Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang Bagian 1
Karya : Tjoe Beng Siang Penerbit : Analisa (1960)
Edited & Ebook by : yoza
Bu Tek Enghiong - Halaman 0
KOTA TONG-KOAN yang terletak di pinggir sebelah barat dalam propinsi Samsay, merupakan sebuah pintu gerbang untuk berlalu lintas antara Ho-nan dan
San-see dua propinsi. Sungguhpun kota ini hanya merupakan sebuah kota
kecil saja, akan tetapi keadaan dan suasananya ramai sekali. Selain banyak
rumah-rumah gedung baru, banyak pula toko-toko besar, rumah-rumah makan dan
penginapan-penginapan menjadi lambang betapa hidupnya kota kecil ini.
Penduduknya memang sudah padat sehingga rumah-rumah mereka seakan-akan
berdesakan, ditambah lagi oleh banyaknya para saudagar yang setiap hari mondar
mandir antar tiga propinsi yaitu dari barat propinsi Ho-nan, dari utara propinsi San-see
dan sebaliknya dari propinsi Sam-say sendiri, banyak yang menuju ke barat maupun
utara. Maka dapat dibayangkan, betapa ramainja suasana kota kecil ini.
Akan tetapi, di alam yang fana ini tidak ada sesuatu yang kekal, maka demikian
pula dengan situasi kota Tong-koan ini. Beberapa waktu sebelum cerita ini terjadi, telah
mengalami perubahan suasana yang sangat hebat!
Keramaian yang semulanya menghidupkan kota ini, berangsur-angsur menjadi sepi,
bahkan pada akhirnya merupakan sebuah kota yang mati! Para saudagar yang semula
mondar mandir, kini tidak tampak lagi. Toko-toko, rumah-rumah makan dan
penginapan-penginapan sebagian besar menutup pintu mereka rapat-rapat, dan
kalaupun ada yang buka, hanya daun pintunya saja yang dibuka.
Semua penduduk hatinya disungkupi perasaan gelisah dan wajah mereka
membayangkan kecemasan dan ketakutan yang amat sangat. Terutama manakala
malam tiba, tak seorangpun yang berani keluar pintu sejak matahari mulai terbenam.
Mereka menutup pintu rapat-rapat dan dipalang kuat-kuat. Mereka mengunci diri di
dalam rumah dengan hati yang tak tenteram, terutama para wanita bersembunyi di
dalam kamar sambil memeluk anak mereka dengan hati berdebar-debar dan ke dua
kaki lemas. Setiap kali mendengar suara gaduh di luar rumah, seluruh tubuh mereka
menggigil dan peluh dingin keluar membasahi baju mereka!
Adapun yang menyebabkan kota ini menjadi sedemikian lengang dan mati, tidak
lain karena gangguan keamanan, yakni sering diganggu oleh kaum garong yang sangat
ganas dan kejam! Bu Tek Enghiong - Halaman 1
Sebagaimana sudah diterangkan, bahwa kota Tong-koan ini hanya sebuah kota kecil
saja, oleh karena di arah selatannya terdapat bukit-bukit yang merupakan anak dari
gunung Hoa-san, dimana terdapat hutan belukar yang rungkut dan angker. Hutan ini
tumbuh memanjang ke barat hingga melintas perbatasan antara Sam-say dan Ho-nan.
Sedangkan di sebelah utara kota terdapat sebuah sungai besar yang airnya berwarna
kekuning-kuningan, yaitu yang dinamakan sungai Huang-ho (Sungai Kuning), yang
menjadi batas antara Sam-say dan San-see.
Kota Tong-koan bukan saja menderita gangguan dari gerombolan perampok yang
bersarang di hutan belukar di sebelah selatan kota, yang dikepalai oleh Houw-jiauw Lo
Ban Kui si Cakar Harimau, tetapi juga menderita gangguan dari pihak gerombolan lain,
yakni gerombolan kaum bajak sungai Huang-ho, yang agaknya manakala mereka tidak
berhasil membajak di sungai tersebut yang sering dilalui oleh perahu-perahu kaum
pedagang, mereka lalu mengalihkan sasarannya ke darat, yakni ke kota Tong-koan.
Gerombolan bajak ini dipimpin oleh Ma Gu Lin dan yang menamakan dirinya Huangho-sin-mo atau Iblis sakti Sungai Kuning. Sarang mereka ini terletak di sebelah barat
kota, persis di tapal batas Sam-say dan Ho-nan di pinggir sungai di mana terdapat
bukit-bukit batu karang yang banyak ditumbuhi pohon Siong sehingga tempat in
dinamakan Siong-lim-nia atau bukit hutan cemara.
Maka dapatlah ditaksir betapa hebat kerugian penduduk kota Tong-koan setelah
mengalami gangguan-gangguan yang terjadi berulang-ulang dari dua komplotan kaum
penjahat yang tidak diketahui dari mana datangnya! Entah sudah berapa banyak jumlah
harta benda kaum hartawan yang dilicin-tandaskan!
Entah sudah berapa orang penduduk kota Tong-koan yang dibunuh atau dianiaya
karena membela dan mempertahankan hak milik mereka ketika terjadi penggedoran.
Dan entah sudah berapa pula gadis-gadis atau wanita muda yang menjadi korban
perbuatan binatang dan diculik oleh dua komplotan kaum penjahat yang seakan-akan
bekerja sama itu. pun mereka acapkali beraksi juga dengan beraninya. Oleh karena itu, maka usahawanusahawan jadi tidak berani membuka tokonya, kaum saudagar yang semula mondar
mandir melewati kota ini menjadi tidak kelihatan lagi setelah beberapa puluh kaum
pedagang yang kebetulan menginap di kota ini dirampok habis-habisan, entah oleh
gerombolan garong dari komplotan perampok atau dari bajak sungai. Inilah sebabnya
maka kota Tong-koan menjadi sepi dan mati!
Bu Tek Enghiong - Halaman 2
Pada masa itu keadaan di Tiongkok sangat kacau oleh karena Kaisar yang
memegang kampuk pemerintahan sangat lalim dan hanya mementingkan pelesir dan
berfoja-foja saja. Kaisar lalim ini tidak atau sedikit sekali memperdulikan keadaan
negara dan rakyatnya sehingga dapat dikatakan ia telah melepaskan tangan dari
kemudi pemerintahan dan menyerahkannya kepada para pembesar tinggi yang pandai
mengambil muka dan yang berhati palsu atau yang biasa disebut bermuka domba
berhati serigala! Dengan sifatnya yang menjilat-jilat, para durna dapat menempati kedudukankedudukan baik dan mendapat kepercayaan kaisar sehingga mereka dapat menina
bobokkan kaisar itu yang tenggelam dalam siraman arak wangi. Terlena dalam belaian
tangan-tangan halus lentik dari para selir yang cantik jelita dan yang tidak terhitung
banyaknya, ditambah pula dengan tari-tarian dan nyanyi-nyanyian yang memabokkan
dan membuat ia seakan-akan hidup di dalam sorga!
Ia tidak tahu sama sekali betapa para durna itu menetapkan bermacam-macam
peraturan yang menambah beban rakyat dengan pajak-pajak yang berat, dan tidak tahu
sama sekali bahwa di bawah matanya terjadi gejala-gejala yang membuat rakyatnya
tertindas dan amat sengsara. Para pembesar dari yang tinggi sampai yang paling
rendah meniru Kaisarnya, semua mementingkan diri sendiri mengejar kesenangan
tanpa memperdulikan nasib rakyak jelata.
Demikian pula halnya dengan pembesar-pembesar negeri yang waktu itu
berkedudukan di kota Tong-koan. Mereka ini tidak memperdulikan atau pura-pura tidak
tahu, karena sampai sejauh itu mereka mendiamkan saja peristiwa-peristiwa yang
menimpa warga kota Tong-koan. Pihak yang berwajib sedikitpun tidak berusaha untuk
mengatasinya, oleh karena itu maka makin berani dan makin merajalelalah
gerombolan-gerombolan si Cakar Harimau dan si Iblis Sakti Sungai Kuning itu.
Kota Tong-koan ini dijadikan medan pesta pora, sehingga kota ini menjadi lengang,
sepi dan mati! Dan justeru keadaan dalam seperti itulah cerita kita ini dimulai.
ooOoo Sungguh terjadi di luar kebiasaan, karena kota Tong-koan yang biasanya mati
bersuasana lain pada hari itu, tampak seakan-akan mendadak hidup kembali. Semenjak
pagi hari kelihatan ramai dan dan banyak orang tampak berbondong-bondong berjalan
menuju ke arah tengah kota. Pada wajah mereka jelas nampak bahwa ada sesuatu
yang menarik hati di kota itu.
Bu Tek Enghiong - Halaman 3
Mereka bergegas-gegas dan kelihatan gembira seperti orang yang hendak
menonton sesuatu. Ternyata mereka itu menuju ke sebuah gedung besar yang indah
dan yang berpekarangan sangat luas.
Di tengah-tengah pekarangan ini, tepat di depan gedung tersebut, telah didirikan
orang sebuah panggung lui-tay yang tingginya tidak kurang dari tiga tombak hingga
kelihatan nyata dari jauh. Dan di bawah panggung lui-tay inilah orang-orang yang
berbondong-bondong tadi berkumpul, berjubal-jubal mengitarinya bagaikan sekawan
semut merubung sebutir gula.
Di belakang panggung lui-tay, yakni yang menjadi emper depan dari gedung
tersebut, terdapat kursi-kursi yang berjejer dan puluhan jumlahnya. Orang-orang yang
berjejal-jejal itu tidak berani menginjakkan kakinya ke situ.
Jejeran kursi-kursi ini ternyata dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagian di sebelah
kiri dan bagian lainnya sebelah kanan, sehingga ditengah-tengahnya lowong dan
merupakan garis pemisah dan yang merupakan pula sebuah jalan kecil lurus dari pintu
gedung ke panggung lui-tay itu.
Rumah gedung besar dan indah adalah kepunyaau Cio wan-gwe (hartawan she Cio)
bernama Song Kang, salah seorang kaya raya yang menjadi warga kota Tong-koan. Cio
wan-gwe ini sebenarnya bukan penduduk asli kota ini, melainkan seorang pendatang
dan tidak seorangpun yang mengetahui dari mana ia berasal.
Penduduk umumnya hanya mengetahui bahwa dua tahun yang lalu hartawan ini
datang ke situ dalam keadaan sudah kaya raya. Ia membeli sebuah rumah gedung
yang menjadi tempat tinggalnya sekarang.
Sungguhpun usia Cio wan-gwe baru empatpuluh lima tahun, akan tetapi ia telah
menjadi seorang duda dan agaknya tidak bermaksud untuk beristeri lagi. Sedangkan
rumah gedung yang besar benar-benar tak sesuai dengan jumlah penghuninya, karena
hanya terdiri dari dua orang saja, yakni Cio wan-gwe sendiri dan seorang puteranya
yang kini sudah berusia kurang lebih duapuluh tahun, dan dikawani oleh beberapa
orang pelayan. Ketika dalam kota timbul kekacauan yang diperbuat oleh gerombolan garong,
gedung Cio wan-gwe inipun tak terkecuali menjadi korban dan bahkan terjadi berulangkali sehingga entah beberapa besar kerugian yang dideritanya! Akan tetapi dasar ia
seorang hartawan, biarpun sudah berulang kali harta bendanya digasak gerombolan,
namun tampaknya tenang-tenang saja dan sedikitpun tidak kelihatan berduka, ini
Bu Tek Enghiong - Halaman 4
mencerminkan bahwa ia agaknya masih mempunyai bekal cadangan yang tak ternilai
jumlahnya! Akan tetapi di balik sikapnya yang tenang itu sebenarnya Cio wan-gwe diam-diam
memutar otak mencari daya untuk mengatasi kekacauan itu. Oleh karena betapapun
kaya rayanya kalau terus-terusan digarong pasti akhirnya kekayaannya akan ludas juga
bagaikan sebuah gunung yang terus-terusan dikeduk, akhirnya pasti akan menjadi
dempak. Disamping itu, iapun merasa tidak sampai hati melihat penderitaan rakyat kecil
yang miskin dan sengsara itu. Kalau kota ini terus-terusan bersuasana demikian keruh
dan yang membuatnya pula menjadi sepi seperti di pekuburan, dapat ia pastikan akan
timbul suatu malapetaka hebat dan menyedihkan, yakni akan banyak orang yang mati
kelaparan! Ia mempunyai cita-cita ingin mengusir atau menumpas gerombolan perampok dan
kawanan bajak sungai yang ganas itu, supaya para hartawan, termasuk ia sendiri, dapat
hidup senang dan tidur nyenyak tidak khawatir digarong lagi. Rakyat jelata dapat
diangkat dari jurang kesengsaraan sehingga mereka dapat berusaha dan bekerja
kembali tanpa dimomoki rasa gelisah dan takut, dan suasana kota yang sudah mati ini
akan hidup kembali seperh dulu-dulu semasa ia datang dan menjadi penghuni kota
kecil ini. Hasrat dan cita-cita Cio wan-gwe ini benar-benar patut dipuji dan mencerminkan
bahwa hartawan she Cio ini bersemangat gagah dan berjiwa satria! Akan tetapi dengan
jalan apa dan cara bagaimana Cio wan-gwe akan melaksanakan maksudnya yang luhur
dan mulia ini" Entahlah, karena selama ini maksud Cio wan-gwe selalu gagal.. .!
Kemudian teringatlah olehnya akan Can Po Goan dan Lu Sun Pin, dua orang kauwsu (guru silat) yang membuka bu-koan (rumah perguruan silat) dan masing-masing
banyak mempunyai murid di kota ini. Dua orang kauw-su ini, jauh sebelum kota Tongkoan mendapat gangguan-gangguan dari para komplotan garong, sudah saling
bersaingan dan beberapa kali pernah terjadi peristiwa-peristiwa kecil karena muridmurid mereka bentrok.
Hanya sampai sejauh itu, kedua kauw-su tersebut belum pernah bentrok.
Sungguhpun diam-diam keduanya sudah merasa panas hati dan sama-sama
mengandung maksud ingin mengadu kepandaian ilmu silat untuk menentukan siapa
yang lebih unggul. Bu Tek Enghiong - Halaman 5
Teringat akan hal ini, timbullah di hati Cio wan-gwe sebuah ide yang bagus.
Alangkah baiknya apabila kedua guru silat ini bersama murid-muridnya dipersatukan
hingga menjadi sebuah perserikatan untuk menjaga keamanan dan bahkan jika
mungkin akan dapat mengganyang gerombolan pengacau.
Oleh karena maka pada suatu hari ia mengundang kedua kauw-su itu dan
menyatakan maksud hatinya. Ternyata kedua orang guru silat itupun setuju dengan ide
hartawan Cio, bahkan keduanya merasa malu dan mengakui sifat pengecut mereka
karena mereka masing-masing mau mengakui sebagai jago-jago silat kota Tong-koan,
belum pernah ada ingatan yang demikian baik dan seperti yang menjadi ide Cio wangwe itu.
ini sedemikian gentingnya dan sangat buruk. Alangkah baiknya jiwi dan murid-murid
kalian yang gagah-gagah itu menggalang semangat, bersatu-padu dengan tekad
menjaga dan memulihkan kembali keamanan kota kita ini.
-gerombolan itu akan mendapat kenyataan, bahwa
di kota ini sedikitnya terdapat dua orang jago yang mampu menentang dan melawan
bahkan sangat mungkin melabrak mereka, sehingga mereka takkan selalu menganggap
penduduk kota ini bersemangat tahu dan bernyali tikus yang tinggal mandah saja
selama ini, sesudah kota kita dibikin mati, harta benda kita mereka gasak, banyak gadis
dan wanita-wanita muda mereka culik atau perkosa, dan lain-lainnya lagi sebagaimana
jiwi sendiri sudah maklum!
melaksanakan cita-citaku ini. Aku sudah lama mendengar kabar bahwa antara muridmurid ji-wi sering terjadi bentrokan yang membuat jiwi sendiri sebagai guru mereka,
telah saling mendendam dan ingin membuktikan siapa di antara jiwi yang memiliki
ilmu silat yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian, disengaja atau tidak, jiwi
menimbulkan permusuhan di antara kawan sendiri.
tadi, menurut pendapatku jauh lebih baik dan bijaksana, jikalau kalian mempergunakan
kepandaian yang kalian miliki dan wariskan kepada murid-murid kalian itu untuk
mengatasi kekacauan kota kita ini dari pada digunakan untuk saling bermusuhan antara
Bu Tek Enghiong - Halaman 6
kauw-su sambil mengangguk-angguk dan wajahnya agak merah karena malu
mendengar ucapan Cio wan-gwe yang terakhir itu, serasa menyindir kepada dirinya.
- - su yang sikapnya tampak tenang.
berserikat menjadi satu, terjadilah sebuah organisasi yang kelak akan menjadi sebuah
organisasi massa yang sangat kuat. Karena itu, sekarang kita perlu bertukar pikiran
unt -gwe. Selanjutnya mereka sibuk dalam perundingan mereka, ke tiganya mengeluarkan
usul dan mengemukakan pendapat demi organisasi mereka yang akan dibentuk itu
agar supaya menjadi kokoh kuat, berdisiplin dan tertib serta bernama baik.
Adapun panggung lui-tay yang dibangun di depan rumah gedung Cio wan-gwe
yang pada hari itu telah banyak dikerubungi manusia sebagaimana telah dituturkan
tadi adalah langkah pertama dari hasil perundingan mereka itu. Panggung lui-tay itu
dipergunakan sebagai gelanggang pibu (bertanding silat), dan pibu ini memang menarik
hati terutama bagi mereka yang menyukai ilmu silat.
Itulah sebabnya mengapa hari itu kota Tong-koan yang biasanya tampak mati itu
seperti mendadak menjadi hidup. Karena penduduk umumnya ingin menonton dan
membuktikan siapa-siapa orangnya yang akan menjadi jago untuk memimpin
organisasi keamanan kota mereka sebagaimana yang pernah mereka dengar dari
pembicaraan orang, yang tentu saja berasal dari mulut kedua kauw-su itu yang
memberitahukan kepada murid-muridnya, dan dari mulut murid-murid ini berita itu lalu
tersebar sehingga meluas di seluruh kota dan dusun-dusun sekitarnya.
Ketika matahari sudah agak tinggi, dan cahayanya sudah mulai terasa panas dan
membakari orang-orang yang berjubal-jubal itu, barulah tampak Lu Sun Pin bersama
dengan semua murid-muridnya yang berjumlah seratus orang datang. Dan kedatangan
rombongan ini disambut oleh Cio wan-gwe yang secepat itu muncul dari rumahnya.
Lu Sun Pin lalu mengangguk kepada tuan rumah yang membalas dengan ucapan
selamat datang dan mempersilahkan guru silat itu mengambil tempat duduk di atas
kursi-kursi yang sudah tersedia itu, yaitu kursi-kursi yang ditempatkan di sebelah kanan
di depan rumah Cio wan-gwe.
Bu Tek Enghiong - Halaman 7
Lu kauw-su dan beberapa orang muridnya yang dianggap ilmu silatnya sudah
cukup tinggi, duduk di barisan kursi-kursi yang paling depan, sedangkan murid-murid
lainnya duduk di belakangnya dan sebagian lagi cukup berdiri saja di bagian belakang,
karena persediaan kursi itu ternyata tidak mencukupi lantaran jumlah rombongan ini
terlalu banyak. Sambil menunggu datangnya pihak Can Po Goan, para penonton, yaitu orang-orang
yang berjubel-jubel itu, menjadikan rombongan Lu kauw-su itu menjadi tontonan.
Umumnya mereka mengagumi kegagahan Lu kauw-su, yang mengenakan pakaian silat
yang terbuat dari kain mahal sehingga tampak sangat mewah.
Umurnya paling banyak empatpuluh tahun, wajahnya tampak keren, bentuk
tubuhnya tegap kekar dan bibirnya selalu memperlihatkan senyuman kebanggaan.
Demikian juga murid-muridnya yang duduk di sebelah kanan-kirinya yang masih mudamuda tampaknya gagah-gagah dan mencerminkan bahwa dalam tubuh mereka yang
tegap-tegap itu berisikan tenaga kuat dan kepandaian silat yang lihay!
Tidak lama kemudian, tampaklah dari suatu jurusan rombongan Can Po Goan dan
berbareng dengan terdengar suara riuh dari orang yang berjubal-jubal itu bahkan di
antara mereka ada yang bersorak dan bertepuk tangan karena merasa gembira. Sebab
begitu pihak Can kauw-su ini datang, berarti pertandingan silat yang sejak tadi mereka
nantikan, akan segera dimulai.
Berlainan dengan pihak Lu kauw-su yang datang bersama semua murid-muridnya,
Can kauw-su ini hanya membawa dua orang murid saja. Pakaian yang mereka kenakan
terbuat dari kain-kain murah sehingga tampaknya sangat sederhana.
Dan Can kauw-su sendiri yang usianya sudah agak tua yaitu limapuluh tahun dan
yang berjalan paling depan dari kedua orang muridnya itu, berjalan dengan langkah
kaki yang tenang. Keningnya yang sudah agak berkeriput dikerutkan, kepalanya
menunduk dan memandang ke bawah seperti ada sesuatu yang tengah dipikir dan
dilamunkannya.
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Memang sesungguhnyalah guru silat tua sedang melamun dan mengenangkan
kembali peristiwa beberapa bulan yang lalu, yaitu peristiwa persengketaan antara Lu
kauw-su dan dirinya sehingga menimbulkan suatu permusuhan. Dan kini permusuhan
tersebut akan dibereskan berkat kecerdikan Cio wan-gwe, supaya dua guru silat berikut
murid-muridnya bekerja sama dengan bentuk sebuah organisasi penjaga keamanan,
Bu Tek Enghiong - Halaman 8
dan untuk memilih siapa yang menjadi pemimpin organisasi itu, maka diadakan pibu
ini. ooOoo Sementara Can kauw-su masih berjalan dan belum sampai di panggung lui-tay
dimana kepandaian murid-muridnya dan ia sendiri akan diuji untuk dibuktikan siapa
yang mampu dan patut menjadi pemimpin sebagaimana yang disarankan oleh Cio wangwe tempo hari.
Baiklah kita menengok dulu keadaan dan peristiwa yang terjadi kira-kira setengah
tahun yang lalu, untuk mengetahui secara lebih jelas sebab-sebab terjadinya
persengketaan dan permusuhan antara Lu Sun Pin dan Can Po Goan itu.
Sudah lima tahun lamanya Can Po Goan menjadi warga kota Tong-koan, sedang
sebelumnya ia adalah seorang tentara berpangkat di kota raja. Sesudah ia bebas
menetap di kota Tong-koan di mana ia lalu membuka sebuah bu-koan sekedar
melewatkan waktunya. Sebagai seorang bekas tentara berpangkat, tentu saja ia memiliki ilmu silat tinggi,
sehingga ketika ia membuka bu-koan ternyata kemudian hasilnya sangat memuaskan
baginya. Para muda, bahkan ada juga yang sudah tua, datang belajar silat kepadanya,
oleh karena selain kauw-su bekas tentara ini sikapnya baik dan ramah tamah,
disamping ilmu silatnya yang tinggi, juga orangtua ini tidak memasang tarip tertentu
bagi para muridnya. Siapa saja, asal mempunyai minat dan berbakat baik, boleh belajar silat kepadanya
dengan pembayaran menurut kemampuan murid itu sendiri. Bahkan tak sedikit juga
murid-murid yang berguru kepadanya tanpa bayaran oleh karena mereka ini sangat
miskin. Namun Can kauw-su menerimanya dengan baik dan memberi pelajaran tanpa
perbedaan. Banyak sudah murid-muridnya yang setelah tamat belajar mendapat
pekerjaan yang layak, seperti menjadi penjaga keamanan kota-kota lain, piauwsupiauwsu, dan penjaga gudang saudagar besar atau penjaga malam gedung hartawan.
Kepandaian yang dimiliki Can Po Goan, berdasarkan ilmu silat dari cabang Siauwlim dan dia sangat mahir sekali dalam hal memainkan golok sehingga semasa ia masih
menjadi tentara, ia mendapat julukan Toat-beng Sin-to atau Golok Sakti Pencabut
Nyawa. Disamping itu iapun memiliki ilmu gi-siauw (silat tanpa senjata) yang tak kalah
hebatnya, teristimewa pukulan kepalan tangan kanannya yang sangat ampuh.
Bu Tek Enghiong - Halaman 9
Semasa ia masih menjadi tentara, disamping banyak musuh yang menjadi korban
oleh goloknya, banyak juga dada dan kepala musuh yang pecah oleh kepalannya yang
sangat hebat dan karenanya, disamping julukan si Golok Sakti Pencabut Nyawa, iapun
memperoleh julukan Po-thauw Sin-kun (Kepalan Sakti Pemecah Kepala)! Dan
berdasarkan ilmu pukulan inilah maka bu-koannya ia beri nama Sin-kun Bu-koan
(Rumah Perguruan Silat si Tangan Sakti) dan papan merk ini terpancang di atas pintu
depan rumahnya. ooOoo Pada suatu hari, datanglah tiga orang perantau ke kota Tong-koan. Mereka terdiri
dari seorang setengah tua yang kemudian ternyata adalah seorang ahli silat yang
banyak pengalamannya, bernama Lu Sun Pin beserta dua orang muridnya, yang
masing-masing bernama Sim Kang Bu dan So Ma Tek, dua orang pemuda yang
umurnya tidak lebih dari duapuluh tahun.
Kebetulan sekali Lu Sun Pin dan kedua muridnya di Tong-koan ini bertemu dengan
Cio Song Kang, yaitu Cio wan-gwe yang pembaca sudah mengenalnya. Dan ternyata
Cio wan-gwe dan orang she Lu adalah kawan lama dan pada masa dulunya agaknya
mempunyi hubungan yang sangat akrab.
kenyataan bahwa kau telah menjadi seorang hartawan. Benar-benar kupuji cara
perjamuan yang dihidangkan oleh Cio wan-gwe ke dalam gedungnya.
Cio wan-gwe tersenyum dan sambil mencapit sebutir bakso dengan sumpitnya
yang siap akan dimasukkan ke mulutnya, ia berkata:
nasib tergantung pada kelakuan kita sendiri. Misalnya, manusia kebanyakan berjuang
untuk memperoleh rejeki dan dapat dikatakan setiap orang ingin menjadi kaya, akan
tetapi kalau bernasib buruk, hidupnya tetap konyol!
nyai rejeki, akan tetapi berkelakuan
royal dan tak dapat mempergunakan rejekinya secara layak, hal ini adalah
kelakuanku sendiri sebagaimana yang kau katakan tadi, sehingga rejeki yang dulu kita
Bu Tek Enghiong - Halaman 10
berjumpa denganmu, kuharapkan selanjutnya kau dapat merubah hidupmu. Aku
Kata-kata Cio wan-gwe ini sangat membesarkan hati Lu Sun Pin dan ahli silat
perantau itu sangat berterimakasih sekali. Selanjutnya mereka makan minum sampai
puas sambil mempercakapkan hal-hal tetek bengek. Bahkan untuk beberapa malam, Lu
Sun Pin dan kedua orang muridnya menginap di gedung kawan lamanya itu.
Kemudian Lu Sun Pin mendengar dari Cio wan-gwe bahwa di Tong-koan terdapat
seorang kauw-su yang membuka bu-koan. Sebagai seorang ahli silat, tentu saja Lu Sun
Pin merasa tertarik mendengar nama Can Po Goan yang menamakan rumah perguruan
-kun Buperasaan ingin belajar kenal, pada suatu pagi dengan membawa kedua muridnya, Lu
Sun Pin pergi mengunyungi rumah perguruan si Kepalan sakti itu.
Akan tetapi Lu Sun Pin merasa menyesal karena Can kauw-su sedang pergi
sehingga tidak dijumpainya dan ia hanya menjumpai beberapa orang anak muda yang
duduk mengobrol di dalam bu-koan itu, yaitu murid-murid Can kauw-su. Oleh karena itu,
Lu Sun Pin lalu pulang kembali setelah menyampaikan pesan kepada salah seorang
murid Can kauw-su, bahwa nanti sore ia akan datang lagi.
Adapun pada sore harinya, Lu Sun Pin hanya menyuruh Sim Kang Bu, yakni salah
seorang muridnya, pergi ke Sin-kun Bu-koan untuk melihat apakah Can kauw-su sudah
kembali dari bepergiannya atau belum.
-su sudah datang, cepatlah kau kembali dan nanti
pada muridnya yang segera
berangkat. Kang Bu melihat, bahwa pintu depan rumah perguruan itu tertutup. Mula-mula ia
mengetuknya dengan perlahan. Setelah mengetuk beberapa kali masih belum juga
terlihat atau terdengar tanda-tanda bahwa pintu itu dibuka dari dalam, maka ia
mengetuknya agak keras dan lebih keras lagi dengan menggunakan tinjunya.
Pemuda yang beradat kasar ini lalu menjadi marah ketika masih belum juga
mendengar jawaban dari dalam. Akan tetapi ketika ia mendengar suara ramai jauh di
belakang rumah perguruan ini, ia baru sadar bahwa orang-orang bu-koan sedang
berlatih silat jauh di belakang rumah sehingga tentu saja ketukannya tadi tidak
terdengar oleh mereka. Bu Tek Enghiong - Halaman 11
Maka akhirnya ia berjalan melalui sebuah jalan kecil yang terdapat di samping
rumah perguruan tersebut. Dan ketika ia sampai di luar sebuah lapangan yang agak
luas, yaitu lapangan di belakang Sin-kun Bu-koan, yang sekitarnya di kelilingi pagar
bambu, Kang Bu melihat banyak para muda yang tengah berlatih silat di situ.
Sebenarnya, pada sore itu Can kauw-su masih belum datang dan seperti biasa,
bilamana sang guru sedang pergi, yang memimpin dan memberi pelajaran silat adalah
seorang murid tertua, yaitu seorang pemuda yang bernama Tan Seng Kiat. Sore itu, Tan
Seng Kiat yang bertindak selaku wakil gurunya dan dibantu oleh Kwe Bun, sutee (adik
seperguruan)nya, sedang memberi pelajaran silat kepada para sutee-sutee lainnya. Tan
Seng Kiat memberi pelajaran dengan cara yang sangat teliti dan seksama.
Dan ketika Sim Kang Bu mulai mengintai melalui celah-celah pagar bambu dari
luar lapangan, justeru Tan Seng Kiat sedang memberi pelajaran terhadap suteesuteenya yang masih baru. Pelajar baru dari Sin-kun Bu-koan ini sebanyak tigapuluh
orang, berdiri dan berjajar rapih di tengah lapangan, tangan dan kaki mereka bergerakgerak teratur serta seluruh tubuh penuh terisi tenaga yang dikerahkan dengan penuh
perhatian mengikuti gerakan Tan Seng Kiat yang memberi contoh di depan mereka.
Pelajarannya adalah semacam gerak badan untuk melemaskan gerakan anggauta
badan bagi para pelajar yang baru memasuki perguruan silat, atau yang lazimnya
disebut para murid tingkat rendah. Kemudian, setelah pelajaran tingkat permulaan ini
dilakukan berulang-ulang sehingga seluruh tubuh si pelajar itu mandi keringat, tiba
giliran bagi murid-murid yang agak tinggi tingkatnya.
Mereka ini disuruh bersilat berpasangan, saling memperlihatkan ketangkasan
masing-masing. Setelah tiba giliran bagi para murid yang tingkatnya lebih tinggi lagi,
mereka dilatih bertempur seorang lawan seorang maupun seorang dikeroyok oleh
beberapa orang. Dan karena mereka ini terdiri dari para murid tingkat tinggi, maka cara
mereka berlatih dilakukan secara sungguh-sungguh sehingga kelihatannya mereka
bertempur benar-benar, membuat debu di lapangan itu mengebul dan beterbangan.
Demikianlah Tan Seng Kiat yang mewakili gurunya memberi pelajaran dan melatih
sutee-suteenya dengan sabar dan rajin. Kesalahan yang kecilpun dalam melakukan
serangan atau pembelaan, selalu diketahui oleh Tan Seng Kiat yang segera menegur
dan memberi petunjuk-petunjuk.
Tiba-tiba terdengar suara kaki berdebuk ketika seorang pemuda meloncati pagar
dan turun memasuki lapangan itu. Para pelajar silat menghentikan pergerakan mereka
Bu Tek Enghiong - Halaman 12
dan semuanya menengok, tak terkecuali Tan Seng Kiat dan Kwe Bun memandang
dengan terperanjat kepada orang yang datang dengan jalan meloncati pagar itu.
Sim Kang Bu menghampirinya dan langkah kakinya gagah dengan dada terangkat.
Tan Seng Kiat maklum bahwa pemuda yang datang ini adalah salah seorang yang
pagi tadi mengunjungi bujalan yang tidak pantas dan berlagak kegagah-gagahan, membuat hati Tan Seng Kiat
merasa sebal. Namun, karena ia memiliki watak sabar, maka tidak diperlihatkannya perasaan
hatinya. Hanya ia segera maju menyambutnya sambil menjura memberi hormat:
dengan sebuah anggukan sombong.
nada kata yang tetap sabar, setelah melihat betapa sikap tamu itu demikian angkuh
dan untuk sesaat lamanya membungkam saja sambil menengok ke sana ke mari
menatapi orang-orang yang berada disitu seakan-akan seorang panglima tengah
memeriksa barisannya. Baru kemudian, bibir tamu itu tampak menyeringai lebar.
lamban. sambil matanya menatap tajam seakan-akan ia sedang menyelami dan mengukur
kepandaian tamunya yang jumawa itu.
pemuda itu memiliki kepandaian silat yang tak boleh dipandang ringan, terbukti ia dapat
meloncati pagar dengan mudahnya.
Hanya Seng Kiat sekaligus dapat menarik kesimpulan bahwa tingkat gin-kang (ilmu
meringankan tubuh) tamunya masih sangat rendah. Karena cara orang itu menurunkan
kakinya ketika meloncat pagar tadi, telah mengeluarkan suara berdebukan,
menandakan bahwa orang itu masih belum dapat menguasai keseimbangan badan.
menyaksikan betapa caramu memberi pelajaran silat tadi pasti guruku yang hendak
berkenalan dengan gurumu akan merasa kecewa, sehingga kurasa tidak ada gunanya
Bu Tek Enghiong - Halaman 13
tampak ia mengejek. Tan Seng Kiat tertegun sejenak karena pemuda yang berwatak sabar ini tengah
mencoba menangkap apa maksud kata-kata yang diucapkan oleh tamunya itu. Akan
tetapi, Kwe Bun yang wataknya tidak sesabar suhengnya, segera maju dan memberi
teguran: ini, membuktikan bahwa kau seorang yang pendidikannya mentah. Tambah lagi katakatamu membuktikan bahwa kau memandang rendah kepada kami teristimewa kepada
guru kami, sehingga kau mengatakan bahwa gurumu tidak ada gunanya untuk
berkenalan dengan guru kami! Maka demikian juga bagi kami, kami pun merasa tak
ada harganya berkenala -tiba terdengar Tan Seng Kiat menegur Kwe
Bun, dan ia lalu bertanya kepada tamunya:
Sebelum menjawab, S adalah untuk memenuhi keinginan guruku yang merasa tertarik sekali akan nama Can
kauw-su yang membuka Sin-kun Bu-koan ini, karena pada mulanya kami mengira
bahwa gurumu adalah seorang ahli silat tingkat tinggi.
kawan-kawanmu, aku baru mendapat kenyataan bahwa ilmu silat yang kau waris dari
Can kauw-su itu tak lebih hanya merupakan silat kampungan belaka! Nah, inilah
sebabnya mengapa tadi kukatakan bahwa tidak ada gunanya guruku berkenalan
Dada Kwe Bun serasa mau meledak mendengar kata-kata tamunya yang terangterangan menghina itu. Akan tetapi kesabaran yang dimiliki oleh Tan Seng Kiat benarbenar harus dipuji oleh karena sikap pemuda ini tetap tenang seakan-akan tidak
merasakan kekurang ajaran tamunya. Bahkan langgam suaranya pun tetap seperti
biasa, yakni sabar dan halus, dikala berkata:
rumu tidak ada gunanya berkenalan dengan suhu tidak menjadi apa kawan. Sebaliknya aku sendiri
Bu Tek Enghiong - Halaman 14
berani mengatakan bahwa suhu kamipun belum tentu sudi berkenalan dengan gurumu!
Sungguhpun kata-kata Tan Seng Kiat ini diucapkan dengan suara halus dan sikap
sabar, akan tetapi di dalamnya mengandung maksud pembalasan yang sangat jitu dan
perkataan Tan Seng Kiat sebagai imbalan ini terasa sangat mengena sekali bagi hati
Sim Kang Bu, yang ketika itu segera membalikkan diri hendak berlalu.
Kang Bu menghentikan langkah kakinya dan menghadapinya dengan sinar mata
berkilat-kilat. u kemari agaknya sengaja hanya untuk menghina kami. Sebenarnya siapakah gurumu dan
murid seorang ahli silat kenamaan yang pernah malang melintang di kalangan Kangouw, yakni Thiat-tha Lu Su Pin, si Pagoda Besi!
Baik Kwe Bun maupun Tan Seng Kiat sendiri memang belum mengenal nama Lu
Sun Pin karena dari guru mereka belum pernah mendengarnya, maka tanpa pikir lagi
Kwe Bun mengejek: alah murid dari locianpwee si Pagoda Besi, pantas saja kau
berani mengatakan ilmu silat kami adalah ilmu silat kampungan. Akan tetapi aku belum
tahu ilmu silat macam apakah yang dimiliki olehmu" Ilmu silat pasaran ataukah ilmu
Merahlah wajah Sim Kang Bu karena marah mendengar ejekan itu. Memang
seorang yang berwatak kasar dan jumawa sehingga tidak mempunyai kebijaksanaan
untuk menimbang seperti Sim Kang Bu ini, hanya dapat marah kalau diejek orang tanpa
sadar bahwa sebenarnya ia sendiri yang membuat gara-gara! Sebagai murid dari
seorang ahli silat Bu-tong-pay, tentu saja Sim Kang Bu merasa marah sekali disebut
ilmu silat pasaran, apalagi peseran!
-tong-pay! Untuk membuktikan kehebatannya,
sudikah kau melayaniku cobamembentak sambil bersiap memasang kuda-kuda.
Bu Tek Enghiong - Halaman 15
Para pelajar lainnya yang berpuluh-puluh orang banyaknya itu, yang memang sejak
tadi merasa panas hati melihat lagak tamu yang kurang ajar itu. Ketika melihat betapa
Kwe Bun dan Sim Kang Bu hendak bertempur, mereka lalu berdiri merupakan sebuah
bundaran sehingga di tengah-tengah mereka merupakan gelanggang yang dipagari
manusia. sambil berdiri menyelak di antara kedua orang jang sudah siap hendak saling
mengunjukkan kepandaian itu.
ta diperlakukan jahat oleh orang lain, kita tak perlu membalasnya. Akan tetapi kalau kita dihina maka kita
jangan menerima penghinaan itu secara mentah-mentah oleh karena penghinaan
adalah sangat merugikan dan merusakkan kehormatan dan nama baik kita, terutama
Pada detik berikutnya, tanpa Tan Seng Kiat dapat mencegah lagi, Kwe Bun dan Sim
Kang Bu sudah mulai saling serang. Sementara orang-orang yang mengitarinya sudah
terdengar bersorak-sorak riuh sekali menyemangati Kwe Bun, hingga keadaan di situ
kini menjadi ramai dan tegang.
Yang mula-mula membuka serangan adalah Sim Kang Bu, karena pemuda ini
berwatak kasar dan berangasan maka tanpa memberi peringatan lagi terhadap
lawannya sebagaimana biasanya orang gagah yang melakukan serangan terlebih dulu,
segera maju dan menubruk Kwe Bun sambil mengirim pukulan tangan yang
dimiringkan dan disabetkan ke arah leher lawan dengan menggunakan gerak tipu Sianciu-san-hoa atau Tangan Dewa Menyebar Bunga.
Kwe Bun mengelak ke samping akan tetapi dengan gerakan yang amat gesit dan
ganas sekali karena Sim Kang Bu ingin merobohkan lawannya dengan cepat untuk
membuktikan kelihayannya, telah melanjutkan serangannya. Dengan tiba-tiba ia
merendahkan tubuhnya setengah berjongkok sambil kaki kirinya dipindahkan
Bu Tek Enghiong - Halaman 16
selangkah ke depan, dan dengan gerakan secepat kilat kaki kanannya diayun ke depan
menyambar ke arah selangkangan lawan.
Ternyata Kwe Bun tak kalah tangkas dan gesitnya. Menghadapi serangan susulan
lawan yang cepat dan tak terduga sebelumnya itu, ia cepat melompat ke atas dan
membalas dengan serangannya sambil mempergunakan gerak tipu Ouw-liong-coantha (Naga Hitam Membelit Menara), yakni tangan kanan kirinya membuat gerakan
menggunting kepala lawan, sedangkan kaki kirinya menyambar ke arah lambung.
Sim Kang Bu terkejut berbareng kagum karena ternyata lawan nya itu dapat
berkelit. Sambil melancarkan serangan hebat, maka cepat ia menarik kembali kakinya
yang ditendangkan tadi sambil menangkis serangan lawan yang menggunting itu
dengan keras, dan kemudian melakukan serangan balasan yang tak kalah hebatnya.
Demikianlah, kedua orang muda itu mengerahkan seluruh tenaga dan
mengeluarkan semua kepandaiannya untuk dapat mengalahkan lawannya. Yang
seorang ingin membuktikan sifat ketakaburannya dan yang seorang lagi, hendak
membuktikan bahwa ilmu silat yang dimilikinya tak boleh dihina dengan seenaknya
saja. Kwe Bun dan Sim Kang Bu ternyata mempunyai tingkat kepandaian yang tidak jauh
bedanya, hanya kalau diadakan ukuran, Sim Kang Bu memiliki tenaga yang lebih besar
akan tetapi sebaliknya, Kwe Bun memiliki kegesitan yang lebih cepat. Sampai hampir
limapuluh jurus mereka berkelahi dengan seru sekali, dan keduanya ternyata sama
tangguhnya. Sungguhpun ke duanya telah menerima pukulan dan tendangan dari lawan, akan
tetapi serangan-serangan ini ternyata belum cukup kuat untuk merobohkannya oleh
karena mereka keburu mengelak sehingga pukulan dan tendangan itu hanya mengenai
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kulit dan meleset saja, tanpa mengenai sasaran yang jitu untuk dapat merobohkannya.
Hal ini menyebabkan Sim Kang Bu merasa penasaran sekali maka ia lalu merobah
pergerakannya dan kini ia mengeluarkan ilmu silatnya yang diandalkan, yakni Pat-ciukun-hoat (Ilmu silat tangan delapan), semacam ilmu berkelahi dari Bu-tong-pay yang
baru saja dipelajari dan diterima dari gurunya. Ilmu silat ini tidak saja dipergunakan
untuk memukul, akan tetapi lebih banyak menggunakan tangan secara mencengkeram
atau memukul dengan jari-jari tangan terbuka dan mengarah urat-urat jalan darah yang
sangat berbahayanya apabila kena ditotok.
Bu Tek Enghiong - Halaman 17
Selain gerakannya amat cepat, juga pelancaran serangannya secara tidak terdugaduga karena kedua tangan Sim Kang Bu yang memainkan ilmu silat ini selalu berobahrobah dengan cepat. Sebentar ia menyerang dari kiri, lain saat dari kanan dan kemudian
dari atas dan bawah secara berantai sehingga benar-benar serangan ini seperti
dilakukan oleh tangan delapan secara berbareng dan sangat membingungkan lawan.
Setelah Sim Kang Bu mempergunakan ilmu pukulan ini, maka benar saja Kwe Bun
menjadi terdesak hebat dan menjadi bingung menghadapi serangan-serangan yang
bertubi-tubi dan sambung menyambung datangnya itu. Dan setelah dapat
mempertahankan diri sampai duapuluh jurus lagi, akhirnya pukulan tangan kiri dari Sim
Kang Bu dapat menghantam tulang pundak Kwe Bun yang tanpa dapat mengelak atau
keburu menangkis lagi, segera berseru kesakitan dan setelah terhuyung-huyung
sebentar, akhirnya ia roboh sambil mengaduh-aduh.
Tapi, -kata Sim Kang Bu yang penuh kemenangan disusul dengan tubrukan dan akan mengirim pukulan yang terakhir
supaya penderitaan lawannya itu terlebih hebat.
Akan tetapi ketika pemuda yang merasa benar sendiri ini tengah mengangkat
tinjunya yang segera akan dihantamkan ke lambung Kwe Bun, tiba-tiba ia mendengar
teriakan: menangkapnya dari belakang, yang lalu menggentaknya sehingga tidak ampun lagi
tubuh Sim Kang Bu tadi jatuh ke belakang dalam keadaan terjengkang!
Yang menyebabkan Sim Kang Bu terjengkang itu adalah perbuatan Tan Seng Kiat
yang hendak menolong suteenya dari bahaya maut,
pat melawan lagi, tidak boleh
diserang lagi. Dan lagi kau harus ingat bahwa kita belum pernah bermusuhan sehingga
suteenya yang akan segera dibangunkan dan diperiksa luka pada pundaknya itu.
Akan tetapi dasar Sim Kang Bu berwatak takbur, teguran Tan Seng Kiat itu bahkan
membuatnya menjadi salah terima dan cepat bangkit sambil membentak marah:
keliha -tiba ia mengirim pukulan kepada Tan Seng Kiat.
Bu Tek Enghiong - Halaman 18
Tan Seng Kjat yang mendapat serangan tiba-tiba ini sedikit pun tidak menjadi
gugup, melainkan dengan sikapnya yang tetap tenang, ia miringkan tubuhnya ke
samping sehingga pukulan Sim Kang Bu yang dilakukan sepenuh tenaga itu hanya
menghantam angin, dibarengi tangannya tiba-tiba menyabet dari samping memukul
dari mulut Sim Kang Bu. Ternyata sabetan tangan Tan Seng Kiat agaknya telah membuat tulang sikut Sim
Kang Bu terlepas dari sambungannya, sehingga pemuda yang tidak tahu diri itu jadi
menjerit karena ia merasakan sikutnya sakit bukan main dan ia terhuyung-huyung
sambil meringis-ringis. Tiba-tiba meledaklah tempik sorak dari para sutee Tan Seng Kiat yang merasa puas
-suheng mereka dengan hanya segebrakan saja.
Betapa dirinya disoraki demikian, Sim Kang Bu menggertakkan gigi dan matanya
berapi-api menatap tajam kepada Tan Seng Kiat. Kemudian ia pergi tanpa pamit seperti
ketika ia datang tadi tanpa diundang.
Dan kalau datang tadi meloncati pagar bambu dengan gagah, adapun kini, agaknya
karena rasa sakit tulang sikutnya yang terlepas dari sambungannya itu menyebabkan
tidak dapat meloncati pagar lagi. Hanya dengan wajah meringis menahan rasa sakit
dan lengan kanannya yang menderita itu tidak dapat digerakkan sehingga tinggal
menggantung saja dalam keadaan lumpuh, ia memanjati pagar tersebut dan tampaknya
sangat susah payah. Hal ini merupakan semacam pemandangan yang lucu bagi para anak murid Sinkun Bu-koan yang melihatnya, sehingga selain mereka hiruk pikuk menyoraki, keluar
juga ejekan-ejekan dari mereka:
lagi yang tidak mau kalah suara
dalam mengejek tamunya yang sombong dan yang kini sudah menghilang dari
penglihatan mereka itu. Bu Tek Enghiong - Halaman 19
memberi tanda dengan kedua tangannya sebagai isyarat supaya para suteenya itu
menghentikan kehiruk pikukannya, dan benar saja suasana mendadak menjadi sepi dan
mereka sama memandang kepada toa-suhengnya ini dengan perasaan bangga dan
kagum. -suteeku, aku maklum bahwa kalian
merasa gembira dan puas melihat betapa orang kurang ajar itu kebetulan sekali dapat
dikalahkan olehku, sehingga kalian jadi mengejek dan menyorakinya. Tetapi suteesuteeku, kau harus ingat bahwa ejekan dan sorakan dari kalian tadi dapat tambah
memperuncing keadaan dan aku yakin, bahwa peristiwa yang semula hanya
merupakan suatu hal remeh ini akan berekor panjang. Ah, benar-benar kejadian ini
Kemudian Tan Seng Kiat membangunkan Kwe Bun yang sampai ketika itu masih
rebah di tanah sambil merintih-rintih. Dibantu oleh beberapa orang kawannya, tubuh
Kwe Bun digotong ke dalam rumah perguruan.
Dan ketika Tan Seng Kiat memeriksa pundak suteenya yang kena pukul itu ternyata
ia mendapatkan bahwa tulang pundak Kwe Bun hanya nyengsol saja dan sama sekali
tidak membahayakan jiwanya. Akan tetapi oleh karena Tan Seng Kiat tidak paham untuk
membetulkan tulang, maka untuk menolong Kwe Bun mesti menanti sampai gurunya
kembali. ooOoo Adapun Sim Kang Bu berjalan setengah berlari sambil tangan kirinya memegangmegang dan mengurut-urut sikut lengan kanannya yang rasa sakitnya bukan main.
Kemudian ketika ia sampai di gedung Cio wan-gwe dan bertemu dengan suhunya yang
terkejut melihat keadaan muridnya ini, Sim Kang Bu lalu mengadu bahwa ia telah dihina
oleh murid dari Sin-kun Bu-koan.
Tentu saja pengaduan pemuda itu tidak dikatakan secara terus terang, melainkan
kesalahan ditimpahkan dan dilebih-lebihkan kepada anak murid Sin-kun Bu-koan yang
menyebabkan sehingga tulang sikutnya menjadi teklok itu.
memperkenalkan bahwa teecu ini adalah murid suhu akan tetapi mereka ternyata
Bu Tek Enghiong - Halaman 20
secara kurang ajar sekali menyebutkan bahwa ilmu silat kita ini adalah ilmu silat
pasaran dan peseran. kita terhadap murid kedua dari Can kauw-su itu, yang akhirnya berhasil dirobohkan
oleh teecu. Akan tetapi suhengnya, yaitu yang menjadi wakil guru mereka, secara
Maksudku yang baik ternyata dibalas dengan penghinaan, aku harus menebus hinaan
-kun Bu-koan, sementara So Ma Tek
muridnya yang seorang lagi disuruh mengurut dan mengobati sikut Sim Kang Bu.
Dengan langkah kakinya yang lebar-lebar, Lu Sun Pin berjalan cepat sekali hingga
sebentar kemudian ia sudah tiba di depan Bu-koan yang ditujunya. Seperti juga ketika
tadi Sim Kang Bu sampai di situ, daun pintu rumah perguruan tersebut masih tetap
tertutup. Lu Sun Pin lalu menggedornya dengan kasar dan tak lama kemudian daun
pintu tersebut tampak dibuka dari dalam, yaitu oleh Tan Seng Kiat.
menatap tajam ke wajah Tan Seng Kiat, lalu mengawasi ke dalam bu-koan, di mana
terdapat para anak muda yang duduk mengelilingi Kwe Bun yang rebah di atas dipan
dan ketika itu masih merintih-rintih.
Tan Seng Kiat maklum, bahwa orang setengah tua kasar ini adalah guru Sim Kang
Bu dan ia sudah dapat menduga bahwa kedatangan tamunya ini, merupakan kelanjutan
peristiwa tadi. Akan tetapi, oleh karena memang ia memiliki watak sabar, sungguhpun
sikap tamunya demikian memuakkan, Tan Seng Kiat menjura memberi hormat sambil
menjawab: eng (tuan Lu), menyesal sekali guruku sampai sekarang masih juga belum
kembali dari bepergiannya. Akan tetapi kalau misalnya sianseng ada keperluan,
bolehkah siauwtee mengetahuinya supaya nanti kalau suhu datang dapat siauwtee
menyampaikan maksud sianseng
mendidik murid-muridnya dalam hal ilmu silat, juga harus dapat memberi pelajaran
tentang budi pekerti supaya muridnya mengenal tata cara kesopanan, sehingga jangan
sampai te Bu Tek Enghiong - Halaman 21
-pura, anak muda! Akan tetapi aku mendapat kepastian,
kaukah orangnya yang menghina muridku
tadi memberi sedikit hajaran kepada murid sianseng itulah tak lebih dari pada suatu
peringatan akan kekurangan dan kesombongannya dan juga sebagai pembalasan atas
perbuata karena kebetulan sekali gurumu sedang tiada, maka baiklah kau mewakilinya menerima
Tiba-tiba seselesainya berkata, Lu Sun Pin mengulurkan tangannya dan dengan
jari-jari terbuka langsung mencengkeram pundak Tan Seng Kiat.
Tan Seng Kiat memang sudah maklum bahwa kedatangan orang ini adalah
membawa maksud kurang baik, maka ia selalu berlaku hati-hati dan waspada sehingga
ketika ia menghadapi serangan secara tiba-tiba cepat ia mengelak ke samping sambil
melangkah mundur tiga tindak ke belakang.
kebijaksanaan. Kau hanya memandang akibat dan sama sekali tidak menyelidiki dahulu
sebabmudanya yang panas, meluap juga.
Ketika itu para murid Sin-kun Bu-koan yang duduk meriungi Kwe Bun, kini sudah
berkumpul dan berdiri di belakang Tan Seng Kiat dan umumnya mereka ini merasa
marah sekali terhadap si tamu yang sangat kasar serta mau menang sendiri itu. Pantas
saja muridnya tadi begitu kurang ajar, kiranya gurunya ini adalah seorang biadab, pikir
mereka. sambil bergerak maju dan mengirim serangan dalam gerak tipu Cio-po-thian-keng atau
Batu Meledak Langit Gempur, sebuah tipu pukulan yang dilakukan dengan tenaga
sepenuhnya hingga merupakan serangan berbahaya oleh karena orang she Lu yang
terlalu dikuasai nafsu hatinya ini ingin merobohkan anak muda itu dengan sekali gebrak
saja. Bu Tek Enghiong - Halaman 22
Tan Seng Kiat maklum bahwa kini ia menghadapi seorang ahli silat tinggi, maka ia
tidak berani menangkis, hanya dengan sebat mengelak ke samping mempergunakan
kelincahan tubuhnya, lalu membarengi serangan balasan yang dilakukan dengan
tangan miring yakni dengan gerak tipu Heng-pay-koan-im (Memuja Koan-im Dengan
Tangan Miring). Tangan yang dimiringkan itu disabetkan ke arah pinggang Lu Sun Pin
yang segera berkelit sambil ketawa mengejek.
Sungguh Tan Seng Kiat membuktikan bahwa ilmu silatnya, sangat baik, akan tetapi
oleh karena kini ia menghadapi seorang ahli silat tinggi yang baik tenaga maupun
kepandaian silatnya jauh lebih unggul, tambahan lagi ia kalah pengalaman, maka dalam
beberapa jurus saja sudah terdesak hebat dan hanya dapat menangkis atau mengelak
saja tanpa mampu melawan sama sekali. Hal ini membuat para sutee-suteenya menjadi
gelisah dan cemas. Dan ketika pertempuran yang berat sebelah mencapai jurus keduabelas, benarbenar Tan Seng Kiat sudah sangat kewalahan sehingga pada suatu ketika, setelah ia
berhasil menangkis tangan kanan lawan yang akan menyodok ulu hatinya dan
mengelak dari tangan kiri lawan yang nyaris saja mematahkan tulang iganya, tiba-tiba
ia menjerit dan tubuhnya terpental sampai beberapa tombak jauhnya!
Ternyata gerakan Lu Sun Pin sedemikian cepatnya sehingga tanpa diduga sama
sekali, lambung Tan Seng Kiat telah kena ditendang dan pemuda ini terlempar dan jatuh
dalam keadaan pingsan! kalian ada yang merasa penasaran, katakanlah kepada guru kalian bahwa aku yang
datang ini adalah Lu Sun Pin si Pagoda besi. Untuk sementara aku berdiam di gedung
Cio wanSesudah mengatakan yang pada hakekatnya mengandung tantangan ini, Lu Sun
Pin lalu melangkah lebar ke arah pintu. Dan dengan cepat sekali lenyap dari penglihatan
murid-murid Sin-kun Bu-koan, yang bengong melongo karena kaget melihat betapa toasuheng mereka yang mereka ketahui ilmu silatnya paling tinggi di antara mereka, telah
dapat dirobohkan hanya dalam belasan jurus saja.
Mereka pun merasa kagum akan kelihayan orang setengah tua itu. Kemudian,
setelah sadar dari kebengongannya, mereka lalu menggotong Tan Seng Kiat yang
pingsan itu dan membaringkannya di atas sebuah pembaringan di sisi dipan, dimana
Kwe Bun berbaring. Bu Tek Enghiong - Halaman 23
Dikala cuaca senja sudah remang-remang hampir menjadi gelap, barulah Can Po
Goan datang. Dan alangkah kagetnya kauw-su ini ketika melihat dua orang muridnya
yang tercinta dalam keadaan sedemikian rupa.
Tanpa memperdulikan pembicaraan murid-murid lainnya yang agaknya memberi
laporan secara dulu mendahului, hingga suara mereka bising sekali karena mereka
bicara bersama-sama. Can kauw-su menggulung lengan baju dan membuka pakaian
Tan Seng Kiat yang ketika itu sudah siuman dari pingsannya.
Lambung yang kena tendangan tadi diperiksanya dan tampaklah kulit bagian
lambung itu matang biru, akan tetapi sungguhpun demikian menurut anggapan Can
kauw-su keadaan Tan Seng Kiat tidak berbahaya meskipun untuk menjadi sembuh
kembali mesti makan waktu beberapa hari lamanya. Sedangkan pundak Kwe Bun
setelah diurut dan dibetulkan letak tulangnya yang nyengsol itu segera sembuh kembali
meskipun rasa nyerinya masih belum hilang.
-su kemudian sambil tangannya bekerja membuat obat yang terdiri dari ramuan dicampur
arak untuk mengobati kedua anak muda itu.
Tan Seng Kiat lalu menuturkan dengan sejujurnya seluruh peristiwa yang telah
dialaminya. Selama mendengarkan cerita muridnya, Can Po Goan mengerutkan keningnya,
sebentar-sebentar menggelengkan kepala dan sesaat kemudian ia menganggukangguk.
Pagoda Besi itu ketika ia akan meninggalkan tempat ini sengaja berkata bahwa kalau
suhu merasa perlu, dia menanti di rumah Cio wanmengakhiri penuturannya.
-su terdengar menggumam sambil menghela
napas dalam. Can kauwmengenal dan bertemu dengan orangnya, namun nama Lu Sun Pin si Pagoda Besi
pernah kudengar sejak lama sekali, yaitu seorang ahli silat yang menempuh jalan
Bu Tek Enghiong - Halaman 24
penghidupan sesat! Sungguh tak kusangka, hari ini ia datang ke mari dan agaknya
-tiba Kwe Bun bertanya dengan penuh harapan bahwa gurunya akan melakukan
pembalasan. Can kauwsama sekali tidak ada faedahnya, hanya menimbulkan permusuhan yang makin besar
belaka. Kalian tahu sendiri bahwa aku si orang tua ini paling tidak suka bermusuhan
oleh karena segala macam permusuhan dalam bentuk apapun juga, bukanlah hal yang
dapat mendatangkan kebahagiaan.
penuh ketenteraman. Apakah aku harus menghancurkan ketenteraman ini hanya
karena peristiwa ini, peristiwa yang ditimbulkan oleh orang yang dipenuhi napsu
angkara murka" pelajaran bagi kalian dan dapat merupakan dorongan agar kalian lebih rajin melatih
Tan Seng Kiat yang berwatak sabar seperti suhunya diam-diam mengakui
kebenaran kata-kata orangtua yang bijaksana dan berpikiran luas itu. Akan tetapi
sebaliknya bagi Kwe Bun yang beradat agak keras dan murid-murid lainnya yang
sebagian besar berdarah panas, merasa kecewa dan menganggap sikap suhu mereka
ini sebagai sikap pengecut dan takut!
ooOoo Adapun Lu Sun Pin setelah melakukan peristiwa tersebut di atas yang dalam
anggapannya sebagai pembalasan yang dilakukan oleh seorang gagah. Ahli silat Butong-pay ini berjalan dengan langkah lebar dan dada membusung, hatinya merasa
bangga dan bibirnya yang tebal dihiasi senyum kemenangan! Sedangkan dalam
pikirannya kini terbuka semacam jalan baru, bahwa alangkah baiknya kalau akupun
membuka bu-koan di kota ini, pikirnya.
-kun Bu-koan tadi kepada Cio wan-gwe yang mendengarkannya dengan agak terperanjat. Oleh karena
hartawan ini cukup mengenal bahwa Can Po Goan adalah seorang yang baik sehingga
Bu Tek Enghiong - Halaman 25
tidak semestinya kawannya ini berbuat demikian keterlaluan terhadap murid guru silat
tersebut. Akan tetapi sebagai seorang kawan baik Cio wan-gwe tidak menyatakan
penyesalannya oleh karena ia maklum bahwa kawannya ini berwatak kasar dan dalam
segala hal, sok mau menang sendiri saja! Maka, ketika selanjutnya Lu Sun Pin
menyatakan keinginan hatinya hendak membuka bu-koan dan mengharapkan bantuan
Cio wan-gwe untuk mengabulkannya, hartawan itu hanya dapat menyetujui saja.
Dan demikianlah, pada hari-hari selanjutnya Cio wan-gwe membawa Lu Sun Pin
kepada para hartawan di Tong-koan yang memang banyak dikenalnya dan
memperkenalkan kawannya ini sambil menyatakan bahwa orang she Lu ini hendak
membuka bu-koan! Ternyata keinginan Lu Sun Pin terkabul. Banyak para hartawan berjanji akan
mendukungnya dan demikianlah pada suatu hari, bertempat di sebuah rumah besar
yang sengaja disewa oleh Cio wan-gwe untuk dipergunakan sebagai perguruan silat
yang akan dipimpin oleh kawannya itu, Lu Sun Pin membuka sebuah bu-koan, yaitu
sebuah bu-koan baru atau yang kedua setelah Sin-kun Bu-koan yang sejak lama
terdapat di kota Tong-koan.
Oleh karena bu-koan baru didukung oleh para hartawan kenalan Cio wan-gwe dan
terutama oleh Cio wan-gwe sendiri maka pada hari pembukaannya diadakan
perjamuan dan banyak dikunjungi para hartawan yang diundang. Dan secara resmi bukoan pimpinan Lu Sun Pin dan yang dimodali oleh Cio wan-gwe serta didukung oleh
para hartawan-koan Te-it Bu-koan!
Papan nama ini digantungkan di depan rumah sewaan tersebut dalam bentuk
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekeping papan berukuran lebar dan panjang, dicat warna merah darah dan hurufnya
yang terdiri dari enam buah itu berwarna kuning emas sehingga tampaknya indah dan
mentereng sekali! Mula-mula yang belajar pada perguruan ini hanya beberapa belas orang saja, yaitu
anak-anak dari para hartawan dan di antaranya termasuk putera tunggal Cio wan-gwe
yang bernama Cio Swi Ho. Sistim pelajaran yang diberikan oleh Lu Sun Pin kapada
murid-murid barunya ini adalah apa yang dinamakannya sistim kilat.
Kalau seorang murid yang belajar di perguruan lain harus memakan waktu
bertahun-tahun maka bila belajar pada Lu Sun Pin ini hanya beberapa bulan saja. Dan
Bu Tek Enghiong - Halaman 26
silat baru she Lu ini, takkan kalah oleh murid didikan kauw-su yang manapun juga, yaitu
kauwsupaya si murid belajar lebih lama dan dengan demikian ia lebih lama pula mendapat
bayaran dari si murid! inggi, akan tetapi oleh karena para hartawan yang menyekolahkan anak-anaknya kepada Lu
saja mentah-mentah dan bahkan mereka sangat sependapat dengan guru silat baru
yang diperkenalkan oleh Cio wan-gwe sebagai pewaris silat tinggi dari Bu-tong-pay ini!
Adanya propaganda tersebut dan terutama sekali adanya sistim kilat dari Lu Sun
Pin ini, kemudian ternyata sangat menarik perhatian orang banyak dan mereka belajar
kepada perguruan silat yang dianggapnya hebat ini.
Malah tak sedikit pula para murid Can kauw-su yang menganggap guru tua ini
sangat pengecut dan takut untuk melakukan pembalasan terhadap Lu Sun Pin sehingga
timbullah anggapan pada mereka bahwa Lu Sun Pin si Pagoda Besi tentu lebih tinggi
ilmu silatnya dari pada guru mereka. Tanpa pamit lagi mereka lalu meninggalkan
perguruan Sin-kun Bu-koan dan pindah belajar di Tong-koan Te-it Bu-koan ini.
Dengan demikian, Lu Sun Pin makin lama makin maju, muridnya bertambah banyak
dan teristimewa para hartawan. Keadaan Lu Sun Pin kini benar-benar seperti apa yang
diharapkan oleh Cio wan-gwe semasa baru datang ke kota Tong-koan dulu, yakni
menjadi maju dan jauh lebih baik, sehingga bukan saja ia mampu memperbaiki dan
memperbesar bu-koan sewaannya, membuat lan-bu-thia (ruang tempat belajar silat)
yang luas, menyediakan senjata-senjata perlengkapan silat yang baru dan bagus, akan
tetapi juga pakaian yang sehari-hari dikenakannya, selalu indah dan mewah bagaikan
seorang hartawan saja tampaknya!
Dan belakangan Lu Sun Pin dapat membeli sebuah rumah sehingga kini ia bersama
dua orang muridnya yang semula, yakni Sim Kang Bu dan So Ma Tek, tak menumpang
lagi di gedung Cio wan-gwe! Betapa cepat sang nasib merobah kehidupan si Pagoda
Besi ini, dapatlah dibayangkan.. .
Betapapun kasar dan takaburnya watak seseorang, seperti Lu Sun Pin, namun si
Pagoda Besi ini tenyata mempunyai rasa berhutang budi yang sangat besar terhadap
Bu Tek Enghiong - Halaman 27
Cio wan-gwe. Karena kemajuannya seperti sekarang ini, semata-mata adalah atas
bantuan dan jasa baik dari Cio wan-gwe, maka untuk budi yang telah diterimanya, selain
berterima kasih yang tak terhingga.
Juga dalam hal panggilan terhadap Cio wan-gwe yang tadinya hanya cukup dengan
ah). Cio wangwe tidak heran akan perobahan istilah ini, karena ia maklum akan watak dan perangai
kawannya, yakni selain beradat kasar dan tinggi hati, juga mempunyai sifat menjilat.. .!
Ada sebuah peribahasa kuno yang menyatakan bahwa apabila si guru kencing
berdiri, maka si murid kencing berlari. Artinya ialah kalau guru memberi contoh jelek,
maka muridnia akan menirunya dengan perbuatan yang lebih buruk lagi!
Hal ini sungguh tepat dengan keadaan Lu Sun Pin dan para muridnya, ialah
kesombongan dan ketakaburan Lu kauw-su yang terang-terangan sering mengatakan
dihadapan muridnya bahwa Tong-koan Te-it Bu-koan ini benar-benar perguruan silat
nomor wahid. Dan secara berani sekali ia memburukkan nama Sin-kun Bu-koan
terutama nama Can Po Goan.
Maka para murid yang masih muda-muda dan berdarah panas itu secara tak sadar
mereka miliki sudah cukup lihay serta menganggap murid-murid yang masih setia
berguru pada Can kauw-su itu tak lebih sebagai cacing pisang belaka, sehingga
karenanya tak jaranglah mereka manakala lewat di depan Sin-kun Bu-koan, suka
berteriak-teriak mengejek dengan perkataan-perkataan yang kasar dan kotor.
Tentu saja hal ini sangat membakar hati para murid Can kauw-su yang
mendengarnya, terutama sekali Kwe Bun yang beradat berangasan ketika melihat
betapa bekas suteenya sendiri yang sebagian besar sudah pindah berguru ke Tongkoan Te-it Bu-koan. Dan kini mereka berani berteriak-teriak mengejek secara
menyebalkan sekali. Hampir saja pada suatu kali ia melabraknya kalau tidak keburu dicegah oleh Can
kauw-su yang sabar, bahkan sambil tersenyum guru tua ini berkata:
-anak yang berteriak-teriak itu"
Sungguhpun mereka mengejek kita, akan tetapi kuyakin bahwa mereka itu hanya
sebagai alat dari guru mereka yang ingin mencari perkara pula dengan kita!
Bu Tek Enghiong - Halaman 28
-sekali aku takut jika aku didatangi orang she Lu. Dan memang sama sekali aku tidak merasa takut
terhadap siapa pun, asal aku berada di pihak yang benar.
untuk berkelahi, melainkan sekedar untuk menjaga diri dimana perlu dan apabila
keadaan memaksa. Seorang yang karena sudah memiliki ilmu silat lalu merasa atau
menantang orang seperti halnya orang she Lu itu yang secara tak langsung menantang
aku, mencerminkan bahwa dia adalah seorang yang bodoh memperlihatkan dan
menyombongkan kepintarannya yang pada hakekatnya hanya memperlihatkan
kebodohannya saja! mereka itu hanya sebagai alat belaka dan dari pada disalahkan, aku lebih merasa
sayang dan mengasihani mereka.
karena mereka, anak-anak muda itu secara tak sadar telah
dipengaruhi oleh unsur-unsur buruk dari guru mereka. Dan pula anak-anak muda yang
suka berteriak-teriak di jalan, menandakan bahwa mereka berjiwa rendah dan seperti
Demikianlah, berkat kesabaran dan kebijaksanaan Can Po Goan, bentrokan antara
murid dari ke dua bu-koan itu dapat dicegah dan sementara itu Can Po Goan terus
melatih muridnya, karena ia merasa bahwa saingan ini akan menimbulkan suatu
peristiwa yang menentukan dan pihak Lu Sun Pin pun seolah-olah selalu
menantangnya. Akan tetapi, dalam pada itu dengan diam-diam Kwe Bun yang berangasan dan
berdarah panas itu selalu mencari saat dan siasat betapa caranya ia akan
membalaskan kepenasaran hatinya. Anak muda ini merasa tidak puas akan sikap
gurunya uang seakan-akan tak menghiraukan penghinaan-penghinaan dari pihak Lu
Sun Pin itu. Dan begitulah pada suatu hari, di depan rumah perguruan orang she Lu itu
terjadilah satu kehebohan yang secara kebetulan sekali dimana Kwe Bun dapat
membalas rasa penasaran dihatinya.
Hari itu Kwe Bun seorang diri ada keperluan pribadi dan untuk keperluan ini ia
mesti berjalan melalui sebuah jalan dimana terdapat Tong-koan Te-it Bu-koan itu.
Sebelum ia sampai di depan rumah perguruan tersebut, dari jauh ia melihat di muka
Bu Tek Enghiong - Halaman 29
bu-koan banyak murid-murid berkerumun sambil bercakap-cakap dan ketawa-ketawa
dengan riang sekali. Di antara mereka Kwe Bun melihat Sim Kang Bu yang sudah dikenalnya dan yang
selalu membuat dadanya panas. Memang, ketika itu Sim Kang Bu tengah memberi
ceramah tentang ilmu silat kepada sutee-sutee nya sambil mengagulkan
kepandaiannya bahwa sudah sekian kali ia bertempur selalu ia menang saja, sehingga
para suteenya yang mendengarkannya merasa tertarik dan gembira karena bangga
bahwa toa-suheng mereka benar-benar seorang jago muda yang gagah perkasa.
Biarpun dadanya berdebar tegang dan mempunyai hasrat hendak membalas sakit
hatinya, namun Kwe Bun menghentikan langkahnya. Ia merasa ragu untuk terus
berjalan dan melewati mereka, bukan karena takut pada mereka, hanya ketika itu ia
tiba-tiba teringat akan pesan suhunya yang pernah melarangnya membuat gara-gara.
Andaikata ia berjalan terus dan walaupun tidak membuat gara-gara, akan tetapi
pasti mereka itu akan mengejek dan menghinanya, sehingga sukar baginya untuk
menahan nafsu amarahnya. Dan kalau sudah terjadi demikian, pastilah keributan takkan
dapat dicegah. Akibatnya tentu saja dia akan mendapat penyesalan dari suhunya. Sungguhpun ia
sendiri sangat menyesalkan sikap suhunya, ia tidak berani melanggar pesan orang tua
itu. Justeru dikala hati pikiran Kwe Bun sedang bertempur hebat antara pesan suhunya
dan kemauan hatinya yang panas itu sehingga untuk sejenak ia berdiri dalam keraguan,
tiba-tiba terdengar teriakan:
Berbareng dengan itu tampaklah seekor kerbau jantan yang besar dan kuat lari
mendekat dengan kepala menunduk dan sepasang tanduknya yang tajam siap
menerjang orang. Teriakan-teriakan itu adalah dari orang-orang yang ketakutan dan yang sambil lari
tergopoh-gopoh, mereka minggir dan mencari perlindungan. Akan tetapi agak jauh di
belakang kerbau itu, tampak seorang setengah tua lari mengejar sambil berseru:
Bu Tek Enghiong - Halaman 30
Agaknya orang si pemilik kerbau gila itu. Akan tetapi tak seorangpun yang berani
menangkapkan maupun mencegat kerbau itu, bahkan sebaliknya mereka mencari
perlindungan karena ketakutan.
Begitu juga Sim Kang Bu dan sutee-suteenya yang semula berkerumun di pinggir
jalan di depan bu-koannya. Ketika kerbau gila tadi lari ke arah mereka, serta merta
mereka berlari berserabutan masuk ke dalam bu-koan seperti sekawanan kambing
melihat seekor harimau. Mungkin karena ketakutan, murid-murid Lu Su Pin ini segera
menutup daun pintu bu-koan itu keras-keras sehingga menimbulkan suara gaduh.
Dan sungguh aneh, suara itu membuat si kerbau tiba-tiba menghentikan larinya.
Kepalanya yang tadi menunduk, dipalingkan ke arah daun pintu yang tertutup dan yang
diwarnai cat merah itu. Agaknya bukan karena suara gaduh dari daun pintu yang ditutupkan tadi yang
membuat kerbau menghentikan larinya secara tiba-tiba, melainkan warna merah itulah
yang justeru menarik perhatiannya dan membangkitkan marahnya.
Memang warna merah darah biasanya menakutkan kerbau biasa, tetapi kalau
warna ini terlihat oleh kerbau yang sedang mengamuk apa lagi gila, maka ia akan
tambah ngamuk dan gila lah ia! Dan demikianlah kerbau gila itu, hidungnya mendengusdengus, sepasang matanya yang besar dan merah seakan-akan mengeluarkan api
ditatapkan terhadap warna merahnya daun pintu dari Tong-koan Te-it Bu-koan yang
kini sudah dihadapinya. Pada saat itu si pemilik kerbau sudah datang dan tangannya menangkap ekor
kerbaunya. Akan tetapi pada saat itu pula si kerbau tiba-tiba menggerakkan ke empat
kakinya dan dengan cepat sekali lari maju dan dengan tanduknya yang kuat, daun pintu
jauh sekali ke dalam bu-koan, menimbulkan suara gaduh serta terdengarlah jeritan dan
para murid yang mengintai dari celah-celah papan pintu sehingga ketika secepat itu si
kerbau menerjangnya, mereka tak sempat menyingkirkan diri. Tiga orang di antara
mereka menjadi korban tertimpa daun pintu. Mereka yang sial roboh di lantai sambil
berteriak dan mengaduh-aduh kesakitan.
Setelah mendobrak pintu, si kerbau gila itu terus berlari dan langsung memasuki
bu-koan. Si pemilik yang memegangi ekornya tergusur dalam keadaan tak berdaya
Bu Tek Enghiong - Halaman 31
sama sekali; segala apa yang menghalanginya diterjangnya sehingga sebentar saja tak
sedikitlah barang-barang yang rusak berantakan dibuatnya.
Sim Kang Bu dan sutee-suteenya keruan saja menjadi gugup, bingung dan
ketakutan dan masing-masing mencari akal untuk menjelamatkan diri.
Ketika itu Kwe Bun berlari sudah ke arah bu-koan itu, ia berdiri di ambang pintu
dan melihat betapa yang terjadi dalamnya. Hatinya merasa geli dan puas dan diamdiam pemuda ini merasa berterima kasih sekali terhadap si kerbau gila itu yang
seakan-akan menjadi wakilnya untuk menuntut balas!
Si pemilik kerbau yang tergusur itu kini melepaskan pegangannya dari ekor
hewannya dan mungkin karena ia sangat lelah setelah berlari mengejar-ngejarnya tadi.
Ia kini tinggal menggeletak saja di lantai dengan napas yang hampir habis dan matanya
yang nanar melihat betapa tindak tanduk kerbau miliknya itu.
Si kerbau mengamuk dan berlari-lari berputaran di ruang lan-bu-thia di tengahtengah bu-koan jang luas itu. Rak-rak tempat menyimpan senjata-senjata sudah
berantakan diterjangnya, demikian juga meja dan kursi yang terdapat di situ, tak luput
mendjadi kurban. Bahkan sebuah tiang juga ditanduknya, baiknya tiang tersebut terbuat dari kayu
besar dan kuat sekali sehingga tidak patah, hanya tergetar saja. Akan tetapi ternyata
getaran tersebut telah menjebabkan beberapa puluh keping genting dari bu-koan itu
berjatuhan ke bawah! Sim Kang Bu dalam kepanikannya marah sekali kepada kerbau gila pengrusak itu,
maka ia segera melompat dari tempat persembunyiannya dan berteriak kepada suteesuteenya:
Serempak, bagaikan sepasukan perajurit yang mendapat komando dari atasannya
untuk menyerbu, murid-murid dari Tong-koan Te-it Bu-koan itu berlompatan dari
empatan selagi si kerbau agak jauh atau
membelakangi mereka. Mereka segera memungut senjata yang sudah berantakan itu
dan demikianlah pada saat berikutnya. Sim Kang Bu memimpin para suteenya
mengepung kerbau itu. Sebentar saja tubuh kerbau itu telah luka-luka akibat senjata-senjata yang
menghujani dari berbagai jurusan. Akan tetapi karena senjata mereka tidak mengenai
Bu Tek Enghiong - Halaman 32
sasaran yang mematikan melainkan hanya melukai di kulit saja, apalagi
diserangkannya secara kalang kabut dan asal kena saja, maka binatang itu tak dapat
ditundukkan dengan segera, bahkan menjadi makin menggila!
Dengan dengusan hidungnja yang mengeluarkan uap, dan hampir seluruh tubuhnya
berlumuran darah, kerbau itu dengan ganasnya menerjang segala apa yang terdapat
di depannya. Empat orang murid dengan berani menghadang dan hendak membunuh
kerbau dari depan. Tetapi baru saja mereka mengayunkan senjatanja, tiba-tiba dua orang dari mereka
menjerit lalu roboh dalam keadaan luka berat dan pingsan. Karena mereka yang
memang ilmu silatnya masih mentah tak keburu menghindarkan diri sehingga dengan
sekali gus mereka dihadjar oleh tanduk kerbau!
Makin marahlah Sim Kang Bu melihat betapa dua orang suteenya menjadi kurban,
maka ia segera melompat ke depan kerbau itu dan ketika binatang itu hendak
menyeruduknya, cepat ia mengelit ke samping berbareng ruyung di tangannya
ditimpakan ke arah kepala kerbau itu.
membuat ruyung terpental.
Tiba-tiba si kerbau menggerakkan lehernya ke samp
tanduknya yang tadi ditimpa ruyung itu melakukan pembalasan. Dan karena Sim Kang
leh tanduk itu. Baiknya pemuda itu mempunyai tenaga dalam yang sudah lumayan, sehingga
sungguhpun ia rasakan pundaknya sakit bukan main, namun tak sampai membuatnya
karena lengan kanannya sudah menjadi lumpuh.
Ia segera berlari terhuyung-huyung dan sambil meringis-ringis menahan rasa sakit,
tangan kirinya menekan-nekan pundak kanannya. Ia tinggal berdiri saja di balik sebuah
tiang besar sambil melihat kepanikan para suteenya yang hendak mengepung kerbau
itu dengan hati gelisah dan cemas!
Akhirnya kerbau itu seakan-akan sudah merasa puas dengan perbuatannya atau
lebih mungkin karena rasa nyeri di tubuhnya, maka setelah berlari seputaran di
ruangan lan-bu-thia mencari jalan untuk keluar. Dan ketika ia melihat tempat terbuka
Bu Tek Enghiong - Halaman 33
yaitu pintu dari mana ia masuk tadi segera ia menerjang keluar dan seorang pemuda
yang berdiri di ambang pintu, terus saja diseruduknya.
Pemuda itu, ialah Kwe Bun yang sejak tadi menonton di ambang pintu itu,
sungguhpun ia merasa gembira dan puas melihat betapa kerbau itu merusak Tongkoan Te-it Bu-koan ini sedemikian rupa dan ia merasa lebih puas lagi ketika melihat
Sim Kang Bu mengalami peristiwa seperti yang sudah diceritakan tadi. Namun
disamping itu, Kwe Bun pada hati kecilnya merasa berkewajiban untuk turun tangan
terhadap kerbau gila itu.
Karena kalau kerbau itu dibiarkan saja berlari keluar pasti akan menimbulkan
kerugian lagi dan bahkan, setelah tiga orang anak murid bu-koan menjadi kurban, akan
menimbulkan kurban yang lainnya lagi. Maka, ketika kerbau itu sudah dekat sekali
sehingga hampir menyeruduknya, Kwe Bun hanya bergerak sedikit ke samping dan
gerakan ini cukup untuk mengelakkan diri dari serudukan tanduk kerbau.
Dan sebelum kerbau itu berlari melewatinya, dengan cepat dan tangkas sekali
tangan kirinya menangkap salah sebuah tanduknya dan tangan kanannya yang
dikepalkan lalu diayunkan dan dipukulkan ke arah yang tepat, yaitu ke bagian tulang
batang hidung si kerbau sekuat tenaga!
demikian terdengar suatu suara yang ditimbulkan oleh beradunya kepalan
dan tulang batang hidung kerbau itu. Binatang itu tampak berlari terhuyung-huyung
dan dari mulutnya terdengar suara menguak nyaring dan panjang seakan-akan suatu
jeritan. Kemudian ke empat kakinya yang menahan tubuh yang besar itu menjadi lemas
dan tergulinglah ia dengan suara berdebukan, ke empat kakinya berkelojotan dan
napasnya berdengus-dengus dengan kuatnya. Tak lama kemudian kerbau itu diam tak
bergerak lagi. Mati! Para murid Tong-koan Te-it Bu-koan pada lari keluar untuk melihat kerbau yang
sudah menggeletak dalam keadaan tak bernapas itu, juga Sim Kang Bu sendiri sambil
meringis-ringis, ketika dilihatnya bahwa pemuda yang dengan sekali pukul saja dapat
membuat kerbau itu mati ternyata tidak lain dari Kwe Bun, bukan main tercengangnya
dan malunya! Adapun yang paling belakangan sekali keluar dari rumah perguruan itu ialah si
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pemilik kerbau tadi yang dengan terengah-engah merangkapkan kedua tangannya di
depan dada memberi hormat kepada Kwe Bun sambil mengucapkan terima kasih.
Bu Tek Enghiong - Halaman 34
Dan dengan singkat menceritakan bahwa kerbau itu sebenarnya hendak dibawa ke
pejagalan hendak disembelih. Tetapi ketika kerbau melihat beherapa ekor kerbau
lainnya sudah mati disembelih dan banyak darah keluar dari lehernya, kerbau tiba-tiba
memberontak sehingga tali penyencangnya putus dan lalu lolos. Kemudian terjadilah
peristiwa di dalam rumah Tong-koan Te-it Bu-koan itu.
kerugian lebih banyak lagi. Sedangkan kerusakan di dalam bu-koan ini, bila tuan
menutup ceritanya. Sim Kang Bu dan para suteenya memeriksa kerbau itu, ternyata tulang batang
hidungnya remuk dan kedua lubang hidung serta mulutnya mengeluarkan darah. Sim
Kang Bu memandang kepada Kwe Bun yang juga memandangnya sambil tersenyum
mengejek. Murid pertama dari Lu Sun Pin ini diam-diam merasa terkejut dan malu. Terkejut
karena ia seakan-akan tidak percaya pada kenyataan bahwa pemuda itu dapat
menyebabkan kerbau gila mati dengan sekali pukul saja. Dan malu karena ia dan suteesuteenya meskipun mengeroyoki dengan bersenjata, namun tak dapat mengatasi
amukan kerbau itu. Bahkan sebaliknya ia sendiri dan sutee-suteenya mendapat luka akibat tendangan
si kerbau! Sedangkan Kwe Bun, hanya menggunakan kepalan tangan saja dan dengan
mudahnya kerbau dapat dirobohkan! Ah, benar-benar Sim Kang Bu dan juga para
suteenya, merasa malu! Tiba-tiba Kwe Bun yang dibengongi Sim Kang Bu, tertawa bergelak dan sambil
tangannya menuding ke arah Sim Kang Bu yang masih meringis-ringis itu, berkata
-murid dari Tong-koan Te-it Bu-koan tidak becus mengatasi amukan seekor kerbau. Masih ada
mukakah kau berlagak dan menyombongkan kepandaianmu"! Ha, ha, benar-benar lucu
Setelah ketawa mengejek lagi, Kwe Bun berjalan dan meninggalkan mereka yang
pada melongoh dengan wajah merah karena malu dan marah. Sim Kang Bu sendiri
bukan main marahnya akan tetapi karena ia rasakan pundaknya sakit bukan main
sehingga tidak berdaya untuk menyerang Kwe Bun.
Bu Tek Enghiong - Halaman 35
Ia tinggal berdiri saja sambil menatap Kwe Bun yang pergi itu dengan sinar mata
berapi-api. Rasa sakit hatinya jauh melebihi rasa sakit di pundaknya!
Kwe Bun berjalan dengan langkah gagah dan perasaan puas. Dengan terjadinya
peristiwa tadi, berarti ia telah mengadakan pembalasan, sehingga rasa penasaran yang
membuat hatinya selalu panas, kini punahlah sudah! Adapun ketika Kwe Bun
mengabarkan hal ini kepada suhunya, Can Po Goan berkata:
dan menyombongkan kepandaian pada hakekatnya tak lebih hanya merupakan
kebodohannya semata seperti halnya murid orang she Lu yang pernah datang
mengacau dan memukulmu tempo hari itu. Buktinya ia tidak mampu mengatasi seekor
kerbau gila. ternyata kau telah dapat mempergunakannya dengan tepat. Memanglah, muridku, kalau
kita menghadapi lawan yang tubuh dan tenaganya jauh lebih besar dari kita, kita harus
menggunakan kecerdikan untuk mengirim pukulan dengan memilih sasaran yang tepat,
yaitu di bagian yang lemah dari tubuh lawan, seperti halnya kau memukul bagian
batang hidung kerbau itu.
keningnya, meskipun kepalanya tidak sampai pecah, sedikitnya pasti akan membuat ia
merasa pening. Akan tetapi muridku, walaupun perbuatanmu dihadapan para murid
orang she Lu itu merupakan suatu perbuatan gagah, namun kuyakin hal ini akan
Dan benar saja seperti apa yang dikatakan oleh Can Po Goan. Ketika Lu Sun Pin
mengetahui dan melihat betapa perabotan bu-koannya rusak berantakan dan beberapa
orang muridnya mendapat luka karena amukan seekor kerbau gila dan kerbau ini
kemudian dipukul mati justeru oleh seorang murid Can kauw-su, maka timbullah
anggapan dalam hati guru silat dari cabang Bu-tong-pay ini, bahwa kerbau itu tak lain
adalah perbuatan pengecut dari pihak Can kauw-su untuk membalas dendam.
gila itu untuk mengacau dan merusak bu-koan kita dan sengaja pula menyuruh seorang
muridnya untuk memukulnya dihadapan kita guna mengagulkan kepandaiannya! Hal
ini benar- Bu Tek Enghiong - Halaman 36
Semenjak itu ia melatih murid-muridnya dengan sungguh-sungguh karena ia sadar
bahwa para muridnya tidak dapat mengalahkan seekor kerbau sedangkan seorang
murid dari Can kauw-su dapat membuat kerbau itu mati dengan hanya sekali pukul
saja, menandakan bahwa kepandaian murid-muridnya masih rendah.
Semenyak Kwe Bun secara kebetulan sekali dapat memukul mati kerbau gila di
depan Tong-koan Te-it Bu-koan dan dihadapan Sim Kang Bu dan sutee-suteenya, dari
mereka ini tidak terjadi lagi peristiwa-peristiwa yang dapat memanaskan hati muridmurid Can kauw-su. Seperti berteriak-teriak dan mengejek-ejek serta menantang
sebagaimana mereka sering lakukan di depan Sin-kun Bu-koan tempo hari sehingga
persengketaan antara murid dari kedua bu-koan menjadi reda. Hal ini membuat Can Po
Goan menjadi puas dan menganggap bahwa orang she Lu dan murid-muridnya kini
tidak berani lagi menghinanya.
ooOoo Sementara murid-murid dari kedua pihak tidak beraksi, di kota Tong-koan timbul
keonaran lain, yaitu keonaran yang ditimbulkan oleh munculnya kawanan perampok
yang kemudian diketahui dikepalai oleh Houw-jiauw Lo Ban Kui dan yang bersarang di
hutan sebelah selatan kota. Dan dibarengi pula munculnya gerombolan bajak sungai
Huang-ho yang kemudian diketahui bersarang di hutan Siong-lim-nia dan dikepalai oleh
Huang-ho Sin-mo Ma Gu Lim.
Seperti sudah diceritakan di bagian depan dalam cerita ini, bahwa gerombolan
perampok dan bajak sungai seakan-akan mengadakan kerjasama untuk mengeduk
rejeki penduduk, membakar rumah, menculik anak isteri orang dan membunuh siapa
yang berani melawan sehingga akhirnya suasana kota Tong-koan sangat menyedihkan.
Dan selagi kota Tong-koan sedang berada dalam cengkeraman dua komplotan
gerombolan tersebut, pada suatu sore terjadilah peristiwa yang tidak disangka-sangka,
yaitu peristiwa persengketaan antara murid-murid Tong-koan Te-it Bu-koan dan Sinkun Bu-koan, yang semenjak peristiwa di atas seakan-akan sama-sama mengadakan
turun tangan dan bertempur!
Ternyata dugaan Can Po Goan yang menganggap bahwa pihak Lu Sun Pin dan
murid-muridnya tidak akan berani menghinanya lagi sama sekali meleset! Guru silat
tua yang berwatak sabar ini sama sekali tidak tahu bahwa selama murid-murid
Bu Tek Enghiong - Halaman 37
seterunya tidak datang berteriak-teriak dan mengejek-ejek di depan bu-koan nya itu
adalah karena mereka sedang digembleng hebat oleh guru mereka.
Lu Sun Pin menganggap bahwa peristiwa kerbau gila adalah perbuatan Can kauwsu, karena itu ia ingin melakukan pembalasan total!
Demikianlah sore itu, setelah beberapa pekan lamanya Lu Sun Pin menggembleng
para muridnya supaya kepandaian mereka bertambah banyak sehingga dianggapnya
cukup kuat untuk mengadakan pembalasan terhadap pihak Sin-kun Bu-koan. Ia
memimpin murid-muridnya dan sambil membekal senjata, mereka mendatangi Sin-kun
Bu-koan. Lu Sun Pin menyuruh para muridnya menggedor dan mendobrak pintu rumah
perguruan itu dan memerintahkan pula supaya segala apa yang terdapat di dalamnya
dirusak dan dihancurkan sebagaimana bu-koan nya dirusak dan dihancurkan oleh
kerbau tempo hari. Lu Sun Pin ingin menghancurkan Sin-kun Bu-koan, karena hatinya
yang tamak menganggap adanya bu-koan asuhan Can kauw-su ini hanya
mendatangkan penyakit saja baginya.
Lu Sun Pin membiarkan murid-muridnya yang merupakan suatu rombongan
berjalan terlebih dulu dan ia sendiri berjalan jauh di belakang mereka. Akan tetapi
sungguh mereka tidak menduga, bahwa sebelum mereka sempat menggedor dan
mendobrak pintu Sin-kun Bu-koan sebagaimana perintah suhu mereka, di depan bukoan itu mereka disambut oleh serombongan murid Can kauw-su yang ketika itu
kebetulan sedang berdiri dan berkerumun di situ, di antaranya terdapat Kwe Bun dan
Tan Seng Kiat. Murid-murid Lu Sun Pin yang dikepalai oleh Sim Kang Bu dan So Ma Tek tidak
berani maju terus. Mereka menghentikan langkah dan berdiri seakan-akan merasa ragu
untuk melaksanakan tugas gurunya dengan segera.
Sedangkan pihak Tan Seng Kiat dan Kwe Bun beserta beberapa orang suteenya
berdiam memandang mereka dengan sikap gagah dan gaya tidak takut serta bersikap
siaga. Karena maklum bahwa kedatangan rombongan akan menimbulkan peristiwa
yang tidak diinginkan sungguhpun hal ini mereka sudah dapat menduga sebelumnya.
Rombongan ini saling mengawasi dalam jarak yang agak jauh, dan setelah sesaat
mereka tinggal diam membisu dalam suasana tegang, tiba-tiba dari jauh, yaitu dari
Bu Tek Enghiong - Halaman 38
Seruan itu ternyata dari Lu Sun Pin. Dan serempak setelah mendapat komando ini,
para muridnya maju dan sambil menggerakkan senjata yang mereka bawa mereka
menyerang rombongan murid Can kauw-su.
Biarpun rombongan murid Can kauw-su tidak bersenjata, akan tetapi oleh karena
mereka sudah bersiap siaga, maka dengan berani sekali merekapun maju dan
menyambut serangan itu. Sedangkan sebagian lagi berlari masuk ke dalam bu-koan
untuk mengambil senjata! Sim Kang Bu dan So Ma Tek menyerbu paling dulu dan menyerang Tan Seng Kiat
dan Kwe Bun. Tan Seng Kiat berkelit dari samberan pedang Sim Kang Bu yang
menyerang ke arah lehernya dan sambil berkelit ini ia berhasil menendang seorang
lawan lain dan berhasil merampas goloknya. Kemudian dengan mempergunakan golok
rampasan ia balas menyerang Sim Kang Bu.
Adapun Kwe Bun ketika lambungnya diancam tombak yang ditusukkan oleh So Ma
Tek, ternyata pemuda ini berlaku cerdik. Sambil berkelit dengan sedikit merendahkan
badannya, tangannya diam-diam meraup pasir dari bawah dan pasir yang sudah
berada dalam genggamannya segera ditebarkan ke arah mata So Ma Tek sehingga
karena tidak menyangka, So Ma Tek jadi kelabakan karena sepasang matanya
kemasukan pasir. Dengan demikian Kwe Bun secara mudah sekali merampas tombak dari tangan
lawannya dan sekali kakinya bergerak, tubuh So Ma Tek terguling karena kakinya di
wan-gwe, yang bersenjatakan sebilah golok.
Ketika itu, para murid Can kauw-su yang tadi masuk mengambil senjata kini sudah
keluar pula dan dengan gigih mereka terjun ke dalam gelanggang pertempuran
sehingga suasana di depan Sin-kun Bu-koan itu menjadi ramai dan kacau.
Can Po Goan yang ketika itu berada di dalam bu-koan, begitu mendengar ribut-ribut
segera berlari keluar dan alangkah terkejutnya guru silat tua ketika dilihatnya
Seruan yang bernada menggeledek ini ternyata berpengaruh sekali dan mampu
mengatasi suasana pertempuran yang sudah berlangsung sengit itu. Baik murid-murid
Lu Sun Pin, maupun murid-muridnya sendiri, serempak melompat mundur dan keluar
kalangan sehingga dalam sejenak saja pertarungan tersebut jadi berhenti dan mata
mereka memandang kepada guru silat tua yang berjalan menghampiri mereka.
Bu Tek Enghiong - Halaman 39
Sebelum sempat Can Kauw-su bertanya kepada muridmya tentang sebab musabab
pertempuran ini, tiba-tiba terdengar suara ketawa bergelak-gelak. Dan ketika ia
menengok ke jurusan dari mana terdengarnya suara ketawa itu, ia melihat seorang
setengah tua, bertubuh tinggi besar dan sepasang matanya yang besar seakan-akan
mengeluarkan cahaya kilat.
Pakaian yang dikenakannya tampak mewah seperti seorang hartawan, sedang
berjalan mendatangi dengan langkah gagah. Ketika orang ini sudah sampai di depan
Can Kauw-su, ia menghentikan langkahnya dan sambil bersenyum mengejek. Ia
merangkapkan kedua tangan yang terkepal di depan dada untuk memberi hormat dan
menjura. ntung sekali baru kini dapat bertemu dengan Can
kauwSun Pin sambil menjura kepada Can kauw-su.
Akan tetapi orang she Lu tidak menjura dengan sewajarnya. Oleh karena berbareng
dengan gerakan menghormat itu, ia mengerahkan tenaga dalamnya ke arah kepalan
yang dirangkapkan di depan dadanya dan menyerang dada Can Po Goan yang berdiri
sejarak kira-kira tiga langkah di depannya!
Pukulan ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang kepandaiannya sudah mencapai
tingkat tinggi. Oleh karena serangan macam demikian hanya dapat dilakukan dengan
pengerahan tenaga khi-kang yang disalurkan melalui kepalan-kepalan tangan yang
diletakkan di depan dada sehingga nampaknya seperti sedang menjura itu.
Padahal dari ke dua kepalan itu keluar semacam tenaga yang tidak kelihatan, yaitu
yang disebut tenaga atau hawa pukulan yang sangat dahsyat dan berbahaya sekali.
Pukulan ini tidak perlu mengenai tubuh orang, karena memang dimaksudkan untuk
menyerang orang dari jarak jauh. Dan orang yang berdiri sejauh setombak lebih dapat
dipukul oleh hawa pukulan ini dan dirobohkan dengan menderita luka di bagian dalam
tubuh! Akan tetapi Can Po Goan berlaku waspada. Sebagai seorang ahli silat tinggi ia
mengerti bahwa dalam menjuranya Lu Sun Pin itu mengandung serangan gelap
terhadap dirinya, maka dengan tersenyum sabar sebagaimana biasanya ia tersenyum
apabila mendapat penghormatan dari seorang tamu. Lalu merangkapkan kedua kepalan
tangannya di depan dada sambil membungkukkan tubuhnya sedikit, lakunya bagaikan
membalas penghormatan dari Lu Sun Pin.
Bu Tek Enghiong - Halaman 40
-su sekaligus dapat menangkis dan membuyarkan hawa pukulan Lu Sun Pin yang menyerang ke arah
dadanya. membuat gaduh di depan bu-koanku ini kukira gerombolan perampok!
-murid tuan dan tuan sendiri yang datang memimpinnya.
Ah, benar-benar aku menyesal dan kuharap tuan sudi memberi maaf yang sebesarKata-kata Can Po Goan ini, sungguhpun diucapkan dengan nada kata sabar dan
seperti benar-benar mengandung penyesalan, akan tetapi dalam pada itu mengandung
sindiran yang amat tajam. Hal ini dimengerti oleh Lu Sun Pin sehingga jago dari Butong-pay yang memang berwatak berangasan ini menjadi merah kulit mukanya.
Sungguhpun ia sangat marah mendengar ucapan Can kauw-su yang seakan-akan
menyatakan murid-murid yang ia pimpin tak beda seperti gerombolan perampok. Akan
tetapi ia tidak berani segera turun tangan karena ia tidak mau disebut seorang yang
tidak tahu aturan menyerang lebih dahulu terhadap seorang lawan yang sudah berusia
tua. Hanya sepasang matanya saja berapi-api menatap Can Po Goan dan guru silat tua
inipun balas menatapnya dengan sinar mata tajam.
Baru sekaranglah kedua guru silat yang belum pernah bertemu muka dan diamdiam saling bermusuhan itu, berhadapan. Keduanya saling memandang bagaikan dua
ekor ayam jago yang hendak berkelahi dan lebih dulu berlagak, menaksir dan mendugaduga kekuatan lawan.
Setelah suasana sejenak sepi karena keduanya sama-sama membisu sambil saling
memandang. Kemudian Can Po Goan yang dapat mengekang hawa nafsu berkat
wataknya yang sabar, terdengar bertanya:
membawa tuan dan murid-murid tuan membuat gaduh di depan bu-su ini bersikap purakarena aku paling benci kepada orang yang suka berpuraBu Tek Enghiong - Halaman 41
Can kauw-su menggeleng-gelengkan kepala dan setelah menghela napas sekali, ia
sesungguhnya, akan tetapi bukannya menjawab, bahkan kau mengatakan aku ini
bersikap pura-pura. Ah, sungguh tak nyana bahwa tuan yang segagah ini tidak dapat
menerima kebajikan -alisnya yang tebal itu melepas kerbau gila perusak bu-koanku dan melukai murid-muridku tempo hari kau
Mau tak mau Can kauw-su jadi tertawa kecil ketika mendengar Lu Sun Pin
menggugat soal kerbau gila itu sebagaimana ia telah menduga bahwa hal itu akan
menyebabkan Lu Sun Pin salah tafsir. Dan kini benar-benar ia mendapat kenyataan
bahwa dugaannya sangat tepat, sehingga sebelum berkata ia jadi ketawa kecil karena
merasa geli hati. dengan kami, sedangkan seorang muridku yang kebetulan sekali dapat menaklukkan
kerbau itu sehingga bu-koan tuan tidak sampai menjadi lebih rusak lagi dibuatnya.
datang muridku dan membunuh kerbau gila itu sehingga kehancuran bu-koan dan
kebinasaan murid-murid tuan dapat dicegah, malah sebaliknya tuan mengangggap
bahwa kami sengaja melepas kerbau gila itu! Ha, ha, sungguh lucu dan menggelikan
sekali dan dengan demikian, kesimpulanku jadi bertambah kuat bahwa tuan benarbenar tidak mengenal keba
datang bersama murid-muridku ini kemari, hendak menuntut balas dari kekurang
ajaran muridmemang maksudmu sangat baik dan justeru yang selalu kuharapkan. Akan tetapi
dengan cara dan jalan bagaimanakah kau hendak membereskan persengketaan kita
ini" kalau akan kau gunakan jalan kasar, menyesal sekali aku tak dapat menerimanya.
Bu Tek Enghiong - Halaman 42
kepada kata-kata orang bijaksana yang menyatakan bahwa, segala persoalan yang betapapun kecilnya kalau
dibereskan dengan cara kasar, yaitu
Menurutkan suara hati yang dipenuhi nafsu angkara murka, dari pada menjadi
beres bahkan besar kemungkinan akan berakibat lebih buruk. Sedangkan persoalan
yang betapapun besarnya, jika dibereskan dengan halus, yaitu berdamai dengan
kata-katamu yang bertele-tele dan memuakkan itu! Katakan saja terus terang, bahwa kau merasa takut
kepadaku karena memang aku hendak membereskan soal persengketaan kita ini
Betapapun sabarnya watak Can Po Goan, akan tetapi kalau ia sampai dikatakan
orang bahwa dirinya merasa takut untuk menghadapi pertempuran hati kecilnya
tersinggung dan dadanya mulai terasa panas. Karena hal ini baginya merupakan suatu
penghinaan. Dan baru kinilah Can kauw-su yang selalu sabar itu harus menelan kenyataan pahit
dan yang membuatnya sadar bahwa kesabaran yang ada padanya tidak selamanya
mendatangkan ketenteraman batin apabila ia mempergunakan kesabaran itu terhadap
orang yang tidak mengenal ke bajikan. Karena kesabaran yang diperlihatkan kepada
orang kasar dan dalam segala hal sok mau menang sendiri saja seperti halnya Lu Sun
Pin akan membuat orang itu makin sombong dan makin berani menghinanya.
Oleh karena ini, maka suaranya terdengar tajam tatkala berkata:
orang she Lu! Rupanya kau ini benar-benar seorang yang tak dapat diajak
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berdamai! Kau kira aku takut" Hm, jangan takabur kawan! Ketahuilah, aku tidak takut
terhadap siapapun, apalagi terhadapmu, asal saja aku berada di pihak yang benar dan
demi membela keadilan! membawa maksud baik! Maka majulah kau, orang she Lu, kalau memang kau selalu
menaruh rasa penasaran dan dendam kepadaku! Akan tetapi ingat, bahwa kaulah yang
menghendaki dan me Bu Tek Enghiong - Halaman 43
menghunus golok yang terselip di pinggangnya.
menubruk maju sambil goloknya digerakkan dengan tipu Go-houw-pok-yong atau
Macan Lapar Menerkam Kambing.
Serangan pertama yang sangat berbahaya ini disambut oleh Can kauw-su dengan
tenang. Dan ketika samberan golok yang mendatangkan angin hampir menebas
lehernya, maka segesit binatang rusa guru silat tua ini berkelit ke samping dengan
tubuhnya sedikit dibungkukkan dan sambil berkelit ini, ia mengirim serangan balasan
dengan telapak tangan di miringkan disabetkan ke arah lambung lawan.
Lu Sun Pin merasa kaget dan kagum karena lawannya dalam berkelit sambil balas
menyerang, itu suatu gerakan yang luar biasa gesitnya. Dan sebelum telapak tangan
Can kauw-su sampai mengenai sasarannya, terlebih dahulu ia rasakan suatu hawa
pukulan yang sangat dahsyat.
Sungguh guru tua ini berbahaya sekali, pikirnya! Akan tetapi sebagai seorang jago
silat kenamaan Lu Sun Pin ketawa mengejek dan sambil menarik kembali goloknya
yang menyambar angin itu.
Ia cepat membalikkan tubuh ke kiri dan dengan kedudukan dirinya membelakangi
lawan, tangan kirinya yang juga telapaknya terbuka dan dimiringkan, disabetkan ke
belakang untuk menangkis pukulan tangan dari Can Po Goan. Dan untuk kedua kalinya
ia terkejut karena ketika ke dua lengan dua jago silat saling bertumbuk, keduanya sama
merasakan semacam tenaga beradu dahsyat sehingga keduanya jadi terpental sejauh
satu tombak! Dan justeru ketika ke dua jago silat ini memperbaiki posisi dirinya untuk segera
bertempur lebih lanjut, tiba-tiba dari arah selatan kota terdengar jerit pekik disertai
suara gaduh dan hiruk pikuk! Baik Lu Sun Pin maupun Can Po Goan dan juga para anak
murid mereka, serempak menoleh ke arah terjadinya kegaduhan.
Dan alangkah kagetnya mereka. Di sana, di tempat yang tidak berapa jauh dari
mereka, tampak asap hitam mengepul ke angkasa dan berbareng dengan itu, berpuluhBu Tek Enghiong - Halaman 44
puluh orang yang berpakaian serba hitam dan bersenjata tampak berlari mendatangi
dalam keadaan berbondong-bondong dan sambil berteriak-teriak!
Orang-orang yang sejak tadi berkumpul di depan Sin-kun Bu-koan dan hendak
menonton dua jago silat tadi bertarung, serempak bagaikan mendapat komando mereka
bubar dan lari berserabutan lalu masuk ke rumah masing-masing sambil menutupkan
pintu rumah mereka kuat-kuat sehingga karena mereka menutup pintu dalam waktu
-brikAdapun mereka yang berpakaian serba hitam dan menghunus senjata itu, ialah
al ini bagi penduduk kota tidak merupakan peristiwa aneh, akan tetapi
munculnya gerombolan perampok yang membuat kekacauan ini menimbulkan
kekagetan dan ketakutan bukan main!
Demikian juga halnya dengan ke dua jago silat yang sedang bertempur tadi berikut
para anak muridnya. Ketika melihat betapa gerombolan perampok lari mendatangi
sambil berteriak-teriak seakan-akan air bah datang menyerang mereka menjadi kaget
dan ketakutan! Kalau dibicarakan memang amat sukar dipercaya. Akan tetapi sudah menjadi
kenyataan bahwa baik Lu Sun Pin maupun Can Po Goan yang masing-masing sebagai
ahli silat tinggi dan para anak murid mereka yang tadi begitu gagah dan garang, siap
bertempur mati-matian untuk membela kehormatan dan nama baik guru serta bu-koan
mereka. Ketika melihat betapa gerombolan perampok datang, bukan saja mereka tidak
mengunjukkan kegagahan dan kegarangan yang biasa mereka tonjolkan dan melabrak
para perampok itu. Tetapi juga dengan lucu sekali mereka meniru orang-orang yang
-brikan lari terbirit-birit mencari tempat perlindungan!
Dan seperti biasa, gerombolan perampok itu terus beraksi, beranjah dan menyikat
harta benda penduduk, tanpa ada yang berani meng-halang-halanginya. Can kauw-su
dan para anak muridnya lari memasuki bu-koan mereka, sementara Lu Sun Pin dan
murid-muridnya, juga lari menudiu ke bu-koan mereka.
Mereka ini, baik pihak Can kauw-su maupun Lu Sun Pin, yang tadinya begitu galak
dan garang kini setelah secara tibayang mereka ketahui kekejaman dan keberutalannya, semangat dan kegagahan mereka
Bu Tek Enghiong - Halaman 45
seakan-akan lenyap dengan serempak, sehingga tingkah laku mereka tak ubahnya
seperti sekawanan kambing yang didatangi harimau!
Dan sejak sore itulah, yaitu sejak pertempuran Lu Sun Pin dan Can Po Goan
bentrokan antara anak murid maupun guru-guru dari ke dua bu-koan itu tidak terjadi
lagi. Seakan-akan permusuhan mereka sudah habis hanya sampai di sore itu saja.
Sebenarnya, betulkah situasi antara mereka ini sudah aman" Tidak! Walaupun tidak
terjadi lagi bentrokan, itu bukan berarti permusuhan mereka sudah beres karena pada
kenyataannya, Lu Sun Pin menaruh dendam dan rasa penasaran yang semakin hebat,
sedangkan Can Po Goan maklum akan isi hati Lu Sun Pin.
Guru silat tua inipun sudah bertekad bulat, apabila dari pihak Lu Sun Pin datang
menyerbu lagi, ia akan memperlihatkan kepada lawannya itu bahwa ia adalah seorang
yang sungguhpun berwatak sabar dan selalu mengalah, akan tetapi tidak boleh
diperlakukan semaunya saja! Demikianlah, untuk sementara waktu agaknya mereka
siapa yang lebih unggul! Akan tetapi untuk selanjutnya ternyata bentrokan mereka itu benar-benar tidak
pernah terjadi. Sedangkan keadaan kota Tong-koan kian hari bertambah menyedihkan.
Kekacauan dan keonaran selalu terjadi baik siang maupun malam.
Gerombolan perampok dan komplotan bajak sungai menjalankan aksinya. Kalau
semula mereka hanya berani beraksi di waktu malam saja, sekarang siang haripun
penduduk sangat menyedihkan sebagaimana sudah dituturkan di bagian depan dari
cerita ini. ooOoo Dan kemudian, seperti sudah diceritakan pula di bagian depan timbullah ide bagus
dari Cio wan-gwe untuk mengganyang komplotan perampok itu. Cio wan-gwe teringat
akan Lu Sun Pin dan Can Po Goan yang diketahuinya masing-masing mempunyai anak
murid yang tidak sedikit, dan yang sudah sekian lama saling bersaingan.
Menurut pendapat hartawan Cio ini, alangkah baiknya kalau mereka dipersatukan
dan diorganisir untuk dijadikan barisan penjaga keamanan. Maka kemudian, Cio wangwe lalu mengundang Lu Sun Pin dan Can Po Goan dan ke tiganya lalu berunding dan
setuju untuk membentuk suatu badan atau barisan penjaga keamanan sebagai
Bu Tek Enghiong - Halaman 46
konfrontasi menghadapi komplotan garong yang sudah nyata sekali tak boleh dibiarkan
-koan ini. Hasil dari perundingan tersebut ialah organisasi penjaga keamanan itu mereka
-anCio wan-gwe yang mendapat dukungan penuh dari para hartawan yang menjadi
kawannya. Adapun sebagai pemimpin Pauw-an-tui ini sudah tentu harus dipilih seorang yang
berkepandaian tinggi. Dan untuk menentukan hal ini, jalan satu-satunya yang paling
baik dan adil ialah mengadakan pibu.
Dalam perundingan tersebut Cio wan-gwe menambahkan keterangan dan memberi
penjelasan kepada dua orang jago silat itu:
-kali untuk memperuncing keadaan
antara kalian, akan tetapi sebaliknya justeru setelah melalui pibu ini kita mengetahui
siapa orangnya yang berkepandaian tinggi sehingga pantas menjadi pang-cu atau
ketua. Aku yakin bahwa kalian dapat bekerja sama dengan baik, tanpa ada persaingan
Demikianlah, untuk keperluan pibu itu Cio wan-gwe lalu membangun sebuah
panggung, lui-tay, di depan rumah gedungnya. Dan seperti sudah diceritakan di bagian
depan, bahwa hari itu penduduk kota Tong-koan berbondong-bondong dan kemudian
berkumpul mengitari lui-tay itu untuk menyaksikan pertandingan silat yang menurut
ketentuan akan berlangsung dengan acara pibu antara Lu Sun Pin dan Can Po Goan
untuk menentukan siapa yang lebih unggul dan untuk merebut kedudukan selaku pangcu.
Acara pibu ini disambut dengan gembira oleh Lu Sun Pin, oleh karena dengan jalan
ini berarti ia akan dapat menguji kepandaian Can kauw-su secara terang-terangan. Jago
silat dari Bu-tong-pay ini yakin bahwa kedudukan pang-cu pasti akan didapatkan
olehnya dan dengan demikian ia akan membuktikan bahwa nama Tong-koan Te-it Bukoan yang dipimpinnya benar-benar sesuai dengan kenyataannya!
Sedangkan Can Po Goan, sungguhpun guru silat tua ini maklum bahwa pibu ini
bukan untuk memperuncing persengketaan seperti yang dikatakan oleh Cio wan-gwe,
akan tetapi ia maklum bahwa Lu Sun Pin yang bakal dihadapinya di sana akan berupaya
sekuat tenaga untuk mengalahkannya. Lu Sun Pin akan berusaha untuk merebut
jabatan pang-cu Pauw-an-tui.
Bu Tek Enghiong - Halaman 47
Terdengarlah suara riuh dari orang yang berjubel-jubel mengitari panggung lui-tay
sejak tadi, bahkan di antara mereka ada yang sorak dan bertepuk tangan karena
merasa gembira, sebab kedatangan pihak Can kauw-su ini, berarti bahwa pertandingan
silat yang sejak jadi mereka nantikan, kini akan segera dimulai.
ooOoo Can Po Goan dan kedua muridnya disambut oleh Cio wan-gwe dan rombongan yang
jumlahnya sangat sedikit ini dipersilahkan mengambil tempat duduk pada kursi-kursi
yang sudah disediakan untuk mereka. Ternyata si hartawan Cio Song Kang ini adalah
seorang yang sangat aktif, karena selain ia menjadi organisator Pauw-an-tui, menjadi
promotor pibu yang menentukan siapa-siapa harus bertanding, juga dalam
pertandingan silat ini ia bertindak selaku panitia.
Can Po Goan dan ke dua muridnya lalu duduk. Dan ketika guru silat tua ini
melayangkan pandang ke arah rombongan Lu Sun Pin, pemimpin Tong-koan Te-it Bukoan kebetulan sekali sedang melemparkan pandang kepadanya sehingga dalam
sesaat dua pasang mata dari dua jago silat bertemu.
Dan sungguhpun ke duanya sama-sama menganggukkan kepala sambil tersenyum,
sebagai tanda mereka sudah berkenalan dan menandakan perhubungan mereka sudah
baik berkat pertemuan ramah tamah ketika mereka berunding dengan Cio wan-gwe
tempo hari. Akan tetapi sinar mata mereka tetap membayangkan permu-suhan atau
setidak-tidaknya mencerminkan bahwa di dada mereka masih mengandung rasa
penasaran yang belum dilampiaskan!
Sementara itu, Cio wan-gwe tampak menaiki tangga dan menuju ke atas panggung
lui-tay. Dan orang-orang yang berjubel-jubel di bawah panggung itu berdesakan maju
dan keadaan menjadi riuh karena penonton yang sekian banyaknya itu ada yang
bertepuk tangan, yang bersorak-sorak dan bersuit-suit karena gembira pertandingan
silat yang sangat menarik perhatian mereka ini, akan dimulai!
Ketika ke dua lengan Cio wan-gwe diangkat ke atas sebagai isyarat supaya para
penonton tenang, maka serempak suara riuh dan berbisik tadi lenyap dan keadaan
menjadi sunyi. Semua mata ditujukan kepada si hartawan yang bertubuh tinggi besar
dan beroman agak keren itu. Setelah keadaan tenang benar, maka Cio wan-gwe
menjura ke arah para penonton dan suaranya ternyata nyaring dan lantang sekali
tatkala berkata, Bu Tek Enghiong - Halaman 48
-ping (para hadirin) yang terhormat. Sebagaimana cuwi ketahui,
pertandingan pibu yang diselenggarakan pada hari ini ialah untuk memilih pemimpin
atau ketua dari perkumpulan Pauw-an-tui yang kita bentuk guna menjaga keamanan
kota Tong-koan ini. -koan sudah sama merasakan, bahwa segala sesuatu yang kita miliki sekarang, yaitu baik harta benda
maupun raga dan jiwa kita, seakan-akan sudah berada dalam cengkeraman tangantangan jahat yang seperti kalian sudah maklum, yaitu gerombolan perampok dan
gerombolan bajak sungai! Kami merasa tidak perlu menguraikan panjang lebar betapa
keberutalan dan kekejaman dua macam komplotan penjahat ini oleh karena bagi warga
kota Tong-koan umumnya, hal ini bukan rahasia lagi.
-saudara sekalian sekarang ialah, bahwa mulai hari ini dengan resmi kota Tong-koan ini telah
mempunyai sebuah organisasi yang kami namakan Pauw-an-tui atau Barisan Penjaga
Keamanan, yang gunanya untuk menjaga dan berusaha memulihkan kembali
Pedang Kayu Harum 20 Pendekar Mata Keranjang 17 Manusia Titisan Dewa Hijaunya Lembah Hijaunya 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama