Ceritasilat Novel Online

Anne Of Island 4

Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery Bagian 4


kata-kata bijak di halaman-halaman yang kusut dan terlipat-lipat itu, selain
baris-baris kalimat cinta dan kepercayaan. Manisnya kenangan masa lalu
melekat pada diri mereka imajinasi cinta dari sepasang kekasih yang telah
lama tiada. Bertha Shirley memiliki bakat menulis surat yang
memanifestasikan kepribadiannya yang menawan. Kata-kata dan pikiranpikirannya masih menyimpan keindahan dan keharuman meski telah lama
waktu berlalu. Surat-surat itu begitu lembut, intim, dan suci. Bagi Anne,
surat paling indah adalah surat ibunya kepada ayahnya, setelah kelahiran
Anne. Saat itu ayahnya sedang bepergian. Isinya penuh dengan rasa
bangga seorang ibu terhadap si "bayi" tentang kepandaiannya,
kecantikannya, dan ribuan kata manis lain.
"Aku paling suka ketika dia sedang tidur, apalagi ketika sudah bangun,
tulis Bertha di bagian akhir surat. Mungkin itulah kata-kata terakhir yang
pernah dia tulis. Ajalnya sudah dekat saat itu.
147 "Ini hari terindah dalam hidupku," kata Anne kepada Phil malam itu.
"Aku telah MENEMUKAN ayah dan ibuku. Surat-surat itu membuat
mereka tampak nyata bagiku. Aku bukan anak yatim-piatu lagi. Aku
merasa seperti baru membuka sebuah buku dan menemukan mawar-mawar
dari masa lalu, manis dan penuh cinta, di antara daun-daunnya."
148 MUSIM SEMI, DAN ANNE PULANG KE GREEN GABLES Bayangan lidah api di perapian menari-nari di dinding dapur Green
Gables, karena malam-malam musim semi terasa dingin; dari jendela timur
yang terbuka terdengar suara-suara manis dari kegelapan malam. Marilla
sedang duduk di dekat perapian"namun, jiwanya mengembara ke masa
lalu, ke masa mudanya. Akhir-akhir ini Marilla sering melamun, padahal
sebelumnya ia berniat merajut pakaian untuk si kembar.
"Rasanya aku bertambah tua," katanya. Marilla tak banyak berubah
selama sembilan tahun terakhir ini. Dia hanya jadi lebih kurus, dan
ubannya bertambah di rambutnya yang masih digelung dengan gaya yang
sama, dengan dua jepit mungkinkah itu jepit rambut yang sama dengan
yang dipakainya sejak dulu" menonjol menembus kunciran rambutnya.
Tetapi ekspresi wajahnya sangat berbeda; ada sesuatu tentang mulutnya
yang mengisyaratkan rasa humor yang berkembang pesat; matanya tampak
semakin lembut dan halus, senyumnya semakin sering dan ramah.
Marilla sedang memikirkan seluruh kehidupannya yang telah lalu, masa
kecilnya yang tidak menyenangkan, masa remajanya yang penuh harapan
kosong dan mimpi rahasia, diikuti oleh tahun-tahun masa dewasanya yang
panjang, kelabu, monoton, dan menjemukan. Dan kedatangan Anne gadis
kecil yang begitu bersemangat, imajinatif, dan gesit, dengan hati penuh
cinta dan dunianya yang penuh fantasi. Anne membawa warna, cahaya,
dan kehangatan tersendiri, sampai kehidupannya berkembang seperti
mawar. Marilla merasa, selama enam puluh tahun kehidupannya, hanya
sembilan tahun ia benar-benar merasa menjalani kehidupan yang
sebenarnya. Yaitu sejak kehadiran Anne di Green Gables. Dan Anne akan
pulang dari Bolingbroke besok malam. Pintu dapur terbuka. Marilla
melongok dan mengira Mrs. Lynde yang masuk. Anne berdiri di
hadapannya, tinggi, dengan mata berbinar-binar, dan tangan
menggenggam seikat bunga mayflower dan violet.
"Anne Shirley!" pekik Marilla. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia
149 terkejut bukan buatan. Dia menghambur ke depan, memeluk Anne dan
bunga-bunganya erat-erat, mengecup rambutnya yang cerah dan wajah
manisnya, hangat. "Kukira kau baru akan datang besok malam. Bagaimana
kau ke sini dari Carmody?"
"Jalan kaki, Marilla sayang. Aku juga selalu jalan kaki waktu masih di
Queen"s, kan" Tukang pos akan mengantar koperku besok. Aku tiba-tiba
kangen rumah, jadi aku pulang sehari lebih cepat. Dan oh! Menyenangkan
sekali berjalan-jalan di petang hari bulan Mei; aku berhenti di sebuah
ladang dan memetik bunga-bunga mayflower ini; lalu mampir ke
Permadani Violet; sekarang sudah banyak sekali bunga violet bunga cantik
warna biru langit. Coba cium baunya, Marilla hiruplah."
Marilla menurut dan mencium buket bunga itu, tetapi dia lebih tertarik
kepada Anne daripada mencium wangi violet. "Duduklah, Nak. Kau pasti
sangat lelah. Akan kuambilkan makanan."
"Malam ini bulan bersinar terang di belakang bukit-bukit, Marilla. Dan
oh, katak-katak bernyanyi menyambut kedatanganku dari Carmody! Aku
suka nyanyian mereka. Mengingatkanku akan semua kenangan tentang
malam-malam pada musim semi dulu. Dan nyanyian katak selalu
mengingatkanku akan malam ketika aku tiba di sini pertama kali. Kau
ingat, Marilla?" "Tentu saja," kata Marilla tegas. "Aku tidak akan pernah lupa."
"Biasanya mereka bernyanyi gila-gilaan di rawa dan anak sungai tahun
lalu. Aku biasa mendengarkan mereka bernyanyi dari jendelaku pada sore
hari, dan bertanya-tanya bagaimana mereka bisa kelihatan sangat gembira
sekaligus sangat sedih. Oh, tapi aku senang sekali berada di rumah lagi!
Redmond asyik dan Bolingbroke menyenangkan tapi yang namanya
RUMAH tetaplah Green Gables."
"Kudengar Gilbert tidak pulang musim panas ini," kata Marilla.
"Memang tidak." Nada suara Anne membuat Marilla menatapnya tajam,
tetapi Anne kelihatannya malah asyik menata bunga-bunganya di
mangkuk. "Nah, manis, kan?" katanya buru-buru. "Tahun bagaikan sebuah
buku, ya, Marilla" Halaman-halaman musim semi ditulis dengan bunga
mayflower dan violet, musim panas dengan mawar-mawar, musim gugur
dengan daun-daun maple merah, dan musim dingin dengan holly dan
evergreen." "Apakah hasil ujian Gilbert baik-baik saja?" tanya Marilla.
150 "Baik sekali. Paling tinggi di kelasnya. Tapi di mana si kembar dan Mrs.
Lynde?" "Rachel dan Dora sedang ke rumah Mr. Harrison. Davy di rumah
keluarga Boulter. Itu dia datang." Davy masuk dengan tiba-tiba, melihat
Anne, dan menyerbunya dengan teriakan gembira.
"Oh, Anne, aku senang bertemu denganmu! Anne, aku bertambah tinggi
lima senti sejak musim gugur. Mrs. Lynde mengukur tinggi badanku
dengan pita hari ini, dan lihat gigi depanku. Sudah copot. Mrs. Lynde
mengikatnya dengan benang, dan ujung satunya lagi diikatkan ke pintu,
lalu dia membanting pintu. Kujual gigiku ke Milty seharga dua sen. Milty
mengoleksi gigi." "Buat apa dia mengoleksi gigi?" tanya Marilla.
"Untuk dibuat kalung Kepala Suku Indian," jelas Davy naik ke
pangkuan Anne. "Dia sudah punya lima belas gigi, dan semua orang
berjanji akan memberikan dia gigi, jadi tidak ada gunanya buat kami untuk
mulai mengoleksi gigi juga. Kuberi tahu, ya, keluarga Boulter memang
jago bisnis." "Kau tidak nakal di rumah keluarga Boulter, kan?" tanya Marilla serius.
"Tidak, tapi Marilla, aku bosan jadi anak baik-baik."
"Kau juga nanti akan lebih cepat bosan jadi anak nakal, Davy," kata
Anne. "Yah, setidaknya saat nakal itu menyenangkan, bukan?" Davy ngotot.
"Menyesalnya bisa nanti saja, kan?"
"Menyesal saja tidak bisa menyingkirkan konsekuensi jadi anak nakal,
Davy. Kau lupa hari Minggu musim panas lalu waktu kau kabur dari
Sekolah Minggu" Kau bilang jadi anak nakal tidak ada gunanya. Apa yang
kau dan Milty lakukan hari ini?"
"Oh, kami menangkap ikan dan mengejar kucing, mencari telur, dan
berteriak-teriak untuk mendengar gema suaranya di semak-semak
belakang gudang Boulter. Gema itu apa, sih, Anne" Aku ingin tahu."
"Gema itu bidadari yang indah, Davy. Dia tinggal jauh di dalam hutan,
dan menertawai dunia dari antara bukit-bukit."
"Seperti apa dia?"
"Rambut dan matanya hitam, tapi leher dan lengannya seputih salju.
Tidak ada mahkluk hidup yang bisa melihat betapa cantiknya dia. Dia
151 lebih tangkas daripada kijang, dan kita hanya mengetahuinya dari suara
mengejek yang kita dengar. Kau bisa mendengarnya memanggil-manggil
pada malam hari; kau bisa mendengarnya tertawa di bawah bintangbintang. Tapi kau tidak akan pernah melihatnya. Dia terbang menjauh bila
kau mengikutinya, dan saat itu juga dia menertawaimu dari bukit
berikutnya." "Betulkah itu, Anne" Atau cuma bohongan?" tanya Davy sambil
menatapnya. "Davy," kata Anne putus asa, "tidak bisakah kau membedakan antara
dongeng dan kebohongan?"
"Kalau begitu, suara apa yang muncul dari semak-semak di gudang
Boulter" Aku ingin tahu," Davy mendesak.
"Kalau kau sudah besar nanti, Davy, aku akan menjelaskan semuanya."
Mendengar Anne menyebut-nyebut tentang umur, Davy tampak berpikir
sejenak sebelum berbisik serius, "Anne, aku akan menikah."
"Kapan?" tanya Anne sama seriusnya.
"Oh, kalau aku sudah dewasa, tentunya."
"Wah, itu melegakan sekali, Davy. Dengan siapa?"
"Stella Fletcher. Dia sekelas denganku di sekolah. Dan, Anne, dia gadis
tercantik yang pernah kau lihat. Kalau aku mati sebelum dewasa, tolong
awasi dia, ya?" "Davy Keith, hentikan omong kosongmu," kata Marilla serius.
"Ini bukan omong kosong," protes Davy, tersinggung. "Dia akan jadi
istriku, dan kalau aku mati dia akan jadi jandaku, betul, kan" Dan dia tidak
punya siapa pun yang merawatnya kecuali neneknya."
"Ayo makan dulu, Anne," kata Marilla, "dan jangan mendorong anak itu
untuk bicara ngelantur."
152 PAUL TIDAK BISA BERTEMU MANUSIA BATU Kehidupan di Avonlea begitu menyenangkan musim panas itu, walaupun
Anne, di tengah-tengah liburannya, dihantui perasaan akan "sesuatu yang
hilang yang seharusnya ada". Namun, dia tak akan mau mengakui, bahkan
di lubuk hatinya yang terdalam, bahwa hal itu adalah ketidakhadiran
Gilbert. Tetapi ketika Anne harus berjalan pulang sendirian dari pertemuan
doa dan rapat singkat Kelompok Pengembangan Avonlea, saat Diana dan
Fred, dan pasangan-pasangan lain mondar-mandir di jalan desa temaram di
bawah bintang-bintang, ada rasa kesepian yang aneh di dalam hatinya
yang tak bisa dia jelaskan. Gilbert bahkan tidak menyurati Anne, seperti
yang dulu sering ia lakukan. Anne tahu Gilbert kadang-kadang menyurati
Diana, tetapi dia tak mau menanyai Diana tentang Gilbert, dan Diana tidak
mengatakan apa pun kepada Anne, karena mengira Gilbert menyurati
Anne juga. Ibu Gilbert"seorang wanita yang lembut, jujur, dan periang,
tetapi tidak terlalu bijaksana"punya kebiasaan buruk menanyai Anne
tentang kabar Gilbert. Dia selalu bertanya dengan suara keras dan selalu
ketika ada orang lain. Anne yang malang hanya bisa merona merah karena
malu dan menggumam, "akhir-akhir ini tidak ada kabar." Tentang hal ini,
Mrs. Blythe dan semua orang menganggap itu karena Anne malu jika
ditanyai soal Gilbert. Selain semua itu, Anne menikmati liburannya. Priscilla datang di bulan
Juni, dan ketika dia sudah pulang, Mr. dan Mrs. Irving, Paul dan Charlotta
Keempat "pulang" pada Juli dan Agustus. Pondok Gema sekali lagi
menjadi tempat berkumpul, dan gelak tawa mereka bergema melewati riak
sungai di kebun tua di belakang pepohonan cemara. "Miss Lavendar" tidak
berubah, kecuali bertambah manis dan cantik. Paul menyukai ibu tirinya
itu, dan persahabatan mereka tampak indah dilihat. "Tapi aku tak serta
merta memanggilnya ibu," jelas Paul kepada Anne. "Panggilan ITU hanya
untuk ibuku, dan bukan untuk siapa pun. Begitu, Ibu Guru. Aku
memanggilnya "Ibu Lavendar" dan aku paling menyayanginya kedua
setelah ayahku. Aku bahkan LEBIH menyayanginya daripada kau, Ibu
Guru." 153 "Memang begitulah seharusnya," Anne menanggapi.
Usia Paul tiga belas tahun sekarang dan bertubuh tinggi untuk usianya.
Wajah dan matanya indah, dan fantasinya masih seperti prisma,
menguraikan semua yang menimpa permukaannya menjadi pelangi. Dia
dan Anne berjalan-jalan ke hutan, ladang, dan pantai. Belum pernah ada
dua orang yang benar-benar menjadi "teman sejiwa" seperti mereka.
Charlotta Keempat tumbuh menjadi wanita muda. Rambutnya ditata
dengan gaya pompadour 1 besar dan dia membuang pita biru lamanya,
tetapi wajahnya masih selalu berbintik-bintik, hidungnya mancung, mulut
dan senyumnya lebar. "Aku tidak berbicara dengan logat Yankee, kan,
Miss Shirley?" tanyanya penasaran.
"Sepertinya tidak, Charlotta."
"Syukurlah. Mereka bilang begitu di rumah, tapi kupikir mereka hanya
ingin membuatku jengkel. Aku tidak suka logat Yankee. Bukannya aku
membenci Yankee, Miss Shirley. Mereka memang beradab, tapi aku lebih
suka logat Pulau Prince Edward."
Paul menghabiskan dua minggunya bersama neneknya, Mrs. Irving, di
Avonlea. Anne berada di sana untuk mene
Gaya rambut yang bagian depan disasak tinggi, mengambil nama dari nama Mme de Pompadour
kekasih Raja Prancis, Louis XV.muinya
ketika dia datang, dan Paul sedang
bersemangat ingin pergi ke pantai Nora dan Wanita Keemasan, juga
Kelasi Kembar juga menanti di sana. Paul buru-buru menghabiskan
makan malamnya. Mungkinkah sekilas ia melihat wajah peri Nora
mengintip dari balik karang, menantinya penuh damba" Tetapi, Paul yang
kembali dari pantai sore itu adalah Paul yang muram.
"Apakah kau bertemu manusia-manusia batumu?" tanya Anne.
Paul menggelengkan kepalanya yang dipenuhi rambut ikal warna
kastanye. "Kelasi Kembar dan Wanita Keemasan tidak datang sama
sekali," katanya. "Nora ada tapi tidak seperti dulu lagi, Ibu Guru. Dia
sudah berubah." "Oh, Paul, kaulah yang berubah," kata Anne. "Kau sudah terlalu tua
untuk manusia-manusia batu. Mereka hanya menyukai anak-anak untuk
teman bermain. Aku khawatir Kelasi Kembar tidak akan datang lagi
mengunjungimu dengan perahu mutiara mereka yang memikat,
berlayarkan sinar bulan; dan Wanita Keemasan tidak akan lagi memainkan
lagu untukmu dengan harpa emasnya. Bahkan Nora juga tak akan
154 menemuimu lagi. Kau harus menerima kenyataan menjadi dewasa, Paul.
Kau harus melupakan dunia dongeng."
"Kalian berdua masih juga bicara omong kosong seperti dulu," kata Mrs.
Irving tua, setengah ramah setengah menegur.
"Ah, tidak," kata Anne serius sambil menggeleng. "Kami semakin
dewasa, kok. Sayang sekali, sebenarnya. Kita akan menjadi orang yang
membosankan kalau kita mempelajari bahasa hanya untuk
menyembunyikan pikiran-pikiran kita."
"Tapi itu tak benar bahasa dipelajari agar kita bisa bertukar pikiran,"
kata Mrs. Irving serius. Dia belum pernah mendengar tentang seni
berbicara, seperti diplomasi ala Tallyrand dan epigram, tentu saja tak
menangkap maksud kiasan Anne.
Anne menghabiskan dua minggu yang tenang dan damai di Pondok
Gema pada puncak musim panas bulan Agustus itu. Saat masih di sana,
Anne secara tak sengaja mendorong Ludovic Speed agar tidak terlalu lama
melakukan pendekatan ke Theodora Dix dan segera mengambil langkah
selanjutnya. Entah kenapa Anne selalu terlibat dengan kisah-kisah asmara
pasangan-pasangan lain, baik sengaja ataupun tidak. Arnold Sherman,
sahabat lama keluarga Irving, juga sedang berkunjung Pondok Gema, dan
menambah suasana ceria di antara mereka.
"Liburan yang menyenangkan," kata Anne. "Aku merasa benar-benar
segar kembali. Dan masih ada dua minggu lagi sebelum aku kembali ke
Kingsport, Redmond, dan Patty"s Place. Patty"s Place adalah tempat paling
menyenangkan, Miss Lavendar. Aku merasa seperti punya dua rumah satu


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di Green Gables dan satu lagi di Patty"s Place. Tapi ke mana perginya
musim panas" Rasanya belum ada sehari sejak aku pulang malam musim
semi itu dengan bunga mayflower. Waktu masih kecil, rasanya musim
panas tiada pernah berakhir. Sekarang, rasanya seperti "sekelebat lambaian
tangan, selintas dongeng"," kata Anne mengutip puisi John Thompson.
"Anne, apakah kau dan Gilbert masih akrab seperti dulu?" tanya Miss
Lavendar lirih. "Aku masih sahabat Gilbert seperti dulu, Miss Lavendar."
Miss Lavendar menggeleng. "Aku merasa ada yang tidak beres, Anne.
Aku terpaksa menanyakan ini. Apa kalian bertengkar?"
"Tidak, Gilbert hanya menginginkan lebih daripada persahabatan dan
aku tidak bisa memberikannya."
155 "Kau yakin, Anne?"
"Sangat yakin."
"Aku menyesal sekali."
"Aku heran, kenapa semua orang berpendapat aku harus menikahi
Gilbert Blythe," kata Anne kesal.
"Karena kalian berjodoh, Anne itu sebabnya. Kau tidak perlu keras
kepala seperti itu. Terimalah kenyataannya."
156 KEHADIRAN JONAS "PROSPECT POINT," 20 Agustus. "Anne tersayang dieja dengan huruf
"E"," tulis Phil. "Aku harus begadang supaya bisa menulis surat untukmu.
Aku telah mengabaikanmu musim panas ini, Sayang, tapi semua
korespondesiku yang lain juga terabaikan. Aku punya setumpuk surat
untuk dibaca, jadi aku harus menyiapkan cangkul dan bajakku untuk
mengolah mereka. Maafkan metaforaku yang campur aduk. Aku
mengantuk sekali. Tadi malam sepupuku Emily dan aku bertamu ke rumah
tetangga. Ada beberapa tamu pria di sana, dan segera setelah makhlukmakhluk malang itu pergi, nyonya rumah dan tiga putrinya langsung sibuk
bergosip tentang mereka. Aku tahu mereka akan mulai menggosipkan
Emily dan aku segera setelah kami pergi. Ketika kami tiba di rumah, Mrs.
Lilly memberi tahu bahwa pesuruh tetangga tadi sedang terkapar terkena
penyakit infeksi bintik merah. Mrs. Lilly selalu bisa dipercaya untuk halhal "menyenangkan" seperti ini. Aku trauma pada penyakit ini. Aku tidak
bisa tidur karena memikirkannya. Aku sempat terjatuh dari ranjang karena
mimpi buruk, padahal aku baru tidur sebentar, dan jam tiga aku terbangun
dengan demam tinggi, radang tenggorokan, dan sakit kepala hebat. Sudah
kuduga aku terkena penyakit infeksi bintik merah. Dengan panik, aku
langsung bangun dan membaca buku panduan kesehatan milik Emily
untuk mencari tahu gejala-gejalanya, Anne. Semuanya cocok. Jadi aku
kembali ke ranjang, dan justru setelah tahu apa penyakitku, aku malah bisa
tidur nyenyak seperti orang mati di sisa malam itu. Meski aku tak paham
kenapa orang tidur nyenyak disamakan dengan orang mati. Padahal aku
yakin tak ada orang tidur yang mau disamakan dengan orang mati. Tapi
pagi ini keadaanku membaik, jadi gejala tadi malam pasti bukan gejala
infeksi bintik merah. Kalau aku memang terkena penyakit itu tadi malam,
tidak mungkin aku akan bertambah parah secepat itu. Aku bisa menyadari
itu siang harinya, tapi pada jam tiga dini hari aku terlalu mengantuk untuk
bisa menyadarinya. 157 Kurasa kau bertanya-tanya apa yang aku lakukan di Prospect Point. Yah,
aku selalu suka menghabiskan satu bulan dalam musim panas di pantai,
dan ayahku bersikeras agar aku datang ke asrama sepupu Emily, di
Prospect Point. Jadi, dua minggu lalu aku datang seperti biasa. Dan seperti
biasa juga, "Paman Mark Miller" tua menjemputku di stasiun dengan
kereta tuanya yang ditarik oleh apa yang dia sebut "kuda segala bisa". Dia
pria tua yang ramah dan memberiku segenggam permen mint merah muda.
Bagiku, permen mint adalah jenis gula-gula religius kurasa, itu karena
waktu aku masih kecil, Nenek Gordon selalu memberiku permen di gereja.
Aku pernah bertanya, teringat bau permen itu, "apakah ini bau kesucian?"
Aku tidak suka makan permen pemberian Paman Mark karena dia selalu
meraupnya dari sakunya, dan lalu memilih-milih permen dengan kukunya
yang kotor sebelum memberikannya kepadaku. Tapi aku tidak mau
membuat orang tua baik hati itu tersinggung, jadi dengan hati-hati aku
membuang permen-permen itu satu per satu di sepanjang jalan. Ketika
permen terakhir sudah kubuang, Paman Mark berkata, dengan sedikit
mengomel, "Seharusnya kau tidak memakan semua permen itu sampai
habis sekaligus, Miss Phil. Nanti kau sakit perut."
Ada lima orang yang tinggal di rumah Emily empat wanita tua dan
seorang pria muda. Tetanggaku yang sebelah kanan bernama Mrs. Lilly.
Dia tipe orang yang dengan menyeramkan senang menjelaskan penyakitpenyakit para wanita tua dengan terperinci. Tak ada penyakit yang tak bisa
dijelaskannya, "Ah, aku paham betul tentang itu," dan lalu kau akan
mendapatkan semua perinciannya. Jonas bilang dia pernah menyinggung
penyakit ataxia alias kehilangan keseimbangan, dan Mrs. Lilly bilang dia
mengerti betul tentang penyakit itu. Dia pernah menderita ataxia selama
sepuluh tahun dan akhirnya sembuh setelah ditangani seorang dokter
keliling. Siapa Jonas" Tunggu dulu, Anne Shirley. Kau akan mengetahui semua
tentang Jonas pada saat dan tempat yang tepat. Aku tidak akan
mencampuradukkan dia dengan para wanita tua tadi. Tetangga sebelah kiri
kamarku adalah Mrs. Phinney. Dia selalu berbicara dengan suara meratap
dan menyedihkan kau akan menyangka tangisnya akan pecah sewaktuwaktu. Dia memberi kesan bahwa kehidupan hanyalah lembah penderitaan
baginya, dan senyum apalagi tawa adalah hal yang tak pantas dan betulbetul patut dicela. Ia menganggap diriku buruk, bahkan lebih buruk dari
anggapan Bibi Jamesina. Parahnya, tak seperti Bibi J yang menyayangiku
sehingga bisa menoleransi sikapku, Mrs. Phinney tak punya setitik pun
158 rasa sayang untukku sehingga ia benar-benar tak bisa menoleransi sikapku.
Miss Maria Grimsby duduk di sudut. Hari pertama aku tiba di sini, aku
berkata kepadanya bahwa sepertinya hari akan hujan, dan dia tertawa. Aku
bilang pemandangan di sepanjang jalan dari stasiun sangat indah dan dia
tertawa. Aku bilang tak banyak nyamuk di sini dan dia tertawa. Aku bilang
Prospect Point indah sekali dan dia tertawa. Seandainya aku bilang
"Ayahku gantung diri, ibuku menenggak racun, kakakku dipenjara, dan
aku sedang menderita TBC gawat", Miss Maria pasti akan tertawa. Itu tak
bisa dihindari dia memang terlahir begitu, tapi itu sangat menyedihkan dan
mengerikan. Wanita kelima adalah Mrs. Grant. Dia orang tua yang manis,
dan selalu mengatakan yang baik-baik tentang orang lain dan dia teman
ngobrol yang tidak menarik.
Dan sekarang tentang Jonas, Anne. Pertama kali aku tiba, aku melihat
seorang pria muda duduk di hadapanku di meja makan. Dia tersenyum
kepadaku seolah sudah mengenalku sejak kecil. Aku tahu namanya Jonas
Blake Paman Mark yang memberitahuku, mahasiswa Teologi di St.
Columbia yang sedang bertugas melayani di Gereja Misi Point Prospect
selama musim panas. Dia jelek sekali pria muda terjelek yang pernah
kulihat. Hidungnya besar, badannya tampak lemah dengan sepasang kaki
panjang yang aneh. Rambutnya panjang dan tipis, matanya hijau, mulutnya
besar, dan telinganya aku tidak ingin memikirkan telinganya, kalau bisa.
Tapi, suaranya bagus kalau kau memejamkan matamu kau bisa
membayangkan bahwa dia orang yang menyenangkan jelas dia orang yang
berhati emas dan berwatak baik.
Kami segera akrab. Dia lulusan Redmond, dan itulah benang merah di
antara kami. Kami memancing dan berperahu bersama; dan kami jalanjalan di pasir diterangi sinar bulan. Dia tidak kelihatan terlalu jelek di
bawah sinar bulan dan, oh, dia baik sekali. Kebaikannya terlihat wajar.
Para wanita tua kecuali Mrs. Grant tidak menyukai Jonas, karena tawa dan
candaannya dan karena dia jelas tampak lebih menyukaiku daripada
mereka. Entah bagaimana, Anne, aku tidak mau dia berpikir bahwa aku orang
yang tak pernah serius. Ini konyol. Kenapa aku harus memedulikan apa
yang dipikirkan pria berambut tipis bernama Jonas, yang tidak pernah
kulihat sebelumnya" Minggu lalu dia berkhotbah di gereja desa. Aku pergi
ke sana tentu saja tapi aku tak menyadari bahwa dia akan berkhotbah.
Kenyataan bahwa dia pendeta atau calon pendeta selalu tampak seperti
lelucon bagiku. Nah, Jonas pun berkhotbah. Dan, setelah sepuluh menit,
159 aku merasa kecil dan remeh sampai kupikir aku pasti tak terlihat oleh mata
telanjang. Jonas tak pernah menyinggung apa pun tentang wanita dan dia
tak pernah memandangku. Tapi mendengar khotbahnya, aku sadar betapa
remeh dan tak berartinya diriku, dan betapa berbedanya aku dari wanita
ideal idaman Jonas. WANITA IDAMAN JONAS pastilah kuat, besar, dan
mulia. Jonas begitu bersungguh-sungguh, lembut, dan jujur. Dia
memenuhi segala syarat menjadi pendeta. Aku heran kenapa bisa
menganggap dia jelek tapi dia memang jelek! dengan sorot mata yang
mengilhami dan alis mata cerdas yang tertutup rambutnya.
Itu khotbah yang bagus dan aku suka mendengarkannya; membuatku
merasa kecil tak berarti. Oh, seandainya aku adalah Kau, Anne. Dia
berjalan pulang bersamaku, dan meringis senang seperti biasa. Tapi
senyumnya tak bisa menipuku lagi. Aku sudah melihat Jonas yang
SEJATI. Aku bertanya-tanya apakah dia akan bisa melihat Phil yang
SEJATI yang belum pernah dilihat orang lain, bahkan kau, Anne.
"Jonas," kataku aku lupa memanggilnya Mr. Blake. Parah, ya" Tapi ada
kalanya hal-hal seperti itu bukan masalah "Jonas, kau terlahir sebagai
pendeta. Kau TAK bisa menjadi yang lain."
"Memang tidak bisa," katanya setuju. "Seumur hidup aku berusaha
menjadi yang lain aku tidak mau menjadi pendeta. Tapi akhirnya aku
menyadari bahwa itu adalah takdirku dan demi Tuhan, aku akan berusaha
melakukannya." Suaranya dalam dan takzim. Kurasa dia akan melakukan
tugasnya dengan baik dan anggun; dan berbahagialah wanita yang
berjodoh dengannya untuk membantu tugasnya. WANITA itu bukanlah
bulu yang BISA diterbangkan angin sesuka hati. Dia akan selalu tahu
GAUN apa yang harus dipakai. Mungkin dia hanya punya satu. Pendeta
tidak pernah punya banyak uang. Tapi wanita itu tak akan keberatan jika
hanya punya satu topi atau malah tidak punya sama sekali, karena dia
sudah memiliki Jonas. Anne Shirley, jangan berani-berani berkata atau mengisyaratkan atau
berpikir bahwa aku jatuh cinta kepada Mr. Blake. Bagaimana mungkin aku
menyayangi teolog jelek, miskin, dan kurus bernama Jonas" Seperti kata
Paman Mark, "Tidak mungkin, dan lebih dari itu, mustahil.?"
Selamat malam, PHIL N.B. Memang tidak mungkin tapi aku khawatir yang terjadi justru
sebaliknya. Aku bahagia, sekaligus merasa kecil, dan takut. Dia tidak
AKAN pernah menyayangiku. Kau pikir aku bisa berubah menjadi istri
160 pendeta yang cukup baik, Anne" Dan apakah mereka AKAN
mengharapkanku untuk memimpin doa" P.G.
161 KEHADIRAN PANGERAN YANG MEMESONA "Aku sedang menimbang-nimbang lebih enak di dalam atau di luar rumah,
ya," kata Anne sambil memandang jauh ke arah pohon-pohon cemara di
taman dari jendela Patty's Place. "Aku tak punya kegiatan siang ini, Bibi
Jimsie. Bolehkah aku menghabiskan waktu di sini dengan perapian yang
nyaman, sepiring penuh kue cokelat buatan sendiri, tiga kucing yang rukun
dan suka mendengkur, dan dua patung keramik anjing berhidung hijau"
Atau haruskah aku pergi ke taman, dengan daya tarik hutan yang memikat
dan ombak kelabu memecah batu-batu karang di pelabuhan?"
"Kalau aku masih muda sepertimu, aku akan pergi ke taman," kata Bibi
Jamesina sambil menggelitik telinga kuning Joseph dengan jarum rajut.
"Kukira kau menganggap dirimu masih muda seperti kami, Bibi," goda
Anne. "Ya, jiwaku memang masih muda. Tapi harus kuakui bahwa kakiku
tidak sekuat kaki kalian. Pergilah berjalan-jalan, Anne. Kau tampak pucat
akhir-akhir ini." "Kurasa nanti aku akan pergi ke taman," kata Anne. "Aku sedang tidak
ingin berdiam diri di dalam rumah hari ini. Aku ingin menyendiri, lepas
dan bebas. Taman pasti sedang sepi, karena semua orang pergi menonton
pertandingan sepak bola."
"Kenapa kau tidak menonton sepak bola juga?"
"Tidak ada yang mengajakku, Bi," katanya, "kecuali si kecil Dan Ranger
yang menyebalkan. Aku tidak mau pergi ke mana pun dengannya, tapi
daripada menyakiti hati lembutnya yang malang, aku bilang aku tidak
akan pergi menonton sepak bola sama sekali. Aku tidak keberatan. Toh
aku memang sedang malas menonton sepak bola hari ini."
"Pergilah jalan-jalan," Bibi Jamesina mengulang, "tapi jangan lupa bawa
payung, kurasa nanti akan hujan. Rematikku di kaki kambuh."
"Hanya orang tua yang punya penyakit rematik, Bibi."
"Semua orang bisa menderita rematik, Anne. Tapi, hanya orang tua yang
162 seharusnya punya rematik di jiwa mereka. Puji Tuhan, aku tidak menderita
itu. Kalau kau menderita rematik di jiwamu, sebaiknya kau pergi dan
menyiapkan peti matimu."
Waktu itu bulan November bulan yang dipenuhi lembayung matahari
terbenam, burung-burung berkicau, debur sedih ombak yang memecah
karang di pantai, dan nyanyian angin di antara pohon-pohon cemara. Anne
menjelajahi bukit pohon cemara di taman dan, seperti dikatakannya,
membiarkan angin berembus dan meniup kabut kelam dari jiwanya. Anne
tak ingin hatinya susah karena kabut jiwa. Tapi, entah bagaimana, sejak
dia kembali ke Redmond pada tahun ketiga kuliahnya, kehidupan tidak
memantulkan semangatnya kembali dengan kejernihan yang lama, yang
begitu sempurna dan berkilauan.
Dilihat sekilas dari luar, kehidupan di Patty"s Place masih sama
menyenangkan seperti biasa, seputar urusan kerja, belajar, dan rekreasi.
Setiap Jumat malam, ruang tamu besar yang dihangatkan oleh perapian itu
selalu disesaki tamu dan suara riuh tawa serta senda gurau, sementara Bibi
Jamesina tersenyum riang kepada mereka semua. "Jonas" yang diceritakan
Phil di suratnya juga sering datang dari St. Columbia menumpang kereta
paling pagi dan pulang dengan kereta paling akhir. Jonas sangat disukai
oleh semua penghuni Patty"s Place, meskipun Bibi Jamesina menggeleng
dan berpendapat bahwa mahasiswa-mahasiswa teologi zaman sekarang tak
seperti dulu lagi. "Dia pria yang SANGAT baik, Sayangku," katanya kepada Phil, "tapi
pendeta seharusnya lebih bersahaja dan bermartabat."
"Tidak bolehkah seorang pria tertawa dan bercanda, dan masih menjadi
orang Kristen yang baik?" tanya Phil mendesak.
"Oh, PRIA sih iya. Tapi aku bicara tentang Pendeta, Sayang," tegur Bibi
Jamesina. "Dan kau harusnya tak merayu Mr. Blake benar-benar tak
boleh." "Aku tak merayunya," protes Phil.
Tak seorang pun percaya padanya, kecuali Anne. Yang lain mengira Phil
hanya iseng seperti biasanya, dan mengatakan terus terang bahwa ia telah
bersikap sangat buruk. "Mr. Blake bukan pria seperti Alec dan Alonzo, Phil," tegur Stella tegas.
"Ia menanggapi semua hal dengan serius. Kau akan mematahkan hatinya."
"Apa menurutmu aku bisa?" tanya Phil. "Wah, andai saja aku bisa
163 mematahkan hatinya ..."
"Philippa Gordon! Aku tak menyangka kau ini benar-benar tak punya
perasaan. Tega sekali kau berkata bahwa kau senang mematahkan hati
seseorang!" "Aku tak bilang begitu, kan. Dengar baik-baik ya. Aku bilang aku akan
senang sekali andai saja aku BISA mematahkan hatinya. Aku ingin tahu
apakah aku memang punya Kuasa untuk melakukannya."
"Aku tak bisa memahamimu, Phil. Kau sengaja merayu pria itu agar
mendekatimu padahal kau tahu kau hanya iseng."
"Aku bermaksud memintanya untuk menikahiku kalau aku bisa," jawab
Phil kalem. "Aku nyerah deh," kata Stella putus asa.
Gilbert sesekali datang pada Jumat malam. Dia selalu terlihat gembira,
dan tetap bisa bercanda dan mengobrol santai dengan yang lain. Dia tak
berusaha mendekati ataupun menghindari Anne. Ketika situasi


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengharuskan mereka saling bicara, Gilbert bicara pada Anne dengan
menyenangkan dan sopan, seperti pada teman yang baru kenal.
Persahabatan lama mereka sudah hilang sama sekali. Anne merasa
kecewa; tapi dalam hati dia berkata pada diri sendiri bahwa dia sangat
senang dan bersyukur Gilbert bisa cepat melupakan kekecewaannya
karena penolakan Anne. Sebelumnya Anne takut bahwa penolakannya atas
lamaran Gilbert di taman bunga bulan April lalu, telah membuat Gilbert
sangat terluka dan sulit melupakannya. Tapi sekarang sepertinya Anne tak
perlu lagi khawatir. Orang mungkin mati dan dimakan cacing, tapi orang
tak akan mati hanya karena cinta. Gilbert jelas bukan orang yang mudah
mati hanya karena cinta. Dia seorang pemuda yang menikmati hidup,
berambisi dan penuh semangat. Baginya tak perlu membuang waktu
berputus asa hanya karena ditolak seorang wanita. Anne, mendengarkan
Gilbert berolok-olok dengan Phil, bertanya-tanya apakah dirinya hanya
membayangkan pandangan terluka di mata Gilbert saat Anne berkata
bahwa dia tak akan pernah bisa mencintainya.
Bukannya tak ada pemuda yang ingin maju menggantikan posisi Gilbert
di sampingnya. Tetapi Anne mengabaikan mereka tanpa rasa takut ataupun
penyesalan. Bila kelak ternyata pangeran idamannya tak akan pernah
muncul, Anne tak akan pernah berusaha mencari gantinya. Begitulah tekad
yang terucap dalam hatinya saat berjalan di taman di hari yang mendung
164 dan berangin itu. Tiba-tiba, hujan yang telah diramalkan Bibi Jamesina
tercurah deras. Anne membuka payungnya dan buru-buru berjalan
menyusuri jalanan yang menurun. Tepat saat dia hendak berbelok ke
jalanan yang terlindung dari hujan, angin kencang tiba-tiba berembus.
Payungnya terbalik. Dengan putus asa, Anne tetap berusaha
memeganginya. Lalu terdengar sebuah suara di dekatnya.
"Permisi boleh kutawarkan payungku?"
Anne mendongak. Tinggi, tampan, terhormat berkulit gelap, melankolis,
tatapan mata misterius ya, pahlawan yang selama ini dia impikan kini
berdiri di depannya. Pria itu benar-benar mirip dengan pangeran
idamannya yang sejak kecil telah diimpikan Anne.
"Terima kasih," kata Anne bingung.
"Kita sebaiknya buru-buru berteduh ke paviliun kecil di sana," usul pria
itu. "Kita bisa menunggu di sana hingga hujan reda. Hujan deras biasanya
tak lama." Kata-katanya sangat biasa, tapi oh, nada suaranya! Dan senyumnya!
Anne merasa jantungnya berdebar aneh.
Setengah berlari, mereka bersama-sama menuju paviliun dan terengah
duduk di keteduhannya. Tertawa, Anne mengangkat payungnya yang
rusak. "Ketika payungku terbalik dan rusak, aku baru menyadari kelemahan
rapuhnya benda-benda mati ini," katanya riang.
Tetes air hujan berkelip-kelip di rambutnya yang berkilau; beberapa
helai rambut yang terlepas melengkung indah di leher dan dahinya.
Pipinya merona, matanya berbinar-binar. Pemuda yang menemaninya
menatapnya terpesona. Anne sendiri merasakan wajahnya memerah malu
karena dipandangi. Siapa dia" Kalau diperhatikan, ada pin Redmond yang
berwarna putih merah di kerah jasnya. Tetapi Anne merasa meski sekilas
dia pasti bisa mengenali semua mahasiswa di Redmond, kecuali
mahasiswa tahun pertama. Dan pemuda yang sopan memesona ini jelas
bukan mahasiswa tahun pertama.
"Wah, rupanya kita satu universitas," kata pemuda itu, tersenyum
melihat Anne yang merona. "Itu sudah cukup untuk mengawali
perkenalan, bukan" Namaku, Royal Gardner. Dan kau adalah Miss
Shirley, yang membaca makalah Tennyson di kelas Philomathic beberapa
hari lalu, bukan?" 165 "Ya; tapi aku tak bisa mengingat siapa dirimu," kata Anne terus terang.
"Tolong beri tahu, kau mahasiswa Angkatan berapa?"
"Sepertinya aku tak masuk ke angkatan mana pun. Dua tahun lalu aku
jadi mahasiswa angkatan tahun pertama dan kedua di Redmond sini. Dan
setelah itu, aku pindah ke Eropa. Sekarang aku kembali untuk
menyelesaikan Gelarku."
"Ini juga tahun ketigaku," kata Anne.
"Jadi rupanya kita teman seangkatan, juga teman seuniversitas. Sekarang
aku merasa tahun-tahun yang lewat tak berlalu begitu saja," kata pemuda
itu dengan tatapan penuh makna.
Hujan terus turun deras selama kurang lebih setengah jam. Tapi waktu
sepertinya berlalu begitu cepat. Ketika mendung akhirnya menyingkir dan
sinar pucat matahari bulan November menyinari jalanan dan pohon-pohon
cemara, Anne dan temannya berjalan pulang bersama. Begitu mereka
sampai ke pintu gerbang Patty"s Place, Royal Gardner telah meminta izin
bertandang, dan langsung mendapatkannya tanpa bersusah payah. Anne
masuk rumah dengan pipi merona merah, dan jantung berdegup
jumpalitan. Rusty, yang merangkak naik ke pangkuan Anne mencoba
mendapatkan ciuman, hanya mendapatkan sambutan setengah hati. Anne,
yang hatinya sedang bergelora oleh angan-angan romantis, tak bisa
membagi perhatiannya pada kucing dengan telinga cuil.
Petang itu sebuah parsel untuk Miss Shirley diantarkan ke Patty"s Place.
Parsel kotak berisi selusin mawar indah. Phil tanpa permisi langsung
mengambil kartu yang terjatuh dari parsel itu, membaca nama si pengirim
dan kutipan puisi di bagian belakang.
"Royal Gardner!" pekiknya. "Anne, aku tak tahu kau kenal Roy
Gardner!" "Aku bertemu dengannya di taman saat hujan siang tadi," Anne buruburu menjelaskan. "Payungku tertiup angin dan terbalik, lalu dia
menyelamatkanku dengan payungnya."
"Oh!" Phil menatap Anne penasaran. "Dan apa yang terjadi di insiden
yang sangat-sangat biasa tadi hingga dia mengirimimu selusin mawar dan
juga kutipan puisi yang sangat sentimental" Dan mengapa juga wajahmu
merona semerah mawar saat membaca kartunya" Anne, wajahmu
membuka rahasiamu." 166 "Jangan bicara yang tidak-tidak, Phil. Kau kenal Mr. Gardner?"
"Aku pernah bertemu dua saudara perempuannya, dan aku tahu dia. Juga
semua orang penting di Kingsport. Keluarga Gardner adalah salah satu
keluarga terkaya dan tertua dari keluarga-keluarga asli Nova Scotia. Roy
sangat tampan dan pandai. Dua tahun lalu ibunya sakit dan dia terpaksa
cuti dari universitas untuk menemani ibunya keluar negeri ayahnya sudah
meninggal. Roy pasti sangat kecewa harus meninggalkan kuliahnya, tapi
kata orang-orang dia bisa menerimanya dengan baik. Hmm-hm-hmmm,
Anne. Aku mencium bau romansa, nih. Aku nyaris saja cemburu, tapi
tidak juga, sih. Lagi pula, Roy Gardner bukanlah Jonas."
"Diam, ah!" tukas Anne. Tapi malam itu Anne berbaring dengan mata
nyalang, dan dia tak ingin tidur. Lamunannya jauh lebih memikat daripada
bujukan dunia mimpi. Apakah pangeran tampannya benar-benar telah
datang" Bila mengingat mata gelap misterius yang menatapnya dalamdalam, Anne mempunyai firasat kuat bahwa sang pangeran impian
akhirnya telah tiba. 167 KEHADIRAN CHRISTINE Gadis-gadis di Patty's Place sibuk berdandan untuk pesta resepsi yang
diadakan mahasiswa Junior untuk mahasiswa Senior di bulan Februari.
Anne mengamati bayangan dirinya di cermin kamar biru dengan puas. Ia
memakai gaun yang sangat cantik. Awalnya gaun ini hanyalah gaun sutra
krem dengan lapisan sifon di bagian luar. Tapi liburan Natal lalu, Phil
membawa gaun ini pulang, dan memberi bordiran kuntum-kuntum mawar
mungil di lapisan sifonnya. Jari jemari Phil sangat terampil, dan hasilnya
adalah sebuah gaun yang membuat semua gadis-gadis Redmond iri.
Bahkan Allie Boone, yang gaunnya didatangkan langsung dari Paris,
menatap penuh damba pada gaun berhiaskan bordiran kuntum-kuntum
mawar itu, saat Anne menaiki tangga utama Redmond.
Anne sedang mencoba menyematkan sekuntum anggrek putih di
rambutnya. Roy Gardner mengirimkan anggrek putih untuk pesta itu, dan
Anne tahu tak ada gadis Redmond lain yang mengenakan anggrek putih
malam ini ketika tiba-tiba Phil masuk dan menatapnya kagum.
"Anne, ini malam bagimu untuk terlihat memesona. Sembilan dari
sepuluh malam, aku dengan mudah bisa mengalahkanmu. Tapi tiba-tiba
saja di malam kesepuluh kecantikanmu mekar dan bersinar, mengalahkan
semuanya, bahkan juga aku. Bagaimana caramu melakukannya?"
"Ini karena gaunnya. Halus dan indah."
"Bukan, kok. Malam sebelumnya saat kau terlihat sangat menawan, kau
mengenakan gaun biru dengan blus flanel biru tua bikinan Mrs. Lynde
untukmu. Kalau Roy belum tergila-gila padamu, jelas ia akan jatuh cinta
setengah mati padamu malam ini. Tapi aku tak suka anggrek untukmu,
Anne. Bukan; bukan karena aku cemburu. Anggrek sepertinya Bukan
dirimu. Terlalu eksotis-terlalu tropis terlalu congkak. Pokoknya, jangan
sematkan di rambutmu."
"Yah, memang tidak. Kuakui aku sendiri juga tak terlalu suka anggrek.
Kurasa anggrek memang tak cocok untukku. Roy jarang mengirimkan
anggrek ia tahu bunga-bunga yang aku suka dan cocok untukku. Anggrek
adalah bunga yang kau pilih sesekali saja."
"Jonas mengirimkan beberapa kuntum mawar merah jambu yang indah
168 padaku untuk pesta malam ini tapi dia tak datang. Jonas bilang dia harus
memimpin misa doa di permukiman kumuh! Kurasa dia memang tak mau
datang. Anne, aku takut Jonas tak benar-benar suka padaku. Aku sedang
berusaha memutuskan apa sebaiknya aku merana dan mati saja, atau
meneruskan kuliah, mendapat gelar B.A., jadi orang yang berakal sehat
dan berguna." "Kau tak mungkin bisa jadi orang yang berakal sehat dan berguna, Phil,
jadi merana dan mati sajalah," kata Anne tega.
"Kejam sekali kau Anne!"
"Kau konyol sih, Phil! Kau tahu benar bahwa Jonas mencintaimu."
"Tapi"dia TAK mau bilang padaku. Dan aku tak bisa
MEMAKSANYA agar bilang. Kuakui, SEPERTINYA dia memang cinta
padaku. Tapi isyarat cinta dengan tatapan mata tak bisa jadi alasan kuat
untuk memulai menyiapkan rumah tangga. Aku tak ingin mulai membordir
dan menyulam taplak meja untuk rumahku hingga aku benar-benar
bertunangan. Itu namanya untung-untungan."
"Mr. Blake tak berani melamarmu, Phil. Dia miskin dan tak bisa
memberikan rumah seperti yang kau miliki sekarang. Kau tahu, itulah
satu-satunya alasan mengapa dia tak melamarmu sejak dulu."
"Kurasa begitu," kata Phil murung. "Yah" katanya kembali riang "kalau
dia TAK AKAN melamarku, aku yang akan melamarnya, begitu saja. Jadi
semuanya akan baik-baik saja. Aku tak perlu cemas. Ngomong-ngomong,
Gilbert Blythe katanya sekarang berpasangan dengan Christine Stuart. Kau
tahu?" Anne sedang berusaha memasang sebuah kalung emas di lehernya. Dan
tiba-tiba ia merasa kaitan kalung itu jadi susah sekali dipasang. KENAPA
sih kalung ini"atau ada yang salah dengan jarinya"
"Tidak," kata Anne sekenanya. "Siapa Christine Stuart?"
"Adik Ronald Stuart. Dia ke Kingsport musim dingin ini untuk belajar
musik. Aku belum pernah bertemu dengannya, tapi mereka bilang dia
sangat cantik dan Gilbert tergila-gila padanya. Aku dulu marah sekali saat
kau menolak Gilbert, Anne. Tapi Roy Gardner rupanya sudah ditakdirkan
untukmu. Aku tahu itu sekarang. Dan ternyata kau benar."
Pipi Anne tidak merona, seperti biasanya ketika teman-temannya
berasumsi bahwa dia nanti akhirnya akan menikah dengan Roy Gardner.
Justru dia malah merasa agak bosan. Celotehan Phil terdengar tak penting,
dan pesta yang akan mereka datangi terasa menjemukan. Anne menampar
169 telinga Rusty yang tak tahu apa-apa.
"Turun dari bantal itu, kucing nakal! Tempatmu di bawah!"
Anne mengambil bunga anggreknya dan turun ke lantai bawah. Bibi
Jamesina sedang menghangatkan beberapa mantel di depan perapian. Roy
Gardner sedang menunggu Anne dan bermain dengan kucing-Sarah
sembari menunggu. Kucing-Sarah sepertinya tak suka padanya. Dia selalu memunggungi
Roy. Tapi semua orang lain di Patty"s Place sangat menyukai Roy. Bibi
Jamesina, yang terlena oleh sikap Roy yang manis dan sopan, serta nada
lembut suaranya yang merdu, mengatakan bahwa Roy pemuda terbaik
yang pernah dia kenal, dan Anne gadis yang sangat beruntung. Komentar
semacam itu justru membuat Anne gelisah. Rayuan dan perlakuan penuh
cinta Roy memang merupakan perwujudan mimpi romantis hati seorang
gadis, tapi Anne berharap Bibi Jamesina dan teman-temannya tak dengan
mudahnya menganggap mereka sudah berjodoh. Ketika Roy
menggumamkan pujian yang puitis sembari membantu Anne memakaikan
mantel, wajah Anne tak merona dan jantungnya tak berdegup kencang
seperti biasanya; dan menurut Roy, Anne jadi pendiam sepanjang
perjalanan mereka ke Redmond. Roy berpikir wajah Anne agak pucat
ketika keluar dari ruang ganti mahasiswi, tapi saat mereka memasuki
ruang pesta, wajah Anne tiba-tiba merona dan dia kembali berkilau. Anne
menoleh ke arah Roy dengan ekspresi sangat riang. Roy membalas
senyum Anne dengan senyum yang kata Phil adalah "senyumnya yang
dalam, misterius dan selembut beludru". Namun sebenarnya Anne sama
sekali tak menatap Roy. Anne sadar benar akan keberadaan Gilbert yang
berdiri di bawah pohon palem di seberang ruangan, tengah bicara dengan
seorang gadis yang pastilah Christine Stuart.
Gadis itu sangat cantik, dengan postur tubuh anggun yang kemungkinan
jadi agak sedikit gempal di usia paruh baya. Tubuhnya tinggi, dengan mata
biru gelap besar, kulit putih gading, dan rambut gelap halus panjang. "Dia
terlihat seperti gadis yang kuidamkan sejak kecil," keluh Anne dalam hati.
"Wajah memerah"jambu mata"violet berbinar"rambut hitam legam"
ya, dia punya semuanya. Mengherankan namanya bukan Cordelia
Fitzgerald sekalian! Tapi kurasa tubuhnya tak seramping aku, dan
hidungnya jelas kalah bagus dari hidungku."
Anne merasa agak terhibur dengan kesimpulannya itu.
170 CURAHAN HATI Bulan Maret tiba di musim dingin seperti domba putih yang jinak,
membawa hari-hari cerah, disinari matahari dan berkilau, diikuti oleh
lembayung senja kala beku yang melebur bersama cahaya bulan dari dunia
peri. Gadis-gadis di Patty"s Place sibuk bersiap menghadapi ujian di bulan
April. Mereka semua belajar keras; bahkan Phil juga menekuri buku dan
catatannya dengan ketekunan yang tak biasa.
"Aku akan merebut Beasiswa Johnson untuk bidang Matematika,"
umumnya cuek. "Aku bisa saja dengan mudah mendapatkan beasiswa
untuk Bahasa Yunani, tapi aku lebih memilih beasiswa Matematika karena
aku ingin membuktikan pada Jonas bahwa aku benar-benar cerdas."
"Jonas lebih menyukaimu karena mata cokelat bulatmu dan senyumnya
daripada otak cerdas di balik ikal rambutmu," komentar Anne.
"Saat aku muda dulu, tak pantas bagi seorang gadis untuk tahu
Matematika," kata Bibi Jamesina. "Tapi zaman sudah berubah. Dan aku
tak yakin apakah itu baik. Apa kau bisa memasak, Phil?"
"Tidak, seumur hidup aku tak pernah memasak apa pun kecuali kue jahe
dan itu pun gagal total rata di tengah dan menggumpal di pinggir. Ya,
seperti itulah. Tapi Bibi, kalau aku kelak belajar memasak dengan serius,
bukankah otak yang membuatku memenangi beasiswa Matematika juga
akan memudahkan aku belajar memasak?"
"Mungkin," kata Bibi Jamesina tak yakin. "Aku bukannya menolak
pendidikan tinggi untuk wanita. Putriku sendiri bergelar M.A. Dia juga
bisa memasak. Tapi aku mengajarinya memasak SEBELUM aku
membiarkan seorang profesor mengajarinya Matematika."
Pertengahan bulan Maret, datang surat dari Miss Patty Spofford,
mengatakan bahwa dirinya dan Miss Maria memutuskan untuk
memperpanjang perjalanan luar negeri mereka setahun lagi.
"Jadi kalian boleh tinggal di Patty"s Place hingga setahun lagi," tulisnya.
"Maria dan aku akan menjelajah Mesir. Aku ingin melihat Sphinx sebelum


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mati." 171 "Bayangkan dua perawan tua itu "menjelajah Mesir"! Aku ingin tahu
apakah mereka melihat Sphinx sambil merajut," tawa Priscilla.
"Aku senang sekali bisa tinggal setahun lagi di Patty"s Place," kata
Stella. "Aku sudah cemas mereka akan kembali tahun ini, dan sarang kita
yang menyenangkan ini terpaksa harus dikosongkan dan kita, anak-anak
burung yang malang dan masih hijau ini akan terlempar keluar ke dunia
rumah pondokan yang kejam lagi."
"Aku mau jalan-jalan ke taman," kata Phil tiba-tiba, menyingkirkan
bukunya. "Kurasa kalau aku kelak sudah delapan puluh tahun, aku akan
senang karena telah jalan-jalan di taman malam ini."
"Apa maksudmu?" tanya Anne.
"Ikutlah dan nanti kuceritakan padamu."
Kedua gadis itu berjalan-jalan mengagumi misteri dan keajaiban petang
bulan Maret. Petang hari yang sangat damai dan hangat, dilingkupi selimut
putih yang hening dan khidmat keheningan murni yang sesekali ditingkahi
suara-suara bening bila kau mendengarkan tak hanya dengan telinga
namun dengan seluruh jiwamu. Phil dan Anne berjalan menyusuri jalan
yang diapit jajaran cemara yang seakan menuju langsung ke semburat
merah matahari musim dingin yang terbenam.
"Aku akan langsung pulang dan menulis puisi saat ini juga kalau aku
tahu caranya," ungkap Phil, berhenti sejenak di tempat semburat cahaya
merah mawar mengelus pucuk-pucuk cemara. "Indah sekali di sini
keheningan putih meraja, dan pepohonan tinggi gelap yang sepertinya
sedang merenung." ?"Pepohonan adalah kuil Tuhan yang pertama1 ,?" kutip Anne lembut.
"Di tempat seperti ini seseorang pasti akan merasa takzim dan takjub. Aku
selalu merasa sangat dekat dengan-Nya saat berjalan di antara pohonpohon cemara."
"Anne, aku gadis paling bahagia di dunia," aku Phil tiba-tiba.
"Jadi akhirnya Mr. Blake melamarmu?" kata Anne kalem.
"Ya. Dan aku bersin sampai tiga kali saat dia melamarku. Mengerikan
sekali, bukan" Tapi aku bilang, "ya" bahkan sebelum Jonas selesai bicara
aku takut sekali kalau-kalau dia berubah pikiran dan berhenti. Aku bahagia
setengah mati. Aku masih tak bisa percaya bahwa Jonas mau menyayangi
gadis sembrono seperti aku."
"Phil, kau tak benar-benar sembrono, kok," kata Anne serius. "Jauh di
balik penampilanmu yang sembrono, kau punya jiwa yang penyayang,
172 setia dan keibuan. Buat apa kau menyembunyikannya?"
"Aku tak bisa menahannya, Ratu Anne. Kau benar dalam hati aku bukan
orang yang sembrono. Tapi ada sedikit sifat sembrono dalam jiwaku dan
aku tak bisa menghilangkannya. Seperti yang dikatakan Mrs. Poyser, aku
"The groves were God"s first temples" A Forest Hymn, puisi karya William Cullen Bryan. harus
dierami dan ditetaskan lagi untuk menjadi berbeda sebelum aku bisa
mengubah sifatku ini. Tapi Jonas tahu diriku yang sebenarnya dan
mencintaiku dengan seluruh kesembronoanku. Dan aku juga
mencintainya. Aku tak pernah merasa seterkejut itu dalam hidupku ketika
sadar bahwa aku mencintainya. Aku tak pernah mengira bisa jatuh cinta
pada pria jelek. Bayangkan coba, aku hanya punya satu pacar. Dan
namanya Jonas lagi! Tapi aku bermaksud memanggilnya Jo. Nama
panggilan yang indah dan renyah. Aku tak bisa menyingkat nama
Alonzo." "Bagaimana dengan Alec dan Alonzo?"
"Oh, Natal lalu kukatakan pada mereka bahwa aku tak akan mungkin
menikahi salah satu dari mereka. Lucu sekali kalau diingat bahwa aku
pernah berpikir hendak memilih salah satu dari mereka. Mereka sangat
terluka sehingga aku menangis karena iba pada mereka berdua meraungraung malah. Tapi aku tahu hanya ada satu pria di dunia yang akan
kunikahi. Untuk pertama kalinya aku bisa mengambil keputusan tegas, dan
ternyata tak sulit. Senang sekali bisa merasa yakin, dan tahu pasti bahwa
ini keputusan yang kau ambil sendiri, bukan karena pengaruh orang lain."
"Menurutmu kau akan bisa terus yakin?"
"Terhadap keputusanku, maksudmu" Aku tak tahu, tapi Jo telah
memberiku aturan yang hebat. Dia bilang, kalau aku bingung, pikirkan
saat kau berusia 80 tahun, dan bayangkan hal-hal menyenangkan yang
tidak kau lakukan. Lalu, lakukanlah hal-hal yang kau inginkan tadi. Lagi
pula, Jo bisa mengambil keputusan cukup cepat, dan tak akan nyaman
rasanya kalau terlalu banyak pikiran berbeda dalam satu rumah. "
"Apa yang akan dikatakan ayah dan ibumu?"
"Ayahku tak akan banyak komentar. Menurutnya, apa pun yang aku
lakukan benar. Tapi ibu Pasti akan mengomel. Oh, lidahnya akan setajam
pisau. Tapi pada akhirnya semua akan baik-baik saja."
"Kau harus meninggalkan kemewahan yang selama ini kau nikmati
kalau nanti kau menikah dengan Mr. Blake, Phil."
173 "Tapi aku akan punya DIA. Aku tak akan merindukan yang lain-lainnya.
Kami akan menikah setahun lagi setelah bulan Juni. Jo lulus dari St.
Columbia musim semi tahun ini, kau tahu. Lalu Jo akan mengabdi di
sebuah gereja misi kecil di Jalan Patterson di permukiman kumuh.
Bayangkan, aku tinggal di permukiman kumuh! Tapi aku rela pergi ke
sana atau ke pegunungan es Greenland asal bersamanya."
"Dan ini dulu adalah gadis yang TAK AKAN PERNAH mau menikahi
pria yang tidak kaya," komentar Anne pada pohon pinus muda di
dekatnya. "Oh, jangan ingatkan aku pada kebodohan masa mudaku. Meski miskin,
aku akan sama bahagianya dengan saat aku kaya. Lihat saja. Aku akan
belajar masak dan menjahit. Aku sudah belajar bagaimana cara belanja
sejak tinggal di Patty"s Place; dan aku dulu pernah mengajar kelas Sekolah
Minggu sepanjang musim panas. Bibi Jamesina bilang aku akan
menghancurkan karier Jo kalau aku menikahinya. Tapi aku tak akan
melakukannya. Aku sadar aku tak terlalu pintar dan juga sembrono, tapi
aku punya sesuatu yang bahkan jauh lebih baik aku berbakat dalam
membuat orang-orang menyukaiku. Ada seorang pria di Bolingbroke yang
selalu ngoceh dan mengucapkan kesaksian di pertemuan doa. Ia bilang,
"Klo kau tak bisa bsinar sperti bintang listerik bsinarlah sperti lilin." Aku
akan jadi lilin kecil Jo."
"Phil, kau ini parah sekali. Yah, tapi aku sangat sayang padamu dan itu
membuatku tak bisa menyusun pidato singkat dan indah sebagai ucapan
selamat. Namun setulus hatiku aku sangat gembira melihatmu bahagia."
"Aku tahu. Mata abu-abu besarmu berbinar-binar oleh rasa persahabatan
sejati, Anne. Suatu hari nanti aku juga akan bahagia untukmu. Kau akan
menikah dengan Roy, kan, Anne?"
"Philippa sayangku, apa kau belum pernah dengar tentang kemasyhuran
Betty Baxter, yang "menolak pria bahkan sebelum dia melamar?" Aku tak
akan menyamai wanita terkenal itu dengan menolak ataupun menerima
seorang pria pun sebelum dia "melamar"."
"Seluruh Redmond tahu bahwa Roy tergila-gila padamu," kata Phil
mengajuk. "Dan kau MEMANG cinta padanya, bukan, Anne?"
"Aku kurasa begitu," jawab Anne enggan. Dia merasa harusnya
wajahnya memerah karena telah mengaku seperti itu; tapi pipinya bahkan
tak merona. Tapi, bila mendengar seseorang mengatakan sesuatu tentang
Gilbert Blythe atau Christine Stuart, wajahnya langsung memanas. Gilbert
174 Blythe dan Christine Stuart bukanlah siapa-siapanya sama sekali bukan.
Tapi Anne sudah menyerah dan tak mau mencari tahu alasan di balik
wajahnya yang selalu memerah saat mendengar tentang mereka berdua.
Sedangkan tentang Roy tentu saja dia cinta padanya tergila-gila.
Bagaimana tidak" Bukankah Roy adalah perwujudan pria idamannya
selama ini" Siapa yang bisa menolak mata gelapnya yang gilang gemilang,
dan suaranya yang lembut merayu" Bukankah setengah gadis-gadis
Redmond iri padanya" Dan Roy mengirimkan soneta yang sangat
memesona dilengkapi bunga violet, untuk ulang tahunnya! Anne bahkan
hafal setiap katanya. Dan soneta yang sangat bagus pula. Memang tidak selevel Keats atau
Shakespeare bahkan Anne pun meski mencintai Roy tak akan memujanya
seperti itu. Soneta itu adalah sajak romantis seperti yang biasa dimuat di
majalah. Dan ditujukan PADANYA bukan pada Laura atau Beatrice atau
Perawan dari Athena 2 , tapi kepadanya, Anne Shirley. Apabila ada yang
memuisikan matamu berbinar seperti bintang timur pipimu merona seperti
cahaya fajar dan bibirmu lebih merah daripada mawar Surga, sebagai
seorang gadis kau pasti akan terlena oleh perasaan romantis. Gilbert tak
akan pernah berpikir untuk menulis soneta tentang alis Anne. Tapi, Gilbert
bisa memahami lelucon. Anne pernah menceritakan sebuah kisah lucu
pada Roy dan Roy tak paham. Anne teringat betapa dia dulu tertawa-tawa
dengan Gilbert, dan berpikir dalam hati mungkin hidup dengan seorang
pria yang tak punya rasa humor akan membosankan. Tapi siapa yang
mengharap seorang pahlawan yang melankolis dan misterius bisa
memahami sisi lucu dari berbagai hal" Itu jelas tak masuk akal.
"Maid of Athens", puisi karangan Lord Byron.
175 PETANG DI BULAN JUNI "Aku ingin tahu bagaimana rasanya hidup di dunia yang selamanya selalu
bulan Juni," kata Anne saat melewati kebun yang penuh bunga ke beranda
depan rumah, tempat Marilla dan Mrs. Rachel sedang duduk, berbincang
tentang pemakaman Mrs. Samson Coates yang baru saja mereka datangi.
Dora duduk di antara mereka, belajar dengan rajin; tapi Davy duduk
bersila di rumput, terlihat sedih dan murung. "Nanti kau jadi bosan," kata
Marilla. "Memang; tapi kurasa akan butuh waktu lama bagiku untuk bosan, kalau
semua seindah hari ini. Semuanya suka bulan Juni. Davy sayang, mengapa
kau memasang wajah sendu seperti musim dingin saat musim bunga?"
"Aku bosan hidup," kata sang anak, pesimistis.
"Di usia sepuluh tahun" Aduh, betapa sedihnya!"
"Aku tak bercanda," kata Davy serius. "Aku kur"kurang
bersemangat?" mengucapkan kata-katanya dengan usaha keras.
"Mengapa dan karena apa?" tanya Anne, duduk di sebelahnya.
"Karena guru baru pengganti Mr. Holmes yang sakit memberiku PR
sepuluh hitungan untuk hari Senin. Besok aku harus mengerjakannya
seharian. Tak adil menyuruh kita kerja hari Sabtu. Milty Boulter bilang
nggak akan mengerjakannya, tapi Marilla bilang aku harus. Aku sama
sekali nggak suka Miss Carson."
"Jangan bicara tentang gurumu seperti itu Davy Keith," tegur Mrs.
Rachel tegas. "Miss Carson gadis yang sangat baik. Dia selalu lurus dan
serius." "Kedengarannya tak terlalu menarik," tawa Anne. "Aku suka orang yang
sedikit tak serius. Tapi pendapatku tentang Miss Carson jelas lebih baik
darimu. Aku melihatnya di pertemuan doa semalam, dan dia punya
sepasang mata yang kelihatannya tak bisa terlihat selalu serius setiap
waktu. Nah, Davy sayang, besarkan hatimu. "Besok hari yang baru" dan
aku akan membantu Pr hitunganmu. Jangan habiskan senja yang indah ini
dengan bermuram durja."
"Tak akan," kata Davy, lebih riang. "Kalau kau membantu PR-ku, aku
176 akan sudah selesai tepat waktu saat harus pergi memancing dengan Milty.
Seandainya saja pemakaman Bibi Atossa tua adalah besok dan bukan hari
ini. Aku ingin pergi melayat karena Milty bilang, ibunya berkata bahwa
Bibi Atossa pasti akan bangkit dari peti matinya dan mengejek orangorang yang melayat. Tapi kata Marilla, Bibi Atossa tak melakukan itu."
"Atossa yang malang berbaring di peti matinya dengan damai," kata
Mrs. Lynde khidmat. "Dia belum pernah terlihat menyenangkan seperti itu
sebelumnya. Yah, tak banyak yang menangisinya, jiwa tua yang malang.
Keluarga Elisha Wrights bersyukur dia telah tiada, dan aku tak
menyalahkan mereka."
"Menurutku, mengerikan sekali meninggalkan dunia ini tanpa seorang
pun yang sedih akan kepergianmu," kata Anne, bergidik.
"Tak seorang pun yang menyayangi Atossa, kecuali mungkin
orangtuanya, itu sudah pasti. Bahkan suaminya pun tak menyayanginya,"
kata Mrs. Lynde. "Atossa istri keempat. Suaminya punya kebiasaan gontaganti istri. Dia hanya hidup beberapa tahun setelah menikahi Atossa.
Dokter bilang dia meninggal karena gangguan pencernaan, tapi menurutku
dia meninggal karena tak tahan dengan tajamnya lidah Atossa. Wanita
yang malang, dia tahu segala hal tentang tetangganya, tapi tak pernah
benar-benar mengenal siapa dirinya. Yah, dia sudah tak ada sekarang; dan
kurasa kejadian menarik selanjutnya adalah pernikahan Diana."
"Rasanya aneh sekaligus menakutkan memikirkan Diana menikah,"
keluh Anne, memeluk lutut dan menatap lampu yang menyala di kamar
Diana dari celah-celah pohon Hutan Berhantu.
"Aku tak melihat ada yang menakutkan, apalagi Diana telah
melakukannya dengan sangat baik," kata Mrs. Lynde penuh empati. "Fred
Wright punya lahan pertanian yang bagus dan dia pemuda yang sangat
baik." "Fred jelas bukan pria idaman yang liar, licik nan memesona yang dulu
ingin dinikahi Diana," kata Anne tersenyum. "Fred sangat sangat baik."
"Dan begitulah memang seharusnya. Apa kau ingin Diana menikahi pria
licik" Atau kau sendiri yang ingin?"
"Oh, tidak. Aku tak mau menikah dengan pria licik, tapi kurasa aku akan
suka kalau dia Bisa bersikap licik tapi TAK MAU melakukannya.
Sayangnya, Fred TERLALU baik."
177 "Suatu saat nanti kuharap kau akan punya akal sehat," kata Marilla.
Marilla bicara dengan sedikit getir. Dia sedih dan kecewa. Dia tahu Anne
telah menolak Gilbert Blythe. Kabar itu jadi gosip panas di Avonlea, dan
tak seorang pun tahu siapa yang membocorkannya. Mungkin Charlie
Sloane menebak-nebak dan menyebarkan tebakannya itu. Mungkin Diana
mengatakannya ke Fred, yang tak bisa menjaga rahasia. Apa pun itu,
kisahnya sudah tersebar; Mrs. Blythe tak lagi mau bertanya pada Anne, di
tempat umum ataupun secara pribadi, bagaimana kabar Gilbert. Dia
mengangguk dingin pada Anne saat mereka berpapasan. Anne, yang sejak
dulu menyukai ibu Gilbert yang periang dan berjiwa muda, diam-diam
merasa sedih. Marilla diam saja; tapi Mrs. Lynde sering kali berusaha
mengorek cerita dari Anne, hingga akhirnya dia berhasil mendapatkan
gosip terbaru, dari ibu Moody Spurgeon MacPherson, bahwa Anne punya
"kekasih" di universitas, yang kaya, tampan, dan baik. Setelah itu Mrs.
Rachel menahan diri, meski jauh dalam hati dia masih berharap Anne
menerima Gilbert. Kekayaan memang baik; tapi bahkan Mrs. Rachel pun
yang cenderung berjiwa praktis, tak menganggapnya sangat penting. Kalau
Anne "menyukai" Pemuda Tampan tak Dikenal itu lebih daripada Gilbert,
tak ada lagi yang perlu dikatakan; tapi Mrs. Rachel sangat takut Anne
membuat kesalahan dengan menikah demi uang. Marilla mengenal Anne
cukup baik untuk tahu bahwa itu tak benar; tapi dia tetap merasa bahwa
ada yang salah dengan suratan takdir.
"Apa yang akan terjadi, terjadilah," kata Mrs. Rachel murung, "dan apa
yang tak terjadi kadang akhirnya terjadi juga. Aku tak bisa menyingkirkan
perasaan bahwa itu akan terjadi pada Anne, kalau Tuhan tak campur
tangan dan berkehendak lain," desah Mrs. Rachel.
Mrs. Rachel takut Tuhan tak akan campur tangan; sedangkan dia tak
berani. Sementara itu, Anne berjalan-jalan ke Buih-Buih Dryad dan sedang
meringkuk di antara rimbunan pakis di akar pohon birch putih besar yang
dulu menjadi tempat main dirinya dan Gilbert di liburan musim panas.
Gilbert magang di kantor surat kabar lagi saat kuliah libur, dan Avonlea
terasa menjemukan sekali tanpanya. Gilbert tak pernah menulis surat dan
Anne merindukan suratnya yang tak pernah datang. Roy tentu saja
mengirim surat dua kali seminggu; surat-suratnya adalah komposisi indah
178 yang akan terlihat sangat bagus bila dimuat di sebuah memoar atau
biografi. Anne merasa lebih cinta pada Roy saat membaca surat-suratnya;
tapi jantungnya tak pernah berdebar aneh dan sakit penuh damba seperti
suatu hari saat Mrs. Hiram Sloane memberinya sebuah amplop dengan
tulisan tangan Gilbert yang runcing tegak dengan tinta hitam. Anne
langsung buru-buru pulang, masuk ke kamar, dan membukanya"namun
dia hanya menemukan semacam laporan kegiatan kampus yang diketik"


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya itu. Anne melemparkan surat itu ke lantai dan langsung menulis
surat yang sangat indah untuk Roy.
Diana akan menikah lima hari lagi. Rumah abu-abu di Orchard Slope
disibukkan dengan kegiatan memanggang, memasak, merebus dan
mengukus, karena pestanya dirancang meriah dan besar seperti pernikahan
zaman dulu. Anne tentu saja akan jadi pengiring mempelai wanita, seperti
yang sudah ditetapkan sejak kedua gadis itu berusia dua belas, dan Gilbert
akan datang dari Kingsport untuk jadi pengiring mempelai pengantin pria.
Anne menyukai kesibukan persiapan pernikahan, tetapi di balik semua itu
hatinya sedikit pilu. Bisa dibilang, dia akan kehilangan sahabat sejatinya
yang tersayang. Rumah baru Diana tiga kilometer jauhnya dari Green
Gables, dan mereka tak akan bisa terus bersama-sama seperti dulu. Anne
menatap cahaya di kamar Diana dan berpikir betapa sejak dulu cahaya itu
telah menjadi pandu baginya selama bertahun-tahun; tapi cahaya itu
takkan bersinar di senja musim panas seperti dulu lagi. Dua bulir air mata
pilu menetes dari mata abu-abu Anne.
"Oh," keluhnya dalam hati, "kenapa sih orang harus tumbuh dewasa"
dan menikah"dan BERUBAH!"
179 PERNIKAHAN DIANA "Lagi pula, mawar sejati adalah yang berwarna merah jambu," kata Anne,
saat mengikatkan pita putih di buket bunga Diana di kamar lantai atas
Orchard Slope yang menghadap ke barat. "Mawar adalah bunga cinta dan
kesetiaan. "Diana berdiri gugup di tengah kamar, memakai baju pengantin putih,
dengan rambut keriting hitamnya dihiasi cadar pengantin. Anne-lah yang
memasang cadar pengantinnya, sesuai dengan ikrar mereka bertahun-tahun
lalu. "Ini sangat mirip dengan yang sering kubayangkan dulu, ketika aku
menangisi pernikahanmu dan perpisahan kita yang tak terhindarkan," kata
Anne tertawa. "Kau mempelai impianku, Diana, dengan "cadar berkabut
nan elok"; dan aku pengiring-MU. Tapi, sayang! Aku tak memakai gaun
berlengan gembung"meski gaun berenda ini jauh lebih cantik. Hatiku tak
patah dan aku juga tak benar-benar membenci Fred."
"Kita tak benar-benar berpisah, Anne," protes Diana. "Aku tak akan
pergi jauh. Dan kita berdua tetap saling menyayangi sebesar dulu. Kita
selalu memegang "ikrar" persahabatan yang kita ucapkan dulu, bukan?"
"Ya. Kita memegangnya dengan setia. Persahabatan kita sangatlah
indah, Diana. Kita tak pernah menodainya dengan pertengkaran, saling
mendiamkan, ataupun kata-kata yang tak ramah; dan aku berharap akan
selalu begitu. Tapi semua akan berubah setelah ini. Kau akan punya
kesibukan dan minat lain. Dan aku akan jadi orang luar. Tapi seperti kata
Mrs. Rachel "begitulah hidup". Mrs. Rachel memberimu salah satu dari
selimut rajutan pola garis-garis, dan dia bilang kalau aku menikah nanti,
dia juga akan menghadiahiku selimut rajutan yang serupa."
"Yang paling menyedihkan saat pernikahanmu nanti adalah aku tak akan
bisa jadi pengiring mempelai wanita," ucap Diana sendu.
"Aku juga akan jadi pengiring mempelai wanita di pernikahan Phil Juni
mendatang, saat ia menikah dengan Mr. Blake, lalu setelah itu aku harus
berhenti, karena ada peribahasa "tiga kali jadi pengiring pengantin, tak
180 pernah jadi pengantin,?" kata Anne, mengintip dari balik jendela ke taman
penuh kuntum bunga merah jambu dan putih di bawah. "Itu dia
pendetanya datang, Diana."
"Oh, Anne," engah Diana, tiba-tiba jadi pucat pasi dan gemetaran. "Oh,
Anne"aku gugup sekali"aku tak bisa"Anne, aku mau pingsan."
"Kalau kau pingsan, aku akan menyeretmu ke penampungan air hujan di
kandang babi dan mencelupkanmu ke sana," tukas Anne. "Yang ceria
dong, Sayang. Menikah bukanlah hal yang sangat mengerikan, apalagi
banyak sekali orang yang berhasil melaluinya. Lihat betapa tenang dan
percaya dirinya aku, dan beranilah."
"Tunggu saja sampai giliranmu nanti, Miss Anne. Oh, Anne, aku dengar
Ayah naik ke sini. Mana buket bungaku. Apa cadarku sudah bagus" Apa
aku pucat sekali?" "Kau terlihat cantik. Di, Sayang, beri aku ciuman selamat tinggal untuk
terakhir kalinya. Diana Barry tak akan pernah memberiku ciuman lagi."
"Tapi Diana Wright akan terus memberimu ciuman. Nah, itu ibuku
memanggil. Ayo." Mengikuti tradisi yang sedang berlaku, Anne turun ke ruang tamu
bersama Gilbert. Mereka berdua bertemu di puncak tangga untuk pertama
kalinya sejak liburan, karena Gilbert baru saja tiba hari itu. Gilbert
menjabat tangannya sopan. Dia terlihat sehat, komentar Anne dalam hati,
meski agak kurus. Tapi Gilbert tak pucat; pipinya sedikit merona dan kian
memerah saat Anne berjalan menyusuri koridor menujunya, dalam gaun
putih lembut dan bunga lily-of-the-valley menghiasi rambutnya. Saat
mereka berdua memasuki ruang tamu yang sudah penuh undangan,
terdengar gumaman kagum dari hadirin. "Mereka berdua benar-benar
pasangan serasi," bisik Mrs. Rachel pada Marilla.
Fred masuk sendirian, dengan wajah merah padam, dan lalu Diana
masuk dibimbing ayahnya. Diana tak pingsan, dan tak terjadi apa pun yang
mengganggu kelancaran upacara pernikahan. Setelah itu diadakan jamuan
makan dan pesta resepsi; dan saat hari menjelang senja, Fred dan Diana
menaiki kereta kuda di bawah sinar bulan menuju rumah baru mereka,
sementara Gilbert mengantarkan Anne pulang jalan kaki ke Green Gables.
Persahabatan lama mereka serasa telah kembali selama pesta senja itu.
Oh, menyenangkan sekali berjalan menyusuri jalan yang sudah sangat
dikenal bersama Gilbert lagi!
181 Malam sangat hening seakan ingin menghantarkan bisikan mawarmawar mekar"tawa kuntum-kuntum daisy dan siulan merdu rumput
suara-suara bening dan murni, saling berjalin. Keindahan cahaya bulan di
ladang menyinari dunia. "Kau mau jalan-jalan dulu di Kanopi Kekasih sebelum masuk rumah?"
tanya Gilbert saat mereka menyeberangi jembatan Danau Riak Air
Berkilau, yang memantulkan wajah bulan yang seakan terbaring diam di
dasarnya bagaikan kuntum emas merekah.
Anne langsung setuju. Kanopi Kekasih bagaikan jalan ke negeri dongeng
malam itu"berpendar dan misterius, bagaikan tempat penuh dengan sihir
dan keajaiban yang teranyam di putihnya sinar bulan. Ada masa ketika
Anne merasa berjalan-jalan dengan Gilbert di Kanopi Kekasih sama saja
dengan mencari masalah. Tapi keberadaan Roy dan Christine telah
menyingkirkan ancaman bahaya itu. Anne memikirkan Christine saat dia
berbincang ringan dengan Gilbert. Dia pernah bertemu gadis itu beberapa
kali sebelum pergi dari Kingsport, dan telah bersikap sangat manis.
Christine juga sangat ramah padanya. Memang, mereka berdua bisa jadi
teman yang cocok. Namun harus diakui, pertemanan mereka tak
berkembang menjadi sebuah persahabatan. Christine rupanya bukanlah
teman sejiwanya. "Apa kau akan tetap di Avonlea sepanjang musim panas?" tanya Gilbert.
"Tidak. Aku akan ke timur, ke Valley Road minggu depan. Esther
Haythorne ingin aku mengajar di sekolahnya selama Juli sampai Agustus.
Di sekolahnya ada semester musim panas, dan Esther sedang tak enak
badan. Jadi aku akan menggantikannya. Aku tak keberatan, kok. Kau tahu,
aku mulai sedikit merasa asing di Avonlea sekarang. Aku memang sedih"
tapi itu memang benar. Mengejutkan sekali melihat anak-anak yang dulu
kuajar sekarang sudah jadi remaja"menjadi pemuda dan pemudi"dalam
dua tahun terakhir. Setengah murid-muridku sudah tumbuh besar. Aku jadi
merasa tua melihat mereka di tempat-tempat yang dulu sering kita datangi
bersama teman-teman."
Anne tertawa sekaligus mendesah sendu. Ia merasa sangat tua, dewasa,
dan bijak yang"justru menunjukkan betapa masih hijaunya dia. Jauh di
dalam hati, Anne sangat rindu masa-masa bahagia dulu saat dia bisa
menatap kehidupan dari balik kabut harapan dan ilusi, saat dia masih
memiliki sesuatu tak terlukiskan yang sekarang sudah hilang selamanya.
Di manakah mereka sekarang"kejayaan dan mimpi-mimpinya dulu"
?"Lupakanlah dunia yang letih ini,?" kutip Gilbert praktis, dan sedikit
182 cuek. Anne bertanya dalam hati apakah Gilbert sedang memikirkan
Christine. Oh, Avonlea akan terasa sangat sepi sekarang"apalagi Diana
sudah pergi! 183 ROMANSA MRS. SKINNER Anne turun dari kereta di stasiun Valley Road dan memandang berkeliling,
mencari tahu apakah ada orang yang menjemputnya. Rencananya dia akan
tinggal di rumah Miss Janet Sweet, tapi dia tak melihat seseorang yang
mirip wanita yang dibayangkannya, sesuai dengan surat dari Esther. Satusatunya orang yang ada di situ adalah seorang wanita tua, duduk di kereta
kuda yang penuh dengan kantung pos. Berat wanita itu mungkin lebih dari
seratus kilogram, wajahnya bulat dan merah seperti purnama musim panen
dan nyaris rata. Dia mengenakan gaun kasmir hitam ketat, yang sudah
ketinggalan mode sekitar sepuluh tahun lalu, topi jerami hitam berdebu
dihiasi pita kuning, dan sarung tangan berenda warna hitam pudar.
"Hai, kau," panggilnya, melambaikan cambuknya ke Anne. "Kau guru
baru Valley Road?" "Ya." "Yah, sudah kutebak sih. Valley Road terkenal dengan guru sekolahnya
yang cantik-cantik, seperti Millersville yang terkenal dengan guru
sekolahnya yang biasa-biasa saja. Pagi ini Janet Sweet nanya apa aku bisa
jemput kamu. Dan aku bilang, "Tentu aja, kalau dia nggak masalah
kegencet-gencet dikit. Kretaku ini agak kekecilan buat nampung kantungkantung pos dan aku bahkan lebih berat dari si Thomas!" Tunggu dulu,
Non, biar kugeser kantung-kantung ini dikit dan kusisihkan tempat
buatmu. Ke Janet cuma tiga kilo kok. Anak yang kerja di tetangganya akan
ngambilin kopermu tar malam. Namaku Skinner Amelia Skinner."
Anne akhirnya disisihkan tempat, dan tersenyum geli dalam hati selama
menunggu. "Yuk jalan, kuda item," perintah Mrs. Skinner, menarik kekang dengan
tangan gemuknya. "Pertama kalinya aku jalan nganter surat nih. Thomas
pengen nyiangin lobaknya jadi dia nyuruh aku. Trus aku duduk aja, ngemil
bentar dan mulai. Lumayan asyik sih. Emang agak mbosenin. Kadang aku
duduk dan mikir, tapi seringnya aku duduk aja. Yuk jalan, kuda item. Aku
pengen pulang cepet. Thomas suka ksepian kalau aku pergi. Kami belum
lama nikah, lho." "Oh!" kata Anne sopan.
184 "Baru sebulan. Tapi Thomas udah lama macarin aku. Romantis banget
lho." Anne coba membayangkan Mrs. Skinner bersikap romantis tapi
gagal total. "Oh?" katanya lagi.
"Ya. Gini, ada satu lagi cowok yang naksir aku. Yuk jalan, kuda item.
Aku sudah lama jadi janda dan orang-orang nggak ngira kalau aku mau
nikah lagi. Tapi saat anakku perempuan dia guru juga kayak kamu"pergi
ke Barat buat ngajar, aku jadi kesepian dan nggak terlalu anti nikah lagi.
Lalu Thomas muncul dan juga cowok satunya"William Obadiah Seaman,
namanya. Lama banget aku nggak bisa mutusin pilih yang mana, dan
mereka trus datang dan aku pusing. Gini, W.O. (William Obadiah) kaya"
rumahnya bagus dan lumayan gaya. Bisa dibilang dia pilihan paling oke.
Yuk jalan, kuda item."
"Mengapa kau tak menikah dengannya?" tanya Anne.
"Yah, gimana ya, dia nggak cinta aku," jawab Mrs. Skinner, serius.
Anne terbelalak kaget dan menatap Mrs. Skinner. Tapi wajah wanita itu
serius. Rupanya menurut Mrs. Skinner, tak ada yang lucu dalam kisah
cintanya. "Dia udah jadi duda tiga tahun, dan adik perempuannya yang ngurus
rumahnya. Lalu adiknya nikah dan dia cuma pengen ada orang yang
ngurus rumahnya. Tapi rumahnya memang pantas diurus lho. Bagus
banget rumahnya. Yuk jalan, kuda item. Nah, kalo si Thomas, dia itu
miskin, mendinglah kalau rumahnya nggak bocor saat kemarau, dan agak
miring lagi. Tapi, aku cinta Thomas, dan aku sama sekali nggak peduli
sama W.O. Jadi aku bilang sendiri. "Sarah Crowe," kataku"suami
pertamaku bernama Crowe?"kau bisa saja nikah sama cowok kayamu
kalau kau mau, tapi kau nggak akan bahagia. Orang nggak akan bisa hidup
bareng di dunia ini tanpa ada dikit aja cinta. Baiknya kau sama Thomas
aja, karena dia cinta kamu dan kau cinta dia dan yang lain tak cocok
buatmu." Yuk jalan, kuda item. Jadi kubilang sama Thomas kalau aku mau
sama dia. Pas aku siap-siap mau nikah aku nggak berani lewat rumah
W.O. karena takut kalau aku ngeliat rumahnya yang bagus aku jadi ragu
lagi. Tapi sekarang, aku nggak pernah mikirin lagi, dan aku senang dan
nyaman ama Thomas. Yuk jalan, kuda item."
"Bagaimana reaksi William Obadiah?" tanya Anne ingin tahu.
"Oh, dia sebal bentar. Tapi sekarang dia pacaran ama perawan tua kurus
di Millersville, dan kayaknya cewek itu mau nerima dia. Cewek itu akan
185 jadi istri yang lebih baik dibandingkan istrinya yang dulu. W.O. nggak
beneran mau nikah sama dia. Dia nikahin istri pertamanya cuma karna
disuruh ayahnya, dikiranya cewek itu akan nolak. Tapi malahan si cewek
itu bilang "ya" dan nikahlah mereka. Nah, bayangin aja gimana rasanya,
tuh. Yuk jalan, kuda item. Istrinya yang dulu ibu rumah tangga yang top,
tapi judes dan pelit banget. Delapan belas tahun nggak pernah ganti topi.
Lalu dia beli baru dan W.O. berpapasan dengannya di jalan trus pangling
ama istrinya sendiri. Yuk jalan, kuda item. Aku nyaris saja kejerumus.
Aku nyaris saja nikah dengannya dan merana, kayak sepupuku yang
malang, si Jane Ann. Jane Ann nikah sama pria kaya padahal dia nggak
cinta, trus hidupnya malah lebih sengsara dibandingin ama anjing. Dia ke
rumahku minggu lalu, bilang, katanya, "Sarah Skinner, aku iri sama kamu.
Aku lebih suka tinggal di gubuk pinggir jalan dengan pria yang kusuka
dibandingin ama pria yang kupunya skarang." Padahal suaminya si Jane
Ann nggak jelek-jelek amat, cuman dia itu suka banget ngebantah dan
makai mantel bulu saat suhu udara 40 derajat. Satu-satunya cara biar dia
mau nurut adalah menyuruhnya ngelakuin yang sebaliknya. Tapi
sayangnya nggak ada cinta dan itu hidup yang sengsara banget. Yuk jalan,
kuda item. Nah itu dia rumah Janet di cekungan sana ?"Wayside katanya.
Kayak dari lukisan ya" Kurasa kau akan lega bisa turun dari sini, mana
penuh dan kegencet kantung-kantung pos lagi."
"Ya, tapi aku sangat menikmati perjalanan dengan Anda," kata Anne
tulus. "Yang benar aja!" kata Mrs. Skinner, merasa malu sekaligus senang.
"Tunggu sampai aku bilang ke Thomas. Ia slalu geli abis kalo aku dapet
pujian. Yuk jalan, kuda item. Nah, ini dia. Moga kau betah di sekolah,
Non. Ada jalan pintasnya kok lewat rawa di belakang Janet. Tapi kalo
lewat sana ati-ati ya. Kalau kau kejebak di lumpur item itu, kau akan
keisap ke bawah dan nggak kedengaran kabarnya lagi sampai kiamat,
kayak sapinya Adam Palmer. Yuk jalan, kuda item."
186 SURAT ANNE UNTUK PHILIPPA "Anne Shirley kepada Philippa Gordon, salam.
Yang tersayang, senang sekali aku bisa menulis surat padamu. Nah, di
sinilah aku sekarang, sekali lagi jadi guru sekolah desa di Valley Road,
tinggal di 'Wayside', kediaman Miss Janet Sweet. Janet adalah wanita yang
baik dan menarik; tak terlalu tinggi; agak montok. Dia hemat dan suka
hidup sederhana, tak suka bermewah-mewah meskipun berpunya.
Rambutnya cokelat lembut dengan sedikit nuansa abu-abu, wajah bersinar
dengan pipi merah, dan mata bulat ramah sebiru bunga forget-me-not. Dan
yang menyenangkan, dia adalah salah seorang juru masak zaman dulu
yang tak peduli pada gangguan pencernaan selama bisa memasakkan
makanan yang enak-enak dan penuh lemak.
Yang tersayang, senang sekali aku bisa menulis surat padamu. Nah, di
sinilah aku sekarang, sekali lagi jadi guru sekolah desa di Valley Road,
tinggal di "Wayside", kediaman Miss Janet Sweet. Janet adalah wanita
yang baik dan menarik; tak terlalu tinggi; agak montok. Dia hemat dan
suka hidup sederhana, tak suka bermewah-mewah meskipun berpunya.
Rambutnya cokelat lembut dengan sedikit nuansa abu-abu, wajah bersinar


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan pipi merah, dan mata bulat ramah sebiru bunga forget-me-not. Dan
yang menyenangkan, dia adalah salah seorang juru masak zaman dulu
yang tak peduli pada gangguan pencernaan selama bisa memasakkan
makanan yang enak-enak dan penuh lemak.
"Aku suka dia, dan dia suka aku"alasannya adalah karena dia pernah
punya adik bernama Anne yang meninggal waktu kecil. "Aku senang
sekali bertemu denganmu," katanya langsung saat aku sampai. "Ya ampun,
kau berbeda sekali dengan bayanganku. Aku menyangka rambutmu hitam
"almarhum adikku Anne berambut gelap. Dan kau ternyata berambut
merah!" "Awalnya dari kesan pertama, aku mengira tak akan menyukai Janet.
Lalu aku mengingatkan diriku sendiri bahwa aku harus lebih rasional dan
187 jangan berprasangka pada seseorang hanya karena dia menyebutku
berambut merah. Mungkin kata "cokelat kemerahan" belum dikenal oleh
Janet. "Wayside" adalah tempat kecil yang indah. Rumahnya kecil bercat putih,
tersembunyi di sebuah lembah kecil yang agak jauh dari jalan. Di antara
jalan dan rumah ada kebun apel dan taman bunga yang saling bersambung.
Jalan masuk ke rumah dibatasi oleh jajaran cangkang remis besar
?"kerang elang-sapi", kata Janet; ada tanaman rambat Virginia Creeper di
beranda dan lumut di atap. Kamarku adalah sebuah ruangan kecil di "pojok
ruang duduk?"hanya cukup diisi ranjang dan aku. Di atas kepala ranjang
ada foto Robby Burns berdiri di pemakaman Highland Mary, dipayungi
keteduhan pohon willow besar. Wajah Robby sangatlah murung, tak heran
aku mimpi buruk. Malahan, malam pertama aku di sini aku mimpi
NGGAK BISA KETAWA. Ruang duduknya mungil dan rapi. Satu-satunya jendela di sana dinaungi
keteduhan pohon willow besar sehingga ruangan itu bernuansa remang
kehijauan. Kursinya dihiasi dengan pelapis-pelapis cantik, dan karpet
cerah di lantai, buku-buku dan kartu ditata rapi di sebuah meja bundar, dan
vas-vas berisi bunga dan rumput kering berjajar di atas perapian. Di antara
vas-vas itu ada dekorasi cerah berupa pelat peti mati"ada lima,
bertuliskan nama ayah dan ibu Janet, kakaknya, adiknya (Anne), dan
seorang pekerja yang pernah meninggal di rumah ini! Kalau nanti aku
tiba-tiba jadi gila "beri tahukan ke semua pihak terkait" bahwa
penyebabnya adalah pelat-pelat peti mati itu.
Tapi semuanya menyenangkan dan aku mengatakannya pada Janet. Dan
Janet jadi menyukaiku. Dia tak terlalu suka pada Esther karena Esther
sering berkomentar bahwa ruangan yang terlalu teduh dan remang itu tak
sehat dan keberatan harus tidur di kasur bulu karena tidak higienis. Nah,
kalau aku sih suka sekali kasur bulu, semakin tidak higienis dan semakin
berbulu kasurnya, semakin aku suka. Janet bilang dia senang sekali
melihatku makan; dia sudah khawatir aku akan seperti Miss Haythorne,
yang tak mau makan apa pun selain buah dan air panas saat sarapan dan
selalu membujuk Janet menghindari makanan yang digoreng. Esther
sebenarnya adalah gadis yang baik, cuma dia terlalu gampang ikut arus.
Masalahnya adalah, dia tak punya banyak imajinasi dan CENDERUNG
mengalami gangguan pencernaan.
Janet berkata aku boleh menggunakan ruang duduk bila ada tamu pria!
188 Kurasa tak akan banyak tamu pria yang datang. Aku belum banyak
bertemu pria muda di Valley Road, kecuali pemuda yang bekerja di lahan
pertanian tetangga"Sam Toliver, tinggi sekali, kurus, dengan rambut
pirang berantakan. Ia baru-baru ini mampir di suatu senja dan duduk di
pagar halaman depan selama sejam, dekat beranda di mana aku dan Janet
sedang menyulam. Satu-satunya komentar yang dia ucapkan sepanjang
sore itu hanyalah, "Mau permen mint, Neng! Paling pas buat ngobatin
bat..UHUK..uk, permen mint nih," dan, "Wah banyak kali belalangnya, nih
malem. Yap, banyak deh."
"Tapi rupanya di sini sedang terjadi sebuah drama percintaan. Entah
kenapa aku sepertinya selalu terlibat, sedikit ataupun banyak, dengan kisah
cinta orang-orang tua. Mr. dan Mrs. Irving selalu mengatakan kalau akulah
yang mempertemukan mereka. Mrs. Stephen Clark dari Carmody
mengatakan bahwa dia sangat bersyukur karena aku telah memberinya
saran. Padahal aku yakin orang lain juga akan memberinya saran yang
sama. Tapi aku memang merasa kalau saja aku tak membantu, Ludovic
Speed tak akan pernah menyampaikan cintanya pada Theodora Dix.
Dalam drama percintaan kali ini, aku hanya sebagai penonton. Aku
pernah sekali mencoba membantu namun justru malah mengacau. Jadi aku
tak akan ikut campur lagi. Akan kuceritakan semuanya nanti saat kita
bertemu. 189 MINUM TEH DENGAN MRS. DOUGLAS Di malam Kamis pertama ketika Anne tinggal di Valley Road, Janet
mengajaknya menghadiri pertemuan doa. Janet merona dan terlihat sangat
gembira pergi ke pertemuan doa itu. Dia mengenakan gaun muslin berpola
kuntum-kuntum bunga pansy warna biru pucat dengan banyak renda, juga
topi berhiaskan mawar merah jambu dan tiga bulu burung unta. Sangat
berbeda dengan penampilan Janet sehari-hari yang mengutamakan sikap
hemat. Anne takjub. Namun kemudian dia tahu alasan Janet berdandan
cantik. Motifnya adalah insting naluriah manusia yang sudah ada sejak
diciptakannya Adam dan Hawa.
Pertemuan doa Valley Road mayoritas dihadiri wanita. Ada tiga puluh
dua wanita yang datang, dua remaja pria dan seorang pria pendiam, selain
tentu saja sang pendeta. Anne mengamati pria itu cermat. Pria itu tak
tampan, tidak pula muda dan luwes; kakinya panjang"sangat panjang
sehingga dia terpaksa menekuknya ke bawah kursi agar tak menghalangi
jalan"dan bahunya bungkuk. Tangannya besar, rambutnya butuh dicukur,
dan kumisnya tak terawat. Tapi Anne menyukai wajahnya; ramah, jujur
dan lembut; namun ada sesuatu yang lain, meski Anne tak bisa
memastikannya. Dia akhirnya menyimpulkan bahwa pria ini telah
mengalami penderitaan tapi dia tabah dan tetap teguh, dan itu terlihat dari
wajahnya. Ekspresi wajahnya menunjukkan ketabahan yang sabar namun
tanpa kehilangan rasa humor. Itu mengisyaratkan bahwa pria ini bersedia
mengambil risiko, namun tetap berusaha bersikap menyenangkan hingga
akhir. Ketika pertemuan doa berakhir, pria ini mendekati Janet dan berkata,
"Boleh aku mengantarmu pulang, Janet?" Janet menerima uluran
lengannya?"dengan resmi dan malu-malu seakan-akan gadis usia enam
belas tahun yang baru pertama diantarkan pulang oleh seorang pemuda,"
cerita Anne pada teman-temannya di Patty"s Place, saat dia sudah pulang
ke sana "Miss Shirley, perkenalkan ini Mr. Douglas," kata Janet resmi.
Mr. Douglas mengangguk dan berkata, "Aku tadi melihatmu saat
190 pertemuan doa, Miss, dan berpikir kau gadis kecil yang manis sekali."
Kalau Anne mendengar komentar itu dari orang lain dia pasti sudah
tersinggung berat; tapi dari cara Mr. Douglas mengatakannya Anne merasa
dia baru saja menerima pujian tulus dan menyenangkan. Anne tersenyum
berterima kasih dan berjalan mengikuti pasangan itu beberapa langkah
jauhnya di jalanan yang terbasuh cahaya bulan.
Jadi Janet punya kekasih! Anne senang sekali. Janet adalah gambaran
seorang istri yang ideal"periang, hemat dan pintar masak. Sayang sekali
kalau dia terus menjadi perawan tua selamanya.
"John Douglas memintaku untuk mengajakmu menengok ibunya," kata
Janet keesokan harinya. "Ibunya sakit-sakitan dan tak pernah keluar
rumah. Tapi dia sangat suka ditemani dan selalu ingin bertemu dengan
gadis-gadis yang mondok di tempatku. Kau bebas sore ini?"
Anne setuju; tapi siang itu Mr. Douglas datang mewakili ibunya dan
mengundang mereka minum teh Sabtu sore.
"Oh, kenapa kau tak memakai baju bunga pansymu?" tanya Anne, saat
mereka berangkat. Hari itu panas, dan Janet yang malang, sangat
bersemangat dan berdebar ditambah gaun kasmir hitam yang dipakainya,
terlihat kepanasan seperti kepiting rebus.
"Sayangnya, Mrs. Douglas yang sudah berusia lanjut akan menganggap
gaun itu terlalu berlebihan dan tak pantas. Meski John suka gaun itu,"
tambah Janet sendu. Kediaman keluarga Douglas jaraknya sekitar setengah kilo dari
"Wayside" mendaki sebuah bukit berangin. Rumahnya besar dan nyaman,
terlihat bermartabat, dan dikelilingi pohon mapel dan kebun apel. Ada
beberapa lumbung besar dan bagus di belakang rumah. Kediaman itu
mengesankan sebuah rumah dan lahan pertanian yang makmur. Anne
menduga apa pun yang menyebabkan gores-gores penderitaan di wajah
Mr. Douglas pastilah bukan karena utang dan tagihan.
John Douglas membukakan pintu dan menyilakan mereka masuk ke
ruang tamu, tempat ibunya sudah menunggu di sebuah kursi besar
berlengan. Anne mengira Mrs. Douglas tua bertubuh tinggi dan kurus, karena
perawakan putranya tinggi dan kurus. Namun, Mrs. Douglas tua ternyata
adalah wanita mungil, dengan pipi merah jambu lembut, mata biru, dan
mulut kecil seperti bayi. Memakai gaun sutra hitam yang indah bergaya,
191 dengan syal putih berbulu tersampir di bahu, dan rambut putihnya dihiasi
topi renda cantik, dia terlihat seperti nenek idaman.
"Apa kabar, Janet sayang?" kata Mrs. Douglas ramah. "Aku senang
sekali bertemu denganmu lagi, Sayang." Dia mendongakkan wajahnya
untuk dicium. "Dan ini rupanya guru baru kita. Aku senang sekali bisa
berkenalan denganmu. Putraku sering sekali memujimu sehingga aku jadi
sedikit cemburu, dan aku yakin Janet harusnya juga sangat cemburu."
Janet yang malang langsung merona, Anne berbasa basi sebentar, lalu
semua orang duduk dan berbincang. Suasananya kaku sekali, bahkan Anne
pun merasakannya, karena sepertinya tak seorang pun bisa bersikap
nyaman kecuali Mrs. Douglas tua, yang sama sekali tak kesulitan dalam
mencari bahan obrolan. Dia meminta Janet duduk di sebelahnya dan
sesekali mengelus tangannya. Janet hanya duduk diam dan tersenyum,
terlihat tak nyaman di gaun hitamnya yang jelek, dan John Douglas duduk
kaku tanpa tersenyum. Dengan anggun, Mrs. Douglas meminta Janet
menuangkan teh. Janet dengan wajah yang kian memerah mematuhinya.
Anne menceritakan acara minum teh itu dalam suratnya kepada Stella.
"Kami menikmati hidangan lidah dingin, ayam dan manisan stroberi, pai
lemon, kue tart, biskuit kismis, pound cake dan fruit cake"dan beberapa
menu lain, termasuk"pai lagi pai karamel, kurasa. Setelah aku makan dua
kali dari porsi yang seharusnya, Mrs. Douglas masih mengeluh dan berkata
sepertinya dia tak punya makanan yang bisa menggugah seleraku.
?"Sepertinya masakan Janet membuatmu tak berselera dengan makanan
lainnya," katanya ramah. "Tentu saja tak seorang pun di Valley Road yang
bisa mengalahkan MASAKANNYA. SILAKAN ambil sepotong pai lagi,
Miss Shirley" Kau belum makan APA PUN."
"Stella, aku sudah makan lidah dingin, sepotong ayam, tiga biskuit, dan
banyak sekali manisan, sepotong pai, kue tart, dan kue cokelat!"
Setelah minum teh, Mrs. Douglas tersenyum penuh kebajikan dan
berkata pada John agar mengajak "Janet sayang" jalan-jalan ke taman dan
memetikkan mawar untuknya. "Miss Shirley akan menemaniku saat kalian
keluar"kau mau bukan, Sayang?" tanyanya sendu. Dia lalu duduk di
kursinya dan mendesah. "Aku ini wanita tua yang rapuh, Miss Shirley. Selama dua puluh tahun
aku menderita. Dua puluh tahun yang panjang dan melelahkan, aku mati
sedikit demi sedikit."
192 "Betapa menyakitkan!" kata Anne, berusaha simpatik namun malah
terdengar konyol. "Sudah sering sekali orang-orang mengira bahwa aku tak akan bisa
bertahan hidup dan melihat pagi lagi," lanjut Mrs. Douglas sendu dan
khidmat. "Tak seorang pun tahu apa yang telah kualami"tak seorang pun
bisa mengerti kecuali diriku. Yah, ini tak akan lama lagi. Perjalanan
ziarahku yang penuh derita di dunia ini akan segera berakhir, Miss Shirley.
Aku sangat lega dan senang John akan punya istri yang sangat baik, yang
akan mengurusnya saat ibunya sudah tak ada"benar-benar menenangkan
hati, Miss Shirley."
"Janet adalah wanita yang cantik," kata Anne hangat.
"Cantik! Dan baik hati," kata Mrs. Douglas menyetujui. "Dan ibu rumah
tangga yang sempurna"tak seperti diriku. Kondisi kesehatanku tak
memungkinkan aku mengurus rumah dengan baik, Miss Shirley. Aku
benar-benar bersyukur John telah memilih dengan bijak. Aku berharap dan
aku yakin dia akan bahagia. Dia putra tunggalku, Miss Shirley, dan
kebahagiaannya sangat penting bagiku."
"Tentu saja," kata Anne dengan bodohnya. Untuk pertama kalinya dalam
hidup Anne merasa benar-benar bodoh. Tapi dia tak tahu apa sebabnya.
Sepertinya tak ada yang bisa dia katakan pada wanita tua ini. Wanita tua
manis penuh senyum dan sebaik malaikat, yang menepuk-nepuk
tangannya ramah. "Datang dan berkunjunglah lagi, Janet sayang," kata Mrs. Douglas
penuh cinta, saat mereka berpamitan. "Kunjunganmu kurang sering. Tapi
kurasa John akan membawamu ke sini untuk tinggal selamanya tak lama
lagi." Anne, yang kebetulan sedang menoleh ke John Douglas, saat ibunya
bicara, sangat kaget dan heran. Tatapan pria itu terlihat seperti tatapan pria
yang disiksa hingga batas kekuatannya. Anne mengira John pasti sakit dan
buru-buru mengajak pergi Janet yang wajahnya merona malu.
"Mrs. Douglas tua itu baik sekali, ya?" kata Janet, saat mereka berjalan
pulang. "Hmm - mm," jawab Anne linglung. Dalam hati dia bertanya-tanya ada
apa dengan John Douglas. "Dia sudah banyak menderita," kata Janet penuh perasaan. "Mrs.
Douglas sering sakit. Itu membuat John selalu khawatir. Dia tak berani
meninggalkan rumah karena takut ibunya kambuh dan tak ada orang yang
menemani kecuali pelayan."
193 "IA TERUS DATANG, LAGI
DAN LAGI" Tiga hari kemudian, Anne pulang dari sekolah dan menemukan Janet
sedang menangis. Janet sepertinya adalah orang yang tak mudah
menangis, sehingga tangisnya membuat Anne sangat cemas.
"Oh, Janet, ada apa?" pekik Anne cemas.
"Aku"usiaku empat puluh hari ini," isak Janet.
"Yah, kau hampir empat puluh kemarin dan tak jadi masalah," hibur
Anne, menyembunyikan senyum.
"Tapi"tapi," lanjut Janet tersedu, "John Douglas tidak akan
melamarku." "Oh, tentu saja dia akan melamarmu," kata Anne tak yakin. "Kau harus
memberinya waktu, Janet."
"Waktu!" tukas Janet jengkel. "Dia sudah punya waktu dua puluh tahun.
Berapa lama lagi waktu yang dia inginkan?"
"Maksudmu John Douglas sudah menjadi kekasihmu selama dua puluh
tahun?" "Iya. Dan dia bahkan tak pernah menyebut tentang pernikahan. Dan
kurasa dia memang tak akan pernah melamarku. Aku tak pernah bilang
tentang hal ini pada siapa pun, tapi rasanya aku terpaksa harus
mencurahkan isi hatiku kepada seseorang atau aku akan gila. John Douglas
mulai berhubungan denganku dua puluh tahun lalu, sebelum ibuku
meninggal. Yah, dia terus datang, dan setelah beberapa lama aku mulai
menyulam dan semacamnya untuk persiapan menikah; tapi dia sama sekali
tak pernah menyinggung tentang pernikahan. Dia hanya terus datang, lagi
dan lagi. Tak ada yang bisa kulakukan. Ibu meninggal setelah delapan
tahun kami berhubungan. Kukira mungkin saat itu dia akan melamarku,
mengingat aku sebatang kara sekarang. John benar-benar baik dan
perhatian, melakukan apa pun yang dia bisa lakukan untukku. Tetapi dia
tak pernah menyinggung tentang pernikahan. Dan begitulah ceritanya.
Orang-orang menyalahkan AKU. Mereka bilang aku tak mau menikah


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengannya karena ibunya sakit-sakitan dan aku tidak mau mengurusnya.
Padahal aku akan SENANG SEKALI mengurus ibu John! Tapi kubiarkan
194 orang-orang beranggapan seperti itu. Aku lebih memilih mereka
menyalahkanku daripada mengasihaniku! Menghinakan sekali bagiku
karena John tak melamarku. KENAPA, sih" Kalau saja aku tahu
alasannya, aku pasti tak akan sesedih ini."
"Mungkin ibunya tak ingin dia menikah," kata Anne.
"Oh, dia ingin kok. Mrs. Douglas sering mengatakan padaku kalau dia
ingin John menikah dan hidup mapan sebelum ajalnya tiba. Dia selalu
memberi isyarat-isyarat pada John"kau dengar sendiri, kan, kemarin. Aku
malu sekali." "Aku tak mengerti," kata Anne tak berdaya. Dia teringat pada Ludovic
Speed. Tapi kedua kasus ini tak sama. John Douglas bukanlah pria seperti
Ludovic. "Kau harusnya lebih tegas, Janet," saran Anne. "Kenapa kau tak
mengusirnya sejak dulu?"
"Aku tak bisa," kata Janet pilu. "Begini, Anne, aku sejak dulu suka
sekali pada John. Tak masalah kalau dia terus datang padaku, karena aku
tak menginginkan orang lain."
"Tapi mungkin itu akan membuatnya berani bicara seperti lelaki sejati,"
dorong Anne. Janet menggeleng. "Tidak, kurasa tidak. Lagi pula aku tak berani
mencoba kalau-kalau dia mengira aku serius dan pergi dariku. Kurasa aku
ini memang pengecut, tapi begitulah perasaanku. Dan aku tak bisa apaapa."
"Oh, tentu saja kau BISA, Janet. Sekarang belumlah terlambat.
Bersikaplah tegas. Biarkan pria itu tahu bahwa kau tak akan mau
menunggu dan membiarkan dia terus menunda-nunda. AKU akan
mendukungmu." "Aku tak tahu," kata Janet putus asa. "Aku tak tahu apakah aku berani.
Hubungan kami sudah mengambang begitu lama. Tapi akan kupikirkan
saranmu." Anne kecewa pada John Douglas. Dia menyukai pria itu dan tidak
mengira bahwa John ternyata adalah jenis pria yang suka mempermainkan
perasaan wanita selama hampir dua puluh tahun. Pria itu jelas harus diberi
pelajaran. Anne sangat dendam dan senang sekali membayangkan John
Douglas kena batunya. Karena itu dia sangat senang ketika Jane berkata,
dalam perjalanan menuju ke pertemuan doa keesokan malamnya, bahwa
dia akan lebih "tegas".
195 "Akan kutunjukkan pada John Douglas kalau aku tak mau disepelekan
lagi." "Benar sekali, tunjukkan padanya," kata Anne mendukung.
Ketika pertemuan doa usai dan John Douglas mendekat, mengucapkan
permintaannya seperti biasa. Janet kelihatan takut tapi penuh tekad.
"Tidak, terima kasih," jawabnya dingin. "Aku sudah hafal jalan ke
rumahku sendirian. Apalagi aku sudah sering melaluinya selama empat
puluh tahun. Jadi, tak usah repot-repot, TUAN Douglas."
Anne menatap John Douglas; dan di bawah sinar purnama, dia melihat
wajah pria itu mengerut pedih dan tersiksa. Tanpa sepatah kata pun, John
Douglas berbalik dan berjalan pergi.
"Stop! Stop!" teriak Anne padanya, sama sekali tak peduli pada tatapan
orang-orang lain yang penasaran. "Mr. Douglas, berhenti! Kembalilah."
John Douglas berhenti tapi dia tak berbalik. Anne lari mendekat, meraih
lengannya dan menyeretnya kembali ke Janet.
"Anda harus kembali," Anne memohon. "Ini semua salah paham, Mr.
Douglas"ini semua salahku. Aku yang menyuruh Janet melakukannya.
Sebenarnya dia tak mau"tapi semua baik-baik saja sekarang, iya, kan,
Janet?" Tanpa kata, Janet menggandeng lengan John Douglas dan berjalan pergi.
Anne mengikuti dengan kepala tertunduk penuh penyesalan dan masuk
rumah lewat pintu belakang.
"Makasih ya, sudah mendukungku," komentar Janet sarkastis.
"Aku tak bisa menahannya, Janet," kata Anne menyesal. "Aku tadi
merasa seakan-akan aku diam saja melihat pembunuhan berdarah dingin.
Aku HARUS mengejarnya."
"Oh, aku senang kok, kau menghentikannya. Saat aku melihat John
Douglas pergi, aku merasa seakan-akan seluruh kegembiraan dan
kebahagiaanku terbawa bersamanya. Itu sangat mengerikan."
"Apa dia bertanya kenapa kau melakukannya?" tanya Anne.
"Tidak, dia tak menyinggungnya sama sekali," kata Janet lesu.
196 AKHIRNYA JOHN DOUGLAS BICARA Anne tak berhenti berharap bahwa sesuatu akhirnya akan terjadi. Tapi
ternyata harapannya sia-sia. John Douglas datang dan mengajak Janet
jalan-jalan, mengantarnya pulang dari pertemuan doa, seperti yang telah
dilakukannya selama dua puluh tahun. Dan pria itu sepertinya siap untuk
melakukannya dua puluh tahun lagi. Musim panas hampir berakhir. Anne
mengajar di sekolah, menulis surat pada teman-temannya dan belajar
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan 1 Lovhobia Karya Elsa Puspita Mahligai Cinta Sepasang Pendekar 2

Cari Blog Ini