Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang Bagian 4
Demikianlah seterusnya, dua ahli silat tinggi itu bertempur sengit dan biarpun cara
mereka bertempur itu tampaknya hanya seperti saling dorong saja, namun
sesungguhnya mereka bertempur mati-matian. Hawa pukulan-pukulan mereka yang
dapat menumbangkan pohon dan menerbangkan batu karang dapatlah dibayangkan
betapa berbahayanya kalau misalnya mengenai tubuh mereka!
Bu Tek Enghiong - Halaman 147
Bun Liong menonton dari tempat yang agak jauh dengan dada berdebar tegang.
Anak ini baru untuk pertama kalinya menyaksikan pertempuran yang terjadi antara
dua orang ahli silat tinggi.
Makin sengit gurunya dan hweesio gendut itu bertempur, Bun Liong merasakan
matanya menjadi kabur dan kepalanya pening dan apa yang terlihat selanjutnya, hanya
dua bayangan yang berputar-putaran bagaikan menjadi satu bagaikan dua ekor burung
raksasa yang saling menerkam!
Bukan main hebatnya pertempuran itu. Tubuh Bu Beng Lojin bergerak dan
melompat ke sana ke mari selincah gerakan binatang kijang, hawa pukulan-pukulan
yang dilancarkan dari kedua telapak tangannya sangat kuat dan dahsyat.
Sedangkan Ci Lun Hosiang, biarpun bertubuh bundar dan kelihatannya berat,
ternyata dapat bergerak amat gesit dan tangkas dan serangan-serangan hawa
pukulannya tak kalah hebat dari lawannya! Beberapa tombak di sekeliling mereka
seakan-akan diserang angin taufan yang mengamuk dan berputar-putaran sehingga
daun-daun pohon rontok berhamburan serta beberapa batang pohon menjadi jebol dan
tumbang disertai mengebulnya debu dari batu karang yang menjadi hancur berantakan!
Pertempuran ke dua ahli silat yang sudah sangat tinggi ilmu kepandaiannya itu,
Bun Liong tidak dapat mengetahui sudah mencapai berapa puluh jurus, dan tahu-tahuia
mendengar suara suhunya yang berseru:
Bun Liong tiba-tiba melihat tubuh si gundul itu terlempar jauh sekali dan
menggelundung ke bawah lereng bagaikan sebuah gentong arak yang dilemparkan
dari atas puncak! Tubuh bundar yang menggelundung ke bawah lereng itu akhirnya
terhenti ketika menabrak sebuah batu karang dan terdengar suara benturan yang keras
sekali! Bun Liong bersorak gembira atas kemenangan suhunya. Dan anak ini merasa pasti
bahwa tubuh si gundul yang dihajar oleh hawa pukulan dari gurunya dan jatuh
menggelundung ke bawah lereng serta ditambah lagi menabrak dan membentur batu
karang itu, takkan mampu bergerak lagi dan terus mampus!
Akan tetapi bukan main herannya anak ini ketika melihat bahwa si gemuk yang
membentur batu karang itu tidak mampus, bukan kepala gundulnya yang pecah,
melainkan batu karang itu yang menjadi hancur berantakan! Kemudian keheranan anak
Bu Tek Enghiong - Halaman 148
ini makin bertambah pula demi dilihatnya tubuh gemuk yang tadi disangkanya takkan
mampu bergerak lagi itu, ternyata kini dapat bangkit dan bahkan berdiri.
Sambil memandang ke atas di mana Bu Beng Lojin berdiri, hweesio itu ketawa
bergelak seraya katanya nyaring:
-benar kau hebat sekali dan pinceng mengaku kalah untuk
ke dua kalinya! Biarlah pada lain waktu kita bertemu dan mengadakan perhitungan
Setelah berkata demikian ia lalu lari cepat menuruni lereng dan menghampiri
tempat di mana tubuh muridnya, harimau putih dan lutung sakti itu berada, semuanya
saling geletak tanpa nyawa lagi. Sekali ia mendokel dengan kakinya, mayat muridnya
terlempar ke atas lalu disamber dengan tangan kirinya, dikempit di bawah ketiaknya
dan terus dibawa lari sehingga akhirnya hweesio yang luar biasa itu menghilang di
antara hutan belukar di bawah lereng!
Bu Beng Lojin mengebut-ngebutkan jubahnya yang penuh debu dan Bun Liong
mendengar kakek kosen ini berkata:
pernah melakukan perbuatandan ingin tahu akan hal ihwal si hweesio yang berkepandaian tinggi dan bertubuh luar
biasa kuatnya itu. kau ketahui, Liong. Dan sekarang ambillah cangkul di sisi pondok dan kuburlah mayat
Sin-houw dan Sin-wan terlebih dulu.
Bun Liong berlari ke puncak untuk mengambil cangkul dan kemudian dengan
dibantu oleh suhunya, dia menggali dua buah lubang di tempat yang tidak berbatu
karang dan bangkai lutung dan harimau putih itu dikuburnya baik-baik. Sangat pilu dan
sedih hati Bun Liong ketika mengubur bangkai kedua binatang yang pernah menjadi
kawan baiknya selama empat tahun itu dan makin kuatlah keyakinan anak ini bahwa
hweesio terokmok tadi bukan manusia baik!
Kemudian, setelah guru dan murid ini kembali ke puncak dan duduk-duduk di dalam
pondok, baru Bun Liong mengetahui dari cerita gurunya. Bahwa Ceng-kin-ciu Ci Lun
Bu Tek Enghiong - Halaman 149
Hosiang adalah seorang tokoh besar berasal dari Tibet dan datang merantau ke daratan
Tiongkok dengan membawa kepandaiannya yang sangat lihay sekali terutama ilmu
pukulan dari Tangan Seribu Katinya yang dapat menghancurkan batu karang itu!
Orang-orang takut dan segan kepadanya karena selain ilmu silatnya tinggi dan
lihay, juga tabiatnya buruk dan sukar dilayani. Sungguh sayang bahwa kepandaian
tinggi yang dipunyainya itu tidak digunakan untuk kebaikan-kebaikan terhadap sesama
manusia, akan tetapi justeru sebaliknya dengan mengandalkan ilmu silatnya yang tinggi
itu, ia melakukan perbuatan-perbuatan yang mengotori dunia!
Selama menjadi perantau di daratan Tiongkok, si Tangan Seribu Kati ini banyak
sekali mengangkat murid, dan murid-murid hasil gemblengannya sebagian besar
menempuh penghidupan dalam kalangan hek-to atau menjadi penjahat!
Pada suatu masa, si Tangan Seribu Kati ini bertemu dengan seorang tokoh dari Luliang-pay, yakni seorang pendekar berkepandaian tinggi bernama Ong Kim Su yang
mempunyai nama julukan Bu-tek-sin-kun (Kepalan Dewa Tanpa Tandingan) atau
tegasnya Bu Beng Lojin di waktu muda dan jauh sebelum menjadi pertapa di gunung
Hoa-san ini. Karena haluan mereka berlawanan, pertemuan itu mengakibatkan permusuhan.
Maka bertempurlah mereka dan akhirnya si Tangan Seribu Kati harus mengakui
keunggulan si Kepalan Dewa Tanpa Tandingan!
tahutahu hari ini ia datang kemari dengan kepala gundul dan tubuh ditutupi jubah orang
alim. Hanya mujur sekali bagiku bahwa kali inipun aku berhasil mengalahkannya!
dirinya menjadi hweesio dan di dunia ini tidak sedikit orang-orang jahat yang berpuratidak makin kotor dibuatnya dan juga supaya lain kali tidak merongrong suhu lagi, tetapi
mengapa tadi suhu tidak membunuhnya saja dan bahkan membiarkan dia lari dengan
tindakan gurunya terhadap si gundul tadi kurang tepat.
Bu Beng Lojin menarik napas panjang dan kakek ini agaknya mengetahui isi hati
muridnya. Bu Tek Enghiong - Halaman 150
-peraturan di dunia kang-ouw.
Ketahuilah, membunuh seseorang walaupun orang itu penjahat besar yang wajib
diganyang, akan tetapi kalau dia sudah mengaku kalah dari suatu perkelahian, seperti
halnya si Gendut Ci Lun, pendeta palsu tadi, bagi si pemenang tidak boleh menurunkan
tangan maut. Karena membunuh seorang lawan yang sudah menyatakan takluk dan
mengakui kekalahannya sendiri, bukanlah perbuatan seorang gagah, melainkan
perbuatan seorang kejam dan keji!
menyingkirkan manusia jahat itu dari dunia, akan tetapi ternyata dia mempunyai
lweekang yang sudah sempurna dan agaknya memiliki ilmu kebal yang luar biasa
kuatnya, sehingga seranganku yang tepat menghantam dadanya tidak membuat ia
mati. Dengan demikian berarti dia masih dapat melakukan kejahatan yang entah
i menarik napas seakan-akan menyesal karena
pukulannya terhadap lawannya tadi masih kurang ampuh.
Setelah hening sejenak, kakek itu bertanya kepada muridnya yang duduk
dihadapannya sambil menundukkan kepala.
n lengan baju si gendut itu, tidakkah
Bun Liong mengangkat kepalanya, memandang kakek itu dan menjawab sejujurnya:
kau jangan gagabah, karena kalau serangan macam tadi disertai pengerahan lweekang
sepenuhnya dan pada dadamu masih belum mempunyai daya tahan dari tenaga dalam
yang sempurna, maka kalau tidak tewas, sedikitnya di dalam dadamu akan menderita
luka hebat, lain halnya kalau kelak tenaga dalammu sudah tinggi dan mempunyai daya
Bu Beng Lojin menghentikan kata-kata nasehat bagi muridnya itu, dan tiba-tiba
keningnya dikerutkan seperti ada sesuatu yang diingatnya. Kemudian, sambil menatap
muridnya, kakek ini ayahmu dan kau telah menjawabnya terusketika melihat sinar mata gurunya seperti mengandung penyesalan, maka tanyanya
Bu Tek Enghiong - Halaman 151
itu tidaklah terjadi dan mudah-mudahan ayahmu dilindu
Hati Bun Liong merasa agak lega mendengar sabda kakek sakti yang terakhir itu.
Dan demikianlah sejak saat itu, yaitu sejak mereka didatangi oleh si Tangan Seribu Kati
Ci Lun Hosiang, makin hebatlah Bun Liong digembleng oleh gurunya.
Beberapa tahun kemudian kepandaian Bun Liong bertambah hebat, ilmu silat Sinwan Pek-houw Kun-hoat yang oleh gurunya dikombinasikan dengan ilmu silat dari
cabang persilatan Lu-lian-pay dipelajarinya sehingga matang dan sempurna. Juga
kepandaian yang menjadi andalan Bu Beng Lojin yakni ilmu pukulan yang disebut Luilek-ciang (Tangan Bertenaga Geledek) yang dapat menghancurkan batu karang itu,
diwarisinya dengan baik. Bahkan, akhirnya Bun Liong menerima pula pelajaran tambahan berupa ilmu silat
bersenjata, hanya senjata ini bukan merupakan senjata tajam seperti pedang, tombak
atau lain macamnya lagi, melainkan berupa seuntai tali yang terbuat daripada serat
rotan gunung yang dililit benang emas, sehingga tali yang alot dan kuat ini merupakan
sebuah pecut dan dapat dijadikan senjata yang tak kalah ampuh dan lihaynya daripada
segala macam senjata tajam!
Ternyata disamping ilmu silat tanpa senjata yang lihay sekali dan ilmu pukulan Luilek-ciang yang biarpun hanya berupa hawa pukulannya saja dapat menghancurkan
batu karang itu, juga Bu Beng Lojin memiliki ilmu cambuk yang diberi nama Shan-kongjoan-pian (Cambuk Lemas BerSinar Kilat) yang luar biasa hebatnya!
Bun Liong menerima pelajaran ilmu silat bersenjatakan cambuk dengan sangat
sukar sekali. Karena pecut itu hanya berbentuk seuntai tali yang lemas dan berbeda
dengan senjata pedang maupun barang lainnya yang kaku serta bersifat keras, maka
pada hekekatnya mempelajari ilmu silat bersenjatakan pecut ini lebih sukar dan sulit!
Mula-mula Bun Liong mempelajari cambuk berupa seuntai tali yang pendek saja
dan yang harus ia gerakkan dengan lweekang sehingga tali pendek bisa menjadi lemas
atau kaku menurut aliran tenaga dalamnya dan digunakan sesuai dengan keadaan.
Kemudian, ia mulai mendapat pelajaran ilmu cambuk Shan-kong-joan-pian yang amat
sulit gerakannya. Bu Tek Enghiong - Halaman 152
Tali yang panjangnya sampai dua tombak dapat dimainkan sesuka hatinya, dapat
digunakan untuk membetot, menangkis, membelit, menotok jalan darah dan merampas
senjata lawan. Juga, cambuk ini dapat digunakan seperempat atau setengahnya saja,
hingga dapat digunakan sesuka hati pemegangnya, mau panjang atau pendek hanya
tinggal mengatur cara memegangnya saja disesuaikan dengan jarak lawan yang
dihadapi! Juga waktu berlatih ilmu cambuk ini dengan gurunya, tidak jarang Bun Liong
menjadi bulan-bulanan dari cambuk suhunya. Oleh karena dengan cambuk di tangan
kanan dan tangan kirinya serta melancarkan serangan-serangan hawa pukulan Luilek-ciang, Bu Beng Lojin menyerang muridnya yang harus mengandalkan kegesitan
tubuh dan gin-kang untuk mengelak!
Mula-mula seluruh tubuh Bun Liong matang biru kena cambukan. Akan tetapi
lambat laun ia menjadi paham betapa caranya harus menghadapinya sehingga dalam
serentetan serangan yang tidak kurang dari limapuluh jurus, hanya dua atau tiga kali
saja terkena pecutan cambuk suhunya!
Bahkan akhirnya sekali, Bun Liong berhasil melakukan serangan balasan terhadap
suhunya sehingga biarpun tubuh kakek kosen itu tidak menjadi matang biru, namun
kain jubah yang dikenakannya tak urung menjadi robek-robek dibuatnya. Dan melihat
kemajuan yang dicapai oleh anak ini tentu saja hati kakek itu sangat gembira dan
bangga! ooOoo Musim salju baru tiba. Bunga salju kecil-kecil ringan bagaikan kapas melayanglayang bertebaran memenuhi segala benda dipermukaan bumi. Di sana-sini tampak
benda-benda seakan-akan diselimuti kapas sehingga pemandangan sangat
menyedapkan mata. Memang, pada awal musim salju segala nampak indah, segala benda nampak
keputih-putihan bagaikan ditaburi bedak yang ditebarkan dari angkasa raya. Akan tetapi
segala keindahan itu mendatangkan rasa jemu bagi orang oleh karena disamping itu,
hawa dingin terasa menusuk tulang.
Dinginnya hawa udara di musim salju memang sangat menusuk, terutama di
puncak gunung Hoa-san yang tinggi. Semua pohon di hutan yang terdapat di lereng
gunung itu, yang tadinya kehijauan tertutup salju, daun-daun telah rontok dan cabangcabang yang gundul tampak putih-putih seperti dicat!
Bu Tek Enghiong - Halaman 153
Burung-burung yang biasanya ramai berkicau berloncat-loncatan dari satu cabang
ke cabang yang lain dan binatang-binatang hutan yang biasanya banyak terdapat dan
berkeliaran di dalam hutan, dalam musim salju itu tidak kelihatan. Agaknya dalam hawa
yang sedingin itu mereka lebih baik mengundurkan diri dan beristirahat di dalam
sarang-sarang mereka yang hangat!
Keadaan di gunung Hoa-san pada pagi hari itu seakan-akan mati dan sunyi,
agaknya tiada mahluk hidup yang berani keluar dari sarangnya pada saat hawa udara
sedingin itu. Akan tetapi tidak demikian di dekat puncak gunung itu!
Sesosok bayangan orang tampak bergerak bagaikan melayang-layang meluncur
menuruni lereng sebelah utara dengan cepat sekali, melompati batu-batu karang yang
terjal, meloncati lembah-lembah kecil yang curam dan menerjangi hutan-hutan yang
bersalju. Sesosok bayangan itu adalah Souw Bun Liong yang sudah mendapat izin dari
gurunya sesudah delapan tahun lamanya bermukim di puncak Hoa-san, untuk turun
gunung dan kembali ke dusunnya, menjumpai ayah ibunya yang sudah sekian lamanya
dirindukannya. Dan kemudian mempergunakan ilmu kepandaiannya yang pernah
dipelajarinya selama delapan tahun di bawah gemblengan Bu Beng Lojin di puncak
Hoa-san itu demi kebaikan sesama manusia!
Souw Bun Liong kini telah menjadi dewasa. Usianya telah mencapai duapuluh tahun
dan ia merupakan seorang pemuda yang amat sederhana baik pakaian pemberian
suhunya maupun sikapnya, akan tetapi tidak mengurangi kecakapan wajahnya dan
kegagahan sikapnya. Wajahnya yang tampan membayangkan keagungan watak dan kehalusan budi,
sedangkan bibirnya yang selalu tersenyum-senyum mencerminkan adatnya, yang
sabar dan peramah dan sinar matanya yang tajam menunjukkan sifat ksatrya yang
gagah berani. Dengan bibirnya yang selalu tersenyum karena gembira sekali akan segera
berjumpa dengan ayah ibunya. Sepasang kaki Bun Liong seakan-akan tidak menginjak
tanah ketika dengan cepatnya ia menuruni lereng itu untuk menuju ke dusun Lo-keecun.
Seakan-akan ia terbang saja ketika ia melompati jurang yang menghadang di
tengah perjalanannya. Sedangkan di dalam telinganya, masih mendengung dan
Bu Tek Enghiong - Halaman 154
mengiang kata-kata pesan, petuah serta nasehat dan doa restu dari suhunya beberapa
saat sebelum ia meninggalkan puncak gunung Hoa-san!
selain aku tidak dapat mengajarkan apa-apa lagi kepadamu lantaran semua ilmu yang
ada padaku telah kau pelajari sampai habis, juga kuserahkan tugas yang sangat berat
di atas pundakmu yang kecil ini.
kacaunya keadaan dusunmu dan sekitarnya. Yaitu kekeruhan dan kekacauan yang
berupa huru-hara dan geger yang ditimbulkan oleh manusia sendiri sehingga orang
lemah menjadi bingung dan kesengsaraan merajalela di antara rakyat jelata.
pergunakan kepandaian yang telah kuwariskan kepadamu, kau akan dapat berbuat sebagaimana mestinya,
yakni membela pihak yang lemah dan benar dan mengganyang segolongan manusia
yang menuntut penghidupan sewenang-wenang dan melanggar segi-segi kesopanan
dan prikemanusiaan! -lebar untuk melihat dunia dan kehidupan, buka telingamu baik-baik untuk menangkap segala suara
yang patut kau dengar. Jadilah seorang bijaksana yang dapat menguasai diri, dengan
pengertian apabila menghadapi sesuatu hal jangan terlalu menurutkan suara hati yang
dikuasai nafsu, melainkan harus bertindak atas dasar pertimbangan otak yang penuh
kesadaran. pergaulan masyarakat ramai. Akan tetapi di samping rasa yakinku ini, aku rasa perlu
juga memberi nasehat kepadamu bahwa kau hendaknya selalu ingat akan dua buah
hal yang akan menghalangi kemajuanmu.
-tama. Biarpun persoalan yang dihadapi itu sukar dan rumit, janganlah
cepat berputus asa karena rasa cepat putus asa ini merupakan penyakit yang akan
melemahkan semangat dan memperkecil kemauan.
-kali kau dihinggapi sifat sombong dan menganggap diri sendiri paling pandai. Oleh karena sifat
yang tak baik inipun merupakan suatu penyakit yang dapat menyeretmu ke dalam
jurang kesesatan dan seorang yang suka menyombongkan kepandaiannya pada
hakekatnya menelanjangi kebodohannya sendiri!
Bu Tek Enghiong - Halaman 155
sifat sombong dan terlalu suka menuruti nafsu hati adalah
pantangan terbesar, terutama bagi seorang yang masih sangat muda seperti engkau
ini yang akan mulai berenang di lautan penghidupan yang bergelombang dan berbatubatu karang itu.
rang sudah tiba saatnya bagimu untuk pergi turun gunung.
Sampaikan salam dan maaf kepada orang tuamu karena aku telah menahanmu di
puncak ini selama delapan tahun tanpa setahu dan seizin mereka terlebih dahulu.
Terjunkanlah dirimu di antara gelombang kehidupan dengan perasaan tanggung jawab.
manusia yang ditimpa penderitaan. Semoga segala tugas yang kuserahkan di atas
pundakmu itu membawa hasil yang gemilang, supaya jerih payahmu selama delapan
tahun mempelajari segala kebodohanku tidak akan sia-sia. Dan aku sebagai gurumu,
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak akan kecewa mempunyai seorang murid yang dapat melaksanakan kewajiban
EMIKIANLIAH, dengan membawa pesan dan petuah dari kakek sakti pertapa
di puncak Hoa-san itu sebagai bekal hidupnya, Bun Liong telah turun gunung.
Ia mempergunakan ilmu lari cepatnya disertai dengan gin-kangnya yang
tinggi berlari menuruni lereng sehingga sepasang kakinya seakan-akan tidak
menginjak tanah yang bersalju itu ketika ia menempuh perjalanan akan menuju ke
dusun Lo-kee-cun. Hatinya berdebar-debar, karena pemuda ini yakin bahwa kedua orangtuanya pasti
akan terkejut dan gembira melihat kedatangannya dengan membawa kepandaian yang
sangat tinggi ini. Maka dipercepatlah larinya.
Ketika mulai memasuki dusun Lo-kee-cun, Bun Liong mendapatkan dusun ini dalam
keadaan sunyi dan hal ini tidak begitu mengherankan, oleh karena pada musim salju
bagi penduduk dusun umumnya, mereka lebih suka berdiam di rumah sambil berdiang
menghangatkan tubuh. Demikian pula ketika pemuda ini tiba di depan pintu rumahnya, ia melihat daun
pintu rumah yang sudah delapan tahun lamanya ditinggalkannya itu, tertutup rapat dan
suasana di dalamnya, juga sepi jempling! Dicobanya mendorong daun pintu itu dan
Bu Tek Enghiong - Halaman 156
ternyata tidak dikunci sehingga dengan mudah dapat dibukanya dengan menimbulkan
suara menggerit. rang wanita dari dapur dan Bun
Liong mengenal bahwa itu adalah teguran ibunya, maka segera ia masuk dan
menghampirinya. Didapatkannya ibunya sedang duduk berdiang di depan tungku yang apinya
membara, ia telah tua dan kurus.
Tanpa beranjak dari tempat duduknya, nyonya itu memandang kepada Bun Liong
yang kini sudah berdiri di hadapannya. Wajah nyonya itu membayangkan keraguan
hatinya dan nyonya itu menatap dengan tajam.
Memang, nyonya ini sejak ditinggalkan oleh putera tunggalnya delapan tahun yang
lalu, sudah terlalu sering ditipu oleh pendengarannya sendiri dan seringkali
dipermainkan oleh pandangan matanya sendiri. Sering kali ia mendengar suara orang
memanggil seperti suara puteranya dan melihat bayangan anak laki-laki yang dikira
puteranya pula. Dan kali inipun, ketika dilihatnya seorang pemuda sederhana yang berwajah seperti
pernah dikenalnya. Nyonya ini merasa sangsi karena ia tidak mau ditipu lagi oleh
pandangan matanya, kalau saja tidak segera mendengar suara pemuda itu yang
meyakinkannya: berkaca-kaca ketika menubruk kaki ibunya dan berlutut.
-ji, Liongsambil merangkul pundak puteranya.
Didekapnya, kepala putera tunggalnya itu ke dadanya dengan penuh rasa terharu
dan gembira. Dielus-elusnya rambut puteranya dengan penuh kasih sayang seperti dulu
ketika anaknya masih kecil.
Sampai lama ibu dan anak ini tidak dapat berkata-kata, hanya saling peluk dengan
air mata berlinang-linang. Kemudian Bun Liong dapat mententramkan hatinya lebih
dulu dan dengan hati-hati sekali ia melepaskan diri dari pelukan ibunya, lalu berkata
menghibur, Bu Tek Enghiong - Halaman 157
Dengan perlahan Bun Liong membimbing tangan ibunya, mereka masuk ke ruangan
tengah dan mereka duduk di sebuah bangku panjang yang sudah agak reyot.
Bun Liong memandang ruangan itu dengan seksama dan terlihatlah dengan jelas
bahwa isi rumahnya kini jauh berbeda dengan dulu. Alat perlengkapan rumah tangga
seperti meja, kursi, lemari dan lain-lainnya yang dulu mengisi ruangan ini, kini tidak
tampak lagi sehingga ruangan tengah yang luas ini kosong!
Melihat keadaan rumahnya, yang demikian miskin itu, Bun Liong sangat sedih. Tibatiba matanya terbelalak, wajahnya pucat ketika dengan jelas dilihatnya sebuah meja
abu yang terletak di dekat dinding, karena adanya meja abu di situ berarti bahwa
ayahnya telah meninggal. nya dan hatinya segera yakin bahwa
ayahnya telah tiada lagi, karena pertanyaan ini membuat ibunya menangis dengan
sedih hingga sukarlah baginya untuk mengeluarkan kata-kata.
telah meninggal dunia, tak perlu dibuat sedih karena mati atau hidup kita tetap tidak
mengatasi perasaan hatinya berkat gemblengan suhunya sehingga batinnya kuat.
Sungguhpun jawaban ibunya itu membuatnya ingin menangis, akan tetapi karena
batinnya sudah kuat, maka Bun Liong dapat bersikap tenang. Ia segera menghampiri
meja abu itu dan berdiri di depannya. Diambilnya tiga batang hio yang tersedia di atas
meja itu dan disulutnya. Lalu dengan penuh khidmat, ia bersembahyang dan terdengar
mengacapkan kata-kata dengan perlahan:
Setelah tiga batang hio itu ditancapkan di tempat abu, dan setelah bersoja dan ber
kui sebanyak tujuh kali, Bun Liong kembali ke dekat ibunya dan bertanya:
ayah meninggal dan apakah yang
menyebabkannya" Mungkinkah ayah meninggal karena mendapat kecelakaan ketika
berburu semasa anak diambil oleh pertapa sakti di puncak Hoa-san delapan tahun yang
lalu" Dan.. . mengapa pula keadaan rumah kita sampai menjadi misk
Bu Tek Enghiong - Halaman 158
Nyonya Souw Cian Ho menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan
puteranya yang beruntung itu.
-ji, kira-kira empat tahun yang lalu telah terjadi suatu peristiwa yang
membuat hatiku amat penasaran sekali. Semenjak kudengar dari ayahmu bahwa kau
telah diculik oleh seekor lutung dan pengejaran ayahmu dihalang-halangi oleh seekor
harimau putih, maka yakinlah kami bahwa engkau telah sengaja diambil untuk dijadikan
murid oleh orang berkepandaian tinggi. Sebab lazimnya orang-orang pandai di dunia
kang-ouw kalau hendak mengambil murid sering melakukan penculikan.
menyedihkan dan menggelisahkan hati kami, namun kami tidak terlalu cemas dan
selalu mengharap bahwa dugaan kami tidak salah.
pertapa sakti di puncak Hoa-san, maka dugaan kami telah menjadi kenyataan yang
Nyonya itu menghentikan kata-katanya, napasnya terengah-engah berat, agaknya
perkataan yang terlalu banyak diucapkannya itu membuatnya sangat cape.
lebih tua daripada umurnya yang sebenarnya.
-jie, aku menderita sakit sesak napas sejak peristiwa yang menimpa
ayahmu itu terjadi, yaitu kiraMulanya Bun Liong mengira bahwa kematian ayahnya itu disebabkan oleh
kecelakaan ketika ia dibawa lari oleh si Lutung Sakti, tapi ibunya mengatakan bahwa
ayahnya meninggal baru kira-kira empat tahun yang lalu.
Pemuda yang memang cerdas sejak kecilnya ini segera dapat menduga bahwa
peristiwa yang membuat ibunya penasaran itu tentu berhubungan dengan kematian
ayahnya. bkan ayah secepat itu Nyonya Souw Cian Ho sebenarnya sudah merasa terlalu engap untuk bercerita
banyak-banyak lagi karena penyakit sesak napasnya itu, akan tetapi oleh karena kini
anaknya telah kembali dan menjadi seorang pemuda gagah, maka sudah sewajibnyalah
ia menceritakannya karena anaknya wajib pula mengetahuinya.
Bu Tek Enghiong - Halaman 159
-jie, sebelum aku bercerita, katakanlah dulu apakah benar-benar kau
dengan nada kata berat yang dipaksakan di antara keengapan yang menyesaki rongga
dadanya. Dari pertanyaan ibunya ini, maklumlah Bun Liong bahwa ayahnya telah dibunuh
oleh seseorang dan ibunya mengharapkan supaya ia menuntut balas. Suaranya tenang
dan sabar tapi cukup meyakinkan tatkala ia menjawab:
kepandaian yang anak bawa ini tak dapat disombongkan, namun segala ilmu
kepandaian yang telah diwariskan dari suhu ini, tidak dapat dikatakan terlalu rendah!
Katakanlah, mama, siapakah orangnya, dan apakah yang telah mendatangkan
Wajah nyonya itu tampak berseri-seri dan matanya bersinar terang. Ditatapnya
tubuh anaknya yang tegap dan kekar itu, sepasang lengan tangannya yang meskipun
biasa saja besarnya itu, namun ototnya yang menonjol membuktikan bahwa di
dalamnya tersimpan tenaga yang kuat.
Pakaian Bun Liong tipis dan sederhana, tapi nampaknya tidak merasa dingin,
padahal hawa udara sedemikian dinginnya sehingga orang mesti mengenakan baju
tebal dan berdiang di depan tungku.
Maka maklum dan yakinlah nyonya itu bahwa anaknya benar-benar telah menjadi
seorang pemuda yang gagah! Hati orang tua itu menjadi lega dan bangga, dan ia
menceritakan peristiwa yang menyebabkan suaminya meninggal dunia itu.. .
ooOoo Sebagaimana pernah diterangkan di bagian depan dari cerita ini, bahwa Souw Cian
Ho, yakni ayah Souw Bun Liong, adalah seorang bekas piauw-su. Oleh karena memang
kepandaiannya cukup tinggi, maka setelah berkali-kali para perampok yang
mengganggu dan hendak merampas barang kawalannya di tengah perjalanan selalu
roboh di tangannya, maka namanya menjadi terkenal dan tidak ada orang jahat yang
berani mengganggu barang yang dikawalnya.
Disamping kepandaiannya yang cukup tinggi Souw Cian Ho adalah seorang yang
penuh belas kasihan. Biarpun terhadap penjahat, hatinya tidak tega untuk membunuh
sehingga sebagian besar para perampok yang pernah mengganggunya di tengah
perjalanan, sedapat mungkin dirobohkannya dengan luka ringan saja. Kemudian
Bu Tek Enghiong - Halaman 160
memberi peringatan keras, bahkan tidak jarang ia memberi uang bekal pengobatan
kepada penjahat yang dirobohkannya itu.
Akan tetapi, apabila ia menghadapi seorang penjahat yang tinggi ilmu silatnya,
terpaksa ia menurunkan tangan maut. Menghadapi lawan berat yang tidak banyak
selisih tingkat kepandaiannya, amat sukar unnuk mengalahkannya dengan hanya
melukai ringan saja. Maka dalam hal ini, pertempuran sudah berobah sifatnya, sudah merupakan adu
nyawa, saling mendahului merobohkan lawan dengan pukulan atau serangan yang
berbahaya. Kalau ia ragu-ragu untuk merobohkan lawannya, sebaliknya ia sendirilah
yang akan dirobohkan. Maka terpaksa ia harus menurunkan tangan maut sehingga
lawannya itu roboh dan binasa!
Akan tetapi para penjahat yang pernah dirobohkannya sehingga tewas, hanya
sedikit saja. Di antara sekian banyak penjahat yang pernah dikalahkannya tanpa
ditewaskan, terdapat seorang perampok tunggal yang berkepandaian tinggi, namanya
Lauw Can Tong. Terpaksa ia merobohkannya dengan pedangnya yang mengakibatkan
perampok itu melarikan diri dalam keadaan dalam keadaan luka hebat, dadanya
ditembus oleh pedang Souw Cian Ho.
Souw Cian Ho tidak pernah menyangka bahwa Lauw Can Tong itu akhirnya
menemui ajalnya setelah bertemu dan menceritakan kekalahan kepada gurunya dan
minta supaya sang guru membalaskan kekalahannya itu. Adapun guru dari perampok
she Lauw itu tidak lain dari Ceng-kinCi Lun Hosiang berjanji kepada muridnya akan membalaskan kekalahan ini. Dan
begitulah pendeta gadungan yang berwatak buruk ini lalu merantau selain untuk
mencari Souw Cian Ho, juga ia mencari musuh pribadi yang pernah mengalahkannya,
yakni Bu-tek-sin-kun Ong Kim Su yang pembaca sudah mengenalnya sebagai pertapa
sakti dengan nama samaran Bu Beng Lojin.
Ci Lun Hosiang mendatangi kota See-an karena dari Can Tong ia mendengar bahwa
Souw Cian Ho tinggal di kota tersebut, tetapi di situ ia tidak menjumpai musuh muridnya
yang dicarinya itu karena sebenarnya Souw Cian Ho dan keluarganya sudah pindah ke
daerah kota Tong-koan, yakni di dusun Lo-kee-cun.
Kemudian, sebagaimana pembaca sudah ketahui, Ci Lun Hosiang pergi ke gunung
Hoa-san sambil membawa seorang anak murid barunya yang bermuka bopeng, yang
sebenarnya bocah jembel yang dijumpainya di tengah perjalanannya. Dan sebelum
Bu Tek Enghiong - Halaman 161
hweesio gendut ini bertemu dengan Bu Beng Lojin, pembaca tentu masih ingat bahwa
hweesio ini telah membunuh lutung sakti dan harimau putih karena ke dua binatang
tersebut telah menyebabkan murid barunya itu mati konyol dan kemudian ia bertemu
dengan Bun Liong. Dan dari Bun Liong yang tidak menaruh syak wasangka apapun juga terhadap
hweesio gundul teromok ini, maka Ci Lun Hosiang mengetahui tempat tinggal Souw
Cian Ho yang tengah dicari-carinya itu. Dan akhirnya, setelah untuk kedua kalinya
hweesio ini dikalahkan oleh Bu-tek-sin-kun Ong Kim Su alias Bu Beng Lojin. Ci Lun
Hosiang mengubur muridnya yang mati konyol itu di dalam hutan kemudian langsung
menuju ke dusun Lo-kee-cun dan menemukan rumah orang yang dicarinya.
Hari sudah sore ketika Ci Lun Hosiang sampai ke rumah Souw Cian Ho dan di
-mi-toKetika itu Souw Cian Ho dan isterinya sedang makan di ruangan tengah. Mendengar
seruan tersebut, segera bekas piauw-su ini meninggalkan meja makannya dan berjalan
ke depan, menjumpai hweesio gendut yang berdiri di ambang pintu rumahnya itu.
yang berasal dari kota Seekelihatannya sangat kaku, yaitu sopan yang dibuat-buat.
-suhu maksudkan adalah siauwtee ini. Maaf dan kalau boleh siauwtee mengetahui, ada keperluan apakah maka
toana memang hweesio terokmok yang berdiri diambang pintu itu belum pernah dikenalnya.
Ci Lun Hosiang menyeringai bagaikan seekor kuda yang makan dedak yang terlalu
kasar bagi mulutnya dan kepalanya yang gundul kelimis itu mengangguk-angguk
seperti batok gayung yang sudah loncer dari gagangnya.
-anggukkan Souw Cian Ho sudah biasa menjumpai hweesio yang meminta uang derma, dan ia
lalu tanyanya ramah: Bu Tek Enghiong - Halaman 162
memberi keterangan sebagaimana biasanya si pemungut derma lakukan, Souw Cian
Ho merogoh saku bajunya dan mengambil mata uang sebesar satu tail yang kemudian
disodorkan kepada hweesio itu.
Dengan telapak tangannya yang besar dan gemuk Ci Lun Hosiang menerima mata
uang itu dan sekali remas saja, hancurlah mata uang yang terbuat dari logam dan
hancurannya disebarkan ke muka Souw Cian Ho.
Sebagai orang yang banyak pengalaman, Souw Cian Ho maklum bahwa kedatangan
pendeta gendut yang berkepandaian tinggi ini membawa maksud yang tidak baik. Dan
makin jelaslah ketika mendengar hweesio itu berkata:
Merahlah wajah si tuan rumah karena marah, tapi ia masih dapat menahan
marahnya ketika bertanya,
-suhu, ada hubungan apakah antara aku dengan kau"
Kita belum pernah hertemu, apalagi bermusuhan, maka dengan alasan apakah kau
memang antara pinceng dan kau tidak mempunyai sangkut paut langsung. Akan tetapi
dengarlah! maka untuk menebus kerugian pihakku, pinceng hendak menagih hutang jiwa
kepadamu! -benar kau mempunyai kepandaian, ambillah senjatamu dan
sebelum tiba ajalmu untuk menemani arwah muridku di neraka, kuberi kesempatan kau
Souw Cian Ho tidak ingat lagi akan nama Lauw Can Tong karena memang sudah
banyak penjahat yang pernah dirobohkannya sehingga mana mungkin dapat diingatnya
nama seorang demi seorang, namun karena hweesio mengatakan bahwa seorang
muridnya telah ditewaskan olehnya, maka disamping rasa marah, ia menjadi heran
juga. -suhu, jangan me Bu Tek Enghiong - Halaman 163
sudah pasti muridmu seorang perampok, dan kalau hal ini toa-suhu anggap sebagai
hutang piutang sehingga kau datang menagihnya, aku bersedia menanggung segala
resikonya. Cuma yang kuherankan, baru sekarang kudengar bahwa ada seorang
pendeta yang mempunyai murid perampok, maka pendeta apakah adanya toa-suhu
eribu Kati Ci Lun itu benar-benar merupakan sindiran yang amat tajam baginya.
Baik semasa aktif menjadi piauw-su, apalagi setelah mengundurkan diri dan tinggal
di dusun Lo-kee-cun ini, Souw Cian Ho memang belum pernah mendengar nama
hweesio gadungan yang berasal dari Tibet ini, maka sedikitpun ia tidak merasa terkejut.
Bahkan mendapat kesimpulan bahwa kalau seorang hweesio mempunyai murid berupa
perampok, maka sudah pasti pendeta ini hweesio yang jahat dan kalau tidak demikian,
setidak-tidaknya sudah pasti manusia gendut ini seorang penjahat besar yang berpurapura menjadi hweesio!
-suhu! Mengapa kau memakiku dan mengatakan aku kurang ajar
terhadapmu" Sepatutnya, kalau benar-benar toa-suhu ini seorang pendeta suci, niscaya
akan dapat menimbang secara bijaksana bahwa perkataanku tadi sangat beralasan!
Tapi anehnya, justeru toa-suhu menjadi marah dan karena ini, maka teranglah bagiku
bahwa kalau muridmu termasuk golongan burung gagak, maka kau sebagai gurunya
Merahlah wajah Ci Lun Hosiang mendengar kata-kata balasan yang sangat berani
maka berani demikian kurang ajar terhadapku" Dasar kau memang harus membayar
Sambil membentak demikian, Ci Lun Hosiang mengibaskan lengan bajunya ke arah
dada Souw Cian Ho dan bekas piauw-su ini cepat mengelak karena tahu akan lihaynya
kibasan lengan baju si hweesio ini. Sambil mengelak sehingga dada nya terluput dari
samberan angin dari lengan baju yang cukup berbahaya itu.
Souw Cian Ho menyambar pedangnya yang tergantung di dinding dan dengan
menggunakan senjata yang telah banyak merobohkan orang-orang jahat ini, ia balas
menyerang. Maka pada saat berikutnya, keduanya bertempur!
Bu Tek Enghiong - Halaman 164
Akan tetapi, karena pertempuran terjadi di dalam ruangan depan yang tidak begitu
lebar, maka Souw Cian Ho tidak dapat secara leluasa menggerakkan pedangnya
sehingga hal ini benar-benar sangat merugikan baginya. Sebaliknya, karena Ci Lun
Hosiang bertempur dengan tangan kosong saja dan lagipula karena memang si gundul
ini berkepandaian jauh lebih tinggi daripada lawannya, maka ruangan itu sedikitpun
tidak mengurangi kebebasan pergerakannya dan ia dapat bertempur dengan leluasa!
Pertempuran ini meskipun kelihatannya berjalan sengit. Akan tetapi pada
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hakekatnya sangat pincang dan berat sebelah. Karena kalau Souw Cian Ho memainkan
pedangnya dengan tipu-tipu yang terlihay dan menghadapi si gundul teromok itu
dengan nekad, maka Ci Lun Hosiang yang ternyata memandang lawannya sangat
rendah sekali itu menghadapi pedang di tangan lawannya sambil ketawa-tawa
mengejek! Sementara Kho In Hoa atau isteri Souw Cian Ho yang mendengar pertengkaran
antara suaminya dan seorang tamu yang tak dikenal di ruangan depan lalu
meninggalkan meja makannya dan kini berdiri di pinggir ruangan itu menyaksikan
pertempuran dengan hati gelisah dan khawatir. Ia maklum bahwa suaminya
menghadapi lawan yang sangat berat dan yang memiliki kepandaian yang jauh lebih
tinggi sehingga suaminya berada dalam bahaya. Akan tetapi, nyonya yang tidak
mengerti ilmu silat ini tak dapat berbuat apa-apa selain mengepal kedua tangannya
dengan hati cemas. Baru bertempur belasan jurus saja, Cian Ho sudah terdesak hebat dan kemudian
tiba-tiba terdengar Ci Lun Hosiang ketawa bergelak dan Kho In Hoa melihat pedang
suaminya telah terampas oleh libatan ujung lengan baju si hweesio hingga senjata itu
terlontar ke lantai. Kemudian terdengar jeritan ngeri dan tubuh Souw Cian Ho itu
terlempar dengan keras sekali, kepalanya membentur tembok dinding rumah. Dari
kedua lubang hidung serta mulut bekas piauw-su yang malang ini keluar darah, lalu
tubuhnya terjungkal dan roboh tertelungkup tak bergerak lagi!
Souw Cian Ho, bekas piauw-su yang gagah perkasa dan yang pernah merobohkan
banyak penjahat, telah meninggal dalam keadaan yang amat mengerikan dan
mengecewakan di bawah tangan Ceng-kin-ciu Ci Lun Hosiang si pendeta gadungan
yang berwatak buruk dan jahat!
hendak luar dari rumah itu.
Bu Tek Enghiong - Halaman 165
-tiba terdengar bentakan nyaring Kho In
Hoa, nyonya Souw Cian Ho, melompat maju sambil mempergunakan pedang bekas
suaminya yang telah diambilnya dari lantai, disabetnya ke arah punggung hweesio itu!
Tapi Ci Lun Hosiang dengan tenang sekali dan tanpa menoleh ke belakang, seakanakan di belakang kepalanya yang gundul itu bermata, tangan kanannya diulurnya ke
belakang dan dengan gerakan ini secara mudah sekali ia telah dapat merampas senjata
nyonya itu. Setelah itu, hweesio ini membalikkan tubuhnya dan memandang nyonya
Souw sambil menyengir. -hujin (nyonya Souw)! Apakah yang harus engkau dendamkan dalam hal
hutang-piutang ini" Suamimu mempunyai hutang jiwa muridku, maka sudah selayaknya
-jari tangannya mematahkan pedang yang dirampasnya tadi dan setelah melemparkan senjata yang
sudah menjadi dua potong itu ke lantai, hweesio gadungan ini meninggalkan tempat
itu. Karena tidak mampu berbuat apa-apa untuk melampiaskan penasaran dan dendam
hatinya, Nyonya Souw menangis dan menubruk tubuh suaminya yang sudah menjadi
mayat! Betapa sakit dan sedihnya hati nyonya ini sukar dilukiskan! Setelah empat tahun
lamanya ia kehilangan putera tunggalnya sehingga ia hampir setengah gila, kini
kehilangan suaminya. Peristiwa ini benar-benar telah menyiksa batin Kho In Hoa!
Semenjak peristiwa itu Kho In Hoa yang sudah menjadi janda ini, benar-benar
menyedihkan. Ia menderita sakit sesak napas yang disebabkan karena ia terlalu
menderita batin. Harta benda peninggalan mendiang suaminya dan juga barang-barang
perabotan rumah tangga makin lama makin habis, dijual untuk mengongkosi hidupnya
sehari-hari yang sebatang kara!
Tubuh nyonya janda ini menjadi kurus kering karena setiap hari dilanda siksaan
batin dan penyakit sesak napasnya makin lama makin berat. Ia kelihatan tua, padahal
usianya belum mencapai empatpuluh tahun.
Baiknya nyonya janda ini mempunyai iman yang cukup teguh sehingga biarpun
hidupnya menderita lahir batin, ia tetap ingin berumur panjang karena masih terus
mengharap-harap puteranya yang hilang itu akan kembali pulang, sungguhpun
harapannya setipis kulit bawang!
ooOoo Bu Tek Enghiong - Halaman 166
telah melindungimu sehingga hari ini benar-benar kau kembali pulang! Baiknya kau
lekas kembali, nak, kalau tidak, kiranya ibumu takkan tahan lebih lama lagi menderita
Kho In Hoa atau ibu Bun Liong mengakhiri ceritanya.
si hweesio gadungan itu mengetahui tempat tinggal
dalam karena teringat bahwa dari dia sendirilah hweesio itu memperoleh petunjuk
tentang tempat tinggal orang tuanya, dan apa yang dikhawatirkan oleh suhunya dulu,
kini ternyata telah terjadi!
Nyonya itu memandang puteranya dengan perasaan heran:
kau pernah bertemu dengannya dan di mana saja kau berada selama delapan tahun
Kini giliran Bun Liong menceritakan semua pengalamannya dari awal sampai akhir
dan nyonya itu menjadi girang dan bangga mendengar betapa puteranya telah menjadi
murid dari seorang pertapa sakti di gunung Hoa-san.
u kau benar-benar telah mendapat gemblengan dari seorang sakti
-mudahan Thian memberkati kita, mama. Dan kalau sekiranya mama
mengijinkan, saat inipun aku akan pergi me
sambil mengepalkan kedua tinjunya karena perbuatan si Tangan Seribu Kati Ci Lun
Hosiang yang riwayatnya sudah ia ketahui dari penuturan suhunya itu benar-benar
membuat hati mudanya menjadi sakit, gemas dan marah!
cepat memegang lengan anaknya tanda bahwa benar-benar ibu ini sangat takut akan
segera ditinggalkan lagi oleh putera kesayangannya yang baru saja muncul setelah
delapan tahun meninggalkannya.
penderitaan lahir batin selama ditinggalkan olehmu ini" Kau tentu dapat
membayangkan betapa perasaan hatiku selama ini.
Bu Tek Enghiong - Halaman 167
menyatakan hendak pergi lagi berarti
kesenangan yang baru hari ini kurasakan, akan musnah pula. Liong, janganlah kau pergi
lagi meninggalkan ibumu kalau saja kau merasa kasihan kepadaku dan kalau kau tidak
menghendaki ibumu yang sudah seropoh ini cepat mat
Bun Liong terharu dan cepat ia memeluk lutut ibunya sambil menyatakan
penyesalannya bahwa tadi ia berkata terburu-buru. Bun Liong sudah cukup besar dan
sudah cukup mengerti betapa perasaan hati ibunya. Tentu saja ibunya akan sangat
keberatan kalau ia pergi meninggalkannya lagi. Biarpun hatinya amat marah terhadap
hweesio gadungan yang jahat itu dan yang kini entah berada di mana.
ooOoo Demikianlah sejak hari itu, Bun Liong berkumpul dengan ibunya dan Kho In Hoa
tidak merasa kesepian lagi dalam hidupnya yang sangat prihatin itu. Matahari kini
bersinar lagi sesudah ia berkumpul dengan puteranya dan kalau tadinya keadaan
nyonya ini amat menyedihkan, hidup kesepian dan hampir putus harapan, kedatangan
Bun Liong merupakan obat penawar yang mustajab dan mulailah terlihat senyum di
wajah nyonya ini. Dan sungguh ajaib, biarpun tidak diobati, penyakit sesak napas yang diderita oleh
nyonya ini setelah kedatangan Bun Liong, tidak pernah menyerangnya lagi, sungguh
pun belum dapat dikatakan menjadi sembuh sama sekali. Karena tak tega melihat
puteranya tidak mempunyai pakaian, maka nyonya itu membeli kain dari tetangganya
yang baik budi dengan harga murah. Kain itu hanya kain kasar saja dan berwarna biru,
lalu dibuatnya pakaian untuk Bun Liong dan hanya dikenakan apabila pemuda ini pergi
keluar rumah, sedangkan kalau tidak berpergian Bun Liong cukup mengenakan pakaian
mendiang ayahnya yang disimpan oleh ibunya.
Kurang lebih dua pekan kemudian setelah Bun Liong kembali ke rumahnya dan
hidup di antara masyarakat ramai sesudah delapan tahun lamanya hidup terasing di
gunung Hoa-san, maka pemuda ini mendapat kenyataan bahwa betapa buruknya
keadaan kota Tong-koan, termasuk dusun tempat tinggalnya sendiri, yaitu sering
diranjah dan diganggu oleh kawanan penjahat yang terdiri dari dua komplotan. Yaitu
gerombolan perampok yang bermarkas di hutan sebelah selatan kota dan gerombolan
bajak sungai Huang-ho dari sebelah utara kota Tong-koan.
Pada suatu hari Bun Liong pergi berjalan-jalan ke kota, maka terlihatlah olehnya
betapa keadaan kota itu sangat menyedihkan, demikian sunyi, lengang, sehingga
Bu Tek Enghiong - Halaman 168
merupakan kota yang mati. Melihat situasi yang menyedihkan ini, teringatlah Bun Liong
akan kata-kata suhunya ketika ia mau turun gunung, bahwa sesampainya di dusun
tempat tinggalnya ia akan melihat kekeruhan dan kekacauan yang berupa huru hara
dan geger yang ditimbulkan oleh manusia sendiri sehingga orang lemah menjadi
bingung dan kesengsaraan merajalela di antara rakyat jelata.
an kepandaian yang telah kuwariskan kepadamu, kau akan dapat berbuat sebagaimana mestinya,
yakni membela orang-orang yang lemah dan benar dan mengganyang segolongan
manusia yang menuntut penghidupan sewenang-wenang dan melanggar segi-segi
kesopanan dan pri Teringat akan pesan suhunya, kini mengertilah Bun Liong bahwa ia harus
menanggulangi situasi yang tidak wajar ini, yaitu harus dapat memberantas
gerombolan-gerombolan penjahat itu! Namun Bun Liong masih bingung, betapa ia harus
berbuat terhadap gerombolan yang jahat dan berjumlah banyak itu"
Apalagi setelah ia mendengar, bahwa operasi gerombolan perampok selalu
dipimpin oleh si Srigala Hitam Ciam Tang yang terkenal akan kekejaman dan kelihayan
ilmu silatnya, serta dari komplotan bajak sungai dipimpin oleh Bu Kiam bersama dengan
Bong Pi yang terkenal dengan julukannya Huang-ho-ji-go (Sepasang Buaya Sungai
Kuning) yang terkenal pula dengan kehebatannya ilmu pedang mereka. Makin
bingunglah Bun Liong karena kalau hanya mengandalkan tenaga sendiri, bagaimana ia
akan dapat berbuat seperti yang ditugaskan oleh suhunya"
Kebingungan bukan karena Bun Liong merasa takut, akan tetapi pemuda yang pada
dasarnya mempunyai kecerdasan ini berpendapat bahwa dalam segala hal yang
dihadapi harus disertai kesadaran dan perhitungan yang masak sebagaimana layak
dilakukan oleh orang waspada dan berbudi akal. Menghadapi segala hal dengan
serampangan dan serudukan bagaikan kerbau gila secara hantam kromo tanpa
perhitungan sama sekali, tidak termasuk kegagahan, melainkan kebodohan dari orang
yang kurang pikir! Oleh karena itulah, maka untuk sementara Bun Liong tidak dapat
berbuat sesuatunya terhadap dua komplotan gerombolan penjahat itu.
Kemudian, hati pemuda itu menjadi gembira ketika mendengar bahwa di kota Tongkoan diselenggarakan pibu untuk membentuk barisan keamanan yang bertujuan
mengganyang komplotan penjahat itu. Pada hari pibu itu diselenggarakan ia turut
menonton dan ia menyaksikan betapa pemilihan untuk ketua Pauw-an-tui itu dilakukan
sehingga kemudian muncullah Ciam Tang si Srigala Hitam yang berlagak sombong dan
Bu Tek Enghiong - Halaman 169
jumawa sekali. Karena agaknya tiada orang lagi yang berani menghadapinya setelah
ia mengalahkan Can kauw-su yang nyaris saja mendapat celaka karena kekejaman
Ciam Tang kalau saja tidak ditolong oleh Bun Liong yang menyambitkan sebutir batu
kecil ke arah kaki si Srigala Hitam itu!
Setelah melihat betapa Ciam Tang marah-marah dan menantang kepada si
penyambit kakinya, dan mendapat kenyataan pula bahwa tiada orang yang berani
muncul ke atas panggung lui-tay untuk menghadapi si Srigala Hitam yang terkenal
kelihayannya dan justeru karena melihat Ciam Tang ini berlagak seakan-akan hendak
merebut kedudukan pang-cu Pauw-an-tui, sedangkan keadaan sesungguhnya manusia
jahat ini justeru mesti diganyang berikut komplotannya, maka bangkitlah semangat Bun
Liong dan ia segera melompat ke atas lui-tay dan dapat mengalahkan Ciam Tang
dengan mudah setelah dipermainkannya.
Setelah itu, betapa Bun Liong menghadapi pula Huang-ho-ji-go Bu Kiam dan Bong
Pi sehingga akhirnya pemuda ini dengan resmi diangkat menjadi ketua Pauw-an-tui
dan mendapat julukan Tong-koan Ho-han. Hal ini sudah dikisahkan dengan jelas di
bagian depan dari cerita ini.. . .
ooOoo Seperti sudah diketahui bahwa sebubarnya pibu ketika sedang berjalan hendak
pulang, Souw Bun Liong bertemu dengan nyonya Ho Kim Teng bersama puterinya, yakni
dara berbaju putih yang cantik jelita bernama Ho Yang Hoa, yang bagaimana sudah
dituturkan bahwa kedua ibu dan anak ini ternyata kenalan lama dan bahkan dengan
suami nyonya tersebut, yakni Ho Kim Teng. Orang tua Bun Liong pernah saling
mengangkat saudara dan bahkan pula semasa Bun Liong dan nona itu semasa masih
kecil, keluarga Ho dan Souw itu telah mempertunangkan anak-anak mereka.
Kemudian, atas ajakan Bun Liong, kedua wanita yang terlunta-lunta datang dari kota
See-an itu lalu bersama-sama pergi ke dusun Lo-kee-cun, untuk menjumpai nyonya
janda Souw Cian Ho, yakni ibu dari Bun Liong yang pembaca sudah mengenalnya
bernama Kho In Hoa. dari cabang manakah yang kau
Dan Bun Liong memberi keterangan secara terus terang dan sederhana sekali
sambil bersikap merendah sehingga nyonya Ho yang mendengarnya, setelah melihat
Bu Tek Enghiong - Halaman 170
diam-diam di dalam hatinya merasa girang dan bangga.
Berbeda dengan ibunya, kalau nyonya itu banyak juga bertanya tentang ini-itu
kepada Bun Liong, adapun nona Ho Yang Hoa sendiri tidak banyak bicara. Dara ini
berjalan sambil menunduk sehingga hal ini banyak memberi kesempatan pada Bun
Liong untuk mencuri pandang dari kecantikan yang dimiliki oleh dara yang pada
sepuluh tahun yang lalu pernah menjadi teman bermainannya dan ditarik-tarik rambut
kuncirnya. Bun Liong adalah seorang pemuda yang sudah dewasa dan sudah lazimnya
pemuda seperti dia hatinya merasa tertarik sekali akan kecantikan wajah wanita.
Apalagi ia baru saja turun gunung dimana ia hanya hidup bersama gurunya saja
sampai delapan tahun di tempat yang sepi dan terasing dari pergaulan manusia.
Kini ia bertemu dengan bekas kawan bermainnya sewaktu kecil yang kini memiliki
tubuh ramping padat. Sepasang matanya merupakan bintang bercahaya indah,
hidungnya mancung, mulutnya kecil mungil dengan bibir bagaikan gendewa dipentang
dan berwarna merah membasah.
Diam-diam Bun Liong merasakan dadanya berdebar aneh dan ia merasa suka
sekali kepada gadis itu sehingga selama dalam perjalanan menuju ke rumahnya, entah
sudah berapa puluh kali ia melirik dan mengagumi wajah si nona itu. Dan apabila
sesekali mata Bun Liong yang menjadi sedemikian nakal itu bertemu dengan sepasang
mata indah dari nona itu yang entah sengaja atau tidak mengerling juga kepadanya,
maka makin berdebarlah dadanya.. .
Nona Ho Yang Hoa sendiri biarpun berjalan sambil menunduk, ia tahu benar bahwa
dirinya sedang dikagumi oleh bekas kawan bermainnya yang kini ternyata telah
menjadi seorang pemuda gagah dan tampan. Semenjak ia bersama ibunya
meninggalkan kota See-an dan pergi merantau, gadis ini sudah terlalu banyak dan
terlalu sering mengalami hal ini, dipandang dengan kagum dan penuh gairah oleh mata
pria. Baginya hal semacam ini sudah lumrah dan boleh dikatakan sudah menjadi
kemauan alam! Di dalam kamus hatinya, nona yang sudah banyak merantau ini sudah mencatat
bahwa memang begitulah sifat mata kaum pria, dan kalau ada mata yang tidak
mengikuti dan mengagumi kecantikan wajah wanita, baik terang-terangan maupun
Bu Tek Enghiong - Halaman 171
sembunyi-sembunyi, maka bukan mata prialah itu! Biasanya hati Yang Hoa suka muak
dan mendongkol apabila melihat mata pria yang selalu mengikutinya.
Sekarang, wajah dan dirinya selalu dilirik-lirik saja oleh pemuda yang sudah
dikenalnya semenjak masih sama-sama kecil itu, tapi sedikitpun hatinya tidak merasa
muak atau mendongkol, bahkan sebaliknya, hati dara ini menjadi senang! Hal ini tak
usah diherankan, karena Yang Hoa pernah mendengar pernyataan bahwa semenjak
kecil ia sudah dipertunangkan dengan pemuda ini!
Oleh karena itu, maka tentu saja dilirik-lirik sedemikian sering oleh pemuda itu,
hatinya merasa suka dan senang dan gadis manakah yang takkan merasa senang
kalau dirinya dikagumi oleh pemuda yang sudah diketahui menjadi tunangannya.
Apalagi pemuda itu demikian tampan dan gagah serta ilmu silatnya begitu tinggi
sebagaimana pernah dilihatnya di atas panggung lui-tay tadi yang membuat hatinya
merasa kagum! Adapun ibu Bun Liong sementara itu, sebelum puteranya datang ke rumahnya,
sudah mendengar dari para tetangganya yang telah menonton penyelenggaraan pibu
itu, bahwa puteranya pada hari itu telah berhasil menempati kedudukan tinggi, yaitu
terpilih menjadi ketua Pauw-an-tui dan mendapat nama julukan Tong-koan Ho-han,
maka bukan main gembira dan bangganya hati nyonya yang prihatin ini.
menghilang sampai delapan tahun lamanya, kalau kini
ternyata telah membuktikan kepandaian yang dimilikinya. Dan tidak sia-sialah citacitaku karena kini benar-benar puteraku telah membuktikan kepandaian yang
dibawanya dari gunung Hoa-san, mudah-mudahan den
kata nyonya itu di dalam hatinya sambil tak lupa mengucapkan syukur dan terimakasih
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan berkah pada
putera tunggalnya. Demikianlah, ketika Kho In Hoa melihat puteranya telah pulang bersama nyonya Ho
dan puterinya, ibu itu menyambut puteranya dengan pelukan, yang erat sebagai
perluapan rasa bangganya, dan kemudian menyambut tamu yang datang bersama
puteranya itu yang segera dapat dikenalinya. Ia tercengang dan heran karena tidak
disangkanya bahwa setelah sekian lamanya berpisah, kini tiba-tiba berjumpa kembali
dalam keadaan yang benar-benar membuat nyonya janda ini bertanya-tanya dalam
benaknya, Bu Tek Enghiong - Halaman 172
n Hoa sambil tangannya memegang erat lengan nyonya Ho sebagai pernyataan rasa
kangennya.
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian ia memandang kepada nona Yang Hoa yang tatkala itu tengah memberi
hormat kepadanya dengan bersoja. Melihat raut muka yang cantik jelita itu, sekilas saja
In Hoa lantas teringat bahwa nona itu adalah puteri dari tamunya dan sekaligus teringat
pula bahwa nona ini ketika masih kecil telah dipertunangkan dengan puteranya.
Maka In Hoa lantas melepaskan lengan nyonya Ho dari pegangannya dan tanpa
menanti jawaban yang diajukannya tadi dari nyonya itu, In Hoa lalu memegang ke dua
pundak dara itu dan wajah yang jelita itu ditatapnya baik-baik dengan penuh
rinya yang tak sempat menjawab sendiri karena nona itu menjadi tunduk kemalu-maluan ketika dipandang
sedemikian rupa seakan-akan wajahnya sedang dinilai oleh orang tua yang ia ketahui
sebagai calon mertuanya. -benar keadaan dan rupamu setelah menjadi dewasa membuatku sangat
cantik dari dara itu. Pujian langsung dan yang diucapkan dengan sejujurnya ini, membuat Yang Hoa
makin malu sehingga gadis ini makin menunduk saja seakan-akan menyembunyikan
warna merah yang menjalari mukanya dan bibirnya menyunggingkan sekulum senyum
tersipu-sipu. Li Lan Eng atau nyonya Ho Kim Teng atau juga ibu dari Yang Hoa kembali terdengar
demikian tampan dan gagah perkasa, berkepandaian tinggi dan bahkan telah menjadi
ketua Pauw-an-tui serta mendapat julukan Tong-koan Ho-han, satu hal yang benarbenar patut dibanggakan dan untuk ini aku turut bersyukur serta gembira dan
mengucapkan selamat. -tay tidak memperkenalkan diri yang kebetulan
sekali terdengar olehku, benar-benar aku takkan dapat mengenalnya karena sangat
pangling. Ah, enci Hoa, benar-benar kau harus merasa beruntung dan bangga
Bu Tek Enghiong - Halaman 173
Kini Bun Liong yang wajahnya menjadi merah. Pemuda ini maklum bahwa ucapan
tamunya ini sebagai imbalan kata-kata ibunya sehingga diamidak
dan sukai. Akan tetapi Bun Liong dapat segera mencari jalan keluar dari suasana yang
membuat jantungnya berguncang dan menyebabkan sikapnya menjadi agak kikuk ini,
tatkala kemudian ia berkata kepada ibunya:
Teguran dari Bun Liong ini segera menyadarkan In Hoa sehingga nyonya ini sambil
tertawa-tawa mengajak tamu kenalan lamanya itu memasuki rumah dan kemudian
mereka berempat telah duduk di ruang tengah dalam rumah itu.
Ketika nyonya tamu melihat keadaan rumah yang sedemikian miskin dan melihat
pula meja abu dari mendiang Souw Cian Ho, ia menanyakan hal ikhwal Souw Cian Ho
dan menyatakan herannya karena rumah tangga Souw yang dahulu diketahuinya
mewah itu, kini nampak demikian miskin dan prihatin!
Pertanyaan ini dijawab oleh nyonya rumah dengan menarik napas yang dalam
terlebih dulu, kemudian diceritakannya segala peristiwa yang menimpanya dengan
singkat tetapi cukup jelas sehingga nyonya bersama puterinya yang mendengarkannya
menjadi terharu. Akhirnya hati kedua ibu dan anak gadis ini menjadi marah dan penasaran sekali
ketika mendengar bahwa Souw Cian Ho mati dibunuh oleh Ceng-kin-ciu Ci Lun Hosiang.
Meskipun mereka belum pernah bertemu dengan si gundul terokmok itu, namun pernah
mendengar bahwa si Tangan Seribu Kati itu adalah seorang pendeta gadungan yang
hidupnya menyeleweng dari jalan yang benar.
iong, yang telah menghilang selama delapan tahun ini akhirnya
kembali juga, dan inilah yang membuat aku merasa betah lagi hidup di muka bumi
menghela napas panjang dan tiba-tiba air muka nyonya ini tampak muram serta kedua
matanya agak berkaca-kaca.
Katabilang nasib kita banyak persamaannya" Apakah suamimu juga sama nasibnya dengan
Bu Tek Enghiong - Halaman 174
membuat kami berdua merantau dan terlunta-lunta begini rupa, semata-mata untuk
mencapai dua maksud. Pertama untuk mencari pembunuh mendiang suamiku, dan
kedua sengaja kami datang kemari untuk melayat kalian dan kebetulan sekali kami
bertemu dengan Bun Liong sehingga kami tak perlu susah-susah lagi mencari
bisu kini tiba-tiba berkata karena hati pemuda
ini ingin segera mendengar peristiwa yang menimpa keluarga Ho yang dikatakan
siapakah paman Ho dibunuh" Barangkali saja aku dapat membantu mencari si
pembunuh yang kalian sedang cari itu dan juga barangkali saja kepandaianku yang tak
Li Lan Eng memandang kepada Bun Liong dengan sinar mata berseri. Nyonya ini
memang sejak melihat Bun Liong berlomba yuda di atas panggung lui-tay tadi sudah
merasa kagum dan suka sekali terhadap pemuda itu yang biarpun memiliki kepandaian
tinggi, namun sikapnya sangat sederhana dan selalu merendahkan diri. Dan kini Bun
Liong menyatakan kesediaannya untuk membantu mencari dan membalas sakit hati
terhadap pembunuh mendiang suaminya dengan kata-kata yang merendah pula, makin
mendalamlah rasa suka Lan Eng terhadap anak muda calon menantunya itu.
dengan arti kata kami tidak mau menyusahkan orang lain yang hendak membantunya,
akan tetapi mengingat kau sendiri bukan orang luar lantaran mendiang ayahmu dan
suamiku sudah saling mengangkat saudara sehingga tentu saja kau telah kuanggap
sebagai keponakanku, maka sudah barang tentu kami tidak berani menampik
bantuanmu. tinggi, tentu saja bantuanmu itu sangat kubutuhkan karena terus terang saja kuakui bahwa
kepandaian yang kami pelajari dalam waktu yang pendek ini, masih terasa belum cukup
n, nyonya ini menuturkan peristiwa duka yang dialaminya.
ooOoo Bu Tek Enghiong - Halaman 175
Sebagaimana sudah diceritakan di bagian depan bahwa mendiang Souw Cian Ho
semasa tinggal di See-an membuka perusahaan piauw-kiok (pengantar dan pengawal
barang) dan mengadakan kerjasama dengan kawannya Ho Kim Teng, kemudian mereka
mengangkat saudara. Akhirnya perusahaan tersebut diserahkan kepada Ho Kim Teng,
karena Souw Cian Ho dan keluarganya pindah ke kampung halamannya, dusun Lo-keecun di wilayah Tong-koan.
Sepeninggal Souw Cian Ho perusahaan piauw-kiok yang dipegang Ho Kim Teng
tetap berjalan lancar sebagaimana biasanya sehingga kemudian Ho Kim Teng
mendapatkan seorang pembantu sebagai piauw-su, seorang ahli silat dari cabang Butong bernama Cio Leng Hwat. Piauw-su itu seorang duda karena menurut katanya
isterinya telah meninggal dunia dan ia hidup hanya dengan seorang puteranya yang
ketika itu baru berusia duabelas tahun. Setelah menjadi pegawai Ho Kim Teng, orang
she Cio dengan puteranya itu, lalu menetap di kota See-an, menyewa sebuah rumah
kecil yang letaknya tidak berapa jauh dari tempat tinggal majikannya.
Pada suatu hari, Ho Kim Teng menerima pekerjaan dari seorang hartawan untuk
mengantarkan barang-barang emas intan yang tidak ternilai harganya ke kota Hantiong-si, sebuah kota yang letaknya jauh sekali di sebelah selatan propinsi Siam-say.
Demikianlah, pada hari itu Ho Kim Teng sendiri berangkat memimpin pengantaran
barang berharga tersebut, dibantu oleh Cio Leng Hwat dan beberapa orang pembantu
lainnya lagi yang rata-rata mempunyai kepandaian silat yang lumayan. Juga putera Cio
Leng Hwat yang pernah menerima latihan ilmu silat dari ayahnya dan yang selalu tidak
mau ditinggalkan oleh ayahnya apabila pergi mengantar barang, turut serta dalam
rombongan itu. Akan tetapi sungguh tidak disangka sama sekali bahwa pengawalan barang
berharga kali itu adalah pekerjaan yang terakhir bagi Ho Kim Teng. Oleh karena di
tengah perjalanan ketika melalui sebuah hutan liar, rombongan piauw-su itu telah
dicegat oleh seorang perampok tunggal yang berkepandaian tinggi!
Dengan sikap garang perampok tunggal yang berusia kira-kira tigapuluh lima tahun
itu melintangkan goloknya dan menghadang rombongan Ho Kim Teng sambil
mengancam bahwa barang kawalan itu harus diserahkan kepadanya.
Ho Kim Teng tentu saja marah sekali dan memandang ringan terhadap perampok
tunggal itu. Ia lalu meloncat dari kuda tunggangannya sambil menghunus siang-kiam
Bu Tek Enghiong - Halaman 176
(sepasang pedang)nya karena ia memang ahli dalam memainkan sepasang senjata
tersebut. Tanpa banyak cakap lagi ia langsung menyerang perampok itu dan alangkah
kagetnya Ho Kim Teng setelah mengetahui bahwa ilmu golok penjahat itu benar-benar
tinggi dan hebat. Dan setelah bertempur sampai belasan jurus, sepasang pedang Ho
Kim Teng selalu tertindih oleh golok itu dan ia sudah mulai terdesak.
Sebagai seorang yang paham ilmu silat, Ho Kim Teng segera dapat mengenal
bahwa ilmu golok yang dimainkan oleh penjahat itu adalah ilmu golok dari cabang Butong-pay dan karena maklum bahwa ia takkan dapat menandingi kelihayan lawannya
yang benar-benar tinggi dan hebat itu, maka ia segera berteriak minta bantuan pada
kawan-kawannya! Serempak Cio Leng Hwat dan para piauw-su maju dan dengan
menggunakan senjata masing-masing mereka membantu majikan mereka dan
mengeroyok perampok tunggal yang berkepandaian lihay itu.
Akan tetapi, benar-benar perampok itu sangat hebat. Melihat dirinya dikeroyok, ia
tertawa bergelak dengan nada menghina dan goloknya diputar sedemikian rupa dan
sebentar saja tiga orang piauw-su menjerit dan roboh. Mereka berlumuran darah
terkena sabetan golok yang menyambar-nyambar bagaikan naga mengamuk itu!
Sedangkan beberapa orang piauw-su yang belum terluka setelah melihat tiga orang
kawannya roboh, bagaikan telah berjanji mereka serempak mundur dari kalangan
pertempuran dan lari menyembunyikan diri di antara semak belukar. Agaknya bagi
mereka keselamatan diri sendiri lebih penting daripada rasa kesetiaan terhadap
majikannya! Dua orang, piauw-su lainnya dan putera Cio Leng Hwat yang tidak ikut mengeroyok
karena selain merasa kepandaian mereka terlalu rendah, juga mereka merasa
berkewajiban menjaga barang kawalannya yang ditaruh di atas punggung keledai yang
tali kekangnya mereka pegang erat-erat. Wajah mereka sangat pucat dan seluruh tubuh
mereka menggigil bagaikan mendadak diserang demam, menandakan bahwa mereka
sangat ketakutan padahal kaki mereka setapakpun tidak berkisar dari tempat mereka
berdiri! Mereka belum pernah mengalami peristiwa sehebat ini, berjumpa dengan seorang
perampok yang demikian lihay dan ganas dan yang membuat majikan mereka terdesak
hebat. Padahal majikan itu dikenalnya sebagai piauw-thauw yang berilmu siang-kiam
tinggi dan sepanjang pengalaman sebagai piauw-su belum pernah terkalahkan!
Bu Tek Enghiong - Halaman 177
Kini yang masih membantu Ho Kim Teng hanya tinggal Cio Leng Hwat saja. Dengan
toyanya yang panjang dan berat Cio Leng Hwat secara gagah sekali dapat menandingi
golok lawan sehingga biarpun tak dapat segera mendesak perampok itu, sedikitnya Ho
Kim Teng tidak terlalu kewalahan.
Akan tetapi lambat laun Ho Kim Teng bersama Cio Leng Hwat berhasil mendesak
lawannya sehingga perampok itu bertempur sambil mundur. Diam-diam Ho Kim Teng
merasa girang dan kagum akan kehebatan ilmu toya kawannya, maka dengan
bersemangat ia menggerakkan siang-kiamnya karena hatinya yang marah ingin cepatcepat menjatuhkan lawan itu!
Tetapi akhirnya terjadilah suatu kejadian yang benar-benar di luar persangkaan Ho
Kim Teng. Setelah si perampok itu benar-benar kewalahan, tiba-tiba terdengar
e belakang, sehingga sekejap kemudian ia telah berdiri sejauh tiga tombak lebih dari dua
orang pengeroyoknya. Sambil melintangkan golok di depan dadanya sebagai tanda siap siaga menghadapi
lawan, perampok itu menatap Cio Leng Hwat dengan sinar matanya yang tajam.
Ho Kim Teng tercengang dan kaget mendengar pertanyaan dari si perampok yang
diajukan kepada pegawainya itu. Tercengang karena ia tidak mengira bahwa perampok
tunggal yang berkepandaian tinggi itu dapat mengenal Cio Leng Hwat dan kaget karena
mendengar perampok itu menyatakan bekas kawan sehaluan.
Sehaluan" Sehaluan apakah yang dimaksudkan" Mungkinkah dari hal ilmu silat
mereka yang bersumber sama, yaitu dari cabang Bu-tong-pay"! Demikian pikir Ho Kim
Teng dan benaknya dipenuhi teka teki yang tak dapat dipecahkannya dengan segera.
Cio Leng Hwat sendiripun agak tercengang ketika mendengar ucapan si perampok
itu yang ternyata mengenalnya. Ia tidak segera menjawab, melainkan dengan
pandangan menyelidik ditatapnya wajah keren yang dipenuhi cambang bauk itu!
Kemudian agaknya wajah keren itu dapat dikenalnya dan terdengar penyahutannya
yang diucapkan dalam keadaan tak sadar:
suaramu dan mengenal pula permainan golokmu. Kiranya aku telah bertempur dengan
Bu Tek Enghiong - Halaman 178
Sambil berkata demikian, Leng Hwat berjalan menghampiri perampok itu dan
kemudian kedua orang tersebut saling berangkulan. Ini membuktikan bahwa dua orang
ini adalah sahabat lama yang baru bersua kembali setelah lama berpisah. Hal itu benarbenar menyebabkan Ho Kim Teng yang menyaksikannya makin tercengang dan heran.
lamanya itu dengan suara perlahan akan tetapi cukup jelas terdengar oleh Kim Teng
yang berdiri terpaku. -baik saja dan kehidupanku pun tetap sebagai perampok
kini menjadi piauw-su, tentu keadaan kehidupan sudah berubah dan tentu kau sudah
memang berubah, karena kalau tadinya aku menempuh kehidupan yang oleh umum
dianggap sebagai penjahat, maka sekarang aku menempuh hidup dengan jalan halal
dan jujur. Namun keadaanku tetap saja seperti dulu, miskim. Karena aku bekerja sebagai
piauw-su yang menerima bahwa Cio Leng Hwat yang tidak diketahui asal usulnya dan yang telah menjadi
pegawainya itu adalah bekas perampok! Hal ini benar-benar tidak pernah disangkanya!
Namun dalam pada itu Ho Kim Teng merasa agak lega juga karena mengingat
bahwa meskipun Cio Leng Hwat itu bekas perampok tapi kenyataannya telah kembali
menempuh jalan yang benar.
itu dan kedua orang itu beramah tamah. Diam-diam Ho Kim Teng mengharapkan bahwa
Leng Hwat akan dapat berkompromi dengan sahabatnya itu.
Daripada bermusuhan dengan seorang lihay seperti perampok itu, lebih baik
mengambil sikap berkawan. Biarlah aku memberinya sedikit uang, sebagian uang
penyewa jalan asal saja barang-barang antaran yang menjadi tanggung jawab bisa
selamat, pikirnya. - Bu Tek Enghiong - Halaman 179
Si begal tunggal itu mengangguk.
Le -cita masih tetap menyala di dada,
Tiba-tiba perampok itu tersenyum aneh dan matanya yang liar itu melirik ke arah
au menjadi begini pendek akal" Bukankah
harta kekayaan bagi kita sudah berada di depan mata" Bukankah barang yang kau
Bukan main kagetnya Ho Kim Teng mendengar kata-kata itu, dan ia hanya menanti
betapa sikap Cio Leng Hwat selanjutnya. Adapun Cio Leng Hwat sendiri menjadi
bengong, seketika mencerminkan bahwa pikirannya sedang bekerja keras menganalisa
gi dua, dengan demikian bukankah cita-cita
Cio Leng Hwat mengerutkan keningnya dan sesungguhnya hati dan pikiran orang
ini sedang bertempur hebat mempertimbangkan saran perampok itu. Pikirannya yang
sehat memang tidak menyetujui, akan tetapi hatinya yang dipenuhi napsu ketamakan
merasa sangat setuju! Betapapun juga, pikir Leng Hwat akhirnya disisihkan oleh suara hatinya. Dan
memang seorang manusia yang tidak bijaksana dan tidak beriman teguh, lebih banyak
mempergunakan suara hati yang dikuasai nafsu jahat daripada pikiran, dari otak yang
sehat. Demikianlah dengan Leng Hwat, seorang bekas perampok yang pada dasarnya
memang berakhlak rendah, tentu saja saran dari bekas kawan sehaluannya itu
membangkitkan jiwa jahatnya! Setelah keputusannya bulat, berkatalah ia dengan
nyaring dan bersemangat sehingga terdengar jelas oleh Ho Kim Teng yang sejak tadi
hatinya sudah berdebar-debar.
-benar berotak cerdas dan aku setuju dengan usulmu! Mari sama-sama
kita ganyang sa Bu Tek Enghiong - Halaman 180
Makian ini terlompat dari bibir Ho Kim Teng sambil menudingkan pedangnya ke
arah Leng Hwat. Pengusaha piauw-kiok ini bukan main marahnya setelah mengetahui
bahwa orang she Cio itu, yang tadinya ia harapkan dapat berkompromi dengan si
penjahat, ternyata kini berbalik haluan sampai seratus delapanpuluh derajat. Tadi kawan
kini terang-terangan menjadi lawan!
Cio Leng Hwat ketawa bergelak, ketawa yang tak pernah diunjukkannya selama ia
menjadi pekerja di perusahaan ekspedisi itu. Lalu tanyanya dengan nada mengejek dan
sikap menantang: enjaga nama perusahaanku, maka mengenai barang yang dipercayakan kepadaku untuk
mengantarnya ini sudah tentu akan kujaga dan kubela dengan pertaruhan nyabalas Ho Kim Teng yang dadanya sudah terasa panas bagaikan dibakar, karena
pengusaha piauwkiok ini benar-benar amarahnya sudah meluap menghadapi sikap
pegawainya yang khianat itu.
-tiba si perampok tunggal itu menukas sambil menyabetkan
bawel" Lebih baik kita cepat bekerja, bikin beres piauw-thauw yang kepala batu ini dan
sikat barang-barang itu! Tidak perlu membuangmemang dulunya merupakan dwi-tunggal ini tanpa memberi peringatan lagi langsung
menerjang, mengeroyok Ho Kim Teng yang segera menggerakkan siang-kiamnya
sambil berseru marah, dan selanjutnya terjadilah pertempuran seru.
Golok di tangan perampok brewokan itu menyambar-nyambar ganas sekali setiap
sabetannya mendatangkan maut. Toya di tangan Cio Leng Hwat pun tak kalah
dahsyatnya dan memang orang she Cio yang berakhlak brengsek seorang ahli toya
yang lihay sekali, sehingga toya itu bergulung-gulung laksana badai taufan mengancam
keselamatan diri majikan yang dikhianatinya!
Namun Ho Kim Teng adalah seorang yang berjiwa gagah dan bersifat satria,
meskipun ia maklum bahwa dua orang manusia keji yang mengeroyoknya itu masingmasing berkepandaian jauh lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri sehingga tentu
bukan tandingannya. Namun ia sudah berlaku nekad dan tidak mau menyerah mentahmentah karena ia sudah bertekad lebih baik mati daripada hidup menanggung malu
Bu Tek Enghiong - Halaman 181
kalau ia tidak dapat menjamin barang antaran yang telah orang percayakan di bawah
kawalannya ini.
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka dengan sepasang pedangnya yang bagaikan kilat menyambar-nyambar ia
mengerahkan seluruh tenaga dan semua kepandaiannya, mengadakan perlawanan
secara gigih dan mati-matian! Demikianlah sifat seorang gagah, baginya lebih baik mati
berkalang tanah daripada hidup bercermin bangkai.
Artinya bagi Ho Kim Teng selaku penguasa piauw-kiok yang mempunyai rasa
tanggung jawab penuh akan barang kawalannya, lebih baik nyawa melayang bersama
lenyapnya barang tanggungannya itu dari pada hidup menanggung malu, karena harga
diri jatuh dan nama baik tercemar!
Akan tetapi betapapun Ho Kim Teng melawan dengan nekad dan mati-matian,
perlawanan yang dilakukannya hanya mampu bertahan dalam waktu tigapuluh jurus
saja. Menghadapi si perampok tunggal seorang saja tadi sudah membuatnya kewalahan
sekali apalagi sekarang melawan dua orang yang bermaksud membunuhnya, karuan
saja membuatnya amat ripuh dan payah.
Dan akhirnya piauw-su yang bernasib malang ini terdengar menjerit ngeri dan
tubuhnya roboh berlumuran darah serta nyawanya melayang seketika itu juga!
Ternyata Ho Kim Teng telah menemui ajalnya karena selain lambungnya terbabat oleh
golok si brewok, juga tulang batok kepalanya pecah karena dihantam oleh toya Cio Leng
Hwat! Setelah merobohkan korbannya, kedua manusia keji itu memperdengarkan suara
ketawa iblis dan mereka lalu menyambar tali dua ekor keledai yang dibebani harta
benda berharga itu. Dua orang anggauta piauw-su yang menjaga dua ekor keledai tadi
sama sekali tidak berdaya ketika tubuh mereka dibikin terpental sedemikian rupa
karena ditendang oleh kedua perampok itu. Mereka segera menuntun keledai-keledai
itu dan kemudian menghilang di antara hutan belukar, diikuti oleh putera Cio Leng Hwat.
Adapun beberapa orang anggauta piauw-su yang bernyali tikus, yaitu mereka yang
berlari ketakutan dan menyembunyikan diri tadi, setelah melihat dari tempat
pengintaian mereka bahwa manusia dwi-tunggal itu pergi, mereka baru berani keluar
dari persembunyiannya dan berlarian menghampiri tubuh majikannya yang sudah
menjadi mayat itu. Oleh mereka inilah mayat Ho Kim Teng digotong dibawa kembali ke
See-an dan diterima oleh nyonya Ho bersama puterinya dengan tangis sedih yang
mengharukan. Bu Tek Enghiong - Halaman 182
Kalau awak sedang sial, azab tidak kepalang dan demikianlah dengan kemalangan
yang menimpa nyonya Ho. Di samping kematian suaminya yang merupakan pukulan
hebat, ada lagi suatu peristiwa yang membuat nyonya ini dan puterinya menjadi makin
sengsara. Yaitu, baru saja jenazah Ho Kim Teng selesai dikebumikan, nyonya Ho mendapat
kunjungan si hartawan pengirim barang itu. Hartawan ini ternyata tidak mau mengerti
akan perampokan itu dan ia bersikeras meminta ganti kerugian tanpa mempunyai rasa
kasihan sedikitpun terhadap keluarga piauw-su yang malang itu.
Akan tetapi nyonya Ho adalah seorang wanita yang bijaksana. Ia merasa
bertanggung jawab atas hilangnya barang-barang itu dan ia ingin menjaga nama
mendiang suaminya supaya tetap bersih.
Maka dengan hati ikhlas lalu dijualnya segala barang peninggalan almarhum
suaminya, termasuk rumah dan tanahnya. Dan uang hasil penjualan ini kemudian
diserahkan kepada si hartawan tersebut yang menerimanya dengan puas walaupun
menurut anggapannya uang itu masih belum sesuai dengan harga barang yang hilang
itu. Demikianlah, setelah kehilangan suaminya dan sekaligus menjadi miskin benarbenar, nyonya janda Ho bersama puterinya yang ketika itu baru berumur duabelas
tahun, dengan membawa azab yang tak terlukiskan, pada suatu hari meninggalkan kota
See-an dan pergi merantau tanpa arah tujuan. Kedua ibu dan anak ingin mencari ke
dua manusia pembunuh itu untuk melepaskan dendamnya!
Andaikata berhasil bisa diketemukan, apa daya mereka terhadap orang-orang jahat
yang berkepandaian jauh lebih tinggi daripada kepandaian mendiang suaminya"
Sedangkan Li Lan Eng dan nona Ho Yang Hoa hanyalah wanita-wanita lemah yang
sedikitpun tak mengerti ilmu silat!
Mereka terlunta-lunta sampai beberapa bulan. Ibu dan anak yang belum pernah
melakukan perjalanan jauh, apalagi dengan jalan kaki seperti ini, kaki mereka menjadi
bengkak-bengkak. Beberapa stel pakaian yang mereka bawa, satu demi satu telah
dijualnya untuk pengisi perut sehingga akhirnya tidak ada secabik pakaian lagi yang
tinggal, kecuali pakaian yang melekat di badan mereka, dan ini tentu saja mereka tak
dapat menjualnya. Nyonya janda Ho atau Li Lan Eng sudah berusaha mencari pekerjaan, akan tetapi
tidak pernah berhasil sehingga akhirnya keadaan mereka benar-benar menyedihkan.
Bu Tek Enghiong - Halaman 183
Pakaian mereka compang camping dan kalau perut mereka terasa lapar terpaksa
mereka mencari makanan dari belas kasihan orang, yaitu mengemis!
Perjalanan mereka dilakukan tanpa rencana dan tidak memperhitungkan sama
sekali sebelumnya, karena hanya menurutkan pengaruh kedukaan dan pikiran gelap
saja. Akhirnya pada suatu hari mereka tiba di kaki bukit Tay-pak-san, suatu tempat yang
jauh sekali letaknya di sebelah utara See-an!
Waktu itu hari sudah senja dan mendung hitam bergulung-gulung menutupi
cakrawala dan disusul dengan hujan lebat yang turunnya secara mendadak sekali!
Nyonya janda Ho dan Yang Hoa dengan terseok-seok berlari mencari tempat berteduh
dan mereka mendapatkan tempat yang terdekat, di bawah emper sebuah biara wanita
yang di atas pintunya terpancang papan bertuliskan tiga buah huruf:
-anKetika kaki mereka menginjak emper tersebut kebetulan pintu kuil tengah terbuka
dan seorang biarawati tampak berdiri di ambang pintu. Agaknya nikouw muda itu
hendak menutup pintu supaya percikan hujan yang lebat itu tidak masuk ke dalam kuil.
Dan benar saja! Ketika dilihatnya ke dua ibu dan anak yang nampaknya seperti
jembel itu mendatangi dan berteduh di emper bio, biarawati muda itu buru-buru saja
menutupkan pintunya, seakan-akan takut kalau dua orang peneduh itu minta masuk
dan mengotori lantai kuil yang bersih dan mengkilap itu!
Sampai malam hari, hujan belum juga reda sehingga ke dua ibu dan anak yang
hidupnya sudah tidak mempunyai pegangan itu masih tetap berdiam di situ. Lan Eng
mendekap puterinya yang kedinginan dan mereka berdiri di sebuah sudut emper untuk
menjauhi percikan air hujan yang terhembus angin malam yang agak kencang.
Lan Eng mengharapkan hujan itu reda, supaya ia dan anaknya bisa pergi dari situ
dan mencari tempat berteduh lagi di lain emper yang lebih luas, di mana mereka akan
bisa tidur dengan berbaring.
Ketika malam sudah agak larut dan Lan Eng serta Yang Hoa masih berada di situ,
tiba-tiba pintu kuil itu dibukakan orang dari dalam dan tampaklah oleh Lan Eng seorang
nikouw tua menyembulkan kepalanya dari ambang pintu dan memandang kepada
mereka. Lan Eng menduga pasti nikouw itu akan mengusirnya, akan tetapi tak
disangkanya sama sekali bahwa biarawati tua itu lalu menegurnya dengan irama
katanya yang ramah: Bu Tek Enghiong - Halaman 184
Lan Eng cepat memberi hormat sambil merangkapkan ke dua tangannya dan
me belum juga mereda terpaksa kami lama sekali menumpang meneduh di sini dan
Melihat sikap yang begitu sopan dan mendengar kata-kata yang diucapkan oleh
nyonya itu demikian teratur, terlihatlah nikouw tua itu tersenyum sambil menganggukangguk kecil. Agaknya maklumlah ia bahwa nyonya dan nona kecil yang kelihatannya
seperti jembel itu, bukanlah pengemis benar-benar.
Menurut penglihatannya yang tajam dan menurut firasat yang berdasarkan
batinnya yang sudah luhur, mereka itu adalah ibu dan anak yang tertimpa nasib malang,
sehingga menjadi sengsara dan terlunta-lunta. Maka kemudian katanya:
kali tidak mengganggu pinni. Bahkan pinni keluar dan menemui kalian untuk mengundang kalian masuk dan
sisi ambang pintu sambil tangannya menggamiti Lan Eng dan puterinya.
Untuk sesaat Lan Eng merasa ragu, sehingga kemudian nikouw itu mengulangi
ajakannya. Oleh karena Lan Eng merasa kurang baik kalau menolak ajakan pendeta
wanita yang baik budi itu, maka dengan agak sungkan ia menuntun puterinya masuk
ke dalam kuil diiringi oleh nikouw itu setelah menutup kembali dan mengunci pintu kuil
dari dalam. Mereka dibawa ke ruangan tengah dan dengan segala keramahannya yang wajar,
nikouw itu mempersilahkan mereka duduk di bangku yang tersedia di situ. Dan nikouw
itu sendiri juga duduk menghadapi mereka.
boleh pinni selaku ketua kuil ini mengetahui, kalian dari mana dan hendak pergi
Lan Eng sambil menekan perasaan terharu di hatinya. Oleh karena selama mereka
terlunta-lunta sesungguhnya baru kali inilah mendapat kebaikan dan perhatian dari
nikouw ini, yang sudi mengajak bermalam di dalam kuil dan bertanya pula tentang
asal-usul serta maksud tujuan mereka.
Bu Tek Enghiong - Halaman 185
See-an. Sedangkan pertanyaan Suthay hendak pergi kemana lagi setelah kami sampai
di sini, yah, entahlah.. . karena perjalanan kami ini sesungguhnya tidak mempunyai arah
ra itu. ingat dan sayang kepada anakku yang masih kecil ini, agaknya akupun sudah menyusul
Nikouw itu mengangguk-angguk dan matanya yang tajam serta bersinar penuh
keagungan dipandangkan ke arah Yang Hoa yang duduk menunduk disamping ibunya.
Kemudian ia berkata: kebahagiaan, dan juga yang menyebabkan manusia mendapat kesulitan. Dan bagi orang
yang kurang kuat imannya, kesulitan tersebut dapat membuatnya cepat putus asa.
sayang kepada puterimu yang masih kecil, kau sudah menyusul suamimu ke alam baka.
Dengan demikian pinni dapat mengambil kesimpulan bahwa suamimu itu mati dibunuh
orang dan kau merasa putus asa sehingga ingin menyusulnya, yaitu dengan melakukan
Nikouw itu menghela napas dalam sambil menggeleng-gelengkan kepala dan
kemudian katanya: melepaskan diri dari kesulitan hidup. Akan tetapi menghabiskan nyawa sendiri dalam
cara demikian adalah perbuatan rendah yang hanya dilakukan oleh seorang pengecut!
boleh putus asa! Kalau ada sesuatu peristiwa yang menyulitkan keadaan kita, kita harus
berusaha untuk memecahkannya, bukan dengan membunuh diri!
dia inilah yang memberi daya tahan untuk hidup bagimu sampai ini hari, akan tetapi
Bu Tek Enghiong - Halaman 186
mana buktinya rasa kasih sayangmu terhadapnya" Apakah dengan membawa ia
terluntaLi Lan Eng yang pikirannya sudah sangat pekat, mendengar ucapan biarawati yang
merupakan penyesalan itu membuat pikirannya menjadi makin bingung. Namun, dalam
pada itu, karena mengingat bahwa sekarang ia sedang berhadapan dengan seorang
nikouw yang sudah dikenal kebaikan hatinya, maka di dalam lubuk hatinya timbullah
sepercik harapan bahwa nikouw ini akan dapat memberinya jalan keluar dari
kesengsaraan lahir batin ini, demi kebaikan hidupnya dan terutama demi kebaikan nasib
puterinya yang masih kecil itu.
-benar seperti sudah mati sehingga aku tidak
tahu apa yang harus kuperbuat untuk melepaskan diri dari jepitan azab ini. Oleh karena
aku sangat mohon kemurahan hati Suthay memberi petunjuk supaya sisa hidup yang
Berserilah wajah biarawati yang sudah berumur kira-kira empatpuluh tahun itu.
n kalau pinni dapat memberikan pertolongan
berupa moril bagi siapa yang benar-benar membutuhkan.
menyebabkan keadaan hidup kalian menjadi tidak semestinya ini. Kalau nyata kau
sendiri tidak dapat memecahkan kesulitan yang kalian hadapi, mudah-mudahan pinni
Legalah hati Lan Eng rasanya karena ternyata maksudnya terkabul, maka kemudian
ia menceritakan peristiwa yang dialaminya dari awal sampai akhir yang didengarkan
oleh biarawati itu dengan penuh perhatian sambil sering-sering melirik dan menatap
kepada Yang Hoa yang ketika itu duduk sambil menyandar kepada ibunya, melenggut
karena ngantuk. Ketika cerita Lan Eng sudah selesai nikouw itu menarik napas sambil menyebut
nama Budha Yang Agung dan Thian Yang Maha Kuasa. Kemudian ujarnya:
kami yang lemah tidak berdaya ini bagaimana
akan mampu membalas sakit hati ini dan justeru hal inilah yang menyebabkan aku
Bu Tek Enghiong - Halaman 187
memecahkan kesulitanmu. Nah, sekarang, karena hari sudah terlalu malam, hal ini kita
bicarakan lebih lanjut esok hari. Kini pinni persilahkan kau dan anakmu pergi mandi,
Untuk sejenak Lan Eng bengong karena ia seperti tidak percaya akan apa yang
didengarnya. Ia merasa ucapan nikouw itu seperti didengarnya di dalam mimpi karena
sepanjang terlunta-luntanya belum pernah ia mendengar dan mendapatkan ucapan
dan kebaikan seperti dari ketua kuil ini. Dalam bengongnya Lan Eng tak mampu berkata
sesuatu, hanya memandang kepada nikouw itu dengan mata yang berlinang-linang
karena terharu. ooOoo Demikianlah sejak saat itu, Lan Eng dan puterinya tinggal di kuil itu dengan
mendapat perawatan baik dan Goat Im Nionio, yaitu ketua kuil yang baik hati itu.
Penghidupan di dalam kuil dan pergaulan dengan para nikouw mendatangkan rasa
tenteram di hati Lan Eng.
Ia acapkali menerima pelajaran tentang kebatinan dari Goat Im Nionio sehingga
pukulan batin yang ia derita akibat peristiwa rumah tangganya, terasa agak berkurang.
Sungguhpun nyala api dendam atas kematian suaminya, tak pernah kunjung padam
dan bahkan terasa selalu membakar rongga dadanya.
Kemudian Lan Eng mengetahui bahwa biarawati yang kini menjadi ketua kuil Thianan-si ini ketika mudanya adalah seorang pendekar wanita dari Thian-san-pay, yang
sepak terjangnya pernah menggemparkan dunia kang-ouw sebagai pembela keadilan
dan penegak kebenaran. Dan kini, sungguh pun ia sudah lama sekali mengundurkan diri dari dunia kangouw dan menuntut penghidupan tenteram sebagai ketua kuil, namun kalau mendengar
sesuatu peristiwa yang tidak adil, hatinya tergerak untuk menolong sesama manusia
yang tertindas. Peristiwa duka yang menimpa Lan Eng dan keadaan ibu dan anak yang demikian
sengsara itu, disamping menimbulkan rasa iba di hati Goat Im Nionio, juga jiwa dan
semangat kependekaran ketua kuil ini bangkit sehingga ia berjanji untuk membantu
mencari jalan keluar dari penderitaan yang diderita oleh Lan Eng dan juga puterinya.
Bu Tek Enghiong - Halaman 188
Goat Im Nionio yang sudah tinggi batinnya maklum akan hasrat yang terkandung
di dalam dada Lan Eng, maka pada suatu hari biarawati tua ini berkata kepada Lan Eng,
setelah ibu dan anak itu sepekan lamanya tinggal di kuil itu.
jalan keluar dari penderitaanmu ini. Dari sinar matamu pinni dapat membaca bahwa di
hatimu tersimpan rasa dendam terhadap pembunuh suamimu dan kau ingin membalas
pere maklum, bahwa biarpun secara terbatas sekali pinni pernah mempelajari ilmu silat,
maka dengan wariskan kebodohan pinni itulah yang pinni maksudkan membantu
kepada kalian, terutama pinni lihat puterimu memiliki bakat-bakat baik untuk
Hal ini memang diharapkan oleh Lan Eng, maka kini setelah mendengar pernyataan
Goat Im Nionio, tanpa banyak pikir lagi ia segera menjatuhkan diri dihadapan nikouw
meributk berlutut itu. Dan ketika nyonya ini menoleh kepada puterinya yang tinggal berdiri di sisi dengan
wajah berseri-seri dan tidak turut berlutut seperti yang ia lakukan terhadap nikouw itu,
maka ia segera menegurnya:
Nona cilik itu memang sudah mendengar dari ibunya bahwa perantauan yang
mereka lakukan selama ini, disamping perantauan tanpa tujuan, juga mengandung
maksud mencari orang pandai supaya dapat membalas dendam terhadap pembunuh
ayahnya yang curang dan keji itu. Maka kini setelah mendengar teguran, perintah dan
pernyataan dari ibunya bahwa mereka akan diberi pelajaran silat oleh nikouw yang
dapat dirasai kebaikannya itu, segera ia menjatuhkan diri berlutut dan berkata:
Bu Tek Enghiong - Halaman 189
Goat Im Nionio cepat membangunkannya, dipandangnya baik-baik wajah gadis kecil
yang sudah mengunjukkan kecantikannya dan kemudian tubuh Yang Hoa dipeluknya
erat-erat sambil berkata:
melihat bahwa kau mempunyai bakat baik untuk menjadi muridku, seorang murid yang
sudah lama sekali pinni inginkan. Sesungguhnya pinni sudah merasa tipis harapan
untuk mendapatkan seorang murid yang berbakat sebaik engkau, sehingga sedikit
kebodohanku agaknya akan musnah begitu saja tanpa pewarisnya.
tetapi sekarang, harapanku terkabul dan pinni yakin bahwa kau akan dapat
menjadi muridku yang pertama disamping ibumu yang kuanggap sebagai murid kedua,
Dan begitulah, secara singkat dapat diceritakan bahwa hari-hari berikutnya, dengan
amat teliti dan penuh kasih sayang Goat Im Nionio memberi petunjuk-petunjuk dan
pelajaran teori ilmu silat dari permulaan kepada Lan Eng dan Yang Hoa. Menerangkan
cara-cara gerakan kaki tangan dan cara-cara bersamadhi mengumpulkan tenaga
dalam dan melatih pernapasan untuk memperkuat lweekang. Latihan ini dapat diikuti
oleh ibu dan anak itu dengan tekun dan rajin dan beberapa bulan kemudian mereka
mulai diberi pelajaran ilmu silat pedang Thian-san-pay.
Bagi Lan Eng, pelajaran ilmu silat pedang ini dirasakan suatu pelajaran yang amat
berat dan tak mudah. Gerakan-gerakan pedang yang diajarkan oleh Goat Im Nionio
baginya dirasakan amat sukar dan oleh karena memang nyonya ini tidak memiliki bakat
baik untuk diwarisi ilmu silat dan disebabkan hanya terdorong oleh kemauannya yang
keras untuk membalas dendam terhadap pembunuh suaminya saja, maka sukarlah
baginya untuk mempelajarinya dengan sempurna.
Goat Im Nionio maklum akan hal ini dan maklum pula bahwa tulang-tulang di dalam
tubuh nyonya itu sudah terlalu kaku sehingga tidak dapat menerima pelajaran seperti
yang diharapkannya. Oleh karena itu, maka Goat Im Nionio lalu memberi palajaran
dalam cara lain, yaitu ilmu menyambitkan senjata rahasia.
Ternyata bagi Lan Eng ilmu menyambit piauw (senjata rahasia) ini dapat dipelajari
dengan lebih berhasil. Memang mempelajari ilmu ini jauh lebih mudah daripada ilmu
pedang yang banyak gerakan-gerakannya yang sangat memusingkan kepalanya itu,
maka ia terus melatih diri dalam hal pelajaran menyambit piauw ini sehingga akhirnya
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bu Tek Enghiong - Halaman 190
nyonya ini dapat dan pandai sekali menyambitkan lima batang piauw sekali gus dan
mengenai sasarannya secara jitu!
Adapun Yang Hoa sendiri, ternyata penglihatan Goat Im Nionio cukup tajam, maklum
bahwa gadis kecil itu memiliki dasar yang amat baik dan mempunyai bakat yang luar
biasa sekali dalam hal ilmu silat. Segala pelajaran yang dipelajarkan oleh Goat Im Nionio,
Apalagi setelah Goat Im Nionio memberikan kitab pelajaran ilmu pedang yang
bernama Thian-san-kiam-hoat. Yang Hoa yang pandai membaca sejak kecil atas ajaran
ibu dan mendiang ayahnya dahulu, dapat menangkap inti sari ilmu pedang dari kitab
itu sehingga ia memperoleh kemajuan yang amat pesat dan hal ini tentu saja sangat
menggembirakan hati gurunya!
Di dalam kehidupan barunya, disamping memperhebat latihan menyambit senjata
rahasia dan sambil menyaksikan kemajuan-kemajuan gin-kang, lweekang dan kiamhoat (ilmu pedang) yang telah dicapai puterinya, Lan Eng tak pernah melupakan
bayangan musuh besarnya, yaitu piauw-su khianat yang bernama Cio Leng Hwat dan
seorang konconya, seorang begal tunggal yang belum diketahui namanya itu.
Selalu diingatnya baik-baik bagaimana bentuk tubuh dan corak wajah kedua orang,
musuh besarnya itu supaya kelak bilamana ia bersama puterinya mengadakan
perhitungan terhadap mereka, tidak salah alamat. Pendeknya, selama berdiam di dalam
kuil Thian-an-si, Lan Eng diam-diam selalu membuat rencana dan selalu menanti
tibanya waktu untuk pergi mencari, menyelidik dan memberi hajaran kepada kedua
musuh besarnya itu. Kitab Thian-san-kiam-hoat yang dipelajari oleh Yang Hoa dengan tekun dan
semangat itu, selain memuat pelajaran ilmu pedang, juga di bagian terakhir dimuat pula
yang paling sukar dan sulit. Pelajaran ini selain harus sudah memiliki ginkang yang
tinggi, juga berdasarkan latihan lweekang yang amat kuat dan disertai latihan siu-lan
(samadhi) dan latihan napas.
Dengan ilmu ini, maka pedang yang dipegang di tangannya dan dimainkannya,
baginya seakan-akan tidak merupakan pedang lagi, melainkan merupakan sebagian
daripada tubuhnya, merupakan anggauta tubuh seperti tangan dan kaki. Dengan
penyaluran tenaga lweekang dari gagang sampai ke ujung pedang yang dipegangnya,
maka gerakan pedang menjadi lebih hebat dan tepat serta tiap serangan atau tangkisan
Bu Tek Enghiong - Halaman 191
pedang mengandung tenaga lweekang sepenuhnya sehingga seakan-akan bukan
pedang, melainkan lengan tangan yang menyerang atau menangkis. Bagian yang
tersulit dari kitab Thian-san-kiam-hoat ini, dapat dipelajari oleh Yang Hoa secara baik
sekali! Demikianlah dengan singkat dapat diceritakan bahwa kurang lebih enam tahun
kemudian setelah apa yang dituturkan di atas, maka di dunia kang-ouw muncullah dua
orang pendekar wanita baru yang sering melakukan perbuatan mulia terhadap sesama
manusia yang hidupnya tertindas.
Dua pendekar wanita itu, yang seorang adalah wanita setengah tua dan mahir
sekali menyambitkan senjata rahasia dan yang seorang lagi seorang dara jelita yang
hebat sekali ilmu pedangnya. Seperti pembaca tentu sudah menduganya bahwa kedua
lihiap yang baru muncul di dunia kang-ouw ini tidak lain daripada Lan Eng dan Yang
Hoa. Setelah kurang lebih enam tahun bermukim di kuil Thian-an-si, mendapat
perawatan dan gemblengan ilmu silat dari Goat Im Nionio, akhirnya mereka
diperkenankan melanjutkan perantauannya oleh karena sekarang selain Yang Hoa
sudah menjadi seorang dara dewasa yang cantik jelita, merupakan pula dara perkasa
yang mewarisi hampir seluruh kepandaian Goat Im Nionio.
Disamping itu, biarpun Lan Eng tidak mewarisi ilmu kepandaian setinggi puterinya,
namun nyonya ini telah memiliki kepandaian istimewa, yakni menyambitkan senjata
rahasia yang sanggup membidik seekor burung yang sedang terbang secara jitu!
Dengan demikian, Lan Eng sekarang tidak merupakan seorang wanita lemah lagi seperti
dahulu. Dari Goat Im Nionio selain mereka dibekali nasihat-nasihat yang berguna juga
mereka menerima bekal berupa mata uang, beberapa stel pakaian, beberapa potong
senjata rahasia untuk Lan Eng. Dan Yang Hoa menerima sebuah pedang pendek yang
bersinar hijau dan walaupun pedang pendek ini bukan pedang mustika, namun
mempunyai ketajaman luar biasa dan ringan sehingga sangat serasi bagi dara itu
sendiri. untuk menolong kalian. Semoga seperginya kalian dari sini cita-cita kalian akan cepat
Im Nionio yang terakhir ketika mengantar mereka sampai di luar pintu kuil.
Bu Tek Enghiong - Halaman 192
Untuk yang terakhir kali, Lan Eng dan Yang Hoa berlutut untuk penghormatan tanda
pamit sambil menghaturkan terima kasih yang tak terhingga dan berjanji pula bahwa
kelak bilamana tugas membalas sakit hati terhadap kedua pembunuh Ho Kim Teng
sudah selesai, mereka akan kembali berkunjung ke kuil Thian-an-si lagi.
Begitulah, Nyonya Lan Eng dan nona Yang Hoa mulai melanjutkan perantauannya
lagi. Kalau dahulu mereka melakukan perantauan tanpa arah tujuan yang tentu dan
membawa azab sengsara yang membuat mereka terlunta-lunta, adapun sekarang
mereka melakukan perjalanan dengan hati besar dan bersemangat karena kini mereka
bukan wanita-wanita lemah seperti dulu lagi!
Pula, kini mereka mempunyai tujuan. Karena akhir-akhir ini Lan Eng teringat kepada
seorang kenalan lamanya, yaitu keluarga Souw Cian Ho yang telah pindah ke daerah
Tong-koan, yaitu di dusun Lo-kee-cun.
-jie, siapa tahu mereka akan dapat memberi bantuan kepada kita dalam hal mencari musuh besar kita
itu. Ah, kalau saja sedari dulu kuingat kepada mereka, boleh jadi kita tidak sampai
menyesali tindakannya waktu dulu yang dianggapnya keliru.
Yang Hoa tak dapat berbuat lain daripada menyetujui dan ketika ia mendengar
bahwa mereka akan menemui calon-mertuanya, tiba-tiba wajah dara ini menjadi merah.
Ho Yang Hoa kini telah menjadi seorang gadis dewasa, hingga ia dapat menggunakan
pengertiannya dalam sesuatu masalah.
Maka ketika ia mendengar bahwa ibunya bermaksud hendak menemui calon
mertuanya, di samping hendak minta bantuan dalam hal mencari musuh-musuh besar
pembunuh ayahnya, juga dara ini tahu pasti bahwa ibunya dengan keluarga Souw
hendak merundingkan suatu masalah, yaitu masalah pertunangan antara dirinya
dengan putera Souw Cian Ho. Pertunangan yang telah dipertalikan ketika ia masih kecil
yang sampai saat ini masih dapat diingatnya.
Dengan adanya tujuan itulah, maka seperginya dari kuil Thian-an-si, Lan Eng dan
Yang Hoa langsung menuju ke arah kota Tong-koan. Perjalanan ini biarpun jauh sekali,
mereka tempuh tanpa mengenal lelah.
Apalagi mereka sering menggunakan ilmu lari cepat yang pernah dipelajarinya.
Biarpun ilmu lari cepat Lan Eng jauh di bawah kepandaian puterinya, namun perjalanan
kali ini dapat mereka lakukan jauh lebih cepat!
Bu Tek Enghiong - Halaman 193
Sepanjang perjalanan yang jauh itu, tentu saja mereka selalu memasang telinga
dan membuka mata untuk mencari dan menyelidik kalau-kalau saja mereka dapat
menemukan musuh besar mereka. Dan disamping itu tentu saja mereka acapkali
bertemu dengan penjahat-penjahat kecil yang mencoba mengganggu mereka. Akan
tetapi semua tantangan itu selalu dapat diganyang oleh piauw Lan Eng dan terutama
sekali diamuk oleh pedang di tangan puterinya.
Yang Hoa ternyata seorang gadis yang keras hati dan telengas terhadap para
bicokok yang hendak mengganggunya. Hal ini mungkin disebabkan karena ayahnya
telah dibunuh oleh penjahat, maka ia merasa benci dan gemas sekali terhadap kaum
penjahat umumnya, sehingga ia selalu mempergunakan pedangnya untuk
mengganyang mereka tanpa mengenal ampun lagi.
Akan tetapi, bilamana pedang itu tidak kelewat perlu digunakan, maka senjata
tersebut selalu disimpannya di dalam buntalan pakaiannya, sehingga kadang-kadang
mereka tidak kelihatan seperti wanita-wanita yang memiliki ilmu kepandaian,
melainkan lebih mirip wanita biasa yang sedang melakukan perjalanan jauh!
Dan akhirnya, pada suatu hari mereka tiba di kota Tong-koan dan kebetulan sekali
pada hari tersebut penyelenggaraan pibu untuk menghabiskan persaingan antara Can
Po Goan dan Lu Sun pin dan sekaligus untuk memilih ketua Pauw-an-tui, dilangsungkan.
Sebagai orang-orang yang mengerti ilmu silat, tentu saja penyelenggaraan pibu itu
merupakan pertunjukkan sangat menarik. Maka Lan Eng dan Yang Hoa mau tak mau
jadi turut berdesak-desakan dangan orang banyak, untuk menonton.
Mereka menyaksikan penyelenggaraan pibu yang diadakan di depan gedung Cio
Song Kang atau yang lazimnya disebut Cio wan-gwe dari awal sampai akhir, yaitu mulai
dari Cio wan-gwe selaku panitia menyampaikan kata pembukaan dan menyatakan
maksud dan tujuan pibu tersebut.
Lalu para murid dari kedua pihak yang bermusuhan itu bertempur, kemudian si
Pagoda besi Lu Sun Pin dikalahkan oleh Po-thauw-sin-kun Can Po Goan. Sampai
akhirnya pemuda Souw Bun Liong dinyatakan sebagai ketua Pauw-an-tui dan mendapat
gelar Tong-koan Ho-han. Kisah duka yang diceritakan oleh Lan Eng secara panjang lebar ini didengarkan
oleh nyonya janda Souw dengan sangat terharu, sedangkan hati Bun Liong menjadi
marah sekali mengingat kecurangan Cio Leng Hwat yang mengkhianati Ho Kim Teng
Bu Tek Enghiong - Halaman 194
sehingga menyebabkan ibu dan anak itu menjadi demikian sengsara! Maka begitu Lan
Eng selesai bercerita pemuda itu segera bertanya:
yang menjadi biang keladi dari manusia curang itu, yaitu si begal tunggal itu, tak
su yang mengantarkan mayat suamiku dan menceritakan hal tersebut kepadaku, juga
tidak mengetahui namanya. Mereka hanya menerangkan tentang bentuk tubuh dan
wajah si begal tunggal itu yang senantiasa kuingat dan bayangkan, dan terutama sekali
ilmu goloknya dari cabang Bu-tong, maka jika aku bertemu dengan orangnya, rasanya
Kini Bun Liong yang menarik napas, karena pemuda inipun turut menyesal tidak
mengetahui nama begal tunggal sehingga baginya agak sulit untuk membantu
-mudahan Thian memberikan petunjuk
pada kita, supaya manusia-manusia durjana yang berhutang jiwa dari mendiang paman
Ho itu dapat kita ganyang. Aku berjanji akan membantu mengamatbertemu dengan kalian, kamipun bermaksud hendak melakukan penyelidikan di daerah
Tong-koan ini, barangkali saja kedua musuh besar kami itu bersembunyi dan dapat
dulu. Pondokku cukup besar dan satu kamar selalu kosong. Aku sangat gembira kalau
sendiri sebagaimana halnya mendiang suami kita saling mengangkat saudara" Nah,
itulah sebabnya maka aku berani meminta supaya kalian tinggal saja di pondokku sini
kalau kalian memerlukan banyak waktu untuk menyelidiki musuh-musuh besarmu,
siapa tahu kalau mereka benar-benar diam di dalam daerah TongMendengar permintaan nyonya rumah yang demikian sungguh-sungguh dan
seperti memaksa, Lan Eng merasa kurang baik untuk menampiknya. Dan lagi memang
kedatangannya ke tempat ini, ia mempanyai maksud hendak merundingkan suatu
Bu Tek Enghiong - Halaman 195
masalah kekeluargaan dengan nyonya rumah itu, yakni untuk mendapat ketegasan
tentang tali pertunangan Bun Liong dan puterinya yang sudah diikrarkan semenjak
kedua anak muda itu masih kecil.
Oleh karena itu, maka dapatlah diceritakan bahwa Lan Eng dan puterinya, mulai hari
itu tinggal di rumah nyonya janda Souw. Mereka menempati sebuah kamar tersendiri
yang sejak dulu memang dijadikan kamar tamu.
Hal ini tentu saja membuat hati Bun Liong bersorak saking girangnya! Hati pemuda
manakah yang takkan merasa girang kalau di rumahnya yang menumpang dara jelita"
Apalagi bagi Bun Liong. Karena dara itu telah mencuri hatinya, maka pemuda ini
merasakan bahwa di rumahnya yang berkeadaan demikian miskin dan prihatin itu
seakan-akan mendadak kejatuhan rembulan.. . !
Ketika senja menjelang malam, Bun Liong duduk seorang diri di ruangan depan
dengan punggung dan kepalanya disandarkan pada dinding rumah. Ibu pemuda ini,
ketika itu tengah asyik bercengkerama di kamar tamu dengan Lan Eng dan Yang Hoa.
Sebenarnya Bun Liong sangat ingin turut serta, bercakap-cakap dengan mereka.
Akan tetapi oleh karena ia merasa kurang sopan kalau masuk ke dalam kamar tamunya
itu di mana terdapat seorang dara, maka mau tak mau ia lalu duduk seorang diri di
ruangan depan. Benak pemuda ini dipenuhi berbagai macam pikiran. Mula-mula ia membayangkan
pertemuan besar pada esok harinya dengan Cio wan-gwe, Lu Sun Pin, Can Po Goan dan
lain-lainnya. Mereka tentu akan berkumpul untuk memperbincangkan dan menyusun organisasi
yang diberi nama Pauw-an-tui dengan tujuan untuk berkonfrontasi dan mengganyang
komplotan garong yang menggentingkan daerah Tong-koan itu! Ia sudah terlanjur turut
serta dalam pertandingan pibu tadi siang sehingga ia terpilih dan secara resmi oleh
panitia diangkat menjadi ketua Organisasi Barisan Penjaga Keamanan itu, maka
maklumlah bahwa di atas pundaknya terletak beban yang sangat berat!
Biarpun ilmu silatnya tinggi, namun Bun Liong dalam hal pengalaman masih sangat
mentah, apalagi sebagai ketua dari organisasi massa,
yang bakal dihadapinya ini benar-benar menegangkan pikirannya!
Kemudian ia membayangkan pula, betapa hebatnya pertempuran-pertempuran
Bu Tek Enghiong - Halaman 196
berat tanggung jawabnya, berat pula pekerjaannya, karena selain memerlukan tenaga
Pendekar Misterius 2 Pendekar Pulau Neraka 18 Darah Menggenang Di Candi Laksa House Of Dreams 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama