Ceritasilat Novel Online

The Phantom Of Opera 2

The Phantom Of The Opera Karya Gaston Leroux Bagian 2


Ada suatu cerita yang dirnulai dengan, "Seorang raja sedang duduk di kapal kecil di tengah salah satu danau yang tenang dan dalarn yang terbentang bagai rnata yang cernerlang di tengah-tengah pegunungan Norwegia ... "
Dan satu lagi, "Lotte kecil suka diam rnelarnun. Rambutnya pirang keernasan seperti sinar rnatahari dan jiwanya seje rnata birunya. Ia suka ber ja dengan ibunya, baik hati terhadap boneka-bonekanya, rnerawat gaun, sepatu merah, serta biola miliknya, tetapi di atas segalanya, ia senang mendengarkan Malaikat Musik ketika ia tidur."
Sernentara laki-laki tua itu rnenceritakan ini, Raoul rnemandangi mata biru dan rambut pirang keernasan Christine; dan Christine berpikir bahwa Lotte sangatlah beruntung bisa mendengarkan Malaikat Musik ketika ia tidur. Malaikat Musik selalu berperan dalarn semua kisah Daddy Daae; dan ayahnya percaya bahwa setiap musisi hebat, setiap seniman besar didatangi oleh sang Malaikat setidaknya sekali dalarn hidup mereka. Kadang sang Malaikat memandangi mereka dari atas tempat tidur goyang mereka, seperti yang terjadi pada Lotte, dan itulah mengapa ada jenius-jenius berusia enam tahun yang mam pu bermain biola lebih bagus daripada mereka yang berusia
puluh, suatu hal yang harus kauakui memang menakjubkan. Dan terkadang, sang Malaikat datang nan t i-nanti, karena anak-anak itu nakal dan tidak mau belajar serta berlatih musik. Dan, kadang, ia sama sekali tidak datang karena anak-anak itu memiliki hati yang jahat atau budi yang buruk.
Tak ada yang melihat M t, tetapi mereka yang memang berhak akan mendengarnya. Ia sering datang di saat yang tak disangka-sangka, seperti ketika mereka sedih atau patah harapan. Dan, tiba-tiba, telinga mereka akan dipenuhi harmoni surgawi, suara yang begitu indah, yang akan mereka ingat sepanjang hidupnya. Orang-orang yang tak dilawat oleh sang Malaikat itu gemetar seperti yang tak pernah dirasakan manusia. Dan suara yang dihasilkan setiap kali mereka memainkan alat musik atau membuka mulutnya untuk bernyanyi akan membuat setiap suara lain yang dihasilkan sia terdiam karena malu. Lalu orang-orang yang tak tahu tentang lawatan Malaikat itu atas mereka akan berkata mereka jenius.
Christine kecil bertanya kepada ayahnya apa sang ayah pernah mendengar sang Malaikat Musik. Daddy Daae menggelengkan kepala dengan sedih; tetapi matanya seketika berbinar saat berkata, "Kau akan mendengamya suatu hari nanti, anakku! Saat aku di surga, aku akan mengirimnya kepadamu!"
Sang ayah sudah mulai batuk-batuk ketika itu. Musim gugur tiba dan memisahkan Raoul dan Christine.
Tiga tahun setelahnya, Raoul dan Christine bertemu kembali di Perros. Profesor Valerius telah meninggal, tetapi istrinya masih menetap di Prancis bersama Daae dan putrinya. Mereka mengisi hari-hari penyantun yang baik ini dengan harmoni musik yang kini sepertinya menjadi satusatunya semangat dalam hidupnya. Anak laki-laki yang telah tumbuh menjadi seorang pemuda itu datang ke Perros untuk menemui mereka dan langsung menuju rumah yang pernah mereka diami. Awalnya, ia hanya bertemu dengan sang ayah, tetapi tak lama kemudian, Christine masuk membawa nampan teh. Wajah gadis itu bersemu melihat Raoul yang kemudian menghampiri dan menciumnya. Setelah berbasa-basi layaknya nona rumah yang baik, Christine mengambil nampannya kembali dan keluar ruangan. Ia lari ke halaman dan duduk di bangku untuk menenangkan perasaan yang merambati degup jantungnya. Temyata Raoul menyusulnya, dan mereka berbincang hingga larut senja dengan malu-malu. Mereka sedikit berubah, menjadi berhati-hati layaknya diplomat dan sating menceritakan hal-hal yang tak berhubungan dengan rasa yang mulai bersemi di dada. Ketika mereka hendak berpisah di tepi jalan, Raoul mencium tangan Christine yang gemetar dan berkata, "Mademoiselle, aku tak akan melupakanmu!"
Lalu ia pergi sambil menyesali kata-katanya, sebab ia tahu Christine tidak akan bisa menjadi istri seorang Vicomte de Chagny.
Sementara itu, Christine berusaha untuk tidak memikirkan pemuda itu dan mendedikasikan diri penuh pada musiknya. Ia menunjukkan kemajuan pesat dan mereka yang mendengar nyanyiannya mer ia akan rnenjadi penyanyi terhebat di dunia. Lalu, sang ayah meninggal; dan tiba-tiba, sernua yang d nya se ikut rnati a ayahnya: suaranya, jiwanya, kejeniusannya. Ke uannya yang tersisa hanya cukup untuk rnernbuatnya diterirna di konservatori, dan ia s se tak menonjol selarna masa belajarnya di . la mengikuti kelas-kelasnya tanpa semangat dan tampil dalarn pertunjukan hanya demi menyen hati Mamma Valerius yang tetap mem perbolehkan Christine tinggal bersamanya.
Ketika pertama kali rnenyaksikan penarnpilan Christine di a, Raoul terpesona oleh kecantikannya serta kenangan-kenangan yang berrnunculan kar ya, tetapi ia agak kecewa dengan kemarnpuan vokal yang ditunjukkannya. Ia kernbali untuk rnenyaksikan penarnpilannya lagi. Ia mengikuti gadis itu di daerah sisi panggung dan menunggunya di balik tangga. Ia mencoba menarik perhatiannya. Lebih dari sekali pemuda itu berjalan mengikuti Christine hingga ke pintu ruang gantinya, tetapi gadis itu tak melihatnya. Tetapi, bila diperhatikan, gadis itu seperti berjalan tanpa melihat siapa pun. stine seperti tak peduli. Raoul begitu tersiksa , sebab Christine sangat cantik dan pernuda itu begitu uu untuk rnengakui perasaannya, kepada dirinya sen . Kemudian segalanya berubah pada penampilan jarnuan arn itu: langit terbelah dan terdengarlah suara rnalaikat bagi usia di bumi serta bagi hatinya yang tertawan saat itu juga. Dan setelahnya ... setelahnya terdengar suara laki-laki itu dari balik pintu "Kau harus mencintaiku!11 dan tak seorang pun ada di ruangan itu ...
Mengapa gadis itu tertawa ketika ia mengingatkan tentang kejadian syal yang terbang ke laut" Mengapa gadis itu tak mengenalinya" Dan mengapa ia menulis pesan ini kepada Raoul"
Akhirnya mereka tiba di Perros. Raoul berjalan memasuki ruang tunggu Setting Sun yang penuh asap rokok dan langsung mendapati stine berdiri di hadapannya, tersenyum tanpa terlihat terkejut sedikit pun.
"Kau datang juga," katanya. 11 Aku merasa bisa menemukanmu di sini iku dari misa. rang memberitahuku di gereja tadi."
"Siapa"11 tanya Raoul sambil meraih tangan gadis itu ke dalam genggamannya.
"Mendiang ayahku."
Hening mengisi, lalu Raoul bertanya, 11 Apakah ayahmu memberitahumu aku mencintaimu, Christine, dan bahwa aku tak bisa hidup tanpamu"11
Christine tersipu malu dan mengalihkan pandangan. Lalu, dengan suara bergetar ia jar, "Aku" Kau - pi, sahabatku!11
Dan ia tiba-tiba terbahak untuk menetralkan raut wajahnya.
"Jangan tertawa, Christine. Aku cukup serius,11 jawab Raoul.
Lalu gadis itu menjawab dengan muram, 11 Aku tidak memintamu datang untuk mengatakan hal semacam itu."
"Kau 'membuatku datang kemari', Christine. Kau tahu suratmu tidak akan membuatku marah dan aku akan bergegas datang ke Perros. Bagaimana mungkin kau bisa merancang semua itu bila kau tak berpikir aku mencintaimu?"
"Kupikir kau akan ingat permainan yang sering kita l di sini sewaktu kec il, yang juga sering diikuti oleh ayahku. Aku benar-benar tak tahu apa yang kupikirkan ... . Mungkin aku tak seharusnya rnenulis surat kepadamu ... . Peringatan kematian ini serta kemunculanmu di ruang gantiku di Opera malam itu mengingatkanku pada masa lalu dan membuatku menulis surat itu untukmu seperti saat kanak-kanak dulu .... "
Raoul merasa ada sesuatu yang janggal dari perilaku Christine. Meskipun berkata seperti itu, ia sama sekali tak rnerasa Christine rnemusuhinya. Pancaran rasa sayang yang gundah dari matanya berkata lain. Tetapi mengapa gundah itu ada di sana" Pertanyaan itu begitu mengganggu Raoul.
"Waktu kau rnelihatku di ruang gantimu, apakah itu pertama kalinya kau rnelihatku, Christine?"
Christine tak dapat berbohong.
"Tidak," katanya, "Aku sudah rnelihatrnu beberapa kali di boks balkon rnilik kakakmu. Juga di atas panggung."
"Sudah kukira!" kata Raoul, mengatupkan bibirnya rapat-rapat. "Tetapi ketika aku berlutut di hadapanmu dan berkata aku pernah rnenyelamatkan syalmu dari laut, mengapa kau menjawab seolah-olah tak mengenalku dan rnengapa kau tertawa?"
Nada pertanyaan ini begitu kasar sampai Christine hanya mampu terpaku menatap Raoul. Pemuda itu sendiri kaget atas pertengkaran yang tiba-tiba dirnunculkannya justru pada saat ia rnernutuskan untuk berbicara dengan lembut dan penuh cinta kepada Christine. Ia tak berhak berkata demikian, sebab nada itu milik seorang suami kepada istri yang telah menyinggungnya. Tetapi, karena telanjur malu, Raoul memilih meneruskannya.
"Kau tak mau menjawab!" ujarnya marah. "Baik, aku akan menjawabnya untukmu. Itu karena ada orang lain di ruangan itu yang menghalangimu, Christine, dan kau tak ingin orang itu tahu kau mungkin menyukai orang lain!"
"Bila ada orang yang menghalangiku, sahabatku," jawab Christine dingin, "bila ada orang yang menghalangiku ma - lam itu, kaulah orangnya, sebab aku menyuruhmu keluar dari ruangan itu!"
"Ya, agar kau bisa berdua dengan orang lain itu!" "Apa maksudmu, Monsieur?" tanya gadis itu penuh emosi. "Dan orang lain mana yang kaumaksud?"
"Orang yang kepadanya kaukatakan, 'Aku hanya bemyanyi untukmu! ... malam ini aku memberikan jiwaku padamu dan aku mati!"'
Christine menyambar lengan Raoul dan mencengkeramnya dengan kekuatan yang tak seharusnya dimiliki sosok selemah itu.
"Jadi kau menguping di balik pintu?"
"Ya, karena aku mencintaimu ... Dan aku mendengar semuanya."
"Apa yang kaudengar?"
Dan tiba-tiba gadis itu berubah tenang kembali, lalu melepaskan cengkeramannya.
"Ia berkata kepadamu, 'Christine, kau harus mencintaiku!"'
Mendengar kalimat itu, Christine tiba-tiba menjadi sangat ketakutan. Wajahnya berubah pias dan keseimbangannya goyah. Raoul bergegas maju dengan lengan terulur, siap menangkapnya, tetapi stine telah menguasai dirinya kembali dan dengan suara rendah ia berkata, "Teruskan! Teruskan! Beritahu aku segala yang kaudengar!"
Tanpa mengerti apa yang sebe ya terjadi, Raoul menjawab, "Setelah kau berkata telah menyer n jiwamu kepadanya, aku mendengarnya menyahut, 'Jiwamu sesuatu yang indah, Nak, dan aku berterima kasi h kepadamu. Tak ada seorang kaisar pun yang pernah menerima hadiah seindah itu. Para malaikat menitikkan air mata malam ini.'"'
Christine mendekapkan tangannya di dada, seakan dikuasai emosi yang tak mampu diuraikan kata-kata, dan pandangan matanya seperti menyiratkan ketidakwarasan. Raoul ngeri melihat ini. Tetapi tiba-tiba tatapan mata Christine melembut dan dua tetes besar air mata men kedua pipi cantiknya seperti dua butir mutiara. "Chr' tin ' I" lS e.
"Raoul!" Pemuda itu berusaha memeluknya, tetapi gadis itu menghindar dan buru-buru berlari pergi.
Sementara Christine mengunci diri di dalam kamarnya, Raoul benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukannya. la tidak mau makan pagi dan sungguh merasa tersiksa seorang diri melalui jam demi jam yang semestinya dilewa t i dengan sangat manis bersama gadis Swedia itu. Mengapa Christine tak mau berjalan-jalan bersamanya menyusuri daerah yang menyimpan begitu banyak kenangan bagi mereka berdua" Kabarnya tadi pagi Christine merninta gereja
mengadakan misa untuk mendoakan ketenangan ayahnya dan menghabiskan waktu sangat lama berdoa di dalam gereja kecil itu dan di depan makam sang pemain biola. Lalu, setelah tak ada lagi yang harus dila nya, mengapa gadis itu tak segera kembali ke Paris"
Dengan sedih Raoul membawa langkahnya ke arah lahan pemakaman yang mengelilingi gereja dan perlahan membaca yang tertera di batu-batu nisannya. Ketika melewati sisi sebelah timur g a, ia tiba-tiba tercekat. Matanya takjub memandang segerumbul mawar yang menyembul di tengah hamparan salju. Mawar-mawar yang mekar di subuh hari itu merah, kontras dengan putihnya salju, dan seakan memberikan napas kehidupan di tengahtengah aura kematian dan kesendirian yang melingkupinya. Namun, seperti mawar-mawar itu, tanah di sana juga menyembulkan kematian dari dalam dirinya. Ratusan tulang dan tengkorak tampak disusun di dinding gereja dan ditahan oleh kawat yang mengikatnya. Tulang-tulang orang mati itu dibariskan dengan rapi seperti membentuk barisan bata yang menjadi pondasi bagi bangunan gereja itu. Layaknya gereja-gereja tua Breton pada umumnya, pintu masuk menuju altar tampak terbentang di tengah-tengah susunan tulang-belulang.
Raoul berdoa bagi Daae, lalu dengan perasaan terkesima yang ganjil atas senyum abadi tengkorak-tengkorak itu, ia berjalan mendaki jalanan menurun itu dan duduk di pinggir tanah lapang yang menghadap laut. Angin berembus makin kencang seiring senja yang turun. Kegelapan yang dingin menusuk menyelimutinya, tetapi Raoul sama sekali tak merasa dingin. Ia ingat, di sinilah ia dan Christine kecil
dulu sering datang untuk melihat para korrigan menari di bawah sinar bulan yang menyingsing. Penglihatannya yang bagus tak pemah mendapati satu korrigan pun, sedangkan Christine yang sedikit rabun dekat sering mengaku melihat banyak korrigan . Ia tersenyum mengingat itu namun tiba-tiba terlonjak kaget. Ada suara terdengar di belakangnya, "Menurutmu, apakah para korrigan muncul malam ini?"
Christine. Pemuda itu mencoba berkata sesuatu, tetapi Christine menangkupkan tangannya yang terbungkus sarung tangan ke mulut Raoul, mencegahnya bicara.
"Dengar, Raoul. Aku telah memutuskan untuk memberitahumu sesuatu yang sangat serius .... Apa kau ingat legenda Malaikat Musik?"
"Tentu saja," jawabnya. "Kurasa di sinilah ayahmu pertama kali menceritakannya kepada k ita."
"Dan di sinilah ia berkata, 'Saat aku di surga, anakku, aku men a kepadamu.' Raoul, ayahku di surga sekarang, dan aku telah dilawat oleh sang Malaikat Muik " s .
"Aku tak meragukannya sama sekali," sahut pemuda itu dengan sedih, sebab tampak baginya temannya yang baik ini telah mengaitkan kenangan atas ayahnya dengan penampilan gemilangnya di malam jamuan makan waktu itu.
stine terlihat terkejut dengan ketenangan yang ditunjukkan Vicomte de Chagny ini. "Bagaimana kau dapat mem a?" tanyanya sambil memajukan wajah pucatnya sedemikian dekat ke arah Raoul hingga ia nyaris menyangka gadis itu menc1umnya. Tetapi Christine hanya ingin berusaha melihat mata pemuda itu dalam kegelapan.
"Aku paham," jawab Raoul, "bahwa tak ada seorang manusia pun yang dapat yanyi seperti yang kaulakukan malam itu tanpa campur tangan mukjizat. Tak ada satu profesor pun di muka ini yang dapat mengajarimu melagukan nada-nada itu sedemikian rupa. Kau telah mendengar sang Malaikat Musik, Christine."
"Ya," sahutnya tenang, "di ruang gantiku. Di sanalah ia datang untuk mengajariku setiap hari."
"Di ruang gantimu?" Raoul mengulang pernyataan itu seperti orang bodoh.
"Ya, di sanalah aku mendengarnya; dan aku bukan satusatunya orang yang mendengarnya."
"Siapa lagi yang mendengarnya, Christine?" "Kau, temanku."
"Aku" Aku mendengar sang Malaikat Musik?" "Ya, malam itu, dialah yang berbicara denganku ketika kau mendengarkan di balik pintu. Dialah yang berkata, 'Kau harus mencintaiku.' Tetapi waktu itu kupikir hanya aku yang bisa mendengarnya. Betapa kagetnya aku ketika pagi ini kau bilang kau juga bisa mendengarnya."
Raoul tak dapat menahan tawanya. Cahaya bulan yang baru muncul menyelimuti sepasang anak muda itu. Christine menoleh kepada Raoul dengan air muka tak ramah. Mata yang biasanya lembut itu kini berapi-api.
"Apa yang kauketawakan" Kau berpikir kau mendengar suara seorang laki-laki, bukan?"
"Well .. . !" jawab pemuda itu, menjadi ragu-ragu setelah menyaksikan sikap berkeras Christine.
"Kau, Raoul, yang berkata sep itu" Kau, teman sepermainanku sendiri waktu kecil! Teman ayahku! Tetapi kau sudah berubah sejak saat itu. Apa yang ada dalam pikiranmu" Aku gadis yang jujur, M. le Vicomte de Chagny, dan aku tak mengunci diriku dalam ruang ganti dengan suara-suara laki-laki. Bila kau membuka pintunya, kau
melihat bahwa tidak ada seorang pun di dalam ruangan itu!"
"Benar! Aku memang membuka pintu itu ketika kau sudah pergi, dan aku tak menemukan seorang pun di sana."
"Lihat sendiri, kan! Jadi?"
Viscount itu mengumpulkan segenap keberaniannya. "Well, Christine, kurasa seseorang mempermainkanmu."
Gadis itu berteriak dan berlari pergi. Raoul mengejarnya, tetapi dengan nada penuh amarah ia berkata, "Tinggalkan aku! Tinggalkan aku!" Lalu ia menghilang dari pandangan.
Raoul kembali ke penginapan dengan perasaan benarbenar lelah, patah semangat, dan sedih. Ia diberitahu bahwa Christine telah masuk ke kamarnya dan mengatakan tidak akan turun untuk makan malam. Raoul bersantap sendi r i a n dengan muram. Lalu i a masuk ke ka ya dan mencoba membaca. Setelahnya i a ke ranjang dan mencoba tidur. Tak terdengar suara sedikit pun dari kamar sebelah.
Waktu berlalu dengan lambat. Dan sekitar setengah dua belas malam Raoul mendengar dengan jelas suara langkah hati-hati seseorang di ruang sebelah kamarnya. Kalau begitu Christine sama sekali tidak tidur! Tanpa berpikir panjang, Raoul langsung berganti pakaian dan menunggu dalam diam. Menunggu apa" Mana dia tahu" Tetapi jantungnya berdegup kencang ketika didengarnya engsel pintu kamar Christine berderit pelan. Ke manakah ia akan pergi selarut ini ketika semua orang di Perros telah lelap tertidur" Pelan i a membuka pintu, dan tampaklah stine dalam balutan baju putih berjalan pelan di koridor yang diterangi cahaya bulan. Gadis itu bergerak men tangga dan Raoul, dengan menumpukan tubuhnya di pagar lantai atas, melongok ke bawah. Tiba-tiba ia mendengar dua suara berbicara dengan cepat. Satu kalimat dapat ditangkapnya, "Jangan sampai kuncinya hilang."
Itu suara perempuan pemilik penginapan. Pintu yang ke arah laut dibuka lalu dikunci kembali. Lalu semuanya senyap.
Raoul berlari kembali ke ka a dan membentangkan daun jendelanya lebar-lebar. Sosok putih Christine terlihat berdiri di dermaga yang lengang.
Lantai atas penginapan Setting Sun tidak terlalu tinggi dari tanah, dan pohon yang tumbuh di dekat temboknya memiliki dahan-dahan yang menjulur ke arah jendela. Tangan-tangan Raoul yang sudah tidak sabar meraihnya dan berhasil memanjat turun tanpa sepengetahuan pemilik penginapan. Karena itulah si pemilik penginapan begitu terkejut ketika keesokan paginya pemuda itu dibawa kembali ke penginapan dalam keadaan nyaris tewas karena beku kedin apalagi mengetahui bahwa ia ditemukan terbujur di tangga altar gereja kecil itu. Pemilik penginapan itu langsung berlari rnernberitahu Christine yang segera
turun. Dengan bantuan perempuan itu, Christine berusaha keras membuatnya siuman. Tak lama, Raoul membuka matanya dan segera pulih ketika mendapati paras menawan sahabatnya.
Beberapa minggu setelahnya, ketika tragedi yang tetjadi di Opera mengharuskan adanya campur tangan aparat penegak hukum, Mifroid, sang komisaris polisi, memeriksa Vicomte de Chagny berkaitan dengan kejadian malam itu di Perros. Aku mengutip tanya-jawab yang tercantum di laporan resmi pada halaman 150 dan seterusnya:
T. Apakah Nona Daae tidak melihat memanjat dari jendela kamar Anda"
R. Tidak, Tuan, tidak, meskipun saya sama sekali tidak berusaha meny em suara l kaki saya keti-ka mengikutinya. M saya ingin i a menoleh dan melihat saya. Saya sadar saya tak me alasan untuk membuntutinya dan tindakan memata-matainya ini sungguh tidak pantas. Ia dengan tenang meninggalkan d ga dan tiba-tiba betjalan cepat mendaki jalanan yang ada. Jam gereja berdentang, menandakan Hrna belas me-nit sebelum tengah malam, dan saya pikir itulah yang membuatnya terburu-buru, sebab kemudian ia mulai berlari dan tak berhenti sebelum mencapai gereja. T. Apakah gerbangnya terbuka"
R. Ya, Tuan, dan saya kaget melihat itu, tetapi sepertinya Nona Daae tidak terke jut sama sekali.
T. Apa tidak ada orang di hal gereja"
R. Saya tak melihat siapa pun; bila memang ada seseorang di
sana, saya pasti telah melihatnya. Cahaya bulan memantul di hamparan salju sehingga malam itu cukup terang. T. Apakah mungkin ada yang bersembunyi di balik nisannisan"
R. Tidak, Tuan. Nisan-nisan malang itu cukup kecil dan sebagian terkubur salju. Hanya ujung salib-salibnya yang menyembul di permukaan tanah. Bayang-bayang yang ada hanyalah milik salib-salib itu serta berdua. Gereja itu terlihat cukup jelas. Saya tak pernah melihat malam secerah itu. Malam yang sangat indah, sangat dingin, dan kita dapat melihat segalanya. T. Apakah Anda orang yang percaya takhayul"
R. Tidak, Tuan, saya penganut Katolik yang taat beribadah. T. Seperti apa kondisi pikiran Anda saat itu"
R. Jangan khawatir, saya dalam keadaan pikiran yang sangat sehat dan tenang. Awalnya tindakan mencurigakan Nona Daae yang pergi keluar pada malam selarut itu membuat saya khawatir; tetapi begitu saya melihat i a menuju halaman gereja, saya pikir ia bermaksud me-menuhi suatu kewajiban religius di makam ayahnya, dan hal ini membuat saya tenang kembali. Saya hanya heran i a tak mendengar saya berjalan mengikutinya, karena suara langkah kaki saya cukup terdengar di atas lapisan salju yang keras. Tetapi ia pasti terlalu terpaku pada niatnya dan saya bertekad tidak mengganggunya. Ia berlutut di depan makam ayahnya, membuat tanda salib dan mulai berdoa. Pada saat itu jam gereja berdentang tepat tengah malam. Dan pada dentangnya yang terakhir, saya melihat Nona Daae mendongak ke langit dan merentangkan tangannya seakan berada dalam kegembiraan ter t sangat. Saya bertanya-tanya apa sebabnya, tetapi ketika saya sendi r i mendongak, segenap dir i saya seakan ik ke arah sesuatu yang tak terlihat, yang sedang memainkan musik yang begitu s rna! Christine dan saya mengenali musik itu; kami mendengarnya ketika kanak-kanak. Tetapi tidak
ah ia dimainkan dengan begitu indah, bahkan oleh ayah Daae sekalipun. Saya ingat Christine pernah memberitahu saya tentang Malaikat Musik. Musik yang memenuhi udara malam itu The Resurrection o f Lazarus, lagu yang dulu sering di mendiang M. Daae di saat-saat sedih atau butuh pengharapan. Bila Malaikat Musik Christine memang ada, maka i a tak mungkin dapat bermain lebi h bagus daripada yang terjadi malam itu dengan meng biola mendiang ayahnya. Sewaktu musik itu berhenti, saya sepertinya mendengar suara dari tengkoraktengkorak di tumpukan belulang itu, seakan-akan mereka terkekeh. Saya bergidik dibuatnya.
T. Tidakkah Anda berpikir si pemain musik itu mungkin bersembunyi di balik tumpukan tulang-tulang itu" R. Itu pikiran yang terlintas di saya, Tuan. Kemun itu begitu kuat sehingga saya memutuskan untuk tak mengikuti Nona Daae ketika ia berdiri dan berjalan pelan menuju gerbang. Waktu itu i a tampak begitu terhanyut sehingga saya tidak heran bila ia tidak melihat saya.
T. Lalu apa yang terjadi sampai Anda ditemukan pagi harinya, terbujur nyaris mati di tangga altar"
R. Pertama, satu tengkorak menggelinding ke kaki saya ... lalu datang satu lagi... dan satu lagi... Saya seakan sasaran di per
an bola boling yang mengerikan. Dan saya berpikir bahwa pijakan yang salah mungkin telah meng-hancurkan keseimbangan susunan tulang yang di j adikan tempat persembunyian musisi kita itu. Dugaan ini seakan diperkuat dengan sesosok bayangan yang saya lihat tiba-tiba alan menyusuri dinding di dekat pintu. Saya lari mengej a. Bayangan itu telah mendorong pintu dan masuk ke gereja. Tetapi saya lebih cepat dari bayangan itu dan berhasil memegang ujung jubahnya. Tepat saat itu kami berada di depan altar; dan bulan jatuh tepat mengenai kami melalui jendela-jendela kaca patri di dinding sebelah timur. a saya tak juga melepaskan pegangan pada jubahnya, bayangan itu menoleh; dan saya menatap kepala tengkorak yang begitu mengerikan, yang menatap saya dengan sepasang mata yang berkobar menyala. Saya merasa seperti berhadapan dengan lblis. Lalu, di hadapan penampakan gaib ini, saya merasa beg itu ngeri, keberanian saya lenyap... dan saya tak ingat apa-apa lagi sampai saya kembali siuman di Setting Sun."
Bab6 Kunjungan ke Boks Balkon Nomor Lima
KITA terakhir membahas mengenai Firmin Richard dan Armand Moncharmin ketika mereka memutuskan "menangani sendiri masalah Boks Balkon nomor Lima."
Mereka men anak tangga besar yang menghubungkan lobi di luar kantor-kantor para manajer itu dengan panggung dan bagian-bagian yang berkaitan dengannya, lalu melewati panggung dan keluar melalui pintu para langganan tetap, kemudian m uki gedung pertunjukan itu lewat jalan kecil pertama di sebelah kiri. Setelah itu mereka terus berjalan hingga ke barisan tempat duduk depan dan memandang ke arah Boks Balkon nomor Lima di lantai utama. Mereka tak dapat melihatnya dengan jelas, sebagian karena gelap dan sebagian lagi karena terhalang kain-kain besar yang digunakan menutupi pinggiran tiaptiap boks balkon yang terbungkus kain beludru merah.
Mungkin saat itu mereka satu-satunya orang di gedung pertunjukan yang begitu besar dan suram itu, dite kesunyian yang melingkupi. Jam-jam itu biasa digunakan
oleh sebagian besar pekerja teater untuk istirahat minum . Tampak tata panggung yang baru selesai separuh ditinggalkan begitu saja. Beberapa berkas sinar lemah yang se
nyaris hilang tampak menerobos celah-celah yang ada dan jatuh pada bangunan berbentuk menara tua lengkap dengan temboknya yang dipasang di atas panggung. Di bawah pencahayaan temaram ini, segalanya mewujud sesuatu yang indah. Kain karpet yang ditutupkan pada kursi-kursi di bagian orkestra seakan menjelma laut yang bergelora, yang gulungan ombaknya tiba-tiba mematung atas perintah Adamastor, si hantu badai. Monch dan Richard seperti dua pelaut yang terkatung-katung di tengah kacaunya lautan kursi-kursi kain belacu ini. Mereka bergerak menuju boks-boks balkon di sebelah kiri seperti pelaut yang ggalkan kapal mereka dan berjuang mencapai tepi pantai. Kedelapan pilar raksasa yang muJus itu berdiri menjulang dalam temaram senja seperti suatu kesatuan yang menopang tebing-tebing besar menakutkan yang mungkin runtuh, yang dibentuk oleh garis-garis lengkung, paralel, dan gelombang tempat duduk di bagian balkon serta boks-boks balkon di lantai utama, pertama, dan kedua. Di bagian paling atas, tepat di puncak tebing, tersembunyi di langit-langit tembaga karya Lenepveu, terdapat sosok-sosok yang meringis dan menyeringai, tertawa dan mencemooh penderitaan Richard dan Moncharmin. Padahal mereka biasanya sosok yang serius. Mereka adalah Isis, Amphitrite, Hebe, Pandora, Psyche, Thetis, Pomona, Daphne, Clytie, Galatea dan Arethusa. Ya, Arethusa dan Pandora, yang kita kenal dengan kotak yang dimilikinya, memandang ke bawah, ke kedua manajer Opera yang k ini
berhenti lalu berpegangan pada pui ng-puing di lautan itu, dan menatap Boks Balkon nomor Lima di lantai utama tanpa bicara.
Aku sudah mengatakan bahwa mereka berdua merasa resah. Setidaknya begitulah anggapanku. Meski begitu, Moncharmin mengakui bahwa ia merasa terkesan. lnilah kutipan kata-katanya dari Memoar-nya:
"Tak diragukan lagi, permainan omong kosong hantu Opera yang dengan baik hati sudah kami ikuti sejak awal kami menggan t ikan posisi Poligny dan Debienne ini-kadang-kadang gaya cerita Moncharmin memang berpihak-telah memen daya khayal serta penglihatanku. Mungkin kondisi sekeliling kami yang bi a sa kesenyapan yang ada telah berhasil memukau secara tak lazim. Mungkin kami menjadi korban semacam halusinasi yang ditimbulkan oleh keremangan teater
kegelapan yang menaungi sebagian Boks Balkon nomor Lima. Apa pun itu, aku dan Richard melihat sosok di dalam boks balkon tersebut. Richard maupun aku tak berkata apa-apa. Tetapi kami spontan berpegangan tangan. Kami berdiri terpaku
itu beberapa menit, dengan pandangan tertancap di titik yang sama; tetapi sosok itu ang. Lalu kami keluar, dan di Job i kami saling menceritakan kesan yang kami tangkap serta membicarakan soal 'sosok' itu. Celakanya, sosok yang kulihat sama sekali tidak sepert i yang dilihat Richard. Yang kulihat adalah semacam tengkorak kepala terletak di pinggiran boks balkon itu, sementara Richard melihat sosok perempuan tua sepert i Mame Giry. Kami segera menyadari bahwa kami telah menjadi korban ilusi, dan setelah itu, tanpa menunda lebih lama lagi dan sa.mbil tertawa layaknya orang gila, kami berlari ke Boks Balkon nomor Lima di lantai utama, masuk ke dalamnya dan tak menemukan sosok apa pun di
sana. Boks Balkon nornor Lima itu sarna sep boks-boks balkon lain yang ada di lantai utarna. Tak ada bedanya sarna sekali. Sarnbil berpura-pura senang dan saling menertawakan, Monchar dan Richard rne dahkan perabot di dalam boks balkon itu, menyingkap kain-kain dan rnengangkat kursi-kursinya, serta secara khusus memeriksa kursi berlengan ternpat "suara laki-laki itu" biasa duduk. Tetapi rnereka hanya mendapati kursi berlengan yang bagus dan tanpa trik apa pun. Secara keseluruhan, boks balkon itu tak lain boks balkon yang paling biasa di muka bumi ini, lengkap dengan tirai merah, kursi-kursi, karpet, serta pinggiran yang dibungkus beludru merah. Setelah memeriksa karpet itu seteliti mungkin dan tak mendapati apa pun di rnana pun, rnereka turun ke boks balkon yang persis di bawahnya, di lantai dasar. Mereka juga tak rnenjumpai apa pun di dalarn Boks Balkon nornor Lima di lantai dasar yang terletak persis di jalan keluar pertarna, di sisi barisan kursi penonton terdepan.
"Orang-orang itu m rna i nkan kita!" Firmin Richard menyimpulkan. "Faust akan dimainkan Sabtu nan t i: rnari kita rnenonton pertunjukan itu dari Boks Balkon nornor Lima di lantai utama!"
Bab7 Faust dan yang Terjadi Setelahnya
SABTU pagi, sesampai di kantor, kedua manajer itu mendapati sepucuk surat dari si H.O. yang berisi sebagai berikut:
PARA MANA)ERKU YANG BAIK, Jadi Anda menginginkan perang"
Bila Anda masih ingin berdamai, ini peringatan terakhir saya. Ada empat syarat yang harus dipenuhi:
1. Anda harus mengembalikan boks balkon pr ibadi saya; dan saya harap boks balkon itu hanya diperuntukkan bagi saya mulai sekarang.
2. Bagian Margarita malam ini harus dinyanyikan oleh Christine Daae. Jangan pedulikan Carlotta; di a akan sak it. 3. Saya menuntut mendapatkan pelayanan yang baik dan setia dari Mme. Giry, penjaga boks balkon saya, yang akan Anda pekerjakan kembali mulai saat ini.
4. Melalui surat yang akan disampaikan Mme. Giry ke-pada saya, tuliskan bahwa Anda men syarat-syarat di dalam buku perjanjian saya terkait uang bulanan saya. Nanti saya akan memberitahu Anda cara pembayarannya.
Bila Anda menolak, kutukan akan menimpa pementasan Faust malam ini.
Carnkan peringatan saya dan bertindaklah bijaksana. H. O.
11 A.ku mulai muak dengan orang ini! Benar-benar muak!" teriak Richard sambil menggebrak meja dengan tinjunya. Tepat pada saat itu, Mercier, si manajer akting, masuk. "Lachenel ingin bertemu salah satu dari Anda," katanya. "Ia bilang ini urusan mendesak dan ia terlihat cukup gusar."
"Siapa Lachenel?" tanya Richard. "Ia pelatih kepala Anda."
11 Apa maksudmu" Pelatih kepalaku?"
"Ya, Tuan," jelas Mercier, "ada beberapa orang pelatih di Opera dan Lachenel adalah kepalanya."
"Dan apa yang dilakukan pelatih ini?" "Ia manajer utama kandang kuda." "Kandang kuda apa?"
"Kandang kuda Anda, tentu saja, Tuan. Kandang kuda Opera."
"Ada kandang kuda di Opera" Aku benar-benar tidak tahu. Di mana letaknya ?"
"Di ruang bawah tanah sisi gedung Rotunda. Kandang itu bagian yang penting; kita punya dua belas kuda." "Dua belas! Demi Tuhan, untuk apa?"
"Kita tentunya menginginkan kuda-kuda terlatih untuk prosesi di pementasan Juive, Profeta, dan sebagainya; kudakuda yang 'terbiasa dengan panggung.' Para pelatih itu harus mengajari rnereka. Lachenel sangat pandai untuk urusan ini. la dulu rnenangani kandang kuda Franconi." "Baiklah ... tapi apa yang dia inginkan?"
"Saya tidak tahu. Saya tidak pernah rnelihatnya dalam kondisi ini."
"Suruh dia masuk."
Lachenel rnasuk sambil rnembawa cemeti kuda yang dipukul-pukulkannya ke sepatu bot kanannya dengan tidak sabar.
"Selamat pagi, Lachenel," kata Richard yang cukup terkesan rnelihatnya. "Ada apa hingga kau sudi datang kerna- ., ,,
n . "Mr. Manajer, saya datang untuk meminta Anda menyingkirkan seluruh isi kandang kuda."
"Kau mau mengenyahkan semua kuda kita?" "Saya tidak bicara soal kuda, tetapi para penjaga kandang itu."
"Ada berapa penjaga kandang yang kau punya, Lachenel?"
"Enam." "Enam penjaga kandang! Kau setidaknya kelebihan dua orang."
"Ada beberapa 'posisi'," potong Mercier, "yang dibuat dan d.ipaksakan keberadaanny a oleh atase bidang kesenian. Posisi-posisi itu dipenuhi oleh para pelajar dari pernerintah dan, bila boleh saya bilang ... "
"Persetan dengan pemerintah!" teriak Richard marah. "Kita tidak butuh lebih dari empat penjaga kandang untuk dua belas kuda."
"Sebelas," ralat si pelatih kepala. "Dua belas," ulang Richard. "Sebelas," ralat Lachenel lagi.
"Manajer akting memberitahuku kau punya dua belas kuda!"
"Sebelum ini saya memang punya dua belas, tetapi saya hanya punya sebelas sejak Cesar dicuri."
Dan Lachenel memukulkan cemetinya keras-keras ke sepatu botnya.
"Cesar dicuri?" teriak si manajer akting. "Cesar, kuda putih di pementasan Prof eta?"
"Hanya ada satu Cesar," tukas si kepala pelatih, ketus. "Saya bekerja sepuluh tahun di Franconi dan saya sudah melihat banyak sekali kuda. Hanya ada satu Cesar. Dan dia dicuri."
"Bagaimana bisa?"
"Saya tidak tahu. Tak ada yang tahu. Itulah mengapa saya datang kemari dan meminta Anda memecat semua penjaga kandang."
"Apa kata para penjaga itu?"
"Segala macam omong kosong. Sebagian menuduh para
figuran. Yang ny a pura-pura itu perbuatan pen - jaga pintu manajer akting ... "
"Penjaga pintu saya" Say a berani bersumpah dia tak melakukannya!" protes Mercier.
"Apa pun kata mereka, Lachenel," teriak Richard, "kau tentunya punya pendapat sendiri."
"Ya," tukas Lachenel. "Saya punya pendapat sendiri dan saya akan memberitahu Anda. Tak diragukan lagi." Ia berjalan mendekati kedua manajer itu, lalu berbisik, "Si hantu yang melak n y a!"
Richard terkejut setengah mati. "Apa" Kau juga!"
"Apa ud Anda saya juga" Tidakkah itu kesimpulan yang wajar setelah apa yang saya lihat?"
"Apa yang kaulihat?"
"Saya melihat, sejelas saya melihat Anda sekarang, bayangan hitam menunggangi seekor kuda putih yang sama persis dengan Cesar!"
"Lalu apakah kau mengejar mereka?"
"Saya mengejar dan meneriaki mereka, tetapi mereka terlalu cepat dan menghilang di dalam kegelapan lorong ruang bawah tanah."
Richard bangkit dari duduknya. "B Lachenel. Kau boleh pergi.... Kami melayangkan protes kepada si hantu."
"Dan memecat para penjaga kandang saya?" "Oh, tentu! Selamat pagi."
Lachenel membungkuk hormat, lalu pergi. Richard marah sekali.
"Tolong segera hitung pesangon idiot itu."
"la teman orang pemeri ntah!" Mercier memberanikan diri berbicara.
"Dan ia biasa minum anggur di Tortoni's bersama Lagrene, Scholl dan Pertuiset si pemburu singa," tambah Moncharmin. "Kita akan berhadapan dengan seluruh media! la akan menceritakan si hantu dan semua orang akan menertawakan kita! Lebih baik kita mati saja daripada jadi bulan-bulanan seperti itu!"
"Baiklah, tidak usah kita bahas lagi."
Pada saat itu pintu ruangan terbuka. Penjaga di luar pasti sedang pergi sehingga Mame Giry bisa masuk tanpa izin. Sambil memegang surat di tangannya, ia buru-buru berkata, "Maafkan saya, Tuan-Tuan, tetapi pagi ini saya menerima surat dari si hantu Opera. la menyuruh saya untuk mendatangi Anda karena Anda punya sesuatu untuk ... "
Mame Giry tidak menyelesaikan kalimatnya. la melihat raut F Richard dan yang dilihatnya benar-benar tak menyenangkan. Laki-laki itu seakan siap meledak. Tetapi Richard diam saja, tak mam pu berkata apa-apa. Namun tiba-tiba ia bertindak. Pertama, lengan kirinya merangkul tubuh tua Mame Giry dan tanpa basa-basi memutarnya setengah lingkaran sampai p puan itu memekik. Kemudian, sol sepatu kanan Richard mendarat di bagian belakang rok tafeta hitam yang tentunya tidak pe merasakan perlakuan sedemikian rupa. Semuanya terjadi begitu cepat sehingga ketika telah berada di lorong pun, Mame Giry masih bingung dan seakan tak menyadari apa yang telah terjadi. Tetapi, t iba-tiba ia sadar dan seluruh gedung Opera bergema oleh teriakan-teriakan marah, protes, serta anc kerasnya.
Kurang-lebih pada saat yang sama, Carlotta, yang merniliki rumah kecil di Rue du Faubourg St.-Honore, memanggil pelayannya untuk membawakan surat-suratnya ke tempat tidur. Di antara surat-surat yang datang, ada satu dengan tulisan tangan tak rapi menggunakan tinta merah yang berbunyi:
Kalau kau tampil malam ini, kau harus siap menerima
ke angan besar saat kau rnembuka mulut untuk bemyanyi ... kernalangan yang lebih buruk daripada kernatian.
Surat itu membuat Carlotta kehllangan nafsu makan paginya. la m ggirkan cokelatnya, duduk tegak di tempat tidur, dan berpikir keras. Surat semacarn itu bukan pertama kali diterimanya, tetapi tak ada yang semengancam ini.
Waktu itu ia pikir dirinya korban dari begitu banyak tindakan iri hati dan berkoar-koar bahwa ia memiliki musuh rahasi a yang bersurnpah untuk menghancurkannya. Ia bersikap seolah-olah suatu rencana jahat sedang dipersiapkan untuknya oleh suatu komplotan rahasia yang akan rnenarnpakkan dirinya suatu hari nanti, tetapi ia menamb bahwa ia b perernpuan yang bisa ditakuttakuti.
Sebenamya, bila m g ada komplotan rahasi a , maka kelompok itu dipimpin oleh Carlotta sendiri atas Christine yang rnalang, yang sarna sekali tidak curiga terhadapnya. Carlotta tidak pemah memaafkan Christine atas penampilan memukaunya yang terjadi ketika tiba-tiba diminta - gantikan Carlotta. Waktu Carlotta mendengar sambutan luar biasa diberikan atas penampilan si pengganti, ia seketika sembuh dari serangan gejala bronkitis dan sikap merajuknya terhadap pihak manajemen serta tak lagi be nat melalaikan tugasnya barang sedikit pun. Sejak saat itu Carlotta sekuat tenaga untuk " kan" saingannya dengan menggunakan jasa teman-teman berpengaruhnya untuk meyakinkan para manajer agar tidak memberi k atan lagi bagi Christine untuk tampil dengan gemilang. Koran-koran tertentu yang telah mulai mengelu-elukan bakat Christine sekarang hanya sibuk menulis tentang ketenaran Carlotta. Belakangan, di lingkungan teater itu sendiri, diva yang terkenal namun kejam ini sering membuat pernyataan-pernyataan penuh skandal tentang
stine dan mencoba menyengsarakannya melalui sekian banyak hal kecil.
Setelah selesai me an di dalam surat aneh itu, Carlotta bangun dari tempat tidumya.
"Kita akan lihat," katanya, kemudian dengan tegas menambahkan beberapa sumpah serapah dalam bahasa ibunya, bahasa Spanyol.
Hal pertama yang dilihatnya ketika memandang ke luar jendela adalah mobil jenazah. Carlotta sangat percaya takhayul, s ga mobil jenazah itu seakan-akan menguatkan isi surat itu bahwa ia akan menemui marabahaya malam ini. Maka ia mengumpulkan semua pendukungnya dan memberitahu mereka bahwa dirinya terancam menjadi korban rencana rahasia yang dipimpin Christine Daae pada pertunjukan malam ini. la mengumumkan bahwa mereka harus mengakalinya dengan memenuhi gedung malam ini. Ia me penggemar dalam jumlah besar, bukan" Ia bergantung pada kesiapan mereka untuk membereskan musuh ini bila apa yang dikhawatirkannya memang terjadi.
Sekretaris pribadi Richard datang untuk menanyakan kondisi kesehatan sang diva dan mendapat jawaban bahwa ia sedang dalam kondisi prima dan, "seandainya pun ia sekarat", ia akan tetap menyanyikan bagian Margarita malam ini. Mewakili at n ya, sekretaris itu m ta dengan sangat supaya Carlotta tidak berbuat yang aneh-aneh serta supaya tinggal di rumah seharian dan menghindari udara dingin Setelah se s itu pergi, Carlotta tidak bisa tidak mengaitkan saran-sarannya yang tiba-tiba dan tak biasanya itu dengan ancaman di dalam surat tadi.
Pukul lima sore, datang surat kaleng kedua dengan san tangan yang sama persis dengan yang pertama. Surat ini pendek dan hanya berkata:
Kau menderita flu parah. Kalau kau bijak, kau tak akan mencoba tampil bemyany i malam ini.
Carlotta tersenyum mengejek, mengangkat kedua bahu dan menyanyikan dua atau tiga nada untuk meyakinkan diri.
Teman-teman Carlotta menepati janji mereka. Mereka semua datang ke Opera malam itu, tetapi mereka tak dapat menemukan anggota komplotan jahat yang harus mereka bungkam. Satu-satunya hal tak biasa yang terlihat adalah kehadiran Richard dan Moncharmin di Boks Balkon nomor . TemanCarlotta berpikir bahwa, mung
para manajer itu mendengar kabar mengenai plot jahat itu dan memutuskan berada di sana untuk langsung bertindak dan menghentikannya; tetapi kalian, para pembaca, tentu tahu betapa salahnya anggapan itu. Richard dan Mon tidak m kan apa-apa selain hantu mereka .
"Si a-sia! Tiada yang menjawab, saat dalam doaku aku memanggilmu,
Alam semesta dan Penciptanya!
Tiada jawab satu pun memecah sunyi yang begitu jemu! Tiada tanda! Tak satu kata pun juga!"
Carolus Fonta, penyanyi bariton terkenal itu, belum menyelesaikan permohonan pertama Dokter Faust kepada kekuatan jahat ketika F Richard yang duduk di kursi yang biasa diduduki si hantu, yaitu kursi depan sebelah kanan, mencondongkan tubuh ke arah rekannya dan bertanya menyindir, "Well, apa si hantu sudah membisikkan satu kata ke telingarnu?"
"Tunggulah, jangan terburu-buru," jawab Armand Mon rni n dengan nada sama tak seriusnya. "Pertunjukan baru saja mulai dan kau tahu hantu itu biasanya belum datang hingga pertengahan babak pertama."
Babak pertama berlalu tanpa insiden apa-apa, suatu hal yang tak mengherankan bagi teman-teman Carlotta, sebab Margarita tidak yanyi di babak ini. Sed para manajer itu saling pandang ketika tirai panggung diturunkan.
"Itu babak kesatu!" kata Mo rmin.
"Ya, si hantu itu terlarnbat rupanya," kata Firmin Richard.
"Yang datang boleh juga," ujar Moncharmin, "untuk ukuran 'pementasan yang dikutuk."'
Richard tersenyum dan menunjuk ke arah seorang perempuan gemuk berpakaian hitam dengan tingkah laku agak kasar yang duduk di tengah-tengah auditorium itu, diapit oleh dua orang laki-laki bermantel panjang. "Siapa sih orang-orang 'itu"'" tanya Moncharrnin.
"Orang-orang 'itu,' temanku yang baik, adalah pelayan ru u, suaminya, dan saudara laki-lakinya." "Apa kau memberi mereka tiket?"
"Ya ... Pelayanku belum pemah datang ke Opera -ini pertama kali baginya dan, berhubung ia akan datang tiap malam mulai sekarang, aku ingin ia menempati kursi yang bagus sebelum ia menghabiskan waktunya mengantarkan para penonton ke kursi mereka."
Moncharmin menanyakan maksud kata-kata itu dan Richard menjawab bahwa ia telah merayu pelayan yang dipercayanya itu untuk datang dan menggantikan posisi Mame Giry. Benar, ia ingin melihat apakah dengan digantikannya nyonya tua gila itu dengan si pelayan, Boks Balkon nomor Lima akan tetap memiliki pengaruh yang sama bagi orang-orang di Opera.
"Omong-omong," kata Monch , "kau tahu bukan, bahwa Mame Giry akan mengajukan gugatan terhadapmu."
"Bersama siapa" Si hantu?"
Si hantu! Moncharmin sudah hampir melupakannya. Tetapi sosok misterius itu tidak berbuat apa-apa hingga saat ini, jadi wajar saja bila kedua manajer itu lupa. Dan mereka baru akan membahas tentangnya untuk kedua kalinya malam itu ketika pintu boks balkon tiba-tiba terbuka dan masuklah si manajer panggung dengan tampang shock.
"Ada apa?" tanya kedua manajer itu sambil merasa takjub mendapatinya di sana saat pementasan masih berlangsung.
"Sepertinya ada rencana jahat yang dirancang oleh teman-teman Christine Daae terhadap Carlotta. Carlotta sangat marah."
"Apa-apaan ... ?" kata Richard, menautkan kedua alisnya.
Tetapi tirai panggung telah dinaikkan untuk adegan karnaval rakyat dan Richard memberi tanda kepada manajer panggung untuk pergi. Ketika mereka sudah sendiri lagi, Moncharmin mencondongkan tubuh ke arah Richard, "Jadi Daae punya teman-teman?" tanyanya.
"Ya, dia punya."
"Sia pa?" Richard melayangkan pandangan ke arah satu boks balkon di lantai utama yang hanya diisi dua orang laki-laki. "Comte de Chagny?"
"Ya, ia sempat mempromosikan gadis itu dengan begitu bersemangat kepadaku. Kalau aku tidak tahu dia teman akrab Sorelli, aku pasti sudah menyangka ia m hati pada Daae ... "
"Benarkah?" kata Moncharmin. "Dan siapa itu laki-laki pucat di sebelahnya?"
"Itu adiknya, sang viscount."
"Ia seharusnya beristirahat di tempat tidur. Ia terlihat tidak sehat."
Panggung bergema dengan lagu yang ceria:
"Yang putih atau merah, Murahan atau bagus!
Apa pentingnya, Selama tetap anggur?"
Para pemeran murid, warga kota, tentara, gadis-gadis dan pendamping mereka berseliweran dengan riang di depan penginapan bertanda Bacchus, si dewa anggur. Lalu muncul karakter Siebel. Christine Daae terlihat menawan dalam kostum remaja laki-lakinya, dan para pendukung Carlotta telah menantikan sambutan meriah atas kemunculan gadis ini sehingga ka bisa tahu apa yang sebenamya direncanakan teman-te mann ya. Tetapi tak terjadi apa-apa.
Sebaliknya, ketika Margarita maju ke depan panggung dan menyanyikan dua kalimat porsinya dalam babak kedua ini:
"Tidak, tuanku, saya bukan seorang lady, belum juga berparas
cantik, Dan tak memerlukan lengan untuk menggandengku berjalan."
Carlotta langsung disambut tepuk tangan membahana. Kejadian itu sungguh tak terduga dan di luar kebiasaan, sehingga mereka yang tak tahu-menahu soal kabar yang beredar saling pandang dan bertanya apa yang sedang terjadi. Babak ini juga ber tanpa insiden apa pun.
Lalu semua orang berkata, "Pasti akan terjadi di babak selanjutnya."
Sebagian orang, yang sepertinya lebih tahu daripada yang lain, mengatakan bahwa "keributan" itu akan dimulai saat dinyanyikannya balada King of Thule dan bergegas menuju pintu masuk para langg tetap untuk memperingatkan Carlotta. Kedua manajer itu meninggalkan boks balkon mereka saat jeda antarbabak, untuk mencari tahu tentang komplotan yang disebut oleh si manajer panggung tadi. Tetapi, tak lama, mereka telah kembali ke tempat duduk, mengangkat bahu dan menganggap perkara itu konyol belaka.
Saat memasuki boks balkon itu, hal pertama yang mereka lihat adalah satu kotak permen buatan Inggris di atas rak kecil di tepian balkon. Siapa yang menaruhnya di sana" Mereka bertanya kepada para penjaga boks balkon, namun tak satu pun dari mereka yang tahu. Lalu mereka kembali ke rak itu dan, di samping kotak itu, ka mendapati teropong untuk menonton opera. Kedua manajer itu berpandangan. Mereka sama sekali tak berniat tertawa. Semua yang pemah dikatakan Mme. Giry sekarang kembali ke ingatan mereka ... lalu ... lalu ... mereka seakan merasakan kehadiran hawa dingin yang ganjil di sekeliling mereka. Mereka duduk dalam diam. Adegan yang mengisahkan tentang taman si Margarita:
"Bunga-bunga lembut bermandi embun, Sampaikan pesan dariku ... "
Ketika menyanyikan dua baris pertama ini, Christine yang memegang segenggam mawar serta lilac, mendongak dan melihat Vicomte de Chagny di boks balkonnya. Sejak saat itu suaranya tak lagi terdengar semantap atau sejemih biasanya. Sesuatu seakan membuat nyanyiannya tiba-tiba menjadi membosankan dan ma ti ....
"Gadis yang aneh!" ujar salah satu teman Carlotta di kursi penonton dengan cukup keras. "Waktu itu ia begitu luar biasa, dan malam ini ia bersuara seperti kambing. Ia tak punya pengalaman, tak cukup latihan."
"Bunga-bunga yang lembut, diamlah di sana Dan sampaikan kepadanya ... "
Sang viscount menutupi wajahnya dengan kedua tangannya lalu menangis. Sang count yang duduk di belakangnya menarik-narik k nya dengan kasar, mengangkat bahunya lalu merengut. Bagi orang yang sehari-harinya selalu menjaga perilakunya, tingkah laku seperti itu menandakan bahwa ia begitu marah. Dan ia memang murka. la mendapati adiknya kembali dari perjalanan singkat nan misterius dalam keadaan begitu mengenaskan. Penjelasan yang diberikan kepadanya tidaklah memuaskan dan bangsawan itu meminta bertemu dengan Christine Daae. Gadis itu rupanya memiliki nyali untuk menjawab bahwa ia t idak bisa menemuinya maupun adiknya ....
"Maukah ia mendengarku
Dan dengan senyumnya menceriakan hariku ... "
"Gadis lancang!" gerutu bangsawan itu.
Ia bertanya-tanya apa yang dimaui gadis itu. Apa yang diharapkannya .... Ia gadis yang baik, dan mereka bilang ia tak punya teman atau pembimbing .... Malaikat dari Utara itu pasti sangat hebat!
Di balik j i tangannya yang menutupi aliran air matanya, Raoul hanya memikirkan surat yang diterimanya begitu kembali ke Paris. Christine, yang kabur dari Perros layaknya pencuri di malam buta, telah tiba terlebih dahulu:
TEMAN SEPE ANKU W AKTU CIL:
Kau harus m dirimu untuk tidak menemuiku atau berbicara denganku lagi. Bila kau mencintaiku barang sedi k it saja, lakukan ini untukku, demi aku yang takkan pernah melupakanmu, Raoul-ku tersayang. Hidupku tergantung pada hal ini. Hidupmu pun tergantung pada hal i n i.
STINE KECILMU. Tepuk tangan meriah. Carlotta muncul di panggung.
"Seandainya aku tahu siapa dia Yang memanggilku,
Apakah ia seorang terhormat, atau, setidaknya siapa namanya ... II
ka tokoh Margarita telah menyelesaikan balada King o f Thule, penonton bersorak begitu keras untuknya, juga ketika ia sampai di bagian lagu The Jewel Song :
11 Ah, kegembiraan tiada tara
Memakai permata terang ber ... "
Sejak saat itu, merasa terlalu percaya diri, dengan teman-temannya yang memenuhi gedung ini, dengan suara dan kesuksesan yang dimilikinya, dan tanpa merasa takut atas apa pun, Carlotta tak mampu menahan diri untuk menyanyikan bagiannya dengan begitu berlebihan .... la bukan lagi Margarita, ia telah menjelma Carmen. Tepuk tangan penonton semakin membahana dan penampilan duetnya dengan Faust tampaknya mendatangkan kesuksesan baru baginya, tetapi tiba-tiba ... hal yang mengerikan terjadi.
Faust berlutut dengan satu kaki:
"Biarkan aku memandang sosok di hadapanku, Sementara di biru langit yang jauh
Bintang senja yang terang dan sendu, menaungiku,
Dan ikut memuja kecantikanmu!" Dan Margarita menjawab:
"Oh, betapa ganjilnya!
Malam ini menawanku laksana sihir! Pesona yang begitu dalam
Namun aku merasa aman Atas melodinya yang membungkusku Luluh segenap hatiku."


The Phantom Of The Opera Karya Gaston Leroux di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada waktu itu, persis pada saat itu, hal yang mengerikan terjadi. ... Carlotta bersuara laksana kodok: "Kro-ok!"
Ekspresi shock langsung memenuhi wajah Carlotta dan seluruh penonton. Kedua manajer yang berada dalam boks balkon bahkan tak dapat menahan pekik ngeri mereka. Semua orang merasa bunyi itu tidak wajar, seakan ada sihir di baliknya. Suara kodok itu terdengar penuh muslihat. Betapa hancur dan putus asanya Carlotta yang malang!
Keributan yang terjadi malam itu tak terlukiskan. Kalau saja kejadian itu menimpa orang lain selain Carlotta, ia pasti sudah akan diteriaki dan dicaci ma.ki. Tetapi semua orang tahu betapa bagus suara Carlotta, sehingga tak terlihat sedikit pun kemarahan di antara penonton. Yang ada hanyalah kengerian dan kekagetan yang layaknya dirasakan orang-orang jika mereka melihat malapetaka yang mematahkan lengan-lengan patung Venus de Milo .... Tetapi bila itu terjadi pun, mereka masih akan bisa menyaksikan kejadiannya ... dan memaharninya ....
Namun suara kodok malam ini tak masuk di ! Begitu tak masuk akalnya sehingga, setelah beberapa detik bertanya-tanya apakah ia benar-benar mendengar suara celaka itu keluar dari tenggorokannya, Carlotta mencoba berkata kepada dirinya bahwa itu tidak . Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia hanyalah korban suatu ilusi pendengaran dan pita suaranya tidak mengkhianatinya ....
Sementara itu, di Boks Balkon nomor Lima, Moncha dan Richard telah berubah pucat pasi. Insiden ganjil yang tak dapat dijelaskan ini membuat mereka merasakan ketakutan yang amat sangat, karena untuk beberapa waktu mereka seperti benar-benar merasakan kehadiran hantu itu. Mereka merasakan napas si hantu. Bulu kuduk Moncharmin meremang. Richard menghapus keringat yang memenuhi dahinya. Ya, hantu itu ada di sana, di sekeliling mereka, di belakang dan di samping mereka. Mereka merasakan kehadirannya tanpa melihat sosoknya, dan suara napas itu sangat, sangat dekat dengan mereka .. . ! Mereka yakin ada tiga orang di dalam boks balkon itu .... Mereka gemetar .... Mereka berpikir untuk lari dari sana .... Tetapi tidak berani .... Mereka tak berani bergerak sedikit pun atau mengucapkan sesuatu yang akan memberitahu si hantu bahwa mereka tahu ia ada di sana ... Apa yang akan terjadi"
Ini yang terjadi: "Kro-ok!"
Teriakan ngeri orang-orang serempak bergema di seluruh ruangan. Mereka merasa kelabakan menghadapi serangan si hantu. Kedua manajer itu mencondongkan tubuh mereka di tepi balkon, menatap Carlotta seakan tak mengenalinya lagi. Gadis celaka itu pasti sedang menyuarakan tanda-tanda malapetaka. Ah, mereka cemas menanti malapetaka itu! Si hantu telah memberitahu mereka kemalangan itu akan terjadi! Pertunjukan ini telah dikutuk! Kedua manajer itu menjadi susah bemapas dan bermandi keringat. Dengan suara tercekik Richard berkata kepada Carlotta, "Teruskan!"
Tidak, Carlotta tidak meneruskan ke bagian berikutnya .... Dengan berani dan heroik, ia mengulang dari awal kalimat celaka yang di dengan kemunculan suara kodok itu.
Kesenyapan yang ada begitu mencekam. Nyanyian Carlotta menjadi satu-satunya suara yang menggema di gedung pertunjukan itu: "Namun aku merasa aman ... "
Para penonton juga merasakan sesuatu, tetapi bukan rasa aman ...
Namun aku merasa aman -kro-ok!
Atas melodinya yang membungkusku -kro-ok! Luluh segenap hati -kro-ok!
Si kodok juga mulai dari awal lagi.
Seisi gedung gempar. Kedua manajer itu lunglai di kursi mereka dan tak berani menoleh ke belakang. Mereka tak punya nyali sebab si hantu terkekeh di belakang mereka! Dan, akhimya, mereka dengan jelas mendengar suaranya di teli nga kanan mereka. Suara yang mustahil karena diucapkan tanpa bibir itu berkata, "Malam ini ia bernyanyi untuk menjatuhkan lampu gantung itu!"
Serempak kedua manajer itu melayangkan pandangan ke langit-langit gedung dan berteriak ngeri. Lampu gantung raksasa yang ada di sana terlihat meluncur turun ke arah orang-orang, seakan diperintah oleh suara iblis itu. Begitu lepas dari kaitnya, lampu gantung itu jatuh terjun dan mendarat tepat di tengah-tengah barisan kursi penonton diiringi ribuan jerit ketakutan. Orang-orang menyerbu pintu-pintu keluar bagai kesetanan.
Berbagai surat kabar di masa itu memberitakan bahwa beberapa penonton terluka dan satu tewas. Lampu gantung itu meremukkan kepala perempuan malang yang baru pertama kalinya datang ke Opera, perempuan yang telah ditunjuk Richard untuk menggantikan tugas Mame Giry, si penjaga boks balkon milik si hantu! la meninggal di tempat dan keesokan harinya, satu surat kabar l dengan tajuk ini:
DUA RATUS KILO MENIMPA KEPALA PELAYAN R
Itu satu-satunya epitaf baginya!
Bab8 Kereta Kuda yang Misterius
MALAM yang tragis itu berakibat buruk bagi semua orang. Carlotta jatuh sakit, sementara Christine Daae menghilang set . Dua minggu berlalu dan ia sama sekali tak terlihat baik di Opera maupun di luaran.
Raoul tentu saja menjadi orang pertarna yang terkejut dengan ketidakhadiran sang prirnadona. Ia rnenyurati Christine di kediaman Mme.Valerius tetapi tak ada balasan. Ia bertarnbah sedih dan menjadi begitu khawatir ketika tak pemah lagi rnelihat n Christine t tum di acara. Faust dipentaskan tanpanya.
Suatu sore ia pergi ke kantor para er untuk rnenanyakan alasan rnenghilangnya Christine. Ia mendapati kedua rnanajer itu terlihat sangat khawatir. Bahkan ternanternan rnereka seakan tak rnengenali kedua rnanajer itu lagi: dua orang itu telah kehilangan se gat dan kegernbiraan. Mereka sering terlihat lewat di atas panggung dengan kepala tertunduk, dahi berkerut, dan pipi pucat seakan dihantui pikiran buruk atau menjadi korban suatu nasib jelek yang berkepanjangan.
Mereka harus bertanggung jawab atas kasus jatuhnya lampu gantung itu, tetapi mereka tak pernah membicarakannya. Penyelidikan yang dilakukan atas kematian si pelayan rumah akhimya memutuskan bahwa kematiannya murni karena kecelakaan yang disebabkan oleh rapuhnya rantairantai yang menahan lampu gantung itu di langit-langit, dan bahwa semestinya, sudah menjadi tugas para manajer lama maupun baru untuk memeriksa kondisi rantai-rantai itu dan menggantinya sebelum tetjadi apa-apa. Aku merasa butuh menyampaikan bahwa Richard dan Moncharmin sungguh tampak berubah. Mereka sering melamun, begitu misterius dan tak dapat dip sehingga para pelanggan tetap Opera berpikir pastilah ada kejadian yang lebih buruk daripada jatuhnya lampu gantung yang telah memengaruhi kondisi pikiran mereka.
Dalam urusan sehari-hari, kedua manajer itu terlihat sangat tidak sabaran, kecuali terhadap Mme. Giry yang sudah kembali dipeketjakan. Dan mereka menerima kedatangan Vicomte de Chagny dengan setengah hati. Mereka hanya menyampaikan kepadanya bahwa Christine sedang berlibur. Ketika Raoul menanyakan berapa lama waktu liburan itu, ka hanya menjawab hingga waktu yang tak ditentukan, sebab Mlle. Daae mengajukan permohonan liburan itu dengan alasan kesehatan.
"Kalau begitu dia sakit!" teriaknya. "Ada apa dengannya ?"
"Kami tidak tahu."
"Kalian tidak mengirim dokter Opera untuk memeriksanya ?"
"Tidak, ia tak mernintanya. Dan karena karni memercayainya, kami mengiyakan saja."
Raoul meninggalkan Opera dengan berbagai pikiran tak menentu. Lalu ia bertekad untuk pergi dan menanyai Mamma Valerius. Ia teringat kata-kata yang tertulis di surat Christine, yang melarangnya untuk berusaha menemui gadis itu. Tetapi apa yang telah dilihatnya di Perros, yang telah didengarnya di balik pintu ruang ganti, serta pembicaraannya dengan Christine di tepi padang rumput itu telah membuatnya curiga bahwa, meskipun tampaknya tak mungkin, dalang semua ini manusi a belaka. Raoul melihat bahwa tingkat imajinasi yang d liki gadis itu, pikirannya yang romantis dan mudah percaya, banyaknya legenda yang mew arnai tahun-tahun pertumbuhannya sewaktu kecil, perenungan berkepanjangan atas kematian ayahnya, dan terutama kegembiraan dahsyat yang nnya setiap musik yang indah hadir baginya pada saat-saat istimewa seperti pada waktu di pem di Perros, adalah suatu kondisi yang sangat menguntungkan bagi rencana jahat yang mungkin dirancang oleh seseorang. Siapakah si jahat yang menjadikan Christine korbannya" Itulah pertanyaan yang dipikirkan Raoul sementara ia bergegas menemui Mamma Valerius.
Pemuda itu gemetar ketika jarinya membunyikan bel flat kecil di Rue Notre-Dame-des-Victoires. P intu dibuka oleh pelayan perempuan yang pernah dilihatnya keluar dari kamar ganti Christine malam itu. Ia bertanya apa ia bisa berbicara dengan Mme. Valerius dan di j awab bahwa perempuan itu sedang terbaring sakit dan tidak bi sa menerima tamu.
"Tolong, berikan kartu namaku kepadanya," katanya. Tak lama, pelayan itu kembali dan mempersilakannya masuk ke ruang tamu kecil dengan perabotan seadanya beserta potret diri Profesor Valerius dan ayah Chris t ine tergantung di dinding yang berhadapan.
"Madame meminta maaf kepada monsieur le vicomte," kata pelayan itu. "Ia hanya bisa menerima Anda di kamar tidumya, sebab kaki-kakinya yang lemah tak memungkinkannya untuk berjalan."
Lima menit kemudi a n Raoul diantar memasuki ruang temaram, dan di kamar yang setengah gelap itu ia langsung dapat mengenali wajah baik hati perempuan dermawan yang telah membesarkan Christine. Rambut M amma Valerius sekarang sudah memutih, tetapi mata itu tak bertambah tua sedikit pun. Sebaliknya, mata itu tak pernah tampak seterang dan sepolos ini.
"M. de Chagny!" sambutnya gembira, mengulurkan kedua tangannya ke arah tamunya. "Ah, surga telah mengirimkanmu kemari! Kita bisa bicara soal dia."
Di telinga Raoul, kalimat terakhir perempuan tua itu terdengar begitu sedih. Ia langsung bertanya, "Madame ... di manakah Christine?"
Perempuan tua itu menjawab dengan tenang, "Ia bersama dengan mentomya yang baik!"
"Mentor baik apa?" Raoul yang malang itu terkejut. "Tentu saja sang Malaikat Musik!"
Viscount itu terduduk lemas di kursi. Benarkah" Christine bersama dengan sang Malaikat Musik" Dan M Valerius sekarang tersen kepadanya di tempat tidur sambil meletakkan jarinya di bibir, memberi tanda supaya ia merahasi a kan hal ini! Perempuan itu menambahkan, "Kau tak boleh bilang pada siapa pun!" "Anda bisa memercayaiku," kata Raoul.
Tetapi Raoul tak terlalu menyadari ucapannya, sebab ia disibukkan oleh pikiran-pikirannya tentang Christine, yang memang sudah sangat membingungkan, namun kini kian bertambah pelik. Dan sekarang segalanya seperti mulai berputar mengelilinginya, mengelilingi ruangan itu, serta menge l ilingi perempuan tua baik hati yang berambut putih dan bermata polos.
"Aku tahu! Aku tahu aku dapat memercayaimu!" katanya, tertawa gembira. "Tetapi mengapa kau tak mau mendekat kepadaku seperti saat kau kecil dulu" Kemarikan tanganmu, seperti ketika kau menceritakan kisah Little Lotte yang kau dengar dari Daddy Daae. Kau tahu, aku sangat menyukaimu, M. Raoul. Begitu juga Christine!"
"Ia menyukaiku!" desah pemuda itu. la merasa sulit memusatkan pikirannya untuk beberapa hal seperti berita "mentor yang baik" dari M amma Valerius, sang Malaikat Musik yang dengan ganjil diceritakan oleh Christine kepadanya, kepala tengkorak yang ditemuinya pada kejadian serupa pi buruk di altar gereja Perros, juga Opera yang beritanya ia dengar suatu kali ketika berdiri di belakang gambar latar, sementara para pengganti gambar latar mengulang deskripsi menyeramkan tentang si hantu yang diberikan oleh Joseph Buquet sebelum kematiannya yang misterius.
Ia bertanya dengan suara lemah, "Apa yang membuat Anda berpikir Christine menyukaiku, Madame?" "Ia Lalu perempuan tua yang baik itu mulai tertawa terbahak-bahak. Raoul bangkit dari kursinya dengan muka merah padam, merasa sakit hati.
"Ada apa" Kau mau ke mana" Duduklah kembali .... Apa kaupikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja" Bila kau marah karena aku tertawa, maafkan aku ... Bagai - pun, yang tetjadi ah salahmu ... Tidakkah kau tahu" Apakah kaupikir Christine tidak terikat?"
"Apa Christine telah bertunangan?" tanya si malang Raoul dengan suara tercekat.
"Tidak! Tentu tidak! Kau dan aku tahu bahwa Christine tidak dapat menikah, bahkan bila ia menginginkannya ... "
"Tetapi saya tidak tahu apa-apa soal itu! Dan mengapa Christine tak dapat menikah?"
" sang Malaikat Musik, tentu saja ... " "Saya tidak mengerti ... "
"Ya, ia melarang Christine men ikah ... !"
"Ia melarangnya! Sang Malaikat Musil< melarangnya me- "k h II ru a ...
"Oh, i a melarangnya ... tanpa benarr melarang. Begini, ia memberitahu Christine bahwa bila ia menikah, maka ia tak akan melihatnya lagi. Itu saja! Dan malaikat itu akan pergi selamanya.... Jadi kau paham kan, ia tak mungkin melepaskan Malaikat Musik itu. Cukup wajar." "Ya, ya," Raoul hanya mampu mengulang kata-kata itu, "cukup wajar."
"Aku pikir Christine telah memberitahumu semua itu ketika i a bertemu denganmu di Perros, tempat yang ditujunya bersama sang mentor yang baik."
"Oh, ia pergi ke Perros bersama mentor yang baik itu?"
"Lebih tepatnya sang mentor berjanji akan menemuinya di sana, di halaman gereja di Perros, di makam Daae. Ia berjanji akan memainkan The Resurrectian of Lazarus untuknya, menggunakan biola ayahnya!"
Raoul de Chagny bangkit berdiri dan, dengan aura memerintah, mengucapkan kata-kata tegas berikut, "Madame, kau harus memberitahuku di mana mentor ini tinggal."
Perempuan tua itu tak tampak terkejut sedikit pun atas perintah lancang ini. Ia menatap ke atas dan berkata, "Di surga!"
Kepolosan jawaban itu membuat Raoul tercengang. Ia tak tahu harus berkata apa menghadapi rasa percaya yang tulus dan sempurna terhadap seorang mentor yang tiap malam turun dari surga untuk menghantui ruang-ruang ganti di Opera.
Raoul sekarang menyadari kemungkinan pola pikir seorang gadis yang dibesarkan oleh pemain biola yang percaya takhayul dan perempuan tua yang suka mengkhayal, dan ia bergidik membayangkan akibat dari semua itu.
"Apakah Christine masih gadis baik-baik?" tanyanya tanpa mampu menahan diri.
"Aku bersumpah, seyakin rasa percayaku atas keselamatan setelah kematian!" seru perempuan tua itu, terlihat marah. "Dan bila Anda meragukannya, Tuan, aku tidak tahu untuk apa Anda kemari!"
Raoul melepas sarung tangannya.
"Sudah berapa lama i a mengenal 'mentor' ini?" "Sekitar tiga bulan .... Ya, Kurang-lebih tiga bulan sejak ia mulai mengajari Christine bemyanyi."
Viscount itu mengangkat tangan, menunjukkan sikap frustrasi dan putus asa.
"Si mentor ini memberi pelajaran menyanyi! Di mana, kalau boleh tahu?"
"Untuk sekarang, ketika Christine sudah pergi bersamanya, aku tak tahu; tetapi, sampai dua rninggu lalu, itu dilakukan di ruang ganti Christine. Tidak mungkin dilakukan di flat kecil ini. Semua orang di bangunan ini akan mendengar mereka. Sedangkan di Opera, tidakkah kau tahu bahwa tidak ada orang di sana pada jam delapan pagi?"
"Ya, aku tahu! Aku tahu!" seru sang viscount. Lalu ia meninggalkan Mme. Valerius dengan terburuburu sehingga perempuan tua itu bertanya-tanya apakah bangsawan muda itu sedikit terganggu pikirannya.
Raoul pulang ke rumah ya dalam keadaan enaskan. la merasa pantas menabrakkan kepalanya ke tembok karena telah sedernikian bodoh memercayai kepolosan dan ketulusan gadis itu! Sang Malaikat Musik! la mengenalnya sekarang! la telah melihatnya! Tak diragukan lagi, orang itu pastilah penipu berwajah tampan dengan suara tenor yang begitu indah hingga mampu tersenyum mengejek sambil bernyanyi! Raoul menganggap dirinya begitu bodoh dan malang. Oh, betapa menyedihkan, kerdil, tak penting, dan tololnya M. le Vicomte de Chagny ini, pikirnya. Dan gadis itu adalah makhluk licik terkutuk yang bemyali!
Kakaknya telah menunggu kedatangannya dan Raoul menjatuhkan diri ke dalam pelukannya seperti anak kecil. Bangsawan itu menghibumya tanpa meminta penjelasan apa pun, dan Raoul tentu saja tidak akan menceritakan begitu saja kisah sang Malaikat Musik. Kakaknya mengu ka pergi malam. Dengan keputus asaan yang dirasakannya saat itu, kemungkinan besar Raoul akan menolak ajakan apa pun malam itu. Tetapi, untuk membujuknya, sang count memberitahu bahwa p puan pujaan hati adiknya itu terlihat bersama seorang laki-laki di Bois kemarin malam. Awalnya sang viscount menolak memercayai berita itu, tetapi detail yang diberikan kepadanya begitu lengkap hingga ia berhenti menyanggah. Katanya gadis itu terlihat di dalam kereta kuda yang kaca jendelanya dituru . Ia tampak menikmati sejuknya udara malam. Waktu itu bulan bersinar terang, maka wajahnya terlihat jelas. Sementara orang yang bersamanya hanya terlihat sebagai siluet yang bersandar di dalam kereta itu. Kereta kuda itu bergerak pelan di jal sepi di belakang gedung stadion di Longchamp.
Raoul berganti pakaian dengan tergesa, bersiap melupakan kesedihannya dengan melemparkan dirinya ke dalam, seba orang menyebutnya, "kumparan kesenangan." Tetapi ia malah menjadi yang sangat sedih dan - nya pulang lebih awal daripada kakaknya. Dan pada pukul sepuluh malam itu, ia berada di dalam kereta kuda sewaan di belakang stadion Longchamp.
Udara dingin menusuk. Jalanan kosong dan tampak terang di bawah sinar bulan. Ia berpesan pada kusir untuk menunggunya dengan sabar di pojok tikungan dekat situ, sementara pemuda itu yi sebisanya dan mengentak-entakkan kakinya demi mengusir dingin. Setelah melakukan gerakan olah raga ini sekitar setengah jam, satu kereta kuda terlihat berbelok di ujung jalan dan bergerak pelan ke arahnya.
Ketika kereta itu mendekat, ia melihat seorang perempuan menyandarkan kepalanya di jendela yang terbuka. Lalu, tiba-tiba, sinar bulan yang pucat menimpa wajahnya.
"Christine!" Nama orang yang dicintainya itu terlontar begitu saja dari bibir dan hatinya. Raoul tak kuasa nya ... Seandainya bisa, ia bersedia melakukan apa pun untuk menarik kembali ucapannya, sebab ketika diucapkan di dalam kesenyapan malam, nama itu seakan menjelmakan kode bagi kereta kuda itu untuk tiba-tiba melaju kencang melewatinya, menggagalkan rencana Raoul melompat ke depan kuda-kuda itu dan menghentikan kereta. Jendela kereta telah ditutup dan wajah gadis itu tak tampak lagi. Secepat apa pun ia berlari, ia jelas tak mampu mengejar kereta kuda yang hanyalah sebuah titik hitam di jalanan putih ini.
Ia memanggil lagi, "Christine!"
Tidak ada jawaban. Maka ia berhenti berlari di tengahtengah kesunyian itu.
Dengan pandangan kosong ia menatap ke kejauhan malam sepi yang melingkupi jalanan kosong dan dingin itu.
Tidak ada yang mampu menyaingi dingin hatinya saat itu: ia telah jatuh cinta pada malaikat, namun sekarang ia sungguh membenci perempuan itu!
Raoul, betapa peri kecil dari Utara itu telah mempermainkanmu! Untuk apa selama ini ia menampilkan wajah mudanya yang polos, yang bisa bersemu merah sewaktuwaktu, bila ia hendak menghabiskan malam di dalam kereta kuda, berdua dengan seorang kekasih" Kepurapuraan dan kebohongan tentu ada batasnya!
Gadis itu lewat begitu saja tanpa membalas panggilan Raoul.... Dan pemuda itu kini berpikir untuk mati saja; padahal ia baru berumur dua puluh tahun!
Esoknya, pelayannya mendapatinya duduk di tempat tidur. la belum berganti pakaian, dan membaca raut wajahnya, si pelayan khawatir telah terjadi suatu malapetaka. Raoul merenggut surat-surat yang dibawa si pelayan. Ia mengenali kertas serta tulisan tangan milik Christine. Ini yang ditulisnya:
YANG TE IH, Datanglah ke pesta topeng di Opera esok lusa. Tepat tengah malam, p e r gilah ke ruangan kecil di belakang perapian ruang tun ggu besar. Berdirilah di dekat pintu yang mengarah ke Rotunda. Jangan katakan pada siapa pun j an j i per tem uan ini. Pakailah setelan dan jubah putih, dan pastikan topengnya menutupi mukamu dengan baik. Bila kau mencintaiku, jangan sam pa
i orang bisa mengenalimu.
CHRISTINE. Bab9 Di Pesta Topeng AMPLOP itu tertutup lumpur dan tak berprangko. Di depannya tertulis dengan pensil "Untuk diserahkan kepada M. le Vicomte Raoul de Chagny," lengkap dengan alamatnya. Surat itu pasti dilemparkan keluar dengan harapan seseorang yang lewat akan memungut dan mengantarkannya, dan memang itulah yang terjadi. Surat itu dipungut di trotoar Place de l'Opera.
Raoul membaca isi surat itu sekali lagi dengan mata panas. Hanya itu yang diperlukan untuk membangkitkan semangatnya. Gambaran suram yang sempat dibayangkannya tentang bagaimana Christine tak mampu menjaga diri kini berganti dengan gambaran awal yang dimilikinya, yaitu seorang gadis malang yang polos, korban kecerobohan dan khayalan berlebihan. Sekarang ini, sampai sejauh manakah gadis itu sungguh-sungguh menjadi korban" Tawanan siapakah dia" Ke dalam arus pusaran apakah ia disedot" Raoul menanyakan hal-hal ini pada dirinya sendiri dengan kesedihan yang begitu mendalam. Tetapi bahkan rasa sakit ini lebih tertah n daripada kekalutan yang menenggelamkannya ketika ia membayangkan seorang Christine sebagai penipu dan pembohong. Apa yang telah terjadi" Apa yang memengaruhi gadis itu sekarang" Monster apa yang telah membawanya pergi dan dengan cara apa ... "
Dengan cara apa lagi selain musik" Raoul tahu kisah hidup Christine. Setelah kematian ayahnya, ia kehilangan
t terhadap segala sesuatu dalam hidup, termasuk seni. Ia menyelesaikan pendidikan di ko atori sebagai mesin vokal tanpa jiwa. Lalu, tiba-tiba, ia bangkit seperti telah dijamah oleh dewa. Sang Malaikat Musil< muncul dalam hidupnya! Ia menyanyikan Margarita di Faust dan berhasil dengan gemilang!
Cemburu di hatinya membuat Raoul mengepalkan tangan kuat-kuat. Dengan takut pemuda polos ini bertanyatanya permainan apa yang dijalankan gadis itu" Sampai sejauh seorang penyanyi opera dapat mempermainkan seorang laki-laki belia yang baru mengenal cinta" Oh d "t
. . I en a rm .... Begitulah pikiran Raoul berpindah dari satu titik ekstrem ke titik ekstrem yang lain. Ia tak tahu lagi apakah harus mengasihani Christine ataukah mengutukinya. Meski demikian, ia akhimya tetap membeli jubah putih.
Saat yang disepakati datang juga. Dengan wajah bertutup topeng berbingkai renda tebal dan panjang yang membuatnya tampak seperti badut berjubah putih, si viscount merasa penampilannya sungguh konyol. Laki-laki terhormat tidak datang ke pesta dansa di Opera dengan kostum seperti ini! Ini absurd. Tapi satu hal yang menenangkan hati si viscount: ia pasti takkan mungkin dikenali!
Pesta dansa ini suatu perayaan khusus. Diadakan beberapa hari sebelum masa pra-Paskah, pesta ini d sudkan untuk memperingati hari lahir seorang perancang kosturn terkenal, dan memang diharapkan untuk berlangsung lebih meriah, lebih ramai, dan lebih Bohemian dibanding pesta dansa yang lain. Sej ah se an telah mernastikan diri untuk datang, diternani oleh sekelompok besar model dan murid-murid mereka yang pada tengah malam telah menciptakan suatu keramaian besar. Raoul menaiki tangga besar di sana pada tengah malam kurang lima menit, tanpa berlama-lama memperhatikan pajangan kostum aneka warna yang ditempatkan sepanjang tangga marmer itu, tanpa mengind n ajakan topeng-topeng jenaka untuk bercakap-cakap, tanpa menjawab olokan yang ditujukan kepadanya, menepis tangan-tangan sok akrab yang berusaha menyentuhnya. Setelah menyeberangi ruang tunggu itu dan meloloskan diri dari sekumpulan penari yang sempat membuatnya tertahan, ya Raoul memasuki ruangan yang disebutkan dalam surat Ouistine. Ruangan itu penuh sesak, sebab di tempat kecil inilah semua orang yang akan makan malam di Rotunda berpapasan dengan orang-orang yang kembali dari mengambil segelas sampanye. Kegembiraan terasa begitu kuat di sini.
Raoul bersandar pada pilar pintu dan menunggu. Ia tak perlu menunggu lama. Seseorang berjubah hitam lewat dan meremas sekilas ujung jernari pemuda itu. Maka tahulah ia dan berjalan mengikutinya, "Ka itu, Ouistine?" tanyanya sernbunyi-sernbunyi.
Si jubah hitam langsung berbalik badan dan menaikkan jarinya ke bibir, tanda agar Raoul tak lagi menyebutkan namanya. Raoul kembali mengikutinya dalam diam.
Ketika mereka bertemu lagi dalam keadaan yang ganjil ini, Raoul merasa takut kehilangan Christine. Kemarahannya terhadap gadis itu hilang sudah. Ia tak lagi meragukan "kemampuan gadis itu dalam menjaga diri," tak peduli seberapa aneh dan misterius tingkah lakunya. la siap menunjukkan pengampunan atau kelembutan hati. la sedang jatuh cinta. Dan ia pasti akan segera mendapatkan penjelasan yang sangat masuk akal atas kepergian si gadis yang menimbulkan tanya.
Si jubah hi tam berpaling cukup sering untuk memastikan jubah putih itu masih mengikutinya.
Ketika sekali lagi Raoul melewati ruang tunggu besar, kali ini dengan dipandu oleh gadis itu, ia tidak bisa tidak memperhatikan keberadaan sekelompok orang yang mengerumuni seseorang dengan ilan serta aura eksentrik yang lain daripada yang lain. Sosok itu adalah laki-laki berkostum warna merah tua dari ujung kepala hingga ujung kaki, lengkap dengan topi besar dan bulu-bulu yang dikenakan menutupi kepala tengkoraknya. Jubah besar warna merah beludru menjuntai dari bahunya hingga menyapu lantai bagai jubah kebesaran seorang raja. Dan pada jubah ini, disulam dengan emas, tampaklah sebaris kata-kata yang dibaca keras-keras oleh semua orang, "Jangan sentuh aku! Aku Red Death yang sedang berkeliling!"
Lalu, seseorang yang sungguh berani mencoba menyentuhnya ... tetapi sebuah tangan sangat kurus melesat keluar dari lengan kostum merah tua itu, lalu dengan kasar mencengkeram pergelangan tangan si gegabah yang kini, setelah merasakan terkaman tangan kurus penuh kemarahan itu, berteriak ngeri serta kesakitan. Saat Red Death akhirnya melepaskannya, ia lari terbirit-birit bagai orang gila, diikuti oleh sorak-sorai orang-orang di sekitarnya.
Persis pada saat itu Raoul lewat di depan si kostum kematian yang kebetulan berpaling ke arahnya. Pemuda itu nyaris berteriak, "Si kepala tengkorak dari Perros- Guirec!"
Raoul mengenali sosok itu ... ! Ia ingin menerjang maju, melupakan Christine; tetapi si jubah hitam, yang juga entah mengapa terkesan begitu mangat, menangkap lengan Raoul dan menyeretnya pergi dari ruang tunggu itu, jauh dari kerumunan penuh hiruk-pikuk yang sedang dikunjungi Red Death ....
Si jubah hitam terus-menerus berpaling ke belakang, dan rupanya dua kali melihat sesuatu yang membuatnya terperanjat, sebab kemudian ia membuat mereka mempercepat langkah seperti sedang dikejar-kejar.
Mereka naik dua lantai. Di si ni, tangga-tangga dan koridor yang ada nyaris sepi. Si jubah hitam membuka pintu salah satu boks balkon dan meminta si jubah pu t ih mengikutinya. Lalu Christine, yang ia kenali dari suaranya, menutup pintu dan berbisik memperingatkan Raoul untuk tetap berada di bagian belakang boks dan tak mena.mpakkan diri. Raoul melepas topengnya, namun tidak dengan Christine. Ketika Raoul hendak memintanya melepas topeng itu, ia terkejut t Christine menempelkan telinganya ke pintu, berusaha keras mendengarkan suara di luar sana. Lalu gadis itu membuka pintu itu sedikit, melongok ke koridor dan dengan suara rendah berkata, "Ia pasti ke lantai atas." Tiba-tiba ia berseru, "Ia turun lagi!"
stine mencoba menutup pintu itu, tetapi Raoul mencegahnya, sebab di puncak anak tangga menuju ke atas itu ia melihat sepatu merah melangkah diikuti sepatu merah satunya ... lalu, dengan pelan dan anggun, tampaklah kostum merah si Red Death. Dan sekali lagi ia menatap si kepala tengkorak dari Perros-Guirec.
"Itu dia!" teriaknya. "Kali ini, ia tak akan lolos dariku ... !"
Tetapi Christine telah menutup rapat pintu itu tepat pada saat Raoul hendak menetjang keluar. Ia mencoba menyingkirkan gadis itu.
"Sia pa yang kaumaksud dengan 'dia'?" tanya Christine dengan nada suara yang berubah. "Siapa yang tak akan lolos darimu?"
Raoul mencoba memaksa melewati stine, tetapi gadis itu melawannya dengan kekuatan yang tak pemah ia sangka-sangka. Ia paham, atau setidaknya begitulah yang dipikirnya, dan langsung keh ilangan kesabaran.
"Siapa?" ulangnya dengan marah. "Tentu saja dia, lakilaki yang bersembunyi di belakang topeng tengkorak mengerikan itu! Si jenius jahat di pemakaman di Perros ... ! Red Death ... ! Dengan kata lain, Madam, temanmu ... Malaikat Musikmu! Tetapi aku akan menyambar topengnya hingga terlepas, seperti aku akan melepas topengku, dan kali ini, kami akan saling bertemu muka, dia dan aku, tanpa ada penutup atau apa pun di antara , dan aku akan tahu siapa yang kaucintai dan yang mencintaimu!" Ia tiba-tiba tertawa seperti orang gila, dan Christine mengeluarkan suara erangan putus asa di batik topeng beludrunya. Dengan satu gerakan sedih, Christine merentangkan kedua tangannya, menjadikan dirinya penghalang antara Raoul dan pintu itu.
"Atas nama cinta kita, Raoul, kau tak boleh lewat..." Tawa Raoul berhenti. Apa katanya" Atas nama cinta mereka" Sebelum ini ia tak pemah menyatakan bahwa ia mencintai pemuda itu. Padahal ia memiliki begitu banyak kesempatan untuk mengatakannya .... Huh, ia hanya ingin mendapatkan beberapa detik! Ia ingin memberi kesempatan pada Red Death itu untuk melarikan diri ... Maka, dengan nada benci yang kekanakan Raoul berkata, "Kau bohong, Madam, sebab kau tidak mencintaiku dan kau tak pemah mencintaiku! Betapa menyedihkannya aku, membiarkanmu mencemooh dan mempermainkanku sedemikian rupa! Mengapa kau memberiku alasan untuk berharap di Perros ... harapan yang tulus, Madam, sebab aku laki-laki yang jujur dan aku tadinya percaya kau perempuan yang jujur, tetapi ternyata satu-satunya niatmu adalah untuk menipuku! Ah, kau telah menipu kami semua! Tanpa tahu malu kau memanfaatkan kasih sayang perempuan yang menjadi penyan u, yang terus percaya pada ketulusanmu sementara kau berkeliaran di pesta dansa Opera bersama Red Death! Kau sungguh hina bagiku ... !"
Lalu pemuda itu menangis. Christine membiarkan Raoul menghinanya. Ia hanya memikirkan satu hal: mencegahnya meninggalkan boks balkon ini.
"Kau memohon ampun kepadaku, suatu nanti, atas kata-kata rendahan itu, Raoul. Dan bila kau melakukannya nanti, aku akan mema u!"
Raoul menggeleng. "Tidak, tidak, kau sudah membuatku gila! Aku bahkan berpikir untuk rnewariskan nama keluargaku kepada seorang gadis opera rendahan!" "Raoul! Teganya kau?"
"Aku akan rnati rnenanggung u!"
"Tidak, sayangku, hiduplah!" ujar Chris t ine dengan suara sedih. "Dan... selarnat tinggal. Selamat tinggal, Raoul .... "
Pernuda itu rnelangkah rnaju dengan gontai. Sekali lagi ia rnelontarkan kalirnat sarkastisnya, "Oh, kau harus rnernbiarkanku datang secara rutin dan bertepuk tangan untukrnu!"
"Aku tidak akan bemyanyi lagi, Raoul!"
"Benarkah?" jawabnya, lebih rnenyindir lagi. "Jadi ia rnembawamu pergi dari kehidupan panggung. Kalau begitu, selamat! Tetapi kita akan berternu di Bois, pada suatu malarn nanti!"
"Tidak di Bois atau di rnana pun, Raoul. Kau takkan pernah berternu denganku lagi ... "
"Kalau begitu, paling tidak bolehkah aku bertanya, kegelapan apa yang kautuju" Demi neraka ap kau akan pergi, nona yang misterius ... atau demi surga apakah?"
"Aku tadinya datang untuk rnernberitahumu, sayangku, tetapi aku tak dapat rnernberitahumu sekarang ... kau takkan rnemercayaiku! Kau telah kehilangan rasa percayarnu terhadapku, Raoul. Sernua sudah berakhir!"
Gadis itu berbicara dengan suara yang sarat keputusasaan sehingga pernuda itu mulai rnenyesali kekasarannya. "Tunggu!" teriaknya . "Tak bisakah kau rnemberitahuku sernua ini! Kau sia bebas, tak ada siapa pun yang
m puri kehidupanmu .... Kau bepergian di Paris. Kau mengenakan jubah untuk datang ke pesta dansa. Mengapa kau tidak pulang" Apa yang kaulakukan se dua minggu ter ... " Apa pula kisah tentang sang t Musik yang selama ini kauceritakan kepada Mamma Valerius" Seseorang mungkin saja telah rnenipumu, m aatkan kelugu u. Aku menyaksikannya sen , di Perros ... tetapi sekarang kau tahu apa yang harusnya kaupercayai! Bagiku kau terlihat cukup punya akal sehat, stine. Kau sadar apa yang kauperbuat.... Sementara itu Marnma Valerius terbaring rnenunggurnu di rumah dan rnemohon kepada ' or baikmu!' Jelaskan padaku, Christine, kumohon! Orang lain mungkin juga telah tertipu seperti aku. Ada apa dengan semua kepura-puraan ini?"
tine hanya melepas topengnya dan berujar, "Sayangku, ini suatu tragedi!"
Raoul sekarang melihat wajah gadis itu dan tak dapat menahan seruan kaget serta ngeri. Kesegaran raut muka yang ditemuinya dulu telah sirna. Wajah yang begitu cantik dan lembut itu kini pucat pasi, dan penderitaan telah mengguratkan garis-garisnya di sana serta menaruh bayangbayang gelap kesedihan tak terperi di bawah matanya.
"Sayangku! Sayangku!" erang Raoul sambil rnengulurkan tangan. "Kau tadi berjanji untuk mernaafkanku ... "
"Mungkin ... ! Mungkin suatu hari nanti!" jawab gadis itu, kembali memakai topengnya. Lalu ia pergi dan memberi tanda supaya Raoul tak mengikutinya.
Raoul mencoba membantah, tetapi Christine berbalik dan sekali lagi m tanda dengan begitu tegas hingga pemuda itu tak berani beranjak selangkah pun.
Ia memandangi gadis itu hingga hilang dari pandangannya. Kemudian ia juga , bergabung dengan keramaian tanpa tahu pasti apa yang dilakukannya, sementara kepalanya berdenyut-denyut dan hatinya sakit. Sembari menyeberangi lantai dansa, ia bertanya apakah ada yang melihat Red Death. Ya, semua orang pemah melihat Red Death, tetapi Raoul tidak dapat menemukannya. Lalu pada jam dua dinihari, ia menyusuri jalan di belakang panggung yang mengarah ke ruang ganti Christine Daae.
Maka sampailah ia di ruangan tempat ia memahami penderitaan untuk pertama kalinya. Diketuknya pintu. Tak ada jawaban. Masuklah ia, sep ketika ia mencari "suara laki-laki itu." Ruangan itu kosong. Lampu pijar menyala redup meneranginya. la melihat beberapa kertas tuli s di atas meja kecil. Ia sedang berpikir untuk menulis surat kepada Christine, tetapi ia mendengar bunyi langkah kaki di luar. Hanya ada cukup waktu baginya untuk bersembunyi di ruangan kecil yang dipisahkan tirai.
Christine masuk, melepas topengnya dengan gerakan letih dan melemparkannya ke atas meja. la menghela napas lalu menangkupkan wajahnya pada kedua telapak tangannya. Apa yang dipikirkannya" Tentang Raoul" Tidak, sebab Raoul mendengamya bergumam, "Erik yang malang!"
Awalnya Raoul mengira ia pasti salah dengar. Karena ia percaya, bila ada orang yang patut dikasihani, maka orang itu adalah dirinya, Raoul. Akan wajar saja bila gadis itu berkata, "Raoul yang malang," setelah apa yang terjadi di antara mereka. Tetapi, sambil menggeleng, gadis itu mengulangi perkataannya, "Erik yang malang!"
Apa hubungan seseorang bernama Erik ini dengan kesedihan Christine dan mengapa ia mengasihani Erik ketika Raoul begitu tidak bahagianya"
Christine mulai menulis di kertas-kertas itu dengan begitu lancar dan tenang sehingga Raoul-masi h gemetar atas tragedi yang memisahkan mereka -tak urung merasa kagum dalam kepedihannya.
"Begitu tenangnya!" ucapnya dalam hati.
Gadis itu terus menulis, mengisi dua, tiga, hingga empat lembar kertas. Tiba-tiba, ia mengangkat kepalanya dan menyembunyikan kertas-kertas itu di balik bajunya .... Gadis itu seperti mendengarkan sesuatu ... Raoul juga mendengarkan... Dari mana datangnya suara dan alunan asing dari kejauhan itu" Nyanyian lamat-lamat seakan keluar dari dinding-dinding ... ya, seakan dinding-dinding itu ah yang bemyanyi! Nyanyian itu be bah jelas ... kata-katanya pun terdengar lebih jelas... Raoul mendengar suara yang begitu indah, lembut, dan menawan hati ... tetapi meski begitu lembut, suara itu tetaplah suara seorang laki-laki. Suara itu semakin bertambah dekat... ia datang dari dinding ... mendekat... dan suara itu berada di dalam ruangan itu, di depan Christine. Christine berdiri dan menyapa suara itu seperti berbicara dengan seseorang.
"Aku di sini, ," ucapnya. "Aku siap. Tapi kau t mbat."
Raoul yang mengintip dari balik tirai tak bisa memercayai penglihatannya. Tidak ada orang lain di sana. Wajah Christine tampak berseri. Senyum kebahagiaan mengembang dari bibir pucatnya, senyum seperti milik seorang pesakitan saat pertama kali mendengar berita harapan kesembuhan baginya.
Suara tanpa raga itu terus bemyanyi, dan di sepanjang hidupnya, Raoul tidak pernah mendengar suara yang lebih manis namun gagah, yang lebih membuai, indah, dan kuat daripada ini. Tak ada yang bisa menandinginya. Raoul mendengarkan nyanyian itu sambil merinding dan mulai mengerti bagaimana pada malam itu, di hadapan penonton yang begitu terkesima mendengar keindahan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, Christine bisa tampil dalam keadaan masih terbius oleh guru misteris dan tak kasatmata ini.
Suara itu membawakan lagu Wedding-night Song dari Romeo and Juliet. Raoul melihat Christine mengulurkan tangannya ke arah suara tersebut, seperti yang ia lakukan sebelumnya di halaman gereja di Perros terhadap biola tak tampak yang memainkan The Resurrection of Lazarus. Tak ada kata-kata yang mampu menggambarkan penjiwaan suara itu ketika menyanyikan kalimat ini, "Takdir mengantarmu kepadaku untuk selama-lamanya!"
Kalimat itu menusuk hati Raoul. Setelah berhasil lepas dari pesona yang seakan mampu menghanyutkan segenap keinginan, tenaga, dan kesadaran yang dimilikinya pada keadaan segen t ing ini, Raoul berhasil menyibakkan tirai yang menutupi persembunyiannya dan melangkah ke tempat Christine berada. Christine sendiri sedang menuju bagian belakang ruangan, ke arah dinding yang dipenuhi ce teramat besar yang memantulkan bayangan dirinya. Raoul tak tampak di sana, sebab ia berada tepat di belakang Christine, terhalang sosok gadis itu.
"Takdir mengantarmu kepadaku untuk selama-lamanya!"
Christine berjalan menuju bayangannya di cermin, dan bayangan itu bergerak ke arahnya. Kedua Christine akhirnya bersentuhan, dan Raoul mengulurkan tangannya, bersiap meraih keduanya ke dalam pelukannya. Tetapi suatu kejadian ganjil yang sulit dipercaya tiba-tiba terjadi. Raoul mendadak terdorong ke belakang dan udara sedingin es menerpa wajahnya. Ia melihat tidak lagi hanya dua Christine, melainkan empat, delapan, dua puluh Christine berputar mengelilinginya, tertawa dan bergerak begitu lincah hingga Raoul tak dapat menyentuh satu pun dari mereka. Lalu segala sesuatunya kembali diam dan Raoul menatap pantulan dirinya di cermin itu. Tetapi Christine telah lenyap.
Dengan tergesa Raoul menuju cermin itu. la memeriksa dinding-dindingnya. Tak ada siapa pun! Sementara, ruangan itu masih menggemakan nyanyian lamat-lamat penuh perasaan, "Takdir mengantarmu kepadaku untuk selamalamanya!"
Lewat manakah Christine menghilang" Lewat mana ia akan kembali"
Akankah ia kembali" Bukankah Christine telah berkata kepadanya bahwa semuanya telah berakhir" Dan tidakkah suara itu terus-menerus mengulang, "Takdir mengan u kepadaku untuk selama-lamanya!"
Kepadaku" Kepada siapa"
Merasa teramat lelah, kalah, dan kehabisan akal, Raoul duduk di kursi yang tadinya ditempati Christine. Seperti gadis itu, ia juga menangkup wajahnya ke kedua tangannya. Ketika ia mengangkat kepalanya, air mata membasahi pipinya. Air mata itu sungguh-sungguh, seperti milik seorang kanak-kanak yang cemburu, air mata yang menangisi sebentuk penderitaan menye yang begitu akrab dengan para kekasih di muka bumi, yang diluapkannya keras-keras, "Siapakah Erik ini?" ujarnya.
Bab 10 Lupakan Suara Laki-laki ltu
lChristine bangkit dari duduknya, dan tanpa menunjukkan emosi apa pun, mengulurkan tangannya kepada Raoul. Tetapi keterpanaan Raoul begitu hebat sehingga ia hanya mampu berdiri tercenung di sana.
"Well, M. de Chagny," ujar M Valerius, "kau tidak mengenali Christine" Mentomya yang baik telah mengembalikan dia kepada kita!"
"M amma ! " ucap gadis itu seketika, dengan mata menyiratkan rasa malu. "Kupikir M a tidak akan menyebutnyebut hal itu lagi ... Ma tahu Malaikat Musik itu tidak ada!"
"Tetapi, Nak, dia memberimu pelajaran menyanyi selama tiga bulan!"
"Ma aku sudah berjanji untuk menjelaskan semuanya kepadamu dalam waktu dekat, dan aku berharap demikian .... tetapi M a sudah berjanji bahwa sampai saat itu tiba, Mam.ma akan diam dan tidak akan menanyaiku pertanyaan apa pun!"
"Asalkan kau berjanji tidak akan meninggalkanku lagi! Sudahkah kau berjanji, Christine?"
"Mam.ma, pemb icaraan ini tidak menarik bagi M. de Chagny."
"Sebaliknya, Mademoiselle," jawab pemuda itu dengan suara masih gemetar, meskipun ia sudah mencoba menjaganya agar tetap terdengar tegas dan berani, "apa pun yang berhubungan denganmu selalu begitu menarik bagiku hingga ke batas yang mungkin akan kaupahami suatu hari nanti. Aku tidak menyangkal bahwa aku terkejut sekaligus senang mendapatimu di sini, bersama dengan ibu angkatmu. Setelah apa yang terjadi di antara kita k in, setelah apa yang kaukatakan dan yang bisa kukira-kira, aku tidak menyangka akan menjumpaimu di sini secepat ini. Aku orang pertama yang akan senang mendengar berita kepulanganmu, kalau saja kau tidak menutupinya
dan bersikeras menyembunyikan rahasia yang mungkin membahayakan dirimu. .. dan seperti halnya M amm a Valerius, aku, yang telah cukup lama menjadi temanmu, mencurigai ada suatu hal berbahaya yang sedang terjadi, dan selama sesuatu itu tak terungkap, Christine, kau mungkin berakhir sebagai korbannya."
Mendengar kata-kata ini, M Valerius bergerak gelisah di tempat tidurnya.
"Apa maksudnya ini?" serunya. "Apa Christine berada dalam bahaya ?"
"Ya, Madame," jawab Raoul dengan berani tanpa - dulikan kode-kode yang di buat Christine untuknya.
"Ya Tuhan!" seru perempuan tua yang baik itu. Rasa panik membuatnya sedikit terengah. "Kau harus menceritakan semuanya kepadaku, Christine! Mengapa sebelum ini kau mencoba meyakinkanku" Dan bahaya apakah itu, M. de Chagny?"
"Seorang penipu memanfaatkan rasa percayanya yang tulus."
"Apa Malaikat Musik itu seorang penipu?" "la memberitahu Anda sendiri bahwa Malaikat Musik itu tidak ada."
"Kalau begitu, demi Tuhan, apa maksudmu" Aku bisa mati kalau kau tak memberitahuku!"
"Ada suatu misteri mengerikan yang menyelubungi kita, Madame, menyelubungi Anda, menyelubungi Christine. Misteri yang jauh lebih menakutkan daripada hantu-hantu dan jin!"
Wajah ketakutan Ma mma Valerius berpaling ke arah Christine yang telah menghambur ke arah ibu angkatnya itu dan memeluknya.
11Jangan percaya padanya, Mummy, jangan percaya,11 katanya berulang-ulang.
11Kalau begitu betjanjilah padaku kau takkan pemah meninggalkanku lagi,11 pinta janda itu.
Christine terdiam dan Raoul melanjutkan ucapannya. 11Itulah yang harus kaujanjikan, Christine. Itu satu-satunya yang bisa meyakinkan ibumu dan aku. Kami berjanji tidak akan menanyakan segala yang terjadi sebelum ini bila kau betjanji untuk bersedia kami lindungi mulai sekarang.11
11 Aku tidak pemah meminta janji itu darimu dan aku menolak untuk menjanjikan itu padamu!11 ujar gadis itu dengan ketus. /1 Aku yang jadi tuan atas perbuatanku sendiri, M. de Chagny. Kau tidak punya hak untuk mengenda n y a, dan aku meminta kepadamu untuk berhen t i melakukan itu mulai sekarang. Tentang apa yang kulakukan selama dua minggu ini, hanya ada satu orang yang berhak menuntut penjelasanku: suamiku! Well, aku tidak punya suami dan tak pernah berniat menikah!11
Christine mengibaskan tangannya untuk mempertegas kata-katanya dan wajah Raoul berubah pucat, hanya karena kata-kata yang didengarnya, tetapi juga karena ia melihat cincin emas polos melingkari jari tine.
11Kau tidak punya suami tetapi kau memakai cincin ka" II wm. Raoul mencoba meraih tangan gadis itu, tetapi Christine dengan cepat menariknya.
"Itu hadiah!" katanya, dengan wajah bersemu merah karena malu yang tak mampu disembunyikannya.
"Christine! Karena kau tak punya suami, cincin itu hanya mungkin di oleh seseorang yang ingin menjadikanmu istrinya! Untuk apa kau membohongi kami lagi" Mengapa kau masih ingin terus menyiksaku" Cincin itu suatu bentuk lamaran dan lamaran itu telah diterima!" "Itu yang kukatakan tadi!" seru perempuan tua itu. "Dan apa jawabnya, Madame?"
"Aku menjawab apa yang ingin kujawab," jawab Christine mulai . "Monsieur, tidakkah kaupikir pemeriksaan ini sudah cukup" Sejauh yang aku tahu ... "
Raoul takut mendengar lanjutan kalimat itu, maka ia memotong.
"Aku minta maaf atas kata-kataku, Mademoiselle. Kurasa kau tahu niat baik yang membuatku mencampuri urusan yang kaupikir jelas-jelas tak ada hubungannya denganku ini. Tetapi izinkan aku mengatakan apa yang pernah kulihat-dan aku sud ah melihat lebih ban yak dari yang kaukira, Christineatau apa yang aku pikir kulihat, sebab, terus terang, sering kali aku meragukan apa yang dilihat mataku."
"Well, apa yang kaulihat, Tuan, atau yang kaupikir kaulihat?"
"Aku melihat suka cita yang kaurasakan saat mendengar suara nyanyian itu, Christine. Suara yang muncul dari batik dinding atau dari sebelah ruanganmu... ya, suka citamu! Dan itulah yang membuatku waspada atas keselama u. Kau berada di bawah pengaruh mantra yang berbahaya. Tetapi sepertinya kau juga menyadari tipu muslihat ini, karena hari ini kau mengatakan bahwa Malaikat Musi k itu tidak ada! Kalau begitu, Christine, mengapa waktu itu kau mengikutinya" Mengapa kau bangkit dengan begitu berser i-seri, seakan kau sungguh mendengar para malaikat" Ah, suara itu begitu berbahaya, Christine, sebab saat aku sendiri mendengarnya, aku begitu terkesima sehingga kau bisa menghilang dari hadapanku tanpa aku tahu bagaimana dan ke mana! Demi surga dan ayahmu yang berada di sana, yang begitu mencintaimu dan aku, Chris t ine, beritahu aku dan ibu penyantunmu, suara siapakah itu" Bila kau memberitahu kami akan pu melindungimu. A yolah, stine, sebutkan nama laki-laki itu! Nama lakilaki yang memiliki keberanian untuk menyematkan cincin pada jari-mu!"
"M. de Chagny," ujar gadis itu dengan dingin, "kau tak akan pemah tahu!"
Melihat ketidakramahan yang ditunjukkan n ya kepada sang viscount agar tak bertanya lebih lanjut, M amma Valerius tiba-tiba berbalik memihak Christine.
"Dan, bila ia memang mencintai laki-laki itu, monsieur le vicomte, maka ini bukan urusanmu!"
"Celakanya, Madame," jawab Raoul pelan, tak kuasa menahan air matanya, "celakanya, aku yakin Christine benar-benar mencintainya ... Tetapi bukan hanya itu yang membuatku menderita. Madame, aku tidak yakin laki-laki yang dicintai Christine itu layak menerima cintanya!"
"Hanya aku yang berhak menilai itu, Monsieur!" ujar Christine sambil memandang Raoul dengan marah. "Ketika seorang laki-laki," lanjut Raoul, "menggunakan cara-cara yang begitu romantis untuk mernikat perasaan seorang gadis muda .... "
"Maka laki-laki itu pastilah jahat atau gadis itu m g bodoh, bukan begitu?"
"Christine!" "Raoul, mengapa kau mengutuki laki-laki yang tak pernah kaulihat, yang tak dikenal siapa pun t suk dirimu?"
"Aku tahu, Christine .... Ya .... setidaknya aku tahu nama yang ingin kausembunyikan dariku untuk sel ya. Nama sang Malaikat Musik-mu, Mademoi s elle, adalah Erik!"
Christine tak dapat lagi mempertahankan sikap tegasnya. Wajahnya berubah sepu t ih kertas dan dengan terbata-bata ia berkata, "Siapa yang memberitahumu?"
"Kau sendiri!" "Bagaimana mungkin?"
"Ketika kau mengasihaninya pada malam pesta topeng itu. Waktu kau masuk ke ruang gantimu, bukankah kau berkata, 'Erik yang malang'" Well, Christine, pada saat itu ada seorang Raoul yang malang yang mendengarmu."
"Ini kedua a kau menguping di balik pintu, M. de Chagny!"
"Aku tidak berada di batik pintu. Aku ada di dalam ruang ganti itu, di ruang bagian dalam, Mademoiselle."
"Oh, laki-laki malang!" erang gadis itu, menunjukkan wajah penuh kengerian. "Laki-laki malang! Apa kau ingin ma ti?"
"Mungkin." Raoul mengucapkan kata "mungkin" itu dengan nada penuh cinta dan kesedihan sehingga Christine tak mampu menahan tangisnya. Gadis itu meraih tangan Raoul dan memandang wajahnya dengan segenap rasa sayang yang mampu ditunjukkan n ya, "Raoul," katanya, "lup suara laki-laki itu dan kau bahkan jangan mengingat namanya. Kau tidak boleh mencoba memahami misteri di batik suara laki-laki itu."
"Apakah misteri itu sebegitu mengerikannya?" "Tak ada misteri yang lebih buruk daripada itu di muka bumi ini. Bersurnpahlah padaku bahwa kau tidak akan berusaha mencari tahu," desak gadis itu. "Bersurnpahlah bahwa kau tak akan memasuki ruang gantiku kecuali aku memintamu untuk datang."
"Kalau begitu kau berjanji untuk m taku datang sesekali, stine?"
"Aku janji." "Kapan?" "Besok."
"Maka aku bersumpah melakukan seperti yang kauminta."
Pemuda itu menciurn tangan Christine, lalu pergi mengutuki Erik dan bertekad untuk bersabar.
Bab ll Di Atas Pintu-Pintu Jebak
lla memberitahu stine bahwa tanggal keberangkatan ekspedisinya telah dimajukan dan ia akan meninggalkan Prancis dalam tiga minggu atau maksimal satu bulan. Dengan cukup gembira stine menyarankan Raoul melihat petj itu sebagai sesuatu yang menyenangkan, sebagai langkah meraih kemasyhurannya. Ketika pemuda itu menjawab bahwa kemasyhuran tanpa cinta tidaklah menarik baginya, Christine memperlakukan pemuda itu seperti kanak-kanak yang akan segera melupakan kesedihannya.
"Bagaimana bisa kau bersikap begitu enteng terhadap hal-hal yang sangat serius?" tanyanya. "Kita mungkin tidak akan pemah bertemu lagi! Aku mungkin meninggal dalam ekspedisi itu."
"Atau malah aku," jawabnya pendek.
Christine sudah tidak lagi tersenyum atau bercanda. Ia seakan mernikirkan sesuatu yang baru saja, untuk pertama kalinya, melintas di pikirannya. Dan hal itu membuat matanya berbinar-binar.
"Apa yang kaupikirkan, Christine?"
"Aku berpikir bahwa kita takkan bertemu satu sama 1 " II ag1 ...
"Dan itu membuatmu begitu senang?"
"Dan dalam waktu sebulan, kita akan harus berpisah untuk selamanya!"
"Kecuali, Christine, kita betjanji setia dan saling ti untuk selamanya."
Tangan Christine menutup mulut pemuda itu. "Sst, Raoul ... ! Kau tahu itu tak bisa ditawar lagi... Dan k ita takkan pernah menikah: itu sudah jelas!"
Tiba-tiba, gadis itu seperti tak mampu menahan rasa senang yang begitu . Ia bertepuk tangan dengan kegembiraan seorang anak kecil. Raoul memandanginya dengan takjub.
"Tapi ... tapi," lanjutnya sambil mengulurkan kedua tangannya kepada Raoul, atau lebih tepatnya menyerahkan kedua tangannya kepada pemuda itu seperti tiba-tiba bertekad menghadiahkannya pada Raoul, "tapi kalau kita tidak bisa menikah, kita b isa ... kita bisa bertunangan! Tidak ada orang lain yang akan tahu kecuali kita, Raoul. Ada begitu banyak pemikahan rahasia, mengapa tidak dengan pertunangan rahasia" Kita bertunangan, Sayang, selama sebulan! Dalam sebulan, kau akan pergi, dan aku akan bahagia mengenang satu bulan itu selama sisa hidupku!" Christine begitu terpesona oleh gagasan itu. Lalu ia berubah serius lagi.
"lni," katanya, "adalah kebahagiaan yang tidak akan menyakiti siapa pun."
Raoul begitu senang dengan ide itu. Ia membungkuk di hadapan Christine dan berkata, "Mademoiselle, aku merasa tersanjung bila kau mau memberikan tanganmu sebagai tanda persetujuan pertunangan ini."
"Kau sudah memiliki kedua tanganku, tunanganku sayang .. . ! Oh, Raoul, betapa bahagianya kita .. . ! Kita akan melakukan permainan pertunangan ini sepanjang hari."
Kisah Para Penggetar Langit 7 Pendekar Rajawali Sakti 67 Perangkap Berdarah Api Di Bukit Menoreh 18

Cari Blog Ini