Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick Bagian 4
aman. Bahkan tidak ada sesuatu pun pada dirinya yang
aman. Seluruh tubuhku bergetar karena sentuhannya.
Sensasi itu benar-benar asing dan menggairahkan.
Akal sehatku, yang kelewat cerewet dan terlalu mempersoalkan reaksiku terhadap Jev, ingin memecahku
dari emosi ini. Tetapi bagian diriku yang lain, yang lebih
bersifat ragawi, merasa lelah karena terus mengejarku
untuk memasuki lingkaran. Dan dalam sekejap, aku
mematikan otakku. Sepenggal demi sepenggal, kubiarkan Jev
meruntuhkan pertahananku. Aku berayun, merapatkan
diri ke tubuhnya, membiarkannya mengatur ritme. Aku
merasa luar biasa hangat. Kepalaku seolah dipenuhi
asap. Dan momen ini mulai terasa tidak riil, membuatku
semakin mudah percaya bahwa kalaupun nanti aku
akan merasa bersalah atau menyesal, aku akan bisa
berpura-pura ini tidak pernah terjadi. Sementara aku di
sini, terperangkap di dalam kelab, terperangkap dalam
matanya, dia membuatku begitu mudah terlena.
Mulutnya menyentuh telingaku. "Apa yang kau
pikirkan?" 290 Kupejamkan mata, tenggelam dalam sensasi. Betapa
hangatnya. Betapa aku merasa hidup dan bersemangat
apabila di dekatmu. Mulutnya terangkat, membentuk senyum seksi yang
menggoda. "Hmm."
"Hmm?" Aku mengalihkan pandangan, secara
otomatis menggunakan kejengkelan untuk menutupi
perasaan tidak nyaman. "Apa maksudmu dengan "hmm?"
Bisakah kau menggunakan lebih dari lima kata" Desahan
dan gumaman itu membuatmu lebih dari"primitif."
Sudut mulutnya terangkat lebih tinggi. "Primitif."
"Benar-benar menggelikan."
"Aku Jev, kau Nora."
"Hentikan." Tapi aku nyaris tersenyum sendiri.
"Sebagai makhluk primitif, aku bisa mengatakan
tubuhmu sangat harum," komentarnya. Tubuhnya
semakin rapat, membuatku benar-benar bisa merasakan
degup jantungnya, sentuhan kulitnya ke kulitku. Seluruh
tubuhku seolah dialiri getaran listrik.
"Itu karena aku mandi...," kataku otomatis, kemudian
terdiam. Memoriku terguncang oleh rasa kedekatan yang
begitu kuat. Dia sama sekali tidak asing bagiku. "Sabun,
sampo, air hangat," imbuhku, nyaris tanpa berpikir.
"Telanjang. Aku paham," kata Jev, sesuatu yang tak
terbaca melintas di matanya.
291 Tidak tahu pasti bagaimana harus menanggapinya,
aku tergoda untuk menghapus momen itu dengan tawa
kecil. "Kau merayuku, Jev?"
"Apakah kau merasa begitu?"
"Aku tidak terlalu mengenalmu untuk bisa menjawab." Aku berusaha menjaga suaraku datar, bahkan
netral. "Kalau begitu, kita harus mengubahnya."
Masih tidak yakin dengan motifnya, aku berdeham.
Butuh dua orang untuk ber-tango. "Kabur bersama-sama
sebenarnya adalah idemu supaya aku lebih mengenalmu?"
"Bukan. Tapi yang ini, ya."
Jev membalikkan tubuhku, mengangkatku dalam
gerakan lambat membentuk lengkungan, sampai
tubuhku rata di atasnya. Di tangannya, sendi-sendi
tubuhku melemas, pertahanan diriku meleleh saat dia
membawaku ke gerakan-gerakan yang lembut. Otot
tubuhnya menonjol di balik pakaiannya. Dia memelukku,
mengarahkanku. Tidak pernah membiarkanku jauh.
Lututku terasa lemas, tapi bukan karena dansa.
Napasku tersengal. Aku tahu, aku masuk ke perangkap
berbahaya. Berada sedekat ini dengan Jev menimbulkan
sensasi yang membutakan dan panas yang memabukkan.
Setelah entakan aneh yang membuat perasaanku kacaubalau, aku menarik diri, tapi tidak terlalu kuat.
292 "Aku tidak punya tubuh untuk ini," candaku sambil
mengangkat dagu ke seorang perempuan tak jauh
dariku, yang menggoyang-goyangkan pinggul besarnya
mengikuti irama musik. "Tubuhku tidak seksi."
Jev menatapku lekat-lekat. "Kau mau dengar
pendapatku?" Wajahku memerah. Dia menundukkan wajah, napasnya terasa hangat
di kulitku. Bibirnya menyentuh dahiku dengan tekanan
selembut beludru. Kupejamkan mata, berusaha menahan
keinginan absurd untuk menciumnya.
"Jev," ingin aku memanggilnya. Hanya saja namanya
tidak meluncur dari bibirku. Jev, Jev, Jev, hanya itu
yang ada dalam benakku seiring degup jantungku yang
semakin cepat. Kusebut namanya berulang-ulang dalam
hati, sampai aku menjadi mabuk karenanya.
Dia begitu dekat denganku. Tubuhku mengikuti
gerak tubuhnya dengan cara yang menakutkan sekaligus
membingungkan. Mendadak tubuhnya sedikit kaku. Mantra itu
terhenti. Celah di antara kami melebar, dan aku mundur.
"Kita kedatangan tamu," kata Jev.
Aku berusaha menjauh, tapi Jev mempererat pelukannya, memaksaku terus berdansa. "Tetap tenang,"
gumamnya, pipinya menyentuh dahiku. "Ingat, kau
adalah cewek berambut pirang dan mengenakan
293 sepatu bot. Mereka tidak akan melihat dirimu yang
sebenarnya." "Bukankah mereka sudah bisa mengira bahwa
kau akan mempermainkan pikiran mereka?" Aku
berusaha melihat ke arah pintu, tapi beberapa lelaki
bertubuh jangkung menghalangi pandanganku. Karena
itulah aku tidak bisa memastikan apakah anak buah
Hank mendekati kami atau berdiri di ambang pintu,
mengawasi ruangan. "Waktu itu mereka tidak melihatku dengan jelas.
Tapi mereka melihatku melompat dari lantai tiga. Jadi
mereka tahu, aku bukan manusia. Mereka akan mencari
sepasang lelaki dan perempuan. Tapi di sini banyak
pasangan." "Sedang apa mereka sekarang?" tanyaku, masih
tidak bisa melihat jauh karena sesaknya pengunjung.
"Mengamati ruangan. Tetap berdansa denganku,
tundukkan pandanganmu. Mereka berempat. Menyebar."
Jev menyumpah. "Dua orang ke arah sini. Kurasa kita
ketahuan. Black Hand melatih mereka dengan baik. Aku
belum pernah bertemu Nephil yang baru disumpah tapi
sudah bisa menembus trans. Tapi mungkin itu kebetulan
saja. Berjalanlah ke arah kamar mandi lalu keluar melalui
ujung lorong. Jangan terlalu cepat, dan jangan menoleh
ke belakang. Kalau ada yang menghentikanmu, abaikan
saja. Terus berjalan. Aku akan berusaha mengelabui
294 mereka untuk mengulur waktu. Kita akan bertemu di
gang lima menit lagi."
Jev dan aku mengambil arah yang berlawanan.
Jantungku seakan mau copot. Aku mendesak
kerumunan. Panas akibat tubuh-tubuh yang berjejalan
dan kegugupanku sendiri membuat kulitku berkeringat.
Aku berbelok ke koridor yang mengarah ke kamar
mandi. Dari bau yang menyengat dan lalat yang
beterbangan, bisa dipastikan tempat itu jauh dari bersih.
Terlihat antrean panjang. Aku harus berjalan di pinggir
barisan itu, sambil menggumamkan kata permisi dengan
terburu-buru. Sesuai yang dijanjikan Jev, ada pintu di ujung
lorong. Aku mendorongnya dan sampailah aku di luar.
Tanpa membuang waktu, aku berlari kecil. Menunggu
di tempat terbuka sepertinya bukan ide bagus. Karena
itu, aku memilih bersembunyi di belakang tempat
sampah sampai Jev datang. Baru separuh jalan, pintu
di belakangku dibuka oleh seseorang.
"Di sana!" Terdengar suara teriakan. "Dia melarikan
diri!" Aku menoleh. Dari pandangan sekilas, aku bisa
memastikan bahwa mereka adalah Nephilim. Kemudian
aku berlari. Aku tidak tahu harus ke mana, tapi yang
pasti Jev akan terpaksa mencariku di tempat lain. Aku
menyeberangi jalan, menuju tempat kami meninggalkan
295 Tahoe. Mudah-mudahan saja Jev mencariku ke sini
setelah mengetahui aku tidak menunggunya di gang.
Nephilim itu kelewat cepat. Sekalipun berlari
dengan kecepatan penuh, aku bisa mendengar mereka
semakin dekat. Dalam kepanikan yang menjadi-jadi,
aku menyadari semuanya menjadi lebih cepat sepuluh
menit bagi mereka. Ketika mereka hanya sejengkal saja
dariku, aku berbelok. Kedua Nephilim melambatkan langkah, mendadak
cemas dengan maksudku. Aku menatap mereka
bergantian di sela napasku yang tersengal-sengal. Aku
bisa saja terus berlari dan mengulur-ulur sesuatu yang
tak terelakkan. Aku bisa saja mencoba berkelahi. Aku
bisa saja menjerit sampai paru-paruku pecah dan
berharap Jev mendengar. Tapi semua pilihan itu seolah
tak berarti. "Apakah itu benar dia?" kata lelaki yang tubuhnya
lebih pendek dengan aksen formal, sepertinya aksen
Inggris. Matanya menatapku tajam.
"Ya," tegas yang lebih tinggi, dengan aksen Amerika.
"Dia menggunakan trans. Fokuskan perhatian ke satu
hal, seperti yang diajarkan Black Hand. Misalnya
rambutnya." Si Nephil pendek menyipitkan mata ke arahku
dengan begitu serius sampai-sampai aku menduga
pandangannya akan menembus bata di gedung
296 belakangku. "Well, well," serunya sesaat kemudian.
"Merah, ya" Aku lebih suka kalau kau pirang."
Dengan kecepatan yang tidak manusiawi, mereka
berada di sampingku. Masing-masing mencengkeram
siku tanganku begitu kencang sampai aku mengernyit.
"Apa yang kau lakukan di gudang?" tanya Nephil
jangkung. "Bagaimana kau menemukan bangunan itu?"
"Aku?" Aku ingin berbohong, tapi takut dengan
konsekuensinya kalau ketahuan. Mereka tidak akan
percaya bahwa kemunculanku melalui jendela gudang
malam-malam hanya kebetulan belaka.
"Lidahmu digigit kucing?" kata si Pendek, menggelitik
bawah daguku. Aku mengelak. "Kita harus membawanya ke gudang," kata si
Jangkung. "Black Hand atau Blakely pasti ingin
menanyainya." "Mereka baru akan kembali besok. Kita harus
mendengar jawabannya sekarang."
"Bagaimana kalau dia tidak mau bicara?"
Si Nephil pendek menjilat bibir. Sesuatu yang
menakutkan berkilat-kilat di matanya. "Kita akan
memastikan dia mau bicara."
Si Jangkung mengerutkan dahi. "Dia akan menceritakan semuanya kepada mereka."
297 "Selesai bicara, kita hapus memorinya. Dia tidak
akan tahu bedanya." "Kita belum cukup kuat. Kalaupun kita bisa
menghapus separuh, itu belum cukup."
"Kita bisa mencoba ilmu hitam," usul si Pendek
dengan sorot mata jengkel.
"Ilmu hitam cuma mitos. Black Hand yang
mengatakannya." "Oh yeah" Kau boleh menganggapnya mitos, tapi
menurutku itu tambang emas. Bayangkan apa yang bisa
kita lakukan kalau kita menguasai ilmu itu."
"Kalaupun ilmu hitam ada, kita tidak tahu dari
mana memulainya." Si Pendek menggeleng-gelengkan kepala dengan
jengkel. "Kau selalu menjadikan semuanya sebagai
bahan lelucon. Oke. Kita pastikan saja cerita kita
sesuai." Dia mengarang rangkaian kejadian malam
itu menurut versinya sendiri. "Kita mengejarnya dari
gudang dan menemukannya bersembunyi di kelab.
Selagi kita menyeretnya kembali, dia ketakutan dan
mengungkapkan semuanya. Apakah ceritanya itu benarbenar terjadi atau tidak, itu tidak masalah. Yang pasti
dia sudah menyusup ke gudang. Black Hand pasti sudah
mengira dia akan berbohong lagi."
Nephil yang lebih jangkung tidak terlalu yakin, tapi
juga tidak mendebat. 298 "Ikut denganku," gerutu si Pendek sambil memaksaku ke ruang sempit di antara bangunan di belakang
kami. Langkahnya terhenti hanya untuk berpesan
kepada temannya, "Tunggu di sini. Pastikan tidak ada
yang menghalangi. Kita bisa mengorek informasi dari
cewek ini. Mungkin kita akan mendapatkan hadiah.
Atau bahkan kenaikan jabatan."
Seluruh tubuhku kaku membayangkan Nephil
itu akan menginterogasiku. Tetapi aku merasa agak
beruntung, karena aku tahu, aku tidak akan menang
jika harus melawan keduanya sekaligus. Mungkin
aku bisa memanfaatkan kelebihanku. Satu-satunya
harapan"sekalipun tipis"adalah mengimbangi dengan
permainan satu lawan satu. Semoga saja pertaruhan ini
Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhasil, pikirku sambil membiarkan si Nephil pendek
menyeretku semakin jauh. "Kau membuat kesalahan besar," kataku dengan
nada mengancam sebisa-bisanya.
Dia menggulung lengan baju, memperlihatkan buku
jarinya yang didekorasi dengan beraneka cincin tajam.
Keberanianku mendadak menguap. "Sudah enam bulan
di Amerika, bangun sebelum matahari terbit, dilatih oleh
tiran, dan dikurung di barak setiap malam. Terus terang,
setelah enam bulan, lega rasanya bisa menyalurkan
emosiku ke seseorang." Dia menjilat bibir. "Aku akan
menikmati permainan ini."
299 "Seharusnya aku yang mengatakan itu," kataku
sambil membenturkan lututku ke antara kedua kakinya.
Aku sudah cukup sering melihat cowok di sekolah
mempraktikkan teknik ini sehingga aku tahu akibatnya
tidak benar-benar melumpuhkan. Tapi aku tidak
mengira dia langsung menyerangku setelah tidak lebih
dari satu kali erangan kesakitan.
Dia menghampiriku dengan mata merah. Ada kayu
berukuran dua kali empat kaki di dekat kakiku. Aku
mengambilnya. Beberapa paku karatan menyembul,
menjadikan kayu itu senjata yang berguna.
Mata Nephil itu tertuju ke kayu yang kupegang dan
dia mengangkat bahu. "Silakan saja. Pukul aku. Tidak
akan sakit." Aku mencengkeram kayu itu seperti raket. "Mungkin
tidak akan menimbulkan luka permanen, tapi percayalah,
pasti sakit." Dia berpura-pura mengelak ke kanan, tapi aku
sudah menduganya. Ketika dia melompat ke kiri,
kuayunkan kayu itu keras-keras. Terdengar raungan
yang memekakkan telinga. Nephil itu kesakitan.
"Kau harus merasakan akibatnya." Dia menendang
tinggi-tinggi sebelum aku sempat mengukur gerakan
itu. Sepatu botnya membuat kayu terlepas dari
cengkeramanku. Kemudian dia memitingku ke tanah,
dan memuntir tanganku ke atas kepala.
300 "Lepaskan aku!" teriakku, meronta-ronta di bawah
tubuhnya. "Tentu, Sayang. Katakan dulu, apa yang kau lakukan
di gudang." "Lepaskan"aku"sekarang."
"Kau dengar ucapannya."
Si Nephil membelalakkan matanya lantaran tidak
sabar. "Apa lagi sekarang?" bentaknya, memutar kepala
untuk melihat orang yang berani mengganggunya.
"Itu permintaan yang mudah," kata Jev, tersenyum
kecil, tapi ada kesan mematikan di sudutnya.
"Aku sedang sibuk, Bung," bentak si Nephil,
mengalihkan tatapannya kepadaku sebagai penekanan.
"Kalau kau tidak keberatan?"
"Sepertinya aku juga punya pekerjaan." Jev
mencengkeram bahu si Nephil dan membenturkannya
ke bangunan. Dia menyarangkan tangannya di
kerongkongan sang lawan, memutus jalur udara.
"Minta maaf." Dengan ayunan kepala, Jev memberi
isyarat ke arahku. Nephil itu mencakar tangan Jev, wajahnya merah
padam. Mulutnya membuka dan menutup seperti ikan
yang berusaha bernapas. "Katakan kepadanya, kau menyesal. Kalau tidak,
aku akan memastikan kau tidak bisa mengatakan apaapa lagi." Dengan satu tangan, Jev mengeluarkan pisau
301 lipat, dan aku sadar, dia bermaksud memotong lidah
Nephil itu. "Bagaimana?"
Nephil itu menatapku dan Jev bergantian. Sorot
matanya penuh kemarahan. Maaf, umpatnya dengan kasar ke dalam pikiranku.
"Adegan itu tidak akan membuatmu mendapatkan
Oscar, tapi baiklah," kata Jev sambil tersenyum galak.
"Tidak terlalu sulit, bukan?"
Setelah menggeliat untuk membebaskan diri,
Nephil itu menghirup udara dan mengurut-urut
tenggorokannya. "Apakah aku mengenalmu" Aku tahu,
kau malaikat terbuang"aku bisa merasakan kekuatan
itu mengalir dari tubuhmu seperti air selokan. Aku jadi
berpikir, mungkin dulu kau dijatuhkan dari tempat yang
sangat tinggi, bahkan mungkin dari posisi penghulu
malaikat. Tapi aku hanya ingin tahu, apakah kita pernah
bertemu sebelum ini?" Itu pertanyaan jebakan, diajukan
supaya Nephil itu bisa melacak identitas Jev. Tapi Jev
tidak mudah ditipu. "Tidak," katanya. "Aku akan memperkenalkan
diri secara singkat." Dia menyarangkan tinju ke perut
lawannya. Mulut Nephil itu masih membentuk huruf O
ketika dia merosot jatuh.
Jev menghampiriku. Aku mengira dia akan bertanya
mengapa aku tidak menunggu di gang seperti yang
sudah direncanakan. Dan bagaimana keadaanku
302 setelah mendapat tamu seperti itu. Tetapi dia hanya
mengibaskan tanah yang menempel di pipiku dan
menutup dua kancing blusku yang terbuka.
"Kau tidak apa-apa?" tanyanya pelan.
Aku mengangguk, tapi tenggorokanku tercekat oleh
tangis. "Kita pergi dari sini," katanya.
Kali ini, aku tidak membantah.
303 arah belakang, tapi aku sama sekali tidak tahu lokasi Sa a t J e V m e n g e m U d i , a k U menyandaRkan membisu. Dia berbelok ke jalan kecil dan ke kepala ke jendela, diam
kami. Dia berbelok beberapa kali lagi, barulah aku
sadar. Gerbang Delphic Amusement Park menunggu di
depan, melengkung dan ramping. Jev memarkir mobil
di lapangan yang kosong. Empat jam lalu, bisa dibilang
beruntung kalau dia menemukan tempat parkir yang
sedekat ini dengan gerbang.
304 "Untuk apa kita ke sini?" tanyaku sambil duduk
lebih tegak. Dia mematikan mesin, alis hitamnya melengkung.
"Katanya kau ingin bicara."
"Yeah, tapi tempat ini...." Sepi.
Senyum samar menyentuh bibirnya. "Masih belum
yakin aku bisa dipercaya" Soal mengapa Delphic, anggap
saja aku sentimental."
Seandainya dia merasa aku tahu maksudnya, dia
salah. Aku membuntutinya dan melihatnya melompati
gerbang dengan mudah. Kemudian dia mendorong
gerbang dari sebelah dalam, sekadar cukup untuk bisa
kulewati. "Bukankah kita bisa dipenjara karena tindakan ini?"
tanyaku, meskipun sadar itu pertanyaan bodoh. Kalau
ketahuan, bagaimana kami tidak akan ditangkap"
Tetapi lantaran Jev tampaknya tahu benar dengan
yang dilakukannya, aku ikut saja. Di atas tiang lampu,
sebuah roller coaster menjulang. Kilatan gambar
melintas dalam kepalaku, membuatku tersentak sesaat.
Aku melihat diriku terlepas dari rel, dan terjun bebas.
Aku menelan ludah dan berusaha mengenyahkan
gambaran itu dengan pikiran itu akibat rasa takutku
terhadap ketinggian. Tetapi perasaan tidak nyaman itu semakin menjadijadi. Hanya lantaran Jev telah menyelamatkanku tiga
305 kali, bukan berarti aman berduaan dengannya. Rasanya
aku tergoda untuk ikut ke sini lantaran ingin memperoleh
jawaban. Jev berjanji bahwa kami akan bicara. Dan
godaan itu terlalu kuat untuk ditolak.
Akhirnya Jev melambatkan langkah, menepi ke
trotoar, dan berhenti di depan bangunan pemeliharaan
yang sudah bobrok. Tempat ini sangat gelap lantaran
dibayangi roller coaster di satu sisi dan bianglala raksasa
di sisi lain. Tidak heran bangunan kelabu ini tidak
menarik perhatian orang. "Apa isi bangunan itu?" tanyaku.
"Rumah." Rumah" Aku tidak tahu apakah selera humornya
tinggi, atau dia punya definisi lain tentang hidup
sederhana. "Menarik sekali."
Senyum kecil tersungging di bibirnya. "Aku
mengorbankan gaya hidup demi keamanan."
Aku mengawasi cat yang mengelupas, kerai yang
melengkung, dan konstruksi yang sangat tipis. "Aman"
Ditendang saja mungkin sudah roboh."
"Aman dari penghulu malaikat."
Mendengar kata itu, aku merasa tikaman rasa
panik. Aku teringat halusinasi terakhirku. Bantu aku
menemukan kalung penghulu malaikat, kata Hank.
Faktor kebetulan itu menimbulkan gelitik tidak nyaman
di bawah kulitku. 306 Setelah memasukkan kunci, Jev membuka pintu dan
mempersilakan aku masuk lebih dulu.
"Kapan aku bisa mendengar cerita tentang penghulu
malaikat?" tanyaku. Nada bicaraku santai, tapi perutku
seolah diaduk-aduk oleh perasaan gugup. Memangnya
ada berapa jenis malaikat"
"Yang perlu kau ketahui sekarang adalah mereka
tidak di pihak kita."
Aku berusaha membaca nada suaranya. "Tapi itu
akan berubah nanti?"
"Aku termasuk yang optimistis."
Aku melangkah masuk, merasa pasti ada sesuatu
yang lebih pada tempat ini ketimbang yang tertangkap
mataku. Aku akan terkejut seandainya dinding-dinding
di sini bisa selamat dari terpaan angin kencang. Lantai
kayunya berderit ketika kuinjak, dan aku mencium bau
lapuk. Bangunan ini kecil, hampir lima belas kali sepuluh
kaki saja. Tak berjendela pula. Ruangan menjadi gelap
total ketika Jev menutup pintu.
"Kau tinggal di sini?" tanyaku, ingin memastikan.
"Ini lebih seperti serambi."
Sebelum sempat menanyakan maksudnya, aku
mendengar langkahnya menyeberangi ruangan. Ada
sebuah celah rendah yang berfungsi sebagai pintu. Ketika
bicara lagi, suara Jev terdengar jauh di bawah.
"Ulurkan tanganmu."
307 Aku bergegas maju, meraba-raba di tengah kegelapan,
sampai aku merasakan cengkeraman tangannya.
Sepertinya dia berdiri di bawahku, di area yang menjorok
ke dalam. Tangannya bergerak ke pinggangku. Dia
menggendongku ke bawah"
Menuju sebuah ruang di balik bangunan ini. Kami
berdiri berhadap-hadapan dalam kegelapan. Aku
merasakan napasnya, pelan dan mantap. Napasku sendiri
agak kacau. Ke mana dia membawaku"
"Tempat apa ini?" bisikku.
"Ada labirin terowongan di bawah taman hiburan
ini. Lapisan demi lapisan lorong. Dulu malaikat terbuang
tidak berbaur dengan manusia. Mereka memisahkan diri
dan menetap di pesisir ini. Mereka hanya pergi ke kota
pada saat Cheshvan, untuk menguasai tubuh perantara
mereka, yaitu kaum Nephilim. Itu semacam liburan
selama dua pekan. Dan kota-kota itu bagaikan tempat
rekreasi mereka. Mereka melakukan segala yang mereka
inginkan, mengambil segala yang mereka mau, mengisi
kantong dengan uang milik perantara mereka.
"Tebing-tebing samudra ini adalah tempat yang
terpencil. Tapi para malaikat terbuang membangun
kota di bawah tanah untuk berhati-hati. Mereka
tahu, keadaan akan berubah seiring waktu. Dan itu
benar. Manusia berkembang biak. Batas antara teritori
manusia dan malaikat terbuang menjadi kabur. Malaikat
308 terbuang membangun Delphic di atas kota mereka
untuk menyembunyikannya. Setelah taman rekreasi ini
dibuka, mereka menggunakan uang yang masuk untuk
menghidupi diri mereka sendiri."
Suaranya begitu terukur, begitu mantap. Aku tidak
tahu bagaimana perasaannya terhadap segala yang
barusan diungkapkannya. Di lain pihak, aku pun tidak
tahu apa yang harus kukatakan. Aku merasa seperti
mendengar dongeng kelam pada larut malam, dengan
mata mengantuk. Keseluruhan momen ini serasa mimpi,
melayang masuk dan keluar dari fokus, tapi teramat
sangat nyata. Aku tahu, Jev mengatakan yang sebenarnya. Bukan
lantaran ceritanya tentang malaikat terbuang dan
Nephilim sesuai dengan yang diceritakan Scott. Tetapi
lantaran setiap katanya membuatku bergetar. Dan
menggerakkan setiap fragmen memoriku yang kupikir
telah hilang untuk selamanya.
"Aku pernah nyaris membawamu ke sini," kata Jev.
"Tapi tidak jadi akibat ulah Nephil yang gudangnya kau
masuki malam ini." Aku tidak harus berterus terang kepada Jev. Tapi
aku memutuskan untuk mengambil risiko. "Aku tahu,
Nephil yang kau bicarakan adalah Hank Millar. Dialah
yang menjadi alasan kepergianku ke gudang itu. Aku
ingin tahu, apa yang disembunyikannya. Scott bilang,
309 kalau kami sudah cukup membongkar rahasianya, kami
bisa tahu apa yang dia rencanakan dan menemukan cara
untuk melumpuhkannya."
Sesuatu yang kutafsirkan sebagai rasa iba melintas
Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di mata Jev. "Hank bukan Nephil biasa, Nora."
"Aku tahu. Menurut Scott Hank punya pasukan.
Dia ingin menghancurkan malaikat terbuang sehingga
mereka tidak bisa menguasai tubuh Nephilim lagi. Aku
tahu, dia kuat dan punya banyak koneksi. Tapi aku tidak
tahu bagaimana kau terlibat dengannya. Mengapa kau
ada di gudang itu?" Sesaat Jev hanya membisu. "Aku punya kesepakatan
dengan Hank. Bukan sesuatu yang aneh bagiku untuk
mengunjunginya." Dia sengaja tidak memberi jawaban
yang gamblang. Aku tidak tahu apakah dia tidak
bersedia untuk terbuka denganku setelah aku berterus
terang kepadanya, ataukah dia ingin melindungiku. Jev
menghela napas panjang. "Kita harus bicara."
Dia menggamit siku tanganku, mengajakku semakin
dalam menuju kegelapan sempurna. Kami turun melewati
koridor yang berbelok-belok. Akhirnya Jev melambatkan
langkah, membuka pintu, dan mengambil sesuatu dari
tanah. Sebatang korek api mendesis sebelum menyala, dan
dia menyentuhkannya ke sumbu lilin. "Selamat datang
di tempatku." 310 Dibandingkan kegelapan total, cahaya lilin luar
biasa terang. Kami berdiri di ambang suatu teras granit
hitam yang membuka ke sebuah ruangan luar biasa
luas, yang juga terbuat dari granit hitam. Permadani
sutra yang memantulkan warna biru tua, abu-abu, dan
hitam, menghiasi lantai. Furniturnya sangat sedikit,
tetapi masing-masingnya adalah hasil seleksi Jev dan
menampilkan bentuk yang ramping, kontemporer,
dengan kesan apik dan artistik.
"Wow," kataku. "Tidak banyak orang yang datang ke sini. Aku tidak
ingin berbagi tempat ini dengan banyak orang. Aku suka
privasi dan keterpencilan."
Yang jelas, dia mendapatkan keduanya, pikirku
sambil melihat-lihat studio yang mirip gua itu. Diterangi
cahaya lilin, dinding dan lantai granit berkilau laksana
ditaburi berlian. Saat aku melihat-lihat, Jev menyalakan satu lilin lagi.
"Dapur di sebelah kiri," katanya. "Kamar tidur di
belakang." Aku menoleh dan menatapnya dengan pandangan
menggoda. "Wah, Jev, apakah kau merayuku?"
Dia menatapku dengan mata hitamnya.
"Aku mulai merasa kau berusaha mengalihkan aku
dari percakapan kita sebelumnya." Jemariku meraba
satu-satunya perabot kuno di ruangan itu. Sebuah cermin
311 besar berpelat perak yang terkesan berasal dari chateau
Prancis abad pertengahan. Ibuku pasti terkesan kalau
melihatnya. Jev menjatuhkan diri ke sebuah sofa kulit warna hitam
yang bergaya French Deco. Tangannya direntangkan di
sandaran sofa. "Bukan aku yang mengalihkan perhatian."
"Oh" Lalu apa?"
Aku merasa matanya mengikutiku sementara aku
berjalan di ruangan itu. Dia menatapku dari kepala ke
ujung kaki tanpa berkedip. Getar panas menjalar di
seluruh tubuhku. Berusaha menghilangkan perasaan itu, aku berhenti
untuk menikmati sebuah lukisan cat minyak yang
memukau. Warna-warninya begitu hidup. Detailnya
tidak tanggung-tanggung. "Kejatuhan Phaeton," katanya menjelaskan. "Dewa
Matahari Yunani, Helios, memiliki seorang putra
bernama Phaeton. Hasil perkawinan dengan manusia
perempuan. Setiap hari, Helios membawa kereta kuda
melintasi langit. Phaeton menipu ayahnya supaya diizinkan
mengemudikan kereta itu meskipun dia belum cukup kuat
atau cukup terampil mengarahkan kuda. Seperti yang
bisa diduga, kuda-kuda itu menjadi liar dan jatuh ke
Bumi, membakar segala yang menghalangi jalannya." Dia
menunggu, menarik pandanganku ke arahnya. "Tentunya
kau menyadari efek dirimu terhadapku."
312 "Sekarang kau menggodaku."
"Memang benar, aku senang menggodamu. Tapi
aku tidak main-main dalam beberapa hal." Sikap
bercandanya hilang, dan matanya menjadi serius.
Terperangkap dalam tatapan Jev, aku menerima
sesuatu yang sudah begitu jelas di hadapanku. Dia adalah
malaikat terbuang. Kekuatan yang memancar darinya
begitu berbeda dari yang kurasakan ketika di dekat Scott.
Lebih kuat dan lebih tajam. Sekarang pun udara berdesir
dengan energi. Setiap molekul tubuhku menjadi luar biasa
sensitif terhadap keberadaannya, terhadap gerakannya.
"Aku tahu kau malaikat terbuang," kataku. "Aku
tahu kau memaksa Nephilim mengucapkan sumpah
setia. Kau menguasai tubuh mereka. Dalam perang ini,
kau berseberangan dengan Scott. Tidak heran kau tidak
menyukainya." "Kau ingat." "Tidak cukup banyak. Kalau kau malaikat terbuang,
lalu mengapa kau punya urusan dengan Hank, yang
adalah Nephil" Bukankah seharusnya kalian musuh
bebuyutan?" Suaraku lebih tajam dari yang kuniatkan.
Aku tidak yakin dengan pandanganku tentang fakta
bahwa Jev adalah malaikat terbuang. Makhluk jahat.
Supaya fakta ini tidak membuatku tak bisa menahan
diri, aku mengingatkan diriku sendiri bahwa aku
313 sudah pernah memikirkan hal ini. Kalau dulu aku bisa
menghadapinya, sekarang pun demikian.
Sekali lagi, rasa iba melintasi raut wajahnya. "Tentang
Hank." Jev menyeret tangannya menuruni wajahnya.
"Ya, ada apa dengannya?" Aku menatapnya,
berusaha menemukan sesuatu yang membuatnya begitu
berat untuk menjelaskan persoalan ini. Raut wajahnya
menyimpan rasa simpati yang begitu besar. Otomatis aku
menjadi tegang, siap untuk mendengar berita terburuk.
Jev berdiri, berjalan ke dinding, dan menyandarkan
tangannya. Lengan bajunya digulung hingga siku,
kepalanya tertunduk. "Aku ingin tahu semuanya," kataku. "Dimulai
dengan dirimu. Aku ingin ingat tentang kita. Bagaimana
kita bertemu" Seperti apa hubungan kita" Setelah itu,
aku ingin kau menceritakan segalanya tentang Hank.
Meskipun mungkin kau khawatir aku tidak akan senang
dengan kisah yang harus kau sampaikan. Bantu aku
untuk ingat. Aku tidak bisa terus-terusan seperti ini. Aku
tidak bisa maju sebelum tahu apa yang kutinggalkan.
Aku tidak takut dengan Hank," imbuhku.
"Aku cemas dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dia tidak mengenal batas. Dan dia akan mendorong sejauh
mungkin. Yang paling buruk, dia tidak bisa dipercaya.
Dalam hal apa pun." Jev terlihat ragu-ragu. "Aku akan
terbuka kepadamu. Aku akan menceritakan segalanya,
314 tapi hanya karena Hank mengkhianatiku. Seharusnya
kau tidak berurusan dengan persoalan ini lagi. Aku
sudah melakukan segalanya untuk itu. Hank bersumpah
kepadaku untuk tidak mendekatimu lagi. Tapi ternyata
dia mendekati ibumu. Bayangkan betapa kagetnya aku
ketika kau mengatakannya. Itu berarti kau tidak aman,
kita kembali ke titik nol. Dan berterus terang kepadamu
tidak akan membuat bahaya menjadi lebih besar."
Pembuluh nadiku berdenyut-denyut. Kecemasan
menusuk lebih dalam ketimbang sebatas tulang. Hank.
Kecurigaanku benar. Dialah biang keladinya. "Bantu
aku untuk ingat, Jev."
"Itukah yang kau inginkan?" Dia mengawasi
wajahku, ingin memastikan kemantapanku.
"Ya," kataku, dengan suara yang lebih berani
ketimbang yang kurasakan.
Jev duduk di ujung sofa. Perlahan dia membuka
kancing kemejanya. Meskipun aku terkejut, naluri
menyuruhku untuk bersabar. Sambil meletakkan siku
di lutut, Jev menundukkan kepala. Setiap otot tubuhnya
tampak kaku. Sesaat dia tampak seperti lukisan Phaeton
yang dimilikinya. Setiap simpul sarafnya menonjol dan
tampak jelas. Aku maju satu langkah, lalu selangkah lagi.
Cahaya lilin yang berkedap-kedip menyinari tubuhnya.
Aku menahan napas. Ada dua goresan panjang
di punggungnya yang mulus. Luka itu tampak merah
315 mengerikan, dan membuat perutku melilit. Tak bisa
kubayangkan rasa sakit yang diderita Jev. Tak sanggup
kubayangkan kejadian yang menimbulkan luka
sedemikian brutal. "Sentuhlah," kata Jev, menatapku dengan rasa
gugup yang menjalar ke mata hitamnya yang tak terbaca.
"Pusatkan pikiran ke hal-hal yang ingin kau ketahui."
"Aku"tidak mengerti."
"Setelah aku mengantarmu pulang dari 7-Eleven
malam itu, kau membuat bajuku robek dan menyentuh
goresan luka di tempat sayapku dulu berada. Karena
itulah kau melihat salah satu dari memoriku."
Aku mengerjapkan mata. Jadi, itu bukan halusinasi"
Hank, Jev, gadis di dalam kurungan"semuanya ada
dalam memori Jev" Keraguan yang selama ini menyelimutiku kini
menghilang. Goresan luka di tempat sayap. Tentu saja.
Karena dia malaikat terbuang. Meskipun aku tidak
tahu kondisi fisik di tempat goresan luka itu berada, aku
melihat hal-hal yang tidak mungkin diketahui orang
lain ketika menyentuhnya. Kecuali Jev. Akhirnya aku
memperoleh sesuatu yang kuinginkan. Jendela untuk
melihat masa lalu. Tetapi rasa takut mengancam akan
menguasai diriku. "Aku harus memperingatkan, kalau kau memasuki
memori yang melibatkan dirimu, situasi akan menjadi
316 rumit," katanya. "Kemungkinan kau akan melihat
dirimu sebagai dua orang. Kau sekaligus memoriku
tentang dirimu. Dan kau terpaksa akan melihat kejadiankejadian sebagai penonton yang tak kasat mata. Atau,
bisa juga kau akan masuk ke memorimu sendiri. Artinya,
kau akan mengalami memoriku dari sudut pandangmu
sendiri. Kalau itu terjadi, kau tidak akan melihat dirimu
sebagai dua orang. Kaulah satu-satunya versi dirimu
dalam memori itu. Kabarnya kedua hal itu bisa terjadi.
Tapi yang lebih sering adalah yang pertama."
Tanganku gemetar. "Aku takut."
"Aku memberimu waktu lima menit. Kalau kau
tidak kembali, aku akan menarik tanganmu dari goresan
lukaku. Dengan begitu hubungan akan terputus."
Aku menggigit bibir. Ini adalah kesempatanmu,
kataku dalam hati. Jangan sia-siakan, apalagi kau telah
melangkah sejauh ini. Kebenaran memang menakutkan.
Tapi lebih menakutkan lagi kalau kau tidak tahu
apa-apa. "Beri aku waktu setengah jam," kataku tegas.
Kemudian aku menjernihkan pikiran, berusaha
menenangkan pikiranku yang saling berkejaran.
Aku tidak harus memahami semuanya sekarang.
Aku hanya harus mengambil lompatan keyakinan.
Kuulurkan tangan dan kupejamkan mata erat-erat untuk
mengumpulkan keberanian. Aku merasa bersyukur
317 ketika tangan Jev menangkup tanganku, memanduku
dalam perjalanan ini. 318318 KeSadaRan peRtamakU adalah meRaSa Bukan. Dikurung diposisikan di suatu tempat. di dalam suatu tempat.
Dikunci di dalam peti mati yang paling sempit.
Terperangkap dalam sebuah jaring. Tidak berdaya dan
didikte oleh tubuh lain. Tubuh yang seumpama tubuhku
sendiri. Tangan yang sama, rambut yang sama, semuanya
sama hingga ke detail terkecil. Tetapi aku tidak memiliki
kendali. Seolah-olah tubuh hantu yang bertindak di luar
keinginanku, menyeretku ke dalam arusnya.
Pikiran keduaku adalah Patch.
319 Patch menciumku. Dengan cara yang bahkan lebih
menakutkan daripada tubuh hantu itu. Pelukannya
begitu erat. Dan dia menutup jarak, berdiri teramat
sangat dekat. Tubuhnya memancarkan panas.
Patch. Dengan perasaan tercengang sekaligus terguncang,
aku terdiam kaku dalam memori itu. Memohon untuk
dikeluarkan. Aku tersedak, seolah baru muncul ke permukaan setelah
sekian lama berada di bawah air. Bersamaan dengan itu,
mataku terbuka. "Ada apa?" tanya Jev, memegang bahuku sementara
tubuhku yang lemas bersandar ke tubuhnya.
Kami kembali ke studio granitnya. Cahaya lilin
berkedap-kedip di dinding. Aku merasa lega melihat
lingkungan yang kukenal. Semula aku takut terperangkap
di sana. Takut dengan sensasi ditawan di dalam sebuah
tubuh yang tidak bisa kukendalikan.
"Memorimu tentang aku," kataku dengan suara
tercekat. "Tapi aku tidak menjadi dua. Aku terperangkap
di dalam tubuhku, tapi tak bisa mengendalikannya. Aku
tidak bisa menggerakkannya. Itu"sangat menakutkan."
"Apa yang kau lihat?" tanyanya. Tubuhnya cukup
kaku seperti terbuat dari batu. Seolah dengan satu
dorongan keras dia akan hancur berkeping-keping.
320
Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kita di sini. Ketika memanggilmu, aku tidak
menyebutmu Jev. Aku memanggilmu Patch. Dan kau
sedang"menciumku." Aku kelewat terguncang untuk
menjadi malu. Jev menepiskan rambut yang jatuh ke wajahku, dan
membelai pipiku. "Tidak ada yang salah," gumamnya.
"Dulu kau mengenalku sebagai Patch. Itulah nama yang
kupakai ketika kita bertemu. Aku berganti nama setelah
kehilangan dirimu. Sejak saat itu, aku menggunakan
nama Jev." Meski merasa bodoh untuk menangis, aku tidak
sanggup menahannya. Jev adalah Patch. Pacar lamaku.
Tiba-tiba masalah ini menjadi masuk akal. Tak heran
tidak ada orang yang mengenal nama Jev. Dia berganti
nama setelah aku menghilang.
"Dalam memori itu, aku membalas ciumanmu,"
kataku, masih menangis pelan.
Ketegangan di wajahnya melunak. "Seburuk
itukah?" Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah aku
bisa memberi tahu betapa besar dampak ciuman itu
kepadaku. Pengalaman itu begitu menyenangkan hingga
membuatku takut setelah keluar dari memorinya.
Untuk menghindar dari keharusan menjawab,
aku berkata, "Tadi kau mengatakan pernah berusaha
membawaku ke sini, tapi Hank menghentikan kita.
321 Kurasa itulah memori yang kulihat. Tapi aku tidak
melihat Hank. Aku belum sejauh itu. Aku memutus
hubungan karena tidak sanggup berada di dalam
tubuhku sendiri, tapi tidak mampu mengendalikannya.
Aku tidak siap untuk merasakan betapa nyatanya
pengalaman itu." "Orang yang mengendalikan tubuhmu adalah kau
sendiri," katanya mengingatkan. "Kau di masa lalu.
Sebelum ingatanmu menghilang."
Aku berdiri, lalu berjalan mondar-mandir. "Aku
harus kembali." "Nora?" "Aku harus menghadapi Hank. Dan aku tidak bisa
menghadapinya di sini, sebelum aku menghadapinya di
sana," kataku sambil memberi isyarat ke goresan luka
Jev. Dan menghadapi dirimu sendiri, kataku dalam hati.
Kau harus menghadapi bagian dirimu yang mengetahui
kebenaran itu. Jev menatapku serius. "Kau ingin aku
menarikmu keluar?" "Tidak. Kali ini aku akan melewati semuanya."
Begitu kembali ke dalam memori Jev, aku merasakan
adanya pertukaran. Berikutnya yang kuketahui, aku
merasa hidup kembali melalui mata diriku yang lama,
ketika memoriku masih sempurna. Tubuhnya menguasai
tubuhku, dan pikirannya membayangi pikiranku. Aku
322 berusaha bernapas di tengah rasa panik, berusaha
membuka diri kepadanya"yang notabene adalah diriku
sendiri. Di luar, hujan menimbulkan bunyi berdenting.
Patch dan aku sama-sama basah kuyup. Kami berdiri
rapat, ujung jariku berada di ikat pinggang jinsnya. Dia
mengecupku dengan penuh kasih. "Aku mencintaimu.
Belum pernah aku merasa sebahagia ini."
Aku ingin menjawab, tapi tiba-tiba terdengar suara
seorang lelaki yang sudah tidak asing lagi. Dia datang
dari sudut bangunan yang paling gelap. "Menyentuh
perasaan sekali. Merebut sang Angel."
Sekelompok lelaki yang luar biasa tinggi, keluar
dari kegelapan. Tidak diragukan lagi mereka adalah
Nephilim. Mereka mengelilingi Patch dan memuntir
tangannya ke belakang. Belum sempat mencerna kejadian mendadak itu, aku
mendengar suara Patch berbicara ke dalam pikiranku
dengan sangat jelas, seolah ke telingaku. Ketika aku
mulai berkelahi, larilah. Bawa Jip-ku. Jangan pulang.
Tetap di dalam Jip dan terus mengemudi sampai aku
menemukanmu. Lelaki yang berdiri di belakang, yang tampaknya
pemimpin mereka, melangkah maju ke cahaya benderang
yang menembus celah-celah bangunan. Wajahnya sangat
323 muda untuk usianya. Mata birunya sangat jernih,
lekukan bibirnya terkesan kejam.
"Mr. Millar," bisikku.
Bagaimana dia bisa berada di sini" Setelah kejadian
malam ini yang nyaris membuatku mati, setelah aku
mendengar fakta yang menyedihkan tentang asal usulku,
setelah akhirnya aku bisa bersama dengan Patch lagi,
lalu sekarang ini" Sepertinya ini tidak nyata.
"Izinkan aku memperkenalkan diri dengan pantas,"
katanya. "Aku Black Hand. Aku sangat mengenal
ayahmu, Harrison. Tapi aku senang dia tidak di sini
sekarang. Karena kalau tidak, dia akan melihatmu
mengotori dirimu sendiri dengan salah satu keturunan
iblis." Dia mengayunkan kepalanya kepadaku. "Tidak
kuduga kau akan menjadi seperti ini, Nora. Berhubungan
dekat dengan musuh. Menghina asal usulmu sendiri.
Tapi aku bisa memaafkanmu." Dia diam dengan
sengaja. "Katakan, Nora. Apakah kau yang membunuh
sahabatku, Chauncey Langeais?"
Darahku menjadi dingin. Aku terperangkap di
antara dorongan untuk berbohong dan kesadaran bahwa
itu tidak ada gunanya. Dia tahu, akulah yang membunuh
Chauncey. Mulutnya berkedut saat dia menghakimi
diriku. Sekarang! Teriak Patch, memecah pikiranku. Lari!
324 Aku berlari menuju pintu. Tetapi baru beberapa
langkah, siku tanganku ditarik oleh Nephil. Dia menarik
tanganku yang satunya lagi ke belakang dengan sama
cepatnya. Aku berusaha membebaskan diri dengan
harapan bisa mencapai pintu.
Tetapi langkah Hank Millar terdengar dari arah
belakang. "Aku mengambil tindakan ini untuk membalas
budi kepada Chauncey."
Kalaupun tadi aku kedinginan lantaran hujan,
sekarang rasa itu menghilang, digantikan butiranbutiran keringat yang merembes belakang bajuku.
"Kami memiliki cita-cita," lanjut Hank. "Tapi siapa
sangka, di antara sekian banyak orang, kaulah yang
nyaris menghancurkannya."
Beberapa komentar pedas muncul dalam kepalaku,
tapi aku tidak berani memuntahkannya. Satu-satunya
asetku adalah waktu. Dan aku ingin aset itu tetap
berpihak kepadaku. Nephil itu memutar tubuhku, tepat
ketika Hank menarik sebuah belati panjang dan tipis
dari ikat pinggangnya. Sentuh punggungku. Suara Patch mengiang di tengah rasa panik,
memekakkan telingaku. Dengan gugup aku menoleh
kepadanya. 325 Masuk ke memoriku. Sentuh punggungku di tempat
sayapku menempel. Patch menganggukkan kepala,
mendorongku untuk bertindak.
Bica ra m em a ng m u d a h, kataku kepadanya,
meskipun aku tahu dia tidak bisa mendengarku. Kami
terpisah lima atau enam kaki, dan sama-sama ditahan
oleh Nephilim. "Lepaskan aku!" bentakku kepada Nephil yang
memiting tanganku. "Kita sama-sama tahu, aku tidak
akan lari. Aku tidak bisa mendahuluimu."
Nephil itu melirik Hank, yang menjawab permintaanku dengan anggukan kecil. Kemudian dia menghela
napas, nyaris seperti orang yang merasa bosan. "Maafkan
aku, Nora. Tapi keadilan harus ditegakkan. Chauncey
pun akan berbuat sama untukku."
Aku menggosok-gosok siku tanganku. Kulitku
terasa terbakar di tempat Nephil itu mencengkeramku.
"Keadilan" Bagaimana dengan keluarga" Aku adalah
putrimu, berdasarkan hubungan darah." D an tidak
lebih dari itu. "Kau adalah noda pada garis keturunanku," katanya
ketus. "Sebuah cacat. Aib."
Aku menatapnya dengan sorot mata tertajam
meskipun perutku bergejolak lantaran takut. "Apakah
kau ke sini untuk membalas dendam Chauncey, ataukah
ingin menyelamatkan muka" Kau tidak sanggup
326 menghadapi kenyataan bahwa putrimu berkencan
dengan malaikat terbuang dan mempermalukan dirimu
di depan pasukan Nephilim" Apakah ucapanku cukup
pedas di telingamu?" Masa bodoh kalau dia akan marah
besar. Hank sedikit mengerutkan kening.
Kau mengira bisa masuk ke memoriku sebelum dia
mematahkan lehermu" Desis Patch ke dalam pikiranku.
Aku tidak menoleh ke Patch, khawatir kemantapanku
akan goyah. Kami sama-sama tahu, kabur ke dalam
memorinya tidak membuatku menghilang dari tempat ini.
Tetapi itu hanya akan memindahkan pikiranku ke masa
lalunya. Aku akan berada di tempat lain ketika Hank
membunuhku. Kurasa itulah yang diinginkan Patch. Dia
tahu, ini adalah akhir. Dan dia ingin menyelamatkan
aku dari keharusan menerima konsekuensi tindakanku
sendiri dalam kondisi sadar. Gambaran menggelikan
seekor burung unta yang mengubur kepalanya ke dalam
pasir muncul dalam benakku.
Kalaupun aku akan mati, itu tidak akan terjadi
sebelum aku melontarkan kata-kata yang kuharap akan
menghantui Hank selama-lamanya.
"Kurasa kau mengambil keputusan yang baik dengan
memilih Marcie sebagai putrimu, alih-alih aku," kataku.
"Dia keren, populer, berkencan dengan cowok-cowok
yang tepat, dan kelewat goblok untuk mempertanyakan
327 apa pun yang kau lakukan. Tapi aku tahu pasti, yang
sudah mati bisa kembali. Aku melihat ayahku beberapa
saat lalu"ayahku yang sebenarnya."
Kerut di dahi Hank semakin dalam.
"Kalau dia bisa mengunjungiku, tidak ada sesuatu
pun yang bisa mencegahku untuk mengunjungi Marcie"
atau istrimu. Dan aku tidak akan berhenti sampai di situ.
Aku tahu, diam-diam kau berkencan dengan ibuku lagi.
Aku akan mengatakan yang sebenarnya tentang dirimu,
dalam keadaan hidup atau mati. Menurutmu, berapa kali
kencan lagi yang bisa kau lakukan sebelum dia tahu,
kaulah yang membunuhku?"
Hanya itu yang sempat kukatakan sebelum Patch
menggunakan lututnya untuk menonjok perut Nephil
yang menahan tangan kanannya. Nephil itu terjungkal,
dan Patch melayangkan tinjunya ke hidung Nephil yang
memiting tangan kirinya. Terdengar bunyi berkeretak,
diikuti teriakan kesakitan.
Aku berlari ke Patch. "Cepat," katanya, memaksa tanganku menyentuh
punggungnya. Aku menggapai-gapai punggung Patch, berharap
bisa bersentuhan dengan tempat sayapnya menempel ke
kulitnya. Sayap itu terbuat dari unsur spiritual. Aku tidak
bisa melihat atau merabanya. Tetapi untungnya sayap
328 itu merupakan bagian yang cukup besar dari punggung
Patch, sehingga sulit untuk tidak menyentuhnya.
Seseorang"entah Hank atau salah satu Nephilim"
menarik bahuku, tapi bajuku hanya koyak sedikit,
karena pelukan Patch melindungiku dari mereka. Tanpa
membuang-buang waktu, aku menyentuh punggung
Patch. Di manakah sayapnya"
Dia mencium dahiku penuh nafsu dan menggumamkan
sesuatu. Tidak ada waktu untuk yang lain. Cahaya
putih yang benderang memancar di belakang benakku.
Berikutnya aku tertahan di semesta gelap yang dihiasi
percikan cahaya aneka warna. Aku tahu, aku harus
mendekati salah satu dari jutaan percikan cahaya, yang
masing-masingnya menyimpan memori. Tapi sepertinya
jarak yang harus kutempuh sangat jauh.
Terdengar Hank berteriak. Aku tahu, itu berarti aku
belum pindah sepenuhnya. Mungkin tanganku sudah
dekat dengan pangkal sayap Patch, tapi belum cukup
dekat. Aku tidak bisa menangkal kilatan gambar yang
mengerikan. Entah cara menyakitkan seperti apa yang
digunakan Hank untuk mengakhiri kehidupanku. Aku
hanya berjuang untuk masuk semakin jauh ke dalam
kegelapan. Aku begitu ingin melihat Patch dalam
memorinya untuk kali terakhir.
Air mata mengaburkan pandanganku. Titik akhir.
Aku tidak ingin hal itu terjadi sekarang, menyergapku
329 dari belakang tanpa peringatan. Masih banyak yang
ingin kukatakan kepada Patch. Apakah dia tahu
betapa berartinya dia bagiku" Yang kami miliki saat
ini hanyalah sebuah permulaan. Aku tidak ingin hal itu
berakhir sekarang. Aku menghadirkan gambaran wajah Patch dalam
benakku. Wajahnya ketika kali pertama kami bertemu.
Rambutnya yang panjang, ikal menutupi telinganya, dan
matanya yang seolah menyerap segalanya, termasuk
rahasia dan hasrat jiwaku. Aku teringat ekspresi
wajahnya yang kaget ketika aku masuk ke Bo"s Arcade
dengan langkah-langkah penuh amarah. Ketika itu
dia sedang bermain biliar, dan aku mendesaknya
Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk menyelesaikan tugas biologi kami. Aku teringat
senyum serigalanya, menantangku untuk mengikuti
permainannya saat dia menciumku untuk yang pertama
kalinya di dapur rumahku....
Patch berteriak juga. Bukan di depanku, melainkan
jauh di bawahku, di bangunan itu. Dua kata menyusul
kata yang lainnya. Tidak begitu jelas di telingaku. Seolah
kalimat itu melintas dari tempat yang sangat jauh.
Setuju. Kompromi. Aku mengerutkan kening, berusaha mendengar lebih
banyak. Apa yang dikatakan Patch" Mendadak aku
khawatir apa pun itu, aku tidak menyukainya.
330 Tidak! Teriakku, berusaha menghentikan Patch.
Aku berusaha mendorong diriku kembali ke dalam
bangunan. Tetapi aku tengah melayang di tengah ruang
hampa. Patch! Apa yang kau katakan kepadanya"
Aku merasakan tubuhku ditarik oleh sebuah
kekuatan yang aneh. Seolah-olah ada tali kekang di
belakang tulang punggungku. Suara-suara teriakan
perlahan meredup di belakangku, seakan aku ditarik ke
arah suatu cahaya yang menyilaukan mata dan masuk
ke lorong memori Patch. Sekali lagi. Aku tiba di dalam memori kedua dalam sekejap.
Sekali lagi aku berdiri di dalam bangunan yang
lembap itu, dikelilingi Hank, anak buahnya, dan
Jev. Aku hanya bisa mengatakan bahwa ini adalah
memori kedua karena memori ini berawal persis dari
bagian akhir memori pertama. Aku merasakan sensasi
perpindahan yang sudah tidak asing lagi. Tetapi kali ini,
aku tidak terkurung di dalam versi diriku di masa lalu.
Pikiran maupun tindakanku berasal dari diriku yang
sekarang. Artinya, saat ini aku menjadi orang kedua.
Persisnya seorang penonton tak kasat mata yang tengah
mengamati momen ini dalam versi memori Jev.
Jev merengkuh versi tubuhku yang lemas. Seluruh
tubuhku lumpuh, kecuali tanganku yang terentang ke
331 punggungnya. Bola mataku berputar hingga yang terlihat
hanya bagian putihnya. Samar-samar aku bertanya
dalam hati, apakah aku akan mengingat kedua memori
ini ketika aku sudah sepenuhnya keluar dari memori Jev"
"Ah, ya. Aku sudah pernah dengar tentang trik itu,"
kata Hank. "Jadi, itu benar" Saat kita bicara sekarang
ini, dia berada dalam memorimu, dan itu terjadi hanya
dengan menyentuh sayapmu?"
Melihat Hank, aku merasakan desakan ketidakberdayaan. Apakah barusan aku mengatakan dia
adalah ayahku" Ya. Aku merasakan dorongan untuk
melayangkan tinjuku ke dadanya sampai dia mengingkari
hal itu. Tetapi fakta itu membakar laksana demam di
dalam diriku. Aku bisa saja memakinya sepuas hati.
Tapi itu tidak akan mengubah kenyataan bahwa darah
busuknya mengalir dalam tubuhku. Harrison Grey
mungkin saja telah memberikan seluruh kasih sayang
seorang ayah kepadaku, tetapi Hank Millar-lah yang
memberiku kehidupan. "Aku akan membuat kesepakatan denganmu," kata
Jev dengan suara parau. "Sesuatu yang kau inginkan,
asalkan kau membiarkan Nora hidup."
Sudut mulut Hank berkedut. "Memangnya kau
punya sesuatu yang kuinginkan?"
"Kau membangun pasukan Nephilim dengan
harapan dapat mengalahkan malaikat terbuang
332 sebelum Cheshvan ini. Jangan berlagak kaget. Aku
bukan satu-satunya malaikat yang tahu niatmu yang
sebenarnya. Berbagai kumpulan malaikat terbuang
sedang menggalang persatuan. Mereka akan membuat
perantara Nephilim mereka menyesal hanya karena
berencana untuk membebaskan diri. Jadi, Cheshvan ini
akan menjadi masa menyedihkan bagi Nephil mana pun
yang memiliki tanda persekutuan dengan Black Hand.
Dan itu hanya ujung dari gunung es. Kau tidak akan
mampu merintangi mereka tanpa bantuan pihak dalam."
Hank memberi isyarat supaya anak buahnya pergi.
"Tinggalkan kami berdua. Bawa gadis ini keluar."
"Kau bercanda kalau kau mengira aku akan
membiarkan dia jauh dari pandanganku," kata Jev.
Hank menyerah dengan dengusan mengejek.
"Baiklah. Temani dia selagi kau bisa."
Begitu Nephilim keluar, Hank berkata, "Lanjutkan."
"Biarkan Nora hidup, dan aku akan menjadi matamata untukmu." Alis Hank yang pirang terangkat. "Wah, wah.
Perasaanmu kepadanya lebih besar dari yang kusangka."
Pandangannya terarah ke sosokku yang dalam kondisi
tidak sadar. "Aku berani mengatakan, dia tidak pantas
menerima perasaan sedalam itu. Sayangnya aku tidak
peduli denganmu dan pendapat teman-teman malaikat
pelindungmu tentang rencanaku. Aku jauh lebih
333 tertarik kepada malaikat terbuang, pandangan mereka,
dan langkah-langkah yang akan mereka ambil untuk
menghalangiku. Kau bukan bagian dari mereka lagi.
Jadi, bagaimana kau bisa memata-matai mereka?"
"Itu urusanku."
Hank berusaha menilai kesungguhan Jev melalui
tatapan diskriminatif. "Baiklah," katanya pada
akhirnya. "Aku terkesan." Lalu dia mengangkat bahu
seperti orang tidak peduli. "Tidak ada ruginya. Kurasa
itu berarti kita harus mengucapkan sumpah?"
"Tidak ada jalan lain," kata Jev dengan santai.
Sekali lagi, Hank menarik belati dari ikat
pinggangnya, lalu menyayat telapak tangan kirinya.
"Aku bersumpah untuk membiarkan gadis ini hidup.
Jika sumpah ini kulanggar, berarti aku akan mati dan
kembali ke tanah yang menjadi asal penciptaanku."
Jev menerima belati itu dan menyayat tangannya.
Sambil mengepalkan tangan, dia membiarkan beberapa
tetes cairan seumpama darah menetes. "Aku bersumpah
untuk memberikan seluruh informasi yang bisa
kudapatkan tentang rencana malaikat terbuang. Jika
sumpah ini kulanggar, aku akan dengan sukarela
mengikat diriku dengan rantai neraka."
Mereka mempertemukan tangan sehingga darah
mereka bercampur. Begitu dilepas, luka itu telah pulih
sepenuhnya. 334 "Kabar-kabari aku," sindir Hank sambil
membersihkan kemejanya, seolah-olah berada di
ruangan itu membuatnya tercemar. Dia mengangkat
ponsel ke telinga, dan ketika tahu Jev mengawasi,
dia menjelaskan, "Aku ingin memastikan mobil yang
menjemputku sudah siap."
Nada bicaranya tegas meskipun dengan suara yang
dipelankan. "Kirim anak buahku. Semuanya. Aku ingin
gadis itu dibawa." Tubuh Jev menjadi kaku. Dia masih tidak percaya
dengan yang didengarnya, sekalipun langkah-langkah
kaki mulai mendekat. "Apa ini?" tanyanya.
"Aku sudah bersumpah akan membiarkannya tetap
hidup," kata Hank. "Tapi kapan dia dilepaskan, itu
tergantung aku"dan kau. Dia akan menjadi milikmu
setelah kau memberiku informasi yang cukup untuk
menjamin aku bisa mengalahkan malaikat terbuang
sebelum Cheshvan. Anggap saja itu sebagai asuransi
Nora." Mata Jev tertuju ke pintu, tapi Hank menyela dengan
lembut, "Jangan lakukan itu. Kau hanya sendirian, aku
membawa dua puluh. Kita sama-sama tidak suka apabila
Nora menjadi cedera dalam pertikaian. Pakai otakmu.
Serahkan dia." Jev menarik lengan baju Hank, menyentak tubuhnya.
"Kalau kau bawa dia, aku akan memandangnya sebagai
335 jalan untuk menjadikan mayatmu sebagai pupuk bagi
tanah yang kita injak saat ini," katanya dengan suara
yang lebih berbisa ketimbang yang pernah kudengar.
Tetapi tidak ada tanda takut di wajah Hank. Malahan
ekspresinya nyaris seperti mengejek. "Mayatku" Apakah
kau bercanda?" Hank membuka pintu, dan anak buahnya masuk
bergerombol. Seperti mimpi, memori Jev berakhir nyaris sebelum
memori itu dimulai. Sejenak aku merasa pening,
kemudian studio granit itu menjelas dalam pandanganku. Jev berdiri. Cahaya lilin menampakkan siluet
tubuhnya. Meski tidak terlalu terang, cahaya itu juga
memperlihatkan sorot matanya yang tajam. Tidak salah
lagi, Jev adalah malaikat kelam.
"Baiklah," bisikku, masih dihantui sensasi vertigo.
"Baiklah... kalau begitu."
Dia tersenyum, tapi raut wajahnya tidak pasti.
"Baiklah kalau begitu" Hanya itu?"
Aku menolehkan wajah, menghadap dirinya, tapi
aku nyaris tidak menatapnya. Aku menangis, tanpa sadar
telah memulainya. "Kau membuat perjanjian dengan
Hank. Kau menyelamatkan nyawaku. Mengapa kau rela
melakukannya untukku?"
336 "Angel," gumamnya, menangkup wajahku dengan
tangannya. "Kurasa kau tidak mengerti. Aku akan
melakukan segala cara kalau itu berarti kau bisa tetap
bersamaku." Tenggorokanku tercekat karena emosi yang memuncak. Aku tidak bisa menemukan kata-kata. Hank
Millar, lelaki yang selama ini hidup dalam bayangbayang, sekarang menampakkan diri sebagai orang
yang memberiku kehidupan. Tetapi hanya untuk
mengakhirinya. Jev-lah yang menjadi alasanku tetap
hidup hingga saat ini. Hank Millar. Lelaki yang datang
ke rumahku dalam sejumlah kesempatan, dan merasa
seperti di rumahnya sendiri. Yang tersenyum dan
mengecup ibuku. Yang berbicara kepadaku dengan
kehangatan dan keakraban"
"Dia menculikku," kataku, menuntaskan seluruh
rangkaian kejadian. Aku sudah menduganya, tapi memori
Jev penuh dengan celah yang memiliki kejernihan luar
biasa. "Dia telah bersumpah tidak akan membunuhku,
tapi dia menahanku untuk memastikan kau tetap
menjadi mata-matanya. Tiga bulan penuh. Selama itu
dia menipu orang. Hanya untuk mendapatkan informasi
tentang malaikat terbuang. Dia membuat ibuku percaya
bahwa putrinya telah mati."
Tentu saja Hank tidak akan mengotori tangannya
sendiri. Dia adalah Nephil yang tangguh dan memiliki
337 kemampuan besar untuk mengelabui pikiran orang.
Setelah membuangku di pemakaman, dia menggunakan
keahliannya untuk menghilangkan memoriku. Lagi pula,
tidak mungkin dia melepasku apabila ada kemungkinan
aku akan meneriakkan perbuatan busuknya ke seluruh
dunia. "Aku benci dia. Kata-kata saja tidak bisa melukiskan
kemarahanku. Aku ingin dia menerima balasan setimpal.
Aku ingin dia mati," luapku dengan tekad sekeras batu.
"Ada tanda di pergelangan tanganmu," kata Jev. "Itu
bukan tanda lahir. Aku sudah dua kali melihatnya. Di
tubuh Nephil lamaku yang bernama Chauncey Langeais.
Hank Millar juga memiliki tanda itu, Nora. Itulah yang
menunjukkan keterkaitanmu dengan garis darah mereka.
Semacam tanda lahiriah dari rangkaian genetik atau
sekuens DNA. Hank adalah ayah biologismu."
"Aku tahu," kataku, menggeleng-gelengkan kepala
dengan perasaan getir. Jev menautkan tangannya ke tanganku, mencium
buku jariku. Aku begitu sadar dengan kecupan mulutnya
yang menimbulkan gelitik kecil di bawah kulitku. "Kau
ingat?" "Aku mengatakannya dalam memori itu. Tapi tentunya aku sudah tahu. Karena aku tidak terkejut ketika
itu, aku marah. Tapi aku tidak ingat kapan pertama kali
aku mengetahuinya." Aku menekan tanda itu dengan
338 ibu jariku. "Tapi aku merasakannya. Ada semacam
hubungan yang terputus antara pikiran dan hatiku.
Tapi aku merasakan kebenaran itu. Kata orang, ketika
kita kehilangan penglihatan maka pendengaran kita
menjadi lebih tajam. Mungkin naluriku menjadi lebih
kuat dengan menghilangnya sebagian memoriku."
Kami merenungkan kemungkinan itu dalam
keheningan. Yang Jev tidak ketahui, bukan asal usul
kelahiranku saja yang menjadi bahan penilaian naluriku.
"Aku tidak ingin membicarakan Hank lagi. Tidak
sekarang. Aku ingin berbicara tentang hal lain yang
kulihat. Atau lebih tepatnya, sesuatu yang kutemukan."
Jev menatapku dengan ekspresi penasaran sekaligus
cemas. Aku menghela napas. "Aku tahu, entah aku tergilagila kepadamu, atau aku hanya memerankan lakon
dengan sempurna." Sorot matanya masih tertutup, tapi rasanya aku
melihat kilatan harapan. "Kau cenderung pada yang
mana?" H a nya a d a satu cara untuk menget ahuinya.
"Pertama-tama, aku harus tahu ada apa antara kau
dan Marcie. Kalau kau bersedia membuka diri, itu akan
menguntungkanmu," kataku mengingatkan. "Marcie
Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bilang, kau adalah selingan musim panasnya. Sedangkan
menurut Scott, Marcie adalah salah satu penyebab
339 retaknya hubungan kita. Penjelasanmulah yang akan
menyelesaikan kesimpangsiuran ini."
Jev menggosok-gosok dagu. "Apakah aku punya
tampang seperti selingan musim panas?"
Aku berusaha membayangkan Jev bermain Frisbee
di pantai. Atau mengolesi tubuhnya dengan krim tabir
surya. Aku berusaha membayangkan dia membelikan
es krim untuk Marcie dan dengan sabar mendengarkan
celotehannya yang tidak berujung. Tetapi semua
gambaran itu membuatku tersenyum. "Poin yang
bagus," kataku. "Aku ingin dengar ceritamu."
"Hubunganku dengan Marcie hanya karena tugas.
Aku belum melanggar aturan. Aku masih memiliki
sayap, yang menjadikanku malaikat pelindung,
menerima perintah dari penghulu malaikat. Mereka
ingin aku mengawasi Marcie. Dia putri Hank, karena itu
berada dalam posisi berbahaya. Aku bertugas menjaga
keselamatannya. Tapi itu bukan pengalaman yang
menyenangkan. Aku berusaha menanamkan memori
itu sebisa mungkin."
"Jadi tidak ada apa-apa?"
Sudut mulutnya terangkat sedikit. "Satu-dua kali aku
nyaris main-main dengannya, tapi tidak lebih dari itu."
"Kehilangan kesempatan?"
Jev mengangkat bahu. "Selalu ada lain kali. Masih
ingin membicarakan Marcie?"
340 Aku menatapnya lekat-lekat dan menggelengkan
kepala. "Aku sedang tidak ingin mengobrol," kataku
dengan suara pelan. Aku berdiri sambil menarik Jev karena merasa agak
pening lantaran perbuatan nekat yang akan kulakukan.
Berbagai emosi berkecamuk dalam diriku. Tapi aku
hanya bisa menangkap dua di antaranya. Rasa ingin
tahu dan hasrat yang menggebu-gebu.
Jev diam tak bergerak. "Angel," katanya dengan
suara parau. Dia menyentuh pipiku dengan ibu jarinya,
tapi aku sedikit mengelak.
"Jangan memaksa. Seandainya ada memori yang
tersisa tentang kebersamaanku denganmu, itu di luar
kendaliku." Ucapan itu hanya separuh benar. Separuhnya
lagi kupendam di dalam diriku. Diam-diam aku
mengkhayalkan momen ini sejak kali pertama bertemu
dengan Jev. Mulai hari itu aku telah menciptakan
seratus macam adegan. Tetapi khayalanku tidak pernah
membuatku merasa seperti yang kurasakan sekarang.
Aku merasakan dorongan yang tidak tertahankan untuk
berada sangat dekat dengannya.
Apa pun yang terjadi, aku tidak ingin melupakan
perasaan itu. Aku ingin mengabadikan sentuhannya,
rasanya, bahkan aroma tubuhnya dengan sedemikian
kuat ke dalam diriku, sehingga tidak ada"tidak ada"
yang bisa merebut semua itu dariku.
341 Aku mengangkat tanganku ke dadanya, mengingat
setiap tonjolan ototnya. Kuhirup aroma tubuhnya, yang
sama persis dengan malam pertama di Tahoe waktu itu.
Kuraba kontur wajahnya dengan jemariku. Jev tidak
bergerak, hanya menahan sentuhanku dengan mata
terpejam. "Angel," katanya berulang kali dengan suara
tertahan. "Tunggu." Aku meraba rambutnya, merasakan helaian itu
menyeruak di antara jemariku. Aku berkomitmen untuk
menanamkan setiap detail dirinya ke dalam memoriku.
Kulitnya yang cokelat bak tembaga. Posturnya yang
mantap. Bulu matanya yang panjang. Tubuhnya tidak
terlalu simetris, tapi justru itulah yang menjadikannya
semakin menarik. Selesai, kataku dalam hati. Aku menyorongkan
tubuh dan memejamkan mata.
Mulutnya terbuka, tangannya memelukku erat. Dia
menciumku. Aku pun membalasnya dengan gairah yang
membuatku takut. Kedua kakiku terasa lemas. Tubuhku lunglai dan
Jev menahannya sampai aku berada di pangkuannya.
Cahaya bersinar di dalam diriku, dan panasnya menyerap
semua sudut gelap. Sebuah dunia rahasia terungkap di
antara kami. Dunia yang menakutkan sekaligus sudah
kukenal. Aku tahu, ini bukanlah khayalan. Aku pernah
342 menciumnya seperti ini. Aku pernah mencium Patch
seperti ini. Sensasi panas itu kembali bergemuruh,
mengancam akan menelan seluruh diriku bulat-bulat.
Aku yang pertama menjauh, lalu menjilat bibir
bawahku. Patch bertanya dengan suara pelan. "Tidak terlalu
buruk?" Aku menyandarkan kepalaku ke kepalanya.
"Semakin dilatih, semakin sempurna."
343 Kitu dimatikan. Udara sejuk. Kain yang paling elopak matakU membUka dan kamaR menjelas dalam pandanganku. Lampu
mewah dan lembut membelai kulitku. Dalam sekejap,
memori tentang kejadian semalam muncul dalam
kepalaku. Patch dan aku bermesraan... samar-samar
aku ingat, rasanya aku mengatakan terlalu lelah untuk
mengemudi.... Aku tertidur di kamar Patch.
Aku langsung duduk tegak. "Ibu akan membunuhku!!"
semburku, entah kepada siapa. Pertama, sekarang bukan
344 hari libur. Kedua, aku sudah jauh melewati jam malam,
tapi tidak menelepon Ibu.
Patch duduk di kursi yang terletak di sudut kamar.
Dia bertopang dagu. "Masalah itu sudah kuurus. Aku
menelepon Vee. Dia bersedia membelamu. Begini cerita
yang akan dia sampaikan kepada ibumu. Kalian berdua
menonton Pride and Prejudice yang berdurasi lima jam di
rumahnya. Kau ketiduran. Alih-alih membangunkanmu,
ibu Vee mengizinkanmu menginap."
"Kau menelepon Vee" Dan dia setuju tanpa banyak
bertanya?" Sepertinya itu bukan Vee. Apalagi Vee yang
baru. Yang bertekad menghapus ras lelaki dari muka
bumi. "Sebenarnya, agak lebih sulit dari itu."
Nada bicaranya yang penuh teka-teki memunculkan
sebuah gagasan dalam otakku. "Kau mempermainkan
pikirannya?" "Antara meminta izin dan memohon maaf, aku
cenderung memilih yang kedua."
"Dia sahabatku. Kau tidak boleh mempermainkan
pikirannya!" Meskipun aku masih marah karena Vee
berbohong soal Patch, tentunya sobatku itu punya
alasan. Selain itu, meskipun aku tidak setuju dan berniat
menyelesaikan masalah ini dalam waktu dekat, dia tetap
sangat berarti bagiku. Patch sudah keterlaluan.
345 "Kau lelah. Dan tampaknya kau tertidur nyenyak
di tempat tidurku." "Bagaimana tidak" Tempat tidurmu menyimpan
jimat," kataku, tidak terlalu jengkel dibandingkan
dengan yang ingin kutunjukkan. "Aku bisa tidur di sini
selamanya. Kau menggunakan seprai satin?" kataku
menebak. "Sutra." Seprai sutra warna hitam. Siapa yang tahu berapa
harganya" Yang jelas seprai itu menyimpan kekuatan
yang menghipnotis. "Berjanjilah kau tidak akan
mempermainkan pikiran Vee lagi."
"Oke," katanya santai, merasa masalah ini sudah
selesai. Rasanya meminta maaf adalah pilihan yang
tepat. "Kurasa kau punya penjelasan mengapa baik Vee
maupun ibuku menyangkal bahwa mereka mengenalmu" Justru Marcie dan Scott-lah yang mengaku
mengingatmu." "Vee berpacaran dengan Rixon. Setelah Hank
menculikmu, aku menghapus memori Vee tentang
Rixon. Dia memanfaatkan Vee dan membuat sahabatmu
itu menderita. Bahkan, dia membuat banyak orang
menderita. Karena itu, lebih baik aku membuat semua
orang lupa kepadanya. Kalau tidak, teman-teman dan
keluargamu masih berharap dia ditangkap. Padahal
346 itu tidak akan terjadi. Vee melawan ketika aku ingin
menghapus memorinya. Dan sampai sekarang dia masih
marah. Memori itu sangat membekas padanya.
"Sebenarnya menghapus memori memang bukan
perkara gampang. Cara kerjanya seperti mencongkel
potongan cokelat dari biskuit. Jelaslah hasilnya tidak
akan sempurna. Pasti akan ada serpihan yang tertinggal.
Dan itu adalah kepercayaan yang tidak bisa dijelaskan,
tapi terasa kuat dan tidak asing. Vee tidak bisa mengingat
perbuatanku kepadanya. Tapi dia tahu, dia tidak percaya
kepadaku. Dia juga tidak ingat kepada Rixon, tapi dia
tahu ada seorang cowok yang pernah membuatnya
sangat menderita." Penjelasan Patch membuatku mengerti, mengapa
sekarang Vee curiga kepada semua cowok. Dan mengapa
aku sangat memusuhi Hank. Memori kami memang
telah dihapus, tapi ada serpihan-serpihan yang tersisa.
"Jangan bersikap terlalu keras kepadanya," saran
Patch. "Dia teman baikmu. Kejujuran memang penting,
tapi begitu juga kesetiaan."
"Dengan kata lain, bebaskan dia dari segala
tuduhan." Patch mengangkat bahu. "Terserah padamu."
Vee terang-terangan berbohong kepadaku. Ini
bukan pelanggaran kecil. Tetapi aku tahu bagaimana
perasaannya. Ada memori buruk yang terpaksa
347 ditanggungnya, dan itu bukan sesuatu yang membuatnya
nyaman. Kerapuhan bukanlah istilah yang tepat. Vee
berbohong demi melindungiku. Bukankah aku tidak
berbeda dengannya" Aku tidak bercerita sedikit pun
tentang malaikat terbuang atau Nephilim, dengan alasan
yang sama dengannya. Jadi aku harus memilih salah
satu, memperlakukan Vee dengan standar ganda atau
menerima saran Patch dan melupakan masalah ini.
"Bagaimana dengan ibuku" Yang dilakukannya
termasuk bohong putih juga?" tanyaku.
"Dia mengira aku punya kaitan dengan penculikanmu. Lebih baik aku ketimbang Hank," katanya, nada
bicaranya menyejukkan. "Hank akan mengambil
tindakan kalau dia berpikir ibumu mengetahui yang
sebenarnya." Patch hanya memperingan masalah yang sebenarnya.
Aku tidak akan terkejut apabila Hank menyakiti ibuku
hanya untuk mendapatkan yang dia inginkan. Karena
itulah aku semakin kukuh untuk merahasiakan semua
ini dari ibuku. Aku tidak ingin punya rasa simpati kepada Hank.
Atau untuk mengasihaninya. Tetapi aku penasaran,
lelaki macam apakah dia ketika pertama kali jatuh
cinta dengan ibuku" Apakah dia jahat sedari dulu"
Atau awalnya dia peduli kepada kami... lalu dia menjadi
348 terobsesi dengan misi Nephilim-nya, dan itu mengubah
segalanya" Aku menghentikan spekulasiku. Sekarang Hank
adalah orang jahat. Itu yang harus dicamkan. Dia telah
menculikku. Karena itu aku akan memastikan dia
menerima balasannya. "Maksudmu, Rixon tidak bisa ditangkap karena
sekarang dia di neraka?" kataku. Neraka secara harfiah.
Patch menguatkan ucapanku dengan anggukan,
tapi matanya begitu gelap. Kurasa dia tidak suka
membicarakan neraka. Begitu juga malaikat terbuang
mana pun. "Dalam memorimu, aku melihat kau berjanji kepada
Hank untuk memata-matai malaikat terbuang," kataku.
Patch mengangguk. "Aku harus mencari tahu tentang
rencana mereka dan kapan rencana itu diwujudkan.
Aku bertemu dengan Hank seminggu sekali untuk
menyampaikan informasi."
"Bagaimana kalau malaikat terbuang tahu kau
membocorkan rahasia mereka?"
"Kuharap tidak."
Aku tidak merasa nyaman dengan sikap santainya.
"Apa yang akan mereka lakukan?"
"Aku pernah menghadapi situasi yang lebih buruk
dan berhasil mengatasinya." Sudut mulutnya terangkat
lebih tinggi. "Kau masih tidak percaya kepadaku?"
349 "Bisakah kau serius untuk dua detik saja?"
Dia mencondongkan badan dan mencium tanganku.
Lalu kata-kata itu meluncur dengan sangat gamblang.
"Mereka melemparku ke neraka dengan anggapan
penghulu malaikatlah yang akan mengurusku. Tapi tidak
semua kasus seperti itu."
"Jelaskan," kataku tegas.
Patch berselonjor dengan sikap santai yang terangterangan. "Manusia tidak boleh saling membunuh,
itu hukum. Tapi setiap hari ada orang yang dibunuh.
Duniaku tidak jauh berbeda. Setiap kali hukum dibuat,
pasti ada yang melanggarnya. Bukannya aku berpurapura bersih. Tiga bulan lalu aku merantai Rixon di
Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
neraka meskipun aku tidak punya wewenang selain rasa
keadilanku sendiri."
"Kau merantai Rixon?"
Patch menatapku dengan sorot mata keheranan.
"Dia harus membayar perbuatannya. Dia mencoba
membunuhmu." "Scott sudah bercerita soal Rixon. Tapi dia tidak
tahu siapa yang menjebloskannya ke neraka, dan
bagaimana itu terjadi. Aku akan mengatakan kepadanya,
dia harus berterima kasih kepadamu."
"Aku tidak tertarik dengan penghargaan dari
makhluk berdarah campuran. Tapi aku bisa menceritakan
bagaimana kejadiannya kepadamu. Ketika para penghulu
350 malaikat mengusir malaikat terbuang dari surga dan
mencopot sayapnya, mereka menyembunyikan satu helai
bulu sang malaikat terbuang. Bulu itu kemudian didata
dan disimpan. Seandainya muncul suatu kasus yang
berujung dengan dirantainya malaikat terbuang di dalam
neraka, para penghulu malaikat akan menerima bulunya
dan membakarnya. Tindakan simbolis itu membawa
akibat yang tak tertahankan. "Dibakar di neraka" bukan
sekadar perumpamaan."
"Kau menyimpan bulu Rixon?"
"Sebelum dia menusukku dari belakang, dia tidak
ubahnya saudara bagiku. Aku tahu dia punya sehelai
bulu, dan aku tahu tempat dia menyimpannya. Aku
mengenalnya luar-dalam. Karena itu, perpisahanku
dengannya bukan sesuatu yang enteng." Meskipun
sepertinya dia menjaga sikapnya tetap dingin, tak urung
aku melihat rahangnya mengencang. "Aku menyeretnya
ke neraka dan membakar bulu itu di depan matanya."
Cerita Patch membuat bulu kudukku meremang.
Sekalipun Vee terang-terangan mengkhianatiku, rasanya
aku tidak akan tega membuatnya menderita seperti yang
dilakukan Patch terhadap Rixon. Mendadak aku paham,
mengapa topik ini bersifat sangat pribadi bagi Patch.
Seraya melepaskan diri dari gambaran mengerikan
yang ditanamkan Patch ke dalam pikiranku, aku
teringat bulu yang kutemukan di pemakaman. "Apakah
351 bulu-bulu itu melayang di sembarang tempat" Bisakah
seseorang menemukannya secara kebetulan?"
Patch menggeleng. "Para penghulu malaikat
menyimpan satu bulu. Segelintir malaikat terbuang
seperti Rixon, datang ke Bumi dengan satu atau dua
helai bulu melekat padanya. Ketika kasus itu terjadi,
sang malaikat terbuang berusaha mati-matian untuk
memastikan bulunya tidak jatuh ke tangan yang salah."
Senyum samar tampak di sudut mulutnya. "Dan kau
mengira kami tidak sentimental."
"Bagaimana dengan bulu-bulu yang lain?"
"Semuanya rusak. Jatuh dari surga bukan perjalanan
yang mulus." "Bagaimana denganmu" Kau juga merahasiakan
keberadaan bulu itu?"
Dia mengerutkan alis. "Kau berencana menjatuhkanku?" Aku balas tersenyum, meskipun topik ini cukup
serius. "Seorang gadis harus punya banyak pilihan."
"Aku tidak punya bulu, maaf kalau itu membuatmu
kecewa. Aku turun ke Bumi telanjang bulat."
"Mm," kataku sedatar mungkin, tapi aku merasa
wajahku menghangat lantaran gambaran yang muncul
dalam kepalaku dari dua kata itu. Dan itu berbahaya,
mengingat aku sedang berada di kamar Patch yang
superrahasia dan supernyaman.
352 "Aku senang melihatmu di tempat tidurku," kata
Patch. "Aku jarang menarik selimut. Aku jarang tidur.
Aku bisa terbiasa dengan gambaran ini."
"Kau menawarkan aku tempat permanen?"
"Kunci tempat ini sudah ada dalam sakumu."
Aku menepuk saku celanaku. Yup, sesuatu yang kecil
dan keras ada di sana. "Dermawan sekali kau."
"Aku tidak merasa seperti itu sekarang," katanya.
Matanya menatapku lekat-lekat, suaranya semakin
dalam dengan getaran yang menakutkan. "Aku
merindukanmu, Angel. Tidak satu hari pun berlalu tanpa
aku merasakan kehilangan dirimu. Kau menghantuiku
begitu rupa sampai-sampai aku mulai percaya Hank
telah melanggar sumpahnya dan membunuhmu. Aku
melihatmu dalam segalanya. Aku tidak bisa lari darimu
dan aku tidak mau itu. Kau menyiksaku, tapi itu lebih
baik ketimbang kehilangan dirimu."
"Mengapa kau tidak menceritakan semuanya ketika
kita bertemu Gabe malam itu" Kau malah kelihatan
sangat marah." Aku menggeleng-gelengkan kepala
mengingat kata-katanya yang menusuk. "Kukira kau
membenciku." "Setelah Hank melepasmu, aku memata-mataimu
untuk memastikan kau baik-baik saja. Tapi aku
bertekad mengakhiri keterlibatanku denganmu demi
keselamatanmu sendiri. Itulah keputusanku dan kupikir
353 aku sanggup melakukannya. Aku berusaha meyakinkan
diriku sendiri bahwa tidak ada lagi yang tersisa di antara
kita. Tapi ketika aku melihatmu malam itu, tekadku
hancur. Aku ingin kau mengingatku seperti aku yang
tidak bisa berhenti memikirkanmu. Tapi kau tidak ingat
kepadaku. Meskipun aku yang memastikan itu terjadi."
Patch menunduk ke tangannya yang terkulai di antara
kedua lututnya. "Aku harus meminta maaf kepadamu,"
katanya pelan. "Hank menghapus memorimu supaya
kau tidak ingat perbuatan yang telah dilakukannya
kepadamu. Tapi aku menyetujuinya. Aku menyuruhnya
menghapus memorimu lebih jauh sehingga kau tidak
ingat kepadaku juga."
Aku menatap Patch dengan terkejut. "Apa?"
"Aku ingin mengembalikan kehidupanmu seperti
dulu. Sebelum malaikat terbuang, sebelum Nephilim,
sebelum aku. Kupikir itulah satu-satunya cara yang
membuatmu mampu melewati kejadian terburuk yang
menimpamu. Aku telah memperumit kehidupanmu.
Rasanya itu tidak bisa kita pungkiri. Bukannya aku tidak
berusaha memperbaikinya, tapi keadaan tidak selalu
sejalan dengan yang kuinginkan. Aku sudah berpikir
masak-masak sebelum mengambil keputusan bahwa aku
harus menjauhimu, demi pemulihan dan masa depanmu.
Meskipun itu sangat berat bagiku."
"Patch?" 354 "Tentang Hank, aku menolak melihatnya
menghancurkan dirimu. Aku tidak mau melihatnya
merusak peluangmu untuk merasakan kebahagiaan
dengan membiarkanmu menyimpan memori-memori
itu. Kau benar. Dia menculikmu karena mengira
bisa memanfaatkan dirimu untuk mengendalikan
aku. Dia menahanmu pada akhir Juni, dan baru
mengembalikanmu pada bulan September. Selama
masa itu, kau dikurung dan ditinggal sendirian. Tentara
setangguh apa pun tidak tahan berada dalam penjara
seperti itu. Hank tahu, itulah kekhawatiran terbesarku.
Dia menuntutku untuk menunjukkan kesungguhan
kerjaku sebagai mata-matanya. Setiap menit selama
masa itu, dia membuatku tersiksa dengan bayanganmu."
Meski agak berkaca-kaca, sorot mata Patch tampak
tajam. "Dia harus membayar perbuatannya," katanya
dengan suara pelan yang membuat tulang punggungku
merinding. "Malam itu, dia membuat kita terkepung," lanjutnya.
"Satu-satunya yang ada dalam kepalaku adalah
mencegahnya membunuhmu. Kalau aku sendirian, aku
pasti akan melawan. Tapi aku merasa kau tidak sanggup
menghadapinya, dan aku menyesali keputusanku. Aku
tidak sanggup melihatmu terluka. Perasaan itulah yang
membuatku buta. Aku merendahkan segala yang telah
355 kau alami dan membuatmu semakin kuat. Hank tahu
itu, dan aku bermain seperti yang diinginkannya.
"Aku membuat kesepakatan dengannya. Aku
berjanji untuk menjadi mata-matanya asalkan dia tidak
membunuhmu. Dia setuju, kemudian memanggil anak
buahnya untuk membawamu pergi. Aku melawan
sebisaku, Angel. Mereka babak belur sebelum berhasil
menyeretmu. Empat hari kemudian, aku menemui Hank
dan menawarkan satu usulan. Dia boleh mencabut
sayapku asalkan kau dilepaskan. Hanya itu yang bisa
kupertaruhkan, dan dia setuju. Tapi waktu tercepat yang
dia sepakati adalah akhir musim panas. Jadi, selama
tiga bulan berikutnya, aku mencarimu tanpa lelah.
Tapi Hank telah menyusun rencana dengan matang.
Dia telah melakukan perhitungan yang masak sebelum
menentukan lokasi rahasia tempat kau ditahan. Aku
menangkap dan menyiksa beberapa anak buahnya.
Tapi tidak satu pun di antara mereka yang bisa
memberitahukan lokasimu. Kurasa yang tahu hanya satu
atau dua orang pilihan Hank yang bertugas memenuhi
kebutuhan dasarmu. "Seminggu sebelum kau dilepaskan, dia mengutus
satu Nephil-nya untuk menemuiku. Dengan angkuh
dia memberi tahu bahwa Hank berniat menghapus
memorimu begitu kau dibebaskan. Dan apakah aku
menyatakan keberatan" Aku menghapus ekspresi
356 sombong itu dari wajahnya. Kemudian kuseret dia ke
rumah Hank, dalam kondisi berdarah-darah.
"Kami sedang menunggu ketika dia pergi ke tempat
kerja besok paginya. Kukatakan, kalau dia tidak ingin
terlihat seperti anak buahnya itu, dia harus menghapus
memorimu lebih jauh sampai tidak ada kilas balik sama
sekali. Aku tidak ingin ada satu memori pun tentang
diriku yang tersisa. Dan aku tidak ingin kau terbangun
dari mimpi buruk yang menggambarkan dirimu
dikurung dan ditinggal sendirian selama berhari-hari.
Aku tidak ingin kau menjerit di tengah malam tanpa tahu
sebabnya. Sebisa mungkin aku ingin mengembalikan
dirimu ke kehidupanmu yang dulu. Satu-satunya
cara untuk menjaga keselamatanmu adalah dengan
memblokirmu dari segalanya. Lalu aku meminta Hank
untuk tidak mengikutimu lagi. Aku bahkan memastikan
bahwa aku akan menghantui dan memutilasi tubuhnya
seandainya dia menemuimu lagi. Kemudian aku akan
mencari cara untuk membunuhnya, apa pun risikonya.
"Kupikir dia cukup cerdas untuk menepati janjinya.
Tapi ternyata kau mengatakan dia mengencani ibumu.
Naluriku mengatakan, ini bukan urusan asmara biasa.
Dia merencanakan sesuatu. Apa pun itu, yang pasti dia
memanfaatkan ibumu, atau kemungkinan besar dirimu,
untuk mewujudkan rencananya."
357 Jantungku berdegup dua kali lebih kencang. "Dasar
ular!" Patch tertawa getir. "Ada julukan yang lebih pedas,
tapi itu boleh jugalah."
Mengapa Hank tega melakukan semua ini" Bagaimanapun dia adalah ayah kandungku. Apakah itu
tidak ada artinya sama sekali" Bagaimana dia punya
keberanian untuk menatap mataku beberapa hari
terakhir ini dan tersenyum pula" Dia menjauhkan aku
dari ibuku. Dia menyekapku selama berminggu-minggu.
Sekarang dia berani masuk ke rumahku dan bersikap
seolah-olah dia peduli pada keluargaku"
"Ada agenda besar di balik semua ini. Aku belum
tahu apa itu, tapi pasti berbahaya. Naluriku mengatakan
dia ingin agenda itu berjalan sebelum Cheshvan." Mata
Patch menghunjam ke mataku. "Berarti tidak sampai
tiga minggu lagi." "Aku tahu yang kau pikirkan," kataku. "Kau
akan membekuknya sendirian. Tapi jangan rampas
semua kepuasan untukmu sendiri. Aku juga pantas
mendapatkannya." Patch mengaitkan sikunya ke leherku dan mencium
dahiku. "Aku tidak punya mimpi seperti itu."
"Lalu sekarang bagaimana?"
"Dia memang sudah mencuri start. Tapi aku
berencana mengimbanginya. Musuh dari musuhmu
358 adalah temanmu. Dan aku punya teman lama yang
mungkin bermanfaat bagi kita." Sesuatu dalam caranya
mengatakan "teman" menyiratkan orang itu tidak
pantas mendapatkan julukan tersebut. "Namanya
Dabria. Kurasa sudah waktunya aku meneleponnya."
Sepertinya Patch telah memutuskan langkah
berikutnya. Begitu juga aku. Aku melompat dari tempat
tidur dan mengambil sepatu serta sweterku, yang dia
letakkan di atas meja. "Aku harus pulang. Aku tidak
bisa membiarkan Hank memanfaatkan ibuku sementara
dia tidak tahu yang sebenarnya."
Patch menghela napas. "Jangan mengatakan apa-apa.
Dia tidak akan percaya kepadamu. Hank melakukan hal
yang sama kepada ibumu seperti yang kulakukan kepada
Vee. Sekalipun jika ibumu tidak ingin percaya kepada
Hank, mau tak mau dia percaya juga. Karena dia berada
di bawah pengaruhnya. Untuk sementara ini, biarlah
seperti itu. Sampai aku bisa mengetahui rencana Hank."
Kejengkelanku memuncak membayangkan Hank
mengendalikan dan menipu ibuku. "Tidak bisakah kau
menghabisinya sekarang juga?" desakku. "Dia pantas
diperlakukan lebih buruk dari itu. Tapi setidaknya
Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu akan memecahkan masalah kita. Dan memberiku
kepuasan," imbuhku getir.
"Kita harus mengenyahkan Hank untuk selamanya.
Kita tidak tahu siapa lagi yang ada di belakangnya dan
359 sejauh apa rencananya. Dia menggembleng pasukan
Nephilim untuk melawan malaikat terbuang. Tapi
sebagaimana aku, dia tahu, begitu Cheshvan dimulai,
pasukan mana pun tidak akan cukup kuat untuk
melanggar sumpah langit. Malaikat terbuang akan
datang berduyun-duyun dan menguasai anak buahnya.
Dia pasti punya rencana lain. Tapi apa kaitannya
denganmu?" kata Patch, menyuarakan isi pikirannya.
Tiba-tiba matanya menyipit. "Apa pun yang menjadi
rencananya, itu akan sangat bergantung pada informasi
dari penghulu malaikat. Tapi untuk membuatnya bicara,
dia membutuhkan kalung penghulu malaikat."
Ucapan Patch bagaikan palu yang menghantam
kepalaku. Aku begitu larut dengan rahasia-rahasia yang
terungkap malam ini sehingga lupa dengan gadis dalam
kurungan yang ada dalam halusinasiku. Tetapi sekarang
aku tahu, itu adalah memori yang nyata. Dan dia bukan
seorang gadis, melainkan penghulu malaikat.
Patch menghela napas. "Maafkan aku, Angel.
Aku akan menyelesaikan masalah ini sendirian. Biar
kujelaskan." Tetapi aku memotong kata-katanya. "Aku tahu
tentang kalung itu. Aku melihat penghulu malaikat yang
dikurung dalam salah satu memorimu. Dan aku yakin,
dia berusaha memberi tahu aku untuk memastikan
Hank tidak tahu. Tapi ketika itu, aku berpikir itu
hanyalah halusinasi."
360 Patch menatapku sambil membisu, kemudian dia
bicara. "Dia penghulu malaikat yang cukup kuat untuk
menyusupkan dirinya ke alam sadarmu. Tampaknya dia
ingin memperingatkanmu."
Aku mengangguk. "Karena Hank mengira kalungmu
ada padaku." "Padahal tidak."
"Tapi dia tidak percaya itu."
"Di sinilah kunci permasalahannya," kata Patch
dengan lambat. "Hank mengira aku menitipkan
kalungku kepadamu." "Kukira begitu."
Patch mengerutkan kening, mata hitamnya tampak
serius. "Kalau aku mengantarmu pulang, bisakah
kau menghadapi Hank dan meyakinkannya bahwa
kau tidak menyembunyikan apa pun" Aku ingin kau
membuatnya merasa tidak ada yang berubah. Anggap
saja tidak ada kejadian apa pun malam ini. Tidak ada
yang menyalahkanmu kalau kau tidak siap, apalagi
aku. Tapi aku harus tahu dulu, apakah kau sanggup
melakukannya?" Aku menjawab tanpa ragu-ragu. Aku bisa menyimpan
rahasia, betapa pun sulitnya. Terutama jika yang menjadi
taruhannya adalah orang-orang yang kucintai.
361 KMudah-mudahan saja aku tidak berpapasan dengan polisi yang sedang bosan sehingga UinJak pedal gaS VW kUat-kUat.
tidak ada pekerjaan yang lebih disukainya ketimbang
menangkapku. Saat ini aku dalam perjalanan pulang,
setelah meninggalkan Patch dengan berat hati.
Sebenarnya aku tidak ingin pergi. Tetapi aku khawatir
dengan ibuku yang hanya berdua saja dengan Hank.
Meskipun tidak terlalu logis, aku merasa kehadiranku
bisa melindunginya. 362 Setelah gagal membujukku untuk menunggu sampai
matahari terbit, akhirnya Patch melepas kepergianku.
Aku tidak tahu bagaimana pendapat orang tentang
VW yang berhasil mendekam di distrik industri sampai
berjam-jam tapi tidak cedera barang sedikit pun. Aku
sendiri mengira paling tidak CD player-nya sudah raib.
Sesampainya di rumah, aku berlari kecil menaiki
tangga beranda dan masuk tanpa suara. Ketika
menyalakan lampu dapur, hampir saja aku menjerit
sekeras-kerasnya. Hank Millar sedang bersandar ke meja. Gelas minuman menggantung di antara jarinya. "Halo, Nora."
A ku langsung memasang tameng untuk
menyembunyikan perasaanku yang kaget setengah
mati. Aku menyipitkan mata, berharap bahasa tubuh
itu memberikan kesan bahwa aku jengkel. "Sedang apa
kau di sini?" Dia menggoyangkan kepala ke arah pintu depan.
"Ibumu harus pergi ke kantor. Ada urusan mendadak
dengan Hugo." "Sekarang baru pukul lima pagi."
"Seperti tidak kenal Hugo saja."
Tidak, tapi aku mengenalmu, ingin kukatakan
begitu. Sesaat aku membiarkan gagasan itu muncul
dalam kepalaku. Bahwa Hank mempermainkan pikiran
ibuku untuk pergi sehingga dia bisa memojokkanku
363 tanpa ada orang lain yang tahu. Tetapi, bagaimana dia
tahu kapan aku pulang" Meski begitu, aku tetap tidak
bisa menyingkirkan kecurigaan itu.
"Rasanya tidak sopan kalau aku tidak bangun dan
mencari kesibukan," katanya. "Apa kata orang kalau aku
tetap di tempat tidur sementara ibumu pergi bekerja?"
Dia bahkan tidak repot-repot merahasiakan bahwa
dia tidur di sini. Dan setahuku, ini bukan yang pertama
kalinya. Menipu pikiran ibuku itu satu hal, tapi tidur di
ranjangnya.... "Kupikir kau berencana menginap di rumah
temanmu, Vee. Pestanya selesai lebih cepat?" tanya
Hank. "Atau seharusnya kukatakan, lebih larut?"
Jantungku berdebar-debar karena amarah. Dan aku
terpaksa menelan kata-kata pedas yang mengancam
akan meluncur dari lidahku.
"Aku memutuskan untuk tidur di ranjangku sendiri."
Mengerti maksudku" bentakku dalam hati.
Seulas senyum menghiasi mulutnya. "Benar."
"Tidak percaya kepadaku?" tantangku.
"Tidak perlu berdalih denganku, Nora. Aku tahu,
tidak banyak alasan yang membuat seorang gadis muda
merasa harus berbohong karena menginap di rumah
temannya." Dia tergelak, tapi bunyinya tidak ramah.
"Katakan kepadaku, siapa cowok yang beruntung itu?"
364 Satu alis matanya terangkat, dan dia mengangkat gelas
ke bibirnya, menyesap minuman.
Detak jantungku tidak keruan. Tapi aku mengerahkan seluruh kepercayaan diriku untuk terlihat tenang.
Dia hanya menebak-nebak saja. Tidak mungkin dia tahu
aku bersama Patch. Satu-satunya cara yang membuat
Hank tahu kegiatanku semalam adalah kalau aku
membocorkannya. Aku menatapnya dengan marah. "Sebenarnya, aku
menonton film bersama Vee. Mungkin Marcie punya
riwayat pergi dengan cowok tanpa memberi tahu. Tapi
aku bisa mengatakan, aku bukan Marcie." Kelewat
pedas. Tetapi kalau aku ingin lolos, aku harus mundur
perlahan. Ekspresi percaya diri tidak menghilang dari wajah
Hank. "Oh, begitu?"
"Yeah, begitu."
"Aku menelepon ibu Vee untuk menanyakan
keberadaanmu. Dan jawabannya sangat mengejutkan.
Kau tidak menginjak rumahnya semalaman ini."
"Kau menanyakan aku?"
"Aku khawatir ibumu terlalu lunak kepadamu, Nora.
Aku melihat gelagat dirimu dan merasa perlu turun
tangan. Aku senang kita bertemu sekarang sehingga kita
bisa berbincang berdua saja."
"Apa pun yang kulakukan, itu bukan urusanmu."
365 "Memang benar, untuk saat ini. Tapi kalau aku
menikah dengan ibumu, semua peraturan lama akan
dibuang ke keranjang sampah. Kita akan menjadi satu
keluarga." Dia mengedipkan mata, tapi kesannya jauh
lebih jahat dari sekadar mengolok-olok. "Aku akan
bersikap tegas, Nora."
O ke, coba saja. "Kau benar. Aku tidak ke rumah
Vee. Aku berbohong kepada ibuku supaya bisa
melakukan perjalanan panjang tanpa terganggu. Aku
ingin menjernihkan pikiran. Belakangan ini ada sesuatu
yang aneh." Aku mengetuk-ngetuk kepala. "Amnesiaku
mulai berkurang. Kejadian selama beberapa bulan
terakhir itu tidak terlalu samar lagi. Ada satu wajah
yang kerap muncul dalam benakku. Wajah penculikku.
Memang, aku belum punya keterangan yang cukup
untuk mengidentifikasi dirinya. Tapi itu hanya masalah
waktu." Wajahnya tetap datar, tapi rasanya aku melihat
kemarahan membengkak di balik matanya.
Seperti yang kuduga, dasar ular menjijikkan.
"Masalahnya, mobil bobrokku mogok di tengah jalan.
Aku tidak ingin mendapat masalah karena pergi sendirian
malam-malam. Jadi aku menelepon Vee dan memintanya
memberi alasan untukku. Aku menghabiskan beberapa
jam untuk membuat mobilku bisa berjalan kembali."
366 Ekspresi wajahnya tidak berubah. "Kalau begitu,
bagaimana kalau aku memeriksa mobilmu" Buat
apa aku terjun ke bisnis mobil kalau tidak mengerti
permasalahannya?" "Tidak usah repot-repot, aku akan membawanya ke
montir." Kalau-kalau dia tidak menangkap maksudku,
aku menambahkan, "Aku harus bersiap-siap ke sekolah.
Dan ada PR yang harus kuselesaikan. Aku ingin suasana
yang tenang dan sepi."
Sudut bibirnya membentuk senyuman. "Kalau aku
tidak mengenalmu, aku akan mengira kau berusaha
mengusirku." Aku memberi isyarat ke pintu depan. "Aku akan
menelepon ibuku dan memberi tahu kau pergi."
"Bagaimana dengan mobilmu?"
Astaga, keras kepala sekali orang ini. "Akan diurus
montir, kau lupa?" "Yang benar saja," katanya, mengelak dari ucapanku.
"Tidak perlu membuat ibumu mengeluarkan uang kalau
aku bisa mengatasi masalahnya. Mobilmu di depan?"
Belum sempat aku mencegah, dia sudah bergegas ke
pintu depan. Aku mengikutinya menuruni anak tangga
beranda dengan jantung berdebar-debar. Hank berdiri
di moncong VW, lalu menggulung lengan baju dan
memeriksa mesin depan. 367 Aku berdiri di sampingnya sambil berharap
pekerjaan Patch cukup meyakinkan. Memang, dialah
yang membuat rencana cadangan ini, sekadar untuk
berjaga-jaga seandainya cerita Vee tidak berhasil. Jelaslah
sekarang, aku merasa sangat bersyukur.
"Ini dia," kata Hank, menunjuk pecahan kecil di
salah satu kabel hitam yang menggulung di sekeliling
mesin. "Masalah sudah diatasi. Mobilmu bisa bertahan
beberapa hari lagi. Tapi semakin cepat diperbaiki,
semakin baik. Bawalah ke tempatku. Aku akan
menyuruh anak buahku memperbaikinya."
Ketika aku diam saja, dia menambahkan, "Aku
harus membuat putri calon istriku merasa terkesan."
Kata-katanya cukup santai, tapi ada nada sinis yang
tersirat di sana. "Oh, ada satu hal lagi," serunya setelah
aku membalikkan badan untuk pergi. "Aku tidak
keberatan merahasiakan kejadian malam ini. Tapi demi
kepentingan ibumu, aku tidak akan diam saja kalau kau
berbohong lagi. Apa pun alasannya. Kalau tidak...."
Tanpa sepatah kata pun, aku masuk ke rumah sambil
berusaha tidak berjalan tergesa-gesa atau menoleh ke
belakang. Dan memang itu tidak perlu. Bisa kurasakan
tatapan Hank terus mengikutiku sampai aku melewati
pintu. 368 Satu minggu berlalu tanpa kabar dari Patch. Aku tidak
tahu apakah dia sudah menemukan Dabria, atau apakah
dia mendapat kemajuan untuk membongkar motivasi
Hank di balik kedekatannya dengan keluargaku. Lebih
dari satu kali aku harus mencegah diriku pergi ke Delphic
dan berusaha datang ke studio granitnya lagi. Aku sudah
sepakat untuk menunggu Patch menghubungiku. Tetapi
aku nyaris tidak sabar lagi. Patch juga sudah berjanji
untuk tidak menjadikanku sebatas penonton apabila
dia ingin menghabisi Hank. Tapi janjinya mulai terasa
goyah. Meskipun seandainya dia menemui jalan buntu,
aku ingin dia menelepon karena dia rindu kepadaku
sebagaimana aku merindukannya. Apakah sebegitu
beratnya menelepon" Scott juga tidak ada kabarnya. Demi memenuhi
permintaannya, aku sendiri juga tidak berusaha
mencarinya. Tetapi kalau salah satu di antara mereka
tidak menghubungiku dalam waktu dekat, semua janji
akan kuanggap batal. Satu-satunya yang mengalihkan pikiranku dari Patch
adalah sekolah. Itu pun tidak terlalu berhasil. Sedari
dulu aku menganggap diriku sebagai siswa yang unggul,
meskipun aku mulai bertanya-tanya, apakah itu penting"
Dibandingkan persoalanku dengan Hank, masuk ke
perguruan tinggi berada di urutan kedua.
369
Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Selamat," kata Cheri Deerborn ketika kami masuk
ke kelas bahasa Inggris pada jam pelajaran kedua
bersama-sama. Aku tidak tahu mengapa dia tersenyum sangat lebar.
"Untuk apa?" "Nominasi homecoming diumumkan pagi ini. Kau
calon ketua siswa kelas dua."
Aku hanya melongo. "Ketua siswa kelas dua," ulangnya sambil
menekankan setiap kata. "Kau yakin?" "Namamu ada dalam daftar. Tidak mungkin salah
ketik." "Siapa yang mencalonkan aku?"
Sorot matanya heran. "Siapa pun bisa mencalonkanmu. Tapi mereka harus mendapatkan tanda tangan
paling tidak dari lima puluh siswa lain. Semacam
petisilah. Semakin banyak yang tanda tangan, semakin
baik." "Awas kau, Vee," gumamku, karena itulah satusatunya penjelasan logis yang muncul dalam kepalaku.
Aku menerima saran Patch untuk tidak mendesak dia
mengakui kebohongannya. Tapi kali ini tidak ada kata
maaf lagi. Mahkota homecoming" Patch sekalipun tidak
bisa melindunginya dariku.
370 Begitu masuk ke kelas, kusembunyikan ponsel di
balik desktop. Pasalnya guru kami, Mr. Sarraf, dengan
tegas melarang siswanya bertelepon ria di kelas.
NOMINASI HO MECO MING" Ketikku kepada
Vee. Untungnya bel belum berbunyi, dan Vee segera
membalas. BARU DENGAR. EMM... SLMAT!
AWAS KAU! balasku. SORI" KAU PIKIR AQ YG MLKUKANNYA"
"Asal kau tahu, ya," kata sebuah suara ceria. "Sarraf
sedang melotot kepadamu sekarang."
Marcie Millar duduk di depanku. Kami memang
sama-sama mengambil mata pelajaran bahasa Inggris.
Tetapi biasanya dia duduk di barisan belakang, bersama
Jon Gala dan Addyson Hales. Bukan rahasia lagi kalau
Mr. Sarraf rabun. Jadi mereka bisa berbuat sesuka
mereka di belakang. "Kalau dia melotot lebih lebar lagi, kurasa dia bisa
terkena wasir otak," kata Marcie.
"Cerdas sekali," kataku. "Belajar dari mana?"
Tanpa menghiraukan sindiranku, dia mendekatiku
dengan perasaan puas. "Aku melihat namamu di daftar nominasi
homecoming," katanya.
371 Aku diam saja. Nada bicaranya tidak terkesan
mengejek, tapi setelah sebelas tahun saling mengenal,
aku tahu lebih baik. "Menurutmu, siapa ketua siswa kelas dua yang
akan menang?" lanjutnya. "Tebakanku adalah Cameron
Ferria. Mudah-mudahan mereka sudah mencuci jubah
kebesaran yang dipakai pemenang tahun lalu. Menurut
sumber yang bisa dipercaya, noda ketiak Kara Darling
menempel di jubah itu. Bagaimana kalau kau disuruh
mengenakannya?" Dia bergidik. "Kalau itu terjadi pada
jubahnya, aku tidak tahu apa yang dia lakukan terhadap
tiaranya." Tanpa kusadari, pikiranku melayang ke satusatunya acara penobatan homecoming yang kuhadiri
bersama Vee. Saat itu kami anak baru yang masih
hijau dan selalu ingin tahu. Di tengah-tengah acara,
sebuah klub pendukung berbaris ke lapangan dan
menyampaikan pengumuman, dimulai dengan ketua
kelas satu dan diakhiri dengan ratu dan raja kelas tiga.
Setiap pemenang mengenakan jubah, yang dilampirkan
ke bahu mereka, dan mahkota atau tiara. Kemudian
mereka akan mengelilingi lapangan dengan mengendarai
mobil golf. Kelihatan bergengsi, memang. Ketika itu
Marcie-lah yang menjadi juara untuk anak baru. Dan
kemenangannya memupuskan keinginanku untuk hadir
dalam acara yang sama tahun depan.
372 "Aku mencalonkanmu." Marcie mengibaskan
rambut dari bahunya, untuk mempersembahkan senyum
totalnya. "Tadinya aku tidak ingin memberi tahu, tapi
menyimpan rahasia bukan gayaku."
Kata-katanya membuyarkan lamunanku. "Apa?"
Dia berpura-pura simpati. "Aku tahu, kau baru
saja melewati masa yang sulit. Maksudku, pertamatama amnesia, lalu?"dia mengubah suaranya menjadi
bisikan?"aku tahu tentang halusinasi itu. Ayahku yang
bilang. Menurutnya, aku harus bersikap sangat manis
kepadamu. Hanya saja aku tidak tahu bagaimana. Aku
mencari ide. Ternyata ada pengumuman tentang acara
homecoming tahunan. Sudah pasti semua orang ingin
mencalonkan aku. Tapi aku menyuruh teman-temanku
untuk mencalonkanmu saja. Mungkin aku juga bercerita
tentang halusinasi itu kepada mereka, dan agak melebihlebihkan sedikit. Memang harus sedikit curang untuk
menang. Dan untungnya kita mendapat dua ratus tanda
tangan. Lebih banyak dari calon yang lain!"
Perasaanku terbelah antara tidak percaya dan muak.
"Kau menjadikan aku proyek amalmu?"
"Ya!" pekiknya sambil bertepuk tangan dengan
gembira. Aku menjulurkan badan, dan menatapnya dengan
sorot mata paling keras dan tajam. "Batalkan pencalonanku. Aku tidak mau namaku ada dalam daftar."
373 Alih-alih tersinggung, Marcie malah bercekak
pinggang. "Kalau begitu, semuanya akan kacau. Kertas
yang dicetak sudah banyak. Aku melihat tumpukannya
di kantor sekolah pagi ini. Kau ingin semuanya
menjadi mubazir" Pikirkan pohon-pohon yang telah
mengorbankan nyawa demi tumpukan kertas itu. Dan
ada yang lebih penting lagi. Bagaimana denganku" Aku
sudah bersusah payah untuk beramal. Kau tidak boleh
menolak begitu saja."
Aku menengadahkan kepala, menatap langit-langit
kelas yang bernoda. Mengapa aku"
374374 PUlang daRi Sekolah, akU melihat sehelai kertas menempel di pintu depan: Jantungku seolah mau lepas. Cepat-cepat ku- Bum.
jejalkan kertas itu ke dalam saku lalu aku bergegas
menuju halaman belakang. Setelah melewati pagar
pembatas properti kami, terbentanglah ladang yang luas.
Sebuah gudang bercat putih berdiri di tengah-tengahnya.
Hingga hari ini, aku tidak tahu pemiliknya. Bertahuntahun lalu Vee dan aku berkhayal akan mengubah
gudang itu menjadi kelab rahasia. Ambisi itu menguap
begitu saja sejak kami membuka pintunya untuk kali
375 pertama dan menemukan seekor kelelawar menempel
di kaso atas. Sejak saat itu, aku tidak berusaha masuk ke sana
lagi. Dan meskipun aku ingin bisa mengatakan aku
tidak takut lagi pada mamalia terbang bertubuh
kecil, nyatanya sekarang aku berdiri ragu-ragu setelah
membuka pintu. "Halo?" panggilku.
Scott meregangkan badan di atas bangku lapuk
di belakang gudang. Dia duduk begitu melihat
kedatanganku. "Kau masih marah kepadaku?" tanyanya sambil
mengunyah sehelai rumput liar. Kalau bukan karena
T-shirt Metallica dan jins belel, kurasa dia sangat cocok
untuk menjadi pengemudi traktor.
Aku memeriksa langit-langit. "Kau melihat kelelawar
saat masuk?" Scott nyengir, "Takut kelelawar, Grey?"
Aku duduk di sampingnya. "Jangan panggil aku
Grey lagi. Kesannya aku ini anak lelaki. Seperti Dorian
Gray." "Siapa tuh?" Aku menghela napas. "Pikirkan nama lain. Atau
Nora saja sudah cukup."
"Oke, Permen Karet Bekas."
376 Aku meringis. "Aku ralat ucapanku. Grey saja tidak
apa-apa." "Aku datang untuk menanyakan sekiranya kau
punya sesuatu untukku. Maksudku informasi tentang
Hank. Apakah dia tahu, kitalah yang berada di
gudangnya malam itu?"
Aku yakin Hank tidak mencurigai kami. Karena
sikapnya tidak lebih menakutkan ketimbang biasanya.
"Tidak. Kurasa kita aman."
"Bagus, bagus," kata Scott sambil memutarmutar cincin Black Hand di jarinya. Aku senang dia
tidak melepasnya. "Mungkin aku bisa keluar dari
persembunyian lebih cepat dari yang kupikir."
"Kelihatannya kau sudah melakukannya. Dari mana
kau tahu aku akan menemukan pesanmu di pintu depan
lebih dulu dari Hank?"
"Hank ada di showroom-nya. Dan aku tahu kapan
kau pulang sekolah. Jangan berpikiran buruk, tapi
aku mengecekmu sekali-sekali. Aku harus tahu waktu
yang tepat untuk menghubungimu. Omong-omong,
kehidupan sosialmu menyedihkan."
"Memangnya, kau tidak?"
Scott tertawa, tapi ketika aku diam saja, dia
menyenggol bahuku. "Sepertinya kau murung, Grey."
377 Aku menghela napas. "Marcie Millar mencalonkan
aku untuk penganugerahan tiara ho m eco m ing.
Pemungutan suara akan dilakukan Jumat ini."
Scott menjabat tanganku dengan cara seperti yang
dilakukan anggota persaudaraan di kampus. "Selamat,
Bos." Aku menatapnya dengan ekspresi muak.
"Ayolah, kupikir cewek suka dengan acara seperti
ini. Membeli gaun, menata rambut, memakai mahkota
kecil di kepala." "Tiara." "Yeah, tiara. Aku juga tahu. Lalu, apanya yang
buruk?" "Aku merasa seperti orang goblok saat melihat
namaku tercantum bersama nama empat cewek lain
yang benar-benar populer. Aku tidak bakalan menang,
malah hanya akan terlihat bodoh. Orang-orang mulai
menyangka panitia salah ketik. Selain itu, aku tidak
punya teman kencan. Mungkin aku akan mengajak Vee.
Tapi konsekuensinya aku harus mendengar ratusan olokolok lesbian yang dilontarkan Marcie. Bahkan mungkin
lebih buruk dari itu."
Scott merentangkan tangannya lebar-lebar, seolah
aku tidak melihat solusi yang ada di depan mataku.
"Masalah teratasi. Pergilah denganku."
378 Aku memutar bola mata, mendadak menyesal telah
mengangkat topik ini. Sebenarnya aku tidak ingin
membicarakannya. "Kau bahkan tidak bersekolah,"
kataku mengingatkan. "Memangnya ada peraturan seperti itu" Cewekcewek di sekolah lamaku sering mengajak cowok mereka
yang sudah mahasiswa ke acara dansa."
"Memang, tidak ada peraturannya."
Scott tampak berpikir serius. "Kalau kau cemas soal
Black Hand, setahuku para diktator Nephilim tidak
menganggap dansa SMA sebagai acara penting yang
wajib dihadiri. Dia tidak akan tahu aku datang."
Tidak urung aku tertawa saat membayangkan Hank
berjalan mondar-mandir di gimnasium sekolah.
"Silakan tertawa. Tapi tunggu saja sampai kau
melihatku mengenakan tuksedo. Atau mungkin kau
tidak menyukai cowok berbahu bidang, dada berotot,
dan perut six-pack?"
Aku menggigit bibir supaya tidak tertawa lagi.
"Yang benar saja. Kau mulai membuat semua ini seperti
kebalikan dari Beauty and the Beast. Kita semua tahu,
kau tampan, Scott." Scott menyentuh lututku dengan sikap bersimpati.
"Rupanya aku harus mengatakannya lagi. Dengarkan
aku. Kau cantik, Grey. Dalam skala satu hingga sepuluh,
jelas kau berada di paruh kedua."
379 "Makasih, ya." "Kau bukan jenis cewek yang kuincar ketika aku di
Portland dulu. Tapi aku bukan cowok seperti itu lagi.
Kau agak kelewat bagus untukku. Dan terus terang saja,
agak terlalu cerdas juga."
"Kau yang cerdas," kataku.
"Jangan menyela ucapanku. Konsentrasiku bisa
buyar." "Kau menghafal semua ini?"
Scott hanya nyengir. "Waktuku sangat banyak.
Seperti yang kukatakan"sialan. Aku lupa, sampai di
mana tadi?" "Kau mengatakan aku bisa beristirahat dengan
tenang karena aku lebih cantik ketimbang separuh dari
cewek-cewek di sekolahku."
"Itu cuma perumpamaan. Kalau kau ingin yang
lebih teknis, kau lebih cantik dari sembilan puluh persen
cewek. Kurang lebih."
Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku memegang dada. "Aku kehabisan kata-kata."
Scott berlutut dan menangkup tanganku seperti
dalam drama. "Ya, Nora. Ya, aku akan datang ke acara
dansa homecoming bersamamu."
Aku mendengus. "Kau kelewat percaya diri. Aku
tidak mengajakmu." "Betul, "kan" Kelewat cerdas. Tapi masa bodohlah.
Yang jelas kau butuh teman kencan. Meskipun aku
380 mungkin bukan pilihan pertamamu, aku bersedia
melakukannya." Gambaran Patch muncul dengan jelas dalam
benakku, tapi cepat-cepat kutepis. Aku tahu, Scott tidak
bisa membaca pikiranku, tapi toh aku merasa bersalah
juga. Aku belum siap mengatakan bahwa dia bukan
lagi satu-satunya mitraku dalam memburu Hank. Aku
juga mengandalkan bantuan dari mantan pacarku,
yang kebetulan dua kali lebih kaya informasi, dua kali
lebih berbahaya, perwujudan kesempurnaan...dan dia
malaikat terbuang. Aku tidak ingin menyakiti hati Scott.
Tetapi tidak kuduga, dia mulai menaruh hati kepadaku.
Dan meskipun aneh karena tiba-tiba saja Scott merasa
sedikit aman dari Hank, aku tidak tega memberi tahu
bahwa dia tidak boleh bersenang-senang dulu. Sekalipun
hanya satu malam. Tetapi seperti yang dikatakannya,
acara dansa homecoming jauh dari radar Hank.
"Oke, oke," kataku, sambil bercanda dengan
menonjok bahunya. "Kita kencan." Lalu aku memasang
tampang serius. "Tapi sebaiknya kau tidak sesumbar
bahwa kau sangat keren saat mengenakan tuksedo."
Saat hari mulai malam, barulah aku menyadari sesuatu.
Aku lupa memberi tahu Scott tentang gedung palsu milik
Hank dan gudang Nephilim yang sebenarnya. Siapa
sangka, homecoming bisa lebih membebani pikiranku
381 ketimbang terperosok ke dalam barak Nephilim yang
bersenjata" Sekarang aku berharap memiliki nomor
ponsel Scott. Tapi kalau dipikir-pikir, aku tidak yakin dia
punya ponsel. Karena dengan begitu, lokasinya menjadi
mudah dilacak. Pukul enam, aku makan malam bersama ibuku.
"Apakah harimu menyenangkan?" tanyanya.
"Bisa dibilang luar biasa fantastis," kataku sambil
mengunyah potongan ziti panggang.
"Oh, Sayang. Apakah VW-mu mogok lagi" Kurasa
Hank akan bermurah hati untuk memperbaikinya. Dan
aku yakin dia akan menawarkan bantuan kalau kau
meminta." Mendengar kekaguman buta ibuku kepada Hank,
aku menghela napas untuk menenangkan diri. "Lebih
parah dari itu. Marcie mencalonkan aku untuk acara
homecoming. Lebih parahnya lagi, jumlah orang yang
mendukungku paling tinggi di antara yang lain."
Ibuku menurunkan garpunya. Dia tercengang.
"Apakah yang kau maksud Marcie yang "itu?""
"Dia bilang Hank bercerita tentang halusinasi yang
kualami. Dan dia menjadikan aku proyek amalnya. Aku
tidak pernah bercerita tentang hal itu kepada Hank."
"Akulah yang bercerita," katanya, matanya
mengerjap lantaran kaget. "Aku tidak percaya dia
memberi tahu Marcie. Seingatku, aku sudah memintanya
382 untuk tidak memberi tahu siapa pun." Ibu membuka
mulut lalu perlahan menutupnya. "Bahkan aku hampir
yakin seratus persen." Dia meletakkan sendoknya dengan
agak kasar. "Sepertinya aku mulai tua. Aku tidak bisa
mengingat apa-apa lagi. Tolong jangan salahkan Hank.
Akulah yang bertanggung jawab."
Aku tidak tahan melihat ibuku menjadi kacau dan
kebingungan. Bukan faktor usia yang membuatnya tidak
bisa mengingat. Aku yakin Patch benar. Ibuku berada di
bawah pengaruh Hank. Aku curiga dia mempermainkan
pikiran ibuku hari demi hari. Atau dia memengaruhinya
untuk selalu patuh dan setia.
"Jangan khawatir," gumamku. Sepotong ziti sudah
menancap di ujung garpu, tapi aku kehilangan nafsu
makan. Patch sudah mengingatkan, tidak ada gunanya
menjelaskan kebenaran itu kepada ibuku. Dia tidak akan
percaya. Tetapi tetap saja aku merasa ingin menjerit
sekeras-kerasnya karena frustrasi. Aku sudah tidak
tahan lagi dengan rutinitas ini. Makan, tidur, tersenyum,
seolah-olah tidak ada masalah besar.
"Mungkin itu ide Hank, supaya kau dan Marcie
berbelanja gaun bersama-sama," kata Ibu. "Kukatakan
kepadanya, aku akan sangat terkejut kalau kau mau
datang ke acara itu. Tapi dia pasti sudah tahu rencana
Marcie. Tentu saja, kau tidak harus pergi bersama
Marcie kalau kau tidak mau," ralatnya cepat-cepat.
383 "Kurasa itu sangat berat untukmu. Tapi yang jelas,
Hank tidak tahu tentang hubunganmu dengan Marcie.
Kurasa dia berharap keluarga kita bisa akur." Ibuku
tertawa getir. Dalam situasi seperti ini, aku tidak bisa menghiburnya.
Aku tidak tahu berapa banyak kata-kata yang diucapkan
Bidadari Dari Sungai Es 5 Crash Into You Karya Aliazalea Bukan Di Negeri Dongeng 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama