Ceritasilat Novel Online

Pendekar Yang Berbudi 9

Pendekar Yang Berbudi Karya Okt Bagian 9


citcitnya Kat Giok Tong guna melampiaskan penasarannya beberapa puluh tahun yang
lampau itu. Karena memikir demikian ia jadi tak sudi melayani Pek Kong lebih lama
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 341
yoza collection lagi. Ia mengharap, dengan mempengaruhi In Tong dapat ia mengetahui dimana adanya
Pee Bie Loo-loo sekarang . .
Segera jago tua itu memperoleh kesempatan ketika satu kali ia mendesak Pek Kong
dan si anak muda mundur karenanya. Begitu lawannya mundur, ia berlompat mundur
juga; hingga kedua menjauhkan diri!
Pek Kong terdesak mundur tetapi ia tidak dalam bahaya. Ia justru sedang mencoba
semua ilmu silatnya. Ia merasa gembira menemui seorang jago seperti si nenek, yang
ia bisa "ajak berlatih". Mula-mula ia heran melihat orang yang sedang mendapat angin
tetapi lantas mengundurkan diri. Setelah melihat lawan tidak menggunakan tipu daya,
ia lantas berganti merangsak. Dengan mengerahkan telaga sepenuhnya, ia berlompat
maju dengan jurus Houw Pok, Terkaman Harimau.
Bwee Hong Soat Lie terkejut. Dia merasakan angin menghembus hebat terhadapnya;
Sendirinya ia lompat mundur sejauh tiga tombak.
"Hai bocah, benar-benarkah kau hendak mencari mampus?" tegurnya, gusar. Karena
gusarnya itu, lantas dia membalas menyerang dengan sebelah tangannya.
Pek Kong kagum orang dapat berlompat mundur demikian pesat untuk
membalaskan ini dari serangannya itu.
Justeru itu tibalah serangan membalas dari si nenek. Ia terperanjat. Serangan nenek
itu hebat sekali. Memang Bwee Hong Soat Lie juga telah mengerahkan seluruh tenaganya. Ini
disebabkan dia sangat penasaran. Dilain pihak si anak muda. Ia tergempur hebat,
tubuhnya terpental selagi terlempar itu, darahnya terasa bergolak matanya kabur. Terus
ia pingsan! Begitu dia sadar, Pek Kong mendapatkan dirinya berada didalam pangkuannya Pui
Hui yang memeluknya. Ia terperanjat.
"Kakak, biarkan aku bangun!" Katanya, perlahan. Ia melepaskan diri untuk berbangkit
tiba-tiba ia merasa dadanya sakit sekali. Lekas-lekas ia merogoh sakunya, akan
mengeluarkan sebutir pil Hui Thian Siok Beng Tan yang ia terus masukkan kedalam
mulutnya, untuk dimamah terus ditelan. Setelah itu ia menyalurkan pernapasannya,
guna meluruskan jalan darahnya. Hanya sebentar, lenyap sudah rasa nyerinya itu dan
pulih kembali kesehatannya seluruhnya, bahkan ia nampak jauh lebih segar dari pada
semula. "Bagaimana rasamu sekarang ?" tanya Nona Pui. "Apakah kau sudah sembuh?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 342
yoza collection Suara itu halus merdu, sedap ditelinganya si anak muda. Suara itu menyatakan pula
keprihatinan yang luar biasa.
Pek Kong membuka matanya, memandang muka si nona, la melihat bekas-bekas
airmata di kedua belah pipinya. Terang sudah, karena adiknya roboh pingsan, si nona
menangis karenanya. Melihat itu, ia bersyukur bukan main. Tiba-tiba ia tertawa, "Ah, kau
menangis, kakak?" katanya. "Jangan kuatir, aku tidak kurang suatu apa !"
Bukan main Pui Hui merasa senang hatinya! Ia tidak mempunyai saudara, baik lakilaki maupun wanita. Sekarang ia mendapat kawan pria, yang sebaya dengannya. Mulai
dengan panggilan "Nona Pui", lalu "Kakak Pui", sekarang pemuda itu memanggilnya
langsung kakak saja! Bukankah itu suatu panggilan yang sangat erat" Tapi dasar wanita
dan gadis pula, ia merasa malu sendirinya, ia likat, hingga mukanya menjadi bersemu
merah jambu. "Pui!" serunya, tetapi perlahan, "siapakah yang menangis" Siapakah yang berkuatir
untukmu?" Walaupun dia mengatakan demikian, sesudah itu, si nona bersenyum terus tertawa
perlahan. Itulah pengakuan tak langsung atas pertanyaannya si pemuda.
Pek Kong menatap nona itu. Ia heran dan jengah. "Kakak!" katanya kemudian. "Kalian
sangat baik terhadapku! Kakak, aku berjanji bahwa suatu waktu aku akan balas budi
kalian ini!" Hatinya si pemudi goncang. Budi! Budi! yang hendak dibalas! Lihat Pui Hui, ia tunduk.
Justru itu, dagunya hampir nempel dengan dadanya si pemuda.
Pek Kong mengawasi. "Apakah aku keliru bicara?" tanyanya didalam hatinya. "Ah,
tidak, tidak.. ." Sementara itu ia terkejut. Ketika ia menoleh, ia tidak melihat Kat In Tong. Nona cilik
itu tidak ada disekitarnya. "Kakak, mana Nona Kat?" tanyanya heran.
Pui Hui heran ditanya begitu. Ia tadinya menyangka pemuda itu akan mengucapkan
kata-kata lain. Tapi pertanyaannya itupun mengingatkan ia pada In Tong, si keponakan.
Ia terperanjat. Hanya ia sedikit lega sebab si pemuda memanggil nona kepada
keponakannya itu. "Semuanya guna kepentinganmu!" sahutnya.
"Kau tahu, dia telah dibawa lari Bwee Hong Soat Lie!"
Pek Kong kaget sekali. "Apa ?" serunya. "Ia dibawa lari Bwee Hong Soat Lie?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 343
yoza collection "Setelah dia merobohkan kau hingga kau pingsan," menjawab si nona, "aku bersama
In Tong lompat menyusulmu. Kau telah terhajar hingga terpental jauh. Justeru saat itu,
nenek itupun berlompat menyusul. Dia bukan menyerang kau lagi, atau menghalanghalangi aku, dia justeru menotok In Tong hingga In Tong tidak berdaya, terus saja
dipondong dan dibawa lari. Sebenarnya aku berniat menolong keponakanku itu tetapi
tubuhmu sedang jatuh maka aku mendahului menyambut tubuhmu itu.. . . . . "
Pek Kong berjingkrak bangun. "Mari kita susul mereka!" serunya.
"Kemana kita menyusulnya?" tanya Pui Hui.
"Kalau tadi aku pergi menyusul bersama Cui Cui, dapat aku mengikutinya, tetapi aku
kawatir meninggalkan kau seorang diri selagi kau pingsan. Sudah setengah jam nenek
itu pergi, entah dia telah sampai di mana. Satu hal melegakan hatiku juga. Dia telah
memesan agar buyutku pergi menyambut In Tong, maka itu sekarang ini jiwanya tidak
ada dalam bahaya . "
Cui Cui yalah si rajawali raksasa.
Pek Kong menghela napas. "Ada-ada saja!" katanya, menyesal. "Kakak, kalian baik
sekali terhadapku, bagaimana aku harus membalasnya?"
"Fui!" kata si nona. "Kembali kau menyebut tentang budi dan pembalasan untuk itu!
Siapa sih yang mengharapkan itu" Eh, eh, kau sekarang sudah sembuh, dan akupun
hendak melanjutkan perjalananku . ."
Pek Kong melengak mengawasi si nona. "Kau mau pergi!" tanyanya kemudian.
"Kemana?" "Ke Kimleng, guna mencari Looloo! Kau mau turut?"
Lagi lagi Pek Kong menghela napas. "Menyesal, kakak, ada soal menyulitkan aku,"
sahutnya, masgul. "Sudah selayaknya aku turut kau, karena Nona Kat perlu ditolong. Aku
telah berhutang budi padanya. Pun, aku dapat sekalian menemui Looloo. Hanya masih
ada urusannya Couw Kun, anaknya pamanku diculik orang jahat, hingga tak ketahui dia
berada dimana dan entah bagaimana keselamatannya, entah masih hidup atau sudah
mati . . Aku perlu segera mencari dia!"
Pemuda ini lantas menggunakan kesempatan menuturkan kepada Pui Hui tentang
bagaimana ia telah berhasil menemukan pekbweeko, sampai ia memakannya,
bagaimana ia sudah belajar silat, hingga ia bertemu si nenek kosen dan galak itu.
"Karena menolong orang sangat perlu, kakak, " tambahnya kemudian, "silahkan
kakak lekas pulang ke Kimleng. Aku sendiri mau pergi ke Ku San. Untuk sementara, biar
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 344
yoza collection kita berpisah sekarang, nanti aku mencari kesempatan untuk berkunjung kerumah
kakak." Pui Hui berpikir keras. "Seorang diri kau pergi ke Ku San," katanya, "tidakkah itu
berbahaya" Ku San menjadi markas pusat dari Thian Liong Pang, pasti suatu tempat
yang berbahaya dengan perangkap perangkapnya."
Pek Kong bersyukur terhadap nona ini. Kecuali Couw Kun, belum pernah ia
mendengar lain orang bicara begini rupa terhadapnya.
"Aku rasa, asal aku berhati-hati, mungkin tidak ada bahayanya," sahutnya kemudian.
"Harap kakak tak usah berkuatir."
Pui Hui diam, mukanya merah. Ia merasa likat. Kata katanya Pek Kong bernada
sebagai seorang suami memesan istrinya, sebagaimana iapun mengucapkan kata kata
pesan istri pada suaminya.
"Sekarang begini saja." katanya kemudian. "Aku segera pulang ke Kimleng menemui
Loo loo, guna mengabarkan hilangnya In Tong serta menyampaikan pesannya Bwee
Hong Soat Lie, setelah itu aku akan menyusul kau ke Ku San!"
Si anak muda melengak. "Urusannya Nona In Tongpun perlu sekali, kakak," katanya.
"Lebih baik kakak membantu Looloo dahulu. , ."
Tepat saat itu terlihat Cui Cui terbang datang. Pui Hui segera lompat naik
kepunggung burungnya itu sambil mengatakan: "Sampai jumpa kembali!" Ia
menganggap, sampai di situ selesai sudah pembicaraan mereka.
Pek Kong mengawasi nona itu terbang pergi. Ia masgul dan merasa sebagai
kehilangan sesuatu, habis itu barulah ia berangkat dengan cepat.
Hari itu juga pemuda kita tiba di kota Bu ciang. Asal ia menyeberangi sungai ia
akan dapat menuju langsung kegunung Kun San. Dengan lekas ia akan sampai
disarangnya partai Naga Langit itu, perlu ia bersiap sedia. Ia mesti memikirkan
bagaimana harus bekerja guna menolong adik Couw Kunnya itu. Ketika itu sang sore
balum tiba tetapi Pek Kong membutuhkan penginapan, untuk beristirahat.
Kota Bu ciang yang di jaman dahulu disebut Kanghee, di jaman Cin dan Han pernah
menjadi medan laga. Sekarang kota itu menjadi kota perdagangan yang ramai. Disitupun
ada banyak peninggalan kunonya. Buat mencari penginapan mudah sekali. Demikian
Pek Kong, disebuah jalan yang besar ia melihat penginapan dengan merk "Kong Lay"
yang bertingkat dua. Segera ia menuju kepenginapan itu. Baru ia tiba diambang pintu,
mendadak ia mendengar suara orang tertawa riang dan menyapa padanya.
"Sahabat she Pek, masihkah kau mengenali pintoo?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 345
yoza collection Kata-kata pintoo ialah "aku" bagi seorang rahib atau imam dari Too Kauw,
agamanya Yang Mulia Loo Cu.
Pek Kong mengangkat kepalanya mengawasi orang yang menyapanya itu. Segera
ia mengenali si imam, hingga girangnya bukan main.
"Oh kau, tootiang!" serunya. Lekas-lekas ia memberi hormat sambil menjura dalam.
Imam itu ialah Cie Jiam Toojin Auwyang Kian. "Tidak, tootiang, tidak, aku yang muda tak
akan melupakan kau! Tootiang pernah menolongku!"
"Jangan menyebut-nyebut tentang itu, sahabatku!" berkata si imam, tertawa.
"Peristiwa yang telah lewat tak usah ditimbulkan lagi! Bukankah sahabatku mau
mencari penginapan" Kebetulan disini masih ada kamar yang kosong baik kau pesanlah
dahulu, kemudian kita pergi bersantap di Ranggon Jenjang Kuning!"
Ranggon itu, atau lauwteng Hong Ho Lauw adalah sebuah tempat yang tersohor.
Pek Kong mengangguk, terus ia memesan kamar, habis memeriksa kamar itu dan
membersihkan tubuh, lantas ia ikut si orang suci menuju ke Hong Ho Lauw, yang
letaknya di Hong ho kee disebelah barat kota. Dengan berada diatas Ranggon itu, orang
bisa memandangi sungai Kang Han serta melihat jauh seribu lie. Mengenai Ranggon itu
ada dongengnya perihal Dewa Cu An menunggang burung jenjang lewat disitu, atau
saatnya Hwie Bun Wie menjadi dewa diwaktu mana dia naik burung jenjang dari
Ranggon itu. Hingga selanjutnya didapatlah nama itu: Hong Ho Lauw, atau Ranggon
Jenjang Kuning. Hong Ho Lauw banyak sekali dikunjungi orang-orang terpelajar dimana mereka
biasa minum arak sambil menulis syair atau bernyanyi, atau orang-orang gagah yang
makan sambil merundingkan tentang ilmu silat.
Ketika Pek Kong dan Auwyang kian tiba diatas rangon, mereka lantas mendengar
suara berisik bagaikan lebah diogok. Si imam menggeleng kepala dan berkata: "Sayang,
kita datang tak kebetulan. Jangan-jangan kita harus membeli karcis kelas berdiri.. "
Pek Kong tersenyum, matanya melihat keliling.
"Lihat disana, tootiang," katanya. "Disana itu masih ada sebuah meja kosong!"
Biasanya kalau orang datang ke Hong Ho Lauw, kebanyakan dalam rombongan atau
berkawan. Maka itu setiap tamu-tamu datang satu meja mesti penuh oleh si tamu dan
kawan-kawannya itu. Jarang ada tamu datang sendirian. Karena itu, kalau ada sisa
mestinya itu meja kecil. Demikian yang dilihat Pek Kong. Au'wyang Kian mengangguk,
terus ia menuju kemeja itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 346
yoza collection Kebetulan meja terletak menghadap kedua muka, hingga mereka bisa melihat jauh
keluar jendela. Indah pemandangan ditempat jauh itu.
Seorang pelayan segera datang menanyakan tamu-tamunya itu membutuhkan
arak atau makanan apa, setelah mana lekas-lekas dia menyuguhkannya.
Habis menenggak tiga cawan, Pek Kong tanya sang kawan, ada keperluan apa maka
ia datang ke kota Bu-ciang ini. "Sebenarnya," sahut imam itu, "pintoo bersama-sama
Siangkoan Sun Siu tengah mencari tahu tentang kau, sahabatku. Kami juga sedang
menyelidiki tentang keturunannya Keluarga Tek. Ketika pintoo tiba di Hangciu kebetulan
sekali pintoo pergi kerumah yang telah tersia-siakan dari keluarga itu. Lantas hal itu
pintoo beritahukan sahabat Siangkoan. Setelah itu, kami berdua berpisah. Pintoo mau
kembali ke Liauw tong. Kami berjanji, lain tahun di musim semi akan bertemu dengan
Ciong Thian Auwcu. Harinya perjanjian itu masih jauh. Justeru pintoo mendengar berita
tentang munculnya Pek Gan Kwie Leng Sie Cay dibukit Loo Ya Nia, maka hal itu hendak
pintoo sampaikan kepada sahabat Siangkoan . ."
Pek Kong heran mendengar Leng Sie Cay berada di Kwan-gwa. "Kenapa si hantu
jahat itu datang jauh ke Liauwtong?" tanyanya. "Apakah totiang ketahui di mana dia
menginapnya?" "Belum, pintoo belum tahu di mana dia mondok."
Pek Kong berpikir. Ia mencurigai kematian pamannya ada hubungannya dengan
Pek Gan Kwie si hantu bermata biru itu. Ia menyesal tidak tahu di mana berdiamnya
sihantu itu. "Apakah tootiang telah bertemu dengan Siangkoan Tayhiap?" tanyanya kemudian.
"Belum, belum pintoo mendengar tentang Kim Pian Giok Liong," sahut si imam.
"Disamping itu pintoo mendengar satu kabar rahasia besar! Coba, sahabat kecil terkalah
kabar apakah yang pintoo dengar itu?"
Pek Kong berdiam, ia berpikir, tetapi akhirnya ia menggelengkan kepala.
Agaknya girang sekali Auwyang Kian dengan berita itu, yang dikatakannya penting.
Ia tertawa dan berkata: "Ingatkah kau pada akhir tahun yang lampau Thian Liong
Pang telah mengundang Thian Lay Mo Lie, Pek Gan Kwie serta It Koay Sam Yauw dari
Kauw Kie Too untuk pergi berkumpul di Soat B'wee Hong guna mengambil buah
pekbweeko?" Pasti sekali Pek Kong tak melupakan urusan itu. Didalam hal itu, ia adalah salah
seorang yang ada kepentingannya. Cuma segala sesuatunya ia tak tahu jelas.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 347
yoza collection "Ingat tootiang, aku ingat, " sahutnya mengangguk. "Apakah ada terjadi sesuatu hal
lainnya?" "Pasti sekali ada!" menja'wab si imam tertawa. "Sebenarnya orang-orang dengan
kepandaian atau sifat yang mereka miliki itu tak tepat untuk memasuki wilayah
pegunungan Ngo Bwee Nia. Kalau suatu benda termasuk benda mujizat, dia mestinya
mempunyai tempatnya tersendiri, dan Ngo Bwee Nia bukan seperti gunung kebanyakan.
Disana mesti terdapat salah satu macam binatang buasnya dan mungkin juga hawa
beracun yang jahat sekali didalam lembahnya. Aku percaya walaupun Thian Liong Pang
mempunyai orang yang kosen dan lihay, masih belum tentu mereka itu sanggup
mendaki puncaknya gunung . ."
Mendengar kata-katanya si imam, Pek Kong berpikir: "Tapi aku bersama Ho Tong,
ketika memasuki Ngo Bwee Nia, aku tidak menjumpai bencana. Memang di sana ada
jago-jago pelbagai golongan tetapi tak kedapatan binatang buas atau racunnya yang
berbisa itu! Entah dari mana imam ini mendengar beritanya.. . . . . " Maka ia berkata:
"Tootiang, mungkin kurang tepat yang tootiang dengar itu. Aku yang muda pernah
datang ke Soat Bwee Hong, bahkan aku telah menemukan pekbweko, tetapi aku tidak
pernah menghadapi gangguan apa-apa. Rupa rupanya kabar itu telah dilebih-lebihkan.. "
Au'wyang Kian melongo. "Tetapi," katanya, "aku mendengarnya dari Hong Hweeshio si pendeta edan. Tak
mungkin orang kenamaan seperti dia berbicara bohong . "
Mendengar disebutnya Hong Hweeshio, Pek Kong mengangguk. Memang tak bisa
jadi pendeta itu mendustai kenalannya.
Auwyang Kian lantas berkata pula. "Liauw Khong Thaysu dan Leng Toojin pada tiga
puluh tahun yang lampau pernah mengatakan bahwa sekarang ini dunia Rimba
Persilatan bakal mengalami semacam bencana yang tak akan dapat dihindari lagi
kecuali kalau buah mujizat pekbweeko itu didapati orang yang lurus serta lihay ilmu
silatnya hingga orang itu dapat membasmi sekalian manusia jahat! Mereka berdua juga
tahu benar bahwa wilayah Soat Bwee Hong di gunung Ngo Bwee Nia itu tak dapat
didatangi sembarang orang. Buat menyingkirkan hawa jahat, pada dua puluh tahun
yang lalu itu mereka berdua, berdasarkan ilmu kaum Hud Kauw dan Too Kauw, sudah
berhasil membuat surat jimat Houw Seng Cin Shia Hu guna mengusirnya pergi sekalian
mengusir juga segala beburonan jahat yang semua digiring kedalam gua Oey Liong
Tong dilembah Kim Kong Kok, sedangkan dengan ilmu mujizat yang dinamai Thian Tee,
Hoa Yok atau Langit dan Bumi Memeliharanya, mereka membuat hawa diatas bukit itu
menjadi hangat.. " Pendekar Yang Berbudi - Halaman 348


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yoza collection Pek Kong ingat, ketika itu memang ia telah memperoleh "Houw hu", surat jimat
"Harimau." Kemudian ia berkata di dalam hatinya, "Aku telah berhasil makan pekbweeko,
aku juga sudah mewarisi ilmu silatnya Hoa To. Entah dibelakang hari, dapatkah aku
melindungi keselamatannya dunia Rimba Persilatan" Itu suatu tugas yang sangat
berat.." Selagi si anak muda berpikir itu, Auwyang Kian sudah melanjutkan ceritanya:
"Malam sebelum pekbweeko muncul, Liauw Khong Thaysu dan Leng Too jin sudah pergi
ke Ngo Bwee Nia, disana mereka mengetahui bahwa kawanan pelbagai partai itu sudah
menghitung keliru tanggal hari munculnya buah mujizat itu. Disitu mereka lantas
gagalkan sepak terjangnya Thian Lay Mo lie, yang dengan ilmunya hendak membikin
buah mujizat matang lebih cepat dari pada biasanya dan mereka menyediakan tiga
buah yang palsu. Selekasnya Thian Lay Mo lie mendapatkan buah palsu itu, yang
membuatnya sangat girang, dia lantas musnahkan semua pohon bwee, lalu segera ia
mengangkat kaki. Ketika dia memusnahkan rimba pohon bwee, semua orang pada
mengundurkan diri. Walaupun demikian, pemimpin Thian Liong Pang melihat dia
mendapatkan tiga biji buah itu. Maka setelah semua orang bubar Tong Thian Tok Liong
lantas pergi kepadanya meminta bagian buah tersebut . ."
Pek Kong tertawa mendengar cerita sampai disitu.
"Bagus kalau sampai kedua jago itu bertempur satu dengan lain!" katanya. Si imam
juga tertawa. "Tapi Thian Lay Mo-lie lebih banyak pengetahuan dan pengalaman!" katanya. "Dia
telah menggunakan akal muslihatnya. Dengan baik hati ia membagi dua biji pada Tong
Thian Tok Liong. Setelah itu, dengan diam-diam dia kembali ke Soat Bwee Hong, akan
mencari buah yang ia sembunyikan . ." Kembali Pek Kong tertawa. Tahulah ia kenapa
sebabnya Thian Lay Mo lie sudah pergi tetapi kembali lagi yakni hendak merampas
buah yang didapat olehnya.
"Apakah Tong Thian Tok Liong tidak sadar akan buah palsu itu?" ia bertanya.
Auwyang Kian menghirup araknya. Ia tertawa.
"Tiga buah yang palsu itu sebenarnya adalah buah persik Tui sian toh asal luar
daerah Tiongkok," ia menjelaskan.
"Kalau buah itu dimakan, rasa dan baunya harum. Karena itu Tong Thian Tok Liong
tidak dapat membedakannya. Barulah kemudian dia mengetahui dari Sian Hui Sim,
putrinya, bahwa buah itu palsu adanya. Jikalau tidak, ada kemungkinan dia sudah
tersesat diwaktu dia melatih diri dengan Han Liong Kie kang, ilmu Menaklukkan Naga,
sebab dia telah makan buah palsu!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 349
yoza collection Kembali si imam tertawa, bahkan saking gembiranya, dia tertawa nyaring dan lama
hingga tamu-tamu lainnya pada berpaling ke arahnya.
Pek Kong melihat kawan itu sangat bergembira dan tahu juga para tamu telah
tertarik perhatiannya, maka ia lantas berbuat sesuatu untuk membelokkan perhatian.
Dengan suara terang dan tegas ia bernyanyi. Mendengar itu, Auwyang Kian tertawa
lebih jauh sambil bertepuk-tepuk tangan.
Benar-benar perhatian orang dapat disimpangkan, hingga orang tak lagi mengawasi
mereka berdua. "Hebat nyanyianmu itu, sahabat!" ia memuji.
"Kau menyebut-nyebut negara tak bertuan mudah dikuasai dan bahwa rejeki itu
entah bagian siapa! Memang juga Tong Thian Tok Liong, walaupun dia gagal
mendapatkan pek-bweeko, semangatnya tak kunjung padam, dia masih tetap hendak
melanjutkan dan mewujudkan niatnya menaklukkan semua orang supaya dia yang
menjadi jago tunggal kaum Rimba Persilatan atau dunia Kang Ouw. Kabarnya dia pernah
pergi kegunung Urai dimana dia telah mengundang Leng In le-su cabang atas yang
sudah beberapa puluh tahun hidup mengasingkan diri, hingga kemudian dengan
menggunakan Toat Hun Kip, bendera Merampas Nyawa dari cabang atas itu dia pergi
mengundang jago-jago dari pelbagai daerah guna membantu usaha menjagoinya.
Menurut rencana, dia hendak turun tangan diakhir tahun atau dipermulaan musim semi
nanti. Jikalau Tong Thian Tok Liong dapat membukukan usahanya itu, Hong Hweeshio
dan SinCiu Cui Kit dan lainnya sekalipun, mungkin tak akan luput dari marabahaya.
Sebab itulah takdir!.. " Pek Kong terkejut mendengar perkataan terakhir dari si imam,
Bukankah nama ayah angkatnya pun turut disebut"
"Mungkinkah Liauw Khong Thaysu serta Leng Toojin tidak mempunyai jalan untuk
menyingkirkan angkara murka itu?" tanyanya.
"Tentang itu pintoo pernah menanyakan kepada Hong Hweeshio," sahut Auwyang
Kian. "Mulanya dia tertawa dan tak menjawab tetapi kemudian dia berkata bahwa segala
sesuatu telah ditakdirkan, oleh sebab itu mungkin karena sudah suratan takdir demikian,
angkara murka tak dapat dielakkan lagi, orang tak dapat lolos dari padanya.."
Mendengar berita itu, hatinya Pek Kong jadi tidak tenang. Ia bukannya takut takdir
menimpa batok kepalanya. Ia hanya berat memikirkan, bahwa sesudah makan
pekbweeko, tanggung jawabnya menjadi maha berat. Ia ingat bagaimana sulitnya ia
melayani Bwee Hong Soat Lie, ketika itu dalam hal tenaga dalam ia masih setingkat
disebelah bawah. Menurut Bwee Hong Soat Lie, dia masih kalah tangguh dari Leng In
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 350
yoza collection Ie su. karenanya bagaimana andaikata ia harus menghadapi Leng In" Bukankah ia
masih kalah jauh sekali"
Cie Jiam Toojin mengawasi ketika ia melihat sahabat itu diam saja dan wajahnya
agak suram: Ia heran. "Sahabat kecil," katanya, tertawa. "Kau bukannya orang Rimba Persilatan, buat apa
kau berduka tidak keruan" Bukankah kau menjadi seperti orang Tanah Kie yang
menghawatirkan langit ambruk?"
Pek Kong terperanjat. Ia ingat, si imam belum tahu bahwa ia sekarang ia telah
mempunyai kepandaian silat yang mahir. Ia hendak membuka rahasianya tetapi
khawatir si imam tidak mempercayainya. Atau ia bakal ditertawakan. Maka ia menjawab
saja. "Aku hanya terkejut mendengar berita hebat itu, tootiang. Tootiang telah tiba disini
mestinya tootiang mengandung suatu maksud! Maukah tootiang memberi keterangan
padaku?" Imam mengawasi sahabatnya. Nampaknya dia ragu-ragu.
"Baru saja pintoo memperoleh berita tentang ikhtiar baru ini Thian Liong Pang,"
sahutnya sesaat kemudian. "Mengenai hal tersebut pintoo bingung sebab niatku ada
tetapi tenagaku.. Itulah sebabnya kenapa pintoo hendak mencari Kim Pian Giok Liong
supaya dia dapat diajak berdamai. Pintoo datang kemari sekalian untuk menyelidiki
gerak-geriknya pihak partai Naga langit itu, guna memberi kisikan kesana kemari,
supaya semua golongan lurus dapat berjaga-jaga. Tempat ini terpisah dari pusat Thian
Long Pang cuma karena sebuah sungai, pintoo pikir inilah suatu tempat yang cocok
untuk membuat penyelidikan. Jikalau perlu, pintoo berani pergi kemarkasnya partai itu,
buat jalan-jalan saja."
Pek Kong tertarik hatinya.
"Tootiang," tanyanya, "andaikata tootiang mau pergi jalan jalan kemarkas Thian Liong
Pang itu, sudikah tootiang mengajak aku yang muda?"
UWYANG KIAN menatap heran pada pemuda itu. Pikirnya: "Aneh pemuda
ini! Dia tak tahu apa-apa.. .mana dapat dia lancang turut pergi ke markas
partai itu?" Pendekar Yang Berbudi - Halaman 351
yoza collection "Sebenarnya pintoo bukan bangsa pengecut," katanya kemudian, menjawab anak
muda itu. "Markasnya Thian Liong Pang itu diperlengkapi pelbagai macam perangkap
dan ada banyak sekali orang-orangnya yang lihay. Tak mudah akan datang kesana dan
sulit untuk ke luar lagi dari situ. Maka itu, kecuali sangat perlu, jangan kita pergi kesana!
Kau mempunyai urusan apakah, sahabat kecil, maka kau niat pergi ke markas partai
sesat itu?" Pek Kong berganti mengawasi si imam. Ia heran seorang jago tetapi nyalinya
menjadi sekecil itu. Tetapi, karena ia tidak mau membuat malu orang, ia pun tidak mengambil pusing
orang berani atau takut. Terpaksa ia berdusta terus. Maka ia tertawa.
"Tootiang, kalau toh aku yang muda ikut tootiang pergi ke markas partai itu,
bukannya niatku mencari permusuhan atau memusuhi mereka itu," katanya, sabar. "Aku
cuma ingin bertemu dengan Khong Liang penegak hukum partai yang berjuluk Hu hoat
Hian Kie Kie-su! Aku percaya bahwa di sana aku tentu tak akan dibikin susah oleh
mereka itu." Auwyang Kian merasa kurang enak hati. Nada suaranya si anak muda bagaikan
hendak mengatakan ia berhati kecil. Sendirinya mukanya menjadi bersemu merah. Tapi,
selekasnya dia ingat si anak muda bukan orang Bu Lim, Rimba Persilatan, hatinya
menjadi lega pula. Tak lagi ia merasa bahwa orang mengejeknya. Maka ia lantas tertawa
pula. Akhirnya ia berkata: "Sahabat kecil, jikalau kau mempunyai kegembiraan akan turut
pintoo jalan-jalan, baiklah, bersedia pintoo mengajaknya. Dengan demikian kau menjadi
memperoleh kesempatan akan melihat-lihat markas yang mirip dengan gedung naga
atau gua harimau itu."
