Ceritasilat Novel Online

Anna Karenina 7

Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi Bagian 7


Kitty tahu semua itu bukan hanya dari kata-kata. Madame Stahl bicara dengan Kitty seperti dengan anak yang disayang dan dikagumi, seperti untuk mengenang masa mudanya, dan hanya sekali i a menyebut bahwa dalam semua kesedihan manusia ini, penghiburan hanya bisa diberikan dengan cinta dan iman, dan bahwa dalam kesengsaraan yang ditanggung Kristus demi kita, tak ada kesedihan yang tak bermakna; tapi segera saja ia mengalihkan percakapan pada soal lain. Namun dalam setiap gerak perempuan itu, dalam setiap perkataannya, dalam setiap pandangannya, yang oleh Kitty dinamakan pandangan surgawi itu, dan terutama dalam seluruh sejarah hidupnya, yang diketahui Kitty melalui Varenka, Kitty bisa mengenal "apa yang penting" dan apa yang sampai sekarang belum diketahuinya.
Tapi, betapa agungnya watak Madame Stahl, betapa menyentuh
riwayat hidupnya, dan betapa agung dan mesra ucapannya, tanpa sengaja Kitty melihat dalam diri nyonya itu ciri-ciri yang membingungkan dirinya. Ia melihat, ketika bertanya-tanya tentang sanak-saudara Kitty, Madame Stahl tersenyum benci, suatu ha! yang bertentangan dengan kasih Kristen. Ia pun melihat, ketika melihat seorang pendeta Katolik di rumah Kitty, Madame Stahl mencoba menyembunyikan wajahnya di balik bayangan kap lampu, dan senyumannya lain daripada yang lai n. Betapapun remeh kedua penglihattan tersebut, ha! itu membingungkan Kitty, dan i a menyangsikan Madame Stahl. Seba l iknya, Varenka yang sebatang kara tanpa sanak-saudara, tanpa sahabat, yang mengalarni kekecewaan menyedihkan, yang tak mengharapkan apapun dan tak menyesali apapun, tetap merupakan kesempumaan yang bisa diimpikan Kitty. Yang ia pahami pada Varenka adalah bahwa kita hanya perlu melupakan diri, dan sebaliknya mencintai orang lain, dan di situ engkau bakal tenang, bahagia, dan beres. Menjadi orang demikian itulah yang diinginkan Kitty. Sekarang ketika tahu dengan gamblang bahwa ada sesuatu yang paling pen ting, dan Kitty tak lagi merasa puas hanya dengan mengagumi; seketika itu pula dengan segenap jiwanya ia menyerahkan diri pada kehidupan baru yang telah terbuka baginya itu. Dari cerita-cerita Varenka tentang apa yang telah dilakukan Madame Stahl dan orang-orang lain yang disebut namanya oleh Varenka, Kitty telah menyusun rencana hidupnya di masa depan. Seperti kemenakan Nyonya Stahl bernama Aline, yang diceritakan kepadanya oleh Varenka, di mana pun ia tinggal, i a akan mencari orang-orang malang, membantu mereka sebisa mungkin, membagikan lnjil, membacakan lnjil untuk orang sakit, para penjahat, dan orang yang tengah sekarat. Yang paling menggelitik Kitty adalah khayalan tentang membacakan lnjil untuk para penjahat, seperti dilakukan Aline. Tapi semua itu baru merupakan impian rahasia, yang oleh Kitty tak diungkapkan baik kepada ibunya maupun kepada Varenka.
Singkat kata, sambil menanti saat untuk melaksanakan rencananya dalam skala lebih besar, sekarang pun, di sumber air di mana terdapat banyak orang sakit dan malang, dengan mudah Kitty bisa memperoleh kesempatan melaksanakan aturan-aturan barunya sendiri, meniru Varenka.
Mula-mulaNyonyaPangeranhanyamelihatbahwaKittymemperoleh pengaruh kuat apa yang i a namakan engouement Nyonya Stahl, dan terutarna Varenka. Ia melihat Kitty bukan hanya meniru-niru Varenka dalam kegiatan sehari-hari, tapi tanpa disadarinya juga meniru cara Varenka berjalan, berbicara, dan mengejapkan mata. Namun kemudi an Nyonya Pangeran melihat, selain terpikat pada hal-hal tadi, dalam diri anaknya berlangsungjuga perubahan serius.
Nyonya Pangeran melihat tiap petang Kitty membaca Injil dalam bahasa cis yang telah dihadiahkan Nyonya Stahl kepadanya, suatu hal yang sebelumnya tak pernah dilakukan Kitty; ia juga melihat Kitty menghindar i perkenalan yang bersifat duniawi, dan mendekatkan dir i pada orang-orang sakit yang diayomi Varenka, terutama pada keluarga pelukis Petrov yang sakit. Kitty agaknya merasa bangga bahwa di tengahtengah keluarga itu ia bisa men jalankan kewajiban sebagai seorang juru rawat. Semua itu baik saja, dan Nyonya Pangeran samasekali tak keberatan terhadap kegiatan Kitty, lebih-lebih karena istri Petrov adalah perempuan yang cukup beradab, dan karena ketika melihat kegiatan Kitty sang putr i memujinya dan menamakan gadis itu bidadari penghibur. Semua itu baik-baik saja sekiranya tidak menimbulkan ekses. Nyonya Pangeran melihat, anaknya jatuh ke dalam ekstremitas, dan itu ia katakan juga kepada Kitty.
"II ne faut jamais rien outrer,"64 kata Nyonya Pangeran kepada anaknya.
Tapi anaknya samasekali tak menjawab; ia hanya berpikir dalam hati bahwa orang tak mungkin bicara tentang ekses dalam soal agama Kristen. Bagaimana mungkin ada ekses kalau orang mengikuti ajaran yang memerintahkan memberikan pipi yang lain apabila pipi yang satu ditampar, dan memberikan kemeja apabila baju kaftan diambil" Nyonya Pangeran tak senang, karena menurut perasaannya Kitty tak mau berterus-terang kepada dia mengenai isi hatinya. Dan memang Kitty menyembunyikan semua pandangan dan perasaannya yang baru dari ibunya. Ia menyembunyikan semua itu bukan karena ia tidak menghormati dan mencintai ibunya, tapi melulu karena dia adalah ibunya. Kepada orang lain barangkali ia lebih bisa mengungkapkan hal itu.
"Sudah lama Anna Pavlovna tak datang ke tempat kita," kata Nyonya Pangeran pada suatu kali tentang Nyonya Petrov. "Mama mengundang, tapi entah kenapa, sepertinya diia merasa tak senang."
"Tidak, aku tak melihatnya, Maman," kata Kitty, dan seketika itu
64 II ne faut jamais rien outrer (Pr): Jangan pernah berlebihan.
juga memerah wajahnya. "Apa kamu lama tak datang ke tern pat mereka ?" "Besok kami bermaksudjalan-jalan ke gunung," jawab Kitty. "Ya, ah," jawab Nyonya Pangeran seraya menatap wajah anaknya yang bingung, dan mencoba menerka penyebabnya.
Hari itu juga Varenka datang makan siang dan mengemukakan bahwa Anna Pavlovna mengubah rencana besok untuk ke gunung. Dan Nyonya Pangeran pun melihat, sekali lagi wa jah Kitty memerah.
"Kitty, apa kamu tak pernah mengalam i hal tak menyenangkan dengan keluarga Petrov?" kata Nyonya Pangeran, ketika mereka berdua sudah tinggal sendiri. "Kenapa nyonya itu tak lag i mengirimkan anakanaknya, dan ia sendiri tak datang kemari?"
Kitty menjawab, di antara mereka tak terjadi sesuatu, ta pi ia sungguh tak mengerti mengapa Anna Pavlovna seolah merasa tak senang kepada dia. Dalam hal ini Kitty mengemukakan hal yang sebenarnya. Ia tak tahu alasan perubahan sikap Anna Pavlovna pada dirinya, tapi ia menerkanerka. Ia menerka-nerka hal yang tak bisa disampaikan kepada ibunya, dan pada diri sendiri pun tak dikatakannya. Itu adalah satu di antara banyak hal yang ki ta ketahui, tapi pada diri sendiri pun tak mungkin kita katakan; sungguh mengerikau dan memalukan memang berbuat kekeliruan.
Berulang kali i a, dalam kenangan, membalik-balik hubungannya dengan keluarga itu. Ia teringat. kegembiraan lugu di wajah Anna Pavlovna, yang bulat simpatik itu, sewaktu mereka bertemu; teringat olehnya perundingan rahasi a mereka tentang si sakit, kemudian persekongkolan mereka untuk mengalihkan perhatian sang pelukis dari pekerjaan yang terlarang bagi dia dan membawanyajalan-jalan; teringat olehnya anak terkecil yang sangat lekat kepada dia dan menyebutnya "Kittyku'', dan tak mau pergi tidur kalau ia tidak ada. Alangkah baik semua itu! Kemudian teringat olehnya sosok Petrov yang kurus dengan leher panjang, mengenakan jas panjang warna coklat; teringat dia pada rambut sang pelukis yang jarang berombak, matanya yang biru dan pertama kali terasa oleh Kitty mengandung tanda-tanya mengerikan; dan teringat pula olehnya bagaimana pelukis itu, sekalipun sakit-sakitan, berusaha tampak bugar dan bersemangat sewaktu Kitty hadir. Ia ter ingat usaha pertamanya untuk mengatasi rasa muak yang dipendamnya terhadap pelukis itu, juga terhadap semua orang yang berpenyakit batuk kering; dan teringat pula i a pada usahanya mengarang-ngarang apa yang
hendak dikatakan kepada pelukis itu. Teringat ia pada pandangan haru dan takut-takut waktu pelukis itu menatapnya; teringat perasaan senasib yang aneh, perasaan kikuk dan kemudian perasaan sadar kebajikan sendiri. Alangkah menyenangkan semua itu! Tapi semua itu berlangsung pada permulaan. Adapun sekarang, beberapa hari kemudian, semuanya tiba-tiba jadi rusak. Anna Pavlovna menyambut Kitty hanya dengan sikap ramah dibuat-buat, dan tak henti-hentinya ia mengamati Kitty dan suaminya, si sakit.
Mungkinkah kegembiraan si pelukis yang meng ibakan itu, sewaktu Kitty mendekatnya, jadi penyebab dinginnya sikap Anna Pavlovna"
"Ya," demikian Kitty mengingat, "ada hal yang tak wajar dalam diri Anna Pavlovna, yang samasekali tak mencerminkan kebaikan hati, ketika di hari ketiga dengan rasa kecewa ia mengatakan: "Itulah, ia menunggununggu Anda terns, dan tak mau minum kopi tanpa kehadiran Anda meski sudah lemah bukan main."
"Ya, barangkali juga tak senang hatinya ketika kuberikan selimut pada si sakit itu. Semua itu biasa saja, tapi pelukis itu menerimanya dengan amat k ikuk, dan begitu lama ia mengucapkan terimakasih, sampai aku merasa tak enak. Dan kemudian potretku, yang d ilukisnya dengan begitu baik itu! Tapi yang terpenting-pandangan matanya yang bi ngung dan mesra! Ya, ya, begitulah adanya!" ulang Kitty ngeri pada d i r i sendiri. "Tidak, ini tak boleh, dan memang tak boleh! la begitu patut dikasihani!" katanya kemudian pada dir i sendiri.
Dan keraguan ini meracuni rasa kagumnya pada kehidupan barn
itu. XX XIV Sebelum terapi air itu berakhir, Pangeran Shcherbatskii mendatangi keluarganya, sesudah ia pergi ke Karlsbad, Baden, dan Kessingen untuk menemui para kenalan Rusianya, suatu kunjungan yang diistilahkannya untuk menghirup roh Rusia.
Pandangan Pangeran dan Nyonya Pangeran mengenai hidup di luar negeri itu samasekali bertolak-belakang. Nyonya Pangeran melihat semuanya baik sekali; sekalipun dalam masyarakat Rusia kedudukannya mantap, d i luar negeri, anehnya, ia berusaha memiripkan dir i dengan perempuan Eropa, padahal ia s.amasekali tak mirip dengan perempuan Eropa, karena ia adalah seoran.g nyonya besar Rusia; dan beg itulah, ia
pura-pura merasa dirinya agak k ikuk. Pangeran, sebaliknya, berpendapat bahwa segala yang di luar negeri tak ba ik; i a merasa berat menjalani kehidupan di Eropa, terus mempertahankan kebi asaan Rusianya, dan sengaja mencoba menampilkan diri kurang bersifat Eropa daripada yang sebenarnya.
Pangeran kembali dengan badan lebi h , dengan pipi menggelantung seperti kantong kulit, namun hatinya gembira . Kegembiraan itu bertambah besar lagi rnelihat kesehatan Kitty telah pulih. Berita tentang persahabatan Kitty dengan Nyonya Stahl dan pengamatan yang disampaikan Nyonya Pangeran mengenai perubahan yang terjadi pada Kitty mengeruhkan p Pangeran dan menimbulkan rasa cemburu dalam hati terhadap segala yang memesona anaknya tanpa sepengetahuan dia, dan menimbulkan rasa was-was juga, janganjangan anak perempuannya itu melepaskan diri dar i pengaruh ayah dan memasuki wilayah yang tak bisa dijangkaunya. Tapi semua berita tak menyenangkan itu terbenam dalam lautan kelembutan hati dan kegembiraan yang selalu dimilikinya, yang terutama terpacu oleh terapi air di Karlsbad.
Hari berikut sesudah kedatangannya, dengan pen uh gairah Pangeran pergi ma anaknya ke sumber air dengan kening Rusianya yang kerut-merut dan pipi nya yang cembung, mengenakan mantel panjang yang di topang kerah teraci.
Pagi hari yang cerah; rumah-mmahyang rapi dengan kebun kecilnya, wajah-wajah dan tangan-tangan yang kemerahan akibat bir, gadis-gadis pelayan Jerman yang bekerja dengan gembira, dan matahari terang, semua menyenangkan hati; tapi makin dekat ke sumber air, makin sering mereka bertemu dengan orang-orang sakit, dan penampilan mereka tampak lebih mengibakan lagi di tengah taraf hidup orang Jerman yang baik. Tapi Kitty sudah tak terpengaruh kontradiksi semacam itu. Matahari terang, rona gembira di tengah kehijauan, suara musik, semua itu baginya jadi dasar serba perubahan ke arah buruk maupun baik, seperti telah diamatinya; tapi bagj Pangeran, cahaya dan rona pagi di bulan Juli dan orkes yang memainkan lagu gembira yang sedang mode itu, terutama para gadis pelayan yang tampak sehat-sehat, terasa tidak sopan dan cacat kalau dipadukan dengan orang-orang dari seluruh penjuru Eropa, mayat-mayat hidup yang geraknya memilukan itu.
Walaupun ia merasa bangga dan kembali muda, sementara anak perempuan yang d icintainya berjalan di samping dalam gandengannya,
ia seakan merasa kikuk dan malu karena masih mampu berjalan dengan tegap, karena memiliki anggota tubuh yang besar-besar dan penuh lemak. Hampir-hampir i a merasa dirinya tak berbaju di tengah orang banyakitu.
"Bayangkan, bayangkan diriku d i tengah teman-teman yang barn itu," katanya kepada Kitty sambil menjepit tangan anaknya itu dengan siku. "Betul-betul aku jatuh cinta pada Sodenmu yang brengsek ini, bahwa dia menyambutmu dengan baik. Cuma sedih, ya, sedih sekali di sini. Siapa itu?"
Kitty menyebutkan nama-nama orang yang dikenalnya mapun yang tidak, yang waktu itu berpapasan dengan mereka. Tepat di pintumasuk kebun, mereka bertemu dengan M-me Berthe yang buta bersama pengantarnya, dan pangeran senang melihat ekspresi haru di wajah perempuan Prancis itu saat perempuan itu mendengar suara Kitty. Perempuan Prancis itu, dengan keramahan Prancisnya yang berlebihan, mulai bicara dengan Pangeran, memuji-mujinya karena Pangeran punya anak perempuan yang begitu baik, dan tak henti-hentinya memuji Kitty setinggi langit dan menamakan gadis itu harta karun, mutiara dan bidadari-penghibur.
"Kalau begitu, dia ini bidadari kedua," kata Pangeran tersenyum. "Dia sebut M-lle Varenka bidadari nomor satu."
"O, M-lle Varenka itu bidadari yang sebenarnya, allez,"6s sahut Mme Berthe.
Di dalam sanggar, mereka bertemu dengan Varenka sendiri. Varena buru-buru menemui mereka sambil membawa tas merahnya yang molek.
"Ini Papa sudah datang," kata Kitty kepada Varenka. Varenka membuat gerakan yang biasa sekali dan wajar, seperti semua yang dilakukannya, yaitu gerakan antara membungkuk dan melipat lutut, dan seketika itu ia sudah bicara dengan Pangeran seperti ia bicara dengan semua orang lain, wajar dan biasa sekali.
"Tentu saja saya kenal Anda, kenal sekali," kata Pangeran sambil tersenyum kepada Varenka, dan dari senyuman itu tahulah Kitty dengan gembira bahwa ayahnya senang kepada sahabatnya itu. "Mau ke mana Anda buru-buru?"
"Maman d i sini," kata Varenka kepada Kitty. "Ia tak tidur sepanjang
65 Allez (Pr): Dalam segala hal.
malam, dan dokter menasihatkan untuk pergi dari sini. Saya bawa pekerjaan untuk d ia. n
"Itu tad i bidadari nomor satu!" kata Pangeran, ketika Varena sudah perg1.
Kitty melihat ayahnya ingin menertawakan Varenka, tapi dia tak juga sanggup melakukannya, karena Varena menarik hatinya.
"Yah, akan kita lihat semua sahabatmu hari ini," tambah Pangeran, "juga Madame Stahl, kalau ia memberikan kehormatan untuk mengenal Papa."
"Apa memang Papa mengenalnya?" tanya Kitty khawatir, ketika i a melihat ada bunga api ejekan di mata ayahnya saat mengingat Madame Stahl.
"Papa kenal suaminya dan dia sedikit, dulu, sebelum dia ikut pietisme.''
"Apa itu pietisme, Papa?" Kitty yang merasa ketakutan, karena ha! yang sangat dibargainya pada Madame Stahl itu ternyata ada namanya.
"Papa sendiri tak begitu tahu. Yang Papa tahu cuma i a bergyukur pada Tuhan atas segalanya, termasuk semua kemalangannya; dan atas meninggalnya sang suami pun ia bersyukur pada Tuhan. Yah, lalujadinya lucu sekali, karena kenyataannya hidup mereka tak keruan.
"Itu siapa" Wajahnya betul-betul bikin kasihan!" tanya Pangeran melihat seorang pasien yang bertubuh sedang, duduk di bangku mengenakan mantel coklat dan pantalon putih, dan pantalon itu terlipat-lipat aneh di bagian kakinya yang tak berdaging.
Tuan itu mengangkat sedikit topi jerami yang menutup rambutnya yang jarang berombak, sehingga terlihat dahinya yang tinggi dan memerah tak sehat.
"Itu Petrov, pelukis," jawab Kitty, memerah wajahnya, "dan itu istrinya," tambahnya sambil menunjuk Anna Pavlovna, yang ketika mereka mendekat seakan dengan sengaja mulai mengejar seorang anak yang berlari di jalan.
"Betul-betul mengibakan, tapj wajahnya itu simpatik ," kata Pangeran. "Kenapa kamu tak mendekat" Barangkali dia mau mengatakan ses padamu?"
"Kalau begitu, mari mendekat," kata Kitty sambil membelok tanpa ragu-ragu. "Bagaimana kesehatan Anda sekarang?" tanyanya kepada Petrov.
Petrov berdiri, bertopang pada tongkatnya, dan dengan takut-takut
memandang Pangeran. "Ini anak saya," kata Pangeran. "Perkenalkan."
Pelukis itu membungkuk tersenyum, memperlihatkan giginya yang puti h berkilau aneh.
"Kemarin kami menunggu Anda, Nona Pangeran," katanya kepada Kitty.
Waktu mengatakan itu i a terhuyung, lalu ia ulangi gerakan itu untuk menunjukkan bahwa i a melakukan itu dengan sengaja.
"Saya mau datang, tapi Varenka mengatakan, Anna Pavlovna menyuruh dia mengatakan pada saya bahwa Anda takjadi pergi."
"Bagai pula tak jadi pergi?" kata Petrov memerah wajahnya, dan seketika itu pula batuk-batuk, lalu mencari-cari istrinya. "Aneta, Aneta!" ujarnya keras, dan pada lehernya yang kurus putih seperti tali muncul urat-urat besar.
Anna Pavlovna mendekat. "Kenapa kamu surub mengatakan pada Nona Pangeran babwa k ita tak jadi pergi?" desisnya kepada sang i stri dengan gemetar karena kehilangan suara.
"Selamat pagi, Nona Pangeran," kata Anna Pavl dengan senyuman di atur, yang samasekali tak sesuai dengan ucapan selamatnya. "Senang sekali bisa berkenalan dengan Anda," katanya kepada Pangeran. "Sudah lama kami menanti Anda, Pangeran."
"Kenapa kamu suruh mengatakan pada Nona Pangeran bahwa kita tak jadi pergi?" desis pelukis sekali lagi dengan suara serak dan lebih marah lagi, agaknya lebih berang karena i a tak bisa mengeluarkan suaranya dengan wajar, dan ia tak mampu mengekspresikan apa yang dikehendaki dalam kata-katanya.
"Ya Tuhan! Aku pikir kita takjadi pergi," jawab istrinya kesal. "Lo, ketika ... ," pelukis itu pun terbatuk-batuk dan mengibaskan tangannya.
Pangeran mengangkat topinya sedikit, lalu bersama anaknya meninggalkan mereka.
"Yah, yah!" kata Pangeran sarnbil rnenarik napas panjang. "Orangorang yang rnalang."
"Ya, Papa," jawab Kitty. "Tapi perlu diketahui, meraka itu punya tiga , tak punya seorang pun pembantu, dan hampir tak punya surnber penghidupan. Memang ada ia menerirna uang dari Akademi," cerita Kitty bersernangat, dalam usahanya menindas kegelisahan yang timbul dalarn dirinya akibat perubahan aneh dalam sikap Anna Pavlovna kepada dia.
"Itu d ia Madame Stahl," kata Kitty sambil menunjuk sebuah kereta, di mana terbaring sesuatu yang dipayungi, ditutup kai n kelabu dan biru, dikelilingi bantal-bantal.
ltu adalah Nyonya Stahl. Di beEakang berdiri seorang pekerja Jerman berbadan sehat, tapi murung, yang mendorongnya. Di dekatnya berdiri seorang graf Swedia berambut cokelat cemerlang, namanya dikenal Kitty. Beberapa orang sakitjalan berlambat-lambat di dekat kereta untuk melihat nyonya itu, sepert i melihat sesuatu yang luarbi asa.
Pangeran menghampiri nyonya itu. Dan seketika itu tampak oleh Kitty bunga api ejekan yang membingungkan di wajah ayahnya. Pangeran menghampiri Madame Stahl dan bicara dengan dia dalam bahasa Pranci s yang baik sekali: dengan bahasa macam itu sekarang, yaitu dengan terti b dan manis, tak banyak lagi orang bicara.
"Saya tak tahu apakah Anda ingat saya atau tidak, tapi saya harus mengingatkan diri untuk mengucapkan terimakasih atas kebaikan Anda terhadap anak perempuan saya," kata Pangeran sambil melepaskan topi dan tak mengenakannya kembali.
"Pangeran Aleksander Shcherbatskii," kata Madame Stahl yang lalu menengadahkan mata surganya kepada Pangeran, dan dalam mata itu Kitty melihat tanda tak senang. "Saya senang sekali. Dan saya jatuh sayang pada anak Anda ini."
"Kesehatan Anda masih kurang baik?"
"Ya, tapi saya sudah biasa," kata Madame Stahl, kemudian diperkenalkannya Pangeran kepada graf Swedia itu.
"Anda sedikit sekali berubah," kata Pangeran kepada Madame Stahl. "Sepuluh atau sebelas tahun saya tak memperoleh kehormatan menemui Anda."
"Ya, Tuhan memberikan salib pada kita, dan memberikan kekuatan untuk memanggulnya. Memang kita sering heran, ke mana arah hidup ini.. .. Dari sebelah situ!" katanya tak puas kepada Varenka yang kurang tepat menyelimuti kakinya.
"Untuk berbuat kebaikan, saya rasa," kata Pangeran sambil ketawa dengan matanya.
"Itu bukan ki ta yang harus menilai," kata Nyonya Stahl, melihat rona wajah Pangeran. "Jadi Anda akan kirimkan buku itu pada saya, Graf yang baik" Saya ucapkan terim pada Anda," katanya kepada anak muda Swedia itu.
"A!" seru Pangeran ketika dilihatnya kolonel dari Moskwa yang berdiri tak jauh dari situ; sesudah membungkuk kepada Nyonya Stahl ia pun meninggalkan tempat bersama anaknya dan kolonel, yang menggabungkan diri dengan mereka.
"Itulah aristokrasi kita, Pangeran!" kata kolonel dari Moskwa yang tampak ingin bersikap sinis; ia memang tak suka kepada Nyonya Stahl, karena nyonya itu tak kenal dengannya.
"Masih sepert i dulujuga," jawab Pangeran.
"Apa Pangeran sudah kenal dia sebelum sakit" Jadi sebelum dia tiduran saja ?"
"Ya. Dia mulai tiduran waktu saya masih muda." "Orang bilang, sepuluh tahun dia tak bangun."
"Ya, tak bangun, sebab kakinya pendek! Memang jelek sekali tn " caca ya ....
"Papa, itu tak mungkin!" seru Kitty.
"Lidah yang jahat memang bilang begitu, Kawan. Tapi memang sudah nasib sahabatmu Varenka itu rupanya," tambahnya. "Begitulah memang nyonya-nyonya yang sakit itu!"
"Ah, tidak, Papa!" kata Kitty bernafsu, menyatakan keberatan. "Varenka sangat mengagumi Madame Stahl. Selai n itu, d i a hanya berbuat kebaikan! Boleh tanya siapa saja! Semua orang kenal dia dan Aline Stahl."
"Barangkal i juga," kata Pangeran sambil menekan tangan Kitty dengan sikunya. "Kalau begitu, lebih baik tanya kepada siapa saja, dan tak seorang pun tahu!"
Kitty terdiam, tapi bukan karena tak ada yang hendak dikatakannya; kepada ayahnya sendiri pun ia tak berniat mengungkapkan pikiranpikiran rahasianya. Tapi mengherankan, sekalipun i a bertekad untuk tidak tunduk pada pandangan ayahnya, dan tak memberikan peluang kepada ayahnya untuk masuk ke dalam relung sucinya, ia merasa bahwa gambaran Nyonya Stahl yang surgawi, yang selama satu bulan disimpannya dalam jiwa, tiba-tiba saja lenyap dan tak kembali lagi, seperti tubuh yang hanya terdiri atas gaun yang sudah dibuang, padahal orang melihat gaun itu ada. Yang tinggal hanyalah perempuan berkaki pendek yang terus berbaring karena cacatnya jelek sekali, yang menyiksa Varenka yang patuh, karena tidak tepat menggulung selimutnya. Dengan mengerahkan angan-angan apapun, tak mungkin lagi i a mengembalikan gambaran tentang Madame Stahl sebelumnya.
xxxv Pangeran menularkan kegembiraannya kepada para anggota keluarga, para kenalan, dan bahkan juga kepada orang Jerman pemilik rumah yang mereka tinggali.
Sepulang bersama Kitty dari sumber air, dan mengundang kolonel, Maria Yevgenyevna, dan Varenka untuk minum kopi, Pangeran memerintahkan mengeluarkan meja serta kursinya ke kebun di bawah pohon kastanye, dan menghidangkan makan pagi di sana. Baik tuan rumah maupun pembantunya ikut gembira terpengaruh kegembiraan Pangeran. Mereka tahu sifat derrnawan Pangeran, dan setengah jam kemudian dokter dari Hamburg yang sakit dan tinggal di tingkat atas dengan iri melihat ke jendela, ke kumpulan orang Rusia yang sehat gembira di bawah pohon kastanye itu. Di bawah bayangan dedaunan yang terns berayun, Nyonya Pangeran duduk menghadap meja bertaplak putih lengkap dengan poci kopi, roti, mentega, keju, dan dag ing buruan dingin; dengan mengenakan tutup kepala berpita-pita warna i a membagi-bagikan cangkir dan roti bermentega. Di ujung meja yang lain Pangeran duduk makan dengan penuh selera, bercakap-cakap dengan riang gembira. Pangeran meletakkan barang-barang beli annya di dekatnya, kotak-kotak berukir, patung-patung biryulka, bermacan pisau kertas yang banyak dibelinya di semua sumber air dan kemudian dihadiahkannya, antara lain kepada Lishchen, pelayan dan pemilik rumah yang bisa diajaknya berkel dengan bahasa Jerman yang jelek dan lucu. Kepada pemilik rumah itu ia katakan, bukan air yang telah menyembuhkan Kitty, tapi masakan pemilik rumah yang enak se , terutama sop buah prem itu. Nyonya Pangeran menertawakan suaminya yang tak lepas dari kebiasaan Rusianya, tapi Nyonya Pangeran begitu bersemangat dan senang, suatu hal yang tak pernah terjadi selama ia berada di sumber air. Kolonel seperti biasa tersenyum saja mendengar kelakar Pangeran; tapi mengenai Eropa yang dipelajarinya dengan teliti, menurut pendapatnya, ia berpihak kepada Nyonya Pangeran Maria Yevgenyevna yang baik hati, sampai terguncang badannya karena ketawa mendengar segala yang diucapkan pangeran yang lucu, sedangkan Varenka, akibat kelakar Pangeran, sampai terpingkal-pingkal oleh ketawanya yang tidak keras namun mudah dimengerti maknanya, suatu hal yang belum pernah dilihat Kitty.
Semua itu menyenangkan, tapi bagaimanapun, t idak dapat tidak
Kitty terpaksa berpikir. Kitty itak mampu sekarang ini memecahkan soal yang tanpa disadarinya telah diberikan ayahnya, yaitu bagaimana mungkin ayahnya memandang para sahabat Kitty dan hidup yang demikian dicintainya itu dengan pandangan gembira" Soal itu ditambah lagi dengan soal berubahnya hubungannya dengan keluarga Petrov yang sekarang jadi tegang dan tak menyenangkan. Semua orang merasa senang, tapi Kitty tak mungkin bisa merasa senang, dan ini lebih menyiksanya lagi. Ia merasa, seperti pernah dirasakannya di masa kecil dulu, ketika i a dihukum dengan dikurung dalam kamarnya, dan dari situ ia mendengar tawa gembira saudara-saudaranya.
"Jadi untuk apa kamu bell segala tetek-bengek itu?" tanya Nyonya Pangeran tersenyum sambil menyerahkan cangkir kopi kepada suaminya.
"Kami jalan, lalu kami datang i warung belanja; 'Erlaucht, excellent, durchlaucht.'66 Dan begitu me-reka mengatakan 'Durchlaucht', betulbetul aku tak taban lagi; keluar uangku sepuluh thaler. n "Itu cuma karena bosan," kata Nyonya Pangeran.
"Tentu saja karena bosan. Begitu bosannya sampai tak tabu, apa lagi yang bendak kita buat."
"Bagaimana bisa bosan, Pangeran" Begini banyak bal menarik di Jerman," Maria Yevgenyevna.
"Semua yang menarik itu sudah kenal; sup buah prem itu saya tahu, worst kacang polong saya tahu. Semuanya saya kenal."
"Tapi terserahlah pada Pangeran, menurut pendapat saya yang menarik adalah lembaga-lembaga mereka," kata kolonel.
"Apanya yang menarik" Mereka semua sudah puas, seperti uang tembaga; semua orang lain telah dikalahkan. Kalau saya sendiri, apalah yang bisa membuat saya puas" Saya tak mengalahkan siapapun, cuma mesti mencopot sepatu sendiri, dan menaruhnya di balik pintu. Pagi bari bangun, lekas berpakaian, pergi ke salon minum teh muraban. Tidak seperti di rumah. Bangun tanpa buru-buru, marab-marah karena sesuatu perkara, mengomel sedik it, lalu sadar kembali baik-baik, memikirkan semuanya tanpa buru-buru. n
"Tapi waktu adalah uang, Anda lupa itu," kata kolonel. "W yang mana! Waktu sudab lain sekarang, dulu sebulan penub bisa dibayar dengan setengah rube], sekarang kerja setengab jam saja
66 Erlaucht, excellent, durchfaucht (Jr): Tuan Besar, Tuan Yang Mulia.
sudah tak terbayar oleh kita. Betul tidak, Katenka" Kamu kenapa ini, diam saja?"
"Saya tidak apa-apa."
"Mau ke mana Anda i ni. Duduklah dulu," kata Pangeran kepada Varenka.
"Saya harus pulang," kata Varenka sambil berdiri, dan kembali ketawa riuh.
Sesudah normal kembali ia pun minta diri, dan masuk rumah mengambil topi. Kitty mengikutinya. Varenka pun kini tampak lain di mata Kitty. Memang tak lebih bu , tapi sekarang ini lain daripada yang semula dibayangkannya.
"Oh, sudah lama saya tidak ketawa seperti tadi!" kata Varenka mengambil payung dan tasnya. "Ayahmu itu baik sekali!" Kitty diam saja.
"Kapan kita ketemu lagi?" tanya Varenka.
"Maman ingin singgah ke rumah keluarga Petrov. Anda tidak ke sana?" kata Kitty mencoba mengetahui rencana Varenka.
"Ya, saya akan ke sana. Mereka akan pergi, dan saya sudah berjanji akan membantu mereka menyiapkan barang-barangnya." "Kalau begitu saya datan.gjuga."
"Ah, untuk apa?"
"Kenapa" Kenapa" Kenapa?" ujar Kitty membuka matanya lebarlebar sambil memegang payung Varenka agar gadis ini tidak pergi. "Tidak, tunggu dulu, kenapa?"
"Begitulah, Papa Anda sudah datang, dan lagi mereka malu pada Anda."
"T idak, Anda katakan, kenapa Anda tidak menginginkan saya datang ke rumah keluarga Petrov" Anda tak senang saya ada di sana, kan" Kenapa?"
"Saya tidak bilang begitu," kata Varenka tenang. "Tidak, tapi Anda katakan!"
"Mau saya beberkan semuanya?" tanya Varenka. "Y I" h Ki a, semua, semua. sa ut tty.
"Sebetulnya tak ada yang istimewa, cuma, Mikhail Alekseyevich (begitu nama pelukis itu) tadinya ingin pergi lebih dini, tapi sekarang i a tak mau perg i," kata Varenka tersenyum.
"Lalu! Lalu!" desak Kitty sambil menatap Varenka.
"Dan entah kenapa, Anna Pavlovna mengatakan, suami nya tak mau pergi karena Anda ada di sini. Tentu saja ini bukan pada tempatnya, tapi karena hal itulah, karena Andalah terjadi pertengkaran. Anda tahu sendiri, orang-orang sakit itu mudah sekali naik darah."
Kitty diam saja, dengan wajah lebih m g lagi; tinggal Varenka yang bicara, mencoba melunakkan dan menenangkannya; sementara itu i a melihat akan terjadi ledakan pada Kitty, hanya saja i a tak tahu, ledakan airmata atau kata-kata.
"Jadi lebih baik Anda tak usah pergi.. .. Dan Anda tahu, jangan karena itu Anda tersinggung .... "
"Salah saya sendiri, salah saya sendiri!" ujar Kitty cepat sambil merebut payung dari tangan Varenka, lalu memandang jauh tanpa memerhatikan mata sahabatnya.
Varenka ingin tersenyum melihat kemarahan kekanakan sahabatnya itu, tapi ia takut menyinggung perasaannya.
"Salah sendiri bagaimana" Saya tak mengerti," katanya. "Salah sendiri, ena semua ini ternyata cuma pura-pura, karena semua ini cuma dikarang-karang, bukan dari dasar hati. Apa urusan saya dengan orang lain" Tapi ternyata ini yang terjadi, saya jadi penyebab pertengkaran, dan saya melakukan hal yang tak seorang pun meminta saya melakukannya. Karena semua i ni cuma pura-pura! Pura-pura! Pura-pura!"
"Lalu apa maksud pura-pura itu?" kata Varenka lirih. "Yah, bukan main bodohnya, ke jinya! Sebetulnya saya samasekali tak membutuhkan apa-apa. Semua i n i pura-pura saja!" katanya sambil membuka-menutup payung.
"Lalu apa maksudnya?"
"Supaya tampak lebih baik di mata orang, di mata diri sendiri, di mata , tak segan-segan menipu semua orang. Tidak, sekarang saya tidak akan membiarkan diri saya terbawa. Memang ini jelek, tapi setidak-tidaknya tidak palsu, tidakjadi penipu!"
"Tapi siapa yang jadi penipu?" kata Varenka bernada mencela. "Anda bicara seolah .... "
Tapi Kitty sudah meledak. Ia tak memberi kesempatan kepada Varenka untuk menyelesaikan bicaranya.
"Saya tidak sedang bicara tentang Anda, samasekali bukan tentang Anda. Anda orang yang sempurna. Ya, ya, saya tahu Anda orang yang sempurna; tapi apa yang harus saya lakukan kalau saya jahat" Semua ini tak bakal terjadi kalau saya t idak jahat. Tapi biarlah saya tetap seperti
adanya, asalkan saya tidak pura-pura. Apa urusan saya dengan Anna Pavlovna! Biarlah rnereka hidup seperti yang dikehendaki, dan saya pun seperti yang saya rnau. Saya tak bisa jadi orang lain .... Dan sernua itu bukan yang saya cari, bukan saya cari!..."
"Apa yang bukan Anda cari?" kata Varenka takjuga rnengerti. "Semua ini bukan yang saya cari. Saya tak bisa hidup dengan cara lain selain menuruti kata hati, sedangikan Anda hidup rnenurut peraturan. Sa ya jatuh sayang pada Anda sec ara biasa saja, sedangkan Anda rupanya dengan rnaksud menyelamatkan saya, mengajar saya."
"Anda salah," kata Varenka.
"Saya tidak sedang bicara tentang orang lain, saya bicara hanya tentang sendiri."
"Kitty!" terdengar suara ibunya. "Coba ke sini, tunjukkan pada Papa raja karnu.''
Dengan wajah angkuh dan tak kenal darnai, Kitty rnengarnbil rajaraja rnainan yang ada dalarn kotak dari atas rneja, dan datang rnenernui ibunya.
"Kenapa karnu ini" Kenapa begitu rnerah?" kata ibu dan ayahnya serentak.
"Tidak apa-apa," jawabnya. "Sebentar saya ke sin i," lalu ia lari ke luar.
"Dia di sini!" piki . "Apa yang hendak kukatakan padanya" Ya Tuhan! Apa yang telah kulakukan, apa yang telah kukatakan! Kenapa aku rnenghinanya" Apa yang hams kulakukan" Apa yang akan kukatakan padanya?" pikir Kitty, berhenti dekat pintu.
Varenka yang bertopi dan rnemegang payung sedang duduk di dekat meja sambil menatap pegas payung yang dirusak Kitty. Ia menegakkan kepala.
"Varenka, maafkan saya, maafkan saya!" bisik Kitty sambil menghampir i sahabatnya itu. "Saya tak ingat lagi apa yang saya katakan. Saya .... "
"Saya betul-betul tak berniatmembuatAnda bersedih," kata Varenka tersenyum.
Perdamaian telah tercapai. Tapi dengan kedatangan ayahnya, berubahlah seluruh hidup Kitty yang telah diternpuhnya. Ia tak meng ingkari segala yang telah diketahuinya, tapi ia mengerti d irinya
telab menipu diri sendiri, ketika menurut pendapatnya ia bisa jadi orang seperti yang diinginkannya itu .... Ia seakan tersadar akan dirinya, dan ia merasakan sukarnya bertaban di atas ketinggian yang ingin dicapainya tanpa berpura-pura dan tanpa beromong besar; selain itu ia merasakan segala beban dunia yang pen uh kesediban, penyakit dan maut di tempat ia bidup; dan terasalab olebnya betapa sangat menyiksa segala usaba yang dilakukannya terbadap diri sendiri untuk mencintai dunia ini, dan ing inlab i a lekas-lekas mendapatkan udara segar di Rusia, di Yergosbovo, karena dari surat-surat yang mereka terima, kakaknya Dolly bersama anak-anaknya sudab pindab ke sana.
Tapi rasa cintanya kepada Varenka tak juga berkurang. Ketika mereka berpisab Kitty membujuk Varenka untuk bertandang kepada mereka di Rusia.
"Saya datang kalau Anda nanti kawin," kata Varenka. "Saya tidak akan kawin."
"O, kalau begitu saya tidak akan pernab datang."
"Kalau begitu saya akan kawin buat menyambut Anda saja. Awas, ya, ingat janji itu!" kata Kitty.
Apa yang dikatakan dokter dulu tern ya ta benar. Kitty pulang ke Rusia dalam keadaan sebat. Ia tak begi tu rileks dan riang seperti sebelumnya, ta pi tenang. Kesediban yang pernab di alaminya di Moskwa dulu kini jadi kenang-kenangan baginya.
BAGIAN KETIGA Sergei Ivanovich Koznishov ingin beristirahat dari kerja otak, tapi ia tak pergi ke luar negeri seperti biasa dilakukannya, tapi dengan datang ke rumah adiknya di desa pada akhir bulan Mei. Menurut keyakinannya, hidup yang terbaik adalah di desa. Ia datang ke ah adiknya sekarang untuk menikmati hidup di desa itu. Konstantin Levin sangat senang, lebih-lebih karena musim panas itu ia sudah tak lagi menanti kedatangan kakaknya Nikola i. Sekalipun mencintai dan menghormati Sergei Ivanovich, Konstantin Levin tetap merasa kikuk menghadapi
ya di desa. Ia merasa kikuk dan bahkan merasa tak senang melihat sikap ya terhadap desa. Bagi Konstantin Levin, desa merupakan tempat h idup, jadi merupakan tempat berlangsungnya kegembir aan , penderitaan, kerja; bagi Sergei lvanovich, desa di satu pihak merupakan tempat istirahat kerja keras, dan di lain pihak merupakan obat mujarab penangkal kerusakan, dan ia paham dan sadar betul manfaatnya. Bagi Konstantin Levin, desa itu baik, karena merupakan medan kerja keras yang tak disangsikan lagi faedahnya; bagi Sergei Ivanovich, desa itu baik sekali, karena di sana orang bisa dan memang harus tidak mengerjakan apa-apa. Selain itu, sikap Sergei Ivanovich terhadap rakyat agak menyinggung Konstantin. Sergei Ivanovich mengatakan, ia mencintai dan mengenal rakyat, sering berbincang dengan para petani, dan ia sanggup melakukan itu dengan baik, tanpa berpura-pura dan tanpa dibuat-buat, dan lewat percakapan demik ian bisa dihimpunnya data umum demi kepentingan rakyat dan untuk membuktikan bahwa ia mengenal rakyat. Sikap terhadap rakyat seperti itu tak menyenangkan Konstantin Levin. Bagi Konstantin, rakyat adalah pelaku utama kerja kemasyarakatan, dan ia menaruh hormat dan semacam kecintaan mendasar terhadap petani, yang menurut katakatanya sendiri agaknya i a peroleh lewat susu perempuan penyusu. Sebagai peserta kerja kemasyarakatan, ia kadang-kadang merasa
kagum dengan tenaga, sopan-santun, dan sifat adil orang-orang itu; tapi seringkali, ketika demi kepentingan umum dituntut adanya sifatsifat yang lai n, ia bisa marah besar kepada rakyat itu karena cerobohnya, joroknya, kesukaannya minum, dan berbohong. Sekiranya Konstantin Levin ditanya, cintakah ia kepada ra , tak bisa ia menjawab. Ia mencintai dan juga tak mencintai rakyat, persis seperti orang lain juga. Dengan sendirinya, sebagai orang yang baik, ia lebih banyak mencintai daripada tidak mencintai orang banyak, jadi juga mencintai rakyat. Tapi mencintai atau tidak mencintai ra sebagai sesuatu yang luarbiasa, i a tak sanggup, karena bukan hanya karena ia hidup bersama rakyat, bukan hanya karena semua kepentingannya bersangkutan dengan rakyat, tapi juga karena ia menganggap dirinya bagian dari rakyat, tidak melihat dalam dirinya dan dalam rakyat nilai-nilai atau kekurangankekurangan yang luarbiasa, dan ia tak bisa mempertentangkan dirinya dengan rakyat. Selain itu, meskipun ia lama hidup dalam hubungan sebagai tuan maupun perantara dengan petani, dan terutama sekali sebagai penasihat (petani agaknya memercayainya dan bersedia berjalan sampai empatpuluh werst ke tempatnya untuk meminta nasihat), ia tak punya penilaian tertentu mengenai rakyat, dan kalau ditanya, kenalkah i a dengan rakyat, ia akan sukar menjawab, seperti halnya kalau ia ditanya, cintakah i a kepada ra . Mengatakan mengenal rakyat baginya sama saja dengan mengatakan bahwa i a mengenal orang banyak. Ia memang senantiasa mengamati dan mengenal berbagai ma cam orang, di an ya para petani yang dianggap ny a orang-orang yang baik dan menarik, dan tak henti-hentinya ia melihat dalam diri mereka itu c iri-ciri barn, dan i a pun telah mengubah penilaiannya yang lama mengenai mereka serta memberi mereka ciri-ciri barn. Sergei Ivanovich sebaliknya: Sepertinya ia mencintai dan mengagungkan kehidupan desa sebagai lawan kehidupan yang tak dicintainya, seperti ia mencintai rakyat sebagai lawan kelas manusia yang tak dicintainya, dan sepertinya ia mengenal rakyat sebagai sesuatu yang bertentangan dengan orang kebanyakan. Dalam otaknya yang metodis dengan jelas sudah mengendap bentuk-bentuk tertentu kehidupan rakyat, yang sebagian berasal dari kehidupan rakyat itu sendiri, tapi terlebih berasal dari yang bertentangan dengan kehidupan rakyat. Tak pernah i a mengubah. pendapatnya mengenai ra dan sikapnya yang bersimpat i kepada mereka.
Dalam aan pendapat di antara kedua bersaudara itu, sewaktu mereka mengemukakan penilaian mengenai rakyat, Sergei
Ivanovich selalu mengalahkan adiknya justru karena ia punya pengert ian-pengertian tertentu tentang rakyat, tentang wataknya, ciriciri dan seleranya, sedangkan Konstantin Levin tak punya pengertian tertentu yang bersifat tetap, sehingga dalam perdebatan-perdebatan itu Kons in selalu terbukti bertentangan dengan dirinya sendiri.
Menurut Sergei lvanovich, adiknya itu orang baik yang punya hati, atau menduduki tempatnya dengan baik (menurut ungkapan bahasa Francis), tapi juga punya aka], dan aka] yang cukup tangkas, tapi aka] itu terlalu tunduk pada kesan-kesan selintas, dan karena itu penuh pertentangan. Dengan kesabaran seorang kakak, Sergei Ivanovich kadang-kadang memberikan penjelasan kepada Konstantin Levin makna hal-ihwal, tapi ia tak memperoleh kepuasan berdebat dengan adiknya, karena terlalu mudah ia mengalahkannya.
Konstantin Levin memandang kakaknya sebagai orang yang punya nalar tinggi dan pendidikan mulia dalam arti yang paling murni, dan berbakat melakukan berbagai kegiatan demi kepentingan masyarakat. D i dasar jiwanya, makin ia berumur dan makin mengenal kakaknya, makin sering terpikir olehnya bahwa kemampuan untuk melakukan kegiatan demi kepentingan masyarakat, yang menurut perasaannya samasekali tak ada dalam dirinya itu, barangkali bukan merupakan kelebihan, melainkan sebaliknya, kekurangan, kekurangan dalam berharap dan berselera baik, tulus, dan mulia, dan juga kekurangan daya hidup seperti biasa orang menamakan tekad, kekurangan dalam kecenderungan yang memaksa manusia dar i segala macam lapangan hidup yang tak terhitungjumlahnya untuk memilih satu lapangan hidup saja dan hanya mengharapkan yang satu itu saja. Makin dalam ia mengenal kakaknya, makin mampu i a melihat bahwa Sergei Ivanovich dan banyak aktivis masyarakat lainnya bukan dengan hati mereka membela kepentingan umum, melainkan dengan akal mereka menilai bahwa membela kepentingan umum adalah baik, dan mereka melakukannya demi pekerjaan itu sendiri. Dalam mengambil kesimpulan ini, yang lebih meyakinkan lagi bagi Levin adalah penglihatannya bahwa sang kakak menerima dalam hati soal-soal yang menyangkut kepentingan umum dan keabadian jiwa tidak dengan lebih sungguh-sungguh daripada permainan catur atau tentang susunan mesin baru yang rumit.
D i luar itu, Konstantin Levin merasakan tak enak juga berada di desa itu dengan abangnya, karena di desa itu, terutama pada musim panas, biasanya ia amat sibuk dengan kerja pertanian, dan baginya tak
ada hari di musim panas yang cukup panjang untuk melakukan kembali apa yang perlu d ilakukan, sedangkan Sergei Ivanovich hanya beristirahat sa ja. Tapi sekalipun tengah beristirahat, tidak menulis karangan, Sergei Ivanovich demikian terbiasa dengan keg iatan otak, sehingga i a senang mengemukakan pikiran-pikiran yang timbul padanya dalam bentuk yang i ndah dan padat, dan ia senang kalau ada orang yang mau mendengarkan pembicaraannya. Dan pendengar yang paling biasa dan wajar adalah adiknya. Itulah sebabnya, sekalipun hubungan mereka sederhana dan bersahabat, Konstantin merasa kikuk meninggalkan kakaknya sendi rian. Sergei Ivanovich senang berbaring di rumput di bawah sinar matahari, berbaring sambil berjemur, dan mengobrol dengan malas.
"Kamu barangkali tak percaya," katanya kepada Konstantin. "Bukan main nikmatnya buatku kemalasan ala Ukraina ini."
Tapi Konstantin Levin merasa bosan duduk mendengarkan abangnya, terutama karena ia tahu, kalau ia tak hadir dan tak mengawasi, orang-orang akan mengangkut pupuk ke ladang yang belum dipupuk dan menumpahkan begitu saja seenaknya; matabajak tak dikencangkan, lalu mereka copot, dan mereka katakan bahwa bajak itu bajak kodian buatan si Andrew dan lain sebagainya.
"Sudahlah, jangan banyak-banyak kamu jalan di matahari," kata Sergei lvanovich kepada Konstantin.
"Tidak, saya cuma sebentar akan lari ke kantor," kata Levin, lalu berlari ke ladang.
Hari-hari pertama bulan Juni terjadi satu peristiwa. Bibi Agafya Mikhailovna yang merangkap sebagai kepala rumahtangga membawa ke ruang bawah tanah sebuah kaleng berisi jamur yang baru diasinkan, dan di situ ia tergelincir, terjatuh, dan tulang telapak tangannya terkilir. Datang seorang pemuda yang banyak omong, seorang mahasiswa yang baru selesai pendidikan dan kini jadi dokter zemstvo. Ia memeriksa tangan itu, dan mengatakan perempuan itu tidak terkilir, karena itu hanya dikompres; ia tinggal untuk makan siang, dan agaknya sangat menikmati percakapan dengan Sergei Ivanovich Koznishov yang terkenal, dan memintanya mengemukakan pandangan yang maju mengenai macam-macam persoafan, mengenai pergunjingan sekitar uyezd, serta mengeluhkan buruknya urusan zemstvo. Sergei lvanovich mendengarkan dengan penuh perhatian, dan mengajukan pertanyaanpertanyaan; d idorong pendengar yang baru, ia pun banyak bicara dan mengemukakan beberapa penilaian yang tepat dan berbobot, yang mendapat pujian besar dari dokter muda tersebut, sampai akhirnya tercapai suasana jiwa bergairah yang dikenal baik oleh adiknya, suasana jiwa yang selalu diperoleh sehabis memb uraian yang cemerlang dan bergairah. Sesudah dokter pergi Sergei lvanovich mengatakan ingin memancing di sungai. Ia memang senang memancing, dan seakan merasa bangga bisa mencintai pekerjaan yang bodoh itu.
Konstantin Levin, yang waktu itu perlu pergi ke tempat pembajakan dan perumputan, menawarkan mengantarkan kakaknya dengan kabriolet.
Waktu itu kebetulan saat yang tepat di musim panas, karena panen untuk tahun ini sudah bisa ditentukan, ketika penebaran benih untuk tahun mendatang sudah mulai dipikirkan dan saat untuk memotong rumput sudah tiba, ketika gandum hitam sudah berbulir seluruhnya dan bulir warna hijau kelabu yang belum bernas dan masih r ingan itu sudah berayun-ayun ringan ditiup angin, ketika tanaman haver warna hijau yang d i jalari rumpun rumput kuning secara tak merata menjalar di tempat-tempat yang terlambat ditebari, ketika gandum coklat yang ditanam lebi h dulu sudah melebar daunnya menutup bumi, ketika tanah tandus yang mengeras karena terinjak temak baru separuhnya terbajak, dengan jejak-jejak matabajak tampak jelas, ketika onggokan-onggokan pupuk kering yang didatangkan dar i tempat lain semerbak baunya tiap fajar bercampur bau rumput madu, sementara di tempat-tempat yang rendah terhampar rumput tanam bak Iautan Iuas yang menanti dipotong, dan batang-batang kerokot yang telah dicabut beronggokonggok menghitam wamanya.
Itulah saat pekerjaan pertanian sudah tiba, suatu kesempatan singkat menjelang panen yang tiap tahun berulang dan membutuhkan seluruh tenaga rakyat. Panen waktu itu baik sekali, dan hari-hari itu merupakan hari-har i musim panas yang cerah, panas, disertai malammalam singkat berembun.
Kedua bersaudara harus melintasi hutan terlebih dulu sebelum sampai di perumputan. Sepanjang waktu itu Sergei Ivanovich menikmati keindahan hutan yang telah gugur daunnya, sempat pula menunjukkan kepada adiknya pohon linden tua berwarna gelap yang ada di sisinya karena tertimpa bayangan,juga berwarna belang-belang karena kuncupkuncup daun kuning yang siap mekar, dan menunjukkan kuncup-kuncup daun muda yang gemerlap bak zamrud pada pepohonan tahun ini. Konstantin Levin tak suka bicara dan tak suka pula mendengarkan katakata tentang keindahan alam. Kata-kata telah menghilangkan kei ndahan segala sesuatu yang dil ihatnya. Ia terus mengiyakan kakaknya, tapi tanpa disengaja i a memikirkan hal lain. Keti ka mereka telah melintasi hutan itu, seluruh perhatiannya tercurah pada padang kosong di atas bukit, yang sebagian menguning oleh warna rumput, sebagian terinjakinjak dan tersekat petak-petak, sebagian tertimbun onggokan, sebagian lagi terbajak. Di padang itu bisa dilihat gerobak berderet-deret. Levin menghitung jumlahnya, dan puaslah dia karena semua yang diperlukan bakal terangkut, dan melihat perumputan itu pikirannya pun beralih pada soal memotong rumput. Ia selalu merasa ada sesuatu yang menyinggung menghadapi panen rumput itu. Tiba di perumputan Levin menghentikan kudanya.
Embun pagi masih tertinggal di bawah, di balik rumput yang rimbun, dan Sergei Ivanovich minta diantarkan dengan kabriolet itu melintasi perumputan agar kakinya tak basah sampai di rumpun broom tempat ikan perch bersarang. Meski Konstantin Levin merasa sayang mengusutkan rumput, d iterjangnya juga perumputan itu. Rumput yang ting g i itu dengan lunak membelit roda kereta dan kaki kuda, meninggalkan biji buahnya padajari-jari roda dan lingkaran tengah roda yang basah.
Sesudah memeriksa pancingnya, duduklah si abang di bawah rum pun pohon, sedangkan Levin membawa pergi kudanya, mengikatnya, lalu menyeberangi lautan rumput mahaluas dan berwarna hijau kelabu, yang tak bergerak meski diterpa angin. Rumput yang bak sutra dan sudah masak bijinya itu hampir sepinggang tingginya di tempat yang berair.
Lewat perumputan, Konstantin Levin sampai di jalan dan bertemu dengan orang tua bermata melotot membawa keranjang berisi sarang lebah.
"Apa itu" Dapat sarang lebah, Fomich?" tanya Konstantin. "Sarang lebah apa, Konstantin Dmitrich" Punya sendiri saja nggak mampu jaga. Sudah dua kali si brengsek ini pergi.. .. Untung anak-anak bisa menyusul. Orang lagi membajak. Kuda dilepas, d isusul.. .. " "Lalu bagaimana, Fomich, dipotong sekarang atau tunggu?" "Yahl Kalau menurut kami, perlu tunggu sampai hari Santo Petrus. Saya lihat, Tuan selalu memotong lebih dulu. Yah, mudah-mudahan beres, Tuan; rumputnya baik. Bakal cukup buat makan ternak." "Kalau cuaca, bagaimana pendapatmu?"
"ltu urusan Tuhan. Barangkali cuacajuga akan baik." Levin menghampiri abangnya. Belum ada ikan yang terpancing, tapi Serge i lvanovich tak merasa bosan, dan agaknya ia sedang senang. Levin melihat, sesudah bergairah karena bicara dengan dokter itu, abangnya sekarang ingin bicara lagi. Levin, sebaliknya, ingin lekaslekas pulang agar bisa mengatur pengangkutan para pemotong rumput dan mengambil keputusan tentang pemotongan rumput yang sangat merepotkannya itu.
"Mari kita pergi," katanya.
"Mau ke mana buru-buru." Duduk dulu. Basah betul badanmu! Memang belum dapat ikan, tapi enak di sini. Tiap perburuan itu baik, karena ada hubungannya dengan alam. Coba lihat, bukan main indahnya air yang warnanya perak kelabu itu!" katanya. "Tapi pinggir perumputan itu," katanya lagi, "selalu mengingatkanku pada teka-teki, tahu tidak" Rumput bilang pada air: tapi kita bisa menggelandang, ya, menggelandang."
"Aku tak tahu teka-teki itu," jawab Levin murung.
III "Kamu percaya tidak, aku ta di memikirkan kamu," kata Serg e i lvanovich. "Betul-betul tak ada bandingannya apa yang terjadi di uyezd kalian, menurut cerita dokter tadi; dokter itu orang yang tidak bodoh. Pernah kukatakan padamu, dan sekarang kukatakan lagi: kurang baik kalau kamu tak datang ke sidang-sidang dan sam i melepaskan diri dari kerja zemstvo. Kalau orang baik menjauhkan diri kerja itu, tentu semuanya akan jadi entah bagaimana. Uang kita berikan, tapi temyata cuma dipakai untuk membayar gaji; tak ada sekolah, tak ada pembantu dokter, tak ada bidan, tak ada apotek, tak ada apa-apa."
"Kan sudah kucoba!" jawab Levin lirih tanpa semangat. "Tak bisa! Apa boleb buat!"
"Tapi kenapa tak bisa" Betul-betul aku tak mengerti. Sikap masa bodob dan tak p tak bisa kubenarkan; apa barangkali sekadar malas?"
"Yang pertama bukan, yang kedua bukan, dan yang ketiga pun bukan. Aku sudab coba, dan aku lihat tak ada yang bisa kuperbuat," kata Levin.
Levin tak begitu mendalami apa yang dikatakan abangnya. Memandang ke tempat di seberang sunga i sana, tampak olehnya sesuatu berwarna hitam, tapi tak bisa ia memastikan, kudakah itu, atau pengatur rumahtangga d i punggung kuda.
"Tapi kenapa tak ada yang bisa kamu lakukan" Kamu sudah mencoba, dan menurut pendapatmu kamu tak asil, lalu kamu menyerah. Kenapa tak punya harga diri?"
"Harga diri," kata Levin yang merasa ditelanjangi kata-kata abangnya. "Tak mengerti aku. Kalau di universitas orang mengatakan padaku bahwa orang lain mengerti apa yang dinamakan kalkulasi integral, sedangkan aku tak mengerti, itu baru namanya harga diri. Sedangkan dalam ha! zemstvo, kita perlu merasa yakin dulu apakah kita punya kecakapan yang dibutuhkan untuk menangani suatu urusan, dan yang penting, urusan itu memang penting sekali."
"Lalu" Apa urusan ini tak penting?" kata Sergei Ivanovich yang merasa ditelanjangi oleh pendapat adiknya bahwa kegiatannya tak penting, dan terutama sekali ia merasa d itelanjangi karena Levin agaknya tak mendengarkan kata-katanya.
"Menurut pendapatku, itu tak penting, dan aku tak tertarik. Apa sebetulnya yang kamu kehendaki?" jawab Levin. Waktu itu ia sudah tahu bahwa yang di l ihatnya di sana adalah pengatur rumahtangga, dan pengatur rumahtangga itu agaknya baru saja membubarkan para petani pembajak. Mereka sudah membalik semua matabajaknya. "Ah, masa mereka sudah selesai memba jak?" pikirnya.
"Walaupun beg itu, cobalah dengar apa yang kukatakan in i," kata si abang sambil mengerutkan wajahnya yang tampan dan pintar. "Segala sesuatu ada batasnya. Memang baik sekali jadi orang eksentrik, jadi orang tulus dan tak suka kepalsuan, aku tahu semua itu; tapi yang kamu katakan itu tak bermakna, atau mengandung arti yang buruk sekali. Bagaimana kamu bisa menganggap tak penting bahwa rakyat yang kamu cintai, menurut kata-katamu sendiri .... "
"Tak pernah aku mengucapkan kata-kata itu," pikir Konstantin Levin.
" ... mampus tanpa pertolongan" Perempuan-perempuan kasar membiarkan anaknya mati kelaparan, dan rakyat terbenam dalam kepicikan dan jatuh dalam cengkeraman juru t u l is mana saja; dalam tanganmu ters impan alat untuk membantu rakyat, tapi kamu tak menolongnya, karena menurut pendapatmu itu tak penting."
Kemudian Sergei Ivanovicb mengajukan dilema ini: "Mungkin kamu tak berpendidikan, sehingga tak mampu melihat apa yang bisa kamu lakukan, atau mungkin kamu tak mau menggunakan kemampuanmu karena masa bodob, gi l a hormat, entablab yang mana."
Konstantin Levin merasa dirinya banya tinggal tunduk atau mengakui babwa darma baktinya pada kepentingan umum kurang. Dan ini sangat menyinggung perasaannya, dan mengecewakannya.
"Baik yang pertama maupum yang kedua," kata Levin mantap, "aku tak melibat kemungkinannya untuk. ... "
"Apa" Apa kalau kita sudah menanamkan modal dengan baik, lalu tak mungkinkah kita kasih pertolongan kedokteran?"
"Rasanya tak mungkin. Di seluruh uyezd kami yang empatribu werst persegi ini, dengan penyumbatan esnya, badai saljunya, dan waktu kerjanya, aku tak melihat kemungkinan untuk memberikan pertolongan kedokteran d i semua tempat. Dan memang aku tak percaya obat."
"Ah, ini tak adil. Bisa kuberikan padamu beribu contob. Lalu tentang sekolab bagaimana?"
"Untuk apa sekolah?"
"Apa katamu" Apa masih di manfaat pengajaran" Kalau penga jaran baik untuk kamu, ia baik juga untuk semua orang."
Konstantin Levin merasa bud i rti di rinya dipojokkan. Karena itu wajahnya jadi merah-padam, dan tanpa disadari i a pun mengemukakan alasan pokok mengapa i a bersikap masa bodoh terhadap kepentingan um um.
"Barangkali pula semua itu baik; tapi bagiku, apa gunanya susahpayab mendirikan pos pengobatan yang tak pernab kubutuhkan, dan sekolah yang tak bakal dimasuki anak-anakku, dan para petani pun tidak akan mengirimkan anak-anaknya ke sana, sedangkan aku sendiri belum merasa yakin bahwa memang perlu mengirim anak-anak itu ke sana?" katanya.
Sergei Ivanovicb sekejap merasa beran mendengar pandangan adiknya yang tak terduga itu; tapi seketika itu ia langsung menyusun rencana baru untuk menyerang.
Ia diam, menarik pancing, melontarkannya kembali, dan sambil tersenyum mengatakan kepada adiknya:
"Coba pikirkan. Pertama, pos pengobatan itu d iperlukan. Kita lihat sendiri, untuk Agafya Mikhailovna saja ki ta panggil dokter ze ." "Tapi kukira tangannya akan tetap bengkok."
"Tentang itu masih harus kita lihat. Sudah itu, petani yang melek huruf, pekerja yang melek huruf, tentunya buat kamu lebih berharga dan lebih diperlukan."
"Tidak, kamu boleh tanya pada siapa saja," jawab Konstantin Levin mantap. "Orang yang melek huruf itu adalah pekerja yang jauh lebih buruk. Jalan tak bisa diperbaiki; dan jembatan, begitu dipasang, langsung dicuri orang."
"Pokoknya," kata Sergei lvanovich sambil mengerutkan dahi karena tak senang di bantah, dan terutama bantahan yang terus-menerus beralih dari soal satu ke soal lain dan tanpa hubungan jelas yang menjurus pada kesimpulan-kesimpulan baru, sehingga sukar mengetahui mana yang barns dijawab, "pokoknya, bukan itu soalnya. Coba p . Kamu mengakui tidak bahwa pengajaran itu berfaedah untuk rakyat?"
"Mengakui," kata Levin putusasa, dan seketika itu terpikir bahwa yang dikatakan itu bukan ha! yang sedang dipikirkannya. la merasa, jika ia mengakui hal itu, kepadanya akan dibuktikan bahwa apa yang dia katakan adalah omong-kosong belaka. Bagaimana hal itu akan dibuktikan i a tak tahu, tapi ia tahu bahwa tak sangsi lagi ha! itu akan dibuktikan kepadanya secara logis, dan ia menantikan pembuktian itu.
Tapi ternyata argumentasinya jauh lebih sederhana daripada yang dinantikan Konstan t in Levin.
"Kalau kamu mengakui faedaihnya," kata Sergei lvanovich, "kamu, sebagai orang yang tulus, tak mungkin tidak mencintai dan bersimpati pada urusan itu, dan karena itu tak mungkin tidak ingin bekerja untuknya."
"Tapi aku belum mengakui urusan itu sebagai urusan yang baik," kata Konstantin Levin memerah wajahnya.
"Bagaimana" Kamu kan baru saja mengatakan .... "
"Maksudku, aku tak mengakuinya sebagai urusan yang baik atau urusan yang mungkin dilakukan."
"Itu tak bisa kamu ketahui sebelum kamu berusaha." "Ya taruhlah," kata Levin, walaupun ia samasekali tak berpendapat demik ian, "taruhlah bahwa itu memang demikian; tapi bagaimanapun aku tak melihat alasan kenapa aku harus mengurusnya." "Apa maksudmu?"
"Bukan, kalau kita memang bicara sungguh-sungguh , coba terangkan padaku dari sudut pandangan filsafat," kata Levin.
"Tak mengerti aku apa ini hubungannya dengan filsafat," kata
Sergei Ivanovich dengan nada yang menurut perasaan Levin seakan
knya tak mengakui hak ad'iknya untuk bicara tentang filsafat. Dan ini menaikkan darah Levin.
"O, ini d i a hubungannya!" kata mulai dengan bersemangat. "Menurut pendapatku, bagaimanapun, penggerak segala tindakan kita adalah kebahagiaan pribadi. Sekarang ini di lembaga zemstvo, aku sebagai seorang bangsawan samasekali tak melihat sesuatu yang sifatnya mendorong kesejahteraanku. Jalan-jalan tak lebih baik dan tak mungkin lebih baik; kuda-kudaku tetap jalan di jalanan yang buruk. Dokter dan pos pengobatan tak kubutuhkan, hakim di dunia ini tak kuperlukan; tak pemah aku membutuhkan pertolongannya, dan tak bakal membutuhkannya. Sekolah-sekolah bukan hanya tak perlu buatku, tapi bahkan merugikan, seperti sudah kukatakan tadi. Buatku, lembaga zemstvo hanya sekadar keharusan membayar delapanbelas kopek per desyatin, keharusan bepergian ke kota dan menginap untuk digigiti bangsat, dan keharusan mendengarkan segala omong-kosong dan kebrengsekan, dan itu samasekali tak menunjang kepentingan pribad iku."
"Tapi coba dengarkan," tukas Sergei Ivanovich tersenyum, "kepentingan pribadi tidak mendorong kita bekerja demi pembebasan kaum tani, namun toh kita bekerja."
"Tidak!" tukas Konstantin lebih bersemangat lagi. Pembebasan kaum tani soal lai n lagi. Di sini ada kepentingan pribadi. Yaitu keing inan untuk membuang kuk yang menindas kita sebagai orang baik-baik. Tapi tak ada artinyajadi anggota duma61 kota, memi berapa ahli emas yang diperlukan dan bagaimana mendatangkan cerobong ke kota, sedangkan aku tidak tinggal di kota; tak ada gunanya jadi hakim anggota dan mengadili petani yang mencuri ham, enam jam lamanya mendengarkan segala macam omong-kosong yang dikumandangkan para pembela dan jaksa, lalu ketua bertanya kepada si tua pandir Alyoshka: 'Apa Tuan tertuduh mengaku telah mencuri ham"' 'Ha?"'
Konstantin Levin sudah melantur dan mulai membayangkan ketua pengadilan dan si pandir Alyoshka; menurut perasaannya, semua itu penting dikemukakan.
Tapi Serg e i Ivanovich mengangkat bahu. "Lalu apa yang hendak u katakan dengan itu?"
67 Duma (Rus): Dewan Perwakil an.
"Aku cuma mau mengatakan bahwa hak-hak yang. . . yang jadi kepentinganku, akan selalu kubela dengan segenap tenaga; itu sebabnya ketika terhadap kami, mahasiswa, dilakukan penggeledahan dan suratsurat kami dibaca polis i militer, aku s i a p dengan segenap tenaga membela hak-hak itu, membela hak-hakku atas pengajaran, atas kebebasan. Aku mengerti kewajiban militer berkenaan dengan nasib anak-anakku, saudara-saudaraku, dan diriku sendiri; aku siap membicarakan apa yang ada hubungannya denganku; tapii menetapkan ke mana akan dibagibagikan uang zemstvo yangjumlahnya empatpuluh ribu, atau mengadili si pandir Alyoshka, aku tak mengerti, dan tak bisa mengerti."
Konstantin Levin bicara seakan sudah bobol bendungan katakatanya. Sergei Ivanovich tersenyum.
"Dan besok kamu sendir i akan diadili: lalu bagaimana, apa untukmu akan lebih menyenangkan kiranya. diadili pengadilan pidana yang lama itu?"
"Tak bakal aku diadili. Tak pernah aku akan menyembelih orang, dan itu tak kuperlukan. Nah!" sambungnya, dan kembali ia beralih ke soal yang samasekali tak ada hubungannya, "lembaga zemstvo kita dan semua yang lain itu mirip pohon b i r k yang kita tancapkan pada hari Tritunggal68 agar mirip hutan yang tumbuh bebas di Eropa. Karena itu tak bisa aku menyiraminya dengan hati senang, dan tak bisa aku percaya dengan pohon birk itu!"
Sergei lvanovich hanya mengangkat bahu, dan dengan gerakan itu ia ingin mengungkapkan keheranannya, lantaran pohon birk itu muncul dalam perdebatan mereka, walaupun seketika itu pula i a mengerti apa yang hendak dikemukakan adiknya dengan perumpamaan pohon birk itu.
"Coba dengar, masa bisa kita menerima jalan pikiran seperti itu," ujarnya.
Ta pi Konstantin Levin ingin membuktikan kekurangan yang memang ia akui ada padanya, dan sikap masa bodohnya pada kepentingan umum, dan ia pun melanjutkan:
"Aku pikir," kata Konstantin, "tak ada satu pun kegiatan manusia yang bisa teguh tanpa dasar kepentingan pr ibadi. Ini kebenaran umum, kebenaran filsafat," katanya, dan dengan sangat mantap ia ulang-ulang kata.filsafat itu, seakan dengan itu ia ingin menunjukkan bahwa ia pun
68 Hari Tritunggal: Salah satu hari suci dalam agama Kr isten.
berhak bicara tentang filsafat seperti halnya semua orang.
Sergei Ivanovich sekali lagi tersenyum. "Rupanya ia punya filsafat sendiri untuk membela kecenderungannya," pikirnya.
"Tapi sudahlah, tinggalkan soal filsafat itu," katanya. "Tugas terpenting filsafat sepanjang abad adalah justru untuk menemukan hubungan mutlak yang ada antara kepentingan pribadi dan kepentingan um um. Tapi itu tak kita perlukan; yang kita perlukan sekarang cuma aku perlu membetulkan perbandingan yang kamu buat tadi. Pohon birk itu bukan ditancapkan, tapi ada yang ditanam dan ada yang disebarkan, dan ia harus diurus dengan hati-hati. Rakyat yang punya masa depan, rakyat yang boleh dikatakan punya arti sejarah, hanyalah rakyat yang punya daya penciuman tajam mengenai apa yang penting dan berarti dalam lembaga-lembaga yang dipunyainya, dan memeliharanya dengan baik."
Dan Sergei Ivanovich pun mengalihkan persoalan ke bidang filsafat dan sejarah yang tak terjangkau Konstantin Levin serta menunjukkan kepada adiknya betapa keliru pandangan adiknya itu.
"Mengenai pernyataanku yang membuat kamu tak senang, maafkan aku; itu adalah sifat malas dan sok tuan kita orang Rusia, tapi aku yakin semua itu cuma sesat sementara dan akan berlalu."
Konstantin diam. Ia merasa terpukul dari segala penjuru, tapi bersamaan dengan itu ia pun merasa bahwa apa yang hendak dikatakannya belum dimengerti kakaknya. Hanya saja i a tak tahu kenapa hal itu tak dimengerti: apakah karena ia tak mampu mengemukakan dengan jelas apa yang hendak dikatakannya, ataukah karena kakaknya tak mau mengerti dan karena itu tak bisa memahami dia. Walaupun begitu ia tak mau memasuki pikiran-pikiran itu, dan tanpa mengajukan keberatan kepada kakaknya, ia pun memi hal yang lain samasekali, yaitu mengenai urusan pribadinya.
Sergei Ivanovich menggulung tali pancingnya yang terakhir, melepaskan kuda, dan mereka pun pulang.
Urusan pribadi yang memenuhi pikiran n selama ia berbicara dengan kakaknya adalah ini: tahun lalu, ketika pada suatu hari ia datang melihat orang memotong rumput dan marah kepada pengatur rumahtangga, Levin punya cara sendiri untuk menenangkan diri, yaitu mengambil sabit petani itu dan mulai menyabit sendiri.
Pekerjaan itu begitu menyenangkan hatinya, sehingga sesudah itu beberapa kali lagi ia menyabit sendiri; ia telah menyabit seluruh perumputan di depan rumah, dan tahun ini, sejak musim semi, i a sudah berencana menyabit bersama para petani beberapa hari lamanya. Semenjak abangnya datang, ia sudah menimbang-nimbang: akan menyabit atau tidak" Ia merasa enggan meninggalkan ya sendirian beberapa hari lamanya, dan i a pun takut sang abang akan menertawakan dia karena tingkahnya itu. Tapi sesudah melintasi peremputan dan teringat kesan yang diperoleh dari menyabit itu, sudah hampir pasti i a memutuskan akan ikut menyabit. Usai melakukan percakapan panas dengan ya itu, kembali i a teringat niatnya.
"Alm membutuhkan gerak fisik. Kalau tidak, otakku pasti rusak," pi ya, dan ia pun memutuskan menyabit, betapapun kikuknya nanti ia menghadapi sang kakak dan orang banyak.
Sejak sore hari Konstantin Levin sudah pergi ke kantor, mengatur pekerjaan yang akan dilakukannya dan meng irimkan orang ke kampungkampung memanggil para penyabit untuk memotong perumputan Kalinov, perumputan paling luas dan paling baik, esok harinya.
"Berikan sabitku pada Tit supaya ditajamkan dan dibawa besok; barangkali aku akan menyabit sendiri juga," katanya sambil menekan perasaan agar tak bingung.
nya:

Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pengatur rumahtangga tersenyum, katanya: "Baik, ."
Petang hari, ketika minum teh, Levin mengatakan kepada kakak"Rupanya cuaca sudah baik," katanya. "Besok aku mulai menyabit." "Aku senang pekerjaan itu," kata Sergei Ivanovich.
"Aku sendiri senang bukan main. Aku kadang memang menyabit bersama para petani, dan besok aku hendak menyabit sepanjang hari."
Sergei Ivanovich mengangkat kepala dan memandang adiknya bertanya-tanya.
"Apa maksudmu" Sama dengan petani, sepanjang hari?" "Ya, itu menyenangkan sekali," kata Levin.
"Itu baik untuk latihan badan, cuma, apa kamu tahan," kata Serge i Ivanovich tanpa maksud menertawakan.
"Sudah kucoba. Mula-mula berat, kemudian ada kemajuan. Aku pikir tak bakal ketinggalan .... "
"Begitu! Lalu, bagaimana pendapat para petani melihat itu" Tentu
mereka ketawa melihat tuannya berbuat aneh-aneh."
"Tidak, aku k ira tidak dem"ikian; tapi ini pekerjaan yang riang dan juga sukar, sehingga tak ada waktu buat memikirkannya."
"Tapi bagaimana kamu akan makan siang bersama mereka" Nanti kamu dikirimi anggur merah La:fita dan kalkun goreng; bisa kurang enak juga."
"Tidak, aku akan pulang sekali, waktu mereka istirahat." Pagi harinya, Konstantin Levin bangun lebih awal daripada biasa, tapi pekerjaan mengatur pertanian telah menghambatnya, sehingga ketika ia tiba di tempat penyabitan para penyabit sudah sampai di larik kedua.
Dari atas bukit sudah tampak olehnya di bawah bukit sana bagian perumputan yang teduh dan sudah disabit, dengan larik-larik sabitan warna kelabu dan onggokan-onggokan baju kaftan hitam yang dilepas para penyabit di awal larik pertama.
Ketika t iba di tempat itu, tampak olehnya para petani berarakarak mengayunkan sabit dengan caranya masing-masing, ada yang mengenakan baju kaftan, ada. yang hanya mengenakan kemeja. Ia menghitung mereka, jumlahnya empatpuluh dua orang.
Mereka bergerak pelan di petak perumputan yang rendah dan tak rata, tempat tanggul berada. Levin mengenali beberapa orangnya sendiri. Di situ terdapat si tua Yermil, yang mengenakan kemeja putih sangat panjang, sedang mengayunkan sabit dengan badan membungkuk; di situ pula terdapat anak muda Vaska yang pernah jadi kusir Levin dan kini tengah menempuh larik sabitannya dengan ayunan lebar. Di situ pula Tit, si paman Levin dalam urusan menyabit, seorang petani bertubuh kecil kurus berada. Tanpa membungkukkan badan ia berjalan di depan seakan bermain dengan sabitnya, menebas larik sabitannya yang lebar.
Levin turun dari kuda; sesudah diikatnya kuda di pinggir jalan, ia pun menghampiri Tit yang mengambil sabit kedua dari rumpun pohon dan menyerahkannya kepada Levin.
"Siap, Tuan; bisa dipakai; boleh dikata menyabit sendiri," kata Tit tersenyum sambil melepaskan topinya waktu menyerahkan sabit.
Levin mener ima sabit dan mulai menimbang-nimbang. Selesai dengan larik sabitan pertama, para penyabit yang berpeluh riang satu persatu naik ke jalan, dan sambil tertawa bertukar salam dengan tuannya. Mereka semua memandang wajah tuannya, tapi tak seorang pun yang mengucapkan sesuatu sampai akhirnya seorang petani tua bertubuh
tinggi, dengan wajah keriput, tan pa jenggot, dan mengenakan jaket kulit biri-biri naik ke jalan dan mengatakan kepadanya:
"Awas, Tuan, kalau sudah mulai,jangan ketinggalan!" katanya; maka terdengar oleh Levin tertahan di tengah-tengah para penyabit.
" saya coba agar tak ketinggalan," kata Levin, yang kemudian berdiri di belakang Ti t dan menanti saat dimulai.
"Awas," ulang orang tua itu.
T it mengosongkan tempat untuk Levin, dan Levin maju ke tempatnya. Rumput di situ rendah, rumput tepi jalan. Levin yang sudah lama tak menyabit (tapi tak bingung karena tatapan mata orang banyak itu) mula-mula jelek sabitannya, sekalipun ia mengayunkan sabitnya kuat-kuat. Di belakangnya terdengar suara-suara:
"Merebahkannya tak beres, pegangannya terlalu tinggi, coba lihat caranya membungkuk," kata mereka.
"Tumit mesti lebih banyak digerakkan," kata seorang lagi. "Tak apa, sudah baik, jalan juga," sambung si orang tua. "Lihat itu, jalan .... Kalau terlalu lebar lariknya, memang kacau .... Kan buat punya sendiri mesti berusaha" Ha, coba lihat, itu rapi! Karena kerja ini, dulu kawan kita kena."
Rumput makin lunak; Levin mendengar kata-kata itu, tapi ia tak memedulikannya; ia hanya mencoba menyabit sebaik-baiknya, mengikuti Tit. Sudah sekitar seratus langkah mereka tempuh. Tit terus berjalan tanpa henti dan tak menunjukkan sedikit pun tanda-tanda Ielah; tapi Levin sudah merasa amat Ielah sampai tak sanggup Iagi bertahan: i a begitu Ielah.
Ia merasa sudah dengan tenaga terakhir mengayunkan tangan, dan sudah memutuskan minta kepada Tit agar berhenti. Tapi waktu itu pula Tit sendiri berhenti, membungkuk mengambil rumput, menggosok sabitnya dan mulai menajamkannya. Levin menegakkan badan, menarik napas, dan menoleh. Di belakangnya menyabit seorang petani yang agaknyajuga sudah lelah, karena waktu itu, sebelum mendekati Levin, ia berhenti dan mulai menajamkan sabitnya. Tit sudah selesai menajamkan sabitnya sendiri dan sabit Levin, dan mereka pun mulai kerja lagi.
Tahap kedua ini sama dengan yang pertama. Tit terus berjalan, mengayunkan sabit ayun demi ayun tanpa berhenti dan tak kenal lelah. Levin mengikut inya dan berusaha tak ketinggalan, tapi ia merasa makin lama makin berat: t ibalah saat ketika ia merasa tak ada lagi tenaga dalam tubuhnya, tapi waktu itu pula T it kembali berhen t i menajamkan
sabitnya. Demikianlah mereka melewati larik pertama. Larik sabitan yang panjang itu terasa sangat berat buat Levin, tapi ketika ujung larik sudah tercapai, Tit sambil memanggul sabitnya mulai berbalik menginjak bekas
injakan tumit sepatunya di atas larik sabitan itu dengan langkah pelan, maka Levin pun berbuat demikian juga di atas larik sabitannya. Walaupun peluh di wajahnya bercucuran seperti kerikil dan menetesnetes dar i hidungnya, dan seluruh punggung basah seperti dicelupkan ke dalam air, ia merasa sangat senang. Yang sangat menggembirakannya, sekarang ia tahu bahwa dirinya bisa bertahan.
Kegembiraannya itu hanya dikurangi oleh kurang rapinya larik sabitan yang ia buat. "Akan kukurangi ayunan tanganku, dan lebih banyak menggunakan ayunan badan," pikirnya membandingkan larik sabitan Tit yang lurus sepert i henang dengan larik sabitannya sendir i yang berkelok-kelok dan tak rata sisinya.
Pada larik pertama, menurut penglihatan Levin, Tit berjalan cepat sekali, agaknya bermaksud mencoba tuannya, dan larik itu kebetulan panjang. Larik-Iarik berikutnya sudah lebih ringan. Walaupun demikian Levin harus mengerahkan seluruh tenaganya agar tak ketinggalan dar i para petani itu.
Tak ada yang dipikirkannya, tak ada yang diharapkannya, selain tak tertinggal dari para petani, dan bekerja dengan sebaik-baiknya. Yang terdengar olehnya hanya desir sabit. Dan yang terlihat hanya sosok Tit yang tegak dan makin menjauh di depannya, juga larik sabitan yang melingkar setengah lingkaran, rumput dengan pucuk bunga yang mencondong pelan dan berombak di dekat mata sabitnya, dan akhirnya ujung larik sabitan di hadapamnya, yang berarti sebentar lagi sudah waktunya beristirahat.
Tanpa diketahuinya apa itu, dan dari mana datangnya, di tengahtengah kerja itu tiba-tiba ia beroleh perasaan sejuk yang menyenangkan pada bahunya yang berpeluh. Ketika sabit sedang diasah, ia pun meninjau langit. Segumpal awan yang berat rendah melayang turun, dan hujan deras pun turun. Sebagian petani pergi mengambil baju kaftan dan mengenakannya, yang lain, seperti juga Levin, hanya mengangkat bahu dengan riang karena mendapat kesegaran yang menyenangkan itu.
Berlarik-larik sabitan mereka tempuh lagi, melewati larik-larik panjang dan pendek, dengan. rumput baik maupun buruk. Levin samasekali sudah kehilangan rasa waktu, dan samasekali tak tahu apakah
hari masih pagi atau sudah sore. Di tengah kerja itu terjadi perubahan yang memberinya kenikmatan yang luarbiasa besarnya. D i tengah-tengah kerja, datang saat-saat i a lupa akan apa yang sedang dilakukannya, dan perasaannya jad i enteng waktu itu, dan saat-saat itulah larik sabitannya te ta hampir sama rata dan sama baiknya dengan larik sabitan Tit. Tapi begitu ia teringat akan apa yang tengah dilakukannya dan mulai berusaha lebih baik lagi, saat itu pula dirasakannya betapa berat pekerjaan itu, dan larik sabitannya pun jadi buruk.
satu larik sabitan lagi terselesaikan, kembali ia ingin berjalan balik, tapi waktu itu Tit berhenti. Seorang petani menghampiri orang tua itu dan mengatakan sesuatu kepadanya dengan suara lirih. Berdua mereka memandang matahari. "Tentang apa mereka bicara, dan kenapa i a tak jalan balik?" pikir Levin yang samasekali tak menduga bahwa para petani sudah sekitar empat jam menyabit tanpa henti, dan sudah waktunya mereka makan pagi.
"Makan pagi, Tuan," kata si orang tua. "Apa sudah waktunya" Baiklah."
Levin menyerahkan sabit kepada T it, kemudi an pergi ke tempat kudanya bersama para petani yang pergi ke tumpukan baju kaftan mereka untuk mengambil roti, melew a t i larik-larik sabitan panjang yang sudah terpotong yang kini agak basah karena hujan. Baru waktu itulah i a tahu bahwa nya tak memperhitungkan perubahan cuaca, dan sekarang hujan telah membasahi basil sabitannya.
"Bisa rusak rumput ini," katanya.
"Tak apa, Tuan, kita sabit hujan, kita garu cuaca!" kata si orang tua. Levin melepaskan ikatan kudanya dan pulang untuk minum kopi. Sergei Ivanovich baru saja bangun dari tidur. Setelah minum kopi, kembali Levin pergi ke tempat penyabitan sebelum Sergei Ivanovich sempat berpakaian dan masuk ke kamar makan.
Sesudah makan pagi, Levin sudah tak mendapat tempat di larik sabitan yang tadi, melainkan di antara orang tua pelawak yang mengajaknya berdampingan dan seorang pemuda yang baru kawin di musim gugur dan baru di musim panas itu ikut menyabit.
Orang tua itu, dengan tubuh tegak berjalan di depan, melangkahkan kakinya yang pengkar dengan tera;tur dan lebar, dan dengan gerak
am at teratur ia membuat larik sabitan yang rata dan tinggi; agaknya gerak itu tak menuntut tenaga lebih Di ng Levin berjalan pemuda Mishka. W a jahnya yang tampan kekanakan, dengan rambut terikat pilinan rumput, tampak memperlihatkan ia sedang mengerahkan segenap tenaga; tapi kalau orang memandangnya dengan cermat, anak muda itu juga tersenyum. Ia agaknya pilih mat i daripada mengaku bahwa pekerjaan itu berat baginya.
Levin berjalan di antara kedua orang itu. Sewaktu pekerjaan sedang hebat-hebatnya, menyabit dirasakan Levin tak begitu berat. Peluh yang membasahi tubuh menyegarkannya, sedangkan matahari yang memanggang punggung, kepala, dan tangannya yang tertutup lengan baju yang di singsingkan sampai ke siku memberinya keteguhan dan kesungguhan kerja; dan makin seringlah datang kepadanya saat-saat lenyap kesadaran, ketika ia larut dalam pekerjaannya. Sabit-menyabit dengan sendirinya. Itulah saat-saat yang membahagiakan. Tapi yang lebih menggembirakan lagi adalah ini: ketika sudah dekat ke sungai tempat berakhirnya larik-larik sabitan, orang tua itu menggosok sabitnya dengan rumput yang lebat basah, mengusap-usap bajanya dengan air sungai yang segar, lalu menc idukkan wadah air dan menyuguhkannya kepada Levin.
"Silakan, i n i minuman saya! Bagaimana, enak?" katanya sambil mengejapkan mata.
Dan memang benar, belum pernah Levin meneguk minuman yang sebanding dengan air hangat itu, dengan daun-daun mengambang di atasnya dan dengan rasa karat dari kaleng wadah air. Dan tepat sesudah itu menyusul acara jalan santai yang menyenangkan sambil memegang sabit, ketika peluh yang meleleh b i s a dihapus, udara bisa dihirup sepuaspuasnya, dan iringan panjang para penyabit serta segala yang terjadi di sekitar, di hutan, dan di ladang bisa di amati.
Makin lama menyabit, makin sering Levin merasakan saat-saat lenyap diri, ketika bukan lagi tangannya yang mengayunkan sabit, tapi sabit itu sendiri yang menggerakkan tubuhnya yang sangat sadar akan dirinya dan penuh dengan daya h idup; dan seakan dengan a jaib dan samasekali tanpa pikiran t g menyabit, hasil yang lurus dan saksama itu berlangsung dengan sendirinya. Itulah saat-saat yang
menyenangkan. Yang berat hanyalah sewaktu i a harus menghentikan gerakan yang sudah berjalan tanpa kesadaran itu, dan mengingat kapan harus menyabit bukit kecil d i tengah rawa, atau menyabit kerokot yang belum dicabut. Tapi orang tua itu sanggup melakukan semua itu dengan ringan. sampa i di bukit kecil itu ia mengubah gerakannya, yakni menebasnya dari kedua sisi dengan sapuan-sapuan pendek pangkal atau ujung sabit. Dan sambil melakukan itu ia terus melihat dan mengamati apa yang ada di hadapannya; kadang ia memetik buah kochetok dan melahapnya atau menawarkannya kepada Levin, kadang membuang ranting kayu dengan ujung sabit, kadang memeriksa sarang b g puyuh yang tepat berada di bawah sabitnya, yang baru saja ditinggal terbang oleh betinanya, dan kadang pula ia menangkap ular berbisa yang kepergok dan ditunjukkannya ular itu kepada Levin sesudah diangkat dengan sabit seolah garpu, lalu dibuangnya.
Baik untuk Levin maupun an.ak muda di belakangnya, perubahan gerak itu terasa sukar. Sehabis melakukan satu gerakan yang membutuhkan pengerahan tenaga, mereka berdua lantas terdorong oleh nafsu, dan tak kuasa lagi mengubah gerakan mereka, padahal mereka juga harus mengamati apa yang ada di depan.
Levin tak merasa berlalu. Sekiranya orang b ya sudah berapa lama ia menyabit, ia mungkin saja menjawab setengah jam, padahal waktu itu sudah saatnya makan siang. Ketika tiba waktunya menyabit ke arah yang berlawanan, orang tua itu minta Levin memerhatikan anak-anak perempuan dan laki-laki, yang ketika itu berjalan mendatangi para penyabit, tapi hampir tak tampak karena terhalang rumput tinggi di tengah jalan; mereka membawa bungkusan roti dan buyung isi kvas bertutupkan kain.
"Coba lihat, serangga-serangga sudah menjalar!" katanya sambil menunjuk anak-anak itu, lalu meninjau matahari lewat telapak tangannya.
Dua larik Iagi dilalui, dan orang tua itu pun berhenti. "Yah, Tuan, makan siang!" katanya mantap. Sampai di sunga i para penyabit pun memintasi lar ik-Iarik sabitan menuju ke tempat menumpuknya baju kaftan, di mana anak-anak pembawa m siang sudah duduk menanti. Para petani berkumpul, yang jauh di bawah gerobak, yang dekat di bawah rumpun pohon liu yang sudah dialasi rumput. Levin ikut duduk dengan mereka; tak ingin i a pergi dari situ.
Rasa malu para petani kepada tuannya sudah lama hilang. Mereka bersiap makan siang. Ada yang membasuh badan, anak-anak muda mandi di sungai, yang lain menyiapkan tempat istirahat, kantongkantong roti d ibuka dan buyung-buyung isi kvas dicabut tutupnya. Orang tua itu mengiris-iris roti di mangkuk, melunakkannya dengan gagang sendok, menuanginya dengan air dari wadahnya, lalu meng iris roti lagi, dan sesudah menaburinya dengan garam ia menghadap ke timur untuk berdoa.
"Mari, Tuan, makan turka," katanya sambil berjongkok di depan mangkuknya.
Turka memang enak, sehingga Levin tak jadi pulang makan siang. Ia makan siang dengan orang tua itu dan bercakap-cakap tentang soalsoal pertanian, dan dalam percakapan itu ia ambil bagian yang lebih
f. Ia sampaikan kepada orang tua itu soal-soal yang dihadapinya dan semua keadaan yang mungkin menarik hati orang tua itu. Dan ia merasa dirinya jadi lebih dekat dengan orang tua itu daripada dengan kakaknya sendiri, dan tanpa disadar inya ia pun tersenyum karena rasa sayang kepada orang tua itu. orang tua itu kembali berdiri, berdoa, dan kemudi an membaringkan badan di bawah semak berbantalkan rumput, Levin pun berbuat demikian pula. Sekalipun lalat dan serangga lain yang lengket menggelitik wajah dan tubuhnya yang berpeluh, seketika itu pula Levin jatuh tertidur, dan i a baru bangun ketika matahari sudah turun ke sebelah sana semak dan mulai menyorot tubuhnya. Orang tua itu sudah lama bangun dan sudah duduk sambil mengasah sabit anak-anak muda.
Levin menoleh ke sekitar dan takmengenali lagi tern pat itu: semuanya sudah demikian berubah. Pe putan yang amat luas sudah tersabit, dan perumputan itu bersinar dengan rona baru yang lain daripada yang lain, dengan larik-larik sabitan yang kini sudah tercium baunya, di bawah cahaya matahari sore yang mencondong turun. Semak-semak yang sudah ditebas di tepi kali, lalu kali itu sendiri, yang tadinya tak terlihat tapi sekarang berkilauan dengan warna perak-kelabu berkelok-kelok, lalu orang banyak yang te rus bergerak mendaki, lalu burung-burung elang yang berputar-putar di atas perumputan yang sudah gundul-semua itu kini jadi baru samasekali. Tersadar oleh semua itu, mulailah Levin membayangkan betapa luas rumput yang telah disabit, dan betapa lebih luas lagi yang masih bisa disabitt kini.
Banyak sekali yang telah dikerjakan empatpuluh dua orang itu.
Selurnh pernmputan Iuas yang d isabit dua hari lamanya dengan tenaga korve tigapuluh sabit sudah selesai dikerjakan. Yang belum tersabit tinggal sudut-sudutnya, dengan larik-larik sabitan yang pendek. Levin i ngin menyabit sebanyak-banyaknya hari itu, hanya sayang matahari demikian cepat turnn. la samasekali tak merasa lelah; yang diinginkannya hanyalah selekas-lekasnya dan :sebanyak-banyaknya menyele:saikan pekerjaan.
"Bagaimana pendapatmu, bisa kita sabit terns bukit Mashkin Verkh?" katanya kepada orang tua itu.
"Mudah-mudahan bisa, tapi matahari sudah tak tinggi lagi. Apa anak-anak akan diberi wodka?"
Ketika orang-orang sedang makan penganan dan para perokok mulai merokok, orang tua itu mengumumkan kepada para pemuda bahwa: "Kalau mampu menyabit Mashkin Verkh akan dapat wodka."
"Ah, apa sanggup" Ayo, Tit! Kita potong cepat! Malam hari nanti kamu makan kenyang. Ayo!" terdengar berbagai suara; selesai makan roti para penyabit pun turnn kerja lagi.
"Ayo, anak-anak, kita kerjakan!" kata Tit; ia pun bergerak maju seperti kuda menderap.
"J alan, ya,jalan terns!" kata si orang tua yang berjalan di belakangnya dan dengan mudah mengejarnya. "Alm potong ini! Awas!"
Anak muda dan orang tua itu pun terns menyabit seakan berlomba. Tapi bagaimanapun mereka bergegas, mereka tak merusak rumput, dan larik-larik sabitan bisa tersusun bersih dan saksama. Petak kecil yang masih tinggal di sudut, dalam waktu lima menit sudah tersabit. Ketika para penyabit terakhir mencapai u jung larik, para penyabit di depan sudah mengambil baju kaftan dan menyampirkannya ke bahu, lalu menyeberangjalan menuju ke Mashkin Verkh.
Matahari sudah turun menghampiri pepohonan, dan ketika mereka memasuki jurang yang dalam di hutan Mashkin Verkh, mereka diiringi derak-derak bunyi kotak-kotak batu asah. Rumput sampai setinggi pinggang di tengah ngarai, rumput yang lembut, lunak, dan di sana-sini di tengah hutan diselang-seling bunga Ivan-dan-Maria.
Sesudah berunding sebentar tentang cara menyabit, yaitu membujur atau melintang, Prokhor Yermilin, penyabit yang juga terkenal dan petani yang t kehitam-hitaman dan uh amat besar berjalan di depan. la telah menyelesaikan satu larik, kemudian berbalik dan mulai lagi, dan semua orang mengejarnya turun ke bawah dan naik bukit di tepian hutan paling ujung. Matabari telab turnn di sebelab sana hutan. Embun sudah turnn dan hanya para penyabit yang ada di atas bukit saja yang terkena sinar matabari, sedangkan di bagian bawah yang berselimutkan kabut dan di sebelab sana, para penyabit berjalan dalam bayangan yang segar berembun. Pekerjaan terns berjalan.
Rumput yang telab dipotong dengan bunyi mengandung a ir dan semerbak baunya seperti berbumbu kini tergolek dalam larik-larik yang tinggi. Para penyabit berdesak-desakan dalam larik-larik sabitan yang sempit, berkejar-kejaran segala penjurn rtai bunyi kotak-kotak batu asah yang riuh-rendab; suasana amat ribut karena bunyi sabit yang berbenturan, desir batu asah pada sabit yang sedang diasab, dan teriakan-teriakan gembira para penyabit.
Levin masih terus berjalan di antara anak muda dan orang tua itu. Orang tua yang mengenakan jaket kulit biri-biri masih terns gembira, lucu, dan bergerak bebas. Di tengab hutan itu tak henti-hentinya orang menemukan jamur pobon birk yang mekar di tengab-tengab rumput yang sarat air dan kena tebas sabit. Menemukan jamur, orang tua itu tiap kali membungkukkan badan, memungut dan memasukkannya ke dalam kemejanya. "Buat menjamu si nenek nanti."
Betapapun mudah menyabit rnmput yang basah dan lemab, sukar juga menurnni dan mendaki lereng jurang yang terjal. Tapi bagi s i orang tua, semua itu samasekali tak mengganggu. Sambil terns mengayunkan sabit, dengan bersepatu besar dari kulit kayu, dengan langkah pendek dan mantap, ia pelan-pelan terus mendaki tebing. Walaupun selurnh tubuhnya bergoyang dan celananya sampai kedodoran di bawah keme janya, tak selembar rumput pun dan tak satu jamur pun lolos darinya, dan bersamaan dengan itu i a masih sanggup berkelakar dengan para petani dan n. Levin, yang berjalan di belakang orang tua itu, sering berpikir babwa sebentar lagi orang tua itu akan jatuh akibat menaiki bukit yang demikian terjal dengan membawa sabit, karena tanpa sabit pun sudah sukar bukit itu didaki; tapi ia mendaki juga, dan masih sanggup melakukan apa yang barns dilakukan. n merasa, kekuatan luarlab yang menggerakkannya.
Masbkin Verkh berhasil juga di sabit, larik-larik sabitan terakhir selesai dikerjakan, orang-orang mengenakan baju kaftannya dan dengan riang berangkat pulang. Levin menaiki kudanya, lalu pulang, sesudah dengan rasa haru berpisah dengan para petani. Dari puncak bukit ia menoleh; mereka tak terlihat karena berada di tengah kabut yang nail< dari jurang; hanya terdengar suara-suara kasar riang, ketawa terbahak dan bunyi sabit berbenturan.
Sergei lvanovich sudah lama selesai makan siang. la tengah minum air limun dengan es di kamarnya sambil melihat-lihat koran dan majalah yang baru saja diterimanya dari pos Levin menyerbu ke dalam kamar sambil bicara riang, dengan rambut kusut melekat ke dahi karena keringat, dengan punggung dan dada basah menghitam.
"Seluruh perumputan habis dil"Ya Tuhan, mirip apa kamu ini!" kata Sergei Ivanovich yang dengan rasa tak puas memandang adiknya. "Pintu itu, pin tu itu, tutup!" serunya. "Sebentar lagi sepuluh ekor bisa masuk. n
Sergei Ivanovich tak tahan la lat; membuka jendela kamar pun hanya ia lakukan d i malam hari, dan semua pintu ditutupnya bai k-baik.
"Untung seekor pun tak masuk. Tapi kalau masuk, akan kutangkap nanti. Kamu barangkali tak percaya, bukan main nikmatnya. Lalu bagaimana kamu menghabiskan waktu hari ini?"
"Baik-bail< saja. Tapi apa betul sepanjang hari kamu menyabit" Alm kamu pasti kelaparan sekarang. Kuzma sudah menyiapkan semuanya untukmu."
"Ah tidak, makanjuga tidak ingin rasanya. Di sana aku sudah makan. Sebentar lagi aku mandi."
"Ya, pergi sana, pergi sana, sebentar lagi aku datang ke tempatmu," kata Sergei Ivanovich sambil menggelengkan kepala memandang adiknya. "Pergi sana cepat," tambahnya sambil tersenyum, dan sesudah ia kumpulkan buku-bukunya ia pun bersiap pergi. Tiba-tiba ia sendiri merasa gembira dan tak ingin rasanya berpisah dengan adiknya. "Lalu ketika hujan tadi di mana kamu?"
"Hujan apa" Cuma ger imis sedikit. Sebentar aku datang. Jadi, cukup baik kamu menghabiskan waktu" Itu bagus sekali." Dan pergilah Levin berpakaian.
Lima menit kemudian kakak-beradik itu ke kamar makan. Meski Levin tak bernafsu makan, duduk juga ia menghadapi sajian makan siang agar tak menyinggung perasaan Kuzma, tapi ketika ia mulai
makan, ternyata makanan itu terasa enak sekali di lidahnya. Sambil tersenyum Sergei Ivanovich memandang adiknya.
"O, ya, ada surat untukmUJ," katanya. "Kuzma, coba bawa ke sini, dari bawah. Danjangan lupa turup pi ntu."
Surat itu dari Oblonski i. Levin membacanya keras-keras. Oblonskii menulis dari Petersburg. "Aku terima surat dari Dolly; dia ada di Yergushovo, dan rupanya belum juga beres keadaannya. Temuilah dia, bantu dia dengan nasihat, kamu tahu urusan semua itu. la tentu senang sekali bertemu kamu. Dia sendirian, anak malang itu. Mertua perempuanku, bersama yang lai n-lain, masih di luar negeri."
"Bagus sekali! Aku tentu akan mengunjungi mereka. "Atau, bagaimana kalau kita pergi sama-sama" Dia perempuan yang baik sekali. Betul tidak?"
"Apa rumahnya takjauh dari sini?"
"Kira-kira tigapuluh werst. Barangkali juga empatpuluh. Tapi jalannya besar. Kita bisa cepat sampai ke sana."
"Bolehlah," kata Sergei Ivanovich tersenyum. Melihat adiknya, Sergei Ivanovich langsung gembira. "Bukan main selera makanmu!" katanya sambil memandang wajah dan leher adiknya yang berwarna coklat kelabu dan merah terbakar menunduk menghadapi pi ring.
"Bukan main! Kamu barangkali tak percaya, ini latihan yang bermanfaat buat melawan segala yang buruk. Aku i ngin memperkaya dunia kedokteran dengan istilah: Arbeitscur.69
"Tapi untuk kamu agaknya tak perlu."
"Ya, ta pi untuk orang menderita berbagai penyakit saraf perlu." "Ya, itu harus dicoba dulu. Padahal tadi aku mau datang ke tempat penyabitan untuk melihat kamu, tapi panasnya tak tertahankan, sampai tak lebih jauh daripada hutan aku berjalan. Aku duduk sebentar, lalu lewat hutan berjalan ke kampung, dan di sana bertemu dengan ibu susuanmu; aku tanya dia tentang pandangan para petani terhadapmu. Sepanjang pengetahuanku, mereka tak setuju. Dia bilang: 'Itu bukan urusan Tuan-tuan.' Pokoknya,. menurut pendapatku, dalam pik iran rakyat sudah mantap sekali rumusan tentang apa yang mereka namakan kegiatan 'tuan-tuan', yangjuga sudah dikenal orang itu. Dan mereka tak suka tuan-tuan itu keluar dari kerangka yang sudah t dalam
69 Arbeitscur (Jr): Terapi kerja.
benak mereka." "Barangkali juga; tapi ini merupakan kenikmatan yang tak pernah kualami dalam hidup. Dan lagi di sini tak ada jeleknya samasekali. Betul, kan?" jawab Levin. "Apa yang harus kita lakukan kalau mereka tak senang" Tapi, yah, aku pikir ini tak apa-apa. Aa?"
"Pokoknya," sambung Sergei lvanovich, "menurut penglihatanku, kamu puas dengan acaramu hari ini."
"Puas sekali. Kami berhasil menyabit seluruh perumputan. Dan dengan orang tua macam apa pula aku telah bersahabat di sana! Kamu tak mungkin bisa membayangkan, bukan main menariknya."
"Ya, kamu memang puas dengan acara hari ini. Aku juga. Pertama, aku sudah bisa menyelesaikan dua problem catur, dan yang satu problem yang baik sekali-dibuka dengan pion. Nanti kutunjukkan. Kemudian, aku pikirkan percakapan kita kemarin."
"Apa"Tentangpercakapankemarin ?"kata Levinsambil memicingkan mata dengan nikmat dan menguap, sesudah menyelesaikan makan siang dan samasekali tak berdaya mengingat macam percakapan kemarin.
"Aku akui, kamu benar juga sebagian. Perbedaan antara kita adalah karena kamu menganggap kepentingan pribadi sebagai penggerak, sedangkan menurut pendapatku kepentingan umum harus jadi pendorong semua orang yang punya pendidikan tertentu. Barangkali juga kamu benar, lebih baik lagi adalah kegiatan yang mengandung kepentingan material. Sesungguhnya kamu i ni makhluk yang terlalu prime-sautiere70 kata orang Francis; kamu menghendaki kegiatan yang pen uh gairah dan energik, atau tidak samasekali."
Levin mendeng kata-kata ya, tapi ia samasekali tak mengerti apa yang diucapkannya, dan memang tak ingin pula mengerti. Ia hanya takut ya akan mengajukan pertanyaan, dan dari situ akan kelihatan bahwa ia samasekali tak mendengarkan kakaknya.
"Jadi begitulah, Kawan," kata Sergei Ivanovich sambil menepuk babu Levin.
"Itu dengan sendir inya. Lalu apa urusannya! Aku pun tak bersikeras," jawab Levin dengan senyum kekanakan bernada bersalah. "Apa yang baru saja kukatakan?" pikirnya. "Ya, tentu saja, aku benar, dan d i a pun benar, nah, bagus sekali akhirnya. Hanya, sekarang ini aku perlu ke kantor untuk memberikan perintah-perintah." Ia pun berdiri sambil
70 Prime"sautiere (Pr): lmpulsif.
meregangkan badan dan tersenyum. Sergei Ivanovich tersenyum pula.
"Kalau mau, kita pergi sama-sama," katanya, karena tak ingin berpisah dengan adiknya yang segar dan tegar. "Mari ke kantormu kalau memang diperlukan."
"Astaga!" pekik Levin begitu keras sampai Sergei lvanovich ketakutan.
"Ada apa, ada apa kamu ini?"
"Bagaimana tangan Agafya Mikhailovna?" kata Levin sambil memukul kepalanya sendiri. "Aku benar-benar lupa dia."
"Sudah jauh lebih baik."
"Tapi, bagaimanapun, aku harus lihat dia sekarang. Aku pasti sudah kembali sebelum kamu sempat pakai topi."
Dan sepert i otka7' ia pun berlari menuruni tangga yang berderakderak bunyinya terkena sol sepatu.
VII Stepan Arkadyich tiba di Petersburg untuk melaksanakan kewajiban yang paling perlu, paling wajar, dan dikenal semua pegawai, sekalipun tak dimengerti orang yang bukan pegawai, dan tanpa kewajiban itu ia memang tak mungkin berdinas, yaitu kewajiban melaporkan diri di kementerian. Dan sesudah melaksanakan kewajiban itu, dengan membawa hampi r semua uang dari rumah, ia habiskan waktunya di pacuan kuda dan di bungalo dengan riang gembira, sementara Dolly dan anak-anaknya pindah ke desa untuk sedapat mungkin mengurangi pengeluaran. la pindah ke desa Yergushovo yang merupakan hadiah perkawinannya, yaitu desa tempat hutan yang dijual itu, yang letaknya sekitar limapuluh werst dari desa Levin, Pokrovskoye.
D i Yergushovo, rumah besar yang tua sudah lama rusak, sedangkan pesanggrahan sempat dirombak dan diperluas Pangeran. Pesanggrahan itu, sekitar duapuluh tahun yang lalu, ketika Dolly masih kanak-kanak, memang lapang dan enak diitempati, walaupun seperti semua pesanggrahan, sisinya menghadap ke jalan, ke luar, ke arah selatan. Tapi sekarang, pesanggrahan itu sudah tua dan lapuk. Pada musim semi, ketika Stepan Arkadyich pergi ke sana untuk menjual hutan, Dolly
71 tka (Rus): Giring-giring mainan bayi.
memintanya untuk melihat-lihat pesanggrahan itu dan menyuruhnya memperbaiki mana-mana yang perlu diperbaik i. Sebagaimana semua suami yang merasa bersalah dan sangat memerhatikan kesenangan sang istri, Stepan Arkadyich memeriksa sendiri rumah itu dan mengatur semua yang menurut pendapatnya diperlukan. Menurut pendapatnya, semua meja-kursi harus diganti bekledingnya dengan kain kreton, kain gorden dipasang, kebun dibersihkan, jembatan kecil dekat kolam dibuat, dan bunga-bungaan ditanam; tapi ia lupa banyak hal yang diperlukan, yang kemudian sangat menggusarkan Darya Aleksandrovna.
Stepan Arkadyich sudah berusaha keras menjadi ayah dan suami yang p enuh perhatian, tapi sayang, ia tak selalu ingat bahwa i a punya istri dan anak-anak. Yang ada padanya adalah selera orang bujangan, dan memang orang-orang bujangan itulah yang terbayang olehnya. Ketika kembali ke Moskwa, dengan bangga ia menyatakan kepada sang istri bahwa semuanya telah siap, rumah akan jadi sebangsa mainan, dan dengan bergairah ia menyarankan istrinya untuk ke sana. Kepergian istrinya ke desa, bagi Stepan Arkadyich, sangat menyenangkan dalam segala hal, ka re na bagi anak-anak lebi h sehat, pengeluaran lebih sedikit, dan d i a pun bisa lebih bebas. Darya Alesandrovna sendiri menganggap kepi ndahannya ke desa selama musim panas perlu untuk anak-anak, terutama untuk anak perempuannya yang tak juga sembuh sesudah terkena demam campak, namun a ya perpindahan itu pun untuk melepaskan diri dari hal-hal sepeJ.e yang merendahkannya, dari utangutang kecil kepada tukang kebum, tukang ikan, tukang sepatu, yang menyiksanya. Lebih daripada itu, perpindahan ke desa menyenangkannya juga, karena ia ingin menarik adiknya Kitty untuk tinggal bersama di desa, dan kebetulan adiknya sudah. kembali dari luar negeri pertengahan musim panas, dan ia mendapat resep untuk acara mandi-mandi. Kitty menulis dari sumber air bahwa tak ada yang lebih memikat hatinya daripada menghabiskan musim panas bersama Dolly di Yergushovo yang penuh kenangan masa kecil bagi mereka berdua.
Saat pertama tinggal di desa dirasakan Dolly berat se ka li. Ia memang tinggal d i desa semasa kecil, dan ia masih menyimpan kesan bahwa desa adalah tempat untuk menyelamatkan diri dari segala hal yang tak menyenangkan di kota, dan walaupun kehidupan di situ tak indah (tentang ini Dolly bisa dengan mudah menerimanya) kehidupan itu murah ongkosnya dan enak: semua ada, semua murah, semua bisa dicari, dan untuk anak-anak pun menyenangkan. Tapi sekarang,
ia datang ke desa sebagai nyonya rumab, ia melibat semua itu samasekali tak seperti dibayangkannya.
Hari kedua sesudab kedatangannya, bujan deras turun, dan malam bari lorong rumab dan kamar anak-anak bocor, sebingga ranjangranjang barns dipindabkan ke kamar tamu. Juru masak tak ada. Dari sembilan ekor sapi yang ada, temyata menurut pengurus temak, ada yang masib kecil, ada yang akan beranak, yang ketiga sudab tua, dan seterusnya; mentega tak cukup, susu tak cukup sekalipun banya untuk anak-anak. Telur pun tak ada. Ayam betina tak bisa diperoleb; yang dipanggang atau dimasak banya ayam jago sudab tua yang berwama lila dan berotot. Tenaga perempuan untuk mengepel lantai tak diperoleh, karena semua pergi memanen kentang. Jalan-jalan dengan kereta tak bisa, karena seekor kudanya mogok, dan kemudian mematabkan boom kereta. Mau mandi di sungai pun tak ada tempat, karena selurub tepi sungai diinjak-injak ternak dan terbuka mengbadap jalan; babkan jalanjalan biasa pun tak bisa, karena temak masuk taman lewat pagar yang rusak, dan ada seeker sapi jantan yang suka menggeram, dan karena itu tentu suka menanduk. Lemari untuk pakaian tak ada. Kamar tidur tak bisa ditutup sebingga tetap tterbuka dan terlihat kalau orang lewat di dekatnya. Kendi! dan kuali tak ada; periuk untuk tukang cuci dan babkan papan setrikaan untuk kamar pembantu tak ada.
Pertamakalimengbadapisemuabalaitu,yangmenurutpandangannya mengerikan, dan mengbadapi hal-hal yang bertolak-belakang dengan ketenangan dan istirabat itu, Darya Aleksandrovna merasa putusasa; ia telab berusaba keras dengan segenap tenaga, ia merasakan buntunya keadaan, dan tiap menit i a menaban jatubnya airmata yang terus menggenang. Pengatur rumabtangga, bekas sersan mayor kavaleri yang sangat disenangi Stepan Arkadyicb dan telab diangkat Stepan Arkadyicb di antara para portir, berkat sosoknya yang tampan dan sikapnya yang sopan, samasekali tak ikut campur-tangan mengatasi bala yang menimpa Darya Aleksandrovna dan hanya mengatakan: "Ini sulit sekali, orangorang begitu brengsek," dan samasekali tak membantu.
Keadaan waktu itu sepe sudab buntu. Tapi di rumab keluarga Oblonskii, sepert i di semua rum ab keluarga lainnya, ada satu orang yang paling penting dan bermanfaat, meskipun tak kentara, yaitu Matryona Filimonovna. Perempuan ini lah yang menenangkan nyonya rumab, meyakinkannya babwa semuanya n (ini memang kata-kata dia, yang dipungutnya Matvei), dan tanpa tergesa dan tanpa emosi perempuan itu bertindak.
Ia segera mendatangi istri pengatur rumahtangga, dan hari itu pula ia minum teh bersama dia beserta suami nya di bawah pohon akasia, membicarakan semua persoalan itu. Tak lama kemudian terbentuk klub Matryona Filimonovna, dan berkat klub yang terdiri istri pengatur rumahtangga, lurah dan pengurus kantor, mulailah sedikit demi sedikit kesulitan itu diselesaikan, dan satu minggu kemudian semuanya memang sudah beres. Atap telah diperbaiki, juru masak telah didapat, yaitu ibu baptis lurah, ayam betina di beli, sapi-sapi mulai memberikan susu, kebun telah dipagar dengan bilah-bilah k.ayu, lapangan skats dibangun tukang kayu, lemari pakaian dibuat, pintu kamar tidur diperbaiki, dan papan setrikaan yang dilapisi terpal militer dibuat dari tanganan kursi besar meja laci, sehingga di dalam kamar bujang mulai tercium bau setrikaan.
"Nah! Padahal tadinya semua sudah putusasa," kata Matryona Filirnonovna sambil rnenunjuk papan setrikaan.
Bahkan telah dibuat juga tempat mandi dari tebeng jerami. Lilie mulai mandi, dan terpenuhilah barapan Darya Aleksandr untuk memperoleh kehidupan desa yang nyaman, walaupun hanya sebagian, walaupun tak tenang. Dengan enam anak, jelas tak mungkin Darya Aleksandr bisa hidup tenang. Satu jatuh sakit, yang lain juga bisa jatuh sakit, yang ketiga kurang ini-itu, yang keempat menunjukkan tandatanda watak buruk, dan sebagainya. Tapi semua kesibukan dan keresahan Darya Alesandrovna sungguh merupakan satu-satunya kebahagiaan yang mungkin diperolehnya. Kalau tak ada semua itu pastilah i a sudah tinggal sendiri memi sang suami yang tak mencintainya itu. Tapi, betapapun hebatnya rasa takut pada penyakit, betapapun hebatnya penyakit itu sendiri, dan betapapun hebatnya kesedihan rnelihat tandatanda kecenderungan kurang baik pada anak-anaknya, anak-anak itu sendiri sekarang sudah rnemberinya kegembiraan-kegembiraan kecil sebagai ganti kesedihannya. Kegembiraan-kegembiraan itu begitu halus hingga tak kentara, seperti emas di tengah pasir, dan di saat-saat yang paling buruk, Darya Aleksandrovna hanya melihat kesedihannya atau pasimya, tapi ada pula saat-saat yang baik, ketika ia bisa melihat kegembiraannya, emasnya.
Neraka Asmara 2 Dewi Ular 90 Misteri Surat Setan Pendekar Latah 4

Cari Blog Ini