Ceritasilat Novel Online

Kemelut Tahta Naga 5

Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp Bagian 5


kekaisaran sebagai "kuku garuda" atau "anjinganjing Kaisar".
Kedelapan orang itu memanjat tembok kota
Pak-khia dengan menggunakan cakar besi yang
di pasang di telapak tangan mereka, dan
495 beberapa saat kemudian merekapun sudah
berada disebelah tembok kota.
Mereka menempuh lorong-lorong gelap kota
Pak-Khia yang berliku-liku, dan sampailah ke
dinding belakang istana, Mendekati dinding
itupun bukan pekerjaan gampang , sebab
sebentar-sebentar satu regu perajurit lewat
dengan senjata terhunus, meronda. Namun
suatu saat merekapun mendapat kesempatan
untuk menceburkan diri ke saluran air kotor
yang akan membawa mereka ke bagian dalam
dinding istana. Ui Bok, si Jenderal perlente,
hamper muntah muntah selangkah sambil
membungkuk di air kotor setinggi paha. Ia
harus memencet hidungnya kuat-kuat sambil
melangkah mengikuti rekan-rekannya.
Tiba dibagian dalam yang terbuka, baru saja
mereka hendak melompat keluar dari saluran
air, terdengarlah suara langkah mendekat. Ke
delapan Jendral itu terpaksa buru-buru
berjongkok menyembunyikan diri, sehingga
kini yang basah bukan hanya kaki namun juga
seluruh badan kecuali kepala.
496 Yang datang mendekat adalah dua orang
tukang masak istana. Tiba dipinggir saluran air,
enak saja mereka membuka celana dan kencing
di atas kepala para jenderal yang bersembunyi
di parit. Setelah kedua tukang masak itu pergi,
seorang jenderal bernama Liu Ban menggerutu, "Pengalaman yang luar biasa.
Dingin di bawah, panas di atas
"Ya," sahut Utti Hui Pa. "Jenderal -jenderal
terpercaya bawahan Bu-war Ciangkun (gelar
Pangeran In Te sebagai kepala perang)
dikencingi kepalanya oleh tukang-tukang
masak...." Au Yu Beng tertawa pula, namun ia
memperingatkan dengan suara berbisik,
"Jangan bercanda saja. Ayo kita selesaikan
pekerjaan kita selagi fajar belum tiba."
"Kira-kira dimana kediaman Ibusuri Tek
Huai?" "Kita akan mencarinya."
"Di istana seluas ini?"
497 "Kita coba tangkap seorang pengawal dan
kita korek keterangan dari mulutnya
"Bagus, ayo kita keluar dari parit busuk ini"
Mereka merayap keluar dengan hati hati,
merunduk dari satu rumpun kerumpun bunga
lainnya, dari gunung-gunungan satu ke gununggunungan lainnya, dan sekali harus menyelam
di sebuah kolam bunga teratai karena hampir
kepergok serombongan penjaga berjumlah besar. Malah kebetulan bisa sekalian mem
bersihkan diri dari air parit yang kotor tadi .
"Keparat, apakah kita bakal gagal malam
ini?" geram Utti Hui Pa yang tidak sabaran itu .
"Lihat, ada pengawal datang sendirian. Kita
sergap dia." "Seorang pendeta Lama. Aku dengar
memang Pangeran In Ceng banyak mendatangkan pendeta Lama dari Tibet ke Pak khia,
katanya untuk belajar agama."
"Sssst, jangan ribut. Dia semakin dekat."
Begitu pendeta Lama itu lewat dekat
persembunyian kedelapan jenderal-nya In Te
Uu, Au Yu Beng segera turun tangan. Secepat
498 kilat ia melompat dari persembunyiannya,
telapak tangannya langsung menebas ke arah
tengkuk pendeta Lama itu dengan gerakan
Ciam-liona-jiu (Tangan Memotong Naga). la
berharap dengan sekali pukul akan melumpuhkan
si pendeta Lama dan dikorek keterangannya . Sama sekali tidak diperhitungkan-nya bahwa
para Lama itu bukan hanya membaca kitab dan
mengajar agama, melainkan juga merupakan
pengawal-pengawal terpercaya Kaisar Yong
Ceng, sehingga ilmu silat merekapun tangguh.
Pendeta itu memang kaget mendapat
sergapan mendadak, tetapi dengan tangkas dia
merendahkan badan sambil memutar badan,
dengan gerakan Sun-jiu-cian oh (Mengulur
Tangan Menuntun Kambing), ia berhasil
menangkap pergelangan tangan Au Yu Beng dan
sekaligus membant ingnya .
Sebenarnya Au Yu Beng juga tidak lemah
silatnya, hanya ia tidak menduga kalau si
pendeta Lama dapat melawan dengan hebat,
499 sehingga diapun terbanting dengan suara
gemerasak di semak-semak.
Sementara si pendeta Lama telah berteriak,
"Ada pembunuh!"
Satu teriakan sudah cukup membangunkan
istana yang sunyi tetapi sebenarnya terjaga
ketat itu, kini di mana mana terlihat orangorang
bersenjata bermuncukan dan berhamburan ke semua arah.
Sadarlah ke delapan orang jenderal bawahan
In Te itu bahwa usaha malam itu sudah gagal
mutlak. Satu-satu-nya kemungkinan hanyalah
mundur, tetapi hal itupun tidak akan begitu
gam-pang dilaksanakan. Istana sudah terbangun.
Utti Hui Pa justru melompat kelu-ar dari
persembunyiannya sambil berteriak kepada
kawan-kqwannya, "Tak ada gunanya lagi
bersembunyi seperti kura-kura. Lebih baik
secara untung-untung-an kita terjang keluar
secara kekerasan!" Ketujuh rekannya berpikir sama, memang
tidak ada jalan lain lagi. Maka merekapun
500 berlompatan keluar dengan senjata di tangan
masing-masing. Dengan garang Utti Hui Pa menyongsong
sekelompok pengawal istana yang menyumbat
jalannya, sekali goloknya berkelebat maka dua
perajurit terdepan segera terjungkal roboh.
Namun perajurit-perajurit lainnya dengan cepat
mengurung maju tanpa kenal takut. Lembinglembing dilontarkan ke arah Utti Hui Pa dan
sebatang di antaranya melukai pahanya
sehingga ia menjadi pincang .
Tetapi Utti Hui Pa mengamuk seperti macan
luka, tidak peduli luka-lukanya. Sebenarnya
lebih tepat kalau diketakan dia mengamuk
karena putus asa, sudah susah-susah
menyelundup sampai ke dalam istana, ternyata
di istana begitu gampang kepergok musuh.
Serombongan pengawal berseragam Lweteng-wi-su (pengawal istana) muncul, dipimpin
perwiranya yang bersenjata Hong-thian-kek
(tombak bercabang). Perwira itu langsung
menghadang di depan Utti Huipa sambil
berseru. "Selamat bertemu kembali , saudara
501 Utti. Sudah bagus kau menjadi pahlawan
bernama harum di medan perang Jing-hai,
kenapa sekarang malah merusak namamu
sendiri dengan menjadi pengacau di istana junjunganmu sendiri?"
Perwira ini bernama Be Kun Liong,
seangkatan dengan Utti Hui Pa, dan sama-sama
menanjak pangkatnya dalam pasukannya
masing-masing, bersahabat agak kental pula,
namun kita harus berhadapan gara-gara
membela junjungan masing-masing. Utti Hui Pa
memperjuangkan kemenangan Pangeran In Te,
sedang Be Kun Liong sebagai pengawal istana
yang sedang bertugas tentu saja tak dapat mem
biarkan siapapun mengacau istana, biar pun
sahabat karib. Utti Hui Pa menyahut galak, "Saudara Be, aku
tidak sudi mengakui In Ceng sebagai raja karena
kecurangan-nya. Minggir sajalah kau. Jangan
menghalangi tindakanku, demi persahabatan
kita!" Be Kun Liong geIeng-geleng kepala sambil
menyahut, "Saudara Utti sebagai perajurit yang
502 baik tentu tahu bagaimana sikap seorang
perajurit dalam memikul kewajibannya, jadi
pahamilah sikapku kali ini
"Menyesal sekali aku harus membunuhmu,
saudara!" Utti Hui Pa kehabisan kesabaran dan
goloknya langsung menyerang dalam gerak
Thai-san-ap-ten (Gu-nung Thai-san Roboh ke
Kepala). Be Kun Liong mundur selangkah untuk
memasang kuda-kuda, tangkai tombak nya
memukul terpental golok Utti Hui Pa, lalu ujung
tombaknya dengan gerak Liong leng-hong bu
(Naga berputar Bu-rung Hong Menari), sisi
tajam tombaknya hendak melukai leher Utti Hui
Pa. Cepat Utti Hui Pa menunduk dan balas
membabat ke pinggang, sehingga bertempurlah
mereka dengan hebatnya, tanpa sungkansungkan lagi.
Di sebelah lain, Au Yu Beng sudah
menghunus pedangnya untuk melawan si
pendeta Lama yang tetap bertangan kosong.
Ternyata kepandaian pendeta Lama itu cukup
503 hebat, hantaman sepasang telapak tangannya
menimbulkan deru angin yang hebat, dan
dengan berani ia sekali-Sekali mencoba
mencengkeram atau menampar pedang
lawannya. Ternyata Au Yu Heng memang salah
memilih korban yang Badannya dikira dapat
disergapnya dengan gampang, sebab Lama itu
adalah salah satu murid kesayangan. Biau Beng
Lama yang bernama Po Goan Lama. Kini malah
Au Yu Beng yang terus didesak ke arah kolam
teratai, agaknya akan dipaksa untuk "mandi"
sekali lagi. Jenderal-jenderal bawahan In Te lainnya pun
telah berkelahi secara nekad, tetapi jumlah
lawan yang terlalu banyak membuat mereka tak
berdaya. Apa lagi kemudian regu bersenjata
bedil sundut juga muncul, dan melepaskan
tembakan-tembakan setiap ada kesempat-an.
Dua jenderal pengikut In Te roboh tertembus
peluru. Le Koan Ok yanq tadinya dengan berapi-api
menepuk dada menyatakan sanggup berjuang
habis-habisan, kini mulai rontok semangatnya
504 ketika melihat pengawal istana bermunculan
tak habis-habisnya. la mulai memaki ketololan
dirinya sendiri, dan memaki pula Au Yu Beng
yang menelurkan gagasan itu.
Dia selalu bertempur dengan menyusupnyusup di antara pengawal-pengawal istana,
agar tidak gampang ditembak.
Ketika ada peluang, ia menerobos keluar dari
kerumunan musuh dan berlari sekuatnya
kearah parit berair busuk yang dilaluinya ketika
masuk tadi. Tapi sebelum sampai, ia mendengar
suara gemerincing di atas kepalanya, dengan
rasa heran ia melambatkan langkah dan
menoleh ke atas, melihat sebuah topi kulit
bundar dikendalikan seutas tali tipis yang
melayang-layang ringan. la heran, tidak tahu
apa gunanya benda i tu. Sedetik kemudian iapun merasakan sendiri
manfaat benda itu, ketika topi kulit itu
menerengkup kepalanya dan sepasang pisau
tajam keluar dari pinggiran topi kulit untuk
menjepit lehernya. Itulah Hiat-ti-cu yang
dikendali sendiri oleh Biau Beng Lama, dan Le
505 Koan Ok adalah korban ke sekian ratus kal inya
dari senjata keji itu. Ribut-ribut di bagian istana itupun mereda
karena jenderal-jenderal pengikut Pangeran In
Te itu semakin lemah perlawanannya. Lima
orang jenderal terbunuh, sedang Au Yu Beng,
Utti Hui Pa biarpun sudah dibelenggu, mulutnya
terus mencaci maki Kaisar Yong Ceng sebagai


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kaisar gadungan" atau "manusia serakah" atau
"pembunuh keji" dan lain lainnya. Karena
ributnya, seorang perwira istana mencomot
segumpal rumput untuk disumpalkan kemulut
Utti Hui Pa agar bungkam.
Utti Hui Pa marah, Au Yu Beng kelihatan
dingin-dingin saja , sedangkan Ui Bok menangis
tanpa malu-malu lagi sambil meratap-ratap
minta ampun. Biau Beng Lama seqera memerintahkan para
pengawal istana, "Bawa mereka ke penjara !"
Perwira yang diperintah menjawab dengan
perasaan tidak senang, "Maaf, Seng jin. Kami
berada di bawah perintah Be Cong-koan
(Komandan Be), bukan Seng-j ........
506 Biau Beng Lama yang selama ini menjadi
orang dekatnya Kaisar Yong Ceng sehingga
timbul rasa lebih berkusa dari panglimapanglima istana, menjadi merah padam
mukanya mendengar jawaban perwira i tu, "He,
perwira kecil . kau tahu tidak siapa aku ini?"
Dengan sikap hormat terpaksa, si perwira
menjawab, "Aku tahu Seng-jin adalah penasehat
Hong-siang." "Bagus kalau kau ketahui itu. Nah jalankan
perintahku "Maaf, Seng-jin, dalam tugasku bagai
perajurit hanyalah menjalankan perintah
atasanku, bukan orang lain.
Biau Beng Lama yang sedang bernafsu untuk
pamer kekuasaan itupun tiba tiba mengangkat
tangannya, sekali pu_kul maka si perwira roboh
tewas denqan tulang dada yang remuk.
"Siapa berani menentang perintahku , ini lah
hukumannya!" serunya sombong.
Tindakannya itu menggusarkan perwiraperwira istana lainnya. Memang
507 Biau Beng Lama yang sedang bernafsu untuk
pamer kekuasaan itupun tiba tiba mengangkat
tangannya, sekali pu_kul maka si perwira roboh tewas
denqan tulang dada yang remuk.
508 sudah lama pengawal-pengawal istana tidak
suka melihat semakin banyaknya pendeta Tibet
dalam istana. Mula-mula para pendeta itu hanya
bergerak di bidang keagamaan, lalu ikut
menasehatan Kaisar, mengawal Kaisar dan
lama-kelamaan mulai ikut mengatur sana-sini
sehingga para pengawal istana menjadi sebal.
Kini melihat seorang rekan mereka dibunuh
Biau Beng Lama, para pengawal istana
serempak menghunus senjata mereka dan
melangkah penuh ancaman ke arah Biau Beng
Lama. Namun para pendeta berjubah merah
juga telah membentuk barisan untuk membela
pemimpin mereka. Begitulah kedua kelompok
yang baru saja bekerja sama melawan orangorangnya In Te itupun kini malah berhadaphadapan penuh kebencian satu sama lain.
Tentu saja "tontonan" itu sedikit memberi
kepuasan kepada Au Yu Beng dan Utti Hui Pa
yang terbelenggu. Baru saat itu mereka tahu di
antara pengikut Kaisar sendiri ada persaingan
sengit antar golongan. Biarpun besok kepalanya
harus dipenggal, diam-diam mereka puas asal
509 sudah bisa melihat para pengawal istana dan
para pendeta itu saling bacok agar mampus
semua. Keadaan semakin tegang. Ketika para
pendeta mengeluarkan senjata Hiat-ti-cu dari
gendongan mereka masing-masing, maka para
pengawal bersenjata bedilpun 1angsung
bersiap di barisan depan, tinggal menunggu
aba-aba Be Kun Liong untuk menembak.
Be Kun Lionq berkata dengan dingin, "Sengjin, kalau ada seorang anakbuahku yang kurang
sopan, harusnya aku yang menghukumnya,
bukan kau yang main bunuh seenaknya saja!"
Namun Biau Beng Lama merasa kedudukannya terlalu tinggi dan tidak mau
merendahkan diri untuk minta maaf. Itu lah
penyakit sebagian orang-orang berkedudukan
tinggi, menganggap bahwa minta maaf adalah
hal yang memalukan, Sahut Biau Beng Lama
angkuh, "Anakbuahmu itu sudah tahu
kedudukanku di istana, tapi masih juga
membangkang perintahku. Kalau tidak 510 kuhukum, tata tertib dalam istana ini akan
kacau!" Hati Be Kun Liong pun semakin panas.
"Seandainya pasukan kami harus di tertibkan,
juga tidak perlu campur tanganmu! Tewasnya
seorang anakbuahku tidak bisa dianggap selesai
begitu saja!" "Lalu kalau kau tidak terima, kau mau apa?"
gertak Biau Beng Lama. Dengan sebuah isyarat
tangan, para pendeta mulai menerbangkan
kantong-kantong kulit mereka sehingga
bergemerincingan di udara. Pada isyarat
berikutnya, kantong-kantong maut itu akan
mulai "memetik" beberapa butir kepala.
Namun Be Kun Liong tidak gentar, "Ayo,
lepaskan kantong kantong kulit rongsokan itu,
nanti kita lihat mana yang lebih lihai
dibandingkan peluru-peluru bed il kami!"
Kecut juga hati para pendeta mendengar
gertakan itu, biarpun bedil jaman abad
delapanbelas itu hanya bisa ditembakkan sekali
setiap kali diisi, namun pelurunya jelas lebih
berbahaya dari kantong-kantong Hiat-ti-cu,
511 apalagi di tempat terbuka seperti di halaman
istana itu. Biau Beng Lama sendiri beserta
beberapa muridnya yang paling lihai barangkali
bisa selamat, namun pendeta-pendeta lainnya
yang kurang tangguh sudah pasti akan
tertumpas oleh peluru para pengawal istana.
"Apa maumu sekarang?" tanya Biau Beng
Lama dengan suara melunak. Untuk keselamatan sebagian besar anakbuahnya,
terpaksa ia harus mengurangi kecongkakannya, meskipun dalam hatinya
berkobarlah dendamnya terhadap Be Kun Liong
"Seng-jin, aku tidak minta nyawa dibayar
dengan nyawa. Cukup asal di depan sidang
Kerajaan besok pagi kau mengucapkan
permintaan maaf secara terbuka kepada kami,
para pengawal istana, dan berjanji tidak akan
mencampuri tugas kami bukan kalian."
Merah padamlah muka para Lama, namun
moncong berpuluh-puluh bedil yang teracung
ke tubuh mereka itu membuat mereka harus
menyabarkan diri . "Jawab!" bentak Bu Kun Liong.
512 "Atau harus,kuperintahkan anakbuahku untuk menembak?"
Biau Beng Lama benar-benar tersudut,
alangkah malunya kalau menuruti permintaan
Be Kun Liong. la tidak siap menghadapi kejadian
macam itu. Biasa-nya kalau para perajurit
dibentak-bentaknya, atau ditamparnya, mereka
hanya menatap marah tanpa berani melawan.
Tapi sekarang puluhan pucuk bedil siap ditekan
pelatuknya di depan hidungnya.
Saat serba sulit itulah tiba-tiba terdengar
seruan beberapa pengawal istana, "Hong-siang
tiba!" Lalu Kaisar Yong Ceng muncul diiringi
sekelompok pengawal berseragam kuning
emas, agaknya Kaisar tertarik mendengar ributribut itu dan menengok nya sendiri .
Be Kun Liong dan Biau Beng Lama terpaksa
harus lebih dulu menyingkirkan pertengkaran
mereka, untuk berlutut kepada Kaisar, diikuti
orang-orang lainnya. Tiga orang jenderal In Te
yang tertangkap itupun dipaksa berlutut
dengan ditendang belakang lutut mereka,
513 biarpun Au Yu Beng dan Utti Hui Pa melotot
penuh kebencian kearah Kaisar. Tanpa rasa
takut sedikitpun. Yang mengejutkan Au Yu Beng dan Utti Hui
Pa ialah ketika melihat Pak Kiong Liong berjalan
di samping Kaisar. Pakaiannya ringkas warna
hitam, sikapnya tidak nampak seperti orang
yang sedang ditawan, sebab tangannya tidak
diikat dan wajahnya tidak tegang. Au Yu Beng
dan Utti Hui Pa heran, ketika mereka tadi diamdiam meninggalkan perkemahan, bukankah Pak
Kiong Liong masih nampak asyik bercakapcakap dengan Pangeran In Te di ke-mahnya"
Kenapa kini mendadak sudah muncul di
samping Kaisar" Timbul kecurigaan Au Yu Beng, "Pantas
selama ini Pak Kiong Liong selalu berusaha
menghalangi Pangeran In Te untuk menggempur Pak-khia dengan kekerasan,
dengan alasan tidak mau me1ihat pertumpahan
darah antar sesama saudara. Namun
sebenarnya dia adalah see-kor ular berkepala
dua yang juga bekerja untuk In Ceng, ia selalu
514 berusaha mencegah Pangeran In Te agar In
Ceng punya kesempatan untuk menyusun
kekuatan. Sampai saat ini Pangeran In Te belum sadar kalau Pamannya ini adalah se orang
pengkhianat yang licik."
Pikiran yang sama timbul juga dalam diri Utti
Hui Pa. la ingin mencaci maki "pengkhianatan"
Pak Kiong Liong, tetapi karena mulutnya
tersumbat, maka suara yang keluar hanyalah
ah-uh-ah-uh tak keruan. Tapi sinar matanya
yang memancarkan kebencian campur kemarahan itu agaknya cukup mewakili
perasaan hatinya. Apa yang tak diketahui kedua jenderal In Te
itu ialah bahwa munculnya Pak Kiong Liong di
istana bertujuan sama dengan mereka, yaitu
mengusaha kan agar Ibusuri Tek Huai tidak
diikut sertakan dalam pertikaian itu. Tetapi Pak
Kiong Liong tidak memakai cara kekerasan,
melainkan lebih suka menggunakan lidahnya
untuk membujuk Kaisar. Dan saat itu
kesepakatan belum tercapai, sebab Kaisar Yong
515 Ceng pun enggan melepaskan Ibusuri Tek Huai
begitu saja. "Apa yang terjadi?" tanya Kaisar kepada Bu
Kun Liong. "Kenapa bedil-bedilmu malah kau
arahkan kepada Biau Beng Lama dan orangorangnya?"
Sebelum Be Kun Liong menjawab, Biau Beng
Lama sudah lebih dulu menjawab dengan sikap
anak kecil yang mengadu kepada ibunya,
"Tuanku, Be Congkoan marah karena hamba
menertibkan seorang anakbuahnya....."
Cepat-cepat Be Kun Liong pun membantah,
"Bukan begitu, Tuanku, tanpa alasan yang kuat
Biau Beng Lama seenaknya saja membunuh
seorang anakbuah hamba......"
"Cukup!" bentak Kaisar. "Hanya karena
urusan nyawa seorang perajuritmu saja sudah
membuatmu cukup alasan untuk bermain-main
dengan bedil-bedil itu untuk diarahkan kepada
teman sendiri" Kira-kira Biau Beng Lama
bertindak tanpa perhitungan?"
Wajah Be Kun Liong memucat, kemudian
berubah menjadi merah padam, sedangkan Biau
516 Beng Lama tersenyum lebar merasa menang
bahwa Kaisar berpihak kepadanya.
"Sekarang turunkan bedil-bedil mu lalu
ceritakan apa yang terjadi?" perintah Kaisar.
Dengan rasa mendongkol dalam hati, Be Kun
Liong membubarkan anak buah nya, lalu
menceritakan tentang delapan jenderal Pangeran In Te yang kepergok sedang
berkeliaran di halaman istana i tu .


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana dengan penyelundup-penyelundup i tu?"
"Lima orang terbunuh dan tiga orang
tertangkap hidup." Tiga tawanan itu segera diseret ke hadapan
Kaisar. Ui Bok yang pengecut itu tanpa disuruh
lagi sudah berlutut dan meratap-ratap minta
diampuni. Utti Hui Pa muak melihat sikap temannya itu,
kakinya hendak menendang Ui Bok, namun
beberapa pendeta Lama telah meringkusnya
dan memaksanya untuk berlutut. Begitu pula Au
Yu Beng harus dihantam lutut bagian
belakangnya supaya mau berlutut.
517 Sementara itu, Pak Kiong Liong yang belum
berhasil membujuk Kaisar agar membebaskan
Ibusuri Tek Huai, telah meninggalkan istana
untuk kembali ke perkemahan Pangeran In Te.
Tetapi ia belum putus harapan, masih berharap
esok malam ia akan berhasil membujuk Kaisar.
Kaisar Yong Ceng juga tidak merintangi Pak
Kiong Liong karena khawatir tindakannya itu
akan membuat Pangeran In Te habis
kesabarannya dan nekad menggempur Pakkhia.
Keesokan harinya...... Pangeran In Te baru saja bangun dari
tidurnya yang gelisah ketika seorang pengawal
datang ke kemahnya dan melaporkan, bahwa di
atas tembok kota telah dipamerkan beberapa
butir kepala yang disunduk tombak, selain itu
nampak dua pesakitan yang diikat dan nampaknya akan dihukum mati .
In Te heran mendengar hal itu.
"Hukuman mati biasanya cukup dilakukan di
lapangan, kenapa harus di atas tembok kota,
seakan-akan dipertontonkan kepada kita"
518 Pertunjukan gila macam apa lagi yang akan
dipertontonkan oleh Kakanda In Ceng?"
Tiba-tiba In Te gelisah sendiri, membayangkan jangan-jangan kepala-kepala
yang dipertontonkan di atas tembok kota itu
adalah kepala-kepala dari orang-orang yang
dicintainya" Segera diperintahkannya semua
jenderal-jenderal bawahannya agar berkumpul
di kemah nya, sementara ia sendiri cepat-cepat
membenahi pakaiannya. Ketika jenderal-jenderalnya sudah berkumpul, ia heran melihat Au Yu Beng Utti
Hui Pa, Le Koan Ok, Ui Bok dan beberapa
jenderal lainnya tidak nampak batang
hidungnya. Ketika ditanyakan kepada perajuritnya yang disuruhnya tadi, si perajurit
menjawab bahwa mereka tidak diketemukan
meskipun dicari di segala sudut perkemahan.
Hanya Pak Kiong Liong yang tahu dimana
mereka, namun belum mengatakannya,
khawatir menambah kisruh pikiran Pangeran In
Te. 519 Tetapi laporan tentang apa yang sedang
terjadi di atas tembok kota itu lebih menarik
perhatian In Te daripada hilangnya Au Yu Beng
dan kawan-kawan. Dengan menunggang
kudanya dan diapit sejumlah pengawalnya,
termasuk Pak Kiong Liong yang berkuda tepat
di sampingnya, In Te mendekat ke tembok kota
untuk melihat lebih jelas apa yang ter jadi .
Maka dilihatnya di atas tembok kota ada
enam butir kepala tanpa tubuh yang dicucuk
tombak, yang oleh In Te dikenali sebagai
jendera-jenderalnya yang lenyap dari perkemahan. Hanya wajah Ui Bok nampak
sedikit berbeda, mungkin karena wajah orang
mati agak sedikit berbeda dari wajahnya
semasa masih hidup. Sedang dua orang pesakitan yang diikat erat
dan bertelanjang dada itu bukan lain adalah Utti
Hui Pa dan Au Yu Beng, masing-masing
ditunggui seorang algojo angker dengan golok
terhunus . 520 In Te kaget dan marah. Inilah jawabannya
kenapa kedelapan jenderalnya. itu tidak
menghadap ke kemahnya pagi itu. Serunya ke
atas tembok, "Saudara Au, saudara Utti, apa
yang terjadi?" Utti Hui Pa yang mulutnya tidak lagi
disumpal itupun menjawab dengan berseru
pula, "Pangeran, maafkan kami sekalian yang
telah bertindak tanpa ijin Pangeran....."
"Apa yang sudah kalian lakukan?"
"Kami berdelapan mencoba menyelamatkan
Tuan Puteri Tek Huai dari istana, agar Pangeran
tidak terhambat dalam perjuangan merebut
tahta yang menjadi hak Pangeran...."
"Bodoh sekali," geram In Te perlahan.
Tindakan gegabah kedelapan bawahannya itu
bisa mempersulit kedudukan nya dalam
perundingan nanti, juga membuat pihak Kaisar
akan lebih ketat menjaga Ibusuri Tek Huai,
namun semuany a sudah terlanjur terjadi.
Sementara itu, ketika Au Yu Beng melihat
Pak Kiong Liong di samping In Te, iapun
berteriak-teriak dari atas tembok, "Pangeran,
521 hati-hatilah terha-dap Pak Kiong Liong! Dia ular
berkepala dua Diam-diam juga bekerja untuk
Pangeran In Ceng!" Disambung oleh Utti Hui Pa, "Benar!
Semalam kami melihat sendiri Pak Kiong Liong
berbicara akrab sekali dengan Pangeran In
Ceng, dan sama sekali tidak berusaha menolong
kami pada saat kami tertangkap !"
Disambung lagi oleh Au Yu Beng, "..... Pak
Kiong Liong membujuk Pangeran untuk
menunda serangan, tujuannya hanyalah
memberi kesempatan kepada Pangeran In Ceng
untuk mengumpulkan kekuatan. Pangeran,
jangan tertipu oleh-nya!"
Ucapan-ucapan itu diluar dugaan semua
pihak. In Te tidak meduga, Pak Kiong Liong
tidak menduga, bahkan Liong Ke Toh tidak
menduga, Liong Ke Toh sedang bersiap-siap
memimpin pelaksanaan hukuman mati atas
para pesakitan itu. Juga tidak menduganya.
Tetapi buat Liong Ke Toh, jelas ucapan-ucapan
Au Yu Beng dan Utti Hui pa itu merupakan
"rejeki nomplok" yang harus segera 522 dimanfaatkan untuk memecah belah antara
Pangeran In Te dan Liong Liong.
Tadinya Liong Ke Toh berdiri dipinggiran
tembok bagian dalam sehingga dari luar tak
terlihat oleh In Te, kini dia maju menampakkan
diri sambi1 pura-pura membentak kedua
tawanan itu , "Bangsat, kenapa kalian bicara
sembarangan saja menjelang ajal" Mana mungkin Pak Kiong Goan-swe yang berpendirian kuat
itu berbalik sikap begitu gampang?"
( Bersambung Jilid IX) 523 524 KEMELUT TAHTA NAGA Karya : STEFANUS S.P. Jilid IX Liong Ke Toh memang cerdik, ia tidak
mengadu-domba dengan cara yang kasar
melainkan dengan, cara yang halus. Kalau ia
bicara mengakui Pak Kiong Liong sebagai
komplotan Kaisar Vong Ceng tentu In Te takkan
gampang percaya, menganggap sebagai usaha
mengadu-domba belaka. Namun Liong Ke Toh
justru pura pura membantah seakan-akan
betul-betul takut kalau "pengkhianatan" Pak
Kiong Liong akan tercium oleh Pangeran In Te
maka Pangeran In Te mulai dihinggapi dugaan,
jangan-jangan Pak Kiong Liong memang "ular
berkepala dua?" Pangeran In Te menoleh kepada Pak Kiong
Liong disampingnya. Biarpun tidak mengucapkan sepatah katapun, tapi sorot
525 matanya memancarkan kecurigaan kepada
pamannya itu. Pak Kiong Liong tersayat hatinya melihat
sikap itu. Katanya, "Apakah Pangeran akan
menelan mentah-mentah ucapan si ular tua
Liong Ke Toh itu" Sadarlah bahwa tujuannya
memang menimbulkan saling curiga antara kita
sehingga kedudukan kita menjadi lemah dan
gampang di kalahkan..."
"Tadi malam aku pergi kekemah Paman
hendak mengajak Paman memperbincangkan
sesuatu, ternyata kujumpai kemah yang kosong.
Semalam Paman pergi ke mana?"
Pak Kiong Liong tidak ingin memberikan
jawaban yang berbelit-beliit supaya tidak
menambah prasangka Pangeran In Te.
Jawabnya langsung, "Semalam memang hamba
menyelundup masuk ke is tana untuk berbicara
dengan Pangeran In Ceng."
"Membicarakan apa?"
"Macam-macam persoalan. Antara lain
bagaimana membebaskan Ibusuri Tek Huai dari
tekanan salah satu pihak, agar perundingan
526 berjalan dengan adil tanpa ada pihak yang
merasa tertekan. Juga tentang tempat
perundingan, waktunya, berapa banyak
pengawal yang boleh dibawa oleh kedua pihak,
dan sebagainya. Pangeran In Te mengangguk-anggukkan
kepala, tetapi bukan suatu kepastian bahwa ia
dapat menerima penjelasan Pak Kiong Liong.
Apalagi dari atas tembok masih terdengar caci
maki Au yu Beng dan Utti Hui Pa terhadap Pak
Kiong Liong. "Kalau tujuan Paman demi kebaikan ku,
kenapa harus pergi secara diam-diam tanpa
memberitahu aku?" tanya In Te bimbang,
karena hatinya mulai menyangsikan ketulusan
Pak Kiong Liong. "Hamba minta maaf, Pangeran. Hamba kira
Pangeran sudah beristirahat dan hamba tidak
ingin mengganggu Pangeran.
"Hemm," dengus In Te.
Dari atas tembok Liong Ke Toh melihat sikap
In Te dan Pak Kiong Liong, dan tertawa dalam
hati karena tahu suntikan perpecahan" yang dia
527 lakukan sudah membawa hasil. Maka iapun
tidak membiarkan Au Yu Beng dan Utti Hui Pa
berteriak-teriak lebih lama lagi. Dengan sebuah
isyarat, ia suruh algojo-algojonya beraksi untuk
memenggal kepala Au Yu Beng dan Utti Hui Pa.
Pangeran In Te murka melihat itu, "Paman
Liong, aku harus membuat perhi-tungan
secepatnya denganmu! Paman pikir hari ini juga
aku tidak bisa merebut kota Pak-khia dan
menghukum Paman?" Dari atas tembok, Liong Ke Toh menjawab
seenaknya, "Hamba percaya Pangeran bisa
berbuat demikian. Tetapi harap Pangeran harap
berbelas kasihan kepada Ibusuri Tek Huai,
kalau Pangeran mulai menggempur maka
Ibusuri Tek Huai barangkali akan mengalami
sesuatu yang menyedihkan....."
Itulah ancaman terselubung terhadap
keselamatan Ibusuri, tepat mengenai titik
kelemahan Pangeran In Te yang dengan


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendongkol kembali ke per-kemahannya.
Dalam perjalanan kembaIi ke perkemahan,
sepatah katapun In Te tidak mengajak Pak
528 Kiong Liong bercakap-cakap. Pak Kiong Liong
ditinggalkan semakin jauh di belakang, sedang
In Te asyik berbicara dengan jenderal-jendera1
yang lain. Hanya Bok Eng Siang yang melambat kan
kudanya supaya bisa berjajar dengan Pak Kiong
Liong, dan bertanya, "Goan-swe, apakah benar
yang dituduhkan oleh Au Yu Beng dan Utti Hui
Pa ta di?" Pak Kiong Liong menyeringai pahit,
"Andaikata aku terangkan sampai ludahku
kering dan mulutku sobek, bisa kah Pangeran In
Te tetap mempercayai aku" Hanya sebuah
tindakan nyata yang akan bisa membuktikan
ketulusanku dalam mendukung Pangeran In
Te." "Tindakan nyata yang bagaimana maksud
Goan-swe?" "Lihat saja nanti."
Sesungguhnya Pak Kiong Liong telah
merencanakan sebuah tindakan yang mirip
dengan kedelapan orang jenderal In Te yang
nekad itu, membebaskan Ibu suri Tek Huai dari
529 cengkeraman Yong Ceng secara kekerasan.
Selain untuk memperlancar perjuangan
Pangeran In Te merebut haknya, juga untuk
memulihkan kepercayaan Pangeran In Te
terhadap dirinya. Semua itu dilakukan bukan
karena mengharap kemuliaan apabila kelak In
Te naik tahta, namun sekedar menjalankan
amanat mendiang Kaisar Khong Hi. Setelah In
Te naik tahta kelak, Pak Kiong Liong justru ingin
mengundurkan diri dari pemerintahan untuk
hidup tenang di Tiau-im-hong yang sunyi dan
indah, bersama dengan sahabatnya dan besannya, Ketua Hwe-tiong Liong-p.mg Tong Lamhou, puterinya dan cucu-cucunya .
Malamnya, ketika perkemahan Pangeran In
Te sudah sepi, Pak Kiong Liong lolos keluar
dengan mengenakan pakaian hitam ringkas.
Seperti seekor burung saja ia "terbang" dan
tembok kota Pak-khia dilaluinya dengan
gampang lalu langsung menuju ke istana. Kali
ini ia tidak akan menemui dan membujuk Kaisar
Yong Ceng yang selalu dikelilingi pengawalpengawal pribadinya, melainkan bermaksud
530 membawa lari Ibusuri Tek Huai. Dengan
taruhan nyawanya. Sebagai seorang kerabat istana, Pak Kiong
Liong paham liku-liku istana dan tahu dimana
Ibusuri biasanya tinggal. Didatanginya tempat
itu dan dilihatnya pengawalan yang berlapislapis, bahkan di atas gentengpun nampak beberapa bayangan pengawal yang berlompatan
ringan. Kebanyakan dari nereka adalah jagoanjagoan pribadinya Kaisar Yong Ceng yang
berseragam jubah ungu, jagoan-jagoan yang
berhasil dikumpulkan Yong Ceng semasa ia
belum naik tahta dan masih berkeliaran di
dunia pe-silatan dengan nama samaran Su
Liong Cu. Pak Kiong Liong merasa kesulitan besar
kalau hendak masuk ke kediaman Ibusuri itu,
karena penjagaan begitu ketatnya. Kaisar Yong
Ceng menjaga Ibu suri bukan karena
menyayanginya, melainkan karena Ibusuri
dianggapnya penangkal" yang ampuh menghadapi tuntutan Pangeran In Te. Maka
yang menjaga kediaman Ibusuri itu adalah
531 gabungan dari pengawaI pengawal Han-Limkun, para pendeta Lama, Lwe-teng Wisu
(Pengawal Istana) dan jagoan-jagoan berjubah
ungu. Itu adalah gabungan yang lebih kokoh
dari selapis tembok baja sekalipun.
Sekian Lama Pak Kiong Liong mengintai dan
sebuah peluang untuk bertindak belum juga
muncul. Tiba-tiba dilihatnya tiga orang jagoan
berjubah ungu berjalan kearah persembunyiannya. Langkah mereka mantap,
lurus dan ringan, menandakan bahwa
merekalah jagoan-jagoan tangguh. Pak Kiong
Liong yakin dapat mengalahkan mereka bertiga,
namun pasti menimbulkan keributan yang akan
memancing datangnya jago-jago istana lainnya.
la tidak ingin bertindak setolol kedelapan orang
bawahannya Pangeran In Te.
Sementara itu terdengar salah seorang dari
tiga orang itu bicara kepada teman-temannya,
"Para keledai gundul dari Tibet itu semakin
lama semakin memuakkan . Mereka bertingkah
laku seolah-olah lebih berkuasa dari Hong-siang
532 sendiri. Dalam peristiwa kemarin malam,
mereka bentrok dengan Pengawal istana, dan
akhirnya mereka semakin besar kepala sebab
Hong-siang membela mereka."
Temannya menyahut, "Akupun mulai jemu
berada di istana ini. Dulu kita mendukung
Pangeran In Ceng merebut tahta, karena
terpikat oleh janjinya untuk mengangkat
martabat Bangsa Han sederajat dengan Bangsa
Manchu, tetapi kini Hong siang agaknya sudah
lupa kepada janjinya, sekilaspun tak pernah lagi
menyebut-nyebutnya. Biarpun aku diberi
kedudukan enak dan harta berlimpah, aku
merasa berdosa kepada jutaan rakyat Han kalau
tidak bisa mengubah keadaan."
"Betul," sahut orang ketiga, "Apa gunanya
kita hidup enak di istana ini kalau sudah
meninggalkan landasan cita cita kita, cita-cita
Bangsa Han?" Mendengar itu, Pak Kiong Liong diam-diam
menghargai mereka. Nyata mereka berada di
pihak Kaisar Yong Ceng bukan karena sekedar
mencari kedudukan empuk, namun demi
533 sebuah cita-cita yang luhur. Saat itu pula Pak
Kiong Liong baru paham kenapa Yong Ceng
mendapat dukungan begitu banyak pendekar,
terutama dari Kang-lam, yaitu karena
mengobral janji apabila naik tahta akan
mengangkat martabat Bangsa Han.
Biarpun Pak Kiong Liong sendiiri seorang
Manchu asli, ia merasa amat cocok dengan
gagasan persamaan derajat itu. Dia paham,
karena perasaan kesukuan sudah bisa
digantikan rasa persatuan, barulah kekaisaran
akan kokoh. Kalau semangat untuk bersatu
sudah membara, akan terbakar habislah urusan
asal-usul kesukuan atau silsilah keturunan.
Sebaliknya jika ingin memecah-belah sebuah
negara, biarpun rakyatnya berasal dari satu
keturunan juga gampang saja mencari-cari
kesalahan orang lain, untuk dibesar-besarkan
atau dikobar-kobarkan, dan akhirnya dijadikan
alasan untuk saling berperang.
Sementara itu, ketiga pengawal itu terus
menggerutu dengan penasaran . "Ya, pendekar
Bangsa Han-lah yang menempuh bahaya untuk
534 mencuri Surat Wasiat Kaisar Khong Hi dan
mengganti huruf hurufnya sehingga Pangeran
In Ceng yang naik tahta, tapi nampaknya sekarang keinginan Bangsa Han itu sudah dilupakan
Kaisar. Sedang pendeta-pendeta Tibet itu
pernah berbuat jasa apa" Namun lagak mereka
kini seperli pemilik tempat ini...."
Di persembunyiannya, Pak Kiong Liong
terkejut mendengar itu. Pecahlah teka-teki yang
selama ini menyelimuti benaknya, kenapa
ketika Surat Wasiat dibacakan di hadapan para
bangsawan dan pembesar ternyata Pangeran
keempat yang terpilih, bukan Pangeran
keempat-belas yang sudah "dijagokan" banyak
orang. Kiranya ada orang yang berhasil mencuri
Surat Wasiat, mengubah huruf-hurufnya dan
mengembaIikannya ketempat semula. Siapapun
pelakunya, pasti seorang luar biasa karena
sanggup menembus penjagaan di istana yang
berlapis-lapis, bahkan tanpa diketahui.
Kemarahan Pak Kiong Liong menggelegak
setelah Jelas bahwa Kaisar Yong Ceng
memperoleh kedudukannya dengan cara yang
535 tidak syah. Namun Pak Klong liong tldak
munqkln marah kepada para pendekar Bangsa
Han, sebab mereka hanyalah diperalat, ditipu
seolah-olah cita-clta mereka akan dikabulkan,
Seandainya Pak Kiong Liong seorang Han,
mungkin sekali juga akan berbuat demik ian....
Karena kemarahannya, tangan Pak Kiong
Liong mencengkeram sebatang pohon sekuat
tenaga, bahkan sambll mengerahkan pula ilmu
Hwe-Liong-sin-kangnya. Maka batang pohon
itupun tercengkeram hancur hamplr setengah
batangnya, bahkan meninggalkan bekas hangus
sepert habis disambar petir.
Namun gerakan kecil Itu menimbul kan
suara gemerisik lirih yang sudal cukup untuk
tertangkap kuping ketiga pengawal itu. Mereka
memang bukan pengawal-pengawal sembarangan, melainkan yang dikenal dengan
Heng-san-sam-kiu (Tiga Pedang Heng San) yang
terkenal dl Kang-Iam. Serempak ketiganya memutar badan
menghadap persembunyian Pak Kiong liong.
Saudara perguruan tertua yang bernama Ho Se
536 liong dan bergelar Jiang ing-klam (Pedang
Seribu Bayangan) telah menghunus pedang
sambil membentak, "Siapa bersembunyi disitu"
Keluar!" Sementara saudara seperguruan ketiga
sudah bertindak lebih jauh dengan menaburkan
beberapa hiu-piau. la bernama Teng Jiu dan
bergelar Hui-kiam-eng (Satria Pedang Terbang).
Senjata-senjata rahasia yang dilontarkannya
mendesis kencang menuju persembunyian Pak
Kiong Liong. Namun senjata-senjata rahasia yang terbuat
dari logam pilihan itu mendadak runtuh di
tengah jalan, tersambar beberapa sinar hijau.
Betapun kagetnya Teng Jiau ketika melihat
bahwa yang meruntuhkan senjatanya itu hanyalah pucuk-pucuk ranting hijau yang agaknya
dipetik sembarangan saja dari tangkainya.
Ranting-ranting yang begitu ringan dan lunak
ternyata bisa membentur jatuh hiu-piau yang
berat dan keras, mengisyaratkan kalau si
pelempar amat mahir dalam tenaga dalam.
537 "Hati-hati, lawan tangguh!" Teng Jiau
memperingatkan kedua kakak seperguruannya. Sedangkan Pak Kiong Liong yang tidak sudi
tertangkap seperti kedelapan orang bawahan
Pangeran In Te, cepat melompat keluar dari
persembunyiannya, seringan asap berhembus
angin, tubuhnya telah membubung dan hinggap
di atas atap istana. KembaIi pameran ilmu yang
mengejutkan ketiga pengawal itu.
"Kejar!" terlak Jian-ing-kiam Ho Se Liang.
Betapapun ketidak puasannya terhadap Kaisar
Yong Ceng yang seolah-olah melupakan
tuntutan Bangsa Han, tapi ia tetap merasa
punya tanggung jawab dalam tugasnya
mengamankan istana. Diapun segera melompat
keatas genteng, disusul kedua adik seperguruanya. Saudara seperguruan kedua bernama Au
Yang Kong, bergelar Lam-thai-hong (Prahara
dari Selatan) karena kehebatan Ilmu
meringankan tubuhnya. Dialah
538 HALAMAN E KEBAKAR T__T Maka diapun menarik napas dalam dalam dan
mengerahkan semangatnya, tubuhnya seakan


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kehilangan bobot dan melesat ke depan
bagaikan anak panah lepas dari busurnya.
Sesungguhnya Pak Kiong Liong sendiri tidak
bias mondar-mandir seenaknya, sebab daerah
seluar beberapa li 539 HALAMAN E KEBAKAR T__T Dengan sombong Po Goan Lama menghadang,
meskipun sudah mengenal siapa yang
dihadangnya itu. Bentaknya, "Pak Kiong Liong,
kau dating untuk mengacau, berarti sudah
bosan dengan nyawamu sendiri!" lalu ujung
senjatanya menyerang dengan jurus Se-cengpai-hud (Se-ceng Menyembah Buddha)
540 Selicin belut Pak Kiong Liong melejit ke
samping, sehingga ujung senjata Po Goan Lama
hampir saja mengenai Au Yang Kong yang
mengejar kencang di belakang Pak Kiong Liong.
Untunglah oleh Au Yang Kong berhasil dihindari
dengan menarik tubuh dengan gerak Yan-cu
hoan-sin (Burung Walet Membalikkan Tubuh),
namun memberi kesempatan kepada Pak Kiong
Liong untuk kabur semakin jauh.
Namun belum berarti jalan bagi Pak Kiong
Liong sudah licin dan aman setelah lolos "dari
kejaran Au Yang Kong dan hadangan Po Goan
Lama. Seorang bekas bandit dari pegunungan
Ti-ang-pek-san yang bernama Hap Seng To
dengan bersenjata tombak bermata dua,
mencoba mendirikan pahala dengan menjepitkan tombaknya ke leher Pak Kiong Li
ong . Pak Kiong Liong tertawa dingin ke ika
mengenali siapa lawan barunya, "Wah,
kekaisaran ini bisa ambruk kalau. kaum
banditpun memenuhi istana dan mendapat
seragam pengawaI ... ."
541 Selicin belut Pak Kiong Liong melejit ke samping,
sehingga ujung senjata Po-Goan Lama hamper saja
mengenai Au Yong Kong yang mengejar kencang di
belakang Pak Kiong Liong.
542 Sambil bicara, tangkas sekali tangan
kanannya meraih dan menarik sebatang tombak
lawan, dibarengi kaki kanannya menendang
deras dan Hap Seng To pun menggelundung ke
bawah atap dalam keadaan Iuka parah,
sementara senjatanya sudah beralih ke tangan
Pak Kiong Liong. Sekelompok jagoan pengawal lain-nya yang
datang susul-menyusul segera berturut-turut
menjadi korban Pak Kiong Liong.
Mendadak Pak Kiong Liong mendengar suara
gemerincing di angkasa, dan sebuah topi kulit
besar berpisau telah menyambar ke kepalanya,
dikendalikan seutas rancai tipis. Rupanya Biau
Beng Lama sudah datang pula dan langsung
"memeriahkan" arena.
Dengus Pak Kiong Liong "Hem, senjata keji
yang sudah makan banyak korban tak berdosa,
biar kuhancurkan saja"
Lalu ia melompat ke atas sambi1
menghantamkan tombaknya ke arah Hiat-ti-cu
itu, dengan kekuatannya yang dahysat, maka
remuklah senjata itu dan jatuh ke tanah, tidak
543 peduli berkerangka besi. Tinggal Biau Beng
Lama memegang rantainya saja,
Keruan pendeta Tibet itu merasa amat
kehilangan muka karena senjata ke banggaannya rontok begitu gampang, disaksikan banyak mata. Rantai Hiat-ti-cu di
buangnya, lalu golok kai-to di punggungnya
dihunus dan ia melompat menyerang Pak Kiong
Liong. Tentu saja serangannya jauh lebih
berbahaya dari Po Goan Lama.
Namun Pak Kiong Liong tidak ingin
meladeninya, sebab sadar dirinya sendirian saja
di tengah-tengah sarang musuh. Kalau ia sampai
tak bisa lolos. barangkali besok fajar batok
kepalanya sudah akan terpancang di ujung
sebatang tornbak di atas pintu gerbnng PakKhia.
la menghindar ke samping, membalas
dengan gerak tipu Hun-liong-san-hian (Naga
Muncul Tiga Kali di Mega) yang berhasil
memaksa Biau Beng Lama mundur dan Pak
Kiong Liong sendiripun melesat meninggalkan
arena. 544 Namun Biau Beng Lama terus memburu
dengan penasaran, mumpung di kandang
sendiri, sedangkan tiga pendekar Heng-sansam-kiam malah menghentikan kejaran mereka.
Rasa tidak senang terhadap kaum Lama yang
sok kuasa di istana membuat ketiga pendekar
itu lebih suka membiarkan Biau Beng Lama
sendirian mengejar Pak Kiong Liong.
Po Goan Lama segera menegur mereka, "He,
kenapa kalian malah berpeluk tangan seakanakan menonton lomba lari" Bantulah kami
menangkap Pak Kiong Liong !"
Sahut Jian-ing-kiam Ho Se Liang acuh tak
acuh, "Biau Beng Lama berkepandaian amat
tinggi seperti dewa, bantuan kami yang berilmu
rendah ini tentu takkan berarti. "
Lalu Lam-tai-hong Au Yang Kong me
nyambung ucapan suhengnya, "lagi pula kami
hanya bertugas menjaga kediaman Tuan Puteri
Tek Huai, kami tak berani meninggaIkan tempat
jaga kami. Keamanan di tempat lain menjadi
tanggung jawab kelompok lain pula."
545 Alangkah mendongkolnya Po Goan La ma
mendapat jawaban-jawaban macam itu. Tapi ia
tidak berani memaksa karena khawatir terjadi
ketegangan seperti kemarin malam. Kemarin,
kaum Lama nyaris berbaku bantam dengan
pengawal istana anak buah Bu Kun Liong, dan
kini Po Goan Lama tidak ingin menambah
musuh dari kelompok Pengawal Jubah Ungu
yanq diperintah langsung oleh Kaisar Yong Ceng
itu. Terpaksa ia menyusul gurunya sendirian
saja. Sementara itu Pak Kiong Liong telah tiba di
sebuah halaman yang ada kolam teratainya,
tempat di mana semalam sebelumnya delapan
jenderal bawahan Pa ngeran In Te mengalami
nasib konyol . Ketika Pak Kiong Liong menoleh
kebelakang, beberapa pendeta Lama bercampur
beberapa jagoan berjubah ungu yang tidak
sependapat dengan Heng-san-sam-ki-am, tengah memburu dengan sengit.
Ketika itulah sepasukan pengawal Lwe-teng
Wisu muncul di hadapannya, di pimpin sendiri
oleh Bu Kun Liong yang bersenjata tombak
546 Hong-thian-kek . Hampir saja Pak Kiong Liong
mengamuk tak memperdulikan korban jiwa,
karena ia enggan tertangkap, tetapi ia heran
ketika melihat sikap Be Kun Liong yang
nampaknya tidak hendak berkelahi, meskipun
memegang senjatanya. Begitu Pak Kiong Liong dekat Be Kun Liong
menyongsongnya dan berkata perlahan, "Kita
pura-pura bertempur, Goan-swe, lalu kaburlah
ke arah bukit Bwe-san di barat. Penjagaan di
sana agak longgar karena Hong-siang sedang
berada di tempat lain."
Pak Kiong Liong tercengang mendapat
sambutan macam itu, dan iapun percaya kepada
Be Kun Liong menilik sorot matanya yang
memancarkan kejuiuran dan kesungguhan.
Sebelum terjadi persaingan antar putera-putera
Kaisar KhongHi, Be Kun Liong memang punya
hubungan baik dengan Pak Kiong Liong. Kini
biarpun mereka berdiri dikubu-kubu yang
berseberangan, Be Kun Liong tetap hormat
kepada Pak Kiong Liong dan belum ingin
menganggapnya sebagai musuhnya. Sikap yang
547 antara lain juga disebabkan oleh kebenciannya
terhadap golongan Lama yang di istana makin
berpengaruh dan dimanjakan oleh Kaisar Yong
Ceng. Kedua "liong" itupun bertempur pura-pura
beberapa jurus, dan begitu kelompok pendeta
Lama sudah mengejar dekat, Be Kun Liong
pura-pura roboh tersambar sapuan kaki Pak
Kiong Liong. Pak Kiong Liong sendiri kabur ke
arah yang ditunjukkan Be Kun Liong tadi. Me
mang benar, tempat itu agak kendor
penjagaannya, sehingga Pak Kiong Liong da-pat
melewatinva tanpa banyak kesulitan Beberapa
kelompok pengawal yang berpapasan dengannya boleh mengucapkan syukur, sebab
Pak Kiong Liong hanya merobohkan mereka
tanpa mencabut satu nyawapun.
Tujuan Be Kun Liong sebenarnya hanyalah
ingin mencari gara-gara dengan kaum Lama.
Kalau kaum Lama marah-marah kebetulan,
syukur-syukur kalau berkelahi sekalian.
548 Begitu melihat kelompok Lama hen-dak
mengejar terus melintasi halaman itu. cepat Be
Kun Liong berteriak "Berhenti! Ini adalah wilayah tanggung
jawab penjagaan kami!"
Biau Beng Lama memprotes jengkel, "Tetapi
kami sedang mengejar buronan! Kalian
bukannya membantu kami, tapi malah
merintangi kami?" "Tidak perduli sedang mengejar buronan
atau mencari jangkerik, wilayah tanggungjawab masing-masing kelompok harus tegas,"
sahut Be Kun Liong ngotot. Tidak perduli
ucapannya masuk akal atau tidak, yang penting
ngotot dulu, dan cari gara-gara. "Jangan cobacoba melintasi halaman ini. Kalau ada buronan
masuk wilayah kami, biar kami yang
menanganinya, kalian tetap di tempat masingmasing saja!"
Betapa mendongkolnya Biau Beng La ma,
selagi terburu-huru akan menangkap Pak Kiong
Liong untuk mencari muka terhadap Kaisar, tak
terduga malah terbentur urusan macam ini. la
549 nengacung-acungkan goloknya sambil mengancam, "Sejak kapan muncul peraturan
gila ini" Hari-hari sebelumnya kami bebas
bergerak di tempat ini untuk nenjaga
Keamanan, kenapa sekarang mendadak ada
peraturan macam ini?"
Sahut Be Kun Liong seenaknya, "Memang ini
peraturan terbaru yang baru kubuat beberapa
detik yang lalu. Begitu aku melihat mukamu,
begitu pula peraturan ini muncul. Sekarang
menyingkirlah!" Sikap anak buah Be Kun Liong sejalan
dengan komandan mereka. Yang bersenjata
bedil sudah bersiap-siap menarik pelatuk,
sedang yang bersenjata tombak dan pedangpun
bersiaga pula, berharap agar mereka mendapat
kesempatan membacok para Lama agar ter
lampiaskan sakit hati mereka atas kematian se
orang teman mereka kemarin malam.
Kini jelas bagi Biau Beng Lama bahwa Be
Kun Liong memang sengaja mempermainkannya. Namun Biau Beng Lama
enggan bertengkar malam itu, hanya berjanji
550 dalam hati akan melakukan pembalasan
terhadap Be Kun Liong di kemudian hari.
Terpaksa Biau Beng Lama bermaksud
membawa anak buahnya memutar jalan lain
untuk mengejar Pak Kiong Liong, meskipun ia
sadar sudah kehilangan banyak waktu untuk
berdebat dengan Be Kun Liong .
Namun baru saja Biau Beng Lama berbalik


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendak pergi, Be Kun Liong sudah berkata lagi,
"Eh, eh, jangan pergi dulu "
"Ada apa lagi?" tanya Biau Beng Lama
hampir habis kesabarannya.
Sambil bertolak pinggang, Be Kun Liong
berkata, "Peraturan tadi sudah kucabut...."
"Jadi.... kami boleh lewat sini?"
"Boleh, boleh. Tapi ada peraturan baru...."
"Apa?" "Kaum Lama yang lewat wilayah jagaku
harus merangkak sambil menungging kan
pantatnya tinggi-tinggi..." kata Be Kun Liong.
"Kalau tidak, kuperintah kan anak buahku
menembak pantat kalian, ingin kulihat
bagaimana wujudnya Lama tanpa pantat..."
551 Be Kun Liong tak sempat menyelesaikan
kata-katanya, sebab Po Goan Lama telah
berteriak kalap sambil menyerangkan senjata
Hong pian-jannya, "Be Kun Liong! Kau
keterlaluan menghina kami "
Namun serangan itu berhasil ditangkis oleh
tombak Be Kun Liong, lalu membalas tak kalah
hebatnya. Selama kedua pihak hanya saling mengejek,
jagoan-jagoan berseragam ungu hanya menonton saja, anggap saja sebagai pertunjukkan lawak. Tapi setelah Be Kun Liong
dan Po Goan Lama bergebrak, mau tak mau
para jagoan jubah ungu harus turun tangan
memisahkan mereka. Seorang jagoan jubah
ungu melompat ke tengah gelanggang,
menyilangkan sepasang pedang pendeknya
untuk menangkis tombak Be Kun Liong sambil
berse-ru, "Be Congkoan, urusan di antara teman sendiri harap diselesaikan dengai damai.
Jangan sampai Hong-siang marah kalau sampai
mendengar kejadian ini 552 Namun serang itu berhasil ditangkis oleh tombak
Be Kun Liong, lalu membalas tak
kalah hebatnya 553 Sementara seorang jagoan jubah ungu
lainnya menggunakan toya untuk menangkis
senjata Po Goan Lama sambil membujuk,
"Sabarlah, Seng-jin. Barang kali Be Congkoan
hanya bermaksud berkelakar...."
"Berkelakar emakmu" bentak Po Go an Lama.
Si jagoan jubah ungu yang dibentak itu
kontan merah padam wajahnya dan balas
membentak. "Ibuku hidup tenteram di desa,
kenapa dibawa-bawa dalam urusan ini?"
Muka Po Goan Lama berubah menjadi pucat ,
lalu merah padam, lalu pucat lagi, sementara
mulutnya gelagapan tak tahu apa yang harus
dikatakan. Demikianlah, dengan turun tangan-nya para
jagoan berjubah ungu untuk melerai
pertengkaran, membuat kaum Lama maupun
para pengawal istana sama-sama sungkan,
karena kelompok berjubah ungu itu merupakan
kelompok berpengaruh pula dalam istana,
bawahan langsung Kaisar Yong Ceng.
554 Tidak banyak yang tahu bahwa kelompok
jubah ungu sendiripun sebenarnya tidak
kompak, karena mereka terdiri dari bermacammacam manusia dari berbagai latar belakang
dan tujuan. Ada jagoan golongan hitam yang
diundang ke istana, diberi seragam pengawal,
dan menganggap kedudukan barunya itu
sebagai "ladang" baru untuk mencari ke
untungan diri sendiri. Sedangkan sebagian lagi
memendam cita-cita tersendiri, misalnya Hengsan-sam-kiam, yang tujuannya ialah ikut
mempengaruhi jalannya pemerintahan demi
kepentingan Bangsa Han. Dengan begitu, kubu Kaisar Yong Ceng
kelihatan kuat selalu dilihat dari luar, namun
persatuan antara kelompok-kelompok itu
sebenarnya rapuh. Masing-masing kelompok
menyimpan kepentingannya sendiri-sendiri.
Pertengkaran usai karena turun tangan
pihak ketiga, tapi masing-masing pihak
menyimpan benih sakit hati dalam diri mereka.
Kalau mereka berpapasan di halaman-halaman
istana, sorot mata mereka yang penuh
555 kebencian saling menatap dan terasa lebih
tajam dari pedang . Tanpa diketahui para penjaga, Pak Kiong
Liong tiba kembali di perkemahan pasukan
Pangeran In Te sebelum fajar. Biarpun gagal
membebaskan Ibusuri Tek Huai karena belumbelum sudah ketahuan para penjaga istana,
namun Pak Kiong Liong merasa apa yang
diperolehnya malam itu tidak sia-sia.
Setidaknya ada dua hal penting. Dari
percakapan Heng-san-sam-kiam diperoleh
kepastian bahwa memang betul Kaisar Yong
Ceng memperoleh tahta dengan curang, dengan
cara mengubah huruf-huruf dalam Surat Wasiat Kaisar Khong Hi dengan bantuan beberapa
pendekar Bangsa Han. Hal kedua, melihat sikap
Be Kun Liong terhadapnya, Pak Kiong Liong
tahu bahwa dalam barisan pendukung Kaisar
ada perpecahan antar kelompok, sehingga hal
itu je las menguntungkan pihak Pangeran In Te.
"Kekuatan pendukung In Ceng seperti
sebuah tugu batu yang dari jauh nampak kokoh,
namun sebenarnya terdiri dari batu-batu kecil
556 yang disusun dengan perekat yang rapuh.
Sedangkan pendukung Pangeran In Te terdiri
dari berbagai golongan, namun tunduk hanya
kepada satu perintah, sebuah kesatuan yang
kokoh kuat. Di Pak-khia sendiri masih banyak
pembesar yang mengharapkan agar Pangeran
In Te yang naik tahta, kalau saat ini pembesarpembesar itu kelihatannya tunduk kepada In
Ceng, itu hanyalah karena takut kalau malammalam rumah mereka didatangi algojo-algojo
Hiat-ti-cu, seperti nasib beberapa pembesar
penentang In Ceng lainnya."
Begitulah Pak Kiong Liong mereka-reka
dalam hatinya, "... kalau demikian, sebenarnya
tidak dibutuhkan sebuah perang untuk
mendepak In Ceng dari tahta yang bukan
haknya, hanya dibutuhkan waktu untuk
menunggu sampai kelompok-kelompok pendukung In Ceng cakar-cakaran sendiri.
Perang hanyalah membuang nyawa, tenaga dan
beaya yang percuma."
Tetapi begitu Pak Kiong Liong me-langkah
masuk ke kemahnya, ia tertegun. Pangeran In
557 Te sudah duduk menunggu dalam kemah
dengan wajah yang masam. Cepat-cepat Pak
Kiong Liong berlutut menghormat.
"Dari mana Paman pergi selarut ini dan
dengan pakaian macam itu?" Pangeran In Te
menyambut Pamannya dengan pertanyaan yang
dingin. "Hamba baru dari Pak-khia, Pangeran . . .
"Dari istana, untuk berbicara dengan
Kakanda In Ceng di luar ijinku?"
"Maafkan hamba, Pangeran. Memang hamba
dari istana, namun tidak untuk berbicara
dengan Pangeran In Ceng."
"Lalu untuk apa?"
Sebenarnya Pak Kiong Liong merasa sikap In
Te kurang pantas dengan menanyainya seperti
jaksa memeriksa maling, namun ia menyabarkan diri karena tahu bahwa antara
dirinya dan In Te mulai ada keretakan, dan
keretakan itu harus diperbaiki, bukan
diperlebar. Sahutnya sabar, "Hamba berusaha
membawa keluar Tuan Puteri Tek Huai.
Kemarin pun sebenarnya hamba sudah
558 membujuk Pangeran In Ceng untuk membebaskan beliau, namun karena Pangeran
In Ceng menolak, maka malam ini hamba
menempuh cara lain..."
"Hasilnya"' "Hamba gagal, Pangeran. Panjagaan terlalu
ketat." Dengan penjelasan itu, sebenarnya Pak
Kiong Liong berusaha menunjukkan ketulusan
hatinya. Apa daya, pikiran In Te sudah
cenderung mempercayai apa yang diteriakkan
Au Yu Beng dan Utti Hui Pa, kemarin menjelang
ajal mereka. Kalau benar Paman Pak Kiong Liong
memihak kepadaku secara jujur, kenapa dia
terus-menerus mencegah perang, se-akan
hendak memberi kesempatan Kakanda In Ceng
mengumpulkan kekuatan" Kenapa Paman Pak
Kiong Liong sekarang takut perang, sedangkan
dimasa mudanya merupakan perajurit perkasa
yang dijuluki Pak Kiong (Naga Utara)" Makin
direka-reka sendiri oleh batin In Te, makin ia
meragukan pamannya ini. 559 Tetapi In Te masih juga agak sungkan kepada
pamannya untuk menuduh terang-terangan.
Maka iapun menegur Pak Kiong Liong dengan
alasan lain. "Harap Paman pahami bahwa
tempat ini adalah perkemahan perajurit yang
terikat tata tertib, bukan perkemahan orangorang bertamasya dimana setiap orang dapat
keluar masuk seenaknya saja. Tindakan Paman
meninggalkan perkemahan tanpa ijinku itu
apakah memberi contoh baik kepada para
perajurit?" "Kalau hamba dianggap keliru dalam hal ini,
hamba rela dihukum, Pangeran, Demi tatatertib perkemahan ini."
Sikap tunduk Pak Kiong Liong ini membuat
In Te malah merasa tidak enak sendiri dan
suaranya melunak, "Kali ini kumaafkan, Paman.
Akupun berterima kasih karena Paman
menempuh bahaya hendak membebaskan
Ibunda, aku hanya mohon agar lain kali Paman
minta ijinku dulu untuk segala tindakan. Rasa
sesal ku belum reda atas gugurnya delapan
jenderal bawahanku, jangan Paman menambah
560 rasa sesalku dengan tindakan-tindakan gegabah
Paman..." "Terima kasih, Pangeran."
Setelah In Te meninggalkan kemah-nya, Pak
Kiong Liong sendirian geleng-geleng kepala
dengan rasa sesal. "Anak bodoh, aku tahu
sikapmu sudah terpengaruh bisikan orangorang yang hendak memecah-belah antara kita.
Kalau begini gampang kau terpengaruh orang.
In Ceng tak perlu menggunakan sebatang
pedang atau sebutir peluru pun untuk mengalah
kanmu. Cukup dengan beberapa patah kata
yang menimbulkan saling curiga dengan
pembantu-pembantumu yang tulus, lalu kau
akan runtuh sendiri."
Mendadak Pak Kiong Liong sadar,
seandainya berhasil menjadi Kaisar pun belum
tentu menjadi Kaisar yang baik. In Te tidak
kejam dan licik seperti In Ceng, bahkan agak
lugu, tapi ia gam-pang dihasut dan itu akan.
menjadi titik kelemahan terburuk dalam
kepribadiannya. Kalau ia menjadi Kaisar, baik
buruknya pemerintahan akan sangat ter561
gantung kepada baik buruknya orang ter
dekatnya. Kalau orang dekatnya baik,
pemerintahannya baik. Kalau ia didampingi
seorang dorna yang dapat menyelubungi
kejahatannya, pemerintahannyapun akan buruk
sekali. Mungkin akan sama buruknya dengan
Kaisar Yong Ceng Dari dinasti Beng, Kaisar yang lemah dan
"disetir" si menteri dorna Co Hua Sun, sehingga
pemerintahannya akhirnya ambruk oleh


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemberontakan rakyat dibawah pimpinan Li Cu
Seng. Hari-hari berikutnya, sikap In Te terhadap
Pak Kiong Liong semakin dingin dan tidak
percaya. Pak Kiong Liong tidak lagi pernah
diajak membahas soal-soal penting, karena In
Te was-was jangan-jangan hasil pemblcaraan
akan dibocorkan kepihak Kaisar Yong Ceng.
Paling-paling Pak Kiong Liong hanya diundang
ke kemahnya untuk menemani main catur , atau
perjamuan kecil tetapi tidak untuk perundingan
perundingan penting, 562 Pak Kiong Liong menghadapi hal itu hanya
dengan memaki kebimbangan In Te dalam hati,
"Anak bodoh, kalau aku benar-benar seorang
pengkhianat, apa susahnya aku menangkapmu
selagi berdua saja ketika main catur atau
minum arak, dan membawa batok kepalamu ke
hadapan In Ceng" Dasar terlalu banyak curiga..."
Namun Pak Kiong liong tetap tidak sampai
hati meninggalkan In Te, rasanya seperti
meningglkan seorang anak kecil yang baru
pintar merangkak bermain-main dipinggir
sumur yang dalam. Dalam hal kelicikan dan akal
bulu, In Te bukan tandingan Kaisar Yong Ceng,
apalagi di pihak musuh masih ada Liong Ke Toh
yang ahli merancang siasat-siasat keji. Maka
dengan menahan hati, la letap berada di
perkemahan Pangeran In Te untuk mengamatamati perkembangan.
Sementara itu, Ni Keng Giau yang baru saja
memimpin angkatan perang mengusir pasukan
Jepang dari Liau-tong, seorang diri telah
mendahului pasukannya untuk menembus
pengepungan pasukan In Te, dan berhasil
563 menyelundup masuk ke Pak-khia untuk
langsung menghadap Kaisar Yong Ceng.
"Dimana pasukanmu?" tanya Kaisar Yong
Ceng, ketika Ni Keng Giau menghadapnya di
serambi Yang-wan-k iong .
"Masih dalam perjalanan, Tuanku. Ketika
hamba mendengar bahwa Pak-khia dikepung
Pangeran In Te, hamba mendahului pasukan
untuk menjumpai Tuanku, sebab pasukan
hamba berjalan agak lambat karena banyaknya
peralatan perang yang haru dibawa. Juga
beberapa pucuk meriam rampasan dari
pasukan Jepang. "Kau benar benar setia kepadaku, Sute (adik
seperguruan). Tapi masih lamakah pasukanmu
sampai kemari?" "Mungkin dua atau tiga hari lagi
"Terlalu lambat," kata Kaisar gelisah.
"Kenapa tuanku katakan terlalu lambat"
Apakah Pangeran In Te sudah memberi batas
waktu kepada kita?" "Dua hari lagi di lapangan Thian-an bun akan
diadakan sembahyang besar-besaran untuk
564 menghormat arwah - Hu Hong, yang akan
dihadiri oleh Adinda In Te pula. Saat itulah aku
bermaksud berbuat sesuatu untuk melumpuhkannya, tetapi aku tidak bisa berbuat
apa-apa tanpa dukungan kekuatan yang
memadai." "Bolehkah hamba mendengar rencana
Tuanku?" Kaisar Yong Ceng membisikkan rencananya
ke kuping Ni Keng Giau, lalu Ni Keng Giau
mengangguk-angguk sambil tersenyum, "Itu
sebuah rencana yang bagus, Tuanku. Tidak
perlu dibatalkan, namun hamba sarankan untuk
dirubah sedikit saja."
"Maksudmu?" "Seandainya pasukan hamba sudah ada di
sini pun rasanya kurang bijaksana kalau
melawan dengan kekerasan, karena pasukan
hamba kalah jumlah dan masih kelelahan
sehabis perang di Liau-tong. Maka untuk
menundukkan Pangeran In Te haruslah dengan
akal." "Coba sebutkan."
565 "Hamba mohon ampun , Tuanku....."
kata Ni Keng Giau, lalu didekatkannya
mulutnya ke kuping Kaisar untuk berbisik-bisik,
sehingga para dayang dan pelayan di tempat
itupun tak dapat mendengarnya. Mereka cuma
melihat wajah Kaisar menjadi cerah, dan
menepuk meja dengan amat gembira sambil
berseru, "Bagus! Kalau akalmu ini berhasil, kau
segera kulantik sebagai Panglima Tertinggi
Angkatan Perang Kekaisaran, menggantikan In
Te!" Buru-buru Ni Keng Giau berlutut dan
menjawab keoirangan pula, "Hamba mengucapkan beribu-ribu terima kasih atas
anugerah Tuanku. Hamba hanyalah abdi setia
bagi kejayaan Tuanku!"
Hati Ni Keng Giau mekar sebesar gunung.
cuping hidungnya kembang kempis, Panglima
Tertinggi Angkatan Perang sebuah kemaharajaan yang terbentang dari Tibet
sampai Korea" Alangkah hebatnya.... alangkah
hebatnya. Hanya di tangannya akan tergenggam
kekuasaan atas jutaan perajurit kekaisaran, dan
566 berarti pula tergenggam mati hidupnya
Kerajaan Manchu. la memang berambisi sejak
dulu, namun tak disangka akan memperoleh
secepat itu. Tetapi Ni Keng Giau tidak tahu bahwa Kaisar
sendiri menyesali janji-nya sendiri, hanya
beberapa detik setelah mulutnya mengucapkannya . Janji yang lepas begitu saja
karena kelegaannya setelah yakin akan lepas
dari tekanan Pangeran In Te. Tetapi setelah
dipikir-pikir lagi , terasa alangkah gegabahnya
janjinya itu. Kalau keIak Ni Keng Giau
menguasai Angkatan Perang, lalu kekuatan apa
yang tersisa di tangannya sendiri" Hanya Lweteng Wi-su (Pengawal Istana), Gi-cian Si-wi
Pengawal Kaisar) yang cuma ratusan orang,
ditambah kelompok Lama, kelompok Hiat-ti-cu
dan kelompok Jubah Ungu yang kalau dijumlah
tak lebih dari seribu orang" Bukankah itu sama
saja bahwa nyawanya tergenggam di telapak
tangan Ni Keng-Giau" Namun untuk sementara
ia tidak mungkin menjilat ludahnya kembali,
khawatir Ni Keng Giau akan kecewa dan tidak
567 lagi tunduk kepadanya . la kenal benar watak Ni
Keng Giau sebagai saudara seperguruan yang
selama beberapa tahun pernah sama-sama
belajar di Wihara Siau-lim-si. Kalau bisa
dimanfaatkan, Ni Keng Giau adalah pembantu
yang amat berbahaya. Dalam urutan kelicikan
dan tipu muslihat, si adik seperguruan ini tidak
kalah dari kakak seperguruannya yang kini
menduduki tahta. Matahari terbit dan tenggelamnya menurut
garis edarnya, dan tibalah hari untuk
sembahyang besar di lapangan Thian-an-bun.
Lapangan itu sudah dijaga ketat oleh
bermacam-macam pasukan dan kelompok,
dengan seragam masing-masing pasukan Kiubun Te-tok (pengawal ibukota/Garnisun)
dengan seragam merah hitam, Han-lim-kun
dengan seragam merah biru dengan topi lancip
berhias benang benang merah, Lwe-teng Wisu
dengan jubah biru laut dan bertopi beludru
biru, dan jagoan-jagoan berseragam ungu yang
tidak bertopi, sehingga nampak kepala mereka
yang dibotaki bagian depan dan dikuncir
568 belakangnya, tata rambut wajib untuk setiap
lelaki di jaman Manchu itu. Tidak ketinggalan
kaum Lama Tibet dipimpin sendiri oleh Biau
Beng Lama yang memakai kasa merah, dan
kepalanya memakai topi lancip tinggi berwarna hitam, diberi tali yang diikatkan ke
bawah dagunya. Dia yang akan memimpin
sembahyang menghormat arwah Kaisar Khong
Hi. Tak Lama kernudian, di Se-toa-kai (Jalan
Raja Barat) yang membujur membelah kotaraja
Pak-khia, bumi bergetar oleh derap ratusan
ekor kuda perang yang tegar, karena Pangeran
In Te muncul dengan membawa rombongan
pengawal yang kuat, bahkan ada limapuluh
pucuk bedil dalam rombongan itu. Di bawah
kibaran bendera Ngo-jiau-kim-liong-ki (bendera
kekaisaran) yang berdampingan dengan
bendera hitam bersulam sepasang anakpanah
emas yang bersilangan, bendera lambang
kedudukan In Te, Pangeran keempatbelas itu
berkuda dengan gagahnya, didampingi beberapa jenderal. Di antaranya nampak Bok
569 Eng Siang yang dulu berhasil kabur dari Pakkhia ketika nyaris dihukum mati oleh Kaisar
Yong Ceng. Namun Pak Kiong Liong tidak
kelihatan mendampingi Pangeran In Te.
Pangeran In Te memakai pakaian ke
besarannya sebagai Bu-wan Ciangkun, si
Penakluk Jing-hai, dengan mantel kuning
bersulam naga. Topinya juga kuning dan
bersulam naga pula, sehingga dandanannya
mirip seorang Kaisar. Melihat itu, orang-orang
yang sudah berkumpul di Thian-an-bun banyak
yang berdebar-debar hatinya, jangan-jangan
gara-gara Jubah dan topi Pangeran In Te itu
Lapangan Thian-an-bun akan bersimbah da
rah" Di salah satu sisi lapangan, bergerombollah
para kerabat istana termasuk para pangeran
saudara-saudara In Te yang tidak nampak
hanyalah Ibusuri Tek Huai. Pangeran In Si yang
sudah menghiIang sejak gelar kebangsawanannya dicabui, Pangeran In Gi dan Pangeran In
Tong yang masih meringkuk dalam penjara,
570 karena dulu mereka menentang pengangkatan
Kaisar Yong Ceng. Sambil melompat turun dari kuda-nya,
Pangeran In Te sempat melambaikan tangan ke
arah saudara-saudaranya sambil tersenyum. Ini
penting untuk menarik simpati.
Genta di istana berbunyi keras. tandanya
Kaisar Yong Ceng akan keluar. Pintu gerbang
merah terbuka, sepasukan perajurit Gi-cian Siwi (Pengawal Kaisar) berbaris keluar dalam dua
deretan, lalu Kaisar muncul dengan dengan
jubah kekaisarannya yang kemilau, jubah
kuning bersulam naga yang mirip sekali dengan
yang dipakai Pangeran In Te sehingga di
lapangan itu kini seolah-olah ada dua kaisar.
Munculnya Kaisar Yong Ceng disambut
dengan berlututnya sekalian perajurit, pejabatpejabat tinggi dan kerabat-kerabat istana, udara
di lapangan itupun bergetar oleh seruan
serempak dari ribuan mulut, "Ban swe....... Banswe .. .. "
Di saat seruan serempak Pangeran In Te dan
ratusan pengawalnya jadi kelihatan menyolok
571 sekali karena mereka tetap tidak mau berlutut.
Dulu Pangeran In Gi dan In Tong ditangkap
karena menolak berlutut, namun In Te tidak
bisa disamakan dengan kedua kakaknya yang
hanya didukung beberapa jago kepruk itu,
sebab In Te didukung oleh enamratus ribu
perajurit bersenjata lengkap yang berbaris di
luar Pak-khia, setiap saat akan menyerbu masuk
Pak-khia begitu mendapat isyarat.
Kaisar Yong Ceng menatap marah ke arah
Pangeran In Te sambil menggeram, "Adinda In
Te, kau kenal tatakrama atau tidak?"
"Tata krama yang mana, Kakanda?" In Te
balas bertanya, ia tidak memanggil "Tuanku"
seperti orang lain, tapi hanya "kakanda",
menandakan tidak mengakui kekuasaan


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kakaknya itu . Keruan Kaisar Yong Ceng naik darah melihat
sikap menantang itu. "Kau sedang berhadapan
dengan siapa sekarang ini?"
"Ya berhadapan dengan Kakanda In Ceng,
memangnya aku lupa?" sahut In Te masih
seenaknya. 572 "Kau sedang berhadapan dengan Yang
Dipertuan di kekaisaran ini!" bentak Kaisar
semakin keras. "Berlutut!"
Orang lain sudah menggigil melihat
kemarahan Kaisar, sedangkan In Te malah balas
mernbentak dengan beraninya, "Tidak! Kakanda belum membuktikan bahwa kakanda
mendapatkan tahta itu dengan syah, kakanda
belum menjadi Kaisar yang syah! Sedangkan
aku adalah Panglima Angkatan Perang yang
ditunjuk sendiri oleh Hu Hong semasa hidupnya
dilantik di Sidang Istana, disaksikan puluhan
saksi yang berbobot!"
Bantah Kaisar, "Tetapi Hu Hong sudah
menunjuk aku lewat Surat Wasiat-nya! Kau
berani tidak mengakui amanat Hu Hong?"
"Hem, Surat Wasiat itu sangat diragukan
keasliannya. Siapapun yang memperhatikan
sikap Hu Hong selama hidupnya, tahu pasti
siapakah yang sebenar-nya dipilih Hu Hong
untuk menggantikan tahtanya! Hanya sekomplotan manusia curang saja yang
mencoba memalsukan Surat Wasiat Hu Hong,
573 dan Kakanda adalah pemimpin dari komplotan
maling itu!" Demikianlah, upacara sembayang belum
mulai, Yong Ceng dan In Te sudah memanaskan
suasana dengan pertengkaran mereka. Pengikut
kedua pihak juga sudah siap-siap membela
junjungan masing-masing, biarpun mereka akan
berhadapan dengan bekas kawan-kawan
sendiri. Beberapa kerabat istana yang sudah
berambut putih mencoba melerai kedua
bersaudara itu, namun kata-kata mereka tidak
digubris oleh kedua belah pihak. Pangeranpangeran lainnya lebih-lebih tidak berani ikut
campur dalam pertengkaran antara kedua
saudara mereka. Pangeran keenambelas In Eng
yang masih kecil, bahkan hampir menangis ka
rena takut melihat kakak-kakaknya bertengkar.
"In Te, lihat sekelilingmu!" bentak Kaisar
sambil menunjuk ribuan perajuritnya yang
sudah menqepung lapangan itu, bahkan diatas
atap-atap rumah di sekitar lapangan juga sudah
siap regu-regu pemanah dan penembak
574 penembak bedil. Kata Kaisar lebih lanjut,
"Dengan sepatah kata perintah dari mulutku,
mereka akan bertindak untuk mencincangmu!
Dan mereka cuma sebagian kecil dari seluruh
pasukan yang setia kepadaku di Pak-khia!"
Tetapi In Te tidak mempan digertak. Seorang
pengikutnya telah siap dengan sebuah roket
asap sebesar lengan, yang dipegang dengan
tangan kiri, sedang tangan kanannya memegang
api yang sudah didekatkan ke sumbu roket asap
itu. Dia dikawal ketat oleh pengikut-pengikut
lainnya. Kalau In Te memberi isyarat, maka
roket itu akan diluncurkan ke udara,
rnembentuk garis asap merah yang terlihat dari
luar Kotaraja Pak-khia, dan itulah isyarat bagi
pasu kan In Te untuk menyerang!
Kata In Te dingin, "Suruh pengikutpengikutmu bergerak, kakanda, dan akupun
akan memerintahkan pasukanku untuk berqerak, supaya enam ratus meriam meletus
serampak dan perajurit-perajuritku membanjiri
kota ini!" 575 Saling menggertak itu tak akan ada akhirnya
karena kedua pihak enggan mengalah, enggan
kehilangan muka. Liong Ke Toh yang
mendampingi Kaisar Yong-ceng menjadi cemas
jangan-jangan Kaisar terpancing kemarahannya, dan melakukan tindakan yang
merusak rencana. Maka buru-buru Liong Ke
Toh maju dan menengahi, "Tuanku berdua,
hamba harap kalian tidak bertengkar dihadapan
altar mendiang Ayahanda Tuanku berdua.
Bersikaplah sebagai putera-putera keturunan
Aishin Gioro yang terhormat, bukankah Tuanku
berdua telah bersepakat untuk berunding
secara kekeluargaan setelah selesainya sembahyang ini?" Sebuah kedipan mata rahasia dilontarkan
diam-diam oleh Liong Ke Toh kearah Kaisar.
Maka Kaisarpun menahan diri sekuat tenaga.
Begitu pula In Te, biarpun hatinya gemas bukan
main dan ingin menjotos muka keriput Liong Ke
Toh, namun ia tidak melakukannya. Nama
baiknya akan runtuh kalau ia memukul seorang
576 sesepuh keluarga istana yang masih terhitung
pamannya.... "Baik", Kaisar Yong Ceng berkata kemudian.
"Aku akan memimpin pemberian hormat
kepada arwah Hu Hong."
Lalu seluruh anggota keluarga istana yang
hadir berbaris berderet di-belakang Kaisar
Yong Ceng menurut urutan kedudukannya.
Namun Pangeran In Te tidak ikut berbaris,
melainkan maju ke depan untuk berdiri sejajar
dengan Kaisar Yong-Ceng. Ketika Kakandanya
itu maju dua langkah, diapun maju dua langkah.
Kaisar maju dua langkah lagi, Pangeran In Te
juga menambah dua langkah . .. .
Kembali wajah Yong-ceng merah padam,
sehingga Liong Ke Toh buru-buru mendekati
dan membisikinya, "Bersabarlah sebentar lagi,
Tuanku. Saat ini Ni Keng Giau pasti sedang
menjalankan rencananya dan tidak lama lagi
kemenangan mutlak akan tergenggam di tangan
Tuanku... " Apa boleh buat, upacara penghormatan
arwah terpaksa berjalan dengan dua pemimpin,
577 padahal seharusnya pemimpinnya hanya Kaisar
sendiri .... Dan kemanakah Ni Keng Giau yang tidak
nampak batang hidungnya dilapangan upacara
itu" Di luar kotaraja Pak-khia, pasukan Pangeran
In Te kelihatan bersiaga penuh. Benderabendera sudah berkibar di puncak tangkai
tangkainya, menggelepar seperti gejolak hati
para perajurit. Semua prajurit sudah
berseragam tempur dan bersenjata lengkap.
Kalau ada isyarat asap merah dari arah kota
Pak-khia, mereka akan segera menyerbu
dengan dipelopori meriam-meriam mereka.
Di dalam salah satu kemah dari ribuan
kemah, Pak Kiong Liong berjalan mondarmandir sendirian dengan gelisah nya. Biarpun
seragam tempur sudah melekat dibadannya dan
pedang sudah tergantung dipinggangnya,
namun la gelisah sekali. la sadar bahwa
Pangeran In Te mulai tidak percaya kepadanya,
sehingga ia tidak diajak mendampingi masuk ke
Pak-khia. la t I d a k s a k I t h a t i diperlakukan
578 Kembali wajah Yong Ceng merah padam, sehingga
Liong Ke Toh buru-buru mendekati dan membisikinya
579 demikian, namun justru mencemaskan Pangeran In Te akan terjebak di dalam kota
Pak-khia. Biarpun In Te adalah seorang militer
yang tangguh di medan perang Jing-hai, tetapi ia
terlalu polos dalam menghadapi Kaisar Yong
Ceng yang penuh akal bulus itu.
Celakanya, Pak Kiong Liong tidak punya
wewenang untuk berbuat apapun di perkemahan itu, bahkan meninggalkan perkemahanpun tidak boleh tanpa ijin wakil
Pangeran In Te. Yang mewakili In Te selama In Te di Pakkhia, adalah seorang jenderal bernama Liok Hai
Hong, yang sejak tersingkirnya Pak Kiong Liong
dari sisi In Te lalu naik menjadi "orang nomor
dua" di perkemahan raksasa itu. Tetapi dalam
pandangan Pak Kiong Liong, Liok Hai Hong
hanya pintar omong muluk-muluk, namun
sesungguhnya hanya sesosok prlbadi yang
kurang teguh pendiriannya dan sungguh
merupakan pertanda buruk bahwa orang
macam itulah yang kini memegang kekuasaan di
perkemahan itu secara mutlak. Kuasanya tak
580 dapat ditawar lagi, sebab ia mendapat limpahan
kuasa dari Pangeran In Te sendiri.
Setelah hampir setengah hari In Te
meninggalkan perkemahan dan belum juga ada
isyarat dari Pak-khia, kegelisahan Pak Kiong
Liong pun memuncak. Tak tahan lagi, ia
tinggalkan kemahnya untuk menuju kemah Liok
Hai Hong, dan dijumpainya wakiI Pangeran In
Te itu sedang makan minum dan santainya.
"Saudara Liok, apakah belum ada isyarat?"
Kalau beberapa hari sebelumnya Liok Hai
Hong maslh bersikap hormat kepa da Pak kiong
Liong, sekarang tidak lagi demikian. Kini dia
adalah wakilnya In Te sedang Pak Kiong Liong
bukan apa-a-panya lagi, malah dianggap
"setengah pesakitan" karena "kesetiaannya
diragu kan". Ketika Pak Kiong Liong melangkah masuk
kemahnya, Liok Hai Hong tidak menyambutnya
dengan berdiri, cukup sedikit menganggukan
kepala. Tangan kanan masih sibuk dengan
sumpit, tangan kiri tak sedikitpun lepas dari
cawan. arak-nya. Jawaban untuk pertanyaan
581 Pak Kiong Liong harus menunggu sampai ia
selesai mengunyah lembut-lembut sepotong
daging, lalu minum, barulah menjawab, "Belum
ada. Pasti perundingan berjalan dengan
lancar..." "Atau kemungkinan lain", potong Pak Kiong
Liong cemas. "Pangeran In Te terjebak bersama
seluruh pengawalnya, sehlngga tidak lagi
sempat melepaskan isyarat..."
"Ah, jangan membayangkan yang burukburuk. Pangeran In Ceng takkan berani curang
kalau di depan hidungnya ada enam ratus
pucuk meriam dan ratusan ribu pasukan yang
siap membela Pangeran In Te. Aku yakin
perundingannya lancar. Bagaimanapun juga
kedua Pangeran itu bersaudara, dan perundingannya sendiri tentu dihadiri para
sesepuh keluarga kerajaan yang akan
mendinginkan kemarahan kedua Pangeran
itu..." Pak Klong Liong kurang sependapat,
"Memang begitulah harapan kita. Tapi ingat,
Pangeran In Si sampai kabur keluar Pak-khia
582 karena digencet oleh In Ceng, sedang Pangeran
In Gi dan Pangeran In Tong malah meringkuk
dalam penjara, padahal bukankah ketiga
pangeran itupun saudara-saudara Pangeran In
Ceng" Kalau Pangeran In Ceng berani berbuat


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

demikian kepada ketiga saudara nya, kenapa
tidak berani kepada Pangeran In Te?"
"Tidak. Kedudukan Pangeran In Te jangan
disamakan dengan ketiga pangeran sial itu.
Pangeran In Te didukung sebuah pasukan yang
kuat, sedang ketiga pangeran itu hanya
didukung sekelompok kecil gentong nasi. Itulah
bedanya, Goanswe?" "Tetapi saat ini Pangeran In Te banya
berpengawal tidak lebih dari dua ratus orang,
terpisah dari pasukan pendukungnya, berada di
tengah-tengah kota Pak-khia yang ada dalam
genggaman Pangeran In Ceng..
"Tidak. Tidak terpisah, namun tetap
berhubungan dengan isyarat. Panah asap
berwarna biru berarti pasukan tetap di tempat,
panah asap warna merah berarti perintah
menyerang.. 583 "Bagaimana kalau diserang sedemikian rupa
sehingga tak sempat melepaskan isyarat"
Padahal melepaskan isyarat hanya butuh
beberapa detik untuk menyulut sumbunya.
Jangan mengkhayal yang bukan-bukan, Goanswe..." "Bagaimana kalau Pangeran In Te dan
seluruh pengawalnya dipancing masuk di
sebuah tempat tertutup" Di tempat tertutup,
tentu roket asap itu jadi tak berguna lagi ..
Ucapan Pak Kiong Liong yang masuk akal itu
membuat leher Liok Hai Hong mendadak serasa
tercekik. Wajahnya berubah, namun sesaat
kemudian ia tetap menggeleng gelengkan
kepalanya dengan keras kepala, "Tidak mungkin
Pangeran In Te setolol itu. Namun andaikata ia
khilaf juga, masa tidak ada pengiringpenglrlngnya
yang memperingatkannya" Apakah semua pengiringnya berotak kerbau?"
Biarpun Liok Hai Hong mencoba mengucapkannya dengan nada yakin, tapi hatinya
mulai goyah, suaranya tidak semantap semula.
584 Sahut Pak Kiong Liong, "Saudara Liok, kita
tentunya mengharap yang baik-baik saja, tapi
kita harus memperhitungkan kelicikan Pangeran In Ceng dan begundal-begundaInya.
Aku mohon saudara Liok mengijinkan aku
membawa dua ribu perajurit untuk menyusul
ke Pak-khia barangkali akan menjadi bantuan
yang berarti untuk Pangeran In Te."
Alangkah jengkelnya Pak Kiong Liong ketika
melihat kepala Liok Hai Hong menggeleng lagi,
sambil berkata, "Tidak bisa, Goanswe, maaf.
Pangeran In Te sudah berpesan, tidak
seorangpun boleh meninggalkan perkemahan
sebelum ada isyarat roket asap merah. Siapa
yang melanggar, hukumannya ialah pancung
kepala!" Kini musuh terbesar Pak Kiong Liong ialah
kegeliisahannya memikirkan keselamatan In Te,
disamping kejengkelan nya menghadapi sikap
kepala batu Liok Hai Hong. Tanpa pamit lagi, dia
kembali ke kemahnya. Namun di dalam kemahnya pun dia tidak
tinggal lama. Terdorong oleh kegelisahannya,
585 diapun diam-diam meninggalkan perkemahan
untuk menuju Pak-khia sendirian, tidak peduli
peraturan di perkemahan yang menjanjikan
hukuman mati tadi. In Te adalah setitik harapan yang tersisa untuk menyelamatkan ke
kaisaran dari cengkeraman Kaisar Yong Ceng
yang lalim, yang didampingi manusia-manusia
semacam Liong Ke Toh dan Ni Keng Giau. Setitik
harapan itu harus direbut!
Pada saat yang sama, Liok Hai Hong di
kemahnya sudah kehilangan nafsu makannya,
terpengaruh oleh ucapan Pak Kiong Liong yang
masuk akal. Kenapa setidak-setidaknya roket
asap biru" Apakah aku harus menggerakkan
pasukan untuk menggempur" Ternyata Liok Hai
Hong dak punya nyali untuk bertindak sendiri,
khawatir kalau sampai kalah. Bahkan timbul
pikiran, bagaimana kalau membawa seluruh
pasukannya menakluk saja kepada Kaisar Yong
Ceng" Tentu akan ada hadiah besar buatnya.
586 (Bersambung Jilid X) 587 KEMELUT TAHTA NAGA Karya : STEFANUS S.P. Jilid X Ternyata penilaian Pak Kiong Liong atas
kepribadian Liok Hai Hong tidak meleset,
sayang Pangeran In Te tidak mengetahuinya,
karena Pangeran itu hanya terpesona oleh
omong besar Liok Hai Hong yang seolah-olah
satu-satunya pahlawan... Tengah Liok Hai Hong termenung-menung
sendiri dengan hati condong kesana kemari,
tanpa menghabiskan sisa makanan enak yang
masih bertebaran di mejanya, mendadak
seorang perajurit menghadap dan melapor,
"Ciangkun, Jenderal Ni Keng Giau di luar
perkemahan mohon bertemu dengan Ciangkun..." Jenderal Ni Keng Giau" Pantat Liok Hai Hong
seolah disengat kalajengking ketika mendengar
nama itu. Bukankah Ni Keng Giau adalah
588 pembantu terpercaya Kaisar Yong Ceng" Buat
apa ingin menemuinya" Suara Li ok Hai Hong
pun menjadi gugup, "Cepat bunyikan tanda
bahaya! Semua perajurit harus bersiaga l"
Perajurit pelapor itu menundukkan kepala
dalam-dalam untuk menyembunyikan senyuman gelinya. Sikap gugup Liok Hai Hong
sama sekali tidak pantas sebagai pemimpin
sebuah pasukan yang demikian besar, lebih
mirip seorang nenek-nenek yang dilapori kalau
cucu kesayangannya kecemplung sumur.
Perajurit pelapor itu memberanikan diri
berkata, "Ciangkun, tidak perlu menyiapkan
pasukan..." "Kenapa tidak perlu" Bukankah Ni Keng Giau
datang untuk menyerang kita?"
"Ciangkun, Jenderal Ni datang hanya dengan
sepuluh pengawal yang semua nya tidak
bersenjata..." "Benar" Tidak ada pasukan besar di belakang
mereka?" "Benar, Ciangkun. Juru teropong dimenara
pengawas juga sudah memastikan bahwa
589 Jenderal Ni hanya datang bersama sepuluh
pengawalnya yang tak bersenjata, tak ada
lainnya." Liok Hai Hong tercengang, namun hatinya
mekar kembali. Kegagahannyapun pulih dan
keluarlah perintahnya, "Suruh Jenderal Ni
masuk, sebelumnya panggil dulu satu regu
pengawal kita untuk mengawal aku disini
selama peinbicaraan dengan Jenderal Ni!"
Perajurit itupun keluar menjalan-kan
perintah. Liok Hai Hong sendiri bersiap-siap.
Pakaiannya dirapikan, pedangnya di pasang di
pinggang, satu regu pengawal bersenjata
lengkap dipasang berbaris di kiri kanan
kursinya untuk memberi kesan angker. Sebagai
wakil Pangeran In Te, dia harus nampak
berwibawa menghadapi ulusan Kaisar Yong
Ceng. Beberapa saat kemudian, Ni Keng Giau
masuk dengan mengulum senyuman ramah,
tidak menunjukkan sikap bermusuhan sedikitpun. Bahkan, blarpun pangkat nya lebih
590 tinggi dari Liok Hai Hong dia memberi hormat
lebih dulu, yang di balas oleh Liok Hai Hong
dengan agak canggung. "Selamat bertemu, saudara Liok," Ni Keng
Giau langsung berusaha menciptakan suasana
pembicaraan yang akrab. "Sudah kudengar
bagaimana gagah perkasanya saudara Liok
membantu " Pangeran In Te menaklukkan para
pemberontak keparat di Jing-hai, demi kejayaan
kekaisaran kita..." Umpan yang kena, sebab wajah Liok Hai
Hong sedikit lebih cerah mendengar pujian itu,
dan iapun membalas basa-basi itu, "Terima
kasih, saudara Ni . Yang kulakukan tentu tidak
sebanding dengan yang dilakukan saudara diLiau-tong, ketika mengusir balatentara Jepang.
Silahkan duduk." "Terima kasih."
"Apa maksud kedatangan saudara Ni
kemari?" "Maksud kedatanganku ialah ingin menyampaikan sebuah kabar gembira, bahwa
hari ini adalah hari keberuntungan terbesar
591 buat kekaisaran kita, yang terhindar dari
perang saudara," Ni Keng Giau amat ramah. "Kenapa saudara Ni berkata demikian?"
Sahut Ni Keng Giau, "Sebab perundingan
antara Hong-siang dan Pangeran In Te ternyata
berjalan amat lancar. Suatu keberuntungan bagi
kekaisaran, bahwa mereka berdua dianugerahi
kebijaksanaan yang tinggi dan jiwa yang lapang
..." Pada dasarnya Liok Hai Hong memang takut
perang, maka tentu saja gembira mendengar
kata-kata Ni Keng Giau itu. Namun masih juga ia
berlagak garang, "Hem, apa maksud saudara Ni
dengan mengatakan perundingan berjalan
lancar?" Ni Keng Giau tetap tersenyum ramah, "Hongsiang dan Pangeran In Te tadinya berunding
dengan hati panas, tapi Iama-kelamaan mereka
bisa saling mengalah untuk menyelamatkan
talipersaudaraan mereka, apalagi setelah Tuan
Puteri Tek Huai ikut bicara pula. Karena Hongsiang memang berhasil membuktikan bahwa
592 dialah pewaris syah tahta ayahandanya, maka
Pangeran In Te mau mengalah dengan lapang
dada. Kini mereka su dah rukun kembali. Sang
kakak tetap menduduki tahta, sang adik tetap
dalam kedudukan sebagai Panglima Angkatan
Perang, bukankah serasi sekali" Dan kerajaan
kitapun akan semakin jaya!"
"Ni Goanswe, benarkah ini?"
"Tentu saja benar. Bahkan karena Hongsiang
merasa amat gembira karena terhindarnya pertumpahan darah, maka orangorang dari kedua belah pihak yanq ikut
mendorong terciptanya perdamaian ini akan
dinaikkan pangkatnya. Saudara Liok, di
hadapan Hong-siang Pangeran In Te sudah
menyebut-nyebbt namamu sebagai seorang
panglima yang berpendirian teguh, tidak
gampang mengikuti arus orang-orang gila
kekerasan macam Au Yi Beng atau Utti Hui Pa.
Aku belum tahu kedudukan apa yang akan
dihadiahkan oleh Hong-siang kepadamu, tetapi
kudengar Pangeran In Te sudah mengusulkan
agar kau diangkat menjadi sunbu (Gubernur)
593 untuk Siam-si atau Oupak yan rencananya
memang hendak diganti orang baru. Saudara
Liok, perkenankanlah aku mengucapkan
selamat kepadamu dengan tiga cawan arak!"
Sikap angker Liok Hai Hong yang seperti


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gunung es, sikap yang dibuat-buat itu, akhirnya
lumer juga mendengar dirinya akan mendapat
kedudukan setinggi itu. Tiga unsur dalam diri
Liok Hai Hong ialah takut perang, mabuk pujian
dan ketamakan akan pangkat yang tinggi,
membuat Liok Hai Hong goyah pendiriannya.
Perubahan air muka Liok Hai Hong tak lepas
dari pengamatan Ni Keng Giau yang diam-diam
tertawa mengejek dalam hatinya, namun
wajahnya tetap kelihatan ramah, bahkan
dengan tangannya sendiri dia menuangkan tiga
ca wan arak untuk sang "calon gubernur". .
Umur Ni Keng Giau cuma separuh Liok Hai
Hong, namun kecerdasannya justru dua kali
lipat kecerdasan Liok Hai Hong. Keiiru sekali
Pangeran In Te menyerahkan pimpinan
perkemahan ketangan Liok Hai Hong, sebab
itulah titik balik dari perjuangannya menuju
594 tahta yang sebenarnya tadinya sudah unggul di
atas angin. Dengan cerdiknya Ni Keng Giau terus
meloloh Liok Hai Hong dengan arak dan pujian,
membuatnya tidak waspada. Dan setelah
suasananya matang, Ni Keng Giau berkata,
"Saudara Liok, selain kabar gembira itu, akupun
membawa titipan pesan dari Pangeran In Te
untukmu." "Pesan apa, saudara Ni?" tanya Li ok Hai
Hong ceria. Sahut Ni Keng Giau amat hati-hati
melepaskan jerat-jerat halusnya, "Pangeran In
Te berpesan, karena saat ini dia masih melepas
rindu dengan keluarga istana, maka ia belum
bisa menghubungi perkemahan ini. Tetapi
sebentar lagi ulusannya akan datang
menyampaikan perintah-perintahnya untuk
saudara." "Siapa akan ditugaskan menyampaikan
perintah?" "Aku tidak tahu", sahut Ni Keng Giau purapura. "Namun sudah tentu Pangeran In Te akan
595 mengirim orangnyo sendiri yang dikenal di
perkemahan ini agar kalian semua yakin bahwa
perintah itu benar-benar perintah asli Pangeran
in Te.." Baru saja kalimat itu selesai, seorang
perajurit Liok Hai Hong datang melapor,
"Ciangkun, seorang utusan dari Pangeran telah
tiba!" "Siapa utusan itu" kau kenal tidak?"
"Ciangkun Ui Bok, Panglima pasukan
kesebelas dari kita!" sahut si perajurit pelapor.
"Ui Bok?" Liok Hai-hong kaget. "Bukankah
beberapa hari yang lalu batok kepalanya sudah
dipancangkan di ujung tombak di atas tembok
Pak-khia, bersama sama dengan batok-batok
kepala Le Koan Ok, Au Yu Beng, Utti Hui Pa dan
Iain-lainnya" Apa yang datang ini arwahnya ?"
"Buru-buru Ni Keng Giau menyerobot
pembicaraan, "Tentang masalah ini, kebetulan
aku tahu sedikit. Ketika delapan orang bawahan
Pangeran In Te menyelundup ke istana untuk
menculik Tuan Puteri Tek Huai, inereka
melakukan perbuatan tolol, mengira bahwa
596 Hong-siang menyandera Tuan Puteri demi
keuntungan sendiri, padahal mana mungkin
Hong-siang bertindak sekeji itu" Di antara
delapan orang itu, tujuh orang dihukum mati
karena bersikap amat tidak sopan. Khusus Ui
Bok tidak dibunuh, karena ia menyadari
kesalahannya. Ketika......"
"Tunggu dulu!" tukas Liok Hai Hong. Keledai
saja punya otak, apalagi Liok Hai Hong, biarpun
otaknya kecil dan jarang dipakai. "Saudara Ni,
kalau Ui Bok tidak dihukum mati, kenapa jumlah batok kepala di atas tembok Pak-khia dulu
pas delapan butir?" Keledai bertanya, kancil menjawab, "Harap
saudara Liok ingat, saat itu hubungan Hongsiang dengan Pangeran In Te sedang panaspanasnya. Hong-siang tidak mau menunjukkan
kelemahan, maka ia mencari seorang pesakitan
yang berwajah mirip Ui Bok untuk dipenggal kepalanya..
Liok Hai Hong mengangguk-angguk. "Jadi
sekarang Ui Bok sudah bebas?"
597 "Ya. Ketika Pangeran In Te tahu Ui Bok masih
hidup, dia minta agar kakandanya membebaskannya, dan dikabulkan oleh Hongsiang demi hubungan balik kekeluargaan. Lalu
sekarang Pangeran In Te sengaja menyuruh Ui
Bok kemari membawa pesan-pesannya, agar
seluruh perkemahan ini meIihat ketulusan
Hong-siang. Untuk menunjukkan bahwa kesepakatan yang tercapai adalah kesepakatan yang
tulus, tanpa ada salah satu pihak yang ditekan
oleh pihak yang lain..."
Ni Keng Giau tiba-tiba mengatupkan
mulutnya rapat-rapat, karena sadar telah bicara
terlalu banyak. Sedangkan anggukan-anggukan kepa-la Liok
Hai Hong benar-benar mirip keledai. Kalau
otaknya jalan sedikit saja, tentu akan timbul
kecurigaan, kena pa Ni Keng Giau tahu begitu
banyak" Namun saat itu otaknya sedang
memikirkan bagaimana caranya mengatur
propinsi Siamsai atau Oupak, seandainya kelak
sudah jadi gubernur di Sana . ..
598 Saat itulah Ui Bok muncul , dan langsung
berpelukan dengan Liok Hai-Hong.
"Aku kira kepalamu sudah ditancapkan di
ujung tombak beberapa hari yang lalu," kata
Liok Hai Hong sambil menepuk-nepuk bahu
rekannya itu. "Berkat pembelaan Pangeran In Te dan
kemurahan hati Hong-siang, aku masih hidup
sampai saat ini," sahut Ui Bok. Jawabannya
tepat betul dengan "naskah cerita" yang sudah
dihapalnya sejak kemarin, dan ia tidak boleh
keliru mengucapkannya. Cerita karangan Ni
Keng Giau . "Untunglah kalau begitu. Bagaimana keadaan
Pangeran In Te dan teman-teman lainnya di
Pak-khia?" "Aku tidak melihat bagaimana mereka
berunding, sebab ketika itu aku masih dalam
penjara. Tapi tiba-tiba aku dibebaskan, diberi
pakaian yang pantas, dan dibawa menghadap
Pangeran In Te yang sedang duduk dalam
perjamuan bersama Hong-siang dan kerabat
istana lainnya. Pangeran In Te duduk satu meja
599 dengan Hong-siang, tanpa ada bekas
permusuhan sama sekali. Kemudian aku dengar
bahwa perdamaian sudah berhasil dicapai.
Pangeran In Te bersedia mengakui dan
menghormati kakandanya sebagai Kaisar,
sedangkan kakandanya amat menyayangi
adiknya, sehingga Pangeran In Te akan tetap
menduduki jabatannya sekarang sebagai
Panglima Angkatan Perang. Pertumpahan da
rah sudah terhindari. Aku sendiri menyesali
tindakkanku yang gegabah tempo hari, karena
terbujuk oleh Au Yu Beng dan Utti Hui Pa,
untung Hong-siang maha bijaksana sehingga
mengampuni aku." Ni Keng Giau diam saja tanpa mencampuri
pembicaraan Liok Hai Hong dan Ui Bok. Namun
ia sebagai "sutradara" di belakang layar diamdiam merasa puas melihat Ul Bok dapat
memainkan peranannya dengan baik.
Kini Liok Hai Hong benar-benar percaya.
"Mana mungkin Ui Bok membohongi aku?"
pikirnya. "Bukankah dulu Ui Bok malah
tergolong bawahan In Te yang paling getol
600 menganjurkan agar menggempur Pak-khia"
Bahkan dengan nekat telah mengikuti Au Yu
Beng dan lain-lainnya untuk menyelundup
keistana ?" "Nah, kuucapkan selamat datang kembali di
perkemahan ini, saudara Ui, kata Liok Hai Hong
kemudian. "Sekarang, katakan bagaimanakah
perintah Pangeran In Te untukku?"
"Pesannya agak berat untuk dilaksanakan,"
sahut Ui Bok lancar. "Bukan karena Pangeran
meragukan kesetiaan kita, namun justru karena
Pangeran tahu bahwa kita terlalu setia
kepadanya." Dalam hatinya Ui Bok agak malu juga
mengucapkan "kita terlalu setia" itu namun
wajahnya nampak biasa-biasa saja, sebab sudah
terbiasa ketika "Latihan sandiwara"...
Sedangkan Liok Hai Hong membusung kan
dada dan menjawab dengan bersemangat,
"Berat bagaimana" Kalau perintah Pangeran
kita harus terjun ke samudera api atau mendaki
gunung golok, kita tetap akan melaksanakannya
!" 601 Jawab Ui Bok, "Menurut Pangeran,
perdamaian yang telah terwujud haruslah
dilaksanakan dalam wujud nyata oleh masingmasing pihak. Pangeran minta pasukan
dibubarkan. Setiap perajurit akan dikembalikan
ke pasukan asalnya masing-masing, seperti
sebelum mereka berangkat ke Jing-hai."
Memang angkatan perang Pangeran In Te
adalah hasil penggabungan beberapa kesatuan,
ditambah pasukan dari be-berapa daerah.
Setelah perang selesai, pasukan dipecah-pecah
untuk dikembalikan ke tempat asal masingmasing , itu hal wajar. Namun Liok Hai Hong tak
urung ragu-ragu juga mendengar "pesan Pange
ran In Te" itu. Ni Keng Giau sendiri pura-pura terkejut,
"Benarkah pesan Pangeran In Te seperti itu"
Kalau benar demikian, alangkah luhur
jiwanya..." Seolah-olah menjawab Ni Keng Giau, namun
sebenarnya Ui Bok sedang berusaha meyakinkan Liok Hai Hong, "Benar begitu.
Biarpun pasukan dibubarkan, toh kedudukan
602 Pangeran In Te sebagai Panglima Tertinggi
tidak terusik seujung rambutpun. Kekekuasaan
militer tetap ada di tangannya, apakah dikira
dengan pembubaran ini lalu kedudukan nya
akan menjadi lemah" Tidak."
Kini sang sutradara terjun pula sebagai
pemain. Sambil mengangguk-angguk, Ni Keng
Giau berkata, "Eh, benar juga. Bahkan kabarnya
Hong-siang sendiri akan lebih mengukuhkan
kedudukan adindanya itu ..."
Dan disambung sendiri di dalam hati, "Yang
dimaksud adindanya bukanlah In Te, melainkan
adik seperguruannya, ya aku ini orangnya..."
Akhirnya Liok Hai Hong percaya. lebih baik
cepat-cepat percaya lalu cepat-cepat pula
menjadi gubernur, tidak ada yunanya berteleteIe.
Hari itu juga, perkemahan dibongkar.
Pasukan-pasukan dipimpin oleh Panglima
masing-masing segera berangkat ke tempat asal
masing-masing, setelah saling mengucapkan
selamat berpisah dengan rekan seperjuangan
selama perang di Jing-hai. Dalam waktu sing603
kat, sunyilah perkemahan itu. Tak ada lagi
hiruk-pikuk para perajurit, ringkik kuda,
bendera yang berkibar kibar, senjata yang
berkilat-kilat. Kini tinggal bekas-bekasnya saja.
Tinggal Ni Keng Giau, Ul Bok dan sepuluh
pengawalnya berdiri di atas sebuah bukit. NI
Keng Glau tersenyum menatap pasukan
terakhir yang menghilang di balik lekuk buml
sana. Bendera yang melambai nampak kian
keciI dan akhlr-nya lenyap tak terlihat. Hanya
debu kuning tipis yang mengepul namun itupun
kemudian buyar, senasib dengan buyar-nya
kekuatan pendukung Pangeran In Te.
Pandangan sang pemenang beralih ke kota
Pak-khia di kejauhan, yang bentengnya nampak
seperti gerigi kecil-kecil dan menggumam
sendirlan, "Mampus kau, In Te. Kau patut
meratapi naslbmu karena punya bawahan
setolol Liok Hai Hong , dan..."
Ui Bok menyambung dibarengi senyum
penjilatnya, M...dan merupakan ke beruntungan


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

besar buat Hong-siang yang mempunyai
jenderal sepandai kau, Ni Goanswe..."
604 Sebenarnya masih banyak sanjung puji yang
mirip sajak, tapi Ni Keng Guau memotongnya
dengan suara dingin, "Sebenarnya bukan begitu kelanjutan ka
limatku tadi, Ui Bok "Lalu bagaimana?"
"... dan punya bawahan lainnya yang
sepengecut dan sekhianat Ui Bok..."
Muka Ui Bok kontan pucat, kakinya tak
mampu melangkah ketika Ni Keng Giau dan
pengawal-pengawalnya meninggalkan bukit itu.
Ui Bok memang cuma alat, kalau sudah tak
terpakai maka alat itupun tak digubris lagi.
Pak Kiong Liong sudah berjalan secepatnya
menuju lapangan Thia-an-bun, namun toh
terlambat juga. Lapangan itu masih dijaga ketat
oleh banyak perajurit, terutama yang ke arah
istana, tapi upacara sembahyang sudah bubar.
Beberapa pekerja nampak sedang membersih
kan kembali lapangan itu.
Persengketaan antara Kaisar Yong Ceng dan
Pangeran In Te memang sudah"beres". Namun
benarkah beresnya seperti semanis yang
605 dikatakan oleh Ni Keng Giau kepada Liok Hai
Hong" Dimana ke-dua pihak sepakat'berdamai
"dengan la-pang dada?"
Pak Kiong Liong meringkus seorang
perajurit yang sedang berjaga, menyeretnya ke
tempat sepi dan memaksanya mengatakan apa
yang telah terjadi. Ketika perajurit itu mengenal
Pak Kiong Liong, maka iapun bercerita dengan
lancar. Kiranya, upacara penghormatan arwah
berlangsung lancar, acara demi acara, biarpun
nampak janggal sebab yang memimpin
penghormatan itu ada dua orang, padahal
seharusnya cukup Kaisar sendiri saja. Pangeran
In Te tidak mau mengalah berbaris di belakang,
ia senanantiasa berdiri sejajar dengan; Kair
sar... Baru saja upacara selesai, dari dalam istana
muncullah seorang thai-kam ( sida-sida ) yang
dengan suara gugup dan keras mengabarkan
kepada Kaisar bahwa Ibusuri Tek Huai
mendadak kambuh penyakitnya dan keadaannyapun gawat. Para kerabat istana
606 Pak Kiong Liong meringkus seorang perajurit yang
sedang berjaga, menyeretnya ke tempat sepi dan
memaksanya mengatakan apa yang telah terjadi.
607 bergegas meninggalkan Thian-an-bun kembali
ke istana, termasuk Kaisar Yong Ceng sendiri.
Pangeran In Te ikut mendengar dan ikut
gelisah pula. Lupa bahwa dirinya masih dalam
kedudukan bermusuhan dengan Kaisar, diapun
ikut-ikutan masuk ke istana untuk menengok
ibundanya. Para pengawalnya tentu saja
kelabakan melihat tindakan In Te itu, terutama
tentang keselamatan junjungan mereka, madengan semangat berani mati , para pengawal
In Te ikut menerobos masuk pula. Anehnya
para perajurit istana tiada yang merintangi
mereka masuk. Namun begitu berada di bagian
daam istana yang tertutup, naluri perang
Pangeran In Te segera memperingatkan bahwa
berita tentang sakitnya Ibusuri itu agaknya
hanyalah umpan untuk menjebak dirinya dan
pengikut-pengikutnya. Apalagi ketika melihat
sejumlaha besar Lama, Jagoan Jubah Ungu dan
pengikut-pengikut Kaisar lainnya tiba-tiba
menutup semua lorong dan pintu, lalu
menyerang pengikut-pengikut In Te.
608 Pertempuran sengit terjadi. Dua-ratus
pengikut Pangeran In Te melawan habishabisan, tapi tak sempat melepaskan roket asap
merah, sebab mereka terkurung di tempat
tertutup. Dengan melalui pengorbanan tidak
sedikit pula di-pihak Kaisar Yong Ceng, anak
buah Pangeran In Te pun ditumpas habis. roket
asap merah itupun dirampas dan dirusak.
sehingga tak bisa digunakan lagi memerintahkan Pasukan Pangeran In Te yang
bersiaga penuh di sekitar Pak-khia Bersamaan
saatnya dengan ketika Ni Keng Giau berhasil
membujuk Liok Hai-Hong untuk membubarkan
pasukan. Pangeran In Te terlambat menyadar
kekeliruan langkahnya. Ketika ia hendak
melawan, tahu-tahu Kaisar Yong Ceng sudah
ada di dekatnya dan mencengkeram urat Jinging-hiat di lengannya, sehingga separuh
tubuhnya serasa lumpuh. Dalam hal ilmu silat,
Kaisar Yong Ceng adalah murid Siau-lim-pai
yang tangguh, masa mudanya pernah
dihabiskan dengan menempuh gelombang
609 dunia persilatan dengan nama samaran Si Liong-cu, dan bersahabat erat dengan pendekarpendekar Kang-lam sekaliber Kam Hong Ti dan
Pek Thai Koan. Maka tidak heran kalau
Pangeran In Te langsung tidak berkutik di
bawah cengkeramannya. "Adinda, marilah kuantarkan kau menengok
Ibunda," Yong Ceng menyeringai sambil
memperkuat cengkeramannya. "Di mata rakyat
dan ibunda kita, kita akan nampak rukun kalau
bergandengan tangan seperti ini..."
Tanpa daya Pangeran In Te diseret oleh
kakandanya dan menjadi tawanannya, sementara anak buahnya tak ketinggalan yang
hidup seorangpun. Gugur semua.
Wajah Pak Kiong Liong merah padam dan
giginya gemeretak keras mendengar penuturan
perajurit itu. Perajurit yang bercerita itupun diam-diam
menjadi takut, jangan-jangan karena marahnya
maka Pak Kiong Liong akan menghantam
remuk kepalanya Dulu, ketika masih sebagai
Panglima Hui-liong-kung, memang Pak Kiong
610 liong bersikap ramah kepada perajurit yang
pangkatnya paling rendah sekalipun, tapi di saat
kemarahan dan kekecewaan menyelimuti
hatinya, siapa tahu menjadi buas.
"Kemana Pangeran In Te dibawna?" tanya
Pak Klong Liong. "Ke istana long-goat-kiong, bersama Tuan
Puteri Tek Huai "Tidak dipenjara jadi satu dengan Pangeran
In Gi dan In Tong?" Perajurit itu berusaha menjawab sebanyak
mungkin untuk menyenengkan hati Pak Kiong
Liong dan mengamankan nyawanya sendiri
"Tidak, Goan-swe. Menurut beberapa teman
yang mengetahui, Pangeran In Te akan tetap
memakai semua kebangsawanannya dan
menempati kediamannya yang dulu, hanya
gelar-gelar kemiliterannyalah yang dicopoti
semua. Sedang pengawal-pengawalnya adalah
orang-orang yang diiunjuk sendiri oleh
SribagInda." Pak Kiong Liong dapat memahami tindakan
Kaisar Yong Ceng. Pangeran In Te masih punya
611 pengaruh, karena itu ia tidak dibunuh supaya
pengikut-pengikutnya tidak mengamuk, ia
hanya dijadikan semacam "boneka kencana"
yang ditempatkan di sangkar emas pula.
Mentereng tapi terkekang, lama-kelamaan akan
dilupakan orang. Karenanya Pak Kiong Liong menganggap
untuk sementara waktu keselamatan nyawa
Pangeran In To tidak terancam. Kini Pak Kiong
Liong mulai memikirkan hendak bertindak
bagaiinana" Nekad menyerbu Leng-goat-kiong
untuk membebas-kan Pangeran In Te" la
menggeIengkan kepala merasa percuma, ia
tidak yakin mampu menembus penjagaan di
Leng-goat-kiong saat itu. la sebagai perajurit
tua berpikiran matang takkan bertindak
sebodoh itu. Setelah melepaskan perajurit tawanannya,
hati-hati sekali Pak Kiong Liong menyelundup
keluar Pak-khia, menghindari pertemuan dengan pengikut-pengikut Kaisar Yong Ceng
yang tengah berkeliaran di jalan karena mabuk
kemenangan. 612 Setibanya di luar kota, Pak Kiong Liong
langsung menuju keperkemahan pasukan
Pangeran In Te. Waktu itu matahari baru saja
tenggelam di ufuk barat dan suasana sudah
agak gelap. Dan Pak Kiong Liong merasa heran
melihat suasana di arah "perkemahan" sepi-sepi
saja, tidak ada cahaya api, tidak ada suara
apapun kecuali angin yang berdesir dan rumput
gemerisik. Pak Kiong Liong memacu langkah-nya, dan
terkesiap melihat di tempat itu sudah tidak ada
apa-apa lagi. Satu perajurit pun tidak nampak
batang hidungnya. "JenderaI Liok! Jenderal Liok!" Pak Kiong
Liong berlari-lari kian kemari sambil berteriakteriak, jarang sekali seumur hidupnya dia
segugup itu. Tak ada yang menjawab
teriakannya. Rasanya cuma ada satu jawaban untuk itu.
Kaisar Yong Ceng telah menang! Menang
mutlak! Dengan keringat dingin bercucuran, Pak
Kiong Liong menjatuhkan diri direrumputan.
613 Matanya sayu menatap kota Pak-khia di
kejauhan, membayangkan kota itu seperti
sebuah kapal yang pelan-pelan tengah
tenggelam ke dasar lautan sejarah, karena
dikemudikan seorang nakhoda pemabuk darah
macam Kaisar Yong Ceng, didampingi orangorang macam Liong Ke Toh serta Ni Keng Giau.
Semalam suntuk Pak Kiong Liong duduk
memeluk lutut, tidak peduli nyamuk dan
serangga yang menggigiti tubuhnya, atau
embun malam yang membasahi tubuhnya. la
duduk dengan masygulnya sampai cahaya fajar
nampak di seberang kota Pak-khia.
Cahaya fajar adalah cahaya semangat yang
seakan menghidupkan kembali "patung"
berambut putih dan berwajah keriput itu.
Usianya sudah dekat liang kubur, namun selama
masih tersisa satu tarikan napas saja dalam
hidupnya, ia masih akan tetap berusaha
menyelamatkan kekaisaran. la manusia biasa
yang tidak kebal dari rasa duka dan kecewa,
namun setiap kali pula semangatnva bangkit
menegarkan lanqkah-langkah hidupnya. 614 demikian pula kali ini, la bangkit dari duduknya
dan menanam tekad baru dalam jiwanya. "Baik,
kami kalah kali ini. Tetapi perjuangan akan
kami mulai 1agi, kalau perlu dari titik awal
sama sekali. Kekaisaran harus bebas dari
tangan tirani macam Yong Ceng dan begundalbegundalnya. "
la melangkah ke barat, membelakangi cahaya
fajar timur. Tujuannya adalah puncak Tiau-imhong, jauh di propinsi Secuan sana, markas
sekelompok pejuang yang disebut Hwe-Liongpang (Serikat Naga Api). Pejuang yang tidak
memperjuangkan dinasti tertentu atau suku
tertentu, namun hanya bangsa memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Di
sana, Pak Kiong Liong berharap titik awal
perjuangannya bisa dimulai. Ketua Hwe-Iiongpang yang bernama Tong Lar Hou bukan saja
sahabat Pak Kiong Lioru tapi juga besannya.
Tetapi lebih dari itu, Tong Lam Hou dan orangorang
Hwe-liong-panq tentu takkan membiarkan sosok-sosok lalim mengangkangi
tahta. Seperti leluhur mereka dulu juga tidak
615 membiarkan kebobrokan pemerintahan dinasti


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beng jaman Kaisar Cong Ceng duduk nyaman di
singgasananya. Begitu menemui tempat penjualan kuda yang
pertama, Pak Kiong Liong langsung membeli
seekor kuda untuk ditunggangi dalam
perjalanan ke Tiau-im-hong.
Dalam usia mendekati tujuhpuluh tahun, Pak
Kiong Liong tetap bertubuh tegap kekar karena
latihan silatnya yang rajin tak terputus-putus.
Berhari hari ia menempuh perjalanan berkuda
tanpa kelelahan. Beberapa hari kemudian, ia tiba di sebuah
kota kecil di perbatasan propinsi Ou-lam dan
Secuan. Tempat itu sebenarnya kurang cocok
disebut kota, sebab hanya ada satu jalan besar
membelah di tengah-tengahnya, tidak ada
tembok kota yang mengelilinginya, hanya ada
gapura-gapura di ujung-ujung jalan. Namun
ramai sekali dengan orang berjualan di pinggir
jalan, baik dalam warung-warung atau sekedar
menggelar dagangan di tepi jalan.
616 Pak Kionq Liong tak dapat menjalankan
kudanya cepat-cepat karena khawatir menabrak orang lewat. Ketika matanya melihat
sebuah kedai minuman, timbullah selera
minumnya. la melompat turun dari kudanya,
menambatkan di patok di depan warung, dan
melangkah masuk ke kedai.
Kepada pelayan yang menyambutnya, Pak
Kiong Liong minta disediakan sepiring makanan
kecil, sepoci teh, dan juga rumput segar buat
kudanya. Beberapa saat kemudian, tengah Pak Kiong
Liong menghirup tehnya dengan nyaman sambil
membelakangi jendela kedai, tiba-tiba beberapa
pengunjung warung menatap ke arah belakangnya dengan pandangan kaget, ada pula yang
berteriak kaget. Sebuah benda ber bentuk
kantong kulit besar melayang cepat dari luar
jendela, dan langsung hendak menungkrup ke
batok kepala Pak Kiong Liong. Itulah senjata
kaum Hiat-ti-cu (Setitik Darah), barisan algojo
Kaisar Yong Ceng. Tanpa banyak pertimbangan
lagi . Pak Kiong Liong menghindar ke samping
617 Akibatnya, kantong kulit Hiat-ti-cu itu terus
Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan 8 Semester Pertama Di Malory Towers Karya Enid Blyton Iblis Pulau Hitam 1

Cari Blog Ini