Ceritasilat Novel Online

Rahasia Mim Tersingkap 4

Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan Bagian 4


Uzza. Yang memberikan manfaat dan kerugian bukanlah
patung-patung itu. Kita akan serahkan permasalahan kita
kepada Allah. Hidup dan mati kita berada di tangan-Nya."
Ujian yang mereka hadapi seakan-akan telah membuat
umur mereka berdua menjadi sepuluh tahun lebih tua.
Akhirnya, semua kehilangan dan penderitaan mereka telah
222 berakhir. Kekurangdewasaan mereka pun padam dan
pergi. Khadijah sering menanyakan hal ini kepada suaminya,
"Suatu hari, apakah kita bisa melihat putra kita kembali"
Apakah kita bisa bertemu dengannya?"
Meskipun tidak tahu jawabannya, senyum yang terukir di
wajah sang suami seakan-akan membuat Khadijah melihat
mereka saling berpelukan dan bermain dengan putraputrinya di hari yang teduh dan di bawah bayangan pohon
palem. Wajah suaminya seperti surga baginya.
Khadijah menyamakan wajah suaminya dengan surga
yang membuatnya kuat. Mungkin itulah penyebab mengapa
dia memandang wajah suaminya lebih lama. Kesedihan atas
perpisahan dengan putranya seakan-akan telah mengubah
peran suami-istri itu. Dahulu, Khadijahlah yang selalu
menghibur suaminya saat dalam kesedihan. Sekarang,
suaminyalah yang memberikan kehidupan baginya.
Kadang-kadang Khadijah membawa burung yang dia sukai
ke rumah, kadang-kadang sebuah cermin, kadang-kadang
lavender ungu yang dikeringkan, atau bunga-bunga wijen.
Sambil menggendong putrinya, Zainab, mereka berjalanjalan ke Gunung Hira dan kemudian berbaring memandangi
mentari yang terbenam dari atas puncak.
Waraqah yang telah lanjut usia, sambil memegangi
tongkat, selalu berkata hal yang sama ketika melihat
kedatangan mereka. "Kita berasal dari Allah dan kita akan kembali kepadaNya."
Khadijah terhibur ketika mendengar ucapan itu.
223 _ Kesedihan Sementara itu, ucapan al-Amin lebih mendatangkan
tenaga. Khadijah suka dengan kalimat itu. Ketika mendengar
kata-kata yang benar, wajahnya bersinar penuh cahaya.
Seberapa besar mereka ingin berbagi kesedihan itu,
khususnya keturunan Abdul Muthalib dengan Bani Umayah
yang mereka anggap sebagai pesaing, mereka menggunakan
kesedihan yang dialami al-Amin dan Khadijah sebagai
kesempatan emas dan mulai menyebarkan desas-desus.
Sas s"s sus. Was wus... Was wus... "Lattalah yang telah mengambil putra kalian, dengarkah
kalian?" "Uzza akan menghukum orang yang tidak menyembahnya,
ucap leluhur kita. Dan itulah yang terjadi!"
"Anak yatim Mekah menjadi anak yatim lagi. Dengarkah
kalian, kesialannya telah membawa kesialan untuk
Khadijah!" "Dan itulah yang terjadi jika pelit dan tak memberikan
kurban kepada Manna! Kasihan Khadijah!"
Pada masa itu, memiliki seorang anak laki-laki bukan
hanya suatu keberuntungan dan kehormatan. Di mata para
kabilah yang saling bermusuhan, anak laki-laki merupakan
seorang prajurit, penjaga, dan pelindung yang membawa
senjata. Pernikahan antara al-Amin dan Khadijah menjadi
penyebab kecemburuan yang sangat besar di mata Bani
Umayyah. Dan sekarang, menurut pandangan masyarakat,
penderitaan yang dialami keluarga itu telah mengubah
sebuah pisau bermata runcing menjadi busur panah yang
tajam. 224 Pasangan itu menolak melakukan adat leluhur untuk
menghapuskan kesedihan perpisahan dengan putra mereka.
Bagi mereka, tak ada yang dapat dilakukan selain saling
bergantung pada cinta dan kehormatan mereka.
Pada hari ketika hati sedang bimbang, sepasang mata
"Sang Ayah" terpaku pada Zaid, budak yang dihadiahkan
Khadijah. Khadijah juga mendapatkannya sebagai hadiah
dari keponakannya. Perasaan cinta yang membara di dalam
dirinya menuntunnya ke arah Zaid.
Zaid bin Haritsah berusia kurang lebih delapan sampai
sembilan tahun. Ia menjadi budak setelah sukunya kalah
perang. Setelah beberapa kali berpindah tangan, dia telah
berpisah dengan keluarga aslinya, seperti halnya Dujayah.
Zaid adalah anak yang pintar, cerdik, dan cerdas.
Itulah yang menjadi sebab mengapa dia selalu diinginkan
sebagai pelayan. Keponakan Khadijah yang seorang hakim
menghadiahkan budak kecil ini kepada Khadijah karena
wajah Zaid yang tampan, serius, dan berperasaan lembut
sehingga meluluhkan hatinya.
Setelah hari-hari yang penuh dengan luka di hati, sambil
memegang tangannya al-Amin membawa Zaid yang baru
saja tiba di rumah menuju Kakbah. Setelah beberapa orang
memerhatikan mereka, al-Amin memegang kedua lengan
Zaid dan mengangkatnya ke udara sambil berkata dengan
suara keras. "Wahai manusia, jadilah saksiku! Zaid adalah putraku!
Dia adalah ahli warisku dan aku adalah ahli warisnya. Wahai
kaum Quraisy, dengarkanlah! Zaid adalah putraku! Wahai
manusia, dengarlah dan jadilah saksi, Zaid adalah putraku!"
225 _ Kesedihan Yang sedang bertawaf, yang sedang memotong kurban,
yang sedang tawar-menawar, semuanya berlari menuju ke
arah suara yang bagus itu. Mereka saling berebutan untuk
memberikan ucapan selamat kepada al-Amin.
Khadijah telah menemukan lagi satu kelebihan milik
suaminya. Dia adalah seorang dengan hati yang luas untuk
menerima Zaid sebagai putranya. Zaid yang menurut orangorang terhomat Mekah merupakan seseorang yang tak
terlihat dari "yang tak terlihat", tetapi di rumah itu dia selalu
terlihat dari awal, terdengar, dan diketahui. Dan dia menjadi
putra mereka. Al-Amin menjadi seorang ayah dan teman
bagi putra-putrinya yang terlahir dari suami sebelumnya.
Dia tidak menjadikan mereka anak angkatnya. Dia tidak
membuat anak-anak tersebut menundukkan kepalanya.
Khadijah pada dasarnya merupakan wanita yang
selalu taat kepada hukum. Sebab itulah dia dihormati
oleh semua orang. Namun, setelah melihat dan menjadi
saksi atas penerapan akhlak yang bagus oleh suaminya,
dia memutuskan menjadikan contoh-contoh perbuatan
bagus itu sebagai tujuan hidupnya. Dia sekali lagi percaya
kepadanya, sekali lagi jatuh cinta kepadanya setiap hari.
Peristiwa "pengangkatan anak" membuat kedua
pasangan itu menjadi sepasang sayap bagi Zaid yang butuh
perlindungan. Di sisi lain, Zaid adalah penghibur sekaligus
pengurang beban di hati Khadijah dan al-Amin.
226 Kisah Sebuah Kekerabatan using, rasa kantuk, demam, nafsu makan yang tibatiba muncul, wangi yang terus tercium hidungnya,
dan kemudian bau tanah yang tersiram air hujan. Semua itu
beberapa waktu ini mulai dirasakannya.
Kedua matanya baru saja terbuka dari tidur yang
lelap. Pandangannya tertuju pada sang suami yang sudah
terbangun, dengan tangan dan wajah yang telah terbasuh.
Lelaki bergelar al-Amin itu tampak sedang menyisir rambut
di depan kaca yang tertempel di tembok samping tempat tidur
mereka. Khadijah sangat menyukai pemandangan seperti
itu. Bersih. Al-Amin adalah orang yang sangat menjaga
kebersihan. Di depan cermin, ia membelah rambutnya yang
panjang sampai pundak menjadi dua bagian yang sama, lalu
menyisirnya menjadi tiga bagian ke kanan dan tiga bagian
ke kiri. Kadang, di malam hari, minyak zaitun yang bercampur
wewangian tercium dari rambut suaminya. Khadijah
mencium wangi itu seperti bau surga. Ketika memandangnya,
dia akan ingat suatu kejadian tentang sebuah permainan
kata-kata dengan putrinya, Zaynab, yang berhubungan
dengan pohon zaitun. Dia mulai membisikkan sesuatu
dalam keadaan setengah tertidur:
Zaitunku, Zaitunku, Zaitunku yang tampan.
Aku mengenalmu dan mengetahuimu dari surga.
Zaitunku yang bagi Musa merupakan tongkat dan bagi
Daud merupakan mahkota. 227 _ Kisah Sebuah Kekerabatan
Penjaga rahasia bagi pengantin perempuan, surat bagi
pengantin laki-laki Zaitunku."
Sang suami pun membalas ucapan istrinya dengan
senyuman yang dipantulkan oleh cermin.
Meskipun perasaan malas masih menyelimutinya, dia
tetap bangun dan berdiri untuk menyiapkan sarapan pagi.
Badan Khadijah goyah sesaat setelah berdiri. Dia terjatuh ke
arah tempat tidurnya. Seketika itu pula al-Amin melempar sisirnya dan berlari
cemas ke arah Khadijah. "Tak ada apa-apa, aku baik-baik saja. Jangan khawatir,
aku baik-baik saja."
"Ada apa denganmu, Dinda?"
"Aku pikir aku sedang mengandung"."
Khadijah mengandung lagi. Kondisi Khadijah sebenarnya
sangat lemah setelah Qasim wafat dan Zaynab lahir. Namun,
semua itu hilang seketika setelah kedatangan berita bagus
ini. Perempuan tua, tetapi kuat, yang datang ke tempat
tinggal al-Amin dan Khadijah di siang hari menjadi berita
bagus kedua yang menyebabkan kegembiraan mereka
bertambahnya. Dialah Halimah, sang ibu susu.
Keluarga Sa"ad bin Bakr yang berasal dari suku Hawazin
dikenal di seluruh Mekah karena profesi ibu susu ini. Jalan
lintas Kada" yang terbelah di kanan-kirinya dengan lenganlengan yang kuat seakan-akan menjadi sebuah pelindung
seperti "gunung-gunung putih" yang mengelilingi sebuah
pulau. Kaum Hawazin menetap di puncak gunung yang
228 dikenal sebagai cerobong asap. Mereka adalah pelayannya.
Mereka tinggal di tempat yang tinggi dan bersih. Tak pernah
kekurangan angin dan kelembaban. Ini berbeda dengan
kota Mekah yang padat. Tempat itu pun terkenal dengan
kesehatan anak-anak dan para wanitanya.
Khadijah mengandung lagi. Kondisi
Khadijah sebenarnya sangat lemah
setelah Qasim wafat dan Zaynab
lahir. Namun, semua itu hilang seketika
setelah kedatangan berita bagus ini.
Dipenuhi dengan rerumputan, mata air yang bersembunyi
di antara sumber-sumber air, warna-warni semak yang
terulur dari pinggir-pinggir air, ranting-ranting pepohonan
yang di ujungnya terdapat buah berwarna merah yang mirip
dengan tangan-tangan sang kekasih di cerita dongeng,
pepohonan berwarna ungu dan wangi, rerumputan yang
diberi nama "benan" karena mengingatkan pada kedua
tangan ibu yang berdoa, meskipun namanya dikenang
sebagai bantal bagi para penggembala, sebenarnya tanaman
itu merupakan tumbuhan yang paling disukai domba,
timun liar, bunga-bunga wijen yang berwarna ungu, serta
rerumputan yang dikenal sebagai sejenis biji-biji kedelai
yang mengingatkan pada dataran tinggi, tempat itu di bawah
kekuasaan perempuan dan anak-anak.
229 _ Kisah Sebuah Kekerabatan
Di hari yang panas pada bulan ini, masyarakat sekitar
menginginkan bayi-bayi yang baru lahir disusui oleh para
perempuan dari suku Sa"ad bin Bakr yang turun dan datang
menuju pusat kota Mekah. Calon-calon ibu susu pun berada
di tangan para kaum Hawazin layaknya perayaan sebuah
pesta "hari-hari susu".
Kaum Hawazin adalah bangsa yang bebas. Gaya hidup
yang tak terikat pada apa pun itu dipercaya orang-orang
Mekah sebagai salah satu faktor penting dalam mendidik
anak-anak mereka. Jika ingin menguasai bahasa Arab murni
dan asli, para orang tua akan memberikan anak-anak mereka
kepada para pendatang Hawzin atau para pengembara di
musim semi. Para ibu susu itulah yang akan membuat anakanak menghafalkan puisi-puisi, syair-syair, dongeng, dan
cerita-cerita. Dan wanita yang mengetuk pintu rumah Khadijah adalah
ibu susu yang paling terkenal di antara Suku Hawazin.
Perempuan yang menyusui al-Amin dan membesarkannya.
Lagi-lagi Dujayah datang dengan napas tersengalsengal.
"Berenis... Berenis... sudah dengarkah kau, Berenisku?"
"Ada apa lagi, apa yang terjadi sekarang wahai wanita
cantik yang bertelinga dua?"
"Sudahkah kau dengar tentang kabar ibu susu yang
datang ke tempat tinggal Nyonya Khadijah?"
"Aku tak punya dua pasang telinga dan empat mata yang
bisa untuk mendengar dan melihat itu semua."
230 "Baiklah" baiklah. Jangan marah sayangku. Aku
membawakan pesanan buah pir dan kurma dari rumah
Nyonya Khadijah untukmu, sebagai jamuan makan malam
untuk kedatangan ibu susu Halimah. Mereka juga ingin
kita membuat satu kudapan, yaitu manisan sevik, dan
mengirimkannya kepada mereka. Dan ada satu lagi.?"
"Apa itu?" "Mereka mengatakan bahwa Nyonya Khadijah sedang
mengandung. Bayi baru yang akan lahir."
"Kau sungguh anak yang baik, Dujayah. Lihatlah, untuk
pertama kalinya aku sangat senang dengan ucapanmu.
Semoga Allah memberikan yang terbaik. Tempat tinggal itu
dilanda kesedihan selama dua tahun setelah Qasim wafat.
Insyaallah, bayi itu akan melonggarkan hati mereka serta
memberikan kesegaran, kebaikan, dan keindahan."
Resep Manisan Sevik Satu cangkir kapulaga dituang ke dalam dua mangkok
penuh buah pir kering, lalu aduk dengan tangan sampai


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbentuk seperti tepung. Aduk segengam kacang dan
beberapa potong jahe ke dalam sepertiga mentega yang
dicairkan dengan api yang besar. Terus aduk sampai
kacang berwarna merah muda dan jahe berwarna ungu.
Selanjutnya, tuang buah pir yang berbentuk tepung ke
dalam panci berisi kacang dan jahe. Terus aduk dengan
api yang besar. Kesabaran seorang perempuan dapat diukur
dengan melihat adonan sevik yang tidak hangus. Ketika
sudah terlihat padat dan keras--kepadatan itu merupakan
resep rahasia para perempuan Mekah--tuangkan serbat
yang sudah dihangatkan ke atas adonan. Biarkan manisan
231 _ Kisah Sebuah Kekerabatan
yang dilapisi kain meleleh dengan sendirinya. Kemudian,
tumbuk sampai berbentuk butiran-butiran pasir dan
hidangkan dengan tambahan kayu manis. Rahasia halwa
sevik terdapat pada kepadatannya!
"Berenis, apa itu kepadatan?"
"Padat dan keras merupakan sebuah ukuran Dujayah.
Mengukur kemahiran, kesabaran, dan kekuatan untuk
bangkit, dan semua itu diuji di sini."
"Aku pikir kau membuat resep halwa."
"Allah menakdirkan rasa manis dengan asin, kesedihan
dengan kegembiraan, kesulitan dengan kemudahan dan
menaruhnya ke dalam beban hati... terus-menerus... dan
berurutan, Anak Mudaku. Takdir dan keberuntungan terus
berputar, menunggu untuk mendatangi kita. Sebab, di sini
adalah dunia. Kita tidak akan pernah tersenyum sebelum
kita menangis, dan menangis sebelum kita tersenyum,
Dujayahku." "Menurutku, engkau ingin berkata bahwa kedatangan ibu
susu Halimah ketika Nyonya Khadijah sedang mengandung
merupakan waktu yang tepat."
"Lihatlah betapa pintarnya kau anak muda! Kau langsung
mengerti apa yang kumaksud!"
Semua yang berada di rumah seperti terbang melanglang
buana karena gembira. "Ibuku... Ibuku datang," ucap al-Amin.
232 Bunga-bunga mawar bermekaran di wajahnya. Khadijah
pun merasakan kegembiraan yang sama.
"Ibu al-Amin adalah ibuku juga. Selamat datang yang
terhormat perempuan kaum Sa"ad bin Bakr yang paling
baik." Al-Amin menanyakan kabar teman-temannya yang dia
kenal di masa kecilnya satu per satu. Kenangan masa kecil
seakan-akan menghampirinya dengan kedatangan ibu susu
Halimah. Khadijah juga sangat gembira. Anak-anak dan para
perempuan yang ikut mendengarkan perbincangan dengan
Halimah merasa seakan-akan seluruh permasalahan mereka
hilang dan terhapus begitu saja.
"Saat itu Tahun Gajah. Masyarakat Mekah menyambut
dengan senang para calon ibu susu yang turun ke pusat kota
di hari yang panas pada bulan itu. Semua saling berkompetisi
untuk menjadi yang pertama di Pasar Ukaz. Mereka saling
berlari untuk menjadi yang pertama dan mendapatkan anak
orang kaya. Pada tahun itu, aku berada di urutan belakang di
antara rombongan ibu susu. Tak dimungkiri, harapanku juga
seperti harapan teman-temanku yang lain, mendapatkan
anak orang kaya untuk disusui. Padahal, semua keluarga
yang berada di sana sudah dipilih oleh teman-temanku.
Ketika itu, Abdul Muthalib terlihat bingung sambil
menggendong bayi yang tidak berayah. Ia khawatir karena
tidak ada ibu susu yang mau mengambilnya. Ia tidak tahu
apa yang harus dilakukan. Kita semua tahu bahwa dia adalah
orang kaya dan terhormat. Saat itu, aku pun berkata dalam
hati untuk membawa pulang cucu Abdul Muthalib. Hal itu
lebih baik daripada tidak sama sekali.
Ternyata, aku sungguh beruntung!
233 _ Kisah Sebuah Kekerabatan
Sebenarnya, air susuku lebih sedikit jika dibandingkan
para perempuan Hawazin lain. Namun, tiba-tiba air
susuku menjadi banyak setelah mulai menyusui cucu
Abdul Muthalib" Bahkan, jumlahnya sangat cukup untuk
menyusui anakku sendiri yang menangis. Aku pun sangat
senang. Bukan hanya aku saja yang air susunya menjadi
banyak setelah kedatangan bayi baru itu. Kantong air susu
unta kami pun penuh dengan air susu. Kami tidur sangat
lelap setelah kenyang meminum susu hasil perasan dari
unta kami. Ketika pagi menjelang, kami sadar bahwa bayi
ini membawa kebaikan dan keberkahan. Hewan tunggangan
kami yang tadinya lemah dan tua pun sudah tidak ada yang
menandingi. Bahkan, para perempuan yang aku lewati
dengan keledai tunganganku yang juga lemah dan tua
bertanya, "Ya putri Abu Zuaib, pelan-pelanlah. Bukankah
itu adalah hewan tungganganmu yang dulu?"
Selain itu, musim kemarau yang melanda wilayah
Hawazin tahun itu membuat kami kekurangan air. Tanaman
dan rerumputan pun kering. Hewan-hewan kami kehausan
dan kelaparan. Tubuh mereka sangat kurus. Namun, setelah
membawa bayi itu, kami menyaksikan awal dari perubahan.
Semua kambing menjadi gemuk dan kantung susu penuh
dengan air susu. Bahkan, para penduduk berkata, "Di mana
kambing-kambing Abu Zuaib digembalakan, lepas kambingkambing kalian di sana."
Allah menambahkan keberkahan kepada kita berkat
Muhammad. Dia anak yang berakhlak baik."
Saat berbicara, ibu susu Halimah punya kebiasaan yang
khas. Dia akan menaikkan dan menurunkan suaranya
sehingga mampu menyihir semua yang berada di situ. Bait234 bait yang kadang dibaca olehnya sering dianggap sebagai
legenda kuno kaum Badui yang kembali ke ingatan mereka.
Halimah seperti pahlawan mistis berambut putih dengan
kulit kambing yang menempel di punggungnya yang turun
dari Gunung Kaf. Semuanya mendengarkannya tanpa
mengambil napas. Kemudian, dia bertanya kepada para
pendengarnya. "Muhammad, anakku. Pernahkah dia bercerita
bagaimana dia hilang ketika masih anak kecil" Aku dan
suamiku sangat khawatir. Kami mencari ke seluruh sisi,
tetapi tak menemukannya. Dia mengembalakan domba
dengan saudara susunya, Syaima. Kemudian, saat putriku
pulang, saudara susunya tidak bersamanya. Mungkin dia
tersesat jauh ketika mencari domba. Dia menemukanku
dalam keadaan hampir gila ketika dirinya kembali. Walaupun
masih muda, dia menceritakan kejadian yang dialaminya
dengan penuh kedewasaan."
Menurut penjelasan ibu susu Halimah, satu rombongan
yang berjumlah tiga orang mendekati anak susunya dan tak
tahu penyebab mereka menjamu anak muda itu.
"Muhammad, yang waktu itu masih kecil, menceritakan
kepadaku dengan bahasa yang belum fasih. Katanya, tiga
orang yang tak dikenal mendekatinya. Salah satu di antara
mereka menggengam kendi perak dan cawan dari batu
zamrud berwarna hijau yang penuh dengan es. Mereka
berhati-hati membawanya ke puncak gunung. Kemudian,
salah satu dari mereka membelah dadanya sampai ke perut.
Dia tak merasakan apa pun. Tak ada rasa sakit atas semua
yang menimpa dirinya. Mereka mengeluarkan usus-usunya
sambil meletakkan tangannya di perut Muhammad dan
235 _ Kisah Sebuah Kekerabatan
menaruh kembali usus-usus itu ke dalam perutnya setelah
dicuci air es dengan gerakan yang sangat lembut.
Kemudian, yang kedua berdiri dan berkata kepada orang
pertama, "Kau telah melakukan apa yang diperintahkan
kepadamu, sekarang berbaliklah." Ia kemudian mendekati
Muhammad kecil. Dia mengeluarkan hatinya dan
membelahnya menjadi dua. Dia mencari dan membuang
noda-noda kehitaman. "Kekasih Allah, itu merupakan
tangan setan yang menyentuhmu," ucapnya. Dia mengisi
hati itu dengan sesuatu yang dibawa di sampingnya. Setelah
meletakkan kembali hati itu ke tempatnya, dia mengecap
hati itu dengan sesuatu yang berasal dari cahaya. Kesejukan
cap itu masih dirasakan di nadinya dan sendi-sendinya.
Sosok yang ketiga berdiri dan berkata, "Kalian telah
melakukan apa yang diperintahkan. Sekarang, tolong
menjauh." Dia mendekatinya. Dada Muhammad sampai
kakinya disentuh dengan tangannya. "Timbanglah dia
dengan sepuluh orang dari sukunya," katanya. Mereka lalu
menimbangnya dan Muhammad lebih berat daripada
mereka. "Lepaskan dia. Seberapa banyak pun kalian
mengukurnya dengan seluruh masyarakat, dia akan lebih
berat daripada mereka semua," ucapnya. Kemudian, dia
memegang tangannnya dan menaruhnya di suatu tempat
dengan sangat hati-hati. Mereka semua bersimpuh dan
menciumnya. "Wahai Kekasih Allah! Engkau tidak akan
pernah merasakan ketakutan. Engkau akan bahagia jika tahu
apa saja yang telah disiapkan untukmu," kata mereka.
Mereka pun meninggalkannya. Ketika Muhammad
berbalik ke belakang, dia melihat mereka telah terbang ke
langit. "Jika kamu mau, aku bisa menunjukkan tempat ke
mana kami pergi!?" 236 Kisah yang diceritakan anak susunya itu apakah mungkin
berasal dari dunia khayalannya yang luas" Atau mungkin
dongeng yang diceritakan wanita tua kepadanya" Namun,
mereka yang mendengarkan kisah itu tidak menanyakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Puisi-puisi khas orangorang Mekah, perilaku yang menunjukkan rasa hormat,
budaya yang menjunjung tinggi para legenda, serta kisah anak
susunya itu tidak akan hilang dan akan selalu disampaikan
selama berabad-abad. Setelah mendengarkan kisah itu, apakah kesedihan
Khadijah berkurang" Apa yang akan diucapkan Halimah
yang berambut putih dengan pengalaman yang bertahuntahun itu tentang Qasim"
"Putriku, ketika api menyala, hati para ibu akan menjadi
seperti arang yang berpencar. Jiwa para ibu terbakar oleh
kesedihan anaknya. Kemudian, yang terbakar itu setiap
hari akan padam seperti sebuah lilin. Satu lilin, dan ketika
berkata satu lilin lagi, yang tersisa hanyalah abu. Lukamu
masih baru. Setiap ucapan mungkin terasa berat bagimu
sekarang. Obat lukamu adalah waktu. Waktu, walaupun
dia tidak akan menyembuhkan lukamu sepenuhnya, dia
sabar untuk membuat lukamu itu menjadi abu. Kau tidak
akan melupakan Qasim sampai kau melupakannya. Abu
di setiap kenanganmu itu akan terbakar. Berkat suami dan
putra-putrimu, kau akan kembali lagi terhubung dengan
kehidupan." Kedatangan Halimah sungguh bagus untuk pasangan
suami-istri yang hatinya sedang terluka oleh kesedihan
perpisahan dengan putranya dalam dua tahun ini. Seakanakan dia mengembalikan kehidupan para pendengarnya
237 _ Kisah Sebuah Kekerabatan
dengan kenangan-kenangan yang membuat anak-anak
tertawa dan tersenyum. Al-Amin yang kerap berkata "Ibuku, Ibuku datang"
menyelimuti ibunya itu dengan kain sorban dan mencium
kedua tangannya. Dia masih terlihat bingung memikirkan
jamuan apa yang akan diberikan untuk wanita yang sudah
dianggap ibunya sendiri itu. Pada saat itu, rasa cinta Khadijah
bertambah saat menyaksikan suaminya kembali seperti anak
kecil. Ucapan "ibu" yang keluar dengan kerinduan dari bibir
suaminya membuat Khadijah bahagia.
Hampir selama dua tahun, sepercik air hujan tidak turun
di "gunung-gunung putih". Ibu susu Halimah menceritakan
kemiskinan dan kesulitan dalam kehidupan.
Khadijah tentu saja tidak akan membiarkan "ibu kekasih
hatinya" pulang dengan tangan kosong. Meskipun tidak
bisa mengganti susu, dia menghadiahkan empat puluh lima
kambing dan unta yang berkualitas bagus untuk kenyamanan
dalam perjalanan kepada ibu susu Halimah. Anak yang
selalu membawa keberkahan dan keberuntungan kepada
Halimah telah dewasa dan menjadi seorang ayah dan tetap
memberikan keberkahan kepadanya.
Khadijah memandang Halimah, yang menerima unta
dengan senang hati, dengan rasa kasih sayang dan ucapan
terima kasih. Dia berjalan dengan tangan di atas perutnya.
Dia berpikir bahwa bayi baru adalah suatu kegembiraan
baru dan suatu awal yang baru.
238 Yang Datang dan Tak Pergi
hadijah memang dermawan. Dia memberikan
semuanya ketika berbagi. Tidak semua orang
memiliki hati yang luas seperti Khadijah. Mereka yang
datang kepadanya tidak akan mau jauh darinya. Dia adalah
seorang perempuan yang akan selalu dikenang.
Meskipun hanya sekali dalam hidup, apa yang dilakukan
untuk para tamunya, basa-basinya, jamuan-jamuannya, akan
dikenang sampai mereka meninggal dunia, meskipun ketika
berkunjung mereka yang pergi tidak akan pernah menjadi
orang yang benar-benar pergi. Mereka tahu bahwa di hati
Khadijah terdapat tempat untuk mereka semua. Sayapsayapnya sangat luas dan hangat. Khadijah pun disamakan
dengan burung umay di dongeng-dongeng Persia. Sayapsayapnya memberikan keberuntungan bagi mereka yang
dilanda kesedihan. Walaupun hanya sekali bertamu, mereka
seakan-akan sudah merasa yang paling beruntung..
Salah satu dari mereka adalah Zubair bin Awwam.
Bibi Muhammad, Saiyah, menikah dengan Awwam bin
Khuwaylid, saudara laki-laki Khadijah. Zubair adalah putra
dari pasangan yang saling mencintai itu. Ketika kehilangan
ayahnya di umur yang masih muda, dia dibesarkan oleh
Khadijah dan al-Amin. Zubair pun bersama dengan anakanak lainnya didaftarkan ke madrasah milik Khadijah.
Akhlak mulia al-Amin dan tingkah laku sempurna milik
Khadijah membuat Zubair seakan-akan seperti sebuah
239 _ Yang Datang Dan Tak Pergi
mutiara yang bersinar di tangan penjual barang-barang
mewah. Tidak hanya terbatas pada Zubair dan Zaid yang
merupakan hasil didikan sepasang suami-istri yang saling
menyayangi itu.

Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ali bin Abu halib juga merupakan setangkai bunga yang
tumbuh di kebun bunga yang sama.
Fatimah, istri Abu halib, menahan rasa sakit yang sangat
untuk melahirkan. Saat itu, Abu halib sedang menempuh
perjalanan dagang. Bagi al-Amin, Fatimah memiliki peran
besar bagi kehidupannya, layaknya seorang ibu kandung
baginya. Karena itu, ia segera menjumpai istrinya untuk
memanggil bidan dan membantu keluarga itu.
Ali adalah putra terakhir Abu halib. Setelah al-Amin
keluar dari rumah sang paman dan tinggal bersama Khadijah,
ia tidak pernah memutuskan hubungan dengan rumah itu.
Muhammad menunggu kabar di depan pintu rumah.
Ketika mendengar kabar gembira kelahiran Ali, bungabunga pun bermekaran di wajahnya. Dia lalu membagikan
sedekah untuk masyarakat sekitar.
Sang paman belum kembali dari perjalanan. Tiada yang
tahu kapan Abu halib akan datang dan bertemu dengan
putranya" Al-Amin segera masuk ke dalam rumah. Ia
menggendong bayi yang baru lahir itu, menciumnya, dan
kemudian memainkan kurma yang telah dikunyah ke
langit-langit lidah sang bayi. Kenikmatan yang pertama kali
didapatkan Ali setelah terlahir ke dunia adalah pujian dan
harapan yang keluar dari mulut al-Amin yang tersembunyi
di dalam kurma itu. Bayi mungil itu memerlukan ibu susu. Namun, setiap
ibu susu yang di sarankan oleh Khadijah tidak sesuai untuk
240 sang bayi. Ibu bayi mungil, Fatimah, terdampar di lautan
kesedihan. Air susu Fatimah sangat sedikit, sementara tidak
ada ibu susu yang sesuai untuk sang bayi. Al-Amin terus
memainkan kurma yang telah dikunyah di lidah Ali sampai
bayi itu tertidur dan ibu susu untuknya ditemukan.
Ketika al-Amin tinggal bersamanya, Abu halib memang
sudah cukup tua. Saat itu rumahnya penuh dan ramai. Meja
makannya pun sempit. Kadang, perdagangannya tidak
berjalan lancar. Sang kemenakan merasa bahwa dirinya
tidak akan bisa membayar semua utang budi yang telah
dilakukan sang paman. Ia berpikir untuk mencari solusi
yang bisa menenteramkan mereka. Di suatu malam, ia pun
berbagi kepada sang istri, Khadijah.
"Kau pasti tahu bahwa Pamanku punya peran yang sangat
besar dalam membesarkan diriku dan juga pernikahanku.
Beliau seperti ayah untukku. Beliau tak pernah membedakan
diriku dengan anak-anaknya yang lain. Saat ini, beliau sudah
sangat tua, sementara banyak anak yang perlu diberinya
makan. Jika engkau setuju, aku ingin mengambil salah satu
anaknya dan membesarkannya. Aku pikir itu akan sedikit
meringankan bebannya. Bagaimana menurut Dinda?"
"Pangeran hatiku, teman yang merupakan tempat berbagi
permasalahan untuk orang tua, anak-anak, orang sakit, dan
orang miskin, hatiku terbuka luas untukmu dan merupakan
pintu yang tidak akan pernah tertutup untukmu. Jika itu yang
menjadi keinginanmu dan menurutmu layak, aku setuju.
Abu halib merupakan pembesar mekah yang terhormat.
Anaknya juga seperti anak kita."
Keesokan hari, al-Amin mendatangi Abu halib
bersama pamannya yang lain, Abbas. Setelah menjelaskan
241 _ Yang Datang Dan Tak Pergi
keinginannya, al-Amin lalu membawa Ali, sedangkan Abbas
membawa kakak Ali yang berumur empat tahun ke rumah
mereka masing-masing. Dan kemudian, dua anak perempuan,
Rukayah dan Ummu Kultsum, lahir
ke dunia setelah Zainab. Zainab, Zaid,
Zubair, Ali, Ruqayyah, dan Ummu
Kultsum yang tumbuh besar di bawah
tangan Khadijah akan menorehkan
sejarah di lembaran-lembaran halaman
emas sebagai anak-anak yang berharga.
Kepintaran dan kepandaian Ali yang bersinar seperti
emas membuatnya menjadi siswa yang paling menonjol di
sekolah Muhammad. Ali berada dalam sayap-sayap kasih
sayang Khadijah. Muhammad yang sering mencium anak
itu di antara kedua alisnya menyimpan penuh rahasia masa
depan. Anak yang dicintai dan disayangi melebihi jiwa
Khadijah dan al-Amin bersinar layaknya lilin yang menyinari
seluruh sudut rumah. Ali belajar berenang, memanah,
menunggang kuda dari al-Amin, sementara yang menyuapi
dan memakaikan bajunya adalah Khadijah. Dari Khadijah
pula Ali belajar membaca dan berhitung. Dia merupakan
242 sumber kebahagian rumah yang memiliki kepintaran yang
cemerlang dan tak mau berpisah dari sisi al-Amin.
Masyarakat Mekah membincangkan Ali yang tumbuh
besar di tempat yang suci dan penuh dengan kebaikan serta
penjaga kebun Khadijah dengan kalimat berikut, "Kata-kata
baik dan bagus yang terucap oleh Muhammad terbang tinggi
di atas kekayaan Khadijah dan pedang milik Ali"."
Dan kemudian, dua anak perempuan, Rukayah dan
Ummu Kultsum, lahir ke dunia setelah Zainab. Zainab, Zaid,
Zubair, Ali, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum yang tumbuh
besar di bawah tangan Khadijah akan menorehkan sejarah
di lembaran-lembaran halaman emas sebagai anak-anak
yang berharga. 243 Mendaki Gunung Hira l-Amin yang sudah menginjak umur tiga puluh lima
seakan-akan mulai menjauhkan diri dari masyarakat.
Bahkan, Khadijah pun mencoba ikut meringankan
tanggung jawab perdagangan yang dipikul suaminya setelah
merasakan perubahan itu. Dengan dukungan keponakankeponakannya, ditambah Hindun dan Halah yang sudah
remaja, Khadijah berhasil meringankan tanggung jawab
suaminya. Langkah-langkah tafakur mulai dilakukan al-Amin.
Pendakiannya ke puncak gunung dilakukan pagi hari,
berdiam diri, dan kemudian kontemplasi yang dilakukan
berjam-jam di tenggelamnya hari.
Tebersit dalam batin Khadijah bahwa al-Amin memang
senang berdiam diri. Sejak remaja, al-Amin memang tidak
menyukai hiburan, pembicaraan sia-sia, lelucon kasar, dan
hal-hal yang memicu perkelahian.
Suatu hari, al-Amin menceritakan kisah hidupnya dan
mengawalinya dengan frasa ketika aku masih remaja.
"Ketika aku masih remaja, pada hari ketika aku masih
menggembala, di pusat kota terdapat acara pernikahan yang
besar. Kami memutuskan pergi ke acara itu bersama temantamanku. Ketika sudah hampir sampai ke tempat acara itu,
seakan-akan terjadi sesuatu pada tubuhku. Aku tidak bisa
menahan rasa kantuk. Kemudian, aku duduk di atas batu
dan ingin beristirahat sebentar. Aku pun tertidur. Ketika
244 terbangun, aku sudah tidak melihat acara hiburan maupun
pernikahan. Hal seperti itu kembali terjadi padaku. Rasa
kantuk mengalahkanku. Mulai saat itulah aku memutuskan
tidak pernah lagi pergi ke acara hiburan seperti itu."
Khadijah merasa bahwa satu-satunya tempat yang
nyaman dan tenang untuk suaminya adalah berada di
sisinya. Pada saat-saat ini, al-Amin yang selalu menghormati
dan dekat dengan para tamu, kerabat, dan kaum musair
mulai menjauhkan diri dari semua itu. Khadijah sebenarnya
berusaha keras mengubah keadaan itu. Namun, karena
menyaksikan sendiri betapa berat hari-hari yang dilewati alAmin, ia pun mulai sadar dengan kondisi tersebut.
Dia sekarang ingin berdiam diri.
Pada masa-masa ini, di Mekah banyak orang yang
melakukan adat yang di lakukan oleh orang-orang tua yaitu
tahannuts. Tahannuts merupakan ibadah yang bertujuan
menjauhkan diri dari dosa dan keramaian.
Bersama dengan Khadijah, al-Amin sering pergi
mengunjungi orang-orang tua yang sedang melakukan
pengasingan diri di gunung dan sibuk dengan puasa dan
berdoa. Pada saat seperti itu, Khadijah akan menaruh
makanan, seperti zaitun dan kurma, di keranjang yang
ia bawa dan diberikannya kepada mereka yang berharihari berdiam diri di dalam gua. Setelah itu, Khadijah akan
meminta didoakan oleh mereka.
Al-Amin dan Khadijah sangat menyukai Gunung Hira
dan gua yang mungil di sana. Perjalanan ke sana kurang
lebih satu jam. Karena sudah mengetahui letak dan struktur
gunung itu, mereka dengan mudah melewati rintanganrintangannya. Menurut mereka, tempat itu jauh dari
245 _ Mendaki Gunung Hira keramaian dan gelombang-gelombang kekerasaan dunia
serta dekat dengan langit. Selain itu, dari tempat tersebut
mereka bisa menyaksikan mentari yang sedang tenggelam.
Khadijah mendaki gunung menemani suaminya yang
bergetar penuh dengan keingintahuan. Setelah waktu yang
mereka lewati dalam pendakian itu, dia merasakan seakanakan di setiap langkah ruhnya tercuci bersih dan batinnya
bersinar terang. Jalan yang dia lewati bersama suaminya
pun sudah menjadi jalan biasa untuk dirinya.
Sebenarnya, di setiap bukit yang terbuat dari bebatuan itu
memiliki sebuah lidah. Selain itu, gunung besar itu seakanakan mengenakan baju perang untuk melindungi dirinya
dari keramaian. Namun, di balik tampilan yang keras itu,
Gunung Hira hanya bisa ditaklukkan oleh orang-orang yang
memiliki kesabaran dan keinginan untuk menjaga rahasia.
Gunung Hira seolah-olah hanya memberikan hadiah kepada
mereka yang menginginkan ketenteraman. Gunung Hira
tidak mudah untuk didaki. Batu-batu besarnya mempersulit
jalan. Belum lagi batu-batuan kecil dan kerikil membuat
jalan menjadi licin dan membahayakan para pendaki.
Gunung Hira memunculkan kenangan pada padang
pasir yang halus, lembut, dan panjang. Warna cokelat
keemasannya menampilkan kekokohan dengan otot-otot
yang berjajaran satu sama lain, ditambah bauk dan misai
yang mulai berwarna putih, seakan-akan tampak seperti
prajurit perang yang memancarkan sinar mentari.
Bagi Khadijah, Gunung Hira yang memberikan perasaan
tidak berujung merupakan salah satu metode untuk menguji
sang pendaki. Terdapat jajaran batuan yang memiliki
panjang sepertiga dari setiap puncaknya, kemudian terdapat
lagi jajaran yang bejarak setengah dari jalan menuju puncak
246 gunung. Bebatuan yang berukuran besar itu membuat para
pendaki harus menahan napas mereka. Menurut Khadijah,
salah satu dari bebatuan itu mirip dengan bulatan tembaga
yang besar. Ketika sampai pada batu itu bersama dengan
suaminya, dia seperti merasakan al-Amin memandangnya
dengan tatapan mata yang penuh kasih sayang dan ucapan
terima kasih. Khadijah mendaki gunung menemani
suaminya yang bergetar penuh dengan
keingintahuan. Setelah waktu yang
mereka lewati dalam pendakian itu,
dia merasakan seakan- akan di setiap
langkah ruhnya tercuci bersih dan
batinnya bersinar terang. Jalan yang
dia lewati bersama suaminya pun sudah
menjadi jalan biasa untuk dirinya.
Mereka tidak berbicara. Mereka beristirahat sebentar sambil bersama-sama
memandang kota-kota yang perlahan-lahan tertutup
dengan embun. Khadijah menepuk batu yang mirip bulatan
tembaga itu dan mengucapkan terima kasih kepada gua Hira
atas pemandangan dihadiahkan kepada mereka.
247 _ Mendaki Gunung Hira Di tempat peristirahatan kedua di puncak yang kedua
terdapat batu di antara jajaran bebatuan yang berada di ujung
puncak, yang mengingatkan mereka dengan sebuah takhta.
Warna hitam yang melapisinya membuat batu itu tampak
agung, seakan-akan sebuah singgasana raja selama berabadabad. Di tempat istirahat yang kedua ini, ketika memandang
ke arah kota Mekah, rumah-rumah di sana seperti kotakkotak kecil menurut pandangan Khadijah. Atap-atap rumah
yang berjajaran seperti biji-biji kurma yang dijajarkan.
Semakin ke atas, pemandangan kota tak terlihat sama
sekali. Di mata Khadijah, kota yang ia kenal menjadi sesuatu
yang tidak dia pahami. Dirinya terkagum-kagum ketika
melihat kota Mekah dari atas. Ia pun berpikir bahwa kota
itu besar dan megah, seberapapun terlihat kecil dan murni
di matanya. Kemudian, mereka melanjutkan pendakian. AlAmin kadang berada di depan, kadang di samping, atau
menggenggam tangannya. Namun, sekali lagi, tanpa
mengucapkan satu kata... diam."
Mereka menemukan satu bahasa baru selama melakukan
pendakian itu. Bahasa itu tak memiliki suara dan huruf.
Mereka merupakan pasangan yang saling mengerti tanpa
berbicara ketika berada di Hira. Seperti masa-masa Adam
dan Hawa mengelilingi surga dengan saling memegang
tangan dan tanpa bicara. Seperti manusia pertama yang
melihat keagungan dan keindahan ciptaan Allah dan tidak
menemukan kata-kata untuk diucapkan. Kekuatan hati
dan cinta menjauhkan mereka dari bahasa dan bicara.
Kehidupan mereka telah saling terbuka secara langsung.
Merasakan cinta tanpa perlu ada tanggung jawab atas kata,
248 beban kalimat, dan rangkaian huruf. Seperti para perempuan
lain, Khadijah tentu ingin mendengarkan apa yang dia
cintai, sukai, dan akui. Namun, Gunung Hira mengajarkan
sesuatu yang berbeda tentang cinta. Merasakan daripada
mendengarkan. Saling memandang daripada berbicara.
Dan itulah yang terjadi ketika mereka menapakkan setiap
langkah pendakian di Gunung Hira.
Khadijah sangat menyukai bebatuan kecil yang berjajar
di sisi kanan dan kiri ketika mendaki satu puncak ke
puncak lain. Ketika melewati jajaran batu-batu itu, ia ingin
membelainya, mengucapkan salam kepada bunga-bunga
kering berujung kuning yang seakan-akan bersembunyi di
balik bebatuan kecil itu.
Tanpa sadar, mereka telah tiba di gua-gua berbentuk
bulat yang berada di Gunung Hira itu. Ketika menunduk
dan masuk ke guoa kecil itu, muncul perasaan hangat dan
tenteram. Khadijah menyukai gua ini yang seperti balkon di
tepi gunung dan menghadap ke arah kota.
"Ketika berada di atas, apa yang kita lihat bertambah


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

banyak, tetapi apa yang diucapkan semakin berkurang,"
ucapnya dalam hati. Matanya telah banyak menyaksikan kejadian tragis dan
tak aman yang terjadi setiap hari di jalan-jalan di dalam kota.
Perkelahian, ketidakadilan, atau pencurian. Semua itu kini
menjadi terlihat kecil. Keindahan ciptaan-Nya terlihat besar.
Khadijah memahami bahwa kebesaran dan keagungan Allah
memancarkan sinarnya ke seluruh arah.
Ke arah mana awan-awan pergi, bagaimana burungburung terbang, dari mana berasal sumber mata air
yang mengalir seperti air mata di dalam gua" Siapa yang
249 _ Mendaki Gunung Hira meletakkan Matahari dan bintang-bintang di langit
layaknya lilin-lilin tergantung" Mengapa malam dan pagi
tak saling berebut hadir" Meskipun berada di luar kota, ke
mana perginya orang-orang yang tidur di pemakaman yang
semakin hari semakin dekat dengan pusat kota" Begitu
banyak pertanyaan melintas dalam pikiran.
Setiap kali Khadijah selalu mengulangi sesuatu yang
sama. Semakin mendekati puncak, apa yang kita bicarakan
semakin berkurang. "Bukan pertanyaan yang berada di tangan kita,
melainkan siapa yang berbicara di dalam diriku" Siapakah
yang mendengarkan pembicaraan tak berhuruf dan tak
memerlukan kata-kata yang terus berlanjut ini?"
Khadijah binti Khuwaylid sadar bahwa seseorang
mendengarkan apa yang ia bicarakan. Dia merasakan
bahwa Allah mendengarkannya dan mengetahui segalanya,
terutama ketika orang-orang menjauhkan diri dari keramaian
untuk mendaki Gunung Hira dan berdiam diri.
Kadangkala, mata Khadijah berair tatkala memandangi
bias cahaya, padang pasir yang membentang luas, dan
ciptaan yang berbaris di depannya.
Dan Kakbah... Baitul Atik... rumah yang paling tua...
seakan-akan seperti sarang madu yang dikelilingi lebah
ketika memandangnya dari Hira.
Gua merupakan surga untuk Khadijah.
Sendiri bersama dengan orang yang dia cintai, penuh
dengan ketenteraman. Jauh dari kota dan bermacam kesibukan.
Seperti teras yang tercuci bersih oleh sinar bulan, dua
orang yang berada di telapak tangan tertutupi dengan
rahasia-rahasia mereka sendiri.
250 Terselimuti. Tersembunyi. Terputus dengan waktu dan keramaian.
Mereka kadang menyalakan dupa yang mereka bawa di
dalam gua, lalu duduk bersama di atas syal yang diletakkan
di atas tanah. Gua yang penuh bebatuan itu, dengan
pancaran kasih sayang Khadijah, berubah menjadi kebun
anggur. Seakan-akan mereka seperti berada di sebuah oase
atau kebun buah-buahan. Khadijah mencium bau susu dan
bau buah tin. Gua memberikan hadiah bermacam-macam
aroma indah untuk mereka.
Ketika malam tiba, mereka tidur berselimut selendang
ungu muda. Setiap matanya terbuka, dia melihat al-Amin
yang sedang berdoa di bawah sinar bulan dan memandang
kejauhan. Bintang-bintang yang mendekat seakan-akan
menyentuhnya. Di malam hari yang memudahkannya
memilih serabut bulu di wajah sang bulan, hati Khadijah
tersiram air hujan cinta.
Ketika tiba waktunya untuk turun gunung, mereka juga
bertemu dengan orang-orang yang melakukan tahannuts,
terutama Zaid bin Amr. Karena tidak ingin membuatnya
sedih, al-Amin selalu memberikan salam kepadanya. Ia juga
memberikan makanan yang dibawanya. Al-Amin senang
mendengarkan ajaran tentang tauhid, hidup, dan mati.
Ketika al-Amin mendaki bersama dengan istrinya, ia pun
menceritakan kisahnya bersama Zaid kepada istrinya.
Pengalaman yang didapat di Gunung Hira menjadi
penyebab Khadijah memahami suaminya lebih dalam. Dari
Gua Hira itulah tumbuh kecintaan pada ibadah, berdoa,
tafakur, dan khususnya semangat ketika memandang
251 _ Mendaki Gunung Hira Kakbah. Khadijah menganggap semua itu sebagai sebuah
kebaikan. Bersamaan dengan itu, kasih sayang suaminya
mengarahkan dirinya dan hatinya untuk selalu terbuka.
Pada saat suaminya pergi mendaki, Khadijah sendiri atau
pembantunya akan mengawasi al-Amin untuk mengontrol
kesehatan dan kebutuhannya. Ketika beberapa kali tidak
sabar menunggu, Khadijah akan pergi sendiri secara
sembunyi-sembunyi. Dia tinggal di antara lubang gunung
yang tak jauh dari gua tempat suaminya berada. Dia tidak
pernah meninggalkan al-Amin sendiri...
Batu-batu yang menjadi tempat bersandar kepala di
malam hari seolah menjadi suaminya yang sedang dia peluk.
Bagaimana jika mereka berbicara bahwa Khadijah malam
ini berbaring dan tertidur di atasnya" Lidah-lidah yang
berdiri dan kemudian berbicara agar kaki-kakinya tidak
tenggelam, apakah mereka akan berbicara bahwa seorang
wanita agung telah melewatinya" Bagaimana dengan bulan
purnama" Wanita yang bersembunyi di antara bebatuan
untuk menyaksikan suaminya secara diam-diam telah
meredupkan sinarku. Akankah dia merasakan air mata
Khadijah yang turun"
Khadijah yakin kepada al-Amin. Kepercayaannya
penuh. Ia berada di jalan yang benar. Namun, Khadijah
adalah seorang wanita, seorang ibu, wanita yang tertutup
kepalanya, pelindung, pemberi, wanita yang melebarkan
sayapnya. Dia tidak bisa tidur di tempat tidurnya yang
hangat ketika suaminya berada di gua. Walaupun tertidur,
252 hatinya tidak pernah tidur. Khadijah melihat seluruh wajah
putra-putrinya ketika memandang wajah al-Amin... dia
adalah seorang kekasih dan juga seorang ibu.
Di malam yang lembut ini dia tidak bisa memilih"
Seorang kekasih ataukah seorang ibu"
Pohon ataukah gunung"
Syal ataukah air" Dia sendiri pun tidak tahu
Meleleh" meleleh" meleleh... dia meleleh karena cinta
Muhammad". 253 Kelahiran Fatimah etelah melewati hari-hari yang panjang di Gua Hira, alAmin mulai bisa melihat dan mendengar hal-hal tidak
biasa yang membuatnya tak nyaman. Ia mendengar suarasuara yang mengucapkan salam kepadanya ketika berjalan
melewati sesuatu di sekitarnya. Saat itu, ia berpikir bahwa
semua itu hanya khayalan, apalagi ketika tidak menemukan
seorang pun di sekitar tempat itu. Bunga-bunga, pohonpohon, dan batu-batu yang mengucapkan salam kepadanya
membuat dirinya ragu-ragu dengan apa yang ia pikirkan. Itu
semua mengingatkannya kepada pekerjaan gaib yang tidak
ia sukai. Ketika al-Amin menceritakan keadaan ini kepada
istrinya, seperti biasa Khadijah menenangkan al-Amin
dengan mengucapkan kata-kata yang lembut.
"Engkau selalu menjaga amanah yang diberikan
kepadamu dan selalu memberikan hak-hak kerabatmu.
Engkau juga selalu bersilaturahmi kepada mereka."
"Engkau memiliki akhlak yang bagus dan berada di jalan
yang benar. Apa yang engkau lihat adalah benar dan pasti
ada alasan di balik semua itu."
"Jangan khawatir, Allah akan melindungi orang-orang
yang berakhlak baik."
"Kami semua memanggilmu al-Amin. Engkau adalah
orang yang disayangi dan dipilih oleh Allah. Namamu adalah
Muhammad." 254 "Engkau adalah orang yang selalu dikenang dengan
kebaikan. Apa yang menimpa dirimu adalah sebuah kebaikan
dan memiliki hikmah."
"Engkau adalah pemilik akhlak mulia. Engkau harus
percaya kepada dirimu."
"Kekasihku, engkau adalah sosok ayah yang baik dan
saudara yang memikirkan saudaranya. Semua kebaikan itu
akan melindungimu dari segala kejahatan."
Pada masa itu, para wanita memang memiliki sebuah
penilaian khusus jika seseorang telah menjauhkan diri
dari lingkungan, menjaga jarak, banyak berpikir, serta
banyak membaca dan berdoa. Mereka menyangka bahwa
orang seperti itu telah kehilangan kesadaraan atau dirasuki
makhluk gaib. Bahkan, orang-orang Yahudi dan Nasrani
pun dipandang setengah waras. Sosok seperti Waraqah
dan Zaid bin Amr telah dianggap sebagai pribadi yang
telah sepenuhnya dirasuki makhluk gaib. Sebenarnya, ini
merupakan naluri pembelaan diri yang bersumber dari
pemikiran tradisional pagan Mekah. Sebuah tindakan dan
perilaku yang tidak ingin menerima perbedaan dan tidak
ingin mendengar pertanyaan yang memicu perubahan.
Karena Khadijah tahu bahwa dirinya terhubung secara
batin dan menjadi saksi atas perilaku baik suaminya, dia
mulai memberikan dukungan yang lebih kepada sang suami.
Sebagian tanggung jawab suaminya dalam hal perdagangan
mulai ia ambil. Di samping itu, ia juga sangat perhatian
pada kegiatan yang berkaitan dengan hari-hari ibadah sang
suami. Kepedulian ini juga dimaksudkan agar putri-putrinya
tidak merasakan kekosongan dari diri sang ayah. Apalagi,
255 _ Kelahiran Fatimah ayah dari Zainab, Rukayyah, dan Ummu Kultsum ini sedang
melewati hari-hari yang penuh dengan kesulitan dan
beban. Selain itu, saat tiba di rumah, al-Amin pun dalam
keadaan sangat lelah. Semua itu dilakukan Khadijah untuk
membantu suaminya melewati keadaan tersebut sehingga
tidak memengaruhi jiwa anak-anak mereka.
Kadang, sang suami berada di gua selama empat puluh
hari. Pada saat seperti itu, Khadijah akan menugaskan orang
kepercayaannya untuk mengawasi sang suami. Namun,
suatu waktu dia sendiri yang akan mengawasi secara rutin
tanpa menyakiti perasaan suaminya. Apalagi, saat itu
banyak pembunuhan yang menimpa mereka yang sedang
menjalankan ibadah akibat permusuhan yang terjadi dengan
kaum Bani Umayyah. Hal itu tentu saja bisa juga menimpa
suaminya. Karena Khadijah tahu bahwa dirinya
terhubung secara batin dan menjadi saksi
atas perilaku baik suaminya, dia mulai
memberikan dukungan yang lebih kepada
sang suami. Sebagian tanggung jawab
suaminya dalam hal perdagangan mulai
ia ambil. Di samping itu, ia juga sangat
perhatian pada kegiatan yang berkaitan
dengan hari-hari ibadah sang suami.
256 Menghadapi hal seperti itu, mereka harus bertindak cerdik
dan pintar. Beberapa orang yang membantu Khadijah dalam
permasalahan ini adalah Hakim, Zaid, Zubair yang terkenal
berani, Ali yang sangat cerdas, dan beberapa pemuda yang
memiliki hubungan keluarga dengan Bani Hasyim. Mereka
semua adalah orang-orang yang sangat menghargai dan
menghormati Khadijah. Tanpa menunggu permohonan dari
Khadijah, mereka tahu apa yang harus dilakukan.
Di samping itu, kehidupan al-Amin tidak hanya
dilewatinya dengan berdiam diri dan tafakur. Ia tidak pernah
duduk lama di satu tempat. Dirinya terus berjalan, mengalir
dengan sendiri dan berarah. Masuk dalam fase kehidupan
rohani dan memikul "beban berat", pasti akan membuat
jiwa seorang manusia terkejut dan menjadi pengalaman
melelahkan. Masa sulit seperti itu tentu saja bukan hal
yang mudah untuk dilalui, meskipun memiliki Khadijah
yang selalu mencoba meringankan beban dan juga teman
perjalanan hidup yang cerdas dan bertanggung jawab.
Di masa-masa sulit seperti itu, Khadijah memikul beban
dan tanggung jawab yang dipikul al-Amin sebagai seorang
ayah dan laki-laki. Khadijah seakan-akan merupakan bentuk al-Amin di
dunia ini, seperti lengan dan tangannya serta kesehariannya.
Seakan-akan mereka memiliki wujud, ruh, dan tubuh yang
sama. Ketika ruh al-Amin mengalami pengalaman itu, tubuh
Khadijah pun merasakan bebannya.
Dan memang, dalam arus kehidupan ini harus ada unsur
keseimbangan. Hal itu, menurut Khadijah, terjadi jika kita
merupakan seorang wanita, seorang ibu.
257 _ Kelahiran Fatimah Permasalahan anak perempuan mereka, Hindun binti
Atik, yang saat itu sudah berada di usia untuk menikah
merupakan salah satu contoh. Khadijah ikut memikirkan
persiapan menikah, dengan siapa akan menikah, dan juga
permasalahan-permasalahan rumah tangga yang akan
dibangun. Sayi bin Umayyah, keponakannya, pernah
meminang Hindun, tetapi Khadijah tidak terburu-buru
memberikan keputusan. Ia memberitahu dan mendiskusikan
masalah-masalah seperti itu kepada al-Amin pada saat
suaminya tidak sibuk dan dalam kondisi yang nyaman.
Meski al-Amin sedang mengerahkan jiwanya untuk
beribadah, Khadijah tidak pernah mengambil keputusan
sendiri tanpa bermusyawarah dengannya. Khadijah percaya
dengan pengalaman hidupnya dan kecerdasaan al-Amin,
dan itu merupakan bukti bahwa mereka saling melengkapi.
Bahkan, Khadijah mampu meringankan beban ruhani yang
dipikul oleh al-Amin. Khadijah tersenyum ketika al-Amin memanggil
namanya, meskipun hanya pendek dan singkat. Perkataan
dan ucapannya yang lemah lembut menyinari kehidupannya
seperti air terjun yang mengalir. Bagi Khadijah, hal itu sangat
berharga dibandingkan hidupnya.
"Khadijah... Khadijah... wahai Khadijah"."


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ucapan-ucapan itu seakan seperti apa yang dia lihat
dalam mimpinya: mentari yang terbit di dalam hatinya. Kasih
sayang dan cinta al-Amin telah menghapus semua kelelahan
dan kekhawatiran dalam hidupnya, yang membuat Khadijah
bangkit dan bersemangat kembali. Dan salah satu hari dari
hari-hari yang penuh dengan kekhawatiran dan kecemasan
adalah saat ini empat puluh hari sudah al-Amin berdiam diri
di Gua Hira. 258 Malam hari menjelang pagi, al-Amin mengetuk pintu
rumah. Ia tiba di rumah dengan tubuh bermandikan peluh
dan berwajah pucat, seakan-akan merasakan dingin yang
luar biasa. Ketika membingkai tubuh suaminya dengan
selimut, Khadijah memeluknya dengan penuh kasih sayang
dan cinta. Keesokan hari, al-Amin menceritakan apa yang terjadi
pada malam itu. Dirinya telah melewati empat puluh hari dengan berpuasa
dan beribadah sebelum tiba di sisi istrinya. Saat itu, sebelum
waktu berbuka tiba, ia terbangun setelah setengah tertidur
dan melihat sebuah mimpi yang mengejutkan. Ia kemudian
berlari menuju sisi istrinya. Dalam kondisi setengah tertidur,
mimpi yang dilihatnya serasa nyata.
"Wahai Muhammad, Allah mengirimkan salam untukmu.
Dia memerintahkanmu bersiap diri menerima salam dan
hadiah-Nya," ucap suara kepadanya.
Di tangan Mikail, nama malaikat yang datang
menghampiri al-Amin, terdapat piring yang ditutupi kain
sutra, yang isinya memancarkan sinar. Malaikat itu meminta
al-Amin berbuka puasa dengan makanan yang ada di piring
itu. Al-Amin lalu menyantap makanan itu dan kemudian
meneguk minuman dingin yang diberikan kepadanya.
Selanjutnya, malaikat itu meminta al-Amin menjumpai
istrinya. Allah berirman akan menciptakan anak-cucu alAmin dari anak cucu yang bersih.
Anak cucu yang bersih"
Anak cucu yang bersih... Perasaan al-Amin penuh dengan kesucian.
259 _ Kelahiran Fatimah Di dalam maupun di luar terpancar sinar, seakan-akan
seperti tubuh yang transparan.
Kemudian, Khadijah menceritakan kisah selanjutnya
kepada orang-orang yang dia cintai.
"Aku sudah terbiasa dengan kesendirian pada waktu
itu. Saat tengah malam tiba, aku menutupi kepalaku dan
memakai pakaian lebar. Pintu-pintu kukunci. Setelah
melakukan ibadah, obor pun kumatikan. Aku lalu berbaring
di tempat tidur. Malam itu, aku setengah tertidur setengah
terbangun. Tiba-tiba pintu diketuk.
"Selain Muhammad tak ada yang mengetuk pintuku,
siapa kau?" ucapku. Dia, dengan suara yang lembut dan manis, berkata, "Buka
pintunya, wahai Khadijah. Aku Muhammad!"
Aku pun membuka pintu. Dia lalu masuk ke dalam
rumah. Aku bersumpah kepada Allah yang menciptakan
langit dan yang mengeluarkan air dari tanah bahwa aku
merasakan beban Fatimah di badanku sebelum suamiku
menjauh dariku." Al-Amin memberikan kabar gembira kepada Khadijah
bahwa akan terlahir anak-cucu yang bersih. Mereka akan
memberikan nama Fatimah kepada bayi mereka yang akan
lahir. Bayi ini akan memiliki wajah dan tubuh yang sama
dengan ayahnya. Dia akan tumbuh dan besar seperti sebuah
bunga dengan kecerdasaan, kepintaran, dan akhlak yang
bagus di bawah bimbingan ibundanya. Dia adalah Zahra,
sebuah sungai yang kebenaran kata-katanya menurun dari
ayahandanya, sementara usaha dan keberanian datang dari
ibundanya. 260 Khadijah sadar bahwa ia akan menghadapi hari-hari
penuh dengan ujian saat melahirkan putrinya. Kabar
mengenai kesulitan Khadijah terdengar sampai ke telinga
para wanita terhormat Mekah. Ia pun sangat terkejut ketika
para wanita terhormat Mekah memalingkan wajah darinya.
Khadijah sadar bahwa ia akan
menghadapi hari-hari penuh dengan
ujian saat melahirkan putrinya. Kabar
mengenai kesulitan Khadijah terdengar
sampai ke telinga para wanita terhormat
Mekah. Ia pun sangat terkejut
ketika para wanita terhormat Mekah
memalingkan wajah darinya.
"Engkau berkhianat dan tak mendengarkan perkataan
kami. Seakan-akan menikah dengan Muhammad, anak yatim
Abu halib yang tidak mempunyai kekayaan, tidak cukup
untukmu lagi. Engkau dan keluargamu menghina dan tidak
menghormati keyakinan nenek moyang kita. Kalian tidak
mematuhi kami. Kalian membangkang dari adat-adat kita.
Ucapan-ucapan kalian tidak akan kami dengar. Kami tidak
akan datang ke tempat kalian! Kami tidak akan melakukan apa
pun untuk meringankan beban kalian. Rasakan kesendirian
kalian. Kalian berhak mendapatkannya!"
261 _ Kelahiran Fatimah Kata-kata yang berujung tajam, bersayap, dan yang tidak
pantas untuk saudara dan tetangga. Kata-kata kotor dan
menyakitkan. Akan tetapi, Khadijah memiliki sahabat-sahabat dan
pembantu yang setia kepadanya karena Allah. Perasaan
sakit yang ia rasakan ketika akan melahirkan, baik karena
kesulitan, keterkejutan, maupun kekerasan hati. Saat orangorang yang menunggu kelahiran datang, ketika matanya
terbuka dan tertutup, seakan-akan dirinya merasakan
sepasang tangan yang menghapus keringat di dahinya
dengan penuh kasih sayang.
Bisikan suara terdengar di telinganya.
"Kami adalah saudaramu."
Begitulah suara-suara yang didengarnya, seperti dari ruh
para perempuan. "Wahai Khadijah! Jangan bersedih!" ucap suara-suara
manis dan bersahabat itu.
Mereka pun menceritakan kisah putri Imran, Maryam,
dan putri Muzahim, Asiyah. Saat itu, seakan-akan tangantangan mereka menyentuh punggung, perut, dan pundak.
Tiba-tiba, rasa sakit yang menghinggapinya terasa ringan.
Dan seperti itulah qadar hidup yang seakan-akan terangkat
ke udara oleh seekor burung. Ketika kesedihan dan beban
Khadijah terlepas, proses kelahiran pun menjadi mudah.
Di saat proses melahirkan, Khadijah jatuh pingsan.
Cahaya pun terpancar dari kepala bayi yang lahir, seakanakan menyinari seluruh Mekah. Saat pingsan, Khadijah
seperti mendengar suara-suara para perempuan, melihat
mereka menggendong bayinya sambil tersenyum, serta
menyaksikan bayi dimandikan dan dipakaikan kain
262 berwarna putih di tubuhnya. Suatu jendela seakan-akan
terbuka untuk Khadijah ketika sedang melahirkan. Satu
sisinya terlihat ke arah dunia, sementara sisi lainnya ke arah
lain. Dalam dan luar, tempat ini dan tempat lain, satu sama
lain saling bercampur tidak jelas pada saat itu. Para ruh
perempuan mengucapkan selamat untuk Khadijah. Orangorang yang didekatnya, saudara wanitanya, para pelayan
wanitanya, dan orang-orang lemah Mekah saling berebut
untuk mengucapkan selamat kepadanya. Dan dalam waktu
yang sama, air susu Khadijah mulai mengalir.
Secara adat, bayi Fatimah seharusnya diberikan kepada
ibu susu. Namun, tidak ada ibu susu yang cocok untuk
Fatimah selain ibunya sendiri. Dia hanya akan dibesarkan
dengan air susu ibunya. 263 DanWahyu Pun Turun hadijah! Ketika beribadah di gua, aku melihat
sebuah cahaya dan mendengar sebuah suara.
Aku sangat cemas dengan diriku. Aku takut akan menjadi
seorang peramal jika hal ini terus berlanjut. Aku bersumpah
membenci berhala-berhala dan peramal-peramal yang tidak
lebih dari segalanya."
"Wahai anak Pamanku! Jangan berkata seperti itu! Allah
tidak akan pernah menyakitimu!"
Ketika pembicaran seperti itu mulai semakin banyak
terjadi, Khadijah yang merupakan teman rahasia dan juga
pendukung al-Amin menceritakan keadaan itu kepada Abu
Bakar, salah satu teman dekatnya. Abu Bakar dipilihnya
karena ia adalah salah satu pembesar Mekah yang dipercaya
dan sangat dicintai al-Amin. Kalau bukan Abu Bakar, ia tidak
akan pernah menceritakan siapa pun tentang kecemasannya
itu. "Jemput dia. Kemudian, pergilah menemui Waraqah bin
Naufal. Mungkin ia bisa memberikan nasihat," ucap Abu
Bakar sambil memandang Khadijah dengan pandangan
yang penuh dengan harapan dan ampunan.
Abu Bakar memegang tangan al-Amin penuh dengan
kasih sayang dan mengucapkan salam ketika bertemu
dengannya di jalan. Tangannya melingkari lengan al-Amin.
"Ayo, pergi bersamaku ke tempat Waraqah," ucapnya
dengan penuh keceriaan. 264 "Siapa yang memberi tahumu tentang apa yang terjadi
padaku?" "Istrimu, Khadijah."
Setelah itu, mereka berdua melakukan perjalanan
bersama ke tempat Waraqah. Di sana terdapat sebuah rumah
yang selalu menyambut mereka dengan penuh kebaikan dan
kegembiraan. Al-Amin menceritakan apa yang terjadi dengan dirinya
kepada Waraqah. Abu Bakar dan Khadijah pun ikut
mendengarkan. "Di tempat aku berdiam diri, tidak ada siapa pun selain
diriku. Aku mendengar suara yang memanggil namaku dari
balik badanku, "Wahai Muhammad, wahai Muhammad".
Aku mendengar suara itu, tapi tidak melihat siapa pun yang
mengucapkannya." Waraqah memberikan jawaban sambil mengelus
jenggotnya. "Tidak akan ada sesuatu yang akan terjadi padamu dari
suara itu." "Ketika mendengar suara itu, aku menjauh sambil
ketakutan. Aku pun pergi ke tempat lainnya."
"Jangan lakukan seperti itu! Ketika suara itu terdengar,
sampai kau mendengar semua yang akan dikatakan padamu,
kau harus duduk diam di sana! Kemudian, datanglah
kepadaku dan ceritakan apa yang kau dengar di sana."
Agar tak memberikan banyak tekanan kepada al-Amin,
Waraqah menegaskan kembali bahwa Muhammad adalah
orang yang baik dan memiliki akhlak bagus. Seperti Khadijah,
ia pun memberikan dukungan kepada keponakannya itu.
Ia menjamu tamunya dengan minuman dingin dan buah265 _ Dan Wahyu Pun Turun buahan. Ia berusaha menjelaskan apa yang terjadi di dalam
kehidupan. Setelah melakukan pembicaraan di rumah Waraqah,
Khadijah kembali sadar bahwa dirinya harus memberikan
seluruh kekuatannya untuk mendukung al-Amin. Ia lalu
memutuskan tidak membiarkan al-Amin menanggung
beban ini seorang sendiri.
Khadijah menenangkannya. Ia
memberikan air untuk membasahi bibir
al-Amin yang pecah. Karena sudah
terbiasa dengan ucapan-ucapan itu, ia
tidak begitu fokus dengan mimpinya.
Yang akan disaksikan al-Amin tidak
lama kemudian akan mengejutkan apa
yang selama ini ia alami.
Sekali lagi, mereka bersama-sama mendaki Gunung Hira
untuk beribadah. Saat malam tiba, mereka tertidur di antara
jajaran bebatuan. Pada saat itulah al-Amin mendengar
seseorang mengucapkan "iqra", bacalah, di dalam mimpinya.
Namun, ia tidak melihat satu orang pun yang mengucapkan
kata itu. Ia lalu terbangun sambil terkejut. Khadijah yang
ikut terbangun bertanya mengenai apa yang terjadi.
266 "Aku sadar bahwa kata-kata yang terucap di dalam
mimpiku seakan-akan tertulis di dalam hatiku," ucap alAmin.
Khadijah menenangkannya. Ia memberikan air untuk
membasahi bibir al-Amin yang pecah. Karena sudah
terbiasa dengan ucapan-ucapan itu, ia tidak begitu fokus
dengan mimpinya. Yang akan disaksikan al-Amin tidak lama
kemudian akan mengejutkan apa yang selama ini ia alami.
Kali ini, Khadijah tidak berada di sisinya. Al-Amin berada
di Gua Hira sendiri. Di suatu hari di akhir hari-hari bulan Ramadan, ketika
kembali bertafakur di Gua Hira dan terbenam dalam
pikirannya yang dalam, dirinya seakan-akan melakukan
perjalanan untuk menemukan jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang menghantuinya. Ketika kepalanya
terangkat, ia melihat sosok yang ia kenal dalam mimpinya
sedang memandangnya. Al-Amin diselimuti perasaan takut
dan cemas ketika berhadapan dengan sosok itu.
Sosok itu pun kemudian berjalan mendekatinya perlahanlahan. Setelah menunduk, intonasi suaranya yang tegap dan
menggetarkan batin manusia terdengar.
"IQRA!" ucapnya.
Suaranya seakan-akan ledakan yang datang dari langit.
Di dalam gua, saat tak ada orang lain kecuali al-Amin,
perintah "bacalah" di berikan kepadanya. Sosok yang
memerintahkan itu persis berada di hadapannya dengan
posisi menundukkan diri ke arah al-Amin.
"Aku tidak bisa membaca," jawab al-Amin dengan
perasaan takut. Mendengar jawaban tersebut, sosok itu langsung
memegang erat tubuh al-Amin. Ia pun merasakan tulangtulangnya tertekan.
267 _ Dan Wahyu Pun Turun "IQRA!"

Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena himpitan yang sangat kuat, al-Amin kesulitan
menghirup napas. Ia bahkan mengira dirinya akan tewas.
"Aku tidak bisa membaca!"
Sosok itu sekali lagi mencengkeram dengan kekuatan
yang lebih besar. Kali ini, al-Amin merasakan tubuhnya
seperti hancur berkeping-keping.
Bacalah! Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan Menciptakan manusia dari segumpal darah
Bacalah Dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya! Hati al-Amin sudah seperti sebuah kelereng dan ucapanucapan itu dituliskan di atas permukaan kelereng tersebut;
penuh dengan kesakitan. Sangat berat, tetapi jelas dan tidak
akan terhapuskan. Sosok yang telah dikenal di dalam mimpinya itu lalu
pergi seusai mengucapkan kata-kata itu.
Sekali lagi, al-Amin berada di gua sendiri."
Ketika menceritakan kejadian yang dialaminya, kata
yang pertama keluar dari bibirnya adalah ketakutan. Ia
menggambarkan betapa "beratnya beban" yang dipikul
dirinya. Tubuhnya seakan-akan membeku karena perasaan
takut. 268 Bacalah! Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang menciptakan Menciptakan manusia dari segumpal darah
Bacalah Dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya! Badannya masih bergetar, kakinya saling merapat dan
terasa lemas untuk digunakan berjalan. Mungkin hal itu
akibat cengkeraman erat sosok itu ke tubuh al-Amin.
Jantungnya pun berdegup kencang naik turun.
Allah mengajarkan ilmu tentang alam semesta kepada
al-Amin yang tidak bisa membaca ketika di dalam gua.
269 _ Dan Wahyu Pun Turun Namun, ia sekarang memiliki kemampuan membaca dan
menafsirkan makna-makna ilahi di dunia.
Al-Amin turun menuruni Gunung Hira penuh dengan
kecemasan. Tak tahu ke mana ia akan pergi, apa yang akan dikatakan,
kepada siapa akan menjelaskan, dan bagaimana menjelaskan
apa yang dialaminya"
Saat tiba di sisi Khadijah, napasnya masih memburu.
Tubuhnya pun penuh dengan peluh. Khadijah merupakan
pantai keselamatan baginya....
"Selimuti aku, selimuti aku," begitulah permintaan AlAmin saat masuk ke dalam rumah.
Dengan penuh kasih sayang, Khadijah membantu alAmin yang cemas untuk berbaring di tempat tidurnya.
Setelah mendengarkan kisah yang dialaminya, Khadijah
mencoba menenangkan al-Amin dengan mengucapkan
kata-kata yang benar. "Jangan berpikir buruk tentang dirimu. Bergembiralah!
Aku bersumpah kepada Allah bahwa Dia tidak akan
pernah membuatmu malu! Engkau telah melindungi dan
memerhatikan kerabatmu. Engkau pun selalu berkata
jujur dan membantu mereka yang membutuhkan. Engkau
membantu orang-orang yang tidak memiliki apa-apa!"
Khadijah tidak mengetahui bahwa makhluk yang
mendatangi al-Amin adalah malaikat yang bernama Jibril.
Dia juga tidak tahu bahwa suaminya telah terpilih menjadi
seorang nabi. Dia juga tidak tahu tentang wahyu yang turun kepada alAmin.
Sama sekali tidak tahu. 270 Namun, Allah yang memberikan wahyu dan mengajarkan
al-Amin membaca telah menuliskan di hati dan pandangan
Khadijah. Jibril adalah malaikat yang mengantarkan wahyu,
sementara al-Amin penerima wahyu dan Khadijahlah
yang mendukung kebenaran wahyu yang turun kepada
suaminya. Tangan-tangan kasih sayang Khadijah dengan cepat
menyelimuti tubuh al-Amin ketika ia berkata, "Selimuti
aku!" Dan ucapan-ucapan Khadijah yang menenangkan alAmin merupakan ilham dan ampunan yang diberikan oleh
Allah. Setelah tenang karena ucapan-ucapan Khadijah, mereka
memutuskan berkunjung ke tempat Waraqah bersamasama.
Waraqah yang mendengarkan napas kecemasan ketika
mereka berada di depan rumahnya langsung menyadari
bahwa keadaan saat ini berbeda dengan sebelumnya.
Sepupu Khadijah itu mempersilakan mereka masuk dan
duduk di ruang yang membuat mereka nyaman untuk
berbicara. Ketika Waraqah mendengarkan semua kejadian
yang dialami di Gua Hira dan wahyu pertama yang turun,
dirinya mulai berteriak mengucapkan kata syukur.
"Namus-u Akbar!"
"Namus-u Akbar!"
"Wahai Muhammad, makhluk yang kau lihat itu tidak
lain adalah Namus-u Akbar yang juga mendatangi Musa.
Kau akan menjadi seorang nabi. Ah! Seandainya aku bisa
memenuhi ajakanmu dan di hari itu aku masih muda.
Seandainya aku bisa berada di sisimu sebagai pendukung
271 _ Dan Wahyu Pun Turun ketika kau diusir dari Mekah."
Khadijah dan suaminya terkejut dengan ucapan dan
sujud syukur yang Waraqah lakukan di depan mereka.
"Berarti, suatu hari kaumku akan mengusirku dari Mekah,
benarkah itu?" tanya al-Amin penuh dengan tanda tanya.
Waraqah menjawab pertanyaan itu dengan nasihatnasihat yang keluar dari bibirnya.
"Ini semua merupakan sebuah ujian yang dialami oleh
nabi-nabi lainnya. Kekuatan kebatilan pasti menginginkan
ucapan-ucapan yang benar untuk dibuat diam dan dijauhkan.
Dan mulai detik ini, hari-hari yang sulit menanti kalian
berdua. Tidak seorang pun yang tidak akan mendapatkan
siksaan dan menghadapi masalah dengan apa yang akan kau
Tangan-tangan kasih sayang Khadijah
dengan cepat menyelimuti tubuh alAmin ketika ia berkata, "Selimuti aku!"
Dan ucapan-ucapan Khadijah yang
menenangkan al-Amin merupakan ilham
dan ampunan yang diberikan oleh Allah.
bawa ini. Bertahan dan bersabarlah!"
Sebelum hari itu pun tiba, orang-orang di sekitar
Muhammad sebenarnya sudah merasakan aura bahwa ia
adalah pribadi yang dianggap sebagai "utusan terakhir yang
ditunggu". Namun, mereka tidak pernah menganggap serius.
272 Yang berada di dekatnya pun tidak pernah mendengar
langsung harapan seperti itu dari bibir al-Amin. Karena
kerendahan hati yang al-Amin miliki, ia tidak pernah
berpikir seperti itu. Kejadian-kejadian yang tidak masuk akal yang ia alami
selama tiga tahun sebelum menerima wahyu kenabian
membuatnya lebih berhati-hati untuk tidak melakukan
kesalahan. Ia tidak memercayai pikiran dan perasaan
duniawinya. Bahkan, ia sering berpikir bahwa akalnya bisa
menuntunnya ke jalan yang salah. Agar bisa memutuskan
sesuatu yang ia alami dengan kepala dingin, ia tidak pernah
membeda-bedakan dan merasa tinggi derajat. Dirinya
justru lebih banyak berdoa dan berlindung kepada Allah
dari bisikan-bisikan setan.
Khadijah menghampiri Addas, seorang budak Nasrani
milik Utbah bin Rabi"ah, untuk mengumpulkan informasi
tentang Namus-u Akbar yang dibahas Waraqah. Addas
merupakan pemeluk Nasrani yang berperilaku baik.
Setelah mengunjuk salam dan menanyakan keadaannya,
Khadijah mulai bertanya tentang Namus-u Akbar. Addas
terkejut dengan pertanyaan yang diajukan Khadijah. Ia tidak
pernah mengira ada seseorang yang mengetahui Namus-u
Akbar di lingkungan pagan Mekah.
Menurut penjelasan Addas, Namus-u Akbar merupakan
malaikat yang memiliki derajat paling tinggi di antara
malaikat lainnya. Sejauh ini, tidak ada orang yang melihatnya
selain para nabi. "Kudus! Kudus!" teriak Addas sambil bergetar.
"Dia berada di samping Musa ketika terluka di laut
dan menemaninya mendaki Gunung Tsur. Nabi Isa juga
273 _ Dan Wahyu Pun Turun merupakan temannya. Ia adalah malaikat yang bernama
Jibril!" Khadijah semakin tenggelam dalam kain penutupnya.
Ia bergetar setelah mendengar kata-kata suci yang masuk
ke dalam akalnya. Ia pun pergi untuk kembali menuju
rumahnya. Ibunda kota Mekah lalu memohon kepada suaminya
untuk memberitahukan dirinya jika kembali bertemu
dengan malaikat. Khadijah takut dan cemas suaminya
tertipu dengan bisik-bisikan setan dan jin.
Suatu hari, Khadijah bertanya apa yang terjadi ketika
mereka duduk di rumah dan melihat dahi al-Amin penuh
dengan keringat dan bergetar, seakan-akan tertindih beban
yang sangat berat. "Datang." Malaikat datang...."
Karena memiliki kecerdasan dan irasat, Khadijah
memikirkan cara untuk menyakinkan al-Amin dan dirinya
bahwa makhluk yang datang itu adalah malaikat. Ia Kemudian
mendekati suaminya dan duduk di sisi kanannya.
"Engkau masih melihatnya?"
"Ya, aku masih melihatnya."
Ia kemudian berdiri dan duduk di samping kiri
suaminya. "Masihkah kau melihatnya?"
"Ya, aku masih melihatnya"
Khadijah lalu pergi ke belakang tubuh sang suami dan
memeluknya, seakan-akan menjadi selimut bagi al-Amin.
Dan pada waktu itu pula penutup kepala Khadijah terbuka
ke samping dan turun ke arah pundaknya.
274 "Engkau masih melihatnya?"
"Tidak. Setelah engkau pergi ke belakangku, dia pergi."
Setelah mengalami pengalaman kecil itu, Khadijah binti
Khuwaylid sadar bahwa makhluk yang datang itu bukan jin
atau setan. Sosok itu pasti malaikat yang bernama Jibril,
yang memiliki derajat paling tinggi di antara para malaikat,
seperti yang diceritakan Waraqah dan Addas. Kemahraman
laki-laki dan perempuanlah penyebab sosok itu pergi.
Ketika Khadijah memeluk suaminya dan penutup kepalanya
terbuka, sosok Jibril itu menjauh dari mereka. Namun, jika
yang datang adalah jin atau setan, mereka tidak akan pergi
dan tidak bosan dengan hal kemahraman.
Penjelasan cerdas Khadijah membuat suaminya puas
juga. Al-Amin mencium Khadijah di antara kedua matanya.
Ia tak hanya besar karena kedermawanan dan kasih sayang,
tetapi juga kecerdasaan, irasat, cahaya, dan visinya. Ia
adalah wanita yang berhak dikenang dengan nama besarnya.
Khadijah al-Kubra yang memiliki kecerdasan, kepintaran,
dan pandangan yang luas. Al-Amin merasa semakin siap untuk bertemu dengan
malaikat. Dirinya menunggu berita baru dari Allah. Ia selalu
berusaha untuk mempersiapkan dirinya dengan baik secara
jasmani dan rohani. 275 Detik Kehidupan hadijah menjadi istri seorang nabi. Dia menjadi
orang pertama yang menerima dan mendukung alAmin menjadi "utusan terakhir".
Tidak hanya sebatas memercayai kebenaran, tetapi juga
menjadi pembantu yang setia, penolong, penenang, dan
pendengar masalah dalam kesibukan duniawi.
Khadijah seperti daun-daun pintu. Pada bagian dalam
terdapat mutiaranya utusan terakhir, sementara di luar
tampak arus-arus kehidupan yang mengalir. Ia adalah
wanita dengan kemampuan seperti gapura megah yang
berdiri kokoh, pemisah yang tipis di antara kedua sisi itu. Ia
seperti gerbang besar yang terbuka dan tertutup di sebuah
badai. Kadang, apa yang ada di dalam berada di luar atau
yang berada di luar mengisi yang di dalam.
Seorang ayah dan suami di luar, seorang nabi dan rasul
di dalam. Dalam atau luar. Luar atau dalam. Khadijah menjadi seorang ahli yang menerima tugas
untuk menyeimbangkan gejala alam yang terjadi dalam arus
kehidupan. Meskipun suaminya seorang utusan terakhir, dalam
waktu yang sama ia juga hidup di tengah kota. Ia merupakan
manusia yang hidup dengan manusia lainnya di dunia ini. Ia
bertugas menjelaskan dan mengajak manusia di sekitarnya
pada kebenaran. Di samping itu, ia juga terhubung dengan
276 dunia sebagai seorang suami, ayah, saudara, atau tetangga.
Ia memiliki tanggung jawab.
Di sisi itulah Khadijah harus selalu berada di samping
suami sekaligus rasul untuk membantunya bergerak
seperti sebuah waktu yang berkerja tanpa kesalahan dalam
hubungan-hubungan yang rumit dan konsisten.
Detik Kehidupan! Tangan yang mengatur dan menyambungkan rasul
dengan kehidupan adalah tangan Khadijah.


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Al-Amin sekali lagi berdiam diri, mengasingkan diri
dengan kekasihnya, berada di gua, siang dan malam,
mempersiapkan diri untuk kabar gembira dan kata-kata
yang berat. Namun, kakinya juga menginjak ke dalam tanah
kehidupan. Ia adalah seorang suami dan ayah.
Khadijah menikahkan putrinya, Hindun binti Atik,
dengan keponakannya, Sayi bin Umayyah. Selanjutnya,
Khadijah pun menjadi seorang nenek. Hindun memberi nama
putranya dengan nama al-Amin yang telah membesarkan
dirinya dengan penuh kasih sayang: Muhammad.
Hanya dengan melihat perilaku itu, kita bisa melihat
bukti yang paling besar bahwa al-Amin adalah "sang ayah
rumah tangga". Dia mencium dan memeluk Muhammad
kecil dengan penuh kasih sayang.
Perempuan menjadi pusat nadi kehidupan di rumah.
Jumlah perempuan di rumah semakin bertambah. Zainab,
yang dikenal dengan kecantikannya, dan anak-anak lainnya,
bahkan sekarang sudah menjadi calon istri seorang laki-laki
Mekah. Apalagi, setelah kakak perempuannya menikah dan
menjadi seorang ibu, jumlah calon ibu mertua pun semakin
bertambah. 277 _ Detik Kehidupan Di samping kabar-kabar mukjizat suaminya dan
permasalahan-permasalahan khusus yang semakin
bertambah, di sisi lain kesibukan-kesibukan duniawi
berbaris di depan Khadijah. Tanpa mempunyai waktu untuk
mengeluh, ia terus berjalan tanpa kekurangan, seakan-akan
konduktor okestra yang mengatur nada dengan mudahnya.
Namun, Allah yang menurunkan hujan salju di seluruh
gunung memberikan sebuah keinginan kepada Khadijah
yang terbuat dari perak di dunia ini. Khadijah selalu berusaha
menyelesaikan semuanya. Ia memang menyelesaikannya,
karena terlahir lebih dulu dan yang berjalan lebih dulu.
Anak laki-laki saudara perempuannya, Halah binti
Khuwaylid, yang bernama Abu"l As adalah seorang remaja
laki-laki yang segan kepada Khadijah karena kemampuannya
dalam perdagangan dan memiliki pemikiran yang luas.
Selain ikut membantu dalam urusan dagang, ia juga sebisa
mungkin membantu memikul tanggung jawab yang dipikul
Khadijah. Ia mengenal keadaan khusus saudara iparnya, alAmin, yang sudah berkelanjutan selama lima tahun ini. Ia
pun sangat menghormati al-Amin. Abu"l As bin Rabi juga
terpengaruh dengan kemampuan, akhlak, serta tingkah laku
yang dimiliki Zainab. Khadijah yang memerhatikan secara dekat akan keadaan
khusus suaminya merasa bahwa hal itu masih terlalu
dini. Namun, setelah keinginan itu sudah bulat, dirinya
memutuskan untuk membicarakannya dengan sang suami.
Setelah bermusyawarah dengan suami dan putrinya, mereka
menyetujui pernikahan itu meskipun masih terlalu dini.
278 Hikayat Seekor Rusa ainab binti Muhammad mulai melakukan persiapan
pernikahan... Sebuah kekhawatiran yang akan dilewati berhari-hari.
Mencuci wol, mengeringkannya, mempersiapkan kasur dan
tempat tidur, membeli karpet-karpet yang akan diletakkan
di rumah baru, menjahit baju-baju yang akan dipakai
pengantin pria dan wanita, menyiapkan alat-alat rumah
tangga yang akan dipakai di rumah baru, membangun
rumah, serta membeli dupa dan tirai-tirai. Pastinya semua
ini tidak mudah. Di antara orang-orang yang mencuci kain wol adalah
Berenis dan Dujayah. Kolam yang bisa digunakan para
wanita secara bersama-sama adalah sebuah oase yang
berada di pesisir kota arah Hudaibiyah. Bukan hanya para
pembantu wanita, murid-murid, dan orang-orang yang
bekerja untuk sehari saja, melainkan juga banyak wanita
terhormat yang ikut meramaikan pekerjaan itu, layaknya
sebuah acara hiburan. Karena hanya sekumpulan wanita, hal itu membuat
mereka nyaman bergerak dan beraktivitas. Diselingi dengan
nyanyian dan sedikit acara wisata, mereka menyelesaikan
persiapan mahar. Di samping itu, mereka juga mencoba
menahan panas kain-kain wol yang membakar tubuh manusia
dengan cara mendendangkan lagu-lagu penuh kebahagiaan.
Baik gadis maupun janda, mereka menyelesaikan pekerjaan
pencucian kain wol dengan penuh sukacita.
279 _ Hikayat Seekor Rusa Tempat itu jauh dari kesibukan rumah tangga mereka.
Hari-hari pencucian kain wol seperti menyiapkan sebuah
rumah musim panas. Lihatlah, mereka juga membawa
alat-alat masak. Pada saat itu, mereka akan menjemur kainkain wol yang telah dicuci, melipat yang telah kering, serta
membersihkan tempat tidur yang berat dan menghilangkan
debu kasur. Tak lupa, mereka akan ditemani kopi-kopi yang
berbau khas, biskuit, kue-kue, dan juga manisan.
Berenis mendapat tugas menjahit karena dia lebih
berpengalaman dibandingkan yang lain. Sementara itu,
Dujayah menjadi pendamping Berenis dan bertugas
memotong tali-tali menjadi tipis. Selain itu, ia juga bertugas
mengikat kain-kain wol putih yang berbentuk bulat yang
dikerjakan para nenek. Membentuk kain wol menjadi
bulatan lebih kecil memang menjadi tugas para wanita
muda. Di "hari kain wol" ini, para wanita dari bermacam
umur diselimuti rasa khawatir yang manis.
Di hari itu, dua pemburu asing datang menghampiri tenda
para perempuan. Mereka datang di waktu yang berbeda.
Berenis pun tidak mengetahui apa yang mereka inginkan
dan membuat Dujayah tenggelam dalam kebingungan.
Orang pertama adalah pemburu yang berburu di pesisir
Mekah. Ia adalah seorang laki-laki Badui yang terkenal suka
berburu burung. Ketika para wanita itu melihat sosok gelap
dan hitam yang datang menghampiri, mereka bersiap-siap
dan memilih salah satu dari mereka untuk menghampiri
pemburu itu. Mereka juga memberi peringatan agar tidak
terlalu dekat dengannya. Perempuan yang mendapat tugas menghampiri pemburu
itu datang kembali membawakan cerita tentang rusa.
280 Rupanya, pemburu itu sangat terkejut dengan kejadian yang
dia alami dan bersumpah tidak akan berburu lagi.
"Aku mencari seorang pemuda bernama Muhammad alAmin. Aku tidak bisa pergi jauh darinya," ucapnya.
Perempuan yang bertugas itu langsung mengerti siapa
yang pemburu itu maksud. Ia menyuruh pemburu itu pergi
ke Gua Hira, tempat al-Amin melakukan pengasingan diri.
Pemburu itu pun hilang dari pandangan, meninggalkan
cerita yang seperti sebuah sihir.
"Aku adalah seorang pemburu padang pasir yang
terkenal karena kemampuanku membuat jebakan. Saat itu,
aku menangkap seekor rusa yang memiliki titik-titik yang
indah. Aku tak merasakan penyesalan ketika memandang
mata tuanya, tanpa memerhatikan betapa banyak air susu
di dadanya. Anak-anaknya yang akan mencari dirinya pun
tidak terbesit di kepalaku. Aku meninggalkan rusa itu sendiri
dan berburu hewan lain lagi.
Setelah kepergianku, datang seorang pemuda yang
menghampiri rusa itu karena mendengar tangisannya.
Pemuda itu kemudian bertanya kepada rusa apa yang terjadi
padanya "Mengapa engkau menangis?"
Rusa itu menjawab dengan bahasanya. "Ah, Ahmadku,
jadilah penjaminku. Aku harus pergi ke puncak gunung dan
menyusui anak-anakku yang kelaparan. Setelah itu, aku akan
berlari kembali lagi ke jebakan ini."
"Dengan senang hati," ucap pemuda yang memiliki hati
yang besar dan penuh dengan kasih sayang itu.
Pemuda itu lalu melepasakan jebakan yang mengikat di
pergelangan kaki rusa dan memasangkan ke pergelangan
281 _ Hikayat Seekor Rusa kakinya. Dia menjadi penjamin bagi rusa dan membiarkan
rusa itu menemui anak-anaknya.
Saat kembali lagi, aku terkejut melihat pergelangan kaki
pemuda itu terikat jebakanku.
"Apa yang terjadi wahai anak Adam, siapa namamu dan
apa pekerjaanmu" Aku seorang pemburu padang pasir dan
mengapa engkau merusak jebakanku" Bawa kembali rusaku
atau bayar dengan uang!" seruku.
Pemuda yang pergelangan kakinya terikat dengan
jebakanku itu pun berdiri.
"Aku Muhammad al-Amin. Itu adalah namaku. Rusa itu
berjanji padaku akan kembali lagi. Kalau tidak kembali lagi
ke sini, jadikanlah aku hasil jebakanmu," ucapnya.
Tidak lama kemudian, rusa yang tadi terjebak datang
kembali bersama anak-anaknya yang belum bisa berlari
dengan benar. Mereka langsung mencium kaki pemuda
yang menjadi penjamin itu. Sambil menangis, mereka
mengucapkan "Rasulullahku" ke pemuda itu. Ternyata,
induk rusa itu berpamitan dan membelai anak-anaknya
setelah menyusui mereka. Namun, anak-anak rusa itu juga
ingin ikut dan mencium kaki-kaki Rasulullah yang menjadi
penjaminnya. Setelah melihat mereka mencium pergelangan
kaki Muhammad al-Amin yang berdarah, aku bertobat dan
beristigfar. Aku bersumpah tidak akan melakukan perburuan
lagi. Itulah ceritaku. Aku kemudian mencari pemuda yang
terjebak di perangkapku. Dan Rasulullah.... apakah aku di
bumi atau di langit" Berhari-hari aku mencari jejak-jejak
kakinya...." 282 Ketika para perempuan mendengarkan kisah yang
diceritakan perempuan yang mendapat tugas itu, mereka
menangis tersedu-sedu, sampai mereka tak sadar dengan
kedatangan orang kedua yang berada di kejauhan
berselimutkan debu. Kali ini, Berenislah yang menghampiri orang kedua yang
datang setelah pemburu pertama melakukan perjalanan ke
Gua Hira. Dia berlari dan kemudian loncat menunggangi unta
yang berdiri di samping kolam tempat kain wol. Ia memakai
penutup kepala yang menutupi mata dan pundaknya agar
terlindung dari terik mentari dan terlihat menyakinkan di
mata orang asing. Orang-orang yang melihat kepiawainnya
dalam menaiki unta akan mengira bahwa dirinya adalah
seorang laki-laki. Ia mengingatkan kita pada pahlawan
padang pasir yang memakai jubah.
Ia menghampiri orang itu dengan kecepatan yang setara
dengan kuda. Kemudian, Berenis mengangkat tangan
kanannya ke udara. Rombongan orang-orang berkuda itu
pun berhenti ketika melihatnya. Mereka turun dari kudanya
dan memberi salam. "Salam, tuan-tuan yang mulia!"
"Salam, kalian para nyonya yang menyaksikan kami."
"Wahai pengembara, menjauhlah dari tenda yang sedang
melakukan persiapan pernikahan. Hal itu merupakan
adat perempuan Mekah dan kalian juga akan selamat di
perjalanan kalian." "Kami ingin melewati tempat ini tanpa melukai seseorang
jika Anda menunjukan jalan ke Pasar Ukaz."
"Dari mana kalian datang dan ke mana kalian akan pergi
wahai pengembara yang mulia?"
283 _ Hikayat Seekor Rusa "Kami adalah pengembara yang melakukan perjalanan
dari Habasyah. Kami dari Bani Qurayza dan ingin menuju
Pusat Ukaz di Mekah."
"Kalian berada di jalan yang benar wahai pengembara
Qurayza. Terus berjalanlah lurus selama kurang lebih
berjarak tiga hari perjalanan setelah melewati jembatan
Hudaibiyah di belakang Anda."
"Sebelum pergi, bolehkah aku bertanya satu pertanyaan,
wahai Nyonya?" "Pengembara memiliki hak untuk bertanya."
"Akankah kami bisa menemukan kaum yang bisa
berbahasa Aram setelah kami sampai di Ukaz Mekah?"
"Kekauman tidak berbahasa. Mereka berbicara dengan
hati dan akhlak. Aku berbicara bahasa kalian karena melihat
simbol milik Habas al-Mugan di tempat duduk kuda kalian.
Bahasa Arab, Aram, atau Persia tidak jadi masalah. Mekah
adalah sebuah kota yang memiliki masyarakat yang mampu
berkomunikasi dengan bermacam-macam berbahasa."
"Jadi, Anda mengenal Habas dan al-Mugan?"
"Kalian hanya mempunyai satu hak untuk bertanya.
Sekarang giliranku. Sebenarnya kalian itu berasal dari
mana?" "Aku adalah Ursa, putra Perk dari Habas al-Mugan!"
Berenis seakan-akan tersambar petir dari langit....
Seakan-akan jawaban itu meledak bergema di padang
pasir. Dia bergelut dengan badai pasir.
"Ursa putra Perk..."
"Ursa putra Perk..."
"Ursa putra Perk..."
284 Berenis tidak berkata apa-apa. Dia tidak bisa berkata
apa-apa. Apakah dia benar-benar Ursa" Apakah orang yang
berada di hadapannya adalah Ursa, pria yang dia cintai
selama lima belas tahun saat pengasingan diri"
Dia menyandarkan badan. Sambil mengangkat tangannya
ke udara, ia memberikan tanda kepada para pengembara
untuk pergi. Setelah itu, ia membalikkan badan...
Ah, ada apa dengan Dujayah...
Dan di waktu yang sama, seseorang berpakaian ungu
menghampiri Berenis. Gadis kecil dan nakal, dengan suara
yang dapat didengar seluruh penggembara.
"Berenis... Berenis, mereka semua khawatir dengan
keadaanmu. Mengapa engkau terlambat?" ucapnya sambil
beteriak agar tidak mendekatinya!
Berenis masih berada di pangkuan unta. Ketika akan
berjanjak pergi, Ursa yang menyadari apa yang didengarnya
segera memotong jalan Berenis.


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Berenis... Berenis.... apakah ini benar-benar kamu?"
Kali ini giliran Dujayah yang melangkah ke depan.
"Menjauhlah darinya wahai pengembara. Dia adalah
Nyonyaku. Dia adalah salah satu utusan Waraqah bin Naufal.
Sekarang, menjauhlah dari jalan kami."
Gerakan yang dilakukan Dujayah dengan mengeluarkan
pisau dan mengucapkan kata-kata untuk menakuti para
pengembara itu menjadi bahan tertawaan.
Ursa, tanpa memerhatikan ancaman Dujayah, bertanya.
"Berenis, apakah ini kamu?"
Sekali lagi Dujayah memotong pembicaraan dan
menghujani Ursa dengan ejekan.
285 _ Hikayat Seekor Rusa "Bagaimana kau berbicara tak sopan dengan Nyonyaku,
wahai pemburu tak tahu sopan santun! Lihat dirimu! Kau
membunuh semua hewan, baik anak-anak rusa maupun
kelinci. Darah mengalir di pedangmu! Lihat juga burungburung mati yang kau bawa. Pemburu tak tahu diri. Pergi
urus sendiri urusanmu! Tak tahukah engkau bahwa Isa alMasih mengharamkan perburuan" Apakah engkau pernah
menjawab pertanyaan yang diberikan kepada orang-orang
yang melakukan hal yang dilarang Tuhan?"
Tanpa berkata sepatah kata pun, ia segera pergi
menjauh. Rombongan pengembara dari Qurayza yang menuju
Ukaz berada di jalan mereka sendiri.
Seakan-akan kuda yang ditunggangi Ursa berjalan
dengan percikan darah mengalir ke padang pasir.
Darah juga mengalir dari Ursa. Di antara kumpulan
burung-burung yang mati, sebenarnya burung yang pertama
kali mati adalah Berenis.
286 Kisah Padang Pasir etika dia kembali pulang ke Mekah, Berenis
memutuskan melakukan sesuatu hal yang sudah
bertahun-tahun tidak dilakukannya. Ia mengunjungi Baitul
Atik dan menceritakan semua penderitaan cintanya yang
dipendamnya selama bertahun-tahun kepada pemilik
Kakbah. Apa yang Khadijah katakan"
"Ketika batinku tertekan, aku pergi ke Baitullah dan
membuka hatiku kepada-Nya. Kemudian, aku memohon
agar jalan hidupku dimudahkan kepada-Nya."
Benarkah" Oleh karena itu, ia harus mengunjungi
Kakbah. Jika Sang Pemilik memang mendengarkan semua
permasalahan orang-orang, sekarang apa yang harus dirinya
lakukan" Kehidupan cintanya setelah meninggalkan kota
asal dan hidup di kota yang asing baginya selama bertahuntahun dan Ursa yang telah meninggalkannya tiba-tiba
muncul di hadapannya setelah bertahun-tahun. Apa yang
harus dilakukannya" Batin Berenis kosong.... Jiwanya terbolak-balik. Tidak hanya bagian yang
berderajat tinggi seperti ruh dan hati, tetapi juga sel-sel yang
berada di tubuhnya ikut terlihat dari tempat dirinya tinggal.
Baginya, Ursa itu apa"
Bagi perempuan, laki-laki itu bermakna apa"
Ia pun mengalami hari-hari kekeringan setelah masa287
_ Kisah Padang Pasir masa yang penuh dengan kelembapan dan air.
Sekarang, apa yang harus ia lakukan"
Ia pernah mendengar sebuah dongeng lama dari
perempuan Mekah. Di Mekah terdapat sebuah gunung
legenda yang bersentuhan dengan Gunung Kaf. Gunung
ini tak terlihat, tetapi dipercaya dilindungi seseorang yang
sangat penting menurut para perempuan tua. Semua orang
tahu bahwa gunung itu menyimpan para ifrit, dajal, iblis,
monster, jin, dan orang-orang yang melakukan kejahatan.
Gunung itu terlindungi dari orang-orang yang jahat.
Sekarang tebersit dalam dirinya jika semua kejahatan
dan kebatilan yang dialami olehnya terkubur di gunung itu...
jika terkubur seperti ayahnya... jika terkubur seperti seorang
ulama, seperti seorang jenderal, seperti seorang nabi, dan
juga terlindungi dari segala kejahatan....
Ah, sekali lagi terlintas dalam dirinya bahwa itu
semua hanya sebuah dongeng. Ia menyingkirkan semua
kehilangannya yang seperti sebuah hantu dari kehidupan
nyatanya. Betapa lamanya dia sudah tidak merasakan cinta,
betapa jauh tertinggal dari kehidupannya... sekarang ia tidak
tahu apa yang harus dilakukan.
Ketika tiba di depan Kakbah, dirinya serasa ditarik oleh
sebuah kekuatan magnet. Apakah ini Rumah Allah" Terlihat
biasa di matanya. Namun, tiba-tiba hal biasa itu berubah
menjadi sesuatu yang mengejutkan dengan bacaan-bacaan
yang berada di dalamnya. Dia adalah Allah yang tidak
memerlukan hiasan seperti sebuah istana atau benteng! Ya,
rumah biasa ini adalah rumah-Nya! Rumah yang melihat
orang-orang berdoa, tawaf, sujud, dan berzikir.
Kemudian terdengar suara sebuah ombak yang terbentur
288 batu-batu di pesisir laut. Aku tidak salah dengar. Itu adalah
suara lautan. Akan tetapi, bagaimana bisa ini terjadi di
tengah-tengah pusat padang pasir" Kemudian, ia berpikir itu
semua hanyalah imajinasinya karena rasa rindu dengan kota
tempatnya terlahir. Namun, suara itu tidak berhenti. Saat
memandang ke Baitul Atik, suara-suara ombak terdengar
semakin kuat di telinganya, seperti karpet yang dilipat-lipat
dan membentur sisi Baitul Atik yang kemudian mengalir ke
arah kakinya. Suara-suara ombak di Rumah-Nya.
"Itu sebuah puisi cinta," ucap Khadijah.
Suatu hari, ia mengunjungi Khadijah yang sedang duduk
bersama tamu-tamu wanita tua. Mereka mendendangkan
sebuah puisi dengan suara sedih dan mendalam. Terlintas
sebuah "Laut Sad" yang terkenal di Mekah dalam puisi itu.
Mereka berkata seperti ini tentang puisi yang didendangkan
dengan tangisan air mata dan kesedihan.
"Sad merupakan sebuah laut di Mekah. Tidak ada siang
dan malam baginya. Langit Allah berada di atasnya."
Ketika itu Khadijah melihat Berenis mendengarkannya
dengan rasa ketertarikan.
"Sad merupakan sebuah Laut Cinta. Seluruh rasa cinta
berusaha untuk bisa sampai di pesisirnya. Siang dan malam
mereka berjalan untuk menemukannya. Kekasihnyalah yang
membuat siang dan malam tercampur, Laut Sad. Untuk bisa
tiba di Laut Sad, orang-orang harus bisa melebihi rasa cinta
kepada-Nya dibandingkan dengan rasa cinta kita kepada
orang-orang yang kita cintai. Dan seperti kata-kata yang
indah itu," ucap Khadijah.
Ia adalah seorang Tuan Putri yang tahu secara dalam
tentang legenda-legenda Mekah, sejarah, dan macam289 _ Kisah Padang Pasir macam puisi. Kemudian, "Mungkinkah itu suara laut Sad?" pikir
Berenis. "Ataukah cinta bermain-main dengan pikiranku?"
Ketika tenggelam dalam kesibukan berpikir, ia tersadar
dengan kata-kata seorang pengemis.
"Dengan begitu banyak pertanyaan, apakah hal itu akan
bisa mengantarkanmu ke laut cinta" Apa makna yang bisa
diambil dari kobaran lautan ketika lilin tidak bisa meleleh"
Seberapapun kaca yang terdapat di masing-masing sisi"
Seberapa cepat kamu memindahkan karung-karung"
Wahai perempuan, menjauhlah dari pemburu itu, sebelum
pemburu besar memburumu. Jangan menyia-nyiakan waktu
"Sad merupakan sebuah Laut Cinta.
Seluruh rasa cinta berusaha untuk bisa
sampai di pesisirnya. Siang dan malam
mereka berjalan untuk menemukannya.
Kekasihnyalah yang membuat siang dan
malam tercampur, Laut Sad. Untuk
bisa tiba di Laut Sad, orang-orang
harus bisa melebihi rasa cinta kepada-Nya
dibandingkan dengan rasa cinta kita kepada
orang-orang yang kita cintai. Dan seperti
kata-kata yang indah itu," ucap Khadijah.
290 di pemburu kecil itu."
Apa yang dikatakan pengemis itu kepada wanita yang
sedang kebingungan itu"
Siapa itu pemburu dan di mana kobaran lautan itu"
Cermin, kecepatan, lilin."
Kemudian, cerita rusa yang membuatnya meneteskan air
mata yang ia dengar di awal hari yang membukakan cahaya
baginya. Bukankah hewan yang berada di karung Ursa adalah
induk rusa dan anak-anaknya"
Ia terkejut ketika menyadarinya.
Apa yang terjadi dengan rusa yang sudah membuat
seseorang beriman menenggelamkan hati Berenis" Bahkan,
rusa pun berkata tentang al-Amin yang pergelangan
kakinya terluka. Pemburu yang hatinya gelap seperti Ursa
memutuskan perkataan itu.
Siapa yang bisa berbicara....
Siapa yang tidak bisa berbicara...
Ucap Berenis.... Benda-benda yang berada di sakunya ia tinggalkan di
Baitul Atiq. Ia bisa membedakan suara-suara ombak yang
bergelombang ke arah Kakbah. Apakah ia di dalam padang
pasir atau laut.... Tidak! Dia tidak akan pergi dengan Ursa.
Tempatnya adalah di sisi orang yang menjadi penjamin
bagi sang rusa. Laut Cinta berada di sini: Muhammad al-Amin dan
Khadijah al-Kubra! 291 Wahyu yang Tertunda ernikahan Zainab, putri pertama Khadijah al-Kubra
dan al-Amin, dengan putra dari saudara perempuan
Khadijah, Halah binti Khuwaylid, cukup meramaikan Mekah.
Padahal, menurut adat pada masa itu, ketika anak perempuan
menikah, urutan pertama yang dimintai pendapat bukan
dari sisi bibi, tetapi dari sisi paman. Tak heran jika Abu
Lahab dan istrinya mencela tindakan tersebut. Saat datang
ke pesta pernikahan itu, mereka langsung melamar kedua
putri al-Amin: Rukiah dan Ummu Kultsum.
Ahh! Mereka masih terlalu muda.
"Tak apa-apa, kami akan menunggu," ucap Ummi Jamil
dengan tajam. Abu Lahab, yang merupakan paman dari sisi ayahnya,
berlaku keras kepada al-Amin, seakan-akan terlahir dari
keluarga yang terhormat dan kaya tidak cukup bagi mereka.
Al-Amin dan Khadijah tertekan dengan fakta ini,
menikah dengan putra dari sisi ibu. Mereka mencari solusi
untuk menolak lamaran yang diajukan Abu Lahab dan
keluarganya. "Menurut adat kita, kalian seharusnya bertanya kepada
kami dulu," ucap istri Abu Lahab terus-menerus.
"Kalau begitu, nikahkan putri kalian yang lain dengan
kedua putra kami, Utba dan Udaiba. Sesama garis keluarga
292 dengan keluarga, saudara dengan saudara, orang-kaya
dengan orang kaya." Adat" adat." Adat-adat Mekah yang tidak bisa dikalahkan.
"Putri-putri kami masih terlalu muda.?"
"Tidak apa-apa, kami akan menunggunya. Sekarang kita
lakukan saja pertunangan. Pernikahannya kemudian."
Keangkuhan dan kekasaran Abu Lahab yang bersatupadu dengan ketajaman kata-kata istrinya berubah menjadi
tekanan yang besar. Al-Amin yang telah berniat menjauh dengan masyarakat
dan melakukan pengasingan diri harus dihadapkan pada
adat-adat seperti ini. Hal tersebut tak pelak membuatnya
mual. Di samping itu, tidak ada alasan lagi selain perbedaan
usia yang dapat dijadikan sebab untuk menolak lamaran itu.
Kata-kata Khadijah hanya bisa memberhentikan keluarga
Abu Lahab di tahap pertunangan.
Al-Amin dan Khadijah adalah orang-orang yang
berlindungi kepada Allah. Mereka meyakini bahwa Allah
Mahatahu tentang segalanya.
Semua ini terjadi berurutan. Kelahiran Fatimah,
pernikahan Zainab setelah pernikahan Hindun, pertunangan
Rukayah dan Ummu Kultsum, dan yang paling penting
adalah wahyu pertama. Semuanya datang satu per satu, baik
kesibukan duniawi maupun akhirat.
Bercampur aduk. Seakan-akan menjadi sesuatu yang sulit untuk keluar
darinya. Dan Al-Amin... Ia adalah mahkota hati Khadijah.
293 _ Wahyu Yang Tertunda Ia menunggu dengan gugup irman-irman-Nya di antara
kerasnya kehidupan dunia ini. Hatinya semakin mengecil.
Mengapa wahyu tidak kunjung datang" Mengapa irmanirman suci itu tidak berlanjut"
Mereka yang mengetahui kedatangan wahyu pertama
terus menciptakan gosip-gosip mengenai ketidakmunculan
wahyu kedua dan seterusnya. Kejadian-kejadian gaib yang
dialami dan disaksikan al-Amin menyebar dari telinga ke
telinga. Namun, mereka yang tidak mendengar langsung
dari mulutnya beranggapan bahwa kejadian-kejadian itu
seharusnya tidak boleh tersebar, bahkan harus dilupakan.
Hal seperti ini merupakan situasi yang tidak berhubungan
dengan perselisihan Bani Umayyah dengan keluarga Abdul
Muthalib. Ini adalah gosip yang tidak berdasar dan hanya
rentetan kata-kata ejekan. Mereka tidak harus terlalu fokus
dengan itu semua. Mereka juga telah mendengarkan dari
para ulama yang datang dan pergi ke Mekah bahwa utusan
terakhir akan tiba dan semua ulama Mekah telah melihat
tanda-tanda itu. Semua telah mendengarkan perkataan itu
dan perkataan seperti itu. Namun, orang-orang yang taat


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada berhala tidak membicarakan permasalahan ini dan
menganggapnya sebagi sebuah bencana.
Sudah hampir tiga tahun al-Amin tidak didatangi
malaikat. Hari-hari penderitaan ini berlangsung sangat
lama dan merupakan saat-saat sulit. Al-Amin khawatir
karena tidak mendapatkan kabar. Ia pun meragukan dirinya.
Di samping itu, ia juga kehilangan salah satu pendukung
terbesarnya, Waraqah bin Naufal, yang pergi ke sisi dunia
lain. Waraqah yang selalu berpegang teguh pada kebenaran
keimanan selalu berada di sisinya, meskipun tidak bisa
294 merasakan hari-hari saat utusan terakhir memberikan
ajakan. Al-Amin tenggelam dalam kesedihan.
Ia menunggu kalimat-kalimat yang membukakan
pangilan-pangilan Allah dan mempersiapkan dirinya secara
maknawiah... menunggu... menunggu. Ketika kembali
pulang dari Gunung Hira dengan wajah sedih, Khadijah
menemaninya. "Bersabarlah wahai Kekasihku," ucap Khadijah
menenangkan suaminya. "Allah takkan melukai kalian."
Apa yang telah dilakukannya" Kesalahan apa yang
membuat Allah tak menegurnya" Bahkan, al-Amin
pernah menangis dan berkata, "Ataukah Allah telah
meninggalkanku." Ketika berada dalam keadaan sedih, ada dua sosok yang
selalu mendukungnya. Yang pertama adalah Khadijah,
istrinya yang mencintainya dengan sepenuh hatinya Dan
yang kedua adalah Malaikat Jibril, yang terlihat ketika alAmin berada dalam keadaan sedih. Mereka memberi salam
kepadanya. Ketika dalam keadaan sedih dan sulit, dua
malaikat ini selalu mendukung al-Amin. Khadijah al-Kubra
yang memiliki hati malaikat dan Malaikat Jibril. Keduanya
seperti sebuah obat bagi diri al-Amin.
Malam itu, ketika al-Amin pulang terlambat, Khadijah
mengirimkan orang-orang kepercayaannya untuk melihat
keadaan sang suami. Beberapa waktu setelah utusan
Khadijah berangkat menuju Gunung Hira, al-Amin tiba
dengan bermandikan keringat. Dirinya telah terhubung
dengan malaikat. 295 _ Wahyu Yang Tertunda Masa-masa sulit yang dilewati selama tiga tahun telah
sirna. Ketika pergi dari Gua Hira, batin al-Amin dalam
keadaan sedih sampai ia bertemu dengan Malaikat Jibril dan
kini berada di hadapannya.
Malaikat itu berada di sana ketika al-Amin melirik ke sisi
kanan. Lagi-lagi, ia berada di sana ketika al-Amin melirik ke sisi
kiri. Di atas... Dan di bawah... Di depan dan di belakang...
Malaikat itu seakan-akan seperti sinar yang memancar
menuju kedua matanya. "Kau adalah Rasulullah," ucap sang malaikat.
Al-Amin ketakutan. Kedua lututnya jatuh ke tanah dan
pingsan. Ketika sadar, ia ingin melarikan diri ke rumah.
Kakinya masih bergetar ketika sampai di sisi Khadijah.
Sekali lagi." "Selimuti aku... selimuti aku," ucapnya dengan suara
gemetar. Ia lalu berbaring di tempat tidurnya. Agar al-Amin
tetap sadarkan diri, mereka membasuhnya dengan air
sejuk. Namun, ia masih terus gemetar dan berkata kepada
Khadijah, "Selimuti aku."
Dengan lembut, Khadijah berusaha menenangkannya.
Khadijah berkata bahwa konidis ini akan terlewati dengan
penuh berkah dan kebaikan.
"Kabar bagus untukmu! Allah telah memberikan kebaikan
kepadamu. Bertahanlah! Aku bersumpah atas nama
Tuhanku bahwa kau adalah seorang nabi! Jangan khawatir
296 karena kau selalu melindungi saudaramu, menolong yang
membutuhkan, membantu yang dalam kesulitan, dan selalu
berada di sisi yang benar. Jangan bersedih!"
Al-Amin dalam kondisi yang tidak mampu untuk
mendengarkan itu. Padahal, yang datang adalah wahyu.
Firman Allah." Hai orang yang berselimut
Hai orang yang berselimut
Bangunlah, lalu berilah peringatan
Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah
Dan perbuatan dosa (menyembah
berhala) tinggalkanlah Dan janganlah kamu memberi
(dengan maksud) memperoleh (balasan)
yang lebih banyak Dan untuk (memenuhi perintah)
Rabbmu, bersabarlah.. 297 _ Wahyu Yang Tertunda Bangunlah, lalu berilah peringatan
Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah
Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah
Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak
Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah...
Setelah mendengarkan wahyu itu, Rasulullah segera
melepaskan selimutnya dan bertakbir.
"ALLAHUAKBAR?" Ketika mendengar al-Amin berteriak, Khadijah
mengiringinya seperti sebuah bunyi gema.
"ALLAHUAKBAR!"...
Ketika kalimat syahadat keluar dari
bibir Khadijah, ia adalah orang
pertama yang mengulangi kalimat
Nabi Muhammad al-Mustafa.
Khadijah adalah orang pertama yang menerima kalimat
itu. Suaminya telah menjadi Rasulullah.
Khadijah adalah yang pertama mengimaninya.
Ketika kalimat syahadat keluar dari bibir Khadijah,
ia adalah orang pertama yang mengulangi kalimat Nabi
Muhammad al-Mustafa. 298 Perintah "bangun dan peringatkan" seakan-akan seperti
suara gelombang untuk memulai dakwah. Khadijah adalah
orang pertama yang melakukan perintah pertama yang
turun kepada suaminya. Firman itu sangat berat dan penuh beban. Bangun,
berdakwah, mengajak, dan memperingatkan. Pertama, dia
memulai dari orang-orang di rumahnya, anak-anaknya,
dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Ali yang masih
berumur muda akan terus mengikuti al-Amin yang seperti
ayahnya dan Khadijah yang seperti ibunya....
299 Wudu Pertama edua mata mereka saling tersenyum. Mereka saling
berhadapan satu sama lain. Mereka sangat gugup.
Khadijah, siapkah kau"
Bagaimana aku tidak siap" Seakan-akan seluruh hidupku
terlewati untuk persiapan.
Dengan nama Allah kita mulai.
Dengan nama Allah kita mulai...
Seakan-akan suara gema menggaung di ruangan
mereka. Suara gaungan cinta. Yang satu mengucapkan dan yang
satu mengikuti dan mengulangi.
Mereka sangat gugup seperti burung-burung yang
terbang untuk pertama kali.
Ketika laki-laki membuka sayapnya, ia melihat hal itu
tercipta untuk terbang. Suara kepakan sayap. Suara kepakan sayap... Terbang menuju kumpulan air.
Terbang menuju kumpulan air...
Kembali terlahir di dalam air.
Kembali terlahir di dalam air...
Apakah kedua suara itu berbeda di waktu itu.
Waktu itu hanya ada satu suara, seakan-akan Allah
berirman, "Jadilah." Dan mereka pun berpaling ke arah
suara irman Allah itu dan menjawab, "Ya."
300 Mereka saling tersenyum satu sama lain.
Mereka memandang wajah keduanya yang tampak di
permukaan air. Seakan-akan mereka saling jatuh cinta kembali, setiap
cinta tertulis di sebuah mata air.
Sambil tersenyum, mereka memandang kedua telapak
tangan mereka yang bersentuhan dengan percikan air.
Mereka membungkuk dengan nama Allah.
Mereka memandang air. Cinta mereka. Perjalanan mereka. Dan mereka bersumpah selalu.
Mereka bersumpah di hadapan air.
Air, air mata penyesalan Adam yang berubah menjadi
Oman. Air, mengangkat kapal penyelamatan Nuh.
Air, saudara api yang diperintahkan untuk menyejukkan
Ibrahim. Air, hadiah abadi yang keluar dari telapak kaki Ismail.
Air, panggilan Ishak. Air, jalan besar yang terbuka untuk Musa dan
pengikutnya. Air, yang membawa keluar Yunus dari perut ikan paus.
Air, menyembuhkan luka-luka Ayub yang menyebabkannya susah beribadah.
Air, ilham untuk ucapan Daud.
Air, prajurit Sulaiman. Air, puasa Zakaria. Air, ajakan Yahya. 301 _ Wudu Pertama Air, napas Isa yang turun ke dunia.... air, benih irman
Allah yang tertanam di dalam diri Isa.
Air, fondasi untuk dunia yang akan dibangun oleh
utusan terakhir... air, nikmat yang keluar dari jemari utusan
terakhir. Ketika Rasulullah menjulurkan kedua tangannya
pada percikan air seperti yang diajarkan Jibril, Khadijah
memandangnya sambil tersenyum.
Seakan-akan mereka melakukan sebuah perjalanan.
Ayo ikut, ucapnya. Kamu juga ikut, seperti itu.
Engkau berkata, ayo datang, dan pernahkah aku tak
datang" Tangan Khadijah menjulur ke dalam air sambil berkata
"ya" dengan beribu-ribu percikan air di wajahnya.
Sekarang, mereka melakukan wudu yang pertama kali,
yang diajarkan kepada Muhammad di dunia ini.
Pembersihan Penyegaran Pengingat Penyemangat Itu semua datang bersama dengan percikan air.
Itu merupakan dasar seorang hamba. Mereka memulai
dengan air tanpa melakukan kesalahan.
Tangan-tangan menyentuh percikan air.
Tangan-tangan menyentuh telinga.
Tangan-tangan juga menyentuh kasih sayang keduanya.
Mereka menjadi seorang muslim pertama bersama
dengan air yang merupakan rumah kehidupan yang pertama.
Ruh keduanya juga tertulis awal yang bersih.
302 Air memadamkan api. Air adalah berkah dan ampunan.
Mereka akan diikuti berjuta-juta manusia sampai hari
kiamat. Mereka berubah dari bentuk ke bentuk. Ketika waktu
telah datang, mereka akan menguap dan pergi menuju
langit. Khadijah memandang takjub suaminya di setiap proses
wudu, seakan-akan seperti sebuah cinta. Pandangannya
tidak lepas dari suaminya dan air.
Aliran air Semangat air Perkenalan air Perjanjian air, kesetiaan air.
Ketika melihat wajah Rasulullah, ia menjadi saksi
pancaran sinar yang akan mengangkat irman-iman Allah.
Huruf Kha menjadi saksi huruf Mim, sementara air
menjadi saksi keduanya. Kekasihku Rasulullah, ucapnya.
Khadijah juga merupakan kekasih kekasih-Nya.
Air, sekali lagi, menjadi pertunangan dan pernikahan
bagi mereka berdua. Rahasia-rahasia cinta mereka diberikan
kepada air dan air mulai saat itu juga bersumpah takkan
berbicara... Sekali lagi salah satu dari keduanya tersenyum.
Pertama, lengan-lengannya, dan kemudian membasuh
kedua pergelangan kakinya. Orang pertama yang memimpin,
orang kedua yang mengamatinya dengan saksama. Dan
orang kedua menjadi orang pertama yang menyelesaikan
wudu pertama. 303 _ Wudu Pertama Wudu pertama yang diambil ini merupakan bagian dari
laki-laki dan wanita. Umat yang pertama bernama Khadijah.


Ketika Rahasia Mim Tersingkap Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Khadijah adalah orang yang terlahir awal, bangun awal,
dan berjalan awal... Jika kedua orang saling mencintai karena Allah, pasti
yang ketiga adalah ar-Rahman.
304 Salat Pertama asulullah memandang Khadijah sambil tersenyum.
Ia membuka kedua telapak tangannya, kemudian
menggenggam tangan istrinya. Tangan-tangan itu adalah
kekasih baginya. Tangan-tangan itu menjadi rumah
baginya. Di dalam telapak tangan Khadijah terdapat rahasiarahasia kehidupan dengan kasih sayang bagi sang suami. Di
dalamnya terdapat lembaran-lembaran halaman kehidupan
seorang wanita, seorang ibu. Di sana terdapat pancaran
martabat yang terbang jauh ke atas dengan cinta. Tangantangan ini menjadi tangan ibu yang mengelus pundak,
menjadi tangan sahabat yang menjadi pendukung, dan
menjadi tangan kekasih yang merangkul.
Dengan tangan-tangan yang penuh keyakinan itu, mereka
mengarahkan wajah ke arah kiblat. Mereka mengetahuinya
dari dalam telapak tangan keduanya. Dan ibadah salat akan
mengarahkannya dari dalam telapak tangan ke arah kiblat.
Mereka adalah muslim pertama di dunia ini. Mereka
berdiri untuk salat, membuka telapak tangan, dan
mengucapkan salam ke arah kiblat.
Tangan-tangan mereka menunjukkan penghambaan
keduanya. Mereka ingin berada di sisi Allah.
Mereka ingin berada di sisi Allah...
Ya Allah, janganlah Engkau tinggalkan kami. Lihatlah
tangan-tangan kami, jangan tinggalkan kami.
305 _ Salat Pertama Mereka bertakbir, Allahu Akbar...
Allahu Akbar! Allah tak pernah membiarkan hamba-hambanya yang
membuka telapak tangan untuknya. Bacaan takbir yang
pertama kali, orang-orang yang beribadah salat pertama
kali, orang-orang yang bertemu dengan kalimat Allah.
Kemudian, Rasulullah memulai Takbiratul Ikhram.
Ketika dia bertakbiratul ikhram, Khadijah merasakan
seluruh alam semesta berhenti. Surat-surat yang keluar satu
per satu dari bibir al-Amin terdengar ke seluruh dunia dan
mengamininya. Dalam takbiratul ikhram, mereka seakan-akan menjadi
dua gunung. Takbiratul ikhram menjadikan mereka seakanakan sebagai pengikat alam semesta.
Khusyuk, siap, dan bahu-bahu mereka terbuka untuk
melakukan perintah Allah.
Allahu Akbar! Gunung-gunung beban seorang hamba luluh-lantak
berkeping-keping dan berubah menjadi kemuliaan
syahadat. Rasa takut yang meleburkan gunung-gunung menyatu
dalam sifat-sifat mulia-Nya yang terpancar dalam namanama-Nya ke dalam takbiratul ikhram. Mereka menemukan
kerendahan hati dan kehormatan dalam setiap ucapan, "Ya
Rabb, aku mendengar dan taat kepadamu."
Mereka bersama-sama menancapkan tiang agama dalam
takbiratul ikhram pertama itu.
Mereka menjadi tiang-tiang itu sendiri.
Seperti sebuah pohon surga yang berada di antara langit
dan dunia, langit dan dunia menjadi satu dalam takbiratul
ikhram. 306 Allahu Akbar! Allahu Akbar! Kemudian, dengan wajah bersinar karena rasa hormat,
Utusan Terakhir membungkukkan badan ke depan. Khadijah
mengira seakan-akan seluruh lembah-lembah beban seorang
hamba yang bergetar dengan rasa takut berada di punggung
Insan Kamil di saat itu. Tanpa bacaan subhana rabi"al "azhim
yang khusyuk, penuh rasa hormat, dan penghormatan, tak
ada yang bisa menyingkirkan beban berat itu.
Mereka yang membungkuk dengan penyerahan diri
adalah sebaik-baik manusia. Di dunia ini tak ada yang bisa
membuat punggung bersentuhan dengan tanah selain
penyerahan diri kepada Allah. Khadijah pun mengerti
bahwa perjalanan itu akan di mulai dari sini. Kalimatkalimat seterusnnya akan melewati punggung suaminya
yang membungkuk bagaikan sebuah jembatan dalam rukuk
pertama di ibadah salat pertamanya. Ia menjadi orang
pertama yang menjadikan punggungnya sebagai sebuah
jembatan sambil mengucapkan bismillah. Seperti itulah
rukuk pertama dalam salat pertamanya.
Dan semerbak harum itu, semerbak wangi rukuk yang
memanggil tujuh langit, berasal dari punggung Utusan
Allah yang membungkuk ke depan. Dan itulah bau harum
punggung sang Nabi. Semerbak harum pengorbanan yang datang dari
punggung yang membungkuk dengan taat kepada Rabb.
Semerbak wangi yang paling wangi di seluruh dunia.
Karena itu adalah aroma kasih sayang, aroma sang Kekasih.
Dua punggung yang membungkuk ke depan untuk Allah
itu memberikan salam kepada punggung-punggung yang
307 _ Salat Pertama mengikutinya sampai Hari Kiamat nanti. Salam dari aroma
wangi yang terpancar lewat punggung dan pinggang yang
membungkuk karena Allah. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Rasulullah yang terlahir kembali dengan seribu satu
Hikmah Pedang Hijau 8 Dewa Arak 50 Pertarungan Di Pulau Api Aku Mau Saja Bilang 3

Cari Blog Ini