Ceritasilat Novel Online

Assasins Credd 3

Assasins Credd Karya Oliver Bowden Bagian 3


Claudia" aku masih berniat pergi ke pantai dan naik kapal
ke Spanyol." Mario tidak menyembunyikan rasa tidak senangnya.
"Maafkan aku, keponakan, tapi aku tidak mengajarimu
kemampuan yang sekarang kau punya untuk kesenanganku
151 sendiri atau untuk keuntunganmu semata. Aku telah
mengajarimu sehingga kau bisa lebih siap untuk menyerang
musuh-musuh kita." "Maka kalau mereka menemukanku, aku akan
melakukannya." "Jadi," kata Mario dengan pahit. "Kau ingin pergi"
Untuk membuang segalanya yang ayahmu perjuangkan dan
mati karenanya" Untuk menyangkal warisanmu" Baiklah!
Aku tidak bisa berpura-pura kepadamu bahwa aku tidak
kecewa" sangat kecewa. Tapi baiklah kalau begitu. Orazio
akan membawamu ke rumah biarawati, di mana kau menilai
waktu yang tepat bagi ibumu untuk bepergian. Dia juga akan
mengantarkanmu pergi. Aku ucapkan buona fortuna."
Dengan itu, Mario memunggungi keponakannya dan
berjalan pergi dengan angkuh.
Lebih banyak waktu lagi berlalu, karena Ezio merasa harus
membiarkan ibunya hidup dengan damai dan tenang untuk
memantapkan pemulihannya. Pemuda itu sendiri bersiap-siap
untuk pergi dengan hati yang berat. Akhirnya dia siap untuk
melakukan apa yang dia bayangkan sebagai kunjungan
terakhirnya ke biara untuk mengunjungi ibu dan adiknya,
sebelum membawa mereka pergi. Ternyata kondisi mereka
berdua lebih baik daripada yang dia bayangkan. Claudia
telah berteman dengan beberapa biarawati muda, dan jelas
bagi Ezio, dengan terkejut dan tidak terlalu senang, bahwa
gadis itu mulai tertarik dengan kehidupan mereka. Sementara
152 itu, ibunya mulai sembuh perlahan-lahan tapi mantap. Ketika
mendengar rencana Ezio, kepala biarawati itu keberatan dan
menyarankan bahwa istirahat di tempat itu merupakan apa
yang masih benar-benar dibutuhkan oleh ibunya, dan bahwa
ibunya belum bisa dipindahkan.
Dengan demikian, ketika kembali ke kastil Mario, Ezio
merasa sangat ragu-ragu, dan dia menyadari bahwa keraguan
ini memang telah tumbuh seiring berjalannnya waktu.
Pada waktu itu, beberapa persiapan militer sedang
berlangsung di Monteriggioni, dan sekarang mereka sepertinya
sedang memuncak. Pemandangan ini mengusik benak Ezio.
Pamannya tidak kelihatan di mana-mana, tapi Ezio berhasil
melacak keberadaan Orazio di ruangan peta.
"Apa yang sedang terjadi?" tanya Ezio. "Di mana
pamanku?" "Dia sedang bersiap-siap untuk bertempur."
"Apa" Dengan siapa?"
"Oh, aku kira dia sudah memberitahumu bahwa dia
harap kau akan tinggal di sini. Tapi kita semua tahu bahwa
itu bukan niatmu." "Yah?" "Dengar, teman lamamu Vieri de" Pazzi yang telah
bersiap-siap di San Gimignano. Dia menambah pasukan kota
di sana sampai tiga kali lipat, dan membiarkan diketahui
bahwa begitu dia siap, dia akan membuat Monteriggioni rata
dengan tanah. Jadi kami akan pergi ke sana duluan, untuk
menghancurkan ular kecil itu dan mengajari Pazzi sebuah
pelajaran yang tidak akan segera mereka lupakan."
153 Ezio menarik napas dalam-dalam. Tentunya hal ini
mengubah segalanya. Mungkin ini memang takdir" dorongan
yang secara tidak sadar memang dicari oleh Ezio. "Di mana
pamanku?" "Di istal." Ezio sudah setengah berjalan ke luar ruangan.
"Hei! Kau mau pergi ke mana?"
"Ke istal! Pasti ada kuda untukku juga!"
Orazio tersenyum saat menyaksikan pemuda itu
pergi. 154 Mario memimpin pasukannya sampai San Gimignano"
dengan Ezio menunggang kuda bersebelahan"terlihat di
tengah malam musim semi pada tahun 1477. Itu adalah
permulaan sebuah perselisihan yang keras.
"Beri tahu aku apa yang telah membuatmu berubah
pikiran," kata Mario yang masih sangat senang dengan
perubahan hati keponakannya.
"Paman hanya suka mendengarnya."
"Bagaimana kalau aku memang suka" Lagi pula, aku
tahu Maria butuh waktu agak lama untuk pulih, dan
mereka cukup aman di mana mereka berada, sebagaimana
yang kau tahu dengan baik."
155 Ezio tersenyum. "Seperti yang sudah aku bilang, aku
ingin bertanggung jawab. Seperti yang sudah aku bilang,
Vieri mencari masalah dengan Paman karena aku."
"Dan seperti yang sudah aku bilang, anak muda, kau
jelas-jelas punya akal yang sehat. Sebenarnya, Vieri mencari
masalah dengan kita karena dia adalah seorang Templar
sedangkan kita Assassin."
Saat berbicara, Mario sedang memindai menara"menara tinggi yang dibangun berdekatan di San Gimignano.
Bangunan-bangunan berbentuk persegi itu kelihatannya
hampir merobek langit, dan Ezio punya perasaan aneh bahwa
dia pernah melihat pemandangan seperti ini, tapi pasti di
dalam mimpi atau kehidupan lain, karena dia tidak punya
kenangan tepat tentang kejadian tersebut.
Puncak-puncak menara tersebut masing-masing menyala"nyala dengan cahaya obor, dan ada banyak obor lainnya terlihat
di menara benteng di dinding kota, dan di gerbangnya.
"Dia sudah menyiapkan pasukan dengan baik," kata
Mario. "Kalau dinilai dari obor-obornya, kelihatannya Vieri
memang sudah menduga kedatangan kita. Sayang sekali, tapi
aku tidak terkejut. Bagaimanapun juga, dia punya mata-mata
seperti aku juga punya." Dia berhenti. "Aku bisa melihat
ada banyak pemanah di benteng, dan gerbangnya dijaga
ketat." Dia melanjutkan memindai kota tersebut. "Meskipun
demikian, kelihatannya dia tidak punya cukup orang untuk
menutupi setiap gerbang dengan kuat. Kelihatannya gerbang
yang selatan tidak dijaga sebaik yang lainnya" pasti itu
156 tempat di mana dia menduga serangannya akan paling
sedikit. Jadi di situlah kita akan menyerang."
Mario mengangkat tangannya dan menendang pinggul
kudanya. Pasukannya bergerak maju di belakangnya. Ezio
menunggang di sampingnya.
"Inilah yang akan kita lakukan," kata Mario, suaranya
bersungguh-sungguh. "Orang-orangku dan aku akan meng"habisi penjaga di gerbang, sementara kau harus mencari
jalan untuk melewati dinding dan membuka gerbang dari
dalam. Kita harus tenang dan cepat."
Mario melepaskan satu selempang pisau lempar dan
menyerahkannya kepada Ezio. "Bawa ini. Gunakan untuk
menumpas para pemanah."
Begitu mereka cukup dekat, mereka turun dari kuda.
Mario memimpin sekelompok serdadu terbaiknya menuju
sekelompok penjaga yang ditempatkan di jalan masuk
sebelah selatan kota tersebut. Ezio meninggalkan mereka,
dan berlari sejauh seratus lima puluh kilometer, berlindung
di balik semak-semak dan perdu untuk menyembunyikan
langkahnya, sampai dia berada di kaki dinding. Dia membuka
tudungnya. Dengan sinar dari obor di gerbang itu, dia bisa
melihat bayangan yang dibentuk oleh tudungnya di dinding
memperlihatkan kemiripan yang aneh dengan kepala seekor
elang. Ezio mendongak. Dinding itu menjulang dengan terjal
di atasnya, lima belas meter atau lebih. Dia tidak bisa
melihat apakah ada orang di atas sana. Sambil mengikat
pisau selempangnya dengan aman, dia mulai memanjat.
157 Itu sulit, karena dinding-dinding tersebut dilapisi batu dan
hanya sedikit menyediakan pijakan, tapi sisi miring pada
puncaknya membuat Ezio bisa mendapatkan tempat yang
kukuh untuk menyangkut dan mengintip dengan hati-hati
melewati pinggiran dinding. Di sepanjang benteng di sisi
kirinya, ada dua pemanah yang sedang memunggungi
Ezio. Mereka bersandar ke dinding dengan busur terhunus.
Mereka telah melihat serangan Mario dimulai, dan sedang
bersiap-siap untuk menembak jatuh condottieri Assassin.
Ezio tidak ragu-ragu. Pilihannya di antara nyawa mereka
atau nyawa teman-temannya, dan sekarang dia menghargai
kemampuan baru yang telah pamannya bersikeras untuk
ajarkan kepadanya. Dengan cepat, mengonsentrasikan pikiran
dan matanya di dalam kedap-kedip kegelapan, dia menarik
dua pisau dan melemparkannya, satu demi satu, dengan
ketepatan yang mematikan. Pisau pertama menancap di
tengkuk leher pemanah" lemparan itu langsung mematikan.
Pria itu merosot melewati dinding benteng hiasan tanpa
suara. Pisau berikutnya dilemparkan sedikit lebih rendah,
menancap di punggung pemanah kedua dengan kuat sehingga
dia terlempar dalam kegelapan dengan teriakan kesakitan
ke bawah menara. Di bawah Ezio, di kaki tangga batu yang sempit,
terbentanglah gerbang itu, dan sekarang dia tahu bahwa
pasukan Vieri tidak cukup kuat untuk menjaga kota itu.
Mereka tidak memiliki kecapakan yang mutlak karena tidak
ada serdadu yang ditempatkan di sisi dalamnya. Pemuda
itu melompat menuruni tangga tiga anak tangga sekaligus,
158 kelihatan hampir seperti terbang, dan segera menemukan
pengungkit yang mengoperasikan baut-baut besi berat yang
mengunci pintu oak kuat setinggi 3 meter tersebut. Ezio
menariknya, perlu seluruh tenaganya untuk melakukan hal
tersebut, karena itu tidak didesain untuk bisa digerakkan
oleh tenaga satu pria saja, tapi setidaknya tugas itu bisa
dilakukan, lalu Ezio menarik salah satu cincin besar yang
dipasang ke pintu pada ketinggian bahu. Cincin itu bisa
ditarik, lalu gerbangnya mulai mengayun terbuka, terlihat
bahwa Mario dan orang-orangnya baru saja menyelesaikan
tugas mereka yang berdarah-darah. Dua orang Assassin
terbaring tewas, tapi dua puluh anggota pasukan Vieri telah
dikirim kepada Pencipta mereka.
"Kerja bagus, Ezio!" Mario berseru pelan. Sejauh ini,
tidak ada peringatan yang sepertinya telah dibunyikan, tapi
itu hanya masalah waktu. "Ayo!" kata Mario. "Dengan tenang, sekarang!" Dia
berbalik kepada salah satu sersannya dan berkata, "Kembalilah
dan bawalah pasukan utama."
Kemudian Mario memimpin jalan dengan hati-hati
menembus jalanan yang sepi" Vieri pasti telah menetapkan
semacam jam malam karena tidak ada seorang pun yang
kelihatan. Sekali mereka hampir bertabrakan dengan
patroli Pazzi. Mundur kembali ke dalam bayangan, mereka
membiarkannya pergi, sebelum bergerak dengan cepat dari
belakang untuk menyerang orang-orang itu dan menjatuhkan
mereka dengan tangan dingin.
"Selanjutnya apa?" Ezio bertanya kepada pamannya.
159 "Kita harus menemukan kapten penjaga di sini. Namanya
Roberto. Dia pasti tahu di mana Vieri." Mario kelihatan
lebih tertekan daripada biasanya. "Ini terlalu lama. Sebaiknya
kita berpencar. Dengar, aku kenal Roberto. Pada jam
semalam ini, bisa jadi dia sedang minum-minum di kedai
kesukaannya atau sudah tertidur di benteng pengawasnya.
Kau ke benteng pengawas. Bawa Orazio dan selusin prajurit
yang cakap bersamamu." Mario menatap ke langit, yang
baru saja mulai memudar, dan mencicipi udara, yang sudah
membawa kesejukan hari baru di dalamnya. "Temui aku di
dekat katedral sebelum ayam berkokok untuk melapor. Dan
jangan lupa" Kau yang bertugas memimpin segerombolan
berandalan ini!" Mario tersenyum dengan rasa sayang
kepada orang-orangnya, mengambil pasukannya sendiri,
lalu menghilang di sepanjang jalan yang mengarah ke atas
bukit. "Benteng pengawas itu berada di sisi barat laut kota
ini" Pak," kata Orazio. Dia menyeringai, begitu pula yang
lainnya. Ezio merasakan kepatuhan mereka kepada Mario dan
keragu-raguan mereka, karena telah dipercayakan di bawah
komando seorang pejabat yang belum pernah dicoba.
"Kalau begitu, ayo pergi," Ezio menjawab dengan tegas.
"Ikuti aku. Dengan aba-abaku."
Benteng pengawas itu membentuk salah satu sisi lapangan
utama kota tersebut, tidak jauh dari katedral dan di dekat
puncak sebuah bukit kecil di mana kota itu dibangun. Mereka
mencapainya tanpa kesulitan, tapi sebelum memasukinya, Ezio
menyadari bahwa sejumlah penjaga Pazzi ditempatkan di jalan
160 masuknya. Setelah memberi tanda kepada orang-orangnya
untuk tetap di tempat, Ezio mendekati para penjaga tersebut,
tetap berada di dalam bayangan dan sehening seekor rubah,
sampai dia cukup dekat untuk mencuri dengar percakapan
yang sedang terjadi di antara mereka berdua. Jelas bahwa
mereka tidak senang dengan kepemimpinan Vieri, dan perasaan
mereka yang kuat sedang mengalir dengan deras.
"Aku beri tahu kau, Tebaldo," penjaga pertama berkata,
"aku tidak senang dengan Vieri anak anjing itu. Aku rasa
dia tidak bisa mengarahkan kencingnya ke ember, apalagi
melindungi sebuah kota melawan kekuatan yang penuh
tekad. Sementara Capitano Roberto, dia minum begitu
banyak sampai-sampai dia menyerupai sebotol Chianti yang
mengenakan seragam!"
"Kau terlalu banyak bicara, Zohane," Tebaldo mem"peringatkan. "Ingatlah apa yang terjadi kepada Bernardo
ketika dia berani membuka mulutnya."
Penjaga pertama tadi mengendalikan dirinya, lalu
mengangguk dengan serius. "Kau benar" Aku dengar Vieri
membuatnya buta." "Yah, aku ingin tetap bisa melihat, terima kasih banyak,
jadi kita harus berhenti membicarakan hal ini. Kita tidak
tahu berapa banyak rekan kita yang merasa seperti ini, dan


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Vieri punya mata-mata di mana-mana."
Dengan puas, Ezio kembali ke pasukannya. Pasukan
yang tidak senang jarang menjadi pasukan yang cakap, tapi
tidak ada jaminan bahwa Vieri tidak punya pasukan inti
berupa pengikut setia Pazzi. Sementara untuk orang-orang
161 Vieri lainnya, Ezio telah belajar seberapa besar rasa takut
terhadap seorang komandan. Tapi tugas Ezio sekarang adalah
masuk ke dalam benteng pengawas. Ezio memindai lapangan
tersebut. Selain pasukan kecil penjaga Pazzi, lapangan itu
gelap dan kosong. "Orazio?" "Ya, Pak?" "Maukah kau menghadang orang-orang ini dan meng"habisi mereka" Dengan cepat dan diam-diam. Aku akan
berusaha naik ke atap dan melihat apakah ada orang-orang
lagi yang ditempatkan di halaman."
"Itulah kenapa kami ada di sini, Pak."
Ezio meninggalkan Orazio dan pasukannya untuk
membereskan para penjaga itu, lalu memeriksa bahwa dia
masih punya cukup banyak pisau lempar di selempangnya. Dia
pun berlari sedikit ke sisi jalan di dekat benteng pengawas,
dan memanjat atap terdekat. Dari situ dia melompat ke atap
benteng, yang dibangun di sekeliling halaman bagian dalamnya
sendiri. Dia bersyukur bahwa Vieri telah jelas-jelas membiarkan
tempat tersebut tak dijaga, dan tidak menempatkan orang"orang di menara-menara tinggi di rumah-rumah keluarga
setempat yang menonjol, yang berselang-seling di kota
itu, padahal dari titik menguntungkan itu mereka bisa
mengawasi segala hal yang sedang terjadi. Tapi Ezio juga
tahu bahwa menguasai menara-menara itu akan menjadi
tujuan pertama pasukan utama Mario. Dari atap benteng
pengawas, Ezio bisa melihat bahwa halaman itu kosong,
lalu melompat turun ke puncak tiang penyangganya. Dari
162 situ, dia menjatuhkan diri ke tanah. Gerakan yang mudah
untuk membuka gerbang, dan memosisikan orang-orangnya
yang telah menyeret jasad-jasad petugas Pazzi yang telah
dikalahkan supaya tidak kelihatan, di bawah bayang-bayang
tiang penyangga. Untuk menghindari kecurigaan, mereka
menutup pintu benteng pengawas di belakang mereka.
Untuk semua niat dan tujuan, benteng pengawas itu
kelihatan kosong. Tapi tidak lama setelah itu, datanglah
suara-suara dari lapangan di baliknya, kemudian sekelompok
orangnya Vieri muncul, membuka gerbang dan memasuki
halaman. Di antara mereka ada pria pendek"hampir
gemuk"yang jelas sudah mabuk sehingga harus ditopang.
"Ke mana perginya para penjaga gerbang?" pria itu ingin
tahu. "Jangan bilang Vieri telah membatalkan perintahku
dan mengirim mereka ke salah satu patroli sialannya!"
"Ser Roberto," salah satu orang yang menopangnya memo"hon. "Bukankah ini sudah waktunya kau beristirahat?"
"Apa maksudmu" Aku telah kembali ke sini baik-baik
saja kan" Lagi pula, malam belum larut!"
Para pendatang baru itu berhasil mendudukkan ketua
mereka di atas pinggiran sebuah air mancur di tengah-tengah
halaman dan berkumpul, tidak jelas akan melakukan apa
setelah ini. "Siapa pun berpikir aku bukan kapten yang baik!" kata
Roberto mengasihani dirinya sendiri.
"Omong kosong, Pak!" kata pria yang berdiri paling
dekat dengannya. 163 "Vieri berpikir begitu," kata Roberto. "Kau harus
mendengar caranya berbicara kepadaku!" Dia berhenti,
menatap ke sekeliling dan berusaha untuk fokus sebelum
melanjutkan dengan nada suara sentimental. "Tinggal
menunggu waktu sebelum aku diganti" atau lebih buruk
lagi!" Dia berhenti lagi, tersedu-sedu. "Di mana botol
sialan itu" Bawa ke sini!" Dia menenggak banyak-banyak,
menatap botol itu untuk memastikan sudah kosong, lalu
melemparkannya. "Ini salah Mario! Aku tidak percaya
ketika mata-mata kita melaporkan bahwa dia telah membawa
keponakannya masuk" menyelamatkan kutu kecil itu dari
Vieri sendiri! Sekarang Vieri hampir tidak bisa berpikir
lurus karena marah, dan aku harus melawan compagno
lamaku!" Roberto melihat-lihat ke sekeliling dengan buram.
"Mario Sayang! Dulu kami saudara di dalam angkatan
bersenjata, kalian tahu itu" Tapi dia menolak untuk datang
ke Pazzi bersamaku, meskipun uangnya lebih baik, tempat
tinggalnya lebih baik, peralatannya lebih baik" semuanya!
Aku harap Mario ada di sini sekarang. Dengan bertaruh
dua kaki, aku akan?"
"Permisi," Ezio menyela sambil melangkah maju.
"Apa?"" kata Roberto. "Siapa kau?"
"Biarkan aku memperkenalkan diri. Aku keponakan
Mario." "Apa?" Roberto meraung, berjuang untuk berdiri dan
mencengkeram pedangnya dengan tidak berhasil. "Tangkap
anjing kecil ini!" Pria itu miring ke depan, sehingga Ezio
bisa mencium bau anggur tengik di napasnya. Bawang juga.
164 "Kau tahu apa, Ezio," dia tersenyum. "Aku harus berterima
kasih kepadamu. Karena sekarang aku mendapatkanmu,
Vieri akan memberikan apa pun kepadaku. Mungkin aku
akan pensiun. Sebuah rumah peristirahatan kecil di tepi
pantai, mungkin?" "Jangan bermimpi, Capitano," kata Ezio. Roberto berputar
untuk melihat apa yang telah disadari oleh orang-orangnya.
Mereka dikelilingi oleh serdadu-serdadu Assassin, semuanya
bersenjata lengkap. "Ah," kata Roberto sambil merosot lagi. Semangat
tempurnya tampak menghilang dari dirinya.
Para penjaga Pazzi telah dibelenggu dan dibawa ke
penjara bawah tanah benteng tersebut. Setelah itu, Roberto
diberikan botol baru, dan duduk bersama Ezio di sebuah
meja di sebuah ruangan, dan berbicara. Setidaknya Roberto
telah diyakinkan. "Kau ingin Vieri" Aku akan memberitahumu di mana
dia. Semuanya terserah kepadaku lagi pula. Pergilah ke
Palazzo Lumba-lumba di lapangan di dekat gerbang utara.
Ada pertemuan yang sedang diadakan di sana?"
"Siapa yang sedang dia temui" Kau tahu?"
Roberto mengangkat bahu. "Tambahan orang-orangnya
dari Florence, aku rasa. Pasti mereka diharapkan untuk
membawa bala bantuan."
Mereka disela oleh Orazio yang tampak cemas. "Ezio!
Cepatlah! Ada pertarungan berlangsung di dekat katedral.
Sebaiknya kita ke sana!"
"Baiklah! Ayo pergi!"
165 "Bagaimana dengan dia?"
Ezio menatap Roberto. "Tinggalkan dia. Aku rasa dia
mungkin telah memilih jalan yang benar pada akhirnya."
Begitu dia keluar di lapangan, Ezio bisa mendengar
suara ribut pertarungan datang dari ruang terbuka di depan
katedral. Semakin mendekat, dia melihat bahwa orang-orang
pamannya, punggung mereka menghadap kepada Ezio,
sedang didesak untuk mundur oleh satu brigade besar
pasukan Pazzi. Dengan menggunakan pisau lemparnya untuk
membersihkan jalan, Ezio berusaha sampai ke sisi pamannya
dan memberitahunya apa yang telah dia temukan.
"Bagus untuk Roberto!" kata Mario, hampir tidak
kehilangan ritmenya, saat dia memotong dan mengiris para
penyerangnya. "Aku selalu menyesal dia pergi ke Pazzi, tapi
dia membalikkan kartu truf pada akhirnya. Pergilah! Cari
tahu Vieri sedang merencanakan apa."
"Tapi bagaimana dengan Paman" Apakah Paman bisa
menahan mereka?" Mario tampak muram. "Setidaknya untuk sementara,
tapi pasukan utama kita seharusnya sudah mengamankan
sebagian besar menara sekarang, lalu mereka bisa ke sini
untuk bergabung dengan kita. Maka cepatlah, Ezio! Jangan
sampai Vieri kabur!"
Palazzo itu berada di ujung utara kota, jauh dari
pertarungan, meskipun ada banyak penjaga Pazzi di sini"
mungkin bala bantuan yang telah dibicarakan oleh Roberto"
dan Ezio harus berjalan dengan hati-hati untuk menghindari
mereka. 166 Dia tiba tepat pada waktunya. Pertemuan itu sepertinya
baru usai, dan Ezio dapat melihat sekelompok empat pria
berjubah sedang berjalan ke arah sekelompok kuda yang
diikat. Ezio mengenali Jacopo de" Pazzi, keponakannya,
Fransesco, Vieri sendiri dan" Ezio menarik napas terkejut"
orang Spanyol tinggi yang hadir di eksekusi ayahnya. Lebih
terkejut lagi, Ezio memperhatikan lambang kardinal (kepala
gereja di bawah Paus) yang disulam di bahu jubah pria itu.
Pria itu berhenti di dekat kuda-kuda itu, dan Ezio berhasil
berlindung di pohon terdekat untuk melihat apakah dia
bisa mendengar apa pun dari percakapan mereka. Dia
harus berusaha sekuat tenaga, dan kata-kata mereka datang
sedikit-sedikit, tapi Ezio mendengar cukup banyak untuk
menarik perhatiannya. "Kalau begitu, ini sudah beres," orang Spanyol itu
berkata. "Vieri, kau tetap di sini dan membangun ulang
posisi kita sesegera mungkin. Fransesco akan mengatur
pasukan kita di Florence menunggu sampai waktu yang tepat
untuk menyerang, dan kau, Jacopo, harus bersiap-siap untuk
menenangkan masyarakat begitu kita mengambil kendali.
Jangan terburu-buru. Semakin baik rencana tindakan kita,
semakin besar kemungkinannya untuk berhasil."
"Tapi, Ser Rodrigo," Vieri menyela, "apa yang harus
aku lakukan dengan ubriacone itu, Mario?"
"Singkirkan dia! Jangan sampai dia tahu niat kita." Pria
yang mereka panggil Rodrigo itu mengayunkan tubuhnya
naik ke pelana. Ezio melihat wajahnya dengan jelas sejenak,
167 matanya dingin, hidungnya bengkok, dan usianya kira-kira
pertengahan empat puluhan.
"Dia selalu menjadi masalah," Fransesco menggeram.
"Persis seperti saudaranya yang bastardo itu."
"Jangan khawatir, padre," kata Vieri. "Aku akan segera
mempertemukan mereka kembali" di dalam kematian!"
"Ayo," kata pria yang mereka panggil Rodrigo. "Kita
sudah di sini terlalu lama." Jacopo dan Fransesco menunggangi
kuda di sebelahnya, lalu mereka berbalik menuju gerbang
utara, yang sudah dibuka oleh para penjaga Pazzi. "Semoga
Bapak Pemahaman membimbing kita semua!"
Mereka menunggang pergi, lalu gerbang itu ditutup lagi
di belakang mereka. Ezio bertanya-tanya apakah sekarang
merupakan kesempatan yang bagus untuk mencoba menebas
Vieri, tapi dia terlalu dijaga dengan baik. Di samping itu,
mungkin lebih baik membawanya hidup-hidup dan menanya"nanyainya. Tapi Ezio dengan hati-hati membuat catatan
mental tentang nama-nama orang yang telah dia dengar,
berniat untuk menambahkan mereka ke dalam daftar musuh
ayahnya, karena jelas-jelas mereka sedang terlibat di dalam
sebuah persekongkolan. Pada saat itu juga, dia disela oleh tibanya sebuah
resimen tambahan berisi penjaga Vieri. Pemimpinnya berlari
mendekati Vieri. "Ada apa?" Vieri membentak.
"Commandante, aku membawa kabar buruk. Orang"orangnya Mario Auditore telah menembus pertahanan
terakhir kita." 168 Vieri mencemooh. "Itu yang dia pikir. Tapi lihat," dia
mengayunkan tangannya kepada pasukan kuat di sekelilingnya,
"lebih banyak orang telah tiba dari Florence. Kita semua
akan menyapu Mario keluar dari San Gimignano sebelum
hari ini berakhir seperti tikus!" Dia menaikkan suaranya
kepada para serdadu yang berkumpul. "Bergeraklah dengan
cepat untuk menghadapi musuh!" dia berteriak. "Hancurkan
mereka seperti sampah!"
Sambil menaikkan teriakan perang yang tajam, milisi
Pazzi membentuk barisan di bawah para penanggung jawab
dan bergerak dari gerbang utara ke arah selatan menembus
kota untuk menghadapi condottieri Mario. Ezio berdoa
semoga pamannya tidak menyadarinya, karena sekarang
dia kalah jumlah dengan sangat parah. Tapi Vieri tetap di
belakang, dan sendirian kecuali pengawal pribadinya, bergerak
kembali ke dalam palazzo yang aman. Tidak diragukan lagi
bahwa dia masih punya urusan yang berhubungan dengan
pertemuan untuk disimpulkan di sana. Atau mungkin dia
kembali untuk mengenakan baju perang untuk keributan itu.
Entah yang mana yang benar, matahari akan segera naik.
Harus sekarang atau tidak sama sekali. Ezio melangkah
keluar dari kegelapan, menarik mantel dari kepalanya.
"Selamat pagi, Messer de" Pazzi," katanya. "Malam
yang sibuk?" Vieri berputar" campuran antara syok dan teror
langsung berkelap-kelip melintasi matanya. Dia mengembalikan
ketenangannya, lalu mengancam, "Aku sudah tahu kau
akan muncul lagi. Berdamailah dengan Tuhan, Ezio" Aku
169 punya hal-hal yang lebih penting untuk diurus sekarang.
Kau hanyalah pion yang akan tersapu dari papan."
Para penjaganya bergerak cepat menghampiri Ezio, tapi
pemuda itu sudah siap. Dia menjatuhkan orang pertama
dengan pisau lempar terakhirnya" pedang kecil itu menyabit
menembus udara dengan suara berdesing yang seperti setan.
Kemudian dia menarik pedang dan belati tempurnya,
lalu mulai bertarung dengan sisa penjaga. Dia memotong
dan menusuk seperti orang gila di dalam putaran darah,
gerakannya ekonomis dan mematikan, sampai penjaga yang
terakhir, terluka parah, terpincang-pincang menjauh darinya.
Tapi sekarang Vieri sudah berada didepannya, memegang
sebuah kapak tempur yang kelihatan kejam yang telah
diambilnya dari pelana kuda, yang masih berdiri di mana
kuda-kuda lainnya tadi diikat. Ezio membelok tiba-tiba
untuk menghindari bidikan mematikannya. Tapi pukulan itu,
meskipun memantul di baju pelindungnya, masih membuat
Ezio sempoyongan dan terjatuh, sehingga pedangnya terlepas.
Sesaat Vieri berdiri di atasnya, menendang pedang itu jauh


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari jangkauan, kapak diangkat di atas kepalanya. Dengan
mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, Ezio mengarahkan
sebuah tendangan ke selangkangan musuhnya. Tapi Vieri
melihatnya, dan melompat mundur. Ketika Ezio mengambil
kesempatan itu untuk berdiri, Vieri melemparkan kapaknya
ke pergelangan tangan kiri Ezio, memukul belati tempur
terlepas dari tangannya dan meninggalkan luka dalam pada
punggung tangan kanannya. Vieri pun menarik pedang dan
belatinya sendiri. 170 "Kalau ingin pekerjaanmu beres, kerjakan sendiri," kata
Vieri. "Kadang-kadang aku heran untuk apa aku membayar
orang-orang yang katanya pengawal itu. Selamat tinggal,
Ezio!" Dia pun mendekati musuhnya.
Panasnya rasa sakit telah membuat badan pemuda itu
mati rasa akibat kapak itu telah melukai tangannya, membuat
kepalanya berputar-putar dan penglihatannya memutih. Tapi
sekarang dia teringat semua yang telah diajarkan kepadanya,
naluri pun mengambil alih. Dia menggoyangkan diri, lalu pada
saat Vieri menyeimbangkan diri untuk memberikan pukulan
fatal kepada musuh yang dikiranya tidak bersenjata, Ezio
mengencangkan tangan kanannya, membentangkan jari-jarinya
ke atas dan terbuka. Dengan seketika, mekanisme belati
tersembunyi milik ayahnya berbunyi klik, bilah pedangnya
menembak keluar dari bawah jari-jarinya, memanjang
sampai penuh, metal yang berwarna gelap itu menyamarkan
pinggirannya yang tajam. Lengan Vieri terangkat. Pinggulnya
terbuka. Ezio menancapkan belati itu ke sisinya" pedangnya
bergerak masuk tanpa daya tahan sedikit pun.
Vieri berdiri tertegun sejenak, kemudian menjatuhkan
senjatanya, jatuh berlutut. Darah mengalir seperti air terjun
di antara tulang rusuknya. Ezio menangkapnya saat dia
merosot ke tanah. "Kau tidak punya banyak waktu, Vieri," kata Ezio
terburu-buru. "Sekarang inilah kesempatanmuuntuk berdamai
dengan Tuhan. Beri tahu aku, apa yang sedang kau diskusikan"
Apa rencanamu?" 171 Vieri menjawabnya dengan tersenyum pelan. "Kau tidak
akan pernah mengalahkan kami," katanya. "Kau tidak akan
pernah menguasai Pazzi, dan kau pasti tidak akan pernah
mengalahkan Rodrigo Borgia."
Ezio tahu bahwa hanya beberapa detik sebelum dia
berbicara kepada mayat. Dia bersikeras dengan suara yang
lebih mendesak. "Beri tahu aku, Vieri! Apakah ayahku sudah
mengetahui rencana kalian" Itukah kenapa orang-orang
kalian membunuhnya?"
Tapi wajah Vieri memucat. Dia mencengkeram lengan
Ezio dengan erat. Tetesan darah keluar dari sudut mulutnya
dan matanya mulai berkaca-kaca. Meskipun demikian, Vieri
berhasil tersenyum ironis. "Ezio, kau mengharapkan apa"
pengakuan penuh" Maaf, tapi aku tidak punya" waktu?"
Dia terengah-engah dan lebih banyak darah lagi keluar dari
mulutnya. "Sayang sekali, sungguh. Di dunia lain, mungkin
kita bahkan bisa menjadi" teman."
Ezio merasakan cengkeraman pada lengannya
melemas. Tapi kemudian rasa sakit pada lukanya mengalir lagi,
bersamaan dengan kenangan mutlak tentang kematian
keluarganya, sehingga Ezio terkoyak oleh amarah dingin.
"Teman?" dia berkata kepada mayat itu. "Teman! Dasar
kurang ajar! Tubuhmu seharusnya ditinggalkan di pinggir
jalan supaya membusuk seperti gagak mati! Tidak akan
ada yang merindukanmu! Aku hanya berharap kau lebih
menderita! Aku?" 172 "Ezio," kata sebuah suara yang kuat dan lembut di
belakangnya. "Cukup! Hormati pria ini sedikit."
Ezio berdiri dan berputar untuk menghadapi pamannya.
"Hormat" Setelah semua yang terjadi" Paman pikir, kalau
dia menang, dia tidak akan menggantung kita di pohon
terdekat?" Mario sudah kotor, tertutupi oleh debu dan darah, tapi
dia berdiri dengan tegak.
"Tapi dia tidak menang, Ezio. Dan kau tidak seperti
dia. Jangan menjadi pria seperti dia." Mario berlutut di
samping tubuh itu, lalu dengan tangan yang bersarung tangan,
dia menutup mata Vieri. "Semoga kematian memberikan
kedamaian yang dicari oleh jiwamu yang malang dan
marah," katanya. "Requiescat in pace."
Ezio memperhatikannya dengan diam. Ketika pamannya
berdiri, dia berkata, "Sudah selesai?"
"Tidak," jawab Mario. "Masih ada pertarungan sengit.
Tapi arusnya berbalik menguntungkan kita. Roberto telah
membawa beberapa orangnya ke pihak kita, dan hanya
masalah waktu." Dia berhenti. "Aku yakin kau akan berduka
kalau tahu bahwa Orazio sudah gugur."
"Orazio"!"
"Dia memberitahuku betapa beraninya kau sebelum dia
mati. Hiduplah sesuai pujian itu, Ezio."
"Aku akan berusaha." Ezio menggigit bibirnya. Meskipun
dia tidak mengakuinya secara sadar, ini juga menjadi
pelajaran baginya. 173 "Aku harus kembali bergabung dengan orang-orangku.
Tapi aku punya sesuatu untukmu" sesuatu yang akan
mengajarimu sedikit lebih banyak tentang musuhmu. Ini
adalah surat yang kami ambil dari salah satu pastor di
sini. Surat ini ditujukan kepada ayah Vieri, tapi Fransesco,
ternyata, tidak ada di sini lagi untuk menerimanya." Mario
menyerahkan sehelai kertas, segelnya sudah terbuka. "Ini pastor
yang sama dengan yang mengawasi upacara penguburan.
Aku akan menyuruh salah satu sersanku untuk membuat
janji." "Aku harus memberi tahu Paman sesuatu?"
Mario mengangkat tangannya. "Nanti saja, ketika
urusan kita di sini sudah selesai. Setelah kemunduran ini,
musuh-musuh kita tidak akan bisa bergerak secepat yang
mereka harapkan, dan Lorenzo di Florence akan lebih
bersiaga. Untuk sekarang ini, kita mendapatkan keuntungan."
Dia berhenti. "Tapi aku harus kembali. Bacalah surat itu,
Ezio, dan renungkanlah kata-katanya. Dan perhatikan
tanganmu." Dia telah pergi. Ezio bergerak menjauh dari jasad Vieri,
lalu duduk di bawah sebuah pohon tempat dia bersembunyi
sebelumnya. Lalat sudah melayang-layang di sekitar wajah
Vieri. Ezio membuka surat itu, lalu membacanya.
174 Messer Fransesco, Aku telah melakukan sebagaimana yang kau minta
dan berbicara dengan putramu. Aku setuju dengan
penilaianmu, meskipun hanya sebagian. Ya, Vieri
memang ceroboh, dan cenderung bertindak tanpa
berpikir terlebih dulu. Dia juga punya kebiasaan
memperlakukan orang-orangnya seperti mainan,
seperti bidak-bidak catur yang nyawanya tidak
perhatikan seakan-akan mereka terbuat dari gading
atau kayu. Hukuman-hukuman yang dia berikan pun
memang kejam. Aku telah menerima laporan-laporan
tentang setidaknya tiga orang telah dia lukai sebagai
akibatnya. Tapi aku tidak berpikir bahwa dia, seperti yang
kau katakan, tidak bisa diperbaiki. Lebih tepatnya,
aku percaya bahwa penyelesaiannya sederhana saja.
Dia mencari pengakuan darimu. Perhatianmu. Luapan
sikapnya ini adalah hasil dari rasa tidak aman yang
tumbuh dari perasaan kekurangan. Dia sering berbi"cara tentangmu dengan bangga dan mengungkapkan
keinginan untuk lebih dekat denganmu. Maka, kalau
dia berbicara keras, kasar, dan marah, aku percaya
bahwa itu hanya karena dia ingin diperhatikan. Dia
ingin disayangi. Bersikaplah sebagaimana yang kau anggap sesuai
dengan informasi yang telah aku berikan kepadamu di
sini, tapi sekarang aku harus meminta kita mengakhiri
surat-menyurat ini. Kalau dia mengetahui wacana
175 kita, terus terang aku takut apa yang akan terjadi
kepadamu. Kepercayaanmu, Bapak Giocondo Ezio duduk lama setelah membaca surat tersebut,
berpikir. Dia menatap tubuh Vieri. Ada dompet di ikat
pinggangnya yang tidak Ezio sadari sebelumnya. Dia berjalan
dan mengambilnya, kembali ke pohonnya untuk memeriksa
isinya. Ada foto kecil seorang wanita, beberapa florin (mata
uang emas) di dalam sebuah kantong, sebuah buku catatan
kecil yang belum digunakan, dan sepotong kertas kulit.
Dengan tangan gemetaran, Ezio membukanya. Dia langsung
mengenali apa itu. Sebuah halaman Codex"
Matahari naik semakin tinggi, dan sekelompok rahib
muncul dengan sebuah usungan dari kayu. Di sana mereka
merebahkan jasad Vieri, dan membawanya pergi.
Ketika musim semi berubah menjadi musim panas lagi, dan
bunga mimosa serta azalea telah digantikan oleh bunga lili
dan mawar, kedamaian yang menggelisahkan kembali ke
Tuscany. Ezio senang melihat bahwa ibunya melanjutkan
pemulihannya, meskipun sarafnya telah terlalu kacau akibat
tragedi yang telah menimpanya, sehingga mungkin ia tidak
akan pernah meninggalkan rumah biarawati yang damai
dan tenang. Claudia sedang mempertimbangkan untuk
mengambil sumpah pertama untuk berlatih menjadi calon
176 biarawati. Kemungkinan itu tidak membuat Ezio senang, tapi
dia tahu bahwa gadis itu telah dilahirkan dengan sifat keras
kepala yang sama dengannya, dan bahwa mencoba untuk
mencegahnya hanya akan memperkuat keputusannya.
Mario telah menghabiskan waktu memastikan bahwa
San Gimignano, sekarang di bawah kendali Roberto,
rekan lamanya yang telah sadar dan memperbaiki diri.
Bersama daerah kekuasaannya, kota itu tidak lagi menjadi
ancaman, dan kantong-kantong terakhir perlawanan Pazzi
telah disingkirkan. Monteriggioni kini aman, dan setelah
perayaan kemenangan telah diadakan, condottieri Mario
diizinkan mengambil cuti sebagai imbalan yang baik. Mereka
menggunakannya sesuka hati dengan menghabiskan waktu
bersama keluarga, atau minum-minum, atau pergi ke rumah
hiburan, tapi tidak pernah menelantarkan latihan mereka.
Para pengabdi mereka pun menjaga senjata mereka supaya
tetap tajam dan baju pelindung mereka supaya bebas dari
karat, sebagaimana tukang batu dan tukang kayu memastikan
bahwa benteng kota, maupun kastil dirawat dengan baik.
Ke arah utara, ancaman luar yang mungkin telah diajukan
oleh Prancis sedang terkatung-katung karena Raja Louis
sedang sibuk menyingkirkan para penyerbu terakhir dari
Inggris, dan menghadapi masalah yang disebabkan oleh
Duke dari Burgundy. Sementara ke arah selatan, Paus Sixtus
IV, seorang sekutu potensial bagi Pazzi, sedang terlalu sibuk
memberikan jabatan kepada sanak-sanak saudaranya dan
mengawasi pembangunan kapel baru yang indah di Vatikan
sehingga tidak terpikir untuk mengganggu Tuscany.
177 Bagaimanapun juga, Mario dan Ezio telah banyak
bercakap-cakap panjang tentang ancaman yang mereka
tahu belum hilang. "Aku harus memberitahumu lebih banyak tentang Rodrigo
Borgia," Mario memberi tahu keponakannya. "Dia lahir
di Valencia, tapi mempelajari hukum di Bologna dan tidak
pernah kembali ke Spanyol, karena dia lebih baik tinggal
di sini untuk mengejar ambisi-ambisinya. Pada saat ini, dia
adalah seorang anggota penting di Curia di Roma, tapi
dia selalu melihat lebih tinggi. Dia adalah salah satu pria
terkuat di seluruh Eropa, tapi dia lebih daripada sekadar
politisi cerdik di dalam Gereja." Dia merendahkan suaranya.
"Rodrigo adalah pemimpin Ordo Templar."
Ezio merasa jantungnya jungkir balik di dalam tubuhnya.
"Itu menjelaskan kehadirannya pada saat pembunuhan ayah
dan saudara-saudaraku yang malang. Dia berada di balik
peristiwa itu." "Ya, dan dia pasti tidak melupakanmu, terutama
karena sebagian besar berkat kaulah dia kehilangan pangkal
kekuatannya di Tuscany. Dia pun tahu dari keturunan apa
kau berasal, dan bahaya yang terus kau berikan kepadanya.
Waspadalah sepenuhnya, Ezio, bahwa dia akan membunuhmu
secepat dia mendapatkan kesempatan itu."
"Kalau begitu, aku harus berdiri melawannya kalau
ingin bebas." "Dia harus tetap kita awasi, tapi kita punya urusan lain
yang lebih dekat dengan rumah terlebih dulu, dan kita telah
bersantai-santai cukup lama. Ayo ke ruang belajarku."
178 Mereka pergi dari kebun di mana tadi mereka berjalan"jalan ke sebuah ruangan di dalam kastil, di ujung sebuah
koridor yang mengarah dari ruangan peta. Itu adalah tempat
yang tenang dan gelap tapi tidak muram. Ada barisan
buku dan lebih seperti ruangan seorang accemico daripada
seorang komandan militer. Rak-raknya juga mengandung
artefak-artefak yang kelihatannya datang dari Turki atau
Siria, dan jilid-jilid yang Ezio bisa lihat dari tulisan pada
tulang punggungnya ditulis dengan huruf Arab. Dia telah
menanyakan hal itu kepada pamannya, tapi hanya menerima
jawaban samar-samar. Begitu sampai di sana, Mario membuka kunci sebuah
peti. Dari situ, dia menarik sebuah dompet kulit untuk
menyimpan dokumen. Dari dompet itu, dia mengambil
seberkas kertas. Di antaranya ada beberapa yang langsung
dikenali oleh Ezio. "Inilah daftar ayahmu, Anakku"
meskipun seharusnya aku tidak memanggilmu seperti itu
lagi, karena kau sudah menjadi laki-laki dewasa sekarang,
dan ksatria berdarah penuh" Di dalam daftar ini, aku telah
menambahkan nama-nama yang kau katakan kepadaku
di San Gimignano." Mario menatap keponakannya, dan


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerahkan dokumen tersebut. "Inilah waktunya bagimu
untuk memulai pekerjaanmu."
"Setiap Templar di sana harus jatuh oleh pedangku,"
kata Ezio dengan tenang. Matanya menyala-nyala pada nama
Fransesco de" Pazzi. "Di sini, aku akan mulai dengan dia.
Dialah orang terburuk di dalam klan tersebut dan fanatik di
dalam kebenciannya terhadap sekutu-sekutu kita, Medici."
179 "Kata-katamu benar," Mario setuju. "Jadi, kau akan
bersiap-siap ke Florence?"
"Itulah keputusanku."
"Bagus. Tapi ada lagi yang harus kau pelajari kalau ingin
sepenuhnya diperlengkapi. Ayo." Mario berbalik menghampiri
sebuah rak buku dan menyentuh sebuah tombol tersembunyi
yang dipasang di sisinya. Dengan engsel-engsel yang hening,
pintu itu terayun dan terbuka untuk menunjukkan sebuah
dinding batu di baliknya, di sana ada sejumlah lubang
persegi yang telah diberi tanda khusus. Lima terisi. Sisanya
kosong. Mata Ezio bersinar-sinar saat melihatnya. Lima lubang
itu terisi dengan halaman-halaman Codex!
"Aku lihat kau mengenali apa ini," kata Mario. "Dan
aku tidak terkejut. Bagaimanapun juga, ada halaman yang
telah ditinggalkan oleh ayahmu untukmu, yang teman
pintarmu di Florence telah berhasil pecahkan kodenya, yang
telah Giovanni usahakan untuk temukan dan terjemahkan
sebelum dia berpulang."
"Dan halaman yang telah aku ambil dari jasad Vieri,"
Ezio menambahkan. "Tapi isinya masih misteri."
"Pada akhirnya, kau benar. Aku bukan cendekiawan
seperti ayahmu, meskipun dengan setiap halaman yang
ditambahkan, dan dengan bantuan buku-buku di ruangan
belajarku, aku semakin dekat untuk mengungkap misteri
tersebut. Lihatlah! Apakah kau melihat bagaimana kata-kata
bersilangan dari satu halaman ke halaman berikutnya, dan
bagaimana simbol-simbol itu tersambung?"
180 Ezio menatapnya lekat-lekat. Ada perasaan mengerikan
tentang ingatan yang membanjiri otaknya, seakan-akan sebuah
naluri turun-temurun sedang dibangunkan kembali" dan
dengan ini, coretan-coretan pada halaman-halaman Codex
tersebut tampak menjadi hidup. Tujuan-tujuan mereka
terurai di depan matanya. "Ya! Sepertinya ini bagian dari
sebuah gambar dari sesuatu di bawahnya" lihat, ini seperti
sebuah peta!" "Giovanni" dan sekarang aku" berusaha untuk
memecahkan apa yang tampaknya semacam ramalan yang
tertulis di dalaman-halaman ini. Tapi aku belum tahu
tulisan-tulisan ini mengacu ke arah mana. Sesuatu tentang
"sepotong Surga". Halaman ini ditulis dulu sekali, oleh seorang
Assassin seperti kita, yang namanya sepertinya Altair. Ada
lagi. Dia terus-menerus menulis "sesuatu tersembunyi di
bawah bumi, sesuatu yang sama kuatnya dengan tuanya"
"tapi kami belum menemukan apa maksudnya."
"Ini halamannya Vieri," kata Ezio. "Tambahkan ke
dinding." "Tidak sekarang! Aku akan menyalinnya sebelum kau
pergi, tapi bawalah aslinya kepada temanmu yang berotak
cemerlang di Florence. Dia tidak perlu tahu gambaran
penuhnya, setidaknya apa yang telah terjadi sejauh ini. Lagi
pula, ini mungkin berbahaya baginya kalau mengetahui hal
semacam itu. Nanti perkamen Vieri akan bergabung dengan
yang lainnya di dinding ini, dan kita akan semakin dekat
untuk membaca misteri tersebut."
181 "Bagaimana dengan halaman-halaman lainnya?"
"Mereka belum ditemukan kembali," kata Mario. "Jangan
cemas. Kau harus berkonsentrasi untuk menyelesaikan urusan
di depan matamu." 182 Ezio harus bersiap-siap sebelum meninggalkan Monteriggioni.
Di sisi pamannya, dia harus belajar banyak tentang Ajaran
Assassin, untuk memperlengkapi dirinya dengan baik sehingga
dapat mengemban tugas yang ada di hadapannya. Dia juga
perlu memastikan, bahwa setidaknya hal ini akan membuatnya
merasa aman di Florence. Masih ada pertanyaan tentang
di mana dia bisa bermalam, karena mata-mata Mario di
dalam kota telah melaporkan bahwa palazzo keluarganya
telah ditutup dan dipalang, meskipun masih di bawah
perlindungan dan penjagaan keluarga Medici sehingga tidak
diganggu. Beberapa penundaan dan kemunduran membuat
Ezio semakin tidak sabar, sampai pada suatu pagi di bulan
Maret, pamannya menyuruh Ezio mengemasi tasnya.
183 "Kita telah melewati musim dingin yang panjang?"
kata Mario. "Terlalu panjang," Ezio menyela.
?" tapi semuanya beres sekarang," pamannya me"lanjutkan. "Aku ingatkan kepadamu bahwa persiapan
yang mendetail menghasilkan sebagian besar kemenangan.
Sekarang, perhatikanlah! Aku punya teman di Florence yang
telah mengatur sebuah tempat bermalam yang aman bagimu
tidak jauh dari rumah wanita itu sendiri."
"Siapa dia, Paman?"
Mario tampak sembunyi-sembunyi. "Namanya tidak
penting bagimu, tapi aku berjanji bahwa kau bisa me"mercayainya seperti kau memercayaiku. Tapi sekarang dia
tidak ada di kota. Kalau kau perlu bantuan, hubungilah
pembantu rumah tanggamu yang lama, Annetta, yang kini
bekerja untuk keluarga Medici, tapi sebaiknya sesedikit
mungkin orang di Florence yang mengetahui keberadaanmu
di sana. Bagaimanapun juga, ada satu orang yang harus kau
hubungi, meskipun dia tidak mudah untuk ditemui. Aku
telah menuliskan namanya di sini. Kau harus bertanya-tanya
kepadanya dengan hati-hati. Cobalah bertanya kepada
temanmu yang ilmiah sementara kau menunjukkan halaman
Codex ini, tapi jangan sampai dia tahu terlalu banyak, demi
kebaikannya sendiri! Omong-omong, di sini, adalah alamat
tempat tinggalmu." Dia menyerahkan kepada Ezio dua sarung
kertas dan sebuah kantong kulit yang menggembung. "Dan
seratus florin untuk bekalmu, dan surat-surat perjalananmu,
184 yang mana akan kau temukan sesuai urutannya. Kabar
terbaiknya adalah mungkin kau akan berangkat besok!"
Ezio menggunakan waktu yang singkat itu menuju ke
rumah biarawati untuk berpamitan dengan ibu dan adiknya,
untuk mengemasi semua pakaian dan peralatan dasarnya,
dan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada pamannya
serta para pria dan wanita di kota itu yang telah menjadi
rekan dan sekutunya dalam waktu lama. Tapi dengan
kebahagiaan dan hati yang mantap, dia menaiki pelana
kudanya, lalu menunggang keluar dari gerbang kastil pada
fajar pagi berikutnya. Itu perjalanan yang panjang tapi
tenteram. Pada waktu makan malam, dia sudah sampai
di markas barunya, dan siap untuk berkenalan kembali
dengan kota yang telah menjadi rumahnya seumur hidup,
tapi tidak dilihatnya dalam waktu yang lama. Tapi ini
bukanlah kepulangan yang sentimental. Begitu dia berdiri
lagi dan berjalan sedih melewati depan rumah keluarganya,
dia berjalan langsung ke bengkel Leonardo da Vinci, tidak
lupa untuk membawa halaman Codex dari Vieri de" Pazzi
bersamanya. Leonardo telah mengembangkan tanahnya di sebelah
kiri sejak Ezio pergi. Ada sebuah gudang besar dengan
ruangan luas tempat hasil-hasil fisik untuk mewujudkan
khayalan-khayalan seniman tersebut. Dua meja penopang
yang panjang dijajarkan dari satu ujung ke ujung lainnya,
diterangi oleh lampu minyak dan jendela-jendela yang dipasang
tinggi di dinding" Leonardo tidak perlu mengintai. Di atas
185 mesin dan potongan-potongan peralatan ilmu teknik, yang
tergantung di dinding, berantakan, sebagian sudah dirakit,
di tengah-tengah ruangan. Ada ratusan gambar dan sketsa
yang disematkan di dinding. Di antara kekacauan kreativitas
ini, setengah lusin asisten sedang sibuk dan mondar-mandir
dengan cepat"diawasi oleh asisten yang sedikit lebih tua,
tapi tidak kalah menariknya, yaitu Agniolo dan Innocento.
Di sini, ada sebuah model gerobak, tapi bentuknya bundar,
penuh dengan senjata, dan ditutupi dengan penutup dari besi
yang bentuknya seperti lidah penutup periuk. Di puncaknya
ada lubang di mana seseorang bisa menempelkan kepalanya
untuk memastikan ke arah mana mesin itu berjalan. Di
sana, gambar sebuah perahu berbentuk ikan hiu, tapi
dengan menara yang ganjil di bagian belakangnya. Lebih
aneh lagi, kelihatannya dari gambar tersebut perahu itu
sedang berlayar di bawah air. Peta, sketsa-sketsa anatomis
menunjukkan semuanya dari cara kerja mata, ke hubungan
seks, ke embrio di dalam kandungan" dan masih banyak
yang melampaui bayangan Ezio untuk diuraikan" Semua
itu memenuhi semua tempat di dinding yang tersedia, dan
contoh-contoh serta barang-barang berantakan ditumpuk di
atas meja mengingatkan Ezio tentang kekacauan terorganisasi
yang dia ingat dari kunjungan terakhirnya ke sini, tapi
seratus kali lebih banyak. Tepatnya ada gambar-gambar
sosok binatang, dari yang umum sampai supernatural, dan
desain-desain tentang segalanya dari pompa air sampai
dinding pertahanan. 186 Tapi yang paling menarik mata Ezio adalah model
yang tergantung dari langit-langit. Dia telah melihat sebuah
versinya sebelumnya, dia ingat, sebuah model yang kecil,
tapi ini tampak seperti maket berukuran setengah aslinya
dari apa yang mungkin suatu hari nanti akan menjadi
mesin sungguhan. Benda itu masih kelihatan seperti rangka
kelelawar, dan semacam kulit binatang yang awet telah
direntangkan dengan ketat di atas kerangka-kerangka dua
rancangan kayu tersebut. Di dekatnya ada sebuah kayu
penyangga kanvas dengan beberapa kertas kerja ditempelkan
kepadanya. Di antara catatan dan perhitungan, Ezio membaca
sebuah tulisan. "pegas yang terbuat dari tanduk atau baja diikat di atas
kayu willow yang dibungkus dengan alang-alang.
Tenaga pendorong mempertahankan burung di
dalam rangkaian penerbangan mereka ketika sayap tidak
menekan udara, lalu mereka naik lebih tinggi.
Kalau seorang pria berberat seratus kilogram
berada pada titik n, dan menaiki sayap ini dengan
baloknya, yang berberat tujuh puluh lima kilogram,
dengan kekuatan sejumlah seratus lima puluh kilogram,
dia akan menaikkan dirinya dengan dua sayap"
Semuanya dalam bahasa Yunani, tapi setidaknya dia
bisa membacanya. Agniolo pasti telah menuliskannya kembali
dari coretan tangan Leonardo yang tidak terbaca. Pada saat
itu, Ezio melihat Agniolo sedang menatapnya, dan segera
187 mengalihkan perhatiannya ke tempat lain. Ezio tahu seberapa
Leonardo suka merahasiakan sesuatu.
Segera Leonardo sendiri tiba dari arah studio lama dan
bergegas menghampiri Ezio, memeluknya dengan hangat.
"Ezio Saudaraku! Kau kembali! Aku sangat senang bertemu
denganmu. Setelah semua yang terjadi, kami kira?" Tapi
dia membiarkan kalimatnya tergantung di situ, dan tampak
cemas. Ezio berusaha untuk meringankan suasana hatinya lagi.
"Lihatlah tempat ini! Tentu saja aku tidak tahu maksudnya
apa, tapi aku rasa kau tahu kau sedang apa! Kau sudah
tidak melukis lagi?"
"Tidak," kata Leonardo. "Hanya mencari tahu lebih ba"nyak" tentang hal-hal lain" yang menarik perhatianku."
"Oh, begitu. Dan kau sudah mengembangkan lahanmu.
Kau pasti menjadi makmur. Dua tahun terakhir ini bagus
untukmu." Tapi Leonardo bisa melihat kesedihan dan tekanan yang
tersembunyi di dalam wajah Ezio sekarang. "Mungkin,"
kata Leonardo. "Mereka meninggalkanku sendirian. Aku
rasa mereka berpikir aku akan berguna bagi siapa pun yang
memenangkan kendali mutlak pada suatu hari nanti" Bukan
berarti aku membayangkan akan ada orang yang demikian."
Dia berubah. "Tapi bagaimana denganmu, temanku?"
Ezio menatapnya. "Akan ada waktunya, aku harap,
suatu hari untuk duduk dan berbicara tentang segala yang
telah terjadi sejak terakhir kali kita bertemu. Tapi sekarang,
aku butuh bantuanmu lagi."
188 Leonardo membentangkan tangannya. "Apa pun
untukmu!" "Aku punya sesuatu untuk ditunjukkan kepadamu yang
aku pikir pasti kau tertarik."
"Kalau begitu, sebaiknya kau datang ke studioku"
Di sana lebih tidak sibuk."
Begitu kembali ke kediaman lama Leonardo, Ezio
mengeluarkan halaman Codex tersebut dari dompetnya, lalu
membentangkannya di atas meja di depan mereka.
Mata Leonardo melebar karena senang.
"Kau ingat halaman yang pertama?" tanya Ezio.
"Bagaimana aku bisa lupa?" Seniman itu memandangi
halaman tersebut. "Ini sangat menyenangkan! Bolehkah?"
"Tentu saja." Leonardo mempelajari halaman itu dengan sangat hati-hati,
menelusurkan jari-jarinya di atas perkamen. Kemudian, dia
menarik kertas dan pulpen, lalu mulai menyalin kata-kata
dan simbol-simbol itu. Hampir secara langsung, Leonardo
melesat bolak-balik, mencari keterangan dari buku-buku
dan naskah-naskah, terserap ke dalam kegiatan ini. Ezio
memperhatikan seniman itu bekerja dengan rasa syukur
dan kesabaran. "Ini menarik," kata Leonardo. "Bahasanya sangat tidak
dikenal, setidaknya bagiku, tapi ada semacam polanya. Hmmn.
Ya, ada keterangan di sini di dalam bahasa Aramaic1
yang membuatnya sedikit lebih jelas." Leonardo mendongak. "Kau
Sebuah bahasa kuno dari Timur Tengah, kini masih digunakan di Siria dan
Lebanon.

Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

189 tahu, kalau dihubungkan dengan halaman lainnya, kau
akan berpikir mereka hampir semacam sebuah bimbingan"
pada satu tingkat, setidaknya. Ini adalah bimbingan tentang
berbagai bentuk pembunuhan. Tapi tentu saja, ada yang
lebih jauh di dalamnya daripada sekadar itu, meskipun aku
tidak tahu apa. Aku hanya tahu bahwa kita hanya sedang
menggores-gores permukaannya dari apa yang mungkin bisa
diungkap. Kita harus mempunyai semua halaman lengkapnya,
tapi kau tidak tahu di mana halaman-halaman lainnya?"
"Tidak." "Atau seberapa banyak jilid lengkapnya?"
"Ada kemungkinan bahwa" bahwa mungkin itu tidak
diketahui." "Aha," kata Leonardo. "Rahasia! Yah, aku harus
menghormatinya." Tapi kemudian perhatiannya tertarik
kepada hal lain. "Tapi lihatlah ini!"
Ezio memanjangkan lehernya, tapi hanya melihat rangkaian
simbol yang berkelompok dekat dan berbentuk seperti
belahan kapak. "Apa itu?"
"Aku tidak benar-benar bisa memecahkannya, tapi kalau
aku benar, bagian ini mengandung semacam takaran untuk
sebuah metal atau logam campuran yang kita tidak tahu"
dan bahwa, secara logis, seharusnya tidak mungkin ada!"
"Apakah ada yang lain?"
"Ya" ada bagian yang paling mudah diuraikan. Pada
dasarnya, ini adalah cetakan biru untuk senjata lainnya,
dan sepertinya melengkapi senjata yang sudah kau punya.
Tapi yang ini harus kita buat dari nol."
190 "Senjata semacam apa?"
"Lumayan sederhana, sungguh. Ini adalah piringan metal
terbungkus pegangan kulit. Kau akan mengenakannya di
lengan kirimu" atau kanan kalau kau kidal seperti aku"
dan menggunakannya untuk menangkis serangan dari pedang
atau bahkan kapak. Hal luar biasanya adalah meskipun ini
jelas sangat kuat, metal yang akan harus kita bentuk juga
sangat ringan. Ini pun tergabung dengan belati berpedang
ganda, bisa dikeluarkan seperti yang pertama."
"Menurutmu, kau bisa membuatnya?"
"Ya, meskipun akan memakan sedikit waktu."
"Aku tidak punya banyak waktu."
Leonardo memikirkannya matang-matang. "Aku rasa aku
punya semua yang aku butuhkan di sini, dan orang-orangku
cukup cakap untuk menempanya." Dia berpikir sejenak,
bibirnya bergerak-gerak saat dia berhitung. "Akan butuh
dua hari," dia memutuskan. "Kembalilah pada waktu itu
dan kita akan melihat apakah senjata ini akan berhasil!"
Ezio membungkuk. "Leonardo, aku sangat berterima
kasih. Dan aku bisa membayarmu."
"Aku yang berterima kasih kepadamu. Codex milikmu
ini memperluas pengetahuanku. Aku membayangkan diriku
sebagai seorang penemu, tapi ada banyak hal di dalam
halaman-halaman kuno ini yang memikatku." Dia tersenyum,
dan bergumam hampir kepada dirinya sendiri. "Dan kau,
Ezio, tidak bisa menyangka seberapa berutangnya aku
kepadamu karena telah menunjukkan halaman-halaman
ini kepadaku. Mari kita lihat lagi apa yang mungkin kau
191 temukan" mereka datang dari mana adalah urusanmu.
Aku hanya tertarik kepada isinya, dan bahwa tidak ada
orang lain di luar lingkaran dalammu, selain aku, harus
mengetahui halaman-halaman ini. Hanya itu imbalan yang
aku minta." "Kalau begitu, aku janji."
"Grazie! Sampai Jumat, kalau begitu" senja?"
"Sampai Jumat."
Leonardo dan para asistennya memenuhi tugas mereka
dengan baik. Senjata baru itu, meskipun terapannya bersifat
melindungi, ternyata luar biasa berguna. Para asisten Leonardo
membuat contoh menyerang Ezio, tapi menggunakan senjata
sungguhan, termasuk pedang dua tangan dan kapak tempur.
Piringan itu ringan dan mudah digunakan, dengan mudah
menangkis pukulan-pukulan terberat.
"Ini senjata yang mengagumkan, Leonardo."
"Memang." "Dan ini bisa menyelamatkan nyawaku."
"Mari berharap kau tidak akan mendapatkan luka seperti
yang di punggung tangan kirimu lagi," kata Leonardo.
"Ini kenang-kenangan dari seorang" teman lama,"
kata Ezio. "Tapi sekarang aku perlu sedikit saran lagi
darimu." Leonardo mengangkat bahu. "Kalau aku dapat meno"longmu, silakan."
192 Ezio melirik para asisten Leonardo. "Mungkin berdua
saja?" "Ikuti aku." Kembali ke studio, Ezio membuka bungkus berkas
kertas yang telah diberikan oleh Mario, lalu menyerahkannya
kepada Leonardo. "Inilah orang yang pamanku suruh aku
temui. Dia bilang tidak bagus kalau menemukannya secara
langsung?" Tapi Leonardo sedang memandangi nama di kertas itu.
Ketika dia mendongak, wajahnya penuh dengan kekhawatiran.
"Kau tahu ini siapa?"
"Aku baca namanya" La Volpe. Aku rasa ini nama
panggilan." "Si Rubah! Ya! Tapi jangan menyebutkannya keras-keras,
atau di tempat umum. Dia adalah pria yang punya mata di
mana-mana, tapi dirinya sendiri tidak pernah terlihat."
"Di mana aku bisa menemukannya?"
"Tidak mungkin mengatakannya, tapi kalau kau ingin
mulai" dan sangatlah berhati-hati" kau harus mencoba
distrik Mercato Vecchio?"
"Tapi setiap pencuri yang tidak dipenjara atau digantung
berkeliaran di sana."
"Aku sudah bilang kau harus berhati-hati." Leonardo
memandang sekelilingnya seakan-akan ada yang menguping.
"Aku" mungkin bisa berbicara dengannya" Pergilah dan
carilah dia besok setelah Verspers" Mungkin kau akan
beruntung" mungkin tidak."
193 Meskipun pamannya sudah memberikan peringatan, ada
satu orang di Florence yang Ezio sungguh-sungguh ingin
dia temui lagi. Selama ketidakhadirannya, gadis itu tidak
pernah jauh dari hatinya, dan sekarang kepedihan cinta
telah bertambah dengan pengetahuan bahwa ia tidak jauh
lagi. Ezio tidak bisa mengambil terlalu banyak risiko di kota
tersebut. Wajahnya telah berubah, menjadi lebih runcing,
karena dia telah tumbuh dalam hal pengalaman dan usia,
tapi dia masih dikenali sebagai Ezio. Tudungnya membantu,
membuatnya bisa "menghilang" di antara keramaian, dan
dia mengenakannya dengan rendah. Tapi dia tahu bahwa,
meskipun sekarang Medici memegang kekuasaan, belum
semua taring Pazzi dicabut. Mereka sedang menghitung
waktu, dan mereka tetap berjaga-jaga. Ezio yakin akan dua
hal tersebut, dan dia yakin bahwa kalau mereka berhasil
menangkapnya, mereka akan membunuhnya, tidak peduli
apakah ada Medici atau tidak. Bagaimanapun juga, pagi
berikutnya Ezio tidak bisa mencegah kakinya mengambil
jalan ke mansion Calfucci daripada terbang ke bulan.
Pintu-pintu jalan utama terbuka, menyibak halaman yang
disirami cahaya matahari di baliknya, dan di sanalah dia,
lebih ramping, mungkin lebih tinggi, rambutnya dinaikkan,
bukan lagi seorang gadis, melainkan seorang wanita. Ezio
memanggil namanya. Ketika Cristina melihatnya, ia menjadi sangat pucat
sehingga Ezio pikir ia akan pingsan, tapi ia bergegas,
mengatakan sesuatu kepada pelayannya supaya pergi, lalu
keluar kepadanya dengan tangan terentang. Ezio menariknya
194 dengan cepat dari jalanan ke dalam sebuah lengkungan gang
di dekat situ yang tersembunyi, batu-batu birunya dipahat
berbentuk tanaman merambat. Ezio mengelus lehernya, dan
memperhatikan bahwa rantai tipis yang ditempeli liontinnya
masih ada di sekeliling lehernya, meskipun liontin itu sendiri
tersembunyi di dalam dadanya.
"Ezio!" Cristina menjerit.
"Cristina!" "Kau sedang apa di sini?"
"Aku di sini untuk urusan ayahku."
"Ke mana saja kau selama ini" Aku tidak mendengar
apa-apa darimu selama dua tahun."
"Aku" pergi. Juga untuk urusan ayahku."
"Mereka bilang kau pasti sudah mati" juga ibu dan
adikmu." "Takdir memperlakukan kami dengan berbeda." Dia
berhenti. "Aku tidak bisa menulis surat, tapi kau tidak
pernah pergi dari pikiranku."
Mata wanita itu, yang tadi menari-nari mendadak
menjadi berawan dan tampak cemas.
"Ada apa, carissima?" Ezio bertanya.
"Tidak ada." Cristina berusaha untuk melepaskan diri.
Ezio tidak mau melepaskannya.
"Sudah jelas ada sesuatu. Beri tahu aku!"
Cristina menatap matanya, dan mata wanita itu sendiri
tergenang air mata. "Oh, Ezio! Aku sudah bertunangan
untuk menikah!" 195 Ezio terlalu kaget untuk menjawab. Dia melepaskan
Cristina, menyadari bahwa dia memeluk wanita itu dengan
terlalu erat, melukainya. Pria itu melihat alur sepi yang harus
dia bajak, membentang di hadapannya.
"Ini kemauan ayahku," kata Cristina. "Dia terus-menerus
memilih. Kau pergi. Aku kira kau sudah mati. Kemudian orang
tuaku mulai menjamu kunjungan dari Manfredo d"Arzenta"
kau tahu, putra dari orang-orang kaya. Mereka pindah ke
sini dari Lucca segera setelah kau meninggalkan Florence.
Oh Tuhan, Ezio, mereka terus-menerus memintaku supaya
tidak membiarkan keluarga ini jatuh, untuk mencari jodoh
yang baik sementara aku masih bisa. Aku kira aku tidak
akan pernah bertemu denganmu lagi. Dan sekarang?"
Wanita itu disela oleh suara seorang gadis, menjerit-jerit
panik di ujung jalan, di mana ada sebuah lapangan kecil.
Cristina langsung menegang. "Itu Gianetta" kau ingat
dia?" Mereka bisa mendengar lebih banyak jeritan dan
teriakan sekarang, lalu Gianetta memanggil sebuah nama"
"Manfredo!" "Sebaiknya kita melihat apa yang sedang terjadi," kata
Ezio sambil turun ke jalan ke arah keributan itu. Di lapangan
itu, mereka menemukan Gianetta, gadis lain yang tidak
dikenal oleh Ezio, dan seorang pria tua yang seingat Ezio
telah bekerja sebagai kepala juru tulis ayah Cristina.
"Apa yang sedang terjadi?" kata Ezio.
"Manfredo!" Gianetta menjerit. "Utang judi lagi! Kali
ini, mereka pasti akan membunuhnya!"
196 "Apa?" Cristina berteriak.
"Aku minta maaf sekali, signoria," kata juru tulis
itu. "Ada dua pria yang meminjamkan utang kepadanya.
Mereka menyeretnya ke kaki Jembatan Baru. Mereka bilang
mereka akan memukulkan utang itu keluar dari dirinya.
Aku minta maaf sekali, signoria. Aku tidak bisa melakukan
apa-apa." "Tidak apa-apa, Sandeo. Pergilah dan panggil para
penjaga rumah. Sebaiknya aku pergi dan?"
"Tunggu sebentar," Ezio menyela. "Setan mana si
Manfredo ini?" Cristina menatap Ezio seakan-akan dari bagian dalam
jeruji penjara. "Fidanzatoku," katanya.
"Coba aku lihat apa yang bisa aku lakukan," kata
Ezio, lalu bergegas menelusuri jalan yang mengantarkannya
ke arah jembatan. Satu menit kemudian, dia berdiri di
puncak tanggul yang menghadap bagian tanah sempit di
dekat lengkungan pertama jembatan itu, dekat dengan air
Sungai Arno yang kuning, berat, dan berarus lambat. Di
sana, ada seorang pria muda berpakaian anggun berwarna
hitam dan perak sedang berlutut. Dua orang pria muda lagi
sedang berkeringat dan menggerutu sambil menendanginya
dengan keras, atau membungkuk untuk memukulinya dengan
tinju mereka. "Aku akan melunasinya, sumpah!" pria muda itu
mengerang. "Kami sudah cukup mendengar alasan-alasanmu," kata
salah satu penyiksa itu. "Kau telah membuat kami kelihatan
197 sangat bodoh. Jadi, sekarang kami akan memberimu contoh."
Maka dia menaikkan sepatu botnya ke leher pria muda itu,
mendorong wajahnya ke dalam lumpur, sementara rekannya
menendang tulang iganya. Penyerang pertama sudah hendak menginjak ginjal
pemuda itu ketika dia merasa dicengkeram pada tengkuk
lehernya dan ekor jubahnya. Seseorang sedang mengangkatnya
tinggi-tinggi" dan hal berikutnya yang dia tahu, dia terbang
menembus udara, mendarat beberapa detik kemudian di
dalam air di antara selokan dan pecahan batu yang telah
terhempas di sekitar kaki tiang pertama jembatan itu. Dia
terlalu sibuk mengeluarkan air yang menjijikkan yang telah
masuk ke dalam mulutnya, sehingga tidak memperhatikan
bahwa rekannya kini menderita nasib yang sama.
Ezio mengulurkan sebelah tangannya kepada pria muda
yang terselubung lumpur dan menariknya berdiri.
"Grazie, signore. Aku kira mereka akan benar-benar
membunuhku kali ini. Tapi mereka bodoh kalau melakukan
itu. Aku bisa membayar mereka" jujur!"
"Tidakkah kau takut mereka akan mengejarmu lagi?"
"Sekarang tidak karena mereka berpikir aku punya
pengawal sepertimu."
"Aku belum memperkenalkan diri. Ezio" de


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Castronovo." "Manfredo d"Arzenta, siap membantumu."
"Aku bukan pengawalmu, Manfredo."
"Itu tidak masalah. Kau telah menyingkirkan badut-badut
itu dari punggungku, dan aku berterima kasih. Kau tidak
198 tahu seberapa banyak kau membantuku. Kenyataannya, kau
harus membiarkanku memberimu hadiah. Tapi pertama-tama,
biarkan aku membersihkan diri dan mengajakmu minum.
Ada rumah main kecil tepat setelah Via Fiordaliso?"
"Nah, tunggu sebentar," kata Ezio ketika menyadari
bahwa Cristina dan teman-temannya sedang mendekat.
"Ada apa?" "Kau sering berjudi?"
"Kenapa tidak" Itu cara terbaik yang aku tahu untuk
melewatkan waktu." "Kau mencintainya?" Ezio memotong.
"Apa maksudmu?"
"Fidanzatamu" Cristina" kau mencintai dia?"
Manfredo tampak terkejut dengan kuatnya perasaan
dari penyelamatnya. "Tentu saja" kalau itu memang
urusanmu. Bunuh aku di sini, maka aku akan mati masih
mencintainya." Ezio ragu-ragu. Kedengarannya pria itu memang
mengatakan yang sebenarnya. "Kalau begitu, dengar. Kau
tidak akan pernah berjudi lagi. Kau dengar itu?"
"Ya!" Manfredo ketakutan.
"Bersumpahlah!"
"Sumpah!" "Kau tidak tahu seberapa beruntungnya dirimu. Aku ingin
kau berjanji kepadaku untuk menjadi suami yang baik baginya.
Kalau aku mendengar sebaliknya, aku akan memburumu
dan membunuhmu dengan tanganku sendiri."
199 Manfredo bisa melihat bahwa penyelamatnya bersungguh"sungguh dengan setiap kata yang diucapkannya. Dia menatap
ke dalam mata yang abu-abu dingin itu, kemudian sesuatu
di dalam ingatannya tergelitik. "Tidakkah aku mengenalmu?"
katanya. "Ada sesuatu tentang dirimu. Kau sepertinya
familiar." "Kita tidak pernah bertemu sebelumnya," kata Ezio.
"Dan kita tidak perlu bertemu lagi selamanya, kecuali?"
dia berhenti. Cristina sedang menunggu di ujung jembatan,
menunduk. "Pergilah kepadanya, dan pegang janjimu."
"Tentu saja," Manfredo ragu-ragu. "Aku benar-benar
mencintainya, kau tahu. Mungkin aku telah belajar sesuatu
hari ini. Dan aku akan melakukan segalanya yang aku bisa,
supaya ia bahagia. Aku tidak perlu diancam mati untuk
membuat janji itu." "Aku harap begitu. Sekarang, pergilah!"
Ezio menyaksikan Manfredo mendaki tanggul sejenak,
merasa matanya tidak bisa ditahan untuk tertarik ke mata
Cristina. Pandangan mereka bertemu sejenak, lalu Ezio
setengah menaikkan tangannya sebagai tanda perpisahan.
Kemudian dia berbalik dan berjalan pergi. Tidak pernah sejak
kematian keluarganya, dia merasa hatinya seberat ini.
Sabtu malam itu, Ezio masih terbenam di dalam
kemurungan. Pada saat-saat tergelap tampak baginya bahwa dia
telah kehilangan segalanya" ayah, kakak, adik, rumah, status,
karier" dan sekarang, istri! Tapi kemudian dia mengingatkan
dirinya sendiri tentang kebaikan dan perlindungan yang telah
disediakan oleh Mario untuknya, juga ibu dan adiknya yang
200 telah bisa dia selamatkan dan lindungi. Sedangkan untuk masa
depan dan karier" Ezio masih memiliki keduanya, kecuali
bahwa mereka berjalan ke arah yang berbeda, daripada yang
dia bayangkan sebelumnya. Dia harus melakukan sebuah
pekerjaan, dan merana karena perpisahan dengan Cristina
tidak akan membantunya menyelesaikan hal tersebut. Mustahil
baginya untuk membuang wanita itu dari hatinya, tapi dia
memang harus menerima nasib sepi yang telah diatur oleh
takdir untuknya. Mungkin itulah jalan Assassin" Mungkin
itu termasuk ke dalam kesetiaan kepada Ajaran"
Ezio berjalan ke Mercato Vecchio dengan suasana hati
yang suram. Distrik itu dijauhi oleh kebanyakan orang
yang dia kenal, dan dia sendiri baru sekali mengunjunginya
sebelum ini. Lapangan pasar lama itu kotor dan telantar,
begitu pula bangunan-bangunan dan jalan-jalan yang
mengelilinginya. Sejumlah orang berlalu-lalang, tapi ini
bukanlah passegiata. Orang-orang ini berjalan dengan sebuah
tujuan, tidak membuang-buang waktu, dan tetap menunduk.
Ezio telah berhati-hati dengan berpakaian sederhana, dan
tidak mengenakan pedang, meskipun dia telah mengikat
piringan barunya dan pedang belati lompatnya juga, jikalau
dibutuhkan. Tetap saja dia waspada karena dia tahu, bahwa
dia pasti menonjol dari kerumunan di sekelilingnya.
Pikirannya masih bertanya-tanya harus ke mana lagi,
dan berpikir apakah pergi ke rumah bir di sudut, atau ke
lapangan, untuk menemukan bagaimana caranya dia bisa
menghubungi sang Rubah. Mendadak muncul seorang pria
ramping entah dari mana dan menubruknya.
201 "Scusi, signore," kata pria muda itu dengan sopan,
tersenyum, dan bergerak dengan cepat melewatinya. Secara
naluri, tangan Ezio memegang ikat pinggangnya. Barang-barang
berharganya telah dia tinggalkan dengan aman tersembunyi
di tempatnya menginap, tapi dia telah membawa beberapa
florin di dalam dompet ikat pinggangnya, dan sekarang lenyap.
Dia berputar untuk melihat pria muda itu sedang menuju
salah satu jalan sempit yang mengarah keluar dari lapangan,
lalu mengejarnya. Pencuri itu mempercepat langkahnya
karena melihatnya, tapi Ezio tetap berlari mengejarnya. Pada
akhirnya, Ezio menangkapnya saat hendak memasuki sebuah
bangunan besar yang tidak jelas di Via Sant" Angelo.
"Kembalikan," Ezio menggeram.
"Aku tidak tahu apa maksudmu," pencuri itu menyangkal
tuduhannya, tapi dengan mata yang ketakutan.
Ezio sudah hampir melepaskan belatinya namun berusaha
untuk mengendalikan amarahnya. Mendadak terpikir olehnya
bahwa pria ini mungkin bisa memberinya informasi yang
dia cari. "Aku tidak tertarik untuk melukaimu, Kawan,"
katanya. "Kembalikan dompetku, itu sudah cukup."
Setelah ragu-ragu, "Kau menang," kata pria muda itu,
dengan menyesal, meraih tas kecil di sisinya.
"Satu lagi saja," kata Ezio.
Pria itu langsung waspada. "Apa?"
"Kau tahu di mana aku bisa menemukan pria yang
menyebut dirinya sendiri La Volpe?"
202 Sekarang pria itu kelihatan benar-benar ketakutan.
"Tidak pernah dengar tentang dia. Ini, ambil uangmu,
signore, dan biarkan aku pergi!"
"Tidak sampai kau memberitahuku."
"Tunggu sebentar," kata sebuah suara yang dalam dan pa"rau di belakangnya. "Mungkin aku bisa membantumu."
Ezio berbalik untuk melihat seorang pria berbahu lebar
dengan tinggi badan hampir sama dengannya, tapi mungkin
sepuluh atau lima belas tahun lebih tua. Di atas kepalanya,
dia mengenakan sebuah tudung seperti milik Ezio, yang
menyamarkan sebagian wajahnya. Namun di bawahnya,
Ezio bisa melihat dua mata tajam yang bersinar dengan
kekuatan yang aneh, menembus ke dalam dirinya.
"Tolong biarkan mitraku pergi," kata pria itu. "Aku akan
menjawab untuknya." Kepada pencuri muda itu dia berkata,
"Berikan tuan ini uangnya, Corradin, dan menjauhlah. Kita
akan berbicara tentang ini nanti." Dia berbicara dengan
nada berkuasa sehingga Ezio melepaskan cengkeramannya.
Dalam satu detik, Corradin telah menempatkan dompet Ezio
di tangannya, lalu menghilang ke dalam bangunan.
"Kau siapa?" Ezio bertanya.
Pria itu tersenyum pelan. "Namaku Gilberto, tapi mereka
memanggilku dengan banyak hal, misalnya pembunuh, dan
tagliagole. Tapi bagi teman-temanku, aku hanya dikenal
sebagai Rubah." Dia membungkuk sedikit, masih menahan
Ezio dengan matanya yang menusuk. "Dan aku siap
membantumu, Messer Auditore. Sebenarnya, aku memang
sedang menunggumu." 203 "Bagaimana" bagaimana kau tahu namaku?"
"Sudah menjadi pekerjaanku untuk mengetahui segala
hal di kota ini. Dan aku tahu, aku rasa, kenapa kau percaya
aku bisa membantumu."
"Pamanku memberitahuku namamu?"
Sang Rubah tersenyum lagi, tapi tidak berkata
apa-apa. "Aku harus mencari seseorang" harus berada satu
langkah di depannya juga, kalau aku bisa."
"Siapa yang kau cari?"
"Fransesco de" Pazzi."
"Permainan besar, aku lihat." Sang Rubah tampak
serius. "Mungkin aku bisa membantumu." Dia berhenti,
menimbang-nimbang. "Aku telah mendengar bahwa beberapa
orang dari Roma baru saja diturunkan di dermaga. Mereka
berada di sini untuk menghadiri sebuah pertemuan yang
tidak seorang pun seharusnya tahu. Tapi mereka tidak tahu
tentang aku, apalagi bahwa akulah mata dan telinga kota
ini. Tuan rumah dari pertemuan itu adalah orang yang
kau inginkan." "Kapan pertemuan itu diadakan?"
"Malam ini!" Sang Rubah tersenyum lagi. "Jangan
khawatir, Ezio" ini bukanlah takdir. Aku akan mengirim
seseorang untuk menjemputmu kepadaku, kalau kau tidak
menemukanku sendiri, tapi menyenangkan untuk mengujimu.
Sedikit orang yang mencariku bisa berhasil."
"Maksudmu, kau sengaja menjebakku dengan
Corradin?" 204 "Maafkan seleraku yang tidak wajar. Tapi aku juga harus
yakin bahwa kau tidak diikuti. Dia masih muda, dan ini
juga semacam uji coba untuknya. Kau lihat, mungkin aku
telah menjebakmu dengannya, tapi dia tidak tahu sedang
membantuku untuk apa. Dia hanya berpikir aku telah
memilihkan korban untuknya!" Nada suaranya mengeras,
menjadi lebih praktis. "Sekarang, kau harus mencari cara
untuk memata-matai pertemuan itu, tapi ini tidak akan
mudah." Dia menatap langit. "Matahari sudah terbenam.
Kita harus buru-buru, dan jalan tercepat adalah lewat atap.
Ikuti aku!" Tanpa kata-kata lagi, dia berbalik dan memanjat dinding
di belakangnya dengan kecepatan yang sulit diimbangi
oleh Ezio. Mereka berlomba di atas atap-atap bergenting
merah, melompati celah-celah jalanan pada semburat
terakhir matahari, sehening kucing, berkaki sehalus rubah,
menuju barat laut melintasi kota, sampai mereka tiba dalam
jarak penglihatan bagian muka gereja agung Santa Maria
Novella. Di sini sang Rubah berhenti. Ezio menyusulnya
dalam beberapa detik, tapi dia menyadari bahwa dia lebih
terengah-engah daripada pria yang lebih tua itu.
"Kau punya guru yang bagus," kata sang Rubah. Tapi
Ezio punya kesan tersendiri bahwa kalau pria itu mengalah,
teman barunya ini bisa saja meninggalkannya dengan
mudah. Hal ini meningkatkan kesungguh-sungguhannya
untuk mengasah kemampuannya lebih lanjut. Tapi sekarang
bukanlah waktunya untuk lomba atau permainan.
205 "Di situlah Messer Fransesco mengadakan pertemuannya,"
kata sang Rubah sambil menunjuk ke bawah.
"Di dalam gereja?"
"Di bawahnya. Ayo!"
Pada jam itu, piazza di depan gereja sepi. Sang Rubah
melompat dari atap di mana mereka berada, mendarat
dengan anggun sambil berjongkok, lalu Ezio mengikuti
dengan serupa. Mereka melewati pinggiran lapangan itu
dan sisi gereja sampai tiba di gerbang belakang yang
dipasang ke dalam dindingnya. Sang Rubah mengantarkan
Ezio masuk menembusnya, lalu mereka berada di dalam
Kapel Rucellai. Di dekat makam perunggu di tengah-tengah
kapel tersebut, sang Rubah berhenti. "Ada jaringan kuburan
yang silang-menyilangi kota dengan jauh dan luas. Aku
menemukan mereka sangat berguna untuk jenis pekerjaanku,
tapi sayangnya bukan hanya aku yang menganggapnya
begitu. Bagaimanapun juga, tidak banyak yang tahu tentang
kuburan ini, atau bagaimana tidak tersesat di dalamnya, tapi
Fransesco de" Pazzi termasuk orang yang bisa. Di bawah
sana dia mengadakan pertemuan dengan orang-orang dari
Roma. Inilah jalan masuk terdekat di mana mereka akan
berada, tapi kau harus berjalan sendiri ke sana. Ada sebuah
kapel, bagian dari ruang bawah tanah yang telantar, sekitar
empat puluh lima meter ke kananmu begitu kau sudah
turun, dan sangat berhati-hatilah, karena suara bergerak akan
terdengar sangat peka di bawah sana. Di sana juga gelap,
maka biarkan penglihatanmu terbiasa dengan keremangan"
segera kau akan dibimbing oleh cahaya di dalam kapel."
206 Sang Rubah menempatkan tangannya di atas sebuah
hiasan batu timbul pada tiang penyangga yang menopang
makam itu, lalu menekannya. Di kakinya, lantai batu yang
tampaknya kokoh mengayun ke bawah pada engsel yang
tidak tampak untuk menyingkat sederet anak tangga batu.
Dia berdiri di samping anak tangga itu. "Buona fortuna,
Ezio." "Kau tidak ikut?"
"Tidak perlu. Bahkan dengan semua kemampuanku, dua
orang lebih ribut daripada satu. Aku akan menunggumu di
sini. Va, pergilah!"
Begitu berada di bawah tanah, Ezio meraba-raba jalannya
di sepanjang koridor batu yang lembap yang terbentang
di sisi kanannya. Dia bisa merasakan jalannya, karena
dinding itu cukup dekat sehingga bisa disentuh kedua
sisinya dengan masing-masing tangan, dan dia lega bahwa
kakinya tidak bersuara di lantai yang terbuat dari tanah
basah. Sesekali, terowongan-terowongan lain bercabang, dan


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia dapat merasakannya daripada melihatnya saat kedua
tangannya yang memandunya hanya merasakan kekosongan
hitam. Tersesat di sini akan menjadi mimpi buruk, karena
seseorang tidak akan menemukan jalan keluar lagi. Sedikit
suara membuatnya terkejut pada awalnya, sampai dia
menyadari bahwa itu hanyalah tikus yang berlari, meskipun
sesekali, ketika salah satunya melintasi kakinya, dia hampir
tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak. Di dalam
cekungan yang dipahat ke dalam dinding, dia sekilas melihat
jasad-jasad penguburan yang sudah termakan waktu, dengan
207 tengkorak-tengkorak mereka diselubungi sarang laba-laba"
ada sesuatu yang sudah ada sejak dulu kala dan mengerikan
dipenuhi sarang laba-laba, sehingga Ezio harus menahan
rasa paniknya yang menanjak.
Akhirnya dia melihat cahaya temaram di depan. Kini
dia bergerak pelan-pelan, maju ke arah situ. Dia diam di
dalam bayang-bayang begitu berada di dalam jangkauan
pendengaran kelima pria yang bisa dia lihat di depan,
bersiluet di dalam cahaya lampu sebuah kapel yang bengkok
dan sangat kuno. Ezio langsung mengenali Fransesco. Dia adalah makhluk
kecil yang kurus, kuat, dan bersemangat. Ketika Ezio tiba,
Fransesco sedang membungkuk di depan dua pastor yang
rambutnya dicukur yang tidak dikenal oleh Ezio. Pastor
yang lebih tua sedang memberinya berkah dengan suara
mendengung yang jelas, "Et benedictio Dei Omnipotentis,
Patris et Filii et Spiritu Sancti descendat super vos et maneat
emper?" Ketika wajahnya terkena cahaya, Ezio mengenalinya.
Dia adalah Stefano da Bagnone, sekretaris paman Fransesco,
Jacopo. Jacopo sendiri berdiri di dekatnya.
"Terima kasih, padre," kata Fransesco ketika pemberkahan
itu berakhir. Dia menegakkan dirinya dan memanggil pria
keempat, yang sedang berdiri di samping para pastor,
"Bernardo, berikan laporanmu."
"Semuanya sudah siap. Kita punya persenjataan lengkap
dengan pedang, tongkat, panah, dan busur."
"Belati sederhana paling sesuai untuk pekerjaan ini,"
pastor yang lebih muda menyela.
208 "Tergantung keadaannya, Antonio," kata Fransesco.
"Atau racun," pastor yang lebih muda itu melanjutkan.
"Tapi tidak masalah, selama dia mati. Aku tidak akan dengan
mudah memaafkannya karena telah mengambil Volterra,
tanah kelahiranku dan satu-satunya rumah sejatiku."
"Tenangkan dirimu," kata pria yang dipanggil Bernardo.
"Kita semua punya cukup alasan. Sekarang, berkat Paus
Sixtus, kita juga punya cara."
"Benar, Messer Baroncelli," Antonio menjawab. "Tapi
apakah kita diberikan restu olehnya?"
Sebuah suara datang dari bayang-bayang yang dalam
di balik cahaya lampu di bagian belakang kapel, "Dia
memberi kita restu atas operasi kita, asalkan tidak ada
yang terbunuh." Pemilik suara itu menjadi jelas di dalam cahaya lampu
dan Ezio menahan napasnya saat mengenali sosok bermantel
merah tua itu, meskipun semua wajahnya kecuali bibirnya
yang mengejek tertutupi oleh bayangan tudungnya. Jadi
inilah pengunjung paling penting dari Roma, yaitu Rodrigo
Borgia, il Spagnolo! Para anggota komplotan itu semua berbagi senyum penuh
rahasia. Mereka semua tahu di mana kesetiaan Paus, dan
sang kardinal sendiri yang berdiri di depan mereka yang
mengendalikannya. Tapi secara alami, Uskup Tertinggi itu
tidak bisa secara terbuka memaafkan tumpahnya darah.
"Bagus, pekerjaan ini bisa dilakukan pada akhirnya,"
kata Fransesco. "Kita telah mengalami cukup banyak
209 kemunduran. Memang benar, membunuh mereka di dalam
katedral akan membuat kita banyak dikritik."
"Ini adalah satu-satunya dan pilihan terakhir kita,"
kata Rodrigo dengan suara penuh kuasa. "Dan karena
kita sedang melakukan tugas Tuhan untuk membersihkan
Florence dari sampah-sampah semacam itu, pengaturannya
memang tepat. Di samping itu, begitu kita mengendalikan
kota ini, biarkan saja orang-orang bergumam melawan
kita" kalau mereka berani!"
"Namun, mereka terus-menerus mengubah rencana," kata
Bernardo Baroncelli. "Bahkan aku hendak menyuruh orang
memanggil Giuliano adik laki-lakinya untuk memastikan
bahwa dia tepat waktu untuk Misa Tinggi."
Semua pria di situ tertawa, kecuali Jacopo dan si orang
Spanyol, yang memperhatikan raut wajahnya yang serius.
"Ada apa, Jacopo?" Rodrigo menanyai Pazzi yang lebih tua
itu. "Apakah menurutmu mereka mencurigai sesuatu?"
Sebelum Jacopo bisa berbicara, keponakannya memotong
dengan tidak sabar. "Tidak mungkin! Medici terlalu sombong
atau terlalu bodoh untuk memperhatikannya!"
"Jangan meremehkan musuh kita," Jacopo memarahinya.
"Tidakkah kau lihat uang Medicilah yang mendanai kampanye
melawan kita di San Gimignano?"
"Tidak akan ada masalah semacam itu kali ini,"
keponakannya menggeram, mengendalikan diri karena telah
dikoreksi di hadapan rekan-rekannya, dan dengan kenangan
kematian Vieri putranya masih segar di dalam benaknya.
210 Di dalam hening yang mengikuti, Bernardo berbalik
kepada Stefano de Bagnone. "Aku perlu meminjam seperangkap
jubah pastormu untuk besok pagi, padre. Semakin mereka
berpikir mereka sedang dikelilingi oleh pastor, mereka akan
merasa semakin aman."
"Siapa yang akan menyerang?" tanya Rodrigo.
"Aku!" kata Fransesco.
"Dan aku!" Stefano, Antonio, dan Bernardo menyela.
"Bagus." Rodrigo berhenti. "Aku berpikir bahwa belati
itu paling cocok. Sangat mudah disembunyikan, dan sangat
mudah digunakan ketika terlibat di dalam perkelahian jarak
dekat. Tapi masih bagus untuk membawa baju besi Paus
juga" Aku tidak ragu ada beberapa pembunuhan yang kurang
tepat untuk dibereskan begitu Medici bersaudara tidak ada
lagi." Dia mengangkat tangannya dan membuat tanda silang
di atas teman-teman komplotannya. "Dominus vobiscum,
tuan-tuan," katanya. "Dan semoga Bapak Pemahaman
membimbing kita." Dia melihat ke sekeliling. "Yah, aku
rasa itu mengakhiri urusan kita. Maafkan aku karena
harus meninggalkan kalian sekarang. Ada beberapa hal
yang harus aku lakukan sebelum kembali ke Roma, dan
aku harus berada di jalan sebelum fajar. Tidak akan baik
bagiku untuk terlihat di Florence pada hari Rumah Medici
diratakan dengan tanah."
Ezio menunggu, bersandar ke dinding di dalam
bayang-bayang, sampai keenam pria itu telah berangkat,
meninggalkannya di dalam kegelapan. Hanya ketika Ezio
sudah sangat yakin bahwa dia sendirian sepenuhnya,
211 barulah dia mengeluarkan lampunya sendiri dan menyalakan
sumbunya. Dia kembali ke jalan yang tadi ditempuhnya. Sang Rubah
sedang menunggu di dalam kapel Rucellai yang berbayang"bayang. Dan Ezio dengan sepenuh hati menceritakan semua
yang ia dengar kepada Sang Rubah.
?"Untuk membunuh Lorenzo dan Giuliano de" Medici
di dalam katedral Misa Tinggi besok pagi?" kata sang
Rubah ketika Ezio telah selesai, dan Ezio bisa melihat
bahwa sejenak pria itu hampir kehilangan kata-kata. "Itu
pencemaran! Lebih buruk daripada itu" kalau Florence
sampai jatuh ke tangan Pazzi, maka hanya Tuhan yang
dapat menolong kita semua."
Ezio larut di dalam pikirannya. "Dapatkah kau
mencarikanku tempat duduk di dalam katedral besok?"
dia bertanya. "Dekat dengan altar. Dekat Medici?"
Sang Rubah kelihatan muram. "Sulit, tapi mungkin dan
tidak mustahil." Dia menatap pria muda itu. "Aku tahu
apa yang kau pikirkan, Ezio, tapi ini sesuatu yang mungkin
tidak bisa kau pikul sendirian."
"Aku bisa mencoba, dan aku punya unsur kejutan.
Dan lebih dari satu wajah asing di antara aristocrazia di
dekat bagian depan mungkin membangkitkan kecurigaan
para Pazzi. Tapi kau harus bisa menempatkanku di sana,
Gilberto." "Panggil aku sang Rubah," Gilberto menjawabnya,
lalu menyeringai. "Hanya rubah yang dapat menandingi
kelicikanku." Dia berhenti. "Temui aku di depan Duomo
212 setengah jam sebelum Misa Tinggi." Dia menatap mata Ezio
dengan rasa hormat baru. "Aku akan membantu semampuku,
Messer Ezio. Ayahmu pasti bangga kepadamu."
213 Ezio bangun sebelum fajar pada hari berikutnya, Minggu
26 April, dan berjalan ke katedral. Sedikit sekali orang ada
di sana, meskipun beberapa rahib dan biarawati sedang
bersiap-siap untuk menjalankan upacara Lauds atau upacara
Pemujian. Sadar bahwa dia harus menghindari perhatian, Ezio
mendaki dengan susah payah ke puncak menara lonceng dan
menyaksikan matahari naik ke atas kota. Secara bertahap, di
bawahnya, lapangan mulai berisi berbagai macam penduduk
kota. Ada keluarga dan pasangan, pedagang dan bangsawan,
semuanya bersemangat untuk menghadiri pelayanan utama
pada hari itu, semarak karena akan dihadiri oleh Duke dan
adik laki-lakinya serta mantan penguasa. Ezio mengamati
orang-orang dengan saksama, lalu ketika dia melihat sang
214 Rubah tiba di undakan katedral, dia pergi ke sisi menara
yang paling tidak kelihatan dan memanjat turun"selincah
monyet"untuk bergabung dengannya sambil tetap mengingat
untuk menundukkan kepalanya dan berbaur sebisa mungkin
dengan kerumunan, menggunakan para penduduk kota sebagai
tempat berlindung, di antara pedagang kaya dan pelajar
perbankan yang membawa pedang resmi di ikat pinggang
mereka. Dia tidak bisa menahan diri untuk mencari Cristina
dengan matanya, tapi dia tidak melihatnya.
"Ternyata kau di sini," kata sang Rubah, ketika Ezio
bergabung dengannya. "Semua sudah diatur, dan sebuah tempat
sudah dipesan untukmu di lorong pemisah di barisan ketiga."
Ketika dia berbicara, kerumunan di undakan membelah, dan
sebarisan petugas pelaksana upacara mengangkat terompet
ke bibir mereka, lalu meniupnya pendek-pendek. "Mereka
datang," dia menambahkan.
Memasuki lapangan dari sisi Baptistry, Lorenzo de"
Medici muncul pertama kali bersama istrinya yang bernama
Clarice di sisinya. Ia menggenggam tangan Lucrezia kecil,
anak pertama mereka, dan Piero yang berusia lima tahun
berbaris dengan bangga di sisi kanan ayahnya. Di belakang
mereka, ditemani oleh perawatnya, datanglah Magdalena yang
berusia tiga tahun, sementara Leo si bayi dibungkus kain
satin, dibawa oleh perawatnya sendiri. Mereka diikuti oleh
Giuliano dan istrinya yang sedang hamil, Fioretta. Massa di
lapangan membungkuk rendah ketika mereka lewat, mereka
disambut oleh dua pastor yang bertugas di jalan masuk
ke Duomo, yang Ezio kenali dengan getar rasa horor. Itu
215 Stefano da Bagnone dan yang satu lagi dari Volterra, yang
nama lengkapnya, sebagaimana telah diberitahukan oleh
sang Rubah, adalah Antonio Maffei.
Keluarga Medici memasuki katedral, diikuti oleh para
pastor, dan mereka diikuti oleh para penduduk kota Florence,
dalam urutan lapisan masyarakat. Sang Rubah menyikut
Ezio, lalu menunjuk. Di antara khalayak ramai, dia telah
menemukan Fransesco de" Pazzi dan kawan komplotannya,
Bernardo Baroncelli, menyamar sebagai seorang pembantu
pastor. "Pergilah sekarang," dia mendesis dengan nada
mendesak kepada Ezio. "Tetaplah dekat dengan mereka."
Lebih dan lebih banyak orang lagi berkerumun ke dalam
katedral sampai tidak muat lagi, sehingga orang-orang yang
mengharapkan tempat harus puas berada di luar. Sepuluh
ribu orang telah berkumpul semua, dan sang Rubah belum
pernah melihat perkumpulan sebesar itu di Florence seumur
hidupnya. Dia berdoa diam-diam demi keberhasilan Ezio.
Di dalamnya, kerumunan mengendap di dalam hawa
panas yang menyesakkan napas. Ezio tidak bisa sampai sedekat
mungkin dengan Fransesco dan yang lainnya seperti yang
dia inginkan, tapi tetap mengawasi mereka, menghitung apa
yang akan harus dia lakukan untuk meraih mereka begitu
mereka memulai penyerangan. Uskup Florence"sementara
itu"telah mengambil tempatnya di depan altar, maka Misa
pun dimulai. Tepat ketika sang Uskup sedang memberkati roti dan
anggur, ketika Ezio memperhatikan Fransesco dan Bernardo
bertukar pandangan. Keluarga Medici duduk tepat di depan
216 mereka. Pada saat bersamaan, pastor Bagnone dan Maffei,
di undakan altar yang lebih rendah, dan terdekat kepada
Lorenzo dan Giuliano, memandang ke sekeliling dengan
diam-diam. Sang uskup berbalik untuk menghadapi khalayak,
mengangkat piala emas tinggi-tinggi, dan mulai berbicara.
"Darah Kristus?"
Kemudian semuanya terjadi sekaligus. Baroncelli berdiri
sambil meneriakkan "Creapa, traditore!" lalu menancapkan
sebuah belati ke dalam leher Giuliano dari belakang. Air
mancur darah mengucur dari luka itu, menyirami Fioretta,
yang jatuh berlutut sambil menjerit-jerit.
"Biarkan aku habisi si brengsek ini!" Fransesco berteriak,
menyikut Baroncelli ke samping dan melempar Giuliano,
yang berusaha menghentikan lukanya dengan tangannya, ke
lantai. Fransesco duduk mengangkanginya, dan menancapkan
belatinya lagi dan lagi ke dalam tubuh korbannya, dengan
kegilaan yang meluap-luap sehingga sekali, tanpa memper"hatikan, dia menikamkan senjatanya ke pahanya sendiri.
Giuliano sudah lama mati sebelum Fransesco menyerangnya
untuk kesembilan belas kali sekaligus yang terakhir.
Sementara itu, Lorenzo berteriak terkejut, dan berputar
untuk menghadapi penyerang adiknya, sementara Clarice dan


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

para perawat membungkus anak-anak dan Fioretta supaya
aman. Semua orang bingung dan kacau. Lorenzo telah
menolak pengawalnya mendampinginya karena serangan di
dalam gereja belum pernah didengar, tapi sekarang mereka
berjuang meraihnya menembus massa pemuja yang bingung
dan panik, saling mendorong dan menginjak untuk keluar
217 dari lokasi penjagalan, tapi situasi itu menjadi jauh lebih
parah akibat hawa panas, dan fakta bahwa hampir tidak
ada celah untuk bergerak sama sekali"
Kecuali area yang tepat di depan altar. Sang Uskup dan
para pastor yang bertugas kini berdiri terperanjat, terpaku
ke lantai, tapi Bagnone dan Maffei, melihat punggung
Lorenzo berbalik kepada mereka, mengambil kesempatan,
menarik belati dari jubah mereka, menyerang pria itu dari
belakang. Jarang ada pastor yang merupakan pembunuh
berpengalaman, dan seberapa pun mulianya alasan yang
mereka percaya, keduanya hanya mampu membuat luka di
kulit Lorenzo sebelum pria itu melepaskan diri dari mereka.
Tapi mereka berjuang untuk melukainya dengan lebih parah
lagi, dan sekarang Fransesco, terpincang-pincang akibat luka
yang dibuatnya sendiri tapi diperkuat oleh semua kebencian
yang mendidih di dalam dirinya, juga sedang mendekat,
mengaumkan sumpah-serapah saat dia datang, mengangkat
belatinya. Bagnone dan Maffei, patah semangat atas apa yang
telah mereka lakukan, berbalik dan kabur ke arah apsis1
Tapi Lorenzo sempoyongan, darah bercucuran darinya, dan
sebuah sayatan tinggi di bahu kanannya telah membuat
tangan pedangnya tidak berguna.
"Harimu telah berakhir, Lorenzo!" Fransesco berteriak.
"Seluruh keluarga harammu mati dengan pedangku!"
"Infame!" Lorenzo menolak. "Aku akan membunuhmu
sekarang!" Ceruk atau kubah untuk altar.
218 "Dengan lengan itu?" Fransesco mengejek, lalu mengangkat
belatinya untuk menyerang.
Ketika kepalan tangannya hendak menancapkan belati,
sebuah tangan kuat menangkap pergelangan tangannya dan
menghentikan gerakannya, sebelum menjatuhkan pria itu.
Fransesco pun tahu-tahu sudah sedang menatap wajah salah
satu musuh bebuyutannya. "Ezio!" dia menggeram. "Kau! Di sini!"
"Harimu yang telah berakhir, Fransesco!"
Kerumunan itu menjadi lebih kosong, dan para penjaga
Lorenzo mendorong-dorong mendekat. Baroncelli telah tiba
di sisi Fransesco. "Ayo, kita harus pergi. Ini sudah selesai!"
dia berteriak. "Aku urus bajingan-bajingan ini dulu," kata Fransesco,
tapi wajahnya memucat. Lukanya sendiri berdarah deras.
"Tidak! Kita harus mundur!"
Fransesco tampak marah, tapi wajahnya setuju. "Ini
belum berakhir," dia memberi tahu Ezio.
"Memang belum. Ke mana pun kau pergi, aku akan
mengikuti, Fransesco, sampai aku menebas lehermu."
Sambil melotot, Fransesco berbalik dan mengikuti
Baroncelli yang sudah menghilang di belakang altar tinggi.
Pasti ada pintu keluar dari katedral di apsis. Ezio bersiap-siap
untuk mengikuti. "Tunggu!" sebuah suara parau di belakangnya berkata.
"Biarkan mereka pergi. Mereka tidak akan pergi jauh. Aku
butuh kau di sini. Aku butuh bantuanmu."
219 Ezio berbalik untuk melihat bahwa sang Duke tergeletak
di lantai di antara dua kursi yang terjungkir. Tidak jauh dari
situ, keluarganya meringkuk dan menangis. Clarice, dengan
wajah ketakutan, memeluk dua anak tertuanya erat-erat.
Fioretta memandang kosong ke arah jasad Giuliano yang
terpelintir dan hancur. Para penjaga Lorenzo telah tiba. "Jaga keluargaku,"
Lorenzo memberi tahu mereka. "Kota ini akan kacau setelah
ini. Bawa mereka ke palazzo dan palangi pintu-pintunya."
Dia berbalik kepada Ezio. "Kau telah menyelamatkan
nyawaku." "Aku hanya melakukan kewajibanku! Sekarang keluarga
Pazzi harus melunasinya!" Ezio membantu Lorenzo berdiri,
dan meletakkannya dengan lembut di sebuah kursi. Pemuda
itu mendongak dan melihat bahwa sang Uskup dan para
pastor tidak kelihatan di mana-mana. Di belakangnya,
orang-orang masih mendorong-dorong dan menyikut-nyikut,
saling mencakar, untuk bisa keluar dari katedral lewat
pintu utama barat. "Aku harus mendapatkan Fransesco!"
kata Ezio. "Tidak!" kata Lorenzo. "Aku tidak bisa sampai ke
tempat aman sendirian. Kau harus menolongku. Bawa aku
ke San Lorenzo. Aku punya teman di sana."
Ezio terbelah dua, tapi dia tahu seberapa banyak yang
telah dilakukan oleh Lorenzo kepada keluarganya sendiri.
Dia tidak bisa menyalahkannya atas kegagalannya mencegah
kematian anggota keluarganya, karena siapa yang bisa
memperkirakan serangan yang mendadak itu" Sekarang
220 Lorenzo sendiri menjadi korban. Dia masih hidup, tapi itu
tidak akan lama kecuali Ezio bisa membawanya ke tempat
terdekat di mana dia bisa diobati. Gereja San Lorenzo tidak
jauh ke barat laut Baptistry.
Dia mengikat luka Lorenzo sebaik yang dia bisa, dengan
sobekan kausnya sendiri. Kemudian dia mengangkatnya
dengan lembut sampai berdiri. "Letakkan lengan kirimu di
sekeliling bahuku. Bagus. Sekarang, pasti ada jalan keluar
dari altar?" Mereka berjalan dengan goyah ke arah yang telah diambil
oleh para penyerang mereka. Segera mereka menemukan sebuah
pintu kecil terbuka dengan noda darah pada pegangannya.
Tidak diragukan lagi bahwa inilah cara Fransesco menghilang.
Mungkinkah dia menunggu di sana" Akan sulit bagi Ezio
untuk melepaskan belati pedang lompatnya, apalagi bertarung,
sambil menopang Lorenzo di sisi kanannya. Tapi dia telah
mengikatkan penjepit metalnya di lengan kanan.
Mereka berjalan ke lapangan di luar dinding utara
katedral dan disambut oleh suasana yang kacau. Mereka
berjalan ke arah barat di sepanjang sisi katedral, setelah
Ezio berhenti untuk membungkus mantelnya ke atas bahu
Lorenzo sebagai usaha penyamaran sementara baginya. Di
piazza di antara katedral dan Baptistry, kelompok- kelompok
orang mengenakan seragam Pazzi dan Medici sedang terlibat
di dalam perkelahian tangan kosong, begitu sibuk sehingga
Ezio bisa diam-diam melewati mereka, tapi begitu mereka
mencapai jalan yang mengarah ke Piazza San Lorenzo,
mereka dihadang dua pria yang mengenakan lencana
221 lumba-lumba dan salib. Keduanya membawa falchion
yang buruk rupa. "Berhenti!" kata salah seorang penjaga itu. "Kau pikir
kau ke mana?" "Aku harus membawa pria ini ke tempat yang aman,"
kata Ezio. "Dan siapa kau ini?" kata penjaga yang kedua dengan
tidak senang. Dia maju dan memandangi wajah Lorenzo
dengan tajam. Setengah pingsan, Lorenzo berpaling, tapi saat
melakukannya, mantelnya merosot, menampakkan hiasan
Medici pada baju atasannya.
"Oho," kata penjaga kedua, berbalik kepada temannya.
"Kelihatannya kita telah menangkap ikan besar di sini,
Terzago!" Otak Ezio berlomba. Dia tidak bisa melepaskan Lorenzo
yang masih kehilangan darah. Tapi kalau tidak begitu, dia
tidak akan bisa menggunakan senjatanya. Dia mengangkat
kaki kirinya dengan cepat dan menendang selangkangan
penjaga itu. Penjaga itupun jatuh tergeletak.
Dalam hitungan detik, kawannya menghampiri dengan
falchion terangkat. Saat pedang itu diturunkan, Ezio
menghindar, dan ia menggunakan pelindung pergelangan
tangannya untuk menangkis serangan itu. Saat melakukannya,
Ezio mengayunkan lengan kirinya, mendorong pedang itu
terjatuh, memotong pria itu dengan belati berpedang dua
yang ditempelkan ke pelindung pergelangan tangannya.
Sekarang penjaga kedua sudah berdiri lagi, mendekat untuk
Pedang pendek, lebar, dan berujung runcing.
222 membantu rekannya, yang sebaliknya sudah sempoyongan
mundur, terkejut karena dia gagal menebas lengan Ezio.
Ezio menghentikan pedang kedua dengan cara yang
sama, tapi kali ini dia berhasil menelusurkan pelindung
pergelangan tangannya ke pinggiran pedang sampai mencapai
pangkalnya, membuat tangannya berada dalam jangkauan
pergelangan tangan pria itu. Dia meraih dan memelintirnya
dengan sangat cepat dan keras sehingga pria itu melepaskan
senjatanya dengan teriakan tajam kesakitan.
Membungkuk dengan cepat, Ezio mencengkeram falchion
itu sebelum mencapai tanah. Memang sulit, bekerja dengan
tangan kirinya dan dibebani oleh berat tubuh Lorenzo,
tapi Ezio menebaskannya dan memotong leher penjaga itu
menembus sebelum penjaga itu sadar.
Penjaga yang satu lagi mendatanginya lagi sambil meraung
dengan marah. Ezio menghindar dari falchionnya, penjaga
itu memotong dan menikam beberapa kali. Tapi penjaga
itu tidak menyadari pengikat metal di lengan kiri Ezio,
mengarahkan pukulan demi pukulan tidak berguna ke sana.
Lengan Ezio nyeri dan dia hampir tidak bisa berdiri tegak,
tapi akhirnya dia melihat sebuah kesempatan.
Helm pria itu telah mengendur, tapi dia tidak menyadarinya
dan menunduk menatap lengan Ezio, bersiap-siap untuk
mengarahkan serangan lainnya. Dengan cepat, Ezio menyabet
pedangnya sendiri ke atas, berpura-pura meleset, tapi
sebenarnya berhasil memukul helm pria itu terlepas dari
kepalanya. Kemudian, sebelum penjaga itu bisa bereaksi, Ezio
memukulkan falchion yang berat itu ke atas tengkorak pria
223 itu dan membelahnya menjadi dua. Falchion itu tersangkut
di sana dan Ezio tidak bisa melepaskannya. Pria itu berdiri
terpasung di sana sejenak, matanya masih melebar karena
terkejut, sebelum rubuh ke tanah. Cepat-cepat melihat ke
sekelilingnya, Ezio menarik Lorenzo menyusuri jalan itu.
"Tidak jauh lagi, Altezza."
Mereka mencapai gereja tanpa gangguan lagi, tapi pintu"pintunya tertutup rapat di hadapan mereka. Ezio menoleh
ke belakang, dan melihat bahwa jasad para penjaga yang
telah dia bunuh telah ditemukan oleh sekelompok rekannya,
yang sekarang memeriksa ke arah mereka. Ezio memukul
pintu itu, lalu sebuah lubang mata membuka, menampakkan
sebuah mata dan sebagian wajah yang curiga.
"Lorenzo terluka," Ezio terengah-engah. "Mereka
mendekat ke sini! Buka pintunya!"
"Aku butuh kata kuncinya," kata pria di dalam itu.
Ezio bingung, tapi Lorenzo telah mendengar suara pria itu.
Begitu mengenalinya, Lorenzo mengumpulkan tenaga.
"Angelo!" dia berkata dengan keras. "Ini Lorenzo! Buka
pintu sialan ini!" "Demi Trinitas," kata pria di dalam. "Kami kira kau pasti
sudah mati!" Dia berbalik dan berteriak kepada seseorang
yang tidak terlihat. "Buka selot benda ini! Cepat!"
Pintu mata itu ditutup, lalu ada suara selot-selot ditarik
dengan cepat. Sementara itu, para penjaga Pazzi, sudah
Raja Iblis Tanpa Tanding 1 Tokoh Besar Karya Khu Lung Kesatria Berandalan 2

Cari Blog Ini