Ceritasilat Novel Online

Pendekar Yang Berbudi 8

Pendekar Yang Berbudi Karya Okt Bagian 8


"Dia mengenakan ikat kepala sebagai seorang pelajar. Tentang tubuhnya, dia
berimbang denganmu."
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 298
yoza collection Percuma saja, penjelasan itu tidak jelas. Pek Kong berpikir. "Kapan kiranya
penculikan terjadi?"
"Kira-kira magrib."
Itu berarti bahwa telah lewat tempo tiga jam. Pasti orang itu telah pergi jauh. Kalau
dia tidak liehay, Ho Tong tak akan dapat dirobohkan dengan hanya satu gebrak. Selagi
berpikir, Pek Kong melihat kudanya Ho Tong. Kuda itu lengkap dengan pelananya serta
buntalan. "Apakah kau hendak membuat perjalanan?" ia tanya kawannya. Ho Tong
mengangguk. "Couw Kun menyuruh aku menyusul kau, supaya kita berdua dapat pergi bersama,"
sahutnya. "Dia menjanjikan tempo satu tahun paling lambat, supaya aku pulang. Aku
menerka kau harus pergi ke Kie Hong Kok, aku langsung menyusul kesana, siapa tahu,
selagi aku tak berhasil menyusul kau sepulangnya aku justru mendapatkan Couw Kun
diculik penjahat. Syukur kau sudah pulang . ." Pek Kong bingung bukan main.
"Mari kita pulang dahulu . ." katanya akhirnya.
"Pulang?" tanya si dungu heran. "Apakah kau tidak mau pergi mencari dia?"
"Pasti! Tapi sekarang, kemana aku mesti pergi mencarinya"
Semua pintu rumah terpentang, kita mesti pulang dahulu mengurusnya!"
"Ya, ya!" kata si dungu kemudian. "Ya, aku juga hendak makan dahulu . . !"
Maka pulanglah mereka berdua, bersama sama menunggang kuda. Didalam rumah,
dikamarnya Pek Kong, mereka duduk dahar, tapi si dungu sendiri yang bersantap
dengan lahapnya. Pek Kong diam saja, sumpitnyapun tak disentuh.
"Dalam perjalanan pulang, aku bertemu dengan Ong Pek Coan . . . " kata si dungu
kemudian. Pek Kong tertarik mendengar itu. "Dimanakah kau ketemu dia?" tanyanya. "Kau
makanlah dahulu!" kata si dungu.
"Kalau kau tidak mau makan, aku tidak mau bicara!"
Hati.Pek Kong lega. Ia tadinya menyangka Pek Coan sudah meninggal. Ia tahu
kematian pamannya mesti ada hubungannya dengan Pek Coan, atau orang she Ong itu
mengetahuinya jelas. Dengan Pek Coan masih hidup, ia mendapat harapan akan
memperoleh keterangan. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 299
yoza collection "Baiklah," katanya, tersenyum duka, "sembari kita makan, kau berceritera."
Ho Tong mengangguk. Sebenarnya, dengan kudanya Ho Tong dapat menyusul Pek Kong. Tapi dia gagal
karena ada sebab musababnya. Baru sepuluh lie lebih ia meninggalkan Siphong tin, ia
dihadang oleh beberapa orang bergerombolan. Mereka ini hendak merampas kudanya.
Ia gusar, ia lompat turun dari kudanya, akan menghajar para penghadang itu.
Tengah bertempur seru mendadak sang kuda meringkik keras. Ho Tong terkejut, ia
lantas menoleh. Kiranya seorang lawan sudah melompat naik keatas kudanya itu dan
membawanya kabur. Ia menjadi nekat, maka ia berkelahi mati-matian. Ketika akhirnya
ia lolos dari kepungan, sang kuda sudah pergi jauh lenyap bersama perampasannya
itu. Walaupun demikian, ia toh lari mengejar, la kehilangan jejak kudanya itu.. . . . .
Masih Ho Tong mengejar terus, sampai ia berada disisi jalan dimana ada sebuah
kampung. Ia menyangka mungkin orang orang jahat itu singgah disitu. Ia lantas mampir
juga. Justeru disitu, ia menemui seorang jahat sedang menculik orang. Ia menjadi gusar
sekali. Ia tidak mengerti silat tetapi bertenaga besar, sudah sering ia berkelahi. Maka
diserangnya penculik itu hingga babak belur dan kabur.
Orang yang hendak diculik itu ialah seorang ibu dan anak perempuannya, mereka
sangat bersyukur atas pertolongannya Ho Tong. Lantas Ho Tong diminta mampir dan
disuguhi hidangan. Sementara itu ada datang beberapa orang kampung lainnya,
merekapun datang membawa barang makanan dan arak. Mereka memberi selamat
dan menemani makan minum.
Saking gembira, Ho Tong minum sampai pusing, membuat ia lupa pada kudanya
dan tak ingat Couw Kun yang diculik orang.
Justru itu, datanglah malapetaka lain. Mendadak saja di situ muncul serombongan
orang jahat. Beberapa orang penduduk ketakutan dan lari kabur, Ho Tong sedang sinting,
dia tak berdaya hingga mudah saja dia diringkus.
Kiranya mereka itulah orang orang jahat yang tadi.
"Bocah!" bentak orang yang menjadi kepala rombongan. "Kau tadi galak sekali!
Sekarang kau jatuh kedalam tangan kami, akan kami kasih pelajaran padamu!"
Sebuah kepalan lantas melayang kekepalanya si dungu, hajaran itu hebat, tetapi Ho
Tong tidak kurang suatu apa. Adalah si penyerang yang menjerit sendiri, menjerit
kesakitan, sebab dia merasakan tinjunya nyeri hampir mau remuk!
Si dungu terus diam tak berdaya dibawah pengaruhnya arak.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 300
yoza collection ANTAS salah seorang berkata: "Bocah ini pasti telah mempelajari ilmu Kim
Ciong Tiauw maka juga tubuhnya kebal. Mari kita gusur dia keluar kampung,
kita potong anggauta rahasianya ! Katanya ilmu kebal itu tidak sampai
kepada anggauta rahasia atau matanya.. "
"Itu benar!" sahut kawan-kawan itu. "Mari kita gusur dia!"
Maka diangkatlah Ho Tong, digotong pergi.
Penjahat tadi, yang tangannya kesakitan, hendak mengumbar kemendongkolannya.
Ia maju mendekati, tangannya menghunus pisau belati. Hendak ia menikam dan
mencokel biji mata Ho Tong.
Belum lagi senjata tajam itu mengenakan sasarannya tiba-tiba dia telah berlompat
ke sisinya! "Aduh!" terdengar satu jeritan dahsyat, dan lantas robohlah orang yang menjerit itu.
Sebab pisau belati yang dipegangnya itu terpental dan menancap ditubuhnya, membuat
dia kesakitan dan terguling-guling.
Berbareng dengan robohnya penjahat itu maka muncullah dua orang wanita yang
mengenakan pakaian merah, satu diantaranya, yang usianya lebih muda, terdengar
berseru nyaring: "Kawanan bangsat, masihkah kalian tak mau mengangkat kaki?"
Semua orang itu terkejut, tak kecuali pemimpinnya, yang tadi hendak membikin
buta mata Ho Tong. Hanya sebentar kagetnya itu. Setelah mengawasi kedua nona itu,
ia lantas tertawa terbahak-bahak!
"Kawanan bangsat?" dia mengulangi. "Kami justru anggauta anggauta dari Thian
Liong Pang! Kalau kalian suka turut tuan besarmu ini pulang, maka pastilah kalian bakal
mendapat kesenangan . ."
Belum berhenti kata-kata yang bernada kurang ajar atau ceriwis itu, mendadak
suara nyaring telah menggantikannya, disusul suara menjerit tertahan, terus dia roboh
pingsan, mulutnya berlumuran darah segar!
Semua orang jahat itu kaget sekali, serempak mereka berseru dan mengangkat kaki
tanpa memperdulikan mereka itu!
Tetapi si nona rupanya sangat membenci orang jahat. Ia berlompat maju, untuk
menyusul dan menghajar dengan tangan dan kakinya. Tak peduli orang lari
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 301
yoza collection berserabutan, ia toh berhasil merobohkannya satu demi satu. Bahkan semua mereka
itu telah dibikin melayang nyawanya!
Ho Tong dapat melihat kedua nona itu, bukan main girangnya. "Bagus kalian datang!"
serunya. "Kapan kalian tiba disini?" Nona-nona itu ialah Kat In Tong bersama bibinya,
Nona Pui Hui. Si Bibi Hui tertawa melihat si dungu itu. "Aku lihat kau," katanya, "Asal ada arak,
jiwamu pun kau lupakan!"
Ho Tong berjingkrak bangun. Ia berdiri bengong melihat mayat-mayat
bergelimpangan. "Kaliankah yang membunuh semua penjahat ini?" tanyanya. Karena tadi, selagi Kat
In Tong turun tangan, ia masih pingsan.
"Siapa yang membinasakan, sama saja! sahut Pui Hui, tertawa pula : "Aku ingin
tanya padamu. Kenapa kau berada sendirian di sini" Mana temanmu?"
Ditanya begitu, Ho Tong melengak. "Tadi memang aku ada bersama Pek Kong,"
sahutnya kemudian. Dan ia tuturkan bagaimana si anak muda sudah berhasil mendapatkan Pekbweeko.
Kedua nona itu nampak girang. "Mana dia sekarang?" mereka tanya.
"Dia baru saja pergi," sahut Ho Tong, yang terus menerangkan hal ikhwal Pek Kong
telah berhasil memperoleh pekbweeko dan anak muda itu mungkin telah kembali ke
Kie Hong Kok. "Itu berbahaya," berkata kedua nona itu terkejut. "Dia tentu kembali ke Kie Hong Kok.
Mari kita susul." Lantas ia menambahkan : "Kami berdua hendak berangkat lebih dahulu
dengan naik burung, kau boleh menyusul belakangan."
Ho Tong menurut. Memang tak dapat ia turut bersama.
Pui Hui berdua tiba ditempat itu dengan naik burungnya, maka dengan burung itu
pula mereka pergi. Ho Tong mengawasi dengan melongo burung itu terbang naik,
setelah ia sadar, ia memperdengarkan suara yang nyaring.
Segera terdengar suara ringkik kuda dan kuda putihnya tampak lari mendatangi, ia
lantas lompat naik keatas punggung binatang itu terus ia dibawa kabur. Selang dua
hari, sampai sudah ia di Kie Hong Kok, hanya dilembah itu ia nampak kesulitan. Tak
dapat ia mencari gua atau kamar batu, walaupun ia sudah berputar-putar mencarinya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 302
yoza collection Bukan main bingungnya pemuda ini, hampir ia putus asa. Disitupun tak menemukan
kedua nona Pui dan Kat. Karenanya ia menerka mungkin Pek Kong juga gagal mencari
kamar Yang Cin Sit itu. "Mungkinkah Pek Kong pergi terus ke Bek Hie Hong?" kemudian dia menduga-duga.
"Dahulu disana dia bertemu dengan Hong Hweeshio dan Sin Ciu Cui Kit. Mungkin dia
mau sekalian belajar silat terlebih jauh."
Maka ia lantas menjalankan kudanya, bagaikan tanpa tujuan. Ia berjalan dengan
tidak keruan rasa hatinya, sampai mendadak perhatiannya tertarik melihat sekumpulan
anak sedang membuat gaduh bersama seorang edan.
Lekas-lekas ia larikan kudanya kepada rombongan bocah itu. Segera ia menjadi
girang dan hatinya pun lega sekali.
Kiranya si orang gila itu adalah Ong Pek Coan. Maka ia lantas mengusir pergi anakanak nakal itu.
"Ong Suhu! ia memanggil. "Ong Suhu! Kau berada disini, darimana kau datang dan
kemana kau mau pergi?"
Ia lompat turun, akan menghampiri seraya memberi hormat.
Ong Pek Coan menatap muka Ho Tong. Dia agak kedungu-dunguan. Mendadak saja
dia berseru : "Siapa melawan aku mampus, siapa menantang aku binasa. Kau mau pergi
atau tidak" "Suhu! Ong Suhu!" Ho Tong berseru-seru. "Suhu, akulah Tiat lohan Ho Tong! Kenapa
Suhu tidak mengenali aku."
Ong Pek Coan mendelong mengawasi. Tiba tiba dia tertawa nyaring.
"Apa si lohan ?" bentaknya. "Segala lohan kotoran anjing!
Kau bangsa hantu dan iblis, pasti satu hari kau bakal mampus tak wajar! Ho Tong
bingung. Bukan main sedih hatinya. Mendadak dia gusar.
"Ong Pek Coan!" serunya. "Ong Pek Coan, jangan lancang mendamprat orang!"
Pek Coan bagaikan tidak mendengar seruan itu. Tiba-tiba, saja dia menangis
tersedu-sedu; sembari menangis dia berkata: "Kalian semua mati, tinggal, aku seorang
diri.. Uh, uh, uh.."
Ho Tong tercengang. Lantas ia ingat mengapa orang itu telah menjadi berotak
miring. Lantas ia maju mendekati. Ia ingin memegang orang itu untuk diajak ke
Siphongtin. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 303
yoza collection Pek Coan melihat ada orang hendak menangkapnya, mendadak tangannya
melayang. Ho Tong terkejut bukan main, ia lantas lompat mundur.
Ong Pek Coan adalah guru silat kenamaan, walaupun dia gila, tenaganya masih kuat,
maka serangannya itu juga dahsyat sekali. Syukur Ho Tong awas dan sebat, maka
bebaslah ia dari tangan maut itu..
Setelah menyerang tanpa hasil, tiba-tiba Pek Coan memperlihatkan roman
ketakutan akan kemudian lari sekeras kerasnya.
Ho Tong terkejut, dia lari menguber, tetapi si edan itu sudah lenyap. Ia menjadi
sangat menyesal. Tatkala itu kokok ayam menandakan waktu sudah jam lima pagi. Demikianlah
ceriteranya Ho Tong kepada Pek Kong. Ia berceritera kurang lancar maka itu
menggunakan banyak tempo. Mendengar halnya Ong Pek Coan menjadi gila, Pek Kong
bersusah hati, maka ia memikir buat mendengar-dengar kabar dimana orang She Ong
itu, untuk kemudian memberitakan pada keluarganya, dengan suatu cara agar anggauta
keluarga itu tak menjadi kaget dan bersusah hati karenanya.
Pek Kong lantas memikirkan lebih jauh bagaimana caranya mencari Couw Kun dan
Pek Coan berbareng. "Ditempat apakah kau bertemu Ong Pek Coan?" kemudian ia tanya Ho Tong.
"Oh!" seru si dungu, terkejut. "Tak aku ingat apa namanya tempat itu! Sebaiknya kita
ikuti saja jalan ke Kie Hong Kok, aku rasa nanti kita akan menemukannya.. ."
"Kalau begitu, bukankah kita akan mengambil tempo setengah tahun seperti katamu
itu" tanya si anak muda. Ia tertawa berduka. "Bagaimana dengan lukamu sekarang"
Kalau kau masih merasakan nyeri, lebih baik kau beristirahat saja di rumah
Lukanya Ho Tong memang parah tetapi setelah makan obat dan Pek Kong
mengurutinya, dan diapun telah dapat beristirahat, keadaannya tak seberat semula. Dia
telah sembuh separohnya lebih. Maka dia terkejut ketika dia disuruh berdiam di rumah.
"Tidak!" serunya. "Tak dapat aku tinggal diam dirumah! Aku tidak betah! Orangpun
mengatakan aku dungu! Dengan siapa aku dapat bergaul!" Dia bangkit, terus menepuk
nepuk dadanya. "Kau lihat!" tambahnya. "Aku jauh terlebih kuat dari pada kau!"
Pek Kong tertawa. "Baiklah, kita pergi bersama!" katanya. "Sekarang pergilah kau
berkemas-kemas!" Pendekar Yang Berbudi - Halaman 304
yoza collection Ho Tong sangat girang, lantas ia lari pulang kebengkelnya. Ia membekal beberapa
potong pakaian dan sejumlah uang. Dengan lekas ia sudah lari kerumahnya keluarga
Siauw. Pek Kong juga sudah bersiap-siap. Maka bersama-sama mereka lantas berangkat.
Lebih dahulu mereka pergi kerumahnya Ong Pek Coan, untuk memberi tahu bahwa
mereka mau mencari orang she Ong itu. Mereka tidak menjelaskan apa-apa. Habis itu
lantas mereka berangkat. Dua orang bercokol diatas punggung seekor kuda.
Disepanjang jalan, untuk melewatkan kesunyian, Pek Kong menuturkan kepada Ho
Tong tentang bagaimana ia sudah belajar silat. Ia ceriterakan semua pengalamannya.
Kemudian ia berkata, melihat bakatnya kawan ini, hendak ia mengajarkan dua macam
ilmu silat yaitu "Houw Reng" dan " Him Keng ". (ilmu silat Harimau dan biruang) Ho Tong
girang mendengar janji itu dia tertawa lebar dan berkata: "Menurut keteranganmu ini,
ilmu silatmu lihay dan luar biasa. Aku kurang percaya. Bagaimana kalau kau mencoba
berlomba lari dengan kuda ini" Ingin aku lihat, siapa yang larinya lebih cepat?"
Tidak ada niatnya Pek Kong untuk mempertontonkan kepandaiannya, tetapi sahabat
ini menghendaki bukti, akhirnya ia menerima tantangan itu. Ia berpikir baiklah sekalian
melatih diri. "Jikalau kau menghendaki, baiklah!" katanya kemudian. Dan lantas ia lompat turun
dari kudanya. Ia justeru memilih tempat yang sepi.
Ho Tong lantas mengaburkan kudanya. Ya, sekeras-kerasnya. Ia pun tidak mau
menoleh kebelakang. Barulah sesudah merasa bahwa ia telah lari cukup jauh, ia
berpaling dan menjadi heran. Kawannya tak tampak, baik di samping kiri dan kanan
maupun dibelakangnya, ia menyangsikan kepandaian kawannya itu.
"Ha, dasar ia baru belajar setengah tahun !" pikirnya. "Mana dia dapat mencapai
kesempurnaan " Baiklah aku tidak membikin dia terlalu letih."
Maka hendak ia menahan kudanya, akan lari kembali, untuk menyusul kawannya
itu. Tapi baru ia memutar kudanya, tiba-tiba ia sudah mendengar suara orang tertawa
seraya terus menegurnya. "Eh, eh, kenapa kau tidak lari terus?"
Heran si dungu ini. Ia tidak melihat seseorang. Tapi ia mengenali suaranya Pek
Kong. "Kau dimana?" tanyanya, mengawasi ke arah dari mana suara datang.
"Aku disini!" Pendekar Yang Berbudi - Halaman 305
yoza collection Ditepi jalan ada sebuah pohon kayu besar, di salah satu dahannya tampak si anak
muda tengah berdiri sambil senyuman. Setelah itu, anak muda itu berlompat turun
menghampirinya. "Kau benar-benar hebat!" kata si dungu kagum, Pek Kong bersenyum.
"Inilah hasil latihanku," katanya. "Kalau kau masih kurang percaya, mari kita coba
satu kali lagi." Ho Tong penasaran juga. "Baiklah!" jawabnya.
Maka mereka berlari-lari pula. Kali ini Pek Kong tidak mau melewati kawannya. Ia
bikin mereka berdua hampir berimbang, dengan begitu Ho Tong terus dapat melihat
padanya, menyaksikan bagaimana dia lari sangat pesat, selalu sedikit disebelah depan
sang kuda. "Bagus, bagus!" si dungu berseru seru. "Kau lebih unggul dari pada Tian Ceng!" Pek


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kong tertawa. "Sekarang kau lihat!" katanya. Ia berhenti di depan sebuah pohon kayu. "Kau lihat!"
Dengan satu tolakan keras, pohon itu terbongkar roboh bersama akarnya. Lalu ia
lompat naik kepunggung kuda. "Sungguh hebat!" Ho Tong berseru pula sambil memuji,
girangnya bukan kepalang.
"Dalam hal ini, kau lebih unggul daripada Siangkoan Sun Siu!" si dungu memuji pula.
Ia telah menyaksikan ketangkasannya Tian Ceng dan Sun Siu. maka ia ingat kedua
pemuda yang gagah itu. Perjalanan dilanjutkan, sampai malamnya mereka singgah disebuah penginapan.
Didalam kamar, sesudah hotel sunyi, Pek Kong mulai mendidik Ho Tong dalam ilmu silat
Harimau. Ho Tong aneh. Bersama sama Pek Kong ia bersekolah, kalau Pek Kong dapat
membaca banyak, dia sangat sedikit. Itu disebabkan kedunguannya. Tidak demikian
dengan pelajaran ilmu silat Harimau itu, lekas sekali ia ingat dan dapat mencangkoknya.
Didalam satu macam itu ia sudah ingat semua macam ilmu, hingga selanjutnya ia
tinggal melatih saja untuk menyempurnakan. Baginya hal itu mudah sebab ia bertenaga
besar, napasnya panjang dan rajin sekali. Ia mempunyai minat dan ketekunan, tekadnya
bulat. Dalam waktu tiga malam, selesailah sudah pelajaran Ho Tong itu. Ia mendapatkan
dua macam ilmu, ilmu silat Harimau dan Biruang.
Ketika ia diajarkan lebih jauh tiga macam ilmu silat lainnya, yaitu Burung, Kera dan
Menjangan, ia nampak kurang berhasil. Ia selalu lupa dan gerak jurusnya tak cocok.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 306
yoza collection "Ah, sudahlah!" katanya akhirnya, kewalahan. Maka selanjutnya, ia masih harus
berlatih rajin, guna menyempurnakannya, supaya nanti dapat dipakai dalam
pertempuran menghadapi musuh.
Pada suatu malam sehabis berlatih keras, Ho Tong masuk tidur dan tidur dengan
nyenyak. Pek Kong sebaliknya. Ia tak dapat melupakan Couw Kun dan juga Pek Coan.
Tanpa disengaja, ia keluar dari kamarnya. Setelah merapatkan pintu, ia pergi kebelakang
ketaman bunga. Baru ia melangkah memasuki pintu taman, tiba-tiba matanya melihat
sesosok tubuh berkelebat meloncati tembok. Ia heran dan curiga. Diam-diam ia
menguntit. Orang itu berjalan berendap-endap sampai diujung jalan besar disebelah
timur, disitu dia menghampiri jendela. Dengan lidahnya dia membasahkan kertas
jendela untuk dapat mengintai ke dalam rumah. Mungkin itu jendela kamar tidur. Setelah
mengintai, ia mengeluarkan sebatang pipa kecil dimasukkannya kedalam pecahan
kertas jendela itu, lalu ditiupnya pipa itu. Setelah menanti beberapa detik, dia
membongkar terbuka jendela dan berlompat masuk kedalamnya.
Pek Kong segera menghampiri jendela itu, ia dapat menerka untuk apa pipa orang
itu. Pipa itu tentulah untuk meniup masuk obat busuk yang membuat orang tertidur
lupa daratan. Ia melongok ke dalam. Apa yang tampak mengejutkan hatinya anak muda itu. Mulanya ia menyangka
orang itu maling biasa. Ternyata dia bukan sembarangan maling.
Jendela itu adalah sebuah jendela kamar tidur. Didalam kamar itu, diatas
pembaringan, terlihat seorang wanita sedang rebah tak bergerak, dia terkena obat
tidurnya orang tadi. Lain hal yang mengejutkan Pek Kong, ialah wanita itu tengah hamil,
sebagaimana terlihat perutnya yang besar.
Orang yang memasuki kamar itu adalah seorang pria, tangan kanannya memegang
sebilah pisau belati wanita itu, mukanya memperlihatkan senyuman puas. Nampak
wajahnya bengis. Lantas dengan tangan kirinya dia meraba perut wanita itu.
Pek Kong kaget sekali. Ia tahu apa maksudnya orang itu.
Sejak muda ia tidak diajarkan ilmu silat tetapi pendengarannya luas, ia ketahui
banyak macam-macam hal ihwal kaum Kang Ouw, baik dikalangan lurus maupun sesat.
Orang ini mau mengambil kandungan orang, guna dibikin semacam obat. Maka itu
bukan main gusarnya. Ia benci sekali penjahat semacam ini. Maka perlu ia menolong
wanita itu. Tanpa berlompat masuk memasuki jendela, ia menggerakkan tangannya,
menyerang dari jauh dengan totokan Pek Khong Ciang, pukulan "Udara Kosong."
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 307
yoza collection Tidak ampun lagi penjahat itu roboh dan pingsan.
Kemudian Pek Kong berlompat masuk. Ditangkapnya tangan orang jahat itu, terus
ia menotok menyadarkan. Ia lantas menegur bengis: "Manusia jahat, lekas kau omong
terus terang! Perlu apa kau mencuri cie ho cia" Siapakah yang menyuruhmu! Kau
bicara terus terang, atau akan aku rampas jiwamu!" Cie ho cia yalah kandungan wanita,
yang katanya dapat dipakai sebagai larutan obat.
Orang jahat itu gemetar seluruh tubuhnya.
Dia takut sekali. Dia tahu bahwa dia tengah berhadapan dengan seorang gagah
yang lihay sekali, hingga dia lantas mati kutunya.
"Ampun, tuan," katanya, meratap. "Aku orang Thian Liong Pang, oleh ketua bahagian
Hek Bong Tong aku ditugaskan menculik kandungan wanita . . "
"Tahukah kau untuk apa kandungan itu?" pula Pek Kong. "Mungkin kandungan itu
mau dipakai sebagai campuran pembuatan obat bubuk Cit Seng San . ." sahut orang itu
terus terang. Wajah Pek Kong menjadi merah padam. Itulah suatu perbuatan binatang.
"Sampaipun kandungan manusia kau berani curi, kau tidak dapat ampun!"
bentaknya. Tangannya melayang, dan pecahlah kepala orang itu disusul robohnya
tubuhnya tak berkutik lagi.
Tidak ada niatnya Pek Kong membunuh orang. Ia sebenarnya mau mencari
penculiknya Couw Kun, atau minta keterangan dari penculik itu, tapi perbuatan jahat
dan telengas ini membuat darahnya bergolak tak tertahankan. Inilah yang pertama kali
ia membinasakan orang. Setelah mengawasi mayat orang itu, ia berdiri melengak.
Terpikir olehnya itu, ia membunuh orang adalah itu perbuatan mulia atau jahat"
"Sungguh jahat kaum Thian Liong Pang itu," pikirnya kemudian "Lebih-lebih Cit Seng
Bong. Dia tak dapat ampun pula! Kenapa aku tidak mau membasmi partai itu guna
membantu khalayak ramai" Bukankah membinasakan seorang jahat sama saja dengan
membunuh seekor ular berbisa " Apakah salahnya berbuat demikian !"
Lama juga anak muda itu berpikir, lantas ia meninggalkan rumah itu, pulang
kepenginapan dan tidur. Ia dapat tidur nyenyak.
Besok paginya, setelah bangun dari tidurnya, Pek Kong tuturkan pada Ho Tong apa
yang ia lakukan tadi malam serta menyarankan untuk mencari Cit Seng Bong.
Ho Tong berjingkrak bangun, "Memang tinjuku sudah gatal!" katanya. "Mari kita
berangkat sekarang!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 308
yoza collection Maka berkemaslah mereka, lantas mereka berangkat pergi.
Kuda mereka dikaburkan. Ditengah jalan, mata Pek Kong yang awas melihat sesosok tubuh putih berkelebat
jauh didepan mereka. Ia menyangka kepada Honghu Pek Hee.
"Teruslah menunggang kuda, kau susul aku!" katanya pada kawannya. "Aku hendak
pergi lebih dahulu!"
Lantas anak muda ini lompat turun dari kudanya, segera ia lari keras sekali akan
menyusul orang yang dilihatnya didepan tadi.
Orang didepan itu terlihat lari makin pesat, tetapi dia bukanlah tandingan si anak
muda. Selagi terpaut beberapa langkah, Pek Kong telah mengenali benar orang itu
Honghu Pek Hee adanya. "Kakak Honghu!" si pemuda berteriak memanggil.
Orang itu menoleh. Benarlah dia Nona Honghu. tetapi dia bengong, lalu mendadak
wajahnya memandang hina sambil mulutnya meludah: "Cis!" Setelah itu dia lantas lari
memasuki rimba disampingnya!
Pek Kong heran bukan main, hingga iapun melengak, akan tetapi hanya bersangsi
sedetik, segera ia lari menyusul memasuki rimba itu.
Rimba itu lebat, tak mudah mencari orang. Disitupun tak dapat orang berlari-lari
keras. "Ah!.. " sesalnya pemuda ini. Sudah sekian lama ia berputar-putar, tak juga Honghu
Pek Hee dapat diketemukan. Ia menjadi bingung berbareng penasaran. Kenapa si nona
. . ya, si kakak.. bersikap demikian terhadapnya" Apakah sebabnya" Apakah salah dia"
Ia juga jadi jengah sendirinya.
Kalau toh ada "urusannya", itu cuma tentang peristiwa didalam kamar batu diwaktu
mereka ada bersama-sama Pek Gan Kwie Leng Sie Cay. Tapi itu sebenarnya bukannya
soal. Bukankah setelah itu si nona sangat prihatin terhadapnya" Bukankah selama
perpisahan di Tong-bok cee, nona itu nampak baik sekali terhadapnya" Sekarang"
Sejak berpisah di Tong bok cee itu, muda-mudi ini tak pernah bertemu lagi satu
dengan lain. Hanya sekarang setelah bertemu kenapakah sikap nona Honghu berubah
demikian" Sia-sia Pek Kong mencari, akhirnya dia jalan terus menembusi rimba itu. Ya, dia
berjalan terus terusan, sampai tahu tahu dia telah tiba didalam kota kecamatan Siang
jiauw. Baru masuk dipintu kota, tiba-tiba terlihat sesuatu yang aneh.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 309
yoza collection Diantara banyak orang yang mundar-mandir tampak seseorang bertubuh kekar
dengan pakaian hitam seluruhnya, dan ringkas. Diam-diam ia menanya seorang yang
berada paling dekat dengannya, siapa dan orang macam apa dia itu sebab gerakgeriknya luar biasa. Kebetulan sekali orang yang ditanya itu gemar bicara, maka suka
dia memberi keterangan bahwa orang itu adalah salah seorang anggota Thian Liong
Pang dan markasnya, markas Hek Bong Tong, berada di luar kota.
Ini kebetulan, pikir Pek Kong. Cuma tidak mau ia lantas bertindak. Ia masih belum
melihat Ho Tong, yang belum sempat menyusulnya.
Ho Tong bangsa kasar, mungkin dia langsung menyusul ke Hek Bong Tong, pikirnya
kemudian. Maka tak jadi ia mencari tempat singgah. Lekas-lekas ia pergi pula keluar
kota, terus menuju ke sarang Hek Bong Tong, seksi Ular Hitam dari Thian Liong Pang.
Markas itu justru dikepalai Koh Piauw si tukang menggunakan bisa ular.
Hek Bong Tong markas Ular Hitam berada diatas sebuah bukit yang tidak tinggi
tetapi letaknya penting. Untuk mendakinya ada sebuah jalan terbuat dari batu dan
jalannya naik berliku liku. Dikiri kanan jalan ditanami banyak pohon pek atau aras yang
dapat bertahan selama musim dingin, daunnya semua hijau segar. Diundakan teratas
samar-samar tampak bangunannya.. wuwungan. Dengan tak ragu-ragu, Pek Kong
berjalan di undakan tangga. Ia baru sampai kira-kira setengah perjalanan, lantas ia
dihadang oleh lima orang lelaki berpakaian ringkas yang sambil membunyikan pluit
muncul dari antara pepohonan lebat kekiri dan kanan. Sesudah itu ia mendengar siulan
dibelakangnga. Waktu menoleh, disitupun muncul lima orang lainnya, yang bersikap
mencegat jalan pulangnya.
Mengawasi semua orang itu, diam-diam Pek Kong tertawa tawar. Lantas ia berkata:
"Dengan sikap kalian ini, dapatkah kalian terhitung orang dari suatu partai yang
berkenamaan" Kalau aku jeri, tak bakal aku datang kemari! Kalian sepuluh ekor anak
kucing, dapat berbuat apakah atas diri tuan kecilmu ini." Tiba-tiba saja panas hatinya
Pek Kong. Orang berlaku kurang ajar terhadapnya. Iapun ingat orang Hek Bong Tong
yang mau mencuri kandungan wanita. Ia jadi membenci dan memandang rendah
mereka itu. Dari lima orang yang mencegat di muka itu, yang menjadi pemimpin
memperlihatkan roman keren, hanya sejenak, terus dia tertawa, bahkan dia memberi
hormat sambil menyapa, "Tuan, tuan dari kalangan manakah" Dapatkah aku ketahui
tuan datang kemari untuk berkunjung atau sesuatu urusan?"
Mulutnya Pek Kong mau membentak orang itu, tapi ia ingat orang itu cuma orang
sebawahan dan sikapnya juga telah berubah menjadi ramah. Buat apa melayani segala
siauw-jin orang rendah" Tapi ia tidak sudi bicara halus, maka ia berkata singkat: "Kau
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 310
yoza collection beritahukan Koh Piauw bahwa ada seorang she Pek datang mencari dianya! Kau suruh
dia mementang pintu lebar-lebar guna menyambut aku!"
"Sungguh mulut besar!" kata orang Hek Bong Tong itu, didalam hati. Tapi karena ia
tidak kenal tetamunya ini, yang sikapnya keren, tidak mau ia berlaku sembrono. Ia
memberi hormat pula seraya berkata: "Karena tuan memerintahkan, baiklah aku akan
menyampaikan laporan! Sudilah tuan menantikan dahulu disini." Lantas dia memutar
tubuhnya, lari berlompatan mendaki undakan tangga itu.
Pek Kong tidak mengatakan sesuatu. Dengan tenang ia berdiri menanti sambil
menggendong tangan. Ia meneliti sekitarnya, memandangi pegunungan itu. Gunung itu
tidak tinggi tetapi lebar, puncaknya berentet rentet entah berapa luasnya.
Belum lama memandangi gunung itu, Pek Kong lantas menoleh keatas. Tiba tiba ia
mendengar suara gembreng yang disusul dengan munculnya 4 orang, yang bergerak
ke kedua sisi untuk membuka jalan. Yang seorang sembari tertawa berkata: "Tongcu
kami telah memberi isyarat mengundang tuan mendaki gunung. Silahkan?"
Tanpa menjawab, Pek Kong berjalan naik. Gesit langkahnya, hingga bagaikan
berlompatan disetiap undakan tangga itu. Lekas sekali ia tiba dimuka pintu gerbang,
yang telah terpentang lebar, dan diambang pintu tampak dua orang: satu laki-laki, satu
lagi wanita. Mereka adalah Cit-seng bong Koh Piauw dan Kiu Bwee Ho Ouw Yam Nio!
Melihat nona itu, Pek Kong heran. Belum sempat ia membuka suara untuk menyapa,
si nona sudah mendahuluinya.
"Oh, saudara kecil yang baik!" demikian suaranya, halus dan ramah. "Saudara kecil,
angin apakah telah meniup kau kemari" Silahkan, silahkan masuk kedalam! Kami justru
hendak bicara banyak denganmu!"
Lantas si nona membalik tubuhnya, mendahului berjalan masuk.
Pek Kong tertawa tawar. Ia tidak menjawab. Tapi ia melangkah masuk sambil
mengangkat kepala. Ia jalan diapit kedua tongcu itu. Sedikitpun ia tidak merasa jeri.
Tiba dimuka ruang besar dan kekar, senjatanya tombak dan kapak, semuanya
berdiri tegak, matanya tak bergerak, hingga mereka mirip empat buah patung.
Didalam ruang telah tersedia tiga buah kursi, maka pihak tuan atau nona rumah
dan tamunya lantas duduk menghadapi meja. Kursinya adalah apa yang dinamakan
kursi kebesaran Thaysu-ie. "Thaysu" ialah maha guru yang berkedudukan seperti
menteri. Pada bagian tengah tengah dari dinding terdapat lukisan seekor ular naga yang
mengangkat kepala, sisiknya berkilau matanya tajam galak.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 311
yoza collection Disitu pula tergantung sehelai papan merek bunyinya "Hek Bong Tong", atau Ruang
Ular Hitam. Ketiga huruf itu besar besar dengan tulisan air emas.
Segera juga muncul seorang pelayan yang menyuguhkan air teh.
Cit seng bong Koh Piauw tertawa nyaring sebelum ia mengundang tamunya minum
teh, suaranya menggema keseluruh ruangan. Ia pun tidak segera mempersilahkan
minum, hanya berkata: "Sungguh tak kusangka, setelah pertempuran di Cit-lie kee, tuan
masih sehat walafiat! Sekarang tuan datang ketempat kami ini tentunya tuan ingin
membuat perhitungan lama itu. Bukankah begitu?"
Mendengar disebutnya peristiwa di Cit lie-kee itu, panas hatinya si anak muda.
Tetapi ia sabar luar biasa, dapat ia menguasai diri.
Maka ia terus berlaku tenang, malah ia tertawa waktu ia menjawab: "Walaupun Cit
Seng San sangat liehay, racun itu tak dapat berbuat apa apa atas diriku siorang she
Pek! Kedatanganku kemari bukan untuk urusan kita yang sangat kecil. Aku minta tuan
sukalah melegakan hati!"
Koh Piauw melengak. Hal itu tidak disangkanya.
"Habis, tuan!" tanyanya, selang sejenak, "untuk urusan apakah tuan datang kemari?"
Kedua mata Pek Kong bersinar bengis secara mendadak. Dia menatap tajam tuan
rumahnya itu. "Untuk urusan yang mengenai sepak terjangmu, tuan." sahutnya kemudian, nyaring.
"Yakni urusan bahwa kau sudah menyebar orang ke empat penjuru angin dengan tugas
mencari cie hoa cia." Seperti diketahui dibagian atas, cie hoa cia ialah bayi dalam
kandungan. Perkataan si anak muda itu membuat mukanya Koh Piauw pucat dan lalu suram.
Ouw Yam Nio melihat itu, ia kuatir urusan menjadi hebat hingga sukar dibereskan
lagi. Ia lantas menyela: "Saudara kecil, kau adalah seorang pelajar, kenapa kau bicara
secara jenaka begini" Anggota partai kami, masing masing cabang mempunyai
seragam sendiri sendiri, taruh kata ada yang melakukan sesuatu diluaran dengan
menyamar tetapi pada tubuhnya masing masing ada sesuatu tanda atau bukti
keanggautaannya. Tanda tanda itu tak dapat disangkal. Saudara kecil, apakah kau
melihat tanda itu" Atau apakah seragam penjahat itu sama dengan seragam anggota
anggota kami disini?"
Ditanya demikian, Pek Kong terdiam. Ia memang tidak mengambil tanda orang itu.
Juga menurut apa yang ia lihat sekarang, penjahat itu berdandan lain dari pada anggota
anggota Hek Bong Tong disini.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 312
yoza collection Ouw Yam Nio sangat cerdas. Ia membela Hek 3ong Tong tetapi diam diam ia
melindungi Pek Kong. Ia tidak mau membikin si anak muda mendapat malu, maka habis
berkata begitu, lekas lekas ia mendahului berkata pula: "Adik kecil, kalau kau
mendapatkan tanda itu, perkara segera bakal menjadi terang!"
Kata kata ini pun ada maksudnya. Kata-kata itu diam-diam menganjurkan Pek Kong
mencari bukti dari tuduhannya itu.
Setelah itu, Kiu Bwee Ho menambahkan: "Tentang perhitunganmu Koh Tongcu itu
adalah salah paham belaka. Sebenarnya Koh-Tongcu menyangka kaulah orang yang
mengaku atau menyamar menjadi penegak hukum partai kami itu, sebaliknya kau mau
berlaku gagah dan jujur, dengan mengakui bahwa orang itu kau adanya, dengan begini,


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

salah paham menjadi semakin hebat. Tentang urusan itu, sudah lama kuketahui
duduknya yang sebenarnya."
"Ouw Tongcu!" Koh Piauw memotong. "Siapakah orang itu sebenarnya?"
Ouw Yam Nio bicara tentang hal yang benar tetapi tak sudi ia membeber peristiwa
di dalam gua Cui Liam Tang itu. Ia tertawa dan berkata. "Aku tahu, pasti orang itu
bukannya saudara kecilku ini!"
Koh Piauw terdiam. Dia kosen tetapi tak cerdas. Tak dapat dia melawan
kecerdikannya tongcu wanita itu.
Bicara tentang penegak hukum itu, yang dikatakan penegak hukum yang palsu,
hatinya Pek Kong bercekat. Lantas ia berkata: "Bukankah penegakan hukum partaimu
itu, si orang she Kong bermuka putih dan memelihara kumis mirip huruf pat (delapan),
yang mengenakan baju pelajar warna biru, usianya kira-kira tiga atau empat puluh
tahun?" Ouw Yam Nio dapat menerka, pertanyaan itu ada maksudnya yang lebih dalam, tak
sudi ia menjawab langsung. Ia tertawa dan berkata dengan sangat riang gembira :
"Orang yang menyaru jadi penegak hukum partai kami itu ada mengandung sesuatu
maksud terhadapmu" Apakah dia tak pernah mengatakan sesuatu padamu" Kalau
benar dia tidak pernah menerangkan sesuatu, dia cuma hendak membuat kau malu . ."
Senang juga Pek Kong mendengar kata kata nona ini, yang tidak mau membuka
rahasianya Tian Ceng. Biar bagaimana, nampaknya Ouw Yam Nio memandang rendah
pada Tian Ceng. "Sudah, jangan banyak bicara!" ia berkata. "Kau bilanglah orang itu benar penegak
hukum she Khong itu atau bukan?"
Nona Ouw cerdik sekali. Ditanya keras itu, ia justeru tertawa terkekeh-kekeh.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 313
yoza collection "Mengapa kau demikian kesusu?" dia balik bertanya. "Apakah kau hendak
menentang aku" Nah, coba bilang, bagaimana pikiranmu: Kalau benar bagaimanakalau
tidak benar bagaimana?"
Dasar Pek Kong seorang jujur mengenal budi, ia tak dapat berlaku keras terhadap
nona didepannya ini, tak peduli si nona menjadi salah seorang tongcu dari Thian Liong
Pang. Ia pernah ditolong si nona dan budi itu tak pernah ia lupakan. Maka itu, ditanya
demikian rupa, ia diam saja.
Cit Seng Bong yang diam semenjak tadi, tak dapat kesempatan campur bicara.
Sekarang, diamnya si anak muda memberikan kesempatan padanya.
"Bagaimana?" tanyanya. "Kalau benar dia bagaimana?"
Ditanya begitu, Pek Kong melengak. Hanya sebentar saja, lantas ia bangkit berdiri.
"Baiklah!" katanya, nyaring. "Hari ini kuberi kesempatan hidup padamu! Tuan
besarmu akan pergi mencari buktinya, nanti aku datang lagi guna mengambil batok
kepalamu!" Disitupun tidak ada Couw Kun, maka niatnya Pek Kong meninggalkan markas itu
jadi semakin keras. Tetapi justeru pada saat ia hendak berlalu pergi, mendadak seorang
tauw-bak, ialah pemimpin sebawahan berlari-lari mendatangi, menyampaikan laporan
pada tongcunya: "Tongcu! Dikaki gunung ada seorang bermuka hitam yang tubuhnya
besar hendak-menerjang naik kegunung kita ini!"
Perasaan Koh Piauw lantas menjadi muram. "Kukira, kau bocah, mempunyai
pembantu!" dia tegur Pek Kong, suaranya dingin nadanya mengejek.
"Pantas kau berani berlaku kurang ajar di sini!"
Pek Kong menjadi gusar. "Prak," terdengar satu suara nyaring dan meja di depannya
lantas melesak sebab tak dapat bertahan dari satu tepukan yang keras.
"Jangan kau berjumawa. Apakah artinya bentengmu sekecil ini" Dengan satu
emposan napas dari aku, habis sudah kalian. Kau kira kalian bakal dapat hidup lebih
lama lagi" Hmm."
Lantas dengan tindakan pesat, anak muda ini mengangkat kaki melangkah pergi.
Sengaja ia menggunakan ilmu ringan tubuh.
Ouw Yam Nio terperanjat. Ia lompat untuk menyusul.
"Sabar, saudara kecil," katanya, "Kau juga sabar, Koh Tongcu," ia menambahkan pada
Koh Piauw. "Mari dengar dahulu perkataanku! Bukankah kedua belah pihak tidak
bermusuhan besar" Kenapa".. . . ."
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 314
yoza collection Koh Piauw tak senang melihat sikap si nona. Sebenarnya dia jeri menyaksikan
tenaga besar si anak muda tetapi dia keras kepala, dia tak sudi mengalah dengan begitu
saja. Maka dia berkata keras. "Kiu Bwee Ho, jangan berlaku baik hati, tanpa ada perlunya!
Memang sudah lama aku tahu baik dimulut, lain dihati! Kau berpihak pada musuh, kau
berhianat pada partai! Sekalipun kau bekerja sama dengan bocah itu, tidak akan
kuijinkan kau berlalu disini.
Namun Yam Nio terkejut. Ia tidak sangka akan mendengar kata kata demikian. Diamdiam ia melirik pada Pek Kong, terus ia tertawa.
"Saudara Koh, janganlah kau gusar tidak keruan," ia berkata manis, "aku bersikap
begini karena mengingat diantara kalian berdua tidak ada permusuhan besar dan aku
hendak mendamaikannya. Jikalau tokh gagal aku dapat berturut bertindak!"
"Tutup mulutmu!" bentak Koh Piauw, yang sudah gusar luar biasa. "Tadi aku dengar
kata-katamu aku sambut bocah ini sebagai seorang yang harus dihormati! Kalau tidak,
apakah artinya bocah ini! Mana dia sederajat denganku" Dia sekarang berlaku tidak
tahu diri, dia sembarangan bicara kasar! Dan sikapmu ini bukan saja seperti mau
mengasingkan diri, bahkan mau berpihak padanya. Mustahilkah.. "
Ouw Yam Nio menggoyang-goyangkan tangannya. Ia memutus kata-kata tongcu
yang sedang sangat gusar itu.
"Saudara Koh, karena kau mencurigai aku, baik!" katanya. "Baiklah ijinkan aku
berpamitan!" Boleh dibilang baru berhenti suaranya si nona, maka tubuhnya sudah mencelat
kepintu. Pek Kong tidak turut mengangkat kaki. Kalau ia mau lakukan itu, baginya mudah
saja. Tapi ia mendongkol atas sikap orang itu terhadap si nona. Itu suatu fitnah untuk
nona itu dan menghina juga terhadapnya. Maka ia menjadi gusar sekali.
"Ular berbisa!" ia membentak. "Tuan kecilmu tidak mau bertindak sembrono sebab
ia belum punya bukti. Untuk sementara ini aku beri ampun jiwamu, tetapi kenapa
sekarang kau bersikap kurang ajar" Benarkah sebelum melihat peti mati kau tidak mau
mengeluarkan air matamu" Baiklah, hendak aku lihat berapa lihaynya kepandaianmu!"
Koh Piauwpun tertawa dingin. Nyata dia bernyali besar. "Saat mampusmu sudah
tiba, kau masih tidak tahu diri!" dia membalas mendamprat. "Beranikah kau menyambut
tiga jurus tongcu-mu ini?"
Meski ia menantang, Cit Seng Bong toh mundur.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 315
yoza collection Pek Kong tertawa dingin. Ia belum mempunyai pengalaman, ia menyangka orang
mundur seperti Liu Kun San, yang mundur lantas maju menyerang dengan dahsyat.
Maka ia memikir, ia harus memberi hajaran supaya lawan ini tunduk. Justru ia berpikir
itu, mendadak ia menjadi kaget. Tahu-tahu lantai batu dikakinya melesak sendiri, hingga
ia turut terjeblos. Dengan kaget, ia menjejak batu, untuk bercelat tinggi. Tapi mendadak
dari ataspun ada sebuah batu besar yang jatuh turun seperti dari langit.
Hebat benar, apalagi batu itu besar dan lebar kira kira satu tombak persegi. Tidak
ada jalan lain baginya. Turun tak dapat, berkelit sudah tidak keburu. Terpaksa ia
menolakkan keras tangannya ke atas, menahan turunnya batu itu. Karena ini, tubuhnya
terdorong tertindih kebawah. Hingga ia menginjak lantai lagi.
Syukur perangkap lantai itu tidak dilengkapi dengan senjata rahasia. Pek Kong dapat
menenangkan diri. Ia diam di dalam perangkap itu, matanya mengawasi ke 4 penjuru.
Lubang itu dalamnya beberapa puluh tombak, dibagian atasnya sempit, dibagian
bawahnya lebar, hingga macamnya seperti guci arak. Seluruh dinding licin mengkilap.
Ketika dinding itu disentil, terdengar suaranya nyaring-nyaring keras. Jadi itu dinding
logam. Tak mudah menggempurnya dengan tangan kosong. Satu kali Pek Kong
mencoba, cuma besinya melesak. Jadi harus digunakan senjata tajam untuk
mendobraknya. "Kalau ada golok atau pedang," pikirnya.
"Atau sedikitnya kayu keras . ."
Tapi lubang itu kosong, yang mungkin merupakan terowongan. Karena tidak ada
lain jalan, Pek Kong berjalan memasuki lubang itu. Sementara itu otaknya bekerja. Inilah
suatu pengalaman baginya untuk tidak alpa terhadap lawan lawan yang licik.
Terowongan itu membawa si anak muda ke sebuah kamar yang kecil yang pada salah
sebuah dindingnya tergantung satu badan orang, lengkap dengan kepala, tubuh dan
kaki tangannya. Sungguh giris akan mengawasi tulang belulang itu. Suasana dalam
kamarpun sangat seram! Juga kamar ini berdindingkan logam, tidak ada pintunya, tidak ada celah celahnya.
Karena itu si anak muda menerka, mungkin pesawat rahasia berada pada tulang
belulang itu . . kerangka manusia.
Dalam keadaan seperti itu, hatinya Pek Kong tetap mantap. Keadaan itu membuat
orang berani atau takut sama saja, orang mesti berani! Tinggal ia harus menggunakan
otak dan kelincahannya. Ia harus bertindak melihat gelagat . .
Segera Pek Kong mengambil keputusan. Ia berjalan masuk kedalam kamar itu.
Begitu ia berada didalam kamar. "Brukk" maka terdengarlah suara barang berat jatuh
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 316
yoza collection dibelakangnya. Ia terkejut dan berpaling. Ternyata pintu besi di belakangnya telah
tertutup, yang membuat jalan keluarnya tertutup juga. Walaupun demikian, ia masih
bisa tertawa, menyeringai!
Segera anak muda itu meneliti kerangka itu. Ia mendapatkan tulang punggungnya,
ujungnya yang dekat dengan leher, dilengkapi dengan sebatang pipa besi. Ia menerka
didalam pipa itu mungkin tersembunyi suatu senjata rahasia. Pikirnya: "Asal aku rasakan
pipa ini, pasti senjata rahasianya punah. Mungkin senjata rahasia bekerja hanya satu
kali . ." Pek Kong telah mengambil keputusan tak akan mencoba keluar dari pintu besi yang
baru tertutup itu. Ia mau mengadu untung dengan bagian depan, atau disebelah depan
kamar rahasia itu. Segera ia bersiap, lantas ia menghajar kerangka itu dengan satu
tangannya! "Prakk!" kerangka itu menerima pukulan, terus pecah hancur. Menyusul itu, dari
dalam pipa itu, mengepul keluar asap yang tebal, menyiarkan bau yang memualkan
hingga orang hendak muntah muntah.
Segera setelah mencium bau sedikit, tahulah Pek Kong bahwa asap itu asap racun
Cit seng san. Pernah dia hampir mati karena racun jahat itu. Maka lantas ia menjatuhkan
diri, duduk bersila, dan terus menahan napas, guna mengerahkan tenaga dalamnya
agar bau itu bisa diusir pergi.
Kira-kira setengah jam Pek Kong menguasai dirinya, tiba-tiba, ia melihat sinar
terang dan tubuhnya terasa segar sekali.
Ketika ia menggerakkan tubuhnya, kaki dan tangannya, ia merasa tak kurang suatu
apa. Hal ini membuatnya sangat girang, hingga ia tertawa sendirinya. Tak tahu ia, asap
telah buyar sendirinya atau sudah terusir pergi. Ia lantas bangkit menghampiri sampai
dekat tempat dimana tadi kerangka manusia itu ditempatkan. Pada dinding kedapatan
dua lubang sebesar jari tangan. Ia mencoba memasuki telunjuk dan jari tengahnya
kedalam lubang itu dan menekan. Seketika juga terdengar suara gemersik, lalu dinding
besi yang rata dan licin itu mendadak terbuka sebagian, merupakan sebuah pintu kecil
cukup untuk seorang. Dengan berani Pek Kong memasuki pintu itu. Biar bagaimana, ia hendak meloloskan
diri, tidak dari belakang, mesti dari depan. Baru ia melintasi ambang pintu, mendadak
di belakangnya telah turun menggabruk sebuah pintu besi yang besar dan berat, hingga
kembali jalan bagian belakangnya tertutup pula seperti semula tadi.
"Hm," ia menggeram. Bukannya takut ia justru tertawa. Lantas ia meneliti pula
tembok didepannya itu. Dikiri dan kanan, dipojok tembok, ada masing masing empat
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 317
yoza collection lembar papan. Didepannya, pada tembok terpancang dua buah gelang besi. Pada sebuah
gelang tergantungkan sepotong papan, atau bokpay, yang membuat tulisan terdiri dari
empat huruf bunyinya : "Dari dua jalan mati ini, silahkan pilih satu diantaranya!"
"Hm!" Pek Kong kembali menggeram dingin. "Akan aku pilih dua-duanya!"
Lantas anak muda ini menarik gelang yang kiri. Menyusul itu terbukalah empat
lembar papan disebelah kiri itu. Itulah semacam papan pintu. Segera ia melihat bendabenda yang bergerak gerak logat-legot, yang kulitnya terang mengkilap, yang menyiang
bau bacin. Itulah sekumpulan besar pelbagai macam ular!
Pek Kong kaget. Lekas lekas ia menarik gelang yang kanan sambil tubuhnya
mencelat tinggi! Dengan ditariknya gelang itu maka menjeblak empat pintu papan disebelah kanan
itu, dibarengi dengan berisiknya suara air yang datang mengalir, seperti jatuhnya air
tumpah karena serbuan air itu, semua ular menjadi kalang kabutan, terbalik-balik dan
berenang kesana kemari. "Benar-benar dua-dua jalan mati!" kata Pek Kong didalam hati.
Ia tidak terserang ular dan tidak juga terbanjir air itu. Ia berdiri dengan kedua
kakinya pada gelang gelang yang barusan ia tarik itu. Apa yang ia pikirkan ialah caranya
bagaimana harus menghalau ular-ular itu. Sebelum ia memperoleh pikiran, air
sebaliknya mengalir terus, keluar dari balik pintu papan itu. Dengan lekas air sudah naik
sampai dibatas gelang! Supaya terhindar dari ancaman air, Pek Kong lompat ke langit-langit kamar itu. Tapi
itu bukanlah cara yang sempurna. Kalau sebentar air pasang terus, tentu ia akan
terendam atau kelelep. Insaf akan ancaman bahaya itu, ia menghela napas.
"Tak kusangka sesudah mempunyai kepandaian silat, aku bakal mati kelelep disini!"
pikirnya. Air mengancam terus, naik dim demi dim. Lekas juga air sudah mengenai
punggungnya. Cuma yang aneh, tak ada ular yang berani datang dekat padanya.
Sebenarnya, ular-ular itu dapat mendatanginya dan melilit tubuhnya.
Sambil berpikir terus, Pek Kong menelentangkan kepalanya, supaya air tak
memasuki hidungnya. Kalau air sudah memasuki hidung, akan celakalah ia. Beberapa lama ia dapat
menahan napas, akan melawan serbuan air itu. Ia harus bertahan detik demi detik. Satu
detik lewat satu detik ia masih berjiwa! Walaupun itu berarti lagi satu detik ia mendekati
sang maut. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 318
yoza collection Tetapi di saat Raja Akhirat hendak merampas jiwanya, air itu mendadak surut
sendirinya sedikit demi sedikit sampai dibatas gelang tadi. Dengan demikian Pek Kong
pun dapat turun menginjakkan kakinya diatas gelang itu.
"Aneh!" pikirnya. "Kenapa air surut sendirinya?"
Tengah anak muda ini keheran heranan, telinganya mendengar suara berkeletek
dari bergeraknya sesuatu. Waktu ia menoleh kearah darimana suara itu datang, ia
melihat pada dinding besi terbuka sebuah pintu. Lantas tampak satu bayangan merah!
Terperanjat dan heran ia melihat nongolnya kepala Ouw Yam Nio si Rase Berekor
Sembilan. Nona itu tampak girang ketika dia melihat si anak muda tidak kurang suatu apa.
"Terima kasih langit dan bumi." pujinya. "Mari lekas ikut aku aku menyingkir."
Pek Kong terkejut. Tak ia sangka, kembali Ouw Yam Nio yang menolongnya.
Sedangkan sebenarnya, walaupun nona itu cantik manis, pintar dan gagah, ia tidak
menyukainya. Sebab si nona adalah orang atau tongcu dari Thian Liong Pang, yang
menjadi kaum sesat dan jahat itu. Tiba-tiba hancurlah pengerahan tenaganya, tak dapat
ia berpijak lebih lama lagi digelang besi itu, maka mendadak pula jatuhlah ia dari atas
gelang itu! Ketika itu air belum surut seluruhnya.
Ouw Yam Nio kaget sekali, seketika juga ia berlompat turun kebawah, ke air, untuk
memondong tubuh si anak muda. Ia bertenaga besar, dikala ia menjejakkan kakinya,
tubuhnya mencelat naik bersama sama tubuh si anak muda yang ia pondong peluki
itu, hingga sebentar saja mereka sudah berada diatas, di tempat yang aman.
"Saudara kecil," panggilnya cepat, prihatin. "Saudara kecil apakah terkena racun?"
Pek Kong tidak pingsan. Saking terharu, air matanya lantas meleleh keluar. Ia
menggeleng-geleng kepala dan menghela napas. "Kakak," katanya, perlahan, tetapi
sungguh-sungguh. Selama hidupnya Pek Kong di jaman ini, sukar dapat aku membalas budimu yang
sangat besar.. " Nona Ouw turut mengeluarkan air mata. Ia sangat terharu. Pemuda itu bicara
dengan setulus hatinya. Tapi yang terutama membuatnya sedih ialah belum adanya
kepastian bahwa anak muda itu akan mencintainya.
Ouw Yam Nio tahu peruntungannya sangat tipis, katanya sedih. "Maka itu tidak ada
lain permintaanku, asal disaat ini kau suka memanggil kakak padaku, dengan begitu
aku akan merasa puas andaikata tubuhku mesti hancur lebur."
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 319
yoza collection Berkata begitu, nona ini menggertakkan gigi, iapun terus melepaskan rangkulannya,
membiarkan si anak muda berdiri.
Tapi ia terus berkata pula: "Saudara kecil, bahaya masih mengancam terus dari
empat penjuru! Mari kau ikuti aku untuk meloloskan diri!"
"Terima kasih kakak," berkata si anak muda, yang terus mengintai dibelakang si
nona manis. Ia merasa jalanan mendaki. Si nona berjalan seperti lari. Ia terus mengikuti.
Beberapa pengkolan telah dilalui, baru mereka keluar dari tempat didalam tanah itu
muncul di permukaan gunung.
"Pergilah kau cari Cit Seng Bong untuk berurusan sendiri dengannya." katanya. "Akan
aku tunggu kau disebelah depan sana."


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nona ini percaya si anak muda dapat mengalahkan Koh Piauw, maka tak suka ia
turut bersama, lapun malu dan kuatir tongcu itu nanti menyangka ia yang sudah
menolong pemuda itu. Sedapat-dapatnya ia masih hendak menyimpan rahasia sepak
terjangnya itu. Tapi dengan demikian ia sudah berkhianat terhadap partai, atau
kaumnya. Pek Kong mengangguk. Ia memang mendongkol sekali terhadap Koh Piauw. Hampir
ia mati didalam air karena jebakannya Cit Seng Bong. Ia lari keras menuju ruang Hek
Bong Tong, tapi ketika ia tiba dipendopo itu, ia tidak melihat seorang jua.
"Setan alas!" gumamnya. Dengan sengit ia menghajar kekiri dan kanan, membikin
kursi meja sungsang sumbal, membuat ruang itu kacau balau dan rusak segalanya.
"Ah, kemanakah perginya Ho Tong?" pikirnya tiba-tiba, setelah ia ingat kawannya
itu. Tadi selagi ia dijebak, kawan itu sudah tiba.
Oleh karena markas kosong, Pek Kong lari turun. Diundakan tangga dan lantai, ia
melihat darah berceceran tetapi tak ada korban seorangpun, tak ada mayat. "Heran,"
pikirnya, matanya melihat keliling.
"Mari turut aku!" sekonyong konyong ia mendengar seruan dibelakangnya selagi ia
mengawasi sekalian arah. Ia melihat sesesosok tubuh, warnanya merah, yang segera
lenyap disebuah tikungan.
Tapi Pek Kong sudah dapat mengenali itulah bayangan Ouw Yam Nio, maka segera
ia lari menyusul! Tak sukar baginya menyusul nona itu sebab ilmu ringan tubuhnya
mahir luar biasa. Yam Nio tertawa dan berkata: "Sungguh diluar dugaanku! Belum satu tahun kau
telah mempunyai kepandaian mengagumkan!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 320
yoza collection Pek Kong ingat Ho Tong. Tak mau ia mendengar si nona bicara panjang lebar. Maka
ia memotong. "Kakak!" katanya, "tahukah kau dimana Ho Tong?"
Nona Ouw tertawa. "Ah" katanya. "Kalau kau menanti sampai kau memikirkannya,
pasti dia telah ditawan orang.
Pek Kong terkejut berbareng sedikit lega.
"Apakah kakak telah menolongnya?" tanyanya.
Yam Nio sangat girang, hatinya terasa manis sekali. Pemuda itu senantiasa
memanggilnya kakak. Itulah panggilan yang ia sangat inginkan. Sedap rasanya
mendengar panggilan itu. Kembali ia tertawa. Ia memang cantik, katanyapun merdu.
"Selagi aku meninggalkan markas, aku menyaksikan ia sedang bertempur hebat
sekali," sahutnya. "Aku lantas lari menghampirinya. Dengan satu seruan, aku menyuruh
pertempuran dihentikan. Pihak Hek Bong Tong mentaati perintahku itu. Ia sebaliknya.
Bahkan ia maju kepadaku untuk menyerang. Aku tahu ia dungu, lantas aku akali dia.
Kukatakan bahwa kau sudah turun gunung dibagian belakang. Ia berkata hendak
menyusulmu, lantas ia kabur bersama kudanya. Maka itu sekarang ini tentunya ia sudah
berada jauh tiga atau empat puluh lie!"
Pek Kong puas mendengar keterangan si nona yang cerdik itu. Ia hanya lantas
memikirkan kemana, atau dimana sahabatnya itu. Lantas keduanya berlari, lari pula
sambil berendeng. Si nona berlari tetapi si pemuda mengimbanginya, supaya ia tidak
ketinggalan atau tidak mendahuluinya.
Ditengah jalan, Pek Kong ingat Khong Hu hoat si penegak hukum, yang menjadi soal
sulit itu, ia tidak mengerti duduknya hal. Maka ia minta si nona memberi keterangan.
Ouw Yam Nio sudah memandang sepenuhnya Pek Kong sebagai pacarnya, atau
sebagai saudaranya yang muda, maka itu, tidak ada yang dia tidak utarakan dengan
sebenarbenarnya. "Romannya Khong Hu-hoat itu benar seperti yang kau lukiskan," ia memberi
keterangan. "Dia menjadi penegak hukum. Dalam hal akal muslihat, dia jauh lebih
menang dari pada aku. Dia pula sangat pandai menyamar dan penyamarannya itu
sangat sempurna, hingga sukar untuk dibedakan dari yang tulen. Dua kali kau tanyakan
padaku tentang dia. Apakah kau mempunyai urusan penting dengannya " Coba berikan
keterangan padaku. Dapatkah?"
Cepat sekali perubahan sikapnya Pek Kong terhadap nona disampingnya itu. Kalau
tadinya ia merasa jemu, sekarang menjadi sangat suka bergaul dengannya. Ini
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 321
yoza collection disebabkan si nona sangat baik dan manis budi dan berulang kali telah menolongnya
dari ancaman maut. Karena itu ia lantas memberi keterangan bahwa kedatangannya
bersama Ho Tong ini guna mencari dan menolong Nona Siauw Couw Kun yang telah
diculik seorang yang tak dikenal, bahkan ia sendiri belum pernah melihat penculik itu.
Ouw Yam Nio terkejut mendengar keterangan itu. Tapi ia lantas berkata. "Saudara
kecil, kakak tidak ingin mendustai kau! Khong Hu hoat si penegak hukum itu bernama
Liang. Dia cerdas dan gagah melebihi para tongcu. Satu hal harus diketahui, dia jarang
sekali meninggalkan markas. Dia keluar kalau sangat perlu. Pusat Thian Liong Pang
berada jauh digunung Ku San. Mana mungkin Khong Liang datang ketempat kecil
seperti Sip hong tin" Tak mungkin dia menculik anaknya Siauw Seng Houw! Diapun
menjadi hu hoat, mustahil dia menculik anak gadis orang" Itu perbuatan yang
menurunkan derajatnya! Tapi, seandainya benar dia yang menculik Nona Siauw, biarpun
bakal bentrok dengannya, aku akan pergi padanya guna meminta kembali nona itu!"
Sungguh hebat sang asmara! Sahabat bisa menjadi musuh karenanya!
Pek Kong masgul mendengar hal ikhwal Khong Liang itu. Khong Liang jarang keluar
dari markasnya, dia juga harus memegang derajatnya, memang tak mungkin dia yang
menculik Couw Kun. Dilain pihak, Couw Kun bisa berdiam dirumah. Kapan Khong Liang
melihat dia" Tetapi, si penculik mirip Khong Liang! Siapakah penculik itu"
Maka pusinglah kepala anak muda ini. Sia-sia saja ia memikirkannya.
Keduanya berjalan terus, sama sama mereka berdiam. Tapi didalam hati, samasama mereka memikirkan sesuatu.
"Ah!" tiba tiba Ouw Yam Nio berseru tertahan. "Kecuali . ."
Pek Kong terkejut. "Kecuali apakah, kakak?" tanyanya segera.
"Sabar, saudara kecil," jawab si nona. Dia berlaku tenang. "Kalau toh benar Khong
Liang sendiri menjadi penculiknya Nona Couw Kun, itu mesti ada sebabnya, umpamanya
diantara dia dan Keluarga Siauw ada permusuhan yang besar hingga dia ingin
memusnahkan keluarga musuhnya itu . ."
Kaget si anak muda mendengar perkataan itu.
"Jikalau begitu, kakak, pasti habis sudah jiwanya Couw Kun.. " katanya berduka.
"Kalau benar si nona terjatuh kedalam tangannya Khong Liang, mestinya dia
membinasakannya ditempat," kata Yam Nio. "Tapi kita harus memikir sebaliknya juga.
Sekarang Couw Kun diculik, artinya ia dibawa lari, dari sini dilihat bahwa dia bukanlah
orang yang dikehendaki Khong Liang. Atau kalau toh Couw Kun diculik olehnya, mungkin
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 322
yoza collection dia mempunyai maksud lain, yaitu ingin mengorek sesuatu keterangan dari mulut nona
itu.. ." Setelah berkata demikian, si nona nampaknya lesu, dengan roman duka ia melirik
si anak muda. Pek Kong berpikir. Lantas ia menerka, kalau prasangka Yam Nio benar, maka orang
yang dicari, atau diarah Khong Liang itu mestinya ia sendiri. Menduga demikian, ia
menjadi mendongkol. "Jikalau benar Khong Liang berbuat demikian, sekarang juga aku
akan pergi kegunung Kun San," katanya nyaring. "Akan aku rampas kembali adik Couw
Kun. Apa yang dia bisa perbuat atas diriku?" Nona Ouw menggoyang-goyangkan tangan.
"Tak dapat kau bersikap keras demikian, saudara kecil," bujuknya. "Khong Liang itu
sangat banyak akalnya dan licik sekali, tidak dapat kau lawan dia dengan kekerasan !
Di samping itu markas Thian Liong Pang berbahaya sekali sebab disana terdapat
banyak perangkap. Tak dapat orang datang kesana secara sembrono. Sebaiknya akulah
yang pergi terlebih dahulu membuat penyelidikan. Andaikata Couw Kun benar diculik
Khong Liang, akan kutolong dia secara diam-diam. Seandainya dengan jalan halus aku
tak berhasil nanti aku serbu dia sampai kami mati bersama. Terhadap Khong Liang
sendiri, bersedia aku mati bersama. Dengan aku berbuat begitu, saudara kecil, kau akan
menjadi tidak kurang suatu apa . ."
Pek Kong bersyukur. Kata-kata nona itu menandakan orang sangat baik
terhadapnya. Hebat Yam Nio mau menukar jiwanya dengan jiwa Couw Kun! Saking
terharu, ia sampai tak dapat mengatakan apa-apa. Sekian lama ia berdiam, matanya
mengawasi si nona. "Kakak.. ." katanya kemudian sehabis menghela napas, "jangan kau
bertindak secara demikian. Jikalau rahasiamu terbuka, ia sangat berbahaya, kau bisa
membuang jiwa dengan sia-sia, secara kecewa. Itu suatu pengorbanan hebat kakak.. ."
Nona Ouw terharu sekali. Semenjak ia keluar dari rumah perguruan, belum pernah
ada orang yang memikirkan atau mengkhawatirkan keselamatan jiwanya seperti yang
diperlihatkan Pek Kong ini. Jadi Pek Kong benar-benar seorang yang sangat baik
hatinya. "Tidak, saudara kecil, tidak ada yang aku takutkan!" kata pula ia. "Buat bicara secara
terus terang, kalau toh aku bentrok dengan Thian Liong Pang, cuma aku sendiri yang
kebentrok! Jiwaku cuma satu, bukan" Apakah artinya satu jiwa" Kenapa aku mesti
takut?" "Sabar kakak," berkata pula Pek Kong. Sebenarnya tak tahu ia harus mengatakan
apa. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 323
yoza collection "Kakak harus berhati-hati. Kakak belum bentrok dengan Thian Liong Pang sudah
selayaknya kakak akur-akur saja dengan mereka itu."
"Hm!" si nona memperdengarkan suara dingin. "Saudara kecil, apakah kau sangka
Thian Liong Pang memperlakukan aku dengan baik" Kalau begitu, kau keliru! Mula-mula
akupun menerka atau beranggapan seperti kau ini tapi kemudian aku dapat melihat
jelas, mereka semua itu adalah orang-orang palsu! Mereka saling menipu satu sama
lain. Hampir tak ada yang jujur diantara mereka! Jikalau aku tidak bisa membawa diri
baik-baik, siang-siang aku sudah celaka, jiwaku akan melayang."
Heran Pek Kong mendengar keterangan itu. "Benarkah mereka hendak
mencelakakan kau, kakak?" ia bertanya. "Kenapakah?"
"Sejak hilangnya buah cu tengcui, Hwee-Ceng Pa Beng Ciong menyangka aku yang
mencuri makan," Ouw Yam Nio memberikan keterangannya. "Bahkan dia menuduh !
Orang tidak mau mengadakan pemeriksaan atau penyelidikan. Terang mereka percaya
tuduhan itu. Baru paling belakang ini Cit Seng Bong dan Pek Ngo Houw mengatakan
bahwa buah itu telah dicuri orang lain. Setelah itu timbul pula soal hilangnya
pekbweeko." "Bukankah tiga biji buah itu telah didapatkan Thian Lay Mo lie?"
"Hm!" Ouw Yam Nio tertawa tawar. Tapi mendadak parasnya menjadi suram. Dengan
agak kesusu dia berkata: "Kau tolong aku menghadang orang itu." Berkata begitu terus
ia mengangkat kaki. Pek Kong heran bukan kepalang. Tapi segera ia berpaling kearah
yang ditunjuk si nona. Di sana, masih cukup jauh, tampak mendatang seorang wanita
tua yang pakaiannya putih, rambatnya sudah beruban. Dia berjalan sambil membawa
sebatang tongkat panjang. Nampaknya dia berjalan biasa tetapi jalannya itu sangat
cepat, sebentar saja dia sudah sampai didepannya anak muda kita.
Lekas-lekas Pek Kong maju dua langkah menyambut sambil memberi hormat
dengan menjura. "Nenek mau pergi kemana?" sapanya hormat juga.
Walaupun dia menyambut dengan hormat, sebenarnya Pek Kong tidak kenal
nyonya tua itu. Ia bersikap demikian semata-mata untuk mengambil tempo, guna
menolong Ouw Yam Nio agar nona itu sempat mabur jauh. Ia bersikap dan berbicara
hormat sebenarnya itu kurang tepat. Sebabnya ia tak kenal si nenek.
Nenek itu tertawa. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 324
yoza collection "Akulah Bwee Hong Soat Lie!" katanya nyaring. "Seumurku, belum pernah aku
menemui orang yang berani menanyakan kemana aku hendak pergi! Tapi kau, bocah,
nyalimu besar!" Pek Kong melengak. Diluar sangkaannya si nenek adalah Bwee Hong Soat Lie,
gurunya Honghu Pek Hee. Tapi cuma sedetik ia melengak, lekas-lekas ia memberi
hormat pula dengan menjura dalam.
"Maaf, loocianpwee, dengan sesungguhnya aku yang muda tak kenal loocianpwee.. "
katanya halus. Nenek itu mengawasi. Orang bersikap hormat, gerak-geriknya sopan santun, tidak
ada alasan baginya untuk bergusar.
"Siapa kau?" ia bertanya. "Kau she apa dan nama siapa " Kenapa kau menanyakan
aku hendak pergi kemana" Bicaralah terus terang, tidak bakal aku mengganggumu!"
Ditanya demikian rupa, kembali si anak muda melengak. Tapi ia sadar. Lagi lagi,
dengan lekas ia memberi hormat, "Aku yang muda bernama Pek Kong," sahutnya
hormat. "Aku.. ."
Sulit buat Pek Kong segera memberikan jawabannya. Ia mau melindungi Ouw Yam
Nio, sengaja ia menghadang siorang tua, walaupun ia tidak bermaksud jahat, ia toh
bersalah juga, perbuatannya itu kurang tepat.
Sinyonya tua heran mendengar disebutnya nama Pek Kong. Dia mengawasi tajam.
"Apakah kau kenal Honghu Pek Hee?" tanyanya.
Ditanya begitu, lega juga hatinya Pek Kong pertanyaan itu merupakan satu soal lain.
Lekas-lekas ia memberikan jawabannya. "Aku yang muda kenal kakak Pek Hee,"
sahutnya. "Pernah beberapa kali kami bertemu satu dengan lain. Bahkan kakak Pek Hee
pernah memberitahukan padaku bahwa loocianpwee adalah gurunya." Mendengar
demikian parasnya si orang tua mendadak muram.
"Oh, bocah yang baik!" serunya. "Kiranya kau Pek Kong! Aku justru mau mencari kau
guna membuat perhitungan," tapi, belum lagi ia bicara lebih jauh, atau melakukan
sesuatu tindakan, rupanya ia ingat suatu hal. Maka ia bertanya. "Barusan wanita
berpakaian merah itu, bukankah dia si budak hina dina" Lekas bilang?"
Kembali si anak muda melengak. Berbareng dengan itu timbul juga rasa tak
senangnya. Ia belum kenal si orang tua hanya baru didetik ini! Ada perhitungan apakah
diantara mereka berdua" Tetapi orang itu merupakan gurunya Honghu Pek Hee, tidak
mau ia berlaku kurang ajar. Pek Hee telah melepas budi terhadapnya. Maka ia berlaku
sabar sebisanya. Untuk kesekian kalinya, ia memberi hormat lagi.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 325
yoza collection "Ada urusan apakah loocianpwee mencari aku yang muda?" sahutnya hormat,
suaranya halus. "Petunjuk apakah itu" Tolong loocianpwee memberitahukan dahulu . "
Tanpa menanti si nenek menjawabnya, lekas-lekas ia menambahkan: "Tadi memang
ada seorang wanita muda berpakaian serba merah di sini. Apakah dia itu yang
loocianpwee tanyakan atau ada lain orang lagi?"
Tak mau Pek Kong bicara sembarangan. Tadi ia melihat Yam Nio agak jeri terhadap
wanita tua ini. Bwee Hong Soat Lie menatap tajam kepada si anak muda. Matanya bercahaya
sangat bengis. Wajahnya pun lantas berubah menjadi suram pula.
"Kau bocah nakal!" bentaknya. "Kau tahu maksudku tetapi kau berpura-pura
menanyakannya! Kau berlagak pilon, ya" Baiklah, karena kau berani menghina si Hee
muridku itu, kau juga tentu memandang rendah padaku si nenek-nenek ! Mari, hendak
aku coba berapa lihay sudah kepandaianmu!"
Pek Kong heran dan terkejut. Ia berpikir keras. Ia salah apakah" Tapi lekas juga ia
ingat bahwa hari-hari belakangan ini nampaknya Honghu Pek Hee jemu, atau tak
menyenangi padanya! Adakah urusan itu sebab musabab dari kegusarannya wanita
tua ini" Kalau benar, kenapa Honghu Pek Hee menjadi tidak senang terhadapnya"
Seingatnya tak pernah ia melakukan sesuatu yang tak selayaknya terhadap nona itu . .
"Harap sabar, loocianpwee," katanya cepat-cepat. "Aku mohon janganlah locianpwee
bergusar dahulu! Dengan sesungguhnya aku tak tahu duduknya perkara. Kalau
loocianpwee mengatakan aku menghina kakak Pek Hee, dalam hal apakah itu" Malah
sebenarnya kakak Pek Hee adalah nona yang telah menolongi jiwaku, terhadapnya aku
berhutang budi. Mana berani aku yang muda membalas kebaikan dengan kejahatan" . ."
Alisnya si nenek menegak berdiri. Ketika berkata pula, suaranya agak sabar.
"Nah, siapakah wanita berpakaian serba merah tadi itu?" tanyanya.
Sebenarnya tak ingin Pek Kong menjawab pertanyaan itu, tetapi karena Ouw Yam
Nio sudah pergi jauh, ia terpaksa menjawab. "Dialah Kiu Bwee Ho Ouw Yam Nio, tongcu
dari bagian Leng Ho Tan dari Thian Liong Pang," demikian sahutnya.
Parasnya Bwee Hong Soat Lie menjadi berubah dengan tiba-tiba, dari tenang
menjadi merah padam, bahkan tanpa mengatakan apa-apa lagi ia menghajar kepala
anak muda itu dengan tongkat panjangnya.
Pek Kong kaget bukan main. Itulah diluar sangkanya. Syukur ia bermata tajam dan
gesit, mudah saja ia berkelit. Hanya, baru bebas dari kemplangan itu, telah datang
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 326
yoza collection serangan lainnya, hingga ia menjadi gugup. Ia berkelit kesisi sampai tubuhnya limbung
beberapa langkah, baru ia dapat berdiri dengan tetap.
"Ah! . ," seru si nenek, heran. Atau mendadak tongkatnya sudah melayang pula! Satu
samberan dari samping sebagai satu sapuan!
AMPAKNYA, walaupun biasa saja, sebenarnya serangan itu menggunakan
tipu silat "Heng Siauw Cian Kun," atau "Dengan Melintang menyapu Seribu
Serdadu." Kalau jurus itu dijalankan oleh orang yang bukan ahli, itu tidak
terlalu berbahaya, tetapi sekarang yang menyerangnya seorang jago tua, hebatnya
bukan buatan. Maka Pek Kongpun lagi-lagi kaget sekali. Belum apa-apa anginnya
tongkat telah mendahului tiba.
"Benar hebat nenek ini.. ." pikir Pek Kong, yang dilain pihak sudah berlaku sangat
sebat dan gesit. Dengan kelincahannya dapat ia menyelamatkan diri dari hajaran maut
itu. Ia bersiul nyaring, kakinya menjejak tanah, tubuhnya lantas melayang naik untuk
ditengah udara terus berjumpalitan, hingga ia turun dilain tempat, sejauh dua tombak


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih. Dengan segera ia menanya: "Loocianpwee, mengapa tanpa sebab loocianpwee
menyerang aku yang muda" Tarohlah aku bersalah, bukankah tepat untuk loocianpwee
lebih dahulu menjelaskannya dan kemudian baru turun tangan menghajarku"
Mungkinkah loocianpwee hendak membunuh orang secara sembrono?"
Bwee Hong Soat Lie sementara itu berdiri melongo. Tak ia sangka seorang anak
umur belasan tahun sudah sedemikian liehay ilmu ringan tubuhnya, dengan mudah
saja dia dapat menyingkir dari serangannya, bahkan menyingkirnya secara luar biasa
pula. Ia sudah berpengalaman seratus tahun tetapi belum pernah ia menemui orang
seliehay anak muda ini. Lebih mengherankan lagi, ia tidak dapat menerka ilmu ringan
tubuh, atau loncat tinggi itu, dari partai mana!
Hanya sebentar, timbul pula kemarahan wanita tua ini. Pertama-tama, karena ia
mendongkol disebabkan dua kali kegagalan serangannya itu. Kedua, ia tidak puas sebab
si anak muda, walaupun bicaranya halus nadanya, menegur padanya.
"Hai, bocah cilik," bentaknya. "Pantas kau jadi berkepala besar, didepan matamu kau
anggap tidak ada lain orang, kiranya kau benar-benar lihay! Tapi apakah kau sangka
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 327
yoza collection dengan kepandaianmu ini dapat kau memandang rendah kepadaku si wanita tua"
Kepandaianmu masih jauh kurang!"
Setelah berkata begitu, si nenek menancapkan tongkatnya ditanah, lalu ia
melangkah maju, selangkah dengan selangkah, perlahan-lahan.
Hati Pek Kong menjadi panas juga. Dahulu pernah ia mengalami kejadian seperti ini
ketika Liu Kun San menegurnya. Sekarang nenek ini jauh lebih takabur dari pada jago
tua she Liu itu. Tapi ia masih ingat pada Honghu Pek Hee, dapat ia mengekang dirinya.
Maka dengan sabar ia berkata: "Loocianpwee, ilmu silat loocianpwee lihay luar biasa,
loocianpwee juga sangat kenamaan didalam dunia Rimba Persilatan, karenanya
andaikan aku bernyali besar setinggi langit, tidak nanti aku berani berlaku kurang ajar
terhadap loocianpwee. Hanyalah, sungguh aku tidak mengerti, apakah yang
menyebabkan kemurkaan loocianpwee ini" Sudikah loocianpwee memberi penjelasan
kepadaku" Jikalau benar aku bersalah, tak usah loocianpwee sampai turun tangan aku
sendiri yang akan menghajar kepalaku hingga berantakan. Dengan cara demikian akan
aku tebus dosaku!" Walaupun si anak muda bicara beralasan ia masih tak dapat diterima si wanita tua
itu. Ini bukan karena si tua tidak dapat berpikir, melainkan ia sedang dipengaruhi hawa
amarahnya yang hebat. Nenek itu mendengarnya, justeru sebagai penghinaan! "Jangan
banyak mulut!" teriaknya.
"Kau sendiri yang berbuat, bukan kau periksa dirimu dan memperbaikinya, kau
justeru menanya lain orang! Kau menegur aku! Mana ada itu aturan" Kau kurang ajar."
"Tetapi, loocianpwee!" berseru Pek Kong. Ia penasaran, dan juga bingung. Ia sungguh
tidak mengerti. "Loocianpwee, apakah salahku " Kau tidak.. ."
"Orang bernyali besar!" si nenek memotong. "Kau berani mengucapkan kata-katamu
ini kepadaku si orang tua.. . . . . ?" Kata-kata itu ditutup dengan hajaran tangan yang
dahsyat sekali. Hebat serangan itu. Apa lagi dilakukannya dari jarak sangat dekat. Tak sempat Pek
Kong berkelit, maka itu guna membela diri, dengan wajar saja ia mengangkat sebelah
tangannya untuk menangkis. Maka beradulah kedua tangan, hingga suaranya terdengar
keras sekali! Bagi penyerang dan pihak yang diserang, akibatnya hebat juga. Bwee Hong Soat Lie
lihay luar biasa, dia toh mental mundur tiga langkah, hingga saking herannya, mukanya
pucat dan tubuhnya berdiri tegak mengawasi si anak muda.
Si anak muda sebaliknya terpental mundur sampai tiga tombak. Ketika kakinya
menginjak tanah, tubuhnya masih terhuyung-huyung beberapa langkah.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 328
yoza collection Bwee Hong Soat Lie kaget setelah dia sadar. Dia menduga si anak muda mesti
terluka parah, maka mau dia berlompat maju akan menolongnya. Tetapi kembali ia
menjadi tertegun! Begitu dapat berdiri tegak kembali, Pek Kong segera lompat maju, untuk berdiri di
hadapan si nyonya tua! Setelah bengong mengawasi, mukanya si nenek menjadi suram pula. Dia
membentak bengis. "Pernah apakah kau dengan Leng In Ie-su" Apakah dia masih
hidup?" Pek Kong maju hendak menegur si nenek. Biar bagaimana, ia mendongkol juga.
Kalau ia tidak lihay, pastilah ia sudah rebah sebagai mayat. Tapi justeru ia mau
membuka mulut, orang telah mendahuluinya dan bahkan menanyakan tentang Leng In
Ie su. "Loocianpwee," sahutnya, menahan sabar, "orang yang loocianpwee tanyakan itu tak
kukenal! Ada hubungan apakah antara dia dan aku yang muda?"
Kembali anak muda ini menggunakan kata-kata aku yang muda boanpwee.
Si nyonya tua tertawa dingin. "Ah, kembali kau hendak mendustai aku!" katanya,
tawar. "Tadi kau tokh menggunakan tipu silat Koh Gan Hoan In, Belibis Tunggal
berjumpalitan di tengah awan setelah terpelanting kau berlompat memperbaiki dirimu!
Dan selagi aku menghajarmu dengan tongkat, kau menggunakan jurus Leng Ho Keng
Khong burung jenjang sakti berputaran di Udara hingga kau selamat dari ujung
tongkatku! Beranikah kau mengatakan kedua jurus tipu silat itu bukannya ajarannya
Leng In le su" Asal kau menyebut dimana siluman tua itu sekarang ini, suka aku
membebaskan kau dari dosamu sudah menghina anak Hee serta barusan kau
melindungi wanita berbaju merah itu! Dosa itu kau boleh timpakan kepada batok
kepalanya gurunya itu."
Kau harus membiarkan aku mencari dia supaya dapat aku membereskan
perhitungan lama dengannya! Jikalau kau tetap membangkang. Awas, jangan harap kau
dapat lolos dari tanganku!"
Mendengar suara garang dan takabur dari nenek itu, mau atau tidak Pek Kong
menjadi tertawa. Tak disangkanya seorang jago kawakan sebagai si nenek dapat bicara
demikian keras. Bahkan ia lemparkan tuduhan yang berupa fitnah. Tapi ia tertawa
sebentar saja, lekas lekas ia menutup mulutnya.
"Loocianpwee, harap loocianpwee jangan salah mengerti," katanya sabar, memberi
penjelasan. "Kepandaian yang aku miliki ini, adalah kepandaian istimewa yang
kuperolehnya secara luar biasa. Aku yang muda tidak kenal banyak jurus, umpama itu
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 329
yoza collection Koh Gan Hoan In dan Leng Ho Keng Khong! Mengenai Leng In Ie-su yang loocianpwee
tanyakan itu, bukan saja dia bukanlah guruku, bahkan aku yang muda tak mengenalnya.
Atau bahkan mungkin juga dia barangkali adalah musuhku.. . . . . Karena itu, sesungguhnya
sulit aku yang muda menunjukkan dimana dia berada sekarang ini. Sekarang kita bicara
tentang murid loocianpwee itu! Kata loocianpwee aku yang muda telah menghinanya!
Kejadian apakah itu " Aku yang rendah benar-benar tidak mengetahuinya! Dan
mengenai Ouw Yam Nio, kalau loocianpwee mempunyai persoalan dengan dia, mana
aku yang muda bisa tahu?"
Mendengar kata-kata si anak muda, Bwee Hong Soat Lie lama menjadi makin gusar.
"Tutup mulut." bentaknya, bengis luar biasa. "Kau berani melawan aku bicara, kau
benar-benar kurang ajar. Kau lihat, jikalau aku tidak hajar padamu, kau tentu tetap tak
sudi membuka mulutmu."
Pek Kong terus menyabarkan diri. Tetap ia tak dapat melupakan Honghu Pek Hee.
lapun insaf bahwa didalam hal ini mesti telah terjadi salah mengerti.
"Loocianpwee," katanya sabar, "aku yang muda supaya dapat kesempatan untuk
berbicara dengan jelas."
Tak mudah untuk menyabarkan wanita tua itu. Kalau dia ingat Leng In le-su, hatinya
menjadi panas sekali. Dimasa yang lalu Leng In le su dengan mengajak empat orang
jago yang disebut Su Tay Sai Seng Empat Binatang Jahat telah mengepungnya di Bong
Hun Kok, lembah Roh Termusnah. Dalam pertempuran itu ia terhajar hingga mendapat
luka dalam. Syukur ketika itu tiba Liauw Khong Hweeshio bersama Leng Toojin, maka
ia lantas mendapat pertolongan. Kalau tidak, pasti ia akan terbinasakan oleh lawan.
Sekarang ia menerka Pek Kong menjadi muridnya Leng In le su, maka ia berkeras
kepala, lebih-lebih sebab anak muda ini menyangkal tuduhannya itu. la menganggap:
"Kalau ada gurunya, mesti ada muridnya! Maka itu, pemuda ini mesti sama dengan
gurunya itu. Karena murkanya, membentak pula: "Siapa sudi mendengarkan ocehanmu!
Nah, lekas siaplah kau menerima kebinasaanmu!"
Pek Kong bingung sekali. "Jangan terlalu mendesak, loocianpwee!" katanya nyaring,
saking terpaksa. Sia-sia saja, kata-kata itu malah menambah kemurkaannya si nenek,
seperti api disiram minyak.
Wajahnya wanita tua itu menjadi dingin dan seram.
"Bagaimana kalau aku terlalu mendesakmu?" teriaknya. "Biarlah hari ini orang tuduh
aku si tua menindih si muda, si besar melayani si kecil! Tak dapat tidak, bocah, aku
mesti binasakan kau! !"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 330
yoza collection Pek Kong semakin bingung. Dia bukan takut, tetapi dia ragu-ragu melawan gurunya
Honghu Pek Hee itu. Tepat selagi Bwee Hong Soat Lie mengancam itu, ditengah udara terdengar
suaranya burung rajawali. Dia heran, mau atau tidak, dia mengangkat kepalanya melihat
keatas. Maka dia melihat burung raksasa itu, yang terbang turun dengan cepat. Hampir
dia tiba di tanah dan punggungnya sudah lompat turun dua nona yang berpakaian
serba merah, keduanya turun tepat disisinya Pek Kong.
Bukan main girangnya si anak muda ketika ia mengenali Bwee cu ciu Jie Lie, kedua
nona dari Bwee-cu ciu. Ia girang berbareng heran.
Pui Hui mengawasi si anak muda, terus ia menghadap si nyonya tua.
"Mohon tanya, loojinkee, terhadap siapakah engkau bergusar" tanyanya. Ia
memanggil "loo jin kee," orang tua yang dihormati kepada nyonya itu.
Bwee Hong Soat Lie mengawasi kedua nona itu, nampaknya tegas dia heran,
didalam hatinya, dia kata: "Aneh sekali! Kenapa hari ini aku menemukan segala
keanehan ini" Bukankah mereka menjadi makhluk-makhluk cilik yang usilan" Agaknya
mereka juga memiliki kepandaian tinggi.. "
Nenek ini paling tak suka orang usil urusannya, maka itu, bukannya ia menjawab si
nona, ia justeru balik menanya keras: "Siapakah kau" Bagaimana kau berani
mencampuri urusanku si orang tua?"
Pui Hui melengak. Tak disangkanya orang demikian sengitnya. Kawannyapun heran.
Tapi ia tidak mudah gusar. Ia menyangka mungkin Pek Kong sudah melakukan sesuatu
kekeliruan. Lekas lekas ia memberi hormat sambil menjura.
"Maaf loojinkee," katanya, tetap hormat.
"Aku yang muda bernama Pui Hui dan aku dengan pemuda ini, Pek Kong, bersahabat
satu dengan lain. Kalau sahabatku ini telah berbuat keliru terhadap loojinkee, dengan
memandang kepada usianya yang masih muda sekali, sudi kiranya loocianpwee
memaafkannya.. ." Bwee Hong Soat Lie mengawasi nona itu. Tiba-tiba ia ingat kata-katanya Honghu
Pek Hee. Lantas ia tanya: "Kenalkah kau pada Honghu Pek Hee?"
Girang Pui Hui mendengar pertanyaan itu. Wanita tua ini mestinya mempunyai
hubungan erat dengan Nona Honghu. Kalau benar, urusan mudah dibereskan. Lekaslekas sembari tertawa, ia memberikan jawabannya.
"Kakak Honghu bersahabat erat sekali dengan aku yang muda," demikian sahutnya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 331
yoza collection "Kalau tidak salah, pastilah loojinkee Bwee Hong Soat Lie adanya.. ."
Pui Hui girang, ia memperoleh harapan, siapa tahu terkaannya itu menjadi
kebalikannya. Mendengar jawabannya itu si wanita tua justeru menjadi sangat gusar.
"Kau bilang kau sahabat karibnya anak Hee!" katanya, bengis. "Kalau begitu, kenapa
kau tidak mengenal persahabatan" Kenapa kau justeru hendak merampas pacarnya"
Karena kau telah menghina anak Hee, cara bagaimana kau masih berani memandang
hormat padaku?" Nona Pui Hui melengak, mukanyapun menjadi merah. Dia heran dan malu hingga
dia menjadi sangat likat. Tuduhan itu hebat untuknya. Itu suatu fitnah. Pikirnya: "Tidak
kusangka pikirannya Pek Hee cupat sekali! Rupa-rupanya dia gagal mencari Pek Kong,
lantas dengan seenaknya saja dia menyangka dan menuduh aku! Lucu juga hal begini
dia tidak malu membicarakan dengan gurunya ! Bahkan guru ini pun aneh, dia berani
bicara begitu dihadapan Pek Kong. Kenapa dia demikian sembrono?"
Tiba-tiba timbullah amarahnya nona ini. Maka ia berkata keras. "Orang tua, jangan
kau mengumbar adat usia tuamu. Kenapa kau bicara sembarangan saja" Jikalau aku
tidak pandang usiamu yang tinggi, aku pasti tidak mau menyudahi perbuatanmu ini."
Tapi Bwee Hong Soat Lie tertawa bergelak-gelak.
"Aku si tua sudah berusia seratus tahun lebih." katanya nyaring, "tetapi baru hari ini
aku menemukan orang yang berani mengatakan aku bicara serampangan saja. Bagus.
Sekarang hendak aku lihat, dengan cara bagaimana kau hendak menentang
perbuatanku ini." Nyonya tua itu bukan cuma berkata, diapun sudah lantas melancarkan serangan
secara hebat sekali. Pui Hui tidak mau melawan keras dengan keras. Dia tahu benar-benar nyonya tua
itu seimbang liehaynya dengan neneknya, Pee Bie Looloo. Dengan kelincahan luar biasa,
ia berkelit sejauh satu tombak. Dengan demikian, pikirnya, jangankan pukulan, anginnya
pukulan itu pun tak akan sampai kepadanya.
Tapi terkaan itu keliru. Bwee Hong Soat Lie liehay luar biasa. Saking cepatnya serangannya itu, si nona
tersambar juga anginnya pukulan, maka tubuhnya tertolak hingga terhuyung dan
dirasakan seperti beku! Tak dapat dia bertahan, setelah beberapa langkah, dia roboh
terduduk! Pendekar Yang Berbudi - Halaman 332
yoza collection Nyonya tua itu sedang gusar, walaupun dia telah melihat si nona sudah roboh, dia
masih belum mau berhenti sampai disitu. Dia maju menghampiri sambil menyerang
lagi. Tidak ada kesempatan buat Pui Hui untuk berkelit. Dilihatnya orang itu menyerang,
ia lantas memejamkan matanya, siap menerima kematiannya. Buat membuka mulut
saja untuk mencegah, ia sudah tidak sempat, Kat In Tong juga kaget tetapi dia tidak
berdaya, hingga dia menjadi sangat bingung.
Segera terdengar suara yang keras sekali.
Pui Hui yang telah menerima nasib terkejut. Karena ia tidak kurang suatu apa. Ia
membuka matanya, ia lantas melihat suatu pemandangan yang membuatnya sangat
kaget. Ia menyaksikan tubuhnya Pek Kong terpental tinggi keudara.
Menyusul terpentalnya Pek Kong itu, Kat In Tong menjerit, tetapi karena dia tidak
menjerit itu dia berlompat jauh akan menghampiri si anak muda, niatnya untuk
menolong, sedikitnya guna menyangga tubuh anak muda itu.
Bwee Hong Soat Lie sementara itu berkata secara menghina, romannya tak
mengasih, suaranya dingin sekali: "Hm! Berapa tingginya kepandaianmu maka kau
berani banyak tingkah."
Belum habis si wanita tua mengucapkan kata-kata menghina itu, tiba tiba ia terkejut
mendengar seruan nyaring dari Pek Kong, hingga ia berpaling dengan cepat. Ia sempat
melihat anak muda itu berjumpalitan ditengah udara, kemudian dalam sekejap, dia
sudah kembali ketempat dimana tadi dia berdiri dan dihajar. Dia berdiri tegak pula
ditempatnya itu. Dan dia tak kurang suatu apa.
Bukan main herannya si nenek, dia sampai berdiri tertegun. Dia tahu si anak muda
lihay tetapi dia juga tahu benar akan tenaganya sendiri. Mestinya anak muda itu terluka
didalam. Siapa tahu" Pui Hui dan Kat In Tong telah mendengar dari Ho Tong perihal Pek Kong sudah
berhasil mempelajari ilmu silat. Tapi mereka tidak tahu berapa tinggi kepandaian
pemuda itu. Orang toh menyekap diri di Kie Hong Kok tak sampai satu tahun! Apakah
artinya kepandaian silat kurang dari satu tahun itu" Pui Hui sendiri mengandalkan
bantuan burungnya hingga memperoleh julukannya yang tersohor itu: Ang Hui Wie. Tak
diketahuinya sekarang terbukti Pek Kong berkepandaian melewati mereka berdua.
Setelah berdiri tegak, Pek Kong menghadapi Bwee Hong Soat Lie dan berkata
kepadanya secara sungguh-sungguh: "Loocianpwee, telah beberapa kali aku yang muda
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 333
yoza collection memohon loocianpwee memeriksa dahulu biar jelas duduk persoalan, saban-saban
loocianpwee menolak dengan tegas, sekarang loocianpwee menumpahkan juga
amarahmu terhadap kakak Hui. Bagaimana itu" Kakak Hui adalah orang diluar garis
tetapi sekarang dia terluka.. ."
"Sudah!" bentak si wanita tua. Dia heran tetapi dia tetap gusar. "Buat apa menyebutnyebut loocianpwee" Kau manusia palsu, lain dihati, lain dimulut! Baik kuberitahukan
kepadamu, aku bermusuh dengan gurumu yang aneh itu dan dia berhutang tinju! Aku
tanya tentang gurumu, kau membandel tidak mau memberitahukan, maka sekarang
hendak kupaksa engkau! Lain hal boleh ditunda tetapi urusan gurumu ini tidak! Nah,
bicaralah." Pek Kong sangat bersusah hati. Ia tak menyangka orang ini demikian mengotot.
"Loocianpwee, aku yang muda telah menjelaskan padamu!" katanya. "Leng In Ie-su
itu bukanlah guruku, bahkan kenalpun tidak! Baik loocianpwee ketahui, sebelum satu
tahun yang baru berlalu, aku tidak mengerti silat meski sedikitpun! Baru sekarang aku
mengerti itu! Mulanya aku berhasil makan buah cutengcui, kemudian aku beruntung
makan juga buah pekbweeko, setelah itu barulah aku mulai belajar ilmu silat warisan
dari jaman Kerajaan Han. Ilmu silat itu ilmu silat luar biasa sekali, tetapi aku mempelajari
bulunya saja. Walaupun demikian, jangan kau takabur dengan ilmu silatmu, jangan kau
mencoba menjagoi dalam dunia Rimba Persilatan! Kalau kau dapat mengalahkan aku,


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu namanya cuma baru mencabut bulu dan mengupas kulit ! Itulah yang dibilang, lima
puluh tindak mentertawakan seratus tindak! Tak ada aneh yang luar biasa aneh."
Ditegur pemuda itu, Bwee Hong Soat Lie menjadi berpikir.
"Bocah ini benar-benar bernyali besar," demikian pikirnya. "Mungkin benar dia
bukannya muridnya Leng In le-su.. Hanya, bicara ilmu silat Jaman Han mana ada
kepandaian seliehay yang dimiliki dia ini" Bicara tentang buah mujizat, itu soal lain.
Siapa makan cu-teng cui ko, itu dapat disamakan dengan latihan tiga puluh tahun. Dia
juga makan pek bweeko, itu lebih hebat lagi. Khasiatnya pek bwee ko sama dengan
latihan seratus tahun lebih. Kalau benar dia telah makan kedua buah itu, pasti
latihannya sudah jauh melebihi aku.. ."
Tapi ia ragu-ragu, dia kurang percaya. Di lain pihak, dia merasakan bagaimana
pemuda itu bersikap kaku. Ia menggeram dingin. Tetapi ia masih memandang rendah.
"Karena aku lihat kau bernyali besar, aku si wanita tua tidak mau berlaku keterlaluan!
Sekarang begini saja. Beranikah kau menyambut tiga kali seranganku" asal kau tidak
kalah, aku suka memberi ampun padamu, tapi hanya untuk satu kali ini saja! Lebih
dahulu hendak kuperintahkan kau, aku akan menggunakan ilmu silat Hoan Soat Ciang
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 334
yoza collection Telapak Tangan Membalik Salju yang luar biasa dan lihay sekali. Kau harus berhati-hati
menyambutnya." Melihat orang demikian jumawa, Pek Kong menjadi tidak senang, semangatnya
menjadi terbangun. Maka iapun tertawa nyaring dan lalu berkata lantang: Jangankan
tiga jurus, sekalipun tiga ratus jurus, belum tentu loocianpwee dapat berbuat sesuatu
atas diriku! Sudah lama aku mendengar tentang Hoan Soat Ciang, katanya itulah intisari
dari ilmu silat pelbagai partai yang sangat tersohor, sekarang ingin aku mencobanya.
Silahkan loocianpwee menggunakannya dengan menghabiskan kepandaianmu, aku
yang muda akan melayaninya dengan Liok Kim Hoan Thian Kun!"
Sengaja Pek Kong menyebut nama ilmu silatnya itu, bukan lagi -Ngo Kim" lima
macam hewan, tapi "Liok Kim" enam macam. "Hoan Thian Kun" itu berarti silat "Membalik
Langit," sedangkan ilmu silatnya si nenek yalah Hoan Soat "Membalik Salju."
Bukan main mendongkolnya si nyonya tua, dia mau menggempur salju, si anak
muda hendak merobohkan langit! Dia merasa hal itu jenaka, maka bukannya dia
mendamprat, dia justru tertawa lebar.
"Hai, bocah yang baik!" katanya. "Janganlah kau mendahului membual! Didalam
pertempuran, orang harus melihat kenyataan, orang mesti membuktikan yang tulen
dari yang palsu! Nah, mulailah kau terlebih dahulu!"
Kedua nona-nona dari Bwee cu ciu percaya akan kepandaiannya Pek Kong tanpa
guru itu, namun yang mereka saksikan ialah temponya belajar tak cukup satu tahun
dari sekarang, di hadapannya si pemuda, ada seorang wanita tua yang latihannya
sudah seratus tahun! Pek Kong bahkan menantang sampai tiga ratus jurus! Mungkinkah itu" Maka berdua
mereka saling mengawasi, hati mereka penuh keragu-raguan, hingga mau tak mau
mereka toh kawatir juga akan nasib anak muda itu.
Pek Kong insaf, tanpa mendahului ia sulit merebut kesempatan yang baik. Dari itu
tak mau ia berlaku sungkan lebih lama. Ia memberi hormat sambil berkata: "Silahkan
loocianpwee memberikan petunjukmu!" Ia memberi hormat sambil merangkap kedua
belah tangannya dan menjura dalam.
Iulah gerakan yang dinamakan "Tong-cu Pay Hud," atau "Murid Menghormati Sang
Buddha." Dalam keadaan wajar, itu suatu penghormatan biasa, akan tetapi didalam
kalangan persilatan, itu namanya juga suatu jurus, dan Pek Kong menggunakannya
berbareng dalam dua-dua artinya. Menghormat sambil bersedia. Selagi memberi
hormat itu, ia mengerahkan tujuh bagian tenaga dalamnya. Sebab ia ketahui benarbenar si nenek tidak dapat dipandang ringan, walaupun ia belum tahu kepandaian
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 335
yoza collection lawan itu sampai sejauh mana. Dengan cara menghormatnya itu, ia mencoba mendesak
lawannya. Bwee Hong Soat Lie melihat cara orang bergerak itu, ia menyangka si anak muda
memberi hormat padanya seperti biasanya semula tadi. Ia cuma menyamping sedikit
sambil membalas hormat, tak ada prasangkanya sedikit juga. Maka kagetlah ia tatkala
mendadak ada tenaga yang tak tampak yang menolaknya! Leka- lekas ia menggoyanggoyangkan tangan sambil berkata: "Sudahlah, jangan banyak hormat!" Berbareng
dengan itu, ia menggerakkan tenaga dalamnya lima sampai enam bagian, untuk
menahan menolak desakan itu.
Secara demikian maka berimbanglah tenaga mereka. Tapi itu sudah cukup
membuat jago wanita itu menjadi terkejut. "Ah, sungguh tak kusangka!" katanya didalam
hati. "Kenapa tenaganya bocah ini begini kuat" Inilah tenaga dalam yang telah dilatih
selama enam atau tujuh puluh tahun! Kalau begitu bukanlah dusta bahwa dia telah
makan pekbweeko . ." Karena ini, disamping heran, terkejut dan juga kagum, si nenek
menjadi mendapat perasaan menyayangi anak muda itu.
Pek Kong segera merasakan bahwa si nenek benar-benar liehay. Dalam mengadu
tenaga dalam itu, ia merasa orang itu melebihinya satu atau dua bagian. Karenanya,
tidak ayal lagi ia menggunakan "Coa Yu", ilmu silat "Ular Bermain-main".
Dengan lincah ia melejit maju!
Bwee Hong Soat Lie mengawasi tajam. Ia melihat tubuh orang berlegat-legot
laksana ular berputar. ia menganggap itu tontonan jenaka. Tapi baru ia bersenyum atau
mendadak ia sudah menjadi terperanjat, hingga hilanglah senyumannya itu. Mulai dari
perlahan tubuh si anak muda bergerak semakin cepat memutari tubuhnya hingga sukar
dilihat tegas dia berada diarah mana. Anak muda itu bagaikan ular licin. Tidak berayal
lagi, ia pun bergerak lincah sambil terus memasang mata untuk dapat mengetahui
lawan menggunakan ilmu silat apa.
Walaupun seorang ahli silat kawakan, nyonya tua ini berhasil juga dibikin bingung.
Tak dapat ia menerka tepat. Itu bukan "Cui Pat Sian", ilmu silat "Delapan Dewa Mabuk".
Gerakan-gerakan 'Delapan Dewa Mabuk' diiringi dengan menjatuhkan diri atau berpurapura terpeleset. Itupun bukannya "Tun Koh Pou", ilmu silat "Menghilangkan Langkah".
Sambil berpura-pura itu, lawan juga kadang-kadang menolak!
Segera setelah mengawasinya sekian lama Bwee Hong Soat Lie tidak berani
berlaku alpa, tak lagi ia memandang ringan pada anak muda itu. Sebaliknya, ia berlaku
sungguh-sungguh dan waspada. Dengan matanya yang tajam, ia mengikuti gerak tubuh
si anak muda. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 336
yoza collection Selagi bersilat dengan "Coa Yu" itu mendadak Pek Kong melancarkan dua buah jari
tangannya, mencari sasaran kepada sepasang mata dari lawannya, berbareng dengan
itu, tangan kirinya meluncur juga mencuri sasaran dibuah pinggang orang! Kalau
tangan kanannya ditengkurupkan, tangan kirinya diterlentangkan.
Dasar Bwee Hong Soat Lie seorang ahli silat ulung, ia dapat menerka maksud
lawannya yang menggunakan tipu muslihat.
Langan kanan kemata itu gertakan belaka, yang berbahaya ialah tangan kirinya.
Maka itu, iapun menggunakan saatnya dengan cepat. Ia berpura menangkis ke atas
untuk diteruskan menangkis kebawah, lalu dari bawah itu membalas menyerang.
Pek Kong terkejut. Itu diluar dugaannya. Orang juga bergerak bagaikan kilat. Tak ada
kesempatan untuk berkelit atau menangkis. Maka ia pun menggunakan siasat
penyerangnya dengan segera mengumpulkan tenaga dalamnya. Ia memutar tubuhnya
seraya terus sebelah kakinya diangkat naik dibiarkan diserang tetapi sekaligus
menyerang! Meski begitu sebelah tangannya masih digunakan untuk menghalau tangan
lawan! Dupakannya itu bukan menuju keperut tetapi ke lutut lawan!
Bwee Hong Soat Lie terkejut. Ia mengenali jurus "Sauw Siong Cee Bok" (Menyapu
Daun Cemara untuk Bersembahyang). Kalau ia kena terhajar, celakalah kakinya itu. Maka
dengan kelincahan luar biasa, ia kesampingkan kakinya yang dijadikan sasaran itu.
Dilain pihak guna mencegah ancaman terlebih jauh, iapun menyerang lagi dengan
tangannya menotok jalan darah bie-peng dan Kie bun dari si pemuda.
Dasar kurang pengalaman, kali ini Pek Kong menjadi korban juga. Ia bisa
menyelamatkan bie peng tetapi tidak kie-bun. Percuma ia berkelit.
"Awas!" sekonyong-konyong Pui Hui berseru sambil sebelah tangannya diayun.
Sebuah sinar kuning emas melesat kepinggangnya jago wanita tua itu!
Bwee Hong Soat Lie tidak menjadi kaget. Ia melihat datangnya sinar itu.
Disambutnya dengan sebat dan gapa sekali. Maka ia menyaksikan itulah senjata rahasia
yang merupakan sebuah martil terbuat dari perunggu. Karenanya, segera ia berpaling
kepada Pui Hui, si nona yang membokongnya itu.
"Tak dapat aku mengampuni kau i" bentaknya gusar, "bagaimana kau berani
membokong aku?" Sembari mengumbar suaranya itu, nyonya tua ini pun menarik dengan keras.
Pui Hui kaget, tangannya terasa nyeri sebab martilnya ditarik. Terpaksa ia
menggunakan jari tangannya memutus tali martilnya ini yang merupakan bandring. Di
samping kaget, ia juga mendongkol, maka atas kata-kata orang itu, ia menjawab dengan
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 337
yoza collection berani, "Kau si setan tua yang sudah berusia seratus tahun lebih, kenapa kau menghina
kami anak-anak muda" Sebenarnya kau mempunyai muka atau tidak?"
Kat In Tong sementara itu mengawasi Pek Kong, yang berlompat mundur beberapa
kaki. Disana si anak muda berdiri tercengang.
Ia heran orang tidak roboh, sebab tadi ia melihat jelas pemuda itu kena tertotok.
Semula ia ingin membebaskan pemuda itu dari totokan itu. Tapi, selagi ia mau
berlompat menghampiri guna memberikan pertolongannya, justeru Pek Kong sudah
sadar, dia lantas menggerakkan tubuhnya sambil tertawa dan berkata: "Aku tidak apaapa!" Dan terus dia bertindak maju hingga dia berdiri mendampingi Pui Hui.
Bwee Hong Soat Lie heran mendengar putusnya tali bandering dari si nona
memperdengarkan suara nyaring, karena ia mengangkat tangannya meneliti martil
perunggu didalam genggamannya itu. Melihat benda itu ia terperanjat.
"Eh!" serunya, "bukankah ini barang tanda matanya Pee Bie Loo-loo" Apakah dia
masih hidup?" Pui Hui belum menjawab, tiba-tiba In Tong sudah mendahuluinya, ketus: "Walaupun
kau sudah mampus menjadi abu, buyutku tak akan dapat meninggalkan dunia!"
Mendengar suara kasar itu, Bwee Hong tertawa nyaring, lalu dia berkata kata
seorang diri: "Tidak kusangka makhluk bangkotan itu dapat mengasingkan diri dari dunia
Kang Ouw tigapuluh tahun dan sampai sekarang dia masih belum mati! Dengan begini
maka penasaranku akan datang harinya untuk dilampiaskan . . !"
Habis mengoceh sendiri itu, si nenek lantas menghadapi Nona Kat, untuk berkata
dengan manis: "Anak, jangan kau takut! Diantara aku dan buyutmu itu ada perkara
penasaran tetapi bukannya permusuhan! Anak, coba kau katakan padaku di mana
sekarang buyutmu itu?"
"Fui!" In Tong meludah. "Siapakah yang takut kepadamu" Buat apa kau tanya aku"
Apakah kau sendiri tidak mampu mencarinya?"
Bwee Hong Soat Lie mengawasi nona kecil itu, ia tidak gusar diperlakukan kasar, ia
hanya mendelong. Ia seperti juga tengah mengingat sesuatu dan memikirkannya bolak balik. Akhirnya
ia menarik napas dalam-dalam.
"Anak," tanyanya kemudian, "apakah buyutmu itu Sin Kiam Ciu Kat Giok Tong" Ah,
ya, kau berusia masih begini muda, mungkin kau tak berkesempatan melihat buyutmu
itu?" Pendekar Yang Berbudi - Halaman 338
yoza collection Entah kenapa, mendadak saja berubahlah sikapnya nenek itu. Masih ia mengawasi
In Toog dan mulutnya berkomat-kamit tanpa terdengar apa katanya.
In Tongpun heran hingga ia turut terdiam karenanya. Ia menatap nenek itu. Disaat
ia sadar dan hendak membuka mulut, Pui Hui menariknya, terus Nona Pui
mendahuluinya berkata: "Memang benar buyut itu Kat Giok Tong! Kenapa cianpwee
menyebut-nyebut sanakku yang tua itu?"
Pui Hui memanggil cengkothia kepada Kat Giok Tong, buyutnya In Tong itu.
Bwee Hong Soat Lie lantas mengawasi Nona Pui. "Sekarang ini dimanakah orang
tua itu?" tanyanya. Pui Hui bersangsi sebentar sebelum dia menjawab. Habis berpikir, ia balik bertanya
dahulu: "Cianpwee menanyakan tentang sanakku yang tertua itu, kenapakah" Dapatkah
kau memberikan keterangan lebih dahulu padaku?"
Ditanya dan bukannya dijawab itu, si nenek menjadi gusar, mukanya menjadi merah
padam. "Kurang ajar!" bentaknya. "Kenapa kau demikian licik" Jikalau tidak diberi
pelajaran kau tentunya tak sudi bicara dengan sebenar-benarnya!"
Belum berhenti suara si nenek, tubuhnya sudah mencelat menghampiri si nona,
tangannya sudah lantas meluncur ke arah jalan darah kie bun!
Nona Pui tidak menyangka si nenek bertindak demikian rupa, bahkan demikian
cepat. Tak sempat ia berkelit, terpaksa ia menangkis dan lantas lengannya kena
ditangkap. Dan sekejap itu tangannya terasa beku dan nyeri, hingga tanpa merasa ia
menjerit kesakitan. Selagi si nenek menangkap tangan si nona, ia merasakan angin menyambar ke
kepalanya. Ia tahu apa artinya itu. Suatu serangan gelap!
Maka ia lantas menyampok kebelakang kepalanya, guna menghalau serangan itu.
Justeru itu satu serangan lain datang kepada tangannya yang sedang memegangi
lengannya nona Pui! Anginnya serangan itu telah membuatnya merasa nyeri. Kalau ia
tidak melepaskan tangannya, ia bisa celaka. Maka terpaksa ia tidak mau menyerah
dengan begitu saja. Justeru ia melepaskan tangannya Pui Hui, terus ia menyambut
tangannya si penyerang, untuk ditangkap guna menggantikan lengannya Pui Hui itu!
Sedangkan dengan tangannya yang lain, ia menyambar kerambut orang, guna dijambak.
Penyerangnya si nenek itu ialah Pek Kong, yang berbuat itu dengan terpaksa
supaya ia bisa membebaskan Pui Hui. Tadipun ia alpa hingga ia tak sempat
mencegahnya. Selekasnya Nona Pui bebas, ia sendiri segera lompat mundur jauh satu
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 339
yoza collection tombak lebih, dimana ia berdiri tegak dan sembari tertawa berkata: "Loocianpwee, buat
apakah kau melayani dia, seorang muda?"
"Oh, bocah yang baik!" membentak si nenek. "Kembali kau mengacau!"
"Locianpwee, harap kau jangan . ." Cuma sebegitu Pek Kong sempat bicara,
mendadak ia melihat tubuh si nenek sudah mencelat ke arahnya, menyerangnya
dengan hebat sekali. Ia tidak mau melayani, ia berkelit, dan masih ia selalu
menggoreskan diri ketika ia berulang ulang diserang lagi, hingga ia terdesak. Ia lantas
menjejak tanah dan tubuhnya membal keatas.
Bwee Hong Soat Lie sangat gusar, dia pun takabur, tak sudi dia membiarkan si
pemuda lolos. Sambil mengangkat kepala mengawasi ke atas, ia menyerang dengan
sebelah tangannya. Itulah "Pek Khong Ciang," pukulan "Udara kosong." Digunakan
olehnya, pukulan itu menjadi hebat luar biasa!
Pek Kong berjumpalitan dua kali terus ia turun dan menaruh kakinya ditanah.
Pukulan dahsyat itu tak mengenai sasarannya. Ia memisahkan diri setombak lebih.
Disana ia berdiri dengan tenang!
Heran si nenek. Pikirnya: "Sekalipun Leng In le-su sendiri, tak akan dia selihay ini!
Dia pun pasti tak akan berani menyambut tanganku. Tapi bocah ini.. Ah mungkin benar
dia bukanlah muridnya siluman tua itu."
Selagi nenek ini keheranan, Pek Kong sudah mengambil keputusan akan bersikap
bagaimana sebaiknya. Sembari tersenyum, ia berjalan menghampiri sinenek gagah,
terus ia memberi hormat dan berkata : "Nenek, barusan aku berlaku alpa, perhitungan
keliru, maka itu aku telah kena tertotok pada bahuku! Bagaimana nenek pikir kalau
sekarang aku memohon pelajaran beberapa jurus lagi" Apakah nenek sudi memberi
pelajaran padaku?" Pertanyaan itu yang berupa tantangan, membangkitkan tabiatnya si nenek yang
"suka menang dewek". Dia bukannya gusar, justeru dia tertawa terbahak-bahak.
"Baik!" serunya, menjawab tantangan itu.
"Hari ini aku akan membuatmu puas sekali. Cuma kau harus ketahui, kalau tangan
dan kaki sudah digerakkan, dua duanya tidak kenal kasihan! Maka jikalau kejadian kau
sampai kehilangan jiwamu, jangan kau.. ."
Pek Kong memotong sebelum orang sempat menutup kata katanya itu.
"Walaupun mati, aku tak menyesal!" demikian sahutnya. Dan beda dari sebelumnya
tanpa mempersilahkan lagi ia mulai menyerang terlebih dahulu, bahkan segera ia
menghujani dengan tangan kakinya!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 340
yoza collection Gerakan kaki tangan itu selalu diiringi dengan suara angin yang keras.
Bwee Hong Soat Lie terkejut sekali hingga ia menjadi sangat repot, jangankan
membalas menyerang, untuk membela diri saja ia sudah kewalahan. Tapi dasar jago
tua, ia tak menjadi bingung, ia membela diri dengan hati tenang. Ia menutup diri dengan
ilmu silat Membalik Salju, sambil membela diri ia memperhatikan cara menyerangnya
si anak muda. "Benar-benar aneh anak ini!" katanya didalam hati. "Semakin lama dia semakin
gagah, Serangannya makin hebat, bisa jadi roboh aku nanti ditangannya."
Selama belajar sendiri, Pek Kong kurang latihan pertempuran, dan selama
pertempuran beberapa kali, ia telah mendapat kemajuan, latihannya bertambah
berbareng dengan pengalamannya. Kali ini melawan seorang jago tua, inilah baik sekali
baginya! Ia jadi dapat berlatih semakin bersungguh-sungguh dengan sendirinya
kepandaiannya maju terus.
Lewat lagi sekian lama, si nenek mulai dapat melihat caranya orang berkelahi.
Perlahan-lahan ia mencoba membebaskan dirinya. Hoan Soat Ciang memangnya lihay.
Begitu dia bebas, dia pun mulai membalas menyerang. Maka itu hebatlah pertempuran
mereka itu. Angin bagaikan menderu-deru dan setiap bentrokan tangan berbunyi
laksana guntur nyaringnya.
Si nenek memperhebat perlawanannya, hingga ia dapat membalas, sampai Pek
Kong nampak agak keteter. Tetapi dasarnya Ngo Kim Kie Keng ilmu istimewa,


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

senantiasa ia dapat memikirkan jalan untuk mengelakkan bahaya. Jurus-jurus dari kitab
ilmu silat itu merupakan banyak penyerangan tetapi juga tak sedikit cara untuk
mengelit diri. Hanya terdesak sebentar, lantas ia bisa memperbaiki diri, ia kembali
menjadi penyerang. Lama-lama Bwee Hong Soat Lie repot juga. Tanpa merasa, mereka
sudah bertarung lebih dua ratus jurus. Diantara mereka belum ada yang menang dan
belum ada yang kalah. Mereka cuma terdesak dan mendesak bergantian.
Si nenek penasaran sekali. Dia seorang jago tua, pengalamannya sudah banyak,
namanya telah tersohor! Sekarang, melayani seorang anak yang masih hijau, ia tidak
bisa berbuat banyak! Tidakkah itu akan memalukannya" Lebih celaka lagi ia ditonton
dua orang bocah wanita, yang kedua-duanya pun berani berbantah dengannya, berani
melawan ia berkelahi.. . . . .
Ketika Bwee Hong Soat Lie ingat In Tong, ia mendapat satu pikiran. Baiklah ia pakai
Sisi Merah Jambu 3 Pendekar Mata Keranjang 2 Bara Di Jurang Guringring Ilmu Ulat Sutera 3

Cari Blog Ini