Ceritasilat Novel Online

Babad Tanah Leluhur 6

Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen Bagian 6


sangat pahit. Laki-laki yang teramat dibencinya, yang akan
dihabisi nyawanya adalah justru ayah kandungnya sendiri.
"Oh, Hyang Agung" ternyata benarlah semua yang
dikatakan kakek Pungkur. Bahwa raden Saka Palwaguna adalah
ayah kandungku." "Uh, ibuku benar-benar keterlaluan. Dia telah
menyudutkan aku. Dia telah membuat aku jadi serba salah
menghadapinya. Menghadapi ayah kandungku sendiri. Orang
yang selama ini aku impi-impikan kehadirannya. Ibuku jahat!"
"Oh, Kayan anakku" mengapa engkau memandangku
seperti itu?" "Ibu jahat! Ibu pasti telah membuat ayah susah. Kenapa
Ibu membiarkan ayah yang meratap memohon ibu untuk
kembali. Ibu jahat!"
Anting Wulan tersentak mendengar kata-kata putranya yang
sedemikian kerasnya. Wanita yang tengah dirundung
kesedihan yang tiada terkira itu menjadi terpaku menyaksikan
sikap puteranya. Dia seakan-akan tidak tahu lagi harus berbuat
apa. 522 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
(6) Pada kisah yang lalu diceritakan, Anting Wulan yang
melarikan diri dari halaman pondok Ki Dipanala
menghentikan larinya ketika putranya berontak dan
memintanya berhenti. Di pinggiran hutan kecil yang
sunyi itu, bocah kecil itu menggugat orang tuanya.
Menggugat asal-usulnya yang selama ini ditutup-tutupi.
"Ibu jahat! Ibu kejam! Ibu pasti telah membuat ayah
susah. Kenapa Ibu membiarkan ayah yang meratap memohon
ibu untuk kembali. Kenapa Ibu membiarkan saja" Saya melihat
Ayah tersungkur di atas tanah ketika Ibu meninggalkannya!"
"Oh" Kau?"
"Apakah salah Ayah sedemikian besarnya" Apa yang
telah diperbuatnya, hingga Ibu tidak mau menerimanya
kembali" Hingga Ibu memisahkan saya dengannya"
Memisahkan kami berdua!?"
"Kau" Kayan, anakku?"
"Apakah Ibu juga tidak mau mengerti tentang diri saya"
Hampir setiap malam, selama tiga belas tahun" bayangan lakilaki seperti itu. Bayangan seorang ayah hadir di dalam mimpi
saya. Tetapi sekarang, begitu bayang-bayang itu menjadi
kenyataan" laki-laki itu ternyata adalah orang yang telah saya
buat susah. Dua kali dia hampir terbunuh oleh tangan saya?"
523 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Oh, Hyang Agung" Apa jadinya jika laki-laki itu benarbenar terbunuh di tangan saya" Apa jadinya jika ada seorang
anak yang membunuh ayah kandungnya sendiri?"
"Kayan, anakku" Maafkanlah Ibumu, Nak. Maafkanlah
Ibu. Semua ini memang salah Ibu. Ibu yang bersalah. Masa lalu
Ibu diwarnai dengan awan hitam. Ibu adalah wanita kejam yang
hampir tidak berbeda dengan Lastri. Semua itu terjadi sematamata hanya karena kekerasan sikap Ibumu, Nak."
"Lalu sekarang, apa yang akan Ibu lakukan"! Bagaimana
sikap yang akan Ibu ambil?"
"Ibu" Ibu tidak tahu" Ibu tidak tahu, Kayan."
"Jika begitu, biarlah. Kita lupakan saja semua masa lalu
itu. Semua masa lalu Ibu. Kita lupakan bahwa laki-laki itu
pernah menjadi ayahku, dan suami Ibu. Kita lanjutkan saja kisah
yang telah kita jalani akhir-akhir ini. Bahwa laki-laki itu adalah
orang yang telah membuat Ibu menderita. Bahwa laki-laki itu
adalah musuh utama kita. Karena itu, marilah kita cari laki-laki
itu, dan kita berikan hukuman yang seberat-beratnya. Dan jika
perlu, kita bunuh saja. Mari, Bu?"
"Kayan! Jangan, Nak" Jangan!"
"Kenapa Ibu menghalang-halangi saya" Marilah" kita
bersama-sama mencari musuh kita. Orang yang telah membuat
Ibu menderita." "Tidak! Kau tidak boleh melakukan hal itu!"
524 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Kenapa tidak boleh" Bukankah laki-laki itu adalah
orang yang telah menyakiti Ibu" Membuat Ibu menderita?"
"Benar, Kayan. Tetapi dia tetap Ayahmu. Jangan
hiraukan Ibumu. Biarlah, biarkan urusan itu menjadi urusan
Ibumu saja. Kau tidak perlu mencampurinya."
"Tidak! Bagi saya, Ibu adalah orang yang paling benar!
Ibu telah merawat saya. Ibu adalah segala-galanya bagi saya."
"Tidak! Tidak, Kayan!" Anting Wulan mulai histeris,
tetapi kemudian kata-katanya melemah, "Dengarlah katakataku. Kau tidak boleh mencampuri urusan Ibu dengannya."
"Minggirlah, Bu. Saya harus segera mencarinya. Jangan
menghalangi saya!" "Kenapa kau menjadi seperti ini, Kayan" Kenapa kau
tidak lagi mau mendengarkan kata-kata Ibumu?"
"Menyingkirlah, usahaku yang ketiga kalinya pastilah
membuahkan hasil. Menyingkirlah!"
"Kayan!!!" Melihat kekerasan hati puteranya, Anting Wulan mengejar
gerak lari puteranya dan kemudian mengirimkan totokan untuk
melumpuhkannya. "Ibu" Ibu menghalangi saya?"
525 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Kau pasti tengah mempermainkan ibumu. Kau tengah
memberikan pelajaran pada Ibumu sendiri, Nak" Ibu tahu, Ibu
menyadari betapa kau mencintai ayahmu. Sikapmu," sikapmu
sangat memukul dan melukai hati ibu. Ibu sadar" Ibu telah
melakukan kesalahan maha besar. Kesalahan pertama, adalah
membuat hatinya luka. Dan kesalahan ibu yang sangat besar
adalah justru menutup hubunganmu dengannya. Maafkan
ibumu, Nak. Maafkan Ibumu yang bodoh dan jahat ini?"
Kayan Manggala memalingkan wajahnya. Sisa-sisa air matanya
kembali mengalir dan terasa hangat di pipinya. Perlahan Anting
Wulan mendekati puteranya dan kemudian mengurut jalan
darah puteranya, membebaskan totokannya.
"Ibu harap, kau mau mendengarkan kata-kata Ibumu.
Bersikaplah sebaik-baiknya kepada laki-laki itu. Dia adalah
ayahmu. Maukah kau mendengarkan kata-kata ibu, Kayan?"
"Tujuh tahun kita berpisah, mengapa pertemuan kita
diwarnai hal seperti ini?"
"Ah," Ibu," Maafkanlah Kayan, Bu. Kayan sudah
menyakiti hati Ibu. Maafkan Kayan, Bu."
"Oh, Kayan anakku?"
Beberapa saat keduanya berpelukan. Tetapi tiba-tiba saja
suasana sedih itu dipecahkan oleh Kayan yang melihat seekor
burung Belibis melintas di belakang ibunya.
"Bu, aku mau Belibis itu!"
526 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ah" Mana?"
"Itu! Dia terbang kembali dari atas perahu kecil itu."
"Engkau masih saja menyukai Belibis ini seperti tujuh
tahun yang lalu." "Ah, kepandaian Ibu hebat sekali. Burung itu tidak
berkutik menghadapi Ibu, walaupun dia mampu terbang."
"Pintar sekali kau membuat hati ibumu senang, Kayan.
Sebentar, Ibu siapkan Belibis bakar ini untukmu."
"Tidak perlu, Bu. Menangkap Belibis ini sudah lebih dari
cukup. Sekarang biarlah saya yang mengurusnya dan
menyiapkan Belibis bakar. Ibu dapat duduk di bawah pohon
itu." "Ah, kau" Kau dapat melakukannya?"
"Kayan bukan lagi anak berumur tujuh tahun. Masa
hanya membuat Belibis bakar saja tidak bisa" Tunggu saja, saya
akan memotong Belibis ini dengan batu-batu tajam di sungai
kecil itu." Anting Wulan tertegun memperhatikan puteranya yang
ternyata telah tumbuh menjadi remaja. Dengan cekatan
puteranya memotong Belibis dengan batu-batu tajam dan
kemudian menyiapkan perapian dari ranting-ranting kering.
Sementara api merayap membesar, kembali Kayan mengurus
527 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Belibis yang telah dipotongnya, menguliti dan kemudian
membersihkannya. Dan tidak beberapa lama kemudian"
"Cepatlah, anak pandai. Bau Belibis bakar itu telah
mengusik rasa lapar Ibu."
"Sebentar, semuanya siap. Bersabarlah?"
"Kau pandai sekali Kayan. Ibu benar-benar tidak
menyangka." "Jangan memuji. Ibu yang justru yang luar biasa sekali.
Gerakan ibu tadi hampir-hampir tidak bisa diikuti dengan mata.
Kemana saja Ibu selama ini?"
"Nanti Ibu akan bercerita banyak sekali. Hei" Belibis itu
sudah boleh kau angkat. Ibu tidak mau menikmati Belibis
hangus." "Baiklah, kelihatannya memang sudah cukup matang."
Sebentar kemudian, tidak saja aroma Belibis bakar itu yang
dinikmati mereka, tetapi sedikit demi sedikit sambil meniup
daging yang masih panas itu, mereka menikmatinya.
"Luar biasa sekali nikmatnya Belibis bakar. Entah karena
apa, mungkin karena sejak kemarin perut ini tidak diisi."
"Ibu tidak bisa menghabiskan separuh Belibis ini. Ini kau
habiskan." "Tidak ah, Ibu juga lapar sekali."
528 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ah, betul Kayan. Ibu sudah kenyang. Ayo, ini
habiskanlah!" "Terima kasih, Bu." Sambil mengunyah Belibis bakar,
Kayan menunjuk ke arah sungai, "Jika ibu mau minum, ibu
dapat menemukan mata air yang bersih di pinggir sungai itu."
"Ah, baiklah. Ibu sekalian akan membersihkan tangan
dan juga muka..." Beberapa saat kemudian"
"Perut kenyang. Mata Kayan jadi mengantuk, Bu?"
"Kemarilah, berbaringlah di pangkuan Ibu."
"Ahahah" Kayang bukanlah lagi anak kecil, Bu. Itu
adalah cerita tujuh tahun yang lalu. Tidur-tiduran di pangkuan
Ibu sambil mendengarkan dongeng yang Ibu ceritakan."
"Ayolah, Kayan" Kemarilah" Apakah kau sudah malu
tidur-tiduran di pangkuan Ibu" Ibu mempunyai sebuah
dongeng yang sangat menarik. Ayolah?"
"Ah" Baiklah."
Kayan menggeser tubuhnya mendekati Ibunya. Dan kemudian
dengan sedikit canggung, Kayan yang sudah merasa bukan lagi
seorang bocah merebahkan kepalanya di pangkuan Ibunya.
Sementara Ibunya menyambar rambut puteranya, sebagaimana tujuh tahun yang lalu. Membelainya dengan
penuh kasih. 529 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Oh, Hyang Jagad Dewa Betara" anak ini mirip sekali
dengan suamiku, kanda Saka Palwaguna. Wajahnya" Oh,
segala-galanya. Hidungnya, matanya" Oh, benar-benar seperti
kanda Saka," getar batin Anting Wulan yang saat itu menunduk
memperhatikan paras puteranya.
"Ayolah" Berceritalah, Bu."
"Ah, Iya" Pada jaman dahulu. Di sekitar kaki gunung
Ciremai, terdapat sepasang rusa yang saling mencinta. Mereka,
kedua rusa itu, selalu pergi bersama-sama. Berkasih-kasihan
bersama-sama. Kehidupan mereka sangatlah indahnya. Akan
tetapi pada suatu hari rusa betina membuat suatu kesalahan?"
"Ah" Tunggu dulu Bu. Ibu akan bercerita apa"
Berceritalah dengan terus terang. Dengan jelas. Agar saya
dapat mengerti dengan terang. Bukankah, Ibu akan bercerita
tentang masa lalu Ibu dan Ayah?"
"Ah" Iya. Benar. Ibu akan menceritakan tentang masa
lalu Ibu. Setelah itu, biarlah kau yang menentukan hukuman
yang pantas Ibu terima?"
"Berceritalah dengan sejelas-jelasnya. Saya yakin, Ibu
tidak bersalah." Anting Wulan tersenyum, "Jangan memutuskan
sebelum mendengarkan cerita Ibumu, Nak. Dengarlah?"
"Setelah mengalami berbagai macam gelombang
kehidupan, tempaan berbagai macam cemburu, akhirnya cinta
530 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
kami berdua, cinta Ibu dan Ayahmu dilanjutkan secara resmi.
Kami hidup berumah tangga berbahagia sekali. Sampai
akhirnya ketika kami mendaki gunung Merapi bertemu dengan
nenek Ranggis, siluman ular?"
Anting Wulan bercerita tentang pengaruh pedang Ular Emas
yang sangat hebat. Yang mampu mempengaruhi seluruh
kekuatan pikirannya apabila terhunus di tangannya. Dan dia
juga menceritakan tentang kekerasan kepalanya yang tidak
mau membuang, melepaskan pedang Ular Emas yang
membawa pengaruh jahat. Seluruhnya diceritakan oleh Anting
Wulan tanpa menyembunyikan sedikitpun hal yang dirasakan
nya merupakan aib. "Yah," begitulah, Nak. Kematian dari eyang Kaliman,
buyutmu juga karena kekerasan kepalaku. Aku memaksanya
menciptakan pedang pusaka dari ular emas yang telah
membatu. Serta juga kematian puluhan orang bahkan ratusan
prajurit dan tokoh, baik itu di tanah Jawa maupun di kepulauan
besar di Kutai Raya. Aku mengecewakan ayahmu... Buyutmu"
bahkan juga junjunganku prabu Sanjaya di Mataram."
"Wah, betapa mengerikannya. Betapa luar biasanya
kejahatan dari siluman ular. Ibu tidak bersalah. Sungguh.
Semua itu Ibu lakukan adalah diluar kesadaran Ibu."
"Tetapi jika mengingat semua itu, Ibu tidak memiliki
kekuatan untuk menatap Ayahmu. Juga seluruh tokoh-tokoh
Pasundan yang Ibu kenal. Nama perguruan Goa Larang pun
telah menjadi rusak karena ulah Ibumu."
531 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Tidak! Ibu tidak bersalah. Jika begitu yang sebenarnya,
Ibu tidak bersalah. Saya akan membela Ibu."
"Kayan, anakku. Kau membangkitkan semangat Ibu,


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nak. Semangat hidup yang telah lama terkubur?"
(7) Pada kisah yang lalu diceritakan, Anting Wulan
menceritakan kisah lalunya pada Kayan Manggala
putranya. Sikap putranya yang mendukung dirinya telah
mengembalikan semangatnya yang telah lama terkubur
beku. "Tidak! Ibu tidak bersalah. Jika begitu yang sebenarnya,
Ibu tidak bersalah. Saya akan membela Ibu jika ada yang berani
mengatakan Ibu bersalah. Saya akan menghajar mereka.
Semua itu Ibu lakukan diluar kesadaran Ibu. Semua itu adalah
ulah dari nenek Ranggis. Dengarlah, Bu. Ibu tidak bersalah."
"Kayan, anakku. Kau telah membangkitkan semangat
Ibu, Nak. Semangat Ibu yang telah lama terkubur?"
"Mari kita temui semua orang yang mengatakan ibu
adalah wanita jahat. Aku putramu yang akan menjelaskannya.
Semuanya! Nama Ibu harus bersih kembali. Perguruan Goa
Larang, Mataram, Kutai Raya dan juga laki-laki itu. Ayah,
ayahku. Suami Ibu?" 532 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Tapi rasanya Ibu tidak sanggup untuk bertemu dengan
Ayahmu, Nak." "Dengarlah, Bu. Ibu tidak bersalah. Sungguh! Ibu tidak
bersalah. Kenapa Ibu tidak mau menemui Ayah" Ibu harus
mencuci bersih nama Ibu. Marilah, kita cari laki-laki itu."
