Ceritasilat Novel Online

Kemelut Tahta Naga Ii 8

Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p Bagian 8


"punggung" orang-orangan itu masing-masing
tertempel selembar hu. Kemelut Tahta Naga II/13 47 Hampir saja Wan Lui tidak percaya, bahwa
baru saja dia bertempur begitu gigih hanya
menghadapi tiga lembar guntingan orangorangan kertas kuning.
Ia berdesah sambil mengusap keringatnya di
jidat. "Permainan gila yang membuat aku
hampir ikut gila pula."
Dan si imam yang tadi dikejarnya, sudah
menghilang tentu saja. Wan Lui sendiri tidak
bersemangat untuk terus mengejarnya. Kalau
soal adu silat, ia tidak takut kepada siapapun,
tapi ia harus jujur mengakui bahwa jiwanya
belum siap untuk menghadapi Hoat-sut. Kali ini
cuma harus menghadapi "manusia kertas", tapi
bagaimana kalau menghadapi peristiwaperistiwa gaib yang lebih seram lagi" Sekali lagi
ia harus mengakui, mentalnya belum siap.
Sambil menjinjing pedangnya, ia tinggalkan
lorong itu untuk berjalan kembali ke gedung
Cong-peng-hu, tempat kediaman Siau Gin Heng.
Sekilas masih sempat ditolehnya ketiga bekas
"lawan"nya tadi yang kini tergeletak di tanah
dan agak bergerak-gerak tertiup angin, la
Kemelut Tahta Naga II/13 48 mempercepat langkah, khawatir kalau guntingan-guntingan kertas itu tiba-tiba
melompat bangkit dan "hidup lagi".
"Kalau kuceritakan pengalamanku tadi
kepada orang lain, jangan-jangan aku dianggap
orang sinting yang suka mengkhayal?" ia
melangkah sambil berpikir bimbang.
Ketika ia masuk ke halaman gedung Congpeng-hu, diapun heran dan menghentikan
langkahnya. Dilihatnya Koh Hian Hong dan tiga
empat pengawal berdiri di halaman dengan
senjata terhunus dan wajah menahan
kemarahan, juga Siau Gin Heng dan beberapa
perajuritnya. Ada empat mayat tergeletak di
situ, semuanya adalah pengawal-pengawal Kui
Thian Cu. Yang menarik perhatian ialah gunting" anguntingan kertas kuning berbentuk manusia
berpedang, yang bertebaran di halaman itu.
Cuma jumlahnya jauh lebih banyak dari yang
ditinggalkannya di lorong tadi. Di sini ada
sepuluh "orang" lebih.
Kemelut Tahta Naga II/13 49 "Jadi.... kalian juga___" Wan Lui ingin
bertanya namun ragu-ragu diteruskan, khawatir
dianggap otaknya sudah miring. Dan dialihkan
ke pertanyaan lain, "Dimana Kui-heng?"
"Diculik orang-orang Pek-lian-kau," sahut
Koh Hian Hong dengan gigi gemeretak menahan
marah. "Kau sendiri, apa yang kau temui, Wanheng?"
Memang sesaat Wan Lui ragu-ragu, tapi
akhirnya ia memutuskan untuk bicara terusterang, dianggap sinting atau tidak. Begitulah ia
menceritakan semua yang dialaminya, dan siap
untuk ditertawakan. Tak terduga Koh Hian Hong dan sisa
pengawal-pengawal Kui Thian Cu itu tidak
mentertawakan, malahan mengangguk-angguk
percaya. "Kami percaya, Wan-heng. Sebab kami di sini
juga baru saja mengalami hal yang serupa," kata
Koh Han Hong sambil menunjuk guntinganguritingan kertas kuning yang berceceran itu.
"Kami diserbu duabelas orang musuh tangguh,
namun di antara mereka ternyata yang benarKemelut Tahta Naga II/13
50 benar manusia hanya dua orang, "Imu silat
mereka cukup tinggi, dan mereka berdualah
yang berhasil menerobos kedalam ruangan lalu
menculik Siau-ya. Selebihnya hanyalah manusia
jadi-jadian dari kertas yang kembali wujud
setelah kami sembur ludah berdarah. Sungguh
memalukan." Wan Lui menarik napas dan berkata. "Koh
Sian Seng, aku pun hampir tidak mau menceritakan pengalamanku tadi, takut kalau
otakku kalian kira sudah miring. Ternyata
kalian mengalami hal yang
sama. Tapi bagaimana Sian Seng semudah itu mempercayai
aku?" "Sebab masih terlihat sisa-sisa darah di
bibirmu, Wan-heng," sahut Koh Hian Hong.
"Maafkan kalau tadi aku mencurigaimu, Wanheng. Kini aku yakin bahwa penculik-penculik
itu benar-benar dari Pek-lian-kau. Ciri-ciri ilmu
mereka sudah jelas, alasan mereka juga jelas."
"jadi Sian Seng tidak mencurigai aku lagi?"
Koh Hian Hong tertawa kikuk, "Sekali lagi aku
minta maaf. Kau berasal dari Liau-tong tempat
Kemelut Tahta Naga II/13 51 asal bangsa Manchu. Tidak mungkin seorang
Manchu menjadi anggota Pek-lian-kau, sebab
Pek-lian-kau amat membenci semua orang
Manchu." "Terima kasih kalau aku tidak dicurigai lagi.
Tapi rasanya Pek-lian-kau bukannya satusatunya tertuduh dalam urusan ini."
"Maksud Wan-heng?"
"Bukankah di pegunungan Kiu-liong-san
yang tidak jauh dari kota ini ada sebuah
gerombolan jahat, yang juga patut kita curigai,
karena merekapun punya alasan untuk tidak
senang terhadap apa yang sedang dilakukan
Kui-heng?" Koh Hian Hong mengerutkan alis.
Sedangkan Siau Gin Heng yang diam sejak
tadi, menjadi khawatir kalau urusan itu sampai
dikait-kaitkan dengan para berandal Kiu-liongsan. Maka buru-buru diapun merebut
kesempatan bicara, "Tidak mungkin pihak Kiuliong-san melakukan penculikan ini. Kalau
mereka memang berniat jahat terhadap Kui Taijin, kenapa harus menunggu sampai Tai-jin ada
Kemelut Tahta Naga II/13 52 dalam kota, tidak ketika masih di pegunungan"
Bukankah itu lebih gampang" Lagipula,
berandal-berandal itu cuma pakai main tombak
atau golok, tapi jelas takkan mampu bermainmain dengan Hoat-su. Jelas ini ulah Pek-liankau. Saudara Wan, kau jangan mengada-ada!"
Kelewat bersemangat Siau Gin Heng
membela berandal-berandal Kiu-liong-san,
sampai tiba-tiba ia merasa sendiri kalau
sikapnya itu malah bisa menimbulkan
kecurigaan, lalu buru-buru ia tutup mulut.
Untung baginya bahwa Koh Hian Hong dan Wan
Lui sedang tidak memperhatikan kejanggalan
sikapnya, sebab mereka sedang memikirkan
nasib Kui Thian Cu yang diculik.
Kata Koh Hian Hong kemudian kepada Siau
Gin Heng, "Cong-peng, aku mohon agar malam
ini juga kau perintahkan menjaga semua pintu
kota, lalu mengerahkan pasukan untuk
melakukan pencarian dalam kota. Barangkali
saja kita masih sempat menyelamatkan Siau ya."
Buat Siau Gii Heng yang tidak menyukai
kedatangan Kui Thian Cu yang membahayakan
Kemelut Tahta Naga II/13 53 kedudukannya itu, sudah tentu malah kebetulan
kalau Kui Thian Cu diculik, syukur kalau
dibunuh sekalian oleh penculik, dan Siau Gin
Heng sendiri bebas dari tuduhan membunuh.
Maka ia jadi tidak senang dan acuh tak acuh saja
menanggapi permintaan Koh Hian Hong itu.
"Memangnya setinggi apa kedudukan Kui
Thian Cu itu, sehingga pesuruhnya pun berani
memerintah aku?" pikir Siau Gin Heng dengan
mendongkol. "Malah kebetulan kalau Kui Thian
Cu dibunuh penculik, untung buatku. Dan
kerjasama ku dengan pihakKiu-liong-san dapat
berjalan terus dengan aman."
Melihat sikap Siau Gin Heng yang ogahogahan, Koh Hian Hong tiba-tiba mendekati lalu
membisiki kupingnya. Wajah Panglima di Kimterig itu mula-mula kaget, lalu pucat ketakutan.
Begitu selesai dibisiki, langsung saja Siau Gin
Heng memerintah perajurit-perajuritnya, "He,
cepat, hubungi semua tangsi dan sampaikan
perintah lisanku! Jaga kuat semua pintu kota,
seluruh pasukan harus siap sekarang
juga untuk menunggu perintahku!"
Kemelut Tahta Naga II/13 54 Begitulah perubahan sikapnya begitu tajam.
Tadinya ayal-ayalan, setelah dibisiki tiba tiba
menjadi begitu terburu-buru, seolah-olah
dikabari kalau neneknya terpeleset ke dalam
sumur. Wan lui jadi heran, Entah "mantera
ajaib" macam apa yang dibisikkan Koh Hian
Hong ke kupingg Siau Gin Heng" Kenapa
menghasil kau perubahan sikap sehebat itu"
Bahkan prajurit-perajurit yang diperintahkan
masih berdiri ketotol-tololan.
"Cong-peng, untuk memerintah (Kira
komandan tangsi, kami butuh perintah tertulis
dan leng-pai (papan perintah), kalau tidak, nanti
jangan-jangan kami dikira memalsu perintah?"
tanya seorang perajurit dengan ragu-ragu.
"Tidak sempat, nanti penculiknya keburu
kabur keluar kota! katakan saja ini perintah
darurat, siapa yang membantah maka besok
pagi akan kukuliti punggungnya. Cepat! Cepat!"
"Tetapi sekarang kan sudah........"
"Cepaaaat!!!" Siau Gin Heng tiba-tiba
membentak sambil menendang pantat perajurit.
cerewet itu. Kemelut Tahta Naga II/13 55 Maka perajurit, termasuk si cerewet,
berhamburan menjalankan perintah. Si cerewet
itupun harus berlari, biarpun menahan rasa
nyeri hebat pada tulang ekornya.
Begitulah di larut malam itu kota Kim-teng
mendadak disibukkan oleh perujurit perajurit
yang berbondong bondong keluar dari
tangsinya masiug masing. Semuanya membawa
senjata lengkap, namun dengan mata setengah
terpejam karena mata mereka masih amat
mengantuk. * * * Kui Thian Cu matanya ditutup dengan kain
tebal, dan tubuhnya lemas karenia urat di
pinggangnya telah ditotok. la dipanggul oleh
salah seorang penculiknya, dan bisa didengarnya derap para penculik yang mantap
tapi ringan, menandakan ilmu silat yang matang
dari orang-orang itu. Kemelut Tahta Naga II/13 56 Terdengar penculik-penculik itu berjalan
sambil bicara satu sama lain.
'Thio Toako, apakah lawanan ini akan kiia
serahkan ke pihak Pak-cong (kaum utara)?"
"Lho, kenapa harus begitu?"
"Bukankah orang-orang Pak-cong bilang
bahwa merekalah yang merintis jalan sampai
terjadinya penculikan ini" Bahkan mereka pula
yang memberitahu kita tentang rute dan jadwal
perjalanan bangsat cilik Manchu ini, sampai kita
berhasil meringkusnya?"
"Ya, mereka menyumbangkan keterangan
kepada kita. Tapi siapa yang kerja" Siapa yang
benar-benar menempuh bahaya dengan
bertempur menerobos gedung Cong-peng-hu
yang dijaga ketat" Kita kan" jadi karena kita
yang mendapatkan tawanan ini, maka yang
menjaga nya juga kita, bukan orang-orang Pakcong. Sebab orang Pak-cong tidak berbuat apaapa. Cu-sian Cin-jin itupun cuma duduk di atas
atap di kejauhan sambil membakar hu dan
mengibar-ngibarkan Hong-hun-ki, padahal
Kemelut Tahta Naga II/13 57 tanpa bantuannyapun kita akan berhasil sama
baiknya dengan sekarang."
"Bagai mata kalau kawan-kawan dari Pakcong itu tersinggung?"
"Ya kita jelaskan, kalau masih tersinggung
juga, ya bagaimana lagi" Kalau tawanan
sepenting ini dipasrahkan mereka, belum tentu
mereka bisa menjaganya. Kalau sampai kabur
lagi, bukankah yang rugi adalah seluruh Peklian-kau kita" Nah, kawan-kawan dari Pak-cong
harus menyadari hal ini, bukan bisanya cuma


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersinggung dan marah-marah saja."
Setelah itu, yang terdengar cuma langkah
kedua penculik itu, mereka berjalan tidak jauh
lalu berhenti. Mereka mengetuk sebuah pintu di
sebuah lorong. Caranya mengetuk tidak wajar,
melainkan mirip semacam isyarat. Salah satu
pintu dari ribuan pintu di Kim-teng, di salah
satu pelosok kota yang tersembunyi.
Pintu terbuka, muncul seorang perempuan
tua yang bertanya, "Kalian sudah kembali"
Berhasil tidak?" Kemelut Tahta Naga II/13 58 Penculik tinggi besar dan berewokan yang
menggendong Kui Thian Cu dengan disampirkan pundak itupun menjawab.
''Berhasil. Biarkan masuk. Su-koh (bibi guru).
Sebentar lagi anjing-anjing Manchu pasti akan
menggeledah seluruh kota secara besarbesaran."
Perempuan tua yang membukakan pintu itu
tubuhnya masih tegak, belum bungkuk, dengan
tangan kiri memegangi tongkat sepanjang satu
depa. Sambil tertawa terkekeh, ia menjawab,
"Jangan segelisah itu. Tempat kita ini dikawal
oleh perajurit-perajurit gaib kita yang tak
kelihatan mata, dilingkari perisai gaib yang
menyesatkan pancaindera. Para begundal
Manchu itu takkan menemukan kita!"
Meskipun berkata demikian, toh si nenek
membiarkan kedua penculik itu masuk, lalu
menutup pintu dan memasang palang pintunya
yang berat. Agaknya diapun tidak yakin katakatanya sendiri tadi.
Si nenek menyeberangi halaman, lewat ruang
depan dan sampai ke sebuah ruangan luas
Kemelut Tahta Naga II/13 59 dimana banyak orang. Ada lima belas orang
kira-kira, bermacam-macam tampang, usia,
terdiri dari lelaki dan Perempuan Persamaannya, mereka semua memakai jubah
luar hitam dengan gambar teratai putih di dada
sebelah kiri. Mereka serempak berdiri menghormat.
menyambut kedatangan kedua penculik itu.
Yang tinggi besar, bereawokan dan memanggul
Kui Thian Cu itu mereka Panggil "Thio Hiang-cu
(hulubalang Thio). sedang satunya lagi yang
lengannya panjang melebihi ukuran normal, di
panggil "Hoa Hiang-cu (hulubalang Hoa).
Sedangkan terhadap sj nenek bertongkat,
orang-orang dalam ruangan itu malahan
bersikap acuh tak acuh dan kurang
menghormat. Thio Yap. si "Thio Hiang-cu" itu. menjatuhkan
tubuh kui Thian Cu ke lantai dengan keras,
penuh kebencian, sehingga Kui Thian Cu agak
kesakitan dan mencaci dalam hati, namun
karena matanya masih tertutup kain tebal
Kemelut Tahta Naga II/13 60 hitam, ia belum bisa melihat bagaimana
tampang penculik-penculiknya.
Orang-orang dalam ruangan itu menunjukkan kegembiraan melihat Kui Thian
Cu tertangkap. Mereka tertawa dan saling
memberi selamat dan berceloteh macammacam.
"Memang kepandaian kedua Miang-cu kita
tak disangsikan lagi, patutlah sebutan Lam-cong
Ji-pi (dua pilar kaum selatan) bagi Thio Hiangcu dan Hoan Hiang-cu penjagaan musuh yang
bagaimana kuatnya, mana bisa menahan Lamcong Ji-pi"!"
"Benar! Pasti kelak kita akan bangkit kembali
dalain kejayaan dinasti Beng!"
"Dengan adanya bangsat cilik ini ditangan
kita, pastilah si iblis Yong Ceng itu akan kita
tekan agar menuruti segala tuntutan kita!"
Dan macam macam lagi. Sementara si nenek bertongkat itu nampak
mendongkol sekali mendengar orang-oraug
Latr-cong itu memuji-muji jasa mereka sendiri
tanpa sdikit pun menyebut jasa pihak Pak-cong
Kemelut Tahta Naga II/13 61 Thio Yap, si "Thio Hiang-cu itu, menjatuhkan
tubuh Kui Thian Cu ke lantai dengan keras,
penuh kebencian, sehingga Kui Thian Cu agak
kesakitan dan mencaci dalam hati.
Kemelut Tahta Naga II/13 62 la menghantamkan tongkatnya ke lantai, dan
berkata dengan suaranya yang serak, tajam
mirip dua potong logam digesek-gesekkan,
"Tapi jangan kalian lupakan Cu peng Cin-jin
yang memberi kabar dari Hang-ciu, menyuruh
kalian menghadang pada tempat dan waktu
yang tepat. Tanpa mendapat keterangan dari
Cu-peng Cin-jin, biarpun Lam-cong Ji-pi
berkepandaian setinggi langitpun pasti cuma
akan menubruk angin kosong!"
(bersambung Jilid XIV) (bersambung Jilid XIV) Kemelut Tahta Naga II/13 63 Kemelut Tahta Naga II/13 64 Kemelut Tahta Naga II/14 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid XIV Celoteh yang lain-lain serentak bungkam,
banyak yang menatap si nenek dengan perasaan
kurang senang. Tapi tak seorang-pun berani
menegur si nenek. Sesaat suasana jadi sunyi,
penuh kecanggungan. Sementara itu, si nenek kemudian berkata
lagi dengan nada tak ingin dibantah, "Ketua
kami, Cu-peng Cin-jin, sudah membuat
perhitungan nujum yang tepat, bahwa
kebangkitan Kerajaan Beng sudah dekat. Asal
dipenuhi syaratnya. Yaitu menyembelih bangsat
Manchu Hong Lik ini di depan altar leluhur
Kerajaan Beng kita di Hong-kak-si di Hong-yang.
Paru-paru, jantung dan hatinya kita korek
Kemelut Tahta Naga II/14 2 keluar dan kita persembahkan di altar. Hidup
Kerajaan Beng! Hidup Kerajaan Beng!"
Begitu bersemangat si nenek memekikkan
pekik perjuangannya sambil mengayunayunkan tongkatnya di udara, sampai tubuh nya
sempoyongan. Adegan mengharukan itu
mestinya mendapat sambutan meriah dari
orang-orang Pek-lian-kau lainnya. Mestinya.
Tapi nyatanya semua orang bungkam.
Bahkan kemudian ada yang menjawab, tapi
sama sekali bukan pekik perjuangan,
"Hati-hati, nenek, nanti kau keseleo lagi."
"Disayang" macam itu, Si nenek bukannya
berterima kasih, malahan gusar. Pentungnya
dihantamkan ke tanah, lalu berkatalah ia
dengan sengit, "Keparat, siapa yang bicara itu"
Mau mencoba keampuhan ilmuku" Mau
kutenung biar jadi gila"!"
Thio Yaplah yang kemudian membujuk si
nenek, "Sudahlah, nek. Dengan hormat kami
persilahkan nenek beristirahat diruang belakang yang lebih tenang."
Kemelut Tahta Naga II/14 3 "Tapi Hong Lik harus disembelih dan
dikorbankan dialtar! Demi kebangkitan kembali
dinasti Beng kita!" "Soal Hong Lik akan dibagaimanakan, itu
nantinya tergantung hasil perundingan kaum
kita di Hong-yang. Terlalu pagi kalau
dibicarakan sekarang!"
Si nenek nampak sekali kurang puas akan
sikap mengambang itu, tapi ia tidak bisa
memaksakan kehendak melawan sekian banyak
orang yang semuanya adalah bawahan kaum
Lam-cong (sekte selatan) dari Pek-lian-kau.
Sedang si nenek sendiri adalah orang Pak-cong
(sekte utara). Maka sambil menggerutu, diapun
tertaih-tatih berjalan dibantu tongkatnya
meninggalkan ruangan itu.
Sementara itu, Kui Thian Cu yang mendengar
percakapan orang-orang Pek-lian-kau itupun
segera insyaf, bahwa dirinya bukan jatuh ke
tangan penculik-penculik biasa, melainkan ke
tangan sekelompok orang orang fanatik yang
punya tujuan politik. Bukan sekedar berandalKemelut Tahta Naga II/14 4 berandal yang cuma "cari rejeki" seperti yang di
Kiu-liong-san. Ketika Kui Thian Cu alias Pangeran Hong Lik
berpikir demikian, ia tidak tahu ka lau berandalberandal Kiu-liong-sanpun sudah mendapat
pemimpin baru yang hendak menggunakan
kawanan itu untuk tujuan politik.
Meskipun sadar bahwa dirinya telah jatuh ke
pihak yang amat membencinya, namun
Pangeran Hong Lik tidak sudi menunjukkan
ketakutannya. Tekadnya dalam hati, "Bagaimanapun aku hendak diperlakukan, tapi
aku tidak sudi merengek-rengek minta ampun
sehingga menjadi tontonan menyenangkan bagi
bangsat-bangsat pemberontak ini. Tidak.
Biarpun dianiaya sampai mati, setidak-tidaknya
aku harus membuat jengkel mereka dengan
kebandelanku!" Suara ribut dalam ruangan itu mereda ketika
Thio Yap mengangkat tangannya, dan
memperdengarkan suaranya yang berpe
ngaruh, "Saudara-saudara, aku maklum
kegembiraan kalian, karena yang jatuh ke
Kemelut Tahta Naga II/14 5 tangan kita kali ini benar-benar kakap besar.
Tetapi kegembiraan itu jangan melemahkan
kita. Harus tetap waspada, sebab kita masih di
dalam kota Kim-teng. Karena itu, demi
keamanan kita, sebaiknya kita berpakaian
seperti orang-orang biasa, dan lepaskan jubahjubah hitam seragam Pek-lian-kau kita!"
Orang-orang Pek-lian-kau itupun melepas
jubah-jubah hitam bergambar teratai mereka,
untuk dilipat. Di balik jubah itu, pakaian mereka
tak berbeda dengan orang-orang biasa.
"Hiang-cu, lalu kapan kita bisa mengangkut
keluar bangsat Manchu ini ke Hong-kak-si
untuk menunjukkan kepada seluruh kaum akan
keberhasilan kita?" Sahut Thio Yap, "Kita menunggu kesempatan yang baik. Aku yakin dalam waktu dekat
ini pastilah anjing-anjing Manchu ma pun
begundal-begundalnya akan menggeledah seluruh kota ini. Karena itu, tetaplah jangan
menampakkan diri. Setelah penjagaan mengendor, baru kita keluar dari sini!" Tapi
seorang anggota berkata, kedengarannya
Kemelut Tahta Naga II/14 6 membantah padahal menjilat, "Sebenarnya, apa
yang perlu kita takuti dari kawanan serdadu
yang punyanya cuma otot kekar itu" Ilmu sakti
kedua Hiang-cu pasti sanggup mengelabuhi
mereka, membuat mereka kebingungan. Kita
biarkan saja mereka menangkap orang-orangan
kertas kuning itu sebanyak-banyaknya!"
Lalu semua orang ikut-ikutan memuji-muji


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedua hulubalang itu, Thio Yap dan Hoa Cek Gui.
Namun tiba-tiba terdengarlah suara seseorang
yang dingin, "Jangan terlalu yakin dengan ilmu
gaib kalian! Kawanan perajurit tolol itu memang
tak perlu ditakuti, tapi di kota ini ada seorang
pendekar muda yang berhasil memecahkan
ilmu sakti Gong-Hun Sin-hoat (ilmu malaikat
angin dan mega) dan Sip-hun Hoat-sut (sihir
pemanggil arwah) milik kita!"
Ketika semua orang menoleh kearah
pembicara itu, nampaklah bahwa si pembicara
adalah seorang imam berjubah hitam yang sejak
tadi tetap diam dan berdiri di sudut dengan
sikap sedih. Rambut imam yang seharusnya
digelung, kini nampak awut-awutan seperti
Kemelut Tahta Naga II/14 7 baru saja menjadi korban seorang tukang cukur
berotak miring, sedang ketika ia melangkah,
nampak langkahnya terpincang-pincang sambil
mukanya menyeringai kesakitan."
"Cu-sian Cin-jin sungguh benar," sahut Thio
Yap, sambil melontarkan sedikit senyum
mengejek ke arah si imam. "Kalau kita hanya
mengandalkan yang gaib-gaib saja tanpa
memakai akal sehat, maka akhirnya yang
konyol ya kita sendiri. Benar tidak, Cin-jin?"
Cu-sian Cin-jin, si imam, melotot marah
namun tetap membungkam. Kemudian Thio Yap memerintahkan orangorangnya, "Bawa tawanan ini ke kurungan dan
jangan sampai lolos. Perintah untuk melepaskan
hanya dari aku!" Sengaja Thio Yap menambahkan ini, sebab ia
khawatir kalau sampai orang-orang Pak-cong
Pek-lian-kau diam-diam mencuri tawanan itu,
karena merekapun merasa berhak.
Pangeran Hong Lik pun diseret ke sebuah
ruangan tertutup. Kemelut Tahta Naga II/14 8 Setelah itu, baru saja orang-orang Pek liankau itu hendak beristirahat dengan perasaan
lega, tiba-tiba terdengar pintu depan diketuk.
Caranya mengetuk pintu adalah isyarat khas
Pek-lian-kau, maka tanpa ragu ragu lagi Thio
Yap memerintahkan seorang anak-buahnya
untuk membukakan pintu. Begitu pintu dibuka, bergegas masuklah
seorang lelaki yang tidak mengenakan seragam
Pek-lian-kau namun dikenali sebagai anggota
pilihan. Ia langsung memberi hormat kepada
Thio Yap dan melapor, "Thio Hiang-cu, anjinganjing Manchu dan begundal-begundalnya
sudah keluar semua dari sarang mereka untuk
mencari kita! dan sekarang ini satu regu
perajurit berjumlah tiga puluh orang sudah siap
dimulut lorong di depan rumah ini. Tak lama
lagi mereka akan sampai kemari."
"Jangan khawatir," kata Thio Yap. "Apakah
regu perajurit itu kelihatan membawa bendabenda penangkal ilmu sakti kita, seperti darah
binatang hitam, bagian dalam tubuh hewan dan
sebagainya?" Kemelut Tahta Naga II/14 9 "Tidak, mereka hanya membawa sentata."
Thio Yap lalu terkekeh dengan sombongnya,
dan berkata, "Bagus. Mereka akan menjadi
korban permainan ilmuku. Kalian tetap tinggal
di dalam saja, biar aku sendiri menangani
keledai-keledai itu."
Anak buah Thio Yap segera menyiapkan
sebuah meja altar penuh sesaji di halaman. Thio
Yap lalu membersihkan tubuh dan mengganti
pakaiannya dengan jubah hitam penuh
lambang-lambang sihir, la berdiri di depan
meja, lebih dulu menguraikan rambut, lalu
dengan pedang kayu di tangan kanan, ia mulai
komat-kamit membaca mantera. Pedang
kayunya ditudingkan ke arah rembulan yang
sedang bulat-bulatnya ka rena saat itu tanggal
limabelas. Segumpal mega hitam tiba-tiba
muncul entah darimana, menutupi cahaya
rembulan sehingga tempat itu menjadi gelap
gulita. Kemudian pedang kayu diletakkan, diganti
sehelai bendera hitam kecil segitiga, bendera
Hong-hun-ki seperti yang dipunyai Cu-sian CinKemelut Tahta Naga II/14
10 pi tetapi sudah dimusnahkan Wan Lui. Kini
bendera yang sama di tangan Thio Yap dikibarkibarkannya di atas kepala sambil membaca
mantera. Datang pula angin begitu dingin,
bertiup kencang, namun anehnya hanya di luar
dinding rumah persembunyian kaum Pck-liankau itu saja. Di dalam dinding, angin dingin itu
tidak terasa. Sekarang Thio Yap melangkah keluar pintu
dengan membawa pedang kayu dan bendera
Hong-hun-ki. la melangkah perlahan memutari
rumah itu sambil tak henti-hentinya menggumamkan mantera, begitu asyiknya
dengan mantera sehingga tubuhnya bergoyanggoyang seirama dengan langkahnya. Baik
pedang maupun bendera kecil itu selalu
digerakkannya, berputar, menuding atau
menggores tanah. Di setiap sudut rumah, dia
berhenti untuk membakar selembar hu.
Setelah satu putaran berjalan, diapun masuk
kembali ke dalam rumah dan sikapnya nampak
wajar kembali. Kemelut Tahta Naga II/14 11 Hoa Cek-gui yang menyongsongnya lalu
bertanya,"Sudah?"
"Sudah. Memangnya hanya orang-orang Pakcong saja yang mewarisi ilmu-ilmu sakti leluhur
Pek-lian-kau" Hari ini biarlah mereka melihat
bagaimana hebatnya Ngo-siu-tin (barisan lima
binatang buas) di pratekkan dengan sempurna
oleh kita, golongan Lam-cong."
Hoa Cek-gui mengangguk-angguk.
Sementara itu, dari mulut lorong yang
bermuara ke jalan besar itu, memang muncul
sekelompok perajurit. Mulai dari ujung lorong,
mereka menggedor dan memasuki rumahrumah penduduk dengan sikap garang untuk
menggeledah. "Tidak ketemu?" tanya si komandan regu
dengan pertanyaan yang itu-itu juga, setiap ada
anak buahnya yang baru keluar dari rumah
yang digeledah. Dan jawaban anak buahnya pun itu-itu juga,
"Tidak ketemu."
"Masih panjangkah lorong ini?"
Kemelut Tahta Naga II/14 12 "Tidak, masih ada empat rumah yang belum
kita periksa. Yang di ujung nomor dua adalah
rumah pamanku, lalu ada sebuah tempat
terbuka yang dulunya bekas tempat penyembelihan hewan-hewan, setelah itu baru
rumah terakhir, sebuah rumah kosong tempat
bekas rumah si pedagang hewan dulu."
"Baik. Kita tuntaskan penggeledahan di
lorong ini, barulah kita periksa ke tempat lain."
Regu perajurit itupun terus maju dalam
tugasnya. Namun begitu mereka sampai ke
ujung lorong, mereka kaget karena di tempat
yang katanya ada rumah kosong itu ternyata
tidak nampak apa-apa. Hanya kegelapan yang
amat pekat di situ, jauh lebil gelap dari ternpattempat lain, luga ada angin keras, begitu
kerasnya sehingga pasir terangkat naik, serta
dingin menggigilkan tulang.
Cahaya sang rembulan yang tadinya
membantu, tiba-tiba sekarang lenyap disabot si
mega hitam. "Lho, bukankah tadi kau bilang setelah
rumah pamanmu, ada tempat terbuka lalu ada
Kemelut Tahta Naga II/14 13 satu rumah lagi" Mana?" tanya si komandan
regu. Perajurit yang menerangkan tadi kini garukgaruk kepala dengan sikap kebingungan, dan
jawabannya agak kacau, "Aneh. Siang tadi aku
mengunjungi pamanku di sini, dan rumah
kosong itu masih ada di seberang tempat
terbuka itu, kenapa sekarang tiba-tiba tidak
ada?" Dengan mendongkol si komandan mendamprat, "Barangkali pamanmu sudah
begitu lihai sehingga dalam waktu setengah hari
saja bisa melenyapkan sebuah rumah.
Pamanmu itu manusia atau siluman?"
"Man.... manusia...."
"Hem. Atau barangkali lorong ini bukan
lorong rumah pamanmu?"
"Aku yakin. Aku hapal penghuni rumah
rumah di lorong ini dari ujung ke ujung. Mulai
dari rumah Lau Hok si tukang kulit, Han Pek si
tukang roti, Kim Hiong si peternak ulat sutera,
terus sampai ke sini."
Kemelut Tahta Naga II/14 14 "Lha sekarang kenapa tempatnya bisa
berubah," Si perajurit yang ditanya tidak bisa
menjelaskan kecuali garuk-garuk kepala, lalu
perut, lalu pantat. Akhirnya si komandan regu memutuskan,
"Ayo kita maju untuk memeriksanya!"
Maka pasukan kecil itupun maju mengikuti
komandan mereka, tanpa mereka sadari kalau
sudah masuk pintu Ngo-siu-tin yang tidak
kelihatan mata. Mereka baru sadar ketika
merasakan kegelapan yang ada di sekeliling
mereka seolah-olah memadat dan mencekik
seluruh pori-pori kulit dan menyesakkan napas.
Tentu saja tidak benar-benar memadat, itu
hanya perasaan mereka, karena kegelapan itu
begitu menyesakkan. Percuma mereka punya
sepasang mata, sehingga satu sama lain tak bisa
melihat lagi. Para perajurit jadi panik, mereka saling
memanggil nama teman mereka, menggapaigapaikan tangan untuk menyentuh te manteman mereka agar yakin teman mereka masih
Kemelut Tahta Naga II/14 15 didekatnya. Keyakinan yang dapat memberi
ketabahan biarpun sedikit.
Lebih panik lagi para perajurit itu, ketika
angin dingin tiba-tiba berhembus melibat
mereka. Mereka seperti tercebur sumur di
musim salju dimana airnya membeku. Hanya
seperti, tapi mungkiri rasanya tak berbeda.
"Saling berpegangan tangan!" teriak si
komandan mengatasi suara anak buahnya. "Kita
tinggalkan tempat keparat ini!"
Para perajurit mencoba saling bergerombol
mendekat dan berpegangan tangan. Kemudian
seperti sekawanan orang buta, mereka
bertuntun-tuntunan dan mencoba meninggalkan tempat itu. Tetapi sekian lama
mereka cuma berputar-putar di situ, tanpa
menemui cahaya seujung jarum pun.
"Harusnya ke sana!" kata seorang pera jurit
dengan yakin, tapi petunjuknya dengan jari
telunjuk itu tentu tak terlihat oleh lain-lainnya,
kecuali oleh seorang temannya yang kecolok
matanya. Kemelut Tahta Naga II/14 16 Biarpun ia yakin jalan keluarnya "kesana"
tapi ia sendiri tidak berani memisahkan diri
dari barisan untuk menuju arah yang
diyakininya. Begitu pula yang lain-lain hanya
saling berbantahan saja. Bahkan tiba-tiba terdengar seorang perajurit
berteriak ketakutan, "Di kegelapan itu rasanya
aku".... aku"... melihat........ harimau! bahkan
mendengar aumannya!"
"Bukan harimau. Itu lolong serigala!"
"Hah! Ular itu begitu besar!"
Suasana tambah ribut. Ada yang berteriak
katanya melihat harimau, ada yang melihat
singa, ular besar dan sebagainya. Celakanya,


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka bukan cuma berteriak-teriak tetapi juga
saling berdesakan karena ketakutan. Yang kalah
kuat segera. terdorong ke pinggir. Dan barisan
jadi semakin kacau, beberapa orang berteriak
ketakutan karena lepas dari barisannya, dan
ketika menggapai-gapaikan tangan kesekitarnya ternyata tidak menemukan siapasiapa di dekatnya. Seorang perajurit bahkan
mulai menangis melolong dengan kerasnya.
Kemelut Tahta Naga II/14 17 "Diam!!" bentak si komandan dengan gusar.
"Siapa yang menangis itu" Menambah
kebingungan saja! Bisa diam tidak"!"
"Yang menangis di sebelahku, Thong leng
(komandan)." "Siapa?" "Tidak kelihatan, Thong-leng!"
"Gampar saja mukanya!"
Setengah detik kemudian terdengar suara
gaplokan keras, disusul teriakan seseorang,
"Bangsat! Bukan aku yang menangis, kenapa
aku yang dipukul?" "Ma ... maaf, bangsat cengeng itu dengan licik
agaknya sudah pindah tempat!"
Gabungan yang menyesakkan antara
kegelapan, kepanikan, kejengkelan, ketakutan
dan entah apa lagi, akhirnya menghasilkan
kelelahan. Dalam keadaan biasa, para perajurit
itu sudah biasa latihan dengan berlari-lari di
atas tembok kota, memutari kota Kim-teng dua
tiga kali. Namun kali ini tenaga mereka dengan
cepat terkuras habis. Akhirnya mereka satu
persatu roboh kelelahan. Kemelut Tahta Naga II/14 18 * * * Penggeledahan semalam suntuk di kota Kimteng tak ada hasilnya. Satu persatu komandankomandan regu melapor kepada Siau Gin Heng,
satu persatu pula digampar mukanya sambil
dicaci-maki. Siau Gin Heng nampak panik sekali,
nyata sekali kalau semalaman ia tidak tidur
sama sekali. Yang tidak kalah paniknya adalah Koh Hian
Hong, sebab tuan-mudanya yang diculik itu tak
lain tak bukan adalah Pangeran Hong Lik,
Putera Mahkota. Tanggung-jawabnya begitu
berat kalau ia sampai gagal menemukan
kembali Pangeran Hong Lik dengan selamat.
Wan Lui belum tahu siapa sebenarnya Kui
Thian Cu, namun diapun tidak kalah gelisahnya.
Bukan soal kedudukan yang terancam atau
tanggung jawab kepada atasan, melainkan
perasaan seorang sahabat yang kehilangan
sahabat lainnya. Koh Hian Hong dan Wan Lui ikut
mendengarkan perwira-perwira Siau Gin Heng
Kemelut Tahta Naga II/14 19 itu melapor satu demi satu. Tapi biarpun ke
cewa, mereka jelas tidak mungkin ikut-ikutan
menggampar atau mencaci-maki.
Ketika laporan-laporan para perwira berisi
kegagalan melulu, Wan Lui habis sabarnya,
"Biar aku akan mencari sekali lagi!" katanya
sambil bangkit dan ia sudah melangkah ke pintu
depan. Tapi sebelum ia melewati pintu itu, da
tanglah satu regu perajurit yang cukup menarik
perhatian. Bukan saja datang menghadapnya
paling terlambat, namun mereka juga nampak
tak keruan. Berjalan gontai, wajah ketololtololan bingung, termasuk komandannya,
beberapa perajurit malahan nampak tandatandanya kalau bekas menangis.
Dengan tidak sabar lagi Siau Gin Heng
melompat dari kursinya untuk menyongsong
regu bawahannya yang istimewa ini ke tangga
batu di depan aula dilewatinya dengan cepat,
tiga anak tangga setiap langkahnya. Sambil
berteriak kepada rombongan yang baru datang
itu. "Kemari! Cepat!"
Kemelut Tahta Naga II/14 20 Bagaikan diguyur air dingin, si komandan
regu tiba-tiba menegakkan punggungnya, lalu
langkah tegap bergaya perajurit sejati, ia
melangkah ke hadapan Siau Gin Heng lalu
berlutut. "Lapor, Cong-peng, regu kami."
"Kenapa terlambat menghadap"!"
"Kami menemukan pengalaman aneh, Congpeng!"
Begitu mendengar kata "pengalaman aneh"
itu, Wan Lui dan Koh Hian Hong serempak
mendekat uhtuk ikut mendengarkan lebih jelas.
Merekapun mendapat pengalaman aneh
menghadapi orang Pak-lian-kau, tidak heran
kalau mereka segera tertarik oleh laporan regu
terakhir itu, dan mengharap dari laporan itu
bisa didengar tenatang jejak para penculik.
Mereka segera mendekat untuk ikut mendengarkan. Si komandan regue segera bertutur
bagaimana regunya memasuki sebuah lorong
yang tadinya dikenal, namun kemudian ter
jebak dalam kegelapan pekat. Bahkan banyak
Kemelut Tahta Naga II/14 21 perajuritnya mengaku melihat macan, singa,
ular raksasa, kura-kura raksasa dan sebagainya.
Tapi setelah fajar terbit, mereka ternyata cuma
berada di sebuah tempat terbuka yang dulunya
sering digunakan untuk penyembelihan hewan
ternak. Sambil bercerita, si komandan regu tak
berani terlalu mengharap bahwa laporannya
akan dipercaya, sebab terlalu aneh dan tidak
masuk akal. Benar juga, laporannya belum selesai sudah
dilihatnya sang panglima mengangkat tangannya dan siap menggampar mukanya,
sambil mendamprat, "Bangsat. Sudah kembalinya terlambat, laporannya tak keruan
pula! Mana ada tempat yang siangnya seperti
lapangan biasa, malamnya dihuni binatangbinatang raksasa, lalu pagi harinya kembali
menjadi tempat biasa lagi" Mana ada"
Laporanmu itu berarti ocehan orang gila, hanya
untuk menutupi ketidak-becusanmu!"
Tapi sebelum wajah si komandan regu
menjadi bengkak kena gamparan, justru Koh
Kemelut Tahta Naga II/14 22 Hian Hong dan Wan Lui berbarengan berteriak
tanpa berjanji, "Tahan, Cong-peng!"
Siau Gin Heng heran. Apakah kedua orang
yang mencegahnya ini malah tertarik kepada
laporan sinting ini"
"Ada apa?" "Laporan orang ini patut diperhatikan!"
"Apa" Laporan yang tidak masuk akal ini?"
"Memang tidak masuk akal kalau yang kita
hadapi sekarang bukan Pek-lian-kau," sahut
Wan Lui. "Tapi justru paling masuk akal kalau
yang kita hadapi itu Pek-lian-kau. Mereka
memang ahli dalam Hoat-sut (ilmu gaib).
Mungkin regu yang ini telah menjadi korban
ilmu gaib mereka, bukannya mengkhayal."
"Wan-heng betul," dukung Koh Hian Hong.
"Sekarang justru perlu kita temukan dimana
tempat yang aneh itu."
Lalu Koh Hian Hong dan Wan Lui menanyai
komandan regu itu, sedangkan Siau Gin Heng
minggir ke samping. Memang bagi Siau Gin
Heng, mula-mula dia inginkan kematian Kui
Thain Cu yang dianggapnya membahayakan
Kemelut Tahta Naga II/14 23 persekongkolannya dengan bandit-bandit Kiuliong-san. Tetapi setelah ia dibisiki Koh Hian
Hong bahwa Kui Thian Cu adalah samaran dari
Putera Mahkota Hong Lik, pikiran Siau Gin Heng
juga berubah. Kalau sampai Pangeran Hong Lik
mendapat musibah di wilayah tanggungjawabnya, akibat yang diterimanya akan jauh
lebih berat daripada kalau persekongkolannya
dengan pihak Kiu-liong-san terbongkar. Ia
memang masih mengharapkan kematian
Pangeran Hong Lik, tapi jangan sampai
kematiannya ada sangkut paut sedikitpun
dengan dirinya. Itulah sebabnya selama
Pangeran Hong Lik di Kim-teng, ia mati-matian
mengerahkan seluruh perajuritnya untuk
mencari. Sementara itu, setelah mendengar keterangan lengkap dari komandan regu itu,
Wan Lui mengambil kesimpulan, "Tidak
salah lagi, pasti disekitar tempat itulah
persembunyian para penculik. Dengan mencegah para perajurit mendekat dengan
Hoat-sut mereka, mereka sebenarnya Kemelut Tahta Naga II/14 24 bermaksud melindungi tempat sembunyi
mereka. Tapi justru seperti meninggalkan
jejak." "Tunjukkan tempat itu kepadaku!" kata Koh
Hian Hong kepada komandan regu itu.
"Baik, Tai-jin," sahut si komandan dengan
amat terpaksa. Sebenarnya ia masih merasa
ngeri akan pengalamannya semalam, tapi ia
tidak berani membantah permintaan orang dari
pemerintah pusat ini. "Aku ikut!" kata Wan Lui.
Sedangkan kepada Siau Gin Heng, Koh Hian
Hong bertanya, "Apakah Cong-peng sudi
mengerahkan pasukan untuk menutup jalanjalan di sekitar tempat itu?"
Kedengarannya memohon, tapi itulah
perintah. Tentu saja Siau Gin Heng tidak berani
menolaknya. Demikianlah Koh Hian Hong, Wan Lui dan
perwira yang menjadi penunjuk jalan itu
berangkat lebih dulu, kemudian Siau Gin Heng
akan menyusul dengan pasukannya.
Kemelut Tahta Naga II/14 25 Ketika Koh Hian Hong bertiga memasuki
lorong "angker" semalam, si perwira si perwira
melihat lorong itu disiang hari tak ubahnya
seperti hari-hari biasanya. Anak-anak kecil
berlari-larian gembira. Dan ketika sampai ke
ujung lorong, dilihatnya tempat terbuka bekas
tempat penyembelihan hewan itu terangbenderang dibawah cahaya matahari, tepat
seperti yang di katakan seorang anak buahnya
yang pamannya tinggal di dekat situ. Agak
terpencil dari rumah-rumah lain, di pinggir tem
pat terbuka itu, nampak sebuah rumah yang
berdiri terpencil. Sebuah rumah yang kabar nya
sudah lama tak ada penghuninya lagi, du lunya
dihuni seorang pedagang daging ternak.
"Di sinilah semalam pasukan kami hampir
gila semua dibuatnya," kata si perwira,
suaranya masih agak gemetar. Kesan seram
yang begitu dahsyat didapatinya semalam,
belum sepenuhnya berlalu dari jiwanya, bahkan
mungkin akan terus menjadi kenangan seram
seumur hidup. "Bangunan apa itu?"
Kemelut Tahta Naga II/14 26 "Rumah seorang pedagang ternak, dulu."
"Sekarang?" "Kosong." Wan Lui berkata dengan bersemangat
kepada Koh Hian Hong, "Koh Sian-seng,


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaimana kalau kita periksa tempat itu?"
"Terus terang aku agak bimbang, Wan-heng.
Orang-orang Pek-lian-kau gemar bermain ilmu
gaib, dan pantangan mereka ialah berdekatan
dengan darah binatang-binatang berbulu hitam,
kabarnya. Padahal di tempat pedagang daging
ternak itu tentunya banyak bekas-bekas darah
binatang atau bagian dalam tubuh binatang."
Tiba-tiba tertawalah Wan Lui sambil berkata,
"Dulu di desaku ada seorang penduduk yang
terkenal paling takut kepada air, sehingga
jarang mandi. Suatu saat dia mencuri jemuran
lalu dikejar-kejar orang sedesa, tapi tidak bisa
ditangkap atau diketemukan. Tahukah Sianseng dimana dia bersembunyi dengan aman?"
Beberapa saat Koh Hian Hong tercengang,
tak tahu kenapa Wan Lui malah cerita maling di
desanya segala. Kemelut Tahta Naga II/14 27 "Di sinilah semalam pasukan kami hampir
gila semua dibuatnya," kata si perwira, suaranya
masih agak gemetar. Kemelut Tahta Naga II/14 28 Sementara Wan Lui sendiri telah menjawabnya, "Dia sembunyi di kolam ikan. Di
suatu tempat dimana pengejar-pengejarnva tak
menduga kalau dia berani menggunakannya,
karena ia dikenal takut air."
Koh Hian Hong mulai mengerti arah ka takata Wan Lui, lalu tersenyum dan meng anggukangguk. "Aku mengerti. Jadi menurut Wan-heng,
orang-orang Pek-lian-kau itupun bersembunyi
di suatu tempat, di mana orang lain paling tak
menyangka kalau dijadikan tempat sembunyi
mereka, begitu?" "Benar. Darah hewan-hewan berbulu hitam
agaknya paling disegani ilmu orang Pek liankau, tapi tempat saudagar itu toh sudah lama
kosong Seandainya ada bekas darah hewan
sembelihanpun pasti sudah lama kering dan
terhapus." "Benar. Wan kita periksa, mumpung siang
hari." "Ya. Di siang hari, ilmu hitam mereka, amat
terbatas keampuhannya."
Kemelut Tahta Naga II/14 29 Kemudian Koh Hian Hong dan Wan lui mulai
melangkah menyeberangi tempat terbuka itu,
menuju ke rumah kosong. Tapi si perwira yang
mengantarkan mereka itu ragu-ragu, langkahnya kelihatan alot, bahkan ia bertanya,
"Tai-jin, apakah aku ..ju...juga harus ikut?"
Dan hatinyapun lega ketika Koh Hian Hong
menjawab, "Kau cukup mengantar sampai ke
sini saja. Nanti kalau Siau Cong Peng dan
pasukankannya tiba, laporkan saja tentang
yang sedang kami lakukan."
"Baik ..... baik...." sahut si perwira kegirangan.
Kemudian sambil menatap punggung Koh
Hian Hong dan Wan Lui yang sedang me
langkah ke rumah kosong itu, si perwira berkata
dalam hatinya, "Bukan aku yang menyuruh, jadi
kalau sampai kalian kesurupan atau menjadi
gila, jangan salahkan aku."
Sementara itu, setelah tiba di dekat dinding
rumah kosong itu. Wan Lui dan Koh Hian Hong
tidak tergesa-gesa masuk, melainkan berkeliling
satu putaran dulu untuk memeriksa, sambil
mendengar-dengarkan kalau ada suara dalam
Kemelut Tahta Naga II/14 30 rumah kosong itu. Ternyata kedengaran sepisepi saja. lalu Wati Lui berdua pun melompati
tembok untuk masuk. Ternyata memang rumah itu betul-betul
kosong, tidak nampak satupun batang hidung
orang-orang Pek-lian-kau. Namun tak berarti
penyelidikan Wan Lui berdua jadi sia-sia. Sebab
di seluruh tempat itu diketemukan berceceran
bungkus-bungkus makanan ataupun remahremah makanan yang jelas belum lama
ditinggalkan. Dengan pedang terhunus di tangan masingmasing dan tidak mengendorkan kewaspadaan
sedikitpun, mereka meneliti rumah kosung itu
dari sudut ke sudut, dengan mengambil arah
berbeda. Tiba-tiba Koh Hian Hong membungkuk,
memungut suatu benda, lalu berseru
memanggil, "Wan-heng!"
Wan Lui yang sedang memeriksa bagian lain,
ketika mendengar seruan itu lalu melompat
secepat seekor burung ke tempat Koh Hian
Hong, la mengira Koh Hian Hong kepergok
Kemelut Tahta Naga II/14 31 musuh. Tapi setelah dilihatnya, ternyata Koh
Hian Hong cuma berdiri termangu-mangu
sambil memegangi sebuah sepatu, hanya
sebelah kanan, tak ada pasangannya.
"Ada apa, Sian-seng?"
Sambil menunjukkan sepatu itu, Koh Hian
Hong beekata, "Ini sepatu Kui Siau-ya. Kini kita
yakin bahwa semalam pasti Siau-ya dibawa
kemari, namun sekarang entah dibawa kemana
lagi." "Kita periksa tempat ini lebih cermat,
mudah-mudahan bisa dlketemukan petunjukpetunjuk jejak yang lain!"
Mereka kembali meneliti dengan berpencaran. Dan Kali ini Wan Lui yang lebih dulu
menemukan sesuatu. Dipanggilnya Koh Hian
Hong untuk ditunjuki sematu.
"Siah-song, mengherankan sekali bahwa
jejak-jejak tapak kaki ini menuju ke arah yang
tidak ada pintunya, tapi ke sebuah ruangan
tertutup, banyak jejak yayg masuk ke ruangan
ini, tapi sedikit jejak yang keluar. Dan jejak yang
keluar itupun tanahnya lebih kering dari jeiak
Kemelut Tahta Naga II/14 32 yang masuk, menandakan kalau jejak masuk
itulah jejak yang terakhir."
Koh llian Hong mengangguk-angguk setuju,
dan diam-diam kagum akan kecermatan
pengamatan Wan Lui. Lebih cermat mereka memeriksa ruangan
itu, sampai akhirnya mereka menemukan salah
satu lempengan ubin itu goyah, seperti tidak
disemen. Sedangkan lempengan lempengan lain
direkat semen satu sama lain dengan kuatnya.
"Jelas, mereka kabur tidak lewat jalan yang
wajar, tapi dari sini...." desis Koh Hian Hong
yakin. "Pantas anak-buah Siau Cong peng tak
berhasil menemukan mereka biarpun sudah
mengaduk di seluruh kota. Mereka kabur lewat
bawah tanah." Sedangkan Wan Lui tidak cuma berdiam diri,
la mengangkat lempengan ubin yang longgar
itu, dan memang di bawahnya nampak sebuah
lubang galian yang nampak benar kalau
dikenakan dengan tergesa-gesa. Tanahnya
masih merah dan belum berlumut. Dengan
Kemelut Tahta Naga II/14 33 pedang terhunus, tanpa pikir panjang lagi Wan
Lui melompat masuk ke bawah.
"Wan-heng, hati-hati!" Koh Hian Hong kaget
melihat tindakan Wan Lui yang dinilainya amat
gegabah. Tapi Wan Lui seperti jangkrik raksasa
saja, sudah menghilang ke dalam terowongan
bawah tanah itu. Koh Hian Hong ragu-ragu. Mengikuti Wan
Lui atau menunggu Siau Gin Heng yang sebentar
lagi tiba" Akhirnya ia memutuskan, "Para
penculik itu pasti sudah sampai keluar kota, ladi
lebih baik aku ajak Siau Cong-pong membawa
pasukan untuk mengejar keluar kota."
Itu artinya Wan Lui mengejar sendirian lewat
terowongan darurat itu. Dengan penuh kewaspadaan Wan Lui maju
di terowongan itu, dibantu cahaya dari mulut
terowongan. Ternyata tidak seluruhnya
terowangan itu dibuat oleh orang Pek-lian-kau.
Hanya beberapa puluh langkah permulaan, lalu
terowongan itu disambungkan ke parit bawah
tanah yang sudah ada sejak kota itu dibangun.
Terowongan itu terus menuju keluar kota,
Kemelut Tahta Naga II/14 34 bahkan menembus lewat di bawah tembok kota.
Wan Lui terus menyusurinya biarpun sambil
menutup hidungnya untuk menahan bau busuk
saluran itu. Akhirnya diapun muncul di luar
tembok kota, tapi di bagian semak belukar yang
jauh dari jalan besar. Di situ, jejak kaki berjumlah cukup banyak
menuju ke satu arah. "Mereka berbuat demikian karena mengira
Siau Gin Heng masih mengaduk kota Kim-teng,"
pikir Wan Lui. "Aku sendirian barangkali tak
bisa melawan mereka, kalau di antara mereka
ada orang-orang berilmu tinggi. Tapi setidaktidaknya bisa kubuntuti terus mereka, sampat
menemukan peluang untuk menyelamatkan Kui
Thian Cu." Dengan tekad setia-kawan macam itulah
maka Wan Lui mengikuti jejak itu terus.
Sementara itu, tidak lama ketnudian pintu
gerbang kota Kim-teng dipentang lebar, lalu
muncullah seratus perajurit berkuda besenjata
lengkap yang dipimpin oleh Siau Gin Heng,
didampingi oleh Koh Hian Hong. Separuh dari
Kemelut Tahta Naga II/14 35 pasukan berkuda itu dipersenjatai bedil sudut,
di samping itu para perajurit membawa jenis
"senjata" lain yang mengherankan mereka
sendiri, atas permintaan Koh Hian Hong yang
tidak mungkin di bantah Siau Gin heng.
"Senjata" itu adalah darah hewan-hewan hitam
seperti anjing hitam, kambing hitam, kucing
hitam, ayam hitam dan sebagainya. Darah
mereka ditampung dalam guci-guci kecil atau
bumbung-bumbung bambu yang dibawa
perajurit -perajurit itu. Selain itu masih ada
"senjata" lain berupa bagian dalam tubuh
hewan hewan seperti usus, hati, limpa, paruparu dan sebagainya yang masih berlumuran
darah dan dibungkus dengan daun atau kertas.
Apalagi para perajurit bawahan, sedangkan
Siau Gin heng sendiripun tidak tahu gunanya
buat apa benda-benda itu dibawa, la cuma
menuruti permintaan Koh Hian Hong saja,
sambil menggerutu dalam hati.
Berderaplah seratus perajuru berkuda itu ke
arah timur-laut, salah satu dari jalan jalan di
sekitar kota Kim-teng. Dijalan-jalan ke arah lain
Kemelut Tahta Naga II/14 36 pun sudah dikirimkan regu regu pasukan
pemburu, membawa perintah yang sama,
membawa "senjata" yang sama pula.
Sambil berkuda di samping Siau Gin Heng,
tidak jemu-jemunya Koh Hian Hong memperingatkan Siau Gin Heng penuh
kesungguhan, "Cong-peng, kalau benar-benar
kita berhasil mengejar penculik-penculik itu,
kuharap jangan bertindak gegabah. Ingat
keselamatan Pangeran Hong Lik!"
Sudah tentu Siau Gin Heng berjanji akan
"sebisa-bisanya mengutamakan keselamatan
Pangeran Hong Lik," namun ditambahi dengan
catatan "Tapi kalau gagal ya bagaimana lagi?"
"Ya bagaimana lagi" nya itulah yang
membuat perasaan Koh Hian Hong tidak
tenteram. Menjelang tengah hari, pasukan itu sudah
meninggalkan kota Kim-teng tigapuluh Ii lebih.
Mereka tiba di sebuah jalanan yang di kiri
kanan diapit dengan tebing-tebing Bukit.
Saat itulah tiba-tiba timbul keanehan. Baru
saja sinar matahari terang benderang,
Kemelut Tahta Naga II/14 37 sekonyong-konyong muncul awal hitam-tebal
dan lebar, entah darimana datangnya, seperti


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

payung raksasa yang menudungi pasukan Siau
Gin Heng dan turun begitu rendah.
"Hati-hati, ilmu kaum Pek-lian-kau," Koh
Hian Hong memperingatkan seluruh pasukan.
Namun Siau Gin heng yang belum pernah
mengalami sendiri berhadapan dengan ilmu
orang-orang Pek-lian-kau, tidak terlalu menggubris peringatan Koh Hian Hong i-tu.
Sarnbil mengacungkan pedangnya dan tidak
scdikitpun memperlambat kudanya, sambil
berseru, "Jangan pedulikan! Pasukan terus
maju!" Baru saja selesai Siau Gin Heng berucap, tibatiba dari depan terdengar suara gemuruh angin
yang keras dan dingin, makin lama makin keras
sehingga pasir dan batu batu kecil sampai
terangkat dan seolah di semburkan ke arah para
peraiurit. Para perajurit jadi kacau, panik,
banyak yang mata nya kelilipan pasir sehingga
tak mampu mengendalikan kudanya. Akibatnya
banyak kuda saling tabrak, meringkik-ringkik
Kemelut Tahta Naga II/14 38 dan melonjak-lonjak tak terkendali, banyak
yang jungkir balik. Dan angin dingin itu bukannya mereda,
malah menghebat, disertai hawa dingin yang
menghebat pula. Mega hitam di atas pasukan itu
juga makin tebal dan makin rendah.
Dalam hiruk-pikuk dimana semua orang
kehilangan pegangan itu, hanya Koh Hian Hong
yang masih sempat meneriakkan, "Siramkan
darah hewan! Siramkan darah hewan!"
"Siramkan ke mana?"
"Ke arah sembarangan saja!"
Waktu itu, boleh dibilang sudah tidak ada
perajurit yang mampu duduk tetap di atas kuda
masing-masing karena kencangnya angin pasir
itu. Banyak yang sudah berpelantingan dari
kuda, mendekam di tanah sambil memeluk
kepala, atau membungkuk dan memeluk leher
kuda erat-erat. Tidak sedikit yang terinjak-injak
kuda-kuda yang melonjak-lonjak seperti gila.
Seruan Koh Hian Hong itu memang
kedengaran tidak masuk akal, tapi setidaktidaknya bisa dicoba, biarpun dengan tidak
Kemelut Tahta Naga II/14 39 yakin, beberapa perajurit dengan tertatih tatih
sambil menutupi mata dari pasir, berhasil
mencapai guci-guci atau bumbung bumbung
bambu berisi darah hewan hewan berbulu
hitam itu, lalu dibuka tutup nya dan disiramkan.
Darah binatang muncrat di mana-mana, banyak
perajurit ikut kecipratan.
Namun aneh juga bahwa angin kencang itu
tiba-tiba mereda dan akhirnya lenyap. Awan
tebal hitam yang tergantung rendah dan
menutupi matahari itupun perlahan-lahan
pecah, lalu raib entah kemana. Sinar matahari
kembali bersinar cemarlang.
Para perajurit tercengang keheranan, inilah
pertempuran paling aneh yang pernah mereka
alami. Kemudian para perajurit mula membenahi
diri, banyak yang topinya sudah hilang
diterbangkan angin tadi, namun yang penting
senjata-senjata mereka. Tidak sedikit yang pula
mati terinjak-injak kuda-kuda yang mengganas
tadi. Kemelut Tahta Naga II/14 40 Tak terkira geramnya Siau Gin Heng melihat
kerusakan pasukannya. Dia sendiri pun masih
harus membersihkan matanya yang kemasukan
pasir, sama dengan sebagian besar perajuritnya
yang saling meniup mata di antara sesmua
temanya, untuk mengeluarkan pasir.
"Bagaimana, Tai-jin?" Sia Gin Heng kemudian
minta pendapat Koh Hian Hong.
Sahut Koh Hian Hong, "Dengan adanya
serangan gaib tadi, itu menandakan bahwa kita
sudah hampir bertemu dengan orang-orang
Pek-lian-kau. Sebaiknya kita maju terus."
"Namun lawan yang kita hadapi kali ini
agaknya semacam pasukan iblis sendiri. Bisa
menggunakan angin dan mega hitam segala."
"Tapi bukankah kitapun terbukti berhasil
menangkis serangan gaib mereka" Jadi tak ada
alasan bagi kita untuk belum-belum sudah
mengaku kalah," bantah Koh Hian Hon.
"Baiklah," dengan amat terpaksa Sau Gin
Heng menuruti kemauan Koh Hian Hong.
"Pasukan siap!"
Kemelut Tahta Naga II/14 41 Waktu itu, semua perajurit sudah siap
kembali di atas kuda masing-masing, biarpun
seragam mereka sudah agak berantakan.
Sambil bederap memimpin pasukannya, Siau
Gin heng mengharap, mudah-mudahan para
penculik melihat gerakan pasukannya dari
kejauhan. Lalu para penculik itu merasa terjepit
dan membunuh hasil culikannya, dengan
demikian Pangeran Hong Lik mati tapi Siau Gin
Heng tidak bisa disalahkan.
Namun yang terjadi kemudian tidaklah
seperti yang diinginkan Siau Gin heng. Dari
balik tebing-tebing di depan, tiba-tiba kembali
muncul angin kencang dan mega hitam yang
menerpa ke arah pasukan kerajaan. Bukan itu
saja, tapi muncul pula pasukan berkuda.
Orang-orang berkuda itu semuanya berpakaian serba kuning, mirip seragam
perajurit Keraiaan Beng jaman dulu. Wajah
orang-orang itu kelihatan kaku, seolah raut
wajah mereka dilukis di atas sehelai kertas oleh
seorang yang baru mulai belajar menggambar.
Kemelut Tahta Naga II/14 42 Siau Gin heng cepat mengatur pasukannya,
"Menyebar! pembawa senapan siap di depan!"
Dengan gerakan yang cukup terlatih, para
perajurit cepat memencarkan diri dalam bentuk
lengkungan lebar sehingga harus menerjang
lahan perkebunan penduduk di ke dua tepi
jalan. Sedang perajurit-perajurit bersenjata
senapan sudah siap membidik, dengan sumbu
sudah terpasang di pangkal laras bedil-bedil
mereka yang panjang. Cukup mengherankan juga melihat betapa
orang-orang berbaju kuning itu tidak nampak
takut sedikitpun menghadapi moncongmoncong senapan, ragu-ragu sedikitpun tidak,
mereka terus menyerbu dalam garis lurus
sambil mengangkat pedang mereka tinggitinggi. Maju bersama asap hitam dan angin yang
berhembus dingin mengiris kulit.
Saat itu adalah tengah hari, seharus" nya
suasananya terang-benderang dan udaranya
hangat. Namun perajurit-perajurit Siau Gin
Heng merasa seolah-olah saat itu adalah sen|a
hari yang udaranya dingin.
Kemelut Tahta Naga II/14 43 Ketika para penunggang kuda berseragam
kuning itu mendekat, Siau Gin Heng berseru,
"Serang!" Bedil-bedil meletus dan bau asap mesiu
mengusik hidung, panah-panah pun beterbangan bagaikan hujan.
Tapi para perajurit terkesiap ketika melihat
lawan-lawan mereka tidak ada satu pun yang
roboh, orangnya maupun kudanya. Kalau yang
ditembus peluru atau ditancapi panah memang
banyak, tapi mereka terus berderap maju tanpa
berhenti sekejappun. Siau Gin Heng dan perajurit-perajuritnya
mulai kebingungan menghadapi kenyataan tak
masuk akal itu. Sedangkan Koh Hian Hong
agaknya menyadari mahluk-mahluk macam apa
yang sedang dihadapi pasukan itu. Serunya,
"Lemparkan barang-barang najis itu lagi!"
Tapi peringatan itu agak terlambat
ditangnya, sebab musuh sudah tiba di depan
hidung mereka sambil mengayunkan senjata
senjata mereka. Para perajurit jadi tidak sempat
melemparkan "jimat" mereka, dan terpaksa
Kemelut Tahta Naga II/14 44 harus melawan dengan senjata pula. Yang tidak
sempat menghunus pedang, bedil mereka
terpaksa dijadikan senjata semacam tongkat.
Bedil jaman itu, panjangnya hampir sama
dengan tubuh manusia, jadi cukup memadai
dijadikan pentung kecuali pegangannya yang
kurang enak. Pertempuranpun berlangsung sengit. Para
perajurit dengan geram ingin menghabiskan
orang-orang berbaju kuning itu, untuk
membalas dendam atau serangan angm. dan
pasir tadi. Namun segera terlihat bahwa pertempuran
itu lebih membawa kerugian dari pihak
perajurit. Suatu perang yang ganjil dan sia-sia.
Ganjilnja, kalau para perajurit kena senjata
lawan-lawan mereka, perajurit benar-benar
terluka atau mati. Sebaliknya, kalau senjata para
perajurit lawan mereka, jangan lagi lawan mati,
sedang keluar darah setetespun tidak. Bahkan
orang-orang berpakaian kuning berwajah
janggal itu masih bisa bertempur terus seolah
tidak terjadi apa-apa atas tubuh mereka.
Kemelut Tahta Naga II/14 45 Kerugian lain, angin dan pasir itu tidak
mempengaruhi orang-orang berbaju kuning itu,
biarpun mata mereka kena pasir juga tetap
melotot, berkedip pun tidak. Sebaliknya sangat
menganggu perujurit-perajurit Siau Gin Heng,
pasir yang berhamburan itu sering masuk ke
mata dan jelas mengganggu gerak tempur
mereka. Tidak heran kalau dalam waktu singkat
sudah banyak perajurit yang roboh, sedang
pihak musuh masih utuh, tidak kurang satupun.
Para perajurit jadi bertambah ngeri ketika
melihat seorang musuh sudah terpenggal
kepalanya, namun tubuh tanpa kepala yang tak
mengeluarkan darah setetes-pun itu masih
tetap menunggang kuda dan bertempur tak
kalah hebatnya. "Gila! Gila!" seorang perajurit yang bersyarat
lemah agaknya tak tahan lagi menghadapi
peristiwa itu. Senjatanya malah dilempar ke
tanah, dan kedua tangannya memegangi kepala
sambil berteriak-teriak ngeri.
Kemelut Tahta Naga II/14 46 "Kita bertempur dengan hantu! Kita takkan
menang!" Dalam suatu pertempuran, biasanya para
perajurit saling menyerukan kata-kata yang
mengobarkan semangat pasukainya. Tapi kini
sebaliknya, yang terdengar cuma teriakanteriakan yang mengecilkan hati, mempertebal
ketakutan dengan teriakan teriakan panik
mereka. Hanya yang bersyaraf baja saja yang
masih sanggup bertahan. Menyaksikan kekacauan itu, Koh Hian Hong
terdorong untuk melakukan sesuatu yang bisa
memulihkan keberanian perajurit-perajurit itu.
Dilihatnya di pelana perajurit yang berteriak
"gila" tadi masih tergantung sebuah guci kecil
tertutup. Karena dikuasai kepanikan, perajurit
itu agaknya lupa akan jimatnya, maka Koh Hian
Hong merenggut guci itu. Dengan tak menggubris bau amis, Koh Hian
Hong memecahkan guci itu dan mengambil
bagian dalam perut kambing yang masih
berlumuran darah mentah, benda kotor itu
disundukkan ke pedangnya, dan usus kambing
Kemelut Tahta Naga II/14 47 dibelitkan ke gagang pedangnya agar tidak
gampang lepas. Lalu majulah dia menyongsong


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lawan-lawannya yang aneh itu.
Hasilnya memuaskan. Pedang itu tidak perlu
dibacokkan atau ditikamkan, cukup disentuhkan ke tubuh lawan-lawan ganjil itu
dan tiap kali yang terkena pun roboh. Bukan
roboh menjadi mayat, melainkan menyusut
menjadi orang-orangan kertas kuning, sedang
kuda tunggangan mereka pun menjadi kudakudaan dari rumput kering yang tingginya tidak
lebih dari dua jengkal. Para perajurit yang belum ikut kebingungan,
segera meniru apa yang dilakukan Koh Hian
Hong, atau mencipratkan darah hewan ke tubuh
musuh-musuh mereka. Tak lama kemudian, angin keras berpasir
serta awan hitam itupun sirna, sinar matahari
kembali menghangatkan tubuh. Pertempuran
usai. "Musuh-musuh" sudah hampir empat
puluh orang jumlahnya. Mati benar-benar.
Kerugiannya belum dihitung dengan yang lukaKemelut Tahta Naga II/14 48 luka, maupun kemerosotan semangat pasukannya. Siau Gin Heng pun mengutuk dengan sengit,
"Pertempuran macam apa ini"! Pihakku sudah
kehilangan banyak perajurit, sedang pihak
musuh baru kehilangan beberapa lembar kertas
kuning dan seikat jerami!"
"Lalu bagaimana" Haruskah keselamatan
Pangeran Hong Lik dibiarkan saja?" kali ini Siau
Gin Heng terang-terangan menyebut nama
Pangeran Hong Lik dihadapan perajuritperajurit Siau Gin Heng, sedang sebelumnya ia
masih menyembunyikan penyebutan yang
terang-terangan itu untuk menekan, sekaligus
menimbulkan rasa tanggung-jawab semua
perajurit. Tapi Siau Gin Heng sudah makin berani
membantah, "Sian-seng, rasanya diperlukan
persiapan yang cukup lama untuk melawan
ilmu gaib musuh. Mungkin kita perlu
mengundang beberapa Hwe-shio atau To-jin
yang mahir mengusir setan. Kalau tidak, kami
semua bisa celaka. Baru menghadapi dua
Kemelut Tahta Naga II/14 49 macam ilmu saja, korban kami sudah begitu
banyak, sedang yang masih hidup pun sudah
hampir gila rasanya. Padahal, entah berapa
macam lagi ilmu gaib yang masih dimiliki
musuh" Aku kan bukan Dewa Sun Pun yang
sanggup meladeni perang gaib melawan Haisoh Seng-jin?"
Demikianlah Siau Gin Heng mengemukakan
cuplikan cerita Liat-kok untuk mencari alasan
mengundurkan diri. "Tapi nyatanya kita tidak usah menjadi Sun
Pun untuk menangkis ilmu-ilmu gaib tadi."
Desak Koh Hian Hong. "Bukankankah kita
berhasil menangkis ilmu mereka" Kenapa harus
jadi kecut hati.!" Siau Gin Heng garuk-garuk kepala dengan
sikap yang serba salah. Mau maju terus takut
kepada musuh, tidak mau maju juga takut
dilaporkan ke Pak Khia bahwa dirinya tidak
menggubrik nasib putra mahkota.
Akhirnya dengan amal terpaksn Siau Gin
Heng berkata, "baiklah, Kita maju terus."
Kemelut Tahta Naga II/14 50 Baru saja selesai ucapanya, dari sebelah
depan kembali terdengar suara gemuruh kuda
yang berderap dan ringkik kuda. Kembali dari
balik tebing itu muncul sebuah pasukan
berkuda yang menerjang ke pasukan Siau Gin
Heng, Kali ini tanpa deru angin, pasir yang
beterbangan maupun awan hitam yang rendah.
Belum hilang kesan seram dalam diri para
perajurit, namun mereka pun bersiap. Bukan
senjata yang mereka siapkan, tapi guci-guci
kecil berisi darah hewan hitam dan bagian
dalam tubuh hewan-hewan. "Mahluk-mahluk jejadian itu dating lagi."
Geram Siau Gin Heng. Dengan rasa jijinya,
tangannya sudah memeang suntai usus
kambing yang siap disabet-sabetkan sebagai
cambuk. Ketika pasukan penyerbu itu sudah dekat,
serempa para prajurit menyiramkan darah
binatang, melemparkan jerohan binatang dan
sebagainya. Siau Gin Heng sendiri menyabetkan
usus kambing kearah seorang "Mahluk jejadian"
Kemelut Tahta Naga II/14 51 yang menerjang kearahnya dengan tombak
yang teracung dikempit di ketiak.
Diluar dugaan, segala benda penangkal ilmu
siluman itu tidak berguna, sebab kali ini yang
dihadapi para perajuri adalah manusia-manusia
sungguh-sungguh, anggota-anggota Pek-liankau, biarpun darah dan benda-benda najis
mengenai mereka, tapi mereka tetap menerjang
ke depan dengan senjata terayun.
Lagi-lagi para perajurit terlambat menyadari
kekeliruan mereka. Saat mereka yakin bahwa
lawan lawan mereka bukan "kertas dan jerami",
sudah banyak perajurit menjadi korban, entah
tertembus perutnya, terbelah dadanya atau
terpenggal lehernya, sebelum perajuritperajurit itu sempat menyiapkan senjatasenjata mereka.
Anggaota-anggota Pek-lian-kau dengan beringas terus menyerbu ke tengah-tengah
pasukan yang tengah kalang-kabut itu. Senjatasenjata mereka berkelebat-kelebat kejam
menambah korban-korban berikutnya.
Kemelut Tahta Naga II/14 52 Sabetan usus kambing Siau Gin Heng tepat
kena muka Thio Yap, hulubalang Pek lian-kau
golongan Lam-cong. Namun Thio Yap tidak
segera jatuh dan "berubah menjadi kertas"
seperti harapan Siau Gin Heng, malah ujung
tombaknya dengan mantap menyusup ke antara
tulang-tulang rusuk Siau Gin Heng yang
kegemukan itu. Si Panglima kota Kim-teng
itupun roboh terlempar dari kuda.
Thio Yap tertawa terbahak-bahak sambil
memutar-mutar kudanya dan tombaknya.
Teriaknya, "Saudara-saudara, ayo kita habiskan
anjing-anjing tolol ini!"
Kemudian Thio Yap sendiri menerjangkan
kudanya dan mengamuk ganas. Tombaknya
berpusing bagai angin pusaran menerang helaihelai daun kering. Terlihat nyata bahwa ia
memang ahli tempur yang hebat.
Disamping Thio Yap masih ada lagi
hulubalang Pek-lian-kau golongan Lam-cong,
Hoa Cek Gui yang memiliki sepasang tangan
melebihi ukuran lumrah dalam panjangnya
maupun besarnya. Seolah tiap zat makanan
Kemelut Tahta Naga II/14 53 Thio Yap tertawa terbahak-bahak sambil
memutar-mutar kudanya dan tombaknya.
Teriakanya, "Saudara-saudara, ayo kita habiskan
anjing-anjing tolol ini!"
Kemelut Tahta Naga II/14 54 yang masuk ke tubuhnya tidak pergi ke tempat
lain kecuali ke kedua tangannya. Sudah punya
tangan sepanjang itu, Hoa Cek Gui masih belum
puas agaknya, maka pedang yang digunakannya
pun satu setengah kali lipat dari pedang biasa,
lebih pajang. Ditambah dengan kekuatan serta
kecepatannya, maka Hoa Cek Gui jadi mirip
baling-baling kincir angin yang nyasar ke
tengah-tengah pasukan Siau Gin Heng dan
menimbulkan banyak korban.
Koh Hian Hong segera mengenal kedua jago
Pek-lian-kau itulah duiu yang menerobos
gedung Cong-peng-hu di Kim-teng dan menculik
Pangeran Hong Lik waktu itu, pembantu yang
dibawa oleh kedua orang itu hanyalah beberapa
lembar gulungan kertas kuning berbentuk
orang-orangan. Sementara itu sisa pasukan sudah bertempur
dengan kacau dan dengan semangat yang patah.
Berulang kali mereka mendapat kejutan yang
tidak menyenangkan, dan itu sudah cukup
membuat mereka ingin mundur saja. Apalagi
setelah mereka melihat panglima mereka
Kemelut Tahta Naga II/14 55 tergeletak di tanah kena tombak lawannya tadi,
entah mati entah hidup. Sia-sia Koh Hian Hong berteriak-teriak
sampai tenggorokannya sakit, berusaha
mengatur sisa pasukan itu agar bertempur lebih
teratur dan bersemangat Para perajurit sudah
lesu, sambil bertempur mereka mundur terus
kearah kota kim-teng. Para peraujrit juga tidak mempan ditakuttakuti akan dilaporkan ke Pak-Khia dan tidak
mempan terpancing "akan diberi hadiah dan
kenaikan pangkat." Mereka hanya ingin pulang.
Habis perkaralah. Pulang.
Para perajurit bergerak mundur, namun
orang-orang Pek-lian-kau mengejar dengan
penuh kebencian. Maka ditempat itu tinggalah
Koh Hiang Hong sendirian, melawan keroyokan
Thio Yap dan si tangan panjang Hou Cek Gui.
Ketiga orang itu belum turun dari kuda. Dan
betempur dengan kemahiran silat masingmasing, tanpa pakai gaib-gaiban lagi.
Kemelut Tahta Naga II/14 56 K.oh Hian Hong berkelahi makin lama makin
kalap, merasa malu karena gagal mempertanggung-jawabkan keselamatan Pangeran Hong Lik. la sudah bertekad, kalau
tidak bisa kembaii ke Pak-hia dengan membawa
Pangeran Hong Lik tanpa kurang suatu apapun,
maka ia lebih baik mati dalam pertempuran
melawan orang-orang Pek-lan-kau ini.
Sedangkan Thio Yap dan Hoa Cek Gui
bertempur tak kalah sengitnya. Sebagai orangorang yang merindukan bangkitnya kembali
Kerajaan Beng, mereka amat mem benci orang
Manchu yang mereka anggap menindas orang
Han. Tetapi kebencian mereka menjadi dua kali
lipat terhadap orang Han yang bekerja kepada
pemerintah Manchu, seperti Koh Hian Hong ini.
Bukan saja ketangguhan silat kedua
hulubalang Pek-lian-kau ini yang memberatkan
Koh Hian Hong, tapi juga ukuran senjata yang
mereka pakai melawan Koh Hian Hong telah
memaksa lebih banyak bertahan dari pada
menyerang. Kemelut Tahta Naga II/14 57 Dengan pedangnya yang berukuran normal,
Koh Hian Hong harus melawan pedang Hoa Cek
Gui yang "abnormal" ditambah lengan
pemegangnya yang abnormal pula. Disamping
itu, tombak Thio Yap dimainkan bagaikan angin
prahara. Koh Hian Hong coba mengambil keuntungan
berdasar teori "senjata lebih pendek, lebih rapat
pula dalam pertahanan". Karena itulah ia Cuma
bertahan segigihnya sambil menanti munculnya
peluang untuk serangan balasan yang berarti.
Di bagian luar pertahanan Koh Hian Hong,
Thio Yap disatu sudut memainkan tombak
begitu cepat sehingga ujung tombaknya seperti
ular terbang yang berbelit-belit, sedangkan
pangkal tangkai tombak pun berulang kali
menyambar deras ke Kaki, pinggul, pelipis
lawannya. Disudut lain, Hoa Cek Cui menutup
sudut-sudut yang tersisa dengan gaya "kincir
angin roboh"nya. Berulang kali Koh Hian Hong harus
mengalami gencetan hebat dari dua arah se
kaligus, bukan serangan yang polos, melainkan
Kemelut Tahta Naga II/14 58 mengandung gerak tipu yang unggul. Kalau


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadapi keadaan macam itu, Koh Hian
Hong hanya bisa menangkis salah satu
serangan, sedang serangan lainnya terpaksa
dihindari dengan melompat menghindar ke
arah yang tepat. "Ayo, anjing Manchu, menggigitlah! Jangan
cuma berlompat-lompatan saja!" damprat Thio
Yap. "Bukankah kau ingin menyelamatkan si
bangsat cilik Hong Lik?"
"Atau pulang saja ke Pak-khia dan laporkan
kepada si raja iblis Yong Ceng, bahwa dia harus
tunduk kepada kemauan kami, kalau dia ingin
anaknya selamat!" teriak Hoa Cek Gui penuh
kebencian, sambil menggulungkan pedang
panjangnya dengan gerak Liong-ong-lian-hai
(raja Naga membendung arus).
Ketika menangkis dengan pedangnya, Koh
Hian Hong tiba-tiba merasa pedangnya seolah
dicelupkan ke dalam pusaran air berkekuatan
dahsyat, harnpir saja pedangnya terlepas.
Supaya tidak harus mengadu kekuatan yang
mengakibatkan kerugian dirinya, Koh Hian
Kemelut Tahta Naga II/14 59 Hong lalu melompat tinggi dan jauh dan
membuat sebuah perputaran diudara, mengikuti pusaran pedang lawan, lalu
menyingkir jauh. Namun Thio Yap memburu secepat kilat ke
titik dimana Koh Hian Hong hendak
menyelamatkan diri. Bahkan Thio Yap
melompat pula, menerjang tubuh Koh Hian
Hong di udara namun dengan lebih dulu
menghitung sudut yang menguntungkan. Agak
menyudut sebelah kiri, tombaknya menikam ke
wajah Koh Hian Hong dengan gerak lincah Kimsiam-hi-long (katak emas bermain di
gelombang). Sementara si "kincir angin" Hoa Cek Ciui pun
memburu dengan serangan barunya.
Koh Hian Hong berusaha untuk tidak panik
dalam situasi gawat itu. la miringkan kepala
untuk menghindari ujung tombak Thio Yap, dan
secara untung-untungan menggunakan tangan
kiri untuk menangkap gagang tombak Thio Yap.
Sementara pedang di tangan kanannya
Kemelut Tahta Naga II/14 60 ditusukkan untuk menikam wajah Hoa Cek Gui
yang tengah menyerbu datang.
Hoa Cek Gui tidak menghentikan lang
kahnya. Tikaman Koh Hian Hong tidak
dihiraukan, namun diapun meluruskan pedang
seajar dengan pedang Koh Hian Hong. Lengan
nya lebih panjang, pedangnyapun lebih panjang,
maka dengan cara itu balik Koh Hian Hong yang
terancam. Keduanya saling menikam, tapi yang
satu lebih panjang pedangnya.
Segalanya berlangsung serba cepat. Thio Yap
dan Koh Hian Hong bersamaan melayang turun
ke tanah, dengan tangan kiri Koh Hian Hong
masih memegangi gagang tombak Thio Yap.
Namun bedanya, perut Koh Hian Hong sudah
ditembus pedang Hoa Cek Gui.
"Mampus kau, anjing Manchu!" geram Thio
Yap sambil menarik tombaknya kuat-kuat
untuk didorong kembali ke depan. Dada Koh
Hian Hong kena, dan gugurlah pengawal setia
Pangeran Hong Lik itu. Kemelut Tahta Naga II/14 61 Thio Yap dan Hoa Cek Gui berdiri termangu,
kemudian membersihkan senjata mereka dari
darah dengan menggunakan rerumputan.
"Ulet juga anjing Manchu ini!" geram Hoa Cek
Gui. "Tentu saja. Kalau bukan pesilat tangguh,
mana bisa dipercaya untuk mengawal si bangsat
cilik Hong Lik itu!"
Sementara itu, laskar berkuda Pek-lian-kau
yang tadi mengejar pasukan kerajaan yang
terpukul mundur, kini telah berderap kembali
dengan gaya pasukan yang menang perang.
"Bagaimana?" tanya Thio Yap kepada orangorangnya.
Salah seorang laskar menjawab dengan
bangga, "Karena keberuntungan Kerajaan Beng
yang jaya, dalam pengejaran kami berhasil
membinasakan sebagian besar anjing-anjing
Manchu itu. Hanya sedikit sisa nya yang
berhasil masuk kembali ke kota Kim-teng. Kami
tidak mengejarnya lagi, sebab belum siap kalau
harus menghadapi ribuan anjing Manchu
lainnya di dalam kota."
Kemelut Tahta Naga II/14 62 "Yang inipun sudah cukup," kata Thio Yap.
"Akupun puas bisa membunuh Siau Gin Heng,
sedang Hoa Hiang-cu kalian
berhasil membereskan pengawal utama dari bangsat
cilik Hong Lik itu. Kemenangan ini patut di
jadikan modal semangat untuk kebangkitan
dinasti Beng kita!" "Mari kita bergabung dengan teman-teman
kita." Orang-orang Pek-lian-kau itupun berbaris
pergi, meninggalkan tempat yang penuh mayatmayat bergeletakan itu.
Maka tempat itupun menjadi sepi. Orang
yang akan melewati tempat itupun akan
memilih untuk mengambil jalan lain, biarpun
lebih jauh. Menghindari tempat penyembelihan
manusia itu. Ketika hari mejelang sore, di tempat itu toh
muncul |uga seorang lelaki vang memakai
mantel-hujan dan jerami serta topi jerami pula,
guna menahan hujan yang mulai turun. Melihat
mayat-mayat para perajurit yang bergelimpangan itu, bukannya dia menjauh
Kemelut Tahta Naga II/14 63 dengan ketakutan seperti orang lain, malahan ia
bergegas mendekat. Diamatinya mayat-mayat itu satu demi satu
seperti berusaha mengenalinya, tiap kali ia
menggeleng kecewa, sampai akhirnya ditemukannya tubuh Siau Gin Heng.
Orang itu, In Kiu Liong, semakin kecewa
melihat tubuh Panglima di Kim-teng itu. Berarti
pihak gerombolan Kiu-liong-san kehilangan
seorang "rekan usaha" yang menyenangkan.
Sedangkan calon pengganti Siau Gin Heng kelak
belum tentu bias diajak "kerja sama". Atau kalau
mau juga jangan-jangan minta bagian yang lebih
besar"' Namun hati In Kiu Long melonjak ketika
melihat tubuh gemuk itu bergerak sedikit
agaknya titik-titik air dingin dari langit yang
menyiramnya telah mengembalikan kesadarannya setelah tak sadar cukup lama
karena lukanya sangat parah.
Seolah menemukan sebutir permata berharga tergeletak di tanah, In Kiu Liong
melompat ke sisi tubuh Siau Gin Heng dan
Kemelut Tahta Naga II/14 64 berjongkok. Dirabanya dadanya, denyut nadi di
pergelangan tangannya. Hembusan udara di
lubang hidungnya, dan semuanya itu
menunjukkan tanda-tanda masih ada harapan
hidup biarpun lemah. Luka tikaman tombak
Thio Yap di rusuknya. Memang parah, tapi
ternyata tidak membunuhnya sekaligus.
Cepat-cepat In Km Liong menggunakan
jempol tangannya untuk menekan urat Jintiong-hiat di bawah hidung membantu
mempercepat kesadaran Siau Gin Heng. Mata
panglima itu terbuka sedikit, bahkan bibir
pucatnya mulai bergerak-gerak, membuka dan
berusaha mendapatkan sebanyak-banyaknya
titik-titik air yang jatuh dari langit. ln Kiu Liong
membiarkannya saja, bahkan perlahan mengangkat kepala Siau Gin Heng untuk
diganjal dengan pahanya sendiri dan dipegangi,
agar bisa mendapat air lebih banyak.
"Siau Cong-peng..." panggilnya.
Siau Gin heng mengenali wajah penolongnya,
lalu berdesis lirih, "Utusan dari Pak-khia
itu...adalah...adalah...."
Kemelut Tahta Naga II/14 65 Desisnya makin lirih. In Kiu Liong tidak mau
kehilangan keterangan yang barang kali penting
itu, cepat-cepat mendekatkan kupingnya ke
bibir Siau Gin Heng. Masih sempat ditangkapnya
kata-kata lanjutan dari bibir itu, "adalah
Pangeran Hong Lik..."
Begitu terkejutnya In Kiu Liong mendengar
nama itu, sehingga kepala Siau Gin Heng yang
tengah dipeganginya itu dilepaskan dan
tersentak keras ke tanah. Siau Gin Heng
mengeluh pendek sebagai ucapan selamat
tinggalnya kepada dunia. Seandainya ia dirawat perlahan-lahan,
dengan penuh kecermatan, barangkali umur
Siau Gin Heng rnasih bisa ditambah beberapa
tahun lagi. Tapi gara-gara "Pangeran Hong Lik"
itulah Siau Gin Heng malahan jadi mati lebih
cepat dari semestinya. Ya sebut saja "pembunuhan tidak sengaja".
Sedangkan In Kiu Liong tidak peduli lagi
kepada Siau Gin Heng. Ia melompat tegak,
matanya bersinar-sinar, tinjunya dikepalkepalkan. Sebuah seringai kejam tiba-tiba
Kemelut Tahta Naga II/14 66 muncul di wajahnya, sambil berdesis sendirian,
"Pangeran Hong Lik".Pangeran Hong Lik...
Putera Mahkota. Benarkah pendengaranku tadi"
Kalau benar, ha-ha.....ini baru kakap! Bisa
mempercepat perjuanganku menuju singgasana!" Lalu bergegaslah ia pergi di bawah siraman
hujan yang lebat. Langit seolah dengan sukarela memandikan
mayat-mayat terlantar itu.
* * * Sementara itu, Wan Lui terus mengikuti jejak
para penculik yang anehnya tidak pernah
mendekati jalan besar, tapi terus menerus
melewati jalan setapak yang sepi. Hanya di
suatu tempat, jejak itu pecah dua. Yang pertama
berjumlah besar, terus ke arah semula. Lainnya
agaknya hanya dua orang, menyimpang ke arah
berbeda. Wan Lui memutuskan untuk terus
Kemelut Tahta Naga II/14 67 mengikuti jejak kaki yang banyak itu, sebab
dianggapnya yang dua itu kurang berarti.
Seandainya, hanya seandainya, Wan Lui tahu
bahwa jejak yang hanya dua orang itu adalah
jejaknya Thio Yap dan Hoa Cek Gui, dua
pentolan penculik, maka mungkin Wan Lui akan
dapat menyelamatkan Siau Gin Heng, Koh Hian
Hong dan puluhan perajuritnya.
Saat itu Wan Lui tidak tahu kalau Koh Hian
Hong pun sudah tewas. Dengan demikian nasib
Kui Thian Cu alias Pangeran Hong Lik itu ibarat
layang-layang yang sudah putus benangnya, dan
tinggal menurut kernana dibawa perginya oleh
angin. Dan bakal banyak yang memperebutkan
"layang-layang" yang cukup berharga itu.
Tapi bagi Wan Lui, ia tidak tahu siapa
sahabatnya itu kecuali bernama Kui Thian Cu


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari Pak-khia. Dan keinginannya hanyalah
menyelamatkan seorang sahabat. Wan Lui akan
menganggap dirinya percuma sebagai laki-laki
jantan, kalau seorang sahabatnya diculik di
depan hidungnya tanpa dia mampu menolongnya. Kemelut Tahta Naga II/14 68 Ternyata orang-orang Pek-lian-kau itu
membagi gerakan mereka menjadi dua.
Sekelompok kecil anggota-anggota pilihan yang
tangguh, menyusup kota Kim-teng untuk
menculik Pangeran Hong Lik. Dan sejumlah
besar lainnya disiapkan di luar kota, untuk
menyambut kalau teman-teman mereka
berhasil, dan menolong kalau teman-teman
mereka terancam bahaya. Kelompok kecil berjasil menculik Pangeran
Hong Lik sedang kelompok besar berhasil
menghadang dan menghancurkan pasukan Siau
Gin Heng. Jadi bisa dibilang kalau Pek-lian-kau
dalam gebrakan kali ini mendapatkan
kemenangan yang lengkap. Kemenangan yang
membesarkan hati, setelah beberapa tahun
yang silam nama mereka tercoreng karena
kekalahan pahit di Pak-khia, ketika orang-orang
Pek-lian-kau dan Jit-goat-peng (serikat Rembulan Matahari) ditumpas, biarpun saat itu
telah mengerahkan puluhan ribu anggota.
Memang benar saat itu orang-orang Pek-liankau yang ditumpas di Pak-khia itu dari golongan
Kemelut Tahta Naga II/14 69 Pak-cong (golongan utara), sedang penculikan
Pangeran Hong Lik dan penghadangan pasukan
kerajaan kali ini ditangani orang-orang Lam
cong (golongan selatan). Tapi bagi orang luar,
Pak-cong atau Lam-cong tidak dikenal, tahunya
ya Pek-lian-kau. Yang diam-diam dibuntuti oleh Wan Lui itu
termasuk kelompok kecil yang bertugas
membawa Pangeran Hong Lik ke suatu tempat
yang aman, di mana mereka akan bergabung
dengan teman-teman mereka dari kelompok
besar. Karena itu, ketika Wan Lui membuntuti
terus, mereka akhirnya tiba di sebuah lembah
kecil yang subur, rumputnya tebal, dikelilingi
pepohonan lebat, dan ada dua jalur jalan
setapak buatan manusia yang kelihatan masih
baru. Di satu sisi ada sebuah danau kecil berair
jernih. Jadi tempat itu selain aman karena
tersembunyi, juga indah pemandangannya.
Orang-orang Pek-lian-kau itu jadi mirip dengan
sekelompok orang kota yang tengah berlibur
dan berkemah. Kemelut Tahta Naga II/14 70 Tetapi Wan Lui tahu pasti bahwa itu bukan
orang-orang bertamasya, melainkan sekelompok orang yang siap membunuh,
menculik, mengacau atau melakukan apa saja
demi cita-cita mereka yang konon tidak
tanggung-tanggung. Merobohkan Kerajaan
Manchu dan membangun kembali Kerajaan
Beng. Dari tempat persembunyiannya, Wan Lui
menghitung jumlah kemah di tepi danau itu,
ternyata ada kira-kira seratusan kemah. Dan
orang yang berkumpul di tempat itu kalau tidak
empat ratus ya tiga ratus orang. Di mana-mana
nampak asap mengepul dari orang-orang
memasak makanan. Hilir-mudik pula orangorang berbaju hitam dengan dada kiri bajunya
disulam gambar teratai putih, dan semuanya
bersenjata. Di satu sisi ada banyak kuda yang
ditambatkan untuk memakan rumput. Luas
perkemahan itu kira-kira memakan separuh
luas lembah kecil itu. Melihat betapa banyaknya orang Pek-liankau berkumpul di perkemahan itu, Wan Lui jadi
Kemelut Tahta Naga II/14 71 agak menyesal kenapa ia terlalu berhati-hati,
tidak menyergap saja kelompok kecil itu selagi
dalam perjalanan ke perkemahan" Kini setelah
tiba di perkemahan yang dihuni ratusan orang
itu, tentu lebih sulit membebaskan Kui Thian
Cu. Lagipula, tak diketahuinya Kui Thian Cu
entah ditempatkan di kemah yang mana.
(Bersambung Jilid XV) (Bersambung Jilid XV) Kemelut Tahta Naga II/14 72 Kemelut Tahta Naga II/14 73 Kemelut Tahta Naga II/15 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid XV Ia ingin menyelidiki, tapi siang hari bolong
begitu sungguh membahayakan dirinya,
bagaimanapun lihainya dirinya tentu tak
mampu melawan tiga ratusan orang di
perkemahan itu, apalagi di antara mereka tentu
bukan keroco semuanya. Kalau tindakannya
gegabah, jangan-jangan bukannya berhasil
menyelamatkan Kui Thian Cu, malahan akan
mencelakakan sahabatnya itu.
Apa boleh buat, terpaksa ia haruslah
menahan diri sampai nanti gelap malam turun.
Ketika matahari sudah miring di sebelah
barat dan cahayanya banyak tertahan oleh
pepohonan yang rapat, tiba-tiba dari suatu arah
di seberang hutan terdengar suara gemuruhnya
Kemelut Tahta Naga II/15 2 yang seperti suara pasukan berkuda. Makin
lama makin dekat ke perkemahan itu. Orangorang di perkemahan serempak bersiaga
dengan senjata-senjata mereka, mengira
perkemahan mereka diserbu.
Namun yang muncul dari lorong hutan itu
ternyata adalah orang-orang Pek-lian-kau juga
yang dipimpin oleh Thio Yap dan Hoa Cek Gui.
Semuanya membawa kuda namun dituntun,
tidak dinaiki, sebab lorong hutan itu tidak
memungkinkan untuk menunggang kuda.
Begitu melihat pimpinan dan tean-teman
mereka, orang-orang Pek-Iian-kau di perkemahan itu bersorak kegirangan dan
berlarian menyambut. Berebutan pula mengajukan pertanyaan. Dengan sikap dan suara yang bangga, Thio
Yap berkata, "Menang! Kita menang! Dulu
orang-orang Pak-cong mengerahkan laksaan
orang dan dibantu orang-orang Jit-goat-pang,
tapi mereka gagal! Dan kita hanya dengan
empatratus orang berhasil mencapai kemenangan jauh lebih gemilang dari kaum
Kemelut Tahta Naga II/15 3 Pak-cong! Kita berhasil menghadang dan
membunuh sebagian besar anjing-anjing
Manchu yang mengejar kita, sisanya yang
sebagian kecil kita kejar-kejar sampai mereka
masuk kembali ke kota Kim-teng dengan
mengempit ekor!" Orang-orang Pek-lian-kau itupun serempak
bersorak, namun kemudian tenang kembali
untuk mendengarkan lagi kata-kata Thio Yap.
"Si pengawal tua yang bernama Koh Hian
Hong itupun terbunuh oleh pedang Hoa Hiangcu kalian," kata-kata Thio Yap ini langsung
tenggelam dalam sorak-sorai orang-orang Peklian-kau yang lebih hebat. "Sedangkan Panglima
Kim-teng, Siau Gin Heng, mampus oleh
tombakku!" Gemuruh sorak kegembiraan orang-orang
Pek-lian-kau itupun terdengar seolah mengguncangkan lembah kecil itu.
Sebaliknya di tempat persembunyiannya,
Wan Lui sedih mendengar kematian Koh Hian
Hong, la tahu Koh Hian Hong adalah seorang
yang jujur dan setia, maka langsung saja Wan
Kemelut Tahta Naga II/15 4 Lui merigunggap bahwa orang yang tega
membunuh Koh Hian Hong tentu seorang
berdarah dingin. Dalam hati Wan Lui timbul
tujuan lain, bukan hanya membebaskan Kui
Thian Cu, tapi juga menghancurkan gerombolan
yang menghalalkan segala cara untuk mencapai
maksudnya ini. Tapi ia narus menunggu saat
yang tepat untuk bertindak.
Sementara itu, orang-orang Pek-lian-kau
selain pulang membawa cerita kemenangan,
juga membawa belasan orang anggaota Peklian-kau yang terluka atau bahkan tewas.
Maka sebelum matahari terbenam sama
sekali, mayat-mayat itupun dikuburkan. Dengan
upacara singkat, mayat-mayat didoakan. Setelah
itu lalu mayat-mayat itu ditelanjangi, lalu
dimasukkan ke liang lahat dalam keadaan
tertelungkup, bukannya terlentang seperti
orang lain. Itulah penguburan "gaya" Pek-liankau.
Pek-lian-kau adalah sempalan dari Tiau
yang-kau (agama penyembah api) yang berasal
dari negeri Persia. Konon, agama ini pada
Kemelut Tahta Naga II/15 5 asalnya diajarkan oleh tiga bangsawan Persia,
ajarannya penuh kebajikan seperti agamaagama lain. Cuma semakin jauh dari sumber
aslinya, agama itu makin "rusak" sampai
memberhalakan api. Ketika ajaran itu
merembes ke daratan Cina dengan sebutan
Tiau-yang-kau, muncul pula sempalannya, Peklian-kau, yang lebih menyimpang lagi. Kalau
dalam tiau-yang-kau masih bisa ditemui sedikitsedikit ajaran moral biarpun bercampur aduk
dengan tahyul, maka dalam Pek-lian-kau ajaranajaran moral sudah tidak terdengar lagi. Alihalih beribadah, orang-orang Pek-lian-kau
malahan lebih menekuni sihir hitam untuk
membikin celaka orang lain.
Malam tiba, di beberapa bagian perkemahan
tersembunyi orang-orang Pek-lian-kau itu
nampak dinyalakan api-api unggun sebagai
penghangat dari penerang.
Sementara Wan Lui mulai memikirkan
caranya untuk bisa masuk ke perkemahan itu.
Ketika pepohonan mulai membentuk
bayang-bayang rasaksa hitam, perlahan-lahan
Kemelut Tahta Naga II/15 6 Wan Lui bergeser mendekati danau kecil itu.
Lalu diapun melingkari sepanjang tepi danau,
sampai akhirnya mencapai tepi danau yang
berseberangan dengan sisi perkemahan. Wan
Lui memperhitungkan, sisi perkemahan yang
menghadap danau itulah tentunya yang
penjagaannya paling lemah, sebab orang-orang
Pek-lian-kau. tentu menganggap kecil kemungkinannya musuh menyerang dari arah
danau itu. Tiba ditepi danau Wan Lui membuka semua
pakaiannya dan menggulungnya untuk disembunyikan di atas sebuah pohon. Sesaat ia
celingukan kesana kemari, kuatir kalau ada
yang melihatnya tak berpakaian sama sekali.
Tapi yang disekitarnya cuma kegelapan malam
belaka.

Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wan Lui melompat ke dalam air. Suara
ceburan tubuhnya tidak lebih keras dari suara
seekor belut ketika menyusup ke air. Air danau
cukup dingin, namun tidak cukup untuk
membekukan Wan Lui yang sejak kecil
dibesarkan dipegunungan Tiang-pek-san yang
Kemelut Tahta Naga II/15 7 jauh lebih dingin, hampir sepanjang tahun
berselimut salju. "Sekalian mandi ..." pikir Wan Lui sambil
berenang perlahan ke arah perkemahan. Ia
berusaha memperhalus gerakan renangnya,
sehingga tidak menimbulkan riak air atau suara
kecipak air yang bias menimbulkan kecurigaan
orang-orang diperkemahan. Maka meluncurlah
ia agak perlahan di permukaan air, seperti
seekor buaya. Tenang, hampir tanpa suara .
Tepian danau banyak ditumbuhi buluh air
yang tinggi-tinggi, membuat Wan Lui gampang
menentukan tempat persembunyian yang enak
di situ. Tapi untuk naik ke darat haruslah
menunggu kesempatan yang baik. Terpaksa
untuk beberapa saat dia harus menahan dingin,
berendam di air dan hanya mata serta
hidungnya saja yang nongol di atas permukaan
air, tersembunyi di antara batang-batang
rumput air. Telapak kakinya sudah menyentuh
dasar tepian danau yang agak berlumpur.
Kesempatan pun muncul, meskipun dengan
sedikit perjuangan. Kemelut Tahta Naga II/15 8 Dari celah-celah rumput air, dilihatnya
seorang anggota Pek-lian-kau tiba-tiba meninggalkan gerombolan kawan-kawannya
yang tengah merubung perapian, lalu sendirian
menuju ke tepi danau. Melihat bahwa orang ini
berjalan sambil mengendorkan tali celananya,
Wan Lui menyimpulkan tentunya orang ini
hendak "punya hajat".
Maka kembali Wan Lui meluncur amat
lembut di antara rumput-rumput air, tak ubahnya seekor buaya mengintai seekor kijang
yang lengah di tepi air. Ketika si "kijang" mendengar gemirisik
lembut buluh-buluh air dan melihat sesosok
mahluk meluncur mendekatinya, dia terkejut,
namun tak sempat berbuat apapun. Wan Lui
menyergap secepat kilat dan langsung
menyeretnya ke dalam air dan langsung
membereskannya. Demi keberhasilannya menyusup ke dalam tubuh Pek-lian-kau,
terpaksa harus bertindak kejam.
Hanya terdengar suara riak air perlahan
ketika tangan-tangan Wan Lui yang kuat
Kemelut Tahta Naga II/15 9 membereskan orang itu, namun kemudian si
"kijang" itu terkulai dengan leher patah.
"Karena kita berdiri di tempat berlawanan,
sobat," desis Wan Lui seolah-olah minta maaf
kepada korbannya itu. Kemudian Wan Lui melucuti seragam Peklian-kau yang dipakai orang itu dan
disembunyikan di tepi danau. Lalu sekali lagi
Wan Lui harus berenang agak ke tengah danau
sambil menyeret mayat korbannya. Mayat itu
ditelungkupkan di dasar danau lalu ditindihi
batu-batu besar agar tidak mengapung ke atas.
Setelah itu barulah Wan Lui naik ke darat dan
memakai baju seragam Pek-lian-kau bekas
kepunyaan korbannya itu. Tidak pas, benar, tapi
lumayanlah. Dengan tubuh basah dan pakain basah pula,
Wan Lui lalu berjalan dengan tenangnya
mendekati segerombolan orang Pek-lian-kau
yang tengah duduk mengelilingi api, sambil
menikmati daging kijang bakar.
Dengan gaya amat wajar, seolah-olah benarbenar di tengah - tengah kawan - kawan lama,
Kemelut Tahta Naga II/15 10 Hanya terdengar suara ricik air perlahan ketika
tangan-tangan Wan Lui yang kuat membereskan orang
itu, namun kemudian si "kijang" itu terkulai
dengan leher patah. Kemelut Tahta Naga II/15 11 Wan Lui duduk di antara orang orang itu sambil
memperdengarkan gerutuannya, "Wah, sial
aku.." Orang-orang Pek-lian-kau itu memang
sekejap menatap Wan Lui dengan heran, karena
merasa belum pernah melihatnya di perkemahan itu. Tapi yang berkumpul di
perkemahan itu memang anggota-anggota Peklian-kau bukan dari satu tempat, tapi dari
berbagai tempat, tidak semuanya sudah saling
mengenal. Karena itu akhirnya Wan Lui
dibiarkan saja tanpa kecurigaan.
"Kenapa kau basah kuyup?" tanya seseorang
tiba-tiba. "Sial. Baru hendak cuci muka, malah aku
tergelincir ke dalam danau..." jawab Wan Lui
yang memang sudah siap dengan jawaban itu.
"Ah, sama dengan aku tadi sore..." kata
seorang yang lain, mencoba mengakrabi Wan
Lui dengan menyodorkan persamaan nasibnya.
"Sini, duduklah agak dekat ke api, agar
pakaianmu cepat kering dan tubuhmu hangat
Kemelut Tahta Naga II/15 12 Jangan sampai kita sakit dalam tugas yang amat
mulia ini!" Wan Lui pun menggeser duduknya lebih
dekat ke api, dan kata-katanyapun terdengar
persis omongan orang Pek-lian-kau, "Terima
kasih. Akupun mau tetap sehat agar tidak
ketinggalan dalam menjunjung kejayaan kita.
Membunuh anjing-anjing Manchu dan menegakkan kembali dinasti leluhur kita!"
Orang-orang itu mengangguk-angguk dan
benar-benar mulai menganggap Wan Lui
sebagai teman mereka. Salah seorang
menawarkan sesunduk daging rusa bakar, dan
Wan Lui menerimanya. Kemudian orang-orang itupun meneruskan
percakapan yang sejak sebelum kedatangan
Wan Lui tadi, Ternyata, dua orang dari mereka
siang tadi ikut bertempur menghadang pasukan
kerajaan di bawah pimpinan Siau Gin-heng.
Kedua orang itulah yang bercerita saling
melengkapi, dengan penuh semangat, menceritakan kehebatan pihak sendiri, sedangkan pihak musuh kebagian sebutan
Kemelut Tahta Naga II/15 13 "anjing Manchu", "pengecut", "lemah", "tolol"
dan sebagainya. Wan Lui ikut mendengarkan pula, dan kalau
yang lain-lain memperdengarkan ucapanucapan amat membenci orang Manchu atau
slogan kebangkitan kembali dinasti Beng, Wan
Lui ikut pula agar tidak kelihatan lain sendiri.
Sambil mengacungkan tinju segala. Namun Wan
Lui panas dalam hatinya mendengar omongan
orang-orang itu. Tengah obrolan berlangsung dengan hangat,
tiba-tiba salah satu dari mereka menjulurkan
lehernya, lalu berdesis pelan, "Ssst, Cu-sian
Cinjin sedang berjalan ke arah ini..."
Orang-orang di seputar api unggun itu
serempak berdiri dengan sikap hormat.
Nampak seorang berjubah imam berjalan
mendekati. Diam-diam Wan Lui berdegup
jantungnya, ketika mengenali imam itu tak lain
adalah imam yang pernah bertempur
dengannya malam itu, malam ketika Kui ThianCu diculik. Karena tidak mau dirinva dikenali si
imam, Wan Lui berdiri di belakang "temanKemelut Tahta Naga II/15
14 teman baru"nya itu, agar wajahnya terlindung
bayangan tubuh yang lain-lainnya.
Tapi si imam berwajah angker yang gelung
rambutnya agak tak keruan karena rambutnya
pernah dibabat sedikit oleh Wan Lui, hanya
lewat saja di tempat itu. Terhadap sapaan
hormat dari orang-orang di seputar perapian
itu, ia cuma membungkuk sedikit dengan
angkuh tanpa memperlambat langkahnya.
Setelah imam itu lewat, orang-orang itu
duduk kembali dengan santai, untuk melanjutkan obrolan sambil menikmati daging
rusa bakar itu. "Eh, kenapa wajah Cu-sian Cinjin tampak
murung ya ?" "Entahlah, biasanya wajahnyakan memang
juga asam begitu ?" "Mungkinkah dia berselisih paham lagi
dengan kedua Hiang-cu."
"Kenapa kau sampai menduga ada
perselisihan paham antara Cinjin dan kedua
Hiang-cu" Memangnya perselisihan soal apa?"
Kemelut Tahta Naga II/15 15 "Soal urusan orang-orang atas, mana bisa
aku menjawabnya" Biasanyakan Cang Lotoa
yang punya berita-berita macam itu" He, Cang
Lotoa, ada berita menarik tidak"
Kini semuanya menoleh kepada Cang Lotoa,
seorang lelaki kurus yang wajahnya dihiasi
jerawat besar-besar, mukanya monyong dan
mulutnya lancip sehingga agak mirip monyet.
Namun, dikalangan anggota rendahan Pek-liankau, "jabatan" Cong Lo-toa ini cukup penting.
Dari mulutnyalah sering keluar berita-berita
penting tentang apa yang terjadi di pucuk
pimpinan. Membayangkan bahwa kelak kalau "Kerajaan
Beng sudah berdiri" dirinya akan menjadi salah
seorang pejabat kerajaan yang penting, maka
sejak dini Cang Lotoa sudah membiasakan diri
dengan tingkah laku para pejabat kerajaan
umumnya. Yaitu, menggunakan kedudukannya
untuk hal hal yang menguntungkan.
"Yaaah..." desah Cang Lotoa sambil
melemparkan sepotong tulang paha rusa yang
habis digerogoti dagingnya, lalu mengusap-usap
Kemelut Tahta Naga II/15 16 mulutnya yang berminyak dan membiarkan
teman-temannya menunggu. Dan kata-kata ysng
keluar dari mulutnya kemudian pun sama sekali
bukanlah jawaban, malah permintaan. "Mana
bisa aku bercerita kalau tenggorokanku kering
Ayo, salah satu ambilkan arak buatku"
Inilah salah satu "latihan menjadi pejabat"
itu. Teman-temannya menggerutu kesal menghadapi sikap sok penting itu. Tapi salah
seorang terpaksa beranjak mengambilkan arak,
karena memang ingin mendengar "berita
hangat" dari Cang Lotoa. Termasuk Wan Lui
yang ingin mendengar sebanyak-banyaknya
tentang apa saja "isi perut" Pek-lian-kau.
Arak datang. Cang Lotoa menghabiskan
sebotol kecil dengan sekali tenggak lalu
mengusap-usap mulut laqi.
"Ayolah cerita, Lotoa..." seorang mendesak
tak sabar, sambd mendorong pundak Cang
Lotoa yang kurus, sehingga tubuh Cang Lotoa
meliuk seperti balon terhembus angin.
Kemelut Tahta Naga II/15 17 "Pokok perselisihan antara Cn-jin dan kedua


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hiangcu sebenarnya hanyalah soal tawanan dari
Kim-teng itu..." sahut Cang Lotoa seenaknya."Nah, puas" Hanya soal tawanan itu "
"Uh, capek-capek mengambilkan arak hanya
untuk mandapat jawaban sependek itu "
Tentunya kau juga tahu, kenapa soal tawanan
itu sampai menimbulkan perselisihan ?"
"Masih haus nih..." Cang Lotoa benar-benar
memanfaatkan posisinya yang sedang menguntungkan untuk memperbudak sekaligus
menjengkelkan teman-temannya.
Dan biarpun aambil menggerutu, terpaksa
harus ada seorang lagi pergi mengambilkan
arak. Agar tidak bolak balik, ketika kembali ke
dekat api unggun itu, orang itu sekalian
membawa dua botol kecil. "Nah, ini baru teman..." sambut Cang Lotoa
yang langsung menenggak habis arak yang baru
datang itu. "Sekarang kami mau mendengar, kenapa
tawarkan itu menimbulkan perselisihan paham"
Kemelut Tahta Naga II/15 18 Puas dengan arak, Cang Lotoapun bertutur,
"Begini, teman-teman. Kedua Hiangcu kita
berpendapat, sebaiknya tawanan itu digunakan
sebagai sandera, untuk memeras Yong-ceng
sampai keuangan istananya kering."
Mendengar itu, Wan Lui diam-diam berdesir
hatinya. Memeras Kaisar Yong Ceng" Siapakah
Kui Thian-cu sahabatnya itu, sehingga pihak
Pek-lian-kau menganggapnya cukup bernilai
untuk memeras Kaisar Yong-ceng" Tidak
mungkin hanya seorang pejabat biasa,
bagaimanapun tinggi pangkatnya, seperti
pengakuan Kui Thian-cu kepada Wan Lui dulu.
Pasti ,seorang anggota keluarga istana yang
cukup dekat dengan Kaisar, dekat secara
pribadi, sehingga pihak Pek-lian-kau yang
mengetahuinya lalu timbul gagasan itu. Ingin
Wan Lui bertanya, siapa Kui Thian Cu
sebenarnya, namun tak berani karena khawatir
kedoknya sebagai anggota Pek-lian-kau
gadungan malah akan terbongkar. Mungkin
semua anggota diperkemahan itu sudah tahu
siapa Kui Thian Cu sebenarnya. Maka Wan Lui
Kemelut Tahta Naga II/15 19 menekan kuat-kuat rasa ingin tahunya, sambil
menunggu jawaban itu muncul sendiri.
"Itu gagasan yang bagus!" terdengar kata
seorang anggota Pek-lian-kau. "Bisa kita peras
uangnya Yong Ceng sampai kering, sementara
Pangeran Hong Lik akan terus kita tahan, tidak
usah kita kembalikan! Peras dan peras terus
setelah itu bunuh sanderanya!"
Itulah jawaban yang dinantikan Wan Lui. Kui
Thian Cu adalah Pangeran Hong Lik. Putera
Mahkota Kerajaan Manchu! Denyut jantung
Wan Lui tambah kencang. Jadi dirinya pernah
bercakap-cakap santai, main catur dan makan
bersama seorang Putera Mahkota" Penguasa
masa depan" Tapi kabarnya Kaisar Yong Ceng
adalah seorang yang lalim dan licik, kenapa
Pangeran Hong Lik menimbulkan kesan yang
sebaliknya" Berwibawa, amat memperhatikan
kehidupan rakyat kecil" Wan Lui tahu,
jawabannya tidak harus ditemukan saat itu
juga, melainkan kelak bisa dicarinya di Pakkhia, ibukota kekaisaran.
Kemelut Tahta Naga II/15 20 Kini yang penting ialah menangkap
sebanyak-banyaknya keterangan penting dari
obrolan orang-orang Pek-lian-kau di seputar api
unggun itu. "Benar sekali! Uang hasil pemerasan itu bisa
untuk membiayai perjuangan mengembalikan
dinasti Beng kita!" "Kita akan jaya!"
"Seperti di jaman Han Kau-cu (kepala agama
Han) dulu!" Yang disebut Han Kau-cu itu ialah Han Lim Ji
yang bergelar Siau-beng-ong, "kepala agama"
Pek-lian-kau menjelang runtuhnya dinasti Goan
dulu, berabad-abad yang silam. Waktu itu
kekuatan Pek-lian-kau begitu hebat sehingga
mampu merobohkan dinasti Goan, lalu
menaikkan Cu Goan Ciang, salah satu
hulubalang Pek-lian-kau waktu itu, naik ketahta.
Cu Goan Ciang kemudian bergelar Kaisar Hong
Bu dan mengawali dinasti Beng. Karena kaitan
sejarah selama ratusan tahun itulah yang
membuat Pek-lian-kau tetap merasa "menanam
saham" dalam dinasti Beng.
Kemelut Tahta Naga II/15 21 Kemudian Cang Lotoa meneruskan
keterangannya, "Tetapi Cu-sian Cin-jin agaknya
tidak sepaham dengan rencana kedua Hiang cu
kita itu." "Lho, rencana yanq begitu bagus, kenapa
tidak disetujui?" "Apakah Cu-Bian Cin-jin punya rencana lain
yang lebih sempurna?"
"Setidaknya begitulah anggapannya sendiri."
"Bagaimana rencananya?"
"Dia ingin agar Pangeran Hong Lik
dikorbankan, disembelih dalam sembahyang
besar kaum kita di kuil Hong-kak-si di Hong
yang mendatang. Artinya, angsa emas yang
bertelur emas itu hendak disembelih, potonganpotongan tubuhnya lalu diletakkan di altar."
Bicara soal memotong-motong tubuh manusia, orang-orang Pek-lian-kau itu kalem
saja, menandakan kalau sudah biasa melakukannya. Sama biasanya dengan tukang
sate menyembelih ayam. Padahal Wan Lui
ketika mendengarnya merasa bergidik ngeri,tak
Kemelut Tahta Naga II/15 22 mengira kalau dalam Pek-lian kau ada acara
yang begitu mengerikan. "Ya, tolol sekali rencana itu. Kenapa harus
Hong Lik yang disembelih" Dia terlalu berharga
untuk dibunuh begitu saja, padahal bisa
menghasilkan uang banyak. Kenapa korbannya
tidak seperti biasanya saja, yaitu pembesarpembesar Manchu yang berhasil kita culik?"
Lagi-lagi Wan Lui bergidik mendengarnya.
Ternyata upacara "menyembelih Manchu" itu
diadakan secara tetap sebagai pelengkap
upacara mereka. Pikir Wan Lui, "Kalau sampai
mereka tahu aku orang Manchu, entah
bagaimana sikap mereka terhadapku sekarang
ini." Namun gambaran mengerikan itu tidak
membuat Wan Lui beranjak mundur dari
niatnya untuk menolong Kui Thian Cu alias Pa
ngeran Hong Lik. Kalau perlu dengan
menghancurkan kelompok kepercayaan sesat
ini. Sementara itu Cang Lotoa melanjutkan
penjelasannya, "Dasar pemikiran rencana tolol
Kemelut Tahta Naga II/15 23 itu, apalagi kalau bukan kepercayaan tahayul
yang menguasai teman-teman kita dari Pakcong (sekte utara) itu" Menurut Cu-sian Cin-jin,
Pangeran Hong lik sebagai calon Kaisar masa
depan tentu mempunyai "darah langit" yang
kental, yang akan memuaskan sebagai
persembahan bagi arwah Sribaginda dan para
panglima Thian-kun (tentara langit). Dengan
demikian, saat itu bisa digunakan sebagai awal
perjuangan besar menumbangkan Manchu dan
mendirikan kembali Beng. Dengan kepastian
akan menang." "Kepastian?" "Ya, kepastian. Bukan kemungkinan lagi.
Begitulah perhitungan para pimpinan Pak-cong
termasuk Cu-sian Cin-jin, berdasarkan apalagi
kalau bukan nujum mereka" Itulah yang tidak
disepakati kedua Hiang-cu kita yang lebih
berakal sehat, yang ingin tetap menjadikan
Hong Lik sebagai alat pemerasan seumur
hidup." Beberapa saat lamanya di lingkungan kecil
itu tak ada yang bicara, hanya terdengar suara
Kemelut Tahta Naga II/15 24 serangga malam dan gemeretak lembut kayu
yang dimakan api. Kadang terdengar desis keras
kalau kayu yang dibakar itu belum kering benar.
"Eh, Cang Lotoa ..." seseorang memecah
kesunyian. "Ada apa?" "Bagaimana pendapatmu sendiri" Pendapat
kedua Hiang-cu ataukah pendapat Cu sian Cinjin yang benar?"
"Barangkali keduanya sama benarnya, ada
alasannya sendiri-sendiri. Tapi tentu salah satu
lebih benar." "Mana yang lebih benar?"
"Kita sebagai anggota lam-cong (sekte
selatan) tentu tidak bisa tidak harus mengikuti
kedua Hiang-cu kita. Lagipula pendapat orangorang Pak-cong itu rasanya terlalu...." bicara
sampai di sini, Cang Lotoa tiba-tiba
menghentikan bicaranya sambil menatap ke
satu arah. Kawan-kawannya jadi heran, lalu merekapun menoleh ke arah yang sama. Ternyata
Cu-sian Cin-jin yang tadi lewat, kini datang
Kemelut Tahta Naga II/15 25 kembali dengan muka merah padam karena
marah, langkahnya lebar. Bahkan tangannya
sudah membawa cambuk, senjata andalannya.
Keruan orang-orang Pek-lian-kau di sekitar
api unggun itu jadi ketakutan, mengira Cu-sian
Cin-jin marah karena tahu kalau sedang
dibicarakan. Yang mereka takuti bukan kalau
dicambuk, tapi kalau ditenung sehingga menjadi
lumpuh atau gila seumur hidup tanpa bisa
disembuhkan. Mereka tahu Cu-sian Cin-jin
sanggup melakukan hal itu.
Tapi mereka tidak lari. Mereka berdiri dan
menunggu dengan sikap hormat yang di
paksakan, dengan harapan akan sedikit
meredakan kemarahan si imam. Sedangkan
Wan Lui kembali berdiri menempatkan dirinya
di belakang punggung orang lain agar tidak
terlihat oleh si imam. "Bangsat, kalian semua! Kalian tidak lagi
menggubris pesanku!" begitu dekat Cu-sian Cinjin langsung menudingkan telunjuk tangan
kirinya. Lalu tangan kanannya mengayun
cambuk dengan hebat. Kemelut Tahta Naga II/15 26 Ternyata imam itu tidak mencambuk o-rang,
melainkan ke arah api unggun, sehingga
puntung-puntung kayu menyala beterbangan
seperti kembang api. Patut disayangkan pula
beberapa suduk daging rusa yang masih
dipanggang di atas api itu ikut terbang jauh
entah kemana. Setelah puas mengamuk, Cu-sian Cin-jin
bertanya dengan keras, "Bukankah kalian sudah
aku pesan, boleh menangkap hewan dan kalian
makan, bahkan mau menyembelih manusia pun
aku tidak ambil pusing! Tetapi kalian lupa satu
hal." Kembali cambuknya mengobrak-abrik kayukayu dalam perapian. Sementara orang-orang
Pek-lian-kau menundukkan kepala, dan di
antaranya adalah Wan Lui yang menunduk
paling rendah. Sementara Cu-sian Cin-jin melanjutkan katakata marahnya, "Bukankah sudah kupesan,
kalau menyembelih binatang harus lebih dulu
menggali tanah, lalu darah dan bagian-bagian
tubuh yang tidak kalian makan itu harus
Kemelut Tahta Naga II/15 27 dimasukkan ke lubang dan ditutup rapat-rapat


Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi dengan tanah" Tapi kalian benar-benar
ceroboh. Baru saja aku berjalan di sebelah sana,
dan aku menemukan bekas binatang
sembelihan kalian berceceran, kalian buang
begitu saja! Kalian ini benar-benar goblok, atau
sengaja pura-pura goblok untuk membuatku
jengkel, agar aku cepat-cepat pergi dari sini"
Begitu, he"!" Kali ini tangan kirinya menggampar, dan siallah seorang anggota Pek-lian-kau yang paling
dekat, mukanya kontan bengab kena gamparan.
Tapi ia tidak berani berkutik atau bicara selirih
apapun. Khawatir menambah kemarahan Cusian Cin-jin lalu kena tenung.
"Tidak kalian pikir akibat kecerobohan
kalian" Kalian lupa di tempat ini ada tawanan
penting, yang akan dicari terus oleh anjinganjing Manchu" Perkomahan ini membutuhkan
perlindungan gaib Thian-kun (Tentara langit)
dan Thian-ciang (panglima-panglima langit),
tapi mahluk-mahluk gaib itu akan jijik berada di
tempat ini kalau kalian seenaknya saja
Kemelut Tahta Naga II/15 28 membuang potongan-patongan tubuh dan isi
perut hewan-hewan itu! Apa kalian pikir, kalian
Pukulan Naga Sakti 4 Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo Suling Emas Dan Naga Siluman 21

Cari Blog Ini