Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 1
Kembang Jelita 1 1 Kembang Jelita Peruntuh Tahta, selesai di write ulang
dari tanggal 19 Juni 2018 " 09 Juli 2018. Terdiri dari
29 Jilid Total sekitar 1892 halaman.
Jilid 1 dan 2 di write ulang di Margoyoso, Jilid 3 " 29
di Write ulang di Pringsewu " Lampung
KONTRIBUTOR IMAGE : KOH Awie Dermawan
PERTAMA KALI DI SHARE DI GROUP FACEBOOK :
Kolektor E-book HAPPY READING" "
CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 1 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid I Lelaki muda itu semakin cepat men
derapkan kudanya, desa kediaman kekasih hati
sudah melanbai memanggilnya. Puncak-puncak
pegunungan gersang kemerah-merahan yang
berderet di sebelah kiri jalannya, seolah
mengalir ke belakang dengan cepatnya.
Semangat si penunggang kuda itu makin segar
ketika di kejauhan sudah nampak deretan
rumah rumah dari sebuah desa, biarpun masih
kelihatan kecil-kecil seperti deretan kotakkotak korek api.
Di desa itu kekasihnya menunggu.
Desa itu semakin memanggilnya, mena
warkan kedamaian selagi suasana perang
menyesakkan napas di mana-mana, Helian
Kong, penunggang kuda itu, benar-benar
Kembang Jelita 1 2 berharap suasana perang belum dan jangan
pernah menodai desa di depannya itu. Ia seperti
musafir di gurun yang bosan melihat pasir
terus, dan suatu ketika juga merindukan
genangan air yang biru menyegarkan sebelum
melanjutkan langkah. Kudanya di lecutnya agar lari lebih keras.
Jarak dengan desa itu terus diperpendek.
Sekali-kali sempat ia melambaikan tangan
kepada peladang-peladang di pinggir jalan yang
agaknya belum lupa kepada Helian Kong,
meskipun sudah lima tahun anak muda itu
meninggalkan desa untuk bertugas dalam
Tentara Kerajaan. Wajah peladang-peladang itu nampak cerah,
bukan wajah-wajah yang dihantui perang.
Mereka bekerja sambil tertawa dan bersenandung, biarpun tanah di bawah kaki
mereka cukup gersang dan tergolong pelit
dalam menpersembahkan hasil buminya. Toh
mereka mengolah tanah dengan sungguhsungguh. Tidak ada yang lebih menyenangkan
bagi mereka kecuali tidak diganggu dalam
Kembang Jelita 1 3 mengolah tanah mereka sendiri, tanpa campur
tangan orang lain biarpun orang itu berkedok
"memperjuangkan nasib" mereka yang "terbelakang" kata mereka.
"Bersyukurlah kalian Helian Kong berkata
dalam hati. "Karena desa kalian terpencil dan
kurang subur, malah bebas dari bencana
perang. Bebas dari incaran pihak - pihak yang
berperang, baik Tentara Kerajaan maupun
pengikut-pengikut si pemberontak Li Cu-seng,
kaum Pelangi Kuning Memang, pihak mana mau membuang
tenaga hanya untuk memperebutkan desa yang
subur ya tidak, strategis ya tidak" Desa itu tjdak
terdapat dalam peta perang jenderal-jenderal
kedua belah pihak. Karena itulah malah selamat
dari bencana perang yang berkecamuk hampir
di seluruh belahan utara wilayah kekaisaran.
Bermula dari wilayah barat laut ketika Li Cuseng nenghimpun pengikut untuk angkat
senjata menantang pemerintah pusat. Penberontakan petani yang mulanya dianggap
enteng oleh pemerintah pusat, ternyata
Kembang Jelita 1 4 kemudian meluas demikian cepat sehingga
pemerintah pusat mulai bersungguh-sungguh
menanganinya, biarpun agak terlambat.
Dikatakan terlambat, sebab kaum pemberontak
sudah terlanjur menguasai satu wilayah yang
cukup luas di barat-laut.
Helian Kong termasuk orang asali wilayah
barat laut pula. Ia lahir di kota Leng-ciu di
propinsi Kam-siok, kota yang bersejarah sebab
berabad-abad sebelumnya pernah menjadi
ibukota sebuah negeri merdeka, Kerajaan Sehe. Ketika Helian Kong umur limabelas tahun,
laskar penberontak berhasil merebut kota itu
dan membakar rumahnya, sebab ayah Helian
Kong adalah seorang pegawai Kerajaan Beng,
biarpun pegawai rendahan, sehingga dianggap
musuh oleh laskar pemberontak. Seluruh
keluarganya lalu mengungsi masuk propinsi Hopak yang masih aman, masih dikuasai pe
merintah pusat, dan di desa itulah mereka
mendapat rumah baru. Karena pengalaman
masa kecil itulah maka Helian Kong mendapat
kesan kuat bahwa. kaum pemberontak adalah
Kembang Jelita 1 5 orang-orang jahat yang harus dibasmi . Maka
dalam usia 20 tahun Helian Kong masuk tentara
kerajaan. Karena ketangkasan dan keberaniannya, maka kini dalam usia duapuluh
lima tahun ia sudah berpangkat Hu-ciang dan
dipercaya sebagai Ban-hu-thio (komandan
10.000 prajurit) di Pak- khia; ibu kota negara.
Sering mendapat tugas di garis depan untuk
menghadapi pemberontak. Gapura desa kini sudah di depan mata.
Helian Kong melambatkan kudanya agar
tidak menabrak orang-orang yang ke luar
masuk gerbang desa itu dengan wajah damai,
wajah yang tidak tahu kalau di bagian lain dari
negerinya ada sesama manusia saling bantai
secara massal. Helian Kong melompat turun
dari kudanya dan menuntunnya.
Ia benar-benar bersyukur melihat kedamaian desa itu. Gapuranya bersih dan
terawat, orang-orang berjalan dengan santai
tanpa tergesa-gesa seperti orang-orang kota.
Kalau di tempat lain orang digelisahkan perang,
maka di tempat ini justeru waktu seolah-olah
Kembang Jelita 1 6 berhenti. Tak ada yang tergopoh-gopoh, tak ada
orang berlarian panik, seolah desa ini terletak di
dunia lain. Tidak sama dengan dunia di mana
manusia berebut "kebenaran" tapi kebenarannya sendiri-sendiri .
Helian Kong bertegur sapa dengan ramah
dengan beberapa orang yang berpapasan
dengannya di jalan, sambil meneruskan
langkahnya. Runah-rumah di kiri kanan desa itu
sederhana namun utuh. Bukan ambruk atau
setengah ambruk dengan tembok hangus
menghitam seperti di tempat lain. Perang
benar-benar belum menyentuh kehidupan desa
ini. Rasa kangen Helian Kong kepada Tan Wawan kekasihnya menghebat, ia tidak langsung
ke ramahnya sendiri, sebab sudah tidak ada
anggauta keluarganya yang tinggal di rumah itu
sejak orang tuanya meninggal. Ia menuntun ku
danya langsung saja, ke rumah Tan Wan-wan....
Dan ia tercengang melihat rumah i tu sudah
jauh lebih bagus dari lima ta hun yang lalu,
Kembang Jelita 1 7 ketika ditinggalkannya ke Pak-khia untuk
masuk Tentara Kerajaan. Tembok sekeliling
rumah sudah ditinggikan. Pintu yang dulu selalu
terbuka lebar, siap menerima tamu-tamu de
ngan ramah, kini tertutup rapat biarpun siang
hari bolong. Helian Kong mengikatkan kuda pada sebuah
pohon di pinggir jalan lalu mengetuk pintu.
Mula-mula memang ada mengetuk, tapi karena
tidak juga ada yang membuka pintu, akhirnya ia
jadi menggedor daun pintu tebal bercat merah
itu. Beberapa saat suasana tetap sunyi. Helian
Kong mulai heran, kenapa begini sepi" Apakah
orang sekeluarga sedang pergi semua" Ia lalu
memukul pintu lebih keras.
Tiba-tiba di balik dinding itu terdengar
derap langkah beberapa orang, lalu sunyi.
"Siapa"!" dari balik pintu terdengar
pertanyaan yang keras dan kasar, suara lelaki.
Suara yang asing bagi He lian Kong.
Toh ia menyahut juga, "Aku Helian Kong ...."
' Kembang Jelita 1 Kembang Jelita 1 8 "Helian Kong siapa" Apa keperluan mu?"
suara dari dalam malahan semakin kasar
setelah mendengar nama Helian Kong, dan
pintu belum terbuka sedikit-pun juga.
Helian Kong makin heran. Kalau penanya
dibalik pintu itu adalah orang lama keluarga itu,
tentunya mengenal namanya. Namun orang itu
masih bertanya juga. Apakah rumah ini sudah
ganti penghuni" "Aku Helian Kong sahabat tuan nuda kalian,
Ting Hoan-wi!" Nama yang disebutkan itu adalah kakakmisan Tan Wan-wan, yang sejak kecil sudah
yatim piatu dan ikut orang tua Tan Wan-wan.
Ting liban-wi bukan cuma sahabat Helian Kong,
tapi juga saudara seperguruannya, sama-sama
murid Tiat-eng-cu (Si Elang Eesi) Nyo liong dari
Teng-hong. Maka pintu itupun berderit dan terbuka,
tapi cuma sejengkal, menandakan belum
lenyapnya kecurigaan. Muncul seraut wajah
lelaki yang keras, garang dan asing. Biarpun
sebelah tangannya masih disembunyikan di
Kembang Jelita 1 9 balik pintu, namun Helian Kong tahu tangan
yang tersembunyi itu memegang senjata.
Bahkan dari celah-celah pintu juga terlihat
beberapa lelaki bersenjata bertebaran waspada
di halaman dalam .... Kalau ini dianggap sikap hati-hati , maka
inilah sikap hati-hati yang berlebihan. Di desa
yang aman-tenteram ini, masa seorang tamu
disambut dengan cara ini"
Kerinduan terhadap kekasih tiba-tiba
dihempas kecemasan yang menghebat dalam
diri Helian Kong. Tak seorangpun dari orangorang itu pernah dikenalnya dan entah kenapa
mereka ada di rumah itu dengan membawa
senjata" Ia melangkah maju untuk mendorong pintu
yang terbuka sedikit itu. Lelaki yang di belakang
pintu mencoba menahan nya, balikan dibantu
beberapa temannya. Tapi tenaga gabungan
mereka tetap tak bisa menandingi tenaga Helian
Kong. Penahan-penahan pintu itu berpelantingan roboh ke belakang dan daun
pintupun terbuka lebar ...
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kembang Jelita 1 10 Kini Belian Kong melihat jelas di halaman
itu ada limabelas orang lelaki bersenjata.
Semuanya menatap penuh kecurigaan kepada
Helian Kong, senjata-senjata mereka sudah
disiapkan untuk menyerang. Bahkan dari
halaman samping bermunculan beberapa orang
lagi, lagak mereka benar-benar seperti
menemui musuh besar. Memang Helian Kong tahu keluarga Tan
punya beberapa bujang pembantu, sebuah
keluarga yang agak terpandang, namun bujang bujang itupun semuanya mengenal Helian Kong.
Kini dari mana datangnya lelaki-lelaki
bertampang gali ini"
"Apakah keluarga Tan masih berdiam di
sini?" tanya Helian Kong.
"Rumah ini didiami keponakannya, Ting
Ibako (kakak Ting)", jawab lelaki yang
menjenguk keluar tadi. Ia baru saja bangun dari
jatuhnya dan tangannya sudah menggenggam
tangkai golok erat-erat. 'Ting Boan-wi maksudmu."
"Ya." Kembang Jelita 1 11 "Aku ingin menemuinya."
Lelaki - lelaki itu saling berpandangan,
seolah mencari persetujuan tanpa kata. Lalu
lelaki yang menjenguk ke luar tadi berkata,
"Baik, akan kupanggilkan Ting Ibako. Tetaplah
di situ dan jangan kemana-mana."
Benar-benar bukan sambutan yang ramah,
sama sekali di luar dugaan, membuat perasaan
Helian Kong jadi tidak enak. Tapi mudahmudahan sikap itu tidak mewakili sikap
keluarga itu. Sementara menunggu keluarnya Ting Hoanwi, Helian Kong menyapukan pandangannya
untuk memperhatikan keadaan rumah itu.
Alangkah banyak perubahannya, meski bentuk
aslinya masih meninggalkan jejak. Rumah itu
sekarang nampak mewah, sehingga Helian Kong
malah merasa agak asing. Seandainya ia tidak
benar-benar hapal letak runah kekasihnya di
kampung itu tentu ia mengira dirinya sudah
tersesat masuk rumah orang tak dikenal.
Tidak lama kemudian, dari dalam rumah
muncul dua orang beriringan. Yang satu ialah si
Kembang Jelita 1 12 "ganjal pintu" tadi Sedang yang satu lagi
membuat Helian Kong bimbang, benarkah yang
dilihatnya itu Ting Hoan-wi atau bukan"
Maklum, dulu Ting Hoan-wi berdandan
ringkas, sederhana, dandanan kaum petani
pedesaan pada umumnya. Bahkan tidak jarang
bertelanjang dada kalau sedang bekerja di
ladang atau di kandang ternak. Tapi yang
muncul kini adalah seorang bertubuh agak
gemuk dan berkumis, berdandan perlente
dengan jubah satin biru laut, tangan kanannya
memegang pipa tembakau dari gading.
"A-kong!" panggilan itulah yang membuat
Helian Kong merasa pasti bahwa yang
dihadapinya itu benar-benar Ting Hoan-wi
"Kenapa tidak kirim kabar dulu bahwa engkau
akan kemari?" Helian Kong melangkah menyongsong
sambil tersenyum, "Memang aku sebenarnya
tidak ada rencana kemari. Wah, kulihat kau
tambah makmur ya?" Kedua saudara seperguruan itu saling
menyongsong sambil mengembangkan tangan,
Kembang Jelita 1 13 Sedang yang satu lagi membuat Kelian Kong
bimbang, benarkah yang dilihatnya itu Ting
Hoan-wi atau bukan" Kembang Jelita 1 14 lalu berpelukan. Kemudian Helian Kong mundur
selangkah untuk mengamati-amati pakaian
bagus sobatnya itu. "Kau seperti jutawan muda.
Kerja apa sekarang, A-hoan?"
Inilah pertanyaan yang membuat Ting
Hoan-wi gelagapan sejenak dan membuang
muka untuk menghindari tatapan tajam Helian
Kong. Jawabannya agak terbata, "Yaa.... sedikitsedikit aku belajar dagang, dengan modal
tinggalan paman......" .
Untung saja pikiran Helian Kong sedang
dipenuhi soal Tan Wan-Wan, sehingga sikap
Ting Hoan-wi yang agak ganjil itu lolos dari
perhatiannya. Sementara itu, Ting Hoan-wi lalu
menghadap ke arah orang-orang bersenjata itu
sambil merangkul Helian Kong, katanya,
"Saudara-saudara kuperkenalkan inilah saudara
seperguruanku yang ilmu silatnya jauh lebih
tinggi dari diriku yang tidak becus ini. Dia juga
seorang perwira dalam Tentara Kerajaan."
Sambil berkata demikian, Ting Hoan-wi
mundur sedikit dan dari belakang Helian Kong
Kembang Jelita 1 15 dia memberi isyarat kedipan mata kepada
orang - orang bersenja ta itu.
Sebagian dari mereka agak kebingungan
menafsirkan isyarat itu, disuruh membacok
atau bagaimana" Untung ada di antara mereka
yang lumayan cerdas se hingga cepat mengerti
maunya Ting Hoan wi. Mereka lalu
menyarungkan senjata dan memberi hormat
kepada Helian Kong Si "ganjal pintu" tadi
berkata dengan sopan mewakili temantemannya, "Ah, kiranya kami berhadapan
dengan Helian Taijin yang sudah lama kami
dengar nama besarnya dan kegagahannya.
Maafkan kekasaran sikap kami tadi."
Di belakang punggung Helian Kong Ting
Hoan-wi mengangguk puas. Lalu ia menepuk pundak Helian Kong
sambil mengajak dengan ramah, "A-kong, ayo
kita duduk-duduk di dalam."
Dan kepada orang-orangnya, Ting Hoan-wi
berpesan serius, 'Tetaplah berjaga dengan
waspada." Kembang Jelita 1 16 "Baik, Toako!" sahut orang-orang itu
serempak. Diam-diam Helian Kong merasa hubungan
antara Ting Hoan-wi dan orang-orangnya itu
agak janggal, tidak lazim. Kalau mereka anak
buah atau pelayan di rumah itu, tentu akan
memanggil "Cu-jin" (majikan) atau "Toaya"
(tuan besar) atau .sejenisnya. Panggilan "Toako" (kakak) itu mengingatkan Helian Kong akan
panggilan dalam organisasi-organisasi sindikat
bawah tanah. Dalam kelompok macam itu
memang sering digunakan panggilan bernada
"kekeluargaan" untuk menjaga kekompakan,
kompak dalam melakukan kejahatan. Berbeda
dengan sebutan-sebutan resmi sesuai dengan
kedudukan masing-masing yang biasa dalam
organisasi terbuka. Namun Helian Kong tidak berkata apa-apa.
Ia ikuti saja Ting Hoan-wi berjalan masuk. Ia
masih agak kikuk untuk langsung menanyakan
Tan Wan-wan, sementara Ting Hoan-wi yang
terus menyerocos di sampingnya itu tidak
Kembang Jelita 1 17 sepatah ka tapun menyebut-nyebut tentang Tan
Wan-wan . Setelah melewati ruang depan yang
memang mirip aula markas sindikat dengan
senjata-senjata dalam rak berjajar sepanjang
tembok, lalu mereka berbelok dan masuk ke
ruang tengah. Dan di ruangan tengah inilah
Helian Kong berhenti karena tertegun kaget.
Di tengah-tengah tembok dan merapat
tembok, ada meja sembahyang yang komplit.
Yang membuat Helian Kong tertegun adalah
nama-nama yang tertulis di atas sepasang
papan arwah yang di sembahyangi di situ Itulah
nama ayah dan ibu Tan Wan-wan. Jadi suami
isteri yang ramah dan dikenal baik oleh Helian
Kong itu ternyata "sudah pindah" ke lewat jauh
tempatnya. Helian Kong terharu. Namun ia juga mengerutkan kening melihat
biarpun meja sembahyang itu cukup mewah,
sesajiannya komplit, lilin-lilinnya menyala,
namun di tempat menancapkan hio tidak ada
bekas-bekasnya kalau sering disembahyangi
Kembang Jelita 1 18 mungkinkah Ting Hoan-wi tidak pernah
menyembahyangi paman dan bibinya yang
telah merawatnya sejak kecil" Helian Kong
masih ingat betapa baiknya suami isteri
almarhum itu kepada Ting Hoan-wi yang yatim
piatu itu, seperti kepada anaknya sendiri.
Karena Helian Kbng berhenti melangkah,
Ting Hoan-wi juga berhenti. Ketika tahu Helian
Kong sedang menatap meja sembahyang itu,
cepat-cepat Ting Hoan-wi menarik napas untuk
mendemonstrasikan suatu kesedihan, sebelum
ditanya sudah menjelaskan dulu, "Paman wafat
tiga tahun yang lalu karena kesehatan.nya yang
memburuk, bibi menyusul setahun kemudian.
Ah, betapa aku merasa amat kehilangan mereka,
karena aku sudah ditinggal kedua orang tuaku
keti ka umur dua tahun. Paman dan bibi adalah
pengganti - pengganti kedua orang tuaku."
Sejenak Helian Kong lupa kepada Tan Wanwan. Katanya, "A-hoan, kalau ada hio. aku ingin
sembahyang." "Hio" Tentu saja selalu tersedia," sahut Ting
Hoan-wi tanpa pikir panjang, namun kemudian
Kembang Jelita 1 19 terperangah dan tersipu sendiri sebab di meja
itu tidak ada hio. Ia kelabakan. Di meja tidak ada
hio, di seluruh ruangan itu juga tidak ada, dan
Ting Hoan-wi pura-pura sibuk mencari-cari,
"Lho, kok habis" Wah, benar-benar aku lupa.
Ketika tadi pagi aku bersembahyang, rupanya
itulah batang-batang hio yang terakhir. Biar
kusuruh orangku beli di warung sebentar."
Bergegas ia kebelakang untuk menyuruh
seorang pembantunya, lalu kembali ke ruangan
tengah untuk menemui He-lian Kong.
"A-kong, sementara menunggu hio i tu, mari
minum teh dulu di ruangan belakang.
Terpaksa Helian Kong cuma memberi hormat
kepada sepasang papan arwah itu tanpa hio,
dengan membungkuk dalam-dalam tiga kali
Dengan agak canggung Ting Hoan-wi
menempatkan diri di samping meja, membalas
tiap penghormatan yang sama, menjalankan
kedudukannya sebagai hau-lam (anak lelaki
yang berkabung ). Setelah itu barulah mereka ke serambi
belakang untuk duduk-duduk menghadap
Kembang Jelita 1 20 kebun bunga yang ada kolam ikannya. Seorang
pembantu perempuan mengantarkan teh. Dan
sampai dua cangkir teh habis dihirup oleh
Helian Kong, Tan Wan-wan yang dirindukannya
belum nampak batang hidungnva. Ting Hoan-wi
memang bicara terlalu banyak, tapi tak sepatah
katapun menyebut tentang Tan Wan -wan.
"A-kong, sebagai seorang perwira di.jaman
perang ini, kenapa sempat juga kau tinggalkan
pasukanmu untuk datang ke mari?"
"Aku minta cuti sebentar dari panglima
atasanku, minta ijin pergi ke Teng-hong karena
mendengar kabar kalau suhu (guru) jatuh sakit.
Dalam perjalanan kembali dari Teng-hong ke
Pak-khia itulah aku sengaja mampir ke mari
untuk menjenguk Wan .. .."
Cepat-cepat Ting Hoan-wi menghadang
dengan pertanyaan lain yang mengarah ke
jurusan lain, "Oh, bagaimana keadaan Suhu
sekarang?" "Suhu sudah wafat."
Kembang Jelita 1 21 "Oh...." kembali Ting Hoan-wi berusaha
kelihatan sedih. Sedangkan Helian Kong bertanya, "A-hoan,
apakah berita tentang sakitnya. Suhu tidak
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sanpai kepadamu" Kudengar dari salah seorang
murid bahwa kau juga sudah diberi kabar,
kenapa tidak datang" Suhu tidak menikah
sampai akhir hayatnya, dan sebagai gantinya dia
menganggap kita berdua sebagai anak-anaknya
sendiri. Sampai menjelang ajalnyapun dia masih
mengharap untuk bertemu kau terakhir kalinya,
tapi dia kecewa karena kau tidak datang."
Ting Hoan-wi tidak berani menentang sorot
mata Helian Kong yang seolah menegur itu.
Jawabnya sambil menarik napas, "Yah, akupun
begitu menyesal tidak dapat menunggui Suhu di
saat saat terakhirnya. Tapi yah .... bagaimana,
ya" Aku benar-benar amat sibuk belakangan ini
usahaku maju pesat dan menuntut sepenuh
perhatianku. Urusan penting antri di depanku
tak habis-habisnya. Hari Geng-beng tahun
depan aku berjanji akan mendatangi makam
Suhu di Teng-hong untuk membakar dupa "
Kembang Jelita 1 22 Helian Kong tidak menjawab. Ia cuma
merasa bahwa Ting Hoan-wi sekarang benarbenar berbeda dengan Ting Hoan-wi yang dulu.
Mungkinkah hidupnya yang makmur itu
mempengaruhi juga kepribadiannya" Alangkah
besar budi gurunya yang telah memberikan
ilmunya dengan tekun, tapi untuk menjenguk di
saat gurunya menjelang ajalpun ternyata Ting
Hoan-wi tidak sempat. Biarpun sudah di beri
kabar. Maka nasib Tan Wan-wan jadi menggelisahkan Helian Kong.
Tak sabar lagi, Helian Kong menyingkirkan
rasa sungkannya dan menanyakan perihal gadis
itu, "A-hoan, di-mana Wan-wan" Kenapa sejak
tadi dia belum kulihat?"
Rupanya jauh sebelum hal itu ditanyakan,
Ting Hoan-wi sudah siap akan jawabannya
Namun ketika menjawab toh harus dengan jidat
agak berkeringat dan gugup, "Aku.... aku
mintakan maaf buat adik sepupuku itu, A-kong.
Terus terang saja ---- terus terang saja....dia
sudah .... ya sudah ..."
Kembang Jelita 1 23 Keruan saja Helian Kong jadi ikut-ikutan
berkeringat dingin melihat sikap Ting Uoan-wi
itu. Ia membayangkan jangan-jangan di meja
sembahyang tadi masih ada satu papan arwah
yang kelupaan ditaruh di situ"
"Dia kenapa.?" tak terasa Helian Kong
mencengkeram pegangan kursinya kuat-kuat.
"Dua tahun yang lalu, setelah ibu nya
meninggal dunia, Wan-wan lalu ..."
Cengkeraman Helian Kong pada pegangan
kursi tambah kuat, sampai jari-jarinya memutih.
Ting Hoan-wi juga tegang karena kuatir
kalau Helian Kong marah mendengar kabar
tentang Tan Wan-wan. Tapi sudah setengah
jalan, terpaksa ia maju terus,
"setelah bibiku meninggal, tiba-tiba kami
dengar kabar bahwa Tentara Kerajaan
mengalami kekalahan hebat di wilayah baratlaut, sehingga harus mundur ratusan li dengan
membawa kerusakan hebat."
"Kabar itu terlalu di besar-besarkan oleh
pihak pemberontak," geram He-lian Kong.
"Sekarang ini, Jenderal Sun Toan-teng telah
Kembang Jelita 1 24 mendirikan markas komando di Tong-koan.
Berandal-berandal pemberontak itu jangan
harap bisa melewati garis pertahanan Jenderal
Sun, bahkan Jenderal Sun yang akan maju pada
kesempatan yang tepat untuk memotong leher
Li Cu-seng!" Rupanya emosi Helian Kong bangkit, karena
diapun ikut dalam pertempuran dahsyat itu dua
tahun yang lalu. Tapi saat itu yang nomor satu
ingin di, ketahuinya ialah nasib Tan Wan-wan,
ke kasihnya. Ting Hoan-wi sejenak melirik wajah Helian
Kong, lalu melanjutkan ceritanya yang tadi,
"Aku tidak tahu bagaimana yang sebenarnya,
cuma dengar-dengar saja. Yang jelas berita itu
mencemaskan Wan - wan, eh, bukan cuma Wan
- wan tetapi seluruh keluarga, aku juga. Aku
mengupah seorang untuk mencari kabar
tentang dirimu, menyelidiki daerah pertempuran itu. Orang itu kembali dengan
kabar yang menambah kecemasan kami, yah ....
tapi ini kata orang itu lho,....katanya Tentara
Kerajaan Beng mundur ratusan li dalam ke
Kembang Jelita 1 25 adaan parah, delapan dari sepuluh perajuritnya
terbunuh." "Orang itu tidak dapat menilai keadaan yang
sebenarnya." lagi-lagi Helian Kong menjadi
panas hatinya. 'Tentara kerajaan memang
mundur, tapi mundur teratur dalam posisi
bertahan yang kuat. Untuk menyusun kekuatan
guna menyiapkan serangan balik yang dahsyat.
"Kabar itu membuat Wan-wan tidak berani
mengharap dirimu lagi, takut kecewa. Ia yakin
kau gugur, sebab ia tahu watakmu yang keras.
Dalam pertempuran itu tentu kau tidak di garis
belakang saja melainkan maju paling depan.
Gagal mendapat berita tentang dirimu, Wanwan lalu dengan sedih mendapat kesimpulan
bahwa kau sudah gugur."
"Terus?" "Setahun setelah itu, hati Wan-wan agak
terobati sebab ia berkenalan dengan seorang
pemuda dari Soh-ciu. Kemudian dia menikah
dengan pemuda itu lalu diboyong ke Soh-ciu.
Yah, begitulah." Kembang Jelita 1 26 Wajah Helian Kong memucat, tatapan
matanya memudar hampir-hampir kosong.
Dengan lesu diletakkannya punggungnya. ke
sandaran kursi. Hatinya ditikam kekecewaan
yang dahsyat. Kekasihnya telah menjadi milik
orang lain. Beberapa saat lamanya ruangan itu
dicengkam kesunyian, Helian Kong duduk
mematung tanpa kata. Ting Hoan-wi juga
membisu namun dengan jantung berdebardebar
tegang. Akankah Helian Kong mempercayai ceritanya" Mudah-mudahan begitu. Dan kini ia menanti reak sinya.
Tapi karena sekian lama Helian Kong
membisu terus, tidak tahan lagi ia berkata,
"Seandainya Wan-wan tahu kau masih hidup,
tentu" Helian Kong cepat-cepat menggerakkan
tangannya sebagai isyarat agar Ting Hoan-wi
menghentikan kata-katanya. Suaranya gemetar
dan lemah, "Aku tidak menyalahkan kau
ataupun wan-wan sebab kalian sudah
melakukan apa yang kalian bisa. Aku paham
Kembang Jelita 1 27 Aku tidak berhak menyuruh Wan-wan
menghabiskan waktu hanya untuk menunggu
seorang yang tak tentu mati hidupnya di medan
perang, seperti aku ini. Diapun berhak
merencanakan masa depannya sendiri. Aku
tidak menyalahkan dia."
"A-kong." "Aku tidak menyalahkan dia...aku tidak
menyalahkan dia." Dan suatu peristiwa amat langka kini dilihat
Ting Hoan-wi. Sahabatnya yang berjiwa tegar
itu kini mengalirkan air mata. Namun Ting
Hoan-wi boleh merasa lega bahwa Helian Kong
kelihatan menpercayai ceritanya, sebab celaka
lah dirinya kalau sampai tidak percaya.
"A-kong, istirahatlah beberapa hari di sini.
Aku tahu betapa besar pengabdianmu kepada
negara, tapi tenangkan dulu jiwamu yang
goncang di tenpat yang tenang ini, yang jauh
dari bising nya peperangan. Bijaksana kalau
untuk sementara waktu kau mengambil jarak
dengan kesibukamu sehari -hari . "
Kembang Jelita 1 28 Helian Kong mengangguk-angguk dan
menggunakan ujung telunjuknya untuk me
ngusap air matanya. Air matanya begitu sedikit
sehingga bersih cukup dengan satu usapan.
Ketika itulah pembantu Ting Hoan-wi yang
tadi disuruh membeli hio, telah datang kembali
dari warung. Helian Kong pun kemudian melaksanakan
maksudnya yang semula untuk bersembahyang
di depan meja abu sepasang "calon mertua"
yang ternyata batal jadi mertua itu. Namun hal
itu tidak rae ngurangi rasa khidmadnya dalam
bersembahyang. Suami isteri yang sudah almar
hum itu meninggalkan kebaikan yang cukup
besar kepada dirinya. * * * Siang itu Helian Kong tidur di sebuah kamar
yang mewah, bahkan kuda Helian Kong juga
ikut dimanjakan dengan dikandangkan, diberi
makanan, dimandikan, disikat bulunya.
Kembang Jelita 1 29 Tubuh Heliar. Kong seolah terbuat dari besi,
bukan karena tergembleng di perguruan silat
saja, tapi juga di medan-medan pertempuran
yang belasan kali dialami. Jiwanya juga bukan
jiwa yang rapuh dan cengeng. Namun ia masih
manusia dan belum jadi malaikat, maka berita
tentang Tan Wan-wan itu cukup menggoncangkan jiwanya. Ia merasa lelah, ia
butuh istirahat bukan buat tubuhnya namun
jiwanya. Ia tidur pulas sampai sore dan ketika ia
bangun maka pembantu-pembantu Ting Hoanwi sudah mulai menyalakan lilin-lilin dan
lampion-lampion di seluruh sudut rumah besar
itu. Salah seorang pembantu Ting Hoan-wi
membangunkannya, bahkan siap membawakan
air hangat yang dituangkan ke sebuah tong
besar yang digotong ke dalam kamar Helian
Kong. Bahkan ada seorang wanita muda berbaju
lengan pendek yang siap membantunya mandi,
misalnya menggosokkan punggung.
Kembang Jelita 1 30 Pelayanan yang tersedia itu terasa kelewat
mewah bagi Helian Kong, prajurit medan yang
sering harus mandi di tempat-tempat kurang
bersih, at.au bahkan tidak mandi selama
berhari-hari. Maka Helian Kong pikir, boleh juga sekalisekali dirinya menikmati pelayanan seperti
seorang pangeran. Selama menikmati kemewahan itu, tak
terasa ia berpikir, "Tak kusangka dalam lima
tahun ini gaya hidup A-hoan sudah berubah
begini banyak. Usahanya pasti menghasilkan
untung besar, sehingga sanggup membiayai
gaya hidup macam ini."
Selesai mandi, Helian Kong hendak disuruh
memakai jubah sutera yang di dalam rumah itu
disebut "pakaian sore". Tetapi Helian Kong
membawa bekal pakaian sendiri, maka ia tetap
lebih suka memakai pakaian kain katunnya
yang t.ebal dan kuat, berpotongan ringkas .
"Di mana tuan muda kalian?" tanya nya
kepada pelayan-pelayan
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang sedang menyingkirkan tong air besar dari kamarnya.
Kembang Jelita 1 31 "Cu-jin sedang di ruangan depan, sedang
ada beberapa tamu." Orang-orang ini benar-benar pembantu
rumah tangga, karena itu mereka memanggil
Ting Hoan-wi dengan sebuta "Cu-jin", bukan
'Toako".' Karena Helian Kong tidak ingin mengganggu
Ting Hoan-wi yang barangkali sedang bicara
urusan dagang dengan tamunya, maka ia
menuju ke kebun bunga di belakang, menghirup
udara sore yang segar. Dulu ia sering juga berada di tempat itu
bersama Tan Wan-wan. belum jadi menantu
tapi oleh orang seisi rumah sudah dianggap
keluarganya sendiri. Namun kini tempat itu
sudah berubah banyak. Kandang kerbau sudah
lenyap, seluruh halaman itu sudah disulap
menjadi taman indah yang lazimnya terdapat di
rumah orang-orang kaya. Ada kolam ikan, ada
pagoda-pagoda kecil, bangku batu, jalan setapak
berlapis batu putih, jembatan kecil di atas
kolam, gunung-gunungan, rumpun bambu
cebol. Kembang Jelita 1 32 Tempat itu seolah memang diubah, sengaja
untuk memutuskan hubungan ke masa lalu
yang pahit. Tapi itu tak banyak menolong Helian
Kong. Pemuda itu masih saja terkenang Tan
Wan-Wan. Di tempat itu ia pernah bersama
gadis itu berbincang-bincang banyak, bercanda,
bertengkar, sama-sama berangan-angan membayangkan masa depan yang mereka
bayangkan lebih indah dari kenyataan.. Dulu.
Kini Tan Wan-wan pasti sedang berada di
sebuah taman yang jauh lebih indah, di rumah
suaminya yang kaya raya di Soh-ciu.
Helian Kong menarik napas .
"Bukan kesalahannya...." keluh Helian Kong
sendirian. Goresan-goresan warna jingga di dinding
langit barat membuat Helian Kong merasa
makin sepi. Tiba-tiba ia merasa hiruk-pikuknva
pertempuran masih belum menguasai jiwanya
lebih pedih dari kesepian itu. Ia memutar tubuh,
membelakangi sisa sisa warna senja itu,
menghadapkan wajahnya ke arah tenggara, ke
arah kota Soh-ciu yang berjarak ratusan
Kembang Jelita 1 33 kilometer. Gumamnya, "Kuharap kau temukan
kebahagiaan lebih besar di sana, itu sudah
cukup bagiku." Angin lembut mengusapnya, seolah menghiburnya. Angin itu agak berbau asin.
Tiba-tiba Helian Kong menjadi heran. Di
tempat yang jauh dari laut ini kenapa terasa bau
garam" Ia lalu menyapukan pandangannya, sampai
dilihatnya di sudut taman itu ada sebuah
bangunan kayu yang mirip kotak raksasa
ditaruh begitu saja, rapat, tanpa jendela.
Bangunan itu memang tidak jelek, namun jelas
diletakkan di situ tanpa maksud memperindah
taman. Tak terasa Helian Kong melangkah
mendekati bangunan kayu Itu. dan angin yang
asin makin tajam menerpa hidungnya.
Hubungan Helian Kong dengan keluarga
Tan Wan-wan memang cukup akrab, sudah
biasa Helian Kong berkeliaran di rumah itu.
Maka Helian Kong lalu mendekati bangunan
kayu itu dan mendorong pintunya sehingga
Kembang Jelita 1 34 terbuka. Suasana dalamnya remang-remang
tanpa lanpu. Lantai bangunan itu .iuga dari
papan vang disusun lebih tinggi dua jengkal dari
tanah. Dan di dalam ruangan nu ada keranjangkeranjang rotan dan karung bertumpuk-tumpuk
yang penuh dengan garam, memenuhi sebagian
besar ruangan itu. Garam. Saat itu seluruh propinsi Ho-pak dan Shoatang sedang menjerit kekurangan garam.
Pengiriman garam dari pesisir mengalami
hambatan oleh orang-orangnya pemberontak
yang menyusup. Itulah salah satu usaha kaum
pemberontak untuk menggelisahkan penduduk
agar pemerintah kerajaan segera roboh. Karena
garam memang merupakan bahan yang penting,
maka akibatnya segera di rasakan rakyat.
Kalaupun ada garam yang berhasil lolos dari
blokade, harganya naik setinggi langit. Akhirnya
hanya di dapur orang-orang banyak duit saja
yang bisa mendapatkan garam.
Helian Kong tahu hal itu. Nanun kini
dilihatnya garam tertimbun sebanyak itu.
Kembang Jelita 1 35 Pantas kalau gaya hidup Ting Hoan-wi yang
dulunya bersahaja, kini tiba-tiba begitu mewah.
Timbul dugaan Helian Kong, apakah Ting
Hoan-wi sudah menjadi kaki tangan Li Cu-seng"
Ataukah menimbun garam sebanyak itu sekedar
untuk memanfaatkan situasi sulit demi
keuntungan diri sendiri sebesar-besarnya" Bagi
Helian Kong, dugaan pertama maupun kedua
sama sama tidak menyenangkan. Tapi
semuanya baru dugaan, harus ditanyakan
sendiri kepada Ting Hoan-wi kalau mau lebih
jelas. Bukannya Helian Kong mau ikut campur
atau mengatur orang lain, namun diapun punya
prinsip yang tegas antuk menentukan siapa
yang boleh jadi temannya dan siapa yang tidak.
Kebetulan waktu itu terlihat Ting Hoan-wi
sedang melangkah menyeberangi taman.
Melihat Helian Kong muncul dari arah pondok
kayu itu, Ting Hoan-wi terkejut. Tapi lalu cepatcepat tertawa sambil berkata, "A-kong,
hidangan malam sudah disiapkan."
'Tamu-tamumu sudah pergi?"
Kembang Jelita 1 36 "Sudah." "Aku ingin tanya satu soal denganmu."
"Ya, sambil makan."
"Baik." Tidak lama kemudian, keduanya sudah
duduk di meja makan yang bundar. Helian Kong
melihat betapa berlimpahnya hidangan yang
tersedia, bisa membuat orang lupa kalau jaman
itu adalah jaman perang, jaman kesulitan.
Dan di luar dugaan, sebelum Helian Kong
bertanya, malahan Ting Hoan-wi sudah bicara
lebih dulu, "Aku menduga tentunya kau mau
bicara soal garam itu bukan?"
Helian Kong menunda sepotong daging di
ujung sumpitnya yang hampir masuk mulut.
"Ya...." sahutnya.
Ting Hoan-wi mengangguk-angguk, "Kugunakan itu untuk menolong banyak orang
yang sekarang kesulitan mendapat garam.
Kuputuskan untuk mempertaruhkan nyawa
demi banyak orang, kutembus pagar betis
begundal-begundal Li Cu-seng vang menghambat pengiriman garam dari pesisir."
Kembang Jelita 1 37 "Apa benar pengikut-pengikut si pemberontak itu sudah berani bekerja demikian
jauh di garis belakang Tentara Kerajaan Beng?"
"Bukan campur tangan langsung, tapi
menggunakan sindikat-sindikat bawah tanah
yang sudah dipengaruhi. A-kong, di sepanjang
tepian Sungai Heng-ho dan di pantai timur
bertebaran ratusan sindikat macam itu. Dan
boleh dikata delapan puluh persen sudah
terbujuk oleh Li Cu-seng, merekalah kepanja
ngan tangan Li Cu-seng di garis belakang
tentara kita. Merekalah biang kesulitan garam
belakangan ini . Dan kalaupun ada garam yang
bisa lolos dari blokade mereka, harganya
mencekik leher ." "Kau termasuk sindikat atau perorangan?"
"Ah, mana bisa aku bekerja sendirian" Aku
memang menghimpun beberapa teman-teman
yang bisa dibilang ...yah, rela berjuang demi
rakyat. Lalu kami selundupkan garam dari
pesisir timur, lolos dari hadangan orang-orang
Li Cu Seng," Kembang Jelita 1 38 'Terus kaubagikan kepada penduduk
dengan gratis, begitu"
"Ah, masa gratis" Memangnya tidak menghi
tung uang yang kam gunakan untuk membeli
dari para pembuat garam juga ongkos-ongkos
perialanan tentunya tidak kuberikan dengan
gratis, tapi kujual dengan harga terjangkau,
sekedar supaya kami tidak rugi. Sedangkan
modal tenaga dan pertaruhan nyawa tidak kami
hitung, anggap saja berjuang demi rakyat!" .
Gagah sekali gaya Ting Hoan-wi ketika
mengucapkan kalimat terakhir itu sambil
menatap untuk menunggu tanggapan Helian
Kong. Helian Kong mengangguk anggukkan
kepala dan bersantap dengan lebih santai.
Ganjalan hatinya mulai mencair.
Merasa mendapat simpati, Ting Ho-an-wi
lalu menyodorkan masalah. 'Tapi belakangan ini
ada kesulitan." "Kesulitan?"
"Ya. Dalam perjalanan pengangkutan garam
yang terakhir, kira-kira sebulan yang lalu, kami
bentrok dengan sindikat yang kuat kaki tangan
Li Cu Seng. Mereka mencoba menghadang dan
Kembang Jelita 1 39 merebut garam yang kami bawa. Beberapa
musuh terbunuh, tapi seorang anak buah ku
tertangkap." "Lalu kalian tolong?"
"Sudah kami coba, tapi gagal. Dia dibawa
musuh. Aku kuatir orangku itu tidak tahan
siksaan musuh, lalu dia akan menunjukkan
tempat ini. Itulah sebabnya kami di sini selalu
harus waspada." Kini mengertilah Helian Kong kenapa
banyak orang bersenjata menjaga rumah itu.
Rupanya mereka dipersiapkan untuk menghadapi pihak yang oleh Ting Hoan-wi
dikatakan "sindikat yang menjadi kaki tangan Li
Cu-seng" itu. Dan sore itu Helian Kong melihat iumlah
orang yang berjaga-jaga itu meningkat,
semuanya ada tigapuluh orang. Dibantu
beberapa anjing yang besar dan galak untuk
mengawasi halaman belakang dan samping.
"A-hoan, yang kaulakukan itu menunjukkan
bahwa kau memihak pemerintah yang syah.
Dalam keadaan sulit seperti ini, kenapa tidak
Kembang Jelita 1 40 minta bantuan Tentara Kerajaan di pos
terdekat?" Perlahan Ting Hoan-wi meletakkan sumpit,
menarik napas beberapa kali dan menjawab
dengan wajah murung, "Ini pun masalah besar.
Menghadapi kaki tangan pemberontak itu aku
masih tidak gentar, anggap saja kekuatah
mereka seimbang dengan kami. Tapi kesulitan
terbesar bisa jadi datangnya dari .... maaf, justru
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari pihak Tentara Kerajaan."
Ting Hoan-wi menyelipkan permintaan
maafnya, sebab ia tidak melupakan kalau yang
di hadapi adalah seorang Perwira.
Helian Kong sendiri sudah maklum betapa
banyak orang-orang korup dalam tubuh
pemerintah, entah sipil entah militer. Ia sudah
bisa membayangkan kesulitan apa yang bakal
dihadapi Ting Hoan-wi kalau melaporkan
kasusnya ke pihak Tentara Kerajaan. Bukan
mendapat bantuan, bisa, jadi malahan akan
ketambahan masalah baru. Tapi Helian Kong bukan jenis orang yang
suka "buruk muka cermin di-belah" Karena itu
Kembang Jelita 1 41 La masih bertanya juga, "Kesulitan apa yang
kaukuatir kan datang dari pihak Tentara
Kerajaan?" Sahut Ting Hoan-wi, "Kalau urusan ini
diketahui mereka, malah aku akan terjepit. Di
satu pihak dirusuhi orang-orangnya Li Cu-Seng,
dari lain pihak pasti akan diperas habis-habisan
oleh para orang korup dalam Tentara Kerajaan.
Mungkin aku akan diancam dengan tuduhan
macam-macam, dan untuk lepas dari tuduhan
itu pastilah dibutuhkan uang tidak sedikit. Para
pemerasku pasti tak mau tahu kalau aku sampai
begini tak lain hanya demi rakyat yang
menderita, bukan memperkaya diri. Mereka
takkan mau tahu soal itu, tahunya ya
memanfaatkan kesempatan untuk memeras
sebanyak-banyaknya".
Biarpun baru makan sedikit dan ma
kanannyapun cukup lezat, nanun nafsu makan
Helian Kong tibatiba lenyap. Pelan-pelan iapun
meletakan sumpitnya. Apa yang dikatakan Ting Hoan-wi itu bukan
omong kosong, tapi kenyataan yang banyak
Kembang Jelita 1 42 terjadi di mana-mana. Kerajaan Beng saat itu
sedang menghadapi dua musuh berbahaya.
Dalam negeri ada pemberontakan Li Cu-seng
yang makin meluas di wilayah barat laut,
bahkan mulai merembes ke wilayah tengah,
sedang di luar perbatasan timur-laut ada
Keraiaan Ceng/Manchu) yang memendam"
nafsu ekspansi yang berbahaya. Namun banyak
pembesar Kerajaan Beng yang seolah lupa
bahaya itu, melupakan tanggung jawab dan
berlomba mengeruk keuntungan pribadi, tanpa
mempedulikan kalau tindakan mereka menimbulkan kebencian rakyat dan melemahkan negara. Helian Kong menyambar poci arak,
dituangkannya isinya langsung ke mulut nya
tanpa cawan, sebagian berceceran membasahi
leber dan dadanya. Habis satu poci,
disambarnya poci lainnya untuk dikosongkan
pula, seolah dengan demikian ia ingin
melarutkan kejengkelan dan kekecewaan yang
menggumpal menyesakkan dadanya.
Kembang Jelita 1 43 Araklah jawabannya, biarpun cuma jawaban
semu dan sementara. Ting Hoan-wi membiarkan saja Helian Kong
minum arak. Tidak apa-apa kalau sahabatnya
itu mabuk sedikit, malahan akan bisa digunakan
tenaganya demi keuntungannya. Tidak heran
kalau Ting Hoan-wi malahan memberi isyarat
kepada seorang pelayannya agar mengam
bilkan arak lagi. "Begitulah kesulitanku, A-kong. ." Kata Ting
Hoan-wi kemudian dengan mimik muka yang
berusaha menarik belas kasihan, "Keinginanku
cuma meringankan penderitaan banyak orang,
tidak tahunya malah celaka, macam ini."
Tiba-tiba Helian Kong menggebrak meja dan
berkata dengan keras, "Kalau musuh datang,
aku akan bertempur di pihakmu!"
Memang pernyataan seperti itulah yang
diharapkan Ting Hoan-wi. Ia menganggukangguk puas sambil berkata, "Kalau demikian
aku tidak perlu lagi gentar kepada siapapun."
Pelayan datang mendekat membawa poci
arak di atas nampan, Helian Kong langsung
Kembang Jelita 1 44 menyambar poci itu dan arak-pun kembali
memasuki mulutnya seperti pancuran.
Setelah meletakkan poci yang tetap kosong,
Helian Kong dengan muka merah karena
pengaruh arak, berkata kepada pelayan,
"Ambilkan pedang di kamarku! "
Bergegas pelayan itu ke kamar Helian Kong,
dan kenbalinya ia membawa pedang yang
sarungnya baja hitam, sedangkan pada bagian
yang menghubungkan antara gagang dan
batang pedang dihias ukiran seekor elang yang
sedang mementang sayap. Tadi ketika Helian Kong datang, Ting Hoanwi belum sempat memperhatikan pedang yang
dibawanya. Kini setelah melihat jelas pedang
itu, diam-diam Ting Hoan-wi merasa agak iri.
Karena ia tahu pedang itu adalah Tiat-eng
Pokiam (Pedang Pusaka Elang Besi) yang tajam
amat, dulu disandang oleh gurunya. Menurut
peraturan perguruan, murid yang mewarisi
pedang itu berarti juga mewarisi kedudukan
sebagai ketua Tiat-eng-bun (Perguruan E-lang
Besi) dan kitab pusaka Tiat-eng Pit-kip. Kini
Kembang Jelita 1 45 nelihat pedang itu sudah di tangan Helian Kong,
berarti dia sudah menjadi Ketua Tiat-eng-bun
menggantikan gurunya. Demi tata-tertib perguruan, Ting Hoan-wi
bangkit dari kursinya lalu menghormat pedang
itu, kemudian meng hormat Helian Kong pula
sambil berkata, 'Ting Hoan-wi, murid angkatan
keenam, memberi hormat dan mengucapkan
selamat kepada Bun-cu (Ketua)."
Perguruan Tiat-eng-bun semula berasal dari
Siau-lim-pai. Kira-kira seratus tahun sebelumnya ada seorang pesilat berbakat dari
Siau-lim-pai yang memisahkan diri dan
mendirikan aliran silatnya sendiri. Tiat-eng-tun
tergolong kelompok kecil, murid-muridnya dari
seluruh negeri kalau dikumpulkan semua juga
pasti tidak berjumlah lebih dari limapuluh
orang. Namun perguruan kecil itu disegani
karena banyak tokoh-tokohnya yang tangguh.
Karena itulah Tiat-eng-bun tidak mungkin
dikesampingkan dalam berbagai urusan..
Ting Hoan-wi mengimpikan, seandainya
dirinya bisa menjadi Ketua Tiat-eng-bun, tentu
Kembang Jelita 1 46 akan banyak membantu kelancaran "usahanya".
Namun kini dilihatnya pedang lambang
kekuasaan Ketua itu sudah di tangan Helian
Kong, ya apa boleh buat. Cepat Helian Kong membangunkan Ting
Hoan-wi dari berlututnya, ''Sudahlah A-hoan. Di
luar acara-acara resmi perguruan, kita tetap
teman biasa dan bersikaplah seperti biasa saja."
Ting Hoan-wi duduk kembali dan siap
melanjutkan perjamuan. Tiba- tiba keheningan malam itu dirobek
suara anjing menggonggong di halaman
samping dan belakang. Bahkan dari halaman
depan terdengar suara lelaki-lelaki saling
membentak dan membenturkan senjata.
Dugan akan kedatangan musuh dipertegas
dengan laporan seorang anak buah Ting Hoanwi yang berlari masuk ke ruang perjamuan itu,
"Toako, musuh datang!"
Mendengar itu Ting Hoan-wi lalu berdiri,
dengan gerakan sigap ia melepaskan jubah
panjangnya, sehingga kini ia cuna berpakaian
ringkas. Biarpun belakangan ini tubuhnya
Kembang Jelita 1 47 makin gemuk karena makin makmur, namun
masih kelihatan keras dan kekar. Seorang
pelayan menyodorkan pedangnya, lalu diapun
melangkah keluar disertai Helian Kong.
Ternyata pertempuran sengit sudah
berkobar di halaman depan. Musuh agaknya
tidak mau datang seperti pencuri yang
merunduk-runduk dari belakang, me lainkan
memilih untuk seperti garong yang mendobrak
pintu dan menyerbu. Tanda bahwa mereka
yakin akan kekuatan diri sendiri,
Ting Hoan-wi dan Helian Kong sampai ke
halaman depan. Di situ puluhan anak buah Ting Hoan-wi
bertempur dengan puluhan orang yang
semuanya memakai ikat kepala kuning. Pakaian
para penyerbu itu beraneka ragam, ada yang
seperti kuli dan ada pula yang seperti anak
bangsawan, tapi ikat kepala kuning itu
menyatukan mereka dalam satu barisan.
Ikat kepala kuning menang merupakan
tanda umum pengikut Li Cu-seng, sehingga
pemberontakan itu sering disebut pula dengan
Kembang Jelita 1 48 Pelangi Kuning. Inilah gerakan yang ciri-cirinya
agak meniru gerakan Thio Kak di jaman Kaisar
Han-leng-te belasan abad yang silam. Meniru
pula gerakan Cu Goan-ciang, leluhur dinasti
Beng, dan kawan-kawannya ketika menumbangkan dinasti Goan (mongol), Tapi
waktu itu Cu Goan-ciang menggunakan warna
merah sebagai lambang gerakannya, sehingga
gerakannya dalam sejarah dikenal dengan
Pemberontakan Serban Merah. Karena Cu Goanciang adalah penganut Tiau-yang kau (agama
penyembah matahari) dan warna merah
diyakini sebagai warna matahari.
Pertempuran di halaman itu nampak
seimbang, baik dari segi jumlah maupun mutu
orang-orangnya. Kedua pihak terdiri dari lelakilelaki keras, petualang petualang yang tidak
berkedip melihat muncratnya darah, bahkan
sering bau darah itu mereka rindukan.
Tapi di pihak musuh ada dua orang yang
belum turun gelanggang. Sikap mereka
menunjukkan kalau mereka belum suka masuk
Kembang Jelita 1 49 ke gelanggang karena belum melihat adanya
lawan yang setimpal Yang seorang adalah lelaki ganteng
berkumis, dandanannya mewah sehingga tidak
mirip orang pergi bertempur namun pergi ke
pesta. Karena pakaian mewahnya itu, ia jadi ada
kesamaan dengan Ting Hoan-wi. Ia memanggul
senjatanya berupa sepasang tongkat baja. Ia
menonton jalannya pertempuran itu dengan
sikap tersenyun-senyum congkak, yakin
pihaknya akan mendapat kemenangan .
Yang satu lagi sungguh kebalikannya dalam
penampilan. Itulah seorang lelaki berumur kirakira tigapuluh tahun, yang tampangnya sungguh
akan menimbulkan rasa kasihan kalau dia ber
jongkok di sudut pasar sanbil menadahkan
telapak tangan. Orang ini hanya setinggi pundak
orang normal, amat kurus, sepasang lengannya
nampak bagaikan ranting-ranting kering yang
ditempelkan sembarangan saja di tubuhnya
yang setipis papan cucian. Lebih memelas lagi,
ia nampak bersandar, diambang pintu halaman
Kembang Jelita 1 50 dan setengah tidur,_pakaian yang menempel di
tubuhnya juga kelihatan sembarangan saja.
Sementara itu. si perlente yang membawa
sepasang tongkat itu berubah sikap menjadi
beringas setelah melihat keluarnya Ting Hoan wi. Ia melangkah maju menembus hiruk pikuknva pertempuran, suaranya menggelegar
penuh dendam, "Ting Hoan-wi, akhirnya ku
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
temukan juga sarang busuk tempatmu ber
sembunyi selama ini! He-he-he, malam ini aku
akan mengambil pulang limapuluh karung
garam yang telah kau rampas dengan licik,
setelah kau menjebak kami dengan hidangan
beracun. Kami juga akan menagih nyawa
sembilan belas saudara kami yang tewas ketika
itu. Sembilan belas nyawa harus ditukar
sembilan belas nyawa pula, termasuk
nyawamu!" Mendengar tuduhan itu, Helian Kong sertamerta menoleh kepada Ting Hoan-wi dengan
tatapan penuh tanda tanya. Ia menbenci
perbuatan licik seperti meracuni lewat
makanan. Kini mendengar orang itu menuduh
Kembang Jelita 1 51 Ting Hoan-wi berbuat demikian, Helian Kong
jadi ingin mendengar penjelasan Ting Hoan wi
sendi ri. Sebagai temannya selama bertahun-tahun,
Ting Hoan-wi sudah hapal akan watak Helian
Kong, apa yang disukainya dan apa yang
dibencinya. Maka buru-buru ia menjelaskan,
"Jangan percaya omong-kosongnya, A-kong. Dia
cuma ingin menjelek-jelekkan diriku, sebab aku
telah menentang perbuatan mereka yang
menyengsarakan rakyat!"
"Siapa dia?" "Peminpin gerombolan paling jahat di
sepanjang Sungai Hong-ho, namanya Phoa Kimgun dan julukannya Tiat-bwe-go (buaya buntut
besi). Banyak orang tak bersalah menjadi
korbannya, dan belakangan ini ia diperalat Li Cu
-seng untuk menghambat lalu lintas perdagang
an di Sungai Hong-ho, agar negara jadi kacau."
Itulah keterangan yang dicampuri hasutan,
untuk mengobarkan kemarahan Helian Kong.
Helian Kong yang baru saja kebanyakan
minum arak itu memang terpengaruh. Geramya,
Kembang Jelita 1 52 "Kebetulan. Kalau belum senpat kupenggal
leher Li Cu-seng, setidak-tidaknya bisa
kupereteli dulu jari-jari tangannya y.ang
menancapkan pengaruh di sepanjang Hong-ho."
Sementara itu di arena telah terdengar jerit
kematian dua kali bertu -rut-turut. Tiat-bwe-go
Phoa Kim-gun telah meremukkan batok kepala
mereka dengan sepasang tongkat balanya dan
sambil berbuat demikian diapan menghitung,
"Satu! Dua!" Ting Hoan-wi gusar, ia melompat ke arena
pula sambil mencabut pedang. Dua kali
pedangnya berdesing bolak-balik dan dua anak
buah Phoa Kim-gun dibabatnya pula. Diapun
melakukannya sambil menghitung, "Satu! Dua!"
Begitulah, dua nyawa dibalas dua nyawa,
demikianlah hukum tak tertulis di dunia
sindikat. Kuat-lemahnya suatu kelompok
ditentukan kesanggupan pemimpinnya dalam
membela anak buahnya, tak peduli benar atau
salah. Anak buah yang dibela sungguh-sungguh
akan membalas dengan kesetiaan besar kepada
kakak" mereka. Karena itulah dalam dunia hitKembang Jelita 1
53 Dua kali pedangnya berdesing bolak-balik dan
dua anak buah Phoa Kim-gun dibabatnya pula.
Diapun melakukannya sambil
menghitung,"Satu! Dua!"
Kembang Jelita 1 54 am itu balas membalas dilakukan tanpa
pertimbangan moral, hanya hitungan angka
yang diperlukan. Phoa Kim-gun dan Ting Hoan-wi sama-sama
paham hal ini. Phoa Kim-gun harus
membalaskan kematian "saudara-saudara"nya,
begitu pula Ting Hoan-wi, agar mereka tetap
kokoh bercokol sebagai pimpinan kelompok
masing-masing. Setelah sama-sama mencabut dua nyawa,
kedua pimpinan itu bergebrak dengan sengit.
Dengan gerakan Pek-ho-tok hi (bangau putih
mencucuk ikan), ujung pedang Ting Hoan-wi
lebih dulu meluncur ke dada Phoa Kim-gun.
Tak kalah tangkasnya Phoa Kim-gun
menyilangkan sepasang tongkatnya untuk
menjepit dengan gerak Sin-ji-sik (gerakan
"angka sepuluh"), sebab gerakan silang itu
memang membentuk angka sepuluh ("+")
dalam aksara Cina. Phoa Kim-gun masih
menambahkan lagi jejakan keras ke lutut Ting
Hoan-wi. Kembang Jelita 1 55 Terancam dua serangan, Ting Hoan-wi
cepat melangkah kesamping sambil menaikkan
pedangnya, lalu turun kembali membacok
pundak lawan dengan gerak Ki-eng-keng-ih
(elang lapar menyisik bulu).
Kedua pinpinan gerombolan itu ternyata
punya kemampuan silat yang seimbang. Maka
kedua pihak sama-sama sulit untuk mendapat
kesempatan menyerang dua jurus berturutturut. Keduanya saling balas, sejurus dibalas
sejurus, seperti sudah diatur gilirannya. Jadi
seperti siswa-siswa perguruan silat yang sedang
latihan Tui-jiu (serang menyerang dengan urut
dan teratur). Namun pertarungan mereka tetap berbahaya, sebab kedua pihak dengan sungguhsungguh dan penuh kebencian berusaha untuk
membinasakan lawan. Dari tepi arena Helian Kong melihat
permainan silat Ting Hoan-wi ternyata belum
maju banyak sejak lima tahun yang lalu, diamdiam ia menyesalkan. Mungkin karena terlalu
sibuk "bisnis" maka latihannya dilakukan
Kembang Jelita 1 56 seenaknya. Tidak lupa sama sekali, tapi juga
tidak bersungguh-sungguh meningkatkannya.
"Untungnya cuma ketemu lawan sekaliber
Phoa Kim-gun ...." pikir Helian-Kong. "Jadinya ya
seimbang....." Tapi Helian Kong belum ingin cepat-cepat
terjun ke gelanggang. Sebagai seorang yang
matang pengalaman di medan tempur, ia jadi
punya semacam naIuri perang untuk tidak
buru-buru memamerkan semua kekuatan di
pihaknya. Masih harus ada suatu kekuatan yang
tidak diperlihatkan, dibebaskan dari per
hitungan musuh, sebagai kekuatan penentu di
akhir pertempuran. Diapun merasa pihak musuh juga berbuat
demikian. Masih ada si pendek kurus yang
masih saja enak-enak bersandar di ambang
pintu gerbang dengan mata terkantuk-kantuk.
Ujud orang itu memang nampak begitu
remeh, tapi Helian Kong tidak mau melakukan
kecerobohan dengan meremehkannya. Kecerobohan macam itu sudah terlalu sering
mengantarkan seorang pesilat tangguhpun
Kembang Jelita 1 57 untuk melangkah menuju kekalahan. Karena
meremehkan musuh. Karena itu Helian Kong diam-diam mulai
lebih banyak menperhatikan si kurus kecil itu.
Antara Helian Kong dan si kurus pendek itu
terpisah puluhan langkah, dan terhalangi pula
oleh puluhan orang yang sedang mengadu
nyawa. Namun getaran lembut dari Helian Kong
agaknya terasa oleh orang itu pula, orang itu
tiba-tiba merasa ada yang memperhatikannya.
Itulah getaran lembut sesama jagoan tingkat
tinggi yang bisa dirasakan hanya oleh orang
berilmu tinggi pula. Getaran yang mungkin
sekali terpancar dari luapan rasa percaya diri
masing-masing pihak, sekaligus menandakan
terbangkitnya semangat tempur.
Dua arus getaran bertemu, mengusik naluri,
menyiagakan tubuh karena "radar" masingmasing sudah memperingatkan ada lawan
tangguh di dekat mereka .
Mata si kecil pendek yang mulanya terpejam
nyaman itu, tiba-tiba terbuka dan terpancarlah
sorot mata tajam ke arah Helian Kong. Si kurus
Kembang Jelita 1 58 ini langsung sadar bahwa lawan yang setimpal
kini sudah "tersedia" baginya.
Sementara Helian Kong pun mulai
memasuki arena. Tidak melompat, tapi
melangkah setapak demi setapak, tidak tergesagesa, tiap langkahnya berarti menyiagakan jiwa
dan raganya setahap dani setahap memasuki
pertaruhan nyawa yang entah bagaimana
akhirnya nanti. Langkahnya lurus menyeberangi :ihalaman yang hiruk-pikuk, ke
arah si kurus kecil. Si kurus kecil menggeliat sebentar sambil
menguap lebar, dan bergumam keras , "Ah, ada
makanan keras, apakah aku bisa mengunyahnya?" Tapi ia rasakan tubuhnya nyaman dan
semangatnya siap, setelah menggeliat barusan.
Ia menegakkan punggungnya, tidak lagi
bersandar seenaknya. Dilepaskannya cambuk
panjang, sepanjang tiga meter, terbuat dari kulit
berpilin tiga, yang semula melingkari
pinggangnya. Lalu ia melangkah menyongsong
Helian Kong. Garis yang dibuat kedua orang itu
Kembang Jelita 1 59 dengan langkahnya pasti akan menyambung di
satu titik, sama pastinya kalau dua potong besi
semberani yang berbeda kutub diletakkan
berdekatan. Dua orang anak buah Ting Koan-wi kurang
menyadari bahaya dibalik tubuh kerempeng itu.
Mereka menyerang si kerempeng dengan
senjata, dan sulit diikuti bagaimana mulanya,
tiba-tiba salah satu dari mereka malahan kena
cengkeram lengannya lalu diayunkan berputar
di udara Seandainya tubuh itu kuas yang telah
dicelup tinta, tentu telah menghasilkan gambar
lingkaran besar di udara. Namun si kerempeng
tidak menganggap tubuh itu sebagai kuas, tapi
rupanya sebagai pentung untuk dihempaskan
ke tubuh temannya sendiri, dan kedua anak
buah Ting Hoan-wi itu sama-sama terkapar tak
berkutik lagi. Semuanya berlangsung begitu
enak dan begitu singkat, kurang dari satu detik.
Adapun si kerempeng sendiri bersikap seolaholah tidak habis melakukan sesuatu, karena
cepatnya gerak cengkeraman dan bantingannya
tadi . Kembang Jelita 1 60 Selesainya bersamaan dengan Heli-an Kong
yang berhasil membereskan pula dua orang
anak buah Phoa Kim-gun yang baru saja
berusaha membunuhnya. Sedetik sebelumnya,
kedua penyerangnya masih penuh kepercayaan
akan keberhasilan serangan mereka, dan
sedetik sesu dahnya harapan itu sirna.
"Jurus hebat!" kata-kata yang sama keluar
bersamaan dari mulut Helian Kong dan si
kerempeng, bukan untuk memuji diri sendiri,
tapi untuk pihak lain Sekaligus juga sama-sama
meningkatkan kewaspadaan karena sadar
bahwa yang akan mereka hadapi begitu
tangguh, sampai memancing pujian tulus dari
hati masing-masing. Keduanya berhenti melangkah, jarak yang
pas sudah ditemukan. Orang -orang kedua belah
pihak yang sedang bertempur itupun
menyingkir jauh, sehingga tersibaklah arena
bagi Helian Kong dan si kerempeng untuk
mengukur ilmu. Tidak ada lagi yang berani ikut
campur, sebab berarti cari penyakit. Empat
contoh sudah cukup berlebihan.
Kembang Jelita 1 61
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Boleh aku tahu namamu?" tanya si
kerempeng. "Helian Kong, Ketua Tiat-eng-bun keenam.
Hu-ciang dalam Tentara Kerajaan ."
"Astaga, benar-benar kedudukan yang
terpandang. Kudengar kemashuran nama
gurumu, tetapi kenapa sekarang kau
merendahkan kedudukanmu begitu rupa
sehingga menjadi tukang kepruk gerombolan
anjing ini" Apalagi memilih tempat pengabdian
yang keliru dalam pemerintahan bobrok yang
dibenci rakyat." Helian Kong tertawa dingin sambil menatap
ikat kepala kuning yang membebat kepala
orang itu, "Keliru" Menurutmu, pengabdian
yang benar adalah ikut dalam gerombolan
pengacau pimpinan Li Cu-seng, menghambat
pengiriman garam agar rakyat mengeluh,
begitu?" Tubuh si kerempeng bergetar menahan
emosi. "Joan-ong junjungan kami adalah
pahlawan, bukan pengacau. Ia ditugaskan oleh
ketentuan sejarah untuk membuka lembaran
Kembang Jelita 1 62 baru. Dia adalah sesembahan yang lebih baik
dari pada Kaisar Cong-ceng yang cuma menjadi
boneka Co Hua-sun!" (Bersambung jilid ke II) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Margoyoso 19/06/2018 11:52 AM
Kembang Jelita 1 63 Kembang Jelita 2 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 2 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid II "Ha-ha.... ditugaskan ketentuan sejarah" Enak
saja kalau ngomong ketentuan sejarah itu
bagaimana tampangnya" Gemuk atau kurus"
Kelimis atau brewokan" Kapan dia menugaskan
si maling Li Cu-seng untuk mengangkat diri
sendiri jadi malaikat penolong?"
"Tutup mulutmu! Kaisar Cong-ceng sesembahanmu itu bukankah juga cuma ke
turunan si pengemis jahat Cu Goan-ciang?"
"Hem, sekarang sebut saja namamu!"
"Oh Kui - hou."
Helian Kong agak terkesiap mendengar nama
itu, sebab itulah nama seorang pendekar di
kawasan barat laut yang pernah didengarnya.
Tak terlalu heran kalau pendekar itu sudah
menjadi pendukung Li Cu-seng, sebab di
Kembang Jelita 2 2 kawasan itu memang Li Cu-seng menancapkan
pengaruh dengan kuatnya. Di kawasan itu Li Cuseng tidak dianggap pemberontak atau
pengacau, melainkan "Dewa penolong" bagi
orang-orang yang bosan terhadap pemerintahan Kerajaan Beng.
Si kerempeng Oh Kui-hou bukan cuma
memperkenalkan nama, tetapi bahkan juga
mulai berusaha membujuk Helian Kong, "Sobat,
masa depanmu masih pan -jang dan aku yakin
ilmu silatmu pasti tinggi. Sayang kalau kau
membuang umur dengan mengabdi kepada
pemerintahan bobrok yang sekarang ini. Lebih
baik mari lah kita mendukung Joan-ong untuk
membahagiakan rakyat."
Helian Kong tertawa, "Aku percaya ketulusan
hati Li Cu-seng. Benar. Tulus memang. Tapi
ketulusan hati saja tidak cukup, sebab orang
tulus macam dia malah akan menjadi makanan
empuk orang-orang licik. Dia pasti akan gagal
untuk memperbaiki kehidupan rakyat karena
dua hal. Pertama, perjuangannya berwawasan
dangkal, dia cuma tahu mengobarkan
Kembang Jelita 2 3 kemarahan rakyat dan menga rahkannya, tapi
lama-lama pasti takkan berhasil mengendalikannya. Dia akan di telan oleh banjir
yang ditimbulkannya sendiri. Kedua, aku tahu di
antara pembantu-pembantu Li Cu-seng ada
orang-orang licik macam Lau Gong-bin yang
hidung belang dan Gu Kim-sing yang ahli
memfitnah teman sendiri. Li Cu-seng takkan
dapat mengatasi kedua orang ini. Kedua orang
inilah yang akan menikmati kemenangan kelak,
apabila kalian berhasil. Bukan Li Cu-seng, bukan
pula rakyat jelata yang selama ini dibujuk-bujuk
untuk angkat senjata dan setor nyawa dimedan
perang. Ketiga, Li Cu seng tidak tahu apa-apa
tentang membangun negara, kalau merobohkan
negara mungkin dia memang pintar. Seandainya
bisa merobohkan pemerintah yang sekarang,
bisakah dia membangun yang lebih baik"
Jangan-jangan dia berontak cuma karena
sekedar ingin merasakan empuknya singgasana
dengan bokong melaratnya" Aku yakin hanya
kekacauan yang akan dihasilkan oleh
Kembang Jelita 2 4 kemenangannya. Karena itu, dia tidak boleh
menang!" Oh Kiu-hou merah padam wajahnya, lalu
balas mengejek. "Jadi kau anggap Kaisar Congceng tidak boleh disingkirkan karena
pemerintahannya sudah adil, bersih dan
bijaksana" Dan semua rakyat hidup sejahtera
dibawah perlindungan pembesar-pembesar
yang baik hati, begitukah?"
Sudah jelas itulah sindiran, sebalik
kenyataan saat itu justru kebalikan dari katakata Oh Kui-hou itu.
Helian Kong menarik napas dan men jawab
prihatin, "Pemerintahan sekarang memang
kuakui banyak kelemahan, tapi dalam
pemerintahan juga masih banyak pembesar
setia yang menunggu kesempatan untuk
berbakti, baik sipil maupun militer. Kalau
orang-orang korup kelak sudah kami singkirkan
dan pembesar-pembesar setia menggantikannya, nah, rakyat akan mendapatkan kesejahteraannya tanpa perang. "
Kembang Jelita 2 5 Terkekeh-kekeh Oh, Kui-hou mendengar
kata-kata itu, Sebuah mimpi yang amat indah.
Sayang, Joan-ong dan segenap pengikutnya
tidak percaya kalau mimpi itu bisa benar-benar
terwujud. "Kami tidak sabar. Kami akan melakukan
perombakan total." "Itu tidak bijaksana. Kalau sebuah rumah ada
satu atau dua gentengnya yang bocor, masa kau
akan merobohkan seluruh rumah itu sehingga
seisi rumah kehilangan tempat bernaung"
Bukankah cukup menggantikan genteng yang
bocor itu dengan genteng baru?"
"Satu dua genteng bocor" Ha-ha... sungguh
pintar kau mengecilkan kejahatan pemerintah
Beng! Bukan cuma satu dua genteng yang bocor,
sobat, tapi seluruh bangunan sudah keropos.
penuh rayap, kecoak, tikus-tikus yang rakus!
inilah gambaran tepat untuk Kerajaan Beng
sekarang ini!" suara Oh Kui-hou meninggi
bersamaan dengan emosinya. "Rakyat butuh
naungan baru, maka biarkan yang sekarang
dihancurkan jadi abu lebih dulu, lalu biarkan
Kembang Jelita 2 6 Joan-ong membangun yang sama sekali baru di
atas reruntuhan itu!"'
"Agaknya Li Cu-seng begitu bernafsu untuk
berkuasa, sampai tidak segan-segan mengobarkan perang antara sesama bangsa
Han. Pertentangan ini hanya menguntungkan
orang-orang Manchu dari luar perbatasan Sanhai-koan. Aku yakin Joan-ongmu tidak memikir
sampai soal ini karena keterbatasan otaknya, ya
maklum saja dia itu kan Cuma?"
Tiba-tiba Oh Kui-hou dengan marah
mengayunkan cambuknya di udara, deru
cambuknya terdengar seperti angin prahara,
ledakannya seperti petir. Dia marah karena
Joan-ongnya direndahkan oleh Helian Kong
begitu rupa. Katanya keras, "Semangat Joan-ong
adalah semangat rakyat. Rakyat tidak merasa
diperalat atau dipaksa oleh Joan-ong, melainkan
sambil menyanyi gembira angkat senjata untuk
memperjuangkan nasib sendiri. Siapapun
takkan bisa membendung kami ! Seandainya
Jengish Khan bangkit dari kuburnya dan
memimpin angkatan perang sedahsyat dulu, ia
Kembang Jelita 2 7 tetap takkan dapat mengalahkan Joan-ong yang
didukung jutaan rakyat ! Apalagi cuma orang
biadab dari timur-laut itu, sejengkal tanahpun
takkan mereka peroleh!"
".Sobat, semangatmu berlebihan sehingga
mengaburkan akal sehat. Aku hanya ingin
mengingatkan." "Tidak! Orang-orang yang masih rela
menjadi anjing Cong-ceng Itulah yang perlu
disadarkan, termasuk kau! Perlu kuingatkan
sekali lagi bahwa peralatan perang kalian yang
jauh lebih lengkap takkan bisa membendung
semangat kami !" Pelan-pelan kemarahan Helian Kong bangkit
juga, ia hunus pedangnya sambil berkata,
"Benar-benar keras kepala. Tapi malam ini kau
akan kutangkap!" Oh Kui-hou tidak gentar, "He-he-he,
melihat sikapmu seperti ini, tidak salah
dugaanku kalau kau cuna sekedar budak yang
tak perlu menggunakan pikiran, cuma
mengekor saja kepada sikap majikanmu yang
Kembang Jelita 2 8 lalim. Sayang. Aku pun takkan sungkan-sungkan
lagi." Ucapannya disambung dengan gerak
cambuknya yang meluncur ke depan dengan
gerak Leng-coa-siam-keng (UlarSakti Melilit
leher). Tampang dan bentuk tubuh Oh Kui-hou
memang mudah menimbulkan kesan untuk
diremehkan, tapi untunglah Helian Kong sejak
semula tidak meremehkannya, sebab lawannya
yang pendek dan kerempeng itu ternyata benarbenar berbahaya. Bukan cuma geraknya yang
cepat, tapi desir cambuknya ketika membelah
udara menunjukkan betapa hebat kekuatan
yang tersimpan dalam tubuh kecil itu.
Cepat sekali Helian Kong menunduk dan
menggeser ke samping, lalu ganti cahaya
pedangnya mengejutkan lawannya dengan
tikaman Liong-bun-ko-long (Bermain Gelombang di Pintu Naga), yang mengandung
aneka ragam gerak kelanjutan dibalik
kesederhanaannya. Oh Kui-hou melompat mundur.
Kembang Jelita 2 9 Ia tidak segera balas menyerang, sebab
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merasa, kalau halaman itu kurang leluasa untuk
memainkan cambuk yang tiga meter panjangnya itu. Terlalu banyak orang yang
sering menyelonong masuk lintasan gerak
cambuknya, sehingga geraknya tentu banyak
terganggu. Cambuk yang lemas dan panjang itu
memang lebih sulit dikendalikan dari pada
pedang, maka arena yang sesak itu Jadi lebih
menguntungkan lawannya. Karena itulah Oh Kui-hou tiba-tiba melompat
ke atas bagaikan seekor burung saja, dan
hinggap di atas genteng. Teriaknya dari atas,
"Anjing Kaisar, kemarilah kalau berani!"
Jawaban Helian Kong adalah langsung
dengan lontaran tubuhnya ke atas genteng pula,
pedangnya gemerlap di bawah cahaya bintangbintang.
Namun sebelum kakinya menginjak genteng,
cambuk Oh Kui-hou telah melecut bertubi-tubi,
mengurungnya. Bukan ujung cambuk saja yang
bisa untuk menyerang, tapi bagian tengah
Kembang Jelita 2 10 cambuknya juga bisa melengkung atau
membuat ling karan untuk menjerat.
Benar-benar ilmu cambuk yang lihai.
Saat itu tubuh Helian liong masih mengapung
di udara, maka "sambutan" Oh Kui-hou itu bisa
menyulitkannya. Ia putar pedangnya dengan kencang seperti
perisai, dan sepasang kakinya menendang
berganda ke pinggir genteng. Bukan menendang
sebenarnya, tapi lebih tepat disebut mencongkel. Dua lembar genteng yang kena
kakinya langsung copot dari kerangkanya dan
menderas kearah Oh Kui-hou, menyusup di
antara bayangan cambuknya yang berlapislapis.
Gerakan cambuk mengendor, dan He-lian
Kong berhasil merebut sebidang tempat
berpijak, dengan melakukan salto yang
mendarat empuk di atas genteng itu.
Lawannya mau tidak mau kagum melihat
ketangkasan dan akal cerdik Helian Kong.
Begitu ujung kakinya menyentuh genteng,
seperti serigala lapar, Helian Kong terus menerKembang Jelita 2
11 Saat itu tubuh Helian Kong masih meng apung di
udara, maka "sambutan" Oh Kui hou itu bisa
menyulitkannya. Kembang Jelita 2 12 kam lawannya dengan cahaya pedangnya yang
bergulung-gulung gemerlapan.
Oh Kui-hou mundur mencari , ruang gerak
bagi cambuknya yang panjang sambil
menyentak balik cambuknya. Cambuk itu tibatiba berubah menjadi belasan lingkaran
bertebaran menghadang langkah Helian Kong.
Tiap lingkaran adalah perangkap, dan berarti
saat itu ada belasan perangkap. Pedang Helian
Kong bisa terjerat oleh lingkaran yang mana
saja. Pedang itu memang memasuki satu
lingkaran dan terjerat, namun Helian Kong
sekuat tenaga menyentakkan sambil mengiris.
Ketajaman pedang Tiat-eng Po kiam itulah yang
tidak dihitung Oh Kui hou. Maka biarpun
cambuknya dibikin sangat kuat, tapi cambuk itu
teriris hampir putus. Meski tidak putus sama sekali, cambuk
panjang itu jadi kehilangan sebagian besar
kegunaannya untuk bertempur. Bagian mulai
dari tangkai sampai yang teriris itu masih bisa
dikendalikan, sebaliknya mulai dari irisan yang
Kembang Jelita 2 13 "kiwir-kiwir" itu sampai ke ujung sulit
dikendalikan, malahan menjadi gangguan besar.
Mendongkol tapi juga kagum Oh Kui-hou
dibuatnya. Puluhan lawan" tangguh pernah
dihadapinya, namun umumnya mereka sudah
berusia sekitar setengah abad atau sudah punya
nama terkenal. Berbeda dengan lawan kali ini
yang masih "ingusan" tapi sudah merepotkan.
Cambuknya yang rusak itu dibuang begitu
saja, lalu bentaknya, "Jangan gembira dulu,
bangsat. Sekarang boleh kau rasakan Ban-siangkun-hoat (pukulan Selaksa Gajah)!"
Rasanya janggal juga orang sekecil Oh Kuihou hendak memainkan jurus "Selaksa Gajah"
yang berkesan kuat dan dahsyat. Namun Helian
Kong sadar lawan nya tidak sedang melawak, ia
tidak mau memandang enteng. Namun juga
tidak mau berlaku tidak adil dengan
menggunakan pedang untuk menghadapi
tangan kosong, maka disarungkannya pedangnya. Dan begitu Oh Kui-hou beraksi, nyatalah
nama "Selaksa Gajah" itu memang pas. Ketika si
Kembang Jelita 2 14 kerenpeng itu mulai merentangkan kakinya
memasang kuda kuda, terdengar kayu belandair
penyangga atap yang diinjaknya itu berbunyi
berkeriut separti hendak patah, menahan beban
yang tiba-tiba menjadi berkali lipat beratnya.
Oh Kui-hou lalu melangkah dan tinjunya
menyambar dari bawah ke dagu Helian Kong,
disertai deru angin hebat sehingga baju Helian
Kong berkibar. Helian Kong bergeser mundur dan Oh Kuihou mengejar dengan tinju dibalik, dengan
punggung kepalannya mau menghantam wajah
lawannya, dibarengi jejakan kaki ke arah lutut.
Gerakannya serba kuat dan cepat.
Cepat-cepat Helian Kong mengangkat satu
kakinya dengan gerak Kim-ke-tok-lip (ayam
emas berdiri di satu kaki) untuk menghindari
jejakan ke lutut nya, namun kakinya diteruskan
menendang ke lambung lawan, disusul sepalang
lengannya melengkung dan menyambar uraturat besar di kiri kanan leher lawannya. Au-cuhoan-sin (elang menyambar berputar).
Kembang Jelita 2 15 Gaya tempur Oh Kui-hou keras dan kuat
seperti gajah mengamuk, sedangkan Helian
Kong ringan dan cepat seperti elang terbang,
sesuai dengan ciri perguruan masing-masing.
Pertarungan jadi agak lucu kelihatannya.
Biaranya kalau seorang bertubuh kecil
menghadapi musuh yang bertubuh besar, tentu
akan menghindari lanturan dan mencari
keunggulan dari kelincalian dan kecepatan.
Ini kebalikannya. Oh Kui-hou bertempur dengan terjanganterjangan yang lurus dan langsung terus
menerus penasaran mengajak adu tenaga.
Sebaliknya Helian Kong yang bertubuh tegap
dan tinggi itu malah banyak berkelit dan
berlompatan lincah, serangan-serangannya
kebanyakan menyudut atau melingkar, menyambar bagian-bagian yang dianggapnya
tak terjaga. Begitulah, kalau dasar pelajaran silatnya
berbeda sejak dari perguruan, maka gaya
tempurnya pun berbeda, tak peduli bentuk
tubuh masing-masing. Kalau pun ada
Kembang Jelita 2 16 penyesuaian, maka penyesuaian itu tidak
banyak menyimpang dari ajaran aslinya.
Namun pertempuran di atas genteng itu
nampaknya seimbang. Kedua pesilat sama-sama
harus memeras keringat hanya untuk
mendapatkan setitik keunggulan. Setitik
keunggulan yang akan diperta-hankan erat-erat
untuk "dikembangkan" sebagai modal sampai
tercapainya kemenangan. Tapi mencari keunggulan yang "setitik" itulah yang bukan
main susah nya. Malahan dalam hati masing-masing timbul
kekaguman kepada lawan. Kekaguman yang
pelan-pelan berubah menjadi saling menghormat. Biarpun terhadap musuh Helian
Kong dan Oh Kui-hou merasa pantas untuk
menaruh hormat, mereka tidak segan mengakui
dalam hati , sebab sesama kesatria tidak harus
selalu dijumpai sebagai kawan seperjuangan.
Cuma sayang, kedudukan mereka yang
berseberangan membuat mereka wajib bertempur terus. Alhasil, pertempuran antara
keduanya tidak mengendor.
Kembang Jelita 2 17 Atap rumah yang miring dan licin itu tidak
menjadi halangan mereka untuk bergerak
seleluasa di tempat datar saja. Bahkan serangmenyerang kadang-kadang demikian cepatnya
sehingga bayangan tubuh mereka berbaur jadi
satu, menjadi gulungan kehitaman di bawah
cahaya sepotong rembulan yang pucat muram.
Namun ada satu soal yang menjadi
pemikiran Helian Kong. Tiap langkah Oh Kuihou ternyata luar biasa beratnya dalam
menerapkan ilmu Ban-siang-kun-hoat. Tiap kali
terdengar belandar rumah penyangga atap itu
berderak-derak, dan genteng-genteng remuk
terinjak atau melorot ke bawah.
"Kalau begini terus, aku yakin rumah ini bisa
ambruk tidak lama lagi." pikir Helian Kong. Dan
ia merasa keberatan, sebab inilah rumah Tan
wan-wan yang menyimpan banyak kenangan
indah buatnya. Karena itulah ia bermaksud memancing
musuhnya untuk bertempur di tempat lain.
"Oh Kui-hou." ucapnya disela-sela deru
pukulannya sendiri maupun lawannya.
Kembang Jelita 2 18 "...bagaimana kalau kita cari tempat mengadu
ilmu yang lebih leluasa lagi?"
"Ha-ha .... kau kuatir aku merobohkan rumah
ini" Tidak, aku memang akan merobohkan
rumah bangsat Ting Hoan-wi ini...." sahut Oh
Kui-hou, Dan serangannya malah semakin menghebat,
sehingga rumah itu seperti digetarkan gempa
bumi ataupun prahara yang hebat .
Helian Kong lalu memancing kemarahan
lawan, "Aku punya jurus silat simpanan yang
tidak leluasa kumainkan di sini. Karena itu,
kalau kau takut kepada jurus ampuhku itu, tidak
pindah ya tidak apa-apa ."
"Ha-ha, sungguh tajam mulutmu. Mau
mencoba membohongi aku, agar berke
sempatan kabur?" Habis berkata demikian, Oh Kui-hou
mendesak dengan jurus Sam-po-lian-hoan (Tiga
Langkah Berantai) dengan segenap kekuatan.
Terdengar gemeretak kayu belandar makin
hebat, genteng-genteng yang melorot jatuh juga
makin deras . Kembang Jelita 2 19 Biarpun langkah Helian Kong ringan seperti
mengambang, tapi ia tidak bisa dirobohkan oleh
desakan dahsyat itu. Tiga langkah Oh Kui-hou
dipunahkan tekanannya dengan tiga langkah
berputar. Pada langkah ketiga, Helian Kong tibatiba menyergap serempak dengan tangan dan
kakinya. Sepasang telapak tangannya mendorong naik lengan Oh Kui -hou yang belum
sempat ditarik, itulah gerak Pai-bun-tui-san
(Mengatur Pintu Menolak Gunung). Kuda-kuda
Oh Kui-hou belum mantap karena habis
melangkah, maka tubuhnyapun agak terangkat
terbawa lengannya yang penuh tenaga.
Lalu Helian Kong menyusulkan tendangan
Ho-hou-hoan-sin
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
(Macan Merunduk Membalikkan Tubuh) ke arah selangkangan
lawannya. Tapi luput, sebab lawannya telah
melompat dan melakukan gerak putaran di
udara untuk menghindar. Kena atau tidak, buat Helian Kong yang
penting saat itu adalah berpindah arena
sebelum rumah itu ambruk. Maka begitu
lawannya mundur, Helian Kong melesat pergi
Kembang Jelita 2 20 sambil menantang. "Ayo, berani mengikuti aku
atau tidak?" Tubuh kecil Oh Kui-hou seperti bola karet
yang dipantulkan ke dinding, segera "terbang"
menyusul Helian Kong menghilang ke
kegelapan malam. Sementara pertempuran di halaman rumah
itu tetap berlangsung sengit, biarpun tidak lagi
ditunggui oleh jago andalan masing-masing
pihak. Phoa Kim-gun dan Ting Hoan-wi makin
sengit menghantamkan atau menyabet dengan
sepasang tongkat baja dan pedang mereka. Ilmu
mereka jelas tak bisa dibanding Oh Kui-hou
maupun Helian Kong, tapi mereka saling
membenci sampai ke tulang sungsum, sehingga
itulah yang membuat pertempuran jadi hebat.
Namun dalam pertempuran antara masingmasing pihak, keseimbangan mulai goyah.
Dalam keberanian, kekejaman dan ketangkasan
main senjata, anggap saja kedua pihak
seimbang. Tapi Phoa Kim-gun mendatangkan
jumlah anak buah yang lebih banyak, sehingga
pihak Ting Hoan-wi mulai terancam. Kedua
Kembang Jelita 2 21 pihak sudah berkurang dengan orang-orang
yang tewas, namun pihak penyerbu makin kuat
dan ganas dalam mendesak pihak tuan ru mah.
"Tumpas semua orang dan musnahkan
tempatnya!" itulah perintah Phoa Kin-gun yang
bernada amat mendendam. Ting Hoan-wi mulai meraba ngeri. Bukan
menyesal karena dulu telah meracuni orangorangnya Phoa Kim-gun untuk merebut garam
mereka. Bukan. Selagi harga garam melambung
sehingga sama dengan emas, tindakan itu
dirasakan tepat dan tidak perlu disesali. Boleh
jadi tindakan itu dianggap kotor oleh pendekarpendekar terhormat, namun dianggap hal biasa
buat kaun bawah tanah seperti mereka. Namun
Ting Hoan-wi menyesal karena kurang banyak
mengumpulkan anak buahnya di situ, sehingga
sekarang kedudukannya menjadi sulit.
Ketika ia melirik sekejap ke atas genteng, ia
makin ciut nyalinya melihat Helian Kong sudah
tidak ada di situ, juga lawannya. Maka Ting
Hoan-wi pun memaki dalam hati, "Bangsat,
percuma aku jamu Helian Kong dengan
Kembang Jelita 2 22 makanan-makanan mahal. Di saat gawat ini
malah dia menghilang dan tidak mau
menolongku." Sementara kelompok Phoa Kim-gun makin
beringas , biarpun harus "tukar-menukar"
nyawa namun mereka semakin mendepak dan
mengurung. salah seorang dari mereka berhasil
melemparkan obor ke atap rumah, dan atap
rumah perlahan mulai terbakar. Kemudian obor
obor lain dilemparkan ke segala penjuru,
sebagian besar menimbulkan kobaran si jago
merah yang rakus melahap apa saja.
Dari bagian belakang rumah itu lalu
terdengar jeritan panik para pembantu rumah
tangga, lelaki maupun perempuan. Suasana jadi
tambah kacau tak karuan. Ting Hoan-wi semakin sedih dan gusar.
Bukan nasib orang-orangnya yang dipikirkan,
namun akan musnakah rumah warisan
pamannya yang telah diperindahnya dengan
banyak biaya itu" Juga kekayaan yang
tersimpan didalamnya" Yang selama ini
Kembang Jelita 2 23 dikumpulkan dengan menghalalkan segala
cara" Sementara itu Helian Kong dan Oh Kui-hou
masih berkejaran seperti dua ekor burung
merpati yang dilombakan. Melesat cepat di atas
atap-atap rumah dan pepohonan, sampai
akhirnya tibalah mereka di luar desa yang gelap
gulita, hanya mengandalkan penerangan
rembulan. "He, penakut, berhentilah!" teriak Oh Kuihou
sanbil mengerahkan tenaga dan semangatnya untuk bisa memburu lawannya.
Namun buruannya juga bergerak makin
cepat, sehingga jarak antara kedua nya seakan
tidak berubah. "Hem, kiranya panglima - panglima Kerajaan
Beng semuanya berwatak pengecut seperti ini,
pantas kalau negaranya makin bobrok!" kini Oh
Kui-hou mencoba menghentikan dengan ejekan
tajam. Waktu itu mereka sudah tiba di sepetak
sawah kering di luar desa, disana-sini nampak
tumpukan jerami . Di tempat itulah Helian Kong
Kembang Jelita 2 24 tiba-tiba berhenti dan memutar tubuh
menghadapi lawannya. "Jangan besar mulut, sobat! Aku berlari
bukan karena takut kepadamu, tapi menghindari kerusakan rumah orang tak
bersalah," kata Helian Kong." Di tempat ini, akan
kuladeni kau biarpun mengajak bertarung
selaksa jurus. "He-he, penyelundup garam yang licik itu kau
anggap orang tak bersalah?" dengus Oh Kui-hou
mengejek. "Jaman benar-benar sudah terbalik."
"Dia melakukan itu demi menolong rakyat
yang menderita kekurangan garam karena ulah
pemberontak-pemberontak busuk macam kalian!" bantah Helian Kong gusar. "Jangan
banyak mulut, sekarang akan kuringkus
dirimu!" Lalu Helian Kong secepat kilat menggulingkan diri sambil menendang lutut
lawannya, itulah gerak Bu-siang-iat-beng
(Hantu Bu-siang Mencabut Nyawa). Meskipun
membawa pedang, Helian Kong bersikap jantan
dengan membiarkan pedang itu tetap dalam
Kembang Jelita 2 25 sarungnya yang tergendong di punggungnya,
sebab lawan yapun tidak bersenjata.
Serangan itu agak mengejutkan Oh Kui-hou.
Sebab semula Helian Kong bertempur
dengan jurus-jurus khas Tiat-eng -bun yang
sertia menyerang dari atas sambil melompat.
Maka kini secepat dan setangkas itu Helian
Kong menyerang bagian bawah, Oh Kui-hou
agak terkejut memang. Cepat Oh Kui-hou melompat, berputar untuk
menyelamatkan kakinya, dibarengi sepasang
tangannya yang menggempur berbarengan dari
udara untuk mengarah kepala dan punggung
lawannya. Gempuran itu berlandaskan ilmu
silat Ban-siang-kun-hoatnya yang memang amat
hebat. Sayang yang kena cuma tanah. Gumpalan gumpalan tanah seolah meledak berhamburan
karena disemburkan dari mulut gunung berapi,
meninggalkan lubang hampir sejengkal. Tapi
Helian Kong tidak kena. Ketua Tiat-eng-bun yang masih muda itu
telah melambung seperti sebilah bambu yang
Kembang Jelita 2 26 dilentingkan. Dia kini ganti di sebelah atas Oh
Kui-hou dengan sepasang tangan terpentang
siap menerkam. Oh Kui-hou kelabakan. Daripada Posisinya
menjadi serba-salah, ia sekalian melompat ke
depan sambil berputar berusaha kembali
merebut posisi yang mantap. Sepasang
tangannya disilangkan dan siap menangkis
serangan dari atas. Tak terduga serangan dari atas itu tidak
datang, cuma tipuan, sebab sepersekian detik
sebelumnya tubuh Heli-an Kong sudah anjlog
melakukan gerakan Han-ya-pok-cui (Gagak
Menyambar Air) dan tahu-tahu sudah
berjongkok rendah di tanah, sepasang
tangannya mencengkeram tanah yang lalu
dihamburkan ke muka Oh Kui-hou.
Kali ini posisi Oh Kui-hou makin tak karuan.
Selagi menghindari hamburan tanah ke
wajahnya, kakinya tersapu kaki Helian Kong
sehingga tubuhnya ambruk. Dan baru saja
hendak melompat bangun, tahu-tahu kaki
Helian Kong sudah menginjak dadanya,
Kembang Jelita 2 27 Dengan demikian Oh Kui-hou sudah kalah,
kini nasibnya tergantung bagaimana sikap
Helian Kong. Selisih ilmu antara Oh Kui-hot dan Helian
Kong sebenarnya hanya selapis tipis, harusnya
pertempuran antara mereka memerlukan
ribuan jurus untuk menentukan kalah dan
menang. Namun ada sebabnya kenapa kini ia
dapat di kuasai Helian Kong dalam waktu
singkat. Waktu pertarungan di atap rumah
sebelumnya, Helian Kong sudah merasakan
sendiri betapa tangguh dan rapatnya ilmu silat
Ban-siang-kun-hoat lawannya. Tak mungkin
mengatas i ilmu itu dengan main terjang begitu
saja. Tak mungkin pula sekedar mengadu jurus.
Namun Helian Kong diam-diam memperhatikan
bahwa ilmu Oh Kui-hou itu kaku dan kurang
cepat-kalau harus mengubah arah menghadapi
serangan yang berubah-ubah sudutnya.
Maka sambil berkejaran tadi, Helian Kong
diam-diam memikirkan caranya untuk mengalahkan. Setelah cara itu di dapatkan
Kembang Jelita 2 28 dalam otak, dan tenpat yang cocok juga
ditemukan, diapun berhenti untuk mempraktekkan rencananya. Ia melakukan
jurus-jurus kilat yang tak sempat diperhitungkan lawan, bergantian dari sebala
sudut yang tak terduga, dan berhasil.
"Bunuh aku, begundal Kaisar!" dibawah
injakan Helian Kong, Oh Kui-hou tidak
menunjukkan sikap takut mati. "Ayo bunuh aku!
Perjuangan Joan-ong takkan gagal hanya oleh
kematianku! Semua orang mendukung perjuangan Joan-ong, pemerintahan yang
dikuasai dorna sekarang ini pasti akan runtuh
berkeping-keping seperti rumah jerami di
hadapan prahara kemarahan rakyat!".
Di luar dugaan, Helian Kong justru
mengangkat kakinya dari dada Oh Kui-hou, lalu
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melangkah mundur dan berkata, 'Bangun. Aku
tidak akan membunuhmu!"
Beberapa saat Oh Kui-hou tidak bangun,
tetap membiarkan dirinya berbaring di tanah.
Rona kemarahan di wajah nya digantikan sikap
terheran - heran. "Apa .... maksudmu?"
Kembang Jelita 2 29 "Bunuh aku, begundal Kaisar!" dibawah injakan
Helian Kong, Oh Kui-hou tidak menunjukkan
sikap takut mati. Kembang Jelita 2 30 Sahut Helian Kong dingin,"Akan ku biarkan
kau hidup untuk menjadi saksi kegagalan Li Cuseng yang kalian sanjung-sanjung seperti
malaikat maha sempurna itu. Kuberi kau
kesempatan hidup terus untuk melihat
bagaimana Li Cu-Seng cuma keledai tolol yang
dan tunggangi dan dituntun oleh Lau Cong-bin
dan Gu Kim-seng, dorna-dorna yang berlagak
pejuang rakyat itu!"
Wajah Oh Kui-hou menjadi merah padam. Ia
melompat bangun, "Joan-ong pasti menang!
Rakyat pasti menang! Pemerintahan korup
Kerajaan Beng yang akan runtuh !"
"Aku sebenarnya malu terlalu cerewet, sobat,
tapi karena aku kagum kepadamu sebagai
seorang pendekar yang berwatak satria dan
berilmu tinggi , aku mau memperingatkan sekali
lagi," kata Helian Kong. "Penberontakan bukan
cara yang tepat untuk menyelamatkan negara.
Dalam pemerintahan kerajaan ada orang busuk
macam Co Hua-sun, yang bukan saja kalian
benci namun aku sendiripu amat membencinya.
Tapi kalau kalian terus berontak, kalian
Kembang Jelita 2 31 meyulitkan kami untuk membersihkan orangorang korup seperti Co Hua-sun itu. Lagi pula
kalau perang antar sesama bangsa Han ini
beriarut-larut, siapa yang untung Tak lain
adalah orang-orang Manchu yang sekarang
sedang memupuk kekuatan di luar perbatasan
San-hai-koan unt.uk menanti kesempatan
mencaplok negeri leluhur kita. Yaitu kalau
pihakmu dan pihakku sudah sama-sama babak
belur." Oh Kui-hou termangu. Perasaannya yang
terdalam merasakan betapa tulusnya kata-kata
Helian Kong, sama sekali tidak terdengar
sebagai sekedar bujukan manis unt.uk
membenarkan pihaknya sendiri.
Ia menarik napas dan berkata, "Kau benar benar seorang prajurit sejati, prajurit berhati
lurus. Harapanmu untuk membersihkan
pemerintahan ini dari orang-orang korup,
sungguh harapan semua orang yang mencintai
negeri ini. Tapi biarpun mimpimu itu indah,
mimpi tetap mimpi, takkan menjadi kenyataan.
Joan-ong pernah bilang secara pribadi
Kembang Jelita 2 32 kepadaku, ia amat terluka akan kematian yang
penasaran dari pembesar-pembesar setia
seperti Kim Teng-pekk atau Wan Cong-hoan,
mati karena difitnah. Saat itulah Joan-ong
merasa tidak ada harapan menyelamatkan
negara kecuali dengan merombak total yang
lama dan mendirikan yang baru. Di luar itu
hanyalah usaha tambal-sulam yang tak banyak
gunanya." Habis berkata demikian, Oh Kui-hou
membungkuk hormat dan berkata, ''Oh Kui-hou
secara pribadi berhutang budi kepada Bun-cu
(Ketua), mudah-mudahan di lain waktu ada
kesempatan untuk membalas budi Bun-cu
secara pribadi pula. Selamat tinggal!"
Lalu tubuhnya melenting dan berkelebat
lenyap ke balik gelapnya malam.
Helian Kong mendengar betapa Oh Kui-hou
menekankan pada kata-kata "secara pribadi,"
itu artinya hutang berlaku bukan antara
seorang perwira kerajaan dengan seorang
tokoh pengikut Li Cu-seng, melainkan antara
Helian Kong pribadi dengan Oh Kui-hou pribadi.
Kembang Jelita 2 33 Urusan dunia persilatan yang dilepaskan dari
paham politik masing-masing. Itu artinya pula,
jika kelak Oh Kui-hou dan Helian Kong
bertenpur di medan perang antara laskar
pemberontak dengan tentara kerajaan, maka
hutang budi itu dianggap tidak mengikat Oh
Kui-hou, yang bakalan ada hanya antara dua
orang dari pihak -pihak yang bermusuhan.
Melihat perginya Oh Kui-hou, Helian Kong
cuma geleng-geleng kepala sambil bergunam,
"Seorang lelaki sejati , sayang keras kepala."
Pada saat yang sama, saat melesat pergi
meninggalKan arena tadi, Oh Kui-hou juga
menggumam penuh penyesalan, "Seorang lelaki
sejati, sayang mengabdi di tempat yang keliru."
Demikianlah untuk sementara sang "kebenaran" harus dipecah dua.
Helian Kong lalu melangkah balik ke desa,
untuK melihat bagaimana kelanjutan pertempuran antara kelcmpok Ting Hoan-wi
dengan kelompok Phoa Kim-gun. belum sampai
ke desa itu, Helian Kong sudah kaget melihat
langit berwarna merah menyala, persis di
Kembang Jelita 2 34 jurusan runah Ting Hoan-wi. Helian Kong
memacu langkahnya, sehingga ia berlari seperti
terbang kearah nyala apa itu.
Masih kurang belasan langkah sebelum
mencapai gapura desa, Helian Kong sudah lebih
dulu berpapasan dengan Ting Hoan-wi terbiritbirit bersama tiga atau empat orang anak
buahnya. Mereka tidak melalui jalan terbuka,
melainkan menyusup-nyusup diantara ladangladang penduduk. Dilihat gelagatnya jelas pihak
merekalah yang kalah. Cepat. Helian Kong memanggil, "A-hoan!"
Ting Hoan-wi dan sisa orang-orang nya
berhenti berlari, namun beberapa kali mereka
masih nenengok ke belakang dengan sikap
kuatir kalau dikejar musuh, sambil mengatur
napas mereka yang terengan-engah. Setelah itu,
Ting Hoan wi memberondongkan kata-kata
yang bernada menyalahkan Helian Kong "Ke
mana saja kau, A-kong" Kenapa tidak
bertempur bersama kami" seandainya kau tetap
bertempur di tempatku, tentu takkan begini
jadinya, ah." Kembang Jelita 2 35 Helian Kong mencoba memaklumi. Memang
jaman itu jaman sulit. Jamannya orang gampang
menuntut tapi sulit berterima kasih. Ditolong
sebesar apapun masih merasa diabaikan, minta
yang lebih besar lagi. Terpaksa Helian Kong
harus menerangkan dengan sabar, "Aku .juga
bertempur melawan orang pendek kurus
bersenjata cambuk panjang itu."
"Hanya melawan satu orang" padahal banyak
saudara-saudaraku yang terpaksa harus
menghadapi dua orang atau lebih karena kalah
jumlah, sedangkan kau cuma mengambil satu
orang sebagai lawanmu. Dan setelah
mengalahkan dia, kenapa tidak cepat-cepat
kenbali ke rumah untuk membantu kami" Coba
kau tidak terlanbat, pastilah hartaku tidak akan
ludes dimakan api. Sekarang ludes! Ludes!"
bicara sanpai di sini, suara Ting Hoan-wi
meninggi dan mukanya sudah mewek-mewek
hampir menangis. "A-hoan, aku memang telah berhasil
mengalahkan orang kurus itu, dan sedang
Kembang Jelita 2 36 berjalan balik ke rumahmu, tapi sudah lebih
dulu ketemu kau di sini."
"Kenapa begitu lama?"
"Karena si kurus itu bukan tokoh silat
sambarangan." "Siapa dia?" ''Oh Kui-hou." Sebagai seorang yang giat di dunia
petualangan, sedikit banyak Ting Hoan-wi juga
pernah mendengar nama jagoan lihai yang
malang melintang di kawasan barat-laut itu. Ia
terkejut ketika mendengar betapa tokoh itu
sudah bersekutu dengan Phoa Kim-gun, saingan
utamanya. Diam-diam Ting Hoan-wi mulai
gentar. Kalau benar Phoa Kim-gun sudah
mendapat sekutu sehebat itu, masih mampukah
dirinya sendiri menandinginya dalam urusan
garam itu" Bahkan tinggal di tempatnya semula
pun mungkin sudah tidak aman lagi.
"Ancaman makin besar, kalau aku nekad
bertahan pasti akan remuk tergilas." Ting Hoanwi mulai menimbang-nimbang dalam hati. "Aku
harus tinggalkan dulu lapangan ini untuk
Kembang Jelita 2 37 memperkuat, kedudukan, dan setelah kuat
barulah terjun kembali ke dalam usaha ini
untuk menyapu bersih semua saingan, dan
memegang monopoli atas perdagangan garam
kalau sudah begitu, aku bisa menentukan harga
semauku, dan duniapun bisa kubeli ."
Begitulah, dalam keadaan jatuhpun "otak
dagang" Ting Hoan-wi tetap berjalan dengan
baik. Dan ketika ia memikirkan cara
"memperkuat diri" malui tak sadar ia melirik
Helian Kong. Helian Kong bisa dijadikan
jembatan unluk mencari hubungan dengan
orang " orang berkuasa di Pak-khia.
Namun ketika menatap Kobaran api di arah
rumahnya, masih masygul juga hatinya, dan
mulutnya terus meratap, "Hartaku"oh, kekayaanku".selamat tinggal."
Helian Kong berdiri di sebelahnya dan
menatap ke arah yang sama dan tidak Kurang
masygulnya. Namun yang disesalinya ialah
papan arwah kedua orang tua Tan Wan-wan
yang tak bisa diselamatkan.
Kembang Jelita 2 38 Untuk menyatakan hormatnya, Helian Kong
berlutut ke arah kobaran api itu sambil merrtn s
i kkan doa, "Paman, bibi, maafkan aku tidak
sempat menyelamatkan abumu. Mudahmudahan api benar-benar menyempurnakan
kalian, sampai tiba saatnya penjelmaan
kembali." Ting hoan-wi tidak berlutut, ia masih saja
terlongong-longong sedih memikirkan hartanya
yang musnah. la baru tersentak sadar ketika seorang antik
buahnya ter tanya, 'Toako, sekarang bagaimana
kita?" Sesaat Ting Hoan-wi tergagap, lalu
menjawabnya, "Kita bubarkan diri untuk
sementara, situasi sedang tidak menguntungkan. Kalian beri tahu saudarasaudara yang lain agar lebih dulu ganti majikan.
Kelak kalau sudah membaik, aku takkan
melupakan kalian;" "Toako sendiri hendak ke mana?"
Ting Hoan-wi kembari melirik sekejap ke
arah Helian Kong yang sudah bangkit dari
Kembang Jelita 2 39 berlututnya, sesaat ragu-ragu, apalagi ketika
Helian Kong balik: menatapnya.
Tanya Ting Hoan-wi ragu-ragu "A-kong, kau
keberatan tidak kalau aku berjalan bersamamu
sampai ke Pak-khia?"
"Kau punya kehendak sendiri, siapa berhak
melarangmu unt.uk pergi kemanapun kau suka"
Tapi kalau aku boleh tahu, untuk keperluan apa
kau ko Pak-Khia?" "Mungkin akan kupertimbangkan untuk
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengabdi sebagai prajurit Kerajaan,"
Jawaban itu bukan hanya mengheran kan
Helian Kong, tapi juga sisa-sisa anak buah Ting
Hoan-wi. Helian Kong bungkam sesaat. Ada sedikat
rasa tersinggung dalam hati, banwa banyak
orang memasuki tentara kerajaan hanya untuk
pelarian, mencari majikan, mencari Kekuasaan
dan sebagainya, padahal Helian Kong
memandangnya sebagai pengabdian total.
Namun ia tidak bisa menutup mata bahwa
prajurit sejati yang sesuai dengan idamannya
itu entah cuma beberapa gelintir jumlah nya.
Kembang Jelita 2 40 Kalau misalkan disaring, jumlahnya untuk
mempertahankan suatu kampung saja tidak
cukup, apalagi seluruh wilayah kekaisaran.
Adalah kenyataan bahwa Kerajaan Beng saat itu
tengah membutuhkan tenaga sebanyakbanyaknya untuk menghadapi pemberontakan
Li Cu-seng di dalam negeri, dan menjaga bangsa
Manchu dari seberang perbatasan. Demi
menghimpun Kekuatan itulah maka tidak
terhindari Kalau Tentara Kerajaan kesusupan
banyak orang yang berseragam prajurit, namun
hanya mengabdi kepada perutnya sendiri.
Helian Kong tidak berani menebak Ting
Hoan-wi ini kelak entah masuk golongan yang
mana" "Bagaimana, A-kong" Kira-kira aku bisa tidak
masuk ke dalam Tentara Kerajaan?"
"Kenapa tiba-tiba kau ingin menjadi
prajurit?" Sejenak berpikir, lalu menjawablah Ting
Hoan-wi dengan gagahnya, "Sebagai lelaki, aku
harus melakukan sesuatu yang berharga buat
negeriku!" Kembang Jelita 2 41 Sementara orang-orangnya Ting Hoan-wi
saling pandang dengan heran namun bungkam.
Entah arwah pahlawan dari dinasti mana yang
sedang merajuk tubuh Ting Hoan-wi .
Namun mereka lihat Helian Kong mengangguk dan berkata, "Baik, kalau kau mau
pergi ke Ibu kota, marilah jalan sama-sama!"
Ternyata Helian Kong baru menyebut soal
"pergi ke Pak-khia" dan belum soal "masuk
Tentara Kerajaan". Rupanya Helian Kong
sendiri masih agak ragu akan kemurnian tekad
sahabatnya ini . Ting Hoan-wi telah membusungkan dada dan
berpesan kepada sisa orang-orangnya, "Pergilah
dan jalankan pesan ku tadi!"
Orang-orang itupun memberi hormat kepada
Ting Hoan-wi dan juga Helian Kong, kemudian
pergilah mereka sampai lenyap ke balik tirai
malam. Setelah itu. Helian Kong masih bertanya
sekali lagi, '"A-hoan. sudah mantap benarkah
niatmu?" Kembang Jelita 2 42 "Jangan disangsikan lagi. Seorang lelaki
sejati, sekali ambil keputusan takkan berubah
lagi!" "Baik. Kita terangkat sekarang juga, dan
terpaksa harus jalan kaki, sebab kudaku sudah
hangus dirumahmu yang terbakar."
Waktu itu agaknya sudah menjelang dini
hari, sebab langit, di belahan timur sudah lebih
muda warnanya dari belahan baratnya. Kedua
saudara seperguruan itu mengarahkan langkah
ke timur laut. Di desa yang mereka tinggalkan, para
penduduk tahu kalau ada perkelahian hebat dan
kebakaran. Tapi tak ada yang keluar menolong.
Bahkan banyak orang bersuka-cita untuk
menyukurkan kejadian itu.
"Mampus Ting Hoan-wi si pelit itu!"
"Benar. Punya persediaan garam tapi tak
mau membagi kepada orang kesusahan,
malahan menjualnya dengan harga yang
mencekik leher!" "Berhati binatang dia. Bahkan adik misannya
perempuan pun dipaksa kawin dengan seorang
Kembang Jelita 2 43 pemuda kaya di Soh-ciu demi mendapat
imbalan uang!" Para penduduk itu tidak tahu kalau yang
dikutuk sedang-berjalan tegar ke Pak-khia
"sebagai lelaki sejati" dan sedang bersiap-siap
untuk "mengabdi negeri".
* * * Beberapa hari kemudian, jalan raya antara
propinsi Shoa-san dan Ho-pak sudah di jejaki
sepasang saudara seperguruan itu. Di sini
suasana perang sudah mulai terasa. Beberapa
kali Helian Kong dan Ting Hoan-wi berpapasan
dengan regu-regu prajurit peronda keamanan.
Limapuluh orang tiap regu, menunggangi kuda,
dan dengan tajam mengawasi pemakai-pemakai
jalan lainnya. "Baagus." Helian Kong berkata puas dalam
hatinya. "Jalan ini adalah urat nadi yang
menghubungkan Ibu kota dengan garis depan,
karena itu harus tetap aman dan terkuasai
dengan mantap." Kembang Jelita 2 44 Helian Kong juga yakin bahwa di antara lalu
lintas itu tidak hanya di-rondai oleh prajuritprajurit berseragam dan terang-terangan
memanggul senjata, tapi juga oleh prajuritprajurit sandi yang menyamar dan berbaur di
antara orang banyak. Selain itu, sering nampak rombongan
pengungsi dari arah barat, menuju ke timur.
Mereka semua berwajah kuyu karena
kekurangan makan dan kelelahan setelah
berjalan jauh. Namun mereka memaksa diri
sambil membawa apa saja yang masih bisa
dibawa untuk menjauhi daerah perang, kalau
tidak, di daerah perang itu mereka hanya akan
tergencet tanpa daya oleh pihak-pihak yang
bertikai. Disalahkan kedua pihak dan tidak ada
yang membela mereka. Oleh Tentara kerajaan
dituduh memberi perbekalan kepada pemberontak, dan oleh pemberontak dituduh
tidak setia kawan terhadap saudara-saudara
senasib yang sedang berjuang. begitulah, di
tuduh dari kanan kiri sambil diacung-acungi
golok di depan hidung mereka. Padahal di masa
Kembang Jelita 2 45 pacekiik itu, siapa mau dengan suka rela
membagi berasnya untuk pihak yang
berperang" Dimakan sendiri saja tidak cukup,
apa lagi diberikan. Tetapi banyak orang telah
mati penasaran karena tuduhan semena-mena
itu. Maka jalan yang aman ya menjauhi aaerah
perang saja. Dj wilayah barat-laut, Liu Si-seng sudah
dianggap raja olen pengikut-pengikutnya.
Karena jumlan laskarnya makin banyak, Li Suseng beranj membuka dua front pertempuran.
Serangan ke timur berusaha merebut propinsi
Ho-pak dan lbu kota Pak-khia sebagai simbol
pemerintahan, front barat-daya berusaha
merebut propinsi Se-cuan yang berlimpah hasil
berasnya, untuk dijadikan basis perbekalan
dalam perang jangka panjang. Tetapi di kedua
front itu Liu Cu-seng ketemu lawan-lawan
tangguh. Di front timur ia kebentur Jenderal Sun
Toan-teng dengan pasukannya yang kuat
bermarkas di long-koan. Sedang di front baratdaya, propinsi Se-cuan di pertahankan oleh
Jenderal Thio Hian-tiong dengan pasukan TaiKembang Jelita 2
46 se-kun yang terkenal ketangguhannya. Maka di
front barat-daya Li Cu-seng hanya mengambil
sikap bertahan sambil menjaga, sedang
gempurannya dipusatkan untuk membobol
pertahanan Jenderal Sun Toan-teng lebih dulu
di Tong-koan. Jalan raya yang sedang dilewati Helian Kong
dan Tang hoan-wi itu adalah penghubung
antara Tong-Koan di garis depan dan Pak-khia,
ibu kota negara. Inilah "urat nadi" mata
hidupnya pasukan Jenderal Sun sehingga tidak
heran kalau di ronda dengan ketat sekali.
Helian Kong dan Ting Hoan-wi kemudian
nenjumpai sebuah desa, yang nampak kelewat
padat penduduknya. Sebab selain rumah-rumah
asli penduduk desa itu, juga nampak gubukgubuk yang didirikan oieh para pengungsi yang
menempati dimana saja ada sejengkal dua jeng
kai tanah kosong. Bau tinja kering "produk"
para pengungsi yang serba darurat "semerbak"
memenuhi udara. Inilah benar-benar pemukiman yang jauh sekali dari syarat-syarat
Kembang Jelita 2 47 kesehatan atau kenyamanan, dan tempat
pemukiman yang berjubel-jubel.
, Tang Hoan-wi berjatah Sambil menutupi
hidungnya dan menggerutu sedang Helian Kong
merasa sedih melihat akibat perang itu. Entah
siapa benar dan siapa salah, yang jelas rakyat
kecil sudah jadi Korban lebih dulu.
"Ayo kita cari tempat, yang bersih untuk
makan," ajak Ting hoan-wi. Maklumlah, mereka
telah berjalan sejak pagi dan saat itu sudah
lohor. Merekapun memasuki desa lebih ke dalam
dan mencari warung. Kaum pengungsi agaknya tidak berani
mendirikan gubuk-gubuk mereka terlalu masuk
ke dalam desa, mungkin penduduk desa itu
keberatan. Maka di bagian dalam desa
suasananya jadi agak segar, warung-warung
banyak terdapat di sebelah-menyebelah jalanan
utama, Namun segera terlihat pemandangan
yang agak ganjil. Semua warung rata-rata dijaga
oleh tiga atau empat orang lelaki bersenjata.
Kembang Jelita 2 48 Entah duduk dekat pintu, atau bahkan berdiri di
depan pintu dengan muka waspada.
Helian kong dan Ting Hoan-wi masuk ke
sebuah warung, di situpun nampak beberapa
lelaki penjaga yang dengan tatapan curiga
menatap pedang-pedang yang dibawa Kedua
saudara seperguruan itu. Namun mereka tidak.
mencegah, cuma, mengawasi.
Tukang warung datang mendekat dan
menanyakan mau pesan apa, sambil menyebutkan sederetan nama makanan dan
minuman yang tersedia di warungnya. Helian
Kong memesan beberapa macam, dan arak.
Tidak lama Kemudian ketika si tukang
warung Kembali mengantarkan pesanan, Helian
Kong menggunakan kesempatan itu untuk
bertanya kepadanya, "Pak, kulihat semua
warung-warung di desa ini dijaga, Kenapa?"
Sahut si tukang warung, "Situasi sekarang
benar-benar rusuh. Belum lewat sebulan yang
lalu, ada warung dijarah habis oleh pengungsipengungsi kelaparan. Pemiliknya tak berdaya,
malah dipukuli babak uelur."
Kembang Jelita 2 49 "Di kampung ini?"
"Bukan, di desa sebelah barat. Namun ketika
kami di sini mendengarnya, kami merasa, perlu
melakukan tindakan penjagaan. Kami upah
beberapa pesilat untuk menjaga warung. Selain
itu, Ong Thong-leng (Komandan Ong) dan
pasukannya sudah berjanji akan menjaga desa
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini. kalau ada kerusuhan yang tak bisa kami
atasi sendiri, kami boleh langsung lapor
kepadanya untuk minta didatangkan pasukan.
Helian Kong mengangguk-anggun.
Merekapun kemudian melahap hidangan
mereka. Seperti di tenpat-tempat ia in, makanan
di warung ini pun terasa agak hambar, karena
kurangnya garam yang melanda di segala
tempat. Nanun dalam keadaan lapar, ibaratnya
biarpun sayur mentah juga akan mereka lahap
habis . Sementara itu si tukang warung dari
belakang meja kasirnya diam-diam menguping
percakapan Helian Kong dan Ting Hoan-wi.
Bukan isi percakapannya yang menarik,
melainkan justru logat bicara Helian Kong, logat
Kembang Jelita 2 50 barat-laut. Helian Kong memang lahir dan
sampai umur lima belas tahun di Leng-ciu,
propinsi Kam-siok. Logat barat-lautnya tidak
hilang-hilang juga meskipun dia sudah
bertanun-tahun di propinsi Ho-pak.
Setelah si tukang warung yakin bahwa yang
didengarnya itu benar-benar dialek barat-laut,
si tukang warung menyelinap ke belakang
warungnya. Di belakang warungnya ada
seorang bocah tanggung sedang membelah
kayu bakar, dan kepadanyalah si tukang warung
berbisik, si bocah tanggung menganggukangguk paham lalu buru-buru pergi.
sementara itu Helian Kong dan Ting Hoan-wi
sudah selesai makan, lalu mereka panggil si
tukang warung untuk menanyakan harganya.
Ketika si tukang warung menyebutkan
harganya, maka Ting Hoan-wi menggebrak meja
dengan gusar, "Sepuluh tahil perak" Gila!
makanan yang tak berarti dan hambar itu kau
hargai semahal itu?"
Harga itu memang kelewat tinggi, namun si
tukang warung pun sudah punya jawabannya,
Kembang Jelita 2 51 Maaf, tuan-tuan, itu harga wajar di jamansesulit ini. Gara-gara perang yang berlarut-larut,
harga semua bahan-bahan makanan melambung tinggi. Kami harus menaikkan
harga supaya tidak rugi. Kami juga harus
mengupah penjaga-penjaga itu."
"Keparat!" Ting Hoan-wi sudah bangkit
hendak menjotos, namun Helian Kong cepatcepat mencegah, "Sudahlah, A-hoan. Tidak ada
gunanya ribut-ribut. Situasi di mana-mana
memang begini." Waktu itu para penjaga sewaan itu sudah
berjalan mendekati, siap turun tangan kalau
diberi isyarat oleh si tukang warung.
Namun agaknya kekerasan belum harus
digunakan, sebab Helian Kong sudah
mengeluarkan kantong uangnya, dan membayar
seharga yang diminta oleh si tukang warung,
tanpa menghiraukan Ting Hoan-wi yang masih
penasaran karena merasa "digorok."
Lalu Helian Kong menarik tangan Ting Hoanwi meninggalkan warung itu.
Kembang Jelita 2 52 Baru mereka beberapa langkah dari warung,
muncullah serombongan prajurit yang dipimpin
seorang perwira rendahan berpangkat tui-thio.
Si tui-thio berteriak-teriak sambil setengah
berlari, "He, kalian berdua, tunggu!"
Begitu Helian Kong dan Ting Hoan-wi
menghentikan langkah, segera mereka terkurung oleh ujung-ujung tombak dan pedang
yang mengelilingi mereka. Tui-thio yang
berkumis tikus itu dengan garang menuding,
"Kalian berdua kami tangkap"
"Apa salah kami?" tanya Helian Kong yang
saat itu memang sedang berpakaian sipil biasa,
bukan pakaian perwiranya. Maka ia jadi
kelihatan seperti pesilat pengembara biasa.
Sahut si tui-thio, "Pokoknya kalian berdua
Kami curigai, sebab dialek salan satu dari kalian
menunjukkan asal kalian. Tentu kalian punya
tujuan menyusup ke daerah ini, kami curiga
kalian adalah pengikut-pengikut si bandit besar
Li Cu-seng!" Kembali Ting-Hoan-wi siap mengumbar
kemarahannya, dan lagi-lagi Helian Kong
Kembang Jelita 2 53 berhasil mencegahnya. Bahkan Helian Kong
menjawab dengan sabar, "Kami akan tuan-tuan
bawa menghadap siapa?"
"Menghadap komandan Kami!"
"Baik, ayolah, a-huan. Semuanya akan beres"
Lalu Helian Kong melangkah tenang dikawal
prajurit-prajurit itu, dan Ting Hoan-wi mau
tidak, mau harus mengikutinya. Si tukang
warung menyeringai senang melihat adegan itu,
sambil bergumam sendirian, "Mampus kalian,
pengacau-pengacau. Sudah lama aku sebal
terhadap kalian, karena gara-gara pemberontakan Kalianlah maka harga-harga
naik dan warungku jadi sepi!
Yang dijadikan markas tentara di desa itu
adalah sebuah gedung besar berhalaman luas.
Dulunya rumah seorang kaya, namun Ketika
pihak Tentara Kerajaan menempatkan pasukan
di situ, penghuni gedung itu digusur dan cuma
kebagian dua kamar di bagian belakang.
Melebihnya dipakai para prajurit yang
berjumlah duaratus orang. Ong Go, komandan
yang berpangkat Cian-bu, menempati ruangan
Kembang Jelita 2 54 di bangunan ulama yang sebelunnya dipakai
tuan rumah Sendiri dan isterinya.
Ke markas itulah Helian Kong dan Ting
Hoan-wi digelandang. Ketika masuk ke
halaman, Helian Kong lihat halaman itu penuh
Prajurit berjaga, dihalaman samping juga nampak sekelompok prajurit yang tak berbaju
sedang latihan silat. Namun di halaman depan itu selain prajurit
juga nampak orang-orang sipil. Merekalah
orang-orang yang punya keluarga di tahan
karena berbagai tuduhan, dan kini keluarga
para tahanan i-u datang untuk memintakan
kebebasan, tentu saja tidak dengan tangan
kosong. seorang lelaki tua tengah terbungkukbungkuk bicara dengan seorang prajurit yang
garang bertolak pinggang. Di tangan orang tua
itu ada sekantung uang yang disodorsodorkannya
sambil membujuk-bujuk, "Tolonglah kami, tuan. memang kami
sekeluarga dari Kam-siok, tapi bukan pengikut
Li Cu-seng. Kami mengungsi kemari justru
Kembang Jelita 2 55 karena menghindarkan mereka, kami rakyat
biasa yang setia kepada pemerintah kerajaan.
Benar, tuan. Tolonglah bebaskan- anak lelakiku,
Menyelamatkan Pesawat Pemalite 1 Sakit Hati Seorang Wanita Karya Kho Ping Hoo Pedang 3 Dimensi 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama