Ceritasilat Novel Online

Balada Padang Pasir 12

Balada Padang Pasir Karya Tong Hua Bagian 12


tersenyum getir ia menggeleng-geleng, "Seperti yang dikatakan,
'dari tiga perbuatan tak berbakti, tak punya keturunan lelaki
adalah yang dosa terbesar', masalah ini bukan hanya masalah
berbakti pada orang tua saja, di Chang'an ini, berapa banyak
lelaki berusia dua puluh tahun yang pangkuannya masih kosong"
Jin Yu, hari ini aku datang semata-mata sebagai ibu Qubing,
kumohon kau mempertimbangkannya kembali dengan hati-hati.
Kalau......", sambil menatapku dengan tajam, ia berkata, "kalau
kau dapat meninggalkan Qubing, aku akan sangat berterima
kasih". Aku memandang ke bawah tanpa berkata apa-apa, kalau ia
orang lain, tanpa memperdulikan orang itu berbicara tentang apa,
aku dapat mengacuhkannya. Akan tetapi, wanita ini ibu Qubing,
kalau ia tak ada, Qubing pun tak ada, ibunyalah yang berada di
sini dan dengan tulus memohon agar aku pergi, seluruh hatiku
bergetar kesakitan, namun aku sama sekali tak berani
menunjukkannya di wajahku.
Wei Shaoer menunggu untuk beberapa saat, ia melihat bahwa
aku masih menunduk, "Jin Yu, aku juga pernah mengalami masa
muda yang liar, aku bukannya tak memahami kalian, tapi orang
selalu harus tunduk pada kenyataan......."
"Bruk!", pintu didorong kuat-kuat hingga terbuka, dengan langkahlangkah lebar, Huo Qubing masuk ke dalam ruangan. Pandangan
matanya menyapu kami berdua, lalu ia membungkuk memberi
hormat pada ibunya, "Kenapa ibu berada di sini?"
Wei Shaoer memandang ke arahku, di matanya nampak sedikit
rasa muak, "Aku belum pernah melihat Jin Yu, maka aku datang
menjengguknya". Huo Qubing berkata, "Kalau ibu ingin bertemu Jin Yu, katakan
saja padaku dan aku akan mengajaknya menghadap ibu".
Wei Shaoer jengah, untuk sesaat ia tak tahu harus berkata apa,
aku cepat-cepat berkata sambil tersenyum, "Nyonya dan aku
sedang membicarakan gaya rambut yang sedang populer di
Chang'an akhir-akhir ini, masa kau juga ingin tahu tentangnya?"
Huo Qubing menatapku dengan bertanya-tanya, lalu memandang
Wei Shaoer, Wei Shaoer mengangguk, "Kami kaum wanita selalu
punya pembicaraan pribadi, aku sudah lama keluar, sekarang aku
hendak pulang dulu".
Huo Qubing berjalan keluar di sisi Wei Shaoer, ia berpaling
memandangku dan berkata, "Aku akan mengantar ibu pulang
dulu". Saat itu sudah musim dingin, akan tetapi mentari masih bersinar
terang, menyinari seluruh taman, namun melihat punggung
mereka berdua, hatiku menjadi dingin.
"Yu er" Kau kenapa" Tak enak badan, ya" Kenapa wajahmu
pucat pasi?", sambil memapahku Hong Gu bertanya, aku
menggeleng, "Apa kau menyuruh orang memberitahu Qubing?"
Hong Gu menghela napas, "Nyonya Chen sekonyong-konyong
muncul di rumah kita, kalau benar-benar ada masalah, demi
Jenderal Huo kau tentunya hanya akan menerimanya saja, aku
takut kau menderita, maka begitu ia masuk ke rumah, aku diamdiam mengirim orang ke Wisma Huo".
Aku memaksa diriku tersenyum dan berkata, "Nyonya Chen
adalah seorang wanita yang membunuh ayam saja tak bisa, aku
mana bisa menderita di tangannya" Lain kali kalau ada kejadian
seperti ini lagi, sama sekali jangan membuat kaget Qubing, aku
dapat mengatasinya sendiri. Ia mengira aku tak mau menemuinya
dan diam-diam memberitahu Huo Qubing, rasa bencinya padaku
pun bertambah dalam".
Hong Gu bimbang sesaat, lalu mengangguk-angguk.
Hong Gu memapahku ke kamar, lalu menuangkan secawan teh
panas untukku, "Yu er, kau tahu tidak" Perusahaan Shi sudah
bubar". Aku tak memperdulikan tehku lagi dan segera bertanya, "Kenapa
bisa begitu?" Hong Gu berkata, "Semua pedagang di Chang'an sekarang tak
henti-hentinya membicarakannya, beberapa hari yang lalu,
Perusahaan Shi yang paling kuat di Chang'an tiba-tiba hancur
berkeping-keping. Kau tak tahu bahwa gara-gara Perusahaan
Shi, harga batu mulia di Chang'an naik dua kali lipat, karena
semua orang khawatir Chen Yu tak dapat mengelola usaha itu
dengan baik. Harga obat juga terus naik, tapi karena di sisi Lu
Feng ada manajer nomor satu diantara tiga manajer Perusahaan
Shi, yaitu Shi Tianchao, yang berusaha sekuat tenaga
menahannya, kenaikan harga obat-obatan dapat diredam.
Sekarang aku benar-benar kesal melihat tingkah laku Feng, Yu,
Lei dan Tian yang saling memperebutkan usaha dengan kasar
dan tak setia kawan. Di luar tersiar kabar bahwa hal ini
disebabkan karena kesehatan Jiu Ye tak baik sehingga tak bisa
seorang diri memimpin Perusahaan Shi, selain itu, para
bawahannya pun bermaksud jahat. Yu er, menurutmu, apakah
kita perlu mencari kesempatan untuk menjenguk Jiu Ye?"
Hatiku pedih seakan dibakar, ternyata ia benar-benar
melaksanakan perkataannya, melepaskan semuanya dan
meninggalkan usaha yang sudah bertahun-tahun dijalankan
keluarganya. Sekonyong-konyong aku berpikir tentang mereka
yang tak mendapatkan bagian dan segera bertanya, "Bagaimana
dengan kakak pertama dan kedua Shi" Kenapa mereka tak
punya usaha?" Hong Gu menggeleng, "Tak tahu, kabarnya ketika mereka
berebut membagi usaha, ada masalah. Shi Jinyan adalah
seorang bodoh, ia kena tipu dan dengan marah meninggalkan
Chang'an, Shi Shenxing dan dirinya bagai saudara kandung,
karena sedih dan putus asa, ia pun membawa seluruh
keluarganya meninggalkan Chang'an".
Kakak Pertama dan Kedua Shi meninggalkan Chang'an bersama
keluarga mereka, nampaknya mereka tak akan kembali, kemana
mereka pergi" Aku tertegun sesaat, lalu dengan perlahan berkata, "Jual pada
Zhang Dian saja. Kalau nona-nona rumah hiburan ikut dia, aku
akan merasa agak lega".
Hong Gu mengangguk, ia melihat ke sekelilingnya, seakan
hendak mengingat-ingat, lalu tiba-tiba berkata, "Sejak amat kecil
aku sudah tinggal di sini, aku ingin meninggalkan beberapa
ruangan belakang ini untuk diriku sendiri, kalau ruangan depan
dijual ke Zhang Dian, aku dapat mendirikan tembok pemisah".
Aku memikirkannya, lalu berkata, "Bisa, rumah depan sudah
cukup, turunkan sedikit penawaranmu, Zhang Dian tak akan
menolak, aku juga sudah biasa tinggal di sini, selama aku tak
meninggalkan Chang'an, aku malas pindah".
Hong Gu tertawa dan berkata, "Masa setelah menikah, kau masih
tinggal di sini?" Begitu perkataan itu keluar dari mulutnya, ia
segera tersadar dan minta maaf, "Yu er....."
Aku menggeleng, "Tak apa-apa, aku bukan orang yang terlalu
sensitif dan lemah".
Untuk beberapa saat, Hong Gu tertegun, lalu menghela napas,
"Sebelumnya aku selalu berharap kau dapat hinggap di cabang
yang tinggi, oleh karenanya ketika melihat Jenderal Huo suka
padamu, sedangkan kau acuh tak acuh, aku selalu berharap
suatu hari hatimu akan tergerak dan kau dapat menikah dengan
Huo Qubing, tapi sekarang.......aku merasa bahwa kau menderita.
Cabang ini terlalu sempit, dan terlalu tinggi, anginnya dingin dan
keras, di sekelilingnya pun banyak burung pemangsa, kalau kau
bisa menikah dengan orang yang lebih biasa, dan kalian berdua
dapat hidup dengan harmonis, lebih baik dari keadaanmu
sekarang". Aku mengenggam tangan Hong Gu dan berkata, "Punya seorang
kakak sepertimu yang selalu mengkhawatirkanku, aku sudah
lebih bahagia dari kebanyakan nona-nona di rumah kita. Aku tak
sebegitu lemah, angin keras dan dingin bukan apa-apa bagiku".
Hong Gu tersenyum sambil menepuk-nepuk tanganku, "Ketika
kau pergi, Perusahaan Shi banyak membantu Luoyu Fang.
Masalah ini ramai dibicarakan orang di luar, kau mau
menjenguknya" Temani aku mengunjunginya".
Aku melengos, lalu berkata dengan pelan, "Aku bisa mengurus
masalah ini, jiejie jangan khawatir!"
--------------------------------Salju turun untuk pertama kalinya di musim dingin tahun ini,
gumpalan-gumpalan saljunya kecil, turun dengan terputus-putus,
namun tak pernah berhenti, setelah empat hari berturut-turut,
bubungan atap dan pucuk-pucuk pohon diselimuti lapisan salju
yang tak tebal namun juga tak tipis. Ketika salju di tanah mencair,
salju baru telah turun di atasnya, sehingga perlahan-lahan timbul
lapisan es, di jalan orang yang tak hati-hati sering terjatuh.
"Yu Jiejie, sebenarnya kau mau pergi atau tidak?", Lu Feng,
dahulu Shi Feng, berseru padaku sambil menatapku dengan
tajam. Dengan pelan aku berkata, "Kenapa kau begitu tak sabaran" Aku
benar-benar tak tahu bagaimana kau bisa mengurus usaha".
Lu Feng tertawa sinis, "Saat aku mengurus usaha aku tentunya
tak seperti ini, karena kau kakakku, aku bertingkah seperti ini, tapi
kulihat bahwa kau sudah bertekad menjadi Nyonya Huo, kurasa
kau sudah tak menganggap adikmu ini lagi. Kakek ingin
menemuimu, tapi kalau kau tak mau datang, aku terpaksa harus
pulang dan memberitahunya agar menemuimu sendiri, tapi entah
kau akan bersedia menemuinya atau tidak. Katakanlah, supaya
aku dapat menjelaskannya pada kakek dan ia tak usah pergi
kemari". Aku melihat salju yang masih turun dengan bergemerisik di luar
jendela, setelah diam untuk beberapa saat, dengan perlahan aku
berkata, "Pulanglah dulu! Nanti aku akan pergi ke Wisma Shi".
Karena tahu orang tua itu suka suasana ramai dan gembira, aku
sengaja mengenakan baju merah agar aku nampak lebih
bersemangat. Ketika kereta kuda melaju di jalan, es yang remuk
bergemeretakan, suaranya tak henti-hentinya masuk ke dalam
telingaku. Sudah berapa kali aku melewati jalan ini" Aku pernah
melewatinya dengan hati riang gembira, dengan penuh harapan,
dan juga dengan sedih dan putus asa, namun belum pernah
dengan begitu menderita seperti hari ini.
Kecuali Xiao Feng yang tinggal di Wisma Shi, semua orang lain
telah pindah, Wisma Shi yang tenang semakin nampak sepi, di
mana-mana nampak tumpukan salju, suasana sunyi senyap.
Aku membuka payung merahku, dengan mengenakan pakaian
merah, aku berjalan ke tengah salju, aku merasa geli ketika
berpikir bahwa aku cukup menyolok mata, sebuah titik merah di
tengah alam yang berwarna putih.
Setelah melewati aula depan, ketika sampai di tepi danau, tibatiba mataku berbinar-binar, tepi danau nampak rimbun, di tengah
salju, tanaman itu nampak makin hijau, semarak dan
menyenangkan hati. Kapan Wisma Shi menanam tanaman baru
di tepi danau" Mau tak mau aku memandang mereka, hatiku
terasa pedih, dalam sekejap mata, mataku berlinangan air mata
sehingga aku tak bisa melihat ke depan dengan jelas.
Setelah lama kemudian, sepertinya di depan ada sesuatu.
Seseorang memberitahuku bahwa nama lain Bunga Jinyin adalah
Tahan Dingin, karena di musim dingin mereka masih hijau, ia tak
mau menyebutkan nama lainnya, dan juga tak mau menemaniku
mengagumi bunga. Sekarang, Yuanyang Teng di tepi danau ini
ditanam oleh siapa dan untuk siapa"
Dunia sunyi senyap, bunyi salju yang jatuh di atas payung dapat
terdengar dengan jelas, aku berdiri tanpa berkata apa-apa di
hadapan Yuanyang Teng itu. Beban di hatiku bertahun-tahun
silam itu telah menjadi hampa. Air mataku jatuh berderai-derai di
atas daun Yuanyang Teng, ketika daun itu naik-turun, butir-butir
air mataku pun membuat lubang-lubang kecil di atas salju.
Setelah lama, daun-daun itu tak lagi bergetar, aku mengangkat
kepalaku dan berusaha tersenyum ke depan, lalu sambil tetap
tersenyum, berjalan ke sisi jembatan.
Nampak seseorang yang memakai caping bambu lebar dan
mengenakan mantel daun hijau sedang duduk di tepi es sambil
memancing. Salju berterbangan, membuat pandanganku kabur,
wajah dan sosoknya tak nampak jelas, agaknya ia Tianchao. Aku
membuka payung merahku dan langsung berjalan di permukaan
es, permukaan es itu licin, namun aku berjalan dengan amat hatihati, tak lama kemudian, aku telah berjalan cukup jauh.
Di permukaan danau terdapat sebuah lubang berukuran sebesar
ember, tongkat pancing tersandar di rak, sepasang tangan orang
itu tersembunyi dalam mantelnya, di sisinya terdapat sepoci arak,
nampaknya ia sangat nyaman dan santai. "Kakak Ketiga Shi,
salju turun dengan perlahan, seorang diri memancing di danau
dingin, anggun sekali!"
Begitu mendengar suara, ia menengadah memandangku,
senyumku langsung membeku, aku berdiri di tempat, maju tak
bisa, mundur pun tak bisa. Namun Jiu Ye tersenyum lebar
dengan penuh kehangatan, dengan wajah tanpa beban, ia
berkata dengan pelan, "Aku sedang menunggu ikan-ikan mengigit
umpan, berjalanlah kemari dengan perlahan agar tak membuat
mereka takut". Untuk sesaat aku tertegun, lalu berjalan dengan langkah-langkah
ringan ke sisinya dan berkata, "Aku ingin menjenguk kakek.
Banyak terima kasih......karena kau memperbolehkan Xiao Dian
mengambil alih rumah hiburan. Kalau kau sendiri tak ingin
mengelola Perusahaan Shi, terserah padamu.......tapi kalau
kau......melakukannya untukku, kau tak perlu melakukannya".
Namun ia seakan tak mendengarku dan menunjuk bangku di
sisinya, "Duduklah!"
Aku berdiri tak bergeming, Jiu Ye memandangku, "Kenapa
pakaianmu begitu tipis" Aku juga sedang akan kembali, mari
berjalan bersama!" Ia membereskan pancingnya, lalu mencari
tongkatnya yang sudah setengah terkubur salju. Ia baru saja
hendak bangkit sambil bertumpu pada tongkatnya, namun tak
nyana, tongkat itu tergelincir di permukaan es, sehingga ia hampir
terjerembab, aku pun cepat-cepat menyokongnya.
Sebuah tanganku memegang payung, karena panik, tanganku
yang satu lagi tak memegang dengan kuat, kakiku pun seakan
diolesi minyak dan tergelincir, kami berdua terhuyung-huyung
hampir terjerembab, berusaha sekuat tenaga agar dapat tetap
berdiri. Namun Jiu Ye sama sekali tak memperdulikan dirinya
sendiri dan hanya memandangku dengan nanar, tiba-tiba ia
tertawa dan melemparkan tongkatnya, lalu mencengkeram
lenganku dan menarikku dengan paksa ke dalam pelukannya.
Aku ditarik olehnya dan tak dapat berteriak, kami berdua pun
terjatuh di atas es, payungku terlepas dan jatuh berguling-guling
di permukaan es. Tubuh kami saling menekan, wajah kami saling berhadapan,
untuk pertama kalinya, Jiu Ye begitu dekat denganku, tubuhku
sebentar panas membara, sebentar sedingin es. Gumpalangumpalan salju jatuh di wajahku, ia mengangsurkan tangannya,
hendak menyapu salju itu, aku melengos menghindar, namun ia
sama sekali tak mau mengalah dan menyentuh pipiku, aku pun
tak bisa menghindar, sambil tersedu-sedan aku berkata, "Jiu Ye,
kau sebenarnya mau apa" Kita sudah tak bisa, aku......."
Dengan lembut jari telunjuknya menyentuh bibirku, sambil
tersenyum ia menggeleng, "Yu er, tak ada yang tak bisa. Kali ini
aku sama sekali tak akan melepaskanmu. Huo Qubing


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memperlakukanmu dengan baik, aku pasti akan
memperlakukanmu dengan lebih baik lagi, Huo Qubing tak bisa
menikahimu, tapi aku bisa, Huo Qubing tak bisa membawamu
meninggalkan Chang'an, tapi aku bisa. Apa yang dapat ia berikan
padamu, juga dapat kuberikan padamu, oleh karenanya, Yu er,
kau harus menikah denganku......" Bibirnya tersenyum sekaligus
nampak sedih, namun sinar matanya penuh tekad, "Musim panas
tahun depan, Yuanyang Teng di tepi danau akan mekar, saat itu
kita akan dapat bersama mengagumi bunga".
Setelah berbicara, ia mengangkat telunjuknya, namun begitu
mengangkatnya, ia segera kembali menurunkannya, lalu dengan
lembut mengelus bibirku dengan penuh kerinduan, matanya yang
hitam legam berubah menjadi nanar, perlahan-lahan, ia
menunduk untuk menciumku.
Sambil menghindar aku mendorongnya, namun tanganku
gemetar tak berdaya, kami berdua saling berpelukan di tanah
yang bersalju. Bibirnya terkadang menyapu pipiku dan terkadang
dahiku, tubuh kami berdua berguling-guling di atas permukaan
es. Mendadak es di bawah tubuhku terdengar berderak pelan, aku
memandangnya, lubang yang tadinya digunakan untuk
memancing itu nampak sedang menjadi retak, aku amat terkejut,
permukaan es saja sudah sulit menahan beban kami berdua,
dalam keadaan panik aku hanya berpikir, jangan sampai terjadi
apa-apa dengan Jiu Ye, dan segala masalah lain terlupakan.
Tiba-tiba, aku mengigit lehernya keras-keras, mulutku terasa amis
sekaligus manis, ia mengerang, kekuatan lengannya banyak
berkurang, sepasang tanganku dengan sekuat tenaga
mendorongnya, namun aku pun terdorong ke arah lubang, karena
terkena hantaman, es di sekeliling lubang itu makin cepat retak,
dan tubuhku pun dengan cepat masuk ke dalam air danau yang
sedingin es. Aku berusaha sekuat tenaga untuk naik, akan tetapi permukaan
es yang licin tak dapat kupegang, di tengah dinginnya es yang
menembus tulang, tak lama kemudian lengan dan kakiku telah
tak dapat dikendalikan lagi. Di danau terdapat arus bawah,
dengan cepat aku terbawa masuk, mataku hanya dapat melihat
bahwa di atas ubun-ubunku ada lapisan es, tak ada jalan keluar.
Telingaku sepertinya mendengar jeritan pilu Jiu Ye, perlahanlahan, di pandangan mataku yang menjadi gelap muncul wajah
tersenyum Huo Qubing, dalam hati aku
berkata, "Maafkan aku, maafkan aku, mungkin putri itu seorang
wanita yang sangat baik".
Pada mulanya dadaku terasa sakit, tapi karena sudah lama tak
bisa mengambil napas, perlahan-lahan pikiranku menjadi kabur,
sekujur tubuhku tak merasa dingin atau sakit, aku hanya merasa
melayang-layang seperti hendak terbang.
Sekonyong-konyong, tanganku ditarik keras-keras, seseorang
mengendongku, bibirnya menempel di bibirku, perlahan-lahan
memberiku napas. Pikiranku menjadi sedikit lebih jernih, tubuhku
terasa sakit, aku memaksa diriku untuk membuka mata. Mata Jiu
Ye yang hitam legam berbinar-binar di tengah air, ia
memandangku dengan penuh kehangatan, namun wajahnya
sudah pucat pasi seperti akan mati, tali pancing terlilit di
lengannya, dengan sekuat tenaga, ia menarik tali itu, dengan
melawan arus, ia bergerak ke arah lubang, satu cun demi satu
cun, tali pancing itu menembus lengannya, darah segar mengalir,
di sisi kami pun muncul kabut merah tua.
Gerakannya semakin lama semakin lambat, wajahnya yang pucat
pasi menjadi kebiruan, dan lubang itu pun masih jauh jaraknya.
Dengan pandangan mataku aku memberinya isyarat agar ia tak
usah memperdulikanku dan menyelamatkan diri dengan tali
pancing itu, namun ia memandang mataku dengan penuh tekad
dan menyampaikan sebuah perkataan yang sederhana, 'kita
hidup atau mati bersama!'
Aku sedih sekaligus geram, kenapa kau bisa seperti ini" Apakah
semua yang barusan ini kulakukan sia-sia belaka" Rasa duka
dan putus asa di hatiku sulit ditahan, pikiranku masuk ke dalam
kegelapan, aku pun jatuh pingsan.
------------------Salju turun sehari penuh, seluruh dunia membeku, angin dingin
bertiup, namun tubuhku panas hingga berkeringat, mulutku pun
merasakan rasa haus yang hampir tak tertahankan, ketika aku
sedang cemas karena tak bisa berpikir, tiba-tiba aku siuman. Aku
merasa tubuhku dibungkus selimut yang amat tebal, api di kamar
itu berkobar-kobar, sehingga aku bagai ditaruh dalam kukusan.
Aku ingin duduk, namun tubuhku amat kaku, sulit digerakkan,
setelah berusaha sekuat tenaga, aku hanya dapat mengerakkan
lenganku. Huo Qubing yang sedang tertidur di samping dipan
langsung bangun, wajahnya kegirangan, "Akhirnya kau siuman
juga". Sebelumnya, aku mengira tak akan dapat bertemu dengannya
lagi, ketika melihat wajah tersenyumnya, aku merasa sedih
sekaligus girang, dengan suara parau aku berkata, "Panas sekali,
haus sekali". Ia segera bangkit dan menuang air untukku, lalu
menarikku ke dalam pelukannya dan memberiku minum. "Kata
tabib, kau kedinginan cukup parah, hawa dingin telah masuk ke
dalam tubuhmu, kau harus diselimuti untuk beberapa hari. Untung
saja tubuhmu kuat dan dapat sembuh dari demam tinggi,
andaikan kau perempuan lain, kalaupun tak mati, kau sudah
hampir mati". Suaranya juga agak parau, aku memandang wajahnya yang tirus
dan pucat, dan matanya yang penuh kepedihan, "Sudah berapa
hari aku sakit" Apakah kau selalu berjaga di sini" Sakitku
akhirnya akan sembuh juga, kenapa kau sendiri tak tidur?"
Dengan lembut ia membelai pipiku, "Tiga hari dua malam,
bagaimana aku bisa tidur" Pagi hari ini setelah demammu turun,
aku baru merasa lega".
Aku mengkhawatirkan Jiu Ye, aku ingin menanyakan kabarnya,
namun tak berani bertanya, dengan mengumam aku berkata,
"Aku?"bagaimana aku diselamatkan?"
Bagaimana aku bisa menyembunyikan apapun dalam hatiku dari
Huo Qubing" Ia terdiam sejenak, lalu seakan tak terjadi apa-apa,
berkata, "Meng Jiu mengaitkan tongkat pancing ke batang pohon,
lalu sambil berpegangan pada tali pancing, perlahan-lahan
bergerak ke lubang di permukaan es, para pengawal Wisma Shi
pun muncul tepat pada waktunya dan menyelamatkan kalian
berdua. Meng Jiu memakai mantel bulu rubah untuk menahan
dingin, dan juga jatuh ke air lebih lambat darimu, walaupun
lengannya sedikit terluka dan mengeluarkan banyak darah, dua
hari belakangan ini ia sudah jauh lebih baik. Dia ada di kamar
sebelah, kurasa sebentar lagi ia akan datang menjengukmu".
Saat itu aku baru sadar bahwa kamar ini adalah kamarku ketika
tinggal di Pondok Bambu dahulu, "Aku?"aku kenapa bisa
berada di sini?" Huo Qubing tersenyum hambar, "Kata Meng Jiu kau sangat
kedinginan, dan tak bisa dipindahkan dengan kereta kuda yang
berguncang-guncang. Aku sudah minta tabib terbaik di istana
datang kemari, dan mereka juga berkata demikian, oleh
karenanya kau harus memulihkan diri di sini dulu. Yu er, kenapa
kau bisa sampai terpeleset dan jatuh ke dalam lubang es?"
Aku tak tahu bagaimana harus menjawab, dan hanya dapat
berkata dengan pelan, "Maaf, setelah ini aku pasti akan berhatihati".
Tiba-tiba ia memelukku erat-erat, "Yu er, berjanjilah padaku,
setelah ini sesuatu seperti ini tak boleh terjadi lagi, sama sekali
tak boleh". Melihat wajahnya yang tirus dan pucat, serta
mendengar suaranya yang parau, dadaku terasa sakit, aku hanya
dapat mengangguk keras-keras.
Pintu dengan pelan didorong hingga terbuka, Xiao Feng
mendorong Jiu Ye masuk, setelah menengadah memandang Huo
Qubing, ia pergi tanpa berkata apa-apa. Salah satu lengan Jiu Ye
dibalut dan tergantung di bahunya. Wajahnya pucat pasi, sambil
menatap Huo Qubing, ia berkata, "Aku ingin memeriksa denyut
nadinya". Huo Qubing bergeser, memberi tempat padanya, namun terus
membiarkan kepalaku bersandar di dadanya. Jiu Ye memandang
Huo Qubing dan hendak mengatakan sesuatu, namun aku segera
meliriknya, lalu memohon, "Lihat dulu kapan aku akan sembuh,
kalau begini aku tak bisa bergerak, dan juga sangat panas,
benar-benar tak enak".
Rasa pedih nampak di wajah Jiu Ye, ia mengangguk pelan, bibir
Huo Qubing tersenyum, ia mengeluarkan lenganku dari balik
selimut, tanpa berkata apa-apa, Jiu Ye memeriksa denyut nadiku,
lalu berpaling dan memperhatikan raut wajahku dengan seksama.
Aku merasakan tubuh Huo Qubing gemetar pelan, dengan heran
aku melihat ke arahnya, kulihat bahwa matanya terpaku pada
leher Jiu Ye, di lehernya sebaris bekas gigitan yang samar-samar
masih terlihat dengan jelas. Dengan rasa tak percaya di matanya,
ia memandangku, jantungku tiba-tiba berdebar-debar, aku tak
berani beradu pandang dengannya, dengan panik menghindari
pandangan matanya. Huo Qubing duduk dengan tubuh kaku, tubuhnya samar-samar
memancarkan hawa dingin , sehingga diriku yang pada mulanya
kepanasan merasa kedinginan, dengan tercengang, Jiu Ye
mengangsurkan tangannya, hendak meraba dahiku, namun
dengan cepat tangan Huo Qubing mengayun dan memukul
tangan Jiu Ye, dengan dingin ia bertanya, "Kapan kami dapat
pergi?" Dengan memohon aku memandang Jiu Ye, ketika melihat
wajahku yang nampak kesusahan, mau tak mau rasa iba muncul
di matanya, ia bimbang sesaat, lalu dengan hambar berkata,
"Hawa dingin sudah hampir hilang, carilah sebuah kereta kuda
dan isi penuh dengan bantal dan beberapa lapis selimut, tentunya
cukup untuk mengantar Yu er pulang".
Begitu Huo Qubing membopongku naik kereta, sekonyongkonyong ia mengigit leherku, darah segar pun merembes keluar,
aku mengigit bibirku keras-keras, tanpa berkata apa-apa, aku
menahan rasa sakit di leherku dan rasa sakit di hatiku. Tiba-tiba,
ia menengadah memandangku, bibirnya yang merah terkena
darahku bagai membara, api kemarahan pun berkobar-kobar di
matanya. Ia memandangku dengan tajam, seakan hendak mohon agar aku
menyangkal, memberi penjelasan, atau berjanji, air mataku
berlinangan, namun aku tak kuasa berkata apa-apa. Di matanya
nampak kesakitan, kemarahan dan luka, ia menunduk dan
mencium bibirku dengan kasar, dengan lidahnya, ia memaksaku
membuka bibirku, bibir dan lidah kami berdua pun berlumuran
darah, darah itu samar-samar terasa amis sekaligus manis.
Karena aku sedang memulihkan diri, agar dapat banyak
menemaniku, Huo Qubing jarang pulang ke rumahnya, sepertinya
ia setiap hari selalu berada di sisiku. Kami berdua sama-sama
dengan hati-hati menghindari beberapa hal tertentu, berusaha
sebisanya menyenangkan pasangan masing-masing dan
menyembunyikan semua hal yang tak menyenangkan, seakanakan bahwa satu-satunya hal yang harus dikhawatirkannya
adalah kesembuhanku, kami pun sudah melupakan penyebab
sakitku, atau paling tidak berpura-pura melupakannya.
Aku terbaring di ranjang lebih dari setengah bulan, saat tahun
baru tiba, akhirnya aku dapat bergerak dengan leluasa. Ketika
melihat diriku sendiri di cermin, aku merasa wajahku bertambah
bulat, dengan sepasang tanganku, aku memegang wajahku,
benar saja, aku gendut, "Sepertinya aku tak akan dapat memakai
gaun tahun baru itu".
Di sampingku, Xinyan mengigit bibirnya, diam-diam tertawa,
"Bagaimana bisa tak gemuk" Jenderal Huo tiap hari seperti
memberi makan......" Aku memelototinya, lalu membuat gerakan
seakan memotong leher. Kalau kalian dan Hong Gu diam-diam
membicarakanku, aku tak perduli, tapi kalau ia berani
mengucapkan kata itu dengan terang-terangan di hadapanku, aku
akan membunuhnya tanpa ampun.
"Ini bukan kata gadis-gadis pelayan, melainkan kata Hong Gu,
sekarang Jenderal Huo sudah tak seperti seorang jenderal lagi,
melainkan seperti seorang peternak babi, seharian ia selalu
berkata, 'Hari ini Yu er sudah makan" Berapa banyak ia makan"
Kalian harus membuat sup obat'". Xinyan meleletkan lidahnya,
sambil berbicara dengan suara dibuat-buat, ia berlari keluar dan
kebetulan menubruk Huo Qubing yang sedang hendak masuk.
Wajahnya segera berubah, ia tercengang, lalu cepat-cepat
berlutut dan bersujud berkali-kali. Tadinya aku hendak
membalasnya, tapi melihatnya, aku tak bisa menahan diri untuk
tak bertepuk tangan dan tertawa keras-keras, "Orang jahat
mendapatkan ganjaran yang setimpal, rasakan!"
Dengan hambar Huo Qubing memandang Xinyan, ia tak
memperdulikannya dan hanya berkata padaku sembari
tersenyum, "Coba tebak, siapa yang kubawa pulang untuk
menjengukmu?" Aku menelengkan kepalaku dan berpikir sejenak, hatiku girang,
"Richan?" Huo Qubing mengangguk, lalu berbalik dan menyingkap tirai,
"Tamu kehormatan silahkan masuk! Ada orang yang setelah
melihatku sama sekali tak bereaksi, tapi begitu mendengar
namamu, matanya langsung berbinar-binar".
Aku melirik Huo Qubing, lalu memberi perintah pada Xinyan yang
masih berlutut di lantai dan tak berani berdiri, "Suruh dapur
membuatkan beberapa hidangan lezat.....oh, ya, tanya Hong Gu
apakah ia masih punya arak Xiyu di sana dan bawa sedikit
kemari". Richan yang mengenakan mantel bulu rubah putih melangkah
dengan perlahan ke dalam. Hatiku bergejolak, namun aku tak
kuasa berkata apa-apa, aku hanya memandangnya sambil
tersenyum ketolol-tololan. Peristiwa demi peristiwa di masa kecil
kami muncul di depan mataku, Yu Dan yang penuh semangat
dan impulsif, Mudaduo yang cantik dan bandel, dan dirinya yang
masih muda tapi dewasa sikapnya.
Richan pun memandangku tanpa berkata apa-apa selama
beberapa saat, lalu tersenyum dan mengangguk-angguk, "Kau
masih hidup, aku senang sekali".
Aku juga tersenyum dan mengangguk-angguk, "Aku juga sangat
senang dapat bertemu denganmu lagi". Seribu satu perkataan
yang ingin kuucapkan ketika tiba di mulutku hanya tinggal tiga
kata, yaitu 'aku senang sekali'.
Huo Qubing berbaring di atas dipan, "Apa kalian berdua akan
mengobrol sambil berdiri?" Sambil tersenyum, Richan
melepaskan mantel bulunya dan dengan santai menaruhnya di
samping mantel bulu cerpelai hitam Huo Qubing, lalu ikut duduk
di dipan. Setelah aku selesai membantu Xinyan menghidangkan makanan,
Huo Qubing menarikku ke sisinya, lalu memeluk pinggangku,
karena ada Richan, aku merasa jengah, maka aku
mengoyangkan tubuhku untuk melepaskan tangannya, sambil
tersenyum, Richan menggeleng-geleng, lalu berkata pada Huo
Qubing, "Ini adalah untuk pertama kalinya aku melihat wajahnya
menjadi merah, ternyata jenderal tak cuma pandai mengalahkan
musuh, tapi juga dapat menaklukkan gadis bandel ini".


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tak nyana, Huo Qubing nampak rendah hati, ia menunduk,
menuang secawan arak dan menenggaknya hingga tandas. Aku
mengambil sebuah cawan arak besar dan menaruhnya di
hadapan Richan, lalu mengisinya dengan arak sampai penuh,
"Begitu bertemu kau langsung menjelek-jelekkanku, kau kuhukum
minum secawan besar arak".
Richan sama sekali tak menolak, ia menenggak arak itu dengan
sekali teguk, lalu menatapku dan berkata, "Maafkan aku". Untuk
sesaat aku tertegun, lalu berkata, "Tak usah bilang begitu, kau tak
berdaya untuk mencegah peristiwa bertahun-tahun silam itu".
Richan tersenyum, namun senyumnya mengandung kepedihan,
ia menuang secawan arak untuk dirinya sendiri, "Kau tahu tidak"
Mudaduo sudah menikah dengan Yinzhixie".
Aku mempermainkan cawan arak kosong dalam genggamanku,
"Aku sudah tahu, karena tak hati-hati aku memanah Mudaduo".
Richan terkejut, lalu nampak lega, "Tak heran! Ternyata begitu!
Kabarnya ia terluka ketika mengejar Jenderal Huo, tak nyana,
kaulah yang melukainya. Karena kau........", Richan melirik Huo
Qubing, "dan Yu Dan, Yinzhixie memperlakukan aku dan
Mudaduo dengan baik beberapa tahun belakangan ini, terutama
Mudaduo. Dahulu Mudaduo tak tahu dan hanya dengan
membabi-buta mengikuti Yinzhixie, setelah tahu, kulihat ia amat
sedih. Tapi setelah ia terluka kali ini, sikap Yinzhixie terhadapnya
tak sama, rupanya ia telah bertemu dengan......."
Karena Mudaduo tak tewas, kami sama-sama tak berhutang pada
satu sama lain, persahabatan di masa kecil pun batal, sejak saat
ini, kami sama sekali tak punya hubungan sedikit pun, dan aku
juga tak menghiraukan urusan mereka. Aku memotong perkataan
Richan, "Kenapa Yinzhixie ingin membunuh ayahandamu dan
Raja Hunxie?" Richan terdiam, lalu berkata, "Kau sudah bertemu dengannya,
apakah kau merasa ada sesuatu yang berbeda pada dirinya
dibandingkan dengan dahulu?"
"Dia......dibandingkan dengan dahulu, ia agak kurang toleran,
dahulu caranya bertindak memang telengas, tapi sekarang ia
lebih kejam, rasa curiganya pun amat besar, saat itu pengawal
pribadinya berbohong dan kami tak tahu, tapi ia langsung tahu.
Dari hal ini dapat dilihat bahwa pada dasarnya ia tak
mempercayai orang-orang di sisinya, dan juga bahwa ia sama
sekali tak memberi ampun".
Richan mengangguk, "Setelah ia berhasil mendapatkan
dukungan tentara dan menjadi raja, perubahan terbesar dalam
wataknya ialah bahwa ia tak percaya pada orang lagi, selalu
khawatir bahwa diantara bawahannya akan muncul seseorang
seperti dirinya, ia begitu lama mencurigai kami, sehingga kami
pun merasa bahwa cepat atau lambat kami akan
meninggalkannya". Richan menghela napas, "Bagi seorang
pejabat, yang paling menyakitkan adalah mengikuti seorang raja
yang hatinya penuh rasa curiga. Yinzhixie adalah seorang
berbakat, sebenarnya aku sangat mengaguminya, tapi karena
kecurigaannya, semua pangeran ketakutan dan tak berani
berbuat apa-apa". Huo Qubing tertawa dan berkata, "Curiga adalah sifat jelek
seorang raja yang sangat umum, tapi seorang penguasa yang
bijak dapat mengendalikan rasa curiganya dalam batas-batas
yang masuk akal, dan menggunakan ilmu pemerintahan untuk
menyeimbangkan berbagai kekuatan yang ada, namun ada
beberapa orang yang tak dapat mengendalikannya. Menurutku,
walaupun Yinzhixie agak keterlaluan, ia masih cukup baik. Orang
Han punya pepatah kuno, "nama tak benar, perkataannya tak
benar pula", Yinzhixie menderita karena masalah ini. Sekarang
hubungan setiap raja bawahan Xiongnu dengan Yinzhixie tak
baik, mereka pun punya tanggung jawab sendiri, kalau saat itu Yu
Dan naik takhta, mereka semua pasti tunduk, akan tetapi karena
Yinzhixie yang naik takhta, diam-diam mereka tentu melihat
gelagat dahulu, kalau Yinzhixie memimpin dengan baik, mereka
akan menganggap ia sudah sepantasnya memerintah, siapa yang
akan berkata bahwa ia telah merebut kedudukan itu" Kalau
Yinzhixie salah sedikit saja, mau tak mau mereka akan
membandingkannya dengan raja dan putra mahkota terdahulu.
Pikiran semacam ini tentu dapat dirasakan dengan jelas oleh
Yinzhixie, ia mana bisa tak merasa kesal?"
"Tak nyana, orang yang dapat memahami Shanyu bukan seorang
Xiongnu kami, melainkan Jenderal Besar, andaikan Shanyu
mendengar perkataan ini, ia tentu akan minum secawan arak
untuk lawan seperti Jenderal Besar ini, seorang sahabat yang
tahu isi hati kita sulit dicari, tapi seorang lawan yang setimpal
lebih sulit dicari lagi". Richan minum seteguk arak, ia merasa
bersemangat sekaligus sedih, "Di bidang sastra ada Dongfang
Shuo, Sima Xiangru, Sima Qian dan lain-lain, sedangkan di
bidang militer ada Jenderal Besar Wei dan Huo, dan seorang
kaisar yang berwawasan luas serta berpandangan jauh ke depan,
maka muncullah Han Agung yang akan menaklukkan empat
samudra dan termasyur sampai jauh". Richan bersulang dari jauh
kepada Huo Qubing dengan cawan araknya, "Kau adalah
pencipta Dinasti Han yang agung ini, sedangkan kau dan
aku?"", sambil tersenyum, Richan mengadu cawannya dengan
cawan tehku, ?"".beruntung dapat menyaksikan peristiwa
sejarah yang pasti akan banyak ditulis orang ini dengan mata
kepala sendiri". Mencari lawan minum yang setimpal sulit, walaupun Huo Qubing
dan Richan kuat minum, namun mereka agak mabuk. Richan
bersiap untuk pergi, aku mengambil mantel rubah putihnya dan
memberikannya padanya. Saat hendak keluar pintu, walaupun
aku berkata bahwa aku tak kedinginan, Huo Qubing berkeras
untuk menyelimuti diriku dengan mantel cerpelai hitamnya.
Richan berjalan dengan agak terhuyung-huyung, tubuhnya
bergoyang-goyang, ia menepuk bahu Huo Qubing, "Kuserahkan
Yu JIn padamu. Ia telah banyak menderita, kau"..kau harus
memperlakukannya dengan baik". Huo Qubing pun berjalan
dengan agak terhuyung-huyung, namun ia tersenyum lebar,
"Beres, kau jangan khawatir, aku pasti akan memperlakukannya
dengan baik". Aku mendengus dan berkata, "Kalian berdua in melihatku atau
tidak" Kalian bicara seenaknya saja". Namun mereka berdua
sama sekali tak menghiraukanku, mereka saling merangkul dan
bersenda gurau, seperti sepasang sahabat akrab.
Ketika kami sampai di ambang pintu gerbang, beberapa ekor
kuda nampak berlari dengan cepat melewati pintu, di pantat kudakuda itu tertera cap serigala biru yang sudah pernah kulihat,
namun untuk sesaat aku tak ingat dimana pernah melihatnya
sebelumnya. "Ai", ujar Richan, "Kenapa di Chang"an pun terlihat
cap serigala biru?" Mau tak mau aku bertanya dengan penuh rasa ingin tahu, "Kau
juga melihatnya" Aku juga merasa pernah melihatnya".
Lidah Richan agak kaku, dengan tak jelas ia berkata, "Mereka
adalah sebuah perkumpulan misterius di Xiyu yang sudah ada
sejak tujuh atau delapan puluh tahun yang lalu, kabarnya, mereka
adalah bandit paling lihai dalam sejarah Xiyu, tapi ada juga yang
berkata sebaliknya, karena ada orang yang pernah melihat
mereka membunuh bandit padang pasir yang sedang mengejar
pedagang Han, dan juga menolong pedagang Xiongnu dari
tangan bandit padang pasir. Pendapat orang tentang mereka
bermacam-macam dan membingungkan, tak ada orang yang
dapat menjelaskan dari mana mereka berasal, namun dimanapun
mereka berada, tak perduli pejabat yang berkuasa, rakyat jelata
atau pendekar dunia persilatan, semua menghindar, dari hal ini
dapat dilihat betapa besarnya kekuatan mereka di Xiyu".
"Oh", ujarku. Tiba-tiba aku teringat kapan aku pernah melihat cap
itu. Tempo hari ketika aku mengundang Li Cheng makan ayam di
Kota Longxi, aku melihat cap itu, dan sang pelayan berkata
bahwa mereka sedang mencari seorang nona muda. Saat itu,
karena merasa pernah melihatnya, aku mengingatnya,
sebelumnya aku pun tentu sudah pernah melihatnya?"
Angin dingin membuat hawa arak menyeruak, dengan terhuyunghuyung, Richan memanjat ke atas kereta, tubuh Huo Qubing pun
semakin terhuyung-huyung, aku tak bisa memikirkan hal itu lagi
dan segera memayang Huo Qubing.
Aku memandang kereta kuda Richan yang sedang berlalu, ketika
berbalik, aku melihat Li Guangli yang sedang duduk di punggung
kuda memandang ke arah kami dari kejauhan, saat itu Huo
Qubing sedang memeluk pinggangku, karena mabuk, kepalanya
bersandar di bahuku. Dengan tak berdaya, aku menghela napas dengan pelan, lalu
kembali masuk ke rumah sambil menyokong Huo Qubing, aku
berharap Li Guangli tak bercerita tentang adegan ini pada Li Yan,
kalau tidak, entah apa yang akan dilakukannya.
Selagi berjalan di halaman, tiba-tiba hatiku terkesiap, cap serigala
biru, bandit padang pasir" Kata Jiu Ye, kakeknya adalah
pemimpin bandit padang pasir. Berbagai adegan berkelebat
dengan cepat di benakku, akhirnya aku teringat kapan untuk
pertama kalinya aku melihat cap itu. Saat kami pertama kalinya
bertemu di Yueya Quan, Shi Jinyan menunjuk cap itu untuk
menakut-nakutiku, tak heran, di bawah sadar aku selalu teringat
akan cap itu. Kalau begitu, nona yang kudengar sedang mereka cari di kedai
arak Longxi itu adalah?"adalah diriku" Saat itu Jiu Ye sudah
mencari diriku" Andaikan saat itu ia dapat menemukanku, apa
yang akan terjadi" Ternyata kami sudah begitu dekat, hanya
terpisah oleh sebuah jendela, namun akhirnya saling melewatkan.
"Yu er, haus sekali!", gumam Huo Qubing, aku segera tersadar,
lalu mempercepat langkahku sambil memayangnya, "Kita akan
segera sampai, kau mau minum apa" Kau ingin kubuatkan teh,
atau air buah dengan sedikit es dari ruang bawah tanah?"
?"?"?"?"?"?"Berbagai pikiran berkecamuk dalam benakku, akhirnya aku tak
pergi ke Wisma Shi untuk mengucapkan selamat tahun baru pada
kakek dan hanya menyuruh orang untuk mengantarkan hadiah ke
Wisma Shi. Huo Qubing mempunyai banyak sanak saudara yang
lebih tua, di pagi hari ia sudah keluar rumah untuk pergi
mengucapkan selamat tahun baru. Aku duduk sendirian dengan
bosan dan teringat bahwa beberapa hari yang lalu secara tak
sengaja Huo Qubing melihat Hong Gu sedang menyulam kantung
wewangian, lalu mengodaku, katanya karena kami sudah
bertunangan tanpa persetujuan orang tua, aku harus menyulam
sebuah kantong wewangian untuk tanda pertunangan kami. Aku
belum pernah belajar menyulam, tapi karena sedang
menganggur, aku akan mencobanya! Ketika memikirkan
senyumnya saat melihat kantung wewangian itu, hatiku girang.
Aku mencari benang sutra berbagai warna, dan lalu minta pola
sulaman pada Hong Gu, setelah mencari beberapa lama, Hong
Gu memberikan sebuah pola padaku, yaitu sepasang Jinyin Hua
yang saling membelit, yang satu berwarna emas dan yang
satunya lagi putih, polanya sederhana, namun menawan. Hong
Gu melihatku memandangi pola itu dengan tertegun, lalu tertawa,
"Aku ingin mencarikan sebuah pola lain untukmu, tapi semuanya
sulit disulam, yang ini warnanya sederhana, polanya juga
sederhana, dan indah, cocok denganmu yang tak pandai
menyulam. Aku sudah berusaha keras mencarinya, kalau kau tak
menyukainya, aku tak punya pola lain yang lebih baik, dan
terpaksa mencari orang lain untuk membuatkannya untukmu".
Aku mengeleng, "Tak usah, yang ini saja!" Aku memasangnya di
bingkai bambu, lalu menyiapkan benang dan jarum, setelah
duduk di sisiku dan mengajariku, karena melihat aku sudah dapat
mulai melakukannya, Hong Gu meninggalkanku untuk dengan
perlahan menyulam seorang diri, sedangkan dirinya sendiri pergi
mengurus hal lain. Aku duduk di depan jendela dan menyulam sambil menunduk,
setelah beberapa lama aku baru mengangkat kepalaku untuk
beristirahat. Wangi bunga prem di balik jendela masuk bersama
angin, harum sekali. Kadang-kadang sayup-sayup terdengar
suara petasan, mula-mula aku terkejut mendengarnya, namun
setelah itu aku tenggelam dalam kesibukan menyulam, dan tak
mendengar suara apapun lagi.
"Aku benar-benar sangat jarang melihat Xiao Yu menggunakan
jarum dan benang", sekonyong-konyong, suara Tianchao
terdengar di sisi telingaku. Aku langsung mengangkat kepalaku
untuk melihat, begitu melihat Jiu Ye, entah bagaimana, jarum
dalam genggamanku menusuk jariku, aku pun tersadar, sambil
tersenyum, dengan tenang aku meletakkan jarum, "Jiu Ye, Shi
Sange, selamat tahun baru".
Jiu Ye memandang bingkai sulaman dalam genggamanku tanpa
berkata apa-apa, Tianchao memandang Jiu Ye, lalu
memandangku, "Apakah kau tak akan mengundang kami untuk
duduk" Apakah kau ingin berbicara dengan kami dari balik
jendela?" Saat itu aku baru bereaksi dan cepat-cepat meletakkan benda
dalam genggamanku itu, lalu berkata sambil tersenyum, "Silahkan
masuk". Tianchao duduk di depan meja, tanpa menunggu undanganku, ia
menuang secawan teh untuk dirinya sendiri. Namun Jiu Ye
mendorong kursi rodanya ke sisi bangku, lalu mengangkat
bingkai sulamanku, aku hendak merebutnya namun sudah
terlambat. Begitu melihat polanya, tiba-tiba ia menengadah dan
menatapku, "Apakah.......kau membuatnya untuk dirimu sendiri?"
Aku diam tak menjawab, wajahnya perlahan-lahan menjadi pucat,
berbagai perasaan muncul di matanya, ia menunduk, ketika
melihat bunga Jinyin yang baru sedikit tersulam, senyum getir
muncul di bibirnya. Tiba-tiba ia melihat titik darah merah di atas kain sutra itu, ia
tertegun sejenak, lalu tangannya dengan lembut mengelus bercak
darah itu, dengan perlahan wajahnya kembali seperti sediakala,
ia mengangkat kepalanya dan menatapku, matanya berbinarbinar, "Jarimu berdarah, ya" Coba kulihat". Sambil berbicara, ia
mendorong kursi rodanya ke tempatku, aku cepat-cepat mundur
beberapa langkah, lalu menyembunyikan tanganku di balik
punggungku, "Hanya beberapa tetes darah saja, tak apa-apa".
Sambil tersenyum, ia menaruh bingkai sulaman di atas bangku,
"Aku sedang ingin punya sebuah kantong wewangian, kau jarang
menyulam, kalau ada waktu luang, sulamkan sebuah untukku".
Aku berpura-pura tak mendengar perkataannya, "Mau minum
teh?" Jiu Ye berkata, "Tak usah, kami datang untuk menjenggukmu,
setelah duduk sebentar, kami akan pergi, selain itu kami juga
hendak menyampaikan pesan dari kakek Xiao Feng, banyak
terima kasih atas hadiahmu, dan kalau kau punya waktu, agar
kau datang menjengguknya".
"Ya", ujarku dengan pelan. Sambil tersenyum, seakan
bersungguh-sungguh namun juga berpura-pura, ia berkata,
"Kalau kau tak mau datang ke Wisma Shi karena aku, aku dapat
menyingkir sebelum kau datang".
Setelah mengantarkan Jiu Ye dan Tianchao keluar, aku tak ingin
menyulam lagi, aku bersandar pada ambang jendela, pikiranku


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kosong melompong. Sudut jendela nampak agak berdebu, mau tak mau aku
mengelapnya, debu pun terhapus. Sambil menghela napas
dengan getir aku berpikir, kalau saja hatiku bisa seperti itu, dapat
memutuskan siapa yang disimpan dalam hati dan siapa yang
dihapus, alangkah baiknya! Aku dapat mengendalikan tingkah
lakuku, namun hatiku ternyata tak dapat kukendalikan. Saat ia
menyukai seseorang, ia tak akan minta persetujuanmu; dan
ketika ia dapat melupakan seseorang, ia pun tak memberitahumu.
Tianchao berjalan dengan cepat ke dalam halaman, aku
memandangnya dengan terkejut, ia berkata, "Jiu Ye tak ikut
datang, dan juga tak tahu aku datang".
Dengan perlahan, aku bangkit, "Apa yang hendak kau katakan"
Kalau kau ingin menasehatiku, tak usah bicara".
Tianchao berkata, "Aku tak ingin menasehatimu, dahulu kami
semua tahu dengan jelas bagaimana perasaanmu pada Jiu Ye,
hari ini, tak perduli apapun pilihanmu, kami tak akan mengeluh,
dan hanya dapat berkata bahwa Jiu Ye tak beruntung. Aku
datang hanya karena ingin memberitahukan suatu hal yang harus
kau ketahui. Apakah kau tahu bahwa pada hari kau meninggalkan
Chang"an, Jiu Ye sudah mulai mencarimu?"
Aku sedih sekaligus kesal, "Pada mulanya aku tak tahu, dua hari
kemudian aku tahu setelah melihat cap serigala biru, apakah Jiu
Ye mengirim orang untuk mencariku?"
Tianchao mengangguk, "Saat itu tak cuma cap serigala biru yang
mencarimu, gerombolan pembunuh Xiyu, bandit padang pasir,
bahkan keluarga kerajaan Loulan, Guzi dan lain-lain semua
membantu mencarimu, tapi jejakmu sama sekali tak terlihat".
Aku tersenyum pahit, kenapa tak terpikir oleh kalian bahwa aku
diculik dan dijadikan prajurit di markas pasukan Dinasti Han" Aku
sama sekali tak pergi ke Xiyu dan malahan mengikuti pasukan itu
ke Xiongnu, kalian punya begitu banyak kaki tangan di Xiyu,
namun bagaimana kalian dapat menemukan seseorang yang tak
berada di Xiyu" Surat yang kutinggalkan untuk Huo Qubing itu
menyesatkan Jiu Ye. Tianchao bekata, "Jejakmu setelah meninggalkan Chang"an
sudah kami temukan, namun setelah penginapan di Jingzhou,
jejakmu menghilang, kami sudah bertanya-tanya di segala
penjuru, namun sama sekali tak ada kabar tentangmu. Jiu Ye
sengaja datang ke Wisma Huo untuk bertemu dengan pengurus
rumah tangga Wisma Huo, Jiu Ye selamanya tak pernah mohon
bertemu siapapun, bahkan ketika keadaan keuangan Perusahaan
Shi buruk, Jiu Ye tak pernah memohon-mohon pada Putra Langit
Dinasti Han, yang masih terhitung paman dari pihak ibunya. Tak
nyana, orang pertama yang ditemuinya adalah pengurus rumah
tangga Wisma Huo. Jiu Ye bertanya pada Pengurus Rumah
Tangga Chen apakah Jenderal Huo telah berhasil
menemukanmu, dan memohon pada Pengurus Rumah Tangga
Chen, agar kalau Jenderal Huo telah menemukanmu, ia harus
memberitahu dirinya dimana kau berada, atau kalau kau tak mau
memberitahu Jiu Ye dimana kau berada, agar menyampaikan
pesan padamu bahwa Jiu Ye bersedia menemanimu mengagumi
bunga, tak perduli seberapa lamanya, ia bersedia menunggumu
pulang". Tianchao mendengus dengan dingin, "Coba tebak, apa
jawaban pengurus rumah tangga Wisma Huo pada Jiu Ye" Aku
tak ingin mengulangi penghinaan yang kami terima hari itu,
penghinaan seperti itu cukup dialami tiga kali dalam seumur hidup
saja". Akhirnya aku memahami arti perkataan yang kudengar di balik
tirai di markas tentara di Longxi itu, dan juga paham kenapa
suara prajurit itu tiba-tiba menjadi pelan sehingga aku tak bisa
mendengarnya, tentunya Huo Qubing memberi isyarat padanya
agar memelankan suaranya.
"Setelah Jenderal Huo kembali ke Chang"an, Jiu Ye juga datang
menemuinya, walaupun Jenderal Huo bersikap sangat sopan
padanya, namun ketika Jiu Ye bertanya apakah Jenderal Huo
tahu dimana kau berada, ia hanya berkata bahwa ia tak tahu. Jiu
Ye adalah seseorang yang bersikap terus terang, walaupun
keadaan seperti sekarang ini, ia masih tak mau menikam
punggung orang lain. Ia hanya merasa bahwa ia banyak
berhutang padamu, dan bahwa semua ini adalah hukuman Langit
padanya karena dahulu ia tak berterus terang padamu, dan tak
mengurusmu dengan baik. Tapi aku tak perduli pada semua itu,
dan hanya ingin memberitahukan semua yang terjadi padamu,
agar adil bagimu dan bagi Jiu Ye. Jenderal Huo adalah seorang
pria yang luar biasa, di medan perang ia seorang jenderal
bertulang besi, di luar medan perang seorang lelaki yang penuh
cinta, benar-benar seorang pahlawan bertulang besi dan berhati
lembut, seorang gagah sejati. Tak perduli siapa yang kau pilih
nanti, aku akan dengan tulus berbahagia untukmu".
Setelah selesai berbicara, Tianchao segera berbalik dan pergi,
meninggalkan diriku tertegun di tengah tiupan angin.
Ketika saat makan malam telah lama berlalu dan hari sudah
gelap, Huo Qubing pulang dengan wajah kelelahan, ketika
melihat Xinyan sedang membereskan piring, dengan heran ia
bertanya, "Kenapa sekarang baru selesai makan?"
Aku diam tak menjawab, namun Xinyan membungkuk memberi
hormat, lalu berkata, "Sebenarnya belum makan, apapun yang
hamba hidangkan masih utuh seperti semula".
Aku berkata dengan hambar, "Xinyan, kalau sudah beres-beres,
pergilah". Xinyan melirikku, lalu mencibir, namun gerakan
tangannya bertambah cepat, tak lama kemudian, ia sudah selesai
membereskan semuanya dan keluar dari kamar.
Huo Qubing tersenyum dan mendekat ke sisiku, "Kenapa" Tak
suka aku pulang malam?" Walaupun tersenyum, matanya
nampak murung. Aku bertanya, "Apa para tetua keluargamu mengomelimu?"
Ia berkata, "Kau tak usah mengkhawatirkan hal-hal ini, aku bisa
mengurusnya sendiri, kau belum memberitahuku kenapa kau
belum makan?" Melihat rasa murung di wajahnya, hatiku terasa agak pedih, aku
menelan perkataan yang hampir kuucapkan, lalu mengeleng,
"Tak kenapa-kenapa, siang ini aku makan beberapa kue goreng,
dan juga tak banyak bergerak, oleh karenanya aku tak lapar dan
belum makan". Ia bangkit dan membuka mantelnya, lalu menganti bajunya,
"Kalau begitu, setelah lapar baru makan!" Tiba-tiba ia melihat
keranjang sulaman di dalam lemari, lalu dengan terkejut bertanya,
"Kenapa kau membuatnya?" Ia mengambil bingkai sulaman,
mengamatinya sejenak, lalu tersenyum, "Apakah kau
menyulamnya untukku" Kenapa"..jarimu tertusuk?"
Ia melangkah ke sisiku, menyingsingkan lengan bajuku dan
melihat tanganku, namun aku menariknya kembali, lalu
melengos, "Aku tak menyulamnya untukmu, aku menyulamnya
untuk diriku sendiri".
Ia tertegun sejenak, lalu duduk di sisiku dan memaksaku
memandang dirinya, "Sebenarnya ada apa" Yu er, kalau ada
masalah kau boleh bertengkar denganku, dan boleh menegurku,
tapi jangan marah tak jelas seperti ini, bukankah suami istri harus
selalu berterus terang?"
"Siapa istrimu?", uajrku dengan cepat, setelah berbicara aku
melihat matanya nampak sedih, hatiku pun terasa pedih, maka
aku segera berkata, "Aku tak bermaksud begitu, aku".maafkan
aku". Ia tersenyum getir, "Seharusnya akulah yang minta maaf, aku tak
bisa menikahimu, dan menahanmu di sisiku tanpa status yang
jelas". Aku berkata, "Aku tak perduli pada masalah status itu. Aku sama
sekali tak bersedih karena masalah itu, aku hanya ingin bertanya
padamu, apakah kau selalu berterus terang padaku?"
Ia mengangkat alisnya dan tersenyum, penuh percaya diri, "Tentu
saja!" Tanpa berkata apa-apa, aku menatapnya dengan tajam, alisnya
perlahan-lahan terangkat, setelah menatapnya untuk beberapa
saat, tiba-tiba wajahnya menjadi dingin, "Apakah kau menemui
Meng Jiu?" Ia mendengus dengan dingin, "Kalau kau berbicara
tentang penginapan di Jingzhou itu, aku sama sekali tak
menganggap diriku bersalah, karena ia tak suka padamu, untuk
apa ia terus mengodamu" Kau sudah berulangkali memberinya
kesempatan, kenapa ia baru memikirkanmu setelah kau pergi?"
Aku tak menyangka bahwa ia sama sekali tak merasa bersalah,
oleh karenanya rasa pedih di hatiku sama sekali sirna, amarahku
berkobar-kobar, "Huo Qubing, demi kepentingan dirimu sendiri,
kau menekan dan menghina orang, selain itu, kau
menyembunyikan kabar tentangku, tak nyana, perbuatanmu
begitu hina!" Urat-urat biru di dahinya samar-samar berdenyut, matanya penuh
rasa sedih, ia menatapku tanpa berkedip, lalu tiba-tiba tertawa,
"Demi dia kau........", sambil menggeleng-geleng ia tertawa, "Di
matamu aku kau anggap apa" Benar! Aku memang egois. Satusatunya keegoisanku adalah agar ia tak melukaimu lagi, dan agar
kau dapat melupakan kesedihanmu dan tak terbelit masa lalu,
keegoisanku adalah menginginkan kau berbahagia".
Tiba-tiba ia berbalik dan melangkah keluar dengan langkahlangkah lebar, dengan amat cepat, sosoknya menghilang di
tengah kegelapan malam. Seketika itu juga, cahaya lilin di dalam
kamar seakan meredup. Ia jelas-jelas yang bersalah, bagaimana bisa berubah menjadi
kesalahanku" Aku menghempaskan bingkai sulaman itu ke lantai,
namun ketika hendak menginjak-injak Yuanyang Teng yang baru
mulai kusulam itu, aku bimbang, tubuhku lemas, aku terduduk di
bangku, hatiku sepahit huanglian. Sulur-sulurnya saling membelit,
sebenarnya siapa yang membelit siapa"
Beberapa hari berlalu, Huo Qubing sama sekali tak muncul. Hong
Gu, Xinyan dan gadis-gadis pelayan lain sama sekali tak tahu apa
yang terjadi. Hong Gu beberapa kali menanyaiku, tapi aku tak
mau berkata sepatah kata pun, sedikit demi sedikit, suasana
berubah menjadi berat, semua orang makin sedikit bicara, dan
suara mereka pun semakin pelan. Mereka saling mempengaruhi,
sehingga akhirnya para gadis pelayan pun berbicara dengan
pandangan mata mereka, saling melirik, mengedipkan mata dan
memandang dengan penuh arti. Aku tak tahu mereka sedang
membicarakan apa, dan tak tahu bagaimana mereka dapat
memahami satu sama lain. Aku menunjuk wajah berseri-seri Xinlan dan Xinyan, gadis-gadis
pelayan yang mengantarkan makanan, dan bertanya pada Hong
Gu, "Apa kau mengerti mereka sedang bicara tentang apa?"
Hong Gu berkata, "Apa yang tak kau mengerti" Xinlan bertanya
pada Xinyan, 'Hari ini kau sudah makan belum"' Xinyan
menggeleng, 'Belum makan'. Xinlan mengerutkan dahinya dan
menggeleng, 'Aku juga belum makan. Lapar sekali!' Setelah diamdiam melirikmu, Xinyan mengangguk ke arah Xinlan, 'Begitu kita
berada di belakang punggung Nona Yu, kita akan cepat-cepat
makan!' Mereka berdua saling bertukar pandang tanda setuju".
Aku menyemburkan teh dalam mulutku ke lantai, sambil terbatukbatuk, aku tertawa dan berkata, "Hong Gu, rupanya ketika kau
masuk ke kamar barusan ini, kau dan Xinyan saling melirik untuk
bertanya apakah kalian sudah makan belum, dan membuat janji
untuk makan". Dengan kalem Hong Gu menghirup beberapa teguk teh, "Yang
kutanyakan bukan "hari ini kau sudah makan?" melainkan "hari ini
kau sudah minum?""
Aku mengambil serbet dan menyeka mulutku, "Teruslah
beromong kosong!" Hong Gu meletakkan cawan teh, "Kalau tak beromong kosong,
bagaimana aku bisa membuatmu tertawa" Beberapa hari ini
wajahmu begitu tak enak dilihat, kalau kau bersedih, kami semua
juga bersedih. Yu er, kenapa kau menyusahkan dirimu sendiri"
Kau jelas mengkhawatirkannya, wajahmu penuh kecemasan,
kenapa tak pergi menjenguknya?"
Aku menunduk, tak berkata apa-apa. Xinyan menyingkap tirai,
lalu masuk dan berkata, "Nona Yu, pengurus rumah tangga
Wisma Huo hendak bertemu denganmu".
Hong Gu segera berkata, "Cepat persilahkan ia masuk". Ia
bangkit dan berjalan keluar, "Mak comblang sudah datang, aku
dapat menghembuskan napas lega. Kalau terus seperti ini, kalian
berdua tahan, tapi kami tak tahan".
Paman Chen masuk, tanpa berkata apa-apa, ia langsung berlutut,
karena tak dapat menariknya berdiri, aku hanya dapat melompat
ke samping untuk menghindar, "Paman Chen, kalau ingin
berbicara, bicaralah, aku tak bisa menerima penghormatan
seperti ini". Paman Chen masih berlutut, wajahnya nampak kusam, seperti
orang yang tak tidur semalaman, "Nona Jin, saat itu ketika Tuan
Meng Jiu dari Perusahaan Shi mendatangiku untuk bertanya
tentang dirimu, ia datang tiga kali berturut-turut, akulah yang
menghalanginya, sebenarnya aku......tak memberi muka
padanya. Walaupun tuan muda menyuruh orang menahan kusir
kereta, dan menutupi kabar dari penginapan di Jingzhou itu, ia
hanya menyuruhku untuk tak memberitahukan keberadaanmu
pada siapapun, ia sama sekali tak menyuruhku mempersulit Tuan
Meng Jiu. Tuan Muda bersifat angkuh, dan sekarang ia hendak
melindungiku, ia tak akan sudi memberi penjelasan atau
membela dirinya sendiri, namun hamba tak bisa melihat kalian
berdua sedikit demi sedikit menjauh karena kesalahanku saat itu".
Napasku tertahan, dengan kebingungan aku bertanya, "Paman
Chen, kenapa kau berbuat seperti ini" Apakah keadaan diantara
kami berdua sekarang ini adalah kebahagiaan yang kau inginkan
untuk Huo Qubing" Paman Chen tak berkata apa-apa, lalu bersujud tiga kali di
hadapanku, walaupun sudah berusaha menghindar aku terpaksa
menerimanya, "Bangkitlah! Karena keadaan sudah seperti ini,
apa yang dapat kulakukan" Kalaupun ada yang dihukum,
keadaan tak bisa kembali seperti semula. Kalau kau hendak
mengatakan sesuatu, katakanlah. Aku tak biasa mendengarkan
perkataan orang yang berlutut di depanku".
Paman Chen masih berlutut tanpa bergeming, untuk waktu yang
lama, ia tak berkata apa-apa, dengan kebingungan aku
menatapnya, namun ia menghindari pandangan mataku, ia
sepertinya sedang mengumpulkan keberanian, lalu berkata,
"Kemarin pagi tuan muda pergi berkuda dan tiba-tiba jatuh dari
kuda, ia jatuh pingsan dan sampai sekarang belum siuman".
Perkataannya sangat aneh, aku mendengarkannya, namun hatiku
sepertinya menolaknya dan tak bisa memahaminya, "Apa" Apa
katamu?" Paman Chen berkata dengan suara pelan, "Tabib istana sudah
berganti beberapa kali, tapi mereka masih tak tahu harus berbuat
apa. Biasanya mereka berlagak seperti Tabib Bian Que
yang hidup kembali, sama-sama menyombongkan
nama besar dan tak mau mengalah, tapi ketika benar-benar
harus menyembuhkan penyakit, mereka saling melempar bola
satu sama lain. Keadaan di istana sudah kacau balau, karena
murka, kaisar hendak membunuh orang-orang tak berguna itu
untuk melampiaskan kemarahannya. Kalau membunuh mereka


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat membuat tuan muda siuman, memenggal seratus kepala
pun tak apa, tapi sekarang kita hanya dapat mengandalkan
mereka untuk menyelamatkan nyawa tuan muda".
Akhirnya aku memahami perkataannya, seketika itu juga, langit
bagai runtuh, rasa terkejut, panik, jeri dan menyesal berkecamuk
dalam hatiku, tanpa menghiraukannya, aku memburu keluar.
Paman Chen mengejarku, lalu berseru, "Nona Jin, tunggu dulu,
ada sesuatu yang belum kukatakan".
Kulihat bahwa kereta kuda di depan pintu gerbang milik Wisma
Huo, namun jaraknya masih amat jauh, aku berlari sekuat tenaga,
lalu melompat ke atas kereta, "Cepat kembali ke rumah".
Dari kejauhan, Paman Chen berseru, "Tunggu dulu!" Kusir kereta
ragu-ragu dan tak bergerak, aku merampas cambuk, hendak
mengemudikan kereta sendiri. Paman Chen berseru, "Nona Yu,
kau belum selesai mendengarkan perkataanku, kabarnya Tuan
Meng Jiu dari Perusahaan Shi tahu ilmu pengobatan,
maksudku......" Saat itu aku baru paham kenapa ia tak langsung memberitahuku
bahwa Huo Qubing sakit, dan kenapa ia berlutut dan bersujud,
ternyata inilah sebabnya.
Paman Chen berlari ke depan kereta, sambil bernapas dengan
terengah-engah, ia berkata, "Mengundang tabib tak seperti
mengundang orang lain, walaupun kita memaksanya untuk
datang, kalau ia tak bersungguh-sungguh mengobatinya,
semuanya akan sia-sia. Aku tahu bahwa dengan watak nona
yang seperti ini, nona tak suka aku berbicara dengan berbelitbelit, tapi aku benar-benar merasa malu dan tak bisa langsung
berbicara dengan terus terang. Kalau Tuan Meng Jiu dapat
menyembuhkan tuan muda dan ia minta kepalaku sebagai
hukuman atas kesalahanku, aku akan memberikannya tanpa
berkedip". Dengan gusar aku berkata, "Kau terlalu memandang rendah Jiu
Ye!" Api bagaikan berkobar-kobar di hatiku karena ingin melihat
Qubing, namun aku terpaksa menahannya, aku mengembalikan
cambuk ke kusir kereta, "Ke Wisma Shi".
Paman Chen segera berkata, "Kalau begitu aku pulang dulu
menunggu kalian". Jiu Ye sedang duduk di depan meja membaca buku, ketika
mengangkat kepala dan melihatku, gulungan bambu di tangannya
terjatuh ke lantai. Di wajahnya nampak rasa tak percaya
sekaligus girang, biji matanya berbinar-binar bagai permata
hitam, "Yu er, aku sudah lama menunggumu, akhirnya kau
bersedia masuk ke Pondok Bambu".
Hatiku terasa pedih, aku tak berani menyambut pandangan
matanya, "Aku datang untuk memintamu memeriksa sakit
Qubing, ia pingsan sejak kemarin, kabarnya tabib-tabib istana tak
dapat berbuat apa-apa".
Sinar di matanya serta merta berubah menjadi kelam, di biji
matanya hanya ada kegelapan, memancarkan rasa dingin,
kecewa dan duka. Ia tak bertanya apa-apa, hanya berkata, "Baik",
lalu mendorong kursi rodanya ke luar.
Paman Chen menunggu di gerbang Wisma Huo, begitu melihat
Jiu Ye, wajah tuanya menjadi merah, sesuatu yang jarang terjadi
seumur hidupnya, ia menunduk dan memberi hormat, dengan
ramah dan sopan, Jiu Ye merangkap tangan untuk menghormat
dan wajah Paman Chen pun semakin merah bagai kepiting rebus.
Dua orang pelayan datang membawa sebuah joli, Jiu Ye
memandang Paman Chen dengan bertanya-tanya, Paman Chen
berkata dengan terbata-bata, "Kursi roda tak dapat lewat dengan
nyaman di wisma ini, lebih cepat menggunakan joli ini".
Jiu Ye tersenyum, "Suruh mereka meletakkan joli itu, aku bisa
naik sendiri, suruh orang membawa kursi roda masuk, aku masih
akan menggunakannya nanti".
Paman Chen menunduk, ia tahu bahwa ia harus menurut, melihat
sikapnya sekarang, aku berpikir, entah bagaimana saat itu ia
menghina Jiu Ye, sehingga hari ini ia harus bersikap begitu
berhati-hati, wajah lelaki tua itu kembali memerah karena malu,
aku merasa kesal dan menyindirnya, "Sebelum ini entah
bagaimana kursi roda dapat melintas di rumah ini?"
Paman Chen tak berkata apa-apa, sambil menunduk ia berjalan
dengan cepat di depan kami, Jiu Ye berpaling memandangku,
hawa dingin di matanya banyak berkurang, setelah beberapa
saat, dengan suara pelan ia berkata, "Kupikir dalam hati kau
cuma memperdulikannya, dan sama sekali tak memperdulikan
perasaanku". Begitu kami masuk ke kamar, Wei Shaoer yang mendengar suara
kami segera memburu ke arah kami, saat melihat Jiu Ye, ia
seperti orang tenggelam yang melihat cabang pohon, di tengah
rasa putus asanya muncul secercah harapan. Namun aku
sebaliknya, memberi hormat padanya pun tak terpikir olehku, aku
langsung memburu ke sisi dipan.
Ia berbaring dengan tenang di atasnya, bibirnya yang tipis
terkatup erat, sepasang alisnya yang seperti pedang mengkerut
menjadi satu, seakan sedang berpikir keras. Sejak aku
mengenalnya, ia selalu bagai sinar mentari, selalu penuh energi,
segar bugar, untuk pertama kalinya aku melihatnya seperti ini,
begitu tenang dan tak berdaya.
Dengan jariku, aku mengelus dahinya, hidungku terasa pedih,
tanpa terasa, wajahku telah dipenuhi air mata, "Qubing,
Qubing?"Yu er ada di sini! Aku bersalah, seharusnya aku tak
bertengkar denganmu".
Jiu Ye memegang pergelangan tangan Huo Qubing, lalu
memegang kepalannya, hendak kembali memeriksa nadinya,
namun masih tak dapat melakukannya, ia berpaling dan memberi
perintah, "Ambil sebaskom air es, aku hendak mencuci tangan".
Seorang gadis pelayan segera berlari keluar. Setelah merendam
tangannya dalam air es, dengan perlahan Jiu Ye
mengeringkannya dengan sapu tangan, seakan sedang
menenangkan diri dengan es yang dingin itu. Seelah beberapa
saat, ia kembali memegang pergelangan tangan Huo Qubing.
Aku dan Wei Shaoer menatap wajah Jiu Ye tanpa berkedip,
seakan hendak membuat Huo Qubing siuman melalui usaha Jiu
Ye. Jiu Ye memejamkan matanya, ia memusatkan seluruh
perhatiannya pada ujung-ujung jarinya, semua orang di ruangan
itu menahan napas, suasana begitu sunyi senyap sehingga kami
dapat mendengar suara es di baskom mencair.
Semakin lama, rasa takut dalam hatiku semakin kuat, kenapa
perlu waktu begitu lama" Wajah Jiu Ye setenang air, sama sekali
tak bergelombang, aku tak dapat melihat ada apa di balik air itu.
Jiu Ye menarik tangannya, aku menatapnya dengan tajam, dalam
suaraku terkandung permohonan dan rasa jeri, "Dia akan baikbaik saja, bukan?"
Mata Jiu Ye gelap gulita, bagai sebuah sumur tua, walaupun
dasarnya bergejolak hebat, namun mulut sumur tenang tak
beriak, aku tak bisa melihat apapun. Ia terdiam untuk beberapa
saat, lalu mengangguk-angguk, "Dia akan baik-baik saja, aku
pasti akan berusaha menyadarkannya". Hatiku yang selama ini
berada di ujung jarum, perlahan-lahan kembali ke tempatnya
semula. Dengan seksama, ia memperhatikan wajah Huo Qubing, lalu
menempelkan telinganya di dada Huo Qubing dan mendengarkan
untuk beberapa saat, setelah itu, tangannya kembali memegang
pergelangan tangan Huo Qubing, ia pun bertanya, "Apa kata tabib
istana?" Paman Chen memandang ke arah beberapa orang yang berdiri di
sisinya, seorang lelaki berambut putih diantara mereka maju dan
berkata, "Setelah memeriksanya, kami tak dapat membuat
kesimpulan, walaupun denyut nadinya lemah, namun masih
sangat teratur. Seharusnya ia dapat dibangunkan dengan obat
atau tusuk jarum, kita harus berusaha sebisanya menyadarkan
jenderal dahulu, setelah itu baru memulihkannya. Tapi gejala
penyakit jenderal agak aneh, biasanya, orang yang pingsan,
asalkan mulutnya dapat dibuka, dapat dengan perlahan diberi
minum sup obat, tapi jenderal menolak obat itu, sehingga obat
sulit diberikan, tusuk jarum pun tak ada hasilnya, oleh karenanya
kami membolak-balik kitab ilmu pengobatan, tapi belum
menemukan cara yang tepat".
Jiu Ye mengangguk, lalu berpaling ke arah Wei Shaoer dan
berkata, "Pikiran Jenderal Huo tertekan, sebenarnya ia tak apaapa, akan tetapi hal ini membuat luka-luka dalam yang
dideritanya selama bertahun-tahun di medan perang kumat.
Jenderal Huo tak seperti orang biasa, tekadnya sangat kuat,
sebelum Jenderal Huo terjatuh dari kuda dan pingsan, nalurinya
untuk mempertahankan diri tentu amat kuat, oleh karenanya
sekarang ia menolak obat dari luar yang dipaksakan padanya.
Nyonya, kepandaian para tabib ini tak usah diragukan, mereka
sudah mencoba segala cara, aku tak dapat melebihi mereka.
Tapi".." Wei Shaoer amat cemas, suaranya menjadi melengking menusuk
telinga, "Tapi apa?"
"Tapi caixia mempunyai sebuah cara yang dapat dicoba, akan
tetapi cara ini adalah suatu cara yag baru kupikirkan di waktu
senggang, dan belum pernah sungguh-sungguh dipakai".
Wei Shaoer cepat-cepat berkata, "Mohon tuan beritahukan
caranya!" Jiu Ye berkata, "Manusia mempunyai lima lubang di tubuhnya,
mulut hanya salah satu diantaranya, kulit erat hubungannya
dengan kelima organ tubuh, kalau obat tak dapat masuk dari
mulut ke kelima organ itu, tak ada jeleknya kalau kita mencari
jalan lain. Aku berpikir untuk membuka seluruh pakaian jenderal,
menempatkannya di sebuah ruangan tertutup, lalu menguapinya
dengan tanaman obat dari segala penjuru".
Wei Shaoer berpaling memandang para tabib, para tabib saling
memandang, seseorang berkata, "Menguapi ruangan dengan
obat akan membuat ruangan itu sangat panas, menurut ilmu
pengobatan, sebenarnya hal ini tak baik bagi orang yang jatuh
pingsan karena dapat memperparah sakitnya. Akan tetapi
sepertinya cara ini dapat memasukkan obat ke pembuluh darah
dan kelima organ tubuhnya. Nyonya harus mengambil keputusan,
kami semua tak berani memutuskannya".
Dengan penuh kebencian, Wei Shaoer memandang mereka, lalu
memandang Huo Qubing, wajahnya nampak bimbang, setelah
beberapa lama, ia masih belum mengambil keputusan juga. Tak
ada seorang pun berani bersuara, mereka takut kalau terjadi
sesuatu, mereka harus menanggung akibatnya. Untuk mencari
pertolongan, Wei Shaoer memandang suaminya, Chen Zhang,
namun karena Huo Qubing bukan darah dagingnya sendiri, ia tak
merasa terlibat secara langsung. Wajah Chen Zhang nampak
amat khawatir, namun ia hanya berkata dengan tak pasti, "Aku
akan menuruti kehendak nyonya".
Aku bangkit dan menghormat ke arah Wei Shaoer, "Mohon
persetujuan nyonya, semakin lama keadaannya semakin buruk".
Suara Wei Shaoer tersedu-sedan, "Tapi bagaimana
kalau?"kalau sakitnya bertambah parah?"
Aku berkata, "Kalau Jiu Ye berkata ia dapat menyadarkannya, ia
pasti akan dapat melakukannya".
Wei Shaoer masih bimbang dan tak dapat membuat keputusan,
hatiku makin lama makin khawatir, tapi siapakah aku disisi Huo
Qubing" Saat itu aku baru semakin menyadari betapa pentingnya
sebuah status, ia jelas seseorang yang sepenting hidupku sendiri,
namun aku tak dapat berkata apa-apa, dan hanya dapat
memandang sambil memohon ke arah Wei Shaoer.
Mata Jiu Ye penuh rasa sedih dan iba, tiba-tiba ia memberi
hormat pada Wei Qing yang selama ini duduk di sampingnya
tanpa berkata apa-apa, "Apa pendapat Jenderal Besar Wei?"
Wei Qing yang jarang berbicara tak menyangka bahwa Jiu Ye
akan bertanya padanya, ia mengawasi sepasang mata Jiu Ye
dengan seksama, "Kakak Kedua, karena keadaan sudah seperti
ini, tak ada jalan lain, kita harus mengambil sedikit resiko, biarkan
Tuan Meng mengobatinya! Kaisar sangat menghargai Qubing,
Tuan Meng tak akan berani bertindak dengan sembarangan, ia
tentu telah mempertimbangkan segalanya dengan hati-hati
sebelum mengambil keputusan ini".
Wei Shaoer mengangguk, akhirnya ia setuju.
Tak heran, bahkan Liu Che pun tak berdaya menghadapi
Jenderal Besar Wei, dalam perkataannya yang selembut sutra
tersembunyi sebilah pisau, keputusan yang harus diambil telah
diambil, namun ia telah menghindarkan diri dari tanggung jawab
sekaligus memberi peringatan pada Jiu Ye, semuanya telah
dilakukannya dengan sempurna.
Dengan teliti, Jiu Ye menyuruh Paman Chen menyiapkan segala
sesuatu yang diperlukan, lalu menutup pintu kamar kecil itu
dengan perlahan, tanpa bergeming, aku menatap kamar itu.
Sejak hari masih terang sampai hari gelap gulita, masih tak
terdengar suara gerakan dari kamar kecil itu. Untuk waktu yang
lama, Jiu Ye hanya terdengar berkata, "Ambilkan es". Para
pelayan tak henti-hentinya hilir mudik mengantarkan es.
Bibir Wei Shaoer pucat pasi, aku berjalan ke sisinya, hendak
mengenggam tangannya, ia bimbang sesaat, lalu membiarkanku
mengenggam tangannya, tangan kami berdua sedingin es, akan
tetapi setelah tangan kami saling mengenggam, perlahan-lahan
muncul sedikit rasa hangat. Pada saat itu, di tengah begitu
banyak orang, kami saling berbagi rasa jeri dan cemas.
Semakin lama ia semakin erat mengenggam tanganku, sinar
matanya semakin lama semakin nanar. Ia memandangku untuk
minta tolong, dengan tegas aku memandangnya, Qubing akan
siuman. Ia tak bisa bertahan dan menyandarkan kepalanya di
bahuku, aku menegakkan punggungku, menatap ke kamar itu
tanpa berkedip. Qubing, tak akan terjadi apa-apa padamu, sama
sekali tak akan! Tanpa suara, pintu terbuka, wajah Jiu Ye pucat pasi, bibirnya
membiru, ketika melihat kami memandangnya, dengan lemas ia
bertumpu pada kisi-kisi pintu, lalu dengan perlahan mengangguk.
Semua orang segera bersorak gembira, Wei Shaoer memburu ke
dalam kamar, lalu tiba-tiba berseru, "Kenapa ia belum siuman?"
Para tabib segera berlari ke dalam kamar dengan tergopohgopoh untuk memeriksa Huo Qubing, aku segera berbalik
memandang Jiu Ye, namun Jiu Ye telah jatuh pingsan di kursi
rodanya. Hanya ada seorang tabib setengah umur yang
melihatnya ketika sedang berkerumun di sisi Huo Qubing, ia
segera berjalan ke sisi Jiu Ye dan memeriksanya.
Hatiku setengah berada di dalam es dan setengah berada di
dalam api, rasa sedih, khawatir dan menyesal mencengkeram
diriku sehingga aku seakan hendak pecah berkeping-keping.
Barusan ini aku hanya buru-buru melihat keadaan Huo Qubing,
dan tak menghiraukan Jiu Ye yang jatuh pingsan, sebelum ia
jatuh pingsan, entah apa yang dipikirkannya"
"Selamat pada nyonya, ia benar-benar sudah siuman. Untuk
menyembuhkan Jenderal Huo, Tuan Muda Meng Jiu
mengunakan sedikit dupa penenang, oleh karenanya untuk
beberapa saat Jenderal Huo belum siuman, namun sekarang ia
hanya tidur, bukan pingsan". Wajah para tabib itu girang, Wei
Shaoer pun kegirangan, tubuhnya terjatuh dengan lemas ke


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lantai. Begitu mendengar Huo Qubing sudah baik-baik saja, separuh
hatiku menjadi lega, namun yang separuh lagi semakin pedih, Jiu
Ye terkulai di kursi roda, di sepasang tangannya yang putih
nampak bercak-bercak kebiruan, dengan heran aku mengangkat
tangannya, aku seakan memegang es, "Kenapa dia?"
Sang tabib setengah baya melepaskan tangan Jiu Ye, "Tubuhnya
pada dasarnya lebih lemah dari orang biasa, ruangan itu sangat
lembab, orang biasa pun tak dapat bertahan selama begitu
banyak shichen, selain itu, ia juga terus menerus menggunakan
es untuk menurunkan suhu tubuh Jenderal Huo, panas dan dingin
terjadi dengan bersamaan, adalah suatu keajaiban bahwa ia
dapat bertahan selama ini".
Dengan sekuat tenaga aku mengosok-gosok tangan Jiu Ye
sambil terus menerus meniupnya untuk menghangatkannya,
Paman Chen menghormat pada sang tabib, "Mohon tabib
mengobati Tuan Meng Jiu, setelah siuman jenderal pasti akan sangat
berterima kasih". Sang tabib melambaikan tangannya, "Aku baru pertama kalinya
melihat seorang tabib yang tak menghiraukan nyawanya sendiri
demi menolong orang lain, tanpa diperintahkan guanjia pun aku
pasti akan berusaha sekuat tenaga".
Aku memberi perintah pada Paman Chen, "Mohon siapkan
kereta, kami akan mengantar Jiu Ye pulang ke Wisma Shi dulu".
Paman Chen memandang ke arah Huo Qubing yang masih tidur,
"Ketika jenderal bangun nanti, ia tentu sangat berharap dapat
bertemu denganmu". Bagai bintang-bintang yang mengelilingi rembulan, banyak orang
berkerumun di depan ranjang Huo Qubing, selain para tabib dan
para gadis pelayan, ada pula keluarganya, "Aku akan berusaha
untuk segera pulang, sekarang apakah aku ada di sini atau tidak
sama saja". Paman Chen memandang wajah Jiu Ye yang pucat pasi dan
bibirnya yang biru, wajahnya nampak iba, dengan pelan ia
menghela napas, "Nona Yu, anda jangan khawatir! Kami akan
mengurus tuan muda dengan sebaik-baiknya".
Saat naik kereta, para pelayan pengusung joli hendak membantu,
namun aku melambaikan tanganku untuk memberi isyarat agar
mereka minggir, dengan amat hati-hati, aku membopong Jiu Ye
naik kereta sendiri, lalu dengan enteng melompat ke atas kereta.
Tabib setengah baya itu ikut naik, lalu memuji, "Kungfu yang
bagus. Sedikitpun tak membuat tubuh si sakit bergoyang".
Aku memaksa diriku tersenyum, "Pujian yang terlalu tinggi, aku
pun belum tahu nama tuan yang mulia".
Ia berkata, "Hamba bermarga Zhang, sebenarnya kita sudah
pernah bertemu, saat itu jenderal Huo mengundangku ke Wisma
Shi untuk memeriksa nona yang sedang sakit".
"Ternyata aku sudah pernah merepotkan Tabib Zhang".
Ia menggeleng, "Ilmu pengobatan Tuan Meng Jiu berada
diatasku, aku harus banyak berterima kasih pada nona karena
mendapat kesempatan untuk mendengar Tuan Meng Jiu
berbicara tentang ilmu pengobatan".
Tabib Zhang membuat obat sendiri, lalu membantuku
meminumkannya pada Jiu Ye, setelah dengan teliti memberi
petunjuk mengenai hal-hal yang harus diperhatikan padaku dan
Tianchao, ia baru pergi. Saat aku dan Jiu Ye pergi, Jiu Ye masih baik-baik saja, namun
ketika pulang ia tak sadarkan diri, Tianchao bersikap biasa,
namun Paman Shi nampak tak senang, ia berulang kali
memandangku, hendak berbicara, namun Tianchao
memandangnya untuk memintanya agar menahan diri.
Karena khawatir Jiu Ye ingin minum air atau memerlukan hal-hal
lain, semua orang terus berjaga di sisi ranjang. Tidur Jiu Ye tak
terlalu tenang, seakan dalam mimpinya ia masih
mengkhawatirkan sesuatu, dahinya kadang-kadang berkerut,
wajahnya pun sering mengerenyit kesakitan.
Untuk pertama kalinya, aku begitu dekat dengannya, untuk
pertama kalinya pula, ia sama sekali tak menutup-nutupi
perasaannya, tak menutupi ekspresi wajahnya dengan senyum
ramah bagai angin musim semi itu.
Aku membungkuk di samping bantalnya, lalu dengan suara pelan
menyenandungkan sebuah lagu rakyat:
?""..aku duduk di tanah kosong di depan pohon kapuk.
menerka-nerka isi hati Baya"er.
Duduk di bawah bayang-bayang pohon liu,
menerka-nerka isi hati Baya"er.
Di balik tanaman kaoliang di barat,
aku memandang punggung Baya"er,
di balik tanaman kaoliang di utara,
aku memandang punggung Baya"er dari samping,
di balik tanaman kaoliang di timur,
aku memandang punggung Baya"er dari belakang
?"".. Aku menanam bibit pohon elm dan ia pun tumbuh tinggi,
begitu seorang wanita tumbuh dewasa mak comblang datang.
Di balik tanaman kaoliang di barat,
Baya"er memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah.
Di balik tanaman kaoliang di utara,
Baya"er memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah
dari samping. Di balik tanaman kaoliang di timur,
Baya"er memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah
dari belakang. ?"?"." Sedikit demi sedikit, dahi Jiu Ye menjadi tak berkerut lagi, ia pun
tidur dengan tenang. Aku berulang kali menyenandungkan lagu
itu, perlahan-lahan mataku berlinangan air mata. Lagu ini adalah
lagu yang tersebar luas dari mulut ke mulut di antara para
pengembala Xiongnu tentang kisah cinta nona bangsawan Yizhu
dan si budak Baya"er. Saat kecil, aku sering melihat ibu Yu Dan
tertegun saat mendengar lagu ini dan matanya samar-samar
berlinangan air mata. Saat itu aku belum mengerti, kenapa Yizhu
sebelumnya memandang punggung Baya"er dari balik tanaman
kaoliang, dan setelah itu berubah menjadi Baya"er memandang
punggung Yizhu dari balik tanaman kaoliang"
Aku merasakan sebuah tangan mengelus pipiku dengan lembut
dan segera tersadar. Entah kapan, karena terpana, kepalaku
bersandar di ranjang, saat ini Jiu Ye berbaring menyamping, tepat
menghadap ke wajahku, kami berdua dapat mendengar suara
napas masing-masing. Kelima jarinya dengan perlahan bergerak
turun dari dahi ke alis, mata, hidung, bibir dan daguku, seakan
sedang mengingat semuanya dan mengukirnya dalam hatinya;
matanya kelam sulit diselami, di dalamnya langit dan bumi
seakan terbelah, penuh penyesalan dan kesedihan yang tak
terperi. Matanya membuatku terpana, hatiku terkesiap. Ia selalu tenang
dan kalem, segala rasa sedih berubah menjadi senyum di
wajahnya. Di sepasang biji matanya yang hitam legam nampak
dua sosokku yang amat kecil, wajahku nampak jeri dan tak
berdaya, namun aku juga dengan bandel menarik ujung-ujung
bibirku. Dengan perlahan ia menarik tangannya, lalu tiba-tiba tersenyum,
senyum ramah yang bagai angin musim semi itu. Angin bertiup
dan awan pun pergi, langit dan laut kembali cerah, namun
berbagai perasaan dalam matanya itu tak lagi terlihat dengan
jelas. Setelah beberapa saat, ia memandangku sambil tersenyum dan
berkata, "Nyanyikan lagi lagu yang tadi kau nyanyikan untukku".
Dengan terpana, aku mengangguk-angguk, lalu mendehemdehem, ?"?"aku duduk di tanah kosong di depan pohon
kapuk, menerka-nerka isi hati Baya"er?".di balik tanaman
kaoliang di utara, aku memandang punggung Baya"er dari
samping. Di balik tanaman kaoliang di timur, aku memandang
punggung Baya"er dari belakang?"..Aku menanam bibit pohon
elm dan ia pun tumbuh tinggi, begitu seorang wanita tumbuh
dewasa mak comblang datang. Di balik tanaman kaoliang di
barat, Baya"er memandang punggung diriku yang pergi untuk
menikah?"..Di balik tanaman kaoliang di timur, Baya"er
memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah dari
belakang?".." Lagu sudah amat lama selesai, namun kami berdua tak
bergeming. Suaranya begitu pelan sehingga hampir tak
terdengar, "Kenapa Baya"er bisa begitu bodoh, kenapa ia tak
pernah berpaling memandang Yizhu" Kenapa ia selalu membuat
Yizhu menerka-nerka isi hatinya" Kenapa ia tak memberitahukan
isi hatinya pada Yizhu" Ia lebih cerdik dari rubah paling licik di
padang rumput, tapi tak paham bahwa Yizhu tak memandang
rendah statusnya, dan juga tak akan takut menderita
bersamanya". Karena di bawah sadar aku menganggapnya tak paham bahasa
Xiongnu, dengan berani aku menyanyikan lagu itu, namun aku
lupa bahwa ia terpelajar, dan juga lupa bahwa saat negara
Xiongnu makmur dan berkuasa, negara-negara Xiyu
menundukkan diri pada Xiongnu, dan bahasa Xiongnu sangat
populer di negara-negara Xiyu itu. Dengan panik, aku bertanya
dengan bodoh, "Kau paham bahasa Xiongnu" Kau tahu kisah
Yizhu dan Baya"er yang terkenal diantara para pengembala?"
Ia setengah bersenandung setengah bernyanyi, "Mega mengejar
rembulan, Baya"er menemani Yizhu, selaksa burung bulbul di
padang rumput tak henti-hentinya menyanyikan kebahagiaan
mereka!" Matanya menatapku tanpa berkedip, "Walaupun Baya"er
mengecewakan Yizhu, namun dalam lagu itu akhrnya mereka
bahagia bersama, apakah kau mempercayai apa yang dikatakan
oleh lagu ini?" Aku tak menjawab pertanyaannya dan berkata, "Aku pergi dulu".
Ia berpaling dan tak melihatku, dengan pelan ia berkata, "Aku
benar-benar ingin selamanya tak bangun, kau akan tinggal di sini
menemaniku, tapi kau akan cemas dan berduka".
Air mata yang kutahan ketika menyanyi tiba-tiba mengucur, aku
cepat-cepat berbalik dan menyeka air mata itu, "Rawatlah dirimu
baik-baik, kalau ada waktu luang aku akan datang
menjengukmu". Setelah selesai berbicara aku hendak pergi, tapi
tiba-tiba ia mencengkeram tanganku, lalu bertanya dengan
perlahan, "Yu er, beritahu aku! Dalam hatimu, siapa yang lebih
kau sayangi" Tak usah pikirkan segala janji, tanpa
mempertimbangkan semuanya, siapa yang lebih kau pikirkan"
Kau ingin bersama siapa?"
Aku mengigit bibir bawahku keras-keras, aku hendak menarik
tanganku, tapi ia tak bersedia melepaskannya, dan mengulangi
pertanyaannya barusan ini dengan perlahan, bibirku gemetar, aku
hendak mengatakan sesuatu, namun melihat wajahnya yang tirus
dan kelelahan, aku terbelah diantara ingin mengatakan hal yang
sebenarnya dan tak tega mengatakannya, aku benar-benar tak
bisa mengatakannya dan hanya menarik tanganku dengan keras.
Melihatku seperti itu, rasa sedih dan enggan berpisah nampak di
matanya, berbagai perasaan bercampur menjadi satu, akhirnya
semuanya berubah menjadi sebuah kesunyian yang menekan,
tiba-tiba ia melepaskan tanganku, "Melihat sikapmu hari ini,
sebenarnya aku sudah tahu, pergilah!"
Aku tak berani berpaling dan berlari keluar kamar seakan
terbang. Angin dingin menerpaku, aku berlari di tengah kegelapan
malam, namun hatiku masih tak bisa kembali tenang.
Hatiku sangat tak enak, tanpa memperdulikan apapun, aku
melolong ke arah rembulan. Seketika itu juga, di Chang'an
terdengar gonggongan anjing dan kokok ayam jago yang
mengejutkan orang, di rumah-rumah yang mula-mula gelap gulita
nampak cahaya lentera, suara orang terdengar riuh-rendah.
Tanpa bersuara, aku segera meninggalkan tempatku melakukan
kejahatan itu, sambil berlari aku tak bisa menahan diri untuk tak
tersenyum. Orang harus belajar bersenang-senang di tengah
kesedihan, di tengah saat yang tak membahagiakan dalam
kehidupan, orang terlebih lagi harus berusaha menciptakan
kebahagiaan sendiri. Sambil merapat ke sudut-sudut yang gelap, aku kembali
melolong. Adegan yang baru-baru ini terjadi pun kembali
berulang, aku melolong ke timur dan ke barat, membuat seluruh
kota Chang'an riuh-rendah dan kacau-balau, anjing dan ayam tak
henti-hentinya mengonggong dan berkokok.
Perlahan-lahan, jalan menjadi terang benderang bagai siang
bolong, bahkan para pengawal di kantor pemerintah pun terkejut,
dengan senjata lengkap mereka keluar untuk menangkap
serigala, ada orang yang berkata bahwa ada dua atau tiga ekor
serigala, ada yang berkata bahwa ada sepuluh ekor.
Para pengemis di jalan menjadi pusat perhatian, orang-orang
bertanya apakah mereka melihat sesuatu. Biasanya, pengemis
mana bisa mendapatkan sambutan yang begitu meriah" Wajah
mereka berseri-seri, ludah mereka berhamburan, sambil
mengayunkan tangan dan kaki, mereka berkata bahwa mereka
telah melihat sebuah kawanan serigala, makin lama mereka
semakin membesar-besarkan cerita mereka, mengundang
teriakan para penonton. Mungkin karena sudah terlalu lama
menjalani hari-hari yang tenang, para penonton tak takut, wajah
mereka bahkan nampak sangat bersemangat, dengan napas
tertahan mereka menunggu apa yang akan terjadi.
Aku mengulirkan biji mataku, karena keadaan sudah ribut, aku
sekalian membuatnya makin ribut saja, aku hendak menghibur
diriku sendiri sekaligus membuat semua orang asyik bermain.
Aku melihat seseorang yang memakai mantel hitam berjalan
melewatiku, setelah melihat bahwa di sekelilingku tak ada yang
memperhatikanku, aku diam-diam melompat ke belakangnya, lalu
memukulnya keras-keras hingga ia pingsan. Setelah membuka
mantelnya aku baru tahu bahwa ia ternyata seorang pejabat
istana. Hal ini.......kepalaku agak pusing, ternyata hal ini lebih
serius dari yang kupikirkan. Apa boleh buat! Aku sudah
memukulnya, menyesal sudah terlambat.
Aku memakai mantel itu, lalu mengambil sapu tangan dan
mengikatnya di kepalaku, aku bersembunyi di sebuah sudut atap
dan sekali lagi melolong, setelah itu aku berlari di atas atap tanpa
memperdulikan apapun. Di atas atap, serombongan orang
mengejar di belakangku, sedangkan di jalan penonton tua dan
muda berdesak-desakan menonton kami, seakan sedang
menonton sebuah pertunjukan. Ketika ada pengawal yang hampir
terkena tendanganku dan jatuh ke tanah, para penonton malahan
bertepuk tangan dan menyorakiku.
Seorang gagah sukar mengalahkan segerombolan orang, makin
lama pengawal makin banyak, seakan seluruh prajurit di
Chang"an datang menangkapku. Tadinya aku ingin mengoda
mereka untuk beberapa putaran, lalu kabur, tapi tak nyana,
diantara para pengawal itu ada beberapa orang yang ilmu
silatnya tak rendah, pada mulanya mereka mengejarku sendirisendiri, namun sekarang sepertinya mereka berada di bawah


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

komando orang yang sama, setelah mendapat perintah yang
benar, mereka makin gesit menghadangku dan perlahan-lahan
menyudutkanku. Ternyata aku berada di tangan Putra Langit! Diam-diam aku
memuji, lalu dengan cemas mencari jalan keluar, kalau aku
benar-benar tertangkap, asyik sekali, tapi sayang sekarang aku
sedang tak bisa bermain. Karena aku tak ingin mencabut nyawa orang, aku tak memukul
dengan mengerahkan tenaga, aku menerjang kesana kemari,
namun masih terkepung. Aku memperhatikan keadaan di
sekelilingku, kalau tak mau tertangkap, aku harus membunuh
untuk dapat kabur, kalau tidak aku terpaksa?".
Dengan menggunakan ilmu ringan tubuh, aku melompat masuk
ke Wisma Huo, prajurit yang mengejar di belakangku tentunya
tahu ini rumah siapa, benar saja, mereka tak berani masuk dan
berhenti. Diam-diam, aku meleletkan lidahku, kurasa tak lama lagi
akan ada pejabat yang pangkatnya lebih tinggi mengetuk pintu
mohon bertemu, Paman Chen tak akan bisa tidur nyenyak malam
ini. Aku menyelinap ke kamar Huo Qubing, lalu dengan sembunyisembunyi mengintipnya, ternyata tak ada gadis pelayan yang
menungguinya, ia tertidur sendirian di dipan. Aku merasa heran
sekaligus kesal, Paman Chen si tolol ini kenapa bisa begitu
ceroboh" Aku berjalan ke sisi dipan, lalu membungkuk dan
memperhatikannya, tanpa disangka-sangka, sekonyong-konyong
ia membuka matanya, karena terkejut aku tak kuasa menjerit,
ketika suaraku hampir keluar, ia telah menarikku ke dalam
pelukannya dan memelukku erat-erat. Sambil tertawa, aku
memukul dadanya dengan pelan, "Beraninya kau menakutinakutiku! Pantas saja tak ada satu pun gadis pelayan di sini!"
Namun ia tak tertawa, dengan sungguh-sungguh ia berkata,
"Selama ini aku menunggumu. Kalau sampai hari terang kau
belum pulang, aku akan menculikmu".
Aku mendengus, "Bandit!"
Ia tersenyum dan mencium dahiku, "Istri bandit, kenapa kau
berdandan seperti ini?"
Aku membuat wajah lucu ke arahnya, lalu melepaskan diri dari
pelukannya, menanggalkan mantel dan membuangnya ke lantai,
lalu membuka ikat kepalaku, "Habislah kau, mungkin besok akan
ada orang melapor pada kaisar bahwa kau menyembunyikan
maling di rumahmu. Malam ini aku telah memancing keluar
semua pengawal di Chang'an".
Ia berbaring dengan miring, sambil bertopang dagu, ia bertanya
sembari tersenyum, "Apa yang kau curi?"
Dengan sikap merendahkan aku mengerenyitkan hidungku, "Aku
cuma membuat keributan untuk bermain-main saja".
Ia menepuk-nepuk dipan, memberi isyarat agar aku berbaring.
Aku masuk ke dalam selimut dan menyusup ke dalam
pelukannya, "Kulihat kau ini sama sekali tak seperti orang yang
baru sakit, kenapa kau begitu penuh energi" Apakah masih ada
bagian tubuhmu yang tak enak?"
Ia mengerutkan dahinya dan berkata, "Yang lainnya normal, tapi
ada satu tempat yang rasanya tak enak".
Hatiku terkesiap, "Di mana" Begitu hari terang aku akan
menyuruh orang memanggil tabib, oh tidak, sekarang aku akan
menyuruh Paman Chen pergi memanggil tabib". Sambil berbicara
aku hendak melompat turun dari dipan, namun ia memeluk
bahuku dengan sebuah tangannya, sedangkan tangannya yang
satu lagi mengenggam tanganku, dengan perlahan menariknya
ke bagian bawah perutnya, lalu menariknya ke bawah, "Di sini tak
enak". Tanganku menyentuh birahinya yang panas membara, "Kau......."
Aku langsung merasa kesal sekaligus jengah, seluruh wajahku
merah padam. Ia tertawa dan berbisik di telingaku, "Sudah berapa lama kau mau
tak berdekatan denganku" Kalau aku tahu jatuh sakit
mendatangkan manfaat seperti ini, dari dulu aku sudah jatuh
sakit. Karena kau jarang mau kupeluk, kalau aku sama sekali tak
bereaksi, bukankah aku mengecewakan dirimu si cantik yang
sedingin es ini?" Aku meludah, "Maling cabul kecil!"
Sambil mencium telingaku, ia mengumam, "Yu er, apakah kau
mau melahirkan anak untukku" Saat ini aku tak bisa menikahimu,
tapi seumur hidup ini aku milikmu. Karena cepat atau lambat hal
ini akan terjadi, kalau kau tak memperdulikan status, aku tak akan
menahan diri lagi". Aku tersenyum dan melengos menghindari ciumannya, sebelum
sempat menjawab, di luar kamar telah terdengar suara Paman
Chen, "Shaoye!"
Huo Qubing tak menghiraukannya, sambil terus mengodaku, ia
bertanya dengan suara pelan, "Mau atau tidak?" Aku menahan
napas, khawatir Paman Chen mendengarku, tapi ia sama sekali
tak perduli, semakin aku tegang, ia semakin bersemangat dan
mencium pipiku dengan suara keras.
"Shaoye! Shao....."
Suara Paman Chen tertahan untuk beberapa saat, lalu dengan
perlahan memanggil, "Shaoye......"
Dengan tak berdaya Huo Qubing menghela napas, lalu berbisik,
"Kenapa di saat genting selalu ada orang yang menganggu?" Ia
berseru, "Ada apa?"
Paman Chen berkata, "Kepala pengawal malam-malam mohon
bertemu, katanya ada perampok masuk ke rumah kita, ia mohon
kita membantunya memeriksa seluruh wisma, maka aku datang
untuk minta pendapat tentang apa yang harus kita lakukan".
Huo Qubing berkata, "Apa yang perlu ditanyakan" Masa kau tak
bisa mengurus hal seperti ini?"
Paman Chen berkata, "Penjagaan di wisma ini tak kalah ketatnya
dengan istana, tak ada orang yang bisa masuk tanpa menarik
perhatian seratus ekor anjing, selain itu, kabarnya malam ini ada
kawanan serigala yang membuat keributan di Chang'an, oleh
karenanya kupikir.....kupikir......"
Kudengar bahwa ia benar-benar sukar mengatakannya, maka
aku membantunya berbicara, "Paman Chen, akulah yang
menyelinap masuk di tengah malam".
Paman Chen menghembuskan napas lega, bicaranya pun lebih
lancar, "Kuduga memang begitu, oleh karenanya aku
menghadang kepala pengawal itu dan menyuruhnya pulang. Tapi
tak lama kemudian seorang perwira datang mohon bertemu,
dengan wajah cemas ia berkata bahwa ada seorang perampok
kurang ajar memukul guru muda putra mahkota. Guru muda itu
sangat marah dan mengancam, kalau perampok itu tak
ditangkap, ia akan melapor pada kaisar bahwa mereka telah lalai
dalam melaksanakan tugas, aku juga telah menyuruhnya pulang".
Huo Qubing berbaring dengan miring, wajahnya nampak sangat
malas, ia melirikku, lalu menyentil dahiku, setelah itu ia tersenyum
dan berkata, "Sudahlah! Nanti aku akan datang sendiri ke rumah
guru muda. Pasti ada masalah yang lebih parah. Siapa yang
datang sekarang?" Pada mulanya aku heran kenapa seorang pejabat tinggi
berkeliaran di Chang'an dengan sembunyi-sembunyi seorang diri
di tengah malam, ternyata begitu. Aku membungkuk dan berbisik
di telinga Huo Qubing, dengan geli sekaligus heran ia melirikku,
lalu menggeleng-geleng tanda tak setuju.
Paman Chen kembali berkata, "Yang Mulia Li Gan datang dan
mohon bertemu atas perintah Kepala Pengawal Istana Jenderal
Li, katanya demi keselamatan Jenderal Huo dan keamanan kota
Chang'an, ia mohon kita membantunya menangkap pembunuh
yang masuk ke Wisma Huo, sekarang ia sedang menunggu di
aula". Wajah Huo Qubing nampak kesal, dengan dingin ia bertanya, "Li
Gan menyebutnya seorang pembunuh?"
Dengan pelan Paman Chen berkata, "Benar!"
Kepala Pengawal Istana bertugas menjaga keamanan istana,
kalau mereka mengatakan bahwa aku seorang pembunuh,
bukankah mereka mengatakan bahwa yang akan kubunuh
adalah?"kaisar" Dengan wajah masam aku berkata,
"Sepertinya aku dalam masalah besar. Gunung yang begitu besar
menghimpitku, apa Li Yan ingin mengencetku sampai mati?"
Huo Qubing segera bertanya, "Li Yan" Apa maksudmu?"
Aku menutupi mulutku, sambil memandangnya, aku mengulirkan
biji mataku, namun untuk beberapa saat aku tak berkata apa-apa,
ia pun menggeleng, "Entah apa yang tak ingin kau katakan". Ia
memberi perintah pada Paman Chen, "Karena Tuan Muda Ketiga
Li sudah menduga bahwa orang itu adalah Yu er, tak usah
membohonginya. Langsung saja katakan padanya bahwa aku
Huo Qubing dan istriku sedang bosan di tengah malam, lalu
bermain-main membuat onar, dan karena tak hati-hati,
mengejutkan mereka, dan bahwa kami benar-benar menyesal.
Sekarang kami sedang beristirahat di dipan, kalau ia ingin
menangkap kami, silahkan masuk, aku menunggunya. Kebetulan
aku belum pernah melihat rupa sel tahanan Chang"an, ternyata ia
hendak memberi kami kesempatan untuk mengenalnya".
Aku menarik-narik bajunya, sambil mengerutkan dahi aku
memelototinya, "Tak usah berkata seperti ini, sama sekali tak
boleh?".." Di luar kamar, Paman Chen terdiam sesaat, lalu
cepat-cepat menjawab, "Ya". Setelah itu ia segera pergi, tapi
entah kenapa, aku merasa bahwa langkah kakinya seperti
seseorang yang sedang mabuk.
Kepalaku bersandar di bantal, sambil menutupi wajahku, aku
berkata, "Huo Qubing, kau sedang mengerjaiku atau mengerjai Li
Gan" Kenapa aku merasa kau marah padaku?"
"Separuh separuh, tapi kekesalan ini bukan kekesalan biasa,
melainkan kekesalan karena urusan ranjang". Sambil tersenyum
ia mengangkat tanganku, lalu mencium ujung hidungku, "Pikiran
Li Gan penuh muslihat, lagipula kali ini ia menjebak orang, kalau
bertanding sejurus demi sejurus dengannya, aku tak akan dapat
menang, lebih baik sekalian menjadi bajingan dan menjungkirbalikkan papan catur yang disembunyikannya di tengah
kegelapan, lalu melihat apa yang akan dilakukannnya. Kalau ia
kesal dan salah langkah, kita malahan akan dapat ganti
mengodanya". Orang ini memenangkan peperangan tanpa memperdulikan taktik
militer, caranya bertindak juga sama sekali tak seperti orang
biasa. Kulit wajahku tak setebal dirinya, aku berbalik lalu tidur
sambil berbaring dengan miring, sambil tertawa ia bertanya, "Kau
mau tidur saja?" Aku mendengus dan berkata, "Sebentar lagi hari terang, aku
sudah berkeliaran semalaman di atap-atap kota Chang"an, kalau
kau tak membiarkanku tidur nyenyak, aku akan pulang ke
rumahku". Dari belakang, ia memelukku, lalu berkata dengan pelan,
"Tidurlah!" Aku mencibir, "Setelah hari terang, kau benar-benar akan pergi
ke rumah guru muda?"
Ia tertawa dan berkata, "Katamu aku bajingan, tapi caramu juga
rendah. Dia guru muda putra mahkota, bukan termasuk orang
luar, lebih baik aku mendatanginya".
Kabarnya, di belakang punggung istrinya yang galak, guru muda
ini punya selir berwajah cantik yang pandai memetik qin dan
mengerti puisi. Walaupun ia melakukan hal ini dengan diam-diam,
tapi ketika aku menjalankan usaha rumah hiburan, bordil dan
pegadaian, aku telah dengan seksama mengumpulkan informasi
tentang keburukan para pejabat istana. Begitu Paman Chen
berkata bahwa ia adalah guru muda putra mahkota, aku langsung
tahu bahwa ia sedang menyelinap keluar dari rumah selirnya.
Maka aku segera memberi usul pada Huo Qubing agar segera
mengirim orang untuk bertanya padanya, mana yang lebih
penting, rasa marahnya, atau kemarahan istrinya" Sang guru
muda pasti akan segera mengurungkan niatnya untuk membuat
masalah, dan tak akan punya waktu untuk mengurus seorang
bandit. Akan tetapi, tak nyana, dalam hal ini Huo Qubing bersikap
seperti seorang budiman. Rasa lelah muncul, aku menutup mulutku dan menguap. Ia
segera berkata, "Cepatlah tidur!" Aku mengiyakan, melupakan
segalanya, lalu tidur dengan tenang.
Ketika aku bangun, waktu makan malam telah tiba, Qubing tak
ada di rumah. Kata Paman Chen ia telah pergi ke istana, dan
telah mengirim orang untuk memberitahu kami bahwa ia akan
pulang terlambat, dan menyuruhku makan malam seorang diri.
Aku berpikir bahwa aku telah pergi dengan tergesa-gesa dan
belum memberi kabar pada Hong Gu, maka aku memutuskan
untuk pulang dahulu. Begitu masuk pintu, Hong Gu
menyambutku, "Perusahaan Shi?"" Ia menepuk kepalanya
sendiri, "Sekarang sudah tak ada Perusahaan Shi lagi. Shi
Tianchao mengirim orang untuk mengundangmu ke Wisma Shi".
Untuk sesaat, aku bimbang dan tak bergerak, Hong Gu kembali
berkata, "Kata orang itu, kau harus pergi, sepertinya kesehatan
Jiu Ye tak terlalu baik".
Ketika meninggalkannya kemarin malam, keadaannya tak terlalu
baik, hatiku terasa tak enak, aku cepat-cepat berkata, "Kalau
begitu aku pergi dulu ke Wisma Shi, sisakan makan malam
untukku, kalau tak ada masalah, aku akan segera kembali".
Sambil tersenyum, Hong Gu mengiyakan.
Begitu sampai di pintu gerbang Wisma Shi, Shi Tianchao nampak
duduk di kereta kuda, menungguku, "Aku sudah lama
menunggumu! Jiu Ye berada di Qing Yuan di luar tembok kota,
aku akan mengantarmu ke sana".
Tanpa menunggunya menyelesaikan perkataannya, aku segera
bertanya, "Sebenarnya ada apa" Tubuhnya belum pulih, kenapa
malahan pergi ke luar kota?"
Tianchao menghela napas, "Tubuh Jiu Ye sensitif terhadap hawa
dingin, kali ini keadaannya cukup parah. Supaya kau tak khawatir,
ia sengaja berpura-pura, tak lama setelah kau pergi, ia jatuh
pingsan. Setelah itu Tabib Istana Zhang datang dan menyuruh
kami memindahkannya ke Qing Yuan".
Hatiku terasa pedih, aku bukannya tak tahu bahwa sakitnya
serius. Berpisah, berpisah, pada dasarnya proses untuk
melakukan hal ini penuh rasa sakit. Tapi kenapa ia dengan sok
tahu lebih mempertimbangkan perasaanku dan tak mengurus
dirinya sendiri" Kalau terjadi sesuatu pada dirinya, bagaimana
aku bisa menanggungnya" Bagaimana aku dapat berbahagia
tanpa merasa bersalah"
Kota Chang"an amat dingin dan tanahnya membeku, pepohonan
meranggas, namun karena Qing Yuan dipengaruhi panas bumi,
suasananya sudah seperti musim semi. Bunga aprikot yang putih
bagai bedak, melati musim dingin yang kekuningan, dan daun
pohon liu yang berwarna hijau zamrud, semuanya nampak lembut
menawan. Namun aku dan Tianchao tak ingin menikmati musim
semi, dengan cepat kami berlari ke kamar Jiu Ye.
Jiu Ye masih tak sadarkan diri, dahinya panas membara, butiranbutiran keringat yang amat kecil tak henti-hentinya mengalir
keluar. Aku mengambil handuk dari tangan seorang gadis
pelayan, "Aku datang!"


Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Handuk telah beberapa kali diganti, namun suhu tubuhnya tak
kunjung turun, bibirnya perlahan-lahan menjadi retak-retak karena
panas, aku mengambil handuk lembut, mencelupkannya ke air,
lalu meneteskan air ke bibirnya.
Demamnya begitu parah, namun dari waktu ke waktu ia masih
memanggil, "Yu er". Setiap kali ia memanggil, aku segera
menjawab, "Aku ada di sini". Rasa sakit di dahinya sepertinya
agak berkurang, kadang-kadang di bibirnya muncul seulas
senyum. Tianchao berkata, "Sekarang kau mengerti kenapa aku
berkeras kau datang" Apakah kau berada di sini atau tidak
sangat besar pengaruhnya pada sakit Jiu Ye".
Xiao Feng yang bergegas menjenguk Jiu Ye cepat-cepat
berbicara pada Tianchao, setelah selesai mendengarkannya,
Tianchao memanggilku, Xiao Feng melambai-lambaikan
tangannya dan menghentakkan kakinya untuk menghentikannya,
namun Tianchao sama sekali tak menghiraukannya, "Xiao Yu,
kami tak ingin menyembunyikan apapun darimu, Jenderal Huo
sudah beberapa kali mengirim orang ke Wisma Shi untuk
mencarimu, dan ia pun sudah datang secara pribadi di tengah
malam ke Wisma Shi. Kalau kau ingin pergi, sekarang aku akan
menyuruh orang mengantarmu pulang".
Setelah berjaga semalaman penuh, hari sudah hampir terang,
karena khawatir, aku sangat lelah, sambil menutupi wajahku, aku
menghela napas panjang, berjalan ke depan baskom air es, lalu
meraup air es dan membasahi wajahku dengannya, setelah itu
aku memandang Jiu Ye yang masih tak sadarkan diri dan
berkata, "Tak usah, aku akan tinggal di sini sambil menunggu Jiu
Ye siuman". Setelah tengah hari, demam Jiu Ye baru reda, hatiku yang
selama itu tegang menjadi agak lega.
Perlahan-lahan, Jiu Ye membuka matanya, begitu melihatku, ia
tersenyum, "Akhirnya mereka menemukanmu. Kau kabur ke
mana di Xiyu" Aku hampir memporak-porandakan Xiyu, tapi
sama sekali tak ada kabar tentang dirimu. Yu er, jangan marah
padaku, semua salahku. Setelah melihat sapu tangan dalam
kotak bambumu, aku baru tahu betapa besar kesalahanku....."
Hatiku terkesiap, aku hendak berbicara, namun sang tabib
menggeleng-geleng ke arahku, memberi isyarat agar aku
menghampirinya. Dengan lembut aku berkata pada Jiu Ye, "Aku
pergi untuk minum dulu dan akan segera kembali".
Jiu Ye menatapku, matanya penuh rasa bimbang, sambil
tersenyum aku berkata, "Begitu selesai minum aku akan langsung
kembali, aku tak akan pergi kemana-mana". Ketegangannya
mereda, dengan lega ia mengangguk.
Begitu keluar pintu, sebelum aku sempat berbicara, Tianchao
bertanya, "Apa yang terjadi" Bukankah demamnya sudah turun"
Kenapa Jiu Ye masih meracau?"
Sang tabib segera menjawab, "Jangan khawatir, ia demam tinggi
lebih dari sehari semalam, walaupun sudah reda, tapi ia belum
sepenuhnya sadar, lagipula saat ini tenaganya lemah, ia berbuat
sesuka hatinya dan tak rasional, oleh karenanya ia dapat
melupakan segala macam peristiwa yang tak menyenangkan,
dan hanya mengingat semuanya sesuai keinginannya saja,
setelah ia tidur nyenyak dan banyak beristirahat ia pasti akan
sembuh. Namun sekarang kita sama sekali tak boleh membuat
Jiu Ye terkejut, tubuh dan jantungnya sedang berada dalam
keadaan yang paling lemah, dan juga paling mudah terluka, kalau
kurang berhati-hati, jangan-jangan sakitnya akan bertambah
parah, turutilah perkataannya dan senangkan hatinya agar ia
terlelap, begitu tersadar, ia pasti akan baik-baik saja".
Begitu selesai mendengarnya, tanpa berkata apa-apa, Tianchao
membungkuk dalam-dalam ke arahku, aku mengangguk tanpa
berkata apa-apa, lalu berbalik dan kembali masuk ke kamar. Mata
Jiu Ye terus menatap tirai, begitu melihatku menyingkap tirai dan
masuk, seketika itu juga wajahnya kegirangan, rasa girang dan
bahagia yang tak ditutup-tutupi itu membuat hatiku tiba-tiba
terasa pedih. Aku menyokong Jiu Ye agar ia dapat bersandar di bantal, setelah
mencuci tangan, aku menerima mangkuk dan sumpit dari
seorang gadis pelayan, bersiap menyuapkan nasi padanya. Ia
memberi isyarat agar aku membuka jendela.
Setelah membuka jendela, nampak bahwa kami dikelilingi mata
air panas, di tengah riak air jernih yang berkilauan, terkadang
nampak kelopak bunga aprikot terombang-ambing mengikuti
gelombang air, sebuah serambi panjang yang berlika-liku berdiri
di atas mata air panas itu, menghubungkan kedua tepi mata air
itu, separuh serambi itu tersembunyi di balik uap putih mata air,
aku terpana, seakan berada di nirwana.
".......kabarnya nenek pernah memetik qin di sebelah jendela di
kamar ini, akan tetapi kakek harus membicarakan urusan dagang
dan mau tak mau harus pergi, sambil berjalan, ia berulang-kali
berpaling memandang nenek, oleh karenanya secara bercanda,
orang-orang di wisma ini menamai serambi ini 'Serambi BerulangKali', setelah tahu, kakek tak mengangapnya aneh dan justru
merasa senang, ia tak lagi menggunakan nama asli serambi itu
dan menyebutnya 'Berulang-Kali'......." Entah sejak kapan, di
kamar itu hanya tinggal aku dan Jiu Ye, di tengah kesunyian
hanya terdengar suara Jiu Ye yang lembut.
Ia mengenggam tanganku, "Kesehatan nenek buruk, sebelum
aku lahir ia telah meninggal dunia, aku sering membayangkan
kakek dan nenek berjalan sambil bergandengan tangan di lorong
ini, aku merasa kalau hidupku seperti hidup kakek, hidupku tak
sia-sia. Yu er, apakah perkataanku ini tak terlambat selangkah"
Apakah kau masih memperbolehkanku menemanimu mengagumi
bunga?" Tanganku bergetar keras, semakin lama, genggamannya
semakin erat, aku lama tak menjawab, perlahan-lahan, di
matanya muncul pusaran air, pusaran itu penuh duka, membuat
orang tak kuasa menghindarinya, rasanya amat sakit, hatiku
bagai terpilin hingga hancur berkeping-keping. Tiba-tiba aku
menjawab, "Bersedia, setelah tubuhmu sehat, kita akan pergi ke
Tianshan melihat teratai salju".
Perkataanku seakan mengandung senjata ajaib penenang
samudra, begitu perkataan itu terdengar, badai di matanya
seketika itu juga menjadi tenang. Sambil mengenggam tanganku,
ia tertawa riang, di tengah tawanya ia mengumam pelan, seperti
sedang berbicara pada dirinya sendiri, "Langit, terima kasih, kau
tak memperlakukanku dengan tak adil, kau memberiku Yu er".
Mataku berlinangan air mata, Langit memperlakukanmu dengan
begitu tak adil, keluargamu sudah meninggal dunia, tubuhmu tak
Neraka Hitam 7 Dewa Arak 01 Pedang Bintang Kisah Pedang Di Sungai Es 6

Cari Blog Ini