Anting Wulan berkata lirih, "Tidak" jangan paksakan
Ibu." "Tapi, Bu?" "Jangan" Kali ini jangan. Biarlah lain kali Ibu akan
menjumpainya. Tolong kau jangan paksa Ibumu."
"Marilah kita berkeliling tanah ini. Kita mencari yang
lainnya. Orang-orang yang menyalahkan diri Ibu. Sekaligus
mencari biang keladinya. Lastri ! Bibi Lastri !"
"Tidak. Nenek Ranggis, dialah yang menjadi biang
keladinya. Dialah juga yang mempengaruhi bibimu, Lastri.
Jangan salahkan bibimu."
"Marilah kita pergi."
"Oh" itu" Itu si Tunggul" Bersama siapakah dia" Mari
kita pergi cepat." "Tunggu, Bu. Lihatlah itu, si Tunggul. Dia sendirian."
"Percuma, kita tidak mungkin sembunyi. Dia telah
mengetahui tempat kita."
533 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ah, Engkau Tunggul, rindu sekali rasanya. Tiga belas
tahun kita berpisah, dan engkau masih mengenal aku?"
"Kuda ini hebat sekali larinya. Benarkah ini kuda Ibu"
Dari mana Ibu mendapatkannya?"
"Sudahlah, jangan bicara disini. Aku khawatir akan ada
orang yang mengintip nya. Mari naik?"
"Ayo Tunggul, ke arah utara sana!" Anting Wulan
mengarahkan si Tunggul, lalu menghelanya.
"Akan kemanakah kita ini, Bu?"
"Mencari tempat untuk berbicara dengan tenang."
"Tidak! Kita harus mencari dan menemui orang-orang
yang telah berurusan dengan Ibu. Ibu harus mencuci bersih
nama baik Ibu yang dianggap kotor. Atau mencari nenek
Ranggis." "Baiklah, aku akan memulai petualangan baru ini.
Petualangan yang menyenangkan ini bersama dirimu." Jawab
Anting Wulan sembari kembali menghela si Tunggul.
Sementara itu, di tempat lain"
"Kita dapat membunuh mereka, menghabisi mereka!
Kenapa mbakyu justru melarikan diri pada saat-saat yang
sangat menentukan untuk kemenangan kita"!"
534 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Kau tidak dapat melihat, siapa yang berada di belakang
lawanku Warih. Saat itu Anting Wulan dibantu oleh kekuatan
ratu laut selatan. Mungkin aku akan dapat mengatasinya.
Tetapi itu membutuhkan waktu. Sekedar aji Cengkar Bala saja
tidak akan dapat mengalahkannya. Seluruh kekuatan Cengkar
Bala kalianpun tidak akan ada artinya. Kekuatan yang kalian
miliki adalah Cengkar Bala kosong. Saat itu aku langsung
menghadapinya dengan kekuatan junjunganku nenek Ranggis."
"Hee eh?" "Dan dengan kekuatan langsung siluman itu pun, aku
masih ragu untuk dapat mengalahkannya yang dibantu oleh
ratu laut selatan. Haahhh," dan lagi munculnya matahari pagi
yang membuat kekuatan Cengkar Bala menjadi pudar."
"Tetapi mbakyu," kami dapat bertempur dengan
maksimal dengan aji Cengkar Bala yang kami miliki."
"Seperti yang telah aku katakan, Cengkar Bala adalah
wujud dari siluman ular. Wujud dari junjungan kita, nenek
Ranggis. Nenek Ranggis tidak akan sanggup tampil dengan
kekuatan utuhnya pada siang hari. Saat matahari bersinar.
Karena itulah, begitu matahari mulai bersinar aku mendapat
tanda dari beliau untuk segera meninggalkan lawanku.
Sementara kekuatan Cengkar Bala yang ada pada kalian
hanyalah sekedar kekuatan semu yang tidak akan terganggu
oleh sinar matahari."
535 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Mendengar keterangan dari mbakyu Lastri, seluruh murid
Kembang Hitam tercenung. Kini mereka menyadari bahwa yang
berdiri di hadapan mereka tidak hanya sekedar pemilik aji
Cengkar Bala, tetapi sudah merupakan siluman ular yang
seutuhnya, bahkan prabu Sora pun tidak terkecuali.
"Pantas kepandaian wanita ini sangatlah luar biasa.
Ternyata dia bukan lagi sekedar pengikut atau penganut
kekuatan siluman ular. Dia sudah merupakan siluman yang
seutuhnya!" desir hati prabu Sora.
Kesunyian kembali mencekam hutan di sekitar mereka. Seluruh
murid perguruan Kembang Hitam masih saja termenung dalam.
Lastri menebarkan pandangannya ke arah murid-muridnya.
Tiba-tiba saja pandangannya tertumbuk pada seorang gadis
cilik yang bersandar di pepohonan di samping salah seorang
muridnya. "Hei, siapakah anak itu, Ajeng?"
"Eeh, dia adalah murid dari Alap Kadugampit."
"Hmm, ya ya ya. Aku mengenalnya. Aku ingat saat itu
dia berada di antara kelompok Tongkat Merah yang memihak
Alap Kadugampit. Ya! Ya ya ya?"
"Saya membawanya, karena anak ini tampaknya begitu
akrab dengan Kayan dan juga tokoh-tokoh yang memihak aki
Pungkur." 536 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Hmm" Kurang ajar! Heh! Bocah perempuan, ada apa
kaua memandangiku seperti itu" Kau tidak takut kepadaku?"
"Kenapa aku harus takut kepadamu?"
"Heehhh, kau"!... Kau?"
"Sejak kecil, ayahku dan juga guruku tidak pernah
mengajari aku takut. Aku tidak tahu apa itu takut."
"Huh! Bagus! Bagus sekali. Walaupun aku akan
memotong kedua tanganmu?"
"Iya. Walaupun kau akan memotong tanganku. Tetapi
aku yakin, kau tidak akan memotong tanganku."
"Kurang ajar!" Diah Warih meloloskan pedangnya, lalu
dengan geram dia berkata, "Bocah wanita seperti mu memang
perlu diajar adat. Agar mengenal rasa takut, terutama terhadap
kami!" "Tunggu Warih!"
"Kenapa mbakyu melarang saya untuk memberi
pelajaran pada bocah yang telah menghina kita"!"
"Aku tidak melarangmu Warih"
"Tapi mbakyu?" 537 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Aku hanya memintamu menunggu. Mengurungkan
niatmu membunuhnya. Ayo mundurlah dahulu, dan pedangmu
boleh tetap kau genggam."
"Baiklah, mbakyu?"
"Hmm, bocah cilik. Apa maksudmu mengatakan bahwa
aku tidak akan memotong tanganmu?"
"Karena bibi pasti akan memerlukan saya. Bibi pasti
menyukai saya. Bibi, saya adalah seorang wanita seperti halnya
Bibi dan murid-murid Bibi yang lain. Bibi," bibi menyukai saya
untuk ada bersama-sama dengan Bibi, bukan" Untuk berdiri di
barisan Bibi. Di belakang Bibi!"
"Kau begitu yakin?"
"Iya. Kaum laki-laki kan sudah merupakan musuh dari
kelompok Bibi. Nah, jika Bibi juga mau menyakiti saya, mau
melenyapkan saya, bagaimana perguruan Bibi akan menjadi
besar?" Lastri tertawa senang mendengar jawaban gadis cilik itu.
"Hmm, bagus anak pintar. Anak cerdik. Aku
menyukaimu. Sarungkan pedangmu, Warih! Anak ini akan
berdiri di belakangku. Dia kini menjadi temanku. Semua katakatanya benar. Kita tidak dapat memusuhi dunia ini. Sebagian
dari dunia ini harus tetap menjadi bagian dan sekutu kita,"
ujarnya sambil kembali tertawa-tawa.
538 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Oh, Hyang Agung" hampir saja. Jika aku tidak berhasil
menguasai hati perempuan silluman itu, aku pasti sudah mati
di tempat ini. Nah, tinggal sekarang aku mencari cara untuk
melarikan diri dari kelompok mereka."
"Oya, kau belum mengatakan siapa namamu?"
"Nama saya Ning Cilik, Bi..."
"Hmm, itu bukanlah nama. Siapa namamu yang
sesungguhnya?" "Nama saya adalah Ratih Kemuning."
"Ratih Kemuning?"
"Iya." "Oww" Hahaha, kau seorang bangsawan?"
"Ah,"eh" tidak Bi. Tidak. Saya berasal dari keluarga
kebanyakan." "Baiklah, aku akan memanggilmu dengan panggilan
Ning saja. Heheheh, atau seperti yang kau perkenalkan. Ning
Cilik!" "Ah, maaf Nyai. Bolehkah saya menyampaikan sedikit
pendapat saya mengenai nona muda ini?"
"Hmm, apa yang akan kau katakan, Sora?"
"Saya tidak dapat mempercayainya!"
539 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Eh" Mengapa kau bisa berpikir demikian" Bukankah
dia memang sekutu kita" Gurunya juga sekutu kita."
"Hmm, keberadaannya akhir-akhir ini bersama dengan
musuh-musuh kita yang membuat saya tidak bisa
mempercayainya," tegas Prabu Sora.
"Hmm, iya. Benar kau akan mengkhianati aku" Akan
mempermainkan aku dengan janjimu tadi?"
"Nyai bisa mempercayai aku. Kecurigaan kakek Sora itu
terlalu berlebihan, Bi."
Lastri menghela nafas, sementara prabu Sora mendengus tidak
senang dengan jawaban Ning Cilik itu.
"Aku mempercayainya Sora. Aku menerimanya dalam
kelompokku. Kau dapat melihat, jika sampai dia mengkhianati
ku, aku akan memberikan hukuman yang seberat-beratnya.
Nah, sekarang kita akan kembali ke kota Rupada. Kita akan
melihat kembali situasi di sana. Aku akan mencoba untuk
merebut kembali perguruan Tongkat Merah. Tapi kita tidak
akan berbondong-bondong ke sana?"
"Lalu, bagaimana dengan kami?"
"Begini, aku akan langsung menyelidiki markas Tongkat
Merah bersama dengan prabu Sora." Lastri mulai menjelaskan
rencananya. Prabu Sora tampak menanggapi cukup puas
dengan diikutkannya dalam rencana itu. "Sementara kau
540 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
bersama dengan teman-teman yang lain menunggu di gerbang
kota bagian timur. "Hmm, betul sekali tindakanmu, Nyai. Kita akan lebih
leluasa menentukan sikap dan gerak kita."
"Tidak hanya itu, aku akan mencoba menghindarkan
pertemuan dengan Anting Wulan. Aku tidak ingin mencari
keributan dengannya dahulu, sebelum kekuatan Tongkat
Merah berada di tangan kita."
"Tindakan yang sangat bijaksana" desis prabu Sora
penuh semangat. "Berhati-hati dan waspada adalah kunci dari
keberhasilan, Nyai. Marilah kita segera menuju Rupada."
"Ayolah." "Huh, kau berada bersamaku bocah! Jangan coba-coba
membuat ulah macam-macam. Aku akan mendahului mbakyu
Lastri memberikan hukuman padamu!"
"Ayo, kita menuju gerbang timur kota Rupada!"
Sementara itu, prabu Purbaya bersama dengan permaisurinya
yang diikuti Watu Galong dan Watu Dulur tengah beristirahat
di pinggir sebuah sungai kecil.
"Huuh, rasanya aku tidak dapat lagi menikmati
petualangan-petualangan seperti ini. Seperti waktu-waktu yang
lalu kanda Prabu. Ingatanku selalu saja kembali kepada putri
kita, Jaga Paramudita." keluh Cempaka pada suaminya.
541 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Aah, Iya. Benar dinda." Prabu Purbaya mengiayakan
karena dia pun merasakan hal yang sama. "Tetapi kita tidak
dapat membiarkan siluman ular itu menimbulkan malapetaka
lagi di tanah ini." "Dinda mengerti Kanda. Tetapi" Ah?" Cempaka
berhenti berkata sesaat, lalu lanjutnya, "Bagaimanakah jika
terjadi seperti beberapa hari yang lalu. Sementara kita pergi
mengurus desa Tamiyang, keraton kita diobrak-abrik oleh
siluman ular itu." "Ya, semoga saja tidak terjadi hal seperti itu."
"Kanda, sebaiknya kita kembali menjenguk keraton
beberapa saat. Kita dapat melakukannya jika perlu dua atau
tiga kali dalam sehari, untuk menentramkan hati kita ini. Karena


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukan tidak mungkin siluman yang tengah kita kejar justru
kembali ke keraton Sunda."
"Iya. Kecurigaanmu mungkin saja terjadi dinda
Cempaka. Aku akan bicara dengan dua orang kakek itu. Aku
akan memintanya untuk menunggu kita disini untuk beberapa
saat." "Cepatlah Kanda, Dinda sudah tidak sabaran lagi. Kita
akan menggelarkan aji Halimunan di balik semak sana."
Prabu Purbaya mendekati Watu Galong dan Watu Dulur.
Sementara tanpa diketahui dari kejauhan dua pasang mata
tengah memperhatikan mereka. Keduanya tidak lain adalah
542 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Lastri dan prabu Sora yang tengah menuju Rupada menemukan
rombongan prabu Purbaya. (8) Pada kisah yang lalu diceritakan, Lastri merencanakan
untuk merebut kembali perguruan Tongkat Merah. Dan
dia menuju kota Rupada bersama dengan prabu Sora.
Sementara murid-muridnya dan Ning Cilik yang berhasil
ditawannya menunggu di gerbang timur kota Rupada.
Dan pada akhir kisah yang lalu diceritakan, Prabu
Purbaya yang tengah dalam pengembaraannya
mencari Lastri siluman ular, diusik ketenangannya oleh
kegelisahan istrinya tentang keselamatan putrinya di
keraton Sunda. Untuk itu mereka memutuskan untuk
kembali beberapa saat dengan mempergunakan aji
Halimunan. "Iya. Kecurigaanmu mungkin saja terjadi dinda
Cempaka. Bukan tidak mungkin Lastri justru menuju Sunda."
"Jika begitu, kita dapat saja kembali dua atau tiga kali
dalam sehari. Hal itu juga tidak akan mengganggu urusan
pencarian kita." "Baiklah. Aku akan bicara dengan dua orang kakek itu.
Aku akan meminta dua kakek itu untuk menunggu kita untuk
beberapa saat. Tunggulah?"
543 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Prabu Purbaya menuju dua kakek tua, sepasang iblis kembar
yang tengah duduk bersila di rerumputan. Sementara itu dari
kejauhan dua pasang mata memperhatikan mereka. Dan
keduanya tidak lain adalah Lastri dan prabu Sora.
"Jangan ceroboh, Nyai. Laki-laki muda dan wanita itu
adalah manusia tangguh yang tidak ada bandingannya di tanah
Pasundan ini, bahkan mungkin di seluruh tanah Jawa hingga ke
manca negara pun tidak akan ditemukan tandingannya."
Lastri menggeram penasaran, akan tetapi entah mengapa dia
tetap tinggal di tempatnya. Diperhatikannya dua kakek tua
yang tengah berbicara dengan prabu Purbaya.
"Hmm, apakah meninggalkan kami?" ini bukan siasat Tuan untuk "Kau dapat mempercayai kata-kataku, Watu Galong.
Aku adalah seorang raja besar."
"Wuaah, tetapi mengapa Tuanku tidak mengajak kami
serta bersama Tuan berdua?"
"Aah, maaf. Untuk itu aku mengharapkan maklum
kalian. Kami hanya pergi untuk beberapa saat. Hanya sebentar
saja. Dan kami harap kalian tidak mengikuti kami."
"Hmm, bagaimana kakang Dulur?"
"Aah, yaah. Kami memang tidak dapat berbuat banyak
pada Tuanku. Kami tahu tuanku adalah seorang tokoh yang
544 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
maha sakti. Aah, pengalaman yang diberikan oleh tuanku
Permaisuri tadi merupakan sesuatu yang sangat berharga yang
harus kami pahami." "Hmm, betul." "Aah, kami harus mentaati kata-kata Tuanku berdua.
Silakan jika Tuanku berdua akan pergi. Kami menunggu Tuanku
di tempat ini." "Terima kasih. Kami tidak akan lama." Prabu Purbaya
tersenyum lalu menjura. "Marilah, Dinda Cempaka."
Prabu Purbaya kemudian berlalu dari hadapan Watu Galong
dan Watu Dulur yang kemudian diikuti oleh Cempaka,
permaisurinya. Sementara prabu Sora dan Cempaka (Lastri
mungkin ah!!!) menjadi curiga dengan rencana kepergian prabu
Purbaya. Segera saja keduanya mengikuti langkah prabu
Purbaya dan Cempaka menuju semak-semak yang kebetulan
tidak terlalu jauh dari tempat sembunyi mereka.
"Berhati-hatilah! Mereka akan dapat mendengar
langkah kaki kita," bisik prabu Sora.
"Heeh"! Mau apa mereka berhenti dan berdiri di sana?"
Dengan hati berdebar penuh tanda tanya, prabu Sora dan Lastri
mengawasi prabu Purbaya dan Cempaka. Beberapa saat
kemudian tanda tanya mereka dipecahkan oleh keterkejutan
yang teramat sangat. 545 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Hah!"! Hilang"! Tubuh mereka berdua lenyap dari
pandanganku kakek Sora."
"Giilla! Rupanya kepandaian mereka semakin hebat
tidak terkirakan. Mereka telah menguasai aji Halimunan.
Kekuatan agung itukah yang telah mengajarkannya?"
"Heem, aku tidak takut. Kelak aku akan menunjukkan
padamu bahwa aku tidaklah kalah oleh mereka. Akan tetapi
saat ini aku tidak akan mencari perkara dulu dengan siapapun,
sebelum Tongkat Merah kudapatkan."
"Sial" Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku perbuat
sekarang. Kematian adik Kadu Gampit benar-benar membuat
hilang harapanku. Ahh, aku tidak lagi mengerti apakah aku akan
tetap melanjutkan usahaku mendapatkan Tongkat Merah
sementara adik Kadu Gampit tidak ada lagi. Dan siluman ular ini
tetap merecoki." "Mari Sora. Kita temui kakek-kakek gila itu. Aku akan
memberikan kejutan dan pengajaran pada prabu Purbaya dan
istrinya." Lastri melesat menuju dua kakek tua yang tengah menantikan
prabu Purbaya dan Cempaka.
"Bangkitlah, heii kakek-kakek tua bodoh!"
"Wuaah, kau siluman ular!"
"Mau apa kau datang kemari, heh"!"
546 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Mengirimmu ke neraka!"
"Hahaha, kau mau menunggu apa lagi di dunia ini"
Neraka sudah menantimu sejak lama. Mampus kau!"
"Awas adik Galong!"
"Ular siluman, kuhancurkan wajahmu!"
Lastri yang berhasil melemparkan Watu Galong keluar arena
terkejut melihat serangan Watu Galong yang siap mengadu
nyawa. Dua jemari tangannya yang membentuk cakar siap
merobek wajahnya dari kiri dan kanan. Lastri berusaha untuk
menangkis sedapat-dapatnya, akan tetapi tangan kananya
hanya dapat menepis tangan kiri lawannya. Sedangkan sebuah
tangannya yang lain berhasil menggurat pipinya. Dan kemudian
tangan Watu Galong berhasil meraih sebagian rambut Lastri,
menariknya hingga terputus.
"Hah! Kurang ajar! Kuhancurkan kepalamu!"
"Aaaahh!" Tubuh Watu Dulur terkapar dengan kepala yang hancur.
Sementara Watu Galong, adiknya sudah lebih dahulu
tersungkur di semak belukar. Lastri menyeka darah yang
mengalir di pipinya. Wanita siluman itu masih saja tegak sambil
memandangi kedua korbannya. Akan tetapi ketika dia
menyadari akan kehadiran prabu Purbaya dan istrinya, dia
segera mengajak prabu Sora untuk meninggalkan tempat itu.
547 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Beberapa saat kemudian,"
"Oh, kanda Purbaya" Lihat itu!"
"Celaka, apa yang telah terjadi dengan mereka?"
"Oh, lihat itu Kanda. Kepala kakek Watu Galong tidak
berbentuk lagi. Jika saja tidak mengenali pakaiannya, tentu kita
tidak akan dapat menentukan siapa korban ini. Oh, itu " lihat!
Coba Kanda, keluarkan mayat kakek yang satunya lagi."
"Dinda, ini kakek Watu Galong. Dia masih hidup!"
"Kek, kek" apa yang telah terjadi. Siapa yang telah
membuat kakek jadi seperti ini?"
"Siluman ular?"
"Kanda Purbaya, tolonglah kakek Watu Galong!"
Prabu Purbaya mendesah. Cempaka masih memanggil-manggil
Watu Galong dengan cemasnya. "Kek?"
"Keadaannya sudah terlalu parah, Dinda."
"Oh?" "Seluruh pembuluh darah di bawah kulitnya pecah. Aku
tidak melihat harapan lagi."
"Ooh, apa yang akan kita lakukan, Kanda"
Pembunuhnya pastilah belum terlalu jauh meninggalkan
tempat ini. Kita mengejarnya atau ?""
548 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Tidak mungkin kita meninggalkan tempat ini. Kita
harus mengurus jenazahnya lebih dahulu."
Beberapa saat setelah mengubur jenasah sepasang Iblis
Kembar itu" "Apa sekarang yang akan kita lakukan" Kemanakah kita
akan mengejar mereka?"
"Sebaiknya kita mencoba mencari petunjuk pada
kekuatan agung yang bersemayam di dalam diri kita. Mudahmudahan beliau mau memberi petunjuk arah kepergian
siluman ular itu." "Ya, akan kita coba. Marilah dinda Cempaka."
Prabu Purbaya dan Cempaka segera saja duduk bersemedi
memohon petunjuk dari kekuatan agung yang bersemayam di
dalam tubuhnya. Sementara itu hari telah menjelang sore.
Kita tinggalkan dahulu prabu Purbaya dan istrinya yang tengah
mencari arah larinya Lastri siluman ular. Sekarang marilah kita
ikuti kisah perjalanan Anting Wulan bersama dengan Kayan
Manggala, puteranya guna membersihkan namanya.
"Ada apa Bu" Mengapa Ibu menghentikan lari kuda ini?"
"Eh, aku seperti mengenal daerah ini. Ya, ini adalah
daerahku sendiri. Tanah dimana aku dibesarkan. Aku hidup dan
bermain-main, aku belajar olah kanuragan. Ah, disebelah barat
sana pastilah padepokan Gua Larang."
549 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Gua Larang?" "Ya, Gua Larang. Daerah serasa merupakan tanah
tumpah darah Ibumu."
"Ah, tidak. Tidak mungkin. Jalan menuju Gua Larang
tidak berbatu-batu seperti ini."
"Oh, kau mengenal Gua Larang?"
"Paman Seta Keling pernah membawa saya ke sana."
"Oh" Kakang Seta" Kau mengenal pamanmu itu" Apa
saja yang kau ketahui tentang Gua Larang" Tentang pamanmu
Seta Keling?" "Aku dibawa ke Gua Larang sebagai tawanan. Karena
paman Seta Keling telah terlibat pertempuran dengan bibi
Lastri yang saat itu membawa saya keluar hutan."
"Lalu, bagaimana sekarang" Apakah pamanmu Seta
Keling sudah mengetahui siapakah engkau sesungguhnya?"
"Iya, paman Seta telah mengetahui siapa saya, Bu. Saya
beberapa hari tinggal di Gua Larang dan jalan menuju
padepokannya pun tidak seperti ini."
Anting Wulan tertawa kecil, "Tentu saja... Ini bukan merupakan
pintu muka padepokan Gua Larang. Jika kita menuju Gua
Larang kita akan tiba di belakang padepokan. Dan bukit
berbatu-batu di hadapanmu adalaha bukit Batu Larang. Aku
tidak mau mengunjungi padepokan itu. Tetapi kita tetap
550 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
berputar ke arah barat. Kita akan terus melalui muka
padepokan dan bermalam di desa Sumur Opat."
"Ayolah, kita menuju Sumur Opat. Ayo Tunggul?"
Kayan segera menghela si Tunggu. Derap kaki si Tunggu
bergema meninggalkan tempat itu.
Menjelang malam hari"
"Oh"! Inikah desa Sumur Opat" Luar biasa sekali desa
ini. Sudah sangat maju. Lebih dari tiga belas tahun aku tidak
melihat desa ini." "Marilah kita mencari penginapan. Di desa seramai ini
pastilah telah tersedia penginapan-penginapan."
"Lihatlah itu, sebuah penginapan besar."
"Oh, mengasingkan diri bertahun-tahun sampai aku
tidak lagi mengenal uang. Oh, kita tidak dapat menginap di
bawah atap penginapan, ranjang yang empuk serta terlindung
dari sengatan hawa dingin dan nyamuk-nyamuk?"
"Kita dapat mencari kamar yang kecil, Bu. Dan sebagai
pembayar sewa kamarnya, biarlah aku menukarnya dengan
tenagaku. Saya akan membantu pengurus penginapan itu
untuk mencuci piring atau bekerja apa saja."
"Tidak. Jangan. Kau tidak boleh melakukan hal itu.
Biarlah Ibu akan mencari cara untuk dapat menginap di sana."
551 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Anting Wulan berpikir keras. Menimbang, apakah dia akan
memasukin rumah salah seorang saudagar untuk mendapatkan
sekedar bekal. Tetapi mengingat dia melakukan perjalanan
bersama dengan putranya, dia mengurungkan untuk
melakukan hal yang dapat menimbulkan kesan yang buruk di
mata puteranya. Sekalipun dia melakukannya pada saudagarsaudagar pemeras seperti yang dilakukannya pada belasan
tahun yang lalu. Tengah Anting Wulan gelisah di muka penginapan, tiba-tiba
seorang laki-laki tua berlari-lari kecil ke arahnya.
"Tuan muda, Nyai" Kalian kami persilakan untuk masuk
dan menginap di dalam penginapan kami."


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Te" terima kasih paman. Kami tidak mempunyai uang
untuk menyewa kamar penginapan tuan."
"Ah, Nyai tidak perlu membayarnya. Marilah, silakan
masuk Nyai?" "Ahh" Apa maksudmu paman?"
"Seseorang telah menanggung biaya penginapan ini
serta makanannya untuk beberapa hari..."
Anting Wulan dan juga Kayan Manggala tertegun, dia menjadi
curiga dengan tawaran pemilik penginapan itu.
552 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
(9) Pada kisah yang lalu diceritakan, Anting Wulan dan
Kayan Manggala yang tengah membutuhkan
penginapan akan tetapi tidak memiliki uang menjadi
terkejut ketika muncul pemilik penginapan besar itu
untuk masuk dan bermalam.
"Marilah, Nyai" Kalian berdua kami persilakan untuk
masuk dan menginap di dalam."
"Sa" saya tidak mempunyai uang Paman. Maaf, terima
kasih." "Hmm, Nyai tidak perlu membayarnya. Marilah?"
"Ahh" Apa maksudmu paman?"
"Seseorang telah menanggung biaya penginapan serta
makanan untuk beberapa hari..."
"Ah, berhati-hatilah Bu. Mungkin ini adalah jebakan."
"Sudahlah, lupakan saja semua itu. Bukankah kita
memerlukan bilik yang bersih dan nyaman" Ayolah?"
"Tetapi" Bagaimana?"
"Apakah Kayan Manggala puteraku sekarang adalah
seorang anak yang penakut?"
"Ah, tidak Bu. Tentu saja tidak."
553 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Jika begitu mengapa kita tidak memanfaatkan karunia
yang tiba-tiba jatuh di atas kepala kita" Marilah?"
"Eh, Paman" kami menerima tawaran Paman."
"Ooh, heheheh. Bagus. Bagus Nyai. Eh, Orang itu
bukanlah orang yang jahat yang patut kalian curigai.
Percayalah! Mari Nyai?"
Pemilik rumah makan itu mengantarkan Anting Wulan dan
Kayan Manggala ke sebuah bilik yang terbaik di penginapan itu.
"Inilah bilik untuk Nyai beserta putera Nyai. Hemm, saya
akan menyiapkan makanan untuk Nyai. Permisi?"
"Ah, sudah jangan bengong di situ. Tutup pintu itu dan
masuklah." "Baik Bu?" "Siapa sebenarnya yang telah menyediakan semua ini
Bu" Dan apakah kira-kira maksudnya. Kita harus waspada!"
"Jangan berpikir macam-macam. Jangan menduga yang
tidak-tidak. Nah sekarang bersihkanlah tubuhmu. Nikmati saja
apa yang kita dapat hari ini. Ayo mandilah, Ibu akan berjagajaga."
"Baiklah, Bu?" Belum jauh Kayan beranjak dari tempatnya berdiri, tiba-tiba
pintu bilik itu diketuk dan terdengar sapaan dari luar, "Nyai?"
554 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Paman pemilik penginapan ini, Bu."
"Bukalah" "Saya membawakan makanan untuk kalian berdua. Biar
saya letakkan di meja itu ya, Nyai?"
"Nah, selamat makan."
"Tunggu! Paman, siapakah sebenarnya yang telah
memberikan kebaikan ini" Janganlah Paman menyembunyikan
nya." "Eheheh, maaf Nak" paman tidak berani untuk
mengatakannya. Paman sudah berjanji padanya untuk
merahasiakannya, bahkan untuk pelayanan yang sebaikbaiknya. Orang itu meminta saya sendiri yang melayani kalian
berdua." "Paman harus mengatakannya!"
"Ehh, maaf. Kalian berdua tidak perlu cemas. Orang itu
tidak berniat buruk pada kalian berdua."
"Ah, kurang ajar! merencanakan semua ini!"
Katakan siapa yang telah "Sa" saya, saya tidak berani?"
"Kayan, apa yang kau lakukan" Orang tua itu tidak
bersalah!" 555 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Tapi, Bu?" "Lepaskan!" "Baik, Bu." Kayan Manggala beranjak mendekati pemilik penginapan, siap
untuk membebaskan totokannya. Tetapi tiba-tiba langkahnya
terhenti mendengar bentakan ibunya, "Maling busuk! Siapa
engkau?" Hanya beberapa detik saja wanita perkasa itu keluar jendela
dan beberapa saat kemudia dia kembali sambil menenteng lakilaki setengah umur dan kemudian melemparkannya ke lantai
bilik penginapannya. "Kau" Kau pengemis Tongkat Merah rupanya."
"Oh" Tuan Linsang" Jangan sakiti dia Nyai. Dialah yang
telah berbuat kebaikan ini. Dia yang menyuruh saya
menyambut Nyai dan putera Nyai dengan sebaik-baiknya."
Wajah Anting Wulan memerah karena malu. Dia mendesah.
"Apa maksudmu sebenarnya?"
"Ampunkan saya Nyai. Semua ini saya lakukan sematamata untuk memberikan penyambutan untuk putera Nyai,
yang merupakan pemimpin kami."
"Ah"! Kau" Kau bicara apa?"
556 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Upacara sah telah dilaksanakan. Bahkan upacara itu
telah diwarnai dengan kematian kakek Pungkur pimpinan kami
yang lama. Kayan Manggala adalah pimpinan kami. Pimpinan
perguruan Tongkat Merah."
"Benarkah semua yang dikatakan orang ini, Kayan?"
"Ah, Iya. Benar Bu. Kakek Pungkur telah menyudutkan
saya dalam saat-saat terakhirnya. Dia mengharapkan saya
untuk memegang perguruan Tongkat Merah. Saya tidak dapat
menolaknya, karena ketika bibi Sariti melakukan perintah kakek
Pungkur untuk melaksanakan upacara itu dihadapan ribuan
anggota Tongkat Merah dari berbagai cabang, kakek Pungkur
tewas. Karena itu saya tetap memegang tongkat ini."
Kayan Manggala kemudian menarik sebuah tongkat pendek
berukuran sepanjang tangannya dari balik bajunya. Anting
Wulan tertegun. Dia mengenali tongkat pusaka dari kakek
Pungkur. Air matanya segera saja mengalir.
"Ah," jadi" jadi kakek Pungkur telah tiada?" ucapnya
lirih. "Siapakah yang telah menyebabkan kematiannya?"
"Adik seperguruannya sendiri. Kakek Alap Kadu
Gampit." "Aku tidak mengenalnya. Kasihan sekali. Tetapi
bagaimana mungkin kau menerima kedudukan seberat itu?"
"Kakek Pungkur merasa yakin bahwa tuan cilik kami
Kayan Manggala kelak akan tumbuh menjadi seorang laki-laki
557 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
perkasa yang akan disegani di dunia kependekaran. Baik di Jawa
maupun di tanah Pasundan ini."
"Jika sambutan saya ini membuat repot Nyai dan juga
tuan muda, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya."
"Paman Linsang sendiri siapakah" Apa jabatan Paman di
perguruan Tongkat Merah?"
"Saya Linsang, di dalam Tongkat Merah diberi
kepercayaan untuk memimpin Tongkat Merah cabang kota ini.
Kota Sumur Opat." "Maafkan saya, Paman. Jika saya telah salah bersikap
menerima kebaikan Paman."
"Oh, tidak. Tuan muda tidak bersalah. Semua ini adalah
salah saya. Saya mohon diri saja. Jika tuan muda memerlukan
sesuatu, tuan dapat menyampaikan pada salah seorang
anggota Tongkat Merah yang banyak tersebar di kota Sumur
Opat ini." "Terima kasih, Paman."
"Terima kasih atas semua ini. Besok pagi-pagi kami akan
meninggalkan penginapan ini menuju utara."
"Ah, baiklah. Saya mengucapkan selamat jalan. Nah,
saya permisi saja. Pastilah Nyai dan tuan muda ingin
beristirahat. Makanan itu menjadi dingin jika dibiarkan saja."
558 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ah, mengapa Paman tidak makan saja bersama-sama
kami?" "Terima kasih Nyai, banyak tugas yang akan kami
lakukan. Permisi, selamat beristirahat."
Aki Linsang melangkah menuju pintu, akan tetapi tiba-tiba
langkahnya terhenti. Dia menoleh ke arah laki-laki tua pemilik
penginapan. Melihat hal tersebut, Kayan segera menyadari
kekeliruannya. "Ah, maaf. Maafkan saya, Paman."
Aki Linsang berjalan meninggalkan bilik Anting Wulan dan
Kayan Manggala. Setelah berbicara beberapa saat, Aki Linsang
kemudian meninggalkan penginapan itu. Dan tidak terlalu jauh
dari penginapan dia menemui seorang pengemis Tongkat
Merah yang tengah duduk di bawah sebatang pohon dipinggir
jalan yang cukup sunyi. "Kau carilah seorang kurir, dan segera minta dia untuk
pergi ke kota Rupada."
"Heeh" Apakah tidak salah Ki" Aki baru saja
mengirimkan seorang kurir ke sana."
"Iya, siang tadi aku mendapat tugas dari markas pusat
untuk mengawasi kalau-kalau ada Tuan muda di sekitar wilayah
kita. Seluruh cabang diminta untuk mengawasi dan melayani
serta melaporkan ke markas pusat kemana saja tujuan beliau.
Laporan pertama tadi untuk menentukan keberadaan tuan
559 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
muda. Sedangkan laporan kali ini sampaikanlah tentang
rencana kepergian mereka menuju utara. Mungkin besok pagi
pun kita akan memberikan laporan berikutnya."
"Hmm, baiklah. Saya akan mencari kurir di kota ini."
"Ingat isi beritanya. Adalah tuan muda bersama dengan
ibunya, Anting Wulan menuju utara dari kota Sumur Opat.
Entah ke kota raja Galuh atau Karang Kait. Cepatlah kau pergi.
Dan sampaikan pesanku untuk markas pusat."
"Baiklah Ki. Saya pergi."
Pengemis muda itu pergi meninggalkan Ki Linsang pimpinan
Tongkat Merah cabang kota Sumur Opat. Sementara itu Anting
Wulan dan Kayan beristirahat setelah bersantap malam. Dan
beberapa saat kemudian dengan perasaan yang tenang karena
menyadari diawasi oleh pengemis Tongkat Merah keduanya
tertidur pulas. "Cepat selesaikan makanmu,
meninggalkan penginapan ini."
kita akan segera "Sudah Bu. Marilah kita segera pergi."
"Apakah kau tidak mau menghabiskan daging goreng
itu" Habiskanlah, nanti kau tidak perlu lagi bersusah payah
menguliti kelinci dan membakarnya."
"Saya benar-benar kenyang, Bu. Marilah kita tinggalkan
penginapan ini." 560 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Setelah meminta diri pada pemilik penginapan, mereka
mengambil si Tunggul di belakang penginapan dan segera
menuju utara. Akan tetapi baru saja dia keluar dari gerbang
kota Sumur Opat bagian utara"
"Wulan! Tunggu!"
"Oh, kakang Seta! Sariti!"
"Oh, Wulan kemana saja engkau selama ini" Kami sudah
rindu sekali." Anting Wulan yang melihat kehadiran kakak seperguruannya
yang telah dianggapnya bagaikan saudara sendiri, segera saja
melompat dan menghaturkan salam hormatnya.
"Oh, maafkan aku kakang. Maafkan aku adikmu yang
sudah membuat malu nama perguruan."
"Sudahlah. Bangkitlah Wulan adikku. Engkau tidak
bersalah. Aku sudah mendengar banyak tentang dirimu.
Engkau harus kembali pada adik Saka, suamimu. Dan kembali
ke Mataram. Kembalilah ke sana. Engkau adalah mahawira
yang disegani dan disayangi oleh prabu Sanjaya."
"Terima kasih Paman. Terima kasih atas sikap paman
pada Ibuku. Paman tidak menyalahi sikap Ibu, bukan?"
"Tentu saja, Kayan. Aku tidak menyalahinya. Bukan
karena dia adalah adikku. Semua sikapku adalah sikap utuh
561 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
yang kubuat atas dasar pertimbangan. Kayan, kau mau
mendengar kata-kataku, bukan?"
Anting Wulan menangis. Dia tidak tahu harus menjawab
bagaimana lagi. Tekanan-tekanan dari berbagai pihak rasanya
tak dapat ditolak lagi. Tetapi dirinya masih belum sanggup
menerima semua itu. Tengah kegelisahan mencekam dirinya,
tiba-tiba dari kejauhan terdengar teriakan yang diiringi oleh
derap kuda ke arahnya. "Nyai Sariti, Tuan muda, tunggu!"
"Oh, itu paman Linsang?"
"Celaka Nyai," Celaka! Lastri siluman ular berada di
kota Rupada!" "Oh, tidak mungkin. Bagaimana kau bisa tahu?"
"Siluman ular itu tiba semalam, sesaat setelah Nyai
meninggalkan kota." Anting Wulan segera saja bangkit dan melompat ke arah si
Tunggul. Seta Keling cepat menghalanginya.
(10)

Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada kisah yang lalu diceritakan, Anting Wulan yang
berada di kota Sumur Opat diketahui oleh pengemis
Tongkat Merah cabang kota itu. Dan kemudian Ki
Lingsang yang merupakan pimpinan kota Sumur Opat
562 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
melayani Anting Wulan secara sembunyi-sembunyi
serta juga memberitahu markas pusat tentang
keberadaan Kayan Manggala, putra Anting Wulan yang
merupakan pimpinan utama mereka. Dan Sariti yang
baru saja tiba di kota Rupada dan bertemu dengan Seta
Keling suaminya, segera saja memburu Kayan
Manggala. Pertemuan Anting Wulan dengan Seta
Keling, kakangnya diwarnai kegembiraan tetapi juga"
"Sudahlah adik Wulan. Kau harus mendengar katakataku. Engkau harus kembali pada adik Saka, suamimu. Dan
kembali ke Mataram sebagai seorang mahawira. Prabu Sanjaya
sangat menyayangimu adik Wulan. Tiga belas tahun sudah
kalian berpisah. Aku mengharapkan pertemuan kembali kalian
dirayakan kembali sebagaimana dahulu di Gua Larang. Aku
harap kau tidak akan mengecewakan adik Saka, eyang Guru di
nirwana serta juga prabu Sanjaya di Mataram."
Anting Wulan menangis. Dia tidak tahu harus bersikap
bagaimana lagi. Tekanan dari berbagai pihak rasanya tak dapat
ditolak lagi. Akan tetapi dirinya sendiri masih belum sanggup
untuk menerima semua itu. Tengah kegelisahan mencekam
dirinya, tiba-tiba dari kejauhan terdengar teriakan yang diiringi
oleh derap kuda menuju arahnya.
"Nyai Sariti, Tuan muda, tunggu!"
"Oh, itu paman Linsang" Apa yang telah terjadi?"
563 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Celaka Nyai," Celaka! Lastri siluman jahat itu berada di
kota Rupada!" "Oh, tidak mungkin. Bagaimana kau bisa tahu, Paman?"
"Siluman ular itu tiba di sana semalam, sesaat saja
setelah Nyai meninggalkan kota. Dan yang menceritakan
semua ini adalah utusan dari markas pusat yang juga berangkat
beberapa saat setelah kepergian Nyai. Dan dia sekarang berada
di Sumur Opat, markas saya."
"Ayo Kayan, naiklah."
"Baik, Bu." "Tunggu adik Wulan. Kau tidak boleh gegabah. Siluman
itu memiliki kepandaian yang sangat hebat. Aku tidak mau kau
celaka menghadapinya sendiri. Kita bersama-sama ke sana,
adik Wulan." "Eeh, maaf Kakang. Aku tahu cara menghadapinya?"
"Wulan! Jangan! Wulan jangan gegabah, tunggu
kedatangan kami. Mari Dinda Sariti." Teriak Seta Keling dengan
sangat cemas. Dia segera berlari kembali menuju kudanya.
Dengan sigap ditungganginya kuda itu dan segera di hela nya
untuk menyusul Anting Wulan dan Sariti yang telah mulai pula
menghentak kudanya. Sementara itu, di kota Rupada"
564 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Haah, kemanakah cecunguk-cecunguk Tongkat Merah
itu" Apakah mereka memang sudah meninggalkan kota ini
sama sekali?" "Aah, tidak mungkin Nyai. Tidak mungkin. Mereka pasti
masih berada di kota ini. Kota Rupada adalah kota besar, tidak
mungkin Tongkat Merah akan meninggalkan kota ini dengan
begitu saja. Mereka pasti tengah bersembunyi. Mungkin
mereka sudah menduga akan kedatangan kita kembali."
"Ah, lalu apakah aku kau suruh terus-terusan menunggu
mereka di kota ini sampai mereka keluar" Markasnya telah
berhasil kita obrak-abrik!"
"Sabarlah Nyai. Sebaiknya kita bersabar untuk beberapa
hari. Saya yakin mereka akan pasti akan menampakkan diri."
"Tunggu dulu, apakah tidak mungkin pengemis Tongkat
Merah menanggalkan pakaiannya dan saat ini dia justru tengah
mengamat-amati kebodohan kita?"
"Haeh?" prabu Sora terperangah. "Kau" Kau benar Nyai
mungkin saja hal itu. Dan" eh, darimanakah Nyai mendapatkan
pikiran seperti itu?"
"Dari cecunguk-cecunguk yang mencurigakan itu."
Lastri mengerlingkan matanya memberi isyarat pada prabu
Sora. "Pakaiannya bukan pakaian pengemis, tapi sikapnya yang
mencurigakan sesekali melirik ke arah kita. Juga duduk-duduk
565 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
di bawah pohon itu bagai pengemis yang tidak mempunyai
pekerjaan. Ayo, coba kau periksa Sora!"
"Ah, naluri Nyai memang hebat sekali. Hmm, lihatlah
itu" Orang itu jadi kelihatan demikian gelisah kita perhatikan
dari sini. Aku akan memeriksanya, Nyai."
"Siapakah engkau ini kisanak" Sikapmu mencurigakan
sekali." "Eh, apa maksud Tuan" Sa.. saya tidak mengerti."
"Eh, benarkah kau tidak mengerti" Baiklah, kita
buktikan saja." "Aduh" aduh, lepaskan"lepaskan saya. Lepaskan?"
"Aku hanya ingin melihat apa yang kau sembunyikan di
balik bajumu itu. Kelihatannya sebuah tongkat. Heheheh, apa
ini?" "Heh! Bawa orang itu kepadaku Sora!"
Laki-laki muda yang ternyata adalah pengemis Tongkat Merah
yang tengah menyamar diseret oleh prabu Sora ke seberang
jalan. Dan atas usul prabu Sora, laki-laki yang ternyata adalah
anggota Tongkat Merah dibawa ke sebuah lorong yang sepi dan
akhirnya tiba di sebuah jalan yang cukup luas tetapi sangat
sunyi sekali. Dan di pinggir halaman luas yang merupakan
markas Tongkat Merah, prabu Sora melempar tubuh pengemis
itu ke tanah. 566 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Heheheheheh, hei kau gagah sekali jika melepaskan
pakaian pengemis. Tetapi karena pekerjaan sehari-harimu
adalah pengemis, penganggur, tetap saja sikapmu sikap
pengemis!" ejek prabu Sora.
"Hei, apakah kau masih tetap ingin hidup, hai anak
muda?" "Aku" aku bukan pengemis. Eh, tongkat ini aku
dapatkan di pinggir jalan, dan" dan membawanya. Aku
menyukainya." "Aku tidak ada waktu untuk bermain-main denganmu
anak muda. Aku hanya ingin bertanya, apakah kau ingin
tubuhmu kubuat seperti markasmu, seperti bagian-bagian
pondok besarmu?" "Eh," aku" aku."
"Aku akan menghancurkan tubuhmu."
"Tunggu" tunggu! Tunggu dulu Nyai, jangan bunuh
saya" Saya" Sa" saya?"
"Nah," hahahaha, kau mengaku saja. Sekarang jawab
pertanyaanku. Dimana pimpinan Tongkat Merah dan siapakah
pengganti dari Ki Parang Pungkur?"
"Eh, pimpinan kami sedang tidak ada di sini. Sedang
tidak ada di sini. Dan ee?"
"Eeh, jangan membuatku kehilangan kesabaranku yah."
567 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Eee, pimpinan kami yang sekarang ini adalah Kayan
Manggala." "Haah"!" "Ah, kau mempermainkan kami, iya!?"
"Sungguh! Kami" kami tidak mempermainkan kalian.
Jangan" jangan bunuh saya Tuan, Nyai..."
"Hahahahaha," Lastri tertawa-tawa geli, "Anak itu"
Bagaimana mungkin anak itu jadi pimpinan Tongkat Merah"
Huah, aku akan berhadapan dengan Kayan sebagai seorang
musuh"! Hahahaha, benar-benar menggelikan. Heh! Siapa yang
telah mengangkat bocah itu?"
"Eh, Kakek. Sebelum dia menghembuskan nafasnya.
Sesaat sebelum dia tewas."
"Haah! Benar-benar tidak waras kakek tua itu."
"Tapi Nyai, Kayan sekarang ada bersama Ibunya. Itu
harus kita perhatikan."
"Aku tidak peduli. Aku akan membunuh mereka. Ibu
dan anak, dan juga ayahnya. Mereka sekeluarga akan aku
habiskan! Kau dapat membuktikan kata-kataku, Sora."
"Iya Nyai," Prabu Sora kemudian bertanya kembali pada
tawanan mereka itu, "Lalu di mana sekarang aku dapat
menemukan mereka?" 568 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ampun" Ampun Nyai" Ampun. Jika itu, saya benarbenar tidak tahu."
"Heeh! Kau berani mati anak muda"!"
"Tapi" tapi sungguh! Saya tidak mengetahui di mana
tuan muda Kayan berada bersama Ibunya."
"Yah, orang itu berkata benar. Kayan dan Anting Wulan
tidak berada di sini. Aku percaya dengan kata-katanya, Sora."
"Terima kasih Nyai. Terima kasih."
"Nah, sobat" sebagai rasa terima kasihku aku akan
memberikan sesuatu yang sangat berharga bagimu."
Lastri bergerak cekatan, ditendangnya kaki anggota pengemis
Tongkat Merah yang penakut itu. Kakinya patah terkulai.
"Hahahaha, dengan cacatnya kedua kakimu itu, kau
akan lebih cocok dan lebih berhasil sebagai seorang pengemis.
Pengemis cacat lebih di kasihani daripada pengemis gagah.
Nah, kau akan mendapat lebih banyak uang dari hasil derma
orang-orang" Sambil tertawa-tawa, Lastri melesat dan berseru, "Mari Sora!"
"Heeh, mau kemanakah kita ini?"
"Ke gerbang timur. Menemui murid-muridku. Dan
setelah itu aku akan menyebar muridku untuk menyelidiki
dimana Kayan Manggala berada."
569 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Lastri berlari terus ke arah timur. Dan setelah keluar dari
gerbang kota Rupada sebelah timur, di pinggiran sungai kecil
dia menemukan belasan anak buahnya yang tengah
beristirahat menantikan kedatangannya. Sesaat kemudian"
"Aku tidak mengharapkan kalian menyelesaikan urusan
ini sendiri-sendiri. Aku hanya menginginkan kalian menyelidiki
saja, mencari tahu saja di mana anak itu berada. Dan satu hal
yang harus kalian semua ketahui bahwa anak itu saat ini berada
bersama-sama dengan Ibunya. Jangan coba-coba menampak
kan diri kalian, apalagi mengambil tindakan. Anting Wulan
adalah bagianku. Dia bukanlah lawan kalian. Ingat-ingat itu
semua. Nah, bubarlah! Jangan ada yang berkelompok, dan
pergilah sendiri-sendiri."
Setelah tujuh belas muridnya meninggalkannya"
"Lalu Nyai mencarinya?" sendiri, kemana Nyai akan pergi "Ikuti saja aku, Sora. Kita berkeliling. Menyelidiki kotakota dan desa-desa di sekitar kota Rupada. Sebelum tengah
malam, kita akan kembali ke Rupada. Mari?"
"Benar-benar sial kau prabu Sora. Bodoh! Tolol" Awas
kau Lastri. Biarpun kau siluman yang sakti, aku prabu Sora tidak
akan berputus asa. Aku adalah seorang manusia yang memiliki
kesabaran.(")" Sementara itu" 570 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Bukankah itu kota Rupada?"
"Iya. Itu adalah kota Rupada."
Anting Wulan tiba di kota Rupada bertepatan setelah Lastri dan
prabu Sora meninggalkan kota tersebut. Sementara itu
matahari menggantung tepat di tengah cakrawala. Suasana di
kota Rupada serasa panas menyengat. Jalan-jalan di sekitar
kota nampak berdebu. Hampir dua purnama tanah Pasundan
tidak disirami hujan. Anting Wulan memasuki kota Rupada
pada saat-saat tersebut. Jalan-jalan di sekitar kota tidak terlalu
ramai. Para penduduk lebih suka berteduh di bawah-bawah
pohon yang rindang atau tetap tinggal di dalam pondok mereka
jika tidak mempunyai urusan yang sangat penting. Sementara
Anting Wulan terus memacu kudanya menuju markas Tongkat
Merah. "Sepertinya ada yang mengikuti kita, Bu"
"Benar, bahkan sekarang tidak hanya satu orang. Lebih
dari tiga orang." "Aneh, dimanakah para pengemis Tongkat Merah.
Mengapa saya tidak melihat mereka di sini. Aneh sekali."
"Hmm, sesuatu telah terjadi di tempat ini. Dan mungkin
di markas Tongkat Merah. Ayo Tunggul" Hiyyah" Hiyyahh."
"Celaka, lihat itu Bu!"
571 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Oh, gila! Siapa yang berani menghancurkan markas
Tongkat Merah" Lastri kah?"
"Iya, pastilah bibi Lastri yang telah merusak markas
Tongkat Merah." Kayan Manggala maupun Tongkat Merah (Anting Wulan
mungkin!) tertegun untuk beberapa saat. Bangunan yang
sederhana akan tetapi kokoh dan besar itu porak poranda.
Dalam cekaman kesunyian itu tiba-tiba Kayan Manggala
merasakan sentuhan yang aneh di dalam sanubarinya.
"Aku" akulah yang seharusnya bertanggung jawab
untuk mengatasi semua ini. Aku adalah pimpinan perguruan
Tongkat Merah yang sial dan tongkat pusaka ini adalah saksi
dan juga buktinya. Aku tidak dapat ingkar dan tidak boleh
ingkar." "Awas Kayan, tempat ini telah menjadi ramai oleh
orang-orang. Berhati-hatilah."
"Akan kuhajar kalian semua. Hupp!"
Kayan melompat mundur dan kemudian melesat sambil
mengayunkan tongkatnya ke arah beberapa orang yang banyak


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkumpul di sekelilingnya.
(11) Pada kisah yang lalu diceritakan, Kayan Manggala dan
572 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
ibunya, Anting Wulan telah tiba kembali di kota Rupada
yang pada saat itu telah ditinggalkan oleh prabu Sora
dan Lastri. Setiba di markas Tongkat Merah, Kayan
menjadi tersentuh hatinya melihat markas pengemis
Tongkat Merah yang menjadi tanggung jawabnya telah
porak poranda. Pada saat kemarahannya timbul, tibatiba-tiba telinganya mendengar suara langkah banyak
orang di sekelilingnya. Kayan yang menduga mereka
adalah orang-orang jahat yang telah menghancurkan
pondok utama perguruan pengemis segera saja
melenting ke belakang sambil mengayunkan tongkat
pusaka di tangannya. "Mampus kau orang-orang jahat!"
"Ah.. ah.. ah.., Jangan tuan muda,...aah!! Semua ini
adalah teman sendiri tuan muda."
"Ah"!, paman Camar Sulung?"
"Iya, benar tuan muda."
"Tapi, mengapa... mengapa paman..."!"
"Kami sengaja melepaskan pakaian pengemis, demi
keamanan. Karena kami yakin akan datangnya pembalasan dari
siluman ular jahat itu bersama dengan Prabu Sora."
"Eh maafkan saya. Eh, bagaimanakah luka orang yang
terkena pukulanku tadi paman?"
"Ibu sudah memeriksanya Kayan. Dia tidak apa-apa.
573 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Setelah beristirahat beberapa saat tentu lukanya akan pulih
kembali." "Apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini paman"
Mengapa markas perguruan menjadi seperti ini?"
"Lastri datang kemari menghancur leburkan pondok
markas kita. Bahkan matanya yang tajam berhasil menangkap
anggota Tongkat Merah yang mencurigakan nya dan
membuatnya cacat kaki."
"Lalu dimanakah sekarang wanita itu paman?"
"Kami tidak berani mencegahnya bahkan eh...
menemuinya pun kami tidak berani, siluman itu telah pergi
menuju ke arah selatan. Tetapi kami yakin dia akan kembali lagi.
Nyai bisa menunggunya. Mungkin sebentar lagi atau besok ia
bersama dengan prabu Sora akan kembali lagi."
"Kita akan menunggunya disini, Bu"
"Ya, kita akan menunggunya."
"Eh, Marilah ikut kami Nyai. Kami mempunyai tempat
yang tidak terlalu baik dan juga tidak terlalu besar, tetapi cukup
untuk beristirahat saat ini. Mari,.. marilah Nyai, tuan muda
mari..." Beberapa saat kemudian, di tempat lain.
"Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu dengan adik
Wulan" 574 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Wulan memiliki kepandaian yang sangat hebat kanda
Seta, aku kira dia akan mampu menghadapi Lastri."
"Aku mengkhawatirkannya dinda, heh... tetapi mudahmudahan saja dugaanmu benar."
"Kita telah sampai, itu gerbang kota Rupada sudah
nampak jelas dari sini. Hiyyah.. hiyyah.. hiyyah!" seru Seta
Keling sambil terus memacu kudanya.
Sariti memandang arah yang ditunjukkan oleh Seta Keling, akan
tetapi kemudian keningnya mengernyit curiga. Tampak olehnya
dua orang wanita tengah duduk-duduk dibawah pepohonan,
tidak jauh dari gerbang kota Rupada. Sariti merasa pernah
melihat kedua wanita tersebut.
"Lihatlah itu kanda, dua orang wanita itu sangat
mencurigakanku. Hupp!" Sariti menghentikan laju kudanya.
"Ooop!!" Seta Keling pun turut menghentikan kudanya.
Kemudian menjejerkan kudanya seiring Sariti.
"Itu, lihatlah disana. Di bawah pohon itu. Kita lihat ke
sana Kanda!" Sariti menghela kudanya kembali ke arah
pepohonan yang ditunjuknya. Tanpa mengulur waktu, Seta
segera mengikuti kemana Sariti menghela kudanya. "Hup!
Hiyyah hiyyahh!" "Oh rupanya engkau,.. aku mengenalmu wahai wanita
siluman" 575 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Hik hik hik. Bagus jika engkau mengenalku dan engkau
berdua mau datang menemui kami disini he he he he... Hingga
kami tidak perlu mencari-carimu. Bukankah engkau Sariti"!
Menyerahlah!! Pimpinan kami memerlukan engkau."
"Heh... Engkau tau apa yang terjadi dengan 2 orang
temanmu" Dua orang temanmu tanpa kehadiran gurumu
Lastri, hemm" Mari kakang, kita lumpuhkan mereka!"
"Laki-laki itu bagianku, Ningrum." perempuan
dibelakang langsung meloncat menghadapi Seta Keling. Tanpa
banyak bicara lagi, dia langsung menyerang Seta dengan ganas.
Empat pukulan beruntun segera dilancarkan. Tetapi tentu Seta
Keling bukanlah pendekar kemarin sore. Mudah saja baginya
untuk mengelak dari serangan tersebut tanpa perlu
memapakinya. "Marilah kehebatanmu." Sariti, akan aku lihat sampai mana Hanya dalam beberapa saat saja, Sariti bahkan Seta Keling
sudah berhasil mendesak dua murid Lastri. Tetapi sesaat
kemudian, setelah keduanya menerapkan aji Cengkar Bala,
keadaan menjadi lebih baik untuk mereka.
"Aku akan mempercepat akhir dari pertempuran ini.
Aku khawatir akan terjadi sesuatu dengan dinda Sariti. Aku
akan menggunakan Kincir Metu tingkat terakhir." pikir Seta
Keling yang melihat Sariti tampak kerepotan menghadapi
Ningrum. "Ooh, Laki-laki lawanku ini kepandaiannya sangat hebat
576 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
sekali. Aku akan kerepotan sekali menghadapinya, menghadapi
ilmu yang akan dikerahkannya ini."
Sariti kerepotan menghadapi serangan-serangan Ningrum.
Sementara Ajeng justru terdesak hebat oleh seranganserangan Kincir Metu tingkat sepuluh oleh Seta Keling. Pada
pertempuran ada pada saat-saat yang menentukan...
"Kakang Seta, Sariti,... Hentikan! Mereka adalah
urusanku!" terdengar seruan seorang wanita. Wanita itu adalah
Anting Wulan. "Ohh, Wulan. Huppp!!" Sariti berseru gembira,
kemudian melenting menjaga jarak dengan Ningrum.
"Terima kasih kakang Seta, Sariti. Biarlah aku yang akan
mengurus mereka. Jangan khawatirkan aku. Aku memang yang
bertanggung jawab atas semua perbuatan mereka." Anting
Wulan melenggang ke arena pertempuran.
Anting Wulan kemudian melangkah mendekati Ningrum dan
Ajeng. Dua orang wanita yang semula adalah muridnya
memandang lekat padanya. Tetapi terlihat tubuhnya begitu
hebat bergetar. "Apa sebenarnya yang akan kalian lakukan di tempat ini
Ajeng, Ningrum"!" sapa Anting Wulan dengan tegas.
"Eh.. kami... kami..." Ningrum tergagap menjawab
sapaan Anting Wulan. Tubuhnya terasa lemas. Tak terasa
Ningrum dan Ajeng berlutut dihadapan Anting Wulan.
Keduanya tertunduk. Menghadapi itu, mau tak mau Anting
577 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Wulan terharu juga. "Mungkin aku salah. Aku telah membentuk kalian
menjadi harimau-harimau betina. Oh aku bersalah. Kalian telah
semakin jauh. Semakin jauh tersesat..." dalam benaknya,
Anting Wulan merasakan sebuah penyesalan yang mendalam
setelah melihat kedua muridnya yang secara perlahan mulai
berubah kembali dari bentuk persekutuan akibat penerapan aji
Cengkar Bala. "Eh,.. Nyai. Kami... Kami sudah sangat rindu pada Nyai."
berkata Ajeng. "Iya, Nyai. Rindu sekali. Rindu dengan senyuman dan
kelembutan Nyai. Tapi sekaligus rindu pada bentakan-bentakan
Nyai. Oh.. Nyai yang telah membentuk kami seperti ini, Nyai"
timpal Ningrum. "Bangkitlah... Hayooo, jangan berlutut seperti itu. Ayo
Ningrum, Ajeng." "Ketahuilah Nyai, kami semua murid-murid Nyai
merindukan kehadiran Nyai. Tetapi emm.. Eh.."
"Tetapi apa" Lasti menghalangi kalian"!"
"Eh.. emm.. Mbak Yu Lastri telah menanamkan
kebencian didalam diri kami kepada Nyai. Tetapi secara diamdiam kami semua masih tetap setia kepada Nyai." Ningrum
mulai terisak. Dia jadi teringat teman-teman seperguruan
Kembang Hitam saat mengucapkan kata-kata kami semua.
578 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Lalu, dimana kawan-kawan kalian yang lain" Mengapa
jumlah kalian kulihat hanya separuh saja, bahkan mungkin tidak
sampai separuh..." "Nyai, maafkan kami Nyai... " terisak Ajeng meratap
menjawab pertanyaan Anting Wulan tentang murid-murid
perguruan Kembang Hitam. "Hei"! Apa yang telah terjadi"!" Anting Wulan merasa
amat keheranan. "Mereka, ... mereka semua telah mati."
"Oh" Mati"! Siapa yang telah membunuh mereka"
Kejahatan apa yang telah kalian lakukan, sehingga ada orang
yang membasmi kawan-kawan kalian"!?" Anting Wulan makin
tak mengerti. "Kamilah yang telah membunuh mereka, Nyai..."
Terkesiap. Lemas tubuh Anting Wulan mendengar
jawaban itu. Urat lehernya menegang. "Gila!.. Kegilaan apa
yang telah terjadi di dalam kelompok Kembang Hitam"!"
?"Untuk melaksanakan rencananya, mbakyu memerintahkan kami membunuh sebagian teman-teman kami
yang tidak berhasil menguasai ilmu Cengkar Bala."
"Cengkar Bala"!"
"Iya. Cengkar Bala adalah sejenis ilmu merubah bentuk.
Ilmu persekutuan dengan siluman Ular."
579 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Gila, kalian benar-benar sudah jauh sekali tersesat.
Jauh sekali!" cela Anting Wulan dengan perasaan teraduk-aduk.
"Maafkan kami semua Nyai. Kami semua ingin sekali
kembali kepada Nyai"
"Tapi, kami tidak berani..."
"Iya, Nyai... mbakyu Lastri terlalu telengas sekali
sikapnya." "Haah... biarlah aku nanti yang menghadapinya. Ini
semua pasti karena pengaruh dari siluman jahat itu. Pengaruh
dari nenek Ranggis. Dimana sekarang Lastri berada"!"
"Mbakyu Lastri tengah berusaha mencari Nyai, untuk
mengambil Kayan" "Ha" Apa lagi yang dikehendakinya dari putraku?"
"Perguruan Tongkat Merah...Nyai"
"Perguruan Tongkat Merah"! Apa maksudmu"!"
"Ditangan Kayan terdapat kekuasaan yang sangat besar
yang dibutuhkan oleh mbakyu Lastri guna melaksanakan citacitanya, Nyai... Tongkat pusaka ditangannya sangat dibutuhkan
mbakyu Lastri" "Tetapi, apakah engkau tidak mengetahui secara pasti,
dimana beradanya Lastri?" tanya Anting Wulan.
580 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Eeh, tidak Nyai. Saya hanya mendengar Nyai bersama
dengan Prabu Sora akan mengelilingi desa-desa disekeliling
kota Rupada ini. Sedangkan kawan-kawan yang lain di
beberapa tempat wilayah kota Rupada."
"Aku akan mencarinya." Anting Wulan bergumam
tegas. Lalu dia menoleh ke arah Kayan Manggala dan berkata
"Eh,... Kau, maukah kau tinggal di kota ini bersama dengan
pamanmu Seta Keling dan juga bibi Sariti?"
"Eh, kami semua seluruh Tongkat Merah cabang kota
Rupada ini akan menjaganya dengan sebaik-baiknya.
Percayakanlah Tuan Muda pada kami semua." berkata Ki Camar
Sulung seakan meyakinkan Anting Wulan bahwa keamanan
Kayan Manggala selaku pimpinan Tongkat Merah ada dalam
urusan hidup dan mati bagi kelompok Tongkat Merah.
"Tidak Bu! Aku akan tetap bersama Ibu. Aku akan tetap
disamping Ibu." "Ahh, baiklah... baiklah. Mari kita pergi. Naiklah Kayan!"
sejenak Anting Wulan tergagap, karena Kayan Manggala
berkeras mengikutinya. Naluri keibuannya berharap putranya
itu mau menunggunya bersama Seta dan Sariti. Jauh dari
pertempuran yang akan dihadapinya. Jauh dari marabahaya.
Tapi dia tahu, putranya itu mewarisi kekerasan hatinya.
"Hupp!" dengan tangkas Kayan Manggala meloncat dan
pantatnya langsung bertengger di punggung kuda yang
ditunggangi Anting Wulan. Kuda itu meringkik.
581 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Tanpa membuang waktu lagi Anting Wulan berpamitan
pada kakak seperguruannya itu. "Aku pergi kakang."
"Ya, tetapi harapanku Anting." segeralah kembali. Dan ingat-ingat "Ee..eh.. Aku pergi kakang."


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mari kita ikuti nyai Kembang Hitam, Ajeng..."
"Oh, kau membiarkannya saja kanda Seta" Kau tak
mengejarnya untuk membantunya seperti yang tadi kanda
lakukan?" "Tidak dinda Sariti, aku kini menjadi sangat yakin
dengan kemampuannya. Ya, tiga belas tahun yang lalu Kincir
Metu tingkat sepuluh yang menjadi andalanku tidak mampu
menghadapi Banyu Chakra Buana-nya. Dan kini, aku yakin
kehebatannya menjadi semakin susah untuk diukur.
Bentakannya yang halus, yang meminta aku untuk
menghentikan pertempuran tadi membuat sebagian tenagaku
tertahan. Sehingga lawanku yang hampir kujatuhkan menjadi
selamat." "Oh, sehebat itukah kepandaian Wulan adikmu?"
"Ya, marilah kita masuk saja ke kota Rupada. Lihatlah,
paman Camar Sulung dan temannya yang lain telah siap untuk
kembali." "Yah, kita berdo"a saja semoga Wulan akan dapat
memberikan hajaran pada Lastri. Siluman ular jahat itu."
582 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Sementara itu, di sebuah pinggiran hutan yang jauh dari kota
Rupada, prabu Purbaya dan permaisurinya Cempaka sedang
tenggelam dalam semedinya. Sementara hari telah menjelang
senja. "Hoaahmm, dinda Cempaka..." Prabu Purbaya
membuka matanya, lalu berusaha mengusir penat ditubuhnya
dengan sedikit menguap. "Ooh Kanda, kanda sudah tersadar"!"
"Iya, baru saja Dinda. Dinda bagaimana, apakah dinda
mendapat petunjuk?" "Oh tidak Kanda. Dinda tidak mendapat petunjuk
dimana arah Lastri berada." Cempaka mendesah. "Oh, tetapi
wajahnya... Wajah seorang wanita terbayang di dalam batin
Dinda. Bagaimana dengan Kanda sendiri?"
"Iya, Kanda pun demikian. Dan ketahuilah dinda, wanita
itu adalah wanita yang tengah kita cari. Dialah siluman jahat itu.
Kita harus melanjutkan semedi kita. Kita akan mencoba
memanggilnya." "Memanggilnya?"
"Iya, kita akan mencoba mengerahkan kekuatan yang
ada pada diri kita. Kita akan mencoba memanggil wanita itu.
Kekuatan agung pasti akan membantu kita. Percayalah! Mari..."
"Baiklah Kanda,... hhuup!!" sambil tersenyum Cempaka
583 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
menuruti suaminya yang telah lebih dahulu memejamkan mata
dan menghirup udara sekuat-kuatnya. Udara yang memenuhi
paru-paru mereka ditahankan lalu dikeluarkan secara perlahan.
Kedua manusia utama dari tanah Pasundan itu kemudian
mengerahkan segenap kekuatannya. Bayangan dari Lastri mulai
dipatrikan dalam ingatannya.
Waktu terus berjalan. Senja yang menguasai jagad raya
menyerahkan kekuasaanya pada sang dewa Malam. Dan jagad
raya pun menjadi gulita. Akan tetapi saat itu, sang dewa malam
yang mampu membungkus dunia dengan kegelapannya tidak
mampu membungkus tubuh kedua manusia utama itu, bahkan
suasana disekitar mereka.
Hal itu terjadi, adalah karena munculnya cahaya dari dalam
tubuh mereka. Tubuh prabu Purbaya dan Cempaka. Cahaya
terang yang gemilang membias menembus gelapnya malam!
(12) Pada kisah yang lalu diceritakan, Prabu Purbaya yang
tengah bersemedi memohon petunjuk dari sesembahannya sang Hyang Wisnu dan mendapat
semacam isyarat yaitu untuk memanggil Lastri dengan
segala kekuatannya. Sementara itu di tempat lain yang jauh dari prabu Purbaya dan
Cempaka... "Hhh... Ahh... Eeh" uhh... Ooh..." suara seorang
perempuan mengeluh. 584 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Heeh" Ada apa Nyai" Apa yang terjadi pada dirimu?"
seorang pria bertanya. "Eh, entahlah. Tiba-tiba aku merasakan ada keanehan di
dalam diriku" "Apakah luka dalam akibat pertempuran?"
"Tidak, sama sekali bukan seperti itu yang kurasakan..."
"Hmm..." "Ada sebuah kekuatan yang tidak aku mengerti yang
merasuk kedalam diriku"
"Apakah kekuatan Nyai tidak mampu untuk menelusuri
kekuatan tersebut?" "Aku... aku akan mencobanya." Setelah berkata
demikian, perempuan itu bersila. Matanya dipejamkan. Dia lalu
menarik nafas dalam-dalam, dan mulai bersemedi. Pria yang
duduk tak jauh dari perempuan itu berpikir.
"Apa yang terjadi dengan nyai Lastri, siluman ular ini.
Tubuhnya kembali menjelma menjadi manusia ular. Dipenuhi
dengan sisik-sisik tebal yang berwarna keemasan," tak lama dia
berpikir karena Lastri yang berada dihadapannya menggeram
seperti mengigau. Dia kembali memperhatikan dengan
seksama. "Apapun adanya engkau aku tidak gentar! Aku tidak
585 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
gentar! Aaah!! Akan kulihat apa kehendakmu... Hupp!!" Lastri
melesat, bersalto dua kali sebelum akhirnya menerobos
jendela yang belum terkunci itu. Lalu langsung berlari keluar
dari kamar itu. "Nyai tunggu!! Hupp!" terkaget, tapi dengan sigap pria
itu menyusulnya. "Hei"!,.. Hmm apa yang terjadi dengan nyai Lastri, dia
berlari terus menuju utara. Tanpa berbicara sepatah katapun
pada diriku. Ada apa sesungguhnya dengan dirinya"!?" prabu
Sora sangat terheran atas sikap Lastri, kemudian dia mencoba
memanggil-manggil Lastri kembali "Nyai! Nyai! Ada apa
nyai"!?" "Hhh.. aneh sekali sikapnya, apakah ada seorang musuh
yang sangat sakti mandraguna yang telah mengganggunya, jika
memang demikian siapakah orang itu"!" Hhuh aku akan coba
melihatnya" Lastri terus melesat menuju utara mengikuti arah
tarikan kekuatan gaib itu. Sementara prabu Sora yang
merasakan keanehan itu terus mendampinginya menembus
hutan-hutan yang mulai dirayapi oleh kegelapan. Beberapa saat
kemudian... "Ah, Heii.. Eh.. eh.. cahaya apakah itu" Jauh didepanku,
dan Lastri agaknya menuju ke arah cahaya itu. Apakah cahaya
itu yang merupakan sumber kekuatan yang memanggilnya.
Ooh... Hyang Jagad Dewa Bhatara... cahaya apa itu
sesungguhnya"! Mengapa hatiku menjadi berdebar seperti ini"
Uhh!" prabu Sora berpikir cemas.
586 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Lastri berlari terus ke arah cahaya yang dilihat oleh
Prabu Sora, dan pada jarak dua tombak dihadapan cahaya yang
gemilang itu, Lastri tiba-tiba jatuh bertekuk lutut.
"Ooh celaka, mereka lagi. Eh.. aku.. aku sudah berjanji
tidak akan menciptakan malapetaka lagi. Oh, aku tidak boleh
bertemu dengannya. Aku harus meninggalkan tempat ini,
sebelum prabu Purbaya dan Cempaka membuka matanya. Ah!"
Prabu Sora melesat cepat meninggalkan tempat itu. Sementara
Lastri masih tetap tidak berdaya, bertekuk lutut di hadapan
prabu Purbaya dan Cempaka.
"Siapa kalian" Apakah maksud kalian memanggilku"!"
"Hmm"! Apakah engkau lupa padaku Nyai" Bukankah
kita pernah berjumpa pada tujuh tahun yang lalu."
"Haa.. Kau" Heheheh..." Lastri terkekeh kecil "Kau
prabu Purbaya"! Hmm Pengecut! Jika engkau hendak
bertanding denganku, lepaskanlah kekuatan yang bersemayam
dalam dirimu. Ayo! Marilah kita bertempur."
"Heheheh, lucu sekali kau ini siluman jahat." Cempaka
tertawa pendek, lalu dia membantah perkataan Lastri. "Apa
salahnya kami menghadapi siluman jahat sepertimu dengan
kekuatan suci yang ada pada kami" Untuk melenyapkan
siluman jahat sepertimu, tidak ada sebuah aturanpun yang
menghalangi kami. Kami akan mempergunakan segala macam
cara!" 587 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Maafkan aku nyai Lastri, siluman jahat didalam
tubuhmu akan segera aku lenyapkan, apapun yang akan
terjadi!" "Tidak mungkin Kanda,.. melenyapkan siluman itu tanpa
membunuhnya. Siluman jahat itu sudah menyatu dengan
wanita itu" Cempaka berkata perlahan di samping suaminya.
Dia menyangsikan kemampuan mereka untuk dapat
memisahkan siluman dari tubuh seseorang yang sudah dalam
keadaan bersatu sedemikian rupa.
"Jika memang begitu, apa boleh buat..." prabu Purbaya
pun tampak meragu sesaat. Tapi selanjutnya dia berkata
dengan mantap pada Lastri. "Bersiaplah nyai Lastri aku akan
melihat keadaan dirimu!"
Prabu Purbaya melompat sambil mengulurkan tangannya, siap
untuk mencengkram pundak Lastri guna melumpuhkan
kekuatan wanita itu. Akan tetapi Lastri yang telah terbebas dari
pengaruh kekuatan gaib meloncat mundur.
"Kau tidak akan dapat melumpuhkan aku tanpa
bantuan kekuatan yang bersemayam didalam tubuhmu!"
"Aku dapat melakukannya sendiri!"
"Heheheheh! Benarkah itu" Hemm,.. kau dapat
melumpuhkan aku tanpa bantuan kekuatan itu?"
"Aku akan menutup rasa penasaranmu itu, Hai wanita
siluman." Cempaka kemudian menoleh ke arah suaminya, lalu
berkata lembut. "Mundurlah Kanda, biar aku yang
588 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
melayaninya." "Tetapi,..." prabu Purbaya sejenak tergagap. Tidak
menyangka istrinya akan meminta waktu untuk berduel
mengadu ilmu dengan wanita siluman yang telah bersiap
dihadapan mereka. "Aku akan dapat melakukannya, Kanda. Percayalah.
Mundurlah Kanda..." "Baiklah, akan tetapi berhati-hatilah Dinda Cempaka."
"Kanda tidak perlu khawatir. Perhatikanlah dipinggir
sana..." Usai berkata menenangkan Purbaya, Cempaka segera
mengumpulkan kekuatannya, dan menyalurkan tenaga
saktinya ke kedua belah tangannya. Gerakan itu membuat
angin berpusar di sekeliling kedua belah tangan itu.
"Hahahaha! Kincir Metu-kah yang kau banggakan"!"
Hiaatt!!" Lastri tampak sangat meremehkan ilmu yang
dikerahkan oleh Cempaka. Tanpa basa-basi tubuhnya melesat
menyerang wanita cantik dihadapannya dengan ganas.
"Hehh.. akan kulihat apakah Kincir Metu-mu itu akan
sanggup mengalahkan Aji Banyu Cakra Buana-ku...Hiyattt!
Hiyat!!" "Heh" Ternyata tekanan-tekanan Kincir Metu yang aku
lambari dengan seluruh kekuatanku tidak berhasil
mendesaknya. Satu-satunya cara menjatuhkannya adalah
589 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
dengan gerak-gerak tipu jurusku. Akan kucoba melumpuhkannya dengan ilmu Semadhi Dewa Gila dari kakek
Mamang Kuraya." pikir Cempaka.
Lastri terkejut menyaksikan gerak lawannya. Dia beberapa kali
merasakan pukulannya hampir mengenai lawannya, tetapi
tubuh lawannya secara tiba-tiba bagaikan terjatuh cepat. Yang
kemudian sebelum dia menyusulkan serangannya, tubuh itu
telah tegak berdiri kembali.
"Ooh Gila! Aji apakah yang digelarkan lawanku"
Gerakannya demikian ringannya. Tetapi juga yang amat
mengherankan adalah langkahnya yang tidak pasti, tidak
beraturan. Bahkan hampir menyerupai gerak orang yang
mabuk. Terhuyung-huyung."
Jelas sekali tampak bahwa Lastri mengalami kekagetan yang
amat sangat melihat gerakan-gerakan dari ilmu Semadhi Dewa
Gila. Tetapi Lastri adalah pendekar binaan Anting Wulan, bukan
pendekar kemarin sore. Walaupun dalam kebingungannya
Lastri tetap bersiasat. "Aku akan menekannya dengan seluruh
kekuatan Cengkar Bala-ku. Aku harus membunuh lawanku
dengan secara cepat dan mengejutkan. Agar tidak memberikan
kesempatan pada suaminya untuk menolongnya."
Pertempuran terus berlangsung dengan serunya. Sementara
hutan disekitar mereka menjadi gulita. Satu-satunya
penerangan yang membantu mereka untuk saling melihat
lawan hanyalah bulan yang tergantung diatas angkasa raya.
"Dinda Cempaka, kau dapat menyelesaikannya dengan
aji Banyu Agung!" terdengar seruan Prabu Purbaya. Dia sedikit
590 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
gelisah melihat Lastri mengembangkan serangan-serangan
pada istrinya. Kedua belah tangan Lastri membentuk cakar
dengan kuku hitam yang mengeluarkan uap hitam tipis.
Cakaran-cakaran dari ilmu Cengkar Bala tampak mengancam
dan sangat berbahaya. "Ya Kanda, aku mengerti. Tapi, tadi aku memang ingin
menikmati pertarungan ini. Aku akan melumpuhkannya


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang." tersungging sebuah senyuman manis dari bibir
Cempaka. Akan tetapi tubuhnya justru mengelorakan hawa
dingin yang amat sangat, bergulung-gulung ke kedua belah
lengannya. Aji Banyu Agung segera tergelar. Lengan Cempaka
terpentang kemuka, seluruh angin bagaikan berpindah arah
menyerbu ke arah Lastri. "Bersiaplah engkau bertekuk lutut, Hai Siluman jahat!"
Lastri tersentak kaget ketika merasakan serangan angin yang
membawa hawa dingin yang membekukan tubuh. Hampir saja
seluruh tubuhnya seketika menjadi kaku. Lastri segera
mengempos seluruh tenaganya mengeluarkan hawa panas
untuk menangkal hawa dingin yang membekukan dari aji Banyu
Agung. "Siluman ular itu mampu menggerakkan tangannya, aku
harus mengerahkan segala kekuatan Banyu Agung untuk
melumpuhkannya" "Ohh... ooh,... aku... aku tidak dapat bertahan lagi.
Kekuatan saktinya benar-benar tidak tertahankan. Ooh...
Nenek Ranggis... Nenek Ranggis dimanakah engkau... Nenek
Ranggis" 591 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Kekuatan Lastri menjadi semakin melemah, dan tubuhnya
menjadi kaku serta dibungkus lapisan es yang tebal. Sementara
Cempaka terus melancarkan kekuatannya untuk melumpuhkan
lawannya secara total. Akan tetapi, pada saat yang tidak disangka-sangka baik oleh
Cempaka dan prabu Purbaya. Dipinggir arena terdengar sebuah
ledakan yang keras yang melepaskan es tebal yang
membungkus tubuh Lastri dan nampak tubuh wanita itu kini
diselimuti kobaran api yang tebal.
"Ha Ha Ha Ha, aku tidak pernah kalah, dan tidak ada
yang dapat mengalahkan aku. Aku adalah calon penguasa
mayapada ini. Hiyaaatt!!" sosok tubuh yang terbungkus
kobaran api itu berkata-kata.
Belum lagi lepas keterkejutan Purbaya dan Cempaka, tiba-tiba
tubuh Lastri yang diselimuti api tebal melayang terbang
menerjang Cempaka. "Awas, dinda Cempaka!" sambil berseru cemas, prabu
Purbaya segera memapaki serangan Lastri pada istrinya.
"Ahhh!!" Cempaka menjerit tertahan. Serangan itu
memang luput, tapi tak ayal angin serangan Nenek Ranggis
membabat Cempaka. "Berhati-hatilah Dinda, dihadapan kita saat ini adalah
Nenek Ranggis yang sesungguhnya. Dia hadir secara utuh.
Lihatlah itu, sikap dan geraknya, tubuhnya yang membungkuk."
Dengan berkuda-kuda secara kokoh, lengan prabu Purbaya
592 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
tampak menyilang menghalangi tubuh Cempaka dari
pandangan Nenek Ranggis. Matanya tajam bersiaga dari
serangan berikutnya. "Apa yang terjadi dengan dirimu dinda
Cempaka?" "Aku tidak sempat menyiapkan kekuatan untuk
menahan serangannya. Rasanya serangannya melukai tubuhku
bagian dalam. Tetapi jangan khawatir, aku masih sanggup
menemani kanda menghadapi siluman ular itu." Cempaka
meringis. "Ha ha ha ha. Kau akan kumusnahkan ditempat ini juga.
Heh.. Semua kekuatan yang coba menghalangiku, akan
kumusnahkan!" Nenek Ranggis sesumbar sambil terus
terkekeh. "Kujang pusaka dinda, cepat!" perintah Prabu Purbaya
singkat. Tubuh prabu Purbaya sesaat tergetar. Nenek Ranggis
yang melihat kejadian itu segera menyadari bahaya yang akan
dihadapinya. Karena itu dia tidak lagi membuang kesempatan.
Tubuhnya kembali melayang cepat menyerang Purbaya dan
Cempaka. Melihat hal tersebut prabu Purbaya dan Cempaka membuang
kesamping menghindari serangan lawannya. Lastri yang telah
berubah total menjadi Nenek Ranggis terus memburu mereka.
Akan tetapi... "Ooh,.. ditangan mereka telah muncul sebuah pusaka.
Kujang Pusaka. Aku merasakan perbawanya sangat luar biasa
593 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
sekali. Aku harus berhati-hati. Ooh, angin serangannya serasa
telah mengiris kulitku. Ooh, pusaka apakah dipegangnya itu"!"
nenek Ranggis terheran-heran dan terkaget-kaget. Tubuhnya
berkelebat ke kanan dan ke kiri menghindari serangan tusukantusukan pusaka ditangan prabu Purbaya.
"Kanda Purbaya, gabungkan Banyu Agung dengan
serangan kujang pusaka Kanda. Api yang berkobar dari
tubuhnya tidak terlalu berbahaya. Kujang pusaka kita akan
dapat menahannya." disela-sela pertempuran itu terdengar
Cempaka berseru memberi saran pada suaminya.
"Kau salah Dinda Cempaka, kau lihat,... dari dalam
mulutnya aku melihat cahaya api yang menyala. Berhati-hatilah
dari serangan api yang akan dilontarkan dari mulutnya." prabu
Purbaya justru cemas mendengar saran istrinya itu, karena
tampak serangan Cempaka menjadi sangat mendesak bagai
mengabaikan pertahanan diri.
"Ha ha ha, matamu cukup awas Purbaya! Ini,
terimalah... Hwusss!!!"
"Aku tidak gentar dengan api mu!" bentak Purbaya.
Prabu purbaya yang mendapat serangan kobaran api
dari mulut Nenek Ranggis, menghadangnya dengan kujang
pusaka. Sementara Cempaka yang melihat hal tersebut
berteriak dengan penuh rasa khawatir. "Awas kanda Purbaya!!"
Kobaran api yang keluar dari mulut nenek Ranggis menerjang,
membungkus prabu Purbaya yang berdiri dengan kujang
pusaka yang diacungkan. 594 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
(13) Pada kisah yang lalu diceritakan, Prabu Purbaya kini
tengah terlibat dalam pertempuran yang seru dengan
Lastri yang telah menjelma menjadi Nenek Ranggis
secara utuh. Tubuh yang semula menjadi lawan mereka
adalah Lastri yang dipenuhi oleh sisik-sisik tebal, berdiri
tegak dan gagah. Kini berubah secara aneh. Tubuh yang
masih tetap bersisik tebal kini membungkuk dan gerak
Lastri yang gagah kini demikian terbungkuk-bungkuk
bagaikan seorang nenek tua yang renta. Akan tetapi
tandangnya, justru semakin menggiriskan. Seluruh
tubuhnya telah dirayapi dengan kobaran api. Bahkan
kini dari mulut wanita siluman itu mampu melontarkan
kobaran api, hingga sepanjang satu setengah tombak.
Akan tetapi maharaja dari Pasundan tersebut tetap berdiri
sambil mengacungkan kujang pusakanya.
"Hmmm," nenek Ranggis menggeram, "Mampus kau
Purbaya!" "Celaka, sedikitpun Purbaya tidak terluka oleh kobaran
api ku.." geram nenek Ranggis dalam hatinya, serangannya
mentah oleh kekuatan kujang pusaka Cakra Buana.
"Habisi saja segera Kanda, siluman jahat itu tidak boleh
hidup lebih lama lagi!"
"Ya, aku akan melakukannya"
Prabu Purbaya mengangkat tangannya siap untuk melanjutkan
595 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
kembali serangannya. Sementara itu, Lastri telah bangkit
kembali dan bersiap-siap menerima serangan lawan-lawannya.
Tapi tiba-tiba saja mereka dikejutkan oleh derap langkah kaki
kuda yang semakin lama semakin mendekat ke arah mereka.
"Hei, benar ibu. Lihatlah itu. Dia bibi Lastri!" seru Kayan
Manggala. "Tuanku Prabu, hamba mohon serahkanlah wanita itu
pada hamba. Dia adalah tanggung jawab hamba. Biarlah hamba
yang akan mengurusnya." Suara merdu seorang perempuan
terdengar. Akan tetapi suara itu sarat dengan kekuatan ghaib
yang menghipnotis. Itulah suara murid penguasa laut selatan,
Anting Wulan. Prabu Purbaya tidak menjawab perkataan Anting Wulan,
perhatiannya justru terpaku pada kuda tunggangan Anting
Wulan. Kuda itu tampak girang sekali bertemu dengan prabu
Purbaya. Si Tunggul melangkah jinak mendekat ke arah
Purbaya. Mulutnya tak henti-henti meringkik.
"Ha Ha Ha Ha... Rupanya engkau masih mengenalku
Tunggul, hmmm ya.. ya.. ya sudahlah, nanti kita dapat
melepaskan rindu. Menyingkirlah. Kau tentu mengerti katakataku. Hmm?" tangan maharaja Sunda itu membelai bulu
surai si Tunggul. Dia pun sangat senang bertemu dengan hewan
itu. "Hmm!!" prabu Purbaya kemudian menggeram, dia
menoleh kearah Nenek Ranggis setelah mendorong tubuh si
Tunggul menjauh, "Siluman jahat, kini kau bisa merasakan
bahwa akhir riwayatmu semakin dekat. Disini telah hadir pula
596 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Anting Wulan." "Kaukah itu nenek Ranggis?" Anting Wulan memulai
perbincangan. "Iya ini aku bocah, mau apakah kau datang menemuiku,
heh" Kau ingin menentangku?" jawab nenek Ranggis mendesis.
"Kau harus tinggalkan tubuh sahabatku Lastri Kau tidak
boleh mengusiknya. Keluarlah dari raganya."
"Ha Ha Ha Ha Ha!!" nenek Ranggis tidak menjawab, dia
hanya tertawa saja. Dalam hatinya dia berpikir "Ooh, aku harus
mencari jalan untuk menyelamatkan diri, karena kematian
Lastri dapat menyebabkan kematian diriku untuk selamalamanya. Aku tidak ingin mati! Karena itu aku harus mencari
jalan keluar. Pasangan suami istri itu tidak dapat aku hadapi."
"Kali ini kau berada dalam kepungan kami. Aku dan
tuanku Purbaya dan permaisurinya. Kau tidak akan dapat lepas
lagi. Kecuali kau mau meninggalkan raga sahabatku dan berjanji
tidak akan mengacaukan dunia ini."
Nenek Ranggis hanya terkekeh, "Kalahkan aku dahulu
Wulan, baru aku akan menuruti nasehatmu."
"Hati-hati bibi Wulan, dari mulutnya akan dapat
melontarkan serangan api yang berbahaya!"
"Terimakasih tuanku Permaisuri."
Anting Wulan terkejut menerima serangan-serangan
597 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
nenek Ranggis melalui tangan Lastri pada gebrakan-gebrakan
pertama. Akan tetapi pada saat-saat berikutnya gerakan Anting
Wulan menjadi semakin mantap dan mulai mampu
mengimbangi serangan lawannya dan bahkan mulai membalas
dengan serangan-serangan yang sangat berbahaya. Dan samarsamar terlihat bahwa tubuh Anting Wulan mulai diselimuti
cahaya yang tipis berwarna keemasan.
"Oh, Kanda lihatlah itu"
"Ya, agaknya bibi Wulan juga mendapat bantuan dari
gurunya penguasa laut selatan. Iya, aku pernah mendengar bibi
Wulan adalah murid kesayangan dari beliau. Lihatlah, agaknya
bibi Wulan dapat menguasai dari jalannya pertempuran itu."
"Siluman itu telah berhasil dilumpuhkan. Lihatlah,
lihatlah itu gerakannya menjadi semakin lemah."
"Ya, benar Dinda. Agaknya luka yang dideritanya
mengganggu gerakannya."
"Kekuatannya lain dari kemarin. Apakah yang akan
terjadi dengan Lastri" Oh,... Apakah prabu Purbaya telah
berhasil melukainya?" Anting Wulan sedikit terheran
mendapati kenyataan bahwa perlawanan nenek Ranggis tak
sehebat kekuatan sebelumnya.
Anting Wulan terus menekan Lastri. Gerakan-gerakan Banyu
Cakra Buana tingkatan terakhir mengurung dan menekan Lastri
yang telah terluka. Kembali pertempuran antara siluman ular
dan wanita agung penguasa laut selatan terulang kembali.
Gerakan keduanya tidak lagi dapat diikutin dengan mata. Hanya
598 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
sinar tipis keemasan dari sisik-sisik dari tubuh Lastri dan cahaya
yang membias dari tubuh Anting Wulan yang berkelebatan
diantara kegelapan malam.
"Euhhh,.. ahh..." nenek Ranggis mengeluh, dan
membekap bagian tubuhnya yang terkena pukulan-pukulan
dingin Anting Wulan. "Apalagi yang engkau tunggu lagi, Nenek Ranggis"
Tinggalkanlah raga sahabatku Lastri!!" Anting Wulan
melangkah kembali mendekati Lastri dan siap mengirimkan
totokan untuk melumpuhkannya. Akan tetapi tiba-tiba saja
tubuh Lastri yang telah berdiri tegak itu terkulai jatuh.
"Awas, berhati-hatilah bibi Wulan akan muslihatnya..."
Berkata Cempaka mengingatkan.
"Saya mengerti tuanku permaisuri." Dengan penuh
kewaspadaan Anting Wulan mendekati tubuh Lastri yang telah
terkulai di rerumputan. Tubuhnya pun perlahan-lahan telah
kembali berubah sebagaimana semula. Sisik tebal yang
memenuhi tubuhnya lenyap, berganti dengan kulitnya yang
halus. Prabu Purbaya dan Cempaka pun mendekati dan siap
membantu jika siluman ular itu berlaku licik. Kayan Manggala
juga tidak ketinggalan ia mendekati ibunya.
"Ya, benar-benar tidak sadarkan diri. Darah ini,
tuanku..." Anting Wulan berjongkok dengan penuh waspada.
Tangannya menyeka kening Lastri. Ada cairan merah ditangan
itu. "Kasihan sekali engkau Lastri, aku turut berdosa atas semua
599 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
perbuatan yang telah kau lakukan."
Anting Wulan bergerak cepat. Tubuh Lastri dibalikkan, lalu
menotok dan mengurut beberapa bagian punggung Lastri
dengan cepat. "Ehh.. Kau.. kau Nyai"!"
"Oh, Lastri.." "Nyai, maafkan saya. Apa yang telah saya lakukan
kepada Nyai" Saya benar-benar pantas untuk dihukum mati.
Hukumlah saya Nyai.. hukumlah saya."
"Engkau tidak bersalah Lastri. Siluman ular itu telah
menguasai seluruh raga juga batinmu. Tetapi sekarang dia telah
lenyap. Dia telah lepas dari dalam dirimu."


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh, siapakah kedua orang ini nyai?"
"Ah" Apakah kau tidak mengenalnya" Dia adalah
junjunganmu. Dia adalah penguasa keraton Sunda."
"Prabu Purbaya dan permaisurinya"!" Oh, Ampun..
ampunkan hamba Tuanku. Hamba benar-benar buta, tidak
mengenali tuanku." "Tidak apa Nyai. Malam yang gelap dan lagi situasi
seperti dihutan ini menyulitkan setiap orang untuk mengenali
kami berdua. Bagaimanakah keadaanmu saat ini Nyai?"
"Ah, eh.. Apa maksud tuanku" Saya benar-benar tidak
600 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
mengerti, mengapa bisa berada ditempat ini."
"Jangan bergerak terlalu banyak. Engkau dalam
keadaan terluka. Diam-diam sajalah. Nanti aku akan
sembuhkan lukamu." "Bibi Lastri,.."
"Oh, kau Kayan..."
"Benarkah siluman jahat yang mempengaruhi bibi
sudah tidak lagi berada ditubuh Bibi?"
"Entahlah, tapi aku aku merasa lain dengan tubuhku ini.
Dengan diriku saat ini. Seakan-akan aku baru tersadar dari
mimpi yang sangat panjang."
Prabu Purbaya mendesah kecil, lalu berkata "Bibi
Wulan, kami akan kembali ke keraton. Jaga baik-baik sahabat
bibi Wulan itu. Jangan sampai siluman jahat itu merasuk
kembali kedalam dirinya."
"Akan hamba perhatikan tuanku." kata Anting Wulan.
"Kami pergi, jika ada apa-apa jangan lupa hubungi kami
di keraton Sunda" "Akan hamba lakukan tuanku."
"Selamat tinggal Bibi." kata Cempaka berpamitan.
"Tunggu dulu Dinda Cempaka," seru Prabu Purbaya. Dia
berjalan sedikit kearah kuda hitam yang mendekatinya. Si
601 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Tunggul, kuda itu terdengar meringkik sedih.
"Aah, kuda baik. Satu saat jika aku mempunyai waktu,
kita dapat bermain-main lebih lama. Sekarang aku harus
kembali. Selamat tinggal Tunggul. Mari dinda Cempaka?"
setelah berkata-kata Purbaya menggamit lengan Cempaka, lalu
melesat, pasangan penguasa keraton sunda itu melesat
meninggalkan tempat itu. Sesaat suasana menjadi senyap.
Ketiganya memandang ke arah prabu Purbaya dan Cempaka
menghilang. Anting Wulan mendesah, lalu dia menoleh ke arah
Lastri. "Bagaimana keadaanmu Lastri?"
"Lukaku masih terasa sakit Nyai, tapi tak mengapa aku
bisa mengatasinya sendiri," Lastri berkata manis, akan tetapi
benaknya berkata lain. "Aku tidak boleh membiarkan Anting
Wulan menyalurkan hawa saktinya kedalam tubuhku. Ah, aku
sepertinya masih merasakan adanya getaran kekuatan nenek
Ranggis didalam tubuhku. Awas kau Wulan, aku akan
merontokkan isi dadamu jika sampai kau lengah!"
"Jika begitu, marilah kita mencari tempat untuk
beristirahat. Kita akan mencari penginapan yang cukup baik
agar kau dapat beristirahat dengan nikmat." Anting Wulan
menoleh dan berkata pada anaknya. "Ayolah Kayan, kau
naiklah keatas punggung Tunggul. Bibimu Lastri akan naik
bersamamu." "Tidak usah Nyai, aku masih sanggup berlari disamping
kudamu itu." Lastri mencoba menolak.
602 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Anting Wulan berkeras, "Kau harus naik kuda!
Keadaanmu akan dapat semakin parah. Hayo naiklah. Kau juga
Kayan!" Si Tunggul meringkik. "Kau naikilah dahulu, biar Kayan
putraku duduk dibelakang. Dia dapat menjagamu jika sewaktuwaktu engkau merasa sakit dan akan jatuh."
"Ah, keterlaluan Nyai sekali. Aku tidak apa-apa.
Keadaanku tidaklah separah yang Nyai sangka. Masakan aku
harus naik diatas punggung kuda dengan diapit oleh putramu."
"Baiklah, jika begitu engkau boleh duduk dibelakang"
"Tidak, aku yang tidak mau. Bibi Lastri harus dimuka.
Aku mau duduk dibelakang bibi Lastri."
"Hei, ada apa lagi denganmu Kayan" Bibi mu tidak apaapa."
"Saya mengerti Bu, tetapi saya tetap tidak mau dalam
keadaan seperti ini. Bibi Lastri menunggang si Tunggul
dibelakang saya. Saya tidak ingin bibi Lastri..."
"Aku tidak apa-apa Kayan..."
"Tidak Bi, Bibi harus duduk dimuka dan aku dibelakang."
"Agaknya sekarang, kau harus mengalah, Lastri." Anting
Wulan tersenyum melihat keras hati putranya itu.
Lastri tersenyum kecil pula dan berkata, "Hmm ya,
603 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
seorang kemenakan yang baik." Kemudian Lastri menaiki
punggung si Tunggul dan berkata, "Ayo, naiklah Kayan."
"Baik, Bi..." singkat saja Kayan menjawab. Dia langsung
mengambil tempat dibelakang Lastri.
"Ayo, larilah kearah selatan sana Tunggul, hiyaaahh!"
setelah menepuk leher si Tunggul, Anting Wulan segera
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya berlari kearah yang
ditunjuknya. "Kurang ajar! Agaknya bocah liar itu mencurigai
keadaanku. Aku akan kesulitan untuk menguasai diri bocah itu,
dalam keadaan seperti ini. Lagi pula ibunya berada tidak jauh
disampingku. Aku tidak akan mencari perkara. Jika aku tidak
pasti dapat menguasai Anting Wulan dan puteranya." rutuk
Lastri dalam hati. Si Tunggul terus berlari kencang ke arah selatan. Sementara
Anting Wulan mengikuti disampingnya.
(14) Pada kisah yang lalu diceritakan, Nenek Ranggis yang
telah menyatu dengan tubuh Lastri tidak mampu
menghadapi prabu Purbaya dan Cempaka. Dan ketika
muncul Anting Wulan yang mengambil alih siluman ular
dari gunung merapi itu, prabu Purbaya menyerahkannya. Dalam pertempuran antara Anting
Wulan dengan Lastri, wanita perkasa murid dari Goa
Larang dan juga penguasa laut selatan itu berhasil
menundukkan lawannya. Akan tetapi Lastri yang
604 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
terluka berpura-pura terlepas dari pengaruh Nenek
Ranggis. Dalam perjalanan menuju selatan...
"Hmm apa maksud bocah liar ini tidak mau duduk
didepanku. Apakah dia mencurigai diriku" Aku harus berhatihati. Aku tidak boleh sembarang bertindak. Kemampuan Anting
Wulan yang dibayangi penguasa laut selatan belum tentu akan
dapat kutundukkan." pikir Lastri sepanjang perjalanan.
"Kita telah sampai. Lihatlah dihadapan kita itu. Cahaya
terang. Sebuah kota yang cukup ramai. Kurangi larimu
Tunggul." "Hmmm, kota apakah ini Nyai?"
"Entahlah, jika aku tidak salah ini adalah kota Bumi
Batang." "Bumi Batang"!" gumam Lastri.
"Kota ini dahulu cukup sering aku lewati pada masamasa pengembaraanku."
"Hupp!" Kayan Manggala meloncat turun dari pinggul si
Tunggul. "Hei, mengapa engkau turun Kayan" Tetaplah berada di
punggung si Tunggul" berkata Anting Wulan yang terheran
melihat putranya turun dari kuda.
Kayan tersenyum pada ibunya, dia lalu berkata, "Biarlah saya
jalan saja. Saya akan mencari anggota Tongkat Merah. Kita akan
membutuhkan bantuan mereka untuk mendapatkan tempat
605 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
menginap." "Nah, itu" seseorang menuju kemari. Pastilah itu."
"Ibu benar, dia adalah anggota Tongkat Merah."
"Selamat datang tuan muda, selamat datang Nyai."
"Paman, siapakah nama Paman?"
"Saya adalah Bantul, tuan muda."
"Ah, paman Bantul. Tentu paman akan dapat menolong
kami. Kami sangat membutuhkan penginapan untuk malam ini
saja. Dapatkah paman menyediakannya?"
"Ah, tentu. Tentu saja tuan muda. Marilah, mari ikutilah
saya." Ki Bantul berjalan dimuka. Akan tetapi sesekali dia menoleh ke
belakang, ke atas punggung kuda dimana Lastri duduk
diatasnya. Anting Wulan yang berjalan di samping Lastri
menyadari hal tersebut. Karena itu, setelah tiba di penginapan
kota yang terbaik, yang disediakan pengurus Tongkat Merah
cabang Bumi Batang, Anting Wulan mencoba menjelaskan
keadaan Lastri. "Hmm, begitulah Paman. Jadi,.. Paman tidak perlu lagi
khawatir. Siluman ular sudah tidak ada lagi. Sedangkan Lastri ini
adalah sahabat saya. Paman bisa sampaikan pada seluruh
anggota Tongkat Merah tentang berita ini."
"Eeh, hamba" Baik" baik Nyai."
"Dan satu hal lagi Paman, jika Paman bertemu anggota
Kembang Hitam tolong sampaikan berita ini. Katakan Lastri dan
606 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
aku akan di kota Bumi Batang ini. Besok siang, baru kami akan
meninggalkan tempat ini."
"Aaa,.. aa" Baik. Baiklah Nyai. Aa" Saya permisi dulu."
"Nah, marilah kita masuk ke dalam, Kayan."
"Ah, Iya" iya Bu. Tapi, sebentar" ada sesuatu yang akan
saya sampaikan pada paman Bantul. Saya akan kembali
segera." "Paman! Paman Bantul!"
"Aah,"ada apa" Ada apa tuan muda memanggil
Paman?" "Paman boleh memanggil murid-murid Kembang Hitam
yang paman temui. Tetapi paman jangan dahulu
menyampaikan keadaan Lastri seperti yang ibu saya katakan."
"Ooh"! Apakah maksud tuan muda" Apakah wanita itu
belum lepas dari pengaruh siluman ular"!" tergugup Ki Bantul
mencoba meyakinkan maksud ketuanya.
Kayan Manggala mengangguk dan berkata, "Saya
mohon paman dapat merahasiakan semua ini. Lekaslah pergi
paman Bantul?" "Celaka, jika begitu penginapan itu harus kujaga ketat
dengan seluruh anggota Tongkat Merah yang berada di kota ini.
Tuan muda tidak boleh mendapat celaka. Huhh, dan aku harus
melaksanakan pesan Nyai Anting Wulan memanggil seluruh
607 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
anggota perguruan Kembang Hitam?" pikir Ki Bantul gelisah.
(15) Pada kisah yang lalu diceritakan, Anting Wulan yang
berada dalam perjalanan bersama dengan Kayan
putranya dan Lastri yang dianggapnya telah lepas dari
pengaruh siluman ular menginap disebuah penginapan
di kota Bumi Batang. Akan tetapi Kayan menjadi
gelisah. Di dalam hatinya muncul keraguan akan sikap
bibinya. Kayan tidak dapat mempercayai keadaan bibi
Lastri yang telah lepas dari pengaruh siluman ular.
Pagi harinya," "Kebakaran! Kebakaran!" terdengar suara riuh
bergemuruh. "Ibu, dengarlah itu," seru Kayan Manggala dengan
tegang. Anting Wulan bergegas menuju pintu penginapan. Kayan yang
lebih dekat dengan pintu membukakan pintu, dan pintu
penginapan itu pun terbuka. Keduanya menyaksikan ada
keriuhan penduduk sekitar penginapan itu. Ada kebakaran.
"Di belakang penginapan," Oh, tidak mungkin!"
terkesiap Anting Wulan mengingat kamar Lastri berada di
belakang penginapan mereka. Cepat sekali dia sudah berada di
depan kamar yang terbakar. Dengan cemas dan gugup, Anting
Wulan memanggil-manggil nama sahabatnya itu, "Lastri!..
Lastri!..." 608 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Oh, itu mayatnya Bu!" sesaat Kayan menyangka itu
adalah bibi Lastri, akan tetapi mata Kayan yang awas sempat
melihat ada sebatang kayu merah yang nyaris habis terbakar.
Otaknya berputar cepat. "Oh, celaka" mayat anggota Tongkat
Merah. Hupp!!" Dengan cepat, Kayan Manggala masuk ke kamar yang masih
penuh dengan api yang berkobar. Dia segera membawa mayat
dari dalam kamar itu, lalu membawanya ke dekat ibunya.
Disamping ibunya tampak telah hadir Ki Bantul.
"Paman Bantul, apa yang telah terjadi?"
"Ah,.. Oh," entahlah tuan muda. Saya juga baru saja
datang." "Bagaimana ibu?" tanya Kayan Manggala setelah
menunjukkan lambung mayat yang baru saja dibawanya. Walau
terbakar, mayat tersebut belum hangus sama sekali. Dan di
bagian lambung mayat tersebut tampak sebuah luka aneh.
Anting Wulan berjongkok memeriksa luka yang ditunjukkan
Kayan. "Oh, benar. Ini adalah luka karena pukulan menyilang
dari aji Cakra Buana." kata Anting Wulan lirih. Hatinya sangat
geram. Dalam kemarahannya dia mendesis, "Setan! Siluman
licik!" Anting Wulan berdiri, lalu dia berteriak-teriak, "Hei Lastri,
dimana kau"! Keluarlah!! Jangan sembunyi seperti pengecut
licik! Heii Lastri!! Keluarlah kau! Kali ini aku tidak lagi dapat
memaafkan engkau! Keluarlah hai pengecut!"
609

Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ah, ah" Percuma, Nyai. Dia pasti telah lari
meninggalkan tempat ini. Orang-orang saya telah dibuatnya
tewas tanpa sempat lagi berteriak. Hal itu karena dia ingin
segera meninggalkan tempat ini." Ki Bantul mengingatkan.
"Kita harus mengejarnya. Kita harus mencarinya!" tegas
Anting Wulan. "Tetapi, kita harus mengetahui arah kepergian bibi
Lastri dahulu. Jangan tergesa-gesa, Bu." kata Kayan
mengingatkan. "Tuan muda memang benar, Nyai. Sebaiknya kita
mencari seseorang yang mungkin mengetahui kemana
perginya pembunuh kejam ini." Ki Bantul menambahkan.
"Yah," kalian benar." sambil menghela nafas, Anting
Wulan mengiyakan. "Hai, sahabat semua" Apakah ada di antara kalian yang
mengetahui, siapa pembunuhnya" Atau setidak-tidaknya
sempat melihat seseorang yang mencurigakan?"
Setelah menyadari bahwa tidak ada satupun yang melihat arah
perginya Lastri, Anting Wulan segera berkemas. Akan tetapi,
ketika dia keluar menuntun si Tunggul,"
"Nyai, kami semua datang menghadap." berkata
seorang perempuan. Dia Ajeng.
Di belakang perempuan itu ada belasan perempuan sebaya
yang mengiringinya. Mereka semua berpakaian pendekar.
Serentak semua perempuan itu menjatuhkan diri, berlutut di
610 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
hadapan Anting Wulan yang masih agak membelakangi
mereka. Salah seorang dari mereka yang bernama Ningrum berkata,
"Nyai, kami enam belas murid Kembang Hitam menyatakan diri
setia kepada Nyai." "Ah, bangkitlah kalian semua. Sekarang ikutlah aku.
Hupp!" Anting Wulan berkata singkat. Dia langsung melompat
menaiki punggung kudanya.
"Terima kasih paman Bantul, atas semua pelayanan
kalian. Kami pergi." setelah berpamitan dari kudanya, Anting
Wulan segera memacu si Tunggul. "Hiyyahh.. hiyyahh."
Anting Wulan memacu si Tunggul menuju arah selatan kota
Bumi Batang. Sementara enam belas murid Kembang Hitam
mengikutinya. Beberapa saat, setelah mereka memasuki hutan
kecil, Anting Wulan memperlambat si Tunggul.
"Huupp!" Anting Wulan menghentikan kudanya, dan
melompat turun. Dia menoleh ke arah keenam belas muridnya
yang telah berhasil mengejar. Mereka segera berbaris di
hadapan Anting Wulan dan kudanya. Setelah melihat mereka
berhasil mengatur nafasnya, Anting Wulan membuka
pembicaraan. "Aku telah mendengar dari Ningrum tentang hal yang
menimpa kalian yang telah kalian anggap sebagai saudarasaudara kalian di perguruan Kembang Hitam. Aku sangat
menyesalkan hal itu."
611 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Mmm, kami juga menyesalkan kejadian itu Nyai."
berkata Ajeng. "Saat itu kami dalam keadaan seakan-akan tidak
sadar. Rasanya jiwa kami telah dirasuki secara penuh oleh
kekuatan setan. Oh, kami menyesal Nyai" benar-benar
menyesal?" "Iya Nyai. Satu-satunya teman kami yang tidak
mengikuti jejak kami adalah Diah Warih." kata Ningrum
menambahkan. "Oya" Warih" Kemana dia?"
"Dia tidak akan kembali pada Nyai. Dia akan mencari
mbakyu Lastri." jawab Ningrum. Wajahnya sedikit
tertunduk. "Biarlah, dia memang berhak untuk menentukan jalan
hidupnya. Tetapi aku tetap merasa bersalah, turut menanggung
dosa yang dibuatnya, selama dia masih menciptakan
malapetaka. Karena aku yang telah membentuknya, seperti aku
telah membentuk Lastri." kata Anting Wulan, matanya seolah
menerawang jauh. Penuh penyesalan.
"Tidak Nyai,.. Eh Nyai tidak membentuk kami sejauh itu.
Kami merasa, mbakyu Lastri lah yang membentuk kami seperti
ini. Menjadi liar dan tidak terkendali." ucap Ajeng. Dia merasa
amat terharu atas rasa tanggung jawab dan perhatian Anting
Wulan sebagai orang yang membangun perguruan Kembang
Hitam. "Dengarlah kalian semua. Keinginan kalian untuk
kembali padaku dapat aku terima. Tetapi ada satu hal yang
612 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
harus kalian ketahui. Yaitu ilmu siluman kalian itu harus kalian
lenyapkan." "Saya bersedia Nyai. Tetapi bagaimanakah caranya"
Apa yang harus kami lakukan untuk melenyapkan ilmu siluman
itu" Ilmu Cengkar Bala?"
"Kalian harus tirakat. Kalian harus bertapa selama
empat puluh hari empat puluh malam." Anting Wulan
menjelaskan. "Kami akan melakukannya Nyai." tegas Ningrum.
"Aku akan mengantarkan kalian ke tempat yang tepat
untuk melaksanakan tapa brata. Kita ke Goa Karang, di pantai
selatan. Di tempat itu, kalian akan dapat dengan tenang
memusatkan pikiran kalian pada Hyang Agung. Nah, marilah
jangan membuang waktu. Aku akan mengantar kalian, setelah
itu aku akan mencari Lastri dan membuat perhitungan
dengannya." "Tunggu dulu, Bu."
"Ada apa Kayan?"
"Bibi Ningrum, apakah bibi tidak melihat teman saya"
Seorang wanita yang hampir sebaya dengan saya."
"Oh," Ning Cilik, wanita berumur lima belas tahun"!"
"Ah,benar bibi Ningrum. Ah, dimanakah dia" Apakah
bibi berjumpa dengannya?"
613 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Iya, semula memang kami yang menawan anak itu.
Dewi Maut 1 Naga Bhumi Mataram Karya El Pramono Briliance Of Moon 4

Cari Blog Ini