Assasins Credd Karya Oliver Bowden Bagian 7
Ezio. "Inilah waktunya," dia memberi tahu keponakannya.
"Di masa modern ini, kita tidaklah seharfiah pendahulu kita.
Kita tidak meminta pengorbanan sebuah jari. Tapi cap yang
kami tandai diri kami sendiri bersifat permanen." Dia menarik
napas. "Kau siap untuk bergabung dengan kami?"
Seakan-akan berada di dalam mimpi, tapi entah bagaimana
tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang akan datang,
Ezio mengulurkan tangannya tanpa ragu-ragu. "Aku siap,"
katanya. Antonio bergerak ke kompor arang, dan dari situ
menari sebuah besi cap merah panas yang berakhir dengan
dua setengah lingkaran kecil yang bisa disatukan dengan
450 pengungkit di pegangannya. Kemudian dia mengambil
tangan Ezio, dan memisahkan jari cincinnya. "Ini hanya
sakit sebentar, Saudaraku," dia berkata. "Seperti banyak
hal lainnya." Mario memasukkan besi cap itu ke jari, dan meremas
metal merah panas setengah lingkaran itu bersama-sama
di sekeliling pangkalnya. Benda itu menghanguskan daging
dan ada bau terbakar, tapi Ezio tidak menarik diri. Antonio
segera memindahkan besi cap itu, dan meletakkannya
dengan aman di samping. Kemudian para Assassin membuka
tudung merek, dan berkumpul di sekeliling Ezio. Paman
Mario menepuk punggung Ezio dengan bangga. Teodora
mengeluarkan sebuah botol gelas kecil berisi cairan tebal
jernih yang dengan lembut dia gosokkan kepada cincin yang
terbakar selamanya di jari Ezio. "Ini akan mengurangi rasa
sakitnya," kata Teodora. "Kami bangga kepadamu."
Kemudian Machiavelli berdiri di depan Ezio, dan
memberinya anggukan penuh makna. "Benvenuto, Ezio.
Kau salah satu dari kami sekarang. Ini hanyalah sisa untuk
menyelesaikan upacara inisiasimu, kemudian" kemudian,
temanku, ada pekerjaan serius yang harus kita lakukan!"
Dengan itu, Ezio sekilas melirik pinggiran menara
lonceng. Jauh di bawah sana, sejumlah ikat jerami telah
ditimbun tidak jauh di lokasi-lokasi di sekeliling menara
lonceng itu" makanan kuda yang ditujukan bagi Istana
Doge. Tampaknya mustahil bagi Ezio bahwa dari ketinggian
ini siapa pun bisa mengarahkan kejatuhan mereka dengan
cukup tepat untuk mendarat di salah satu sasaran kecil
451 itu, tapi itulah yang dilakukan oleh Machiavelli sekarang,
mantelnya melayang di udara saat dia melompat. Rekannya
menyusul, lalu Ezio menyaksikan dengan campuran ngeri
dan kagum saat setiap orang mendarat dengan sempurna
lalu berkumpul, mendongak menatap Ezio dengan apa yang
Ezio harap sebagai raut wajah membangkitkan semangat.
Meskipun terbiasa melompat dari atap, dia tidak
pernah menghadapi lompatan keyakinan dari ketinggian
seperti ini. Ikatan jerami itu tampak seukuran irisan bubur
polenta. Ezio tahu bahwa tidak ada cara lain baginya untuk
mencapai tanah lagi selain ini, dan bahwa semakin lama
dia ragu-ragu, semakin sulit jadinya. Dia menarik dua atau
tiga napas dalam, lalu melemparkan dirinya keluar dan ke
bawah ke dalam malam, lengan terangkat dalam terjun
layang yang sempurna. Kejatuhan itu terasa berjam-jam dan angin bersiul
melewati telinganya, mengacaukan dan menerbangkan pakaian
dan rambutnya. Kemudian ikatan jerami itu bergegas untuk
menemuinya. Pada saat terakhir, Ezio menutup matanya"
"Dan mendarat ke dalam jerami! Semua napas tersentak
keluar dari tubuhnya, tapi ketika dengan berguncang dia
berdiri, dia menemukan bahwa tidak ada yang patah, dan
bahwa dirinya merasa senang.
Mario menghampirinya, Teodora di sisinya. "Aku rasa
dia akan baik-baik saja, ya kan?" Mario bertanya kepada
Teodora. 452 Di tengah malam itu, Mario, Machiavelli, dan Ezio duduk
di sekeliling meja penopang besar di bengkel Leonardo.
Artefak khusus yang telah sangat diinginkan oleh Rodrigo
itu kini tergeletak di depan mereka, dan mereka semua
memandanginya dengan penasaran dan terpesona.
"Ini mengagumkan," Leonardo berkata. "Sangat
mengagumkan." "Apa itu, Leonardo?" tanya Ezio. "Apa katanya?"
Leonardo berkata, "Yah, sejauh ini, aku kesulitan. Ini
berisi rahasia-rahasia gelap, dan desainnya tidak seperti apa
pun, aku tebak, yang pernah ada di bumi ini sebelumnya"
Aku jelas belum pernah melihat desain serumit ini" Dan
aku tidak bisa menjelaskan ini lebih daripada menjelaskan
kepada kalian kenapa bumi mengelilingi matahari."
"Tentunya maksudmu, "matahari mengelilingi bumi?"" kata
Mario, memandang Leonardo dengan ganjil. Tapi Leonardo
melanjutkan untuk memeriksa mesin itu, membaliknya
dengan hati-hati di tangannya, dan saat dia melakukannya,
mesin itu mulai bersinar sebagai tanggapan, dengan cahaya
seperti hantu yang dihasilkannya sendiri.
"Ini terbuat dari bahan-bahan yang seharusnya, dengan
semua logika, tidak ada," Leonardo melanjutkan dengan
heran. "Tapi ini jelas merupakan alat yang sangat kuno."
"Ini jelas mengacu kepada halaman-halaman Codex
yang kita punya," Mario menyela. "Aku mengenalinya
dari uraiannya di sana. Codex itu menyebutnya "sepotong
Eden"." 453 "Dan Rodrigo menyebutnya "Apel"," Ezio
menambahkan. Leonardo menatap Ezio dengan tajam. "Seperti apel
dari Pohon Pengetahuan" Apel yang diberikan oleh Eva
kepada Adam?" Mereka berbalik untuk menatap benda itu lagi. Benda
itu mulai bersinar dengan lebih terang, dan memiliki efek
hipnotis. Ezio mulai merasa semakin terdesak, atas alasan yang
tidak bisa dia mengerti, untuk meraihnya dan menyentuhnya.
Dia merasa tidak ada panas keluar dari benda itu, tapi
bersama kekaguman itu datanglah rasa bahaya yang melekat,
seakan-akan kalau menyentuhnya mungkin mengirimkan
kilat-kilat petir menembusnya. Ezio tidak menyadari hal-hal
lainnya, seakan-akan dunia di sekelilingnya menjadi gelap
dan dingin, dan tidak ada yang hadir lagi di luar dirinya
dan" benda ini. Ezio menyaksikan tangannya maju ke depan, seakan-akan
tangannya bukan lagi bagian dari dirinya, seakan-akan Ezio
tidak bisa mengendalikannya lagi, dan akhirnya meletakkan
tangannya dengan tegas di atas sisi mulus artefak itu.
Tanggapan pertama pada diri Ezio adalah syok. Apel itu
kelihatan bersifat metal, tapi sentuhannya hangat dan lembut,
seperti kulit seorang wanita, seakan-akan benda itu hidup!
Tapi tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu, karena
tangannya sekarang terlempar bebas, dan detik berikutnya
sinar dari dalam alat itu, yang telah dengan mantap menjadi
semakin terang, mendadak meledak menjadi kaleidoskop
cahaya dan warna yang membutakan, di dalamnya berputarlah
454 kekacauan yang Ezio bisa lihat bentuknya. Sejenak Ezio
mengalihkan pandangannya dari benda itu untuk menatap
rekan-rekannya. Mario dan Machiavelli telah berpaling, mata
mereka terpejam, tangan mereka menutupi kepala mereka,
takut merasa kesakitan. Leonardo berdiri terpaku, mata
melebar, mulut terbuka terkesima. Melihat ke belakang, Ezio
melihat bentuk-bentuk itu mulai bergabung. Sebuah kebun
besar muncul, diisi dengan makhluk-makhluk mengerikan;
ada sebuah kota gelap yang terbakar, awan-awan besar
berbentuk jamur dan lebih besar daripada katedral atau
istana; orang-orang kelaparan berseragam garis-garis didorong
ke dalam bangunan bata dengan pria-pria yang memakai
cambuk dan bersama anjing-anjing; cerobong-cerobong asap
besar menyemburkan asap; bintang-bintang dan planet-planet
berputar-putar; pria-pria memakai baju pelindung yang aneh
menuju kegelapan ruang angkasa"dan di sana, juga, ada
Ezio, Leonardo, Mario, Machiavelli, dan lebih banyak dan
lebih banyak lagi di antara mereka, tipuan-tipuan Waktu
sendiri, berguling tak berdaya lagi dan lagi di udara, menjadi
mainan angin yang kuat, yang sekarang sepertinya meraung
di sekitar ruangan tempat mereka berada.
"Hentikan benda itu!" seseorang berteriak.
Ezio mengertakkan giginya, dan tahu kenapa ia memegang
pergelangan tangan kanannya di tangan kiri, memaksa
tangan kanannya kembali menyentuh benda itu.
Benda itu langsung berhenti. Ruangan itu mengembalikan
ciri-ciri dan kesesuaiannya kembali. Para pria itu saling
berpandangan. Tidak ada sehelai rambut pun yang terlepas.
455 Kacamata Leonardo masih di hidungnya. Apel itu berada
di atas meja tanpa reaksi, benda kecil biasa yang sedikit
orang akan lirik dua kali.
Leonardo yang pertama kali berbicara. "Ini tidak boleh
jatuh ke tangan yang salah," katanya. "Ini akan membuat
orang-orang berpikiran lebih lemah menjadi gila?"
"Aku setuju," kata Machiavelli. "Aku hampir tidak
tahan, kekuatannya sulit dipercaya." Dengan hati-hati,
setelah mengenakan sarung tangan, dia mengambil Apel itu
dan mengemasinya kembali ke dalam kotaknya, menyegel
tutupnya dengan aman. "Menurutmu si Orang Spanyol tahu cara kerja benda
ini" Menurutmu dia bisa mengendalikannya?"
"Dia tidak boleh mendapatkannya," kata Machiavelli
dengan suara sekeras granit. Dia menyerahkan kotak itu
kepada Ezio. "Kau harus bertanggung jawab atas benda
ini, dan melindunginya dengan semua keahlian yang telah
kami ajarkan." Ezio mengambil kotak itu dengan hati-hati, lalu
mengangguk. "Bawa itu ke Forl"," kata Mario. "Benteng di sana sudah
dibangun dindingnya, dilindungi dengan meriam, dan kota
itu ada di tangan salah satu sekutu terhebat kita."
"Siapa itu?" tanya Ezio.
"Namanya Caterina Sforza."
Ezio tersenyum. "Aku ingat sekarang" seorang kenalan
lama, dan aku akan senang bertemu dengannya lagi."
"Kalau begitu, bersiap-siaplah untuk pergi."
456 "Aku akan menemanimu," kata Machiavelli.
"Aku senang kau menemaniku," Ezio tersenyum. Dia
berbalik kepada Leonardo. "Bagaimana denganmu, amico
mio?" "Aku" Ketika pekerjaanku di sini selesai, aku akan
kembali ke Milan. Duke di sana baik kepadaku."
"Kau harus datang ke Monteriggioni juga, ketika kau
ke Florence lagi dan punya waktu luang," kata Mario.
Ezio menatap sahabatnya. "Selamat tinggal, Leonardo.
Aku harap jalan kita bersilangan lagi suatu hari nanti."
"Aku yakin begitu," kata Leonardo. "Dan kalau kau
membutuhkanku, Agniolo di Florence akan selalu tahu aku
ada di mana." Ezio memeluk Leonardo. "Sampai jumpa lagi."
"Hadiah perpisahan," kata Leonardo sambil menyerahkan
sebuah tas kepada Ezio. "Peluru dan bubuk mesiu untuk
pistola kecilmu, dan sebotol besar racun untuk belatimu
yang berguna itu. Aku harap kau tidak akan membutuhkan
mereka, tapi penting bagiku untuk tahu bahwa kau terlindungi
sebisa mungkin." Ezio menatap Leonardo dengan penuh perasaan. "Terima
kasih" terima kasih atas segalanya, kau adalah temanku
yang paling lama." 457 Setelah perjalanan naik kapal dayung yang panjang dan
tenang dari Venesia, Ezio dan Machiavelli tiba di pelabuhan
tanah basah di dekat Ravenna, di mana mereka ditemui
oleh Caterina sendiri dan beberapa pendampingnya.
"Mereka mengirimiku pesan lewat kurir bahwa kalian
sudah di perjalanan, jadi aku pikir aku akan datang dan
menemani kalian kembali ke Forl" sendiri," katanya. "Aku
rasa kau bijaksana jika melakukan perjalanan dengan salah
satu kapal dayung Doge Agostino, karena jalanan sering
tidak aman dan kami punya masalah dengan penyamun."
Caterina menambahkan dengan pandangan menghargai
kepada Ezio, "Bukan berarti, aku merasa mereka akan
memberimu banyak masalah."
458 "Aku merasa tersanjung kau masih ingat aku,
Signora." "Yah, itu sudah lama, tapi kau jelas membuatku
terkesan." Ia berbalik kepada Machiavelli. "Senang bertemu
denganmu lagi, Niccol"."
"Kalian berdua saling kenal?" tanya Ezio.
"Niccol" telah memberiku nasihat" dalam beberapa hal."
Caterina mengubah topik. "Dan sekarang aku dengan kau
telah menjadi Assassin yang bersumpah penuh. Selamat."
Mereka tiba di kereta Caterina, tapi wanita itu memberi
tahu para pembantunya bahwa ia ingin menunggang kuda.
Hari itu menyenangkan, dan jaraknya tidak jauh. Kuda"kudanya diberi pelana dengan baik, dan setelah mereka
naik kuda, Caterina mengundang Ezio untuk menunggang
di sebelahnya. "Kau akan menyukai Forl". Dan kau akan aman di sana.
Meriam kami telah melindungi kota dengan baik selama
lebih dari satu abad, dan bentengnya tak tergoyahkan."
"Maafkan aku, Signora, tapi ada satu hal yang
memikatku?" "Silakan katakan."
"Aku tidak pernah mendengar ada wanita menguasai
sebuah negara kota sebelumnya. Aku terkesan."
Caterina tersenyum. "Yah, dulu ini ada di tangan
suamiku, tentu saja. Kau ingat dia" Sedikit" Girolamo." Ia
berhenti. "Yah, dia tewas?"
"Aku turut menyesal."
459
Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak perlu," kata Caterina singkat. "Aku menyuruh
seseorang membunuhnya."
Ezio mencoba menyembunyikan keheranannya.
"Begini," Machiavelli menyela. "Kami mengetahui bahwa
Girolamo Riario bekerja untuk Templars. Dia sedang dalam
proses menyelesaikan sebuah peta yang menunjukkan lokasi
sisa halaman-halaman Codex yang belum diperoleh?"
"Lagi pula aku tidak pernah suka anak pelacur sialan
itu," kata Caterina dengan datar. "Dia ayah yang payah,
membosankan di tempat tidur, dan secara keseluruhan
memang menjengkelkan." Wanita itu merenung. "Maaf, aku
punya dua suami lain sejak" aku memang agak menilai
terlalu tinggi." Mereka disela oleh seekor kuda tanpa penunggang yang
datang menuju mereka, dengan berlari kencang. Caterina
mengirim salah satu penunggang kudanya untuk mengejar
kuda itu, sementara sisa rombongan melanjutkan perjalanan
dan sekarang para pembantu Sforza menghunuskan pedang
mereka. Segera mereka menemukan sebuah gerobak yang
terbalik, roda-rodanya masih berputar di udara, dikelilingi
oleh tubuh-tubuh tak bernyawa.
Kening Caterina berkerut, lalu ia memacu kudanya maju,
diikuti dengan dekat oleh Ezio dan Machiavelli.
Sedikit lebih jauh lagi di jalan, mereka menemukan
sekelompok orang kampung, beberapa di antaranya terluka,
berjalan menuju mereka. "Apa yang terjadi?" Caterina menegur seorang wanita
di bagian depan kelompok itu.
460 "Altezza," kata wanita itu dengan air mata menetes
di wajahnya. "Mereka datang hampir sesegera kau pergi.
Mereka sedang bersiap-siap untuk mengepung kota!"
"Siapa?" "Orsi bersaudara, Madonna!"
"Sangue di Giuda!"
"Siapa Orsi?" tanya Ezio.
"Bajingan yang sama, yang aku suruh untuk membunuh
Girolamo," Caterina meludah.
"Orsi bekerja untuk siapa pun yang membayar mereka,"
Machiavelli mengamati. "Mereka tidak terlalu cerdas, tapi
sayangnya mereka punya nama baik karena selalu menye"lesaikan pekerjaan mereka." Dia berhenti sambil merenung.
"Si Orang Spanyol berada di belakang ini."
"Bagaimana dia bisa tahu ke mana kita membawa
Apel?" "Mereka tidak mencari Apel, Ezio. Mereka sedang mencari
Petanya Riario. Peta itu masih di Forl". Rodrigo perlu tahu di
mana halaman-halaman Codex lainnya disembunyikan, dan
kita tidak bisa membiarkannya mendapatkan Peta itu!"
"Tidak peduli Petanya," Caterina menjerit. "Anak-anakku
ada di kota. Ah, porco demonio!"
Mereka menendang kuda-kuda mereka supaya berlari
kencang, sampai mereka bisa melihat kota. Asap membubung
dari dalam dinding, dan mereka bisa melihat gerbang"gerbang kota tertutup. Orang-orang berdiri di sepanjang
garis pertahanan luar di bawah tanda keluarga Orsi yang
461 berupa beruang dan hutan. Tapi di dalam kota, benteng di
atas bukit itu masih mengibarkan bendera Sforza.
"Kelihatannya mereka telah mengambil kendali setidaknya
sebagian Forl", tapi tidak bentengnya," kata Machiavelli.
"Bajingan pengkhianat!" Caterina meludah.
"Apakah ada cara aku bisa masuk ke dalam kota tanpa
mereka melihatku?" tanya Ezio sambil mengumpulkan senjata"senjata Codex dan mengikatnya supaya siap, menyimpan
pistol dan pedang lompat di dalam tas kecilnya.
"Ada kemungkinan, caro," kata Caterina. "Tapi pasti
sulit. Ada terowongan tua yang menuju ke bawah dinding
bagian barat dari kanal."
"Kalau begitu, aku akan mencobanya," kata Ezio.
"Bersiap-siaplah. Kalau aku bisa membuka gerbang dari
dalam, bersiap-siaplah untuk menunggang seperti kesetanan.
Kalau kita bisa mencapai benteng dan orang-orang di sana
melihat lambangmu dan membiarkanmu masuk, kita akan
cukup aman untuk merencanakan gerakan berikutnya."
Ezio turun dari kuda dan berlari memutari dinding
barat, tetap merunduk dan berlindung di balik bukit-bukit
kecil dan semak-semak. Sementara itu, Caterina tegak di
atas sanggurdinya dan berteriak kepada musuh di dalam
dinding kota, "Hei, kalian! Aku berbicara kepada kalian,
dasar anjing penakut. Kalian menduduki kotaku" Rumahku"
Dan kalian kira aku tidak akan melakukan apa-apa" Wah,
aku datang ke sini untuk merobek-robek coglioni kalian..
kalau kalian memang punya!"
462 Kelompok-kelompok prajurit telah muncul di garis
pertahanan sekarang, melihat ke arah Caterina, setengah
senang, setengah tersinggung saat Caterina melanjutkan,
"Pria macam apa kalian ini" Melakukan pekerjaan kotor
yang disuruh oleh majikan demi segenggam receh! Aku
penasaran apakah kalian pikir harganya pantas setelah aku
datang ke sana, memotong kepala kalian, mematahkan leher
kalian, dan mendorong wajah kalian ke figaku! Aku akan
menusukkan biji-biji kalian ke garpu, lalu memanggangnya
di dapurku! Bagaimana itu kedengarannya?"
Sekarang tidak ada orang yang berjaga-jaga di sepanjang
garis pertahanan luar bagian barat. Ezio menemukan kanal
tidak dijaga, dan berenang melalui kanal itu, dia menemukan
jalan masuk terowongan yang dimaksud. Pelan-pelan keluar
dari air, dia terjun ke dalam terowongan yang gelap dan
dalam. Bagian dalamnya dirawat dengan baik dan kering,
Ezio hanya perlu mengikutinya sampai dia melihat cahaya
di ujungnya. Dia mendekatinya dengan hati-hati, lalu suara
Caterina terngiang di kepalanya. Terowongan itu berakhir
di rangkaian pendek anak tangga batu yang menuju sebuah
ruangan belakang di atas lantai dasar salah satu menara
barat Forl". Lantai itu kosong, Caterina telah mengumpulkan
cukup banyak orang. Melalui sebuah jendela, Ezio bisa
melihat sebagian besar punggung tentara Orsi, saat mereka
menyaksikan, dan bahkan sesekali bertepuk tangan, atas
penampilan Caterina. 463 ?"kalau aku laki-laki, aku akan melenyapkan seringai
itu dari wajah kalian! Tapi jangan kira aku tidak akan
melakukannya dengan sekeras mungkin. Jangan terkecoh
oleh fakta bahwa aku punya puting?" Sebuah pikiran
menghantam benak Caterina. "Aku berani bertaruh bahwa
kalian pasti ingin melihatnya, ya kan" Aku berani bertaruh
bahwa kalian ingin menyentuhnya, menjilatnya, mengelusnya!
Yah, kenapa kalian tidak datang saja ke sini dan mencobanya"
Aku akan menendang biji-biji kalian sangat keras, sehingga
mereka akan terbang menembus lubang hidung kalian! Luridi
branco di cani bastardi! Sebaiknya kalian berkemas dan
pulang selagi masih bisa" kalau kalian tidak mau ditusuk
dan ditancapkan di sepanjang dinding bentengku! Ah! Tapi
mungkin aku salah! Mungkin kalian sebenarnya menikmati
ditembus oleh tongkat kayu oak ke pantat kalian! Kalian
membuatku jijik" bahkan aku mulai bertanya-tanya apakah
kalian memang pantas membuatku repot. Aku belum pernah
melihat kotoran semenyedihkan kalian. Che vista penosa!
Aku tidak bisa melihat perbedaan kalian sebagai laki-laki
bahkan kalaupun kalian dikebiri."
Sekarang Ezio ada di jalanan. Dia bisa melihat gerbang
yang terdekat dengan di mana Caterina dan Machiavelli
berada. Di puncak lengkungannya, seorang pemanah berdiri di
dekat sebuah pengungkit berat yang mengoperasikan gerbang.
Bergerak sediam dan secepat yang dia bisa, Ezio memanjat
ke puncak lengkungan, lalu menikam prajurit itu sekali di
leher, langsung membunuhnya. Dia lalu melemparkan seluruh
464 berat badannya ke pengungkit itu, lalu gerbang-gerbang di
bawahnya membuka dengan erangan keras.
Machiavelli sudah memperhatikannya dengan saksama
selama ini, dan begitu dia melihat gerbang itu terbuka,
dia miring kepada Caterina, dan berkata dengan lembut.
Wanita itu langsung memacu kudanya dengan gelisah, diikuti
dari dekat oleh Machiavelli dan sisa pengantarnya. Begitu
mereka melihat apa yang sedang terjadi, para tentara Orsi
di garis pertahanan berteriak marah, lalu mulai berkumpul
untuk menghalau mereka, tapi fraksi Sforza terlalu cepat
bagi mereka. Ezio mengambil busur dan anak panah dari
penjaga yang sudah mati itu, lalu menggunakannya untuk
menjatuhkan tiga pria Orsi, sebelum dengan cepat dia
memanjat dinding terdekat dan mulai berlari di atas atap.
Ezio menjaga kecepatan langkahnya supaya Caterina dan
kelompoknya tidak tertinggal saat mereka menunggang
menembus jalanan sempit menuju benteng.
Semakin dalam mereka masuk ke dalam kota, semakin
besar kekacauan yang ada di mana-mana. Jelas bahwa
pertarungan untuk mengambil kendali Forl" jauh dari usai.
Pada saat sekelompok prajurit di bawah bendera ular biru
dan gagak hitam Sforza bertarung melawan serdadu bayaran
Orsi, warga biasa bergegas berlindung di dalam rumah
mereka atau sekadar berlarian tanpa arah ke sana-sini di
tengah-tengah kekacauan. Kedai-kedai pasar rubuh, ayam"ayam berlarian sambil berkotek di bawah kaki orang-orang,
seorang anak kecil duduk di tengah lumpur dan menangis
kencang memanggil ibunya yang berlari dan cepat-cepat
465 membawanya ke tempat yang aman. Di mana-mana suara
pertarungan meraung. Ezio melompat dari atap ke atap,
bisa melihat sesuatu di bentangan tanah dari titiknya,
dan menggunakan anak panahnya dengan ketepatan yang
mematikan untuk melindung Caterina dan Machiavelli kapan
pun penjaga Orsi terlalu dekat dengan mereka.
Akhirnya, mereka tiba di sebuah piazza luas di depan
benteng. Alun-alun itu kosong, dan jalan-jalan yang mengarah
ke situ tampak kosong. Ezio turun dan bergabung dengan
orang-orangnya. Tidak ada siapa pun di menara benteng,
dan gerbangnya yang besar tertutup rapat. Kelihatannya
memang tak tergoyahkan seperti yang telah dikatakan oleh
Caterina. Wanita itu mendongak, dan berteriak, "Buka gerbang"nya, dasar sepaket orang tolol! Ini aku! La Duchessa!
Cepatlah!" Sekarang beberapa orangnya Caterina di dalam benteng
muncul di atas mereka, di antara mereka ada seorang
kapten yang berkata, "Subito, Altezza!" lalu memberikan
perintah kepada tiga orang yang langsung menghilang
untuk membuka gerbang. Tapi langsung terdengar lolong
kehausan darah, lusinan tentara Orsi tumpah dari jalanan di
sekeliling situ ke lapangan, merintangi setiap jalan mundur
dan mengepung kelompok Caterina di antara mereka dan
dinding benteng yang tebal.
"Serangan mendadak, sialan!" Machiavelli berteriak,
dengan Ezio mengumpulkan sedikit orang mereka untuk
memisahkan Caterina dari musuh-musuhnya.
466 "Aprite la porta! Aprite!" Caterina berteriak. Akhirnya
gerbang besar itu mengayun terbuka. Para penjaga Sforza
bergegas keluar untuk membantu mereka, dan menebas Orsi
dalam pertarungan yang sengit, dengan cepat mundur melalui
gerbang, yang dengan cepat dibanting di belakang mereka.
Ezio dan Machiavelli segera turun dari kuda, lalu bersandar
bersisian ke dinding dengan terengah-engah. Caterina juga
turun dari kuda, tapi tidak beristirahat sama sekali. Ia malah
berlari melintasi halaman dalam ke ambang pintu di mana
dua anak laki-laki kecil dan seorang pengasuh menggendong
bayi sedang menunggu dengan ketakutan.
Anak-anak itu berlari kepada Caterina, lalu wanita itu
memeluk mereka, menyambut mereka nama demi nama,
"Cesare, Giovanni" no preoccuparvi." Caterina mengelus
kepala bayi, dan mendengkur. "Salute, Galeazzo." Kemudian
ia melihat berkeliling, lalu kepada pengasuh.
"Nezetta! Di mana Bianca dan Ottaviano?"
"Maafkan aku, Nyonya. Mereka sedang bermain di luar
ketika serangan dimulai dan kami belum bisa menemukan
mereka." Caterina tampak ketakutan. Ia hendak menjawab ketika
mendadak raungan besar datang dari pasukan Orsi di luar
benteng. Kapten Sforza datang bergegas kepada Ezio dan
Machiavelli. "Mereka membawa bala bantuan dari gunung,"
dia melaporkan. "Aku tidak tahu berapa lama kita bisa
bertahan." Dia berbalik kepada seorang letnan. "Ke menara
benteng! Bersiap di meriam!"
467 Sang letnan bergegas untuk mengatur para kru penembak,
dan mereka berlari cepat ke posisi mereka ketika badai anak
panah ditembakkan oleh para pemanah Orsi mulai mendarat
di atas halaman dalam dan kubu pertahanan di atas. Caterina
mendorong anak-anaknya yang lebih muda ke tempat yang
aman, dan berteriak kepada Ezio pada waktu bersamaan,
"Awasi meriamnya! Merekalah satu-satunya harapan kita!
Jangan biarkan bajingan-bajingan itu menerobos benteng!"
"Ayo!" Machiavelli berteriak. Ezio mengikuti dia ke
atas di mana meriam-meriam berjejeran.
Beberapa kru penembak sudah mati, bersama kapten dan
letnan. Orang-orang lainnya terluka. Sisa orang yang selamat
sedang berjuang menyeimbangkan dan mengarahkan meriam
yang berat supaya mengenai orang-orang Orsi di lapangan di
bawah mereka. Sejumlah besar bala bantuan telah datang,
dan Ezio bisa melihat bahwa meriam pengepung dan ketapel
menembus jalanan. Sementara itu, tepat di bawah, serombongan
pasukan Orsi membawa sebuah balok penerobos benteng.
Kalau Ezio dan Machiavelli tidak memikirkan sesuatu dengan
cepat, tidak akan ada kesempatan untuk menyelamatkan
benteng, tapi untuk menahan serangan besar baru ini,
Ezio harus membidikkan meriam kepada sasaran-sasaran
di dalam dinding Forl" sendiri. Dengan demikian, dia akan
mengambil risiko melukai atau bahkan membunuh beberapa
penduduk kota yang tidak berdosa. Ezio pun meninggalkan
Machiavelli untuk mengatur para penembak, dan berlari ke
halaman dan menemui Caterina.
468
Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mereka menyerbu kota. Untuk menghalau mereka,
aku harus menembakkan meriam kepada sasaran-sasaran
di dalam dinding kota."
Caterina menatap Ezio dengan ketenangan yang membaja.
"Berarti, lakukanlah apa yang harus kau lakukan."
Ezio mendongak menatap kubu-kubu pertahanan di
mana Machiavelli berdiri, menunggu sinyal. Ezio mengangkat
tangannya, lalu menurunkannya dengan tegas.
Meriam meraung, bahkan saat itu Ezio terbang kembali
ke menara pertahanan di mana mereka berada. Sambil
mengarahkan para penembak untuk menembak sesuai
petunjuk, Ezio menyaksikan ketika mesin meriam pengepung
pertama dan yang lainnya diledakkan hingga berkeping-keping,
begitu pula ketapelnya. Hanya ada sedikit ruang gerak
bagi pasukan Orsi di jalanan sempit dan setelah meriam
telah menyebabkan kerusakan berat, para pemanah dan
pebusur Sforza mulai menembak mati para penyelundup
yang selamat di dalam dinding kota. Akhirnya, sisa pasukan
Orsi telah didorong keluar dari Forl" semuanya, lalu pasukan
Sforza yang tetap bertahan hidup di luar benteng sendiri
berhasil mengamankan dinding perlindungan luar. Tapi
kemenangan itu harus dibayar mahal. Beberapa rumah di
dalam kota kini menjadi puing-puing berasap, dan untuk
memenangkan pertarungan tadi, para penembak Caterina
tidak bisa menghindar membunuh beberapa orang mereka
sendiri. Juga ada hal lain yang harus dipertimbangkan,
sebagaimana segera disebutkan oleh Machiavelli. Mereka
telah mengeluarkan musuh dari kota, tapi belum mengurus
469 pengepungan. Forl" masih dikelilingi oleh batalion Orsi,
terpotong dari pasokan makanan dan air segar. Dua anak
Caterina yang lebih tua pun entah di mana, di luar sana,
berada dalam bahaya. Tidak lama kemudian, Caterina, Machiavelli, dan Ezio
berdiri di kubu pertahanan dinding luar mengawasi tentara
yang berkemah di sekeliling mereka. Di belakang mereka,
penduduk kota Forl" sedang mengusahakan yang terbaik
untuk mengembalikan kota seperti biasa, tapi makanan
dan air tidak akan bertahan selamanya dan semua orang
tahu itu. Caterina lemas, khawatir setengah mati tentang
anak-anaknya yang hilang. Anaknya yang tertua, Bianca,
berusia sembilan tahun, sementara Ottaviano setahun lebih
muda. Mereka belum harus menghadapi Orsi bersaudara
sendiri, tapi pada hari itu juga seorang pembawa pesan
muncul di tengah-tengah tentara musuh dan membunyikan
panggilan terompet. Lalu pasukan membelah seperti laut
untuk membiarkan dua pria menunggangi kuda chesnut
yang berwarna cokelat kemerah-merahan dan berpakaian
baju pelindung hauberk baja rantai untuk lewat di antara
mereka, ditemani oleh halaman-halaman berlambang beruang
dan semak-semak. Mereka mengendarai kuda cukup di luar
jangkauan anak panah. Salah satu penunggang kuda berdiri di sanggurdinya dan
menaikkan suaranya. "Caterina! Caterina Sforza! Kami pikir
kau masih mengeram di kota kecilmu tersayang, Caterina"
maka jawablah aku!" 470 Caterina bersandar di menara benteng dengan raut
wajah yang liar. "Apa maumu?"
Pria itu menyeringai lebar. "Oh, tidak ada. Aku
hanya bertanya-tanya apakah kalian sedang kehilangan"
anak-anak!" Ezio telah mengambil posisi di samping Caterina. Orang
yang sedang berbicara itu mendongak menatap Ezio dengan
terkejut. "Wah, wah," katanya. "Ezio Auditore, kalau
aku tidak salah. Senang bertemu denganmu. Orang telah
mendengar sangat banyak tentangmu."
"Dan kau, aku rasa, adalah fratelli Orsi," Ezio
berkata. Orang yang belum berbicara mengangkat sebelah tangan.
"Benar. Lodovico?"
?"dan Checco," kata yang lain. "Siap membantumu!"
Dia tertawa kering. "Basta!" Caterina berteriak. "Cukup! Di mana anak"anakku" Biarkan mereka pergi!"
Lodovio membungkuk dengan menyender di atas
pelana. "Ma certo, Signora. Kami akan dengan senang
hati mengembalikan mereka. Sebagai ganti dari sesuatu
milikmu. Sesuatu yang menjadi milik almarhum suamimu
yang tercinta. Sesuatu yang dia kerjakan, demi" beberapa
teman kami." Suaranya mendadak mengeras. "Maksudku
sebuah Peta!" "Juga sebuah Apel," Checco menambahkan. "Oh ya,
kami semua tahu tentang itu. Kalian kira kami ini bodoh"
Kalian kira majikan kami tidak punya mata-mata?"
471 "Ya," kata Lodovio. "Kami juga akan memiliki Apelnya.
Atau haruskah aku menggorok leher anak-anakmu dari
telinga ke telinga dan mengirim mereka untuk bergabung
dengan papa mereka?"
Caterina berdiri mendengarkan. Suasana hatinya telah
berubah menjadi setenang es. Ketika tiba gilirannya untuk
berbicara, ia berteriak, "Bastardi! Kalian kira kalian bisa
menakut-nakutiku dengan ancaman-ancaman kejam itu"
Dasar sampah! Aku tidak akan memberi kalian apa-apa!
Kalian mau anak-anakku" Ambil saja! Aku bisa membuat
mereka lagi!" "Aku tidak tertarik dengan sifatmu yang terlalu suka
mencari perhatian, Caterina," kata Checco yang bergerak
memutar bersama kudanya. "Aku juga tidak tertarik
memandangmu. Kau akan berubah pikiran, tapi kami hanya
memberimu satu jam. Anak-anak nakalmu akan cukup aman
di kampung kecil milikmu itu di dekat sana. Dan jangan
lupa" kami akan membunuh mereka, kami akan kembali,
mendobrak kotamu dan mengambil apa yang kami inginkan
dengan paksa" jadi kau terima saja kebaikan hati kami,
maka kita semua bisa mengurangi banyak kerepotan."
Maka kedua bersaudara itu menunggang pergi. Caterina
jatuh lagi bersandar ke dinding kubu pertahanan yang kasar,
terengah-engah lewat mulutnya, syok atas apa yang baru
saja ia dengar dan lakukan.
Ezio mendampinginya. "Kau tidak akan mengorbankan
anak-anakmu, Caterina. Tidak ada Tujuan yang pantas
akan hal itu." 472 "Untuk menyelamatkan dunia?" Caterina menatap Ezio,
bibirnya memisah, mata biru pucatnya melebar di bawah
rambut merahnya yang seperti surai singa.
"Kita tidak bisa menjadi orang seperti mereka," kata
Ezio singkat. "Ada beberapa kompromi yang tidak bisa
dibuat." "Oh, Ezio! Itulah yang aku harapkan akan kau katakan!"
Caterina melemparkan tangannya di sekeliling leher Ezio.
"Tentu saja kita tidak bisa mengorbankan mereka, Sayangku!"
Ia berdiri mundur. "Tapi aku tidak bisa memintamu untuk
mengambil risiko demi mendapatkan mereka kembali
untukku." "Coba saja," kata Ezio. Dia berbalik kepada Machiavelli.
"Aku tidak akan lama pergi" aku harap. Tapi apa pun
yang terjadi kepadaku, aku tahu kau akan menjaga Apel
dengan nyawamu. Dan Caterina?"
"Ya?" "Kau tahu di mana Girolamo menyembunyikan
Peta?" "Aku akan mencarinya."
"Lakukanlah, dan lindungi benda itu."
"Dan apa yang akan kau lakukan tentang Orsi?" tanya
Machiavelli. "Mereka sudah masuk ke dalam daftarku," kata Ezio.
"Mereka termasuk ke dalam perusahaan dari orang-orang
yang telah membunuh anggota keluargaku dan menghancurkan
keluargaku. Tapi sekarang aku melihat bahwa ada Tujuan
lebih besar yang harus dilayani daripada sekadar pembalasan
473 dendam." Kedua pria itu berjabat tangan dan mata mereka
saling bertatapan. "Buona fortuna, amico mio," kata Machiavelli dengan
tegas. "Buona fortuna anche."
Tidak sulit untuk mencapai desa yang identitasnya telah
diberikan dengan sangat ceroboh oleh Checco, bahkan
kalaupun uraiannya tentang kampung memang sedikit
tidak pantas. Desa itu kecil dan miskin, seperti kebanyakan
desa budak belian di daerah Romagna, dan menunjukkan
tanda-tanda baru saja terkena banjir dari sungai terdekat,
tapi secara keseluruhan desa itu rapi dan bersih, rumah"rumahnya secara kasar dikapuri dan diberi atap lalang
kering yang baru. Meskipun jalanan terbelah dan terendam
air, selusin rumah masih berlumpur akibat banjir, semuanya
tertib (kalau bukan menyenangkan) dan berisi usaha (kalau
bukan kebahagiaan). Satu-satunya hal yang membedakan
Santa Salvaza dengan saat-saat damai adalah bahwa ia
dimeriahi dengan satuan penjaga Orsi. Tidak heran, Ezio
merenung, bahwa Checco berpikir dia bisa menyebutkan
di mana dia menahan Bianca dan Ottaviano. Pertanyaan
berikutnya adalah di mana tepatnya di desa ini anak-anak
Caterina berada" Ezio kali ini telah mempersenjatai dirinya dengan
pedang ganda di lengan bawah kirinya dengan pelindung
lengan metalnya, dan pistola di lengan kanan, begitu
474 pula sebuah pedang tangan ringan bergantungan di ikat
pinggangnya, yang hanya dikenakan pada sebuah jubah
wol kampung yang menggantung di bawah lututnya. Ezio
menarik tudungnya supaya tidak dikenali, dan turun dari
kuda agak di luar desa. Sambil mengawasi para pengintai
Orsi, dia mengikatkan seikat ranting yang dia pinjam dari
sebuah kakus di luar rumah, lalu dia pasang di punggungnya.
Sambil membungkuk di bawahnya, Ezio berjalan masuk ke
dalam Santa Salvaza. Para penduduk desa berusaha menjalankan urusan
mereka sebiasa mungkin, meskipun tekanan militer telah
diselinapkan di antara mereka. Secara alami, tidak ada
orang yang secara khusus terpikat oleh serdadu Orsi. Tanpa
disadari oleh serdadu Orsi, tapi hampir langsung dikenali
sebagai orang asing oleh penduduk setempat, Ezio berhasil
mendapatkan dukungan mereka untuk misi. Ezio berjalan
ke rumah di ujung desa, lebih besar daripada rumah-rumah
lainnya dan didirikan agak terpisah. Di sanalah anak-anak
itu ditahan, Ezio diberi tahu oleh seorang wanita tua yang
membawa air dari sungai. Ezio bersyukur bahwa serdadu
Orsi disebarkan dengan sangat tipis. Sebagian besar penjaga
sedang sibuk mengepung Forl".
Tapi Ezio tahu bahwa waktunya sangat sempit untuk
menyelamatkan anak-anak itu.
Pintu dan jendela rumah itu ditutup rapat-rapat, tapi
ketika Ezio berputar ke bagian belakang, di mana dua sayap
bangunan membentuk sebuah halaman dalam, Ezio mendengar
sebuah suara muda yang tegas sedang memberikan ceramah
475 yang keras. Ezio memanjat ke atap dan memperhatikan ke
dalam halaman, di mana Bianca Sforza, versi kecil ibunya,
sedang memarahi dua penjaga Orsi yang tidak ramah.
"Apakah kalian berdua makhluk menyedihkan ini sudah
berusaha sekerasnya untuk menjagaku?" ia berkata dengan
megah, berdiri setegak mungkin dan menunjukkan rasa
takut sesedikit mungkin sebagaimana yang akan dilakukan
oleh ibunya. "Stolti! Itu tidak cukup! Mammaku galak
dan tidak akan membiarkan kalian menyakitiku. Kami
wanita-wanita Sforza bukan bunga layu, kau tahu! Memang
kami kelihatan cantik, tapi mata bisa menipu. Sebagaimana
yang telah diketahui oleh pappaku!" Ia menarik napas,
lalu para penjaga saling berpandangan dengan bingung.
"Aku harap kalian tidak membayangkan bahwa aku takut
kepada kalian juga, karena kalau iya, kalian sangat salah.
Dan kalau kalian menyentuh satu helai rambut pun dari
kepala adik laki-lakiku, mammaku akan memburu kalian
dan memakan kalian sebagai sarapan! Capito?"
"Diam sajalah, dasar anak kecil tolol," penjaga yang lebih
tua menggeram. "Kecuali kau mau kupingmu diiris!"
"Jangan berani-berani kau berbicara seperti itu kepadaku!
Bagaimanapun juga, ini tidak masuk akal. Kalian tidak akan
berhasil, dan aku akan aman di rumah dalam satu jam.
Kenyataannya, aku mulai bosan. Aku terkejut kalian tidak
punya apa pun untuk dilakukan sementara aku menunggu
kalian untuk mati!" "Baiklah, itu cukup," kata penjaga yang lebih tua,
mengulurkan tangan untuk mencengkeram Bianca. Tapi pada
476 saat itu, Ezio menembakkan pistolanya dari atap, menembak
prajurit itu dengan tepat di dada. Pria itu terlempar dari
kakinya" warna merah tua merekah menembus tuniknya
bahkan sebelum dia mencapai tanah. Ezio berpikir sejenak
bahwa campuran bubuk mesiu Leonardo pasti telah bertambah
baik. Dalam sekilas kebingungan yang mengikuti kematian
penjaga itu, Ezio melompat turun dari atap, mendarat dengan
keluwesan dan kekuatan seekor macan tutul, dan dengan
pedang gandanya dengan cepat memutari penjaga yang lebih
muda, yang meraba-raba untuk menarik sebuah belati yang
kelihatan buruk. Ezio menebas dengan tepat pada lengan
bawah pria itu, menyayat menembus otot seakan-akan itu
adalah pita. Belati pria itu terjatuh ke tanah, menancap
dengan kepalanya lebih dulu di lumpur" lalu sebelum dia
bisa menghimpun perlindungan, Ezio telah mengiris mulut
dan lidah, sampai ke rongga tenggorak. Ezio dengan tenang
menarik mundur pedangnya, meninggalkan jasad itu ambruk
ke tanah. "Penjaganya cuma dua?" Ezio bertanya kepada Bianca
yang tidak gentar, sambil mengisi ulang senjatanya.
"Ya! Dan terima kasih, siapa pun kau. Ibuku akan
memastikan kau mendapatkan hadiah yang banyak. Tapi
Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka juga menangkap adikku Ottaviano juga?"
"Kau tahu di mana dia?" tanya Ezio sambil dengan
cepat mengisi ulang pistolnya.
"Mereka menahannya di menara pengawas" di dekat
jembatan yang rusak! Kita harus buru-buru!"
477 "Tunjukkan kepadaku itu di mana, dan tetaplah sangat
berdekatan denganku!"
Ezio mengikuti Bianca keluar dari rumah dan sepanjang
jalan sampai mereka tiba di hadapan sebuah menara. Mereka
tepat pada waktunya, karena di sana ada Lodovico sendiri,
menyeret Ottaviano yang sedang merengek-rengek di tengkuk
lehernya. Ezio melihat bahwa anak kecil itu pincang" dia
pasti terkilir. "Kau!" Lodovio berteriak ketika dia melihat Ezio.
"Sebaiknya kau serahkan anak perempuan itu dan kembali
ke nyonyamu" beri tahu ia bahwa kami akan menghabisi
mereka berdua kalau kami tidak mendapatkan apa yang
kami inginkan!" "Aku mau mammaku," Ottaviano berteriak. "Lepaskan
aku, dasar bajingan besar!"
"Diamlah, marmocchio!" Lodovico menggeram kepada
anak itu. "Ezio! Pergilah ambil Apel dan Peta atau anak-anak
itu akan habis." "Aku mau pipis!" Ottaviano melengking.
"Oh, demi Tuhan, chiudi il becco!"
"Lepaskan dia," kata Ezio dengan tegas.
"Aku ingin melihatmu memaksaku! Kau tidak akan
bisa mendekat, dasar bodoh! Begitu kau bergerak, aku akan
menggorok lehernya semudah berkedip!"
Lodovico tadi menyeret anak kecil itu di bagian depan
dengan kedua tangan, tapi sekarang harus melepaskan sebelah
tangan untuk menarik pedangnya. Pada saat itu, Ottaviano
berusaha melepaskan diri, tapi Lodovico mencengkeram
478 pergelangan tangannya. Bagaimanapun juga, Ottaviano
tidak lagi berada di antara Lodovico dengan Ezio. Melihat
kesempatan ini, Ezio mengeluarkan pistolnya dan menembak.
Raut wajah Lodovio yang marah berubah menjadi tidak
percaya. Peluru itu bersarang di lehernya" memotong
tenggorokannya. Matanya terbelalak, dia melepaskan
Ottaviano, lalu berlutut, memegangi tenggorokannya"
darah merembes melalui jari-jarinya. Anak itu berlari maju
untuk dipeluk oleh kakaknya.
"Ottaviano! Stai bene!" Bianca berkata sambil meme"luknya erat-erat.
Ezio bergerak maju untuk berdiri di atas Lodovico, tapi
tidak terlalu dekat. Pria itu belum jatuh dan pedangnya
masih di tangan. Darah bercucuran ke rompi kulitnya, dari
menetes menjadi menyembur.
"Aku tidak tahu alat Setan apa yang membuatmu bisa
mengungguliku, Ezio," dia megap-megap. "Tapi aku menyesal
memberitahumu bahwa kau pasti kalah dalam permainan
ini, apa pun yang kau lakukan. Kami Orsi bukanlah orang
bodoh seperti anggapan kalian. Kalau ada yang bodoh, itu
kau" kau dan Caterina!"
"Kaulah yang bodoh," kata Ezio dengan suara dingin
penuh ejekan, "Mati demi sekantong perak. Kau benar-benar
berpikir itu pantas?"
Lodovico menyeringai menahan sakit. "Lebih daripada
yang kau tahu, Kawan. Kau sudah diperdaya. Dan apa
pun yang kau lakukan sekarang, Tuan akan mendapatkan
hadiahnya!" Wajahnya menahan sakit dari lukanya. Noda
479 darah telah melebar. "Sebaiknya kau menghabisiku, Ezio,
kalau kau masih punya belas kasihan."
"Maka matilah dengan harga dirimu, Orsi. Tidak ada
artinya," Ezio melangkah maju dan membuka luka di leher
Lodovico lebih lebar. Sedetik kemudian, dia sudah tiada. Ezio
membungkuk di atasnya dan menutup matanya. "Requiescat
in pace," katanya. Tapi tidak ada waktu yang bisa dibuang. Ezio kembali
kepada anak-anak, yang menyaksikannya dengan mata melebar.
"Kau bisa jalan?" Ezio bertanya kepada Ottavian.
"Aku akan coba, tapi rasanya sangat sakit."
Ezio berlutut dan memeriksanya. Pergelangan kaki
anak itu memang terkilir. Dia mengangkat Ottaviano ke
bahunya. "Duce kecil yang pemberani," kata Ezio. "Aku
akan membawa kalian berdua pulang dengan selamat."
"Aku boleh pipis dulu" Aku benar-benar perlu
melakukannya." "Cepatlah." Ezio tahu tidak mudah mengembalikan anak-anak
menembus desa. Tidak mungkin menyamarkan mereka,
karena mereka berbaju mewah. Selain itu, pelarian Bianca
pasti sudah diketahui. Ezio menukar tembakan di pergelangan
tangannya dengan pedang beracun, menyimpan lengan
mekanismenya di bungkusan. Setelah mengambil tangan
kanan Bianca dengan tangan kirinya, Ezio menuju hutan
yang berada di pinggir sisi barat desa. Dengan memanjat
sebuah bukit rendah, Ezio bisa melihat ke bawah ke Santa
Salvaza dan melihat pasukan Orsi berlari ke arah menara
480 pengawas, tapi tidak ada yang tampak menyebar ke hutan.
Bersyukur atas penundaan itu, dan rasanya setelah bertahun"tahun, Ezio tiba kembali bersama anak-anak di tempat dia
telah menambatkan kudanya, lalu menempatkan anak-anak
di punggungnya, dan naik ke belakang mereka.
Kemudian Ezio menunggang ke arah utara, ke Forl". Kota
itu kelihatan hening. Terlalu sepi. Dan di mana pasukannya
Orsi" Apakah pengepungan itu sudah dibereskan" Kelihatannya
tidak mungkin. Ezio memacu kudanya.
"Lewat jembatan selatan, Messere," kata Bianca di
depan, berpegangan kepada ujung pelana. "Itu jalan paling
langsung ke rumah dari sini."
Ottaviano mendekap Ezio. Saat mereka mendekati dinding kota, Ezio melihat gerbang
selatan terbuka. Keluarlah satu pasukan kecil penjaga Sforza,
mengantar Caterina dan, dekat di belakangnya, Machiavelli.
Ezio langsung bisa melihat bahwa rekan Assassinnya terluka.
Dia memacu tunggangannya ke depan, lalu ketika dia
mencapai orang-orang lainnya, dengan cepat dia turun
dari kuda dan menyerahkan anak-anak ke dalam pelukan
Caterina yang sudah menunggu.
"Demi Perawan Diberkahi, apa yang sedang terjadi?" Ezio
bertanya sambil menatap dari Caterina kepada Machiavelli,
lalu kembali lagi. "Apa yang sedang kalian lakukan di luar
sini?" "Oh, Ezio," kata Caterina. "Aku sangat menyesal,
sangat menyesal!" "Apa yang telah terjadi?"
481 "Semuanya cuma tipuan. Untuk melemahkan pertahanan
kita!" Caterina berkata dengan putus asa. "Mengambil
anak-anak itu cuma pengalih perhatian!"
Ezio memindahkan pandangannya kembali kepada
Machiavelli. "Tapi kota selamat?" dia bertanya.
Machiavelli mendesah. "Ya, kota selamat. Orsi sudah
tidak tertarik lagi."
"Apa maksudmu?"
"Setelah kami memaksa mereka keluar, kami mengendur"
hanya sementara, untuk berkumpul dan memeriksa yang
terluka. Tepat saat itulah Checco menyerang balik. Mereka
pasti telah merencanakan semuanya! Dia menyerbu kota.
Aku berkelahi dengannya satu lawan satu dengan sengit, tapi
para prajuritnya menyerangku dari belakang dan membuatku
kewalahan. Ezio, sekarang aku harus memintamu untuk
tabah, karena Checco telah mengambil Apel!"
Ezio terpaku lama. Kemudian dia berkata dengan
pelan, "Apa" Tidak" itu tidak mungkin." Ezio memandang
sekeliling. "Ke mana dia pergi?"
"Begitu dia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia
mundur bersama orang-orangnya, lalu pasukannya membelah.
Kami tidak bisa melihat kelompok mana yang membawa
Apel, lagi pula kami terlalu lelah akibat perang, untuk
mengejar dengan efektif. Tapi Checco sendiri memimpin
sebuah kelompok ke dalam pegunungan di barat?"
"Berarti semuanya hilang?" Ezio berteriak, berpikir
bahwa Lodovico benar" Ezio telah meremehkan Orsi.
482 "Kita masih punya Petanya, puji syukur," kata Caterina.
"Dia tidak berani menghabiskan terlalu banyak waktu untuk
mencari-carinya." "Tapi bagaimana kalau, sekarang karena dia sudah
punya Apel, dia tidak perlu lagi Peta itu?"
"Templars tidak bisa dibiarkan menang," kata Machiavelli
dengan sungguh-sungguh. "Tidak bisa! Kita harus pergi!"
Tapi Ezio bisa melihat bahwa temannya telah memucat
akibat lukanya. "Tidak" kau tetap di sini. Caterina!
Rawat dia. Aku harus pergi sekarang! Mungkin masih
ada waktu!" 483 Makan waktu lama bagi Ezio untuk tiba di Pegunungan
Appenine dengan menunggang kuda pada siang hari, ia
istirahat sebentar. Ketika tiba, dia tahu pencarian Checco
Orsi akan menghabiskan lebih banyak waktu lagi. Tapi
dia juga tahu bahwa kalau Checco telah kembali ke kursi
keluarganya di Nubilaria, dia akan bisa memotongnya di
jalan yang mengarah ke sana dari utara di jalur yang
panjang dan berliku menuju Roma. Tidak ada jaminan
kalau Checco langsung pergi ke Holy See (Takhta Kudus,
Vatikan). Tapi Ezio pikir dengan bawaan seberharga Apel,
lawannya akan mengutamakan mencari keamanan di mana
dia dikenal, dan dari situ mengirim kurir untuk mencari
484 tahu apakah si Orang Spanyol telah kembali ke Vatikan
sebelum menghubungi dia di sana.
Maka Ezio memutuskan untuk pergi ke jalan Nubilaria
sendiri, dan memasuki kota itu secara diam-diam, berusaha
mencari tahu tentang keberadaan Checco. Tapi mata-mata
Checco sendiri ada di mana-mana, dan tidak lama sebelum
Ezio tahu bahwa Checco sadar bahwa Ezio sudah mendekat,
dan berencana untuk memberangkatkan dua kereta bersama
Apel, untuk menghindar darinya dan menggagalkan rencana
Ezio. Pada pagi hari saat Checco berencana untuk berangkat,
Ezio sudah siap, memperhatikan dari dekat di gerbang selatan
Nubilaria, dan segera dua kereta yang telah diharapkan
berderu keluar. Ezio menaiki kudanya untuk mengejar, tapi
pada saat terakhir, ada kereta terakhir yang lebih ringan,
dikekang oleh seorang kaki tangan Orsi, berjalan cepat
melewati jalan samping dan sengaja menghalangi jalan
Ezio, menyebabkan kuda Ezio berdiri dan melemparkannya.
Karena tidak ada waktu untuk dibuang lagi, Ezio harus
menelantarkan kudanya, melompat, memanjat ke kereta
Orsi itu, menjatuhkan pengendalinya dengan satu pukulan
keras, dan melemparkannya ke tanah. Ezio memecut kuda,
lalu mengejar. Tidak lama sebelum Ezio melihat kendaraan musuhnya,
mereka juga melihatnya dan meningkatkan kecepatan mereka.
Saat mereka berlari dengan cepat di jalanan pegunungan yang
berbahaya, kereta pengantar Checco, penuh dengan prajurit
Orsi yang bersiap-siap untuk menembakkan busur mereka
485 kepada Ezio, berbelok di sudut terlalu cepat. Kuda-kuda itu
terlepas dari tali kekang dan berlari melingkar di belokan.
Tapi kereta itu, kemudinya hilang dan pegangannya kosong,
melaju langsung melewati pinggiran jalan dan jatuh ratusan
meter ke dalam lembah di bawahnya. Di dalam hati, Ezio
berterima kepada nasib atas kebaikan hatinya. Dia memacu
kudanya sendiri, khawatir bahwa dia mendorong mereka
terlalu keras dan menyebabkan jantung mereka meledak, tapi
mereka membawa lebih sedikit beban daripada kereta Checco
dan secara mantap mempersempit jarak yang memisahkan
Ezio dari buruannya. Saat Ezio sejajar, orang kereta Orsi berkelahi dengannya
dengan cambuknya, tapi Ezio menangkap tangannya dan
menarik cambuk itu. Kemudian, ketika momen yang
tepat datang, Ezio melepaskan tali kekangnya sendiri, dan
melompat dari keretanya ke atap kereta Checco. Dengan
panik, kuda-kuda keretanya, menyadari hilangnya beban
dan kendali dari seorang pengendara, terkejut dan bergerak
cepat sampai hilang di jalan di depan mereka.
"Pergilah!" sopir Checco berteriak ketakutan. "Demi
Tuhan, apa yang kau pikir sedang kau lakukan" Kau
gila?" Tapi tanpa pecutnya, dia kesulitan mengendalikan
tim kudanya sendiri. Dia tidak punya waktu luang untuk
berkelahi. Dari dalam kereta, Checco sendiri berteriak, "Jangan
bodoh, Ezio! Kau tidak akan pernah bisa lolos!" Bersandar
setengah keluar dari jendela, Checco mencoba menusuk
Ezio dengan pedangnya sementara orang keretanya dengan
486 kalut berusaha mengendalikan kuda-kudanya. "Pergilah dari
keretaku, sekarang!"
Pengendara itu berusaha dengan sengaja tiba-tiba
membelokkan kereta untuk melemparkan Ezio, tapi Ezio
bisa menempel demi hidupnya. Kereta itu berubah arah
dengan berbahaya, dan akhirnya ketika mereka melewati
sebuah parit pualam yang tidak terpakai lagi, keretanya
kehilangan kendali seluruhnya, jatuh ke samping dan
melemparkan pengendaranya dengan berat ke atas tumpukan
lempengan pualam segala ukuran yang telah digergaji oleh
para tukang batu, lalu ditinggalkan karena cacat menembus
batu itu. Kuda-kuda itu terlepas, mencakar tanah dengan
sangat gelisah. Ezio melompat dengan apik, mendarat
membungkuk, lalu menghunuskan pedang kepada Checco
yang terengah-engah tapi tidak terluka, keluar dari keretanya
dengan wajah marah. "Berikan Apel kepadaku, Checco. Semuanya sudah
selesai." "Dungu! Semua ini akan selesai ketika kau mati!"
Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Checco mengayunkan pedangnya kepada musuhnya, dan
langsung mereka saling memotong dan menyayat dengan
berbahaya dekat dengan pinggiran jalan.
"Berikan Apel kepadaku, Checco, dan aku akan
membiarkanmu pergi. Kau tidak tahu kekuatan apa yang
sedang kau pegang!" "Kau tidak akan pernah memilikinya. Dan ketika Tuanku
mendapatkannya, dia akan memiliki kekuatan yang tidak
487 pernah diimpikan, dan Lodovico dan aku akan berada di
sana untuk menikmati bagian kami!"
"Lodovico sudah mati! Dan apakah kau benar-benar
berpikir bahwa Tuanmu akan membiarkanmu tetap hidup,
begitu kau tidak berguna lagi baginya" Kau sudah tahu
terlalu banyak!" "Kau telah membunuh saudaraku" Kalau begitu, ini
untukmu, atas nama saudaraku!" Checco bergegas ke arah
Ezio. Mereka berdekatan, pedang-pedang berkilauan, lalu
Checco menyerang Ezio lagi, pedangnya ditangkis oleh
pelindung lengan metal. Fakta bahwa serangannya yang
telah dibidik dengan baik gagal, sejenak membuat Checco
tidak waspada, tapi dia segera pulih dan menyerang lengan
kanan Ezio, memotong dengan dalam ke dalam otot bisep
sehingga Ezio harus menjatuhkan pedangnya.
Checco tertawa serak penuh kemenangan. Dia meng"hunuskan ujung pedangnya ke arah tenggorokan Ezio.
"Jangan meminta ampun," katanya, "karena aku tidak akan
memberikannya." Kemudian dia menarik mundur lengannya
untuk menancapkan serangan mematikan. Pada saat itu,
Ezio melepaskan belati berpedang ganda dari mekanismenya
pada lengan kiri bawahnya, lalu berayun secepat kilat,
menghantamkannya ke dalam dada Checcho.
Checco masih berdiri syok cukup lama, menunduk
memandangi darah menetes ke jalanan yang putih. Dia
menjatuhkan pedangnya, dan jatuh bersandar kepada Ezio,
mencengkeramnya sebagai topangan. Wajah mereka dekat,
488 Checco tersenyum. "Jadi, kau mendapatkan hadiahmu lagi,"
dia berbisik, saat darah kehidupan terpompa dengan cepat
dari dadanya. "Apakah benar-benar pantas untuk ini?" tanya Ezio.
"Begitu banyak pembantaian!"
Pria itu terkekeh, atau mungkin sedang batuk, ketika
lebih banyak darah membanjiri mulutnya. "Dengar, Ezio,
kau tahu seberapa sulitnya bagimu untuk memegang benda
seberharga itu dalam waktu yang lama." Dia berjuang untuk
bernapas. "Aku mati hari ini, tapi kau yang akan mati besok."
Kemudian raut wajahnya memudar dan matanya berjuling
ke atas, badannya merosot ke tanah di kaki Ezio.
"Kita akan lihat, Temanku," Ezio berkata. "Beristirahatlah
dengan damai." Ezio merasa pusing. Darah mengalir dari luka di
lengannya, tapi dia berjalan ke kereta dan menenangkan
kuda-kuda, melepaskan mereka dari tali kekang. Kemudian
Ezio mencari-cari di bagian dalam kereta, dan segera
menemukan kotak kayu jati itu. Membukanya dengan cepat
untuk memastikan bahwa isinya selamat, Ezio menutupnya
lagi dan menjejalkannya dengan kuat di bawah lengannya
yang tidak terluka. Dia memandang melintasi parit, di
mana pengendara kereta itu berbaring tak berdaya. Tidak
perlu memeriksa apakah pria itu sudah mati, karena sudut
tubuhnya yang rusak sudah memberi tahu Ezio segalanya.
Kuda-kuda itu belum pergi jauh, dan Ezio mendekati
mereka, bertanya-tanya apakah dia punya tenaga untuk
menaiki salah satu kuda, dan menggunakannya setidaknya
489 untuk membawanya setengah jalan kembali ke Forl". Dia
harap dia akan menemukan semuanya di sana sebagaimana
dia telah meninggalkannya, karena pengejarannya kepada
Checco telah memakan waktu lebih lama daripada yang
dia harap atau duga. Tapi dia memang tidak pernah
berpura-pura bahwa pekerjaannya akan mudah, dan Apel
sudah kembali di tangan Assassin. Waktu yang dia habiskan
tidak sia-sia. Ezio memandangi kuda-kudanya lagi, memutuskan bahwa
kuda pimpinan akan menjadi pilihan terbaik di antara empat
kuda yang ada. Dia pergi untuk meletakkan tangannya di
surai kuda itu, untuk menarik dirinya naik. Karena kuda
itu tidak dilengkapi dengan lampiran tunggangan, tapi saat
Ezio naik, dia terhuyung-huyung.
Ezio telah kehilangan lebih banyak darah daripada yang
dia kira. Dia harus membalut lukanya sebelum melakukan
hal lain. Dia menambatkan kuda itu di sebuah pohon, lalu
memotong secabik dari kausnya Checco untuk digunakan
sebagai pembalut luka. Kemudian dia menyeret jasad itu
keluar dari pandangan. Kalau ada orang mendekat, mereka
akan berpikir, kalau mereka tidak melihat dengan hati-hati,
bahwa Ezio dan pengendara itu adalah korban sebuah
kecelakaan jalan yang tragis. Tapi ini mulai gelap, dan
hanya ada sedikit pengelana pada jam ini.
Bagaimanapun juga, usaha itu menghabiskan sisa tenaganya.
Bahkan aku harus beristirahat, Ezio berpikir, dan pikiran itu
terasa manis. Dia duduk di bayangan pohon dan mendengarkan
suara kuda saat merumput dengan lembut. Ezio meletakkan
490 kotak kayu jati itu di tanah di sebelahnya, lalu memandang
sekeliling dengan waspada untuk terakhir kali karena inilah
tempat terakhir seharusnya Ezio berdiam lama. Tapi kelopak
matanya berat, dan dia tidak bisa melihat seseorang diam-diam
mengawasinya tersembunyi oleh pohon di atas bukit kecil
menjulang di atas jalan di belakangnya.
Ketika Ezio terbangun, hari sudah gelap, tapi ada cukup
cahaya bulan baginya untuk melihat sebuah sosok bergerak
dengan hening di dekatnya.
Otot lengan kanan Ezio terasa kesemutan, tapi ketika
dia berusaha mengangkat dirinya dengan lengan kirinya
yang sehat, ternyata dia tidak bisa menggerakkannya.
Seseorang telah membawa selempengan pualam dari parit dan
menggunakannya untuk menindih lengan Ezio. Dia berjuang,
menggunakan kakinya untuk berdiri, tapi tidak bisa. Dia
menunduk untuk melihat di mana dia telah meninggalkan
kotak yang berisi Apel. Kotak itu tidak ada. Sosok itu, yang Ezio lihat mengenakan pakaian cappa
hitam dan pakaian biarawan putih khas rahib Dominika,
telah menyadari bangunnya Ezio, dan berbalik kepadanya,
menyesuaikan lempengan pualam sehingga menahan Ezio
dengan lebih aman. Ezio menyadari bahwa sebuah jari telah
hilang dari salah satu tangan rahib itu.
"Tunggu!" kata Ezio. "Siapa kau" Apa yang sedang
kau lakukan?" 491 Rahib itu tidak menjawab. Ezio bisa melihat kotak itu
saat rahib itu membungkuk untuk mengambilnya lagi. "Jangan
sentuh itu! Apa pun yang kau lakukan, jangan?"
Tapi rahib itu membuka kotak itu, dan cahaya seterang
matahari bersinar keluar.
Ezio berpikir dia mendengar rahib itu mendesah puas,
sebelum Ezio pingsan lagi.
Ketika Ezio bangun lagi, hari sudah pagi. Kuda-kudanya telah
hilang, tapi dengan sinar matahari pagi, sebagian tenaganya
telah kembali. Dia menatap lempengan pualam. Rasanya
berat, tapi bergerak sedikit ketika lengannya bergerak di
bawahnya. Ezio memandang sekeliling. Tepat di jangkauan
tangan kanannya dia bisa melihat sebuah cabang pohon
gemuk yang pasti telah jatuh dari pohon sebelumnya tapi
masih cukup hijau untuk menjadi kuat. Sambil mengertakkan
giginya, Ezio mengambilnya dan menggerakkannya di bawah
lempengan. Lengan kanannya sakit seperti setan dan mulai
berdarah lagi saat dia mencungkilkan salah satu cabang
di bawah lempengan dan mengangkatnya dengan susah
payah. Sebaris kalimat yang telah terlupakan dari hari-hari
sekolahnya melintas di benaknya: Berikan aku pengungkit
yang cukup panjang, maka aku akan mengangkat dunia"
Ezio mendorong dengan keras. Lempengan itu mulai
bergerak, tapi lalu tenaganya kurang sehingga jatuh ke
tempatnya lagi. Ezio bersandar ke belakang, beristirahat,
lalu mencoba lagi. 492 Pada usaha ketiga, sambil berteriak tertahan karena
kesakitan, dan berpikir otot-otot lengan kanannya yang
terluka akan sobek menembus kulit. Dia mendorong lagi,
seakan-akan hidupnya bergantung kepada usaha itu. Akhirnya,
lempengan itu berguling ke tanah di sampingnya.
Dengan hati-hati, Ezio duduk tegak. Lengan kirinya
nyeri, tapi tidak ada yang patah.
Kenapa rahib itu tidak membunuhnya ketika tidur,
Ezio tidak tahu. Mungkin pembunuhan bukanlah bagian
dari rencana Pelayan Tuhan itu. Tapi satu hal yang jelas"
orang Dominika itu, dan Apel, sudah tidak ada.
Menyeret dirinya untuk berdiri, Ezio menemukan jalan
ke sungai terdekat dan minum dengan kehausan sebelum
membasuh lukanya dan memperbaiki pembalut lukanya.
Kemudian dia pergi ke arah timur, kembali ke pegunungan
menuju Forl". Akhirnya, setelah perjalanan berhari-hari, Ezio melihat
menara-menara kota di kejauhan. Tapi dia lelah, kehabisan
tenaga akibat tugasnya yang terbayar, akibat kegagalannya,
dan kesendiriannya. Dalam perjalanannya kembali, dia punya
banyak waktu untuk memikirkan Cristina dan apa yang
mungkin terjadi, kalau Ezio tidak harus menanggung beban
ini. Tapi karena itulah yang terjadi, dia tidak bisa dan tidak
akan mengubah hidupnya, sebagaimana yang dia sadari.
Ezio telah mencapai ujung jauh dari jembatan ke
gerbang selatan dan cukup dekat untuk melihat orang-orang
di menara benteng ketika rasa lelah akhirnya menguasai
dirinya, lalu dia pingsan.
493 Ketika dia bangun berikutnya, dia menemukan dirinya
berbaring di sebuah tempat tidur, tertutupi oleh seprei linen
kuno, dengan sebuah teras cerah yang dibayang-bayangi oleh
pohon anggur. Sebuah tangan dingin mengelus dahinya, dan
menekankan segelas air ke bibirnya.
"Ezio! Syukurlah kau kembali kepada kami. Kau baik"baik saja" Apa yang telah terjadi kepadamu?" Pertanyaan
itu mengalir dari mulut Caterina dengan buru-buru seperti
biasa. "Aku" aku tidak tahu?"
"Mereka melihatmu dari kubu pertahanan. Aku keluar
sendiri. Kau sudah berkelana aku tidak tahu seberapa lama,
dan lukamu mengerikan."
Ezio berjuang untuk mengingat. "Aku baru ingat" Aku
telah mengambil Apel dari Checco" tapi ada pria lain yang
datang segera setelah itu" dia mengambil Apelnya!"
"Siapa?" "Dia memakai tudung hitam, seperti seorang rahib"
dan aku rasa" jari tangannya hilang satu!" Ezio berjuang
untuk duduk. "Sudah berapa lama aku tidur di sini" Aku
harus pergi" sekarang juga!" dia mulai berdiri, tapi rasanya
badannya terbuat dari timah, dan ketika dia bergerak, rasa
pening yang parah melandanya, jadi dia terpaksa berbaring
kembali. "Wah! Apa yang telah dilakukan oleh rahib itu
kepadaku?" Caterina bersandar kepada Ezio. "Kau belum bisa ke
mana-mana, Ezio. Bahkan kau pun butuh waktu untuk
494 memulihkan diri kalau mau bertarung dengan baik di
pertarungan-pertarungan berikutnya. Aku juga bisa melihat
perjalanan yang panjang dan sulit di depanmu. Tapi cerialah!
Niccol" telah kembali ke Florence. Dia akan mengurus
beberapa hal di sana. Dan teman-teman Assassinmu bersiaga.
Jadi, tinggallah di sini sebentar?" Caterina mencium dahinya,
lalu coba-coba, mencium bibirnya. "Dan kalau ada yang
bisa aku lakukan untuk" mempercepat pemulihanmu, kau
katakan saja." Tangan wanita itu mulai dengan sangat lembut
berkeliaran di bawah kain baju Ezio sampai ia menemukan
tujuannya. "Wow," Caterina tersenyum. "Aku rasa aku
sudah berhasil" sedikit."
"Kau wanita yang hebat, Caterina Sforza."
Ia tertawa. "Tesoro, kalau aku sampai menulis kisah
hidupku, aku akan mengejutkan dunia."
Ezio kuat dan kukuh, berusia tiga puluh tahun, seorang pria
dalam kondisi terbaiknya. Terlebih lagi, dia telah melalui
beberapa latihan terberat yang dikenal oleh manusia, jadi
benar-benar tidak mengherankan bahwa dia sudah aktif
kembali lebih cepat daripada kebanyakan orang lain. Tapi
lengan kanannya terluka sangat parah karena serangan
Checco, dan dia tahu bahwa dia perlu bekerja keras untuk
mengembalikan kekuatan penuh yang dia butuhkan untuk
melanjutkan pencariannya. Dia bersabar, dan dibawah
bimbingan Caterina yang ketat tapi penuh pengertian, Ezio
menghabiskan waktunya di Forl" yang dipaksakan dengan
495 perenungan, ketika dia sering ditemukan sedang duduk di
bawah pohon anggur tenggelam di salah satu buku karya
penyair Poliziano. Tapi dia lebih sering menjalani dengan
giat berbagai macam latihan fisik.
Kemudian suatu pagi, Caterina datang dan menemukan
Ezio yang sedang berpakaian untuk berpergian di kamarnya,
dan seorang kacung membantunya menarik sepatu bot
untuk menunggang kuda. Caterina duduk di atas tempat
tidur di sebelahnya. "Jadi, waktunya telah tiba?" katanya.
"Ya. Aku tidak bisa menundanya lagi."
Caterina kelihatan sedih dan meninggalkan ruangan. Ia
kembali tidak lama kemudian bersama sebuah gulungan.
"Yah, waktunya memang harus tiba," katanya, "dan Tuhan
tahu tugasmu lebih penting daripada kesenangan kami"
yang aku harap waktu lain akan datang lagi segera!" Ia
menunjukkan kepada Ezio gulungan itu. "Ini" aku telah
Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membawakanmu hadiah kepergian."
"Apa ini?" "Sesuatu yang akan kau butuhkan."
Caterina membuka gulungan itu, dan Ezio melihat bahwa
itu adalah peta keseluruhan semenanjung, dari Lombardy ke
Calabria, dan semua yang berseberangan dengannya, begitu
juga jalan dan kota, sejumlah tanda silang telah ditandai
di situ, dengan tinta merah.
Ezio mendongak menatap Caterina. "Ini peta yang
dibicarakan oleh Machiavelli. Suamimu?"
496 "Almarhum suamiku, mio caro. Niccol" dan aku
membuat dua penemuan penting sementara kau sedang
pergi. Pertama adalah bahwa kami mencari waktu yang
tepat untuk" menyingkirkan Girolamo sayang, ketika dia
hampir menyelesaikan pekerjaannya ini. Kedua adalah bahwa
ini sangat berharga, karena bahkan kalaupun Templars
punya Apel, mereka tidak bisa berharap bisa menemukan
Ruangan tanpa Peta."
"Kau tahu tentang Ruangan?"
"Sayang, kadang-kadang kau polos sekali. Tentu saja aku
tahu." Ia menjadi lebih resmi. "Tapi untuk melucuti musuh
kita sepenuhnya, kau harus mendapatkan Apel kembali. Peta
ini akan membantumu menyelesaikan tugas besarmu."
Saat Caterina menyerahkan Peta, jari-jari mereka
bersentuhan, lama dan bertautan. Mata mereka tidak
berhenti bertatapan. "Ada sebuah biara di tanah basah di dekat sini," akhirnya
Caterina berkata. "Biara Dominika. Ordo mereka mengenakan
tudung hitam. Sebaiknya mulai dari sana." Mata wanita
itu bersinar, lalu ia memalingkan pandangan. "Sekarang,
pergilah! Temukan rahib yang menyusahkan itu!"
Ezio tersenyum. "Aku rasa aku akan merindukanmu,
Caterina." Wanita itu tersenyum balik dengan cerah. Untuk sekali
ini di dalam hidupnya, ia merasa sulit untuk menjadi berani.
"Oh, aku tahu kau akan merindukanku."
497 Rahib yang menyambut Ezio di Biara Wetlands adalah rahib
seperti biasanya"montok dan kemerahan, tapi rambutnya
merah menyala dan matanya cerdik nakal, dan berbicara
dengan logat yang Ezio kenali dari salah seorang condottieri
yang pernah dia temui sebagai bawah Mario" pria yang
dari Irlandia. "Berkah bagimu, Saudara."
"Grazie, Padre?"
"Aku Saudara O"Callahan?"
"Apakah kau bisa membantuku?"
"Itulah mengapa kami di sini, Saudara. Tentu saja, kita
hidup di masa sulit. Sulit untuk berpikir dengan jernih kalau
perut tidak diisi." 498 "Maksudmu dompetku."
"Kau salah paham, aku tidak meminta apa-apa." Rahib
itu membentangkan tangannya. "Tapi Tuhan menolong
mereka yang dermawan."
Ezio mengocok untuk mengeluarkan beberapa florin,
lalu menyerahkannya. "Kalau itu tidak cukup?"
Rahib itu kelihatan merenung. "Ah, tentu saja, itu
terpikir juga. Tapi sebenarnya Tuhan benar-benar menolong
orang yang sedikit lebih dermawan."
Ezio mengocok untuk mengeluarkan beberapa koin lagi
sampai raut wajah Saudara O"Callahan jernih.
"Ordo menghormati tanganmu yang terbuka, Saudara."
Rahib itu melipat tangan di perutnya. "Apa yang kau
cari?" "Seorang rahib bertudung hitam" yang kehilangan
salah satu dari sepuluh jari tangannya."
"Hmmn. Saudara Guido hanya punya sembilan jari
kaki. Kau yakin itu bukan jari kaki?"
"Sangat yakin."
"Kalau begitu, ada Saudara Domenico, tapi seluruh
lengan kirinya yang ada."
"Tidak. Maaf, tapi aku sangat yakin itu sebuah jari
tangan." "Hmmm." Rahib itu berhenti, berpikir dengan keras.
"Nah, tunggu sebentar! Aku ingat ada seorang rahib
bertudung hitam yang hanya punya sembilan jari tangan"
Ya! Tentu saja! Itu ketika kami menyelenggarakan Hidangan
San Vicenzo terakhir di biara kami di Tuscany."
499 Ezio tersenyum. "Ya, aku tahu tempat itu. Aku akan
mencoba ke sana. Grazie."
"Pergilah dalam damai, Saudara."
"Selalu." Ezio melewati pegunungan ke arah barat ke Tuscany, dan
meskipun perjalanan itu panjang dan sulit, sebagaimana
musim gugur mendekat dan hari-hari menjadi lebih tidak
bersahabat, dia merasakan kegelisahan terhebatnya ketika
mendekati biara itu"karena itulah tempat di mana salah satu
orang yang terlibat dalam rencana pembunuhan Lorenzo de"
Mecidi"sekretaris Jacopo de" Pazzi, Stefano de Bagnone"telah
menemui ajalnya di tangan Ezio dulu sekali.
Sayangnya kepala biarawan yang menyambut Ezio di
sini adalah yang telah menyaksikan pembunuhan tersebut.
"Permisi," kata Ezio kepadanya dulu. "Aku ingin tahu
apakah kau bisa?" Tapi kepala biarawan itu mengenali Ezio, lalu mundur
ketakutan, dan berteriak, "Semoga semua Malaikat Tering"gi"Uriel, Raphael, Michael, Saraqu"l, Gabriel, Remiel, dan
Raguel"semoga mereka semua dengan Kebesaran mereka
melindungi kita!" Dia memalingkan matanya yang menyala"nyala dari surga kepada Ezio. "Iblis terkutuk! Enyahlah!"
"Apa masalahnya?" kata Ezio terkejut.
"Apa masalahnya" Apa masalahnya" Kaulah yang telah
membunuh Saudara Stefano. Di Tanah Suci ini!" Sekelompok
saudara yang gugup telah berkumpul di jarak yang aman,
500 dan kepala biarawan sekarang berbalik kepada mereka. "Dia
telah kembali! Pembunuh rahib dan pastor telah kembali!"
dia mengumumkan dengan suara menggelegar, lalu kabur
diikuti oleh rombongannya.
Pria itu jelas sangat panik. Ezio tidak punya pilihan
selain mengejarnya. Biara itu tidak sefamiliar itu bagi Ezio
seperti bagi sang Kepala Biarawan dan pasukan rahibnya.
Akhirnya Ezio lelah berkeliling-keliling koridor dan serambi
yang tidak familiar, lalu melompat ke atap supaya bisa
melihat dengan jelas ke mana para rahib itu pergi, tapi
ini hanya membuat mereka semakin panik, dan mereka
mulai menjerit-jerit, "Dia datang! Dia datang! Be"lzebub
datang!" Maka Ezio berhenti dan bertahan menggunakan
cara pengejaran yang lazim.
Akhirnya, Ezio berhasil mencegat mereka. Terengah-engah,
sang Kepala Biarawan mengelilinginya dan berkata dengan
suara parau, "Enyahlah, iblis! Tinggalkan kami sendirian!
Kami tidak melakukan dosa sebesar engkau!"
"Tidak, tunggu, dengarkan," Ezio terengah-engah, hampir
sama kehilangan napasnya. "Aku hanya ingin bertanya."
"Kami tidak memanggil iblis mana pun kepada kami!
Kami belum mencari perjalanan Sesudah Hidup!"
Ezio mengarahkan kedua telapak tangannya ke bawah.
"Tolong. Calma! Aku tidak ingin menyakiti kalian!"
Tapi Kepala Biarawan itu tidak mendengarkan. Dia
memutar matanya. "Tuhanku, Tuhanku, kenapa Engkau
menelantarkanku" Aku belum siap bergabung dengan
malaikat-malaikat-Mu!"
501 Kemudian dia kabur lagi. Ezio terpaksa menjatuhkannya dengan menguncinya
dengan tangan. Mereka berdua berdiri, menyeka debu
di tengah-tengah lingkaran rahib yang membelalakkan
matanya. "Berhentilah kabur, tolong!" Ezio memelas.
Kepala Biarawan itu gemetaran. "Tidak! Kasihanilah
aku! Aku tidak ingin mati!" Dia mengoceh.
Ezio dengan sadar berkata dengan sopan, "Dengar,
Bapak Kepala Biarawan, aku hanya membunuh orang yang
membunuh orang lain. Dan Saudara Stefanomu itu adalah
seorang pembunuh. Dia berusaha membunuh Duke Lorenzo
pada tahun 1478." Ezio berhenti, bernapas dengan berat.
"Yakinlah, Messer Abate, aku yakin kau sama sekali bukan
pembunuh." Kepala Biarawan itu menjadi sedikit lebih tenang, tapi
matanya masih curiga. "Kalau begitu, apa yang kau inginkan?" tanyanya.
Ezio berkata, "Baiklah, sekarang dengarkan aku. Aku
sedang mencari seorang rahib yang berpakaian seperti
kalian" orang Dominika" yang kehilangan sebuah jari
tangan." Kepala Biarawan itu tampak waspada. "Kehilangan satu
jari tangan, katamu" Seperti Fra" Savonarola?"
Ezio menangkap nama itu. "Savonarola" Siapa dia"
Kau kenal dia?" "Dulu aku kenal, Messer. Dia salah satu dari kami"
untuk sementara waktu."
502 "Kemudian?" Kepala Biarawan itu mengangkat bahu. "Kami rasa
dia beristirahat panjang sebagai di sebuah pertapaan di
pegunungan. Dia tidak terlalu" cocok di sini?"
"Kelihatannya, Abate, waktunya sebagai pertapa sudah
habis. Kau tahu ke mana dia mungkin telah pergi?"
"Oh, ya ampun?" Kepala Biarawan mencari-cari di
dalam benaknya. "Kalau dia telah meninggalkan pertapaannya,
mungkin dia telah kembali ke Santa Maria del Carmine,
di Florence. Itulah di mana dulu dia belajar. Mungkin ke
sanalah juga dia kembali."
Ezio mengembuskan napas lega. "Terima kasih, Kepala
Biara. Pergilah bersama Tuhan."
Aneh bagi Ezio untuk berada kembali di kota kelahirannya
setelah sekian lama. Ada banyak kenangan yang harus
ditangani. Tapi keadaan menyuruhnya bekerja sendirian. Dia
tidak bisa menghubungi bahkan teman lama atau sekutu,
kalau-kalau musuh menjadi siaga.
Juga jelas bahwa meskipun kota itu tetap stabil, setidaknya
gereja yang dia cari sedang dilanda kekacauan. Seorang
rahib keluar dari situ dengan ketakutan.
Ezio menegur rahib itu. "Whoa, tenang, Saudara. Tidak
apa-apa!" Rahib itu menatapnya dengan mata liar. "Menjauhlah
dari sini, Kawanku. Kalau kau masih ingin hidup!"
"Apa yang terjadi di sana?"
503 "Prajurit dari Roma telah mengambil alih gereja kami!
Mereka telah mengacak-acak saudara-saudaraku, menanyakan
hal yang tidak masuk akal. Mereka terus meminta kami
untuk memberi mereka buah!"
"Buah apa?" "Apel!" "Apel" Diavolo! Rodrigo telah sampai ke sini menduluiku!"
Ezio berdesis kepada diri sendiri.
Mereka telah menyeret salah satu kawan Ordo
Karmelitaku ke belakang gereja! Aku yakin mereka akan
membunuhnya!" "Karmelita" Kau bukan orang Dominika?" Ezio
melepaskan pria itu, lalu berjalan dengan hati-hati memutari
dinding luar Santa Maria, merapat ke dinding. Dia bergerak
sehening seekor mongoose yang sedang menghadapi seekor
ular kobra. Ketika Ezio mencapai dinding halaman gereja,
dia melesat ke atap. Apa yang dia lihat di bawahnya bahkan
membuat dirinya yang sudah berpengalaman tersentak juga.
Beberapa penjaga Borgia sedang memukul seorang rahib
muda. Dia kelihatan berusia tiga puluh lima tahun.
"Beri tahu kami!" teriak pemimpin penjaga itu. "Beri
tahu kami, atau aku akan membuatmu sangat menderita,
sehingga kau berharap tidak pernah dilahirkan. Di mana
Apel itu?" "Tolong! Aku tidak tahu! Aku tidak tahu apa yang
kalian bicarakan!" Pemimpin penjaga itu mendekat. "Mengakulah! Namamu
adalah Savonarola!" 504 "Ya! Aku sudah katakan! Tapi kau terus memaksakan
nama itu kepadaku!" "Maka beri tahu kami, jadi penderitaanmu berhenti.
Di mana Apel itu?" Si penanya menendangi selangkangan
rahib itu dengan buas. Rahib itu melolong kesakitan. "Bukan
berarti itu akan ada bedanya bagi pria yang dalam posisi
misionaris sepertimu," penjaga itu mencemooh.
Ezio memperhatikan dengan sangat cemas. Kalau
rahib itu memang Savonarola, para bajingan Borgia akan
membunuhnya sebelum Ezio sendiri mengetahui kebenarannya
dari pria itu. "Kenapa kau terus-terusan berbohong kepadaku?" penjaga
itu mengejek. "Tuanku tidak akan senang mendengar kau
membuatku menyiksamu sampai mati! Kau ingin membuatku
mendapatkan masalah?"
"Aku tidak punya apel apa pun," rahib itu terisak-isak.
"Aku hanya seorang rahib biasa. Tolong lepaskan aku!"
"Seenak perutmu!"
"Aku tidak tahu apa-apa!" rahib itu menjerit
memilukan. "Kalau kau ingin aku berhenti," si penjaga berteriak sambil
menendang rahib itu di tempat yang sama, "maka beri tahu aku
hal yang sebenarnya, Saudara Girolamo"Savonarola!"
Rahib itu menggigit bibirnya, tapi dengan keras kepala
menjawab, "Aku sudah memberitahumu semua yang aku
tahu!" Penjaga itu menendangnya lagi, lalu menyuruh kaki
tangannya untuk mencengkeram kedua pergelangan kaki
505 rahib itu, lalu menyeretnya tanpa belas kasihan di sepanjang
Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanah berbatu kerikil. Kepala rahib itu memantul-mantul
penuh kesakitan di atas batu yang keras. Rahib itu berteriak
dan menggeliat kesakitan.
"Sudah cukup, dasar abominato?" pemimpin penjaga itu
mendekatkan wajahnya lagi. "Apakah kau sudah siap untuk
bertemu dengan Penciptamu, sehingga kau akan berbohong
lagi dan lagi, hanya untuk bertemu dengan-Nya?"
"Aku rahib biasa," orang Carmelite itu tersedu-sedu,
yang jubahnya memang berpotongan dan berwarna sama
dengan milik orang Dominika itu. "Aku tidak punya buah
apa pun! Tolong?" Penjaga itu menendangnya. Di tempat yang sama. Lagi.
Tubuh rahib itu menekuk kesakitan dan dia menangis.
Ezio sudah tidak tahan. Dia melompat turun, seperti
hantu pembalasan, mengiris sekali di dalam amarah murni
dengan belati beracun dan pedang ganda. Dalam semenit
pembantaian belaka, para bajingan Borgia, semuanya,
berbaring entah mati atau mengerang dengan kesakitan
yang sama seperti yang telah mereka sebabkan, di atas jalan
berbatu di halaman gereja.
Rahib itu tersedu-sedu, mendekap lutut Ezio. "Grazie,
grazie, Salvatore." Ezio mengelus kepalanya. "Calma, calma. Sudah tidak
apa-apa sekarang, Saudaraku." Tapi Ezio juga menatap
jari-jari rahib itu. Semuanya sepuluh utuh. 506 "Kau punya sepuluh jari tangan," Ezio bergumam,
kecewa sendiri. "Ya," tangis rahib itu. "Aku punya sepuluh jari. Dan
aku tidak punya apel lagi selain apel yang datang ke biara
dari pasar setiap hari Kamis!" Dia berdiri, berusaha berhenti
berguncang, dengan lembut merapikan diri, lalu bersumpah.
"Atas nama Tuhan! Apakah seluruh dunia sudah tidak
punya akal lagi?" "Siapa kau" Kenapa mereka menyiksamu?" tanya
Ezio. "Karena mereka mengetahui bahwa nama keluargaku
adalah Savonarola! Tapi kenapa aku harus mengkhianati
sepupuku kepada para bajingan itu?"
"Kau tahu apa yang telah dia lakukan?"
"Aku tidak tahu apa-apa! Dia seorang rahib, seperti
aku. Dia memilih Ordo Dominika yang lebih tajam, itu
benar, tapi?" "Dia kehilangan sebuah jari tangan?"
"Tapi, tapi bagaimana mungkin ada orang yang?""
Ada cahaya terbit di mata rahib itu.
"Siapa Girolamo Savonarola?" Ezio bersikeras.
"Sepupuku, dan seorang pengabdi kepada Tuhan. Kalau
aku boleh bertanya, siapa kau" Tapi aku berterima kasih
dengan rendah hati karena kau telah menyelamatkanku, dan
berutang kepadamu apa pun yang kau minta."
"Aku" tidak bernama," kata Ezio. "Tapi bantulah aku
dengan memberi tahu namamu."
507 "Fra" Marcello Savonarola," rahib itu menjawab dengan
patuh. Ezio mengingat itu. Benaknya berpacu. "Di mana
sepupumu Girolamo?" Fra" Marcello berpikir, berjuang dengan hati nuraninya.
"Benar bahwa sepupuku", punya pandangan tersendiri
terhadap caranya melayani Tuhan" Dia sedang menyebarkan
ajarannya sendiri" Kau bisa menemukannya sekarang di
Venesia." "Apa yang dia lakukan di sana?"
Marcello menegakkan bahunya. "Aku rasa dia telah
mengambil jalan yang salah. Dia berkhotbah api dan belerang.
Dia menyatakan bahwa dirinya bisa melihat masa depan."
Marcello menatap Ezio melalui matanya yang berlingkaran
merah, mata penuh penderitaan. "Kalau kau benar-benar
menginginkan pendapatku, dia memuntahkan kegilaan!"
508 Ezio merasa bahwa dia telah menghabiskan terlalu banyak
waktu dalam pengejaran yang sia-sia. Mengejar Savonarola
seperti mengejar a will o" the wisp, atau seekor chimera,
atau ekormu sendiri. Tapi pencarian ini harus berlanjut,
tanpa belas kasihan, karena pelayan Tuhan berjari sembilan
itu memegang Apel"kunci kepada lebih banyak hal yang
bisa dibayangkan oleh Savonarola, dan dia adalah maniak
agama yang berbahaya, bagaikan sebuah meriam goyah yang
kemungkinan hanya bisa dikendalikan daripada Tuannya
sendiri, yaitu Rodrigo Borgia.
Teodora yang menemui Ezio saat dia turun dari kapal
dayung Ravenna di dermaga Venesia.
509 Pada tahun 1492, Venesia masih di bawah kekuasaan
Doge Agostino Barbarigo yang relatif jujur. Kota itu sedang
heboh membicarakan bagaimana seorang pelaut Genoa yang
disebut Christoffa Corombo"yang rencana gilanya berlayar
ke arah barat melintasi Laut Samudra telah ditolak oleh
Venesia"sekarang mendapatkan dana dari Spanyol, dan
hendak berangkat. Apakah Venesia sendiri marah karena
tidak mendanai ekspedisi ini" Kalau Corombo berhasil,
sebuah jalur laut yang aman ke negara-negara Hindia
mungkin bisa ditemukan, mengelak dari jalur darat lama
yang sekarang dirintangi oleh Kerajaan Ottoman Turki. Tapi
benak Ezio terlalu penuh oleh hal lain untuk memperhatikan
masalah-masalah perdagangan dan politik ini.
"Kami mendapatkan kabar tentangmu," kata Teodora.
"Tapi apakah kau yakin?"
"Cuma ini petunjuk yang aku punya, dan sepertinya
bagus. Aku yakin bahwa Apel itu ada di sini lagi, di tangan
rahib itu, Savonarola. Aku dengar dia berkhotbah kepada
massa tentang api dan neraka akan datang."
"Aku pernah mendengar tentang orang ini."
"Kau tahu di mana dia bisa ditemukan, Teodora?"
"Tidak. Tapi aku pernah melihat seorang Pembawa Pesan
mengumpulkan keramaian di daerah industri, berkhotbah
semacam barang api dan belerang dan omong kosong yang
kau bicarakan. Mungkin dia pengikut rahibmu. Ikutlah
denganku. Kau jelas akan menjadi tamuku selama kau di
sini, dan begitu kau sudah menetap, kita akan langsung
pergi di mana orang ini berkhotbah."
510 Baik Ezio maupun Teodora, juga semua orang yang
cerdas dan berakal sehat, tahu mulai orang-orang dicengkeram
histeria berlebihan. Setengah tahun milenium 1500 tidak
jauh, dan banyak orang percaya bahwa tahun itu akan
menandai Kedatangan Kedua, ketika Tuhan akan "datang
bersama awan, di dalam kejayaannya sendiri, dan kejayaan
Bapaknya, dengan sepuluh ribu santonya, bahkan banyak
malaikat, dan akan duduk di atas takhta kejayaannya. Maka
di hadapannya berkumpullah semua negara; dan dia akan
memisah-misahkan mereka, dan akan meletakkan domba,
yang Selamat, pada tangan kanannya, dan kambing, yang
Terkutuk, di atas tangan kirinya".
Uraian San Matteo tentang Hari Kiamat menggema
menembus bayangan banyak orang.
"Pembawa Pesan ini dan bosnya benar-benar mengambil
keuntungan dari febbre di fine secolo," kata Teodora. "Sejauh
yang aku tahu, mereka yakin kepada diri sendiri."
"Aku rasa pasti begitu," kata Ezio. "Bahayanya adalah,
dengan Apel di tangan mereka, mereka bisa benar-benar
membuat bencana dunia yang tidak ada hubungannya
dengan Tuhan, dan malah berhubungan dengan Setan." Ezio
berhenti. "Tapi untuk sementara ini, mereka belum melepaskan
kekuatan yang mereka punya, dan puji Tuhan untuk itu,
karena aku ragu mereka tahu cara mengendalikannya.
Sekarang ini setidaknya mereka tampak senang meramalkan
Hari Akhir," Ezio tertawa pahit, "dan itu memang selalu
mudah dijual." 511 "Tapi semakin parah," kata Teodora. "Bahkan kau
mungkin hampir percaya bahwa Hari Akhir sudah benar"benar. Kau sudah dengar berita buruknya?"
"Aku belum mendengar apa-apa sejak meninggalkan
Forl"." "Lorenzo de" Medici sudah wafat di vilanya di
Categgi." Ezio tampak muram. "Itu benar-benar menyedih"kan. Lorenzo adalah teman sejati keluargaku dan tanpa
perlindungannya, aku takut aku tidak akan pernah bisa
memulihkan Palazzo Auditore. Tapi itu tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan arti dari kematiannya bagi kedamaian
yang telah dia jaga di antara negara-negara kota, yang
memang sering rapuh."
"Ada kabar buruk lagi," kata Teodora. "Dan ini lebih
buruk daripada kabar kematian Lorenzo." Ia berhenti.
"Kau harus tabah untuk mendengar ini, Ezio. Si Orang
Spanyol, Rodrigo Borgia, telah dipilih sebagai Paus. Dia
mengendalikan Vatikan dan Roma sebagai Uskup Tertinggi,
Alexander VI!" "Apa! Dengan setan apa?"
"Dewan Kunci Roma baru saja diakhiri" bulan ini.
Kabar burungnya adalah Rodrigo hanya membeli sebagian
besar suara. Bahkan Ascanio Sforza, yang paling mungkin
menjadi calon yang melawannya, memberikan suara untuk
Borgia! Mereka bilang, sogokannya sebanyak empat keledai
penuh muatan." 512 "Apa untungnya bagi dia menjadi Paus" Apa yang dia
cari?" "Apakah pengaruh sebesar itu tidak cukup?" Teodora
menatap Ezio. "Sekarang kita berada di cengkeraman tangan
seekor serigala, Ezio. Mungkin ini serigala paling tamak
yang pernah dilihat oleh dunia."
"Kata-katamu benar, Teodora. Tapi kekuatan yang dia
cari bahkan lebih besar daripada yang akan diberikan oleh
Kepausannya. Kalau dia mengendalikan Vatikan, dan dia
sangat dekat untuk mendapatkan akses kepada Ruangan,
dan dia masih mencari Apel juga, "Potongan Eden" yang
dia perlu serahkan" kekuatan Tuhan sendiri!"
"Mari berdoa bahwa kau bisa mendapatkannya kembali
ke tangan para Assassin. Rodrigo menjadi Paus dan Tuan
Templars sudah cukup berbahaya. Begitu dia mendapatkan
Apel juga?" Teodora berhenti. "Seperti yang kau katakan,
dia tidak akan bisa dihancurkan."
"Itu ganjil," kata Ezio.
"Apa yang ganjil?"
"Teman kita Savonarola tidak tahu hal ini, tapi dia
juga dikejar-kejar oleh dua orang."
Teodora mengantarkan Ezio ke sebuah lapangan terbuka besar
di daerah khusus industri Venesia di mana Pembawa Pesan
biasa melakukan khotbahnya. Wanita itu lalu meninggalkan
Ezio di sana. Dengan tudung terangkat dan wajahnya
direndahkan tapi tetap waspada, Ezio bercampur dengan
513 kerumunan yang sudah berkumpul. Tidak lama sebelum
lapangan itu penuh, massa sekarang membawa sebuah
panggung kayu kecil yang di atasnya seorang pria sekarang
melangkah. Pria itu bertampang pertapa dengan mata biru
dingin dan pipi cekung, rambut abu-abu besi dan tangan"tangan yang kasar. Dia mengenakan jubah wol abu-abu
biasa. Dia mulai berbicara, hanya berhenti ketika sorakan
sinting dari keramaian memaksanya untuk berhenti. Ezio
melihat bagaimana lihainya seorang pria dapat membuat
ratusan orang terkena histeria buta.
"Berkumpullah, Anak-anak, dan dengarkan seruanku!
Karena Akhir Zaman hampir tiba. Apakah kalian siap untuk
menghadapi apa yang akan datang" Apakah kalian siap
untuk melihat Cahaya yang saudaraku Savonarola berkati
kita?" Dia mengangkat tangannya, dan Ezio, yang tahu
dengan tepat cahaya apa yang diacu oleh Pembawa Pesan
itu, mendengarkan dengan sungguh-sungguh. "Hari-hari gelap
sedang berlangsung," Pembawa Pesan itu melanjutkan, "Tapi
saudaraku telah menunjukkan jalan menuju penyelamatan, ke
dalam cahaya surgawi yang menanti kita. Tapi hanya kalau
kita siap, hanya kalau kita menerimanya. Biarkan Savonarola
menjadi pembimbing kita, karena hanya dia yang tahu apa
yang akan datang. Dia tidak akan membuat kita tersesat."
Sekarang sang Pembawa Pesan miring ke depan dengan
sungguh-sungguh di atas mimbar di depannya. "Apakah
kalian siap untuk pertimbangan akhir, Saudara-saudariku"
Siapa yang akan kalian ikuti ketika saat itu tiba?" Dia
berhenti lagi untuk memberikan pengaruh. "Banyak orang
514 lain di gereja-gereja yang menyatakan bisa menawarkan
penyelamatan, para pemanggil, para pemaaf, para budak
takhayul yang otaknya berceceran" Tapi tidak, mereka
semua adalah budak bagi paus Borgia, semuanya budak bagi
"Paus" Alexander, nama keenam yang paling dijamin!"
Keramaian berteriak. Di dalam hati, Ezio mengernyit.
Dia ingat ramalan nyata yang telah dia lihat diproyeksikan
oleh Apel di bengkelnya Leonardo. Sesuatu di masa depan,
masa ketika setan akan benar-benar dilepaskan di atas
Bumi"kecuali Ezio bisa menghentikannya.
"Paus Alexander baru kita bukanlah pria spiritual, dia
bukanlah pemimpin. Pria seperti dia membeli doa kalian
dan menjual pendapatan kalian demi keuntungannya sendiri.
Semua pastor gereja kita adalah pedagang gereja! Hanya
ada satu orang di antara kita yang membawa jiwa yang
sejati. Hanya seorang di antara kita yang telah melihat masa
depan, dan berbicara kepada Tuhan! Saudaraku, Savonarola!
Dia akan membimbing kita!"
Ezio bepikir, apakah rahib itu telah membuka Apel,
sebagaimana dirinya" Apakah rahib itu membuka visi-visi
yang sama" Apa yang Leonardo katakan tentang Apel"tidak
aman bagi otak-otak yang lebih lemah"
Savonarola akan membimbing kita menuju cahaya,"
Pembawa Pesan itu menyimpulkan. "Savonarola akan memberi
tahu kita apa yang akan datang" Savonarola akan membawa
kita ke pintu depan surga! Kita tidak akan ingin berada di
dunia baru yang telah disaksikan oleh Savonarola. Saudara
Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
515 Savonarola melangkah di setiap jalan menuju Tuhan yang
telah selama ini kita cari!"
Dia mengangkat tangannya lagi ketika massa sendiri
berteriak dan bersorak. Ezio berkesimpulan satu-satunya cara untuk menemukan
rahib itu adalah melalui pembantunya ini. Tapi Ezio harus
mencari cara untuk mencapai pria itu tanpa membangkitkan
kecurigaan dari kerumunan yang mengabdi kepada Tuhan.
Ezio maju dengan hati-hati, berpura-pura menjadi pria
penurut yang mencari perubahan kepada kumpulan sang
Pembawa Pesan. Itu tidak mudah. Dia didorong secara agresif oleh
orang-orang yang bisa melihat bahwa dia orang asing,
pendatang baru, yang harus disisihkan. Tapi Ezio tersenyum,
membungkuk, dan bahkan sebagai usaha akhir, memberikan
uang sambil berkata, "Aku ingin bersedekah kepada tujuan
Savonarola dan mereka yang mendukung dan percaya
kepadanya." Uang pun berhasil melaksanakan daya tariknya
seperti biasa. Faktanya, Ezio berpikir, uang adalah pengubah
terhebat. Akhirnya sang Pembawa Pesan, yang memperhatikan
kemajuan Ezio dengan campuran senang dan mencela,
menyuruh para pengurusnya untuk menepi dan memberi
isyarat kepada Ezio, mengantarnya ke tempat yang tenang,
sebuah piazzetta yang jauh dari lapangan utama, di mana
mereka akan bisa berbicara secara pribadi. Ezio senang
untuk melihat bahwa sang Pembawa Pesan jelas berpikir Ezio
516 akan menjadi tambahan baru yang penting dan makmur
bagi rombongannya. "Di mana Savonarola sendiri?" Ezio bertanya.
"Dia ada di mana-mana, Saudara," jawab sang Pembawa
Pesan. "Dia menyatu dengan kita semua, dan kita semua
menyatu dengannya." "Dengar, Kawan," kata Ezio mendesak. "Aku mencari
orang itu, bukan mitosnya. Tolong beri tahu aku di mana
dia." Sang Pembawa Pesan menatap Ezio dengan miring,
dan Ezio jelas melihat kegilaan di dalam matanya. "Aku
sudah memberitahumu di mana dia. Dengar, Savonarola
mencintaimu sebagaimana kau mencintainya. Dia akan
menunjukkan Cahaya kepadamu. Dia akan menunjukkan
masa depan kepadamu!"
"Tapi aku berbicara dengannya sendiri. Aku harus
bertemu dengan pemimpin besar itu! Dan aku punya banyak
kekayaan untuk dibawa dalam kampanyenya yang besar!"
Sang Pembawa Pesan kelihatan tertarik mendengar itu.
"Aku paham," katanya. "Bersabarlah. Waktunya belum
datang. Tapi kau harus ikut kami berziarah, Saudara."
Maka Ezio bersabar. Dia bersabar untuk waktu yang lama.
Kemudian, suatu hari, dia menerima sebuah panggilan
dari sang Pembawa Pesan untuk menemuinya di galangan
kapal Venesia pada senja hari. Ezio tiba lebih awal dan
menunggu dengan tidak sabar dan gugup, sampai akhirnya
517 dia melihat sebuah sosok berbayang-bayang mendekatinya
melalui kabut malam. "Tadi aku tidak yakin kau akan datang," Ezio menyambut
sang Pembawa Pesan. Pembawa Pesan itu tampak senang. "Pencarian Kebenaran
menjadi hasrat kuat di dalam dirimu, Saudara. Dan itu telah
bertahan melawan ujian waktu. Tapi sekarang kita sudah
siap, dan pemimpin hebat kita telah memikul jubah kuasa
yang memang dia terlahir untuk itu. Mari!"
Sang Pemberi Pesan memberi isyarat ke depan Ezio,
lalu memimpin Ezio ke sisi dermaga di mana sebuah kapal
dayung besar menunggu. Di dekatnya, kerumunan Pengikut
fanatik sedang menunggu. Sang Pembawa Pesan berkata kepada mereka semua,
"Anak-anakku! Inilah waktunya bagi kita untuk berangkat.
Saudara dan pemimpin spritual kita Girolamo Savonarola
menunggu kita di kota yang akhirnya menjadi miliknya!"
"Ya, benar! Bajingan anak pelacur itu telah membawa
kota dan rumahku menjadi sinting!"
Kerumunan itu dan Ezio berbalik untuk melihat orang
yang berbicara tadi, yaitu seorang pria muda berambut
panjang yang mengenakan topi hitam, dengan bibir penuh
dan wajah lemah yang sekarang menyeringai marah.
"Aku baru saja melarikan diri dari sana," dia melanjutkan.
"Aku dilempar dari kursi duke oleh Raja Charles Prancis
sialan itu, yang campur tangannya membuatku digantikan
oleh Anjingnya Tuhan itu, Savonarola!"
518 Suasana hati keramaian menjadi buruk, dan mereka
pasti menangkap dan melempar pria itu ke dalam air kalau
sang Pembawa Pesan tidak berdiri di antara mereka.
"Biarkan pria itu mengutarakan pikirannya," sang
Pembawa Pesan memerintahkan, lalu berpaling kepada
orang asing itu dan bertanya, "Kenapa kau menyebut nama
Savonarola dengan sia-sia, Saudara?"
"Kenapa" Kenapa" Karena perbuatannya kepada Florence!
Dia mengendalikan kota itu! Signoria entah mendukung atau
tidak berdaya melawannya. Dia mendisiplinkan massa, dan
bahkan orang-orang yang seharusnya tahu lebih baik seperti
Maestro Botticelli mengikuti dia seperti budak. Mereka
membakari buku, karya-karya seni, apa pun yang dianggap
abadi oleh orang gila itu!"
"Savonarola berada di Florence sekarang?" tanya Ezio
dengan bersungguh-sungguh. "Kau yakin?"
"Kalau saja tidak demikian! Kalau saja dia berada di
bulan atau di mulut neraka! Aku hampir tidak bisa kabur
hidup-hidup!" "Dan siapa kau tepatnya, Saudara?" tanya sang Pem"bawa Pesan yang sekarang tidak sabar dan menunjukkan
ketidaksabarannya itu. Pria muda itu menegakkan diri. "Aku Pireo de" Medici.
Putra dari Lorenzo, Il Magnifico, dan penguasa yang sah
atas Florence." Ezio menggenggam tangannya, "Senang bertemu, Piero.
Ayahmu adalah teman setiaku."
519 Piero menatapnya. "Terima kasih untuk itu, siapa pun
kau. Sedangkan ayahku, dia beruntung telah mangkat sebelum
semua kegilaan ini pecah seperti ada raksasa menyapu kota
kami." Dia berbalik tanpa peduli kepada kerumunan orang
yang marah. "Jangan dukung rahib jahat itu! Dia orang
bodoh berbahaya dengan keangkuhan sebesar Duomo! Dia
harus ditumpas seperti anjing gila!"
Sekarang kerumunan orang menggeram murka sebagai
satu kesatuan. Sang Pembawa Pesan berbalik kepada Piero
dan berteriak, "Sesat! Penyebar benih pikiran setan!" Kepada
kerumunan orang, dia berteriak, "Inilah pria yang harus
ditumpas! Dibungkam! Dia harus dibakar!"
Baik Piero dan Ezio menghunuskan pedang mereka
sekarang, dan menghadapi massa yang mengancam.
"Siapa kau?" tanya Piero.
"Auditore, Ezio," dia menjawab.
"Ah! Sono grato del tuo aiuto. Ayahku sering berbicara
tentang kau." Matanya berkelap-kelip memandang musuh"musuh mereka. "Bisakah kita keluar dari sini?"
"Aku harap begitu. Tapi kau tadi tidak benar-benar
bijaksana." "Bagaimana aku bisa tahu?"
"Kau baru saja mengacaukan usaha dan persiapanku,
tapi lupakan saja. Perhatikan pedangmu!"
Pertarungan itu sulit tapi singkat. Kedua pria itu
membiarkan massa menghantam mereka mundur ke sebuah
gudang telantar, lalu di sanalah mereka mengambil posisi.
Untungnya, meskipun berang, kerumunan peziarah itu jauh
520 dari petarung yang terbiasa, dan begitu orang yang paling
berani di antara mereka mundur untuk merawat luka dalam
dan sayatan dari pedang-pedang panjang Ezio dan Piero,
sisanya mundur, dan kabur. Hanya sang Pembawa Pesan
yang kotor dan berdebu, tetap berdiri di tempatnya.
"Penipu!" katanya kepada Ezio. "Kau harus membeku
selamanya di dalam es di Cincin Keempat dari Lingkaran
Kesembilan. Dan akulah yang akan mengirimmu ke sana."
Dari jubahnya, dia mengeluarkan sebuah basilard (pedang
pendek) berpinggiran tajam dan berlari kepada Ezio sambil
memegang senjata itu di atas kepalanya, siap menyerang. Ezio
mundur, hampir jatuh dan rawan terhadap serangan sang
Pembawa Pesan, tapi Piero mengiris kaki pria itu. Setelah
Ezio seimbang lagi, Ezio mengeluarkan pedang gandanya,
lalu memukulkan ujung tajamnya dalam-dalam ke perut
pria itu. Tubuh sang pembawa pesan itu gemetaran sebagai
akibatnya. Dia megap-megap dan terjatuh, menggeliat-geliat
dan kejang-kejang, mencakar-cakar tanah, sampai akhirnya
dia kaku. "Semoga itu menebus rencanamu yang aku kacaukan,"
kata Piero dengan senyum menyesal. "Ayo! Ayo pergi ke
Istana Doge dan memberi tahu Agostino agar mengirim
Pengawas untuk memastikan segerombol orang sinting itu
telah bubar dan kembali ke selokan."
"Grazie," kata Ezio. "Tapi aku pergi ke jalan lain. Aku
pergi ke Florence." 521 Piero menatap Ezio dengan tidak percaya. "Apa" Ke
dalam mulut neraka itu sendiri?"
"Aku punya alasan sendiri untuk mencari Savonarola.
Tapi mungkin belum terlambat untuk membatalkan kerusakan
yang telah dia lakukan kepada kota asal kita juga."
"Kalau begitu, semoga beruntung," kata Piero. "Apa
pun tujuan yang kau cari."
522 Fra" Girolamo Savonarola mengambil alih pemerintahan
efektif Florence pada tahun 1494, pada usia 42 tahun. Dia
sakit mental, seorang genius fanatik yang telah menyimpang
paling parah. Tapi hal yang paling menyeramkan darinya
adalah orang-orang membiarkannya untuk menghasut dan
memimpin mereka, juga melakukan tindakan-tindakan bodoh
yang paling merusak dan menggelikan. Semuanya berdasarkan
teror api neraka, dan pada sebuah doktrin yang mengajarkan
bahwa semua kesenangan, semua hal duniawi, dan semua
karya manusia itu tercela. Hanya dengan berserah total baru
seseorang bisa menemukan cahaya keyakinan sejati.
Tidak heran, pikir Ezio sambil menunggang kembali
menuju kota asalnya, bahwa Leonardo tetap di Milan"di
523 samping hal-hal lainnya, dari sudut pandang temannya, Ezio
telah mengetahui bahwa homoseksualitas yang dulu dianggap
rendah dan bisa dihukum dengan pajak yang masih bisa
disanggupi, kini mendapatkan tentangan hukuman mati di
Florence. Tidak heran juga bahwa para pemikir dan penyair
materialis dan humanis yang telah berkumpul di sekeliling
jiwa pengayom dan tercerahkan milik Lorenzo telah bubar,
dan mencari tanah yang tidak lebih tandus daripada Florence
yang sedang cepat menjadi gurun kecerdasan.
Saat Ezio mendekati kota itu, Ezio menyadari adanya
kelompok-kelompok besar rahib berjubah hitam dan orang"orang awam yang berpakaian sederhana menuju arah yang
sama. Semuanya tampak khidmat tapi bijak. Semuanya
berjalan dengan kepala menunduk.
"Kalian menuju ke mana?" dia bertanya kepada salah
satu orang yang lewat. "Ke Florence. Untuk duduk di kaki pemimpin hebat,"
kata seorang pedagang berwajah pucat sebelum melanjutkan
jalannya. Jalan itu lebar, Ezio melihat ada massa lagi yang
mendekatinya dari kota, jelas sedang meninggalkan kota.
Mereka juga berjalan dengan kepala menunduk, dan raut
wajah mereka serius dan tertekan. Ketika mereka melewatinya,
Ezio mendengar sedikit-sedikit percakapan mereka, dan
menyadari bahwa orang-orang ini akan mengasingkan diri
secara sukarela. Mereka mendorong gerobak-gerobak yang
ditumpuk tinggi, tas-tas gendong, atau bundelan barang.
Mereka adalah pengungsi yang tersingkir dari rumah
524 mereka entah karena diusir oleh sang Rahib, atau memilih
untuk pergi sendiri karena tidak tahan lagi hidup di bawah
penguasanya lagi. "Seandainya Piero punya sepersepuluh, kita masih punya
rumah?" kata salah satu di antara mereka.
"Seharusnya kita tidak pernah membiarkan orang gila
itu menjejakkan kaki di kota kita," orang lainnya bergumam.
"Lihatlah semua kesengsaraan yang dia buat?"
"Yang aku tidak mengerti adalah kenapa sangat banyak
di antara kita yang mau menerima penindasannya," kata
seorang wanita. "Yah, di mana pun lebih baik daripada Florence
sekarang," wanita lain berkata. "Kita dibuang begitu saja
ketika kita menolak menyerahkan apa pun yang kita punya
untuk Gereja San Marconya yang berharga!"
"Ini sihir, itulah satu-satunya cara aku bisa menjelaskannya.
Bahkan Maestro Botticelli terkena mantra Savonarola"
Maklum, pria itu sudah mulai tua, dia pasti hampir lima
puluh, mungkin dia sedang mencicil surga."
"Pembakaran buku, penangkapan, dan semua khotbah
sialan yang tiada akhir itu! Kalau berpikir bagaimana
Florence dua tahun lalu" cahaya melawan kebodohan!
Pedang Naga Kemala 11 Dua Cinta New Moon Twilight Buku Ke 2 Karya Stephenie Meyer Pembunuh Gelap 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama