Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 2
ibunya sudah sakit-sakitan memikirkan dia
terus." Dan sebagainya. Si prajurit melirik ke kantong uang itu dan
tiba-tiba dengan ketangkasannya yang menakjubkan ia sambar Kantong uang itu untuk
dimasukkan ke balik bajunya. Katanya, "Kalau
memang anakmu tidak bersalah, itu soal
gampang. Nanti aku bicarakan dengan
komandan. Siapa nama anak lelakimu?"
Adegan macam itu berlangsung di segala
sudut halaman. Ada yang langsung "cocok
harganya" dan ada yang masih tawar-menawar
diselingi ratapan pedih. Prajurit-prajurit itu
lagaknya tak ubah pedagang-pedagang di pasar
ternak yang minta harga setinggi-tingginya.
Jelaslah, penangkapan terhadap orang-orang
berdialek barat-laut itu ternyata telah dijadikan
"bisnis" yang amat menguntungkan bagi
prajurit-prajurit di tempat itu. Tangkap saja
Kembang Jelita 2 56 sembarang orang, nanti tentu keluarganya
datang membawa uang. Kalau tidak ditebus"
Perkuat tuduhan dan laksanakan hukuman
mati, tentu keluarga para tananan yang lain
tidak lagi berani main-main dan berusaha
sungguh-sungguh mencari uang.
Pada hal orang-orang yang diperas itu hidup
sehari-harinya sudan cukup susah. Mereka
adalah pengungsi-pengungsi yang bekalnya
tidak banyak, toh bekal mereka dirampas juga,
sehingga masa depan mereka jadi makin gelap.
Melihat semuanya itu, isi perut Helian Kong
mendadak seperti diaduk oleh perasaan muak.
Kendali dirinyapun lepas. Kedua lengannya
terpentang, dan dua prajurit yang menjaga di
kiri kanannyapun terdorong roboh. Terus ia
sendirian melangkah lebar ke dalam bangunan
besar itu. "He, mau kemana kau?" para prajurit
berteriak. "Ketemu komandan kalian!" sahut Helian
Kong dingin tanpa melambatkan langkahnya.
Kembang Jelita 2 57 "Harus menunggu, Thong-leng sedang sibuk!
Kau tahu aturan tidak?"
"Aku mau ketemu sekarang juga!"
"Benar-benar berniat mengacau"! Tangkap
dia!" tui-thio yang tadi memimpin penangkapan
Helian Kong itupun melengking marah. Tetapi
lengkingannya terhenti seperti dicekik menaadak, sebab tangan kiri Helian Kong tibatiba mencengkeram bajunya begitu kuat,
sampai tui-thio itu matanya melotot dan
napasnya tersengal-sengal.
Prajurit-prajurit lain hendak bertindak,
namun ragu-ragu tertindas perbawa Helian
Kong, juga khawatir kalau mengenai si tui-thio
sendiri. Sementara Helian Kong dengan wajah merah
padam telah menyeretnya masuk ke dalam.
Karena langkahnya lebar dan cepat, orang yang
diseretnya jadi pontang-panting mengikutinya.
Ting Hoan-wi tetap berdiri acuh di halaman
itu, cuma menonton semua adegan itu, namun
dalam hatinya dia membatin, "A-kong benarbenar orang aneh. Di warung tadi digorok dengKembang Jelita 2
58 Tetapi lengkingannya terhenti seperti
dicekik mendadak. Kembang Jelita 2 59 an harga tinggi oleh si tukang warung, dia masih
bersabar dan membayarnya. Kini dia tidak satu
senpun dirugikan, cuma melihat orang lain yang
dirugikan itu padahal bukan sanak-kadang,
malah dia jadi semarah ini. Aneh. Bukankah
diapun seorang prajurit kerajaan dan
seharusnya memihak sesama prajurit" Bukankah setiap orang juga mencari
keuntungan selagi ada kesempatan?"
Rupanya Ting Hoan-wi menganggap organisasi ketentaraan itu sama saja dengan
sindikat yang pernah dipimpinnya. Dalam
sindikat, teman satu sindikat harus dibela matimatian tidak perduli salah benar. Kenapa para
prajurit tidak" Sementara itu Helian Kong telah menyeret
tui-thio itu sampai ke ruangan tengah.
Di situ Heiian Kong melihat tampang si
komandan. Agak gemuk, seragam perwiranya
acak-acakan, topinya ditaruhnya di meja dengan
sembarangan saja. Dan ada benarnya kalau
penjaga di luar tadi bilang "komandan sedang si
buk," sebab komandan itu memang sedang
Kembang Jelita 2 60 sibuk bercanda dengan seorang wanita genit di
pangkuannya. Sambil cengengesan dan menciumi leher serta pundak perempuan itu,
tangannyapun gerayangan di balik pakaian si
perempuan, remas sana-sini dengan asyiknya.
Sedang si perempuan tertawa-tawa cekikikkan
sambil menggeliat-geliat kegelian, agak terengah-engah. Tapi Kedatangan Helian Kong yang menyeret
seorang perwira bawahannya sungguh mengganggu acara asyik itu. Dengan gusar si
perwira sudah melotot, siap membentak Helian
Kong yang dianggapnya Lancang.
Namun sebelum ia membentak, Helian Kong
telah membanting sekeping tiat pai (lencana
besi) berbentuk persegi ke meja.
Kemarahan Ong Go, perwira itu, berubah
menjadi rasa kaget melihat lambang dan hurufhuruf pada lencana itu. jadi tahu kalau
berhadapan dengan seorang yang berpangkat
Hu-ciang, lebih tinggi dari pangkatnya yang
cuma Cian-bu. Ia melompat dari kursinya begitu
sigap, sehingga perempuan di pangkuannya
Kembang Jelita 2 61 terpelanting. Cepat-cepat dipakainya topinya,
lalu menjura kepada Helian Kong, "Maafkan,
Hu-ciang. aku tidak tahu kedatangan Hu-ciang
sehingga----" "Aku yakin biarpun Li Cu-seng sendiri datang
ke mari, kau baru tahu setelah dia muncul di
bawah hidungmu!" bentak Helian Kong gusar.
Lalu sepasang tangan Helian Kong terulur
menyeberangi meja untuk mencengkeram baju
Ong Go dan diguncang-guncang sambil
membentak, "Orang she Ong, apakah kau tahu
hal apa yang paling mengancam tegaknya
kewibawaan pemerintah kerajaan?"
Dengan tubuh terguncang-guncang dan
wajah ketakutan, Ong Go menjawab dengan
suara tak karuan tapi masih bisa diartikan, "Ya...
ya".. aku paham, Hu-ciang. Yang paling
mengancam pemerintah adalah pemberontakan
si garong Li Cu-seng itu! Itulah sebabnya aku
dan pasukanku di sini untuk menjaga keamanan
supaya . ..." "Bukan! Bukan itu!" semprot Helian Kong
sambil mendorong tubuh Ong Go keras-keras
Kembang Jelita 2 62 sehingga terjengKang ke kursinya dan hampirhampir terguling bersama kursinya. Untung
perwira itu bisa segera berpegangan tembok.
(Bersambung jilid ke III)
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Margoyoso 19/06/2018 17:53 PM
Kembang Jelita 2 63 Kembang Jelita 3 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 3 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid III Sementara Helian Kong membentak, "Pemberontakan Li Cu-Seng cuma akibat, dan
ada penyebabnya, Kalau semua prajurit
Kerajaan bekerja dengan baik sehingga dicintai
rakyat, Li Cu-seng takkkan mendapat begitu
banyak pengikut betapapun pandainya dia
membujuk orangg. Tapi kenyataannya pengikutnya makin banyak, karena rakyat muak
terhadap prajurit-prajurit macam kalian!
Seenaknya menangkapi orang tak bersalah
hanya untuk mengharap tebusan dari keluarga
mereka! kalian sama saja menyuburkan
kebencian rakyat, dan mendorong orang-orang
makin banyak untuk masuk barisannya Li CuSeng!"
"Aku"..aku"..Tidak?"."
Kembang Jelita 3 2 "Tidak apa" Selama penduduk berhasil kau
injak, mereka nampak tidak berbahaya, namun
mereka sudah memendam bibit kebencian dan
tinggal menunggu taatnya untuk ikut-ikutan
berontak bersama Li Cu-seng! Kau paham ini
tidak?" "Paham .... paham. ..." Helian Kong cukup
tajam perataannya untuk mengetahui bahwa
jawaban bernada ketakutan itu cuma asalasalan saja. Bentaknva, "Ayo keluar, lihat
bagaimana tingkah orang-orangmu!"
Terpaksa Ong Go ikut Helian Kong keluar.
Di halaman itu, tawar-menawar antara para
prajurit dengan keluarga tahanan masih
berlangsung. Ong Go memutar otaknya sebentar. la
merasa tertangkap basah. Memang sial bahwa
hari itu ia kedatangan orang macam Helian
Kong yang di jaman itu "sudah hampir punah".
Benar-benar di Luar dugaan. Namun demi
menyelamatkan kedudukannya, ia terpaksa
harus mengambil langkah yang sedikit
mengorbankan anak buahnya sendiri .
Kembang Jelita 3 3 Dengan berlagak marah, tiba-tiba ia
mendekati seorang prajuritnya yang tengah
berbisik-bisik sambil menerima uang dari
seorang penduduk. Prajurit sial itu dicengkeram
lalu dibanting ke tanah dan dicaci maki,
"Keparat, jadi macam inikah yang kalian
lakukan sebagai prajurit yang mestinya
melindungi rakyat" Benar-benar memalukan
aku! Kalian sudah melanggar pessanku agar...."
Dan seterusnya. Sambil mencaci-maki dan menuding-nuding,
dia mengelilingi halaman itu dan menempeleng
lagi beberapa bawahannya.
Tentu saja para bawahannya jadi bingung,
mengira kalau komandan mereka tiba-tiba
kesurupan. Hari-hari sebelumiya sang
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
komandan membiarkan saja praktek-pratek
macam itu, bahkan sang komandan ikut main
pula namun di "kelas kakap", sekarang kok
malah .... Seorang prajurit yang giginya baru saja
dijotos rontok, tetatih-tatih merayap bangun
sambil mencoba protes. Kembang Jelita 3 4 "Thong-leng, bukankah Thong-leng sendiri
pernah juga......" Sungguh seorang prajurit yang tidak bisa
membaca gelagat tolol. Dan akhirnya hanya
mendatangkan bencana buat diri sendiri. Ong
Go sedang berusaha mengambil hati terhadap
Helian Kong sudah tentu ia tidak memberi
kesempatan prajurit itu ngoceh lebih lanjut.
Cepat ia melompat untuk menginjak leher
prajurit itu, sambil berkata, "Kurang ajar, mau
ditertibkan malah membantah! Ayo, siapa lagi
berani buka mulut !"
Halaman itu penuh orang, tapi mendadak
menjadi sunyi senyap dan menegangkan.
Orang-orang sipil berkumpul berdesakan di
salah satu sudut halaman, mereka takut dan
bingung menghadapi perubahan sikap Ong Go.
Sedangkan para prajurit seolah sudah berubah
jadi patung semua. Yang sudah terlanjur
mengantongi uang lebih bingung dari yang baru
tawar-menawar, mau disembunyikain ke mana
uang itu nanti kalau digeledah oleh sang
komandan yang "alim mendadak" itu"
Kembang Jelita 3 5 "Berbaris tertib dan dengar perintahku!"
teriak Ong Go pula. Para prajurit segera berbaris tertib. lalu Ong
Go berdiri di atas bangku dan mulailah ia
berpidato yang antara lain berisi anjuran agar
prajurit -prajurit bertingkah laku "bersih" dan
sebagainya. Dikuping para prajurit, itulah
pidato paling ganjil di dunia. Yang ganjil bukan
ajaran moral tingkat tinggi yang banyak dikutib
dalam pidatonya, melainkan karena ajaran itu
keluar dari mulut Ong Go. Ini sama aneh nya
melihat dari mulut anjing tiba-tiba tumbuh
gading yang bernilai tinggi. Karena para prajurit
itu sudah tahu orang macam apa komandan
mereka itu. Helian Kong muak, karena t.ahu kalau
"sandiwara" itu "dipentaskan" buatnya. untuk
menghibur hatinya, namun Helian Kong tidak
terhibur dan malahan bertambah gemas. Apa
jadinya masa depan negara kalau sebagian
besar pejabatnya adalah orang-orang macam
Ong Go" Pintar pidato bagus, namun
Kembang Jelita 3 6 kelakuannya sehari-hari bertolak belakang
dengan isi pidatonya. Sedangkan Ting Hoan-wi berdiri dengan
sikap tidak ambil pusing. Dianggapnya segala
yang terjadi di halaman itu tidak ada sangkutpautnya dengan dirinya.
Keundian Ong Go mmutup pidatonya, dengan
perintah. "Sekarang bebaskan semua tahanan
yang kalian tangkap sewenang-sewenang!
Cepat! Bebaskan tanpa syarat !"
Para prajurit dengan agak bingung seperti
setengah mimpi menjalankan perintah itu.
Bukankah dulu yang memerintahknn penangkapan-penangkapan itu juga sang
komandan sendiri, dengan dalih untuk "mengisi
kas?" Kemuakan Helian Kong agak terobati melihat
tahanan-tahanan dibebaskan Di halamann itu
juga terjadi pertemuan mengharukan antara
para tahanan dengan keluarga masing-masing
yang tadinya sudah sama-sama putus-harapan.
Terutama pihak keluarga yang tidak tahu
Kembang Jelita 3 7 bagaimana bias menyediakan sejumlah uang
yang diminta oleh pihak tentara.
Tengah suasana mengharukan itu berlangsung, mendadak dua orang prajurit lari
tergopong-gopong memasuki halaman itu dari
arah jalanan. Langsung berseru-seru. Thongleng! Thong-leng!"
"Ada apa?" Tanya Ong Go.
"Ada sekelumpok pengungsi kelaparan yang
menjadi liar, tak terkendali lagi. Mereka
menyerbu kediaman Ciu Ti-koan (Hakim Ciu),
untuk merampas bahan makanan dari rumah
Ciu Tikoan!" Wajah Ong Go berubah hebat, "Tikoan adalah
pejabat negara, berani benar gelandangangelandangan liar Itu berbuat demikian!"
"Thong-leng, pengungsi -pengungsi kalap itu
berjumlah banyak sehingga rumah Tikoan
terkepung. Satu regu prajurit berusaha
menolong Tikoan, namun namun belum
berhasil menembus kepungan itu!"
"Pengungsi-pengungsi itu bersenjata ?"
Kembang Jelita 3 8 "Mereka membawa pentung, batu dan
sebagainya. Ong Go menoleh ke Helian Kong dan
bertanya, "Bagaimana, Hu-ciang?"
Mendengar pertanyaan Ong Go kepada
Helian Kong itu, barulah para prajurit di
halaman itu tahu kalau tadi mereka salah
tangkap di warung. Pengunjung berdialek baratlaut
yang mereka sangka mata-mata pemberontak itu ternyata seorang Hu-ciang
dalam Tentara Kerajaan, pangkatnya lebih
tinggi dari Ong Go yang cuma berpangkat Cian Itu. Sekaligus terjawablah keheranan mereka
kenapa tadi sang komandan tiba-tiba berpidato
demikian bagus, karena ada atasan datang.
Helian Kong menjawab, "Bawa sebagian
pasukanmu, kita lihat ke tempat kerusuhan itu!"
Tidak Lama kemudian berbarislah seratus
prajurit menuju ke tempat keributan itu. Di
depan barisan berjalanlag Ong Go, Helian Kong
dan Ting Hoan-wi. Ong Go mengira kalau Ting
Hoan-wi juga seorang perwira tinggi yang
sedang berpakaian sipil, maka sikapnya-pun
Kembang Jelita 3 9 juga hormat dan bahkan menjilat. Sedangkan
Ting Hoan-wi menikmatinya dengan wajar saja,
dibiarkannya Ong Go keliru menyangka.
Rumah Tikoan ada di ujung desa, sebuah
gedung besar dengan tembok halaman yang
tinggi. Keiika pasukan Ong Go datang, dilihatnya
rumah iiu sudah seperti kue raksasa direbut
kawanan semut. Ratusan orang dengan pentung
dan batu berteriak-teriak kalap, ada juga yang
melempar-lemparkan batunya ke atap rumah.
"Bagi kami beras ! Bagikan Boras!"
Ada yang menyandarkan kayu panjang di
tembok, untuk memanjat, yang lain beramairamai mengangkat balok besar untuk di
dobrakkan ke pintu. Berkali-kali, namun pintu
gerbang itu terlalu kokoh, tiap kali Hanya
bergetar sedikit. Pintu gerbang kediaman para
pembesar kerajaan umumnya memang tebal
dan kuat, bahkan ada yang dilapis besi. Maklum,
tempat kediaman mereka adalah simpanan
harta kurun untuk anak-cucu, jadi harus
dibangun dengan keamanan yang meyakinkan.
Kembang Jelita 3 10 Beberapa orang berhasil memanjat sampai
ke atas tembok. Namun dari balik tembok tibatiba bermunculan panah panah yang langsung
membuat pemanjat yang memanjat itu
terjungkal jatuh. Kematian orang-orang itu seperiti minyak
disiramkan ke dalam api, bukannya menjadikan
mereka takut. Teriakan-teriakan menghebat.
"Mereka membunuh teman-teman kita!"
"Mereka tidak mempedulikan lagi nasib
kita!" "Hancurkan!" Suasana tambah panas dan orang-orang
kelaparan itu makin nekad.
Ketika pasukan Ong Go sampai ketempat itu,
rakyat yang biasanva takut kepada perajuri itu,
kini muncul keberaniannya.
"Anjing-anjing itu datang!"
"L,awan saja, takut apa?"
"Kalau tidak sekarang memperjuangkan
nasib, kapan lagi?" "Mati kelaparan atau mati di ujung senjata
sama saja!" Kembang Jelita 3 11 "Serbu! Lawan!"
Sebagian pengungsi berbalik untuk melawan
pasukan Ong Go, sementara sebagian lagi tetap
berusaha mendobrak pintu rumah Tikoan atau
memanjat tembok dengan bandelnya.
Kenekadan orang-orang itu memang
mengejutkan. Ong Go kaget sesaat, namun kemudian
menjadi gusar. Kegusaran seorang penguasa
yang semula ditakuti dan tiba-t.iba dilawan.
Tangannya sudah diangkat, siap menyuruh
pasukannya menyerbu dan kalau perlu banjir
darah. Namun Helian Kong berkata. "Cian-bu,
tugasmu menertibkan. Tetapi ingat, mereka
adalah orang yang selama ini menderita dan
pantas untuk marah. Jadi dalam tindakanmu
kali ini hindarilah korban jiwa yang bisa
menambah kemarahan mereka. Paham?"
Wajah Ong Go nampak tidak puas, "Hu-ciang,
untuk apa berbelas kasihan kepada orang-orang
yang tidak bisa diatur ini" Mereka sudah tidak
punya rasa takut yang seharusnya mereka
Kembang Jelita 3 12 miliki, berani menyerbu rumah Tikotin dan
melawan tentara kerajaan!"
"Pokoknya hindari korban jiwa!" bentak
Helian Kong. "Aku tahu kerusuhan ini didalangi,
si dalang tersembunyi itulah yang harus di
tindak tegas, bukan mereka yang hanya dihasut
dan diperalat." "Kemana mencari dalangnya?"
"Aku sudah melihatnya!" kata Helian Kong
sambil menatap ke satu arah.
Waktu itu para pengungsi sudah menyerang
para prajurit. Biarpun mereka tidak terlatih dan
bertubuh lemah karena selama ini kekurangan
makan, apalah lagi dengan senjata yang cuma
sendanya, tapi kemarahan mereka adalah
sesuatu yang harus diperhitungkan. Para
prajurit melawan ,dan pertempuranpun terjadi .
Helian Kong juga diserang oleh para
pengungsi yang kalap itu, tapi ia sekedar
menghindar atau melawan tanpa melukai.
Pandangannya tak lepas dari seseorang di
tengah kerumunan itu yang menarik
perhatiannya. Kembang Jelita 3 13 Orang itu adalah pemuda seusia Helian Kong,
pakaiannya juga lusuh seperti pengungsipengungsi lain, namun tubuhnya justru tegap
dan segar, tak ada tanda-tanda kekurangan
makan. Dialah yang berteriak-teriak menghasut
di tengah-tengah para pengungsi, dengan tinju
diacung-acungkan ke langit. Tiap kali ia
berteriak, para pengungsi semakin berkobar
kemarahannya. "Inilah dalangnya" pikir Helian Kong yang
mulai mengincarnya. Tubuhnya melambung melewati kepala
orang-orang yang seperti gabah ditampi itu, dan
cengkeraman Helian Kong langsung mengincar
pundak kanan si pengobar kemarahan itu.
Orang itu kaget mendapat serangan namun
kemudian dia
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terpaksa menunjukkan kemampuan silatnya. Secepat kilat ia bergeser
sehingga luput dari serangan, lalu menjotos ke
arah muka Helian Kong dibarengi sapuan ke
kaki Helian Kong. Gerakannya tangkas dan
bertenaga. Kembang Jelita 3 14 Secepat kilat ia bergeser sehingga luput dari
serangan, lalu menjotos ke a-rah muka Helian
Kong dibarengi sapuar ke kaki Helian Kong.
Kembang Jelita 3 15 "Hem, ketahuan kedokmu sekarang......"
dengus Helian Kong. 'Tapi mau tidak mau kau
harus ikut, aku untuk mempertanggungjawabkan ulah pengacauanmu ini"
Langkah kilat Helian Kong seperti angin,
bahkan tubuhnya seolah terbuat dari asap.
Pukulan dan sapuan pemuda penghasut itu tak
dapat mengenainya, sebaliknya malah cengkeraman Helian Kong siap ke arah urat
pinggangnya. Ternyata pemuda itu mampu meladeni
Helian Kong dalam beberapa gebrakan kilat.
Namun sesudah itu, dia membalik tubuh dan
menyusup kabur di antara orang banyak.
Helian Kong makin bernafsu menangkapnya,
sebab sekarang ia yakin pemuda itu tentu
pengikut Li Cu-seng yang disusupkan ke garis
belakang untuk membuat onar. Helian Kong lalu
ikut menyusup di antara orang-orang itu guna
mengejar si dalang kerusuhan.
Namun sikap orang-orang itu terhadap Si
perusuh dan terhadap Helian Kong ternyata
berbeda. Kalau perusuh lewat, orang-orang
Kembang Jelita 3 16 minggir memberi jalan, kalau Helian Kong yang
mau lewat maka mereka merintangi. Entah
dengan pentung, batu atau pasir yang ditaburkan ke mata. Sulitnya lagi, Helian Kong takkan
tega terbuat, kejam terhadap perintangperintang. ini, sebab dianggapnya mereka tidak
bersalah, hanya diperalat.
Itulah sebabnya Helian Kong jadi kalah cepat
menyusup di antara keributan itu.
Tapi bukan Helian Kong kalau gampang
putus asa. la melontarkan tubuhnya ke atas, tak
ubahnya seekor elang. Matanya yang juga
setajam mata elang menyapukan pandangan,
mencari buruannya . Selagi tubuhnya masih mengapung di udara,
terlihatlah buruan itu tengah menyelinap
kesana-kemari selicin belut di dalam lumpur.
Langkah kakinya menunjukkan kalau dia benarbenar seorang pesilat, ulung. Cepat-cepat Helian
Kong menyedot napas, mengerahkan tenaga
dalamnya dengan cara yang khusus dan
tubuhnya tiba-tiba kehilangan bobot. seperti
segumpal kapas saja. Ketika ia mengebaskan
Kembang Jelita 3 17 tangan seperti orang berenang, tubuhnya
melesat ke arah buruannya. Itulah .jurus
meringankan tubuh Liu-hun-piau-hui (Mega
Mengalir). Untuk menambah luncurannya, tanpa
permisi sepasang kakinya berlompatan di atas
kepala orang-orang yang sedang berkerumun
marah itu. Tiap kali ujung kakinya menutul
ringan di atas kepala orang-orang itu, namun
orang-orang yang dilewatinya tidak cidera se
dikitpun, hanya seperti kejatuhan cecak.
Buruan itu menoleh. Melihat kehebatan ilmu
muringankan tubuh Helian Kong, dia kaget dan
melangkah makin cepat. Begitu keluar dari
kerumunan, terdengar orang itu berteriak uniuk
mengerahkan tenaga dan semangatnya, maka
sepasang kakinyapun tiba-tiba terayun begitu
cepat, tubuhnya seperti terbang saja melesat
keluar desa yang sepi. Helian Kong mengenali ilmu meringankan
tubuh lawan agaknya adalah Co-siang-hui
(Terbang di atas Rumput) dari aliran Siau-limpai. Berarti masi serumpun dengan ilmu Helian
Kembang Jelita 3 18 Kong. Sebab perguruan Tiat-eng-bun dulunya
juga berasal dari Siau-lim-pai.
Kini sang buruan maupun pemburunya
sudah tiba di luar kampung yang sepi, sehingga
lebih leluasa mengadu ilmu meringankan tubuh
mereka. Keduanya seperti berlomba lari. Paritparit dilompati, berliku-liku di antara
pepohonan, mendaki lereng-lereng terjal
seringan berlari di tanah datar, menuruni tebing
seperti terbang. Apa lagi ditanah datar, mereka
hanya nanpak seperti dua gumpal bayangan
yang tidak jelas bentuknya.
Memang lihai ginkang (Ilmu meringankan
tubuh) orang itu, tak kalah dengan Helian Kong.
Namun lwekang (tenaga dalam) yang menjadi
dasar semua bentuk luar ilmu silat, agaknya
masih setingkat dibawah Helian Kong.
Maka setelah kejar-kejaran itu mencapai
beberapa li di luar kampung, mulai ada tandatanda bahwa Helian Kong akan berhasil
menangkap orang itu. Jaraknya senakin dekat,
biarpun orang itu nanpak berlari dengan ngotot.
Kembang Jelita 3 19 Namun orang i tupun menyadari. Ketika tiba
di sebuah lereng menanjak, tiba-tiba
disambitkannya sebuah benda bulat hitam
hampir sebesar tinju ke arah Helian Kong,
sambil terus lari. Hampir-hampir Helian Kong menyampok
benda itu dengan tangannya, tapi hidungnya
tiba-tiba mencium bau belerang yang keras.
Cepat ia menarik tangan dan melompat ke
samping, tidak mau tersentuh benda itu.
Benda itu jatuh dan meledak. Ternyata itulah
senjata lempar yang lihai yang disebut Tok-bu-k
im-ciam-ni-bo-tan. Tok-bu (kabut beracun) dan
kim ciam (jarum emas) diumpamakan sebagai
anak yang "lahir" dari dalam bulatan besar itu,
maka ditambalii sebutan "Cu-bo-tan" (peluru
ibu dan anak). Bukan cuna ledakan dan kobaran api yang
berbahaya seketika, karena ledakan itu disusul
dengan sambaran jarum dalam radius
limabelas-langkah. Pontang-panting Helian
Kong mengibaskan sepasang lengan bajunya
untuk menghalau jarum-.iarum gemerlapan itu.
Kembang Jelita 3 20 Tapi jarum-jarum itu baru pertama" dan
mansih ada "adiknya" berupa kabut beracun
dari pecahan boa hitam itu.
Cepat-cepat Helian Kong melompat menjauhinya sambil mencari kedudukan di
kepala angin, agar tidak usah menghirup kabut
itu. Namun untuk tindakan berjaga-jaga, ia
keluarkan sebutir obat. Siu-hoan-tan dari
kantongnya, diremuknya lilin penbungkusnya
lalu ditelannya isinya. Dan ketika bahaya lewat, buruannya sudah
lenyap. Helian Kong tahu kalau tidak mungkin lagi
mengejar orang itu. Ia cuma menggeleng-geleng
kepala dan menggerutu, "Pasti dia pengikut Li
Cu-seng. Pintar benar pemberontak itu
memanfaatkan keadaan. Tahu sedang ada
minyak, mereka bawa apinya. Selagi ada ketidak puasan penduduk, mereka kirimkan
penghasutnya." Lalu Helian Kong melesat kembali ke
kampung yang sedang dilanda kerusuhan tadi.
Sepanjang jalan ia berpikir. "Perang ini tidak
Kembang Jelita 3 21 cuma mengadu senjata di medan laga, tapi juga
berlomba merebut simpati rakyat. Kalau para
pembesar Kerajaan sampai keliru menangani
keresahan, Li Cu-senglah yang akan merebut
hati rakyat, dan itu berarti nasib Kerajaan Beng
sudah divonis habis ."
Kegelisahan mendorong langkahnya semakin
cepat, seperti ada naluri yang mendorongnya.
Dan setelah tiba di tempat keributan tadi, ia
kaget melihat adegan mengerikan di tempat itu.
Keributan sudah selesai, namun sungguh
penyelesaian yang sama sekali tidak dibayangkan oleh Helian Kong.
Rumah Tikoan sudah menjadi api unggun
raksasa, dan tak terbayangkan betapa nasib
penghuninya yang tidak sempat keluar.
Sementara di sekitar api unggun raksasa itu
bertebaran mayat para pengungsi yang agaknya
diperlakukan amat keras oleh Ong Go dan
pasukannya. Masih ada pengungsi yang belum
mati. namun mereka disuruh berbaring tiarap
berderet-deret, dijaga prajurit-prajurit yang
matanya masih memancarkan kemarahan.
Kembang Jelita 3 22 Melihat munculnya Helian Kong, cepat-cepat
Ong Go menyongsongnya dan bertanya,
"Bagaimana dongan penghasut itu, Hu-ciang?"
"Lari." sahut Kelian Kong singkat pandangannya menyapu mayat-mayat yang
berceceran itu sambil merentangkan tangan,
dan bertanya, "Kenapa sampai begini" Kau lupa
pesanku?" "Aku tetap ingat pesan Hu-ciang. Tapi orangorang ini semakin liar, tak bisa diatur lagi,
sehingga pesan Hu-ciang mustahil dilaksanakan.
Rumah Tikoan dilempari api sehingga terbakar.
Tikoan dan keluarga serta orang-orangnya tidak
terselamatkan lagi. Terhadap yang mau
menyerah, aku ampuni, itulah mereka." Ong Go
menunjuk deretan orang-orang yang tiarap
itu.",,,,tapi yang tetap membangkang, ya apa
boleh buat." Helian Kong termangu-mangu mendengar
penjelasan itu. Akankah prajurit dan rakyat,
bermusuhan, sehingga rakyat akan semakin
mendukung pemberontakan Joan-ong Li Cuseng"
Kembang Jelita 3 23 Ia tidak tahu Ong Go bohong atau tidak. Tadi
memang sudah dilihatnya sendiri betapa
beringas pengungsi-pengungsi itu. Dalam
situasi rusuh dan panas itu, sulit menentukan
siapa yang salah dan siapa yang benar, maka
jatuhnya korban lalu menjadi semacam
"keharusan" yang tidak bisa ditawar lagi. Entah
siapa benar siapa salah, yang jelas jurang
pemisah antara tentara kerajaan yang harus
melindungi dengan rakyat yang harus
dilindungi, malahan semakin lebar.
Sementara Ting Hoan-wi ikut bicara setelah
ia menyarungkan pedangnya yang baru saja
dibersihkan dari darah. Dalam keributan tadi.
Ting Hoan-wi telah ikut membunuh entah
berapa orang sebagai pelampiasan rasa
jengkelnya yang terpendam selama ini. Ia
berjalan mendekati Helian Kong sambil berkata
"Kata-kata Ong Go Ciam-bu benar. A-kong. Mana
bisa kita berbelas kasihan kepada ratusan orang
yang sudah kerasukan setan" Jangan-jangan
malah kami sendiri nanti yang mampus."
Kembang Jelita 3 24 Ong Go menatap Ting Hoan-wi dengan rasa
terima kasih atas pembelaannya. Sampai saat
itu ia masih menyangka Ting Hoan wi juga
sebagai perwira tinggi yang sedang berpakaian
sipil, setidak-tidaknya berpangkat sama dengan
Helian Kong. Itu disimpulkannya sendiri dari
sikapnya terhadap Helian Kong yang seperti
menghadapi teman sederajat saja. Dan sejauh
ini Ting Hoan wi tidak membantah, tidak
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencoba membenarkan persangkaan keliru
atas dirinya itu. Beberapa saat Helian Kong menatap sedih
mayat-mayat yang bergelimpangan itu, lalu
gedung Tikoan yang dimakan api itu. Salah
siapa" Akhirnya ia cuma, bisa menarik napas
dan berkata, "Lain kali jangan sampai terjadi
seperti ini. Bersikaplah baik terhadap rakyat,
agar jangan rakyat membenci kita, dan
menjadikan tanah subur buat hasutan yang
disebarkan oleh pengikut-pengikut Li Cu-seng."
''Oh, tentu ___ tentu -----" begitu cepat, ringan
dan tanpa dipikir lagi Ong Go menyahut, "Mulai
Kembang Jelita 3 25 besok akan kususun jadwal untuk ceramah
kesadaran hukum bagi semua penduduk, agar.."
'Tidak perlu!" Helian Kong nenukas dengan
tuara tinggi sebagai tanda luapan emosinya.
"Biarpun kau ceramah panjang lebar tiap hari,
tapi rakyat akan menilai tingkah lakumu itu
cocok atau tidak dengan isi ceramahmu"
Tingkah lakumu yang baik lebih mempan
sebagai contoh dari pada seribu ceramah! "
Ong Go mengerutkan alis kepalanya dan
buru-buru menyahut, "Ya....ya...pesan Hu-ciang
akan selalu kuingat ingat."
"Pemerintah manapun yang menimbulkan
kebencian rakyat, sama dengan membunuh
diri." "Ya.... ya.... paham Hu-ciang."
Sementara Ting Hoan-wi bertanya "A-kong,
bagaimana" Kita teruskan perjalanan atau
tidak?" Sahut Helian Kong, "Ya aku ingin secepatnya
tiba di Pak-khia. tapi aku ingin berpesan sedikit
kepada. Ong Cian-bu."
Kembang Jelita 3 26 Ong Gu mengutuk dalam hati, namun
wajahnya menunjukkan sikap siap mendengarkan pesan-pesan itu, "Pesan-pesan
Hu-ciang pastilah amat berharga untuk
dijadikan pegangan bagi setiap prajurit sejati."
Sementara dalam hatinya mengutuk. "Kalau
mau kentut cepatlah kentut, manusia sok alim,
sok suci. Huh, setelah itu cepatlah minggat dari
depanku!" "Ong Cian-bu, aku tidak pintar ceramah
seperti kau, tapi hari ini kutemukan bukti
bahwa Li Cu-seng lebih dulu menyebarkan
hasut itu diantara rakyat sebelum laskarnya
sampai. Ini berbahaya. Kalau pasukanmu masih
tetap sewenang-wenang kepada penduduk,
seperti yang kulihat di halaman markasmu tadi,
yakinlah bahwa Li Cu-seng takkan sulit merebut
tempat ini, sebab rakyat sudah siap membantu
mereka. Itu saja pesanku terserah kau mau
terima atau tidak sebab kau bukan bawahan
langsungku." Kembang Jelita 3 27 "Baik, Hu-ciang. Selamat jalan dan semoga
aman sampai di Pak-khia." Sahut Ong Go sopan
namun bernada mengusir. Helian Kong berharap mudah-mudahan Ong
Go kapok dengan peristiwa tadi. Meskipun
watak dasar seseorang itu sulit diubah, namun
sering juga watak dasar itu menyesuaikan
dengan keadaan, biarpun aaak terpaksa dan
sementara. Helian Kong tidak mengharap yang
muluk muluk seperti mengubah Ong Go jadi lim
mendadak, cukup asal ada rasa takut bahwa
rakyat bisa marah dan melawan.
Karena matahari belum miring benar ke
barat, Helian Kong menganggap masih ada
kesempatan melanjutkan perjalanan sedikit lagi
sebelum gelap. Ia ingin segera tiba di Pak-khia
untuk bergabung dengan pasukannya kembali.
Maka berangkatlah ia bersama Ting Hoan wi,
meninggalkan desa yang baru saja terguncang
kerusuhan itu. Ong Go menatap sampai Helian Kong lenyap
ditelan lipatan-lipatan perbukitan di kejauhan.
Setelah yakin Helian Kong benar-benar pergi,
Kembang Jelita 3 28 dengan geramya Ong Go memerintahkan
kepada pasukannya, "Bunuh semua tawanan!
Para prajuritnya menjalankan perintah
dengan gembira, seperti anak-anak mendapatkan mainan. Maka bergelundunganlah
batok kepala tawanan-tawanan yang tadi belum
sempat dibunuh karena kedatangan Helian
Kong. Kini sempat. Sempat sekali.
Bahkan Ong Go kemudian bertindak lebih
jauh lagi, ia bawa pasukannya untuk menyerbu
gubuk para pengungsi yang sebenarnya tidak
ikut-ikutan membuat kerusuhan. Tapi Ong Go
tidak peduli. Gubuk-gubuk itu dibakar,
penghuni-penghuninya ditumpas, tak peduli
orang-orang jompo, wanita dan anak-anak.
Setelah itu, batok-batok kepala para korban
dicucukkan di ujung batang batang bambu. Dan
diberi pengumuman singkat, dengan tulisan
darah, "Tidak ada ampun buat pengikulpengikut Li Cu-seng."
Orang-orang berharta yang selama ini
mencemaskan keamanan kekayaannya sejak di
desa itu banyak pengungsi berkeliaran, kini
Kembang Jelita 3 29 Setelah yakin Helian Kong benar-benar pergi,
dengan geramnya Ong Go memerintahkan kepada
pasukannya, "Bunuh semua tawanan !"
Kembang Jelita 3 30 berbondong-bondong mendatangi Ong Go
untuk mengucapkan selamat dan memuji-muji
"tindakan pencegahan" Ong Go.
Namun lebih banyak yang biarpun mulutnya
bungkam namun dalam hati menggugat sikap
Ong Go yang kejam. Mereka yang tahu bahwa
pengungsi-pengungsi itu adalah orang-orang
malang yang terjepit keadaan, meninggalkan
kemapanan yang sudah mereka miliki untuk
mencari keselanatan. Tapi maut lebih dulu
menghadang tanpa ampun. Banyak hati
menggugat , tapi kalau di depan hidung mereka
berjajar ujung-ujung tombak dan pedang, bisa
apa" * * * Kota raja Pak-khia semakin dekat. Helian
Kong dan Ting Hoan-wi dengan, lancar
melewati pos pemeriksaan terakhir, kira-kira
sepuluh li di luar kota raja.
Kembang Jelita 3 31 Tengah mereka berjalan di sela-sela dataran
berhutan, tiba-tiba dari dalam hutan
terdengarlah derap kaki kuda dan teriakanteriakan gembira gadis-gadis.
Ting Hoan-wi agak heran, sebab derap kuda
biasanya "berpasangan" dengan suara lelakilelaki kasar, bukan suara gadis-gadis. Sedang
Helian Kong rasanya mengenali suara-suara itu.
Seekor rusa tiba-tiba keluar menerobos
semak-semak di pinggir hutan dan berlari
ketakutan, berusaha menyeberangi sebuah
lapangan rumput terbuka sebelum sampai ke
jalanan. Tapi dari dalam hutan tiba-tiba melesat
sebatang anak panah yang secara telak
menghentikan harapan sang rusa.
Empat orang berkuda muncul dari dalam
hutan. Dan meskipun pakaian mereka ringkas
seperti lelaki, namun jelas mereka adalah gadisgadis muda. Di tubuh maupun pelana kuda
mereka bergantungan alat-alat berburu seperti
lembing pendek, pisau, panah dan busur.
"Cici Ping, bidikan panahmu semakin lihai
saja! Aku mengaku kalah kali ini!" teriak
Kembang Jelita 3 32 seorang gadis bermuka bulat t,elur dengan mata
lebar. Tingkah lakunya nampak masih agak
kekanak-kanakan. Keempat gadis itu mendekatkan kuda-kuda
mereka ke bangkai rusa. Gadis yang dipanggil
"Cici Ping" itu sama cantiknya, bahkan di
wajahnya ada semacam keanggunan kaum
bangsawan, namun wajah itu agak pucat,
Tentunya orang sulit membayangkan gadis
selembut itu naik kuda dan menembakkan
panah ke sasaran bergerak dan kena, tapi
nyatanya demi kian. Dua gadis lainnya juga berpakaian lengkap
seperti pemburu, tapi sikap mereka seperti
pengiring-pengiring dari si "Cici Ping" itu. Sikap
mereka seperti menjaga jarak dengan kedua
gadis lain dan menghormat seperti lazimnya
kaum bawahan. Mereka mengangkat bangkai
rusa itu untuk menaikkannya ke atas punggung
kudanya. Gerak-gerik mereka kelihatan tangkas
dan cekatan, nampak cukup terlatih.
"Nah, Cici Ping, kita sudah mendapatkan
seekor rusa gemuk, cukup untuk pesta nanti
Kembang Jelita 3 33 malam, sekarang mau ke mana"."gadis lincah
itu tiba-tiba menghentikan kata-katanya dan
menatap kesatu arah. "Eh, ada orang ke mari ."
Yang mendekati adalah Helian Kong dan Ting
Hoan-wi. Mereka menunggang kuda, sebab di
pos pemeriksaan terakhir tadi mereka
mendapat pinjaman kuda untuk mempercepat
sisa perjalanan ke Pak khia.
Begitu dekat, Helian Kong melompat turun
dari kudanya untuk berlutut kepada gadis yang
berwajah pucat itu, sambil berkata, "Hamba
menyampaikan sembah kepada Tuan Puteri
Tiang-ping." Ting Hoan-wi kaget melihat sikap dan katakata Helian Kong, cepat-cepat diapun melompat
turun dan berlutut sambil berkata, "Hamba Ting
Hoan-wi juga membori hormat setinggitingginya kepada Tuan Puteri, Ampun tadi
hamba tidak tahu." Puteri Tiang-ping, puteri Kaisar Cong-ceng,
agaknya kenal baik dengan Helian Kong. Sambil
tersenyum, ia berkata ramah, "Bangunlah,
kalian berdua. Saudara Helian, beberapa bulan
Kembang Jelita 3 34 kau tidak kelihatan di ibu kota, pergi ke ma na
saja?" "Hamba pergi ke Teng-hong untuk menengok
guru hamba yang sakit," sahut Helian Kong yang
telah berdiri, namun belum berani melompat ke
atas kudanya. "...dan guru hamba juga.. Ting Hoan-wi ikut
bicara tanpa ditanya. Setelah ia tahu yang
dihadapinya adalah puteri Kaisar yang kenal
baik Helian Kong, Ting Hoan-wi t.idak mau
membuang kesempatan untuk merintis hubungan baik. Hubungan baik dengan
kalangan atas jelas akan menguntungkan dalam
"bisnis'nya kelak, begitu perhitungannya.
Puteri Tiang-ping dan gadis bermata lebar
itu menoleh kepada Ting Hoan-wi dengan air
muka agak heran. Sedangkan Helian Hong yang
agak malu karena ulah temannya itu, buru-buru
menerangkan, "Harap Tuan Puteri maafkan
sikapnya, dia adalah saudara seperguruan
hamba yang bernama Ting Hoan-wi."
Puteri Tiang-ping mengangguk-angguk, baru
saja bibirnya bergerak hendak berkata sesuatu,
Kembang Jelita 3 35 lagi-lagi Ting Hoan-wi sudah menyerobot
kesempatan bicara, "Hamba ke Pak-khia untuk
mengabdi kepada negara. Selama ini memang
belum menjadi prajurit, tapi jasa hamba telah
cukup besar karena telah mempertaruhkan
nyawa melawan pengikut-pengikui Li Cu-seng,
si bandit keparat yang tidak tahu membalas
budi kepada pemerintah! Hamba berusaha
menyalurkan garam bagi rakyat, karena selama
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini antek-antek Li Cu-seng telah menghambat
pengiriman garam dari pesisir timur, .sehingga
rakyat menderita. Tapi hamba demi mempemperjuangkan nasib kerajaan Beng,
tanpa takut telah ". "
Seandainya Helian Kong tidak cepat-cepat
memberi isyarat kepada Ting Hoan-wi, tentu
"kisah kepahlawanan" itu masih, akan
bersambung panjang lebar. Untung Helian Kong
mengedipkan matanya dan Ting Hoan-wi pun
berhenti bicara dongan wajah penasaran, ceri
tanya belum selesa kok sudah dipotong"
Selama Ting Hoan-wi menyerocos, Puteri
Tiang-ping mengangguk-angguk, tapi sambil
Kembang Jelita 3 36 menahan tertawanya, seteluh selesai Ting
Hoan-wi bicara, berkatalah Puteri Tiang-ping
agak berbasa basi, "Dimasa sekarang ini
sungguh beruntung diantara rakyat kerajaan
ada orang yang gagah berani seperti Ting
Sianseng ini." "Apakah hamba diperkenankan mengabdi
dalam Tentara Kerajaan?"
"Urusan ini bukan wewenangku, tapi
wewenang Peng-po Ceng-tong (Kementerian
Perang). Ting Sianseng bisa mendaftarkan ke
sana." "Tapi ....tapi" Ting Hoan-wi mulai kelihatan
ragu-ragu. "Kalau tidak ada yang membantu
dari dalam, aku kuatir harus mulai dari bawah
sekali karena tidak ada yang mengenal
kemampuanku." "Aku tidak punya wewenang apa-apa
Sianseng. Sudahlah."
Ting Hoan-wi masih hendak mendesak lagi,
tapi Helian Kong buru-buru memegang
tangannya kuat-kuat dan berkata, "A-hoan,
Kembang Jelita 3 37 urusan ini jangan sampai merepotkan Tuan
Puteri." Helian Kong berbuat demikian agar Ting
Hoan-wi berhenti mendesak-desak Puteri
Tiang-ping yang membuat Helian Kong jadi
malu sendiri. Akhirnya Ting Hoan-wi memang diam,
meskipun dengan perasaan penasaran kurang
puas. "Cukup untuk hari ini," kata Puteri Tiangping kepada teman-teman berburunya. "Ayo
kita pulang." Gadis-gadis yang tangkas itu sudah memutar
kuda-kuda mereka dan siap berderap pergi,
namun gadis bermata lebar itu tiba-tiba berkata
kepada Puteri Tiang-ping, "Cici Ping, bagaimana
kalau Toako Helian Kong sekalian jalan bersama
kita sampai ke kota?"
Puteri Tiang-ping tiba-tiba berdehem keras
sambil tersenyum menggoda gadis itu, gadis itu
tiba-tiba menjadi tersipu wajahnya, begitu pula
Helian Kong. Kembang Jelita 3 38 Biarpun Helian Kong adalah "orang
peperangan" yang sering disebut sebagai orang
kasar, sebenarnya punya perasaan yang peka.
Selama ini ia bukan tidak merasa kalau
Siangkoan Yan, gadis bermata lebar itu, diamdiam menaruh hati kepadanya. Namun Helian
Kong belum berhasil mengosongkan hatinya
dari bayangan Tan Wan-wan, maka terpaksa ia
sering berlagak tidak tahu akan perasaan
Siangkoan Yan, meskipun sering terlintas di
pikirannya bahwa gadis puteri Menteri
Siangkoan Hi itu manis juga.
Sesaat suasana antara Helian Kong dan
Siangkoan Yan jadi kikuk. Siangkoan Yan kikuk
karena Puteri Tiang-ping dengan jahil
"membongkar" kandungan perasaannya. sebaliknya Helian Kong kikuk karena maunya
berlagak acuh tak acuh namun sadar kalau
"acting"nya kurang sempurna.
Untunglah Puteri Tiang-ping kemudian
menolong mereka. katanya sambil tertawa.
Baiklah. Hu-ciang, mau berjalan bersama kami
Kembang Jelita 3 39 sambil berkisah pengalaman mu selama tidak
berada di Pak-khia?"
"Hamba menurut perintah Tuan Puteri,"
sahut Helian Kong. Begitulah rombongan itu jadi "membengkak''
jumlahnya, tadinya empat orang, sekarang
menjadi enam orang. Ting Hoan-wi merasa
hatinya melompat-lompat kegirangan, mimpipun ia tidak pernah kalau suatu saat akan
berjalan satu rombohgan dengan Puteri Tiangping, puteri Kaisar sendiri. Angan-angannya
mulai melantur kelewat jauh,
eh, nasib orang siapa tahu.
Karena itulah sepanjang perjalanan dia
banyak berbicara, berusaha menimbulkan
kesan bahwa dirinya adalah orang yang cukup
penting untuk diperhituungkan. Dia terus
bicara, tentang apa saja, dan semuanya dibahas
dengan gaya seolah-olah di dunia ini tidak ada
hal yang dia tidak tahu. Ketika mereka sudah melalui sebuah bukit,
maka tembok kota Pak-khiapun sudah terlihat
dari lereng bukit. Kembang Jelita 3 40 Namun tiba-tiba di kejauhan terdengar suara
tambur, lalu nampak sebuah-barisan panjang
yang mengibarkan bendera-bendera, menuju
kota Pak-khia. Namun dalam jarak sejauh itu
masih belum diketahui itu rombongan apa,
sebab orang-orangnyapun nasih kelihatan kecilkecil.
"Barisan apa itu?"
"Kita tunggu dan lihat, tapi sebaiknya tidak
menampakkan diri," kata Puteri Tiang-ping.
"Kita bersembunyi, rombongan itu akan
melewati kaki bukit ini Ting Hoan-wi kurang paham mendengar
kata-kata si Tuan Puteri itu, "Tuan Puteri adalah
puteri Kaisar junjungan kita, kenapa takut
bertemu rombongan itu" Tidakkah seharusnya
menampakkan diri, agar orang-orang itu dapat
menunjukkan hormatnya kepada Tuan Puteri?"
Puteri Tiang-ping tidak menggubris kata-kata
Ting Hoan-wi itu, cuma menegaskan kembali
kata-katanya tadi, "Kita bersembunyi dan
jangan banyak bicara!"
Kembang Jelita 3 41 Mereka lalu menambatkan kuda-kuda
mereka di tempat rimbunnya pepohonan yang
tidak gampang dilihat dari arah jalanan di
bawah bukit. Setelah itu mereka bersembunyi di
balik semak belukar, mengintai ke jalan raya.
Rombongan itu makin dekat, dan yang
pertama-tana bisa dikenali ialah dua bendera
besar di depan barisan itu. Yang satu adalah
bendera Jit-goat ki (bendera Rembulan dan
Matahari ) bendera Kerajaan Beng. Sedang
bendera yang satu lagi bergambar tiga batang
bambu terjajar, masing-masing batang bambu
terdiri tiga ruas. "Eh, bendera apa itu?" Puteri Tiang-ping
heran. "Melihat, bendera itu dibawa sejajar
dengan Jit-goat-ki, agaknya itulah bendera
negara asing." Sambil berkata demikian, Puteri Tiang-ping
menoleh kepada Siangkoan Yan. Ia tahu
sahabatnya itu banyak membaca dan
pangetahuannya amat luas.
Dan Siangkoan Yan memang tidak
mengecewakan para penunggu jawabannya,
Kembang Jelita 3 42 "Itu bendera lambang keluarga Tokugawa
yang, sekarang berkuasa di Jepang sebagai
Shogun. Shogun saat ini adalah Iemitsu
Tokugawa, cucu Ieyasu Tokugawa yang berhasil
menyatukan Jepang setelah mengalahkan
Hideyori Toyotomi dan Ishida Mitsunari."
"Oh, begitu. Tapi kenapa tidak Mengibarkan
bendera kekaisaran, malahan mengibarkan
bendera Shogun yang bagaimanapun juga
berkedudukan di bawah Tonno (Kaisar)?"
"Karena Kaisar di Jepang hanya lambang,
dijadikan sesembahan tapi tidak punya
kekuasaan. Setahun sekali secara resmi Shogun
bersujud kepada Tenno di Kyoto. tapi
Shogunlah yang punya kekuasaan di segala
bidang kehidupan, bukan cuma dihidang militer
saja," bicara sampai di sini, tiba-tiba Siangkoan
Yan menghentikan kata-katanya, wajahnya
penuh sesal menoleh kepada Puteri Tiang-ping
sambil berdesis, "Maaf, Cici Ping, aku tidak
bermaksud?" Sebuah senyum pahit muncul di bibir Puteri
Tiang-ping, gerakan tangannya menyuruh
Kembang Jelita 3 43 Siangkoan Yan berhenti bicara, sambil berkata,
'Tidak apa-apa, adik Yan. Jadi Hu-hong
(ayahanda Kaisar) tidak sendirian. Ada Kaisar
lain yang senasib dengannya, Kaisar hanya
namanya, tapi kekuasaannya di tangan orang
lain." Nampaknya Puteri Tiang-ping mencoba
berkelakar, namun terdengar di balik kata-kata
itu menyembunyikan kemarahan.
Helian Kong bisa memakluminya. Saat itu
memang Kaisar Cong-oeng duduk di singgasana,
tapi kekuasaannya tidak ada, jadi seperti
boneka saja. Yang sebenarnya berkuasa adalah
Co Hua-sun pemimpin kaum thaikam (orang
kebiri). Masih mendingan di Jepang. Di sana
kekuasaan dipegang keluarga Tokugawa,
keluarga samurai. Sedangkan Co Hua sun adalah
lelaki yang dipandang rendah karena sudah
bukan lelaki "komplit" lagi, sudah dikerat buah
zakarnya. Di kalangan awam saja dipandang
rendah, tapi malahan begitu mendominir
jalannya pemerintahan. Kembang Jelita 3 44 Helian Kong dapat merasakan benar
ketidakpuasan kalangan luar istana terhadap
Co Hua-sun, sebab arus ketidak puasan terkuat
justru berasal dari golongannya Helian Kong,
yaitu golongan militer yang merata amat tidak
pantas kalau mereka harus dibawah perinlah Co
Hua-sun. Sementara Puteri Tiang-ping masih mencoba
berkelakar, "Jadi kalau saat ini kita kirim utusan
ke negara asing yang dikibarkan bukan Jit.-goatki, tapi benderanya Co Hua-sun?"
Namun tak ada yang berani tertawa
menanggapi humor pahit, puteri Kaisar itu.
Rombongan pembawa bendera sudah lewat,
disusul rembongan penabuh tambur dan
terompet tanduk kerbau yang berseragam
merah. Melangkah tegap sambil membunyikan
musik yang bersemangat untuk mengiringi
derap seluruh barisan. Karena Siangkoan Yan bungkam terus tanpa
komentar, Puteri Tiang-ping lalu berkata, "Adik.
Yan, kenapa diam" Ceritamu tentang sejarah
negeri tetangga kita itu amat menarik."
Kembang Jelita 3 45 "Aku .... aku .... minta maaf. Kata-kataku tadi
tidak bermaksud.." "Aku tidak marah, kenapa kau ulangi teruspermintaan maafmu" Ayo teruskan ceritamu."
Puteri Tiang-ping mencoba mencairkan
suasana. Namun karena Siangkoan Yan masih
berat mulut. terpaksa Puteri Tiang-ping
lemparkan umpan untuk memancing, "Dalam
catatan di istana pernah kubaca, belasan tahun
yang lalu di jamannya masih bertahta kakekku,
Kaisar Hi-cong (1621-1628) pernah kita kirim
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
utusan ke Jepang, untuk mengajak mereka
bersekutu menghadapi Ceng-thai-cou dari
Kerajaan Ceng (Manchu) yang baru saja
merebut semenanjung Tiau-sian (Korea) dari
Jepang. Waktu itu Jepang tidak menjawab
secara pasti, dan baru sekarang mereka
mengrim utusan." Mau tidak mau Siangkoan Yan menjawab,
"Saat Ceng-thai-cou (1616-1627) mencapai
puncak kekuatannya, justru Jepang baru
sembuh dari luka-luka perang saudara yang
panjang antara keluarga Tokugawa dan
Kembang Jelita 3 46 keluarga Mitsunari, memperebutkan warisan
kekuasaan Hideyoshi Toyotomi. Karena itulah
tentara Jepang didepak keluar dari Tiau-sian
oleh tentaranya Ceng-thai-cou, dan sampai
sekarang belum ada tanda-tanda akan merebut
kembali. Waktu itu Jepang juga baru memburuk
hubungannya dengan Portugis, karena menuduh Portugis mendalangi pemberontakan
orang-orang Kristen di Shimabara, yang
ditumpas dengan kejam oleh Iemitsu Tokugawa.
Padahal sebelumnya Portugis adalah pemasok
senjata api. Mungkin saat itu mereka sedang
membenahi urusan dalam negeri, sehingga
tidak menyambut ajakan kita untuk bersekutu
menghadapi Manchu." "Sekarang mereka kirim utusan, apakah kirakira merupakan jawaban dari ajakan Kakek Hicong dulu?"
"Mungkin benar. Jepang memang pernah
berperang dengan kita, ketika mereka merebut
semenanjung Tiau-sian di jaman Kaisar Thianke kita. Tapi setelah melihat tumbuhnya
Kembang Jelita 3 47 kekuatan Manchu, raja Jepang mulai melirik kita
sebagai sekutu." Puteri Tiang-ping mengangguk, "Mudahmudahan persekutuan segera terwujud, agar
dapat membagi beban dalam
menghadapi ancaman orang Manchu yang makin tajam
terasa di luar perbatasan timur-laut. Agar kita
dapat mencurahkan perhatian lebih besar untuk
menumpat pemberontakan Li Cu-seng di baratlaut."
Sementara itu, kini muncul barisan pengawal
Kerajaan Beng yang berseragam sulaman
benang emas. Mereka berjalan dua-dua dan
amat panjang barisannya, Helian Kong menaksir
ada seribu orang. Helian Kong juga kenal
komandan pasukan itu adalah Song Thian-oh,
berpangkat Hu-ciang. Namun Helian Kong tidak
menyukai orang itu, sebab dianggap terlalu
menjilat kepada Co Hua-sun.
Setelah barisan pengawal itu, lalu disambung
rombongan utusan dari Jepang, yang ternyata
berjumlah besar juga. Ada kira-kira seribu
orang samurai (prajurit) berkimono coklat,
Kembang Jelita 3 48 pada dada dan punggung mereka tertera
lukisan bandar kecil yang digambari lambang ke
luarga Tokugawa, Wajah para samurai itu
kebanyakan dingin, hampir tanpa ekspresi.
Langkah mereka tegap, balikan agak kaku.
Namun mereka sudah dikenal keganasannya
dalam pertempuran. Mereka adalah prajuritprajurit berani mati; yang kalau gagal dalam
suatu tugas lebih suka merobek perut sendiri
dari pada pulang menanggung malu. Itulah
sbabnya di pinggang mereka terselip dua buah
pedang. Pedang panjang ("tachi") untuk
berkelahi, dan pedang pendek ("wakizashi")
untuk melakukan bunuh diri merobek perut
yang mereka namakan "seppuku".
Utusan Iemitsu Tokugawa adalah seorang
lelaki Jepang setengah baya, memakai kimono
rangkap dua yang indah, kepalanya memakai
topi kain yang diikat dengan tali ke bawah dagu,
kuda yang ditungganginya berdampingan
dengan kuda seorang pembesar sipil Kerajaan
Beng yang agaknya bertugas sebagai
penyambut. Kembang Jelita 3 49 Pembesar kerajaan inipun dikenal oleh
Helian Kong. Namanya Yo Goan-long dan juga
merupakan kaki tangan Co Hua sun.
Setelah rombongan samurai, kembali
pasukan pengawal Kerajaan Beng ditempatkan
di muka dan di belakang rombongan dari
Jepang itu. Barisan itupun menjauh. Setelah itu, barulah Puteri Tiang ping
berenam keluar dari persembunyian mereka.
Wajahnya nampak agak kecewa. "Nampaknya
kita tidak boleh terlalu mengharap keuntungan
besar dari kedatangan utusan negeri tetangga
itu." "Kenapa?" tanya Helian Kong heran.
"Bukankah persekutuan negeri kita dengan
Jepang akan memaksa orang-orang Manchu
harus membagi perhatian ke dua arah?"
"Bahkan orang Manchu akan menghadapi
tiga arah, kalau Lo-sat juga di hitung." sambung
Siangkoan Yan. Yang disebut "Lo-sat" oleh Siangkoan Yan itu
adalah Rusia. Sejak tahun 1560 Rusia terus
Kembang Jelita 3 50 menaklukkan wilayah-wilayah sebelah timurnya yang mereka anggap "tak bertuan".
Dan pada tahun 1600 penaklukan Rusia sudah
mencapai tepi barat Sungai Amur, sedang
t.epian timur sungai sudah termasuk wilayah
Kerajaan Ceng (Manchu). Membayangkan pergulatan kekuatankekuatan di kawasan itu, diam-diam Helian
Kong merasa prihatin. Di antara kerajaankerajaan itu, nyata sekali Kerajaan Benglah yang
paling lemah, paling keropos, selain karena
administrasi pemerintahannya yang semrawut
dan korup, juga masih menghadapi pemberontakan Li Cu-seng yang semakin meluas.
"Cici Ping, kau bilang persekutuan dengan
Jepang takkan banyak memberi harapan,
kenapa?" tanya Siangkoan Yan.
"Karena dari pihak kita yang menanganinya
adalah Go Hua-sun, yang wawasannya hanya
berpusat kepentingan diri sendiri. Peluang
emas ini akan dibuang percuma kalau ditangani
Co Hua-sun." Kembang Jelita 3 51 "Cici Ping, tidak bisakah Cici memperingatkan Sri Baginda, agar menangani
sendiri dan tidak menyerahkan urusan ini
kepada Co Hua-sun?" Puteri Tiang-ping menarik napas. "Entah
berapa kali aku dan Hong-hou Nio-nio (ibunda
Permaisuri) menghadap Hu hong (ayahanda
Kaisar) untuk mengingatkan betapa berbahayanya memberi kekuasaan terlalu besar
kepada Co Hua-sun. Tapi Hu-hong tak pernah
memberi perhatian kepada saran-saran Honghou Nio-nio dan aku."
Sebagian beban di hati Puteri Tiang-ping
seolah pindah ke hati Helian Kong dan
Siangkoan Yan, sehingga wajah mereka jadi
ikut-ikutan murung. "Sudahlah, kita pulang dulu." akhirnya Puteri
Tiang-ping berkata. Mereka melepaskan ikatan kuda-kuda
mereka, lalu menaikinya ke arah kota Pak-khia
yang tidak jauh lagi. Puteri Tiang-ping mengajak
teman-temannya melewati jalan lain, agar tidak
Kembang Jelita 3 52 usah i lewat jalan yang sama dengan barisan
tadi. Mereka lewat sebuah lorong hutan, jalan
y;uig biasa dirambah para pemburu, sehingga
kuda-kuda mereka tidak dapat berlari kencang.
Bahkan kadang-kadang mereka harusmenundukkan kepala, agar jidat mereka tidak
kena ranting-ranting pohon yang kadangkadang terlalu rendah. Mereka menempuh
beberapa tempat belukar atau menyeberangi
sungai-sungai kecil yang dangkal dan berair
jernih. Namun setelah mereka keluar dari hutan,
tiba-tiba nampak puluhan penunggang kuda
dari depan menyongsong mereka .
Selelah dekat, nampaklah mereka adalah
sekumpulan lelaki yang semuanya bersenjata.
Cuma agak aneh, biarpun mereka rata-rata
kelihatan tangkas, muka mereka terlalu kelimis.
Tidak ada kumis tidak ada jenggot, bahkan
beka-bekas cukurannya juga tidak ada. Muka
mereka memang tidak ditumbuhi kumis atau
jenggot dan tidak butuh pisau cukur.
Kembang Jelita 3 53 Merekalah para thai-kam (sida-sida). abdi
istana, yang keluar dengan menyamar.
Puteri Tiang-ping sebetulnya enggan sekali
bertemu dengan mereka, namun unt.uk
menghindar tidak sempat lagi. Terpaksa
rombongan berhenti, dan kemudian berhadapan dengan rombongan sida-sida yang
menyamar itu. "Wan Kong-kong, ada urusan apa kalian
keluar sejauh ini dari istana, dengan membawa
senjata segala?" Puteri Tiang-ping menyapa
pimpinan rombongan sida-sida yang bernama
Wan Hoa-im itu. Wan Hoa-im memberi hormat, namun tidak
turun dari kudanya. Sikapnya cukup menggambarkan bagaimana sikap para thaikam terhadap keluarga istana. Hormatnya
semakin berkurang. Puteri Tiang-ping berrusaha menahan diri,
sebaliknya Siangkoan Yan dengan gemas sudah
siap menghunus pedangnya. Cepat-cepat Helian
Kong menangkap tangannya dan berbisik, "Adik
Yan, tahan dirilah."
Kembang Jelita 3 54 Karena tangannya dipegangi Helian Kong,
Siangkoan Yan menjadi tersipu-sipu. Meskipun
dalam hatinya masih mau lebih lama, Lapi
perlahan-lahan ia tarik tangannya agar lepas.
Ting Hoan-wi diam-diam memperhatikan
semuanya itu. Benar-benar ia tidak menyangka
kalau di Pak-khia itu ternyata Helian Kong
punya banyak teman di "kalangan atas", Kenal
baik dengan puteri Kaisar, bahkan agaknya
"berpacaran" dengan puteri seorang menteri,
demikian rekaan Ting Hoan-wi sendiri. Namun
Ting Hoan-wi juga tidak habis mengerti
terhadap kawannya itu. Punya hubungan baik
dengan "kaum atas" kok tidak "dimanfaatkan?"
Sehingga hidup Helian Kong kelihatannya cuma,
pas-pasan terus" Sementara itu Wan Hoa-im tidak segera
menjawab pertanyaan Puteri Tiang-ping tadi,
malah agak mengacuhkannya. Pengaruh para
thai-kam di dalam istana memang sudah begitu
kuatnya. Kalau Kaisar Cong-ceng saja mereka
perlakukan sekedar seperti boneka, apa lagi
Puteri Tiang-ping yang cuma anaknya. Sinar
Kembang Jelita 3 55 mata Wan Hoa-im malahan menatap penuh
kecurigaan ke arah Helian Kong, seorang
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perwira yang di Pak-khia dikenal luas sebagai
penentang pengaruh Co Hoa-sun yang terangterangan. Kini Wan Hoa-im melihat betapa
Helian Kong bersama-sama dengan Puteri
Tiang-ping dan puterinya Menteri Siangkoan Hi
yang juga penentang Co Hua-sun, maka Wan
Hoa-im jadi curiga jangan-jangan mereka
bertiga sedang membentuk komplotan rahasia
untuk menyingkirkan Co Hua-sun, "bos"nya
Wan Hoa-im?" "Wan Kong-kong, aku tanya kepadamu!"
tiba-tiba terdengar suara Puteri Tiang-ping
meninggi karena gusar. Melihat kemarahan puteri Kaisar itu,
ternyata Wan Hoa-im tenang-tenang saja. "Maaf,
Tuan Puteri, hamba heran bahwa Helian Huciang yang belakangan ini menghilang beberapa
lama dari Pak-khia, sekarang tiba-tiba muncul
kembali. Helian Hu-ciang, apa saja yang kau
lakukan di luar kota Pak-khia selama ini?"
Kembang Jelita 3 56 Dalam pertanyaannya jelas mengandung
nada curiga. Helian Kong merasakannya, namun ia
menjawab dengan ramah, "Sedikit urusan
pribadi. Wan Kong-kong."
Wan Hoa-im mendengus tak percaya, lalu
katanya kepadaPuteri Tiang-ping, "Tuan Puteri,
seisi istana menjadi gelisah karena Tuan Puteri
pergi tanpa pamit. Maka hamba ditugaskan
untuk menjemput dan mengawal Tuan Puteri
sampai kembali ke istana dengan selamat."
"Aku mau pergi dan pulang kapan saja, itu
urusanku. Tidak perlu orang lain repot-repot
mengurusi aku." "Harap Tuan Puteri jangan bersikap
demikian, kami bertindak demikian karena
menguatirkan keselamatan Tuan Puteri.
Maklum, kabarnya ada banyak pengikut Li Cuseng yang sudah menyelundup ke Pak-khia dan
sekitarnya. Kami kuatir Tuan Puteri akan
mengalami bahaya." "Aku bisa menjaga diri."
Kembang Jelita 3 57 "Hamba ditugaskan untuk mengiringi Tuan
Puteri pulang sekarang juga. Silakan, Tuan
Puteri." Mulai ada nada memaksa secara halus
dalam sikap Wan Hoa im. "Nanti aku akan pulang juga."
Kesabaran Wan Hoa-im makin tipis, di
wajahnya yang kebanci-bancian itu tiba-tiba
muncul seringai kejam. Katanya, "Kalau Tuan
Puteri tidak mau pulang sekarang juga, tentu
akan menyusahkan Ciu Hong-hou (Peimaisuri
Ciu)." Keruan Puteri Tiang-ping terkejut, "Kau
hendak memaksa aku dengan mengancam
keselamatan Ibundaku?"
"Kami hanya menjalankan kewajiban kami
untuk melindungi segenap keluarga istana dari
bahaya. Baik bahaya yang mengancam badan,
maupun bahaya pencemaran pikiran oleh
pihak-pihak tak bertanggung jawab dengan
kasak-kusuk mereka yang menjelek-jelekkan Co
Kong-kong." sambil berkata demikian, Wan
Hoa-im melirik kepada Helian Kong. Jelas
Kembang Jelita 3 58 dianggapnya Helian Kong sebagai wakil
golongan yang suka "mencemari pikiran" itu.
"Diam!" bentak Puteri Tiang-ping sambil
memajukan kuda dan menyabetkan cambuk ke
muka Wan Hoa-im. Tapi cambuk kuda itu luput,
sebab Wan Hoa-im buru-buru menunduk.
Kemudian Puteri Tiang-ping yang sekian
lama memendam rasa muak terhadap kawanan
thai-kam itu, sekarang menumpahkannya dalam
bentuk caci-maki yang sengit. "Kalian mahlukmahluk yang menjijikkan, tahu apa kalian
tentang urusanku" Dengan hak apa kalian
mencampuri urusan pemerintahan" Kalian
cuma budak, Co Hua-sun juga tidak lebih dari
pemimpin para budak, tetapi kalian telah
bertindak seolah-olah penguasa-penguasa istana. Cuh !" Segumpal ludah berhasil dihindari Wan Hoaim, namun caci-maki Puteri Tiang-ping itu
membuat Wan Hoa-im dan para thai-kam
lainnya menjadi merah padan mukanya. Namun,
bagaimanapun berpengaruhnya mereka dalam
dinding istana, tapi belum berani "bermain api"
Kembang Jelita 3 59 "Diam!" bentak Puteri Tiang-ping sambil
memajukan kuda dan menyabetkan cambuk
ke muka Wan Hoa-im. Kembang Jelita 3 60 dengan bersikap kasar terhadap anggaota
keluarga istana. Hal itu bisa menimbulkan
kegusaran orang-orang yang masih setia kepada
Kaisar di luar istana. Wan Hoa-im sadar benar
akan hal ini, bahwa kaum thai-kam berkuasa di
istana karena berhasil "menggenggam" keluarga
istana sebagai "sandera".
Karena itulah betapapun marahnya Wan
Hoa-im, terhadap Puteri Tiang-ping ia cuma
berani membalas dengan sindiran, "Tak terduga
selama di luar istana, Tuan Puteri benar-benar
keracunan pikiran para pembangkang itu. Pasti
akan menyedihkan keluarga istana lainnya."
Puteri Tiang-ping tidak berdaya setiap kali
keluarganya disebut-sebut, sebab mati-hidup
mereka semua di tangan Co Hua-sun. Terpaksa
ia harus pulang ke istana saat itu juga, la
menoleh kepada Helian Kong dan Siangkoan
Yan, katanya sedih, "Aku pulang dulu."
Habis itu, kudanya dilecut sekuat tenaga
sehingga kabur ke depan. Dan kedua orang
Kembang Jelita 3 61 dayangnya yang juga tangkas menunggang kuda
itupun mengikutinya. Wan Hoa-im tidak segera memimpin anak
buahnya untuk mengejar Puteri Tiang-ping, tap
lebih dulu dengan pandangan kecurigaan dan
kebencian ia menatap Helian Kong, Siangkoan
Yan, dan bahkan juga Ting Hoan-wi yang baru
sekali itu dilihatnya. Kutanya dengan nada
mengancam, "Kuperingatkan kepada siapapun
yang mencoba mengusik-usik Co Kong-kong
pasti akan mengalami kegagalan. Itu sama saja
dengan kencing mengbadapi arah angin alias
mengencingi diri sendiri."
Helian Kong tertawa dan menjawab, "Pasti
Wan Kong-kong pernah mengalaminya, benar
tidak?" Keruan wajah Wan Hoa-im jadi merah
padam sampai ke kuping-kupingnya. Sinar mata
penuh dendamnya menatap Helian Kong, dan
Helian Kongpun menentang sorot matanya
dengan lurus tanpa gentar. Sesaat, mereka
saling tatap penuh kebencian, mewakili dua
Kembang Jelita 3 62 golongan yang selama ini memang tidak pernah
rukun. Ternyata Wan Hoa-im tidak sanggup
menentang sorot mata Helian Kong. Ia memutar
kudanya, lalu dengan suara yang melengking
seperti perempuan, dia memerintahkan anak
buahnya, "Pulang!"
Rombongan itu berderap pergi mengikuti
arahnya Puteri Tiang-ping dan kedua
dayangnya tadi. Sambil menatap rombongan yang menjauh
itu, Siangkoan Yan berkata, "Toa-ko, kau
menimbulkan kemarahannya. Kalau dia
mengadu kepada Co Hua-sun, lalu Co Hua-sun
mengadu kepada Kaisar, kau bisa mendapat
kesulitan." "Aku tidak takut kepada kawanan dorna
lidah ular itu," sahut Helian Kong tegar. "Orang
macam Co Hua-sun, kalau tidak ada yang
menentangnya, seluruh negeri akan ditelannya
sendiri." Kembang Jelita 3 63 Siangkoan Yan sudah kenal betapa keras
watak perwira muda yang dikaguminya ini,
terpaksa cuma bisa menarik napas
(Bersambung jilid ke IV) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 20/06/2018 17:35 PM
Kembang Jelita 3 64 Kembang Jelita 4 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 4 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid IV Merekapun melanjutkan menaiki kuda
mereka ke Pak-khia yang tidak jauh lagi, Helian
Kong di tengah. Siangkoan Yan disebelah
kirinya dan Ting Hoan-wi di sebelah kanannya.
Sambil berkuda perlahan, Helian Kong
bertanya kepada Siangkoan Yan, "Adik Yan, apa
benar, sudah begitu kuat pengaruh para thaikam di dalam istana?"
"Bukan para thai-kam saja, bahkan sebagian
besar pengawal istana juga sudah menurut
kepada Co Hua-sun, karena sering diberi hadiah.
Yang sebagian kecil tidak menurut terangterangan, namun tidak berdaya, tidak berani
menunjukkan perlawanan atau acuh tak acuh
demi keselamatan diri sendiri."
Kembang Jelita 4 2 "Kalau begitu, Puteri Tiang-ping di istana itu
pasti akan lebih dikekang lagi segala
tindakannya" Karena Wan Hoa-im tadi rupanya
curiga kita telah mempengaruhi pikiran Puteri?"
"Sebelum ini pun anggota keluarga istana
sudah tidak bebas. Tapi rasanya Co Hua-sun
masih belum berani bertindak kasar, rupanya
tahu masih banyak pendukung setia Kaisar di
luar dinding istana, dan Co Hua-sun belum
berani memancing kemarahan mereka terangterangan. la masih dalam taraf membina
dukungan dan mengumpulkan kekuasaan,"
"Namun yang dia lakukan sekarang ini sudah
cukup menjengkelkan."
"Kasihan Cici Tiang-ping. Ia dan keluarganya
seperti dipenjara dalam istana, oleh Co Hua-sun
dan begundal-begundalnya. Sudah begitu,
dalam keluarganyapun sedang mengalami
sesuatu yang menyedihkan." tiba-tiba Siangkoan Yan terhenti bicara sampai di situ,
sambil menoleh kepada Ting Hoan-wi sekejap.
"Ada apa?" tanya Helian Kong.
Kembang Jelita 4 3 Diam-diam Siangkoan Yan menyesali
kelancangan mulutnya, sampai hampir saja
"bocor" dengan menceritakan rahasia keluarga
kerajaan. Kepada Helian Kong memang dia
percaya sepenuhnya, tetapi di samping Helian
Kong masih ada Ting Hoan-wi yang baru
dikenalnya beberapa jam. Seorang yang
kelihatannya terlalu banyak ingin tahu, terlalu
banyak bicara dan juga tidak pernah malu atau
sungkan menonjolkan dirinya. Tidak tepat kalau
rahasia keluarga istana sampai didengar orang
macam itu. Benar juga, begitu Siangkoan Yan ragu-ragu
melanjutkan, Ting Hoan-wi berkata sambil
terkekeh, "Kenapa tidak kau teruskan bicaramu,
adik Yan" Tidak apa-apa, aku toh orang sendiri,
saudara seperguruan A-kong."
Kemudian wajah Siangkoan Yan berkerut
mendengar Ting Hoan-wi ikut-ikutan memanggilnya
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"adik Yan" dengan mengandalkan hubungan seperguruannya dengan Helian Kong. Apa lagi nampaknya
bernafsu sekali mengetahui keadaan nanah
Kembang Jelita 4 4 tangga kerajaan, rumah tangga Cici Pingnya
yang ia sayangi seperti saudara sendiri.
Kemudian mulut Siangkoan Yan malah terkunci
kian rapat. Helian Kong cepat-cepat mengobati kekecewaan Ting Hoan-wi sambil tertawa "Ahoan, buat apa mengorek-orek apa yang bukan
urusan kita?" Ting Hoan-wi cuma menyeringai kecut .
Sebenarnya, jauh di dalam hatinya Ting
Hoan-wi punya suatu maksud yang hanya
diketahuinya sendiri. Ia ingin mengetahui
pihak-pihak mana saja yang bergulat berebut
kekuasaan di Pak-khia, siapa yang kira-kira
paling kuat sehingga kelak bisa didekatinya
untuk di jadikan, backin,nya dalam "bisnis garam"nya yang haram itu. Ia ingin tahu
sebanyak-banyaknya. Namun Siangkoan Yan ini sungguh
menjengkelkan. Di tanyai keadaan runah tangga
istana, malah bungkam. Mereka akhirnya memasuki pintu gerbang
kota Pak-khia, ibukota Kerajaan Beng.
Kembang Jelita 4 5 Di sebuah persimpangan jalan, Siangkoan
Yan memisahkan diri, namun sebelum berpisah,
gadis itu berkata kepada Helian Kong dengan
tersipu, "Toako, kakakku dan teman-teman lain
tentu sidah ingin mendengar ceritamu selama
kau pergi dari Pak-khia. Nanti sore mereka akan
berkumpul di rumah, Toako juga diharapkan."
Meskipun gadis itu sudah berlindung di balik
"kakakku dan teman-teman lain", tapi sikapnya
itu menunjukkan kalau dialah sebenarnya yang
mengharap kedatangan Helian Kong. Sikap
Helian Kong masih jauh dari dibilang cinta,
namun hatinya yang sedang dibalut kekecewaan itu mau tak mau agak tergetar juga
oleh sikap Siangkoan Yan.
Sementara kepada Ting Hoan-wi, Siangkoan
Yan cuma mengangguk kaku, lalu menderapkan
kuda menyimpang jalan. * ** Ting Hoan-wi tercengang ketika melihat
rumah yang didiami Helian Kong di Pak-khia.
Ternyata kelewat, sederhana, padahal semula
Kembang Jelita 4 6 Ting Hoan-wi sudah membayangkan bahwa
sebagai seorang berpangkat Hu-ciang dan kenal
dengan "orang-orang atas" tentunya Helian
Kong pas kalau menempati sebuah rumah besar
yang bagus. Namun kini dilihatnya tempat
tinggal itu cuma sebuah rumah se derhana yang
letaknya agak menjorok jauh dari jalan raya.
Tidak ada perabotan mewah, yang ada cuma
seperangkat alat latihan silat di halaman
belakang, bergeletakan. "Santailah di sini," kata Helian Kong sambil
menepuk pundak Ting Hoan-wi. Sambil
menunjuk sebuah pintu tertutup, ia berkata,
"Kamarmu di sana. Senangg tidak?"
"Ya...." Ting Hoan-wi mengantuk kurang bers
emangat. Sementara itu, seorang pimuda cilik beusia
empat belas tahun yang selama ini ikut Helian
Kong dan sering membantu-bantu, dengan
gembira telah menyiapkan makanan.
"A-liok, bagaimana keadaannya selama
kutinggal pergi?" tanya Helian Kong.
Kembang Jelita 4 7 "Tidak ada apapun. Ada beberapa orang
datang dan bertanya ke mana perginya Toako,
tapi ya kujawab saja seperti pesan Toako dulu
sebelum Pergi." "Yang dat.ang apakah teman-temanku
sesama perwira?" "Antara lain. Juga ada beberapa orang yang
belum kukenal." "Apa saja yang mereka tanyakan?"
"Wah cerewet sekali mereka bertanya. Tidak
puas dijawab dengan garis besar saja, tapi tanya
bertele-tele sekali, sampai nasi yang sedang
kunasak di dapur jadi hangus karena
kutinggalkan terlalu lama. Sudah begitu. para
penanya itu menjengkelkan sekali karena
mereka nampak tidak percaya jawaban ku."
Dalam hati Helian Kong tertawa dingin.
Pikirnya, "Pasti begundal-begundal Co Hua-sun.
Mereka mau mengetahui gerak-gerik siapa saja
yang tidak berpihak kepada mereka. Hem,
benar-benar mereka mau malang-melintang di
Pak-khia ini." Kembang Jelita 4 8 Namun pikiran itu tidak diucapkan
mulutnya, ia cuma bertanya kepada pembantunya, "Tapi kau tidak diapa-apa kan,
bukan" "Ya cuma dibentak-bentak dan dipelotot.i,
dan kalau keluar rumah sering mereka buntuti.
Tapi ya kubiarkan saja, sebab aku keluar rumah
toh hanya untuk belanja sehari-hari. Akhirnya
mereka bosan sendiri."
"Syukurlah kalau kau tidak diganggu."
"Makan siang sudah kusiapkan untuk Toako
berdua." Mendengar panggilan "Toako" itu diam-diam
Helian Kong geli sendiri. Ketika ia kerumah Ting
Hoan-wi beberapa saat yang lalu, ia dengar
orang-orangnya Ting Hoan-wi memanggil Ting
Hoan-wi deng;in sebutan "Toako" maka
langsung menyimpulkan kelompok Ting Hoanwi adalah sebuah sindikat bawah tanah. Kini
kalau ada orang mendengar A-liok memanggilnya "Toako" mungkinkah juga akan
menyangka dia dan A-liok tergabung suatu
sindikat, Kembang Jelita 4 9 Tentu saja tidak, sebab hal itu hanya karena
keakraban antara Helian Kong dan A-liok yang
sudah seperti kakak beradik.
Ketika Helian Kong memperkenalkan A-liok
kepada Ting Hoan-wi, maka A-H-ok membungkuk hormat. Sedangkan Ting Hoan-wi
yang memandang A-liok hanya sebagai seorang
kacung, mengacuhkan saja.
Kemudian kedua, saudara seperguruan itu
menikmati makan slangnya.
Cuma, belum selesai makan siang itu, tibatiba terdengar pintu depan di ketuk.
A-liok buru-buru meletakkan sapu lidinya,
tapi Helian Kong sudah bangkit dan berkata,
"Biar kubuka sendiri"
Lalu Helian Kong ke pintu depan, dan
membukanya. Tercenganglah dia ketika melihat
siapa yang berdiri di depan pintu.
Dua orang berseragam thai-kam, namun
agaknya berbeda pangkat. Kaum thai-kam di
istana yang berjumlah sepuluh ribu orang itu
disusun seperti sebuah pasukan, dengan
jenjang-jenjang kepangkatannya. Itulah akal Co
Kembang Jelita 4 10 Hua-sun agar "pasukan" itu setiap saat gampang
digerakkan dengan satu komandonya. Untuk
berbagai keperluan. Yanig berdiri di depan berusia sekitar enpat
puluh tahun, mukanya kelimis seperti
umumnya para thai-kam. Jubahnya merah tua
berikat pinggang batu giok, topinya beludru
hitam berbentuk persegi dan berjambul bulu
burung di bagian depannya. Biarpun gerakgeriknya kebanci-bancian, namun di pinggang
nya ia menggantungkan, pedang.
Sedang yang herdiri di belakangnya adalah
seorang thai-kam berpangkat agak rendah.
Tangannya menyangga sebuah nampan
bertutup kain sutera biru, dan membawa
pedang di pinggangnya pula.
Helian Kong kenal thai-kam yang berpangkat
lebih tinggi itu, namanya Bu Goat-long salah
seorang kepercayaan Co Hua-.sun sendiri. Jadi
kedudukan nya cukup penting.
Melihat keluarnya Helian Kong, Bu Goat-long
langsung tersenyum ramah sekali lalu memberi
hormat lebih dulu, katanya dengan suaranya
Kembang Jelita 4 11 yang kecil, "Selamat datang kembali ke Pakkhia, Helian Hu-ciang."
Helian Kong amat tidak suka kepada
golongan thai-kam yang dianggapnya terlalu
banyak ikut campur dalam pemerintahan,
padahal mereka itu resminya hanyalah abdiabdi istana. Namun demi sopan-santun, dia
membalap hormat juga sambil berkata, "Bu
Kong-long ada urusan apakah?"
"Aku ditugaskan oleh Co Kong-kong yang
terutama ialah mengucapkan salam sejahtera
atas kembalinya Helian Hu-ciang dengan
selamat di Pak-khia."
Betapapun enggannya, terpaksa Helian Kong
mempersilakan tamu-tamunya duduk ke ruang
depan. Bu Goat-long duduk, tapi pengiringnya
tidak ikut duduk, ia cuma berdiri di belakang
kursi Bu Goat-long sambil tetap menegangi
nampan yang kelihatannya cukup berat itu.
"Hu-ciang, aku menyampaikan salam hangat
Co Kong-kong." Bu Goat-long membuka
pembicaraan dengan mencoba menimbulkan
suasanaa menyenangkan. Kembang Jelita 4 12 Sebaliknya sikap Helian Kong biar pun sopan,
namun masih tawar saja, "Terima kasih."
Bu Goat-long terus maju, "Co Kong kong
sungguh gelisah ketika mendengar bahwa Huciang pergi lama dari Pak-khia, dan Kong-kong
amat menguatirkan keselamatan Hu-ciang."
Diam-diam Helian Kong mengutuk dalam
hati, "Kuping Co Hua-sun betul-betul tajam,
gerakan paling kecil dari tiap orang yang tidak
disenanginya tidak lepas dari pendengarannya."
Lalu Helian Kong berkata, "Aku tidak pergi
secara sembunyi-sembunyi, bahkan aku
mengantongi surat jalan dari Peng-po Gengtong kementerian pertahanan)."
"Oh, jangan salah paham,..." buru-buru Bu
Goat-long tertawa ramah. "Bukan Kong-kong
mencurigai Hu-ciang, dia hanya cemas akan
keselamatan Hu-ciang, sebab Kong-kong tidak
mau kehilangan Hu-ciang sebagai perwira yang
berbakat, cerdas, berilmu silat tinggi dan amat
setia kepada kerajaan. Sungguh sayang kalau
sampai mengalami hal-hal yang kurang baik,
sebab di luar Pak-khia sekarang ini kurang
Kembang Jelita 4 13 aman, banyak orang-orangnya Li Cu-seng
berkeliaran." "Terima kasih." kembali cuma kata kata itu
jawaban Helian Kong. Sikap dingin Helian Kong tidak membuat Bu
Goat-long cepat menyerah. Senyum ramah tidak
lenyap dari mukanya Dengan gerakan jari yang
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lembut, ia memberi isyarat kepada thai-kam
pengiringnya. Pengiringnya itu maju dengan
sikap hormat mendekati meja, meletakan
nampan itu di atas meja, lalu Bu Goat-long
dengan gerak yang tenang menbuka tutup
nampan itu. Helian Kong melihat potongan-potongan
emas disusun rapi berbentuk piramida. Seluruh
beratnya kalau ditaksir bisa mencapai seratus
tahil. Seratus t.ahil emas, jumlah yang tidak bisa
dibilang sekedar lumayan.
Ting Hoan-wi yang mengintip dari balik tirai
ruangan tengah, diam-diam juga ikut menelan
ludahnya. Tapi Helian Kong justru bersikap amat
tenang, Bu Goat-long ditatapnya dengan tajam
Kembang Jelita 4 14 disertai pertanyaan yang tajam pula, "Untuk apa
ini?" "Hanya sebagai tanda penghargaan Co Kongkong kepada seorang muda yang amat berbakat
dan setia kepada kerajaan."
Dalam hati HelianKong tidak percaya kalau
pemberian itu "sekedar tanda penghargaan"
tanpa pamrih di baliknya. Ia sudah tahu Co Huasun itu orang macam apa. pasti sedang berusaha
menjerat dirinya agar memihak Co Hua-sun.
Hati Helian Kong mulai panas, dibayangkannya entah berapa banyak orang yang
berhasil "dibeli" oleh Co Hua-sun dengan cara
itu" Inilah biang-keroknya sehingga pemerintahan jadi morat-marit.
Namun biar hatinya panas, akal sehat Helian
Kong masih mampu mengendalikannya. Co
Hua-sun mengirim hadiah semahal itu tentu ada
maksudnya. lebih baik tidak usah cepat-cepat
menunjukkan kemarahannya untuk coba
memancing apa maksud Co Hua-sun sebetulnya.
Karena itulah Helian Kong dengan cerdik
mulai mengubah sikapnya, mulai bersandiwara.
Kembang Jelita 4 15 Beberapa kali ia melirik tumpukan emas di meja
itu, lalu berkata setelah menarik napas, "Co
Kong kong begitu baik kepadaku, sungguh aku
tidak tahu bagaimana harus membalas ke
baikannya yang setinggi gunung dan selebar
lautan." Wajah Bu Goat-long makin cerah. "Syukurlah
kalau Hu-ciang-tahu bahwa Co Kong-kong amat
pandai menghargai abdi-abdi kerajaan yang
setia. Sungguh keliru desas-desus yang
mengatakan selama ini Kong-kong amat
ambisius dan mau merebut kekuasaan,
menyingkirkan dan memfitnah pembesarpembesar setia dan sebagainya. Itu semua
keliru!" Biarpun dalam hatinya mengutuk, Helian
Kong pura-pura mengangguk-angguk sambil
berkata, "Memang kita semua perlu bersikap
terbuka agar tidak terjadi salah-paham.''
"Tepat! Tepat sekali! Sudah lama Kong-kong
mendengar kalau Hu-ciang adalah seorang yang
bijaksana, ternyata bukan omong-kosong, Kalau
Co Kong-kong mendengar sendiri kata-kata Hu Kembang Jelita 4
16 ciang yang terakhir barusan, pasti sangat
melegakan hati beliau. Hu-ciang benar-benar
sesosok pribadi yang sempurna! Berilmu tinggi,
cerdas, setia, masih muda tapi tidak berangasan
dan mampu berpikir panjang."
Dan kata-kata sanjungan lainnya meluncur
bertubi-tubi, menandakan betapa lihai dan
terlatihnya Bu Goat-long dalam urusan
demikian. Helian Kong sendiri sampai
merinding mendengar penjilatan sehebat itu
terhadap dirinya. A-liok keluar untuk meletakkan dua cangkir
teh di meja, lalu masuk kembali.
"Silakan, Kong-kong,'' Helian Kong mengajak
tamunya minum teh. Keduanya meletakkan daun-daun teh di
dasar cawan, lalu menuangkan air panas, dan
sesaat kemudian mereka sudah menghirup teh
mereka. Setelah cangkir-cangkir di letak kan kembali,
berkatalah Bu Goat-long, "Selain aku membawa
salam hangat dari Kong-kong, aku juga mintaKembang Jelita 4 17 agar Hu-ciang suka mendengarkan satu pesan
dari Kong-kong." "Nah, ini dia, ikannya mulai mendekati
umpan di mata pancing," pikir Helian Kong.
Tapi ia berusaha agar wajahnya iidak berubah.
Sementara Bu Goat-long telah berkata, "Co
Kong-kong amat prihatin, akan adanya
golongan dalam pemerintahan yang bersikap
memusuhi beliau. Padahal beliau adalah
seorang yang besar jasanya terhadap Kaisar,
misalnya ketika pemberontakan Gui Hian-tiong
dulu, siapa yang mempertaruhkan nyawa
menbela Kaisar" Tak lain adalah Co Kong-kong,
namun sekarang ternyata banyak orang dengki
yang diam-diam tidak menyukai Co Kong-kong,
atau bahkan terang-terangan. Pengaruh
golongan ini nampak nya makin meluas."
Hati Helian Kong tergelitik mendengar
"ratapan" Co Hua-sun yang lewat mulut Bu
Goat-long itu, seolah-olah dirinya tidak bersalah
tapi dibenari. Dengan lain kata, ingin
menempatkan diri di pihak yang bersih dan
pembenci-pembencinya itulah yang bersalah.
Kembang Jelita 4 18 Karena itu betapapun Helian Kong ingin
menahan diri untuk memancing, tak urung
tercetus juga kata-katanya, "Adanya ketidak
puasan yang makin meluas itu mungkin karena
melihat Co Kong-kong campur tangan kelewat
banyak dalam jalannya pemerintahan, bahkan
mempengaruhi Kaisar dalam keputusan-keputusannya. Campur tangan itu mengakibatkan
Kaisar menghukum mati beberapa pembesar
setia, padahal mereka itu jasa-jasanya melebihi
jasa-jaasa Co Kong-kong."
Bicara sanpai di sini, suara Helian Kong
sedikit meninggi karena emosinya mulai ikut
bicara. "Semua yang Kaisar lakukan, kita harus
percaya tentu ada alasannya, mungkin suatu
alasan yang tidak perlu diumumkan agar tidak
menimbulkan keresahan. Memang ada beberapa pembesar yang telah dihukum karena
mereka terbukti berniat berkhianat."
Begitulah Bu Goat-long menyebut "yang
Kaisar lakukan," sehingga menghindarkan
tanggung jawab Co Hua-sun. Padahal Helian
Kembang Jelita 4 19 Kong tahu bahwa Co Hua-sunlah dalang dibalik
perintah-perintah Kaisar itu.
Karena itu mendengar Bu Goat-long agaknya
hendak membebaskan Co Hua-sun dari
tanggung jawab, Helian Kong jadi sulit
mengendalikan emosinya lagi. "A-lasan yang
tidak diumumkan itulah yang membuat banyak
orang gusar! Kami memandang bahwa
tersingkirnya beberapa pembesar setia itu
hanyalah karena Co Kong-kong ingin bisa
malang-melintang dalam pemerintahan, maka
orang-orang yang merintangi lalu disingkirkan.
Aku kuatir dalam waktu dekat ini akan muncul
Gui Hian-tiong kedua!'' Kata-kata tajam Helian Kong itu jelas
dialamatkan kepada Co Hua-sun. Gui Hian-tiong
adalah seorang thai-kam dari jaman Kaisar Hicong. Ketika tahta baru saja dialihkan kepada
Kaisar Cong-ceng, hampir saja Gui Hian-tiong
berhasil merebut kekuasaan dengan menyingkirkan Kaisar Cong-ceng yang masih
belum berpengalaman. Saat Itu Co Hua-sunlah
yang menolong Kaisar, sehingga Kembang Jelita 4 20 pemberontakan Gui Hian-tiong berhasil,
ditumpas dan Gui Hian-tiong sendiri dihukum
mati. Akibat jasa Co Hua-sun itu, selanjutnya
Kaisar Cong-ceng jadi kelewat percaya kepada
Co Hua-sun sehingga banyak yang kuatir kalau
thai-kam itu malah akan menjadi "Gui Hiantiong kedua" sebab sudah banyak pembesar
setia yang difitnah dan disingkirkannya.
Kini Helian Kong terang-terangan mengucapkannya di depan orang kepercayaan
Co Hua-sun, keruan utusan itu merasakan
gelagat kurang baik. "Cuaca cerah" tiba-tiba jadi
terancam petir kemarahan yang siap meledak.
"Maksud ... maksud Hu-ciang ...."
"Ketidakpuasan di luar istana takkan lenyap
sebelum Co Kong-kong menyadari kedudukannya kalau dia cuma hamba, bukan
perangkat pemerintahan menghentikan campur
tangannya dalam pengambilan keputusan oleh
Kaisar dan kembali ke tugas-tugas aslinya
sebagai hamba!" Bu Goat-long masih mencoba bersikap
tenang agar tugasnya tidak gagal masih
Kembang Jelita 4 21 menganggap kemarahan Helian Kong hanya
pura-pura saja, lagak jual mahal, bukankah tadi
ia sudah melirik-lirik ke tumpukan emas di atas
meja" Karena itulah Bu Goat-long meneruskan
cara semula, "Hu-ciang, aku akan menjadi
perantara untuk menjalin saling pengertian
antara kau dan Co kong-kong. Kuharap Hu-ciang
sudi bicara juga kepada orang-orang yang
membenci Co Kong-kong itu, sebab Hu-ciang
adalah seorang yang berpengaruh di antara
mereka. Kalau Hu-ciang berhasil memadamkan
kebencian mereka terhadap Co Kong-kong hehe-he... Co Kong-kong bukannya seorang yang
tidak tahu berterima kasih"
Bicara soal "tahu berterima kasih" Bu Goatlong mulai berani cengengesan lagi.
Sementara rasa muak sudah hampir
menjebolkan dada Helian Kong. Ternyata
beginilah salah satu cara Co Hua-sun
menyebarkan pengaruh, dengan uang emas
Kebetulan kali ini kebentur Helian Kong yang
berpendirian teguh, tapi berapa banyak orang
Kembang Jelita 4 22 yang mampu tidak tergeming menghadapi
godaan menggiur kan ini"
Sedangkan ketika Bu Goat-long melihat.
Helian Kong terdiam diri, mengira kalau
perwira itu akan bisa dibujuk maka ia
melanjutkan, "Urusan peranan Co Kong-kong
dalam pemerintahan baiklah kita kesampingkan
dulu, mari kita bicarakan masa depanmu yang
masih panjang, Hu-ciang, he-he-he....Co Kongkong pernah bilang, tidak pantas seorang
perwira yang banyak jasanya seperti Hu-ciang,
tinggal di rumah sekecil ini. Co Kong-kong
pedang merencanakan untuk membangun
sebuah rumah yang pantap di?"
"Tidak perlu!" gelegar puara Helian Kong
yang tak bisa menahan kemarahan. Bahkan
tangannya menyapu tumpukan emas di meja
sehingga jatuh bertebaran. "Ambil semua ini
dan minggat!" Perubahan sikap itu mengejutkan Bu Goatlong. Sesaat wajahnya memucat, lalu menjadi
merah padam. Ia menggebrak meja dan berkata,
"Helian Kong, manusia tak tahu diuntung!
Kembang Jelita 4 23 "Tidak perlu!" gelegar suara Helian Kong
yang tak bisa menahan kemarahan.
Kembang Jelita 4
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
24 "Co Kong-kong menghargaimu, kenapa kau
bersikap setolol ini" Kau kira bisa melawan
kekuasaan Co Kong-kong" Tidak. Kekuasaan Co
Kong-kong takkan tergeser seujung rambutpun.
Karena kau telah menghina Co Kong-kong,
jangan menyesal di kemudian hari!"
Helian Kong tertawa dingin, "Memang
dengan uangnya Co Hua-sun selama ini berhasil
membeli banyak orang, tapi masih banyak pula
yang takkan berhasil dia beli, biarpun si budak
tua itu menumpuk intan berlian di depan
hidung nya. Ingat saja Jenderal Su Ko-hoat dari
Yang-ciu, Jenderal Thio Liong-gan di Ciat-kang,
Jenderal Thio Hian-tiong di Se-cuan, Jenderal Li
Teng-kok di Kui-ciu. Jenderal The Ci-liong di
Hok-kian dan masih banyak lainnya. Mereka
adalah orang-orang yang tetap setia kepada
Kaisar dan mereka punya pasukan yang kuat.
Karena itu peringatkanlah kepada Co Hua-sun
agar dia berhenti membisiki Kaisar dengan
nasehat-nasehat beracunnya. Kalau tidak,
hitung saja hari-harinya yang tersisa sebelum
menjumpai kehancurannya!''
Kembang Jelita 4 25 Bu Goat-long tidak menjawab, dengan gusar
ia pergi tanpa pamit, Thai-kam yang satu lagi
harus merangkak-rangkak untuk memunguti
potongan Lempengan emas yang jatuh
bertebaran, setelah itu diapun terbirit-birit
menyusul Bu Goat-long. Setelah mereka pergi, Helian Kong dengan
kesal duduk di kursi dan menggeram sengit,
"Bajingan-bajingan tengik, semakin terangterangan mereka berusaha membeli pendirian
orang lain!" Lalu ia bangkit dan mondar-mandir di
ruangan itu, seperti singa dalam kerangkengnya. Setelah agak tenang, barulah ia
melangkah masuk ke ruangan tengah.
Ting Hoan-wi yang tadinya mengintip di
belakang tirai, cepat-cepat kembali duduk di
kursi makannya. Ketika Helian Kong masuk ke
mang tengah, Ting Hoan-wi sudah duduk dan
berlagak tidak tahu apa-apa.
Di atas meja sudah tersedia masakan A-liok,
yang biarpun sederhana namun biasanya Helian
Kong melahapnya habis sampai butir nasi
Kembang Jelita 4 26 terakliir. Nanun kali ini Helian Kong tidak;
berselera makan. Ia duduk, namun tidak mengambil nasi
melainkan arak. Ditenggaknya tiga cawan
berturut-turut, lalu tanyanya kepada Ting Hoanwi, "Nasinya kok masih utuh, kau belum
makan?" "Aku menunggumu."
"Percuma menunggu aku, sebab aku cuma
ingin minum. Kau makanlah sendiri."
Maka Ting Hoan-wi tanpa sungkan -sungkan
makan, namun sambil membayangkan potongan-potongan emas yang bertebaran tadi,
yang ditolak begitu saja oleh Helian Kong. Ah,
betapa sayangnya. Sementara arak Helian Kong sudah sampai
cawan ke tujuh, dan ia tiba-tiba bertanya lagi,
"A-hoan, tadi kau mendengar percakapanku
dengan tamuku tadi?"
Ting lioan-wi tiba-tiba tersedak, buru-buru
diminumnya secangkir teh untuk melonggarkan
tenggorokannya. "Tidak ...." sahutnya.
Kembang Jelita 4 27 "Emm .... ya. Eh, bagaimana rencanamu untuk
mengabdi dalam Tentara Kerajaan?"
"Aku sedang memikirkannya."
"Lho, jadi dulu itu kau belum memikirkannya
benar-benar?" "Aku ... aku pikir-pikir lagi, rasanya kurang
berbakat di ketentaraan. Mungkin kurang....
kurang disiplin, begitulah."
"Ya sudahlah, tidak ada yang memaksamu
kok. Makanlah terus."
"A-kong ...." "Hem ?" "Siapa tamu tadi?"
"Ada kepentinganmu dengannya?"
"Ah, tidak ada kepentingan apa-apa. Cuma
ingin tahu, sebab tadi dari ruangan ini kok
kedengarannya seperti kau bertengkar dengannya.'' "Memang kami bertengkar. Masih untung
dia, aku membiarkannya pulang dan tidak
mencekiknya mampus disini juga.!"
"Siapa dia?" Kembang Jelita 4 28 "Bu Goat-long, salah seorang thai-kam
begundal Co Hua-sun yang paling dipercaya."
Ting Hoan-wi tahu benar bagaimana harus
membawa diri di hadapan Helian Kong. Maka
diapun mengepal tinjunya dan berkata dengan
geram, "Harusnya kau cekik saja begundal si
bangsat tua itu. Bakal rusak negeri ini kalau
orang macam dia berkeliaran terus."
Helian Kong yang tengah agak terpengaruh
arak itu, terkesan oleh sikap Ting Hoan-wi itu.
Katanya, "Nah, orang orang tidak bertanggung
jawab macam itulah yang kini mengelilingi
Kaisar rapat-rapat. Banyak laporan dari daerahdaerah yang seharusnya dibaca Kaisar, tidak
sampai kehadapan Kaisar karena dicegat lebih
dulu oleh Co Hua-sun dan komplotannya.
Sebaliknya jarang sekali orang-orang di luar
istana mendengar suara Kaisar sendiri,
kebanyakan hanya mendengar suara Co Huasun yang mengatas namakan Kaisar."
"Di mana kediaman Bu Goat-long?"
"Buat apa kau tanya?"
"Cuma ingin tahu."
Kembang Jelita 4 29 "Sebagai thai-kam dia ya tinggal di
bangsalnya Co Hua-sun di kompleks istana. Tapi
ia sering mengunjungi adiknya yang buka toko
buah-buahan di dekat lapangan Thian-an-bun."
Ting Hoan-wi diam-diam mencatat alamat itu
dalam otaknya. Sementara itu Helian Kong telah bangkit dari
kursinya dan menggeliat sehingga panggangnya
gemeretak. "Aku mau tidur dulu. Nanti sore mau
bertemu dengan teman-temanku. Mau ikut?"
"Tidak. Mau Jalan-Jalan saja."
* ** Matahari terbenam, langit gelap.
Helian Kong bergegas melangkah ke rumah
keluarga Siangkoan. Pertemuan dengan temanteman sesama perwira itu bukan sekedar
melepas rindu, tapi juga ada hal-hal yang lebih
penting. Ia ingin mendengar perkembangan apa
saja yang terjadi di ibu kota selama ia
tinggalkan, dan juga keterangan Siangkoan Yan
yang tidak tuntas siang tadi membuatnya
Kembang Jelita 4 30 penasaran, dan ingin mendengar kelanjutannya
sampai tuntas. Waktu itu Siangkoan Yan tidak
meneruskan ceritanya, sebab ada Ting Hoan-wi
yang belum dipercaya benar oleh gadis itu. Bisa
dimaklumi keengganan Siangkoan Yan menceritakan tentang keluarga istana di depan
orang yang masih asing, sebab hubungan
Siangkoan Yan dengan puteri Tiang-ping amat
erat, sehingga Siangkoan Yan tidak memanggilnya "tuan puteri" melainkan "cici
Ping" begitu saja. Helian Kong sendiri bukan seorang yang
getol mendengar rahasia keluarga orang lain,
namun hal-hal yang menyangkut diri Kaisar,
bagaimanapun juga akan menyangkut pasangsurutnya negara, karena itulah Helian Kong
ingin mendengarnya lengkap dari Siangkoan
Yan. Sambil berpikir-pikir, tak terasa sampailah
Helian Kong di sebuah gedung besar. Di kiri
kanan pintunya tergantung dua rangkaian
lampion yang masing masing rangkaian terdiri
dari tiga lampion bundar, untuk penerangan.
Kembang Jelita 4 31 Lampion lampion itu bergoyang-goyang oleh
angin malam yang lembut, mengingatkan akan
bentuk anting-anting gadis Mongol.
Di depan pintu ada sebuah tandu, dijaga
sekelompok orang bersenjata yang berseragam
seperti umumnya pengawal-pengawal pribadi
para bangsawan tinggi. "Sedang ada tamu rupanya..." pikir Helian
Kong. Pintu gerbang itu sendiri terbuka, jadi kalau
ingin nasuk tidak perlu mengetuknya.
Helian Kong mendekati sekelompok bujang
yang berdiri dekat pintu, dan ketika bujangbujang itu melihat Helian Kong, mereka lebih
dulu memberi hormat, "Hu-ciang, silakan
masuk. Siauya (tuan muda) dan Siocia( nona)
sudah menunggu di halaman samping bersama
teman-teman Taijin."
Baru saja Helian Kong melangkah di halaman
depan, tiba-tiba dilihatnya dari bangunan induk
muncul dua orang tua yang berjubah pembesar
sipil. Kedua-duanya sudah dikenal baik oleh
Helian Kong. Yang usianya nampak lebih muda
Kembang Jelita 4 32 adalah Siangkoan Hi, seorang menteri ayah
Siangkoan Heng dan Siangkoan Yan. Sedangkan
yang berusia lebih tua dan nampaknya sedang
diantarkan pulang oleh Siangkoan Hi, adalah Ciu
Kok-thio mertua Kaisar Cong-ceng sendiri, atau
ayah dari Ciu Hong-hou (permaisuri Ciu).
Karena itulah Helian Kong menghentikan
langkah dan cepat-cepat berlutut menghormat.
Melihat Helian Kong berlutut, kedua
pembesar itupun berhenti melangkah. Siangkoan Iii berkata, "Hu-ciang kau sudah
datang?" Kemudian agar dirinya tidak disangka
sedang membentuk komplotan, buru-buru
Siangkoan Hi menerangkan kepada Ciu Kokthio, "Paduka, inilah Hu-ciang Helian Kong,
panglima pasukan kesebelas. Satu dari sedikit
orang yang belum berhasil dipengaruhi oleh Co
Hua-sun." Ciu Kok-Lhio mengangguk-angguk puas,
sementara Helian Kong berkata, "Salam hamba
untuk Jiwi Taijin!" Kembang Jelita 4 33 Ciu Kok-Thio bersikap ramah. Dengan
tangannya sendiri ia hendak membagunkan
Helian Kong dari berlututnya, sambil berkata,
"Bangunlah, Hu-ciang. Sungguh kagum aku
dijaman seperti ini masih ada orang yang
berpendirian teguh dan tidak ikut-ikutan
menjilat Co Hua-sun."
"Terima kasih, Taijin." Helian Kong bangkit
dari berlututnya. "Teman-temanmu agaknya sudah menunggumu di halaman samping." sekali Ciu
Kok-thio menepuk pundak Helian Kong, lalu
meneruskan langkahnya sampai ke luar gedung
itu, dengan diantarkan Siangkoan Hi.
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah mertua Kaisar itu masuk ke tandu
dan pergi bersama pengawal-pengawal
pribadinya, barulah Siangkoan Hi masuk
kembali, dan dilihatnya Helian Kong masih
berdiri di halaman. "He, kenapa masih di sini" Teman-temanmu
sudah menunggu di halaman samping.
Bersenang-senanglah, jangan sungkan kepadaku." Kembang Jelita 4 34 Pembesar itu memang sudah kenal baik
dengan Helian Kong, bahkan diam-diam
mengharap perwira ini kelak jadi menantunya.
Helian Kong pun membungkuk hormat sekali
lagi sebelum menuju ke halaman samping yang
sudah ia ketahui jalannya.
Pertemuan itu memang diatur Siangkoan Yan
untuk menyambut kembalinya Helian Kong di
Pak-khia. Yang hadir hanyalah orang-orang
terbatas, tidak lebih dari sepuluh orang yang
merupakan teman-teman Helian Kong, ditambah Siangkoan Heng dan Siangkoan Yan.
Semuanya berpakaian santai, bukan pakaian
untuk pesta resmi. Kedatangan Helian Kong mereka sambut
gembira. Helian Kong pun menyambut salam hangat
sahabat-sahabatnya itu, tapi ia terkejut melihat
adanya dua orang perwira yang tak
disangkanya akan muncul di ibu kota itu.
Kedua orang itupun berdandan seperti lainlainnya, dalan pakaian santai dan bukan
seragam militer mereka. Yang satu bertubuh
Kembang Jelita 4 35 tegap, mukanya bundar dan kulitnya putih
bersih, namanya Bu Sam-kui.
Yang satu lagi agak pendek tapi kokoh, kumis
dan berewoknya seperti sikat kakus, suaranya
keras, lebih-lebih bila tertawa. Namanya Liong
Tiau-hui. Kedua perwira itu mengejutkan Helian Kong
karena muncul di situ, padahal mereka adalah
perwira-perwira bawahan Jenderal Ang Sengtiu yang bertugas di San-hai-koan, kota
perbatasan timur laut, untuk menjaga serangan
Kerajaan Ceng (Manchu). Menyambut. Helian Kong, Liong Tiau hui
mengulurkan sepasang tangannya yang dalam
sekejap sudah saling genggam dengan sepasang
tangan Helian Kong, lalu saling mengguncang
lengan begitu akrabnya. "Apa kabar" Kabarnya kau lari terbirit-birit
diuber-uber anak buahnya La Cu-seng?"
Helian Kong tertawa mendengar kelakar itu,
begitu pula semua orang di taman itu.
Sedang Helian Kong cepat membalas nya,
"Dan kau sendiri kenapa belum juga dibikin sate
Kembang Jelita 4 36 oleh orang-orang Manchu" Malah tambah
gemuk, agaknya kau malahan yang bikin sate
Manchu?" Kembali orang-orang di taman itu tertawa.
Kemudian Helian Kong menoleh kepada
perwira San-hai-koan yang satu lagi . Kepada Bu
Sam-kui; Helian Kong juga mengenal namun
tidak terlalu akrab, apalagi pangkatnya
setingkat di bawah Bu Sam-kui , maka sikapnya
jadi setengah resmi, "Bu Cong-peng, kau di sini
juga?" Ketika ditanyai itu, agaknya Bu Sam-kui
sedang melamun, maka dengan geragapan ia
menjawab sekenanya, "Iya, iya . . . kani diutus
Jenderal Ang untuk melapor ke Pak-khia.
Ya.ya..." Jawaban yang tak karuan itu membuat
banyak perwira di situ diam-diam menahan
tawanya, bahkan Siangkoan Yan hampir saja
tertawa terkikik, namun cepat-cepat. menutup
mulutnya dengan tangan sambil menunduk.
Helian Kong pun sebenarnya geli, namun ia
lalu berusaha "menolong" Bu Sam-kui dengan
Kembang Jelita 4 37 pertanyaannya, agar tidak lagi salah tingkah.
"Baik-baikkah Jenderal Ang dengan pasukannya
di San-hai-koan?" Seri tawa Bu Sam-kui dan Liong Tiau-hui
mendadak sirna mendengar pertanyaan itu.
Sesaat kedua perwira itu bertukar pandangan,
Liong Tiau-hui mengangguk sedikit dan Bu Sam
"kui-lah yang menjawab, "Ketika kami
tinggalkan dua bulan yang lalu sih masih
sanggup menjaga serbuan bangsa Manchu,
biarpun dengan perbekalan yang serba
kekurangan . Tapi entahlah sekarang."
"Lho,.apakah cukup gawat?"
"Sudahlah, tidak perlu dibicarakan dalam
suasana gembira ini." Bu Sam-kui tiba-tiba
mengibaskan telapak tangan di depan
hidungnya sendiri, seperti mengusir lalat.
"Nanti merusak suasana."
Tapi salah seorang perwira di tempat. itu
rupanya penasaran ingin mendengar berita
seutuhnya dari San-hai-ko-an. Perwira itu lalu
mendesak, "Bu Cong peng, katakan saja. Kita
berkumpul memang bukan untuk bergembira
Kembang Jelita 4 38 saja, tapi juga untuk bertukar pikiran tentang
ma cam-macam masalah di negeri kita ini."
Banyak hadirin di tempat itu yang bersuara
menyetujui ucapan si perwira i tu.
Siangkoan Heng sebagai tuan rumah cepat cepat berusaha menguasai suasana, "Saudarasaudara, aku setuju bahwa acara utama kita
adalah bertukar pikiran. Sebab kalau cuma
makan-minum dan bergembira saja dalam
suasana yang memprihatinkan ini, apa bedanya
kita dengan pembesar-pembesar korup yang
sering kita kecam" Tapi semuanya bisa
dibicarakan dengan santai bukan" Silakan
duduk dulu semuanya."
Para perwira itu lalu mengambil tempat
duduknya masi ng-masing, kemudian Siangkoan
Heng mengajak semuanya mengisi cawan dan
mengangkatnya, "Untuk kejayaan dan keselamatan Kerajaan Beng!"
Semua mengangkat cawan dan menenggaknya. Untuk kedua kalinya Siangkoan Heng
mengisi dan mengangkat cawannya, diikuti
Kembang Jelita 4 39 semuanya. "Untuk Jenderal Ang Seng-tiu yang
dengan gagah berani bertempur di San-haikoan menggadang serbuan orang-orang Manchu
yang biadab! Semoga Langit mengaruniakan
ketabahan dan kegagahan kepada Jenderal Ang
dalam mempertahankan tiap jengkal wilayah
negeri kita!" Kembali cawan-cawan arak dikeringkan
dengan sekali tenggak, juga oleh Siangkoan Yan
yang seorang gadis. Cawan ke tiga diangkat pula suara Siangkoan
Heng makin kerns. "Untuk Jenderal Sun Toanteng di Tong-koan yang mempertaruhkan jiwa
raganya untuk menghadapi bandit-bandit
pemberontak Pelangi Kuning!"
Minum lagi. Ketika cawan keempat diangkat, Siangkoan
liong berkata, "Untuk sahabat kita Helian Kong
yang baru saja...' 'Tidak!" tiba-tiba Helian Kong berkata keras,
sehingga semua orang menoleh kepadanya
dengan pandangan bertanya-tanya.
Kembang Jelita 4 40 Helian Kong mengangkat cawannya yang
penuh arak, dan berkata, "Jangan untuk diriku
pribadi. Kita minum untuk cita-cita kita
mendukung Kaisar agar dapat menjalankan
kekuasaannya secara wajar, bersih dari
pengaruh kawanan dorna Co Hua-sun dan
semua begundalnya! Hidup Kaisar!"
Kata-kata itu mendapat sambutan meriah,
dan kembali semuanya minum arak.
Habis itu, keluarlah pelayan-pelayan
keluarga Si angkoan membawa nanpan-nampan
hidangan, meletakkannya di atas meja-meja
yang diatur di bawah pepohonan taman yang
digantungi lampion-lampion besar.
Suasanapun jadi terasa agak seperti pesta,
namun sulitlah membuat mereka lupa akan
urusan-urusan yang sedang dihadapi oleh
kekaisaran. Di tengah-tengah makan minum, seorang
perwira mendadak bertanya kepada Bu Samkui, "Bu Cong-peng, bagaimana sebenarnya
keadaan pasukanmu di San-hai-koan?"
Kembang Jelita 4 41 Kembali Bu Sam-kui geragapan dan tersedak,
sebab ketika ditanyai, ia sedang melamun
biarpun sambil makan. Lebih dulu ia minum,
barulah bersuara, "Aapa...apa tadi pertanyaanmu, Le Hu-ciang?"
"Bagaimana sebenarnya keadaan pasukanmu
di San-bai-koan?". "Terus terang saja, kami kurang perbekalan,
sehingga dalam urusan perbekalan ini kami
terpaksa sekali jadi memberatkan beban
penduduk setempat. Tapi hal itu dilakukan
benar-benar terpaksa, karena prajurit-prajurit
kami tidak mungkin bertempur dengan perut,
kosong." Helian Kong diam-diam menarik napas
mendengar itu. Ternyata di mana-mana banyak
kesamaan situasi. Tentara Kerajaan menjadi
beban penduduk. Bedanya ada yang membebani
dengan rasa terpaksa, karena tidak ada jalan
lain. Ada yang malah menggunakan kesempatan
untuk menginjak dan mencekik sekuatnya demi
keuntungan pribadi. Bagaimanapun, terpaksa
atau tidak terpaksa, penduduk tetap harus
Kembang Jelita 4 42 mengurangi jatah makan mereka untuk
sebagian disumbangkan kepada tentara. Belum
lagi beban lainnya berupa rasa takut, bekerja
dengan tidak aman dan sebagainya.
Helian Kong jadi ingat akan potonganpotongan emas yang dibawa Bu Goat long untuk
menyuapnya. Itu pasti hanya sebagian kecil dari
"arus uang'' yang hilir mudik di Pak-khia,
ibukota negara. Tiap harinya entah berapa laksa
tahil emas di Pak-khia itu yang berpindah ke
sana kemari hanya untuk saling menyogok,
saling menjatuhkan atau menjebak, saling
membeli pendirian orang lain. Atau untuk
berpesta-pora. Tapi perbekalan para perajurit
di garis depan sering diabaikan, sehingga
tentara Kerajaan menjadi beban rakyat, padahal
itu mestinya tidak terjadi kalau kiriman dari
pusat lancar "Sebagian besar kekayaan terpusat hanya
pada segelintir orang di Pak-khia," pikir Helian
Kong pahit . 'Tapi untuk penggunaan yang tidak
bisa dipertanggungjawabkan ."
Kembang Jelita 4 43 Sementara itu seorang perwira bertanya lagi
kepada Bu Sam-kui. "Bu Cong peng, jadi kau dan
Liong Hu-ciang pergi ke Pak-khia ini tentunya
untuk minta kiriman perbekalan bagi pasukan
di San-hai-koan?" "Begitulah." "Surat dari Jenderal Ang Seng-tiu apakah
sudah kauserahkan ke kantor Peng-po Cengtong( kementerian perang)?"
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pada hari kami berdua tiba di Pak-khia,
langsung kami serahkan surat itu, agar segera
sampai kepada Kaisar untuk dipertimbangkan
dan dijawab." "Bu Cong-peng menyuap berapa banyak
kepada pegawai-pegawai Peng- po Ceng-tong?"
Bu Sam-kui dan Liong Tiau-hui nampak
kebingungan mendengar pertanyaan itu,
pertanyaan yang terasa aneh di kuping. Masa
petugas-petugas di Peng-po Ceng-tong itu minta
suap untuk menjalankan tugas yang memang
sudah jadi kewajiban mereka" Bukankah
mereka juga udah menerima gaji dari negara"
Kembang Jelita 4 44 ''Maksud Mo Cam-ciang bagaimana?"
pertanyaan Liong Tiau-hui itu terdengar polos
dan nyaris menggelikan. "Apakah itu perlu,
sebab urusan yang kubawa ini bukan
kepentinganku pribadi, tapi keselamatan
negara" Kalau sampai San-hai-koan berhasil
direbut orang Manchu, bukankah musuh akan
mendapat jalan yang leluasa untuk menyerbu
wilayah kekaisaran" Apakah pegawai-pegawai
di Peng-po Ceng-tong tidak menyadari hal ini?"
Mendengar kata-kata Liong Tiau-hui yang
begitu jujur dan tersungguh -sungguh, perwiraperwira lainnya menampilkan wajah iba
menatap Liong Tiau-hui . "Surat Jenderal Ang yang diserahkan ke
Peng-po Ceng-tong itu mungkin sudah
sampai...." seorang perwira berewokan menyela.
".... sampai ke keranjang sampah, karena tidak
disertai uang sogokan."
Liong Tiau-hui menjadi gusar mendengar itu,
ia berdiri menggebrak neja dan membentak, "Li
Tiang-hong! Apa maksud ucapanmu itu?"
Kembang Jelita 4 45 Perwira itu memang bernama Li Tiang-hong,
bawahan Jenderal Thio lian-tiong yang saat itu
dengan pasukannya sedang mempertahankan
propinsi Se-cuan dari serangan pemberontak.
Kehadiran Li Tiang-hong di Pak-khia karena
diutus Jenderal Thio untuk suatu urusan dengan
pemerintah pusat. Sahut Li Tiang-hong dongan tenang dan
hormat, "Maafkan kata-kataku, Liong Hu-ciang.
Bukan aku bermaksud mengecilkan hati kalian,
tapi memang begitulah kenyataannya. Pegawaipegawai Peng-po Ceng-tong itu korup semua,
dari bawahan sampai atasan. Mereka tidak akan
peduli urusan itu penting atau tidak bagi
keselamatan negara, mereka cuma memandang
uang sogokannya cukup atau tidak" Aku sudah
enam bulan di Pak khia, tapi urusan yang
kubawa masih terkatung-katung Tak karuan.
Kalau kutanyakan mereka, mereka cuma bilang
sudah diurus, tapi surat Jenderal Thio entah
sudah terselip di mana sekarang. Padahal sudah
kusertakan uang sogokan, yang nampaknya
dianggap kurang cukup oleh mereka."
Kembang Jelita 4 46 Wajah Bu Sam-kui dan Liong Tiau-hui
memucat, lalu mereka saling pandang dengan
bingung. Liong Tiau-hui yang berangasan itu
tiba-tiba berteriak "Keparat ! Kalau begitu akan
kubakar sekali kantor Peng-po Ceng-tong! Apa
gunanya bangunan sebagus itu kalau hanya
menjadi sarang pegawai-pegawai bermental
bobrok?" Bu Sam-kui cepat-cepat meredakan kemarahan rekannya itu, "Sabar, Liong Huciang. Penyelesaian menurut caramu itu tidak
tepat, malah bisa mempersulit urusan. Kita bisa
dituduh memberontak, dan itu berarti
menyulitkan posisi Goan-swe Ang Seng-tiu
karena kita adalah bawahan beliau."
"Kita harus bagaimana?"
Suasana sunyi. Tidak ada yang sanggup
menjawab "bagaimana"nya Liong Tiau-hui.
Sampai suara Helian Kong memecah-kan
kesunyian itu, berat dan tenang, "Kalau laporan
lewat Peng-po Ceng-tong banyak hambatan,
kenapa tidak dicoba langsung menghadap
Kaisar dan melaporkannya secara lisan saja?"
Kembang Jelita 4 47 Semua mata menatap Helian Kong kini.
Muncul setitik harapan setelah sekian lama
menghadapi jalan buntu. Namun kata-kata Siangkoan Heng kemudian
menyurutkan harapan itu, "Rasanya jalan itu
malah lebih mustahil. Hari-hari belakangan ini
Kaisar jarang mewujudkan sidang terbuka, ia
hanya bisa menemui pejabat-pejabat yang
sudah disaring seendiri oleh Co Hua-sun. Kalau
kita bukan penjilatnya Co Hua-sun, sampai
dunia kiamatpun jangan harap di ijinkan
menghadap Kaisar." Para perwira itu banyak yang mengentakkan
gigi atau mengepalkan tinju. Li Tiang-hong
menggeram sengit, "Begitu hebat pengaruh bangsat kebiri itu di
istana!" "Kita bawa pasukan dan serbu saja istana!
Kita paksa Kaisar menerima dan mendengarkan
kita!" tata seorang, dan usulnya segera
didukung Liong Tiau-hui dan orang-orang
berangasan lainnya. Kembang Jelita 4 48 "Tidak!" suara Helian Kong yang menentang
anrs itu mengatasi hiruk-pikuk emosional itu.
"Tindakan kekerasan macam itu bisa dijadikan
alasan oleh Co Hua-sun untuk menuduh kita
hendak berontak! Dia bisa membujuk Kaisar
untuk menghukum mati kita, seperti yang
dilakukannya terhadap Jenderal Wan, Conghoan almarhum! Kalau sampai demikian,
tidakkah kita ini hanya korban-korban konyol
yang malah akan lebih mengokohkan posisi Co
Hua-sun?" "Tanpa cara itu, kita tidak bisa apa-apa!"
"Tidak. Aku punya gagasan."
"Apa ?" "Menghadap Kaisar, tapi tidak dengan cara
yang resmi , sebab pasti akan dihalang-halangi
oleh Co Hua-sun yang komplotannya begitu
kuat menguasai seluruh sudut istana. Cukup
salah satu dari kita yang menyelundup ke
istana, sampai berhasil menemui Kaisar
sendiri!" Usul Helian Kong itu membuat semua orang
tercengang. Sebab hal itu benar-benar sulit,
Kembang Jelita 4 49 sebab istana kekaisaran bukan kakus umum di
sudut pasar di mana tiap orang bisa keluar
masuk semaunya asal membayar dana
kebersihan. Istana dijaga puluhan ribu
pengawal, dan semuanya sudah dipengaruhi Co
Hua-sun. "Siapa yang bisa masuk sampai ke hadapan
Kaisar tanpa diketahui orang -orangnya Co Huasun?" muncul pertanyaan itu.
Dan muncul jawaban yang sebenarnya bukan
jawaban karena bernada tidak sungguhsungguh, "Salah seorang dari kita harus mati
lebih dulu, lalu arwahnya tentu bisa
menyelundup masuk istana tanpa diketahui.
Hanya arwahnya, bukan raganya."
Tapi tidak ada yang tertawa untuk kelakar
itu. Namun ada juga yang bersungguh-sungguh
memikirkan usul Helian Kong itu, dari beberapa
pasang mata mulai menatap Helian Kong.
Helian Kong tidak mengajukan dirinya. tapi
Misteri Di Balik Abu 2 Trio Detektif 15 Misteri Jejak Bernyala Payung Sengkala 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama