Wallbanger Karya Alice Clayton Bagian 3
ketika dia pindah ke Amerika dia mencariku. Dia sekarang sedang menyelesaikan
masternya pada jurusan hubungan internasional. Bagiku ini gila bahwa pada umur dua
puluh lima dia berada di ambang akhir karirnya, di dunia modeling, begitulah. Jadi dia
bekerja keras untuk melakukan sesuatu yang lain. Dia sangat cerdas. Dia bepergian ke
seluruh dunia, dan dia bisa bicara dalam lima bahasa! Dia kuliah di Sorbonne. Apa kau
tahu itu?" "Bagaimana aku tahu itu?" "Mudah untuk membuat penilaian cepat ketika kau
tidak mengenal seseorang, bukan?" tanyanya, menatapku. "Touche," aku mengangguk,
menyenggol dia dengan kakiku untuk meneruskan. "Dan kemudian Lizzie. Oh boy,
wanita itu gila! Aku bertemu dengannya di London, mabuk berat di pub. Dia berjalan ke
arahku, meraih kerahku, menciumku habis-habisan, dan menyeretku pulang ke
rumahnya. Gadis itu tahu persis apa yang ia inginkan dan tidak takut untuk
memintanya." Aku ingat beberapa momen berisik wanita itu dengan sangat rinci. Dia
benar-benar agak spesifik tentang apa yang ia inginkan, asalkan kau bisa melewatkan
suara cekikikannya. "Dia pengacara"kuasa hukum"dan salah satu klien utamanya
tinggal di sini, San Francisco. Bisnisnya berbasis di London, tapi ketika kami berdua ada
di kota yang sama, kami memastikan untuk bertemu satu sama lain. Dan itu saja. Itu
akhir dari ceritanya, tidak ada yang lain lagi." "Itu saja" Tiga wanita, dan hanya itu.
Bagaimana mereka tidak menjadi cemburu" Bagaimana mereka semua baik-baik saja
dengan keadaan ini" Dan tidakkah kau menginginkan lebih" Tidakkah mereka
menginginkan lebih?" "Untuk saat ini, tidak ada. Setiap orang mendapatkan apa yang
mereka inginkan, jadi semua baik-baik saja. Dan ya, mereka semua kenal satu sama
lain, dan karena tak ada seorangpun yang jatuh cinta di sini, tak ada yang memiliki
harapan yang nyata di luar persahabatan"dengan manfaat sebaik mungkin. Maksudku,
jangan salah paham, aku suka mereka semua, dan menyayangi mereka dengan
caranya masing-masing. Aku pria yang beruntung. Para wanita ini luar biasa. Tapi aku
terlalu sibuk untuk berkencan dengan siapa pun secara serius, dan kebanyakan wanita
1Wallbanger - Alice Clayton
tidak ada yang tahan dengan pacar yang lebih sering keliling dunia daripada di rumah."
"Ya, tapi tidak semua wanita menginginkan hal yang sama. Tidak semua wanita
menginginkan rumah berpagar kayu." "Setiap wanita yang pernah aku kencani selalu
mengatakan dia tidak menginginkannya, tapi kemudian dia bilang sebaliknya. Dan itu
boleh saja"aku paham"tapi dengan jadwal kerjaku yang begitu gila, jadi sangat sulit
bagiku untuk dekat dengan siapa pun yang membutuhkanku menjadi seseorang yang
bukan diriku." "Jadi kau belum pernah jatuh cinta?" "Aku tidak mengatakan begitu, kan?"
"Jadi, kau pernah berhubungan asmara sebelumnya, hanya dengan satu wanita?"
"Tentu saja, tapi seperti yang aku bilang, ketika hidupku menjadi seperti sekarang
ini"bepergian terus menerus"sulit untuk tetap jatuh cinta dengan tipe pria seperti itu.
Setidaknya itulah yang mantan pacarku katakan ketika dia mulai berkencan dengan
seorang akuntan. kau tahu, mengenakan setelan, membawa tas kantor, sampai di
rumah jam enam setiap malam"sepertinya itu apa yang wanita inginkan." Dia
menghela napas, meletakkan kopinya dan duduk lebih santai lagi di sofa. Ia
mengatakan bahwa ia baik-baik saja dengan semua ini, tapi ekspresi muram di
wajahnya menunjukkan sebaliknya. "Ini bukan apa yang semua wanita inginkan,"
balasku. "Aku koreksi, itu adalah apa yang diinginkan oleh semua wanita
1Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
yang pernah kukencani. Setidaknya sampai sekarang. Itulah sebabnya apa yang
kulakukan sekarang tepat untukku. Para wanita yang meluangkan waktunya denganku
ketika aku pulang" Mereka hebat. Mereka senang, aku senang"kenapa aku harus
mengguncang perahunya (mengubah situasi yang sudah stabil)?" "Well, kau sudah
kehilangan dua wanita sekarang, dan aku rasa kau akan merasa berbeda jika wanita
yang tepat datang. Wanita yang tepat untukmu ini tidak ingin agar kau mengubah
apapun tentang hidupmu. Dia tidak akan mengguncang perahunya, ia akan melompat
ke dalam dan berlayar denganmu." "Kau romantis, ternyata?" Dia membungkuk,
membentur bahuku. "Aku seorang romantis praktis. Aku benar-benar bisa melihat suatu
yang menarik dari memiliki seorang pacar yang sering bepergian, karena, terus terang"
Aku suka ruangku. Aku juga suka menguasai seluruh tempat tidur, sehingga sulit bagiku
untuk tidur dengan siapapun." Aku menggeleng sedih, mengingat seberapa cepat aku
dulu mengusir kencan semalamku ke pinggir jalan. Beberapa masa laluku tidak jauh
berbeda dari Simon. Hanya saja petualangan seksualnya diikat dalam bungkusan yang
lebih rapi. "Seorang romantis praktis. Menarik. Jadi bagaimana denganmu" Sedang
berkencan dengan seseorang?" tanyanya. "Tidak, dan aku baik-baik saja dengan itu."
"Sungguh?" "Sangat sulit dipercaya seorang wanita menggairahkan dan seksi dengan
karir yang hebat tidak membutuhkan seorang pria untuk membuatnya bahagia?"
"Pertama-tama, bagus untukmu menyebut diri sendiri menggairahkan dan
seksi"karena itu benar. Ini bagus melihat seorang wanita memberikan dirinya sendiri
pujian bukannya memancing pujian. Dan yang kedua, aku tidak bicara tentang menikah
di sini, aku bicara tentang kencan. Kau tahu, nongkrong" Dengan santai?" "Apa kau
menanyaiku kalau aku berhubungan seks dengan seseorang sekarang?" Balasku
padanya, dan dia tersedak ke dalam kopinya. "Benar-benar percakapan yang aneh yang
pernah kulakukan dengan seorang wanita," gerutunya. "Seorang wanita menggairahkan
dan seksi," aku mengingatkannya. "Itu sudah pasti. Jadi, bagaimana denganmu"
Pernah jatuh cinta?" "Ini terasa seperti mini seri TV ABC, dengan segala kopi dan
pembicaraan tentang cinta," kataku. Aku mungkin telah berdalih. "Ayo, mari kita rayakan
momen ini dalam hidup kita." Ia mendengus, sambil menunjuk dengan cangkir kopinya.
"Apa aku pernah jatuh cinta" Ya. Ya, aku pernah." "Dan?" "Dan tidak ada apapun. Itu
tidak berakhir dengan cara yang sangat bagus, tapi apa pernah ada akhir yang bagus"
1Wallbanger - Alice Clayton
Dia berubah, aku berubah, jadi aku keluar. Itu saja." "Kau keluar, seperti..." "Tidak ada
yang dramatis. Hanya saja dia tidak menjadi seperti yang kubayangkan," Jelasku,
meletakkan kopi dan memainkan rambutku. "Jadi apa yang terjadi?" "Oh, kau tahu
bagaimana kelanjutannya. Kami pacaran ketika aku masih senior di Berkley, dan ia
menyelesaikan sekolah hukum. Pada awalnya ini hebat, dan kemudian tidak, dan jadi
aku pergi. Dia mengajariku olah raga panjat tebing, jadi aku berterima kasih untuk itu."
"Seorang pengacara, ya?" "Yap, dan ia menginginkan seorang istri pengacara.
Seharusnya aku menyadarinya ketika ia menyebut rencana karir masa depanku sebagai
'bisnis dekorasi kecil.' Dia benar-benar hanya ingin seseorang yang terlihat bagus dan
mengambilkan kemejanya dari pembersih tepat waktu. Itu bukan untukku." "Aku belum
begitu mengenalmu dengan baik, tapi aku tak bisa benar-benar membayangkan kau
tinggal di pinggiran kota di suatu tempat." "Ugh, aku juga. Tak ada yang salah dengan
daerah pinggiran, hanya bukan untukku." "Kau tak bisa pindah ke daerah pinggiran.
Siapa yang akan memanggangkan roti untukku?" "Pfft, kau hanya ingin melihatku
memakai celemek." "Kau tak tahu," katanya sambil mengedipkan mata. "Sulit untuk
mendapatkan semua yang kau butuhkan dari satu orang. Kau tahu apa yang aku
maksud" Tunggu, tentu saja kau tahu. Apa yang kupikirkan?" Aku tertawa, menunjuk
kearahnya. Kami berdua melompat saat mendengar ketukan di pintu di seberang lorong.
Petugas pemeliharaan akhirnya tiba. "Terima kasih untuk kopinya, dan kamar mandi,
dan penyelamatan pipanya," kataku, sambil menggeliat saat aku berjalan menuju pintu.
Aku mengangguk pada pria di lorong dan mengangkat satu jari untuk memberitahu dia
bahwa aku akan segera ke sana. "Tidak masalah. Itu memang bukan cara terbaik untuk
bangun tidur, tapi kukira aku pantas mendapatkannya." "Memang. Tapi terima kasih."
"Sama-sama, dan terima kasih untuk rotinya. Rasanya enak. Dan jika ada roti lain yang
diantar ke sini, pasti akan diterima." "Lihat nanti apa yang bisa kulakukan. Dan hei,
mana sweaterku?" "Apa kau tahu seberapa mahalnya sweater itu?" "Pffft, aku mau
sweaterku!" Seruku, menampar dadanya. "Well, sebenarnya, aku membawakanmu
sesuatu"semacam hadiah terima-kasih-untuk-menendang-pintuku." "Aku tahu itu. Kau
bisa mengantarnya nanti." Aku berjalan di lorong untuk membiarkan petugas itu masuk.
Aku mengarahkan dia ke dapur dan berbalik ke arah Simon. "Teman, ya?" "Sepertinya
begitu." "Aku bisa menerimanya." Aku tersenyum dan menutup pintunya. Saat petugas
pemeliharaan pergi memperbaiki pipa, aku berjalan ke kamarku untuk memeriksa Clive.
Bersamaan ketika aku masuk, teleponku berbunyi. Sudah ada satu pesan teks singkat
dari Simon" Aku tersenyum dan menjatuhkan diri di tempat tidur, meringkuk disamping
kucingku yang masih ketakutan. Ia langsung mendengkur. Kau tak pernah menjawab
pertanyaanku... Kulitku seketika memanas saat aku menyadari apa yang ia maksudkan.
Aku tiba-tiba hangat dan sedikit menggelenyar, seperti ketika kakimu kesemutan, namun
keseluruhan tubuh. Dan dalam cara yang bagus. Sial, ia hebat dalam bermain pesan.
Tentang apakah aku berhubungan seks dengan seseorang" Ya Tuhan, kau kasar. Tapi
ya, teman bisa menanyakan hal itu, kan" Ya mereka bisa. Jadi" Kau menjengkelkan.
Kau tahu ini, kan" Katakan padaku. Jangan malu padaku sekarang. Saat ini, tidak. Aku
tidak melakukannya. Aku mendengar bunyi dari dinding sebelah, dan kemudian
terdengar 1Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
benturan pelan tapi konstan di dinding. Apa yang kau lakukan" Apa itu kepalamu" Kau
membunuhku, Gadis Bergaun Tidur Pink. Segera setelah aku selesai membacanya,
suara benturan berlanjut. Aku tertawa terbahak-bahak saat ia membenturkan kepalanya
ke dinding. Aku meletakkan tanganku di dinding di atas tempat tidurku di mana benturan
itu terjadi dan tertawa lagi. Pagi yang aneh... *** BAB 10 AKU DUDUK DI KANTORKU,
1Wallbanger - Alice Clayton
menatap keluar jendela. Aku punya daftar hal-hal yang harus dilakukan di depanku-dan
itu bukan daftar yang pendek. Aku harus mampir ke rumah Nicholson. Renovasi hampir
selesai. Kamar tidur dan kamar mandi sudah selesai, dan hanya beberapa rincian yang
tertinggal. Aku harus mengambil beberapa buku sampel baru dari pusat desain. Ada
pertemuan dengan klien baru yang telah dirujuk Mimi untukku, dan di atas semua itu,
aku punya folder penuh faktur untuk segera diperiksa. Namun, aku masih memandang
keluar jendela. Otakku mungkin masih memikirkan Simon. Dan untuk alasan yang
bagus. Antara ledakan pipa, benturan kepala ranjang, dan saling mengirim pesan
singkat terus-menerus sepanjang hari Minggu menanyakan lagi sisa roti zukini, otakku
secara alamiah tidak bisa menghapus dia. Dan kemudian tadi malam, ia mengeluarkan
senjata besar: memutar lagu Glenn Miller untuku. Dia bahkan mengetuk dinding untuk
memastikan aku mendengarkan. Aku meletakkan kepala di meja dan memukulkannya
beberapa kali untuk melihat apakah cara ini berhasil. Cara ini tampaknya bisa berhasil
pada Simon" *** Malam itu aku langsung pergi melakukan yoga setelah bekerja dan
sedang menaiki tangga ke apartemenku ketika aku mendengar pintu terbuka dari atas.
"Caroline?" Simon memanggilku. Aku tersenyum dan terus menaiki tangga. "Ya,
Simon?" aku menyahut. "Kau pulang terlambat." "Apa kau mengawasi pintuku
sekarang?" Aku tertawa, memutari anak tangga terakhir dan menatapnya. Dia
menggantung di atas pagar, rambut di wajahnya. "Yep. Aku di sini untuk roti. Beri aku
zZukini, lady!" "Kau gila. Kau tahu itu, kan?" Aku menaiki tangga terakhir dan berdiri di
depannya. "Aku sudah diberitahu sebelumnya. Kau berbau harum," katanya,
membungkuk. "Apa kau baru saja mengendusku?" Tanyaku tak percaya saat aku
membuka pintu. "Mmm-hmm, sangat harum. Baru saja kembali dari latihan?" Tanyanya,
berjalan di belakangku dan menutup pintu. "Yoga, kenapa?" "Aromamu harum ketika
kau berkeringat," katanya, menggoyanggoyangkan alisnya padaku seperti iblis. "Serius,
kau mengoda wanita dengan kalimat murahan seperti itu?" Aku berpaling darinya untuk
melepas jaket dan meremas pahaku berbarengan secara berlebihan. "Ini bukan kalimat
murahan. Baumu memang harum," aku mendengarnya berkata, dan memejamkan mata
untuk menghalangi sihir Voodoo Simon yang saat ini membuat Caroline Bagian Bawah
menciut ke dalam dirinya sendiri. Clive datang meloncat keluar dari kamar tidur ketika
mendengar suaraku dan berhenti mendadak ketika melihat Simon. Akibatnya, ia jadi
kurang keseimbangan di lantai kayu dan tergelincir dengan cukup tidak luwes di bawah
meja makan. Mencoba untuk mendapatkan kembali martabatnya, ia mengeksekusi
lompatan empat kaki yang sulit dari posisi berdiri ke rak buku dan melambai padaku
dengan cakarnya. Dia ingin aku datang kepadanya- ciri khas para jantan. Aku
menjatuhkan tas olahragaku dan menghampirinya. "Hai, anak manis. Bagaimana
harimu" Hmm" Apa kau bermainmain" Apa kau tidur nyenyak" Hmm?" Aku menggaruk
belakang telinganya, dan ia mendengkur keras. Dia menatapku dengan mata kucing
yang menerawang dan kemudian mengalihkan pandangannya ke Simon. Aku
bersumpah dia menyeringai ala kucing padanya. "Roti zukini, ya" Jadi kau mau lagi,
ya?" Tanyaku, melemparkan jaketku di belakang kursi. "Aku tahu kau masih punya
lebih. Simon bilang berikan itu padaku, "katanya tanpa ekspresi, membuat jarinya
seperti pistol. "Kau sepertinya kecanduan makanan yang dipanggang, ya" Ada grup
pendukung untuk itu?" Tanyaku, berjalan ke dapur untuk mencari roti terakhir. Mungkin
memang aku sudah menyimpan untuknya. "Ya, aku masuk di BA. Bakers Anonymous.
Kami bertemu di toko roti di Pine," jawabnya sambil duduk di bangku di meja dapur.
"Grup yang bagus?" "Cukup bagus. Ada satu yang lebih bagus di Market, tapi aku tidak
bisa pergi ke sana lagi," katanya sedih sambil menggelengkan kepala. "Dikeluarkan?"
tanyaku, bersandar di meja di depannya. "Aku yang keluar, sebenarnya," katanya, dan
kemudian melengkungkan jarinya untuk membuatku bersandar lebih dekat. "Aku
1Wallbanger - Alice Clayton
mendapat masalah karena meremas roti bulat," katanya berbisik. Aku terkekeh dan
mencubit ringan pipinya. "Meremas roti," aku mendengus saat dia menepis tanganku.
"Serahkan saja rotinya, lihatlah, dan tidak ada yang terluka," ia memperingatkan. Aku
melambaikan tangan tanda menyerah dan meraih segelas anggur dari lemari di atas
kepalanya. Aku mengangkat alis padanya, dan dia mengangguk. Aku menyerahkan
padanya sebotol Merlot dan pembukanya, kemudian menyambar setangkai anggur dari
saringan di lemari es. Dia menuang, kami mendentingkan gelas, dan tanpa kata-kata,
aku mulai membuat makan malam kami. Sisa malam terjadi secara natural, tanpa aku
menyadarinya. Satu menit pertama kami mendiskusikan gelas wine yang baru kubeli
dari Williams Sonoma, dan tiga puluh menit kemudian kami duduk di meja makan
dengan pasta di depan kami. Aku masih mengenakan pakaian olahragaku, dan Simon
memakai jeans, T-shirt dan berkaos kaki. Ia telah melepas sweater kaos Stanfordnya
sebelum menyaring pasta, sesuatu yang bahkan tidak harus aku pinta untuk dia
lakukan. Dia hanya bergerak santai di dapur di belakangku, dan telah menyaringnya dan
kembali dengan panci saat aku selesai membuat saus. Kami berbicara tentang kota,
pekerjaannya, pekerjaanku, dan perjalanan kami yang akan datang ke Tahoe, dan
sekarang kami menuju sofa sambil membawa kopi. Aku bersandar pada bantal dengan
kaki meringkuk di bawahku. Simon sedang bercerita tentang perjalanan yang ia lakukan
ke Vietnam beberapa tahun sebelumnya.
1Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
"Itu sesuatu yang belum pernah kau lihat sebelumnya, desa-desa di pegunungan,
pantai-pantai yang indah, makanannya! Oh, Caroline, makanannya." Dia menghela
napas, meregangkan lengannya di sepanjang bagian belakang sofa. Aku tersenyum dan
mencoba untuk tidak merasakan kupu-kupu di perutku ketika ia mengatakan namaku
seperti itu: dengan kata 'Oh' tepat di depannya...Oh Caroline, oh my. "Kedengarannya
menyenangkan, tapi aku benci makanan Vietnam. Aku tidak tahan. Bolehkah aku
membawa selai kacang?" "Aku kenal pria ini-membuat mie terbaik yang pernah ada,
tepat di sebuah rumah perahu di tengah Ha Long Bay. Satu suapan dan kau akan
membuang selai kacangmu ke samping." "Oh Tuhan, aku berharap aku bisa melakukan
perjalanan seperti yang kau lakukan. Apa kau pernah merasa muak dengan itu?"
Tanyaku. "Hmmm, ya dan tidak. Aku selalu senang pulang ke rumah. Aku suka San
Francisco. Tapi kalau aku pulang terlalu lama aku gatal untuk kembali ke jalanan. Dan
tidak ada komentar tentang gatal-aku mulai memahami pikiranmu di sana, Gadis
Bergaun Tidur Pink." Dia menepuk sayang lenganku. Aku mencoba untuk berpura-pura
tersinggung, tapi kebenarannya adalah aku sudah akan membuat lelucon. Aku
melihatnya masih menaruh tangannya di lenganku, tanpa sadar menjejaki
lingkaranlingkaran kecil dengan ujung jarinya. Apa memang benar-benar sudah begitu
lama sejak aku membiarkan seorang pria menyentuhku sehingga lingkaran ujung jari
membuatku menjadi gelisah" Atau apakah karena orang ini yang melakukannya" Oh,
Tuhan, ujung jari. Keduanya, melakukan sesuatu padaku. Jika aku menutup mataku,
aku hampir bisa membayangkan O melambai padaku-masih jauh, tapi tidak sejauh
seperti sebelumnya. Aku melirik Simon dan melihat bahwa dia sedang menonton
tangannya, seolah-olah ingin tahu tentang jari-jarinya di kulitku. Aku menarik napas
dengan cepat, dan tarikan napasku itu membuat matanya menatap mataku. Kami saling
memandang satu sama lain. Caroline Bagian Bawah , tentu saja, menanggapi, tapi
sekarang Hati mulai berdenyut sedikit liar juga. Lalu Clive melompat ke atas belakang
sofa, mengarahkan pantatnya tepat ke wajah Simon, dan dengan sangat cepat
menghentikan momen kami. Kami berdua tertawa, dan Simon menjauh dariku saat aku
menjelaskan pada Clive bahwa tidak sopan melakukan itu kepada tamu. Clive tampak
1Wallbanger - Alice Clayton
aneh merasa senang dengan dirinya sendiri, jadi aku tahu dia merencanakan sesuatu.
"Wow, hampir jam sepuluh! Aku sudah mengambil seluruh waktu malammu. Aku harap
kau tidak punya rencana," kata Simon, berdiri dan meregangkan badan. Saat ia
menggeliat, T-shirtnya naik, dan aku menggigit keras lidahku untuk menahan diri dari
menjilati sedikit kulit yang terlihat di atas celana jinsnya. "Well, aku memang
menginginkan malam yang cukup menarik dengan menonton Food Network yang sudah
direncanakan, jadi sialan kau, Simon!" Aku menggelengkan tinjuku di wajahnya saat aku
berdiri di sampingnya. "Dan kau bahkan membuatkanku makan malam, yang hebat,
ngomong-ngomong," katanya, mencari sweaternya. "Tidak masalah. Menyenangkan
memasak untuk orang lain selain diriku. Itu yang aku lakukan untuk setiap pria yang
muncul untuk menuntut roti. " Akhirnya aku menyerahkan roti yang aku sisakan
untuknya. Dia menyeringai saat ia meraih sweater kaosnya dari lantai sebelah sofa.
"Well, di waktu berikutnya, biarkan aku yang memasak untukmu. Aku akan
membuat-huh, ini aneh, " ia menyela dirinya sendiri, meringis. "Apanya yang aneh?"
Tanyaku, mengamatinya membuka lipatan sweaternya. "Ini terasa lembap. Sebenarnya,
ini lebih dari lembap, ini.... basah" " Tanyanya, menatapku, bingung. Aku melihat dari
sweater ke Clive, yang duduk tenang di bagian belakang sofa. "Oh, tidak," bisikku, darah
surut dari wajahku. "Clive, dasar kucing sialan!" Kupelototi dia. Dia melompat dari sofa
Wallbanger Karya Alice Clayton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan melesat cepat di antara kakiku, menuju kamar tidur. Ia paham aku tidak bisa
menjangkaunya di belakang lemari, dan di sanalah ia bersembunyi ketika melakukan hal
yang sangat amat buruk. Dia tidak melakukan hal ini dalam waktu yang lama. "Simon,
kau mungkin ingin meninggalkan itu di sini. Aku akan mencuci, mengeringkan dan
membersihkannya-apapun. Aku sangat, sangat menyesal," kataku minta maaf, merasa
amat sangat malu. "Oh, dia yang melakukannya" Oh man, dia melakukannya, ya kan?"
Wajahnya berkerut saat aku mengambil sweater darinya. "Ya, ya, dia melakukannya.
Maafkan aku, Simon. Dia melakukan hal ini untuk menandai wilayahnya. Ketika pria
manapun meninggalkan pakaian di lantai-oh, Tuhan-ia akhirnya kencing di atasnya.
Aku sangat menyesal. Aku sangat, sangat menyesal. Aku sangat-" "Caroline, tidak
apa-apa. Maksudku, itu menjijikan, tapi tidak apaapa. Aku pernah mengalami hal-hal
buruk yang terjadi padaku. Ini semua tidak masalah, aku janji." Dia mulai meletakkan
tangannya di bahuku, tapi tampaknya berpikir lebih baik dari itu, mungkin ketika ia
menyadari hal terakhir yang ia sentuh. "Maafkan aku, aku-" aku mulai lagi saat ia
berjalan menuju pintu. "Hentikan. Jika kau mengatakan maaf sekali lagi aku akan pergi
mencari sesuatu barang milikmu dan kencing di atasnya, aku bersumpah." "Oke, itu
menjijikan." Aku akhirnya tertawa. "Tapi kita mengalami malam yang menyenangkan,
dan itu berakhir dengan kencing!" Keluhku, membuka pintu untuknya. "Ini adalah malam
yang menyenangkan, bahkan dengan kencing. Akan ada yang lain malam-malam yang
lain. Jangan khawatir, Nightie Girl." Dia mengedipkan mata dan menyeberangi lorong.
"Mainkan untukku sesuatu yang bagus malam ini, ya?" pintaku, melihat dia pergi. "Kau
akan mendapatkannya. Tidur yang nyenyak," katanya, dan kami menutup pintu
bersamaan. Aku bersandar ke pintu, memeluk sweaternya dalam pelukanku. Aku yakin
ada senyuman terkonyol di wajahku, saat aku mengingat sentuhan ujung jarinya. Dan
kemudian aku ingat aku memeluk sweater bernoda-kencing. "Clive, dasar brengsek!"
Aku berteriak dan berlari ke kamarku. *** Jemari, tangan, kulit yang hangat menekan
tubuhku dalam upaya untuk lebih dekat. Aku merasakan napas hangatnya, suaranya
seperti seks basah di telingaku. "Mmm, Caroline, bagaimana kau bisa terasa senikmat
ini?" Aku mengerang dan berguling, menautkan kaki dengan kaki dan tangan dengan
tangan, mendorong lidahku ke dalam mulutnya yang menunggu. Aku mengisap bibir
bawahnya, mencicipi mint dan panas dan janji pada apa yang akan terjadi ketika ia
mendorong ke dalam tubuhku untuk yang pertama kalinya. Aku mengerang saat dia
1Wallbanger - Alice Clayton
mengerang, dan dalam sekejap aku terjepit di bawah dia.
1Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
Bibirnya bergerak dari mulutku ke leherku, menjilati dan mengisap dan menemukan
suatu titik-tempat di bawah rahangku yang membuat perutku meledak dan mataku
juling. Sebuah tawa gelap di tulang selangkaku, dan aku tahu sudah terlena. Aku
berguling di atas tubuhnya, merasakan kehilangan berat tubuhnnya, tapi keuntungannya
kedua kakiku di kedua sisi tubuhnya, merasakan dia berkedut dan berdenyut tepat di
mana aku membutuhkannya seperti itu. Dia mendorong rambut dari wajahku,
menatapku dengan matanya yang bisa membuatku melupakan namaku tetapi
meneriakkan namanya. "Simon!" rengekku, merasa tangannya meraih pinggulku dan
mendorongku melawan dirinya. Aku duduk tegak di tempat tidur, jantungku berdebar
saat gambaran terakhir mimpi meninggalkan otakku. Kupikir aku mendengar tawa
rendah dari sisi lain dinding, di mana alunan Miles Davis terdengar. Aku kembali
berbaring, kulit terasa merinding saat aku mencoba untuk menemukan tempat yang
sejuk di bantal. Aku memikirkan apa yang ada di sisi lain dinding itu, seinchi jauhnya.
Aku berada dalam masalah. *** Pagi harinya aku duduk di mejaku bersiap-siap untuk
bertemu klien baru-orang yang secara khusus telah meminta untuk bekerja denganku.
Masih seorang desainer baru, kebanyakan pekerjaan yang aku dapat berasal dari
rekomendasi, dan siapa pun yang merujuk pria ini untukku, aku berutang sangat
banyak. Semua interior baru untuk sebuah apartemen mewah-sebenarnya merupakan
desain ulang, sebuah proyek impian. Setiap kali aku melakukan persiapan untuk klien
baru aku akan mengambil gambar dari proyek-proyek lain yang aku rancang dan sketsa
telah siap pakai, tapi hari ini aku melakukannya dengan intensitas tertentu. Jika aku
membiarkan pikiranku mengembara sedetik saja, Otak dengan segera akan kembali ke
mimpiku tadi malam. Aku tersipu setiap kali aku memikirkan apa yang akan aku biarkan
Mimpi Simon lakukan untukku, dan apa yang Mimpi Caroline akan lakukan kepadanya
juga. Mimpi Caroline dan Mimpi Simon adalah anak-anak yang nakal. "Ehem," aku
mendengar suara dari belakangku. Aku berbalik untuk menemukan Ashley di ambang
pintu. "Caroline, Mr. Brown sudah ada di sini." "Bagus, aku akan segera keluar." Aku
mengangguk, berdiri dan merapikan rokku. Tanganku menekan pipiku, berharap tidak
terlalu merah. "Dan dia manis, manis, manis!" Gumamnya sambil berjalan di sampingku
menyusuri lorong. "Oh, benarkah" Pasti hari keberuntunganku." Aku tertawa, berbelok
di sudut untuk menyambutnya. Dia sudah pasti manis, dan aku tahu. Dia adalah mantan
pacarku. *** "Oh, Tuhanku! Apa kemungkinannya?" Seru Jillian saat makan siang, dua
jam kemudian. "Well, mengingat seluruh hidupku sekarang tampaknya diatur oleh
kebetulan yang aneh, kupikir saat ini tepat di jalurnya." Aku mematahkan sepotong
tortilla dan mengunyah dengan kuat. "Tapi maksudku, ayolah! Apa kemungkinannya,
benarkah?" Ia bertanya-tanya lagi, menuangkan kami masing-masing segelas Pellegrino
lagi. "Oh, tidak ada kemungkinan tentang hal ini. Pria ini tidak membiarkan hal-hal terjadi
secara kebetulan. Dia tahu persis apa yang dia lakukan ketika dia mendekatimu di acara
amal itu bulan lalu." "Tidak," desahnya. "Yap. Dia bilang padaku. Dia melihatku, dan
ketika ia mengetahui aku bekerja untukmu" Bam! Dia membutuhkan seorang desainer
interior." Aku tersenyum, memikirkan bagaimana ia selalu mengatur hal-hal persis
seperti yang diinginkannya. Well, hampir segalanya. "Jangan khawatir, Caroline. Aku
akan memindahkannya ke desainer lain, atau bahkan aku yang akan melakukannya
sendiri. Kau tidak harus bekerja dengannya," katanya, sambil menepuk-nepuk tanganku.
"Oh, persetan tidak! Aku sudah bilang ya. Aku benar-benar akan melakukan hal ini." Aku
menyilangkan tangan di depan dada. "Apa kau yakin?" "Yap. Tidak masalah. Itu bukan
berarti kami mengalami putus yang buruk. Bahkan, sejauh putus itu berjalan, bisa
1Wallbanger - Alice Clayton
dikatakan ringan. Dia tidak mau menerima kenyataan bahwa aku meninggalkannya, tapi
akhirnya bisa menerimanya. Dia tidak mengira aku punya nyali untuk melakukannya,
dan oh boy, dia terkejut." Aku memainkan serbetku. Aku berpacaran dengan James
sebagian besar tahun seniorku di Berkeley. Dia sudah kuliah di jurusan hukum, dengan
mantap melaluinya menuju perjalanannya ke masa depan yang sempurna. Ya ampun,
dia mempesona-kuat dan tampan, dan sangat menawan. Kami bertemu di perpustakaan
suatu malam, minum kopi beberapa kali, dan itu berkembang menjadi sebuah
hubungan yang solid. Seksnya" Tidak nyata. Dia adalah pacar serius pertamaku, dan
aku tahu dia ingin menikahiku di beberapa titik. Dia memiliki ide yang sangat spesifik
tentang apa yang ia inginkan dari hidupnya, dan yang pasti termasuk aku sebagai
istrinya. Dan dia adalah segala sesuatu yang pernah kupikir aku inginkan dalam seorang
suami. Pertunangan tak terelakkan. Tapi kemudian aku mulai melihat hal-hal, kecil pada
awalnya, tapi seiring waktu itu mengungkapkan gambaran besar. Kami pergi kemana ia
ingin untuk makan malam. Aku tidak pernah memilih. Aku menguping dia mengatakan
kepada seseorang bahwa dia pikir fase "mendekorasi"ku tidak akan bertahan lama, tapi
itu akan bagus punya istri yang bisa membuat rumah yang indah. Seksnya masih hebat,
tapi aku jadi lebih dan lebih jengkel padanya, dan aku berhenti berpikir untuk terus
melanjutkan hubungan kami. Ketika aku mulai menyadari dia bukan lagi apa yang aku
inginkan untuk masa depanku, hal-hal menjadi sedikit tegang. Kami selalu bertengkar,
dan ketika aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan, ia mencoba untuk
meyakinkanku bahwa aku membuat pilihan yang salah. Aku tahu lebih baik, dan
akhirnya dia menerima bahwa aku benar-benar selesai dengannya dan bukan hanya
melemparkan "serangan feminin", begitu ia suka menyebutnya. Kami tidak tetap
berhubungan, tapi ia telah menjadi bagian besar dalam hidupku untuk waktu yang lama
dan aku menghargai kenangan yang kami miliki bersama. Aku menghargai apa yang dia
ajarkan padaku tentang diriku sendiri. Hanya karena kami tidak berhasil sebagai
pasangan bukan berarti kami tidak bisa bekerja sama, kan" "Kau yakin tentang hal ini"
Kau benar-benar ingin bekerja dengannya?" Tanya Jillian sekali lagi, tapi aku tahu dia
sudah siap untuk melepaskannya. Aku memikirkannya lagi, mengulang kilatan memori
yang aku 1Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
punya ketika aku melihatnya berdiri di lobi. Rambut pirang pasirnya, mata yang tajam,
senyum menawan: Aku telah dihantam oleh gelombang nostalgia dan tersenyum saat
dia menyeberang ke arahku. "Hei, orang asing," katanya, menawarkanku tangannya.
"James!" Aku tersentak, namun pulih dengan cepat. "Kau tampak hebat!" Kami
berpelukan, di depan Ashley yang melongo terkejut. "Ya, aku yakin," kataku pada Jillian.
"Ini akan bagus bagiku. Sebut saja pengalaman yang membuat perkembangan. Plus,
aku tidak mau menyerah pada komisinya. Kita akan lihat apa yang terjadi malam ini. "
Mendengar ucapanku Jillian mendongak dari menunya. "Malam ini?" "Oh, aku tidak
memberitahumu" Kami akan pergi minum supaya lebih akrab lagi." *** Aku berdiri di
depan cermin, menepuk-nepuk rambutku dan memeriksa gigiku untuk lipstik yang
menempel. Sisa hari kerja telah berlalu dengan cepat, dan sekarang aku menemukan
diriku di rumah bersiap-siap untuk malam ini. Kami telah sepakat hanya untuk minum,
sangat santai, meskipun aku memberikan pilihan terbuka untuk makan malam. Tapi jins
ketat, baju turtleneck hitam, dan jaket kulit abu-abu tiga perempat ini saja yang aku
anggap bagus untuk dikenakan. Waktu yang aku habiskan pagi ini dengan James di
kantor menyenangkan, dan ketika dia memintaku pergi minum untuk pendekatan, aku
langsung setuju. Aku sangat ingin tahu apa tujuannya, serta memastikan bahwa kami
akan bisa bekerja sama. Dia menjadi bagian besar dari hidupku pada satu waktu, dan
1Wallbanger - Alice Clayton
ide untuk bisa bekerja dengan seseorang yang pernah begitu dekat denganku terasa
baik untukku. Rasanya dewasa. Sebuah Closure" Tidak yakin harus menyebutnya apa,
tapi sepertinya hal yang wajar untuk dilakukan. Dia menjemputku jam tujuh, dan aku
berencana untuk menemuinya di luar. Parkir di jalanku adalah konyol. Satu lirikan pada
jam mengatakan sudah waktunya untuk pergi, jadi aku memberikan ciuman cepat
selamat tinggal kepada Clive, yang telah berperilaku terbaik sejak insiden kencing, dan
membiarkan diriku menuju lorong. Dan langsung menabrak Simon, yang berada tepat di
depan pintu rumahku. "Oke, kau secara resmi penguntitku! Tidak ada lagi roti zukini,
mister. Aku harap kau membuat roti itu bertahan lama karena tidak ada lagi roti
untukmu," aku memperingatkan, menekan dia mundur dari pintu depanku dengan jari
telunjukku. "Aku tahu, aku tahu. Aku benar-benar di sini untuk urusan resmi. " Dia
tertawa, mengangkat tangannya dalam kekalahan. "Jalanlah denganku?" Aku bertanya,
mengangguk ke arah tangga. "Aku juga mau keluar. Menyewa film, " jelasnya saat kami
mulai berjalan menuruni tangga "Orang-orang masih menyewa film saat ini" " candaku,
berbelok di sudut. "Ya, orang-orang masih menyewa film. Oleh karena itu kau harus
menonton apapun yang aku pilih," jawabnya, sambil mengangkat alis. "Malam ini?"
"Tentu, mengapa tidak. Aku datang untuk melihat jika kau mau nongkrong. Aku berutang
makan malam tempo hari, dan aku mendapat dorongan untuk menonton sesuatu yang
seram ..." Dia mulai menirukan tema The Twilight Zone. Aku tidak bisa menahan tawa
pada cakar tangan dan mata julingnya. "Terakhir kali seseorang memintaku untuk
menyewa film itu adalah kode untuk 'mari kita bercumbu di sofa.' Apa aku aman
denganmu?" "Please! Kita punya gencatan senjata, ingat" Aku sangat mentaati
gencatan senjata. Jadi, malam ini?" "Aku harap aku bisa, tapi aku punya rencana malam
ini. Besok malam?" Kami mengitari tangga terakhir dan memasuki jalan masuk. "Besok
aku bisa. Datanglah setelah bekerja. Tapi aku yang memilih film, dan aku yang
membuatkanmu makan malam. Setidaknya itu yang bisa aku lakukan untuk cockblocker
kecilku." Dia menyeringai, dan aku meninju lengannya. "Tolong berhentilah
memanggilku itu. Kalau tidak, aku tidak akan membawa makanan penutup," kataku,
merendahkan suaraku dan mengedip-ngedipkan mataku seperti orang bodoh. "Makanan
penutup?" Tanyanya, menahan pintu terbuka saat aku berjalan keluar. "Mmm-hmm.
Aku membeli beberapa apel kemarin saat aku keluar, dan aku sudah menginginkan pie
sepanjang minggu. Bagaimana menurutmu?" Tanyaku, mengamati jalanan untuk
mencari James. "Pie apel" Pie apel buatan sendiri" Ya Tuhan, wanita, kau mencoba
membunuhku" Mmm..." Dia mendecakkan bibir dan menatapku lapar. "Kenapa, Sir, kau
terlihat seperti kau melihat sesuatu yang ingin kau makan," aku membalas dengan
aksen Scarlett terbaikku. "Kau muncul dengan pie apel besok malam dan aku tidak akan
membiarkanmu pergi," desahnya, pipinya merah dan rambut berantakannya tertiup di
udara dingin. "Itu akan jadi mengerikan," bisikku. Wow. "Oke, jadi, pergilah sewa
filmnya," kataku dengan main-main mendorong pria setinggi enam kaki seksi ini di
depanku. Ingat harem! Aku berteriak di dalam kepalaku. "Caroline?" Sebuah suara
heran datang dari belakangku, dan aku berpaling untuk melihat James berjalan ke arah
kami. "Hei, James," seruku, menjauh dari Simon sambil cekikikan. "Kau siap untuk
pergi?" tanyanya, melihat Simon dengan hati-hati. Simon meluruskan badannya
selurus-lurusnya dan melihat ke belakang, sama hati-hatinya. "Yap, siap untuk pergi.
Simon, ini adalah James. James, Simon." Mereka membungkuk untuk berjabat tangan,
dan aku bisa melihat mereka berdua memberikan genggaman dengan kekuatan ekstra,
tidak tampak satupun dari mereka ingin melepaskan tangan terlebih dahulu. Aku
memutar mataku. Ya, dasar lelaki. Kalian berdua bisa menulis nama kalian di salju.
Pertanyaannya adalah, siapa yang akan membuat huruf yang lebih besar" "Senang
bertemu denganmu, James. James, kan" Aku Simon. Simon Parker." "Benar. James.
1Wallbanger - Alice Clayton
James Brown." aku melihat permulaan tawa di wajah Simon. "Oke, James, kita harus
segera pergi. Simon, Kita akan bicara nanti," aku menyela, mengakhiri jabat tangan
abad ini. James berbalik arah dimana mobilnya diparkir ganda, dan Simon menatapku.
"Brown" James Brown" " Bisiknya, dan aku menahan tertawaku
1Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
sendiri. "Sstt," bisikku kembali, tersenyum pada James saat ia berbalik kembali padaku.
"Senang bertemu denganmu, Simon. Sampai jumpa," kata James, mengarahkanku ke
mobil dengan tangannya di punggungku. Aku tidak berpikir dua kali tentang hal itu,
karena itu adalah bagaimana kami biasanya berjalan bersama-sama, tapi mata Simon
melebar sedikit saat melihat itu. Hmm... James membuka pintu untukku, kemudian
menuju ke sisinya. Simon masih berdiri di depan gedung kami ketika kami melaju pergi.
Aku menggosok tangan bersamaan di depan pemanas dan menyeringai pada James
saat ia mengemudi melalui kemacetan. "Jadi, ke mana kita pergi?" *** Kami membuat
diri kami nyaman di bar mewah yang dia pilih. Tampaknya begitu khas James: trendy
dan modern, dan dicampur dengan seksualitas yang tersembunyi. Sofa kulit merah
gelap, yang empuk dan sejuk, melindungi kami saat kami menempatkan diri dan
memulai proses mengenal satu sama lain setelah bertahun-tahun terpisah. Saat kami
menunggu pelayan datang, aku mempelajari wajahnya. Dia masih tampak sama: rambut
pirang pasir dipotong pendek, mata yang intens, dan perawakan ramping yang begitu
luwes seperti kucing. Umur hanya meningkatkan ketampanan dirinya, celana jins yang
dirobek dengan cermat dan sweater kasmir hitam yang menempel ke badan yang bisa
kulihat dalam kondisi sangat baik. James seorang pemanjat tebing, tak kenal lelah oleh
pencariannya dalam olahraga. Ia memandang setiap batu, setiap gunung sebagai
hambatan untuk di atasi, sesuatu yang harus ditaklukkan. Aku pernah pergi mendaki
dengannya beberapa kali menjelang akhir hubungan kami, meskipun aku dibesarkan
takut dengan ketinggian. Tapi melihatnya memanjat, melihat otot berotot yang meregang
dan memanipulasi tubuhnya ke posisi yang tampak tidak wajar, adalah pengalaman
yang memabukkan, dan aku menerkamnya malammalam di tenda seperti wanita
kesurupan. "Apa yang kau pikirkan?" ia bertanya, membuyarkan lamunanku. "Aku
berpikir tentang seberapa sering dulu kau biasa mendaki. Apa itu sesuatu yang masih
kau lakukan?" "Masih, tapi aku tidak ada banyak waktu luang seperti dulu. Mereka
membuatku cukup sibuk di perusahaan. Aku mencoba dan keluar ke Big Basin sesering
yang aku bisa," tambahnya sambil tersenyum saat pelayan kami mendekat. "Apa yang
bisa saya dapatkan untuk kalian berdua?" Tanyanya, menempatkan serbet di depan
kami. "Untuknya vodka martini kering, tiga zaitun, dan untukku bawakan tiga jari
Macallan," jawabnya. Pelayan mengangguk dan pergi untuk mengisi pesanan kami. Aku
mengamatinya saat ia duduk kembali, kemudian tatapannya berbalik padaku. "Oh,
Caroline, aku minta maaf. Apa kau masih minum itu?" Aku menyipitkan mata ke
arahnya. "Seperti yang sering terjadi, ya. Tapi bagaimana jika aku tidak ingin itu malam
ini" " Jawabku tegas. "Salahku. Tentu saja, apa yang ingin kau minum?" Dia melambai
kembali pada pelayan. "Aku mau vodka martini kering dengan tiga zaitun, please, "
kataku pada pelayan sambil mengedipkan mata. Dia terlihat bingung. James tertawa
keras dan pelayanpun pergi, menggelengkan kepalanya. "Touche, Caroline. Touche."
katanya, mengamatiku lagi. "Jadi, ceritakan padaku apa yang kau lakukan beberapa
tahun terakhir." Aku menaruh sikuku di atas meja dan daguku di tangan. "Hmm,
bagaimana merangkum bertahun-tahun dalam beberapa kalimat" Selesai sekolah
hukum, bekerja pada perusahaan di kota ini, dan bekerja seperti anjing selama dua
tahun. Aku sudah bisa mereda sedikit, hanya sekitar enam puluh lima jam seminggu
sekarang, dan kuakui itu nikmat bi
2Wallbanger - Alice Clayton
2Wallbanger - Alice Clayton - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://cerita-silat.mywapblog.com
2Wallbanger - Alice Clayton
Bidadari Pendekar Naga Sakti sa melihat waktu siang lagi." Dia
2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
menyeringai, dan aku tidak bisa menahannya kecuali balas tersenyum. "Dan tentu saja
bekerja sebanyak seperti yang aku lakukan memberikan sedikit waktu untuk kehidupan
sosial, jadi itu hanya keberuntungan samar aku melihatmu di acara amal bulan lalu,"
tuntasnya, bersandar ke depan pada sikunya juga. Jillian menghadiri banyak acara
sosial di sekitar kota, dan aku menemaninya di beberapa kesempatan. Bagus untuk
bisnis. Seharusnya aku tahu aku nantinya tidak sengaja bertemu James di salah satu
pesta riuh itu. "Jadi kau melihatku, tapi kau tidak menghampiri dan bicara padaku. Dan
Wallbanger Karya Alice Clayton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekarang kau ada di sini, berminggu-minggu kemudian, memintaku untuk mengerjakan
kondominiummu. Kenapa begitu, tepatnya?" Aku menerima minumanku saat itu tiba dan
mengambil tegukan panjang. "Aku ingin bicara denganmu, percayalah. Tapi aku tidak
bisa. Begitu banyak waktu yang telah berlalu. Lalu aku menyadari kau bekerja untuk
Jillian, seorang teman telah merekomendasikannya padaku, dan kupikir, 'betapa
sempurna.'" Dia mencondongkan gelasnya ke gelasku untuk mendenting. Aku berhenti
sejenak, lalu mendentingkannya. "Jadi kau serius tentang bekerja denganku" Ini bukan
semacam cara untuk mendapatkanku ke tempat tidur, kan" " Dia menatapku datar.
"Masih blak-blakan seperti biasa, kulihat. Tapi tidak, ini adalah profesional. Aku tidak
suka cara kita berpisah, aku akui, tapi aku menerima keputusanmu. Dan sekarang kita
di sini. Aku butuh dekorator. Kau adalah dekorator. Bekerja dengan baik, kan?"
"Desainer," kataku pelan. "Apa itu?" "Desainer," kataku, kali ini lebih keras. "Aku
seorang desainer interior, bukan dekorator. Ada perbedaan, Tuan Pengacara." Aku
meneguk lagi. "Tentu saja, tentu saja," jawabnya, memberi tanda untuk pelayan.
Terkejut, aku melihat ke gelasku kosong. "Mau lagi?" Tanyanya dan aku mengangguk.
Saat kami berbincang ringan selama satu jam berikutnya, kami juga mulai membahas
apa yang diperlukan di rumah barunya. Jillian memang benar. Dia benar-benar
memintaku untuk merancang seluruh tempatnya, dari karpet sampai perlengkapan
pencahayaan dan segala sesuatu di antaranya. Ini akan menjadi komisi besar, dan ia
bahkan setuju untuk membiarkan aku memotretnya untuk majalah desain lokal yang
Jillian sudah lama ingin aku untuk ajukan. James berasal dari keluarga orang kayaKeluarga Brown dari Philadelphia, tahukah kau-dan aku tahu mereka pasti yang
membayar tagihan untuk sebagian besar ini. Pengacara muda tidak cukup mampu untuk
membeli jenis tempat yang dia punya, apalagi di salah satu kota paling mahal di
Amerika. Tapi dia memiliki dana perwalian, dan dalam jumlah yang besar. Salah satu
manfaat dari berkencan dengannya di perguruan tinggi adalah kami benar-benar
mampu berkencan dengan nyata, bukan cuma restoran cepat saji murah sepanjang
waktu. Aku menikmati aspek itu dengan bersamanya. Aku tidak bohong. Dan aku akan
menikmati aspek itu dalam proyek ini. Anggaran yang pada dasarnya tidak terbatas"
Aku tak sabar menunggu untuk memulainya. Pada akhirnya, itu adalah malam yang
menyenangkan. Seperti semua mantan pacar, ada perasaan mengenal, sebuah
nostalgia yang hanya dapat kau bagi dengan seseorang yang telah mengenalmu secara
intim, terutama pada usia itu ketika kau masih beranjak dewasa. Menyenangkan bisa
bertemu lagi. James memiliki kepribadian yang sangat kuat, intens dan percaya diri, dan
aku teringat kenapa aku tertarik padanya dulu. Kami tertawa dan bercerita tentang
hal-hal yang telah kami alami sebagai pasangan, dan aku merasa lega menemukan
pesonanya tetap ada. Kami bisa bergaul cukup baik dalam bersosialisasi. Tidak akan
ada kecanggungan yang menyertai. Saat larut malam dan ia mengantarku pulang, ia
sempat memberiku pertanyaan yang aku tahu sudah dia tahan-tahan untuk tanyakan.
Dia menghentikan mobil didepan gedungku dan berpaling padaku. "Jadi, apakah kau
2Wallbanger - Alice Clayton
sedang bersama seseorang?" Tanyanya lirih. "Tidak. Dan itu hampir bukan pertanyaan
yang seorang klien tanyakan padaku," godaku dan memandang ke arah gedungku. Aku
bisa melihat Clive duduk di jendela depan di posnya yang biasa, dan aku tersenyum.
Rasanya menyenangkan memiliki seseorang yang menunggu untukku. Aku tidak bisa
menahan diri untuk melirik ke rumah sebelah untuk melihat apakah ada cahaya di dalam
apartemen Simon, dan aku juga tidak bisa menghentikan perutku dari melakukan sedikit
gejolak ketika aku melihat bayangannya di dinding dan cahaya biru televisinya. "Well,
sebagai klienmu, aku akan menahan diri untuk bertanyapertanyaan semacam itu di
masa mendatang, Miss Reynolds," Dia terlekeh. Aku berbalik untuk menghadapnya.
"Tidak apa-apa, James. Kita sudah lama melewati hubungan desainer/klien. " Aku
merasa menang karena aku melihat rasa malu terukir di celah kepurapuraannya yang
hati-hati. "Aku rasa ini akan jadi menyenangkan." Dia mengedipkan mata, dan giliranku
untuk tertawa. "Oke, kau bisa menelponku besok di kantor, dan kita akan segera
memulai. Aku akan merampokmu dengan membabi buta, buddy, bersiaplah untuk
memperkerjakan kartu kredit itu," ejekku saat melangkah keluar dari mobil. "Oh Ya
Ampun, aku akan menunggu itu." Dia mengedipkan mata dan melambai padaku. Dia
menunggu sampai aku berada di dalam, jadi aku melemparkan lambaian lain ke
arahnya saat pintu tertutup. Aku senang melihat aku bisa menangani diriku sendiri
dengannya. Di lantai atas, saat aku memutar kunci di lubang kunci, kupikir aku
mendengar sesuatu. Aku menoleh lewat bahuku, dan tidak ada apapun di sana. Clive
memanggilku dari dalam, jadi aku tersenyum dan melangkah, meraupnya dan berbisik
lembut di telinganya saat dia memberiku pelukan kucing kecil dengan cakar besarnya di
sekitar leherku. *** Bab 11 Aku terbangun beberapa jam kemudian, terkejut oleh
kehangatan tubuh sampingku, yang pasti lebih besar dari kucing yang biasanya
meringkuk di sampingku. Aku berguling telentang dengan hati-hati dan menjauh dari
Simon sehingga aku bisa menatapnya. Aku bisa menatap dia baik-baik saja karena
lampu menyala, bersama dengan semua lampuku yang lain, yang terus menyala
sepanjang malam, berusaha menahan pengaruh buruk dari film mengerikan itu. Aku
mengusap mataku dan memeriksa teman tidurku. Dia berbaring telentang, lengan
tertekuk seolah aku masih di dalam pelukannya, dan aku membayangkan betapa
nyaman rasanya berpelukan dengan
2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
Simon. Tapi aku tidak boleh meringkuk dengan Simon. Otak lebih tahu. Saraf juga
setuju. Itu pasti 1lereng yang sangat, sangat licin. Dan meskipun gambaran tentang
menaiki tubuh Simon yang licin segera datang ke pikiranku jauh dari kata polos, aku
menyingkirkannya. Aku berpaling dan melihat selimut afghan yang sangat nyaman
terbelit di antara kakinya"dan kakiku, sebenarnya. Selimut itu adalah milik ibunya.
Hatiku hancur setiap kali mengingat suaranya yang manis dengan malu-malu membagi
kepingan memori kecil itu denganku. Dia tidak tahu aku bicara dengan Jillian tentang
masa lalunya, yang aku tahu orangtuanya sudah meninggal. Gagasan bahwa ia masih
menggunakan afghan ibunya tak terelakkan manisnya, dan sekali lagi hatiku hancur.
Aku cukup dekat dengan orangtuaku. Mereka masih tinggal di rumah yang sama di
mana aku dibesarkan, di sebuah kota kecil di California selatan. Mereka adalah
orangtua yang hebat, dan aku menjenguk mereka sesering mungkin, yang berarti
liburan dan terkadang akhir pekan. Ciri khas orang-orang berusia dua puluhan, aku
menikmati kebebasanku. Tapi orangtuaku berada di sana ketika aku membutuhkan
mereka, selalu ada. Gagasan bahwa suatu hari nanti aku harus menjalani hidup ini
tanpa petunjuk dan bimbingan mereka membuatku meringis, belum lagi jika kehilangan
kedua orangtua saat baru berumur delapan belas tahun. Aku senang Simon tampaknya
2Wallbanger - Alice Clayton
memiliki teman-teman yang baik dan seorang pengacara yang kuat seperti Benjamin
yang mengawasinya. Tapi sedekat apapun teman dan kekasih, ada sesuatu tentang
memiliki seseorang yang benar-benar memberimu akar tempat bertahan"akar yang
terkadang kau perlukan ketika dunia bertarung menentangmu. Simon sedikit menggeliat
dalam tidurnya, dan aku memperhatikannya lagi. Dia menggumamkan sesuatu yang
tidak bisa kupahami, tapi terdengar sedikit mirip "bakso." Aku tersenyum dan
membiarkan jemariku menyelinap ke rambutnya, merasakan rambut selembut sutranya
yang berantakan di bantalku. Ya Tuhan, dia memberiku bakso yang enak. Saat aku
membelai rambutnya, pikiranku melayang ke tempat di mana bakso mengalir tanpa
henti dan kue pai untuk berhari-hari. Aku tertawa sendiri saat kantuk datang kembali,
dan aku berbaring kembali ke pelukan. Saat aku merasakan kenyamanan yang hanya
dapat diberikan oleh lengan hangat seorang pria, alarm kecil berdering di kepalaku,
memperingatkan aku agar jangan terlalu dekat. Aku harus berhati-hati. Jelas kami
berdua tertarik satu sama lain, dan jika kami berada dalam ruang dan waktu yang lain,
seks pasti telah berdering di seluruh negeri dan terjadi sepanjang waktu. Tapi ia punya
harem, dan aku sedang mengalami hiatusku, belum lagi aku tidak mendapat O-ku. Jadi
kami akan tetap sebagai teman saja. Teman yang makan bakso bersama. Teman yang
meringkuk bersama. Teman yang segera akan menuju ke Tahoe. Aku membayangkan
Simon berendam dalam bak mandi air panas dengan Danau Tahoe membentang dalam
segala kemegahan di belakangnya. Pemandangan yang mana terlihat lebih megah dan
tetap harus dilihat. Aku kembali tidur, hanya sedikit terbangun ketika Simon merapat ke
tubuhku lebih dekat. Dan meskipun nyaris berbisik, aku mendengarnya. Dia mendesah
menyebut namaku. Aku tersenyum saat aku jatuh tertidur lagi *** Keesokan paginya aku
merasakan sodokan terus-menerus di bahu kiriku. Aku mengibaskannya pergi, tapi itu
terus berlanjut. "Clive, hentikan, brengsek," aku mengerang, menyembunyikan kepala di
bawah selimut. Aku tahu ia tidak akan berhenti sampai aku memberinya makan.
Makhluk yang satu itu dikuasai oleh perutnya. Lalu aku mendengar suara tawa
manusia"pelan dan pastinya bukan Clive. Mataku terbuka lebar, dan gambaran
kejadian semalam datang menyerbu: horor, kue pai, pelukan. Aku menjulurkan kaki
kananku ke belakang, menggesernya di sepanjang tempat tidur sampai aku merasa
kakiku berhenti menyentuh sesuatu yang hangat dan berbulu. Meskipun aku sekarang
lebih yakin dari sebelumnya bahwa itu bukan Clive, aku menyodok dengan jari kakiku,
merayap keatas sampai aku mendengar tawa berikutnya. "Penggedor Dinding?" Bisikku,
tidak ingin membalikkan badan. Persis seperti yang diperkirakan, aku telentang secara
diagonal di tempat tidur, kepala di satu sisi, kakiku praktis di ujung yang lain.
"Satu-satunya," suara yang merdu berbisik di telingaku. Jari kaki dan Caroline Bagian
Bawah-ku menggeliat. "Sial." Aku berguling telentang untuk memeriksa keadaan. Dia
meringkuk di salah satu sudut di mana tubuhku mengizinkannya. Kebiasaan berbagi
tempat tidurku tidak mengalami peningkatan sama sekali. "Kau memang bisa memenuhi
tempat tidur," katanya, tersenyum padaku dari bawah selimut afghan yang kusisakan
untuknya. "Kalau kita akan tidur bersama lagi maka harus ada suatu aturan dasar." "Ini
tidak akan terjadi lagi. Ini akibat yang ditimbulkan karena menonton film mengerikan
yang kita tonton berdua. Tidak ada tidur bersama lagi," kataku tegas, bertanya-tanya
betapa mengerikan bau napasku pagi ini. Aku menangkup tangan di depan wajahku,
menghembuskan napas, dan mengendusnya dengan cepat. "Bunga mawar?"
Tanyanya. "Pasti." Aku menyeringai. Aku menatapnya, berantakan dengan indahnya
dan di tempat tidurku. Dia memberikan senyuman itu, dan aku mendesah. Sesaat aku
membiarkan diriku menikmati fantasi di mana kemudian dengan cepat tubuhku ditindih
dan disetubuhi habis-habisan, tapi aku dengan bijak mengambil kendali atas pelacur
batinku. "Bagaimana kalau kau merasa takut malam ini?" Tanyanya saat aku duduk dan
2Wallbanger - Alice Clayton
menggeliat. "Tidak akan," Balasku dari balik bahuku. "Bagaimana kalau aku yang
takut?" "Bersikaplah dewasa, cowok tampan. Mari kita membuat kopi, dan kemudian
aku harus pergi bekerja." Aku menghantam dia dengan bantalku. Dia meluncur keluar
dari bawah selimut afghan, melipatnya, dan membawanya ke dapur di mana ia
meletakkannya dengan lembut di atas meja. Aku tersenyum, memikirkan dia menyebut
namaku tadi malam. Apa yang aku harus berikan untuk tahu yang berkecamuk di dalam
benaknya. Kami pindah ke dapur dengan efisien, menggiling biji kopi, menakar kopi,
menuangkan air. Aku menaruh gula dan krim di meja sementara ia mengupas dan
mengiris pisang. Aku menuangkan granola, ia menuangkan susu dan pisang ke
mangkuk kami. Dalam beberapa menit kami duduk berdampingan pada bangku bar,
memakan sarapan seolah-olah kami telah melakukannya selama bertahun-tahun.
Kenyamanan kami menggelitikku. Dan mengkhawatirku. "Apakah kau mengerjakan
sesuatu untuk koran itu?" Tanyaku
2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
terkejut pada tingkat ketertarikan yang kudengar dalam suaraku. Apakah ia akan ada di
kota ini untuk sementara waktu" Kenapa aku peduli" Astaga. "Aku menghabiskan
beberapa hari menggarap pemotretan tempat berlibur singkat di Bay Area"tempat
liburan yang dekat di akhir pekan," jawabnya dengan mulut penuh dengan pisang.
"Kapan kau akan melakukannya?" Tanyaku, memeriksa kismis dalam mangkukku dan
berusaha untuk tidak terlihat terlalu tertarik atas jawabannya. "Minggu depan. Aku
berangkat Selasa," jawabnya dan perutku mual seketika. Minggu depan kami
seharusnya pergi ke Tahoe. Kenapa pula perutku begitu peduli kalau dia tidak akan
ikut" "Oh, begitu," aku menambahkan, sekali lagi terpesona oleh kismisku. "Tapi aku
akan kembali sebelum acara di Tahoe. Aku berencana menyetir langsung dari sana saat
aku menyelesaikan pemotretanku," katanya, menatapku dari balik tepi cangkir kopinya.
"Oh, well, itu bagus," jawabku pelan, perutku sekarang melompatlompat. "Kapan kau
menuju kesana?" Tanyanya, sekarang terlihat mengamati mangkuknya sendiri. "Para
gadis berkendara menumpang dengan Neil dan Ryan di hari Kamis, tapi aku harus tetap
di kota untuk bekerja sampai setidaknya Jumat siang. Aku akan menyewa mobil dan
menyetir ke sana sore itu." "Jangan menyewa mobil. Aku akan mampir menjemputmu,"
ia menawarkan, dan aku mengangguk tanpa kata. Sudah diputuskan, kami
menyelesaikan sarapan dan menyaksikan Clive mengejar sepotong bulu di sekitar meja
berulang kali. Kami tidak banyak bicara, tapi setiap kali kami bertemu pandang, kami
berdua tersenyum lebar. *** Pesan Teks Singkat Antara Mimi dan Sophia: Apa kau
tahu Caroline bekerja dengan James" James siapa" James Brown, tentu saja. Siapa
lagi" TIDAK! Apa-apaan ini" Ingat Caroline pernah menyebutkan kalau dia punya klien
baru" Caroline lupa tidak menyebutkan siapa dia. Aku akan mengomelinya saat aku
bertemu dengannya nanti. Dia lebih baik tidak membatalkan acara di Tahoe. Apakah
Ryan bilang padamu kalau ia akan membawa gitarnya" Yup, dia bilang padaku ingin
menyanyi dengan kacau bersama. Dia bilang begitu" Haha. Aku berpikir itu pasti akan
menyenangkan. Pesan Teks Singkat Antara Neil dan Mimi: Hei, mungil, apakah kita
masih akan main bowling dengan Sophia dan Ryan malam ini" Yup, dan kau lebih baik
mengeluarkan permainan terbaikmu. Sophia dan aku lumayan hebat. Sophia tahu
bagaimana bermain bowling" Wow. Kenapa dengan wow itu" Aku hanya tidak mengira
dia bisa bermain bowling. Sampai nanti malam. Pesan Teks Singkat Antara Neil dan
Simon: Kau masih berencana pergi bersama kami akhir pekan ini" Ya, tapi aku tiba
sedikit terlambat, punya jadwal pemotretan. Kapan kau datang" Sekitar Jumat malam,
mampir ke kota dalam perjalanan kesana. Kenapa kau akan kembali ke kota" Kau
melakukan pemotretan di Carmel, kan" Aku hanya perlu untuk mengambil sesuatu
2Wallbanger - Alice Clayton
untuk akhir pekan itu. Bro, siapkan saja barang-barangmu dan bawa dirimu langsung ke
Tahoe. Pasti, tapi aku menjemput Caroline. Aku mengerti. Kau tidak mengerti apapun.
Aku mengerti semuanya. Kau yakin tentang itu, Bocah Besar" Bagaimana dengan
Sophia" Sophia" Kenapa semua orang bertanya padaku tentang Sophia" Sampai
jumpa di Tahoe. Pesan Teks Singkat Antara Mimi dan Caroline: Kau punya sesuatu
yang harus dijelaskan, Lucy... Oh tidak, aku benci kalau kau mulai bertingkah Ricardo
padaku. Apa sebenarnya yang sudah kulakukan" Jelaskan padaku kenapa kau tidak
memberitahuku tentang klien barumu. Caroline, jangan mengabaikan pesanku!
CAROLINE!! Oh, tenanglah. Ini sebabnya kenapa aku TIDAK memberitahumu. Caroline
Reynolds, ini adalah berita yang jelas aku harus tahu! Dengar, aku bisa mengatasinya
oke?" Dia klienku, tidak lebih. Dia akan menghabiskan uang yang banyak pada proyek
ini. Aku terus terang tidak peduli berapa banyak yang dia habiskan. Aku tidak ingin kau
bekerja dengan dia. Kau yang dengarkan baik-baik! Aku akan menerima klien baru
manapun yang aku suka! Aku bisa mengatasinya. Kita akan lihat...Apakah aku
mendengar desas-desus bahwa kau mengemudi ke Tahoe dengan Penggedor Dinding"
Wow, ganti topik pembicaraan. Ya, memang. Baik. Pilih rute perjalanan yang panjang.
Apa artinya itu" Mimi" kau di sana?" Sialan kau, Mimi...HELLO" Pesan Teks Singkat
Antara Caroline dan Simon: Penggedor Dinding...datanglah Penggedor Dinding
Penggedor Dinding tidak ada di sini, yang ada hanya si Pengusir Setan. Sama sekali
tidak lucu Ada apa" Jam berapa kau akan menjemputku tom" Aku harus kembali ke
kota siang hari. Kalau kau bisa menyelesaikan pekerjaanmu lebih awal kita bisa
menghindari jam sibuk. Sudah bilang pada Jillian aku bekerja setengah hari. Dimana
kau sekarang" Di Carmel, di tebing yang menghadap samudera. Astaga, kau ternyata
punya sisi romantis yang tersembunyi... Aku seorang fotografer. Kami pergi ke mana
tempat pengambilan gambar terbaik berada. Astaga bung, kita tidak sedang
membahas tempat pengambilan gambar. Selain itu, kupikir kaulah orang yang romantis.
Aku bilang padamu, aku romantis praktis. Well dalam prakteknya, meskipun kau akan
menghargai pemandangan itu"deburan ombak, matahari terbenam, itu bagus. Apakah
kau sendirian" Ya. 2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
Pasti kau berharap kalau kau tidak sendirian. Kau tak tahu. Pfft...kau berperasaan
lembut. Tidak ada yang lembut tentangku, Caroline. Dan kita kembali... Caroline" Ya.
Sampai jumpa besok. Ya. Pesan Teks Singkat Antara Caroline dan Sophia: Dapatkah
kau memberiku alamat menuju rumah itu lagi jadi aku bisa hubungkan ke GPS milik
Tom" Tidak. Tidak" Tidak sampai kau katakan padaku KENAPA KAU
MENYEMBUNYIKAN JAMES BROWN. Ya Tuhan, seperti memiliki 2 ibu tambahan... Ini
bukan tentang duduk tegak atau makan lebih banyak sayuran, tapi kita perlu melakukan
percakapan tentang sikapmu. Luar biasa. Serius, Caroline, kami hanya khawatir. Serius,
Sophia, aku tahu. Tolong alamatnya" Biarkan aku memikirkannya. Aku tak akan
bertanya padamu lagi... Ya kau akan bertanya. Kau ingin melihat Simon dalam bak
mandi air panas. Jangan bohong. Aku membencimu... Pesan Teks Singkat Antara
Simon dan Caroline: Sudah selesai pekerjaanmu" Yup, di rumah sedang menunggumu.
Nah, itu baru pemandangan yang bagus... Siapkan dirimu, aku baru mengeluarkan roti
dari oven. Jangan menggodaku...zukini" Jeruk Kranberi. Mmmm... Tidak ada wanita
yang pernah melakukan pemanasan seks sambil sarapan roti seperti yang kau lakukan.
Ha! Kapan kau datang" Tidak Bisa. Menyetir. Lurus. Bisakah kita melakukan satu
percakapan di mana kau tidak seperti anak umur dua belas tahun" Maaf, aku akan
sampai di sana dalam waktu 30 menit. Sempurna, itu akan memberiku waktu untuk
membekukan rotiku. Maaf" Oh, aku tidak memberitahumu" Aku juga membuat
2Wallbanger - Alice Clayton
cinnamon rolls. Sampai di sana dalam waktu 25 menit. *** "Aku tidak mau
mendengarkan lagu ini." "Enak saja. Ini mobilku. Sopir yang memilih musiknya."
"Sebenarnya, kau salah tentang ini. Penumpang selalu memilih musiknya. Ini adalah
apa yang kau peroleh ketika kau menyerahkan hak mengemudimu." "Caroline, kau
bahkan tidak punya mobil, jadi bagaimana mungkin kau punya hak mengemudi?" "Tepat
sekali, jadi kita mendengarkan lagu mana yang kupilih," Tegurku, duduk kembali setelah
Wallbanger Karya Alice Clayton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengganti saluran radio untuk keseratus kalinya. Aku menyalakan iPod dan
menggulirnya sampai aku menemukan sesuatu yang kurasa akan menyenangkan untuk
kami berdua. "Lagu yang bagus," akuinya, dan kami bersenandung bersama. Sejauh ini
perjalanannya menyenangkan. Ketika aku pertama kali bertemu dengannya"maksudku
mendengarnya"aku tidak akan pernah memperkirakan, tapi Simon dengan cepat
berubah menjadi salah satu teman favoritku. Aku telah keliru menilai tentang dirinya.
Aku meliriknya: bersenandung bersama lagunya, mengetuk ibu jarinya pada roda
kemudi. Saat ia sedang memusatkan perhatian pada jalan, Aku memanfaatkan
kesempatan untuk membuat katalog beberapa roman mempesonanya lagi. Rahang"
Kuat. Rambut" Gelap dan berantakan. Janggut" Berumur sekitar dua hari dan bagus.
Bibir" enak dijilat, tapi terlihat kesepian. Mungkin aku bisa memeriksanya, melakukan
sedikit pemeriksaan dengan lidahku sendiri... Aku menduduki tanganku untuk mencegah
diriku untuk meluncurkan diri di atas konsol. Dia terus bersenandung dan mengetuk.
"Apa yang terjadi di sana, Gadis Bergaun Tidur Pink" Kau tampak sedikit memerah.
Butuhkan lebih banyak udara?" Dia menyalakan AC mobilnya. "Tidak, aku baik-baik
saja," jawabku, suaraku terdengar konyol. Dia menatapku dengan aneh, namun kembali
bersenandung dan mengetuk. "Kurasa sudah saatnya kita membuka roti jeruk kranberi.
Berikan padaku," katanya sesaat kemudian ketika aku sedang tenggelam dalam fantasi
tentang bagaimana sebenarnya aku bisa memanuver tubuhku ke pangkuannya sambil
tetap mempertahankan kecepatan di jalan raya dengan baik. "Aku sedang
mengambilnya!" Teriakku, menjangkau ke kursi belakang dan mengejutkan kami
berdua. Kakiku berada di udara dan pantatku terpampang saat aku mendekap wajahku
yang terjungkir dengan tanganku di belakang kursi. Aku bisa merasakan betapa
merahnya pipiku ini, dan aku secara mental memberikan tamparan kecil pada diri sendiri
untuk menyadarkanku kembali ke dunia ini. "Ini salah satu pantat yang indah, kawanku."
Dia menghela napas, menyandarkan kepalanya di atas pantatku seolah-olah itu adalah
bantal. "Hei. 2Ass Man. Perhatikan jalan dan bukannya pantatku, atau tidak ada roti
untukmu." Aku membentur kepalanya dengan pantatku dan membuatku menggapai
udara saat ia berbelok. "Caroline, kau perlu mengendalikan diri di sana, atau aku akan
menepi." "Oh, diamlah. Ini roti sialanmu," Bentakku, merangkak kembali ke kursiku
dengan cara yang sama sekali tidak anggun dan melemparkan roti ke arahnya.
"Apa-apaan sih" Jangan melemparnya. Bagaimana kalau kau melukainya?" Teriaknya,
membelai dengan lembut roti berbungkus foil itu. "Aku khawatir tentangmu, Simon.
Sungguh." Aku tertawa, mengawasinya kesulitan membuka ujung bungkusnya. "Kau
ingin aku mengambilkan sepotong untukmu"oke, atau kau bisa melakukannya dengan
cara seperti itu." Aku mengerutkan kening saat ia mengambil gigitan besar dari ujung
bungkusan roti. "Inimunyaku, kam?" Tanyanya, menyemburkan remah-remah dari
mulutnya. 2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
"Bagaimana kau bisa berfungsi dalam masyarakat normal?" Tanyaku sambil
menggelengkan kepala saat dia mengambil gigitan besar sekali lagi. Dia hanya
tersenyum dan melanjutkan, makan seluruh roti dalam waktu kurang dari lima menit.
"Kau akan begitu mual malam ini. Roti itu seharusnya dimakan sepotong demi sepotong,
2Wallbanger - Alice Clayton
tidak ditelan secara utuh," kataku. Satusatunya jawaban darinya hanyalah bersendawa
dengan keras dan menepuk perutnya. Aku tidak bisa menahan tawa. "Kau orang sinting,
Simon." Aku tertawa. "Tapi kau masih penasaran, bukan?" Dia menyeringai,
mengalihkan mata birunya kearahku. Celana dalamku benar-benar hancur. "Anehnya,
ya," aku mengakui, merasakan wajahku memerah lagi. "Aku tahu." Dia menyeringai, dan
kami terus melaju. *** "Oke, belokannya akan muncul di sekitar tikungan ini"aku ingat
rumah itu!" Teriakku, melompat-lompat di kursiku. Sudah cukup lama sejak aku berada
di sini, dan aku sudah lupa betapa indahnya. Aku menyukai Tahoe saat musim
panas"semua olahraga air dan segala sesuatunya"tapi di musim gugur" Musim gugur
itu indah. "Terima kasih Tuhan. Aku harus buang air kecil," Simon mengerang, seperti
yang telah ia lakukan selama kurang lebih dua puluh mil terakhir. "Salahmu sendiri kau
minum 3Big Gulp itu," Aku memperingatkan, masih melompat-lompat. "Wow, inikah
tempatnya?" Tanyanya saat kami berbelok masuk ke dalam pelataran. Lentera
menerangi jalan menuju rumah luas dua lantai terbuat dari kayu cedar dengan perapian
batu raksasa di sisi kiri. Mobil-mobil sudah berada di jalan masuk, dan aku bisa
mendengar musik mengalun keluar dari dek belakang. "Kedengarannya teman-teman
kita sudah memulai pesta mereka," duga Simon. Pekikan dan tawa berbaur bersama
musik yang berasal dari sisi belakang rumah. "Oh, aku tidak meragukannya. Dugaanku
adalah mereka sudah minum sejak makan malam dan sekarang setengah telanjang di
dalam bak mandi air panas." Aku berjalan memutar ke belakang mobil untuk mengambil
tasku. "Sekarang kita harus mengejar ketertinggalan, bukan?" Dia mengedipkan mata,
menarik sebotol Galliano dari tasnya. "Kupikir kita bisa membuat koktail Penggedor
Dinding." "Sekarang itu menarik. Karena aku memikirkan hal yang sama," Balasku,
menarik sebuah botol yang sama dari dalam ranselku. "Aku tahu kau sangat ingin agar
aku ada dalam tubuhmu, Caroline." Dia tertawa dan menyambar tasku saat kami menuju
ke pintu. "Please, kau akan membuat sebuah minuman dan memberinya nama Gaun
Tidur Pink hanya untuk memasukanku ke dalam mulutmu" jangan coba-coba
berbohong," Ejekku, menyenggolnya dengan bahuku. Dia berhenti di pertengahan jalan
dan menatapku dengan sengit. "Apakah itu undangan" Karena aku bartender yang
sangat hebat," katanya, matanya menyala-nyala di kegelapan. "Aku tidak
meragukannya," Aku menarik napas, ruang antara kami sekarang berderak oleh
ketegangan yang sangat sulit untuk diabaikan. Aku menarik napas dalam-dalam, dan
menyadari bahwa dia juga melakukan hal yang sama. "Ayo, mari kita minum-minum dan
mulai akhir pekan ini." Dia tertawa, menyenggolku dengan bahunya dan memecahkan
ketegangan. "Ayo minum-minum," gumamku, berjalan di belakangnya. Mendapati pintu
depan terbuka, Simon menyimpan tas kami, dan kami berjalan di dalam rumah menuju
dek belakang. Terlihat danau yang terbentang di hadapan kami, hanya diterangi 4obor
tiki menghiasi dermaga dan jalur yang mengarah ke pinggir danau. Seluruh sisi
belakang rumah diapit dengan teras bata dan dek, dan di sanalah kami menemukan
teman-teman kami. "Caroline!" Pekik Mimi dari bak mandi air panas, di mana ia dan
Ryan saling memercik air satu sama lain. Ah, kita sudah sampai ke taraf suara Pekikan
Mabuk. "Mimi!" Aku balas memekik, mencari-cari Sophia. Dia dan Neil duduk di bangku
batu dekat api unggun, memanggang marshmallow. Mereka berdua melambai dengan
riang, dan Neil memberi isyarat menjijikkan dengan tongkatnya. "Membuat mereka
menyadari kekeliruan mereka sendiri mungkin lebih mudah daripada yang kita duga,
sesama comblang," bisikku pada Simon, yang sudah mencampur koktail pada bar di
teras belakang. "Kau pikir akan semudah itu?" Balasnya berbisik, memberikan
anggukan universal antara sesama pria yang mengatakan, "Ada apa, Bro?" "Pasti.
Mereka sudah hampir sampai pada tahap itu tanpa bantuan kita. Yang harus kita
lakukan adalah menunjukkan kepada mereka apa yang benar di depan mereka." Dia
2Wallbanger - Alice Clayton
menyerahkan koktailnya padaku. "Jadi, bagaimana dengan aku?" Tanyanya sambil
mengedipkan mata. "Apakah ini cocktail Penggedor Dinding?" "Benar." Aku minum
seteguk, mencicipi rasanya di sekitar mulut dan di atas lidahku. "Kau sehebat yang
kukenal," bisikku, mengambil tegukan besar yang berbahaya. "Untuk sesuatu yang
sangat jelas," tambahnya, mendenting gelasnya dengan gelasku dan meneguk dengan
banyak. "Untuk sesuatu yang sangat jelas," Aku membeo, mata kami terkunci di antara
pinggiran gelas. Voodoo Penggedor Terkutuk. *** 1Slippery slope/lereng yang sangat
licin: ungkapan yg berarti ide dari sebuah tindakan yang akan menyebabkan
kesalahan/bencana. 2Ass Man: Pria yang terobsesi dengan pantat wanita. 3Big Gulp:
merk soft drink produksi 7-eleven 4obor tiki: obor luar ruangan berbahan bakar gas atau
minyak dan terpasang ke ujung tiang panjang yang terpancang ke tanah. Bab 12 "KAKI
SIAPA ITU?" "Itu kakiku, Neil. Berhentilah menggosoknya." "Bung! Berhentilah mencoba
bermain-main footsie "meraba kaki" denganku, Ryan!" "Kaulah yang masih memegang
kakiku." Ryan dan Neil mencoba terlihat cuek saat mereka terlepas dari sesi footsie di
bawah gelembung air. Aku tertawa saat pandanganku bersirobok dengan mata Simon
yang berada di seberangku di jacuzzi dan ia menyeringai padaku.
2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
"Mau lagi?" bisiknya, mengangguk pada gelasku yang kosong. "Aku rasa sudah cukup
untuk malam ini, bukan?" bisikku padanya, saat teman-teman kami terkekeh di sekitar
kami. "Aku pikir kau adalah gadis yang selalu menginginkan lebih," katanya. Seringai
khasnya muncul. Aku menatap dirinya, gambaran tentang Simon berada di dalam
jacuzzi yang telah ada di dalam kepalaku beberapa minggu terakhir benar-benar tidak
sebanding dengan kenyataannya. Lengan kuat direntangkan di belakang jacuzzi, rambut
basah dan tergerai kebelakang. Jika aku kira telah melihatnya dalam keadaan basah
dan setengah telanjang di lantai dapurku sangatlah menarik, itu tidaklah ada
apa-apanya apabila dibandingkan melihatnya dengan dilatari oleh obor tiki dan tampak
seperti memancarkan dengungan yang kuat. Sekarang ia adalah pria yang paling luar
biasa tampan yang pernah aku lihat, dan jika aku tidak salah, ia sedang mencoba
membuatku mabuk. Sang otak mulai terasa sedikit pusing. Sang hati mulai
menyanyikan lagunya Etta James. "Apakah kau mencoba membuatku mabuk?" tanyaku,
terkikik saat aku menyingkirkan gelas kosongku, mencegah diriku sendiri untuk
menambah alkohol. "Tidak. Seorang Pink Nightie Girl yang ceroboh tidak akan
membawaku kemana-mana." Ia menyeringai saat aku memercikkan air ke arahnya.
Semua temanteman kami terdiam dan memandangi kami dengan ketertarikan yang
terang-terangan. Setelah Simon dan aku tiba, kami memperoleh minuman, dan
kemudian aku menunjukkan padanya sekeliling rumah. Aku meninggalkan tasku di pintu
depan, tidak mengetahui bagaimana pengaturan kamar untuk tidur yang dibuat. Kami
kembali ke teras belakang dan menemukan bahwa Sophia dan Neil telah bergabung
dengan Ryan dan Drunky -si mabuk- Mimi di jacuzzi. Sebuah perjalanan singkat ke
rumah kolam membuatku tidak membawa apaapa, kecuali sebuah bikini berwarna hijau
tua dan sebuah senyuman saat aku menghampiri teman lainnya. Simon telah masuk
ke dalam air, dan aku melihatnya memperhatikanku. Saat aku meluncur ke dalam air
yang hangat, aku menyesap koktailku dan meresapi pemandangan tetanggaku, basah
dan dengan memakai celana pendek, di hadapanku. Sophia benar-benar harus
menyenggolku untuk menghentikan tatapanku pada tetanggaku itu. Sekarang kami
berada tepat di tengah-tengah sup seksual, yang bergolak pada dua pasang kekasih
yang tidak serasi dan dengan dengan lebih banyak feromon daripada apa yang harus
kami lakukan terhadapnya. Jadi apakah aku menginginkan koktail yang lainnya" Tidak
masalah. Aku tidak akan sanggup meminumnya. Aku harus menggelengkan kepalaku
2Wallbanger - Alice Clayton
sedikit untuk menghapusnya ketika aku melihat sekeliling pada yang lainnya. Mimi telah
berubah terlalu panas dan bertengger di tepian, menendang-nendang Neil dengan
mengayunkan kakinya bolak-balik. Neil memanjakan Mimi seperti kakak memanjakan
adiknya. Sophia dan Ryan meringkuk di sisi lainnya, Sophia menggaruk punggung Ryan
saat ia dan Neil membahas tentang starting lineup (pemain utama yang diturunkan
sejak awal pertandingan) dari 49ears' atau garis pertahanan atau sesuatu tentang
sepakbola dan, terus terang, membosankan. "Jadi, apa yang akan kita lakukan akhir
pekan ini?" tanyaku, memfokuskan perhatianku pada kelompok besar dan bukan pada
mata biru yang menatapku. Mata biru sialan! Mata itu bisa menjadi penyebab
kematianku. "Kami sedang berpikir untuk pergi hiking besok. Siapa yang mau ikut?"
tanya Ryan. Sophia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak ikut. Tidak mungkin aku pergi
hiking." "Kenapa tidak?" tanya Neil. Simon dan aku bertukar pandang dengan cepat
terhadap ketertarikan Neil yang muncul tiba-tiba. "Aku tidak bisa. Terakhir kali aku hiking
aku sedikit tergelincir dan pergelangan tanganku terkilir. Aku tidak mempunyai
kesempatan bermain selama semusim" ujarnya, melambaikan tangannya dan
mengingatkan kami ia mengandalkan tangannya untuk bertahan hidup. Sebagai pemain
cello, ia bisa didepak keluar karena alasan kecil itu. Sekali ia berkelit untuk bermain ia
bisa kehilangan kesempatan selama musim dingin. Bankir investasi Bob bukanlah orang
yang suka berkemah. "Bagaimana denganmu, Tiny?" Neil menarik kaki Mimi. "Um,
tidak, Mimi tidak suka hiking," jawab Sophia, membetulkan bikini hitamnya yang minim.
Kekasih yang sesungguhnya tidak memperhatikannya, tapi aku melihat Ryan yang
berada di seberang jacuzzi membelalakkan matanya hingga berukuran hampir sebesar
pie pada payudara Sophia yang hampir terekspos sepenuhnya. "Kau akan melewatkan
acara hikingnya juga?" Simon menganggukan kepalanya padaku. "Tentu saja tidak.
Aku akan hiking dengan para cowok!" aku tertawa saat Sophia dan Mimi memutar mata.
Mereka tidak pernah mengerti mengapa aku sangat menyukai "mountain man activities"
-aktivitas gunung para pria-," begitulah sebutan mereka terhadap kegiatan semacam itu.
"Bagus," bisik Simon, dan selama sedetik aku mengkalkulasi jarak antara mulutku
dengan mulutnya. Kemudian kami semua terdiam, kami berenam tenggelam dalam
pikiran kami masing-masing. Aku ingat rencana untuk mengeluarkan mereka berempat,
dan aku melompat masuk ke dalamnya. "Jadi, Ryan, apakah kau tahu Mimi ini setiap
tahunnya memberikan donasi untuk membantu lembaga amalmu" tanyaku, membuat
mereka berdua terkejut. "Kau melakukannya?" "Yep, setiap tahun," jawab Mimi. "Aku
tahu apa manfaat memiliki akses komputer, terutama anak-anak yang tidak bisa
mempunyai kesempatan memilikinya." Mimi tampak malu-malu pada Ryan, dan mereka
mulai mengobrol tentang bagaimana proses yang digunakan oleh Ryan untuk
menentukan sekolah mana yang akan menerima beasiswa setiap tahunnya. Simon dan
aku saling bertukar seringaian. Melihat ke samping pada Sophia, Simon meluncurkan
serangan gelombang kedua. "Hey, Neil,
2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
berapa banyak kursi yang telah kau beli untuk simfoni tahun ini?" tanyanya. Neil tersipu
malu. "Kau sudah membeli tiketnya?" tanya Sophia. "Tiket semusim," Simon
menambahkan, dan Neil menganggukan. Lalu Sophia dan Neil mulai berdiskusi dimana
tempat duduk Neil, dan Simon menaikkan kakinya ke atas permukaan air. "Ayolah,
jangan membuatku menunggu." "Apa?" "Berikan aku sedikit tos kaki. Aku tidak bisa
menjangkau tanganmu," ia bersikeras, menggerakan kakinya maju mundur. Aku tertawa
dan merendahkan sedikit dudukku, meregangkan kakiku keluar dari air dan menepuk
kakinya dengan ringan. "Ugh, pruney." -kisut/mengkerut karena terlalu banyak berada di
dalam air- Simon terbahak. "Aku akan memberimu pruney," aku
2Wallbanger - Alice Clayton
memperingatkannya, mencelupkan kakiku dan mencipratkan air padanya. *** "Aku tidak
bisa lebih nyaman lagi. Serius, aku benar-benar tidak bisa merasa lebih nyaman lagi
sekarang ini jika aku seandainya benar-benar berada di dalam sebuah marshmallow,"
gumamku dengan artikulasi yang tidak jelas karena lidahku terlapisi oleh campuran
Bailey's*) dan kopi. Aku meringkuk di atas bantal-bantal yang berjumlah kurang lebih
lima puluh di sebelah perapian - sebuah perapian dengan luas hampir sepuluh kaki dan
sebuah cerobong dengan tinggi hampir tiga lantai. Terbuat seperti dari batu yang digali,
dan itu besar. Itu adalah titik fokus dari seluruh rumah, dengan kamar-kamar menyebar
keluar dari pusatnya. Dan itu memancarkan panas yang besar. Kami kedinginan hingga
ke tulang ketika pada akhirnya kami masuk kembali ke dalam. Satu per satu, kami
semua menjadi terlalu hangat di jacuzzi, jadi kami menarik diri kami sendiri keluar untuk
mendinginkan tubuh sedikit. Pada saat kami menyadari betapa dinginnya malam, kami
menggigil dan gigi pun gemeletukan, dan tidak menginginkan apapun selain meringkuk
di samping perapian. Saat kami telah memilih kamar, aku segera menyadari, para gadis
menyelinap ke dalam kamar tidur utama untuk berganti kedalam piyama kami dan
kembali bergabung dengan para pria, yang sekarang semuanya telah mengenakan
T-shirt dan celana piyama. Kami membuat sepoci kopi, dan aku mengiris beberapa roti
cranberry-jeruk tambahan buatanku yang dengan bijak aku sembunyikan dari Simon.
Dua sloki Bailey's dalam secangkir kopi, dan kami semua bersantai dekat perapian
seperti sebuah iklan untuk Currier and Ives. Simon telah duduk bersandar bak seorang
raja di dekat perapian dan menepuk tumpukan bantal didekatnya. Aku menenggelamkan
diri disana dan beberapa bulu-bulu beterbangan berputar-putar disekitar kepala kami.
Kami tahu setiap laki-laki mempunyai cara yang berbeda untuk menyalakan api-kayu
bakar, koran, kayu bakar dan koran- ketika akhirnya kepala Sophia melongokkan
kepalanya keatas sana dan memberitahukan bahwa cerobong asapnya masih tertutup.
Membawa kembali beberapa kayu bakar, pada saat itu para pria memberikan semuanya
pada Ryan, tidak ada alasan lain selain bahwa ia adalah satu-satunya yang memegang
korek api. Tapi dalam beberapa menit, mereka berhasil membuat api berkobar, dan
sekarang kami semua duduk mengelilingi perapian, mengantuk, dan terpuaskan. Aku
menarik napas dalam-dalam. Tidak ada aroma yang menandingi api yang
sebenarnya-bukan perapian dari gas, bukan dari beberapa lilin, tapi sebuah kemurnian
dari perapian dengan bunyi berderak dan gemeretak dan sedikit bunyi berciut berdesing
yang lucu saat uap keluar dari patahan di kayu. "Jadi, Caroline, sudahkah kamu
meminta Simon untuk mengajarimu selancar angin?" tanya Mimi tiba-tiba dari tempatnya
duduk di lengan sofa. Kami hening sejenak, mengantuk dan hampir bermimpi, yang
telah sedikit kumulai sediki saat Mimi berbicara. "Apa" Maksudku, apa?" tanyaku, keluar
dari alam bantalku dan kembali ke masa kini. "Well, para pria disini adalah peselancar
angin. Kau ingin belajar selancar angin, dan aku yakin Simon disini akan
menunjukkannya padamu, iya kan, Simon?" Mimi tertawa, menyesap tetes kopinya yang
terakhir dan meluncurkan dirinya dari lengan sofa ke pangkuan Ryan dengan nyaman.
Mereka saling tersenyum sesaat sebelum mereka menyadari apa yang mereka lakukan
dan Ryan dengan bercanda memindahkan Mimi dari pangkuannya sendiri keatas
pangkuan Neil. Ia tidak menyadari pertanyaan awal Mimi, tapi sekarang ia tampak
sangat sadar dengan semua rencana licik Mimi. "Kau ingin belajar selancar angin?"
tanya Simon, menoleh ke tumpukan bantalku. "Sebenarnya, iya. Aku selalu ingin
mencobanya." "Itu sulit-aku tidak akan berbohong. Tapi itu benar-benar setimpal."
Simon tersenyum, dan Ryan mengangguk dari seberang ruangan. "Tentu, Simon akan
menunjukkannya padamu. Dengan senang hati," Ryan menimpali, mendapatkan
kedipan mata dari Mimi dan putaran mata dariku. "Kita bisa merencanakan sesuatu saat
kita kembali ke kota," saranku. "Jangan bicara lagi malam ini. Gadis ini telah
2Wallbanger - Alice Clayton
memutuskannya, " kata Sophia. "Aku mengantuk. Dimana kita semua akan tidur?" Ia
Wallbanger Karya Alice Clayton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyandarkan kepalanya ke belakang kursi dimana ia telah meringkuk disana. "Well,
ada berapa kamar yang kita miliki?" tanya Simon saat aku terduduk dan menguap. "Ada
empat kamar, jadi silahkan pilih," jawab Sophia, lalu dengan bijak ia menghabiskan sisa
air di dalam botol. "Apa kita tidur berpasangan cowok-cewek, cowok-cewek?" tanyaku,
tertawa saat aku melihat wajah terkejut Simon. "Kita bisa, tentu saja," jawab Mimi,
terlihat sedikit gugup saat melihat Neil. Aku menahan tawa saat aku melihat Sophia dan
Ryan bertukar pandangan ketakutan yang sama. Simon pun melihat hal yang sama
juga. "Yeah, tentu! Jangan biarkan Caroline dan aku berdiri di tengah jalan diantara
pasangan kekasih! Mimi, kau dan Neil pilihlah sebuah
2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
kamar, Sophia dan Ryan bisa memilih satu kamar, dan Caroline dan aku akan
mengambil kamar yang tersisa. Sempurna. Benar, Caroline?" "Kedengarannya
sempurna bagiku. Aku hanya akan membilas cangkir-cangkir ini. Sekarang, kalian
semua pergilah tidur. Pergi! Pergilah dengan cepat! teriakku. Simon dan aku bergegas
membersihkan cangkir sambil menyelinap dan mengintip mereka berempat melalui bahu
kami. Mereka berempat tampak seperti mereka baru saja memulai mars kematian. "Oh,
man, aku harap ini berhasil... demi kepentinganku." Aku berdiri di belakang Simon saat
kami melihat mereka berempat menjadi dua pasang saat mereka berpisah di depan
pintu kamar tidur. "Mengapa demi kepentinganmu?" bisiknya, menolehkan wajahnya
menjadi sedikit lebih dekat dengan wajahku. "Karena sekarang, di balik pintu itu" Sophia
dan Mimi sedang mencoba mencari cara yang terbaik untuk menyakitiku. Menyakitiku
secara fisik," desahku, mundur ke belakang untuk membilas cangkir kopi dan
menaruhnya di mesin cuci piring. Simon menambahkan sabunnya dan
menyalakannya. Saat kami berjalan memutar, kami mematikan lampu, kami berbicara
tentang rencana hiking yang akan kami lakukan besok. "Kau tidak akan memperlambat
aku, bukan?" goda Simon. Aku mendorongnya ke dinding. "Coba saja, kau akan
memakan jejak debuku besok, bucko -pembual," aku memperingatkannya,
menyambar tasku dan berjalan menuju ke kamar tidur. "Kita lihat saja nanti, Nightie Girl.
Omong-omong, punya ada gaun malam yang dipersembahkan untukku di dalam sana?"
Simon menyambar tasku saat ia mengikutiku menyusuri lorong. "Tetaplah di luar sana.
Tidak ada tempat di dalam kamarku, ataupun dimana saja untuk hal itu." Aku berhenti di
kamar yang telah aku pilih. Ia berjalan melewatiku menuju ke pintu kamar sebelah.
"Lihatlah, sekali lagi kita berbagi dinding kamar tidur." Ia menyeringai. "Well, aku tahu
kau sendirian disana, jadi lebih baik aku tidak akan mendengar benturan apapun," aku
memperingatkannya, bersandar di kusen pintu. "Tidak, tidak ada benturan. Selamat
malam, Caroline," ia berkata dengan lembut, bersandar di kusen pintunya sendiri.
"Malam, Simon," jawabku, sedikit mengibaskan jari tanganku padanya saat aku
menutup pintuku. Aku menaruh tasku di tempat tidurku dan tersenyum. *** "Ayolah,
guys, tidak terlalu jauh lagi," aku berteriak ke belakang saat berlari pada jalur terakhir
hiking. Sekarang kami telah hiking selama sekitar dua jam terakhir, dan sementara
setiap orang tetap bersamasama sejenak, dalam tiga puluh menit terakhir atau lebih,
Ryan telah semakin lambat, dan Neil mengikutinya. Simon dan aku terus berpacu
bersama-sama, dan hampir mencapai puncak. Aku telah berhasil menghindari hanya
berdua dengan Sophia ataupun Mimi, meskipun mata bengkak dan wajah lelah ada di
wajah mereka berempat adalah bukti tidak ada seorangpun yang bisa tidur nyenyak
semalam-kecuali Simon dan aku. Setelah sarapan, aku menghindari regu tembak
dengan cara berganti pakaian dengan cepat dan menunggu para pria di luar sebelum
hiking. Aku tahu begitu aku kembali ke rumah aku akan menghadapinya, meskipun aku
2Wallbanger - Alice Clayton
akui aku penasaran mengetahui bagaimana rencana mereka untuk mengamuk tanpa
mengakui bahwa tidur bersama laki-laki yang telah mereka kenal berminggu-minggu
bukan merupakan, pada kenyataannya, m apa yang mereka ingin lakukan. Tapi seperti
perkataan Simon, "Ini untuk hal-hal yang akan kau hadapi." Malam ini seharusnya
menjadi malam yang menarik. Aku mendorong badanku naik dan melewati punggung
bukit kecil yang terakhir dan berhasil mencapai puncak. Simon hanya beberapa yard di
belakangku, dan aku bisa mendengar jejak kakinya. Aku menarik napas dalam, udara
bersih mengisi paru-paruku. Ini terasa dingin, tapi aku merasa hangat karena
pengerahan tenagaku. Sudah lama sejak aku pergi ke luar kota, dan tubuhku
merindukan hiking seperti ini. Kakiku terasa terbakar, hidungku terasa berlari, aku
berkeringat seperti seekor babi, dan aku tidak bisa ingat kapan aku merasa lebih baik.
Aku tertawa terbahak-bahak saat aku melihat ke danau di bawah, memata-matai
beberapa ekor elang yang meluncur menuruni lereng. Biru gelap dari danau, hijau tua
dari hutan, putih polos dan krem dari batuan : itu indah. Dan kemudian ada warna biru
favoritku yang baru. Simon muncul di sampingku, bernapas sedalam yang aku lakukan.
Ia merentangkan tangannya lebar-lebar dan melihat lembah di bawah. Ia melepaskan
lapisan baju luarnya saat kami mendaki dan sekarang ia mengenakan T-shirt putih
dengan kemeja flanel diikat di pinggangnya. Celana berwarna khaki, sepatu hiking, dan
tersenyum lebar melengkapi mimpi basah yang aku sekarang lihat, bukannya melihat
keindahan alam yang mengelilingi kami. Dan mata biru itu-aku bisa melihat mata itu
membingkai setiap pemandangan saat ia melihat sekeliling. "Indah," aku menarik napas,
dan ia menoleh padaku. Aku tertangkap basah sedang menatapnya. "Maksudku, ini
indah bukan?" aku tergagap, menunjuk liar dengan lenganku. Ia tampaknya tahu persis
apa yang telah aku lakukan, dan aku merasa pipiku berubah merona. Untungnya, aku
masih sedikit kekurangan napas karena telah mendaki, dan aku berharap aku sudah
cukup merah. "Iya, ini benar-benar indah. Sangat indah." Ia tersenyum, dan kami saling
berpandangan. Ia mengambil beberapa langkah mendekatiku, dan aku merasakan
pergeseran dan perubahan udara. Aku menggigit bibirku. Ia mengusap rambutnya
dengan tangannya. Kami tersenyum. Tidak ada kata-kata, tapi bahkan binatang hutan
bisa mengatakan bahwa ada sesuatu yang akan terjadi dan mereka bijaksana karena
tetap tinggal di lubang tersembunyi mereka. "Hai," katanya dengan pelan. "Hai,"
jawabku. "Hai," katanya lagi, mengambil satu langkah terakhir kearahku dan melangkah
memasuki lingkaran kecilku. Satu langkah lagi dan ia
2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
akan praktis berada di atasku. Dan bagaimana. "Hai," kataku sekali lagi, memiringkan
kepalaku ke samping dan membiarkannya tahu dia bisa mengambil langkah terakhir itu.
Simon mencodongkan tubuhnya ke arahku, nyaris, tapi hampir seolah-olah ia akan...
"Parker!" suara teriakan dari bawah, dan kami berdua meloncat mundur. "Parker!" suara
itu terdengar lagi, dan aku mengenali suara Ryan dari bawah sana yang seperti teriakan
jungle-man - manusia hutan. "Ryan," kami berdua berkata bersamaan dan tersenyum.
Sekarang mantra vodoo sudah tidak pekat lagi, aku sudah bisa melihat segalanya
dengan jelas, dan aku mengulang kata harem berulang-ulang di kepalaku. "Di atas sini!"
teriak Simon, dan Ryan muncul di dekat tikungan. "Hey! Neil sudah tidak mampu lagi,
sudah kepayahan, sudah menyerah. Kalian sudah siap untuk turun?" tanyanya,
melompat dari batu ke jalan dan ke batu lagi dengan mudah seperti kambing gunung.
Bahkan ia tidak nampak seperti kehabisan napas. Hmmmm... "Yep, kami baru saja mau
mencari kalian," kataku, menendangkan kakiku ke belakang untuk peregangan yang
cepat. "Apa ia benar-benar berusaha mendaki lebih dekat ke puncak?" tanya Simon,
berjalan menuruni jalan setapak. "Ia berbaring melintang di jalan setapak seolah-olah ia
2Wallbanger - Alice Clayton
adalah pemilik tempat itu, menolak untuk mendaki lebih tinggi lagi." Ryan tertawa, berlari
terlebih dahulu dan memanggil Neil untuk memberitahukannya kami dalam perjalanan.
"Kau yakin kau tidak ingin tinggal di sini lebih lama lagi" Maksudku, kita sudah berusaha
keras untuk mencapai puncak di sini," tanya Simon, meraih bahuku untuk
menghentikanku berlari menuruni gunung setelah Ryan. Aku merasakan kehangatan
tangannya di bahuku dan memaksa hormonku berlari ke seluruh tubuhku. "Aku yakin.
Kita harus segera kembali. Sepertinya badai akan datang." Aku mengangguk ke arah
cakrawala dimana segumpal awan hitam mulai muncul. Matanya mengikuti arah mataku
memandang, dan ia mengerutkan keningnya. "Mungkin kau benar. Kita tidak ingin
terjebak disini sendirian," gumamnya. "Disamping itu, jika kita tidak cepat-cepat, kita
tidak akan bisa menggoda Neil yang dikalahkan oleh seorang cewek saat hiking di
gunung." Aku menyeringai, dan ia tertawa terbahak-bahak. "Hell, kita tidak akan
melewatkan itu. Mari kita pergi." Dan kami menuruni jalur yang telah kami lewati. ***
"Jadi bagaimana acara gangbangmu -pesta seks, Caroline?" tanya Sophia saat ia
menemukan kami semua minum di dapur setelah hiking kami. Tiga pria itu
masing-masing memiliki versi yang berbeda dalam menenggak minumannya, tapi aku
dengan tenang melanjutkan menyesap minumanku seperti seorang wanita.
"Menakjubkan, terima kasih. Neil khususnya. Kami praktis harus menggendongnya
menuruni gunung setelah aku selesai dengannya," jawabku dengan manis. Para lelaki
memulihkan wajah konyolnya, tapi Neil hampir tidak bisa berhenti memandangi tank top
ketat Sophia. Kekasihnya yang sebenarnya" Bermain mencari-cari Mimi, kepala Ryan
berputar dengan sangat cepat aku bisa bersumpah bahwa ia adalah seekor burung
hantu. Aku menggelengkan kepalaku dan mengeluarkannya dari penderitaan. "Dimana
Mimi" tanyaku. "Mandi, yang mana kalian berempat jelas butuhkan. Di luar sana sangat
dingin. Bagaimana kalian bisa begitu sangat berkeringat?" tanya Sophia, dengan
mengerutkan hidungnya. "Kami berusaha keras mencapai puncak gunung itu. Hiking itu
lebih berat dari yang kau pikirkan," kata Neil terengah-engah, dan kami bertiga dengan
bijak tetap diam tentang serangan jantung yang hampir ia alami lima puluh kaki dari
puncak. Aku mengambil sebuah apel dan menuju ke kamarku bersama Sophia yang
mengekor di belakangku, seperti yang telah diduga. Aku tersenyum sedikit dan
memutuskan untuk bersikap santai dengannya-hanya bertanya padanya tentang hal itu,
memberikannya sebuah jalan keluar. "Kau tampak mengerikan mengenakan celana
pendek itu, Caroline," kata Sophia saat ia mengikutiku ke kamarku. Tidak. Tidak akan
terjadi. Tidak mudah untuk diungkapkan. "Terima kasih, sayang. Haruskah aku
mengemas sedikit makanan kucing untukmu saat aku mengemas tas travel Clive?" aku
mendengus. Sophia ambruk di kasurku, meringkukkan tubuhnya di salah satu bantal
yang sangat besar. "Dimana Clive berada sekarang" Siapa yang merawatnya minggu
ini?" "Ia tinggal bersama dengan Paman Euan dan Paman Antonio. Sekarang ia pasti
duduk-duduk di kasur sutra dan disuapi tuna gulung. Ia menjalani kehidupannya". "Ia
punya kehidupan, itu pasti," katanya, wajahnya berkabut sebentar saat ia mendapatkan
kenyamanan. Aku melepaskan bajuku yang basah oleh keringat dan membungkus
tubuhku dengan jubah mandi yang tergantung di belakang pintu. Ia memuji sport bra
pilihanku dan tertawa saat ia melihat aku memadankannya dengan celana dalam motif
leopard, tapi kemudian ia kembali ke ekspresi murungnya. "Ada apa, Sophia?" tanyaku,
berbaring di kasur di sampingnya dan menelingkupi diriku sendiri dengan bantal juga.
"Tidak ada apa-apa, kenapa?" tanyanya. "Kau terlihat sangat sedih." "Eh, aku hanya
tidak bisa tidur dengan nyenyak, sepertinya." "Oh benarkah" Mr. Ryan membuatmu
terjaga di malam hari, hmm" Ia tidak punya cukup energi di gunung hari ini..." aku
menyenggolnya dengan sikuku. "Tidak, tidak, tidak seperti itu. Aku hanya... Entahlah.
Aku hanya tidak bisa tenang kemarin malam. Biasanya aku bisa tidur nyenyak di sini,
2Wallbanger - Alice Clayton
tapi kemarin malam iyu terlalu tenang, aku hanya..." Ia memukul bantalnya sedikit
dengan kepalan tangannya, memaksanya menjadi suatu bentuk yang baru. "Oh begitu.
Tapi, aku bisa tidur dengan nyenyak!" Aku tertawa, dan ingin memaksa kepalaku
menjadi bentuk baru dengan kepalan tangannya. "Kau ingin mabuk malam ini?"
tanyanya ketika kami akhirnya menjadi lebih tenang. "Tentu saja. Kau?" "Iya, ma'am."
Ada ketukan di pintu, dan Mimi menjulurkan kepalanya yang tertutup dengan handuk.
"Apakah ini adalah sesi pribadi, atau bisakah seorang yang non-lesbian ikut bergabung
juga di kasur ini?" tanya Mimi.
2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
Kami melambaikan tangan agar ia masuk, dan ia melompat dari lantai ke kasur dan
mendarat di atas kami berdua. "Apa yang kita lakukan di sini, nona-nona" Foreplay atau
baru akan menuju kearah sana?" tanyanya. "Kumohon katakan foreplay," suara
seorang pria terdengar dari pintu yang sekarang terbuka. Kami berguling untuk melihat
pria-pria yang ada di pintu, versi berbeda dari
oh-astaga-para-cewek-ada-diatasranjang-bersama-sama tampak di wajah mereka. "Oh,
sadarlah. Seperti kami akan pernah memberitahukan seorang pria apakah kami butuh
foreplay atau tidak saja." Sophia terkikik, menendangkan kakinya ke udara dan
melambaikan tangannya pada mereka dari atas bahuku. Mereka menmmindahkan berat
badan mereka dari satu kaki ke kakinya yang lain dan berdehem. Sangat mudah
ditebak. "Kami berencana mabuk-mabukan malam ini. Kalian para cowok mau ikut?"
teriak Mimi. Meskipun sekarang in tidak ada alkohol di dalam sistemnya, tingkat volume
Mimi Si Mabuk telah melakukan pertunjukan ulangan. "Okey dan okey," jawab Ryan,
memberikan kami salute kecil yang aneh yang membuat kami tertawa terbahak-bahak.
"Sekarang pergilah, boys, dan berikanlah kami waktu cewek," Sophia menjulurkan
lengannya melewati bahunya, mengangkatvsedikit jubah mandiku dan memberikan
bokongku pukulan yang cepat. Aku memekik dan berusaha menutupi tubuhku, tapi itu
terlambat. "Bung. Motif leopard," Neil berbisik pada Simon dengan bisikan yang
sebenarnya lebih keras dari sekedar berbicara. "Aku tahu, aku tahu," balas Simon, lalu
ia mengusap-usap tangannya pada wajahnya seolah secara fisik ia berusaha
menghapus gambaran yang ada di otaknya. Simon menyukai motif binatang. Harus
dicatat. "Ayolah, guys. Para wanita telah meminta waktu untuk sendirian, jadi mari kita
tinggalkan mereka." Ryan menarik mereka ke lorong dan menutup pintu di belakang
mereka dengan kedipan mata yang membuat seluruh leher Mimi berubah merah.
Sophia memeriksa kuku-kuku jarinya. Sungguh aku akan bersenang-senang dengan
dua orang ini nanti malam. "Di mana kau bejar memasak seperti ini" Tuhan, ini lezat!"
seru Neil, mengambil tambahan paellanya -hidangan yang berasal dari Spanyol berupa
nasi yang diberi bumbu rempah dan diberi campuran hasil laut- yang ketiga dari panci
besar yang berada di tengah meja. "Terima kasih, Neil." Aku tertawa saat ia mengambil
beberapa sendok nasi lagi. Simon menganggukan kepalanya ke gelas wine-ku, dan aku
balas mengangguk padanya. Aku berpikir tentang membuat versi cepat pael saat aku
melihat semua seafood segar yang dijual di pasar lokal, dan saat aku melihat anggur
spesial yang mereka jual Spanish Ros" dan Cava, rencanaku menjadi makin matang.
Kami memulainya dengan Cava sementara menyiapkan masakan di dapur. Kilauan
Spanish wine akan sempurna dengan irisan Manchego yang telah aku beli juga, serta
sedikit asinan zaitun. Sekali lagi, Simon adalah asistenku, dan kami bekerja sama di
dapur. Empat orang yang lain duduk di bangku bar di seberang kami sementara kami
memasak, seseorang memutar rekaman lama dari Otis Redding di turntable -meja
putar- kuno, dan kami tenggelam dalam kesibukan. Wine mengalir sebebas
percakapan kami, dan aku tahu ini berpotensi menjadi group yang solid. Minat yang
2Wallbanger - Alice Clayton
sama, selera humor yang sama, tapi semuanya cukup berbeda untuk menjaganya tetap
hidup. Berbicara tentang hidup, saat alkohol terserap, dinding kesadaran mulai runtuh,
Mimi dan Sophia nyaris tidak bisa menyembunyikan rasa ketertarikan mereka yang
salah tempat. Bukan seperti yang dipikirkan oleh para lelaki. Kenyataannya, merekalah
yang menganjurkannya. Saat ini Ryan sedang memeriksa kaki Mimi karena Mimi
bersikeras itu adalah gigitan laba-laba. Faktanya Ryan telah memeriksanya beberapa
menit dan bisa dikatakan bahwa pemeriksaan itu termasuk memijat betis yang tidak
luput dari perhatianku, maupun Simon. Dia menyeringai dan mengisyaratkan padaku
agar mendekat. Aku meluncur ke bangku dan menundukan kepalaku padanya. Ia
meletakkan mulutnya di telingaku, dan aku menghirup aromanya. Wine, panas, dan
seks sebenarnya berlari langsung ke lubang hidungku dan menyerang otakku,
mengubah segalanya menjadi sedikit kabur. "Berapa lama sebelum mereka
berciuman?" bisiknya, mulutnya begitu dekat aku bersumpah aku merasa mulutnya
menyapu telingaku. "Apa?" tanyaku, mulai terkikik seperti yang aku lakukan ketika aku
sedikit terlalu banyak minum dan sedikit terlalu banyak hal seksi yang tergantung di
hadapanku. "Berapa lama" Kau tahu, sebelum mereka mencium orang yang salah?"
tanyanya saat aku menoleh untuk melihat ke dalam matanya. Mata itu, oh, mata itu
sekarang memanggilku. "Maksudmu orang yang tepat?" bisikku. "Yeah, orang yang
tepat," jawabnya, bergeser sedikit lebih dekat di bangku. "Aku tidak tahu, tapi jika
ciuman itu tidak segera datang, aku akan meledak," aku mengakui, menyadari
sepenuhnya aku tidak lagi membicarakan tentang teman-teman kami. Dan
menyadari sepenuhnya bahwa ia tahu benar aku tidak lagi membicarakan tentang
teman-teman kami. "Hmm, aku tidak ingin kau sampai meledak." ia sekarang hanya
seinchi dari wajahku. Harem. Harem. Harem. Aku mengulangi mantra ini
berulang-ulang. "Aku ingin pergi ke jacuzzi." Rengekan menarikku menjauh dari voodoo
dan kembali ke dapur. 2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
Dimana disana orang-orang berada. "Aku ingin pergi ke jacuzzi," aku mendengarnya
lagi dan menoleh ke arah Mimi. Bayangkan betapa terkejutnya aku ketika aku melihat
bahwa Sophia sebenarnyalah yang merengek, dan ia sekarang bergantung pada Neil
seperti tas ransel. "Okey, jadi pergilah ke jacuzzi. Tidak ada satu orangpun yang akan
menghentikanmu," desakku, meluncur menjauh dari Simon dan kembali di depan
piringku di mana aku mulai memisahkan kacang polong dari lobsterku. Aku sudah
kenyang, tapi aku tidak akan pernah meninggalkan lobster di piring. Aku punya
standar, bagaimanapun juga. "Kau jug harus ikut," rengek Sophia lagi saat aku mulai
memahaminya. Sophia sudah mabuk. Sophia bisa menjadi tukang penggelayut saat ia
mabuk. Oh boy. "Pergilah. Aku akan sedikit membersihkan dapur dan kemudian
bertemu kalian disana," kata Simon, mengambil piringku dan mulai berdiri. "Hey, hey,
hey! Penggigit lobster, hello," protesku saat aku meraih garpuku. "Ini. Aku tidak akan
pernah menjadi penghalang antara seorang wanita dan lobster miliknya." Ia tersenyum,
menawarkan garpuku kembali. Aku menerima gigitan lobster dengan sebuah senyuman
dan berdiri. Aku sedikit lebih mabuk daripada yang aku pikirkan, dan fakta ini muncul
saat gravitasi mulai menggodaku. "Whoa, kau baik-baik saja?" tanyanya,
menyeimbangkanku saat Sophia mulai berjalan ke kamar tidur. "Yeah, aku baik, aku
baik-baik saja," jawabku, melangkahkan kakiku dan memenangkan pertempuran.
"Mungkin kau sebaiknya pelan-pelan saja?" tanyanya, mengambil gelas wine-ku. "Oh,
Wallbanger Karya Alice Clayton di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
santailah, ini adalah sebuah pesta," teriakku, mulai tertawa. Tiba-tiba semuanya menjadi
lucu. "Oke, pesta dimulai." Ia tersenyum saat aku menuju ke kamar tidur untuk berganti
pakaian. Yang terbukti lebih sulit dari yang aku pikirkan. Sulit mengikat tali bikini saat
2Wallbanger - Alice Clayton
kau lebih dari sedikit mabuk. *** "Okay, berikutnya Caroline. Truth or dare," -kebenaran
atau tantangan- teriak Mimi, sekali lagi membuktikan bahwa Drunky Mimi hanya memiliki
satu level volume. "Kebenaran," aku balas berteriak, memercikkan air ke wajah Sophia
dengan tidak sengaja saat aku mengulurkan tangan ke belakang untuk mengambil
gelas wine-ku. Kami membawa botol terakhir Cava dan yang mana terus menerus
bekerja dengan jalannya sendiri di dalam tubuh kami. Dan itu terus menerus bekerja
dengan jalannya sendiri di dalam tubuh kami, permainan kami menjadi makin dan
semakin berbahaya. Langit sedikit berderak dengan cahaya petir di kejauhan, dan
gemuruh kecil dari guntur hanya terdengar di awal saja yang kemudian hanya terdengar
suara cekikikan dan percikan air. Begitu kami keluar dan berendam di jacuzzi, itu hanya
beberapa menit sebelum Neil menyarankan sebuah permainan Truth or Dare,
(Kebenaran atau Tantangan) dan hanya beberapa detik setelah itu sebelum Sophia
menyetujuinya. Awalnya aku mentertawakannya, aku berkata tidak mungkin aku ikut
bermain sebuah permainan anak kecil. Tapi saat secara tersirat Simon berkata bahwa
aku adalah pengecut, alkohol semakin mempengaruhi isi kepala yang buruk dan
meneriakkan sesuatu sebagai efeknya, "aku akan bermain Truth Or Dare, kau
berengsek, sampai kau tidak bisa mengatakan kebenaran dari tantanganmu!"
Pernyataan ini sangat masuk akal di kepalaku dan tampaknya logis juga bagi Mimi dan
Sophia, karena mereka langsung mulai menawarkanku high-five (tos tangan) dan
yel-yel you-go-girls. Aku sangat yakin aku melihat Simon menggelengkan kepalanya,
tapi ia tersenyum, jadi aku membiarkannya saja. Dan menuangkan segelas Cava lagi.
"Dimana satu tempat yang ingin kau kunjungi dan kau belum pernah kesana," tanya
Mimi, bersenandung mengikuti lagu-lagu yang berasal dari pintu Perancis. Sophia telah
menemukan semua lagu-lagu lama milik kakeknya, dan Simon hampir memiliki
kecocokan saat ia melihat koleksi lagu itu. Ia telah memilih sebuah album dari Tommy
Dorsey, dan band besar itu semakin menonjolkan malam yang sempurna.
"Membosankan, buatlah dia memilih tantangan!" Simon berkata, dan aku menjulurkan
lidahku ke arahnya. "Ini tidak membosankan, dan dia telah memilih kebenaran jadi ia
akan mengatakan kebenaran. Caroline, dimana satu tempat di bumi ini yang ingin kau
kunjungi?" Mimi bertanya lagi. Aku menyandarkan kepalaku di pinggiran jacuzzi. Aku
menatap bintang-bintang dan gambaran datang dengan cepat di pikiranku: angin yang
bertiup dengan lembut, kehangatan matahari menerpa wajahku, lautan terpapang luas
di depanku yang dihiasi dengan bebatuan terjal. Aku tersenyum hanya dengan
memikirkannya saja. "Spanyol," desahku pelan, senyum menghiasi wajahku saat aku
membayangkan diriku di pantai Spanyol. "Spanyol?" tanya Simon. Aku memalingkan
wajahku ke arahnya. Ia tersenyum padaku. "Spanyol. Kesanalah aku ingin pergi. Tapi itu
terlalu mahal, itu akan harus ditunda beeberapa saat," aku tersenyum lagi, pikiranku
masih membayangkan gambaran itu. "Hey, tunggu, Simon, bukankah kau akan pergi ke
Spanyol bulan depan?" tanya Ryan, dan mataku melebar. "Um, yeah. Ya , aku akan
kesana," jawab Simon. "Bagus! Caroline, kau bisa pergi bersamanya," Mimi
memutuskan, bertepuk tangan dan beralih ke Ryan. "Ryan, kau selanjutnya." "Tidak,
tidak, tunggu sebentar. Pertama-tama, aku tidak bisa hanya pergi begitu saja dengan
Simon ke Spanyol. Dan kedua, ini adalah giliranku," protesku, saat Simon duduk tegak.
"Sebenarnya, kau bisa pergi begitu saja dengan Simon ke Spanyol," katanya, menoleh
padaku sepenuhnya. Di sisi lain jacuzzi menjadi sangat tenang. "Um, tidak. Aku tidak
bisa. Kau bekerja. Aku tidak bisa melakukan perjalanan seperti itu, dan selain itu, aku
tidak tahu bisakah aku mengambil cuti bulan depan." aku merasa hatiku mengembang
saat aku memproses apa yang baru saja ia katakan. "Sebenarnya, aku pernah
mendengar Jillian memberitahumu bahwa bulan depan akan menjadi waktu yang tepat
untuk mengambil liburanmu sebelum musim liburan," cetus Mimi. Mimi tenggelam
2Wallbanger - Alice Clayton
kembali ke dalam bayang-bayang saat aku memelototinya. "Anggaplah itu benar, tapi
aku juga tidak mampu untuk itu, jadi diskusi selesai. Sekarang, aku yakin ini adalah
giliranku. Mari kita lihat, siapa yang seharusnya aku pilih?" aku melihat setiap orang
disekelilingku. 2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
"Tidak akan semahal itu. Aku sudah menyewa sebuah rumah, dan itu sudah pasti telah
dibayar. Tiket pesawat dan belanja-itu semua saja yang seharusnya kau bayar,"
Simon menambahkan, tidak membiarkan masalah ini berlalu. "Hey, itu kesepakatan
yang bagus, Caroline," Mimi menyembur, energi Mimi membuat riak kecil di sekitar
jacuzzi. "Okay, Mimi, kebenaran atau tantangan?" tanyaku, menggertak gigiku dan
memaksakan permainan ini. "Hey, kita sedang mendiskusikan sesuatu di sini. Jangan
mengubah topik pembicaraan," kata Mimi keberatan. "Well, aku sudah selesai dengan
diskusinya. Kebenaran atau tantangan, kau si berengsek kecil," kataku lagi,
memberitahunya bahwa aku serius. "Baiklah. Tantangan," jawab Mimi mencibir.
"Bagus. Aku menantangmu untuk mencium Neil," aku membalasnya, tidak ragu
sedikitpun. "Apa?" teriaknya, saat seisi jacuzzi ikut terperangah. "Hey, kita kan hanya
bermain saja, bukan" Dan Mimi, sebenarnya, ini tidak terlau mengejutkan bahwa aku
menantangmu untuk mencium laki-laki yang telah kau pacari selama berminggu-minggu
terakhir ini, ya kan?" "Well, tidak, aku hanya, aku tidak suka menunjukkannya di tempat
umum," jawabnya tergagap, hampir lebih parah. Ini pengakuan dari gadis yang hampir
ditangkap karena ketelanjangannya di publik ketika ia ditemukan di bawah bangku di
pertandingan football tahun pertama di Berkeley. "Oh, ayolah, apa permasalahannya?"
Simon ikut-ikutan, dan aku menatapnya dengan penuh rasa terima kasih. "Tidak ada,
hanya saja-" ia berkata lagi, dan Neil menyelanya. "Oh, kemarilah, Tiny," seru Neil dan
menarik Mimi. Mereka saling memandang beberapa detik, dan kemudian menyampirkan
sehelai rambut Mimi dari wajahnya. Neil tersenyum dan Mimi mencodongkan
badannya. Aku mendengar Sophia menarik napas bersamaan dengan Ryan yang juga
menarik napas, dan kami semua melihat Mimi mencium Neil. Dan itu aneh. Mereka
memisahkan diri, dan Mimi berenang kembali ke tempatnya. Di samping Ryan. Untuk
sesaat semuanya menjadi hening. Simon dan aku saling memandang, tidak yakin apa
yang akan dilakukan selanjutnya. Kami telah kehabisan akal. Dan aku kesal saat aku
kehabisan akal. Aku mulai meradang. Kenyataan bahwa aku telah mabuk sama sekali
tidak ada hubungannya dengan reaksi berlebihanku. "Oke, kurasa sekarang adalah
giliranku. Hmmm... Ryan, kebenaran atau tantangan?" Neil memulai, dan aku berdiri,
memercikkan air ke setiap orang di sekelilingku. "Tidak, tidak, tidak! Itu tidak
seharusnya terjadi!" teriakku, menghentakkan kakiku, kehilangan keseimbanganku
dan membuatku tenggelam. Tangan kuat Simon membawaku kembali ke permukaan
air, dan aku melanjutkan omelanku-akibat alkohol. Kilat menyambar, sekarang lebih
dekat, membelah langit. "Kau tidak seharusnya membiarkan Mimi mencium Neil!" kataku
tergagap, menyemburkan air dari mulutku dan menunjuk pada Ryan dan kemudian
menunjuk pada Mimi. Aku berbalik pada Sophia. "Dan kau seharusnya marah pada
Mimi!" "Mengapa aku harus marah pada Mimi" Karena mencium pacarnya?" gumam
Sophia, tiba-tiba mengalihkan perhatiannya pada kuku-kukunya. "Argh!" aku berteriak
dan berbalik kembali pada Mimi. "Mimi, apa kau lebih tertarik pada Neil?" tantangku,
berkacak pinggang saat aku mengamuk. "Neil adalah seorang pria yang selalu aku
idam-idamkan. Dia benarbenar pria tipeku." balasnya seperti robot, menegang saat
Ryan melihatnya dengan sorot mata yang terluka. "Blah, blah, blah, sudahkah kau
bersetubuh dengan Neil?" jeritku, menunjuk-nunjuk serampangan seperti yang aku
cenderung lakukan saat aku minum.
2Wallbanger - Alice Clayton
2Wallbanger - Alice Clayton
pdf by http://cerita-silat.mywapblog.com
"Oke, Caroline, kau sudah mengutarakan maksudmu," Simon menenangkan, mencoba
membuatku duduk kembali. "Maksud apa" Apa yang kalian berdua bicarakan?" tanya
Sophia, mencodongkan tubuhnya ke depan. "Oh, tolonglah, kalian berempat itu konyol!
Aku tidak peduli akan apa yang kalian semua pikir yang kalian inginkan diatas kertas.
Kenyataannya, semua yang kalian lakukan adalah salah!" tukasku, memukul permukaan
air untuk menegaskannya. Mengapa mereka tidak memahaminya" Aku tidak tahu kapan
aku mulai menjadi kesal, tapi selama enam puluh detik terakhir atau lebih, aku bisa
menjadi sangat amat murka. "Apa kau bercanda?" teriak Mimi, berdiri dengan melompat
dengan kakinya di dalam jacuzzi, yang membuat airnya tetap di tingkat yang sama.
"Mimi, ayolah! Semua orang yang memiliki mata bisa melihat bagaimana perasaanmu
dan Ryan antara satu sama lain! Mengapa kau membuang-buang waktu dengan orang
yang lainnya?" aku menekannya. Simon menarikku kembali ke pangkuannya dan
berusaha menenangkanku. "Oke, ini sudah melenceng terlalu jauh," jawab Neil,
beranjak keluar dari jacuzzi. "Tidak, tidak! Neil, lihatlah Sophia. Tak bisakah kau melihat
Sophia benar-benar tertarik padamu" Sial, mengapa kalian semua begitu tolol"
Sungguh" Apa hanya aku dan Simon saja yang bisa melihat dengan jelas disini?"
teriakku sekali lagi, membawa Simon ke dalam percakapan yang ia inginkan ataupun
tidak. Neil menatap pada Ryan, dan kemudian pada Simon. "Bung! seru Neil. "Bung,"
jawab Simon, menunjuk ke arah Sophia, yang berdiri seolah-olah ia ingin mengatakan
sesuatu. Neil meletakkan tangannya di bahu Sophia, dan Sophia berhenti dan duduk
kembali. Neil menganggukkan kepalanya pada Ryan. "Bung?" tanya Neil, dan Ryan
mengangguk kembali padanya. Neil menarik napas dalam-dalam dan menatap Sophia.
"Sophia, kebenaran atau tantangan?" tanya Neil. "Kita tidak sedang tak bermain lagi-"
aku mencoba berteriak, tapi dengan cepat Simon membekapkan tangannya di mulutku
untuk membungkamku. "Semua beres di sini," Simon mengumumkannya saat ia
menjepitku di pangkuannya lebih rapat dengan menggunakan tangannya yang lain di
pinggangku. Guntur menggelegar, menyelimuti adegan ini dengan udara yang tidak
menyenangkan. "Sophia?" tanya Neil lagi. Sophia terdiam, dan tidak menatap kearah
Mimi dan Ryan. "Tantangan," bisiknya dan menutup matanya. Alkohol membuat
segalanya menjadi lebih dramatis. "Aku menantangmu untuk menciumku," kata Neil, dan
semua yang bisa kau dengar sesekali adalah suara burung yang di seberang danau.
Suara gila yang di jacuzzi akhirnya tenang. Kami semua menonton saat Sophia berbalik
pada Neil dan meletakkan satu tangannya di belakang kepala Neil, menarik Neil ke
arahnya. Sophia menciumnya, perlahan namun pasti, dan itu seperti berlangsung
Pecut Sakti Bajrakirana 10 Pendekar Naga Putih 92 Pengantin Ratu Pesolek Pelangi Dilangit Singosari 19
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama