Pendekar Yang Berbudi Karya Okt Bagian 4
demikian tanyanya. "Dan kalau tidak benar, bagaimana pula?" Ia pun sengaja
memperlihatkan roman sangat meremehkan kepada jago tua itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 127
yoza collection "Jikalau itu senjata pusaka dari Pee Bie Lolo," jawab si Datuk Berkepala Singa, "aku
si orang tua, hendak memberikan suatu syarat padamu. Jikalau bukan, aku si tua tidak
mau berlaku keterlaluan, aku cuma ingin membuat dua buah gigimu copot untuk
ditinggalkan di sini!"
Dari kata-kata itu, tahulah Poey Hui bahwa jago tua itu masih memandangmandang, dia masih agak jeri terhadap gurunya. Maka ia menggoda terus. Ia tertawa.
"Kau adalah orang tua dan gagah, yang menyebut dirinya orang luar biasa!" ejeknya.
"Siapa tahu, kau toh masih menanyakan keterangan padaku!"
Say Tauw Thay-swee agak bingung. "Apakah artinya kata-katamu ini?" dia tanya.
Si nona menuding kepada Cian Bin Jin Yauw.
"Aku mau artikan bahwa kau lucu!" sahutnya. "Kau telah melihat bagaimana aku
merontokkan dua buah gigi orang itu tetapi kau belum tahu dengan senjata apa aku
telah hajar dia! Apakah artinya matamu itu" Tak malukah kau menyebut diri sebagai
orang gagah?" "Ya, kau benar juga!" jago tua itu mengakui. "Nah sekarang, coba kau keluarkan
senjatamu itu supaya aku lihat!"
Poey Hui puas juga. Setelah melihat tong-cui, gembolan tembaga itu, sikapnya si
jago tua menjadi lunak. Ia menerka tentu hal itu disebabkan jago tua ini segan terhadap
gurunya. Memang gurunya sangat tersohor. Karena ini tanpa sangsi-sangsi pula ia
mengeluarkan dua buah gembolannya yang kecil itu, yang ia terus lemparkan pada
jago tua itu. Tongkatnya si nenek beralis putih.
Dengan dua jari tangannya, Say Tauw Thay swee menyambuti gembolan kecil itu.
Ia menjepitnya. Diam-diam ia terkejut. Sebab ia merasakan tembaga itu berhawa panas,
hampir ia melepaskannya. Katanya didalam hati: "Pantas bocah ini berjumawa, kiranya
benar-benar dia mempunyai kepandaian yang berarti.. . . . . "
Lantas ia meneliti senjata itu, yang besar kecilnya mirip sepotong kuwe, tetapi
seluruhnya mengkilap bercahaya ketua-tuaan. Maka tahulah ia bahwa senjata itu
terbuat dari besi campur tembaga pilihan. Ada kawat emas yang terpancang pada
gembolan itu, panjangnya kira-kira satu kaki, tetapi sebenarnya itu bisa diulur menjadi
dua tombak, karenanya, gembolan itu dipakai sebagai bandil. Ternyata bahwa itu
benarlah Hui Seng Twie, bandil Bintang Terbang, yang dahulu kala telah mengangkat
nama besarnya Pee Bie Lo-lo.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 128
yoza collection Habis memeriksa senjata itu, Say Tauw Thay-swee tertawa terbahak-bahak.
"Hari ini tercapailah sudah keinginanku selama tigapuluh tahun!" berkata ia dalam
kegembiraannya. "Hari ini maka taklah kecewa perjalananku ke Tionggoan ini!"
Jago tua itu berdiam sejenak, lantas dia mengawasi tajam pada si nona. Diapun
terus berkata pula sungguh sungguh: "Eh, bocah cilik, kau dengar aku si tua! Aku si tua
bersedia membantu kau menyampaikan suatu keinginanmu, atau apa saja yang kau
kehendaki dan harapkan! Kau boleh pilih segala macam soal, yang paling sulit sekalipun
yang berada didalam benakmu! Nah, katakanlah itu padaku!"
Poey Hui mendelong. Seumur hidup ia belum pernah menghendaki sesuatu.
Seingatnya, ia sudah merasa puas dengan cara hidupnya sekarang ini bersama
gurunya. Kalau toh ada yang menyulitkan, itu adalah karena orang yang ia pikiri
sekarang tengah menderita disebabkan terkena bubuk beracun, hingga "kekasih" itu
masih belum sadarkan diri dan ia tak mampu menyadarkannya.. .
"Kasihlah aku sedikit Toat Pek Bie Hun San, itu sudah cukup bagiku!" jawabnya
kemudian. Jago tua itu tertawa terbahak-bahak. "Itulah soal mudah sekali," katanya. "Itu
bukanlah soal yang termasuk keinginan atau pengharapan seseorang! Jikalau
pengharapan ini dipadu dengan keinginan dahulu kala, bedanya sangat jauh! Jikalau
sekarang kau tidak ingat itu, baiklah kau simpan saja janjiku ini sampai lain waktu.
Bagiku sama saja, sekarang atau nanti!"
Habis berkata begitu, si jago tua berpaling kepada Cian Bin Jin Yauw. Sembari
tertawa, dia berkata: "Kau berbuatlah baik untukku!" Itu artinya, si jago tua minta
kawannya itu memberikan obat yang dibutuhkan si nona.
Hal itu menyulitkan Cian Bin Jin Yauw. Sebenarnya, tak sudi ia memberikan obatnya,
tetapi tak dapat ia menampik si orang tua.
Maka dengan terpaksa ia mengeluarkan juga dan menyerahkan sebutir obatnya itu.
Say Tauw Thay-swee menyambuti obat, ia membaui untuk memeriksa obat itu
palsu atau tulen. Setelah ia memperoleh bukti ketulenannya, bersama-sama sepasang
bandil tembaga itu, ia serahkan pada Ang Wee Hui.
Si nona menyambut obat dan senjatanya itu. "Banyak terima kasih!" ucapnya, terus
ia memutar badannya, lalu pergi. Ia lompat naik kepunggung burungnya, yang terus
membawanya terbang. Tentu sekali Cian Jin Yauw melongo menyaksikan kepergian musuhnya itu!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 129
yoza collection Poey Hui pulang langsung tanpa membuang tempo ditengah jalan. Ketika ia tiba
dirumah dan baru sampai di depan kamar, ia mendengar suara orang bicara: Wanita
dan pria. Lekas-lekas ia maju mendekati kamar, untuk mengintai kedalam. Lantas ia
menjadi heran. Pria yang bicara itu adalah pemuda yang ia hendak tolong, yang obatnya
ia baru dapat dengan susah payah, herannya bukan buatan. Kemudian hatinya terasa
tertusuk, tempo mendengar si pria mengatakan tidak kenal padanya, sedangkan
terhadap In Tong, ia telah mengatakan bahwa si anak muda adalah saudara
seperguruannya! Setelah ia memasang telinga terlebih jauh, hatinya lega juga sedikit.
Tadinya ia mau lantas masuk kedalam kamar, tapi kemudian ia membatalkan niatnya
itu. la memikir akan diam terus untuk pembicaraan terlebih jauh antara pemuda itu dan
In Tong. Tak lama kemudian In Tong pergi kedalam, untuk mengambil barang makanan, dan
Pek Kong muncul di luar kamar.
Melihat si anak muda, hampir Ang Wee Hui lari untuk menghampirinya, tapi segera
ia membatalkannya sebab In Tong telah kembali dengan cepat. Ia tetap
menyembunyikan diri. Demikian kedua muda-mudi itu berbicara terus sambil si anak muda menangsel
perutnya yang kosong. Selama itu terus Poey Hui memasang telinganya, hingga ia
berhasil mendengar segala sesuatunya dengan terang dan jelas. Ia bersenyum risau
ketika mendapat kesan Pek Kong yang belum mengetahui rahasia hatinya. Ia tidak pikir
bahwa si anak muda memang belum tahu bahwa ia yang menolongnya dari tangan
orang jahat. Tanpa merasa ia tertawa dingin, tapi segera ia menjadi kaget sendirinya.
Ia lagi memasang telinga, siapa tahu ia telah mengeluarkan suara. Maka itu, sebelum
dipergoki, dengan sebat ia berlompat lari meninggalkan kamar itu.
Dengan sendirinya, Poey Hui menjadi kurang puas terhadap Kat In Tong,
keponakannya itu. Mereka memang bibi dan keponakan tetapi usia mereka tak beda
banyak, dan ln Tong pun sudah sadar akan dirinya sebagai seorang gadis yang telah
mempunyai perasaan yang mulia mengenal rasa suka atau asmara. Mereka bibi dan
keponakan pergaulannya mirip saudara saja, sekarang tahu-tahu timbul soalnya Pek
Kong ini, tanpa merasa diantara mereka diam-diam ada ganjalan.
Sekarang kita kembali pada saat Ang Wee Hui meninggalkan Kat In Tong yang lagi
bertempur dengan Hong Hu Pek Hee. Tak puas ia sebab ia telah dikatakan
keponakannya itu sudah membantu nona Honghu. Tengah ia ingat peristiwa tiga hari
yang lalu itu dan sedang menghayaIkannya, mendadak ia dikagetkan oleh satu seruan
keras, terus tampak seorang dengan tubuh besar masuk kedalam tembok pekarangan
dengan jalan meloncati tembok itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 130
yoza collection Begitu dia menginjak tanah, maka orang bertubuh besar itu lantas berseru pula
nyaring: "Nona Honghu, jangan takut! Aku Ho Tong datang!"
Sehabis berseru Ho Tong demikian dungu, lalu berdiri mendelong. Didepannya
terlihat seorang nona, dengan pakaian merah tengah mengawasinya. Dilain bagian dari
pekarangan dalam itu yang merupakan taman bunga, tampak dua orang bagaikan
bayangan-bayangan putih dan merah, sedang bertarung seru di atas tanah yang
bersalju. Hanya sebentar ia terheran-heran itu, lantas ia ingat penculiknya Pek Kong
berpakaian merah. Maka ia lantas menerka nona dihadapannya ini.
"Kaukah yang menculik Pek Kong?" Tegurnya bengis, sambil maju mendekati.
Tiba-tiba saja darahnya Poey Hui meluap. Ia sedang berduka dan mendongkol, ia
lagi berpikir pikir sekarang ia mesti menghadapi orang begitu kasar. "Pergi kau,"
bentaknya. Ho Tong pun gusar. "Bilang!" teriaknya. "Kau mau bicara atau tidak?"
Si nona juga tidak sudi mengalah. "Jikalau kau membandel, tak mau pergi," ia
mengancam, "awas jangan kau salahkan aku, akan aku hajar kau!"
Honghu Pek Hee tengah bertempur seru dengan Kat In Tong, ia mendengar
suaranya Ho Tong, ia tahu berbahaya kalau kawan itu menempur Poey Hui maka
sembari melayani lawannya, ia berseru; "Ho Tong minggir! Jangan kau membuat nona
itu gusar." Justeru karena perhatiannya itu terpecah kepada Ho Tong, Pek Hee kena didesak In
Tong yang mainkan banderingnya dengan hebat. Nona Kat menggunakan ilmu
banderingnya yang dinamakan "Wanyo Lian so Sip pat Twie" yakni "delapan belas jurus
berantai Burung Mandarin" ia membuat lawannya repot walau pun lawan bersenjata
pedang sepasang. "Hendak kutanyakan padamu, kau mau minta ampun atau tidak?" Kemudian In Tong
tanya lawannya sambil ia tertawa.
"Angin busuk!" Pek Hee membentak. Kat In Tong mendongkol, ia perhebat
serangannya hingga Pek Hee menjadi sangat terdesak. Kemudian tibalah satu serangan
bandering yang luar biasa hebat.
"Nona, tahan!" tiba-tiba terdengar teriakan yang dibarengi dengan satu tangkisan
dahsyat, hingga sebuah bandering jatuh ketanah. Lebih dahulu terdengar suara beradu
yang keras sekali. Seorang imam lantas muncul diantara kedua nona itu. Dialah yang menghalangi
Pek Hee menangkis hajaran bandering maut itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 131
yoza collection In Tong heran, tangannya menggetar oleh tangkisan yang sangat keras itu. Ia lantas
menoleh, dan dilihatnya orang yang merintanginya ialah seorang imam dengan muka
merah. "Hai, hidung kerbau, siapakah yang suruh kau campur tangan dalam urusan kami
ini?" bentaknya gusar, seraya terus maju menghajar imam itu.
Si imam melompat mundur setombak lebih, terus dia tertawa lebar. "Aku Auwyang
Kian, apakah kau sangka aku takut padamu?" tanyanya. "Jikalau kau tidak tahu diri,
jangan kau menyesal atau mempersalahkan aku! Jangan nanti kau mengatakan aku
kejam!" Menuruti tabiatnya yang keras, tanpa bilang apa-apa In Tong maju pula dan
menyerangnya. Ia putar banderingnya hingga mengeluarkan sinar berkelebatan.
Disamping berlaku keras ia juga mengeluarkan kepadanya.
Cie Jiam Toojin tahu betul, kalau ia alpa, ia bisa mendapat malu, karena itu terpaksa
ia melayani dengan sungguh-sungguh.
Honghu Pek Hee mendongkol yang ia barusan kena terdesak demikian rupa, hingga
keselamatannya hampir tak terjamin. Didalam gusarnya ia lantas menghunus sepasang
pedangnya untuk menyerang dengan hebat sekali.
Dengan begitu, karena In Tong menyerang imam, dia jadi dikepung berdua. Tentu
saja dengan lekas sekali dialah yang berbalik menjadi repot. Kedua lawan adalah lawanlawan yang tangguh.
Poey Hui menyaksikan keponakannya itu terdesak. Tak ada niatnya akan
membiarkan keponakannya terancam bahaya. Kalau tadi ia meninggalkannya pergi,
disebabkan dia mendongkol karena tabiat aneh keponakannya ini. Ia ingin
keponakannya mendapat ajaran. Tapi sekarang lain.
Di saat Ang Wee Hui mau maju untuk membantu keponakannya itu, tiba tiba
terdengar satu suara nyaring yang disusuli dengan berkelebatnya satu sinar putih,
lantas muncullah disitu seorang wanita tua, yang rambutnya putih juga pakaiannya,
bahkan putih lagi sepasang alisnya yang panjang luar biasa, seakan-akan merojot turun
sampai kebahunya. Dia lalu berdiri tegak dengan sebatang tongkat di tangannya
sedangkan dengan sepasang matanya yang tajam, dia menyapu semua orang yang
ada didalam kebun bunga itu.
"Tahan!" teriaknya, sedangkan tongkatnya dipakai menggedruk tanah. Semua orang
terkejut, telinga mereka bagaikan tergetar. Semua lantas berhenti bertempur, masingmasing berlompat mundur. Pun semua mata lantas diarahkan kepada si nenek.
Dengan mata bersinar karena kemarahannya, nenek itu mengawasi tiap orang, lalu
terdengar pula suaranya yang keras dan berwibawa sekali. "Tidak kusangka bahwa hari
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 132
yoza collection ini hari kemalanganku! Sudah tigapuluh tahun aku mengeram diri disini, siapa tahu
sekarang ada orang berani datang kemari untuk menentang aku!"
Tidak ada orang yang membuka suara, hanya Cie Jiam Toojin yang segera bertindak
mendekati, untuk memberi hormat sambil menjura. "Harap loocianpwee jangan
bergusar dahulu," ia berkata, merendah. "Sebenarnya diantara kita telah timbul salah
paham. Aku yang muda adalah Auwyang Kian, tidak nanti akan berani datang kemari
mencari gara gara!" Imam ini lantas mengenali nenek itu. Pee Bie Lo lo, demikian wanita tua itu,
mengawasi si imam, juga yang lainnya. Lekas sekali ia menjadi sabar. Katanya: "Memang
aku percaya tidak nanti engkau berani berlaku kurang ajar! Dibelakangku, orang bisa
mengatakan aku suka mengandalkan kepandaianku menindih lain orang tetapi malam
ini hendak aku perlihatkan keadilanku! Kalian lihat saja!" Nenek itu lantas menoleh
kepada Poey Hui. "Kenapa mereka ini datang mengacau kemari?" tanyanya, keren. "Kau
mesti tuturkan padaku semuanya dengan terus terang!"
Nona Poey melengak. Tak diduganya bahwa ia yang bakal ditanya, atau diperintah
membeber duduknya perkara.
Tengah bibi itu berdiam, Kat In Tong mengajukan diri. "Itu disebabkan karena wanita
serba putih itu yang lancang masuk kemari dan dia lantas mencaci orang!" katanya.
"Karena itu kami jadi bertempur!"
Pee Bie Lo lo tidak bilang apa-apa, ia hanya lantas mengawasi Cie Jiam Toojin, yang
ia tuding dengan tongkatnya.
"Kenapa kau jadi bertempur juga dengan imam tua ini?" tanya dia.
In Tong diam. Tidak dapat segera ia memberikan jawabannya. Ia ingat duduknya
soal pokoknya urusan si anak muda Pek Kong dan sulit baginya menuturkan atau
menyebut namanya pemuda itu. Iapun tidak tahu bagaimana harus mengatur katakatanya supaya nenek itu tidak gusar.
"Kenapa kau tidak mau bicara?" tegur si nenek.
"Kami telah bertengkar mulut.. . . . . " sahut si nona terpaksa.
"Hm!" Lo lo memperdengarkan suara tawarnya. "Kenapa mereka itu datang kemari
dan membuat ribut?" Kembali Nona Kat terdiam. Ini dia pokok pangkal urusan: Poey Hui menolong si
pemuda, yang dibawa pulang untuk dirawat. Dapatkah ia membuka rahasia itu"
Bukankah ia yang terdahulu memaki orang hingga terbit rewel dan ketegangan"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 133
yoza collection Lo lo mengawasi. Ia melihat mereka sukar bicara. Ia menerka tentu ada sebab yang
sulit untuk diutarakan. Tapi bungkamnya si nona membuatnya gusar.
"Bagus, ya!" serunya. "Memang, kalau anak perempuan telah masuk usia
delapanbelas tahun, berubahlah dia! Kenapa kau mencoba menyembunyikan sesuatu
kepadaku" Apakah kau mengira karena aku menyayangimu lantas aku tidak dapat
menghajarmu?" Poey Hui kaget sekali. Ia melihat gelagat buruk. Maka ia maju ke depan si nenek,
untuk berlutut dan menangis.
"Dia tak dapat disalahkan," katanya, menunjuk pada In Tong. "Semua ini terjadi
karena aku, karena aku keliru . ."
Lo lo kenal baik cucunya ini - cucu luar- yang jujur dan biasanya bertindak benar,
maka tak percaya ia bahwa sang cucu sudah berbuat salah.
"Bangunlah," katanya, sabar. "Sekarang tuturkan segala sesuatunya biar jelas terang."
Ang Wee Hui bangun berdiri, mukanya merah. "Begini persoalannya," katanya mulai,
suaranya perlahan. Karena memang ia merasa sulit sekali menceritakannya. "Empat
hari yang baru lalu kebetulan anak Hui pulang dari Kanglam, ditengah jalan anak
berpapasan dengan Cian Bin Jin Yauw yang tengah memanggul seorang pelajar yang
lemah. Anak lantas menolong pemuda itu. Cian Bin Jin Yauw kabur. Dengan menunggang
burung, anak bawa pulang pemuda itu untuk ditolong terlebih lanjut. Dia tak sadarkan
diri disebabkan terkena bubuk racunnya Cian Bin Jin Yauw. Setelah menempatkan si
anak muda dirumah, anak pergi mencari Cian Bin Jin Yauw. Anak dapat menemukannya
selagi dia berkumpul bersama kawan-kawannya. It Koay dan kedua Sam Yauw. Anak
lantas minta obat pemunahnya. Mulanya kami bertempur dahulu. Setelah itu anak
berhasil mendapatkan obat itu sesudah Say Tauw Lauw Koay, yang menaruh hormat
kepada Lolo, menyuruh Cian Bin Jin Yauw menyerahkan obatnya.. ."
"Apakah katanya Say Tauw Thay swee setelah dia melihat barangku itu?" Pee Bie
Lo-lo memotong. "Dia menyuruh anak menyebut sesuatu keinginanku. Anak tidak menyebutkan
lainnya asal dia suka menolong menyadarkan pemuda yang pingsan karena bekerjanya
bubuk beracunnya Ciang Bin Jin Yauw itu. Menurut dia, itu bukan suatu keinginan. Meski
begitu, dia toh menyerahkan obat yang anak butuhkan itu."
Si nenek nampak puas. Dia bersenyum dan mengangguk-ngangguk. "Jikalau begitu,
siluman tua itu masih ada hatinya," katanya. "Kalau nanti kau bertemu lagi dengan dia,
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ajukanlah satu soal yang sangat sulit supaya dia kerjakan. Jikalau tidak, biar dia mati,
hatinya tidak puas. Nah, lanjutkanlah penuturanmu!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 134
yoza collection "Dengan membawa obat itu, anak Hui lantas pulang," Poey Hui melanjutkan. "Tempo
anak sampai di rumah, di luar dugaan ternyata pelajar itu sudah siuman terlebih dahulu.
Katanya, dia pernah makan buah rotan mujizat cuteng cui-ko . . "
"Oh! . . " seru si nenek, tertahan. "Mana pemuda itu sekarang."
"Dia telah dibawa lari oleh seorang yang berpakaian serba putih," sahut si nona.
"Bersama anak Tong, anak Hui pergi mencarinya. Sia-sia saja, kami tidak dapat
menemukannya. Belum lama sepulangnya kami, datanglah nona ini yang juga
berpakaian serba putih. Dia keliru menerka kamilah yang telah menculik pemuda itu.. . . . . "
"Itu perkara kecil, bukan?" berkata si nenek. "Cukup toh asal kedua belah pihak bicara
secara terang! Kenapa kalian jadi bertempur?" Poey Hui hendak melindungi In Tong.
"Disinilah telah terjadi salah paham," sahutnya. "Harus disalahkan anak Hui yang secara
diam-diam, dibelakang nona itu, sudah bicara jelek tentang hal dia.. . . . . " Si nona bicara
secara lambat dan ragu-ragu.
Pee Bie Lo-lo mengawasi tajam, ia dapat menerka: Mestinya nona serba putih itu
sudah menolong si anak muda, ditengah jalan dia membuatnya hilang pula, maka dia
datang kemari guna memintanya lagi dari Ang Wee Hui, yang disangka telah
merampasnya kembali. Karena ini, ia lantas mengawasi nona itu dan juga Cie Jiam
Toojin. Terus ia berkata: "Nah, kalian telah dengar jelas, bukan" Kalau ingin bicara,
utarakanlah itu. Nanti akan kuberikan pertimbangan. Hanya ingat, aku tak ingin kalian
berdusta!" Cie Jiam segera berpikir keras. Nenek itu mau bicara dengan Honghu Pek Hee. Si
nona pun bertabiat aneh. Kalau nona itu keliru bicara, akan berabelah urusan mereka.
Selagi ia mengawatirkan Pek Hee, tiba-tiba Ho Tong sudah mendahului membuka
mulutnya. Si dungu bingung karena lenyapnya Pek Kong, dia khawatir akan keselamatan
kawannya itu. Sudah beberapa hari dia mencari, tapi sia-sia. Sekarang dia kecewa pula.
Maka itu, tak puas dia mandengar pembicaraan nenek itu.
"Eh, perempuan tua, , kau rewel amat!" bentaknya. "Buat apa kautanya berbelit-belit
ini dan itu" Cukup sudah asal Pek Kong dapat ketemu dicari!"
Suara keras itu mengagetkan semua orang, Pee Bie Lo lo bukanlah orang yang
dapat diperlakukan demikian macam.
Segera terdengar tawa galak-gelak dari nenek itu. "Oh, bocah kau benar bernyali
besar, kau benar bersemangat!" katanya memuji. "Kau bicara secara polos, secara jujur!
Mari dengar! Buat mencari kawanmu itu, tidaklah sukar! Mari coba dahulu menyambut
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 135
yoza collection satu pukulan tongkatku! Asal kau sanggup bertahan, dalam tempo tiga hari, aku si nenek,
akan kembalikan pemuda she Pek itu pada kalian!"
Cie Jiam terkejut, la sangat mengkhawatirkan si dungu itu.
Honghu Pek Hee pun khawatir. Mereka tidak dapat memikir untuk memecahkan
persoalannya. Tidak demikian dengan Ho Tong si polos, dia girang mendengar janji nenek itu.
Lantas dia melangkah maju sembari tertawa haha-hihi. "Bagus nenek!" katanya.
"Hajarlah aku!" Dia memasang kuda kudanya rendah sekali, tubuhnya ditegakkan,
kepalanya diangkat, kepala botak!
Pee Bie Lo-lo tertarik hatinya mendengar orang itu menyambutnya secara demikian
mudah. Lantas ia ingat tentang dirinya sendiri, bagaimana dahulu, dengan sepasang
bandil, telah ia robohkan tak sedikit cabang atas. Dahulu tidak ada orang yang berani
melawan dia dengan tangan kosong.
Siapa sangka sekarang bocah botak berusia belasan tahun ini berani menerima
tantangannya itu, bahkan ia sudah lantas menyiapkan kepala gundulnya itu!
"Ah!" pikirnya. Ia heran dan kagum.
Poey Hui dan Kat In Tong terkejut. Walau bagaimana, mereka berkhawatir terhadap
anak muda yang polos itu. Karena mereka tahu tenaga si nenek besar dan hebat luar
biasa. Pastilah kepala Ho Tong bakal hancur remuk berikut tubuhnya. Mereka berkesan
baik terhadap anak muda itu sebab mereka mengetahui dia polos dan bernyali besar.
Sayang kalau dia mati konyol.. . . . .
"Lolo!" mereka lantas memanggil sambil keduanya maju mendekati.
Pee Bie Lolo dapat menerka maksudnya kedua nona itu, ia mengusapkan
tangannya. "Apakah kalian masih belum kenal tabiat Lolo" Bukankah apa saja yang aku katakan
mesti dilakukan dan diwujudkan" Hari ini dia yang meminta sendiri, biarlah dia
menerimanya!" Menyaksikan pihak lawannya memintakan "keampunan" bagi Ho Tong, Nona Honghu
menganggap tidak dapat ia berdiam saja. Memang ia telah memikirkan daya upaya
untuk menolong sahabat itu, sahabat karibnya Pek Kong. Ia lantas menghampiri si
nenek. "Sebenarnya dia seorang yang tidak mengerti ilmu silat," katanya. Pee Bie Lo lo
heran mendengar kata-kata si nona. Ia sampai melengak.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 136
yoza collection "Kenapa kalian mengajukan seorang yang tak mengerti ilmu silat?" tanyanya.
"Kenapa kalian membiarkan dia menerima maut?"
Mendengar pertanyaan itu, timbullah harapan Cie Jiam Toojin. Maka dia memikir
untuk bicara pula, untuk memberikan pengertian kepada nenek jagoan itu. Tapi, belum
lagi dia membuka mulutnya maka dari kejauhan sudah terdengar siulan nyaring dan
mengalun lama, disusul datangnya seorang muda berlompat masuk untuk terus
menghampiri si nenek. Dia berpakaian abu-abu gelap. Selekasnya berada didepan
siorang tua, ia memberi hormat sambil berkata: "Pee Bie Locianpwee, aku yang muda
Siangkoan Sun Siu muridnya Hong Hweeshio memberi hormat kepada Locianpwee!
Mendengar orang itu adalah muridnya Hong Hweeshio, si Pendeta angin-anginan,
tampak parasnya Pee Bie Lo lo menjadi bersinar terang. Karena segera ia ingat
urusannya sendiri dahulu kala dengan si pendeta angin-anginan itu dan ia mengharap
salah paham di antara mereka berdua nanti dapat dilenyapkan atau sedikitnya
diredakan. "Hong Hweeshio mengutusmu kemari, apakah pesannya?" ia tanya. Kembali Siang
Koan Sun Siu menjura. "Maaf, Locianpwee," sahutnya. "Kedatanganku kemari tidaklah membawa pesan dari
guruku. Aku yang muda datang untuk mencari seseorang. Sengaja aku datang kepada
Loocianpwee untuk memohon budi kebaikan Loocianpwee agar dia dimerdekakan."
Air mukanya si nenek berubah dengan cepat. Kiranya keluar terkaannya barusan.
Lantas ia memperlihatkan roman sungguh-sungguh.
"Siapakah yang hendak kau cari?"tanyanya, suaranya keras, tak seramah semula.
"Siapakah yang menahan orang yang kau cari itu" Lekas bilang!"
Kali ini Siangkoan Sun Siu menjawab, dengan suara terang lantang: "Orang yang
dicari olehku adalah seorang she Pek bernama Kong, katanya dia telah dibawa kemari
oleh seorang murid dari loocianpwee."
"Hm!" Pee Bee Lo lo memperdengarkan suara dingin; "Kiranya kalian dari satu
golongan! Hendak kukatakan, kalau bocah dungu ini sanggup bertahan dari satu pukulan
maka di dalam tempo tiga hari, aku berjanji akan menyerahkan orang yang kalian cari
itu !" Sun Siu terkejut. Ia percaya, menurut kata-kata si nenek. Pek Kong telah ditahan
nenek itu. Tapi bagaimana dengan Ho Tong " Mana sanggup sahabat itu bertahan dari
hajaran si nenek, pasti dia mirip telur melawan batu. Ia pun heran, kenapa seorang jago
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 137
yoza collection tua bersikap begini rupanya" Itu berarti si jago tua menghina si muda! Karenanya, ia
menjadi kurang senang. Tapi masih dapat ia menguasai dirinya. Lagi-lagi ia menjura.
"Saudaraku itu belum pernah belajar silat," katanya lagi, "dan hajaran loocianpwee
berat ribuan kati! Mana sanggup dia bertahan" Jikalau benar dia berbuat salah terhadap
loocianpwee aku yang muda mohon dengan kemurahan hati loocianpwee agar dia
diberi ampun sedikitnya untuk kali ini saja."
Mendadak Pee Bie Lo lo menjadi gusar.
"Kau bocah, berani kau menentang aku?" Tanyanya, keras. "Aku bertanya padamu:
Benar atau tidak bahwa kedatanganmu kemari ini disebabkan kau telah menerima
petunjuknya si botak edan untuk datang mengganggu aku ?"
"Telah kujelaskan," sahutnya, "bahwa kedatanganku ini tidak ada hubungan apapun
dengan guruku! Apa yang kau katakan barusan itu adalah permintaanku yang rasanya
pantas dan wajar! Mana berani aku bicara yang tidak-tidak terhadap loocianpwee?"
Tapi si nyonya tua jadi semakin marah, sampai rambutnya seperti pada bangun
berdiri. Hanya sejenak ia lantas ingat pada sesuatu. Lekas sekali ia nampak menjadi
tenang lagi. "Baiklah," katanya kemudian perlahan. "Memang, kalau ada gurunya, mesti ada
muridnya! Hari ini aku tidak mau berlaku keterlaluan. Aku dapat memaafkan kau sebab
kau tidak mengerti apa apa. Sekarang tentang anak dogol itu" Dia tidak dapat
dibebaskan kecuali kau yang mewakilinya! Jikalau dapat kau terima, kau merdeka untuk
pergi, jikalau tidak dan sebaliknya, nah jangan kau sesalkan aku si tua!"
Siang koan Sun Siu ketahui betul nenek ini sama lihainya dengan gurunya, Hong
Hweeshio. Maka itu, segan ia menerima hajaran dari dia. Itu sangat berbahaya! Tapi ia
harus menolong Ho Tong. Iapun merasa tidak puas sebab agaknya si nenek tak
menyenangi gurunya. Karenanya ia harus mempertahankan dan melindungi
kehormatan gurunya itu. Ia juga ingin mencoba sampai dimana kelihaiannya si nenek.
Maka ia lantas mengambil keputusan dan berkata kepada nenek itu: "Jikalau
loocianpwee bermaksud memberi petunjuk kepadaku yang muda, baiklah, tak berani
aku menentangnya! Cuma ingin aku memperoleh penegasan, selewatnya satu jurus,
dapatkah loocianpwee membebaskan saudaraku yang dungu itu?"
Pee Bie Lo-lo berpikir keras: "Bocah ini berani bertanggung jawab buat lain orang,
dia bernyali besar, diapun teliti. Dia adalah satu calon jago Rimba Persilatan. Mana dapat
aku membinasakan dia?"
Setelah berpikir demikian, nenek itu mengangguk dan berkata: "Baiklah! Setelah satu
jurus, kau dapat bertahan atau tidak, urusan hari ini akan sudah selesai seluruhnya!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 138
yoza collection Hanya mengenai Pek Kong, kau harus menanti tiga hari untuk kuserahkan kepada
kalian!" Sun Sui heran.
"Mustahilkah dia tak ada dirumah ini?" tanyanya.
Si nenek tidak puas. "Kalau dia ada disini, buat apa aku minta tempo?" sahutnya
keras. Sun Siu lantas merapihkan pakaiannya, terus memberi hormat kepada wanita
jago itu, kemudian ia berjalan mundur sejauh tiga tombak, untuk memutar tubuhnya
dan siap sedia. "Silahkan loocianpwee memberi pengajaran padaku!" katanya hormat, kedua
tangannya dirangkapkan. Setelah itu ia meloloskan joan pian, cambuk lunaknya, dari
pinggangnya, lalu ia berdiri tegak, siap menyambut serangan.
Hatinya Honghu Pek Hee dan Cie Jiam Too jin menjadi tegang sekali. Mereka tahu
si anak muda itu lihay tetapi dapatkah dia bertahan terhadap Pee Bie Lolo yang telah
mempunyai latihan seratus tahun" Poey Hui dan Kat In Tong belum pernah melihat
Sun Siu bersilat, baru sekarang saja mereka menyaksikan keringanan tubuh dan
kegesitannya. Mereka ragu. Mereka sendiri tak sanggup bertahan hanya dari kebasan
tangan nenek itu, apalagi sekarang sinenek hendak menggunakan tongkatnya, senjata
istimewa itu. Maka itu, hati merekapun tegang sendirinya.
Cuma Ho Tong yang tabah seperti biasa. Ia tidak percaya nenek itu liehay. Ia cuma
heran juga melihat Siangkoan Sun Siu sangat menghormati orang tua itu. Karenanya
ia membuka matanya lebar-lebar untuk menyaksikan ujian itu.. .
Karena perhatian memuncak dari para hadirin itu maka sunyilah taman dimana
mereka berkumpul. Semua mata diarahkan kepada Sun Siu dan sinenek bergantian,
terutama kepada sinenek. Semua mereka ingin melihat serangan dan pertahanan yang
akan dilakukan kedua pihak.
Sesudah si anak muda bersiap siap maka majulah sinenek, setindak demi setindak
langkah kakinya itu tidak kedengaran. Apa yang terdengar ialah jatuhnya tongkat
ketanah setiap kali tongkat itu digerakkan turun naik mengikuti kakinya. Didalam
kesunyian, didalam suasana menegangkan seperti itu, suara tongkat itu bagaikan
berirama aneh! Baik langkah kaki, maupun gedrukan tongkat itu, dua duanya tidak meninggalkan
tapak atau bekas. Itulah yang mengagumkan dari si nenek, yang dianggap sudah
mencapai tarap kesempurnaan dan gaib.. .
Ho Tong bernyali besar, ia diam mengawasi dengan mata dibuka lebar-lebar.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 139
yoza collection Si nenek bagaikan malaikat maut yang sedang menghampiri bakal mangsanya.
Diantara jarak satu tombak didepan si anak muda, si nenek menghentikan langkah
kakinya. "Mulailah," katanya keren. Siangkoan Sun Siu tahu mengapa si nenek berkata
demikian. Itu dikarenakan sebagai orang tua dan tingkatnya pastilah lebih tua juga.
Nenek itu tidak mau turun tangan terlebih dahulu. Ia lantas memberi hormat.
"Baiklah, loocianpwee, aku yang muda menurut perintah loocianpwee!"
Begitu ia membuka mulut, begitu Sun Siu bergerak, ia maju mendekat, tetapi bukan
ia lantas menyabot atau menghajar dari atas ke bawah hanya dengan mendadak, tetapi
dengan kesehatan luar biasa, ia memutar tubuhnya, berbareng dengan itu barulah
cambuk lunaknya dikerjakan. Maka juga, berbareng tubuhnya berhadapan pula dengan
si nenek, cambuknya itu sudah menyambar dengan sangat cepat dan keras!
Cambuk berkelebat bagaikan kilat!
Si nenek tak bergerak mulai saat ia mempersilahkan si anak muda yang lebih
dahulu menyerangnya. Ia masih diam saja selagi cambuk menyambar tubuhnya. Ia
baru menggerakkan tongkatnya begitu ujung cambuk hampir mengenai tubuhnya itu,
yang sekaligus hendak dilipat dililit.
Hanya sedetik maka beradulah tongkat dan cambuk, suaranya tidak keras nyaring
tetapi kesudahannya sangat hebat. Menyusul beradunya kedua senjata, tubuhnya Sun
Siu terpental mundur dengan jungkir balik, terus roboh sejauh tiga tombak lebih!
Sejenak, nampak Pee Bie Lo lo melongo saking herannya, tetapi lekas juga dia
tertawa dan berkata: "Murid kesayangannya si hweeshio gila benar-benar liehay! Dia
lebih suka terluka tetapi tak sudi dia melepaskan cambuknya!"
Memang demikianlah halnya. Siangkoan Sun Siu roboh terpelanting dan terjungkir
tapi cambuknya tetap ditangannya, tak lepas!
"Anak Hui," berkata si nenek sejenak kemudian, "lekas bangunkan Siangkoan
Suhengmu itu dan payanglah ia masuk kedalam untuk dirawat, supaya dia dapat
beristirahat. Dia telah mendapat luka didalam yang tidak ringan. Berikan dia obat
pulungku yang berwarna hitam! Aku telah berikan dua padamu, berikan yang sebutir!"
Habis berkata begitu, tanpa menoleh pula si nenek beralis putih itu lantas
mengeloyor pergi! Segera orang menghampiri Sun Siu yang mereka tak tahu bagaimana lukanya,
lebih-lebih Ang Hwee Hui, yang memperoleh tugas untuk mengobati dan merawat
pemuda itu. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 140
yoza collection Begitu lekas cambuknya ditangkis si nenek hingga kedua senjata bentrok satu sama
lain, Siangkoan Sun Siu terkejut, sebab ia merasakan darahnya bergolak, telinganya
berbunyi, matanya kabur, kuda-kudanya gempur, tanpa dapat mempertahankan diri lagi
tubuhnya terus terangkat dan terpental dan berjumpalitan akan akhirnya roboh tak
berdaya. Walaupun demikian, ia masih ingat bagaimana Poey Hui melompat kepadanya,
untuk membantunya bangkit kembali. Bukan main ia menahan nyeri.
"Terima kasih . ." Ia berkata lemah, dengan paksakan diri. "Aku masih dapat berjalan.. "
Dan ia melompat bangun, walaupun mukanya meringis karena ia bergulat dengan rasa
nyerinya itu. Ia memaksakan diri bersenyum.
"Silahkan masuk kedalam!" Ang Wee Hui mengundang sekalian tamunya. Ia berjalan
di muka, memimpin. Siangkoan Sun Sui berjalan dengan sangat perlahan mengikuti Si
nona, dan dibelakangnya mengiring In Tong, Pek Hee, Cie Jiam dan Ho Tong.
"Silahkan duduk!" Poey Hui mempersilahkan para tamunya, sedangkan kepada
Siangkoan Sun Siu ia berkata: "Suheng, silahkan rebahkan diri diatas pembaringan itu !
Beristirahatlah, aku hendak mengambil obat."
Lantas nona rumah ini berjalan masuk. Dengan tak ragu-ragu ia memanggil suheng,
kakak seperguruan, kepada pemuda itu.
Selekasnya Bibi Hui itu pergi dengan muka merah karena likat, Kat In Tong
menghampiri Honghu Pek Hee.
"Kakak, apakah kau menganggap aku kurang ajar?" tanyanya, perlahan.
Mendengar suara nona itu, hilang lantas kemendongkolannya nona Honghu, bahkan
segera ia merasa bahwa ia juga tak benar seluruhnya. Maka ia lantas menjambret
tangannya nona Kat dan sembari tertawa berkata: "Sebenarnya akulah yang harus
memohon maaf padamu!"
Melihat dua orang itu akur seketika, Cie Jiam Toojin tertawa bergelak. Katanya
gembira: "Dua orang musuh besar, musuh mati atau hidup, sekarang menjadi kakak
beradik, maka itu janganlah kalian melupakan aku si tua yang menjadi juru pemisah
dan pendamai!" In Tong lantas ingat bahwa tadi iapun telah berlaku kurang hormat kepada imam
itu, mendengar suara si imam, mukanya menjadi merah pula, tetapi ia lantas tertawa
dan berkata: "Tadi aku telah berlaku kurang ajar, aku minta tootiang sudi maafkan aku!"
Kembali si imam tertawa. Ia mengusap-usap kumis janggutnya. "Sama-sama saja."
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
katanya. "Aku si imam tuapun sembrono!" Kembali ia tertawa berkakakan. Sun Siu
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 141
yoza collection terluka didalam tak ringan, tetapi setelah beristirahat sebentar, ia merasakan tubuhnya
lebih ringan, maka iapun dapat bicara. Ia lantas ingat pada Pek Kong. "Katanya Pek
Kong datang kemari, nyatanya disini dia tidak ada! Habis, kemanakah perginya" Apakah
yang telah terjadi atas dirinya.. . . . . ?"
Honghu Pek Hee lantas menjelaskan bagaimana ia menemui si anak muda yang
kemudian hilang pula. Ketika itu Poey Hui kembali dengan obatnya, ia serahkan pada Siangkoan Sun Siu,
setelah si anak muda meminumnya, ia berkata pada orang banyak: "Lo lo telah pergi,
tentulah untuk mencari Pek Kong. Tapi ia tak kenal anak muda itu, bagaimana ia dapat
mencarinya" Ah, Lolo sudah berusia lanjut tetapi toh ia tetap berhati keras sekali . ."
Semua orang membenarkan nona ini. Mereka pun merasa si nenek benar-benar
berhati sangat keras. Mereka memikirkan, begaimana kalau dia gagal mencari Pek
Kong" Dia bisa nyasar tak menentu.. . . . .
Ho Tong turut menjadi bingung, hingga ia menggaruk-garuk kepalanya. Iapun
khawatir memikirkan sahabatnya itu.
Selagi orang berbicara dan bingung, Sun Siu tengah beristirahat. Habis makan obat,
lekas sekali rasa nyerinya lenyap, lalu diam diam ia mencoba menggerakkan
tenaganya. Ia menyalurkan darah dan pernapasannya. Sementara itu, ia mendengarkan
juga pembicaraan kawan-kawannya itu.
"Berdasarkan keteranganmu, sumoay," ia turut bicara kemudian, "teranglah
hilangnya Pek Kong terjadi di Hian Bu Ouw, dan mestinya dia dibawa lari oleh seorang
yang lihai kepandaiannya, kalau tidak, tidak mungkin sumoay serta lootiang kehilangan
jejaknya. Aku menerka sudah lama orang berniat menculik Pek Kong dan telah
merencanakan untuk menguntitnya. Aku menerka kepada Cian Bin Jin Yauw, Maka itu
baiklah kita berpisah pergi mencari dia sekalian mencari Pek Kong. Bagaimana pikiran
kalian?" Pemikiran itu beralasan, semua orang menerima baik.
Ho Tong mengagumi si anak muda. "Tayhiap, sungguh kau seorang luar biasa!"'
katanya, nyaring. "Selama di Kie Hong Kok, kau suruh aku pergi ke Kimleng dan
mengharuskan tiba disana dalam tempo empat hari. Kalau aku tidak memiliki kuda itu,
bisa aku gagal, atau aku bakal mati letih ditengah jalan! Tapi setibanya disana, lantas
aku memperoleh kabar tentang sahabatku itu. Kau demikian pandai, apakah kau menjadi
ahli nujum?" Sun Siu mengawasi si polos itu, ia tertawa; Hadirin yang lainnya pun tersenyum.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 142
yoza collection "Waktu itu aku sebenarnya tak dapat memikirkan bahwa aku bakal sampai ditempat
tujuan dalam tempo empat hari itu," berkata pemuda she Siangkoan itu. "Kalau aku
menyuruh kau pergi ke Kimleng itu disebabkan aku telah mengetahui bahwa Thian Lay
Mo Lie sudah pergi ke Kimleng atau sekitarnya. Cian Bin Jin Yauw memanggul atau
menggendong Pek Kong, kalau dia menuju ke Selatan, pasti dia bertemu denganku,
karenanya aku menerka dia pergi ke Utara. Karena ini juga, aku menduga mungkin Cian
Bin Jin Yauw dan Thian Lay Mo Lie bekerja sama, sebab mereka itu dari satu golongan.
Bagaimana kau dapat menganggap aku sebagai ahli nujum?"
Ho Tong mengawasi dengan mendelong. "Kalau demikian, kenapa kau tidak pergi
mencari Thian Lay Mo Lie?" tanyanya.
Ditanya begitu Sun Siu melengak. Ia kagum terhadap si dungu.
"Aku salah hitung," sahutnya mengakui. "Tetapi mungkin Thian Lay Mo Lie sudah tak
ada di Kimleng. Guruku menjanjikan tempo pertemuan sepuluh hari, sekarang hari janji
itu sudah lewat separohnya. Sekarang kitapun harus mencegah para siluman
merampas Peebwee lengko! Bagaimana?"
IE JIAM TOOJIN berpikir sebentar, lantas ia berkata: "Bagaimana kalau kita
menjadikan dua kelompok ketimur dan barat saja" Sesudah itu, baru kita
cari It Koay dan Sam Yauw. Thian Lay Mo Lie hendak mencari buah mujizat
itu, seharusnya diapun menuju ke Selatan bahkan mungkin kita dapat menyandaknya,
atau kalau tidak demikian, pasti kita akan menemuinya di Ngo Bwee Kwan. Untuk
mencari dan menolong Pek Kong, mesti kita memerlukan tempo beberapa hari, karena
itu, tidak ada perlunya kita terlalu terburu nafsu." Mendengar suara si anak muda, tigatiganya Poey Hui, Honghu Pek Hee dan Kat In Tong mengeluh di dalam hati. Tidak
demikian dengan Ho Tong. "Pikiran bagus!" dia berseru. "Nanti aku pergi sendiri! Aku akan terus menunggang
kuda!" "Begitupun baik," kata Sun Siu. "Kau ambil jalan yang kau lalui selama kau datang
kemari. Tootiang, kalau tootiang setuju, baik tootiang mengambil jalan kiri, sedangkan
aku akan pergi ke kanan. Sayang tidak ada yang dapat mengambil celah bumi."
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 143
yoza collection Mendengar itu, Puey Hui tertawa. Dia lantas berkata: "Aku bersama In Tong sedang
senggang, dirumah kami tidak mengerjakan apa-apa kerjanya cuma pesiar
menunggang burung atau kuda, baik suheng serahkan tugas itu kepada kami berdua.
Andaikan Honghu Sumoay sudi pergi bersama, itu terlebih baik lagi."
Honghu Pek Hee tertarik hatinya. Ia heran. "Kakak," tanyanya, "burungmu itu dapat
membawa beberapa orang?"
"Itu tak dapat dipastikan," In Tong mendahului menjawab. "Kalau burung rajawali
kami mementang sayapnya, lebarnya sampai kira-kira tiga tombak, karenanya mungkin
dia dapat membawa sepuluh atau sedikitnya delapan . ."
"Ah!" Sun Siu berseru tiba-tiba. "Tiga hari yang lampau selama di gunung Hong In
San aku melihat seekor burung rajawali yang besar, dia tengah terbang meninggi,
bukankah itu burung yang kau maksudkan?"
Poey Hui heran. Dia berpaling kepada si anak muda. "Ya, itu hari aku melihat
seseorang bagaikan bayangan hitam berlari lari dari Selatan," katanya, "jadinya orang
itu adalah kau suheng."
Sampai disitu semua orang tertawa tertahan.
"Siangkoan Tay hiap, " kemudian Cie Jiam Toojin berkata: "Kau menyuruh pintoo
mengambil jalan kiri. Itulah jalan yang pintoo telah lalui. Disana pintoopun pernah tiba
di tempat kediaman yang lama dari Keluarga Tek . ."
"Dan tootiang," Sun Siu tanya, "apakah tootiang dapat mengetahui kalau-kalau
keluarga itu ada keturunannya atau tidak?"
Bertanya begitu, pemuda she Siangkoan itu nampak girang.
Cie Jiam Toojin menghela napas.
"Tigapuluh tahun yang lalu, Keluarga Tek itu sangat makmur dan bahagia," katanya,
"tetapi sekarang ini tinggal saja beberapa buah rumahnya yang kosong dimana burung
hantu bunyi disiang hari dan jangkrik mengerik diwaktu malam! Disana tak nampak
separoh manusia sekalipun! Dibandingkan dengan rumah disini berikut halamannya,
tempat keluarga Tek itu kalah."
In Tong heran mendengar si imam membandingkan rumahnya dengan rumah
keluarga Tek, "Sebenarnya Sam Tay Su Gie dari keluarga Tek itu orang macam apa?"
tanya dia. "Dapatkah tootiang memberikan penjelasan kepadaku?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 144
yoza collection Siangkoan Sun Siu dapat menerka si nona kurang puas! Ia menghela napas. Ia
mendahului si imam menjawab: "Kepala keluarga Tek itu ialah Hiap Sian Tek Tay Gie Si
Dewa gagah," katanya.
"Dialah sahabat karib dari paman guruku Sin Ciu Ciu Kit. Dia pula guru pertama dari
Tong Thian Tok Liong Sian Hiauw In si Naga Beracun Menembus Langit, ketua yang
sekarang dari Thian Liong Pang, partai Naga Langit itu. Pada empat puluh tahun dahulu
di Kanglam dan sekitarnya berjangkit penyakit sampar yang berbahaya, Tay Gie lantas
menyuruh Hiauw In pergi ke Hong Hay, laut Kuning, mencari rumput liong-yan cauw
untuk dijadikan campuran obat, sedangkan ia sendiri dengan mengajak anak, cucu serta
keponakan luarnya yang perempuan pergi ke Ngo Bwee Nia mencari buah Pek-bwee
lengko. Adalah di saat itu, Tay Gie telah dibokong orang hingga binasa oleh jarum
beracun yang dikenal bernama Tok Bong Hong-ciam."
Kat In Tong menjadi murid terkemuka kecuali terhadap Pek Bie Lolo, dia tidak jeri
terhadap siapa juga, maka itu tak puas ia mendengar Siangkoan Sun Siu menyebut Tek
Tay Gie sebagai Hiap Sian, Dewa Gagah. Bagaikan orang menggerutu, ia berkata: "Dia
berhati baik, sayang dia tidak mengerti ilmu silat."
"Oh, nona, kau keliru." berkata Sun Siu cepat-cepat. "Tek Tay Gie itu, yang orang biasa
memanggilnya dengan panggilan Looya cu ji kalau dia tidak mempunyai ilmu silat yang
mahir, mana bisa dia menjadi guru yang kedua dari Paman Sin Ciu Cui Kit?"
Pek Hee menghela napas. "Sungguh heran," katanya menyesal. "Orang yang lihay
juga masih dicurangi.. "
"Memang," Sun Siu menambahkan. "Tek Loo yacu sekeluarga itu roboh sebagai
korban sebab mereka diserang selagi mereka tidak menyangka-nyangka. Karena itu
kaum Rimba Persilatan harus senantiasa waspada, awas mata, tajam telinga, ringan
kaki tangan. Disana ada Jarum beracun Tok bong Hong ciam dari Pek Gan Kwie, ada
juga duri Ho-bwee-cie dari Kiu Bwee Ho, ada juga bubuk beracun Bie Hun San dari Cian
Bin Jin Yauw." "Eh, eh!" Ho Tong memotong: "Kita mau mencari Pek Kong atau tidak?" Si dungu tak
sabaran. Dia kurang ketarik oleh cerita itu.
"Siapa bilang kita tak mau pergi mencari?" jawab Sun Siu, sambil tertawa. Lalu ia
berpaling kepada si imam. "Tootiang telah sampai dirumah Keluarga Tek itu, coba
tootiang menjelaskan terlebih jauh."
"Sebenarnya tidak ada apa-apa yang dapat diterangkan," sahut Cie Jiam. "Tek Kee
Pa, yaitu kampung perumahan Keluarga Tek itu, letaknya disebelah selatan gunung Lam
Pin San di Hongciu. Sangat mudah dicarinya."
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 145
yoza collection Senang Honghu Pek Hee mendengar keterangan itu.
"Ketika aku turun gunung," kata dia, "guruku menitipkan sepucuk surat untuk Cu
Hang Suthay di kuil Ceng Cu Sie di Hangcu, karena bhikshuni ini sudah tinggal lama
dikota itu mungkin dia tahu banyak segala sesuatu dari kota kediamannya. Karenanya
pikirku lebih dahulu mengajak kedua kakak pergi ke Hangcu. Karena rajawali dapat
terbang cepat, kita tentu tak akan meminta banyak waktu. Entah bagaimana pikiran
kakak Hui".. . . . . "
"Jangan sungkan, kakak Honghu!" berkata Poey Hui, tertawa. "Baiklah, setelah terang
tanah, selesai sarapan. Kita berangkat kesana!"
Kembali Ho Tong mengutarakan tak sabarannya sebab orang masih bicara saja.
"Aku tak mau menanti sampai terang tanah!" katanya keras. "Aku mau berangkat
sekarang juga!" Dan ia lompat bangun!
Siangkoan Sun Siu memegang lengannya. "Kau hendak pergi kemana?"
"Mencari Pek Kong!"
Sun Siu tahu erat sekali persahabatannya Pek Kong dengan si polos ini. Ia lantas
berpikir, kemudian terus berkata: "Bagimu tidak ada halangannya untuk berangkat
terlebih dahulu! Nah, pergilah!" Ia melepaskan pegangannya.
Tanpa menanti lagi Ho Tong lari keluar, terus pergi keluar tembok pekarangan. Disini
ia bersiul, maka muncullah kudanya, yang terlebih dahulu sudah kedengaran ringkiknya.
Maka segera ia lompat naik kepunggung binatang itu terus dipacunya keras-keras,
hingga ia bagaikan dibawa kabur.
Tatkala itu sang waktu sudah jam empat kira-kira. Angin dingin sekali. Rembulan
bercahaya suram. Ho Tong tidak menghiraukan itu. la pun tidak memperdulikan bahwa
ia bukan duduk dipelana dan tangannya juga bukan memegang les kuda, hanya surinya.
Ia membiarkan binatang itu lari sesukanya saja. Tanpa merasa ia sudah melintasi
Samcee ho, Cauw ee-kiap, bukit Bouw Hu San, sampai di Koan Im Bun. Ketika itu cuaca
sudah remang-remang. Disebelah kiri terlihat sebuah puncak tinggi. Ia melirik beberapa
kali, menyaksikan kebesarannya bukit itu.
Lalu ia menjadi terkejut. Tempo ia melirik lagi, ia melihat seorang tengah berdiri di
atas puncak, jubahnya melambai-lambai diantara buaian sang angin. Ia heran sekali,
hingga ia mengawasi terus sambil otaknya bekerja.. . . . .
"Dia berdiri diatas puncak, apa kerjanya?" Tanyanya didalam hati. "Mungkinkah dia
hendak terjun turun dari sana..?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 146
yoza collection Lalu si polos menarik suri kudanya, membuat binatang tunggangan itu kabur
mendaki. Makin tinggi ia mendaki, makin dekat ia datang pada tempat dimana orang itu
berdiri dan makin tegas ia melihatnya. Lantas ia menjadi heran, hatinyapun terkejut,
lalu bergoncang. Ya, dari belakang, orang itu tampak seperti Pek Kong!
Saking girangnya, si dungu ini berteriak memanggil sekeras-kerasnya, "Pek Kong !
Pek Kong !" Terus ia melompat turun dari kudanya, lantas lari mendaki. Karena dari situ,
kudanya tak dapat lari naik lebih jauh.
Atas teriakan itu, orang diatas puncak itu berpaling. Terlihat tegas dia tertawa.
Hong Tong tertawa juga, tetapi dia lantas diam tercengang.
Sekarang dia telah melihat tegas. Orang itu bukannya Pek Kong, meski potongan
tubuhnya sama, mukanyapun sangat mirip. Apa yang kurang dari pemuda itu ialah
pada sepasang alisnya tak ada cahaya wibawa, tubuhnya lebih kecil sedikit dan lebih
halus, kalah kekar. Ho Tong dapat cepat melihat perbedaan itu karena mereka berdua
hidup bersama semenjak kecil. Ia heran sekali.
Setelah menoleh dan mengawasi orang itu melihat perubahan sikap dari orang
yang menegur. Ia mengerti itu. Pasti orang telah keliru mengenali. Ia juga tidak kenal si
dungu, yang tubuhnya besar dan mukanya hitam, gerak-geriknya ketolol-tololan. Tapi ia
merasa aneh, ia menganggap orang lucu, maka ia tertawa.
"Tuan, apakah tuan keliru mengenali orang?" Tanya dia. "Romanku ini adakah mirip
dengan salah seorang sahabatmu ?"
Ho Tong masih melengak lalu hendak ia berjalan pergi, tiba-tiba orang itu
menyapanya. Orang itupun manis budi. Yang paling menarik hatinya ialah suara orang
itu halus, manis didengarnya. Maka tak jadilah ia memutar tubuh untuk berlalu. Ia pun
tertawa. "Sungguh! Sangat mirip! Sangat mirip!" katanya berulang-ulang. Ia bukan menjawab
hanya berseru sendirinya, "Sungguh, kau sangat mirip dengan dia! Kiranya kau adalah
dia! Ya, kalian bukannya satu orang melainkan berdua!"
Orang itu merasa heran berbareng tertarik hati. Segera ia memperlihatkan
wajahnya sungguh sungguh, "Eh, kiranya, apakah benar-benar kata-katamu ini" Tak
mungkinkah kalau orang yang kau maksudkan itu adalah adikku?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 147
yoza collection Ho Tong tidak menyangka bahwa orang sedang menggodanya. Ia lantas
mengawasi orang itu, dari kepala sampai kekaki. Ia tetap heran. "Tak mungkin dia
adikmu!" sahutnya. "Dia lebih pantas menjadi kakakmu!"
Orang itu makin tertarik hatinya. Ia bisa melihat bahwa orang itu polos, hingga
menjadi seperti si dogol. Ia tertawa.
"Bagaimana kau bisa bilang dia pantas menjadi kakakku dan bukannya adikku?"
Ho Tong berpikir sebelum ia menjawab. Ia masih menatap orang itu. "Dari usia
kalian tidak dapat diterka siapa lebih tua siapa lebih muda," sahutnya kemudian. "Yang
jelas ialah dia lebih besar badannya dari pada kau. Maka sudah sepantasnyalah dia
menjadi kakakmu!" Orang itu tertawa pula. Ia girang, suka ia melayani si dungu bicara.
"Sudahlah!" katanya. "Sekarang tak usah kita rewelkan siapa lebih tua dan siapa
yang lebih muda! Paling benar kau ajak aku menemui orang yang kau cari itu, supaya
kita membuat pertemuan, setelah itu lantas bisa dipastikan siapa lebih tua dan siapa
lebih muda.. ." Baru disaat itu, Ho Tong mengerti bahwa orang tengah bergurau dengannya. Sebab,
mana dapat ia membandingkan orang dengan Pek Kong. Pek Kong yang justru ia
sedang cari. "Tolol!" ia mencaci dirinya sendiri. Terus ia tak mau lagi melayani orang bicara.
Sebaliknya, ia memutar tubuh dan lari turun gunung. Selekasnya ia sampai dibawah, ia
lompat naik keatas punggung kudanya, terus melarikannya!
Diatas puncak, si anak muda tertawa terkekeh-kekeh, terus tubuhnya bergerak.. .
Ho Tong tidak dapat mendengar suara orang tertawa itu. Ia kabur terus. Selang
enampuluh lie, ia membelok disebuah tikungan. Didepannya terlihat tanah yang tinggi.
Lantas ia terkejut. Diatas gundukan tanah itu tampak seorang yang mirip pula dengan
Pek Kong. "Ah, ini tentu dianya.. ." pikirnya. Maka ia berkaok: "Pek Kong!" Ia pun menjepit
perut kuda memaksa binatang ia kabur lebih keras. Sebentar saja sampailah si dungu
di depan tanjakan. Ia hendak lompat turun kudanya, maka ia melihat kebawah. Tempo
ia mengangkat pula mukanya, melihat kedepan, ia menjadi bercokol tercengang
dipunggung kudanya. Orang tadi sudah tidak ada ditempatnya barusan!
"Pek Kong!" dia berseru, kagetnya bukan main. Sekejap itu, dia mendapat firasat
buruk. "Pek Kong! Kalau benar kau telah meninggal dan menjadi setan, jangan
membuatku kaget!" Ia melihat berkeliling.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 148
yoza collection Tiba-tiba ia mendengar suara tertawa, ia menoleh.
Diluar dugaan, orang tadi muncul pula. Dan dia tertawa dan berkata: "Aku disini!"
Ternyata orang itu berada diatas dahan pohon didekat situ, dia tak jauh meskipun
dahan itu bergoyang goyang. Walaupun demikian kalau bukan setan, tak mungkin orang
bisa berdiri diam diatas dahan seperti ini.. .
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mau atau tidak, saking kagetnya, sipolos ini menjadi ciut nyalinya. Ia menjerit, lantas
ia putar kudanya, buat dikeprak kabur kesebuah jalan kecil. Heran dan kaget, pemuda
yang tak kenal takut ini menjadi bernyali kecil. Ia kabur terus tanpa menghiraukan
bahwa sang waktu terus berlalu lewat.
Ditengah udara sang salju beterbangan, sang matahari yang memancarkan
sinarnya membuat salju itu bagaikan berganti rupa, nampak kuning gemerlapan seperti
uang emas, mirip seperti bidadari menyambar kepingan kepingan uang emas.. .
Berbareng dengan itu, Ho Tong juga merasakan perutnya lapar. Tak disadarinya
sang waktu sudah tengah hari, saatnya orang dahar. Disebelah depan tampak sebuah
dusun. Ke sana Ho Tong kabur. Dimuka dusun itu ia lompat turun dari kudanya, dan
membiarkannya mencari makan sendiri. Ia lantas memasuki dusun, mencari rumah
makan atau warung nasi. Disitu ia menangsel perutnya.
Karena ia tidak mau membuang buang waktu, habis makan ia lantas pergi mencari
kudanya. Ia menjadi heran. Binatang tunggangan itu tidak ada, entah kemana perginya.
Sia-sia ia memanggilnya berulang ulang. Ia meneliti tanah, sampai mendapat tapak
kakinya. Lantas ia jalan mengikuti tapak itu. Ia berlari-lari. Disepanjang jalan, masih ia
berkaok-kaok. Tiba tiba Ho Tong mendengar suara keras dan dingin: "Kau berani menipu aku"
Buka matamu! Lihat disana, bukankah si pemilik kuda telah datang?"
Ho Tong heran. Ia mengenali suaranya si anak muda yang romannya sama dengan
Pek Kong, sahabatnya itu. Dari jeri, ia menjadi berani. Ia ingin dapatkan kembali kudanya
yang jempol itu. Maka ia perkeras larinya. Lekas juga ia tiba ditempat tujuan. Disana ia
melihat orang mirip Pek Kong itu berada bersama seorang yang tubuhnya besar, dan
orang itu sedang diancam: "Kau ingat baik-baik! Karena kau bukannya si penjahat tulen,
karena kau cuma diperintah mencuri kuda, suka aku memberi ampun! Kalau tidak, akan
aku patahkan kedua-duanya tanganmu!"
Walaupun dia dungu, Ho Tong dapat mengerti bahwa orang yang diancam itu
adalah orang yang mencuri kudanya dan telah dipergoki dan dirintangi oleh orang yang
mirip Pek Kong itu. Hanya, mana dia kudanya" Kuda itu tak ada disitu! Sia-sia belaka ia
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 149
yoza collection melihat keempat penjuru. Sang kuda tak nampak! Maka berdirilah ia terbengongbengong!
Si anak muda melihatnya, dia tertawa. "Telah kutolong kau menambat kudamu di
dalam rimba!" katanya "Sekarang tinggal pencuri kuda ini! Kau bilanglah apa yang harus
diperbuat terhadapnya?"
"Lepaskan saja!" sahut Ho Tong. Dia melihat pencuri itu tengah memegang sebelah
tangannya. Rupanya tangan yang satunya itu sudah dibikin patah. Mukanya pun
meringis kesakitan, malu dan takut menjadi satu, sedangkan sinar matanya
menandakan sangat memohon ampun. Maka itu dia menjadi tak tega. Lantas dia
menambahkan. "Aku cuma menghendaki kudaku!"
Anak muda itu tertawa hambar. "Pergilah kau!" ia mengusir si pencuri, dan menolak
tubuhnya. Maka kaburlah pencuri itu, yang tetap masih memegang tangannya yang
terluka itu. Ho Tong mengawasi tanpa mengatakan sesuatu.
Lalu si anak muda mengawasi orang polos di depannya itu. Katanya tersenyum:
"Pencuri kuda itu mengganti kau dengan sebuah pelana. Maka selanjutnya tak usah kau
menunggang kuda dengan punggung melulu! Mari kita lihat kudamu!"
Ho Tong ikut memasuki rimba. Di sana ia melihat kudanya tak kurang suatu apa,
bahkan pada punggungnya telah menggemblok pelana seperti yang dikatakan si anak
muda, ia girang berbareng bingung hingga ia tak tahu bagaimana harus menyatakan
rasa syukurnya. "Kau baik sekali!" katanya, tertawa. Lupa ia mengucap terima kasih. Ia cuma
mengucapkan itu tak lebih!
Si anak muda tertawa. "Apakah kau tidak takut lagi padaku?" tanyanya, bergurau.
Ho Tong melongo, lalu tertawa. Ia ingat peristiwa tadi, yang membuatnya
menyangka anak muda itu hantu iblis. Ia menggeleng-geleng kepala.
Ho Tong menjawab tanpa berpikir pula.
Baginya bahwa si dungu polos dan sangat mengesankan. Lalu ia menerka, mestinya
orang itu mempunyai urusan sangat penting.
"Kau mempunyai urusan apa?" tanyanya. "Tidak ada halangannya kalau kau
memberitahukan itu padaku. Mungkin aku dapat menolong atau membantu kau!"
Ho Tong menjawab tanpa berpikir pula.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 150
yoza collection "Yang paling penting bagiku ialah mencari Pek Kong!" sahutnya cepat, singkat dan
jelas. "Raut mukanya dan bentuk tubuhnya sama dengan kau."
Pemuda itu tersenyum. Ia ingat hal-hal tadi.
"Kalau begitu, mengapa kau tidak mengatakannya dari siang-siang?" dia menyesali.
"Di Yancu-kie tadi kau mengatakan, kau adalah kau dan dia adalah dia, kau membuatku
bingung memikirkannya."
Si dungu tampak likat, toh ia tersenyum kecil . . . . . .
Sejenak, si anak muda berpikir. Ia percaya Pek Kong yang mirip dengannya itu pasti
tampan dan lemah-lembut. "Kau nampaknya sangat kesusu mencari dia. Kenapakah?" kemudian dia tanya.
Ho Tong menatap anak muda itu, barulah ia mau memberikan keterangannya. Ia
melihat tiga hal anak muda itu: Pertama-tama ia sudah ditolong hingga kudanya tidak
hilang. Kedua, mungkin anak muda itu dapat membantunya. Ketiga, orang itupun ramah
tamah dan baik budi. Akhirnya, terus ia menuturkan tentang hilangnya Pek Kong,
sahabatnya semenjak kecil, bahwa mereka berdua hidup rukun bagaikan saudara
kandung. Ia menuturkan juga mengapa ia mencari Pek Kong sampai ia menyaksikan
Kim Pian Giok Liong Siang Koan Sun Siu mengadu kepandaian dengan Pee Bie Lo lo.
Kemudian ia menyebut beberapa nama orang dari tempat, yang ia tak ingat seluruhnya.
Anak muda itu tidak tahu tentang Pee Bie Lo-lo, tetapi perihal Kim Pian Giok Liong
pernah ia dengar, maka heranlah ia yang Siang Koan Sun Siu roboh dalam satu
gebrakan saja, hingga ia kurang percaya. Toh si dungu ini nampak sangat polos dan
tak mungkin dia berdusta! Kemudian ia memikirkan Pek Kong, yang ia tidak kenal dan
tak pernah mendengar namanya, hanya gerak-geriknya si dungu ini, mestinya dia itu
seorang yang harus dihargai atau dihormati.
Heran, lenyapnya Pek Kong sampai membingungkan dan merepotkan banyak orang
kosen. Maka dengan sendirinya timbullah kesannya yang baik terhadap pemuda itu.
"Kebetulan aku mau pergi ke Ngo Bwee koan," katanya pada Ho Tong, "tidak ada
halangannya kalau kita jalan sama-sama. Setujukah kau" Kalau nanti kita bertemu
orang yang menculik Pek Kong itu, dapat juga aku berbicara dengannya, secara baik
baik maupun secara keras!"
Baik!" berseru si dungu. "Baiklah, aku Ho Tong, suka aku bersahabat denganmu! Ah,
aku sampai lupa! Kau sebenarnya she apa dan namamu?"
Anak muda itu melengak sejenak. "Namaku Tian Ceng!" sahutnya kemudian.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 151
yoza collection "Aku dipanggilnya juga Tiat Lohan!" Ho Tong menambahkan, memberitahukan
gelarannya: Si Arhat Besi.
Si anak muda tertawa. Kau menyebut Ho Tong, lalu Tiat Lohan, bagaimana?"
Tanyanya. "Sebetulnya aku bernama Ho Tong," sahut si polos, "tetapi karena aku tak takut pada
siapapun, orang menyebutnya aku Tiat Lohan! Si dungu ini menjadi suka bicara. Inilah
sebab, kecuali dengan Pek Kong, belum pernah ia bicara secara hangat seperti dengan
anak muda ini. "Kita mau pergi ke Ngo Bwee Koan," ia tambahkan kemudian, "jalanan itu jauh, baik
kita naik kuda bersama! Akurkah kau?" Tian Ceng menggeleng kepala.
"Tak bisa aku menunggang kuda," sahutnya menampik. "Kau saja naik kuda sendiri."
"Kudaku ini keras larinya, kau tahu" Mana dapat kau mengikutinya" Lagipula
perjalanan dilakukan selama beberapa hari! Mana kau sanggup bertahan?"
Si polos baik hati, ia memperhatikan sahabat baru itu.
Tian Ceng tertawa, sikapnya tenang saja.
"Aku dapat lari lebih cepat dari pada kudamu!" bilangnya, tertawa. "Kalau kau tidak
percaya, mari kita coba!"
Mendengar jawaban itu, Ho Tong girang bukan kepalang. 3erlomba, itulah yang
paling disukainya. "Baiklah!" sahutnya, tertawa. Bahkan ia lantas lompat naik ke atas kudanya, terus ia
menjepit perutnya, membikinnya binatang itu kaget dan lantas lari kabur! Ia
menunggang kuda yang sekarang ada tali les dan pelananya, dengan demikian ia dapat
duduk dengan tetap tak peduli larinya kuda bagaikan terbang.
Tian Ceng tertawa perlahan, wajahnya ramai dengan senyuman berseri-seri, terus
ia pun lari menyusul. Dengan sekelebatan saja, ia sudah mendahului kuda dan berada
didepannya sejauh satu tombak! Ho Tong heran dan kagum, tetapi ia pun penasaran.
Maka ia menggebrak kudanya. Ingin ia meninggalkan si anak muda, supaya kudanya
menang. Ia tahu kudanya itu sangat keras larinya. Toh kesudahannya, tak sanggup ia
menyusul, bahkan berendengpun tidak. Ia tetap berada di belakang terpisah kira-kira
setombak jaraknya. "Ah! . . " serunya, matanya membelalak saking heran.
Entah berapa jauh sudah mereka berlari lari lantas mereka tiba disebuah rimba.
Ditengah tengah rimba itu mendadak mereka dihadang oleh belasan orang, yang
sebelum muncul pada bersembunyi ditempat yang lebat dan selagi memburu ke luar,
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 152
yoza collection mereka membunyikan siulan nyaring. Semua mereka berpakaian ringkas dan
membekal senjata tajam. Orang yang maju dimuka, rupanya pemimpinnya, terus berteriak bengis: "Bekuk
kedua bocah itu!" "Ya!" sahut belasan orang itu serentak. Terus mereka maju lebih jauh, hendak
meringkus kedua anak muda itu.
Ho Tong dan Tian Ceng terpaksa menghentikan larinya. Tian Ceng maju kedepan
kawannya, mendadak dia membentak bagaikan guntur. Kawanan begal itu terkejut,
semua mundur dua tindak. Semua mengawasi sambil melongo.
Kudanya Ho Tong pun kaget, sampai binatang itu meringkik dan berj ingkrak.
"Diluar dugaanku bahwa dia mempunyai suara demikian keras dan berpengaruh,"
pikir si dungu. "Aku sendiri tak mampu bersuara sekeras itu!"
Habis membentak, Tian Ceng tertawa tawar. Ia mengawasi tajam semua orang jahat
itu, lantas ia bertanya bengis: "Siapa yang menjadi pemimpin" Mari maju dan bicara
padaku!" Orang yang jadi pemimpin, yang mukanya penuh berewok, maju setindak. Dia
bersenjata golok berkepala harimau.
"Hai, bocah!" bentaknya. "Siapakah kau " Kenapa kau berani mencedarai orang Thian
Liong Pang kami?" Dia maksudkan si pencuri kuda, yang tangannya dipatahkan.
Tian Ceng berkata didalam hati. "Pantas orang mengatakan orang-orang Thian Liong
Pang sangat kurang ajar dan jahat sekarang aku membuktikan kebenarannya kata-kata
orang itu!" Lantas ia tertawa dan berkata: "Kiranya kalian mencegat kami buat urusan
sekecil itu. Diatas langit ada Tuhan Allah yang maha kuasa dan didalam dunia ada Ratu
Bumi yang maha adil, dan segala sesuatu kami Tok Ko Ang yang bertanggung jawab.
Sekarang hendak aku tanya padamu, sahabat, kau mau apa?"
Menutup kata-katanya itu, anak muda ini mengangkat sebelah tangannya kedepan
dahinya terus dikibaskan.
Mendengar dan melihat itu, semua begal menjadi kaget, tak terkecuali yang menjadi
pemimpin, serempak mereka menjatuhkan diri bertekuk lutut sambil menganggukangguk, kata-kata "Tok Ko Ang" berarti si Raja Tunggal.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 153
yoza collection "Sudah!" Tian Ceng membentak pula. "Kalian semua bangsa dogol. Lain kali, kalau
kalian berani berbuat pula semacam ini, berhati-hatilah dengan kepala kalian nanti aku
membuat batok kepala kalian berpisah dengan tubuh ! Masih kalian tidak lekas enyah?"
Semua begal itu bungkam, juga pemimpinnya, bahkan dia ini lantas berkata pada
kawan-kawannya. "Saudara-saudara mari kita pulang!" Lalu dia mendahului bangkit dan
mengangkat kaki, menghilang didalam rimba.
Tian Ceng mengawasi sambil tersenyum. "Mari kita melanjutkan perjalanan kita,"
ajaknya pada Ho Tong. Dan si polos mengikuti namun otaknya bekerja.
"Aneh!" katanya didalam hati. "Mereka itu orang-orang Thian Liong Pang, partai Naga
Langit kenapa mereka takut pada anak murid ini" Apakah diapun orang Thian Liong
Pang?" Sembari membiarkan kudanya berjalan otaknya Ho Tong bekerja terus. Ia
mengawasi pemuda didepannya itu.
"Oh!' serunya keterlepasan: "Kiranya orang-orang Thian Liong pang, yang kesohor
sangat jahat, takut kepada Tuhan Allah dan Ratu Bumi.,. ."
Tian Ceng mendengar suara itu dia tertawa sendirinya.
Perjalanan dilanjutkan. Tiba di Siangjiauw, mereka singgah. Habis bersantap sore,
keduanya masuk tidur didalam kamar masing-masing. Begitu dia meletakkan
kepalanya, lantas Ho Tong tidur pulas, bahkan nyenyak sekali. Saking polosnya, mudah
dia melupakan segala-galanya, sekalipun Pek Kong yang menjadi pikiran.
Tidak demikian halnya dengan Tian Ceng, Banyak yang dipikirkannya. Antara lain
tentang Thian Liong Pang, yang orang-orangnya demikian galak dan jahat. Ia pun
memikirkan Pek Kong, meski juga ia tidak kenal anak muda itu dan belum pernah
melihatnya. Ia menerka-nerka, benarkah Pek Kong mirip dengannya" Kemudian, ia juga
memikirkan tentang dirinya kelak di hari-hari yang mendatang . .
Tian Ceng memejamkan mata tapi tak dapat ia tidur pulas. Tengah ia berpikir kacau
itu, mendadak ia mendengar suaranya pintu dibuka dari kamar sebelahnya. Menyusul
itu ia mendengar suara penasaran atau menyesalnya seorang wanita, yang berkata:
"Celaka Cian Bin Jin Yauw! Dia membuat tubuhku bau ! Coba kau tidak datang pada
waktunya yang tepat, kakak Beng, pastilah aku tak dapat berbicara walaupun kebenaran
berada di pihakku!" Itulah suara wanita yang Tian Ceng kenali. Maka ia turun dari pembaringannya,
mendekat berindap-indap kedinding, untuk mengintai kekamar sebelah itu. Sela-sela
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 154
yoza collection papan membuatnya dapat melihat. Kiranya wanita itu ialah Kim Bwee Ho Ouw Yam Nio
si Rase Berekor Sembilan, ketua atau tongcu dari seksi Leng Ho Tong. "Rase Sakti" dari
Thian Liong Pang, sedang yang satunya, yang dipanggil saudara Beng itu adalah Pek
Ngo Houw Beng Sin si Harimau Pitak, tongcu dari Pek Houw Tong, seksi Harimau Putih.
Tatkala itu, habis mendengar suaranya Ouw Yam Nio, Beng Sin mengernyitkan alis.
"Heran ketiga bocah wanita itu." katanya. "Kenapa mereka bukannya pergi mencari
Cian Bin Jin Yauw, mereka justeru mencari kau buat minta pulang orang yang terculik
itu?" "Bukankah ini tepat dengan pepatah yang mengatakan anjing hitam yang mencuri
makan, anjing putih yang ketimpa pulung?" Sahut Ouw Yam Nio si rase ekor sembilan.
"Mungkin mereka mencurigai Cian Bin Jin Yau tetapi di gunung Kun San itu mereka
justeru bertemu denganku. Sebenarnya aku berniat menjelaskan segala sesuatunya,
tetapi tidak ada kesempatannya, akupun berpikir, tak ada gunanya kita rewel.
Sayangnya mereka juga terlalu galak hingga mereka menyangsikan kata-kataku, lantas
mereka menjadi curiga."
"Tapi," kata Beng Sin heran, "menurut kau, perbuatan itu bukan dilakukan oleh Cian
Bin Jin Yauw. Habis, kalau bukan dia siapa lagi?"
"Ah, mengapa kau melupakan Thian Lay Mo Lie si pemogor perempuan?" Yam Nio
membaliki. "Apa kata dia " Katanya dia telah hidup menyepi didalam gua Ban Lay Tong
di gunung Thian San selama tiga puluh tahun, kali ini dia datang ke Tionggoan, sampai
sebegitu jauh dia belum mendapatkan sesuatu, sampai baru saja di tengah jalan itu dia
menemukan sepotong daging terlarang. Karena itu aku menerka bahwa pastilah Pek
Kong telah dirampas olehnya . ."
"Kau benar." Beng Sin berkata pula. "Pantas ketua kita telah memesan bahwa tanpa
perintahnya, siapapun dilarang mengganggu Thian Lay Mo Lie. Ada kemungkinan inilah
sebabnya larangan ketua kita itu."
Mendengar itu, Hati Ouw Yam Nio berdebar-debar.
"Aku hanya menerka, kiranya benar," demikian pikirnya. "Kalau dia jatuh ditangan
Thian Lay Mo Lie, mana bisa ada sisanya.. ?" Maka ia menjadi bersusah hati berbareng
mengeluh. Itulah barang hidangannya yang lezat yang jatuh kemulut orang lain. Tapi ia
cerdik dan licin, dapat ia menyembunyikan perasaan hatinya itu sambil memperlihatkan
roman biasa, seperti orang yang tak tertarik perhatiannya. Seenaknya saja ia bertanya;
"Kakak Beng tahu dimana Thian Lay Mo Lie sekarang?"
"Aku tidak tahu jelas," sahut Beng Sin si ketua Pek Houw Tong. "Menurut perkiraan,
mungkin dia ada di Kin hoa dan dekat-dekat sekitarnya. Waktu dia mau berangkat, dia
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 155
yoza collection pesan bahwa bila ada urusan penting, dia harus diberi kabar dengan perantaraan
burung merpati, bahwa warta harus disampaikan kepada Pek Bong Tong, yang akan
menyampaikannya lebih jauh kepadanya."
Mendengar sampai disitu, Tian Ceng mengasah otaknya. Bagaimana sekarang"
Pergi atau tidak" Kalau ia tidak pergi, maka si anak muda, yang romannya mirip dengan
dia bakal roboh sebagai korbannya Thian Lay Mo Lie si hantu wanita. Kalau ia pergi, ia
kuatir perbuatannya itu dapat diketahui oleh ketua Thian Liong Pang, Pangcu Tong Thian
Tok Liong si Naga Beracun Menembus Langit. Di lain pihak, Thian Lay Mo Lie memiliki
ilmu gaib yang istimewa dan ia jeri untuk melawannya.
Tengah bersangsi itu Tian Ceng mendengar pula suara disebelah.
"Ouw Tongcu," demikian Beng Sin, "pada empat hari yang lalu, pernahkah kau pergi
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke lembah Kie Hong Kok?"
Ouw Yam Nio tidak tahu apa maksud Beng Sin maka dia bertanya demikian itu. Ia
menjawab: "Ketika itu aku ada digua Hui In Tong digunung Kiu Lian San. Disana aku
berdiam untuk beberapa hari. Itu magrib, tiba-tiba aku melihat Cian Bin Jin Yauw pulang,
romannya sangat kusut. Suatu bukti bahwa dia telah tidak dapat makan daging
kambingnya.. . . . . "
Berkata sampai disitu, Kiu Bwee Ho ingati sesuatu, karena ia melihat air muka Beng
Sin sedikit berubah. Maka itu, sebaliknya dari bicara terus ia bertanya: "Bagaimana"
Apakah telah terjadi sesuatu di Kie Hong Kok?"
Melihat orang itu tidak menjawab langsung, hanya menimbulkan soal Cian Bin Jin
Yauw, Beng Sin berkesan bahwa benarlah apa yang dikatakan Hwee Ceng Pa Beng
Ciong si Macan tutul Bermata Api. Karenanya ia lantas memperdengarkan suara dingin:
"Hm!" Parasnya pun berubah menjadi padam. Tapi ia lantas ingat bahwa senjata rahasia
nona di depannya ini sangat lihai. Itu berbahaya baginya. Sedangkan nona itu katanya
sudah makan buah cuteng cuiko pula. Hingga kalau ia bentrok dengan nona itu, pasti
hebat kesudahannya nanti. Ia pikir pula, andaikata Ouw Yam Nio berhianat, biarlah ketua
mereka yang menghukumnya. Karena berpikir demikian, lenyap sudah wajah tegang.
"Tidak apa apa," sahutnya, sabar. "Segala sesuatu bakal kau ketahui sendiri nanti."
Diantara enam tongcu dari Thian Liong Pang, partai Naga langit, yang paling licin
dan licik adalah kedua tongcu dari Leng Ho Tong, seksi Rase sakti, dan Kim Bong Tong,
seksi Elang Emas. Maka tidaklah heran bahwa Ouw Yam Nio jadi curiga selekasnya ia
melihat wajah rekannya ini berubah-rubah dan akhirnya terdengar suara dinginnya itu.
Ia menduga tentulah sikap orang itu ada sangkut pautnya dengan dirinya sendiri. Ia
pun merasa pasti, kalau ia menanyakan, Beng Sin pasti tidak akan mau menjawab
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 156
yoza collection dengan sebenar-benarnya. Maka itu, sembari tertawa dingin, ia berkata sengit: "Tidak
kusangka bahwa Hwee Ceng Pa telah melakukan sesuatu yang tak wajar dan sudah
begitu, sekarang dia hendak menimpakan kesalahan kepada orang lain!"
Beng Sin terkejut. Kata-kata itu adalah di luar dugaannya.
"Apakah dia yang menelan sendiri cu teng cuiko?" tanyanya tak disengaja.
Mendengar suara orang itu, hati Yam Nio tercekat. Sekarang ia tahu, kiranya urusan
buah rotan luar biasa itu yang menjadi soal. Hanya ia tidak mengerti kenapa Hwee Ceng
Pa mau memfitnah itu. Lalu ia berkata lagi sembari tertawa dingin; "Kalau bukannya dia, apakah ada hantu
disana" Siapakah yang berniat melintasi kewilayah penjagaannya itu?"
Tian Ceng sedih mendengar pembicaraan dua orang disebelah itu. Tahulah ia
diantara tongcu dari Thian Liong Pang telah ada ganjalan hati hingga mereka itu saling
mendendam. Ia menghela napas. Lantas ia memutar otak, untuk berpikir. Akhirnya,
bulatlah tekadnya menolong Pek Kong si anak muda yang katanya beroman mirip ia
sendiri . . Dengan satu loncatan yang tinggi, pemuda ini masuk kekamar sebelah kamarnya
Ho Tong. Ia mendapati si polos itu telah tidur nyenyak bagaikan mayat. Hendak ia
bangunkan, tetapi ia kuatir kawan itu kaget dan menerbitkan suara berisik. Ia berpikir
sejenak, lantas ia mendapat akal. Ia melintangkan satu jari tangannya di hidung Ho
Tong. Ho Tong sedang enak mendengkur ketika hidungnya tertutup, sampai napasnya
tertahan. Sendirinya ia mendusin. Selekasnya ia membuka mata dilihatnya Tian Ceng
didepannya. la heran. Hendak ia membuka mulut, tapi kawan seperjalanan itu sudah
menggoyangkan tangan dan mengedipkan mata ia tak jadi bicara.
"Aku tahu di mana Pek sekarang," berkata si anak muda perlahan: "Mari sekarang
juga kita pergi untuk menolongnya. Ingat, jangan bikin ribut. Jaga supaya tak ada tamu
lainnya yang terbangun."
Ho Tong mendengar kata. Ia lantas lompat bangun, merapihkan pakaian serta
buntalannya. Tian Ceng juga kembali kekamarnya untuk berkemas. Maka sebentar saja
siap sudah mereka berdua.
Tian Ceng meletakkan sepotong perak diatas meja.
"Marilah!" ia mengajak.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 157
yoza collection Diam-diam mereka keluar dari kamar terus kebelakang. Tanpa ketahuan siapapun
mereka tiba diluar. Disini Ho Tong melompat naik ke atas kudanya. Maka segera
berangkatlah mereka meninggalkan kota.
Tian Ceng mempertahankan jalannya. Katanya: "Sekarang sudah ketahuan dimana
Pek Kong berada. Dia jatuh di tangan seorang hantu wanita yang beracun. Untuk
menolong dia, kita harus waspada. Jangan kau sembrono, jangan kau turuti suara
hatimu. Dalam segala hal kau turut dan dengar aku ! Mengertikah kau"
"Ya, aku akan dengar kau!" sahut Ho Tong. Baginya tidak ada soal, asal Pek Kong
dapat dicari dan ditolong.
Demikian mereka melakukan perjalanan cepat. Lewat jam tiga, mereka sudah
memasuki wilayah Kim hoa. Tian Ceng kenal baik tempat itu.
Ia menuju kedaerah pegunungan. Ho Tong membungkam, ia mengikuti saja. Ia
menganggap si anak muda sebagai petunjuk jalan.
Tiba tiba mereka mendengar suara anak panah mengaung, menyambar kearah
mereka. Dengan mudah Tian Ceng mengangkat tangannya menangkap anak panah itu.
Menyusul itu, dua orang melompat keluar dari dalam rimba, terus mereka menghadang.
Yang satu, yang bertubuh dampak, menegur: "Orang gagah dari mana berani lancang
memasuki wilayah Thian Liong Pang ini?"
Tian Ceng tidak mau menyia-nyiakan waktu.
"Hong Thian Houw Touw!" ia menjawab lantang sambil sebelah tangannya diangkat
naik kedepan dahinya. Itulah tanda rahasia dari Thian Liong Pang. Artinya. "Raja Langit dan Ratu Bumi,"
tanda atau kode yang pernah ditunjukkan kepada rombongan pencegat di muka rimba
tadi, yang membuat Ho Tong heran, hingga ia menerka si anak muda adalah orang
partai Naga Langit itu. Orang itu dan kawannya terus memberi hormat.
"Entah hiocu dari cabang mana dan ada urusan apa hiocu malam-malam datang
kemari?" tanya orang itu. Dia memanggil hio cu, yang berarti ketua cabang.
Tian Ceng menjawab setelah berpikir sedetik: "Akulah pesuruh dari Huhoat dari
pusat, dan aku ditugaskan ketua kita untuk menemui Thian Lay Mo-lie, ada urusan
penting yang hendak didamaikan! Sekarang ada di manakah tongcu itu" Lekas bilang!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 158
yoza collection Orang itu dan kawannya saling mengawasi. Mereka nampak kesulitan. Menerima
perintah salah, tidak salah juga. Mereka sekarang berhadapan dengan pesuruh Huhoat,
penegak hukum dari pusat, yang membawa perintah ketua partai.
"Maaf, hiocu," kata orang Thian Liong Pang itu, sambil memberi hormat, "Aku tidak
berani memberitahukan . . Untuk ini aku hendak memohon perintah tongcu dahulu!"
"Hamba yang bernyali besar!" bentaknya. "Kau berani menentang huhoat dari pusat.
Aku justru tidak mau mengijinkan kau meminta perkenan dahulu! Hayo, kau mau bicara
atau tidak?" Orang itu ketakutan. Dia mundur satu tindak. Lagi lagi dia memberi hormat sambil
merangkap kedua tangan dan menjura.
"Sebenarnya tongcu telah memberi pesan," katanya: "Siapapun dilarang
memberitahukan dimana tempat Thian Lay Mo Lie, kecuali sudah mendapat ijin. Kalau
tidak maka kami bakal di . ."
Tian Ceng tidak menanti orang orang bicara itu habis, tangannya sudah meluncur.
Orang itu menjerit keras, tubuhnya roboh, terus menjerit-jerit . .
Tinggallah kawannya, yang ketakutan hingga mukanya menjadi pucat. Dia
menjatuhkan diri berlutut dengan suara gemetar: "Aku mohon kemurahan hati hu-hoat,
supaya mengampuni padanya. Nanti aku yang memberitahukan.. " Tian Ceng menotok
pula mangsanya, maka terhentilah jeritannya yang menyayat hati.
Orang itu terkejut. Nyatalah urusan pusat ini jauh lebih lihay dari pada tongcu
mereka. Dengan masih ketakutan, dengan suara tak lancar, ia berkata: "Sekarang ini
Thian Lay Mo Lie ada didalam gua Cui Liam Tong."
"Baik!" kata Tian Ceng bengis. "Aku tahu dimana gua itu! Kalian jangan banyak bicara
lagi! Lekas pergi!" Dua orang itu mundur dengan cepat. Tian Ceng, dengan mengajak Ho Tong lalu
maju terus. Dia berlari-lari!
Hanya dalam tempo yang pendek, sampai sudah mereka di Cui Liam Tong, gua Tirai
Air. Nyata yang disebut tirai itu ialah curug, atau air terjun, yang airnya turun meluncur
bagaikan rantai perak, masuk kedalam muara kecil hingga mengalir terus menjadi kecil.
Tempat itu terkurung dinding gunung dari tiga arah lainnya.
Ho Tong mengerutkan alis. "Mana ada gua disini?" katanya heran.
Tapi si anak muda kawannya tertawa. "Kau mana tahu!" bilangnya. "Gua itu ada
dibelakang air terjun itu! Pergi kau kebelakang gunung itu, disitu ada sebuah batu besar
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 159
yoza collection dan lebar. Batu itulah yang menutupi mulut gua bagian belakang. Dari sana kau
menyambut Pek Kong, terus kau bawa dia kejalan umum di mana kalian nantikan aku!"
Ho Tong menurut. "Baik!" katanya. Terus ia kaburkan kudanya menuju kebelakang
gunung. Tian Ceng mengawasi kawannya berlalu, barulah ia memutar tubuh memandangi
air terjun itu. Sepasang alisnya berkerut ia mengasah otak agaknya.
"Air terjun begini besar," pikirnya. "Dengan cara bagaimana aku bisa memancing dia
keluar..?" Lantas ia tunduk, berpikir keras. Karena menunduk sinar matanya bentrok dengan
batu koral sebesar telur angsa. Tiba tiba ia ingat sesuatu. Ia lantas pungut sebuah batu
untuk dipakai menimpuk curug.
Batu itu masuk kedalam air tetapi sekian lama tidak terlihat atau terdengar
reaksinya. Tian Ceng heran sampai mendadak ia ingat bahwa goa itu dalam dan berlikuliku terowongannya. Tak heran kalau batu itu seperti halnya tenggelam dalam air! Ia
berkata didalam hati. "Lihat, Thian Lay Mo Lie! Lihat akhirnya, siapa yang bakal menang!"
Setelah berpikir demikian, si anak muda lalu mengambil keputusan, terus ia loncat
menerjang air terjun itu. Ia dapat menembus tanpa membuat pakaiannya basah kuyup.
Hal ini membuatnya girang hingga ia tersenyum, lantas ia berjalan maju, ditepian
dinding goa. Tak lama, tibalah anak itu didalam goa, di depan sebuah kamar batu yang besar.
Pada langit-langitnya ditengah-tengahnya tergantung sebutir mutiara ya-beng cu
sebesar telur bebek. Maka kamar itu menjadi terang karenanya, segala sesuatu tampak nyata. Diatas
pembaringan terlihat nyata seorang wanita kira-kira berusia tigapuluh tahun. Dia
sedang duduk bersemedhi. Dia berparas cantik dan pakaiannya indah. Didepannya
duduk pula seorang anak muda, umur tujuh atau delapan belas tahun, duduk
membelakangi dinding. Dia duduk dengan tegak dan tenang. Tian Ceng tidak lantas
lancang memasuki kamar, ia hanya mengintai dari mulut gua. Ia terperanjat setelah
mengawasi anak muda itu. Tak salah apa kata Ho Tong. Anak muda itu memang sangat
mirip dengannya, roman dan potongan tubuhnya.
"Mestinya wanita itu Thian Lay Mo Lie dan si pemuda Pek Kong." pikirnya.
Selagi ia mengawasi terus, Tian Ceng mendengar si wanita tertawa dan berkata,
lagaknya sangat genit. Katanya: "Tak kusangka, bocah, kau dapat bertahan dari ilmuku
Thian Sim Biauw Im. Meski begitu, aku masih menghendaki, kau pikir-pikir! Jikalau kau
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 160
yoza collection turut kehendakku, kita berdua akan jadi seperti ikan-ikan yang berenang bermain
bersama dalam air dengan segala kegembiraannya, kemudian aku akan ajarkan kau
ilmu Ie Im Pou Yang, ilmu silat yang liehay luar biasa ! Kau pikir masak-masak,
apanyakah yang membuat kau tidak akur?"
Merah mukanya Tian Ceng mendengar suaranya wanita itu. "Oh, wanita cabul yang
harus mampus !" katanya didalam hati. Ia mengutuk!
Pek Kong . . ialah si anak muda . . tetap duduk dengan tegap dan tenang, sama sekali
ia tak menghiraukan kata kata si wanita. Ia seperti tidak mendengarnya.
Tian Ceng kagum. Dengan sendirinya, timbullah kesan baik terhadap si anak muda.
Thian Lay Mo Lie, demikian wanita itu, melihat si anak muda diam saja, membuatnya
masgul, menyesal dan penasaran. Hampir dia kehilangan kegembiraannya. Akhirnya
dia menjadi mendongkol. Dia lantas tertawa dingin dan berkata sengit. "Aku Thian Lay
Mo Lie biasanya memancing dengan pancing yang lurus lempang! Dan biasanya, asal
aku memancing, pasti aku berhasil! Aku tidak percaya kau bakal seterusnya menjadi
seperti air beku! Sekarang kau dengar ilmuku Sian Im Soan Bu yang merupakan lagu!"
Wanita itu menyebut "Thian Sim Biauw In" ialah ilmu "Suara Indah Hati Langit," dan
"le Im Pou Yang". "Menukar im membantu yang" Im yang berarti wanita dan pria, atau
negatip dan positip, tetapi Thian Lay Mo Lie maksudkan bersetubuh. Sedangkan "Sian
Im Soan Bu" ialah "Suara Dewi Menari berputar."
Wanita itu mengulurkan kedua belah tangannya, sepuluh jarinya yang lancip
bagaikan rebung dibuka, terus ditekuk bundar, didekatkan kepada mulutnya yang kecil
dan berbibir merah, lalu dihembus dua kali. Setelah itu, sepuluh jari itu disentilkan
kearah stalagmit atau batu rebung, hingga lantas terdengar satu suara yang luar biasa,
yang sedap didengar, dapat membangunkan napsu birahi dan menggoncangkan hati . .
"Sungguh liehay !" kata Tian Ceng didalam hati. Karena ia pun dapat mendengar
suara atau lagu aneh itu. Benar, alunan suara yang berirama menari-nari.. .
"Bisa celaka Pek Kong . ." pikirnya pula. Ia ingat si anak muda bertubuh lemah dan
mestinya lemah juga hatinya. Maka ia lantas mengawasi pemuda itu. Lalu ia menjadi
heran dan kagum, hingga ia menghela napas, karenanya. Hatinya pun lega.
Thian Lay Mo Lie cuma menyentil satu kali tetapi suara yang ditimbulkan mengalun
sekian lama bagaikan menari-nari dengan iramanya yang tinggi rendah mengayun
sukma, dia sendiripun bergerak-gerak, mulanya kedua tangannya, yang menanggalkan
pakaiannya hingga tak selembarpun yang menempel ditubuhnya, lalu kakinya lalu
pingggangnya.. . Pendekar Yang Berbudi - Halaman 161
yoza collection Tian Ceng heran sekali. Ia melirik pada wanita itu. Tiba-tiba ia terkejut bukan main.
Lekas-lekas ia melengos. Tapi yang mengagetkan ialah ketika ia merasakan hatinya
tergerak, jantungnya seperti memukul. Ia tahu apa artinya itu. Lekas-lekas ia
memusatkan pikirannya, ia menggigit giginya satu dengan yang lain. Hingga hatinya
menjadi tetap dan tenang pula. Setelah itu, ia memandang kearah Pek Kong. Segera ia
menjadi lega. Anak muda itu tetap duduk tegak dan tenteram seperti semula.
"Ah.. ." katanya didalam hati. Ia kagum sekali terhadap anak muda itu. Sebaliknya, ia
malu pada dirinya sendiri yang telah kena dipengaruhi lagu Thian Lay Mo Lie itu.. . . . .
Hanya sejenak, maka pemuda inipun menjadi kaget lagi. Kali ini disebabkan
mendengar suara sesuatu dibelakangnya. Tadi selagi pikirannya terganggu dan
perhatiannya tertarik terhadap Pek Kong, ia seperti tak ingat apa-apa. Ia kaget serentak
mengetahui suara itu disebabkan munculnya Ouw Yam Nio. Nona itu melangkah
mendatangi, kedua matanya seperti mendelong, jalannya separoh limbung. Terang dia
telah menjadi korban lagunya sihantu.
Sedetik itu Tian Ceng mendapat suatu pikiran. Tidak ayal lagi ia memungut sebuah
batu kecil, dan menyentilnya kearah Thian Lay Mo Lie, habis menyentil ia lompat
kebelakangnya Ouw Yam Nio, menepuk punggung nona itu, setelah ini ia lompat lebih
jauh kepinggir, menyembunyikan diri sambil memasang mata!
Walaupun dalam keadaan mempengaruhi irama aneh itu, Thian Lay Mo Lie sadar
seluruhnya. Cuma karena perhatiannya tertarik pada Pek Kong perhatian itu
dipusatkannya pada si anak muda. Ia tidak menaruh syak wasangka dan tidak dapat
melihat Tian Ceng, yang terus bersembunyi itu. Tapi ia tahu ketika ada batu melesat
kearahnya. Sebat luar biasa ia berkelit, lalu menyambar sehelai sutera untuk dipakai
menutupi tubuhnya. "Siapa?" tegurnya keras.
Ouw Yam Nio sementara itu sudah tersadar disebabkan tepukannya Tian Ceng.
Tentu sekali ia menjadi kaget ketika mendengar suara keras dari Thian Lay Mo Lie. Tak
ayal sedikitpun ia memutar tubuhnya dan lari keluar!
Thian Lay Mo Lie penasaran karena tidak mendengar jawaban atas tegurannya itu.
Sebaliknya ia mendengar suara kaki berlari-lari keras. Sebat sekali, ia mengenakan
pakaiannya, terus berlompat mengejar.
Dengan kepergiannya si wanita Pek Kong jadi ditinggal sendiri didalam kamar itu.
Saat itu digunakan oleh Tian Ceng. Pemuda ini lompat keluar dari tempatnya
bersembunyi, untuk menemui anak muda itu.
"Mari turut aku!" katanya tanpa belajar kenal lebih dahulu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 162
yoza collection Pek Kong terperanjat, apalagi ketika menyaksikan seorang muda yang romannya
sama seperti dia. "Siapakah kau, saudara?" tanyanya. "Kenapa kau tahu aku terkurung disini?"
Tian Ceng tertawa melihat kepolosan anak muda itu. "Oh, tuan muda!" katanya,
bersenyum. Dalam keadaan seperti itu, sempat ia bergurau. "Tahukah kau sekarang ini
kau berada ditempat apa dan disaat bagaimana" Adakah sekarang waktunya untuk
memasang omong?" Berkata begitu, tanpa menanti jawaban lagi, pemuda ini menyambar tangan Pek
Kong, terus ditariknya. "Aduh!" menjerit Pek Kong disebabkan tarikan itu. la cuma
bergerak sedikit, lantas terduduk kembali, mukanya meringis.
Tian Ceng lantas ketahui sebabnya itu. Rupanya si anak muda telah ditambat
dengan rantai pada tembok. Pantaslah walau dipermainkan bagaimanapun oleh si
wanita hantu tak dapat dia menyingkirkan diri. Pantas dia hanya duduk diam saja. Itu
disebabkan sangat terpaksa. Maka ia tertawa sendirian. Segera direnggutkan rantai itu
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan disentakkan hingga putus.
"Mari kita pergi!" ajaknya kemudian.
Pek Kong belum pernah belajar silat, maka duduk bercokol sekian lama itu
membuat kedua kakinya kaku. Hendak ia mencoba berdiri, baru ia bangkit, sudah jatuh
terduduk kembali. Tian Ceng tahu sebabnya itu. Maka dengan terpaksa ia lantas menguruti paha dan
betis pemuda itu. Mukanya merah waktu ia melakukan itu. Tapi ini perlu sebab kalau
tidak, Pek Kong tak dapat berjalan. Darah si anak muda mesti lekas-lekas disalurkan,
sebab Thian Lay Mo Lie bakal lekas kembali. Setelah itu, ditariknya lagi anak muda itu,
untuk diajak lari. Ia sampai tidak sempat memilih jalanan. Waktu ia merasa bahwa ia telah
mengambil jalan yang keliru, dikejauhan sudah kedengaran suara si wanita hantu.
"Lekas kau kembali kekamar tadi!" ia perintahkan Pek Kong. "Dari situ kau keluar
kejalan sebelah kanan. Jalanlah terus sampai diluar, disana Ho Tong menantimu!"
"Dan kau sendiri?" kata si anak muda, gugup.
"Jangan perdulikan aku! Lekas lari!"
Pek Kong mengerti. "Terima kasih!" ucapnya, terus dia lari balik.
Tian Ceng terbengong mengawasi orang berlalu. Ia sampai lupa bahwa ia sendiri
terancam bahaya, karena memikirkan Pek Kong orang yang mempersonakannya itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 163
yoza collection Didalam tempo yang sangat singkat, ia telah dapat mengetahui anak muda tadi
orang macam apa. Menurut pendapatnya, Pek Kong tampan dan polos, terpelajar dan
halus budi pekertinya, hatinya putih bersih dan keras kuat. Buktinya dia tak dapat
dipengaruhi dan dirayu Tian Lay Mo Lie yang demikian centil dan genit, yang banyak
akal muslihatnya dan berilmu.
Dengan kepandaiannya itu, si wanita hantu pernah merobohkan beberapa pemuda
lainnya. "Tapi, bagaimana dengan diriku?" kemudian ia berpikir sebaliknya. "Asal-usulku,
rumah tanggaku, beda dari pada asal-usul dan rumah tangga pemuda itu, kalau dia
ketahui tentang diriku, pasti dia akan memandang aku sebagai orang dipinggir jalan.. "
Memikir demikian, Tian Ceng berduka. Justru saat itu, ia dikejutkan oleh suara
bentakan. Ia mengangkat kepalanya, dan melihat didepannya berdiri Cit-Sen Bong Koh
Piauw, ketua dari Hek Bong Tong, seksi Ular Naga Hitam. Ia terkejut berbareng menyesal
kenapa barusan ia tidak lekas-lekas mengangkat kaki hanya memikirkan Pek Kong saja
dan dirinya sendiri. Ia pun menyesal tadi sudah membebaskan kedua orang Thian Liong
Pang yang bertugas menjaga wilayah gua itu. Tak heran kalau sekarang Koh Piauw
muncul. Tongcu itu heran menyaksikan si anak muda tenang-tenang saja.
"Eh, berani benar kau!" tegur ketua Hek Bong Tong itu. "Bagaimana kau berani
menyelusup kemari" Dari mana kau mencuri tanda-tanda rahasia dari partai kami"
Lekas bicara!" Tian Ceng tertawa dingin. "Hm, Koh Kongcu," katanya tajam.
"Baiklah kau berpikir dengan kepala dingin."
Koh Piauw heran hingga melengak. Hebat pemuda dihadapannya ini. Maka ia
mengawasi dengan tajam. Lantas ia merasa seperti telah mengenal wajah orang itu.
Karenanya, ia lantas menyadarkan diri.
"Siapakah kau?" tanyanya. "Bagaimana kau kenal aku si orang she Koh?"
"Siapakah yang tidak kenal tongcu dari Hek Bong Tong dari Thian Liong Pang. Cit
Seng Bong Koh Piauw?" anak muda itu balik tanya.
Itulah suatu jawaban menyindir, yang disusul dengan tawa dingin.
Koh Piauw merasa sangat tidak senang. Ia telah dihina. Masih ia menahan sabar.
Ia nanti salah mengenali. Hal itu dapat membuatnya ditertawakan orang.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 164
yoza collection "Tuan, jawablah!" katanya. "Ada hubungan apakah antara tuan dan hu hoat dari
partai kami" Aku minta tuan memberikan keterangan jelas supaya diantara kita tak
usah terjadi salah paham yang dapat mengakibatkan perselisihan . . "
Puas Tian Ceng mengetahui bahwa orang tidak mengenal dirinya. Tapi ia cuma
tertawa didalam hati. Setelah berpikir ia tertawa.
"Kau sangat cerdas, Koh tongcu !" katanya kemudian. "Kenapa sekarang otakmu
menjadi begini tumpul " Apakah kau tak pernah memikir bahwa kalau bukannya Thian
Lay Sin-lie yang mengundang aku datang kemari, taruh kata aku dapat molos dari
pengawasan orang-orangmu, aku juga dapat menghilang dari mata atau telinganya Sin
Lie?" Thian Lay Mo Lie adalah hantu wanita tetapi Tian Ceng sengaja menyebutnya "sin
lie" atau "malaikat wanita."
Koh Piauw berpikir, agaknya dia mendapat penerangan. Maka ia berkata dalam hati:
"Pantas aku seperti kenal dia! Kiranya si hantu wanita cabul itu yang membawanya
kemari . ." Karena menyangka pemuda ini menjadi gula-gula pria dari Thian Lay Mo Lie, Koh
Piauw lantas merubah sikapnya. Tak lagi ia sekeras semula! "Aku mohon bertanya,"
demikian tanyanya, "kemanakah perginya Thian Lay Sin Lie serta huhoat dari Partai
kami itu?" Ia mengira si anak muda datang bersama Penegak Hukum dari Partainya.
Tian Ceng mengawasi orang itu, dan otaknya bekerja cepat.
"Apakah kau maksudkan si mahasiswa melarat?" ia balik bertanya. "Bukankah tadi
dia keluar bersama-sama Thian Thian Lay Sin Lie" Kenapa kau tidak menemuinya
ditengah jalan tadi?"
Kembali Koh Piauw terbengong. Bicaranya pemuda ini sangat beralasan. Mau atau
tidak, ia harus mempercayainya. Toh, ia masih sedikit ragu-ragu. Ia berpikir: "Penegak
Hukum kami, Him Kee Siu su Lhong Liang, terpelajar tinggi dalam ilmu surat dan ilmu
silat, diapun halus dan ramah tamah, mestinya dia tahu betul bahwa Ketua kami
melarang siapa juga datang memasuki gua Cui Liam Tong ini, maka itu andaikata ia
menerima perintah, setelah datang kemari, sekalipun ia tak bertemu denganku, tidak
selayaknya dia berlaku keras menegur orang-orangku yang bertugas disini. Kenapa dia
dapat berbuat sekasar itu" Ah, mestinya dia ini pesuruh palsu!" Maka lantas ia bertanya
pula. "Tuan, siapakah kau sebenarnya" Apakah yang dibicarakan antara Khong Hu hoat
dan Sin Lie tadi" Aku minta, kau suka memberi keterangan padaku! Kalau tidak.. "
"Kalau tidak, kau tak takut nanti dipersalahkan Sin Lie, bukan?" Tian Ceng memotong
mendahului mengancam samar-samar. "Kau toh tak takut nanti menggagalkan usaha
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 165
yoza collection besar, untuk ratusan tahun dari Partai kita, bukan?" Hebat si anak muda mendesak,
sedang cara bicaranya sungguh-sungguh, diapun menatapi keren.
Cit Seng Bong, si Ular naga Bintang tujuh melengak pula. Kata-kata "Partai kita" itu
sangat mempengaruhinya. Tapi ia belum kenal orang ini, ia tetap sangsi. Karena ia
merasa dihina, ia toh menjadi gusar. "Ingat, jangan kau andalkan Thian Lay Sin Lie
sebagai tulang punggungmu!" tegurnya kemudian. Sebelum berkata itu, dia tertawa
dingin, mengejek. "Kau mengandalkan Sin Lie, maka kau jadi jumawa, ya! Aku
beritahukan! Sekalipun Sin Lie sendiri, jikalau dia kurang ajar terhadapku, akan aku.. . . . . "
Belum lagi kata kata itu habis diucapkan dibelakang mereka sudah terdengar suara
tertawa dingin dari Thian Lay Mo Lie, yang menyeramkan. Dan menyambung tawanya
itu, si wanita hantu berkata keras: "Kiranya seorang tongcu dari Thian Liong Pang pun
namanya tongcu tetapi kelakuannya seperti binatang! Yang satu main gelap-gelapan,
yang lain cuma pandai mencaci dibelakang orang!"
Inilah yang dikatakan: "Baru menyebut Co Coh, Co Coh sudah datang!" Dan datangnya
lebih benar kembalinya Thian Lay Mo Lie, secara tiba-tiba itu membikin Koh Piauw
kaget bukan main, lapun tahu liehaynya si wanita hantu! Mana berani ia melawannya"
Pula orang telah menangkap basah ia telah menghina wanita hantu itu, bagaimana ia
dapat membuka mulut untuk menyangkal"
Tian Ceng sama kagetnya seperti Koh Piauw. Hanya ia kaget karena ia
menyelundup, sedang disitu ia adalah orang yang tidak dikenal.. Tapi ia bernyali besar,
ia dapat lekas menentramkan hatinya.
"Eh, Koh Tongcu," katanya, sabar. "Kenapa tongcu menutup mulut rapat-rapat"
Mungkinkah kata kata Loocianpwee Sin Lie ini membuat kau girang luar biasa?"
Dengan cerdiknya, pemuda ini mengangkat si wanita hantu dengan menggunakan
juga sebutan Sin Lie. Bukan main mendongkolnya Koh Piauw. Biar bagaimana, ia gusar sekali. Maka ia
jadi sangat membenci si anak muda!
"Bocah cilik mencari mampus !" Jeritnya sebagai guntur. Dan disusul dengan
serangannya dengan tipu silat "Ular Berbisa Muntahkan Racun". Itu artinya kedua
tangannya mencari sasaran sepasang mata lawan. Serangan itu hebat, celaka kalau
sasaran itu kena terhajar. Akan tetapi kesudahannya tidaklah demikian. Kesudahannya
Koh Piauw sendiri yang tertolak mundur hingga terjatah diantara batu yang berbentuk
tebing! "Hahaha!" demikian terdengar Thian Lay Mo Lie tertawa, yang terus berkata puas:
"Apakah kau mengira kepandaianmu tak ada lawannya" Siapa sangka kau tak dapat
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 166
yoza collection bertahan dari hanya tipuan nyonyamu!" Kemudian dia melirik kepada Tian Ceng seraya
meneruskan berkata "Disini akulah yang berkuasa! Jangan kau sependapat dengan dia!
Biarlah aku yang urus dia!" Maka ia menoleh pula pada tongcu dari Hek Bong Tong itu
dan membentak. "Nyonyamu lagi menghadap saat-saat kegembiraannya, tak sudi aku berurusan
denganmu! Kali ini aku beri ampun padamu! Nah, lekas kau menggelinding pergi !" Kata
itu diakhiri dengan sepasang mata yang mendelik sangat bengis!
Tak alang kepalang marahnya Koh Piauw, tak puas hatinya. Tapi ia ingat
pengalamannya barusan. Ia roboh kecewa cuma karena di tiup Thian Lay Mo Lie.
Bagaimana kalau ia sampai dihajar" Pasti nyawanya akan melayang seketika! Maka itu
gusar atau tidak, ia meski mengalah, iapun mesti lekas mengangkat kaki kalau ia tak
mau mengalami sesuatu yang lebih hebat. Maka itu, malu atau tidak dengan
mendongkol ia lekas lekas mengeloyor pergi!
Disaat itu. otak Tian Ceng yang secerdas itu bekerja; Dengan segera ia bertindak.
"Tahan!" serunya, selagi orang itu mengangkat kaki. Dan ia melompat menyusul. Tapi
baru dua langkah, ia sudah menunda larinya, sembari menoleh pada Thian Lay Mo Lie,
ia berkata hormat. "Loocianpwe, maafkan aku yang muda. Aku bersukur atas
pertolongan loo-cianpwee ini. Aku mengucapkan terima kasih tetapi aku mempunyai
urusan dengan Koh Tongcu, hendak aku mengadakan perhitungan dengannya! Aku
hendak pergi kepada Pangcu untuk memohon keputusan! Kelak setelah selesai, aku
akan kembali pada loocianpwee!"
Belum berhenti suara kata-kata itu, tanpa menanti apa kata Thian Lay Mo Lie, si
anak muda sudah melanjutkan larinya. Atau tegasnya ia mau lari ke luar. Nampaknya
ia hendak mengejar Koh Piauw.
Tapi hebat si wanita hantu. Bagaikan berkelebatnya kilat, dia sudah mencelat lewat
dan berada di depan orang muda itu.
"Bocah, kau mau main gila di depanku, si orang tua, ya?" gusarnya, dingin. "Jikalau
kau tidak turut aku, jangan harap kau mampu ke luar dari gua ini!"
"Locianpwee," katanya, sabar. "Bukankah urusan loocianpwee sendiri yang berkata
bahwa kau memancing dengan pancing yang lurus" Sekarang loocianpwee mencurigai
aku. Dengan demikian, mana bisa loocianpwee membuatku puas dan takluk?" Ia terus
menoleh kepada Koh Piauw, yang kaburnya terhalang, untuk meneruskan berkata: "Aku
minta Koh Tongcu suka bicara secara adil! Bukankah tadi kau menghendaki aku
mencari Khong hu hoat untuk menyelesaikan urusan kita?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 167
yoza collection Koh Piauw bingung mengenai anak muda ini, juga ia tak tahu siapa nama
sebenarnya. Ia pun takut sekali, kalau ia diam lama-lama disitu, nanti timbul soal lain.
Pula ia merasa, bukankah terlebih baik kalau dia itu turut pergi kepusat" Maka hampir
tanpa berpikir lagi, ia menjawab singkat. "Benar!"
Thian Lay Mo Lie sangat cabul, diapun sangat percaya kepada dirinya sendiri. Dia
percaya bahwa tenaga kepelesirannya masih kuat, maka itu dia beranggapan pria
mana saja, asal dia lihat dan kehendaki, tak akan lepas dari rangkulannya. Karena ini,
dia menganggap enteng semua pria, tak terkecuali Tian Ceng. Cuma Pek Kong yang
membuatnya heran kewalahan dan penasaran, sebab anak muda itu tak dapat
ditaklukkan dengan ilmunya. Sekarang dia mengarah pemuda yang tahu-tahu telah ada
didalam guanya, hingga si pemuda itu seperti umpan yang mengantarkan diri.
Tian Ceng cerdas sekali, kata-katanya itu membuat si Wanita cabul menjadi raguragu hingga dia itu mesti berpikir keras.
Tian Ceng dapat melihat keragu-raguan si wanita hantu itu, bermata sangat tajam
dan otaknya sangat cerdas. Ia dapat menerka pikiran orang, begitu ia melihat sinar
matanya orang itu. "Ah, loocianpwee," katanya, sabar. "Apakah loocianpwee mencurigai aku bahwa
setelah aku pergi, aku tak akan kembali" Dalam hal ini, Koh Tongcu dapat diminta
menjadi saksi atau penanggung jawab bagiku! Pepatah toh bilang, pendeta dapat lari,
kuil tidak! Masihkah ini belum cukup menjaminku?"
Kata-kata pemuda ini beralasan, masuk akal. Si wanita hantu memang dapat minta
Koh Piauw menjadi penanggung jawab. Maka dia lantas mengawasi tongcu itu.
"Orang she Koh, kau dengar atau tidak?" dia tanya. "Kelak akan aku minta orang ini
darimu!" Koh Piauw bingung juga, walaupun ia percaya, mudah ia melayani pemuda itu. Ia
pun mendendam. Barusan anak muda itu sudah menghina atau mempermainkannya.
Maka pikirnya, begitu mereka berdua tak ada dihadapan seorang wanita yang bernama
Thian Lay Mo Lie, ia hendak, membekuk dan menghajarnya. Maka ia lantas menjawab
lekas dan tegas: "Jangan kuatir!"
"Terima kasih, locianpwee!" berkata Tian Ceng, yang cerdik luar biasa. Kemudian ia
lompat pula, akan mendahului keluar dari mulut gua. Setelah ia menerobos air terjun,
ia lari terus. "He, bocah, perlahan!" Koh Piauw memanggil. "Hendak aku bertanya padamu!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 168
yoza collection Tian Ceng dengar suara orang itu, tapi tidak menghiraukannya. Sebaliknya sambil
berlari terus, ia tertawa dan berkata nyaring: "Koh tongcu, tak usah kau mengantar aku
sampai jauh! Kecewa kau seorang tongcu, kau toh tertipu oleh akalku Tonggeret
Bertukar Batok! Nah, pergilah pada wanita hantu itu, untuk bertanggung jawab
terhadapnya! Hahaha!"
IT SENG BONG terkejut, dia mendongkol bukan main. Dia pun kuatir. Nyata
dia telah dikadali hingga pemuda itu dapat meloloskan diri dari Thian Lay
Mo Lie. Pasti dia bakal mendapat kesusahan dari wanita hantu itu. Maka dia
berteriak: "Kau hendak kabur kemana, bocah" Jikalau aku tidak dapat menyandakmu
untuk dibacok menjadi berlaksa keping, aku bersumpah tak sudi menjadi manusia!"
Hebat sumpah itu. Sembari tertawa, tongcu ini lantas berlompat lari mengejar. Ia
pandai ilmu lari keras "Delapan langkah Mengejar Tonggeret", maka ia menggunakan
ilmu larinya itu ! Ia pun lari sekeras kerasnya!
Koh Piauw dapat berpikir, tetapi dia tidak dapat meraba kepandaiannya si orang
muda. Setelah mengejar barulah ia menjadi kaget dan bingung. Walaupun ilmu larinya
lihai, ia tak dapat menyusul atau menyandak. Bahkan sebaliknya, makin jauh ia lari,
makin jauh ia ketinggalan!
Baru sekarang ia kaget dan menyesal, sebab dia mesti menjadi penjamin.
Bagaimana ia akan menjawab kalau nanti Thian Lay Mo Lie yang ditakuti itu meminta
pertanggungan jawabnya"
Masih juga Cit Seng Bong lari mengejar walaupun harapannya sudah habis. Ia
berlari-lari hanya untuk sekalian memikirkan jalan buat menghadapi si wanita hantu
nanti. Justru ia sedang berlari dan berpikir itu, tiba-tiba ia dikejutkan oleh satu suara
dibelakangnya. Waktu ia menoleh, hatinya memukul keras. Thian Lay Mo Lie tampak
sedang mendatangi, mukanya merah padam karena gusar. Dalam keadaan kaget dan
bingung, dia cuma bisa menunjuk kedepan dan mengatakan: "Dia!"
Sebenarnya Thian Mo Lie kehilangan Pek Kong dan hendak mencarinya. Ketika ia
kembali dalam gua, ia mendapatkan rantai sudah putus. Ia heran. Tak mungkin Pek
Kong dapat memutuskan rantai itu. Setahunya Pek Kong lemah tak berdaya. Tak
mungkin pula anak muda itu bisa lompat melintasi air terjun.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 169
yoza collection Kemudian ia mencurigai Tian Ceng, yang ia tak kenal. Ia hanya merasa, diantara
kedua orang itu ada perbedaannya. Maka segera ia menyusul keluar gua. Melihat Koh
Piauw ketakutan itu, dugaannya makin keras. Ialah ia mencurigai si pemuda yang
berlomba dengan tongcu itu. Maka tanpa menghiraukan si tongcu, ia lompat menyusul
Tian Ceng. "Hm!" ia memperdengarkan suaranya yang dingin. Lantas ia berlompat lari dengan
menggunakan ilmu ringan tubuh yang dinamakan "jalan di Udara, menginjak
kekosongan." Tubuhnya melesat melewati Cit Seng Bong.
Tian Ceng sedang bergirang hati sebab ia dapat meninggalkan Koh Piauw, maka ia
terkejut melihat dirinya dikejar Thian Lay Mo Lie. Sambil menoleh, ia berkata nyaring:
"Terima kasih! Tak usah mengantar sampai jauh!" Terus ia melompat, lari sekeras
kerasnya, dan akhirnya masuk kedalam rimba di depannya.
Sementara itu, mari kita menengok dahulu kepada Ho Tong, yang diperintahkan
Tian Ceng pergi kebelakang gunung, buat menunggu Pek Kong si sahabat yang
dicarinya itu. Tak sukar ia mencari batu lebar yang disebut dan ditunjukkan Tian Ceng,
yang katanya menjadi batu penutup mulut gua. Iapun dapat menggunakan tenaganya
menggeser batu itu hingga ia melihat mulut gua gelap, yang rupanya dalam. Ia berani,
Wanita Iblis 13 Jaka Sembung 15 Raja Sihir Dari Kolepom Nyi Wungkuk Bendo Growong 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama