Ceritasilat Novel Online

Anne Of Island 3

Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery Bagian 3


karena Mrs. Lynde tidak bisa hidup tanpa membuat orang lain kesal, tak
peduli apakah orang itu berumur sembilan atau sembilan puluh. Baru
kemarin sore dia berusaha memengaruhi Marilla untuk tidak mengizinkan
Davy pergi memancing bersama Timothy Cottons. Dan Davy masih kesal
karenanya. Setelah melewati jalan setapak, Davy mendadak berhenti dan menoleh;
wajahnya tampak mengerut aneh dan menakutkan, sehingga Dora"
walaupun tahu bahwa Davy pandai membuat ekspresi wajah demikian"
merasa cemas kalau-kalau wajah Davy tak bisa berubah normal kembali.
"Wanita brengsek," Davy mulai marah.
"Oh Davy, jangan memaki seperti itu," kata Dora, cemas dan terbatabata.
?"Brengsek" itu bukan makian"bukan makian betulan. Dan aku nggak
peduli kalaupun itu makian," kata Davy ketus. Davy tidak menyesal
memaki seperti itu, tetapi jauh di dalam hatinya dia merasa bahwa dia
bersikap agak berlebihan.
"Aku akan membuat kata-kata makian sendiri," ketusnya lagi. "Apakah
Tuhan nggak ngerti bahwa manusia harus punya cara mengungkapkan
perasaannya?" "Davy!!!" teriak Dora. Dia mengira Davy akan langsung mati di tempat,
disambar petir murka Tuhan, tapi ternyata tidak terjadi apa-apa.
"Bagaimanapun, aku nggak mau lagi nurut kepada Mrs. Lynde yang sok
itu," kata Davy geram. "Marilla mungkin lebih berhak menyuruh-nyuruh
aku, tapi Dia nggak melakukannya. Aku akan melakukan semua hal yang
dia larang. Lihat saja nanti."
Sambil cemberut dan membisu"sementara Dora mengawasinya dengan
sorot mata ketakutan"Davy melangkah keluar dari rerumputan hijau di
tepi jalan. Kakinya menapak di tanah yang penuh debu karena sudah dua
minggu tidak turun hujan. Dia berjalan dan menyeret-nyeret kakinya di
sepanjang jalan, sampai diselimuti awan debu.
"Ini baru permulaan," katanya penuh kemenangan. "Dan aku akan
nongkrong di serambi gereja dan ngobrol dengan siapa saja yang ada di
sana. Aku akan bertingkah di bangkuku dan berbisik-bisik saat berdoa, dan
aku akan bilang bahwa aku nggak hafal ayatku. Dan aku akan buang koinkoin ini SEKARANG."
Davy pun melemparkan koin-koin uangnya itu ke balik pagar Mr. Barry
100 dengan geram. "Kau kerasukan setan," cela Dora.
"Tidak," teriak Davy marah. "Itu perbuatanku sendiri. Dan aku sudah
mikirin yang lain. Aku nggak akan pergi ke Sekolah Minggu dan gereja.
Aku mau main sama anak-anak Cotton. Kemarin mereka bilang mereka
juga nggak akan pergi ke Sekolah Minggu hari ini, padahal nggak ada
yang menyuruh mereka. Ayo ikut, Dora, kita main saja."
"Aku tidak mau," Dora memprotes.
"Kalau kau nggak mau ikut, aku akan bilang Marilla kalau Frank Bell
menciummu di sekolah Senin lalu."
"Aku tidak bisa menghindar. Aku tidak tahu dia akan menciumku,"
teriak Dora, wajahnya memerah karena malu.
"Tapi kau nggak menamparnya, atau menghindarinya," bantah Davy
galak. "Aku akan bilang begitu juga ke Marilla, kalau kau nggak mau ikut.
Kita ambil jalan pintas lewat bukit."
"Tapi aku takut dengan sapi-sapi itu," protes Dora merana, mencoba
beralasan. "Ah, alasan," ejek Davy. "Mereka, kan, lebih muda darimu."
"Tapi mereka lebih besar," bantah Dora.
"Mereka nggak akan menyakitimu. Ayolah, ini menyenangkan. Kalau
aku sudah dewasa nanti, aku sama sekali nggak mau repot-repot pergi ke
gereja. Aku yakin bisa masuk surga sendiri."
"Kau akan masuk neraka kalau melanggar hari Sabat," kata Dora sebal,
sambil mengikuti Davy dengan enggan.
Tetapi Davy tidak takut"setidaknya belum. Pikiran tentang neraka
masih jauh, sementara bayangan tentang asyiknya memancing bersama
anak-anak Cotton sudah sangat dekat. Davy berharap Dora punya sedikit
keberanian. Dora sering menengok ke belakang seolah-olah akan
menangis setiap menit, dan itu sungguh mengganggu kesenangan Davy.
Anak perempuan memang payah. Davy tidak mengatakan "brengsek" kali
ini, bahkan meski dalam hati. Dia tidak menyesal"belum"bahwa dia
telah mengatakan itu sekali, tetapi sepertinya lebih baik tidak memancing
amarah Tuhan terlalu jauh.
Anak-anak Cotton sedang bermain di halaman belakang mereka, dan
menyambut kemunculan Davy dengan sorak-sorai gembira. Pete, Tommy,
Adolphus, dan Mirabel Cotton sedang sendirian di rumah. Ibu dan kakak101 kakak perempuan mereka sedang pergi. Dora bersyukur Mirabel berada di
sana setidaknya. Tadinya dia khawatir hanya dialah anak perempuan di
tengah-tengah sekumpulan anak laki-laki. Mirabel memang sebandel anak
laki-laki dia begitu ribut, berkulit gelap terbakar matahari, dan ugalugalan. Tapi setidaknya dia memakai rok.
"Kami datang mau memancing," Davy mengumumkan.
"Asyiik!" anak-anak Cotton berteriak senang. Mereka langsung
berlomba menggali tanah mencari cacing. Mirabel memimpin kelompok
itu sambil membawa kaleng timah.
Dora hanya duduk dan menangis. Oh, seandainya Frank Bell sialan itu
tidak menciumnya, dia akan bisa menentang Davy, dan bisa tetap pergi ke
Sekolah Minggu tercintanya.
Mereka, tentu saja, tidak berani menangkap ikan di empang, karena
mereka bisa terlihat oleh orang-orang yang akan pergi ke gereja. Mereka
menuju anak sungai di hutan di belakang rumah Cotton. Anak sungai itu
sedang penuh dengan ikan trout, dan mereka benar-benar bersuka-ria pagi
itu setidaknya anak-anak Cotton, dan Davy kelihatannya juga begitu. Davy
melemparkan sepatu dan kaus kakinya, lalu meminjam baju overall milik
Tommy Cotton. Dengan begitu, tanah berlumpur dan rawa-rawa bukan
masalah baginya. Dora jelas-jelas terlihat tidak senang. Dia mengikuti
yang lain dalam perjalanan dari satu empang ke empang lainnya,
menggenggam Injil dan buku pelajarannya erat-erat, dan memikirkan kelas
tercintanya dengan getir, tempat dia seharusnya berada saat ini, di depan
guru yang dicintainya. Alih-alih, dia malah berada di sini berkeliaran di
hutan bersama anak-anak Cotton yang setengah liar, sambil menjaga agar
sepatunya tetap bersih dan rok putihnya yang indah bebas dari noda.
Mirabel sudah menawarinya memakai celemek, tetapi Dora menolaknya
dengan tegas. Ikan-ikan trout itu menggigit umpan pada hari Minggu
seperti hari-hari biasa. Dalam satu jam, para pelanggar itu sudah puas
memancing ikan, jadi mereka kembali ke rumah, dan Dora merasa lega.
Dia duduk manis di dekat kandang ayam di halaman, sementara yang lain
bermain kejar-kejaran dengan ribut; kemudian mereka memanjat atap
kandang babi dan menorehkan inisial nama mereka di bubungan. Atap
datar kandang ayam dan setumpuk jerami di bawahnya menginspirasi
Davy. Mereka lalu menghabiskan setengah jam yang menyenangkan
dengan memanjati atap dan meluncur ke tumpukan jerami sambil
bersorak-sorai. 102 Tapi bahkan kesenangan yang tidak sah pun harus berakhir. Ketika suara
gemuruh roda kereta kuda di jembatan di atas empang memberi tahu
mereka bahwa orang-orang sedang pulang dari gereja, Davy merasa bahwa
sudah saatnya mereka pergi. Dia mencopot overall Tommy, memakai
pakaiannya sendiri, dan meninggalkan ikan-ikan trout-nya sambil
mendesah berat. Tak ada gunanya membawa ikan-ikan itu pulang.
"Kita tadi bersenang-senang, kan?" tanyanya menantang, sementara
mereka menuruni bukit. "Aku tidak," jawab Dora datar. "Dan aku tidak percaya bahwa kau
merasa begitu," tambahnya.
"Aku senang, kok," tukas Davy keras, tapi agak terlalu keras. "Pantas
saja kau bosan hanya duduk saja di sana seperti " keledai."
"Aku tidak mau bergaul dengan anak-anak Cotton," kata Dora angkuh.
"Anak-anak Cotton baik, kok," Davy menjawab pedas. "Dan mereka
lebih bahagia daripada kita. Mereka melakukan dan mengatakan apa pun
yang mereka mau di depan orang-orang. Aku juga akan seperti itu, setelah
ini." "Ada banyak hal yang tidak akan berani kau katakan di depan orangorang," kata Dora.
"Nggak!" "Ada saja," tukas Dora. "Apa kau berani mengatakan "kucing jantan" di
depan pendeta?" Tantangan Dora betul-betul mengejutkan Davy. Dia tidak siap diberi
contoh nyata kebebasan berbicara seperti itu. Tapi seseorang tidak harus
konsisten di depan Dora. "Tentu saja tidak," jawab Davy dongkol.
?"Kucing jantan" bukan kata yang suci. Aku sama sekali tidak akan
menyebut nama hewan itu di depan pendeta."
"Tapi kalau kau harus?" Dora memaksa.
"Aku akan menyebutnya "Thomas si kucing"," kata Davy.
"Menurutku "kucing laki-laki" lebih sopan," kata Dora setelah merenung
sejenak. "Terserahlah!" kata Davy galak.
Davy merasa tak nyaman, walaupun dia tak mau mengakuinya di depan
Dora. Sekarang setelah kegembiraan karena membolos reda, nurani Davy
mulai menyentak. Bagaimanapun, mungkin memang lebih baik kalau tadi
103 mereka pergi ke Sekolah Minggu dan gereja. Mrs. Lynde mungkin
memang gemar menyuruh-nyuruh, tapi selalu ada sekotak kue di lemari
dapurnya dan dia tidak pelit. Saat seperti ini, Davy ingat ketika dia
merobek celana sekolahnya yang baru hanya seminggu sebelumnya, dan
Mrs. Lynde menambalnya dengan bagus dan dia tak pernah mengadu
kepada Marilla tentang itu.
Tapi kenakalan Davy belum cukup. Dia baru saja menyadari bahwa satu
kebohongan akan memunculkan serangkaian kebohongan lain untuk
menutupi yang pertama. Mereka makan malam bersama Mrs. Lynde hari
itu, dan hal pertama yang ditanyakannya adalah, "Apakah kalian pergi ke
Sekolah Minggu tadi?"
"Ya," jawab Davy tergagap.
"Apakah kau hafal semua Kisah Injil dan katekismus?"
"Ya." "Kau sudah membayar iuran?"
"Ya." "Apakah Mrs. Malcolm MacPherson hadir di gereja?"
"Aku tidak tahu." Paling tidak yang ini benar, pikir Davy pahit.
"Apakah pertemuan Ladies" Aid diumumkan untuk minggu depan?"
"Ya." Davy gelisah.
"Dan pertemuan doa?"
"Aku aku tidak tahu."
"Seharusnya KAU tahu. Kau harus mendengarkan pengumuman baikbaik. Apa isi khotbah Mr. Harvey?"
Davy semakin kalut, menelan ludah dan rasa bersalahnya. Dia mengutip
satu kisah lama dari Injil yang dia pelajari beberapa minggu lalu dengan
fasih. Untungnya, Mrs. Lynde akhirnya berhenti menanyainya. Tapi Davy
tak bisa menikmati hidangan makan malamnya. Dia hanya bisa makan
satu puding. "Ada apa denganmu?" tanya Mrs. Lynde heran. "Kau sakit?"
"Tidak," jawab Davy.
"Kau tampak pucat. Lebih baik kau jangan terkena sinar matahari sore
ini," dia memperingatkan.
"Kau tahu berapa banyak kebohonganmu kepada Mrs. Lynde?" tanya
Dora mencemooh, ketika mereka sedang berdua saja setelah makan
malam. 104 Davy, didorong oleh rasa putus asa, menoleh dengan galak.
"Aku nggak tahu dan nggak peduli," jawabnya. "Diam kau, Dora Keith."
Lalu Davy yang malang menyendiri di tempat sepi di belakang
tumpukan kayu bakar untuk merenungi perbuatannya hari ini.
Green Gables diselimuti kegelapan dan kesunyian ketika Anne tiba di
rumah. Dia langsung menuju ranjangnya karena merasa sangat lelah dan
mengantuk. Ada banyak acara di Avonlea beberapa minggu belakangan,
sebagian bahkan berlangsung sampai tengah malam. Kepala Anne sudah
lekat dengan bantal, ketika pintu kamarnya terbuka pelan-pelan dan
sebuah suara terdengar memohon, "Anne." Anne bangkit sambil
mengantuk. "Davy, kaukah itu" Ada apa?"
Sosok berbaju putih menghambur ke ranjang.
"Anne," Davy terisak, melingkarkan kedua tangannya ke leher Anne.
"Aku senang kau sudah pulang. Aku nggak bisa tidur sebelum aku bicara
kepada seseorang." "Tentang apa?" "Aku sedang gundah."
"Memangnya ada apa, Sayang?"
"Aku nakal sekali hari ini, Anne. Sangat nakal belum pernah seperti ini."
"Kenapa bisa begitu?"
"Oh, aku takut mengatakannya kepadamu. Kau akan membenciku,
Anne. Aku nggak bisa berdoa malam ini. Aku nggak bisa bilang ke Tuhan
tentang perbuatanku. Aku malu."
"Bagaimanapun Dia tahu, Davy."
"Dora juga bilang begitu. Tapi aku pikir mungkin Dia sedang nggak
memerhatikan waktu itu. Bagaimanapun, lebih baik aku mengatakannya
kepadamu lebih dulu."
"APA yang kau lakukan?"
"Aku bolos Sekolah Minggu dan pergi mancing dengan anak-anak
Cotton, dan aku berbohong kepada Mrs. Lynde, dan " aku " aku "
menyumpah, Anne hampir seperti menyumpah " dan aku mengolok-olok
Tuhan." Hening sejenak. Davy tak tahu harus berbuat apa dalam kesunyian itu.
Apakah Anne sangat terkejut dan marah sehingga tak mau bicara
kepadanya lagi" 105 "Anne, apa yang akan kau lakukan?"
"Tidak ada, Sayang. Kau sudah dihukum, kurasa."
"Enggak, belum, kok. Belum ada yang menghukumku."
"Kau merasa bersalah dan gelisah sejak kau melakukan hal itu, kan?"
"Memang!" jawab Davy tegas.
"Nah, itu berarti nuranimu yang menghukummu, Davy."
"Nurani itu apa" Aku ingin tahu."
"Sesuatu di dalam dirimu, Davy, yang selalu memperingatkanmu ketika
kau berbuat salah dan membuatmu gelisah jika kau tetap melakukannya.
Apakah kau tidak memerhatikan hal itu?"
"Ya, tapi tadinya aku nggak tahu apa itu. Seandainya aku nggak punya
nurani itu, aku bisa lebih bersenang-senang. Di mana nurani itu, Anne" Di
perutku?" "Bukan, tapi di hatimu," jawab Anne, bersyukur karena suasana sedang
gelap, dan pembicaraan seperti ini harus dijaga agar suasanya terasa serius.
"Kurasa aku nggak akan bisa memperbaiki kesalahanku," kata Davy
pasrah. "Apakah kau akan mengadu kepada Marilla dan Mrs. Lynde,
Anne?" "Tidak, Sayang, aku tidak akan mengatakan hal ini kepada siapa pun.
Kau menyesal sudah berbuat nakal, kan?"
"Pasti!" "Dan kau tidak akan mengulanginya lagi."
"Enggak, tapi ?" tambah Davy hati-hati, "aku bisa saja nakal dengan
cara lain." "Kau tidak akan mengucapkan kata-kata kotor, kabur dari Sekolah
Minggu, atau berbohong untuk menutupi perbuatanmu?"
"Enggak, itu nggak ada gunanya," jawab Davy.
"Kalau begitu, katakan saja kepada Tuhan bahwa kau menyesal dan
minta Dia memaafkanmu."
"Apakah Kau memaafkanku, Anne?"
"Ya, Sayang."

Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau begitu," kata Davy riang, "aku nggak peduli apakah Tuhan
memaafkanku atau enggak."
"Davy!" "Oh, baiklah, baiklah, aku akan bilang ke Tuhan, aku akan bilang," kata
Davy cepat-cepat, tergesa turun dari ranjang. Karena dari nada suara Anne,
106 ia merasa telah mengucapkan sesuatu yang mengerikan. "Aku nggak
keberatan, Anne. Ya Tuhan, aku menyesal telah berbuat nakal hari ini dan
aku akan selalu mencoba menjadi anak baik pada hari Minggu.
Maafkanlah aku. Nah, sudah, Anne."
"Ya sudah, sekarang jadilah anak baik. Sana, kembali ke ranjangmu."
"Baiklah. Aku sudah nggak gundah lagi. Aku merasa baik-baik saja.
Selamat malam." "Selamat malam."
Anne berbaring kembali sambil mendesah lega. Oh, dia sangat
mengantuk! Detik berikutnya, "Anne!" Davy kembali mendekati
ranjangnya. Anne membuka matanya dengan malas.
"Ada apa lagi, Sayang?" tanyanya, berusaha menjaga nada sabar dalam
suaranya. "Anne, kau pernah memerhatikan bagaimana Mr. Harrison meludah"
Menurutmu, kalau aku berlatih keras, apa aku bisa belajar meludah seperti
dia?" Anne bangkit. "Davy Keith, pergi ke kamarmu dan jangan sampai aku
melihatmu lagi malam ini! Pergi, sekarang!"
Davy pergi dengan enggan.
107 KEMATIAN Anne duduk bersama Ruby Gillis di taman rumahnya ketika hari
merangkak pelan dan malam pun tiba. Siang sebelumnya begitu hangat
dan berawan cerah. Dunia begitu semarak dengan bunga-bunga yang
bermekaran. Bukit-bukit terlihat sunyi dan berkabut tipis. Jalan setapak di
hutan diselimuti bebayangan pohon dan padang-padang rumput bertaburan
warna ungu bunga aster. Anne telah membatalkan acara jalan-jalan di bawah sinar bulan purnama
ke pantai White Sands demi bersama Ruby malam itu. Musim panas ini ia
sering melewatkan malam bersama Ruby, meski ia kerap bertanya-tanya
apa gunanya, dan kadang-kadang saat pulang, Anne memutuskan bahwa ia
tidak bisa pergi ke sana lagi. Ruby bertambah pucat, sementara musim
panas mulai beranjak pergi; dia berhenti dari sekolah White Sands
"menurut ayahnya, lebih baik dia tidak mengajar sampai Tahun Baru
nanti" dan pekerjaan sulaman yang ia sukai sering kali membuatnya terlalu
lelah. Tapi dia selalu merasa gembira, selalu penuh harapan, selalu ceriwis,
dan selalu berbisik tentang para pengagumnya, tentang persaingan dan
keputusasaan mereka. Inilah yang membuat setiap kunjungan Anne terasa
sulit. Apa yang dulu terdengar konyol atau menghibur, sekarang menjadi
menakutkan; seakan kematian mengintai dari topeng kehidupan yang
diabaikan. Namun, Ruby sepertinya bergantung pada Anne, dan tak pernah
membiarkannya pergi kecuali Anne berjanji akan segera datang lagi. Mrs.
Lynde mengeluh soal kunjungan Anne yang terlalu sering, dan
memberitahunya bahwa dia bisa ketularan TBC; bahkan Marilla pun
berpikir begitu. "Setiap kali kau pulang dari rumah Ruby, kau selalu tampak lelah,"
katanya. "Ini sangat menyedihkan dan mengerikan," kata Anne dengan nada
rendah. "Tampaknya Ruby tidak sedikit pun menyadari kondisinya. Dan
aku pikir dia butuh pertolongan sangat butuh dan aku ingin memberi
pertolongan kepadanya dan aku tidak bisa. Selama aku duduk bersamanya,
aku merasa seakan sedang mengamatinya berjuang melawan musuh tak
terlihat dan dia berusaha mendorongnya mundur dengan perlawanan yang
lemah yang dimilikinya. Itulah sebabnya setiap aku pulang aku selalu
108 kelihatan lelah." Tapi malam ini Anne tidak merasa begitu lelah. Ruby hanya membisu
tidak biasanya. Dia tidak mengatakan apa pun tentang pesta, acara jalanjalan, gaun-gaun, dan "teman-teman". Dia berbaring di ranjang gantung,
dengan sulamannya tak tersentuh di sampingnya, dan selendang putih
menutupi kedua pundak kurusnya. Pita kuning panjang yang mengepang
rambutnya betapa Anne iri kepada pita-pita itu waktu masih bersekolah
dulu! tersandar di kedua sisinya. Ruby melepas jepit rambutnya bikin
kepalaku sakit, katanya. Semangat hidupnya hilang saat itu,
meninggalkannya dalam keadaan pucat dan rapuh.
Bulan muncul dari langit keperakan, menyibak awan-awan di
sekelilingnya. Di bawahnya, kolam berkilauan dalam pancaran cahaya
berkabut. Di seberang rumah dan pekarangan keluarga Gillis terlihat
gereja, dengan tanah pekuburan tua di sampingnya. Cahaya bulan
menyinari permukaan nisan putih, membuat nisan-nisan itu terlihat jelas
dengan pepohonan gelap di belakangnya.
"Aneh sekali pekuburan itu kelihatannya di bawah sinar bulan!" kata
Ruby tiba-tiba. "Pucat sekali!" dia merasa ngeri. "Anne, tidak lama lagi
aku akan berbaring di sana. Kau dan Diana dan yang lain masih hidup,
penuh semangat dan aku akan berada di sana di pekuburan tua mati!"
Perkataan tiba-tiba itu mengejutkan Anne. Selama beberapa saat, dia
hanya bisa membisu. "Kau tahu bahwa itu benar, kan?" kata Ruby mendesaknya.
"Ya, aku tahu," jawab Anne pelan. "Aku tahu, Ruby sayang."
"Semua orang tahu," kata Ruby getir. "Aku tahu itu aku sudah
mengetahuinya selama musim panas, walaupun aku tidak mau menyerah.
Dan, oh, Anne," tangan Ruby meraih tangan Anne. "Aku tidak mau mati.
Aku Takut mati." "Kenapa kau harus takut, Ruby?" tanya Anne pelan.
"Karena karena oh, aku tidak takut pergi ke surga, Anne. Aku jemaat
gereja. Tapi akan sangat berbeda. Aku berpikir dan berpikir dan aku jadi
takut dan merindukan rumah. Surga pasti indah sekali, tentu saja, Injil pun
bilang begitu tapi, Anne, itu tidak akan sama dengan kehidupan yang biasa
kujalani." Dalam benak Anne, muncul bayangan mengganggu tentang kisah lucu
yang pernah dia dengar dari Philippa Gordon kisah tentang seorang lelaki
tua yang mengatakan hal yang sama tentang dunia yang akan datang.
Kedengarannya memang lucu dia ingat bagaimana dia dan Priscilla
109 menertawainya. Tapi sekarang cerita itu tidak terasa lucu sedikit pun,
mendengar kata-kata itu keluar dari bibir Ruby yang pucat dan gemetar.
Memang menyedihkan, tragis dan benar! Surga tidak mungkin sama
seperti kehidupan yang dijalani Ruby. Kegembiraan, kehidupannya,
ataupun impian dan cita-cita dangkal Ruby semasa hidup, sama sekali tak
menyiapkannya untuk perubahan drastis seperti ini dan membuat
kehidupan di akhirat terasa asing, tak nyata dan tak menarik baginya. Anne
tak tahu apa yang bisa dia katakan untuk membantu Ruby. Bisakah dia
mengatakan sesuatu" "Aku rasa, Ruby," Anne memulai dengan ragu-ragu karena sulit baginya
berbicara kepada siapa pun tentang perasaan terdalamnya, atau gagasangagasan barunya yang samar-samar dalam benaknya, mengenai misterimisteri besar kehidupan dan setelahnya yang menggantikan lamunanlamunan masa kecilnya. Dan yang paling sulit adalah berbicara tentang
semua itu kepada orang seperti Ruby. "Aku rasa, mungkin kita punya
gagasan yang salah tentang surga tentang apa itu surga dan apa yang yang
ada di sana untuk kita. Aku pikir surga tidak akan terlalu berbeda dari
kehidupan kita kini, tidak seperti yang dipikirkan kebanyakan orang. Aku
percaya kita akan terus hidup seperti ini, seperti saat ini dan menjadi Diri
kita sendiri bedanya, di surga segalanya akan lebih mudah menjadi baik
dan untuk " mengikuti Sang Mahatinggi. Semua masalah dan
kebingungan akan hilang, dan kita akan bisa melihat dengan lebih jelas.
Jangan takut, Ruby."
"Tapi aku takut," kata Ruby sedih. "Kalaupun yang kau katakan itu
benar dan kau juga tidak yakin mungkin itu hanya khayalanmu tidak
mungkin sama persis seperti itu. Tidak mungkin. Aku ingin terus hidup Di
siniI. Aku masih muda, Anne, aku bahkan belum memulai kehidupanku.
Aku telah berjuang untuk hidup dan itu tak ada gunanya aku harus mati
dan meninggalkan semua yang aku cintai."
Anne duduk dengan rasa pedih yang tak tertahankan. Dia tak mampu
mengatakan apa pun yang bisa menenangkan Ruby; dan semua yang Ruby
katakan benar sayangnya. Dia Memang akan meninggalkan semua yang
dia cintai. Dia akan meninggalkan hartanya di bumi; dia telah hidup
semata-mata untuk hal-hal kecil dalam hidup hal-hal yang telah lewat dan
melupakan hal-hal besar yang bergerak ke depan menuju keabadian. Halhal yang menjembatani teluk di antara dua kehidupan dan membuat
kematian semata-mata sebagai perlintasan dari satu tempat ke tempat
lainnya dari temaram senja ke langit cerah tak berawan.
110 Tuhan akan mengurusnya di sana Anne percaya dia akan tahu nanti
tetapi sekarang tak heran jiwanya melekat, dalam kepasrahan buta, pada
hal-hal yang dia tahu dan dia cintai. Ruby menopangkan kepala di
lengannya dan menatap langit bercahaya sinar bulan dengan matanya yang
biru dan indah. "Aku ingin hidup," katanya dengan suara bergetar. "Aku ingin hidup
seperti gadis-gadis lain. Aku aku ingin menikah, Anne. Kau tahu aku
menyukai bayi, Anne. Aku tidak bisa mengatakan hal ini kepada orang
lain selain dirimu. Aku tahu kau mengerti, dan juga Herb yang malang dia
mencintaiku dan begitu juga sebaliknya, Anne. Yang lain tidak berarti
bagiku, selain Dia dan jika aku bisa terus hidup, aku akan menjadi istrinya
dan merasa bahagia. Oh, Anne, hidup ini berat sekali."
Ruby merebahkan diri ke bantalnya dan terisak sedih. Anne meremas
tangan Ruby dengan penuh simpati simpati yang bisu, yang mungkin bisa
menolong Ruby lebih daripada yang bisa dilakukan kata-kata yang cacat
tak sempurna; dan perlahan kini Ruby tenang dan isakannya berhenti.
"Aku senang telah mengatakan semua ini padamu, Anne," bisiknya.
"Hanya dengan menceritakannya sudah cukup membantu. Sepanjang
musim panas ini, aku sudah ingin membicarakan ini denganmu tapi aku
Tidak bisa. Kelihatannya itu hanya akan membuat kematian begitu Pasti
kalau aku Mengatakan aku akan mati, atau jika seseorang mengatakannya
atau membayangkannya. Aku tak akan melakukan semua itu. Pada siang
hari, ketika ada banyak orang di sekelilingku dan segalanya begitu
menyenangkan, tidak sulit melupakannya. Tapi pada malam hari, ketika
aku tidak bisa tidur, hal itu sangat menyeramkan, Anne. Aku tidak bisa
bersembunyi dari bayangan itu. Kematian datang dan menatapku tepat di
mata, sampai aku merasa ketakutan dan ingin menjerit."
"Tapi kau tidak akan takut lagi, kan, Ruby" Beranikan dirimu, dan
percayalah bahwa semua akan baik-baik saja."
"Akan kucoba. Akan kupikirkan apa yang kau katakan tadi, dan
mencoba memercayainya. Dan kau akan mengunjungiku sesering yang
kau bisa. Iya, kan, Anne?"
"Ya, Sayang." "Tidak lama lagi, Anne. Aku yakin itu. Dan aku lebih suka kau temani
daripada oleh orang lain. Aku paling menyukaimu di antara semua gadis di
sekolah. Kau tidak pernah iri, atau jahat, seperti sebagian dari mereka. Em
White yang malang datang ke sini kemarin. Kau ingat Em dan aku betulbetul sobat kental selama tiga tahun ketika kita masih bersekolah" Lalu
111 kami bertengkar tentang waktu konser sekolah. Kami tidak pernah saling
berbicara lagi sejak itu. Konyol, kan" Hal-hal seperti itu tampak konyol
Sekarang. Tapi Em dan aku kembali bertengkar kemarin. Dia bilang dia
pasti tidak akan mendiamkanku waktu itu, tapi dia kira aku tidak mau
bicara. Dan aku tidak pernah bicara kepadanya, karena aku yakin dia tidak
mau berbicara kepadaku. Aneh, ya, manusia bisa salah paham seperti itu,
Anne?" "Menurutku sebagian besar masalah dalam kehidupan berasal dari
kesalahpahaman," kata Anne. "Aku harus pergi sekarang, Ruby. Sudah
malam dan kau seharusnya tidak berada di luar dalam cuaca lembap
berkabut begini." "Kau akan datang lagi, kan?"
"Ya, segera. Dan kalau ada yang bisa aku bantu, aku akan senang
sekali." "Aku tahu. Kau Sudah membantuku. Tidak ada yang mengerikan lagi
sekarang. Selamat malam, Anne."
"Selamat malam, Sayang."
Anne berjalan pulang lambat-lambat di bawah cahaya bulan. Malam itu
telah mengubah sesuatu baginya. Kehidupan punya makna yang berbeda,
tujuan yang lebih dalam. Pada permukaannya semua kelihatan sama saja,
tetapi kedalamannya telah diaduk-aduk. Kehidupannya tidak sama dengan
kehidupan Ruby, si kupu-kupu malang. Ketika akhir suatu kehidupan tiba,
tidak semestinya seseorang menghadapi kehidupan berikutnya dengan
teror menakutkan tentang dari sesuatu yang sama sekali berbeda tempat di
mana pikiran dan gagasan dan cita-cita semasa hidup tak lagi sesuai
baginya. Hal-hal kecil dalam kehidupan, yang manis dan sempurna di
tempatnya masing-masing, bukan hal-hal yang cuma diharapkan. Tujuan
dan makna hidup yang lebih tinggilah yang harus dicari dan diikuti;
kehidupan surga harus dimulai di bumi ini.
Malam yang indah di taman itu akan abadi selamanya. Anne tidak akan
pernah bertemu dengan Ruby lagi. Malam berikutnya, Kelompok
Pengembang Avonlea mengadakan pesta perpisahan untuk Jane Andrews
sebelum dia berangkat ke pesisir barat Amerika. Dan, sementara kaki-kaki
berdansa dengan ringan, sementara pandangan-pandangan mata yang cerah
bergembira, dan mulut-mulut yang ceria bercakap-cakap, datanglah
panggilan Tuhan yang tidak mungkin diabaikan atau dihindari untuk satu
jiwa di Avonlea. Pagi berikutnya, muncul berita dari rumah ke rumah
bahwa Ruby Gillis telah meninggal. Dia meninggal dalam tidurnya, tenang
112 tanpa rasa sakit, dan pada wajahnya terlukis seulas senyum seakan
kematian telah mengunjunginya dalam sosok sahabat baik yang
menuntunnya melewati ambang pintu.
Mrs. Rachel Lynde berkata dengan simpatik setelah pemakaman, bahwa
Ruby adalah jasad tercantik yang pernah ia lihat. Kecantikannya, ketika
dia terbaring dalam pakaian putih, di antara bunga-bunga lembut yang
diletakkan Anne di sekitarnya, belakangan akan dikenang dan dibicarakan
selama bertahun-tahun di Avonlea. Ruby selalu terlihat cantik, tetapi
kecantikannya semasa hidup selalu terlihat sederhana, dangkal; ada
keangkuhan di dalamnya, seakan sisi itu bertingkah sendirian di hadapan
orang lain; tidak pernah ada semangat yang bersinar melaluinya, akal tidak
pernah menghaluskannya. Tetapi kematian telah menyentuh dan
menyucikannya, membawa keluar penampilan dan kemurnian lembut yang
selama ini tersembunyi melakukan apa yang mungkin pernah dilakukan
oleh kehidupan, cinta, duka-cita mendalam, dan kegembiraan wanita untuk
Ruby. Anne menatap ke bawah melalui kabut air mata, ke jasad teman
bermainnya berpikir bahwa dia sedang menatap wajah yang dimaksudkan
Tuhan untuk Ruby, dan mengenang hal itu selalu.
Mrs. Gillis memanggil Anne untuk duduk di kursi kosong di sampingnya
sebelum rombongan upacara pemakaman meninggalkan rumah dan
memberinya sebuah kantung kecil.
"Aku ingin kau memilikinya," katanya terisak. "Ruby ingin kau
memilikinya. Ini hiasan sulam yang sedang dia buat. Belum selesai,
sebenarnya jarumnya masih berada di dalamnya, tepat di mana jari-jari
kecilnya yang malang menaruhnya saat terakhir kali dia berbaring,
sebelum dia meninggal."
"Selalu ada sesuatu yang belum selesai," kata Mrs. Lynde dengan mata
basah karena air mata. "Tapi selalu ada seseorang yang akan
menyelesaikannya." "Betapa sulitnya menerima kenyataan bahwa orang yang selama ini kita
kenal telah tiada," kata Anne, ketika berjalan pulang bersama Diana.
"Ruby adalah teman sekolah kita yang pertama kali meninggal. Satu demi
satu, cepat atau lambat, kita juga akan menyusulnya."
"Ya, kurasa begitu," kata Diana tak nyaman. Dia tak ingin
membicarakan hal itu. Dia lebih suka membicarakan perincian
pemakaman peti mati berselimutkan beludru putih indah yang ingin Mr.
Gillis berikan untuk Ruby "keluarga Gillis harus selalu mewah, bahkan
pada saat pemakaman," kutip Mrs. Rachel Lynde wajah sedih Herb
113

Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Spencer, tangisan histeris salah satu adik Ruby tapi Anne tak mau
membicarakan hal-hal itu. Dia tampak terbuai dalam lamunannya dan
Diana merasa kesepian, merasa tak sedikit pun dilibatkan.
"Ruby Gillis itu gadis periang," kata Davy tiba-tiba. "Apakah dia akan
tertawa di surga sesering di Avonlea, Anne" Aku ingin tahu."
"Ya, kurasa begitu," kata Anne.
"Oh, Anne," protes Diana terkejut.
"Kenapa tidak, Diana?" tanya Anne serius. "Kau pikir kita tidak akan
pernah tertawa di surga?"
"Oh aku aku tidak tahu," jawab Diana gemetar. "Sepertinya aneh. Kau
tahu sendiri, sangat mengerikan kalau kita tertawa di gereja."
"Tapi surga tidak akan sama dengan gereja selamanya," kata Anne.
"Aku harap begitu," kata Davy tegas. "Kalau ternyata sama, aku tidak
mau pergi. Gereja benar-benar menjemukan. Bukannya aku bermaksud
hidup selamanya. Maksudku, aku ingin hidup sampai seratus tahun
lamanya, seperti Mr. Thomas Blewett dari White Sands. Dia bilang dia
bisa hidup selama itu karena dia selalu merokok tembakau dan tembakau
bisa membunuh kuman-kuman. Boleh aku merokok tembakau, Anne?"
"Tidak, Davy. Kuharap kau tidak akan pernah merokok," jawab Anne
setengah melamun. "Tapi bagaimana kalau kuman-kuman itu membunuhku?" tuntut Davy
keras kepala. 114 MIMPI YANG TERJUNGKIR BALIK "Seminggu lagi kita akan kembali ke Redmond," kata Anne. Dia merasa
gembira saat memikirkan akan kembali bekerja, kembali ke kelas-kelas
dan bertemu teman-teman Redmond-nya. Bayangan-bayangan menyenangkan tentang tinggal di Patty's Place juga memenuhi benaknya.
Ada perasaan hangat dan menyenangkan tentang tinggal di rumah itu,
meskipun dia belum pernah tinggal di sana.
Tapi musim panas kali ini juga menyenangkan masa-masa indah
bermandikan sinar matahari, bergembira dalam segala hal; masa-masa
untuk memperbarui dan mempererat persahabatan; masa-masa ketika dia
belajar untuk hidup lebih bersahaja, untuk bekerja lebih sabar, untuk
bermain lebih sepenuh hati. "Semua pelajaran kehidupan memang tidak
diajarkan di sekolah," pikirnya. Kehidupan sendiri yang mengajarkan hal
itu di mana-mana." Tetapi, minggu terakhir liburan Anne yang
menyenangkan itu dirusak oleh sebuah kejadian buruk seperti mimpi yang
terjungkir balik. "Sudah menulis cerita lagi?" tanya Mr. Harrison ramah pada suatu
malam ketika Anne minum teh bersamanya dan Mrs. Harrison.
"Tidak," jawab Anne kering.
"Yah, tidak apa-apa. Mrs. Hiram Sloane waktu itu bilang bahwa ada
amplop besar ditujukan ke Perusahaan Soda Kue Rollings Reliable di
Montreal di kantor pos bulan lalu, dan dia menduga bahwa ada orang yang
berusaha memenangi hadiah untuk cerita terbaik yang menyebutkan nama
perusahaan tepung mereka. Dia bilang tulisan di amplopnya bukan tulisan
tanganmu, tapi kukira itu kau."
"Tidak mungkin! Aku memang mengetahui sayembara berhadiah itu,
tapi aku tidak pernah bermimpi untuk ikut berlomba. Menurutku agak
memalukan menulis cerita untuk mengiklankan soda kue. Itu hampir sama
buruknya dengan Judson Parker yang menyewakan pagarnya untuk iklan
perusahaan obat." 115 Anne berkata dengan angkuh, membayangkan segunung penghinaan
yang menunggunya kalau hal itu terjadi. Malam itu, Diana muncul di
Green Gables, dengan mata berbinar dan pipi kemerahan, membawa
sepucuk surat. "Oh, Anne, ini surat untukmu. Aku tadi berada di kantor pos, jadi aku
bawa sekalian. Cepatlah buka. Kalau isinya tepat seperti yang kupikirkan,
aku akan berteriak senang sampai lupa daratan." Anne yang tampak
bingung segera membuka surat itu dan membaca tulisan yang tercetak di
situ. Miss Anne Shirley, Green Gables, Avonlea, Pulau Prince Edward.
Dear Madam; Dengan gembira kami ingin mengabari Anda bahwa cerita Anda yang memesona, Pertobatan
Averil, telah memenangi hadiah dua puluh lima dolar yang ditawarkan dalam sayembara menulis
baru-baru ini. Kami melampirkan cek hadiah bersama surat ini. Kami sedang mengatur
penerbitan cerita itu di beberapa koran Kanada terkemuka, dan kami juga berencana
mencetaknya dalam bentuk pamflet untuk disebarkan ke beberapa sponsor kami. Terima kasih
atas ketertarikan Anda kepada perusahaan kami.
Salam; THE ROLLINGS RELIABLE BAKING POWDER Co.
"Aku tidak mengerti," kata Anne heran.
Diane bertepuk tangan gembira. "Oh, aku Tahu ceritamu akan menang
aku sudah yakin. Akulah yang mengirim ceritamu ke lomba menulis itu,
Anne." "Kau, Diana Barry?"
"Ya, betul," kata Diana gembira sambil duduk di ranjang Anne. "Ketika
aku melihat iklan lomba itu, aku langsung teringat ceritamu, dan tadinya
aku akan memintamu mengirimkannya. Tapi aku khawatir kau tidak mau
kau betul-betul sedang putus asa waktu itu. Jadi, aku memutuskan untuk
mengirimkan salinan yang kau berikan kepadaku, dan tidak
memberitahumu. Kalau tidak menang, kau toh tidak bakalan tahu, karena
cerita tidak lolos tidak akan dikembalikan, dan kalau menang, kau pasti
akan senang." Diana bukanlah orang yang cepat tanggap, tetapi akhirnya ia menyadari
bahwa Anne tidak tampak senang. Anne memang tampak terkejut tetapi di
116 mana kegembiraannya"
"Kenapa, sih, Anne" Kau tidak sedikit pun terlihat senang!" seru Diana.
Anne buru-buru mengulas senyum. "Tentu saja aku senang karena kau
betul-betul tulus ingin membuatku gembira," kata Anne lambat-lambat.
"Tapi aku masih bingung aku tidak mengerti. Tidak ada satu kata pun
dalam ceritaku yang " menyebutkan ?" Anne tercekat saat sampai pada
kata "soda kue".
"Oh, aku yang memasukkan kata-kata itu," kata Diana menenangkan.
"Itu mudah sekali dan tentu saja pengalamanku di Klub Cerita sangat
membantu. Kau tahu adegan Averil sedang membuat kue" Nah, aku
tinggal menyebutkan bahwa dia menggunakan soda kue Rollings Reliable
pada adegan itu, sehingga kuenya jadi dengan sempurna. Lalu, di paragraf
terakhir, ketika Perceval mendekap Averil dan berkata," Sayangku, tahuntahun indah di masa depan adalah perwujudan dari rumah impian kita,"
Aku menambahkan, "dan di rumah itu kita akan selalu memakai soda kue
Rollings Reliable.?"
"Oh," Anne yang malang megap-megap, seakan baru disiram air dingin.
"Dan kau memenangi dua puluh lima dolar," lanjut Diana kegirangan.
"Kudengar, Priscilla pernah bilang Canadian Woman hanya membayar
lima dolar untuk satu cerita!"
Anne menggenggam slip cek merah muda yang menyebalkan itu dengan
gemetar. "Aku tidak bisa menerimanya ini hakmu, Diana. Kaulah yang
mengirimkan cerita itu dan menyisipkan kalimat itu. Jelas bukan aku yang
mengirimnya. Jadi, cek ini milikmu."
"Yang benar saja!" ejek Diana. "Aku tidak ingin hadiahnya, kok.
Menjadi sahabat seorang pemenang sayembara sudah cukup bagiku. Aku
pulang dulu, ya. Seharusnya aku langsung pulang ke rumah dari kantor
pos, tapi aku harus menemuimu dan mendengar berita ini secara langsung.
Aku ikut gembira, Anne."
Anne tiba-tiba membungkuk, melingkarkan tangan memeluk Diana, dan
mencium pipinya. "Kau adalah sahabat paling manis dan tulus sedunia, Diana," katanya,
dengan suara agak bergetar, "dan kau harus tahu bahwa aku sangat
menghargai apa yang kau lakukan."
Diana merasa senang dan sekaligus malu, kemudian berlalu pergi. Dan
Anne yang malang, melemparkan cek itu ke dalam laci mejanya seolah itu
uang haram, berbaring di ranjang, menghapus air mata malu dan kesal. Oh,
117 dia tidak bisa menanggung rasa ini tidak bisa!
Gilbert datang petang harinya, ribut mengucapkan selamat. Dia
mendengar kabar tentang kemenangan Anne saat mampir di Orchard
Slope. Tapi tiba-tiba dia menyadari ada yang tidak beres ketika melihat
ekspresi wajah Anne. "Ada apa, Anne" Tadinya kukira kau senang karena telah memenangi
sayembara ini. Bagus untukmu!"
"Oh, tolonglah, Gilbert," pinta Anne kesal. "Tadinya kupikir Ka akan
mengerti. Apa kau tidak bisa melihat betapa kacaunya ini?"
"Sejujurnya, tidak. Apa yang salah?"
"Semuanya," Anne merintih. "Aku merasa dipermalukan selamanya.
Menurutmu, apa yang dirasakan seorang ibu kalau dia menemukan
anaknya ditato dengan iklan soda kue" Itu yang aku rasakan. Aku
mencintai ceritaku yang malang, dan aku memberikan segala yang terbaik
untuk menulis cerita itu. Dan iklan soda kue merupakan Penghinaan. Apa
kau tidak ingat kata-kata Profesor Hamilton dalam pelajaran sastra di
Queen"s" Dia bilang kita seharusnya menulis bukan untuk tujuan-tujuan
rendah dan tidak bernilai, tapi untuk nilai-nilai luhur. Apa yang akan dia
pikir kalau tahu bahwa aku telah menulis cerita untuk mengiklankan
Rollings Reliable" Dan, oh, kalau itu dipublikasikan di Redmond!
Bayangkan bagaimana aku akan diejek dan ditertawakan!"
"Tidak mungkin," kata Gilbert, yang berpikir opini Junior yang suka
mengejeklah yang membuat Anne khawatir. "Anak-anak Redmond akan
sependapat denganku bahwa kau, yang terpandai di antara kita semua,
bukan anak orang kaya, dan mengambil cara ini untuk mendapat sedikit
uang untuk biaya hidup. Kurasa tidak ada yang salah, memalukan, apalagi
konyol. Orang lain mungkin lebih suka menulis mahakarya sastra"tapi
kita, kan, juga harus membayar tagihan-tagihan."
Ucapan Gilbert sedikit membuat Anne tenang. Setidaknya, hal itu
menyingkirkan ketakutan bahwa dia akan ditertawakan. Meskipun
demikian, ia belum bisa menghilangkan sakit hati akibat ceritanya dirusak.
118 PENGHUNI BARU "Ini tempat paling nyaman yang pernah kulihat"lebih nyaman daripada
rumah," kata Philippa Gordon terus-terang dengan mata berbinar-binar.
Mereka berkumpul sore hari itu di ruang tamu besar di Patty's Place"
Anne dan Priscilla, Phil dan Stella, Bibi Jamesina, Rusty, Joseph, Sarah-siKucing, serta Gog dan Magog. Bayangan lidah api menari-nari di dinding,
kucing-kucing mendengkur, dan sebuah pot besar bunga krisan, yang
dikirim untuk Phil oleh seorang pria yang tergila-gila kepadanya, bersinar
di ruang suram itu seperti bulan berwarna krem.
Tiga minggu berlalu sejak mereka memutuskan tinggal bersama, dan
semuanya percaya percobaan itu akan berhasil. Dua minggu pertama
setelah mereka kembali adalah saat-saat yang mengasyikkan; mereka sibuk
menata barang-barang mereka, mengatur kehidupan baru mereka, dan
menyamakan pendapat-pendapat mereka. Anne tidak terlalu menyesal
karena meninggalkan Avonlea ketika tiba saatnya untuk kembali ke
kampus. Beberapa hari terakhir liburannya tidak terlalu menyenangkan.
Cerita yang memenangi lomba itu telah diterbitkan oleh koran-koran di
pulau itu; dan Mr. William Blair, di meja kasirnya, punya setumpuk besar
pamflet warna merah muda, hijau, dan kuning, yang dia berikan kepada
setiap pelanggannya. Dia mengirim seikat pamflet khusus untuk Anne,
yang langsung membakarnya di perapian. Ejekan yang akan dia terima
ternyata hanya ada di bayangan Anne, karena menurut orang-orang
Avonlea, Anne memang pantas memenangi sayembara itu. Teman-teman
Anne salut kepadanya dengan kekaguman yang tulus; sementara musuhmusuhnya dengan rasa iri yang menghinakan. Josie Pye bilang bahwa dia
yakin Anne Shirley telah mencontek; dia yakin dia pernah membaca cerita
itu di sebuah koran beberapa tahun sebelumnya. Keluarga Sloane, yang
baru saja mengetahui atau menebak bahwa lamaran Charlie telah "ditolak"
Anne, berkata bahwa itu bukan hal yang perlu dibanggakan; hampir semua
orang bisa melakukannya kalau mau mencoba. Bibi Atossa berkata kepada
Anne bahwa dia menyesali Anne yang menyukai kegiatan menulis; tak ada
orang yang lahir dan tumbuh di Avonlea yang akan melakukannya; dan
itulah yang terjadi jika kau mengadopsi anak yatim piatu antah berantah.
Bahkan Mrs. Rachel Lynde juga meragukan kepantasan seorang anak
119 gadis menulis cerita fiksi, meski dia bisa menerimanya saat melihat cek
dua puluh lima dolar yang diterima Anne.
"Sungguh luar biasa harga yang mereka bayar untuk kebohongan macam
itu," katanya, setengah bangga setengah kesal.
Akhirnya, Anne lega ketika liburan berakhir. Sungguh menyenangkan
kembali ke Redmond, sebagai mahasiswa tahun kedua, yang lebih
bijaksana dan berpengalaman, dengan banyak teman di acara
penyambutan yang meriah. Pris, Stella, dan Gilbert ada di sana; Charlie
Sloane, yang kelihatan sok penting; Phil, yang masih belum bisa
menentukan pilihan antara Alec dan Alonzo; dan Moody Spurgeon
MacPherson. Moody MacPherson mengajar di sekolah sejak
meninggalkan Queen"s, tetapi ibunya memutuskan sudah waktunya dia
berhenti mengajar dan kembali berkonsentrasi untuk belajar menjadi
pendeta. Moody Spurgeon yang malang bernasib sial di awal kuliah tahun
ini. Setengah lusin mahasiswa tahun kedua yang kasar, teman
seasramanya, mencegatnya pada suatu malam dan mencukur setengah
rambut di kepalanya. Dalam keadaan seperti itu, Moody Spurgeon harus
pergi mengasingkan diri sampai rambutnya tumbuh kembali. Dia bercerita
kepada Anne dengan getir bahwa ada kalanya dia ragu apakah dia betulbetul ingin menjadi pendeta.
Bibi Jamesina tidak datang sampai para gadis selesai mempersiapkan
Patty"s Place untuknya. Miss Patty telah mengirimkan kuncinya kepada
Anne, beserta surat yang mengatakan bahwa Gog dan Magog telah dipak
ke dalam kotak di bawah ranjang kamar tamu, tapi Anne bisa
mengambilnya sewaktu-waktu. Dalam catatan tambahannya, Miss Patty
menulis bahwa dia berharap para gadis berhati-hati meletakkan lukisanlukisan. Ruang tamu telah dilapisi kertas pelapis lima tahun sebelumnya
dan dia serta Miss Maria tidak mau kertas itu dilubangi kecuali dalam
kondisi darurat. Selebihnya, dia memercayakan semua kepada Anne.
Para gadis itu sangat menikmati kegiatan menata rumah baru mereka.
Seperti kata Phil, rasanya hampir sehebat ketika akan menikah. Kau
bersenang-senang menata rumah tanpa diganggu suami. Masing-masing
gadis membawa sesuatu untuk menghias dan membuat nyaman rumah
kecil itu. Pris, Phil, dan Stella membawa pernak-pernik dan gambargambar hiasan berlimpah, dan mereka mulai menggantungkan gambar120 gambar itu menurut selera masing-masing tanpa memedulikan kertas
pelapis dinding Miss Patty.
"Kita tambal lubang-lubangnya nanti kalau kita akan meninggalkan
tempat ini, Sayang dia tidak akan tahu," kata mereka membantah protes
Anne. Diana memberi Anne bantal jarum pentul. Miss Ada memberi Anne
dan Priscilla bantal sulaman yang saking indah sulamannya, malah tak
nyaman dipakai. Marilla mengirimkan sekotak besar manisan buah, dan
mengisyaratkan akan mengirim lagi sekeranjang manisan saat
Thanksgiving. Mrs. Lynde memberi Anne selimut perca dan
meminjamkannya lima buah lagi. "Bawalah," suruhnya. "Selimut-selimut
ini mungkin lebih berguna daripada disimpan di peti loteng dan digerogoti
ngengat." Tak ada ngengat yang akan nekat mendekati selimut-selimut itu
karena bau kapur barusnya yang menusuk, sehingga harus dijemur di
kebun Patty"s Place selama dua minggu penuh sebelum bisa dibawa
masuk. Kehebohan menata rumah dan menjemur selimut perca di luar jarang
terlihat di Spofford Avenue yang aristokrat. Jutawan tua pemarah yang
tinggal di "sebelah" mampir ke rumah mereka dan ingin membeli selimut
perca berpola tulip warna kuning dan merah yang indah, yang diberikan
Mrs. Rachel kepada Anne. Si Tua itu bilang bahwa ibunya dulu sering
membuat selimut semacam itu dan, Demi Tuhan, dia ingin punya satu agar


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selalu ingat kepada ibunya. Anne tak mau menjualnya, namun melihat
kekecewaan jutawan tua itu, ia lalu menulis surat pada Mrs. Lynde. Mrs.
Lynde yang sangat puas karena seorang jutawan menyukai selimut
percanya, membalas dan berkata bahwa dia masih punya satu selimut yang
sama persis. Jadi si juragan tembakau "sebelah rumah" akhirnya
mendapatkan selimut impiannya, dan memaksa agar selimut itu
dibentangkan di ranjangnya. Itu membuat istrinya yang bergaya jadi
sangat kesal. Selimut Mrs. Lynde sangat berguna di musim dingin itu. Di Patty"s
Place, selain kenyamanan, juga ada ketidaknyamanannya. Rumah itu
dingin, dan ketika malam yang sangat dingin tiba, para gadis senang
meringkuk di balik selimut Mrs. Lynde, dan menganggap selimut
pinjaman setidaknya bisa mengurangi ketaksukaan mereka pada wanita tua
cerewet itu. Anne mendapat kamar biru yang dia incar sejak pertama kali
melihatnya. Priscilla dan Stella mendapat kamar yang besar. Phil dengan
121 gembira menempati kamar mungil di atas dapur; dan Bibi Jamesina
menghuni kamar di bawah tangga di dekat ruang tamu. Kucing Rusty
awalnya tidur di ambang pintu.
Semua bermula dari Anne, ketika sedang berjalan pulang dari Redmond
beberapa hari setelah kepulangannya, tiba-tiba menyadari bahwa orangorang yang dia temui menatapnya dengan senyum ramah yang aneh. Anne
jadi bertanya-tanya ada apa dengannya. Apakah topinya miring" Apakah
ikat pinggangnya kendur" Memalingkan kepala untuk mencari tahu, Anne
melihat untuk pertama kalinya Rusty. Berjalan membuntuti Anne, hewan
itu adalah jenis hewan paling menyedihkan yang pernah dilihat Anne.
Seekor kucing kurus kering. Penampilannya memprihatinkan. Kedua
telinganya cuil, salah satu matanya buta, dan salah satu rahangnya
bengkak. Warna bulunya, seperti warna bulu kucing hitam yang hangus
terbakar dan jadi abu, kotor, kurus dan telantar.
"Hus," Anne mengusirnya, tetapi kucing itu tak mau pergi. Ketika Anne
berhenti melangkah, si kucing duduk dan menatapnya dengan satu
matanya yang masih bagus. Ketika Anne kembali berjalan, si kucing
membuntuti. Anne mengalah dan terus berjalan sampai di pagar Patty"s
Place, yang dia tutup dengan sebal tepat di depan muka si kucing, mengira
dia sudah terbebas. Tetapi, lima belas menit kemudian, ketika Phil
membuka pintu, si kucing dekil sedang duduk di anak tangga di depan
pintu. Dia segera menerjang masuk dan melompat ke pangkuan Anne
dengan suara "meong" kemenangan.
"Anne," kata Stella, "kucing itu milikmu?"
"Bukan," kata Anne jijik. "Makhluk ini membuntutiku pulang entah dari
mana. Aku tidak bisa menyingkirkannya. Uh, turun kau! Aku suka kucing
bersih, bukan kucing dekil sepertimu." Si kucing menolak turun. Dia
berbaring melingkar dengan tenang di pangkuan Anne dan mulai
mendengkur. "Dia jelas sudah mengangkatmu jadi keluarganya," tawa Priscilla.
"Aku bukan keluarganya," bantah Anne keras.
"Makhluk malang ini kelaparan," kata Phil merasa kasihan. "Pantas saja,
tubuhnya tinggal tulang terbalut kulit."
"Baiklah, aku akan memberinya makanan yang cukup dan dia harus
kembali ke tempat asalnya," kata Anne tegas. Kucing itu pun diberi makan
dan dibawa keluar. Esok paginya, dia masih berada di depan pintu. Si
122 kucing masih saja berdiri di anak tangga di depan pintu, dan mencoba
masuk kapan pun pintu dibuka. Meskipun selalu diusir, kucing itu tetap
memaksa masuk, dan dia tak peduli kepada siapa pun kecuali Anne.
Karena kasihan, para gadis memberinya makan, tetapi setelah seminggu
berlalu, mereka memutuskan untuk bertindak. Penampilan si kucing
perlahan semakin membaik. Mata dan pipinya mulai tampak normal. Dia
tak lagi terlihat sangat kurus, dan dia juga berusaha menjilati mukanya
untuk membersihkan diri. "Apa pun alasannya, kita tidak bisa memeliharanya," kata Stella. "Bibi
Jimsie datang minggu depan dan dia akan membawa Sarah-si-Kucing
bersamanya. Kita tidak bisa memelihara dua kucing. Bisa-bisa si dekil ini
berkelahi terus dengan Sarah. Dia petarung alami. Dia sering berkelahi
dan tadi malam dia mengalahkan si raja tembakau di sebelah."
"Kita harus menyingkirkannya," Anne setuju, menatap pasrah ke arah
subjek pembicaraan mereka, yang sedang mendengkur di karpet di depan
perapian dengan wajah jinak bak domba. "Pertanyaannya bagaimana"
Bagaimana empat gadis polos menyingkirkan seekor kucing yang tidak
mau diusir?" "Kita bius saja dengan kloroform," usul Phil. "Itu cara yang paling
manusiawi." "Memangnya siapa di antara kita yang tahu tentang kloroform?" tanya
Anne muram. "Aku, Sayang. Itu satu dari sedikit sayangnya hanya sedikit
keterampilanku. Aku pernah mematikan beberapa ekor kucing di rumah
dulu. Bawa kucingnya besok pagi dan beri dia makanan enak. Lalu kau
bawa karung goni ada satu di serambi belakang masukkan kucingnya dan
tutupi dia dengan kotak kayu. Ambil botol kloroform isi dua ons, buka
sumbatnya, dan selipkan dari pinggiran kotak. Taruh benda berat di atas
kotak dan tinggalkan sampai malam. Kucing itu akan mati, bergelung
tenang seolah sedang tidur. Tanpa rasa sakit, tanpa perlawanan."
"Kedengarannya mudah," kata Anne ragu-ragu.
"Memnag mudah. Serahkan saja kepadaku. Biar aku yang urus," kata
Phil meyakinkan. Maka mereka menyiapkan kloroform, dan besok paginya
Rusty dipancing menuju detik-detik terakhir kehidupannya. Dia makan
dengan lahap, menjilati kaki-kakinya, dan memanjat ke pangkuan Anne.
Hati Anne gundah. Makhluk malang ini menyukainya memercayainya.
Bagaimana mungkin dia terlibat dalam rencana pembunuhan ini"
123 "Ini, bawa dia," dia berkata cepat-cepat kepada Phil. "Aku merasa
seperti pembunuh." "Dia tidak akan menderita, kok," Phil mencoba menenangkan, tapi Anne
sudah kabur. Rencana itu terlaksana juga di serambi belakang. Tak
seorang pun pergi ke sana hari itu. Tapi petang harinya Phil
mengumumkan bahwa Rusty harus dikubur.
"Pris dan Stella harus menggali lubang di halaman," kata Phil, "dan
Anne harus ikut denganku untuk mengangkat kotak itu. Ini bagian yang
paling kubenci." Dua orang sekongkol itu berjalan dengan enggan ke serambi belakang.
Phil mengangkat batu yang dia letakkan di atas kotak dengan hati-hati.
Tiba-tiba, samar tetapi jelas, terdengar suara meong dari bawah kotak.
"Dia dia belum mati," Anne terbata-bata, dan terduduk di anak tangga di
pintu dapur. "Tak mungkin, harusnya sudah mati," kata Phil tak percaya.
Suara meong terdengar sekali lagi, membuktikan bahwa dia salah. Kedua
gadis itu saling berpandangan. "Apa yang akan kita lakukan?" tanya Anne.
"Kenapa kalian belum kembali?" Stella yang penasaran muncul di pintu.
"Lubang kuburnya sudah siap. Kenapa ada kesunyian dan semua diam?"?"
godanya sambil mengutip Isles of Greece karya Lord Byron.
"Oh, tidak, suara-suara si mati terdengar seperti gemuruh air terjun
yang jauh," balas Anne dengan kutipan dari puisi yang sama, sambil
menunjuk kotak dengan ekspresi serius. Tawa mereka pun meledak
mencairkan suasana. "Kita harus meninggalkannya di sini sampai besok pagi," kata Phil
sambil mengembalikan batu ke atas kotak. "Mungkin suara meong yang
kita dengar adalah meongan sekarat. Atau mungkin kita cuma berkhayal,
karena terlalu tegang dan merasa bersalah."
Tapi, ketika kotak itu diangkat keesokan paginya, Rusty dengan gembira
melompat ke bahu Anne dan menjilati wajahnya dengan sayang.
"Oh, rupanya ada lubang di kotak itu," keluh Phil. "Aku tidak
melihatnya kemarin. Itu sebabnya dia tidak mati. Sekarang, kita harus
melakukannya dari awal lagi."
"Tidak usah," kata Anne tiba-tiba. "Rusty tidak boleh dibunuh lagi. Dia
kucingku dan kalian harus menerima kenyataan itu."
124 "Yah, terserahlah, padahal kau akan tinggal dengan Bibi Jimsie dan
Sarah-si-Kucing," kata Stella tak mau ikut campur. Sejak saat itu, Rusty
adalah anggota keluarga di situ. Dia tidur sepanjang malam di atas bantal
di serambi belakang dan tinggal di tempat terbaik di rumah itu. Pada saat
Bibi Jamesina tiba, Rusty sudah terlihat gemuk, sehat dan bulunya
bersinar. Tapi, seperti kucing milik keluarga Kipling, dia "bertingkah
semaunya". Cakarnya menantang semua kucing, dan semua kucing lain
balas menantangnya. Dia menaklukkan satu demi satu kucing-kucing di
Spofford Avenue. Bagaimana dengan manusia" Dia hanya mencintai
Anne. Bahkan, tak ada seorang pun yang berani membelai Rusty. Desis
kemarahan dan sesuatu yang mirip makian menyambut siapa pun yang
berani berbuat begitu. "Suasana jadi tegang gara-gara kucing itu," keluh Stella.
"Dia kucing yang manis, kok," bantah Anne sambil menggendong si
kucing. "Yah, aku tidak tahu bagaimana dia dan Sarah nanti bisa rukun," kata
Stella pesimistis. "Perkelahian kucing di halaman sepanjang malam sudah
cukup buruk. Tapi perkelahian kucing di ruang tamu tidak bisa ditoleransi
lagi." Bibi Jamesina datang tepat pada waktunya. Anne, Priscilla, dan Phil
sudah menunggu kedatangannya dengan agak ragu; tetapi ketika Bibi
Jamesina sudah duduk di kursi goyang di depan perapian, gadis-gadis itu
mengitarinya dengan gembira dan langsung menyukainya.
Bibi Jamesina adalah seorang wanita tua mungil berwajah segitiga kecil
dan lembut, dengan mata besar lembut dan biru yang tampak berseri-seri
seperti gadis muda bersemangat dan penuh harapan. Pipinya kemerahan
dan rambutnya yang seputih salju digelung setinggi telinga dan tampak
menarik. "Ini memang terlihat kuno," katanya sambil dengan rajin merajut sesuatu
yang rapi dan berwarna merah muda seperti matahari terbenam. "Tapi aku
memang orang kuno. Pakaianku juga, dan itu karena pandanganpandanganku juga. Aku tidak bilang pakaianku lebih baik daripada
pakaianmu. Bahkan, aku berani bilang pakaianku banyak yang jelek, tapi
enak dan mudah dipakai. Sepatu zaman sekarang memang lebih bagus
daripada dulu, tapi yang dulu lebih nyaman dipakai. Aku sudah cukup tua
125 untuk memanjakan diri dengan sepatu dan berlaku sesuka hati. Maksudku,
memanjakan diri secara wajar. Aku tahu kalian menginginkan aku untuk
mengawasi kalian, tapi aku tidak akan melakukannya. Kalian sudah cukup
dewasa untuk bersikap pantas kalau kalian mau. Jadi, setahuku," kata Bibi
Jamesina, dengan mata berbinar-binar, "kalian bisa melakukan apa yang
kalian mau." "Aduh, apa ada yang bisa menghentikan kucing-kucing itu berkelahi?"
Stella memohon dengan gemetar.
Bibi Jamesina tidak hanya membawa Sarah-si-Kucing, tetapi juga
Joseph. Joseph, jelasnya, adalah kucing milik sahabatnya yang pindah ke
Vancouver. "Dia tidak bisa membawa Joseph, jadi dia memintaku untuk
memeliharanya. Aku tidak tega menolak permintaannya. Dia kucing yang
bagus, maksudku sifatnya. Temanku menamainya Joseph karena bulunya
berwarna-warni." Memang benar begitu. Joseph, kata Stella yang merasa
jijik, tampak seperti kain gombal. Sulit mengatakan apa warna asli
bulunya. Keempat kakinya berwarna putih dengan bercak-bercak hitam.
Punggungnya abu-abu dengan bercak kuning di satu sisi dan bercak hitam
di sisi lainnya. Ekornya kuning dengan ujung warna abu-abu. Salah satu
telinganya berwarna hitam dan satu lagi kuning. Bercak hitam di salah satu
matanya memberi kesan gagah menakutkan, walaupun sebenarnya dia
kucing yang lembut, pasif, dan jinak. Bisa dibilang, Joseph bagaikan
bunga lily di padang rumput. Dia suka bermalas-malasan, dan tidak suka
berlarian mengejar tikus. Bahkan pada masa jayanya, Nabi Sulaiman
hidup tidak semanja Joseph.
Joseph dan Sarah tiba dalam kotak terpisah dengan kereta api ekspres.
Setelah mereka dikeluarkan dari kotak dan diberi makan, Joseph langsung
memilih bantal dan sudut yang menarik baginya, sementara Sarah duduk
khidmat di depan perapian dan menjilati mukanya. Tubuh Sarah besar,
halus, berbulu abu-abu-putih, dengan gengsi tinggi yang jarang dimiliki
seekor kucing biasa. Bibi Jamesina mendapatkan kucing itu dari tukang
cucinya. "Nama tukang cuciku Sarah, jadi suamiku selalu memanggil
kucing ini dengan nama itu," Bibi menjelaskan. "Kucing ini berumur
delapan tahun dan jago menangkap tikus. Jangan khawatir, Stella. Sarah
Tidak pernah berkelahi. Joseph juga jarang."
"Tapi mereka harus berkelahi untuk membela diri di sini," kata Stella.
126 Tepat pada saat itu, Rusty datang. Dia melompat-lompat gembira sejauh
setengah ruangan, sebelum melihat kehadiran para pengganggu. Lalu dia
tiba-tiba berhenti, ekornya memanjang dan membesar tiga kali lipat. Bulubulunya meremang tegang menantang perang; Rusty menundukkan
kepalanya, mengeluarkan suara desisan marah dan tantangan, lalu
melompat menyerang Sarah.
Sarah, si kucing yang anggun berhenti menjilati wajahnya dan menatap
Rusty penasaran. Sarah menanggapi serangan Rusty dengan mengayunkan
cakarnya. Rusty langsung terguling-guling di atas karpet, dan bangkit
dengan bingung. Kucing macam apa yang menghajar telinganya dengan
satu pukulan ini" Dia menatap Sarah ragu-ragu. Serang lagi atau tidak, ya"
Sarah dengan santai memunggungi Rusty dan melanjutkan acara menjilati
wajah. Rusty memutuskan untuk tidak menyerang lagi.
Sejak saat itu, Sarahlah kucing penguasa di situ. Rusty tak pernah lagi
mengganggunya. Tapi Joseph dengan gegabah bangkit dan menguap.
Rusty, yang masih diselimuti dendam karena baru saja dipermalukan,
menyambar ke arahnya. Joseph, yang berpembawaan kalem, ternyata bisa
berkelahi dengan baik dalam situasi apa pun. Hasilnya seri. Setiap hari
Rusty dan Joseph berkelahi. Anne membela Rusty dan membenci Joseph.
Tapi Bibi Jamesina hanya tertawa. "Biarkan mereka berkelahi," katanya
sabar. "Nanti juga mereka berteman. Joseph butuh olahraga dia sudah
terlalu gemuk. Dan Rusty harus belajar memahami bahwa dia bukan satusatunya kucing di dunia ini." Joseph dan Rusty akhirnya memang
menerima situasi ini dan dari musuh bebuyutan, mereka menjadi teman
akrab. Mereka tidur di bantal yang sama dengan kaki saling bertautan, dan
dengan santai saling menjilati wajah lawannya.
"Kita semua sudah terbiasa satu sama lain," kata Phil. "Dan aku sudah
belajar mencuci piring dan menyapu lantai."
"Tapi kau tidak usah meyakinkan kami bahwa kau bisa membius kucing
dengan kloroform," kata Anne sambil tertawa.
"Itu semua salah lubangnya," protes Phil.
"Ada bagusnya juga lubang itu," kata Bibi Jamesina bersungguhsungguh. "Anak kucing Harus disingkirkan, aku akui, kalau tidak dunia
bisa terlalu padat. Tapi kucing peliharaan yang sudah dewasa seharusnya
tidak boleh dibunuh kecuali kalau dia mulai kurang ajar."
"Bibi tidak akan bilang begitu kalau melihat bagaimana Rusty waktu dia
datang ke sini," kata Stella. "Dia jelas-jelas terlihat seperti si Tua Nick."
127 "Aku tidak percaya si Tua Nick sejelek itu," kata Bibi Jamesina sambil
termenung. "Lagi pula, tak ada salahnya kalau ia memang jelek. Aku
selalu menganggapnya pria yang lumayan tampan."
128 SURAT DARI DAVY "Salju mulai turun, teman-teman," kata Phil pada suatu malam di bulan
November, "dan tampak indah sekali, seperti bintang-bintang kecil
berjatuhan di jalan setapak di halaman. Aku tidak pernah menyadari
betapa indahnya butir-butir salju itu. Kita memang harus punya waktu
untuk memerhatikan hal-hal sederhana seperti itu dalam kehidupan.
Semoga kalian diberkati karena mengizinkanku menjalani hidup seperti
ini. Rasanya menyenangkan bisa merasa khawatir karena harga mentega
naik lima sen per setengah kilogram." "Masa iya?" tanya Stella, yang
mengurus keuangan rumah itu.
"Ya dan ini mentegamu. Aku mulai mahir dalam urusan pemasaran. Jauh
lebih asyik daripada menggoda cowok," kata Phil serius.
"Harga-harga naik tak keruan," keluh Stella.
"Tidak apa-apa. Syukurlah udara dan kebebasan masih gratis," kata Bibi


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jamesina. "Jangan lupa gelak tawa," imbuh Anne. "Tidak perlu bayar pajak untuk
tertawa, dan sebentar lagi kalian akan tertawa. Aku akan membacakan
surat Davy. Ejaannya semakin bagus setahun terakhir ini, biarpun dia
lemah untuk urusan tanda baca dan kata sambung, dan dia punya bakat
membuat tulisan yang menarik. Dengarkan dan tertawalah, sebelum kita
belajar dengan tekun malam ini."
"Dear Anne," tulis Davy di suratnya. "Aku goreskan penaku untuk
mengatakan bahwa kami sehat-sehat saja di sini dan semoga kalian juga
begitu. Di sini sedang hujan salju dan Marilla bilang ini karena si wanita
tua di langit sedang menepuk-nepuk kasur-kasur bulunya. Apakah wanita
itu istri Tuhan, Anne" Aku ingin tahu. Mrs Lynde sedang sakit tapi sudah
baikan sekarang. Dia terjatuh dari tangga gudang bawah tanah minggu lalu
ketika jatuh dia berpegangan pada rak-rak berisi ember-ember susu dan
panci dan rak itu patah dan rubuh bersamanya dengan suara gemuruh.
Tadinya Marilla kira itu gempa bumi. Salah satu pancinya mengenai
tulang rusuknya dan membuatnya terkilir. Dokter datang dan memberinya
obat untuk digosokkan, tapi dia salah paham dan malah menelannya
129 Dokter bilang ajaib karena dia tidak mati, tapi rasa sakitnya malah hilang
dan Mrs Lynde bilang bagaimanapun juga dokter tidak tahu semua hal.
Tapi kami tidak bisa memperbaiki pancinya. Marilla harus membuangnya.
Minggu lalu ada perayaan Thanksgiving. Sekolah libur dan malamnya
kami makan enak Aku makan pai daging dan kalkun panggang dan kue
buah dan donat dan keju dan selai dan kue coklat. Marilla bilang aku akan
mati tapi tidak. Dora sakit telinga tapi bukan di telinganya, tapi di
perutnya. Aku tidak pernah sakit telinga dimana-mana.
Guru baru kami seorang laki-laki. Dia suka melucu. Minggu lalu dia
menyuruh anak-anak kelas tiga menulis komposisi tentang istri atau suami
seperti apa yang kami dambakan. Dia tertawa terbahak-bahak setengah
mati ketika membaca hasilnya. Ini tulisanku Aku rasa kau mau
membacanya. "Istri yang Aku Dambakan"
Dia harus berprilaku baik dan menyediakan makanan tepat waktu dan
melakukan apa yang aku minta dan harus selalu sopan kepadaku Umurnya
harus lima belas tahun. Dia harus baik kepada orang miskin dan selalu
menjaga agar rumah tetap bersih dan harus berwatak baik dan rajin pergi
ke gereja. Dia harus cantik dan berambut keriting. Jika aku mendapat istri
seperti itu aku akan jadi suami yang sangat baik baginya. Kurasa seorang
wanita harus bersikap baik kepada suaminya. Beberapa wanita miskin
tidak punya suami. SELESAI. Aku menghadiri pemakaman Mrs Isaac Wrights di White Sands minggu
lalu. Suaminya terlihat sangat sedih. Mrs Lynde bilang kakek Mrs Wrights
mencuri seekor domba tapi Marilla bilang kita tidak boleh membicarakan
kejelekan orang yang sudah mati. Kenapa tidak boleh, Anne" Bukannya
aman" Mrs Lynde marah sekali waktu itu karena aku bertanya apakah dia
hidup pada masa Nabi Nuh Aku tidak bermaksud menyakiti perasaannya
Aku hanya ingin tahu" Benar nggak sih, Anne"
Mr Harrison ingin membuang anjingnya. Jadi dia gantung dia tapi anjing
itu masih hidup dan kabur ke gudang waktu Mr Harrison menggali lubang,
jadi dia menggantungnya lagi dan kali ini anjingnya mati. Mr Harrison
130 mempekerjakan seseorang yang aneh sekali Mr. Harrison bilang orang itu
kidal pada kedua kakinya. Orang upahan Mr Barry seorang pemalas. Mrs
Barry yang bilang begitu, tapi Mr Barry bilang dia tidak begitu pemalas,
dia hanya berpikir lebih mudah berdoa untuk mendapatkan barang-barang
daripada harus berusaha Babi kebanggaan Mrs Harmon Andrews mati dan dia sering
membicarakannya. Mrs Lynde bilang itu ganjaran bagi kesombongannya.
Tapi kurasa itu sulit bagi babinya. Milty Boulter sakit dokter memberinya
obat dan rasanya mengerikan. Aku menawarkan untuk meminum obat itu
untuknya tapi keluarga Boulter memang pelit. Milty bilang dia lebih baik
meminumnya sendiri dan menghemat uang. Aku bertanya kepada Mrs
Boulter bagaimana orang pergi untuk mengejar pria dan dia jadi marah dan
bilang dia tidak tahu Dia tidak pernah mengejar pria.
Kelompok Pengembangan akan mengecat aula lagi mereka bosan
dengan warna biru. Pendeta yang baru datang tadi malam untuk minum teh
dia makan tiga buah kue. Kalau aku yang melakukan itu Mrs. Lynde akan
bilang bahwa aku serakus babi. Si pendeta makan dengan cepat dan
mengunyah potongan-potongan besar dan Marilla bilang aku tidak boleh
menirunya. Kenapa pendeta boleh dan anak laki-laki tidak" Aku ingin tahu
Aku tidak punya kabar lagi. Ini ada enam ciuman. Dora juga nitip. Ini dia.
Temanmu tercinta DAVID KEITH NB: Anne, siapa ayah setan" Aku ingin tahu."
131 WARISAN MISS JOSEPHINE UNTUK ANNE Ketika Natal tiba, gadis-gadis Patty's Place pulang ke rumah masingmasing, tetapi Bibi Jamesina memilih tinggal. "Aku tidak bisa berkunjung
ke rumah orang-orang yang mengundangku dan membawa ketiga kucing
itu," katanya. "Dan aku tidak mau meninggalkan kucing-kucing itu di sini
selama hampir tiga minggu. Kalau kita punya tetangga yang mau merawat
mereka, mungkin aku mau pergi. Tapi hanya ada jutawan di jalan ini. Jadi
aku akan tinggal di sini menunggui Patty's Place."
Anne pulang sambil mengharapkan apa saja yang menyenangkan"tapi
sepertinya harapan itu tidak terkabul. Dia tiba di Avonlea pada awal
musim salju yang dingin dan berangin yang bahkan belum pernah dialami
oleh "penghuni tertuanya". Green Gables bisa dibilang tertimbun
tumpukan besar salju. Hampir setiap hari dalam liburan celaka itu selalu
ada badai ganas, yang tak juga berhenti pada hari-hari cerah. Begitu
dibersihkan, jalan-jalan langsung tertimbun salju lagi. Hampir tidak
mungkin berada di jalan-jalan. Kelompok Pengembang Avonlea mencoba
mengadakan pesta untuk menyambut para mahasiswa selama tiga malam,
tetapi setiap malam badai ganas selalu menyerang sehingga tak seorang
pun bisa datang ke pesta itu, dan mereka pun akhirnya putus asa dan
menyerah. Anne, kendati memiliki cinta dan kesetiaan kepada Green
Gables, kerap membayangkan Patty"s Place: perapian yang nyaman, mata
Bibi Jamesina yang berbinar riang, ketiga kucingnya, ocehan riang para
gadis, malam-malam yang menyenangkan setiap Jumat ketika temanteman kuliah mampir untuk berbincang tentang suka-duka mereka.
Anne merasa kesepian. Diana tinggal terus di rumah karena sedang sakit
bronkitis selama liburan itu. Dia tidak bisa mengunjungi Green Gables dan
Anne juga jarang bisa mampir ke Orchard Slope, karena jalan melewati
Hutan Berhantu tidak bisa dilalui akibat tertimbun salju, dan jalan panjang
melewati Danau Riak Air Berkilau sama jeleknya. Ruby Gillis telah tiada
"tidur dengan tenang di makamnya yang diselimuti salju; Jane Andrews
mengajar di sekolah di pesisir barat Amerika. Gilbert, yang masih akrab
dengannya, pasti mengunjungi Green Gables setiap malam kalau cuaca
132 memungkinkan. Tapi kunjungan Gilbert tidak sama rasanya seperti dulu.
Anne takut membayangkan hal itu. Sangat membingungkan ketika
mendapati kesunyian mendadak di tengah kabut dan menemukan mata
cokelat Gilbert menatapnya penuh ekspresi; dan Anne merasa lebih
bingung lagi ketika menyadari bahwa wajahnya memerah malu dan
gelisah di bawah tatapan Gilbert, seperti seperti yah, pokoknya sangat
memalukan. Anne berharap dia berada di Patty"s Place karena di sana
selalu ada seseorang yang mencairkan suasana. Di Green Gables, Marilla
segera pergi ke kamar Mrs. Lynde ketika Gilbert datang dan bersikeras
mengajak si kembar ikut bersamanya. Artinya sudah jelas, dan Anne mau
tak mau sangat kesal karenanya.
Namun, Davy malah gembira sekali. Dia selalu bersemangat keluar
rumah pada pagi hari dan menenteng sekop untuk membersihkan salju dari
jalan setapak menuju sumur dan kandang ayam. Davy bersenang-senang
dengan hidangan Natal yang lezat-lezat yang disiapkan Marilla dan Mrs.
Lynde yang berlomba memasaknya untuk Anne, dan dia membaca
dongeng yang memikat di sebuah buku dari perpustakaan sekolah.
Dongeng itu berkisah tentang seorang pahlawan rupawan yang dianugerahi
kemampuan ajaib, tetapi dia sering terjebak dalam kesulitan besar
sedahsyat gempa bumi atau letusan gunung berapi, dan semua kesulitan itu
justru meloloskannya dari semua masalah dan mendaratkannya pada nasib
baik. Kisah pun berakhir dengan KEMEGAHAN yang pas.
"Buku ini keren sekali, Anne," kata Davy bersemangat. "Aku lebih suka
membaca ini daripada Injil."
"Oh, ya?" kata Anne tersenyum.
Davy menatapnya tajam. "Kelihatannya kau tidak terkejut, Anne. Mrs.
Lynde sangat terkejut waktu aku bilang begitu."
"Aku tidak terkejut, Davy. Aku rasa itu hal biasa buat seorang bocah
sembilan tahun yang lebih suka membaca kisah petualangan daripada
membaca Injil. Tapi ketika kau sudah lebih dewasa nanti, kuharap dan
kurasa kau akan menyadari bahwa Injil itu buku yang indah."
"Oh, kurasa beberapa bagian dari Injil oke juga," Davy mengakui.
"Kisah tentang Yusuf, misalnya itu keren. Tapi seandainya aku jadi Yusuf,
aku nggak akan maafin saudara-saudaraku. Betul, Anne. Aku akan
memenggal kepala mereka. Mrs. Lynde marah sekali waktu aku bilang
begitu, dia menutup Injil dan bilang bahwa dia nggak akan membacakan
kisah apa pun lagi dari Injil kalau aku bilang begitu. Jadi aku hanya diam
133 ketika dia membacakanku kisah-kisah dari Injil. Aku hanya memberi tahu
Milty Boulter di sekolah besoknya. Aku bercerita kepada Milty tentang
Elisa dan beruang-beruang. Dia jadi takut banget dan nggak pernah lagi
meledek kepala botak Mr. Harrison. Apa ada beruang di Pulau Prince
Edward, Anne" Aku ingin tahu."
"Sekarang, sih, tidak ada," kata Anne setengah melamun, ketika angin
mengembuskan salju dengan kencang dan menghantam kaca jendela. "Ya
ampun, kapan badai ini berhenti?"
"Hanya Tuhan yang tahu," kata Davy enteng sambil bersiap membaca
kembali. Kali ini Anne Terkejut.
"Davy!" seru Anne.
"Mrs. Lynde bilang begitu, kok," Davy memprotes. "Minggu lalu
Marilla bilang "apakah Ludovic Speed dan Theodora Dix AKAN
menikah" dan Mrs. Lynde bilang "hanya Tuhan yang tahu" persis seperti
itu." "Yah, seharusnya dia tidak boleh bicara seperti itu," kata Anne, berpikir
keras bagaimana ia harus mengatasi dilema ini. "Kita tidak boleh
menyebut-nyebut nama Tuhan dengan enteng atau sia-sia, Davy. Jangan
pernah lakukan itu lagi."
"Walaupun pelan dan khidmat, seperti pendeta?" tanya David ragu-ragu.
"Tidak boleh, apalagi begitu."
"Oke, kalau begitu baiklah. Ludovic Speed dan Theodora Dix tinggal di
Middle Grafton dan Mrs. Rachel bilang Ludovic mendekati Theodora Dix
selama seratus tahun. Apakah mereka nanti jadinya terlalu tua untuk
menikah, Anne" Kuharap Gilbert tidak akan terlalu lama seperti itu waktu
mendekatimu. Kapan kau akan menikah, Anne" Mrs. Lynde bilang kau
pasti akan menikah."
"Mrs. Lynde itu ?" kata Anne mulai gemas, tapi lalu terdiam.
?" orang tua yang suka gosip," Davy menyela dengan tenang. "Semua
orang bilang begitu. Tapi betul atau tidak, Anne" Aku ingin tahu."
"Kau bocah kecil yang konyol, Davy," kata Anne kesal sambil bergegas
keluar dari dapur. Dia duduk di jendela pada petang hari yang tiba lebih
cepat di musim dingin itu. Matahari sudah terbenam dan angin sudah
berhenti berembus kencang. Bulan yang dingin dan pucat mengintip dari
balik awan keunguan di langit sebelah barat. Langit berangsur gelap, tetapi
garis kuning di sepanjang ufuk barat bersinar makin terang dan tajam,
134 seakan semua pancaran cahaya terpusat pada satu titik; bukit-bukit nun
jauh di sana dilingkari pohon-pohon cemara, yang berdiri tegak di
kegelapan. Anne memandang padang-padang rumput yang memutih
diselimuti salju, yang tampak dingin tak bernyawa di tengah cahaya suram
matahari terbenam, dan dia mendesah.
Dia merasa sangat kesepian, dan hatinya sedih memikirkan apakah dia
bisa kembali ke Redmond tahun depan. Sepertinya tidak bisa. Beasiswa
satu-satunya yang mungkin dia dapat pada tahun kedua sedikit jumlahnya.
Dia tak mau meminta uang kepada Marilla; dan kemungkinan mencari
uang pada liburan musim panas kecil sekali. "Sepertinya aku harus
berhenti kuliah tahun depan," pikirnya khawatir, "dan mengajar di sekolah
lokal sampai aku punya cukup uang untuk menyelesaikan pendidikanku.
Dan pada saat itu, semua temanku sudah lulus dan Patty"s Place hanya
tinggal cerita. Tapi, aku tidak mau jadi pengecut. Aku bersyukur bisa
mencari uang sendiri kalau perlu."
"Mr. Harrison sedang menuju kemari," Davy memberi tahu dan berlari
keluar. "Aku harap dia membawa surat. Sudah tiga hari kita tidak
menerima surat. Aku ingin tahu apa yang dilakukan orang-orang Liberal
menyebalkan itu. Aku ini orang Konservatif, Anne. Dan kuberi tahu, ya,
kau harus selalu waspada terhadap partai Liberal."
Mr. Harrison memang membawa surat, dan surat-surat menyenangkan
dari Stella, Priscilla, dan Phil segera mengusir kesedihan Anne. Bibi
Jamesina juga menulis surat yang mengatakan bahwa dia selalu
menyalakan perapian, ketiga kucing dan tanaman-tanaman di rumah juga
baik-baik saja. "Cuaca di sini sangat dingin," tulis Bibi, "jadi kucingkucing itu kubiarkan tidur di dalam rumah Rusty dan Joseph tidur di sofa
di ruang tamu, dan Sarah di kaki ranjangku. Menyenangkan juga
mendengar dengkurannya waktu aku terbangun di tengah malam dan
memikirkan putriku yang malang di negeri asing. Jika saja dia bukan di
India, aku tak akan sekhawatir ini, tapi orang bilang ular-ular di sana
berbahaya. Butuh dengkuran keras Sarah untuk mengusir bayanganbayangan seram tentang ular di India. Aku punya cukup keyakinan untuk
hal apa pun kecuali ular. Aku tidak paham kenapa Tuhan menciptakan
ular. Kadang-kadang aku pikir bukan Dia yang menciptakan ular. Aku
cenderung percaya bahwa si Tua Harry ikut campur dalam penciptaan
ular." 135 Anne sengaja menunda membaca sebuah surat tipis karena mengira itu
surat yang tidak penting. Tetapi ketika dia membacanya, dia terduduk
bergeming, dengan air mata mengalir.
"Ada apa, Anne?" tanya Marila.
"Miss Josephine Barry meninggal," jawab Anne pelan.
"Yah, mungkin sudah waktunya," kata Marilla. "Dia sakit keras sejak
setahun terakhir, dan keluarga Barry sudah bersiap menerima kabar
meninggalnya dia. Mungkin sebaiknya begitu, karena dia telah menderita
begitu lama, Anne. Dia selalu baik terhadapmu."
"Dan selalu begitu sampai saat terakhir, Marilla. Surat ini dari
pengacaranya. Dia mewariskan seribu dolar untukku."
"Ya Tuhan! Itu jumlah yang luar biasa banyak," Davy berseru. "Dia,
kan, wanita yang kau timpa, waktu kau dan Diana berebut melompat ke
ranjang kamar tamu, ya, kan" Diana memberitahuku. Itukah sebabnya dia
memberimu banyak uang?"
"Hus, Davy," tegur Anne pelan. Dia berjalan ke serambi depan dengan
hati meluap-luap, meninggalkan Marilla dan Mrs. Lynde kasak-kusuk
membicarakan berita tadi sesuka mereka.
"Kalau begitu, apakah Anne akan menikah sekarang?" tanya Davy
penasaran. "Waktu Dorcas Sloane menikah musim panas lalu, dia bilang
kalau dia punya cukup uang dia tidak akan bingung memikirkan soal
suami, tapi bahkan menikahi duda dengan delapan anak akan lebih baik
dibandingkan tinggal dengan kakak ipar."
"Davy Keith, jangan terlalu banyak omong," tegur Mrs. Rachel serius.
"Caramu berbicara benar-benar memalukan untuk seorang bocah kecil."
136 SELINGAN "Bayangkan sekarang ulang tahunku yang kedua puluh, dan masa
remajaku sudah lewat," kata Anne, yang sedang tidur-tiduran di karpet
depan perapian dengan Rusty di pangkuannya, kepada Bibi Jamesina yang
sedang membaca di kursi goyangnya. Mereka sedang berdua saja di ruang


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tamu. Stella dan Priscilla pergi menghadiri rapat komite dan Phil sedang
berada di lantai atas, berdandan untuk pergi ke pesta.
"Kurasa kau agak menyesal," kata Bibi Jamesina. "Masa remaja adalah
salah satu masa paling indah dalam kehidupan. Aku senang bahwa aku
tidak benar-benar kehilangan masa remajaku."
Anne tertawa. "Kau tak akan kehilangan masa remajamu, Bibi. Kau akan
tetap seperti remaja delapan belas tahun ketika berumur seratus tahun
nanti. Ya, aku memang menyesal, dan agak tidak puas juga. Miss Stacy
dulu bilang bahwa saat umurku dua puluh nanti karakterku sudah
terbentuk sempurna, menjadi baik atau buruk. Aku rasa tidak seperti itu.
Sepertinya masih banyak yang salah."
"Semua orang juga begitu," kata Bibi Jamesia riang. "Karakterku sendiri
masih jauh dari sempurna. Mungkin maksud Miss Stacy adalah ketika kau
berumur dua puluh tahun, karaktermu mulai menuju ke satu arah dan akan
terus berkembang di arah itu. Jangan khawatir, Anne. Lakukan saja
kewajibanmu terhadap Tuhan, sesama, dan dirimu sendiri. Nikmatilah
hidupmu. Itu filosofiku dan itu selalu berhasil. Phil mau pergi ke mana
malam ini?" "Dia mau pergi ke pesta dansa, dan dia memakai gaun yang sangat manis
"sutra KUNING krem dan berenda tipis. Cocok dengan warna mata dan
rambut cokelatnya." "Ada kekuatan magis pada kata "sutra" dan "renda", bukan?" kata Bibi
Jamesina. "Bunyi kata-kata itu membuatku ingin pergi ke pesta dansa. Dan
sutra Kinung. Itu membuat orang terbayang akan gaun segemerlap sinar
matahari. Aku selalu menginginkan gaun seperti itu, tapi ibuku dan
suamiku tidak mau mendengar. Hal pertama yang akan kulakukan jika aku
pergi ke surga nanti adalah mendapatkan gaun sutra kuning."
137 Di tengah-tengah tawa Anne, Phil turun. Dia tampak diselimuti aura
keanggunan, dan mematut-matut diri di depan cermin lonjong di dinding.
"Cermin yang indah memancing keyakinan diri," katanya. "Cermin di
kamarku membuatku tampak hijau. Apakah aku tampak cantik, Anne?"
"Apa kau tidak tahu bahwa kau ini cantik, Phil?" kata Anne tulus.
"Tentu saja aku tahu. Apa gunanya cermin dan pria" Bukan itu
maksudku. Apakah ujung gaunku sudah rapi" Apakah rokku sudah lurus"
Dan apakah mawar ini lebih baik dipasang agak rendah" Aku khawatir
kalau terlalu tinggi akan membuatku terlihat kurang proporsional. Tapi aku
tak suka benda-benda menggelitik di telingaku."
"Sudah oke semua, kok. Dan lesung pipimu juga manis sekali."
"Anne, ada satu hal yang aku suka darimu kau orang yang sangat tulus.
Tidak ada sedikit pun rasa iri dalam dirimu."
"Kenapa dia harus iri?" Bibi Jamesina menyela. "Mungkin dia tidak
secantik dirimu, tapi dia punya hidung yang lebih bagus."
"Aku tahu itu," Phil mengakui.
"Aku memang menyukai hidungku," kata Anne.
"Dan aku suka rambut ponimu, Anne. Dan keriting kecil itu lucu, selalu
terlihat seperti akan jatuh, tapi tidak pernah jatuh. Tapi soal hidung, wah,
hidungku jelek sekali. Saat umurku empat puluh nanti, hidungku akan
tampak seperti hidung Byrne persis seperti ibuku. Menurutmu, aku akan
tampak seperti siapa waktu berumur empat puluh, Anne?"
"Seperti wanita tua yang keibuan," goda Anne.
"Tak akan," kata Phil sambil duduk dengan santai menunggu jemputan.
"Joseph, jangan coba-coba melompat ke pangkuanku, dasar kucing bandel.
Aku tidak mau pergi ke pesta dansa dengan bulu kucing di mana-mana.
Tidak, Anne, aku TIDAK akan terlihat keibuan. Tapi aku pasti akan
menikah." "Dengan Alec atau Alonzo?"
"Dengan salah satunya," Phil mendesah, "kalau aku bisa memutuskan
yang mana." "Seharusnya tidak sulit memutuskan hal itu," Bibi Jamesina menggerutu.
"Dari kecil aku memang plinplan, dan aku memang selalu gamang
ketika harus memutuskan sesuatu."
"Kau harus bisa lebih tegas, Philippa."
"Bagusnya, sih, begitu," akur Phil, "tapi kau akan kehilangan
keasyikannya. Tentang Alec dan Alonzo, kalau kau kenal mereka, kau
138 akan mengerti kenapa aku sulit memilih satu di antara mereka. Duaduanya menyenangkan."
"Kalau begitu pilih yang paling menyenangkan," Bibi Jamesina
menyarankan. "Ada senior yang tergila-gila kepadamu Will Leslie. Dia
punya mata yang besar dan lembut."
"Matanya agak terlalu besar dan terlalu lembut seperti mata sapi," kata
Phil jahat. "Bagaimana dengan George Parker?"
"Tidak banyak yang bisa dikatakan, kecuali bahwa dia selalu terlihat
seperti baru dikanji dan disetrika."
"Kalau begitu Marr Holworthy. Dia sempurna."
"Memang, kalau saja dia kaya. Aku ingin menikah dengan orang kaya,
Bibi Jamesina. Kaya dan tampan adalah syarat penting. Aku mau saja
menikah dengan Gilbert Blythe seandainya dia kaya."
"Yang benar?" kata Anne agak pedas.
"Aku tidak suka gagasan itu sedikit pun, meskipun aku juga tidak
menginginkan Gilbert, maaf ya," Phil mengejek. "Tapi, tidak usahlah
membicarakan topik yang tidak menyenangkan ini. Kurasa aku pasti akan
menikah, tapi kalau bisa aku akan menundanya selama mungkin."
"Jangan menikah dengan orang yang tidak kau cintai, Phil, atau kau akan
menyesal di kemudian hari," kata Bibi Jamesina.
"Oh, cinta-cintaan gaya lama seperti itu sudah kuno," Phil tertawa
mengejek. "Itu dia keretanya. Aku pergi dulu, ya! Da daah, orang kolot
sayang." Ketika Phil sudah pergi, Bibi Jamesina menatap Anne dengan
serius. "Gadis itu cantik, manis, dan baik hatinya, tapi apakah menurutmu
pikirannya beres, Anne?"
"Oh, kupikir tidak ada yang salah dengan pikirannya," kata Anne
menyembunyikan senyum simpulnya. "Dia memang selalu berbicara
seperti itu." Bibi Jamesina menggeleng heran. "Yah, kuharap begitu, Anne, karena
aku menyayanginya. Tapi aku tidak bisa memahaminya. Dia sungguh
berbeda dari gadis-gadis yang pernah kukenal, apalagi dari sifat-sifat gadis
dalam diriku." "Memangnya ada berapa sifat gadis dalam dirimu, Bibi Jimsie?"
"Sekitar setengah lusin, Sayangku."
139 GILBERT AKHIRNYA BICARA ?"Ini benar-benar hari yang garing dan membosankan," kata Phil sambil
menguap. Dia merenggangkan badan dengan malas di sofa, setelah
sebelumnya mengusir dua ekor kucing yang marah. Anne mengangkat
kepalanya dari Pickwick Papers. Setelah ujian musim semi selesai, Anne
memilih bersantai sambil membaca buku karya Dickens itu.
Memang menjemukan," kata Anne sambil merenung, "tapi bagi sebagian
orang, ini hari yang indah. Ada orang yang sedang benar-benar gembira.
Mungkin dia baru saja melakukan perbuatan baik entah di mana"atau
baru menulis puisi yang hebat"atau orang hebat baru saja lahir. Dan ada
juga yang sedang sedih, Phil."
"Kenapa kau rusak khayalan indahmu dengan kalimat terakhir itu,
Sayang?" Phil menggerutu. "Aku tidak suka memikirkan orang yang
sedang sedih atau hal-hal yang tidak menyenangkan."
"Menurutmu, apakah kau bisa menghindari hal-hal yang tidak
menyenangkan itu selamanya, Phil?"
"Wah, jelas tidak. Memangnya kau pikir sekarang aku sedang apa" Alec
dan Alonzo membuatku sangat jengkel, dan kau sebut hal itu
menyenangkan?" "Kau tidak pernah serius, Phil."
"Memangnya harus" Sudah cukup banyak orang yang begitu. Dunia ini
membutuhkan orang seperti aku, Anne, untuk menghibur. Apa jadinya
kalau SEMUA orang dunia ini pandai, serius, dan saleh" Misiku adalah,
seperti kata Josiah Allen, "untuk memesona dan memikat". Akuilah itu.
Bukankah kehidupan di Patty"s Place lebih ringan dan menyenangkan
pada musim dingin lalu karena ada aku bersama kalian?"
"Ya, memang," jawab Anne.
"Dan kalian semua menyayangiku bahkan Bibi Jamesina, yang berpikir
aku cukup gila. Jadi kenapa pula aku harus menjadi orang berbeda" Aduh,
aku mengantuk sekali. Aku tidak bisa tidur tadi malam gara-gara membaca
buku tentang hantu yang mengerikan. Aku membacanya di ranjang. Dan
setelah selesai, kau pikir aku bisa bangkit dari ranjang untuk mematikan
lampu" Tidak! Dan seandainya Stella tidak kebetulan masuk ke kamar,
140 lampu itu akan terus menyala sampai pagi. Waktu aku mendengar Stella,
aku langsung memanggilnya, menjelaskan situasiku, dan memintanya
mematikan lampu. Kalau aku mematikannya sendiri, aku yakin akan ada
sesuatu yang akan memegang kakiku setelah aku mematikan lampu.
Omong-omong, Anne, Bibi Jamesina sudah memutuskan akan melakukan
apa musim panas ini?"
"Ya, dia akan tinggal di sini. Aku tahu dia melakukannya untuk kucingkucing itu, walaupun dia bilang terlalu merepotkan kalau pulang dan
masih harus membersihkan rumah, dan dia benci menginap."
"Apa yang kau baca?"
"Pickwick." "Aku selalu merasa lapar kalau membaca buku itu," kata Phil." Ada
banyak makanan enak yang disebut di buku itu. Para tokohnya sepertinya
selalu berpesta dengan ham, telur, dan susu. Biasanya aku selalu
mengobok-obok lemari makan setelah membaca Pickwick. Satu-satunya
manfaat buku itu hanyalah mengingatkanku bahwa aku lapar. Apa ada
makanan kecil di lemari, Ratu Anne?"
"Aku membuat kue lemon tadi pagi. Kau boleh ambil sepotong, kalau
mau." Phil bergegas menuju lemari makan dan Anne pergi ke halaman dengan
Rusty. Malam pada awal musim semi itu lembap, aroma harum
menyenangkan mengambang di udara. Salju belum sepenuhnya mencair
dari taman; pinggirannya yang kotor berada di bawah pohon-pohon
cemara di jalan menuju pelabuhan, terlindung dari sinar matahari bulan
April. Dengan demikian, jalan itu selalu berlumpur, dan membuat udara
malam semakin dingin. Tapi rerumputan tumbuh menghijau di tempattempat yang teduh, dan Gilbert menemukan semak-semak arbutus yang
pucat tetapi cantik dengan daun-daun kasar dan tandan berbunga putih
campur merah muda di sudut yang tersembunyi. Dia muncul dari taman
dengan segenggam bunga tanaman itu.
Anne saat itu sedang duduk di sebuah batu besar abu-abu di halaman
sambil memandangi pohon birch gundul yang dilatarbelakangi warna
merah pucat matahari terbenam sehingga tampak anggun sempurna. Dia
sedang mengkhayalkan sebuah puri rumah besar menakjubkan dengan
halaman terang dan aula-aula megah yang diselimuti parfum Araby, dan
tempat dia menjadi ratu dan nyonya rumah itu. Dahinya berkerut ketika dia
melihat Gilbert menujunya melalui halaman. Sudah terlambat untuk kabur
141 karena dia tidak mau berduaan dengan Gilbert. Tapi Gilbert sudah telanjur
melihatnya, dan Rusty sudah meninggalkannya. Gilbert lalu duduk di
samping Anne di batu besar itu sambil mengulurkan segenggam bunga
yang baru dipetiknya. "Apakah ini mengingatkanmu akan rumah dan masa-masa kita berpiknik
waktu masih sekolah, Anne?"
Anne meraih bunga itu dan menghirup aroma wanginya. "Aku sedang
membayangkan berada di ladang tandus Mr. Silas Sloane saat ini,"
katanya riang. "Dan beberapa hari lagi kau akan benar-benar berada di sana?"
"Tidak, mungkin dua minggu lagi. Aku mau mengunjungi Phil di
Bolingbroke sebelum pulang. Kau akan lebih dulu tiba di Avonlea."
"Tidak, aku tidak akan pulang ke Avonlea musim panas ini, Anne. Aku
ditawari pekerjaan di kantor Daily News dan aku akan mengambil
kesempatan itu." "Oh," kata Anne pelan. Dia bertanya-tanya bagaimana jadinya musim
panas di Avonlea tanpa Gilbert. Entah kenapa, dia tidak menyukai
kemungkinan itu. "Yah," katanya datar, "pastinya itu bagus untukmu."
"Ya, aku sudah memimpikan pekerjaan itu. Aku jadi bisa
mengumpulkan uang untuk kuliah lagi tahun depan."
"Jangan bekerja terlalu KERAS," kata Anne tak yakin dengan apa yang
dikatakannya. Diam-diam dia berharap Phil akan muncul. "Kau sudah
belajar keras musim dingin ini. Bukankah ini malam yang menyenangkan"
Tahu tidak, aku menemukan segerumbul bunga violet putih di bawah
pohon di sana tadi" Rasanya seperti menemukan tambang emas."
"Kau selalu menemukan tambang emas," kata Gilbert asal-asalan.
"Ayo kita cari lagi," ajak Anne bersemangat. "Aku akan memanggil Phil
dan " "Lupakan dulu Phil dan bunga violet, Anne," kata Gilbert lirih. Dia
meraih tangan Anne dan menggenggamnya erat sehingga Anne tidak bisa
melepaskan tangannya. "Aku ingin mengatakan sesuatu."
"Oh, jangan katakan itu," seru Anne memohon. "Jangan, Gilbert."
"Aku harus mengatakannya. Tidak bisa begini terus. Anne, aku
mencintaimu. Kau sendiri tahu itu. Aku aku tidak bisa mengatakan
seberapa besar cintaku. Maukah kau berjanji akan menjadi istriku suatu
hari nanti?" "Aku tidak bisa," kata Anne terbata-bata. "Oh, Gilbert kau mengacaukan
142 semuanya." "Apakah kau tidak menyayangiku sama sekali?" tanya Gilbert, setelah
jeda panjang yang menyakitkan, dan selama itu Anne hanya tertunduk.
"Bukan seperti itu. Aku menyayangimu sebagai teman. Tapi aku tidak
mencintaimu, Gilbert."
"Tapi apa tidak ada harapan bahwa kau nanti akan mencintaiku?"
"Tidak aku tidak bisa," seru Anne putus asa. "Aku tidak pernah bisa
mencintaimu, tidak dengan cara itu, Gilbert. Tolong jangan bicarakan ini
lagi." Hening lagi. Panjang dan menyakitkan, sehingga Anne memberanikan
diri menengadahkan kepalanya. Wajah Gilbert pucat pasi. Dan matanya
Anne gemetar dan memalingkan wajahnya. Sama sekali tidak ada yang
romantis pada saat seperti ini. Apakah pinangan harus aneh seperti ini, dan
mengerikan" Mungkinkah Anne bisa melupakan ekspresi wajah Gilbert"
"Apakah ada orang lain di hatimu?" tanya Gilbert pelan, akhirnya.
"Tidak"tidak," jawab Anne tegas. "Aku tidak peduli tentang ITU dan
aku MENYUKAIMU lebih daripada siapa pun di dunia ini, Gilbert. Dan
kita harus kita harus tetap menjadi sahabat, Gilbert."
Gilbert hanya tertawa pahit. "Sahabat! Persahabatanmu tidak bisa
memuaskanku, Anne. Aku menginginkan cintamu dan kau baru saja bilang
bahwa aku tidak akan pernah mendapatkannya."
"Maaf. Maafkan aku, Gilbert," hanya itu yang bisa dikatakan Anne. Di
mana, oh, di mana semua kemampuan bicaranya yang ramah dan lembut,
yang sering dibayangkannya untuk menghibur orang yang ditolaknya"
Gilbert melepaskan tangan Anne. "Tidak perlu meminta maaf. Ada saatsaat ketika kupikir kau memang menyayangiku. Aku sudah menipu diriku
sendiri, itu saja. Selamat tinggal, Anne."
Anne kembali ke kamarnya, duduk di sisi jendela di belakang pohon
cemara, dan menangis getir. Dia merasa seakan baru saja kehilangan
sesuatu yang luar biasa berharga dalam hidupnya. Sesuatu itu adalah
persahabatan dengan Gilbert, tentu saja. Oh, kenapa dia harus kehilangan
itu setelah semua ini"
"Ada apa, Sayang?" tanya Phil masuk ke kamar Anne yang diterangi
cahaya bulan dari jendela. Anne hanya membisu. Dia berharap Phil tidak
masuk ke kamarnya. "Kurasa kau baru bertemu Gilbert Blythe dan
menolak pinangannya. Kau memang bodoh, Anne Shirley!"
"Kau pikir bodoh jika aku menolak menikahi pria yang tak aku cintai?"
143 ketus Anne, jengkel dan emosi.
"Kau tidak mengenali cinta ketika melihatnya. Kau terlalu tenggelam
dalam khayalanmu tentang cinta dan menginginkan kenyataan sesuai


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan khayalan. Itu tak mungkin. Nah, baru pertama kali ini aku
mengatakan sesuatu yang masuk akal. Aku sendiri heran, kok, bisa, ya?"
"Phil," Anne terisak, "pergilah dan biarkan aku sendiri dulu. Duniaku
sedang hancur lebur. Aku ingin memperbaikinya."
"Tanpa Gilbert di dalamnya?" tanya Phil sambil berjalan keluar.
Dunia tanpa Gilbert di dalamnya! Anne mengulang kalimat itu dalam
hati dengan ngeri. Akankah dunianya menjadi tempat yang sepi dan sedih"
Yah, semua itu salah Gilbert. Dia telah merusak persahabatan indah
mereka. Dan Anne harus belajar hidup tanpa persahabatan itu.
144 BUNGA MAWAR MASA LALU Dua minggu yang dihabiskan Anne di Bolingbroke sangat menyenangkan,
meski dinodai sedikit rasa pedih samar di hati dan ketidakpuasan yang
melanda hatinya setiap kali dia memikirkan Gilbert. Tapi Anne tak punya
banyak waktu luang untuk memikirkan Gilbert. "Mount Holly", nama
kediaman keluarga Gordon yang sudah berdiri sejak lama ramai
dikunjungi teman-teman Phil, baik laki-laki maupun perempuan. Ada
rangkaian acara jalan-jalan, dansa, piknik, dan pesta perahu yang meriah,
dan semuanya disatukan dengan ekspresif oleh Phil di bawah tajuk
"jambore hura-hura". Alec dan Alonzo selalu hadir di setiap acara
sehingga Anne bertanya-tanya apakah mereka tak punya kegiatan lain
selain mendatangi pesta dansa dalam persaingan memenangi hati Phil.
Kedua pemuda itu ramah dan gagah, tetapi Anne tidak mau terjebak dalam
perdebatan tentang siapa yang lebih baik.
"Padahal aku sangat berharap padamu untuk membantuku memutuskan
siapa di antara mereka yang harus aku nikahi," kata Phil lirih.
"Putuskan saja sendiri. Kau, kan, ahli dalam hal memutuskan siapa yang
harus dinikahi orang lain," tukas Anne, agak pedas.
"Oh, itu beda," kata Phil serius.
Tapi kejadian paling manis dalam kunjungan Anne ke Bolingbroke
adalah ketika dia mengunjungi tempat kelahirannya rumah kuning kotor di
sebuah jalan terpencil yang sering dia mimpikan. Anne memandangi
rumah itu dengan mata berbinar-binar, saat dia dan Phil memasuki
gerbangnya. "Mirip seperti yang kubayangkan," katanya. "Tidak ada tanaman
honeysuckle di depan jendela, tapi ada pohon lilac di pintu gerbang, dan
ya, ada tirai tipis di jendela. Aku senang warna dindingnya masih kuning."
Seorang wanita kurus dan jangkung membuka pintu. "Ya, suami-istri
Shirley pernah tinggal di sini dua puluh tahun lalu," katanya menjawab
pertanyaan Anne. "Dulu mereka menyewa rumah ini. Aku ingat mereka.
Mereka meninggal dunia karena demam. Menyedihkan sekali. Mereka
meninggalkan seorang bayi. Kurasa bayi itu juga sudah meninggal. Benarbenar menyedihkan. Si Tua Thomas merawat bayi itu, padahal anak
145 mereka sudah cukup banyak."
"Bayi itu belum mati," kata Anne tersenyum. "Akulah bayi itu."
"Yang benar saja! Wah, kau sudah besar," seru wanita itu, seakan dia
kaget karena Anne bukan bayi lagi. "Coba lihat, aku masih bisa melihat
kemiripannya. Kau mirip ayahmu. Dia berambut merah. Tapi mata dan
mulutmu mirip ibumu. Dia wanita yang manis. Putriku saat itu bersekolah
dan dia sangat menyukai gurunya, ibumu. Mereka dimakamkan dalam satu
lubang dan Dewan Sekolah meletakkan batu nisan sebagai penghargaan
atas pengabdian mereka. Kau mau masuk?"
"Bolehkah aku melihat-lihat seluruh isi rumah?" tanya Anne
bersemangat. "Tentu saja, kalau mau. Tidak banyak yang bisa dilihat, jadi kau tidak
perlu berlama-lama. Suamiku membuat dapur baru, walaupun dia bukan
tukang bangunan. Ruang tamu di sana dan ada dua ruang di lantai atas.
Silakan lihat-lihat sendiri. Aku harus menjaga bayi. Dulu kau lahir di
ruang sebelah timur. Aku ingat ibumu bilang dia suka memandang
matahari terbit; dan kudengar kau lahir persis ketika matahari terbit dan
cahayanya yang menyinari wajahmu adalah hal pertama yang dilihat
ibumu." Anne naik ke lantai atas melalui tangga sempit menuju ruang sebelah
timur dengan hati berbunga-bunga. Ruang itu bagai tempat suci baginya.
Di sinilah ibunya memimpikan segala yang indah dan menyenangkan
tentang bagaimana rasanya menjadi seorang ibu. Di sinilah cahaya
matahari merah menyinari mereka berdua dalam detik-detik menjelang
kelahiran yang sakral itu. Di sinilah ibunya wafat. Anne mencoba
membayangkan ibunya dengan penuh cinta, air mata menetes di pipinya.
Bagi ibunya, lahirnya Anne adalah salah satu momen kehidupan yang tak
ternilai, yang bersinar cerah selamanya dalam kenangannya. "Bayangkan
ibu lebih muda daripada aku sekarang ketika dia melahirkanku," Anne
berbisik. Ketika Anne turun, si nyonya rumah menemuinya di ruang tamu.
Dia memegang sebuah paket kecil berdebu diikat pita berwarna biru pucat.
"Ini bundel berisi surat-surat lama yang kutemukan di lemari lantai atas
waktu aku tiba di sini," katanya. "Aku tidak tahu apa isi surat-surat itu aku
tidak pernah memeriksanya, tapi pada sampulnya tertera nama "Miss
Bertha Willis", dan itu nama gadis ibumu. Kau boleh mengambil ini, kalau
kau mau." "Oh, terima kasih terima kasih," pekik Anne tertahan, dan mendekap
146 paket itu dengan gembira.
"Hanya itu yang ada di rumah ini dulu," kata si nyonya rumah. "Semua
perabot dijual untuk membayar tagihan dokter, dan Mrs. Thomas
mendapatkan baju-baju dan pernak-pernik milik ibumu. Kurasa semua itu
juga tidak bertahan lama gara-gara gerombolan anak-anak Thomas yang
berandalan. Mereka itu binatang-binatang kecil perusak, seingatku."
"Sebelumnya aku tidak pernah memiliki barang-barang ibuku," kata
Anne tersendat. "Aku aku sangat berterima kasih atas surat-surat ini."
"Sama-sama. Yah, matamu memang mirip mata ibumu. Mata ibumu
sangat indah, seolah-olah hidup. Ayahmu lebih suka diam di rumah, tapi
dia orang yang baik. Aku pernah dengar orang bilang bahwa mereka
belum pernah melihat dua orang yang begitu saling mencintai sayang
sekali mereka tidak hidup lebih lama, tapi mereka sangat berbahagia waktu
masih hidup, dan kurasa itu bagus."
Anne ingin segera pulang dan membaca surat-surat itu, tapi dia harus
berziarah ke satu tempat dulu. Dia pergi sendirian ke sudut rimbun
pemakaman Bolingbroke tempat ayah dan ibunya dimakamkan, dan
meletakkan bunga-bunga putih yang dibawanya. Lalu dia bergegas
kembali ke Mount Holly, mengurung diri di kamar, dan membaca suratsurat itu. Beberapa ditulis oleh ayahnya, dan sebagian lagi oleh ibunya.
Tidak banyak hanya ada selusin, karena Walter dan Bertha Shirley jarang
berpisah jauh selama masih berpacaran. Surat-surat itu sudah menguning
dan suram, dipudarkan oleh tahun-tahun yang telah lama lewat. Tak ada
Pencuri Petir 2 Candika Dewi Penyebar Maut V I I Kutukan Empu Bharata 2

Cari Blog Ini