"Terima kasih, tootiang," kata si anak muda.
Sampai disitu, sembari minum dengan perlahan-lahan, mereka memasang omong
terlebih jauh. Auwyang Kian menjelaskan pada sahabatnya ini dimana letaknya kota
Hanyang, Hanko dan Eng Bu Ciu atau gunung Ku San atau lagi Goat Ouw, Telaga
Rembulan. Sampai tiba saatnya lampu lampu dinyalakan, baru kedua sahabat ini pulang
kepenginapan. Baru Pek Kong memasuki kamarnya dan menyalakan api, diatas
mejanya ia melihat sehelai surat yang berbunyi: "Orang yang tuan mau cari sudah lolos
dari ancaman bahaya, karena itu baiklah tuan jangan mengantarkan diri masuk
kedalam jaring." Surat itu tidak pakai alamat si penerima atau si pengirim, tetapi Pek Kong lantas
menerka kepada Ouw Yam Nio, sebab lenyapnya Couw Kun itu juga diketahui nona itu
dan Pui Hui, karena Pui Hui sudah pergi jauh, maka tentulah tinggal Yam Nio. Walaupun
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 352
yoza collection Pui Hui dibawa terbang burungnya dengan sangat cepat, tak mungkin dia telah tiba di
Bu ciang ini, atau dia tiba tanpa mau menemuinya.
Jadi ini suratnya Yam Nio. Bahkan sebagai orang Thian Liong Pang, nona itu tentu
ketahui baik sepak terjang partainya. Cuma disebabkan harus menjaga diri, si nona itu
jadi tak berani sembarang menemuinya.
Lega juga hatinya Pek Kong. Sekarang ia tinggal memerlukan bukti. Dimana adanya
Couw Kun dan apakah dia tak kurang suatu apa" Kemana ia harus mencarinya"
"Sebenarnya kenapa Khong Liang menculik adik Couw Kun ?" pikirnya lebih jauh.
"Benar aneh." Besok paginya, Pek Kong membawa surat kaleng itu pergi kekamarnya Auwyang
Kian. Ia hendak berdamai dengan rahib itu. Tapi ia kecele. Ia memasuki kamar kosong!
Bahkan pembaringan tak ada tanda-tanda bekas dipakai bermalam"
"Aneh, kemana dia pergi?" si anak muda tanya pada dirinya sendiri.
Belum lagi anak muda ini keluar dari kamarnya si imam, tiba tiba imam itu muncul
dari luar, terus saja dia masuk kedalam, Nampak wajahnya muram.
"Apakah tootiang pergi kebelakang?" tanya Pek Kong heran.
Tapi si imam dengan roman sangat mendongkol berkata keras: "Menjemukan segala
kepala anjing dari Thian Liong Pang itu! Hari ini, walaupun kau tidak pergi ke Ku san,
pin-too yang akan pergi sendiri!"
Lantas si anak muda menerka bahwa imam ini tentu telah dipermainkan orang
partai Naga Langit, maka ia tertawa dan berkata, "Apakah tootiang telah bertemu orang
atau orang-orang partai itu?"
Cie Jiam Toojin tidak menjawab, dia hanya menyodorkan tangannya yang
memegang sehelai kertas: "Coba kau lihat ini, sahabat kecil!" katanya sengit.
Pek Kong menyambuti dan membaca: "Pusat Thian Liong Pang menjadi tempat
sangat penting, siapa yang lancang mendatangi, pasti diamati! Karena itu janganlah
menyerbu api hingga membakar diri sendiri ! Tolong sekalian menasehati sahabatmu
jangan pergi kesana!"
Sembari membaca Pek Kong memperhatikan huruf-huruf surat itu ia dapat
memastikan kedua surat itu buah tangannya satu orang. Maka ia heran kenapa Ouw
Yam Nio memperingatkan, ataupun menggertak imam itu. Kenapa si imam dicegah"
"Kapan Tootiang dapatkan surat ini ?" ia tanya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 353
yoza collection "Duduklah, sahabat kecil," berkata si imam itu, yang mulai menjadi sabar. "Tadi
malam belum lama sepulangnya kita, ada angin menyambar masuk ke kamarku ini,
kertas ini turut terbang masuk. Aku menyanggapinya, lalu dengan sebat aku lompat
keluar akan melihat siapa si penimpuk. Tiba dijalanan besar, aku melihat seorang nona
tengah berdiri seorang diri. Aku tidak memperhatikan dia, aku tidak menyangkanya.
Siapa tahu, selagi aku datang mendekati, mendadak dia lari. Barulah aku heran dan
curiga karenanya. Tanpa bersangsi pula, aku mengejarnya. Dia lari cepat sekali, tak
dapat aku menyandaknya. Tempo aku memperlahan lariku, dia juga memperlambat
larinya. Kami main kejar-kejaran sampai diluar kota.
Disitu dia lari berputaran, dan akhirnya masuk kedalam sebuah rimba. Sia-sia belaka
aku mencarinya semalam suntuk. Sampai sudah terang tanah, baru aku buka dan baca
suratnya ini. Terang dialah orang Thian Long Pang! Kalau aku tahu sejak tadinya, tidak
akan aku membiarkan dia lolos!"
Pek Kong berpikir keras. "Apakah wanita itu bukannya Kiu Bwee Ho?" ia tanya.
Rahib itu menggeleng kepala. "Kalau dia, siang-siang pintoo pasti sudah
mengenalinya!" sahutnya. "Kalau dia nona Ouw Yam Nio, itu tidak aneh! Dia seorang
anak perempuan baru berumur belasan tahun."
Cie Jiam Toojin lantas melukiskan roman dan dandanannya nona itu.
Pek Kong menjadi heran. "Kalau begitu, kelirulah terkaanku," pikirnya. "Siapakah
gerangan" Aku tidak kenal dia dan tidak ada hubungan dengannya, dengan begitu tidak
ada perlunya dia menulis surat padaku. Tetapi dia menulisnya, memberi nasihat padaku
untuk jangan pergi kemarkas Thian Liong Pang. Orang yang aku kenal cuma Honghu
Pek Hee, Liu Hong Lim serta Thian Hong, selain mereka bertiga, ada siapakah lagi"
Mereka bertiga juga tak tahu tentang diculiknya Couw Kun.. Tidakkah ini aneh?"
Menerka-nerka terlebih jauh Pek Kong cenderung untuk percaya tulis itu tulisannya
Tian Hong. Nada tulisan itu juga nadanya orang Thiang Liong Pang. Maka bingunglah ia.
Auwyang Kian tertawa melihat si sahabat kecil diam saja sekian lama itu.
"Sahabat kecil, jadinya kau tak berani pergi ke markasnya Thian Liong Pang, bukan?"
tanyanya. "Tak apa kau tidak pergi, jadi tak usah kau nanti menghadapi sesuatu yang
mengagetkanmu! Jikalau kau memerlukan sesuatu beritahukan saja padaku, nanti
pintoo yang tolong mengurusnya sekalian!" Imam ini baik hati dan sudi mengulurkan
tangan. Pek Kong tertawa menyambut kata-kata orang itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 354
yoza collection "Jangan memusingkan diri karena urusanku, tootiang," katanya. "Biarpun Ku San
menjadi gua harimau, aku yang muda sangat percaya tidaklah kita nanti dapat
dicelakakannya! Baik, kita pergi setelah kita sarapan pagi!"
Auwyang Kian ragu-ragu hingga ia tidak lantas menjawab. "Baiklah!" sahutnya
selang sesaat. "Cuma, kalau kita pergi kesana, alasan apa yang dapat kita pakai?"
Itulah satu soal yang Pek Kong turut memikirkannya.
"Aku yang rendah hendak menemui Khong Liang tetapi sebenarnya aku belum
kenal padanya," katanya. "Bagaimana kalau aku pakai nama tootiang, kita pergi dengan
mengirim kartu nama" Nanti, sesudah kita bertemu dengannya, baru aku
memberitahukan maksud kedatanganku. Bagaimana pikiran tootiang?"
Auwyang Kian terdiam. Dia juga tak kenal Khong Liang penegak hukum Thian Liong
Pang itu. Kalau ia juga tidak kenal, mana bisa namanya dipakai" Sama saja kalau Pek
Kong memakai namanya sendiri.
Imam ini ingin minta keterangan dari sahabatnya tetapi ia membatalkannya, karena
khawatir si sahabat kecil tidak senang hatinya. Iapun bisa disangka penakut. Akhirnya
ia tertawa. "Nah, baiklah, sahabat kecil!" katanya gembira. "Kau boleh berbuat seperti
apa yang kau pikir itu!"
Pek Kong lantas panggil pelayan, buat minta pinjam alat tulis serta kertasnya. Ia
lantas menulis surat kepada Thian Liong Pang, ia pakai namanya Cie Jiam Toojin dan
ia yang membubuhkan tandatangannya. Kemudian ia perintahkan orang pergi ke sungai
Hanyang untuk menyewa perahu.
Ku San adalah sebuah gunung tetapi tidak tinggi dan tidak besar, bahkan keadaan
seumumnya tidak berbahaya. Namanya didapat karena bentuknya seperti kura kura.
Letaknya yalah disebuah tanah datar dalam kecamatan Hanyang, dan berhadap
hadapan dengan Coa San Gunung Ular.
Setibanya di Hanyang, imam dan Pek Kong mendarat meninggalkan perahu
sewaannya. Mereka tidak mengambil tempo lama untuk berjalan sampai dikaki gunung
yang hendak didatangi itu.
Hanya aneh kaki gunung itu. Tidak ada orang Thian Liong Pang yang berjaga-jaga
di situ. "Mesti ada perangkapnya disitu," Auwyang Kian menerka.
"Karena disini tiada penjaganya, mari langsung kita mendaki." Pek Kong setuju. Maka
berdua mereka berjalan maju, dan mulai mendaki bukit.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 355
yoza collection Berjalan baru beberapa langkah, tiba-tiba kedua orang itu dipapaki dua orang
pelayan yang berseragam hijau, yang muncul dari balik daun pohon kayu besar. Kedua
bocah itu menghadap Pek Kong sambil terus memberi hormat dengan menjura dalam,


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lalu bocah yang besaran tertawa dan berkata : "Tuan apakah tuan Pek?"
Pek Kong melengak. Ini ia tidak sangka.
"Ya!" sahutnya singkat, Bocah itu lantas berkata pula: "Tuan, kami diperintahkan
majikan kami untuk memberitahukan kepada tuan: Tuan diminta dengan hormat supaya
jangan memasuki markas disini."
Kembali Pek Kong melengak. Sungguh ia tidak mengerti! Siapakah kedua orang ini"
Siapakah majikan mereka" "Siapakah majikanmu itu?" Ia bertanya.
Kedua bocah itu saling mengawasi sebelumnya menjawab. "Dibelakang hari tuan
akan mengetahui sendiri." Sahutnya kemudian.
Dan anehnya, habis berkata itu, keduanya lantas berlari pergi!
"Sungguh aneh!" pikir Pek Kong. Tak habisnya dia heran. "Mungkin mereka ini
diperintah oleh Tian Hong" Kenapa nona itu hendak mencegah aku" Kenapa dia tidak
mau menemui aku sendiri supaya dapat bicara terus terang?"
Auwyang Kian menyaksikan semua itu, mulanya ia diam saja, tapi akhirnya tertawa
lebar. "Sahabat kecil," katanya, "kalau sekarang kau kembali, temponya masih belum
terlambat. Lagi pula menurut pintoo, lebih baik kau jangan pergi terus, supaya kau tak
usah menyebabkan orang memikirkanmu dan menjadi bersusah hati karenanya!"
Pek Kong merasa telinganya panas. Hebat guraunya si imam.
Tapi ia tertawa. "Harap tootiang jangan bergurau," katanya. "Aku bingung karena aku tidak tahu siapa
orang yang mencegahku secara begini. Yang sudah pasti yalah keputusanku tidak dapat
aku kembali setengah jalan!"
Habis berkata begitu, si anak muda terus naik mendaki gunung. Mau atau tidak,
Auwyang Kian mengikuti anak muda berhati baja itu. Hanya ia menjadi bingung dan
heran bukan buatan. Kenapa anak muda ini menjadi demikian berani sedangkan ia tahu
si bocah ini tidak mengerti ilmu silat" Bagaimana dia menjadi demikian bernyali besar
dan berkukuh hendak mendatangi markas Thian Liong Pang" Dan siapakah penulis
surat gelap itu yang memberi nasihat" Mestinya penulis itu kenal Pek Kong, tetapi aneh,
pemuda ini sebaliknya tidak mengenalnya! Penulis itu toh seorang wanita"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 356
yoza collection "Dia demikian keras niatnya, pasti dia mempunyai urusan sangat penting dengan
Khong Liang," pikirnya pula. "Ketika dahulu aku bertemu dengannya di Bek Hie Hong, dia
memang berani, nyalinya besar dan pikirannya tetap, hanya dia lemah. Kenapa
sekarang dia begini tenang" Mungkinkah dia telah makan pekbweeko dan telah memiliki
ilmu silat yang istimewa luar biasa?"
Tengah si imam berpikir itu, Pek Kong menoleh padanya dan bertanya: "Tootiang,
tootiang bersama Siangkoan Tayhiap mencari keturunan Keluarga Tek, apakah tootiang
ketahui kalau keluarga itu ada hubungannya dengan nona Honghu?"
Belum lagi Cie Jiam Toojin menjawab, tiba-tiba empat orang sudah berlompat keluar
dari tempat sembunyinya dibalik pohon kayu besar. Mereka itu bertubuh besar dan
pakaiannya singset. Salah seorang diantaranya lantas menegur: "Dari mana datangnya
orang-orang berkepala besar yang lancang ini berani mendatangi wilayah yang
terlarang?" Menyaksikan demikian, Auwyang Kian berlompat maju kedepan, menghadang
didepan si anak muda. Dengan temberang ia berkata sambil tertawa: "Thian Liong Pang
menganggap dirinya sebagai pemimpin dunia Rimba Persilatan, akan tetapi melihat
keadaannya sekarang ini, dia tak lebih tak kurang cuma segerombolan manusia yang
tak keruan tingkah lakunya!"
Setelah berkata begitu, ia bertindak maju untuk berjalan terus. "Minggir!" demikian
diapun membentak mengusirnya.
Keempat orang itu saling melirik, segera mereka menghunus senjatanya masingmasing, lalu dengan satu seruan berbareng, mereka lantas memecah diri keempat
penjuru buat melakukan pengurungan.
Sang rahib tertawa dingin. Hampir dia mulai menyerang terlebih dahulu, tapi tibatiba dari atas bukit terlihat munculnya seorang muda berbaju biru yang berlari-lari
dengan cepat sekali sambil mendengarkan suara nyaring: "Tunggu! keempat hiocu,
jangan berlaku kurang hormat kepada orang tamu!"
"Hiocu" adalah suatu jabatan untuk jabatan didalam partai Thian Liong Pang.
Cepat sekali anak muda itu sudah tiba, dari dalam tangan bajunya segera dia
menarik keluar sebuah bendera segitiga warna kuning. Itulah yang dinamakan Oey
Liong Kie bendera Naga Kuning. Sambil membeber bendera itu, dia terus berkata
kepada keempat hiocu itu: "Aku yang muda menerima perintah untuk menyambut para
tamu kita ini! Keempat hiocu dipersilahkan kembali ketempat masing-masing!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 357
yoza collection Melihat bendera kuning itu, empat orang itu memberi hormat pada si anak muda
terus mereka berkata. "Baiklah, kami menerima perintah!" Lalu, semuanya lantas
mengundurkan diri. Setelah keempat hiocu itu pergi, si anak muda memberi hormat pada Auwyang
Kian. "Kedua tuan tentulah Auwyang loocianpwee bersama Pek Kongcu!" berkata dia.
"Aku yang muda menerima perintah dari Hu-hoat kami untuk dengan istimewa
mengundang loocianpwee dan kongcu mendaki gunung kami!"
"Locianpwee" ialah panggilan terhormat terhadap seorang tua tingkat atas, dan
"kongcu" ialah panggilan terhormat terhadap seorang muda yang dihargai.
Keduanya Auwyang Kian dan Pek Kong melengak sejenak. Heran mereka karena
orang telah mengetahui kedatangan mereka sedangkan mereka mendatangi Thian
Liong Pang tanpa ada orang yang mengetahuinya. Bahkan orang kenal baik she dan
nama mereka! Auwyang Kian juga heran mengenai dirinya Pek Kong. Kalau ia dikenal orang, itu
tidak mengherankan. Tetapi Pek Kong, seorang muda belia, yang tak mengerti ilmu silat..
Walaupun herannya bukan main, Cie Jiam Toojin toh cuma melengak sedetik, terus
ia mengambil sikap wajar, wajahnya tersunggingkan senyuman. Sembari tertawa ia
berkata: "Memang kami juga datang dengan jalan terang-terangan!" Lagi-lagi ia tertawa
riang. Si anak muda bersikap biasa juga, ia tertawa ia merangkapkan kedua tangannya
dan berkata: "Silahkan turut aku, aku akan membuka jalan! Harap loocianpwee dan
kongcu memperhatikan langkah kakiku supaya jangan sampai kalian berdua nanti
tersesat jalan." Didalam hati, Auwyang Kian heran. Ia melihat jalan itu rata saja, tak ada yang aneh
atau mencurigakan kecuali batu-batu bertumpuk kecil disana-sini serta rumput yang
teratur. Saking merasa aneh, ia menganggapnya lucu, maka iapun tertawa dan berkata:
"Hm! Segala batu dan rumput itu hendak menahan Auwyang Kian?"
Si anak muda berbaju biru cuma tertawa, dan tidak membantah hanya mengatakan
: "Silahkan, loocianpwee dan kongcu!" dan terus dia lari pesat diantara jalanan yang
berserakan batu itu. Auwyang Kian melihat orang berlari cepat, ia lantas berpaling kepada Pek Kong
seraya mengajak: "Mari!" dan terus ia menyusul wakil tuan rumah itu. Tapi begitu lekas
juga ia menjadi terkejut. Ia kehilangan anak muda pengantarnya itu. Sebaliknya dari
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 358
yoza collection pada jalanan berserakan batu dan rumput, ia sekarang berada didalam sebuah rimba
lebat dan penuh berasap hingga tak tampak lagi cahaya matahari.
"Heran," pikirnya. Dan ia berhenti dan menoleh kebelakang Walaupun ia seorang
yang berpengalaman, hal aneh ini toh membuatnya bingung. Ia lantas ingat Pek Kong,
ia mengkhawatirkan kawannya itu. Ia sendiri tidak merasa takut sama sekali. Waktu ia
melihat si anak muda, yang menjadi kawannya itu, kembali ia menjadi heran! bahkan
heran sekali. Pek Kong kelihatan berjalan dengan tenang-tenang saja, wajahnya nampak
sedang berpikir keras. "Tidak kusangka bahwa mereka sudah main gila dijalanan rata yang tadinya
berserakan batu dan rumput ini!" ia berkata kepada si anak muda.
"Menurut penglihatanku, orang sudah mengatur barisan rahasia Pat Kwa Tin
ditambah dengan uap buatan manusia ! Mari kita mencoba melangkah digaris Kian wie
dan memutar kedudukan Soankiong! Coba kita lihat, kita bisa keluar dari dalam
kurungan ini atau tidak.. "
"Pat Kwa Tin" ialah semacam barisan kurungan rahasia segi delapan. Dan kedua
garis itu adalah garis-garis istilahnya tin tersebut.
Dan karena khawatir si anak muda nanti tersesat, si imam juga memegangi tangan
kawannya untuk berjalan bersama. Ia mengajak berjalan dengan mengikuti garis-garis
patkwa segi delapan itu. Sekian lama mereka berjalan, mengikuti jalan yang belok kanan belok kiri, kemudian
ternyata mereka berjalan disitu situ juga, mereka cuma mengitari jalan tersebut. Hal itu
diketahui setelah tempat semula itu diteliti. Maka juga si imam menjadi heran
bercampur bingung. Baru sekarang dia berpikir keras. "Heran jalan ini!" katanya nyaring.
"Biarlah aku mencoba menghajarnya!"
Dikiri mereka ada sebuah puncak kecil, puncak itu dihajar si imam yang
menggunakan tenaganya yang telah dikerahkan. Ia percaya bahwa ia sanggup
menggempurnya. Akan tetapi kenyataannya cuma batu dan debu yang berhamburan,
puncaknya tetap berdiri tegak seperti semula!
Baru sekarang Cie Jiam Toojin berdiri keheranan. Tak habis habisnya ia
memikirkannya. Ia menerka lawan sudah menggunakan ilmu sesat. Diam diam ia malu
sendirinya sebab tadi sedikitnya ia sudah bicara besar.
Sekian lama imam ini terdiam. Ketika ia menoleh kepada kawannya, si anak muda
tetap bersikap tenang. Terhadap kawan ini, iapun heran. Tak selayaknya orang tak
mengerti ilmu silat bersikap setenang itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 359
yoza collection "Eh, sahabat kecil!" akhirnya ia menegur, "bagaimana dengan kau" Apakah kau
memiliki ilmu mujizat?"
Belum lagi si pemuda menjawab pertanyaan si rahib, lantas mereka mendengar
suara hiruk pikuk yang luar biasa, seakan akan suara hantu yang memekakkan telinga.
Suara itu memenuhi seluruh lembah.
Mendengar suara itu, tiba-tiba Pek Kong tertawa dan berkata: "Oh, kiranya inilah tin
gabungan dari kedua tin: Ngo Kwie Ku Pun dan Cu Chee Loan Lok! Baik, nanti aku yang
rendah mencoba membuyarkan dahulu uapnya, sesudah itu, baru suara suara itu
dihentikan. Asal tinggal tumpukan batu dan rumput, tak sulit buat kita keluar dari tempat
ini . " "Ngo Kwie Ku Pun" yalah tin atau barisan rahasia "Lima Hantu Mengisi Pekuburan,"
dan "Cit Chee Loan Lok" yalah barisan rahasia "Tujuh Bintang Jatuh Berserakan."
Auwyang Kian heran. Dia adalah jago dari Liauw ong, wilayah Timur,
pengalamannya menjelajah sudah puluhan tahun, tetapi selama itu belum pernah ia
mendengar nama atau perihal kedua tin yang disebutkan pemuda itu. Karenanya,
hendak ia minta keterangan dari si pemuda, tapi orang sudah mendahuluinya
menggerakkan tangannya. Mulanya Pek Kong merapatkan kedua tangannya, digosokkan satu dengan lain,
terus kakinya melangkah. Mendadak ia berhenti berjalan, berdiri tegak.
Lalu dengan sekonyong konyong ia menyerang keatas keudara, sampai empat kali
beruntun. Menyusul hajaran itu, mereka mendengar suara guntur samar-samar terus datang
berkesiurnya angin, sesaat kemudian buyarlah uap disekitar tanah terbuka itu, hingga
Sang Surya yang merahpun tampak muncul kembali seperti tadi.
Habis suara guntur samar-samar itu serta cuaca cerah, suara berisik sang
"memedi" makin menjadi-jadi, tapi sekarang suaranya kacau. Pek Kong mengumpulkan
tenaga dalamnya, terus ia bersiul, tak keras juga tak lama, iramanya merdu didengar.
Sekejap itu hilang sudah suara hantu itu. Yang masih terdengar tinggal sisa siulan . .
Auwyang Kian tercengang mengawasi si anak muda. Ini adalah diluar dugaannya.
Selama ini ia menyangka si anak muda seorang pelajar yang tetap lemah.
"Oh, sahabat kecil!" akhirnya dia berseru. "Mata pintoo melek tapi buta! Kapankah
kau telah mempelajari ilmu gaib ini?"
Pek Kong tertawa. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 360
yoza collection "Maaf, tootiang," sahutnya. "Panjang ceriteranya, baik lain kali saja aku
menuturkannya. Yang perlu sekarang yalah supaya kita segera keluar dari tin ini,
supaya kita bisa lekas sampai diatas gunung menemui Khong Liang! Kita harus jaga
supaya kita tak sampai ditertawakan dia!"
Mendadak anak muda ini berhenti bicara. Ia seperti merasa sudah keliru omong. Ia
tersenyum tetapi dengan senyuman likat. Terus saja ia berjalan maju dengan cepat
mendahului si imam. Parasnya Cie Jiam juga merah. Dia jengah sendirinya. Dengan mulut runyam ia
menyusul si anak muda. Dengan cerahnya cuaca, segala sesuatunya tampak nyata.
Didepan terlihat tujuh buah puncak cilik, atau tanah muncul, yang letaknya seperti
Pek Tauw, Bintang Utara. Disitu, Auwyang Kian melihat jelas adanya jalanan keluar.
Selekasnya mereka berada diluar tin, kiranya tujuh puncak itu hanya tujuh tumpukan
tanah. Saking mendongkol, rahib ini menghajar kalang kabutan tumpukan-tumpukan
tanah itu! Maju lagi satu lintasan, Pek Kong berdua menghadapi sebuah tanah terbuka yang
luas, rumputnya hijau dan tebal.
Selewatnya halaman itu, didepan mereka berdiri sebuah tembok tinggi. Dimuka
pintu terdapat sebuah halaman. Pintu yang catnya merah itu tertutupi rapat,
suasananya sunyi, hingga bangunan itu mirip rumah kosong.
Dikiri dan kanan pintu ada tumbuh masing-masing tiga buah pohon cemara yang
besar-besar. Menghadapi pepohonan itu terdapat tanah kosong berumput berupa
taman. Ditengah taman itu ditanami bermacam-macam pohon bunga yang dikurung
pula dengan pohon pohon gouwtong atau sterculia platan folia.
Tepat dimulut jalan dipasang sebuah cio pay, batu peringatan dimana terdapat
cukilan lima huruf yang bunyinya "Tok Ko Ang Cie Kee" atau "Rumah Tok Ko Ang". Disini
itu ada cukilan huruf-huruf kecil. "Siapa tidak diundang jangan masuk kesini. Siapa
lancang masuk dia akan mati! Siapa yang tidak percaya peringatan ini, silahkan coba
satu kali saja!" Auwyang Kian tertawa lantang membaca pemberitahuan itu. Sengaja dengan suara
nyaring ia berkata: "Sahabat kecil ! Heran Khong Lian itu! Dia mengundang kita masuk
kemari, tapi ia menyembunyikan diri dalam rumahnya ini yang mirip batok kura-kura!
Apakah ini caranya untuk mengundang tetamu?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 361
yoza collection Pek Kong dapat menerka maksudnya si imam, maka ia menjawab nyaring pula:
"Sudahlah, tootiang, harap kau tidak bergusar dengan orang sembunyi didalam batok
kura-kura! Nah, mari tootiang lihat aku yang muda menggunakan caraku, aku jamin dia
nanti menongolkan kepalanya dari lobang batoknya itu!"
Pek Kong bukannya seorang pemuda yang berkepala besar tetapi sesungguhnya
cio pay itu menjadikan ia tidak senang. Thian Liong Pang menganggap dirinya sebagai
jago tunggal, dia memandang rendah kepada siapa juga. Ia pun ingat akan kata-katanya
Hong Hweeshio, si pendeta edan bahwa mana bisa orang mencegah kehancuran Rimba
Persilatan kalau orang takut menempuh bahaya.
Auwyang Kian beranggapan anak muda ini masih hijau dan karenanya berani mati.
Hendak ia mencegah, supaya si pemuda jangan semberono, tapi ia kalah sebat, si anak
muda telah mendahuluinya maju kemuka taman dengan langkah perlahan dia menuju
kejalan yang terbuat dari batu.
Di dalam taman itu kecuali pelbagai pohon bunga cuma terdapat lima buah bangku
batu, yang buatannya sangat sederhana, biasa saja. Selekasnya Pek Kong masuk ke
dalam taman, hidungnya lantas mencium bau harum istimewa, terus ia rasakan
kepalanya pusing dan matanya berkunang kunang. Ia terkejut, ia mau mundur pula
tetapi sudah terlambat, segera ia jatuh duduk disebabkan kedua kakinya lemas hingga
tak dapat digerakkan lagi.
Auwyang Kian kaget bukan main. Hendak ia maju menolongnya tetapi ia tak berani,
khawatir iapun nanti roboh seperti si anak muda. Maka ia lantas menteriaki: "Sahabat
kecil, lekas makan Hui Thian Siok Beng Tan!"
Sia-sia teriakan atau peringatan itu. Pek Kong tetap duduk bersila, matanya meram
mulutnya bungkam. Ia tak mendengar apa-apa.
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari terbukanya pintu gerbang. Diambang pintu
itu segera muncul seorang pria tua yang rambut dan kumis janggutnya sudah putih
seluruhnya. Dia menyandarkan tubuhnya dipinggiran pintu sambil tertawa lebar, terus
dia berkata keras: "Sudah lama aku mendengar tentang si imam berewokan merah,
yang ilmu sebuah jarinya, It Cie Tan Kong, lihay menjagoi di Liauw tong, bahwa nyalinya
bukannya kecil, tetapi kenapa dia masih kalah dengan seorang bocah cilik, bisanya
membuka mulut berkoar seperti nenek-nenek dijalan besar?"
Auwyang Kian mengawasi orang itu, yang ia tidak kenal. Ia menyangkanya Tong
Thian Tok Liong ketua partai Naga Langit. Maka ia tertawa dingin dan berkata tawar:
"Kiranya pemimpin utama dari satu partai yang besar toh masih mengandalkan segala
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 362
yoza collection ilmu gaib dan racun berbisa untuk melindungi dirinya! Apakah dengan begitu kau tak
malu nanti ditertawai umum sampai gigi copot rontok?"
Si orang tua tertawa dan berkata menghina: "Hm, orang semacam kau memikir
dapat menemui ketua kami! Baiklah kau ketahui, aku siorang tua cuma seorang penjaga
pintu! Kau tahu kenapa sekarang aku muncul di sini " Itu karena aku melihat kau,
sekalipun huruf-huruf yang besar-besar kau tidak kenal!
Kenapa kau lancang memasuki tempat kediaman pribadi dari ketua kami" Jikalau


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau tidak menggoyang-goyang ekormu dan ngeloyor pergi dari sini, aku khawatir
kaunanti tak dapat mati dengan baik-baik di dalam kamarmu!"
Bukan main gusarnya Auwyang Kian dihina yang seorang menyebut dirinya
penjaga pintu itu. "Hai, bangsat tua, kau berani menghina aku?" Bentaknya. "Lihat, sebentar akan tahu
rasa kau!" Si penjaga pintu tertawa terbahak-bahak. "Tak usahlah kau sebut nanti!" tantangnya.
"Kalau kau benar tidak takut mampus, tiada halangannya sekarang kau maju kemari!
Percayalah, aku si orang tua akan membuatmu puas! Kau nanti berjalan dijalan hidup
yang lebih pendek." Habislah kesabaran si imam, hendak ia berlompat maju akan melompati taman
bunga itu tapi mendadak Pek Kong mencelat bangun sambil berseru: "Jangan, tootiang!
Tahan!" Menyusul itu, anak muda itu sudah lantas berlompat sampai didepannya orang tua
itu! "Lekas perintahkan Khong Liang keluar menemui aku!" perintahnya membentak.
Orang tua itu terkejut dan heran. Ia tidak menyangka si anak muda tak roboh karena
bau harum beracun itu. Tapi hanya sedetik, dia lantas tertawa gelak-gelak. "Hm." Dia
menghina. "Baru dengan kepandaianmu sebegini saja kau berani berjumawa" Sekalipun
Tong Thian Tok Liong sendiri sangat menghormat dan mengindahkan aku si orang tua.
Macam apakah kau" Kau mahluk apa makanya kau berani bicara main membentak."
Auwyang Kian sementara itu berlega hati melihat kawan kecilnya tidak kurang
suatu apa. Ia lantas memandang tajam pada siorang tua yang jumawa itu, hingga
sekarang ia dapat melihat tegas. Si orang tua itu berjanggut panjang sampai dilututnya,
rambutnya yang beruban menjuntai sampai dibahunya, kedua matanya bersinar seperti
kilat, suaranya nyaring bagaikan genta. Lalu, mengingat kejumawaannya, tiba-tiba ia
ingat siapa gerangan si tua itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 363
yoza collection "Sahabat kecil!" ia lantas memperingatkan Pek Kong. "Kau tahu siapakah bangsat
tua di hadapanmu ini" Dia ialah salah satu diantara empat Toa Sat Chee sebawahannya
Leng In Ie su! Ya sebawahannya yang ketiga! Dialah Ho Siu Cong Ciong Ku Kun si Naga
Hijau Ubanan. Kita bukannya mau mencari dia! Jangan kita layani dia!"
Toa Sat Chee itu berarti si bintang cawa celaka.
Memang benar orang tua ubanan berjanggut panjang luar biasa itu Ho siu Chong
Liong Ku Kun. Ketika dahulu terjadi pertempuran besar besaran di Bong Han Hok,
lembah Roh Gentayangan, dia pernah perlihatkan kepandaiannya. Dia tidak gusar bahwa
Auwyang Kian membuka rahasianya itu, menyebutkan gelar nama dan kedudukannya
sebagai bawahannya Leng In le-su. Dia justeru tertawa lebar.
"Ha, hidung kerbau!" katanya, "kau dapat ingat siapa aku si orang tua, sungguh
matamu masih belum buta picek!"
Pek Kong terperanjat juga hatinya mengetahui si orang tua itu adalah Ku Kun akan
tetapi karena orang itu sangat jumawa, ia menjadi tidak senang hatinya. Ia tertawa
dingin dan berkata. '"Eh, orang tua she Ku, jangan kau agulkan nama kosongmu dahulu
hari itu, nama yang tak berarti. Apakah kau sangka dengan nama kosongmu itu dapat
kau membuat orang kaget" Tidak! Aku, tuan kecilmu, telah datang kemari, itu artinya
aku tak menghargai sepeserpun padamu!"
Mendengar suara si anak muda, barulah wajah si orang tua merah padam. Katanya
bengis. "Jikalau aku si orang tua tidak memberi rasa pahit padamu, kau pasti tidak tahu
berapa tingginya langit dan berapa tebalnya bumi!"
Sembari berkata begitu, jago tua itu melangkah maju.
Berbareng dengan itu diambang pintu gerbang yang besar itu terlihat sesosok
tubuh berkelebat muncul. Dialah si anak muda berbaju biru yang membawa bendera
kuning tadi. Dia lantas menjura dalam kepada Ku Kun sambil berkata: "Aku yang rendah
menerima perintah mengundang para tamu, oleh karena itu loocianpwee diminta suka
lekas kembali ke markas, Pangcu tengah menantikan di Coa San!"
Kalau Ku San berarti Gunung Kura-kura maka Coa San adalah Gunung Ular.
Mendengar kata-kata si anak berbaju biru, Ku Kun lantas mendelik terhadap Pek
Kong, setelah itu dia memandang si pesuruh dan berkata kepadanya: "Kau beritahukan
Khong Liang, bocah ini aku serahkan padanya! Sebentar aku si tua datang meminta
orang ini dari dia!"
Begitu dia menutup mulutnya, begitu si tua berlompat pergi terus lari turun gunung.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 364
yoza collection Diam-diam Pek Kong mengagumi keringanan tubuh jago tua itu, hingga ia tidak
tahu ia sanggup atau tidak mengadu kepandaian dengan dia. Justeru ia tidak mau
memikirkan lagi, justeru ia mendengar Cie Jiam Toojin berkata kepada si pesuruh
berbaju biru itu. "Apakah begini caranya penegak hukum dari Thian Liong Pang menyambut tamu
tamunya?" Pesuruh itu lekas-lekas melintasi taman.
"Harap loocianpwee jangan keliru mengerti," katanya hormat. "Dengan
sesungguhnya Huhoat kami sedang diganggu oleh banyak urusan yang merepotkan
hingga dia jadi melayani tamu-tamu tak sebagaimana layaknya." Ia terus merogoh
sakunya dan mengeluarkan satu bungkusan kecil dari kertas kuning, sembari
mengulurkan itu dengan kedua tangannya, ia menambahkan kata katanya: "Inilah
sebungkus obat untuk menghindarkan diri dari racun yang memusingkan kepala,
silahkan loocianpwee simpan guna dipakai membebaskan diri dari gangguan bau
beracun itu. Selewatnya taman bunga ini, loocianpwee tak akan terganggu pula oleh
racun, hanya dikedua sisi dari pohon pohon gouwtong, dibawah pohonnya ada
perangkap yang terlebih bahaya lagi, maka itu harap loocianpwee berdua janganlah
melanggarnya . . " Auwyang Kian percaya keterangan itu. Buktinya yalah Pek Kong, yang tidak keruan
keruan jatuh duduk bersila. Tapi iapun tidak puas. Keterangan itu berupa ancaman juga.
Ia menyambut bungkusan itu sambil memperdengarkan suaranya: "Hem! Aku justeru
mau lihat ada permainan apa lagi disini!"
Anak muda berbaju biru itu tertawa.
"Loocianpwee, silahkan!" katanya sambil terus memutar tubuh dan berlari pergi
kedalam. Cie Jiam Toojin berjalan melintas taman itu. Ia melihat Pek Kong tengah mengawasi
beberapa buah pohon cemara yang besar itu.
"Eh, sahabat kecil, apakah pohon-pohon itu besar artinya?" tegurnya heran.
Tiba-tiba saja si anak muda berseru: "Tepat!" seraya terus dia melompat maju,
menekan sebatang pohon, setelah itu, cepat dia berlompat mundur ketempat berdirinya
semula. Menyusul itu, diiringi suara bergerak keras, sebuah pohon cemara yang menaungi
taman, patah roboh sendirinya dan dari batangnya yang patah memancar sinar hijau
bagaikan bintang, sasarannya ialah taman bunga itu!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 365
yoza collection Tetapi itu belum semua. Api itu membakar pohon-pohon kembang yang menyiarkan
bau keras yang sukar tertahankan hidung, yang menyebabkan kepala pusing dan mata
berkunang kunang. "Sungguh berbahaya!" berseru Pek Kong, yang dapat membebaskan diri dari
perangkap maut itu. Kalau tadi tengah ia duduk bersemedhi ada orang mematahkan
dahan itu, pasti celakalah ia.
Cie Jiam Toojin terkejut berbareng kagum terhadap si anak muda. Baru sekarang ia
insaf bahwa pemuda itu telah memiliki kepandaian yang istimewa, gagah dan cerdas.
"Eh, sahabat kecil," tegurnya, tertawa, "bagaimana kau bisa mengetahui bahwa
pohon itu merupakan perangkap maut?"
Pek Kong bersenyum. "Sebabnya jauh sebelum aku memasuki taman, kecurigaanku sudah timbul terlebih
dahulu," sahutnya, "karena itu, aku memperhatikan segala sesuatu. Pikir saja, pusat
markas Thian Liong Pang yang demikian termashur mustahil tak ada orang yang
menjaganya" Tak curigakah orang bisa mundar-mandir di sini tanpa ada yang
menghalang-halangi" Karena itu, mestinya disini ada penjaganya yang tersembunyi
dan itu artinya entah jebakan rahasia apa! Demikian barusan sengaja aku mencoba
menekan pohon itu." Auwyang Kian segera ingat peringatannya si bocah baju biru itu. Tapi ia tidak takut,
sembari tertawa ia berkata: "Tadi anak itu memberitahukan bahwa di bawah pohon
gouwtong ada perangkap yang terlebih liehay lagi. Mari kita hancurkan sekalian saja
supaya semua itu tak usah menjadi pengganggu bagi kita!"
Pek Kong sudah terlanjur maju, ia mengangguk.
"Mari!" sambutnya. Lantas dia bersikap hendak melompat maju. Tetapi..
Dengan tiba tiba saja dari arah belakang mereka terdengar suara tawa yang parau:
"Kedua tuan tuan yang terhormat jangan bergusar dulu! Mungkinkah kalian tak dapat
memaafkan aku si orang tua yang telah datang terlambat."
Pek Kong berpaling dengan cepat, hingga ia masih sempat melihat sisa senyuman
orang yang tertawa dan berkata itu, yang menyebut dirinya siorang tua. Ia lantas
menerka orang itu adalah Kong Khian Hok Liong atau Hian Kie Kiesu, penasehatnya
Kong Khian Hok Liong tetapi tadi si pemuda berbaju biru mengatakan bahwa pangcu
mereka berada dibukit Coa San, maka mestinya orang tua ini ialah Hian Kie Kie su
Khong Liang. Tapi ya, tapi! Kiu Bwee Ho menyatakan bahwa Khong Liang adalah
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 366
yoza collection seorang berusia lebih kurang tiga puluh tahun yang memelihara kumis serta mukanya
putih. Dan orang ini orang tua, seorang kakek-kakek!
Tapi Auwyang Kian sudah tertawa dingin dan berkata. "Tuan, tuan tentulah Hian Kie
Kiesu yang amat kenamaan! Tetapi, tuan hendak aku jelaskan bahwa kedatangan kami
bukannya dengan maksud jahat, tak kusangka kami disambut dengan ucapan
penyambutan seorang tamu agung.. ."
Orang tua itu tertawa pula dengan suaranya yang tak sedap didengar.
"Aku yang tua benar Khong Liang!" katanya. "Barusan telah terjadi kesalahan, itulah
karena kealpaan yang tak disengaja. Tapi di sini bukannya tempat yang tepat untuk kita
berbicara, silahkan tuan-tuan masuk kedalam, kita akan memasang omong disana!"
Orang tua itu lalu memberi hormat sambil menjura.
Melihat orang merubah sikapnya, Auwyang Kian tidak mau berlaku keterlaluan. Ia
mengeluarkan kartu nama dan menyampaikannya dengan kedua tangannya. Ia berlaku
hormat sepantasnya. Khong Liang menyambut tanpa membaca lagi, kartu itu dimasukkannya kedalam
tangan bajunya. Kembali ia tertawa dan berkata: "Tuan-tuan telah datang dari tempat
yang jauh, aku si orang tua sudah ketahui itu. Silahkan!"
Auwyang Kian dan Pek Kong menerima baik undangan itu.
Keduanya berjalan dengan berhati-hati. Dari luar, terus sampai didalam tak tampak
sesuatupun yang mencurigakan. Hal itu mendatangkan rasa herannya Cie Jiam Toojin
dan pemuda kawannya itu. Disepanjang jalan kedalam itu, ke toa-thia atau ruang besar, cuma terlihat sebuan
empang teratai serta beberapa buah pohon pisang, tiada lain, tiada juga gunung
gunungan seperti biasa terdapat dihalaman rumah besar yang kebanyakan. Hanya
ditengah-tengah ruang tergantung sehelai gambar lukisan "Pat Sian Kwee Hay" Delapan
Dewa Menyeberangi Lautan, beserta sepasang liannya dikiri dan kanan dengan masing
masing bunyi tulisannya: "Di Tanah Barat ada jalanan, disitu orang sukar melaluinya"
dan "Di Laut Selatan tiada jembatannya, disitu aku berjalan seorang diri saja."
Diatas meja ada sebuah paso dengan lukisan bunga anggerek. Dikedua dinding
tergantung masing-masing gambar lukisan kuno. Dikiri dan kanan terdapat empat buah
kursi, yang disebut kursi thaysu ie berikut tiga meja kecil peranti teh. Itulah
perlengkapan rumah yang umum saja.
Benarkah demikian sederhana ruang besar dari markasnya Thian Liong Pang yang
termasyhur itu" Pendekar Yang Berbudi - Halaman 367
yoza collection Auwyang Kian heran melihat semua apa yang dilihatnya itu. Ia tidak melihat apaapa yang mencurigakan meskipun hatinya tetap menerka ruang itu pasti penuh dengan
pelbagai macam perangkap.
Pek Kong sebaliknya tidak terlalu bercuriga seperti kawannya itu. Ia cuma
memikirkan urusan maksud kedatangannya ini, mencari Couw Kun si adik yang lenyap
itu. Dan berpegang kepada keterangannya Ouw Yam Nio dan Cit Seng Bong, ia percaya
ia sedang berhadapan dengan Khong Liang, orang yang sedang dicarinya, hanya Khong
Liang ini pasti Khong Liang didalam penyamaran, karena tampaknya dia sudah
demikian lanjut usianya. Khong Liang mempersilahkan tamu-tamunya duduk, terus dia memanggil: "Anak Po,
lekas suguhkan teh!"
Anak Po ialah Po jie, si pemuda dengan baju biru tadi. Dia lantas muncul dengan
sebuah nampan, diatasnya terdapat tiga buah cangkir teh yang harum baunya. Ia
menyuguhkan kepada ketiga orang itu, gerak-geriknya hormat.
Auwyang Kian memegangi cawan, tak berani ia lantas meminum isinya, Tengah ia
ragu-ragu, tiba-tiba terdengar tawa nyaring dari tuan rumah, yang terus berkata
nyaring: "Jago dari Liauw tong sungguh teliti!"
Habis berkata begitu Khong Liang menuang sedikit dari isi cawannya, hingga air
teh tumpah kelantai, lantas mengepullah asap tebal yang menyiarkan bau busuk sekali
sedangkan batu yang terkena air itu kontan pecah berlobang kira-kira setengah dim!
Cie Jiam Toojin terkejut hingga dia bengong parasnya mendadak menjadi merah
padam. Di saat dia hendak menegur, maka dia mendengar Khong Liang tertawa dan
berkata pula. "Aku si tua tiada maksud mencelakakan kalian, tuan-tuan berdua. Aku
berbuat begini cuma disebabkan aturan yang telah dibikin oleh Pangcu kami, ialah
untuk melayani tamu-tamu kami harus menyuguhkan arak beracun dengan air teh
sebagai gantinya. Memang teh ini beracun tetapi seorang ahli kaum Rimba Persilatan,
dia tak mempan dengan beratus racun, bahwa air teh kami ini benar-benar dapat
menghilangkan haus! Tuan-tuan berdua, kalian tentu percaya akan kata kata ini."
Segera setelah menutup kata katanya Khong Liang menenggak habis sisa araknya
itu. Pek Kong menerka Khong Liang mestinya main gila, mungkin air teh itu
mengandung sesuatu, akan tetapi ia tidak mau menunjukkan kelemahannya, lantas ia
mendahului kawannya meneguk isi cawannya!
Auwyang Kian menjadi sangat kaget, ia mau mencegah tetapi sudah kasip.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 368
yoza collection Khong Liang terkejut tetapi ia terus menunjukkan roman girang. Didalam hatinya ia
berkata: "Bocah, benar aneh andaikata usus-ususmu tidak putus dan perutmu tidak
pecah!" Memang, sehabis itu, Pek Kong segera memejamkan matanya dan wajahnya
menunjukkan dia tengah menderita.. .
"Eh, sahabatku kenapakah kau?" tanya Auwyang kaget.
"Kenapa?" tanya Khong Liang, bersenyum.
"Itu artinya arak masuk kedalam perut, menembus usus, terus mati! Siapa yang
suruh dia berlagak menjadi orang kosen?" Mendadak Pek Kong membuka matanya,
mendelik bengis. "Arak beracunmu ini belum tentu akan mematikan tuan kecilmu!" katanya nyaring.
Didalam hatinya, Khong Liang terkejut. Ia mengawasi si anak muda. Memang, ia
tidak melihat tanda-tanda terkena racun. Hanya sejenak, sudah ia dapat menenangkan
diri. "Pek Siauwhiap sungguh laki laki sejati." ia memuji. Ia memanggil "Siauwhiap,"
pendekar muda, kepada tetamunya itu. "Hari ini tiga buah perangkap partai kami telah
kau pecahkan! Itu adalah wajar dan kami tidak penasaran!"
Auwyang Kian heran hingga ia melengak.
Ia adalah orang Kang Ouw kawakan tetapi belum pernah ia mendengar adanya
arak beracun dapat dipakai menghilangkan dahaga. Kalau sekarang ia tidak melihat
dengan mata sendiri, ia tetap tidak mau percaya. Tapi ia benar-benar banyak
pengalamannya. Segera ia menerka sesuatu, maka sambil tertawa dingin ia berkata
dengan tuan rumah: "Orang tua she Khong, janganlah kau berjumawa mempertunjukkan
pemain sulap ini! Siapakah tak tahu akal bulusmu ini?"
"Ah, imam ini benar lihay!" kata Khong Liang didalam hati. Lantas ia tertawa
bergelak dan berkata: "Bagus! Bagus! Tapi, tamuku, dihadapan orang yang lihay, mana
berani aku main gila" Barusan aku hanya main-main saja untuk mendatangkan
kegembiraan! Sebenarnya tuan-tuan, arak itu adalah arak yang harum."
Lantas tuan rumah berpaling kepada pengikutnya.
"Anak Po!" katanya pada pemuda berbaju biru itu, "buat membikin lenyap
kecurigaannya Auwyang Tootiang, tuanglah araknya tootiang itu, supaya dapat
dibuktikan kebenarannya kata-kataku ini."
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 369
yoza collection Po Jie menyahut, terus ia menghampiri Cie Jiam Toojin, mengambil cawannya
tetamu itu dan terus menuang isinya kelantai. Memang benar, arak itu tidak berasap
dan tidak merusak batu seperti araknya Khong Liang tadi.
Benar-benar Cie Jiam Toojin bingung dibuatnya. Hebat tuan rumah ini.
Sebenarnya Pek Kong juga heran seperti si imam. Waktu barusan ia minum,
memang terasa perutnya nyeri. Jadi itu bukanlah sembarangan arak. Setelah itu, ia
merasa tak kurang suatu apa. Jadi, aneh tuan rumah ini.
Khong Liang mengawasi bergantian kepada kedua tamunya itu.
Ia dapat menerka bahwa orang heran. Ia lantas tertawa. "Tuan-tuan berdua," ia terus
menanya, "ada urusan apakah maka tuan tuan datang kemari." Auwyang Kian sangsi,


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi cuma sejenak, ia lantas menjawab.
"Pintoo datang karena kekaguman kami," demikian sahutnya!
"Pintoo tidak punya.. . . . . " Lantas ia menunjuk kepada Pek Kong, "dia mempunyai suatu
urusan untuk mana dia sengaja datang mengunjungimu, tuan."
Khong Liang lagi lagi tertawa bergelak.
"Aku si orang tua adalah orang yang numpang berlindung pada lain orang," katanya,
"karena itu mana aku mempunyai kehormatan seperti apa yang tootiang katakan itu!
Namun hari ini aku merasa sangat beruntung telah bertemu dengan Liauw tong Pa-cu
hingga mukaku siorang tua menjadi terang."
"Liauw tong Pacu" ialah Jago dari Liauw tong.
Orang tua itupun lantas mengawasi Pek Kong. Nampaknya dia heran.
"Siauwhiap," katanya kemudian, "aku si tua dengan kau belum pernah bertemu, entah
ada urusan apakah dari Siauwhiap terhadapku" Aku mohon sudilah Siauwhiap
memberikan keterangan padaku!"
Pertanyaan itu membuat Pek Kong melengak. Iapun balik mengawasi.
"Hu hoat," ia berkata, "lebih dahulu ingin aku bertanya, didalam partai, hu hoat ini
sebenarnya ada berapa orang hu hoat"
Seperti telah diketahui hu hoat yalah penegak hukum partai Naga Langit itu.
Khong Liang tertawa. Dia menjawab cepat: "Tidak peduli partai apapun, jabatan hu
hoat hanya satu dan dipegang oleh satu orang, tidak ada keduanya ataupun wakilnya!
Apakah Siauwhiap sedang bergurau dengan aku siorang tua?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 370
yoza collection Pek Kong mesti berpikir dahulu sebelum dia berkata lagi. "Jikalau begitu, tuan,"
katanya, "mungkinkah puterinya Siauw Seng Houw telah diculik oleh salah seorang
anggauta partai tuan?"
Diam-diam hatinya Khong Liang menggetar, ia sampai berdiam sekian lama.
"Mengenai urusan yang kau tanyakan itu, siauwhiap, aku si tua ketahui juga sedikit,"
sahutnya kemudian. "Siauwhiap datang dari tempat yang jauh sekali, tentunya
siauwhiap mempunyai hubungan yang erat sekali dengan Pek-hong too Siauw Seng
Houw?" Pek Kong jujur dan polos, ia juga belum mempunyai banyak pengalaman, maka itu
atas pertanyaan hu hoat dari Thian Liong Pang itu, ia menjawab dengan sebenarbenarnya.
"Aku adalah orang sebatang kara semenjak kecil," demikian jawabnya, "selama itu
aku di pelihara dan dirawat Paman Houw. Ketika di musim pertama tahun ini Paman
Houw menutup mata, dia meninggalkan cuma seorang anak perempuan. Apa mau
beberapa hari yang lalu, waktu aku pulang kerumahnya Paman Houw, ternyata
puterinya itu sudah diculik orang. Menurut apa yang aku dengar, katanya dia telah
diculik oleh anggota partai tuan.. . . . . "
Jawaban itu membuat Khong Liang girang berbareng terperanjat. Girang sebab
pemuda ini ialah pemuda yang ia sedang cari! Terperanjat karena ia mendapat
kenyataan si anak muda benar-benar bisa minum arak beracun untuk menghilangkan
dahaga! Dapatkah ia melawan kepandaiannya anak muda ini"
"Siauwhiap," katanya, sehabis tertawa, "bukankah orang yang menculik saudarimu
itu seorang pelajar usia tigapuluh tahun kira-kira yang bermuka putih dan mengenakan
baju hijau yang memelihara kumis cablang?"
Mendengar pertanyaan itu, Pek Kong terlihat girang. "Benar!" sahutnya cepat.
Khong Liang tertawa. "Siauwhiap mendengar hal orang itu orang partai kami dan karenanya kau datang
padaku si orang tua guna meminta nona itu, bukankah?" dia tanya.
Pek Kong melengak. Orang telah menanya langsung.
"Itu baru kabar saja, tuan," sahutnya, agak bingung. "Suatu kabar tak dapat lantas
dipercaya kebenarannya. Jikalau tuan ketahui perihal penculikan itu, aku minta sukalah
tuan memberikan keterangan padaku."
Khong Liang puas melihat kepolosan orang ini.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 371
yoza collection Orang jadi mudah dikelabui. Dengan segera ia mendapat akal. Maka ia menarik
napas panjang. "Tuan-tuan harap kalian jangan tertawakan aku kalau aku memberikan
keteranganku." berkata ia, lagaknya sungguh-sungguh. "Duduknya hal sebegitu jauh yang
aku dengar ada sebagai berikut: "Puterinya Siauw Seng Houw benar diculik orang yang
telah mengaku diri sebagai aku sendiri. Dalam hal itu, aku si tua sudah turun tangan,
guna membersihkan tubuh partai kami. Hanya satu hal mendukakan aku. Kami
menerima kabar lebih jauh, ditengah jalan penculik itu sudah bertemu dengan Pek Gan
Kwie Leng Sie Cay dan keduanya telah bentrok saling berebutan si nona dengan
kesudahan orang kami itu kalah hingga si nona kena dirampas Sie Cay!"
Pek Kong kaget sekali. Celaka kalau Couw Kun terjatuh kedalam tangannya Leng
Sie Cay. Maka ia lantas menanya: "Sekarang ini dimana adanya Leng Sie Cay serta
orangmu yang menculik itu?"
Khong Liang puas. Akalnya sudah mulai berjalan baik. Tapi ia licik, pada wajah
mukanya ia tak menunjukkan roman girang. "Kalau aku si orang tua ketahui dimana
adanya orangku itu," sahutnya, nampaknya sikapnya wajar saja, "pasti siang-siang aku
telah menyingkirkannya, tak akan aku menunggu sampai sekarang siauwhiap datang
menegurku! Tentang Leng Sie Cay itu pun aku tidak tahu, hanya menurut kabar yang
tersiar, dia telah pergi jauh ke bukit Loo Ya Nia di Liauwtong, katanya guna mempelajari
semacam ilmu yang jahat. Hanya selama ini, baru tiga bulan, belum tentu itu. Aku
percaya, habis merampas orang itu baru dia akan melanjutkannya."
Pek Kong percaya keterangan itu, yang cocok dengan kata-katanya Auwyang Kian.
"Tuan, apakah tuan tahu dimana tempatnya Leng Sie Cay belajar ilmu dibukit Loo
Ya Nia itu?" ia tanya.
Didalam hati, Khong Liang tertawa. Ia menganggap bocah ini tolol.
"Leng Sie Cay bekerja secara rahasia, menyesal aku tidak tahu," sahutnya.
Auwyang Kian berpikir setelah mendengar kata-katanya Khong Liang itu. Ia tahu
bahwa hu hoat ini telah mendusta.
Ia baru datang dari Liauwtong, memang pernah ia dengar halnya Leng Sie Cay,
aneh kalau Leng Sie Cay dikatakan mendahuluinya pergi ke Selatan, Kanglam, dan
sehabisnya menculik orang sudah segera kembali ke Liauwtong. Hilangnya Couw Kun
pun baru beberapa hari saja! Itu tak mungkin. Iapun ketahui Khong Liang sangat licik,
maka ia menerka jangan-jangan penegak hukum partai Naga Langit ini hendak
memfitnah orang dan memindahkan kejahatannya kepada orang lain! Maka itu ia lantas
menatap tuan rumah itu. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 372
yoza collection "Tuan, benarkah Leng Sie Cay telah merampas nona Siauw?" ia tanya.
Khong Liang tidak menyangka si imam akan menanya begitu. Ia melengak sebentar,
lantas ia tertawa. "Mata-mata partai kami tersebar diseluruh negara!" sahutnya, jumawa. "Perkara itu
perkara kecil, mustahil kami tidak tahu" Lagi pula kabar itu aku dengar dari mulut
orangku sendiri, mustahil dia dusta?"
Auwyang Kian mendongkol yang orang masih mengotot.
"Pintoo baru saja datang dari Liauw tong." katanya sengit. "Ketika pintoo berangkat
ke Selatan itu, tidak terdengar berita bahwa Leng Sie Cay mau turun gunung. Dengan
demikian jadi kau hendak mengatakan bahwa dia berangkat belakangan tetapi tiba
terlebih dahulu dan lalu di Kanglam ini dia melakukan kejahatan itu, terus dia pulang
kembali kesarangnya di Liauwtong" Tak mungkin! Kecuali dia sudah menjadi dewa, tak
akan dia dapat melakukan itu! Lagi pula, apakah di Liauwtong sudah tidak ada wanita
cantik hingga dia mau berebutan dengan muridmu itu?"
Sungguh tak diduga Khong Liang bahwa imam ini baru datang dari Liauwtong,
lebih-lebih halnya Leng Sie Cay kabar ke Liauwtong telah diketahui juga imam itu,
pantas kalau si imam menjadi tidak senang, tetapi sebagai seorang licik dan kawakan,
kagetnya itu dapat ditutupi dengan tawanya yang nyaring.
"Mungkin tootiang terlalu merasa pasti," katanya. "Aku mohon bertanya, ketika
tootiang berangkat kemari, apakah tootiang melihat dengan mata sendiri, bahwa Leng
Sie Cay belum meninggalkan Loo Ya Nia?"
Cie Jiam kena dibikin bungkam. Ia tahu orang memaksa membantahnya tetapi
pertanyaan itu tepat. Memang ia tidak melihat sendiri Leng Sie Cay. Ia cuma mendengar.
Justru karena kawannya terdiam, Pek Kong mendapat suatu pikiran. Tiba-tiba saja
ia menanya. "Lootiang, apakah tongcu dari cabang partai lootiang pernah melihat wajah
lootiang?" Si anak muda menggunakan kata-kata lootiang, panggilan untuk seorang tua
yang dihormati. Sebenarnya hu hoat itu terkejut tetapi dia dapat berlaku tabah, seperti tadi dia
melayani Auwyang Kian. Dia menjawab si anak muda dengan terlebih dahulu tertawa
lebar. Kata dia seenaknya: "Sama-sama orang partai, mana mungkin kami tidak saling
mengenali?" Justeru baru ia menjawab itu, mendadak ia ingat mungkin Pek Kong
menanya demikian dengan ada maksudnya, mungkin selama pihak lawan mengacau
di Hek Bong Tong, Kiu-Bwee Ho atau Cit Seng Bong pernah membocorkan tentang
wajahnya yang sebenarnya. Karenanya lekas-lekas ia menambahkan; "Cuma satu hal
hendak aku yang tua menjelaskan: Tabiatku pendiam, jarang sekali aku pergi keluar dan
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 373
yoza collection segala urusan diluar kebanyakan diurus oleh muridku, karena demikian, banyak orang
Kang Ouw yang mengira muridku itu ialah aku sendiri. Bahkan didalam partaiku ada
yang menganggap muridku itu sebagai penggantiku, hingga dengan sendirinya dia
menjadi hu-hoat yang kedua. Paling belakang ini muridku itu sudah memalsukan diriku,
diluar dia banyak melupakan hal-hal diluar garis, semua itu berpangkal pada sebab ini.
Sekarang telah aku tuturkan semua dengan jelas, aku mohon sukalah tuan-tuan berdua
maklum." Setelah berkata demikian, orang tua itu menarik napas dalam-dalam, tandanya ia
merasa sangat menyesal. Ia mengakui pasti bahwa orang partainya itu ialah muridnya
sendiri. Pek Kong mau percaya keterangan itu, Kiu Bwee Hopun mengatakan bahwa Khong
Liang memang tak mudah pergi keluar sendiri untuk melakukan tugas partainya. Ia
lantas memberi hormat seraya berkata: "Baiklah, kalau begitu! Perkenankanlah kami
memohon diri! Dan ia terus berbangkit, dan mengajak Auwyang Kian berangkat pergi.
Khong Liangpun berbangkit, untuk mengantarkan kedua tamunya itu. Katanya: "Ada
sesuatu yang hendak kuberitahukan: Harus diketahui bahwa Pek Gan Kwie Leng Sie Cay
sangat licik dan jahat luar biasa, lebih jahat lagi adalah senjata rahasianya, jarum Cian
Tok Bong hong ciam yang sangat beracun itu! Siauwhiap, jikalau kau tak berkeberatan
mendengar kata-kataku ini, paling baik janganlah kau pergi menempuh bahaya!" Katakata Khong Liang terakhir ada maksudnya. Itu bukan nasehat hanya anjuran supaya
Pek Kong pergi mencari Leng Sie Cay. Pek Kongpun tahu maksudnya itu tetapi ia muda
dan berani, ia menyambutnya dengan tertawa lebar.
"Apakah yang Leng Sie Cay dapat perbuat atas diriku?" katanya. "Sekalipun Leng In
Ie-su yang dahulu memimpin keempat bintang celaka, yang menentang kaum lurus,
belum tentu dia . . "
Mendadak saja si anak muda menghentikan perkataannya. Dengan tiba-tiba ia ingat
pembicaraannya dengan Auwyang Kian. Maka ia merubah haluan dan berkata pada
tuan rumah itu: "Aku juga mau minta lootiang menyampaikan kata-kataku kepada Tong
Thian Tok Liong, jikalau dia tetap masih tersesat dan memaksa hendak
menggoncangkan gelombang dan badai kaum persilatan, akhirnya tubuhnya bakal
terpisah dari kepalanya, dia tak akan mati dengan baik-baik!"
Selama itu Auwyang Kian diam saja, cuma wajahnya memperlihatkan senyuman
tawar. Ia berjalan dibelakang si anak muda, keluar dari ruang itu.
Khong Liang sementara itu tidak menjadi gusar karena kata-kata takabur dari Pek
Kong. Inilah berkat kecerdikannya. Sebaliknya dia tertawa lebar, katanya: "Walaupun
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 374
yoza collection usiamu masih muda, Siauwhiap semangatmu berkobar-kobar! Semoga dengan
kepergianmu ini kau nanti berhasil! Tentang pesanmu, pasti aku akan
menyampaikannya, cuma apakah Tong Thian Tok Liong sudi menerima atau tidak, tentu
itu akan bergantung pada siauwhiap sendiri. Dalam hal itu siauwhiap harus
mempertunjukkan dahulu salah satu ilmu kepandaianmu.. "
Cie Jiam Toojin tidak senang dengan kata-kata orang itu, hendak ia membalasnya.
Justeru saat itu, mendadak ia mendengar suara angin disebelah belakangnya. Ia heran
maka ia lantas berpaling. Mendadak ia melihat dua ekor harimau yang besar sekali
tengah berlompat hendak menerkamnya. Ia terkejut tetapi ia tidak menjadi gugup, ia
siap menangkis terkaman itu. Tapi ia telah ketinggalan!
Tahu-tahu satu serangan hebat sudah menyambut sang harimau, suara keras
menyusul segera tampak si raja hutan roboh. Ya, roboh dua duanya dengan berbareng.
Ternyata Pek Kong sudah mendahului si imam, ia telah memutar tubuh sambil
terus menyerang dengan dahsyat. Ia pun mendengar hembusan angin itu dan segera
menoleh ke belakang, hingga ia melihat datangnya ancaman bahaya.
"Sungguh lihay!" Khong Liang berseru. Lalu terus dia tertawa dingin. Sebenarnya, di
dalam hati, dia merasa gentar.
"Segala harimau juga berani menghadang aku?" kata Pek Kong dingin. Kembali ia
menunjukkan kejumawaannya.
Hatinya Khong Liang panas tetapi tetap dia dapat menguasai dirinya. Dia lantas
menyambut berkata: "Memang kalau segala binatang berani menghadapi dua orang
lihay, mereka tak dapat hidup lebih lama lagi!"
Diam-diam penegak hukum dari Thian Liong Pang ini mengeluarkan sebatang
bambu kecil dan pendek dari dalam tangan bajunya, yang terus ditiupnya hingga
terdengar seperti suara seruling yang aneh. Lalu disaat yang tenang itu terdengar suara
keras seperti serbuan air, segera disitu tampak muncul seekor ular besar sekali, yang
mementang mulutnya yang lebar kearah Pek Kong dan Auwyang Kian.
"Tuan-tuan berdua telah banyak pengalaman dan penglihatannya." kata Khong Liang
tertawa. "Tentulah tuan-tuan kenal baik ular ini! Dengan begini aku si tua bukan hendak
berlaku jumawa, tak lebih tak kurang, aku cuma menunjukkan sesuatu. Tuan-tuan
tentulah tidak takut, buktinya barusan, nasibnya kedua ekor harimau itu!"
Setelah berkata begitu, penegak hukum itu meniup pula pipanya, maka ular itu
lantas menggerakkan tubuhnya, kembali ketempat dari mana tadi dia keluar, yaitu
kedalam pengempang kecil itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 375
yoza collection Pek Kong tidak mau banyak bicara, ia cuma tertawa, terus ia melanjutkan
perjalanannya keluar, diikuti oleh sang imam yang menjadi kawannya itu. Setibanya
diluar pintu gerbang lantas mereka mempercepat langkahnya, berlari-lari turun gunung.
Tak ada gunanya untuk berdiam lama-lama ditempat kaum sesat itu. Baru tiba dikaki
bukit, Pek Kong menjadi heran. Ia melihat dua orang wanita tengah bertempur seru,
yang satu berbaju merah, yang lain berbaju putih. Dan empat orang lagi yang bertubuh
besar berdiri menonton pertempuran itu.
Selagi mendaki, si anak muda dapat mengenali dua orang yang sedang mengadu
jiwa itu, ialah Tian Hong dan Pui Hui, dan keempat orang lainnya adalah empat hiocu
yang tadi menghadang padanya. Maka ia lantas lari seperti terbang kepada nona nona
itu sambil berseru-seru. "Jangan berkelahi! Jangan berkelahi! Sama-sama kawan
sendiri!" Kedua nona bertempur terus, mereka mendengar suara cegahan itu tetapi mereka
tidak menghiraukannya. Pedang mereka terus saling menyerang bahkan semakin
sengit. Pek Kong bingung juga. Biar bagaimana pertempuran itu mesti dihentikan. Terpaksa
ia melompat maju, bergerak bagaikan seekor kupu kupu diantara bunga2. Didalam
tempo yang pendek, berhasil sudah ia menangkap masing-masing sebelah tangannya
nona-nona itu. ETAPI kedua nona itu bagaikan sedang kalap, dengan tangan yang lain,
berbareng mereka menghajar si anak muda, hingga pemuda itu merasa
nyeri. "Inilah aku, Pek Kong!" dia berseru. "Kenapa kalian memukul aku?"
Kedua nona itu sama-sama mengawasi, muka mereka menjadi merah. Mereka
jengah. Pek Kong lantas melepaskan genggamannya. "Kita adalah kawan sendiri!" katanya.
"Aku minta kalian jangan salah paham!"
Tian Hong mengawasi lawannya, terus ia menatap si pemuda, hingga ia
mengucapkan sesuatu, bibirnya sudah bergerak, tapi tak jadi. Setelah itu mendadak ia
mengangkat kaki dan lari kabur!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 376
yoza collection Pek Kong terkejut dan heran. Hendak ia lari menyusul, untuk mencegah, tapi
mendengar suara tertawa tawar dari Pui Hui hingga ia membatalkan niatnya itu.
"Kakak Pui,'" ia lantas menanya si nona, "Kenapa kakak berkelahi dengan nona itu"
Dia juga "Cis!" Pui Hui berludah sebelum orang bicara habis, terus ia memutar tubuhnya dan
lari pergi, seperti Tian Hong tadi!
Pek Kong melengak, hanya sedetik ia pun lari menyusul!
Pui Hui nampak mendongkol sekali, ia lari bagaikan terbang, tetapi ia bukanlah
lawan si anak muda. Dalam tempo yang pendek ia sudah tersusul dan didahului, hingga
jalannya tercegat. Tapi ia tidak mau berhenti, begitu terhadang, ia memutar tubuh dan
lari terus. Hal itu terulang beberapa kali. Begitulah mereka main saling kejar bolak-balik.
Akhirnya si anak muda berhenti berlari dan menarik napas masgul.
"Ah, apakah salahku?" tanyanya pada diri sendiri. "Kenapa mereka berdua
nampaknya sangat mendongkol terhadapku " Sampai mereka tak sudi bicara . ."
Selagi ia mengeluh itu, tiba-tiba Pek Kong mendengar tawa dingin dibelakangnya,


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disusuli kata-kata: "Kalau kepala sudah pindah dari bongkol leher barulah kau tahu
kesalahanmu!" Kaget si anak muda, segera ia menoleh. Maka ia lihat Pui Hui yang entah kapan
sudah kembali. Nona itu berdiri diam, sikapnya tawar.
"Oh, kakak!" kata si anak muda, terkejut berbareng girang. "Apakah artinya kata
katamu ini?" Hilang mendongkolnya si nona. Ia tertarik dengan panggilan kakak itu. Manis
kedengarannya. Ingat ia akan peristiwa di Siang-jiauw. Tapi ketika ia bicara, suaranya
masih tawar. "Hm!" demikian suara itu. "Kau benar-benar dungu! Mari, aku tanya dahulu
padamu! Tadi kau menyebut-nyebut bahwa kita adalah orang-orang sendiri! Sekarang
kau jawab: "Tahukah kau siapa dia itu?"
Dengan "dia" Pui Hui maksudkan Tian Hong.
Si anak muda melengak. Pertanyaan itu membuatnya bingung. Ia memang tidak
tahu asal usul nona itu. "Sebenarnya aku tidak tahu jelas siapa dia," sahutnya kemudian, "tetapi dia bersama
kakaknya pernah menolong aku. Aku menganggap dia orang baik-baik."
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 377
yoza collection "Hm!" sahut si nona dingin. Wajahnya pun menjadi sungguh-sungguh. "Sekarang
jawablah pula. Apakah Thian Liong Pang itu" Adakah partai itu suatu partai besar dan
lurus?" "Thian Liong Pang adalah partai sesat dan jahat!" sahut si anak muda cepat.
Mendengar itu parasnya si nona sedikit reda.
"Sekarang satu pertanyaan lagi," katanya. "Nona serba putih itu ada menjadi orang
Thian Liong Pang! Nah coba bilang, dia baik atau buruk?"
Pertanyaan itu membuat Pek Kong bungkam. Suatu pertanyaan yang diluar
dugaannya. Tian Hong orang Thian Liong Pang, Partai Naga Langit " Ah! "Kak, bagaimana kau
tahu dialah orang Thian Liong Pang?" dia tanya.
Tak senang Pui Hui karena si anak muda masih menanya terang-terangan padanya.
Itu artinya kurang percaya. Tapi toh menjawab.
"Ketika tadi aku bertempur," sahutnya, "Bukankah disitu ada empat orang yang
berdiri menonton" Bukankah mereka itu orang-orang Thian Liong Pang?"
"Merekalah empat hiocu dari Thian Liong Pang. Tapi ada hubungan apakah mereka
dengan nona she Thian itu?"
"Mereka itu menjadi orang-orang satu partai, kenapa kau masih tanyakan ada
hubungan apa di antara mereka" Pastilah hubungan partai!"
Pek Kong terdiam. Ia terdesak. Tapi ia ingat kebaikan Tian Ceng dan Tian Hong.
Pikirnya: "Biar mereka orang Thian Liong Pang, aku tak perduli! Kakak beradik itu
baik hatinya, perbuatan mereka perbuatan orang-orang lurus. Andaikata benar mereka
menempatkan diri didalam partai itu bukankah mereka sendiri mirip si bunga seroja
yang ke luar dari lumpur tetapi tokh tak kotor melainkan putih bersih"
Bukankah juga ada pepatah yang mengatakan, kalau seorang bunga raja merubah
diri menjadi orang baik-baik, dia melebihi wanita yang tersesat" Dahulupun aku
beranggapan keliru terhadap Ouw Yam Nio. Terhadapku kiranya dia berlaku baik sekali,
dia berlaku jujur!" Tapi, walaupun memikir demikian, tidak mau Pek Kong mengutarakan hal itu
terhadap Pui Hui, ia khawatir si nona bisa salah paham hingga urusan menjadi runyam.
"Sungguh, kakak, aku tidak mengerti," akhirnya ia berkata. "Dalam hal ini aku ingin
kakak memberikan penjelasan kepadaku.. . . . . "
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 378
yoza collection Sambil berkata, Pek Kong memberi hormat pada si nona.
Melihat lagak orang. Nona Pui tertawa. "Nah, duduklah," katanya, "Nanti aku ceritakan
dari awal mulanya." Pek Kong menurut, maka mereka berdua duduk berhadapan ditempat itu. Ia lantas
memasang telinga mendengarkan penuturan si nona.
Setelah berpisah dari Pek Kong di Siang jiauw itu, Pui Hui terus pulang seorang diri
ke Kimleng dimana ia melaporkan kepada Pee Bie Looloo tentang Kat In Tong telah
dibawa kabur oleh Bwee Hong Soat Lie. Mendengar itu, gurunya itu segera berangkat
pergi. Ia tidak turut gurunya itu. Ia pun tidak berdiam lama dirumah. Lantas ia ingat Pek
Kong di Ku San. Bukankah Pek Kong pergi seorang diri. Ia mengkhawatirkan anak muda
itu. Karenanya terus ia berkemas, setelah menitipkan rumah, ia lantas berangkat dengan
menunggang burungnya. Hari itu ia baru saja sampai di Siangyang. Ingin ia mencari
tahu keadaan dalam diri Thian Liong Pang. Maka seorang diri dia mendaki gunung Ku
San. Di tengah jalan pegunungan itu, ia dirintangi. Maka bertempurlah mereka.
Sebenarnya Pui Hui tak usah kalah dari ke empat hiocu itu, kalau toh mereka jadi
bertempur seru dan lama, itu disebabkan orang-orang Thian Liong Pang itu berkelahi
merupakan semacam tin, barisan istimewa, hingga mereka jadi sulit dirobohkan. Tengah
mereka bertempur, tiba tiba muncullah Tian Hong. Datangnya dia itu menyebabkan
pertempuran tertunda. Pui Hui tidak kenal nona itu. Ia terpaksa diam dan menanti. Tian Hong melirik nona
Pui, terus dia tanya keempat hiocu: "Bukankah barusan ada seorang muda berpakaian
putih bersama seorang imam tua berjubah merah yang mendaki gunung?"
Salah satu hiocu, yang menjadi pemimpin berdiri tegak dengan hormat.
"Ya, kira-kira satu jam yang lalu," dia menjawab.
Mendadak Tian Hong gusar. "Kenapa kamu tidak merintangi mereka ?" bentaknya.
Hio cu pemimpin itu menjawab hormat.
"Kami memang hendak menghadangnya, namun disaat kami hendak mencegat,
tiba-tiba Nia Po Sin datang dengan membawa bendera kuning kecil dari Hu-hoat dan
dia mengatakan bahwa Hu-hoat memerintahnya untuk menyambut tamu-tamu yang
terhormat, maka itu kami terpaksa membiarkan dia mengajak pergi."
Mendengar percakapan itu, tahulah Pui Hui bahwa nona itu orang Thian Liong Pang
juga dan menerka bahwa si nonapun mau menghalang halangi Pek Kong dan Cie Jiam
Toojin, karenanya ia menjadi mendongkol. Lantas ia berkata dingin: "Ah, perempuan
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 379
yoza collection rendah, kiranya kau juga tergolong dalam partai jahanam itu! Sekarang hendak aku lihat
berapa tinggi kepandaianmu!" Dan sembari mendamprat itu, ia berjalan mendekati.
Tian Hong seperti ada mempunyai urusan lain. Ia mengawasi keempat hiocu sambil
memerintahkan: "Usir dia pergi!" Setelah itu ia berlompat untuk berlalu dari situ.
Tapi Pui Hui tidak mau melepaskannya. Segera ia menyerang, bahkan terus saja ia
mendesak, hingga nona itu mesti melayaninya. Maka terjadilah pertempuran yang seru
itu. Setelah menutur sampai disitu maka dengan sengit Nona Pui menambahkan: "Orang
lain memikir untuk membinasakanmu, sungguh lucu kau justeru menganggapnya
sebagai orang baik! Mungkin sesudah nanti kau rebah didalam peti mati barulah kau
percaya padaku!" Pek Kong menjadi bertambah bingung. Ia percaya nona ini, tetapi ia toh heran. Tak
mungkin Tian Hong mencelakakan padanya. Terang terang nona itu sudah
menolongnya! Ya, ia bukan dicelakakan, tapi ditolong! Seperti Tian Ceng, nona itu pernah
melepas budi besar terhadapnya! Bahkan Tian Ceng telah memberikan pekbweeko
kepadanya hingga sekarang ia jadi gagah perkasa, sebab dengan bantuannya buah
mujizat itu ia menjadi berhasil mempelajari kitab Ngo Kim Keng.
"Kalau mereka kakak beradik benar-benar orang Thian Liong Pang, buat apa mereka
membantu aku?" pikirnya. "Kenapa mereka justeru menentang partai mereka sendiri"
Bukankah Tian Ceng pernah membuka rahasia isyarat gelap dari partainya membantu
Ho Tong memasuki daerah terlarang dari Hek Bong Tong?"
Toh Pui Hui berbicaranya dengan bersungguh-sungguh.
Sekian lama Pek Kong menjadi bingung karenanya, sampai tiba-tiba ia ingat
sesuatu. Ia memang cerdas sekali.
"Bukankah Tian Hong datang untuk mencegah aku memasuki tempat berbahaya?"
demikian ia ingat. "Karena itu dia telah datang dan menegur para hiocu itu. Hanya,
dengan perbuatannya itu, terang sudah bahwa dia benar-benar orang Thian Liong Pang!
Bagaimana ini" Orang Thian Liong Pang menentang Thian Liong Pang cuma karena
hendak menyelamatkan aku" Ah.. "
Tengah anak muda ini berada dalam keadaan serba salah itu, mendadak ia
dikejutkan bentakan nyaring merdu. "Wanita hina, jangan kau menyembur orang dengan
darah!" Ia lantas menoleh, maka ia lihat Tian Hong sudah berada diantara mereka lagi.
Entah kapan datangnya nona itu, hingga dia telah mendengar kata katanya Pui Hui,
yang membuat hatinya menjadi panas dan mencaci Nona Pui!
Tian Hong berdiri diatas sebuah batu karang sejauh dua tombak dari mereka, dia
tampak gusar dan keren sekali. Dia mengawasi bengis kepada Pui Hui.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 380
yoza collection Lantas saja Pek Kong berlompat berniat menghampiri nona itu. "Kaulah si wanita
hina dina!" terdengar nona Pui balas mendamprat. "Apakah kau kira aku memfitnahmu
hingga kau penasaran" Hm!"
Tian Hong melengak! Hanya sejenak, segera dia menghunus pedangnya.
"Jangan banyak bicara!" bentaknya. "Mari kita mengambil keputusan dengan ujung
pedang kita." Pui Hui menyambut tantangan itu, apalagi didepan pacarnya. Karena sepasang
gadanya telah dirampas Bwee Hong Soat Lie, ia terpaksa menghunus pedangnya.
Tadipun ia menggunakan senjata tajam itu.
"Aku Ang Wee Hui!" ia berkata keras. "Aku telah malang melintang laksaan lie dan
telah menemui tak sedikit jago-jago dari tiga gunung dan lima bukit, apakah kau kira
aku jeri padamu" Kaulah si manusia hina! Kau hendak mencelakakan orang tetapi kau
sangkal niat busukmu itu."
Bukan main panas hatinya Thian Hong, ia telah didamprat didepan pacarnya
walaupon itu hanya baru dalam perasaannya sepihak, sebab Pek Kong memikirnya lain.
Maka iapun membentak, terus ia melompat maju mendahului menyerang Pui Hui.
Tapi Pek Kong sudah maju. Tubuh anak muda itu berkelebat, cepat luar biasa ia
sudah berada didepan si nona. Tangan si nona lantas ditangkapnya, hingga mudah saja
ia merampas pedangnya!. Bukan main berdukanya Tian Hong, ia menjadi sedih sendiri,
sedih dan penasaran. Ia menangis tetapi ia berkata sengit. "Bagus! Kau jadi percaya
perkataannya perempuan hina itu! Kau membantu dia menghina aku! Dasar aku yang
bermata buta hingga aku berkenalan dengan kau manusia tak berbudi!"
"Adik Tian!" Pek Kong berseru bingung.
"Adik . ." Belum sempat ucapan itu dilanjutkan, mendadak Tian Hong sudah menjejak tanah
lari kabur. Tapi Pui Hui mendahului berlompat menghadang.
"Bagaimana, eh" tegurnya sambil tertawa dingin, mengegek. "Apakah kau tidak mau
pegang kata-katamu" Kau tidak memegang lagi pedangmu, baik akan aku layani kau
dengan tangan kosong! Berkata begitu, Ang Wee Hui memasukan pedangnya kedalam
sarungnya. Tian Hong sedang gusar dan berduka dengan berbareng, menghadapi sikap
menentang dari saingannya dalam asmara itu, makin meluap kemendongkolannya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 381
yoza collection Lantas saja ia berlompat maju, sebelah tangannya diluncurkan. Ia menusuk dengan dua
buah jari tangannya! yang menjadi sasaran ialah kedua biji matanya saingannya!
Pui Hui sudah siap sedia, mudah saja ia mengelit dirinya, lalu membalas menyerang.
Dari samping, ia menendang dengan "Ku ho Ciong Han," Burung Jenjang Yang Mencil
Sendirian menerjang Hawa Dingin. Tendangannya mengarah keperut si nona
didepannya itu! Sudah ternyata kepandaian kedua wanita itu berimbang satu dengan lain, maka itu
bisa dimengerti jikalau mereka terus saja bertarung dengan seru sekali, apa lagi
sekarang mereka masing-masing tengah dipengaruhi rasa jelus dan cemburu.
Pula, didepan si anak muda mereka hendak pertunjukkan kepandaiannya.
Tinggallah si anak muda yang bingung bukan main. Ia tak menghendaki
pertempuran itu, lebih-lebih ia tak ingin salah seorang nona itu nanti mendapat luka
mungkin luka parah mengingat kedua pihak sedang mengumbar hawa amarahnya.
Terpaksa ia mesti menyelak pula, guna menghentikan pertarungan itu.
Segera terlihat satu bayangan putih mencelat maju, disusul dengan satu suara
beradunya kaki dengan tangan. Itulah Pek Kong, yang kontan kena tertendang Pui Hui,
hanya tendangan itu mengenai tangan si anak muda yang mencoba mengelakkan kaki
orang, agar kaki itu tidak mencelakakan Tian Hong.
Nona Pui menjerit kaget, kakinya terus terasa kaku dan lemas, tidak ampun lagi ia
terjatuh duduk sendirinya. Diluar dugaannya, ia telah kena menendang satu sasaran
yang keras sekali, hingga kakinya menjadi kalah kuat.
Pek Kong terperanjat. Tidak disangkanya bahwa tangannya demikian tangguh.
Dengan segera, ia lantas berjongkok, untuk membangunkan si nona. Ia pun hendak
memohon maaf, karena perbuatannya itu bukan perbuatan sengaja.
"Pui!" mendadak si nona berludah di saat anak muda itu berjongkok. Sebab hatinya
menjadi sangat panas, karena ia menyangka anak muda itu hendak membelai Tiang
Hong. Ia tadinya mengira, setelah ia memberikan keterangannya, anak muda itu akan
berpihak kepadanya. "Minggir!" iapun membentak. "Siapa sudi kau tolong.. . . . . "
Terus ia bangkit bangun dan menambahkan. "Kau, orang tak tahu adat! Kau
memihak kepadanya, ya, kau lihat kelak di belakang hari . . . . . ."
Saking pepat pikirnya, Nona Pui lantas menutupi mukanya dan menangis . . "Maaf,
kakak," kata Pek Kong, yang menjadi masgul sekali, "Barusan aku kesalahan
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 382
yoza collection menangkismu.. . Kau ketahuilah, dia bukanlah seorang jahat, disini mesti terselip salah
paham. Baiklah kita berbicara dahulu biar jelas.. ."
"Urusan sudah jelas!" kata Pui Hui sengit. Berbicara begitu, ia dapat berhenti
menangis. "Mana ada orang baik didalam Thian Liong Pang" aku lihat, sebelum
nyawamu hilang nanti, belum mau kau percaya padaku.. "
Tian Hong sebaliknya tertawa dingin. "Orang tak tahu malu," katanya tajam.
"Siapa yang mau percaya padamu?"
Kembali Pek Kong menjadi bingung. Habis berkelahi, orang mau bertengkar mulut.
"Kakak berdua, janganlah kalian berselisih," ia lantas datang menengahi. Ia
mengawasi kedua nona itu silih berganti.
"Kalian keduanya baik sekali terhadapku, kalian sudah melepas budi besar apalagi
kakakmu, adik Hong, dia bagaikan orang yang telah menghidupkan aku. Aku percaya
salah paham di Ku San ini mesti ada sebabnya dan sebab itu harus kita cari! Kakak
Hui harap kau sudi mendengarkan dahulu keterangan adik Hong."
Pui Hui diam, juga Tian Hong. Nona Tian tidak berkeberatan untuk menuturkan
duduknya persoalan. Ia datang sengaja guna melindungi atau menolong Pek Kong.
Hanya ia malu akan berbicara di depan Pui Hui, nona yang menjadi saingannya dalam
urusan kejar mengejar pacar. Kepada Pek Kong sendiri ia masih jengah untuk
mengutarakan cintanya apalagi membeberkannya didepan seorang wanita lain.
Karenanya, ia menjadi berdiam saja, ia berdiri bengong.
Pui Hui berdiam tetapi ia mengawasi bergantian kepada Pek Kong dan Tian Hong,
la barusan mendengar Pek Kong menyebut budi, katanya Tian Hong pernah
menolongnya, lebih-lebih Tian Ceng, kakak nona itu. Pek Kong pun memanggil adik pada
si nona. Ia menjadi bingung sendirinya. Kalau Pek Kong dan Tian Hong telah mengikat
janji, apa yang bisa diperbuat olehnya"
Ia hanya baru menyukai, mencintai sepihak kepada pemuda itu. Mereka berdua
belum pernah menjanjikan apa-apa. Mana bisa ia berkeras menegur si anak muda" Ia
menjadi serba salah! Toh ia penasaran. Maka tak dapat ia menguasai dirinya. Terus ia
mengawasi Tian Hong dan mendampratnya : "Wanita hina! Jangan kau jadi berkepala
besar karena ada orang yang akan menjadi tulang punggungmu itu, dengan karena itu
kau berniat menghina orang ! Aku bilang terus terang, meski kalian berdua bekerja
sama mengepung aku, aku tidak takut, aku Pui Hui, aku berani mengadu jiwaku ! Ya,
hendak kuruntuhkan dua buah gigimu!"
Pek Kong terkejut. Pui Hui seperti sudah kalap. Ia telah dibawa-bawa. Hebat.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 383
yoza collection "Oh, kak!" serunya, bingung. "Kakak Hui, aku minta janganlah kau salah mengerti!"
Tian Hong juga mendongkol karena Pek Kong diseret-seret dalam perselisihan
mereka. Akan tetapi ia merasa hatinya manis. Orang telah mendesakkan si anak muda
kepihaknya. Di samping itu ia malu juga..
"Siapakah yang takut padamu?" ia berkata keras. Lantas ia maju, untuk menyerang
nona itu. Ia menggunakan tipu silat "In Liong Tam Jiauw", Naga Didalam Mega
Mengulurkan Kukunya. Sasarannya ialah sepasang buah dadanya Pui Hui.
Melihat datangnya serangan berbahaya itu, Nona Pui mengelakkan tubuhnya
dengan melenggak terus berjumpalitan, berbareng dengan itu, sekalian ia melayangkan
kedua kakinya. Ia berkelit sambil menyerang, suatu tipu yang membahayakan lawan.
Tian Hong terkejut. Karena disamping serangannya yang gagal, hampir ia terdupak
mukanya dengan kedua kaki lawannya itu.
Syukur ia awas dan gesit. Ia sempat berkelit mundur. Tapi iapun gusar.
"Kau mencari mampus!" bentaknya. Dan ia menyambar kedua kakinya nona Pui!
Pui Hui kaget sekali. Kalau kakinya kena terpegang, kedua kakinya itu bisa dipentang.
Hebat sekali ! Ia bakal mendapat celaka berbareng malu. Maka itu dengan sebat ia
meneruskan menarik kembali kedua kakinya, setelah itu ia terus mundur sendirinya.
Selama kedua kakinya terangkat, kedua tangannya menekan tanah hingga ia seperti
berdiri dengan kedua tangannya itu.
Selekasnya kedua nona memisahkan diri, Pek Kong segera mencelat ketengahtengah di antara mereka itu, kemudian ia menghadapi Tian Hong sambil memohon:


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Adik yang baik, sudilah kau mengalah terhadap Kakak Pui.. "
Panas hatinya Pui Hui mendengar si anak muda memanggil orang "Adik yang baik,"
di dalam sekejap itu juga sebelah tangannya melayang ke mukanya si pemuda.
Tian Hong terhalang Pek Kong, tak dapat ia menangkis tetapi ia mencobanya.
Yang sulit ialah Pek Kong. Hendak ia menangkis, namun kawatir tangannya Pui Hui
kesakitan seperti tadi. Sebaliknya, untuk menyingkir, ia tidak bisa. Menyingkir berarti
Tian Hong terancam bahaya. Sementara itu sang tempo tak dapat menanti. Maka juga
tangan si nona mengenai sasarannya, tapi bukan sasaran yang tepat, hanya tubuhnya
si anak muda. Bagaikan balok roboh, demikian tubuh Pek Kong bertolak keras, tetapi karena
disisinya ada Tian Hong tubuhnya menubruk nona itu, hingga si nona pun terpelanting.
Maka sama-samalah mereka roboh sejauh satu tombak lebih, tubuh mereka saling
tindih! Pendekar Yang Berbudi - Halaman 384
yoza collection Pui Hui terkejut, ia lantas lompat menyusul, bukan untuk meneruskan menghajar
Mushasi 7 Pendekar Naga Putih 103 Pembunuh Berdarah Dingin Dendam Si Anak Haram 1

Cari Blog Ini