Ceritasilat Novel Online

Anna Karenina 3

Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi Bagian 3


"Sayangku, Dolly, aku mengerti itu, tapi janganlah kamu menyiksa di ri. Kamu merasa beg itu terhina, begitu marah, sampai memandang persoalan tidak sebagaimana mestinya."
Dolly terdiam, dan sekitar dua menit mereka diam tanpa kata-kata.
"Apa yang harus kulakukan, Anna, coba pikirkan, tolonglah aku. Sudah kupikirkan semuanya, tapi tak satu pun yangjelas bagiku."
Anna tak bisa menemukan jalan keluar, tapi hatinya betul-betul tergerak oleh setiap kata dan ekspresi wajah iparnya itu.
"Satu ha! yang harus kukatakan padamu," kata Anna memulai, "aku ini saudaranya, aku mengenal wataknya, mengenal kemampuannya melupakan semuanya, ya, semua saja (ia gerakkan tangannya di depan dahi), mengenal kemungkinan dia. tergelincir nafsu, tapi ia juga punya kemampuan untuk menyesal sepenuhnya. Sekarang ia tidak menyangka, tidak tahu, kenapa ia bisa melakukan apa yang telah diperbuatnya itu."
"T idak, ia tahu, dan dulu pun juga tahu!" tukas Dolly. "Tapi aku ... kamujangan melupakan aku ... apa buatku ini ringan?"
"Tunggulah. Ketika ia bicara "Tidak," kata Dolly, tapi sekali lagi Anna menyelanya sambil mencium tangannya.
"Aku kenal dunia ini lebih banyak daripada kamu," kata Anna. "Aku kenal orang-orang itu, bagaimana pandangan Stiva dan orang-orang itu tentang hal ini. Kamu bilang ia membicarakan kamu dengan dia. Tidak ada itu. Orang-orang itu memang tidak setia, tapi rumahtangga dan istri, itu suci buat mereka. Entah bagaimana, perempuan tetap direndahkan. Jadi, mereka tidak mengganggu keluarga. Orang-orang itu menarik semacam garis bayangan yang tak terlintasi, antara keluarga dan ha! itu. Aku sendiri tak mengerti kenapa begitu, tapi begitulah adanya." "Ya, tapi ia mencium perempuan itu .... "
"Dolly, sayangku, tunggu. Aku melihat ketika sedang jatuh cinta padamu. Aku ingat i a mendatangiku dan menangis membicarakan kamu, mengatakan bahwa kamu betul-betul puisi dan puncak kesempurnaan bag inya. Dan aku tahu, makin lama ia hidup bersamamu, makin tinggi penghargaannya padamu. Waktu itu kami menertawakan dia, karena tiap katanya i a tambah dengan: 'Dolly perempuan mengagumkan'. Kamu, b a g i di a, adalah dewi, sampai sekarang pun masih begitu, sedangkan kesenangan itu bukanlah jiwanya .... "
"Bagaimana kalau kesenangan itu berulang?" "Setahuku, hal itu mustahil."
"Ya, tapi kalau kamu, kamu bisa memaatkan tidak kiranya?" "Tak tahulah aku, aku tak bisa memutuskan .... Ta pi tidak, aku bisa," kata Anna sesudah berpikir sejenak; dan sesudah menangkap suasana itu dalam pikiran serta menimbang dengan timbangan rohaninya, ia tambahkan: "Tidak, bisa, bisa, bisa. Ya, bisa kiranya aku memaafkan. Memang, tak bisa aku menjadi aku yang dulu, ya, tapi akan kumaafkan kiranya, ya, akan kumaafkan kiranya, seolah peristiwa itu tak pernah terjadi, samasekali tak pernah terjadi."
"Ya, tentu saja," sela Dolly cepat, seolah ia menyatakan sesuatu yang sudah dipikirkannya berulang kali, "kalau tidak, tidak mungkin ada maaf. Memaafkan berarti samasekali, ya samasekali. Nab, mari sekarang kuantarkan ke kamarmu," katanya sambil berdiri, dan di tengah perjalanan dipeluknya Anna. "Sayangku, aku sungguh senang kamu datang. Akujadi lebih ringan,jauh lebih ringan rasanya."
Sepanjang hari itu Anna hanya tinggal di rumah, artinya di tengahtengah keluarga Oblonskii, dan tidak menerima tamu si apapun, karena beberapa kenalan yang sempat mengetahui kedatangannya telah menemui d i a sebelumnya. Sepanjang pagi ia bersama Dolly dan anakanak. Ia hanya mengirimkan surat kepada saudaranya, meminta dia supaya makan siang di rumah. "Datang)ah, Tuhan Maha Penyayang," demikian tulisnya.
Oblonskii makan siang di rumah. Percakapan bersifat umum, dan istrinya juga bicara juga dengan dia, menyebut dia dengan "kamu", satu hal yang tak pernah terjadi sebelumnya. Di antara suami-ist r i itu masih terdapat perasaan asing, tapi sudah tak ada lagi soal perceraian, dan Stepan Arkadyich pun melihat kemungkinan untuk memberikan penjelasan dan berdamai.
Tepat sesudah makan siang Kitty datang. Ia mengenal Anna Arkadevna, tapi t idak banyak, dan sekarang ia datang menemui kakak perempuannya dengan perasaan cemas bagaimana ia akan diterima oleh perempuan bangsawan Petersburg yang dipuji semua orang itu. Ternyata Anna Arkadevna senang kepadanya-hal itu ia li hat dengan segera. Agaknya Anna mengagumi kecantikan dan kemudaannya. Belum lagi Kitty sempat menyadari, i a sudah merasakan dirinya jatuh dalam pengaruh perempuan itu, seperti gadis muda yang jatuh c inta kepada perempuan yang sudah bersuami dan lebi h tua. Anna tidak mirip perempuan bangsawan yang telah bersuami atau i b u seorang anak berusia delapan tahun, tapi Iebih mirip seorang gadis berusia duapuluh. Itu kalau melihat keluwesan geraknya, kesegarannya, dan kegembiraan yang tampak padanya, yang kadang menjelma dalam senyuman dan kadang pada tatapan mata ataupun sinar mata yang kadang serius dan kadang sedih, yang sungguh memukau dan menarik Kitty ke dalam dirinya. Kitty merasa, Anna adalah orang yang betul-betul sederhana dan tidak menyembunyikan sesuatu, tapi dalam dirinya tersimpan suatu dunia minat yang sangat tinggi yang tak terjangkau oleh Kitty, dunia minat yang rumit dan puitis.
Sesudah makan siang, ketika Dolly masuk ke kamarnya, Anna cepat berdiri dan menghampiri saudaranya yang waktu itu mengisap cerutu.
"Stiva," katanya kepada saudaranya sambil mengedip gembira dan membuat tanda salib pada tubuh saudaranya serta menunjuk pintu dengan matanya. "Ke sanalah, Tuhan membantumu."
Mengerti maksud Anna, Stepan Arkadyich membuang cerutunya, lalu menghilang ke balik pintu.
Sesudah Stepan Arkadyich pergi, Anna kembali ke dipan tempat i a duduk dikelilingi anak-anak. Entah karena anak-anak itu melihat mama mereka mencintai bibi mereka, entah karena mereka sendiri merasa bahwa sang bibi bersikap sangat menarik, dua anak terbesar dan kemudianjuga yang kecil-kecil-seperti biasa terjadi dengan anak-anakbelum lagi makan siang sudah lengket sekali dengan sang bibi yang barn datang dan tak mau lepas dari dia. Dan di antara mereka berlangsung semacam permainan, yakni berusaha duduk sedekat mungkin dengan sang bibi, bersentuhan dengan d ia, memegang tangannya yang mungil, menciumnya, bermain dengan cincinnya, atau sekadar menyentuh lipatan roknya.
"Nah, nah, bagaimana tadi ikita duduk?" kata Anna Arkadevna sambil duduk ke tempat semula.
Dan kembali Grisha menyembunyikan kepalanya di bawah tangan
bibinya, menyandarkan kepala ke roknya, dan berseri bangga dan bahagia.
"Jadi kapan bal itu akan diadakan?" tanyanya kepada Kitty. "Minggu depan; bal yang menarik sekali. Bal yang selalu membuat orang yang hadir gembira."
"Memang ada bal di mana orang selalu gembira?" kata Anna mengejek mesra.
"Memang aneh, tapi ada. Di rumah keluarga Bobrishchev selalu gembira, di rumah keluarga Nikitin juga, tapi di rumah Mezhkov selalu membosankan. Anda tak melihat itu?"
"Tidak, sayangku, bagi saya tak ada bal yang bikin gembira," kata Anna, dan Kitty pun melihat pada mata Anna dunia khusus yang tidak bisa dijangkaunya itu. "Bagi saya, memang ada bal yang terasa kurang berat dan membosankan .... "
"Bagaimana bisa Anda merasa bosan di bal?"
"Kenapa tidak mungkin saya merasa bosan di bal?" tanya Anna. Kitty melihat bahwa Anna tahu jawaban yang bakal ia berikan. "Karena Anda selalu yang terbaik d i antara para tamu yang hadir." Wajah Anna memang mudah berubah jadi merah. Dan wajahnya memang memerah, katanya:
"Pertama-tama, itu tidak betul; dan kedua, kalau hal itu benar, apa gunanya itu buat saya?"
"Anda akan pergi k e bal itu atau tidak?" tanya Kitty.
"Saya kira tak mungkin untuk tidak pergi. Nab, ambil ini," katanya kepada Tanya yang menarik-narik cincin yang mudah lolos dari jarinya yang putih dan kecil ujungnya.
"Saya senang sekali kalau Anda pergi. Saya ingin melihat Anda di bal itu."
"Setidak-tidaknya, kalau saya memang harus pergi, saya akan merasa senang karena bisa menyenangkan hati Anda .... Grisha, jangan ditarik-tarik. Ram but sudah kusut begini," katanya sambil membetulkan ikatan rambutnya yang lepas karena dimainkan Grisba.
"Saya membayangkan Anda d i bal mengenakan pakaian Iila." "Kenapa pula mesti a lila?" tanya Anna tersenyum. "Nah, anakanak, pergi sana, pergi sana. Tidak dengar, ya" Itu, Miss Gull memanggil untuk minum teb," katanya sambil melepaskan anak-anak itu dar i di rinya dan mengantarkan mereka ke kamar makan.
"Saya tahu kenapa Anda mengundang saya datang k e bal. Anda
berbarap banyak dari bal itu, dan Anda ingin agar semua hadir di situ, dan semua ikut di dalamnya."
"Dari mana Anda tahu itu" Ya."
"O! Ini saat yang sungguh menyenangkan buat Anda," kata Anna melanjutkan. "Saya ingat dan tahu kabut biru muda seperti yang ada di pegunungan d i Swiss itu. Kabut yang menyelimuti waktu yang penuh kebahagiaan, ketika ti ba-tiba saja masa kecil berakhir, dan dari lingkungan yang mahabesar, bahagia, dan gembira itu, jalan makin lama makin menyempit, dan dengan gembira tapi dengan rasa ngeri kita lalui jalan itu menuju ke suatu ruangan, sekalipun ruangan ini tampak terang dan indah sekali.. .. Siapa gerangan yang tidak melewati semua itu?"
Kitty tersenyum diam. "Tapi bagaimanakah ia melewati jalan itu" Ingin sekali rasanya aku tahu seluruh pengalaman cintanya," demikian pikir Kitty mengingat-i ngat wujud luar Aleksei Aleksandrovich, suami Anna, yang tidak puitis itu.
"Saya tahu sedikit-sedikit. St iva menceritakannya pada saya. Saya ucapkan selamat pada Anda. Saya senang padanya," sambung Anna. "Saya ketemu Vronskii di keretaapi."
"O, jad i dia ada di sana?" tanya Kitty memerah wajahnya. "Apa kata Stiva pada Anda?"
"Stiva membualkan semuanya pada saya. Dan saya senang juga. Kemarin saya seperjalanan dengan ibu Vronskii," sambung Anna, "dan i b u itu tak henti-hentinya bicara tentang anaknya; anak kesayangannya itu; saya tahu, ibu-ibu memang suka berat sebelah, tapi.. .. " "Apa cerita ibu itu pada Anda?"
"O, banyak! Saya tahu bahwa d.ia itu kesayangannya; bagai pun, jelas i a memang pablawan .... Nab, sebagai contoh, ibu itu cerita bahwa anaknya ingin menyerahkan seluruh harta bagiannya pada saudara lakilakinya. Ia katakan juga, ketika masih kanak-kanak, anaknya itu sudah melakukan hal yang luarbiasa, yaitu menyelamatkan seorang perempuan yang tenggelam. Singkatnya, ia memang pahlawan," kata Anna sambil tersenyum, teringat uang duaratus rubel yang diberikan Vronskii di stasiun itu.
Tapi Anna t idak menceritakan uang duaratus rube) itu. Entah mengapa, i a merasa tak senang mengingatnya. Ia merasa, dalam perbuatan itu ada sesuatu yang menyangkut dirinya, dan sesuatu yang tidak seharusnya terjadi.
"Ibu itu memohon dengan sangat supaya saya m unginya,"
kata Anna melanjutkan, "dan dengan senang hati saya akan bertemu dengan orang tua itu; besok saya akan mengunjungi d ia. Tapi, yah, syukur Stiva lama di kamar Dolly," tambahnya mengubah percakapan, kemudi an berdiri. Menurut dugaan Kitty, Anna sedang tidak puas terhadap sesuatu.
"Tidak, aku duluan! Tidak, aku!" begitu teriak anak-anak yang sudah selesai minum teh dan berlari ke bibi Anna.
"Semua sama-sama!" kata Anna, dan sambil ketawa ia pun berlar i menyambut mereka, memeluk, dan membanting semua anak yang berkerumun dan menjerit-jerit gembira itu.
XXI Dalam acara minum teh orang dewasa, Dolly keluar dari kamar, sedangkan Stepan Arkadyich tidak keluar. Tentu ia keluar dari kamar istrinya lewat pintu belakang.
"Aku khawatir kamu kedinginan di atas nanti," ujar Dolly kepada Anna. "Aku ingin memindahkan kamu ke bawah, dan di situ kita bisa berdekatan. n
"Ah, sudahlah, untukku tidak usah repot-repot," jawab Anna sambil memerhatikan wajah Dolly dan mencoba menduga apakah sudah terjadi perdamaian atau belum.
"Di sini lebih banyak sinar masuk," jawab iparnya.
"Percayalah, di mana saja dan kapan saja aku bisa tidur nyenyak." "Ada masalah apa ini?" tanya Stepan Arkadyich yang baru keluar dari kamar kerja, ditujukan kepada sang istri.
Dari nada bicaranya, baik Kitty maupun Anna mengerti bahwa perdamaian sudah terjadi.
"Aku mau memindahkan Anna ke bawah, ta pi kain gorden itu perlu di ganti. Tak ada yang bisa melakukan, mesti aku sendir i," jawab Dolly kepada suaminya.
"Hanya Tuhan yang tahu apakah mereka sudah betul-betul berdamai atau belum," pikir Anna, men.dengar nada bicara Dolly yang dingin tenang itu.
"Ah, sudahlah, Dolly, jangan dibikin susah," kata suaminya. "Kalau mau, aku kerjakan semuanya .... "
"Ya, tentu mereka sudah berdamai," pikir Anna.
"Tahu aku bagai mana kamu akan melakukan semuanya," jawab Dolly. "Kamu akan menyuruh Matvei melakukan apa yang tidak boleh dilakukannya, lalu kamu pergi, tinggal d ia mengacaukan semuanya," sementara mengatakan itu senyuman mengejek yang biasa itu membuat kerutan di ujung bibir Dolly.
"B , betul, mereka betul-betul berdamai, ya, betul-betul," pikir Anna. "Syukurlah!" dan dengan gembira, karena dialah penyebab perdamaian itu, ia menghampiri Dolly dan menciumnya.
"Samasekali tidak, kenapa kamu ini benci betul padaku dan Matvei?" kata Stepan Arkadyich sambil tersenyum tipis kepada istrinya.
Sepanjang sore itu, seperti biasa, Dolly terus menampakkan sikap mengejek suaminya, sedangkan Stepan Arkadyich merasa puas dan gembira, tapi ia mengekang supaya tidak sampai menunjukkan bahwa begitu dimaafkan ia lupa akan kesalahannya.
Pukul setengah sepuluh percakapan keluarga yang gembira dan menyenangkan di sekitar meja teh di tengah-tengah keluarga Oblonskii terganggu peristiwa yang tampaknya sepele, tapi justru dalam kesepeleannya itu entah bagaimana terasa aneh oleh semua orang. Ketika orang sedang bicara tentang para kenalan di Petersburg, tiba-tiba Anna berdiri.
"Potretnya ada dalam album saya," katanya, "dan sekalian saya tunjukkan anak saya Seryozha," tambahnya disertai senyuman bangga seorang ibu.
Menjelang pukul sepuluh, ketika biasanya ia mengucapkan selamat malam kepada anaknya, dan seringkali juga membaringkan sendiri anaknya di tempat tidur sebelum pergi ke bal, terasa hatinya sedih karena berjauhan dengan anaknya itu; dan apapun yang dibicarakan orang, kembali dan kembali pikirannya tertuju kepada Seryozha yang berambut keriting itu. Ia ingin melihat foto anak itu dan bicara tentang dia. Maka dengan alasan pertama yang bisa digunakannya, ia pun bangkit berdiri, dan dengan langkah ringan dan pasti ia pergi mengambil album itu. Tangga ke atas ke kamarnya itu menghadap ke pelataran tangga masuk rumah yang besar dan hangat.
Waktu ia keluar dari kamar tamu, terdengar be! di kamar depan. "Siapa pula itu?" kata Dolly.
"Kalau menjemput saya, masih terlalu di ni, kalau tamu lain, terlalu malam," ujar Kitty.
"Mungkin bawa dokumen buat saya," sambung Stepan Arkadyich. Dan Anna melewati tangga, pesuruh berlari ke atas untuk melapor
tentang tamu yang datang itu, sementara tamu itu sendiri berdiri di dekat lampu. Ketika menengok ke bawah, seketika itu Anna tahu bahwa yang datang adalah Vronskii. Perasaan senang yang asing bercampur ngeri entah kenapa tiba-tiba saja muncul dalam hatinya. Vronskii berdiri tanpa melepaskan mantel dan mengeluarkan entah apa dari dalam kantongnya. Ketika sampai di tengah tangga, Vronskii mengangkat matanya dan melihat Anna. Maka di wajah Vronskii pun tampak semacam malu dan terkejut. Anna sedikit menganggukkan kepala, lalu berjalan lagi, dan sesudah itu terdengar suara keras Stepan Arkadyich mempersilakan Vronskii masuk, disusul suara Vronskii yang lembut, lunak, dan tenang menolak ajakan.
Ketika Anna kembali membawa album, Vronskii sudah tak ada, sementara Stepan Arkadyich sedang menerangkan bahwa Vronskii singgah untuk menanyakan soal makan siang yang akan mereka adakan untuk seorang tamu penting.
"Ia samasekali tak mau m.asuk. Bukan main anehnya orang itu," tambah Stepan Arkadyich.
Muka Kitty memerah. Ia menyangka hanya dia yang tahu kenapa Vronskii datang, dan kenapa ia tidak mau masuk. "Ia tentu sudah datang ke rumah," demikian pikirnya. "Dan karena tidak mendapatkan aku di rumah, ia menduga aku di si ni; tapi ia tidak mau masuk karena menurut dia sudah terlalu malam, dan Anna ada di sini."
Semua orang saling pandang tanpa mengatakan sesuatu, kemudi an mulai melihat-lihat album Anna.
Tak ada yang luarbiasa atau aneh bahwa orang singgah ke rumah sahabatnya pada pukul setengah sepuluh malam untuk menanyakan rencana makan siang yang akan diadakan, dan menolak masuk rumah, namun tidak demikian bagi mereka. Lebih-lebih untuk Anna, terasa aneh dan tidak tepat.
XXII Bal baru saja dimulai ketika Kitty dan ibunya mendaki tangga besar yang bermandikan cahaya dan berhiaskan bunga-bunga serta para pelayan yang berbedak dan berbaju kaftan3" merah. Dari ruangan dalam rumah terdengar gemerisik gerak teratur manusia seperti dalam sarang
30 Kaftan (Rus): Baju panjang dengan ikatan di pinggang.
lebah. Sementara ibu dan anak membereskan sisiran dan pakaian di depan cermin di pelataran yang dipenuhi bermacam tanaman, dari ruangan terdengar orkes biola den:gan gesekan yang hati-hati dan tepat, memainkan lagu wals yang pertama. Seorang laki-laki tua berpakaian megah tuhan dengan ibu dan anak itu d i atas tangga, dan menjauhkan diri, tapi agaknya d i a mengagumi Kitty yang tak dikenalnya itu. Sebelumnya laki-laki itu merapi kan cambangnya yang sudah putih di depan cermi n yang lain; dari tubuhnya menyebar semerbak bau minyak wangi. Seorang pemuda tanpa jenggot, salah seorang pemuda bangsawan yang oleh Pangeran Shcherbatskii tua disebut tyutki,3' dengan rompi yang tampak mencolok membungkuk dan berlari melewati mereka, tapi kemudian kembali, dan mengundang Kitty berdansa kadril. Dansa kadril yang pertama telah dijanjikan Kitty kepada Vronskii; maka kepada pemuda itu ia harus menjanjikan yang kedua. Seorang tentara, sambil mengancingkan sarong tangannya, menyingkir ke dekat pintu, dan sambil membelai kumisnya mengagumi Kitty yang berpakaian merahmuda.
Meski riasan, potongan rambut, dan seluruh persi apan menghadapi bal itu menghabiskan banyak tenaga dan pikiran Kitty, dengan gaun tule yang rumit jahitannya itu, yang berlapis warna merah muda, Kitty memasuki bal dengan bebas dan ringan, seolah segala mawar hias, renda-renda, dan tetek-bengek riasan itu samasekali tak memerlukan perhatian khusus dari dia dan para pembantunya, seolah i a dilahirkan sudah terbungkus kain tule dan renda-renda itu, dengan potongan rambutnya yang tinggi, dengan bunga mawar serta dua lembar daun bunga di atasnya.
Nyonya Pangeran tua hendak masuk ke ruangan guna membetulkan letak pita ikat pinggang Kitty yang melengkung ke atas, Kitty agak menjauhkan dirinya. Ia merasa, semua yang dikenakannya sudah baik dan anggun, karena itu tak perlu dibetulkan lagi.
Kitty memang tengah berada pada salah satu hari bahagianya. Gaunnya samasekali tak terasa sesak, renda-renda berthas2 tidak ada yang lepas, mawar hias tidak kusut atau koyak; sepatu merah muda berhak tinggi yang melengkung tidak menghimpit kaki, melainkan memberi kelapangan. lkal rambutnya yang pirang dan lebat bertengger
31 Tyutki (Rus): Anjlng kecll.
32 Bertha (Ing): Kerah pada gaun perempuan yang bentuknya lebar dan panjan g.
mantap di atas kepalanya yang mungil. Ketiga kancing sarong tangan yang panjang menutup dengan baik, dan sarong tangan itu melilit tangan tanpa mengubah bentuknya. Pita medalion dari kain beledu hitam lembut melingkari leher. Kain beledu itu betul-betul manis, dan di romah tadi, memandang lehe pada cermin, Kitty merasa betapa beledu itu mencolok. Dalam hal lain mungkin saja ada keraguan, tapi dalam hal kain beledu itu, tidak ada keraguan, betulbetul manis. Sebagaimana memandang kain itu pada cermi n, Kitty tersenyum juga di bal i ni. Pada bahu dan tangannya yang terbuka Kitty seperti merasakan marmer yang dingin, dan i a senang sekali dengan
itu. Matanya bersinar, dan bibirnya yang kemerahan tidak dapat tidak tersenyum karena sadar akan daya tariknya. Belum lagi masuk ke roangan dan sampai di dekat kelompok perempuan berkain tule, berpita, berenda, dan berbunga yang tengah menanti undangan untuk berdansa (Kitty tidak pernah berdiri di tengah-tengah kelompok perempuan itu), ia sudah diundang berdansa wals, dan yang mengundang adalah mitra terbaik, mitra terpenting dalam organisasi bal, yaitu dirigen bal yang terkenal, pembawa acara, seorang laki-laki yang sudah kawin, tam pan dan gagah, Yegoroshka Korsunski i. Karena baro saja meninggalkan Nyonya Pangeran Banina yang diajaknya berdansa wals rombongan pertama, ia pun melihat-lihat hadirin, yaitu beberapa pasangan yang sudah turon berdansa, dan begitu dilihatnya Kitty yang baru berlarilah ia menemu i Kitty dengan langkah begitu bebas, khas, dan hanya dipunyai dirigen bal, dan sesudah membungkuk dan tanpa bertanya apakah Kitty menghendakinya, ia sudah mengulurkan tangan untuk memeluk pinggang Kitty yang ramping. Kitty menoleh untuk melihat kepada siapa akan diserahkan kipasnya, dan nyonya rumah yang melihatnya segera mengambilnya.
"Baik sekali Nona datang pada waktunya," kata sang dirigen kepada Kitty sambil memeluk pinggangnya. "Kalau tidak, kelakuan macam apa itu datang terlambat?"
Sambil membungkuk sedikit Kitty meletakkan tangannya ke bahu sang dirigen, sedangkan kakinya yang mungil bersepatu merah muda dengan ringan dan teratur mulai bergerak mengikuti irama musik di atas lantai parket yang licin itu.
"Berdansa dengan Nona seperti bersantai," kata sang dirigen lagi seraya memulai langkah-langkah pertama wals yang tidak cepat. "Manis, bukan main manisnya, precision," katanya lagi, sepert i diucapkan kepada
bampir semua kenalan baiknya.
Kitty tersenyum mendengar puji an itu, dan dari bahu sang dirigen ia arahkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ia bukan gadis yang baru muncul lagi dalam pesta dansa sehingga wajah semua orang tampak olehnya berpadu jadi satu kesan aja ib; ia juga bukan gadis yang sering ke bal sebingga semua wajab di bal itu dikenalnya dan membuatnya bosan. la gadis yang ada di antara keduanya itu. la bergairah memang, tapi masih bisa menguasai diri, sebingga mampu mengamat-amati. D i sudut kir i ruangan ia melibat kembang masyarakat bangsawan yang tengah menggerombol. Di situ ada si cantik Lidie yang terbuka bajunya sampai batas yang tak mungkin lagi, istr i Korsunskii. Di situ ada nyonya rumah, juga Krivin yang mengkilat botaknya, yang selalu berada di tengah-tengah kebun bunga masyarakat bangsawan. Ke arah rnereka para pemuda rnelernparkan pandangan, tapi tak berani rnendekat. Di sana juga Kitty rnenemukan Stiva, kernudian tubuh dan kepala Anna yang manis, rnengenakan gaun beledu hitam. Dia juga ada di situ. Sejak pertemuan dulu itu, waktu ia menolak lamaran Levin, belum pernah ia melihatnya lagi. Dengan matanya yang mampu melihat jauh, seketika itu pula Kitty bisa mengenali Vronskii, bahkan melihat pemuda itu memandang ke arahnya.
"Bagaimana kalau satu putaran lagi" Nona tidak lelah?" kata Konsunskii nyaris kehabisan napas.
"Sudab, terirnakasih."
"Ke mana saya antarkan Nona?"
"Karenina ada di sini agaknya ... antarkan saya kepadanya." "Ke saja Nona suka."
Selesai berdansa wals, Korsunskii mengatur langkab, langsung menuju kerumunan orang di sudut ruangan sambil mengatakan: "Pardon, mes dames, pardon, pardon, mes dames," dan sesudah mengarungi lautan renda, tule, dan kain pita tanpa menyangkut satu bulu bias pun, ia belokkan pasangannya demikian ta jam, sampai kedua kaki pasangannya yang mungil tertutup kaos kaki terawang itu tersingkap, dan ekor gaunnya terayun jadi k ipas besar sampai menutupi lutut Kri vin. Korsunskii membungkuk sedikit, lalu membusungkan dadanya yang terbuka dan mengulurkan tangan untuk mengantarkan Kitty kepada Anna Arkadevna. Dengan wajah memerah Kitty menarik ekor gaunnya dari lutut , dan dengan kepala yang agak pening i a menoleh mencari-cari Anna. Anna tidak mengenakan pakaian lila seperti sangat
diinginkan Kitty, melainkan gaun hitam dari beledu yang dipotong rendah sekali sampai kelihatan bahu dan dadanya yang penuh, indah seperti gading tua, dan terlihat pula kedua lengannya yang membulat, dengan tangan yang ti pis mungil. Seluruh gaunnya berhi askan guipure33 Venesia. Di rambutnya yang hitam tanpa tambahan terpasang karangan bunga pansi. Bunga semacam itu juga melekat di pita sabuknya, di a renda-renda putih. Potongan rambutnya tidak mencolok. Yang menonjol adalah l ingkar-lingkar rambutnya yang , pendek, dan bebas, yang merupakan hiasan dan selalu menyembul di tengkuk dan pelipisnya. Di lehemya yang tegap dan indah melingkar untaian mutiara.
Kitty hampir tiap hari bertemu dengan Anna , dan ia telah jatuh cinta kepada perempuan itu. Dalam angannya, perempuan itu selalu mengenakan gaun lila. Dan kini, ketika melihat perempuan itu bergaun hitam, ia merasa belum sanggup memahami seluruh kecantikan perempuan itu. Sekarang ia melihat perempuan itu sebagai orang baru dan samasekali tak terduga. Sekarang ia mengerti, Anna tidak mungkin mengenakan pakaian wama . Ia terlihat cantik justru karena pribadinya lebih menonjol daripada riasannya, dan riasan itu takkan pemah sanggup melebi hi dirinya. Gaunnya yang hitam dengan renda-renda indah pun tidak tampak padanya. Semua itu hanya dar pigura, sedangkan yang tampak nyata adalah dirinya yang sederhana, wajar, cantik, dan bersamaan dengan itu riang dan bergairah.
Seperti biasa, Anna berdiri dengan sangat tegak, dan ketika Kitty menghampiri kelompokitu, ia tengah berbicara dengan tuan rumah seraya sedikit menyorongkan wajahnya."Tidak, saya tidak melempar batu," jawabnya kepada tuan rumah atas pertanyaan yang diajukan, "walaupun saya tak mengerti," sambungnya sambil mengangkat bahu, lalu seketika itu pula menyambut Kitty dengan senyuman seorang pelindung. Melihat riasan Kitty, dengan pandangan sekilas seorang perempuan, ia membuat gerakan kepala yang hampir tak terlihat, tapi bisa dimengerti Kitty, satu gerakan yang maknanya membenarkan riasan dan kecantikan gadis itu. "Anda masuk ke ruangan seolah sambil berdansa," tambabnya.
"Nona Pangeran ini salah seorang pembantu saya yang paling setia," kata Korsunskii sambil membungkuk kepada Anna Arkadevna yang belum sempat disapanya. "Nona i ni telah membantu membuat bal
33 Guipure (Ing): Renda hiasan yang lebar dan berat pada pakaian yang dilekatkan dengan bena n g .
riang dan indah. Anna Arkadevna, sekarang giliran wals ... ," katanya lagi sambil membungkuk.
"Apa Anda berdua sudah saling kenal?" tanya tuan rumah. "Dengan siapa kami tak kenal" Saya dan istri i n i seperti srigala putih; semua orang kenal kami," jawab Korsunskii. "Giliran wals, Anna Arkadevna."
"Saya tidak berdansa, kalau diperbolehkan begitu," kata Anna. "Tapi sekarang tidak boleh," jawab Korsunskii.
Pada waktu itu datang Vronskii.
"Yah, kalau sekarang tak diperbolehkan tidak berdansa, marilah . . . ," kata Anna yang tidak memerhatikan anggukan kepala Vronskii, lalu dengan cepat mengangkat tangan ke bahu Korsunskii.
"Kenapa pula ia tidak menyukai Vronskii?" demikian pikir Kitty ketika dilihatnya Anna sengaja tidak menjawab anggukan Vronski i. Vronskii menghampiri Kitty, mengingatkan Kitty pada dansa kadril yang pertama dulu, dan menyatakan menyesal mengapa selama itu ia tidak punya kesempatan yang menggembirakan bertemu dengan Kitty. Kitty memerhatikan Anna yang tengah berdansa wals dengan rasa kagum, sambil mendengarkan kata-kata Vronskii. Ia menanti Vronskii mengajaknya berdansa wals, tapi ternyata Vronskii tidak menga jak dia. Karena itu dipandangnya Vronskiii dengan rasa heran. Wa jah Vronskii jadi merah, lalu lekas-lekas mengajak Kitty berdansa, tapi baru saja i a memeluk pinggang Kitty yang ramping dan membuat langkah pertama, tiba-tiba musik sudah berhenti. Kitty menatap wajah Vronskii yang begitu dekat dengannya, dan lama kemudian, bertahun-tahun sesudah itu, tatapan penuh rasa cinta yang i a lontarkan kepada Vronskii tapi tanpa balasan itu terus mengiris jantungnya dengan malu yang menyiksa.
"Pardon, pardon! Wais, wals!" teriak Korsunskii dari sisi lain ruangan, dan sesudah memeluk perempuan pertama yang jatuh ke tangannya, mulailah ia sendiri berdansa.
XX III Vronskii dan Kitty sempat beberapa kali berdansa wals. Setelah berdansa, Kitty menghampiri ibunya, tapi belum sempat ia bertukar sapa dengan Nyonya N ordston, Vronskii sudah datang menjemputnya untuk berdansa kadril yang pertama. Selama berlangsung dansa kadril tidak terucap
sesuatu yang berarti. Percakapan yang terputus-putus berkisar tentang Korsunskii suami-istri, yang oleh Vronskii dilukiskan dengan lucu sekali, seolah mereka adalah anak-anak baik usia empatpuluh tahun. Percakapan juga berkisar tentang teater masyarakat di masa depan. Dan hanya satu kali percakapan yang menyinggung Kitty, ya itu Vronskii bertanya tentang Levin. Pertanyaannya, apakah Levin ada di sini. la tambahkan pula bahwa d i a terpesona oleh Levin. Tapi Kitty memang tidak mengharapkan apa-apa lagi dari dansa kadri l itu. Dengan berdebar ia nantikan kesempatan dalam dansa mazurka. la merasa, dalam dansa mazurka itu nanti semuanya akan mendapat kepastian. Bahwa Vronskii dalam dansa kadril tidak mengundangnya berdansa mazurka, hal itu tidak beg i tu menggelisahkannya. la yakin akan berdansa mazurka dengan Vronskii, seperti dalam bal-bal sebelumnya; karena itulah ia menolak ajakan lima orang untuk berdansa mazurka. Seluruh bal itu, sampai pada dansa kadril terakhir, bagi Kitty merupakan mimpi ajaib penuh bunga-bunga, buoyi-bunyi, dan gerakan-gerakan ringan. Hanya ketika ia merasa terlalu lelah dan menghendaki istirahat, ia tidak berdansa. Tapi waktu berdansa kadril terakhir dengan salah seorang pemuda membosankan yang tak dapat ditolaknya, Kitty kebetulan
i r i vis-a-vis dengan Vronskii dan Anna. Sejak datang tadi ia tidak berhubungan dengan Anna, dan kini t iba-tiba ia melihat perempuan itu kembali sebagai orang yang samasekali baru dan tak terduga. la melihat dalam diri perempuan yang sangat dikenalnya itu tanda kegairahan karena keberhasilannya. la melihat Anna mabuk anggur kekaguman orang kepadanya. Kitty mengenal perasaan itu, ia mengenal tandatandanya, dan ia melihatnya dalam diri Anna-ia melihat cahaya yang bergetar dan berkilau di mata dan senyuman bahagia dan bergairah, yang tanpa ia sengaja melengkungkan bibimya, dan Kitty melihat keanggunan, ketulusan, dan ringannya gerakan.
"Siapa?" tanyanya pada diri sendiri. "Semua, atau seorang saja?" Ia tidak membantu pemuda pasangan dansanya yang tersiksa karena kebilangan alur pembicaraan, dan hanya secara fisik saja ia tunduk pada teriakan-teriakan per intah keras riang Korsunskii yang menyuruh orang membuat grand rond,3" chaine,35 sementara jantungnya makin lama makin terhimpit. "Tidak, bukan kekaguman orang banyak yang
34 Grand rand (Pr): Lingkaran besar. 35 Chaine (Pr): Barisan.
memabukkan dirinya, tapi kekaguman seorang. Dan siapa orang itu" Mungkinkah orang itu Vronskii" Tiap kali Vronskii bicara dengan Anna, di mata perempuan itu menyala cahaya kegembiraan, dan senyuman bahagia menghias i bibirnya yang kemerahan. Perempuan itu seolah berusaha keras untuk tidak menunjukkan tanda-tanda kegembiraan itu, tapi tanda-tanda itu sendirilah yang muncul di wajahnya. "Tapi bagaimana dengan Vronskii?" Kitty memandang laki-laki itu, dan ia pun jadi ngeri. Dalam diri laki-laki itu Kitty melihat semua yang dengan jelas tergambar pada cermin Anna. Ke manakah tindak-tanduknya yang selalu tenang dan mantap" Dan ke manakah ekspresi wajahnya yang biasa tenang tak acuh. T idak, sekarang tiap kali bicara dengan Anna, i a agak menundukkan kepala, seolah ia hendak menjatuhkan diri ke hadapan perempuan itu untuk memujanya, dan dalam tatapan matanya hanya tercermin penyerahan diri dan rasa takut. "Aku tidak ingin menyakiti hatimu," demikian seakan-akan kata tatapan matanya. "Aku hanya ingin menyelamatkan diriku, walaupun tak tahu bagaimana caranya." D i wajah Vronskii tampak ekspresi yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Mereka bicara tentang kenalan mereka berdua, bicara tentang hal yang remeh-temeh, tapi menurut perasaan Kitty, tiap kata yang diucapkan menentukan nasib mereka dan nasibnyasendi ri. Ta pi anehnya, walaupun mereka hanya bicara tentang Ivan Ivanovich yang lucu bahasa Pranc isnya, dan tentang Yeletskaya yang seharusnya mendapat jodoh lebih baik, kata-kata mereka terasa besar maknanya, dan mereka merasakan hal itu, sama seperti yang dirasakan Kitty. Seluruh bal, seluruh kalangan bangsawan, semuanya, dalamjiwa Kitty kini diselimuti kabut. Hanya disiplin pendidikan keras yang di jalaninya yang dapat mengendalikan dan memaksanya melakukan ha! yang diminta orang lain, yaitu berdansa, menjawab peirtanyaan, berbicara, dan bahkan juga tersenyum. Tapi sebelum dansa mazurka dimulai, ketika orang sudah mulai mengatur kursi dan beberapa pasangan sudah mulai memasuki ruangan besar ruangan-ruangan kecil, terasalah oleh Kitty detikdetik putusasa dan kengerian. Ia telah menolak lima orang, tapi kini ia tidak berdansa mazurka. Bahkan tak ada harapan ia akan diundang orang untuk berdansa mazurka, lantaran ia mendapat perhatian terlalu besar di kalangan bangsawan, sehingga tak seorang pun berpikir bahwa sampai itu ia belum diundang orang. Ia perlu mengatakan kepada ibunya bahwa dirinya sakit, lalu pulang, tapi untuk itu ia tak punya daya. Ia merasa sudah terbunuh.
Maka masuklah ia ke dalam kamar tamu yang kecil, dan di situ ia menjatuhkan diri ke kursii besar. Bagian bawah gaunnya yang mengembung naik seperti awan di sekitar tubuhnya yang ramping;
tangan perawannya yang terbuka, , gemulai, terkulai tak berdaya, tenggelam dalam lipatan baju merah muda; sebelah lagi memegang kipas dan dengan gerakan-gerakan pendek cepat mengipasi wajahnya yang kepanasan. Meski tampak seperti kupu-kupu yang baru saja hinggap di rerumputan dan siap mengepakkan kedua sayapnya yang gembira, rasa putusasa yang luarb i a s a kini menghimpit jantungnya. "Tapi barangkali aku keliru, barangkali semua itu tak ada?" Dan ia pun kembali teringat akan semua yang telah disaksikannya. "Kitty, apa yang terjadi denganmu?" kata Nyonya Pangeran Nordston, yang tanpa suara menghampirinya lewat permadani. tak mengerti."
Bibir bawah Kitty bergetar; ia cepat berdiri. "Kitty, kamu tak berdansa mazurka, ya?"
"Tidak, tidak," kata Kitty dengan suara gemetar karena airmata. "Dia mengajaknya berdansa mazurka di hadapanku," kata Nyonya Nordston yang merasa yakin Kitty mengerti siapa yang ia maksudkan dengan dia dan nya itu. "Anna berkata: 'Apa Anda tidak berdansa dengan Nona Pangeran Shcherbatskaya?"'
"Ah, buat saya sama sa ja!" jawab Kitty.
Tak seorang pun mengerti keadaannya kini kecuali dirinya sendiri. Tak seorang pun tahu bahwa kemarin ia telah menolak orang yang barangkali dici ntainya, dan ia menolak na percaya kepada orang lain.
Nyonya Pangeran Nordston melihat Korsunskii dan berdansa mazurka dengan dia, lalu meminta Korsunskii mengajak Kitty.
Kitty berdansa sebagai pasangan pertama, dan ia beruntung waktu itu karena tak perlu bicara lantaran Korsunskii terns memberi petunjuk kepada hadirin. Vronskii dan Anna duduk hampir di depannya. Dengan matanya yang mampu melihat jauh, Kitty melihat mereka berdekatan, sewaktu mereka saling bers inggungan di tengah-tengah pasangan la in, dan makin lama ia memandang mereka, makin ia yakin bahwa kemalangan betul-betul telah menimpanya. Ia meli hat, mereka ua sudah merasa seolah berdua saja di tengah ruangan penuh manusia itu. Dan d i wajah Vronskii yang biasanya keras dan bebas itu tampak ekspresi bingung dan tunduk yang betul-betul memukaunya, mirip
ekspresi anjing pintar sewaktu berbuat kesalaban.
Anna tersenyum, dan senyuman itu ditujukan kepada Vronsk ii. Anna termenung, dan Vronskii jadi serius. Ada kekuatan supra-alamiab yang menarik mata Kitty ke arab Anna .. Anna memang sangat jelita dengan gaun hitamnya yang sederhana; memang jelita kedua belah lengannya yang berisi dan mengenakan gelang; sangat jelita lehernya yang kukuh dilingkari kalung mu tiara; sangat jelita rambutnya yang menggelombang dengan potongan rambut yang menawan; sangat jelita gerakan kaki dan tangannya yang ringan indah, sangat jelita wajahnya yang cantik penuh daya hidup; namun dalam ke jelitaan itu terpancar sesuatu yang mengerikan dan kejam.
Makin lama Kitty mengagumi perempuan itu, makin bertambah juga penderitaannya. Ia merasa dirinya tergilas, dan wajahnya mengungkapkan ha! itu. Ketika Vronskii melihatnya, bersinggungan dengan dia sewaktu berdansa mazurka, Vronskii tidak segera mengenalnyasudab sedemikian rupa Kitty berubab.
"Bal yang baik sekali!" kata Vronskii kepadanya, sekadar basa-basi. "Ya," jawab Kitty.
dansa mazurka tengah berlangsung, untuk mengulanggerakan rumit yang diperkenalkan Korsunskii, Anna maju ke tengah lingkaran, memilih dua mitra laki-laki dan memanggil seorang perempuan dan Kitty. Menghampiri Anna, Kitty m.enatapnya dengan takut. Sambil memicingkan mata, Anna menatap Kitty dan tersenyum sambil menjabat tangannya. Tapi ketika dilihatnya. wajah Kitty hanya mengungkapkan rasa putusasa dan heran sebagai jawaban atas senyumannya, Anna pun meninggalkan dia, dan dengan riang mulai bercakap-cakap dengan perempuan lain.
"Ya, dalam dirinya ada sesuatu yang aneb, kejam, dan menarik," kata Kitty dalam bati.
Anna tidak bermaksud tinggal lebih lama untuk makan malam, tapi tuan rumab memintanya.
"Ayolab, Anna Arkadevna," kata Korsunskii sambil menarik Iengan Anna yang terbuka ke bawah lengan jasnya. "Saya punya gagasan untuk cotillon! Un bijou!"36
Dan sedikit demi sedi k i t Korsunski i bergerak menarik Anna. Tuan rumah tersenyum setuju.
36 Cotillon! Un bijou (Pr): Pesta dansa! Cantik!
"Tidak, saya tak akan tinggal," jawab Anna sambil tersenyum; tapi sekalipun tersenyum, Korsunslcii dan tuan rumah tahu bahwa dari nada jawaban Anna yang mantap ia memang tidak akan tinggal.
"Tidak, di Moskwa ini saya lebih banyak berdansa di bal Anda yang satu i n i daripada sepanjang musim dingin di Petersburg," kata Anna sambil menoleh kepada Vronskii yang berdiri di dekatnya. "Saya perlu istirahat sebelum melakukan perjalanan."
"Apa betul Anda akan pergi besok?" tanya Vronskii.
"Saya pikir begitu," jawab Anna yang seakan heran dengan keberanian Vronskii bertanya demikian; tapi cahaya mata dan senyuman yang bergetar tak tertahankan itu telah membakar Vronskii Anna mengatakan itu.
Anna Arkadevna t idak tinggal untuk makan malam, dan pergi.
XXIV "Ya, rupanya dalam diriku ada sesuatu yang memuakkan, yang menjauhkan orang dari aku," pikir Levin ketika meninggalkan rumah keluarga Shcherbatskii dan berjalan kaki menuju ke rumah saudaranya. "Dan aku ini tak berguna buait orang lain. Orang bilang, tinggi hati. Tidak, aku tidak tinggi hati. Kalau sekiranya aku punya sifat itu, tidak bakal aku membi arkan di riku jatuh ke dalam keadaan seperti ini." Dan terbayanglah oleh dia Vronski i yang bahagia, baik hati, pi ntar dan tenang, yang barangkali tidak pemah mengalami keadaan mengerikan seperti ini, seperti dialaminya malam ini. "Ya, Kitty memang pantas memilih dia. Beg itulah seharusnya, dan aku tak perlu mengeluh pada siapapun dan dengan alasan apapun. Alm sendiri yang salah. Bagaimana bisa aku menyangka bahwa Kitty bersedia menyatukan hidupnya dengan hidupku" Siapa aku ini" Dan apa aku ini" Al m orang yang tak berarti, yang tak dibutuhkan siapapun dan untuk siapapun." Maka teringatlah Levin pada abangnya Nikolai, dan dengan gembira ia tetap mengingat abangnya itu. "Apa dia tidak benar mengatakan bahwa semua di dunia ini jahat dan menjijikkan" Dan apakah adil kami menilai a bang Nikolai, dulu maupun sekarang" Memang, dilihat dari sudut pandang Prokofii yang pernah melihat d ia mengenakan mantel compang-camping dan mabuk, ia manusi a yang pantas dibenci; tapi aku mengenalnya secara lain. Aku mengenal jiwanya, dan aku tahu bahwa kami berdua mirip satu sama lain. Tapi herannya, waktu itu aku bukannya pergi mencari dia,
tapi pergi makan siang, dan kemari." Levin menghampiri lentera dan membaca alamat abangnya yang tertulis di kertas yang disimpannya, lalu memanggi l tukang kereta. Sepanjang jalan panjang menuju ke rumah abangnya, Levin dengan jelas membayangkan semua peristiwa yang diingatnya dalam kehidupan abangnya, Nikolai. Ia ingat, masih belajar di universitas dan setahun setelah tamat dari un iversitas, abangnya hidup sepert i rahib, sangat ketat menjalankan segala upacara agama, kebaktian dan puasa, serta menjauhi semua kenikmatan hidup, terutama perempuan, sekalipun ia diketawakan kawan-kawannya; kemudian abangnya ti ba-tiba menghentikan semua itu, lalu bergaul erat dengan orang-orang paling menjijikkan, dan menempuh hidup liar pen uh pesta-pora. Teringat olehnya ketika sang abang memungut seorang anak laki-laki dari desa untuk dididik, tapi di tengah kemarahannya anak itu dipukulinya, sehingga mulailah perkara dengan tuduhan ia melakukan penganiayaan. Ter ingat juga olehnya perkara sang kakak dengan seorang pengecoh yang telah mengalahkan dia dalam permainan kartu, kemudian ia beri pengecoh itu eek, dan mengadukannya dengan tuduhan orang itu telah menipu dia. (Uang yang dipakai abangnya itu adalah uang pembayaran dari Sergei Ivavich.) Kemudian teringat olehnya abangnya terpaksa menginap di kantor polisi karena melakukan tindak kekerasan. Teringat pula peristiwa memalukan dengan saudaranya, Sergei lvanich, karena Serg e i lvanich seolah tidak membayar bagian hartanya yang ditinggalkan ibunya; dan teringat olehnya perkara terakhir ketika ia pergi bekerja di daerah Barat dan di sana masuk pengadilan karena memukul seorang sersan mayor .... Semua itu memang sangat menjijikkan, tapi bagi Levin semua itu samasekali tidak menjijikkan seperti dirasakan orang yang tidak mengenal Nikolai Levin, tidak mengenal seluruh riwayat hidupnya, dan tidak mengenal hatinya.
Levin ingat, sewaktu Nikolai masih menjalani hidup yang saleh, hidup berpuasa, hidup sebagai rahib, dan hidup dalam kebaktian gereja, ketika ia mencari bantuan lewat agama guna mengendalikan dirinya yang penuh nafsu, tidak seorang pun yang mendukungnya, semua orang menertawakan dia, termasuk dirinya. Dia diejek, dinamakan Noi, rahib; dan ia menghentikan semua itu, tidak seorang pun yang membantunya, dan semua orang meninggalkan dia dengan sikap ngeri dan muak.
Levin merasa, abangnya Nikolai, dalam jiwa dan lubuk hatinya, tidak lebih bersalah diband ingkan dengan orang-orang yang membencinya, sekalipun ia telah menjalani hidup awut-awutan. Ia tidak bersalah telah dilahirkan dengan watak sulit dikendalikan dan berakal sempit. Tapi ia selalu ingin menjadi baik. " kukatakan semua padanya, akan kupaksa dia bicara, dan akan kutunjukkan padanya bahwa aku mencintainya, dan karena itu aku dapat memahaminya," demikian Levin memutuskan dalam hati, ketika pada pukul sebelas ia tiba di hotel yang dituju.
"Di atas, kamar duabelas dan tigabelas," jawab pelayan yang ditanya Levin.
"Ada di rumah ?" "Tentunya ada."
P intu kamar duabelas setengah terbuka. Dari kamar itu, diterangi cahaya yang menerobos keluar, bertiup asap tebal tembakau kualitas rendah dan tidak keras, dan terdengar suara orang yang tidak dikenal Levin; tapi seketika itu pula Levin tahu bahwa abangnya ada di situ; ia mendengar suara batuk-batuknya.
Ketika i a mendekat ke pintu, suara yang tak dikenalnya itu mengatakan:
"Tergantung, apakah a itu berjalan cukup masuk akal." Konstantin Levin melongok ke pintu, dan ia melihat yang bicara itu seorang pemuda berbaju poddyovka37 dan berambut amat lebat sampai seolah mengenakan topi besar sekali. Sementara itu seorang perempuan muda berwajah bopeng yang mengenakan gaun bulu halus tanpa lengan dan kerah tampak duduk di dipan. Abangnya tak terlihat. Jantung Konstantin berdenyut-denyut nyeri memikirkan lingkungan h id up abangnya di antara orang-orang asing itu. Tak seorang pun yang mendengar suaranya, dan sesudah melepaskan sepatu Juamya, Konstantin mencuri dengar apa yang dikatakan tuan yang mengenakan baju poddyovka itu. Ia bicara tentang suatu langkah yang tengah diambil.
"Memang setan betul kelas yang punya hak-hak istimewa itu," kata abangnya sambil terbatuk-batuk. "Masha! Kamu siapkan makan malam, dan kasib aku anggur, kalau masih ada; kalau habis, coba earl."
Perempuan itu berdiri, keluar dari balik penyekat, dan melihat Konstantin.
"Ada seorang tuan, Nikolai Dmitrich," kata perempuan itu. "Mau ketemu s iapa?" kata suara Nikolai Dmitrich marah.
37 Poddyovka (Rus): Sejenis baju laki-laki dengan pinggang panjang.
"Ini saya," jawab Konstantin Levin sambil masuk ke tempat yang terang.
"Saya si apa?" ulang Nikolai lebih marah lagi. Dapat didengar Konstantin, Nikolai berdiri cepat sambil berpegangan sesuatu, dan tampak oleh Levin di tengah pintu, di hadapannya, tubuh saudaranya yang beg itu dikenalnya tapi kini tampak amat kusam dan penyakitan, tubuh yangjangkung, kurus, agak bongkok, dengan bermata besar liar.
la lebih kurus ketimbang tiga tahun lalu, terakhir kali Konstantin Levin melihat dia. la mengenakan jubah pendek. Dan tangan serta telapak tangannya yang lebar tampak lebih besar lagi. Rambutnya jadi lebih jarang, kumisnya, seperti dulu juga, bergantung di atas bibir; matanya yang dulu juga bersikap aneh dan naif menatap orang yang baru masuk itu.
"Aa, Kostya!" tiba-tiba serunya, ketika ia sudah mengenali saudaranya, dan kedua matanya pun. berbinar gembira. Tapi seketika itu pula ia menoleh ke arah orang muda tadi dan menggerakkan kepala dan leher dengan gerakan menyentak-nyentak yang sudah dikenal sekali oleh Konstantin, seolah dasi mencekiknya; lalu d i wajahnya yang agak tampak ekspresi yang lain samasekali, kasar, penuh derita, kejam.
"Alm sudah menulis surat padamu dan Sergei Ivanovich, bahwa aku tak kenal kalian, dan tak mau kenal. Apa yang kamu perlukan, dan apa yang kalian butuhkan?"
la samasekali tidak seperti yang dibayangkan Konstantin. Wataknya yang paling berat dan buruk, yang membuat orang sukar bergaul dengan dia, telah dilupakan Konstantin Levin ia memikirkan abangnya itu; tapi kini, ketika ia melihat wajahnya, terutama melihat tolehan kepalanya yang menyentak-nyentak, barulah i a teringat semuanya.
"Aku menemuimu bukan dengan maksud tertentu," jawab Konstantin takut-takut. "Aku datang cuma mau menemuimu."
Sikap saudaranya yang takut-takut itu membuat Nikolai melunak. Ia memonyongkan bibir.
"A, begitu?" katanya. "Yah, masuklah, duduk. Mau makan" Masha, bawa makanan tiga porsi. Tapi tidak, tunggu. Kamu tahu t idak, siapa ini?" tanyanya kepada saudaranya sambil menunjuk tuan yang mengenakan baju poddyovka. "Ini Tuan Kritskii, sahabatku sejak di Kiev, orang yang luarbiasa. Dengan sendirinya ia dibuntuti polisi, karena ia bukan bajingan."
Dan i a pun menoleh kepada semua yang hadi r di dalam kamar itu seperti kebiasaannya. ka ia melihat perempuan yang berdiri di pintu itu mulai bergerak hendaik pergi, ia berseru kepadanya: "Tunggu, aku bilang." Dan kemudi an dengan susah-payah, dengan gaya bicara tak teratur seperti d ikenal Konstantin, mulailah Nikolai menceritakan kepada saudaranya itu riwayat Kri i , sambil melihat-lihat semua yang hadir; tentang diusirnya Kri tskii dari universitas karena membentuk organisasi untuk membantu mahasiswa miskin dan menyelenggarakan sekolah Minggu, kemudian tentang masuknya Kr itskii ke sekolah rakyat sebagai guru, tapi dari situ pun ia dikeluarkan, dan sesudah itu ia diadili karena suatu perkara.
"Tuan dari Universitas Kiev?" tanya Konstantin Levin kepada Kritskii untuk memecahkan suasana diam yang membuat kikuk.
"Ya, Universitas Kiev," kata Kritskii kesal sambil mengerutkan dahi.
"Dan perempuan itu," sela Nikolai Levin menunjuk perempuan itu, "adalah teman hidupku, Marya Nikolayevna. Aku ambil dia dari rumah bordil," dan sambil mengatakan itu Nikolai meregangkan lehernya. "Aku mencintainya, dan aku menghormati semua yang ingin mengenal diriku," tambahnya dengan suara ditinggikan sambil mengerutkan dahi, "aku minta kamu mencintai dan menghormatinya. Dia sama dengan istriku, sama. Nah, sekarang kamu sudah tahu dengan si apa berhadapan. Dan kalau kamu merasa derajatmu turun, di situ ada pintu."
Dan kembali matanya menatap semua yang hadir dengan nada bertanya.
"Kenapa aku mesti merasa t derajat" Sungguh aku tak mengerti."
"Nah, Masha, si apkan makan malam; tiga porsi, wodka, dan anggur .... Tidak, tunggu .... Tidak, tidak usah .... Pergilah!"
xxv "Kamu lihat," sambung Nikolai Levin, lalu dengan susah-payah mengerutkan dahi dan menggerak-gerakkan bahunya. Ia agaknya sukar menemukan apa yang mesti di n dan diperbuat. "Kamu Iihat. ... " Ia menunjuk besi-besi pipa yang terikat tali di sudut kamar. "Kamu lihat itu" Itulah awal usaha baru yang hendak kami dirikan. Usaha itu koperasi produksi."
Kons in hampi r tak mendengarkan. Ia terus saja memandang wajah abangnya yang digerogo t i TBC itu. Makin lama makin kasihan ia kepadanya, dan ia tak sanggup memaksa diri mendengarkan apa yang diceritakan saudaranya itu tentang koperasi tersebut. Ia memandang, koperasi itu cuma jangkar untuk menyelamatkan d iri dari kebencian orang terhadap dirinya. Nikolai Levin meneruskan kata-katanya:
"Kamu tahu, modal itu menindas buruh, dan buruh kita, petani kita, menanggung seluruh beban kerja, dan mereka ditekan sedemikian rupa sehingga betapapun mereka bekerja, tidak bakal mereka keluar dari posisinya sebagai binatang. Seluruh penghasilan berupa upah, yang sebetulnya dapat di gunakan buat memperbaiki kedudukan atau memberikan waktu senggang, dan dengan demikian memperbaiki pendidikannya, diambil kaum kapitalis. Dan masyarakat tertata sedemikian rupa sehingga banyak kaum buruh bekerja , makin kaya pedagang dan pemilik tanah, sedangkan kaum buruh sendiri akan jadi ternak buruh buat selama-lamanya. Tatanan ini harus diubah," demikian ia tutup kata-katanya, lalu dengan nada bertanya menatap saudaranya.
"Ya, itu dengan sendirinya," kata Konstantin sambil melihat-lihat warna kemerahan di bawah tulang pipi saudaranya yang menonjol.
"Nah, sekarang kami bikin koperasi tukang besi in i, di mana seluruh produksi dan keuntungan, dan terutama alat produks inya, dimiliki bersama."
"Di mana koperas i akan didirikan?" tanya Konstantin Levin. " D i Desa Vozdremo, Gubemia Kazan."
"Kenapa di desa" Menurut pendapatku, di desa sudah banyak urusan. Kenapa kope ras i tukang besi didirikan di desa" "
"Itu karena petani sekarang sama saja dengan budak belian zaman dulu, karena itu pula kamu dan Sergei Ivanich merasa tak senang ada orang hendak membebaskan petan i dari perbudakan itu," kata Nikolai Levin yangja d i berang karena dikecam.
Konstantin Levin menarik napas dalam-dalam sambil memandang sekitar kamar yang gelap dan kotor itu. Agaknya tarikan napas itu membuat Nikolai makin berang.
"Aku kenal betul pandanganmu dan Sergei Ivanich yang aristokratis. Aku tahu, seluruh kekuatan otaknya di kerahkan buat membenarkan kejahatan yang tengah berlangsung sekarang in i."
"Tidak, tapi buat apa kamu bicara tentang Sergei lvanich?" kata Levin tersenyum.
"Sergei Ivanich" Sebabnya!" teriak Nikolai Levin tiba-tiba mendengar nama Sergei Ivanich disebut. "Sebabnya adalah .... Apalah yang mesti dikatakan" Cuma satu .... Buat apa kamu datang ke sini" Kamu benci semua ini, baiklah, ah demi Tuhan, pergi!" teriaknya sambil berdiri dari kursi. "Pergi! Perg i!"
"Aku samasekali tidak benci," kata Konstantin Levin takut-takut. "Aku bahkan tidak menolak."
Waktu itu Marya Nikolay kembali. Ni kolai Levin melihatnya dengan marah. Perempuan itu cepat mendekat kepadanya, dan membisikkan sesuatu.
"Aku tidaksehat,jadi aku gampang marah sekarang ini," ujar Nikolai Levin yang mulai bisa mengendalikan diri, dan bernapas berat, "dan kemudian kamu bicara tentang Sergei Ivanich dan tulisannya. Semua itu omong-kosong besar, kebohongan besar, penipuan terhadap diri sendiri. Apa yang bisa ditulis tentang keadilan oleh orang yang tidak tahu apa itu keadilan" Apa Tuan baca karangan itu?" tanyanya kepada Kristskii sambil kembali duduk menghadap meja dan menyingkirkan papiros yang sudah terbakar setengah untuk mengosongkan tempat itu.
"Saya tidak membacanya," kata Kritskii murung, agaknya ia tidak mau terlibat dalam percakapan itu.
"Kenapa?" kata Nikolai Levin marah, kini kepada Kritskii. "Karena saya anggap tidak perlu membuang waktu untuk itu." "Tapi, maaf, dari mana Anda tahu bahwa Anda akan membuang waktu karena itu" Bagi banyak orang, karangan itu tak terjangkau, artinya terlalu tinggi buat mereka. Tapi saya lain, saya bisa melihat dengan jelas semua buah pikirannya, dan saya tahu kenapa tulisan itu lemah."
Semua orang terdiam. Kritskii pelan-pelan berdiri, lalu mengambil topinya.
"Anda tak mau makan malam di sini" Nah, kalau begitu selamat malam. Besok datanglah membawa tukang besi itu."
Baru saja Kritskii keluar, Nikolai Levin sudah tersenyum dan mengedipkan matanya.
"Jelekjuga," ujarnya. "Aku kan lihat .... "
Tapi waktu itu Kr itskii yang berada di pintu memanggilnya. "Perlu apa lagi?" katanya, lalu pergi menemui Kritskii di koridor. Sendi rian bersama Marya Niko a, Levin bertanya kepadanya: "Sudah lama Anda dengan saudara saya?"
"Ini tahun kedua. Kesehatannya memburuk sekali sekarang ini.
Banyak minum," kata perempuan itu. "Minum apa?"
"Wodka, dan itu merusak kesehatannya." "Banyak minumnya?" bisik Konstantin.
"Ya," kata perempuan itu sambil takut-takut menoleh ke arah pintu, karena Nikolai Levin sudah muncul di situ.
"Tentang apa kalian bicara?" kata Nikolai Levin mengerutkan dahi sambil berganti-ganti memandang keduanya dengan mata cemas. "Tentang apa?"
"Tidak tentang apa-apa," jawab Konstantin bingung. "T idak mau mengatakan boleh saja. Cuma, tidak ada gunanya kamu bicara dengan dia. Ia itu perempuan celaka, sedangkan kamu seorang tuan," ujar Nikolai meregangkan leher.
"Aku lihat kamu ini bisa tahu semuanya dan bisa menilai, dan menyesalkan kesesatanku," ujarnya lagi dengan suara ditingn.
"Nikolai Dmitrich, Nikolai Dmitrich," kembali Marya Nikolayevna berbisik sambil mendekat kepadanya.
"Ya, baiklah, baiklah!... Bagaimana dengan makan malam itu" A, itu dia," ujarnya i a melihat pelayan membawa baki. "Sini, letakkan sini," ujarnya marah, dan seketika itu pula diambilnya wodka, dituangkannya ke gelas, dan diteguknya dengan rakus. "Mi num, mau?" katanya kepada saudaranya, dan langsung saja ia jadi gembira. "Yah, biarlah itu Sergei lvanich. Bagaimanapun, aku senang. Mau dibilang apa saja, kita ini bukan orang asing. Nah, minumlah. Coba ceritakan, apa yang kamu kerjakan?" sambungnya sambil mengunyah-ngunyah sepotong roti dengan rakus, lalu menuangi lagi gelas minumnya. "Bagaimana hidupmu?"
"Aku hid up sendirian di desa seperti dulu, bertani," jawab Konstantin yang dengan rasa nger i menyaksikan kerakusan abangnya dalam minum dan makan, tapi ia sembunyikan rasa ngeri itu.
"Kenapa kamu tidak kawin?"
"Belum ada kesempatan," jawab Konstantin memerah wajahnya. "Kenapa begitu" Aku sendiri-sudah berakhir! Aku sudah merusak hidupku sendiri. Ini pernah kukatakan, dan sekarang akan kukatakan bahwa kalau sekiranya dulu bagianku diberikan aku memerlukannya, seluruh hidupku tentu bakal lain."
Konstantin Dmitrich lekas-lekas mengalihkan percakapan. "Apa kamu tahu, Vanyushka-mu itu sekarang tinggal bersamaku di Pokrovskoye sebagai klerek?" katanya. Nikolai meregangkan leher dan termenung.
"Coba ceritakan apa yang dilakukan orang di Pokrovskoye" Apa rumah masih berdiri, dan bagaimana pohon-pohon birk, dan punya kita yang hebat itu" Lalu tukang kebun Filipp, apa dia masih hidup" Oh, ingat sekali aku rumah musim panas dan di pan itu! Ta pi a was, jangan ada yang diubah di rumah itu; tapi kamu lekas kawin, dan kembali kerjakan apa yang sudah kamu kerjakan. Baru aku mau datang, itu pun kalau istrimu baik."
"Lebih baik datang sekarang saja," kata Levin. "Alangkah baiknya hidup kita "Alm mau datang ke tempatmu asal aku tahu tidak akan bertemu Sergei Ivanich di sana."
"Ka mu tidak akan bertemu dia. Hidupku samasekali tidak tergantung padanya."
"Ya, tapi mau dibilang bagaimanapun, kamu harus pilili antara dia dan aku," katanya sambil menatap mata saudaranya dengan takut-takut. Sikap takut-takut itu sangat menyentuh hati Konstantin.
"Kalau kamu mau tahu pengakuanku mengena i hubungan ini, aku katakan sekarang bahwa dalam pertengkaranmu dengan Sergei Ivanich aku tidak memilih salah satu pi hak. Kal ian berdua sama-sama bersalah. Kamu tidak benar, tapi lebili bersifat luar, sedangkan dia lebili bersifat dalam."
"Aa, aa! Kamu mengerti itu, kamu mengert i itu?" seru Nikolai gembira.
"Tapi secara pribadi, kalau. kamu mau tahu, aku lebili menghargai persahabatan denganmu, karena .... "
"Kenapa, kenapa?"
Konstantin tidak dapat mengatakan bahwa ia lebili menghargai persahabatan itu karena Nikolai tidak bahagia dan membutuhkan persahabatan. Tapi Nikolai tahu bahwa yang akan d ikatakan Konstantin justru itu. Maka sambil mengerutkan dahi ia pun kembali minum wodka.
"Cukup, Nikolai Dmitr ich!" kata Marya Ni kolayevna sambil mengulurkan tangannya yang sintal terbuka ke karaf 38 "Lepaskan! Jangan ganggu! Aku lempar!" teriak Nikolai.
38 Karaf (Rus): Sejenis kendi dari beli ng.
Marya Nikolayevna tersenyum, dengan senyuman singkat yang mengandung kebaikan hati, dan ini dapat ditangkap Nikolai, dan perempuan itu pun mengambil wodka itu.
"Kamu sangka ia tidak mengerti apa-apa?" kata Nikolai. "Dia mengerti semuanya lebih daripada kita semua. Betul, dalam dirinya ada sesuatu yang baik, sesuatu yang manis."
"Anda belum pernah ke Moskwa?" tanya Konstantin kepada perempuan itu, sekadar mengatakan sesuatu.
"Tidak usah menyebut Anda kepadanya. Dia takut hal seperti itu. Tidak seorang pun yang menyebut Anda untuk dia, kecuali hakim, ketika dia dihukum karena ingin keluar dari rumah pelacuran. Ya Tuhan, kebodohan macam apa di dunia ini!" teriak Nikolai tiba-tiba. "Lembaga-lembaga yang baru itu, hakim-hakim itu, zemstvo itu, apa saja kebrengsekan itu!"
Dan mulailah ia bercerita tentang bentrokan-bentrokannya dengan lembaga-lembaga baru itu.
Konstantin Levin mendengarkan, dan kritik terhadap makna lembaga-lembaga kemasyarakatan, yang sejalan dengan pendapatnya sendiri dan sering ia ucapkan itu, sekarang terasa oleh Levin tidak menyenangkan, karena keluar dari mulut abangnya.
"Di dunia sana kita bakal mengerti semua itu," kata Konstantin berkelakar.
" D i dunia sana" Oh, tidak suka aku dunia sana itu. T idak suka," katanya sambil menancapkan tatapan matanya yang liar ke arah saudaranya. "Tampaknya keluar dari semua yang memuakkan dan menyesatkan, baik dari diri sendiri maupun dari orang lain, baik sekali kiranya, tapi aku takut pada maut, betul-betul takut pada maut." Ia lalu bergidik. "Minumlah kamu sedikit. Mau sampanye" Apa kita pergi ke suatu tempat" Mari kita pergi menemui orang gipsi! Kamu tahu, aku senang sekali orang gipsi dan lagu-lagu Rusia."
Bicaranya mulai kacau, dan mulailah ia meloncat dari hal satu ke hal lain. Dengan bantuan Masha, Konstantin membujuk dia agar tidak pergi ke mana-mana, lalu menidurkannya dalam keadaan mabuk berat.
Masha berjanji akan menulis surat kepada Konstantin apabila memerlukan bantuan, dan membujuk Nikolai Levin untuk t inggal bersama saudaranya itu.
XXVI Ketika Konstantin Levin meninggalkan Moskwa hari masih pagi, dan menjelang petang i a sudah sampai di rumah. Dalam perjalanan, di dalam gerbong keretaapi, ia bicara dengan teman-teman seperjalanannya tentang politik, rel-rel keretaapi yang baru, dan sepert i halnya di Moskwa ia dilanda pikiran yang kusut, kekec ewaa n terhadap diri sendiri, dan
malu terhadap sesuatu. Tapi begitu keluar dari stasiun keretaapi, melihat kusir Ignat yangjuling mengenakan baju kaftan berkerah tegak, melihat kereta saljunya yang bertutupkan permadani dalam remang cahaya yang turun dari jendela-jendela stasiun, melihat kedua kudanya dengan ekor terikat dan abah-aibah bercincin-cincin dan berumbai, dan ketika Ignat menyampaikan kabar-kabar dari desa sambil memasukkan barang-barang, tentang datangnya seorang pemborong tenaga kerja dan tentang lahirnya anak sapi dari induk Pava, kontan ia merasa pik irannya yang kusut sedikit demi sedikit berubah jadi terang dan rasa malu serta tak puas terhadap diri sendir i pun sirna. Hal itu ia rasakan melulu karena melihat Ignat dan kedua ekor kuda itu. Dan ketika ia mengenakan mantel kulit biri-biri yang dibawakan untuknya, duduk di dalam kereta salju dengan pakaian tertutup rapat, dan berangkat sambil memikirkan perintah-perintah yang akan diberikannya di desa nanti, serta memerhatikan kudanya yang berjalan kencang, bekas kuda tunggang, kuda daerah Don yang sudah menjelang tua tapi masih cekatan, ia telah berubah samasekali dalam memahami semua yang telah terjadi atas dirinya. Ia merasakan dirinya sebagai diri sendiri, dan tak ingin menjadi orang lain. Sekarang ia hanya ingin menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Pertama, sejak hari itu ia memutuskan untuk tidak lagi mengharapkan kebahag iaan yang luarbiasa, kebahagiaan yang harus diperoleh lewat perkawinan, dan karena itu ia tidak akan mengabaikan hal-hal yang ada di depan mata. Kedua, ia tidak akan membiarkan lagi dirinya terbawa nafsu sesat. Kenangan tentang nafsu itu sangat menyiksanya, ketika ia bermaksud mengajukan lamaran itu. Kemudian, ketika teringat abangnya Nikolai, ia pun memutuskan dalam hati untuk tidak membiarkan diri melupakan abangnya itu, dan i a akan memerhatikan sang abang dan tidak akan membiarkannya lepas dari pengamatannya agar ia selalu siap memberikan pertolongan apabila keadaan abangnya itu memburuk. Dan ha! terakhir itu akan segera terjadi. Hal itu ia rasakan benar. Kemudian, pembicaraan abangnya
mengenai komunisme, yang waktu itu didengarnya dengan tak acuh saja, kini memaksanya untuk direnungkan. Ia menilai, perombakan kondisi ekonomi itu omong-kosong, tapi ia memang selalu merasa tidak adil melihat dirinya hidup lebih berkelimpahan dibandingkan dengan rakyat miskin, dan sekarang ia memutuskan dalam hati bahwa untuk bisa merasakan sepenuhnya, pun dulu i a juga bekerja keras dan tidak hidup mewah, sekarang ia akan bekerja lebih keras lagi dan lebih sedikit lagi menikmati kemewahan. Dan semua itu i a rasakan bisa dilakukan dengan mudah, sehingga seluruh perjalanan ditempuhnya dengan mimpi-mimpi paling menyenangkan. Dengan harapan besar memperoleh hidup baru yang lebih baik, menjelang pukul sembilan malam sampailah ia di rumahnya.
Dari jendela kamar Agafya Mikhailovna, bibi tua yang bertindak sebagai pengurus ekonomi di rumahnya, cahayajatuh ke salju di halaman depan rumah. Perempuan itu belum tidur. Ia membangunkan Kuzma, dan dengan mengantuk dan bertelanjang kaki Kuzma berlari keluar, ke beranda. Anjing pemburu, si Laska, juga melompat dan menyalak, hampir saja membuat Kuzma jatuh, lalu mengesek-gesekkan badannya ke lutut Konstantin Levin. Anjing itu berdi r i dengan kaki belakang dan mencoba meletakkan kaki depannya ke dada Konstantin, tapi tak berhasil. "Tuan cepat benar pulang," Ag Mikhail . "Sudah kangen, Ag Mikhailovna. Bertamu pada sahabat memang baik, tapi di rumah sendiri lebih baik," kata Konstantin kepada perempuan itu, lalu masuk ke kabinet.
Sedikit demi sedikit kabinet jadi terang oleh lilin yang dibawanya. Mulailah terlihat barang-barang yang sudah dikenalnya, tanduktanduk menjangan, rak-rak buku, tungku masak dengan lubang angin yang sudah lama harus dibetulkan, dipan ayahnya, meja besar; di atas meja itu terdapat buku terbuka, asbak yang sudah pecah, dan buku tulis dengan tulisan tangan. Ketika melihat semua itu, sejenak ia raguragu akan kemungkinan membangun hidup baru yang diimpikannya sepanjang perjalanan tadi. Jejak-jejak bidupnya seolab memeluknya dan mengata.kan kepadanya: "Tidak, kamu tidak akan pergi meninggalkan kami dan tidak akan jadi orang lain; kamu akan tetap jadi orang yang dulu, dengan keraguanmu, dengan rasa tak puas terhadap diri sendiri yang tak pernah lenyap itu, dengan usaha sia-sia membuat perbaikan, dan dengan kebahagiaan yang tak pernah tercapai dan memang tak mungkin terjadi untukmu."
Itulab yang dikatakan barang-barangnya, sedangkan yang dikatakan suara kalbunya lain lagi, bahwa ia tidak boleb tunduk terbadap masa lalu, dan ia bisa mengerjakan sendiri semuanya. Dan sambil mendengarkan suara itu, ia pun ke sudut kabinet d i mana tergeletak dua halter per satu pud. la mulai mengangkat-angkatnya sebagai latihan gi untuk menegapkan badan guna meningkatkan kepercayaan . Di luar pintu terdengar langkah-langkah . la buru-buru meletakkan halter itu.
Masuk pengurus tanah yang mengatakan bahwa semuanya berlangsung baik-baik saja, tapi ia menyampaikan juga bahwa gandum coklat di alat pengeringy ang barn sedikitgosong. Beritaitu menjengkelkan Levin. Alat pengering yang baru itu dibuat dan sebagian dirancang Levin sendiri. Pengurus tanah memang dari dulu anti-alat tadi, dan sekarang dengan nada penuh kemenangan tersamar ia menyampaikan bahwa gandum coklat sedikit gosong. Levin yakin, gosongnya gandum itu semata karena langkah-langkah pencegaban yang beratus kali ia perintabkan tidak diambil. la pun kecewa, dan ia memperingatkan pengurus tanab itu. Tapi ada satu peristiwa pentii ng yang menggembirakan: Pava, sapinya yang terbaik, mahal, dan dibelinya dari pameran itu, telah beranak.
"Kuzma, ambilkan mantelku. S orang ambil lentera; aku mau pergi melihat," katanya kepada pengurus tanah.
Kandang untuk sapi-sapi yang mahal kini berada di sebelah sana rumah. Melintasihalaman dengan melewa t i timbunan salju dekatrumpun lilak, sampailah ia di kandang .. Tercium bau uap hangat kotoran sapi ketika pintu yang dingin terbuka, dan sapi-sapi pada keheranan melihat cahaya lentera yang tidak biasa bagi mereka; mereka menggerakkan tubuh di atas jerami yang masih segar. Seketika itu tampak punggung sapi Belanda yang rata, lebar, dan belang. Si Berkut berbaring dengan cincin di bibirnya; ia ingin berdiri, tapi mengubah p , dan hanya mendengus dua-tiga kali ketika orang-orang melewa t inya. Pava, si cantik berkulit merah yang tubuhnya besar sepert i kuda Nil, memutar pantatnya, melindungi anaknya dari orang -o rang yang masuk, dan mencium-cium anaknya itu .
n masuk ke petak kandang, mengamati Pava dan memberdirikan anak Pava yang merah belang-belang di kakinya yang panjang tapi belum kokoh. Dengan rasa khawatir Pava melengub, tapi i a jadi tenang
Levin mendekatkan anaknya kepada dia, dan dengan napas berat mulailah ia menjilat-jilat si anak dengan lidahnya yang kasar. Anak sapi itu mencari-cari, menyodok-nyodok dengan moncongnya ke
selangkangan emaknya serta memutar-mutar ekornya.
"Terangi sini, Fyodor, bawa sini lentera itu," kata Levin sambil mengamat-amati anak sapi itu. "Mirip emaknya! Warnanya mirip bapaknya. Bagus sekali. Panjang, seperti bangsawan. Vasilii Fyodorovich, bagus, ya?" katanya kepada pe tanah; kini ia berdamai dengan d i a dalam perkara gandum coklat tadi gara-gara memperoleh anak sapi.
"Tentu saja! Omong-omong, Semyon pemborong tenaga kerja itu datang sehar i sesudah Tuan pergi. Tuan mesti membereskan urusan dengan dia, Konstantin Dmitrich," kata pengurus tanah. "Soal mesin sudah saya sampaikan pada Tuan."
Soal satu itu saja sudah menenggelamkan Levin dalam tetek-bengek rumahtangganya yang besar dan rumit. maka dari kandang sapi ia pun langsung menuju ke kantornya, dan sesudah bicara dengan pengurus tanah dan Semyon sang pemborong tenaga kerja, ia pulang dan langsung naik ke kamar tamu.
XX VII Rumah itu besar, kuno, dan sekalipun tinggal sendirian, Levin menghangatkan dan mendi ami seluruh ruangannya. Ia tahu ha! itu tindakan bodoh, dan ia pun tahu ha! itu bahkan salah dan bertolak belakang dengan rencana-rencana barunya yang sekarang, tapi rumah itu memang merupakan dunia tersendiri baginya. Rumah itu tempat ayah dan ibunya Levin hampir tak bisa mengingat ibunya. Kenangan tentang ibunya, bagi dia, merupakan sesuatu yang suci, dan dalam bayangannya, calon istrinya haruslah merupakan ulangan ideal manis dan suci seorang perempuan, sebagaimana ibunya dalam bayangannya.
Ia tak bisa membayangkan cintanya pada perempuan di luar perkawinan, malahan yang pertama-tama terbayang adalah keluarga, dan baru setelah itu perempuan yang akan memberinya keluarga. Karena itu, pengertiannya tentang perkawinan tidak sama dengan pengertian sebagian besar kenalannya, karena bagi mereka perkawinan hanyalah satu dari banyak urusan sosial; bagi Levin, perkawinan merupakan urusan hidup terpenting, dan dalam perkawinan itu tergantung seluruh kebahag iaan hidupnya. Tapi sekarang ia harus meninggalkan itu!
Ketika i a sudah masuk ke kamar tamunya yang kecil tempat ia selalu minum teh dan duduk di kursi besar sambil membaca buku, dan Agafya Mi khailovna mengantarkan teh kepadanya dan duduk di kursi dekat jendela sambil mengucapkan kalimat yang selalu i a ucapkan: "Tuan, saya menunggu di sini," i a pun merasa bahwa sekalipun aneh rasanya, tapi dalam hati i a tetap tak bisa melepaskan mimpi-mimpinya, dan tanpa mimpi-mimpi itu ia tak bisa h idup. Dengan Kitty-kah, atau dengan orang lain, hal itu pasti terjadi. Ia mulai membaca dan memikirkan bahan yang dibacanya sambil .sesekali berhenti untuk mendengarkan Agafya Mikhailovna yang tak bosan-bosannya membual; sementara itu berbagai gambaran tentang rumahtangga dan kehidupan keluarga di masa depan satu demi satu nongol dalam angannya. Ia merasa, di dasar jiwanya ada yang mulai mengendap, menyesuaikan , dan menyusun diri kembali.


Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia mendengarkan kata-kata Agafya Mikhailovna tentang Prokhor yang melupakan Tuhan; dengan uang yang dihadiahkan Levin untuk membeli kuda ia minum-minum sampai seperti orang ma ti, dan memukuli istr inya sampai sekarat; Levin mendengarkan dan t membaca, dan ia teringat seluruh jalan pikiran yang d imunculkan oleh bacaannya. Buku itu adalah karangan Tin l tentang panas. Ia teringat kritiknya sendiri terhadap Tindahl yang merasa sudah puas karena mulusnya eksperimen-eksperimen yang dibuatnya, dan karena pengarang itu kurang punya pandangan filsafat. Dan tiba-tiba muncul kegembiraan dalam ya: "Dua tahun Iagi, di tengah-tengah temakku, akan ada dua sapi Belanda; Pava sendiri barangkali masih hidup; duabelas si Berkut, dan tambah tiga sapi itu. Bukan main!" Dan mulailah Iagi i a membaca buku.
"Baiklah, kita terima bahwa listrik dan panas sama saja; tapi apakah mungkin penyamaan itu dipakai untuk memecahkan persoalan mengganti volume yang satu dengan yang lain" Tidak. Lantas bagaimana" Hubungan d i antara kekuatan-kekuatan alam memang dapat dirasakan dengan naluri.... Ta pi yang sangat menyenangkan adalah bahwa anak si Pava akan jad i sapi dewasa merah belang-belang, dan seluruh ternak akan mendapat tambahan tiga ekor itu .... Bagus sekali! Dan aku bersama istri dan para tamu akan pergi melihat ternak itu... I ku akan mengatakan: 'Saya dan Kostya merawat anak sapi i n i sepert i anak manusi a.' 'Tapi bagaimana mungkin i a menarik minat Anda"' salah seorang tamu akan bertanya. 'Apa yang menarik bagi Kostya menarik juga bagi saya.' 'Tapi siapa istri itu?"' Dan teringatlah ia pada apa yang telah terjadi dengan dia di Moskwa .... "Yah, apa yang mesti kuperbuat sekarang" ... Bukan salahku. Tapi sekarang semuanya akan berubah. Omong-kosong bahwa hidup tak mengizinkan, bahwa masa lalu tak mengizinkan. Aku mesti berjuang supaya bisa hidup lebih baik, ya, jauh lebih baik. ... " la mengangkat kepalanya sediki t, dan mulai merenung. Si tua Laska yang belum selesai mencernakan kegembiraannya karena kedatangan tuannya, dan tadi berlari-lar i menyalak di halaman, kini telah kembali. Sambil mengibas-ngibaskan ekornya dan membawa bau udara luar anjing itu menghampiri tuannya, lalu menyembulkan kepalanya ke bawah tangan tuannya, dan dengan nada minta dikasihani merengek dan menuntut dibela i tuannya.
"Sayang, dia tak bisa bicara," kata Agafya Mikhailovna. "Maklum anjing .... Tapi ia mengert i tuannya datang, dan tuannya bosan." "Kenapa pula bosan?"
"Memang saya tidak melihat itu, Tuan" Sudah lama saya kenal Tuantuan. Dari kecil saya berada di tengah-tengah Tuan-tuan. T idak apa-apa, Tuan. Asal kita sehat, dan batin k ita bersih."
Levin tanpa berkedip memandang Agafya Mikhailovna, heran betapa perempuan itu dapat membaca pikirannya.
"Nab, tambah teh lagi, Tuan?" kata perempuan itu, lalu mengambil cangkir, dan keluar.
Laska terus saja menyembulkan kepalanya ke bawah tangan tuannya. Sang tuan membelainya, dan ia pun melingkarl ingkarkan tubuhnya di dekat kaki tuannya, ia letakkan di atas tuannya belakangnya yang ditonjolkan. Dan sebagai tanda bahwa semuanya telah berakhir baik dan sukses, anjing itu sedilkit membuka mulutnya, mengecapngecapkan bibirnya, melekapkan bibir yang lengket itu ke dekat gigigiginya yang tua, lalu diam dalam ketenangan penuh kenikmatan. Levin dengan saksama mengik u t i geraknya yang terakhir itu.
"Beginilah aku!" katanya dalam hati, "beg inilah aku! Tapi tak apa .... Semuanya heres."
XXVIII Pagi-pagi benar sesudah malam dansa bal itu Anna Arkadevna mengirimkan telegram kepada suaminya mengenai keberangkatannya dari Moskwa hari itu juga.
"Tidak, aku barns, barns pergi," katanya kepada iparnya mengenai pernbaban rencananya dengan nada sedemikian rnpa, seolab-olah ia ter ingat urnsannya begitu banyak sampai tak terhitung lagi, "tidak, lebih baik sekarang!"
Stepan Arkadyich tidak n siang di rnmah, tapi ia berjanji akan datang mengantarkan saudara perempuannya itu pada pukul tu juh.
Kitty juga tidak datang. la mengirimkan surat, menyatakan kepalanya sakit. Dolly dan Anna makan siang sendirian bersama anakanak dan perempuan Inggris. Apakah karena anak-anak memang bernbah-ubah sikapnya, ataukah karena mereka sangat dan merasakan bahwa Anna hari itm samasekali tidak seperti waktu mereka jatuh cinta kepada dia, sehingga kini ia tidak lagi bermain dengan mereka, anak-anak itu tiba-tiba saja menghentikan permainan dengan bibin ya dan menghentikan cintanya kepada dia, dan mereka samasekali tak peduli bahwa bibinya itu akan pergi. Sepanjang p agi itu Anna sibuk mempersiapkan keberangkatannya. Ia menulis surat-surat kepada para kenalannya d i Moskwa, menulis kuitansi-kuitansi, dan menyiapkan barangnya. Dolly merasa, Anna sedang tidak dalam keadaan tenang, ia tengah dalam keadaan prihatin, dan keadaan itu dikenal Dolly dengan baik berdasarkan pengalamannya sendiri, dan keadaan itu menurnt pengetahuannya bukannya tanpa alasan, dan sebagian besar sikap Anna adalah untuk menutupi rasa tak puas terhadap diri sendiri. Sesudah makan siang Anna pergi ke kam untuk berpakaian, dan Dolly mengikuti.
"Kamu aneh sekali hari ini!" kata Dolly kepada Anna. "Aku" Apa terlihat begitu" Aku bukan aneh, tapi jelek. Ini memang kadang terjadi denganku. Aku ingin menangis. Ini memang sangat bodoh, tapi semuanya akan berlalu nanti," kata Anna cepat, lalu menundukkan wajahnya yang memerah ke arah kantong kecil. Ke dalam kantong itu ia masukkan topi malam hari dan beberapa saputangan dar i kain batis. Kedua matanya tampak lebih berkilau daripada biasanya dan terns terganggu airmata. "Dulu dari Petersburg aku tidak ingin pergi, dan sekarang dari sini aku tidak ingin pergi juga."
"Tapi kamu sudah datang kemari, dan sudah melakukan sesuatu yang baik," kata Dolly sambil mengamatinya dengan teliti. Anna menatap Dolly dengan mata basah karena airmata. "Jangan bilang begitu, Dolly. Tak ada sesuatu yang telah kulakukan, dan aku tidak sanggup melakukan itu. Aku kadang merasa heran kenapa
orang-orang itu berkomplot untuk merusak diriku. Apa yang sudah kulakukan, dan apa yang bisa kulakukan" Dalam hatimu ada begitu banyak rasa cinta untuk dapat memaat'kan .... "
"Tanpa kamu, hanya Tuhan yang tahu, apa yang bakal terjadi! Kamu memang bahagia, Anna!" kata Dollly. "Dalam jiwamu, semuanya benderang dan baik."
"Dalam jiwa tiap orang ada skeletons39 sendiri, kata orang Inggris." "Skeletons apa pula yang ada padamu. Pada kamu semuanya jelas." "Ada!" kata Anna tiba-tiba, dan sekonyong-konyong, sesudah mencucurkan airmata, seuntai senyuman liar dan mencemooh tersungging di bibirnya.
"Tapi skeletons kamu itu lucu, tidak murung," kata Dolly tersenyum.
"Tidak, agak murung. Kamu tahu, kenapa aku pergi sekarang, bukan besok" Pengakuan yang menekan diriku ini sekarang ingin kubeberkan padamu," kata Anna sambil membantingkan diri ke kursi besar dengan mantap, dan langsung menatap mata Dolly.
Dan alangkah heran Dolly melihat wajah Anna memerah sampai ke telinga, bahkan sampai di lingkar-lingkar rambutnya yang hitam berombak di leher.
"Ya," sambung Anna. "Kamu tahu, kenapa Kitty tidak datang makan siang" la cemburu padaku. Aku sudah merusak .... Akulah yang menyebabkan bal itu buat d i a jadi siksaan dan bukan kegembiraan. Tapi betul, ini betul, aku tidak bersalah, atau bersalah sedikit," katanya dengan suara lirih, dan dengan memanjangkan kata 'sedikit' itu. "Ah, kamu ini mirip sekali dengan Stiva!" kata Dolly ketawa. Anna tersinggung.
"O, tidak, tidak! Aku bukan Stiva," katanya sambil mengerutkan dahi. "Itu sebabnya kukatakan padamu bahwa tak sedetik pun kubiarkan diriku ragu-ragu dengan diriku sendiri," kata Anna.
Tapi pada saat ia mengucapkan kata-kata itu, ia merasakan bahwa kata-kata itu tidak benar; ia bukan hanya ragu-ragu dengan dirinya sendiri, bahkan gelisah ketika membayangkan Vronskii, dan i a pergi lebih cepat daripada rencananya semata agar tidak lagi bertemu dengan laki-laki itu.
39 Skeleton (Ing) : Tengkorak, kiasan: kemalangan yang tersembunyi.
"Ya, Stiva bilang padaku bahwa kamu dan dia berdansa mazurka, dan d ia .... "
"Kamu tidak bisa membayangkan alangkah lucujadinya. Aku cuma bermaksud mempertemukan, tapi tiba-tiba lain samasekali. Barangkali aku melawan keinginan sendiri ... ."
Wajahnya memerah, dan ia berhenti bicara. "O, mereka se merasakan itu!" kata Dolly.
"Tapi aku akan putus saja sekiranya dari pihak dia ada sikap serius," sela Anna. "Tapi aku yakin semua i ni akan terlupakan, dan Kitty tidak akan membenciku lagi."
"Terus-terang saja Anna , kukatakan ini padamu, aku tidak begitu menginginkan perkawinan itu untuk Kitty. Dan lebih baik putus saja kalau dia, Vronskii itu, bisa jatuh cinta padamu hanya dalam sehari."
"Ya Tuhan, ini akan konyol sekali jadinya!" kata Anna, dan kembali rasa puas muncul tegas di wajahnya mendengar apa yang mengharu pikirannya terucap dalam kata-kata. "Beginilah jadinya, aku pergi sesudah menjadikan K itty musuh, Kitty yang begitu kucintai. Ah, anak begitu baik! Tapi kamu akan meluruskan keadaan ini kan, Dolly" Ya?"
Dolly hampir tidak dapat menahan senyumnya. Ia mencintai Anna, dan ia senang mengetahui bahwa Anna pun punya kelemahan. "Musuh" Itu mustahil."
"Aku sangat ingin kalian semua menc intaiku, seperti aku mencintai kalian; dan sekarang aku lebih-lebih lagi mencintai kalian," katanya dengan airmata mengembang. "Ah, alangkah bodohnya aku sekarang ini!" Ia usapkan saputangannya 'ke wajah, dan mulailah ia berpakaian. Menjelang keberangkatannya barulah Stepan Arkadyich datang dengan wajah merah riang, berbau anggur dan cerutu.
KeresahanAnna kanjuga oleh Dolly, dan ketika untuk terakhir kalinya Dolly memeluk ipamya itu, ia berbisik kepadanya:
"Ingatlah apa yang sudah kamu lakukan untukku, Anna. Itu tidak akan kulupakan sampai kapanpun. Dan ingatlah, aku mencintaimu, dan akan selalu mencintaimu seperti sahabat terbaik!"
"Aku tidak mengerti, karena apa," ujar Anna sambil mencium Dolly dan menyembunyikan a irmatanya.
"Karena kamu dapat memahami diriku, dulu maupun sekarang. Selamatjalan, manisku!"
XXIX "Ya, semuanya sudah berakhir, syukurlah!" Itulah pikiran pertama yang muncul dalam benak Anna, ketika untuk terakhir kalinya i a berpisah dengan saudara laki-lakinya, yang sampai bel ketiga tetap menutupi jalan ke gerbong dengan badannya. Maka duduklah ia di atas dipan kecil di samping Annushka, lalu melihat ke sekeliling dalam cahaya temaram di gerbong tidur itu. "Alhamdulillah, besok aku bertemu Seryozha dan Aleksei Aleksandrovich, dan hidupku yang baik dan biasa itu akan berjalan seperti sediakala."
Anna menghadapi keberangkatannya dengan senang dan tenang, tapi masih diharu-biru oleh pikirannya seperti sepanjang hari itu. Dengan tangannya yang mungil cekatan ia membuka dan menutup kantongnya yang kecil apik, mengeluarkan bantal kecil, rneletakkannya di atas lutut, membungkus kakinya baik-baik, lalu duduk dengan tenang. Perempuan yang sakit itu sudah siap-siap tidll!r. Dua perempuan lain mengajak dia bercakap-cakap, sedangkan nenek gemuk membungkus kakinya dan bicara tentang pemanasan. Anna menjawab para perempuan itu dengan beberapa patah kata, tapi karena menduga tak bakal ada yang menarik dalam percakapan itu, disuruhnya Annushka mengambil lentera kecil, memasangnya di sandaran tempat duduk, lalu di ambilnya pisau ke dan buku roman Inggris dari kantongnya. Awalnya, ia tidak bisa membaca. Ia terganggu suara hiruk-pikuk dan orang yang hilir-mudik. Kemudian, ketika kereta telah berjalan, tak mungkinlah ia tidak mendengarkan bunyi-bunyian yang ada. Sesudah itu, perhatiannya tertuju ke arah salju yang menerpa jendela sebelah kiri dan rnenempel di kaca, ke arah sosok tubuh kondektur yang lewat berselimut dan tertutup salju di satu sisi saja, dan kepada percakapan tentang betapa hebatnya bada i salju di luar. Selanjutnya yang berlangsung adalah hal itu-itu juga; guncangan disertai bunyi dekak-dekik, salju yang menimpa jendela, perubahan cepat dari asap panas ke dingin dan kembali ke panas, kilasan wajah-wajah yang itu-itu juga di dalam gelap, dan suara-suara itu juga, dan barulah Anna mulai membaca dan dapat memahami isi yang dibacanya. Annushka sudah tidur sambil memegang kantong merah d i atas lututnya dengan tangan lebar-lebar bersarung tangan, satu di antaranya keluar dari sarung tangan itu. Anna Arkadevna membaca, dan memahami isi yang dibacanya, tapi i a merasa t idak senang membaca, artinya mengikuti kisah hidup orang lain. Ia sendir i i ngin sekali hidup di dalam kisah itu. Waktu ia baca tokoh perempuan dalam roman itu merawat orang sakit, ia pun ingin berjalan di kamar s i sakit dengan langkah tidak terdengar. Waktu ia baca seorang anggota parlemen berpidato, ingin pula ia mengucapkan pidato itu. Waktu i a baca Lady Mary nai k kuda mengejar kawanan bi natang, mengganggu menantunya, dan membuat kagum semua orang dengan keberaniannya, ia pun ingin melakukan sendiri semua itu. Tapi karena tidak ada yang bisa dilakukan, maka sambil mengusap pisau yang licin itu dengan kedua tangannya yang mungil, ia paksakan diri terns membaca.
Tokoh roman itu sudah mulai mencapai kebahag iaan di Inggris, menyandang gelar baron dan memperoleh tanah, dan Anna pun ingin sekali bersama dia pergi ke tanah milik itu; tapi tiba-tiba ia merasa bahwa tokoh roman itu mestinya merasa malu, dan Anna sendiri pun merasa malu pula. Tapi apa yang mesti dimalukan oleh tokoh roman itu" "Apa yang mesti kumalukan?" tanyanya dalam hati dengan heran bercampur tersinggung. Ia tinggalkan buku itu, dan ia Iontarkan tubuhnya ke punggung kursi sambil menggenggam erat pisau kertas itu dengan kedua tangannya. Tidak ada sesuatu pun yang memalukan. Ditelusur inya lagi semua kenangan yang dilaluinya selama berada di Moskwa. Semuanya baik-baik saja dan menyenangkan. Ia teringat bal, teringat Vronskii dengan wajahnya yang penuh c inta dan kepasrahan, teringat semua hubungannya dengan laki-laki itu; tak ada sesuatu yang memalukan. Tapi ketika kenangannya sampai di tempat itu, rasa malu itu mengeras, seolah ketika teringat Vronskii ada suara dar i dalam dirinya mengatakan: "Hangat, sangat hangat, panas." "Tapi apa pula urusannya?" katanya tegas pada diri sendiri, seraya berpindah duduk ke kursi besar. "Apa itu maknanya" Apa aku takut menghadapinya" Apa pula penyebabnya" Apa antara diriku dan perwira belia itu ada dan bisa punya hubungan lain selain hubungan biasa yang ada pada setiap kenalan?" Dengan rasa benci ia pun ketawa, dan kembali membaca bukunya, tapi ia samasekali tak memahami apa yang dibacanya. Ia geser pisau kertas itu ke arah kaca jendela, kemudian ia tempelkan permukaannya yang licin dingin ke pipinya, dan hampir saja ia ketawa keras karena rasa gembira tanpa sebab yang tiba-tiba melip u t i dirinya. Ia merasa saraf-sarafnya seperti tali senar yang merentang dan makin lama makin tegang di sangkutan yang diputar. Ia merasa matanya makin lama makin terbuka lebar, jemari tangan dan kakinya bergerak gelisah; dalam dirinya ada sesuatu menghi mpit napas, sedangkan semua bentuk dan bunyi
di tengah suasana setengah gelap dan berguncang itu dengan sangat jelas menyerbu dirinya. Dalam dirinya terus bermunculan keraguan, ke depankah gerbong berjalan, atau ke belakang, ataukah berjalan di tempat saja. Annushka-kah yang ada di dekatnya, atau orang lain" "Apa yang ada di tangan kursi itu, mantel bulukah atau binatang liar" Dan apakah ini aku sendiri" Aku sendirikah, atau orang lain?" Sungguh mengerikan baginya takluk pada perasaan lupa segalanya ini. Tapi ada sesuatu menariknya ke sana, dan dalam hal ini sesungguhnya i a bisa saja takluk pada sesuatu itu atau bertahan. Ia pun bangkit untuk menyadarkan diri, melemparkan selimut perjalanan, dan melepaskan penutup bahu pada gaun hangatnya . U ntuk sesaat la man ya i a sadar dan tahu bahwa laki-laki yang masuk itu, petani kurus yang mengenakan mantel nankin panjang yang tak cukup kancingnya, adalah stoker. Ia tahu orang itu melihat termometer, dan angin dan salju menyerbu masuk ke pintu mengikuti orang itu. Tapi sesudah itu semuanya kembali bercampur-baur .... Petani yang pinggangnya panjang itu mulai menggerek sesuatu di dinding, perempuan tua itu menyelon jorkan kakinya sampai seolah memenuhi gerbong dengan awan hitam; kemudi an terdengar suara derak dan dentam yang hebat, seolah ada orang yang dirobek sampai berkepi ngkeping. Kemudian cahaya merah membutakan mata, tapi kemudian cahaya itu tertutup dinding. Anna merasa dirinya melayang, tapi semua itu bukannya mengerikan, melainkan menyenangkan. Suara orang itu, yang berselimut ketat dan tertutup salju, menyatakan sesuatu ke arah telinganya. Ia pun bangkit dan sadar; ia mengerti bahwa kereta telah sampa i di stasiun, dan orang itu adalah kondektur. Ia memintaAnnushka memberikan penutup bahu dan kerudung yang tadi dilepasnya, lalu dikenakannya, dan ia pun menuju ke pintu.
"Nyonya ingin keluar?" tanya Annushka. "Ya, mau menghirup udara. Di sini panas sekali."
Dan ia pun membuka pintu. Ang in dan badai menerpa, bertikai dengan dia merebutkan pintu. Dan ini dirasakan Anna menggembirakan. Ia membuka pintu, dan keluar. Angin seolah memang tengah menantinya; dengan gembira angin itu bertiup seolah hendak menangkap dan membawa dia pergi, tapi dengan tangannya Anna berpegangan pada tiang kereta yang dingin, dan sambil memegangi gaunnya ia turun ke peron meninggalkan gerbong. Angin bertiup kencang di pintu-masuk, tapi di peron, di balik gerbong-gerbong itu, keadaan tenang. Dengan nikmat dan sepenuh dada ia hirup udara dingin bersalju itu, dan sambil
berdiri di dekat gerbong ia melihat-lihat peron dan stasiun yang diterangi lampu.
xxx Badai kencang bertiup dan bersiul di antara roda-roda keretaapi dari sudut stasiun, menerjang t iang-tiang. Gerbong-gerbong, tiangtiang, orang-orang, semua yang tampak mata berselimutkan salju di satu sisinya, dan selimut itu makin lama makin tebal. Untuk sesaat lamanya badai berhenti, tapi kemudi an kembali bertiup dengan embusan-embusan demikian hebat, sehingga tak mungkin rasanya coba menahannya. Sementara itu ada saja orang berlarian sambil bercakapcakap riang, melangkah dengan bunyi berderak di geladak peron dan tak henti-hentinya membuka-menutup pintu-pintu besar. Bayangan seorang manusi a membungkuk meluncur di bawah Anna, dan terdengar bunyi palu menghantam besi. "Kasih sini telegram itu!" terdengar suara marah dari sisi lain, dari kegelapan yang riuh itu. "Ke sini! No. 28!" teriak yang lain lagi, dan diikuti salju. Beberapa orang berlari dengan pakaian rapat. Dua orang tuan dengan papiros menyala di mulut melewati Anna. Anna menarik napas sekali lagi untuk menghirup udara, dan sudah menarik sebelah tangan dari dalam mufta untuk memegang tiang kereta dan masuk ke dalam gerbong, ketika seorang pria bermantel militer yang amat dengan dekat dia mendekatkan cahaya lenteranya yang bergoyanggoyang ke arah Anna. la menoleh, dan seketika itu pula ia mengenali wajah Vronskii. Sambil menyentuhkan tangan ke mancung topinya, Vronski i membungkuk kepada Anna, dan bertanya apakah Anna tidak membutuhkan sesuatu, dan apakah ia tidak perlu membantunya" Lama juga, tanpa menjawab, Anna mengamat-amati wajah Vronskii. Sekalipun Vronskii berdiri dalam bayangan, Anna bisa melihat, atau merasa melihat, ekspresi muka dan matanya, yaitu sekali lagi ekspresi kagum bercampur takzim yang telah memukau Anna kemarin. Bukan hanya sekali saja Anna mengatakan pada diri sendiri hari-hari itu, juga sekarang, bahwa hanya Vronskii seorang di antara beratus pemuda yang bisa ditemuinya di mana pun, bahwa ia tidak akan mengizinkan dirinya memikirkan pemuda itm; tapi kini, ketika berjumpa dengannya,
bangga bercampur gembira segera menguasai dirinya. la tak perlu lagi bertanya kenapa Vronskii ada di si ni. la tahu itu dengan tepat, sama halnya jika Vronskii mengatakan kepadanya bahwa ia hadir di sini agar bisa berada di tempat Anna berada.
"Saya tidak tahu bahwa Anda juga pergi. Kenapa Anda perg i?" kata Anna sambil menurunkan tangan yang tadi hendak dipakainya untuk memegang tiang kereta. Rasa gembira yang tak tertahankan dan semangat hidup pun menyinari wajahnya.
"Kenapa?" ulang Vronski i sambil menatap tajam mata Anna. "Anda tahu, saya pergi agar bisa berada di tempat Anda berada," kata Vronskii, "dan saya tak mampu mengelakkan itu."
Saat itu juga, seakan sudah berhasil mengatasi rintangan yang menghadang, angin menghamburkan salju dari atap gerbong-gerbong dan mengguncang-guncangkan lempengan atap yang longgar, sementara di depan sana siulan keras lokomotif melengking murung seperti menangis. Seluruh kengerian angin ribut itu dirasakan Anna lebih indah lagi sekarang. Vronskii telah mengatakan apa yang sangat diharapkan perasaannya, meski hal itu menakutkan pikirannya. Ia samasekali tak menjawab, tapi dari wajahnya Vronskii melihat pertarungan itu.
"Maaf kalau yang telah saya katakan tidak menyenangkan Anda," kata Vronskii memohon.
Ia bicara dengan sikap sopan dan hormat, tapi demikian tegas dan mantap, sehingga lama Anna tak mampu mengucapkan sesuatu.
"Apa yang Anda katakan itu tidak bai k, dan saya minta Anda, kalau Anda memang orang baik, lupakan apa yang telah Anda katakan, seperti saya juga akan melupakannya," kata Anna akhirnya.
"Tak ada sepatah kata pun dari Anda, tak ada satu isyarat pun dari Anda. Saya akan melupakannya dan saya bisa melupakan selamanya .... "
"Cukup, cukup!" pekikAnna, yang dengan sia-sia mencoba memperlihatkan rona garang di wajahnya, yang oleh Vronskii ditatap dengan rakus. Dan sesudah berpegangan tiang kereta yang dingin, Anna menaiki tangga, dan cepat masuk ke bordes. Tapi di bordes yang sempit itu ia terhenti, memikir-mikirkan hal yang telah terjadi. Meski t idak ingat kata-katanya sendiri maupun kata-kata Vronskii, cukup dengan perasaannya saja ia tahu bahwa percakapan sangat singkat itu telah amat mendekatkan diri mereka berdua; dan itu membuat dia merasa ngeri sekaligus bahagia. Sesudah beberapa detik berdiri, masuklah ia ke dalam gerbong dan duduk di tempatnya. Ketegangan yang memukau, yang semula menyiksanya, bukan hanya memperbarui , tapi juga makin menjadi-jadi sampai sedemikian rupa hingga ia merasa takut bahwa tiap saat ketegangan dalam dirinya itu akan terputus begitu saja. Sepanjang malam itu ia tidak tidur. Tapi dalam ketegangan dan bayangan yang memenuhi kenangannya itu, tak ada sesuatu yang tak menyenangkan atau murung, malahan ada sesuatu yang menggembirakan, menggai rahkan, dan merangsang. Menjelang pagi Anna tertidur dalam posisi duduk di kursi, dan ia terbangun hari sudah putih dan terang, dan kereta sudah mendekati Petersburg. Kontan pikiran mengenai rumah, suami,
, dan kes ibukan-kesi bukan hari itu dan hari-hari berikutnya memenuhi pikirannya.
Di Petersburg, begitu kereta berhen t i dan ia keluar, wajah pertama yang menarik perhatiannya adalah wajah suaminya. "Ya Tuhan! Kenapa jadi begitu telinganya?" demikian pikirnya, melihat sosok suaminya yang dingin mengesankan itu, terlebih melihat cuping telinga suaminya yang menopang pingg iran topinya yang bundar. Begitu melihat Anna, sang suami segera datang menyambutnya, merapatkan kedua bibirnya membentuk senyuman mengejek yang jadi kebiasaannya, dan dengan matanya yang besar lelah ia menatap tajam Anna. Ada perasaan tak enak yang menekan jantungnya begitu Anna menerima tatapan mata suaminya yang tajam lelah itu, seakan ia menyangka suaminya dalam keadaan berbeda. Yang sangat memukulnya adalah perasaan tak puas terhadap sendiri, yang ia rasakan begitu berjumpa dengan suaminya. Perasaan itu sudah lama ada dan dikenalnya, mirip dengan keadaan pura-pura yang dialaminya dalam berhubungan dengan sang suami. Sebelum itu tak pernah ia mengenali perasaaan itu, namun kini dengan jelas, dengan perasaan sakit, i a menyadari kehadirannya.
"Nah, seperti kamu lihat, suami yang mesra, ya, sangat mesra, seperti tahun pertama hid up bersama, sudah terbakar ingin melihatmu," demikian kata sang suami dengan suara lirih lambat dan dengan nada yang hampi r selalu dipakainya dengan Anna, yakni nada mengejek siapa saja yang memang demikian gaya bicaranya.
"Seryozha sehat?" tanya Anna.
"Hanya itu balasannya," kata suaminya, "atas sikapku yang begini
?" s h b " rap1-ap1. e at, se at ....
XXXI Vronskii samasekali tidak berusaha tidur sepanjang malam itu. Ia duduk di kursinya, kadang menerawangkan mata ke depan, kadang memerhatikan orang-orang yang keluar-masuk; kalau sebelumnya ia memukau dan menggetarkan orang-orang yang tak dikenalnya dengan ketenangannya yang luarbiasa, kini ia tampak lebih angkuh dan egois. Ia memandang orang seperti memandang barang. Pemuda yang gelisah, seorang pegawai pengadilan daerah yang duduk di depannya, benci sekali melihat sikapnya. Pemuda itu merokok bersama dan bicara dengannya, bahkan menyindirnya, bahwa dia bukan barang, melainkan orang, tapi Vronskii memandang si pemuda t p seperti memandang lentera. Maka pemuda itu pun menyeringai, merasa hilang kesabaran akibat dirinya sebagai manusia tidak diakui.
Vronskii memang tidak melihat apapun dan si apapun. Ia merasakan dirinya sebagai tsar, bukan karena rasa percaya dirinya telah menimbulkan kesan yang mendalam pad!a Anna (tentang itu ia belum yakin), tapi karena kesan yang ditimbulkan Anna pada dirinya telah memberinya rasa bahagia dan bangga.
Apa yang bakal terjadi akibat semua itu, ia tak tahu dan bahkan tak mau tahu. Ia merasa, seluruh tenaga yang sampai waktu itu terkulai dan terserak-serak, kini kumpul jadi satu, dan dengan kekuatan dahsyat tertuju pada satu tu juan yang mulia saja. Dan ia merasa bahagia karena itu. Ia hanya tahu bahwa dirinya telah mengungkapkan kebenaran kepada Anna, bahwa i a pergi ke tempat di mana Anna berada, dan bahwa seluruh kebahagiaan hidup dan satu-satunya arti h idup buat dia sekarang ini adalah memandang dan mendengarkan suara Anna. Dan ketika i a keluar dari gerbong di Balogov untuk minum air seltzer dan melihat Anna, patah kata pertama yang ia ucapkan kepada Anna adalah juga yang tengah dipikirkannya. Ia merasa lega telah mengatakan hal itu kepada Anna, dan Anna sekarang tahu hal itu dan memikirkannya pula. Sepanjang malam ia tidak tidur. Ketika kembali ke dalam gerbongnya sendiri, tak henti-hentinya ia menimbang-nimbang suasana ketika ia melihat Anna, menimbang-nimbang semua perkataannya, dan dalam angannya terbayanglah gambaran hal-hal yang mungkin terjadi d i masa depan, yang membuatjantungnya terhenti.
Ketika ia keluar dari gerbong di Petersburg, walaupun semalam suntuk tidak t idur, ia merasa dirinya penuh semangat dan segar, seolah ia telah mand i dengan air d ingin. Ia berhenti di dekat gerbongnya menantikan Anna keluar. "Sekali lagi akan kulihat," katanya pada diri sendiri, dan tanpa disengaja ia pun tersenyum. "Akan kulihat jalannya, wajahnya; ia akan mengatakan sesuatu, menoleh, memandangku, dan tersenyum, barangkali." Tapi belum lagi ia melihat Anna, ternyata ia melihat suami Anna tengah diantar kepala stasiun yang sangat menghormat inya, berjalan di tengah-tengah orang banyak. "Ah, ya, suaminya!" Baru sekarang untuk pertama kalinya Vronskii mengerti bahwa suami Anna adalah manusi a yang punya hubungan dengan Anna. Ia tahu Anna punya suami, tapi ia tak percaya bahwa suam i itu ada, dan ia baru betul-betul percaya ketika sudah melihat sendiri, melihat kepalanya, bahunya, dan kedua kakinya yang berpantalon hitam; dan terutama ia melihat suami Anna dengan tenang memegang tangan Anna dengan gaya seorang pemilik.
Melihat Aleksei Aleksandrovich dengan wajah Petersburgnya yang segar dan sosoknya yang penuh percaya diri, mengenakan topi bundar, dengan punggung agak menonjol, b Vronskii percaya akan kehadiran suami Anna, dan selketika itu pula ia merasa t idak senang, seperti perasaan orang yang tersiksa haus, tapi begitu sampai di mataair ia melihat anjing, biri-biri, atau babi telah meminum ai , dan mengeruhkannya pula. Cara Aleksei Aleksandrovich berjalan dengan menggoyangkan seluruh pinggul, dan kakinya yang pendek itu, sangat menyinggung perasaan Vronskii. Seolah hanya dia yang berhak, tanpa diragukan lagi, mencintai Anna. Sedangkan Anna, ia masih yang itu juga; dan tubuhnya masih seperti itu juga, tubuh yang secara fisik mengh idupkan, memanaskan, dan memenuhi jiwa Vronskii dengan kebahag iaan, dan sangat mengga irahkannya. Ia perintahkan p nya orang Jerman, waktu itu berlari menghampiri dia dari kelas dua untuk membawa barang-barangnya pulang, sedangkan ia sendiri menghampiri Anna. Ia telah melihat pertemuan pertama antara Anna dan suaminya, dan ia melihat dengan ketajaman mata seorang kekasih, bahwa ada sedikit rasa malu pada diri Anna sewaktu ia bicara dengan suaminya. "Tidak, Anna tidak mencintainya, dan tidak mungkin mencintainya," demikian Vronskii menyimpulkan pada diri sendiri.
Ketika ia menghampiri Anna Arkadevna dari belakang, dengan gembira ia melihat bahwa Anna merasakan kedatangannya dan menoleh, dan ketika dilihatnya Vronskii, embali ia bicara dengan suaminya.
"Anda baik-baik saja semalam?" tanya Vronskii sambil mengangguk kepada Anna dan sekaligus kepada suaminya, dan terserah kepada Aleksei Aleksandrovich apakah ia menerima an nya atau tidak, dan apakah i a mengenal di rinya atau tidak.
"Terimakasih, baik-baik saja," jawab Anna.
Wajahnya tampak lelah, dan di wajah itu tak ada gairah yang muncul dalam bentuk senyuman atau gerak mata; tapi sekilas saat Anna menatap Vronskii, di matanya terkilau sesuatu, dan walaupun api itu langsung padam, Vronskii merasa bahag ia. Anna menatap suaminya untuk menyelidik apakah dia mengenal Vronskii. Aleksei Aleksandrovich memandang Vronskii dengan rasa kurang senang, dan samar-samar i a mengingat s iapa dia. Ketenangan dan kepercayaan Vronskii pada diri sendiri, seperti keras lawan keras, beradu dengan kepercayaan diri Aleksei Aleksandrovich yang ding in.
"Pengeran Vronskii," kata Anna.
"A! Agaknya kita sating kenal," kata Aleksei Aleksandrovich tak acuh sambil mengulurkan tangan. "Berangkat dengan ibu, pulang dengan putra," katanya; setiap kata ia ucapkan dengan sangat cermat, seolah tiap kata itu berharga "serubel sepatah". "Anda rupanya pulang cuti?" katanya lagi, dan tan pa menanti jawaban ia pun kembali bertanya kepada istrinya dengan nada berkelakar: "Nab, apa banyak airmata tercurah di Moskwa waktu berpisah?"
Dengan kata-kata kepada istrinya itu Aleksei Aleksandrovich hendak mengisyaratkan kepada Vronskii bahwa i a tak mau diganggu, dan sambil menoleh kepada Vronskii ia menyentuh topinya sendiri, tapi waktu itu Vronskii berkata kepada Anna Arkadevna:
"Saya berharap mendapat kehormatan berkunjung ke tern pat Anda," katanya.
Dengan mata lelah Aleksei Aleksandrovich menoleh ke arah Vronskii.
"Senang sekali," kata Aleksei Aleksandrovich dingin. "Kami menerima tamu tiap hari Senin." Kemudian, dengan mengabaikan Vronskii samasekali, katanya kepada sang istri: "Untung sekali aku punya waktu setengah jam buat menjemput kamu dan menunjukkan rasa sayangku," sambungnya dengan nada kelakar seperti tadi.
"Kamu sudah terlalu menekankan kasih-sayangmu, dan itu sangat kuhargai," kata Anna dengan nada kelakar juga, dan tanpa disadarinya ia mendengar-den bunyi langkah Vronskii yang mengikuti mereka dari belakang. "Tapi apa urusanku ini?" pikir Anna, lalu bertanya kepada suaminya, bagaimana Seryozha melewatkan waktu tanpa ibunya.
"O, baik sekali! Mariette bilang, tingkah-lakunya baik, dan ... aku harus mengecewakanmu ... ia tidak rindu padamu, lain dengan suamimu. Tapi sekali lagi, merci, sayangku, kamu sudah menghadiahkan hari ini buatku. Samovar kita tercinta bakal sangat senang. (Karenin menyebut Nyonya Pangeran Lidiya Ivanovna yang terkenal itu dengan Samovar, karena ia selalu bergelora dan menggelegak seperti samovar bila membicarakan segala sesuatu.) Ia menanyakan kamu. Dan ketahuilah, kalau boleh aku menasihatkan, sebaiknya kamu singgah ke tempatnya sekarang. Ia begitu perasa mengenai segala hal. Sekarang, selain urusan sendiri, i a juga s ibuk mendamaikan keluarga Oblonskii."
Api Di Bukit Menoreh 24 Jaka Sembung 10 Mahligai Cinta Sepasang Pendekar Pena Wasiat 16

Cari Blog Ini