pasti nggak akan berdiam diri aja. Betul, kan"" tanya Bayu. "Lalu apa peduli lo" Lo suka ama Oti, ya""
"Aku hanya ingin memberi tahu, atau tepatnya memperingatkan. Saat ini seluruh sekolah tahu bagaimana persaingan kamu dengan Oti. Dan hampir semuanya berada di belakang Oti. Jika kamu melakukan hal-hal bodoh seperti yang biasa kamu lakukan pada orang yang nggak kamu sukai, jangan salahkan jika sesuatu yang buruk menimpa kamu," kata Bayu. "Lo ngancam gue"" tanya Revi.
"Bukan ngancam. Saat ini banyak yang memperhatikan, atau tepatnya mengawasi kalian berdua, terutama kamu. Mungkin ini terdengar berlebihan. Tapi
ini benar. Mereka akan tahu jika terjadi apa-apa dengan Oti. Dan jika kamu berada di balik semua itu, maka aku nggak akan bisa melindungi kamu lagi. Dan saat itu harga diri kamu benar-benar akan terpuruk, bahkan masa depan kamu di sekolah ini," tandas Bayu sambil memandang Revi yang hanya terdiam.
Beberapa saat kemudian, sepeninggal Bayu, Revi meraih HP-nya dan menghubungi sebuah nomor.
"Rik, ini gue Revi. Mengenai rencana itu, batalin aja. Gue nggak bisa bilang kenapa, pokoknya batalin. Soal duitnya, jangan khawatir. Gue akan tetep bayar sesuai perjanjian," kata Revi di HP-nya.
*** Malam minggu ini Oti diajak Ticka ke diskotek. Kebetulan Ticka dapat beberapa freepass di Fame, diskotek yang cukup terkenal di Bandung. Mulanya Oti, juga Laras nggak mau, karena mereka berdua belum pernah ke diskotek. Beda dengan Ticka yang pernah clubbing, istilah untuk bagi orang yang suka pergi ke diskotek, walaupun cuman sekali bareng kakaknyaa. Mereka akan tanggung ngerasa canggung di sana. Tapi Ticka maksa. Biar lo berdua tahu kehidupan clubbing dari dekat! Begitu alasan Ticka. Ticka janji kalo nggak betah, mereka akan langsung pulang. Terpaksa Oti dan Laras mengikuti kemauan Ticka. Terutama Oti. Daripada malam minggu bengong di rumah! batin Oti. Raka pasti kencan dengan Ajeng, juga Ai. Adiknya biar alim dan masih kelas dua SMP, ternyata udah punya gebetan juga, yaitu teman sekelasnya yang juga alim dan selalu menempati rangking pertama di kelas. Jadi daripada harus jadi satpam di rumah sendirian, mending keluar. Sebetulnya Bayu pun berulang kali ngajak Oti keluar. Tapi Oti lagi males bicara dengan Bayu. Dia pernah ngelihat Bayu ngomong berdua Revi sepulang sekolah, tapi cowok itu selalu ngelak kalo ditanya. Oti merasa Bayu menyembunyikan sesuatu darinya, dan dia nggak akan bicara dengan Bayu sebelum cowok itu mengatakan yang sebenarnya.
Ticka membawa Honda City milik kakaknya. Nekat juga tuh anak, padahal kan dia belum punya SIM. Tapi Ticka punya kiat khusus kalo ntar dicegat polisi di jalan. Cukup pamerin senyum Pepsodent dan selipin duit goban, biasanya urusan beres. Polisi nggak akan tega nilang makhluk-makhluk manis kayak kita! begitu kata Ticka.
Mereka bertiga berangkat jam tujuh malam dari rumah Laras, setelah minta izin untuk dia. Khusus untuk Laras, izin keluar malam dari neneknya emang rada susah. Untung aja nenek Laras udah kenal Oti dan Ticka, hingga membolehkan Laras keluar malam, itu pun dengan alasan pergi ke teman yang ulang tahun. Kalo tahu mereka bertiga akan ke diskotek, wah... Jangan harap izin bakal keluar.
Karena masih jam tujuh, mereka muter-muter Bandung dahulu sebelum menuju Fame. Sempat mampir ke Lembang untuk makan jagung bakar, sambil ngecengi cowok-cowok dari Jakarta yang kebetulan lagi weekend di Bandung. Pukul setengah sepuluh malam, baru mobil yang dikemudikan Ticka memasuki pelataran parkir Fame. Walaupun udah malam, tapi pelataran parkir yang terletak basement itu penuh mobil, hingga Ticka harus berkeliling dahulu untuk mencari tempat yang kosong.
"Di situ, Tick," Oti menunjuk sebuah tempat yang kosong. Ticka menjalankan mobil ke arah yang ditunjuk Oti. Oti menoleh ke jok belakang. Ternyata Laras udah tidur, damai di alam mimpinya. Payah juga tuh anak! Jam segini udah tidur, gimana mo clubbing" Tiba-tiba terdengar suara Ticka. "Itu bukannya Revi""
Nggak jauh dari tempat mereka, tampak Revi dan para anggota Fiesta, bersama lima cowok yang rata-raa berbadan besar. Kelihatannya mereka sedang bertengkar. Tampak Revi sedang perang mulut dengan salah satu dari kelima cowok itu, sementara yang lain memegang para anggota Fiesta yang tampak ketakutan. Nggak lama kemudian terlihat Revi menampar cowok yang sedang bicara dengannya. Tamparan itu dibalas si cowok dengan memegang lengan Revi, dan menariknya ke dalam mobil di dekat mereka yang pintunya udah terbuka. Hal itu diikuti keempat cowok lain, yang menarik anggota Fiesta lainnya ke dalam mobil lain yang berdekatan. Jeritan Revi dan teman-temannya menggema ke seluruh pelataran parkir. Tapi nggak ada yang mendengar, karena tempat itu e
mang sepi. Kelima cowok tadi sibuk menutup mulut keempat cewek yang dipegangnya agar nggak berteriak, sambil terus memaksa mereka masuk ke mobil.
Oti merasa ada sesuatu yang nggak beres. Tangannya bergerak hendak membuka pintu mobil. "Tick! Lo hubungin satpam di depan. Gue mo nolongin Revi. Kayaknya ada apa-apa," perintah Oti pada Ticka. "Tapi, Ot! Kita kan nggak tau masalahnya!"
"Tau atau nggak, yang gue liat saat ini Revi butuh pertolongan. Udah! Cepet sana!"
"Lo sendiri"" tanya Ticka khawatir.
"Jangan pikiran gue. Makanya lo cepet hubungi satpam!"
Oti segera berlari ke arah Revi, sementara Ticka memutar mobilnya. Gerakan Ticka yang tiba-tiba membuat Laras terbangun.
"Ada apa sih"" tanya Laras sambil mengucek matanya. Belum sempat mendapat jawaban, tubuhnya udah kebanting ke jok karena gerakan memutar mobil Ticka yang tiba-tiba.
*** "HEII!" teraik Oti saat udah dekat dengan tempat Revi.
Mendengar teriakan Oti, semua orang yang tengah bergumul itu menghentikan kegiatannya.
Mereka menoleh ke arah Oti.
Oti" batin Revi dengan pandangan nggak percaya.
"Ot! Tolong, Ot!!" teriak Rina minta tolong. Saat ini mereka nggak melihat Oti sebagai seseorang yang sangat mereka benci, tapi sebagai dewi penolong yang akan mengeluarkan mereka dari kesulitan. "Lepasin teman-teman gue!" seru Oti keras.
"Temen!" Jadi lo temennya" Lo yang namanya Oti"" Cowok yang memegang Revi memandang Oti dengan tajam. Tubuhnya yang mengenakan kaus ketat tampak berkeringat. Cowok berwajah garang itu menatap Oti. Meneliti Oti yang memakai T-shirt dan celana, serta sepatu kets, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sejurus kemudian dia memandang Revi yang tubuhnya gemetar ketakutan.
Oti heran, dari mana cowok itu tau namanya" Ketemu aja baru sekarang. Tapi dia gak sempet mikir hal itu lebih jauh.
Revi dan para anggota Fiesta lainnya hanya bisa tertunduk diam. Saat ini cuman Oti satu-satunya harapan mereka. Kalo Oti memutuskan nggak menolong dan meninggalkan mereka, habislah mereka. Diam-diam butiran air mata keluar dari mata Revi. Dia hanya bisa pasrah saat ini, dan berharap keajaiban akan datang.
"Ot, tolong, Ot..." Wida memohon. Mulutnya segera dibekap orang yang memegangnya. Oti maju selangkah sambil tersenyum kecil.
"Biar gue yang beresin, Rik!" Seorang cowok berkulit hitam dan tangannya dipenuhi tato maju. Cowok itu memandang Oti dengan pandangan meremehkan. Apalagi melihat tubuh Oti yang jauh lebih kecil darinya, ia berpikir, ini akan berakhir dengan cepat! "Ayo, Sayang, kita mau main cepat atau pelan-pelan..."" tanya cowok itu sambil menyeringai.
"Main dengan ini!!" Seusai berkata, Oti melepaskan tendangan ke arah cowok itu. Tepat di selangkangannya. Cowok itu tersungkur sambil meringis menahan sakit. Nggak memberi kesempatan, Oti kembali menendang wajahnya hingga dia terkapar.
Melihat temannya roboh begitu saja, salah seorang yang memegang Amy maju menghampiri Oti. Tubuh Amy dicampakkan begitu saja. Temanna juga segera maju mendekati Oti dengan posisi siap bertarung. Oti pun memasang kuda-kuda. Cowok kedua melayangkan pukulan, Oti mengelak ke samping sambil melepaskan tendangan kanannya. Tendangan itu hana sedikit mengenai pundak cowok itu, sehingga nggak memberikan pengaruh padanya. Tapi bukan Oti kalo cuma sekali melancarkan serangan. Tubuhnya udah dilatih untuk bergerak cepat. Ketika cowok itu berbalik, Oti cepat melancarkan pukulan ke wajahnya. Tepat di matanya, membuat cowok itu terhuyung-huyung.
"Jon, Gan, cepat bantu Edi!" perintah Riki pada dua temannya. Dia melihat Edi akan kerepotan menghadapi Oti.
Kedua cowok yang dipanggil Jon dan Gan itu mendekati Oti yang lagi berkelahi melawan Edi. Oti bukannya nggak mengetahui kedatangan keduanya. Dia menyambut Jon yang datang dari sebelah kiri dengan pukulan. Tapi saat itu juga Gan menyerangnya dari kanan. Oti nggak sempat mengelak. Sebuah pukulan menghantam pundaknya, membuatnya sedikit terhuyung. Saat itu lah Edi memegang tangan kanannya, sementara Jon menangkap kaki kirinya. Sebelum Oti sempat bereaksi, Gan memeluk badannya, hingga kini
dirinya benar-benar terjepit!
"Ha... ha... ha... lo mau ngelawan kita"" kata Jon sambil tertawa terbahak-bahak. Oti hanya bisa meronta, tapi dia udah terkunci. Riki dan yang lainnya hanya tertawa terbahak-bahak melihat kondisi Oti. Saat itulah mereka semua lengah. Revi yang berada dalam pegangan Riki menggunakan kesempatan ini untuk melepaskan diri. Cewek itu menginjak kaki Riki dengan keras, sehingga Riki mengerang kesakitan. Revi memuntir tangannya. Tapi pegangan Riki terlalu keras
Melihat temannya dalam kesulitan, Rina dan yang lainnya yang udah bebas membantu. Mereka bertiga mendatangi Riki dan memukulnya. Walaupun berbadan besar, tapi menghadapi empat cewek yang kesetanan, tentu aja Riki kewalahan. Cowok itu terpaksa melepaskan pegangannya pada Revi dan mundur sejenak. Dadanya terasa sakit terkena pukulan Revi.
Sementara teman-temannya mengeroyok Riki, Revi berlari ke arah Oti yang berusaha melepaskan diri. Dia menarik rambut Jon yang panjang. Jon mengaduh kesakitan, dan lengah, sehingga Oti dapat membebaskan kaki kirinya. Kemudian Oti menggunakan kakinya itu untuk menendang Gan yang memegangi tubuhnya. Ini baru seimbang! batin Oti.
Tapi Oti salah. Walaupun jumlahnya sama, bahkan mereka kebih satu karena salah seorang dari kelima cowok itu telah pingsan, tapi Revi cs nggak punya kemampuan bela diri kayak dirinya. Hany sekali pukul dari Riki dan teman-temannya, mereka langsung roboh. Untung Oti juga bukan karateka biasa. Dilatih dari kecil, berbagai gelar juara udah direbutnya semasa masih SMP. Dan walaupun nggak seimbang, apa yang dilakukan Revi cs sedikitnya juga meringankan beban Oti menghadapi para pengeroyoknya. Biar nggak kelamaan, dia langsung memukul lawannya telat di bagian yang vital atau mematikan.
Gan roboh kena tendangan Oti. Demikian juga Jon yang hanya bisa meringis kesakitan. Kini tinggal Riki dan Edi yang masih harus diperhitungkan.
"Bangsat! Kayaknya emang gue terlalu nganggap remeh lo!" Riki mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Pistol! Oti dan yang lainnya terpana melihat pistol yang dipegang Riki. "Banci!" umpat Oti. Riki mengarahkan pistolnya ke arah Oti.
"Berhenti!" Terdengar teriakan di kejauhan. Beberapa satpam dan petugas keamanan khusua diskotek berpakain preman berlari ke arah mereka, diikuti Ticka dan Laras. Riki menoleh. Saat itulah Revi yang berada di dekatnya menyambar tangan Riki yang memegang pistol, dan menggigitnya.
"Bangsat!" maki Riki. Tangan kirinya bergerak menampar Revi, hingga cewek itu tersungkur. Riki mengambil pistol yang sempat jatuh di lantai. "Bitch! Gue habisin lo sekarang!!"
"Revi! Awas!" Oti segera melompat ke arah Riki yang hendah menembak Revi, dan...


Victory Karya Luna Torashyngu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

DOR! "Aaarghh!" Oti! batin Revi. Oti berdiri tepat di depannya menghalangi Riki yang akan menembak dirinya. Darah mengalir dari perut cewek itu.
"OTI!!" teriak Laras dan Ticka hampir berbarengan. Riki mundur setelah melihat hasil perbuatannya. Salah seorang satpam mengeluarkan pistolnya, dan mengarahkannya pada Riki.
"Cabut, Ed!" teriak Riki. Ia menyadari konyol jika ia tetap berada di situ. Ia tak berani menembak lagi.
"Nggak semudah itu!" kata Oti tiba-tiba. Meskipun lemas, dia memalangkan kaki, sehingga Riki yang hendak lari terjengkang. Pistol yang dipegangnya terlempar. Edi nggak bisa berbuat apa-apa melihat temannya itu. Apalagi para satpam dan petugas keamanan sudah mendekat. Dia hanya bisa mencoba menyelamatkan dirinya sendiri. Dua petugas keamanan segera mengejarnya.
"Oti! Lo gak apa-apa!"" tanya Ticka. Petugas keamanan segera meringkus Riki dan teman-temannya. Oti sendiri nggak mendengar apa yang diucapkan Ticka, karena keburu pingsan.
**** Untung peluru yang menembus perut Oti nggak masuk terlalu dalam, hingga nggak membahayakan jiwanya. Setelah peluru itu diangkat, Oti harus menginap beberapa hari di rumah sakit. Ketika pertama kali Oti sadar, Laras dan Ticka kompak menangis tersedu-sedu di samping tempat tidurnya. Sedangkan Ai terisak di pelukan Raka. "Kapan gue bisa keluar"" tanya Oti. Saat itu Raka baru tiba di kamar tempatnya di rawat. "Ka
ta dokter, tunggu sampe luka lo kering, dan gak ada efek samping. Mungkin sekitar dua hari lagi. Kenapa" Udah gak betah"" goda Raka. Oti mengangguk. "Gue kan udah gak apa-apa. Udah sehat kok!"
"Jangan keras kepala. Peluru yang masuk ke perut lo hampir kena hati. Dokter harus memastikan gak ada efek sampingnya, baru lo boleh pulang." Raka menawarkan apel merah dari kantong plastik hitam yang dibawanya. "Mau"" Oti mengambil sebuah apel kecil. "Lo gak siaran"" tanyanya.
"Gue udah minta izin gak siaran buat ngurusin lo. Kalo bukan gue, siapa lagi yang ngurusin lo" Ai sibuk ama kegiatan sekolahnya," jawab Raka sambil mengunyah apel yang dibawanya sendiri.
"Gue jadi ngerepoti lo...," gumam Oti. "Basa-basi nih"" tanya Raka.
Oti tersenyum manis. Raka duduk di samping tempat tidur Oti. "Papa ama Mama gak tau, kan"" tanya Oti.
"Sesuai pesan lo. Kalo tau, mereka mungkin udah ada di sini," jawab Raka. "Bagus. Papa pasti marahi gue kalo tau. Dan pasti lo juga kebagian." Raka mengangguk mengiyakan apa yang dikatakan adiknya.
"Tapi, ngomong-ngomong kenapa gue ditempatin di VIP sih" Lo sanggup bayarnya" Duit dari mana kalo gak minta Papa"" tanya Oti kemudian. Raka tercenung sejenak.
"Soal itu, lo gak perlu khawatir. Temen lo yang minta lo dirawat di sini. Dia juga yang menanggung semua biaya perawatan lo sampe lo sembuh," kata Raka.
Teman" Siapa" tanya Oti dalam hati. Laras" Atau Ticka" Atau mungkin Bayu"
"Siapa"" Raka hanya mengangkat kedua tangannya. "Sori, gue dipesen gak boleh bilang."
"Laras" Ticka""
"Ntar lo pasti tau orangnya. Orangnya ada di depan kamar kok! Tadi kami ketemu di bawah.
Buah-buahan ini kan dari dia juga. Dia tanya boleh gak ngejenguk lo""
Oti tambah heran mendengar ucapan Raka. "Ya boleh dong. Siapa sih" Bayu"" tebak Oti. Dia menduga Bayu mungkin merasa dia masih marah, sehingga nggak berani masuk.
Raka hanya tersenyum, kemudian beranjak menuju pintu kamar. Nggak lama kemudian, di balik pintu muncuk sosok tubuh seorang cewek bertubuh tinggi langsing dan berambut panjang kemerahan. Cewek itu menunduk. Oti nggak percaya melihat siapa yang datang.
"Revi"" ujar Oti tak percaya.
Revi yang saat itu mengenakan kaus putih dan celana panjang hitam menengadah. Dia masih nggak baranjak dari pintu kamar.
"Ayo, masuk aja. Oti udah jinak kok!" goda Raka. Revi tersenyum kecil, kemudian melangkah pelan menuju tempat tidur Oti. "Hai...," sapa Revi pelan. Oti tersenyum.
"Kamu nggak apa-apa kan, Rev"" tanya Oti. Aneh, seharusnya Revi yang nanya hal itu ke Oti.
"Nggak. Kamu""
"Hmmm... masih ngilu sedikit sih di perut. Tapi kata dokter udah gak papa kok. Paling beberapa hari lagi udah boleh pulang," kata Oti.
Revi hendak mengatakan sesuatu, tapi seperti ada sesuatu yang menahannya. Cewek itu melirik ke arah Raka yang duduk di dekatnya. Oti mengerti apa yang dipikirkan Revi. Dia memberi isyarat pada Raka. Dan Raka mengerti.
"Ot, gue mo cari makan dulu. Laper nih! Lo mo pesen apa" Batagor"" kata Raka sambil bangkit dari tempat tidurnya.
"Emang boleh"" tanya Oti.
"Asal gak ketauan dokter!" jawab Raka iseng.
"Sialan. Ntar gue gak sembuh-sembuh. Titip salam aja deh buat penjualnya."
Raka hanya terkekeh-kekeh, kemudian pergi meninggalkan kamar, meninggalkan Revi dan Oti berdua.
"Duduk, Rev," kata Oti. Revi duduk pada kursi di dekatnya. Tapi dia tetap diam. "Kamu yang membiayai semua perawatan Oti"" tanya Oti. Walau hal itu dirasanya kurang etis, tapi Oti nggak punya bahan lain untuk membuka percakapan. Revi hanya mengangguk pelan.
"Kenapa"" "Kamu nggak suka" Hanya ini dapat Revi lakukan untuk orang yang udah menyelamatkan jiwa Revi," jawab Revi pendek. Nggak kayak biasanya. Baik Revi maupun Oti kali ini nggak menggunakan kata lo-gue. Bahasanya mereka pun terdengar lebih halus. Mungkin karena baru pertama kali ini mereka dapat berbincang-bincang dalam suasana yang lain, suasana yang nggak bermusuhan.
"Bukan gitu. Tapi... ini terlalu berlebihan. Tapi biar bagaimanapun, thanks ya! Juga atas kiriman buah-buahannya," kata Oti.
"Trus, gimana kabar oran
g yang berantem ama kamu kemarin"" tanya Oti kemudian. "Riki" Dia dan teman-temannya langsung ditangkap, dan sekarang dalam tahanan polisi," kata Revi.
"Oya" Kalo boleh tau, kenapa kamu berantem ama preman-preman kayak dia"" tanya Oti. Revi hanya tertunduk mendengar pertanyaan Oti. Dia udah nyangka Oti akan tanya hal itu. Dan sampai sekarang Revi belum menemukan cara yang tepat untuk menjawabnya. Tanpa diduga Revi memeluk Oti sambil menangis tersedu-sedu. "Maafin Revi, Ot. Karena Revi, kamu jadi begini."
Oti yang nggak nyangka Revi akan melakukan hal kayak itu jadi gelagapan. Ia menepuk punggung Revi.
"Udahlah... lagian kamu kan teman Oti. Masa Oti diam aja ngeliat kamu dalam kesulitan," hibur Oti. Revi melepaskan pelukannya.
"Bener kamu menganggap Revi teman" Setelah apa yang udah Revi lakukan pada kamu" Bukankah kamu membenci Revi"" tanya Revi nggak percaya.
Oti menggeleng. "Nggak. Oti nggak membenci kamu. Bagaimanapun kamu teman sekolah Oti. Kakak kelas Oti."
"Kamu" Padahal Revi selalu nggak 'nganggep' kamu," kata Revi malu. "Kamu salah. Justru kamu yang paling 'nganggep' Oti," sahut Oti tegas.
"Maksud kamu""
"Walau kita selalu berantem, itu berarti kamu 'nganggep' Oti ada," Oti menjelaskan. "Kamu bisa aja." Sekarang Revi agak tersenyum mendengar ucapan Oti. "Jadi kamu bener-bener nggak dendam ama Revi""
"Nggak sama sekali. Malahan Oti mau minta maaf, karena udah mempermalukan kamu di malam pemilihan putri SMA," kata Oti.
"Soal itu jangan dibahas lagi. Lagi pula, Revi punya rencana untuk melepaskan gelar itu juga. Kayak kamu."
"Kenapa" Bukannya gelar itu impian kamu," tanya Oti.
"Itu dulu. Tapi sekarang nggak lagi. Sekarang Revi sadar. Ada hal yang lebih penting daripada sekadar mengejar gelar kontes seperti itu. Ada yang lebih penting dari sekadar jadi sanjungan banyak orang atas kelebihan yang kita miliki," kata Revi panjang-lebar. Sejenak Oti terenyak mendengar ucapan Revi. Angin apa yang membuat cewek kayak Revi dapat berubah" Apa karena peristiwa itu"
"Terima kasih, karena kamu udah menunjukkan pada Revi, bahwa ada yang lebih penting dari itu semua, yaitu peraahabatan dan rasa peduli pada orang lain. Revi emang memiliki sahabat, tapi nggak rasa peduli pada orang lain. Revi belum pernah liat orang kayak kamu, yang bersedia menyelamatkan nyawa orang lain, walaupun harus mengorbankan nyawanya sendiri. Apalagi orang itu adalah musuh kamu."
Secara nggak sadar wajah Oti memerah. Apa yang diucapkan Revi dirasanya berlebihan. Dia sendiri merasa waktu itu sekadar begerak secara refleks.
"Kamu ikut pemilihan putri SMA karena membela teman-teman kamu. Peduli pada orang lain, walaupun secara pribadi kamu sebetulnya benci hal-hal kayak gitu. Justru hal itu yang memberikan semangat untum kamu, dan membuat kamu bisa jadi juara," kata Revi lagi. Revi mengeluarkan sesuatu dari tas yang dibawanya. Ternyata mahkota Putri SMA yang terbuat dari perak.
"Ini. Rasanya mahkota ini lebih pantas untuk kamu. Kamulah Putri SMA yang sesungguhnya."
"Revi... apa-apaan sih" Kamu pengin ngembaliin gelar Putri SMA ke Oti" Bukannya Oti udah ngelepasin gelar ini"" tanya Oti agak panik.
"Revi tahu. Revi hanya ingin melihat mahkota ini berada di kepala putri yang sesungguhnya, untuk terakhir kalinya. Besok Revi akan menyerahkan mahkota dan tongkat Putri SMA pada panitia. Kamu nggak keberatan, kan""
Oti terpaksa membiarkan Revi memasangkan mahkota perak itu di kepalanya. "Sayang, Revi nggak bisa bawa tongkatnya. Kepanjangan," ujar Revi. "Ntar kalo ketauan panitia atau wartawan kamu bisa repot," kata Oti. "Biar aja."
Beberapa saat lamanya Revi memandang wajah Oti, membuat Oti menjadi sedikit salah tingkah.
"Ternyata bener apa yang dibilang orang-orang. Kamu memiliki aura kecantikan yang tersembunyi. Kalo aura kecantikan itu keluar, nggak akan ada yang dapat menandinginya," puji Revi.
"Udah ah, jangan muji terus! Oti kan jadi malu." Oti melepas mahkota perak itu dari kepalanya, dan memberikannya pada Revi.
"Rev, kamu mau kan jadi teman Oti"" tanya Oti kemudian. Revi tercengang mendengar
pertanyaan Oti. "Justru Revi ingin mengajukan pertanyaan sama. Kamu mau berteman dengan Revi"" "Tentu aja. Siapa yang gak ingin berteman dengan anggota Fiesta," jawab Oti sambil tersenyum.
"Fiesta udah bubar," ujar Revi.
"Bubar" Kenapa""
"Itu masa lalu. Sekarang nggak ada lagi Fiesta yang suka melakukan hal-hal yang nggak berguna," kata Revi.
"Lalu gimana dengan Rina, Wida, dan Amy" Bagaimana dengan persahabatan kalian"" "Mereka pasti akan mengerti. Jangan khawatir, itu urusan Revi." Tangan Oti memegang lengan Revi.
"Rev, nggak selamanya perubahan itu harus berubah langsung secara drastis, dan dalam waktu yang singkat," kata Oti.
"Maksud kamu""
"Kamu nggak perlu bubarin Fiesta. Nggak perlu merusak persahabatan kamu dengan mereka. Mereka juga sebetulnya sahabat yang baik. Selalu bersama kamu. Hanya aja persahabatan kalian dulu dilalui dengan cara yang salah. Kalo boleh Oti saranin, kamu tetap sebagai Revi yang dulu. Yang perlu dihilangkan hanya sifat kamu yang egois, bertindak sewenang-wenang, atau sifat jelek kamu yang merugikan orang lain. Jika semua itu kamu lakukan, percayalah, orang akan menyukai kamu, walau kamu senang jalan-jalan, ke diskotek, dan lain sebagainya. Oti masih ingat ucapan kamu saat di pemilihan. Ucapan kamu tentang kehidupan. Apa kata-kata itu keluar dari hati kamu"" kata Oti panjang-lebar. "Tentu aja. Itu kata-kata Revi sendiri," ujar Revi tegas.
"Itu baru menunjukkan siapa diri kamu sebenarnya. Revi yang menghargai kehidupan. Oti sampai nggak percaya ngedenger ucapan kamu," kata Oti.
"Thanks. Tapi ternyata itu nggak bisa mengalahkan apa yang kamu katakan tentang cinta," balas Revi sambil tersenyum.
"Tapi itu benar kata-kata kamu, kan"" tanya Revi. Kali ini Oti hanya tersenyum mendengar pertanyaan Revi.
"Lagi pula, kalo kamu berubah, siapa mo yang ngajarin Oti clubbing" Oti kan pengin sekali-kali masuk diskotek. Kemarin hampir aja, kalo nggak ada kejadian itu. Tapi kamu gak usah merasa bersalah. Oti gak nyesel kok. Kan lain kali bisa clubbing ama kamu," lanjut Oti. Pembicaraan mereka terhenti ketika ada yang mengetuk pintu kamar. Ternyata Ticka dan Laras.
"Hai...," sapa Oti melihat kedatangan mereka. Revi menoleh ke arah pintu. Mukanya langsung berubah melihat siapa yang datang. Demikian juga Laras dan Ticka. Laras malah langsung sembunyi di balik Ticka. Rupanya anak itu masih trauma ama peristiwa MOS dulu. "Ngapain dia ada di sini"" tanya Ticka dengan ekspresi wajah nggak senang. Mendengar ucapan Ticka, Revi bangkit dari kursinya.
"Ot, Revi pulang dulu ya...," ujar Revi. Tapi tangan kiri Oti segera memegang tangan kanan Revi
"Kamu tetap disini, Rev," pinta Oti. "Oti!" protes Ticka.
"Kalo kamu mau jadi temen Oti, kamu harus mau jadi temen Oti, kamu mau harus juga jadi temen Ticka dan Laras. Juga sebaliknya."
"Oti" Lo kemasukan apa sih" Lo gak inget apa yang pernah dia lakuin terhadap kamu, terhadap Laras, atau juga temen-temen kita yang lain"" kata Ticka.
"Ticka, udah saatnya kita mengakhiri semua ini. Nggak ada gunanya kita bermusuhan.
Apalagi kita semua satu sekolah," ujar Oti tenang, "...dan gue rasa ini mungkin saat yang tepat untuk memulainya. Revi udah minta maaf, dan berjanji akan mengubah sikapnya selama ini," lanjutnya.
"Dan lo percaya"" tanya Ticka sinis.
"Soal itu kita liat aja nanti. Bukan begitu, Ras"" tanya Oti.
Laras yang ditanya melirik ke arah Ticka, kemudian Revi.
"Ras, gimana"" tanya Ticka.
"Enggg... kalo menurut Laras sih Oti bener. Buat apa kita cari musuh" Lebih baik cari temen. Selama ini kan kita selalu gak tenang kalo di sekolah. Mungkin dengan ini kita bisa menjadi lebih tenang dan konsentrasi untuk belajar," jawab Laras mencoba tenang. Padahal jantungnya masih dag dig dug.
"Lo ngomong apa sih" Kok malah ikut-ikutan Oti"" tanya Ticka sebal. "Jadi, kalian mau kan maafin Revi, dan bersikap baik ama dia"" tanya Oti. Nggak ada yang menjawab. Ticka dan Laras hanya berpandangan. "Laras" Ticka" Kok diem sih"" tanya Oti lagi.
Akhirnya Laras yang pertama bicara. "Bagi Laras sih gak ada masalah..."
"Kam u mau maafin perbuatan Revi ke kamu dulu" Terutama saat MOS"" tanya Oti lagi.
Laras mengangguk. "Laras udah ngelupain hal itu. Malah karena peristiwa itu Laras jadi dapet temen kayak Oti dan Ticka. Laras nggak nyesel pernah ngalamin kejadian itu."
"Makasih, Ras," ujar Revi lirih.
"Gimana kamu, Tick"" tanya Oti lagi.
"Hmmm... baiklah. Asal dia bener-bener gak ngulanginya sikapnya yang dulu," jawab Ticka akhirnya.
"Nah... gitu dong. Jadi nggak sia-sia kan Oti masuk rumah sakit. Sekarang pelukan dong. Oti mau liat," kata Oti santai.
"Oti!" sergah Ticka dan Laras berbarengan.
"Ayo... masa ama temen sikapnya masih jauh-jauhan gitu...," kata Oti lagi.
Dan Oti tersenyum lebar melihat Revi akhirnya berpelukan dengan Ticka dan Laras sambil meminta maaf. Suatu hal yang nggak pernah diimpikannya selama ini.
*** Malam harinya saat Raka masuk ke kamar Oti, dilihatnya Oti udah tidur. Mungkin dia kecapekan setelah seharian menerima kunjungan teman-temannya. Sebetulnya tadi Raka udah pamit pada Oti untuk pulang, tapi sampe di bawah, dia lupa membawa pakaian kotor Oti. Saat dia kembali, Oti udah terlelap. Ia nggak tega membangunkan adiknya. Pakaian kotor Oti udah dikumpulin dalam sebuah tas plastik hitam yang tergeletak di samping lemari baju. Setelah mengambil tas plastik yang dimaksud, Raka bermaksud keluar. Tetapi sesuatu membuatnya menahan niatnya.
Ia kemudian berdiri di samping tempat tidur Oti sambil melihat wajah adiknya. Tampak sesungging senyuman tergambar di bibirnya, membuat wajah cewek rambut yang sebagian menutup kening cewek itu. Aneh, Oti nggak terbangun karena gerakan tangan Raka. Di benar-benar terlelap. Bagaimana kalo ada orang jahat yang masuk ke kamarnya" Entah kekuatan apa yang mendorongnya, Raka membungkuk, dan mencium kening Oti yang putih bersih. Raka mencium kening adiknya dengan penuh kasih sayang.
"Selamat malam, Ot," ujar Raka lirih. Oti tetap diam, masih tertidur. Raka kemudian berbalik dan melangkah meninggalkan kamar VIP tersebut, dengan nggak lupa menutup pintunya. Sepeninggal Raka, perlahan mata Oti terbuka. Cewek itu ternyata udah bangun. Sejenak Oti terdiam memandang ke arah pintu kamarnya.
"Selamat malam juga, Kak Raka...," ujar Oti lirih. Senyum mengembang di bibirnya yang mungil.
"Lo suka Oti, kan"" tanya Revi pada Bayu melalui telepon.
"Kenapa kamu tanya begitu"" balas Bayu. Diam-diam curiga. Mungkin aja ini permainan baru Revi. Walau Oti udah menolongnya, bukan nggak mungkin Revi masih membenci dan memusuhi Oti.
"Kalo suka Oti, kejar dia. Dia cewek yang baik. Gue nggak berhak ngehalangi lo," kata Revi. "Revi, kamu..."
"Tapi asal lo ingat, gue juga masih suka ama lo. Gue tetap akan berusaha ngedapatin lo, tapi kali ini dengan cara yang fair. Gue gak akan berbuat macem-macem lagi. Janji." Bayu nggak tahu apa yang harus dikatakannya. Dia hanya terdiam, bahkan seusai Revi berbicara.
"Haloo... Bay, lo masih di situ"" tanya Revi.
"Ehh... iya... sungguh aku tak tahu harus ngomong apa..."
"Gak usah ngomong apa-apa, pokoknya lo berusaha ngedapetin Oti. Tapi gue juga gak menyerah. Gue akan tunjukin ke semua orang kalo gue bisa mendapatkan apa yang gue mau, dengan cara yang fair. Liat aja... bye..."
Telepon ditutup. Tapi Bayu masih terpaku di tempatnya. Di tempat lain, Revi akhirnya nggak bisa lagi menahan isak tangis yang sedari tadi ditahannya. Butiran air mata mengalir menyusuri kedua pipinya yang putih.
*** Oti udah keluar dari rumah sakit. Tapi dia tetap harus istirahat lagi di rumah hingga lukanya kering.Dia juga nggak boleh banyak bergerak untuk mempercepat kesembuhan lukanya. Karena itu, praktis selama Oti di rumah, Raka sibuk melayani kebutuhannya, bergantian dengan Ai. Tapi nggak tau kenapa, paling sering Raka yang melayani Oti, dan anehnya dia senang melakukan tugasnya itu. Dia senang menemani Oti makan, dan berbincang-bincang dengannya. Bahkan kini Raka jarang ke rumah Ajeng, saat libur atau malam minggu. Untung aja Ajeng dapat menerima alasan Raka merawat Oti. Ajeng juga pernah menjenguk Oti di rumah.
Selain Laras dan Ticka, orang lain ya.g sering menjenguk Oti adalah Bayu. Terus terang kalo Bayu datang, ada perasaan lain di hati Raka, seperti muncul perasaan cemburu di hatinya.
Raka sendiri udah berusaha mengusir perasaan itu. Dia tahu dirinya nggak boleh jatuh cinta pada Oti yang notabene adalah adik tirinya. Dia berusaha bersikap biasa dan sok nyibukin diri kalo Bayu datang. Tapi perasaan itu terus mengusik hatinya. Apalagi kalo ngelihat Bayu dan Oti ngobrol berdua dengan akrab, bahkan kadang-kadang mesra. Oti ketawa lepas, bahkan sampe ngakak, seolah-olah bahagia kalo ada di dekat Bayu.
Jam tujuh malam, Bayu baru aja pulang. Sementara itu, hujan mulai turun di luar rumah.
Sekarang emang udah memasuki musim hujan. Raka lagi manasin sop bikinan Ai tadi sore, untuk makan malam mereka. Ai sendiri abis magrib pergi ke rumah tetangganya yang juga satu sekolah dengannya. Selesai manasin sop, Raka naik ke kamar Oti.
"Ot, lo mau makan di sini atau turun"" Raka nawarin. Oti yang lagi asyik memegang dan mengamati sebuah benda menoleh.
"Ntar aja deh, gue belum laper," jawab Oti.
"Ya udah kalo gitu." Rka hendak berbalik ketika Oti memanggilnya.
"Ka, bagus nggak"" tanya Oti sambil menunjukkan benda yang sedari tadi dipegangnya.
Ternyata jam tangan yang berwarna keperakan.
"Dari siapa" Bayu"" Raka balik bertanya. Dengan melihat sekilas aja Raka tahu jam tangan yang dipegang Oti harganya sangat mahal. Dan cuman orang kayak Bayu yang bisa beli jam kayak gitu. Lagi pula jam tangan itu tidak ada sebelum Bayu datang.
Oti mengangguk mendengar pertanyaan Raka. "Waktu berantem di Fame, jam tangan gue kacanya agak retak. Jadi Bayu ngebeliin jam tangan baru. Gimana" Bagus nggak""
"Lumayan," komentar Raka pendek. Oti mengernyitkan kening mendengar jawaban Raka.
Apalagi melihat ekspresi muka Raka saat menjawab pertanyaannya.
Oti menyimpan jam tangan yang dipegangnya ke dalam kotaknya, dan memasukannya kembali ke tas plastik.
"Lho kok dimasukin lagi"" tanya Raka.
"Lo gak seneng, kan" Makanya gue masukin."
"Kok gitu" Kata siapa gue gak seneng"" tanya Raka lagi.
"Dari raut muka lo. Udahlah, gak usah dibahas. Lagian gue juga rada kagok make jam semahak ini. Jadi kudu hati-hati. Jam gue yang lama masih bisa jalan kok! Tinggal diganti kacanya," kata Oti. "Lo mo kembaliin ke Bayu""
"Lo mau" Kalo nggak lo kasih ke Ajeng aja. Kayaknya dia lebih cocok pake jam tangan semahal ini," kata Oti.
"Gimana ntar ama Bayu"" tanya Raka.
"Gak usah dipikirin deh. Itu urusan gue. Lo mau nggak""
Raka menggeleng. "Gak ah. Kan lo yang dikasih."
"Ya udah..." Kemudian Oti hendak bangkit dari tempat tidurnya. Saat bergerak, dia meringis menahan sakit pada bagian perutnya. "Mo kemana"" tana Raka. "Makan," jawab Oti singkat. "Di sini aja. Ntar gue ambilin."
"Gak ah. Lagian gue juga sekalian mo nonton TV. Bosen kan di kamar terus," kata Oti.
"Emang lo udah bisa jalan"" "Makanya bantuin dong."
Raka memapah tubuh Oti menuruni tangga. Tanganny agak bergetar ketika memegang tubuh Oti yang hangat. Ketika mereka sampai anak tangga terbawah, tiba-tiba lampu di rumah mereka padam.
"Ka!" jerit Oti. Spontan dia memeluk tubuh Raka, membuat Raka jadi sedikit gelagapan. "Pasti karena hujan," ujar Raka lirih. "Lo disini dulu, biar gue cari senter atau korek," lanjutnya.
Di luar dugaan Oti malah mempererat pelukannya. "Jangan tinggalin gue, Ka. Gue takut!" Raka heran mendengar ucapan Oti. Setahu dia, Oti bukanlah tipe cewek yang takut gelap. Kalo tidur lampu kamarnya selalu dimatiin. Kenapa sekarang dia jadi berubah" Tapi Raka nggak nanyain hal itu. Dia hanya membelai punggung dan rambut cewek itu. Untunglah nggak lama kemudian lampu kembali menyala. Raka melonggarkan pelukan Oti. Saat itulah dia melihat wajah Oti sedikit memerah. Oti hanya tertunduk. "Sori,tadi gue cuman refleks," ujar Oti.
Raka nggak menjawab. Beberapa saat lamanya mereka berdua hanya diam. Nggak sepatah kata pun terucap. Untunglah nggak lama kemudian terdengar suara pintu deoan terbuka.
Ternyata Ai yang baru pulang. Tubuhnya yang dibungkus jaket keliatan b
asah. "Tadi di sini mati lampu nggak"" tanya Ai, tanpa memerhatikan apa yang dilakukan kedua kakaknya.
*** Setelah beberapa hari istirahat di rumah, akhirnya Oti kembali ke sekolah. Dan sialnya, saat dia masuk bertepatan dengab Ujian Tengah Semester (UTS). Jadi Oti harus jungkir balik belajar, apalagi untuk pelajaran yang nggak dia ikutin selama nggak masuk waktu pemilihan Putri SMA dan pas dia di rumah sakit. Untung ada Ticka dan Laras yang siap membantunya. "Bisa, Ot"" tanya Laras pas jam istirahat.
Oti cuman nyengir. Pandangan matanya tertuju ke arah Revi dan teman-temannya yang berkerumun di sudut lain kantin. Revi pun kebetulan melihat ke arahnya, dan tersenyum. Suasana di sekolah emang udah berubah. Revi cs kini nggak lagi bersikap arogan di sekolah. Mereka udah mau bergaul dengan anak-anak lainnya. Rina bahkan keliatan sering ngobrol dengan Laras. Ternyata kedua cewek itu punya hobi yang sama, yaitu memelihara kucing. Laras punya beberapa koleksi majalah mengenai kucing dari luar negeri, dan Rina sering meminjamnya. Demikian juga Ticka, Wida, dan Amy, yang walaupun terlihat masih canggung kalo bertemu, mereka semua nggak menampakkan permusuhan. Selain itu, ada satu perubahan lagi yang nggak begitu terlihat. Akhir-akhir ini Oti jarang keliatan berdua dengan Bayu di sekolah. Emang hanpir nggak ada yang memerhatikan hal itu, karena keduanya bersikap biasa saja di sekolah, bahkan saat bertemu. Tapi ada satu orang yang memerhatikan apa yang terjadi di antara mereka. Dan orang itu Revi.
*** "Ada apa, Bay"" tanya Revi. Siang itu setelah bubaran sekolah tiba-tiba Bayu ingin bicara dengan Revi.
"Kamu ngomong apa ke Oti"" tanya Bayu. Revi heran mendengar pertanyaan Bayu. "Apa maksud lo"" tanya Revi heran. "Mengenai aku. Kamu cerita apa ke dia""
Revi menggeleng. "Gue gak cerita apa-apa kok! Gue kan udah bilang, gue nggak akan berusaha ngerusak hubungan lo dengan Oti. Walau gue masih ngeharapin lo jadi milik gue, tapi gue akan berusaha secara fair."
Mendengar jawaban Revi, Bayu terdiam sejenak. "Jadi kamu nggak mengatakan sesuatu yang dapat merusak hubunganku dengan Oti"" tanya Bayu kurang yakin. "Nggak. Emang kenapa" Hubungan lo ama Oti...""
Sebagai jawaban, Bayu mengeluarkan kotak kecil berwarna biru tua. Kotak itu diletakannya di meja, di depan Revi. Ketika Bayu membuka kotak biru tua tersebut, isinya ternyata jam tangan berwarna perak.
"Apa ini"" tanya Revi.
"Oti mengembalikan pemberianku."
Revi meneliti jam tangan yang ada di hadapannya. Jam tangan yang indah dan mahal. Tapi entah kenapa dia nggak kaget saat tahu Oti ngembaliin jam tangan pemberian Bayu. "So, apa hanya itu" Hanya karena dia ngembaliin hadiah dari lo" Mungkin dia punya alasan lain"" tanya Revi.
"Saat dia ngembaliin ini, aku bertanya apa alasannya. Dia nggak mau jawab, cuman bilang jam tangan ini nggak cocok untuk dia. Aku bilang, jika dia nggak suka, jam tangan ini akan diganti sesuai dengan pilihannya. Tapi Oti nolak. Dia nggak ingin menerima barang apapun dariku. Katanya, dia nggak mau terikat karena barang-barang pemberianku." "Lo udah bilang lo suka ama dia"" tanya Revi lagi.
"Saat Oti akan pergi, aku memegang tangannya. Saat itu aku mendapat keberanian untuk mengungkapkan perasaanku," kata Bayu. "Lalu, apa jawaban Oti""
"Pertama dia cuman diam, lalu dia bilang belum mau mikirin hal itu. Setelah itu Oti pergi." Pergi" Oti nggak menerima cinta Bayu" Bukannya Oti juga suka ama Bayu" batin Revi. Kenapa jadi begini"
"Aku sama sekali nggak mengerti sifatnya. Mungkinkah dia suka ama orang lain"" lanjut Bayu.
Revi nggak tega juga melihat wajah cowok yang dicintainya menjadi muram. "Sebetulnya ini bukan urusan gue. Tapi gue akan tanya Oti. Mungkin aja dia lebih terbuka ama gue," kata Revi akhirnya.
*** "Bukannya lo suka ama Bayu" Kenapa lo nolak cinta dia"" tanya Revi pada Oti saat mereka berada di sebuah kafe di Bandung Utara. Revi sengaja mengajak Oti ke tempat itu untuk mengobrol sepulang sekolah.
"Jadi Bayu udah cerita ke lo"" Oti balik bertanya.
Revi mengangguk. "Terus terang gue akui,
gue emang suka ama Bayu. Dia orangnya baik dan perhatian ke gue.
Tapi bukan berarti gue bisa mencintai dia," jawab Oti.
"Gue nggak ngerti. Lo suka ama Bayu, tapi nggak bisa mencintai dia"" tanya Revi.
"Benar. Gue emang suka ama Bayu. Tapi cuman sebatas itu. Soal cinta menyangkut perasaan hati yang paling dalam. Nggak ada hubungannya dengan perasaan suka gue. Dan gue nggak bisa memiliki perasaan cinta itu terhadap Bayu. Setidaknya sampai saat ini."
Revi benar-benar nggak mengerti apa yang dibicarakan Oti. Baginya, rasa suka sama dengan cinta. Kalo suka ama seseorang, berarti dia juga mencintai orang tersebut.
"Lo mungkin sekarang belum ngerti. Mungkin lo nganggap gue aneh, atau nganggap gue mainin Bayu. Tapi bagi gue itu lebih baik, daripada gue pura-pura mencintainya, tapi akhirnya cuma nyakitin hatinya aja. Lagi pula gue tahu kalo Bayu sebetulnya juga mencintai orang lain. Hanya aja mungkin dia belum menyadarinya."
Bayu mencintai orang lain" Apakah ada cewek selain Oti" tanya Revi dalam hati. Kenapa dia nggak tahu soal ini" Lalu apa maksud Oti, Bayu belum menyadarinya" "Bayu mencintai orang lain" Siapa"" tanya Revi penasaran. Oti nggak langsung menjawab, melainkan minum es jeruk yang ada di hadapannya. Revi pun melakukan hal yang sama. "Bukannya lo suka ama dia"" tanya Oti tiba-tiba. Hampir aja Revi tersedak ketika mendengar pertanyaan Oti. Dari mana Oti tahu mengenai hal ini"
"Kenapa" Lo kaget gue tahu soal ini" Nggak ada yang bisa nyembunyiin sesuatu dari Oti,"
kata Oti sambil menepuk dada.
"Bayu cerita ama lo"" tanya Revi. Oti menggeleng.
"Lo gak perlu tau dari mana gue tau. Yang gue mau tanya, betul lo suka ama Bayu"" tanya Oti.
Revi menggigit bibir bawahnya. Dia berpikir apa akan mengatakan yang sebenarnya pada Oti atau nggak.
"Ya, gue emang suka ama Bayu. Sejak pertama gue kenal ma dia pas kita baru aja masuk SMA. Saat itu kita satu kelompok MOS. Dia baik banget apa gue dan selalu merhatiin gue. Tapi lama kelamaan, perhatiaannya nggak kayak dulu lagi. Apalagi setelah Bayu pacaran ama Lia. Gue sakit hati. Setelah Lia meninggal pun, perhatian Bayu ke gue nggak kayak dulu lagi. Bahkan dia cenderung ngejauhin gue. Padahal sejak kematian Lia, Bayu nggak pernah mencoba mendekati cewek lain. Hanya lo yang sanggup menggetarkan lagi hati Bayu." Revi akhirnya malah curhat ke Oti.
Oti udah mendengar hal itu. Dulu emang Bayu pernah punya pacar, namanya Lia, anak SMA Yudhawastu juga. Tapi hubungan mereka nggak lama. Saat pergi ke Jakarta, bus yang ditumpangi Lia mengalami kecelakaan di jalan tol. Hampir seluruh penumpangnya tewas, termasuk Lia. Dan sejak saat itu Bayu nggak pernah pacaran lagi dengan cewek mana pun. Padahal banyak cewek SMA Yudhawastu yang naksir dia. Tapi itu semua ditanggapinya dengan sikap dingin.
"Jadi menurut lo, Bayu sekarang nggak perhatian ama lo"" tanya Oti. Revi cuma diam.
"Lo salah. Kalo dia nggak perhatian ama lo, dia nggak mungkin ngelindungin lo dari sikap lo dulu. Dia ngejauhin lo, karena nggak seneng dengan sikap lo yang berubah. Dia ingin Revi yang dulu, yang dikenalnya saat pertama kali masuk SMA. Itu salah satu usaha Bayu untuk ngelindungi lo. Dia sadar gak bisa mengubah lo seketika itu juga. Makanya dia berusaha agar lo gak terjerumus terlalu jauh. Setelah kehilangan Lia, dia nggak mau kehilangan cewek yang dicintainya untuk kedua kali," kata Oti. "Jadi maksud lo"" tanya Revi.
"Cewek yang ducintainya adalah lo. Dia selama ini nunggu Revi yang dulu. Yah, gue akui, situasi agak berubah dengan kedatangan gue. Gue sendiri tadinya gak tahu ad hubungan apa antara lo dengan Bayu. Dan setelah gue tau, gue berusaha ngembaiin Bayu ke tujuannya semula. Ngembaliin Bayu ke cinta sejatinya, yaitu lo. Dan gue liat, sejak sifat lo berubah, cinta Bayu yang udah lama memudar udah kembali bersinar. Hatinya mulai terbelah dua, antara gue dan lo. Jadi lo bisa ngerti kan kenapa gue nolak cintanya"" tanya Oti. Mata Revi berkaca-kaca mendengar ucapan Oti. Dia nggak tau harus berkata apa. Ternyata Oti punya pemikiran lebih jauh dari dia, atau juga Bayu. Revi hanya men
ggengam tangan Oti. "Ot, bener lo rela ngelakuin ini demi gue"" tanya Revi terbata-bata.
"Sebetulnya ini demi gue juga. Daripada batin gue tersiksa, lebih baik begini. Cowok kan nggak cuman Bayu doang, dan gue rasa, lo lebih berhak ngedapetin Bayu daripada gue," kata Oti.
"Makasih, Ot, lo emang bener-bener temen gue. Lo bisa ngerti perasaan gue," kata Revi terharu.
"Udahlah. Sekarang lo yang harus janji. Jangan sakitin Bayu lagi. Jaga dia baik-baik, atau gue akan ngerebut balik dia dari lo," jawab Oti sambil tersenyum. Mau tak mau Revi ikut tersenyum juga mendengar ucapan Oti. Oti melihat jam tangannya.
"Shit! Gue janji mau ke rumah ticka. Dia pasti ngamuk karena gue gak dateng-dateng!" kata Oti sambil menepuk keningnya. Kemudian cewek itu mengambil HP dari saku seragamnya. "Mampus gue! Pantes aja gak ada telepon masuk! HP gue mati. Pasti baterainya abis!" Oti buru-buru bangkit. "Cabut yuk, Vi!" Oti hendak beranjak, tapi Revi tetap memegang tangannya.
"Satu lagi. Apa saat ini li benar-benar sedang mencintai seseorang"" tanya Revi. Mendengar pertanyaan Revi, Oti terpaku sejenak. Matanya menerawang ke cakrawala. "Entahlah. Gue juga gak tau. Dan andaikata gue tau, gue juga gak yakin tentang cinta gue," jawab Oti. Jawaban yang membuat Revi kembali bertanya-tanya.
*** Ajeng berdiri berhadapan dengan Raka. Matanya terpejam. Cewek itu memberi kesempatan bagi Raka untuk mencium bibirnya. Raka sedikit menunduk. Bibirnya hany tinggal beberapa sentimeter lagi dari bibir Ajeng. Tiba-tiba ia menghentikan gerakannya. Ajeng membuka kedua matanya, setelah beberapa saat menunggu. "Kenapa"" tanyanya.
"Sori, Raka gak bisa," jawab Raka sambil memalingkan wajah. Saat hendak mencium Ajeng tadi, dia seperti melihat wajah orang lain. Dan itu yang membuatnya gak dapat melanjutkan niatnya.
"Kamu gak sayang sama Ajeng"" tanya Ajeng lagi. "Bukan gitu, tapi..."
"Oti"" Raka hanya memandang ke mata Ajeng yang indah. Mata yang memancarkan sinar kasih sayang dan kelembutan. "Benar, kan" Karena dia""
Raka hanya diam. Dalam hati dia mengakui dia nggak bisa melupakan bayangan Oti. "Ajeng udah duga. Oti bukan lagi sekadar adik bagi kamu. Kamu mencintai dia, kan"" "Jangan ngawur. Itu gak mungkin"" sentak Raka.
"Kenapa gak" Dia hanya adik tiri kamu. Kalian nggak punya hubungan darah. Ajeng bisa melihatnya saat kamu merawat dia. Kamu mengorbankan semua untuk dia, termasuk pekerjaan kamu. Juga Ajeng." "Soal itu, maafkan Raka," kata Raka lirih.
Ajeng tersenyum. "Untuk apa minta maaf" Ajeng gak marah kok! Justru Ajeng bersyukur katena semuanya belum terlambat. Sebelum Ajeng mencintai kamu terlalu dalam." "Jeng, Raka jyga mencintai kamu..."
"Nggak. Cinta kamu hanya untuk Oti. Terlihat dari sorot mata kamu. Ajeng gak mau jadi penghalang kalian. Dan Ajeng yakin Oti juga mencintai kamu." Ajeng mencium pipi kanan Raka. "Udah sana, katanya mau siaran. Ntar telat loh!" katanya kemudian. Raka mengenakan helmnya, dan kemudian naik ke motor. "Raka masih boleh ke sini kan" Ngobrol dengan kamu atau Ayu"" "Tentu aja. Kecuali kalo kamu ingin membuat Ayu sedih. Salam buat Oti," kata Ajeng. Raka mengangguk, kemudian menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Sepeninggal Raka, Ajeng masuk ke rumahnya dengan tergesa-gesa. Dia ingin segera masuk ke kamarnya, dan menumpahkan air mata yang ditahannya. Di ruang tengah, Ajeng ketemu Ayu, adiknya yang lagi nonton TV.
"Udah pulang, Kak" Mana Kak Raka"" tanya Ayu. Ajeng nggak menhiraukan pertanyaan adiknya. Dia terus menghambur ke kamarnya yang berada di lantai atas. Maafkan Ajeng! Ajeng sebetulnya udah terlanjur mencintai kamu! Hanya aja Ajeng gak ingin kamu pura-pura mencintai Ajeng, padahal di hati kamu hanya ada Oti! batin Ajeng sambil terus terisak dalam kamarnya.
*** Malam minggu kali ini dilewatkan Oti sendirian. Nggak ada Bayu yang ngajak dia jalan. Ticka sebetulnya ngajak dia keluar, Revi juga ngajak clubbing. Tapi semua ditolak Oti. Sekali ikut clubbing ama Revi, Oti langsung kapok. Bukannya enjoy, dia malah pusing. Nggak tahan liat lampu diskotek yang beraneka warna. S
aat itu juga Oti bersumpah nggak bakal nginjek diskotek lagi (kecuali kalo kepepet he...he...he...).
Nggak tau kenapa, malam minggu ini Oti pengin menikmati kesendiriannya di rumah. Bener-bener sendiri. Ai udah dijemput teman-temannya sesama remaja mesjid di sini. Sementara Raka malam ini harus siaran. Benar-benar lengkap kesendirian Oti kali ini. Ternyata sendiri itu emang gak enak. Apalagi kalo emang benar-benar gak ada kerjaan! Dan itu yang dirasakan Oti kali ini. Oti cuman duduk du depan TV sambil tangannya memegang remote. Beberapa kali dia mengganti saluran, karena acaranya gak ada yang menarik. Heran! Malam minggu gini kok gak ada acara bagus sih" batin Oti. Akhirnya karena bosan, Oti mematikan TV. Kini dia hanya duduk di ruang tengah, tanpa tahu apa yang harus dilakukannya. Sempat terlintas di pikirannya buat menelepon Laras. Sekadar ngobrol. Tapi kemudian niat itu dibatalkannya.
Raka lagi siaran apa ya" tanya Oti dalam hati. Mungkin acara request. Malam minggu gini pasti banyak yang kirim request untuk orang yang disayangiya. Tiba-tiba Oti ingin mendengar suara Raka saat siaran. Dia emang belum pernah mendengar suara kakaknya itu melalui radio. Akhirnya, daripada nggak tahu apa yang harus dilakukannya, Oti menuju kamarnya. Dia menghidupkan stereo set-nya, mengubah ke mode radio, dan mencari gelombang Qly FM.
"... para KQ-mania dan seluruh pendengar Qly FM 103, 2 MHz, berikut ini lagu yang spesial dari Squall. Lagu yang akan membawa suasana romantis pada malam yang panjang ini, bersama orang yang kita sayangi. Lagu ini khusus untuk orang yang Squall tahu sangat suka dan bisa menyanyikannya dengan baik. Seseorang yang Squall sayangi, dan akan selalu Squall rindukan. Oke, selamat mendengarkan..."
Itu tadi suara Raka, dan lagu yang diputarnya adalah Love Destiny dari Ayumi Hamasaki. Lagu yang pernah dibawain Oti saat babak awal pemilihan Putri SMA. Oti tercengang. Pasti Raka nggak nyangka dia akan ngedengerin radio. Badan Oti tiba-tiba merasa panas dingin. Diam-diam merasakan ada sesuatu yang lain di hatinya. Sesuatu yang udah lama dipendamnya.
Selesai siaran, Raka merapikan headset di tempatnya, kemudian keluar dari ruang siaran. "Ka, ada yang nungguin kamu tuh!" kata Dewo yang baru aja masuk ruangan. "Siapa, Mas"" tanya Raka. "Liat aja sendiri. Dia nungguin di lobi."
Dengan penasaran Raka menuju lobi. Dan dia melihat Oti lagi duduk. Oti tersenyum sambil melambaikan tangannya melihat kedatangan Raka.
"Oti" Ngapain kesini" Ada apa"" tanya Raka. Tumben, soalnya selama ini Oti nggak pernah datang ke studio Qly.
"Nggak papa. Gue pengin jalan-jalan aja. Daripada bete sendirian di rumah," jawab Oti.
"Emang lo gak jalan bareng Bayu" Dia gak datang""
Oti menggeleng. "Kayaknya dia gak akan pernah dateng lagi."
"Kenapa"" Oti hanya tersenyum mendengar pertanyaan Raka. "Udah, gak usah dipikirin. Lo abis ini mo kemana" Ada acara""
"Nggak. Gue mo langsung pulang. Kenapa""
"Kalo gitu jalan-jalan yuk! Gue lagi suntuk nih di rumah. Sekalian nyari makan. Lo belum makan, kan"" tanya Oti.
"Belum sih, tapi ini kan udah malem!" kata Raka ragu.
"Alaaa... baru jam sembilan. Ini kan malem minggu, jadi jalanan pasti rame. Mau ya"" bujuk Oti.
Sebetulnya justru Raka mengharapkan saat-saat seperti ini. Saar berdua dengan Oti. Hanya saja dia agak terkejut karena permintaan Oti yang tiba-tiba. "Ke mana"" tanyanya.
"Kemana aja... terserah lo!" Oti langsung menarik tangan Raka.
"Eh, ntar dulu, Ot!" "Apa lagi""
"Gue kan harus bilang dulu kalo mo cabut. Lagian jaket gue masih ada di studio," kata Raka. "Eh, iya... Sori." Oti melepaskan pegangannya. Wajahnya tampak sedikit memerah. Raka masuk kembali. Sempat ketemu Dewo yang cuman berkomentar, "Itu adik kamu yang menang pemilihan Putri SMA kemaren, kan" Kok beda banget sih ama pas di pemilihan." Raka cuman nyengir mendengar komentar Dewo.
Inilah malam minggu pertama Raka berdua dengan Oti. Mereka berdua muter-muter keliling kota Bandung. Melewati jalan Dago yang selalu macet pas malam minggu, dan menikmati jagung bakar di Lembang. Kebetul
an saat itu langit sangat cerah. Bulan purnama terlihat membundar dengan jelas, sementara bintang-bintang bertaburan di langit, seakan nggak menyisakan satu pun ruang yang kosong.
"Ka, tumben lo inget muterin lagu gue. Thanks."
Mendengar ucapan Oti, Raka tersentak. Jadi tadi Oti ngedengerin radio"
"Lo denger"" tanya Raka lirih.
"Ya. Abis gue bete. Acara TV gak ada yang bagus, jadi gue iseng dengerin radio. Gak nyangka pas lo muterin lagu gue. Kok bisa kebetulan gitu ya"" tanya Oti.
"Lo suka"" tanya Raka.
"Suka banget. Apalagi kata-kata lo," kata Oti.
"Eh, itu..." Raka nggak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena Oti beranjak mengambil jagung bakar yang udah matang.
"Itu Bandung, kan"" tanya Oti. Sambil makan jagung bakar cewek itu menunjuk ke arah sinar lampu yang bertebaran di bawah mereka. Dari Lembang, kota Bandung emang terlihat bersinar kayak ribuan kunang-kunang berkelap-kelip. Raka mengangguk. "Indah banget... " sambung Oti.
"Dari sini pemandangannya kurang jelas. Nggak semua bagian Bandung keliatan," kata Raka.
"Lo tau di mana bisa keliatan dengan jelas"" tanya Oti.
"Tau. Gue pernah ke sana," kata Raka.
"Di mana" Jauh gak dari sini"" tanya Oti lagi.
"Nggak. Deket kok."
"Yang bener. Kesana yuk!"
Raka menoleh ke arah Oti yang berada di sampingnya. "Sekarang""
"Iya. Kapan lagi""
"Tapi tempatnya gelap dan sepi."


Victory Karya Luna Torashyngu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Emang kenapa" Lo kira gue takut" Kan ada lo."
Raka memandang wajah Oti yang memasang tampang memelas. Dia sedang berpikir. "Ayo dong... please... "
Karena nggak tega melihat wajah Oti, akhirnya Raka mengangguk.
"Asyiiikkk... Yuk!" seru Oti girang.
"Ntar dulu. Abisin dulu jagungnya. Sayang, kan... "
*** Tempat yang dimaksud Raka adalah menara setinggi lima puluh meter yang digunakan untuk me-relay siaran TV. Menara ini terletak di atas sebuah bukit kecil dekat Gunung Tangkuban Perahu. Kebetulan Raka kenal penjaga menara itu, seorang pria berusia lima puluh tahunan yang memang penduduk sekitar daerah tersebut.
Hampir setengah jam waktu yang dibutuhkan Raka dan Oti untuk naik ke puncak menara. Oti sampe berkeringat pas sampe di atas. Untung di atas menara angin bertiup sangat kencang, sehingga dalam sekejap keringat yang membasahi seluruh tubuh Oti udah kering. "Gila lo! Lo gak bilang kalo tempatnya di menara," protes Oti. "Tau gini tadi gak gue abisin jagung bakarnya. Gue laper lagi nih."
Raka nggak menanggapi ucapan Oti. Dia menuju salah satu sisi puncak menara yang berbentuk persegi panjang.
"Gimana ceritanya lo bisa kenal Pak Drajat, penjaga menara ini"" tanya Oti. "Waktu kelas dua, gue ama anak-anak mo naek Tangkuban perahu, lewat daerah sini, biar nggak kena retribusi. Kebetulan Pak Drajat lagi ngebetulin menara. Katanya ada sirkuit yang rusak. Gue ama yang lainnya ikut bantuin. Dari situ gue tahu Bandung bisa dilihat jelas dari sini. Tuh!" kata Raka menunjuk ke arah Bandung yang emang kayak hamparan cahaya berkilauan. Lebih jelas daripada yang tadi.
"Wah, bener, semua Bandung keliatan. Indah bangeeett...!" komentar Oti yang berdiri di samping Raka. Angin di atas menara yang kencang menimbulkan hawa dingin yang menusuk tulang. Oti sampai ngerapetin jaket jinsnya.
"Lo kedinginan" Pake aja jaket gue," kata Raka. Dia hendak melepas jaket kulitnya, tapi kali ini Oti mencegahnya.
"Jangan. Ntar lo yang kedinginan. Gue gak begitu dingin kok. Kan gue udah pake jaket," balas Oti. Tapi tubuhnya nggak bisa berbohong. Terlihat tubuhnya menggigil hebat. "Gak papa kok. Gue udah biasa. Kan gue biasa ke gunung." Raka memakaikan jaket kulitnya pada Oti. Melihat cara Raka memakaikan jaket kulitnya, Oti jadi ingat saat mereka berada di depan Hotel Horison, sebelum malam final pemilihan Putri SMA. Saat itu Raka juga memberikan jaketnya , setelah melihat Oti yang kedinginan. "Lo bener gak papa." Ntar lo sakit," tanya Oti.
"Nggak. Liat, kan" Gue nggak menggigil kayak lo," jawab Raka. Untunglah di balik jeketnya Raka memakai kemeja lengan panjang yang cukup tebal, dan di dalamnya dilapisi T-shirt, sehingga cukup menahan hawa dingin yan
g menyergapnya. Apalagi Raka sering naik gunung ama teman-temannya kalo liburan, hingga badannya udah terbiasa dengan hawa dingin daerah pegunungan.
"Laen kali kalo lo naek gunung pas liburan gue ikut, ya"" pinta Oti. "Emang lo kuat"" tanya Raka.
"Jangan pandang remeh gue. Gini-gini gue bisa ngalahin lo lomba lari. Mo bukti"" tantang Oti.
Raka tersenyum sambil memandang Oti, demikian juga Oti. Pandangan matanya bertemu dengan pandangan mata Raka. Untuk beberapa saat lamanya keduanya hanya terdiam. Hanya saling memandang dengan pandangan penuh arti. Kemudian, entah siapa yang memulai, Raka mendekatkan bibirnya ke bibir Oti, demikian juga Oti. Keduanya berciuman dengan penuh kehangatan.
"Nggak! Ini nggak boleh terjadi!" Tiba-tiba Raka melepaskaa ciumannya. Oti terenyak mendengar ucapan Raka.
"Lo adik gue. Gue gak boleh jatuh cinta ama lo!" Raka hendak berlalu dari sisi Oti, tapi tangan Oti menahannya.
"Tapi kita bukan saudara kandung! Kita sama sekali nggak ada hubungan darah," ujar Oti. Dia terus memandang Raka.
"Lalu apa bedanya" Ayah dan Tante Heni pasti gak akan setuju dengan hubungan kita." Oti memandang Raka tajam.
"Kalo lo gak pengin jatuh cinta ama gue, kenapa lo merhatiin gue" Lo rela nemenin gue di rumah sakit seharian, daripada nemenin Ai yang sendirian di rumah, bahkan sampe ninggalin les dan kerjaan. Waktu Pemilihan Putri SMA, gue tau lo selalu merhatiin gue, walau lo gak nunjukkin dengan jelas. Lo telepon gue cuman buat tau keadaan gue. Lo yang ngasih semangat saat gue ngerasa down ngeliat finalis lain. Bahkan lo juga yang ngebantu gue saat pemilihan, ngasih cerpen gue ke dewan juri. Kenapa"" cecar Oti.
"Itu karena lo adik gue. Gue udah janji ama Ayah untuk selalu ngejaga lo. Ngelindungin lo seperti gue ngejaga dan ngelindungin Ai," kata Raka.
"Oya" Lalu kenapa lo nyium kening gue waktu itu" Gue bisa ngerasa itu bukan ciuman kakak kepada adiknya."
Ciuman" Raka terkejut. Jadi Oti tahu..
"Lo tahu, ciuman itu yang bikin gue berpikir tentang lo. Ciuman itu yang ngebangkitin perasaan gue yang paling dalam. Ciuman itu yang bikin..." Oti nggak melanjutkan kalimatnya. Suaranya mulai bergetar. Ia menahan air matanya yang mulai keluar. Ternyata cewek kayak Oti bisa nangis juga.
"Ciuman itu... itu yang bikin gue tau perasaan lo ke gue, dan ciuman itu juga yang bikin gue mulai merhatiin lo, dan akhirnya bisa jatuh cinta ama lo." Mata Oti berkaca-kaca. Raka hanya memandang wajah adiknya tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Hatinya diliputi rasa penyesalan, karena membawa adiknya ke dalam kehidupan cinta yang sebenarnya nggak diinginkannya. Tapi biar bagaimanapun perasaan nggak bisa berbohong dan nggak bisa dibohongi. Dia emang mencintai Oti, dan kalo mau jujur, Raka sebetulnya jyga gembira, karena dari ucapan dan tindakan Oti tadi, ternyata Oti pun mempunyai perasaan yang sama kepadanya.
Sambil mendesah, Oti menunduk. "Ternyata gue salah. Sori kalo gue udah ngusik perasaan lo. Lo pasti lebih milih Ajeng daripada gue."
Seusai berkata demikian, Oti melangkah pergi dari hadapan Raka.
Sekarang Raka nggak bisa membohongi perasaannya lagi. Dia benar-benar mencintai Oti, dan membutuhkan dia, nggak peduli apa reaksi ayahnya dan Tante Heni. Tangan Raka mencengkeram Oti yang hendak pergi meninggalkannya.
"Gue gak ada hubungan apa-apa ama Ajeng," ujar Raka. Ucapannya itu membuat langkah Oti berhenti. Raka merengkuh pundak Oti, dan membalik tubuh cewek itu hingga berhadapan kembali dengan dirinya, dan dengan cepat dia memeluknya.
"Gue sayang ama lo, Ot. Gue gak mau kehilangan lo. Gak mau lo jadi milik orang lain," kata Raka sambil memeluk tubuh Oti. Erat sekali, seolah-olah nggak mau melepaskan tubuh itu barang sedetik pun. Oti membalas pelukan Raka. Tubuhnya yang lebih pendek dari tubuh Raka membuat cewek itu terpaksa sedikit berjinjit. Tapi Oti nggak peduli. Air mata mengalir dari kedua pelupuk matanya. Air mata kebahagiaan.
"Gue juga sayang ama lo. Gue juga gak mau lo jadi milik orang lain," balas Oti. "Tapi gimana dengan Papa dan Mama"" tanya Oti kemudian.
"Kita pik irin itu nanti. Sebelum itu, kita harus ngerahasiain hubungan kita ini dari siapa pun." "Siapa pun" Termasuk Ai"" tanya Oti.
"Ya. Termasuk Ai. Juga dari teman-teman lo dan gue. Gue gak mau ada masalah," jawab Raka tegas.
Malam semakin larut. Oti mempererat pelukannya ke tubuh Raka. Bulan purnama yang bersinar terang dan bintang-bintang yang bertaburan malam ini menjadi saksi bersatunya dua insan manusia yang berbeda, berubahnya cinta kakak-beradik menjadi cinta sepasang kekasih
Eternity really doesn't exist. I wonder when I first realized that. But, I'm prouder than anyone else that the days we spent together weren't lies.
I've live up to now. Althought the length of time is a little different.
Just having meet you, just having lives you, even if we can't share our thoughts, La La La La... I won't forget you.
Why, eventhough it hurts so much,
can't I think of anyone but you and I want to be with you"
But I'm used to how I think of even small things as happy memories.
Even cliches and meaningless words, if they're said between us, have meaning.
Just having met you, just having loved you,
just having shared our thoughts... from now until forever...
I should think of you as proof that I live without taking my eyes off of truth and reality.
Just having met you, just having loved you, even if I can never see you again, La La La La... I won't forget.
Pepatah yang mengatakan "Sepinter-pinternya orang ngerjain ulangan, pasti ada juga salahnya" ternyata juga berlaku bagi Oti dan Raka. Sepandai-pandainya mereka menyembunyikan hubungan mereka, akhirnya tercium juga oleh Ai. Kecurigaan Ai bermula dari seringnya Raka pergi berduaan dengan Oti, terutama malam minggu. Oti dan Raka juga gak bersikap cuek-cuekan lagi saat keduanya ada di rumah. Oti sekarang sering ikut Raka kalo ke sekolah. Padahal biasanya dia gak pernah ikut, kecuali kalo telat bangun. Pancaran mata kakaknya saat bersama, membuat kecurigaan Ai makin kuat. Tapi Ai belum berani nanyain hubungan kedua kakaknya itu secara langsung. Dia menunggu saat yang tepat untuk itu. Dan akhirnya saat itu pun datang, ketika Ai sedang berdua dengan Oti di rumah. Raka belum pulang karena masih siaran malam.
"Kak...," Ai mulai membuka pembicaraan. Keliatannya dia masih ragu-ragu. Ngomong gak ya"
"Ada apa"" tanya Oti yang sedang nonton TV, sambil makan kacang goreng buatan neneknya Laras. Makannya ditodong lagi. Gak takut jerawatan tuh anak" "Kak Oti pacaran ama Kak Raka""
Suara Ai sangat pelan, tapi cukup untuk membuat Oti bagaikan disengat listrik ribuan volt. Oti menghentikan makannya dan menoleh ke arah Ai yang duduk beberapa meter darinya dengan pandangan tajam. "Maaf kalo Ai..." "Ai tau dari mana""
Ucapan Oti membuat Ai jadi tambah yakin. "Jadi Kakak bener pacaran dengan Kak Raka""
Oti menghela napas. Dia gak tau apa yang harus dikatakannya. Raka nggak ada di sini, sehingga nggak bisa membantu. Walaupun begitu Oti menyadari saat ini pasti akan tiba. Cepat atau lambat hubungan mereka pasti akan diketahui pihak lain. "Ai lihat akhir-akhir ini Kak Oti sangat dekat dengan Kak Raka. Nggak kayak sebelumnya. Sikap kakak berdua juga lain. Dan yang membuat Ai mengambil kesimpulan demikian, malam minggu kemarin, saat kakak berdua pulang, kebetulan Ai belum tidur. Ai melihat Kak Raka mencium kening Kak Oti."
Selama ini Oti dan Raka berusaha bersikap wajar, baik di depan Ai maupun teman-teman mereka. Tapi tetap aja ada sesuatu yang berubah. Oti dan Raka gak menyadari hal itu. "Terus terang, kalo Kak Oti dan Kak Raka pacaran, Ai senang, karena itu sesuai dengan harapan Ai." Harapan Ai" Jadi...
"Kamu gak keberatan kalo Kak Oti pacaran ama Kak Raka"" tanya Oti yang heran dengan ucapan Ai.
"Gak. Justru Ai sangat ngeharepin hal itu. Ai sangat sayang ama Kak Oti dan Kak Raka. Dan Ai ingin selalu bersama kakak berdua. Tadinya Ai ngerasa hal itu gak mungkin, karena melihat sikap Kak Oti yang cuek dengan Kak Raka, juga sebaliknya. Tapi setelah peristiwa tertembaknya Kak Oti, Kak Raka jadi sangat perhatian ke Kak Oti. Dan itu membuat harapa
n Ai tumbuh kembali, walaupun Ai tau sangat sulit mewujudkannya. Untunglah akhirnya bisa terwujud," kata Ai sambil tersenyum.
"Kamu setuju walau kami berdua saudara" Kakak-beradik"" tanya Oti.
"Tapi kan Kak Oti dan Kak Raka bukan saudara kandung. Gak ada hubungan darah. Tentu aja Ai setuju. Yang gak boleh adalah kalo Ai yang pacaran ama Kak Raka. Itu baru dosa. Inses."
"Apalagi kalo Kak Oti ma Ai, ya" Lebih gak boleh lagi he...he...he..," sahut Oti. Ucapan Ai menimbulkan angin segar di hati Oti. Satu kekhawatirannya dan Raka sudah terlewati. Ai setuju dengan hubungan mereka. Tinggal kedua orang tua mereka aja yang jadi kekhawatiran terbesar.
"Ai kira Mama dan Papa setuju gak dengan hubungan ini"" tanya Oti. Ai menggigit bolpoin yang dipegangnya sambil berpikir.
"Ai nggak tau. Tapi Ai kira-kira asal kakak berdua membicarakannya baik-baik, Ayah dan Ibu pasti mengerti. Lagi pula kan kakak gak melakukan kesalaha." Nggak kayak Raka yang memanggil ibu Oti dengab sebutan Tante Heni, Ai memanggilnya dengan sebutan ibu. "Benar kan kakak gak melakukan kesalahan"" Ai mengulangi ucapannya. Tatapan cewek itu memandang Oti penuh arti.
"Maksud kamu"" Ai hanya terus memandang Oti. Lama-lama Oti mengerti apa maksud perkataan Ai.
"Ooo itu... kalo maksud kamu, jangan khawatir. Walau tinggal serumah, tapi kami masih bisa menjaga diri diri kami dari hal-hal kayak gitu. Kakak dan Kak Raka udah berjanji untuk gak melakukan hal-hal yang dapat merugikan hubungan kami. Percayalah," kata Oti. "Ai percaya. Kalo perlu Ai akan membantu ngomong ke Ayah dan Ibu." "Jangan!" sergah Oti. "Kenapa"" tanya Ai bingung.
"Maksud Kakak, jangan dulu. Biar Kak Oti atau Kak Raka yang menyampaikan langsung pada Papa dan Mama. Kami sedang menunggu saat yang tepat. Untuk itu sementara ini mereka jangan sampai tahu. Kamu bisa jaga rahasia, kan"" tanya Oti. "Jangan khawatir. Kakak percaya deh dengan Ai. By the way, mana nih acara makan-makannya" Kok jadian nggak dirayain sih"" tanya Ai.
"Wah... Kak Oti lagi bokek sekarang. Kamu minta ama Kak Raka aja, ya" Dia lagi banyak duit loh! Baru terima bonus dari radionya. Ntar kalo mau makan-makan, ajak-ajak Kak Oti. Kak Oti juga pengin he..he..he...," jawab Oti kumat gilanya.
*** Selain pada Ai, ternyata Oti juga cerita soal hubungannya dengan Raka pada kedua sahabatnya. Mulanya mereka terkejut. Ticka sampai menggeleng tanda gak percaya. Tapi setelah Oti ngejelasin semuanya, kedua sahabatnya itu akhirnya bisa mengerti, seraya berjanji mengenai hal ini.
"Oti... Oti... kakak sendiri lo embat juga. Pantes aja lo ngelarang gue ngedeketin Raka," komentar Ticka sambil geleng-geleng kepala. Dan biasa, Oti cuman nyengir. Malam minggu ini kembali Oti keluar bersama Raka. Nggak terasa hampir sebulan mereka pacaran. Dan saat-saat itu merupakan saat terindah bagi Oti dan Raka. Kebetulan malam ini Raka dapat tiket nonton acara musik yang digelar di Bumi Sangkuriang, Bandung Utara. Tiket itu bonus dari panitia, karena radio Qly ikut membantu penjualan tiket. Daripada gak tau harus kemana, Oti nerima aja ajakan Raka nonton acara tersebut. Bagi Oti, asal bisa bersama Raka, ke mana pun dia gak keberatan. Emang kedengarannya klise, tapi itulah kenyataan orang yang sedang di mabuk cinta.
Algojo Gunung Sutra 1 Candika Dewi Penyebar Maut X Hikmah Pedang Hijau 7

Cari Blog Ini