Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang Bagian 7
tampaklah sebuah biduk kecil yang maju mudik dengan cepatnya.
Biduk kecil itu dinaiki oleh dua orang, yaitu seorang laki-laki setengah tua yang
mengayuh dayung dan yang di kepalanya mengenakan topi bambu berdaun lebar
sebagaimana umumnya topi nelayan, bergerak-gerak dan di dekat ujung depan biduk
duduk seorang pemuda yang berpakaian seperti seorang putera hartawan. Tangan
kanannya memegangi gagang payung yang menaungi tubuhnya dari sinar matahari
yang sebenarnya masih belum terik.
Adapun tangan kirinya memegang sejilid buku tebal yang asyik, dibacanya. Dan di
antara kedua orang yakni di tengah-tengah biduk terletak sebuah peti besar berbentuk
indah. Bu Tek Enghiong - Halaman 291
Setiap nelayan yang bertemu atau berpapasan dengan kedua orang itu,
mengangkat tangan memberi salam dan kakek pendayung dan pemuda yang membaca
buku itupun membalasnya dengan lambaian tangan atau anggukan kepala.
Kakek setengah tua yang mendayung dan pemuda yang berpakaian seperti
seorang putera hartawan itu adalah Can kauw-su dan Bun Liong yang hari itu, setelah
dua hari berselang mereka mengganyang kawanan garong, akan pergi mengganyang
komplotan bajak sungai di hutan Siong-lim-nia. Mereka menempuh perjalanan melalui
sungai dan membawa sebuah peti besar itu adalah sesuai dengan rencana dan siasat.
Bila kemarin dulu Bun Liong pergi bersama Yang Hoa, maka kini ia pergi bersama
Can kauw-su karena Yang Hoa kesehatannya belum pulih benar dan dicegah oleh Bun
Liong, sungguhpun nona itu sebenarnya ingin ikut serta dengan calon suaminya
melakukan tugas yang terakhir dalam rangka berkonfrontasi dan mengganyang
komplotan penjahat. Ternyata ada baiknya bagi Bun Liong kali ini pergi bersama Can
kauw-su, karena guru silat yang kini menyamar sebagai nelayan ini selain sudah hapal
akan letak hutan Siong-lim-nia melalui perjalanan sungai juga sangat mahir dalam hal
mengemudikan biduk. Perjalanan di atas biduk sangat menyenangkan hati Bun Liong, apalagi kalau ia
menaiki biduk bersama Yang Hoa maka akan terasa lebih romantis.
Makin lama biduk kecil itu meluncur makin ke hulu dan perahu-perahu nelayan tadi
sudah tertinggal jauh di belakang. Di permukaan air sungai di mana kini Bun Liong dan
Can kauw-su berada, tidak tampak lagi perahu-perahu nelayan karena tempat itu sudah
merupakan daerah genting dan sudah tidak berapa jauh lagi dari hutan Siong-lim-nia.
Ternyata menempuh perjalanan dengan biduk di permukaan air sungai ini tidak
semudah perjalanan di darat, karena makin mudik, selain keadaan makin sepi dan
bentangan sungai makin sempit lantaran diapit tebing batu karang di kedua tepinya
yang tinggi, juga disebabkan air sungai agak surut sehingga batu-batu karang besar
dan tajam tampak menonjol di permukaan air.
Bun Liong memandang ke depan dan mau tak mau pemuda ini merasa ngeri
melihat betapa berbahayanya perjalanan yang ditempuhnya kini. Akan tetapi biduk itu
meluncur dengan sangat cepat melawan arus karena terus dikayuh oleh Can kauw-su
yang menggerakkan dayungnya disertai tenaga lweekang. Dan kemudian Bun Liong
pun membantu mendayung, sehingga biduk kecil itu maju makin kencang bagaikan
anak panah yang terlepas dari busurnya.
Bu Tek Enghiong - Halaman 292
Hati Bun Liong berdebar-debar bimbang karena pemuda yang baru sekali ini
melakukan perjalanan di atas air, merasa bingung betapa biduk yang didudukinya dapat
melewati batu-batu karang yang makin ke depan makin banyak malang-melintang di
tengah sungai. Juga arus sungai terasa amat deras karena batu-batu itu telah
memecah-belahkan aliran sehingga terjadi aliran-aliran kecil bagaikan solokan yang
arusnya sangat kencang dan berbelok-belok!
Selagi Bun Liong berpikir-pikir bagaimana caranya supaya biduknya maju lebih
lanjut di antara sela-sela batu-batu itu, tiba-tiba ia mendengar Can kauw-su yang duduk
dibelakangnya berkata: rupa supaya biduk kita tidak terbentur pada batuWalaupun Bun Liong sama sekali belum paham betapa mesti mengendalikan biduk
supaya tidak menabrak batu-batu itu, namun perkataan Can kauw-su itu dapat segera
ia tangkap maksudnya dan ia mengerti betapa ia harus berbuat.
Maka sementara Can kauw-su terus mendayung untuk melawan aliran air kencang
yang bisa menghanyutkan biduk mereka ke hilir, Bun Liong lalu menggunakan
dayungnya untuk menolak batu-batu di kanan kiri yang mengancam hulu biduk
sehingga biduk sebentar membelok ke kanan, sebentar membelok ke kiri. Berkat Bun
uwdapat melalui batu-batu penghalang itu.
Bun Liong menarik napas lega. Dan ia jadi mengerti bahwa menaiki biduk tidak
hanya mesti pandai mendayung saja, akan tetapi apabila biduk harus menempuh arus
di antara batu-batu penghalang seperti tadi harus menggunakan akal, membutuhkan
ketabahan, kecekatan, kekuatan, keberanian dan ketelitian yang luar biasa.
Setelah mereka melewati batu-batu penghalang tadi, kembali biduk mereka
meluncur di atas arus sungai yang tenang dan bentangan sungai pun tidak terlalu
sempit seperti tadi. Akan tetapi tebing di kanan kiri kini merupakan hutan dan jauh di
depan mereka tampak sebuah bukit kecil yang banyak ditumbuhi pohon siong dan di
bawah kerimbunan pohon-pohon itu terlihat banyak gubuk-gubuk sehingga merupakan
sebuah pedusunan kecil di atas dan di lereng bukit itu.
ke arah bukit itu. Bu Tek Enghiong - Halaman 293
Bun Liong mengangguk tanda mengerti dan berbareng dengan itu tiba-tiba dari
atas tebing sebelah kanan meluncur sebatang tombak ke arah mereka. Akan tetapi Can
kauwsu sangat waspada dan memang mereka bukan tidak mengetahui bahwa puluhan
pasang mata mengintai di kedua tebing sungai, di atas batu-batu karang yang tinggi di
antara rungkutnya tumbuh-tumbuhan hutan.
Cepat Can Pa Goan menggerakkan dayungnya ke dalam air sebelah kanan dari
biduknya sehingga biduk itu jadi meluncur ke samping seakan-akan terdorong dari sisi
kanan oleh tenaga yang kuat sekali. Tombak itu jadi meluncur dan masuk ke dalam air
karena biduk itu seperti berkelit! Dan Can Po Goan segera berbisik:
Maka dengan suara nyaring Bun Liong berseru sambil menengadah ke atas tebing
dari mana tombak tadi kami karena aku adalah utusan dari seorang hartawan yang hendak mengirim barang
melalui sungai ini, dan kedatanganku ke mari tak lain adalah hendak bertemu dengan
Ma taymaksudmu hendak bertemu dengan taybalasan yang merupakan pertanyaan dari atas tebing.
uang sewa jalan kepada Ma tayUntuk beberapa saat sepi, agaknya laskar bajak di atas tebing berunding dulu
dengan kawan-ong ada sambil menggerakkan dayungnya dan biduk mereka meluncur lagi ke depan.
Ketika Bun Liong menoleh ke belakang, maksudnya hendak membicarakan sesuatu
kepada tukang perahu palsu itu. Pemuda ini melihat enam orang laskar bajak yang
menaiki dua buah sampan, entah dari mana datangnya, tahu-tahu mereka telah berada
tidak jauh di belakang biduk.
-masing dinaiki tiga orang laskar bajak membuntuti kita,
perkataannya jadi menyimpang dari maksud semula.
Bu Tek Enghiong - Halaman 294
menoleh ke belakang seakan-akan guru silat tua yang bersemangat muda itu sudah
maklum. Ia terus mendayung dengan gerakan wajar dan sikapnya amat tenang. Sedangkan
Bun Liong yang biasanya bersikap tenang dalam menghadapi bahaya kini berdebar
tegang karena ia berada di atas air, mengingat bahwa ia tidak bisa berenang, maka
akan celakah ia kalau dalam pertempuran yang bakal dihadapinya nanti biduknya
sampai digulingkan oleh para bajak dan ia akan mati konyol tenggelam ke dalam air!
Memang para bajak itu telah dipesan kepalanya bahwa mereka tidak boleh
mengganggu para pembayar uang sewa jalan dan bahkan harus melindunginya. Akan
tetapi oleh karena sudah lama sekali tidak ada saudagar hartawan yang berani
melakukan perjalanan melalui sungai yang menjadi daerah kekuasaan mereka, maka
mereka menaruh curiga terhadap penumpang biduk kecil yang menyatakan hendak
membayar uang sewa jalan itu!
Suatu hal yang untuk pertama kalinya terjadi lagi sejak beberapa waktu yang sudah
lama berselang. Maka mereka segera menurunkan dua buah sampan dari atas tebing
dan enam orang membuntuti biduk kecil itu.
Kemudian, Bun Liong dan Can Po Goan dengan biduknya telah tiba di tepi sungai di
bawah bukit Siong-lim-nia itu.
Sebelum mereka sempat mengetepikan biduk, tiba-tiba mereka mendengar suara
siulan dari salah seorang laskar bajak yang membuntuti mereka tadi dan bersamaan
dengan itu, tahu-tahu di depan biduk kini muncul dua buah sampan yang masingmasing ditumpangi oleh tiga orang laskar bajak pula yang kesemuanya mengenakan
pakaian dan ikat kepala berwarna serba hitam dan berbekal senjata tajam yang
berkilauan terkena sinar matahari. Dua buah sampan ini dikayu secara melintang
merupakan penghadang dan mendekati biduk Bun Liong.
Bun Liong segera mengetahui bahwa di antara enam laskar bajak itu terdapat
Huang-ho-ji-go (Sepasang buaya Sungai Kuning) Bu Kiam dan Bong Pi! Sepasang buaya
Sungai Kuning itupun agaknya dapat segera mengenal pemuda yang berpakaian
seperti seorang putera hartawan seorang pemuda yang pernah mengalahkan mereka
mula-mula di atas panggung lui-tay, kemudian bersama seorang dara cantik (Yang Hoa)
menghadang dan mengobrak-abrik mereka ketika mereka hendak melakukan
penyerbuan ke dalam kota ketika fajar baru menyingsing pada beberapa hari yang lalu!
Bu Tek Enghiong - Halaman 295
Para komplotan bajak sudah mendengar bahwa kemarin dulu sarang komplotan
perampok sudah ditempur-ludaskan oleh Barisan Penjaga Keamanan (Pauw-an-tui) di
bawah pimpinan pemuda yang sudah mereka rasakan kelihayannya itu. Maka setelah
mengenal siapa pemuda itu, Bu Kiam ketawa bergelak-gelak.
-an-tui, mengapa kau menyamar
sebagai putera hartawan" Biarpun kau menyamar sebagai siluman sekalipun,
isi peti yang kubawa untuk Ma tay-ong, maka sebelum banyak bicara, terimalah dulu
peti ini dan sesudah Ma tay-ong melihat isinya, barulah kalian mengetahui tentang
Baik Bu Kiam maupun Bong Pi yang memang sudah banyak pengalaman sudah
mengetahui bahwa pemuda itu selain berkepandaian lihay juga memiliki kecerdikan
yang luar biasa sehingga mereka tidak boleh berlaku ceroboh. Dan ketika itu tiba-tiba
salah seorang laskar bajak yang membuntuti biduk kecil itu tadi, berkata nyaring,
ditujukan kepada Bu Kiam dan Bong Pi,
-tay-ong dan Sha-tay-ong (Raja kedua dan ketiga), anak muda tadi mengatakan
bahwa ia selaku utusan hartawan yang akan lewat di daerah ini hendak membayar
Kau telah diingusi oleh Tiba-tiba perkataannya terputus oleh ucapan Bong Pi yang mempunyai pikiran lain:
Bu Kiam tidak cepat menjawab, agaknya benak di tempurung kepalanya tengah
membuat pertimbangan antara keragu-raguannya. Akhirnya ia berkata:
-te! Betapapun juga setan cilik itu adalah
musuh besar kita, maka berbahaya sekali kalau kita lekas percaya omongannya. Lebih
Kata-kata yang terakhir ini ternyata merupakan aba-aba karena seiring dengan
mereka berenam masing-masing melontarkan sebatang tombak dalam waktu yang
hampir bersamaan. Tiga batang tombak mengarah Can kauw-su yang cepat berdiri di
Bu Tek Enghiong - Halaman 296
atas biduknya dan yang tiga batang lagi mengarah Bun Liong dan enam batang tombak
itu meluncur luar biasa cepatnya!
Baik Bun Liong maupun Can Po Goan maklum bawa rencana sebagaimana yang
disiasatkan semula, berkat kewaspadaan Bu Kiam, kini telah gagal. Tapi kejadian seperti
inipun memang sudah masuk perhitungan semula, maka begitu mereka diserang oleh
luncuran enam batang tombak berarti saat pertempuran sudah tiba!
Can Po Goan memutarkan dayung di tangannya dan tiga batang tombak
ditangkisnya sekaligus sehingga tombak-tombak menjadi patah dan jatuh ke air.
Sementara Bun Liong ternyata tidak mau berlaku sungkan. Pemuda itu sambil
mengeluarkan makian keras:
Sejilid buku yang dibacanya tadi dan kini dipegang di tangan kirinya digunakan
untuk menyampok luncuran tombak yang pertama sehingga tombak mencong dan
masuk ke dalam air. Tombak kedua yang mengarah dadanya sambil miringkan
tubuhnya sedikit ke kiri ia tangkap dengan tangan kanannya dan tombak ketiga yang
menyerang perutnya ia tendang hingga terpental ke atas.
Dan ketika tombak ini meluncur turun, ia sabet dengan tombak yang dipegang
tangan kanannya tadi hingga meluncur cepat kembali ke tempat pelepasnya. Dan
terdengarlah pekikan mengerikan dari seorang laskar bajak yang berada di sisi Bu Kiam
dan tubuhnya terjengkang dengan dada ditembus tombak dan kecebur ke dalam air!
Tentu saja ketangkasan pemuda ini tak disangka laskar bajak, kecuali Bu Kiam dan
Bong Pi yang berkepandaian tinggi, maka seorang laskar bajak tidak keburu berkelit
sehingga ia dimakan tombaknya sendiri.
menghadap ke belakang biduk untuk menjaga serangan dari laskar bajak yang
membuntutinya tadi. menggigit pedangnya, menghampiri biduk Bun Liong dengan cepat sekali.
Bun Liong kagum akan cara berenang orang ini, begitu cepat sehingga benar-benar
seperti gerakan seekor buaya berenang. Pantaslah dijuluki Buaya Sungai Kuning!
Bu Tek Enghiong - Halaman 297
Bun Liong cepat melemparkan sejilid buku yang dipegang tangan kirinya tadi,
diarahkan kepada kepala Bu Kiam yang berenang mendatangi itu. Lemparan ini, biarpun
yang disambitkan hanya sejilid buku, tapi karena lemparannya dilakukan oleh seorang
berilmu silat tinggi seperti Bun Liong, maka bila mengenai sasarannya, berarti suatu
bahaya yang tidak kecil! Akan tetapi ternyata Bu Kiam awas luar biasa. Ketika maklum kepalanya disambit,
ia cepat menyelam sehingga Bun Liong tidak dapat melihat ke arah mana ia berenang
karena dalamnya ia menyelam.
Dikala itu Bong Pi sudah terjun pula mendatangi seperti lakunya Bu Kiam. Dan
bersamaan dengan itu pula sampan di depan tadi sudah mendekat dan seorang laskar
bajak sambil menghunus golok lalu melompat ke atas biduk Bun Liong.
Dan pemuda ini segera dengan sebelah kakinya menekan kepala perahu sehingga
biduknya miring dan mencong ke samping, membuat laskar bajak yang hendak
melompat ke atas perahunya jadi nyebur ke dalam sungai karena biduk kecil itu oleh
perbuatan Bun Liong seperti berkelit! Tetapi dilain saat, biduk itu terguncang-guncang
hebat dan di sisi biduk tampaklah kepala Bu Kiam yang dengan menggunakan
sepasang lengannya hendak membalikkan biduk kecil itu.
ya tadi, yaitu bila biduknya digulingkan dan ia akan mati kelelap karena tidak bisa berenang, ternyata kini
sedang diusahakan oleh Bu Kiam.
Namun sementara pemuda ini diamuk kekhawatiran, tiba-tiba terdengar Bu Kiam
berteriak, pegangan kedua tangannya di sisi biduk dilepaskan dan ia segera menghilang
lagi ke dalam air! Ternyata jari-jari tangannya yang mengganduli pingiran biduk itu
telah dihantam oleh dayung di tangan Can Po Goan!
-su dan pemuda Ajakan ini disetujui oleh Can kauw-su dan setelah sekali lagi ia mengemplang
sebuah kepala yang tersembul dari dalam air di sisi biduknya itu, yaitu kepala seorang
bajak yang jatuh kecemplung tadi. Mereka serta merta mendayung mengetepikan biduk.
Dan sebelum sampan para bajak sempat mengejarnya, kira-kira biduk mereka tiga
tumbak jauhnya dengan tepi sungai, Bun Liong dan Can Po Goan telah dapat melompat
ke darat. Dan tepat dikala itu, biduk yang mereka tinggalkan itu terbalik sehingga peti
yang mereka bawa tenggelam, hal ini adalah perbuatan Bong Pi!
Bu Tek Enghiong - Halaman 298
Para bajak itu segera mengetepikan sampan mereka dan mengejar sambil
berteriak-teriak. Bu Kiam dan Bong Pi juga sudah mendarat dan berlari mengejar
dengan pedang sudah siap di tangan dalam keadaan basah kuyup.
Adapun Bun Liong bersama Can Po Goan berlari terus menaiki lereng bukit Sionglim-nia dan mereka menuju gubuk-gubuk perumahan bajak sungai itu. Tengah berlari
kebetulan sekali mereka melewati sebuah api unggun yang masih menyala, agaknya
bekas menghangatkan tubuh para laskar bajak pagi tadi.
Seperti sudah berjanji lebih dulu Bun Liong dan Can kauw-su menyambar sebatang
kayu dari unggun itu yang apinya masih menyala merupakan obor dan dengan
menggunakan api itu mereka lalu membakar gubuk-gubuk yang terdekat. Mereka
bermaksud hendak membakar gubuk-gubuk itu semua supaya para bajak kacau
karenanya. Akan tetapi baru saja mereka sempat membakar empat buah gubuk dan api mulai
berkobar karena atap gubuk-gubuk itu terdiri dari rumput alang-alang yang kering
sehingga mudah dimakan api, tiba-tiba sambil memperdengarkan suara teriakanteriakan dan bentakan-bentakan nyaring dari gubuk-gubuk lainnya berlompatan banyak
sekali laskar bajak dan serempak Bun Liong dan Can kauw-su diserbu.
Can Po Goan lalu menghunus goloknya yang tadi disembunyikan di dalam bajunya
dan dengan goloknya ini ia mengamuk hebat. Sedangkan Bun Liong sendiri juga tidak
mau kalah mengunjukkan kelihayannya. Ia mengeluarkan senjata cambuknya yang
segera memperdengarkan suara bagaikan petir berkali-kali.
Laskar bajak yang mengeroyoknya bergulingan sambil menjerit-jerit sehingga
sebentar saja di tempat itu ramai dengan suara senjata beradu, teriakan-teriakan dan
makian dari para laskar bajak serta jeritan mereka yang terluka baik oleh golok Can
kauwsu yang mengamuk maupun terkena hajaran oleh cambuk di tangan Bun Liong,
disusul oleh tubuh mereka yang jatuh bergulingan ke bawah lereng! Dan suara gubuk
runtuh serta api yang berkobar-kobar menambah kekacauan di tempat itu.
-andi situ dan bersama Bong Pi lalu maju ke depan, mengeroyok Bun Liong dan Can kauwsu dengan ilmu pedang mereka yang hebat!
Dalam pengeroyokan itu Bun Liong dan Can kauw-su mengadakan perlawanan gigih
sambil saling membelakangi dengan demikian cara mereka merupakan kerjasama
Bu Tek Enghiong - Halaman 299
yang baik sekali, tidak usah menjaga diri terhadap serangan lawan yang datangnya
dari belakang. Biarpun marah bukan main, namun si Sepasang Buaya Sungai Kuning tidak berani
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadapi kedua lawannya itu terlalu dekat, karena maklum akan kehebatan cambuk
di tangan anak muda itu dan golok di tangan Can kauw-su pun menyambar-nyambar
laksana halilintar. Dan setiap golok itu berkelebat berarti satu nyawa laskar bajak
melayang, sehingga tidak berkelebihanlah di masa mudanya ia mendapat nama julukan
Toat-beng-sin-to atau si Golok Sakti Pencabut Nyawa!
Tiba-tiba dalam keributan terdengar suara bentakan nyaring, bentakan ini begitu
berpengaruh dan nadanya mengatasi kehiruk pikukan!
Para bajak yang mengeroyok Bun Liong dan Can kauw-su itu melompat mundur,
demikian juga Bu Kiam dan Bong Pi mentaati perintah itu. Mereka berlompatan mundur
mengurung dari kejauhan dan memandang ke arah orang mengeluarkan bentakan itu!
Bun Liong dan Can kauw-su pun menoleh ke arah suara bentakan tadi dan mereka
melihat seorang lelaki setengah tua bertubuh tinggi besar berpakaian dan mengenakan
kain pengikat kepala berwarna serba hitam seperti laskar-laskar bajak tadi. Wajahnya
bersemu merah dengan cambang bauknya lebat sekali seperti rumput hutan yang
tumbuh semau-maunya, matanya tajam berkilat-kilat mencerminkan kejahatan
wataknya, tangan kanannya memegang sebatang dayung besar yang terbuat dari besi.
Dengan langkah yang sangat antep, ia berjalan dari atas bukit dan menghampiri
Bun Liong dan Can kauw-su. Di belakangaja tampak dua orang laskar bajak menggotong
sebuah peti yang membuat Bun Liong serta Can kauw-su heran, karena peti itu bukan
lain adalah peti yang mereka bawa, yang telah tenggelam ke dalam sungai bersama
biduknya tadi. Mereka sangat heran bagaimana peti itu kini dibawa dari atas bukit. Sebenarnya
tidak perlu diherankan karena selagi mereka ribut bertempur tadi, dua orang laskar
bajak yang melihat peti itu tenggelam segera berenang menyelam ke dalam sungai
dan mengangkat peti yang ternyata sangat berat sekali itu.
Lalu mereka membawanya ke atas bukit dengan melalui jalan di luar kalangan
pertempuran dan melaporkannya kepada Ma Gu Lin yang ketika itu masih tidur di dalam
gubuknya yang terletak paling atas di puncak bukit Siong-lim-nia.
Bu Tek Enghiong - Halaman 300
Setelah raja bajak itu mendengar keterangan dari anak buahnya tentang hal ikhwal
peti tersebut, ia hendak membukanya tapi ternyata tutupnya terkunci. Dan akhirnya ia
menyuruh anak buahnya tadi membawa peti itu ke tempat pertempuran bersama ia
sendiri setelah mengambil senjatanya sebatang dayung besi yang sangat berat.
Ma Gu Lin berdiri tegak di tengah-tengah gelanggang pertempuran yang dihentikan
oleh bentakannya tadi. Sekilas matanya yang menyeramkan melirik ke arah Bun Liong
dan Can Po Coan yang berdiri tak jauh di depannya, kemudian ia menoleh ke arah Bu
Kiam dan Bong Pi dan kemudian terdengar tegurnya terhadap Huang-ho-ji-go itu:
-te dan Bong-te, mengapa kau bertindak terhadap kedua orang pembawa peti
Si Sepasang Buaya Sungai Kuning itu sebentar saling pandang dan kemudian Bu
-ko, memang kami bertindak tanpa seijinmu terlebih
dulu. Akan tetapi kiranya tindakan kami terhadap kedua orang ini tidaklah dapat terlalu
disalahkan, karena mereka adalah benggolan-benggolan dari Pauw-an-tui musuh kita
dan sudah terang sekali kedatangan mereka ke mar
Ma Gu Lin kembali melirik ke arah Bun Liong. Agaknya ia masih kurang percaya
bahwa pemuda yang berpakaian seperti putera hartawan dan kelihayannya lemah itu
bersama kawannya, seorang kakek nelayan, adalah benggolan dari Pauw-an-tui seperti
yang dikatakan oleh Bu Kiam. Memang biarpun seorang kepala bajak yang terkenal
kejahatan dan kebengisannya, Ma Gu Lin adalah seorang yang berwatak gagah.
Ia melarang para anak buahnya bertindak sembarangan tanpa perintahnya yang
biasanya direncanakannya dulu dengan perhitungan masak. Oleh karena itu ia amat
menyesalkan Bu Kiam dan Bong Pi yang telah mengeroyok pemuda putera hartawan
dan kakek nelayan tanpa menyelidiki dulu maksud yang sebenarnya, sedangkan
menurut keterangan dua anak buahnya yang melaporkannya tadi pemuda putera
hartawan itu adalah selaku utusan dari seorang hartawan yang akan membayar uang
sewa jalan. Bun Liong. Bun Liong cepat menjura dan dengan ketenangannya yang luar biasa ia menjawab:
yang sebenarnya diluar kehendak kami. Dan sebenarnya, sebagaimana yang pernah
dikatakan oleh saudara Bu tadi, kami berdua ini memang adalah selaku utusan dari
Bu Tek Enghiong - Halaman 301
Pauw-an-tui dengan maksud selain hendak menyampaikan bingkisan yang berupa isi
peti itu sebagai salam perkenalan dan tanda penghormatan terhadap tay-ong, lebih
lanjut kami ingin mengadakan perundingan dengan tay-ong demi kebaikan kita
bersama bagi hari-anmenegaskan dengan hati gembira karena bagi anggapannya kalau Pauw-an-tui sudah
bahwa Pauw-antui merasa jerih terhadapnya.
-ong. Dan sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih atas
kemurahan tay-ong sekiranya taydengan sikap tetap menghormat dan gaya sungguh-sungguh.
Ma Gu Lin kelihatan berpikir sejenak, entah apa yang dipikirkannya. Lalu bertanya
yang hendak melalui sungai daerahku ini dan tidak terus terang kau mengatakan
sebagai utusan dari Pauw-an-ong
karena bawahan tay-ong niscaya akan merintanginya, seperti halnya peristiwa yang
Akan tetapi Huang-ho-sin-mo bukanlah seorang bodoh dan sebagai kepala bajak
yang banyak pengalaman, tentu saja kurang percaya akan omongan dari pemuda yang
ia dengar sangat lihay dan cerdik ini.
mensiasati. Liong. bajunya ia mengeluarkan sebuah anak kunci dan dengan itu ia membuka tutup peti itu.
Sebelum tutup peti itu terbuka, Ma Gu Lin mundur ke belakang tiga langkah karena
ia menduga bahwa begitu tutupnya dibuka, dari dalam akan melayang senjata-senjata
rahasia yang dapat mencelakakannya bila ia terlalu dekat. Akan tetapi kemudian
Bu Tek Enghiong - Halaman 302
sepasang matanya jadi terbelalak lebar demi dilihatnya bahwa begitu tutup peti
tersebut dibuka oleh Bun Liong ternyata isinya bukan senjata-senjata rahasia seperti
yang ia duga. Potongan-potongan uang mas bercampur batu-batu permata yang tak ternilai
harganya dan yang berkilauan terkena cahaya matahari yang menembus daun-daun
pohon siong sehingga menyilaukan mata dan menarik hatinya.
Sesudah membuka tutup peti itu, Bun Liong lalu mundur dan kembali ke tempat
berdirinya semula. Wajah kepala bajak itu berseri-seri dan kembali mendekati peti itu
dan demikian juga Bu Kiam dan Bong Pi menggoyang-goyang kepalanya sambil
memandang isi peti itu dengan mata tidak berkedip dan mulut ternganga.
Tiba-tiba terdengar Ma Gu Lin ketawa bergelakBu Kiam dan Bong Pi, ternyata perbuatan kalian kali ini tidak dapat kubenarkan! Orang
- -barang dan uang itu palsu dan ia
dari pemuda yang sudah ia rasai kelihayannya itu.
Ma Gu Lin lalu mengulur tangannya dan mengambil beberapa potong uang mas itu
dan setelah ditelitinya dengan saksama, yang ternyata semuanya adalah uang mas
tulen dan permata-permata asli, lalu berkata penuh keyakinan:
Si Sepasang Buaya Sungai Kuning itu saling berpandangan dengan wajah bengong
dan mulut melongo! Sungguhpun mereka percaya akan keyakinan raja bajak itu, namun
disamping itu mereka amat menyangsikan apakah mata si Iblis Sakti Sungai Kuning itu
tidak mendadak menjadi lamur"
Dengan kegembiraan yang luar biasa, Ma Gu Lin membenamkan tangannya ke
dalam peti yang penuh itu lebih dalam untuk meraup guna mendapat kepastian bahwa
harta itu tidak palsu semua dan yang kemudian hendak diyakinkannya terhadap semua
anak buahnya yang ketika itu melihatnya dengan mata tak berkedip dan berdiri seperti
tonggak! Akan tetapi mereka menjadi terkejut ketika melihat betapa Ma Gu Lin tiba-tiba
menggulingkan tubuhnya menjauhi peti itu sambil berteriak:
Bu Tek Enghiong - Halaman 303
Memanglah, di dalam peti itu, di bagian bawahnya, tersimpan semacam senjata
rahasia yang terbuat dari pegas. Apabila alat ini tersentuh dapat bekerja secara
otomatis dan menghamburkan barang-barang yang ditaruh di atasnya dengan dahsyat
sekali. Alat ini dibuat secara istimewa oleh salah seorang ahli dari anggauta-anggauta
Pauw-an-tui. Dan maksud Bun Liong bersama Can Po Goan membawa peti alat tersebut
dengan di bagian atasnya sengaja ditaruhi potongan-potongan uang mas dan barangbarang permata sehingga memenuhi peti itu gunanya untuk menipu dan menyerang
Ma Gu Lin tanpa mereka turun tangan.
Oleh karena itu, ketika si raja bajak tadi menyodokkan tangannya ke dalam
potongan-potongan uang mas dan butiran-butiran permata itu, maka perkakas yang
berupa pegas itu tersentuh dan bekerja, membuat potongan-potongan uang mas dan
butiran-butiran permata yang sekian banyak itu tersembur dan beterbangan
merupakan senjata-senjata rahasia yang berbahaya sekali!
Sebenarnya Ma Gu Lin sudah merasa curiga tentang isi peti itu, akan tetapi ketika
dilihatnya bahwa isi peti itu benar-benar barang bingkisan yang tak ternilai harganya,
hatinya demikian girang sehingga ia jadi kurang waspada. Akan tetapi kepala bajak ini
ternyata mempunyai gerakan yang sangat gesit.
Begitu alat rahasia di dalam peti itu bekerja, ia cepat menarik tangannya dan
menggulingkan tubuhnya sambil mengeluarkan seruan kaget dan marah! Potonganpotongan serta butiran-butiran barang berharga itu beterbangan ke udara tanpa
mengenai sasaran dan yang kemudian jatuh bertebaran bagaikan hujan lebat!
-main dengan Huang-ho-sin-mo" Rasakan
tahu dayung besi di tangannya telah menyambar ke arah kepala Bun Liong dengan
dahsyat luar biasa. Sekiranya dayung besi ini mengenai sasaran, maka pasti kepala itu
akan pecah! -anini adalah ucapan Bu Kiam yang bersama Bong Pi langsung menubruk Can Po Goan
dengan serangan pedang mereka.
Melihat Ma Gu Lin menyerang Bun Liong, si Sepasang Buaya Sungai Kuning ini
diam-diam merasa girang karena dengan demikian berarti mereka hanya menghadapi
Can kauw-su. Melawan Bun Liong yang mereka sudah merasakan kelihayannya di atas
Bu Tek Enghiong - Halaman 304
panggung lui-tay dulu, ada bahayanya menderita kalah, akan tetapi menghadapi Can
kauw-su yang mereka ketahui kepandaiannya lebih rendah dari Bun Liong, sangat
mustahil kalau mereka sampai kalah, demikian pikir mereka.
Di lain pihak, baik Bun Liong maupun Can Po Goan memang sudah siap siaga
menghadapi serangan lawan yang tiba-tiba. Maka begitu melihat Ma Gu Lin mengirim
serangan dahsyat dengan dayungnya yang mendatangkan angin santer, Bun Liong
cepat berkelit sambil balas membentak:
-kutu busuk Sambil berkelit, cambuk di tangannya melecut nyaring, menyabet dada lawannya.
Dan ketika itu juga Can Po Goan sudah memutarkan goloknya menyambut serangan
bersama dari si Sepasang Buaya Sungai Kuning!
Maka terjadilah pertempuran hebat dan para laskar bajak ramai berteriak-teriak
menyemangati pemimpin-pemimpin mereka sambil berhadir mengelilingi gelanggang
pertempuran. Ada beberapa orang di antara mereka yang mulutnya turut ribut
berteriak-teriak, tetapi diam-diam mereka memunguti uang-uang mas dan butiran
permata yang berserakan di tanah, dan kemudian dimasukkan ke dalam saku baju
mereka! Segera Bun Liong mendapat kenyataan bahwa Huang-ho-sin-mo Ma Gu Lin itu
ternyata seorang yang memiliki tenaga besar sehingga dapat menggunakan dayung
yang berat itu sebagai senjata dengan tipu serangannya yang amat hebat. Hati Bun
Liong mengeluh karena ia sama sekali tidak berani menangkis dayung itu dan
cambuknya pun ternyata sedikit sekali gunanya, karena setiap serangan cambuknya
selalu dipatahkan oleh tangkisan dayung yang berat itu.
Akan tetapi pemuda ini tidak merasa gentar sedikit pun. Berkat gin-kangnya yang
tinggi, ia selalu berhasil mengelakkan diri kadang-kadang sambil membalas menyerang
dengan cambuknya, sekalipun serangan balasan ini selalu dipatahkan oleh dayung
lawannya. Seperti ketika bertempur dengan Houw-jiauw Lo Ban Kui tempo hari kali inipun Bun
Liong hendak melihat dulu betapa inti gaya dari serangan lawannya. Maka sambil
matanya yang tajam memperhatikan gerak gerik lawannya, ia selalu berloncat-loncatan
kian kemari, dan kadang-kadang juga ia main mundur.
Bu Tek Enghiong - Halaman 305
Ma Gu Lin ketawa mengejek dan ia terus mendesak dengan mengerahkan dayung
besinya sedemikian hebat dan cepat hingga setiap detik merupakan bahaya maut bagi
pemuda itu. Ujung dayung yang berat dan lebar itu kadang-kadang menghantam tanah
karena dapat dikelit oleh Bun Liong dan pemuda ini merasakan betapa bumi yang kena
hantaman dayung itu jadi tergetar.
Bahkan, baru limabelas jurus pertempuran itu berlangsung sudah ada dua batang
pohon siong besar yang roboh terhantam oleh senjata Ma Gu Lin. Benar-benar dayung
di tangan kepala bajak itu sangat lihay dan kekuatannya seperti seekor gajah
mengamuk! Bertubi-tubi Ma Gu Lin melancarkan serangan hebat dengan dayungnya yang berat
itu, akan tetapi selalu tidak mengenai sasarannya oleh karena Bun Liong lincah sekali
dan selalu berusaha menjauhinya agar dapat mengirim serangan dari jarak jauh
dengan ujung cambuknya yang panjang itu.
Pada suatu saat Bun Liong berhasil memecutkan cambuknya dengan tepat, yaitu
ketika Gu Lin mengemplangkan dayungnya dengan santer ke arah kepala pemuda itu
dengan gerak tipu Pohon Tumbang Menimpa Bukit. Pemuda itu cepat mengelak ke
kanan sambil mengayunkan cambuknya ke arah muka lawan!
Tangan kiri Gu Lin mencoba hendak menangkap ujung cambuk yang menyabet ke
arah mukanya. Akan tetapi cambuk itu tiba-tiba bergerak sedemikian rupa seakan-akan
mengelak dari tangkapan dan melengkung ke atas seperti seekor ular hidup yang tidak
mau ditangkap, dan ujungnya yang panjang dan kecil itu berkelebat di atas kepalanya
dengan mengeluarkan bunyi nyaring yang memekakkan anak telinga Gu Lin.
Kepala bajak itu cepat membungkukkan punggungnya dan tangan kanannya
menggerakkan dayungnya ke atas untuk menghalau cambuk itu. Akan tetapi ia kalah
cepat karena ujung cambuk itu telah memecut punggungnya sehingga bajunya di
bagian punggung menjadi robek dan ia merasakan kulit punggungnya sakit dan pedas
sekali! Kalau tadi Ma Gu Lin memandang rendah pemuda yang main mundur saja itu
sehingga ia terus mendesaknya, ada pun kini setelah ia mendapat hajaran di
punggungnya, sedangkan dayungnya sama sekali belum berhasil mengenai tubuh
lawannya yang sangat lincah itu, menjadi penasaran dan amat marah. Maka sambil
mengerang gusar, kepala bajak yang tinggi besar ini melancarkan serangan dayungnya
Bu Tek Enghiong - Halaman 306
dengan semakin ganas, dan kadang-kadang lengan kirinya bergerak-gerak hendak
menangkap ujung cambuk untuk dibetot dan dirampasnya!
Akan tetapi, oleh karena Ma Gu Lin sudah tua dan dayung itu sangat berat,
tambahan lagi dalam melancarkan serangannya sangat bernafsu, maka ketika
pertempuran ini sudah memasuki jurus yang kelimapuluh, kepala bajak ini sudah mulai
lelah dan gerakan-gerakan dayungnya tidak lagi sedahsyat tadi. Bahkan dapat dikata
berobah menjadi lambat disebabkan tenaganya sudah berangsur-angsur surut.
Hal inilah yang dinanti-nantikan oleh Bun Liong. Setiap menghadapi lawan tangguh,
pemuda itu selalu main mengelak saja pada permulaannya, disamping untuk meneliti
taktik serang lawan, juga untuk membuat lawannya kehabisan napas dan tenaga.
Melihat Ma Gu Lin sudah ripuh sendiri, hati Bun Liong menjadi girang karena kini tiba
gilirannya untuk melancarkan serangan-serangan dengan ilmu cambuknya yang
istimewa! Sementara itu, Bu Kiam dan Bong Pi mengeroyok Can Po Goan. Akan tetapi guru
silat itu sangat gagah dan merupakan lawan berat juga bagi mereka, sehingga apa
yang mereka kira semula, yakni bahwa guru silat itu akan mereka robohkan dengan
mudah, ternyata meleset! Diam-diam mereka mengakui bahwa guru silat itu memiliki tenaga lweekang yang
lebih tinggi dari mereka, karena pedang-pedang mereka apabila beradu dengan golok
lawannya itu, pedang mereka terpental dan telapak tangan mereka terasa sakit dan
pedas serta seluruh tangan yang mencekal pedang itu tergetar hebat.
Akan tetapi Can Po Goan sendiri mengakui bahwa untuk dapat merobohkan dengan
segera kedua pemimpin bajak itupun tidak mudah karena si Sepasang Buaya Sungai
kuning itu bukanlah orang-orang yang lemah, apabila ilmu pedang mereka yang
dimainkan secara kerjasama itu benar-benar amat mengagumkan!
Namun, Can Po Goan adalah seorang bekas tentara yang sudah banyak pengalaman
dan akan tidak tepatlah nama julukan si Golok Sakti Penyabut Nyawa itu kalau ia sampai
dirobohkan oleh si Sepasang Buaya Sungai Kuning ini. Apalagi ia pernah melihat
mereka mengeroyok Bun Liong di atas panggung lui-tay, jadi ia sudah dapat memahami
betapa cara tempur si Sepasang Buaya Sungai Kuning ini.
Maka kini meskipun ia mengakui ketangguhan kedua orang itu. namun ia dapat
menghadapinya dengan baik! Dengan tangkas ia mengerahkan seluruh tenaga dan
Bu Tek Enghiong - Halaman 307
memainkan ilmu golok dari cabang Siauw-lim yang dimilikinya, untuk menahan
serangan dari kedua lawannya dan balas menyerang!
Golok di tangannya merupakan sambaran kilat yang mengundang maut, membuat
Bu Kiam dan Bong Pi terkejut dan perlahan-lahan mereka menjadi kewalahan. Hati
kedua pemimpin bajak ini mulai gentar!
Ketika pertempuran ini menjelang jurus yang keempatpuluh, ketika Bu Kiam dan
kawannya hanya dapat mempertahankan dan menjaga diri dari serangan guru silat
yang lihay itu sehingga Can Po Goan kini menjadi pihak penyerang, guru silat she Can
yang gagah ini telah berhasil merobohkan kedua lawannya dengan sekaligus!
Yaitu ketika Bu Kiam yang berada di sebelah kirinya menyabetkan pedangnya
hendak dibabatkan ke arah pinggangnya, Can Po Goan cepat menangkis dengan
goloknya sehingga pedang nyeleweng ke bawah dan tertindih oleh golok dan pada
waktu itu juga tinju tangan kiri guru silat ini melayang ke arah dada.
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bu Kiam gugup karena ia sama sekali tidak menyangka kalau lawannya akan
menggerakkan pedangnya karena senjata itu justeru ditindih oleh golok lawan, maka
untuk menyelamatkan diri dari tonjokan ia lalu merendahkan tubuhnya. Akan tetapi ia
kalah cepat dan justeru karena ia membuat kelitan dengan merendahkan tubuhnya,
maka tonjokan Can Po Goan jadi menghantam batok kepalanya!
bukanlah sembarang pukulan, melainkan pukulan yang disertai pengerahan tenaga
lweekang sepenuhnya dan yang telah mendapat julukan Pho-thauw-sin-kun (Pukulan
sakti Pemecah Kepala). Maka tak ampun lagi tubuh Bu Kiam roboh terjungkal tanpa
mengeluarkan jeritan, karena sebelum terjungkal nyawanya sudah melayang, tulang
batok kepalanya sudah remuk dihantam pukulan sakti itu!
Ketika Can Po Goan merasakan angin serangan dari belakang karena Bong Pi yang
sudah marah itu menjadi nekad dan menyerang. Dengan gerakan seenaknya Can Po
Goan menyabetkan goloknya ke belakang dan setelah pedangnya membentur pedang
lawan, sambil mengeluarkan bunyi nyaring dan menimbulkan bunga api berpijar, guru
Ketika itu Bong Pi sudah mengirim serangan susulan dengan pedangnya, tapi satu
tangkisan keras dari golok lawannya membuat pedangnya terlepas dari cekalannya. Ia
cepat mengelak ke samping ketika melihat betapa golok lawan setelah menangkis
Bu Tek Enghiong - Halaman 308
pedangnya tadi meneruskan serangan langsung berupa bacokan yang mengarah
pinggangnya. Akan tetapi Can Po Goan tidak memberi kesempatan sama sekali, ia cepat
menubruknya sambil mengirim dua serangan sekali gus. Tinju tangan kirinya
menghantam dada sedangkan kaki kanannya menendang lambung.
Bong Pi menjerit dan roboh tak bernapas lagi! Ternyata Can Po Goan telah
merobohkan kedua lawannya tanpa pertumpahan darah!
Lalu guru silat ini menoleh ke arah Bun Liong, maksudnya hendak membantu
Setelah Bun Liong memainkan ilmu cambuk Shan-kong-jwan-pian-hoatnya Ma Gu
Lin jadi repot sekali. Kalau tadi kepala bajak ini dipermainkan oleh kelincahan Bun Liong
yang memiliki gin-kang tinggi, adapun setelah pemuda itu membalas menyerang, ia
jadi seperti dipermainkan lagi oleh cambuk lawannya yang masih muda itu.
Seperti halnya yang terjadi satu kali ujung cambuk pemuda itu menyabet ke arah
kaki dan agaknya hendak menjerat kaki itu untuk menggulingkan tubuh Gu Lin. Kepala
bajak itu cepat menendangkan kakinya sambil berseru keras dan sekalipun kakinya
tidak sampai terjerat oleh ujung cambuk akan tetapi tahu-tahu sepatu kaki kanannya
telah terlepas seakan-akan dikait oleh ujung cambuk.
Bun Liong menggentakkan cambuknya sehingga ujungnya meluncurkan ke atas
cambuknya. Tapi benda tersebut tidak jatuh, melainkan terus melayang ke udara seperti
dilontarkan dan akhirnya nyangkut di antara ranting-ranting dan daun-daun pohon
siong! gankan si Iblis Sakti Sungai Kuning sendiri, sedangkan sepatunya saja
ternyata bisa terbang dengan gerak tipu Burung Bangau Melesat Ke Angkasa dan
Mendengar ucapan yang lucu ini, para laskar bajak yang mendengarnya mau tak
mau mesti menahan rasa geli yang mengitik-ngitik hati mereka. Akan tetapi Gu Lin
menjadi amat marah dan ia segera menubruk sambil menyodokkan dayungnya. Akan
tetapi terpaksa ia mesti cepat menarik kembali sodokan dayungnya dan membuat
gerakan memutar seperti kitiran untuk menangkis cambuk lawannya yang ketika itu
sudah melecut-lecut di atas kepalanya.
Bu Tek Enghiong - Halaman 309
Dayungnya menyampok cambuk yang disampok itu telah membelit dayungnya dan
Ma Gu Lin mengerahkan seluruh tenaganya untuk menahan senjatanya yang dibetot
oleh lawannya. Kepala bajak ini berusaha keras untuk menarik kembali senjatanya yang
hendak dirampas oleh lawannya dengan libatan cambuknya yang luar biasa itu,
sebaliknya pemuda itu terus membetot cambuknya untuk mempertahankan dan
dengan demikian, terjadilah saling betot dan mengadu tenaga lweekang!
Perlahan-lahan dayung yang semula tegak ke atas itu jadi mendoyong ke depan,
tertarik oleh cambuk dan hal ini membuktikan bahwa tenaga lweekang pemuda itu
lebih kuat. Tapi kepala bajak itu tidak mau melepaskan senjatanya begitu saja, ia terus
berusaha hendak menarik kembali senjatanya sambil mengerahkan segenap tenaga
yang masih ada padanya. Tiba-tiba saja Bun Liong melepaskan libatan cambuknya dan hal ini sama sekali
diluar dugaan Gu Lin, sehingga dayung yang dibetotnya itu jadi tersendal membalik.
Dan celaka sekali baginya karena tanpa dapat dicegah lagi dayung besi yang besar
serta berat itu dengan keras sekali telah mementung jidatnya sendiri.
Dayung terlepas dari pegangannya dan jatuh ke tanah sambil mengeluarkan suara
berdebukan. Mata Ma Gu Lin mendelik ke atas dan tubuhnya terhuyung-huyung, sesaat
kemudian roboh dalam keadaan semaput!
Adapun para laskar bajak yang sejak tadi mengurung dan menonton pertempuran
itu, tatkala melihat bahwa secara beruntun dan dalam waktu yang hampir bersamaan
kepala serta pemimpin-pemimpin mereka telah dirobohkan oleh kedua orang itu,
mereka terkejut dan marah sekali. Dan bagaikan mendapat komando, mereka serempak
menyerbu Bun Liong dan Can Po Goan!
Baik Bun Liong maupun Can Po Goan merasa kagum akan kegagahan para laskar
bajak itu. Biarpun kepala dan pemimpin-pemimpin mereka telah roboh, ternyata mereka
tetap setia dan membela kekalahan itu tanpa memperdulikan nyawa sendiri!
Terpaksa Bun Liong melecut-lecutkan lagi cambuknya dan Can Po Goan juga
mengerjakan goloknya menghadapi serbuan mereka. Akan tetapi kedua orang pendekar
ini sengaja tidak menurunkan tangan maut, karena maklum bahwa para laskar bajak
itu hanyalah manusia-manusia kasar yang diperalat oleh pemimpin mereka!
-pemimpin kalian kami robohkan, kalian masih tidak mau
sambil melancarkan serangan secara membabi buta.
Bu Tek Enghiong - Halaman 310
Sebagai jawaban, dua orang laskar bajak itu memperlihatkan sesuatu ke arahnya,
yakni benda bulat hitam. Bun Liong mengira bahwa mereka mempergunakan senjata
rahasia pelor besi dan melihat sambitan pelor itu tidak kencang, Bun Liong ketawa
mengejek. Ada tiga butir pelor besi yang menyambar ke arahnya. Pelor pertama disanggapnya
dengan tangan kirinya kemudian dilemparkan dan secara tidak sengaja lemparannya
ini membuat pelor itu melayang ke arah tubuh Ma Gu Lin yang menggeletak pingsan.
Pelor yang kedua ia sambut dengan towelan jari tangan kanannya, karena towelan ini
disertai pengerahan tenaga lweekang, maka pelor itu lalu meluncur kembali ke depan
dan membentur pelor yang ketiga!
menggetarkan bukit Siong-lim-nia itu.
Ternyata pelor-pelor itu mengandung bahan peledak dan meletus sambil
mengeluarkan api apabila membentur benda-benda yang keras! Pelor pertama tadi
telah jatuh membentur tanah, persis di dekat perut Ma Gu Lin yang menggeletak
pingsan itu dan meledak sehingga kulit perut kepala bajak itu pecah dan isinya ambrol!
Pelor kedua meledak bersama pelor ketiga yang saling bertumbuk tak jauh di depan
Bun Liong! Baiknya Bun Liong tadi hanya menyanggap dan menowelnya saja, andaikata
ia menyampok dengan menggunakan tenaga kasar pasti pelor-pelor itu akan meledak
didekatnya dan celakalah ia.
Walaupun demikian, Bun Liong bukan main kagetnya. Ia menggulingkan tubuh
ketika merasa percikan hawa panas dan pecahan-pecahan kecil berupa kepingankepingan besi yang muncrat dari pelor-pelor yang meledak itu, menyambar ke arahnya,
sehingga kepingan-kepingan besi itu berlesatan di atas tubuhnya dan ia selamat, tiada
sekepingpun pecahan pelor itu yang melukainya.
Can Po Goan pun mengalami nasib sama, bahkan ada lima butir pelor besi yang
dilontarkan ke arahnya. Akan tetapi guru silat ini sudah berpengalaman ketika masih
dinas dalam ketentaraan ia sering menggunakan pelor-pelor besi semacam itu, maka
sama sekali ia tidak berani menyentuh pelor-pelor yang berbahaya itu.
Sepasang kakinya segera menghentak bumi yang dipijaknya dan tubuhnya melesat
ke udara dengan gerakan yang indah sekali. Cara melompat guru silat ini benar-benar
menakjubkan para laskar bajak yang menyaksikannya, karena ia melompat demikian
Bu Tek Enghiong - Halaman 311
tinggi dan tubuhnya melesat jauh, melayang di atas kepala-kepala para bajak itu dan
akhirnya ia turun di luar kepungan!
Dan karenanya, lima butir pelor besi tadi meledak di tempatnya tadi dan sungguh
mengerikan. Karena lima ledakan itu telah menghancurkan mayat-mayat si Sepasang
Buaya Sungai Kuning yang berada di tempat itu!
Bun Liong jadi marah sekali. Tadinya ia masih merasa enggan dan menaruh kasihan
untuk membunuh para laskar bajak itu. Akan tetapi setelah mendapat kenyataan bahwa
mereka berlaku curang dengan mempergunakan senjata rahasia yang nyaris saja
mencelakakan dirinya. Ia cepat ba -gerakkan sedemikian hebat
sehingga merupakan seekor ular sakti yang mengamuk dengan ganas. Terdengarlah
jerit pekik susul menyusul ketika seorang demi seorang laskar-laskar bajak itu terkena
sabetan dan totokan yang mematikan dari ujung cambuknya!
Ketika itu tiba-tiba terjadi keributan di atas bukit, gubuk-gubuk para bajak telah
menjadi lautan api dan seiring dengan itu terdengarlah sorak sorai orang banyak di
antara gemuruhnya gubuk-gubuk yang terbakar itu. Ketika Bun Liong menoleh dan
sekilas saja ia memandang, kawan-kawannya, sebagaimana telah direncanakan, telah
datang! Mereka berlari-lari dari atas bukit mendatangi. Akan tetapi apa yang membuat
pemuda ini sangat heran, di antara kawan-kawannya yang baru datang itu, tampaklah
olehnya calon isterinya yang berlari bagaikan terbang mendatanginya mendahului
kawan-kawannya yang jauh tertinggal di belakangnya.
Datang-datang Yang Hoa mengamukkan pedang di tangannya secara ganas sekali
sehingga beberapa kali saja pedang itu berkelebat, robohlah beberapa orang laskar
bajak dengan tubuh menderita luka hebat. Bahkan tiga orang di antaranya, menemui
ajalnya seketika itu juga, karena tubuh mereka telah terbabat putus menjadi dua potong!
Melihat keganasan nona itu dan melihat betapa kawan-kawan dari musuhnya telah
muncul dalam jumlah yang sangat banyak ditambah lagi gubuk-gubuk mereka sudah
menjadi lautan api, maka kacaulah semua laskar bajak itu, mereka kebingungan dan
ketakutan! Akan tetapi ada juga beherapa belas orang di antara mereka yang hendak
melarikan diri ke arah sungai, akan tetapi kemudian mereka terpaksa mesti
membatalkan maksud ini, karena ketika itu juga dari sungai itu berlompatan ke darat
Bu Tek Enghiong - Halaman 312
sepasukan bala bantuan Pauw-an-tui yang datang dengan sampan! Maka makin
bingung dan ketakutanlah semua anggauta bajak.
ANG-MOAY! Jangan kau menyebar maut terlalu banyak, karena pemimpincalon isterinya masih terus mengamuk.
Walaupun maklum bahwa nona itu sangat membenci segala penjahat, namun
pemuda ini merasa ngeri juga menyaksikan sepak terjang calon isterinya. Kembali
hatinya yang penuh belas kasihan itu mempengaruhi perasaannya, sehingga seketika
ia melupakan kemarahannya terhadap kecurangan para lasykar bajak tadi.
Nona itu melirik sebentar ke arah calon suaminya sambil pedangnya menangkis
golok seorang lasykar bajak yang nekad.
-ko, kejahatan adalah seperti tumbuh-tumbuhan liar dan untuk membasminya
kita harus membersihkannya sampai ke akarpedangnya memenggal batang leher lasykar bajak yang nekad.
Dari luar kepungan, Can Po Goan juga melihat kekejaman nona itu dan orang tua ini
menganggap perbuatan si nona sangat keterlaluan. Untuk melarangnya secara
langsung ia merasa kurang enak hati karena maklum bahwa si nona amat keras hati
dan khawatir kalau tersinggung karenanya. Maka ia cepat berseru nyaring:
-lasykar bajak sekalian, pemimpin kalian sudah mampus dan kalian
Seruan Can Po Goan ini terbuk
masih hidup lalu melempar senjata mereka dan berlutut, seorang di antaranya
terdengar berkata memohon ampun:
-tayhiap (Tiga pendekar besar), mohon sudi mengampuni jiwa kami yang
Bu Tek Enghiong - Halaman 313
Yang Hoa menghentikan amukan pedangnya. Bun Liong tersenyum lega sambil
menyusut keringat di dahinya. Sedangkan Can Po Goan manggut-manggut dengan
wajah berseri karena ternyata maksudnya berhasil. Ke tiga tokoh Pauw-an-tui ini
merasa gembira karena dengan demikian tugas mereka berarti sudah selesai.
-enghiong yang budiman, yang mencegah amukan pedangku
yang haus darah ini. Kalau tidak, boleh dipastikan pedangku akan membuat nyawa
kalian menyusul nyawaYang Hoa kemudian
terhadap para lasykar bajak yang bertekuk lutut itu.
hendak dibagaimanakan mereka ini. Selanjutnya, kuserahkan kepada kebijaksanaanmu
karena ku yakin bahwa kau o
Sebelum Can Po Goan menjawab, terdengarlah teriakan-teriakan dari beberapa
orang anggauta Pauw-an-tui yang merasa benci dan gemas terhadap lasykar-lasykar
bajak itu. banyak berbuat kejam terhadap kita, maka
Can Po Goan cepat mengangkat tangannya, sehingga teriakan-teriakan kegemasan
itu berhenti seketika. -saudaraku sekalian, aku mengerti betapa kemarahan kalian terhadap
mereka ini, karena memang selama ini mereka telah banyak merugikan, merusak dan
melumpuhkan kehidupan kita, sehingga rasanya pantaslah kalau mereka dijatuhi
hukuman yang setimpal dengan kejahatan dan kekejaman mereka! Akan tetapi kalian
harus ingat bahwa mereka ini hanya orang bodoh yang diperalat oleh pemimpin
mereka. -pemimpin mereka kami ganyang ludas dan
mereka sudah menyatakan takluk, masih ada harapan bagi mereka untuk kapok dan
menyadari perbuatan-perbuatan mereka yang sesat, untuk kemudian sangat
Untuk sejenak suasana di tempat itu sepi, semua orang mengakui kebenaran katakata orang tua she Can itu. Tetapi di atas bukit masih ramai dengan suara gubuk-gubuk
yang runtuh menjadi puing dan sorak-sorai beberapa anggauta Pauw-an-tui yang
Bu Tek Enghiong - Halaman 314
Kemudian terdengar Can Po Goan berkata pula, kini ucapannya ditujukan kepada
para lasykar bajak: nasib kamu sekalian. Bagaimanakah pendirian kamu selanjutnya setelah para
pemimpinmu yang membuat kamu ikut dalam kesesatannya menemui nasib seperti
sekarang" Kalian mau insyaf dan merobah jalan hidup kalian, ataukah mau tetap
menjadi bajak-bajak dan perampokKeadaan kembali sunyi, semua lasykar bajak membisu sambil menunduk dalam
berlututnya sehingga kemudian Can Po Goan jadi membentak:
Semua bajak menjadi pucat karena betapapun juga mereka ini masih menyayangi
jiwa mereka, maka terdengar seorang di antara mereka yang agaknya menjadi
pemimpin bawahan, memberi penyahutan dengan menggagap:
-tayhiap, hamba sekalian bersumpah akan meninggalkan pekerjaan yang sesat
hendaknya kalian selalu ingat bahwa tiada kejahatan yang akhirnya tidak mendapat
hukuman. Tegasnya, orang jahat tidak akan selamat hidupnya, seperti pribahasa
setinggi-tinggi terbang bangau, akhirnya akan jatuh ke tanah jua!
h membentang lebar di hadapan kalian dan banyak sekali pekerjaan halal yang
semestinya kalian lakukan. Pekerjaan halal betapapun rendahnya tidak akan hina
seperti penjahat dan sebaliknya betapapun jayanya seorang penjahat ia tetap
merupakan seorang yang hina dan rendah!
-enghiong yang murah hati dapat
membebaskan kalian. Akan tetapi hati-hati, kalau kalian kelak ternyata tidak merobah
pemuda ini sambil memperlihatkan kelihayannya, selaku ancaman.
Tangan kanannya bergerak seperti melakukan dorongan ke arah sebatang pohon
siong yang berjarak tiga tombak di depannya. Terdengar suara keras dan pohon itu
tumbang karena patah dihantam oleh hawa pukulan Lui-lek-ciang.
Bu Tek Enghiong - Halaman 315
Semua mata bajak-bajak itu terbelalak lebar karena kaget dan kagum, dan mereka
mengangguk-angguk menyatakan taat pada pesan pemuda yang sudah mereka ketahui
kehebatannya itu. kata beberapa orang. -permata itu sebagai bekal kalian untuk
menempuh hidup baru dan sebelum meninggalkan tempat ini kalian harus mengurus
dulu mayatLiong akhirnya. Para lasykar bajak itu pada bengong karena mereka seakan-akan tidak percaya
pada perkataan yang mereka dengar, selain dibebaskan juga dihadiahi uang mas dan
permata-permata"! Sungguh ketua Pauw-an-tui yang masih muda belia ini, selain
gagah perkasa dan murah hati juga murah rejeki, pikir mereka.
Inilah sebabnya mengapa mereka jadi bengong. Bagi mereka kejadian seperti ini
dalam mimpipun tak mungkin terjadi!
Akan tetapi, sekali saja seorang di antara mereka bergerak memungut barangbarang berharga tersebut yang kini tersebar di atas tanah dan di sela-sela rumput,
maka otomatis mereka semuanya jadi bergerak pula. Dengan wajah berseri-seri mereka
berebutan memunguti barang-barang berharga bagaikan anjing-anjing yang
memperebutkan tulang-belulang.
Melihat perbuatan mereka itu, Can Po Goan menggeleng-gelengkan kepala. Hati
orang tua itu sama sekali tidak menyesali keroyalan Bun Liong yang membuang-buang
uang mas dan permata-permata begitu saja, satu hal yang belum pernah dan takkan
terjadi dalam sejarah manapun! Keroyalan ini memang sudah direncanakan oleh tokohtokoh Pauw-an-tui dalam perundingan mereka sebelum mengadakan penyerbuan yang
terakhir ini. Sebagaimana diketahui, Pauw-an-tui itu selain barisan penjaga keamanan yang
merupakan pasukan pengganyang musuh-musuh rakyat, juga merupakan badan sosial
yang sangat kuat. Tokoh-tokoh Pauw-an-tui sependapat bahwa apabila menghendaki
memindahkan atau merobah pekerjaan segolongan orang yang dianggap hina ke
bidang pekerjaan lain yang dianggap patut dan terhormat, harus disediakan bidangbidang pekerjaan bagi mereka. Atau kalau tidak, sedikitnya harus diberi uang, bekal
Bu Tek Enghiong - Halaman 316
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk nafkah sementara sebelum mereka mendapat pekerjaan, seperti yang dilakukan
terhadap para lasykar bajak itu!
Bun Liong tidak begitu memperdulikan tingkah laku para lasykar bajak karena ia
u mendapat celaka, Liong-ko. Hatiku sangat gelisah melepasmu, maka dengan melanggar pesanmu aku
menyusul dan datang bersama kawan-kawan. Tapi syukurlah, kau selamat dan tidak
Bun Liong mengangguk dan berbareng dengan anggukkan ini semua orang jadi
kaget, karena tiba-tiba terdengar suara ledakan yang amat dahsyat di atas bukit yang
membuat bumi jadi terguncang hebat seketika dibarengi suara jeritan-jeritan yang
mengerikan. Semua orang cepat menengok ke arah bukit dan terlihatlah sebuah gubuk
hancur dalam keadaan terbakar dan kepingan-kepingan bangunan itu beterbangan ke
udara disertai asap hitam yang membubung tinggi!
Bun Liong. Bersama kawan-kawannya Bun Liong segera berlari ke tempat ledakan tadi dan
hati mereka sangat khawatir kalau-kalau kawan-kawannya ada yang celaka, karena
tadi terdengar suara jeritan-jeritan yang mengerikan.
Ternyata tanah bekas ledakan itu kini merupakan lubang yang sangat besar dan
asap akibat ledakan membuat pernapasan mereka sesak sehingga mereka terpaksa
menutupi hidung. Lima mayat dari anggauta Pauw-an-tui tampak bergelimpangan tak
jauh di sekitar lubang. Dan keadaan mayat-mayat itu sungguh mengerikan, ada yang tubuhnya koyakkoyak dan ada juga yang tinggal sebagian anggauta tubuhnya saja. Ketika mayat-mayat
yang tak keruan rupanya itu mereka kumpulkan, Bun Liong dan kawan-kawannya
melihat bahwa dua di antara ke lima mayat itu yang masih dapat dikenal mukanya,
adalah ke dua murid kesayangan mendiang Lu Sun Pin, yaitu Sim Kang Bu dan
suteenya, So Ma Tek! Gubuk yang meledak itu adalah tempat penyimpanan pelor-pelor seperti yang
dilemparkan kepada Bun Liong dan Can Po Goan. Dan karena gubuk dibakar, pelorpelornya meledak sehingga ke lima anggauta Pauw-an-tui tersebut menjadi korban!
Bu Tek Enghiong - Halaman 317
Sementara itu para anggauta Pauw-an-tui yang lain sudah berkumpul di tempat
bekas ledakan itu dan semua orang merasa ngeri melihat mayat ke lima kawan mereka
itu. Yang Hoa menutup mukanya karena tak tahan melihat pemandangan itu. Can Po
Goan tak henti-hentinya menggeleng-gelengkan kepala sedangkan Bun Liong
menundukkan muka sambil menggigit bibir.
Ketiga tokoh Pauw-an-tui ini agaknya sama-sama kecewa, tadinya mereka merasa
lega karena penyerbuan ke sarang bajak sungai tidak sampai meminta korban
seorangpun dari pihak mereka, akan tetapi tahu-tahu kini lima orang telah menjadi
korban ledakan! -kawan yang gugur Akan tetapi baru saja kata-kata ini habis diucapkan, terdengarlah bentakan yang
sangat mengejutkan mereka:
Serentak semua orang menegok ke arah datangnya suara bentakan dengan siap
siaga, akan tetapi apa yang mereka lihat hanya segerombolan hutan siong yang
kegelap-gelapan. Bun Liong dan kawan-kawannya menjadi heran karena suara
bentakan itu tadi jelas terdengar dari arah itu dan kedengarannya pun jelas sekali
seakan-akan orang yang membentak berada di dekat telinga mereka. Akan tetapi, mana
orangnya" dalam hutan akan tetapi suara bentakannya sudah terdengar dekat sekali. Ini
menandakan bahwa orang itu memiliki khi-kang tinggi, sehingga dapat melakukan
Coan-in-jip-bit (mengirim suara dari tempat jauh), dan seorang yang sudah memiliki
khi-kang tinggi, tentu Mendengar keterangan ini, Bun Liong yang cerdik cepat menangkap seorang
lasykar bajak yang kebetulan turut berkumpul disitu dan pemuda ini lalu mengajukan
pertanyaan: Bu Tek Enghiong - Halaman 318
Bajak itu meringis kesakitan karena lengannya yang dipegang oleh pemuda itu
serasa digencet jepitan besi dan dengan suara terbata-bata karena menahan rasa sakit,
s pemimpin kami tay-ongPerkataan bajak ini jadi terputus sampai di situ karena dari hutan siong yang
kegelap-gelapan itu, tiba-tiba muncul seorang kakek bertubuh tinggi besar dan sambil
mengeluarkan teriakan buas, kakek tersebut maju menyerang mereka dengan goloknya
yang digerak-gerakkan begitu cepat.
Beberapa orang anggauta Pauw-an-tui yang berdiri paling depan mencoba
menghadang kakek itu sambil menggerakkan senjata mereka, akan tetapi sambil
ketawa kakek memutarkan goloknya. Dan sekali putar saja, terpental dan terbabat
putuslah senjata-senjata para penghadangnya dengan jeritan-jeritan mengerikan dari
tiga orang anggauta Pauw-an-tui yang kemudian roboh berlumuran darah!
Bukan main terkejutnya Bun Liong, Yang Hoa dan Can Po Goan melihat keganasan
kakek itu. Untuk mencegah lebih hanyak korban lagi bagi pihaknya, maka Can Po Goan
cepatSambil mengucapkan kalimat itu, Can Po Goan melompat maju dan goloknya
menangkis golok si kakek yang buas. Akan tetapi bukan main terkejutnya Can Po Goan
ketika goloknya beradu dengan golok di tangan kakek itu, bagaikan sebatang pohon
pisang melawan pisau tajam, golok Can Po Goan telah terbabat putus menjadi dua!
Disamping kaget, Can Po Goan juga merasa heran karena goloknya yang terbuat
dari baja tulen itu dapat dibikin buntung oleh golok kakek itu. Maka maklumlah bahwa
golok si kakek itu adalah sebilah golok mustika!
Kakek itu tertawa terbahak-bahak lagi dan tiba-tiba ia menubruk ke arah Can Po
Goan dengan serangan yang berbahaya. Akan tetapi biarpun dalam kekagetan dan
bertangan kosong, Can Po Goan tidak menjadi gugup dan dapat mengelak dengan
mudah. Pada saat itu, Yang Hoa tak dapat tinggal diam. Melihat betapa golok di tangan Can
Po Goan telah menjadi buntung dan tak dapat dipergunakan lagi, dara ini lalu berseru
Bu Tek Enghiong - Halaman 319
keras dan melompat dengan pedang di tangan, menusuk lambung kakek lihay itu. Kakek
itu ketawa lagi dengan suara yang sangat ganjil sambil menggerakkan goloknya
menangkis tusukan pedang si nona.
Yang Hoa tahu-tahu terlempar ke udara karena ketika sepasang senjata tadi bertemu
tenaga yang besar membuat tangan gadis itu tergetar sehingga pedangnya terlepas
dari cekalannya dan terpental ke atas.
Seiring dengan, itu si kakek dengan gerakan luar biasa cepatnya membabatkan
goloknya ke bawah ke arah kaki Yang Hoa. Tapi nona ini dengan tak kalah cepatnya
lalu melompat ke atas, di samping menghindarkan kakinya dari sabetan golok ternyata
tubuh gadis ini terus melesat ke udara menyusul pedangnya yang terpental tadi.
Dan sebelum pedang meluncur ke bawah, tangan kanannya telah berhasil
menyautnya, kemudian ia menurunkan tubuhnya di tempat yang agak jauh dari kakek
tadi. Pedangnya diperiksanya dan ia merasa lega ketika melihat bahwa pedang itu
sedikitpun tidak rusak. Cepat ia melompat maju hendak menerjang kakek itu, namun
maksud ini diurungkannya karena ketika ia melihat Bun Liong sudah bergebrak dangan
kakek itu! Ternyata ketika melihat pedang calon isterinya terlempar ke udara dan tubuh nona
itu melesat ke atas, Bun Liong telah berlaku sebat dan sekali saja tubuhnya berkelebat,
tahu-tahu pemuda ini sudah berhadapan dengan kakek luar biasa itu.
Sambil tertawa bergelak-gelak lagi si kakek menyambut kedatangan pemuda itu
dengan sabetan goloknya yang diserangkan dari atas ke bawah, agaknya ia hendak
membelah tubuh pemuda itu menjadi dua keping. Bun Liong maklum bahwa kakek itu
lihay sekali, maka ia berlaku sangat hati-hati dan cermat karena salah tindak sedikit
dan sekali saja ia terkena samberan golok yang luar biasa tajamnya
ia. Ia cepat berkelit ke samping sambil tangan kanannya menyampok pergelangan
lengan si kakek yang memegang golok sedangkan tangan kirinya menotok lambung.
Gerakan ini adalah yang disebut Sin-wan-ciat-koh (Lutung Sakti Memetik Buah), salah
satu jurus dari Sin-hwan-pek-houw Kun-hoat yang dimilikinya, yaitu tangan kanannya
hendak menyampok pergelangan tangan lawan supaya golok lawan terlepas dan
tangan kirinya mengirim totokan ke jalan darah Giok-liong-hiat di bawah iga kakek itu.
Bu Tek Enghiong - Halaman 320
Akan tetapi kakek itu benar-benar amat lihay. Dua macam serangan yang
berbahaya itu dapat dikelitinya dengan mudah dan mengagumkan, yaitu dengan lutut
kaki kanannya ditekuk sehingga ia hanya berdiri menggunakan kaki kirinya saja dan
berbareng dengan itu, tubuhnya yang tinggi besar itu berputar ke kiri dan dengan cepat
ia berhadapan kembali dengan Bun Liong tanpa sedikit pun tubuhnya disentuh lawan,
dengan demikian dua serangan pemuda itu hanya mengenai angin saja!
elihat gerakan aneh dari kakek itu
dan pemuda itu cepat berkelit pula karena ketika itu si kakek sudah mengirim serangan
lagi. Benar-benar kakek itu sangat buas melebihi seekor singa marah, ia tidak memberi
ampun kepada siapa saja yang menghadapinya. Goloknya digerakkan demikian cepat
dan kuat, tidak memberi kesempatan sedikit pun pada lawannya sehingga selanjutnya
Bun Liong mesti mengerahkan seluruh gin-kangnya untuk berkelit kian kemari dari
serangan golok kakek yang melakukan serangan bertubi-tubi"!
Diam-diam Bun Liong mengakui bahwa ilmu golok kakek itu hebat sekali, hanya
anehnya kelihatannya agak ngawur seakan-akan telah melupakan ilmu silat aslinya!
Dan yang lebih aneh lagi, sambil melancarkan serangan kakek itu terus ketawa-tawa
seperti seorang yang otaknya kurang waras!
Betapapun hebatnya kakek itu mendesak dan seakan-akan tidak memberi
kesempatan pada Bun Liong untuk balas menyerang, akan tetapi pemuda itu tidak
menjadi kewalahan, melainkan dengan mengandalkan seluruh gin-kangnya membuat
tubuhnya demikian gesit seperti seekor burung walet sehingga kakek itu seakan-akan
dipermainkannya. Biarpun kakek itu ilmu goloknya hebat luar biasa, namun bagi Bun
Liong lebih berat ketika bertempur melawan Houw-jiauw Lo Ban Kui tempo hari.
Ketika pertempuran itu sudah berjalan sampai duapuluh jurus, agaknya kakek itu
mendongkol sekali karena lawannya yang bertangan kosong itu belum dapat
dirobohkannya. TibaBenar saja, sehabis mengucapkan ancaman ini, mendadak gerakan goloknya
berobah makin buas dan bertambah aneh.
Diam-diam Bun Liong terkejut juga melihat perobahan ini, semula ia tidak
bermaksud akan mencelakakan lawannya karena ia belum tahu benar siapa
sesungguhnya kakek aneh itu sungguhpun ia tahu bahwa kakek itu adalah ayah-angkat
Bu Tek Enghiong - Halaman 321
Ma Gu Lin seperti yang diceritakan oleh seorang lasykar bajak tadi. Namun ia belum
yakin apakah kakek itu mempunyai hubungan kejahatan dengan anak angkatnya atau
tidak! Karena keraguan ini Bun Liong tidak tega untuk mencelakakan kakek yang
agaknya berotak miring itu.
Akan tetapi, ketika melihat bahwa serangan kakek itu kini berobah ganas dan Bun
Liong merasa sulit sekali untuk mengalahkan lawannya tanpa menjatuhkan tangan
maut, maka pemuda yang tabah ini lalu merobah pendiriannya. Betapapun juga, dari
pada dirinya celaka tentu lebih baik mencelakakan kakek itu!
Demikianlah, ketika memasuki jurus yang keduapuluh empat, benar-benar golok
kakek itu mengirim serangan yang mematikan. Golok itu bergerak dan dalam
gerakannya menggetar sehingga kelihatannya seperti menjadi empat batang dan sukar
sekali diduga arah mana sebenarnya yang hendak diserang, dan tahu-tahu golok itu
menusuk ke dada Bun Liong.
Bun Liong berseru keras dan entah bagaimana cara pemuda ini bergerak dan
mengelak, karena tahu-tahu ia sudah berada di belakang kakek itu dan tangannya telah
menotok pundak lawannya. Setelah bacokan goloknya yang mematikan itu ternyata
hanya menyambar angin saja, kakek itu marah sekali dan berbareng dengan itu ia jadi
terkejut ketika mengetahui pundaknya dijadikan sasaran lawan.
Cepat ia menggerakkan goloknya untuk menangkis dan membabat tangan lawan.
Akan tetapi gerakan dan serangan Bun Liong yang sudah mengambil putusan hendak
merobohkan kakek itu dengan segera, benar-benar luar biasa.
Tangan kirinya yang tadi hendak menotok pundak, tiba-tiba merobah arah
sasarannya menotok jalan darah di pergelangan tangan kakek itu yang memegang
golok, sambil tangan kanannya melakukan sodokan ke arah lambung kakek itu!
Si kakek berteriak mengaduh dan goloknya terlepas dari pegangannya, lengan
kanannya mendadak menjadi lumpuh. Berbareng dengan itu iapun amat terkejut ketika
melihat serangan sodokan mengarah lambungnya, cepat ia mengelak.
Akan tetapi ia kalah cepat karena Bun Liong benar-benar tidak mau memberi
kesempatan pada lawannya. Baru saja kakek itu mengelak, ia telah dapat mengejar
dengan tangan kiri dan terdengar suara berdebuk keras ketika tubuh si kakek yang
tinggi besar kena dihantam dadanya sehingga terlempar sampai setombak lebih dan
jatuh terjengkang! Bu Tek Enghiong - Halaman 322
Melihat peristiwa ini Yang Hoa merasa lega hatinya. Can Po Goan memuji kehebatan
pemuda itu sedangkan semua anggauta Pauw-an-tui bersorak riuh rendah.
Kakek itu mengerang seperti harimau luka, ia berusaha hendak bangkit tetapi
kembali tubuhnya jatuh. Wajahnya meringis menahan sakit dan tangan kirinya
mendekap dada. Ternyata pukulan Bun Liong di dadanya tadi telah menyebabkan jantungnya terluka.
Kakek aneh ini benar-benar memiliki kekuatan luar biasa. Ia masih kuasa
mempertahankan lawannya padahal pukulan itu dapat menyebabkan orang mati
seketika. Dalam terlentangnya kakek itu terus mengaduh-aduh, agaknya ia sedang bergulat
dengan Malaikat maut. Akan tetapi kemudian semua orang terkejut ketika kakek itu
berseru dengan suara tinggi dan luar biasa nyaringnya.
-puteriku, ayahmu dicelakakan oleh sekawanan manusia durjana dan
Ternyata kata-kata permintaan tolong diucapkan dengan pengerahan tenaga khikang yang amat tinggi, sehingga ke tiga orang tokoh Pauw-an-tui mesti cepat-cepat
menutup telinga mereka supaya selaput alat pendengar di dalam telinga mereka tidak
pecah oleh getaran pengaruh khi-kang dari kakek itu.
Sedangkan beberapa orang anggauta Pauw-an-tui yang berada terlalu dekat
dengan kakek itu, menjadi limbung dan roboh bergulingan. Karena pancaindera mereka
tak kuat menerima getaran pengaruh khi-kang yang luar biasa hebatnya dari kakek
yang terlentang tak berdaya itu.
Jantungnya sudah terluka, akan tetapi masih dapat berkata-kata sambil
mempergunakan suara coan-im-ji-bit yang meminta pengerahan tenaga khi-kang
sepenuhnya, benar-benar kakek itu seorang yang hebat!
Akan tetapi, setelah mengucapkan kata-kata itu, kakek itu keadaannya makin payah.
Tubuh, kaki dan tangannya menggelepar-gelepar seperti sedang sekarat!
Semua orang melihatnya dengan perasaan iba hati sambil menanti apa reaksi dari
kata-kata minta tolong dari si kakek tadi. Mungkinkah ia minta tolong kepada sekawanan
bajak yang masih berada di tempat persembunyiannya" Selagi semua orang masih
menanti dan bertanya-tanya, terdengarlah suara sahutan dari dalam hutan siong yang
riuh rendah dan terdengarlah seperti suara wanita semua!
Bu Tek Enghiong - Halaman 323
Bun Liong dan kawan-kawannya menanti dengan hati berdebar-debar dan heran.
Mungkinkah akan muncul sekawanan bajak sungai yang terdiri dari kaum wanita" pikir
mereka. Dan keheranan mereka makin menjadi ketika dari hutan siong itu muncul
gadis-gadis muda lagi cantik-cantik yang semuanya bersenjatakan golok.
Ketika dihitung, para dara itu ternyata berjumlah sepuluh orang. Sambil berlari-lari
mendatangi mereka menggerakkan goloknya demikian ganas, yaitu seganas ilmu golok
yang dimainkan oleh si kakek tadi, dan dengan gaya yang nekad mereka langsung
menyerbu! Yang Hoa cepat melompat maju memapaki mereka sambil menggerakkan
-moay, jangan melukai Akan tetapi pada saat itu Yang Hoa sudah menggerakkan pedangnya dan sekali
tangkis saja, dua batang golok telah terlepas dari pegangan dua orang dara yang
penyerbu itu. Mula-mula Yang Hoa merasa heran mendengar larangan dari calon suaminya dan
hatinya jadi cemburu karena ia menyangka calon suaminya merasa tergiur oleh
kecantikan dara-dara itu. Akan tetapi salah tafsir ini hanya sekejap saja karena setelah
ia memperhatikan wajah para dara penyerbu itu, nona ini melihat bahwa para dara
yang cantik-cantik itu seakan-akan sedang bergerak dalam mimpi!
Mata mereka bagaikan mata orang yang sedang mengigau dan tak sadar. Air muka
mereka seperti dipengaruhi suatu kekuatan gaib dan wajah yang cantik-cantik itu
kelihatannya seperti wajah tolol. Hal ini menyebabkan bulu tengkuk Yang Hoa berdiri
saking merasa seramnya! Para dara yang rupanya dalam keadaan tidak sadar itu, tidak saja menyerang Yang
Hoa, karena melihat Bun Liong berdiri di dekat Yang Hoa, sebagian dan mereka lalu
menyerang dan mengeroyok pemuda itu tanpa banyak cakap lagi. Bun Liong yang tak
kurang herannya dari Yang Hoa, melihat dirinya diserbu dan agaknya hendak dicincang
oleh golok-golok di tangan para dara aneh itu, cepat bergerak dan begitu ia
menggerakkan kedua tangannya, golok-golok itu dengan mudah terampas olehnya.
Sementara itu Yang Hoa juga sudah diserang oleh sebagian dara-dara itu. Akan
tetapi pertempuran ini tidak berjalan lama karena sesaat kemudian setelah beberapa
kali Yang Hoa menggerakkan pedangnya, golok-golok di tangan lawannya itu terbang
Bu Tek Enghiong - Halaman 324
ke udara. Ada yang patah dan ada juga yang terlempar setelah kena senggol sedikit
saja oleh pedangnya! Dengan demikian, senjata-senjata sepuluh dara itu sebentar saja telah dilucuti
semua dan mereka dengan wajah tololnya nampak kebingungan, mereka saling
bertanya dengan suara yang hampir berbareng:
embilan kawannya yang berlari-lari kecil.
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bun Liong dan kawan-kawannya membiarkan saja perbuatan dara-dara ketika
mereka menubruk, memeluk, menciumi dan mengguncang-guncang tubuh kakek itu
n tinggalkan Kakek itu mengeluarkan suara gerengan dan ternyata suara ini adalah suaranya
yang terakhir karena berbareng dengan mulut si kakek memuntahkan darah yang
banyak sekali. Dan pada detik berikutnya matilah kakek aneh itu!
Setelah kakek itu menghembuskan napasnya yang terakhir, terjadilah suatu
keanehan. Begitu tubuh kakek menjadi mayat, sepuluh dara itu serempak seakan-akan
menjadi sadar akan keadaan yang sebenarnya.
Mereka bercelingukan saling pandang satu sama lain dan kemudian mereka
memandang ke arah orang-orang yang mengelilingi dan memandang mereka! Yang
mengherankan ialah, wajah-wajah mereka tidak kelihatan tolol seperti tadi.
Kini tampak wajah asli mereka yaitu wajah orang sadar dan waras! Melihat begitu
banyak orang yang rata-rata membawa senjata, mereka memperlihatkan sikap bingung
Tiba-tiba Bun Liong teringat akan seorang lasykar bajak yang telah memberi
keterangan tentang si kakek aneh tadi, maka dicarinya orang itu dan setelah
diketemukan lalu dibawanya ke dekat Yang Hoa dan Can Po Goan dan dimintai
keterangan tentang hal-ikhwal kesepuluh orang gadis itu. Lasykar bajak memberikan
keterangan sejelasnya. Bu Tek Enghiong - Halaman 325
-cantik itu adalah penduduk daerah Tong-koan
yang telah diculik oleh kawanan lasykar bajak. Akan tetapi kesucian mereka sama sekali
tidak terjamah karena dilarang keras oleh kakek aneh tadi.
berkepandaian tinggi dan tambahan lagi sebagai ayah angkat Ma Gu Lin, maka semua
lasykar bajak menghormati dan menyeganinya sehingga tak ada yang berani
melanggar larangannya apalagi larangan diperkuat oleh Ma Gu Lin sendiri.
u bahwa mereka dalam menjalankan gerakan operasinya boleh menggasak milik orang
sepuasnya, membunuh, membakar rumah, akan tetapi dengan keras sekali dilarang
bajak karena mereka sangat patuh dan takut kepada Ma Gu Lin!
Adapun mereka menculik ke sepuluh orang gadis itu tak lain hanya untuk
memenuhi keinginan si kakek gila itu sendiri. Kakek itu mempunyai kesulitan
mengumpulkan gadis-gadis yang cantik, yang diperlakukannya dengan penuh kasih
sayang seperti terhadap puteri-puterinya sendiri.
Mula-mula para gadis itu tentu saja takut sekali kepada kakek gila yang berada di
sarang penjahat itu, akan tetapi karena kakek itu memiliki ilmu hoat-sut (ilmu sihir),
maka dengan kepandaiannya
bertempat tinggal di sebuah gubuk yang terpencil dari kelompok gubuk-gubuk para
lasykar bajak dan di situ ia mengajar ilmu
Pengajaran ilmu golok itu juga dilakukan dengan ilmu silat sehingga para gadis
yang semula tidak mengerti ilmu silat sama sekali otomatis jadi bisa bermain silat dan
golok! Hanya saja, karena dipengaruhi kekuatan sihir, maka biarpun ilmu golok yang
dimainkan oleh para gadis tak ingat itu cukup hebat, namun mereka sama sekali tidak
mempunyai isi dan hanya menggerakkan golok seperti orang menari saja.
Itulah sebabnya maka tadi dalam segebrakan saja senjata-senjata mereka telah
dapat dilucuti dengan mudah. Dan itulah sebabnya pula mengapa setelah si kakek gila
itu mati sepuluh dara itu jadi sadar kembali, karena yang selama ini menguasai mereka
telah lenyap bersama-sama lenyapnya nyawa si kakek itu.
Setelah mendengar keterangan ini, Can Po Goan menghampiri ke sepuluh dara yang
masih bingung dan ketakutan itu.
Bu Tek Enghiong - Halaman 326
bingung dan takut melihat kami karena kedatangan kami kemari, selain untuk
membasmi komplotan penjahat di sini juga untuk menolong kalian! Marilah kita pulang
bersama-sama dan akan kami antarkan kalian ke rumah masingSepuluh dara itu kembali saling berpandangan. Karena kata-kata Can Po Goan tadi
agaknya mereka jadi teringat betapa mulanya mereka diculik oleh komplotan bajak
sungai dan kemudian diserahkan kepada kakek yang membuat mereka selama hidup
seperti dalam mimpi, tidak ingat asal-usul mereka dan tidak ingat sanak keluarga.
Satu-satunya yang dapat mereka ingat hanya si kakek itu saja yang mereka anggap
sebagai ayah kandung mereka. Kini setelah keadaan mereka wajar kembali dan
mendengar kata-kata Can Po Goan yang mengajak mereka pulang, tentu saja mereka
menjadi girang dan terharu. Mereka lalu berlutut sambil mengucapkan terimakasih
yang tak terhingga kepada orang tua itu.
Demikianlah dengan singkat saja diceritakan bahwa setelah matahari agak condong
ke barat rombongan Pauw-an-tui meninggalkan hutan Siong-lim-nia. Mereka pulang
sambil menyanyikan lagu kemenangan. Di setiap dusun yang mereka lalui, mereka
disambut oleh rakyat jelata yang merasa gembira dan terimakasih atas berhasilnya
perjuangan pahlawan-pahlawan pemulih keamanan itu.
ooOoo -an- -anDemikianlah sorak-sorai kegembiraan di segenap pelosok menyambut kemenangan
Pauw-an-tui. Peristiwa yang amat penting dan bersejarah bagi seluruh penduduk
daerah Tong-koan ini disambut dengan semeriah-meriahnya.
Terpujilah Pauw-an-tui. Disanjung-sanjunglah nama tokoh-tokoh dari barisan
keamanan ini terutama nama pangcunya Souw Bun Liong, yang sangat besar jasanya
dan paling banyak mengeluarkan tenaga dan kepandaiannya dalam peristiwa
memulihkan keamanan ini. Bu Tek Enghiong - Halaman 327
Nama pemuda itu menjadi pujaan seluruh masyarakat Tong-koan dan menjadi buah
bibir para dara yang mengagumi kegagahan dan ketampanannya. Selain itu, nama Cio
Song Kang juga dijunjung tinggi karena hartawan ini adalah otak penggerak, seorang
tokoh dan pencipta Pauw-anTiga hari kemudian, di kota Tong-koan khususnya dan di segenap pelosok dusun
umumnya, rakyat merayakan pesta pulihnya keamanan. Perayaan tersebut
diselenggarakan dengan semeriah-meriahnya.
Di setiap dusun perayaan diselenggarakan di setiap rumah Cung-cu (kepala
kampung) yang selain mengadakan perjamuan-perjamuan, menanggap tetabuhan dan
pertunjukan kesenian-kesenian daerah juga mengadakan pibu (pertandingan silat)
untuk memilih juara dusun. Hal ini disebabkan karena kemenangan Pauw-an-tui dan
kegagahan pahlawan-pahlawannya terutama kehebatan ilmu silat Bun Liong membuat
seluruh penduduk baik tua maupun muda menjadi silat minded!
Adapun bagi penduduk kota Tong-koan khususnya, yang menarik perhatian adalah
rumah gedung Cio wan-gwe. Rumah gedung yang besar dan indah dihias sedemikian
rupa sehingga kelihatannya makin indah, mewah dan meriah.
Hari itu, sejak pagi rumah Cio wan-gwe sudah ramai dikunjungi para undangan dan
ternyata selain Cio wan-gwe merayakan pesta pulihnya keamanan seperti yang
diselenggarakan di seluruh dusun atas seruannya, juga sekalian merayakan pesta
perkawinan putera tunggalnya yaitu Cio Swi Ho, dengan seorang gadis puteri hartawan
di kota itu juga. Selain para anggauta Pauw-an-tui dan para tamu undangan yang turut meramaikan
pesta itu, juga seorang yang terpenting di kota Tong-koan, yaitu Ti-koan, berkenan pula
datang menghadiri. Bahkan pejabat negeri yang berpangkat tinggi dan mempunyai
wewenang penuh atas daerah Tong-koan berkenan pula memberi kata sambutan, yaitu
selain mengucapkan selamat kepada sepasang mempelai, juga menyampaikan rasa
terima kasihnya yang tidak terhingga kepada tokoh-tokoh serta para anggauta Pauwan-tui yang telah berjasa besar memulihkan keamanan dalam walajah kekuasaannya.
Dan akhirnya Ti-koan ini memberikan hadiah kepada Bun Liong, yaitu sebuah panji
kecil yang terbuat dan sutera hijau bersulamkan benang emas.
Sulaman benang-emas itu merupakan huruf-huruf yang sangat indah yang
berbunyi, Bu-tek Enghiong! Bu Tek Enghiong - Halaman 328
Ternyata pejabat negeri tersebut telah memberi gelar Bu-tek Enghiong (Pendekar
Tanpa Tandingan) kepada pemuda itu sebagai penghargaan atas jasa-jasanya selaku
ketua Pauw-an-tui! Dengan perasaan terharu Bun Liong menerima piagam tersebut akan tetapi hati
kecilnya merasa tak setuju dengan gelar yang dianggapnya berlebih-lebihan itu. Ia
maklum bahwa di dunia ini amat banyak orang-orang yang berilmu tinggi di antaranya
suhunya sendiri maka terlampau berlebih-lebihanlah kalau sampai diberi nama julukan
sebagai Pendekar Tanpa Tandingan. Akan tetapi mengingat bahwa yang memberikan
nama julukan ini bukan orang sembarangan, melainkan justeru seorang pejabat negeri
yang sangat dihormati dan disegani, maka pemuda ini tidak berani menyatakan
perasaan hatinya! Namun sebaliknya Cio Song Kang menganggap hal itu sangat patut dibanggakan
dan ia amat gembira. Saking gembiranya hartawan ini lalu berkata nyaring, terhadap
para tamu yang memenuh sesak gedungnya yang besar itu. Ia mengumumkan bahwa
sejak hari itu, Souw Bun Liong mendapat nama julukan Bu-tek Enghiong!
-gwe ini disambut oleh semua orang dengan sorak
sorai gembira dan setuju. Bahkan orang-orang yang berada di luar gedung pun turut
pula bersorak karena pengumuman Cio wan-gwe yang diucapkan dengan bersorak
nyaring tadi terdengar jelas oleh mereka.
Menghadapi peristiwa ini Bun Liong jadi merah mukanya karena malu dan kurang
enak hati. Sedangkan Yang Hoa yang berada di sisinya berseri-seri gembira dan sedikit
pun dara ini tidak menyadari betapa jalan pikiran dan perasaan hati calon suaminya!
Ketika sorak sorai itu sudah mulai menyepi, tiba-tiba terdengar suara ketawa yang
bergelak-gelak di depan gedung diiringi ucapan yang nyaring sekali:
Bun Liong mengerutkan keningnya, belum apa-apa sudah mendapat ejekan orang,
keluhnya dalam hati. Ketika itu Cio wan-gwe sudah melangkah keluar untuk menjumpai
orang yang mengejek tadi.
Melihat hartawan itu melangkah keluar, Bun Liong mengikutinya karena betapapun
juga ia ingin melihat orang itu. Juga Yang Hoa berjalan di belakang calon suaminya,
akan tetapi berlainan dengan Bun Liong yang tetap tenang, nona ini sudah merasa
panas hati karena nama julukan calon suaminya mendapat ejekan.
Bu Tek Enghiong - Halaman 329
gigi. Dan semua orangpun lalu berjalan mengikuti mereka.
Ketika mereka sudah sampai di luar, tampaklah di pekarangan depan gedung lima
orang yang belum mereka kenal dan apa yang sedang dikurung oleh sekawanan
anggauta Pauw-an-tui yang agaknya marah sekali terhadap ke lima orang itu!
Sedangkan ke lima orang yang dikurung itu hanya ketawa-tawa saja.
-kaw -gwe bertanya. Kwe Bun yang turut mengurung ke lima orang itu segera menghadap ke depan Cio
wanmentertawakan nama julukan Souw pang-cu, maka kami tentu saja tidak mau
menerima penghinaan ini dengan begitu saja! Mohon perintah untuk mengganyang
-gwe dan hartawan yang disegani oleh seluruh
penduduk daerah Tong-koan ini lalu melangkah menghampiri ke lima orang yang tak
dikenal itu diikuti Bun Liong dan Yang Hoa dan di belakang sekali tampak Can Po Goan.
Ketika mereka sudah dekat dengan ke lima orang itu, Cio wan-gwe menjura dan
penghormatan ini disambut oleh seorang lelaki tinggi besar yang bajunya tidak
dikancingkan sehingga dadanya yang lebar dan penuh bulu kelihatan nyata.
-wi sianseng (tuan-tuan berlima), kalau tidak salah penglihatanku, kalian ini
bukan orang-orang sini. Betulkah"
-gwe bertanya dengan ramah.
-tung dan di daerah kami, berlima ini terkenal
dengan julukan Shan-tung-ngo-hiap (Lima pendekar dari Shan-tung). Dalam perantauan
kami mendengar suatu peristiwa yang amat mengagumkan, yaitu tentang kegagahan
pasukan Pauw-an-tui yang dalam waktu singkat telah berhasil membasmi gerombolan
penjahat. Kami beruntung sekali hari ini kami datang ke mari karena justeru sedang
Nama Shan-tung-ngo-hiap memang belum pernah didengar oleh Cio wan-gwe
maupun kawan-kawannya, akan tetapi karena Cio wan-gwe adalah seorang bijaksana,
maka ia pura-pura sudah mendengar lima pendekar dari Shan-tung itu dan berkata,
Bu Tek Enghiong - Halaman 330
-tung-ngo-hiap yang namanya sudah
menggemparkan daerah timur. Menyesal sekali kedatangan Ngo-wi tak kami ketahui
sebelumnya oleh kawan-kawanku semua. Hal ini harap Ngo-wi maafkan dan kini
marilah masuk ke pondokku untuk bercakap-cakap dengan leluasa sambil menikmati
Orang yang berbulu itu merasakan ketajaman kata tuan rumah yang meskipun
kedengarannya sangat merendah dan menghormat, akan tetapi pada hakekatnya
mengandung sindiran atas perbuatannya sendiri yang dilakukannya tadi, yaitu
mengejek nama julukan Bu-tek Enghiong. Biarpun wajahnya tampak merah karena malu
atas kelancangan, namun ia pandai menyusun kata-kata dan dengan suara ramah
menjawab: adalah karena kami tidak berani merepotkan kalian. Yang menyebabkan kami datang
dan mampir di sini ialah karena tertarik akan kegagahan pang-cu Pauw-an-tui yang
kami dengar. -an-tui dan yang baru saja mendapat nama julukan luar biasa hebatnya itu" Bolehkah kami
Cio wan-gwe sudah menduga bahwa kunjungan ke lima orang yang mengaku Shantung-ngo-hiap ini adalah untuk mengadu kepandaian dengan Bun Liong. Hal ini sudah
menjadi kebiasaan bagi orang-orang kang-ouw bahwa apabila mendengar ada seorang
tegasnya untuk diajak mengadu kepandaian. Cio wan-gwe tidak berani memberi
penyahutan atas pertanyaan orang itu, melainkan dengan isyarat matanya ia
menyerahkannya kepada Bun Liong yang berada di sampingnya.
Bun Liong maklum akan hal itu, maka pemuda ini lalu maju dan memberi hormat
kepada orang tinggi besar itu.
-enghiong maksudkan. Siauwtee sangat berterima kasih telah
diakui oleh Ngo-wi orang-orang gagah dari Shan-tung yang telah menaruh perhatian
ikap aslinya yang sopan. Akan tetapi ucapannya yang sebenarnya belum habis ini menjadi terputus sampai
di situ karena tiba-tiba orang itu berkata dengan tertahan.
Bu Tek Enghiong - Halaman 331
Sepasang matanya yang besar mendelik seperti kaget dan memandang kepada
pemuda itu dengan sikap tidak percaya.
memandang orang yang bersikap kurang menyenangkan itu.
Orang itu manggut-manggut, tapi kemudian menggelengkan kepala tatkala berkata,
dan tak seorangpun yang memaksa kau
Betapapun sabarnya hati pemuda ini, namun melihat sikap orang itu seperti
mengejek, ia jadi merasa sebal hati juga. Sungguhpun ia sudah menduga bahwa
kedatangan lima orang dari Shan-tung ini, hendak menguji kepandaiannya.
Sebelum Bun Liong menjawab, tibasicu, terimalah penghormatan ini, dan buktikanlah bahwa julukan pemberian kami
Bun Liong berpaling ke arah orang yang menganjurkan itu dan ternyata bahwa
orang itu adalah pembesar Ti-koan yang memberi nama julukan tadi. Bun Liong maklum
bahwa pembesar ini ingin melihat kepandaiannya, maka ia lalu menjura kepada
pembesar itu dan berkata:
Akan tetapi harap tayjin jangan menyesal karena julukan hadiah tayjin tadi
sesungguhnya sangat berlebihan dan menjadi bahan tertawaan orang bagi cayhe yang
Setelah berkata demikian ia kembali menghadapi orang dari Shan-tung itu dalam
sekilas saja matanya yang tajam dapat meneliti wajah-wajah dan sikap-sikap ke lima
orang tersebut. Ke lima orang itu memang merupakan orang-orang gagah dari daerah Shan-tung
dan nama-nama mereka amat terkenal terutama di propinsi Shan-tung sendiri
pendekar-pendekar pembela kebenaran dan keadilan. Mereka merupakan panca
tunggal karena mereka berlima telah mengangkat saudara dan selain mereka memiliki
Bu Tek Enghiong - Halaman 332
kelihayan ilmu silat masing-masing, juga mereka berlima telah mempelajari ilmu silat
yang mereka namakan Ngo-seng-kun (Ilmu Silat Bintang Lima).
Mereka merupakan pendekar-pendekar petualang dan melakukan perantauan
bersama. Tentu saja sepanjang petualangannya mereka telah banyak melakukan
kebajikan dan karena kegagahan mereka lalu terkenal sebagai Shan-tung-ngo-hiap.
Yang tertua dari Shan-tung-ngo-hiap ini adalah seorang setengah umur bertubuh
tinggi besar dan bernama Li Kay, yaitu orang tinggi besar yang setengah tidak percaya
kepada kepandaian Bun Liong yang mendapat nama julukan Bu-tek Enghiong tadi.
Kepandaian istimewa Li Kay adalah permainan senjata cambuk panjang yang amat
lihay, selain itu iapun mahir sekali dalam ilmu berkelahi gaya Mongol yang
mengandalkan bantingan-bantingannya yang hebat.
Orang kedua adalah adik seperguruannya dan bernama Lo Kin yang juga amat lihay
dan menduduki tempat kedua dalam persaudaraan itu oleh karena ia pandai sekali
bersilat dengan sebatang golok tipis. Berkat gin-kangnya yang sudah tinggi dan boleh
dikata paling tinggi di antara saudara-saudaranya, maka ilmusilat goloknya mempunyai
gerakan-gerakan cepat luar biasa.
Sedangkan orang ketiga biarpun bukan pengemis, ia selalu berpakaian penuh
tambalan seperti jembel dan senjatanya pun sesuai sekali dengan apa yang selalu
dibawa oleh pengemis, yakni sebatang tongkat yang terbuat dari bambu kuning.
Namanya Lim Cu dan ilmu silat tongkatnya di daerah Shan-tung tiada yang dapat
menandingi. Dan orang yang keempat dan kelima adalah sepasang saudara kembar bernama
Ho Kim dan Ho Kun. Mereka adalah yang termuda di antara ke lima orang itu. Ho Kim
bersenjata sebatang tombak dan Ho Kun mahir sekali bersilat dengan senjata berupa
kampak yang bergagang panjang.
Shan-tung-ngo-hiap ini selain memiliki kepandaian khusus, mereka berlima
merupakan sebarisan yang amat tangguh sekali. Apabila mereka bertempur bersamasama dan melakukan ilmu silat Ngo-seng-kun, yaitu secara teratur dan beramai mereka
menyerang lawan yang dikepungnya apabila lawan itu ternyata amat tangguh sehingga
tak dapat ditandingi oleh kepandaian khusus masing-masing dan terpaksa mereka
mengadakan kerja sama dengan ilmu silat Bintang Lima ini.
Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika mereka merantau dari Shan-tung ke propinsi Ho-nan yang memakan waktu
berbulan-bulan lamanya. Dan sewaktu perjalanan mereka mendekati batas sebelah
Bu Tek Enghiong - Halaman 333
barat Ho-nan, mereka mendengar orang-orang bercerita bahwa di kota Tong-koan,
yakni sebuah kota yang terletak di dekat perbatasan sebelah barat propinsi Ho-nan,
telah terjadi suatu peristiwa yang amat menarik perhatian mereka, yaitu adanya
barisan Pauw-an-tui yang telah berhasil mengganyang komplotan penjahat dalam
waktu yang singkat! Semenjak mereka mendekati perbatasan antara Ho-nan dan Siam-say, Shan-tungngo-hiap ini memang sudah mendengar bahwa kota Tong-koan tidak aman. Sebagai
pendekar-pendekar gagah, tentu saja mereka tidak mau tinggal diam dan mereka
bermaksud hendak coba menanggulangi keamanan kota tersebut.
Akan tetapi kedatangan mereka di situ ternyata terlambat karena ketika mereka
memasuki kota Tong-koan, kota itu sedang melangsungkan pesta kemenangan. Dan hati
mereka jadi kagum dan tertarik sekali ketika mendengar bahwa yang menjadi ketua
Pauw-an-tui adalah seorang pemuda yang masih muda belia!
Ketika mereka turut berdesak-desakan di antara orang banyak yang tidak mereka
ketahui bahwa sebagian besar terdiri dari anggauta-anggauta Pauw-an-tui yang turut
meramaikan pesta kemenangan yang sekaligus merupakan perayaan pernikahan
putera Cio wan-gwe di halaman depan gedung hartawan itu. Mereka mendengar
pengumuman bahwa pangcu Pauw-an-tui ini telah menerima hadiah dari pihak
penguasa pemerintah setempat berupa nama julukan Bu-tek Enghiong!
Li Kay, orang tertua dari Shan-tung-ngo-eng adalah seorang yang berwatak jujur
akan tetapi mempunyai sifat berangasan. Ketika mendengar nama julukan yang benarbenar hebat menjadi sangat penasaran hatinya.
Orang macam apakah dan betapa tinggi kepandaian yang dimiliki si ketua Pauwan-tui sehingga memperoleh nama julukan begitu luar biasa" pikirnya dengan hati
penasaran. Ia ingin berkenalan dan menguji kepandaian si Pendekar Tanpa Tandingan
itu. Akan tetapi untuk memasuki gedung itu begitu saja mereka tidak berani karena
takut disebut tamu-tamu yang tak diundang.
Kemudian Li Kay mempunyai akal untuk memancing supaya si Bu-tek Enghiong
keluar dan begitulah seperti pernah diceritakan tadi. Li Kay sengaja ketawa berkakakan
sambil mengucapkan perkataan yang bersifat mengejek, sebagaimana yang terdengar
oleh Cio wan-gwe dan Bun Liong serta kawan-kawannya di dalam gedung tadi.
Bu Tek Enghiong - Halaman 334
Akan tetapi alangkah kagetnya hati Li Kay dan saudara-saudaranya ketika tiba-tiba
mereka dikurung oleh sekian banyak orang yang rata-rata memperlihatkan sikap
marah terhadap mereka! Baiknya Cio wan-gwe cepat keluar menemui mereka dan kemudian, seperti sudah
diceritakan tadi, Li Kay jadi berhadapan dengan Bun Liong, si Bu-tek Enghiong yang
Ketika melihat Bun Liong berdiam saja dan mata pemuda seperti menaksir-naksir
mereka, Li Kay lalu berkata pula:
-tek Enghiong, bagaimana pendapatmu tentang
am bagi Bun Liong, tapi pemuda yang bersikap tenang dan memiliki watak sabar ini dapat
menekan perasaan hatinya yang mau marah.
-besar dari Shan-tung dan terutama kau orang tua yang baik sekali. Tentu
saja aku tidak berani menantang akan maksudmu dan kalau ternyata kau orang tua
gagah hendak memberi petunjuk kepadaku yang muda dan bodoh, harap jelaskan dulu
tentang cara dan syaratLi Kay mengangguk-angguk sambil tersenyum. Sikap pemuda itu amat menarik
perhatiannya karena biarpun sikapnya sederhana dan seperti orang bodoh, namun di
dalam kesederhanaannya terbayang kegagahan, keberanian dan kecerdikan yang tiada
taranya. kau kalahkan, kau hendak kukepung dalam Ngo-seng-kun bersama saudara-saudaraku.
Syaratnya, menang atau kalah dalam pibu persahabatan ini tidak menjadi persoalan
atau jelasnya, bilamana kemudian ternyata kau yang menang, kami tidak akan
menyimpan dendam karena dalam hal ini memang kami tidak bermaksud mencari
permusuhan. sambil mengedikkan kepala, semacam sikap sebagai tantangan halus.
Bu Tek Enghiong - Halaman 335
mengeluarkan senjata rantainya yang diikatkan di pinggangnya.
Akan tetapi ketika melihat pemuda itu masih berdiri diam saja dan tak kelihatan
mengeluarkan senjata, hanya menghadapinya dengan tangan kosong, Li Kay bertanya
pula: Dengan sikap tenang sekali Bun Liong menggelengkan kepala, dan bibirnya
men tangan kosong dulu, dan kalau terlalu perlu, gampang kemudian aku mempergunakan
Karena ucapan ini merupakan tantangan untuk berpibu dengan tangan kosong, Li
Kay tentu saja merasa malu untuk menolak. Sesungguhnya, seperti sudah diterangkan
tadi, Li Kay memiliki ilmu berkelahi gaya Mongol, disamping permainan cambuk
rantainya yang lihay, akan tetapi karena ia merasa lebih mahir dalam permainan
senjata cambuk rantainya, ia tadi mengeluarkan senjata ini.
Sekarang setelah mengetahui bahwa pemuda itu menghendaki bertempur dengan
tangan kosong, ia lalu melibatkan kembali senjatanya di pinggangnya. Dan diam-diam
hatinya merasa girang karena beranggapan bahwa pemuda itu tak mungkin dapat
menandingi gi-siaw gaya Mongolnya"
otomatis memasang kuda-kuda sambil menghadapi Bun Liong. Tubuhnya membungkuk
dengan muka ke bawah dan matanya mendelik mengawasi pemuda yang berdiri di
depannya. Kedua lengannya ditekuk sebatas siku dan jari-jari tangannya dikembangkan
merupakan cengkeraman yang diletakkan di depan dadanya. Kedua kakinya terpentang
ke kanan kiri dengan lutut sedikit ditekuk dalam bentuk bhesi yang teguh sekali.
Sementara itu semua orang yang merubunginya telah mundur ke belakang
sehingga di situ telah merupakan suatu gelanggang yang cukup luas untuk bertanding
dan tentu saja karena orang-orang berpihak kepada Bun Liong, maka ramailah mereka
bersorak-sorak dengan ucapan-ucapan seperti:
- Bu Tek Enghiong - Halaman 336
-tung-ngomemasang bhesi. Melihat ini Li Kay jadi sedikit ragu dan bertanya:
Menurut peraturan persilatan dalam hal pibu, tidak boleh menyerang lawan
sebelum lawan itu mengadakan persiapan. Akan tetapi kalau lawan itu sudah
mengatakan boleh maju walaupun sama sekali tidak memasang bhesi, hal ini sama
artinya bahwa lawan sudah menantang.
Maka ketika Li Kay melihat Bun Liong berbuat seperti itu, yakni menantang dalam
kedudukan tidak memasang bhesi, hatinya agak mendongkol karena dianggapnya
pemuda itu sombong sekali da
melompat maju melakukan tubrukan.
Tubrukan seperti ini dapat menangkap dan membikin seekor harimau tidak
berdaya. Agaknya dengan sekali serang saja Li Kay bermaksud hendak merobohkan
lawannya yang masih muda itu.
Bun Liong sengaja tidak berkelit dan menggunakan kedua lengannya untuk
menangkis serangan karena ia hendak menguji kepandaian lawan.
Dua pasang lengan beradu dan terkejutlah Li Kay. Ia maklum dalam hal lweekang
ia kalah jauh karena ia rasakan sepasang lengannya menggetar dan kesemutan.
Akan tetapi karena ia adalah orang yang tertua dan menduduki tempat pertama
dalam Shan-tung-ngo-hiap sehingga tentu saja kepandaiannya sangat tinggi, maka
cepat jari-jari tangannya mencengkeram. Dan sebelum Bun Liong sempat menghindari
serangan yang tidak diduga ini, pinggang pemuda itu telah dapat ditangkap dan tahutahu tubuh pemuda itu telah diangkat di atas kepala.
Lalu diputar-putarkan dan akhirnya, sambil berseru keras Li Kay melemparkan
tubuh Bun Liong! Ternyata Li Kay telah menggunakan kecepatan seorang ahli gulat
untuk melempar dan membanting lawannya.
Semua orang anggauta Pauw-an-tui mengeluarkan seruan tertahan melihat betapa
tubuh Bun Liong dilempar dan dibantingkan. Akan tetapi kenyataannya Bun Liong tidak
Bu Tek Enghiong - Halaman 337
mendapat celaka karenanya, sebab meskipun tubuhnya terlempar sampai sejauh tiga
tombak, namun ia jatuh dalam keadaan berdiri!
Akan tetapi baru saja kedua kaki pemuda menyentuh tanah, Li Kay telah datang
dan dengan gerakan cepat mengirim serangan lagi dan kembali ia hendak
mencengkeram ke dua lengan pemuda itu. Namun sebelum serangan yang kedua kali
ini berhasil, Bun Liong sudah mendahuluinya mendorong dengan ke dua tangannya.
Biarpun dorongan tidak menyentuh dadanya, namun kenyataannya Li Kay yang
bertubuh tinggi besar jadi terhuyung mundur sampai lima langkah!
Li Kay terkejut dan heran akan tenaga dorongan dari pemuda itu, tapi ia jadi
penasaran dan segera ia maju dan menubruk lagi. Tubrukan yang ketiga kalinya ini
dapat dielakkan oleh Bun Liong dan sebelum Li Kay membalikkan tubuh, pemuda itu
sekali lagi telah mendorongnya, kini dari samping.
Dan sekali lagi orang tua itu terkejut dan heran karena merasakan ada angin yang
kuat sekali mendorong lambungnya sehingga tidak saja ia jadi terhuyung-huyung
dibuatnya. Bahkan kalau ia tidak cepat-cepat melompat, pasti ia akan roboh terguling!
Bukan main herannya Li Kay menghadapi tenaga dorongan yang aneh ini. Ia tidak
tahu bahwa ilmu pukulan ini sebetulnya adalah Lui-lek-ciang.
Hanya saja Bun Liong mengirim pukulan ampuhnya itu tidak dengan tenaga
sepenuhnya, yaitu hanya empat bagian dari tenaganya saja karena tidak hermaksud
membunuh. Dan kalau sekiranya ia melakukan pukulan dengan tenaga sepenuhnya,
pasti nyawa lawannya akan melayang!
Biasanya memang Bun Liong jarang sekali mainkan ilmu pukulan ampuh itu kalau
tidak terlalu perlu. Akan tetapi karena kini ia bakal menghadapi lima lawan dari Shantung maka menghadapi Li Kay ia sudah mengeluarkan ilmu simpanannya supaya cepat
memperoleh kemenangan dan menghemat tenaga!
Ilmu pukulan Lui-lek-ciang yang dikeluarkan hanya mempergunakan empat bagian
dari tenaganya saja, tapi sudah cukup membuat lawannya terhuyung-huyung. Maka
tahulah Bun Liong, bahwa saudara tertua dari Shan-tung-ngo-hiap merupakan lawan
yang empuk. -hati Lomelihat lawannya nyaris saja terjungkal.
Bu Tek Enghiong - Halaman 338
Ucapan ini ternyata bagi Li Kay dirasakan sebagai ejekan, maka makin
penasaranlah ia dan segera menyerang lagi. Tetapi serangannya kali ini dilakukan hatihati, tidak main tubruk seperti tadi, melainkan sekarang setelah ia berdiri dekat sekali
di depan pemuda itu, dengan gerakan kilat tiba-tiba tangan kirinya dengan telapak
tangan dimiringkan menyabet mengarah leher lawannya berbareng tangan kanannya
hendak menangkap sebelah kaki pemuda itu.
Maksudnya sabetan tangan kirinya sebagai pancingan yang diharapkan pemuda itu
menaruh perhatian terhadap serangan ini dan menangkis. Padahal serangan yang
sesungguhnya adalah hendak menangkap kaki pemuda itu dan ia yakin bahwa kali ini
akan dapat membanting lawannya.
Akan tetapi gerakan Bun Liong jauh lebih cepat lagi. Melihat dua serangan sekaligus
akan tetapi serangan ke arah kaki kirinya itu ternyata lebih cepat datangnya daripada
serangan yang menyabet ke arah lehernya itu, maka Bun Liong menggerakkan kaki
kirinya sedikit sehingga tangan kanan Li Kay yang hendak menangkapnya itu tadi
mencengkeram angin. Dan sebelum tangan kiri Li Kay yang hendak menyabet lehernya itu mengenai
sasarannya, Bun Liong telah memapaknya dengan tangan kanannya yang terbuka
menyambut datangnya lengan lawan serta menangkapnya persis dipergelangan
tangannya dan sekali gus ia mengerahkan tenaga sambil berseru keras.
Tubuh Li Kay yang tinggi besar itu tahu-tahu jadi nyelonong ke depan dan
Semua orang yang melihat ini, kecuali ke empat saudara Li Kay tentunya, menjadi
gembira dan mereka bersorak-sorak bertepuk tangan!
Dengan wajah merah seperti batok kepiting direbus karena malu dan mungkin juga
karena marah, Li Kay cepat bangun, akan tetapi sebelum ia menghampiri Bun Liong
tiba-tiba di depan pemuda itu telah berdiri Lo Kin, saudara yang menduduki tempat
kedua di antara Shan-tung-ngo-hiap, dengan senjata golok tipisnya sudah siap di
tangan. menggerak-gerakkan senjatanya yang berarti menantang.
Akan tetapi sebelum Bun Liong memberi penyahutan, Li Kay menyelak dan Lo Kin
Bu Tek Enghiong - Halaman 339
Mendengar teguran suhengnya ini segera Lo Kin mundur dan kembali kepada
saudara-saudaranya. Sedangkan Li Kay lalu berkata kepada Bun Liong:
kosong. Akan tetapi hatiku belum puas kalau kau belum melayani aku dengan
bersenjata. Nah, marilah kita bermainSambil berkata demikian, Li Kay membuka ikatan rantai besi dari pinggangnya dan
ternyata cambuk rantai cukup panjang dan ia memegang di tengah-tengahnya.
Melihat caranya memegang rantai itu, Bun Liong maklum Li Kay memainkan senjata
rantai itu tidak seperti ia memainkan cambuknya, yaitu dipegang pada satu ujung dan
ujungnya yang lain dipergunakan untuk menyerang. Tapi Li Kay dapat memainkan
rantainya dengan kedua ujungnya.
Karena dipegang di bagian tengah-tengahnya, maka seuntai cambuk rantai menjadi
Cinta Di Dalam Gelas 2 Matahari Terbit Rising Sun Lembah Nirmala 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama