Never Let Me Go Karya Kazuao Ishiguro Bagian 2
Para guardian selalu berkeras kisah-kisah ini omong kosong belaka. Tapi kemudian siswa-siswa senior memberitahu itulah persisnya yang diceritakan para guardian ketika mereka masih kecil, dan tak lama lagi kami akan diberitahu yang sebenarnya, seperti halnya mereka.
Hutan paling sering memenuhi khayalan kami sesudah hari gelap, di ruang tidur saat kami mencoba terlelap. Kau nyaris berpikir bisa mendengar angin mendesirkan dedaunan, dan membicarakannya justru menjadikannya semakin parah. Aku ingat suatu malam, ketika kami sangat jengkel dengan Marge K."paginya ia melakukan sesuatu yang benar-benar memalukan bagi kami"kami memutuskan menghukumnya dengan menariknya keluar dari tempat tidur, menempelkan wajahnya ke kaca jendela, dan menyuruhnya memandang hutan. Awalnya ia memejamkan mata erat-erat, tapi kami memuntir tangannya dan memaksa matanya agar terbuka sampai ia melihat garis hutan dilatarbelakangi langit yang disinari bulan, dan itu cukup untuk membuatnya terisak ngeri semalaman.
Bukan berarti kami menghabiskan waktu dengan mencemaskan soal hutan. Aku misalnya, bisa berminggu-minggu sama sekali tidak memikirkannya, dan bahkan ada saat-saat ketika semburan keberanian membuatku berpikir: "Bisa-bisanya kita percaya omong kosong seperti itu?" Tapi lalu satu hal kecil saja"seseorang menceritakan kembali kisah-kisah itu, satu bab seram di sebuah buku, bahkan komentar iseng yang mengingatkanmu kepada hutan"maka datanglah satu masa ketakutan lagi. Tak heran jika kami menganggap hutan adalah pusat dalam rencana penculikan Miss Geraldine.
Namun aku tak ingat kami mengambil banyak langkah praktis dalam membela Miss Geraldine; kegiatan kami selalu sekitar mengumpulkan lebih banyak bukti mengenai rencana jahat itu. Entah mengapa kami merasa cukup puas bahwa ini bisa menangkal bahaya langsung apa pun.
Kebanyakan "bukti" kami berasal dari menyaksikan para anggota komplotan beraksi. Misalnya suatu pagi kami memperhatikan dari mang kelas di lantai dua, Miss Eileen dan Mr. Roger berbicara dengan Miss Geraldine di halaman. Setelah beberapa saat Miss Geraldine pamit dan pergi ke arah Orangery, tapi kami tetap memperhatikan, dan melihat Miss Eileen dan Mr. Roger mendekatkan kepala untuk berbisik-bisik, sementara tatapan mereka terarah ke sosok Miss Geraldine yang sedang menjauh.
"Mr. Roger," keluh Ruth waktu itu, sambil menggeleng. "Siapa menyangka dia juga terlibat?"
Dengan cara ini kami membuat daftar orang-orang yang kami tahu terlibat dalam rencana jahat itu"para guardian dan siswa yang kami nyatakan sebagai musuh utama kami. Meski begitu kupikir kami selalu tahu betapa rapuh fondasi khayalan kami, karena kami selalu menghindari konfrontasi apa pun. Kami bisa memutuskan, sesudah pembahasan serius, bahwa seorang siswa adalah anggota komplotan, tapi kami selalu menemukan alasan untuk tidak menantangnya dulu"untuk menunggu hingga "semua bukti terkumpul". Begitu pula kami selalu sepakat Miss Geraldine tidak boleh tahu sama sekali tentang apa yang sudah kami temukan, karena itu akan membuatnya khawatir.
Mudah sekali menuding Ruth sebagai satu-satunya yang mempertahankan pengawal rahasia hingga lama sesudah kami terlalu besar untuk itu. Memang pengawal itu penting baginya. Ia sudah mengetahui rencana jahat itu jauh sebelum kami, dan ini memberinya otoritas luar biasa; dengan sedikit isyarat bahwa bukti nyata itu datang sebelum orang-orang seperti aku bergabung"bahwa ada hal-hal yang masih harus diungkapkannya bahkan kepada kami"ia bisa membenarkan hampir semua ke-putusan yang diambilnya atas nama kelompok. Kalau ia memutuskan seseorang harus dikeluarkan, misalnya, dan ia merasa ada yang tidak setuju, ia cukup menyinggung hal-hal yang diketahuinya "dari sebelum ini". Tak dapat disangkal Ruth sangat bersemangat mempertahankan seluruh hal ini tetap berjalan. Tapi sebenarnya, kami yang akrab dengannya, masing-masing berperan dalam mempertahankan khayalan itu dan membuatnya bertahan selama mungkin. Yang terjadi sesudah pertengkaran soal catur menjelaskan ucapanku tadi.
KUSANGKA Ruth pakar catur dan bahwa ia bisa mengajariku permainan itu. Ini tidak terlalu aneh: kami sering melewati siswa-siswa lebih senior yang membungkuk di atas papan catur, di bangku jendela atau di lereng berumput, dan Ruth sering berhenti untuk mengamati permainannya. Dan waktu kami berjalan lagi, ia memberitahuku suatu langkah yang dilihatnya tapi tidak dilihat kedua pemainnya. "Bodoh sekali," gumamnya seraya menggeleng. Ini membuatku terpukau, dan segera saja aku ingin bisa asyik memainkan perangkat yang indah itu. Maka ketika aku menemukan perangkat catur di Sale dan memutuskan untuk membelinya"meskipun menghabiskan kupon banyak sekali"aku mengharapkan bantuan Ruth.
Selama beberapa hari berikutnya ia mengeluh setiap kali aku menyinggung hal itu, atau berpura-pura ada yang benar-benar mendesak untuk dilakukan. Ketika aku akhirnya menyudutkannya pada suatu siang berhujan, dan kami membuka papan catur di ruang biliar, ia menunjukkan permainan yang samar-samar menyerupai dam-daman. Ciri khas catur, menurutnya, adalah bahwa setiap bidak catur bergerak dalam bentuk L"kukira ia mendapatkannya setelah memperhatikan kuda"dan bukan dengan cara lompatan kodok dalam permainan dam-daman. Aku tidak percaya, dan aku benar-benar kecewa, tapi aku sengaja tidak mengatakan apa-apa dan untuk sementara ikut saja. Kami melewatkan beberapa menit untuk saling memakan bidak catur yang lain dengan selalu menggeser buah catur dalam garis "L". Ini berlanjut terus sampai ketika aku mencoba memakan bidak caturnya dan ia bilang itu tidak masuk hitungan karena aku menggeser bidak caturku dalam garis yang terlalu lurus.
Mendengar ini aku bangkit berdiri, membereskan perangkat catur, dan pergi dari sana. Aku tidak pernah mengatakan dengan lantang bahwa ia tidak tahu bagaimana bermain catur" meskipun sangat kecewa, aku tahu tak boleh berbuat sejauh itu"tapi dengan kabur dari situ kurasa sudah merupakan pernyataan yang jelas baginya.
Mungkin sehari kemudian, aku masuk ke Ruang 20 di lantai paling atas rumah utama, tempat Mr. George mengajar kelas puisi. Aku tak ingat apakah ini sebelum atau sesudah pelajaran, atau seberapa penuh ruangan itu. Aku ingat sedang membawa buku-buku, dan saat aku menghampiri tempat Ruth dan yang lainnya sedang berbicara, sinar matahari jatuh di atas tutup meja yang mereka duduki.
Aku tahu dari cara kepala mereka berdekatan mereka sedang membahas masalah pengawal rahasia, dan meskipun, seperti kukatakan, pertengkaran dengan Ruth baru terjadi kemarin, entah mengapa aku langsung mendekati mereka tanpa pikir panjang. Baru setelah aku nyaris di dekat mereka"mungkin mereka bertukar pandang"mendadak aku menyadari apa yang akan terjadi. Itu seperti sedetik sebelum menginjak genangan lumpur, kau menyadarinya tapi tak bisa melakukan apa-apa. Aku merasa terluka bahkan sebelum mereka terdiam dan memandangku, bahkan sebelum Ruth berkata, "Oh, Kathy, apa kabar" Kalau tidak keberatan, ada yang perlu kami bahas. Kami akan selesai sebentar lagi. Maaf."
Sebelum ia selesai bicara aku sudah berbalik dan pergi, lebih marah pada diriku sendiri karena masuk ke dalam jebakan, daripada kepada Ruth atau yang lainnya. Aku marah, itu jelas, meskipun aku tidak tahu apakah aku sampai menangis. Dan selama beberapa hari berikutnya, setiap kali melihat pengawal rahasia berdiskusi di pojok atau kalau mereka melintasi lapangan, pipiku terasa memerah.
Lalu sekitar dua hari sesudah penghinaan di Ruang 20, aku sedang menuruni tangga rumah utama ketika mendapati Moira B. persis di belakangku. Kami mulai mengobrol"tidak tentang sesuatu yang khusus"dan keluar rumah bersama-sama. Waktu itu istirahat makan siang karena ketika kami melangkah ke pelataran ada sekitar dua puluh siswa berkeliaran dan mengobrol dalam kelompok-kelompok kecil. Mataku langsung tertarik ke ujung pelataran, tempat Ruth dan tiga pengawal rahasia berdiri memunggungi kami, memandang tajam ke arah Lapangan Bermain Selatan. Aku mencoba melihat apa yang membuat mereka begitu tertarik, ketika menyadari Moira juga memperhatikan mereka. Lalu aku tersadar baru sebulan yang lalu ia juga anggota pengawal rahasia, dan sudah dikeluarkan. Beberapa saat berikutnya aku merasakan sesuatu seperti perasaan malu mendalam bahwa kami sekarang berdiri berdampingan, terhubung oleh penghinaan baru-baru ini, bahkan menatap langsung penolakan kami. Mungkin Moira mengalami hal yang sama; pokoknya, dialah yang memecah kesunyian, berkata,
"Pengawal rahasia ini benar-benar konyol. Bagaimana mungkin mereka masih percaya hal semacam itu" Seolah-olah mereka masih di tingkat Infant."
Bahkan sekarang pun, aku masih heran dengan desakan emosi yang menerpaku ketika mendengar Moira mengatakan ini. Aku menoleh kepadanya, sangat marah,
"Kau tahu apa sih" Kau tidak tahu apa-apa karena kau sudah keluar lama sekali! Kalau kau tahu semua yang sudah kami temukan, kau takkan berani mengatakan sesuatu yang bodoh seperti itu!"
"Jangan bicara omong kosong." Moira bukan orang yang mudah menyerah. "Itu hanya salah satu karangan Ruth."
"Kalau begitu kenapa aku sendiri mendengar mereka membahasnya" Membahas bagaimana mereka akan membawa Miss Geraldine ke hutan dengan van tukang susu" Bagaimana aku bisa mendengar mereka merencanakan itu, terlepas dari Ruth atau orang lain?"
Sekarang Moira memandangku ragu. "Kau mendengarnya sendiri" Bagaimana" Di mana?"
"Aku mendengar mereka bicara, sangat jelas, kata demi kata, mereka tidak tahu aku di sana. Di dekat kolam, mereka tidak tahu aku bisa mendengarnya. Jadi ini menunjukkan betapa sedikitnya kau tahu!"
Aku mendorongnya dan ketika aku melintasi pelataran yang penuh sesak, aku menoleh ke arah Ruth dan yang lain, yang masih memandang ke arah Lapangan Bermain Selatan, tidak mengetahui apa yang baru saja terjadi antara aku dan Moira. Dan aku menyadari bahwa aku sama sekali tidak marah kepada mereka lagi; hanya sangat kesal kepada Moira.
Bahkan kini, kalau aku meluncur di jalan panjang kelabu dan pikiranku mengembara entah ke mana, aku mendapati diriku memikirkan kembali semua ini. Kenapa aku bersikap begitu bermusuhan kepada Moira B. hari itu, ketika ia justru merupakan kawan seperjuangan" Kupikir itu karena Moira mengusulkan bahwa aku dan dia melewati suatu batas bersama-sama, dan aku belum siap untuk itu. Kurasa aku merasa bahwa di luar batas itu, ada sesuatu yang lebih keras dan lebih gelap dan aku tidak menginginkan itu. Tidak bagiku, tidak bagi kami.
Tapi pada saat-saat lain, kukira itu salah"bahwa masalahnya hanya antara aku dan Ruth, dan semacam kesetiaan yang ia bangkitkan dalam diriku pada masa itu. Dan mungkin itulah sebabnya, meskipun pada beberapa kesempatan sangat ingin kubahas, tapi tak pernah kulakukan"tentang apa yang terjadi hari itu dengan Moira"sepanjang waktu aku merawat Ruth di panti di Dover.
SEGALA sesuatu tentang Miss Geraldine ini mengingatkan aku pada sesuatu yang terjadi sekitar tiga tahun kemudian, jauh sesudah pengawal rahasia berangsur lenyap.
Kami sedang di Ruang 5 di lantai dasar di bagian belakang rumah, menunggu pelajaran dimulai. Ruang 5 adalah ruang paling kecil, terutama di pagi musim dingin seperti saat itu, ketika radiator-radiator besar dinyalakan dan menyemburkan uap ke jendela-jendela, hawa jadi pengap. Mungkin aku kelewat melebih-lebihkan, tapi seingatku jika satu kelas dimasukkan ke mangan itu, siswa-siswa secara harfiah terpaksa saling bertumpukan.
Pagi itu Ruth mendapat kursi di belakang meja, dan aku duduk di atas tutupnya, dengan dua atau tiga anggota kelompok kami bertengger atau bersandar di dekatnya. Sebenarnya, kurasa waktu aku bergeser untuk memberi tempat kepada orang lain di sampingku, aku pertama kali melihat tempat pensil itu.
Aku bisa melihatnya seakan-akan benda itu sekarang ada di depanku. Mengilap, seperti sepatu yang disemir; warna cokelat gelap dengan bintik-bintik merah melingkar tersebar di atasnya. Ritsleting di sisi atasnya berujung pompom berbulu lembut untuk menariknya. Aku nyaris menduduki tempat pensil itu ketika aku bergeser dan Ruth cepat-cepat menyingkirkannya. Tapi aku sudah melihatnya, seperti yang diharapkannya, dan aku berkata,
"Oh! Di mana kau dapat itu" Apakah di Sale?"
Ruangan berisik, tapi gadis-gadis di dekat kami mendengar ucapanku, maka segera saja empat atau lima siswa menatap kagum tempat pensil itu. Beberapa detik Ruth tidak mengatakan apa-apa sementara ia mengamati dengan cermat wajah-wajah di sekitarnya. Akhirnya ia berkata tegas sekali,
"Kita sepakat saja. Anggap saja aku mendapatkannya di Sale." Lalu ia melemparkan senyuman penuh arti.
Mungkin kedengarannya seperti jawaban yang tidak berbahaya, tapi sebenarnya rasanya seakan-akan ia sekonyong-konyong bangkit berdiri dan menamparku, dan selama beberapa saat kemudian aku merasa panas-dingin. Aku tahu persis apa maksudnya dengan jawaban dan senyumannya: ia menyatakan tempat pensil itu hadiah dari Miss Geraldine.
Aku tak mungkin keliru tentang hal ini karena sebenarnya beberapa minggu ini sesuatu telah berkembang. Senyuman tertentu, suara tertentu yang digunakan Ruth"kadang-kadang dibarengi jari pada bibir atau tangan yang diangkat"setiap kali ia ingin menyinggung tanda kemurahan hati yang diberikan Miss Geraldine kepadanya: Miss Geraldine mengizinkan Ruth memainkan kaset musik di ruang biliar sebelum pukul empat di tengah minggu; Miss Geraldine memerintahkan semua orang diam selama melintasi lapangan, tapi ketika Ruth berjalan di sampingnya, ia mulai berbicara dengannya, lalu membolehkan semua bicara. Selalu hal-hal semacam itu, tak pernah dinyatakan dengan tegas, hanya secara tidak langsung dengan senyum dan ekspresi wajahnya yang menggambarkan "tidak usah dibahas".
Tentu saja, resminya, para guardian tidak dibenarkan bersikap pilih kasih, tapi toh selalu saja ada ungkapan kasih sayang dalam parameter tertentu; dan kebanyakan yang dinyatakan secara terselubung oleh Ruth termasuk di dalamnya. Bagaimanapun, aku tidak suka kalau Ruth melakukannya. Tentu saja aku tak pernah tahu pasti apakah ia mengatakan yang sebenarnya, tapi karena ia tidak benar-benar "menyatakannya", tak pernah mungkin menantangnya. Maka setiap kali itu terjadi, aku terpaksa membiarkannya, menggigit bibir dan berharap momen itu segera berlalu.
Kadang-kadang dari cara percakapan mengalir aku akan melihat datangnya salah satu momen seperti itu, dan aku pun menguatkan diri. Meski begitu aku selalu terpukul telak-telak, sehingga selama beberapa menit aku tidak bisa berkonsentrasi pada apa pun yang berlangsung di sekitarku. Tapi di pagi musim dingin di Ruang 5 itu, kejadiannya begitu mendadak. Bahkan sesudah aku melihat tempat pensil itu, gagasan bahwa seorang guardian memberikan hadiah seperti itu benar-benar kelewatan, sehingga aku sama sekali tak menduga. Jadi begitu
Ruth mengatakannya, aku tidak mampu, dengan caraku yang biasa, membiarkan gejolak emosi itu berlalu. Aku hanya menatapnya, tidak berusaha menyembunyikan amarahku. Ruth, mungkin karena melihat bahaya, berkata kepadaku dengan cepat dalam bisikan, "Jangan bilang apa-apa!" dan tersenyum lagi. Tapi aku tak bisa membalas senyumnya dan terus menatapnya marah. Untunglah guardian datang dan pelajaran dimulai.
Aku bukan tipe anak yang berlama-lama merenungi sesuatu. Akhir-akhir ini aku jadi begitu, karena pekerjaanku dan saat-saat panjang serta sepi ketika aku meluncur melewati padang-padang kosong ini. Aku tidak seperti Laura, misalnya, yang meskipun sering melucu, bisa mencemaskan berhari-hari, bahkan berming-gu-minggu, hal kecil yang dikatakan seseorang kepadanya. Tapi sesudah pagi di Ruang 5 itu, aku seperti mengalami trans. Aku tiba-tiba melamun di tengah percakapan; pelajaran-pelajaran berlalu tanpa aku tahu apa yang diajarkan. Aku bertekad kali ini Ruth tak boleh meloloskan diri, tapi untuk waktu yang lama aku tidak melakukan sesuatu untuk yang nyata mengenainya; hanya berkhayal tentang bagaimana aku membongkar kedoknya dan memaksanya mengakui ia hanya mengarang-ngarang. Aku bahkan berkhayal Miss Geraldine sendiri mendengar tentang hal itu dan memarahi Ruth di depan semua orang.
Sesudah berhari-hari seperti itu, aku mulai berpikir lebih konkret lagi. Kalau tempat pensil itu bukan berasal dari Miss Geraldine, dari mana asalnya" Mungkin ia mendapatkannya dari sesama siswa, tapi sepertinya tidak mungkin. Kalau itu tadinya milik orang lain, bahkan meskipun beberapa angkatan di atas kami, benda sebagus itu tak mungkin lolos dari perhatian. Ruth takkan berani mengambil risiko dengan kisahnya kalau tahu benda itu sudah beberapa lama berada di Hailsham. Hampir pasti ia menemukannya di Sale. Tapi itu pun Ruth mengambil risiko orang lain sudah melihatnya sebelum ia membelinya. Tapi kalau"seperti yang kadang-kadang terjadi, namun sebenarnya tidak diizinkan"ia sudah mendengar tentang tempat pensil itu dan memesannya kepada seorang pengawas sebelum Sale dibuka, ia bisa cukup yakin hampir tak ada yang pernah melihatnya.
Sayang sekali bagi Ruth, ada catatan tentang semua benda yang dibeli di Sale, berikut pembelinya. Meski catatan itu tak mudah diperoleh"semua pengawas akan mengirimnya ke kantor Miss Emily sehabis setiap Sale"dan bukan sesuatu yang rahasia juga. Bila aku berada di sekitar seorang pengawas pada Sale berikutnya, takkan sulit untuk melihat-lihat catatan itu.
Jadi aku menyusun rencana, dan kurasa aku menguliknya selama beberapa hari sebelum akhirnya tersadar aku tak perlu melakukan semua langkah itu. Kalau aku benar tempat pensil itu berasal dari Sale, yang perlu kulakukan hanya menggertak.
Begitulah Ruth dan aku bercakap-cakap di bawah atap. Hari itu berkabut dan gerimis. Kami berjalan dari pondok tidur, mungkin menuju paviliun, aku tak yakin. Pokoknya, ketika kami melintasi pelataran, hujan tiba-tiba menderas dan karena tidak terburu-buru, kami berlindung di bawah atap rumah utama, agak ke pinggir pintu masuk depan.
Kami berteduh di sana sebentar, dan berkali-kali seorang siswa berlari keluar dari kabut dan memasuki pintu rumah, tapi hujan tak kunjung reda. Dan semakin lama kami berdiri di sana, aku semakin tegang karena kulihat inilah kesempatan yang sudah kutunggu-tunggu. Aku yakin Ruth juga merasa sesuatu bakal terjadi. Akhirnya aku memutuskan untuk bicara blakblakan.
"Di Sale Selasa lalu," kataku. "Aku melihat-lihat buku. Kau tahu kan, buku catatan."
"Kenapa kau melihat-lihat catatan?" Ruth bertanya cepat. "Kenapa kau melakukan hal semacam itu?"
"Oh, tidak ada apa-apa. Christopher C. jadi salah satu pengawas, jadi aku mengobrol dengannya. Dia anak Senior paling baik, sungguh. Dan aku hanya iseng-iseng membuka-buka halaman catatan, hanya untuk menyibukkan diri."
Aku tahu pikiran Ruth langsung berpacu, dan sekarang ia tahu persis ini tentang apa. Tapi ia berkata tenang, "Membosankan sekali melihat-lihat catatan."
"Tidak, sebenarnya cukup menarik. Kau bisa melihat semua benda yang dibeli siapa saja."
Aku mengatakannya sambil memandang hujan. Lalu aku menoleh kepada Ruth dan sangat terkejut. Aku tak tahu apa yang kuharapkan; meskipun sebulan terakhir itu sibuk mengkhayal-kannya, aku tidak pernah benar-benar memikirkan bagaimana situasinya jika benar-benar terjadi. Sekarang aku melihat Ruth sangat gelisah; betapa sekali ini ia benar-benar tak tahu harus bilang apa, dan ia membuang muka karena nyaris menangis. Dan tiba-tiba sikapku terasa sangat membingungkan. Semua upaya ini, semua perencanaan ini, hanya untuk membuat sahabatku sedih. Memangnya kenapa kalau ia berbohong sedikit tentang tempat pensilnya" Bukankah kami semua kadang-kadang mengkhayalkan seorang guardian melanggar aturan dan melakukan sesuatu yang istimewa untuk kami" Yang dilakukan Ruth hanya membawa salah satu khayalan yang tidak berbahaya selangkah lebih maju; ia bahkan tidak menyebut nama Miss Geraldine.
Sekarang aku merasa sangat tidak enak hati, dan aku bingung. Tapi ketika kami berdiri berdampingan sambil menatap kabut dan hujan, aku tak bisa menemukan cara untuk menyembuhkan luka yang telah kubuat. Sepertinya aku mengatakan sesuatu yang mengibakan, kira-kira begini, "Tidak apa-apa, aku tidak melihat banyak," yang menggantung dengan konyol di udara. Lalu setelah beberapa menit saling membisu, Ruth me-ngeloyor pergi dalam guyuran hujan.
BAB 6 KUPIKIR aku akan merasa lebih baik tentang apa yang terjadi kalau saja Ruth terang-terangan menaruh dendam padaku. Tapi sekali ini rupanya ia benar-benar hancur. Seolah-olah ia kelewat malu dengan perkara ini"hatinya hancur berkeping-keping"sehingga bahkan untuk marah ataupun membalasku, ia tak mampu. Beberapa kali ketika bertemu dengannya sesudah percakapan di bawah atap, aku sudah siap untuk tersinggung, tapi tidak, ia sangat sopan, bahkan sedikit dingin. Terpikir olehku ia takut aku akan membuka rahasianya" tentu saja tempat pensilnya tahu-tahu lenyap"dan aku ingin bilang ia tak perlu takut padaku. Masalahnya, karena tak pernah dibicarakan blakblakan, aku tak bisa menemukan cara untuk membahas ini dengannya.
Sementara itu aku memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengatakan Ruth punya tempat khusus di hati Miss Geraldine. Misalnya ketika sekelompok dari kami ingin sekali keluar dan bermain rounders selama jam istirahat karena kami ditantang angkatan di atas kami. Masalahnya hujan turun, dan sepertinya tidak mungkin kami bakal diizinkan keluar. Tapi melihat Miss Geraldine adalah salah seorang guardian yang sedang bertugas, aku pun berkata,
"Kalau Ruth pergi dan meminta kepada Miss Geraldine, kita pasti punya kesempatan."
Seingatku usul ini tidak dijalankan; mungkin nyaris tak ada yang mendengar, karena banyak dari antara kami berbicara bersamaan. Tapi yang penting aku mengatakannya sambil berdiri tepat di belakang Ruth, dan aku melihat bahwa ia senang.
Lalu suatu kali lain beberapa dari kami meninggalkan kelas bersama Miss Geraldine, dan aku mendapati diriku keluar pintu tepat di belakang Miss Geraldine. Maka aku melambatkan langkah agar Ruth, yang berjalan di belakangku, bisa melewati pintu bersama Miss Geraldine. Aku melakukan ini diam-diam, seakan-akan ini wajar dan pantas serta yang diinginkan Miss Geraldine"persis seperti yang akan kulakukan, seandainya tanpa sengaja aku berada di antara dua sahabat karib. Pada kesempatan itu, seingatku, sesaat Ruth kelihatan heran dan kaget, lalu mengangguk cepat dan melewatiku.
Hal-hal kecil semacam itu bisa menyenangkan hati Ruth, tapi masih jauh sekali dari apa yang terjadi di bawah atap pada hari berkabut itu, dan perasaan bahwa aku takkan pernah bisa membereskan perkara ini semakin kuat. Ada ingatan khusus tentang diriku duduk sendirian pada suatu sore di bangku di luar paviliun, memikirkan jalan keluar, sementara gabungan perasaan menyesal dan frustrasi nyaris membuatku menangis. Bila keadaan tetap seperti itu, aku tak tahu apa yang akan terjadi. Mungkin akhirnya semua itu bakal terlupakan; atau mungkin Ruth dan aku lambat laun bakal menjauh. Lalu mendadak sebuah kesempatan datang bagiku untuk membetulkan kesalahanku.
Kami sedang di tengah-tengah pelajaran seni Mr. Roger, tapi entah mengapa ia keluar dari kelas. Maka kami pun berjalan-jalan di antara kuda-kuda lukisan, mengobrol sambil saling melihat karya yang lain. Lalu seorang gadis bernama Midge A. menghampiri kami dan berkata kepada Ruth, dengan cara sangat ramah,
"Di mana tempat pensilmu" Keren sekali."
Ruth menjadi tegang dan dengan cepat memandang berkeliling untuk melihat siapa saja yang ada di situ. Hanya ada geng kami dan beberapa orang luar berdiri di dekat situ. Aku tidak bercerita kepada siapa-siapa tentang masalah catatan Sale, tapi kukira Ruth tidak tahu. Suaranya lebih lembut daripada biasanya ketika ia menjawab Midge,
"Aku tidak membawanya. Kusimpan di peti koleksiku."
"Keren sekali lho. Dari mana kau dapat itu?"
Midge menanyainya tanpa tahu apa-apa, kini hal itu sangat jelas. Tapi hampir semua yang ada di Ruang 5 waktu Ruth pertama kali mengeluarkan tempat pensilnya dulu ada di sini sekarang, memandangnya, dan aku melihat Ruth bimbang. Baru kemudian, ketika aku mengingatnya kembali, aku menyadari itu kesempatan yang sangat bagus untukku. Saat itu aku tidak benar-benar berpikir. Aku hanya menyela sebelum Midge atau yang lain menyadari betapa bimbangnya Ruth.
"Kami tidak bisa mengatakan dari mana asalnya."
Ruth, Midge, dan semua yang lain memandangku, mungkin agak kaget. Tapi aku tetap tenang dan melanjutkan, hanya berbicara kepada Midge.
"Ada alasan kuat mengapa kami tak bisa memberitahumu dari mana asalnya."
Midge mengangkat bahu. "Jadi ini misteri."
"Misteri besar kataku, lalu tersenyum padanya untuk memperlihatkan aku bukan bersikap jahat padanya.
Yang lain mengangguk-angguk mendukungku, meskipun Ruth sendiri menunjukkan ekspresi samar, seolah-olah mendadak ia asyik memikirkan sesuatu yang sama sekali berbeda. Midge mengangkat bahunya lagi, dan sejauh yang kuingat itulah akhir ceritanya. Entah ia pergi, atau memulai percakapan lain.
Sekarang, karena alasan yang kurang-lebih sama yang membuatku tak bisa berbicara terang-terangan dengan Ruth tentang apa yang kulakukan padanya mengenai catatan Sale, dia tentu saja tak bisa mengucapkan terima kasih kepadaku atas intervensi yang kulakukan dengan Midge. Tapi jelas sekali dari sikapnya padaku, bukan hanya selama beberapa hari berikutnya, melainkan selama berminggu-minggu berikutnya, betapa senangnya dia atas tindakanku. Dan karena aku baru saja dalam posisi yang kira-kira sama, mudah sekali untuk mengenali tanda-tanda bahwa ia sedang mencari-cari kesempatan untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang benar-benar istimewa untukku. Perasaan itu sangat menyenangkan, dan aku bahkan ingat bagaimana beberapa kali aku berpikir lebih baik jika ia tidak mendapat kesempatan itu untuk waktu yang lama, agar perasaan menyenangkan di antara kami bisa berlanjut terus. Ternyata kesempatan itu muncul baginya, sekitar sebulan setelah perkara Midge, waktu aku kehilangan kaset favoritku.
AKU masih memiliki kaset itu dan belakangan kadang-kadang masih kudengarkan bila mengemudi di alam terbuka saat gerimis. Tapi sekarang tape mobilku sudah tidak bisa diandalkan, jadi aku tidak berani memutarnya di situ. Dan sekembalinya ke kamar kontrakan, rasanya tak pernah ada cukup waktu untuk itu. Meski begitu, itu salah satu milikku yang paling berharga. Mungkin akhir tahun ini, kalau sudah bukan perawat lagi, aku akan bisa lebih sering mendengarkannya.
Nama album itu Songs After Dark, dinyanyikan oleh Judy Bridgewater. Yang kupunya sekarang ini bukan kaset yang dulu, yang kumiliki waktu masih di Hailsham, yang hilang. Tommy dan aku menemukan yang ini di Norfolk bertahun-tahun kemudian"tapi itu cerita lain yang nanti akan kubeberkan. Yang ingin kubicarakan adalah kaset pertama, yang hilang.
Harus kujelaskan dulu sebelum aku melanjutkan lebih jauh tentang anggapan kami mengenai Norfolk pada masa itu. Bertahun-tahun lamanya kami mempertahankannya"kupikir sudah menjadi semacam gurauan khas kami"dan semua berawal dari satu pelajaran yang kami dapatkan ketika masih kecil.
Miss Emily sendiri yang mengajari kami tentang negara-negara bagian Inggris. Ia memasang peta besar di papan tulis, dan di sebelahnya ia memasang sebuah standar. Dan kalau ia membicarakan Oxfordshire, misalnya, maka di atas standar ia menempatkan tanggalan besar dengan foto-foto negara bagian itu. Ia punya cukup banyak tanggalan berfoto semacam itu, dan kami mempelajari kebanyakan negara bagian dengan cara ini. Ia mengetuk suatu titik pada peta dengan tongkat, menoleh ke standar dan membuka gambar lain. Ada desa-desa kecil yang dialiri sungai-sungai, monumen-monumen putih di lereng bukit, gereja-gereja tua di sisi ladang; bila ia menceritakan kepada kami tentang tempat di tepi pantai, maka ada pantai-pantai yang penuh sesak dengan manusia, karang, dan camar. Kurasa ia ingin kami mendapat gambaran tentang apa yang ada di luar sana yang mengelilingi kami, dan mengagumkan sekali bahwa bahkan sekarang pun, sesudah begitu jauh jarak yang kutempuh sebagai perawat, pandanganku mengenai negara-negara bagian itu masih dibentuk oleh gambar-gambar yang diletakkan Miss Emily pada standarnya. Misalnya saja aku meluncur di Derby-shire, dan mendapati diriku mencari-cari ladang tertentu di desa dengan pub gaya Tudor-tiruan dan monumen perang"dan menyadari bahwa itu adalah gambar yang diperlihatkan Miss Emily kepada kami pertama kali aku mendengar tentang Derbyshire.
Tapi ada kekurangan dalam tanggalan Miss Emily: tak satu pun memiliki gambar Norfolk. Pelajaran-pelajaran yang sama ini diulang beberapa kali, dan aku selalu bertanya dalam hati apakah kali ini ia sudah menemukan gambar Norfolk, tapi ternyata selalu sama. Ia melambaikan tongkatnya ke atas peta dan berkata, seakan-akan baru terpikir, "Dan di sebelah sini, ada Norfolk. Tempat yang sangat menyenangkan."
Lalu, khususnya saat itu, aku ingat bagaimana ia berhenti dan mulai melamun, mungkin karena ia belum membuat rencana tentang apa yang harus terjadi selain gambar. Akhirnya tersadar dari lamunannya dan kembali mengetuk peta.
"Nah, karena tempat ini terpencil di timur, di daratan yang menjorok ke laut, dia terasing dari mana-mana. Orang-orang yang pergi ke utara dan selatan," ia menggerakkan tongkatnya ke atas dan ke bawah, "mereka sama sekali tidak lewat sana. Karena itulah Norfolk menjadi pojok Inggris yang tenang, lumayan menyenangkan. Tapi juga bisa dibilang semacam sudut yang hilang."
Sudut yang hilang. Begitulah ia menyebutnya, dan itulah yang memulainya. Karena di Hailsham, kami mempunyai "Sudut yang Hilang" di lantai tiga, tempat barang-barang hilang disimpan; kalau kau kehilangan atau menemukan sesuatu, ke sanalah kau harus pergi. Seseorang"aku tak ingat siapa"menyatakan sesudah pelajaran itu bahwa apa yang dikatakan Miss Emily adalah bahwa Norfolk merupakan "sudut yang hilang"-nya Inggris, tempat semua barang yang hilang di seluruh negeri dikumpulkan. Entah bagaimana gagasan ini dengan cepat berakar dan segera menjadi fakta yang diterima nyaris sepanjang tahun ajaran.
Belum lama ini, ketika Tommy dan aku mengenang semua ini, ia berpikir kami tidak benar-benar meyakini gagasan itu, bahwa sejak awal itu hanya lelucon. Tapi aku cukup yakin ia keliru. Memang, ketika kami berusia dua belas atau tiga belas, masalah Norfolk sudah menjadi lelucon besar. Tapi ingatanku tentang itu"dan Ruth mengingatnya seperti itu juga"adalah awalnya kami meyakini Norfolk dalam arti harfiah; bahwa seperti juga truk-truk berdatangan ke Hailsham dengan bahan makanan dan barang-barang untuk Sale kami, kegiatan serupa berlangsung, namun dalam skala yang jauh lebih besar, dengan kendaraan-kendaraan lalu-lalang di seluruh Inggris, mengirimkan apa pun yang tertinggal di lapangan-lapangan dan kereta api ke tempat yang disebut Norfolk ini. Kenyataan bahwa kami belum pernah melihat gambar tempat ini malah menambah kemis-tikannya.
Mungkin semua ini kedengaran konyol, tapi kau perlu ingat bahwa bagi kami, pada tahap itu dalam kehidupan kami, semua tempat di luar Hailsham bagaikan negeri khayal; kami hanya punya bayangan kabur tentang dunia di luar sana dan tentang apa yang mungkin dan tidak mungkin di sana. Lagi pula kami tak pernah repot-repot memeriksa teori Norfolk kami secara rinci. Yang penting bagi kita, kata Ruth suatu sore ketika kami duduk di ruang berubin di Dover, sambil memandang matahari terbenam, adalah bahwa "jika kita kehilangan sesuatu yang ber
harga, dan sudah mencari-cari dan masih juga tidak menemukannya, kita tidak perlu patah hati sepenuhnya. Kita masih punya penghiburan terakhir, berpikir suatu hari nanti kalau sudah dewasa, dan kita bebas bepergian ke seantero negeri, kita selalu bisa pergi dan menemukannya lagi di Norfolk."
Aku yakin Ruth benar tentang hal itu. Norfolk menjadi sumber penghiburan nyata bagi kami, mungkin jauh lebih besar daripada yang kami akui waktu itu, dan karena itulah kami masih membahasnya"meskipun sebagai lelucon"ketika kami sudah jauh lebih besar. Dan itulah sebabnya, bertahun-tahun kemudian, hari itu ketika Tommy dan aku menemukan salinan kasetku yang hilang di sebuah kota di pantai Norfolk, kami bukan hanya menganggapnya lucu; jauh di dalam hati kami merasakan sentakan, harapan lama untuk kembali memercayai sesuatu yang dulu dekat di hati kami.
TAPI aku ingin berbicara tentang kasetku, Songs After Dark oleh Judy Bridgewater. Kurasa aslinya berupa piringan hitam"tanggal rekamannya 1956"tapi yang kumiliki adalah kasetnya, dan gambar sampulnya pasti versi diperkecil sampul piringan hitamnya. Judy Bridgewater mengenakan gaun satin merah lembayung, dengan model bahu terbuka yang populer saat itu, dan kau bisa melihatnya mulai dari atas pinggang karena ia duduk di bangku bar. Kurasa maksudnya ia berada di Amerika Selatan, karena ada pepohonan palem di belakangnya dan pelayan berkulit gelap yang mengenakan tuksedo putih. Kau memandang Judy tepat dari sisi pelayan bar berada saat ia melayani Judy minum. Ia memandangmu dengan ramah, tidak terlalu seksi,
seolah-olah ia sedikit merayu, tapi kau orang yang sudah lama dikenalnya. Hal lain mengenai sampul itu adalah Judy meletakkan sikunya di bar dan ada rokok menyala di tangannya. Dan rokok inilah yang membuatku merahasiakan kasetku, sejak aku menemukannya di Sale.
Aku tak tahu bagaimana di tempatmu, tapi di Hailsham para guardian sangat tegas soal rokok. Aku yakin mereka lebih suka bila kami tak pernah tahu tentang merokok; tapi karena ini tidak mungkin, mereka memastikan menceramahi kami setiap kali masalah rokok disinggung. Meski kami ditunjukkan foto penulis atau pemimpin dunia yang termasyhur, dan mereka memegang rokok, maka seluruh pelajaran bakal berhenti. Bahkan ada desas-desus bahwa beberapa buku klasik"seperti seri Sherlock Holmes"tidak ada di perpustakaan kami karena tokoh-tokoh utamanya terlalu banyak merokok, dan kalau kau melihat halaman dirobek dari buku bergambar atau majalah, itu karena di situ ada gambar seseorang yang merokok. Lalu ada pelajaran di mana mereka menunjukkan gambar-gambar mengerikan mengenai akibat merokok terhadap organ tubuhmu. Karena itu sangat mengagetkan ketika Marge K. mengajukan pertanyaannya kepada Miss Lucy.
Kami duduk di rumput sesudah pertandingan rounders dan Miss Lucy memberikan ceramah khas tentang merokok ketika Marge tiba-tiba bertanya apakah Miss Lucy sendiri pernah merokok. Miss Lucy diam sesaat. Lalu katanya,
"Aku ingin bisa berkata tidak. Tapi sejujurnya selama beberapa waktu aku memang perokok. Sekitar dua tahun, ketika aku masih lebih muda."
Bisa kaubayangkan betapa terkejutnya kami. Sebelum jawaban Miss Lucy, kami semua menatap marah ke Marge, benar-benar marah bahwa ia mengajukan pertanyaan yang tidak sopan"bagi kami, sekalian saja ia bertanya apakah Miss Lucy pernah menyerang orang dengan kapak. Dan berhari-hari kemudian aku ingat bagaimana kami menyiksa Marge; sebenarnya, insiden yang kuceritakan sebelum ini, malam ketika kami menempelkan wajah Marge ke jendela ruang tidur agar ia memandang hutan, itu semua bagian dari apa yang terjadi belakangan. Tapi saat itu, waktu Miss Lucy mengatakan apa yang dikatakannya, kami terlalu bingung sehingga tidak bisa memikirkan Marge. Kurasa kami hanya memandang ngeri Miss Lucy, menunggu apa yang akan dikatakannya berikutnya.
Ketika ia akhirnya bicara, Miss Lucy sepertinya menimbang setiap kata dengan cermat. 'Tidak bagus bahwa aku merokok. Tidak baik untukku, jadi aku berhenti. Tapi yang perlu kalian mengerti adalah bahwa bagi kalian, kalian semua, jauh lebih buruk untuk merokok daripada untukku."
Lalu ia berhenti dan terdiam. Seseorang kelak berkata bahwa ia melamun, tapi aku yakin sekali, seperti juga Ruth, bahwa ia berpikir keras tentang apa yang harus dikatakannya setelahnya. Akhirnya ia berkata,
"Kalian sudah diberitahu tentang itu. Kalian adalah siswa. Kalian... istimewa. Jadi menjaga kesehatan, menjaga agar kalian sehat di dalam, jauh lebih penting bagi kalian daripada bagiku."
Ia berhenti lagi dan menatap kami aneh. Sesudahnya, ketika kami membahasnya, beberapa dari kami yakin ia ingin sekali seseorang bertanya, "Mengapa" Mengapa itu jauh lebih buruk bagi kami?" Tapi tak ada yang melakukannya. Aku sering memikirkan hari itu, dan kini aku yakin, mengingat apa yang terjadi kemudian, bahwa kami hanya perlu bertanya dan Miss Lucy akan menceritakan segala hal. Yang dibutuhkan hanya satu lagi pertanyaan tentang merokok.
Jadi mengapa kami diam saja hari itu" Kuduga karena bahkan pada usia itu"sembilan atau sepuluh"kami tahu cukup banyak untuk membuat kami cemas mengenai seluruh topik itu. Sulit untuk diingat sekarang seberapa banyak kami tahu waktu itu.
Kami jelas tahu"meskipun tidak mendalam"bahwa kami berbeda dengan para guardian kami, dan juga dari orang-orang normal di luar sana; mungkin kami juga tahu bahwa jauh di masa depan kami ditunggu oleh para donasi. Tapi kami tidak tahu persis apa artinya itu. Kalau kami ingin sekali menghindari topik-topik tertentu, itu mungkin lebih karena itu membuat kami malu. Kami benci bagaimana para guardian, yang biasanya sangat menguasai segalanya, jadi canggung setiap kali kami menyentuh topik ini. Kami jadi resah melihat mereka berubah seperti itu. Kukira itulah sebabnya kami tidak mengajukan pertanyaan yang satu itu, dan mengapa kami menghukum Marge K. dengan begitu kejam gara-gara ia membicarakannya hari itu sesudah pertandingan rounders.
ITULAH yang membuatku merahasiakan kasetku. Aku bahkan membalikkan sampulnya sehingga kau hanya bisa melihat Judy dan rokoknya jika kau membuka wadah plastiknya. Tapi alasan kaset itu sangat bermakna bagiku tak ada hubungannya dengan rokok, atau bahkan dengan cara Judy Bridgewater bernyanyi"ia salah seorang penyanyi hebat pada masanya, musik cocktail-bar, bukan jenis yang kami sukai di Hailsham. Yang membuat kaset itu istimewa bagiku adalah satu lagu khusus ini, "Never Let Me
Go". Iramanya lambat dan larut malam dan bergaya Amerika, dan ada bagian yang berulang-ulang ketika Judy bernyanyi: "Never
let me go... Oh, hahy, hahy... never let me go..." Waktu itu usiaku sebelas, dan belum banyak mendengarkan musik, tapi lagu yang satu ini sangat memesonaku. Aku selalu menyimpan kaset tersebut terputar tepat di bagian itu agar bisa memutar lagu itu setiap kali ada kesempatan.
Kau perlu tahu, aku tak banyak mendapat kesempatan, saat itu masih beberapa tahun sebelum Walkman muncul di Sale. Ada mesin besar di ruang biliar, tapi aku nyaris tak pernah memutar kaset itu di sana karena selalu penuh orang. Ruang Seni juga memiliki pemutar kaset, tapi biasanya di sana sama berisiknya. Satu-satunya tempat aku bisa mendengarkannya dengan baik adalah di ruang tidur.
Waktu itu kami sudah menempati ruang tidur kecil bertempat tidur enam di pondok-pondok terpisah, dan di ruang kami ada pemutar kaset di rak di atas radiator. Maka ke sanalah aku biasanya pergi, di siang hari ketika kira-kira tak ada orang, untuk memutar laguku berulang kali.
Apa istimewanya lagu ini" Nah, begini, aku tak terbiasa menyimak liriknya; aku hanya menunggu bagian yang berbunyi, "Baby, hahy, never let me go...." Dan yang kubayangkan adalah seorang wanita yang diberitahu ia tidak bisa punya bayi, yang benar-benar didambakannya sepanjang hidupnya. Lalu terjadi mukjizat dan ia mendapat bayi, dan ia memeluk bayi itu dan berjalan sambil bernyanyi, "Baby, never let me go..." sebagian karena ia sangat bahagia, tapi juga karena ia takut akan terjadi sesuatu, bahwa bayi itu akan sakit atau diambil darinya. Bahkan pada saat itu, aku sadar ini tidak tepat, bahwa intepretasi ini tidak cocok dengan lirik keseluruhan. Tapi bagiku itu bukan masalah. Lagu itu tentang apa yang kukatakan, dan aku biasa mendengarkannya berulang-ulang, sendirian, setiap kali aku punya kesempatan.
let me go... Oh, hahy, hahy... never let me go..." Waktu itu usiaku sebelas, dan belum banyak mendengarkan musik, tapi lagu yang satu ini sangat memesonaku. Aku selalu menyimpan kaset tersebut terputar tepat di bagian itu agar bisa memutar lagu itu setiap kali ada kesempatan.
Kau perlu tahu, aku tak banyak mendapat kesempatan, saat itu masih beberapa tahun sebelum Walkman muncul di Sale. Ada mesin besar di ruang biliar, tapi aku nyaris tak pernah memutar kaset itu di sana karena selalu penuh orang. Ruang Seni juga memiliki pemutar kaset, tapi biasanya di sana sama berisiknya. Satu-satunya tempat aku bisa mendengarkannya dengan baik adalah di ruang tidur.
Waktu itu kami sudah menempati ruang tidur kecil bertempat tidur enam di pondok-pondok terpisah, dan di ruang kami ada pemutar kaset di rak di atas radiator. Maka ke sanalah aku biasanya pergi, di siang hari ketika kira-kira tak ada orang, untuk memutar laguku berulang kali.
Apa istimewanya lagu ini" Nah, begini, aku tak terbiasa menyimak liriknya; aku hanya menunggu bagian yang berbunyi, "Baby, hahy, never let me go...." Dan yang kubayangkan adalah seorang wanita yang diberitahu ia tidak bisa punya bayi, yang benar-benar didambakannya sepanjang hidupnya. Lalu terjadi mukjizat dan ia mendapat bayi, dan ia memeluk bayi itu dan berjalan sambil bernyanyi, "Baby, never let me go..." sebagian karena ia sangat bahagia, tapi juga karena ia takut akan terjadi sesuatu, bahwa bayi itu akan sakit atau diambil darinya. Bahkan pada saat itu, aku sadar ini tidak tepat, bahwa intepretasi ini tidak cocok dengan lirik keseluruhan. Tapi bagiku itu bukan masalah. Lagu itu tentang apa yang kukatakan, dan aku biasa mendengarkannya berulang-ulang, sendirian, setiap kali aku punya kesempatan.
Ada satu insiden aneh sekitar waktu ini yang perlu kuceritakan kepadamu di sini. Kejadian itu mengguncangkanku, dan meskipun aku tak tahu maknanya hingga bertahun-tahun kemudian, kukira aku merasakan, bahkan saat itu, makna yang lebih mendalam.
Waktu itu siang yang cerah dan aku pergi ke mang tidur untuk mengambil sesuatu. Aku ingat waktu itu cerah sekali karena tirai di kamar kami tak sepenuhnya ditutup, dan kau bisa melihat cahaya matahari masuk dalam berkas-berkas besar dan debu melayang di udara. Aku tak berniat memutar kaset, tapi karena sedang sendirian, aku mengeluarkan kaset dari peti koleksiku dan memasukkannya ke pemutar.
Mungkin volumenya sudah dibesarkan oleh siapa pun yang terakhir memakainya, aku tidak tahu. Tapi bunyinya jauh lebih keras daripada yang biasa kupasang dan mungkin itulah sebabnya aku tidak mendengar kedatangannya lebih awal. Atau mungkin aku sedang merasa puas saat itu. Aku bergoyang pelan mengikuti irama lagu, sambil memeluk bayi khayalan ke dadaku. Bahkan, yang lebih memalukan lagi, kali itu aku mengambil bantal sebagai bayi, dan aku sedang melakukan tarian lambat ini, mataku terpejam, ikut bernyanyi pelan setiap kali kalimat itu muncul,
"Oh baby, baby, never let me go..."
Lagunya hampir selesai ketika sesuatu membuatku menyadari bahwa aku tidak sendirian, dan aku membuka mata dan mendapati diriku menatap Madame yang berdiri di ambang pintu.
Aku terdiam kaget. Lalu dalam satu atau dua detik, aku mulai merasakan kecemasan lain, karena aku bisa melihat ada yang aneh mengenai situasi itu. Pintu hampir setengah terbuka"ada aturan bahwa kami tak bisa menutup pintu kamar rapat-rapat kecuali waktu tidur"tapi Madame tidak sampai masuk ke ambang pintu. Ia berdiri di luar di lorong, berdiri sangat diam, kepalanya miring agar bisa melihat apa yang kulakukan di dalam. Dan anehnya, ia menangis. Mungkin isakannyalah yang menembus lagu sehingga merenggutku keluar dari impianku.
Kalau aku sekarang memikirkannya, sepertinya, meskipun bukan guardian, ia orang dewasa, dan seharusnya ia mengatakan atau melakukan sesuatu, meskipun hanya untuk memarahiku. Dengan begitu aku jadi tahu bagaimana harus bersikap. Tapi ia terus berdiri di sana, terisak-isak, menatapku lewat ambang pintu dengan sorot sama seperti biasanya kalau ia menatap kami, seakan-akan ia melihat sesuatu yang membuatnya bergidik. Hanya saja kali ini ada sesuatu yang lain, sesuatu dalam tatapannya yang tidak bisa kutebak.
Aku tak tahu harus melakukan atau mengatakan apa, atau harus mengharapkan apa selanjutnya. Mungkin ia akan masuk, memarahiku, bahkan memukulku, aku sama sekali tidak tahu. Ternyata ia berbalik dan saat berikutnya aku mendengar suara langkah kakinya meninggalkan pondok. Aku tersadar kaset sudah memutar lagu berikutnya, jadi aku mematikannya dan duduk di tempat tidur terdekat. Dan ketika melakukan itu, lewat jendela di depanku aku melihat sosoknya bergegas ke rumah utama. Ia tidak menoleh, tapi dari cara punggungnya membungkuk, aku tahu ia masih menangis.
Ketika aku berkumpul kembali dengan teman-temanku beberapa saat kemudian, aku tidak menceritakan apa pun tentang apa yang terjadi. Seseorang melihat aku linglung dan mengatakan sesuatu, tapi aku hanya mengedikkan bahu dan tetap diam. Sebenarnya aku bukan malu: tapi mirip waktu itu, ketika kami menyerbu Madame saat ia turun dari mobilnya. Di atas segalanya aku berharap semua itu tidak benar-benar terjadi, dan kupikir dengan tidak menceritakannya aku lebih baik bagi diriku sendiri dan semua orang lain.
Tapi aku membahasnya dengan Tommy dua tahun kemudian. Itu terjadi pada hari-hari menyusul percakapan kami di dekat kolam ketika ia pertama kali bercerita tentang Miss Lucy; hari-hari ketika"menurutku"kami mulai bertanya-tanya dan mengajukan pertanyaan tentang diri kami yang kami pertahankan selama bertahun-tahun. Ketika aku bercerita kepada Tommy tentang apa yang terjadi dengan Madame di mang tidur, ia melontarkan penjelasan yang cukup sederhana. Saat itu tentu saja kami sudah mengetahui sesuatu yang sebelumnya belum kuketahui, yaitu bahwa kami tidak bisa mempunyai bayi. Mungkin saja entah bagaimana aku mendapat gagasan itu ketika masih kecil tanpa memahami sepenuhnya, dan karena itulah aku mendengar apa yang kudengar saat menyimak lagu itu. Tapi tak mungkin aku benar-benar mengetahuinya waktu itu. Seperti kataku, ketika Tommy dan aku membahasnya, kami sudah di-beritahu dengan jelas. Tak satu pun dari kami yang merasa terganggu oleh hal itu; malah aku ingat beberapa orang senang kami bisa berhubungan seks tanpa harus mencemaskan itu semua"meskipun hubungan seks yang sebenarnya masih jauh dari jangkauan kebanyakan dari kami saat itu. Pokoknya, waktu aku menceritakan kepada Tommy tentang apa yang terjadi, ia berkata,
"Madame mungkin bukan orang jahat, meskipun dia mengerikan. Jadi waktu dia melihatmu menari-nari seperti itu, sambil memeluk bayimu, dia menganggapnya sangat tragis, bahwa kau takkan bisa punya bayi. Itu sebabnya dia mulai menangis."
"Tapi, Tommy," aku berkata, "bagaimana dia bisa tahu lagu itu ada hubungannya dengan orang punya bayi" Bagaimana mungkin dia tahu bantal yang kupegang maksudnya bayi" Itu kan hanya ada dalam kepalaku."
Tommy memikirkan ini, lalu berkata setengah bergurau, "Mungkin Madame bisa membaca pikiran. Dia aneh. Mungkin dia bisa melihat langsung ke dalam dirimu. Itu tidak mengherankan."
Ini membuat kami ngeri, dan meskipun cekikikan, kami tidak mengatakan apa-apa lagi tentang itu.
KASETKU hilang beberapa bulan setelah kejadian dengan Madame. Saat itu aku tak pernah mengaitkan kedua kejadian itu, dan aku tak punya alasan untuk mengaitkannya sekarang. Aku berada di ruang tidur pada suatu malam, persis sebelum lampu dipadamkan, dan sedang membongkar peti koleksiku untuk menghabiskan waktu sampai yang lain datang dari kamar mandi. Aneh tapi ketika pertama kali aku tersadar kaset itu tak ada lagi di situ, pikiran utamaku adalah bahwa aku tidak bolah menunjukkan betapa panik diriku. Aku ingat sengaja bersenandung sementara terus mencari-cari. Aku sering memikirkannya dan masih belum bisa menjelaskannya: aku bersama teman-teman terdekatku di mangan itu tapi tetap saja aku tak ingin mereka tahu betapa gundahnya aku bahwa kasetku hilang.
Kukira ada kaitannya bahwa ini rahasia, yaitu betapa besar artinya kaset ini bagiku. Mungkin kami semua di Hailsham memiliki rahasia-rahasia kecil seperti itu"sudut-sudut pribadi kecil yang diciptakan dari khayalan yang bisa kami kunjungi dengan segala ketakutan dan keinginan kami. Tapi kenyataan bahwa kami mempunyai kebutuhan seperti itu terasa sangat salah di mata kami saat itu"seolah-olah kami telah mempermalukan lingkungan sendiri.
Jadi, begitu yakin kasetku hilang, aku menanyai setiap orang di ruang tidur, sambil lalu, apakah mereka melihatnya. Aku belum terlalu khawatir karena masih ada kemungkinan kasetku tertinggal di ruang biliar; harapan lain adalah seseorang meminjamnya dan akan mengembalikannya keesokan paginya.
Well, kaset itu tidak muncul keesokan harinya dan aku masih belum tahu apa yang terjadi dengannya. Sebenarnya, kupikir, ada jauh lebih banyak pencurian yang terjadi di Hailsham daripada yang kami"atau para guardian"mau akui. Tapi aku menceritakan semua ini karena aku ingin menjelaskan tentang Ruth dan bagaimana reaksinya. Yang perlu kauingat adalah aku kehilangan kasetku kurang dari sebulan setelah Midge menanyai Ruth di Ruang Seni tentang tempat pensilnya dan aku menyelamatkannya. Sejak itu, seperti sudah kuceritakan, Ruth mencari sesuatu yang menyenangkan yang bisa dilakukannya bagiku sebagai imbalan, dan hilangnya kaset itu memberinya kesempatan. Bahkan bisa dibilang baru sesudah kasetku lenyap, keadaan di antara kami kembali normal"mungkin untuk pertama kalinya sejak pagi berhujan ketika aku menyebut tentang catatan Sales kepadanya di bawah atap rumah utama.
Pada malam ketika menyadari kasetku hilang, aku memastikan menanyai semuanya tentang itu, dan tentu saja termasuk Ruth. Ketika menengok kembali aku bisa melihat bagaimana saat itu juga ia menyadari apa makna hilangnya kaset itu bagiku, dan bahwa sangat penting bagiku agar tidak terjadi kehebohan. Maka malam itu ia menjawab dengan mengangkat bahu sambil lalu dan melanjutkan apa yang dilakukannya. Tapi keesokan paginya, ketika kembali dari kamar mandi, aku mendengarnya"dengan suara tak acuh seakan-akan bukan hal penting"bertanya kepada Hannah apakah ia yakin tidak melihat kasetku.
Lalu mungkin dua minggu kemudian, ketika aku sudah lama merelakan kasetku yang hilang, Ruth datang dan menemuiku pada jam istirahat makan siang. Waktu itu hari pertama musim semi yang benar-benar cerah tahun itu, dan aku duduk mengobrol di rumput bersama beberapa gadis yang lebih tua. Ketika Ruth datang dan bertanya apakah aku mau jalan-jalan sebentar, jelas sekali ia punya niat tertentu. Maka aku meninggalkan gadis-gadis itu dan mengikutinya ke ujung Lapangan Bermain Utara, lalu naik ke bukit utara, sampai kami berdiri di dekat pagar kayu dan memandang ke bawah ke bentangan hijau bebercak gerombolan-gerombolan siswa. Ada angin kencang di puncak bukit, dan aku ingat merasa terkejut karena tidak memperhatikannya ketika duduk di rumput. Kami berdiri memandang sekitar sebentar, lalu Ruth mengulurkan kantong kecil kepadaku. Ketika aku menerimanya, aku tahu isinya kaset dan hatiku melambung. Tapi Ruth segera berkata,
"Kathy, ini bukan kasetmu. Bukan yang hilang itu. Aku mencoba mencarikannya untukmu, tapi sudah benar-benar hilang."
"Ya," kataku. "Pergi ke Norfolk."
Kami tertawa. Lalu aku mengeluarkan kaset itu dari kantong dengan sikap kecewa, dan aku tak yakin apakah kekecewaan telah lenyap dari wajahku sementara aku mengamati kaset itu.
Aku memegang sesuatu berjudul Twenty Classic Dance Tunes. Ketika kemudian aku memutarnya, aku mendapati itu musik orkestra untuk dansa ballroom. Tentu saja ketika Ruth memberikannya kepadaku, aku tidak tahu itu musik jenis apa, tapi aku tahu itu sama sekali tidak mirip Judy Bridgewater. Lalu aku langsung tersadar Ruth tidak mengetahui hal itu"bahwa bagi Ruth, yang tidak tahu-menahu tentang musik, kaset ini pasti
bisa menggantikan kasetku yang hilang. Dan mendadak aku merasa kekecewaanku sirna, digantikan kebahagiaan. Di Hailsham kami jarang berpelukan. Tapi kuremas salah satu tangan Ruth ketika mengucapkan terima kasih kepadanya. Ia berkata, "Aku menemukannya di Sale terakhir. Kukira ini sesuatu yang pasti kau suka." Dan aku mengatakan, ya, ini memang jenis benda yang kusukai.
Aku masih menyimpannya sekarang. Aku jarang memutarnya karena musiknya tak cocok dengan apa pun. Itu hanya benda, seperti bros atau cincin, dan terutama sekarang setelah Ruth tiada, ini menjadi salah satu barang milikku yang paling berharga.
BAB 7 SEKARANG aku ingin beralih ke tahun-tahun terakhir kami di Hailsham. Yang kumaksud adalah periode ketika kami berusia tiga belas hingga saat kami pergi di usia enam belas. Dalam ingatanku kehidupanku di Hailsham terbagi dalam dua kelompok berbeda: masa akhir ini, dan semua yang terjadi sebelumnya. Tahun-tahun awal"yang sudah kuceritakan selama ini"cenderung membaur kabur seperti semacam masa keemasan, dan kalau aku memikirkannya, bahkan tentang hal-hal yang tidak begitu hebat, mau tak mau aku merasa bahagia. Tapi tahun-tahun terakhir itu terasa beda. Bukan sedih sebenarnya" banyak ingatan indah yang kudapat dari masa itu"tapi suasananya lebih serius, dan sedikit lebih kelam. Mungkin aku melebih-lebihkannya dalam benakku, tapi aku mendapat kesan bahwa segala sesuatu berubah dengan cepat sekitar masa itu, seperti siang berganti malam.
Percakapan dengan Tommy di pinggir kolam: kini aku menganggapnya tonggak di antara kedua era. Bukan berarti ada hal penting yang terjadi segera sesudahnya; tapi setidaknya bagiku, percakapan itu merupakan titik balik. Aku mulai memandang segalanya dengan cara berbeda. Kalau sebelumnya aku mundur dari hal-hal canggung, kini aku semakin sering bertanya, kalau tidak dengan lantang, setidaknya dalam hati.
Khususnya percakapan itu membuatku memandang Miss Lucy dari sudut pandang baru. Aku memperhatikannya dengan cermat sebisaku, bukan karena ingin tahu, tapi karena sekarang aku melihatnya sebagai sumber petunjuk penting. Dan begitulah, selama satu-dua tahun berikutnya, aku melihat berbagai hal aneh yang dikatakannya atau dilakukannya yang sama sekali luput dari perhatian teman-temanku.
Misalnya, mungkin beberapa minggu sesudah percakapan di pinggir kolam, ketika Miss Lucy memberi kami pelajaran bahasa Inggris. Kami sedang membahas puisi, tapi entah bagaimana akhirnya membahas tentang para tentara di Perang Dunia Kedua yang ditahan di kamp tawanan. Salah seorang anak laki-laki bertanya apakah pagar di sekeliling kamp dialiri listrik, lalu yang lain bilang itu pasti aneh, tinggal di tempat seperti itu, tempat kau bisa bunuh diri kapan saja hanya dengan menyentuh pagarnya. Mungkin maksudnya serius, tapi kami menganggapnya lucu. Kami semua tertawa dan berbicara bersamaan, lalu Laura"khas dia"berdiri di atas bangku dan menirukan dengan lucu orang yang mengulurkan tangan lalu tersengat listrik. Sesaat heboh, semua berteriak dan menirukan gerakan menyentuh pagar listrik.
Aku terus memperhatikan Miss Lucy dan melihat, hanya sejenak, ekspresi aneh muncul di wajahnya ketika memperhatikan kelas di depannya. Lalu"aku tetap memperhatikan dengan saksama"ia mengendalikan diri, tersenyum, lalu berkata, "Untung saja pagar di Hailsham tidak dialiri listrik. Kadang-kadang bisa terjadi kecelakaan mengerikan."
Ia mengatakan ini cukup pelan, dan karena orang-orang masih berteriak-teriak, suaranya tenggelam. Tapi aku mendengarnya cukup jelas. "Kadang-kadang terjadi kecelakaan mengerikan." Kecelakaan apa" Di mana" Tapi tak ada yang terpancing melanjutkan omongannya, dan kami kembali membahas puisi.
Ada beberapa insiden kecil lain semacam itu, dan tak lama kemudian aku mulai melihat Miss Lucy tidak seperti para guardian lainnya. Bahkan mungkin aku mulai menyadari, saat itu juga, sifat khawatir dan frustrasinya. Tapi itu mungkin berlebihan; mungkin saja saat itu aku menyaksikan semua itu tanpa mengetahui artinya. Dan kalau semua insiden itu sekarang kelihatan penuh makna dan konsisten, itu mungkin karena aku melihatnya berkaitan dengan apa yang terjadi kemudian"terutama yang terjadi hari itu di paviliun sementara kami berlindung dari hujan.
WAKTU itu umur kami lima belas, sudah di tingkat terakhir kami di Hailsham. Kami berada di paviliun, bersiap-siap untuk pertandingan rounders. Anak-anak laki-laki sedang dalam fase "menikmati" rounders supaya bisa menggoda kami, jadi kami ada lebih dari tiga puluh orang siang itu. Hujan mulai turun ketika kami berganti pakaian, dan kami berkumpul di beranda"yang terlindung atap paviliun"sementara menunggu hujan reda. Tapi hujan terus turun, dan waktu yang terakhir dari kami keluar, beranda sudah sangat sesak, semua mondar-mandir gelisah. Aku ingat Laura sedang menunjukkan cara membuang ingus dengan cara sangat menjijikkan, yang bisa kaugunakan kalau ingin membuat seorang anak laki-laki jera mendekatimu.
Miss Lucy satu-satunya guardian yang hadir. Ia bersandar pada birai, menatap hujan seakan-akan mencoba melihat ke seberang lapangan. Pada masa itu aku memperhatikannya dengan sangat cermat, dan bahkan saat menertawakan Laura, aku mencuri-curi pandang terus ke punggung Miss Lucy. Aku ingat bertanya-tanya apakah tidak ada sesuatu yang aneh pada posturnya, bagaimana kepalanya menunduk terlalu dalam sehingga ia tampak seperti hewan yang meringkuk, siap menerkam. Dan caranya bersandar ke depan di atas birai, membuat tetes-tetes air dari talang nyaris jatuh menerpanya"tapi ia tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia peduli. Aku ingat meyakinkan diriku sendiri semua ini bukan sesuatu yang tidak biasa"bahwa ia hanya gelisah karena berharap hujan akan berhenti"dan aku kembali memperhatikan apa yang dikatakan Laura. Lalu beberapa menit kemudian, ketika aku sudah lupa sama sekali tentang Miss Lucy dan sedang terbahak-bahak karena sesuatu, tiba-tiba aku menyadari sekeliling kami sepi, dan Miss Lucy sedang berbicara.
Ia masih berdiri di tempat yang sama, tapi sudah berbalik ke arah kami, sehingga punggungnya bersandar ke pagar, dan langit mendung di belakangnya.
'Tidak, tidak, maaf, aku harus menyela kalian," ia berkata, dan aku melihat ia berbicara kepada dua anak laki-laki yang duduk di bangku persis di depannya. Suaranya tidak benar-benar aneh, tapi ia berbicara sangat keras, dengan nada yang biasa dipakainya kalau mengumumkan sesuatu kepada kami, dan karena itu kami diam. "Tidak, Peter, aku harus menghentikanmu. Aku tidak bisa mendengarkanmu dan tetap diam."
Lalu ia mengangkat pandangannya dan menatap kami semua, lalu menarik napas dalam-dalam. "Baiklah, kalian boleh dengar ini, ini untuk kalian semua. Sudah waktunya ada yang menjelaskannya."
Kami menunggu sementara ia terus memandang kami. Belakangan ada yang bilang mereka menyangka ia akan memarahi kami habis-habisan; yang lain mengira ia akan mengumumkan aturan baru untuk bermain rounders. Tapi sebelum ia mengucapkan sesuatu pun aku sudah tahu ini tentang sesuatu yang lebih dari itu.
"Anak-anak, maafkan aku tadi mendengarkan pembicaraan kalian. Kalian persis di belakangku, maka mau tak mau aku mendengar. Peter, bagaimana kalau kauberitahu yang lain apa yang barusan kaukatakan kepada Gordon?"
Peter J. tampak bingung dan aku melihat ia bersiap memasang wajah tak bersalah yang tersinggung. Tapi Miss Lucy berbicara lagi, kali ini jauh lebih lembut,
"Ayolah, Peter. Tolong ceritakan apa yang baru saja kauhilang."
Peter mengedikkan bahu. "Kami hanya berbicara tentang bagaimana rasanya menjadi aktor. Kehidupan macam apa yang akan kami alami."
"Ya," kata Miss Lucy, "dan kauhilang kepada Gordon bahwa untuk itu kau harus ke Amerika agar mendapat kesempatan terbaik."
Peter J. kembali mengedikkan bahu dan menggumam tenang, "Ya, Miss Lucy."
Tapi Miss Lucy kini mengalihkan tatapannya ke kami semua. "Aku tahu kau tidak bermaksud jahat. Tapi sudah terlalu banyak omongan semacam ini. Aku mendengarnya setiap saat, memang dibiarkan terus, dan itu tidak benar." Aku melihat lebih banyak tetesan air jatuh dari talang dan mendarat di bahunya, tapi sepertinya ia tidak menyadarinya. "Kalau tak ada yang mau bicara pada kalian lanjutnya, "aku akan melakukannya. Masalahnya, menurutku, adalah bahwa kalian sudah diberitahu tapi tidak diberitahu. Kalian sudah diberitahu, tapi tak satu pun kalian benar-benar mengerti, dan aku berani bilang, beberapa orang senang membiarkannya seperti itu. Tapi aku tidak. Kalau kalian akan menjalani hidup yang layak, kalian harus tahu, dan tahu dengan benar. Tak satu pun dari kalian akan pergi ke Amerika, tak satu pun dari kalian akan jadi bintang film. Dan takkan ada yang bekerja di supermarket seperti yang kudengar direncanakan oleh beberapa dari kalian tempo hari. Hidup kalian sudah ditetapkan. Kalian akan jadi orang dewasa, lalu sebelum kalian menjadi tua, bahkan sebelum separuh baya, kalian akan mulai mendonasikan organ-organ vital kalian. Untuk itulah kalian masing-masing diciptakan. Kalian bukan seperti para aktor yang kalian lihat di video-video, kalian bahkan tidak seperti aku. Kalian diciptakan di dunia ini untuk suatu tujuan, dan masa depan kalian, semuanya, sudah diatur. Maka jangan bicara seperti itu lagi. Tak lama lagi kalian akan meninggalkan Hailsham, dan segera setelahnya tibalah saatnya kalian akan mempersiapkan donasi kalian yang pertama. Kalian harus ingat itu. Kalau ingin hidup layak, kalian perlu tahu siapa kalian dan apa yang ada di depan kalian, masing-masing dari kalian."
Lalu ia terdiam, tapi sepertinya ia masih melanjutkan perkataannya di dalam benaknya, karena beberapa saat tatapannya nanar di atas kami, beralih dari satu wajah ke wajah lain seakan-akan ia masih berbicara kepada kami. Kami semua lega ketika ia berbalik untuk memandang lapangan lagi.
"Sekarang sudah tidak begitu deras," katanya, meskipun hujan masih sama. "Ayo kita keluar. Mungkin matahari akan muncul juga."
Kurasa itu saja yang dikatakannya. Waktu aku membahasnya dengan Ruth beberapa tahun yang lalu di panti di Dover, ia bersikeras Miss Lucy mengatakan jauh lebih banyak lagi; bahwa ia menjelaskan sebelum donasi kami akan menjadi perawat dulu, lalu tentang urutan umum donasi, panti-panti pemulihan dan sebagainya"tapi aku yakin tidak begitu. Baiklah, mungkin ia berniat begitu waktu mulai bicara. Tapi dugaanku begitu mulai, begitu melihat wajah-wajah penuh tanda tanya dan tidak nyaman di hadapannya, ia menyadari mustahil menyelesaikan apa yang sudah dimulainya.
Sulit dikatakan apa dampak ucapan spontan Miss Lucy di paviliun itu. Desas-desus cepat tersiar, tapi gunjingan lebih mengenai Miss Lucy daripada apa yang coba diceritakannya kepada kami. Beberapa siswa mengira ia kehilangan akal untuk beberapa saat; yang lain menyangka ia diminta Miss Emily dan para guardian lain untuk mengatakan apa yang dikatakannya itu; bahkan ada beberapa siswa di sana saat itu, mengira Miss Lucy memarahi kami karena terlalu berisik di beranda. Tapi seperti kukatakan, anehnya hanya sedikit diskusi tentang apa yang dikatakan Miss Lucy. Kalaupun ada, orang-orang cenderung berkata, "Well, memangnya kenapa" Kan kita sudah tahu semua itu."
Tapi justru itulah yang dimaksud Miss Lucy. Kami sudah "di-beritahu dan tidak diberi tahu," begitu katanya. Beberapa tahun yang lalu, ketika Tommy dan aku membahas semua itu, dan aku mengingatkannya tentang "diberitahu dan tidak diberitahu" yang dikatakan Miss Lucy, Tommy mengemukakan sebuah teori.
Tommy menganggap ada kemungkinan para guardian, sepanjang tahun-tahun kami di Hailsham, sudah mengatur waktu dengan sengaja dan sangat cermat untuk memberitahu semua yang mereka katakan kepada kami, sehingga kami selalu masih terlalu muda untuk memahami dengan benar potongan informasi terakhir. Tapi tentu saja kami menyerapnya sebatas taraf tertentu, sehingga dengan cepat semua ini sudah ada dalam benak kami tanpa kami mencermatinya dengan saksama.
Ini sedikit terlalu mirip semacam konspirasi bagiku"menurutku para guardian kami tak selicik itu"tapi bisa saja ada benarnya. Tentu, rasanya aku sudah selamanya tahu tentang donasi secara samar-samar, bahkan ketika masih sekecil enam atau tujuh tahun. Dan anehnya, ketika kami sudah lebih besar dan para guardian memberikan ceramah itu, tak ada yang benar-benar mengejutkan. Rasanya seolah kami sudah pernah mendengar semuanya.
Satu hal yang sekarang kusadari adalah ketika para guardian pertama kali memberi kami ceramah serius tentang seks, mereka cenderung memadukannya dengan ceramah tentang donasi. Pada usia itu"sekali lagi, aku bicara tentang usia sekitar tiga belas"kami agak cemas dan bergairah mengenai seks, dan tentu saja mengesampingkan hal yang satu lagi. Dengan kata lain, memang mungkin para guardian telah berhasil menyusupkan ke benak kami berbagai fakta mendasar mengenai masa depan kami.
Sekarang jujur saja, mungkin memang wajar untuk menggabungkan kedua pokok bahasan ini. Kalau, katakanlah, mereka memberitahu kami untuk sangat berhati-hati menghindari penyakit kalau kami berhubungan seks, maka akan aneh kalau tidak menyebutkan bahwa bagi kami ini jauh lebih penting daripada bagi orang-orang normal di dunia luar. Dan itu, tentu saja, akan mengantar kami ke masalah donasi.
Lalu ada soal tentang tidak bisa punya bayi. Miss Emily sendiri sering memberikan ceramah seks, dan aku ingat ia pernah membawa kerangka ukuran sebenarnya dari kelas biologi untuk memeragakan bagaimana itu dilakukan. Kami terperangah memperhatikan bagaimana ia menggerakkan tengkorak dalam berbagai tekukan dan putaran, mendorong-dorong tongkatnya ke sana kemari tanpa sama sekali merasa malu. Ia menguraikan semua detail praktis untuk melakukannya, apa yang masuk di mana, berbagai variasinya, seolah-olah itu pelajaran Geografi. Lalu tiba-tiba, sementara kerangka tergeletak dalam posisi tak senonoh di meja, ia menoleh dan mulai memberitahu bahwa kami harus berhati-hati dengan siapa kami melakukan hubungan seks. Bukan hanya karena penyakit, tapi karena "seks memengaruhi emosi dengan cara yang tak pernah kauduga." Kami harus sangat berhati-hati melakukan hubungan seks di dunia luar, terutama dengan orang-orang yang bukan siswa, karena di luar sana seks bisa berarti berbagai hal. Di luar sana orang-orang bahkan berkelahi dan saling membunuh gara-gara siapa berhubungan seks dengan siapa. Dan mengapa seks begitu besar artinya"jauh lebih daripada, misalnya, berdansa atau tenis meja"adalah karena orang-orang di luar sana berbeda dari kami para siswa: mereka bisa punya bayi karena seks. Itu sebabnya seks sangat penting bagi mereka, masalah tentang siapa melakukannya dengan siapa. Dan meskipun, seperti kami ketahui, sama sekali tak mungkin bagi kami untuk punya bayi, di luar sana, kami harus bersikap seperti mereka. Kami harus menghormati aturan-aturan dan memperlakukan seks sebagai sesuatu yang cukup istimewa.
Ceramah Miss Emily hari itu tipikal dengan apa yang kubicarakan. Kami memusatkan perhatian pada seks, lalu masalah lain akan menyusup masuk. Kurasa itu semua bagian dari bagaimana kami "diberitahu dan tidak diberitahu".
Kupikir pada akhirnya kami sudah menyerap banyak informasi, karena aku ingat, pada usia itu, suatu pembahan jelas dalam cara kami menghadapi seluruh topik yang berkaitan dengan donasi. Hingga saat itu, seperti kataku, kami melakukan segalanya untuk menghindari masalah itu; kami mundur begitu tanda pertama muncul bahwa kami memasuki wilayah itu, dan banyak hukuman keras bagi setiap siswa dungu"seperti Marge waktu itu"yang ceroboh. Tapi sejak kami berusia tiga belas, seperti kukatakan, keadaan berubah. Kami masih tidak membahas donasi dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya; kami masih menganggap seluruh wilayah itu tidak nyaman. Tapi itu menjadi sesuatu yang bisa dijadikan gurauan, hampir seperti kami berkelakar tentang seks. Ketika menoleh kembali sekarang, menurutku aturan tentang tidak membahas donasi secara terang-terangan itu masih ada, tetap setegas selama ini. Tapi sekarang boleh-boleh saja, bahkan hampir bisa dibilang harus, untuk sesekali berkelakar tentang hal-hal di masa depan kami.
Contoh yang baik adalah apa yang terjadi ketika siku Tommy terluka. Pasti terjadinya sebelum percakapanku dengannya di pinggir kolam; suatu saat, kupikir, ketika Tommy masih baru akan keluar dari tahap diganggu dan diejek.
LUKANYA tidak terlalu parah, dan meskipun ia disuruh menemui Muka Gagak untuk dirawat, ia bisa dibilang langsung kembali dengan perban di sikunya. Tak ada yang menganggapnya serius sampai beberapa hari kemudian, ketika Tommy melepaskan perban dan menunjukkan luka yang setengah terbuka. Kau bisa melihat bagian-bagian kulit yang mulai menyatu, dan potongan-potongan merah lembek mengintip dari bawah. Kami sedang makan siang, jadi semua berkerumun melihatnya dan berseru jijik "Iiiih!" Lalu Christopher H. murid dari angkatan di atas kami, mengatakan dengan wajah serius, "Sayang lukanya justru di bagian siku situ. Kalau di tempat lain, tidak apa-apa."
Tommy kelihatan khawatir"ia mengagumi Christopher pada masa itu"dan bertanya apa maksudnya. Christopher melanjutkan makan, lalu berkata tak acuh,
"Masa kau tidak tahu" Kalau persis di bagian siku itu, bisa terbuka seperti ritsleting. Kau hanya perlu menekuk cepat lenganmu. Bukan hanya bagian itu, melainkan seluruh siku, bisa terbuka seperti kantong dibuka. Kupikir kau tahu."
Aku bisa mendengar Tommy mengeluh Muka Gagak tidak memperingatkannya terhadap bahaya semacam itu, tapi Christopher mengangkat bahu dan berkata, "Pasti disangkanya kau tahu. Semua orang tahu kok."
Beberapa orang di dekatnya bergumam setuju. "Kau harus mempertahankan lenganmu benar-benar lurus," yang lain berkata. "Kalau ditekuk sangat berbahaya."
Keesokan harinya aku melihat Tommy lalu-lalang dengan lengan terulur kaku dan dengan ekspresi cemas. Semua menertawakannya, dan aku marah, tapi harus kuakui, memang lucu. Lalu di pengujung siang ketika kami meninggalkan Ruang Seni, Tommy menghampiriku di lorong dan berkata, "Kath, boleh aku bicara sebentar?"
Mungkin ini terjadi dua minggu sesudah aku menghampirinya di lapangan bermain untuk mengingatkannya tentang polo shirt-nya, jadi saat itu kami sudah seperti sahabat istimewa. Tapi toh caranya menemuiku dan mengajak bicara berdua rasanya cukup memalukan dan membuatku terperangah. Mungkin itu sebagian menjelaskan mengapa aku kurang begitu membantu.
"Aku tidak begitu mencemaskan apa pun," ia memulai, begitu berhasil menemuiku sendirian. "Tapi aku ingin berhati-hati, itu saja. Kita tidak boleh ceroboh dengan kesehatan kita. Aku perlu seseorang untuk membantu, Kath." Katanya ia cemas tentang apa yang akan dilakukannya selagi tidur. Bisa saja ia menekuk sikunya waktu tidur. "Aku terus bermimpi aku berperang melawan tentara Romawi."
Ketika aku menanyainya lagi, ternyata segala macam orang" orang-orang yang tidak hadir waktu makan siang itu"menemuinya untuk mengulangi ucapan Cristopher H. Bahkan ada yang melebih-lebihkan: ia diberitahu tentang seorang siswa yang tidur dengan luka di siku persis seperti Tommy dan ketika bangun mendapati seluruh lengannya sudah terbuka hingga tulang-belulangnya terlihat, kulitnya bergelantung di sisinya "seperti sarung tangan panjang di My F air Lady".
Yang diminta Tommy sekarang adalah membantunya mengikat ganjal pada lengannya agar tetap lurus sepanjang malam.
"Aku tidak percaya yang lain," katanya, seraya mengangkat penggaris tebal yang ingin dipakainya. "Mungkin saja mereka asal-asalan memasangnya agar lepas waktu malam."
Ia menatapku lugu, dan aku tak tahu harus bilang apa. Sebagian diriku ingin sekali memberitahu apa yang sesungguhnya terjadi, dan kurasa jika aku tidak memberitahunya, itu sama saja dengan mengkhianati kepercayaan yang sudah kami bangun sejak aku mengingatkannya tentang polo shirt-nya. Dan kalau aku mengganjal lengannya, berarti aku salah satu pelaku utama guyonan jahat ini. Aku masih merasa malu karena tidak memberitahunya waktu itu. Tapi kau harus ingat waktu itu aku masih muda, dan aku hanya punya beberapa detik untuk memutuskan. Dan bila seseorang memohon kau melakukan sesuatu dengan cara memelas seperti itu, rasanya tak mungkin bilang tidak.
Kupikir yang penting aku tidak ingin membuatnya cemas. Karena aku tahu, meski ia sangat mencemaskan sikunya, ia juga sangat terharu oleh keprihatinan yang ia percaya sudah ditunjukkan kepadanya. Tentu saja, aku tahu cepat atau lambat ia akan mengetahui kebenarannya, tapi saat itu aku tak sanggup memberitahunya. Yang terbaik yang bisa kulakukan hanya bertanya,
"Apakah Muka Gagak memberitahumu untuk melakukan ini?"
"Tidak. Tapi bayangkan betapa marahnya dia kalau sikuku sampai lepas."
Aku masih merasa tidak enak tentang hal ini, tapi aku berjanji akan mengikat lengannya"di Ruang 14 satu jam sebelum lonceng malam"dan melihatnya pergi dengan penuh rasa syukur dan terhibur.
Ternyata aku tak perlu melakukannya karena Tommy sudah tahu lebih dulu. Waktu itu sekitar jam delapan malam, aku sedang menuruni tangga utama, dan mendengar ledakan tawa dari lantai dasar. Hatiku ciut karena aku langsung tahu itu pasti ada hubungannya dengan Tommy. Aku berhenti di ujung tangga dan memandang dari atas birai tepat ketika Tommy keluar dari ruang biliar dengan langkah marah. Aku ingat saat itu aku berpikir, "Setidaknya dia tidak berteriak-teriak." Dan ia tidak berteriak selama ia ke ruang ganti, mengambil barang-barangnya dan meninggalkan rumah utama. Dan sementara itu tawa menguar dari ambang pintu mang biliar, suara-suara meneriakkan hal-hal semacam "Kalau kau marah, pasti sikumu akan nongol!"
Terpikir olehku untuk mengikuti dan mengejarnya sebelum ia tiba ke pondok tidurnya, tapi aku teringat sudah berjanji akan mengikat lengannya dengan pengganjal malamnya, jadi aku tak beranjak. Aku hanya berkata kepada diri sendiri, "Setidaknya dia tidak mengamuk. Setidaknya dia bisa mengontrol amarahnya."
Tapi aku sedikit melantur. Alasanku menceritakan semua ini adalah karena gagasan tentang benda "terbuka seperti ritsleting" gara-gara siku Tommy, kemudian menjadi gurauan tetap di antara kami tentang donasi. Maksudnya, jika waktunya sudah tiba, kau bisa membuka sebagian dirimu, lalu ginjal atau sesuatu yang lain akan meluncur keluar, dan kau menyerahkannya. Sebenarnya itu bukan sesuatu yang kami anggap lucu; tapi lebih merupakan cara membuat yang lain jijik hingga tidak bisa makan. Misalnya kau membuka dan mengeluarkan hatimu, lalu menjatuhkannya ke piring orang lain, hal-hal semacam itu. Aku ingat suatu kali Gary B., yang nafsu makannya luar biasa, kembali dengan puding ketiganya, dan nyaris semua siswa di meja makan mulai mengeluarkan organ mereka dan menumpuknya di mangkuk Gary, sementara ia dengan tenang makan terus dengan lahap.
Tommy tak pernah begitu suka jika masalah membuka ritsle-bng muncul lagi, tapi masa-masa dirinya menjadi bulan-bulanan sudah berlalu dan tak ada yang mengaitkannya dengan kelakar itu. Kelakar itu hanya untuk mengundang tawa, membuat orang tidak bisa makan malam"dan, kuduga, sebagai cara untuk mengakui apa yang ada di depan kami. Dan inilah maksudku yang sebenarnya. Pada masa itu dalam kehidupan kami, kami tak lagi takut pada masalah donasi seperti beberapa tahun sebelumnya; tapi kami juga tidak memikirkannya dengan serius, atau membahasnya. Semua lelucon tentang "membuka ritsleting" itu menunjukkan bagaimana seluruh masalah itu memengaruhi kami ketika kami berusia tiga belas.
Jadi menurutku Miss Lucy hampir benar ketika mengatakan, beberapa tahun kemudian, bahwa kami "sudah diberitahu dan tidak diberitahu." Tambahan lagi setelah kupikir-pikir, menurutku apa yang dikatakan Miss Lucy siang itu membawa perubahan sikap yang besar pada diri kami. Baru sesudah hari itulah lelucon tentang donasi lenyap dan kami mulai memikirkan dengan serius tentang semua hal. Setidaknya donasi kembali menjadi pokok bahasan yang dihindari, tapi bukan seperti waktu kami masih lebih kecil. Sekarang hal itu bukan lagi canggung atau memalukan; hanya muram dan serius.
"Lucu," kata Tommy ketika kami mengingat-ingatnya kembali beberapa tahun yang lalu. "Tak satu pun dari kita memikirkan bagaimana perasaan dia, Miss Lucy sendiri. Kita tak pernah mencemaskan apakah dia mendapat kesulitan, dengan mengatakan apa yang dikatakannya kepada kita. Waktu itu kita begitu egois."
"Tapi kau tak bisa menyalahkan kita," kataku. "Kita diajari untuk saling memikirkan yang lain, tapi bukan memikirkan para guardian. Gagasan bahwa para guardian berbeda pendapat tak pernah terpikir oleh kita."
"Tapi kita sudah cukup besar," kata Tommy. "Di usia seperti itu, seharusnya hal itu terpikir oleh kita. Ternyata tidak. Kita sama sekali tidak memikirkan tentang Miss Lucy yang malang. Bahkan juga tidak sesudah waktu itu, kau tahu kan, waktu kau melihatnya."
Aku langsung tahu maksudnya. Ia berbicara tentang pagi di awal musim panas terakhir kami di Hailsham, ketika aku melihatnya di Ruang 22. Sesudah memikirkannya sekarang, kukira Tommy benar. Sesudah saat itu seharusnya menjadi jelas, bahkan bagi kami, betapa besar kesulitan yang dihadapi Miss Lucy. Tetapi seperti kata Tommy, kami tak pernah mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang Miss Lucy, dan tak pernah terlintas di benak kami untuk mengatakan atau melakukan sesuatu untuk mendukungnya.
BAB 8 BANYAK dari kami sudah berusia enam belas waktu itu. Pagi itu matahari bersinar cerah dan kami semua baru saja keluar ke pelataran sesudah pelajaran di rumah utama, ketika aku teringat barangku tertinggal di ruang kelas. Jadi aku kembali ke lantai tiga dan begitulah peristiwa dengan Miss Lucy itu terjadi.
Pada masa itu aku punya permainan rahasia. Kalau sedang sendirian aku berhenti dan mencari pemandangan"misalnya dari jendela, atau dari ambang pintu ke suatu mangan"pemandangan apa saja asalkan tak ada orang di dalamnya. Aku melakukannya agar aku bisa, setidaknya selama beberapa detik, menciptakan ilusi bahwa tempat ini tidak penuh sesak dengan siswa, tapi bahwa Hailsham adalah rumah tenang dan tenteram tempat aku tinggal dengan hanya lima atau enam orang lain. Agar berhasil kau harus memasukkan dirimu ke dalam semacam mimpi, dan membungkam semua bunyi dan suara. Biasanya kau juga harus sangat sabar: misalnya kau sedang memusatkan pandangan lewat jendela ke bagian tertentu di lapangan bermain, kau bisa menunggu lama sekali hingga tiba beberapa detik ketika tak ada orang sama sekali dalam sudut pandangmu. Nah, itulah yang sedang kulakukan pagi itu ketika aku mengambil sesuatu yang kutinggalkan di ruang kelas lalu keluar lagi ke puncak tangga di lantai tiga.
Aku sedang berdiri sangat diam di dekat jendela, memandang ke bawah ke suatu bagian pelataran tempatku tadi berdiri. Teman-temanku sudah pergi, dan pelataran berangsur-angsur kosong, jadi aku menunggu permainanku berhasil. Lalu di belakangku aku mendengar sesuatu seperti gas atau uap yang keluar dalam semburan-semburan tajam.
Desisan berlangsung selama sekitar sepuluh detik, berhenti, kemudian mulai lagi. Aku sebenarnya tidak takut, tapi karena rupanya aku satu-satunya orang di sana, kupikir sebaiknya aku pergi untuk memeriksa.
Aku melintasi puncak tangga menuju suara itu, menyusuri lorong melewati ruangan yang baru saja kumasuki, lalu ke Ruang 22, kedua dari ujung. Pintunya setengah terbuka, dan persis ketika aku sampai di sana, desisan itu muncul lagi dengan tajam. Aku tak tahu apa yang kuharapkan akan kutemukan ketika membuka pintu dengan hati-hati, tapi aku benar-benar kaget mendapati Miss Lucy di dalam.
Ruang 22 jarang dipakai untuk pelajaran karena ukurannya sangat kecil, bahkan pada hari seperti itu, nyaris tak ada cahaya yang masuk. Para guardian kadang-kadang masuk ke sana untuk menilai karya kami atau meneruskan membaca. Pagi itu mangan itu lebih gelap daripada biasanya karena tirai tertutup hampir seluruhnya. Ada meja yang digabungkan untuk diduduki beberapa orang, tapi Miss Lucy di sana sendirian, di bagian belakang. Aku melihat beberapa lembar kertas gelap dan mengilap berserakan di meja di depannya. Ia sendiri membungkuk di atasnya dengan penuh konsentrasi, dahinya rendah, lengan di permukaan, menggoreskan pensilnya dengan marah di atas kertas. Di bawah garis-garis hitam yang tebal aku melihat tulisan tangan biru yang rapi. Ketika kuperhatikan, ia terus menggoreskan ujung pensil di atas kertas, nyaris seperti yang kami lakukan saat mengarsir di kelas Seni, kecuali gerakannya jauh lebih marah, seakan-akan ia tidak keberatan kalau sampai kertasnya robek. Lalu aku tersadar, saat itu juga, bahwa inilah sumber suara yang aneh itu, dan yang tadi kupikir kertas hitam mengilap di meja, sebelumnya pasti kertas penuh tulisan tangan yang rapi.
Ia begitu asyik sehingga perlu sedikit waktu baginya untuk menyadari kehadiranku. Ketika ia menengadah dengan kaget, aku bisa melihat wajahnya merah, tapi tak ada jejak-jejak air mata. Ia menatapku, lalu meletakkan pensilnya.
"Halo," katanya, lalu menarik napas dalam-dalam. "Ada yang bisa kubantu?"
Kurasa aku berbalik supaya tak perlu menatapnya atau kertas-kertas di meja. Aku tak ingat apakah aku berbicara banyak"apakah aku menjelaskan tentang suara berisik itu dan khawatir itu suara gas. Bagaimanapun tak ada percakapan serius: ia tidak menginginkan aku di sana dan aku pun begitu. Kukira aku meminta maaf lalu keluar, setengah berharap ia akan memanggilku. Tapi ia tidak melakukannya, dan yang kuingat sekarang adalah aku menuruni tangga dengan perasaan malu yang mendalam dan jengkel. Saat itu lebih dari segalanya aku berharap tak pernah melihat apa yang baru saja kusaksikan, meski kalau kau memintaku menguraikan apa yang membuatku demikian resah, aku tak mampu menjelaskannya. Perasaan malu, seperti sudah kukatakan, banyak kaitannya dengan itu, juga kemarahan, meski bukan kepada Miss Lucy sendiri. Aku bingung sekali, dan mungkin itulah sebabnya aku tidak mengatakan apa pun tentang hal itu kepada teman-temanku hingga lama kemudian.
Sesudah pagi itu aku menjadi yakin bahwa sesuatu yang lain"mungkin sesuatu yang mengerikan"ada di balik semua yang ada kaitannya dengan Miss Lucy, dan aku memasang mata dan telinga terhadap hal itu. Tapi hari-hari berlalu dan tak ada yang terjadi. Yang tidak kuketahui saat itu adalah bahwa sesuatu yang cukup penting memang terjadi hanya beberapa hari setelah aku melihat Miss Lucy di Ruang 22"sesuatu antara Miss Lucy dan Tommy yang membuat Tommy gelisah dan bingung. Sebelumnya Tommy dan aku pasti langsung saling memberitahu kabar semacam itu; tapi persis pada musim panas itu, berbagai hal terjadi sehingga kami tak bisa bebas bicara.
Itulah sebabnya aku tidak mendengar tentang itu hingga lama kemudian. Setelahnya ingin rasanya aku menendang diriku sendiri karena tidak menduganya, karena tidak mencari Tommy dan mendesaknya menceritakannya. Tapi seperti kataku, banyak yang terjadi saat itu, antara Tommy dan Ruth, banyak sekali hal lain, dan aku menganggap semua pembahan yang kulihat dalam diri Tommy adalah karena itu.
Mungkin terlalu berlebihan untuk mengatakan kepura-puraan Tommy hancur berantakan musim panas itu, tapi ada kalanya aku benar-benar khawatir ia kembali menjadi sosok canggung yang berubah-ubah seperti beberapa tahun yang lalu. Misalnya suatu kali beberapa dari kami berjalan kembali dari paviliun ke pondok tidur dan kami berjalan di belakang Tommy serta beberapa anak laki-laki lain. Mereka hanya beberapa langkah di depan, dan semua"termasuk Tommy"kelihatannya sedang dalam kondisi baik, tertawa dan saling mendorong. Bahkan, menurutku, Laura yang berjalan di sampingku terpancing oleh sikap para anak laki-laki bersenda gurau. Masalahnya, sebelum itu pasti Tommy duduk di tanah, karena ada segumpal lumpur yang cukup besar menempel pada kaus rugby Tommy di dekat punggung bawah. Jelas ia tidak menyadarinya, dan kukira teman-temannya juga tidak melihatnya, kalau tidak mereka pasti sudah menggodanya. Bagaimanapun, Laura dengan sikap khasnya, meneriakkan sesuatu seperti, 'Tommy! Ada tahi di punggungmu! Kau habis apa?"
Laura melakukan itu dengan sikap ramah, dan kalaupun di antara kami ada yang membuat suara-suara, itu tak lebih dari apa yang biasa dilakukan para siswa. Jadi kami sangat tercengang ketika Tommy berhenti mendadak, berbalik, dan menatap Laura dengan ekspresi sangat marah. Kami semua berhenti" anak-anak laki-laki sama bingungnya seperti kami"dan untuk beberapa saat kupikir Tommy bakal mengamuk untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun. Tapi kemudian Tommy mendadak pergi, meninggalkan kami berpandang-pandangan dan mengangkat bahu.
Hampir sama parahnya adalah waktu aku menunjukkan tanggalan Patricia C. kepadanya. Patricia dua tahun di bawah kami tapi semua mengagumi keterampilannya menggambar, dan karyanya selalu dicari-cari di Art Exchange. Aku sangat menyukai tanggalan itu, yang berhasil kudapatkan pada Exchange terakhir, karena sudah berminggu-minggu kabar tentang itu menyebar. Tanggalan itu sama sekali bukan seperti tanggalan berwarna Miss Emily misalnya, yang menggambarkan negara-negara bagian Inggris. Tanggalan Patricia kecil dan tebal, dan untuk setiap bulan ada sketsa pensil kecil yang memukau mengenai kehidupan di Hailsham. Kalau saja kalender itu masih ada padaku sekarang ini, terutama karena dalam beberapa gambarnya"seperti gambar bulan Juni dan September"kau bisa mengenali wajah siswa dan guardian tertentu. Kalender itu salah satu benda yang hilang ketika aku meninggalkan Cottage, ketika pikiranku melantur dan aku kurang cermat dengan benda yang kubawa" tapi aku akan membicarakan semua itu pada waktunya. Maksudku sekarang tanggalan Patricia benar-benar benda idaman, aku bangga memilikinya, dan karena itu aku ingin menunjukkannya kepada Tommy.
Aku melihat Tommy berdiri di bawah sinar matahari sore di samping pohon sycamore besar dekat Lapangan Bermain Selatan, dan karena tanggalanku ada di tas"aku sudah menunjukkannya kepada orang-orang waktu pelajaran musik"aku menghampirinya.
Ia sedang asyik menonton pertandinan rugby yang melibatkan beberapa anak-anak laki-laki yang lebih kecil di lapangan sebelahnya dan saat itu suasana hatinya sepertinya bagus, bahkan tenang. Ia tersenyum ketika aku mendekatinya dan kami ber-cakap-cakap sebentar, tidak tentang sesuatu yang khusus. Lalu aku berkata, "Tommy, lihat apa yang berhasil kudapat." Aku tidak berusaha menyembunyikan nada kemenanganku, dan aku mungkin bahkan mengatakan "Ta-raaa!" ketika aku mengeluarkan kalender itu dan memberikannya kepadanya. Ketika ia mengambilnya, wajahnya masih tersenyum, tapi ketika ia mem-buka-bukanya, aku melihat sesuatu dalam hatinya menutup diri.
"Patricia itu," aku mulai berkata, tapi bisa kudengar suaraku sendiri mulai berubah. "Dia pintar sekali...."
Tapi Tommy sudah mengembalikan tanggalan itu. Lalu tanpa mengatakan apa-apa lagi ia melewatiku menuju ke rumah utama.
Insiden terakhir ini seharusnya menjadi petunjuk. Kalau saja aku memikirkannya setengah saja, seharusnya aku menduga suasana hati Tommy belakangan ini ada hubungannya dengan
Miss Lucy dan masalah lamanya tentang "menjadi kreatif". Tapi dengan semua yang berlangsung saat itu, seperti sudah kukatakan, aku sama sekali tidak berpikir dengan sudut pandang itu. Sepertinya waktu itu kuanggap semua masalah lama itu sudah selesai dengan berakhirnya masa remaja kami, dan bahwa hanya masalah-masalah besar yang mungkin menyibukkan pikiran kami masing-masing.
Jadi apa yang terjadi" Nah, pertama-tama, Ruth dan Tommy bertengkar hebat. Mereka sudah pacaran selama sekitar enam bulan waktu itu; setidaknya, selama itulah mereka bersikap "go public" tentang hubungan mereka"ke mana-mana berangkulan, hal-hal semacam itu. Mereka dihormati sebagai pasangan karena mereka tidak suka pamer. Beberapa yang lain seperti Sylvia B. dan Roger D., misalnya, sangat memuakkan, dan kau harus memperdengarkan bunyi muntah-muntah agar mereka tahu diri. Tapi Ruth dan Tommy tak pernah melakukan sesuatu yang tidak senonoh di depan umum, dan kalau toh kadang-kadang mereka berpelukan atau apa, rasanya mereka benar-benar melakukannya demi kepentingan masing-masing, bukan pamer.
Kalau mengingatnya lagi sekarang, bisa kulihat kami cukup bingung soal seks. Kupikir itu tidak terlalu mengherankan, mengingat kami belum lagi enam belas. Tapi yang memperparah kebingungan"sekarang aku bisa melihatnya lebih jelas"adalah bahwa para guardian sendiri juga bingung. Di satu pihak kami mempunyai ceramah Miss Emily, waktu ia memberitahu betapa pentingnya kami tidak malu pada tubuh kami, "menghormati kebutuhan fisik kami", bahwa seks "karunia yang sangat indah" selama keduanya benar-benar menginginkannya. Tapi kalau praktiknya, para guardian membuatnya kurang-lebih mustahil bagi siapa pun untuk sungguh-sungguh melakukannya tanpa melanggar aturan. Kami tidak boleh mengunjungi ruang tidur anak laki-laki sesudah jam sembilan malam, mereka tidak bisa mengunjungi ruang tidur kami. Ruang-ruang kelas secara resmi terlarang di sore hari, begitu pula bagian belakang gudang dan paviliun. Dan kau tak ingin melakukannya di lapangan meskipun cuaca cukup hangat, karena hampir bisa dipastikan sesudahnya kau akan mendapati ada penonton yang memperhatikan lewat teropong bergantian dari rumah utama. Dengan kata lain meskipun seks katanya indah, kami mendapat kesan jelas bahwa kami akan mendapat kesulitan bila para guardian memergoki kami melakukannya.
Meskipun aku mengatakan ini, kasus yang benar-benar terjadi yang kutahu langsung adalah ketika Jenny C. dan Rob D. tertangkap basah di Ruang 14. Mereka melakukannya sesudah makan siang, di atas meja, dan Mr. Jack masuk untuk mengambil sesuatu. Menurut Jenny, wajah Mr. Jack merah padam dan ia langsung keluar lagi, tapi mereka berdua jadi berhenti. Mereka sudah hampir berpakaian lengkap ketika Mr. Jack kembali, seakan-akan baru kali itu ia masuk, dan ia berpura-pura kaget serta terkejut.
"Aku tahu benar apa yang kalian lakukan, dan itu tidak pantas," kata Mr. Jack, dan ia menyuruh mereka menemui Miss Emily. Tapi begitu mereka tiba di kantor Miss Emily, wanita itu memberitahu ia sedang menuju rapat penting dan tak ada waktu untuk berbicara dengan mereka.
"Tapi kalian tahu tak seharusnya kalian melakukan apa pun yang tadi kalian lakukan, dan kuharap kalian takkan melakukannya lagi," ia berkata, sebelum bergegas keluar sambil membawa map.
Seks dengan sesama jenis adalah sesuatu yang bahkan lebih membingungkan lagi. Entah mengapa kami menyebutnya "seks payung"; kalau kau naksir orang yang sejenis denganmu, maka kau adalah "payung". Aku tidak tahu keadaan di tempatmu dulu berada, tapi di Hailsham, kami sama sekali tidak menyukai tanda-tanda hubungan seks sejenis. Khususnya para anak laki-laki bisa sangat kejam. Menurut Ruth ini karena sebagian dari mereka sudah pernah melakukan sesuatu dengan sesama mereka ketika masih kecil, sebelum menyadari apa yang mereka lakukan. Maka kini mereka sangat tegang memikirkannya. Aku tidak tahu apakah ia benar, tapi yang jelas menuduh seseorang "benar-benar jadi payung" bisa dengan mudah memicu perkelahian.
Ketika kami membahas semua hal ini"seperti yang kami lakukan tak habis-habisnya dulu"kami tak bisa memutuskan apakah para guardian menginginkan kami melakukan hubungan seks atau tidak. Beberapa menduga para guardian menghendakinya, tapi kami selalu mencoba melakukannya pada waktu yang salah. Hannah mempunyai teori bahwa sudah menjadi tugas para guardian untuk membuat kami berhubungan seks, karena kalau tidak kelak kami takkan menjadi donor yang baik. Menurut dia, organ-organ seperti ginjal dan pankreas tidak bekerja dengan baik kecuali kau berhubungan seks. Yang lain berkata, kami perlu ingat bahwa para guardian adalah manusia "normal". Itu sebabnya mereka bersikap aneh tentang itu; bagi mereka, seks dilakukan kalau ingin mempunyai bayi, dan meskipun secara intelektual mereka tahu kami tak bisa punya bayi, mereka tetap saja merasa tidak nyaman bahwa kami melakukannya, karena jauh di dalam hati mereka tidak benar-benar percaya kami takkan mendapat bayi.
Annette B. punya teori lain: para guardian tidak nyaman tentang kami berhubungan seks di antara kami, karena jadinya mereka ingin berhubungan seks dengan kami. Terutama Mr. Chris, kata Annette, ia menatap kami para gadis dengan cara seperti itu. Kata Laura maksud Annette sebenarnya adalah bahwa ia ingin berhubungan seks dengan Mr. Chris. Kami semua meledak tertawa mendengarnya karena gagasan melakukan seks dengan Mr. Chris sepertinya sangat tidak pantas, juga sangat menjijikkan.
Teori yang menurutku paling mendekati kebenaran adalah yang diajukan Ruth. "Mereka memberitahu kita tentang seks, untuk sesudah kita keluar dari Hailsham," katanya. "Mereka ingin kita melakukannya dengan benar, dengan orang yang kita sukai dan tanpa terkena penyakit. Tapi maksud mereka itu dilakukan sesudah kita pergi. Mereka tak ingin kita melakukannya di sini, karena akan terlalu merepotkan mereka."
Dugaanku, sebenarnya tidak banyak kegiatan seks seperti yang dibicarakan orang-orang. Mungkin banyak ciuman dan belaian; dan pasangan-pasangan yang memberi petunjuk mereka melakukan hubungan seks yang sebenarnya. Tapi jika diingat-ingat, aku bertanya-tanya seberapa sering sebenarnya itu terjadi. Kalau semua yang mengaku melakukannya memang sungguh-sungguh melakukannya, pasti itu melulu yang kaulihat kalau berjalan mengelilingi Hailsham"pasangan-pasangan melakukannya di kiri, kanan, dan tengah.
Yang kuingat adalah kesepakatan diam-diam di antara kami untuk tidak terlalu saling mempertanyakan pengakuan-pengakuan kami. Kalau misalnya Hannah memutar-mutar bola matanya ketika kau membahas gadis lain dan bergumam "Perawan?" maksudnya "Tentu saja kita bukan perawan, tapi dia perawan, jadi apa yang kauharapkan?""maka tidak pantas kalau kau menanyainya, "Kau melakukannya dengan siapa" Kapan" Di mana?" Tidak, kau hanya mengangguk dengan penuh pengertian. Seakan-akan ada dunia paralel tempat kami semua menghilang dan yang kami lakukan di sana hanya berhubungan seks.
Second Chance 1 Pendekar Mabuk 012 Cermin Pemburu Nyawa Misteri Warisan Hitchcock 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama