Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp Bagian 4
bertengkar, melainkan untuk memberi sebuah
pendapat yang akan berguna bagi pasukan
kekaisaran dalam menghadapi kaum penyerbu .
Sahut Pak Kiong Liong, "Toa Goan-swe,
perwiramu yang kucacatkan itu adalah seorang
yang mengandalkan seragamnya untuk menindas rakyat. la hendak merampas uang dan
nyawaku, karena aku dikiranya seorang kakek
pengungsi yang tak berdaya. Kau percayai
omonganku atau tidak, terserah kepadamu.
Tapi kedatanganku bukan hendak bicara 376 tentang perwiramu itu, melainkan tentang kalah
menangnya tentara kita dalam perang ini...."
"Hemm, k0au pikir sekarang ini apa
kedudukan dan pangkatmu sehingga masih
berani mengurus seal ketentaraan kita"
"Ni Goan-swe, andaikata aku sudah dipecat
dan dilucuti semua pangkatku, sebagai rakyat
dari kekaisaran agung ini aku tetap merasa
berkepentingan dengan kaiah menangnya
negeriku. Bolehkah aku rnengeluarkan kendspatku?" Jawaban Pak Kiong Liong i tu menimbulkan
rasa hormat dalam hati sebagian perwiraperwira bawahan Ni Keng Giau.
Itu jawaban seorang yang setia dalam
pengabdiannya kepada negara. Tidak perduli
sebagai Jenderal atau sebagai rakyat biasa,
kesetiaannya rak berubah, bahkan sekalipun
dimusuhi oleh Kaisar yang berkuasa.
"Baik, aku meluangkan waktu untuk
mendengarkanmu," kata Ni Keng Giau kemudian. Lalu ia duduk di kursi kebesarannya
dengan sikap agungnya, sedangkan Pak Kiong
377 Liong dibiarkan tetap berdiri meski pun banyak
kursi masih kosong. "Goan-swe," Pak Kiong Liong mulai dengan
usulnya. "Pasukan musuh itu mempunyai cara
bertempur baru yang hebat. Dengan bedil
mereka yang cuma ratusan pucuk, bisa
memukul mundur pasukan kita yang
mempunyai bedil lebih banyak."
Lalu perajurit tua itupun menceritakan
pengalamannya, disertai hasil pikirannya
sendiri dalam menghadapi cara bertempur
musuh. Biarpun wajah Ni Keng Giau tetap acuh
mendengar uraian Pak Kiong Liong, namun
dalam hatinya ia kagum mendengar nya.
Kehancuran Pak Kiong Liong bukan karena
ketololannya, tapi karena dikhianati oleh Ki
Peng Lam, perwira bawahannya sendiri yang
telah termakan bujukan Ni Keng Giau untuk
berbuat demikian. Tidak seorangpun di ruangan
itu yang meragukan kepandaian Pak Kiong Li
ong dalam bersiasat di medan perang.
378 Ketulusan yang bersedia menyumbangkan
pikiran untuk Ni Keng Giau itu juga membuat
banyak perwira berpendapat dalam hati bahwa
Pak Kiong Liong bukan seorang yang pantas
diuber-uber seperti maling jemuran saja . Kalau
orang lain, barangkali akan dibiarkan-nya Ni
Keng Giau "kena batu"nya menghadapi pasukan
Jepang yang amat terlatih dalam perang gaya
Eropa itu, bahkan dikombinasikan dengan cara
kuno Jepang sendiri . Sebaliknya dalam hati Ni Keng Giau malah
timbul pikiran jahat. Kelihaian Pak Kiong Liong
dikaguminya, tapi juga menimbulkan rasa
cemasnya, sebab Pak Kiong Liong sampai saat
itu tetap setia mendukung Pangeran In Te.
Karena itu, Ni Keng Giau bermaksud melenyapkan Pak Kiong Liong saat itu juga, mumpung
sedang sendirian dan tidak bersenjata, sedang
ia sendiri akan mengerah-kan seluruh
pengawalnya. Tidak peduli berapapun pengawalnya yang bakal mampus, asal Pak
Kiong Liong juga mampus, ia akan mendapat
pujian dari Kaisar Yong Ceng .
379 Maka begitu Pak Kiong selesai dengan
uraiannya, Ni Keng Giau berkata, "Bagus juga
siasatmu. Mengingat jasamu kali ini dalam
menyumbangkan pikiran, kelak di hadapan
Kaisar aku akan memohonkan keringanan
hukumanmu. Sekarang nenyerahlah....."
Pak Kiong Liong tidak kaget sedikitpun
mendengar ucapan itu, yang kaget malah
perwira-perwira bawahan Ni Keng Giau sendiri.
Tadinya perwira-per wira itu mengira Ni Keng
Giau akan mengijinkan Pak Kiong Liong
bergabung kembali ke dalam pasukan, dan
berarti menambah kuatnya pasukan itu,
ternyata tidak. Pak Kiong Liong sendiri sadar, sekali
mengulurkan tangan untuk diborgol , sama saja
menyerahkan nyawanya juga. Dihadapan Kaisar
Yong Ceng, tak peduli "dosa"nya terbukti atau
tidak, ia akan tetap dibinasakan.
Karena itu, ia menjawab sambil tertawa,
"Terima kasih atas kesediaan Goan-swe
memohonkan keringanan hukuman. Tetapi aku
380 punya kaki sendiri, biarlah berjalan sendiri ke
Pak-khia." Dengan mata menyala Ni Keng Giau
mengangkat pedang emas di mejanya sambil
menggertak, "Pak Kiong Liong, "Lihatlah apa
yang di tanganku ini"!"
'Tentu saja aku kenal Liong-ho Po kiam."
"Dan apa artinya bagiku?"
"Artinya, kau diberi kekuasaan tertinggi
untuk memimpin tentara."
"Kau sudah tahu, tapi belum juga berlutut di
hadapan lambang kekuasaan-ku ini?"
Tapi Pak Kiong Liong malah tertawa dingin
sambil memutar tubuh membelakangi pedang
kekuasaan itu. Katanya, "Aku akan tunduk
kepada Kaisar yang mendapat kekuasaannya
dengan cara syah dan bersih. Si bocah In Ceng
itu belum dapat membuktikan dirinya bersih,
maka aku tidak tunduk kepadanya!"
Sungguh hebat perubahan wajah Ni Keng
Giau mendengar Pak Kiong Liong menyebut
Kaisar Yong Ceng hanya dengan sebuatan "si
bocah In Ceng", la juga kaget, apakah Pak Kiong
381 Liong tahu tentang kecurangan mengubah isi
Surat Wasiat Kaisar Khong Hi yang amat rahasia
itu" Kalau benar, cukup dengan lidah-nya saja
dia bisa membuat tahta mengalami "gempa
bumi".... "Kau sudah memberontak terang-terangan!"
teriak Ni Keng Giau kemudian Lalu diperi
ntahkannya perwira-perwira dan pengawaIpengawalnya, "Tangkap hidup atau mati
pemberontak ini!" Betapapun segan para perwira terhadap Pak
Kiong Liong mereka menjalan-kan perintah itu.
Beberapa perwira ada juga yang memang
sengaja hendak cari muka di depan Ni Keng
Giau, orang-orang macam inilah yang
menyerang Pak Kiong Liong dengan bersungguh-sungguh. Namun Pak Kiong Liong telah melonpat ke
atas secepat kilat, dan lolos lewat lubang atap
yang dibuatnya dengan injakan kakinya tadi.
Gerakannya begitu cepat sehingga orang-orang
yang hendak menangkapnya hanyalah menubruk angin. 382 Di atas genteng Pak Kiong Liong masih
sempat mengumandangkan suaranya, "Ni Keng
Giau, jangan kaukira tidak ada yang mencurigai
komplotan busuk yang sekarang mengangkangi
tahta. Hati hatilah, akan tiba saatnya yang
berhak bertahta mengambil haknya dan
menjungkir-balikkan yang sekarang bertahta.."
Di bawah genteng, sepasukan kecil anak
buah Ni Keng Giau mulai menembak dan
memanah. tapi peluru dan panah hanya
merobek-robek tempat kosong, sebab Pak
Kiong Liong seperti seekor burung besar saja
sudah meninggalkan tempat itu.
Malam itu juga, dengan hati yang getir Pak
Kiong Liong meninggalkan kota Liao-yang.
Bagaimanapun juga, ia tetap manusia biasa,
bukan seorang dewa maha suci yang bebas dari
kemarahan dan kekecewaan. Pada saat kakekkakek lain yang seusianya sudah mulai menyongsong hari tua yang tenteram, diri nya
justru sedang diburu-buru nyawanya seperti
penjahat tak berampun. 383 la ingat sahabatnya, puterinya, menantunya
dan dua cucunya yang hidup tenteram di
pegunungan Tiau-im-hong. la merasa iri dan
ingin bergabung dengan mereka. Tetapi
kesetiaannya kepada kekaisaran masih menjadi
panggilan jiwanya, ia masih ada tugas untuk
menyelamatkan tahta dari orang yang tidak
berhak. Ketenteraman hari tua agak nya belum
ditakdirkan menjadi bagiannya.
Di luar kota liao-yang yang dataran dan
pepohonannya terselimuti salju itu Pak Kiong
Liong berjalan perlahan-lahan, angin malam
yang tajam mengiris sama sekali tak dirasakan
oleh tubuhnya yang perkasa.
"Andaikata di dunia ini tidak lahir seorang
bajingan cilik semacam In Ceng, agaknya saat ini
aku sudah menjadi seorang kakek yang hidup
tenteram bersama anak cucu," ia melamun.
"Bukan di Pak-khia, tetapi di pegunungan Tiau
im-hong yang udaranya bersih dan peman
dangannya permai...."
Tengah ia melangkah satu-satu, mendadak
matanya yang tajam melihat jauh di depannya
384 ada beberapa titik yang bergerak-gerak, dan
setelah diamati lebih tajam lagi nampaklah
bahwa merekalah manusia-manusia yang
tengah berjalan tergesa-sesa.
Orang berjalan malam-malam di daerah
peperangan, cukup menimbulkan kecurigaan
Pak Kiong Liong. Orang itu tentu berkepentingan dalam perang itu, dari pihak
manapun. Dan karena Pak Kiong Liong pun
berkepentingan, maka tertariklah perhatiannya.
Dengan mengerahkan iImu meringankan
tubuh sehingga telapak kakinya tidak
membekas di salju, juga tanpa menimbulkan
suara, Pak Kiong Liong mem-percepat langkah
memburu orang-orang itu untuk membuntutinya dari jarak tertentu. Ternyata
mereka adalah serombongan orang dengan
gerak-gerik tangkas, semuanya menggendong
pedang panjang model Jepang dan saling
berbicara bahasa Jepang pula. Hanya seorang
yang tidak bersenjata pedang, melainkan
tongkat panjang, yaitu seorang Jepang tua berrambut putih terurai, bertubuh kurus, namun
385 matanya tajam seperti mata elang. Pak Kiong
Liong diam-diam meni-lai bahwa orang inilah
yang berilmu paling tinggi, karena itupun ia
berhati-hati dalam membuntuti mereka.
Sampai fajar menyingsing mereka terus
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berjalan, siang hari istirahat di tempat
tersembunyi dan kalau malam melanjutkan
perjalanan lagi. Pak Kiong Liong terus
mengikuti mereka dari jarak tertentu, dan
diam-diam kagum juga melihat daya tahan
orang-orang itu. Untung Pak Kiong Liong sendiri
juga berilmu tinggi sehingga tak pernah
ketinggalan. "Mungklnkah mereka kaum yang di dunia
persilatan Jepang disebut Ninja, pengikutpengikut Ninjitsu (tehnik-tehnik siluman)?" Pak
Kiong Liong bertanya-tanya dalam hati .
Hari ketiga rombongan itu bergabung
dengan rombongan-rombongan lain yang
sejenis yang datang dari berbagai arah. Setelah
berkumpul, jumlah mereka mencapai hampir
limaratus orang. Mereka nampak berunding
sambil menuding-nuding jalan raya antara Liao386
yang dan Pak-khia yang terapit dua tebing itu.
Pak Kiong Liong memperkirakan mereka
sedang merencanakan sebuah penghadangan di
tempat yang menguntungkan itu.
Diam-diam Pak Kiong Liong membatin,
"Inilah keletedoran Ni Keng Giau. Bagaimana
mungkin Jepang-Jepang ini bisa menyusup ke
garis belakangnya sampai berjumlah demikian
besar tanpa diketahuinya" Apa kerja jaringan
mata-mata Ni Keng Giau" Hanya bermalasmalasan di warung arak sambll mengganggu
rakyat seperti perwira yang pernah kuhajar
dulu?" Sementara itu, ratusan orang Jepang itu
sudah lenyap dari penglihatan, sebab semuanya
telah bertiarap rapi di antara rumput-rumput
ilalang di kedua tepi jalan.
Tak lama kemudian, ketika cahaya matahari
mulai hangat, dari arah kota Pak-khia muncul
sebuah barisan Kerajaan Manchu yang
mengawal berpuluh-puluh gerobak kuda. Sekali
pandang saja Pak Kiong Liong tahu itulah
perbekalan yang dikirim ke garis depan, dan itu
387 pulalah yang diincar orang-orang Jepang itu.
Dengan perhitungan kalau perbekalan diputuskan, Ni Keng Giau akan gampang
dikalahkan. Pak Kiong Liong boleh membenci Kaisar
Yong Ceng dan Ni Keng Giau, namun tidak rela
ratusan ribu perajurit Manchu kalah perang
karena perbekalannya disabot. Maka ia
memutuskan akan turun tangan membantu
pasukan Manchu, Ketika tiga perempat panjang barisan
pengawal perbekalan itu sudah masuk ke seIat
gunung, terdengar teriakan perintah berbahasa
Jepang. Dua baris perajurit Jepang muncul di
kiri kanan jalan, sambil berjongkok membidikkan bedil-bedil mereka. Letusan maut terdengar
saling susul puluhan perajurit Manchu roboh,
sedang sisanya menjadi kalang-kabut karena
tidak bersiap menghadapi sergapan itu.
Pemimpin pasukan perbekalan berteriakteriak di atas kudanya yang melonjak-lonjak
karena dikagetkan bunyi bedil "Lindungi kereta
perbekalan! Bersiaga menghadap dua arah!"
388 Bedil abad delapanbelas itu hanya dapat
sekali ditembakkan, kalau hendak menembak
kembali harus diisi kembali obat mesiunya dan
pelurunya yang bulat seperti kelereng. Namun
para penyergap itu dapat menyambung
serangan demi serangan dengan cara tertentu.
Kalau baris pertama selesai menembak, mereka
mundur untuk mengisi bedil, sementara baris
kedua maju, menembak, mundur dan diganti
baris ketiga. Baris ketiga selesai, baris pertama
tadi sudah siap kembali. Begitu seterusnya,
sehingga pasukan Manchu menjadi repot sekali.
Kerepotan bertambah ketika orang-orang
Jepang juga melepaskan panah-panah berapi
yang jatuh di kereta ransum dan langsung
menyala. Kalau perbekalan terbakar habis, tidak
ada gunanya biarpun mereka berhasil sampai di
Liao yang. Karena itulah sebagian dari mereka
di perintahkan memadamkan api, meski
denqgan resiko kena peluru musuh.
Meskipun perajurit perajurit Manchu juga
membalas menembak, memanah atau melemparkan lembing, tapi kedudukan mereka
389 kalah menguntungkan karena di tempat terbuka
tanpa perlindungan yang memadai, sehingga
korban jatuh semakin banyak.
Pak Kiong Liong tak bisa tinggal diam. la
melompat keluar dari persembunyiannya dan
berlari secepat kilat ke tebing sebelah utara.
Sambi berlari, ia sempat membungkuk
mengambil beberapa butir batu yang dengan
kekuatan tangannya diremas remuk menjadi
kerikil-kerikil keciI. Ketika merasa jaraknya cukup dekat dengan
perajurit-perajurit Jepang, ia sambitkan kerikiIkerikilnya dengan kekuatan tenaga dalamnya.
Batu-batu kecil itu mendesing tak kalah
hebatnya dengan peluru bedil dan melubangi
pung gung beberapa perajurit Jepang.
Serangan dari belakang itu membuat orangorang Jepang mendapat giliran untuk panik.
Beberapa orang berteriak-teriak dengan bahasa
leluhur mereka, sebagian pemegang bedil
berbalik untuk mengarahkan moncong senjata
mereka kepada Pak Kiong Liong.
390 Bersamaan dengan letusan bedil-bedil
musun, Pak Kiong Liong mengapung mendatar
seperti burung walet sehingga peluru musuh
lewat di bawahnya semua. Berbarengan
tangannya kembali menaburkan kerikilkerikilnya yang menjungkal kan lagi sejumlah
lawan. Batu sambitan nya bukan nanya
menyusup bagian-bagian tubuh yang lunak,
tetapi juga beberapa batok kepala yang keras
tulangnya sehingga paniklah orang-orang
Jepang itu . Begitulah, perajurit Jepang di tebing utara
jadi agak kacau. Ketika Pak Kiong Liong sudah
dekat, merekapun meletakkan bedil dan busur
panah mereka untuk mencabut pedanog
panjang atau lembing-lembing mereka guna
rnelawan Pak Kiong Liong.
Pak Kiong Liong tidak bersenjata, tapi setiap
gerak kaki atau tariannya tetap minta korban di
pihak musuh. Bahkan ia kemudian berhasil me
rebut sebatang pedang lawan dan semakin
hebatlah amukannya, seperti harimau tumbuh
sayapnya . 391 Kekacauan pasukan Jepnng di tebing utara
itu membuat pasukan Manchu agak berkesempatan menyusun diri memperhebat
perlawanan. Mereka kini cuma menghadapi
serangan dari tebing selatan, sedang tebing
utara mereka serbu untuk memaksa pertempuran jarak dekat tanpa bedil. Maka di
tebing utara berkobarlah pertempuran yang
sengit. Sementara Pak Kiong Liong yang tengah
mengamuk itu tiba-tiba merasa di belakang
punggungnya ada deru angin dahsyat. la
melompat menjauh sambil membalikkan badan
untuk menghadapi penyerang yang hebat itu.
Ternyata penyerangnya adalah si kakek
Jepang berambut putih terurai dan bersenjata
toya itu. la tangkas sekali. Begitu serangan
pertama luput, toyanya berputar kencang
sehingga berwujud gulungan hitam bagaikan
roda raksasa yang menerjang ke arah Pak Kiong
Liong kembali. Orang itu adalah Hattori Sho, pendekar tua
dari Kepulauan Ryukyu, seorang ahli perpaduan
392 antara silat dan sihir. Toyanya yang berputar
kencang itu bukan saja sanggup menggilas
remuk sebongkah batu Karang, tapi juga
memancarkan angin dingin yang menggidikkan
tubuh. Kedua kakek itu, Pak Kiong Liong dan Hattori
Sho, tiba-tiba saja merasa kan bahwa kali ini
mereka ketemu lawan setimpal setelah sekian
puluh tahun "kesepian" tanpa lawan berarti di
puncak ilmu me reka. Setahap demi setahap mereka meningkatkan ilmu, cahaya putih dan hitam
senjata-senjata mereka bertabrak-an seperti
dua gelombang dahsyat yang membentuk
pusaran maut, sernentara kedua kakek itu
saling menyambar dengan cepatnya seperti dua
rajawali jantan bertarung di angkasa. Batu
kerikil, tanah dan rumput terbang berhamburan
sehingga arena pertempuran kedua tokoh sakti
itu seolah dilinqkari tirai kabut gelap.
Untuk menandingi hawa dingin menusuk
yang terpancar dari gerakan Hattori Sho, Pak
Kiong Liong tidak mungkin sekedar 393 mengandalkan jurus-jurus Thian liong Kiam-sut
(Ilmu Pedang Naga Langit) melainkan harus
juga menggunakan Hwe-liong-sin-kang (Tenaga
Sakti Naga Api) yang memancarkan udara panas
menyengat. Maka bergulunglah dua macam hawa yang
berlawanan itu menjadi satu. Siapa yang akan
menang atau kalah, sulit dinilai secara tergesagesa.
Sementara itu pertempuran antara perajuritperajurit Manchu dan Jepang di kedua lereng
sudah mencapai kemapanan, tapi tidak berarti
keseimbangan. Sebagian perbekalan yang
dikawal pasukan Manchu memang tak
terselamatkan lagi, musnah termakan api yang
dipanahkan perajurit-perajurit Jepang. Tetapi
sisanya gagal dihancurkan sekali oleh pihak
Jepang, sebab pihak Manchu ber-hasil
menyusun perlawanan dan bahkan balik
menyerbu ke kedua tebing.
Kalau dalam perang itu sebelumnya pihak
Manchu salah perhitungan sehing-ga mengalami beberapa kekalahan di tepi Sungai
394 Cahaya putih dan hitam senjata-senjata rnereka
bertabrakan seperti dua gelombang dahsyat yang
membentuk pusaran maut. 395 Hek-liong, maka kali inilah pihak Jepang yang
keliru perhitungan. Dipimpin Hattori Sho,
mereka hanya mengirim limaratus orang untuk
memutus jalur perbekalan, dan berharap
dengan siasat "hujan peluru tanpa henti" serta
mengandalkan kelihaian Hattori Sho akan
berhasil dengan tugas mereka. Tapi kemuncul
an Pak Kiong Liong membuyarkan rencana yang
sudah rapi itu. Di lereng utara berkobar
pertempuran dengan pedang dan tombak,
sejenis pertempuran dimana jumlah orang pada
masing-masing pihak pegang peranan penting,
sehingga terdesaklah pasukan Jepang yang
kalah banyak jumlahnya. Sementara di lereng
selatan, tembak-menembak dengan bedil serta
panah-memanah berlangsung seimbang. Kemudian Panglima Manchu pemimpin
pasukan malah memacak anakbuahnya,
sebagian merunduk melingkari bukit untuk
menyergap dari samping. Namun perajuritperajurit Jepang bertahan dengan gigih sekali ,
tiap kali mereka mengobarkan semangat
dengan teriakan "banzai" ......
396 (Bersambung Jilid VII) 397 398
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
KEMELUT TAHTA NAGA Karya : STEFANUS S .P. Jilid VII "Pertempuran yang masih seimbang adalah
antara Pak Kiong Liong dan Hattori Sho.
Kadang-kadang Pak Kiong Liong terkurung
pusaran angin hitam yang dinginnya seolah
hendak membekukan darah. Di lain saat ia
bangkit membalas dan membuat si jagoan tua
dari Ryukyu itu tertekan gelombang udara yang
begitu panas sehingga mencekik pernapasannya. Beberapa tombak di sekitar arena duel itu,
tidak ada perajurit dari kedua belah pihak yang
berani mendekat. Bayangan senjata mereka saling me
nyambar, bergulung seperti gelombang atau
kadang-kadang terapung-apung seperti mega,
mengikuti gerak tubuh mereka. Pak Kiong Liong
sebenarnya merasa tidak cocok memainkan
Thian-liong Kiam hoat dengan pedang
399 rampasannya. Pedang kauin samurai itu lebih
tepat disebut "setengah pedang setengah
golok", meskipun bentuknya sempit memanjang
seperti pedang, tapi yang tajam hanya sebelah
sisinya dan agak melengkung. Selain itu,
tangkainya yang panjangnya lebih dari satu
setengah jengkal itu agak mengganggu
kelenturan pergelangan tangan Pak Kiong
Liong. Di Jepang, Kenjit-su (llmu Pedang)
memang hampir mengabaikan kelenturan
pergelangan tangan , sebab umumnya bentuk
serangan adalah bacokan dimana tangkai
pedang di pegang dengan dua tangan, sehingga
bentuk pedangpun disesuaikan dengan gaya
silat mereka. Tapi gangguan kecil itu nyaris tak
mempengaruhi keperkasaan Pak Kiong Liong
dalam bertempur. Cahaya keperak-perakan
pedangnya menari-nari seperti naga dilangit,
hawa panas yang menyertai gerakan pedang
seperti semburan api dari mulut naga.
Sementara itu Hattori Sho juga menggerakkan toya sehebat gelombang me
ngamuk, kadang-kadang toya dipegang di
400 tengahnya dan diputar sekencang roda kereta
yang tengah dipacu. Udara dingin semakin
tajam menusuk kuIit. la sebenarnya belum ada gejala-gejala kalah
dari Pak Kiong Liong, tapi sempat dilihatnya
bahwa anakbuahnya mulai mengalami tekanan
keras, sehingga ia merasa tidak ada untungnya
kalau terus ngotot bertahan di situ. Karena itu ,
sambil bertempur diapun bersuit nyaring
sebagai isyarat mundur bagi anakbuahnya.
Suitan itu berkumandang nyaring sampai
orang-orang Jepang di lereng selatanpun
mendengarnya. Mereka segera bergerak
mundur dengan perlindungan bedil-bedil
mereka. Sedang teman-teman mereka di lereng
utara mundur dengan lebih dulu melemparkan
benda-benda bulat hitam yang meledak di tanah
dan membentuk tabir asap sebagai pelindung
mereka sewaktu mundur. Perajurit-perajurit Manchu tidak mengejar,
sebab lebih penting bagi mereka untuk tetap
melindungi kereta perbekalan.
5 401 Biarpun anak buah Hattori Sho tergabung
dalam pasukan Jenderal Hirasaki, namun
mereka bukan masuk kasta samurai, melainkan
golongan yang disebut Wako, perompak atau
bandit yang bersarang di Pulau Ryukyu yang
dimanfaatkan tenaganya oleh Hirasaki. Kalau
kaum samurai menjunjung tinggi kehormatan
dengan tidak segan-segan melakukan harakiri,
maka kaum Wako ini justru tak segan
melakukan apapun yang memalukan asal nyawa
mereka selamat. Begitu mendengar isyarat
Hattori Sho, merekapun kabur lintang-pukang
tanpa malu-malu lagi. Sekejap saja mereka
sudah bersih dari arena pertempuran,
meninggalkan teman-teman sendiri yang mati
atau terluka. Hattori Sho sendiri sadar, kalau hanya
mengandalkan ilmu silatnya saja akan sulit lolos
dari Pak Kiong Liong, tapi ia masih punya ilmu
sihir. Biarpun tidak yakin sihirnya akan berhasil
mengelabuhi mata orang selihai Pak Kiong
Liong yang berjiwa kuat, namun tujuannya
memang bukan untuk menang, ia hanya ingin
402 setitik peluang untuk kabur meninggalkan
gelanggang. Tiba-tiba tubuhnya melompat mundur,
keluar dari gelanggang, mulutnya berkomatkamit membaca mantera, lalu toyanya
dilemparkan ke arah Pak Kiong Liong.
Pak Kiong Liong terkejut untuk beberapa
detik. Menurut penglihatan mata jasmaninya,
bumi merekah dan dari dalamnya keluar seekor
naga hitam raksasa yang menyemburkan uap
hitam pula. Secara naluriah ia mengayunkan
pedangnya sehingga berhasil memenggal kepala
naga itu, tapi begitu kejernihan akal-nya pulih,
maka yang terpotong itu bukan "naga"
melainkan hanya toya yang dilemparkan lawan
tadi. Bumi juga tidak ada tanda-tanda
"merekah" segala, masih tetap seperti tadi.
Kesempatan itu digunakan oleh Hattori Sho
untuk kabur. Pak Kiong Liong melesat mengejar,
namun langkahnya terhenti ketika melihat
buruannya itu menaburkan segenggam logam
berkelap-kelip di tanah. Itulah paku-paku kecil
berujung empat, yang di kalangan Ninja Jepang
403 dikenal dengan istilah Tetsu-bishi, kalau disebar
di tanah, tiga ujung paku membentuk kudakuda dan satu ujung sisanya mendongak ke atas
sehingga akan menjadi perintang bagi pengejarnya. Tetsu-bishi yang disebarkan Hattori Sho
bukan saja tajam, tapi juga direndam racun
yang amat jahat. Luka seujung rambutpun
cukup untuk mengantar nyawa ke akherat.
Karena rintangan berturu-turut itulah Pak
Kiong Liong gagal menangkap lawannya.
Pak Kiong Liong kemudian berjongkok
memunguti paku-paku itu dengan tangan
terbungkus kain agar tidak kena racunnya. la
khawatirkan kalau paku-paku itu dibiarkan,
siapa tahu akan terinjak oleh pencari kayu atau
siapapun orangnya, sehingga menimbulkan
kesusahan yang tidak perlu. Sambil melakukan
hal itu, diam-diam ia berpikir tentang lawannya
tadi, "Pasti orang tadi berasal dar'i kasta
samurai, sebab kabarnya kasta samurai enggan,
bahkan jijik menggunakan cara-cara bertempur
kaum Ninja yang licik dan keji. Kaum Ninja di
Jepang boleh disebandingkan dengan kaum Mo404
kau (Agama lblis) di Cina, sama-sama gemar
main racun, ilmu siluman dan peralatanperalatan berbahaya lain nya....."
Segenggam Tetsu bishi kemudian dikuburkan di tanah. Namun kemudian Pak Kiong Liong tidak
berniat menemui Panglima pemimpin pasukan
perbekalan, siapa tahu malah akan mendapat
kesulitan dan bukannya ucapan terima kasih. la
sadar dirinya bukan lagi Panglima Hui-liongkun yang disegani, melainkan "buronan
pemerintah" Kaisar Yong Ceng.
Oleh karena itulah ketika si panglima
mencari Pak Kiong Liong untuk mengucap
terima kasih, ia tidak menjumpainya. Panglima
tua itu sudah menghilang.
"Aku melihat jelas tadi, Pak Kiong Goan-swe
muncul membantu kita," kata Panglima itu
heran. "Kenapa beliau tiba-tiba tidak kelihatan
lagi?"Perwira di sampingnya menyahut.
"Banyak perajurit kita tadi juga melihat Pak
Kiong Goan-swe, ia bertempur disini, tetapi
405 beliau agaknya sedang terburu-buru sehingga
tidak sempat menemui kita....."
Ketika pasukan pengawal ransum itu
kemudian sampai di Liao-yang, baru mereka
tahu bahwa Pak Kiong Liong bukan panglima
lagi melainkan buronan. Panglima pengawal
perbekalan itu diam-diam heran, seorang yang
sudah begitu banyak jasa dan pengabdiannya
kok malah jadi buronan" Tetapi ia tidak berani merpersoaIkannya, sebab itulah urusan "orangorang atas" ......
Sementara itu, Pak Kiong Liong dalam
penyamarannya berjalan kembali ke Pak-khia,
untuk nelihat bagainana situasi di pusat
pemerintahan itu. la berhasil masuk kota dengan licin, perajurit
penjaga pintu gerbang-pun tidak mengenali lagi
sebab ia nyamar sebagai seorang kakek miskin
yang berjalan terbungkuk-bungkuk dibantu
sebatang tongkat. Situasi kota hampir tidak
berubah, kecuali di tempat-tempat ramai
ditempelkan kertas-kertas pengumuman berukuran besar, berlukiskan wajah Pak Kiong
406 Liong, dengan keterangan : "Pak Kiong Liong,
kesalahan pertama : meninggalkan tentaranya
dimedan perang dengan cara pengecut untuk
menyelamatkan diri sendiri. Dua : membangkang kepada Jenderal Ni Keng Giau
sebagai atasannya. Tiga : Menghina Kaisar.
Empat : Memberi contoh buruk kepada prajurtprajurit rendahan. Hadiah yang tersedia :
Selaksa tahil emas yang dapat menyerahkan
hidup atau mati. Limaribu tahil emas untuk
yang dapat menunjukkan tempat persembunyiannya," Ketika Pak Kion Liong menyusup diantara
orang banyak dan ikut membaca pengumuman
itu, diapun menyeringai kecut sambil
bergumam, "Bukan main. Lumayan juga tarip
untuk mencabut nyawa keroposku. Suatu usaha
yang sungguh-sungguh untuk melenyapkan
aku?" Ketika kemudian Pak Kiong Liong menyaricari berita lebih lanjut, ia mendengar pula
bahwa kedudukan Panglima Hui-liong-kun
sudah diserahkan kepada Lam Kiong Siang,
407 bukan seorang pendukung Kaisar Yong Ceng
namun seorang yang "jinak". Kaisar Yong Ceng
cerdik memilih tokoh ini, sebab kalau ia
pilihkan seorang yang terang-terangan me
mihak kepadanya, perajurit-perajurit HuiLiong-kun yang rata-rata setia kepada Pak
Kiong Liong itu bisa mengamuk. Maka
dipilihilah Lam Kiong Siang, biarpun bukan
sekutu namun asal "jinak".
Namun ribuan perajurit-perajurit Hui-liongkun yang berkumpul di Pakkhia itu masih
membuat Yong Ceng merasa kurang tenteram,
seperti paku di tempat duduknya. Maka dengan
alasan untuk "membela negara", pasukan Huiliong-kun dikirim lebih banyak lagi ke medan
perang di Liao-tong. Diam-diam pula Yong Ceng
mengirim pesan rahasia kepada Ni Keng Giau
agar pasukan Hui-liong-kun ditempatkan di titik
peperangan yang paling banyak makan korban" alias diienyapkan dengan diumpankan ke
ujung senjata orang Jepang. Membaca pesan
rahasia Kaisar sekaligus kakak seperguruannya
itu, Ni Keng Giau mau tidak mau bergidik juga.
408 Kaisar Yong Ceng tidak segan-segan menggunakan cara "lempar batu sembunyi tangan" demi
melenyapkan pihak-pihak yang tidak disenanginya. Ni Keng Giau waswas, janganjangan dirinya suatu hari nanti juga dijadikan
sasaran "pesan rahasia" macam itu" Bukan
mustahil, sebab diri-nyapun tahu rahasia likuliku Kaisar Yong Ceng dalam merebut tahta.
Siapa tahu kelak Kaisar merasa perlu untuk
membungkamnya sekalian. Untuk menghibur diri, Ni Keng Giau berkata
kepada dirinya sendiri, "Asal aku tetap dalam
kedudukan kuat dan punya pengikut sendiri,
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak gampang kalau Kaisar hendak menyingkirkan aku dengan cara apapun. Tetapi
akupun harus menunjukkan kesetiaanku dan
menumpuk jasa-jasa baginya, supaya ia tidak
punya alasan untuk menindak aku..."
Buat sementara waktu, Ni Keng Giau merasa
cukup aman. Dikemudian hari ia harus
menyesali pendapatnya itu, tapi sudah
terlambat. 409 Pemusnahan Hui-liong-kun di medan perang
itu dibarengi dengan tindakan Vong Ceng atas
pasukan Hui-Iiong-kun yang masih tertinggal di
Pak-khia dan tak seberapa lagi jumlahnya. Sisasisa pasukan itu dipecah-pecah untuk digabung-gabungkan dengan pasukan-pasukan lain
yang setia kepada Kaisar. Saat itulah perajuritperajurit Hui-liong-kun sadar bahwa mereka
sedang "dipereteli" sampai menjadi kekuatan
yang tak berarti lagi. Beberapa perwira dengan
gusar menolak perintah itu. Akibatnya, barak
Hui-Liong-kun dikepung pasukan-pasukan Yong
Ceng, dipaksa menyerah tapi menolak, terjadi
pertempuran di barak, dan pasukan Hui-Iiongkun yang tinggal sedikit itupun terbunuh, terta
wan atau lari berpencaran. Yang tertawan
langsung dihukum penggal kepala. Yang lari
dikejar, namun banyak yang berhasil lolos
keluar kota Pak-khia untuk bergabung dengan
angkatan perangnya Pangeran In Te.
Begitulah cara Yong Ceng melenyap kan duri
dalam daging dan meperkokoh kedudukannya
di pusat pemerintahan. Beberapa Panglima
410 tidak berani melawan arus dan rnerekapun
mengucapkan sumpah setia kepada Kaisar.
Beberapa Panglima lainnya yang tetap tidak
mau mengakui kekuasaan Kaisar Yong Ceng, di
antara-nya adalah Bok Eng Siang, lari meninggalkan Pak-khia sebelum mati konyol oleh regu
algojo Hiat-ti-cu yang semakin ganas di bawah
perintah Yong Ceng itu. Itulah yang terjadi selama Pak Ki ong Liong
berada di Liao-tong. Sementara itu, pasukanpasukan dari beberapa gubernuran telah
didatangkan ke Pak-khia untuk memperkokoh
kedudukan Kaisar Yong Ceng dalam rnenghadapi Pangeran In Te dan angkatan
perangnya yang kian lama kian dekat ke Pakkhia, kian santer pula beritanya. Mendung
ancaman perang saudara menggantung rendah
di atas pusat pemerintahan, banjir darah orangorang sebangsa sudah siap membayang di
pelupuk mata. Harapan Yong Ceng ialah agar Ni Keng Giau
dapat secepatnya mengusir pasukan Jepang di
Liao-tong, lalu kekuatan pasukannya bisa
411 segera dipakai untuk menghadapi Pangeran In
Te. Tepi seandainya perang dengan Jepang tidak
juga selesai, Yong Ceng sudah punya rencana
lain. Kalau perlu, Jepang diajak damai dengan
diberi "hadiah" wilayah Liao-tong dan
semenanjung Korea, dan pasukan Jepang akan
diminta membantu menggempur Pangeran In
Te. Itulah politik. Orang asing diundang masuk
rumah untuk disuruh menggorok saudaranya
sendiri, malah diberi hadiah pula. Namun itu
hanyalah rencana cadangan. Yang paling bagus
ialah kalau bisa mengalah kan In Te tanpa
kehilangan sejengkal wilayahpun yang harus
diberikan kepada Jepang .
Di Pak-khia, Pak Kiong Liong merasa
nyawanya senantiasa terancam. Dengan hadiah
selaksa atau lima ribu tahil emas, seorang
temanpun bisa berbalik menjadi musuh yang
menikam punggung dari belakang. Namun Toh
Pak Kiong Liong tetap bergentayangan di kota
Pak-khia untuk tetap mengamati situasi .
Beberapa hari kemudian, sampailah kabar di
Pak-khia bahwa Ni Keng Giau berhasil mengusir
412 tentara Jepang keluar dari Liao-tong. Kabarnya,
Ni Keng Giau begitu pintar sehingga dapat mengalahkan tentara Jepang yang bertem-pur
dengan cara Eropa itu. Pasukan Jepang hebat,
tapi Ni Keng Giau lebih hebat lagi. Kabar
kemenangannya membuat nama Ni Keng Giau
langsung mengharum di Pak-khia.
Di sebuah penginapan murahan yang
menjadi "persembunyian"nya, Pak Kiong Liong
tertawa sendiri mendengar berita itu. "Siasat
lihai"nya Ni Keng Giau dalam mengusir musuh
itu bukan lain adalah hasil pemikiran Pak Kiong
Liong yang diuraikan kepada Ni Keng Giau dulu, dan sekarang Ni Keng Giau tanpa malu-malu
mengakuinya sebagai gagasannya sendiri.
Tetapi Pak Kiong Liong lega. Baginya yang
penting bukanlah siapa yang mendapatkan
pujian, melainkan terusirnya musuh itulah yang
penting. Tetapi ketika orang-orang di Pak-khia
bersuka-ria mendengar kabar kemenangan itu,
menyusul kabar lainnya bagaikan seribu petir
menyambar. Angkatan Perang Pangeran In Te
413 sudah tiba! Pak-khia hanya dalam waktu
semalam tiba-tiba telah dikepung rapat oleh
pasukan penakluk Jing-hai itu. Ketika esok
harinya Kaisar Yong Ceng naik ke tembok kota
untuk membuktikan sendiri laporan anakbuahnya, dilihatnya dataran luar kota
sudah penuh dengan ribuan kemah tak
terhitung banyaknya yang entah sampai dimana
batasnya. Bendera-bendera berkibaran megah
di segala penjuru, tambur perang dan
sangkakala tanduk mengalun menggetarkan
udara, membuai pengawal-pengawal Kaisar
Yong Ceng ber keringat dingin. Haruskah
mereka bertempur melawan angkatan perang
yang demikan dahsyat" Mendengar derap kaki
mereka saja barangkali sudah bisa membuat si
nyali kecil jadi lumpuh seketika.
Kaisar Yong Ceng yang bernyali besar itupun
tergetar ketika memandang pasukan yang
digelar Pangeran In Te di depan hidungnya.
Akankah adiknya yang keempatbelas itu
melampiaskan sakit hati atas perlakuan kasar
yang pernah diterimanya dulu"
414 Liong Ke Toh yang menjadi "gudang akal"nya
Vong Ceng itupun nampak berkerut-kerut ujung
matanya. "Bagaimana ini, Paman?" tanya Kaisar .
"Hamba persilahkan Tuanku kembali ke
Istana lebih dulu, Tuanku," kata Liong Ke Toh.
"Kita pasti akan menemukan pemecahannya ..."
Ucapan Pamannya itu menyadarkan Yongceng bahwa dia tidak boleh menunjukkan rasa
gugup atau takutnya dihadapan pengawalpengawalnya, itu bisa membuat semangat
mereka merosot. Karena itu diapun berkata
keras, sengaja diperdengarkan kepada perajurit-perajurit di atas benteng kota, "Aku
masih akan berusaha menjadi seorang Raja dan
Kakak yang baik bagi In Te, akan kuingatkan
bahwa pewarisan tahta sudah berjalan dengan
syah, sesuai dengan. kehendak Hu Hong
(ayahanda Kaisar) yang tertulis dalam Surat
Wasiat, itu tak bisa diganggugugat. Mudahmudahan adinda In Te masih bisa diajak bicara
sebagai saudara, tapi kaiau ia tetap membandel,
415 jangan dikira aku tidak bisa menandingi
kekuatannya...!' Lalu Kaisar Yong-Ceng dengan pengawal pengawal nya kembali ke Istana.
Setelah rombongan Kaisar pergi. seorang
prajurit ditembok kota berkata kepada
temannya, "Apa yang dinaksudkan oleh Hongsiang dengan menandingi kekuatannya?"
Sahut temannya, "Perang. Kau pikir apa?"
"Antara sesama perajurit kekaisaran?"
Teman-temannya hanya bisa menyeringai
kecut. Pertikaian Yong Ceng dan In Te
memperebutkan warisan ayahanda mereka,
ternyata akan melibatkan ratusan ribu perajurit
rendahan macam mereka. Sekali genderang
perang ditabuh dan bendera komando
dikibarkan, ratusan ribu nyawa bisa melayang
didalam pertikaian sesame bangsa. Ribuan ibu
kehilangan putera, isteri kehilangan suami,
gadis kehilangan kekasih, anaka-anak kehilangan ayah. Tapi pernahkah mereka
dipedulikan oleh sang pemegang bendera
komando " 416 Pak Kiong Liong yang mendengar pula berita
itu, menjadi gelisah. Ia memang ingin
memperjuangkan In Te naik ke tahta. Tapi tidak
ingin dengan cara kasar lewat peperangan
terbuka. Ia ingat bagaimana Kerajaan Beng
runtuh karena perang saudara, dan tidak ingin
nasib yang sama dialami Kerajaan Manchu.
Karena itu Pak Kiong Liong mulai memutar
untuk mencegah perang terbuka. Kekaisaran
tidak boleh menjadi lemah karena pertarungan
putera-puteranya sendiri, masi banyak musuh
yang mengintai kelemahan dan menunggu
kesempatan, Musuh dari dalam ialah sisa-sisa
dinasi Beng yang masih saja mengimpikan
kebangkitan kembali dinasi itu. Musuh dari luar
ialah Jepang, Rusia dan Bangsa-bangsa Eropa
lain yang senantiasa mengiler untuk menaklukkan "Negeri Naga" itu.
Ci-kim-shia atau "Kota Terlarang" adalah
bagian kota Pak-khia yang menjadi tempat
tinggal Kaisar dan Kerabat dekat istana, sebuah
"kota di tengah kota" yang bertembok tinggi
dan dijaga oleh tiga kelompok pasukan. Han417
lim-kun yang berseragam jubah merah hitam,
Lwe-teng Wi-su (Pengawal Bagian dalam
Istana) yang berjubah biru laut, dan Gi-cian Siwi (Pengawal Kaisar) yang berjubah kuning
emas dengan topi bersulam. Sejak Kaisar Yong
Ceng berkuasa, dalam istana ketambahan pula
kelompok berjubah ungu yang merupakan jagoan-jagoan pribadi Kaisar, juga sekawanan
pendeta Lama Tibet yang menempati salah satu
sudut istana, mereka kelompok agamawan yang
lebih banyak membunuh dari pada membuat
kebajikan. Dan sebuah kelompok lagi ialah
orang-orang berpakaian hitam ringkas dengan
tutup kepala hitam pula, bersenjata kantong
kulit berantai yang bisa diterbangkan untuk
mencaplok kepala musuh. Mereka disebut kaum Hiat-ti-cu, sesuai
dengan nama senjata mereka yang ganas, jarang
menampakkan diri di istana sebab Yong Ceng
ingin kelihatan sebagai seorang raja yang "adil
dan penuh belas kasihan". Tapi kalau ada
musuh-musuh politik yang perlu dibereskan,
418 kaum Hiat-ti-cu ini pun keluar dari sarangnya
untuk "panen kepala".
Penjagaan ketat dan berlapis-lapis di Ci-kimshia itu ternyata berhasil juga disusupi Pak
Kiong Liong yang bukan saja berilmu tinggi, tapi
juga hapal liku-liku istana, la bermaksud
mencari dimana Kaisar Yong Ceng berada di
antara bangunan besar yang membingungkan
itu Tapi Pak Kiong Liong punya ancar-ancar
sendiri, asal bagian istana yang dikawal padat
oleh perajurit-perajurit Gi-cian Si-wi, tentu di-si
tulah Kaisar tengah berada.
Seperti seekor burung malam yang hitam,
Pak Kiong Liong berlompatan dari genteng ke
genteng, tanpa suara, dengan kecepatan bagai
kilat, sampai akhirnya ia tiba di atas bagian istana yang bernama Tang-wan-kiong yang malam
itu nampak dijaga ketat oleh kelompok Gi-cian
Si-wi, sehingga mudah disimpul kan bahwa
Kaisar ada di situ untuk malam itu .
Biarpun Pak Kiong Liong berilmu tinggi, ia
tidak berani bertindak ceroboh sebab sudah
kenal ketangguhan perajurit-perajurit Gi-cian
419
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si-wi itu. Menerobos itu gampang, tapi
menerobos tanpa diketahui itulah yang sulit.
Namun Pak Kiong Liong kemudian
menemukan akal. Dilolosnya selembar genteng,
diremasnya menjadi pecahan-pecahan kecil,
lalu dilemparkannya sejauh tigapuluh langkah
dari tempatnya bersembunyi. Di tempat
jatuhnya, pecahan-pecahan genteng itu berkerosak keras menerjang pohon bungabungaan.
Suara mencurigakan itu memancing sebagian Gi-cian Si-Wi untuk memeriksa,
namun pemimpin mereka cukup waspada dan
menyerukan perintah, "Jangan semuanya
terpancing ke sana! Sebagian tetap di sini untuk
melindungi Hong Siang !"
Di tempat sembunyinya Pak Kiong Liong
tersenyum sendiri meIihat kesigapan pemimpin
pengawal itu dalam mengatur anak buahnya.
"Sigap juga bocah i tu," pikirnya.
Lalu dengan mengerahkan segenap kekuatan
dan ilmu meringankan tubuh-nya, Pak Kiong
Liong meluncur turun dari atas atap,
420 menyeberangi sebuah kolam teratai dengan
lompatannya, dan menerobos langsung keda
lam Yang-wan-ki-ong. Para pengawal Kaisar
sudah tentu melihatnya, mereka berusaha
merintangi namun sapuan tangan Pak Kiong
Liong membuat mereka roboh bergelimpangan .
Untung tidak ada yang tewas, karena Pak Kiong
Liong memang tidak bermaksud membunuh
mereka. Pemimpin Gi-cian Si-wi yang merasa
bertanggung jawab atas keselamatan Kaisar
segera berteriak-teriak sambil menyusul masuk
pula. Cepat juga gerakannya .
Di dalam ruangan, Yong Ceng tengah rebah
santai di atas sebuah kursi panjang berlapis
kasur bulu dari Persia, makan minum diladeni
beberapa selirnya sambil mendengarkan musik
yang dimainkan sekelompok wanita cantik. Tapi
keributan diluar Yang-wan-kiong mengejut
kannya, ia melompat bangun dengan gerakan
tangkas sehingga seorang selir yang tengah
bersandar di pundak-nya terpelanting roboh.
Kaisar Yohg Ceng meruiliki ilmu silat yang
421 tinggi, karena semasa mudanya ia pernah
berguru di Wihara Siau-lim-si di gunung Si ongsan, Holam.
Tapi betapapun lihainya, ia tak berdaya
ketika Pak Kiong Liong telah meluncur secepat
kilat sampai kehadapannya. Yong Ceng dengan
tangkas mencoba menangkis dengan cara
menyanggah tangan Pak Kiong Liong dari
bawah dibarengi serangan tangan lainnya ke
arah rusuk. Namun Pak Kiong Liong berjalan seperti
hantu, melejit ke samping sambil mengubah
totokan menjadi cengkeraman dan tahu-tahu
lengan Yong Ceng sudah tercengkeram, lalu
langsung dipelintir ke belakang sehingga Kaisar
Yong Ceng terbungkuk sambil menyeringai
kesakitan Selir-selir dan gadis-gadis pemain musik
menjerit-jerit ketakutan lari simpang-siur, ada
yang saling tabrakan dan terguling bersamasama. Belasan perajurit Gi-cian Si-wi menyerbu
masuk ruangan dengan senjata-senjata terhunus, begitu pula belasan Lama Tibet yang
422 Tahu-tahu lengan Yong Ceng telah ter cengkeram,
lain langsung dipelintir kebelakang.
423 berjubah merah dan kepala gundulnya dihiasai
topi kecil lancip yang diikat di bawah dagu,
masing-masing membawa golok Kai-to,
Melihat kaum Lama itu Pak Kiong Liong ingat
ketika suatu malam rumah-rumahnya didatangi
sekelompok pembunub bersenjata Hiat-ti-cu.
Salah seorang Kaum Hiat-ti-cu tertangkap
olehnya dan hendak diperas keterangannya
tentang siapa yang menyuruhnya, tapi orang
tangkapan itu keburu mati dibunuh dengan
lemparan pisau oleh seorang gundul yang tak
terkejar oleh Pak Kiong Liong seaat itu. Kini
melihat sekian banyan Lama muncul sebagai
pelindung Kaisar. Pak Kiong Liong tidak heran
lagi. Selain para Gi-cian-si-wi dan kaum Lama,
muncul pula jagoan - Jagoan berjubah ungu
yarg merupakan rekrutan-rekrutan dari
berbagai asal-usul itu. Mereka segera
memenuhi ruangan, tetapi tidak berani begerak
sembarangan. Ketika melihat Kaisar tertelikung
oleh Pak Kiong Liong yang saat itu masi
menyembunyikan wajahnya dibalik kedok.
424 Tapi dengan tangan kirinya Pak Kiong Liong
kemudian menarik kedoknya sehingga terpampanglah wajahnya. "Pak Kiong Kiong ! kau berani bersikap
sekurang-ajar itu terhadap Hong Siang ?"
bentak Biau Beng lama. Pemimpin para lama
Tibet, sambil mengacungkan goloknya
Yong Ceng tak dapat melihat wajah
penawannya karena ia tertelikung membelakangi, namun mendengar Biau Beng
lama menyebut nama Pak Kiong Liong, maka
rasanya tigaperempat nyawanya sudah kabur
keluar karena kagetnya. Kalau ia ingat betapa
selama ini telah berusaha mencelakakan
pamannya, maka ia tidak berani terlalu
mengharap keselamatan nyawanya. Apalagi
dengan bertulang punggung ratusan ribu
perajurit Pangeran In Te yang berbaris di
ambang pintu kota Pak-khia, Pak Kiong Liong
tentu berani berbuat apa saja atas dirinya.
Keringat dingin seketika membasahi punggung
Yong Ceng. 425 "Pa... paman... Pak Kiong Liong?" katanya
terputus-putus. "Paman menghendaki apa?"
Pak Kiong Liong tertawa dingin, "Tuanku
suruh semua pengawal mundur dari ruangan
ini. Hamba ingin bicara empat mata dengan
tuanku...." Mengingat nyawanya dalam genggaman Pak
Kiong Liong, Yong Ceng memberi isyarat agar
semua mundur keluar. Namun tanpa terlihat
oleh Pak Kiong Liong, ia sempat memberi
isyarat kedipan mata kepada Biau Beng Lama,
dan pendeta Tibet itu segera paham maksudnya
agar di luar Yang-wan-kiong disiapkan pasukan
kuat untuk menjaring "kakap" besar ini.
Setelah tinggal berdua saja dalam ruangan,
Pak Kiong Liong melepaskan cengkeramannya
atas Kaisar, tanpa kuatir Kaisar akan berhasiI
kabur dari hadapannya. Dan Yong Ceng sendiri
cukup tahu diri untuk tidak berbuat ceroboh di
hadapan sang Paman yang iImunya setingkat
dengan guru Yong Ceng sendiri, Pun-bu Hweshio dari Siau-lim-pai . Maka untuk sementara
426 waktu Yong Ceng harus berperan sebagai "anak
manis". Tanpa sungkan-sungkan, Pak Kiong Liong
duduk di kursi beludru yang tadi diduduki Yong
Ceng, mencomot seiris buah pir yang lalu
dikunyahnya perlahan-lahan. Katanya, "Hamba
ada beberapa patah kata yang perlu
disampaikan kepada Pangeran....."
Alangkah mendongkolnya Yong Ceng karena
ia dipanggil "Pangeran" meskipun di hadapan
pengawal-pengawal tadi Pak Kiong Liong masih
memanggilnya "Tuanku". Rasa bencinya kepada
Pamannya ini membumbung sampai hampir
menjebol ubun-ubunnya. la masih berusaha menegakkan wibawa
dirinya sebagai Kaisar dengan katakatanya,
"Paman, aku sadar bahwa Paman tidak suka
kepadaku. Tapi setidaknya Paman harus ingat
bahwa aku menjadi kaisar karena ditunjuk
mendiang Hu Hong sendiri dalam Surat
Wasiatnya. Apakah Paman sebagai seorang
keluarga kerajaan yang cukup dihormati akan
427 merusak sendiri tata-krama keluarga kita yang
sudah berabad-abad kita...."
Tapi kata-katanya terpotong oleh ucapan
Pak Kiong Liong, "Tutup mulut-mu. Tingkah
lakumu yang busuk itulah yang tidak
mencerminkan keagungan keluarga Aishin
Gioro kita yang agung! Didepanku, tidak usah
kau pamerkan kedudukanmu sebagai Kaisar
yang kauperoleh dengan cara curang itu! Kau
tetap saja In Ceng si bocah durhaka yang penuh
akal bulus!" Hampir meledak dada Yong Ceng melihat
sikap Pak Kiong Liong itu. Namun karena ia
masih sayang nyawanya, maka ia berusaha
menahan diri sedapatnya. Pak Kiong Liong memang sengaja bersikap
garang dan kasar untuk meruntuhkan semangat
Yong Ceng, agar Yong Ceng lebih mudah
"diatur" menurut rencananya. Ditendangnya
sebuah kursi sehingga kursi itu meluncur ke
dekat Yong Ceng, lalu mernbentak, "Duduk dan
dengarkan aku baik-baik. Jangan membantah
428 dan membuatku marah supaya aku tidak
mencopot kepalamu!" Apa boleh buat, Kaisar yang terbiasa
disembah-sembah itu menurut menduduki
kursi itu, seperti seorang pesakitan yang
kesalahannya bertumpuk-tumpuk menghadap
seorang hakim yang galak.
Terdengar suara Pak Kiong Liong penuh
tekanan, "In Ceng, kau pikir kecuranganmu
dalam merebut tahta itu sudah tertutup rapat"
Biarpun aku temui Tabib Yo Ce Kui dalam
keadaan sudah mati menggantung diri, tapi dia
meninggalkan tulisan di tembok yang dapat di
simpulkan bahwa kematian Sian Hong (Kaisar
terdahulu) bukanlah kematian yang wajar,
meskipun Yo Ce Kui tidak menyebutnya terangterangan. Apalagi setelah kudengar pula bahwa
yang berada di samping Sian Hong di saat detikdetik terakhir hidupnya hanyalah kau dan siular
tua Liong Ke Toh. Nah, hukuman apa yang
pantas buat seorang anak yang mencelakakan
ayahnya sendiri" Hukuman cincang saja masih
terlalu ringan. la harus dibuatkan patungnya
429 untuk diletakkan di persimpangan jalan, setiap
orang yang lewat harus meludahi atau
mengencinginya sambil mengutuk nama-nya,
sehingga namanya akan membusuk sepanjang
sejarah!" Keringat dingin benar-benar telah membuat
Yong Ceng basah kuyup. la menyangka Pak
Kiong Liong sudah tahu semuanya, termasuk
pencurian Surat Wasiat dan pengubahan hurufhurufnya. Itu membuat nyali Yong Ceng menjadi
ciut. Alangkah besar gelombang kemarahan
yang bakal dihadapi dari rakyatnya sendiri,
kalau hal itu sampai tersebar luas .
Sementara mulut Yong Ceng masih bungkam,
Pak Kiong Liong terus memberondongkan
tuduhannya, "Dan lihat apa yang sudah
kaulakukan terhadap beberapa pejabat yang
sudah berjasa berpuluh puluh tahun. Kau suruh
algojo-algojomu untuk membunuh mereka
secara diam-diam, apakah itu patut" Dan
bagaimana sikapmu sendiri terhadapku"
Kesalahan apa yang pernah kubuat terhadap
kekai saran sehingga kau begitu bernafsu me430
lenyapkan aku" Apa pula kesalahan perajuritperajurit Hui-liong-kun shingga kau jerumuskan
mereka di medan perang di Liao-tong sehingga
banyak yang gugur, dibantu si bangsat cilik Ni
Keng Giau?"
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yong Ceng belum mampu menjawab. Diamdiam ia sudah merasa bahwa inilah hari
terakhirnya sebagai manusia, ras nya mustahil
Pak Kiong Liong yang begitu marah akan
mengampuninya. Namun ternyata suara Pak Kiong Liong yang
tajam itu mulai terdengar lunak, "Mengingat
dosa-dosamu, tidak berlebihan kalau kau
dicincang dan mayatmu dibuang ke hutan.
Tetapi masih ada sebuah jalan kalau kau mau
melakukannya....." "Apa yang Paman tuduhkan tentang
Wafatnya Hu Hong dan isi Surat Wasiat itu
sebenarnya keliru semua. Maukah Paman
mendengarkan penjelasanku" Peristiwanya
terjad i...." 431 "Diam dulu, aku belum menyuruhmu bicara.
Kau sanggup atau tidak memenuhi tuntutanku
untuk mengimbangi kebusukanmu?"
Biarpun Yong Ceng merasa amat sengit dal
am hati, tetapi agak lega juga mendengar katakata itu, itu menandakan pamannya belum
bertekad benar untuk membunuhnya, mungkin
hendak mengajaknya bertukar syarat. Pikirnya,
"Baik, aku pura-pura menurutinya. Asalkan aku
masih hidup, pada lain kesempatan masih
banyak cara untuk menumpas bajingan tua ini
Maka Yong Ceng pura-pura menarik napas
dengan sedih dan berkata, "Tak kusangka
Pamanpun lebih mempercayai desas-desus di
luaran dari orang-orang bermulut usil yang iri
kepadaku, dari-pada mempercayai keteranganku. Tapi kali ini baiklah kubuka
telingaku untuk mendengar nasehat Paman
yanq berharga." Pak Kiong Liong tidak peduli segala macam
mimik wajah yang dlpamerkan oleh Yong Ceng.
Katanya penuh tekanan, "Angkatan Perang
Pangeran In Te sudah siap menyerbu kota ini
432 untuk menuntut haknya yang syah. Aku yakin
tuntutan-nya benar, sebab Sian Hong sendiri
pernah bicara terbuka denganku tentang siapa
puteranya yang dipilihnya untuk menjadi
penggantinya." "Tapi dalam Surat Wasiat itu...."
"Dengarkan dulu. Aku tidak percaya amanat
dalam Surat Wasiat itu adalah amanat yang asli.
Aku adalah saudara sepupu Sian Hong, sudah
kukenal wataknya sejak kami sama-sama masih
muda. la bukan seorang yang suka plin plan,
apalagi dalam keputusan penting tentang
penggantinya. Sekali ia memilih Pangeran
keempat belas, tidak mungkin ia menulis lain
dalam Surat Wasiatnya. Karena itu, aku akan
memperjuangkan kehendaknya agar arwahnya
tenang di alam baka. Siapa berani menghalangi
aku, aku tidak akan sungkan-sungkan lagi.
Paham?" Alangkah panasnya hati Yong Ceng kairena
merasa kedudukannya akan digusur secara
terang-terangan macam itu. Biarpun ia Ingin
berpura-pura tersenyum ramah, tetapi otot-otot
433 wajahnya menolak untuk disuruh membentuk
senyuman, lebih menurut kepada gejolak hati
yang panas . Pak Kiong Liong bukan tidak tahu perasaan
Yong Ceng, tapi itu bukan soal penting baginya.
Katanya terus, "Kalau kauserahkan tahta secara
damai kepada Pangeran In Te yang memang
berhak, berarti kau menyelamatkan ratusan
ribu nyawa perajurit dari perang saudara.
Untuk itu, kejahatan terhadap ayah mu,
beberapa menteri tua dan beribu-ribu perajurit
Hui-liong-kun boleh dianggap impas saja.
Kebusukanmu juga akan tetap tertutupi."
Yong Ceng waspada, begitu ia menerima
persyaratan itu maka sama saja secara tidak
langsung mengakui kejahatannya, dan kedudukannya akan menjadi lemah dalam
pembicaraan-pembicarann selanjutnya karena
gampang ditekan. Tapi menolak secara
langsung juqa membahayakan jiwanya, maka
iapun menjawab berputar-putar, "Rupanya di
mata Paman dan adinda In Te, aku nampak
begitu busuk, tapi suatu saat nanti akan terbukti
434 bahwa semua tuduhan atas diriku itu tidak
benar. Wafatnya Hu Hong benar-benar karena
penyakitnya, gugurnya perajurit-perajurit Hui liong-kun di Liao-tong itu benar-benar aku
hormati sebagai gugurnya bunga-bunga bangsa.
Dalam waktu dekat, aku akan menyelenggarakan sembahyang besar-besaran
di Thian-an-bun untuk menghormati arwah
mereka yang gugur di Liao-tong......."
"Kita balik ke masalah pokok," tukas Pak
Kiong Liong sebelum Yong Ceng melantur lebih
lanjut. "Bagaimana urusan penyerah-terimaan
tahta itu?" "Paman, tahta naga bukan seperti kakus
umum dimana setiap orang bisa keluar masuk
seenaknya setiap waktu. Serah-terima tahta
harus dengan persiapan matang agar tidak
terjadi kegoncangan di antara pengikutpengikutku. Harus Paman ketahui, aku naik
tahta bukannya tanpa pendukung sama
sekali..Tapi kalau Adinda In Te bersedia
menemui ku dan bicara sebagai orang
435 sekeluarga, aku rasa akan ditemukan jalan kelu
arnya......." "Hem, kalau Pangeran In Te masuk ke Cikim-shia ini, ia sama saja dengan seekor ikan
tolol yang masuk ke dalam jaring, nasibnya
takkan berbeda dengan kedua kakandanya,
Pangeran In Gi dan Pangeran In Tong," kata Pak
Kiong Liong dingin. "Kalau kau bersedia
berbicara dengan Pangeran In Te, harus dicari
tempat yang cocok dan tidak membahayakan
Pangeran In Te. Untuk sementara, aku bersedia
sebagai perantara perundingan untuk hillir
mudik dari istana ini ke perkemahan Pangeran
In Te di luar kota, dan sebaliknya. Kuharap jerih
payahku mendapat imbalan berupa terselamatkannya nyawa ratusan ribu perajurit
kekaisaran." "Paman, sebenarnya apa bedanya yang
menjadi Kaisar itu aku atau Adinda In Te"
Bukankah kami berdua sama-sama putera Hu
Hong, sama-sama keponakan Paman pula"
Kenapa Paman begitu membenci aku dan
menjunjung-junjung Adinda In Te" Kalau
436 Paman, aku dan Adinda In Te bisa bersatu,
bukankah kekaisaran ini akan bertambah kuat"
Aku sebagai Kaisar, Adinda In Te sebagai
Panglima Tertinggi dan Paman sebagai
Penasehat Agung yang akan selalu membimbing
kami berdua, bukankah keadaan macam itu akan nampak manis dimata rakyat?"
Tapi Pak Kiong Liong tidak mempan disuap
dengan kedudukan Penasehat A-gung itu.
"Bagiku, soalnya tetap pada landasan semula,
yaitu terlaksananya Amanat Sian Hong yang
asli, bukan Amanat yang sudah dirubah atau
dipalsukan. Amanat Kaisar adalah Amanat Langit, karena Kaisar adalah Sang Putera Sorga.
Kalau Amanat Sorga bisa dibengkokbengkokkan semaunya saja, dengan alasan
apapun, itu menjadi contoh buruk bagi rakyat.
Nanti mereka akan terbiasa mengubah-ubah
hukum seenaknya hanya untuk disesuaikan
dengan kepentingan sendiri-sendiri, sehingga
menimbulkan kegoncangan dan ketidak selaras
an, benturan antara kepentingan-kepentingan
yang tak terkendali, dan akhir-nya kekaisaran
437 ini menjadi rimba raksasa di mana yang kuat
makan yang lernah, yang besar makan yang
kecil, yang sama sama kuat saling hantam. Itu
langkah awaI menuju kehancuran kekaisaran
ini . Itulah alasanku kenapa aku ngotot meng
inginkan dilaksanakannya Amana t Sian Hong!"
"Mudah-mudahan kelak Parnan dapat
percaya bahwa aku tidak menduduki tahta
dengan kecurangan, tapi dengan syah," kata
Yong Ceng. "Kalau aku mendapatkan bukti dan saksi
yang dapat dipercaya, kenapa tidak bisa
mempercayaimu?" kata Pak Ki-ong Liong sambil
tersenyum sinis. "Sayang, bukti-bukti yang
kutemukan justru memberatkanmu semua."
Yong Ceng mengutuk dalam hatinya,
"Bangsat tua, buat apa aku susah-susah mencari
bukti untuk menyenangkanmu" Kalau mencarikan jalan lurus ke neraka, baru aku
senang...... Sementara Itu Pak Kiong Liong telah berkata
lagi, "Sekarang aku akan pergi. Kalau aku
sampai luka seujung rambutpun, maka dalam
438 waktu tiga hari segala perbuatan busukmu akan
tersebar ke seluruh negeri. Para Gubernur dan
Panglima akan segera bangkit menghukummu.."
Yong Ceng tertawa kaku. "Paman ini suka
bercanda saja. Masa Paman kira aku tidak tahu
caranya berlaku hormat terhadap seorang
sesepuh kerabat istana" Tanpa perlu Paman
menakut-nakuti aku, aku jamin keselamatan
Paman sampai keluar dari istana ini, bahkan
sampai keluar Pak-khia kalau perlu. Apakah
Paman perlu pengawal?"
Semakin ramah sikap yang ditunjuk kan
Yong Ceng, semakin ngeri Pak Kiong Liong akan
kelicikannya, dan semakin berharap agar Yong
Ceng lekas-lekas terjungkir dari tahtanya untuk
diganti kan Pangeran In Te.
"Aku tidak perlu pengawal," sahut Pak Kiong
Liong. "Aku tadi juga datang tanpa pengawal."
"Kalau begitu, aku sendiri akan mengantarkan Paman sampai ke pintu gerbang
istana, supaya Paman percaya ketulusanku."
"Kau tidak takut ditertawakan bawahanmu
karena merendahkan diri sedemikian rupa
439 untuk mengantarkan seoranq perajurit pengecut yanq lari dari medan pertempuran?"
Pak Kiong Liong menyindir .
Yong Ceng mengertak gigi menahan geram,
tapi jawabannya masih diusahakan kedengaran
tenang, "Lagi-lagi Paman bercanda. Itu hanya
gara-gara kesalahan laporan dari Liao Tong. Ni
Keno Giau akan aku tegur karena soal ini."
Make para pengawal dan Lama Tibet yang
mengepung di luar Yang-wan-kiong itupun
tercengang ketika melihat Kaisar berjalan
bersama Pak Kiong Liong, kelihatan "akrab" dan
bahkan bercakap-cakap sambil tersenyumsenyum pula.
Di luar Yan-wan-kiong itu bukan saja siap
pasukan bersenjata tombak dan pedang, tapi
juga para pemanah dan penembak bedil yang
dengan satu isyarat akan siap merajang Pak
Kiong Liong. Tapi ketika mel ihat Pak Kiong Lilong berjalan begitu dekat dengan Kaisar,
semua orang menjadi ragu-ragu. Bagaimana
kalau panah atau peluru bedil itu mengenai
Kaisar" 440 Diam-diam Biau Beng Lama menduga tentu
Kaisar disandera oleh Pak Kiong Liong untuk
dijadikan perisai. Timbul niat Biau Beng Lama
untuk mencari muka dengan menunjukkan
pembelaannya terhadap Kaisar. la maju
menyongsong dan berlutut di hadapan Yong
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ceng sambil berkata, "Apakah keadaan Tuanku
baik-baik saja" Hamba sekalian mencemaskan
keselamatan Tuanku....."
Kaisar Yong Ceng berkata sambiI tertawa,
"Omong kosong. Aku dan Paman Pak Kiong
Liong berbicara dengan penuh rasa kekeluargaan, tidak ada yang saling merasa
terancam." Namun Biau Beng Lama yang sok tahu
menganggap ucapan itu hanya sekedar untuk
melengahkan Pak Kiong Liong. Diam-diam ia
merencanakan untuk melakukan sedikit gerak
tipu agar Kaisar terpisah beberapa langkah dari
Pak Kiong Liong, setelah itu para pemanah dan
penembak bisa bertindak merajam Pak kiong
Liong. Begitu merasa saatnya tiba, ia melompat
441 dari berlututnva sambil berkata, "Tuanku,
menyingkir!" Tangan kirinya mendorong Yong Ceng
menjauh dari Pak Kiong Liong, sementara kaki
kanan deras terayun ke bawah pusar Pak Kiong
Liong. Serangan itu cepat dan ganas. tapi karena
yang dijadikan sasaran ialah Pak Kiong Liong.
maka si sasaran dengan gampang melangkah
mundur, sedikit merendahkan tubuh dan tumit
kaki Biau Beng lama sudah tercengkram
olehnya. Langsung disentakkanya keatas sambil
berseru, "Pendeta curang, menyingkir dari
jalanku!" Tubuh Biau Beng Lama yang tinggi gemuk
dan amat berat itupun terlempar keatas dan
langsung mencebur ke kolam teratai di depan
Yang-wan-kiong. Maka Lama itupun basah
kuyuplah. Sedetik ketika Pak Kiong Liong berjauhnn
dengan Kaisar, pemimpin Gi-cian Si-wi segera
meneriakkan isyarat unt u k m e m a n a h dan
442 Tangan kirinya mendorong Yong Ceng menjauh dari
Pak Kiong Liong, sementara kaki kanan deras terayun
ke bawah pusar Pak Kiong Liong.
443 menembak, tapi didahului oleh seruan Yong
Ceng "Tahan" Tapi dua totang ponah terlanjur menjepret
lepas dari busur dan sebuah bedil terlanjur
ditekan pelatuknya sehingga pelurunya
mendesing ke tubuh Pak Kiong Liong. Baru saja
Pak Kiong liong menunjukkan kekuatan dengan
melempar tubuh Biau Beng Lama hanya de ngan
sebelah tangan, klni giliran ia memamerkan
kecepatan geraknya yang mempesona. Dua
batang panah dan sebutir peluru yang Jaman itu
berbentuk bulat, tahu-tahu berhasil tergenggam
tangannya semua. Senjata api yang menjadi ke
banggaan pelaut-pelaut Eropa itu bagi Pak
Kiong Liong tidak lebih berbahnya dari
lemparan sebutir Hat-tan (kelereng besi) oleh
seorang jagoan persilatan kelas menengah saja,
Seandainyn peluru bedil itu tidak ditembakkan,
tetapi dilemparkan oleh tokoh setingkat ketua
Hwe-liong pang, Ketua Bu-tong pai atau Ketua
Siau-lim-pai, barang kali Pak Kiong Liong tidak
berani menangkapnya, namun lebih suka
menghindoarinya. 444 Puluhan pasang mata milik pengawalpengawal Kaisar terbelalak kaget melihat
kehebatan Pak kiong Liong. Banyak di antara
mereka yang sudah pernah mendengar cerita
centang Pak Kiong Hong, namun baru saat
Itulah mereka lihat sendiri .
Sementara Itu, Yong Ceng justru melangkah
kembali mendekati Pak Kiong Llong sambil
bertanya, "Apakah Paman tidak apa-apa"
Maafkan kelancangan anakbuahku....."
Pak Kiong Liong seenaknya melemparkan
panah-panah itu, begitu jauhnya sehingga tak
dapat diperkirakan sampai dimana jatuhnya.
Sedang peluru itu dilemparkan ke sebatang
pohon sehingga amblas tak terlihat lagi.
Sahutnya, "hamba tidak apa-apa, Tuanku."
Di hadapan banyak orang, kembali Pak Kiong
Liong membahasakan diri "hamba" dan
memanggil Yong Ceng "Tuanku" agar Yong Ceng
tidak kehilangan muka. Betapapun bencinya
Pak Kiong Liong kepada Yong Ceng secara
pribadi, namun kedudukannya sebagai Kaisar
Manchu harus dihormati martabatnya. Kalau
445 kedudukan itu dipandang rendah, maka dinasti
penguasa akan kehilangan kewibawaannya .
Sedangkan Yong Ceng melarang pera
juritnya menyerang Pak Kiong Liong bukan
karena rasa hormat dan cinta kepada Pamannya
itu, tapi karena khawatir kalau kebusukan
dirinya nanti tersiar luas. la benar-benar
percaya Pak Kiong Liong sudah mengambil
tindakan berjaga jaga, kalau tidak dapat keluar
lagi dari istana maka "orang-orang"nya akan
menyiarkan rahasia Yong Ceng itu. Padahal
gertakan itu cuma akal Pak Kiong Liong untuk
mengamankan dirinya. Bahkan untuk lebih menarik simpati Pak
Kiong Liong kepihaknya, Yong Ceng membentak
ke arah perajurit-perajuritnya, "Siapa yang
memanah dan menembak tadi, meskipun sudah
kuperintah kan agar jangan bergerak?"
Tiga orang perajurit maju dengan muka
pucat dan berlutut di hadapan Kaisar. Mereka
berharap dengan mengakui tindakan mereka,
maka Kaisar akan meringankan hukuman.
446 Daripada ditunjuk oleh teman-teman mereka
sendiri. Tetapi Yong Ceng telah menjatuhkan
perintah, "Penggal kepala mereka!"
Wajah tiga perajurit itupun seputih kertas
ketika mereka diseret oleh teman-teman
mereka sendiri. Tadi mereka menembak dan
memanah Pak Kiong Liong karena ingin
menyelamatkan Kaisar, tak terduga inilah
macam "hadiah"nya.
Saat itu justru Pak Kiong Liong yang berlutut
memintakan ampun untuk tiga perajurit itu.
"Tuanku, mereka bertiga sesungguhnya tidak
bermaksud mengabaikan perintah Tuanku tadi.
mereka hanyalah tidak sempat menahan diri
karena tegang, justru karena mencemaskan
keselamatan Tuanku. Merekalah perajuritperajurit yang setia...."
"Maksud Paman?"
"Hamba mohonkan ampun bagi mereka."
"Baiklah. Bebaskan mereka!"
Kemudian tiga perajurit yang nyaris
menjelma jadi hantu-hantu tak berkepala
447 itupun mengucapkan terima kasih kepada Yong
Ceng dan Pak Kiong Liong. Ucapan terima kasih
kepada Yong Ceng hanyalah basa-basi,
dibarengi kutukan dalam hati. Sedang kepada
Pak Kiong Liong, sasaran panah dan bedil
mereka tadi, mereka benar-benar berterima
kasih setulus hati. Dan Yong Ceng benar-benar mengantar
sendiri Pak Kiong Liong sampai ke pintu depan
Yang-wan-kiong. Setiap tempat mereka jumpai
perajurit-perajurit yang bersitegang dengan
senjata terhunus di tangan masing-masing,
namun tak seorangpun berani turun tangan
kepada Pak Kiong Liong tanpa perintah Yong
Ceng. Sepanjang jalan, Pak Kiong Liong tak
henti-hentinya mengomentari bunga-bunga
yang indah, ikan-ikan yang berenang di kolam,
atau hiasan-hiasan lain nya dalam istana.
Setelah Pak Kiong Liong pergi, Kaisar
bergegas masuk kembali ke dalam dan
memerintahkan seorang thai-kam (pelayan
kebiri), "Panggil Paman Liong Ke Toh sekarang
juga kemari!" 448 -------------------------------Saat itu sudah lewat tengah malam, tetapi
perintah Kaisar tetap harus dijalankan.
Di gedung tempat tinggalnya yang masih
termasuk lingkungan Ci-kim-shia, Liong Ke Toh
belum tidur. Orangtua itu baru saja minum
"obat kuat* dan sedang hendak "uji-coba"
khasiat obatnya terhadap seorang selir cantik
yang usianya berpuluh-puluh tahun lebih muda
daripadanya. la hendak membuktikan bahwa
keperkasaannya masih tidak kalah dari orangorang muda.
Tapi saat ia sudah "siap tempur" dengan
semangat berkobar-kobar, datanglah thai-kam
yang disuruh kaisar untuk memanggilnya detik
itu juga. Ada urusan penting yang tak bisa
ditunda lagi. Liong Ke Toh mengutuk dalam hati.
Alangkah sayang meninggalkan permainan yang
baru mulai, tapi ia lebih sayang lagi kepada
batok kepala dan kedudukannya. Apa boleh
buat. Dampak obat kuat yang belum tersalur itu
dibiarkan tetap bergulung dalam tubuhnya. la
449 agak repot memakai celananya karena ada sesuatu bagian tubuhnya yang mengganjal, sulit
dibujuk untuk bersabar sedikit saja. Kemudian
ia bergegas menjumpai thai-kam utusan Kaisar
itu. "Apakah urusannya tidak bisa ditunda
sampai besok pagi?" tanya Liong Ke Toh
mendongkol kepada si thai-kam.
Sahut si thai-kam, "Hamba tidak tahu apaapa, Tuan, hanya menjalankan perintah Hongsiang. Baru saja Hong-siang ditemui Pak Kiong
Liong, dan setelah Pak Kiong Liong pergi maka
Hong-siang nampaknya marah-marah saja. Tiga
orang pengawal hampir saja dijatuhi hukuman
penggal kepala...." Keterangan thai-kam itu cukup menandakan
betapa marahnya Kaisar. Karena Liong Ke Toh
tidak ingin dipenggal pula, maka iapun bergegas
melangkah ke Yang-wan-kiong dan berusaha
melupakan selir cantiknya tadi. la harus
menyiapkan juga jawaban-jawaban bermutu
yang bisa menenangkan Kaisar, tidak boleh asaI
mangap saja supaya nyawanya awet.
450 "Bocah tak tahu adat," gerutunya; dalam hati,
"Biarpun dia itu Kaisar, tapi aku ini kan
Pamannya" Kenapa dia memanggilku seenaknya saja tanpa kenal waktu, seperti
membangunkan seorang budak saja......"
Tetapi begitu tiba di depan Yong Ceng, ia
tidak berani menunjukkan muka masam. la
berlutut dan berkata, "Salam untuk Tuanku .
Apakah Tuanku membutuhkan hamba?"
Sempat juga Yong Ceng berbasa-basi,
"Bangkitlah, Paman. Maaf aku mengganggu
Paman di malam selarut ini."
"Ah, tidak apa-apa Tuanku," kata, Liong Ke
Toh mencari muka. "Hamba selalu siap
membantu Tuanku dengan pikiran dan tenaga
hamba yang tidak berarti ini"
Lebih dulu Yong Ceng menyuruh semua
pelayan dan pengawal keluar ruangan, sehingga
ia tinggal berdua saja dengan Pamannya, lain
berkata, "Baru saja Paman Pak Kiong Liong
berkunjung kemari dengan cara seperti hantu
saja." 451 "Hamba memang telah mendengar hal itu
dari beberapa pengawal Tuanku."
"Kemungkinan besar Paman Pak Kiong Liong
diutus Adinda In Te untuk menemui dan
menggertak aku. Kalau aku tidak segera
menyerahkan tahta, Adinda In Te akan
menggerakkan Angkatan Perangnya tanpa
sungkan-sungkan lagi. Paman tahu, kekuatan
kita di Pak-khia masih belum sanggup
mengimbangi kekuatan Adinda In Te yang
berlipat ganda dari kita. Sedang Ni Keng Giau
yang sangat kita harapkan masih dalam
perjalanan pulang dari Liao-tong. Bagaimana
sekarang pikiran Paman?"
"Tuanku, apakah Pak Kiong Liong
menyebutkan batas waktu penyerahan tahta
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu?" "Tidak, Paman Pak Kiong Liong cuma bilang
segera. Mungkin masih akan ada beberapa
perundingan dengan Adinda In Te tentang
bagaimana penyerahan berlangsung dengan
mulus tanpa menimbul-kan goncangan."
452 Wajah Liong Ke Toh yang lancip seperti
serigala berkumis putih itupun tiba-tiba
menyeringai terhias senyuman. Sambil memukulkan tinju kepahanya sendiri ia
berkata, "Ini sebuah peluang, Tuanku. Hamba
anjurkan 0agar Tuanku pura-pura bersikap
lunak seolah-o lah betul-betul akan tunduk
kepada ke-mauan mereka, tetapi ini cuma siasat
mengulur waktu. Tunggu sampai Ni Goan-swe
kembali bersam'a dengan pasukannya dari
Liao-tong. Biarpun pasukan Ni Go-an-swe lebih
sedikit, namun persenjataan lebih lengkap
karena kabarnya memperoleh ribuan pucuk
bedil rampasan dari pasukan Jepang."
Namun Yong Ceng telah kelihatan kurang
bersemangat mendengar pendapat itu. "Adinda
In Te bukan orang tolol, Paman, apalagi aku
yakin ia didampingi Paman Pak Kiong Liong
yang cerdik sekali. Siasat mengulur waktu
sambil berunding itu bisa diterapkan atas
keledai tolol yang manapun juga, tetapi tidak
kepada Adinda In Te dan Paman Pak Kiong
Liong......" 453 "Siasat mengulur waktu harus-lah dibarengi
dengan siasat menimbulkan keretakan antara
Pangeran In Te dengan Pak Kiong Liong
sehingga mereka tidak saling mempercayai
lagi." "Bagaimana caranya?"
"Pak Kiong Liong punya sepasang cucu lakilaki kembar di Tiau-im-hong yang amnat di
sayanginya. Culik saja mereka dan sebarkan
beritanya, tentu Pak Kiong Liong akan
terpancing pergi ke Tiau-im-hong untuk
menolong cucunya . Nah, saat itulah disini kita
mengulur waktu dan mencoba menjebak
Pangeran In Te sementara kita kirim orang
untuk membunuh Pak Kiong Liong di tengah jalan ...
"Lagi-lagi usul yang tidak bermutu," pikir
Yong Ceng. Mulutnyapun berucap, "Paman tahu
Tiau-im-hong itu tempat macam apa" Apakah
juga tidak tahu bahwa kedua cucu Pak Kiong
Liong itu juga cucu Ketua Hwe-liong-pang Tong
Lam-hou yang perkasa" Menculik kedua anak
itu sama saja dengan menarik-narik kumis
454 seekor harimau yang sedang tidur. Dan tentang
usaha mernbunuh Pak Kiong Liong, kita tidak
boleh sembarangan lagi. Kita pernah kirimkan
tiga anggota kelompok Hiat-ti-cu ke rumahnya,
pernah juga menjerumuskannya ke peperangan
di Liao-tong, dan usaha itu sia-sia semuanya.
Kalau kali ini kita kurang perhitungan, bisa jadi
kita mengulangi ketololan yang sama."
Liong Ke Toh yang baru saja berkobar-kobar
mengutarakan siasatnya, menjadi gembos
mendengar jawaban Kaisar itu. "Jadi.... jadi ba..
bagaimana . .. . menurut Tuanku?"
"Bagaimana kalau Adinda In Te kita
bereskan dulu, Paman" caranya ialah dengan...."
Yong Ceng berhenti sejenak untuk mengamati
sikap Lionq Ke Toh. "Terpaksa sekali, Paman,
Tuan Puteri Tek Huai haruslah kita jaga baikbaik untuk menekan Adinda In Te......"
Mendengar itu, bergidiklah Liong Ke Toh.
Tuan Puteri Tek Huai adalah ibu Pangeran In Te
dan juga ibu Yong Ceng sendiri, kakak
perempuan dari Liong Ke Toh, namun toh Yong
Ceng sampai hati untuk merencanakan ibunya
455 sendiri dijadikan sandera untuk menekan In Te
Pikir Liong ke toh dengan berkeringat dingin,
Kalau ibunya sendiripun bisa dia perlakukan
seperti itu, apalagi terhadap aku yang hanya
Pamannya?" Sementara Yong Ceng tertawa gembira sekali
merasa bahwa dirinya ternyata pintar
menenukan jalan keluar dari kesulitan yang
mengancam kedudukannya itu.
"Akalku lumayan juga bukan?" tanyanya
bangga. Liong Ke Toh mengumpulkan keberanian
untuk menyanggah, "Tuanku, kalau rencana ini
sampai terdengar para menteri dan gubernur,
tidakkah akan menimbulkan pandangan buruk
atas diri Tuanku" Ampuni ucapan hamba ini,
Tuanku." "Paman kira aku melakukannya dengan
senang hati" Kita terpaksa, demi mencegah
kekaisaran ini jatuh ke tangan orang bodoh
seperti Adinda In Te. Terpaksa Ibunda Tek Huai
juga harus ikut berkorban!"
456 Sesaat Yong Ceng menatap tajam-tajam
wajah Pamannya yang kebingungan itu, dan
melanjutkan kata-katanya, "kitapun dituntut
berkorban, Paman. Aku korban perasaan
sebagai anak, dan Paman. sebagai adik. Tidak
ada jalan lain. Kuharap Paman dapat
melakukanya dengan baik, paman harus
"mengawasi lebih ketat tempat tinggal Ibunda
Tek Huai. Paham, Paman?"
Liong Ke Toh nenarik napas dalam - dalam,
namun tidak berani meolak tugas itu. Menolak
berarti nanti malah tempat tinggalnya akan
dikunjungi topi kulit berantai pemetik kepala. ia
yakin Yong Ceng akan tega melakukan itu,
terhadap keluarganya sendiri yang terdekat
sekalipun. Sementara itu, Pak Kiong Liong sudah tiba di
perkemahan pasukan Pangeran In Te dan
disambut hangat. Pangeran In Te segera
menyelenggarakan perjamuan di kemahnya
untuk menghormati Paman yang pernah
menyelamatkan nyawa-nya itu.
457 Di kemah perjamuan juga hadir tokoh-tokoh
pendukung Pangeran In Te lainnya. Selain
panglima-panglima yang sejak semula sudah
menjadi bawahan In Te ketika menggempur
Jing-hai, juga ada panglima-pangIima yang lolos
dari Pak-khia ketika Kaisar Yong Ceng dulu
mengadakan "pembersihan" unsur-unsur yang
dianggap tidak setia kepadanya. Di antaranya
Bok Eng Siang. Untuk menunjukkan rasa hormatnya, In Te
menyuguhkan sendiri tiga cawan arak kepada
Pak Kiong Liong. Ketika para hadirin di
perjamuan itu sudah menghangat darahnya
karena pengaruh arak, maka In Te tiba-tiba
menggebrak meja sambil berseru, "Saudarasaudara, dengarkan aku!"
Denting cawan dan sumpit serentak
berhenti, suasana menjadi sunyi mencengkam,
semua mata diarahkan kepada Pangeran In Te.
Pangeran itu kemudian berkata, "Saudarasaudara , sekarang sudah tiba saatnya gerakan
kita untuk menyelamatkan kekaisaran dari
tangan seorang penguasa yang lalim seperti
458 Kakanda In Ceng. Besok, begitu matahari terbit,
seluruh pasukan kita haruslah siap memasuki
dan menduduki Pak-khia! Sembilan pintu
gerbangnya harus terbuka lebar untuk kita,
kalau tidak, kita akan membuka sendiri dengan
meriam-meriam kita!"
Kata kata yang membakar itu disambut oleh
banyak panglima yang hadir di kemah itu. Ada
yang mengangkat cawan araknya, bahkan ada
yang menghunus pedang dan melambailambaikan seolah-olah sudah berada di medan
tempur. Teriakan-teriakan penuh semangat
terdengar riuh-rendah tak berakhir.
In Te puas melihat semangat berkobar
anakbuahnya itu, dan diapun tahu para
perajuritnya bersikap serupa. Ia akan masuk
kota Pak-khia dengan penuh kemegahan,
kakandanya yang kini bergelar Kaisar Yong
Ceng itu akan dipaksanya berlutut di tangga
istana sambil menyerahkan Cap Kekaisaran dan
Jubah Naga Kuningnya. Tetapi ketika ia menoleh ke arah Pak Kiong
Liong, dilihatnya Pamannya itu tidak ikut.
459 berteriak-teriak penuh semangat seperti yang
lain-lainnya, malah Pak Kiong Liong meletakkan
cawan araknya dan berwajah murung. Pak
Kiong Liong sedang membayangkan betapa
perang saudara itu akan melumpuhkan
pemerintahan ratusan ribu perajurit akan
bergelimpangan mampus di seluruh Pak-khia,
sama banyaknya dengan daun-daun yang
bertebaran di musim gugur. Itu awa1
ambruknya Kekaisarn Manchu yang sama sekali
tidak diingini oleh Pak Kiong Liong.
(Bersambung Jilid VIII) 460 461 KEMELUT TAHTA NAGA Karya : STEFANUS S .P. Jilld VIII Kata In Te kemudian, kepada Pak Kiong
Liong, "Paman, aku sudah mendengar kabar
bagaimana perajurit-perajurit Hui-liong-kun
yang banyak jasanya itu malah dibantai tanpa
ampun. Sebagian diumpankan supaya hancur di
tepi Sungai Hek-liong, sebagian lainnya ditum
pas langsung di tangsi mereka sendiri di Pakkhia. Apakah Paman tidak ingin membalaskan
sakit hati mereka" Kenapa Paman nampak
kurang bersemangat?"
Sahut Pak Kiong Liong, "Pangeran, maafkan
hamba yang akan mengajukan sebuah
pertanyaan. Mana yang lebih penting antara
melampiaskan sakit hati atau menjaga keutuhan
kekaisaran?" In Te tiba-tiba sadar bahwa Pak Kiong Liong
selama ini paling gigih menentang perang
462 saudara sebagai satu-satunya jalan keluar,
meskipun ditambah dengan catatan "boleh
kalau terpaksa". Sikapnya itu ternyata tidak berubah, bahkan
setelah ia diburu-buru oleh Kaisar Yong Ceng
seperti penjahat besar saja. In Te segera paham
arah pertanyaan Pak Kiong Liong itu dan
langsung menjawabnya, "Menjaga keutuhan
kekaisasaran kita paling utama, dan menyingkirkan Kakanda In Ceng itu termasuk
menjaga keutuhan itu, sebab negara akan
hancur kalau diperintah seorang lalim seperti
dia, sekaligus membalas sakit hati kita. Jadi dua
hal ini tidak bertentangan. Dulu ketika aku
hendak menqhadap Hu Hong hampir saja mati
dicincang pengikut-pengikut Kakanda In Ceng,
untung Paman menyelamatkan aku saat itu. Dan
Paman sendiri mengalami apa selama ini"
Begitu besar jasa Paman kepada kekaisaran,
tetapi Kakanda In Ceng menempelkan plakatplakat di mana-mana untuk menangkap Paman.
Bagai mana perasaan Paman?"
463 "Tentu hamba sakit hati, sebab hamba
bukannya dewa yang suci. Tapi apakah
gempuran secara kekerasan itu sudah
terpikirkan akibat-akibatnya" Dalam urusan
pewarisan tahta, hamba tetap memperjuangkan
hak Pangeran sampai titik darah hamba yang
penghabisan, tetapi hamba usulkan sebalknya
dicari jalan lain yang tidak mengobarkan peperangan dan perpecahan...
In Te menarik napas. "Paman tahu sendiri
bagaimana watak Kakanda In Ceng yang kejam
dan serakah itu. Mana bisa membujuknya
menyerahkan tahta kalau tidak kita todong
dengan senjata" Kalau cuma diajak berunding,
barangkali dia akan mengangguk-angguk setuju
di depan kita, namun siapa tahu menyiapkan
perangkap yang licik?"
"Tentu saja kita berunding dengan
kewaspadaan, Pangeran, agar tidak tertipu.
Kalau perundingan gagal dan angkatan perang
terpaksa digerakkan, hamba sanggup maju
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
paling depan memperjuangkan hak Pangeran,
namun pertama-tama cobalah berunding.
464 Hamba mohon maaf akan kelancangan hamba,
semalam hamba telah, masuk Ci-kim-shia dan
mengunjungi Pangeran In Ceng dan menekannya agar menyerahkan tahta. Rasanya,
biarpun ia kelihatan kurang iklas namun takut
melihat angkatan perang Pangeran yang
mengepung Pak-khia ini, sehingga diapun
bersedia merundingkannya dengan kita
In Te menghormati Pamannya, tapi kadangkadang jengkel juga karena dianggapnya sang
Paman bersikap terlalu lamban dan bertele-tele,
sikapnya itu bisa memadamkan semangat
panglima-panglima bawahannya yang tadinya
sudah begitu berkobar. Seorang panglima muda berwajah merah
seperti Koan Kong tapi tanpa kumis, tiba-tiba
memukul meja sambil berseru, "Pangeran,
hamba tidak setuju usul Pak Kiong Ciang kun.
Menunda pertempuran akan membuat perajurit
kita jemu dan merosot semangatnya, sementara Pangeran In Ceng berusaha mengulur waktu
dan mengakali kita dengan perundinganperundingan yang tidak bermanfaat...."
465 Seorang panglima lainnya yang berbadan
kecil tapi terkenal keberaniannya di medan
perang, ikut berkata keras pula, "Betul,
menghadapi orang yang merampas hak orang
lain, kita gempur saja, habis perkara!"
Panglima panglima beradat keras lainnyapun
beramai-ramai mendukung usul itu, maka
kembaIi kemah itu riuh-rendah dengan
teriakan-teriakan "gempur saja" atau "rebut
Pak-khia" atau "tumpas kaum dorna" segala....
Ada juga beberapa panglima yang sebetulnya
sependapat dengan Pak Kiong Liong, tapi suara
mereka tenggelam oleh suara yang menginginkan peperangan langsung. Maka Pak
Kiong Liong dan panglima-panglima yang
sependapat itu-pun hanya bisa saling tukar
pandangan dan geleng-geleng kepala.
Perintah persiapanpun dikeluarkan Pangeran In Te malam itu juga. Komandankomandan dari macam-macam pasukan seperti
pasukan jalan kaki, berkuda, pemanah, tombak,
pedang, bedil, meriam dan bahkan pasukan
pendukung perbekalan yang tak kalah
466 pentingnya di garis belakangpun disiagakan
semua. Semuanya penuh semangat berkobar
untuk meroboh kan Kaisar Yong-ceng secara
kekerasan. Begitu fajar menyingsing, pasukan In Te
keluar dari kemah-kemah mereka seperti semut
keluar dari sarangnya. Sekejap saja dinding kota
Pak-khia sudah dilingkari ratusan ribu tentara
dengan ujung-ujung senjata yang mencuat ke
angkasa serapat daun ilalang. Bendera-bendera
besar dan kecil melambai-lambai menambah
keangkeran pasukan itu, yang terbesar adalah
bendera lambang Pangeran In Te sendiri.
Berwarna dasar hitarn dan berlukiskan
sepasang panah emas bersilangan, bendera
yang pernah membuat dataran Jing-hai menggigil dan bertekuk-lutut.
Melihat itu, prajurit yang berjaga di ternbok
kota menjadi gemetar. Pasukan Pangeran In Te
terlalu kuat untuk dihadapi oleh pasukan Kaisar
Yong Ceng yang tersisa di dalam kota Pak-khia,
sebab sebagian pasukan masih bersama Ni Keng
467 Giau berperang di Liao-tong. Buru-buru itu
melapor ke istana. Ketika mendengar laporan, kebi-ngungan
Kaisar Yong Ceng ternyata Cuma sebentar,
kemudian Kaisar itu malah tersenyum kejam
tanpa perasaan, "Apa boleh buat, aku tidak ingin
melepaskan apa yang sudah kudapat!"
Sementara itu, rakyat Pak-khia sendiri
menjadi panik. Kelompok-kelompok prajurit
dalam kota segera berlarilarian ke tembok kota
untuk bersiap-siap menghadapi "musuh" yang
bukan lain adalah teman-teman mereka sendiri
yang dulu terpilih untuk ikut berperang ke Jinghai.
Suara meriam memang telah kedengaran
berdentum di luar kota, perajurit dari kedua
belah pihak belum sempat menggunakan
pedang atau tombak, namun panah dan bedi1
kedua pihak sudah "saling menyapa" seperti
hujan lebat-nya. Korban yang berjatuhan di atas
tembok kota maupun di luar tembok mulai
bergelimpangan. 468 Saat itulah rombongan Kaisar Yong Ceng tiba
dibawah menara benteng. Perwira di bagian itu
tergopoh-gopoh kaget mendapat kunjungan itu,
di saat panah dan peluru bedil bersambaran
rapat lalu, kenapa Kaisar malah datang di situ"
Lebih heran Iagi ketika perwira itu melihat
Kaisar juga mengajak Ibu suri Tek Huai. Pikir
perwira itu, "Apa Hong-siang kira ini pesta
kembang api yang enak ditonton?"
Namun perwira itu sama sekaIi tak mampu
mencegah Kaisar dan Ibu suri naik ke menara
benteng, didahului pengawal-berseragam kuning dan ungu yang siap mati menjadi perisai
bagi Kaisar. Di pihak lain, Pangeran In Te juga dikelilingi
pengawaI-pengawal setianya, dengan bangga
melihat meriam-meriam pasukannya bertubitubi memuntahkan bola-bola besi menghantam
pintu-pintu gerbang kota Pak-khia yang tebal,
sehingga pintu itu seolah gemetar, untung
palang pintunya masih cukup kuat untuk
menahan serangan. Tapai kalau terusan lamalama akan jebol juga. Sementara disepanjang
469 tembok, pasukannya tak henti-hentinya
melepaskan panah dan peluru ke atas tembok.
"Kakanda In Ceng dan paman Liong Ke Toh
tentu saat ini sedang menggigil ketakutan
mendengar dentum meriam meriamku", kata In
Te kepada Pak Kiong Liong yang berdiri
disebelahnya. Pak Kiong Liong menarik napas dan
menyahut pula, "Begitu juga rakyat Pak khia
yang tidak tahu apa-apa..."
In Te kurang suka mendengar jawaban Pak
Kiong Liong itu, tapi hanya menggerutu dalam
hati, "Aku harus bisa memaklumi sikap Paman
Pak Kiong Liong, mungkin karena usianya yang
sudah tua, ia jadi kurang beringas seperti orangorang muda."
Lalu In Te mengangkat teropongnya untuk
mengamati medan pertempuran lebih jelas lagi.
Dilihatnya pengikutnya setiap kali menyerbu ke
kaki tembok untuk mencoba memasang tanggatangga yang tinggi, namun setiap kali tangga itu
roboh kembali karena didorong dari atas oleh
pasukan Kaisar. Sementara bedil dan panah dari
470 kedua pihak masih mengganas tanpa tenggang
waktu sedikit pun, merontokkan orang-orang
dari kedua belah pihak. Teropong In Te tiba-tiba menangkap sesuatu
yang menyolok di atas menara benteng Pakkhia. Segerombolan perajurit berseragam
kuning sulam muncul di atas benteng, padahal
In Te tahu bahwa itulah seragam pengawal
Kaisar. Menyusul nampak sebuah payung besar
berwarna kuning emas, mula-mula hanya pucuk
payung yang kelihatan muncul dari bawah, lalu
tangkai payung yang panjang dan akhirnya
orang yang bernaung di bawah payung itu.
Seorang lelaki gagah tegap, berjubah sulaman
naga kuning, bertopi sulaman naga kuning pula,
yang bukan lain Kaisar Yong Ceng sendiri.
In Te tertawa mengejek melihat itu, "Ha,
kakanda In Ceng sendiri rupanya ingin melihat
kehebatan pasukanku. Bagus. Bagus. Aku akan
mempersembahkan pertunjukan yang sempurna buat Kakanda In Ceng. Perhebat
serangan di semua arah!"
471 Seorang penghubung segera berlari lari
untuk menyampaikan perintah kepada semua
komandan regu. Tetapi ketika In Te mengamati
lebih cermat siapa-siapa saja yang ada di atas
menara benteng ia terkejut bukan main
sehingga teropongnya jatuh ke tanah. Mulutnya
tiba-tiba meneriakkan perintah yang sama
sekali berlawanan dengan perintah pertama
tadi, "Hentikan serangan! Hentikan serangan!"
Perwira yang akan menyampaikan perintah
itu menjadi kebingungan. la ber tanya minta
ketegasan, "Memperhebat serangan atau
menghentikan serangan, Pangeran ?"
"Goblok! Tuli! Hentikan- serangan!" teriak In
Te dengan gugup. "Ibunda Tek Huai ada di
menara benteng! Jangan sampai ia terluka!"
Perwira itu tergesa-gesa naik sebuah
panggung kayu, dan mengibar-ngibarkan
bendera kecilnya dengan gerak tertentu,
berulang kali. Perintah itu dipahami setiap
komandan regu yang segera mundur beberapa
ratus langkah menjauhi tembok kota. Letusan
bedil dan dentuman meriam pun berhenti,
472 medan pertempuran menjadi sunyi senyap
dengan mendadak. Di atas tembok, Kaisar Yonq Ceng saling mel
irik dengan Liong Ke Toh dan keduanya
bertukar senyuman. Mendadak mereka merasa
menjadi orang-orang pintar yang dapat
menyelesaikan sebuah masalah dengan sebuah
langkah yang tepat. Lalu kepada Ibu suri Tek-huai, Kaisar
berkata, "Ibunda, rupanya Adinda In Te masih
tetap seorang putera yang manis. Lihatlah,
begitu melihat ibunda muncul diatas tembok, di
hentikannya semua serangan. Aku mengharap
Ibunda mau bicara kepada Adinda In Te agar
menghapuskan pikiran yang bukan-bukan, tidak
usah kecewa atas Surat Wasiat hong hi yang
ternyata menunjukkan aku sebagai ahli waris
tahta. Aku yakin Adinda In Te akan taat kepada
semua yang ibunda katakan."
Ibusuri Tek Huai berwajah pucat, diapit dua
orang dayang istana yang berwajah sama
pucatnya karena tadi mereka berdiri di tengahtengah desing peluru dan panah dari kedua
473 belah pihak. Dengan pandangan campur aduk
antara sedih, menyesal dan tak berdaya ia
menatap Kaisar sambil berkata, "Apa yang
harus kukatakan kepada seorang anak malang
yang patut dikasihani, yang sedang menuntutt
haknya yang sah?" Memerahlah wajah Kaisar mendengar
jawaban yang diucapkan di depan, sekian
banyak. perajurit di atas tembok kota, jawaban
melambangkan ketidak percayaan Ibundanya
atas kesahan kedudukannya saat itu. Tetapi ia
tidak mungkin mengumbar kemarahannya pada
saat itu dan di tempat itu, supaya tidak nanpak
seperti anak yang kurang ajar terhadap ibunya.
Nada suaranya tetap hormat biar pun
kemarahan menggelegak dalam dada-nya,
"Ibunda, apa yang tercantum di dalam Surat
Wasiat apakah masih kurang berharga untuk
mensyahkan kedudukanku sekarang" Kenapa
banyak orang hanya memuja-muja Adinda In
Te, sehingga ketika Hu-hou menentukan lain
maka semuanya menjadi kecewa dan
474 menentang aku" Apakah mereka kira aku akan
menjadi se oring penguasa yang buruk?"
Meskipun Ibusuri Tek Huai hanya seorang
perempuan tua bertubuh lemah, tapi tatapan
matanya sangat berpengaruh, sehingga Kaisar
Yong Ceng pun tak kuasa menentang
tatapannya dan pura-pura menoleh kea rah lain.
Kata Ibu suri, "Anakku, selembar kerta takkan
mampu membungkus api. Jangan kau anggap
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ibumu terlalu bodoh untuk mengetahui apa
yang terjadi atas diri ayahandamu"."
Kaisar terkesiap, kuatir Ibundanya "mengoceh" macam-macam dan didengarkan
oleh para prajurit. Dalam bingungnya, dia
menoleh kepada pamannya, Liong Ke Toh, yang
selalu membela dan memanjakannya sejak kecil
dulu. Liong Ke Toh tahu sudah tiba gilirannya
untuk bicara, iapun bicara dengan sikap resmi
biarpun terhadap kakak perempuannya sendiri,
"Tuan puterri, tidak perlu kita hiraukan desasdesus di luaran yang hanya berasal dari mulut
usil yang dengki atau kecewa. Mendiang
475 Sribaginda Khong Hi memang scara syah telah
menunjuk penggantinya, yaitu puteranya yang
keempat. Sekarang yang penting apakah Tuan
Puteri akan membiarkan kedua putera
Sribaginda itu baku hantam gara-gara hasutan
manusia tak bertanggung jawab macam Pak
Kion Liong " Apakah tuan puterri akan melihat
dinasti kita hancur sampai sekian saja?"
Ibusuri Tek Hui merasa dirinya seperti
sehelai daun ilalang yang lemah dihembus angin
kencang kesana kemari. Bahkan adiknya
sendiripun kini ikut menekannya.
Tetapi tidak ada yang lebih menyedihkan
hati seorang ibu kecuali melihat puteraputeranya saling bunuh di depan hidungnya,
tanpa memperdulikan yang satu adalah putera
yang curang dan yang satu lagi hanya ingin
mempertahankan yang menjadi haknya. Ia lupa
bahwa keputusannya akan menyangkut nasib
berjuta-juta rakyat kekaisaran, ia hanya ingin
menjadi seorang ibu yang melihat puteraputeranya hidup rukun.
476 Karena itulah ibusuri kemudian berkata
dengan lemahnya, "aku akan berbicara dengan
In Te. Suruhlah pengawal membuka pintu
gerbang dan menyiapkan tandu."
Tetapi Yong Ceng tidak mau "Jimat
pelindung"nya itu lepas dari tangannya.
"Maafkanlah ananda, Ibunda, permintaan
Ibunda tidak mungkin dikabulkan. Dua pasukan
masih berhadapan dalam suasana permusuhan
dan hati yang panas, kalau pintu dibuka, tentu
Adinda In Te akan menyerbu masuk dan membunuh ananda. Kalau Ibunda ingin bicara
dengan Adinda In Te, cukup kami berikan
isyarat supaya Adinda In Te mendekat ke
tembok, dan Ibunda akan dapat berbicara
kepadanya..." "Aku sudah tua dan suaraku Sudan lemah,
takkan bisa didengar oleh In Te dibawah Sana."
"Biarlah salah seorang pengawal yang
suaranya kuat akan meneriakkan kata-kata
Ibunda. Ibunda cukup bicara pelan-pelan saja,
agar kesehatan- Ibunda tidak terganggu."
477 Ibusuri Tek Huai tertawa dingin dan
menjawab, "Eh, ,sekali-sekali muncul juga liangsim ( hati nurani ) "mu ya?"
Kuping Kaisar memerah oleh sindiran itu.
Kemudian diperintahnya seorang pengawal
untuk berteriak keras-keras ke seberang,
memohon agar Pangeran In Te mendekat ke
tembok karena Ibusuri Tek Huai hendak
berbicara kepadanya. Ketika pesan itu secara berantai sampai
kepada In Te, maka pangeran itu pun menjadi
lemah hatinya. Betapa bencinya dia kepada
kakak keempatnya dan kepada pamannya,
tetapi kepada Ibundanya ia tidak dapat
mengkesampingkan rasa rindu dan cintanya.
Kasih sayang perempuan itulah yang telah
membesarkan-nya dan menjadikan dirinya
nyaris menjadi Kaisar Manchu.
Beberapa jenderal bawahan ln Te diam-diam
tidak senang melihat sikap yang mereka anggap
lemah itu. Tadipun mereka menghentikan
gempuran ke tembok kota dengan rasa
terpaksa, karena perintah In Te, padahal
478 mereka merasa bahwa yang mereka lakukan
barulah "pemanasan", belum gempuran yang
sungguh-sungguh. Belum lagi kekecewaan mereka reda, tahutahu mereka mendengar niat Pangeran In Te
untuk mendekati tembok kota.
"Terlalu berbahaya, Pangeran", kata seorang
jendralnya yang bernama Au Yu Beng. "Kalau
pangeran mendekati tembok, dengan mudah
tubuh pangeran akan mudah dikenai peluru
atau panah yang dilepaskan dari atas tembok.
Ini Pasti jebakan licik yang disusun oleh
Pangeran In Ceng atau si bangsat tua Liong ke
Toh itu." "Tetapi ibunda memanggilku dan aku harus
kesana. Di hadapan ibunda, tidak mungkin
kakanda In Ceng berani berbuat gila kepadaku."
Jenderal-jenderal yang berwatak keras itu
saling pandang sambil geleng geleng kepala. Au
Yu Beng membatin dalam hatinya, " Di medang
perang Jing Hai, Pangeran In Te adalah
penakluk yang perkasa. Namun di Pak-khia, ia
479 adalah seorang anak manja yang tak berani
membantah perintah ibunya."
Sementara seorang jendral lainnya yang
bernama Seng Tiong Kun berkata, "Pangeran,
maafkan kalau hamba mengingatkan bahwa
Pangeran In Ceng sanggup mehalalkan semua
cara untuk mencapai tujuannya. Ia mewaris
tahta dengan cara yang amat mencurigakan, dan
pasti sanggup melakukan kejahatan apa-pun
untuk mempertahankan tahta rampokkanya.
Termasuk membunuh Pangeran, tak perduli
dihadapan Tuan Puteri Tek Huai."
"Lalu, haruskah kudiamkan saja pesan
ibunda?" "Pesan itu belum tentu berasal dari Tuan
Puteri Tek Huai, kemungkinan besar adalah akal
licik Liong Ke Toh?"
"Bagaimana kalau ternyata benar-benar
pesan Ibunda" Ibunda tentu akan terluka
hatinya kalau aku tidak memenuhi panggilannya, padahal aku adalah anak kesayangannya." 480 Para jendral ternyata tidak sanggup
menghalang-halangi niat Pangeran In Te.
Namun para jendral kemudian menunjukkan
kesetiaannya dengan mengawal sendiri
Pangeran In Te mendekati tembok kota,
mengelilingi tubuh Pangeran In Te sambil
membawa tameng-tameng besi yang sanggup
menangkis panah atau peluru bedil. Dengan
beriring-iringan menunggangi kuda. Pangeran
In Te serta pengawal-pengawal setianya
bergerak menyebrangi dataran itu, mendekati
tembok kota Pak-Khia Setelah cukup dekat untuk melihat jelas
wajah ibundanya, Pangeran In Te melompat
turun dari kudanya untuk berlutut di tanah
sambil berseru, "Ibunda!"
"Oh, anakku sayang!" terdengar jawaban dari
atas tembok, bukan suara ibusuri Tek Huai,
melainkan suara lelaki yang keras dan kasar,
yang mulutnya mewakili mulut ibusuri yang
hanya bisa berbicara lemah, ia benar-benar
corong yang setia, seandainya Ibusuri batuk pun
481 tentu akan berusaha ditirukannya setepattepatnya.
Begitulah Pangeran In Te dan Ibusuri Tek
Huai hanya dapat saling menatap dari jarak
jauh, melampiaskan kerinduan masing-masing.
Dan ketika melihat Kaisar Yong Ceng,
meluaplah darah Pangeran In Te "Kakanda, apa
maksudmu dengan membawa ibunda ke tempat
berbahaya ini ?" "Begitukah sikapmu terhadap rajamu?"
bentak Yong Ceng tak kalah sengitnya, Tapi
ketika caci maki hendak dihamburkan, Liong Ke
Toh buru-buru membisikkinya, "Hendaknya
tuanku menahan diri, jangan membuatnya
marah. Kita belum cukup punya kekuatan untuk
membendung amarahnya, harus menunggu
sampai Ni Keng Giau pulang dari Liau Tong"."
Meskipun merasa marah terhadap sikap In
Te, namun Yong Ceng dapat menerima alas an
Liong Ke Toh. In Te saat itu takkan bisa ditakuttakuti dengan topi dan Jubah kekaisarannya.
Sebab dibelakangnya masih ada pasukan besar
482 yang setiap saat dapat diperintahkan untk
menggilas Pak-Khia Sementara itu di bawah tembok Pangeran In
Te masih berseru marah, " Manusia curang
macam kau minta dihormati sebagai Kaisar "
huh!" Yong "Ceng tidak menjawab, namun Liong
Ke Toh yang maju ke pinggir tembok dan
berteriak, "Pangeran, pertentangan antara
saudara sendiri, kenapa tidak bisa diselesaikan
secara kekeluargaan" Hamba memohon,
tariklah pasukan Pangeran dan kita bisa
berbicara sebagai sesama keluarga tanpa hati
yang panas!" In Te menyahut, "Ular tua, baru sekarang kau
menyebut-nyebut kami bersaudara" Dulu ketika
aku hendak ditangkap kakanda In Ceng di Aula
Istana ketika ada siding istana, kenapa kau tidak
mencegah kakanda In Ceng dengan mengingatkannya bahwa kami bersaudara
mana pembelaanmu dulu kepadaku, ulara tua?"
Makian "ular tua" beberapa kali itu sanggup
membuat muka Liong Ke Toh tidak sedap
483 dipandang. Tapi karena sadar bahwa In Te
dalam kedudukan lebih kuat, semua hinaan
terpaksa harus di telan dulu. Katanya berlagak
sabar, "Pangeran, hamba tahu kau sangat
marah. Tetapi Pangeran harus ingat ibunda
Pangeran yang belakangan ini merosot
kesehatannya, jangan membuatnya bertambah
cemas dengan dentuman-denturman meriam
Pangeran." In Te terkesiap, dalam kata-kata Liong Ke
Toh itu terkandung ancaman atas diri Ibusuri
Tek Huai kalau In Te berani melanjutkan
serangannya. Betapapun panas hati In Te, dia
tak mungkin mengabaikan keselamatan
ibundanya begitu saja. Saat itulah Pak Kiong Liong yang berada di
sebelah In Te telah membisikinya agar
bersabar. Bgitulah, kalau Yong Ceng didampingi
Liong Ke Toh, maka In Te didampingi Pak Kiong
Liong, sehingga sebenarnya kedua orangtua itu
lah otak dari percaturan di panggung kekuasaan
itu, membela pihaknya masing masing.
484 "Kalian benar-benar tidak tahu malu,
mempergunakan Ibunda sebagai
perisai kalian!" caci In Te. "Baik , apa kemauan kalian?"
Hampir saja Yong Ceng melonjak girangan,
bisiknya ke kuping Liong Ke Toh, "Suruh dia dan
seluruh pasukannya untuk meletakkan senjata."
Namun Liong Ke Toh tidak setuju "Jangan
dulu menuntut terlalu berat. Tuanku, dalam
kedudukan sekuat Pargeran In Te sekarang,
tentu ia takkan mengabulkan tuntutan kita.
Malah bisa menimbulkan kemarahannya,
bagaimanapun sayangnya dia kepada Tuan
Puteri Tek-Huai." "Lalu bagaimana?"
"Kita ajukan tuntutan yang ringan-ringan
saja. sambil menqulur waktu sampai datanqnya
Ni Keng Giau dan mencoba meneliti titik-titik
kelemahan Pangeran In Te."
"Terserah kepada Paman."
Sementara itu Ibusuri Tek Huai diam-diam
merasa sedih dan muak mendengar percakapan
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Banyak orang haus kekuasaan yang
membayangkan betapa agungnya menjadi
485 anggota keluarga kerajaan, tetapi bagi
perempuan itu, kalau bisa memilih. ia lebih suka
menjadi rakyat biasa saja. Ya, seandainya dia
hanya isteri seorang petani desa, bukan isteri
Kaisar Khong Hi, tentu putera-puteranya hidup
bersama dengan rukun. Tapi kenyataannya
gara-gara tahta, kedua puteranya berhadapan
bersitegang leher dengan pasukannva masingmasing sepert i itu.
Sementara itu terdengar Lionq Ke Toh
menjawab pertanyaan Pangeran In Te tadi,
"Pangeran, kami hanya menginginkan perundingan yang adil sesama saudara."
Pangeran In Te mendengus dan Lionq Ke
Toh cepat-cepat menyambung, "Sikap rukun
antara sesama putera Sribaginda Khong Hi
adalah obat mujarab bagi kesembuhan Tuan
Puteri Tek Huai selanjutnya....."
Memang, soal Ibusuri Tek Huai itu lah titik
kelemahan In Te yang terus ditekan oleh Liong
Ke Toh, sehingga tanpa pikir panjang lagi In Te
menvahut, "Baiklah. Kapan kita akan berbicara,
dan dimana waktunya" Jangan terlalu lama."
486 Jawaban itu menggirangkan Liong Ke Toh,
sebaliknya mengejutkan jenderal - jenderal
bawahan In Te sendiri termasuk Pak Kiong
Liong. Pak Kiong Liong sudah kenal betapa
liciknya komplotan Kaisar, dan yakin ada
semacam siasat licik di beiakang perundingan
itu. Tidak mungkin hanya karena mengkhawatirkan keselamatan Ibusuri. Tetapi In Te
sudah mengucapkannya, tidak mungkin
menyuruh Pangeran itu menjilat kembali
ludahnya. Tetapi Pak Kiong Liong berharap agar
dirinya dapat ikut berunding sehingga In Te
terhindar dari kelicikan lawan, sementara
pertumpahan darah antara sesama perajurit ke
kaisaran juga terhindari.
Sementara dari atas tembok terde-ngar
jawaban Liong Ke Toh, "Tidak terlalu lama,
Pangeran. Empat hari lagi akan diadakan
sembahyang besar untuk arwah Sribaginda,
yang dihadiri seluruh keluarga istana.
Bagaimana kalau kesempatan itu sekalian
dimanfaatkan untuk membereskan pertikaian
ini?" 487 Alangkah licinnya Liong Ke Toh. Upacara
memberi hormat kepada arwah Kaisar Khong
Hi tentu saja akan berangsung di dalam kota
Pak-khia. Dalam kota tempat raja, jelas lebih
menguntungkan pihak Kaisar Yong Ceng.
Namun Liong Ke Toh nanya menyebutkan "di
tempat upacara" dan bukannya "di daiam kota
Pak-khia" supaya tidak menimbulkan kecurigaan Pangeran In Te.
Pangeran In Te yang tengah panas hatinya
itu benar-benar terjebak akhirnya. "Bagus! Di
hadapan altar sembahyang mendiang Hu Hong,
akan kita tentu kan siapa yang berhak atas
tahta. Biarllah arwah Hu Hong sendiri menjadi
saksi dan menentukan pilihannya!"
Pak Kiong Liong merasakan adanya
perangkap, tetapi tidak sempat lagi mencegah
Pangeran In Te memutuskan demik ian.
Kata sepakat tercapai. Pangeran In Te segera
"menyimpan" pasukannya ke daiam perkemahan yang melingkari kota Pak-khia
bagaikan gelang raksasa, namun tetap
diperintahkan daiam keadaan waspada.
488 Sedangkan Kaisar Yong Ceng, Ibusuri Tek Huai,
dan pengawal-pengawal merekapun kembali ke
istana. Seorang perwira di pihak Kaisar, diam-diam
menggerutu dengan batalnya pertempuran
sebelum dia sempat menembak jidat seorang
perwira dalam pasukan In Te yang
meminjaminya uang setahun yang lalu. Kalau
perwira yang meminjami nya uang itu mampus ,
tentu utang-utangnya akan lunas.
Sementara di perkemahan In Te. Beberapa
jenderal yang tidak puas akan keputusan In Te
itu diam-diam telah berunding untuk
merencanakan sebuah tindakan tersendiri
tanpa diketahui Pangeran In Te.
"Perundingan hanya setimpal kalau kedua
pihak berkekuatan seimbang," kata Au Yu Beng
dengan berapi-api karena gemasnya. "Namun
kedudukan kita yang jauh lebih kuat, benarbenar bodoh kalau mau diajak berunding oleh
In Ceng!" Jenderal-jenderal pengikut Pangeran In Te
itu memang tidak mau menyebut Yong Ceng
489 Beberapa jenderal yang tidak puas akankeputusan
In Te itu diam-diam telah berunding untuk
merencanakan sebuah tindakan tersendiri tanpa
diketahui Pangeran In Te.
490 dengan sebutan Hon Siang (kaisar), tetapi tetap
sebagai In Ceng, karena tidak mengakuinya
sebagai Kaisar yang syah.
Seorang jenderal lain yang bertubuh pendek
kecil dengan bekas luka dipipinya, bernama Le
Koan Ok, menyahut sambil memukul lengan
kursi, "Saudara Au memang betul! Kita semua
hormat kepada Pangeran In Te dan Ibusuri Tek
Huai, tapi tidak boleh mempertaruhkan peluang
emas kita karena sikap lemah Pangeran In Te.
Penundaan waktu hanya akan memberi
kesempatan kepada Pangeran In Ceng untuk
mengumpulkan kekuatan. Biarpun dia terkurung di Ibukota.., tapi siapa tahu akan ada
pertolonyan dari luar?"
"Tapi bagaimana kita bisa turun tangan?"
tanya seorang perwira tinggi berpangkat Congpeng (lebih kurang sebanding dengan brigadir
jenderal) yang bernama Ui Bok. berwajah
tampan dengan kumis rapi yang menghiasai
bawah hidungnya. 491 Jawab Au Yu Beng, "Aku ada sebuah gagasan,
namun membutuhkan keberanian saudara
saudara untuk melaksanakan"
"Katakan saja, saudara Au," kata Le Koan Ok.
"Yang melemahkan sikap Pangeran In Te
ialah karena tertahannya Ibusuri Tek Huai di
tangan In Ceng. Maka Ibusuri Tek Huai harus
diculik dari istana, kita bebaskan dari
cengkeraman In Ceng!"
"Akal bagus, tapi pelaksanaannya sulit.
Berarti kita harus masuk istana yang dijaga
ketat, lalu keluar kembali membawa seorang
perempuan tua yang tidak pandai bersilat?"
"Karena sulitnya itulah maka kita sendiri
yang akan melakukannya sendiri. Lagipula,
tidak perlu membawa Ibusuri Tek Huai sampai
ke perkemahan kita, itu nyaris mustahil. Cukup
kalau disembunyikan di sebuah tempat aman di
dalam kota Pak-khia sendiri."
Sesaat kemah itu sunyi senyap, tak ada yang
menanggapi usul yang berbahaya itu, dan
kemudian suara Au Yu Beng sendiri yang
melengkapi usulnya tadi, "Biarpun kita bukan
492 orang-orang berilmu setinggi langit atau
setengah dewa, tetapi kita punya otak bukan"
aku tahu sebuah jalan masuk ke istana yang
mungkin aman...." "Lewat mana?" "Saluran air kotor yang menembus ke dapur
istana, letaknya tidak jauh lagi dari kediaman
Ibusuri Tek Huai." "Astaga. Jadi Tuan Puteri akan kita bawa
lewat saluran air kotor yang bukan saja amat
dingin, namun juga berbau busuk luar biasa?"
"Rasanya hanya itulah satu-satunya jalan.
Apakah kita akan membiarkan Pangeran In Te
terus-terusan ditekan oleh Liong Ke Toh selama
Ibusuri di tangan mereka?"
Ui Bok mengepalkan tinjunya dan berseru,
"Aku setuju. Tidak ada salahnya malam ini aku
berkecimpung sebentar di air dingin dan busuk,
dari pada membiarkan tahta dikangkangi
sebuah komplotan yang tidak berhak!"
"Aku juga ikut!" sambung Le Koan Ok.
"Aku juga!" seorang jenderal berwajah
merah dan berjenggot kaku yang bernama Utti
493 Hui Pa. Kekuatan sepasang lengannya sangat
terkenal dikalangan pasukan, la sanggup
mengangkat cio-sai (arca singa) seberat 200
kati lebih dan dilempar-lemparkan seenaknya
seperti anak-anak bermain bola saja.
Delapan jenderal dan panglima bawahan In
Te terkumpul untuk melakukan tindakan nekad
itu. Di antara delapan orang itu memang tidak
ada yang sehebat Pak Kiong Liong silatnya, tapi
masing-masing punya kemampuan yang lumayan juga. Lagipula mereka terbiasa bukan
sekedar adu otot, melainkan menggunakan otak
dengan baik pula. Malam itu juga, kedelapan orang itu meni
nggalkan perkemahan secara berpencar-pencar
dan berkumpul di sebuah tempat sepi yang
sudah mereka janjikan sebelumnya. Mereka
meninggalkan perkemahan dengan jubah
kepanglimaan mereka masing-masing agar
tidak mendapat rintangan dari para penjaga.
Jubah panglima segera dicopot, dan di balik
jubah itu mereka mengenakan ya-hing-jin
(orang jalan malam) yang berwarna hitam
494 ringkas sekujur badan, bahkan dilengkapi
dengan penutup muka dari kain hitam pula.
Senjata-senjata mereka digendong di pundak,
kantong senjata rahasia digantung di pinggang,
dan rambut mereka yang dikuncir panjang itu
dilibatkan ke leher mereka.
Au Yu Seng sempat berseloroh, "Kita adalah
panglima-panglima terhormat, tak disangka
kalau mala mini kita harus berdandan mirip
cecunguk-cecunguk Bu-Lim (rimba persilatan)
Anatara golongan yang bekerja pada
kekaisaran dengan golongan rimba persilatan
memang saling memandang rendah satu sama
lain. Orang-orang kekaisaran mengejek orangorang rimba persilatan sebagai gelandangangelandangan tak berguna, sebaliknya orangorang rimba persilatan menyindir orang-orar
Sang Pembantai 1 Dewi Ular 46 Misteri Bocah Jelmaan Bumi Cinta 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama