Ceritasilat Novel Online

Assasins Credd 6

Assasins Credd Karya Oliver Bowden Bagian 6


orang-orang yang disebut beriman di kota ini. Manusia
hanya menganggap Tuhan sebagai sebuah pikiran di kepala
mereka, dan bukan di kedalaman hati dan tubuh mereka. Kau
mengerti maksudku, Ezio" Manusia harus tahu bagaimana
mencintai untuk memperoleh penyelamatan. Gadis-gadisku
376 dan aku menyediakan pengetahuan itu ke dalam perkumpulan
kami. Tentu saja, tidak ada sekte Gereja mana pun yang
akan setuju denganku, maka aku harus membuatnya sendiri.
Mungkin ini tidak tradisional, tapi berhasil, dan hati orang"orang menjadi lebih tegas di dalam asuhanku."
"Di antara hal-hal lainnya, aku tebak."
"Kau sinis, Ezio." Teodora mengulurkan tangannya
kepada Ezio. "Kembalilah besok dan kita akan melihat
bagaimana permainan-permainan ini. Jagalah dirimu selama
itu dan jangan lupa topengmu. Aku tahu kau bisa menjaga
dirimu, tapi musuh-musuh kita masih mencarimu."
Ada beberapa penyesuaian kecil yang Ezio inginkan pada
pistol barunya, maka dia kembali ke bengkel Leonardo
dalam perjalanannya ke markas Serikat Pencuri.
"Aku senang melihatmu lagi, Ezio."
"Kau benar tentang Saudari Teodora, Leonardo. Pemikir
bebas sejati." "Ia akan mendapatkan masalah dengan Gereja kalau ia
tidak sangat dilindungi. Tapi dia punya beberapa pengagum
yang kuat." "Aku bisa bayangkan." Tapi Ezio menyadari bahwa
Leonardo sedikit linglung, dan menatapnya dengan aneh.
"Ada apa, Leo?"
"Mungkin sebaiknya aku tidak memberitahumu, tapi
kalau kau mengetahuinya secara tidak sengaja akan lebih
buruk. Dengar, Ezio, Cristina Calfucci sedang berada di
377 Venesia bersama suaminya untuk Carnevale. Tentu saja ia
Cristina d"Arzenta sekarang."
"Di mana ia tinggal?"
"Ia dan Manfredo sekarang adalah tamu pelangganku.
Itulah bagaimana aku tahu."
"Aku harus menemuinya!"
"Ezio" kau yakin itu ide yang bagus?"
"Aku akan mengambil pistolnya besok pagi. Aku akan
memerlukannya pada saat itu. Aku khawatir" aku punya
urusan mendesak untuk dihadiri."
"Ezio, aku tidak akan pergi keluar tanpa senjata."
"Aku masih punya pedang-pedang Codexku."
Dengan jantung berdetak kencang, Ezio pergi ke Palazzo
Pexaro, lewat kantor penyalin surat publik yang dia bayar
untuk menulis sebuah catatan singkat, yang berbunyi:
Cristina sayangku, Aku harus menemuimu sendirian dan jauh dari
tuan rumah kita malam ini pada jam sembilan belas.
Aku akan menunggumu di Penunjuk Jam Matahari
di Rio Terra degli Ognisanti"
Ezio menandainya dengan "Manfredo". Lalu dia mengi"rimkannya ke palazzo sang Conte, dan menunggu.
Itu lemparan yang jauh, tapi berhasil. Cristina segera
muncul hanya dengan seorang pembantu rumah tangga
yang mengantarnya, dan bergegas ke arah Dorsoduro. Ezio
mengikutinya. Ketika ia tiba di tempat yang telah ditentukan,
378 Ezio melangkah maju. Mereka berdua mengenakan topeng
karnaval, tapi Ezio bisa tahu bahwa Cristina secantik biasanya.
Ezio tidak bisa menahan diri. Dia memeluk wanita itu, lalu
menciumnya lama dan lembut.
Akhirnya Cristina melepaskan diri, lalu membuka
topengnya, ia menatap Ezio dengan tidak mengerti. Kemudian,
sebelum Ezio bisa menghentikannya, Cristina meraih dan
membuka topengnya. "Ezio!" "Maafkan aku, Cristina, aku?" Dia menyadari bahwa
Cristina tidak lagi mengenakan liontin darinya. Tentu saja
tidak. "Apa yang sedang kau lakukan di sini" Berani-beraninya
kau menciumku seperti itu?"
"Cristina, tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa" Aku belum pernah melihat atau
mendengar darimu selama delapan tahun!"
"Aku hanya takut kau tidak akan datang sama sekali
kalau aku tidak menggunakan sedikit dalih."
"Kau benar sekali" tentu saja aku tidak akan datang!
Aku bisa ingat bahwa terakhir kali kita bertemu kau
menciumku di jalan, lalu sedingin timun, menyelamatkan nyawa
tunanganku, dan meninggalkanku untuk menikahinya."
"Itu hal yang tepat untuk dilakukan. Dia mencintaimu,
dan aku?" "Siapa yang peduli apa yang dia mau" Dulu aku
mencintaimu!" 379 Ezio tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia merasa
seakan-akan bumi sudah runtuh menimpanya.
"Jangan cari aku lagi, Ezio," Cristina melanjutkan. Air
matanya menggenang. "Aku tidak tahan, dan kau jelas
sudah punya kehidupan lain sekarang."
"Cristina?" "Ada saat ketika kau hanya perlu membengkokkan
jarimu sedikit sebagai tanda mengajakku, maka aku?" Ia
menghentikan dirinya sendiri. "Selamat tinggal, Ezio."
Ezio menyaksikan dengan tak berdaya ketika Cristina
pergi menjauh, bergabung kembali dengan pendampingnya,
lalu menghilang di sudut jalan. Wanita itu tidak menoleh.
Sambil mengutuk diri dan nasibnya, Ezio kembali ke
markas Pencuri. Pada hari berikutnya, suasana hati Ezio teguh dan penuh
tekad. Dia mengambil pistolnya dari Leonardo, berterima
kasih, lalu memperoleh halaman Codexnya, berharap
bahwa pada waktunya dia bisa mendapatkannya dan yang
lainnya, diambil dari Emilio, kembali ke Paman Mario.
Kemudian Ezio kembali ke rumah Teodora. Dari sana,
wanita itu menunjukkan jalan ke Campo di San Polo, di
mana permainan akan diadakan. Di tengah-tengah lapangan,
sebuah panggung telah dibangun, dan di atasnya ada tiga
orang panitia duduk di sebuah meja, mencatat nama-nama
peserta. Di antara orang-orang di sekitar situ, Ezio menyadari
sosok Silvio Barbarigo yang tidak sehat dan kurus kering.
380 Ezio terkejut melihat pengawal yang berbadan besar, yaitu
Dante, akan ikut lomba juga.
"Kau akan menghadapinya," Teodora berkata. "Menu"rutmu kau bisa mengalahkannya?"
"Kalau aku harus."
Akhirnya, ketika semua nama peserta telah dicatat"tentu
saja Ezio memberikan nama palsu"dan seorang pria jangkung
berjubah merah cerah mengambil tempatnya di atas panggung.
Dialah Pembawa Acaranya. Ada empat permainan. Para kontestan harus saling
bersaing di dalam setiap permainan, dan pada akhirnya
pemenang secara keseluruhan akan ditentukan oleh para
juri. Untungnya bagi Ezio, banyak di antara para peserta,
dalam semangat Karnaval, memilih untuk tetap mengenakan
topeng mereka. Lomba pertama adalah adu balap kaki, yang dimenangkan
oleh Ezio dengan sangat mudah, sehingga membuat Silvio
dan Dante sangat kecewa. Lomba kedua lebih rumit,
meliputi pertarungan taktis tentang tekad di mana para
kontestan harus saling beradu saat mencoba saling menangkap
bendera berlambang yang telah disediakan bagi masing"masing peserta.
Dalam permainan ini, Ezio juga diumumkan sebagai
pemenangnya, tapi dia merasa gelisah saat melihat raut
wajah Dante dan Silvio. "Kontes ketiga," sang Pembawa Acara mengumumkan,
"menggabungkan unsur-unsur dua lomba sebelumnya dan
menambahkan satu lagi yang baru. Kali ini, kalian tidak
381 hanya harus menggunakan kecepatan dan keahlian, tapi
juga wibawa dan pesona!" Dia membentangkan lengannya
lebar-lebar, untuk menunjuk sejumlah wanita yang berdandan
penuh gaya di sekitar lapangan. Mereka terkikik dengan
cantik saat pria itu melakukannya. "Sejumlah wanita kita
secara sukarela siap untuk membantu kita dalam lomba
yang satu ini," Pembawa Acara melanjutkan. "Beberapa ada
di sini di lapangan. Yang lainnya berjalan-jalan di jalanan
sekitar sini. Mungkin kalian bahkan akan menemukan
beberapa di dalam gondola. Sekarang, kau akan mengenali
para wanita itu dengan pita yang mereka kenakan di rambut
mereka. Tugas kalian, para peserta yang terhormat, adalah
mengumpulkan sebanyak pita yang kalian bisa sebelum waktu
jam pasirku habis. Kami akan membunyikan lonceng gereja
ketika waktunya habis, tapi aku kira aku bisa dengan aman
berkata bahwa bagaimanapun nasibmu, ini akan menjadi
lomba yang paling menyenangkan pada hari ini! Pria yang
kembali dengan pita terbanyak akan menjadi pemenangnya,
dan selangkah lebih dekat untuk mendapatkan Topeng
Emas. Tapi ingat, kalau tidak ada pemenang pasti dalam
permainan-permainan ini, para juri akan memutuskan siapa
yang beruntung di antara kalian yang akan menghadiri
pesta sang Doge! Dan sekarang" Mulai!"
Waktu berlalu, seperti yang dijanjikan oleh Pembawa
Acara, dengan cepat dan menyenangkan. Lonceng San Polo
berdentang pada sebuah tanda darinya ketika butir-butir
pasir terakhir menetes dari bagian ruang atas jam pasir
itu, lalu para peserta mengambil posisi mereka kembali
382 di lapangan, menyerahkan pita-pita mereka kepada para
penilai, beberapa tersenyum, yang lainnya tersipu-sipu.
Hanya Dante yang tetap berwajah kaku, meskipun wajahnya
menjadi merah akibat marah ketika hitungan telah selesai
dan"sekali lagi"lengan Ezio yang diangkat tinggi-tinggi
oleh sang Pembawa Acara. "Wah, pria muda misteriusku, kau beruntung hari ini,"
kata sang Pembawa Acara. "Mari berharap nasib baik tidak
menelantarkanmu pada rintangan terakhir." Dia berbalik
untuk menyampaikan kepada keramaian secara umum,
sementara panggung dibersihkan dan tambang dipasang
di sekelilingnya untuk mengubahnya menjadi ring tinju.
"Kontes terakhir, Bapak-bapak dan Ibu-ibu, adalah kebalik"annya sama sekali. Ini hanya berhubungan dengan kekuatan
kasar. Para peserta akan saling berkelahi, sampai hanya ada
dua orang yang tersisih. Dua orang terakhir akan berkelahi
sampai salah satunya rubuh. Maka datanglah momen yang
telah kalian tunggu-tunggu! Pemenang umum Topeng Emas
akan diumumkan, tapi berhati-hatilah bagaimana kalian
memasang taruhan" masih ada banyak waktu untuk kejutan
dan keadaan yang berbalik!"
Pada pertandingan terakhir inilah Dante menonjol, tapi
Ezio, menggunakan keahlian-keahlian yang berbeda dan
kakinya yang ringan, berhasil menjadi pasangan terakhir,
menghadapi pengawal raksasa tersebut. Pria itu mengayunkan
tinju-tinjunya kepada Ezio seperti tongkat pemukul kayu,
tapi Ezio cukup lincah untuk memastikan bahwa tidak
ada pukulan berat serius yang mendarat. Ezio pun berhasil
383 memasukkan beberapa pukulan ke atas dan pukulan lengkung
ke kanan yang berarti. Tidak ada jeda di antara ronde pada pertandingan
terakhir ini, dan setelah sesaat Ezio bisa melihat bahwa
Dante lelah. Tapi dari ujung matanya, Ezio juga melihat
bahwa Silvio Barbarigo berbicara dengan mendesak kepada
Pembawa Acara dan para juri yang telah berkumpul di
sebuah meja di bawah tenda tidak jauh dari ring. Ezio
kira dia melihat sebuah dompet kulit gemuk berpindah
tangan, yang dengan cepat dikantongi oleh Pembawa Acara,
tapi dia tidak yakin, karena dia harus mengembalikan
perhatiannya kepada musuhnya. Sekarang Dante marah
dan menghujaninya dengan pukulan. Ezio merunduk dan
mendaratkan dua pukulan cepat pendek ke dagu dan badan
Dante, dan akhirnya pria besar itu rubuh. Ezio berdiri di
atasnya, sementara Dante melotot. "Ini belum berakhir,"
dia menggeram, tapi sulit berdiri.
Ezio menatap Pembawa Acara, mengangkat tangan untuk
menarik perhatiannya, tapi wajah pria itu datar. "Apakah
kita yakin semua peserta sudah disisihkan?" sang Pembawa
Acara memangil. "Semuanya" Kita tidak bisa mengumumkan
pemenangnya sampai kita benar-benar yakin!"
Orang-orang berbisik-bisik saat dua pria berwajah seram
melepaskan diri dari keramaian, lalu memanjat naik ke dalam
ring. Ezio melihat ke arah juri, tapi mereka mengalihkan
pandangan mereka. Kedua pria itu mendekat kepadanya
dan Ezio sekarang melihat bahwa masing-masing membawa
384 sebuah pisau gemuk kecil, hampir tidak kelihatan, digenggam
di kepalan tangannya. "Jadi begini caranya, ya?" Ezio berkata kepada mereka.
"Tidak ada penghalang, kalau begitu."
Ezio berdansa meloloskan diri ketika Dante yang
sudah rubuh berusaha menariknya supaya jatuh dengan
mencengkeram pergelangan kakinya, lalu Ezio melompat ke
udara untuk menendang wajah salah satu musuh barunya.
Pria itu meludahkan gigi, lalu sempoyongan menjauh.
Ezio menghampiri, lalu menginjak kaki kiri pria kedua
keras-keras, meremukkan tulang kura-kuranya. Kemudian
Ezio menonjok perutnya dengan kejam, dan saat pria itu
membungkuk ia menendangkan lututnya keras-keras pada
dagu pria itu. Sambil melolong kesakitan, pria itu rubuh.
Dia telah menggigit lidahnya, dan darah menyembur dari
bibirnya. Tanpa melihat ke belakang, Ezio melompati ring dan
menghadapi Pembawa Acara dan para juri yang kelihatan
ketakutan. Keramaian di belakangnya bersorak.
Pria itu bertukar pandang dengan para juri dan dengan
Silvio Barbarigo yang berdiri di dekat situ. Pembawa Acara
memanjat ke dalam ring, menghindari darah sebisa mungkin,
lalu berbicara kepada semua orang.
"Bapak-bapak dan Ibu-ibu!" dia mengumumkan setelah


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdeham dengan agak gugup. "Aku rasa kalian semua
setuju bahwa kita telah menikmati perkelahian yang keras
dan adil hari ini." Keramaian bersorak. 385 "Dalam kejadian seperti ini, sulit untuk memilih pemenang
yang sesungguhnya?" Keramaian tampak bingung. Ezio bertukar pandangan
dengan Teodora yang berdiri di pinggiran keramaian.
"Sulit bagi para juri dan aku sendiri," Pembawa Acara
melanjutkan dengan agak berkeringat dan mengelap alisnya.
"Tapi harus ada pemenang, dan setelah dihitung-hitung, kami
telah memilihnya." Di sini dia membungkuk dan dengan
kesulitan mengangkat Dante ke posisi duduk. "Bapak-bapak
dan Ibu-ibu" aku persembahkan pemenang Topeng Emas"
Signore Dante Moro!"
Keramaian mendesis dan bersorak menghina, meneriakkan
ketidaksetujuan mereka. Kemudian Pembawa Acara bersama
para juri harus cepat-cepat mundur karena para penonton
mulai melempari mereka dengan sampah apa pun yang bisa
mereka dapatkan. Ezio bergegas melintas kepada Teodora,
lalu mereka berdua menyaksikan Silvio, dengan senyum
simpul di wajahnya yang pucat, menolong Dante turun
dari panggung dan bergegas membawanya pergi ke jalan
samping. 386 Kembali ke "biara" Teodora, Ezio berjuang mengendalikan
diri sementara Teodora sendiri dan Antonio memperhatikannya
dengan prihatin. "Aku melihat Silvio menyogok Pembawa Acara," kata
Teodora. "Dan tidak diragukan lagi dia mengisi kantong
para juri juga. Tidak ada yang bisa aku lakukan."
Antonio tertawa mengejek, dan Ezio memberikan
pandangan jengkel. "Mudah untuk membaca kenapa Silvio bersikeras
mendapatkan orang mereka untuk memenangkan Topeng
Emas," Teodora melanjutkan. "Mereka masih waspada,
dan mereka tidak ingin mengambil kesempatan apa pun
387 dengan Doge Marco." Ia menatap Ezio. "Mereka tidak akan
beristirahat sampai kau mati."
"Berarti mereka akan mengalami banyak malam tanpa
tidur." "Kita harus berpikir. Pestanya besok."
"Aku akan mencari cara untuk membayang-bayangi
Dante ke pesta itu," Ezio memutuskan. "Aku akan mengambil
topeng itu darinya entah bagaimana, lalu?"
"Bagaimana?" Antonio ingin tahu. "Dengan membunuh
stronzo malang itu?"
Ezio berbalik kepada pria itu dengan marah. "Kau punya
ide yang lebih baik" Kau tahu apa taruhannya!"
Antonio mengangkat kedua tangannya dengan mencela.
"Dengar, Ezio" kalau kau membunuhnya, mereka akan
membatalkan pesta itu, dan Marco akan mundur kembali
ke dalam palazzo. Kita akan membuang-buang waktu" lagi!
Tidak, hal yang harus dilakukan adalah mencuri topeng
itu, diam-diam." "Gadis-gadisku bisa membantu," Teodora menyela.
"Banyak di antara mereka akan pergi ke pesta itu" sebagai
penghibur! Mereka bisa menyibukkan Dante sementara kau
mengambil topeng itu. Dan begitu kau ada di sana, jangan
takut. Aku juga akan datang."
Ezio mengangguk dengan enggan. Dia tidak suka diberi
tahu harus melakukan apa, tapi sekali ini dia tahu bahwa
Antonio dan Teodora benar. "Va bene," kata Ezio.
Hari berikutnya saat matahari sedang terbenam, Ezio
memastikan dia berada dekat tempat di mana Dante
388 akan lewat dalam perjalanannya menuju pesta. Beberapa
gadisnya Teodora sedang berkeliaran di dekat situ. Akhirnya
pria besar itu muncul. Dia berpakaian berlebihan, yang
mahal dan berkilauan. Topeng Emas bergantungan di
ikat pinggangnya. Begitu mereka melihatnya, para gadis
mendengkur dan melambaikan tangan, bergerak ke kedua
sisi Dante. Dua di antara mereka merangkul tangannya,
memastikan bahwa topeng itu berayun di belakangnya,
lalu menuntunnya berjalan ke daerah yang besar dan dijaga
ketat di dekat Molo di mana pesta diadakan dan bahkan
sudah dimulai. Memperhitungkan waktu tindakannya dengan
tepat, Ezio memilih menit terakhir yang memungkinkan
untuk memotong topeng itu terbebas dari ikat pinggang
Dante. Dia menjambretnya, lalu merunduk mendului Dante
untuk muncul bersama topeng itu sebelum para penjaga
mengatur jalan masuk ke pesta itu. Saat melihatnya, mereka
membiarkan Ezio masuk. Beberapa saat kemudian, Dante
muncul, dan meraih ke belakangnya untuk mencari topengnya,
dia menemukan bahwa benda itu sudah hilang. Para gadis
yang mengantarnya sudah melebur ke dalam keramaian dan
mengenakan topeng-topeng mereka sendiri, sehingga Dante
tidak akan mengenali mereka.
Dante masih berdebat dengan para penjaga di gerbang,
yang mempertahankan perintah kaku mereka. Saat itu,
Ezio menembus pada pengunjung pesta untuk menghubungi
Teodora. Wanita itu menyambutnya dengan hangat. "Kau
berhasil! Selamat! Sekarang, dengarkan. Marco tetap sangat
waspada. Dia tetap berada di perahunya, Ducal Bucintoro,
389 di atas air tepat di sebelah kanan Molo. Kau tidak akan
bisa mendekatinya, tapi kau harus menemukan titik terbaik
untuk seranganmu." Dia berbalik untuk memanggil tiga
atau empat pelacurnya. "Gadis-gadis ini akan membantu
menutupi pergerakanmu menembus pesta."
Ezio berangkat. Ketika para gadis, bersinar di dalam
sutra dan satin perak dan merah yang berkilauan, bergerak
menembus lautan tamu. Perhatian Ezio tertarik kepada
seorang pria tinggi dan terhormat yang berusia pertengahan
enam puluhan dengan mata yang jernih dan cerdas, dan
memiliki janggut putih berbentuk sekop. Pria itu sedang
berbicara dengan seorang ningrat Venesia yang seumuran
dengannya. Mereka berdua mengenakan topeng kecil yang
menutupi sedikit wajah, dan Ezio mengenali orang pertama
di antara mereka sebagai Agostino Barbarigo, yaitu adik
laki-laki Marco. Agostino mungkin harus melakukan banyak
hal dengan nasib Venesia kalau hal yang tidak diinginkan
terjadi kepada kakaknya, dan Ezio berpikir bijaksana untuk
segera mencari posisi dari mana dia bisa mencuri dengar
pembicaraan pria itu. Saat Ezio menemukan posisinya, Agostino sedang tertawa
pelan. "Sejujurnya, kakakku mempermalukan dirinya sendiri
dengan pameran ini."
"Kau tidak punya dasar untuk berbicara tentang dia
seperti itu," bangsawan yang satu lagi berkata. "Dialah
sang Doge!" "Ya, ya. Dialah sang Doge," Agostino menjawab sambil
mengelus janggutnya. 390 "Ini Pestanya. Carnevalenya, dan dia akan mengeluarkan
uangnya sebanyak yang dia anggap perlu."
"Dia hanya Doge di dalam namanya," Agostino berkata
dengan agak lebih tajam. "Dan uang Venesia yang dia
habiskan, bukan uangnya sendiri." Dia merendahkan
suaranya. "Ada hal-hal lebih penting yang dipertaruhkan,
dan kau tahu itu." "Marco adalah pria yang dipilih untuk memimpin. Benar,
bahwa ayahmu mungkin dulu berpikir bahwa dia tidak akan
pernah terlalu berhasil, lalu memindahkan ambisi politiknya
kepadamu, tapi itu tidak jadi soal sekarang. Benarkan, kalau
mengingat bagaimana kondisi kalian saat ini?"
"Aku tidak pernah ingin menjadi Doge?"
"Maka aku memberi selamat atas keberhasilanmu,"
kata bangsawan itu dengan dingin."
"Dengar," kata Agostino sambil menjaga amarahnya.
"Kekuatan lebih daripada kekayaan. Apakah kakakku
benar-benar percaya bahwa dia dipilih atas alasan selain
kekayaannya?" "Dia dipilih atas kebijaksanaan dan kepemim"pinannya!"
Mereka disela oleh keramaian awal dari pameran kembang
api. Agostino memperhatikannya sejenak, lalu berkata, "Dan
inikah hasil dari kebijaksanaannya" Menawarkan pesta
cahaya" Dia bersembunyi di dalam Istana Doge sementara
kota kehilangan kendali, lalu berpikir bahwa beberapa
ledakan mahal akan membuat orang melupakan semua
masalah mereka." 391 Bangsawan tersebut membuat gerakan membuang.
"Orang suka pemandangan. Ini sifat alami manusia. Kau
akan melihat?" Tapi pada saat itu, Ezio melihat sosok kekar Dante,
ditemani oleh sebarisan penjaga yang kuat, bergerak dengan
kaku menembus pesta, tidak diragukan lagi sedang mencarinya.
Ezio berjalan ke titik yang tidak terbuka dari mana dia
bisa mendapatkan akses kepada Doge kalau pria itu sampai
meninggalkan Bucintoro yang ditambatkan beberapa meter
dari dermaga. Ada musik terompet, lalu sekarang kembang api berhenti.
Orang-orang terdiam, lalu bertepuk tangan saat Marco datang
ke sisi kiri kapal hiasan negaranya untuk berpidato, dan
sebuah sambutan memperkenalkannya, "Signore e signori!
Aku persembahkan kepadamu, Doge tercinta Venezia!"
Marco memulai pidatonya, "Benvenuti! Selamat datang,
Saudara-saudari, pada acara sosial terbesar musim ini! Dalam
damai atau perang, dalam kemakmuran atau kekurangan,
Venezia akan selalu mengadakan Carnevale!..."
Saat sang Doge melanjutkan berbicara, Teodora bergabung
kembali dengan Ezio. "Terlalu jauh," Ezio memberi tahu wanita itu. "Dan dia
tidak akan meninggalkan kapal. Jadi aku harus berenang
ke sana. Merda!" "Aku tidak akan mencobanya," kata Teodora dengan
suara kecil. "Kau akan langsung ditemukan."
"Berarti aku harus memperjuangkan jalanku?"
"Tunggu!" 392 Doge melanjutkan. "Malam ini, kita merayakan apa
yang membuat kita hebat. Betapa terangnya cahaya kita
bersinar ke seluruh penjuru dunia!" Dia membentangkan
lengannya, kemudian ada tembakan kembang api lagi.
Keramaian bersorak dan meraung setuju.
"Itu dia!" kata Teodora. "Gunakan pistolamu! Senjata
yang kau pakai untuk menghentikan pembunuh di dalam
rumah bordilku. Gunakan suara kembang api ketika mereka
mulai lagi untuk menutupi bunyi tembakanmu. Pastikan
waktunya tepat, maka kau bisa keluar dari sini tanpa
disadari." Ezio menatapnya. "Aku suka cara berpikirmu,
Saudari." "Kau hanya harus berhati-hati dengan bidikanmu.
Kau hanya akan mendapatkan satu kesempatan." Teodora
mengelus lengan Ezio. "Buona fortuna, Anakku. Aku akan
menunggumu di rumah bordil."
Ia menghilang di antara para penikmat pesta, di antara
mereka Ezio juga bisa melihat Dante dan orang-orang
dungunya masih mencari dirinya. Sehening makhluk halus,
Ezio sampai di titik pada dermaga itu sedekat yang Ezio
berani ke titik di mana Marco sedang berdiri di atas kapal.
Untungnya, jubahnya yang berkilauan, dimandikan cahaya
pesta, membuat Silvio menjadi sasaran empuk.
Pidato Doge berlanjut, dan Ezio menggunakannya untuk
mempersiapkan diri, mendengarkan dengan hati-hati untuk
pembukaan kembang api. Pemilihan waktunya harus tepat
kalau dia ingin tembakannya tidak terdeteksi.
393 "Kita semua tahu bahwa kita telah menempuh masa"masa sulit," Marco berkata. "Tapi kita telah melaluinya
bersama-sama, dan Venezia tetap berdiri sebagai kota yang
kuat" Pergantian kekuasaan memang sulit bagi semuanya,
tapi kita telah menempuh pergeseran ini dengan luwes dan
tenang. Juga tidak mudah kehilangan seorang Doge pada
masa hidupnya yang terbaik" dan membuat frustasi melihat
kenyataan bahwa pembunuh Mocenigo saudara kita tersayang
masih berkeliaran bebas dan tidak dihukum. Bagaimanapun
juga, kita boleh menyamankan diri dengan pikiran bahwa
banyak di antara kita mulai menjadi tidak nyaman dengan
kebijakan-kebijakan pendahuluku, merasa tidak aman, dan
meragukan jalan yang dia arahkan kepada kita."
Beberapa suara di keramaian menyetujuinya.
Marco tersenyum, lalu mengangkat tangannya untuk
mendiamkan mereka. "Yah, Teman-teman, aku bisa memberi
tahu kalian bahwa aku telah menemukan jalan yang tepat
bagi kita lagi! Aku bisa melihatnya, dan aku tahu ke mana
kita pergi! Itu tempat yang indah, dan kita akan pergi ke
sana bersama-sama! Masa depan yang aku lihat bagi Venezia
adalah masa depan berisi kekuatan, kemakmuran. Kita akan
membangun armada yang sangat kuat, sehingga musuh-musuh
kita akan takut kepada kita, lebih daripada sebelumnya!
Dan kita akan memperluas jalur-jalur perdagangan lintas
laut dan membawa pulang rempah-rempah dan harta yang
tidak pernah diimpikan sejak zaman Marco Polo!"
Mata Marco berkilauan saat suaranya bernada meng"ancam. "Dan aku mengatakan hal ini kepada orang-orang
394 yang menghalangi kita. Berhati-hatilah dengan sisi jalan
yang kau pilih, karena mungkin kau bersama kami atau
berada di jalan setan. Kami pun tidak akan melindungi
musuh di sini! Kami akan memburumu, melacakmu, kami
akan menghancurkanmu!"
Marco mengangkat tangannya lagi, lalu berseru, "Dan
Venezia akan selalu berdiri tegak" mutiara paling terang
di antara semua peradaban!"
Saat Marco menjatuhkan tangannya dalam kemenangan,
sebuah pameran kembang api yang besar terbit" sebuah
penutup yang mengubah malam menjadi siang. Bunyi


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ledakannya memekakkan telinga" tembakan mematikan
kecil Ezio cukup lenyap ditelan bunyi itu. Dia sudah di
tengah jalan menembus keramaian sebelum orang-orang di
situ sempat bereaksi melihat Marco Barbarigo, salah satu
doge yang paling singkat masa pemerintahannya di sejarah
Venesia, terhuyung-huyung, mencengkeram jantungnya, lalu
jatuh mati di atas geladak Kapal Doge. "Requiescat in pace,"
Ezio bergumam kepada dirinya sendiri saat dia berlalu.
Tapi begitu kabarnya keluar, kabar itu tersebar dengan
cepat, dan mencapai rumah hiburan sebelum Ezio. Dia
disambut dengan sorakan kagum dari Teodora dan para
pelacurnya. "Kau pasti lelah," kata Teodora, mengambil lengannya
dan membimbingnya menjauh dari yang lainnya menuju
sebuah ruangan dalam. "Ayo, istirahatlah!"
Tapi pertama-tama Antonio memberikan ucapan selamat"nya. "Penyelamat Venesia!" dia mengumumkan. "Apa yang
395 bisa aku katakan" Mungkin dulu aku salah meragukanmu
dengan mudah. Sekarang setidaknya kita punya kesempatan
untuk melihat di mana potongan-potongan itu jatuh?"
"Cukup untuk itu sekarang," kata Teodora. "Ayo, Ezio.
Kau telah bekerja dengan sangat keras, Anakku. Aku rasa
badanmu yang lelah ini butuh dihibur dan dibantu."
Ezio cepat menangkap maksudnya, dan bermain-main.
"Itu benar, Saudari. Aku pegal dan nyeri sehingga mungkin
aku butuh banyak dihibur dan dibantu. Aku harap kau
mau." "Oh," Teodora menyeringai. "Aku tidak berniat
menghentikan pegalmu seorang diri! Gadis-gadis!"
Segerombolan penghibur bergerak sambil tersenyum
melewati Ezio ke dalam ruangan dalam, di tengah-tengahnya
Ezio bisa melihat ada sebuah tempat tidur yang sangat besar,
yang di sisinya ada sebuah perkakas seperti sebuah dipan,
tapi dengan katrol dan tali, dan rantai. Ini mengingatkan
Ezio tentang sesuatu terhadap sesuatu di dalam bengkel
Leonardo, tapi dia tidak bisa membayangkan apa guna
alat itu. Ezio lama saling menatap dengan Teodora, dan
mengikutinya masuk ke dalam kamar tidur, menutup pintu
dengan keras di belakangnya.
396 Dua hari kemudian, Ezio berdiri di Jembatan Rialto, merasa
rileks dan segar. Dia memperhatikan keramaian berlalu-lalang.
Ezio baru saja mempertimbangkan untuk pergi dan minum
dua gelas Veneto sebelum ora di pranzo, ketika dia melihat
seorang pria yang dia kenali sedang bergegas ke arahnya"
salah satu pengantar pesan Antonio.
"Ezio, Ezio," kata pria itu saat mendekat. "Ser Antonio
ingin bertemu denganmu" masalah penting."
"Berarti kita langsung pergi," kata Ezio, mengikuti pria
itu meninggalkan jembatan.
Mereka menemukan Antonio di dalam kantornya,
ditemani oleh"Ezio terkejut"Agostino Barbarigo. Antonio
memperkenalkan mereka. "Kehormatan bagiku untuk bertemu denganmu, Tuan.
Aku turut menyesal atas perginya kakakmu."
Agostino mengayunkan sebelah tangan. "Aku menghargai
simpatimu, tapi sejujurnya, kakakku yang bodoh dan jelas-jelas
dikendalikan oleh fraksi Borgia di Roma" sesuatu yang
aku tidak inginkan di Venesia selamanya. Untungnya, ada
orang berjiwa publik telah mengalihkan bahaya tersebut
dengan membunuhnya. Dengan cara yang khas dan aneh"
Pasti ada pertanyaan, tentu saja, tapi aku sendiri tidak bisa
melihat ke mana hal ini akan berlanjut?"
"Messer Agostino baru saja terpilih sebagai Doge,"
Antonio menyela. "Ini berita bagus bagi Venesia."
"Dewan 41 telah bekerja dengan cepat kali ini," kata
Ezio datar. 397 "Aku rasa mereka telah belajar dari kesalahan sebelumnya,"
Agostino menjawab dengan senyum masam. "Tapi aku tidak
ingin hanya menjadi Doge hanya pada namaku, seperti
kakakku dulu. Itulah alasan urusan kita ini. Sepupu kami
yang mengerikan telah memenuhi Arsenal"gudang militer
kota ini"dan menempatkan dua ratus serdadu di sana!"
"Tapi karena kau adalah Doge, tidak bisakah kau
memerintahkan mereka untuk berhenti?" tanya Ezio.
"Menyenangkan kalau bisa begitu," kata Agostino, "tapi
kakakku yang berlebihan telah menghabiskan sumber daya
kota, dan kami akan kesulitan untuk melawan pasukan
penuh tekad yang mengendalikan Arsenal. Tanpa Arsenal,
kami tidak punya kendali sejati atas Venesia, baik Doge
maupun bukan Doge!" "Kalau begitu," kata Ezio. "Kita harus mengumpulkan
pasukan penuh tekad kita sendiri."
"Kata-kata yang bagus!" Antonio berseri-seri. "Dan aku
rasa aku punya orang yang tepat untuk pekerjaan ini. Pernahkah
kau mendengar tentang Bartolomeo d"Alviano?"
"Tentu saja. Dia condottiero yang biasa melayani
Negara-negara Papal! Dia telah berbalik melawan mereka,
aku tahu." "Dan sekarang dia berbasis di sini. Dia tidak menyukai
Silvio karena ia juga berada di dalam kantong Kardinal Borgia
seperti kau tahu," kata Agostino. "Bartolomeo berbasis di
San Pietro, sebelah timur Arsenal."
"Aku akan pergi dan menemuinya."
398 "Sebelum kau melakukan itu, Ezio," kata Antonio,
"Messer Agostino punya sesuatu untukmu."
Dari jubahnya, Agostino menarik sebuah gulungan
kertas kulit tua dengan segel hitam yang berat. Segel itu
sudah rusak, bergantungan pada sebuah pita merah yang
compang-camping. "Kakakku mempunyai ini di antara
kertas-kertasnya. Antonio pikir mungkin ini menarik bagimu.
Anggap saja ini sebagai pembayaran atas" layanan yang
diberikan." Ezio mengambilnya. Dia langsung tahu itu apa. "Terima
kasih, Signore. Aku yakin ini pasti akan sangat membantu
di dalam pertarungan yang segera datang."
Berhenti hanya untuk mempersenjatai dirinya, Ezio tidak mem"buang-buang waktu menuju bengkel Leonardo, di mana dia
terkejut menemukan temannya sedang berkemas-kemas.
"Kau hendak ke mana sekarang?" Ezio bertanya.
"Kembali ke Milan. Aku baru saja mau mengirimimu
sebuah pesan sebelum aku pergi, tentu saja, dan sepaket
peluru untuk pistol kecilmu."
"Wah, aku sangat lelah mengejarmu. Dengar, aku punya
halaman Codex lagi!"
"Sempurna. Aku paling tertarik melihat ini. Ayo masuk.
Pembantuku Luca dan yang lainnya bisa melanjutkan ini.
Aku sudah sangat melatih mereka sekarang. Sayangnya aku
tidak bisa membawa mereka semua."
"Kau akan melakukan apa di Milan?"
399 "Lodovico Sforza membuat tawaran yang tidak bisa
aku tolak." "Tapi bagaimana dengan proyek-proyekmu di sini?"
"Angkatan lautnya harus dibatalkan. Tidak ada uang
untuk proyek baru. Jelas bahwa Doge yang terakhir
telah menghabiskan sebagian besarnya. Aku bisa saja
membuatkannya kembang api, tidak perlu menghabiskan
semua pengeluaran itu untuk mengirim dari Cina. Lupakan
saja, Venesia masih damai dengan Turki, dan mereka telah
memberitahuku bahwa aku boleh kembali" faktanya, aku
rasa mereka menginginkanku untuk kembali. Sementara itu,
aku meninggalkan Luca di sini"dia akan seperti ikan jauh
dari air kalau jauh dari Venesia"dengan beberapa desain
dasar yang bisa mereka pakai sebagai permulaan. Sedangkan
Cote, dia senang dengan potret-potret keluarganya"meskipun
secara pribadi aku berpikir itu bisa lebih baik lagi." Leonardo
mulai membuka gulungan kertas kulit itu. "Sekarang, mari
kita lihat ini." "Berjanjilah kau akan memberitahuku ketika kembali
ke sini." "Aku janji, Kawanku. Dan kau" dapat terus membe"ritahuku tentang pergerakanmu kalau kau bisa."
"Aku akan melakukannya."
"Nah?" Leonardo membentangkan halaman Codex
itu, lalu mempelajarinya. "Ada sesuatu di sini yang kelihatan
seperti cetak biru bagi pisau berpedang ganda yang cocok
dengan pengikat pelindung metalmu, tapi ini tidak lengkap
dan mungkin merupakan konsep awal bagi desain tersebut.
400 Sisanya pasti terhubung dengan halaman-halaman lainnya.
Lihat, ada tanda-tanda seperti peta lagi dan semacam gambar
yang mengingatkanku tentang pola-pola simpul rumit yang
biasa aku corat-coret sendiri ketika sedang merenung!"
Leonardo menggulung halaman itu lagi dan menatap Ezio.
"Aku akan menyimpan ini di tempat yang aman bersama
dua halaman lain yang telah kau tunjukkan kepadaku di
Venesia ini. Mereka semua jelas sangat penting."
"Sebenarnya, Leo, kalau kau hendak ke Milan, aku
ingin tahu apakah aku bisa meminta tolong darimu?"
"Katakan saja."
"Ketika kau sampai di Padua, maukah kau mengutus
seorang kurir yang bisa dipercaya untuk membawa tiga
halaman ini ke Paman Mario di Monteriggioni" Dia seorang"
kolektor barang antik" dan aku tahu dia akan tertarik
dengan halaman-halaman ini. Tapi aku perlu seseorang yang
bisa aku andalkan untuk melakukan hal ini."
Leonardo tersenyum misterius. Kalau Ezio tidak sedang
banyak pikiran, mungkin dia hampir akan berpikir bahwa
senyum itu menyimpan rahasia.
"Aku akan mengirim barang-barangku langsung ke
Milan, tapi aku sendiri akan berkunjung sebentar ke Florence,
pertama untuk memeriksa Agniolo dan Innocento, maka aku
akan menjadi kurirmu ke sana, dan aku akan mengirim
Agniolo ke Monteriggioni bersama halaman-halaman ini,
jangan cemas." 401 "Itu lebih baik daripada yang bisa aku harapkan." Ezio
menggenggam tangan Leonardo. "Kau teman yang baik dan
luar biasa, Leo." "Aku juga berharap demikian, Ezio. Kadang-kadang
aku berpikir kau bisa mencari orang yang benar-benar
mengurusmu." Dia berhenti. "Dan aku harap pekerjaanmu
berhasil. Semoga suatu hari nanti kau akan bisa mengakhirinya,
dan beristirahat." Mata Ezio yang abu-abu baja memandang jauh, tapi dia
hanya berkata, "Kau telah mengingatkanku" aku punya
urusan lain. Aku akan mengirim salah satu orangnya tuan
rumahku dengan dua halaman Codex lainnya. Dan sekarang,
untuk sementara, addio!"
402 Cara tercepat untuk mencapai San Pietro dari bengkel
Leonardo adalah naik feri atau menyewa perahu dari
Fondamenta Nuova dan berlayar ke arah timur dari pantai
selatan kota itu. Ezio terkejut karena sulit untuk menemukan
orang yang mau mengantarkannya ke sana. Feri-feri yang
biasa telah dihentikan, dan dia harus merogoh sakunya
dalam-dalam supaya bisa membujuk sepasang pendayung
muda untuk pergi ke sana.
"Apa masalahnya?" Ezio bertanya kepada mereka.
"Katanya, ada perkelahian buruk di sana," kata pendayung
yang di depan, mengayuh air yang beriak. "Kelihatannya
sudah mereda, hanya pertikaian setempat. Tapi feri-feri itu
belum mau mengambil risiko untuk mulai berlayar. Kami
403 akan menurunkanmu di pinggiran utara. Jagalah dirimu
sendiri." Mereka melakukan seperti yang telah dijanjikan. Ezio
sendirian, segera perlahan-lahan ia berjalan dari pinggiran
berlumpur ke dinding bata pembendung, dari mana dia bisa
melihat puncak menara gereja San Pietro di Castello tidak
jauh dari situ. Dia juga bisa melihat beberapa embusan
asap melayang dari sekelompok bangunan bata rendah agak
jauh ke arah tenggara gereja itu. Itu adalah barak-baraknya
Bartolomeo. Jantung Ezio berdetak kencang, dia bergegas
ke arah sana. Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah kehe"ningan. Kemudian, saat dia mendekat, dia mulai melihat
mayat-mayat bertebaran, beberapa di antaranya memakai
perisai berlambangnya Silvio Barbarigo, yang lainnya memakai
alat yang tidak dikenali oleh Ezio. Akhirnya Ezio menemukan
seorang sersan yang terluka parah, tapi masih hidup. Sersan
itu bersandar kepada sebuah dinding rendah.
"Tolong" bantu aku," kata sersan itu ketika Ezio
mendekat. Ezio mencari-cari di sekitarnya dengan cepat, lalu
menemukan sebuah sumur. Dari situ dia mengambil air,
berdoa bahwa para penyerang belum meracuninya, meskipun
kelihatannya cukup bersih dan jernih. Dia menuangkan
sebagian air ke dalam sebuah gelas, lalu membawanya dengan
lembut ke bibir pria itu, kemudian membasahi sehelai kain,
dan menyeka darah dari wajahnya.
404 "Terima kasih, Kawan," kata sersan itu. Ezio menyadari
bahwa pria itu mengenakan lencana yang tidak familiar, dan
menebak bahwa itu pasti lambang Bartolomeo. Ternyata
pasukan Bartolomeo telah dikalahkan oleh pasukannya
Silvio. "Ini serangan kejutan," sersan itu menegaskan. "Beberapa
pelacur Bartolomeo mengkhianati kami."
"Ke mana mereka pergi sekarang?"
"Orang-orang sang Penyelidik" Kembali ke Arsenal.
Mereka telah membangun sebuah markas di sana, tepat
sebelum Doge baru bisa mengambil kendali. Silvio membenci
sepupunya, Agostino, karena dia tidak ikut serta dalam plot
apa pun yang Penyelidik itu terlibat di dalamnya." Pria itu
batuk darah, tapi berjuang untuk melanjutkan. "Menyandera
Kapten kami. Membawanya lari bersama mereka. Benar-benar
lucu, kami baru saja berencana untuk menyerang mereka.
Bartolomeo hanya sedang menunggu" seorang pembawa


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pesan dari kota." "Di mana sisa orang-orangmu sekarang?"
Sersan itu berusaha untuk memandang ke sekeliling.
"Mereka yang belum dibunuh atau ditawan sekarang
tersebar, berusaha untuk menyelamatkan diri. Tapi mereka
akan membutuhkan seseorang untuk menyatukan mereka.
Mereka akan menunggu perintah dari Kapten."
"Dan dia ditawan oleh Silvio?"
"Ya. Dia?" Tapi sersan yang malang itu mulai berjuang
untuk bernapas. Perjuangannya berakhir ketika mulutnya
terbuka, dan darah mengalir dari situ, menyiram rumput
405 sampai hampir tiga meter di depannya. Tapi ketika aliran
itu berhenti, mata pria itu memandang kosong ke arah
danau. Ezio menutup mata pria itu, lalu menyilangkan lengan
pria itu di dada. "Requiessat in pace," katanya dengan
khusyuk. Kemudian Ezio memasang ikat pinggang pedangnya lebih
erat" dia juga telah memasang pengikat pelindungnya di
lengan bawahnya, tapi telah menanggalkan tempelan belati
berpedang gandanya. Di lengan bawah kanannya, dia telah
memasang pedang beracunnya yang selalu berguna ketika
berhadapan dengan banyak musuh. Pistolnya, lebih berguna
ketika sasaran tunggal sudah kelihatan, karena harus diisi ulang
setiap telah ditembakkan, dia simpan di dalam kantong ikat
pinggangnya bersama bubuk mesiu dan peluru, dan pedang
lompat asli sebagai dukungan. Ezio menarik tudungnya, lalu
menuju jembatan kayu yang menghubungkan San Pietro ke
Castello. Dari sana Ezio berjalan dengan tidak mencolok
tapi cepat menyusuri jalan utama ke arah Arsenal. Dia
menyadari bahwa orang-orang di sekitarnya menjadi redup,
meskipun mereka melakukan pekerjaan harian seperti biasa.
Butuh lebih dari perang setempat untuk menghentikan bisnis
Venesia secara keseluruhan, meskipun tentu saja sedikit di
antara penduduk kota biasa Castello yang bisa tahu seberapa
penting hasil dari konflik ini bagi kota mereka.
Ezio tidak tahu apakah konflik akan berlanjut hingga
berbulan-bulan, bahkan tahun berikutnya. Dia memikirkan
Cristina, juga ibu dan adiknya. Lalu dia merasa tidak punya
406 rumah dan menua. Tapi ada Ajaran yang harus dilayani
dan ditegakkan, dan itu lebih penting daripada segala hal
yang lainnya. Tidak seorang pun, mungkin, yang akan tahu
bahwa dunia mereka telah diselamatkan dari kekuasaan
Templar oleh orang terpilihnya Ordo Assassin yang telah
berikrar untuk melawan kekuasaan jahat mereka.
Tugas pertamanya jelas untuk mencari dan"kalau
mungkin"membebaskan Bartolomeo d"Alviano, tapi masuk
ke dalam Arsenal pasti sulit. Arsenal dikelilingi oleh dinding
pertahanan bata yang tebal, dan berisi sederet bangunan dan
galangan kapal. Arsenal berdiri di batas timur kota utama,
dan dijaga dengan ketat oleh tentara pribadi Silvio, yang
jumlahnya tampak melebihi dua ratus serdadu yang telah
Agostino katakan. Ezio melewati gerbang utama dengan
arsitektur khas daerah Gamballo yang baru saja dibangun,
berkeliaran di luar garis pertahanan gedung-gedung itu
sejauh yang bisa dijangkau dari darat, sampai dia tiba di
depan sebuah pintu berat dengan sebuah pagar keras yang
dibangun kepadanya, dan memperhatikan dari kejauhan,
Ezio melihat bahwa jalan masuk yang tidak mencolok ini
digunakan oleh para penjaga di luar ketika mereka berganti
giliran. Ezio harus menunggu dengan tidak mencolok selama
empat jam, tapi pada pergantian jam kerja berikutnya, dia
sudah siap. Matahari sore memanggang panas, atmosfernya
lembap, dan semua orang, kecuali Ezio, menjadi lamban.
Ezio memperhatikan para serdadu yang berganti tugas sedang
berbaris menembus gerbang, yang hanya dijaga oleh satu
orang, lalu diikuti pada serdadu yang datang untuk pergantian
407 giliran, mencapai bagian belakangnya dan melebur sebisanya.
Begitu serdadu terakhir menembus pintu, dia memotong
tenggorokan penjaga yang ditempatkan di gerbang, dan
menyelinap masuk sebelum siapa pun menyadari apa yang
sedang terjadi. Seperti yang telah terjadi bertahun-tahun lalu
di San Gimignano, pasukan Silvio di sini yang sama besarnya,
tidak cukup untuk menutupi semua daerah yang dijaganya.
Bagaimanapun juga, ini adalah titik apinya kekuatan militer
kota itu. Tidak heran Agostino tidak bisa menggunakan
kekuatan sejati apa pun tanpa memegang kendali Arsenal.
Begitu berada di dalamnya, cukup mudah bagi Ezio
untuk bergerak di antara ruang-ruang terbuka lebar di
antara bangunan-bangunan besar" Cordelie, Artiglierie,
menara peluru, dan galangan kapal. Selama Ezio bisa
tetap berada di dalam bayang-bayang gelap sore hari dan
menghindari patroli di dalam kompleks luas itu, dia tahu
dia akan baik-baik saja, meskipun secara alami dia tetap
sangat waspada. Akhirnya dibimbing oleh suara gembira dan tawa
mengejek, Ezio menemukan jalan ke sisi salah satu galangan
kapal utama, ke dalam mana sebuah kapal dayung besar
telah ditarik. Di salah satu sisi dinding dermaga yang
besar, sebuah kandang besi telah digantung. Di dalamnya
ada Bartolomeo, seorang pria seperti beruang kuat berusia
awal tiga puluhan, dan dengan demikian hanya empat atau
lima tahun lebih tua daripada Ezio. Di sekelilingnya ada
segerombol serdadu Silvio, dan Ezio berpikir bahwa mereka
akan sangat lebih berguna kalau berpatroli daripada bersorak
408 gembira di hadapan seorang musuh yang telah dibuat tidak
berdaya, tapi dia mengingat bahwa Silvio Barbarigo, meskipun
seorang Penyelidik Besar, tidak berpengalaman dalam hal
menangani pasukan. Ezio tidak tahu seberapa lama Bartolomeo telah dirantai
di dalam kandang itu. Pasti sudah berjam-jam. Tapi amarah
dan energinya tampak tidak terpengaruh oleh cobaan berat
itu. Mengingat bahwa dia hampir pasti tidak diberikan
apa pun untuk dimakan atau diminum, ini hal yang luar
biasa. "Luridi codardi! Dasar pengecut kotor!" dia berteriak
kepada para penyiksanya, yang salah satunya, Ezio sadari,
telah mencelupkan sebuah spons ke dalam cuka dan
mendorongkannya ke bibir Bartolomeo dari ujung sebuah
lembing dengan harapan tawanan itu akan mengiranya sebagai
air. Bartolomeo meludahkannya. "Aku akan melumat kalian
semua! Pada waktu bersamaan! Dengan satu tangan"tidak,
dua tangan"terikat di punggungku! Aku akan melahap
kalian hidup-hidup!" Dia tertawa. "Kalian pasti bertanya"tanya bagaimana hal itu mungkin terjadi, tapi keluarkan aku
dari sini, maka dengan senang hati akan aku peragakan!
Miserabili pezzi di merda!"
Para penjaga sang Penyelidik melolong mengejek, dan
menyodok Bartolomeo dengan tongkat, membuat kandang
itu berayun. Kandang itu tidak punya dasar yang padat,
sehingga kaki Bartolomeo harus mencengkeram erat-erat
batang-batang di bawahnya supaya bisa tetap seimbang.
409 "Kalian tidak terhormat! Tidak pemberani! Tidak unggul!"
Bartolomeo mengumpulkan cukup air liur di dalam mulutnya
untuk meludahkannya ke bawah kepada orang-orang itu.
"Dan orang-orang bertanya kenapa bintang Venesia mulai
menyusut." Kemudian suaranya hampir memelas. "Aku akan
mengampuni siapa pun di sini yang berani membebaskanku.
Semua yang lainnya akan mati! Dengan tanganku! Aku
bersumpah!" "Simpan napasmu yang bau," salah satu penjaga
berseru. "Tidak ada yang akan mati hari ini selain kau,
dasar kantong kotoran."
Selama itu, Ezio tersembunyi oleh bayang-bayang tiang
penopang di pinggiran lembah sungai di mana beberapa kapal
dayung perang ditambatkan. Dia sedang mencari cara untuk
menyelamatkan sang condottiero. Ada sepuluh penjaga di
sekeliling kandang sambil memunggungi Ezio. Tidak ada lagi
yang kelihatan. Terlebih lagi, mereka sedang tidak bertugas
dan tidak mengenakan baju pelindung. Ezio memeriksa belati
beracunnya. Menghabisi para penjaga dengan cepat pasti
tidak sulit. Ezio menghitung waktu patroli yang bertugas,
dan mereka datang setiap kali bayangan galangan kapal
memanjang tujuh sentimeter. Tapi ada tambahan masalah
untuk menyelamatkan Bartolomeo, yaitu membuatnya tetap
diam saat melakukan hal itu, dan menyelesaikannya dengan
cepat. Ezio berpikir keras. Dia tahu tidak ada banyak
waktu. "Pria macam apa yang menjual kehormatan dan harga
dirinya sendiri untuk beberapa potong perak?" Bartolomeo
410 meraung, tapi tenggorokannya mengering dan dia mulai
kehabisan energi meskipun hasratnya sekeras besi.
"Bukankah itu yang kau lakukan, bajingan" Bukankah
kau serdadu seperti kami?"
"Aku tidak pernah melayani pengkhianat dan pengecut,
seperti kalian!" Mata Bartolomeo berkilat-kilat. Orang-orang
yang berdiri di bawahnya sesaat merinding. "Kalian pikir
aku tidak tahu kenapa kalian merantaiku di sini" Kalian
pikir aku tidak tahu siapa yang mengendalikan bos kalian
si Silvio itu" Aku sudah bertarung dengan rubah yang
mengendalikannya sejak sebagian besar dari bocah-bocah
seperti kalian ini masih bayi yang menetek!"
Ezio sekarang mendengarkan dengan tertarik. Salah
satu serdadu mengambil setengah bata dan melemparkannya
dengan marah. Benda itu membentur tanpa bahaya, terlempar
dari batang-batang kandang itu.
"Itu benar, dasar bangsat!" Bartolomeo meraung dengan
parau. "Coba saja denganku! Aku bersumpah, begitu aku
bebas dari kandang ini, aku akan menetapkan misiku
sebagai menebas masing-masing kepala kalian! Aku akan
menukar-nukar kepala kalian juga."
Orang-orang di bawahnya menjadi benar-benar marah
sekarang. Jelas bahwa hanya perintah yang mencegah
mereka dari menikam pria itu hingga mati dengan tombak
atau memanahnya karena Bartolomeo tergantung tanpa
perlindungan di atas mereka di dalam kandang. Tapi sekarang
Ezio melihat bahwa gembok yang mengamankan pintu kandang
itu cukup kecil. Para penangkap Bartolomeo mengandalkan
411 fakta bahwa kandang itu digantung tinggi-tinggi. Tidak
diragukan bahwa mereka berniat menggunakan panasnya
matahari siang, dan dinginnya malam, digabung dengan
kehausan dan kelaparan, akan menghabisinya, kecuali dia
menyerah dan setuju untuk bicara. Tapi dari tampangnya,
itu sesuatu yang tidak akan dilakukan oleh Bartolomeo.
Ezio tahu dia harus bertindak cepat. Sebuah patroli
bertugas akan lewat sebentar lagi. Setelah mengeluarkan
pedang beracunnya, dia bergerak maju dengan kecepatan
dan kelenturan seekor serigala, melintasi jarak itu dalam
beberapa detik. Dia menyabit menembus kelompok itu dan
telah memotong hingga mati tubuh lima pria sebelum yang
lainnya tahu apa yang sedang terjadi. Dengan pedangnya,
Ezio membunuh sisanya dengan buas, serangan sia-sia mereka
memantul dari pelindung metal di lengan bawah kiri Ezio,
sementara Bartolomeo menyaksikan dengan mulut terbuka.
Akhirnya, dengan tenang, Ezio berbalik dan mendongak.
"Kau bisa lompat dari situ?" dia bertanya.
"Kalau kau mengeluarkanku, aku akan lompat seperti
kutu loncat." Ezio merenggut salah satu tombak serdadu yang sudah
mati. Ujungnya besi, bukan baja, dan dicetak, bukan
ditempa. Pasti bisa. Dengan menyeimbangkan tombak itu
di tangan kirinya, Ezio bersiap-siap. Dia merunduk, lalu
melompat ke udara, akhirnya menempel ke batang-batang
luar kandang itu. 412 Bartolomeo menatapnya dengan mata yang nyaris
melompat keluar. "Bagaimana kau bisa melakukan itu?"
dia bertanya. "Latihan," kata Ezio, tersenyum rapat. Dia mendorong
ujung tombak menembus grendel gembok, lalu memutarnya.
Awalnya grendel menolak, tapi lalu rusak. Ezio menarik
pintu terbuka, terjun bebas ke tanah, lalu mendarat dengan
keluwesan seekor kucing. "Sekarang kau lompat!" dia
memerintah. "Cepatlah."
"Siapa kau?" "Nanti saja!" Dengan gugup, Bartolomeo berpegangan pada pintu
terbuka kandang itu, lalu melemparkan dirinya ke depan.
Dia mendarat dengan berat, napasnya tersentak keluar, tapi
ketika Ezio hendak membantunya berdiri, dia menolak
penyelamatnya dengan penuh harga diri. "Aku baik-baik
saja," dia menggeram. "Aku hanya tidak terbiasa melakukan
trik sirkus sialan ini."
"Tidak ada tulang yang patah, berarti?"
"Dasar bangsat, siapa pun kau," kata Bartolomeo
berseri-seri. "Tapi aku berterima kasih kepadamu!" Ezio
terkejut saat pria itu memberikan pelukan beruang. "Siapa
kau, omong-omong" Makalaikat Agung Gabriel sialan atau
apa?" "Namaku Auditore, Ezio."
"Bartolomeo d"Alviani. Senang."
"Kita tidak punya waktu untuk ini," Ezio membentak.
"Seperti yang kau tahu."
413 "Jangan coba-coba mengajariku pekerjaanku, tukang
akrobat," kata Bartolomeo masih dengan ceria. "Omong"omong, aku berutang yang satu ini kepadamu!"
Tapi mereka sudah membuang-buang terlalu banyak
waktu. Seseorang pasti telah menyadari dari kubu pertahanan
apa yang sedang terjadi, karena sekarang bel peringatan mulai
berdentang dan patroli-patroli bermunculan dari bangunan
di dekat situ untuk mendekati mereka.
"Ayo, dasar bajingan!" Bartolomeo mengaum, mengayun"ayunkan tinju yang membuat Dante Moro kelihatan seperti palu
dinding. Sekarang giliran Ezio untuk mengagumi Bartolomeo
yang menghantam para prajurit yang mendekat. Bersama-sama,


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka keluar dari gerbang keras, dan akhirnya bebas.
"Mari keluar dari sini!" Ezio berteriak.
"Tidakkah seharusnya kita mematahkan beberapa
kepala lagi?" "Mungkin kita sebaiknya berusaha menghindari konflik
sekarang?" "Kau takut?" "Praktis saja. Aku tahu darahmu mendidih, tapi mereka
memang melebihi jumlah kita dengan seratus banding
satu." Bartolomeo memikirkannya. "Kau benar. Lagi pula, aku
seorang komandan. Aku harus berpikir seperti komandan,
bukan menyerahkannya kepada anak sok jago seperti kau
supaya berpikir dengan kepala dingin." Kemudian dia
merendahkan suaranya dan berkata dengan nada khawatir,
"Aku hanya berharap Bianca kecilku selamat."
414 Ezio tidak punya waktu untuk bertanya atau bahkan
penasaran tentang pernyataan Bartolomeo yang menyimpang
tadi. Mereka harus berlari, dan itulah yang mereka lakukan,
berlari menembus kota kembali ke markas Bartolomeo di
San Pietro. Setelah Bartolomeo mampir ke dua tempat, ke
Riva San Basio dan Corte Nuova, untuk memberi tahu
agen-agennya di tempat itu bahwa dia masih hidup dan bebas,
dan untuk memanggil tentaranya yang berceceran"mereka
yang belum ditawan"untuk berkumpul kembali.
Kembali ke San Pietro menjelang senja, mereka menemukan
bahwa sejumlah condottieri Bartolomeo telah selamat dari
serangan itu dan sekarang muncul dari tempat-tempat
perlindungan, bergerak di antara mayat yang sudah dikerubuti
lalat dan berusaha mengubur mereka dan membereskan
semuanya. Mereka senang melihat Kapten mereka lagi, tapi
dia cemas, berlari ke sana-sini di perkemahannya, memanggil"manggil dengan sedih, "Bianca! Bianca! Di mana kau?"
"Siapa yang dia cari?" Ezio bertanya kepada seorang
sersan penjaga. "Ia pasti sangat berharga baginya."
"Memang, Signore," sersan itu menyeringai. "Dan jauh
lebih bisa diandalkan daripada kebanyakan perempuan
lain." Ezio berlari untuk menyusul sekutu barunya. "Apakah
semuanya baik-baik saja?"
"Menurutmu bagaimana" Lihatlah kondisi tempat ini! Dan
Bianca yang malang! Kalau sesuatu terjadi padanya?"
Pria besar itu menabrak sebuah pintu dengan bahunya,
sudah setengah lepas dari engselnya, sampai jatuh ke tanah.
415 Bartolomeo masuk ke dalam sebuah tempat perlindungan
yang dari kelihatannya pasti merupakan sebuah ruangan
peta sebelum serangan itu. Peta-peta yang berharga telah
dirusak atau dicuri, tapi Bartolomeo memeriksa di antara
puing-puing dengan teliti, hingga akhirnya, dengan teriakan
kemenangan" "Bianca! Oh, Sayangku! Syukurlah kau baik-baik
saja!" Dia telah menarik sebuah pedang besar dari reruntuhan
dan mengayunkannya sambil meraung, "Aha! Kau selamat!
Aku tidak pernah meragukannya! Bianca! Temui" Siapa
namamu lagi?" "Auditore, Ezio."
Bartolomeo tampak merenung. "Tentu saja. Nama
baikmu sudah menduluimu, Ezio."
"Aku senang." "Kenapa kau ke sini?"
"Aku juga punya urusan dengan Silvio Barbarigo. Aku
rasa dia sudah terlalu lama di Venesia."
"Silvio! Si kotoran itu! Dia harus diguyur di kamar
kecil!" "Aku pikir mungkin aku bisa mengandalkan
bantuanmu." "Setelah penyelamatan itu" Aku berutang nyawaku
kepadamu, apalagi cuma bantuanku."
"Berapa banyak orang yang kau punya?"
"Berapa banyak yang selamat di sini, Sersan?"
416 Sersan Penjaga yang telah berbicara dengan Ezio
sebelumnya berlari datang dan memberi hormat. "Dua belas,
Capitano, termasuk kau dan aku, dan pria baik ini."
"Tiga belas!" Bartolomeo berseru sambil mengayunkan
tangan kepada Bianca. "Melawan dua ratus," kata Ezio. Dia berbalik kepada sang
sersan. "Dan berapa banyak orang kalian yang ditawan?"
"Sebagian besar," pria itu menjawab. "Serangan kepada
kami hampir seluruhnya mengejutkan. Beberapa kabur, tapi
orang-orang Silvio menangkap jauh lebih banyak dengan
dirantai." "Dengar, Ezio," kata Bartolomeo. "Aku akan mengawasi
dan mengumpulkan kembali sisa orang-orangku yang bebas.
Aku akan membersihkan tempat ini dan menguburkan jasad"jasad, dan kita akan berkumpul lagi dini hari. Selama itu,
apakah menurutmu kau bisa mengawasi urusan membebaskan
orang-orang yang ditawan oleh Silvio" Karena sepertinya
itulah keahlianmu?" "Intensi." "Kembalilah ke sini bersama mereka sesegera mungkin.
Semoga berhasil!" Dengan senjata-senjata Codexnya terikat, Ezio pergi
ke arah barat lagi menuju Arsenal, sambil bertanya-tanya
apakah Silvio telah menyimpan semua orangnya Bartolomeo
yang ditawan di sana. Dia belum melihat satu pun di antara
mereka ketika pergi menyelamatkan Kapten mereka. Di Arsenal
sendiri, Ezio masuk ke dalam bayang-bayang malam yang
417 turun dan berusaha mendengarkan percakapan para penjaga
yang ditempatkan di sepanjang dinding pertahanan.
"Kau sudah melihat kandang-kandang yang lebih besar?"
tanya salah satunya. "Tidak. Dan para bajingan yang malang itu berdesakan
di dalamnya seperti sarden. Aku rasa Kapten Barto tidak
akan memperlakukan kita seperti itu, kalau dia yang menjadi
pemenangnya," kata rekannya.
"Tentu saja dia akan begitu. Dan simpanlah pikiran
muliamu itu sendiri, kalau kau mau kepalamu tetap ada di
bahumu. Menurutku, habisi saja mereka. Kenapa kita tidak
menurunkan kandang-kandang ke dalam lembah sungai,
dan menenggelamkan mereka semua?"
Ezio menegang mendengar hal ini. Ada tiga lembah
sungai persegi besar di dalam Arsenal, masing-masing
didesain untuk menahan tiga puluh kapal dayung. Mereka
ada di sisi utara kompleks itu, dikelilingi oleh dinding-dinding
bata tebal dan ditutupi oleh atap kayu yang berat. Pastilah
kandang-kandang itu"versi yang lebih besar dari yang telah
menawan Bartolomeo"ditahan dengan rantai di atas air di
salah satu atau lebih bacini itu.
"Seratur lima puluh orang terlatih" Itu sayang sekali.
Demi uangku, Silvio berharap bisa mengalihkan mereka supaya
berpihak dengan kita," kata orang berseragam kedua.
"Yah, mereka kan serdadu seperti kita. Jadi, kenapa
tidak?" "Benar! Mereka hanya perlu dihaluskan sedikit. Tunjukkan
kepada mereka, siapa bosnya."
418 "Spero di s"."
"Syukurlah mereka tidak tahu bos mereka sudah
kabur." Penjaga pertama meludah. "Dia tidak akan bertahan
lama." Ezio meninggalkan mereka dan pergi ke gerbang keras
yang telah dia temukan sebelumnya. Tidak ada waktu untuk
menunggu sampai ada pergantian penjaga, tapi dia bisa
menilai waktu dari jarak bulan ke kaki langit, dan tahu
bahwa dia punya dua jam. Dia meletikkan pedang lompatnya
keluar"senjata Codex aslinya dan masih kesukaannya"lalu
menyayat tenggorokan penjaga tua gendut yang Silvio anggap
cocok untuk bertugas di situ sendirian, mendorongnya
sebelum darahnya bisa mengotori baju Ezio. Dengan cepat,
dia mengelap pedangnya sampai bersih pada rumput, lalu
menukarnya dengan pedang beracun. Dia membuat tanda
Salib di atas jasad itu. Halaman di dalam dinding-dinding Arsenal tampak
berbeda dengan cahaya bulan sabit dan beberapa bintang,
tapi Ezio tahu di mana lembah-lembah sungai berada,
lalu pergi ke sana. Ezio menyusuri pinggiran dinding dan
waspada kalau sampai ada orang-orangnya Silvio, sampai
ke lembah sungai pertama.
Ezio mengintip melalui lengkungan terbuka besar ke
dalam kesuraman air di baliknya, tapi hanya melihat kapal"kapal dayung naik-turun dengan lembut di cahaya bintang
yang setengah terang. Lembah sungai kedua membawa hasil
419 panen yang sama, tapi saat Ezio mendekati yang ketiga, dia
mendengar suara-suara. "Belum terlambat bagi kalian untuk berikrar kepada
tujuan kami. Hanya ucapkan kata itu, maka kalian diampuni,"
salah satu sersan sang Penyelidik berseru dengan nada suara
yang mencemooh. Ezio mepet ke dinding, melihat selusin pasukan,
senjata-senjata diletakkan di bawah, mereka memegang
botol, mendongak memandangi atap yang remang-remang,
di mana ada tiga kandang besi besar ditahan. Ezio melihat
bahwa sebuah mekanisme yang tak terlihat sedang pelan-pelan
menurunkan kandang-kandang itu ke air di bawahnya. Tidak
ada kapal dayung di lembah sungai yang ini. Hanya ada
air hitam berminyak, yang di dalamnya ada sesuatu yang
tidak tampak tapi sedang berkerumun.
Para penjaga sang Penyelidik termasuk seorang pria
yang tidak sedang minum, seorang pria yang tampak selalu
waspada, seorang pria yang sangat besar. Ezio langsung
mengenalinya sebagai Dante Moro! Jadi, dengan kematian
Marco tuannya, pria gunung itu telah berpindah tunduk
kepada sepupunya, Silvio, sang Penyelidik, yang memang
sudah mengagumi pengawal berbadan besar itu.
Ezio dengan hati-hati menyusuri dinding sampai tiba di
sebuah kotak berbingkai terbuka berisi roda bergigi, katrol,
dan tambang yang mungkin telah didesain oleh Loenardo.
Ini adalah mekanismenya, didorong dengan sebuah jam air,
yang menurunkan kandang-kandang. Ezio menarik sebuah
belati biasa dari sarungnya di sisi kiri ikat pinggangnya,
420 lalu memasukkannya di antara dua roda gigi. Mekanisme
itu berhenti, dan sebelum waktunya, kandang-kandang
sekarang berada beberapa inci dari permukaan air. Tapi para
penjaga langsung menyadari bahwa penurunan kandang telah
berhenti, dan beberapa dari mereka datang berlarian menuju
mesin yang mengendalikannya. Ezio melompatkan pedang
beracunnya, lalu mencacah mereka saat mereka datang.
Mereka jatuh ke dalam air hitam berminyak. Sementara
itu, Ezio berlari sepanjang keliling lembah sungai menuju
orang-orang lainnya, semuanya yang telah kabur ketakutan
hanya menyisakan Dante, yang berdiri di tempatnya dan
membayang seperti sebuah menara di atas Ezio.
"Jadi anjingnya Silvio sekarang, ya kan?" kata Ezio.
"Lebih baik menjadi anjing hidup daripada singa mati,"
kata Dante sambil mengulurkan tangan untuk menampar
Ezio ke dalam air. "Santai!" kata Ezio sambil merunduk untuk menghindari
pukulan itu. "Aku tidak berselisih denganmu!"
"Oh, tutup mulut," kata Dante, sambil mengangkat Ezio
pada tengkuk dan memukulkannya ke dinding lembah sungai.
"Aku juga tidak punya perselisihan yang serius denganmu."
Dia bisa melihat bahwa Ezio tertegun. "Diamlah di sana.
Aku harus pergi dan memperingatkan tuanku, tapi aku
akan kembali untuk menjadikanmu makanan ikan kalau
kau memberiku masalah lagi!"
Maka pergilah dia. Ezio menggelengkan kepala untuk
menjernihkan pandangannya, lalu berdiri dengan pusing.
Orang-orang di dalam kandang berteriak-teriak, lalu Ezio
421 melihat bahwa salah satu penjaga Silvio telah diam-diam
bergerak dan hendak menarik belati yang telah dimacetkan
ke dalam mekanisme untuk menurunkan kandang. Ezio
bersyukur dia tidak melupakan keahlian lamanya untuk
melemparkan pisau yang dia pelajari di Monteriggioni, dan
melemparkannya dengan ketepatan yang mematikan. Penjaga
itu terhuyung-huyung jatuh, mengerang, menggapai-gapai
tak berdaya kepada pisau yang terbenam di antara kedua
matanya. Ezio merenggut sebuah tombak dari rak di dinding di
belakangnya, lalu, sambil miring di atas air dengan berbahaya,
dengan tangkas Ezio menarik kandang terdekat menuju
dirinya. Pintunya ditutup dengan baut sederhana, lalu Ezio
menembaknya, membebaskan orang-orang di dalamnya,
yang sempoyongan keluar ke dermaga. Dengan bantuan
mereka, Ezio bisa menarik sisa kandang dan membebaskan
tawanannya bergantian. Meskipun mereka lelah akibat cobaan berat itu, mereka
bersorak untuk Ezio. "Ayo!" Ezio berteriak. "Aku harus membawa kalian
kembali kepada Kapten kalian!"
Begitu mereka mengatasi orang-orang yang menjaga
lembah sungai, mereka kembali tanpa halangan ke San Pietro,
di mana Bartolomeo dan orang-orangnya mengalami reuni
yang penuh perasaan. Selama Ezio tidak ada, semua serdadu
yang lolos dari pembantaian awal Silvio telah kembali, dan
perkemahan itu kembali in perfetto ordine.
422 "Salute, Ezio!" kata Bartolomeo. "Selamat datang kembali!
Dan kerja yang bagus, demi Tuhan! Aku tahu aku bisa
bergantung kepadamu!" Dia menggenggam tangan Ezio. "Kau
benar-benar sekutu terkuat. Ada yang mungkin berpikir?"
tapi dia menghentikan dirinya sendiri, lalu malah berkata,
"Berkat kau, pasukanku memulihkan kejayaan sebelumnya.
Sekarang teman kita Silvio akan melihat betapa parahnya
kesalahan yang telah dia buat!"


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jadi, apa yang sebaiknya kita lakukan" Membuat
serangan langsung ke Arsenal?"
"Tidak. Serangan langsung berarti kita dibantai di
depan gerbang. Aku rasa sebaiknya kita menempatkan
orang-orangku di seluruh penjuru distrik dan membuat
masalah setempat untuk menyibukkan sebagian besar
orang-orangnya Silvio."
"Jadi" kalau Arsenal hampir kosong?"
"Kau bisa mengambilnya dengan tim yang telah
dipilih." "Mari berharap Silvio memakan umpan tersebut."
"Dia seorang Penyelidik. Dia tahu bagaimana menindas
seseorang yang sudah berada di tangannya. Dia bukan
prajurit. Setan, dia bahkan tidak sampai setengah cerdas
dibandingkan seorang pemain catur yang pas-pasan."
Perlu beberapa hari untuk menyebarkan condottieri
Bartolomeo di sekitar Castello dan daerah Arsenal. Ketika
semuanya siap, Bartolomeo dan Ezio mengumpulkan sebuah
kelompok kecil berisi serdadu terpilih yang telah mereka
siapkan untuk menyerang benteng pertahanan Silvio. Ezio
423 sendiri telah memilih orang-orang berdasarkan ketangkasan
dan kemampuan bersenjata.
Mereka telah merencanakan serangan terhadap Arsenal
itu dengan hati-hati. Pada malam Jumat berikutnya, semuanya
sudah siap. Seorang serdadu dikirim ke puncak menara
San Martino dan ketika bulan meninggi, dia menyalakan
sebuah lilin Romawi besar yang didesain dan disediakan
oleh bengkelnya Leonardo. Ini adalah sinyal untuk serangan.
Berpakaian kulit gelap, condotteri satuan militer itu memanjat
dinding-dinding Arsenal pada semua empat sisinya. Begitu
melewati dinding benteng, orang-orang itu bergerak seperti
hantu menembus pertahanan yang tenang dan segera me"nahan penjaga di dalamnya. Tidak lama sampai Ezio dan
Bartolomeo berhadapan dengan lawan-lawan mereka yang
paling mematikan, yaitu Silvio dan Dante.
Dante, mengenakan pelindung buku jari dari besi,
sedang mengayun-ayunkan sebuah gada berantai, melindungi
tuannya. Sulit baik bagi Ezio maupun Bartolomeo untuk
masuk ke dalam jangkauan karena orang-orang mereka
pun terlibat dengan musuh.
"Dia contoh yang baik, ya kan?" Silvio berkokok dari
kubu pertahanannya yang aman. "Seharusnya kau merasa
terhormat bisa mati di tangannya!"
"Dasar bajingan!" Bartolomeo berteriak balik. Dia berhasil
merobek tongkat gada itu. Karena senjatanya terenggut dari
tangannya, Dante mundur. Bartolomeo berteriak, "Ayo, Ezio!
Kita harus menangkap grassone bastardo itu!"
424 Dante berbalik, telah meraih sasarannya, sebuah tongkat
besi yang berisi cakar-cakar membelit. Dia mengayunkannya
kepada Bartolomeo, dan salah satu kuku tongkat itu merobek
sebuah kerutan di bahunya.
"Aku akan membalasmu untuk itu, dasar mata babi!"
Bartolomeo meraung. Sementara itu, Ezio telah mengisi dan menembakkan
pistolnya kepada Silvio, dan meleset. Tembakannya memantul
pada dinding bata dengan siraman percikan api dan
serpihan. "Kau pikir aku tidak tahu kenapa sebenarnya kau ada di
sini, Auditore?" Silvio menggonggong, meskipun jelas ketakutan
akibat tembakan tadi. "Tapi kau terlambat! Tidak ada yang
kau lakukan bisa menghentikan kami sekarang!"
Ezio telah mengisi, lalu menembak lagi. Tapi dia sedang
marah, dan kacau akibat kata-kata Silvio, dan sekali lagi
tembakannya melebar. "Hah!" Ezio meludah dari kubu pertahanan saat Dante
dan Bartolomeo saling pukul. "Kau berpura-pura tidak
tahu! Meskipun Dante telah menghabisimu dan temanmu
yang berotot itu, tidak akan ada bedanya. Kau hanya akan
mengikuti ayahmu yang bodoh! Tahukah kau penyesalanku
yang terdalam" Bahwa aku tidak bisa menjadi orang yang
menggantung Giovanni sendiri. Bagaimana aku akan senang
menarik pengungkit itu dan menyaksikan ayahmu yang
menderita menendang-nendang, sulit bernapas, lalu tergantung
lemas! Lalu kemudian tentu saja akan ada banyak waktu
untuk pamanmu yang karung anggur itu, ciccione Mario, dan
425 ibumu yang belum terlalu lewat masanya, dan stroberi kecil
manis itu Claudia, adikmu. Sudah berapa lama sejak aku
tidak bercinta dengan siapa pun di bawah umur 25! Kalau
tidak keberatan, aku akan menyisakan yang dua terakhir
untuk perjalanan" bisa sangat kesepian di lautan!"
Menembus kabut merah amarahnya sendiri, Ezio
berkonsentrasi kepada informasi yang dimuntahkan bersama
hinaan-hinaan itu dari bibir sang Penyelidik yang berlumuran
liur. Sekarang, penjaga-penjaga Silvio, dengan jumlah yang
lebih banyak, mulai berdatangan membantu melawan pasukan
penyerbunya Bartolomeo. Dante memberikan ayunan keras
lagi kepada Bartolomeo, menghantamnya keras-keras ke tulang
kandang dengan pelindung buku jarinya, dan menyebabkan
kapten itu sempoyongan. Ezio menembakkan peluru ketiga
kepada Silvio, dan kali ini merobek jubah sang Penyelidik
di dekat lehernya, tapi meskipun pria itu terhuyung-huyung,
dan Ezio melihat segaris darah tipis, dia tidak jatuh. Silvio
meneriakkan perintah kepada Dante, yang segera mundur,
memanjat ke kubu pertahanan untuk bergabung dengan
tuannya, lalu mereka menghilang ke sisi lain dinding itu. Ezio
tahu pasti ada tangga di sisi lain untuk membawa mereka
turun ke tembok penahan air, lalu Ezio berteriak kepada
Bartolomeo supaya mengikutinya, Ezio melesat keluar dari
arena pertempuan untuk menyusul musuh-musuhnya.
Ezio melihat mereka mendaki ke sebuah perahu besar,
tapi menyadari kemarahan dan keputusasaan di wajah
mereka. Mengikuti pandangan mereka, Ezio melihat sebuah
426 kapal dayung besar menghilang melintasi danau ke arah
selatan. "Kita telah dikhianati!" Ezio mendengar Silvio berkata
kepada Dante. "Kapal itu telah berlayar tanpa kita! Tuhan
mengutuk mereka! Aku selalu setia, tapi ini" ini!... inilah
bagaimana mereka membalasku!"
"Mari gunakan perahu untuk menyusul mereka," kata
Dante. "Sudah terlambat untuk itu" dan kita tidak akan
sampai ke Pulau dengan rakit sekecil ini, tapi setidaknya
kita bisa menyingkir dari bencana ini!"
"Kalau begitu, mari pergi, Altezza."
"Ya." Dante berbalik kepada kru yang gemetaran. "Lepaskan
talinya! Angkat layarnya! Memandanglah dengan terang!"
Pada saat itu, Ezio melompat dari bayang-bayang
melintasi dermaga, dan naik ke atas perahu. Para pelaut
yang ketakutan itu melarikan diri, menyelam ke dalam
danau yang gelap. "Menjauh dariku, pembunuh!" Silvio menjerit.
"Kau telah menyampaikan hinaan terakhirmu," kata
Ezio, lalu menusuk usus pria itu, dan menarik pedang belati
gandanya pelan-pelan melintasi perutnya. "Untuk apa yang
telah kau katakan tentang ibu dan adik perempuanku, aku
akan memotong alat kelaminmu kalau aku pikir memang
perlu." Dante berdiri terpaku di tempatnya. Ezio menatapnya
lekat-lekat. Pria besar itu tampak lelah.
427 "Sudah berakhir," Ezio memberitahunya. "Kau mendu"kung kuda yang salah."
"Mungkin memang begitu," kata Dante. "Aku tetap
akan membunuhmu. Dasar assassin hina. Kau membuatku
lelah." Ezio mengeluarkan pistolanya, lalu menembak. Peluru
itu menabrak Dante tepat pada wajahnya. Dia jatuh.
Ezio berlutut di samping Silvio untuk memberinya
pengampunan. Ezio selalu berhati-hati, dan selalu ingat
untuk hanya membunuh kalau tidak ada pilihan lain. Dia
juga ingat bahwa orang yang sedang sekarat, akan tidak
punya hak sama sekali, setidaknya harus diberikan upacara
terakhir. "Kau mau ke mana, Silvio" Kapal dayung apa itu" Aku
kita kau mengincar kursi Doge?"
Silvio tersenyum tipis. "Itu hanya gangguan" Kami
bermaksud untuk berlayar?"
"Ke mana?" "Terlambat," Silvio tersenyum, lalu mati.
Ezio berbalik kepada Dante, dan membuai kepalanya
yang besar seperti singa di lekuk lengannya.
"Siprus adalah tujuan mereka, Auditore," Dante berkata
dengan suara parau. "Mungkin aku bisa menyelamatkan
jiwaku pada akhirnya dengan memberitahumu kebenarannya.
Mereka ingin" Mereka ingin?" Tapi tersedak darahnya
sendiri, pria besar itu meninggal.
428 Ezio mencari-cari dompet kedua pria itu, tapi hanya
menemukan sebuah surat untuk Dante dari istrinya. Dengan
memalukan, Ezio membacanya.
Amore mio, Aku bertanya-tanya apakah akan datang hari
di mana kata-kata ini mungkin masuk akal lagi
bagimu. Aku menyesal atas apa yang telah aku
lakukan" membiarkan Marco mengambilku darimu,
menceraikanmu, dan membuatku menjadi istrinya.
Tapi sekarang dia telah meninggal, mungkin aku bisa
menemukan jalan bagi kita untuk bersatu lagi. Tapi aku
bertanya-tanya, apakah kau akan mengingatku lagi"
Atau apakah luka yang kau derita di dalam perang
terlalu parah" Apakah kata-kataku menggoyang, kalau
bukan ingatanmu, maka hatimu" Tapi mungkin tidak
jadi soal apa pun kata mereka, karena aku tahu kau
masih di dalam hatiku, di suatu tempat. Aku akan
menemukan caranya, cintaku. Untuk mengingatkanmu.
Untuk mengembalikanmu"
Selamanya milikmu Gloria Tidak ada alamat. Ezio melipat surat itu dengan hati"hati, lalu menyimpannya di dalam dompetnya. Dia akan
bertanya kepada Teodora kalau wanita itu mengetahui
sejarah aneh ini, dan kalau ia bisa mengembalikan surat ini
429 kepada pengirimnya, dengan kabar kematian suami aslinya
makhluk tidak setia ini. Ezio menatap jasad-jasad itu, lalu membuat tanda Salib
di atas mereka. "Requiescant in pace," dia berkata dengan
sedih. Ezio masih berdiri di atas orang-orang mati itu ketika
Bartolomeo datang dengan napas terengah-engah. "Aku lihat
kau tidak butuh bantuanku, seperti biasa," katanya.
"Kau sudah mengambil alih Arsenal?"
"Menurutmu aku ada di sini kalau belum?"
"Selamat!" "Evviva!" Tapi Ezio sedang menyaksikan laut. "Kita telah
mendapatkan Venesia kembali, Kawanku," katanya. "Dan
Agostino dapat memimpinnya tanpa harus takut lagi kepada
Templars. Tapi aku rasa aku hanya bisa beristirahat sebentar.
Kau lihat kapal dayung di kaki langit itu?"
"Ya." "Dante memberitahuku dengan napas terakhirnya bahwa
kapal itu menuju Siprus."
"Untuk apa?" "Itulah, amio, yang harus aku cari tahu."
430 Ezio tidak percaya bahwa ini adalah Hari Pertengahan
Musim Panas pada tahun 1487 Masehi. Ulang tahunnya
yang ke-28, dia sendirian di Jembatan Fistfighters, bersandar
pada pagar jembatan dan dengan muram memandangi air
yang lembap di kanal di bawahnya. Dia melihat seorang
buruh berenang, mendorong satu kargo berisi daun kubis
yang telah dicuri dari kapal barang penjual sayur-mayur
di dekat situ menuju sebuah lubang di dalam bata hitam
tepi kanal. "Kau ternyata di sini Ezio!" kata sebuah suara ceria, lalu
Ezio bisa mencium wangi Rosa yang seperti mawar sebelum
berbalik untuk menyambutnya. Rosa berseru, "Sudah lama
sekali! Aku hampir berpikir kau sedang menghindariku!"
431 "Aku" sibuk."
"Tentu saja kau sibuk. Apa yang akan dilakukan Venesia
tanpamu!" Ezio menggelengkan kepalanya dengan sedih, sementara
Rosa bersandar dengan nyaman pada pagar jembatan di
sampingnya. "Kenapa serius begitu, bello?" Rosa bertanya.
Ezio memandangnya datar, lalu mengangkat bahu.
"Selamat ulang tahun untukku."
"Ini hari ulang tahunmu" Kau serius" Wow! Rallegramenti!
Hebat sekali!" "Aku tidak akan sesenang itu," Ezio mendesah. "Sudah
sepuluh tahun sejak aku menyaksikan ayah dan saudara"saudaraku mati. Dan aku telah menghabiskan sepuluh tahun
memburu orang-orang yang bertanggung jawab, orang-orang
di dalam daftar ayahku, dan mereka yang aku tambahkan
ke dalam daftarnya sejak kematiannya. Dan aku tahu hampir
sampai di ujungnya sekarang" tapi aku tidak semakin dekat
sama sekali tentang untuk apa semua ini terjadi."
"Ezio, kau telah mengabdikan hidupmu untuk tujuan
yang baik. Ini membuatmu kesepian, terpencil, tapi inilah
panggilan jiwamu. Dan meskipun instrumen yang kau pakai
untuk mencapai tujuanmu adalah kematian, kau tidak pernah
menjadi tidak adil. Venesia menjadi tempat yang jauh lebih
baik sekarang daripada sebelumnya, berkat kau. Maka,
bergembiralah. Lagi pula, karena ini hari ulang tahunmu, ini
hadiah. Waktu yang sangat tepat, kebetulan!" Ia mengeluarkan
sebuah buku catatan yang kelihatan resmi.


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

432 "Terima kasih, Rosa. Tapi ini bukan yang aku bayangkan
akan kau berikan untuk ulang tahunku. Apa ini?"
"Hanya sesuatu yang kebetulan aku" ambil. Ini
catatan pengapalan dari Arsenal. Tanggal kapal dayung
hitammu berlayar ke Siprus akhir tahun lalu dimasukkan
ke dalamnya?" "Serius?" Ezio berusaha meraih buku itu, tapi Rosa
dengan menggoda menjauhkannya dari pria itu. Ezio berkata,
"Berikan kepadaku, Rosa. Ini bukan lelucon."
"Semuanya ada harganya?" ia berbisik.
"Kalau kau mau begitu."
Ezio memeluknya lama. Rosa meleleh dalam pelukannya,
lalu Ezio dengan cepat merampas buku itu.
"Hei! Itu tidak adil!" ia tertawa. "Omong-omong, hanya
untuk mencadangkan ketegangannya, kapal dayungmu itu
dijadwalkan untuk kembali ke Venesia" besok!"
"Aku ingin tahu, apa yang mereka bawa di kapal?"
"Kenapa aku tidak terkejut bahwa seseorang tidak lebih
jauh dari sejuta mil dari sini akan mencari tahu?"
Ezio berseri-seri. "Ayo pergi untuk merayakannya
dulu!" Tapi pada saat itu, sebuah sosok familiar bergegas
menghampiri. "Leonardo!" kata Ezio sangat terkejut. "Aku kira kau
sedang di Milan!" "Baru saja kembali," jawab Leonardo. "Mereka mem"beritahuku kau di sini. Halo, Rosa. Maaf, Ezio, tapi kita
benar-benar perlu berbicara."
433 "Sekarang" Menit ini juga?"
"Maaf." Rosa tertawa. "Pergilah, bersenang-senanglah. Aku
tidak apa-apa!" Leonardo membimbing Ezio yang enggan menjauh dari
situ. "Sebaiknya ini hal penting," Ezio menggerutu.
"Memang penting," kata Leonardo dengan menenangkan.
Dia membimbing Ezio melalui beberapa lorong sempit sampai
mereka tiba kembali di bengkelnya. Leonardo menyibukkan
diri, mengeluarkan beberapa anggur hangat dan kue basi,
dan setumpuk dokumen yang dia lemparkan ke atas sebuah
meja penopang di tengah-tengah ruang belajarnya.
"Aku sudah mengantarkan halaman-halaman Codexmu
ke Monteriggioni seperti janjiku, tapi aku tidak tahan untuk
mempelajari beberapa di antaranya sendiri, dan aku telah
menyalin temuan-temuanku. Aku tidak tahu kenapa aku
tidak membuat hubungan ini sebelumnya, tapi ketika aku
menggabungkannya, aku menyadari bahwa tanda-tanda,
simbol-simbol, alfabet-alfabet kuno itu bisa diuraikan
kodenya, dan kita sepertinya menemukan emas" karena
semua halaman ini berhubungan!" Dia menghentikan dirinya
sendiri. "Anggur ini terlalu hangat! Maaf, aku telah terbiasa
dengan San Colombano. Veneto ini terasa seperti kencing
serangga kalau dibandingkan."
"Lanjutkan," kata Ezio dengan sabar.
"Dengarkan ini," Leonardo mengambil kacamatanya,
434 bongkar kertas-kertasnya, lalu membaca, "Sang Nabi"
akan muncul" ketika Potongan Kedua dibawa ke Kota
Terapung?" Ezio menarik napasnya dengan tajam saat mendengar
kata-kata itu. "Prophet?" dia mengulangi. "Hanya sang Nabi
yang bisa membukanya" Dua Potong Eden?"
"Ezio?" Leonardo tampak bingung, melepaskan kaca"matanya. "Ada apa" Apakah ini mengingatkanmu kepada
sesuatu?" Ezio menatapnya. Sepertinya Ezio mulai membuat
sebuah keputusan. "Kita sudah saling mengenal sangat lama,
Leonardo. Kalau aku tidak bisa memercayaimu, tidak ada
orang yang" Dengar! Pamanku Mario membicarakannya,
dulu sekali. Dia sudah menguraikan halaman-halaman lain
Codex ini, sebagaimana ayahku, Giovanni. Ada ramalan
tersembunyi di dalamnya, sebuah ramalan tentang ruangan
kuno yang rahasia, yang menyimpan sesuatu" sesuatu yang
sangat kuat!" "Benarkah" Itu luar bisa!" Tapi sebuah pikiran menyambar
Leonardo. "Dengar, Ezio, kalau kita menemukan semua
ini dari Codex, seberapa banyak yang keluarga Barbarigi
dan lain-lainnya yang telah kau jatuhkan tahu tentang ini"
Mungkin mereka juga tahu tentang keberadaan ruangan
yang kau sebutkan tadi. Kalau memang benar, itu tidak
bagus." "Tunggu!" kata Ezio, otaknya berlomba. "Bagaimana
kalau itulah mengapa mereka mengirim kapal ke Siprus"
435 Untuk mencari "Potongan Eden" ini! Dan membawanya
kembali ke Venesia!"
"Ketika Potongan Kedua dibawa ke Kota Terapung?"
tentu saja!" "Ini kembali kepadaku! "Sang Nabi akan muncul"
Hanya sang Nabi yang bisa membuka Ruangan itu!?"
Demi Tuhan, Leo, ketika pamanku memberitahuku tentang
Codex, aku masih terlalu muda, terlalu terburu-buru, sehingga
membayangkan itu hanyalah khayalannya orang tua. Tapi
sekarang aku melihatnya dengan jelas! Pembunuhan Giovanni
Mocenigo, pembunuhan keluargaku, usaha pembunuhan
Duke Lorenzo dan kematian mengerikan adiknya" semuanya
merupakan bagian dari rencananya" untuk menemukan
Ruangan tersebut" nama pertama di dalam Daftarku! Orang
yang belum aku coret namanya" Si Orang Spanyol!"
Leonardo menarik napas dalam-dalam. Dia tahu siapa
yang sedang dibicarakan oleh Ezio. "Rodrigo Borgia."
Suaranya berupa bisikan. "Tepat!" Ezio berhenti. "Kapal dayung Siprus itu
tiba besok. Aku berencana untuk ada di sana untuk
menemuinya." Leonardo memeluknya. "Semoga beruntung, temanku
sayang," katanya. 436 Fajar berikutnya, Ezio mengenakan senjata-senjata Codex
dan sekain pisau lempar, berdiri di dalam bayang-bayang
tiang penopang dermaga, mengamati dengan saksama ketika
sekelompok orang, berpakaian seragam sederhana untuk
menghindari menarik perhatian yang tidak semestinya tapi
dengan bijaksana menampilkan lambang Kardinal Rodrigo
Borgia, mengeluarkan sebuah peti kecil yang tampak biasa
saja dari sebuah kapal dayung hitam yang baru saja berlabuh
dari Siprus. Mereka menangani peti kecil itu dengan sarung
tangan kecil, dan salah satu di antara mereka, dengan
diawasi penjaga lain, menjunjungnya ke atas bahunya dan
bersiap-siap untuk berjalan. Tapi kemudian Ezio menyadari
bahwa beberapa penjaga lainnya juga menjunjung peti yang
serupa di atas bahu mereka, semuanya ada lima. Apakah
setiap peti berisi beberapa artefak berharga, potongan kedua,
atau apakah semua selain salah satu di antaranya adalah
tipuan" Dan para penjaga semuanya tampak sama, jelas
dari jarak mana Ezio terpaksa mengintai mereka.
Tepat ketika Ezio bersiap-siap untuk keluar dari
persembunyian dan mengikuti, dia menyadari ada seorang
pria lain sedang memperhatikan apa yang sedang terjadi dari
titik yang mirip dengan titiknya Ezio. Ezio menahan tarikan
napasnya yang tidak disengaja, ketika dia mengenali pria
kedua ini sebagai pamannya, Mario Auditore. Tapi tidak ada
waktu untuk menyambut atau menegurnya, karena serdadu
Borgia yang membawa peti itu sudah bergerak bersama
pendampingnya. Ezio mengejar mereka di dalam jarak yang
aman. Bagaimanapun juga, sebuah pertanyaan menggangu
437 Ezio" apakah pria lain itu benar-benar pamannya" Kalau
benar demikian, bagaimana pamannya bisa sampai ke
Venesia, dan kenapa, pada waktu yang tepat begini"
Tapi Ezio harus mengenyahkan pikiran itu saat membuntuti
para penjaga Borgia, berkonsentrasi keras supaya orang yang
membawa peti aslinya tetap di dalam garis pandangannya"
kalau itu memang benar yang berisi" apa pun itu. Salah
satu "Potongan Eden?"
Para penjaga tiba di sebuah lapangan yang mempunyai
lima jalan menuju ke situ. Setiap penjaga yang membawa
peti"dengan pengantarnya"pergi ke arah yang berbeda. Ezio
memanjat sisi gedung terdekat sehingga dia bisa mengikuti arah
setiap penjaga dari atap. Saat memperhatikan mereka dengan
tajam, Ezio melihat salah satu dari mereka meninggalkan
pengantarnya dan berbelok ke dalam halaman sebuah
bangunan bata yang tampak kukuh, meletakkan petinya di
atas tanah di sana, lalu membukanya. Dia segera didatangi
oleh seorang sersan Borgia. Ezio melompat atap untuk
mendengarkan apa yang dikatakan di antara mereka.
"Tuan sedang menunggu," sersan itu berkata. "Bungkus
kembali dengan hati-hati. Sekarang!"
Ezio memperhatikan penjaga itu memindahkan sebuah
benda yang dibungkus dengan hati-hati di dalam jerami
dari peti itu ke sebuah kotak kayu jati yang dibawakan
kepadanya dari bangunan itu oleh seorang pembantu. Ezio
berpikir dengan cepat. Tuan! Berdasarkan pengalamannya,
ketika para bidak Templar menyebutkan gelar itu hanya
mengacu kepada satu pria" Rodrigo Borgia! Jelas bahwa
438 mereka mengganti bungkus artefak asli itu dalam usaha
menggandakan keamanan mereka. Tapi sekarang Ezio tahu
dengan jelas penjaga mana yang harus dibidik.
Ezio meluncur ke jalan lagi, lalu memojokkan serdadu
yang membawa kotak kayu jati. Sersannya telah pergi
untuk bergabung dengan pengantar penjaga Kardinal itu,
menunggu di luar halaman. Ezio hanya punya satu menit
untuk menggorok tenggorokan serdadu tersebut, menarik
tubuhnya keluar dari pandangan, lalu mengenakan seragam
luarnya, rompi, dan helm.
Dia sedang hendak menjunjung kotak itu ketika godaan
untuk mengintip sebentar ke dalamnya menguasai dirinya,
lalu dia mengangkat tutup kotak itu. Tapi pada saat itu,
sersan tadi muncul kembali di depan gerbang halaman.
"Cepatlah!" "Ya, Pak!" kata Ezio.
"Berhati-hatilah. Mungkin ini hal terpenting yang kau
lakukan seumur hidup. Kau mengerti?"
"Ya, Pak!" Ezio mengambil tempatnya di tengah pengantar dan
petugas itu lalu berangkat.
Mereka menembus kota ke utara dari Molo ke Campo
dei Santi Giovanni e Paolo, di mana patung penunggang kuda
yang besar dan baru dibuat oleh Messer Verrocchio dari
condottiero Colleone mendominasi lapangan itu. Mengikuti
Fondamenta dei Mendicanti ke utara lagi, mereka tiba akhirnya
di sebuah rumah yang kelihatan tidak menarik di sebuah
teras yang menghadap ke kanal. Sersan itu mengetuk pintu
439 dengan ujung pedangnya, dan pintu itu langsung mengayun
terbuka. Kelompok penjaga itu mendorong Ezio supaya
masuk lebih dulu, lalu mengikuti, dan pintu itu ditutup di
belakang mereka. Baut-baut berat dipasang.
Mereka menghadap sebuah serambi berhiaskan sulur
tanaman, di dalamnya seorang pria berhidung bengkok
berusia pertengahan hingga akhir lima puluhan duduk,
berpakaian jubah beludru merah muda yang berdebu. Pria
itu memberi salam. Ezio juga melakukannya, berusaha
tidak bertatapan dengan mata abu-abu beku yang terlalu
dia kenal. Si Orang Spanyol!
Rodrigo Borgia berbicara kepada sersan itu. "Benda itu
benar-benar ada di sini" Kau tidak diikuti?"
"Tidak, Altezza. Semuanya berjalan dengan
sempurna?" "Lanjutkan!" Sersan itu berdeham. "Kami mengikuti perintahmu
dengan tepat seperti yang dirincikan. Misi ke Siprus lebih sulit
daripada yang kami bayangkan. Ada" kesulitan pada awalnya.
Kaitan-kaitan tertentu dengan Tujuan" harus ditelantarkan
demi keberhasilan kami. Tapi kami telah kembali dengan
artefak itu. Dan telah mengangkutnya kepadamu dengan
sangat hati-hati, sebagaimana Su Altezza perintahkan. Dan
sesuai perjanjian kami, Altezz, sekarang kami menunggu
untuk dengan berbaik hati dan diberi imbalan."
Ezio tahu dia tidak boleh membiarkan kotak kayu jati
itu dan isinya untuk jatuh ke tangan sang Kardinal. Pada
waktu itu, ketika topik pembayaran yang tidak menyenangkan
440 tapi wajib untuk layanan yang telah diberikan muncul, dan
seperti biasanya sang pemasok harus menyikut pelanggan
untuk uang yang berhubungan dengan tugas khusus yang
telah dilaksanakan, Ezio merenggut kesempatannya. Seperti
sangat banyak orang kaya, sang Kardinal bisa menjadi
kikir ketika tiba waktunya untuk menyerahkan uang. Ezio
menggunakan pedang beracun di lengan bawah kanannya dan
belati berpedang ganda di kirinya untuk menebas sersan itu,
sebuah tusukan ke dalam leher pria itu yang terbuka sudah
cukup untuk mengantarkan bisa yang mematikan ke aliran
darahnya. Ezio segera berbalik kepada lima penjaga pengantar
itu dengan belati gandanya di satu tangan, dan pedang
beracun di bawah pergelangan tangan kanannya, berputar
seperti seorang penari dervish, gerakan-gerakan praktis untuk
mengantarkan pukulan-pukulan yang mematikan. Beberapa
saat kemudian, semua penjaga berbaring di kakinya.
Rodrigo Borgia menunduk memandanginya, mendesah
dengan napas berat. "Ezio Auditore. Wah, wah. Sudah
lama ya." Sang Kardinal jelas tampak tidak terganggu
sama sekali. "Cardinale." Ezio membungkuk dengan ironis.
"Berikan kepadaku," kata Rodrigo sambil menunjuk
kotak itu. "Beri tahu aku dulu di mana dia."
"Di mana siapa?"
"Nabimu!" Ezio memandang sekeliling. "Kelihatannya


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak ada orang yang akan muncul." Dia berhenti. Dengan
lebih serius, Ezio melanjutkan. "Berapa banyak orang telah
441 mati untuk ini" Untuk benda di dalam kotak ini" Dan
lihatlah! Tidak ada orang di sini!"
Rodrigo terkekeh-kekeh. Suaranya seperti tulang
bergemeletuk. "Kau mengaku bukan seorang Beriman,"
katanya. "Tapi kau di sini. Kau tidak melihat sang Nabi"
Dia sudah ada di sini! Akulah sang Nabi!"
Mata abu-abu Ezio melebar. Pria itu pasti kerasukan!
Tapi kegilaan aneh apa ini yang kelewat batas dan tidak
masuk akal" Akhirnya, lamunan Ezio membuatnya sejenak
tidak waspada. Si Orang Spanyol mengeluarkan sebuah
schiavona, yaitu sebuah pedang ringan tapi kelihatan
mematikan, dengan pangkal berbentuk kepala kucing, dari
jubahnya, lalu melompat dari serambi, menghunuskan pedang
tipis itu ke tenggorokan Ezio. "Berikan Apel itu kepadaku,"
dia menggeram. "Itukah isi kotak ini" Sebuah apel" Pasti apel yang
sangat istimewa," kata Ezio, sementara di dalam benaknya,
suara pamannya bergema, sepotong Eden. "Sini ambil saja
dariku!" Rodrigo mengiris Ezio dengan pedangnya, menyayat
tuniknya dan menarik darah dari gerakan pertamanya.
"Kau sendirian, Ezio" Di mana teman-teman Assassin-mu
sekarang?" "Aku tidak butuh bantuan mereka untuk berurusan
denganmu!" Ezio menggunakan belati-belatinya untuk memotong
dan menyayat, dan pelindung lengan bawah kirinya untuk
menangkis serangan-serangan Rodrigo. Tapi, meskipun
442 Ezio tidak berhasil memotong dengan pedang beracun,
pedang gandanya menikam menembus jubah beludru sang
Kardinal dan Ezio melihat jubah itu ternoda oleh darah
pria tersebut. "Dasar setan kecil," Rodrigo melenguh kesakitan. "Aku
bisa melihat bahwa aku butuh bantuan untuk menghabisimu!
Penjaga! Penjaga!" Mendadak selusin pria bersenjata yang mengenakan
lambang Borgio di tunik mereka menyerbu masuk ke
dalam halaman di mana Ezio dan sang Kardinal sedang
saling berhadapan. Ezio tahu bahwa tinggal sedikit racun
berharga yang tersisa di pegangan belati tangan kanannya.
Dia melompat mundur, supaya bisa melindungi diri dengan
lebih baik melawan bala bantuan Rodrigo. Pada saat itu,
salah satu penjaga baru membungkuk untuk menyapu
kotak kayu jati dari tanah, dan menyerahkannya kepada
Tuannya. "Terima kasih, uomo coraggioso!"
Ezio sangat kalah jumlah, tapi dia bertarung dengan hawa
dingin strategis yang lahir dari nalurinya untuk mendapatkan
kembali kotak itu beserta isinya. Setelah menyarungkan
kembali pedang-pedang Codexnya, dia meraih kain pisau
lemparnya, lalu menembaki mereka dari tangannya dengan
ketepatan yang mematikan, pertama menjatuhkan si uomo
coraggioso, lalu dengan pisau kedua, menjatuhkan kotak
itu dari tangan kasarnya Rodrigo.
Si Orang Spanyol membungkuk untuk mengambilnya lagi,
lalu mundur, ketika"suf!"pisau lempar lainnya dilemparkan
443 menembus udara untuk bergemerencing menabrak sebuah
pilar batu beberapa inci dari wajah sang Kardinal. Tapi
pisau itu bukan dilemparkan oleh Ezio.
Ezio berputar untuk melihat sebuah sosok ceria dan
berjanggut yang familiar di belakangnya. Mungkin lebih
tua, lebih beruban, dan lebih gemuk, tapi jelas tidak lebih
kurang tangkas. "Paman Mario!" Ezio berseru. "Aku tahu
tadi aku melihat Paman!"
"Aku tidak bisa membiarkanmu bersenang-senang
sendirian," kata Marco. "Dan jangan khawatir, nipote. Kau
tidak sendirian!" Tapi seorang penjaga Borgia sedang mendekati Ezio
dengan tombak kapak diangkat. Sesaat sebelum dia bisa
mengantarkan pukulan menghancurkan yang akan mengirim
Ezio ke dalam malam tak berujung, sebuah anak panah
busur muncul seakan-akan dari sihir, terkubur di dalam
dahi penjaga tadi. Pria itu menjatuhkan senjatanya, lalu
rubuh dengan rasa tidak percaya terukir di wajahnya. Ezio
menoleh lagi dan melihat" La Volpe!
"Sedang apa kau di sini, Rubah?"
"Kami dengar mungkin kau butuh sedikit bantuan,"
kata sang Rubah, mengisi busurnya dengan cepat ketika lebih
banyak penjaga mulai mengalir keluar dari bangunan. Sama
baiknya, bantuan datang lagi dari Antonio dan Bartolomeo,
mereka muncul di sisi Ezio.
"Jangan biarkan Borgia kabur dengan kotak itu!"
Antonio berteriak. 444 Bartolomeo menggunakan Bianca pedang hebatnya seperti
sabit, menyabit serumput lapisan penjaga saat mereka berusaha
menundukkannya dengan kekuatan jumlah belaka. Secara
bertahap arus pertempuran berbalik kepada keunggulan
Assassins dan sekutu-sekutu mereka.
"Kami bisa mengatasi mereka sekarang, nipote," Mario
memanggil. "Kejar si Spanyol itu!"
Ezio berbalik untuk melihat Rodrigo menuju ambang pintu
di bagian belakang serambi dan segera memotong jalannya,
tapi sang Kardinal, dengan pedang di tangannya, sudah siap.
"Kau akan kalah dalam perang ini, Anakku," dia menggeram.
"Kau tidak bisa menghentikan apa yang telah tertulis! Kau
akan mati di tanganku seperti ayah dan saudara-saudaramu"
karena kematian adalah nasib yang menunggu semua orang
yang berusaha menentang Templars."
Tapi suara Rodrigo terdengar meragukan. Saat memandang
sekeliling, Ezio melihat bahwa penjaga terakhir sang Kardinal
telah ambruk. Dia menghalangi jalan mundur Rodrigo di
ambang pintu, mengangkat pedangnya sendiri, lalu bersiap
untuk menyerang sambil berkata, "Ini untuk ayahku!" Tapi
sang Kardinal mengelak dari serangan itu, membuat Ezio
kehilangan keseimbangan, tapi menjatuhkan kotak berharga
itu saat dia melesat menembus pintu yang terbuka untuk
menyelamatkan diri. "Jangan salah," katanya putus asa saat pergi. "Aku akan
hidup untuk bertarung lagi! Kemudian aku akan memastikan
kematianmu menyakitkan dan perlahan-lahan."
Dia pun lenyap. 445 Ezio terengah-engah, berusaha untuk mengatur napasnya
dan berjuang untuk berdiri ketika tangan seorang wanita
mengulur ke bawah untuk menolongnya. Sambil mendongak,
Ezio melihat bahwa pemilik tangan itu adalah" Paola!
"Dia sudah pergi," kata wanita itu sambil tersenyum.
"Tapi itu tidak masalah. Kita telah mendapatkan apa yang
kita cari di sini." "Tidak! Kau tidak dengar apa katanya tadi" Aku harus
mengejarnya dan menyelesaikan ini!"
"Tenangkan dirimu," kata wanita lain yang muncul.
Itu Teodora. Ezio melihat ke sekeliling sekelompok orang
yang berkumpul. Dia bisa melihat semua sekutunya, Mario,
sang Rubah, Antonio, Bartolomeo, Paola, dan Teodora. Juga
ada orang lain. Seorang pria muda pucat berambut hitam
dengan wajah penuh perhatian yang lucu.
"Apa yang sedang kalian semua lakukan di sini?" tanya
Ezio, merasakan ketegangan di antara mereka.
"Mungkin sama denganmu, Ezio," kata orang asing
muda itu. "Berharap untuk melihat sang Nabi muncul."
Ezio menjadi bingung dan jengkel. "Tidak! Aku datang
ke sini untuk membunuh si Orang Spanyol! Aku tidak
peduli tentang Nabimu" kalaupun dia memang ada. Dia
jelas tidak ada di sini."
"Benarkah?" Pria muda itu berhenti, memandang Ezio
dengan mantap. "Kaulah sang Nabi."
"Apa?" "Datangnya seorang nabi sudah diramalkan. Dan di
sini kau telah berada di antara kami untuk sekian lama
446 tanpa kami sangka kebenarannya. Selama ini, kaulah Dia
yang kami cari." "Aku tidak mengerti. Siapa kau, lagi pula?"
Pria muda itu membungkuk. "Namaku Niccolo di
Bernardo dei Machiavelli. Aku adalah anggota Ordo Assassin
dilatih dengan cara-cara kuno, untuk melindungi masa depan
umat manusia. Sama sepertimu, sama seperti semua pria
dan wanita di sini."
Ezio tertegun, melihat dari satu wajah ke wajah lainnya.
"Benarkah itu, Paman Mario?" dia berkata akhirnya.
"Ya, Anakku," kata Mario sambil melangkah maju.
"Kami semua telah membimbingmu, selama bertahun-tahun,
mengajari keahlian-keahlian yang kau butuhkan untuk
bergabung dengan golongan kami."
Kepala Ezio penuh dengan pertanyaan. Dia tidak tahu
harus mulai dari mana. "Aku harus menanyai Paman, kabar
tentang keluargaku," dia berkata kepada Mario. "Ibuku,
adikku?" Mario tersenyum. "Kau benar melakukan itu. Mereka
aman dan selamat. Dan mereka tidak lagi tinggal di biara,
tapi di rumah bersamaku di Monteriggioni. Maria akan
selalu tersentuh oleh kesedihan akibat kehilangan, tapi ia
banyak menghibur diri, dan sekarang dia mengabdikan diri
untuk pekerjaan amal bersama kepala biarawati. Sementara
Claudia, kepala biarawati bisa melihat, jauh sebelum adikmu
itu sendiri, bahwa kehidupan seorang biarawati tidak cocok
bagi perangainya, dan bahwa ada cara-cara lain dengan mana
447 sumpahnya. Ia menikahi kapten seniorku, dan Ezio, segera
ia akan menghadirkan seorang keponakan untukmu."
"Kabar yang sempurna, Paman. Aku tidak pernah
benar-benar suka pikiran tentang Claudia menghabiskan
sisa hidupnya di biara. Tapi aku punya sangat banyak
pertanyaan lain." "Akan segera ada waktu untuk pertanyaan," kata
Machiavelli. "Masih ada banyak hal yang harus dilakukan sebelum kita
bisa melihat orang-orang tercinta kita lagi, dan merayakannya,"
kata Mario. "Mungkin juga saat itu tidak akan datang. Kita
membuat Rodrigo menelantarkan kotaknya, tapi dia tidak
akan berhenti sampai kotak ini kembali ke tangannya, maka
kita harus menjaganya dengan nyawa kita."
Ezio melihat ke sekeliling lingkaran Assassins, dan
menyadari untuk pertama kalinya bahwa masing-masing
mempunyai cap di sekitar pangkal jari cincinnya. Tapi
jelas tidak ada waktu untuk pertanyaan lain sekarang.
Mario berkata kepada rekan-rekannya, "Aku rasa inilah
waktunya?" Dengan serius, mereka mengangguk setuju,
lalu Antonio mengeluarkan sebuah peta dan membuka
lipatannya, menunjukkan kepada Ezio sebuah titik yang
sudah ditandai. "Temui kami di sini senja hari," katanya dengan nada
perintah yang khidmat. "Ayo," kata Mario kepada yang lainnya.
Machiavelli mengambil tugas membawa kotak itu bersama
isinya yang berharga dan misterius, lalu para Assassin
448 berbaris keluar dengan hening ke jalanan dan berangkat,
meninggalkan Ezio sendirian.
Venesia kosong menyeramkan pada malam itu, dan lapangan
besar di depan gereja bergaya Romawi hening dan hanya
dihuni oleh merpati yang memang menjadi warga tetap
tempat itu. Menara lonceng menjulang dengan ketinggian yang
memabukkan di atas kepala Ezio saat dia mulai mendakinya,
tapi dia tidak ragu-ragu. Pertemuan yang harus dihadiri ini
pasti menyediakan jawaban baginya atas beberapa pertanyaan,
dan meskipun Ezio tahu di dalam hatinya bahwa dia akan
menemukan beberapa jawaban itu mengerikan, dia juga tahu
bahwa dia tidak bisa berpaling dari mereka.
Saat dia mendekati puncak, Ezio bisa mendengar
suara-suara bisu. Akhirnya dia mencapai bangunan batu
itu pada ujung puncak menara itu, lalu mengayunkan diri
ke dalam loteng lonceng. Sebuah ruangan lingkaran telah
dikosongkan, dan ketujuh Assassin, semuanya mengenakan
mantel bertudung, berbaris di sekeliling lingkaran, sementara
api di dalam sebuah kompor arang kecil membakar di
tengah-tengahnya. Paola mengambil lengan Ezio dan membimbingnya ke
tengah-tengah, saat Mario mulai menggumamkan mantera.
"Laa shay"a waqi"un moutlaq bale koulon moumkine"
Inilah kata, diucapkan oleh para pendahulu kita, yang berada
di jantung Ajaran kita?"
449 Machiavelli melangkah maju dan menatap Ezio dengan
tajam. "Di mana orang-orang lain mengikuti kebenaran
dengan buta, ingatlah?"
Lalu Ezio meneruskan sisa kalimat itu seakan-akan
dia telah mengetahuinya sepanjang hidupnya. ?"Tidak ada
yang benar." "Di mana orang-orang lainnya dibatasi oleh moral atau
hukum," Machiavelli melanjutkan, "ingatlah?"
?" Semuanya diizinkan."
Machiavelli berkata, "Kami bekerja di dalam kegelapan,
untuk melayani cahaya. Kamilah Assassin."
Lalu orang-orang lainnya bergabung, bersenandung datar
bersama-sama, "Tidak ada yang benar, semuanya diizinkan.
Tidak ada yang benar, semuanya diizinkan. Tidak ada yang
benar, semuanya diizinkan?"
Ketika mereka telah usai, Mario mengambil tangan kiri
Pelangi Dilangit Singosari 32 Dewa Arak 29 Ilmu Halimun Pendekar Lembah Naga 15

Cari Blog Ini