Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp Bagian 11
Yong Ceng melihat sekitarnya untuk mencari
bantuan. Ketika melihat Ji Han Lim yang paling
dekat , diapun berseru, "Ji Han Lim, bantu aku!"
Yong Ceng sudah mendengar laporan Kim
Seng Pa bahwa Ji Han Lim adalah anggota
pengawal baru yang "amat setia" sehingga rela
membunuh adiknya sendiri. Kini dalam keadaan
terancam oleh Cu Teng Hong dan Pek-sim
Hweshio, maka Yong Ceng memanggilnya .
"Hamba segera datang, Tuanku" sa hut Ji Han
Lim. Setelah mendepak seorang anggota Jitgoat-pang yang merintanginya, dia lalu
mendekati Yong Ceng. Ketika ia melompat masuk arena, Pek-sim
Hweshio menyongsongkan goJok-nya.
Tapi sesuatu yang berada diluar dugaan
semua orang pun terjadi....
Ji Han Lim ternyata nekad tidak
menghiraukan golok Pek-sim Hwe-shio, malah
1219 sepasang kampaknya diayunkan sekuat tenaga
ke arah Yong Ceng sambil berteriak, "Kaisar
lalim, terimalah ajalmu!"
Yong Ceng terkesiap, ia mengangkat toya
untuk menangkis kampak, namun tangkisannya
kurang bertenaga karena kaget sehingga salah
satu kampak Ji Han Lim tetap mengenai pundak
Yong Ceng. Ji Han Lim sendiri punggungnya
terluka parah oleh golok Pek-sim Hwe-shio.
Tanpa mempedulikan Pek-sim Hwe-shio, Ji
Han Lim dengan beringas mengangkat
kampaknya lagi untuk membacok Yong Ceng.
Namun Toh Jiat Hong cepat menyelamatkan
Yong Ceng dengan menerkam ubun-ubun Ji Han
Lim dengan jari-jari tangannya yang langsung
amblas ke tulang kepala. Sementara itu, dengan muka merah padam
karena murkanya, Yong Ceng melompat
mundur sambil mendekap pundaknya yang
luka. Teriaknya, "Salah seorang kelompok
pengawalku telah mencoba berkhianat!"
Dengan ketakutan Toh Jiat Hong menjawab,
"Ampun Tuanku. Kami bersalah sehingga
1220 kelompok kami kesusupan seorang pengkhianat! Kami akan menebus kesalahan
kami dengan membasmi musuh sebanyakbanyaknya...
Sementara tubuh Ji Han Lim terkulai,
sebelum nyawanya lepas, ia sempat berbisik
lirih sendiri, "Maaf, Pang-cu aku gagal"
Biarpun Ji Han Lim sudah tewas, namun
Yong Ceng tetap kecewa kepada kelompok
jubah ungu yang selama ini dipercayainya. Dan
seluruh kelompok jubah ungu, termasuk Kim
Seng Pa, dapat merasakan hal itu. Merasa ngeri
akan tertimpa kemurkaan Kaisar, seluruh
kelompok jubah ungu bertempur lebih sengit,
berusaha membunuh orang-orang Jit-goat-pang
sebanyak-banyaknya sebagai wujud "rasa
bersalah" mereka. Di pinggir gelanggang, Yong Ceng membalut
luka dibantu oleh Ni Keng Giau. Di sekitarnya
berdirilah pengawal-pengawal Gi-cian Si-wi
dengan senjata terhunus untuk menjaganya.
Kelompok yang dulu di anak-tirikan itu kini
kembali mendapat kepercayaannya.
1221 Sementara jago-jago seragam ungu yang
hendak '"menebus dosa" itu semuanya berkelahi
seperti banteng luka. Biarpun pihak Jit-goatpang juga bertempur dengan fanatik, tapi
sedikit demi sedikit mereka mulai terdesak oleh
Kim Seng Pa dan anak buahnya.
"Tumpas habis tanpa ampun!" gelegar suara
Kim Seng Pa menggetarkan seluruh arena,
memerintahkan anak buahnya.
Kim Seng Pa sendiri mengerahkan jurusjurus tertinggi dari Liok-hap-ciang-hoatnya. la
pernah memuji Ji Han Lim di hadapan Kaisar,
tahu-tahu sekarang muncul peristiwa macam
ini, apa katanya kelak di hadapan Kaisar"
Dan celakalah Tui-hun-siu Hok Leng Kui
yang menjadi penampung kekesalan Kim Seng
Pa itu. la terkepung ribuan bayangan telapak
tangan, terjeblos dalam pusaran kekuatan yang
menghimpit makin menyesakkan. Percuma ia
memegang pedang, sebab pedangnya tak
pernah lagi bisa diarahkannya dengan benar,
seperti sehelai ilalang di angin kencang,
senantiasa terguncang pergi oleh kekuatan
1222 pukulan lawannya. la juga tidak berani
mengandalkan iImu meringankan tubuhnya
terangkat dari tanah, ia takkan dapat menginjak
tanah lagi. Pasti tubuhnya akan terhempas
remuk oleh prahara serangan lawannya.
Di bawah tekanan kuat angin pukulan Kim
Seng Pa, Hok Leng Kui mencoba bertahan
dengan memutar pedangnya bundar melebar,
tapi guncangan tenaga lawan terlalu kuat,
sehingga putaran pedangnya mencangmencong tak keruan. Saat itulah Kim Seng Pa
menyergap bagai serigala, telapak tangannya
berhasil menebas pergelangan tangan Hok Leng
Kui sehingga terdengar gemeretak tulang patah
dan pedang yang jatuh ke Iantai.
Karena tak sempat mundur, Hok Leng Kui
ayunkan cengkeraman tangan kiri untuk
menahan musuh. Tapi ia malah menambah
penyakit, sebab tangan kiri-nya kena
tercengkeram dan langsung dipuntir patah oleh
Kim Seng Pa. Hok Leng Kui tak tahan untuk
tidak melolong seperti anjing kena tendang,
lupa martabatnya sebagai guru dari Kaisar Jit1223
goat-pang. Lolongannya terhenti setelah Kim
Seng Pa menjotos ubun-ubunnya sehingga
retak. Cu Teng Hong kaget melihat guru-nya
mampus, perhatiannya jadi kacau dan akhirnya
ia ikut mampus pula karena terobek-robek oleh
pinggiran payung hitam Suma Hek-long yang
tajam dan di putar kencang.
Teriakan-teriakan "runtuhkan Ceng bangunkan Beng" masih terdengar beberapa
kali, namun tidak selantang semula. Setelah
melihat pentolan-pentolan mereka tewas satu
demi satu, orang-orang Jit-goat-pang jadi
kehilangan gairah untuk menyabung nyawa.
Namun mereka sudah terlanjur masuk sarang
macan, dan mengusik macan-macannya
sehingga marah. Di luar istana, orang orang Jit-goat-pang yang
bermunculan di mana-mana dalam jumlah tak
terduga itu memang membuat pasukan
kerajaan terus kewalahan dan terdesak. Di
seluruh kota, di jalan-jalan, lorong-lorong,
halaman-halaman rumah, bahkan atap-atap
1224 rumah, telah terjadi pertempuran sengit.
Pasukan kerajaan dengan gigihnya terus
berusaha membendung gerak maju musuh, tapi
mereka terus terdesak juga.
Sebaliknya orang-orang Jit-goat-pang juga
banyak yang jadi korban, tetapi mereka terus
menyerbu, mereka sudah membayangkan
bahwa istana akan mereka kuasai, dan Kerajaan
Beng akan bangkit kembali.
Di saat pasukan pemerintah sudah tergiring
sampai pinggiran lapangan Thian-an-bun dekat
istana Kaisar, mendadak terdengar dentuman
meriam bertubi-tubi menggempur sembilan
pintu kota. Pintu-pintu yang dikuasai kaum Jit
goat-pang itu terdobrak dari luar, lalu pasukan
Tiat-ki-kun anak-buah Ni Keng Giau membanjir
masuk kota. Pasukan berkuda sebagai "ujung
tombak" dan pasukan jalan-kaki menyusul di
belakangnya. Kaum Jit-goat-pang sebenarnya nyaris
mutlak menguasai Pak-khia, kecuali istana yang
masih dipertahankan dengan gigih oleh pihak
pemerintah. Namun semua jalan dan lorong
1225 sudah dikuasai pihak Jit-goat-pang, bahkan
mereka mulai membersihkan tempat-tempat itu
dari sisa-sisa tentara pemerintah yang masih
terdapat di situ. Bahkan penduduk yang tidak
bersalahpun, asal dicurigai sebagai "antek
Manchu" langsung dibabat pula. Penduduk Pakkhia tercengkam kengerian oleh ulah orangorang Jit-goat pang yang sedang mabuk
kemenangan itu. Namun munculnya pasukan Tiat-ki-kun
mengubah keadaan. Pasukan tempur yang
garang itu memang tidak berseragam seindah
pasukan di ibukota, tampang mereka juga
bukan tampan kelimis orang-orang istana,
melainkan tampang-tampang medan perang.
Dan kegarangan mereka membuat orang-orang
Jit-goat-pang merasa bahwa kemenangan yang
hampir tergenggam itu tiba-tiba menjauh
kembali. Sepasukan tentara berkuda Tiat-ki-kun
mencoba menyusuri sebuah jalan poros yang
langsung menuju ke istana, untuk menyelamatkan Kaisar. Bumi bergetar oleh
1226 derap ratusan kuda-kuda tegar dengan
penunggang-penunggangnya yang perkasa itu.
Pihak Jit-goat-pang dan Pek-lian-pai mencoba menghadang pasukan itu agar tidak
mencapai pusat kota yang sudah mereka kuasai.
Sekelompok pemanah, pelempar lembing dan
penembak dengan senapan, berjongkok
berderet-deret di atas dinding dinding di kedua
tepi jalan yang akan dilewati pasukan berkuda
itu. Begitu pasukan berkuda muncul, hujan
panah, lembing dan peluru menyambut mereka
dari sebelah menyebelah jalan.
Beberapa perajurit Tiat-ki-kun ro boh dari
kuda, tetapi lainnya terus maju dengan
mengangkat perisai-perisai mereka. Mereka
tidak menggubris hambatan itu, sebab tujuan
utama mereka adalah istana Kekaisaran, seperti
yang di perintahkan komandan mereka, bukan
meladeni orang-orang Jit-goat-pang yang masih
bertebaran di mana-mana. Seorang gembong Jit-goat-pang marah
melihat anak-buahnya tak berhasil membendung arus pasukan berkuda itu. la lalu
1227 memerintahkan orang-orangnya untuk menghadang turun, dan dia sendiri dengan
bersenjata golok Koan-to (Golok Bertangkai
Panjang) menerjang ke tengah jalan yang
tengah dilewati pasukan berkuda.
Putaran golok Koan-tonya yang amat
bertenaga segera menjatuhkan beberapa
perajurit, bahkan ada yang dipotong sekalian
dengan kudanya. Seorang perwira Tiat-ki-kun bernama Gak
Peng Sian yang juga bersenjata golok Koan-to,
namun mahir dimainkan di atas kuda, segera
menderapkan kudanya untuk menahan amukan
tokoh Jit-goat-pang itu. Dua orang yang samasama bersenjata golok Koan-to segera terlibat
pertempuran sengit, satu di atas kuda dan
lainnya berjalan kaki . Ketika ratusan orang Jit-goat-pang kemudian
nekad menghadang ke tengah jalan, pasukan
berkuda Tiat-ki-kun memang terhambat
sejenak. Tapi ketika pasukan jalan kaki Tiat-kikun juga tiba di situ dalam jumlah ribuan orangorang Jit-goat-pang pun tercerai berai. Sebagian
1228 gugur di tempat itu, sebagian lagi melarikan diri
lewat lorong-lorong kecil di sekitar jalan raya.
Pasukan berkuda, yang sedikit berkurang
jumlahnya, segera melanjutkan perjalanan
mereka. Dan orang-orang Jit goat-pang yang
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masuk ke lorong-lorong kecil itu menjadi
urusan pasukan jalan kaki.
Kedatangan pasukan Tiat-ki-kun menjadi
lonceng kematian buat orang Jit-goat-pang dan
Pek-lian-pai. Mereka tersapu dari seluruh
pelosok kota, biarpun sudah melawan dengan
gigih. Jalan-jalan yang tadinya dipenuhi orangorang bersenjata yang berteriak "hancurkan
Ceng, bangunkan Beng" kini dijaga ketat oleh
perajurit-perajurit kerajaan. Mayat kedua pihak
bertebaran di mana-mana. Sementara tokoh-tokoh Jit-goat-pang yang
berhasil menerobos sampai keruang pesta,
habis tergilas kemarahan Kim Seng Pa dan
anak-buahnya. Di bagian lain dari istana,
mereka dilumpuhkan oleh para pendeta Ang-ihkau, dan para pengawal Gi-cian Si-wi maupun
Lwe teng Wi-su . 1229 Menjelang malam, pertempuran usai,
biarpun di beberapa lorong masih terjadi
kucing-kucingan antara kedua belah pihak.
Suasana kota Pak-khia berubah mengerikan.
Tidak ada penduduk yang berjalan-jalan di luar
rumah, semuanya menutup diri dalam rumah
sambil menggigil ketakutan. Lampion-lampion
indah sudah hancur, "hiasan" nya diganti dengan mayat-mayat yang bergeletakan di sana
sini, di antaranya ada yang sudah tidak lengkap
lagi dan sulit diketemukan bagian tubuhnya
yang hilang. Pembantaian selesai. Di mana-mana hanya
ada mayat, mayat, mayat. Di jalan, bersandar
tembok, di parit, di emperan toko, di taman.
Warna merah kental dicipratkan di mana-mana.
Esok harinya, ribuan anggota Jit-goat-pang
yang diketemukan terluka atau tertangkap
hidup-hidup, oleh Kaisar Yong Ceng dikabulkanlah bagian kedua dari cita-cita
mereka, "menjadi hantu Kerajaan Beng".
Mereka dipenggal. Lalu batok-batok kepala
mereka di jadikan hiasan di sepenjang tepi jalan
1230 besar, menggantikan lampion-lampion yang
kemarin mereka rusakkan. Mayat Ji Han Lim diperlakukan paling
istimewa. Bukan saja kepalanya di gantung di
pintu gerbang , namun tubuhnya dibakar habis
dan abunya disebarkan ke parit kotoran.
Dengan demikian keinginannya yang pernah
diutarakan ke pada Kui Hok untuk dikuburkan
di Tiau-im-hong berdampingan dengan kuburan
ayahnya dan adiknya, tidak terlaksana.
Namun perajurit perajurit yang menjaga
batok kepala itu, malamnya melihat "sesosok
hantu terbang" membawa pergi kepala itu. Tak
tercegah oleh para perajurit. Para perajurit
menyebutnya hantu, sebab bayangan itu
bergerak amat cepat, dan pukulan tangannya
membawa hawa dingin yang menggigilkan tubuh.
Beberapa hari kemudian, ketenangan di
Ibukota Kekaisaran itu pulih kembali, meskipun
para perajurit masih ke lihatan berjaga-jaga di
segala sudut. Dan Kaisar Yong Ceng
1231 mengundang pejabat-pejabat tinggi dibidang
kemiliteran untuk bersidang di istana.
Di aula istana, sudah nampak Peng po Siangsi yang bertubuh kurus dan berambut putih,
para Panglima dari semua pasukan, bahkan
Biau Beng Lama dan Kim Seng Pa hadir juga.
Ni Keng Giau dengan pakaian kebesarannya
sebagai Panglima Tertinggi, seperti biasa,
berdiri memisahkan diri dari kelompok orangorang yang tengah menantikan kehadiran
Kaisar itu. Wajahnya tetap dingin dan angkuh,
semua hadirin di ruangan itu tidak ada yang di
pandangnya sederajat dengannya.
Tak lama kemudian, seorang thaikam
(pelayan kebiri) muncul dan berseru, "Hongsiang tiba!"
Para pejabat di aula serempak menekuk
lutut, menyambut Kaisar dergan seruan pujian
mereka, "Ban-swe! Ban-swe!"
"Bangunlah!" kata Yong Ceng setelah duduk
di singgasananya. Gerakan pundaknya masih
aqak kaku luka bacokan oleh Ji Han Lim belum
1232 sembuh benar. Lebih dari itu, amarahnya masih
jauh dari reda. Setelah semuanya bangkit, Yong Ceng
berkata, langsung ke persoalan-nya, "Kita baru
saja mengalami peristiwa yang memalukan.
Orang-orang Jit-goat-pang dan Pek-lian-pai
berhasil menyusupkan orang begitu banyak ke
Pak-khia, dan mereka nyaris menguasai seluruh
kota, termasuk istana ini. Itu karena kelengahan
kalian, yang selama ini hanya menganggap
mereka sebagai pencoleng-pencoleng kecil yang
tidak ber-bahaya!" Sidang dibuka dengan menyalahkan bawahan-bawahannya. Semua hadirin menundukkan muka sehingga ruangan sidang itu
sunyi mencekam. Kim Seng Pa berdiri di
deretan paling belakang, dan mukanya
tertunduk paling dalam. Terdengar lagi suara Yong Ceng, "Selama ini,
aku merasa telah kalian nina-bobokkan. Semua
laporan hanya menyebut aman, baik-baik dan
sebagainya, jauh dari kenyataan sebenarnya.
Mulai sekarang, aku tidak mau lagi mendengar
1233 laporan macam itu. Laporkan seadanya. Jangan
sampai pencoleng-pencoleng kecil tahu-tahu
telah tumbuh menjadi kekuatan yang
membahayakan kekaisaran!"
Para hadirin masih bungkam. Bernapaspun
tidak berani keras-keras, khawatir kalau
bernapas terlalu keras akan menimbulkan
akibat buruk. ?"" sekarang Jit-goat-pang dan Pek-lian-pai
sudah kita lumpuhkan. Tapi masih ada satu
kelompok berbahaya di kekaisaran ini
Pangeran In Te berdegup jantung-nya.
Jangan-jangan dirinyalah yang akan dituding
sebagai "kelompok berbahaya" itu"
Namun yang dituding Kaisar Yong Ceng
ternyata bukan dirinya, "Kelompok itu adalah
Hwe-liong-pang! Semakin lama mereka semakin
berani menantangku!"
Pangeran In Te lega, namun tidak lega sama
sekali. Selama ini ia mendengar bahwa di Hweliong-pang ada panannya, Pak Kiong Liong, yang
masih setia memperjuangkan Pangeran In Te
sebagai ahli waris tahta yang sah. In Te khawa
1234 tir, kalau Hwe-liong-pang dihancurkan, janganjangan
dirinya sendiripun menyusul disingkirkan kemudian"
Sebuah pikiran muncul di benak In Te,
"Rencana ini harus kukabarkan ke pihak Hweliong-pang secara diam-diam, agar mereka
dapat bersiap-siap menyelamatkan diri . . . ."
Sementara itu, Yong Ceng berkata, "Hweliong-pang sudah berani menyelundupkan
orang untuk membunuhku, ini tak bisa
dimaafkan lagi. Sebenarnya yang patut
ditumpas cuma Pak Kiong Liong dan In Tong,
namun karena Tong Lam Hou ikut-ikutan dan
menyembunyikan buronan-buronanku, dia
harus ditumpas pula beserta seluruh Hweliong-pang !"
Sesaat ruangan itu tetapi sunyi, sampai Yong
Ceng memerintahkan, "Kalian diperkenankan
bicara." Peng-po Siang-si nenoleh diri ke kiri dan
kanan, lalu berlutut dan berkata, "Hamba akan
melaporkan sesuatu Tuanku......"
"Katakan.!" 1235 "Sepuluh hari yang lalu, datang utusan dari
Hok Ciang-kun yang mengawasi Jing-hai. Dalam
suratnya, Hok Ci-ang-kun melaporkan bahwa
para pengikut Thai-cin-kau (Kristen Nestorian)
dari suku suku Mongol, Hui dan Kazak te elah
menberontak di bawah pimpinan Alai Butan,
menuntut agar daerah mereka boleh memiliki
hukum sendiri. Kalau kite menolak, mereka
mengancam lebih suka bergabung dalam
kekaisaran Rusia yang seagama dengan mereka,
biarpun berlainan sekte. Lalu di Jing-hai Selatan,
orang-orang Hwe-kau (Muslin) juga angkat
sejata......." "Laporannya sudah sepuluh hari, kenapa
baru kau laporkan sekarang?"
"Karena menjelang hari ulang tahun Tuanku,
hamba khawatir akan mengurangi kegembiraan
Tuanku".." Nasbib malang memang datangnya tak bias
diperhitungkan. Kata-kata Peng-Po Siang-si itu
malah menimbulkan kemaran Yong Ceng.
"Penjilat!, kau piker aku tak sanggup berpikir
lagi, biarpun menjelang pesta" Bagaimana kau
1236 berani menunda sepuluh hari atas laporan yang
begitu peting" Bagaimana kalau keadaan di JingHai terlanjur tidak bias dikuasai lagi?"
Merasakan gelagat buruk, buru-buru Pengpo Siang-si menyembah-nyembah sampai
jidatnya membentur tanah. "Hamba mohon
ampun. Tuanku".hamba hanya bermaksud"..
"Pengawal! Penggal kepala menteri tak
berguna ini.!" Beberapa pengawal masuk dan menyeret
menteri yang sial itu. Beberapa panglima dan
Menteri cepat-cepat berlutut untuk memohonkan ampun bagi Peng-po Siang-si
yang telah mengabdi dengan baik sejak jaman
pertengahan pemerintahan Kaisar Khong Hi.
Namun Yong Ceng yang sedang marah itu tak
menggubris permohonan mereka. Malah
mengancam "Yang tidak setuju dengan keputusanku tadi,
silahkan menyusul sekalian ke neraka. Aku
malah merasa bersyukur kalau pemerintahanku
bebas dari orang-orang yang lemah dan lamban
kerjanya!" 1237 Ni Keng Giau yang tidak ikut memohonkan
ampun bagi Peng-po Siang-si itu, langsung
mendukung, "Hamba mendukung keputusan
Tuanku. Keselamatan kekaisaran memang
harus diutamakan. Hukum Besi harus
dijalankan kepada musuh musuh kita, kepada
rakyat, dan kepada kita sendiri. Kalau Tuanku
berkenan, hamba siap berangkat ke Jing-hai
untuk menangkap Alai Butan dan memakukannya pada salib, biar nasibnya
seperti Guru Agung Thai-cin-kau yang
disembah-sembahnya itu."
Kim Seng Pa yang sedang berusaha
mendapat kembali kepercayaan Kaisar itupun
ikut-ikutan berkata, "Benar. Agama apapun di
wilayah kekaisaran, harus menempatkan
Tuanku sebagai Putera Langit sebagai
sesembahan tertinggi."
Sebenarnya masih banyak sanjung puja
dengan kata-kata muluk yang hendak
diucapkan, tetapi melihat Yong Ceng berwajah
masam dan tidak menggubrisnya, terpaksa Kim
Seng Pa tutup mulut sambil meratap dalam hati.
1238 Sementara itu, Biau Beng Lama nampak
cemas. Jing-hai dekat letaknya dengan Tibet
yang menjadi pusat Ang-ih-kau. Di kawasan itu
penduduk memeluk banyak agama. Selain Thaicin-kau dan Hwe-kau, juga masih ada Tiauyang-kau (agama penyembah api) dari Persia,
ada Hindu dan Sikh, la khawatir pemberontakan Thai-cin-kau dan Hwe-kau akan me
rembet ke Tibet, la khawatir Thai-cin-kau akan
mendapat kembali pengaruhnya di wilayah
barat, seperti di jaman Kerajaan Tong dulu,
bahkan sampai di Lhasa, ibukota Tibet,
ditempatkan seorang uskup Thai-cin-kau yang
dilindungi o-leh kaisar Tong-ciu-cong waktu itu.
itu tidak boleh terulang, pikirnya.
Sedang yang dipikirkan In Te lain lagi.
Sementara semua orang berbicara, In Te hanya
bungkam, namun diam-diam memperhatikan
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wajah para Panglima. Siapa yang kelihatan tidak
puas tetapi tidak berani menentang" Siapa yang
kelihatan sebagai penjilat" Dan banyak sikap
lain yang terungkap dari wajah mereka. Lalu In
Te mencatatnya dalam hati, si ini begini dan si
1239 itu begitu. Ini bahan penting untuk langkahlangkah politiknya di kemudian hari.
Sidang kemudian ditutup setelah diambil
keputusan, Hwe-liong-pang akan ditumpas
dulu, setelah itu barulah pemberontakan di Jlnghai yang memerlukan persiapan yang lebih
matang. Pangeran In Te kemudian bergegas kembaIi
ke Leng-goat-kiong, bangsal kediamannya.
Tekadnya sudah bulat, akan mengirim berita
secara diam-diam kepa-da Hwe-liong-pang, tapi
harus sangat hati-hati, sebab ia tahu dirinya diawasi terus secara diam-diam oleh orang orang
kepercayaan Kaisar Yong Ceng.
Ketika masuk bangsalnya, empat pengawal
memberi hormat, namun In Te tahu bahwa
mereka juga orang-orang Yong Ceng yang
bertugas mengawasi dan mengekang tindaktanduknya.
Kepada mereka, In Te berkata, "Salah satu
dari kalian, panggilkan Thia Kong-kong (thaikam she Thia) untukku. Aku ingin bermain
siang-ji (catur gajah) dengannya."
1240 Salah seorang pengawal segera menjalankan
perintahnya. Seorang pengawal lainnya bertanya dengan
hormat, "Di mana Pangeran hendak bermain
catur" Supaya homba bisa mempersiapkan
tempat itu..." Sahut In Te sambil tersenyum ramah, "Biar
pelayan-pelayanku saja yang mempersiapkan.
Kalian tidak usah repot repot."
Para pengawal saling berpandangan sejenak,
lalu salah seorang dari mereka memberanikan
diri untuk mengusulkan, "Hamba usulkan,
sebaiknya tidak bermain catur di tempat
tertutup. Udaranya panas. Sebaiknya di gardu
Pek-lian saja, di Sana sejuk...."
In Te tahu. Gardu Pek-lian ada di tengah
kolam teratai sebuah tempat terbuka, tanpa
dinding, berarti gerak-geriknya selama bermain
caturpun akan tetap di awasi .
"Kau berani mengatur aku?" geramnya. "Aku
ingin bermain di mana saja, itu urusanku.!"
Namun si pengawal tetap bandel.
1241 "Hamba tidak berani, Pangeran. Tetapi
hamba memikul tugas yang tidak bisa di hindari
In Te benar-benar merasa terbelenggu.
Semua orang masih menghormati-nya, pakaiannya musih bagus, namun segala-galanya
harus dikekang. la muak dengan belenggu itu,
dan bertekad bahwa suatu saat belenggu itu
harus dipatahkan. Namun saat itu ia tidak berani menentang
terang-terangan, sehingga akhirnya ia berkata,
"Baiklah, bersihkan gardu Pek-lian."
"Baiklah, Pangeran."
Tidak lama kemudian Pangeran In Te dan
Thia Kong-kong sudah bertempur di papan
catur. Seorang pengawal yang kupingnya amat
tajam, karena memiliki ilmu Ting-hong-pian-gi
(Mendengar Angin membedakan suara), berdiri
agak jauh, namun berusaha mendengarkan apa
saja yang di bicarakan Pangeran In Te dengan
Thia Kong-kong. Tetapi ternyata yang dibica
rakan hanya Iangkah - langkah catur, selebihnya
1242 Seorang pengawal yang kupingnya amat tajam,
karena memiliki ilmu Ting-hong-pian-gi (Mendengar
Angin membedakan suara), berdiri agak jauh, namun
berusaha mendengarkan apa saja yang di bicarakan
Pangeran In Te dengan Thia Kong-kong.
1243 hanya suara biji-biji catur yang berkelotakan di
atas papan. Sebenarnya, In Te dan Thia Kong-kong
melakukan pembicaraan penting, namun bukan
dengan mulut, hanya dengan jari-jari yang
menggores-gores tepi papan catur untuk
membentuk huruf-huruf bayangan. Itulah
sebabnya si pengawal tukang menguping tak
mendengar apa-apa. In Te menggoreskan kalimat pertamanya,
"Hwe-liong-pang hendak dihancurkan oleh
kakanda Yong Ceng. Mereka harus segera diberi
kabar." Thia Kong-kong ini dulunya adalah pengikut
In Te yang setia. Ketika angkatan perang In Te
berhasil dilucuti dan In Te menjadi "tawanan
terhormat" di istana, Thia Kong-kong alias Thia
Bong Ek ikut menyelundup ke istana sebagai
thai-kam. Untuk itu, ia harus berkorban dengan
kehilangan sepasang "bola" kelakiannya.
Tujuannya hanyalah mendampingi Pangeran In
Te, sampai kelak berhasil merebut kekuasaan.
1244 Thia Bong Ek memahami tulisan In Te, lalu
iapun menggores, "Apa kaitan nya Hwe-liongpang dengan kita?"
In Te menggores lagi, "Selama Hwe-liongpang masih ada, Kakanda In Ceng ragu-ragu
membunuhku. Kalau Hwe-liong-pang sudah
remuk, keselamatanku di istana ini tidak
terjamin lagi." Thia Kong-kong memperlihatkan wajah
mengerti, lalu menggoreskan telunjuknya lagi,
"Penjagaan di sekitar kita amat ketat. Sulit
menyelundupkan orang keluar tanpa diketahui
kaki tangan Yong Ceng."
"Bagaimana dengan Heng-san-sam kiam
(Tiga Pedang dari Heng-san)?"
"Nampaknya mereka semakin tidak puas
kepada Yong Ceng. Ada tanda-tanda bahwa
kesetiaan dan kepercayaan mereka mulai
luntur. Tapi rasanya mereka belum berani
terang-terangan bertindak di luar tugas
kelompok pengawal jubah ungu."
1245 "Justru karena mereka pengawal, ada
peluang untuk keluar dari istana untuk
memberi kabar kepada Hwe-liong-pang."
"Namun kalau mereka bertiga keluar
serentak, bisa menimbulkan kecurigaan Kaisar
dan Kim Seng Pa. Lagipula, belum tentu mereka
mau diperintah kit a "Bagaimana pikiranmu?"
"Biar hamba coba hubungan anak hamba,
yang sering menyamar sebagai penjual pangsit
pikulan di dekat gerbang istana. Dulu ia seorang
Jian-hu-thio (komandan seribu perajurit) dalam
H i-liong-kun." "Baiklah. Laksanakan."
Demikianlah mereka "bercakap-cakap" lewat
tulisan. Kemudian In Te menulis lagi. "Bisakah
kau mengatur pertemuan antara aku dengan
Heng-san-sam-k i am?"
"Untuk apa?" "Aku ingin bicara sendiri dengan mereka,
merebut dukungan mereka."
Thia Kong-kong menunjukkan wajah kurang
setuju, dan menggoreskan huruf-huruf, 1246 "Berbahaya. Sikap Heng-san-sam-kiam belum
pasti benar." Namun In Te menggeleng perlahan, dan
jarinya menulis di meja, "Kalau tidak berani
masuk sarang macan, mana bisa mendapatkan
anak macan" Aku sudah jemu dibelenggu, harus
berani menyerempet bahaya untuk mengumpulkan pendukung dan mematahkan
belenggu yang memuakkan ini ."
Thia Kong-kong tetap nampak kurang setuju.
Namun melihat betapa besarnya tekad In Te,
akhirnya Thia Kong kong menulis, "Akan hamba
usahakan malam ini. Nanti sore hamba beri
kabar." In Te mengangguk dan tersenyum puas.
Sebenarnya In Te punya perhitungan juga. la
tahu, sebagian pengawal jubah ungu mulai
kurang puas terhadap Kaisar, dan mereka itu
harus "digarap" secepatnya. Kata pepatah, besi
harus ditempa selagi panas membara, bukan se
telah dingin kembali. Permainan catur yang hanya pura-pura
itupun selesai, Thia Kong-kong mohon diri.
1247 Sorenya dia datang mengabarkan bahwa Hengsan-sam-kiam bersedia berbicara, waktu dan
tempatnyapun sudah ditentukan.
Tengah malam, itulah saat pertemuan yang
dijanjikan. Tempatnya di gudang tua, salah satu
bagian istana yang jarang diinjak seluruh
penghuni istana, karena konon tempat itu ada
hantunya. Hantu seorang bangsawan Kerajaan
Beng yang dulu bunuh diri ketika mendengar
bahwa laskar pemberontak Li Cu Seng sudah
masuk kota. Tetapi buat In Te, hantu itu tidak
lebih menakutkan dari "sangkar emas" yang
kini didiami nya. Dengan pakaian ringkas berwarna hitam, In
Te berhasi lolos dari bangsal Leng-goat kiong
selagi para pengawal lengah. la langsung
menuju ke tempat pertemuan dengan jalan
merunduk-runduk, menghindari pertemuan
dengan para pengawal istana.
Tiba di gudang tua itu, Thia Kong kong sudah
menunggunya. "Hamba di sini , Pangeran
"Saudara Thia, apakah Heng-san-sam-kiam
sudah datang?" 1248 "Sudah, Pangeran. Dan menurut pengamatan hamba, mereka benar-benar hanya
bertiga, dan tidak membawa senjata."
"Antarkan aku menemui mereka."
Thia Kong-kong segera berjalan mendahului
Pangeran In Te melewati tumpukan barangbarang tak berguna lagi. Tidak jarang wajah In
Te tersangkut oleh sarang laba-laba. Akhirnya ia
berhadapan juga dengan tiga saudara
seperguruan dari Heng-san itu, yang berpakaian seragam pengawal. Jian-ing-kiam (Pedang
Seribu Bayangan) Ho Se Liang, Lam Thai Hong
(Prahara Selatan) Au Yang Kong, serta Huikiam-eng (Satria Pedang Terbang) Teng Jiu.
"Selamat malam, Pangeran," mereka bertiga
menyambut In Te. "Selamat malam, para pendekar," sahut In
Te. Kata-kata selanjutnya tidak bertele-tele lagi,
melainkan lang-sung ke intinya, "Mari kita
bicara jujur tidak dari balik topeng-topeng kita.
Kita sudah bersepakat bertemu disini, itu
berarti kita sudah menunjukkan sikap, atau
1249 setidaknya sebagian sikap kita masing-masing.
Setuju?" Ho Se Liang yang tertua, menjadi juru bicara
kelompoknya, "Kami juga bersikap terus-terang,
Pangeran. Kami mengharapkan Pangeran akan
mengobati kekecewaan kami selama ini,
berbeda dengan Kaisar yang sekarang
bertahta." "Apa maksudmu?"
"Sebelum Kaisar naik tahta, ia mengobral
janji yang muluk-muluk untuk memperoleh
dukungan kami. Tapi setelah ia berkuasa, ia
lupa janjinya, bahkan kelihatan tidak senang
setiap kali kami mengingatkan janjinya yang
dulu." Janji apa" Dan apa pula yang dulu kalian
harapkan sehingga mendukung Kakanda Yong
Ceng?" "Pemulihan martabat orang Han agar sama
dengan orang Manchu," sahut He So Liang tegas.
"Kami tidak seperti orang-orang dari Jit-goatpang atau Pek-lian-kau atau Thian-te-hwe yang
bermimpi ingin mendirikan kembali Kerajaan
Beng. Itu mustahil. Kami hanya ingin
1250 kesederajatan martabat antara Han dan
Manchu, bahkan juga seluruh suku-suku
penghuni kekaisaran ini. Suasana persaudaraan
bukan yang satu di atas yang lainnya. Itu saja,
Pangeran." "Dulu Kakanda Yong Ceng menjanjikannya?"
"Benar, Pangeran. Dulu, ketika Kaisar belum
bertahta dan masih mengembara sebagai
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang pendekar bernama Si Liong Cu, kami
bersahabat dengannya dan mengagumi tindaktanduknya yang gagah berani. Ketika kemudian
kami ketahui bahwa dia adalah Pangeran In
Ceng, dan mohon bantuan dukungan kami, kami
menyanggupinya. Sekarang sudah empat tahun
dia bertahta, dan janjinya belum ada tandatanda akan diwujudkan. Kami dan sahabatsahabat yang dulu mendukungnya, terus terang
saja merasa dikecewakan."
"Bagaimana caranya dulu sehingga kalian
bisa mendudukkan Kakakku itu sampai ke
tahta?" 1251 Ho Se Liang ragu-ragu sejenak untuk
berterus-terang, namun akhirnya ia berkata
juga, "Kami mohon maaf, Pangeran. Saat itu
kami begitu bersemangat mendukung Pangeran
Keempat, sehingga kami melakukan suatu
kecurangan yang merugikan Pangeran...."
Tubuh In Te gemetar menahan gelombang
kemarahannya, sementara Thia Kong kong
menyiapkan diri untuk mencegah In Te,
khawatir kalau kemarahan Pangeran itu jadi
merusak rencana. "Kecurangan bagaimana?"
"Dalam sebuah pertemuan rahasia kelompok
kami, Ni Keng Giau mengusulkan supaya Surat
Wasiat Sribaginda Khong Hi dicuri dan dibaca,
untuk mengetahui siapa Pangeran-pangeran
yang akan ditunjuk menggantikan Sribaginda
Khong Hi." Dada Pangeran In Te serasa hampir meledak,
namun Thia Kong-kong memegang tangannya
dan berbisik, "Tenang, Pangeran. Tenanglah." In
Te mengangguk dan menekan kemarahannya,
namun toh suaranya tetap terdengar agak
1252 gemetar. "Dan kalian berhasil mencuri Surat
Wasiat yang disimpan di Han-lim- pong (ruang
perpustakaan istana) dan dijaga ketat oleh
pasukan Han-lin-kum itu?"
"Benar, Pangeran"
"... dan membaca isinya?"
"Benar, Pangeran."
"Siapa nama yang ditunjuk sebagai pengganti
Ayahanda di dalam Surat Wasiat itu?"
"Pangeran sendiri, Cap-si Pwe-lek In Te."
Kembali Thia Kong-kon harus memegang
tangan In Te dan berbisik membujuk-bujuk,
"Tenang, Pangeran. Kalau ingin mereka
mendukung Pangeran, jangan mengadili mereka seperti mengadili maling ayam yang
tertangkap. "Aku cukup tenang. Namun dari dulu sudah
kurasa adanya kebusukan di balik pergantian
pemegang tahta. Kini aku mendengar dengan
jelas, bagaimana kecurangan itu berlangsung."
"Kendalikan kemarahan Pangeran, agar
calon-calon pendukung Pangeran yakin, bahwa
1253 Pangeran akan menjadi seorang penguasa yang
lebih bijaksana dari Kaisar yang sekarang..."
"Suatu ketika, kecurangan ini harus
diketahui seluruh rakyat. Biar Kakanda Yong
Ceng terjungkir dari singgasananya yang
dikangkanginya secara tidak syah !'
"Hamba sependapat, Pangeran. Tapi tunggulah waktunya yang tepat, bukan
sekarang. Sekarang kedudukan kita masih
lemah, kalau kecurangan itu kita umumkan
sekarang, sama saja dengan mengundang
kantong-kantong kulit Hiat-ti-cu itu beterbangan di atas kepala kita."
Akhirnya, berhasil juga In Te menguasai diri.
Dan Ho Se Liang meneruskan keterangannya,
"Lalu Ni Keng Giau menambahkan coretan pada
huruf "Cap" (sepuluh) sehingga menjadi
"kepada" sehingga bunyi asli Surat. Wasiat itu
"tahta diwariskan Cap-si Hong-cu" berubah
mnjadi "tahta diwariskan kepada Si Hong-cu. ..."
Lemaslah tubuh In Te mendengar itu, itulah
goresan pena yang membuatnya kehilangan
segalanya dan kakak keempatnya mendapatkan
1254 segalanya. la menyesal, tempo hari ketika
mengepung Pak-khia dengan pasukannya yang
besar, kenapa tidak langsung menyerbu saja"
Kenapa harus masuk perangkap Liong Ke Toh
sehingga ikut dalam sembahyang menghormati
Ayahandanya" Kenapa ia mencurigai Pak Kiong
Liong yang tulus, gara-gara mempercayai
ucapan Liong Ke Toh yang mengadu-domba"
Nasi sudah jadi bubur. Kini dirinya seperti
seekor anak burung dalam genggaman raksasa
yang maha kuat, sekali remas saja oleh sang
raksasa, ia akan hancur. "Pangeran, kami katakan semuanya ini,
karena kami menaruh kepercayaan kepada
Pangeran," kata Ho Se Liang, tanpa tedeng alingaling. "Kami berharap, kalau kelak Pangeran
naik tahta, tuntutan dari jutaan orang Han akan
terkabulkan tanpa pertumpahan darah. Kalau
orang Han toh harus kecewa lagi, bukan
mustahil mereka akan mengangkat senjata......"
Pangeran In Te sebenarnya kurang senang
mendengar ucapan yang mengandung gertakan
itu. Namun ia menjawab juga, bukan dengan
1255 janji yang muluk, "Sam-wi Eng-hiong, kalian
tahukah siapa orang yang paling kuhormati
setelah Ayahanda Khong Hi sendiri?"
Tentu saja Heng-san-sam-kiam bung kam tak
bisa menjawa Dan In Te melanjutkan, "Itulah pamanku, Pak
Kiong Liong. Biar dia hanya paman jauhku,
hubunganku bahkan lebih dekat kepadanya
daripada kepada Pamanda Liong Ke Toh, adik
dari Ibunda Tek Huai. Pamanda Liong Ke Toh
adalah seorang yang berpikiran bahwa bangsa
Manchu adalah bangsa pemimpin, dan sukusuku lain diletakkan di bawah telapak kaki
orang Manchu. Sedang Pamanda Pak Kiong
Liong, kalian tahu sendiri bagaimana
wataknya." Kini tiga butir kepala Heng-san-sam-kiam
mulai mengangguk-angguk, sementara In Te
berkata lagi, "Isteri Paman Pak Kiong Liong
ialah seorang Han yang tetap kuhormati sebagai
bibiku. Pikiran-pikiran Paman Pak Kiong Liong
tentang persatuan Han dan Manchu banyak
yang kuambil alih, cocok dengan pikiranku
1256 sendiri. Saat ini, sudah saatnya Han dan Manchu
melupakan masa silam, dan harus bersatu
membela negeri bersama ini. Jangan sampai
negeri ini terpecah belah lalu diperebutkan oleh
orang Jepang dan Rusia yang sejak lama
mengincar negeri ini."
"Baik, Pangeran. Mulai sekarang kita
bersekutu dalam satu cita-cita. Bagaimana kalau
kita mengangkat sumpah berat?"
"Baik," sahut In Te.
Kemudian, dengan menggunakan gumpalangumpalan tanah sebagai dupa, mereka
bersumpah kepada Thian-hu Te bo (Bapak
Langit dan Ibu Bumi) untuk menguatkan
perseketuan mereka. Yang berkhianat akan
dikutuk mati dengan tubuh hancur....
Selesai mengangkat sumpah, Ho Se Liang
berkata, "Pangeran, biarpun kita telah bersatu
hati, namun persekutuan kita harus tetap
diselubungi. Karena itu, kalau di hadapan orang
lain, kami harus dimaafkan kalau bersikap
kurang hormat terhadap Pangeran, apalagi
dihadapan Hong-siang 1257 "Aku paham. Akupun akan bersikap purapura dingin dan acuh tak acuh kepada kalian."
"Hamba sekalian juga paham, Pangeran"
"Sekarang, sebagai teman seperjuangan, aku
minta tolong suatu urusan kepada kalian."
"Katakan, Pangeran."
"Tahukah kalian, dalam Sidang Kerajaan pagi
tadi, Hwe-liong-pang secara resmi sudah dicap
sebagai pemberontak yang harus ditumpas?"
Heng-san-sam-kiam tidak heran lagi. Orangorang Hwe-liong-pang dua kali telah berani
menerobos istana, pertama kali waktu
membebaskan tiga bocah yang diculik kaum
Hiat-ti-cu, kedua kali waktu membebaskan
Kiong Wan Peng dan Siang Koan Long,
bertepatan dengan terjadinya huru-hara oleh
kaum Jit goat-pang dan Pek-lian-pai. Selain itu,
Hwe-liong-pang juga melindungi Pak Kiong
Liong dan Pangeran In Tong, dua buronan
kerajaan. Apalagi, menurut dugaan Kaisar Yong
Ceng, Ji Han Lim sengaja diselundupkan oleh
Hwe-Iiong-pang untuk membunuhnya. Tidak
heran kalau Yong Ceng hendak menumpasnya.
1258 "Jadi, apakah tugas kami?"
"Harus ada yang pergi ke Tiau-im-hong
untuk memberi kabar kepada mereka."
"Maaf, Pangeran. Tiau-im-hong jauh letaknya
di propinsi Secuan kami tidak bisa pergi selama
itu, atau menimbulkan kecurigaan Kaisar dan
Kim Seng Pa." "Bukan kalian yang pergi, tetapi Thia Kongkong dan anak lelakinya, lewat dua jalan. Kalau
yang satu tertangkap, masih ada satu yang bisa
sampai ke Tiau-im-hong. Bantuan kalian dibutuhkan hanya untuk mengeluarkan Thia Kongkong dari istana, sebab semua pintu keluarmasuk istana sekarang dilipat-gandakan
penjagaannya. Kakanda Yong Ceng rupanya
takut kebobolan lagi."
"Gampang kalau hanya itu," sahut Ho Se
Liang sambil tertawa. "Besok sehari suntuk,
kami bertiga mendapat giliran tugas di pintu
Tiau-yang-mui. Thia Kong-kong dan puteranya
boleh lewat situ dengan aman."
1259 "Putera Thia Kong-kong memang sudah di
luar istana. Jadi besok yang keluar hanya Thia
Kong-kong saja." "Kami janjikan bantuan kami."
"Terima kasih."
Lalu dengan merunduk-runduk, mereka
berlima pun berpisah untuk kembali ke bangsal
masing-masing. * * * Siang itu, ketika pintu gerbang Pak-khia
terbuka lebar dan arus manusia sedang ramairamainya, seorang pemuda berwajah bundar
dan penuh senyuman melangkah meninggalkan
Pak-khia. Pakaiannya yang terlalu sederhana,
maupun sikapnya yang biasa, membuat pemuda
itu tidak dicurigai para penjaga pintu.
Namun pemuda itu sebenarnya sedang
melakukan sesuatu yang amat penting. Dialah
anak laki-laki Thia Kong-kong yang bernama
Thia Hou, bekas perwira berpangkat Jian-hu1260
thio bawahan Pak Kiong Liong, dan kini adalah
penjual mi pangsit dengan pikulan. Namun
dengan senang hati ditinggalkannya pekerjaan,
untuk mengantarkan surat Pangeran In Te ke
Tiau-im-hong. Tiba di luar kota, dengan uang bekal
pemberian Pangeran In Te lewat Thia Kongkong, Thia Hou membeli seekor kuda untuk
mempercepat perjalanannya sampai ke Tiauim-hong.
Tetapi, sejak ia keluar dari pintu kota Pak
khia, sebenarnya ada seorang yang mengikutinya. Ketika Thia Hou membeli kuda,
orang itupun ikut membeli kuda untuk
menyusul Thia Hou. Tiba di jalan sepi, orang itu mempercepat
kudanya sambil memanggil-manggil, "Saudara
Thia! Saudara Thia!' Thia Hou yang tengah mengemban tugas
amat rahasia itupun terkejut, dihentikannya
kudanya dan diperhatikan-nya orang yang
memanggil-manggiI itu. Dan ia merasa lega
ketika mengenali si penyusul itu adalah juga
1261 seorang bekas perwira Hui-liong-kun, berpangkat Jian hu-thio seperti dirinya sendiri .
Nama-nya He Hou Yong.
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua bekas rekan sepasukan itu segera
berjabatan tangan dengan eratnya. Sejak Huiliong-kun dibubarkan Yong Ceng, kedua orang
itu berpencaran mencari hidup sendiri-sendiri,
biarpun sama-sama tinggal di Pak-khia, namun
kota itu terlalu besar sehingga mereka tidak
pernah bertemu. Kini mereka bertemu, mereka
kelihatan gembira sekali.
"Aku melihatmu meninggalkan Pak-khia, lalu
aku menyusulmu," kata He Hou Yong.
"Kebetulan arah perjalanan kita sama. Aku
hendak ke kota Wan-cuan. Kau sendiri hendak
ke mana?" Mengingat kerahasiaan tugasnya, Thia Hou
ragu-ragu untuk menjawab terus terang.
Biarpun He Hou Yong bekas rekannya, namun ia
tetap harus berhati-hati kepada siapapun.
Melihat kebimbangan Thia Hou, He Hou "ong
berkata sambil tertawa, "'Ah, kubatalkan saya
pertanyaanku yang tadi. Barangkali apa yang
1262 kau kerjakan itu tidak boleh diberitahukan
kepada sembarangan orang."
Sahut Thia Hou, "Terima kasih atas
pengertian saudara He Hou. Tetapi bolehlah kita
berjalan bersama-sama sampai ke Wan-cuan."
Keduanya lalu berkuda berdampingan,
sambil menceritakan pengalaman masingmasing selama berpisah. He Hou Yong bercerita
tentang pertempuran di Hek-liong-kang
melawan balatentara Jepang, di mana Thia Hou
kebetulan tidak ikut dalam pertempuran itu.
Ketika ceritanya sampai bagaimana Ni Keng
Giau berusaha menjerumuskan Pasukan Huiliong-kun ke kehancuran, rahang He Hou Yong
berkeretak menahan kemarahannya."Itulah
nasib teman-teman kita di Hek-liong-kang,
saudara Thia," kata He Hou Yong sambil
mengepalkan tinju. "Hui-liong-kun sudah
banyak jasanya bagi kekaisaran, tak terduga
hancurnya karena dikhianati dari belakang oleh
teman sendiri." Agaknya He Hou Vong begitu geram,
sehingga ia mencabut goloknya dan membacok
1263 sebatang pohon di pinggir jalan, sehingga kulit
pohon itu tergores miring.
Melihat He Hou Yong begitu sakit hati
kepada Ni Keng Giau, sekilas timbul pikiran
Thia Hou untuk mengajak He Hou Yong
bergabung kepihaknya. Namun niatnya itu
ditundanya dalam hati. Dulu memang He Hou
Yong rekannya, tetapi setelah berpisah hampir
tiga tahun, siapa tahu"
"Saudara He Hou, sudahlah. Akupun geram
mendengar tentang nasib teman-teman kita di
Hek-liong-pang, namun kesedihan dan kemarahan yang berlarut-larut, apa gunanya?"
"Memang tidak ada gunanya. Tetapi setiap
aku tidur, rasanya terbayang teman-teman kita
yang gugur di Hek-liong pang menampakkan
diri, menuntut agar aku membalaskan kematian
mereka yang penasaran. Tapi...ah, kekuatan
sendiri mana bisa mengemban permintaan
teman-temanku itu?" Menghangatlah darah Thia Hou mendengar
ucapun-ucapan rekannya itu, sehingga akhirnya
ia berkata, "Saudara He Hou, sebenarnya aku
1264 juga tidak tinggal diam saja selama ini. Aku
terlibat perjuangan bawah tanah untuk menggulingkan Yong Ceng dari singgasananya, dan
kemudian menjunjung Pangeran In Te ke atas
tahta." Sepasang bola mata He Hou Yong bersinar
mendengar itu, "He, benarkah itu, saudara Thia"
Kalau begitu, sema-ngat perajurit Hui-liong-kun
belum padam dalam jiwamu. Hebat. Tetapi, apa
saja yang kau lakukan selama ini?"
Karena sudah mulai mempercayai He Hou
Yong, Thia Hou menjawab, "Yang kulakukan
terlalu kecil artinya dibandingkan dengan
tindakan orang-orang Hwe-liong-pang yang
secara gagah perkasa menentang kelaliman
Yong Ceng. Tapi setidak-tidaknya aku tidak
berpangku tangan saja, aku gembira bisa
membantu sedikit-sedikit "Saudara Thia, kau lebih beruntung daripada
aku, sebab kau sudah mendapatkan saluran
untuk semangat juangmu," kata He Hou Yong
sambil menarik napas. "Sedangkan aku" Ah....
semangatku melonjak-lonjak tetapi tidak dapat
1265 berbuat apa-apa. Belum kutemukan saluran
untuk kemarahanku kepada Yong Ceng."
"Bergabunglah denganku," kata Thia Hou
akhirnya. "Saudara He Hou, maafkan kalau tadi
aku berbohong kepada-mu, tetapi harap
saudara bisa memaklumi kerahasiaan tugas
yang sedang kupikul. Tapi sekarang aku tidak
ragu-ragu lagi kepadamu."
He Hou Yong menegang wajahnya, namun ia
diam saja dan membiarkan Thia Hou terus
berbicara. "Saudara He Hou, aku sebenarnya sedang
menuju ke Tiau-im-hong..."
"Markas pejuang-pejuang Hwe-liong pang
yang gagah berani itu?"
"Benar." "Saudara Thia, ajaklah aku ke Sana. Aku ingin
bergabung dengan Hwe-liong-pang dan
berjuang bersama. Bukan kah kabarnya Goanswe Pak Kiong Liong juga ada di Sana?"
Tanpa berpikir lagi, Thia Hou mengangguk
gembira, merasa mendapat tambahan satu
teman seperjuangan . la juga sudah mendengar,
1266 sepasukan bekas perajurit Hui-liong-kun di
bawah pimpinan Tok Koh Lui juga sudah
bergabung dengan Hwe-liong-pang. la membayang-kan, alangkah gembiranya pertemuan antara dirinya, Tok Koh Lui dan He
Hou Yong, tiga bekas rekan sepasukan, apalagi
kalau bertemu dengan Pak Kiong Liong sendiri.
Maka merekapun melanjutkan perjalanan .
Tidak lama kemudian, di tempat di mana He
Hou Yong membacok pohon tadi, muncul pula
dua lelaki berkuda. Melihat bekas bacokan di
batang pohon, mereka berhenti dan memperhatikan sejenak. Lalu salah seorang dari
mereka tersenyum sambil berkata, "Bacokannya miring dari kanan atas ke kiri
bawah. Hem, bagus. Jejak utusan rahasia
Pangeran In Te itu sudah kita ikuti dengan tepat
"Bagus, pengacau-pengacau itu memang
harus hancur semua. Setelah Jit-goat-pang dan
Pek-lian-pai dilumpuh-kan, sekarang Hweliong-pang menyusul. Setelah itu, siapa
menyusul?" 1267 Orang pertama yang mukanya seperti
burung hantu itu berkata, "Setelah Hwe-liongpang, berikutnya adalah Siau-lim-pa i ...."
Temannya kaget, "He, jangan sembarangan
bicara. Kau dengar dari siapa ?"
"Tentu saja dari Hong-siang sendiri. Ketika
dia merundingkan hal ini dengan Kok-kiu Liong
Ke Toh, aku hadir disana dan ikut
mendengarkan ." Temannya itu hampir saja berteriak "gila",
namun ditahankannya, sebab itu sama saja
dengan memaki kaisar, berat hukumannya
kalau sampai dilaporkan. Namun suaranya
masih bernada kurang percaya. "Jadi ada
rencana untuk menghancurkan Siau-lim-pai
juga" Sulit dipercaya. Bukankah Hong-siang dan
Jenderal Ni Keng Giau adalah murid-murid Siaulim-pai"
Bukankah Siau-lim-pai juga mendukung Hong-siang naik tahta, dan selama
ini juga bersikap tidak mengganggu kekuasaan
Hong siang" Kalau Jit-goat-pang dan Hwe-liongpang hendak dibasmi, itu wajar, sebab mereka
menentang pemerintah. Tetapi Siau-lim-pai?"
1268 Orang berwajah burung hantu itu bernama
Leng Bun, seorang anggota tingkat tinggi dari
kelompok Hiat-ti-cu, sebelumnya adalah
seorang begal besar di Ciat-kang. Memang dia
sering mendengar perbincangan Kaisar Yong
Ceng, lalu dia berlagak kepada teman-temannya
bahwa ia sudah "diajak berunding" oleh Kaisar,
padahal hanya menguping dari kejauhan.
Kini, terbawa oleh lagak sok tahu nya, diapun
menjawab panjang lebar, "Hoa Keng-bi, biarpun
Siau-lim-pai kelihatannya diam saja, sebenarnya
mereka memendam. sebuah tuntutan yang sulit
dipenuhi oleh Hong-siang. Mereka menuntut
agar orang Han dibebaskan dari kewajiban
menguncir rambut seperti orang Manchu, nah,
mana bisa tuntutan ini dipenuhi" Kalau
peraturan itu dihapuskan, antara orang Han dan
orang Manchu akan terbelah dengan tajam,
kalau satu tuntutan dipenuhi, bagaimana kalau
muncul tuntutan kedua, ketiga, keempat dan
seterusnya?" "Pantas, belakangan ini sering ada pendeta
Siau-lim-pai berkunjung kepada Hong-siang."
1269 "Dan Hong-siang sudah jemu akan
kunjungan mereka, apalagi kalau selalu
membawa tuntutan yang diulang-ulang terus.
Karena itu, Hong-siang memutuskan untuk
membakar wihara tua di bukit Si-ong-san itu
dan menghabisi semua penghuni nya
Leng Bun mengatakan itu dengan ringan
saja, seringan orang bercerita tentang kacang
goreng atau minum arak saja. Namun Hoa Keng
Bi sudah berkeringat dingin punggungnya,
biarpun dia sendiri termasuk orang yang
berdarah dingin dalam membunuh korbannya,
sesuai dengan kedudukannya sebagai anggota
Hiat-ti-cu. Hanya karena jemu menghadapi tuntutan
janji yang pernah diucapkannya sendiri, Yong
Ceng hendak menumpas perguruannya sendiri,
nyawa mereka dianggap nyawa lalat saja. Orang
sekejam Hoa Keng Bi toh merasa bergidik juga
membayangkan segala tindakan Yong Ceng.
Mengabdi Kaisar macam itu ternyata tidak
seenak yang dibayangkannya. Rasa-nya seperti
berdekatan dengan seekor macan. Kalau sang
1270 macan sedang kenyang dan mengantuk,
amanlah dirinya. Tapi kalau sang macan
mengaum gusar, celakalah orang-orang di
sekitarnya. Mereka berjalan terus, dan kira-kira tiga li
kemudian, ada lagi sebatang pohon di tepi jalan
yang diberi goresan sejajar. Si muka burung
hantu Leng Bun segera mengartikan tanda itu,
"Mereka berdua menginap di kota kecil di
depan. Kita harus cari penginapan mereka, lalu
menginap di tempat yang sama ."
Tanya Hoa Keng Bi, "Apakah akan langsung
kita bereskan?" "Jangan gegabah, lihat-lihat situasi dulu.
Yang penting bukan nyawa Thia Hou, melainkan
surat Pangeran In Te yang dibawanya, supaya
surat itu bisa dijadikan bukti oleh Hong-siang
untuk mendakwa Pangeran In Te."
Kembali tengkuk Hoa Keng Bi merinding.
Terhadap saudaranya sendiri pun Yong Ceng
selalu mencari kesempatan untuk mencelakakannya, apalagi terhadap orang lain.
"Lihat-lihat situasai dulu bagaimana?"
1271 "Barangkali In Te mengirim lebih dari satu
orang, lewat jalan yang berbeda-beda. Nah,
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
biarkan He Hou Yong dulu berhasil mengorek
keterangan dari mulut Thia Hou, siapa saja yang
diutus ke Tiau-im-hong, dan lewat jalan mana
saja. Setelah jelas, barulah kita bereskan Thia
Hou." Hoa Keng Bi hanya mengangguk-angguk saja.
Di kota kecil di depan mereka, hanya ada dua
buah penginapan, dan tidak sulit untuk
menemukan tempat menginapnya Thia Hou dan
He Hou Yong, karena He Hou Yong sudah
membuat tanda rahasia di depan pintu.
Kedua algojo Hiat-ti-cu itu berpakaian
seperti orang biasa, tidak memakai pakaian
ringkas hitam seperti biasanya, sebab pakaian
macam itu gampang menarik perhatian. Senjata
Hiat-ti-cu mereka juga dikerudungi dengan
kain, kalau ditanya orang, mereka jawab saja
"sangkar burung". meskipun mereka heran juga,
ada sangkar burung kok diberi rantai sepanjang
itu" Mereka langsung masuk penginapan,
1272 menempati sebuah kamar di halaman belakang,
sehingga dapat mengawasi seluruh halaman itu.
Leng Bun dan Hoa Keng Bi melambat kan
langkah mereka, ketika melihat He Hou Yong
melangkah sendirian di halaman itu. Ketika
Leng Bun melihatnya, He Hou Yong
mengangguk kecil, lalu melangkah ke bagian
paling belakang dari rumah penginapan itu,
dekat kandang kuda. Leng Bun dan Hoa Keng Bi
mengikuti nya dari jarak tertentu.
Tempat yang dipilih itu penuh bau kotoran
kuda, sehingga Leng Bun menggerutu, "Setan
alas, kenapa kau pilih tempat macam ini untuk
berbicara?" He Hou Yong berhenti melangkah, lalu
berkata sambil tertawa, "Setelah kuperhatikan
sejak tadi , justru tempat ini paling aman untuk
berbicara." "Cepat katakan."
"Thia Hou sendirian saja di jalur ini. Tapi
ayahnya lewat jalan lain, lewat kota Teng-hong
terus Bun-siau, juga membawa surat serupa
untuk Ketua Hwe-l iong-pang."
1273 "Bagaimana kau bisa mengorek kete
rangannya sampai demikian jelas?"
"Aku berhasil membuatnya percaya, bahwa
aku adalah teman seperjuangannya yang tetap
setia kepada Pangeran In Te."
"Dan siapa ayah Thia Hou?"
"Kalian tentu sering melihat orang itu di
istana. la seorang Thai-kam tua yang biasa
dipanggil Thia Kong kong, biasa berkeliaran di
sekitar bangsal Leng-goa t-k ioi.g ."
Hah" Jadi si tua yang hampir mampus itu
juga berani main gila?"
"Menurut penuturan Thia Hou, orang tua itu
adalah bekas panglima bawahan Pangeran In Te
yang sampai kini tetap setia, tetap
memperjuangkan naik nya Pangeran In Te ke
tahta." Hanya itulah yang mereka percakap kan, lalu
He Hou Yong kembali ke kamar yang
ditempatinya bersama Thia Hou. Sambil
menunggu saat yang tepat untuk membunuhnya, lalu merampas surat dari
Pangeran In Te untuk Ketua Hwe-liong-pang .
1274 Sementara itu, Leng Bun juga telah
memerintahkan Hoa Keng Bi , "Tadi kau sudah
dengar sendiri arah perjalanan Thia Kong-kong,
nah, sekarang juga berangkat menyusuInya!"
"Tetapi hari sudah gelap, Leng Toako, apakah
tidak bisa memberi aku kesempatan istirahat
semalam di sini, makan, lalu besok pagi baru
aku berangkat?" "Supaya Thia Kong-kong sempat tiba di Tiauim-hong?" kata Leng Bun bengis, "Perintahku,
berangkat sekarang juga !"
Karena kalah pangkat, apa boleh buat,
dengan malas-malasan dia berangkat juga.
Pada saat yang sama, Thia Hou tanpa raguragu membeberkan semua keterangan kepada
He Hou Yong yang dipercayainya. Bahkan surat
Pangeran In Te juga diperlihatkannya, sambil
berkata penuh tekanan, "Salah satu dari aku
atau ayahku harus sampai ke Tiau-im-hong
untuk menyampaikan surat ini. Saudara He Hou,
kalau ada apa-apa atas diriku, jangan pedulikan
aku. Kau harus langsung menuju ke Tiau-imhong untuk menyerahkan surat ini......."
1275 (Bersambung Jilid XXI ) 1276 1277 KEMELUT TAHTA NAGA Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXI Sahut He Hou Yong amat, menyakin kan,
"Percayalah kepadaku, saudara Thia. Aku atau
kau yang sampai ke Tiau im-hong, sama saja."
Karena sudah amat mempercayai He Hou
Yohg, dengan enaknya Thia Hou meletakkan
surat itu di atas meja dan ditindih dengan alas
lilin. Sambil berkata, "Kita tidur bergantian,
salah satu dari kita harus tetap berjaga."
"Baiklah." He Hou Yong lalu tidur lebih dulu, dan Thia
Hou berjaga dengan duduk dekat meja, sambil
memeluk senjatanya dengan waspada.
Ketika di kejauhan terdengar si penjaga kota
membunyikan gembreng, tanda waktu tengah
malam, kuping Thia Hou tiba-tiba menangkap
1278 suara berkelotak lirih di jendela kamarnya. Lalu
dilihatnya ujung sebuah golok menongol dari
sela-sela jendela untuk mencoba mencongkel
palang jendela. Thia Hou tersenyum dingin dan membatin,
"Tajam juga penciuman anjing-anjing Yong
Ceng. Baru sehari aku berjalan, dan mereka
sudah berhasil menyusulku....'"
Namun Thia Hou tetap diam, tidak membuat
gerakan apapun, ia masih belum mau
membangunkan "rekan seperjuangan" nya yang
kelihatan tidur pulas itu. la akan berusaha
menangani sendiri, nanti kalau tidak mampu
barulah berteriak membangunkan He Hou Yong.
Thia Hou tidak tahu bahwa "teman
seperjuangan" yang amat dipercayainya itu
sudah menyediakan sebilah belati di bawah
selimutnya, menunggu kesempatan untuk
menikam punggung Thia Hou, sebab He Hou
Yong tidak berani menikam dadanya, la sadar,
ilmu silat Thia Hou dua tingkat di atas dirinya.
Orang yang mencongkel jendela itu bukan
lain adalah Leng Bun, si algojo Hiat-ti-cu.
1279 Dengan congkelannya yang mulus, sisa ke
trampilannya sebagai bandit di Ciat-kang dulu,
ia berhasil membuka jendela dan melompat
masuk. Dengan golok tergenggam erat di
tangan, ia berjingkat-jingkat menghampiri meja.
Diliriknya sekejap Thia Hou yang nampaknya
tertidur di kursi. Tetapi ketika tangannya terulur hendak
meraih surat di atas meja, Thia Hou tiba-tiba
melompat bangun, langsung menghunus
pedangnya yang ujungnya meluncur ke dada
Leng Bun. Dengan kaget Leng Bun melompat mundur
dan menangkis dengan goloknya. Tapi ujung
pedang Thia Hou terus memburunya, dan
tertikamlah pangkal lengan kanannya. Lengan
kanannya memegang senjata, dengan terlukanya lengan itu, permainan goloknya jadi
terganggu, sehingga sesaat kemudian pahanya
kena pula . "Bangsat!" Leng Bun memaki, lalu melompat
keluar lewat jendela, la ingin bertempur di
tempat yang lega, bukan sekedar menjadi
1280 bulan-bulanan ujung pedang di kamar sempit
itu. Thia Hou melompat keluar pula.
Sementara itu'Leng Bun berteriak, "He Hou
Yong, lekas bantu aku!"
Thia Hou terkesiap mendengar seruan.itu,
kini ia sadar kekurang hati-hatiannya dengan
terlalu mempercayai He Hou Yong. Sadar pula
kenapa musuh begitu cepat menemukan
jejaknya. Ingat akan surat Pangeran In Te yang masih
terletak di atas meja kamar nya, dia bermaksud
masuk kembali untuk mengamankannya.
Namun Leng Bun telah mengamuk dengan
goloknya, sehingga Thia Hou tak berkesempatan untuk beranjak dari tempatnya,
sebab harus lebi dulu meladeni lawannya.
He Hou Yong yang tidak cepat-cepat
membantu Leng Bun itu sesungguhnya punya
perhitungan sendiri, la akan membiarkan Thia
Hou dan Leng Bun saling membinasakan dulu,
lalu ia sendirilah yang akan membawa surat
Pangeran In Te itu ke Pak-khia, agar hadiahnya
1281 Tetapi ketika tangannya terulur hendak meraih
Tetapi ketika tangannya terulur hendak meraih surat
di atas meja, Thia Hou tiba-tiba melompat bangun,
langsung menghunus pedangnya yang ujungnya
meluncur ke dada Leng Bun.
1282 bisa dimakan sendiri. "Saling menggigit" macam
itu, di jajaran anakbuah Yong Ceng adalah hal
biasa. Malah kelihatan aneh kalau terlalu jujur.
Karena berwatak sejenis, Leng Bun agaknya
memahami jalan pjkiran He Hou Yong, sehingga
dengan marah ia berteriak lagi, "He Hou Yong,
cepat bantu aku! Atau kau tunggu sampai aku
mati dan semua tanda jasa akan kau tumpuk di
pundakmu semua"!"
Sedangkan Thia Hou dalam marah dan
kecewanya, bertempur seperti serigala kelaparan. Pedangnya menikam dan membabat
dengan tangkasnya, diimbangi langkah-langkah
kakinya yang tangkas berlompatan.
Biarpun sudah luka, Leng Bun bertahan
dengan gigih. Yang dimainkannya adalah Pathong-to-hoat (Ilmu Golok De lapan Penjuru)
yang mengutamakan kekuatan dan kekerasan.
Sementara itu, setelah mengantongi surat
Pangeran ln Te, He Hou Yong keluar pula
dengan membawa golok, la langsung
menyerang ke pinggang Thia Hou sambil
berkata, "Saudra Thia, mengingat bahwa kita
1283 adalah sahabat lama, kuberi kau kesempatan
untuk menyerah saja. Kalau Hong-siang
berkenan, kau akan bernasib mujur seperti aku,
menjadi pengawal yang bergaji tinggi."
Thia Hou tertawa dingin. "Aku sesalkan
mataku yang buta. Yang tadinya aku kira
seorang pahlawan, ternyata hanyalah seorang
budak penjilat.!" Thia Hou kalap, karena sadar tugasnya sudah
gagal. Kini tekadnya hanyalah ingin mengadu
nyawa sampai mati . Gabungan tenaga Leng Bun dan He Hou Yong
mestinya dapat mengatasi Thia Hou, namun
yang satu sudah terluka, yang lain bertempur
setengah hati, sedang lawan mereka berkelahi
dengan kalap, sehingga mereka dapat segera
mendapat kemenangan. Thia Hou ternyata bertenaga besar, ayunan
pedangnya menimbulkan angin berdesing.
Setiap kali tangan Leng Bun maupun He Hou
Yong tergetar linu kalau golok mereka
berbenturan dengan pedang Thia Hou. Namun
kedua orang itu berharap, Thia Hou akan cepat
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
1284 kehabisan tenaga karena caranya berkelahi
yang mirip kerbau gila. Benar juga. Tidak lama kemudian Thia Hou
mulai terengah-engah napasnya, tubuhnya
basah kuyup dengan keringat, dan gerak
pedangnya tak terarah dengan cermat lagi.
Sering ia sempoyongan sendiri kalau
serangannya luput . Perkelahian di halaman belakang itu
sebenarnya amat ribut dan mengganggu tamutamu penginapan lainnya, namun tak ada yang
berani keluar, apalagi ikut campur. Mereka
mengira itulah perkelahian antara "para bandit"
yang sedang rebutan rejeki.
Tetapi di antara tamu-tamu, ada seorang
hwe-shio gemuk yang kelihatannya tidak gentar
mendengar keributan itu. la seorang hwe-shio
berwajah riang, tetapi agaknya bukan seorang
yang taat kepada ajaran agamanya, sebab ia
menggendong sebuah buli-buli arak besar dan
di meja kamarnya masih ada sisa-sisa makanan
dari daging. Perutnya dilibat dengan sehelai
cambuk panjang. 1285 Mendengar ribut-ribut di halaman belakang,
dengan tenangnya ia malah membuka jendela
dan melongok keluar. Alisnya berkerut melihat
seorang lelaki bersenjata pedang mulai
kehabisan tenaga menghadapi dua lawannya
yang bersenjata golok. Tetapi agaknya kedua
lawan itu ingin menangkap hidup-hidup,
sehingga belum menjatuhkan serangan me
matikan. Sebenarnya hwe-shio itu enggan ikut
campur, namun mendengar bagaimana orang
orang yang bertempur itu saling memaki, ia
segera tahu bahwa dua orang bersenjata golok
itu adalah kaki-tangan Kaisar Yong Ceng. Darah
si hwe-shio mendadak menghangat, tangannyapun menjadi gatal untuk ikut
berkelahi. Karena dia adalah Hui Hai Hwe-shio, Lam-ki
Tong-cu (pemimpin regu bendera biru) dari
Hwe-liong-pang yang berjulukan Cui-sin
(Malaikat Pemabuk). la membenci Yong Ceng,
sebab banyak teman-temannya yang gugur oleh
orang-orang Yong Ceng. Liong Su Koan yang
1286 gugur di Taman Cun-hoa, Ji Han Lim yang gugur
ketika hampir berhasil membunuh Yong Ceng,
Siang Koan Long yang masih babak belur akibat
siksaan dalam penjara, Kiong Wan Peng yang
giginya hampir ompong semua karena dihajar
selama dalam penjara, dan masih banyak lagi
kor ban di pihak Hwe-liong-pang. Maka Hu-hai
Hwe-shio kini memutuskan untuk bertarung di
pihak si lelaki bersenjata pedang siapapun dia.
Diambilnya buli-buli araknya dan dipindahkannya seluruh isi buli-buli ke dalam
perutnya yang seperti gentong besar itu. Sesuai
dengan julukannya, makin mabuk dia akan
bertempur makin dahsyat. Kemudian ia
berjalan keluar kamar sambil memutar-mutar
cambuknya. Mukanya sudah merah, menandakan pengaruh arak yang mulai bekerja,
juga menandakan bahwa semangat tempurnya
mulai menyala. Ketika itu keadaan Thia Hou sudah payah.
Ketika He Hou Yong membenturkan goloknya
sekuat tenaga ke pedangnya, lepaslah pedang
Thia Hou, disusul totokan tangan kirinya ke
1287 pinggang Thia Hou yang membuat Thia Hou
roboh. Saat itulah Hui Hai Hweshio masuk ke arena.
"Bagus, kebetulan malam ini bisa kubinasakan
dua ekor anjingnya Yong Ceng, untuk
mengurangi sakit hati Liong Su Koan, Ji Han Lim
dan lain lainnya ." Cambuknya bergerak dengan tipu Hun-li-yu
liong (Naga Berjalan Dalam Mega), begitu cepat
dan langsung melibat golok di tangan Leng Bun.
Sekali sentak, golok Leng Bun lepas dari
tangannya, meluncur ke atas dan jatuh di atas
genteng. Menyusul telapak tangan kiri Hui Hai Hweshio membabat ke rusuk Leng Bun dengan
gerakan Tong-cu-pai-hud (Anak Kecil Menyembah Buddha) yang dahsyat .
Leng Bun kaget oleh ketangkasan si Hweshio. bundar yang dikiranya sedang kesurupan
itu, cepat ia menyelamatkan diri dengan
melompat sempoyongan ke belakang, karena
pahanya masih sakit akibat tikaman pedang
Thia Hou tadi. 1288 He Hou Yong tidak tinggal diam. Jurus Hekhou-liau-kan (Macan Hitam Melompati Parit), ia
melompat maju sambil membacok ke pinggang
Hui Hai Hwe-shio. Tak terduga, tubuh gemuk itu juga lincah dan
ringan. Serangan golok He Hou Yong dihindari
dengan melompat ke atas, tubuh Huai Hai Hweshio berpusing di udara dan menendang kepala
lawannya dengan gerakan Hui-liong-pa-bwe
(Naga Terbang Mengibas Ekor). Oleh sesama
rekan di Hwe-liong-pang, jurus itu sering
diolok-olok sebagai Poan-liong-pok-sit (Naga
Gemuk Menyambar Makanan).
Namun itu bukan jurus lelucon, namun jurus
gawat. He Hou Yong melompat mundur sambil
berkeringat dingin. Lolos dari tendangan, tapi
tidak lolos dari cambuk. Pundaknya kena
sabetan cambuk sehingga kain bajunya pecah
dan kulit pundaknya terasa nyeri bukan kepalang.
"Siapa kau?" He-he-he, akulah pendeta yang lemah lembut
bergelar Hui Hai Hwe-shio.
1289 Lam-ki Tong-cu dari Hwe-liong-pang !"
Leng Bun dan He Hou Yong sama-sama
terkejut mendengar nama yang cukup terkenal
itu. "Jadi.... kau adalah Si Malaikat Pemabuk"!"
"Tepat sekali! Sekarang kuantarkan kalian ke
neraka!" seru Hui Hai Hwe-shio sambil
menyabetkan cambuknya. Kedua algojo Hiat-ti-cu itu berlompatan
mundur dengan gentar, He Hou Yong berteriak,
"Lebih baik mundur saja, surat itu sudah di
tanganku!" Namun Leng Bun masih penasaran ke pada si
hwe-shio yang telah membuatnya kehilangan
pamor itu. Tangannya masuk ke balik jubahnya,
dan ketika keluar kembali, telah memegang
sebuah pistol berukir yang dulu dirampasnya
dari seorang pelaut Portugis ketika di Makao.
Biar senjata itu hanya bisa ditembakkan sekali
saja, namun Leng Bun yakin kelihaiannya
melebihi senjata rahasia jenis apapun juga.
Dengan pistol di tangan, Leng Bun jadi
congkak, jarinya sudah menempe dipelatuk.
Katanya mengejek, "Nah. keledai gundul,
1290 sanggupkan kau menghadapi Siau-pek-lui (si
petir kecil) ini?" Baik Hui Hai Hwe-shio maupun Leng Bun
sadar, pistol itu hanya bisa menembak satu kali.
Bagi Leng Bun, kesempatan satu kali itu harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya, jangan sampai
musuh bisa menghindar, sebab ia sudah melihat
sendiri betapa lincahnya si hwe-shio bundar itu.
Sedangkan Hiau Hai Hweshio berkonsentrasi
penuh ke ujung pistol, begitu melihat kilatan api
dari situ, ia akan melompat secepat-cepatnya.
Kalau ia bergerak tidak tepat, ia akan menjadi
korban sia-sia. Sesaat situasi jadi tegang. Leng Bun
menunggu perhatian Hui Hai Hweshio terpecah,
sebab selama Hui Hai Hwe-shio berkonsentrasr
setenang itu, peluang untuk kena dan tidak kena
hanyalah setengah banding setengah, la ingin
peluang sebaik-baiknya. Namun di tempat itu juga ada He Hou Yong.
Orang ini tiba-tiba mengeluarkan pisau
belatinya dan disambitkan sekuat tenaga ke
arah Hui Hai Hwe shio. 1291 Pemusatan pikiran Hui Hai Hweshio
terpecah, ia harus menangkis belati itu dengan
cambuknya. Berbareng dengan itu, jari telunjuk
Leng Bun menekan pelatuk, pistolnya meledak
dan Hui Hai Hwe-shio tersentak lalu jatuh
terguling. Leng Gun tertawa berkakakan, dengan
bangga ditiupnya asap dari ujung pistolnyaKatanya kepada He Hou Yong, "Hebat tidak si
Petir Kecilku ini, He Hou Yong?"
Sahut He Hou Yong, "Memang hebat. Namun
pistolmu mendapat kesempatan setelah
pemusatan pikiran bangsat gemuk itu terpecah
oleh lemparan belatiku. Jadi robohnya dia tidak
sepenuhnya jasamu saja. .. ."
"Memang, hasil kerja sama kita. Namun
dalam kerja samapun ada bagian yang besar
dan yang kecil jasanya, bukan sama rata saja.
Tanpa pistolku, kau pikir gampang mengatasi si
malaikat Pemabuk ini?"
Keduanya kemudian berjalan mendekati
tubuh Hui Hai Hwe-shio yang tergeletak
berlumuran darah. 1292 Tetapi di saat mereka melihat bahwa yang
tertembus peluru hanyalah pundak Hui Hai
Hwe-shio, bukan bagian yang mematikan, saat
itulah mereka merasakan firasat jelek;
Memang. Sebab "mayat" Hui Hai Hwe shio
tiba-tiba membuka mulutnya dan tersemburlah
hujan arak. Biarpun arak hanyalah barang cair,
tetapi Hui Hai Hwe-shio sudah belasan tahun "
melatih "jurus" simpanannya itu, sehingga
butiran-butiran araknya bagaikan logam
kerasnya. Kedua algojo Hiat-ti-cu itu sama-sama
berseru kaget. Bahkan Leng Bun kemudian
berteriak ngeri, karena biji mata kirinya
tersemprot arak-sehingga buta seketika.
Pistolnya tak berguna lagi, sebab membutuhkan
waktu beberapa menit untuk mengis inya lagi.
He Hou Yong tidak sampai buta, namun
sekujur tubuhnya kena semprotan maut itu
sampai terasa pedih. . Sementara itu, Hui Hai Hwe-shio sendiri
segera melompat bangun, memaksakan
menyerang, biarpun lukanya sendiri sebetulnya
1293 tidak ringan. Cambuknya menyabet secepat
kilat dan tahu-tahu ubun-ubun He Hou Yong
telah tersabet retak, percuma saja goloknya
yang masih terpagang di tangannya.
Terhadap Leng Bun yang masih merintihrintih sambil mendekap mata kirinya, Hui Hai
Hwe-shio juga tidak berminat mengampuni, la
tahu bahwa orang itu adalah algojonya Yong
Ceng yang tidak segan-segan membunuh
siapapun hanya untuk memperoleh sepatah
kata pujian dari tuannya. Cambuknya
menyambar, dengan tepat membelit leher Leng
Bun, dan ditambahkannya sebuah sentakan
kuat sampai terdengar suara gemeretak tulang
leher yang patah terkulai.
Setelah membereskan kedua lawannya,
tenaga Hui Hai Hwe-shio sendiri hampir habis.
Namun dengan langkah terhuyung, ia masih
sempat mendekati Thia Hou untuk membebaskan totokannya, dan bertanya, "Siapa
kau" Kenapa sampai berurusan dengan anjinganjing pemburu Yong Ceng itu?"
1294 Cambuknya menyabet secepat kilat dan tahu-tahu
ubun-ubun He Hou Yong telah tersabet retak,
percuma saja goloknya yang masih terpagang
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di tangannya 1295 Luka-luka Thia Hou tidak separah
penolongnya, ia lalu berterima kasih kepada Hui
Hai Hwe-shio. Karena ia sudah mendengar
sendiri bahwa Hwe-shio itu adalah seorang
Tong-cu Hwe-liong-pang, ia tidak ragu-ragu lagi
menceritakan maksud perjalanannya ke Tiauim-hong .
"Kalau begitu, kita bisa jalan bersama," kata
Hui Hai Hwe-shio. Dikeluarkannya sekantong
obat luka dari bajunya, diserahkan kepada Thia
Hou sambil berkata, "Obati luka-lukamu..."
"Toa-suhu, kau luka lebih parah karena
menolongku, seharusnya obat ini untukmu send
iri...." Dalam keadaan luka parah pun ternyata Hui
Hai Hwe-shio masih sanggup cengar-cengir,
biarpun diselingi ker-nyit-kernyit kesakitan di
dahinya, "Justru setelah lukamu tertolong, kau
harus gantian menolongku. Mencongkel peluru
keparat ini dari dalam daging pundakku ....
aduh!" Thia Hou cepat-cepat mengobati lukanya
sendiri, lalu menuntun Hui Hai Hwe-shio masuk
1296 kamarnya. Malam itu juga, dilakukan
"pembedahan" darurat atas pundak si hwe-shio
gemuk untuk mengeluarkan peluru dari situ.
Selama pembedahan, Hui Hai Hwe-shio
mengaduh-aduh dengan keras dan tak hentihentinya mencaci-maki Yong Ceng. Suaranya
keras, sekali, sehingga tamu-tamu penginapan
di kamar sebelah menyebelah merasa amat
terganggu, namun tidak berbuat apa-apa.
Setelah pembedahan selesai, tamu-tamu tetap
terganggu oleh dengkur Hui Hai Hwe-shio yang
keras. Sementara itu, Thia Hou kembali ke halaman
untuk menggeledah mayat He Hou Yong, dan
mengambil surat Pangeran In Te kembali.
Keesokan harinya, Hui Hai Hwe-shio dan
Thia Hou berangkat bersama-sama ke Tiau imhong. Biarpun masih luka luka, mereka
berangkat juga, tanpa menunggu kedatangan
berikutnya dari algojo-algojo Kaisar Yong Ceng.
Sementara itu, Hoa Keng Bi telah berhasil
berpacu sampai ke Pak-khia, lalu mengajak lima
1297 anggota Hiat-ti-cu lainnya untuk mengejar Thia
Kong-kong atau Thia Bong Ek.
Biarpun Thia Bong Ek sudah melewati kota
Bun siu, akhirnya tersusul juga, karena para
anggota Hiat-ti-cu mengejarnya dengan gigih
dan menunggang kuda-kuda pilihan. Lagipula,
jejak Thia Bong Ek gampang ditelusuri dengan
bertanya kepada orang-orang di pinggir jalan,
sebab tampangnya memang tampang khas
kaum thai-kam. Kelimis tanpa kumis atau
jenggot sehelaipun, biarpun rambut dan
kumisnya sudah memutih semua.
Biarpun melawan mati-matian dan berhasil
menewaskan tiga anggota Hiat-ti-cu, akhirnya
Thia Bok Ek tertawan juga dan digiring kembali
ke Pak-khia. Surat Pangeran In Te di dalam
bungkusan bekalnya dirampas.
Di istana, Komandan Hiat-ti-cu yang
bernama Hap To, tersenyum lebar mendengar
laporan keberhasilan anak-buahnya, biarpun
Thia Bong Ek sudah sepertiga perjalanan ke
Tiau-im-hong. la berharap, kelompok Hiat-ti-cu
akan bertambah mendapat kepercayaan Kaisar,
1298 bersamaan dengan merosotnya kepercayaan
Kaisar terhadap pengawal jubah ungu, setelah
terjadinya peristiwa Ji Han Lim hampir
membunuh Kaisar. "Bagaimana dengan surat Pangeran In Te?"
tanyanya kepada Hoa Keng Bi yang tengah
menghadapnya. "Juga berhasil kami rampas, Cong-koan,"
sahut Hoa Keng Bi sambil menyerahkan surat
itu. Surat bersampul sederhana, yang di atasnya
tertulis, "dihaturkan kepada yang terhormat
Ketua Hwe-liong-pang Tong Lam Hou."
Hap To mengangguk-angguk puas, la sudah
lama tahu keinginan terpendam Kaisar Yong
Ceng untuk menyingkirkan Pangeran In Te,
namun belum berani karena belum menemukan
alasan yang tepat . Kalau In Te disingkirkan
dengan semena-mena, tentu akan timbul
gejolak. Tapi dengan diketemukannya surat itu,
Kaisar sudah bisa menghukum karena
diketemukannya "alasan yang kuat". Tuduh saja
In Te telah berkomplot dengan gerombolan anti
pemerintahan, Hwe-liong-pang. Senyuman
1299 makin lebar di wajah Hap To kalau mengingat
betapa besar pahala yang bakal didapatkannya.
"Bawa thai-kam tua itu kemari!" perintahnya. Hoa Beng Ki menjalankan perintah, dan tidak
lama kemudian, Thia Kong-kong sudah diseret
masuk oleh sekelompok anggota Hiat-ti-cu.
Thia Kong-kong tahu, demi menyelamatkan
Pangeran In Te dan jaringan bawah tanahnya,
dia harus cerdik. Tidak sekedar mengandalkan
keberanian dan kemarahan saja. Kalau
Pangeran In Te sudah aman, dia matipun tidak
takut lagi. Karena itu, begitu diseret masuk, dia tidak
bersikap tegar, melainkan menunjukkan sikap
pengecut yang takut mati.
Tiba di hadapan Hap To, tanpa disuruh lagi
Thia Kong-kong langsung berlutut dan meratapratap,
"Ampun Cong-koan... mengingat hubungan baik kita yang dulu, sudilah Congkoan berbelas kasihan kepadaku yang sudah tua
ini. 1300 Hap To memang tercengang sejenak.
Biasanya pengikut Pangeran In Te bandelbandel, diancam hukuman mati pun tetap keras
kepala. Tapi Thia Kong kong ini rupanya "lain"
sendiri. Sesaat Hap To berpikir, lalu berkata, "Berat
ringannya hukumanmu, tergantung dari
sikapmu di hari-hari mendatang. Kalau
diadakan Sidang Kerajaan untuk mengadili
Pangeran In Te kelak, kau harus memihak
Hong-siang dan memberatkan,Pangeran In Te di
depan sidang. Setelah itu, aku akan
memohonkan ampun untukmu."
Kembali Thia Kong-kong menyembahnyembah sampai jidatnya menyentuh lantai
berulang kali, "Aku berjanji akan berbuat
demikian. Aku berbuat seperti ini karena
terpaksa, aku mohon perlindungan Cong-koan."
Hap To tertawa puas mendengar "Janji
Kersajama" Thia Kong-kong itu, lebih puas lagi
kalau membayangkan Kaisar Yong Ceng akan
puas juga mendengar kesaksian Thia Kong-kong
1301 kelak. Kali ini Pangeran In Te pasti takkan lolos
dari golok algojo. Pikirnya, "Dasar orang kebiri, biar memiliki
ilmu silat bagaimanapun lihainya, tetap
berwatak penakut seperti perempuan, sebab
hakekatnya mereka hanyalah manusia setengah
lelaki setengah perempuan. Nanti setelah dia
bicara di persidangan untuk memberatkan In
Te, aku akan memohonkan keringanan kepada
Hong-siang agar dia diberi kematian tanpa rasa
sakit sedikitpun. Hem."
Sementara itu, sambil berlutut, diam-diam
Thia Kong-kong melirik ke atas surat Pangeran
In Te yang terletak di meja di hadapan Hap To.
Sekilas ia tergoda untuk menerkam surat dan
merobek-robeknya, dirinya mati pun tidak apaapa asal Pangeran In Te selamat. Namun
akhirnya ia sadar, keadaan tak memungkinkan.
jaraknya dengan meja itu dan ada belasan
langkah, tak mungkin menyeberangi jarak itu
dengan satu gebrakan saja. Lagipula, Hap To
bukanlah seorang berilmu silat rendah, dialah
komandan dari regu algojo Kaisar Yong Ceng.
1302 Kemudian, Hap To memerintah kepada anakbuahnya, "Bawa Thia Kong-kong ke tempatnya
yang lama, serambi timur Jun-hoa-kiong,
lindungi dan layani baik-baik agar beliau
kerasan di sana." Sudah tentu Thia Kong-kong tahu, itulah
ungkapan yang diperhalus dari "Jangan sampai
kabur". Diiringi delapan orng Hiat-ti-cu, Thia Kongkong diantar ke serambi timur Jun-hoa-kiong.
Wilayah istana memang luas. Ada sebagian yang
ditempati kaum Ang-ih-kau, sebagian lainnya
ditempati Kim Seng Pa dan kelompok pengawal
seragam ungu dan lain-lainnya.
Dengan menempatkan kelompok-kelompok
pendukungnya di istana, Kaisar Yong Ceng
berusaha membentengi keselamatan dirinya.
Yang di luar perhitungan, kemudian masingmasing kelompok mulai saling bersaing karena
merasa "menguasa." bagian istana yang menjadi
"wilayah" mereka. Persaingan itu mula-mula
terselubung, namun makin lama makin kasar.
Kalau dua kelompok yang berbeda seragamnya
1303 berpapasan, mereka bukan saling menyapa
dengan akrab, melainkan saling melotot,
menyindir atau mengepalkan tinju. Perkelahian
dilingkungan istana memang belum sampai
terjadi semuanya masih sungkan kepada Kaisar,
namun kalau hanya adu jotos di luar istana,
sudah terlalu sering. Misalnya di warung arak
atau di tempat judi . Yong Ceng tahu hal itu, dan sering
memerintahkan agar pengikut-pengikutnya
rukun. Tapi yang diperintah hanya berjanji
untuk rukun kalau di hadapan Kaisar, dan di
luar istana mereka tetap saja cakar-cakaran.
Yong Ceng kesal, tapi tidak berani menghukum
terlampau keras, khawatir mereka akan ber
balik menjadi musuh-musuhnya. Kini Yong Ceng
seolah duduk di atas singgasana yang banyak
kutu-busuknya yang kelaparan, membuat
dirinya gelisah. Tahta ternyata tidak seempuk
yang diibayangkan dulu, sehingga dulu ia nekad
merebutnya dengan menghalalkan segala cara.
Ketika para Hiat-ti-cu yang mengawal Thia
Kong-kong lewat di sebuah jalan sempit yang
1304 diapit pohon-pohon bunga, dari arah depan
datang pula sekelompok pengawal berjubah
ungu. Kedua pihak akan berpapasan, namun
kelihatannya tidak satu pihakpun bersedia
minggir. Hereka lebih suka bertabrakan
daripada "menyenangkan hati" yang lainnya .
Melihat di antara pengawal-pengawal jubah
ungu itu terdapat Hui-kiam-eng (satria pedang
terbang) Teng Jiu yang telah mengangkat
sumpah dengan Pangeran In Te, tiba-tiba timbul
semacam pikiran Thia Kong kong untuk berbuat
sesuatu. Ketika kedua rombongan sudah berpapasan,
Thia Kong kong pura-pura kakinya tersandung
sehingga terhuyung menubruk Teng Jiu. Sambil
pura-pura berpegangan tubuh Teng Jiu ia
berbisik, Suratnya disimpan Hap To...."
Teng Jiu menangkap tubuh Thia Kong-kong,
lalu sambil membentak pura-pura marah, "Tua
bangka, di mana kau taruh matamu!?" dan
didorongnya tubuh Thia Kong-kong keraskeras.
1305 Tubuh Thia Kong-kong menubruk seorang
Hiat-ti-cu sampai terhuyung-huyung, terjengkang dan kepalanya menyusup di
rumpun bunga penghias taman.
Itu sudah cukup untuk mengobarkan orangorang dari kedua kelompok yang sudah lama
saling membenci itu. Seorang Hiat-ti-cu
bermuka berewokan segera membentak, "He,
kalian mau cari gara-gara"!"
Seorang pengawal jubah ungu yang bertubuh
kurus segera balas membentak dengan tidak
kalah garangnya, "Siapa cari gara-gara"
Temanmu yang tidak becus, terbentur seorang
thai-kam tua saja sampai roboh!"
Di kalangan istana, memang Thia Kong-kong
selama ini hanya dikenal sebagai seorang thaikam tua yang lemah. Hanya kelompok Hiat-ti-cu
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang sudah tahu bahwa Jhia Kong-kong bukan
orang lemah, buktinya, untuk menangkapnya
para Hiat-ti-cu harus kehilangan tiga orang
rekan yang tewas. Kedua kelompok itupun saling mencaci. Para
Hiat-ti-cu memaki para pengawal jubah ungu
1306 tidak becus, sampai Kaisar hampir dicelakai Ji
Han Lim tempo hari. Para pengawal jubah ungu
membalas memaki kaum Hiat-ti-cu sebagai
"penjilat para pendeta Ang-ih-kau" yang
memang menjadi pelatih para Hiat-ti-cu itu.
Kedua kelompok berpisah, dengan membawa kebencian di hati masing-ma sing.
Didalam istana mereka tidak berani-berkelahi,
tapi masing-masing berjanji dalam hati, begitu
sampai di luar istana, mereka akan
mematahkan hidung atau merontokkan gigi
saingan masing-masing. Sementara itu, Teng Jiu diam-diam berpikir
bahwa pertengkaran antara kedua kelompok itu
bisa dimanfaatkan untuk menyelamatkan
Pangeran In Te yang terancam setelah
tertangkapnya Thia Kong-kong beserta suratnya untuk Ketua Hwe-liong-pang itu.
Tiba di bangsalnya sendiri, Teng Jiu segera
menemui dua kakak seperguruannya, Ho Se
Liang dan Au Yang Kong. Diceritakannya
tentang bisikan Thia Kong-kong serta
1307 pertengkaran antara ke lompok Hiat-ti-cu dan
kelompok jubah ungu. "Apa gunanya kau ceritakan itu, Sam Su-te
(adik seperguruan ketiga)?" tanya Au Yang
Kong sambil memegangi kepalanya yang pusing
karena memikirkan hal tertangkapnya Thia
Kong-kong. "Ji Su-heng, kita harus mendapatkan kembali
surat Pangeran In Te itu untuk dimusnahkan,
namun kediaman Hap To tentu dijaga ketat oleh
kaum Hiat-ti-cu dan kita berlima takkan dapat
menerobosnya Teng Jiu menyebut "kita berlima", sebab
selain mereka bertiga, sudah ketambahan dua
jagoan jubah ungu lainnya yang diam-diam
menyatakan bersedia meninggalkan dukungan
terhadap Yong Ceng dan mendukung In Te.
Kedua tenaga tambahan itu juga orang-orang
yang kecewa, sebab Yong Ceng selalu menundanunda melaksanakan janjinya untuk meng
angkat martabat orang Han sejajar dengan
orang Manchu. 1308 Sementara itu, Teng Jiu berkata lebih lanjut,
"Perselisihan antara Hiat-ti-cu dan kelompok
jubah ungu kita harus dikobarkan supaya
terjadi kerusuhan. Kalau perlu Kim Cong-koan
Toh Hucong-koan harus dihasut pula supaya
tambah seru. Di saat itulah bisa masuk ke
kediaman Hap To untuk mengambil surat
Pangeran In Te atau memusnahkannya
sekalian." Rasa pusing di kepala Au Yang Kong
mendadak lenyap, terdorong pergi oleh
semangat yang berkobar. "Bagus, bagus. Kita
laksanakan secepatnya, karena dakwaan
terhadap Pangeran In Te pasti akan segera
dilancarkan. Aku dengar, bangsal Leng-goatkiong tempat kediaman In Te sudah dikurung
rapat, Pangeran tidak diperkenankan melangkah keluar biarpun hanya selangkah.
Resminya, ia sudah ditahan."
Ketiganya lalu berunding untuk membagi
tugas. Ho Se Liang dan Teng Jiu bertugas
"membakar" kemarahan Kim Seng Pa,
sedangkan Au Yang Kong dan dua teman baru
1309 itu akan menghasut sesama pengawal jubah
ungu agar membuat gara-gara dengan Hiat-ticu.
"Tugasku tidak sulit," kata Au Yang Kong
sambil tertawa. "Semudah melemparkan
sepercik api ke tengah kubangan minyak. Ni
Ceng-hwe baru saja rontok tiga buah gigi
depannya karena berkelahi dengan beberapa
Hiat-ti-cu di warung arak dekat lapangan Thian
an-bun, begitu pula...."
"Sudahlah, aku percaya. Nah, cepatlah kita
bekerja." Merekapun berpisahan. Lebih dulu Au Yang Kong mencari dua
sekutu barunya, seorang jagoan aliran Butongpai yang bernama Siau Ting Peng dan
berjulukan Leng-sim-kiam (Pedang Hati
Dingin). Satunya adalah jagoan aliran Ko-sanpai, bernama Ciu Hong Siau dan berjulukan
Tiat-cui-yan (Walet Berparuh Besi). Mereka
berunding, dan kedua sekutu baru itupun
setuju, dan berpencarlah mereka.
1310 Au Yang Kong langsung melangkah ke
bangsal Bwe-hoa-kiong, tempat para jagoan
jubah ungu yang sedang tidak bertugas biasa
berkumpul-kumpul. Minum arak diselingi
percakapan jorok. Sebagian lagi dari pengawal
jubah ungu, biasa berlatih di belakang bangsal
untuk meningkatkan ilmu silat mereka, agar
cepat pula naik pangkat. Sebagai seorang anggota pengawal jubahungu pula, Au Yang Kong dapat langsung
bergabung dengan mereka. Sekilas diliriknya Ni
Ceng-hwe yang duduk merenung di pojokan,
sedang "berkabung" karena perpisahan dengan
tiga buah gigi dalam mulutnya. Diam-diam Au
Yang Kong tertawa dalam hati.
Begitu duduk bersama, Au Yang Kong
langsung menunjukkan muka yang lebih
murung dari Ni Ceng-hwe, bahkan langsung
menggebrak meja, lalu menuang kan tiga cawan
besar arak berturut-turut untuk ditenggaknya
habis. Sikapnya seperti seorang yang sedang
sangat jengkel. 1311 Kelakuan Au Yang Kong langsung menarik
perhatian para pengawal jubah ungu. Selama ini
mereka tahu bahwa Au Yang Kong adalah
penganut aliran "anti arak", tidak jarang
bersikap seperti seorang pendeta tua yang
menasehati teman-temannya agar jangan
terlalu banyak minum. Tapi kini dia malah
minum tiga cawan besar, bahkan sambil
menggebrak meja pula. "Eh, Au Yang Kong, apakah kau kesurupan?"
tanya seorang pengawal jubah ungu yang tinggi
besar dan bermuka hitam. Namanya Utti Goan,
bekas bajak laut, tenaganya sanggup diadu
dengan sekor kerbau jantan.
Sebelum menjawab, Au Yang Kong tambah
dua cawan lagi dan memukul meja sekali lagi.
Kemudian berkata, "Kawan-kawan, apa yang
kalian lakukan di sini" Makan minum dan
bergurau seenaknya, sementara anjing-anjing
Hiat-ti-cu itu sedang menghina dan merendahkan kita" Apakah kalian semua sudah
menjadi penakut?" 1312 Tempat yang ribut itu seketika Menjadi sunyi
mendengar suara Au Yang Kong. Sat Siau Kun
yang bertubuh pendek kecil dan tak hentihentinya
mengisap tembakau, namun berkedudukan nomor tiga dalam kelompok
pengawal jubah ungu, lalu memecah kesunyian
dengan suaranya yang serak, "Bicara yang jelas,
Au Yang Kong, kenapa kau mendadak seperti
orang mabuk begitu?"
Au Yang Kong mulai dengan hasutannya, "Sat
Sam-ko dan kawan-kawan sekalian, pikirlah
dengan baik. Adilkah kalau kita sepenuhnya
dipersalahkan atas menyelundupnya si bandit Ji
Han Lim ke kelompok kita" Adilkah kalau kita
dipersalahkan sepenuhnya karena Ji Han Lim
hampir membunuh Hong-siang?"
Sesaat ruangan jadi sunyi, dan kembali
hanya Sat Siau Kun yang menjawab, "Memang
kita teledor, sehingga seorang pembunuh
berhasil menyusup di antara kita. Akibatnya,
kepercayaan Hong siang kepada kita jadi
merosot. Tetapi, siapa mengira Ji Han Lim yang
telah tega mencabuki teman-temannya sendiri
1313 dari Hwe-Iiong-pang, bahkan membunuh adik
kandungnya sendiri, tiba-tiba saja hendak
membunuh Hong-siang" Siapa bisa memperhitungkan sampai kesitu" Siapapun
akan terkecoh, pasti, bukan hanya kita.
Siapapun tidak berhak sepenuhnya menyalahkan kita atas "kejadian itu! Siapa tahu
dalam tubuh Hiat-ti-cu atau Ang-ih-kau atau Gician Si-wi juga ada pembunuh yang belum
terbuka kedoknya?" "Benar! Benar! Kita tidak sudi di
persalahkan!" para jagoan jubah ungu itu riuh
rendah memenuhi ruangan dengan suara
mereka. Mereka punya latar-belakang atau
riwayat hidup yang berbeda-beda, ada
pendekar, ada bajingan, dalam keadaan biasa
tidak mungkin sekompak itu. Namun setelah
sekian tahun mengalami suka-duka bersama
dalam satu kelompok, ada juga rasa setia-kawan
mereka, biarpun tebal tipisnya rasa setia kawan
itupun tergantung pada masing-masing pribadi.
Kini, mereka disatukan oleh kebencian bersama
terhadap kaum Hiat-ti-cu, saingan mereka.
1314 Au Yang Kong tertawa dalam hati . Biasanya
dia dan Sat Siau Kun banyak hal tidak
sependapat, sebab Sat Siau Kun adalah orang
Manchu yang ingin mempertahankan keunggulan kedudukan suku nya di atas sukusuku lainnya, sedangkan Au Yang Kong adalah
orang Han yang ingin memperjuangkan
martabat jutaan orang Han. Tetapi kini, tanpa
sadar Sat Siau Kun telah membantu
memperlancar rencana Au Yang Kong.
Suara Au Yang Kong kemudian mengatasi
suara hiruk-pikuk itu, "Kita tidak salah! Kita
sudah membayar kesalahan kita dengan
mempertaruhkan nyawa untuk membasmi
orang-orang Jit-goat-pang dan Pek-lian-pai yang
menerobos masuk i s tana ini !"
"Au Yang Kong benar!" Utti Goan berteriak
sambil melompat ke atas meja dan berdiri di
situ, sehingga ia kelihatan seperti sebuah
menara yang kokoh, atau seekor gorila yang
sedang ma rah. "Aku bukan saja sudah
membunuh beberapa orang Jit-goat-pang dan
Pek-li-an-pai, bahkan juga mencincang tubuh
1315 memeka untuk menunjukkan kesetiaanku
kepada Hong-siang!" "Kitalah yang paling berjasa memukul
mundur orang Jit-goat-pang dan Pek lian-pai!"
Su-ma Hek-long ikut.memanas kan situasi. "Kita
yang bertempur paling depan! Dan bangsatbangsat Hiat-ti-cu itu hanya kebagian tugas
untuk melindungi perempuan dan anak-anak,
berarti tugas kita jauh lebih berharga dari
mereka! Betul atau tidak, kawan-kawan?"
"Benar!" sahut para pengawal jubah ungu itu
gemuruh. Lalu berhamburan lah caci-maki ke
alamat Hiat-ti-cu. "Mereka itu orang-orang
banci, persis dengan pendeta-pendeta Ang-ihkau yang takut kepada arak dan perempuan!"
"Mereka hanya berani membunuh jarak jauh
dengan kantong-kantong mereka!" Wan Yen
Coan berteriak pula. "Sedang kita selalu
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadapi musuh dengan berhadapan,
mengandalkan silat kita secara jujur!"
"Mereka mengeroyokku sehingga gigi
depanku patah semua!" Ni Ceng-hwe
Memanaskan suasana dari pojok ruangan.
1316 "Dan mereka itu, baru berhasil menangkap
seorang thai-kam tua macam Thia Kong-kong
saja sudah bangganya bukan main. Mereka
merasa lebih berkuasa diistana ini daripada
Hong-siang sendiri. Sungguh menggelikan.!"
Kembali ruangan itu penuh caci-maki. Bukan
hanya para Hiat-ti-cu yang dikutuk!, bahkan ibu
dan nenek moyang mereka juga ikut kena
kutukan yang ngeri, tak pernah terbayangkan
oleh para dukun ilmu hitam di manapun berada.
Dalam suasana demikian, malah Au Yang
Kong cuma kebagian sedikit waktu untuk
bicara. Namun ketika ada kesempatan diapun
melompat ke atas meja dan berseru, "Mulai
sekarang, kita tidak mau mengalah lagi! Kalau
mereka bertingkah, kita patahkan hidung
mereka! Kalau mereka mengadu kepada Hongsiang, lalu Hong-siang hendak menghukum kita,
kita harus setia-kawan, biar Hong-siang
menghukum kita seluruhnya!"
"Setuju! Setuju!"
Demikianlah Au Yang Kong berhasil
membakar hati mereka. Memang gampang.
1317 Sejak para pengawal jubah ungu kecewa karena
tidak lagi mendapat kepercayaan disisi Kaisar,
dicampur pengaruh arak, merekapun bagaikan
dinamit-dinamit yang tinggal disulut sumbunya.
Dan bagaimana dengan pemimpin mereka,
Kim Seng Pa" Ketika Ho Se Liang dan Teng Jiu masuk ke
tempat tinggal Kim Seng Pa un tuk menghadap,
dilihatnya sang komandan tengah duduk
bertopang dagu dengan wajah yang keruh. Di
atas mejanya bergelimpangan cawan-cawan
arak yang sudah kosong, karena sebagian isinya
sudah pindah ke dalam perut, dan sebagian lagi
mengalir liar di permukaan meja dan lantai.
Ho Se Liang dan Teng Jiu sejenak bertukar
pandangan, agaknya usaha merekapun akan
lancar. Kalau otaknya sedang bersih dari
pengaruh arak, Kim Seng Pa adalah seorang
yang berpikiran cermat. Tapi kalau sedang
banyak minum arak, untuk membangkitkan
kemarahannya segampang memasang mercon
renteng pantat seekor kerbau.
"Kami menghadap Cong-koan" -1318
Di atas mejanya bergelimpangan cawan-cawan
arak yang sudah kosong, karena sebagian isinya
sudah pindah kedalam perut, dan sebagian lagi
mengalir liar di permukaan meja dan lantai.
1319 Kata Ho Se Liang dan Teng Jiu sambil
berlutut . "Ada apa?" tanya Kim Seng Pa sambiI meraih
poci arak yang langsung dituangkan ke
mulutnya, namun arak yang keluar tinggal
beberapa tetes, Kim Seng Pa langsung
membanting poci itu hingga berantakan.
"Kalian Ho Se Liang dan Teng Jiu?" ternyata
Kim Seng Pa masih juga mengenali kedua anakbuahnya itu.
"Benar, Cong-koan, kami akan melaporkan
tentang....." "Laporannya nanti saja. Salah seorang dari
kalian tolong pergi ke dapur untuk
mengambilkan arak buatku."
Ho Se Liang menyikut Teng Jiu untuk
menjalankan perintah itu. Malah kebetulan,
pikir mereka. Makin banyak arak, makin baik,
makin lancar. "Laporan apa?" tanya Kim Seng Pa sambil
menggeliat. Mulailah Ho Se Liang menyebut-nyebut
tentang para Hiat-ti-cu yang "semakin
1320 menghina" karena semakin disayangi oleh
Kaisar, dan kata-kata hasutan lainnya. Ho Se
Liang tahu, yang paling dibanggakan oleh Kim
Seng Pa adalah kemenangannya atas Pak Kiong
Liong, sedang yang paling mengecewakannya
ialah semakin jauhnya ia dari Kaisar sejak
peristiwa Ji Han Lim hampir membunuh Kaisar.
Padahal ia punya cita-cita ingin menggantikan
kedudukan Ni Keng Giau sebagai Panglima
Tertinggi, namun sekarang cita-citanya itu
rasanya makin jauh. Ho Se Liang tahu itu, sehingga Kim Seng Pa
sering memabukkan dirinya dengan arak, Kini
Ho Se Liang menyebut nyebut urusan yang peka
itu. Laporan Ho Se Liang sudah cukup membuat
hati Kim Seng Pa panas, apalagi kemudian
muncul pula Siau Ting Peng dan Ciu Hong Siau,
seperti anak-anak menghadap ayahnya untuk
mengadukan teman-teman mereka yang nakal.
Kedua o-rang itu mengaku telah "mendengar
sendiri" bagaimana orang-orang Hiat-ti-cu
berkata bahwa mereka akan "mengusulkan agar
1321 kelompok jubah ungu dibubarkan saja, 'karena
sudah tidak bisa dipercaya"
Keruan Kim Seng Pa makin terbakar hatinya,
tanpa mengetahui bahwa itu sebenarnya
karangan Siau Ting Peng dan Ciu Hong Siau
sendiri. la menggebrak meja dengan muka merah
padam, dan menggeram, "Orang she Hap, baru
mendirikan sedikit pahala bagi Hong-siang saja
kau sudah mencoba menari di atas kepalaku?"
Menyusul Teng Jiu datang membawakan
arak yang langsung ditenggak habis oleh Kim
Seng Pa. Muncul pula Au Yang Kong dan Su-ma
Hek-long yang melaporkan bahwa di taman
bunga telah terjadi perkelahian antara "orangorang kita" dengan kawanan Hiat-ti-cu yang
katanya lebih dulu menghina dan meludahi.
Kim Seng Pa tak tahan lagi. la bangkit lalu
melangkah keluar dengan langkah besar.
Kepada Ho Se Liang sekalian, ia berkata, "Ikuti
aku. Kita hajar orang-orang congkak itu. Hongsiang pasti tidak akan menghukum kita, sebab
kita telah berjasa jauh lebih besar dari mereka."
1322 Memang dihalaman istana telah terjadi
perkelahian massal. Berpuluh-puluh pengawal
jubah ungu baku hantam melawan berpuluhpuluh anggota Hiat-ti-cu. Entah siapa yang
mulai, kurang jelas. Namun perkelahian
semakin menghebat, sebab kawan-kawan dari
kedua belah pihak terus berdatangan untuk
langsung ikut berkelahi. Tidak perlu tanya tanya
lagi siapa yang benar dan siapa yang salah, demi
"setia kawan". Mula-mula perkelahian hanya menggunakan
tangan dan kaki. Namun ketika salah satu mulai
menghunus senjata, yang lain ikut-ikutan
menghunus senjata pula. Perkelahian juga menjalar ke bagian-bagian
istana yang lain. Orang-orang Hiat ti-cu
berteriak, "Anak buah Kim Seng Pa
memberontak!" Sedangkan para pengawal
jubah ungu berseru, "Kaum Hiat-ti-cu hendak
menyaingi kekuasaan Kaisar!"
Sudah sulit untuk ditelusuri siapa yang
menjadi biang kerusuhan, kedua kelompok yang
berhantam sudah sama-sama panas darahnya,
1323 dan sama-sama merasa sedang "membela
Kaisar". Begitulah, huru-hara orang-orang Jit-goatpang dan Pek-lian-pai belum lagi terhapus dari
ingatan, kini sudah muncul huru-hara baru,
malah antara pendukung-pendukung Kaisar
sendiri. Suasana tambah panas ketika para
pendeta Ang-ih-kau terjun membela kelompok
Hiat-ti-cu . Ketika Hap To, si komandan Hiat-ti-cu
dilapori tentang keributan itu, diapun menjadi
marah, dan merasa patut bertindak sebab ia
merasa kini lebih dekat kepada Kaisar
dibandingkan Kim Seng Pa. Sambil memimpin
sejumlah anak buahnya, ia berkata, "Si tua
bangka Kim Seng Pa itu rupanya iri karena kita
sekarang lebih dipercayai oleh Hong siang. Ayo
kita hajar.mereka!" Berangkatlah mereka ke "garis depan"
sambil membawa kantong-kantong kulit
terbang yang bisa mengambil kepala itu .
Ketika Hap To pergi itulah maka
kediamannya hanya dijaga oleh beberapa orang
1324 Hiat-ti-cu. Saat itu pula Heng San Sam kiam
serta Siau Ting Peng dan Ciu Hong Siau masuk
dengan mudah, setelah merobohkan para Hiatti-cu, lalu masuk untuk menemukan surat
Pangeran In Te. Setelah surat diketemukan, lang
sung dibakar di tempat itu juga dan tinggal
abunya. "Semua yang kita lakukan ini hanya untuk
tujuan ini?" tanya Siau Ting Peng. "Hanya untuk
membakar secarik kertas?"
Ho Se Liang menjawab, "Benar, namun
berarti menyelamatkan Pangeran In Te dari
dakwaan, dan berarti pula menyelamatkan
peluang Bangsa Han untuk mendapatkan
martabatnya tanpa kekerasan. Kalau Pangeran
In Te mati, martabat Bangsa Han berarti harus
diperjuangkan dengan pemberontakan berdarah model Jit-goat-pang. Itu sama-sama
tidak kita kehendaki bukan?"
Ciu Hong Siau mengangguk-angguk. "Benar,
pemberontakan berdarah, bagaimanapun luhur
dan suci semboyannya, tetapi ujudnya tetap
1325 perang yang menghancurkan kehidupan banyak
orang tak bersalah."
"Ayo kita cepat keluar, jangan sampai Hap To
kembali dan melihat kita."
Sementara itu, pertempuran di taman-taman
semakin sengit. Beberapa korban sudah jatuh
dari kedua belah pihak, membuat teman-teman
si korban semakin bernafsu untuk membalaskan kematian mereka. Kantongkantong kulit para Hiat-ti-cu juga mulai
melayang-layang di udara, dan sudah
"mencaplok" beberapa butir kepala yang
pemiliknya mengalami kelengahan. Namun
senjata-senjata para pengawal jubah ungu juga
sudah makan korban banyak.
Heng-san-sam-kiam dan Siau Ting Peng serta
Ciu Hong Siau segera ikut terjun dalam kemelut,
supaya tidak dicurigai. Mereka menyesal juga
bahwa korban-korban jiwa berjatuhan, tapi apa
boleh buat, setiap terjadi pergeseran di puncak
kekuasaan tentu harus minta korban. Heng-sansam-kiam menghibur diri sendiri, setidaktidaknya mereka lebih "berperikemanusiaan"
1326 disbanding kaum Jit-goat-pang yang menyodorkan ribuan nyawa untuk menjadi.
korban ambisi pemimpin mereka. Sedang Hengsan-sam-kiam menganggap korban kali itu
"tidak seberapa" untuk tebusan sebuah cita-cita
yang mahal. Dalam politik, cara yang haram dan memang
kabur sekali batasnya. Kadang-kadang suara
kemanusiaan mesti dibungkam, ditimbuni
sejuta alasan untuk membenarkan diri sendiri.
Dalam mabuknya, Kim Seng Pa telah
membunuh beberapa orang Hiat-ti-cu. Hap To
marah melihat itu, dengan senjatanya, sebatang
golok Koan-to, ia menerjang ke hadapan Kim
Seng Pa. la tahu betapa lihainya Kim Seng Pa,
namun ia harus melawannya sebab mengandalkan "jurus" terakhirnya, yaitu
"mengadu kepada Kaisar".
"Kim Seng Pa, kenapa kau tidak me
nertibkan anak-buahmu yang mabuk itu, malah
ikut-ikutan bertindak gila?" bentaknya. "Atau
kau sengaja menyuruh anak-buahmu berbuat
seperti ini, untuk menunjukkan kesan hebat,
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
1327 padahal kalian tidak becus dan sudah tidak
dipercayai lagi oleh Hong-siang?"
Keruan Kim Seng Pa tersinggung, apalagi
pengaruh arak belum bersih dari kepalanya.
"Hanya ingin kutunjukkan kepada Hong-siang
bahwa kami lebih hebat dari kalian yang
congkak!" "Oh, jadi kau iri lalu mengacau?" Hap To
semakin marah pula. Goloknya sudah siap-siap
dibacokkan ke arah Kim Seng Pa.
Tetapi sebelum kedua orang itu bertempur,
muncullah di arena berdarah itu ratusan
perajurit Lwe-teng Wi-su (Pengawal Istana)
serta Gi-oian Si-wi (Pengawal Kaisar) yang
membawa bedil-bedil mereka. Dalam bentuk
setengah lingkaran, mereka langsung menghadap ke pertempuran dan menodongkan
bedil-bedil mereka. Be Kun Liong si komandan
Gi-cian Si-wi langsung berseru menggelegar,
"Berhenti! Berhenti semuanya!"
Mula-mula seruan Be Kun Liong tidak
digubris, malah Hap To menjawab, "Jangan ikut
campur, Be Cong-koan. Aku akan membabat
1328 habis orang-orang berhati dengki yang sudah
tak berguna dan hanya mengotori istana ini!"
"Kau dengar sendiri, Be Cong-koan," Kim
Seng Pa juga berkata, "Mereka terlalu congkak
dan menghina kami, padahal mereka baru
bisa......" "Diam!" bentak Be Kun Liong. "Kalian kira
istana ini adalah warung arak atau tempat judi
dimana para pemabuk bisa berkelahi sebebasbebasnya?"
"Kau yang tutup mulut, Be Kun Liong!" Hap
To balas membentak karena merasa sedang
disayangi Kaisar. "Atau kau mau ikut berkelahi
sekalian?" Disaat ketegangan memuncak itulah terdengar seruan, "Hong-siang datang!"
Bagaimanapun kalapnya orang-orang yang
berkelahi itu, ketika mendengar kedatangan
Kaisar, mereka tidak berani meneruskan
pertempuran dan berlompatan mundur. Dari
sebuah pintu lengkung pembatas taman, Kaisar
muncul diapit oleh Liong Ke Toh dan Ni Keng
Giau. 1329 Semua orang cepat menyarungkan senjata
masing-masing, lalu berlutut sambil berseru,
biarpun kurang kompak, "Ban-swe! Ban-swe!"
Mata Kaisar Yong Ceng menyala marah
ketika melihat taman yang porak-poranda dan
belasan mayat yang bergeletakan. Dibiarkannya
mereka semua tetap berlutut, lalu berkatalah
Kaisar, "Wah hebat, kalian berlatih terlalu
bersemangat ya" Kalau, kalian sudah tidak
menghormati aku lagi, kalian sekarang boleh
bunuh aku sekalian!"
Tubuh Kim Seng Pa dan Hap To sama-sama
gemetar dalam berlututnya, bukan karena
merasa bersalah, melainkan takut kalau Kaisar
menjatuhkan hukuman. "Kim Seng Pa! Hap To!" tiba-tiba Kaisar
memanggil kedua komandan yang anak buah
masing-masing baru saja berkelahi itu.
"Hamba Tuanku!" sahut mereka serempak
sambil maju. Sementara itu, Paman Yong Ceng, Liong Ke
Toh, mendekatkan mulut ke telinga Yong Ceng
untuk berbisik, "Tuan-ku, sebaiknya jangan
1330 bersikap berat sebelah kepada mereka berdua,
supaya hubungan antar mereka tidak semakin
gawat dan membahayakan kekuasaan Tuanku
sendiri." Yong Ceng mengangguk kecil. Biarpun
kemarahan hampir membuat dadanya meledak,
namun nasehat pamannya itu masih bisa
diterimanya juga. Sementara itu, tiba di hadapan Yong Ceng,
Hap 'To merasa lebih berani dari Kim Seng Pa
untuk bicara lebih du lu, "Tuanku, anak-buah
Kim Cong-koan lebih dulu mencari gara-gara
terhadap anak-buah hambari karena mereka iri
hati. Kim Cong-koan tidak mencegah mereka,
malah ikut bertempur dan...."
"Itu tidak benar, Tuanku, sesungguhnya ...."
"Diam kalian!" bentak Yong Ceng. Tiba-tiba
dua tinjunya bergerak berturut-turut, dan
wajah Kim Seng Pa maupun Hap To telah di
jotosnya sehingga hidung mereka berdarah.
Benar-benar tidak berat sebelah seperti anjuran
Liong Ke Toh . 1331 Tiba-tiba dua tinjunya bergerak berturut-turut,
dan wajah Kim Seng Pa maupun llap To telah di
jotosnya sehingga hidung mereka berdarah.
1332 Sudah tentu Kim Seng Pa dan Hap To
sebenarnya mampu untuk mengelak atau
menangkis, tapi mereka tidak berani melakukan
itu. Akibatnya, mereka harus merasakan
bagaimana bogem mentah Kaisar mendarat di
muka mereka sampai kepala mereka pusing.
Setelah melampiaskan sebagian kemarahannya, Yong Ceng agak tenang sedikit.
"Dengar baik-baik, kalian harus mampu
menertibkan anak-buah kalian masing-masing.
Kalau aku dengar laporan bahwa kalian
bertengkar lagi, bahkan berkelahi, jangan dikira
aku tidak tega untuk mengerahkan pasukan lain
guna mendepak kalian semua dari istana ini.
Paham?" "Hamba paham, Tuanku," kali ini suara Hap
To dan Kim Seng Pa merupakan paduan suara
yang kompak. Sebenarnya kekecewaan dan kemarahan
Yong Ceng belum sepenuhnya terlampias,
namun ia tidak berani berbuat lebih dari itu,
khawatir kalau mereka malah mengamuk, la
juga tidak berani mengandalkan Ni Keng Giau
1333 yang belakangan ini semakin "berani"
kepadanya. Tiba-tiba Kaisar Yong Ceng merasa
bahwa kedudukannya saat ini mirip betul
dengan telur di ujung tanduk.
la menarik napas dengan perasaan berat.
"Bubarkan anak buah kalian," perintahnya.
"Ingat, kalau kalian masih berani bertindak di
luar perintah, kutumpas tanpa ampun.
Peringatan ini bukan cuma buat kalian berdua,
tapi buat semuanya!"
Sambil berkata demikian, entah di sengaja
entah tidak, Yong Ceng juga menoleh ke arah Ni
Keng Giau, yang belum lama ini juga berani
membawa pasukannya masuk ke istana tanpa
perintah Kaisar. Namun yang menyahut "hamba Tuanku"
hanyalah Kim Seng Pa dan Hap To. Sedangkan
wajah Ni Keng Giau tenang-tenang saja, benarbenar seraut "wajah tak berdosa" sedikitpun.
Dengan mendongkol, Yong Ceng tinggalkan
tempat itu. Kim Seng Pa dan Hap To kemudian pergi
bersama anak-buah masing-masing, sambil
1334 mengangkut tubuh-tubuh yang mampus atau
babak-belur. Beberapa anggota pengawal jubah
ungu minta kepada beberapa Hiat-ti-cu agar
mengembalikan batok batok kepala beberapa
rekan mereka yang tadi kepalanya disambar
Hiat-ti-cu, supaya dapat dipasangkan ketubuhnya masing-masing. Mereka masih
saling melotot, namun tidak berani berkelahi
lagi. Apalagi perajurit perajurit Lwe-teng Wi-su
dan Gi-cian Si wi masih mengawasi dengan
moncong-moncong bedil yang tertodong.
Hap To segera kembali ke tempatnya,-namun
alangkah terkejutnya ketika melihat surat
Pangeran In Te telah jadi abu di atas mejanya.
Biarpun agak marah, ia masih punya satu
harapan, "Tidak apa-apa, masih ada Thia Kongkong yang sudah berjanji akan, menjadi saksi
yang memberatkan Pangeran In Te kelak...."
pikirnya. Namun harapan terakhirnya itupun lenyap,
ketika seorang anak-buahnya melaporkan
bahwa Thia Kong-kong telah membunuh diri di
kamarnya, dengan cara membenturkan 1335 kepalanya sendiri kedinding. Lenyap pula
harapan Hap To untuk membantu Kaisar
mendakwa Pangeran In Te, suatu jasa yang
sebenarnya bukan main be sarnya.
"Kim Seng Pa... akan tiba saatnya aku harus
mengunyah kepalamu yang ubanan...." geramnya sengit. Sekilas timbul kecurigaan bahwa semua itu
terjadi sebagai "hasil karya" para pengawal
jubah ungu untuk mencegah jangan sampai ia
berjasa kepada Kaisar. Timbul niatnya untuk
mengadukan Kim Seng Pa, tetapi kalau hanya
mengadu tanpa disertai bukti-bukti, janganjangan oleh Yong Ceng malah dianggap cari
gara-gara lebih dulu. la juga tidak mungkin mendakwa Pangeran
In Te hanya dengan bukti segenggam abu
kertas, dan saksi sesosok mayat yang pecah
kepalanya. Akhirnya Hap To hanya bisa memukuli meja
dan menendangi kursi di tempat tinggalnya
sendiri. 1336 Beberapa hari setelah keributan itu, Yong
Ceng masih juga suka merenung, mengertak
gigi, memukul meja, berjalan hilir-mudik
dengan gelisah, dan akhirnya hanya bisa
menghempaskan diri di kursi sambil menarik
napas dengan putus asa. Di mejanya, bertumpuk-tumpuk surat
laporan yang belum disentuhnya sama sekali.
Tentang wilayah Jing-hai yang mulai bergolak
oleh pemberontakan pengikut-pengikut Thaicin-kau dan Hwe kau. Tentang banjir yang
meluap di Ou-lam dan merusak panenan.
Tentang Kekaisaran Rusia yang terus
menambahkan tentaranya di seberang Sungai
Amur. Memang tahun 1689, antara mendiang
Kaisar Khong Hi dan Tsar Rusia telah ditanda
tangani perjanjian untuk tidak saling melanggar
perbatasan kedua negara, tetapi kalau salah
satu pihak sudah merasa kuat untuk menggilas
satu sama lain, apa artinya secarik kertas
perjanjian" Tidak ada laporan-laporan di atas
meja itu yang menggembirakan.
1337 Daripada kepalanya pecah, Yong Ceng
merasa lebih baik tidak usah membaca dulu
laporan laporan itu. Yang memusingkan Yong Ceng ialah
pertengkaran di antara pembantupembantunya sendiri. Di jaman ayahandanya
dulu, juga ada persaingan antar kelompok, tapi
tidak sampai sekasar itu, sampai berbunuhbunuh di lingkungan istana.
Kalau Yong Ceng bertanya kepada Liong Ke
Toh, kenapa sampai timbul pertengkaran" Maka
Liong Ke Toh menjawab, "Persaingan untuk
merebut perhatian Tuanku memang hal biasa."
Kalau didesak lagi dengan pertanyaan, kenapa
persaingannya sampai sekasar itu" Liong Ke
Toh menjawab sambil menyeringai, "Ya,
memang keterlaluan," Itu saja.
Kalau yang ditanya Ni Keng Giau, jawabnya
lain lagi. Jenderal muda itu malah dengan
berapi-api memberi "kuliah" bahwa Hukum
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pendekar Satu Jurus 4 Pendekar Romantis 02 Hancurnya Samurai Cabul Pendekar Seratus Hari 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama