Ceritasilat Novel Online

Kekasih Dari Kubur 2

Kekasih Dari Kubur Karya Abdullah Harahap Bagian 2


Sambil mengusap usap perutnya yang tampak bunting besar. bayang-bayang menggeram. kering dan berat. " Agaknya kau lupa. Karena kita sesama penghuni alam gaib. tentu saja aku meiagetahui. Bahwa ginjal.... adalah pantangan terbesarmu!"
Usai mengeluarkan uneg-unegnya, sang bayangbayang meringkik keras lalu melesat terbang ke arah jendela. Lantas lenyap menghilang dalam kegelapan malam. bersama ringkikannya yang terdengar kian menjauh.
Di tempat yang ia tinggalkan. sang tengkorak terus saja terbuntang-banting diantara kobaran api yang semakin marak. sampai suatu saat terdengar bunyi meletup yang setengah teredam.
Dan di kamar pribadinya di pinggiran desa, Rasimin tua jatuh tersungkur ke lantai.
Dengan kepala tampak meremuk. Pecah.
*** SEKITAR pukul dia dinihari. kobaran api berhasil diatasi.
Semuanyaitu berkat adanya tetangga yang keburu mengetahui terjadinya kebakaran sejak dari awal. Dan di rumah berdekatan terdapat pula scpetak besar kolam ikan yang airnya lebih dari cukup untuk memadamkan kobaran api. ditambah bantuan dari sumur-sumur sekitar.
Keseluruhan rumah Suhendro memang cuma menyisakan puing-puing menyedihkan. Sementara dua bangunan bersebelahan. sebagaian terpaksa dirusak untuk mencegah kebakaran jangan sampai menjalar lebih luas. Namun. paling tidak-. satu jiwa berhasil diselamatkan. yakni anak satu-satunya Suhendro, yang
ditemukan pingsan dalam kamarnya oleh seorang tetangga yang masuk secara berjibaku.
Menjalarnya kobaran api, memang berhasil dicegah.
Akan tetapi api lain kemudian menjilat kemanamana, tanpa seorang pun mampu menahan. Api tanpa wujud. yang menjalar cepat dari telinga ke telinga. Dan membuat si pemilik telinga, langsung tercekam, ketakutan.
"Hangus terbakar. masih bisa kuterima". demikian awal tersulutnya api desas-desus itu. " Tetapi dengan lambung robek menganga seperti itu.......!"
"Suara jeritannya itu!". kata yang lain. " Lebih mendirikan bulu roma ketimbang waktu aku kemudian melihat adanya jilatan api!"
Dan. yang paling mencekam. " Sumpah mati! Aku melihat sendiri perempuan itu melesat keluar dan jendela kamar Suhendro. Sambil meringkik. mengerikan!"
Dua sosok tubuh menyingkir diam-diam menjauhi desas-desus yang kian mencekam. Atau lebih tepat dikatakan, yang seorang ditarik menyingkir oleh yang lain. Pramono _yang menarik. kemudian menjalankan mobilnya dengan wajah yang tampak tegang. Sementara orang yang ia tarik. Ajengan Marsudi. duduk diam-diam di jok belakang. sambil terus berdoa untuk keselamatan seluruh warga desanya. Baik yang masih hidup, maupun yang sudah mati.
Marsudi baru saja menyelesaikan do'anya manakala mobil berhenti di sebuah tempat gelap dan sunyi. serta
jauh pula dari rumah penduduk. Namun ia tetap memilih diam, menunggu. Sampai orang yang mengajaknya menyingkir, akhirnya membuka mulut juga.
Lebih dulu mengawasi kegelapan malam di luar mobil, Pramono menghela nafas panjang. Baru kemudian berkata. " Semoga saja di sini cukup aman. Tidak ada yang mendengar pembicaraan kita......"
Marsudi tetap diam. Menunggu. "Aku yakin......". Pramono membuka mulutnya lagi." Bapak tentunya telah mendengar tentang kematian Suparta!"
Dalam kegelapan di jok belakang. Marsudi manggut-manggut mengiyakan. Lalu membuka mulutnya untuk pertama kali. Dengan suara getir. " Kabar menyedihkan itu kudengar dari orang-orang yang datang semobil denganmu ke lokasi kebakaran......"
"Apa saja yang mereka ceritakan?"
"Cuma itu. Bahwa Suparta sudah mati. Ditemukan oleh petugas ronda yang bermaksud tidur-tiduran barang sejenak di dalam dangau!" _
"Mereka tidak cerita yang lainnya?"
"Tidak!" "Kalau begitu......", Pramono kembali menyela nafas. " Biarlah bapak kuberitahu saja. Di tempat yang sama, aku sempat disumpah-serapahi oleh Suhendra?"
_ Menceritakan peristiwanya secara ringkas. Pramono kemudian menambahkan dengan suara bergetar: " Saat mendengarnya. Pak Marsudi. Aku masih meraba-raba. Pikiranku baru terbuka setelah kusaksikan sendiri
Suhcnaro pun ikut mati...!"
"Jika ada yang ingin kau sampaikan, Nak Pram", Marsudi berujar. Lembut, dan tenang. " Katakan sajalah. Selagi kita maSih punya waktu!"
Promono seketika menoleh ke belakang. Disertai pertanyaan bernada gugup " Waktu?"
Tetap tenang. Marsudi menjelaskan. " jangan lupa. Tadinya jenazah Badrun dilempar pulang ke rumahnya. Lalu Suparta ditemukan mati. Kini. Suhendra. Siapa atau apapun juga pelakunya. Nak Pram. Dia jelas tidak ingin menunda-nunda waktu!"
"Tetapi..". mengapa?"
"Bukan itu pertanyaanku!", Marsudi berujar, ketus. Rupanya mulai tak sabar. " Dan lagi, aku mengikuti ajakanmu ke tempat sunyi ini. Bukanlah untuk dudukduduk menunggu matahari terbit!"
"Maaf....", Pramono mengeluh. " Aku....".".."
Gugup sesaat. Pramono mengambil bungkusan rokok beserta pemantik apinya dari dashboard. Disulut sebatang, dengan jari jemari gemetar. Baru setelahnya teringat untuk menawarkan pada Marsudi. yang ditolak dengan gelengan kepala. Setelah tiga hisapan panjang dan bernafsu. Pramono akhirnya berujar tegang. " Semua ini menyangkut masa lalu yang teramat memalukan. Dan waktu itu. aku sedikit pun tidak menyangka dia akan begitu nekad......."
"Dia?" "Ya. dia. Rahayuningsih......!"
Rahayuningsih baru menginjak usia 10 tahun ketika ia mengikuti ibunya tinggal menetap bersama keluarga Pramono. sebagai pembantu rumah tangga. Sementara parjo, ayah Rahayuningsih memilih tinggal disebuah pondok yang ia bangun di tepi hutan. Dengan demikian sang ayah dapat lebih leluasa menjalankan pekerjaannya sebagai pencari rotan liar. yang dijual murah ke rumah industri penghasil kerajinan tangan. Penghasilan sang ayah yang tidak seberapa itulah yang mengharuskan ibu Rahayuningsih bekerja sebagai pembantu rumahtangga. Dan setelah ibunya meninggal lima tahun kemudian, tugas itu diteruskan oleh Rahayuningsih yang sudah memasuki usia remaja.
Pramono yang usianya lebih tua lima tahun dan sudah pindah menetap di kota untuk mengikuti di sebuah akademi, bukannya tidak tahu bahwa Rahayuningsih diam-diam menaruh hati kepadanya yang ia perlihatkan pada anggota keluarga Pramono yang lain. Dan setiap kali Pramono pulang berlibur ke desa. tampak benar Rahayuningsih memperlihat-kan kerinduan yang sangat.
Tetapi Pramono tidak menanggapi walau dengan sebelah mata. Selain karena risi oleh perbedaan status. juga karena Pramono sudah menjalin hubungan cinta dengan gadis teman satu kuliah. Maka untuk menghindari tatapan mata Rahayuningsih yang membuat Pramono menjadi salah tingkah, Pramono pun membatasi diri pulang ke desa. Atau kalau harus pulang, ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman temannya bermain semenjak masa kecil. Terutama
dengan tiga sekawan Suhendro. Badrun dan Suparta.
Dari ketiga orang teman akrabnya itulah Parmono mendengar bahwa sudah tak terhitung pemuda-pemuda sedesa yang berminat untuk memperistri Rahayuningsih. namun kesemuanya ditolak mentah-mentah.
"Jangan kata kuajak kencan!"_ kata Badrun. " Baru kudekati saja. dia sudah keburu ngacir!"
"Aku pernah nekad. Main paksa mencium bibirnya Suhendro mengaku terus terang. " hasilnya. selain kena gampar. bibirku nyaris sumbing karena tergigit!" _
Mendengar semua itu. Pramono lantas terusik untuk bertanya pada Rahayuningsih. " Mengapa. Ayu" Apakah kau tidak ingin kawin seperti halnya perempuan lain yang sudah seumurmu?"
"Ingin sih ingin; Juragan Muda!". jawab Rahayuningsih.
"Lantas?" "Janganlah mendesak saya...". jawab Rahayuningsih lagi. Dengan wajah serta suara berubah sendu. "' Karena Juragan Muda pasti sudah tahu jawabannya!"
Semenjak itu. Pramono tidak lagi berani bertanya.
Dan akhirnya. apa yang tidak pernah dibayangkan Pramono. tiba-tiba terjadi juga!
Menjelang ujian kelulusannya di akademi. Pramono pulang ke desa untuk meminta do'a restu dari orangtua. Lalu seperti biasa. waktu luangnya'ia isi dengan pergi memancing ke sungai. Siapa nyana, lewat tengah hari Rahayuningsih muncul membawakan makan siang
"Juragan Muda belum makan dan tadi pagi......". kata Rahayuningsih seraya membuka susunan rantang yang dibawanya dari rumah. " Juragan Muda pasti sudah lapar!"
Juga tak dinyana, Rahayuningsih menghidangkan " makan siang " lainnya. Yakni, payudara yang menonjol kencang di balik blus Rahayuningsih yang kancing atasnya terbuka. Tidak jelas apakah terbukanya kancing itu karena disengaja atau bukan. Pramono tidak bertanya. sementara Rahayuningsih berlagak tidak tahu. Tak pelak lagi. selagi bersantap sambil mengobrol. ekor mata Pramono tergoda untuk terus mencuri lirik. Selain ke payudara, juga ke bibir Rahayuningish. Bibir dengan bentuk yang khas. Mungil penuh. dan belahan atasnya sedikit mencuat ke depan.
"Bibirnya itu. Pram!", Suhendro pernah berkata. " Setiap kali teringat pada bibir SI Ayu. pastilah aku susah tidur. Percayalah. Pram. Bibir semacam itu pasti mengandung keliaran yang tersembunyi!"
Lalu setan pun datang merasuk.
Entah bagaimana mulainya, Pramono sudah mengulum bibir yang merangsang itu. Menyusul kemudian, tubuh mereka berdua sudah menyatu tanpa di halangi walau oleh sehelai benang pun juga. Dan Pramono memang merasakan keliaran yang tak terkendali di dalam tubuh Rahayuningsih. Membuat Pramono ingin dan ingin lagi, sementara Rahayuningsih tetap melayani dengan keliaran yang sama. Pramono baru berhenti. setelah ia benar-benar kehabisan tenaga.
Setan pun menyingkir diam-diam.
Sama-sama membisu beberapa saat lamanya. barulah akal sehat datang. Pramono terkejut sendiri. Lantas bertanya. setengah menuntut. " Mengapa. Ayu" Mengapa kau biarkan aku melakukannya"!"
"Karena saya menginginkannya......". Rahayuningsih berbisik lirih. " Dan. karena saya sudah lama mencintai Juragan Muda!"
Takut oleh jawaban gadis itu. Pramono kemudian mengultimatum secara halus. " Jangan sampai ada seorang pun keluaragaku yang mendengar. Sekali itu terjadi. kau bakal diusir. Dan ujianku pasti hancur berantakan!"
"Selama ini. Juragan Muda...?". Rahayuningsih menjawab. Tenang." Tiap kali ditanya mengapa saya tidak mau kawin. saya selalu diam. Cintalah yang membuat saya diam. dan saya akan tetap diam. demi cinta saya pada Juragan Muda!"
"Aku bukannya tidak mau bertanggung-jawab, Pramono berkilah. " Tetapi..."
Rahayuningsih cepat menyala, Disertai senyuman polos." Semoga ujiannya berjalan lancar, Juragan Muda!"
Pramono tidak pernah tahu. ujian mana yang dimaksudkan oleh Rahayuningsih Apakah ujiannya di akademi. atau ujian bathin karena merenggut keperawanan seorang gadis yang berstatus sebagai pembantu rumahtangga. Yang pasti meski sedikit mengganggu. peristiwa itu cepat terlupakan setelah Pramono memusatkan perhatian pada ujian akhir di akademi tempat kuliah.
Lulus Ujian, Pramono tidak berani pulang ke desa dengan berbagai alasan. keluarganyalah yang ia minta datang ke kota. untuk merayakannya bersama-sama. Sambil mencari gelagat. Tampaknya aman-aman saja. Karena tak seorangpun yang menyinggung-nyinggung tentang Rahayuningish. Sebagai bukti, gadis itu memang memenuhi janji.
Dengan perasaan aman itulah Pramono kemudian menyibukkan diri dengan kegiatan meraih kehidupan untuk masa depan. Mencari lowongan kerja yang sesuai dengan ijazah di tangan. Untuk kemudian lambat laun menyadari. bahwa ijazah akademi di tangannya itu ternyata tidak menjamin dapat pekerjaan dengan mudah. Mentok dan mentok lagi, sementara kekasih tercinta mulai ribut berbicara soal pernikahan.
Ketika Pramono mulai frustasi. sang ayah datang memberi dua pilihan. Dimodali berdagang. Atau pulang ke desa mereka untuk ikut dalam pemilihan lurah, karena masa jabatan lurah lama sudah habis. Sadar tidak punya bakat dagang, Pramono mengambil pilihan kedua. Terutama mengingat ayahnya sendiri pernah jadi lurah. sehingga Pramono tahu betul bahwa jabatan itu lumayan enak.
Ketimbang nganggur! Pramono pun pulang ke desa. Dan dibuat terkejut ketika mengetahui Rahayuningsih sudah tidak ada lagi di 'rumah. " Parjoko mengajak puterinya tinggal bersama dalam pondok di tepi hutan", sang ayah memberitahu. "Lebih baik begitu, daripada membuat malu keluarga kita...."!"
Pramono sempat ngeri. Tetapi kemudian menjadi tenang setelah diberitahu. bahwa bagaimanapun dipaksa. Rahayuningsih tetap tidak bersedia mengatakan siapa yang bertanggungjawab atas bayi yang dikandungnya. Saat itulah Pramono baru menyadari. bahwa sudah sekian bulan ia tidak pulang ke desa Dan lupa. bahwa bersama waktu yang terus saja berlalu. kehidupan terus saja berjalan. Tidak terkecuali benih-benih kehidupan yang ia tinggalkan begitu saja di dalam tubuh Rahayuningsih!
Pramono pun dihadapkan pada buah Simalakama.
Minggat lagi ke kota tanpa alasan yang jelas. pasti membuat keluarganya curiga. Mengakui perbuatannya. sama dengan bunuh diri. Selain nama baik keluarga tetap tercemar. adat yang dipegang teguh secara turun temurun jelas mengharuskan Pramono tercoret sebagai ahli waris diusir. dan tidak lagi diakui sebagai anggota keluarga.
Kepalang basah. Pramono tatap nekad mencalonkan diri dalam pemilihan lurah. Ia lulus testing. bahkan menjadi calon terkuat karena memiliki nilai plus ia tamatan akademi. ayahnya mantan lurah yang dihormati dan masih tetap disegani. Tetapi dua orang saingan beratnya. juga sama-sama punya nilai plus. Yang'satu. didukung oleh finansial lebih dari cukup. Satunya lagi. masih ada pertalian kerabat dengan camat setempat.
Keputusan akhir ada di tangan Bupati.
Dan tentu saja juga......Rahayuningsih!
Sekali rahasia terbongkar, Pramono bukan saja tersingkir dari tengah keluarga. Ia pun bakal tersungkur
sebagai calon lurah. Maka disela-sela pemilihan. Pramono pun mengamankan posisinya. bicara sembunyi-sembunyi ia pergi ke tepi hutan Lalu berpurapura kebetulan tersesat jalan Parjoko tidak menaruh curiga Lantas membiarkan puterinya berbicara empat mata dengan Pramono. karena Pramono punya alasan sang kuat " Apapun yang terjadi. Ayu tetap punya hak pilih. Dan siapa tahu. ia Juga mau berbicara tentang asah hayu dalam kandungaannya .......!"
Begitu ditinggalkAn berdua saja. Rahayuningsih langsung mencucurkan air mata .Isak tangisnya baru berhenti setelah Pramono menegaskan. " Tetaplah diam. nanti setelah aku resmi diangkat sebagai lurah, tak seorangpun yang dapat mencegah kita untuk berbicara!"
"Tetapi. orang akan bertanya-tanya!". bisik Rahayuningsrh. tersendat-sendat.
"Gampang'". Pramono berbicara seingatnya saja. " Aku akan bilang. selama kau tinggal dengan kami. kau sudah kuanggap sebagai adik kandungku sendiri. Lalu kau akan kubawa pulang ke rumah. Dengan alasan. tak tega membiarkan adik kandungku menderita oleh perbuatan orang lain yang tidak bertanggung-jawab...."
Omongan yang enak. Tanpa Pramono memdapati. Dirinyalah yang tidak bertanggung-jawab itu!
"Setelah itu. apa?". Rahayuningsih mendesak.
"Tunggulah sampai anak kita lahir". jawab Pramono Enteng " setelah itu aku akan bilang pada semua orang. Bahwa anak itu memerlukan seorang ayah. Aku bersedia menjadi ayahnya. sekaligus mengawini
ibunya!" "Peganglah janjimu, Juragan Muda!". Rahayuningsih tiba-tiba berkata menanggapi." Jika tidak. aku akan menggantung diri. tetapi sebelum itu kulakukan......."
Meskipun Rahayuningsih tidak melanjutkan katakatanya, maksud gadis itu jelas serta gamblang. Sempat terkejut, Pramono cepat berkata membujuk. " Percayalah. Ayu. Selama ini, bukannya aku melupakan dirimu. Kau toh tahu sendiri bagaimana kerasnya adat di keluargaku. Itulah sebabnya aku tak pernah pulang menjengukmu ke sini. Aku sibuk mencari pekerjaan. .jadi meskipun nantinya aku terusir, aku tetap mampu menghidupi anak istriku .?""
Rahayuningsih percaya. Dan kemudian melepas kepergian Pramono dengan cucuran air mata bahagia.
Lalu setan yang dulu pergi, kembali datang merasuk.
Dari hari ke hari, ucapan Rahayuningsih terus saja terngiang. " Aku akan gantung diri.......!"
Mengapa tidak" Gantung diri karena tak kuat menanggung malu, adalah alasan paling masuk akal yang bisa diterima semua orang. Tentu saja, tanpa Rahayuningsih sempat membuka mulut!
Maka begitu keputusan Bupati akhirnya turun juga dan Pramono kemudian resmi diangkat sebagai lurah. maka yang diajaknya berembuk bukanlah Rahayuningsih. Melainkan tiga sekawan Suhendra"
Badrun dan Suparta sang selama ini saling bela dengan Pramono.
Hasil rembukan itu jelas dan pasti.
Nasib Rahayuningsih sudah ditentukan. Sebagai imbal jasa. Suhendra akan diangkat sebagai sekretaris Desa merangkap ketua koperasi. Badrun diberi modal berdagang. sekaligus sebagai penyalur tunggal barangbarang kebutuhan koperasi yang bawahi Suhendro. Suparta yang tak berpendidikan. juga diberi modal usaha sendiri belakangan. usahanya bangkrut dan Suparta bekerja pada Badrun.
Untuk amannya. seseorang disuruh memanggil Parjoko agar datang menghadap Pramono di balai desa. Dan sementara Parjoko yang lugu ilu dicekoki Pramono dengan obrolan tentang kemungkinan membuka lahan untuk mengembang-biakkan rotan. tiga sekawan Pramono diharapkan sudah selesai menjalankan tugas mereka dengan lancar.
Siapa sangka. tiga sekawan itu berbuat lain diluar kesepakatan. lebih tak disangka-sangka lagi. Rahayuningsih berhasil lolos. Tetapi kemudian terpeleset ke jurang dan tertimbun longsoran dinding bukit. Ironisnya lagi. seminggu kemudian cabang pohon di mana Rahayuningsih rancananya akan digantung mati. ternyata jadi juga mengambil korban. Putus asa mencari kian kemari lantas yakin anaknya sudah mati tertimbun tanah longsor. Parjoko akhirnya nekad gantung diri.
Dan sebagaimana halnya pada waktu Parjoko ribut mencari anak perempuannya yang hilang. ketika mendengar kabar pencari rotan itu telah mati membunuh
diri. tak seorang pun penduduk desa yang mau berpusing-pueing, memikirkannya. Paling-paling. Cuma ada komentar yang bernada
menggurui. '" begitulah jadinya. jika punya anak yang
suka membuat aib! . Rahasia pun semakin terkubur.
Dengan aman.. BEGITULAH semuanya. Pak marsudi."..". Pramono mengakhiri. Dengan suara letih.
Selama beberapa saat ia biarkan waktu berlalu dalam sunyi. Sambil dengan gelisah. mengawasi kegelapan yang menghitam di luar mobil. Di jok belakang. Marsudi duduk diam dengan sekujur tubuh kaku. Berusaha menguasai bulu romanya yang semenjak tadi pada berdiri tegak.
"Jika Bapak ingin menyebutkan manusia terkutuk. silahkan!" Pramono kembali membuka mulut. Pasrah. " Barangkali memang demikianlah diriku sebenarnya. Yang selama ini hanya memandang dari satu sisi. Bahwa ternoda serta hamilnya Rahayuningsih adalah karena kemauannya sendiri. Dan satu-satunya kejahatan
yang kuperbuat hanyalah berniat jahat untuk membunuh. untungnya tidak terlaksana"....?"Tidak, Pak lurah'?". Marsudi bergumam datar. Dan dengan sengaja menyebut jabatan resmi Pramono.
Tetapi Pramono tidak menangkap sudah terciptanya jarak dalam hubungan mereka berdua. Ia dibuat sibuk oleh pikiran untuk membela diri. Yang dengan tandas langsung ia lontarkan. " Sebagaimana kuceritakan tadi. Pak Marsudi. Alamlah yang kemudian membunuh gadis itu!"
"Oke. Tetapi marilah kita berandai-andai!". sahut Marsudi. Ketus. " Andaikata tidak ada perintah membunuh. orang-orangmu tidak akan pergi ke pondok di tepi hutan. Parjoko pun tidak akan meninggalkan puterinya begitu saja. Dia akan tetap terlindung. Dan mungkin masih hidup sampai sekarang. Begitu pula dengan bayinya. Yang. nota bene adalah darah dagingmu sendiri!"
Pramono terdiam. Dan semakin terdiam. sewaktu Marsudi meneruskan. " Aku tidak perlu menyebut siapa pembunuh sesungguhnya. Aku cuma bermaksud memberitahu. Bila dijadikan kambing hitam. alam bisa marah. Dan kemarahan itu sudah diperlihatkannya dengan kematian teman-temanmu. sebagai pertanda!"
Terpojok, Pramono akhirnya bertanya. Memelas." Apa yang harus kulakukan, Pak Marsudi."
"Tidak ada!" Pramono berpaling terkejut. Dan tanpa sadar. mendengus marah. " Lantas apa gunanya semua itu
kuceritakan padamu. Pak Marsudi?"
"Kegunaannya tetap ada!" jawab Marsudi. Acuh tuk acuh. Paling tidak. dengan lebih jelasnya keseluruhan masalah. aku dapat mengetahui kira-kita apa Yang harus dilakukan!"
?"Tetapi tadi Bapak bilang........"
"Untukmu. Pak Lurah. Memang tidak ada yang bisa kusarankan. pulanglah ke rumah. tunaikan sholat malam. Lalu berbicaralah dengan keluargamu. Dan ajak mereka untuk bertahlil."."
"Cuma itu?" "Sementara ini. cuma itu!"
"Bagaimana dengan Bapak sendiri?"
"Aku tetap akan membantu. Tapi camkan. Aku membantu semata-mata karena niat menenteramkan roh mereka yang sudah mati. Dan sedapat mungkin menyelamatkan mereka yang masih hidup. Entah itu dirimu. Atau Kartinah-Kartinah lain. Yang mungkin akan jatuh pula sebagai korban tak berdosa!
Kemarahan Pramono menyurut seketika Lega campur terharu. ia berujar gemetar. " Terima kasih. Pak Marsudi. Entah bagaimana aku harus...?"
"Jangan padaku". Marsudi cepat menyela." Berterimakasihlah pada Tuhan. Karena kau masih dibiarkan hidup sampai saat ini. Dan semoga demikian seterusnya!"
Mendengar kalimat terakhir Marsudi, diam-diam Pramono menggigil Takut. Di belakangnya. Marsudi menarik nafas dalam-dalam. lalu berkata. " Nah. Selagi masih ada waktu yang tersisa. jalankanlah mobilmu
kamu. juga. Dan nanti. turunkan aku di komplek makam!"
Tidak berapa lama kemudian. Marsudi yang berdiri sendirian di pintu gerbang pekuburan desa. menatap prihatin ke mobil yang meninggalkannya perlahan-lahan. Lantas menggelengkan kepala. manakala melihat mobil tersebut melaju dengan kecepatan tinggi. Seolah dikejar hantu.
Tersenyum 'getir. marsudi kemudian memutar tubuh. Memasuki komplek kuburan dengan langkah langkah panjang. Semakin jauh kakinya melangkah. semakin kaki Marsudi tidak menjejak di tanah. Dalam beberapa tarikan nafas saja. ia sudah melewati blok demi blok kuburan menuju sudut terjauh dalam kegelapan malam yang menghitam.
Dan ketika kakinya menjejak kembali di tanah Marsudi sudah berdiri di dekat sebuah kuburan baru yang namun bagian tengahnya tampak seperti habis dibongkar paksa. Sebuah kayu nisan tegak setengah rebah di tempatnya tertanam. Diterangi sinar pucat sang rembulan. samar-samar terbaca sebuah nama Badrun.
Marsudi kemudian bersujud. sampai dahinya rata dengan tanah. Lalu memanjatkan do'a dengan suara lirih bergetar. " Apapun kehendak-Mu ya Allah. Perkenankanlah hamba-Mu yang hina ini untuk bekerja sama dengan alam ciptaanmu........!"
Usai berdoa. Marsudi kemudian duduk mengatur sila. Kelopak matanya di pejamkan perlahan-lahan.
Sambil mulai berdzikir ***** PRAMONO memacu mobilnya bukan karena dikejar hantu. Melainkandikejar dosa.'Saking ketakutan. dosadosa itu telah diakuinya pada Marsudi. Dan setelah mereka berpisah mata tajam ajengan itu seakan terus mengikuti Pramono dari belakang. Mata yang menuding. " kaulah si pembunuh! Kaulah si pembunuh! Kau.."!"
Pramono benar-benar kehilangan muka. Apalagi barusan tadi. ajengan itu tiba-tiba mengingatkan Pramono pada satu hal yang selama ini tidak pernah dipikirkan.".......Rahayuningsih mungkin masih hidup. Juga bayinya. yang nota bene adalah darah dagingmu!"
Darah daging. Berarti yang ia bunuh. adalah anak kandungnya sendiri.'
Pramono menggigil ngeri sendiri.
Lamunan Pramono mendadak buyar ketika mesin mobil mendadak mati sendiri. kendaraan tesebut masih bergerak main sesaat. sebelum berhenti menyenlak Dengan bunyi gigi ber-gemeretuk. Pramono Memindahkan tongkat pensenelling ke gigi normal. terkejut Pramana melirik ke speedometer. bensin cukup. temperatur pun normal .ada apa ini. Ia coba menstater. Dua tiga kali. Mesin tetap diam. Tanpa reaksi apapun juga.
Terheran-heran. Pramono menarik alat pembuka kap depan. Jengkel karena perjalanannya terganggu.Pramono keluar dari mobil. kap diangkat. Lalu dengan mempergunakan lampu senter. ia memeriksa apa kirakira penyebab mesin mati mendadak. padahal kendaraan itu belum lama diservis dan rsebelumnya tidak ada gangguan apa-apa.
Semua tampak normal-normal saja. Pramono mengencangkan setiap sambungan mungkin longgar termasuk penutup busi. Masuk lagi ke dalam mobil. starter ia coba sekali lagi. mula-mula tak ada reaksi. tetapi pada putran kedua. mesin hidup. dengan bunyi normal.
Menggeleng-geleng tak_ mengerti dan Sekaligus lega. Pramono keluar lagi sambil membiarkan mesin tetap hidup. kap depan ditutupkan. Lalu pada saat ia akan berjalan ke pintu mobil. Pramono pun tertegun. Diantara suara mesin mobil yang berbunyi lembut halus.
terdengar ada suara lain. Pramono menelengkan kepala Mempertajam telinga. Suara asing itupun terdengar lebih jelas.
Itu adalah suara perempuan.
Yang menangis sesenggukan!
Seketika itu Juga, Pramono memutar tubuh. Lampu senter ia sapukan ke arah semak belukar di seberang jalan. Mula-mula ia tidak melihat apa-apa, kecuali mendengar suara tangis yang semakin jelas. tangis yang teramat memilukan hati. _
Tergerak oleh perasaan curiga. Pramono melangkah ke seberang jalan. Sambil sorot lampu senternya digerakkan mencari-cari. Lantas Pramono pun berhenti menegun. manakala sorot lampu senternya menangkap sosok seorang perempuan. duduk menyandar ke batang sebuah pohon dengan posisi membelakangi Pramono.
"Siapa di situ?". Pramono menegur
Jawabannya, adalah tangis yang semakin mengeras. Dan pundak si perempuan yang tampak terguncang guncang.
"Apa yang terjadi denganmu"*', tanya Pramono. Seraya berjalan mendekat ke pohon di mana si perempuan menyandar. tampaknya. perempuan itu masih berusia muda. Memakai gaun panjang dengan motip kembang-kembang. Blus yang terlihat kotor dan robek disana-sini. Sehingga terlihat sebagian kulit tubuh si perempuan. Putih dan sangat pucat.
Astaga. pikir Pramono; pasti sudah terjadi kejahatan di sini! Lalu ia bergerak memutari si
perempuan yang. masih saja sesenggukan. Sorot lampu senternya mula-mula menerangi perut di perempuan yang tampak bunting. Lebih ke atas lagi, terlihatlah seraut wajah pucat yang berurai air mata. Sorot lampu senternya berhenti diam di wajah tersebut. Pramono mengawasi sejenak. mengingat-ingat. Lalu membelalak tiba-tiba.
"Rahayuningsih'. Pramono berkata menggagap." Kau.
"Suara tangis segenggukan berhenti. Si perempuan mengangkat wajahnya yang sepucat _kertas. Lantas berujar lirih. setengah berbisik." Benar., Juragan Muda Ini aku Rahayuningsih........". Sambil sebelah tangan mengelus-elus perut buntingnya, Rahayuningsih menambahkan. " Dan ini........anakmu!"
Telinga Pramono memang mendengar. Tetapi di pelupuk matanya, yang terlihat bukanlah sosok Rahayuningsih. Melainkan beberapa bayangan yang berkelebat cepat namun jelas. Jenazah Badrun jatuh dari atap. lengkap memakai kain kafan. ganti berganti dengan bayangan tubuh Suhendra, yang hangus terbakar dengan lambung robek menganga. Terakhir. sosok Suparta. dengan pelototan matanya yang seperti menuntut. " _yang berikutnya. kau.".".!"
Tanpa sadar. lampu senter terjatuh dari tangan Pramono. Mulutnya berujar. kelu. Tidak! Jangan ganggu aku! .Jangan......!"
Sambil menceracau ngeri. Pramono melangkah surut. berbalik" lantas berlari lintang pukang menerobos
semak belukar. Dalam'beberapa kejap ia sudah tiba di mobilnya. naik. lalu dengan gugup dan ketakutan tangannya menghentakkan tongkat persnelling. Untuk dipindahkan ke gigi satu. Macet. Pramono memaksa tongkat berpindah. sambil matanya melihat ke seberang jalan.
Bias lampu mobil menerangi sosok Rahayuningsih yang muncul dari kegelapan. Di wajahnya yang sepucat kertas. terlihat bibir Rahayuningsih menyeringai.
Seringai marah. "Oh tidak. Tidaaak."!". Pramono menjerit.
Tongkat persneling ia sentak sekuat tenaga. Berhasil. Gigi masuk. Mesin mobil meraung keras. mengalahkan jeritan keras Pramono. Terlompat sesaat, kendaraan tersebut kemudian terbang menembus kegelapan malam. Pramono menghela nafas panjang. la sedikit lebih tenang. Apalagi sudah lebih banyak rumah yang terlihat di kiri kanan jalan. Sesekali matanya melirik ke kaca spion. Tentu saja yang terlihat hanyalah kegelapan _yang menghitam semata. ,
* Semakin dekat ke rumah. Pramono semakin lebih
tenang .Di belokan terakhir. kecepatan mobil ia kurangi
agar ia tidak sampai celaka. Keluar dari belokan. ia kaget setengah mati.
Sekian belas meter di hadapannya. lampu mobil tampak menerangi sesosok tubuh yang berdiri menghadang di tengah jalan. Sosok Rahayuningsih.
Yang menyeringai. Kejam. Secara naluriah. kaki kanan Pramono menginjak
rem. Disertai suara bayi yang menjerit ribut. mobil bergetar lalu berhenti mendekam hanya sekitar satu dua meter di depan Rahayuningsih. yang sambil tetap menyeringai. melangkah maju perlahan-lahan.
Mundur. bisa saja. tetapi mundur dalam kegelapan dan di jalanan yang sempit pula. itu cari celaka namanya! Hanya ada satu jalan untuk lolos. Menerjang maju.
"Oke. Ayu!" Pramono menggeram. takut bercampur marah. " Jika itu maumu.........!"
Kembali tongkat persnelling beraksi. Pedal gas diinjak sedalam-dalamnya. Lantas disertai bunyi mesin _yang meraung keras. kopling dilepas.
Seketika itu juga mobil menerjang ke depan.
Setengah terbang. Sekilas. tampak Rahayuningsih terperanjat. Lalu pada kilas berikutnya. tubuh gadis itu terbanting hebat untuk kemudian lenyap di depan mobil. Terus meluncur. Pramono melirik ke kaca spion. Diterangi sinar rembulan dan cahaya lampu rumah-rumah di kiri kanan. tampak sesuatu terbuntang-banting pada jalanan aspal di bekalangnya. Yang setelah suatu saat terlontar keras ke atas. lantas jatuh terhempas. Diam. membeku.
Dorongan ingin tahu. membujuk Promono supaya berhenti.
la kemudian keluar dari mobil. Tegak di samping mobil yang mesinnya ia biarkan tetap menyala. Pramono memanjangkan leher. Sesuatu yang tergeletak di tengah jalan itu. tetap membeku. Diam. dan mati.
Penasaran. Pramono berjalan mendekat. Selangkah demi selangkah. Lalu pada langkah yang ke sekian, Pramono berhenti. Karena dari tempatnya berdiri. apa yang tergeletak itu sudah dapat dilihat dengan jelas. Apalagi sewaktu berjalan. Pramono melihat adanya serpihan-serpihan kayu. dan memang demikianlah adanya. yang diam membeku di tengah Jalan itu. adalah seonggok besar patahan batang pohon. Yang hancur berantakan.
Terkejut setengah mati. Pramono melangkah surut. sambil matanya disapukan ke sekitar. Mencari-cari. ketakutan. Selain rumah-rumah yang tampak membeku diam seolah tak perduli. yang tampak hanyalah kegelapan dan lagi-lagi hanya kegelapan. Disertai hembusan angin, yang dingin menusuk. '
Mulut Pramono menggagap. tanpa mampu mengeluarkan suara. takut alang kepalang, ia berbalik dan berlari-lari masuk ke mobil. Untuk ke sekian kalinya. tongkat persnelling dipaksa bekerja keras. Dan ketika gigi masuk. mesin malah membisu. Diam.
"Tidak. jangan lagi.......!". Pramono menceracau. setengah menjerit. Sambil tangannya menstarter.
Tak ada reaksi. Dan bukan itu saja. Pramono juga merasakan sesuatu yang tak biasa di dalam mobil. yakni. apa di luar tadi sempat ia rasakan. Serbuan hawa dingin menusuk. Sedemikian dingin. sampai tengkuk Pramono membeku kaku. Tetapi, dengan bulu roma pada tegak berdiri.
Pramono menangkap sesuatu di dalam mobil. Sesuatu yang bergerak menggeliat di jok belakang'
takut-takut. Pramono berpaling.
Ia." melihat Rahayuningsih duduk mencangkung di jok belakang.. Sambil menyeringai. Tanpa kata.
Tak ayal lagi, Pramono menjerit lengking. " Tolooonng....!"
Sambil menjerit. Pramono menghambur keluar mobil. Lantas secepat kakinya mampu bergerak. lari dan terus lari. Semakin cepat dan cepat. Sampai kemudian rumahnya terlihat di kejauhan. Berharap ia akan segera selamat.Pramono pun menambah kecepatan larinya.
Tetapi. astaga. ' Semakin kaki dipacu, semakin rumah Pramono menjauh dan tampak kian menjauh.
"Tidak! Tidak mungkin. Tidaaak......!", Pramono menjerit tak percaya. "Jangan tinggalkan aku......!"
Pramono mengejar. Dan terus mengejar rumahnya yang tampak semakin jauh saja. sampai akhirnya Pramono kehabisan tenaga. Lututnya bergetar. Goyah. Kemudian tertekuk tanpa mampu ia tahan. Berjuang keras untuk bisa tetap berdiri tegak lalu berlari menjauhi bayangan maut di belakangnya.Pramono akhirnya menyerah.
Tubuhnya limbung ke depan. Lantas tersungkur mencium aspal.
Ada suara-suara. Seperti suara kaki yang berlari lari mendekat. Pramono seketika mengerahkan tenaga yang masih tersisa. Sambil mulutnya menceracau. panik
Dan putus asa. " Jangan.". ..! Aku tak mau! Aku.....l"
Suara-suara itu lebih jelas sekarang.
"Astaga. Dia.....Pak Lurah!"
Suara laki-laki. Bukan suara Rahayuningsih!
"Benar. Memang dia!". sahut suara lain.
Masih ada lagi. "Tetapi, mengapa dia tadi berlarilari. Lari di tempat pula! Dan......"
Pramono memberanikan diri untuk mengangkat muka. Menatap berkeliling. Nanar, mula-mula. Lantas bayang-bayang tubuh yang mengelilinginya tampak semakin jelas dan jelas. Juga wajah-wajah yang ia kenali. Wajah para tetangganya.
Tak percaya. Pramono mengeluh. tersengal " Tolong. Jauhkan aku......dari dia!"
?"Dia siapa. Pak Lurah?". ada yang bertanya.
?"Dia.."....". Pramono merayap duduk. Seraya matanya mencari-cari. Lantas membelalak terperanjat manakala melihat mobilnya hanya berjarak sekian meter dari tempatnya jatuh tersungkur. " Di sana!". ia menjerit histeris." Dia di sana. Dalam mobilku....".!"
Beberapa dari tetangganya itu pergi ke mobil Dengan sikap waspada, mereka memeriksa dan memeriksa. Bertukar pandang sebentar. menggeleng gelengkan tak mengerti. lalu mereka kembali mengerubungi Pramono.
Salah seorang dari mereka kemudian memberitahu." Tak ada siapa-siapa di dalam mobil Bapak.?"."
"'Tidak mungkin!", Pramono mengerang. Takut.
"Kalau Bapak tak percaya. silahkan periksa sendiri!"
Pramono menggeleng dengan wajah ngeri. " Tidak. Aku tidak mau!"
"Tetapi. Pak Lurah...."
:"Sudah. sudah......!", Pramono berujar cepat. " Tolong kalian bantu aku pulang ke rumah!"
Kembali para tetangga saling menukar pandang. Lantas seseorang dari mereka bergumam tak mengerti. ' Pulang. Pak Lurah" Tetapi..?" Si pembicara tidak menerUSkan kata-katanya. Kepala saja yang ia gerakkan. Melihat ke sebelah kiri jalan. Reflek, Pramono mengikuti dengan pandangan matanya.
Itu dia, rumahnya. Persis di depan mata! "Ya Tuhan........!", Pramono mengeluh. Sakit. Entah apa yang terjadi dengan diriku!"
Ia kemudian merayap bangkit. Satu dua orang segera membantu. lantas memapah Pramono memasuki halaman rumahnya. Pintu depan rumah tampak terbuka. Diambang pintu. tegak seorang perempuan. Mengawasi diam-diam, sambil sebelah tangannya mengusap-usap perut yang tampak besar, membunting.
Pramono pun terpekik seketika. " Tidaak."!"
"Tidak apa, Pak Lurah?", tanya seseorang. Bingung.
Pramono meronta-ronta dalam pegangan para tetangganya. Sambil meronta. ia menuding ke sosok perempuan di ambang pintu.
"itu dia hantunya......"! ia mcnggigil. Panik. Rahayuningsih!" .
Para tetangga semakin ternganga .
Si perempuan diambang pintu yang ikut tercengang adalah Sumiati. istri Pramono sendiri.
Saat itu" sumiati memakai gaun hamil.
karena ia memang lagi bunting tua.
*** MARSUDI masih berdzikir. Lalu suatu saat. kayu nisan yang tertegak miring di salah satu ujung kuburan Badrun bergerak miring lantas rubuh kebelakang. Sisa gundukan tanah di kuburan itu perlahan-lahan tampak bergetar. Disertai getaran tersebut. sebongkah besar tanah kubur terangkat dari tempatnya. Lalu melayang Jatuh ke bagian luar tepi kubur yang berseberangan dengan bagian tepi di mana Marsudi duduk berdzikir.
Tanah kuburan bergetar semakin kuat Lalu bongkahan demi bongkahan menyusul terangkat lalu jatuh menumpuk di atas bongkahan pertama. Begitu terus menerus. Cepat dan tanpa berhenti. Seakan-akan
ada tangan-tangan gaib yang sibuk bekerja menggali dan membuang sisa-Sisa gundukan tanah yang memadati lubang kuburan Badrun. Dari bungkahan-bungkahan besar ke bungkahan kecil. lalu serpihan-serpihan. Sampai akhirnya tidak ada lagi gerakan apa-apa. Sepi menyentak. sementara lubang kubur tampak menganga .Hitam.
Barulah pada saat itu Marsudi menghentikan dikirnya.
Membuka kelopak mata di wajah yang berpeluh. Marsudi kemudian bangkit dari tempatnya bersila. la melangkah ke depan Lalu tegak diam di pinggir lubang kubur. Mengawasi kehitaman di dalamnya. Sinar rembulan yang menembus miring. menerangi samarsamar dasar liang lahat di mana sebelumnya tertanam jenazah Badrun. Tidak tampak apapun juga di liang Iahat tersebut. kecuali permukaan tanah yang rata dan diam membeku.
"Tetapi aku merasakan adanya getaran!". Marsudi bergumam pelan." Hem. Baiklah........!"
Ia kemudian melangkah mundur. Dan terus mundur. melewati tempat di mana Marsudi sebelumnya duduk bersila. Setelah memperkirakan dirinya cukup jauh dari lubang kubur Badrun. Mersudi pun berhenti melangkah.
Bertafakur sejanak. ia kemudian duduk di rerumputan.
Kembali mengatur sila. Dengan kelopak mata kali ini dibiarkan tetap nyalang terbuka. Menatap lurus ke lubang kubur menganga di hadapannya, bibir Marsudi
kumat-kamit perlahan. Kembali berdzikir. Detik demi detik berlalu dalam kesunyian yang mencekam. Bahkan angin malam pun ikut diam. Seakan tak berani berhembus. Lalu keseluruhan tepi lubang kubur Badrun, mulai bergetar. Permukaan tanah di keempat sisi kubur. tampak bergerak. Seperti menggeliat, hidup. Muncul rekahan disana-sini. Rekahan yang melebar, lalu memanjang. Dan seakan ada kekuatan gaib bertenaga luar biasa tengah menggeliat di kedalaman bumi, permukaan tanah berumput di sekeliling kuburan Badrun sebagian demi sebagian mulai terbongkar dari tempatnya.
Dan kejadian yang sama kembali terulang.
Tanah yang terbongkar bukannya runtuh ke sebelah dalam. Melainkan terangkat ke atas. Lalu melayang jatuh menjauhi masing-masing sisi kuburan. Lubang kubur pun perlahan-lahan tampak semakin menganga lebar. Sinar rembulan menerobos masuk lebih luasa. Dan menerangi dasar liang lahat yang tampak bergetar lalu terbongkar dengan hebat. Bongkaran tanah liang lahat itu pun sebagian demi sebagian terangkat dari tempatnya melayang ke atas, lalu jatuh menumpuk di sisi luar.
Marsudi mengawasi, tanpa bergeming. Hanya mulutnya saja yang terus kumat-kamit. Sementara peluh semakin membajiri wajahnya. Dari lubang-lubang hidung Marsudi, nafas yang menghembus ke luar tampak mengeluarkan asap tipis. Menyerupai kabut. Di setiap tarikan nafas, urat-urat wajah Marsudi terus
menggariS semakin kencang. Sementara bola matanya mulai bersemu merah karena terus melotot. Tanpa sekalipun mengedip,
Sampai akhirnya kesunyian yang. mencekam itu datang lagi.


Kekasih Dari Kubur Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diam yang sangat tiBa-tiba,
Seperti menghentak" Kelopak mata Marsudi terlihat mengerjap,
Lalu tubuhnya menggeliat perlahan. mengendurkan ototaotot yang semenjak tadi mengencang kaku. Bersamaan dengan itu, dari mulutnya terlontar keluhan lemah, *" Ya Allah. Tuhanku. Betapa sakit dan melelahkannya pekerjaan ini."
Gontai, Marsudi bangkit dari duduknya.
Lalu maju tersuruk-suruk ke depan. Dengan nafas tersengal-sengal, lelah, Tiba di tempat yang dituju, Marsudi naik lalu berdiri tegak di atas tumpukan tanah. Menatap ke depan, tampaklah olehnya lubang kubur Badrun ukuran aslinya. Karena kini, yang terlihat adalah tumpukan tanah yang seperti menggunung, mengelilingi sebuah lubang besar menganga yang menyerupai sebuah kawah mini. Dengan dasar kawah mencapai kedalam sekitar tiga meter lebih,
Mersudi kemudian menatap ke dasar lubang.
Diterangi sinar rembulan, tampaklah adanya benda keputih-putihan. Yang. menurut perkiaraan Marsudi, kira
kira terletak bersebelahan dengan dasar liang lahat Badrun sebelumnya. Tentu saja dengan kedalaman berbeda.
Terngiang di telinga Marsudi ucapan si perempuan misterius yang ia dengar dari kerabat Badrun. " Manusa keji dan hina. Tak sudi aku berdekatan dengan tubuh najismu....!"'
itulah dia jawabannya. Benda keputih-putihan di bawah sana!
Mengehala nafas dalam sejenak, Marsudi kemudian menuruni tanah landai di hadapannya. Tiba di dasar lubang lebar itu, ia melangkah hati-hati mendekati apa yang tertampak olehnya dari atas. Benda keputihputihan tadi kini terlihat lebih jelas. Yakni tengkorak serta tulang belulang manusia, yang setengah terbenam di tanah.
Mengawasi sejenak, Marsudi juga melihat sesuatu yang tidak lazim.Ia pun merunduk, untuk dapat memperhatikan lebih seksama. Dan apa yang tidak lazim itu lantas ia ketahui dengan segera setelah teringat cerita lurah Pramono, bahwa ketika menemui ajal, Rahayuningsih dalam keadaan hamil. Karena di sekitar belikat paling bawah tulang belulang berukuran manusia dewasa itu, tampak sebuah tengkorak serta tulang belulangnya, boleh dikata sudah setengah hancur. Sebagian malah sudah menyerupai serpihan bubuk. Adalah merupakan keajaiban, bahwa bagian dari sisa bayi dalam kandungan Rahayuningsih _yang mestinya teramat lembut dan rapuh, masih tetap meninggalkan sisa-sisa dalam bentuk nyata.
"Maha Besar Allah....".!" Marsudi bergumam dengan suara bergetar. ia kemudian duduk mengatur sila. Berdo'a khusuk untuk memohon ampunan Tuhan. Marsudi segera mengosongkan pikiran. Dengan kelopak mata terpejam.
Berkonsentrasi sejenak. Lantas berbisik tajam. "' Baiklah, Rahayuningsih. Dengan tidak mengurangi hormatku pada niatan rohmu yang bergentayangan.
Sunyi yang tenang. Tetapi menekan.
Tekanan kesunyian itu terasa pula di bagian atas lubang Gundukan tanah membeku diam. Begitu pula bayang-bayang kayu maupun batu nisan di blok-blok kuburan yang berdekatan. Diam mematung. Sediam ujung-ujung ilalang di sekitarnya. Diam yang misterius.
Namun tidak demikian halnya di tepi hutan yang letaknya tidak begitu jauh dari lubang besar di dalam mana Marsudi duduk menunggu. Dalam kegelapan yang menghitam di tepian hutan tersebut. perlahan-lahan terdengar suara bisikan-bisikan tajam. Bisikan yang setengah berdesis-desis kacau balau. Dan terdengar sangat berisik.
Lalu di beberapa tempat. barisan terdepan dan rimbunan ilalang tampak tersibak perlahan-lahan. Dan dari balik sibakan itu muncullah berpasang-pasang mata yang menyerupai titik-titik kecil. Titik-titik berwarna merah. Dan bersinar-sinar tajam. menyilaukan.
Di dasar lubang lebar menganga. Marsudi mengerjap terkejut.
Menatap ke tulang belulang di hadapannya. ia
kemudian bergumam kuatir. " Oh. oh. Tidak ada jawabban! Pasti ada sesuatu yang tidak beres di sini.......!"' Di keheningan malam. gumam terkejut Marsudi agaknya terdengar sampai ke tepi hutan. Karena titiktitik merah di balik rimbunan ilalang. seketika tampak sama bergerak Dengan sinar yang semakin tajam. Lantas didahului suara bisik-bisik yang semakin kacau dan berisik. rimbun ilalang di sana sini tampak semakin terkuak. Kemudian. sosok-sosok kecil berwarna semerah darah. satu persatu bermunculan Kesemuanya merangkak pelan dan hati-hati. Langsung menuju tanah galian yang tampak menggunung dalam kegelapan malam. Maju serempak. Tanpa mengeluarkan suara.
DI desa. penduduk mengunci diri di rumah masing masing.
Perasaan takut mencekam dimana-mana setelah kabar demi kabar menyebar dengan cepat dari rumah ke rumah. Apalagi setiap datang kabar yang baru. selalu terdengar lebih menakutkan dari kabar sebelumnya.
Ketika Badrun dikabarkan mati mendadak karena terkena guna-guna. penduduk memang dibuat gempar. Tetapi kemudian menganggap hal itu sebagai kejadian biasa yang tidak perlu diributkan. Namun setelah jenazah Badrun di"pulang'kan secara brutal. barulah penduduk tersentak. Dan perasaan takut pun mulai datang melanda .Terutama oleh munculnya sesosuk perempuan misterius. Yang konon selain dapat terbang
. 'u_|.__:n_ n....: u..-__._w
melewati atap-atap rumah. juga berwajah sangat mengerikan. kabar menyebut mata perempuan itu semerah api. gigi taringnya pun mencuat panjang.
Penduduk masih bertanya-tanya hantu siapa gerangan yang melecehkan jenazah Badrun. sudah datang kabar baru yang tidak kurang mengejutkan. Dua orang petugas siskamling yang berkeliling di pinggiran desa. secara kebetulan menemukan seseorang yang tengah bersujud sendirian di depan sebuah dangau. Menyangka orang itu sedang bersembahyang. .....walau tidak di tempat yang semestinya. ia dibiarkan sebentar. Namun ditunggu-tunggu. orang itu tak juga bangkit bangkit'dari sujudnya. Malang.. tidak bergerak-gerak sama sekali.
Curiga. salah seorang petugas siskamling menegur. Tak ada sahutan. Petugas satunya lagi menjadi tak sabar Lantas menyentuh punggung orang tersebut. sambil bertanya. " Hei! Apa yang kau....."
Si petugas tidak jadi meneruskan pertanyaannya. Karena begitu disentuh, tubuh yang bersujud itu langsung terjungkir jatuh. Tubuh yang sudah setengah kaku. Dingin dan mati. Ia kemudian dikenali sebagai Suparta, tangan kanan Badrun. Kabar menyebut. wajah Suparta bersimbah darah. Bola matanya terbetot keluar. sampai ke akar-akarnya!
Kabar terakhir, menyangkut kebakaran di rumah Suhendro.
Hantu perempuan itu terlihat terbang keluar dari jendela salah satu kamar, sebelum kebakaran terjadi. Orang tidak lagi meributkan dari mana asalnya kobaran
api. Juga mengapa sampai Kartinah ikut teibakar. Orang lebih banyak membicarakan tentang mayat Suhendro. Yang lambungnya robek menganga. Konon menurut kabar. sisa lambung. Suhendro tidak sedikit pun tersisa. Pasti sudah disantap habis. OIeh siapa lagi. kalau bukan sang hantu yang: diduga masih terus berkeliaran mencari mangsa untuk santap malamnya vang belum tcrkenyangkan.
Penduduk semakin mengunci diri.
Namun agaknya. teror belum ada niat berhenti.
lni terbukti dengan berlangsungnya tiga peristiwa mengejutkan. terjadi pada waktu yang hampir bersamaan. di tiga tempat yang berbeda.
Mayat Suparta sedang digotong beramai-ramai untuk diantarkan ke rumah keluarganya. manakala peristiwa mengejutkan itu terjadi. Tubuh kaku Suparta tahu-tahu bergerak sendiri. Menggeliat hidup begitu saja. orang-orang yang membopong mayatnya terkejut setengah mati. Lantas tanpa sadar, menjatuhkan mayat itu dari tangan mereka. Begitu jatuh di tanah. mayat Suparta dengan cepat menggeliat bangkit. Sambil menatap kejam. Dengan pelototan matanya yang putih pucat mengerikan.
Perintah tidak lagi diperlukan.
Para penggotong maupun pengiring. seketika itu iuga pada minggat serabutan. Sebagian lari ke tengah sawah. Lantas rebah mendekam dibalik rimbunan batang-batang padi. Sebagian lainnya mcnggedor-gedor rumah terdekat sambil berteriak-teriak histeris. Belum juga pintu terbuka seluruhnya. mereka sudah menerjang
masuk dan langsung menguncikan pintu.
Dalam tempo Singkat. suasana sekitar sudah sunyi senyap.
Mayat Suparta menyeringai. Lalu berjalan meninggalkan tempatnya. Dengan kaki nyaris tak menjejak di tanah. Pada saat berikutnya, mayat Suparta pun lenyap ditelan kegelapan malam.
Di rumah keluarga Badrun. juga berlangsung peristiwa yang nyaris sama. Kerabat pemberani yang ditugaskan menunggui jenazah Badrun, 'untuk ke sekian kalinya kembali bergerak-gerak. " Ah. mungkin cumam mimpiku saja?". pikirnya. Ragu-ragu.
Tetapi sewaktu ia mengawasi lebih seksama, gerakan pada kain penutup jenazah tersebut tampak semakin jelas dan nyata. Si kerabat pun mengucek-ucek mata. untuk meyakinkan ia tidak salah lihat. Dan begitu matanya ia buka kembali. di hadapannya sudah duduk tegak jenazah Badrun. Sambil menyeringai di bawah matanya yang pucat dan mati.
Tak ayal lagi. si kerabat pemberani menjerit seketika. Habis menjerit. ia jatuh tersungkur di lantai. Tak sadarkan diri.
Jeritannya yang memecah keheningan malam itu. tentu saja membuat terkejut mereka yang ada di dalam mau pun di luar rumah. Yang sudah tidur. langsung terjaga. Dan yang masih bangun. langsung menghambur masuk ke ruang tengah rumah. Tetapi secepat mereka masuk, secepat itu pula mereka menghambur lagi keluar. Lari ke tempat mana saja yang dapat menyentbunyikan diri mereka. Lantas dari tempat persembunyiannya."
mereka pun mengintip takut-takut.
Mayat Badrun yang pucat membiru, tampak melangkah keluar rumah sambil tangan membelitkan kain selendang menutupi tubuh bugilnya. Mengawasi sekitarnya sejenak. mayat Badrun kemudian meneruskan langkah. Tiba di jalan, ia memutar tubuh dengan gerakan kaku. Terus berjalan menuju ke pusat desa. Dengan langkah acuh tak acuh.
Tidak seorang pun yang berani mengikuti.
Satu-satunya peristiwa yang berlangsung tenang tanpa ada ribut-ribut. adalah di sekitar puing-puing reruntuhan rumah Suhendro yang hangus terbakar. Di situ. tak seorang manusia hidup pun yang masih terlihat,. Ratusan manusia yang tadinya ikut bekerja memadamkan api atau cuma menonton beramai-ramai, sudah pulang ke rumah masing-masing. Karena, begitu melihat lurah mereka menyingkir diam-diam. sebagian demi sebagian kerumunan manusia itu menyingkir pula diamdiam. Dengan segera, tempat itu sudah sunyi sepi. Siapa pula yang sudi menunggui puing-puing di dalam mana tergeletak dua sosok mayat. Yang salah satunya dengan lambung robek menganga pula. Memperlihatkan gundukan usus yang putih kehitam-hitaman. Melepuh, terbakar.
Tetangga sekitar langsung pula mengunci diri.
Takut pada sang hantu. Di tengah kesunyian itulah terdengar Suara berkeriutnya puing reruntuhan manakala terdorong ke samping. Lalu dari balik puing, mayat Hendro bangkit perlahan-lahan. Kelopak matanya yang melepuh
membuka. Mayat Suhendra kemudian melangkahi puing puing. Sambil sebelah tangan mencakup lambung yang, robek menganga.
tiba di jalan. mayat Suhendro melangkah tersuruksuruk dengan arah yang pasti. Menembus kegelapan malam yang sunyi mencekum. tidak berapa lama kemudian Suhendra berhenti di depan sebuah rumah.
lalu berdiri diam. Menunggu. Rumah di depan mana mayat Suhendro berdiri menunggu. adalah rumah Pramono. Sebuah rumah mentereng. untuk ukuran desa. Awalnya, rumah mentereng itu adalah sebuah rumah sederhana. Dibeli oleh orangtua Pramana sebagai hadiah perkawinan untuk putera bungsu mereka tersayang. Putera satu satunya yang berpendidikan tingkat akademi.
Belum dua tahun menduduki jabatan lurah. Pramono sudah merenovasi rumahnya menjadi tempat kediaman yang lebih nyaman dan patut dibanggakan. Dilengkapi perabotan yang serba mahal. menyusul kemudian sebuah mobil yang, terhitung mewah untuk ukuran desa mereka. Kemajuan pesat yang dialami Pramono. di lain pihak mengakibatkan kemunduran dalam hubungannya dengan keluarga. Terutama dengan ayahnya. yang meski cuma mantan lurah tetapi masih tetap dihormati dan disegani banyak orang. Tidak heran.
Apabila rumah yang menterang itu selalu tampak sunyi. Karena hanya dihuni oleh Pramono berdua dengan istrinya. Di tambah tukijem, pelayan mereka yang sudah lanjut usia. "
Malam menjelang subuh itu pun rumah Pramono tampak sunyi sepi, jauh lebih sunyi dari biasa. Sebelumnya, Pramono telah diberi minum lantas menjadi tenang dan yakin bahwa perempuan yang bersamanya adalah Sumiati. istrinya sendiri. Para tetangga kemudian pamit, sambil berpesan. " Jika terjadi apa-apa, jangan segan-segan berteriak memanggil kami!"
Cuma omongan pemanis bibir, tentu saja.
Karena begitu masuk ke rumah masing_masing. sebagaimana penduduk lainnya para tetangga itu pun langsung mengunci diri. Tidak seorangpun yang berniat untuk keluar, biar apapun juga yang terjadi pada lurah mereka. Bukan karena mereka tidak suka pada lurah yang korup.. Melainkan terutama, karena takut. Pada sang hantu, yang diduga kuat masih terus mencari korban untuk memuaskan perilaku kejamnya yang tidak berperi.
Para tetangga berpinsip sama. '" Terserah hantu terkutuk itu akan memangsa siapa saja. Asal bukan aku dan keluargaku!"
Begitu pula Pramono. Tanpa memperdulikan sekitar, setelah para tetangganya pergi ia langsung meringkuk di kamar tidur. Jangn kata menguatirkan nasib penduduk desanya. Amanat ajengan Marsudi pun ia abaikan begitu saja. Pramono sudah sedemikian lelah dan ketakutan.
sehingga tidur adalah satu-satunya pilihan yang ia pikirkan.
"Siapa pun vang mengetuk pintu. jangan perdulikan!" ia berpesan pada istrinya sebelum menarik selimut menutupi tubuh sendiri.
Di kamar tidur lain"Tukijem melakukan hal sang sama. Pelayan lanjut usia itu sebelumnva sudah terlalu banyak mendengar. dan itu membuatnya terus menerus gemetar. Jangankan untuk keluar dari kamarnya. Untuk turun dari tempat tidur pun. perempuan malang itu sudah tak mampu.
Jadilah Sumiati terjaga sendirian.
Tak berani memejamkan mata.
_ Sebagaimana perempuan lain pada umumnya. Sumiati pun juga takut pada hantu. Tetapi saat itu. ada hal lain yang. ia cemaskan. Yakni. suami dan kandungannya.
Sumiati sudah mencintai Pramono semenjak mereka masih duduk di bangku akademi. Cinta itulah yang menguatkan hatinya untuk tinggal menetap di desa. terpencil dari kehidupan kota yang telah ia geluti semenjak lahir. Kini.........untuk pertama kali sepanjang pernikahan mereka. orang yang dicintainya tampak begitu goyah. Dan itu membuat Sumiati cemas.
Sebelumnya. Pramono tidak pernah terguyahkan oleh apapun juga. Tidak oleh men-jauhnya sanak keluarga. atau sorotan dari kiri kanan. Juga tidak tergoyahkan oleh persaingan ketat sewaktu tiba masanya Pramono mencalonkan diri untuk menduduki jabatan lurah periode ke dua. Bahkan pun tidak goyah.
manakala pada tahun kedua pernikahan mereka. Sumiati keguguran. Padahal Pramono sangat mendambakan anak untuk meramaikan rumah serta cinta mereka berdua.
" Masih banyak waktu.....". kata Pramono selalu. ' Kita dapat menunggu!"
Dan Pramono memang menunggu dengan sabar. Nleski Sumiati oleh dokter sudah diperbolehkan untuk hamil kembali tetapi rejeki tak kunjung. datang.
"Cuma belum waktunya saja!". jawab Pramono tegar. tiap kali ada yang bertanya.
Sembilan tahun sudah berlalu .Masa pemilihan iurah untuk periode berikutnya sudah diambang pintu. Ada tanda-tanda Pramono bakal tidak terpilih lagi. Tetapi Pramono masih saja tidak tergoyahkan.
"Bukan karena aku tak bernafsu lagi menduduki jabatan lurah". katanya. bahagia. "Melainkan. karena tak lama lagi aku akan menjadi seorang ayah!"
Dinihari tadi. Sumiati sudah merasakannua. Merasakan adanya konstraksi beruntun. dengan jumlah menit yang semakin menurun .Sumiati baru saja akan menyuruh Tukijem pergi memanggil bidan. ketika terdengar ribut-ribut di luar. Dan Sumiati menemukan suaminya tidak saja berperilaku aneh. bercerita yang aneh-aneh. tetapi juga mendadak tampak sangat goyah.
Sumiati meringis sakit. Perasaan mules itu datang lagi,
Perlahan-lahan Sumiati menggeliat bangun dari rebahnya. Dan ia masih menimbang-nimbang apakah suaminya perlu diberitahu atau langsung saja menyuruh Tukijem pergi menjemput bidan. ketika terjadi hal yang
tidaK terduga-duga. Yakni" terdengarnya sura hingar bingar yang mengejutkan .Seperti ada pintu ditendang. lalu terhempas membuka. Dengan suara berdebam.
Membuat seantero rumah terasa bergetar.
*** PRAMONO dan sumiati terlonjak bangun dalam waktu serempak.
_ Sambil terlonjak lantas duduk gemetar dengan wajah pucat pasi, Pramono terpekik. Ngeri." Suara apa..."itu"!"
Sumiati yang sama pucatnya, diam membisu. Hanya tangannya saja yang terlihat menekap dada. Berusaha menahan deburan jantungnya yang seakan terasa copot.
Sementara suara hingar bingar tadi. dengan segera disusul oleh kesunyian yang menyentak. Sunyi yang berkepanjangan. Seolah-olah disengaja oleh si pendobrak pintu. Supaya getaran di sekeliling rumah berhenti
perlahan-lahan. Dengan begitu. penampilannya nanti di depan si penghuni, akan lebih berkesan.
Kesan itu sudah lebih dulu merasuki Pramono. Selsel otaknya bekerja cepat dan langsung merangkai sebuah gambaran menakutkan. Yang kemudian terlontar keluar dari celah-celah bibirnya. Berupa bisikan lirih dan panik. "' Pasti itu........hantunya Rahayuningsih!"
Alangkah fatal akibat bisikan yang sembrono itu.
Kelopak mata Sumiati seketika meraih-melek. Lantas didahului keluhan lemah tubuh Sumiati dengan cepat sudah rebah kembali di tempat tidur. Rebah terhempas Tak sadarkan diri.
Melihat istrinya jatuh pingsan. Pramono pun histeris. Lantas menjerit-jerit kalang kabut. " Tolong! Ada hantumu! Toloong.."!"
lolongan minta tolong Pramono terdengar sampai sejauh belasan rumah. Tanpa satu rumah pun yang memperlihatkan reaksi. Rumah-rumah para tetangga malah tampak semakin sunyi. Semakin membeku. Janji tinggal janji. Yang pasti, para tetangga yang tadi berkata " Jika ada apa-apa jangan segan-segan berteriak.-....". justru semakin meringkuk di tempat masing-masing. Tanpa berani mengeluarkan suara. apalagi bergerak. Seakan setiap suara atau gerakan yang mereka perbuat, sama artinya dengan mengundang kedatangan sang maut.
Jerit Pramono akhirnya berhenti sendiri
Bukan karena kecewa pada tetangganya yang
berjanji palsu. Akan tetapi lebih-lebih dikarenakan munculnya suara-suara lain di luar kamar tidurnya. Suara yang kembali hingar bingar. Kali ini bukan lagi suara pintu didobrak. Melainkan suara kursi meja dan perabotan. yang dijungkir-balikkan 'dengan kasar dan semena-mena. Semua hingar bingar itu terdengar semakin dekat dan dekat saja.
Lalu pintu kamar tidur menderit terbuka.
Di tengah cekaman teror, bathin Pramono masih teringat untuk mengutuk Sumiati yang lupa mengunci pintu kamar tidur. Dan membiarkan lampu tetap pula menyala. Sehingga apa yang kemudian terjadi pada saatsaat berikutnya, terlihat jelas oleh Pramono yang sudah kehilangan kendali diri.
Mengikuti terkuaknya pintu kamar, yang muncul bukanlah sosok Rahayuningsih. Namun Pramono tak harus bernafas lega karenanya. Karena yang tampak berdiri di ambang pintu, sungguh pemandangan yang Jauh lebih mengerikan. yakni sesosok tubuh tinggi besar. Tubuh yang hangus menghitam serta melepuh_hebat disana-sini. Sambil sebelah tangan kulit serta dagingnya nyaris menyatu, terlihat menekap lambung. Namun tak cukup lebar untuk menutupi robek menganga pada lambung tersebut. Sehingga sebagian isi lambungnya tampak sedikit menyembul. Seperti mau memaksa untuk keluar.
"Su-hen-drooo......!", Pramono menggagap. Ngeri. " Apa yang..."
suhendro perlahan-lahan menyeringai. Lebar. Matanya yang setengah hangus tampak berputar-putar. Liar. Menatap bukan ke wajah Pramono. Melainkan lurus ke SOSOk Sumiati yang terkapar pingsan, dengan perut yang tampak menggunung. Tetapi perut menggunung itu tampaknya tidak mengganggu Suhendra. Karena matanya yang bergerak liar itu lebih tertarik untuk menikmati pemandangan dibalik gaun hamil Sumiati yang tersingkap lebar.
Seraya mendesahkan nafas berat, Suhendro melangkah masuk ke dalam kamar. Tanpa sedikit pun melirik pada Pramono yang terlompat dari tempat tidur. lantas mundur ke sudut dengan mata membelalak ketakutan. Di sudut mana. Pramono kemudian berhenti karena punggungnya tertahan oleh tembok
Detik-detik berikutnya, semakin melengketkan punggung ke tembok. Manakala ia lihat munculnya dua sosok lain di belakang sosok Suhendra. Yakni sosok mayat Badrun yang pucat membiru. Dan sosok mayat Suparta, yang mata putihnya terus melotot setengah keluar. tanpa sekalipun berkedip. Mata yang selain kejam. juga tampak sangat buas.
Tak satu pun dari ketiga mayat tersebut yang melihat ke arah Pramono. Walau hanya dengan sebelah mata! Namun demikian. lutut Pramono toh terasa goyah dan terus goyah. Sampai akhirnya tubuh Pramono melorot turun. Lantas jatuh terduduk di lantai. Menyandar' ke tembok. Tanpa daya pun. tetap tidak ada
yang ambil perduli . Seolah-olah Pramono dianggap tidak ada!
Dan dalam ketidak perduliannya pada si empunya rumah. tubuh tinggi besar Suhendro kemudian merayap naik ke tempat tidur. Dengan mempergunakan tangannya yang bebas. kasar serta brutal ia tarik lepas celana dalam Sumiati yang tetap terkulai diam tak sadarkan diri. ia" dengan nafas menggebu, tubuh tinggi besar Suhendro berjongkok di sebelah bawah tubuh Sumiati Lututnya ia gerakkan kuat-kuat, memaksa paha Sumiati terbuka lebih melebar. _
Dan pada saat berikutnya, Suhendra tampak sudah sibuk.
Bukan sibuk menggenjot tubuh Sumiati yang tak berdaya. Melainkan sibuk memasukkan isi lambungnya yang rupanya terburai ke luar. Namun begitu masuk, usus Suhendra lagi-lagi terburai dan terburai
Mayat Badrun yang memperhatikan dengan tak sabar, tidak lagi tinggal diam. Ia pun naik ke tempat tidur. Mayat Suhendra ia dorong ke samping. Yang didorong tidak mengajukan protes. Karena sedang sibuk mengurus ususnya yang terus saja membuat ulah.
Saat berikutnya, tempat yang ditinggalkan mayat Suhendra dengan cepat _sudah digantikan oleh mayat Badrun.
Sibuk mengangkangi tubuh Sumiati.
Yang tetap diam. Terkulai.
Pada waktu sama, di komplek makam.
"Aku tahu rohmu bergentayangan sengsara.......", Marsudi berbisik tajam sambil matanya mengawasi tengkorak serta tulang belulang yang setengah terbenam di tanah. " Maka, bila kau ingin rohmu tenteram dalam kedamaian. datanglah. Dan mari kita berbicara disertai itikad baik"...!"
Sama saja. Tetap tidak ada getaran, yang ada. ialah suara-suara berisik. Datangnya dari sekitar permukaan lubang galian.
Tanpa melepaskan-konsentrasi bathin, Marsudi mendongak perlahan. Mcnyapukan pandang ke sekitar. maka tampaklah di atas gundukan tanah menggunung yang mengelilingi lubang besar itu, berpasang-pasang mata merah yang bersinar-sinar tajam. Wujud pemilik mata yang jumlahnya belasan pasang itu. tidak terlihat jelas. Karena selain bentuknya samar-samar, warnanya pun hitam pula. Sehingga wujud mahluk-mahluk tersebut. kecuali sinar matanya. tampak bagai menyatu dengan hitamnya malam.
Bisuk-bisik di atas Marsudi terdengar semakin ramai. Semakin tajam. Dan bising alang kepalang. menulikan telinga. Marsudi bangkit dengan tenang dari silanya Tegak mengawsi gundukan tanah menggunung di atasnya. Marsudi kemudian berujar. lembut " Bukan kedatangan kalian yang kuharapkan. Maka. pulanglah secara baik-baik...!"
Permintaan Marsudi seketika membuat bisikan
bisikan lengking yang mampu menyayat kendang telinga. Marsudi tak tahan, lantas berteriak marah. " Enyah. kubilang. Enyalah.?"!"
Belasan pasang mata merah itu justru semakin bersinar-sinar. Menimbulkan kesan kejam dan buas. Malah beberapa sosok hitam mereka, satu persatu merangkak turun ke dalam lubang. Sambil mengeluarkan bisikan tajam mereka yang lengking menyayat.
"Hem!", Marsudi menggeram. " Baiklah".."!"
Seraya menggeram. Marsudi membungkuk cepat. Ia rahup segumpal tanah dengan masing-masing tangan. Secepat di rahup, secepat itu pula tanah dalam kepalan tangan ditiup bergantian Usai ditiup, langsung di lontarkan bergantian pula. Dilontarkan sekeras-kerasnya. Sosok mahluk hitam yang merayap turun di sebelah kiri depan Marsudi, seketika menjerit-jerit lantas lenyap dari pandangan mata. Hal yang sama kemudian terjadi pada sosok mahluk di sebelah kanan depan. Menjerit lengking, kemudian melenyap hilang
Tanpa terpengaruh. Marsudi sudah membungkuk kembali. Merahup tanah di dekat kakinya. Akan tetapi, ketika ia berdiri, Marsudi melihat sosok-sosok lainnya yang sudah keburu merayap turun. dengan cepat sudah pada merayap naik kembali. Naik dengan gerakan mundur. sambil mata merah tetap mengawsi Marsudi. Tidak lagi dengan sinar kejam dan buas.-Melainkan. dengan sinar yang tampak melemah. mungkin ketakutan.
Mundur dan terus mundur. Menjauhi bahaya yang
menyerang balik! Marsudi dian Mengawasi.
Di tengah desa. dalam rumah Pramono.
Mayat Suparta merayap turun dari tempat tidur. Lantas berdiri di sebelah Badrun yang sudah lebih dulu turun.
"Sialan !". mayat Suparta mendengus. lesu bercampur kecewa. " Aku tak bisa. Anu-ku tak mau bangkit.......l"
"Sama denganmu". timpal mayat Badrun. tak kurang lesu dan kecewa.
Di seberang tempat tidur. mayat Suhendro menggerutu kesal. " Dan ususku yang terkutuk ini....".!" Sibuk sebentar dengan lambungnya yang robek menganga. Suhendra kemudian menggumam. Tak senang. " Sudahlah. Kita teruskan saja rencana semula. Ayo kita gantung dia di batang pohon terdekat!"
Dua mayat lainnya. sama mengangguk. Setuju.
"Kebetulan aku bawa kain selendang......!" gumam mayat Badrun. Menguatkan persetujuannya.
Mayat Badrun lantas melepas kain selendang yang dibelitkan asal-asalan ke tubuhnya. Dengan tubuh bugilnya yang semakin pucat membiru. mayat Badrun melangkah keluar kamar. Diikuti oleh mayat Suhendro
yang terus sibuk mengurus ususnya yang lagi-lagi mau tumpah keluar. Sambil memaki-maki tanpa henti.
Mayat Suparta yang ditinggal sendirian. sekali lagi bergumam lesu. " Terkutuk benar. Nafsuku saja yang besar. Tetapi anuku.....".!"
Seraya bergumam. kedua tangannya dijulurkan ke tempat tidur. Tubuh Sumiati yang masih juga tak sadarkan diri, kemudian dirangkul. Lalu di panggul dengan gerakan enteng. Seakan tubuh yang lagi bunting tua itu tak lebih dari sekarung kapas.
Mayat Suparta dengan segera sudah menghilang dari kamar. Membawa Sumiati.
Untuk digantung hidup-hidup!
Hebat nian Pramono. Tetapi hebat yang teramat sangat menyedihkan. Betapa tidak. Semua adegan maupun dialog yang ia lihat maupun ia dengar. "Tak kuasa dihindari Pramono. Selama teror mengerikan itu berlangsung, Pramono terus tersadar. Meski betapa ia ingin lebih baik pingsan. kalau perlu mati saja. Sehingga ia tak harus menyaksikan mimpi buruk yang berlangsung di depan mata. Mimpi di mana istrinya tercinta yang sedang hamil tua, akan diperkosa dan diperkosa lagi. Usaha keras para pemerkosa itu kemudian memang gagal total. Namun toh Sumiatinya tercinta tetap saja sudah diperhinakan. Dilecehkan.
Selain ingin pingsan atau kalau perlu mati. Pramono sebenarnya juga ingin memberontak lantas melawan sebisa-bisanya Namun keinginan tetaplah
tinggal keinginan. Karena semua jaringan saat di sekujur tubuh Pramono bagai lumpuh total. Menjerit saja pun sudah tak mampu. Karena lidah bagaikan kelu. Membeku.
Yang aneh, kesadaran dirinya tetap tidak terganggu.
Tetapi keanehan itu dengan segera sudah terjawab. Yakni oleh bisikan tajam yang tiba-tiba menyentuh telinganya. Bisikan seorang perempuan yang sudah sangat ia kenal.
"Mereka cuma pelaksana", demikian bisikan itu. " kaulah yang memberi perintah, Juragan Muda..".!"
Dan di pinggiran tempat tidur......._tepat di depan mata Pramono yang masih terkulai menyandar di sudut kamar, sudah duduk Rahayuningsih. Kedua kakinya bersijuntai di lantai. Benar-benar tampak santai.
"Tak perlu cemas!", Rahayuningsih menyeringai pada Pramono. Seringai sukacita. " Semuanya akan segera berakhir. Lalu hanya tinggal aku dan kau!"
Diam sejenak mengawasi Pramono yang terdiam tanpa daya., Rahayuningsih kemudian melanjutkan. " Tubuh ini...........". ia menunjuk kedada sendiri. " Akan kuhidupkan. Juga yang ini......?", Rahayuningsih menunjuk ke perut buntingnya. " Anakmu. Yang berarti. anak kita. Dia juga akan kuberi kehidupan. Setelah itu..........."
Sekali lagi, Rahayuningsih berhenti.
Hanya kali ini, terhenti mendadak. Dengan wajah pucatnya tiba-tiba tampak mengeras. Kaku. Sepasang
matanya bergerak-gerak liar pula. lantas dari mulutnya terlontar gumaman terkejut. " Hei! Apa ....... !"
Dalam cekaman teror, Pramono menatap. Tak mengerti.
*** Pada waktu sama. di komplek makam.
Mahluk-mahluk kecil bermata merah itu sudah pada menghilang dari pandangan mata Marsudi. Yang tampak hanyalah gundukan tanah menggunung di sekeliling permukaan lubang.
Namun dari balik gundukan tanah menggunung itu masih terdengar suara-suara bisikan tajam. Bisikan kacau_ mendesing-desing. Yang menakjubkan. semakin menjauh suara bisikan itu justru nadanya terdengar semakin meninggi. Sampai akhirnya terdengar bagaikan jeritan-jeritan lengking yang tidak hanya teramat bising. Tetapi juga terdengar bagaikan memanggil, beramai ramai.
Semacam panggilan gaib dan mistis.
Yang membuat Marsudi seketika menjadi waspada.
*** Dan, di dalam rumah Pramono. Sosok Rahayuningsih tiba-tiba menggeram. Buas. " Siapa kiranya manusia tak tahu diri. Yang coba-coba
mengganggu kesenanganku. eh"!"
Di ujung geramannya. sosok Rahayuningsih pun melenyap. Hilang begitu saja, seperti juga pemunculannva tadi. Tanpa pertanda tanpa meninggalkan bekas. Kecuali sapuan angin dingin menusuk. Yang itu pun kemudian melenyap hilang pula.
Pada saat itulah, sel-sel otak Pramono berdentangdenting. Melompat-lompat tak sabar. Jaringan syaraf di sekujur tubuhnya sedikit demi Sedikit mulai bereaksi.Sesuatu tadi yang menyihir Pramono, perlahanlahan mengendur. Lalu mengabur hilang.
Untuk pertama kalinya. Fisik Pramono bisa bereaksi.
Dimulai dengan kelopak mata yang mengerjap kerjap. Disusul jari jemari tangan serta kaki. ikut berkejat-kejat. Detik-detik berikutnya, Pramono sudah mampu menggeliat.Termenung-menung sebentar, Pramono kemudian meloncat berdiri
Lantas lari menghambur keluar kamar tidur. Terus keluar rumah. Sembari mulut Pramono terus pula menjerit-jerit. Histeris. " Jangan! Jangan kalian bunuh Sumiati! Kalian keliru. sesaat. Lalu diakhiri oleh jeritan panjang menggetarkan. " Tidaaak.......!"
Jeritan panjang berkesan seram itu bergaung kemana-mana. Penduduk sekitar, apalagi para tetangga dekat sama dibuat gemetar di tempat mereka meringkuk ketakutan.
Tidak terkecuali sosok tubuh malang di salah satu
kamar dalam rumah Pramono. Tukijem si petayan lanjut usia, mendekam semakin dalam di bawah selimut. Tak perduli kasur yang ia tiduri terasa semakin lembab danbasah.
Dibasahi oleh air kencingnya sendiri.
*** SEBELUMNYA, di luar rumah.
Pada saat sosok Rahayuningsih melenyap hilang. bukan cuma Pramono seorang terbebas dari pengaruh sihir. Tiga sosok mayat di luar rumah juga mengalami hal yang sama.
Salah satu Ujung kain selendang sudah tersimpul dengan lingkaran yang cukup untuk menjerat leher seseorang. Ujung lain dari selendang tengah diikatkan, ia mendadak limbung lantas jatuh terguling dari cabang pohon mangga tersebut. Mayat Badrun terhempas menjerembab di tanah
Mayat hendro yang tengah sibuk mengurus USusnya_ limbung pada waktu bersamaan. lantas ikut menjerembab diam. Tak bergerak-gerak. Dengan usus
tumpah. Terburai kaku. Membeku dalam seketika.
Tidak berbeda halnya dengan mayat Suparta.
Ia baru saja tiba di dekat gantungan kain selendang. Dan sedang sibuk memasukkan kepala Sumiati ke lingkaran simpul selendang, ketika tubuhnya mendadak jatuh tersungkur bersama tubuh Sumiati yang masih setengah dipanggul. Sebagaimana dua mayat temannya. mayat Suparta langsung membeku kaku setiba di tanah.
Adapun Sumiati yang terlempar karena jatuh tersungkurnya Suparta, sempat mengeluh tersadar. Namun hempasan keras tubuhnya sewaktu Jatuh terlempar. menimbulkan perasaan sakit yang hebat. Terutama pada kandungannya.
Sewaktu mengeluh. kelopak mata Sumiati sempat mengerjap terbuka. Untuk kemudian mengatup kembali. Tubuhnya pun terbanting diam. tak bergerak-gerak.
Tidak jelas apakah Sumiati masih hidup atau sudah mati.
Yang pasti. dari Celah-celah pahanya yang mengangkang terbuka, tampak ada rembesan darah kental mengalir lalu memerahi tanah di sekitarnya.
Tak ada yang lain. kecuali genangan darah.
Dan itulah yang kemudian dilihat Pramono. Dan seketika membuat Pramono menjerit panjang dengan sekujur tubuh bergemetar hebat. Lantas jatuh berlutut di samping tubuh Sumiati.
Seraya menangis sesenggukan.
*** Jeritan-jeritan lengking itu tiba-tiba melenyap hilang.
Sebelumnya. Marsudi sudah mulai curiga. Bahwa yang Ia hadapi bukanlah sekedar hantu Rahayuningsih. Melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu, yang jauh lebih berbahaya dibanding roh mantan manusia. Maka ketika lengkingan bising itu melenyap hilang, Marsudi pun bergegas naik ke'atas.
Lalu berdiri digundukan tanah galian.
Diam. menunggu. Beberapa saat kemudian. tampaklah adanya sinar merah melesat di atas sungai yang membatasi desa dengan komplek makam .Sinar merah itu langsung lewat di atas Marsudi yang seketika memutar tubuhnya. memperhatikan. Dengan sikap tetap waspada.
Sinar merah terbang berputar-putar sejenak di sekitar permukaan lubang besar. Naik sedikit lebih ke atas untuk sesaat. Lalu meliuk turun sambil perlahanlahan membentuk sebuah wujut _Pada kejap berikutnya. diatas gundukan tanah yang berseberangan dengan tempat Marsudi berdiri, sudah tegak sesosok tubuh.
Yakni, sosok Rahayuningsih.
Dengan 'blus panjangnya yang tercabik-cabik. Dan perutnya yang membunting nyata.
Dua Pasang mata seketika beradu pandang tanpa kata. Lalu di seberang sana Rahayuningsih tampak membuka mulut. Dan terdengarlah suaranya yang berat dan kering. " Siapa kau ini. eh"'
"Marsudi . .!" Sosok Rahayuningsih melongok lubang besar menganga di hadapan mereka. Lantas seraya menyeringai tipis. ia berkata memuji. ' Hebat Tuan pekerjaanmu"
Marsudi diam saja. Sosok Rahcyuningsih menetap tajam. Lalu bertanya. tak senang. " Apa hakmu merusak tempat kediamanku?"
Jadi itulah dia. pikir Marsudi. dan di mulut ia menjawab. Tenang. " Aku tidak tahu daerah ini tempat kediamanmu. Lagi pula, aku tidak bermaksud merusaknya Tujuanku semata-mata untuk mencari itu"..!". Marsudi menunjuk pada kerangka yang setengah terbenam di dasar lubang. " Jika pekerjaanku kau anggap merusak. sudilah memaafkan!"
"Hem ...' gumam sosok Rahayuningsih. Sempat terdiam oleh kesantunan Marsudi. Lalu. " Jika hanya untuk itu. Mengapa tidak kau lakukan sejak dulu-dulu .Ketika raga itu mula terbenam di sini?"
"Aku terhitung pendatang baru di desa ini" Marsudi memberitahu. " Baru belakangan aku mendengar tentang dirimu. Itu pun yang kudengar. kau dinyatakan hilang. Minggat tanpa kabar berita!"
"Hem". suara bergumam lagi. Berpikir-pikir. segan, nada bicara sosok Rahayuningsih terdengar berubah. Tak bersahabat. " Kau seperti sudah tahu siapa diriku!"
"T erus terang, tidak!", Marsudi menjawab sejujurnya. " Aku cuma mendengar-dengar. Itu pun sekilas sekilas. Dan tidak pernah menanggapinya secara serius..
"Lalu, apa hakmu mencampuri urusanku?"
"Ini tidak menyangkut _hak!"jawab Marsudi. Tandas. " tetapi tentang keharusan. Untuk menolong sesama!" '
Sinar rembulan yang semakin pucat, menerangi wajah sosok Rahayuningsih yang tampak mengeras. Kaku. Bibirnya menyeringai. Juga, seringai kaku. Lalu tibatiba suaranya yang berat dan kering terdengar menghardik.
"Kamu", katanya. seraya menuding Marsudi. Ganti menuding ke arah desa ia melanjutkan. " dan mereka yang di bawah sana! Kalian tidak patut di tolong!"
"Alasannya?". Marsudi bertanya. Kalem.
"Kalian telah merampas wilayahku. Sejengkal demi sejengkal!" sahut sosok Rahayuningsih. marah. " Dulu. aku membiarkan. Karena kalian belum begitu rakus. Dan kalian pun masih rajin memberi sesembahan padaku. Tetapi kalian rupanya pantang diberi hati. Dari Sejengkal, kalian terus mengambil sehasta demi sehasta. Sambil semakin lalai memberi sesembahan Sudah
begitu. bangkai-bangkai kalian bukannya dibuang ke tempat lain. Tetapiditumpuk di halaman kediamanku!"
Mencerna sejenak, Marsudi kemudian bertanya. Dengan meminjam kata-kata yang tadi diucapkan lawan. " Jika memang itu permasalahannya. Mengapa tidak kau beritahu semenjak dulu-dulu?"
"Aku sudah mencoba!", jawab sosok Rahayuningsih. Dengan nafas tersengal-sengal oleh kemarahan. " Tetapi kalian malah berbalik memerangi diriku. Dan beberapa diantara kalian membuatku sakit. Lantas sekarat berkepanjangan. Puluhan tahun yang teramat menyiksa. Mati tidak. hidup pun bukan!"
"Lantas", Marsudi terus mencoba. Ingin tahu.
"Lantas dia pun datang!", sosok Rahayuningsih menunjuk ke arah kerangka di dasar lubang. " Datang ke tempatku berkubang selama ratusan tahun. Mengantarkan jiwa!"
"Mengantarkan jiwa?"
"Tepatnya. dia jatuh dari langit di atasku !", sosok Rahayuningsih menyeringai. Sinis. " Dan itulah untuk pertama kalinya ada sosok manusia meregang nyawa di hadapanku!"
"Kau apakah dia. " Jika aku boleh tahu?", Marsudi bertanya membujuk. Sambil diam-diam mulai mereka reka kemungkinan apa yang terjadi. Dan apa yang harus ia lakukan nanti. .
"Kuapakan?", jawab sosok Rahayuningsih. Bernafsu. " Roh manusia. Itulah sesajianku semenjak dulu
kala. Yang memberi aku energi kehidupan! Dan yang dahulu selalu kalian persembahkan untuk memperoleh pengampunan atau pertolongan apapun yang kalian butuhkan dariku!"
Menyeringai sesaat sosok Rahayuningsih kemudian melanjutkan dengan gembira. " Bukan main ! Setelah cukup lama aku menunggu. salah seorang dari kalian. datang sendiri untuk menyerahkan energi yang kubutuhkan. Roh yang tengah merayap keluar dari tubuh sekaratnva. Roh_ yang masih hangat!"
Diam-diam. Marsudi merinding.
"Syeitan.....", ia membathin. "Memang tidak akan pernah berhenti untuk memenuhi nafsu angkara murkanya. Jika perlu. dengan melanggar kodrat!"
"Apa yang kau pikirkan. eh?". sosok Rahayuningsih mendengus tiba-tiba. Curiga.
Marsudi cepat menggeleng. " Ah. Bukan apaapa........."
"Bohong!" "Ya. sudah!", jawab Marsudi. Enteng. Ia merasa semakin lelah saja. Dan jika hal itu ia biarkan berlarut larut, bukan hanya tenaga pisik tetapi juga tenaga bathinnya akan ikut terkuras melemah. Dan itu berbahaya!
"Karena tidak ada lagi saling percaya diantara kita.....". kata Marsudi lagi. '" lebih baik kita akhiri sampai di sini. Tetapi sebelumnya, kalau aku boleh meminta. Tolong hentikan sepak-terjangmu yang
semakin keterlaluan itu. Juga, roh yang kau perbudak. Lepaskan sajalah dia........!"
Sosok Rahayuningsih tertawa meringkik.
Tawa bergetar. Disertai hawa dingin menusuk. Jauh lebih menusuk dibanding dinginnya udara subuh yang sudah datang menjelang. Marsudi pun diam-diam mulai memompa tenaga bathinnya. Sadar, lawan dengan licik sudah memulai serangan.
Dalam tempo sekejap, hawa panas segera mengalir dari sebelah dalam tubuh Marsudi. Hawa panas itu merembet keluar. Lalu mengusap-usap lembut kulit di sekujur tubuh Marsudi, yang sempat membeku kaku oleh serangan lawan. Namun hanya dikerahkan seperlunya saja. Agar lawan tidak sampai mengetahui. Dan tetap menyangka diri Marsudi sudah terkuasa!
Ringkikan magis itu mereda perlahan.
"Dilepaskan, eh?", sosok Rahayuningsih menggeram berat. " Enak saja! Dilepaskan! Setelah keinginan roh yang raganya akan terus kupakai. sudah kupenuhi" Dan. setelah kesempatan yang lama kutunggu-tunggu kini terbuka lebar di depan mata"!"
Seketika, Marsudi terkesiap." Kesempatan?"
"Benar. Kesempatan untuk mengambil kembali wilayahku yang selama ini kalian rampas. Melalui raga ini!" sosok Rahayuningsih menunjuk ke diri sendiri " Dengan raga mana aku telah beradaptasi cukup lama. Tentu saja dibantu oleh raga satunya lagi. Raga kekasihnya tercinta!"
Pemberitahuan itu diakhiri dengan ringkikan panjang. bergetar. Dan kembali menyemburkan hawa dingin menusuk. Semburan yang lebih hebat dari sebelumnya Beruntung. Marsudi tetap dalam siaga. Tenaga bathinnya masih terus memompa.
Sekali lagi. memompa secukupnya saja.
Lalu. tiba-tiba ia menjadi waspada.
Ada suasana sunyi yang muncul sekilas. Sunyi yang mencurigakan. Dan sewaktu Marsudi menajamkan pandang ke seberang lubang galian. jawabannya segera ia ketahui.
Sosok Rahayuningsih samar-samar tampak merenggangkan kaki di tempatnya tegak. Gerakan diamdiam itu ditutupi oleh sang Sosok dengan terus berkicau sebagai pelengah lawan.
"Ah. aku sudah terlalu banyak bicara.... " katanya. Dengan nada hambar. " Dan kau memang benar. Semua ini memang sudah waktunya diakhiri!"
Di ujung kalimatnya. mulut di wajah pucat sosok Rahayuningsih mendadak terbuka. Dan dari lubang mulut itu memancarkan keluar sinar merah tebal. yang dengan cepat sudah menyerbu ke depan .


Kekasih Dari Kubur Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sinar merah itu menyerbu sambil terus memanjang. Melebihi panjangnya garis lurus lubang galian. Dan menjelang tiba di seberang, sinar merah itu tahu-tahu pecah menjadi empat bagian. Setiap pecahan sinar, tampak meliuk-link liar. Sambil masing-masingnya membentuk sebuah wujud!
Dengan pangkal sinar tetap bermuara di mulut si pemilik. ujung sinar yang terpecah menjadi empat bagian itu sudah berubah bentuk. Tetap dalam Wujud sinar merah. Namun dengan meminjam bentuk raga setengah badan dari korbar korban kebiadaban sosok Rahayuningsih.
Ujung sinar sebelah kiri. membentuk wujud Badrun dari wajah sampai sebatas pinggang. Sinar merah menyerupai wujud Suparta menyerang dari ujung kanan. Dengan mengapit dua wujud setengah badan lainnya. Yakni. wujud setengah badan Suhendro dan Kartinah.
Begitu wujud mereka terbentuk. tangan-tangan mereka pun langsung menggapai-gapai ke depan. Delapan tangan berwujud sinar merah itu meliuk liar serta kacau. Agaknya saling berebut untuk lebih dulu meringkus Marsudi.
Untuk kemudian direngkah.
Oleh rahang-rahang mereka yang terbuka menganga!
*** Pada saat kaki lawan tampak merenggang. Marsudi sudah mempersiapkan diri.
Kakinya diam-diam ikut merenggang pula. Bertumpu kokoh ke permukaan tanah tempatnya berpijak. Dengan tekanan ringan. agar kakinya tidak sampai melesak terbenam. dan ketika sinar merah menyembur keluar dari mulut sosok Rahayuningsih. Cepat dan sigap kedua lengan sudah ditempatkan Menyilang di depan wajah. kesepuluh jari dirapatkan. Terkecuali ibu jari yang dibiarkan merenggang. bebas.
Marsudi tidak langsung memapak serangan.
Tanpa terpengaruh oleh ujung sinar yang terpecah menjadi empat ujud mengerikan itu. Marsudi kumat
kamit membaca do'a. Sambil menunggu. Setelah hawa gaib dari delapan tangan yang menggapai gapai itu nyaris menyentuh dirinya. Matsudi bertindak. Cepat dan sangat tiba tiba. kedua lengannya mengibas ke kiri kanan. Kibasan cepat itu dilakukan berulang-ulang. Secara beruntun. Dengan jarak kibasan yang satu dengan lainnya nyaris tak ada sama sekali. Yang terlihat hanyalah putaran samar lengan Marsudi. yang menimbulkan bunyi berdesas-desus keras menghunjam.
Keempat ujung sinar berwujud setengah badan manusia itu meraung berkepanjangan. Lalu pecah dalam seketika. Buyar berantakan. Sisanya bergerak menyatu ke bentuk semula. Sinar merah tebal. yang terus surut, memendek. Sampai akhirnya melenyap hilang di sebelah dalam mulut sosok Rahayuningsih.
Sempat terkejut, sosok Rahayuningsih tidak lantas diam begitu saja. Serangan pertama ditarik mundur, serangan kedua sudah langsung disusulkan. Jurus yang ini. lebih menyerupai jurus manusia. Agaknya. hasil beradaptasi dengan raga yang ia tempati. Yakni dengan melompat tinggi dari tempatnya berdiri. Lantas dengan tubuh membujur rata. ia melesat ke depan. Dengan kedua kaki merapat. Dan telapak yang putih pucat menerjang lurus ke arah kepala Marsudi.
"Sebuah tipuan gaib !", bisik bathin Maraudi yang sudah menyilangkan kembali kedua lengannya di depan wajah. Marsudi menyebut tipuan gaib. karena yang tampak menyerang adalah telapak kaki manusia biasa.
Namun serbuan telapak kaki itu jelas disertai kekuatan membunuh yang tersembunyi. Karena mendahului datangnya telapak kaki terasa adanya serbuan hawa panas melebihi panasnya bara api.
"Hem!". Marsudi mendengus.
Sumber panas diketahuinya sudah. Dan begitu hawa panas terasa menyengat kulit lengan yang melindungi wajah. Marsudi pun seketika melancarkan serangan balik. Kali ini lengan tidak lagi mengibas. Kedua lengan malah menyatu rapat. Begitu pula dengan kedua telapak tangan beserta ke sepuluh jari,
Tampak seperti akan menangkis serangan, kedua telapak tangan yang sudah menyatu rapat itu meliuk sedikit lalu dengan kecepatan tak terduga menyerbu ke depan. Dan langsung menyelinap masuk pada celah sempit diantara kedua telapak kaki yang datang menerjang.
Sosok Rahayuningsih menjerit Kaget.
Ia'berusaha menarik mundur serangannya. Sayang ia sedikit terlambat. Karena kedua belah kaki lalu pahanya sudah keburu tersibak oleh tangan Marsudi. Tangan itu terus menyerbu masuk ke sebelah dalam rahim sosok Rahayuningsih. Di mana kedua telapak tangan Marsudi dengan sangat cepat sudah merengkuh, mencengkeram. lantas menggenggam kuat.
Dan pada saat sosok Rahayuningsih berhasil juga Menarik serangan lantas melesat mundur, semuanya sudah terjadi. Diantara kedua telapak tangan
Marsudi sudah tergenggam segumpal benda lembut basah bewarna kemerah-merahan. Mirip gumpalan darah kental. Yang bersinar-sinar redup tajam menyilaukan.
Terenggutnya gumpalan gaib itu dari sebelah dalam tubuhnya. ternyata berakibat fatal pada sosok Rahayuningsih. Bagaikan mesin yang kehilangan motor penggerak. sosok Rahayuningsih melunglai seketika. Lantas jatuh terbanting di dasar lubang. Persis di dekat kerangka yang roh serta mantan raganya telah di perbudak dengan semena-mena.
DI lain pihak. Marsudi tidak membuang-buang tempo.
Begitu serangan baliknya membuahi-hasil. gumpalan yang tergenggam di telapak tangan. langsung di dekatkan ke mulut. Setelah diludahi tiga kali berturut-turut. secepat kilat gumpalan merah besar itu dilontarkan ke bawah. Dijaga segenap kekuatan pisik yang tersisa.
Gumpalan gaib itu jatuh menimpa perut Rahayuningsih. Saking kuat dilontarkan. gumpalan itu melesak masuk, sementara sosok Rahnyuningsih tidak keburu menghindar.
Akibatnya segera terlihat.
Disertai jeritan sengsara yang mendirikan bulu kuduk. sekujur tubuh sosok yang menggeletak itu seketika tampak merah membara dari ujung rambut sampai ke ujung jari kaki. Dari merah membara. terus
hangus menghitam. Lantas sirna perlahan-lahan. Meninggalkan gumpalan asap hitam yang berbau sengit. busuk alang kepalang
Pada detik berikutnya. gumpalan asap hitam itu tampak membentuk sebuah wujud, Tetapi sebagaimana dengan mahluk-mahluk kecil sebelumnya ujud yang ini pun tidak terlihat jelas. meski dengan postur yang jauh lebih besar. Dan yang terlihat cuma wujud hitam legam semata. Yang menggeliat-geliat hidup. Sambil terus meraung-raung. Dengan suara membahana.
Raungan itu segera disambut oleh jeritan-jeritan lengking dan bising dari tengah kegelapan hutan nun jauh di sana. Suara mendirikan bulu roma yang sahut bersahut itu baru melenyap hilang. setelah sosok hitam legam di dasar lubang. berhenti menggeliat Lantas sosok tak nyata itu pun.......sebagaimana halnya tadi dengan sosok Rahayuningsih. perlahan-lahan mengabur pula Lantas sirna tanpa meninggalkan bekas.
Yang tampak di dasar lubang. hanyalah pemandangan yang itu itu juga. Tengkorak serta kerangka yang setengah terbenam di tanah. Dengan sebuah tengkorak yang lebih kecil .serta setengah hancur. disekitar tulang belikat yang paling bawah.
Namun ada sedikit perbedaan. yang membuat Marsudi sempat tertegun. Kedua tengkorak serta tulang belulang yang semula pucat dan kusam itu. kini tampak lebih putih. Lebih bersih. bersinar-sinar. Seakan ada tangan tangan gaib yang telah mencucinya dengan penuh
kaSih sayang. Marsudi pun tersenyum. Lembut.
"Tidurlah dalam damai, Rahayuningsih", ia berbisik dengan lembutnya. " Jangan lupa titip salamku pada anakmu!" Tersenyum sekali lagi, Marsudi cepat menambahkan. " Percayalah. Sisa raga kalian akan kami urus dan makamkan kembali sebagaimana mestinya. Tetapi itu nanti. Sekarang ini, ada tugas lain yang harus kutunaikan..."!"
Marsudi kemudian berlalu meninggalkan lubang. Seperti datangnya. kini pun kaki Marsudi melangkah dengan kaki nyaris_tak menjejak di tanah. Blok demi blok kuburan terlewati dengan cepat. Menyeberangi jembatan. tubuh Marsudi pun kemudian lenyap diantara keremangan subuh menyelimuti alam sekitar.
Lenyap bersama datangnya bias fajar.
Dan tak berapa lama kemudian, sudah_terdengar suara orang membaca adzan dari masjid raya desa setempat. '
Suara siapa lagi. Jika bukan suara Marsudi.
Dengan terdengarnya kumandang adzan, satu dua orang penduduk desa mulai keluar dari rumah masing masing. Berjalan cepat menuju masjid. dimana perasaan takut mereka dengan segera digantikan oleh perasaan
tenteram. Satu dua lainnya, kemudian mengikuti. Takut-takut.
Namun yang terbanyak diantara mereka. tetap saja meringkuk bersembunyi Tetap dalam ketakutan. Yang entah kapan akan berakhir.
Dan di depan salah satu rumah, Pramono bangkit dengan wajah murung dan putus asa. Masuk sebentar ke dalam rumahnya. ia kemudian sudah keluar lagi dengan sebuah kursi yang ia angkut dari ruang makan. Kursi diletakkan di bawah pohon mangga. Melirik sekilas ke sosok Sumiati yang masih terkapar di hadapannya, Pramono terdengar mengisak. Sambil mengisak. ia kemudian naik ke atas kursi. Lingkaran selendang bersimpul ia belitkan pada lehernya.
Setelah itu, kursi ditendang kuat-kuat.
Pagi pun datang menjelang
Desa kembali hidup. Meski dengan denyut yang jauh lebih lemah dari hari-hari sebelumnya. itu tetap saja sebuah denyut kehidupan. Begitu pula dengan denyut lemah di dada Sumiati. Denyut yang lambat laun terasa bertambah kuat.
Kelopat mata Sumiati kemudian mengerjap terbuka .
Pada kerjapan yang kesekian. semuanya terlihat lebih jelas. Tak terkecuali sosok tubuh yang tergantung tak jauh dari tempatnya berbaring. Sosok yang tampak kaku membeku. _
Mengerjap sekali lagi, Sumiati kemudian mengenali Wajah pucat di atasnya.
Sumiati terdengar mengeluh. lalu air matanya kemudian menetes satu persatu. Mcmbasahi pipi.
catatan : Buat pembaca kisah misteri ini yuk gabung ke Group Fb Kolektor E-Book untuk mendapatkan ebook ebook misteri terbaru lainnya yang tentunya tak kalah seru..
dan buat pembaca yang suka baca cerita silat dan novel secara online bisa kunjungi http://ceritasilat-novel.blogspot.com
Sampai jumpa di lain kisah ya !
situbondo,9 juli 2018 Terimakasih **. SEKIAN .** Tawaran Proposal 1 Fear Street - Cewek Baru The New Girl Jangan Percaya Pada 3

Cari Blog Ini